ANALISIS KECOCOKAN LAHAN PULAU DAN PESISIR UNTUK PENENTUAN WISATA ALAM (Khazanah Pembelajaran IPA MTs di Alam Terbuka) Oleh: Sutowijoyo∗ ABSTRACT The aim of the study was to know the ability and availability of the coastal area in Pari Island as a coastal tourism place. The methodology of this study was explorative descriptive in three steps: clarification, scoring and availability. There were ten parameters within the area availability of coastal tourism in Pari Island. Seven parameters in good and three parameters in medium criteria. Keyword: coastal ability, coastal availability. PENDAHULUAN Aktivitas kepariwisataan di suatu daerah tergantung dari sumber-sumber wisata/rekreasional yang ada di daerah tersebut. Inventarisasi dan penelitian sumber daya wisata di samping dapat dilakukan secara terrestrial dengan observasi dan pengukuran langsung di lapangan, juga dapat dilakukan dengan teknik penginderaan jauh. Penelitian yang menggunakan citra penginderaan jauh sebagai sumber data, sedang pelaksanaannya menggunakan teknik interprestasi. Citra penginderaan jauh merupakan gambaran obyek muka bumi, sehingga data dan informasi obyek dapat diperoleh tanpa kontak langsung dengan obyek tersebut (Hermanto, 1997). Peneliti menggunakan gugus pulau Pari sebagai obyek. Gambaran daerah penelitian dapat digambarkan dalam pemetaan dari wilayah gugus Pulau Pari yang digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Wilayah Penelitian Kompleks Gugus pulau Pari. ∗
Drs. Sutowijoyo, M.Pd., Widyaiswara Madya pada Balai Diklat Keagamaan Surabaya.
1
Pesisir Pulau Pari memiliki potensi untuk dikembangkan, disamping pengembangan obyek-obyek wisata yang ada juga memungkinkan penambahan obyek-obyek wisata sehingga kegiatan pariwisata lebih bervariasi. Permasalahan yang dihadapi adalah potensi sumber-sumber wisata alam maupun potensi kemampuan lahan untuk menunjang sarana kepariwisataan di Pulau Pari belum sepenuhnya diketahui. Untuk maksud ini perlu dikaji dan diinventarisasi kemampuan lahannya untuk pengembangan sarana kegiatan wisata dan jenis wisata apa yang dapat dikembangkan. Dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana kemam puan dan kecocokan lahan Pulau Pari untuk wisata alam melalui foto udara dan Citra Landsat-TM, serta bagaimana menentukan kemampuan lahan untuk sumbersumber wisata alam. Adapun tujuannya adalah mengetahui kemampuan dan kecocokan lahan untuk wisata alam melalui foto udara dan Citra Landsat-TM. Menentukan kemampuan lahan untuk sumber-sumber wisata alam. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah gambaran tentang kemampuan lahan Pulau Pari untuk pengembangan wisata alam. Sebagai rujukan untuk pemerintah DKI untuk pengembangan wisata alamnya. Geomorfologi Kajian geomorfologi di Gugus Pulau Pari mencakup karakteristik bentuk lahan, morfometri, proses geomorfologi yang bekerja material penyusun dan tutupan lahan. Proses tektonik yang terjadi pada perairan gugus Pulau Pari berdampak pada material penyusun dasar perairan maupun daratan pulau. Hasil prosesini dapat berupa batuan kompak, yaitu batuan dasar penysusun gugus Pulau Pari maupun batuan lepas rombakan dari proses eksternal yang bekerja di sekitarnya. Batu gamping terumbu dan pasir hasil rombakan berupa batuan dasar, yang terletak di atas lembah-lembah terbenam yang menyebar di laut jawa hingga selat malaka merupakam penyusun utama batuan dasar daerah ini. Hal ini terjadi karena proses tektonik yang mengakibatkan gerak naik di gugus Pulau Pari. Sedimen dasar relative masih labil sehingga mudah terangkat atau teraduk oleh energi gelombang atau tekanan arus. Mineral-mineral yang umum dijumpai adalah kalsit, kuarsa, magnesit dan gypsum sedang dolomite serta plagioklas juga ditemukan walaupun tidak melimpah. Pada unit morfologi di beberapa lokasi tumbuh berbagai jenis terumbu karang, rumput laut dan mangrove. Pulau Tikus terletak dalam posisi paling terbuka dari pengeruh mmusim barat, karena posisinya berda paling barat dari rataan terumbu karang. Pada musim timeur agak terlindung oleh P. Burung yang berada di sebelah timurnya. Pulau ini tersusun oleh pasir berbagai ukuran dari hasil rombakan dan pelapukan batuan gamping koral yang banyak mengandung cangkang kerang dan gastropoda. Kemiringan lereng tergolong landai (3% - 5 %) dengan ketinggian antara 2 – 3 m dari muka air laut dan memiliki drainase baik, namun tidak ditemukan air tawar di sini. Pada tahun 19971 P. Tikus masih berupa gudus, belum berbentuk pulau, namun tahun 1994 sudah terbentuk pulau dengan luas 0,659 Ha dan tampak adanya gosong, pada sisi timur pulau juga kelihatan adanya tombolo yang menghubungkannya kelak akan menyatu dengan pulau tikus. Pada tahun 2001 pulau ini bertambah luas menjadi 1,191 Ha gosong di sisi timur pulau sudah mulai bergabung dengan P.Tikus. Sedangkan pada tahun 2003, P.Tikus
2
bertambah luas lagi menjadi 1,349 Ha dan di sisi timur tampak adanya terumbu karang mati, terutama pada saat air laut menuju turut. Oseanografis Arus pasang di perairan Gugus Pulau Pari sampai pulau Peniki berasal dari arah timur menuju barat dengan kecepatan antara 30 – 40 cm/s di kedalaman 2,5 m - 5 m, arus menuju barat laut dan makin ke arah selatan seirama dengan meningkanya kedalaman yaitu 60 m, kecepatan arus berkisar antara 40 – 60 cm/s saat mendekati pasang. Saat mendekati pasang kecepatan arus melemah hingga 5 – 15 cm/s dengan arah barat sampai barat daya pada kedalaman 5 – 10 m. Sedangkan kedalaman 2,5 m arus menuju tenggara dengan kecepatan 40 cm/s, hal ini dimungkinkan akibat pengaruh angin pada musim barat. Perairan Gugus Pulau Pari memiliki kisaran salinitas antara 31,43 0/00 sampai 31,75 0/00, saat air laut pasang dan 30,25 0/00 sampai 31,08 0/00 saat air laut surut. Nilai besaran salinitas seperini ini masih tergolong normal untuk berbagai kehidupan biota laut. Sedangkan sempitnya kadar salinitas, diduga berhubungan erat dengan adanya pengaruh arus musim barat. Pada musim barat kondisi pengairan sangat dipengaruhi oleh massa dari laut Jawa yang sebelumnya mendapat masukan oleh massa air dari daratan Sumatera dan Kalimantan. Suhu temperature air permukaan perairan Gugus Pari pada saat air pasang berkisar antara 28,03 0 C sampai 29,30 0c dan pada saat surut berkisar antara 29,20-30 0c. hal ini disebabkan adanya pengaruh gerak massa air laud an intensitas radiasi matahari. Kecerahan air laut di perairan dalam Tubir dengan kedalaman 2,5 m- 5m saat pasang berkisar 1,25 m- 4,60 m dan saat surut berkisar 0,80 m- 3,10 m. sedangkan di luar Tubir, kedalaman 10 m – 15 m tingkat kecerahan cukup tinggi, mencapai 7,50 m-13,25 m. kondisi seperti ini dimungkinkan karena tingginya intensitas penyinaran matahari dan cerahnya kondisi cuaca saat pengamatan. Kadar oksigen terlarut di perairan Gugus Pulau Pari berkisar antara 1, 12 – 8,67 ppm. Hasil pengukuran kadar oksigen ini berbeda pada bulan-bulan tertentu. Pada bulan Juli 1999 berkisar antara 4,5-7,3 ppm pada saat air pasang dan 4,057,1 ppm pada saar air surut yang bertepatan dengan musim timur. Bulan Oktober yang mewakili musim peralihan, rata-rata oksigen terlarut antara 4,73-8,67 ppm saat air pasang dan 4,5-7,1 ppm saat air surut. Sedangkan pada musim timur, yaitu bulan Februaru kadar ogksigen terlarut 1,12-8,34ppm saat air pasang dan 6.817,85 ppm saat air surut. Dari sini terlihat bahwa pada musim Timur dan peralihan saat air surut oksigen terlarut cenderung lebih rendah disbanding saat air pasang. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penyusunan klasifikasi kemampuan lahan pulau dan pesisir untuk pengembangan wisata alam di daerah penelitian, digunakan metode observasi dengan menggunakan unit lahan sebagai suatu pengamatan terkecil dan sekaligus sebagai satuan pemetaan. Daerah pesisir yang dimaksud pada penelitian ini adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Batas darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, yang dicirikan oleh jenis vegetasi yang khas. Batas pesisir kea rah laut mencakup bagian/batas terluar dari paparan benua yang
3
dicirikan adanya pengaruh alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar. Sumber data diperolleh dari hasil interpretasi citra penginderaan jauh dan dilengkapi dengan uji lapangan. Sedangkan manipulalsi data dilakukan secara manual dan analisis computer. Pada uraian berikut ini dikemukakan mengenai bahan yang digunakan, alat yang digunakan, jalannya penelitian dan kesulitan-kesulitan yang timbul dan pemecahannya dalam penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksploratif yaitu penelitian kualitatif yang berusaha menggali potensi lahan dan pesisir Pulau Pari dan kompleks gugus Pulau Pari untuk penentuan wisata alam. Pelaksanaan penelitian pada tanggal 16 sampai dengan 19 Juli 2009. Bahan yang Digunakan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Foto udara pankromatik hitam putih digunakan untuk pemetaan tutupan lahan bentuklahan, potensi kemampuan lahan untuk pengembangan wisata dan potensi sumber-sumber wisata alam. 2. Foto udara inframerah hitam putih digunakan untuk interpretasi sumbersumber wisata alam, disamping itu juga untuk melengkapi unit lahan yang tidak terekam dalam foto udara pankromatik. 3. Citra Lamdsat-5 TM (Thematic Mapper) dan Citra Landsat-7 ETM digunakan untuk pemetaan tutupan lahan, beberapa unit lahan yang tidak tergambar dari foto udara terekam oleh citra landsat ini seperti terumbu karang dan endapan sedimen Bahan Pendukung yang Digunakan Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah : 1. Peta topografi skala 1 : 10.000, terutama diperlukan untuk orientasi posisi daerah penelitian. Disamping hal tersebut digunakan untuk mempersiapkan peta dasar, sebagai kerangka pemasukan data dari hasil interpretasi citra penginderaan jauh. 2. Peta geologi skala 1 : 10.000 dibuat oleh Verbeeck dan Van den Boss Tahun 1898. 3. Peta bathimetri skala 1 : 25.000 dibuat oleh DISHIDROS TNI A
Prosedur Pemetaan Di dalam penelitian ini pemetaan klas kemampuan lahan mengacu pada prosedur : a) Deliniasi perbatasan unit lahan sesuai dengan hasil overlay bentuklahan, lereng dan penggunaan lahan; b) Sistem klasifikasi untuk menentukan peringkat klas kemampuan lahan untuk wisata alam dan meneentukan symbol subklas/obyek wisata yang mendiskripsikan tipe aktivitas wisata alam; Sebanyak empat symbol, satu symbol numeric yang menunjukkan klas dan tiga symbol alphabetic yang menunjukkan subklas wisata alam; Contoh : 1 – ABB. Artinya : Lahan berkemampuan utamanya pantai dan prioitas kedua untuk boating dan peninjauan kehidupan pantai. Sistem klasifikasi digunakan untuk menggambarkan kemampuan lahan untuk kegiatan wisata alam.
4
Ada dua tipe klasifikasi yaitu : a) Klasifikasi lahan untuk pengembangan sarana wisata alam, b) Klasifikasi subklas sumber yang menggambarkan tipe sumbersumber wisata Pembobotan kemampuan lahan ditentukan dengan notasi angka romawi, sedangkan untuk subklas sumber wisata alam digunakan notasi huruf. Pada setiap unit lahan diadakan penilaian kemampuan lahan untuk pengembangan wisata alam. Pada penelitian ini digunakan metode pembobotan (‘skor’) pada masingmasing variable, sedangkan rentang skor ditentukan oleh jenis variabel sehingga ada perbedaan pada masing-masing variabel tersebut. Untuk mendapatkan peringkat klas kemampuan lahan maka semua variabel dinilai/skor selanjutnya dilakukan penjumlahan dan akan diperoleh total skor tertinggi dan terendah. Total skor tertinggi dikurangi jumlah variabel yang dinilai dibagi dengan jumlah klas maka diperoleh interval klas kemampuan lahan untuk pengembangan wisata alam. Pembobotan Sumber-Sumber Wisata Alam Sumber-sumber wisata alam yang dinilai pada penelitian ini adalah : Vegetasi (E), Fun Beach (I), Panorama Bawah Laut (N), Snorkling (O), Swimming (P), Boating (Q), Selancar (S), Kanno (T), Pemancingan (U), dan Scuba Diving (V) Subklas sumber yang menggambarkan tipe sumber-sumber wisata alam juga diklasifikasikakn dengan pembobotan pada masing-masing sumber dan variabel yang dinilai dan dituangkan dalam tabel berikut ini. Subklas Vegetasi (E) Tabel 1: Klasifikasi Kelimpahan Rumput Laut Nilai 3 2 1
Kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Sangat melimpah, tutupan rumput laut 60 – 100 % Melimpah, tutupan rumput laut 20 – 60 % Kurang melimpah, tutupan rumput laut < 20 % Tabel 2: Klasifikasi Kelimpahan Seagrass
Nilai 3 2 1
Kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Sangat melimpah, tutupan sea gres 60 – 100 % Melimpah, tutupan sea gres 20 – 60 % Kurang melimpah, tutupan sea gres < 20 %
Tabel 3: Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Nilai 3 2
kelas Baik Sedang
Keterangan > 300 pohon/ha 200 – 300 pohon/ha
5
1
Kurang
< 200 pohon/ha
Tabel 4: Total Subklas Vegetasi (E) Nilai 6–9 4–6 < 4
Klas Baik Sedang Kurang
Sumber : Sorensen 1984 dan Modifikasi Subklas Fun Beach (I) Tabel 5: Klasifikasi Material Dasar Pantai Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Pasir, pasir kerikil, kerikil Pasir, pasir kerikil, krikil, lumpur Lumpur, kerikil, bolder
Tabel 6: Klasifikasi Kedalaman Air Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan 0,5 m – 1,5 m 1m–2m < 1 m, > 2,5 m
Tabel 7: Klasifikasi Kualitas Air Nilai 3 2 1
Kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Tanpa polusi Tanpa resiko kesehatan Polusi
Tabel 8: Klasifikasi Kelandaian Pantai Basah Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan 2–3% 8 – 15 % > 15 %
Tabel 9: Klasifikasi Areal Pantai Basah Nilai 3
kelas Baik
Keterangan > 10 Ha
6
2 1
Sedang Kurang
5 – 10 Ha < 5 Ha
Tabel 10: Total Nilai Subklas Fun Beach (I) Nilai Klas 12 – 15 Baik 8 – 12 Sedang <8 Kurang Sumber: Ministry Of Planning And Development Government Of Trinidad And Tobago 1974 Subklas Panorama Bawah Laut (N) Tabel 11: Klasifikasi Kehidupan Bawah Laut Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Aneka jenis karang dan ikan hias Ada karang dan ikan hias Tidak ada karang
Tabel 12: Klasifikasi Tutupan Terumbu Karang Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Tutupan terumbu karang > 80 % Tutupan terumbu karang 50 – 80 % Tutupan terumbu karang < 50 % Tabel 13: Klasifikasi Gelombang
Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Gelombang < 0,25 m Gelombang 0,25 – 0,50 m Gelombang > 0,50 m
Tabel 14: Klasifikasi Kondisi Arus Nilai 3 2 1
Kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Kecepatan arus < 5 cm/detik Kecepatan arus 5 – 25 cm/detik Kecepatan arus > 25 cm/detik
7
Tabel 15: Klasifikasi Kecerahan Air Laut Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Kecerahan air laut > 20 m Kecerahan air laut 10 – 20 m Kecerahan air laut < 10 m
Tabel 16: Klasifikasi Pencemaran Air Laut Nilai 3 2 1
Kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Tidak ada pencemaran Pencemaran tidak membahayakan Tercemar dan membahayakan
Tabel 17: Total Subklas Panorama Bawah Laut (N) Nilai 15 – 18 12 – 15 < 12
Klas Baik Sedang Kurang
Sumber : SUTARNA 1989 dan BSDL 1992 Subklas Snorkling (O) Tabel 18: Klasifikasi Kualitas Air Nilai 3 2 1
Kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Tidak ada zat pencemar Sedikit ada zat pencemar Ada zat pencemar
Tabel 19: Klasifikasi Kedalaman Air Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Kedalaman 5 – 20 m Kedalaman 2 – 25 m Kedalaman > 25 m
Tabel 20: Klasifikasi Kecerahan Air Laut Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Kecerahan > 20 m Kecerahan 10 – 20 m Kecerahan < 10 m
8
Nilai 3 2 1
Tabel 21: Klasifikasi Suhu Air Kelas Keterangan Baik Suhu 27 – 32o c Sedang Suhu 20 – 27o c Kurang Suhu < 28o c, > 32o c Tabel 22: Klasifikasi Salinitas Air Laut
Nilai 3 2 1
Kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Salinitas 30 – 39 o/oo Salinitas 28 – 30 o/oo Salinitas < 28 o/oo dan > 34 o/oo
Tabel 23: Klasifikasi Kadar Oksigen Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan 5 – 7 ppm 4 – 5 ppm < 4 ppm
Tabel 24: Klasifikasi Terumbu Karang Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Beraneka jenis terumbu karang Terdapat terumbu karang Tidak ada terumbu karang
Tabel 25: Total Nilai Subklas Snorkling (O) Nilai 17 – 21 13 – 17 < 13
Klas Baik Sedang Kurang Sumber : BSDL 1992
Subklas Swimming (P) Tabel 26: Klasifikasi kwalitas air Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Tanpa zat pencemar Tanpa resiko kesehatan Agak tercemar
9
Tabel 27: Klasifikasi kedalaman air
Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Kedalaman air > 1 – 5 m Kedalaman air 2 – 10 m Kedalaman air > 10 m
Tabel 28: Klasifikasi kecerahan air laut Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Kecerahan > 20 m Kecerahan 10 – 20 m Kecerahan < 10 m
Tabel 29: Klasifikasi suhu air Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Suhu 27 – 32oc Suhu 20 – 27oc Suhu < 20 oc, > 32oc
Tabel 30: Klasifikasi tutupan terumbu karang Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Tutupan terumbu karang > 50 % Tutupan terumbu karang 10 – 50 % Tutupan terumbu karang < 10 %
Tabel 31: Total Nilai Subklas Swimming (P) Nilai Klas 12 – 15 Baik 8 – 12 Sedang <8 Kurang Sumber : Ministry Of Planning And Development Government Of Tridad And Tobago 1974 Subklas Boating (Q) Tabel 32: Klasifikasi arus Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Kecepatan arus < 5 cm/detik Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik Kecepatan arus > 20 cm/detik
10
Tabel 33: Klasifikasi gelombang Nilai kelas Keterangan 3 Baik Tinggi gelombang < 0,25 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – 0,50 m 1 Kurang Gelombang > 0,50 m Tabel 34: Klasifikasi kecerahan air laut Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kecerahan air > 20 m 2 Sedang Kecerahan air 10 – 20 m 1 Kurang Kecerahan air < 10 m Tabel 35: Klasifikasi kedalaman air laut Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kedalaman air > 5 – 20 m 2 Sedang Kedalaman air 5 – 25 m 1 Kurang Kedalaman air < 2 m, > 25 m Tabel 36: Total Nilai Subklas Boating (Q) Nilai Klas 9 – 12 Baik 6–9 Sedang 4–6 Kurang Sumber : Sorensen 1984 Dan Bsdl 1993
Subklas Sky (R) Tabel 37: Klasifikasi Gelombang Nilai kelas Keterangan 3 Baik Tinggi gelombang > 0,50 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – 0,50 m 1 Kurang Tinggi gelombang < 0,25 m Tabel 38: Klasifikasi Kecepatan Angin Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kecepatan angin 15 – 20 knot 2 Sedang Kecepatan angin 10 – 15 knot 1 Kurang Kecepatan angin < 10 knot, > 20 knot Tabel 39: Klasififkasi Kecerahan Air Laut Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kecerahan > 20 m 2 Sedang Kecerahan 10 - 20 m 1 Kurang Kecerahan < 10 m Tabel 40: Klasifikasi Kecepatan Arus
11
Nilai 3 2 1
kelas Baik Sedang Kurang
Keterangan Kecepatan arus < 5 cm/detik Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik Kecepatan arus > 20 cm/detik
Tabel 41: Klasifikasi Kedalaman Air Laut Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kedalaman air > 5 – 20 m 2 Sedang Kedalaman air 2 – 25 m 1 Kurang Kedalaman air < 2 m, > 25 m Tabel 42: Total Nilai Subklas Sky (R) Nilai Klas 12 – 15 Baik 9 – 12 Sedang 5–8 Kurang Sumber : Sorensen 1984
Subklas Selancar (S) Tabel 43: Klasifikasi Kecepatan Angin Nilai kelas Keterangan 3 Baik Keceptan angin 10 – 20 knot/jam 2 Sedang Kecepatan angin 5 – 15 knot/jam 1 Kurang Kecepatan angin < 5 knot/jam dan > 20 knot/jam Tabel 44: Klasifikasi Gelombang Laut Nilai kelas Keterangan 3 Baik Tinggi gelombang < 0,25 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – o,50 m 1 Kurang Tinggi gelombang > 0,50 m Tabel 45: Klasifikasi Arus Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kecepatan arus < 5 cm/detik 2 Sedang Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik 1 Kurang Kecepatan arus > 20 cm/detik Tabel 46: Klasifikasi Kecerahan Air Laut Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kecerahan > 20 m 2 Sedang Kecerahan 10 – 20 m 1 Kurang Kecerahan < 10 m Tabel 47: Total Nilai Subklas Selancar (S) Nilai Klas 9 – 12 Baik
12
6–9 Sedang 4–6 Kurang Sumber : Sorensen 1984 Subklas Kanno (T) Tabel 48: Klasifikasi Arus Nilai Kelas 3 Baik 2 Sedang 1 Kurang
Keterangan Kecepatan arus < 5 cm/detik Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik Kecepatan arus > 20 cm/detik
Tabel 49: Klasifikasi Gelombang Nilai Kelas Keterangan 3 Baik Tinggi gelombang < 0,25 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – o,50 m 1 Kurang Tinggi gelombang > 0,50 m Tabel 50: Klasifikasi Kecepatan Angin Nilai Kelas Keterangan 3 Baik Keceptan angin < 5 knot/jam 2 Sedang Kecepatan angin 5 – 15 knot/jam 1 Kurang Kecepatan angin > 15 knot/jam Tabel 51: Klasifikasi Kedalaman Air Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kedalaman air 5 – 20 m 2 Sedang Kedalaman air 2 – 5 m 1 Kurang Kedalaman air < 1 m Tabel 52: Total Nilai Subklas Kanno (T) Nilai Klas 9 – 12 Baik 6–9 Sedang 4–6 Kurang Sumber : SORENSEN 1984
Subklas Pemancingan (U) Tabel 53: Klasifikasi Populasi Ikan Nilai kelas Keterangan 3 Baik Banyak terumbu karang, mangrove, muara sungai 2 Sedang Terdapat terumbu karang, mangrove, muara sungai 1 Kurang Tidak ada terumbu karang, mangrove, muara sungai Tabel 54: Klasifikasi Kemiringan Lereng Nilai kelas Keterangan 3 Baik kemiringan > 15 % 2 Sedang Kemiringan 8 – 15 %
13
1
Kurang
Kemiringan 2 – 8 %
Tabel 55: Klasifikasi Kemudahan Mencapai Lokasi Nilai kelas Keterangan 3 Baik Dapat dijangkau tanpa kesulitan dari darat dan laut 2 Sedang Dapat dijangkau sedikit kesulitan dari darat dan laut 1 Kurang Hanya dapat dicapai dari laut Tabel 56: Total Nilai Subklas Pemancingan (U) Nilai Klas 9 – 12 Baik 6–9 Sedang 4–6 Kurang Sumber : Ministry Of Planning And Development Government Of Tridad And Tobago 1974 Subklas Scuba Diving (V) Tabel 57: Klasifikasi Arus Nilai Kelas 3 Baik 2 Sedang 1 Kurang
Keterangan Kecepatan arus < 5 cm/detik Kecepatan arus 5 – 20 cm/detik Kecepatan arus > 20 cm/detik
Tabel 58: Klasifikasi Gelombang Nilai kelas Keterangan 3 Baik Tinggi gelombang < 0,25 m 2 Sedang Tinggi gelombang 0,25 – o,50 m 1 Kurang Tinggi gelombang > 0,50 m Tabel 59: Klasifikasi Kwalitas Air Nilai kelas Keterangan 3 Baik Tanpa zat pencemar 2 Sedang Tanpa resiko kesehatan 1 Kurang Agak tercemar Tabel 60: Klasifikasi kedalaman air Nilai kelas Keterangan 3 Baik Kedalaman air > 5 – 20 m 2 Sedang Kedalaman air 2 – 25 m 1 Kurang Kedalaman air < 2 m, > 25 m Tabel 61: Klasifikasi panorama bawah laut Nilai kelas Keterangan 3 Baik Beraneka jenis terumbu karang 2 Sedang Terdapat terumbu karang 1 Kurang Tidak ada terumbu karang
14
Tabel 62: Total Nilai Subklas Scuba Diving Nilai Klas 12 – 15 Baik 8 – 12 Sedang <8 Kurang Sumber: Ministry Of Planning And Development Government Of Tridad And Tobago 1974 Teknik Analisis Data Teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan tahapan sebagai berikut: a) Klasifikasi data: Scoring sesuai dengan 10 jenis parameter kecocokan lahan untuk penentuan wisata alam sebagai berikut: Fun Beach, snorkeling, Swimming, Scubadiving, Fishing, Surfing, Boating, Caonoing, Panorama, Bawah laut, Vegetasi, b)
Penentuan lahan sebagai wisata alam. Hasil Penelitian Dari klasifikasi data hasil observasi diperoleh scoring sebagai berikut: 1. Fun beach (I): materi dasar : 3, kedalaman air :3., kualitas air: 3, kelandaian pantai : 3, dan areal pantai basah : 3. Total : 15 (baik) 2. Snorkling (O): kualitas air : 2, kedalaman air: 3, kecerahan: 2, suhu air (280): 3, ,salinitas (31,2/mil): 3, kadar oksigen (4,5-7,3 ppm): 3, terumbu karang: 3. Total : 19 (baik) 3. Swimming (P): kualitas air: 2, kedalaman air: 1, kecerahan: 2, suhu air: 3, dan tutupan terumbu karang: 3. Total: 11 (sedang) 4. Scuba diving : kecepatan arus (10-20 cm/s): 2, geombang : 2, kualitas air: 2, kedalaman air : 2, dan panorama: 3. Total: 11 (sedang) 5. Fishing (U): populasi ikan (terumbu karang dan mangrove): 3, kemiringan (400 = 20%) : 3, dan akses: 3. Total: 9 (baik) 6. Surfing (S): kecepatan angin (syarat 10-20 km/jam): 3, gelombang: 1, Arus (10-20 cm/s): 2, dan kecerahan: 2. Total: 8 (sedang/tidak bisa) 7. Boating (Q): arus: 2, gelombang: 3, kecerahan: 2, dan kedalaman: 2. Total: 9 (baik) 8. Canoing (T): arus: 2, gelombang: 3, kecepatan angin (14,5 knot/jam): 2, dan kedalaman air: 2. Total: 9 (baik) 9. Deep Sea Scenery (N): kehidupan bawah laut: 3, tutupan terumbu karang (>80%): 3, gelombang: 2, arus (5-20 cm/s): 2, kecerahan (16 m): 3,dan pencemaran: 2. Total: 15 (baik) 10. Vegetasi (E): rumput laut: 3, seagrass: 3, dan mangrove: 1. Total: 7 (baik)
Pembahasan Dari hasil scoring parameter kecocokan lahan dan pesisir di kepulauan Pari dapat diperoleh hasil bahwa wilayah tersebut dapat digunakan sebagai potensi pengembangan wisata. Beberapa parameter tersebut adalah: 1. Fun Beach (Rekreasi Pantai): potensi wisata pantainya baik dan sangat memenuhi standar. Hal ini berarti untuk pengembangan wisata bahari keluarga yang menjanjikan.
15
2. Snorkling :indahnya panorama bawah laut membuat wilayah gugusan pulau Pari sangat menarik dan baik untuk pengembangan wisata. 3. Swimming (Renang): di areal pantai, dapat dijadikan tempat berenang yang baik. Sedangkan laut lepasnya kurang baik atau sedang saja. Hal ini karena kedalaman laut cukup besar sehingga kurang cocok untuk wisata swimming. 4. Scuba Diving (Menyelam): pengembangan wisata ini kurang baik karena kurang memenuhi syarat parameternya. Hal ini disebabkan karena adanya pencemaran air yang terjadi sehingga mengurangi kualitas air tersebut. 5. Fishing (Mancing): untuk pengembangan wisata pemancingan di Gugus Pulau Pari sangat baik karena memiliki keanekaragaman ikan laut yang mempesona. 6. Surfing (Selancar): untuk arena selancar diperlukan tinggi gelombang laut dan kecepatan angin yang lebih besar. Hal ini kurang dimiliki oleh gugusan pulau Pari sehingga termasuk kategori sedang. 7. Boating (Berperahu): sebagai arena wisata tersebut, wilayah ini memiliki ombak yang sedang dan kecepatan angin yang cukup. Ini berarti baik dan cocok untuk pengembangan wisata boating 8. Canoing (Berperahu Kano): wilayah tersebut sangat cocok untuk areal wisata, karea ketinggian ombaknya dan kecepatan arusnya sedang. Sehingga sangat baik untuk wisata kano. 9. Surfing (Panorama Bawah Laut): keanekaragaman terumbu karang di bawah laut lepas sangat indah dan cocok untuk pengembangan wisata ini. 10. Vegetasi: keanekaragaman hayati yang tumbuh di kepulauan Pari sangat menarik dan cocok sebagai pengembangan wisata vegetasi pantai. Sepuluh parameter tersebut menunjukkan adanya tingkat kecocokan skor baik ada tujuh item dan skor sedang tiga item. Berarti lahan dan pesisir pulau Pari cocok unuk pengembangan wisata bahari. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan 10 jenis scoring parameter kecocokan lahan untuk penentuan wisata alam diperoleh gambaran, ada tujuh parameter dinyatakan memenuhi criteria baik dan tiga parameter dinyatakan memenuhi criteria sedang. Pemerintah perlu menindaklanjuti hasil penelitian ini untuk menjadikan gugusan Pulau Pari sebagai salah satu objek wisata. Masyarakat perlu menjaga dan melestarikan lingkungan. .
16
DAFTAR PUSTAKA Adipandang,Y. 2004. Perubahan Unit-Unit Morfologi Terumbu Karang Kompleks Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Thesis Universitas Indonesia. Jakarta Anugerah Nontji 2004. Upaya Anak Bangsa dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Lestari Terumbu Karang. COREMAP-P2O LIPI. Jakarta Balitbang Sumberdaya Laut, 1992. Laporan Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut Perairan Nusantara Bagian Timur. Tahun Anggaran 1991/1992. Ed. Hermanto. LIPI Ambon Balitbang Sumberdaya Laut, 1993. Laporan Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut Perairan Nusantara Bagian Timur. Tahun Anggaran 1991/1992. Ed. Hermanto. LIPI Ambon Bird, Eric. C. F. 1970. Coast. An Introduction To Systematic Geomorphology. The MIT. Press, Massachusets Departemen Pariwisata Pos Dan Telekomunikasi, 1992. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Maluku. Laporan Akhir Buku Analisis dan Rencana PT. Asama Wisata Consulting Eng. Jakarta Departemen Pariwisata Pos Dan Telekomunikasi, 2002. Pariwisata Pos dan Telekomunikasi dalam Angka. Jakarta Estes. R. 1985. Remote Singsing Fundamentals. In : The Suevaillant Science Remote Singsing of The Environment. R. K. Holz : Ed Jhon Wiley and Sons, New York Hermanto. B. 1991. Analisis Geomorfologi Untuk Evaluasi Kemampuan Lahan di Kawasan Pesisir Kepulauan Aru, Maluku Tenggara. Dalam : Perairan Maluku Tenggara Vol. 1. BALITBANG Sumberdaya Laut LIPI. Ambon Hermanto. B. 1997. Aplikasi Teknik Pengindraan Jauh Untuk Kajian Potensi Wisata Alam Daerah Pesisir Pulau Ambon, Maluku. Thesis Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Hermanto. B. dan Yeti D. 2006. Evalusi Potensi Sumberdaya Alam Laut Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu. UPT LPKSDMO Pulau Pari. P2O LIPI. Jakarta Kannet. J. P. 1975. Marine Geology. Prentice-Hall. Inc. Engle Wood Cliffs, London Kantor Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup. 1984. Bahan Penyusun RPP Baku Mutu Air Laut Untuk Mandi, Renang, Biota Laut dan Budidaya Laut. Hasil Lokakarya Baku Mutu Air Laut. Bogor Liliesand, t. M. and Kiefer R. W. 1987. Remote Singsing and Image Interpretation. JohnWiley and Sons. New York
17
Malingreau, J. P. and Cristian R, 1982. A Landcover Landuse Classification for Indonesia. Puspic-UGM BAKOSURTANAL. Yogyakarta Michael O’donoghue,1979. Gemmes Ef Minerauk Editions Ahass, a, Paris Ministry Of Planning And Development Government Of Trinidad And Tobago, 1974. Land Capability Classification for Recreation. Trinidad. Anatobago. Pangular dan Nugroho, 1980. Batuan, Batu dan Tanah, Beberapa Klasifikasi dalam Geologi Teknik. Kertas Kerja dalam Pertemuan Ilmiah Tahun IX. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Yogyakarta Puslitbang Oseanologi – LIPI 1996. Pengenalan Jenis – Jenis Rumput Laut Indonesia. Ed. W. S. Atmaja, A. Kadi, Sulistijo, Rahmaniar Satari. Jakarta. Smith. S. L. J. 1983. Recreation Geography. Longman. London Sorensen. J. C. 1984. Institutional Arrangement for Management of Coastal Resources in Columbia. Research Planning Institute Inc. Columbia. USA Soemodihardjo,S.dkk, 1992. Oseanologi di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI, Jakarta. Summerfield, M. A. 1991. Global Geomorphology. Pra. By Longman Singapore Pub. (Pte). Ltd. Prt. Singapore Sunarto 1989. Prospek Kepariwisataan Pantai Sadeng Gunung Kidul, Ditinjau dari Aspek Geomorfologi. Fakultas Geografi, UGM, Yogyakarta Suratman Woro and tukidal. Y, 1988. Geomorphologycal Analisis for Assement of Coastal Recreation Site in Coastal Area of Trisik Kulon Progo, Yogyakarta. The Indonesian Journal of Geography. Vol. 18 Suryadi, M. 1995. Aplikasi Foto Udara Infra Merah Berwarna Semu Untuk Kajian Pengembangan Kepariwisataan di Kecamatan Tejakup, Kabupaten Bulekeng Bali. Thesis Universitas Gajah Mada, Yogyakarta US ARMY Coastal Engineering Research Center, 1975. Shore Protection Manual. Government Printing Officer. Washington DC, USA UPT LPKSDMO Pulau Pari, 2008. Laporan Proyek Penelitian Evaluasi Status Ekosistem dan Sumberdaya Hayati Laut di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Tahun Anggaran 2007/2008. P20 LIPI. Jakarta[].
18