ANALISIS KEBUTUHAN AIR DAN HEAD LOSS PADA DISTRIBUSI AIR BERSIH DI KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR
SKRIPSI
BUDI APRIYANTO F14061266
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ANALYSIS OF CLEAN WATER REQUIRED AND HEAD LOSS AT WATER DISTRISBUTION IN IPB DARMAGA CAMPUS BOGOR Budi Apriyanto1, Erizal2, and Sutoyo2 Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, West Java, Indonesia. email:
[email protected]
ABSTRACT The objectives of this study were to find clean water needs for campus IPB Darmaga, to know the peak time water consumption in IPB Darmaga, to calculate the amount of head loss and leakage that occurred in the distribution network as well as the general condition of the water supply in IPB Darmaga. Water requirement was calculated by monitoring actual water usage on the main supply meter, in order to get the daily usage and peak time usage. Furthermore, the head loss was calculated using Darcy-Weisbach and Bernoulli equations. The prediction results showed that the academic community of IPB needs clean water 2,670.84 m3/day, while the actual use of clean water could reach 3,566.62 m3/day. This signifies the use of water in the IPB is very large when compared to standard needs. The total production capacity of clean water in IPB was 4,471.75 m3/day consisting of 903.60 m3/day from Water Treatment Plant (WTP) 1 Ciapus, 1,319 m3/day from WTP 2 Ciapus, and 2,249.15 m3/day from WTP Cihideung. Peak time of water use in IPB occurred at 09.00 until 10.00 am with the highest consumption could reach 137 m3/hour. Water leaks that occur in distribution channels Fahutan tower was 88-90 liters/hour or 64.80 m3/day. While the magnitude of head loss that occurred in the pipeline transmission from WTP Cihideung toward the Fahutan tower was 14 m and elevation difference between the two places was 41 m. Pump head that occurred was 55 m. Keyword: water required, water distribution, water supply, peak time, WTP, head loss
1
Student of Mechanical and Biosystem Engineering Department, Faculty of Agricultural Technology – Bogor Agricultural University 2
Lecture of Mechanical and Biosystem Engineering Department, Faculty of Agricultural Technology – Bogor Agricultural University
BUDI APRIYANTO. F14061266. Analisis Kebutuhan Air dan Head Loss pada Distribusi Air Bersih di Kampus IPB Darmaga Bogor. Di bawah bimbingan Erizal dan Sutoyo. 2011
RINGKASAN Air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting, digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari seperti memasak (makan dan minum), keperluan sanitasi, mandi, mencuci, dan buang air. IPB sebagai institusi pendidikan, dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar juga membutuhkan ketersedian air bersih yang mencukupi, agar kegiatan pendidikannya tidak terganggu. Seiring dengan perkembangan kegiatan pendidikan di IPB, hingga saat ini semua kegiatan pendidikan S1 sudah seluruhnya dilaksanakan di Kampus IPB Darmaga. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebutuhan akan ketersediaan air semakin meningkat sehingga perlu dilakukan penangganan agar kebutuhan air tercukupi. Penanganan ini berupa sistem penyediaan air bersih yang memadai, terdiri dari manajemen kebutuhan, sistem produksi, dan sistem distribusi dan agar mampu memenuhi tiga aspek yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas air yang baik. Penyediaan air bersih di IPB memanfaatkan air Sungai Cihideung dan Ciapus sebagai air bakunya. Sistem produksi air dilakukan pada dua lokasi pengolahan dengan total tujuh buah instalasi pengolahan air atau WTP (Water Treatment Plant) di IPB. Lima unit di WTP Cihideung dan dua unit di WTP Ciapus. Di dalam penyediaan air bersih tidak akan bisa lepas dari kebutuhan air yang diperlukan bagi konsumen, sehingga perlu dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan air serta pemakaian air yang ada di IPB. Kebutuhan air bersih civitas akademik di IPB, secara prediksi dapat mencapai 2,670.84 m3/hari, sedangkan pemakaian air bersih secara aktualnya bisa mencapai 3,566.62 m3/hari. Ini menandakan pemakaian air di IPB memang sangat besar bila dibandingkan dengan standar kebutuhannya. Sedangkan total kapasitas produksi air bersih di IPB adalah 4,471.75 m3/hari yang terdiri dari WTP 1 Ciapus sebesar 903.60 m3/hari, WTP 2 Ciapus sebesar 1,319 m3/hari, dan WTP Cihideung 2,249.15 m3/hari. Kemudian bila dibandingkan dengan total kebutuhan air yang ada maka produksi air di IPB sebenarnya dapat mencukupi kebutuhan air para civitas akademiknya. Jumlah pemakaian air tiap jamnya juga perlu diketahui, agar suplai air pada jam puncak pemakaian tidak terganggu. Jam puncak pemakaian air di IPB terjadi pada pukul 09.00 hingga pukul 10.00 dengan pemakaian tertinggi bisa mencapai 137 m3/jam. Di dalam pendistribusian air juga tidak bisa lepas dari hal kebocoran pada pipa dan head loss. Kebocoran air yang terjadi pada jalur distribusi menara Fahutan adalah 88 - 90 liter/jam atau 64.80 m3/hari. Sedangkan besarnya head loss yang terjadi pada jalur pipa transmisi dari WTP Cihideung menuju menara Fahutan adalah 14 m dengan beda elevasi antara kedua tempat tersebut adalah 41 m. Head pompa yang terjadi adalah 55 m.
ANALISIS KEBUTUHAN AIR DAN HEAD LOSS PADA DISTRIBUSI AIR BERSIH DI KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh BUDI APRIYANTO F14061266
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Analisis Kebutuhan Air Dan Head Loss Pada Distribusi Air Bersih Di Kampus IPB Darmaga : Budi Apriyanto : F14061266
Menyetujui,
Pembimbing I
(Dr. Ir. Erizal, M.Agr.) NIP. 19650106 199002 1 001
Pembimbing II
(Sutoyo, STP, M.Si) NIP. 19770212 200701 1 003
Mengetahui : Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Dr.Ir. Desrial, M.Eng. NIP. 19661201 199103 1 004
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Kebutuhan Air Dan Head Loss Pada Distribusi Air Bersih Di Kampus IPB Darmaga adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 3 Agustus 2011 Yang membuat pernyataan
Budi Apriyanto F14061266
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak fotokopi, mikrofilm,dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 9 April 1988 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suyanto dan Ibu Mugiyatmi. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Tarakanita 3 Jakarta. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Tarakanita 3 Jakarta hingga tahun 2003. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMAN 70 Jakarta pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Masuk Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Perrtanian. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) sebagai Kepala Departemen Riset dan Keteknikan pada tahun 2008-2009. Penulis pernah melakukan Praktek Lapangan (PL) dengan topik “Aspek Keteknikan Budidaya Tanaman Buah Melon Dan Tanaman Sayuran Selada Secara Hidroponik Di Taman Wisata Mekarsari, Jawa Barat”. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kepanitiaan maupun sebagai peserta dalam seminar berskala IPB dan pernah mendapat hibah proposal Program Kreatif Mahasiswa di bidang Teknologi (PKM-T) pada tahun 2010 dan juga di bidang Gagasan Tertulis (PKM-GT) pada tahun 2010. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kebutuhan Air Dan Head Loss Pada Distribusi Air Bersih Di Kampus IPB Darmaga” untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di bawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M.Agr. dan Sutoyo, STP, M.Si.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Analisa Kebutuhan Air dan Head Loss Pada Distribusi Air Bersih Di Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga” ini berhasil diselesaikan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Erizal, M.Agr. sebagai dosen pembimbing pertama, atas segala bimbingan, nasehat, dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Sutoyo, STP, M.Si. sebagai dosen pembimbing kedua atas segala bimbingan, nasehat, dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. 3. Orang tua penulis (Bapak Suyanto Padi Saputro dan Ibu Mugiyatmi), kakakku Purwanto serta seluruh keluarga besarku atas doa, pengorbanan, dukungan, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 4. Pak Slamet, Nana Supriatna, Nana Suryana, Uri, Oping, Yusuf dan Enda serta seluruh staf di WTP Cihideung dan WTP Ciapus yang telah banyak mendampingi dan memberikan banyak informasi kepada penulis dalam penelitian ini. 5. Rekan satu tim dalam penelitian ini Suryo Arimurti dan Eri Dwi Herdiyanto. 6. Teman-teman seperjuangan TEP 43 yang telah memberikan semangat dan saran hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 7. Dosen-dosen, staff, dan karyawan Departemen Teknik Pertanian yang telah memberikan banyak ilmu yang berguna bagi penulis.
Bogor, 3 Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................... vii I. PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1 1.2. Tujuan ............................................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 3 2.1. Pengertian Air ................................................................................................................. 3 2.2. Sumber Air Bersih ........................................................................................................... 3 2.3. Kebutuhan Air Bersih...................................................................................................... 5 2.4. Sistem Produksi Air Bersih ............................................................................................. 8 2.5. Sistem Distribusi Air Bersih............................................................................................ 11 2.6. Analisis Teknis Jaringan Air Bersih ................................................................................ 14 III. METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 18 3.1. Waktu dan Tempat .......................................................................................................... 18 3.2. Alat dan Bahan ................................................................................................................ 18 3.3. Metode Pengambilan dan Pengolahan Data .................................................................... 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................... 25 4.1. Kondisi Umum Penyediaan Air Bersih Di IPB Darmaga ............................................... 25 4.2. Prediksi Kebutuhan Air Bersih Di IPB Darmaga ............................................................ 37 4.3. Pemakaian Air Bersih Aktual .......................................................................................... 39 4.4. Head Loss ........................................................................................................................ 46 4.5. Kebocoran Pada Jaringan Distribusi ............................................................................... 50 4.6. Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas ............................................................................... 51 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................... 52 5.1. Kesimpulan ..................................................................................................................... 52 5.2. Saran................................................................................................................................ 52 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 53 LAMPIRAN ..................................................................................................................................... 55
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Rata-rata kebutuhan air per orang per hari ...................................................................... 7 Tabel 2. Kebutuhan air bagi hewan ternak .................................................................................... 7 Tabel 3. Berat spesifik dan kekentalan kinematik air .................................................................... 15 Tabel 4. Nilai kekasaran mutlak berdasarkan material pipa ..................................................... 17 Tabel 5. Hasil pengukuran kapasitas produksi di WTP 1 Ciapus .................................................. 30 Tabel 6. Hasil pengukuran kapasitas produksi di WTP 2 Ciapus .................................................. 30 Tabel 7. Hasil pengukuran kapasitas produksi di WTP 1 hingga 4 Cihideung ............................. 34 Tabel 8. Hasil perhitungan prediksi kebutuhan air non-domestik ................................................. 38 Tabel 9. Hasil perhitungan prediksi kebutuhan air domestik ........................................................ 39 Tabel 10. Hasil pengukuran pemakaian air aktual di rusunawa ...................................................... 40 Tabel 11. Total pemakaian air mahasiswa penghuni gedung astra dan astri TPB ........................... 41 Tabel 12. Hasil pengukuran debit kebocoran air pada jalur distribusi menara Fahutan .................. 50
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Diagram Moody untuk menentukan nilai f faktor gesekan pipa ............................. 16
Gambar 2.
Tahapan penelitian ..................................................................................................... 19
Gambar 3.
Sketsa metode differential leveling ............................................................................ 23
Gambar 4.
Bagan struktur pendistribusian air untuk WTP Ciapus .............................................. 26
Gambar 5.
Skema pengolahan air pada WTP dengan tipe tekanan ............................................. 27
Gambar 6.
Lamella yang terdapat pada bagian sedimentasi WTP tipe tekanan ......................... 27
Gambar 7.
Kelebihan lumpur yang dibuang melalui kran pembuangan ...................................... 27
Gambar 8.
Skema pengolahan air pada WTP dengan tipe gravitasi ............................................ 28
Gambar 9.
WTP 1 Ciapus yang merupakan WTP bertipe tekanan (unit koagulasi/filtrasi) ........ 29
Gambar 10. WTP 2 Ciapus bertipe gravitasi, unit filtrasi (kiri), dan unit koagulasi/flokulasi ...... (kanan) ....................................................................................................................... 29 Gambar 11. Bagan struktur pendistribusian air untuk WTP Cihideung ........................................ 31 Gambar 12. Beberapa WTP Cihideung yang bertipe tekanan ....................................................... 32 Gambar 13. WTP 5 yang ada di Cihideung, merupakan WTP UF system .................................... 32 Gambar 14. Skema WTP tipe UF system ...................................................................................... 33 Gambar 15. Skema jalur distribusi air bersih di kampus IPB Darmaga ........................................ 35 Gambar 16. Menara air induk yang mendistrisibusikan air secara gravitasi ke unit pengguna, menara air Fahutan (kiri) dan menara Fapet (kanan) ................................................. 36 Gambar 17. Menara air induk yang terdapat pada jalur distribusi perumdos (kiri) dan jalur distribusi asrama TPB (kanan) ................................................................................... 36 Gambar 18. Tangki air fiber yang berada di asrama putri TPB ..................................................... 37 Gambar 19. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 13 Juli 2010 (masa liburan) .......... 42 Gambar 20. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 14 Juli 2010 (masa liburan) .......... 43 Gambar 21. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 15 Juli 2010 (masa liburan) .......... 43 Gambar 22. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 21 September 2010 ....................... 44 Gambar 23. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 22 September 2010 ....................... 45 Gambar 24. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 23 September 2010 ....................... 45 Gambar 25. Jalur pipa transmisi dari WTP Cihideung hingga ke menara Fahutan ....................... 46 Gambar 26. Penentuan nilai koefisien gesekan f dengan diagram Moody ................................... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Darmaga saat libur ..................................................... 56 Lampiran 2. Kebutuhan air di kampus IPB Darmaga saat berkegiatan penuh ............................... 59 Lampiran 3. Kualitas air baku Ciapus (mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001) ................................................................................................... 62 Lampiran 4. Kualitas air baku Cihideung (mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001) ................................................................................................... 65 Lampiran 5. Kualitas air GWT Ciapus (mengacu pada Permenkes No.416/Men. Kes/Per./IX/1990) ...................................................................................................... 68 Lampiran 6. Kualitas air GWT Cihideung (mengacu pada Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990) ...................................................................................................... 70 Lampiran 7. Kualitas air kran asrama putra (mengacu pada Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990) ...................................................................................................... 72 Lampiran 8. Kualitas air kran rektorat (mengacu pada Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990) ...................................................................................................... 74 Lampiran 9. Data pengukuran beda elevasi antara pompa transmisi WTP Cihideung dengan menara Fahutan dan jarak pipa transmisi ke menara Fahutan menggunakan autolevel..................................................................................................................... 76 Lampiran 10. Peta jaringan pipa kampus IPB Darmaga .................................................................. 77
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Air merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang secara alami ada di seluruh permukaan bumi. Keberadaan air bagi makhluk hidup sangatlah penting untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Air dapat menunjang segala aktivitas manusia, seperti makan, minum, mandi, mencuci, bahkan untuk kegiatan pendidikan, pertanian, perikanan, industri, transportasi dan pariwisata. Selain itu keberadan air juga dijadikan sebagai sarana peningkatan derajat kesehatan manusia. Namun saat ini telah terjadi penurunan daya dukung lingkungan yang secara umum telah menurunkan kuantitas dan kualitas air bersih yang dapat dimanfaatkan atau dikonsumsi secara langsung oleh manusia. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem penyediaan air bersih yang mampu memenuhi kebutuhan manusia dan juga sesuai dengan standar kualitasnya. Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu institusi pendidikan, dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar membutuhkan ketersedian air bersih yang mencukupi, agar kegiatan pendidikan yang ada di dalamnya dapat berjalan dengan baik. Seiring dengan perkembangan kegiatan pendidikan di IPB, sampai saat ini semua kegiatan pendidikan S1 sudah seluruhnya dilaksanakan di kampus IPB Darmaga. Hal ini menyebabkan penggunaan air di kampus IPB Darmaga menjadi bertambah besar, namun suplai volume air dan waktu pelayanan belum optimal (belum 1 x 24 jam atau hanya terbatas pada jam kerja) dan distribusi air yang belum merata ke setiap unit pengguna. Sehingga pada saat beban puncak yang tinggi, air seringkali tidak terdistribusikan ke gedung-gedung fakultas lantai tiga hingga empat. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebutuhan akan ketersediaan air semakin meningkat sehingga perlu dilakukan penangganan agar kebutuhan air tercukupi, yaitu berupa sistem penyediaan air bersih yang mampu memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan standar kualitasnya. Sistem penyediaan air bersih tersebut terdiri dari sistem produksi, distribusi, dan manajemen kebutuhan. Sistem produksi berperan dalam mengambil air dari alam dan mengolahnya menjadi air yang layak pakai/konsumsi. Kemudian sistem distribusi berperan dalam menyalurkan air yang telah layak pakai/konsumsi tersebut menuju ke unit-unit pemakai atau konsumen. Sedangkan manajemen kebutuhan berperan dalam menentukan jumlah kebutuhan air konsumen di suatu wilayah dan juga berperan dalam menentukan bagaimana agar pemakaian air menjadi tidak boros. Distribusi air merupakan suatu sistem jaringan perpipaan yang kompleks. Kompleksitas jaringan perpipaan ini menimbulkan masalah dalam distribusi debit dan tekanan yang berkaitan dengan kriteria hidrolis yang harus terpenuhi dalam sistem pengaliran air. Pada saat pendistribusian air ke tiap unit pemakaian mungkin saja terjadi kebocoran pipa dan juga kehilangan energi yang dapat mengganggu distribusi air. Kehilangan energi (head loss) dan juga kebocoran air merupakan salah satu gangguan atau hambatan yang tidak bisa dihindari pada suatu jaringan pipa air. Berbicara tentang penyediaan air bersih, maka ada tiga aspek yang harus selalu diperhatikan. Pertama adalah mengenai kualitas air, yaitu mutu dari air bersih yang akan disuplai harus memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah. Kedua adalah mengenai kuantitas, yaitu jumlah air yang disuplai harus mampu memenuhi kebutuhan atau permintaan dari konsumen, dalam hal ini maka perlu diketahui berapa besar kebutuhan air bersih oleh konsumen atau dengan kata lain potensi pemakaian air yang diperlukan konsumen. Kemudian yang ketiga adalah mengenai kontinuitas dalam pendistribusian air. Di mana air yang disuplai harus selalu tersedia baik saat musim kemarau atau
1
penghujan dan juga saat kapanpun air dibutuhkan oleh pengguna terutama dalam kondisi jam puncak. Kemudian agar kebutuhan air terpenuhi secara aman, maka jumlah air yang disuplai minimumnya adalah kebutuhan air maksimum yang dibutuhkan oleh pengguna di tiap unit pemakaian. Dengan demikian maka IPB dalam menangani kebutuhan akan air bersihnya yang semakin meningkat, memerlukan suatu sistem penyediaan air yang memadai. Di mana pada sistem produksi, distribusi, dan manajemen kebutuhan airnya harus mampu memenuhi ketiga aspek tersebut.
1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui jumlah kebutuhan air di kampus IPB Darmaga. 2. Mengetahui jam puncak pemakaian air di IPB Darmaga 3. Menghitung besarnya head loss dan kebocoran yang terjadi dalam jaringan pipa distribusi. 4. Mengetahui kondisi umum penyediaan air bersih di IPB Darmaga
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Air Air merupakan zat cair yang terdiri dari unsur H 2 dan O yang mempunyai banyak kegunaan dalam kehidupan manusia, merupakan unsur yang penting dalam kehidupan sehari-hari (Ariansyah 2009). Pada prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi, hanya saja kualitas air baku yang dapat digunakan sebagai sumber air bersih saat ini semakin buruk dengan banyaknya pencemaran lingkungan, sehingga diperlukan teknologi yang dapat mengolah air baku menjadi menjadi air bersih yang layak agar terbebas dari berbagai penyakit (Sutrisno 1987). Air baku adalah air yang dijadikan sebagai sumber untuk pengolahan air bersih (Ariansyah 2009). Air baku dapat berasal dari berbagai macam sumber daya air. Air bersih berasal dari air baku yang telah mengalami pengolahan. Pengertian air bersih adalah air yang terbebas dari zat-zat terlarut dan telah memenuhi syarat kualitas sehingga dapat dikonsumsi sebagai air minum (Ariansyah 2009). Namun tidak selamanya air bersih dapat diartikan sebagai air yang dapat langsung dikonsumsi atau diminum, karena untuk menunjang kegiatan seperti MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus) juga membutuhkan air bersih yang kualitas airnya tidak perlu seperti air layak minum.
2.2. Sumber Air Bersih Air bersih berasal dari air baku yang telah mengalami pengolahan. Air baku itu sendiri dapat berasal dari berbagai macam sumber daya air. Definisi dalam UU Sumber Daya Air (UU RI No. 7 Tahun 2004) menyebutkan bahwa sumber daya air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat (Kodoatie dan Sjarief 2005). Berikut ini adalah sumber-sumber air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk pengolahan air bersih (Sutrisno 1987):
2.2.1. Air Laut Dua per tiga dari luas permukaan bumi merupakan lautan. Namun jumlah yang besar ini tidak membuat air laut dapat dengan mudah dimanfaatkan sebagai air baku untuk penyediaan air bersih. Air laut mempunyai sifat yang asin karena mengandung garam NaCl. Kadar NaCl dalam air laut adalah 3%. Dengan keadaan seperti ini maka diperlukan teknologi modern yang maju dan mahal untuk membuat air laut menjadi air bersih. Teknologi pengolahan air laut menjadi air bersih yang siap konsumsi biasa dilakukan oleh negara-negara dengan kemampuan ekonomi yang tinggi dan pada umumnya memiliki sumber daya air yang ada terbatas.
2.2.2. Air Atmosfir Air Atmosfir adalah air yang terdapat di lapisan atmosfir dan turun ke bumi dalam bentuk
3
air hujan. Pada dasarnya air ini dalam keadaan murni dan sangat bersih, namun dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri atau debu dan lain sebagainya, maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air bersih hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan baru saja turun, karena masih banyak mengandung kotoran. Selain itu hujan mempunyai sifat yang agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (karatan).
2.2.3. Air Permukaan Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, limbah rumah tangga atau sampah-sampah, dan limbah industri kota. Air permukaan ada 2 macam yakni: 1) Air sungai, dalam penggunaanya sebagai air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih terutama air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada umumnya dapat mencukupi. 2) Air rawa/danau, kebanyakan air rawa terlihat berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organik yang tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan keadaan kelarutan O 2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut. Pada permukaan air akan tumbuh alga (lumut) karena adanya sinar matahari dan O2. Jadi untuk pengambilan air sebagai sumber air baku , sebaiknya pada kedalaman tertentu di tengah-tengah agar endapan-endapan Fe dan Mn tidak terbawa, demikian pula dengan lumut yang ada pada permukaan rawa/danau.
2.2.4. Air Tanah Air tanah adalah air yang berasal dari curah hujan yang kemudian mengalami infiltrasi dan perkolasi (Wilson 1993). Infiltrasi adalah meresapnya air ke dalam permukaan tanah (Triatmodjo 2008). Air yang telah meresap ke dalam tanah, akan terus bergerak ke bawah yaitu ke dalam profil tanah hingga menemui lapisan tanah yang kedap air sehingga air akan terkumpul sebagai air tanah. Pergerakan air menuju lapisan tanah yang lebih dalam inilah yang disebut sebagai perkolasi (Arsyad 2006). Air tanah terbagi menjadi tiga jenis (Sutrisno 1987) yaitu: 1) Air tanah dangkal, terjadi karena daya proses penyerapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Di samping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air akan terkumpul menjadi air tanah dangkal di mana air tanah ini dapat dimanfaatkan untuk air baku dalam penyediaan air bersih melalui sumur-sumur dangkal. Air tanah dangkal ini terdapat pada kedalaman 15 m. Ditinjau dari segi kualitas agak baik bila air
4
tanah dangkal dijadikan sebagai sumber air bersih. Kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim. 2) Air tanah dalam, terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini justru harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya (biasanya antara 100 – 300 m) sehingga akan didapatkan suatu lapis air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur keluar dan dalam keadaan tersebut sumur ini disebut dengan sumur artetis. Jika air tak dapat keluar dengan sendirinya, maka digunakanlah pompa untuk pengeluaran air tanah dalam. 3) Mata air, adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kuantitas maupun kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam. Berdasarkan tempat munculnya ke permukaan tanah, mata air terbagi atas rembesan dan umbul. Rembesan terjadi di mana air keluar melalui lereng-lereng sedangkan umbul terjadi di mana air keluar ke permukaan pada suatu dataran.
2.3. Kebutuhan Air Bersih 2.3.1. Pemanfaatan Air Bersih Penyediaan air bersih bertujuan untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, di samping peningkatan derajat kesehatan, kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat (Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna 1990). Air yang tersedia di permukaan bumi ini seolah-olah dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Padahal pada saat air sulit didapat, maka nilai air itu akan naik dan harus dibayar dengan harga mahal. Oleh karena itu air yang ada harus dikelola dengan baik, sehingga air dapat dipergunakan secara optimal (Wiyono 2000). Berdasarkan UU No. 11 tahun 1974 tentang pengairan, terdapat urutan prioritas pemanfaatan air, yaitu sebagai berikut: 1. Air minum (kebutuhan air rumah tangga dan perkotaan) 2. Pertanian (pertanian rakyat dan usah pertanian lainnya) 3. Peternakan 4. Perkebunan 5. Perikanan 6. Ketenagaan 7. Industri 8. Pertambangan 9. Lalu lintas air 10. Rekreasi Pada saat ini umumnya penggunaan air tidak mempertimbangkan kebutuhan air nyata, melainkan hanya menyediakan sejumlah air yang diminta pengguna air dengan asumsi mereka akan menggunakan air tersebut secara efisien. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem irigasi maupun sistem air minum hanya berorientasi pada pasok (supply oriented) air saja yang banyak memboroskan air. Untuk itu perlu pemikiran lebih lanjut bagaimana penggunaan air agar lebih efisien. Salah satu caranya dengan melakukan pendekatan orientasi kebutuhan (demand oriented) yang memperhatikan kebutuhan nyata akan air yang dapat diukur.
5
Ada beberapa sebab mengapa pengelolaan air pada setiap tingkat (nasional, provinsi, dan setempat) harus mengedalikan kebutuhan air (Wiyono 2000): 1) Penggunaan air selalu meningkat, sedangkan sumber daya air terbatas. 2) Sumber daya air mudah rusak atau tercemar, baik secara kuantitas maupun kualitas. 3) Biaya untuk mengembangkan sumber daya air selalu meningkat. 4) Keterbatasan dana menjadi kendala investasi. 5) Kekurangan air telah terjadi di seluruh dunia. Sedangkan yang menjadi sasaran dalam manajemen kebutuhan adalah (Wiyono 2000): 1) Membatasi kebutuhan air (limit demand). 2) Menjamin pemerataan dan keadilan dalam alokasi air. 3) Memaksimumkan nilai secara ekonomi dari hasil produk yang berkaitan dengan air. 4) Meningkatkan efisiensi penggunaan air. 5) Melindungi kelestarian lingkungan. Upaya yang berorientasi pada kebutuhan mencakup antara lain (Wiyono 2000): 1) Teknis dan operasional: konservasi air, pengaturan pola, dan penjadwalan. 2) Ekonomi: pajak, kebijaksanaan harga, tarif air. 3) Administratif: peraturan dan kebijaksanaan.
2.3.2. Jenis Kebutuhan Air Bersih Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan manusia, secara garis besar dibedakan menjadi (Kodoatie dan Sjarief 2005): 1) Kebutuhan Air Domestik, merupakan kebutuhan air yang digunakan sebagai keperluan rumah tangga. Kebutuhan air ini sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan konsumsi perkapita. Kecenderungan populasi dan sejarah populasi dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik terutama dalam penentuan kecenderungan laju pertumbuhan (Growth Rate Trends). 2) Kebutuhan Air Non-Domestik, meliputi pemanfaatan komersial, kebutuhan institusi, dan kebutuhan industri. Kebutuhan air komersil untuk suatu daerah cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk dan perubahan tataguna lahan. Kebutuhan institusi antara lain meliputi kebutuhan- kebutuhan air untuk sekolah, rumah sakit, gedung-gedung pemerintah, tempat ibadah dan lain-lain.
2.3.3. Standar Kebutuhan Air Bersih Dalam menghitung kebutuhan air bersih di suatu daerah, dapat digunakan beberapa cara yaitu dengan menghitung luas lantai atau dengan menghitung banyaknya jumlah penghuni bangunan yang dikalikan dengan standar kebutuhan air per orang tiap hari berdasarkan jenis bangunan. Sebagai contoh dapat dilihat standar kebutuhan air bersih pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Rata-rata kebutuhan air per orang per hari Pemakaian air Jangka Waktu No
Jenis Gedung
Perbandingan
rata-rata sehari
Pemakaian
Luas lantai
(l/ hari)
(jam/ hari)
efektif(%)
1
Rumah biasa
160 – 250
8 – 10
50 – 53
2
Apartemen
200 – 250
8 – 10
45 – 50
3
Asrama
120
8
-
4
Rumah sakit
Mewah >1000 8 – 10
45 – 48
Menengah 500 – 1000 Umum 350 – 500 5
SD
40
5
58 – 60
6
SLTP
50
6
58 – 60
80
6
-
8
-
7
SLTA dan lebih tinggi
8
Toko
100
9
Pabrik
Wanita: 100 Pria
8
: 60
-
10
Stasiun/ terminal
3
15
-
11
Restoran
100
5
-
12
Kantor
100
8
60 – 70
Sumber: Noerbambang dan Morimura 1991.
Selain standar kebutuhan air untuk manusia, juga terdapat standar kebutuhan air bagi hewan ternak yang sesuai dengan jenis ternak serta kondisi dari hewan ternak tersebut, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kebutuhan air bagi hewan ternak Rata-rata Konsumsi Air Nama Ternak (liter/ekor/hari) 1)
(liter/ekor)
Domba • menyusui • dewasa • penggemukkan
2)
Tiap Tahun
7-9
2,500 - 3,000
3.5
1,300
1.1 - 2.2
400 - 800
Sapi • perah laktasi
70
25,000
• perah kering
45
16,000
• potong/daging
45
16,000
7
Lanjutan Tabel 2. Nama Ternak 3)
4)
5)
Rata-rata Konsumsi Air
Tiap Tahun
(liter/ekor/hari)
(liter/ekor)
Kuda • kerja
55
20,000
• digembalakan
35
13,000
• menyusui
22
8,000
• dewasa
11
4,000
• petelur
32
11,500
• tak bertelur
18
6,500
• kalkun
55
20,000
Babi
Unggas (100 ekor)
Sumber: Hall 1975 di dalam Reksohadiprodjo 1998
2.4. Sistem Produksi Air Bersih 2.4.1. Proses Pengolahan Air Bersih Pengolahan air adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi penyediaan air bersih, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air bersih yang memenuhi standar air bersih yang telah ditentukan (Sutrisno 1987). Proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dua cara (Sutrisno 1987) yakni: 1) Pengolahan Lengkap Air baku akan mengalami pengolahan lengkap baik secara fisik, kimiawi, dan biologi. Pada pengolahan dengan cara ini, biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor/keruh. Pengolahan lengkap ini dibagi dalam tiga tingkatan pengolahan, yaitu: Pengolahan fisik: suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi/ menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan diolah (air baku). Pengolahan kimia: suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia untuk membantu proses pengolahan berikutnya. Misalnya dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan. Pengolahan bakteriologik: suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung dalam air, yakni dengan cara membubuhkan kaporit (zat desinfektant). 2) Pengolahan Sebagian Air baku hanya mengalami pengolahan kimiawi dan bakteriologik saja. Pengolahan ini lazimnya dilakukan pada mata air bersih dan air dari sumur yang dangkal maupun dalam.
8
2.4.2. WTP (Water Treatment Plant) WTP atau instalasi pengolahan air merupakan sebuah sarana yang terdiri dari beberapa unit alat kerja yang memiliki fungsi yang berbeda-beda, namun saling berhubungan dalam menunjang proses pengolahan air baku menjadi air bersih. Pada dasarnya tiap proses pengolahan air yang dilakukan oleh sebuah WTP memiliki tahapan proses yang sama yaitu terdiri dari koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi (Suprihatin 2002). Ada beberapa tipe WTP yang pada umumnya digunakan dalam proses pengolahan air bersih, antara lain : 1) Tipe gravitasi, merupakan WTP yang penyaluran air dari unit koagulasi/flokulasi menuju unit filtrasi terjadi dengan memanfaatkan gaya gravitasi saja. Itu sebabnya pada unit koagulasi/flokulasi dibuat dengan ukuran yang tinggi agar air dari unit tersebut bila terjadi overflow, dapat langsung menuju unit filtrasi tanpa bantuan pompa. Begitu juga pada unit filtrasinya, bila terjadi overflow air dapat langsung menuju tempat penampungan (reservoir) dengan memanfaatkan gaya gravitasi atau tanpa bantuan pompa. 2) Tipe tekanan, merupakan WTP yang memanfaatkan tenaga dari pompa dalam menyalurkan air dari unit koagulasi/flokulasi menuju unit filtrasi. Pada WTP tipe tekanan, biasanya di unit koagulasi/flokulasinya dilengkapi dengan lamella yang berfungsi untuk menagkap partikelpartikel atau flok yang berukuran kecil dan menjatuhkannya ke dasar unit hingga menjadi lumpur yang mengendap (proses sedimentasi) 3) Tipe UF (Ultra Filtration), adalah proses pengolahan air yang memanfaatkan membran bertekanan yang berfungsi untuk pemisahan partikel-partikel di dalam air. Membran pada instalasi UF rata-rata memiliki ukuran pori-pori antara 0.1 hingga 0.01 mikron dan mempunyai kemampuan yang cukup baik untuk menyaring sebagian besar bakteri dan virus, partikel koloid dan silt (SDI). Secara teoritis, semakin kecil ukuran pori maka semakin tinggi kemampuan penyaringannya. Sebagian material UF yang digunakan adalah terbuat dari senyawa polimer dan naturally hydrophobic. (PT. Sinar Tirta Bening 2010)
2.4.3. Unit-Unit Pada WTP Di dalam sebuah instalasi pengolahan air bersih selalu terdiri dari beberapa unit pengolahan yang bekerja dengan fungsi yang berbeda-beda. Adapun unit-unit pengolahan air bersih terdiri dari (Sutrisno 1987): 1) Bangunan penangkap air (intake) Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk menangkap/ mengumpulkan air dari suatu sumber asal air, untuk dapat dimanfaatkan. Bentuk dan konstruksi ini bergantung pada jenis dan macam sumber air yang kita tangkap. Fungsi dari bangunan penangkap air ini sangat penting artinya untuk menjaga kontinuitas pengaliran, sedangkan penanganan bangunan penakap air ini ditujukan terhadap kuantitas dan kualitas air baku yang akan digunakan. 2) Bangunan Pengendap Pertama (sedimentasi) Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk mengendapkan partikelpartikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi. Pada proses ini tidak ada pembubuhan zat kimia. Untuk instalasi penjernihan air bersih, yang air bakunya cukup jernih, tetap sadah, bak pengendap pertama tidak diperlukan. Aliran air pada unit ini harus dijaga laminar (tenang), dengan demikian pengendapan secara gravirasi tidak terganggu. Hal ini dapat kita lakukan
9
dengan mengatur pintu air masuk dan pintu air keluar pada unit ini. Sedangkan hasil pengendapan pada unit ini adalah terbentuknya lumpur endapan pada dasar bak. Untuk menjaga efektivitas ruang pengendapan dan pencegahan pembusukan lumpur endapan, maka secara periodik lumpur endapan harus dikontrol/ diperiksa setiap saat agar tetap dapat bekerja sempurna. 3) Pembubuhan Koagulan (koagulasi) Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendapkan dengan sendirinya (secara gravitasi). 4) Bangunan Pengaduk Cepat Unit ini untuk meratakan bahan/ zat kimia (koagulan) yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat. Cara pengadukan dapat secara mekanis dengan menggunakan motor beserta alat pengaduknya ataupun dengan bantuan udara bertekanan. 5) Bangunan Pembentuk Flok ( flokulasi) Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan/ zat koagulant yang dibubuhkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk floc (partikel yang lebih besar dan bisa mengendap dengan gravitasi): Kekeruhan pada baku air. Tipe dari suspended solid pH Alkanity Bahan koagulant yang dipakai Lamanya pengadukan 6) Bangunan Pengendap Kedua (sedimentasi) Unit berfungsi untuk mengendapkan floc yang terbentuk pada unit bak pembentuk floc. Pengendapan di sini terjadi akibat dari gaya berat floc itu sendiri (secara gravitasi). 7) Bangunan Penyaring (filtrasi) Pada proses penjernihan air bersih diketahui dua macam filter yaitu: Saringan pasir lambat (slow sand filter) Saringan pasir cepat (rapid sand filter) Berdasarkan bentuk bangunan saringannya, dikenal dua macam yaitu: Saringan yang bangunannya terbuka (gravity filter) Saringan yang bangunannya tertutup (pressure filter) 8) Resevoir (penampungan air) Unit ini berfungsi untuk menampung air yang telah bersih dan bebas dari bakteriologis setelah melalui filter atau saringan. Dari sini air bisa langsung didistribusikan ke unit pengguna secara gravitasi ataupun dengan menggunakan pompa. 9) Pemompaan (rumah pompa) Terdiri dari beberapa pompa yang bekerja untuk mendistribusikan air langsung ke unit pengguna atau mentransmisikan air ke tempat penampungan air lainnya yang berada dekat dengan unit pengguna.
10
2.5. Sistem Distribusi Air Bersih 2.5.1. Plambing Dan Peralatan Distribusi Air Bersih Plambing adalah seni dan teknologi perpipaan dan peralatan untuk menyediakan air bersih ke tempat yang dikehendaki (baik dalam hal kualitas, kuantitas, dan kontinuitas yang memenuhi syarat) dan juga membuang air limbah dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemari bagian penting lainnya untuk menjaga kondisi higienis dan kenyamanan yang diinginkan (Noerbambang dan Morimura 1991). Jadi sistem plambing dapat dibedakan menjadi dua yaitu sistem penyediaan air bersih dan sistem pembuangan air kotor. Fungsi peralatan plambing dalam sistem penyediaan air bersih adalah untuk meyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekanan yang cukup. Dahulu tujuan utama dari sistem penyediaan air bersih adalah untuk menyediakan air yang cukup berlebih, namun saat ini ada pembatasan dalam jumlah air yang bisa diperoleh karena pertimbangan penghematan energi dan adanya keterbatasan sumber air. Pada proses distribusi air bersih dibutuhkan beberapa peralatan yang memadai agar air yang didistribusikan dapat sampai ke konsumen dengan baik secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Beberapa peralatan plambing yang harus ada dalam distribusi air bersih ini antara lain pipa transmisi, pipa distribusi, reservoir, pompa, valve, bak kontrol, dan lain-lain. Berikut ini peralatan yang ada dalam distribusi air bersih (Kodoatie dan Sjarief 2005): 1) Pipa transmisi. Jaringan pipa transmisi ini menghubungkan tampungan air bersih ke jaringan distribusi. Di wilayah dengan topografi curam, air dalam jaringan transmisi mengalir secara gravitasi dengan kecepatan tergantung dengan kemiringan tanah. Semakin terjal maka kecepatan air akan semakin tinggi dan tekanannya juga semakin kuat, sehingga perlu dilengkapi dengan katup pelepas tekanan dan bak kontrol untuk mengurangi kecepatan dan tekanan dalam pipa. Pada wilayah yang landai jaringan transmisi dilengkapi dengan pompa yang disebut stasiun pompa booster. Fungsinya untuk meningkatkan kecepatan dan tekanan sehingga air bisa mengalir sampai di daerah pengguna air yang paling hilir. Jaringan transmisi bisa langsung dihubungkan dengan jaringan distribusi dan dapat pula dialirkan ke bak penampungan (reservoir) untuk dipompakan lagi ke jaringan distribusi. Kerusakan jaringan transmisi dan sambungannya dapat disebabkan beberapa hal, antara lain adalah umur pipa yang terlalu tua, tekanan air yang terlalu besar/ berlebihan, korosif, beban berat di atas jaringan, tekanan udara yang terperankap dalam pipa yang menimbulkan kavitasi, dan lain-lain. 2) Pipa distribusi. Jaringan pipa distribusi merupakan jaringan pipa yang langsung tersambung kepada pelanggan. Dalam pengoperasiannya, tekanan air yang mengalir melalui pipa distribusi diatur sesuai dengan konsumsi pelanggan. Sewaktu konsumsi air meningkat pada siang hari tekanan aliran air ditingkatkan di keran pelanggan. Sebaliknya, waktu penggunaan air rendah pada malam hari tekanannya diturunkan untuk melindungi jaringan pipa dari tekanan yang berlebihan. 3) Pengatur tekanan (pressure regulator), dipasang untuk menjaga tekanan berada pada daerah yang aman dan untuk melindungi pipa dan sambungannya terhadap tekanan yang tinggi. Peralatan ini pada dasarnya dapat dipasang pada pipa transmisi maupun distribusi, dan surge tank. 4) Bak kontrol, dibuat untuk mengetahui kecepatan dan tekanan air, debit air, kondisi air (bersih atau kotor).
11
5) Katup udara (air valve), dipasang untuk mengeluarkan udara dari air (tekanan udara yang berlebihan di dalam pipa dapat menyebabkan kebocoran) dan melancarkan aliran air di dalam pipa. Air valve dipasang pada titik tertinggi dari jaringan pipa dapat dipasang pada surge tank, dan tangki air. 6) Penangkap pasir (sand trap), dapat dipasang untuk menagkap pasir yang terbawa oleh air. Pasir dan kotoran pada umumnya terkumpul pada sambungan yang berbentuk “T” dan “Y”. secara berkala pasir dan kotoran dibersihkan untuk mengeluarkan dari pipa. Sand trap dipasang sebelum meteran air utama. 7) Surge tank, dipasang untuk mengatur tekanan air di dalam pipa, mendistribusikan air sesuai dengan permintaan, mengeluarkan udara yang terperangkap, dan juga untuk menangkap pasir. Pasir yang terperangkap di dalam surge tank akan dikeluarkan melalui katup yang terdapat di bagian bawah surge tank.
2.5.2. Metode Pendistribusian Air Bersih Jaringan distribusi bertujuan untuk mengalirkan air ke berbagai pemakaian dengan aman. Dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan jaringan distribusi adalah mempertimbangkan keuntungan dan kerugian memilih salah satu jenis pendistribusian dan mebagi jaringan dalam zona tekanan bila diperlukan. Metode distribusi merupakan suatu proses pendistribusian air ke konsumen dengan berbagai tujuan tergantung dari kondisi lokasi dan kondisi lainnya. Beberapa metode pendistribusian air (Linsley dan Franzini 1985), antara lain : 1) Metode gravitasi, merupakan suatu proses pendistribusian air, di mana sumber penyediaan air berada pada tempat yang lebih tinggi dari daerah yang akan dilayani hingga pengaruh tekanannya dapat memenuhi keperluan untuk domestik dan non-domestik. Dengan kata lain metode ini hanya memanfaatkan perbedaan ketinggian atau gaya gravitasi tanpa bantuan pompa. Metode ini pada umumnya banyak diterapkan di daerah pedesaan dengan sistem yang sederhana. 2) Metode pompa tanpa reservoir, merupakan proses pendistribusian air dengan bantuan pompa langsung menuju unit-unit pemakaian atau konsumen. 3) Metode pompa dengan reservoir, merupakan metode yang ekonomis karena pemompaannya tidak berlangsung secara terus – menerus. Air yang dipompakan akan dialirkan ke resevoir. Kemudian air akan mengalir dari reservoir ke daerah pelayanan dengan memanfaatkan perbedaan ketinggian topografi (metode gravitasi).
2.5.3. Jenis Jaringan Pipa Distribusi Air Bersih Pipa-pipa yang saling berhubungan yang menjadi laluan aliran ke suatu lubang keluar tertentu yang dapat datang dari beberapa rangkaian disebut jaringan pipa (Streeter dan Wylie 1991). Ada beberapa jenis jaringan pipa distribusi air yang biasa diterapkan (Muliyani 2009) yaitu: 1) Sistem percabangan, pada sistem ini ujung pipa dari pipa utama biasanya tertutup sehingga menyebabkan tertumpuknya kotoran yang dapat mengganggu pendistribusian air. Kerugian dari pipa percabangan ini antara lain apabila terjadi kebocoran pada salah satu pipa, maka pipapipa yang lain alirannya akan terhenti bila pipa yang bocor tersebut diperbaiki. Keuntungan
12
dari pipa percabangan antara lain dari segi perhitungan lebih mudah, lebih ekonomis, dan lebih mudah dilaksanakan. 2) Sistem grid (petak), pada sistem ini ujung – ujung pipa cabang disambungkan satu sama lain, sistem ini lebih baik dari sistem pipa bercabang karena sirkulasinya lebih baik dan kecil kemungkinan aliran menjadi tertutup atau staguasi. Kerugian dari sistem grid yaitu agak sulit dalam pelaksanaannya karena pada akhir sambungan terdapat dua sambungan yang saling terbalik arah ataupun membuka dan sistem ini tidak ekonomis karena banyak menggunakan sambungan seperti sambungan elbow, tee, dan sebagainya. Keuntungan dari sistem grid adalah sirkulasi airnya baik dan pipa sulit tersumbat apabila terdapat kotoran karena air di dalam pipa terus mengalir dan selalu terjadi pergantian air sehingga sulit terjadi pengendapan. 3) Sistem berbingkai (ring), pada sistem ini pipa induknya dibuat melingkar dibandingkan sistem yang lain, sistem ini lebih baik dan bilamana ada kerusakan pada saat perbaikan maka distribusi air tidak terhenti. Kerugian sistem ini agak sulit dalam pelaksanaannya dan tidak ekonomis karena banyak menggunakan pipa dan sambungan-sambungan. Dari segi perhitungan juga sulit, namun keuntungan dari sistem ini adalah tidak terjadi penyumbatan pada pipa dan juga tidak terjadi penghentian aliran pada saat perbaikan pipa.
2.5.4. Sistem Distribusi Air Bersih Di Dalam Bangunan/ Gedung Saat ini sistem penyediaan air bersih yang banyak digunakan dapat dikelompokkan sebagai berikut (Noerbambang dan Morimura 1991): 1) Sistem sambungan langsung, dalam sistem ini pipa distribusi dalam gedung disambung langsung dengan pipa utama penyediaan air bersih. Karena terbatasnya tekanan dalam pipa utama dan dibatasinya ukuran pipa cabang dari pipa utama tersebut, maka sistem ini terutama dapat diterapkan untuk perumahan dan gedung-gedung kecil dan rendah. 2) Sistem tangki atap, dalam sistem ini air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan atau di bawah permukaan tanah), kemudian dipompakan ke suatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di lantai tertinggi bangunan. Dari tangki ini air didistribusikan ke seluruh bangunan. Hal terpenting dalam sistem tangki atap ini adalah menentukan letak “tangki atap” tersebut. Apakah dipasang di langitlangit, atau di atas atap (misalnya untuk atap dari beton), atau dengan suatu konstruksi menara khusus. 3) Sistem tangki tekan, seperti halnya sistem tangki atap, sistem ini diterapkan dalam keadaan di mana oleh karena suatu alasan tidak dapat digunakan sistem sambungan langsung. Prinsip kerja sistem yaitu air yang telah ditampung dalam tangki bawah (seperti halnya pada sistem tangki atap), dipompakan ke dalam suatu bejana (tangki) tertutup sehingga udara di dalamnya terkompresi. Air dari tangki tersebut dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan. Pompa bekerja secara otomatik yang diatur oleh suatu detektor tekanan, yang menutup atau membuka saklar motor listrik penggerak pompa. Pompa tersebut akan berhenti bekerja kalau tekanan tangki telah mencapai suatu batas maksimum yang ditetapkan dan bekerja kembali setelah tekanan telah mencpai suatu batas minimum yang telah ditetapkan pula. Dalam sistem ini udara yang terkompresi akan menekan air ke dalam sistem distribusi dan setelang berulang kali mengembang dan terkompresi lama kelamaan akan berkurang, karena larut dalam air atau ikut terbawa air keluar tangki. Sistem tangki tekan biasanya dirancang agar volume udara tidak
13
lebih dari 30% terhadap volume tangki dan 70% volume tangki berisi air. Untuk melayani kebutuhan air yang besar maka akan diperlukan tangki tekanan yang besar. 4) Sistem tanpa tangki, dalam sistem ini tidak digunakan tangki apapun, baki tangki bawah, tangki tekan, atau pun tangki atap. Air dipompakan langsung ke sistem distribusi bangunan dan pompa menghisap air langsung dari pipa utama.
2.6. Analisis Teknis Jaringan Air Bersih Sistem jaringan pipa merupakan komponen utama dari sistem distribusi air bersih suatu perkotaan. Desain dan analisis sistem jaringan distribusi air berdasarkan dua faktor utama yaitu kebutuhan air dan tekanan (Brebbia dan Ferrante 1983 dalam Kodoatie dan Sjarief 2005). Pada sistem jaringan distribusi sistem bercabang persamaan rumus perhitungan hidrolisnya dapat menggunakan persamaan Darcy-Weisbach (Linsley dan Franzini 1985).
2.6.1. Hidrolika Pipa Bertekanan Suatu pipa bertekanan adalah pipa yang dialiri air dalam keadaan penuh. Bila air langka untuk didapat, maka pipa bertekanan dapat digunakan untuk menghindari kehilangan air akan rembesan dan penguapan yang dapat terjadi pada saluran terbuka. Pipa bertekanan lebih disukai untuk pelayanan air umum, karena kemungkinan tercemarnya lebih sedikit. Di dalam hidrolika pipa bertekanan dapat membahas mengenai kehilangan energi atau head loss akibat adanya gesekan pipa, aliran pada pipa bercabang, aliran dalam sistem rangkaian pipa, jaringan pipa, dan juga daya dalam aliran fluida (Linsley dan Franzini 1985). Energi diperlukan untuk mengalirkan air dalam pipa, baik itu menanjak, menurun, ataupun mendatar. Rancangan pipa yang baik harus dapat mengkonversi energi sehingga memungkinkan jumlah air yang ingin dialirkan, karena aliran air di dalam pipa pasti akan mengalami kehilangan energi atau head loss. Selanjutnya untuk mencari besarnya daya yang dibutuhkan oleh pompa agar mampu mengatasi kehilangan energi yang terjadi dapat digunakan persamaan:
P
g hp Q 1000
(1)
Di mana P adalah daya pompa (kw), ρ adalah massa jenis air (kg/m3), g adalah percepatan gravitasi,
h p adalah head pompa (m), dan Q adalah debit air (m3/s). Head loss adalah kerugian-kerugian atau kehilangan tinggi tekanan yang ada dalam suatu instalasi pipa yang dialiri suatu fluida, baik gas ataupun cair. Head loss ada dua macam yaitu mayor dan minor. Head loss mayor terjadi akibat adanya gesekan pipa yang sangat dipengaruhi oleh koefisien gesekan dan panjang pipa itu sendiri, sedangkan head loss minor dapat terjadi dikarenakan adanya perubahan-perubahan mendadak dari geometri aliran karena perubahan ukuran pipa, belokanbelokan, katup-katup, serta berbagai jenis sambungan. Pada pipa-pipa yang panjang, kehilangan minor ini sering diabaikan tanpa kesalahan yang berarti, tetapi dapat menjadi cukup penting pada pipa yang pendek. Kehilangan minor pada umumnya akan lebih besar bila aliran mengalami perlambatan
14
daripada bila terjadi peningkatan kecepatan akibat adanya pusaran arus yang ditimbulkan oleh pemisahan aliran dari bidang batas pipa (Linsley dan Franzini 1985). Persamaan energi pada pipa bertekanan antara suatu penampang A dan B dapat ditulis dengan persamaan Bernoulli sebagai berikut:
zA
pA
2 VA
hP
2g
pB
zB
2 VB 2g
hL
(2)
di mana z adalah jarak tegak di atas suatu bidang persamaan mendatar, p/γ adalah tinggi tekanan air, V adalah kecepatan aliran rata-rata, hp adalah tinggi tekanan energi yang diberikan oleh pompa kepada air, hL adalah kehilangan tinggi tekanan keseluruhan antara penampang A dan B (Linsley dan Franzini 1985). Besarnya head loss mayor di dalam pipa air yang lurus dapat dicari dengan menggunakan persamaan Darcy-Weisbach, yaitu:
h L Mayor
f
LV2 D 2g
(3)
di mana f adalah satu faktor gesekan pipa, L adalah panjang pipa (m), D adalah diameter pipa (m), V adalah kecepatan aliran air (m/s), dan g adalah percepatan gravitasi (m2/s). Besarnya nilai f dapat dicari dengan terlebih dahulu mencari bilangan Reynold dan nilai kekasaran relatif ( / D ) yang diplotkan menggunakan diagram Moody pada Gambar 1 (Linsley dan Franzini, 1985). Bilangan Reynold dapat digunakan untuk mencari jenis aliran yang terjadi, apakah laminer atau turbulen. Persamaan untuk mencari bilangan Reynold adalah:
Re
VD
(4) v di mana Re adalah bilangan Reynold (tak berdimensi), V adalah kecepatan aliran air dalam pipa (m/s), D adalah diameter pipa, dan v adalah kekentalan kinematik air (m2/s). Kekentalan kinematik air sangat dipengaruhi oleh besarnya suhu air, dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Re<2100, aliran bersifat laminer, pada Re>3000 aliran bersifat turbulen, diantara angka-angka tersebut maka terjadi aliran jenis peralihan (Linsley dan Franzini 1985). Tabel 3. Berat spesifik dan kekentalan kinematik air (Kekentalan kinematik = harga tabel x 10-6) Suhu
Kerapatan
Kekentalan
C (0F)
Relatif
Kinematik (m2/s)
0
4.4 (40)
1.000
1.550
10.0 (50)
1.000
1.311
15.6 (60)
0.999
1.130
21.1 (70)
0.998
0.984
26.7 (80)
0.997
0.864
32.2 (90)
0.995
0.767
37.8 (100)
0.993
0.687
43.3 (110)
0.991
0.620
48.9 (120)
0.990
0.567
65.6 (150)
0.980
0.441
Sumber:Teori dan Soal-soal Mekanika Fluida & Hidraulika (SI-Metrik), Giles 1996.
15
16
Sumber: Linsley & Franzini, 1985
Gambar 1. Diagram Moody untuk menentukan nilai ƒ faktor gesekan pipa.
Setelah mengetahui besarnya nilai dari bilangan Reynold, maka hal berikutnya yang dicari adalah nilai kekasaran relatif ( ε/D ) dari suatu pipa tergantung pada kekasaran mutlak ( ε )dari bagian dalam pipa serta diameter pipa D. Besarnya nilai kekasaran mutlak ε ditentukan berdasarkan jenis material pipa yang digunakan untuk mengalirkan air, lihat Tabel 4 (Linsley dan Franzini 1985). Tabel 4. Nilai kekasaran mutlak
berdasarkan material pipa
Material
(mm)
Baja dikeling
0.9 – 9.1
Beton
0.3 – 3.0
Papan kayu
0.18 – 0.91
Besi tuang
0.25
Besi tuang diaspal
0.12
Besi galvanis
0.15
Baja atau besi tempa
0.045
Pipa karet
0.0015
Sumber: Linsley dan Franzini 1985.
Pada kehilangan minor di jaringan pipa dapat digunakan persamaan: hL minor = Σbelokan × K
(5)
di mana nilai K bervariasi tergantung jenis belokan. Untuk belokan pipa 90O nilai K berkisar antara 0.50 hingga 0.75 sedangkan untuk belokan pipa 45 O nilai K berkisar antara 0.35 hingga 0.45. Besarnya head loss total yang terjadi pada suatu jaringan pipa dapat dicari dengan menggabungkan persamaan (2) dan persamaan (4):
h L Total
(f
L D
belokan 45 0 x K 450
belokan 90 0 x K 900 )
V2 2g
(6)
2.6.2. Kebocoran Air Kebocoran air merupakan salah satu faktor utama untuk penentuan kebutuhan air, karena definisi dari kebocoran air adalah perbedaan antara jumlah air yang diproduksi oleh produsen air dan jumlah air yang terjual konsumen sesuai dengan yang tercatat di meter-meter air pelanggan (Kodoatie dan Sjarief 2005). Kebocoran air pada sistem suplai air bersih mulai dari WTP sampai pemakai dibedakan menjadi dua yaitu (PERPAMSI dkk. 1999 dengan elaborasi dan modifikasi di dalam Kodoatie dan Sjarief 2005): 1) Kebocoran Fisik: kehilangan air secara fisik yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti bocornya sumber air akibat kerusakan bangunannya, kebocoran pipa baik pada pipa transmisi maupun distribusi, air dalam resevoir yang melimpas keluar, dan penguapan. 2) Kebocoran Administrasi: jumlah air yang bocor secara administrasi terutama disebabkan meter air tanpa registrasi, juga termasuk kesalahan di dalam sistem pembacaan, dan jumlah air yang diambil tidak sesuai dengan peruntukkannya.
17
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian mengenai jalur pengiriman air dilakukan di sekitar Kampus IPB Darmaga. Penelitian selanjutnya mengenai kebutuhan air aktual kampus, dilakukan di menara air Fakultas Kehutanan (Fahutan) dan Fakultas Peternakan (Fapet), sedangkan mengenai produksi air bersih dilakukan di WTP Ciapus dan Cihideung. Waktu penelitian selama 6 bulan terhitung bulan Juli hingga Desember 2010.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Stopwatch Ember besar Gelas ukur Pita ukur 30 m dan 50 m Walking measure Botol plastik dan botol kaca steril pH meter Thermometer digital TDS meter Turbidity meter Autolevel Target rod Tripot Kompas Unting-unting Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah: Peta kampus IPB Darmaga Peta jaringan pipa Kertas kalkir Data letak dan kapasitas ground water tank Data letak, tinggi, dan kapasitas menara air Data jumlah mahasiswa asrama putra dan putri TPB Data jumlah mahasiswa S1 dan pasca sarjana yang masih aktif dari masing-masing fakultas. Data jumlah pegawai dari masing-masing fakultas Air sungai Air pengolahan
18
3.3. Metode Pengambilan dan Pengolahan Data Pengambilan dan pengolahan data hingga kesimpulan untuk penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Pada Gambar 2, menunjukkan alur dari tahapan penelitian yang ditempuh. Pengumpulan data
Primer
Sekunder
1) Pemakaian air tiap jam pada menara Fahutan dan Fapet
1) Data jumlah pegawai 2) Data jumlah mahasiswa
2) Beban puncak
3) Data jumlah mahasiswa penghuni
3) Panjang pipa distribusi
asrama
4) Debit pompa distribusi
4) Data jumlah rumah di perumdos
5) Besar belokan dan jumlahnya
5) Standar pemakaian air
6) Debit kebocoran jalur menara Fahutan
6) Peta jaringan pipa IPB 7) Kapasitas
produksi
masing-masing
WTP
Pengolahan data
Analisa hasil
Total pemakaian air secara teoritis
Total pemakaian air secara aktual
Total kapasitas produksi WTP
Head Loss dan kebocoran
Kisaran Total Kebutuhan Air di IPB Cukup atau kurang
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2. Tahapan Penelitian
19
3.3.1. Pengamatan Sistem Produksi dan Distribusi Pengamatan ini dilakukan di lapangan guna mengetahui kondisi umum yang telah berjalan di lapangan. Kemudian dibandingkan dengan data sekunder yang diperoleh, dengan membandingkan kedua hal tersebut maka akan diketahui apakah data sekunder yang diperoleh masih relevan menggambarkan kondisi umum yang saat ini sedang berjalan. Selain itu juga dapat mengetahui masalah apa saja yang terjadi di lapangan sehingga dapat dicarikan jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut.
3.3.2. Prediksi Kebutuhan Air di Kampus IPB Darmaga Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk memprediksi kebutuhan air di kampus IPB Darmaga. Data sekunder ini berupa jumlah mahasiswa S1 yang masih aktif, jumlah mahasiswa asrama TPB, jumlah mahasiswa pasca sarjana yang masih aktif, data jumlah pegawai dan dosen dari masing-masing fakultas. Data diperoleh dari bagian Direktorat Kemahasiswaan dan Direktorat Fasilitas dan Properti (Faspro). Setelah semua data tersebut terkumpulkan maka dikalikan dengan standar kebutuhan air untuk perguruan tinggi dan perkantoran. Bagi mahasiswa standar kebutuhan airnya adalah 80 liter/ orang/hari, sedangkan untuk pegawai dan dosen dikalikan dengan standar pemakaian air untuk perkantoran yaitu 100 liter/orang/ hari. Bagi mahasiswa TPB akan mengalami dua kali penghitungan, karena mereka memiliki dua peranan, yaitu sebagai mahasiswa yang aktif di perkuliahan dan juga sebaga penghuni asrama. Standar kebutuhan untuk penghuni asrama adalah 120 liter/orang/hari. Dengan begitu akan diperoleh kebutuhan air secara teoritis di kampus IPB Darmaga. Bila dinyatakan dengan rumus adalah : Qd = jumlah penghuni x standar kebutuhan
(7)
Di mana Qd adalah jumlah kebutuhan atau debit pemakaian air (m3/hari), jumlah penghuni (orang), dan standar kebutuhan (liter/orang/hari).
3.3.3. Perhitungan Kebutuhan Air Aktual di Jalur Distribusi Kebutuhan air aktual adalah pemakaian air yang benar-benar tejadi berdasarkan pembacaan meteran air. Pembacaan meteran air dilakukan di dua tempat yaitu di meteran air induk pada menara air Fahutan (Fakultas Kehutanan) dan menara air Fapet (Fakultas Peternakan ). Pembacaan meteran air tersebut dilakukan secara bersamaan tiap jamnya selama tiga hari berturut-turut. Pembacaan dimulai dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00. Selain membaca meteran air, pada menara Fahutan juga dilakukan pembacaan ketinggian muka air yang ada di menara, tujuan adalah agar mengetahui jumlah debit air yang masuk ke menara tiap jamnya. Namun pada menara Fapet tidak bisa dilakukan pembacaan ketinggian muka air tiap jamnya karena untuk mencapai puncak menara tersebut sangat berbahaya dan tidak terdapat pengaman pada tangga untuk menuju ke puncak menara tersebut. Setelah mendapatkan data berupa meteran terbaca pada masing-masing menara air maka akan didapatkan volume pemakaian air di IPB Darmaga selama satu hari (dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00). Bahkan dengan data tersebut dapat diketahui jam puncak pemakaian air (peak time)
20
serta jam berapa saja pemakaian air melebihi rata-rata pemakaian air tiap jamnya.
3.3.4. Pengukuran dan Perhitungan Kebutuhan Air Aktual Penghuni Rusunawa Penghitungan ini dilakukan untuk mengetahui secara aktual pemakaian air mahasiswa rusunawa (rumah susun mahasiswa) di IPB. Ini dilakukan sebagai pembanding antara prediksi kebutuhan air mahasiswa penghuni asrama dan pemakaian aktual yang terjadi di lapangan. Pengukuran dilakukan dengan cara mengamati meteran air yang ada. Pengukuran pada hari pertama dengan mencatat meteran air yang terbaca tiap jam selama tiga jam (dari pukul 10 hingga pukul 12). Kemudian pada hari kedua juga dilakukan hal yang sama yaitu membaca meteran air pada jam yang sama seperti hari pertama. Dengan demikian diperoleh data pemakaian air total selama satu hari dengan tiga kali ulangan dengan cara mengurangi meteran terbaca pada hari kedua dengan hari pertama. Bila dinyatakan dengan rumus adalah : Q1
selisih meteran terbaca hari ke 2 dengan hari ke 1
Q2
selisih meteran terbaca hari ke 2 dengan hari ke 1
Q3
selisih meteran terbaca hari ke 2 dengan hari ke 1
(8)
Di mana Q1 (m3/hari) adalah pemakaian air selama 24 jam dari pukul 10 hari ke 1 hingga pukul 10 hari ke 2, sedangkan untuk Q 2 dan Q3 sama dengan Q1 hanya berbeda jam pengamatan, Q2 pada pukul 11 dan Q3 pada pukul 12. Kemudian dari hasil tersebut dicari pemakaian air rata-rata di Rusunawa dalam satu hari dengan rumus:
Qrata
Q1 rata
Q2 3
Q3
(9)
Selanjutnya setelah didapatkan Qrata-rata (m3/hari) di Rusunawa, hasilnya dibagi dengan total penghuni di Rusunawa, dapat dituliskan dengan rumus:
Q Rusunawa
Q rata rata Jumlah penghuni Rusunawa (374 orang)
(10)
Hasil dari QRusunawa (m3/orang/hari) ini kemudian dijadikan sebagai acuan pemakaian air aktual untuk asrama putra, asrama putri, asrama Silvasari, asrama Silvalestari, dan Asrama Putri Darmaga (APD). Hal ini dilakukan karena tidak adanya meteran air untuk mengamati pemakaaian air di masing-masing asrama. Sehingga untuk penggunaan air di masing-masing asrama diperoleh dengan cara mengalikan QRusunawa dengan jumlah penghuni masing-masing gedung asrama.
3.3.5. Pengukuran dan Perhitungan Debit Produksi WTP Tipe Gravitasi Pengukuran debit produksi WTP dengan tipe gravitasi dilakukan di WTP Ciapus, karena hanya di WTP inilah yang menggunkan tipe tersebut. Debit produksi diperoleh dengan metode volumetrik, yaitu mengukur jumlah volume air yang diproduksi tiap detik. Tepatnya dengan
21
mengukur pertambahan tinggi muka air yang terjadi pada bak sedimentasi dan bak filtrasi. Setelah mengetahui terlebih dahulu luas penampang tampak atas (luas lingkaran) dari bak sedimentasi dan filtrasi. Pertambahan tinggi muka air per satuan waktu yang dikalikan dengan luas penampang maka akan dapat debit produksi atau kapasitas produksi dari WTP tersebut. Bila dinyatakan dengan rumus adalah: Q=
(11)
Di mana Q adalah debit produksi (m3/jam), r adalah jari-jari bak sedimentasi atau bak filtrasi (m), h adalah tinggi muka air (m), dan t adalah waktu (detik). Pengukuran dilakukan setelah pompa intake dinyalakan dan pertambahan tinggi muka air ditentukan bersamaan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ketinggian tersebut. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
3.3.6. Pengukuran dan Perhitungan Debit Produksi WTP Tipe Tekanan Pengukuran ini dilakukan di WTP Cihideung, dalam pengukuran ini dilakukan beberapa perlakuan khusus agar data yang didapat lebih valid. Pertama adalah ketika pengukuran dilakukan di WTP 1 Cihideung maka WTP Cihideung yang lain dimatikan agar tidak mengganggu kerja operator dalam menampung air produksi, begitu pula ketika pengukuran dilakukan pada WTPWTP yang lain. Kedua adalah dilakukannya back washing sebelum pengukuran selama satu jam agar debit yang dihasilkan mencapai angka maksimum. Ketiga adalah operator memastikan bahwa air baku, pompa intake, dan pompa filtrasi yang dipakai berada dalam keadaan baik dan normal seperti biasanya agar proses tidak mengalami hambatan saat terjadinya pengukuran. Debit per instalasi dihitung dengan mengukur jumlah air yang keluar dari tiap pipa output yang berada di dalam GWT utama (yang berada di WTP Cihideung). Air produksi ditampung dalam ember besar selama beberapa detik lalu diukur volumenya. Pada setiap WTP pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dan diambil rata-ratanya. Debit per jam didapat dengan persamaan : Q=
(12)
Di mana Q adalah debit produksi (m3/jam), V adalah volume air yang tertampung di dalam ember (liter), dan t adalah waktu (detik).
3.3.7. Pengukuran dan Perhitungan Debit Produksi WTP Tipe Ultra Filtration (UF) system Pengukuran dilakukan di WTP Cihideung, dengan bantuan alat ukur yang terdapat pada WTP tersebut. Alat ukur tersebut adalah flow meter, terdapat pada bagian setelah sand filter dan sebelum buffer tank. Alat ini bekerja dengan cara menunjukkan jumlah debit air yang mengalir melewatinya dan langsung mengkonversi ke dalam satuan gpm (galon per menit) dan lpm (liter per menit). Bila dinyatakan dengan rumus adalah : (13)
22
Di mana Q adalah debit produksi (m3/jam), dan lpm adalah nilai yang ditunjukkan flow meter (liter/menit).
3.3.8. Pengukuran dan Perhitungan Debit Pompa Distribusi Pengukuran debit pompa distribusi dilakukan dengan cara menyamakan jumlah air yang masuk dan keluar dari menara tempat tujuan pompa distribusi tersebut. Sebuah meteran dari bambu dipasang di dalam menara secara vertikal. Katup air masuk dan keluar dibiarkan terbuka dan sistem distribusi dibiarkan berjalan seperti biasanya. Ketinggian air tiap jam dicatat selama beberapa hari dan jumlah air per jam yang keluar dari menara tersebut juga dicatat pada jam yang sama dengan waktu pengukuran ketinggian. Dari kedua data tersebut akan diketahui pada jam berapa saja air berada pada ketinggian yang sama dan berapa air yang keluar dalam selang waktu tersebut. Debit distribusi dihitung dengan persamaan berikut : Vkeluar = Vmasuk Q = Vmasuk / t
(14)
Di mana Q adalah debit pompa distribusi (m3/jam), V adalah volume (m3), t adalah interval waktu hingga permukaan air dalam menara mencapai ketinggian yang sama (jam).
3.3.9. Pengukuran Panjang Jalur Transmisi dan Beda Elevasi Pada pengukuran ini menggunakan metode langsung di mana operasi pengukuran perbedaan jarak vertikal secara langsung menggunakan instrumen leveling berupa autolevel dan target rod. Adapun metode langsung yang dilakukan adalah differential leveling, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menentukan beda tinggi dua titik yang relatif besar perbedaannya sehingga diperlukan pengukuran yang bertahap, lihat Gambar 3. Data yang terkumpul berupa panjang jalur pipa transmisi dan beda elevasi antara pompa transmisi yang ada di WTP Cihideung dengan menara air Fahutan. Pengumpulan data ini berguna untuk menghitung besarnya head loss dan head pompa yang terjadi. BS3 BS2 BS1
FS3
FS2
FS1
B TP2 TP1
A
Gambar 3. Sketsa metode differential leveling Pengukuran beda elevasi ini melibatkan BA (benang atas), BT (benang tengah), BB (benang bawah) pada autolevel dan BS (Back Sight), FS (Front Sight), serta TP (Turn Point). Titik yang ingin diketahui dapat dicari dengan hubungan sebagai berikut: Beda Elevasi
BT BS - BT FS
(15)
23
Sedangkan untuk pengukuran jarak atau panjang pipa transmisi, menggunakan hubungan sebagai berikut: (16) Jarak (BA - BB) x 100 Di mana untuk jarak (m) dan BA serta BB (cm).
3.3.10. Perhitungan Head Loss Pada perhitungan head loss, cara yang digunakan adalah dengan menggunakan persamaan Darcy-Weisbach. Detil persamaan dalam pengukuran head loss dapat dilihat pada bab tinjauan pustaka, sub bab Analisi Teknis Jaringan Pipa Air Bersih.
3.3.11. Pengukuran dan Penghitungan Kebocoran Pada tahapan ini adalah untuk mengetahui jumlah kebocoran air yang terjadi pada pipa distribusi air dari menara air hingga ke gedung-gedung fakultas tiap menitnya. Debit kebocoran adalah debit air minimum yang keluar pada saat pemakaian oleh konsumen mendekati nol. Pengukuran dilakukan pada malam hari, tepatnya pukul 23:00 WIB. Waktu tersebut dipilih karena pada saat itu kegiatan akademik maupun kegitan lainnya di kampus yang menggunakan air bersih diperkirakan tidak ada (minimum dalam penggunaan air bersih) sehingga air yang terbaca oleh meteran air adalah air yang bocor dari pipa, bukan air yang digunakan oleh konsumen (mahasiswa/ pegawai kampus). Pengukuran dilakukan dengan cara membaca meteran air yang terdapat di menara air. Meteran air tersebut mengukur volume air yang keluar/ terdistribusikan dari menara air menuju ke gedung-gedung fakultas. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dan tiap ulangan selama 5 menit pegamatan, dengan demikian debit kebocoran dapat dinyatakan dengan rumus: Q=
(17)
Di mana Q adalah debit kebocoran (m3/jam), V adalah volume air yang bocor pada pipa distribusi (m3), dan t adalah waktu (menit).
24
IV.
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penyediaan Air Bersih Di IPB Darmaga
Air bersih sangat dibutuhkan dalam menunjang kegiatan seperti pendidikan, penelitian, dan juga perkantoran khususnya di kampus IPB Darmaga. Walaupun IPB sebagai institusi pendidikan, namun pada kenyataannya jenis pemakaian air yang ada di lingkungan kampus IPB Darmaga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pemakaian domestik dan non-domestik. Pemakaian domestik untuk keperluan rumah tangga seperti di perumahan dosen dan asrama, sedangkan pemakaian non-domestik untuk keperluan industri, pendidikan, dan komersial. Kegiatan pemenuhan kebutuhan air di kampus IPB Darmaga baik itu berupa pengolahan, penyaluran dan penyimpanan air, secara umum menjadi tanggung jawab dari Direktorat Fasilitas dan Properti (Faspro). Pada saat ini IPB memanfaatkan air sungai sebagai air baku untuk memenuhi kebutuhan air dalam menunjang kegiatannya tersebut. Sungai yang dimanfaatkan sebagai air baku tersebut adalah Sungai Ciapus dan Sungai Cihideung. Saat ini IPB memiliki tujuh buah instalasi pengolahan air atau WTP (Water Treatment Plant) yang berlokasi pada dua tempat yang berbeda. Tempat pengolahan pertama yaitu WTP Ciapus yang berlokasi di pintu keluar belakang IPB sedangkan tempat pengolahan kedua yaitu WTP Cihideung yang berlokasi di belakang pangkalan bis IPB.
4.1.1. WTP Ciapus Pertama kali dibangun pada tahun 1972 dan terletak di dekat pintu keluar belakang IPB. WTP Ciapus memiliki dua buah instalasi pengolahan yang disebut sebagai WTP 1 dan WTP 2 Ciapus. Masing-masing instalasi tersebut memanfaatkan air Sungai Ciapus sebagai bahan bakunya. Baik WTP 1 dan WTP 2, memiliki daerah pelayanan kebutuhan air bersih yang berbeda, sehingga WTP ini terbagi menjadi dua jalur pendistribusian. WTP 1 Ciapus melayani kebutuhan air bersih yang ada di Perumahan Dosen IPB (Perumdos), Asrama Silvasari dan Silvalestari, Asrama Putri Darmaga (APD), Asrama Amarilis, dan juga GOR (Gelanggang Olah Raga)Lama. Sedangkan untuk WTP 2 Ciapus dikhususkan untuk melayani kebutuhan air bersih bagi mahasiswa asrama TPB yang ada di gedung Asrama Putra (Astra) dan Asrama Putri (Astri). Pada Gambar 4 dapat dilihat bagan struktur pendistribusian air dari WTP Ciapus hingga ke masingmasing unit pemakaiannya. Berdasarkan tipenya, instalasi pengolahan air yang ada di WTP Ciapus dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tipe tekanan pada WTP 1 dan tipe gravitasi pada WTP 2. Setiap instalasi pengolahan air tersebut terdiri dari beberapa unit atau bagian pengolahan yang memiliki peranannya sendiri dan saling menunjang dalam proses pengolahan air secara keseluruhan. Unit-unit tersebut antara lain adalah unit intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan penampungan serta distribusi. Sehingga secara umum sebenarnya tahapan pengolahan air pada kedua WTP ini sama, yang membedakan hanya proses penyaluran air dari unit satu ke unit lainnya.
25
26
Sumber: Direktorat Fasilitas dan Properti IPB, 2010
Gambar 4. Bagan struktur pendistribusian air untuk WTP Ciapus
Pada WTP 1 yang bertipe tekanan proses penyaluran airnya dari unit koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi menuju unit filtrasi hingga unit penampungan, memanfaatkan tekanan dari pompa air, sedangkan untuk WTP 2 memanfaatkan gaya gravitasi. WTP 1 ini terdiri dari unit intake, unit koagulasi/flokulasi dan sedimentasi yang menyatu, unit filtrasi, dan unit penampungan berupa GWT. Skema pengolahan air pada WTP 1 dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Skema pengolahan air pada WTP dengan tipe tekanan Proses pengolahan air pada WTP 1 adalah sebagai berikut, air dari bak intake dipompakan menuju unit gabungan koagulasi/flokulasi dan sedimentasi. Pada pipa air baku dimasukkan (injection) larutan koagulan, pengadukan cepat dengan sistem statis terjadi tepat setelah titik penginjeksian larutan koagulasi dan pengadukan secara lambat terjadi selama air baku mengalir menuju unit koagulasi/flokulasi dan pada sebagian unit sedimentasi. Selanjutnya flok yang terbentuk dipisahkan dalam bagian sedimentasi yang dilengkapi dengan lamella (lihat Gambar 6.). Flok yang tertangkap lamella jatuh dan mengendap pada bagian dasar membentuk lumpur. Air yang bebas dari flok mengalir melalui mekanisme overflow menuju ke bagian penampungan air sebelum dipompa ke unit filtrasi. Lumpur yang terbentuk diaduk dengan menggunakan efek hidrodinamis dari aliran air yang masuk. Kelebihan lumpur dibuang secara periodik melalui kran pembuangan lumpur (lihat Gambar 7).
Gambar 6. Lamella yang terdapat pada bagian sedimentasi WTP tipe tekanan.
Gambar 7. Kelebihan lumpur yang dibuang melalui kran pembuangan
27
Kemudian pada unit filtrasi terjadi proses penyaringan partikel yang berukuran sangat kecil yang tidak dapat dipisahkan pada unit koagulasi/flokulasi dan sedimentasi. Unit ini dirancang dengan sistem filtrasi bertekanan, di mana air dari tahapan sebelumnya dipompa secara kontinyu melewati lapisan filter. Kualitasi hasil filtrasi sangat dipengaruhi oleh kualitas proses sebelumnya, terutama sedimentasi. Semakin rendah kualitas sedimentasi maka akan semakin cepat terbentuknya resistensi berupa pengkristalan dalam filter. Selanjutnya air bersih terbentuk setelah melewati unit filtrasi dialirkan menuju tempat penampungan air atau GWT (Ground Water Tank). Pada satu titik tertentu di pipa air bersih, diinjeksikan kaporit sebagai desinfeksi yang bertujuan untuk mendestruksi mikroorganisme patogen. Kemudian dari GWT ini akan dialirkan dengan pompa transmisi menuju resevoir yang berupa menara air untuk selanjutnya dialirkan menuju unit-unit pengguna secara gravitasi. Pada WTP 2 yang bertipe gravitasi memiliki tahapan pengolahan yang sama dengan WTP 1 yang berbeda hanya proses penyalurannya saja yang memanfaatkan gravitasi. Itu sebabnya WTP 2 dengan tipe gravitasi pada unit koagulasi/flokulasi dibuat tinggi, agar air memiliki energi yang cukup untuk mengalir dan melalui filter yang ada untuk menuju ke unit berikutnya hanya dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Begitu pula dengan unit filtrasi, dibuat tinggi agar mampu menuju ke GWT secara overflow hanya dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Setelah itu air bersih yang ditampung di dalam GWT, akan disalurkan melalui pompa transmisi menuju ke resevoir yang ada dan pada akhirnya akan disalurkan hingga menuju unit-unit pengguna secara gravitasi pula. Skema proses pengolahan air pada WTP 2 yang bertipe gravitasi dapat dilihat pada Gambar 8.
Koagulan
overflow
overflow
GWT (Ground Water Tank)
Tangki air baku/intake
Unit koagulasi/flokulasi
Unit filtrasi
dan sedimentasi
Gambar 8. Skema pengolahan air pada WTP dengan tipe gravitasi Kemudian perbedaan berikutnya adalah pada WTP yang bertipe gravitasi di unit koagulasi/flokulasinya tidak terdapat lamella seperti yang terdapat di tipe tekanan. Bentuk dari WTP 1 dan 2 Ciapus dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
28
Gambar 9. WTP 1 Ciapus yang merupakan WTP bertipe tekanan (unit koagulasi/filtrasi)
Gambar 10. WTP 2 Ciapus bertipe gravitasi, unit filtrasi (kiri), dan unit koagulasi/flokulasi (kanan)
29
Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, WTP 1 Ciapus mampu memproduksi air bersih sebesar 12.55 liter/detik atau 45.18 m3/jam, sedangkan WTP 2 Ciapus memiliki kapasitas produksi sebesar 18.32 liter/detik atau 65.95 m3/jam. Kedua WTP ini beroperasi dalam sehari selama 21 jam (1 jam untuk backwash) maka dalam sehari mampu menghasilkan 903.60 m3 untuk WTP 1 dan 1,319 m3 air untuk WTP 2, sehingga total WTP Ciapus mampu menghasilkan air sekitar 2,222.60 m3/hari. Rincian hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Hasil pengukuran kapasitas produksi di WTP 1 Ciapus Luas
Pertambahan
Permukaan Air
Tinggi Air
Volume Air
Waktu
(m2)
(m)
(m3)
(detik)
(liter/detik)
(m3/jam)
1
28.22
0.05
1.41
112
12.60
45.35
2
28.22
0.05
1.41
113
12.49
44.95
12.55
45.18
Ulangan
Rata-rata
Debit
Keterangan: Pengukuran dilakukan pada GWT 1 Ciapus
Tempat Pengukuran
Bak Filtrasi
Bak Sedimentasi
Tabel 6. Hasil pengukuran kapasitas produksi di WTP 2 Ciapus Diameter Pertambahan Volume Waktu Debit Bak Tinggi Air Air Ulangan (dm) (dm) (liter) (detik) (liter/detik) (m3/jam) 1 65 17.61 63.40 2 62 18.46 66.46 27 2 1,144.53 3 64 17.88 64.37 4 64 17.88 64.37 Rata-rata 17.96 64.66 1 45 17.99 64.76 45.4
0.5
809.41
2 3
Rata-rata Total rata-rata
43 42
18.82 19.27 18.69 18.32
67.75 69.36 67.28 65.95
4.1.2. WTP Cihideung Pertama kali dibangun pada tahun 1986, WTP Cihideung ini memanfaatkan Sungai Cihideung sebagai air bakunya. WTP Cihideung memiliki lima buah instalasi pengolahan air yang terdiri dari dua tipe yang berbeda. Empat buah instalasi bertipe tekanan dan satu buah instalasi bertipe UF system (Ultra Filtration). Daerah pelayanan air bersih di WTP Cihideung sangat banyak dan luas, yaitu meliputi semua gedung perkuliahan, yang terdiri dari Fakultas Pertanian, Perikanan, Peternakan, Kedokteran Hewan, Kehutanan, Teknologi Pertanian, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ekonomi dan Manajemen, dan juga Ekologi Manusia. Selain itu juga gedung rusunawa (rumah susun mahasiswa yaitu asrama yang diperuntukkan bagi mahasiswi TPB), Gymnasium, Rumah Sakit Hewan, kandang ternak, gedung Graha Widya Wisuda, perpustakaan LSI, gedung Rektorat, hingga laboratorium lapangan yang ada di Leuwikopo dan Cikabayan termasuk dalam daerah pelayanan air WTP Cihideung. Pada Gambar 11 dapat dilihat bagan struktur pendistribusian air dari WTP Cihideung hingga ke unit-unit pengguna.
30
31
Sumber: Direktorat Fasilitas dan Properti IPB, 2010
Gambar 11. Bagan struktur pendistribusian air untuk WTP Cihideung
WTP 1 hinga 4 Cihideung merupakan instalasi pengolahan air bertipe tekanan (lihat Gambar 12) sedangkan WTP 5 yang baru selesai dibangun dan beroperasi pada bulan Juli 2010 adalah bertipe UF (Ultra Filtration) lihat Gambar 13.
Gambar 12. Beberapa WTP Cihideung yang bertipe tekanan
Gambar 13. WTP 5 yang ada di Cihideung, merupakan WTP bertipe UF system.
32
Proses produksi air pada WTP 1 hingga 4 WTP Cihideung sama dengan proses produksi di WTP 1 Ciapus, karena sama-sama bertipe tekanan. WTP 5 yang bertipe UF bekerja secara otomatis dan menggunakan tiga buah filter yang terdiri dari sand filter, ultra filtration filter, dan carbon filter. UF membran memiliki ukuran pori-pori antara 0.1 - 0.01 micron yang berfungsi menyaring partikel-partikel di dalam air. UF membran ini memiliki kemampuan yang cukup baik untuk menyaring sebagian besar bakteri, virus, dan partikel koloid. Semakin kecil ukuran pori maka semakin tinggi kemampuan penyaringannya. UF sistem bekerja pada tekanan 6.9 – 275.8 kPa dan beroperasi pada kecepatan konstan. Transmembran Pressure (TMP) akan meningkat secara konstan sejalan dengan pemakaiannya, dan secara otomatis akan dilakukan proses backwash. Bahan kimia dan disinfectant dapat digunakan untuk menigkatkan hasil proses dari backwash dan sekaligus juga menjaga kinerja dari membran akibat adanya pertumbuhan bakteri di permukaan membran. Pada Gambar 14 dapat dilihat skema dari WTP tipe UF sistem.
Gambar 14. Skema WTP tipe UF system Total kapasitas produksi air bersih dari WTP 1 hingga 4 adalah 115.80 m3/jam (lihat Tabel 7) dan dalam sehari keempat WTP ini beroperasi selama 18.5 jam. Sehingga dalam sehari mampu menghasilkan 2,142.30 m3/hari. Pengukuran kapasitas produksi pada WTP 5 menggunakan flowmeter, hasil yang diperoleh dari flowmeter menunjukkan angka 475 liter/menit, dan WTP ini hanya beroperasi 45 menit memproduksi air dalam sejam karena 15 menit sisanya digunakan untuk backwash. Sehingga kapasitas produksinya adalah 21.37 m3/jam. Dalam sehari WTP 5 ini beroperasi selama 5.5 jam, sehingga dalam sehari WTP 5 ini mampu menghasilkan 106.85 m3/hari. Jadi WTP Cihideung mampu memproduksi air bersih sebesar 2,249.15 m3/hari. Khusus untuk WTP 5 yang bertipe UF, bila kekeruhan air meningkat hingga lebih besar dari 130 TU(turbidity) maka WTP ini tidak dapat berproduksi dengan baik. Tingkat kekeruhan yang tinggi dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan pada UF membran. Itu sebabnya saat hujan turun dengan deras WTP ini biasanya akan berhenti berproduksi, karena hujan dapat meningkatkan kekeruhan pada air sungai Cihideung yang menjadi air baku. Cara yang dapat dilakukan agar WTP ini tetap dapat berproduksi pada saat hujan turun adalah dengan memperbaiki
33
filter atau menambah filter yang ada pada bak intake sehingga air baku yang akan masuk ke dalam WTP UF ini tingkat kekeruhannya telah menurun terlebih dahulu. Tabel 7. Hasil pengukuran kapasitas produksi di WTP 1 hingga 4 Cihideung Tempat V T Q Pengukuran
WTP 1
(liter)
(detik)
13.17
2,.21
21.45
13.70
2.14
23.05
14.40
2.10
24.69
Rata-rata
WTP 2
23.06
18.75
2.15
31.40
19.90
2.09
34.28
20.75
2.14
34.91
Rata-rata
WTP 3
33.53
17.10
1.65
37.31
16.60
1.90
31.45
15.50
2.03
27.49
Rata-rata
WTP 4
(m3/jam)
32.08
12.00
1.55
27.87
13.60
1.90
25.77
13.10
1.70
27.74
Rata-rata Total
27.13 115.80
Dengan demikian berdasarkan pembahasan sub-bab 4.1.1. hingga 4.1.2. maka dapat diketahui total produksi air bersih yang mampu dihasilkan oleh WTP yang ada di IPB. Pada WTP Ciapus secara total dari kedua unit yang ada mampu menghasilkan 2,222.60 m3/hari air bersih, sedangkan pada WTP Cihideung dari kelima unit yang ada mampu menghasilkan 2,249.15 m3/hari air bersih. Jadi sistem produksi air yang ada di kampus IPB Darmaga mampu memproduksi 4,471.75 m3/hari air bersih.
4.1.3. Pendistribusian Air Bersih Sistem pendistribusian air bersih yang ada di IPB Darmaga menggunakan metode pompa dengan reservoir, yaitu perpaduan antara metode pompa dan gravitasi di mana air didistribusikan ke sebuah resevoir (menara air) terlebih dulu dengan bantuan pompa, dan setelah itu disalurkan dari menara air menuju ke masing-masing unit pengguna atau konsumen dengan bantuan gravitasi. Namun sebenarnya ada keunikkan lainnya dalam metode pendistribusian air di IPB ini. Selain memanfaatkan suplai langsung dari WTP ke menara air, pada umumnya masing-masing resevoir tersebut juga mendapat suplai air dari GWT yang ada di dekatnya. Suplai air dari GWT ini di aktifkan pada jam-jam tertentu yang dianggap pemakaian air sedang tinggi, guna membantu pasokan air ke menara air. Pipa distribusi yang digunakan merupakan pipa dengan material cast
34
iron (besi tuang) dan berdiameter 6 inchi. Jaringan pipa distribusi yang ada menerapkan sistem percabangan, lihat Lampiran 10. Jalur pendistribusian di IPB terbagi menjadi empat jalur utama, yaitu jalur distribusi perumahan dosen (perumdos), jalur asrama TPB, jalur menara Fakultas Kehutanan (Fahutan), dan jalur menara Fakultas Peternakan (Fapet). Daerah pelayanan yang termasuk ke dalam jalur perumdos antara lain adalah perumahan dosen, Asrama Silvalestari, Asrama Silvasari, Asrama Puti Darmaga (APD) dan Gedung Olah Raga Lama (GOR Lama), sedangkan yang termasuk daerah pelayanan untuk jalur distribusi asrama TPB adalah gedung Asrama Putri (Astri) dan Asrama Putra (Astra) TPB. Kedua jalur distribusi ini mendapat suplai air bersih dari WTP Ciapus. Jalur menara Fahutan terdiri dari gedung Fakultas Matematika dan IPA, Pertanian, Ekologi Manusia, Ekonomi dan Manajemen, Teknologi Pertanian, Kehutanan, Perpustakaan LSI, dan gedung Rektorat. Gymnasium, rusunawa (rumah susun mahasiswa), gedung Graha Widya Wisuda (GWW) dan laboratorium lapangan Leuwikopo juga termasuk di dalamnya. Sedangkan untuk jalur Fapet antara lain adalah gedung Fakultas Peternakan, Perikanan, Kedokteran Hewan, Rumah Sakit Hewan dan kandang-kandang ternak Fapet,dan laboratorium lapangan Cikabayan. Kedua jalur ini mendapat suplai air dari WTP Cihideung. Skema jalur pendistribusian air bersih dapat dilihat pada Gambar 15. Sumber: Direktorat Faspro – IPB 2010
Gambar 15. Skema jalur distribusi air bersih di kampus IPB Darmaga Keempat jalur tersebut akan mendistribusikan air ke masing-masing daerah pelayanannya atau ke unit-unit penggunanya dengan memanfaatkan gravitasi, sehingga pada masing-masing jalur terdiri dari satu menara induk (lihat Gambar 16 dan Gambar 17). Menara induk ini dibuat
35
tinggi(lebih tinggi dari gedung perkuliahan) atau diletakkan pada daerah yang tinggi, selain agar air dapat mengalir ke semua unit pemakaian secara gravitasi, juga agar air dapat mencapai lantai 4 dan 5 gedung perkuliahan sehingga prinsip ini seperti prinsip bejana berhubungan.
Gambar 16. Menara air induk yang mendistribusikan air secara gravitasi ke unit pengguna, menara air Fahutan (kiri) dan menara air Fapet (kanan)
Gambar 17. Menara induk yang terdapat pada jalur distribusi perumdos (kiri) dan jalur distribusi asrama TPB (kanan)
36
Pada jalur untuk asrama TPB, selain ada menara induk yang berkapasitas 66 m3, jalur ini juga menggunakan tangki air tambahan dari fiber yang berjumlah dua buah dan masing-masing berkapasitas 15 m3 (lihat Gambar 18). Dari tangki dan menara induk inilah kemudian air disalurkan menuju Astra dan Astri.
Gambar 18. Tangki air fiber yang berada di asrama putri TPB Suplai air bersih dari WTP Cihideung menuju menara Fahutan dan Fapet akan mulai beroperasi dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00. Setelah itu selama sekitar 12 jam berikutnya, suplai air dari WTP Cihideung akan digunakan untuk mengisi GWT yang ada di dekat menara induk. Selain mengandalkan suplai air dari WTP Cihideung, kedua menara air tersebut juga mendapat bantuan suplai dari GWT yang ada di dekat menara. Hanya saja suplai air dari GWT ini tidak bisa menyuplai air ke menara selama 12 jam. Pada menara Fahutan, suplai air dari GWT yang ada di bawahnya akan dijalankan oleh operator pada pukul 08.00 hingga sekitar pukul 11.00 dan akan kembali mendapat suplai air dari GWT pada pukul 14.00 hingga pukul 15.00. Pada menara Fapet bantuan suplai air dari GWT yang ada di bawah menara berjalan secara otomatis.
4.2
Prediksi Kebutuhan Air Bersih Di IPB Darmaga
Pada bagian tinjauan pustaka telah dijelaskan bahwa kebutuhan air berdasarkan jenis pemakaiannya secara umum dibagi menjadi dua yaitu domestik dan non-domestik. Di IPB Darmaga ini, pemakaian airnya ada yang untuk kebutuhan domestik dan juga non-domestik. Kebutuhan air domestik di kampus antara lain terjadi pada astra (asrama putra TPB), astri (asrama putri TPB), asrama Silvasari, asrama Silvalestari, APD (Asrama Putri Darmaga), rusunawa, dan perumdos. Sedangkan untuk yang non-domestik antara lain adalah kebutuhan air di gedung-gedung fakultas
37
untuk kepentingan akademik dan juga kebutuhan air untuk keperluan komersil seperti di kantin, dan kios atau toko. Pada dasarnya terdapat standar pemakaian atau kebutuhan air berdasarkan jenis bangunan, jenis kegiatan, ataupun dari subyek pemakai air itu sendiri. Pada Tabel 1 di bagian tinjauan pustaka dapat dilihat beberapa standar kebutuhan air. Pemakaian air oleh pegawai, dikategorikan sebagai pemakaian air untuk gedung perkantoran yaitu sebesar 100 liter/orang/hari, yang termasuk ke dalam kategori pegawai dalam penelitian ini adalah para dosen, pegawai kantor, petugas keamanan dan juga para pegawai honorer yang ada di fakultas maupun rektorat. Sedangkan untuk pemakaian air oleh mahasiswa dikategorikan sebagai pemakaian air untuk gedung SLTA atau lebih tinggi yaitu 80 liter/orang /hari. Selain itu dilakukan juga penghitungan prediksi pemakaian air yang dipakai oleh kantin dan kios yang ada di IPB, untuk kantin dan kios digunakan standar 100 liter/orang/hari bagi para pegawainya. Bagi mahasiswa TPB, dilakukan dua kali penghitungan dengan menggunakan standar kebutuhan air bersih yang berbeda. Hal ini berdasarkan pada aktivitas dari mahasiswa TPB itu sendiri yaitu sebagai mahasiswa yang aktif kuliah (non-domestik) dan sebagai penghuni asrama (domestik). Standar kebutuhan air untuk penghuni asrama adalah 120 liter/orang/hari sedangkan standar untuk rumah biasa adalah 250 liter/orang/hari. Detail prediksi kebutuhan air dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Hasil perhitungan prediksi kebutuhan air non-domestik Gedung
3
Prediksi Kebutuhan Air (m )
Jumlah Penghuni Mahasiswa
Pegawai
Mahasiswa
Pegawai
1,865
357
149.20
35.70
FKH
678
186
54.24
18.60
Fpik
1,614
289
129.12
28.90
962
199
76.96
19.90
Fahutan
1,598
206
127.84
20.60
Fateta
1,731
286
138.48
28.60
FMIPA
2,841
390
227.28
39.00
FEM
1,138
205
91.04
20.50
FEMA
1,751
148
140.08
14.80
TPB
3,761
-
300.88
-
Pasca Sarjana
2,700
-
216.00
-
Faperta
Fapet
1,146
Rektorat Sub Total Total Kebutuhan Air non-Domestik
114.60 1,651.12
341.20
1,992.32
Sumber: Direktorat AJMP - IPB, 2010
38
Tabel 9. Hasil perhitungan prediksi kebutuhan air domestik Prediksi Kebutuhan Air Gedung Jumlah Penghuni (m3) Asrama Putra
1,361
163.32
Asrama Putri
1,686
202.32
Rusunawa
374
44.88
Asrama Silvalestari
182
21.84
Asrama Silvasari
158
18.96
Asrama Amarilis
100
12.00
35
4.20
* Perumahan Dosen (159 KK)
636
159.00
** Kantin dan Kios (260 buah)
520
52.00
Asrama Putri Darmaga
Total Kebutuhan Air Domestik * asumsi perumahan dosen 1 KK terdiri dari 4 orang ** asumsi masing masing kios terdiri dari 2 orang
678.52 Sumber: Direktorat Faspro dan Direktorat Bisnis & Kemitraan- IPB, 2010
Berdasarkan hasil perhitungan prediksi kebutuhan air pada Tabel 8 dan Tabel 9, maka WTP Ciapus dan WTP Cihideung harus memenuhi kebutuhan air di IPB sekitar 2,670.84 m3/hari. Namun hasil perhitungan ini masih bersifat prediksi kasar atau perkiraan agar penyediaan air bersifat aman, di mana kebutuhan air maksimum adalah pemakaian minimum yang harus dipenuhi. Sehingga hal ini harus dibandingkan dengan pemakaian air secara aktual agar dapat dicari kisaran kebutuhan air di kampus IPB per harinya.
4.3
Pemakaian Air Bersih Aktual
Perhitungan pemakaian air bersih secara aktual merupakan perhitungan pemakaian air yang benar-benar terpakai dan dipantau berdasarkan meteran air yang ada. Hal ini dilakukan untuk membandingkan nilai dari perhitungan prediksi kebutuhan air dengan perhitungan pemakaian secara aktual. Dengan membandingkan kedua nilai tersebut maka dapat diketahui kisaran kebutuhan air atau pemakaian air sebenarnya di IPB setiap harinya. Pengamatan pemakaian air bersih secara aktual terbagi menjadi empat jalur distribusi utama yaitu, jalur distribusi di perumahan dosen (perumdos), Asrama Putra dan Putri TPB, menara Fahutan, dan menara Fapet. Namun pengamatan pemakaian air bersih secara aktual hanya dapat dilakukan pada jalur distribusi di menara induk Fahutan dan Fapet saja, sedangkan pengamatan pada jalur distribusi di perumdos dan asrama TPB sulit dilakukan karena tidak adanya meteran induk yang berfungsi. Pengamatan pada jalur distribusi menara Fahutan dan Fapet hanya dapat dilakukan pada meteran air induk yang terdapat pada kedua menara tersebut saja. Hal ini dikarenakan sulit untuk memantau pemakaian air aktual yang berada di setiap gedung fakultas dan unit pemakaian air lainnya secara bersamaan. Selain itu juga dikarenakan pada tiap unit pemakaian air bersih belum tentu terpasang meteran air dan kalau pun terpasang, adakalanya meteran air tersebut berada dalam kondisi rusak.
39
4.3.1. Pemakaian Air Bersih Aktual Di Jalur Distribusi Perumdos Pengamatan pemakaian air bersih secara aktual di jalur distribusi perumdos ini tidak dapat dilakukan secara langsung di menara induk air yang ada. Hal ini dikarenakan tidak berfungsinya meteran air induk tersebut, sehingga tidak dapat diketahui jumlah air yang terpakai di jalur distribusi ini. Pada akhirnya hal yang dilakukan untuk mencari pemakaian aktual di jalur ini adalah dengan menggunakan pendekatan produksi air yang dihasilkan oleh WTP 1 Ciapus, dengan asumsi tidak ada air yang hilang karena kebocoran dan semua air yang diproduksi setiap harinya dianggap benar-benar habis terpakai untuk memenuhi kebutuhan air yang ada pada daerah pelayanan jalur ini. Dengan demikian maka pemakaian air bersih aktualnya di jalur perumdos menjadi 903 m3/hari.
4.3.2. Pemakaian Air Bersih Aktual Di Jalur Distribusi Asrama TPB
Pemakaian air bersih aktual di jalur ini juga tidak dapat dilakukan secara langsung seperti pada jalur perumdos. Ini dikarenakan pada jalur ini tidak terpasangnya meteran air induk. Sehingga air yang keluar dari menara induk di jalur distribusi asrama TPB tidak dapat dipantau. Pada akhirnya pendekatan yang dilakukan untuk mencari pemakaian air bersih aktualnya adalah dengan menggunakan sampel pemakaian air yang ada pada rumah susun mahasiswa (rusunawa) TPB. Meskipun rusunawa ini berada pada jalur distribusi yang berbeda, yaitu pada jalur distribusi menara Fahutan, akan tetapi karena penghuninya adalah sama-sama mahasiswa asrama TPB, maka diasumsikan bahwa karakteristik jumlah pemakaian air yang ada di rusunawa akan sama dengan pemakaian air untuk Asrama Putra dan Asrama Putri TPB. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengamati meteran air yang ada di gedung rusunawa. Pengamatan dilakukan selama dua hari. Pada hari pertama dibaca meteran air dari pukul 10 hingga pukul 12. Pengamatan berikutnya di hari kedua juga dilakukan hal yang sama. Sehingga pada akhirnya dapat diketahui jumlah rata-rata pemakaian air selama satu hari. Rincian pengukuran ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Jam
Tabel 10. Hasil pengukuran pemakaian air aktual di rusunawa Penghuni Pemakaian Air 3 Meteran terbaca (m ) Total Pemakaian air Rusunawa Hari ke-1
Hari ke-2
(m3/hari)
10:00
10,938.185
11,023.880
85.695
11:00
10,949.170
11,035.015
85.845
12:00
10,959.315
11,046.560
87.245
0.233
86.262
0.231
Rata-rata
(orang)
(m3/orang/hari) 0.229
374
0.230
Setelah mengetahui pemakaian air rata-rata selama sehari di rusunawa, maka hasilnya ini dibagi dengan jumlah penghuni yang ada di rusunawa. Diperoleh hasil bahwa pemakaian airnya adalah 0.231 m3/orang/hari atau 231 liter/orang/hari. Jumlah ini ternyata lebih besar daripada
40
standar kebutuhan air yang ada untuk penghuni asrama yang telah tercantum pada Tabel 1. Pemakaian air ini hampir dua kali lipat dari standar tersebut yang sebesar 120 liter/orang/hari. Besarnya pemakaian air ini yang melebihi standar dari pemakaian air yang ada, bergantung pada kondisi di lapangan. Penulis berpendapat hal ini bisa saja terjadi dikarenakan mahasiswa asrama TPB telah membayar biaya tinggal di asrama selama satu tahun penuh terlebih dahulu di awal tahun ajaran. Sehingga menimbulkan kemungkinan bagi penghuni asrama untuk menggunakan air di asrama secara sepuasnya (boros) karena tidak harus membayar tiap bulan yang berdasarkan jumlah pemakaian ai secara riil di lapangan. Selain itu mungkin saja terjadinya kebocoran yang tidak tampak pada jaringan pipa distribusi. Kemudian dengan menggunakan data sampel ini, maka didapatkan standar pemakaian air yang baru bagi penghuni asrama mahasiswa di IPB. Sehingga pemakaian air aktual pada jalur asrama TPB, baik astra maupun astri bisa dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Total pemakaian air mahasiswa penghuni gedung astra dan astri TPB (0.231m3/orang/hari) Penghuni Pemakaian Air Tempat (orang) (m3/hari) Asrama Putra
1,361
314.39
Asrama Putri
1,686
389.47
Total
703.86
Dengan demikian besarnya pemakaian air aktual di jalur distribusi asrama TPB adalah 703.86 m3/hari.
4.3.3. Pemakaian Air Bersih Aktual Di Jalur Distribusi Menara Fahutan dan Menara Fapet Pengamatan pemakaian air dilakukan pada dua masa, yaitu pada masa liburan dan masa aktif kuliah. Pengamatan pada masa liburan dilakukan pada bulan Juli 2010 selama tiga hari berturut-turut, dimulai dari tanggal 13 hingga 15 Juli 2010. Meskipun pada masa ini dapat dikatakan sebagai masa liburan akademik, namun di kampus IPB Darmaga tetap saja masih ada beberapa kegiatan akademik di beberapa fakultas seperti semester pendek, kegiatan matrikulasi mahasiswa TPB dan kegiatan penelitian, serta kegiatan perkantoran di masing-masing fakultas maupun gedung rektorat, sehingga produksi dan pemakaian air bersih tetap saja ada. Pengamatan ini dilakukan di dua jalur distribusi air bersih secara langsung dan bersamaan yaitu pemakaian air pada menara induk Fahutan dan menara induk Fapet. Total pemakaian air pada menara induk Fahutan selama tiga hari berturut turut adalah 1,002.30 m3; 1,017.10 m3; dan 960.80 m3 dengan rata-rata pemakaiannya adalah 993.40 m3/hari. Sedangkan pada menara induk Fapet selama tiga hari berturut-turut adalah 841.20 m3; 785.20 m3; 812.00 m3 dengan rata-rata pemakaiannya adalah 812.8 m3/hari (lihat Lampiran 1). Bila dibandingkan antara pemakaian pada menara induk Fahutan dengan menara induk Fapet, maka akan terlihat bahwa pemakaian pada menara induk Fahutan lebih besar hal ini memang disebabkan karena pada jalur menara induk Fahutan lebih banyak terdapat unit-unit
41
pemakaian air. Grafik pemakaian air bersih pada menara induk Fahutan dan Fapet selama tiga hari dapat dilihat pada Gambar 19 hingga Gambar 21. Selama tiga hari pengamatan dari tanggal 13 hingga 15 Juli 2010, pemakaian air tertinggi (peak time) pada menara induk Fahutan terjadi antara pemakaian pukul 09.00 - 10.00 dengan volume pemakaian air yang tertinggi mencapai 137.20 m3 (lihat Gambar 19). Sedangkan pada menara induk Fapet volume pemakaian air tertinggi mencapai 98.80 m3 (Gambar 20), dengan peak time yang bervariasi yaitu antara pemakaian pukul 07.00 – 08.00 dan pukul 08.00 – 09.00 (lihat Gambar 19 hingga 21). Kemudian pada jalur menara induk Fahutan pemakaian air rata-rata perjamnya dalam satu hari adalah 82.78 m3, hasil ini diperoleh dari rata-rata pemakaian aktual pada jalur distribusi menara Fahutan selama masa liburan yang sebesar 993.40 m3/hari dibagi 12 jam. Angka ini merupakan penentu apakah pemakaian air pada jam tersebut tergolong tinggi atau rendah, bila angka yang terbaca oleh meteran lebih besar dari 82.78 m3 maka pemakaian air tergolong tinggi demikian pula sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut maka pada jalur menara Fahutan pemakaian yang dapat dikatakan tinggi terjadi dari pukul 8.00 hingga pukul 13.00, sehingga pada jam-jam tersebut suplai air dari WTP Cihideung menuju menara Fahutan tidak boleh terganggu karena akan menyebabkan kekurangan pasokan air pada setiap unit pemakaian. Pada pukul 14.00 hingga pukul 16.00 pemakaiannya bervariasi bisa tinggi atau rendah, hal ini mungkin dipengaruhi oleh jadwal kegiatan perkuliahan yang berbeda tiap harinya sehingga jenis kegiatannya pun berbeda.
Menara Fahutan Menara Fapet
: 1,017.10 m3/hari : 841.20 m3/hari
Gambar 19. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 13 Juli 2010 (masa liburan)
42
Menara Fahutan Menara Fapet
: 1,002.30 m3/hari : 785.20 m3/hari
Gambar 20. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 14 Juli 2010 (masa liburan)
Menara Fahutan Menara Fapet
: 960.80 m3/hari : 841.20 m3/hari
Gambar 21. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 15 Juli 2010 (masa liburan)
43
Pola pemakaian air pada jalur menara Fapet sangat berbeda bila dibandingkan dengan menara Fahutan. Pada jalur menara Fapet pemakaian air rata-rata perjamnya dalam satu hari adalah 67.73 m3, sehingga pemakaian air yang tergolong tinggi terjadi pada pukul 08.00 sampai pukul 13.00 dan sisanya dari pukul 14.00 hingga pukul 16.00 bervariasi. Hal yang unik terjadi di menara Fapet pada pengamatan tanggal 15 Juli, dari Gambar 21 terlihat pemakaian air dari jam 17.00 hingga jam 18.00 adalah nol. Hal ini terjadi karena tidak adanya suplai dari WTP Cihideung ke menara Fapet atau dengan kata lain suplai dari WTP ke menara dimatikan. Selanjutnya pemantauan pemakaian air bersih secara aktual dilakukan kembali pada tanggal 21 hingga 23 September 2010 (masa aktif perkuliahan). Di mana pada masa tersebut semua kegiatan akademik dan perkantoran sudah dilaksanakan secara penuh, sehingga diharapkan pemakaian air yang terpantau lebih tinggi daripada hasil pada masa liburan. Berdasarkan grafik pada Gambar 22 hingga gambar 24, memang pemakaian air pada masa aktif perkuliahan lebih tinggi daripada masa liburan, hanya angkanya serta pola pemakaiannya tidak jauh berbeda dengan masa liburan. Pemakaian air pada menara induk Fahutan dari tanggal 21 hingga 23 September 2010 secara berturut-turut adalah 1,020.50 m3; 1,100.90 m3; dan 1,091.40 m3 dengan rata-rata pemakaiannya adalah 1,070.93 m3/hari. Sedangkan pada menara induk Fapet selama tiga hari berturut-turut adalah 890.00 m3; 889.20 m3; dan 887.30 m3 dengan rata-rata pemakaiannya adalah 888.83 m3/hari (lihat Lampiran 2). Grafik pemakaian air bersih pada menara induk Fahutan dan Fapet selama tiga hari (masa aktif perkuliahan) dapat dilihat pada Gambar 22 hingga Gambar 24. Peak time di jalur distribusi menara induk Fahutan bisa terjadi pada saat pemakaian air dari pukul 08.00 - 09.00 atau dari pukul 09.00 - 10.00 dengan volume pemakaian tertinggi mencapai 132.00 m3 (lihat Gambar 22 hingga 24). Sedangkan untuk jalur menara Fapet peak time bervariasi yaitu pada pagi hari antara pukul 8.00 hingga pukul 9.00, pada siang hari pemakaian air dari pukul 11.00 hingga 12.00 dan ada juga dari pukul 13.00 hingga 14.000, dengan volume pemakaian tertinggi yang tercatat mencapai 121.00 m3 (Gambar 22)
Menara Fahutan Menara Fapet
: 1,020.50 m3/hari : 890.00 m3/hari
Gambar 22. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 21 September 2010
44
Menara Fahutan Menara Fapet
: 1,100.90 m3/hari : 889.20 m3/hari
Gambar 23. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 22 September 2010
Menara Fahutan Menara Fapet
: 1,091.40 m3/hari : 887.30 m3/hari
Gambar 24. Grafik pemakaian air bersih aktual pada tanggal 23 September 2010
45
Berdasarkan pembahasan pada sub-bab 4.3.1 hingga 4.3.3, maka dapat diketahui total pemakaian air bersih secara aktual di kampus IPB Darmaga. Besarnya adalah 3,566.62 m3/hari. Hasil ini berdasarkan jumlah pemakaian air yang ada pada empat jalur distribusi, yaitu jalur perumdos sebesar 903 m3/hari, jalur asrama TPB 703.86 m3/hari, jalur menara Fahutan 1,070.93 m3/hari, dan jalur menara Fapet 888.83 m3/hari.
4.4
Head Loss
Perhitungan besarnya nilai head loss hanya akan dilakukan dari WTP Cihideung hingga menara Fahutan. Skema jalur pipa dari WTP Cihideung hingga menara Fahutan dapat dilihat pada Gambar 25. Panjang pipa dari titik A (rumah pompa WTP Cihideung) hingga ke O (menara Fahutan) adalah 1560 m (lihat lampiran 9) dengan diameter pipa adalah 6 inci atau sama dengan 152 mm yang terbuat dari besi tuang. Pompa distribusi dari WTP Cihideung berdaya 30 hp atau 22 kw dan mampu menghasilkan debit air 70 m3/jam atau 0.0194 m3/s dan suhu air rata-rata adalah 28 0C. Tampak dari gambar jumlah belokan 90O adalah lima buah (B, E, G, L, dan N) sedangkan jumlah belokan 450 adalah delapan buah (C, D, F, H, I, J, K, dan M). Ditetapkan nilai K untuk belokan 90 0 adalah 0.75 dan nilai K untuk belokan 450 adalah 0.45 (lihat tinjauan pustaka halaman 13). Dengan informasi tersebut maka dapat dicari besarnya head loss (hL) dengan persamaan 6.
Gambar 25. Jalur pipa transmisi dari WTP Cihideung hingga ke menara Fahutan. Terlebih dahulu dicari besarnya kecepatan aliran air V, yaitu: A= =
2
1 D
4
1 4
3.14 0.152 2 = 0.018 m2
V = Q/A =
0.0194
= 1.078 m/s
0.018
46
Kemudian mencari besarnya viskositas kinematik air pada suhu 28 0C, agar bilangan Reynold dapat dicari. Cara mencarinya dengan menggunakan interpolasi dari Tabel 3. Suhu
Kekentalan Kinematik (m2/s)
C (0F)
(harga tabel x 10-6)
0
Interpolasi:
26.7 (80)
0.864
32.2 (90)
0.767
28 26.7 v 0.864 32.2 26.7 0.767 0.864 1.3 v 0.864 5 .5 0.097 v 0.864 0.023 v v
2
0.841 x 10 -6 m /s 8.41 x 10 -5 m2/s
Setelah nilai viskositas kinematik air didapat, maka bilangan Reynold dapat dicari dengan persamaan 4, maka: VD Re v 1.078 x 0.152 8.41 x 10-5 1.95 x 10 5 Mencari kekasaran relatif ( / D) , di mana material pipa yang digunakan adalah besi tuang maka besarnya nilai adalah 0.25mm (lihat Tabel 3) dan diameter pipa adalah 152 mm. Jadi kekasaran relatifnya adalah: 0.25 Kekasaran relatif ( / D) = 152 = 0.0016 Mencari nilai faktor gesekan
dengan cara memplotkan nilai Re yang didapat yaitu 1.95 x 105 dan
nilai kekasaran relatif ( / D ) sebesar 0.0016 ke dalam diagram Moody (lihat Gambar 26), sehingga diperoleh nilai f = 2.3 x 10-2 = 0.023 Mencari hL dengan persamaan (6) maka:
h L Total
(f
L D
(0.023
belokan 45 0 x K 450 1560 0.152
belokan 90 0 x K 900 )
8 x 0.45 5 x 0.75)(
V2 2g
1.0782 ) 2 x 9.8
14 m
47
48
Sumber: Linsley & Franzini, 1985
Gambar 26. Penentuan nilai koefisien gesekan ƒ dengan diagram Moody
Jadi besarnya head loss yang terjadi pada jalur pipa transmisi dari A ke O adalah 14 m, artinya head loss ini setara dengan penurunan tinggi kolom air sebesar 14 m atau penurunan tekanan sebesar 1.4 kg/cm2. Head loss di atas hanya memperhitungkan pipa jika dalam kondisi lurus tanpa tanjakan ataupun turunan, dengan kata lain tanpa memperhitungkan beda elevasi antara WTP dengan menara Fahutan. Head loss dapat diartikan sebagai kehilangan tekanan ataupun kehilangan energi, maka pencarian nilai head loss ini bertujuan untuk mencari besarnya energi yang diperlukan agar mampu mengatasi kehilangan tersebut sehingga mampu mengalirkan air dengan jumlah yang diinginkan. Sehingga dibutuhkan pula perhitungan lengkap dengan memperhitungkan beda elevasi agar didapatkan head pompa yang kemudian dapat dicari besarnya daya pompa yang dibutuhkan. Selanjutnya setelah mendapatkan besarnya total head loss pada pipa transmisi dari A ke O, maka dapat dicari besarnya head pompa transmisi dengan menggunakan persamaan Bernoulli (persamaan 1). Di mana untuk ZA diasumsikan 0 dan untuk ZO adalah 41 m yang diperoleh dari pengukuran menggunakan autolevel sebesar 16 m dan ditambah dengan tinggi menara 25 m, kemudian untuk
pA
dan
pO diasumsikan bernilai 0 karena tidak adanya tekanan yang bekerja,
serta besarnya kecepatan aliran di sepanjang penampang diasumsikan seragam. Berdasarkan hal tersebut maka perhitungannya menjadi sebagai berikut: 2 p A V A2 pO VO zA h P zO hL 2g 2g
0 0
V A2 2g
VO2 h P 41 0 14 2g
0 0 hP 41 0 14 hP 55 m Dengan head pompa sebesar 55 m, maka dapat dicari besarnya energi yang dibutuhkan, yaitu menggunakan persamaan 1:
P
P
g hp Q 1000
1000 x 9.8 x 55 x 0.0194 1000
P 10.46 kw Besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi head tersebut adalah minimal 10.46 kw. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pompa transmisi yang digunakan berdaya 22 kw. Ini berarti sudah cukup untuk mengalirkan air dari WTP hingga ke menara Fahutan. Diketahui pompa transmisi berkapasitas 22 kw dan menghasilkan debit 70 m3/jam, maka besarnya head pompa h p adalah:
P
ρgh p Q
22000 1000 x 9.8 x h p x 0.0194 hp
22000 1000 x 9.8 x 0.0194
h p 115 m
49
Dengan memakai pompa berdaya 20 kw, maka pompa tersebut dapat mengatasi head loss yang terjadi hingga maksimal 115 m. Kemudian untuk memperkecil head loss yang terjadi pada jaringan pipa, yang dapat dilakukan adalah dengan mengganti dengan pipa yang baru, di mana permukaan dalam pipa masih halus atau koefisien gesekkannya kecil, atau bisa juga dengan meminimumkan jumlah belokkan pada jaringan pipa.
4.5
Kebocoran Pada Distribusi Air
Di dalam pendistribusian air bersih dari menara air hingga ke keran-keran konsumen, tidak dapat dipungkiri lagi pasti terjadi kebocoran air. Kebocoran yang terjadi merupakan jenis kebocoran fisik. Kebocoran ini terjadi karena pipa yang bocor, yang disebabkan karena kondisi pipa yang sudah tua atau juga karena beberapa jenis tanah yang bersifat korosif terhadap pipa, sehingga mempercepat kerusakan pada pipa. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilaksanakan tanggal 31 Juli 2010, tingkat kebocoran air untuk jalur menara air Fahutan mencapai 88 hingga 90 liter/menit dalam satu harinya. Tabel 12. Hasil pengukuran debit kebocoran air pada jalur distribusi menara Fahutan Waktu Volume Debit kebocoran No 3 3 (menit) Terbaca (m ) (m /jam) (liter/menit) 1
5
0.45
5.40
90
2
5
0.44
5.28
88
3
5
0.44
5.28
88
Pengukuran ini dilakukan pada malam hari pukul 22.00, dengan asumsi tidak adanya pemakaian air di keran-keran konsumen pada jam tersebut. Sebelumnya menara air terlebih dahulu diisi dengan air dari WTP Cihideung dengan menutup keran utama distribusi ke gedung-gedung fakultas. Setelah air di menara dirasa cukup untuk dilakukan pengukuran, maka keran distribusi dibuka, agar mengalir melalui pipa-pipa distribusi ke gedung-gedung fakultas. Kemudian dilakukan pembacaan terhadap meteran air utama yang ada di menara air Fahutan, karena pengukuran dilakukan pada malam hari dengan asumsi tidak adanya pemakaian air di gedung-gedung fakultas, maka angka yang terbaca pada meteran air tersebut merupakan kebocoran air yang terjadi pada pipa jalur distribusi. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dengan masing-masing pengukuran selama lima menit. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 12. Dari data tersebut maka jumlah volume air bersih yang hilang karena kebocoran bisa mencapai 64.8 m3/hari (dalam satu hari terjadi dua belas jam pendistribusian air dari menara air Fahutan). Pemakaian air bersih rata-rata dalam sehari dari menara induk Fahutan bisa mencapai 1,070.93 m3, dari angka tersebut maka tingkat kebocoran pada jalur distribusi menara Fahutan mencapai 6.05%. Angka ini tergolong kecil karena kurang dari 10%, namun meskipun kecil kebocoran ini tetap akan menimbulkan kerugian karena air bersih tersebut adalah air olahan yang untuk pengolahannya saja memerlukan biaya. Berarti kebocoran yang dibiarkan terus menerus sama saja pemborosan keuangan. Selain terjadi kebocoran fisik, sering terjadi pula air bersih yang terbuang percuma pada tampungan air yang terdapat di kandang ternak Fapet karena tidak adanya kesadaran pengurus kandang untuk mematikan keran air pada tampungan yang telah penuh. Sehingga hal ini juga dapat dihitung sebagai kehilangan atau kebocoran air administrasi, yaitu kebocoran air yang disebabkan pemakaian yang tidak sesuai peruntukkannya.
50
4.6
Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas
Sistem pengolahan air bersih akan selalu terdiri dari tiga komponen penyusunnya, yaitu sistem produksi, sistem distribusi, dan juga manajemen kebutuhan. Ketiga komponen ini harus bekerja dengan baik agar tercapainya kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang diinginkan. Pada akhirnya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas ini merupakan indikator baik atau buruknya suatu sistem pengolahan air bersih yang bertujuan melayani kebutuhan air konsumennya, yang dalam hal ini adalah seluruh civitas akademik IPB, baik itu dosen, mahasiswa, ataupun pegawainya. Kualitas air sungai sebagai bahan baku harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air sedangkan kualitas air bersih hasil olahan juga harus sesuai dengan Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Berdasarkan hasil dari Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, uji kualitas air baku maupun hasil olahan di IPB menunjukkan nilai yang masih memenuhi persyaratan, detail dari uji kualitas tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran, yaitu Lampiran 3 hingga 8. Kuantitas air yang dibutuhkan oleh civitas akademik IPB Darmaga adalah 3,566.62 m3/hari. Ini didapatkan dari jumlah pemakaian air yang terdapat pada empat jalur distribusi, yaitu jalur perumdos sebesar 903 m3/hari, jalur asrama TPB 703.86 m3/hari, jalur menara induk Fahutan 1,070.93 m3/hari dan jalur menara induk Fapet sebesar 888.83 m3/hari. Bila dibandingkan dengan kemampuan memproduksi air bersih yang dimiliki oleh WTP di IPB yang sebesar 4,471.75 m3/hari dengan kebutuhannya, maka pelayanan kebutuhan air di IPB mencukupi. Kejadian sering tidak adanya air di beberapa gedung perkuliahan pada pada sore harinya, lebih disebabkan oleh faktor non-teknis. Seperti tertutupnya valve dari tampungan air yang ada di gedung, sehingga air tidak mengalir menuju kerankeran pemakaian. Kontinuitas yang dimaksudkan dalam hal ini adalah ketersediaan jumlah air yang dibutuhkan oleh pengguna atau konsumen setiap saat yang harus selalu tersedia (24 jam). Namun untuk saat ini hal tersebut belum dapat dipenuhi, karena masih adanya kebocoran pada jaringan pipa distribusi. Sehingga terkadang jam pelayanan air yang dimulai dari pukul 06.00 – 18.00, harus lebih awal dihentikan guna mengurangi jumlah air yang terbuang sia-sia dengan asumsi pada sore hari kegiatan pendidikan yang memerlukan air bersih sudah berkurang. Sehingga hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menambah jumlah tampungan air yang ada di masing-masing gedung, agar mememiliki cadangan air pada malam air walaupun WTP sudah tidak lagi mensuplai air ke menara induk. Selain itu bisa juga memanfaatkan air tanah dengan menggunakan pompa air pada masing-masing gedung, sehingga diharapkan setiap gedung dapat memenuhi kebutuhan airnya di malam hari ataupun saat suplai air dari WTP mengalami gangguan.
51
V.
5. 1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1) Kebutuhan air bersih bagi civitas akademik di IPB secara prediksi dapat mencapai 2,670.84 m3/hari, sedangkan pemakaian air bersih secara aktualnya bisa mencapai 3,566.62 m3/hari. Ini menandakan pemakaian air di IPB memang sangat besar bila dibandingkan dengan standar kebutuhannya. Sedangkan total kapasitas produksi air bersih di IPB adalah 4,471.75 m3/hari yang sebenarnya sudah mencukupi kebutuhan air para civitas akademiknya. 2) Jam puncak pemakaian air untuk di jalur menara Fahutan terjadi pada pukul 09.00 hingga pukul 10.00 dengan pemakaian tertinggi bisa mencapai 137 m3/jam, sedangkan untuk di jalur menara Fapet jam puncak terjadi pukul 11.00 hingga pukul 12.00 dengan pemakaian puncak tertinggi adalah 121 m3/jam. 3) Besarnya head loss yang terjadi pada transmisi dari WTP Cihideung menuju menara Fahutan adalah 14 m. Head pompa transmisi adalah 55 m. Kebocoran air yang terjadi pada jalur distribusi menara Fahutan adalah 88 - 90 liter/jam atau 64.8 m3/hari. Besarnya tingkat kebocoran ini adalah 6.05 %. 4) Pemenuhan kebutuhan air bersih di IPB menggunakan air Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus sebagai air baku. Terdapat dua tempat pengolahan air yaitu WTP Ciapus dan WTP Cihideung. WTP Ciapus memiliki dua unit pengolahan yaitu WTP unit 1 untuk pelayanan air di perumahan dosen, asrama Silvasari, Asrama Silvalestari, Asrama Putri Darmaga, Amarilis, dan GOR Lama IPB. Sedangkan WTP Ciapus 2 khusus melayani Asrama Putra dan Putri TPB IPB. Saat ini WTP Cihideung memiliki lima unit pengolahan dan semuannya unit tersbut melayani pemakaian air di gedung-gedung fakultas, kandang-kandang ternak, Rusunawa, GWW, dan Rumah Sakit Hewan IPB. Sistem pendistribusian air bersih ke unit-unit pemakaian menggunakan sistem gravitasi.
5. 2 Saran 1) Perlu pemasangan meteran air yang berfungsi dengan baik pada tiap-tiap gedung agar pemakaian air dapat terpantau dengan jelas. 2) Kebocoran air yang ada harus segera diperbaiki dan juga perlu adanya kesadaran bersama di tingkat konsumen dalam pemanfaatan air agar pemakaian air tidak terbuang percuma. 3) Pengawasan terhadap pengoperasian air yang ada di gedung-gedung fakultas perlu ditingkatkan oleh masing-masing badan pengurus rumah tangga yang ada di fakultas, agar tidak terjadi kasus kelangkaan air bersih hanya karena tidak terbukanya katup air yang ada di gedung fakultas padahal WTP tetap berproduksi.
52
DAFTAR PUSTAKA
Ariansyah A. 2009. Tinjauan Sistem Jaringan Pipa Distribusi Air Bersih Di Kelurahan Talang Betutu Palembang. Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna. 1990. Manajemen Air. Puslitbang Fisika Terapan – LIPI. Jawa Barat. Cow VT. 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Rosalina EVN. Erlangga. Jakarta. Terjemahan Dari: Open-Channel Hydraulics. Dake JMK. 1985. Hidrolika Teknik. Tachyan EP, Pangaribuan YP. Erlangga. Jakarta. Terjemahan Dari: Essential of Engineering Hydraulics, 2nd Edition. Giles RV. 1996. Teori dan Soal-soal: Mekanika Fluida dan Hidraulika Edisi Kedua (SI-Metrik). Soemitro HW. Erlangga. Jakarta. Terjemahan Dari: Theory and Problems of Fluid Mechaninics and Hydraulics (SI-Metric) 2nd Edition. Kodoatie RJ, Sjarief R. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu (Edisi Revisi). Penerbit Andi. Yogyakarta. Linsley RK, Franzini JB. 1985. Teknik Sumberdaya Air Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta. Muliyani H. 2009. Perencanaan Jaringan Pipa Distribusi Air Bersih Di Perumahan Arisma Sejahtera Jl. Soak-Palembang. Politeknik Negeri Sriwijaya: Palembang. Noerbambang SH, Morimura T. 1991. Perancangan Dan Pemeliharaan Sistem Plambing. PT. Pertja. Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 82. 1990. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990. Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Reksohadiprodjo S.1998.Pakan Ternak Gembala. BPFE. Yogyakarta Sariwati E. 2010. Analisis Beban Pencemaran Sungai Cihideung Sebagai Bahan Baku Pengolahan Air Di Kampus IPB Darmaga, Tesis. Pasca Sarjana IPB. Bogor. Suprihatin, Romli M. 2001. Desain/Optimasi Proses Pengolahan Air Sungai Cihideung Untuk Memenuhi Keperluan Air Bersih IPB. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
53
Suprihatin, Romli M. 2002. Standard Operational Procedure (SOP), dan Sistem Monitoring dan Record. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutrisno, Totok C. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Sinar Tirta Bening. 2010. Water Treatment Plant Kapasitas 36 m3/Jam. PT. Sinar Tirta Bening. Jakarta. Streeter VL, Wylie EB. 1991. Mekanika Fluida Edisi Delapan (Jilid 1). Prijono A. Erlangga. Jakarta. Terjemahan Dari: Fluid Mechanics, Eight Edition. Streeter VL, Wylie EB. 1991. Mekanika Fluida Edisi Delapan (Jilid 2). Prijono A. Erlangga. Jakarta. Terjemahan Dari: Fluid Mechanics, Eight Edition. Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta. Triatmodjo B. 2008. Hidrologi Terapan. UGM, Yogyakarta. Wilson EM. 1993. Hidrologi Teknik. Hadiwidjoyo P. ITB. Bandung. Terjemahan Dari: Engineering Hydrology. Wiyono A. 2000. Pengembangan Sumber Daya Air. ITB: Bandung.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur Menara Fahutan Hari/ Tgl
No
Jam
Meteran terbaca
Ketinggian Air Di Menara
(m3)
(m3)
Air
Keterangan
Terpakai (m3)
1
6:00
1,412,234.60
1.00
2
7:00
1,412,255.40
1.61
20.80
3
8:00
1,412,359.75
1.10
104.35
4
9:00
1,412,454.10
1.30
94.35
2 pompa
5
10:00
1,41,2591.30
1.88
137.20
2 pompa
6
11:00
1,412,711.20
2.50
119.90
2 pompa
7
12:00
1,412,831.00
1.60
119.80
8
13:00
1,412,937.10
1.10
106.10
9
14:00
1,413,006.80
1.25
69.70
10
15:00
1,413,113.90
1.45
107.10
11
16:00
1,413,190.80
1.25
76.90
12
17:00
1,413,215.80
1.90
25.00
13
18:00
1,413,236.90
1.78
21.10
Sub Total
_
2 pompa
1,002.30
Pemakaian air rata-rata tiap jam Selasa. 13 Juli 2010
Volume
83.52 Menara Fapet
No
Jam
Meteran terbaca (m3)
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
1
6:00
966,165.30
-
2
7:00
966,220.00
54.70
3
8:00
966,310.50
90.50
4
9:00
966,406.00
95.50
5
10:00
966,494.50
88.50
6
11:00
966,576.10
81.60
7
12:00
966,658.00
81.90
8
13:00
966,734.00
76.00
9
14:00
966,799.50
65.50
10
15:00
966,861.50
62.00
11
16:00
966,923.60
62.10
12
17:00
966,987.90
64.30
13
18:00
967,006.50
18.60
Sub Total Pemakaian air rata-rata tiap jam
Keterangan
841.20 70.10
Keterangan: Pada jam-jam puncak, di menara induk Fahutan mendapat suplai dari 2 pompa yaitu dari WTP Cihideung dan GWT, pompa dari GWT dinyalakan secara manual. Sedangkan untuk di menara induk Fapet suplai dari GWT secara otomatis.
56
Lampiran 1. Kebutuhan air kampus IPB Dramaga saat libur (lanjutan 1) Menara Fahutan Hari/ Tgl
No
Jam
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
(m3)
Meteran terbaca
1
6:00
1,413,340.00
1.90
-
2
7:00
1,413,380.00
2.25
40.00
3
8:00
1,413,476.90
1.60
96.90
4
9:00
1,413,586.00
1.25
109.10
2 pompa
5
10:00
1,413,704.60
2.10
118.60
2 pompa
6
11:00
1,413,809.40
3.00
104.80
2 pompa
7
12:00
1,413,908.80
2.40
99.40
8
13:00
1,414,011.40
1.65
102.60
9
14:00
1,414,117.60
1.50
106.20
10
15:00
1,414,207.60
1.85
90.00
11
16:00
1,414,298.20
1.35
90.60
12
17:00
1,414,339.50
1.60
41.30
13
18:00
1,414,357.10
1.40
17.60
Sub Total
2 pompa
1,017.10
Pemakaian air rata-rata tiap jam Rabu. 14 Juli 2010
Keterangan
84.76
Menara Fapet No
Jam
Meteran terbaca 3
(m )
Ketinggian Air Di Menara 3
(m )
Volume Air
Keterangan
Terpakai (m3)
6:00
967,006.5
-
2
7:00
967,023.5
17.00
3
8:00
967,122.3
98.80
4
9:00
967,209.3
87.00
5
10:00
967,280.3
71.00
6
11:00
967,362.7
82.40
7
12:00
967,440.4
77.70
8
13:00
967,508.4
68.00
9
14:00
967,585.5
77.10
10
15:00
967,649.3
63.80
11
16:00
967,718.8
69.50
12
17:00
967,781.2
62.40
13
18:00
967,791.7
10.50
1
Sub Total Pemakaian air rata-rata tiap jam
785.20 65.43
57
Lampiran 1. Kebutuhan air kampus IPB Dramaga saat libur (lanjutan 2) Menara Fahutan Hari/ Tgl
No
Jam
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
(m3)
Meteran terbaca
1
6:00
1,414,398.70
1.00
-
2
7:00
1,414,449.20
1.10
50.50
3
8:00
1,414,537.90
1.00
88.70
2 pompa
4
9:00
1,414,623.60
1.50
85.70
2 pompa
5
10:00
1,414,745.00
1.45
121.40
2 pompa
6
11:00
1,414,855.50
2.30
110.50
2 pompa
7
12:00
1,414,969.30
2.15
113.80
8
13:00
1,415,060.80
1.40
91.50
9
14:00
1,415,143.80
1.10
83.00
10
15:00
1,415,214.30
1.08
70.50
11
16:00
1,415,283.20
1.10
68.90
12
17:00
1,415,333.30
1.45
50.10
13
18:00
1,415,359.50
1.15
Sub Total
26.20 960.80
Pemakaian air rata-rata tiap jam Kamis. 15 Juli 2010
Keterangan
80.07
Menara Fapet No
Jam
Meteran terbaca (m3)
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
1
6:00
967,813.00
-
2
7:00
967,867.60
54.60
3
8:00
967,957.50
89.90
4
9:00
968,042.70
85.20
5
10:00
968,120.00
77.30
6
11:00
968,207.70
87.70
7
12:00
968,282.50
74.80
8
13:00
968,358.70
76.20
9
14:00
968,431.50
72.80
10
15:00
968,506.30
74.80
11
16:00
968,571.50
65.20
12
17:00
968,625.00
53.50
13
18:00
968,625.00
0.00
Sub Total Pemakaian air rata-rata tiap jam
Keterangan
812.00 67.67
58
Lampiran 2. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat berkegiatan penuh Menara Fahutan Hari/ Tgl
No
Jam
Meteran terbaca
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
(m3)
1
6:00
1,464,819.00
1.15
-
2
7:00
1,464,844.25
1.60
25.25
3
8:00
1,464,940.00
1.20
95.75
4
9:00
1,465,058.40
1.70
118.40
2 pompa
5
10:00
1,465,179.50
2.50
121.10
2 pompa
6
11:00
1,465,290.00
3.10
110.50
2 pompa
7
12:00
1,465,394.50
2.30
104.50
8
13:00
1,465,501.25
1.50
106.75
9
14:00
1,465,592.25
91.00
10
15:00
1,465,662.00
69.75
11
16:00
1,465,735.80
73.80
12
17:00
1,465,801.70
65.90
13
18:00
1,465,839.50
37.80
Sub Total Selasa. 21 September 2010
Keterangan
1,020.50
Pemakaian air rata-rata tiap jam
85.04
Menara Fapet N o
Jam
Meteran terbaca (m3)
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
1
0:00
1,011,478.00
-
2
7:00
1,011,547.00
69.00
3
8:00
1,011,643.00
96.00
4
9:00
1,011,722.00
79.00
5
10:00
1,011,811.00
89.00
6
11:00
1,011,862.00
51.00
7
12:00
1,011,983.00
121.00
8
13:00
1,012,042.00
59.00
9
14:00
1,012,101.00
59.00
10
15:00
1,012,172.00
71.00
11
16:00
1,012,252.00
80.00
12
17:00
1,012,328.00
76.00
13
18:00
1,012,368.00
40.00
Sub Total Pemakaian air rata-rata tiap jam
Keterangan
890.00 74.17
Keterangan: Pada jam-jam puncak, di menara induk Fahutan mendapat suplai dari 2 pompa yaitu dari WTP Cihideung dan GWT, pompa dari GWT dinyalakan secara manual. Sedangkan untuk di menara induk Fapet suplai dari GWT secara otomatis.
59
Lampiran 2. Kebutuhan air kampus IPB Dramaga saat berkegiatan penuh (lanjutan 1) Menara Fahutan Hari/ Tgl
No
Jam
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
(m3)
Meteran terbaca
1
6:00
1,465,841.90
1.10
-
2
7:00
1,465,891.40
1.30
49.50
3
8:00
1,465,978.00
1.10
86.60
2 pompa
4
9:00
1,466,110.00
1.75
132.00
2 pompa
5
10:00
1,466,232.00
2.40
122.00
2 pompa
6
11:00
1,466,347.10
3.10
115.10
7
12:00
1,466,465.20
2.00
118.10
8
13:00
1,466,577.50
1.30
112.30
9
14:00
1,466,677.10
10
15:00
1,466,741.80
1.10
64.70
11
16:00
1,466,816.80
1.10
75.00
12
17:00
1,466,887.30
1.10
70.50
13
18:00
1,466,942.80
1.00
55.50
99.60
Sub Total Rabu. 22 September 2010
Keterangan
1,100.90
Pemakaian air rata-rata tiap jam
91.74
Menara Fapet No
Jam
Meteran terbaca (m3)
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
1
6:00
1,012,374.50
-
2
7:00
1,012,446.00
71.50
3
8:00
1,012,527.20
81.20
4
9:00
1,012,628.00
100.80
5
10:00
1,012,715.00
87.00
6
11:00
1,012,787.00
72.00
7
12:00
1,012,878.50
91.50
8
13:00
1,012,962.30
83.80
9
14:00
1,013,025.70
63.40
10
15:00
1,013,104.50
78.80
11
16:00
1,013,166.10
61.60
12
17:00
1,013,230.40
64.30
13
18:00
1,013,263.70
33.30
Sub Total Pemakaian air rata-rata tiap jam
Keterangan
889.20 74.10
60
Lampiran 2. Kebutuhan air kampus IPB Dramaga saat berkegiatan penuh (lanjutan 2) Menara Fahutan Hari/ Tgl
No
Jam
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
(m3)
Meteran terbaca
1
6:00
1,466,967.40
1.00
-
2
7:00
1,467,015.30
1.10
47.90
3
8:00
1,467,087.70
1.10
72.40
4
9:00
1,467,212.00
1.40
124.30
2 pompa
5
10:00
1,467,339.60
2.00
127.60
2 pompa
6
11:00
1,467,462.20
2.70
122.60
2 pompa
7
12:00
1,467,568.70
2.90
106.50
8
13:00
1,467,665.10
2.00
96.40
9
14:00
1,467,768.40
1.25
103.30
10
15:00
1,467,850.70
1.10
82.30
11
16:00
1,467,921.20
1.10
70.50
12
17:00
1,467,988.20
67.00
13
18:00
1,468,058.80
70.60
Sub Total Kamis. 23 September 2010
Keterangan
1,091.40
Pemakaian air rata-rata tiap jam
90.95
Menara Fapet No
Jam
Meteran terbaca (m3)
Ketinggian Air Di
Volume Air
Menara
Terpakai
(m3)
(m3)
1
6:00
1,013,269.40
-
2
7:00
1,013,320.00
50.60
3
8:00
1,013,421.00
101.00
4
9:00
1,013,495.00
74.00
5
10:00
1,013,580.20
85.20
6
11:00
1,013,656.80
76.60
7
12:00
1,0137,52.50
95.70
8
13:00
1,013,782.50
30.00
9
14:00
1,0138,96.00
113.50
10
15:00
1,0139,65.00
69.00
11
16:00
1,014,047.00
82.00
12
17:00
1,014,114.50
67.50
13
18:00
1,014,156.70
42.20
Sub Total Pemakaian air rata-rata tiap jam
Keterangan
887.30 73.94
61
No
Lampiran 3. Kualitas air baku Ciapus (mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001) Baku Mutu Badan Air Hasil Parameter Satuan Kelas Kelas Kelas Metode Kelas I Pemeriksaan II III IV
Fisika 1
2
3
Temperatur Zat padat terlarut Zat padat tersuspensi
⁰C
-
-
-
-
mg/l
1,000
1,000
1,000
2,000
mg/l
50
50
400
400
-
6.0-9.0
6.0-9.0
6.0-9.0
5.0-9.0
2
3
6
12
APHA ed. 21th
Tidak
2550 B. 2005
dianalisa
APHA ed. 21th 2540 C. 2005 APHA ed. 21th 2540 D. 2005
22
120
Kimia Anorganik 4
pH
5
BOD
6
COD
mg/l
10
25
50
100
7
DO
mg/l
6
4
3
0
mg/l
0.2
0.2
1
5
8
Total Fosfat
APHA ed. 21th 4500-H+ B. 2005 APHA ed. 21th 5210 B. 2005 APHA ed. 21th 5220 C. 2005
7.43
27
57
APHA ed. 21th
Tidak
4500-OG. 2005
dianalisa
APHA ed. 21th 4500-P D. 2005
0.142
APHA ed. 20th 9
NO3-N
mg/l
10
10
20
20
4500-NO3 B.
0.450
1998 APHA ed. 20th 10
NH3-N
mg/l
0.5
-
-
-
4500-NH3 C.
<0.140
1998 11
12
13
14
Arsen (As) Kobalt (Co) Barium (Ba) Boron (B)
mg/l
0.05
-
1
1
mg/l
0.2
0.2
0.2
0.2
mg/l
1
-
-
-
mg/l
1
1
1
1
APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
<0.02
<0.025
<0.010
<0.010
62
Lampiran 3. Kualitas air baku Ciapus (mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001) (lanjutan 1) 15 Selenium APHA ed. 21th mg/l 0.01 0.05 0.05 0.05 <0.001 (Se) 3111 B. 2005 16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Kadmium (Cd) Khrom (VI) Tembaga (Cu) Besi (Fe) Timbal (Pb) Mangan (Mn) Air Raksa (Hg) Seng (Zn) Khlorida (CI) Sianida (CN) Flourida (F) Nitrit (NO2)
Sulfat (SO4) Khlorin Bebas (Cl2)
mg/l
0.01
0.01
0.01
0.01
mg/l
0.05
0.05
1
1
mg/l
0.02
0.02
0.2
0.2
mg/l
0.3
-
-
-
mg/l
0.03
0.03
1
1
mg/l
0.1
-
-
-
mg/l
0.001
0.002
0.002
0.005
mg/l
0.05
0.05
0.05
2
mg/l
-
600
-
-
mg/l
0.02
0.02
0.02
-
mg/l
0.5
1.5
1.5
-
sebagai H 2S
3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3500 Cr B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 4500-CI-B. 2005 APHA ed. 21th 3500 CN-. 2005 APHA ed. 21th 4500-F-D. 2005
<0.005
<0.211
<0.215
0.073
<0.030
<0.017
<0.001
<0.008
13
<0.001
<0.001
APHA ed. 21th mg/l
0.06
0.06
0.06
-
4500-NO2 B.
0.117
2005 APHA ed. 21th mg/l
400
-
-
-
4500 SO42-E.
2
2005 mg/l
0.03
0.03
0.03
-
mg/l
0.002
0.002
0.002
-
Belerang 30
APHA ed. 21th
APHA ed. 21th 4500-CI B. 2005 APHA ed. 21th 4500 S2-F. 2005
1.02
0.009
63
Lampiran 3. Kualitas air baku Ciapus (mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001) (lanjutan 2) Kimia Organik 31
Minyak dan Lemak
mg/l
1,000
1,000
1
-
-
APHA ed. 21th 5520 B. 2005 APHA ed. 21th
<1
32
Detergen
mg/l
0.2
0.2
0.2
33
Fenol
mg/l
0.001
0.001
0.001
100
1,000
2,000
2,000
MPN
500
1,000
5,000
10,000
10,000
MPN
8000
5540 C. 2005 APHA ed. 21th 5530. 2005
0.148
0.1169
Mikrobiologi 34
35
Fecal
Jumlah/100
Coliform
ml
Total
Jumlah/100
Coliform
ml
64
No
Lampiran 4. Kualitas air baku Cihideung (Mengacu Kepada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001) Baku Mutu Badan Air Hasil Parameter Satuan Kelas Kelas Kelas Metode Kelas I Pemeriksaan II III IV
Fisika 1
2
3
Temperatur Zat padat terlarut Zat padat tersuspensi
⁰C
-
-
-
-
mg/l
1,000
1,000
1,000
2,000
mg/l
50
50
400
400
-
6.0-9.0
6.0-9.0
6.0-9.0
5.0-9.0
2
3
6
12
APHA ed. 21th
Tidak
2550 B. 2005
dianalisa
APHA ed. 21th 2540 C. 2005 APHA ed. 21th 2540 D. 2005
58
18
Kimia Anorganik 4
pH
5
BOD
6
COD
mg/l
10
25
50
100
7
DO
mg/l
6
4
3
0
8
Total Fosfat
mg/l
0.2
0.2
1
5
APHA ed. 21th 4500-H+ B. 2005 APHA ed. 21th 5210 B. 2005 APHA ed. 21th 5220 C. 2005
7.31
23
66
APHA ed. 21th
Tidak
4500-OG. 2005
dianalisa
APHA ed. 21th 4500-P D. 2005
0.131
APHA ed. 20th 9
NO3-N
mg/l
10
10
20
20
4500-NO3 B.
0.577
1998 APHA ed. 20th 10
NH3-N
mg/l
0.5
-
-
-
4500-NH3 C.
<0.140
1998 11
Arsen (As)
mg/l
0.05
-
1
1
12
Kobalt (Co)
mg/l
0.2
0.2
0.2
0.2
13
Barium (Ba)
mg/l
1
-
-
-
14
Boron (B)
mg/l
1
1
1
1
mg/l
0.01
0.05
0.05
0.05
15
Selenium (Se)
APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
<0.02
<0.025
<0.010
<0.010
<0.001
65
Lampiran 4. Kualitas air baku Cihideung (Mengacu Kepada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001) (lanjutan 1) 16
17
18
Kadmium (Cd) Khrom (VI) Tembaga (Cu)
mg/l
0.01
0.01
0.01
0.01
mg/l
0.05
0.05
1
1
mg/l
0.02
0.02
0.2
0.2
19
Besi (Fe)
mg/l
0.3
-
-
-
20
Timbal (Pb)
mg/l
0.03
0.03
1
1
mg/l
0.1
-
-
-
mg/l
0.001
0.002
0.002
0.005
mg/l
0.05
0.05
0.05
2
mg/l
-
600
-
-
mg/l
0.02
0.02
0.02
-
mg/l
0.5
1.5
1.5
-
21
22
23
24
25
26
Mangan (Mn) Air Raksa (Hg) Seng (Zn) Khlorida (CI) Sianida (CN) Flourida (F)
APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3500 Cr B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 4500-CI-B. 2005 APHA ed. 21th 3500 CN-. 2005 APHA ed. 21th 4500-F-D. 2005
<0.005
<0.011
<0.015
0.412
<0.030
<0.017
<0.001
<0.008
16
0.002
0.032
APHA ed. 21th 27
Nitrit (NO2)
mg/l
0.06
0.06
0.06
-
4500-NO2 B.
0.178
2005 APHA ed. 21th 28
Sulfat (SO4)
mg/l
400
-
-
-
4500 SO42-E.
6
2005 29
30
Khlorin Bebas (Cl2) Belerang sebagai H2S
mg/l
0.03
0.03
0.03
-
mg/l
0.002
0.002
0.002
-
APHA ed. 21th 4500-CI B. 2005 APHA ed. 21th 4500 S2-F. 2005
1.36
0.001
66
Lampiran 4. Kualitas air baku Cihideung (Mengacu Kepada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001) (lanjutan 2)
Kimia Organik 31
Minyak dan Lemak
mg/l
1,000
1,000
1
-
-
APHA ed. 21th 5520 B. 2005 APHA ed. 21th
2
32
Detergen
mg/l
0.2
0.2
0.2
33
Fenol
mg/l
0.001
0.001
0.001
100
1,000
2,000
2,000
MPN
800
1,000
5,000
10,000
10,000
MPN
10000
5540 C. 2005 APHA ed. 21th 5530. 2005
0.033
0.498
Mikrobiologi 34
35
Fecal
Jumlah/100
Coliform
ml
Total
Jumlah/100
Coliform
ml
67
Lampiran 5. Kualitas air GWT Ciapus (mengacu pada Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990) Hasil No Parameter Satuan Standar Metode pemeriksaan A. Fisika 1
2
Bau Jumlah zat padat terlarut (TDS)
-
-
mg/l
1500
3
Kekeruhan
NTU
25
4
Rasa
-
-
5
Suhu
⁰C
6
Warna
PtCo
50
APHA ed. 21th 2150 B. 2005 APHA ed. 21th 2540 C. 2005 APHA ed. 21th 2130 B. 2005 APHA ed. 21th 2160 C. 2005
Tidak Berbau
88
0
Normal
Suhu udara ±
APHA ed. 21th 2550
Tidak
3⁰C
B. 2005
dianalisa
APHA ed. 21th 2120 C. 2005
12
B. Kimia a. Kimia Anorganik 1
Air raksa (Hg)
mg/l
0.001
2
Arsen (As)
mg/l
0.05
3
Besi (Fe)
mg/l
1.0
4
Fluorida (F)
mg/l
1.5
5
Kadmium (Cd)
mg/l
0.005
mg/l
500
mg/l
600
mg/l
0.005
mg/l
0.5
6
7
8
9
Kesadahan sebagai CaCO3 Klorida (CI) Kromium. 6+
Valensi 6 (Cr ) Mangan (Mn)
APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 4500F-D. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 2340 C. 2005 APHA ed. 21th 4500CI-B. 2005 APHA ed. 21th 3500 Cr. B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
<0.001
<0.002
<0.016
<0.001
<0.005
39.6
15
<0.011
<0.001
68
Lampiran 5. Kualitas Kes/Per./IX/1990) (lanjutan 1)
air
GWT
Ciapus
10
Nitrat (NO3)
mg/l
10
11
Nitrit (NO2)
mg/l
1.0
12
pH
-
6.5-9.0
13
Selenium (Se)
mg/l
0.01
14
Seng (Zn)
mg/l
15
15
Sianida (CN)
mg/l
0.1
16
Sulfat (SO4)
mg/l
400
17
Timbal (Pb)
mg/l
0.05
mg/l
0.5
(mengacu
pada
Permenkes
APHA ed. 20th 4500NO3 B. 1998 APHA ed. 20th 4500NO2 B. 1998 APHA ed. 21th 4500 H+ B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3500 CN-. 2005 APHA ed. 21th 4500 SO42-E. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
No.
416/Men.
3.98
0.001
6.55
<0.001
<0.008
<0.001
30
<0.030
b. Kimia organik 1
Detergen
2
Zat Organik
3
4
5
Pestisida Gol. Organo Fosfat Pestisida Gol. Organo Klorida Pestisida Gol. Organo Karbamat
10
APHA ed. 21th 5540 C. 2005 APHA ed. 21th 4500 KMnO4. 2005
mg/l
0
-
mg/l
0
-
mg/l
0
-
50
MPN
0.116
1 Tidak dianalisa Tidak dianalisa Tidak dianalisa
C. Mikrobiologik 1
MPN (Golongan
Per 100
Coliform)
ml
7
69
Lampiran 6. Kualitas air GWT Cihideung (mengacu pada Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990) Hasil No Parameter Satuan Standar Metode pemeriksaan A. Fisika 1
2
Bau Jumlah zat padat terlarut (TDS)
-
-
mg/l
1500
3
Kekeruhan
NTU
25
4
Rasa
-
-
5
Suhu
⁰C
6
Warna
PtCo
50
APHA ed. 21th 2150 B. 2005 APHA ed. 21th 2540 C. 2005 APHA ed. 21th 2130 B. 2005 APHA ed. 21th 2160 C. 2005
Tidak Berbau
68
0
Normal
Suhu udara ±
APHA ed. 21th 2550
Tidak
3⁰C
B. 2005
dianalisa
APHA ed. 21th 2120 C. 2005
8
B. Kimia a. Kimia Anorganik 1
Air raksa (Hg)
mg/l
0.001
2
Arsen (As)
mg/l
0.05
3
Besi (Fe)
mg/l
1.0
4
Fluorida (F)
mg/l
1.5
5
Kadmium (Cd)
mg/l
0.005
mg/l
500
mg/l
600
mg/l
0.005
mg/l
0.5
6
7
8
9
Kesadahan sebagai CaCO3 Klorida (CI) Kromium. 6+
Valensi 6 (Cr ) Mangan (Mn)
APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 4500F-D. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 2340 C. 2005 APHA ed. 21th 4500CI-B. 2005 APHA ed. 21th 3500 Cr. B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
<0.001
<0.002
0.146
0.185
<0.005
22.8
17
<0.011
<0.017
70
Lampiran 6. Kualitas air GWT Cihideung (mengacu pada Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990) (lanjutan 1) 10
Nitrat (NO3)
mg/l
10
11
Nitrit (NO2)
mg/l
1.0
12
pH
-
6.5-9.0
13
Selenium (Se)
mg/l
0.01
14
Seng (Zn)
mg/l
15
15
Sianida (CN)
mg/l
0.1
16
Sulfat (SO4)
mg/l
400
17
Timbal (Pb)
mg/l
0.05
mg/l
0.5
APHA ed. 20th 4500NO3 B. 1998 APHA ed. 20th 4500NO2 B. 1998 APHA ed. 21th 4500 H+ B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3500 CN-. 2005 APHA ed. 21th 4500 SO42-E. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
2.95
0.049
6.91
<0.001
0.027
0.001
11
<0.030
b. Kimia organik 1
Detergen
2
Zat Organik
3
4
5
Pestisida Gol. Organo Fosfat Pestisida Gol. Organo Klorida Pestisida Gol. Organo Karbamat
10
APHA ed. 21th 5540 C. 2005 APHA ed. 21th 4500 KMnO4. 2005
mg/l
0
-
mg/l
0
-
mg/l
0
-
50
MPN
0.079
1 Tidak dianalisa Tidak dianalisa Tidak dianalisa
C. Mikrobiologik 1
MPN (Golongan
Per 100
Coliform)
ml
11
71
Lampiran 7. Kualitas air kran asrama putra Kes/Per./IX/1990) No
Parameter
Satuan
Standar
-
-
mg/l
1500
(mengacu pada Permenkes No. 416/Men. Metode
Hasil pemeriksaan
A. Fisika 1
2
Bau Jumlah zat padat terlarut (TDS)
3
Kekeruhan
NTU
25
4
Rasa
-
-
5
Suhu
⁰C
6
Warna
PtCo
50
APHA ed. 21th 2150 B. 2005 APHA ed. 21th 2540 C. 2005 APHA ed. 21th 2130 B. 2005 APHA ed. 21th 2160 C. 2005
Tidak Berbau
110
0
Normal
Suhu udara ±
APHA ed. 21th 2550
Tidak
3⁰C
B. 2005
dianalisa
APHA ed. 21th 2120 C. 2005
7
B. Kimia a. Kimia Anorganik 1
Air raksa (Hg)
mg/l
0.001
2
Arsen (As)
mg/l
0.05
3
Besi (Fe)
mg/l
1.0
4
Fluorida (F)
mg/l
1.5
5
Kadmium (Cd)
mg/l
0.005
mg/l
500
mg/l
600
mg/l
0.005
mg/l
0.5
6
7
8
9
Kesadahan sebagai CaCO3 Klorida (CI) Kromium. 6+
Valensi 6 (Cr ) Mangan (Mn)
APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 4500F-D. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 2340 C. 2005 APHA ed. 21th 4500CI-B. 2005 APHA ed. 21th 3500 Cr. B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
<0.001
<0.002
<0.016
0.211
<0.005
49.2
14
<0.011
<0.017
72
Lampiran 7. Kualitas air kran asrama putra Kes/Per./IX/1990) (lanjutan 1) 10
Nitrat (NO3)
mg/l
10
11
Nitrit (NO2)
mg/l
1.0
12
pH
-
6.5-9.0
13
Selenium (Se)
mg/l
0.01
14
Seng (Zn)
mg/l
15
15
Sianida (CN)
mg/l
0.1
16
Sulfat (SO4)
mg/l
400
17
Timbal (Pb)
mg/l
0.05
mg/l
0.5
(mengacu pada Permenkes No. 416/Men.
APHA ed. 20th 4500NO3 B. 1998 APHA ed. 20th 4500NO2 B. 1998 APHA ed. 21th 4500 H+ B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3500 CN-. 2005 APHA ed. 21th 4500 SO42-E. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
2.35
0.001
6.61
<0.001
<0.008
<0.001
35
<0.030
b. Kimia organik 1
Detergen
2
Zat Organik
3
4
5
Pestisida Gol. Organo Fosfat Pestisida Gol. Organo Klorida Pestisida Gol. Organo Karbamat
10
APHA ed. 21th 5540 C. 2005 APHA ed. 21th 4500 KMnO4. 2005
mg/l
0
-
mg/l
0
-
mg/l
0
-
50
MPN
0.021
1 Tidak dianalisa Tidak dianalisa Tidak dianalisa
C. Mikrobiologik 1
MPN (Golongan
Per 100
Coliform)
ml
3
73
Lampiran 8. Kualitas air kran rektorat (mengacu pada Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990) Hasil No Parameter Satuan Standar Metode pemeriksaan A. Fisika 1
2
Bau Jumlah zat padat terlarut (TDS)
-
-
mg/l
1,500
3
Kekeruhan
NTU
25
4
Rasa
-
-
5
Suhu
⁰C
6
Warna
PtCo
50
APHA ed. 21th 2150 B. 2005 APHA ed. 21th 2540 C. 2005 APHA ed. 21th 2130 B. 2005 APHA ed. 21th 2160 C. 2005
Tidak Berbau
64
0
Normal
Suhu udara ±
APHA ed. 21th 2550
Tidak
3⁰C
B. 2005
dianalisa
APHA ed. 21th 2120 C. 2005
7
B. Kimia a. Kimia Anorganik 1
Air raksa (Hg)
mg/l
0.001
2
Arsen (As)
mg/l
0.05
3
Besi (Fe)
mg/l
1.0
4
Fluorida (F)
mg/l
1.5
5
Kadmium (Cd)
mg/l
0.005
mg/l
500
mg/l
600
mg/l
0.005
mg/l
0.5
6
7
8
9
Kesadahan sebagai CaCO3 Klorida (CI) Kromium. 6+
Valensi 6 (Cr ) Mangan (Mn)
APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 4500F-D. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 2340 C. 2005 APHA ed. 21th 4500CI-B. 2005 APHA ed. 21th 3500 Cr. B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
<0.001
<0.002
<0.016
<0.001
<0.005
36.8
16
<0.011
<0.017
74
Lampiran 8. Kualitas air kran rektorat Kes/Per./IX/1990)(lanjutan 1) 10
Nitrat (NO3)
mg/l
10
(mengacu pada Permenkes No. 416/Men.
APHA ed. 20th 4500-
2.18
NO3 B. 1998 11
Nitrit (NO2)
mg/l
1.0
12
pH
-
6.5-9.0
13
Selenium (Se)
mg/l
0.01
14
Seng (Zn)
mg/l
15
15
Sianida (CN)
mg/l
0.1
16
Sulfat (SO4)
mg/l
400
17
Timbal (Pb)
mg/l
0.05
mg/l
0.5
APHA ed. 20th 4500NO2 B. 1998 APHA ed. 21th 4500 H+ B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005 APHA ed. 21th 3500 CN-. 2005 APHA ed. 21th 4500 SO42-E. 2005 APHA ed. 21th 3111 B. 2005
0.001
7.22
<0.001
0.009
<0.001
11
<0.030
b. Kimia organik 1
Detergen
2
Zat Organik
3
4
5
Pestisida Gol. Organo Fosfat Pestisida Gol. Organo Klorida Pestisida Gol. Organo Karbamat
10
APHA ed. 21th 5540 C. 2005 APHA ed. 21th 4500 KMnO4. 2005
mg/l
0
-
mg/l
0
-
mg/l
0
-
50
MPN
0.089
1 Tidak dianalisa Tidak dianalisa Tidak dianalisa
C. Mikrobiologik 1
MPN (Golongan
Per 100
Coliform)
ml
3
75
Lampiran 9. Data pengukuran beda elevasi antara pompa transmisi WTP Cihideung dengan menara Fahutan dan jarak pipa transmisi ke menara Fahutan menggunakan autolevel. BS
Titik
FS
Beda
Jarak
Elevasi (m)
(m)
BA
BT
BB
BA
BT
BB
A
1.130
1.055
0.981
0.000
0.000
0.000
0
B
1.710
1.590
1.470
1.762
1.710
1.658
-0.66
A-B
25.30
C
1.720
1.590
1.470
1.600
1.425
1.250
0.17
B-C
59.00
D
0.880
0.782
0.680
1.493
1.356
1.190
0.23
C-D
55.30
E
0.620
0.480
0.330
1.340
1.194
1.050
-0.41
D-E
49.00
F
0.550
0.420
0.284
4.990
4.830
4.675
-4.35
E-F
60.50
G
1.310
1.030
0.750
2.742
2.510
2.282
-2.09
F-G
72.60
H
1.340
1.030
0.750
3.280
2.590
1.870
-1.56
G-H
197.00
I
1.710
1.200
0.700
1.940
1.550
1.160
-0.52
H-I
137.00
J
2.010
1.610
1.205
4.440
3.800
3.150
-2.60
I-J
230.00
K
0.980
0.880
0.780
1.700
1.450
1.210
0.16
J-K
129.50
L
0.840
0.420
0.000
2.400
2.320
2.245
-1.44
K-L
35.50
M
2.760
2.610
2.460
0.605
0.460
0.310
-0.04
L-M
113.50
N
1.570
1.150
0.720
1.538
1.462
1.386
1.15
M-N
45.20
O
1.020
0.842
0.670
3.000
2.300
1.640
-1.15
N-O
221.00
P
0.660
0.500
0.340
2.410
2.222
2.040
-1.38
O-P
72.00
Q
0.000
0.000
0.000
2.310
2.160
2.050
-1.66
P-Q
58.00
Total
-16.15
1560.40
76
77
Lampiran 10. Peta jaringan pipa kampus IPB Dramaga
61