Analisis Kebijakan tentang Standarisasi Kompetensi Guru: Studi pada Guru MTs Negeri dan Swasta di Lingkungan Kementerian Agama Kota Jambi Maisah Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak: Artikel ini membahas tentang kebijakan kompetensi guru. Artikel ini didasarkan pada penelitian lapangan pada guru MTs negeri dan swasta di Kota Jambi. Berdasarkan penelitian, pelaksanaan kebijakan kompetensi guru di sekoah-sekolah tersebut telah terlaksana dengan baik, sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan. Kata Kunci: kompetensi guru, Kota Jambi, mutu pendidikan.
A. Latar Belakang Pasal 8 Undang-Undang No.14/2005 tentang guru dan dosen dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. Pasal 28 PP No. 19 Tahun 2005 menjelaskan bahwa; 1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, 2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikasi keahlian yang relevan sesuai dengan dengan ketentuan perundanganundangan, 3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
478 MAISAH
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan atau usia dini meliputi: (a) Kompetensi pedagogik; (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, (d) kompetensi sosial. 4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikasi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melwati uji kelayakan dan kesetaraan, 5) Kualifikasi akademik dan kompetensi agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan menteri. Menurut Tilaar, kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Menurut Tilaar profil profesi guru abad XXI adalah; 1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang, 2) memiliki penguasaan ilmu yang kuat, 3) memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, 3) mengembangkan profesi secara berkesenambungan.1 Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut : 1) Mengangkat martabat guru; 2) menjamin hak dan kewajiban guru; 3) meningkatkan kompetensi guru; 4) memajukan profesi serta karier guru; 5) meningkatkan mutu pembelajaran; 6) meningkatkan mutu pendidikan nasional; 7) mengurangu kesenjangan ketersediaan guru antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8) mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah dan; 9) meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, penting diperlukan pula peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus guru dan Dosen. Maka pada tanggal 30 Desember 2005 Presiden Republik Indonesia telah mengesahkan lahirnya UndangMedia Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 479
undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan Dosen. Keberadaan Madrasah Tsanawiyah pada masa depan sangat ditantang dengan mutu pendidikan, agar dapat untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaannya dalam menghasilkan lulusan (out put) yang memenuhi standar mutu. Lulusan yang dihasilkan tidak hanya mampu dalam kemampuan kognitif akan tetapi juga harus mampu dalam berbagai kemampuan lain sebagai kecakapan hidup (life skill) supaya kelak anak didik menamatkan pendidikannya mereka mampu menjadi dirinya sendiri (self awerness), kemampuan ini anak didik harus mendapatkan pengetahuan dan pengalaman di sekolah melalui proses pembelajaran secara teoritis dan praktis. Menurut Azyumardi Azra, kompleksnya beban masalah pendidikan nasional menimbulan ketidak pastian dalam menatap masa depan bangsa. Masalah pendidikan berupa kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas, kebijakan pendidikan yang masih tersentralisasi, menekankan keseragaman, kurikulum yang over loadded, pendanaan pendidikan yang belum memadai, mutu pendidikan yang masih timpang antara pendidikan, kebutuhan masyarakat dan kebutuhan dunia kerja.2 Menyadari kurangnya terlaksananya standarisasi kompetensi guru pada Madrasah Tsanawiyah, Khusus Madrasah Tsanawiyah Swasta di lingkungan Kota Jambi, penulis tertarik untuk membuat suatu analisis kebijkan terhadap Keputusan Menteri Pendidikan Nasional pada rentang waktu 2005-2008. Pelaksanaan penulisan kebijakan ini disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah 1) sorotan masyarakat dan stakeholder pendidikan lainnya terhadap kebijakan pendidikan yang dinilai kurang memicu pelaksanaan standarisasi kompetensi guru , 2) kurangnya pelaksanaan standarisasi kompetensi guru pada Madrasah Tsanawiyah Swasta dibandingkan dengan Madrasah Tsanawiyah Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi, 3) perubahan pengelolaan dari sentralistik ke disentralisasi, 4) tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, 5) mendesaknya kebutuhan kualitas Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
480 MAISAH
pendidikan dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja sesuai tuntutan globalisasi, dan berbagai alasan lainnya.
B. Pengertian Kebijakan Menurut Thomas, kebijakan merupakan suatu rangkaian konsep yang menjadikan garis besar dan dasar atau rencana dalam melaksanakan suatu pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak.3 Terdapat tiga macam kebijakan Negara yaitu pemerintah memberikan legitimasi, mengesahkan dan menerapkan kebijakan. Kebijakan pemerintah umumnya bersifat universal dan pada dasarnya mengandung unsur monopoli dan paksaan. Sementara itu, menurut James Anderson, kebijakan publik merupakan arah tidakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi semua masalah atau suatu persoalan. Anderson mengurai kebijakan publik dalam empat hal: 1) kebijakan publik beroriantasi pada maksud atau tujuan dan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat di dalam sistem politik. 2) kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan sendiri, melainkan diikuti oleh keputusan pelaksanaannya. 3) kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi atau mempromosikan program pemerintah. 4) kebijakan publik mencakup bentuk campur tangan pemerintah terhadap suatu permasalahan yang timbul dalam masyarakat untuk turut serta di dalamnya atau tidak.” Gerston menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan upaya yang dilakukan oleh pejabat pemerintah pada setiap tingkatan pemerintahan untuk memecahkan masalah publik. Lebih lanjut di jelaskan bahwa proses penentuan suatu kebijakan mencakup lima tahapan, yaitu: 1) mengidentifikasi isu-isu kebijakan publik; 2) mengembangkan proposal kebijakan publik; 3) melakukan advokasi kebijakan publik; 4) melaksanakan kebijakan publik dan; 5) mengevaluasi kebijakan yang dilaksanakan.4 Berdasarkan defenisi yang disampaikan oleh para ahli memang Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 481
beragam, namun ada beberapa karakteristik kebijakan publik yang dapat diidentifikasikan: 1) tujuan tertentu yang ingin dicapai berupa pemecahan masalah publik; 2) tindakan tertentu yang dilakukan; 3) fungsi pemerintah sebagai pelayanan publik; dan 4) adakalanya berbentuk ketetapan pemerintah yang bersifat negatif, ketetapan untuk tidak melakukan atau melarang melakukan suatu tindakan.
C. Konsep Standarisasi Kompetensi Guru Pengertian Kompetensi Guru Istilah competencies, competence dan competent diterjemahkan sebagai kompetensi, kecakapan, dan keberdayaan merujuk pada keadaan atau kualitas mampu dan sesuai. Seiring dengan pengertian di atas, Palan mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar seseorang yang memiliki hubungan kausal dengan kriteria referensi efektivitas dan/atau keunggulan dalam pekerjaan atau situasi tertentu.5 Karakter dasar diartikan sebagai kepribadian seseorang yang cukup dalam dan berlangsung lama, yaitu motif, karakteristik pribadi, konsep diri, dan nilai-nilai seseorang. Kriteria referensi berarti kompetensi dapat diukur berdasarkan kriteria atau standar tertentu. Hubungan kausal, bahwa keberadaan kompetensi memprediksi atau menyebabkan kinerja unggul. Kinerja unggul berarti tingkat pencapaian dalam situasi kerja. Sedangkan kinerja efektif adalah batas minimal level hasil kerja yang dapat diterima. Atas dasar itu pula kompetensi memiliki lima jenis karakteristik, yaitu: (1) pengetahuan, merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran; (2) keterampilan atau keahlian, merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan; (3) konsep diri dan nilai-nilai, merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang; (4) karakteristik pribadi, merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi; dan (5) motif, merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis, atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan. Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
482 MAISAH
Dalam kaitan kompetensi yang sama maknanya dengan ability dan skill, Gibson et al, menjelaskan bahwa abilities dan skill memainkan peran utama dalam perilaku dan performan individu. Kemampuan adalah suatu bawaan atau sesuatu yang dapat dipelajari yang memungkinkan seseorang mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat mental atau fisik. Sedangkan keterampilan adalah sesuatu yang berkaitan dengan tugas. Kreitner dan Kinicki memandang kompetensi dari aspek perbedaan individu yang dihubungkan dengan prestasi.6 Kompetensi menunjukkan ciri yang luas dan karakteristik tanggung jawab yang stabil pada tingkat prestasi yang maksimal berlawanan dengan kompetensi kerja mental maupun fisik. Kompetensi adalah karakteristik stabil yang berkaitan dengan kemampuan fisik dan mental maksimum seseorang, dan keterampilan adalah kapasitas khusus untuk memanipulasi objek secara fisik. Berikut ini gambar hubungan antara usaha, kompetensi dan keterampilan dalam mencapai prestasi. Kompetensi Prestasi
Usaha Keterampilan
Gambar 1: Prestasi tergantung pada kombinasi Usaha, Kompetensi dan Keterampilan Pandangan di atas menjelaskan bahwa kompetensi memiliki ciriciri khusus yang berkaitan dengan kemampuan untuk mencapai prestasi. Sedangkan untuk mencapai prestasi yang tinggi diperlukan kompetensi maksimal yang bersifat fisik maupun mental. Dengan demikian, prestasi yang tinggi akan diperoleh manakala seseorang mengkombinasikan usaha, kompetensi dan keterampilan yang dimiliki. Dalam kaitan dengan prestasi, lebih lanjut dijelaskan bahwa prestasi tergantung pada kombinasi yang tepat dari usaha, kompetensi dan keterampilan.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 483
Standarisasi Kompetensi Guru Kast dan Rosenzweing menjelaskan profesionalitas sebagai sebuah kontinum yang bergerak dari titik tipe profesi yang ideal dan titik kategori pekerjaan yang tidak terorganisasi, atau nonprofesi. Profesionalisasi adalah proses yang akan mengakibatkan pekerjaan bergerak pada tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dengan menggunakan kontinum tersebut dapat digambarkan unsur-unsur profesi yang ideal, yaitu: a. Profesional mempunyai bangunan teori (body of theory) yang sistematik, keahlian yang membangun profesi mengalir dari dan didukung oleh informasi yang dikelola dalam sistem yang konsisten, yang disebut dengan bangunan pengetahuan (body of knowledge); b. Profesional mempunyai kewenangan berdasarkan pengetahuan yang superior, kewenangan ini terspesialisasi dan berhubungan hanya pada wilayah profesional dan kompetensi; c. Terdapat sanksi sosial atas berjalannya kewenangan dengan mengacu pada kekuasaan dan keistemewaan profesional; d. Terdapat kode etik yang mengatur hubungan antara seorang profesional dengan kliennya dan koleganya, dalam hal ini disiplin pribadi digunakan sebagai dasar kontrol sosial; dan e. Terdapat keberlangsungan budaya organisasi, interaksi peran sosial yang disyaratkan oleh kelompok menghasilkan konfigurasi sosial yang unik pada profesi, yang disebut sebagai budaya profesional. Secara sederhana pendapat Ward yang dikutip Hoffman dan Edwar menjelaskan guru profesional, yaitu seorang guru yang memiliki pengetahuan tentang pekerjaannya yang diperolehnya dari latihan atau sekolah khusus. Lebih lanjut Ward menjelaskan bahwa guru profesional harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu: (a) seorang peneliti dan pengambil risiko (risk-taker); (b) banyak mengetahui yang up-to date tentang pokok materi yang diajarkan; (c) dapat menjelaskan pelajaran dengan berbagai cara untuk meyakinkan siswa; (d) menjelaskan kepada siswa tentang standar hasil yang Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
484 MAISAH
tinggi, kemudian mendorong mereka untuk bekerja keras dan membantu mencapainya; dan (e) berpartisipasi dalam penelitian atau usaha pembelajaran untuk mengembangkan kurikulum di luar apa yang diajarkan. Sedangkan Johnson menggambarkan komponen kompetensi guru mencakup: performansi, pengetahuan, keterampilan, proses, penyesuaian diri, dan sikap, nilai, dan apresiasi.7 Komponen performansi berisi perilaku yang tampak dari kinerja yang berhubungan dengan kompetensi mengajar. Komponen pengajaran berisi kompetensi penguasaan bahan pengajaran yang diajarkan. Komponen profesional berisi kompetensi yang berhubungan dengan pendidikan profesional, seperti penguasaan teori, prinsip, strategi, dan teknik kependidikan dan pengajaran. Komponen proses berisi proses memikirkan implementasi kompetensi mengajar. Komponen penyesuaian berisi pentingnya adaptasi terhadap karakteristik pribadi kepada kompetensi kinerja. Komponen sikap berisi unsur-unsur sikap, nilainilai dan perasaan yang penting dari kompetensi mengajar. Komponen-komponen kompetensi di atas seperti tampak pada gambar berikut ini.
Performansi Penyesuaian
Proses
Profesional
Bahan Pelajaran
Sikap-Nilai-Apresiasi
Gambar 2: Aspek-aspek Kompetensi Guru Berdasarkan penjelasan di atas, maka kompetensi profesional guru adalah kemampuan, kecakapan, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seorang guru yang diperoleh melalui proses pendidikan keguruan, pelatihan dan pengembangan maupun sejenisnya, sehingga dapat dinyatakan kompeten sebagai guru. Kompetensi profesional tersebut tercermin melalui: (a) penguasaan ilmu pengetahuan atau materi pelajaran yang akan diajarkan secara luas Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 485
dan mendalam; (b) memahami ilmu-ilmu yang terkait dengan pendidikan, seperti filsafat pendidikan, psikologi pendidikan, didakti–metodik, perencanaan dan pengelolaan pengajaran, evaluasi pendidikan model dan metode belajar dan sebagainya; (c) memiliki sifat-sifat sebagai pendidik; (d) penuh perhatian dan antusias memperhatikan perkembangan peserta didiknya; (e) dapat berkomunikasi dengan baik untuk menyampaikan materi pelajaran; dan (f) memiliki jiwa sebagai peneliti dan antusias dalam mempelajari dan melaksanakannya.
D. Data Empiris Pelaksanaan standarisasi kompetensi guru bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru, seperti kedisiplinan guru, kesiapan guru sebelum mengajar, kemampuan guru dalam proses pembelajaran yang mencakup peningkatan kualitas metode pembelajaran, sistem penilaian, manajemen kelas, dan pengawasan. Untuk itu, pelaksanaan standarisasi kompetensi guru di MTs Negeri dan Swasta sangat ditentukan oleh kepala Sekolah sebagai Pimpinan. Berdasarkan fakta dalam temuan penelitian masih ada beberapa guru yang mengajar di MTs Negeri maupun Swasta tidak sesuai dengan kompetensinya. Hal ini dapat di lihat pada tabel berikut ini: Tabel 1: Pelaksanaan Standarisasi Kompetensi Guru di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data : MTs Negeri di Lingkungan Depag Kota Jambi.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
486 MAISAH
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat menjelaskan bahwa 91,42% guru yang mengajar di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi sudah sesuai dengan tuntutan pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 dan hanya 8,58% dinyatakan mengajar tidak sesuai dengan kompetensi. Sedangkan pelaksanaan standarisasi kompetensi guru MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2: Pelaksanaan Standarisasi Kompetensi Guru di MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data: MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi. Berdasarkan tabel 2 di atas dapat menjelaskan bahwa 29,91% guru yang mengajar di MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi sudah sesuai dengan tuntutan pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan 70,09% dinyatakan mengajar tidak sesuai dengan kompetensinya. Untuk itu, perbedaan pelaksanaan standarisasi kompetensi guru di MTs Negeri dan Swasta Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 487
tidak signifikan. Dari tabel 1 dan 2 dapat memberi penjelasan bahwa jumlah guru yang tidak mengajar sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya berjumlah 88 orang guru. Pada Tabel 1 dan 2 juga terlihat bahwa masih ada beberapa orang guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik, sebagai tabel berikut: Tabel 3: Guru yang Belum Memenuhi Kualifikasi Akademik di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data : Kantor Departemen Agama Kota Jambi. Sumber data: MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi Tabel 3 tersebut di atas menjelaskan bahwa ada 4,29% guru yang mengajar di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi belum memenuhi kualifikasi akademik, dan ada 95,71% sudah memenuhi kualifikasi akademik, dan sudah relevan dengan pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Berbeda dengan guru MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi. Hal ini dijelaskan pada tabel 4. Tabel 4 menjelaskan bahwa ada 12,82% guru yang mengajar di MTs Swasta belum memenuhi kualifikasi akademik, dan ada 87,18% sudah memenuhi kualifikasi akademik serta belum relevan dengan pasal 8 dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi dan kompetensi guru. Pelaksanaan Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
488 MAISAH
sertifikasi guru MTs di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi dijelaskan pada tabel 5 berikut ini. Sertifikasi guru MTs Negeri dan Swasta dijelaskan pada tabel 5. Tabel 4: Guru yang Belum Memenuhi Kualifikasi Akademik di MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data: MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi Tabel 5: Guru MTs Negeri yang sudah dan belum Sertifikasi di lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber: MTs Negeri di lingkungan Departemen Agama Kota Jambi Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 489
Tabel 5 menjelaskan bahwa ada 51,42% guru sudah sertifikasi, ada 10% guru belum sertifikasi dan ada 38,58% guru yang sedang proses sertifikasi. Dengan demikian, pelaksanaan sertifikasi terhadap guru MTs Negeri sudah sesuai dengan Pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Pasal 1 dan 2 Permen No. 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatannya. Sertifkasi guru MTs Swasta pada tabel berikut : Tabel 6: Sertifikasi Guru MTS Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber: MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi Tabel 6 tersebut menjelaskan bahwa 23,08% guru yang mengajar di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi sudah sertifikasi, dan 59,83% guru belum sertifikasi, 17,09% sedang dalam proses sertifikasi. Untuk itu, Pelaksanaan sertifikasi guru MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi belum sesuai dengan pasal 11 tentang sertifikasi dan pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen serta pasal 1 dan 2 dalam Peraturan Pendidikan Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatannya. Karena 69% guru MTs Swasta belum memenuhi syarat Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
490 MAISAH
sertifikasi. Oleh karena itu, untuk melihat hasil pelaksanaan standarisasi kompetensi guru ditinjau dari ujian nasional siswa di MTs Negeri Umumnya dan MTs Swasta khususnya kenyataan menunjukkan masih banyak yang mengulang. Hal ini dijelaskan pada tabel 7: Tabel 7: Jumlah Siswa dan Persentase Kelulusan siswa Kelas III MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data: Kantor Departemen Agama Kota Jambi. Tabel tersebut menjelaskan 90% siswa kelas III yang mengikuti ujian nasional di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi di nyatakan lulus. Berbeda dengan siswa kelas III yang mengikuti ujian nasional di MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi. Hal ini dijelaskan pada tabel berikut ini. Tabel 8: Jumlah Siswa dan Persentase Kelulusan siswa Kelas III MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 491
Sumber data: Kantor Departemen Agama Kota Jambi. Dari Tabel 8 tersebut dapat dipahami bahwa kedepan MTs Swasta yang ada di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi pada tahun pelajaran mengalami peningkatan kelulusan siswa kelas III yang mengikuti ujian nasional. Demikian halnya jumlah siswa yang berhasil lulus dalam mengikuti ujian nasional setiap tahun pelajaran menunjukkan peningkatan yang cukup positif. Maka dari itu nilai rata-rata mata pelajaran siswa dapat dilihat pada tabel 9 dan tabel 10. Tabel 9: Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Siswa MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber: Kantor Departemen Agama Kota Jambi, 2005-2008. Tabel 10: Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Siswa MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber: Kantor Departemen Agama Kota Jambi, 2005-2008. Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat menjelaskan bahwa hasil nilai ujian nasional siswa kelas III setiap mata pelajaran di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi, sudah sesuai Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
492 MAISAH
dengan pasal 25 dan 66 ayat 1 dalam PP No. 19 tahun 2005 Tentang standar nasional pendidikan. Sedangkan hasil ujian nasional siswa kelas III pada mata pelajaran di MTs Swasta di lingkungan Departemen Agama Kota Jambi, belum sesuai dengan pasal 25 dan 66 ayat 1 dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional berbunyi: Ujian Nasional mengukur kompetensi peserta didik dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka menilai pencapaian standar nasional pendidikan oleh peserta didik, satuan pendidikan, dan atau/program pendidikan. Untuk mengetahui lebih lanjut hasil nilai ujian nasional pada mata pelajaran yang diuji periode 2005-2008 dapat dilihat gambar 4 dan 5. Gambar 4: Histogram Nilai-Rata-rata Ujian Nasional Siswa MTs Negeri pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, MTK dan IPA) Tahun 2005- 2008 12 10 8 B. Indonesia 6
B. Inggris Matematika
4
IPA
2 0 2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
Pasal 66 ayat 3, hasil ujian nasional dapat dibandingkan baik antar satuan pendidikan, antar daerah, maupun antar waktu untuk pemantauan mutu pendidikan secara nasional. Pasal 68, hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu dasar seleksi untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Satuan pendidikan dapat melakukan seleksi dengan menggunakan instrument seleksi yang materinya tidak Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 493
diujikan dalan ujian nasional, misalnya tes bakat, skolastik, tes intelegensi, tes minat, tes bakat, tes keshatan, atau tes lainnya sesuai dengan kriteria pada satuan pendidikan tersebut. Gambar 5: Histogram Nilai-Rata-rata Ujian Nasional Siswa MTs Swasta pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, MTK dan IPA) Tahun 2005-2008 9 8 7 6 B. Indonesia
5
B. Inggris
4
Matematika
3
IPA
2 1 0 2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
E. Penutup Berdasarkan temuan penulis di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Substansi kebijakan pelaksanaan standarisasi kompetensi guru MTs di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi sudah dapat dilaksanakan sebagaimana adanya. Dengan demikian, implementasi kebijakan standarisasi kompetensi guru MTs di lingkungan Departemen Agama Kota Jambi telah berjalan dengan baik, sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan jumlah guru yang bersertifiksi dan performasi kompetensi guru serta jumlah siswa dan kelulusannya dalam mengikuti ujian nasional mulai dari tahun pelajaran 2005/2006 sampai dengan tahun pelajaran 2008/2009.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
494 MAISAH
Rekomendasi 1.
Pemerintah perlu mengkaji ulang UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang belum merata di rasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. 2. Pemerintah perlu merencanakan langkah-langkah kongkrit tentang penetapan UU No. 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yang belum sepenuhnya dapat meningkatkan mutu pelaksanaan standarisasi kompetensi guru MTs Swasta pada masa yang akan datang, khususnya yang berkaitan dengan rekrutmen guru MTs yang memiliki kompetensi yang memadai, sehingga dapat memenuhi kebutuhan Mata Pelajaran. 4. Pemerintah dan pemerintah daerah harus melakukan koordinasi pelaksanaan PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Khususnya MTs Swasta agar memperoleh kesamaan derajat dengan MTs Negeri dan sekolah umum lainnya. 5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu mengadakan evaluasi terhadap pencapaian pelaksanaan standarisasi kompetensi guru di MTs Negeri dan Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi pada khususnya dan MTs Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia pada umumnya. Kegiatan ini sangat memberikan dampak positif dalam upaya pembinaan yang berlanjut pencapaian standar kompetensi guru MTs, baik sekarang dan pada masa yang akan datang. Artinya, dalam merumuskan dan merealisasikan suatu kebijakan perlu diikuti dengan adanya upaya pemeliharaan, antisipasi, koreksi, dan perbaikan yang signifikan untuk mencapai pembangunan sumber daya manusia yang berwawasan kemanusiaan dan berimbang. 6. Kepala Kantor Departemen Agama Kota Jambi perlu merumuskan langkah-langkah identifikasi langsung terhadap pelaksanaan standarisasi kompetensi guru di MTs Negeri dan Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi agar dapat memperoleh data akurat dalam pembinaan terhadap guru MTs yang ada, baik Negeri maupun Swasta. 7. Kepala Sekolah MTs yang ada di Lingkungan Departemen Agama Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 495
Kota Jambi sebagai aparat ujung tombak pembinaan guru dan siswa di sekolah sebaiknya tidak menugaskan guru yang mengajar tidak sesuai dengan kompetensi keilmuan yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa guru tersebut tidak memenuhi standar kompetensi yang dipersyaratkan dalam semua kebijakan yang telah digariskan. Catatan: 1. Tilaar, H.A.R., Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Remaja, 2008), hlm. 295. 2. Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Kompas, 2006), hlm. xv. 3. Jhon Thomson, Policy Making in Amirican Publik Education, (New Jersey: Prentice-Haal Inc., 1976), hlm. 17. 4. Greston, Public Policy Making in A Democratic Sosiality: A Guide to Civic Engagement, (New York: M.E. Sharp Inc., 1992), hlm. 5. 5. R. Palan, Competency Management: Teknik Mengimplementasikan Manajemen SDM Berbasis Kompetensi untuk Meningkatkan Daya Saing Organisasi, terj. Octa Melia Jalal, (Jakarta: PPM, 2007), hlm. 8. 6. Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, Organizational Behavior, (New York: McGraw Hill, 2007), hlm. 157. 7. Charles E. Johnson, Anwers to some Basic Question About Teacher Competencies and Competency: Based Education, (1980), hlm. 12.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
496 MAISAH
DAFTAR PUSTAKA “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003”. Azra, Azyumardi, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Kompas, 2006). Balir, Tony, “Modernizing Government with Paper Presented to Parliament by the Prime Minister and the Ministret for Cabinet Office and by Command of Her Mayesty”, March 1999. Bardach, Eugene, A Practical Guide for Policy Analysis the Einghtfold Path to More effective Problem Solving, (New York: Seven Bridges Press, 2007). Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Jakarta: Med Pres, 2008). Dunn, William N., Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Fakultas Isipol UGM, 1981). Fremont E. Kast & James E. Rosenzweing, Organization and Management; A System and Contingency Approach, (USA: McGraw Hill Book Company, 1985). Greston, Public Policy Making in A Democratic Sociality: A Guide to Civic Engagement, (New York: M.E. Sharp Inc., 1992). James L. Gibson, et. al, Organization: Behavior, Structure, Processes, (New York: McGraw Hill, 2006). James V. Hoffman and Sarah A. Edward (ed.), Reality and Reform in Clinical Teacher Education, (New York: Random House, 1986). Johnson, Charles E., Answers to some Basic Question About Teacher Competencies and Competency: Based Education, (1980). Jones, Ch. O., Introduction to the study of Public Policy, terj. Ricky Istamto, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994). Kadibyono Mertodiharjo dan T. Raka Joni, Pengembangan Pendidikan Guru dalam Konteks pembaharuan Sistem pengadaan Tenaga Kependidikan, (Jakarta: P3G Depdikbud RI, 1980). Kennet H. Blancchard and Paul Hersey, Management of Organizational Behavior, (New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1993). Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki, Organizational Behavior, (New York: McGraw Hill, 2007). McShane, Steven L. dan Mary Ann Von Glinow, Organizational Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 497
Behavior, (New York: McGraw Hill Companies Inc., 2008). Palan, R. Competency Management; Teknik Mengimplementasikan Manajemen SDM Berbasis Kompetensi untuk Meningkatkan Daya Saing Organisasi, terj. Octa Melia Jalal, (Jakarta: PPM, 2007). Robbins, Stephen P., Organizational Behavior, (New Jersey: Prentice Hall Inc., 2003). Sardiman, Intraksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rajawali, 1990). Sharkansy, Ira dan George C, Edward. The Policy Predicament, (San Fransisco: W.H. Freeman Company, 1998). Sisdiknas, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008). Sisdiknas, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2006). Smallwood, R.T dan Nakamura, The Politic of policy Implementation, (New York: St. Martin’s Press, 1987). Sumardjono, Endro, Hayadin, dan Bardiati, Mengembalikan Wibawa Guru, (Jakarta: Balai Pustaka, 2009). Thomson, Jhon, Policy Making in American Public Education, (New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1976). Tilaar, H.A.R., Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993). Tilaar, H.A.R., Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Remaja, 2008). Tilaar, H.A.R., Kekuasaan dan Pendidikan, (Magelang: Indonesia Tera, 2003). Tilaar, H.A.R., Menggugat Manajemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: UNJ, 2008). Yumana, “Masalah Filosofi Nasional”, Kompas, Mei 2003.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011