MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014
ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA TOMOHON DAN SEKITARNYA, PROPINSI SULAWESI UTARA oleh: Arianne Pingkan Lewu*) dan Suherman Dwi Nuryana**) *) Alumni Prodi T. Geologi Dosen Tetap, Prodi T. Geologi Fakultas Teknologi Kebumian & Energi, Usakti Gedung D, Lantai 2, Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440 **)
Abstrak Lokasi daerah penelitian secara administratif terletak pada daerah Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara terletak 1o 42’ 30’’ LU – 1o 53’ 10’’ LU dan 124o 16’ 00’’ BT - 124o 26’ 50’’ BT. Secara geografis Puncak Gunung Lokonberada di titik 1o21’30’’ LUdan 124o47’30’’BTdengan radius jari-jari 10 km dari Puncak Gunung Lokon. Juli 2011, Gunung Lokon mengalami peningkatan kegiatan dan statusnya menjadi siaga (Level III), material yang dikeluarkan berupa lontaran material pijar serta bongkah dan masih berlanjut sampai sekarang. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana dengan parameter litologi, lereng, sungai, aspect (area hadapan lereng), curah hujan dan tata guna lahan. Lalu, membagi dengan tiga kawasan bencana. Pembuatan peta ini menggunakan metode sistem informasi geografis. Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) berada pada ± 4 km sekitar Kawah Tompaluan berpotensi aliran piroklastika, lava dan lahar dengan penduduk terpapar sejumlah 5.858 jiwa dengan luas 2.280 Ha. KRB II berada pada ± 8 km dari Kawah Tompaluan yang rawan terhadap jatuhan piroklastika dan lahar dengan jumlah penduduk terpapar sebanyak 46.528 jiwa dan luas 10.221 Ha. Sedangkan, KRB I berada ±8.5 km dari Kawah Tompaluan imbas terkena lahar dan abu piroklastika dengan penduduk terpapar sejumlah 17.289 jiwa dan luas 1.819 Ha. Kegiatan sosialisasi terhadap masyarakat sangat dibutuhkan agar masyarakat lebih peka dan terbiasa karena tinggal disekitar bencana geologi. Petugas pemerintah daerah (pemda) dan lembaga lain selalu aktif dalam hal ini dan selalu berhubungan dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Hasil erupsi Gunung Lokon dijadikan sebagai mata pencaharian oleh warga yaitu sebagai tambang batu dan pasir. Serta tanah yang subur dijadikan persawahan dan perkebunan. Kata kunci: Gunung Lokon, penduduk terpapar, mitigasi bencana.
I. Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di tepi benua Eurasia, tempat bertemunya tiga (3) lempeng besar di bumi, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Pertemuan lempeng-lempeng ini menye-
babkan perkembangan tektonik Indonesia sangat aktif, sehingga menghasilkan lajur zona tunjaman dan lajur gunungapi aktif yang tersebar di Kepulauan Sumatera - Jawa - Bali - Nusa Tenggara Barat hingga Nusa Tenggara Timur serta Pulau Sulawesi.
Gambar 1. Pertemuan Tiga Lempeng di Kepulauan Indonesia
Tatanan tektonik seperti ini mempunyai dampak positif berupa tanah yang subur dan kaya akan sumber daya alam, sedangkan dampak negativenya merupakan wilayah yang rawan terhadap gempa bumi, longsor dan bencana letusan
gunungapi. Oleh karena itu, diperlukan adanya penanganan bencana yang baik di setiap bencana geologi tersebut, salah satunya berupa mitigasi letusan gunungapi.
43
Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana
Wilayah Sulawesi Utara mempunyai beberapa gunungapi aktif, salah satu diantaranya adalah gunungapi kembar Lokon-Empung dengan Kawah Tompaluan merupakan salah satu gunungapi aktifyang terdapat di Kota Tomohon, Propinsi Sulawesi Utara. Tipe Gunungapi Lokon adalah Tipe Gunungapi komposit yang mengandung arti bahan penyusunnya beragam/berselang-seling antara bahan rempah gunungapi, misalnya breksi dan tuf, dengan aliran lava. Material yang dilontarkan saat erupsi berupa lontaran piroklastik dan lontaran ini yang membahayakan. Bahaya ini membutuhkan penangan khusus, yaitu mitigasi bencana gunungapi. Mitigasi bencana gunungapi merupakan upaya untuk memperkecil dampak bencana akibat letusan gunungapi yang dapat mengancam kehidupan masyarakat di sekitar kawasan gunungapi tersebut. Kasus studi mitigasi bencana gunungapi yang menjadi kajian adalah Gunung Lokon, Sulawesi Utara, khususnya awan panas karena di sekitarnya terdapat kawasan pemukiman yang cukup padat. Berdasarkan sejarah letusannya, pembatasan radius Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) dalam lingkaran 3,5 km dari kawah aktif, Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) berada dalam lingkaran 5 km dari kawah aktif. Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktifitas Gunung Lokon, yang memberikan adanya bencana geologi berupa letusan gunungapi di sekitar kaki Gunung Lokon termasuk daerah Kota Tomohon dengan tujuannya adalah untuk melakukan analisis bencana Gunungapi Lokon, berupa peta kawasan rawan bencananya dan penduduk terpapar yang terlanda oleh material letusan dalam kawasan rawan bencana. Permasalahan yang diangkat adalah gunungapi aktif dan dalam periode erupsi dengan material merugikan masyarakat sekitar dan jumlah penduduk yang akan terkena oleh material tersebut, baik bahaya primer atau sekunder. Penelitian ini dibatasi pada daerah Gunung Lokon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara dengan radius 10 km, karena dari peneliti sebelumnya radius terjauh sapai 5 km dengan melihat kegiatan Gunung Lokon yang bisa mencapai kota Manado (± 14 km), penulis meluaskan radiusnya dan melihat sejarah letusannya yang dapat membantu dalam menentukan zona daerah rawan bencana. Parameter yang digunakan adalah litologi, lereng, sungai, aspect (area hadapan lereng), curah hujan dan tata guna lahan. Angin tidak termasuk dalam parameter ini, karena tidak berpengaruh besar terhadap material utama. Angin berpengaruh terhadap letusan gunungapi yang menghasilkan abu, sehingga berpengaruh terhadap penyebaran abu. Serta penduduk terpapar di daerah penelitian yang termasuk dalam Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lokon dan mengacu pada perhitungan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 44
Geologi Daerah Penelitian Geomorfologi Gunungapi Lokon berada di Kota Tomohon, yang berjarak 23 km dari Kota Manado ke arah selatan. Gunung Lokon sendiri mempunyai ketinggian 1597,5 m (dpl), sedangkan daerah Dataran Tondano yang mempunyai ketinggian ± 650 meter (dpl) terletak di bagian sebelah dari selatan G. Lokon. Dalam wilayah Komplek G. Lokon – Empung terdapat kerucut yang tidak aktif, yaitu G. Lokon (1597,5 meter dpl) dengan puncak yang relatif datar tanpa adanya kawah, kemudian, G. Empung (1340 meter dpl) yang mempunyai dua (2) buah kerucut yang berdampingan dengan masingmasing kawah di puncaknya. Kawah yang masih aktif hingga sekarang terletak di lereng bagian utara G. Lokon pada ketinggian 1000 m dpl disebut Kawah Tompaluan atau Kawah Lokon. Pada bagian timur dari Kompleks G. LokonEmpung berbatasan langsung dengan G. Mahawu, sebelah barat dengan G. Tatawiran dan G. Kesehe, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Perbukitan Pinaras dan Sarongsong, bagian utara melandai sampai tepi L. Sulawesi. Daerah aliran sungai mempunyai hulu di bagian lereng selatan G. Lokon ialah K. Lembayung dan K. Ranowangko yang mengalir melingkar ke barat, aliran K. Pasapehan dari Kawah Tompaluan mengalir ke arah timur, dan kemudian membelok ke utara. Aliran K. Malalayang dari G. Empung mengalir ke utara hingga ke tepi L. Sulawesi. Stratigrafi Stratigrafi daerah penelitian G. Lokon-Empung (Mulyadi, D & dkk., 1990) membagi satuan batuan hasil erupsi gunungapi tersebut berdasarkan singkapan yang ada. Berdasarkan Laporan Pemetaan Geologi Gunungapi Empung-Lokon, satuan tertua sampai termuda di kompleks gunungapi ini seperti pada Tabel 1. Berdasarkan tabel di atas dikelompokkan berdasarkan jenis batuan tersebut, sehingga menjadi sub-kelompok lava, piroklastika, lahar dan alluvium (Gambar 2). 1. Lava di Kompleks Gunungapi Lokon merupakan hasil dari beberapa tempat, yaitu Gunung Tatawiran, G. Mahawu, Bukit Pineleng, Bukit Punuk, G. Empung dan G. Lokon sendiri. Lava G. Tatawiran terletak di sebelah barat komplek gunung ini. Lava G. Mahawu berada di timur komplek gunung ini, sedangkan, Bukit Pineleng merupakan awal dari Kompleks G. Empung-Lokon yang berada di Desa Pineleng di sebelah utara G. Lokon.Lalu, Bukit Punuk berada di sebelah selatan G. Lokon.Lalu, terjadilah kegiatan vulkanisme di G. Empung dan G. Lokon ini dan menghasilkan Kompleks Gunungapi Empung-Lokon. Umumnya, lava berwarna abu-abu, butir halus, hipokristalin, inequigranular, adanya struktur aliran atau
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014
pengarahan mineral dan ada juga yang vesikuler, bersifat andesit sampai basaltis, tersebar mengelilingi badan kompleks ini dan mengarah ke utara. 2. Piroklastika.Pusat kegiatan vulkanik berpindahpindah dari G. Empung ke G. Lokon dan G. Empung. Lalu, pusat G. Lokon berpindah ke Kawah di pelana antara G. Lokon dan Empung dan berlanjut sampai sekarang.Perpindahan ini juga menghasilkan perselingan material piroklastika dan lava.Hingga sampai sekarang, aliran dan jatuhan piroklastika dihasilkan oleh Kawah Tompaluan. Piroklastika ini terdiri dari pecahan batu beku, berbutir halus, butir yang menyudut – menyudut tanggung, pemilahan buruk, adanya lubang gas menandakan pernah dilewati awan panas. 3. Lava di Kompleks Gunungapi Lokon merupakan hasil dari beberapa tempat yaitu G. Tatawiran, G. Mahawu, Bukit Pineleng, Bukit Punuk, G. Empung dan G. Lokon sendiri. Lava G. Tatawiran terletak di sebelah barat komplek gunung ini.Lava G. Mahawu berada di timur komplek gunung ini.Sedangkan, Bukit Pineleng merupakan awal dari Komplek Gunungapi Empung-Lokon yang berada di Desa Pineleng di sebelah utara G. Lokon.Lalu, Bukit Punuk berada di sebelah selatan G. Lokon.Lalu, terjadilah kegiatan vulkanisme di G. Empung dan G. Lokon ini dan menghasilkan Komplek Gunungapi EmpungLokon. Umumnya, lava berwarna abu-abu,
butir halus, hipokristalin, inequigranular, adanya struktur aliran atau pengarahan mineral dan ada juga yang vesikuler, bersifat andesit sampai basaltis, tersebar mengelilingi badan kompleks ini dan mengarah ke utara. 4. Piroklastika. Pusat kegiatan vulkanik berpindah-pindah dari G. Empung ke G. Lokon dan G. Empung. Lalu, pusat G. Lokon berpindah ke Kawah di pelana antara G. Lokon dan Empung dan berlanjut sampai sekarang. Perpindahan ini juga menghasilkan perselingan material piroklastika dan lava.Hingga sampai sekarang, aliran dan jatuhan piroklastika dihasilkan oleh Kawah Tompaluan.Piroklastika ini terdiri dari pecahan batu beku, berbutir halus, butir yang menyudut-menyudut tanggung, pemilahan buruk, adanya lubang gas menandakan pernah dilewati awan panas. 5. Lahar ini berada di aliran S. Pasahapen sebagai jalur dari kegiatan Kawah Tompaluan. Endapan lahar ini sebagian sudah mengeras dan bahan lepas-lepas yang sudah ada sebelumnya, seperti batuan beku dan piroklastika berukuran bongkah sampai tufa, bentuk butir membulat sampai menyudut tanggung. 6. Aluvium. Endapan alluvium berada di utara G. Lokon, dekat dengan pantai, terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil serta lumpur atau pecahan batuan yang terangkut dan diendapkan di daerah ini.
Tabel 1. Kelompok batuan Komplek Gunungapi Empung-Lokon No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Litologi Vulkanik Tondano Vukanik Tatawiran Vulkanik Mahawu Lava Pineleng 1 Lava Punuk 1 Lava Punuk 2 Lava Empung Tua 1 Lava Empung Tua 2 Lava Empung Tua 3 Lava Empung Tua 4 Lava Empung Tua 5 Lava Lokon 1 Lava Lokon 2 Aliran Piroklastika Lokon 1 Lava Lokon 3 Aliran Piroklastika Lokon 2
No 17 18 18 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Litologi Lava Lokon 4 Aliran Piroklastika Lokon 3 Lava Lokon 5 Lava Lokon 6 Jatuhan Piroklastika Lokon Lava Empung 1 Lava Empung 2 Lava Empung 3 Lava Empung 4 Lava Empung 5 Lava Empung 6 Jatuhan Piroklastika Empung Aliran Piroklastika Tompaluan Jatuhan Piroklastika Tompaluan Lahar Alluvial
Tabel 2. Rincian Kelompok Batuan Gunungapi Lokon Berdasarkan Gambar 2 Kelompok Batuan Lava (L)
Piroklastika (P)
Litologi Vulkanik Tondano Vulkanik Tatawiran Vulkanik Mahawu Lava Pineleng 1 Lava Punuk 1; Lava Punuk 2 Lava Empung Tua 1-Lava Empung Tua 5 Lava Lokon 1 – Lava Lokon 6 Lava Empung 1 – Lava Empung 6 Aliran Piroklastika Lokon 1- Aliran Piroklastika Lokon 3 Jatuhan Piroklastika Lokon
45
Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana
Lahar (Lh) Alluvial (Al)
Jatuhan Piroklastika Empung Aliran Piroklastika Tompaluan Jatuhan Piroklastika Tompaluan Lahar Alluvial
Gambar 2. Peta Geologi G. Lokon (Dadi Mulyadi dkk., 1990)
S
U
Foto 1. Salah satu erupsi G. Lokon Juli (Sumber foto: Farid R Bina, Juli 2011)
46
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014
Tabel 3. Sejarah Kegiatan Letusan Komplek G. Lokon-Empung (Data dasar gunungapi, 2011) Tahun 1829 ; 1893 1942 ; 1949 1952; 1953; 1958; 1959
Kegiatan Terjadi eksplosif uap di pelana dan lontaran batu 3 September, erupsi abu (Djatikoesoemo, 1952) ; Sudrajat (1952), erupsi tanggal 2 Juli 1951 berlangsung terus-menerus hingga akhir. Terjadi erupsi besar dan erupsi kecil
1961; 1965-1966; 1969
19 Mei, setelah istirahat lebih kurang 2 tahun, terjadi lagi erupsi abu dan erupsi abu kuat
1970; 1973; 1974; 1975-1977 1982-1989 1990-1991; 1993; 1997
Terjadi erupsi abu.
2000
7 Juli, terbentuk lubang baru di dasar kawah. Lubang yang berdiameter lk 7 m, berbentuk seperti sumur memancarkan cahaya merah.
2001
28 Januari pukul 19.20 WITA, terjadi erupsi disertai oleh lontaran material pijar (bom vulkanik) yang jatuh di sekitar Kawah Tompaluan. 26 Maret, pukul 14.40 WITA terjadinya erupsi abu. Erupsi ini disertai dengan suara gemuruh/dentuman. Warna asap hitam tebal dengan tinggi asap lk 1000 m diatas bibir kawah, kemudian tertiup angin ke arah timur dan utara. Pada erupsi kali ini tidak disertai dengan lontaran material pijar. 20 Mei, pukul 20.14 WITA terjadi erupsi dari Kawah Tompaluan tinggi abu erupsi sekitar 900 m di atas bibir kawah. Warna abu erupsi kelabu hitam dan tertiup angin kea rah utara, erupsi disertai dengan lontaran material pijar setinggi 400 m dan jatuh di sekitar kawah. 9 Februari, pukul 14.10 WITA terjadi erupsi abu. Erupsi yang disertai dengan suara gemuruh. Warna asap hitam tebal dengan tinggi asap lk 1000 m diatas Desa Kakaskasen III, Talete I & II, Rurukan dan sebagian Tondano dengan ketebalan antara 0,5-2 mm. 10 dan 12 April, malam hari terjadi arupsi dalam suasana gelap terlihat lontaran material pijar dan jatuh kembali ke dalam Kawah. Asap erupsi mencapai tinggi 1000 m di atas bibir kawah. 13 April, pagi hari terjadi erupsi abu. Asap erupsi berwarna kelabu setinggi antara 50-75 m di atas bibir kawah. 23 Desember, pagi hari terjadi erupsi abu yang berwarna kelabu mencapai tinggi 800 m di atas bibir kawah. Februari – April, terjadi 30 kali erupsi, 9 kali diantaranya disertai abu dengan ketinggian 1000 m. Erupsi terbesar terjadi pada 23 Februari, ketinggian abu erupsi mencapai 2500 m. Erupsi berakhir 1 April.
2002
2003
Peningkatan kegiatan, asap bertambah tebal dan erupsi Terjadi erupsi dan pertumbuhan kubah lava. 25 Oktober, awan panas ke S. Pasahapen sejauh 1000m, tinggi asap 2000 m.
2007
Pada akhir bulan Desember terjadi peningkatan kegiatan.
2008
22 Januari – 3 Februari, meningkatnya kegiatan gunungapi. 3-26 Februari, sempat terjadi penurunan energi gempa vulkanik dan 3 hari menjadi status siaga dengan asap putih hingga kelabu tebal keluar dengan ketinggian 50-125 m dari bibir kawah. 27 Februari, tinggi asap menurun dan berhenti. 28 Februari, status gunung menjadi waspada Adanya material pijar di bagian utara dinding kawah desember 2009 karena adanya tekanan tinggi di bawah kawah. Sampai awal 2011 keadaan gunungapi fluktuatif (Sumber: Jurnal Geologi Indonesia, 2012 26 Juni pukul 12.20 WITA terjadi letusan freatik, kolom asap abu tebal dengan tinggi 400 m disertai lontaran material pijar, terbawa angin ke utara. Aktifitas seismic mulai meningkat dengan amplitude maksimum 4 -12 mm. 27 Juni pukul 22.00 WITA status Gunung Lokon dinaikkan menjadi Siaga (Level III) ditandai dengan letusan freatik lalu gempa vulkanik dengan amplituda 38 mm lalu menjadi letusan magmatik dan abu. 30 Juni – 10 Juli menunjukkan fluktuasi jumlah gas SO2 yang dikeluarkan oleh aktifitas G. Lokon. Pukul 22.00 WITA status G. Lokon dinaikkan menjadi Awas (Level IV). Meletus pada tanggal 14 Juli dengan tinggi debu 3000 m dari Kawah Tompaluan (Foto 2.1). 24 Juli, status G. Lokon adalah Siaga (Level III) ditandai dengan letusan, dentuman, gempa vulkanik yang sedikit berkurang dan data seismograf dengan amplitude 4 – 7 mm 5 Oktober, terjadi letusan eksplosif dengan ketinggian lontaran material abu setinggi 1500 m dengan arah abu utara – timur dan 7 Oktober terjadi letusan. 24 -25 Oktober, puncak G. Lokon terlihat jelas tidak ada kolom abu yang terlihat dari Kawah Tompaluan. 26 November, terjadi dua kali letusan dengan semburan 2500 m disertai lontaran batu pijar dan abu vulkanik disertai hujan. 28 November, bunyi dentuman keras dan mengeluarkan kolom asap setinggi 3 km dan abu letusan mengarah ke barat daya (Tombariri, Kawangkoan). Desember, dentuman keras terdengar hingga pos pengamatan, abu letusan berwarna putih-kelabu tebal setinggi 50-250 m dan mengarah ke selatan, masih adanya tremor yang menandakan material gas yang naik. Hari terakhir tahun 2012, G. Lokon pun meletus dengan tinggi kolom abu 2 km. Januari – Juli kegiatan G. Lokon fluaktuatif. Disaat erupsi terjadi menghasilkan kolom abu setinggi ± 3 km, dentuman yang terdengar sampai 6 km dari kawah, abu letusan mengarah ke utara - selatan ke Kinilow dan sesekali mengeluarkan bom & block pijar 200 m dari kawah. Beberapa minggu terakhir, relative tenang dan menghasilkan abu.
2009 -2010 2011
2012
2013
47
Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana
Aktifitas G. Lokon ini masih berlangsung di awal tahun 2013, tercatat sudah 126 kali letusan dari januari sampai april ini. April 2013 G. Lokon pun mengeluarkan abu vulkanik setinggi 700-3000 m dan lontaran lava pijar. Menurut Surono pada RMOL (rakyat merdeka online), paska-letusan
tanggal 13 April 2013, pukul 02.29 WITA, pengamatan deformasi tubuh G. Lokon dengan tilt meter masih menunjukan inflasi (mengembang). Letusan ini terjadi pada tanggal 3, 8, 11, 13 dan 14 April 2013.
S
U
Foto 1. Salah satu erupsi G. Lokon Juli (Sumber foto: Farid R Bina, Juli 2011)
Gejala G. Lokon menjelang letusan, umumnya menebalnya asap kawah dengan tinggi antara 400600 m di atas bibir kawah. Makin lama asap menebal dan akan berubah warna menjadi kelabu, menandakan material berukuran abu sudah terbawa keluar. Status G. Lokon menjadi siaga (level III) pada tanggal 27 Juni 2011 pukul 22.00 WITA, karena adanya letusan freatik dan gempa vulkanik dengan amplitudo 4 – 12 mm. Letusan terjadi lagi menjadi letusan magmatik dan pengukuran gas SO2 bersifat fluktuatif yang mengindikasikan masih adanya penyaluran gas dari magma, hingga akhirnya status G. Lokon dinaikkan menjadi awas (level IV) pada tanggal 10 Juli 2011 dan meletus pada tanggal 14 Juli 2011 dengan tinggi debu 3000 m dari Kawah Tompaluan. Sejak 24 Juli 2011, status G. Lokon adalah Siaga (level III) ditandai dengan letusan, dentuman, gempa vulkanik yang sedikit berkurang dan data seismograf dengan amplitude 4 – 7 mm. II.
Metodologi
Pengolahan data ini dilakukan secara digital dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3 dan Expert Choice 11. ArcGIS 9.3 digunakan untuk membuat data dasar dalam format .shp dan semua data di overlay untuk dianalisis dan menghasilkan sebuah peta.
48
III. Hasil dan Pembahasan Penentuan Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Penentuan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi ini menggunakan parameter lereng, litologi, sungai, curah hujan, tata guna lahan dan aspect (arah hadapan lereng). Parameter ini digunakan karena berhubungan dengan material yang dihasilkan oleh G. Lokon, misalnya suatu material mengalir cepat, karena lereng yang terjal dan dibantu dengan curah hujan yang tinggi dan arah hadapan lereng serta mempengaruhi tata guna lahan sekitar. Adapun penjelasan penentuan KRB ini dengan parameternya adalah sebagai berikut : Sebaran Lereng Daerah penelitian termasuk dalam salah satu kompleks gunungapi aktif di Indonesia. Kelerengan ini akan mempengaruhi tempat berhentinya material vulkanik, semakin landai daerah tersebut akan menjadi tempat menetapnya material tersebut. Material barupa bom/block akan berada di dekat pusat erupsi dan berada di lereng pegunungan sangat curam. Material yang lebih halus seperti lapilli atau ashakan berada jauh dari pusat erupsi. Bisa sampai di kelas lereng bergelombang (0-75 m).Endapan yang mengikuti topografi adalah endapan jatuhan piroklastik (Foto 2). Terbawa angin atau karena hujan akan jatuh di tanah dan mengikuti bentuk topografi setempat (Foto 3).
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014
Pembagian kelas lereng di daerah ini dibagi menjadi lima, yaitu bergelombang, berbukit, pegunungan, pegunungan curam dan pegunungan sangat curam (Tabel 4) dan tergambar di Gambar 3. Daerah bergelombang – berbukit akan menjadi tempat berhentinya material vulkanik karena tidak ada pengaruh gravitasi atau bentuk relief yang mendukung untuk material meluncur dari puncak
gunung.Material tersebut adalah abu, lahar apabila terjadi hujan dan banjir.Daerah pegunungan sangat curam tempat meluncurnya material vulkanik, masih dekat dengan kawah pusat. Material yang ada berupa bom atau block, lapili dan adanya jatuhan piroklastik.
Foto 2. Endapan jatuhan piroklastik berukuran abu-lapili (0,025 – 0,5 mm) yang berjarak ± 300 meter dari Kawah Tompaluan
S
Foto 3. Kenampakan mengikuti topografi setempat Tabel 4. Pembagian Kelas Lereng, berdasarkan Van Zuidam (1985) Kelas Lereng Bergelombang Berbukit Pegunungan Pegunungan Curam Pegunungan sangat Curam
Keterangan Ketinggian 50 – 75 m, daerah yang dekat dengan pesisir pantai dan kota, dipadati penduduk dan kegiatan masyarakat lainnya, tempat muaranya sungai besar Ketinggian75 – 200 m, dijadikan sebagai kebun dan tegal/lading, sungai besar Ketinggian 200 – 500 m, dijadikan sebagai tegal/ladang, sawah dan kebun. Banyak sungai kecil Ketinggian 500 - 1000 m, daerah ini dijadikan sebagai kebun, sawah, tegal/ladang, hutan dan pemukiman karena termasuk dalam Kota Tomohon. Keinggian 1000 – 1575 m, bagian badan gunung sampai puncak gunung ditutupi oleh belukar
49
Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana
Daerah bergelombang-berbukit akan menjadi tempat berhentinya material vulkanik karena tidak ada pengaruh gravitasi atau bentuk relief yang mendukung untuk material meluncur dari puncak gunung.Material tersebut adalah abu, lahar apabila
terjadi hujan dan banjir.Daerah pegunungan sangat curam tempat meluncurnya material vulkanik, masih dekat dengan kawah pusat. Material yang ada berupa bom atau block, lapili dan adanya jatuhan piroklastik.
Gambar 3. Peta Penyebaran Lereng
Sebaran Daerah Aliran Sungai (DAS)
Curah Hujan dan Angin
Ada sekitar 15 anak sungai yang berhulu di G. Lokon. Semakin ke daerah yang lebih rendah akan menyatu dengan sungai utama, yaitu: Sungai Ranoriri, S. Tateli, S. Kalasey, S. Warembungan, S. Malalayang, S. Kolongan, S. Sappa dan S. Ranowangko. Semua sungai utama ini merupakan daerah aliran lahar. Daerah penelitian termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano dan Tumpaan (Gambar 4). DAS Tondano mempunyai luas ± 54.775 Ha terletak di Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara sampai Kota Manado, terdiri dari Sub-DAS Tondano, Noongan, Klabat dan Tikala, sedangkan DAS Tumpaan mempunyai luas 103.911,10 Ha terletak di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon, terdiri dari Sub-DAS Ranowangko, Malalayang, Nimanga Hulu, Pentu dan Nimanga Hilir. Aliran lava dan awan panas akan melewati lembah S. Pasahapen yaitu sungai terdekat dari Kawah Tompaluan. Bagian Timur S. Pasahapen akan menerus ke S. Malalayang, dekat pusat Kota Manado dan keluar ke L. Sulawesi. Anak sungai ini banyak di sebelah utara dari Komplek Gunungapi Lokon-Empung, karena akan mengalir ke Laut Sulawesi.
Curah hujan di daerah G. Lokon termasuk sedang dengan kisaran nilai curah hujan 3000-3500 mm (Gambar 5). Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan januari. Saat curah hujan tinggi, maka banjir lahar dapat terjadi. Banjir lahar ini akan mengikuti morfologi sungai. Angin akan mempengaruhi sebaran abu yang dikeluarkan oleh gunung. Penyebaran abu akan sangat luas bisa sampai ratusan km. Kejadian terakhir pada tanggal 17 Desember 2012 jam 14.00 WITA, BMKG membuat trajectory dari sebaran abu tergantung pada angin yang menghasilkan arah abu tersebut mengarah ke selatan-barat dengan kolom asap setinggi 3000 meter. Curah hujan yang tinggi akhir Februari lalu, di sekitar Pineleng mengakibatkan banjir dan longsor, begitu juga di Kota Manado.Menurut Kepala Pos Pengamatan Gunungapi Lokon dan Mahawu, sekitar G. Lokon menguntungkan bagi penambang pasir saja dan tidak merugikan bagi masyrakat.
50
Tataguna Kawasan Bencana Berdasarkan Peta Rupabumi Indonesia skala 1:50.000 lembar Manado, tataguna lahan daerah G. Lokon dengan radius 10 km, terdiri dari
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014
pemukiman, kebun, hutan, belukar, sawah, tegal/ladang, S., danau dan jalan penghubung (Gambar 6). Pemukiman penduduk terdekat
berjarak 2 – 3,5 km dari puncak Gunung Lokon, yaitu Desa Kinilow, Tinoor, Kakaskasen I, Wailan dan Kayawu.
Gambar 4. Peta Daerah Aliran Sungai
Sekitar badan Komplek Gunungapi LokonEmpung dikelilingi oleh ladang, belukar dan kebun. Tutupan lahan ini akan membantu saat kegiatan Gunung Lokon meningkat karena dapat menghalangi sebelum mengancam penduduk
disekitar lereng. Mata air dan anak S. juga terlindungi dari kegiatan manusia apabila tidak ada pemukiman di komplek ini dan bisa mengurangi banjir dan longsor saat curah hujan sedang tinggi.
Gambar 5. Peta Pembagian Curah Hujan (Sumber: BMKG, 2004)
51
Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana
Gambar 6. Peta Tata Guna Lahan
Berdasarkan Peta Tata Guna Lahan (1991), daerah pemukiman padat berada di timur Gunung Lokon dan bagian lereng dijadikan sebagai tempat mata pencaharian masyarakat sebagai penambang pasir dan batu hasil erupsi Gunung Lokon. Lereng Gunung Lokon digunakan masyarakat sekitar untuk sawah dan kebun sebagai mata pencaharian juga. Puncak Gunung Lokon hanya rumput-rumput hijau dan tidak ada kegiatan masyarakat dan diselimuti oleh belukar. Pemukiman dan kegiatan manusia lebih aman apabila berjarak 4 km dari pusat erupsi (Kawah Tompaluan). Analogi Gunungapi Letusan G. Lokon dapat dianalogikan dengan G. Merapi yang letusannya juga mengeluarkan awan panas. Tipe G. Merapi adalah Tipe Merapi dengan pembentukan kubah lava dan membentuk aliran piroklastika. Kubah lava tumbuh di puncak, karena posisinya tidak stabil, maka oleh magma terdesak dan runtuh lalu diikuti oleh guguran lava pijar atau oleh masyarakat setempat disebut dengan “wedhus gembel”, ini berupa debu hingga block dengan temperatur 700°C dan kecepatan 100km/jam (http://merapi.combine.or.id/baca/ 126/karakteristik--merapi.html, diakses 1 Februari 2013). Biasanya erupsi G. Lokon, berupa abu disertai dengan lontaran batu pijar dan kadang mengeluarkan lava dan awan panas. Awan panas terakhir terjadi pada tahun 1969 dan 1991. Awan panas ini bergerak hingga 150 km/jam dengan temperatur 1000°C. Bahaya primernya, berupa luncuran awan
52
panas, lontaran piroklastik dan lava, sedangkan bahaya sekundernya adalah banjir lahar. Tipe erupsi gunung ini adalah vulkanian dengan asap letusan secara vertikal (Foto 4). Saat mencapai puncak letusan, ujung dari kolom asap akan membentuk kembang kol. Gunung Lokon ini merupakan kompleks gunungapi, karena adanya puncak gunung lain disebelahnya dan adanya kawah sebagai tempat kegiatan erupsinya, yaitu G. Empung dan Kawah Tompaluan. Sebelumnya juga sudah ada G. Tatawiran dan Mahawu. Pembobotan Kawasan Rawan Bencana Gunung Lokon Pembuatan sebaran zona bencana menggunakan acuan parameter, yaitu: litologi, lereng, sungai, aspect (arah hadapan lereng), curah hujan dan tata guna lahan. Parameter ini diurutkan berdasarkan parameter yang paling berpengaruh terhadap daerah rawan bencana dan adanya pengambilan keputusan (Tabel 5). Parameter litologi atau batuan dianggap paling berpengaruh, karena hasil erupsi gunungapi adalah material batuan gunungapi yang sangat mempengaruhi lingkungan sekitar dan juga makhluk hidup. Tata guna lahan menjadi parameter terakhir, karena area ini yang dilalui/sasaran oleh material gunungapi yang dipengaruhi oleh parameter sebelumnya yang lebih dominan. Parameter ini akan membantu menghasilkan peta kawasan rawan bencana di daerah G. Lokon.
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014
Foto 4. Tipe Erupsi Vulkanian di Gunung Lokon (Sumber foto: Farid R. Bina, 2012)
Dalam penggunaan lahan, pemukiman adalah yang paling besar karena ditinggali oleh makhluk hidup. Badan Nasional yang selalu mengeluarkan jumlah penduduk terpapar bencana adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Perhitungan jumlah penduduk terpapar ini
menggunakan komponen luas dan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dari data tabular Sensus Penduduk 2010 serta luas area KRB. Perhitungan ini menggunakan pehitungan yang dibantu oleh microsoft excel 2010.
Tabel 5. Parameter dari daerah Kawasan Rawan Bencana (KRB)
Bobot dan Ranking
No.
Parameter
Bobot dari software Expert Choice 11
1
Lithology
0,389
2
Lereng
0,221
3
Sungai
0,193
4
Aspect
0,068
5
Curah Hujan
0,064
6
Tata Guna Lahan
0,064
Ranking
Nilai standard
Piroklastik Lahar Lava
3 2 1
100 67 33
Bergelombang (50 - 75 m) Berbukit (75 - 200 m) Pegunungan (200 - 500 m) Pegunungan curam (500 - 1000 m) Pegunungan sangat curam (1000 - 1575 m)
1 2 3 4 5
20 40 60 80 100
Utama Anak Sungai
2 1
100 50
Timur Utara Barat Selatan
4 3 2 1
100 75 50 25
3500 mm 3000 mm
2 1
100 50
Pemukiman Sawah Hutan Kebun Tegal/ladang Belukar
6 5 4 3 2 1
100 83 67 50 33 17
Sub-parameter
53
Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana
Kawasan Rawan Bencana Gunung Lokon
Gambar 7. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lokon
Sepanjang sejarah letusan Gunungapi Lokon, daerah yang terkena material vulkanik adalah daerah utara dan timur dari puncak gunung. Seperti halnya letusan tahun 1991, terjadi awan panas yang mengalir ke S. Pasahapen yang berada di sebelah timur Kawah Tompaluan. Lalu, Peta Kawasan Rawan Bencana yang diterbitkan oleh PVMBG (2000) menunjukkan arah lava, hujan abu dan aliran banjir/lahar ke arah utara (Laut Sulawesi) dan di tahun 2011 kemarin, petugas pos pengamatan meneliti sebaran abu yang terbang ke arah barat-baratlaut, daerah G. Tatawiran sampai pantai L. Sulawesi.
Data lapangan yang didapat berupa lava yang tersingkap di daerah Kinilow berupa Lava Andesit, warna abu-abu, bentuk butir subhedral, hipokristalin, inequigranular (Foto 5b). Adanya struktur arah aliran. Ditemukan pula jatuhan piroklastika yang mengikuti kontur setempat. Jatuhan piroklastika ini terbawa oleh angin dan jatuh di permukaan.Jatuhan piroklastika ini berukuran tufa halus, berwarna hitam. Adanya lahar di aliran S. Pasahapen berukuran butiran sampai kerakal, bentuk butir membundar sampai menyudut tanggung dan bercampur lumpur (Foto 5a).
S
U
U
S
Foto 5a. Lahar di sungai Pasahapen. b. Singkapan Lava Andesit
54
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014
Kumpulan analisis data parameter dan pembobotan serta hasil studi, maka dihasilkan Peta Kawasasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Lokon (Gambar 7). Peta KRB ini mengikuti pola parameter yang paling berpengaruh, yaitu litologi/ batuan dari Gunung Lokon. Daerah penelitian ditentukan dengan radius 10 km, karena mencoba melihat dua kali lipat dari Peta KRB yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi (PVMBG). Peta KRB ini memberikan informasi mengenai arah evakuasi, lokasi pengungsian, tingkat kerawanan material dan kawasan rawan bencana. Peta KRB G.Lokon dibagi menjadi 3 (tiga) kawasan dari tingkat bahaya tinggi sampai rendah, yaitu: Kawasan Rawan Bencana III (KRB III), Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) dan Kawasan Rawan Bencana I (KRB I).
Kawasan Rawan Bencana I (Tabel 6) berada ± 10 km dari Kawah Tomplauan, di lereng bergolombang dan berbukit. Material yang mungkin sampai sini adalah lahar dan piroklastika yang sudah berukuran abu. Daerah ini terkena material tersebut, apabila adanya pengaruh angin dan hujan.Sungai utama menjadi jalan apabila di bagian puncak gunung terjadi hujan deras dengan material yang banyak. Sungai ini sudah berada di dekat laut, yaitu S. Tateli, Kalasey dan Ranopasu. Zona ini mempunyai curah hujan yang rendah dan tata guna lahan terdiri dari sawah dan pemukiman warga. Zona ini termasuk zona yang jauh dari pusat erupsi, bisa terdampak apabila dipengaruhi oleh angin. Penduduk terpapar berada di Kabupaten Minahasa dan Kota Manado dengan 3 kecamatan, di Desa Bahu, Batu Kota, Malalayang I dan II, Malalayang I Barat dan Timur.Winangun I dan II, Kalasey, Kalasey Dua, Pineleng I, Tateli, Tateli Weru dan Koka (Tabel 9).
1. Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) – Tingkat Waspada
Tabel 6. Parameter dan Nilai yang diberikan untuk Kawasan Rawan Bencana I (Sumber: Analisis, 2013) Parameter
Litologi Sub-parameter Nilai
Lereng Sub-parameter
Piroklastik Lahar Lava
Bergelombang Berbukit Pegunungan Pegunungan curam Pegunungan sangat curam
Nilai
Sungai Sub-parameter Nilai
Aspek Sub-parameter
Utama Anak Sungai
Timur Utara Barat Laut Selatan Barat Daya Timur Laut Barat Tenggara
Nilai
Curah Hujan Sub-parameter Nilai
Tata Guna Lahan Sub-parameter Nilai
3500 mm 3000 mm
Pemukiman Sawah Hutan Kebun Tegal/ladang Belukar
Bobot Total
Zona KRB 2 8 2
1
8 0 0
8 0
5 8 6 2 1 7 4 3
0 8
8 6 1 2 0 0
40%
Zona ini rawan terhadap hujan abu dan banjir lahar. Daerah ini sudah jauh (± 8,5 km) dari pusat erupsi sehingga bentukan lereng bergelombang dan kemungkinan menjadi tempat terakumulasinya lahar apabila terjadi banjir lahar. Ini menjadi pusat kegiatan masyarakat karena dekat dengan Ibu Kota Provinsi, Manado sehingga tetap wasapada dan bekerja sama dengan pemerintah.
2. Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) – Tingkat Bahaya
barat. Kawasan ini banyak dijadikan sawah, hutan, kebun dan pemukiman, sehingga kegiatan aktifitas disini sudah lumayan ramai. Penduduk terpapar berada di Kabupaten Minahasa, Kota Tomohon dan Kota Manado dengan 6 kecamatan, yaitu Malayang, Tomohon Tengah dan Utara, Pineleng, Tombariri dan Tombulu (Tabel 9). Jumlah penduduh terpapar terbanyak adalah Kota Manado sebanyak 21.150 jiwa.
Kawasan Rawan Bencana II (Tabel 7) berada ± 8 km dari Kawah Tompaluan, barada di lereng pegunungan-pegunugan curam, zona ini masih termasuk dalam aktifitas material gunungapi, yaitu jatuhan piroklastika yang berukuran tuff halus, lontaran batu pijar dan kemungkinan lava dengan banyaknya anak sungai dan sungai utama akan membantu daerah ini, apabila terjadi banjir lahar. Area hadapan lereng mengarah ke timur, utara dan
Tabel 7. Parameter dan nilai yang diberikan untuk Kawasan Rawan Bencana II (Sumber: Analisis, 2013) Litologi Parameter Sub-parameter Nilai Zona KRB Piroklastika 6 Lahar 4 Lava 2 2
Lereng Sub-parameter Bergelombang Berbukit Pegunungan Pegunungan curam Pegunungan sangat curam
Nilai 2 8 0 8
Sungai Sub-parameter Nilai
Aspek Sub-parameter
Utama Anak Sungai
Timur Utara Barat Laut Selatan Barat Daya Timur Laut Barat Tenggara
4 8
Nilai 8 6 0 0 0 5 0 4
Curah Hujan Sub-parameter Nilai
Tata Guna Lahan Sub-parameter Nilai
3500 mm 3000 mm
Pemukiman Sawah Hutan Kebun Tegal/ladang Belukar
8 4
8 5 7 6 3 2
Bobot Total
40%
Keterangan :
Kemungkinan terkena aliran piroklastika, lahar dan hujan abu. Berdasarkan sejarah letusan dan tinjauan lapangan lava pernah sampai 2,5 km dari Kawah Tomplauan. Zona KRB II ini mempunyai lereng yang sangat curam dan itu membantu mengalirkan material lebih cepat sampai ke lereng. Daerah yang sering terkena material ini terutama banjir lahar dan awan panas ada di bagian timur dan timur laut Kawah Tompaluan. Adanya kegiatan masyarakat di zona ini dan mata pencaharian mayarakat, seperti kebun, sawah.
55
Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana
3.
Kawasan Rawan Bencana III (KRB III) – Tingkat Terlarang
Kawasan Rawan Bencana III (Tabel 8) berada pada radius ± 4 km dari pusat/kawah erupsi G. Lokon, menghasilkan material yang dominan adalah piroklastika, lava dan lahar. Berpotensi terkena aliran piroklastika, lava serta lemparan bom/bolck. Berada di lereng pegunungan curamsangat curam memudahkan material untuk menggelinding ke daerah yang lebih rendah dan adanya anak sungai yang terjaga akan membantu
material itu mengalir sampai ke laut. Area hadapan lereng yang berpengaruh adalah lereng yang menghadap ke timur, utara, barat dan selatan. Curah hujan yang tinggi dengan material yang banyak dapat menghasilkan banjir lahar di daerah rendah.Kegunaan lahan di daerah ini didominasi oleh tegal/ladang, kebun dan belukar. Banyaknya mata pencaharian di zona ini menjadi tempat aktifitas manusia sebagai penambang dan petani tetapi disni tidak ada pemukiman tetap.
Tabel 8. Parameter dan Nilai yang diberikan untuk Kawasan Rawan Bencana III (Sumber: Analisis, 2013) Parameter
Litologi Sub-parameter Nilai
Lereng Sub-parameter
Piroklastika Lahar Lava
Bergelombang Berbukit Pegunungan Pegunungan curam Pegunungan sangat curam
Nilai
Sungai Sub-parameter Nilai
Aspek Sub-parameter
Utama Anak Sungai
Timur Utara Barat Laut Selatan Barat Daya Timur Laut Barat Tenggara
Nilai
Curah Hujan Sub-parameter Nilai
Tata Guna Lahan Sub-parameter Nilai
3500 mm 3000 mm
Pemukiman Sawah Hutan Kebun Tegal/ladang Belukar
Bobot Total
Zona KRB 8 6 4
3
0 0 4 6 8
0 8
8 7 0 0 0 5 2 0
8 0
0 0 4 2 8 6
Keterangan : Lontaran piroklastika bisa sejauh 600-800 m dan lahar panas disaat letusan dapat kemungkinan terjadi apabila curah hujan sedang tinggi Lava belum pernah terjadi pada Kawah Tompaluan ini di erupsi 2011 ini. Semakin terjal daerah puncak tersebut maka material yang dikeluarkan akan dengan mudah mengalir ke daerah lereng. Banyaknya anak sungai di sekitar hulu akan membantu untuk mengalirkan material langsung ke laut. Daerah yang menjadi luapannya hanya bagian utara,timur, timur laut dan barat Tetapi di sebelah barat hanya di sekitar puncak Kawah Tompaluan saja. Tidak adanya kegiatan manusia di daerah ini serta mata pencaharian masyarakat.
Penduduk terpapar berada di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon dengan 3 kecamatan di Desa Kaskasen Dua dan Satu, Kinilow, Tinoor
Dua dan Satu, Agotey, Warembungan dan Lemoh (Tabel 9).
Tabel 9. Jumlah Penduduk Terpapar Setiap KRB KRB
Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah (jiwa)
Luas (Ha)
Desa Terpapar
3
3007
2850
5858
2280
8
2
23632
22895
46528
10221
35
1
8670
8619
17289
1819
14 Sumber: Analisis, 2013
Terlepas dari bencana letusan gunungapi, akhir Februari 2013 lalu terjadi hujan dengan intersitas tinggi yang mengakibatkan longsor di beberapa tempat di daerah Winangun, Kec. Malalayang, bukit yang seharusnya dijadikan penopang air hujan ini longsor, karena sudah dijadikan kompleks perumahan di sepanjang ring road (jalan lingkar) ini. Banjir lahar juga terjadi di kaki G. Lokon, hanya saja banjirnya mengutungkan bagi penambang pasir dan tidak membahayakan warga setempat. Pembahasan antara Peta Kawasan Rawan Bencana yang sudah diterbitkan dengan Hasil Analisis Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Lokon sebelumnya sudah dibuat dan diterbitkan oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG). Peta KRB yang sudah 56
dibuat ini dilakukan oleh para ahli dengan penelitian langsung dan mengambil contoh di lapangan. Peta KRB dari para ahli menyatakan bahwa batasan tingkat kawasan rawan bencana dengan memperhatikan hamparan lateral, pola bentang alam dan sifat gunungapi, menghasilkan bentuk lingkaran yang berpusat di titik erupsi. Morfologi daerah puncak terbuka ke utara mengindikasikan pada waktu dulu terjadi erupsi cukup hebat yang mengarah ke utara. Pengamatan singakapan endapan jatuhan piroklastika menunjukkan pada radius 8 km dari pusat erupsi yang diperkirakan terancam hujan abu dan lontaran kerikil. Sebaran abu saat letusan sesuai dengan arah angin dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Peta KRB yang sudah diterbitkan membaginya menjadi 3 (tiga) kawasan berdasarkan material
20%
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014
yang dihasilkan saat erupsi dan morfologi dengan tingkatan bahaya terendah (KRB I) sampai tertinggi (KRB III) (Tabel 10). Peta KRB dari hasil analisis membagi sama menjadi tiga kawasan karena mempunyai radius penelitian yang luas, yaitu 10 km. Sesuai dengan standardisasi penyusunan peta kawasan rawan bencana gunungapi, pemberian nama kawasan
dinyatakan dengan angka dari tingkat terendah sampai tertinggi, yaitu Kawasan Rawan Bencana I, II dan III. Parameter yang digunakan untuk menentukan kawasan bencana ini dari yang paling berpengaruh adalah litologi, lereng, sungai, area hadapan lereng (aspek), curah hujan dan tata guna lahan sehingga menghasilkan pembagian kawasan bencana seperti Tabel 11.
Tabel 10. Pembagian Kawasan Rawan Bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (2000) KRB 1 Berpotensi terlanda lahar, meliputi daerah lembah atau sepanjang hulu sungai. Potensi tertimpa hujan abu, lontaran batu pijar. Masyarakat meningkatkan kewaspadaan, jika terjadi hujan lebat dan saling bekerja-sama dengan pemerintah.
KRB II Letaknya dekat dengan sumber bahaya, kemungkinan terlanda luncuran awan panas, lontaran batu pijar, hujan abu dan lahar dengan radius ± 3,5 km dari Kawah Tompaluan. Masyarakat diharuskan mengungsi, bila diketahui kegiatan gunung meningkat dan tetap saling bekerjasama dengan pemerintah.
Mitigasi Bencana Gunungapi Mitigasi bencana gunungapi merupakan upaya untuk memperkecil dampak bencana akibat letusan gunungapi yang dapat mengancam masyarakat dan kehidupannya di sekitar kawasan gunungapi. Landasan hukum mitigasi bencana mengacu pada UU RI No 24 Tahun 2007 tentang “Penanggulangan Bencana” yang menegaskan tanggungjawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana, guna memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap adanya ancaman bencana. Dalam UU RI No 26 Tahun 2007 tentang “Penataan Ruang” tersurat parameter kebencanaan geologi menjadi dasar dalam Perencanaan Penataan Ruang dibanding UU penataan ruang sebelumnya. Usaha mitigasi bencana geologi letusan Gunung Lokon berupa melakukan pengamatan, penelitian kegiatan gunungapi secara terus menerus dan pembuatan Peta Daerah Bahaya.Pengamatan dan penelitian dilakukan dengan berbagai metode yaitu seismic, suhu, geokimia, deformasi dan visual di Pos
KRB III Berdekatan dengan pusat erupsi, bahaya terlanda gas beracun, lontaran batu pijar, lava, awan panas berada pada radius ± 2 km dari Kawah Tompaluan. Diwajibkan tidak berpenduduk.
Pengamatan Gunungapi. Alat seismik atau seismograf (Foto 6), arah dan kecepatan angin, suhu, tekanan serta kelembaban udara di sekitar lereng G. Lokon. Pembuatan konstruksi bangunan sabo, seperti tanggul untuk daerah rawan banjir lahar serta pembangunan atap rumah yang terjal untuk menghindari ambruknya atap karena beban dari abu gunungapi. Dikutip dari pengetahuan dasar gunung api, penanggulangan bencana letusan gunungapi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: persiapan sebelum terjadi letusan, saat terjadi letusan dan sesudah terjadi letusan. a. Sebelum terjadi letusan dilakukan : - Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada semua gunung api aktif, - Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Resiko Bahaya Gunung api yang didukung dengan dengan Peta Geologi Gunung api,
Tabel 11. Pembagian Kawasan Rawan Bencana berdasarkan Analisis (2013) KRB I Zona ini rawan terhadap hujan abu dan banjir lahar. Daerah ini sudah jauh (± 10 km) dari pusat erupsi sehingga bentukan lereng bergelombang dan kemungkinan menjadi tempat terakumulasinya lahar apabila terjadi banjir lahar. Ini menjadi pusat kegiatan masyarakat karena dekat dengan ibu kota propinsi, Manado sehingga tetap wasapada dan bekerja sama dengan pemerintah
KRB II Kemungkinan terkena aliran piroklastika, lahar dan hujan abu. Zona ini mempunyai lereng yang sangat curam yang membantu mengalirkan material lebih cepat sampai ke lereng. Berada ± 8 km dari Kawah Tompaluan. Adanya kegiatan masyarakat di zona ini dan mata pencaharian mayarakat, seperti kebun, sawah. Masyarakat diharuskan mengungsi bila diketahui kegiatan gunung meningkat dan tetap saling bekerja sama dengan pemerintah.
KRB III Berada di pusat erupsi dengan radius ± 4 km dari pusat erupsi. Sering terlanda lontaran batu pijar, lava, awan panas dan abu. Banyaknya anak sungai di sekitar hulu akan membantu untuk mengalirkan material langsung ke laut. Tidak adanya kegiatan manusia di daerah ini serta mata pencaharian masyarakat.
57
Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana
Foto 6. Kegiatan G. Lokon tanggal 24 Oktober 2012 pukul 15:29 pada alat Seismograf di Pos Pengamatan Gunungapi Lokon-Mahawu
- Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung api, - Melakukan pembimbingan dan pemberian informasi gunung api, - Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan geokimia di gunung api, - Melakukan peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya seperti peningkatan sarana dan prasarananya. b.
Saat terjadi letusan: - Membentuk tim gerak cepat, - Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan didukung oleh penambahan peralatan yang lebih memadai, - Meningkatkan pelaporan dan frekuensi pelaporan sesuai kebutuhan, - Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah sesuai prosedur.
c.
Setelah terjadi letusan: - Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan, - Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya, - Memberikan saran penanggulangan bahaya, - Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang, - Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak, - Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun, - Melanjutkan memantauan rutin.
Menurut Pedoman Penataan Ruang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum NO.21/PRT/M/2007, penentuan pola ruang kawasan rawan letusan gunung berapi di daerah perkotaan dan pedesaan berdasarkan tingkat resiko bencana, seperti pada tabel 12.Untuk daerah Kawasan Rawan Bencana 58
III (KRB III) penggunaan ruang diutamakan dan mutlak untuk kawasan lindung sebagai usaha untuk menyeimbangkan keadaan alam. Mitigasi Kawasan Gunung Lokon Rekomendasi upaya dini penanggulangan korban jiwa manusia apabila terjadi letusan baru adalah apabila Gunung Lokon diramalkan akan meletus atau berada pada status siaga, bersiap-siap untuk mengungsi untuk KRB III dan II dan tidak beraktifitas disekitar lembah dan sungai untuk KRB I. Bersikap tetap wasapada dan tidak panik. Apabila status dinaikkan menjadi awas, untuk KRB III dan II harus segera mengungsi mengikuti arahan dari Pemda dengan rekomendasi dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana geologi. Saat terjadi letusan diharapkan masyarakat selalu mendengarkan arahan dari pemerintah setempat dan tidak bertindak sesuai keinginannya, karena sangat berbahaya untuk dirinya.Tetap menjaga kesehatan di tempat pengungsian dan saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan tempat pengungsian. Beraktifitas, seperti biasa dengan warga lain dan tetap berdoa. Setelah terjadi letusan, pemerintah setempat membantu warga untuk kembali ke rumahnya masing-masing dan evaluasi dari bencana yang sudah dilewati.Pemantauan tetap dilakukan oleh badan yang bertanggung jawab dan selalu melaporkannya. Peralatan penunjang untuk memberitahu sinyal ke pos pengamatan atau masyarakat harus tetep terjaga. Salah satunya adalah papan penunjuk arah evakuasi harus tetap dijaga agar memudahkan masyarakat untuk tiba di tempat yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Papan ini banyak dipasang di lereng dekat dengan pemukiman warga dan terlihat jelas.
MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014
Tabel 12. Peruntukan Ruang Rawan Letusan Gunung Berapi Peruntukan Ruang
KRB 1II Kota
Desa
KRB II Kota
Desa
KRB I Kota
Desa
Hutan Pertanian Perkebunan Peternakan Perikanan Pertambangan Industri Pariwisata Pemukiman Perdagangan dan Perkantoran Keterangan : tidak layak untuk dibangun dapat dibangun dengan syarat
IV. Simpulan Karakteristik Gunung Lokon adalah tipe erupsi vulkanian dengan penebalan asap yang dikeluarkan dari kawah Tompaluan setinggi 600800m ke udara. Awan panas pernah terjadi dua kali, yaitu pada tahun 1969 dan 1991, selebihnya berupa lontaran batupijar, kolom abu. Parameter yang digunakan adalah lereng, litologi, sungai, aspeci (area hadapan lereng), tata guna lahan, dan curah hujan, yaitu:
Pengaruh lereng, sungai, aspect (area hadapan lereng) terhadap daerh bencana adalah mengetahui daerah bencana adalah mengetahui daerah luncuran material yang dapat menentukan daerah paling rawan dan aman Litologi akan membantu mengetahui jenis material yang dihasilkan dari letusannya. Tataguna lahan berguna sebagai penghalang paling depan saat letusan terjadi dan juga mengetahui jumlah materiil apabila terjadi letusan yang merugikan masyarakat. Curah hujan mengetahui volume yang akan dihasilkan banjir lahar atau mengisi daerah aliran sungai apabila terjadi hujan deras atau ringan dan berpengaruh terhadap penentuan daerah rawan. Kawasan Rawan Bencana (KRB) daerah Gunung Lokon dibagi menjadi 3 kawasan yaitu Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, Kawasan Rawan Bencana (KRB) II dan Kawasan Rawan Bencana (KRB) I. Daerah yang dianggap sebagai tempat pengungsian berada di Pineleng (± 6 km) dan Tomohon (± 4 km). Pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana ini menggunakan parameter, yaitu litologi, lereng, sungai, area hadapan lereng (aspect), curah hujan dan tata gunalahan. KRB III berada pada ± 4 km sekitar Kawah Tompaluan yang berpotensi aliran piroklastika, lava dan lahar dengan penduduk terpapar sejumlah 5.858 jiwa dengan luas 2.280 Ha. KRB II berada pada ± 8 km dari Kawah Tompaluan yang rawan terhadap jatuhan piroklastika dan lahar dengan
jumlah penduduk terpapar sebanyak 46.528 jiwa dan luas 10.221 Ha, sedangkan, KRB I berada ±8.5 km dari Kawah Tompaluan imbas terkena lahar dan abu piroklastika dengan penduduk terpapar sejumlah 17.289 jiwa dan luas 1.819 Ha. Kegiatan Gunung Lokon dari tahun 2011 (Siaga) masih berlanjut saat tulisan ini dibuat, seringnya dentuman dan letusana bumem buat masyarakat menjadi terbiasa tetapi rasa waspada itu masih ada. Kegiatan sosialisasi terhadap masyarakat sangat dibutuhkan agar masyarakat lebih peka dan terbiasa, karena tinggal di sekitar bencana geologi. Petugas Pemerintah Daerah (Pemda) setempat selalu aktif dalam hal ini. Hasi lerupsi G. Lokon dijadikan sebagai mata pencaharian oleh warga, yaitu sebagai penambang batu dan pasir, serta tanah yang subur dijadikan persawahan dan perkebunan.
Pustaka Andriono, Bagus. 2012. “Wilayah Rentan Tanah Longsor di sepanjang Alur Citarik DA Citarik Kabupaten Sukabumi”. Skripsi.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Departemen Geografi. Universitas Indonesia.Depok. BadanGeologi. 2011. Data Dasar GunungApi Indonesia. Edisi Kedua. _________. 1979. Data DasarGunungapi Indonesia. _________. 1991. “G. Lokon”. Dalam Berita Berkala Vulkanologi Edisi Khusus. No. 184 Badan Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional. 1991. PETA RUPABUMI DIGITAL INDONESIA, Skala 1 :50.000, Lembar Manado. Bogor: Badan Koordinasi Survey Dan PemetaanNasional. _________. 1991. PETA RUPABUMI DIGITAL INDONESIA, Skala 1 : 50.000, Lembar Tanawangko. Bogor: Badan Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional.
59
Analisis Kawasan Bencana Gunungapi Lokon, Kota Tomohon dan sekitarnya, Propinsi Sulawesi Utara Arianne Pingkan Lewu dan Suherman Dwi Nuryana
_________. dan Badan Meteorologi dan Geofisika. 2004. Atlas Curah Hujan Indonesia. Bogor: Badan Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, No. 02 tahun 2012. Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Balai Pengolahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Tomohon. Diunduh tanggal 3 Januari 2013 http://www.dephut.go.id/INFORMASI/INT AG/bpkh6/BPKHVI/bpdastondano1.html Badan Pusat Statistik. 2011. Tomohon dalam angka 2011. Tomohon: BPS Kota Tomohon-Sulawesi Utara. Badan Standardisasi Nasional. 1998. Penyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana GunungApi. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007. Pedoman Penataanruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan GempaBumi. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Effendi, A.C dan S.S Bawono. 1997. Geologi Lembar Manado, Skala 1 : 250.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Estu Kriswati, 2008, Berita Gunungapi, http://www.bgl.esdm.go.id/publication/index. php/dir/article_download/477. Diakses tanggal 10 Juli 2013. GIS Consortium Aceh Nias. 2007. Modul Pelatihan ArcGIS Tingkat Dasar. Aceh: Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Google Earth. Habibi, Marbruno dan Imam Buchori. 2013. “Model Spasial Kerentanan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Terhadap Bencana Gunung Merapi”. Dalam Jurnal Teknik PWK. Volume 2 Nomor 1.Diakses tanggal 7 Maret 2013 dari ejournals1.undip.ac.id/index.php/pwk/article/downloa d/1402/pdf. Hadisantono, R.D., A.D Sumpenadan M.S Santoso. 2000. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Lokon, Provinsi Sulawesi Utara, Skala1 : 50.000. Bandung: Direktorat Vulkanologi. http://staklim-manado.bmkg.go.id/trajectory.html http://www.volcanodiscovery.com/lokon/news.ht ml Ladas., Fountoulis I dan Mariolakos I. 2007. “Using GIS Multicriteria Decision Analysis In Landslide Susceptibility Mapping – A Case Study In Messinia Prefecture Area (SW Peloponnesus, Greece)”. Bulletin of the geological
60
Society of Greece, Proceedings of the 11th International Congress.Vol. XXXX. Athens. IPB. Diakses tanggal 25 Januari 2013 dari http://re pository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789 /51494/BAB%20III%20Metode%20Penelitian_ %202011dsh.pdf?sequence=5 Mulyadi, Dadi, M. Hendrasto dan I Suraji. 1990. Peta Geologi Gunungapi Komplek Lokon Sulawesi Utara, Skala 1:100.000. Bandung: Direktorat Vulkanologi Peta Topografi Manado. Diunduh tanggal 16 Nove mber 2012 http://desnantaratamasya.blogspot.c om/2011_03_01_archive.html. Suantika, Gede. 2011. “Mitigasi Bencana Geologi Di Indonesia”. Jakarta. Suhadi, Deddy. 2009. Zonasi Bahaya Gunungapi Lokon. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Sutawidjaja, Igan S. 2007. Pengetahuan Dasar GunungApi. Bandung: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Sonatha, Yance dan Meri Azmi. 2010. “Penerapan Metode AHP dalam Menentukan Mahasiswa Berprestasi”. Dalam PoliRekayasa.Vol 5, No. 2, Maret 2010. Diakses t anggal 7 Februari 2013 dari https://www.googl e.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=we b&cd=5&cad=rja&ved=0CEQQFjAE&url=http %3A%2F%2Fojs.polinpdg.ac.id%2Findex.php %2FJPR%2Farticle%2Fdownload%2F133%2F1 15&ei=EBMTUdXNGszrAfMpoCIBQ&usg=A FQjCNHGNI5XVbhfqu3FkxT2brrxuLPgvA&si g2=rjQtzdvrRyW3EKS1DiqQEA&bvm=bv.420 80656,d.bmk. Tondobal, Linda. 2011. “Pendekatan untuk Menentukan Kawasan Rawan Bencana di Pulau Sulawesi”. Dalam JurnalSabua Vol.3, No.3:4052, Agustus 2011. Wangania, Veychie Citra. 2005. “Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh dalam menentukan Wilayah Wisata Bahari Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Satonda Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat”. Tugas Akhir. Program Studi Diploma III Teknologi Informasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Vulcanological Survey of Indonesia. Pengenalan Gunungapi. Diunduh tanggal 2 Oktober 2012 dari www.esdm.go.id%2Fbatubara%2Fdoc download%2F490 pengenalan gunung api.html &ei=SXd1UMGNGobXrQfesoDYDQ&usg=A FQjCNFCDvvcA2n_Fz8_-RDQggbUkRUCag.