Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI KARANGETANG, KABUPATEN SITARO, SULAWESI UTARA Nia HAERANI, dkk. Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Sari Erupsi Gunungapi Karangetang tercatat pertama kali pada tahun 1675. Gunungapi ini termasuk sangat aktif dengan interval masa istirahat singkat, hanya beberapa bulan, yang kemudian diikuti dengan peningkatan kegiatan kembali. Pada umumnya kegiatan dimulai dengan letusan abu/asap, diikuti dengan keluarnya aliran piroklastika dan aliran lava. Pusat erupsi saat ini berlangsung di Kawah Selatan. Lubang Kawah Selatan sudah penuh terisi oleh endapan/kubah lava yang terus bertambah volumenya akibat aliran lava dan piroklastik yang terus keluar dari kawah tersebut. Potensi bahaya letusan Gunungapi Karangetang berupa aliran lava, aliran piroklastik, awan panas guguran dari ujung aliran lava, lontaran material dari letusan stromboli, jatuhan abu, aliran lahar, dan runtuhan batuan dari kubah/dinding lava Kawah Selatan. Beberapa letusan Gunungapi Karangetang di masa lalu menimbulkan banyak kerusakan, bahkan di antaranya ada yang menyebabkan korban jiwa. Pemantauan visual dan kegempaan Gunungapi Karangetang dilakukan secara menerus dari Pos Pengamatan Gunungapi Karangetang yang terletak di Bukit Maralawa, Desa Salili, Kecamatan Siau Barat. Pemantauan tersebut merupakan salah satu upaya mitigasi bencana letusan Gunungapi Karangetang sebelum, pada saat, dan setelah terjadinya letusan. Langkah mitigasi sebelum gunungapi meletus berupa: pemetaan zona risiko dan kawasan rawan bencana gunungapi yang didasarkan pada peta geologi gunungapi, penyelidikan geofisika dan geokimia, melakukan bimbingan dan sosialisasi bahaya letusan gunungapi, serta peningkatan sarana/prasarana pendukung dan sumberdaya manusia. Menjelang dan selama terjadinya letusan langkah mitigasi yang dilakukan berupa: membentuk tim tanggap darurat bencana letusan gunungapi, meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan menggunakan peralatan yang memadai, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah sesuai prosedur. Mitigasi sesudah terjadinya letusan gunungapi meliputi: mengumpulkan data sebaran dan volume hasil letusan, mengidentifikasi daerah yang terkena dan terancam bahaya, memberikan saran penanggulangan bencana, menurunkan status kegiatan gunungapi bila keadaan aktifitas sudah menurun, dan melanjutkan pemantauan rutin. Kata kunci: Gunungapi, potensi bahaya, pemantauan gunungapi, mitigasi bencana
Pendahuluan Gunungapi Karangetang atau disebut juga Gunung Api Siau secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sitaro (Kepulauan Siau - Tagulandang - Biaro), Propinsi Sulawesi Utara. Titik tertinggi terletak pada Kawah Selatan (1820 m.dpl) pada posisi geografis 125°24,35’ BT dan 2°46,61’ LU. Gunungapi Karangetang adalah salah satu gunungapi yang terletak pada busur gunungapi Sangihe - Talaud (Gambar 1) dengan kelurusan relatif utara-selatan. Diantara gunungapi pada busur ini, Gunungapi Karangetang adalah gunungapi yang paling aktif, dilihat dari interval letusannya (Gambar 2) yang cenderung memendek. Letusan Gunungapi Karangetang tercatat pertama kali pada tahun 1675, letusan
terakhir terjadi pada Nopember 2009. Dalam sejarah letusannya yang tercatat dengan baik sejak tahun 1940, Gunungapi Karangetang menimbulkan kerusakan baik materiil maupun korban jiwa (Tabel 1). Karakteristik letusan Gunungapi Karangetang berupa letusan efusif; aliran lava, aliran piroklastik, dan piroklastik guguran dari ujung aliran lava. Letusan diselingi dengan eksplosif, berupa letusan abu dan material pijar (type strombolian). Awal letusan ditandai dengan kejadian gempa terasa dan peningkatan gempa fase banyak. Kenaikan gempa-gempa vulkanik biasanya dipicu oleh gempabumi tektonik di sekitar busur Sangihe-Talaud. Di bagian puncak Gunungapi Karangetang, sedikitnya terdapat 5 (lima) buah pusat erupsi
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 19-37
Hal :19
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
(kawah). Di bagian lereng terdapat 2 (dua) titik erupsi, yaitu kerucut Areng Kambing dan Kawah Batukole (Gambar 1). Kawah yang paling aktif, dan merupakan pusat kegiatan vulkanik Gunungapi Karangetang saat ini adalah Kawah Utama/Kawah Selatan. Kondisi kawah saat ini sudah tertutup oleh endapan lava, sehingga berpotensi untuk terjadinya longsoran material dari ujung/dinding kawah (foto 1.1). Selain potensi bencana dari produk primer,
potensi bencana akibat aliran lahar juga cukup tinggi. Tingginya frekuensi letusan yang menghasilkan produk endapan baru yang terakumulasi di sungai-sungai yang berhulu di sekitar Kawah Selatan, kemiringan lereng yang cukup terjal, serta tingginya intensitas air hujan, mengakibatkan potensi terjadinya aliran lahar cukup tinggi, seperti yang terjadi pada tahun 1995 (Gambar 4).
G.Karangetang G. Arengkambing
Gambar 1. Lokasi Gunungapi Karangetang diantara gunungapi Busur Sangihe – Talaud, dan morfologi G. Karangetang dilihat dari Lehi (atas) dan Salili (bawah).(A.Zaennudin, 2006)
Hal :20
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 20-37
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
60
Interval Letusan
50 40
37
39
30 20 10
19
3
16 5 1
7
5 1
6 4 455 2 2 1 11 1
10
8 3 3 1122 1
12
556 111111
1675 1712 1825 1864 1883 1886 1887 1892 1899 1900 1905 1921 1922 1924 1926 1930 1935 1940 1941 1947 1948 1949 1953 1961 1962 1963 1965 1967 1970 1971 1974 1984 1985 1987 1992 1997 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
0
Gambar 2. Interval letusan Gunungapi Karangetang. Tabel 1. Sejarah letusan Gunungapi Karangetang sejak tahun 1940.
Tahun 1940 1941 1962 1965 1976 1984 1986 1988 1992 1996 1997 2002 2005 2006 2007 2008 2009
Korban/kerusakan 1 orang meninggal, ratusan pohon kelapa hancur 1 orang luka-luka, kebun kelapa dan pala rusak seluas 27 ha 5 rumah hancur dan 5 rumah rusak 2 orang luka-luka 1 orang meninggal, luka bakar 1 orang, 68 rumah musnah dan lk.37.500 pohon kelapa rusak kebun kelapa dan pala hancur perkebunan kelapa dan pala rusak Beberapa rumah di Kec. Ulu hancur, pohon kelapa dan pala rusak 6 orang meninggal
Jenis bahaya abu dan lontaran bom vulkanik abu dan lontaran bom vulkanik lahar hujan Lava pijar awan panas guguran dan aliran lava awan panas dan aliran lava leleran lava awan panas, leleran lava dan lahar Awan panas dan leleran lava pijar awan panas dan aliran lava awan panas dan aliran lava lahar hujan lahar hujan, awan panas
perkebunan kelapa dan pala rusak 3 orang meninggal, pohon kelapa dan pala rusak 1 gereja dan 4 rumah rusak - jalan terputus, kerusakan pohon kelapa dan pala - jalan terputus, 138 jiwa diungsikan sementara, pohon kelapa dan pala rusak Jalan sempat terputus, escavator dan molen terkubur di K. Leleran lava, Awan panas, Lahar hujan Batuawang Leleran lava, guguran lava pijar, letusan strombolian Letusan freatik, guguran lava pijar Letusan stromboli, aliran lava, longsoran dinding Kawah Selatan.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 21-37
Hal :21
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
1993
2006
1996
2009
Gambar 3. Pertumbuhan kubah lava di Kawah Selatan G. Karangetang. (A.Solihin, 1993,1996; N.Haerani, 2006; A.Basuki, 2009)
Gambar 4. Type erupsi G. Karangetang (Juni 2006) dan salah satu rumah yang terrendam lahar pada erupsi 1995 (foto kanan).(Kristianto, 2006; SR.Wittiri, 1995)
Hal :22
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 22-37
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Lokasi tempat Gunungapi Karangetang merupakan daerah administratif baru. Sebagai kabupaten yang baru terbentuk pada 2007, daerah ini sedang melakukan pembangunan dan pengembangan wilayah dengan sangat intensif. Dengan luas pulau yang setengahnya dipenuhi oleh tubuh Gunungapi Karangetang dan jarak pusat erupsi saat ini (Kawah Selatan) yang hanya lk 5 km ke pusat kegiatan Pulau Siau, maka pengembangan wilayah baik berupa pembangunan infrastruktur maupun penyebaran penduduk harus mempertimbangkan aspek bencana letusan Gunungapi Karangetang. Pengembangan wilayah dan pemukiman untuk pembangunan mengakibatkan degradasi lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap bencana. Penelitian ini ditujukan untuk melakukan mitigasi bencana letusan Gunungapi Karangetang dan bagaimana suatu keputusan/rekomendasi penaikan maupun penurunan status kegiatan gunungapi diambil berdasarkan data hasil pengamatan dari berbagai metoda . Metodologi Penelitian dilakukan dengan berbagai metoda pemantauan gunungapi (geologi, geofisika, geokimia). Hasil penelitian dikompilasi untuk mengetahui bagaimana suatu keputusan diambil dan rekomendasi diberikan berdasarkan data pengamatan. Sebagai contoh diuraikan kejadian letusan tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009.
3. Pengukuran dengan berbagai metoda pemantauan dengan tujuan untuk menurunkan potensi bencana. 4. Rekomendasi untuk rekonstruksi atau perencanaan tata ruang 5. Transfer pengetahuan dan komunikasi dengan Pemerintah Daerah dan masyarakat. Langkah mitigasi sebelum letusan berupa: pemetaan zona risiko dan kawasan rawan bencana letusan gunungapi yang didasarkan pada peta geologi gunungapi, penyelidikan geofisika dan geokimia, melakukan bimbingan dan sosialisasi bahaya letusan gunungapi, serta peningkatan sarana/prasarana pendukung dan sumberdaya manusia. Menjelang dan selama terjadinya letusan langkah mitigasi yang dilakukan berupa: membentuk tim tanggap darurat bencana letusan gunungapi, meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan menggunakan peralatan yang memadai, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah sesuai prosedur. Mitigasi sesudah terjadinya letusan gunungapi meliputi: mengumpulkan data sebaran dan volume hasil letusan, mengidentifikasi daerah yang terkena dan terancam bahaya, memberikan saran penanggulangan bencana, menurunkan status kegiatan gunungapi bila keadaan aktifitas sudah menurun, dan melanjutkan pemantauan rutin.
Analisis dan Hasil Strategi mitigasi bencana letusan Gunungapi Karangetang. Strategi mitigasi bencana letusan Gunungapi Karangetang dilakukan sebelum, pada saat, dan setelah terjadinya letusan (Gambar 5), secara ringkas terdiri dari beberapa langkah, yaitu: 1. Identifikasi penyebab bahaya dan kemungkinan faktor pemicunya. Misalnya bahaya langsung akibat aliran piroklastik, longsoran kubah lava akibat gempa tektonik. 2. Analisis berbagai kemungkinan/skenario sebagai konsekuensi dari potensi bahaya Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 23-37
Hal :23
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Gambar 5. Bagan alur mitigasi bencana letusan Gunungapi Karangetang.
Identifikasi penyebab bahaya dan kemungkinan faktor pemicunya merupakan peringatan dini (early warning) yang didasarkan pada data hasil pemantauan dengan menggunakan berbagai metoda (instrumentasi). Peringatan dini adalah prosedur yang dirancang untuk memberikan peringatan awal jika terjadi potensi bencana. Fungsi peringatan dini adalah untuk menurunkan tingkat risiko. Komponen Peringatan Dini terdiri dari: 1. Pemahaman akan potensi bahaya. 2. Informasi dari hasil pemantauan instrumentasi dan pengamatan visual. 3. Tanggapan (response plan). 4. Penyebaran informasi/peringatan terhadap penduduk yang berpotensi terkena dampak bencana. 5. Kesadaran dan kesiapan masyarakat menanggapi peringatan yang diberikan.
Hal :24
Salah satu kegiatan yang menunjang proses mitigasi letusan gunungapi adalah penyebarluasan informasi tentang bahaya (primer maupun sekunder) dari letusan G.Karangetang kepada masyarakat yang bermukim disekitarnya dalam suatu bentuk kegiatan sosialisasi. Dalam menyebarluaskan informasi tentang bahaya letusan G.Karangetang kepada masyarakat, harus melibatkan unsur Pemerintah Daerah setempat sebagai instansi pemerintah yang memiliki wilayah. Selain kegiatan pemantauan dengan menggunakan instrumen pengukuran, pada krisis G. Karangetang dilakukan kegiatan penyuluhan (Gambar 6) yang merupakan upaya penyelenggaraan sosialisasi yang perlu dilakukan agar pemahaman oleh PEMDA dan masyarakat setempat tentang bahaya gunungapi dan dampaknya lebih lebih efektif. Sehingga tingkat kewaspadaan masyarakat semakin meningkat dan tujuan mitigasi dalam rangka meminimalkan kerugian yang diakibatkan oleh letusan gunungapi dapat tercapai.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 24-37
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
(a)
(b)
Gambar 6. Suasana kegiatan sosialisasi tentang bahaya letusan G. Karangetang kepada masyarakat dan Pemda Kecamatan Siau Timur pada 11 Desember 2008 (A.Basuki, 2008)
dan Gambar 7. Gunungapi Karangetang mempunyai karakteristik letusan sebagai berikut: • Tipe efusif, diselingi dengan strombolian dan letusan abu • Letusan didahului kejadian gempa terasa dan/atau kenaikan jumlah gempa fasebanyak • Piroklastik dapat terbentuk akibat letusan langsung, runtuhan dari kubah lava, dan guguran dari ujung aliran lava (awan panas guguran) • Guguran piroklastik terjadi setelah pembentukan aliran lava, berasal dari ujung aliran lava (Tipe Karangetang) • Pusat kegiatan vulkanik paling aktif saat ini berada di Kawah Selatan; tempat keluarnya aliran lava dan piroklastik. Karena karakteristik letusan seperti yang telah disebutkan di atas, maka potensi bahaya Gunungapi Karangetang saat ini berupa: lontaran material pijar dan hujan abu, aliran lava, aliran piroklastik dan guguran piroklastik, longsoran batuan dari kubah lava/Kawah Selatan, dan aliran lahar. Kondisi Kawah Selatan saat ini sudah terisi penuh oleh kubah lava sehingga arah luncuran lava maupun piroklastik bisa ke segala arah. Peringatan dini Gunungapi Karangetang pada kasus letusan tahun 2006 sampai 2009 didasarkan pada hasil pemantauan instrumentasi dengan berbagai metoda seperti pada Tabel 2
Tabel 2. Metoda pemantauan Gunungapi Karangetang. Level Tahun Metoda pemantauan kegiatan letusan tertinggi Seismik, EDM, kimia Juni Awas (22 air, hazard assesment, 2006 Juli) pemetaan produk baru, tilt Agustus Seismik, DOAS, EDM, Awas (18 2007 kimia air, geomagnet, tilt Agustus) Desembe Seismik, EDM, Siaga (2 r 2008 FLYSPEC Desember) Mei, Seismik, EDM, GPS, Awas (31 Nopemb pemetaan lahar, DOAS, Mei) er 2009 kimia air
Aktifitas kegempaan G. Karangetang diamati secara kontinyu menggunakan seismograf analog Kinemetrics PS-2, sejak bulan April 2006 sudah dilengkapi dengan GPS clock sebagai alat sinkronisasi waktu UTS (Universal Timing System). Seismograf analog ini digunakan untuk mengamati tingkat kegempaan G. Karangetang selama periode letusan yang sangat membantu dalam mengetahui perubahan seismisitas dari waktu ke waktu. Dengan hasil rekaman analog ini maka dapat diketahui secara kasat mata perubahan seismisitas (kegempaan) dalam deret waktu sesuai dengan seting durasi perekaman.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 25-37
Hal :25
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Seismik temporer/GPS
Gambar 7. Metoda pemantauan G. Karangetang tahun 2005-2009 Tabel 3. Data instrumentasi dan visual dalam perubahan status kegiatan G. Karangetang.
Erupsi 2006
Level/ Tanggal Awas (22 Juli-5 Agustus)
2007
Awas (18-29 Agustus)
2008
Siaga (2 Desember)
2009
Awas (31 Mei -7 Juni)
Hal :26
Visual
Seismik
Guguran piroklastik ke arah K.Batuawang, K.Kahetang, K.Keting, K.Batang, K.Bahembang; jarak luncuran 500-2500 m. Letusan abu dan letusan type stromboli. Guguran piroklastik ke arah K.Keting, K.Batuawang, K.Kahetang, K.Nanitu, K.Bahembang; jarak luncur 150-1500 m.
Dominasi vulkanik tremor, amplitude 1-28 mm.
Inflasi 3-5 mm
Tremor vulkanik, gempa guguran, gempa fase banyak. Kenaikan jumlah kegempaan dipicu oleh gempa tektonik lokal pada 5 Agustus 2007. Dominan gempa fase banyak dan tremor vulkanik.
Inflasi 1-8 mm
Letusan abu, guguran lava ke arah K. Bahembang, K. Kahetang, K. Keting, dan K. Beha Timur, K. Nanitu dan K. Kinali; jarak luncur guguran lava pijar tersebut berkisar antara 1000 hingga 1500 meter dari kawah Utama. Guguran lava secara menerus ke arah K. Batuawang, K.Kahetang, K.Keting, K.Nanitu, K.Batang; jarak luncur 1500-2250 m dari puncak.
Gempa tremor vulkanik overscale, diawali oleh gempa terasa skala I-II MMI.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 26-37
Deformasi
Inflasi 2,7 mm
Inflasi 1,5-3 mm
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Erupsi G. Karangetang tahun 2006 Erupsi G. Karangetang Juli 2006 dapat diidentifikasi dengan baik sejak akhir 2005. Pengamatan kegempaan menunjukkan adanya pendangkalan sumber gempa; pada September 2005 kedalaman maksimal sekitar 10 km di bawah Kawah Selatan, dan menjadi kurang dari 1 km pada pengamatan Mei 2006 (Gambar 11). Pendangkalan ini menunjukkan adanya migrasi magma ke permukaan, dan dibuktikan dengan adanya guguran piroklastik pada 12 Juli 2006. Kejadian awal guguran lava dan guguran piroklastik dapat dideteksi dengan baik dari visual (Gambar 8), rekaman seismogram di Pos PGA Karangetang (Gambar 9) dan dari kenaikan amplitudo gempa tremor vulkanik (Gambar 10).
Pada erupsi 22 Juli 2006 terjadi evakuasi sebanyak 4.037 orang (1045 KK). Evakuasi dilakukan terutama pada malam hari, karena guguran lava semakin intensif dengan jarak luncuran yang semakin membesar serta arah aliran lava/guguran piroklatik berpotensi untuk mengalami perubahan.
Gambar 8. Arah aliran lava dan guguran lava pada 12 Juli 2006.(Kristianto, 2006)
Gambar 9. Sekuen rekaman gempa (stasiun Arengkambing) pada 12 Juli 2006 sebelum, pada saat dan setelah guguran piroklastik.(Kristianto, 2006)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 27-37
Hal :27
Hal :28
20
10 Awan Panas Guguran
01/07/20… 03/07/20… 05/07/20… 07/07/20… 09/07/20… 11/07/20… 13/07/20…Awan Panas 15/07/20… 17/07/20… 19/07/20… 21/07/20…Awan Panas 23/07/20… 25/07/20… 27/07/20… 29/07/20… 31/07/20… 02/08/20… 04/08/20… 06/08/20… 08/08/20… 10/08/20… 12/08/20… 14/08/20… 16/08/20… 18/08/20… 20/08/20… 22/08/20… 24/08/20… 26/08/20… 28/08/20… 30/08/20… Guguran
Guguran
150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Awan Panas Guguran
Number of Earthquake
01-07-2006 03-07-2006 05-07-2006 07-07-2006 09-07-2006 11-07-2006 13-07-2006 15-07-2006 17-07-2006 19-07-2006 21-07-2006 23-07-2006 25-07-2006 27-07-2006 29-07-2006 31-07-2006 02-08-2006 04-08-2006 06-08-2006 08-08-2006 10-08-2006 12-08-2006 14-08-2006 16-08-2006 18-08-2006 20-08-2006 22-08-2006 24-08-2006 26-08-2006 28-08-2006 30-08-2006
Number of Earthquake
Awan Panas Guguran
Awan Panas Guguran
150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
01-07-2006 03-07-2006 05-07-2006 07-07-2006 09-07-2006 11-07-2006 13-07-2006 15-07-2006 17-07-2006 19-07-2006 21-07-2006 23-07-2006 25-07-2006 27-07-2006 29-07-2006 31-07-2006 02-08-2006 04-08-2006 06-08-2006 08-08-2006 10-08-2006 12-08-2006 14-08-2006 16-08-2006 18-08-2006 20-08-2006 22-08-2006 24-08-2006 26-08-2006 28-08-2006 30-08-2006
Maximum Amplitude (mm)
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Guguran
Hembusan
30 Maximum Amplitude
0
Gambar 10. Jumlah gempa guguran (atas), hembusan (tengah) dan amplitudo maksimum tremor vulkanik (bawah) G. Karangetang pada periode Juli-Agustus 2006. (Kristianto, 2006)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 28-37
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Gambar 11. Hasil perhitungan sumber gempa G. Karangetang, September 2005 (kiri) dan Mei 2006 (kanan), menunjukkan terjadinya pendangkalan sumber gempa dan diakhiri dengan erupsi 12 Juli 2006. (N.Haerani, 2005, 2006)
Erupsi G. Karangetang tahun 2007 Gejala peningkatan kegiatan mulai teramati pada tanggal 5 Agustus 2007dimana terekam gempa tremor vulkanik menerus dengan amplituda yang semakin membesar sampai 46 mm (sebelumnya tercatat 0,5-3 mm). Peningkatan kegempaan ini diakhiri dengan fase keluarnya guguran awan panas dengan jarak luncur 1700-2500 dari puncak pada 12-13 Agustus 2007 dan letusan strombolian pada 16 Agustus 2007. Gambar 12. Sebaran Lava di lereng tenggara pada September 2007. (C.Sulaeman, 2007)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 29-37
Hal :29
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
dan arah luncuran guguran piroklastik masih dalam batas yang biasa terjadi (tidak ada perubahan arah luncuran), sehingga walaupun level kegiatan gunungapi berada pada level tertinggi (Awas) tetapi tidak dilakukan evakuasi.
Kegiatan erupsi 2007 selain dapat dipantau dari data kegempaan, juga dapat diamati dengan baik secara visual sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13 di bawah. Dari gambar-gambar tersebut terlihat bahwa jarak
Tinggi Semburan Material Pijar Radiu s (m)
tin ggi(m)
Agustus
Radius Jatuhan Material Pijar
September
450 400 350 300 250 200 150 100 500 1
5
9
13
17
21
25
29
33
37
41
45
49
53
57
61
65
69
Agustus 350 300 250 200 150 100 50 0
September
18
1
28 19
25
5
9
29
13
13
17
21
25
29
33
37
41
45
53
37
41
45
49
53
57
61
65
kahetang
Nanitu
49
33
Keting
jarak (m)
Jarak (m)
September
9
29
Pangi
1400 1200 1000 800 600 4000 200 5
25
Bahembang
Batang
1
21
69
Jarak Guguran Lava dari Puncak
Jarak Luncuran Material Pijar dari puncak
Agustus
17
57
61
65
Agustus
Bahembang
September
1600 1400 1200 1000 800 600 400 2000 1
5
9
13
17
21
25
29
33
37
41
45
49
53
57
61
65
ton per h ari
Kandungan Gas SO2 Asap Letusan G. Karangetang Agustus September 2007
24 Agustus 2007
26 Agustus 2007
300 250 200 150 100 500 1
2
3 September 2007 3
4
5
6
7
Gambar 13. Pengamatan aktivitas erupsi G. Karangetang, Agustus-September 2007.(C.Sulaeman, 2007)
Erupsi G. Karangetang tahun 2008 Pada akhir Nopember 2008 kembali terjadi peningkatan kegiatan vulkanik G. Karangetang. Peningkatan kegiatan vulkanik tersebut terpantau sejak tanggal 28 Nopember 2008, berupa munculnya gempa-gempa tremor dan fase banyak diikuti dengan guguran piroklastik. Hal :30
Pada 2 Desember 2008 dari data hasil pemantauan secara visual dan kegempaan terdapat kecenderungan semakin meningkatnya kegiatan vulkanik G. Karangetang, maka pada pukul 13:00 WITA, Status kegiatan G. Karangetang dinaikkan dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III).
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 30-37
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Dalam status SIAGA ini pengamatan seismik dan deformasi (EDM) dilakukan dengan lebih intensif, dan hasilnya menunjukkan bahwa kegiatan G. Karangetang berada dalam fase
(a)
pertumbuhan kubah lava. Ditandai dengan munculnya titik lava yang merupakan penambahan volume pada kubah lava yang telah ada di Kawah Selatan (Gambar 14).
(b)
Gambar 14. Pertumbuhan kubah lava Karangetang pada kawah Utama. Foto diambil pada tanggal 7 Desember 2008, pkl 18:18 WITA (a) pada saat tersebut mulai teramati kembali aktivitas guguran kubah lava dari kawah Utama. Foto diambil pada 8 Desember 2008, pkl 06:07 WITA (b), sekitar 12 jam dari penagmbilan gambar pertama tampak perubahan yang cukup signifikan pada tinggi kubah lava. (A.Basuki, 2008)
Erupsi G. Karangetang tahun 2009 Pada Bulan Mei 2009, kembali terjadi peningkatan aktivitas vulkanik G. Karangetang, didahului oleh peningkatan kegempaan pada tanggal 29 Mei 2009, yaitu terekamnya jenis gempa Vulkanik-Dalam 25 kejadian, gempa Vulkanik-Dangkal 18 kejadian, gempa Tektonik-Lokal 4 kejadian, gempa Tektonik-Jauh 9 kejadian dan diantaranya 1
(a)
(satu) kali gempa terasa pada skala II/MMI. Peningkatan kegiatan ini berlanjut dan pada tanggal 31 Mei 2009 terjadi letusan yang diikuti oleh guguran lava pijar sejauh 2250 meter dari pusat kegiatan yang mengarah ke K. Batuawang, K. Kahetang, dan K. Keting sehingga pada pukul 13:00 WITA tingkat aktivitas G. Karangetang dinaikkan dari Siaga (Level III) menjadi Awas (Level IV).
(b)
Gambar 15. Lontaran lava pijar dari kawah uatama yang teramati pada tanggal 31 Mei 2009 (a) dan guguran lava pijar secara menerus menimbulkan naiknya material abu ke udara, arah guguran ke K. Batuawang, K. Kahetang, dan K. Keting. (Kristianto, 2009)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 31-37
Hal :31
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Gambar 16. Seismogram analog hasil rekaman tanggal 25 Mei pukul 18:00 – 26 Mei pukul 06:00 WITA (a) dan 31 Mei 2009 pukul 06:17 – 03:48 WITA. (Kristianto, 2009)
Gejala awal erupsi teramati dengan baik dari meningkatnya jumlah gempa-gempa fase banyak (Gambar 17) selama periode Januari-Juni 2009.
Gambar 17. Jumlah gempa guguran, fase banyak dan hembusan G. Karangetang, Januari-Juni 2009. (Kristianto, 2009)
Aktifitas kegempaan maupun guguran lava cenderung menurun dan pada 7 Juni 2009 status kegiatan diturunkan menjadi Level III (Siaga). Pada 2 Nopember 2009 terjadi kenaikan kembali berupa aliran lava dan guguran piroklastik. Arah dan jarak guguran masih pada daerah yang telah diperkirakan, sehingga status kegiatan tetap pada Level III (Siaga). Pada krisis G. Karangetang 31 Mei - 5 Juni 2009 dilakukan evakuasi penduduk di sekitar Hal :32
Desa Dame. Evakuasi dilakukan pada malam hari, terutama untuk penduduk Desa Dame yang berada pada kampung yang paling tinggi (daerah Kopi). Selain itu diadakan juga kegiatan sosialisasi dan penyebaran informasi bahaya letusan Gunungapi Karangetang kepada penduduk dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sitaro.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 32-37
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Pengamatan deformasi G. Karangetang Selain dari metoda kegempaan, gejala erupsi G. Karangetang juga dapat terdeteksi dengan baik dari hasil pengukuran jarak miring dengan
menggunakan metoda EDM. Gambar 18 di bawah ini menunjukkan erupsi G. Karangetang pada tahun 2006-2009 yang dapat terdeteksi dari adanya penggembungan pada baseline EDM. Erupsi
Erupsi
Erupsi Erupsi
Gambar 18. Sebaran baseline EDM G. Karangetang (kiri) dan grafik hasil pengukuran pada dua buah baseline yang menunjukkan adanya inflasi yang diikuti oleh erupsi (garis merah).
Kegiatan Pasca Erupsi Kegiatan yang dilakukan pada masa istirahat letusan G. Karangetang terdiri atas inventariasi kerusakan yang terjadi, pemetaan produk endapan baru, dan analisis potensi bencana di masa mendatang. Kegiatan dilakukan berdasarkan data pemetaan geologi dan pemetaan kawasan rawan bencana gunungapi dengan maksud untuk mengevaluasi kondisi kawasan rawan bencana G. Karangetang sesudah terjadinya aktivitas erupsi terakhir. Gambar 19. Kegiatan inventarisasi potensi bahaya lahar di K. Kahetang setelah erupsi Mei 2009. (Kristianto, 2009)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 33-37
Hal :33
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Gambar 20. Sebaran produk endapan erupsi G. Karangetang 1974-2009.
Diskusi Dari beberapa contoh kasus erupsi Gunungapi Karangetang di atas terlihat bahwa gejala peningkatan kegiatan sudah dapat dideteksi dengan baik sebelumnya terutama dari metoda seismik dan deformasi. Data pemantauan visual, seismik, dan deformasi digunakan sebagai dasar untuk pemberian rekomendasi teknis kepada Pemerintah Daerah mengenai kondisi Gunungapi Karangetang, dan juga sebagai bahan evaluasi penurunan maupun penaikan status kegiatan gunungapi. Sebagai contoh, di bawah ini diuraikan rekomendasi teknis yang diberikan pada krisis Gunungapi Karangetang pada Juni 2009 yaitu setelah status diturunkan menjadi Level III (Siaga): 1. Penduduk yang saat ini masih berada di tempat pengungsian dapat kembali ke rumah masing-masing. 2. Masyarakat di sekitar Gunungapi Karangetang dan pengunjung/wisatawan Hal :34
3.
4.
5.
6.
tidak diperbolehkan mendaki dan mendekati kawah yang ada di puncak G. Karangetang. Penduduk Kampung Dame dan sebagian penduduk Kelurahan Tatahadeng agar lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya awan panas dan guguran lava pijar yang dapat terjadi setiap saat. Penduduk tidak menaiki Gunung Karangetang melebihi ketinggian 500 m dari permukaan laut. Jika terjadi hujan abu cukup deras, direkomendasikan masyarakat menggunakan masker penutup hidung dan mulut; karena abu vulkanik yang terhirup dapat mengganggu saluran pernapasan. Daerah-daerah yang masih perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap terjadinya awan panas guguran yang sewaktu-waktu dapat terjadi, antara lain : Kopi dan Boro yang merupakan bagian dari Kel. Tarorane, serta Kora-Kora yang merupakan bagian dari Kp. Bebali, kampung Dame 1 bagian atas, dusun
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 34-37
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Hekang yang merupakan bagian dari Kelurahan Tatahadeng. 7. Pada saat terjadinya hujan lebat atau musim hujan, penduduk yang bermukim di daerah aliran sungai K. Batuawang, K. Kahetang, K. Sahede, Beha Timur, K. Batang/K. Timbelan, K. Nanitu, dan K. Kinali perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap terjadinya bahaya sekunder aliran lahar.. 8. Masyarakat di sekitar G. Karangetang diharap tenang, tidak terpancing isyu-isyu tentang letusan G. Karangetang. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi selalu berkoordinasi dengan Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) dan Pemerintah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (selaku SATLAK PB) tentang aktivitas G. Karangetang. Masyarakat harap selalu mengikuti arahan dari SATLAK PB. Pemerintah Daerah senantiasa berkoordinasi
dengan Pos Pengamatan G. Karangetang di Desa Salili, Kecamatan Siau Tengah, Kabupaten Sangihe atau dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung. Ditinjau dari metoda pemantauan yang digunakan, terlihat semakin beragam sehingga dapat dilakukan interpretasi yang lebih baik. Respon masyarakat terhadap peringatan dini maupun sosialisasi/penyebaran informasi yang dilakukan juga cukup baik. Respon Pemerintah Daerah terhadap peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Karangetang yang telah dibuat pada tahun 1996 (Gambar 21) diaplikasikan dengan cara membangun pusat pemerintahan Kabupaten Sitaro di daerah Ondong, yaitu salah satu daerah di bagian baratdaya Gunungapi Karangetang yang tidak termasuk dalam daerah rawan bencana.
Ondong
Gambar 21. Peta Kawasan Rawan Bencana G. Karangetang.(S.Bronto, dkk, 1996)mya
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 35-37
Hal :35
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Mitigasi bencana letusan G. Karangetang dapat dilakukan dengan baik selain karena ketersediaan instrumen pemantauan yang baik
juga didukung oleh faktor non-teknis yang secara ringkas diuraikan pada Gambar 22 di bawah ini: Mampu mendeteksi secara dini prekursor letusan.
PVMBG
Kondisi peralatan pemantauan yang layak.
Peringatan Dini
Kesadaran masyarakat
PVMBG + Pemda
Aktivitas persiapan
Aktivitas perencanaan
Pemda
Kekuatan bangunan, struktur keselamatan bangunan, tata guna lahan
Koordinasi stakeholder
Mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kerentanan terhadap bencana dengan cara yang mudah difahami dan disesuaikan dengan budaya setempat. Masyarakat mampu mengenal gejala letusan G. Karangetang dan mengetahui apa yang harus dilakukan. Memberikan informasi kepada masyarakat prosedur dan langkah-langkah penyelamatan yang harus dilambil. Identifikasi dan membuat prosedur keselamatan, mengembangkan capacity building dan quick respons. Mampu melindungi dan menurunkan tingkat kerusakan, menghindari pembangunan infrastruktur di daerah bahaya. Memfasilitasi kegiatan peringatan dini dan tanggap darurat secara efektif, komitmen jangka panjang.
Gambar 22. Kesiapan mitigasi bencana letusan Gunungapi Karangetang.
Kesimpulan dan Saran 1. Mitigasi bencana letusan Gunungapi Karangetang dapat dilaksanakan dengan baik karena adanya elemen penunjang dari segi instrumentasi pemantauan (teknis) maupun alur komunikasi/koordinasi (non teknis). 2. Data hasil pemantauan aktivitas vulkanik Gunungapi Karangetang dijadikan dasar untuk penentuan status (level) kegiatan. 3. Tanggapan terhadap langkah mitigasi yang dilakukan oleh PVG telah ditanggapi dengan baik oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sitaro, yaitu dengan menerapkan pengembangan wilayah berdasarkan Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Karangetang.
Hal :36
Daftar Pustaka Bronto, S., dkk, 1996, Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Karangetang, Sulawesi Utara, Direktorat Vulkanologi. Haerani, N., 2006, Seismic and EDM Observation of G.Karangetang (September 2005, May 2006), CCOP Symposium, Bandung. Haerani, N., dkk, 2007, Perkiraan Sebaran Sumber Gempa dan Sifat Letusan Gunungapi Karangetang Berdasarkan Data Kegempaan dan Deformasi pada September 2005 dan Mei 2006, Buletin Berkala Merapi, Vol.4, No.1, edisi April 2007, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 36-37
Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi Karangetang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Nia Haerani, Cecep Sulaeman, Kristianto, Ahmad Basuki)
Haerani, N., dkk, Mei 2006, Tanggap Darurat Letusan Gunungapi Karangetang, Sulawesi Utara, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Haerani, N., dkk, September 2005, Tanggap Darurat Letusan Gunungapi Karangetang, Sulawesi Utara, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Kristianto, 2006, The Increasing Volcanic of Karangetang Volcano, Juli 2006, CCOP Symposium, Bandung. Kristianto, 2009, Evaluasi Kegiatan Vulkanik G. Karangetang, Juni 2009, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Sulaeman, C., 2007, Letusan G.Karangetang 2007 dan Perkiraan Kedalaman Sumber Tekanan berdasarkan Data EDM, artikel ilmiah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Sulaeman, C., 2007, Daya Tarik Letusan Gunungapi Karangetang 2007 dan Potensi Bahayanya, artikel ilmiah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Wittiri, S.R, 2007, Gunungapi Indonesia, Badan Geologi. Zaennudin, A., et.al, 2006, Hazard Assesment of Karangetang Volcano, North Sulawesi, Indonesia, CCOP Symposium, Bandung.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 3, Desember 2009 : 37-37
Hal :37