ANALISIS KARAKTERISTIK USAHATANI KOMODITAS HORTIKULTURA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KAWASAN AGROPOLITAN PACET - CIANJUR
TRI WAHYUDIE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Karakteristik Usahatani Komoditas Hortikultura dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2011
Tri Wahyudie
ABSTRACT TRI WAHYUDIE. An Analysis of Horticulture Commodity Farm Characteristic and Its Factors Influencing them in Agropolitan Area Pacet – Cianjur. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and ERNAN RUSTIADI. Research result indicates size of the land ownership on research locations in agropolitan area (Sukatani and Sindangjaya villages) were relative narrow, with farm domination pattern for both villages were as land owner (1), as rent, sharing holder, mortage (2), as a governmental property (3). Meanwhile the farm enterprise characteristic the farmer was tends to conduct multiple cropping planting pattern (polyculture). Planting pattern was formed using four considerations, such as: (1) technique of cultivation, (2) market request, (3) the limited of capital and labour owned by farmer and (4) socio-economic condition. Crop rotation with high and quick intensity, causing type fertilizer and chemicals used immeasurable progressively. Based on farm enterprise characteristics on research location, if conducted of efficiency analysis of farm enterprise, indicate that all of R/C ratio value were above 1 that means all commodities were efficient. Meanwhile, analysis of multiple regression productivity farm enterprise productivity in agropolitan area indicate that variable having a significant effect on reality to farm enterprise advantage were land size, fertilizer, labour, and dummy variable about conservation activity (-p<0.05). There are three free significant variables in the factors of model binary logistic regression analysis that influence the farmer’s role in application of soil conservation techniques. Those are (1) land governance, (2) planting pattern, and (3) land ownership. Keywords: characteristic of farm, horticulture commodity, influenced factors, agropolitan area
RINGKASAN TRI WAHYUDIE. Analisis Karakteristik Usahatani Komoditas Hortikultura dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan ERNAN RUSTIADI Pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdayasaing berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi di kawasan agropolitan. Berkembangnya sistem dan usaha agribisnis di kawasan agropolitan tidak saja membangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi juga ”off farm”, yaitu: usaha agribisnis hulu (pengadaan sarana pertanian), agribisnis hilir (pengolahan hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui karakteristik pola penguasaan lahan dan pola tanam usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan, (2) Mengetahui tingkat kelayakan dan produktivitas usahatani komoditas hortikultura dengan penguasaan lahan serta peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah, (3) Mengetahui tingkat erosi berdasarkan komoditi yang di budidayakan, (4) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani komoditas hortikultura. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kepemilikan lahan di lokasi penelitian kawasan agropolitan (Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya) relatif sempit, dengan pola kepemilikan lahan usahatani (1) pemilik, (2) sewa, bagi hasil, gadai, (3) milik pemerintah. Karakteristik usahatani komoditi hortikultura petani responden cenderung melakukan pola tanam tumpangsari (polyculture). Pola tanam yang terbentuk didasari beberapa pertimbangan, yaitu: (1) teknis budidaya, (2) permintaan pasar, (3) terbatasnya modal dan tenaga kerja yang dimiliki petani serta (4) kondisi sosial ekonomi. Siklus tanam dengan intensitas tinggi dan cepat, menyebabkan jenis-jenis pupuk dan obat-obatan yang digunakan semakin beragam. Berdasarkan karakteristik usahatani di lokasi penelitian, jika dilakukan analisis kelayakan usahatani menunjukkan bahwa nilai R/C rasio bernilai diatas 1 yang berarti semua komoditas layak diusahakan. Hasil analisis produktivitas usahatani di kawasan agropolitan menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani adalah luas lahan garapan, dummy variable kepemilikan lahan dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi. Selanjutnya untuk faktor-faktor yang mempengaruhi peran petani dalam penerapan teknik konservasi tanah model binary logistic regression analysis menunjukkan ada 3 variabel bebas yang signifikan mempengaruhi peran petani terhadap lahan dalam menerapkan teknik konservasi tanah, yaitu (1) luas lahan garapan, (2) kepemilikan lahan dan (3) kegiatan konservasi tanah. Dan untuk hasil analisis tingkat erosi menunjukkan bahwa pada kelas kemiringan lereng >8-15% dan >15-30% masih berada dibawah batas erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) berkisar antara 9,75-12,67 ton/ha/tahun. Kata
kunci:
karakteristik usahatani, komoditas mempengaruhi, kawasan agropolitan
hortikultura,
faktor-faktor
yang
ANALISIS KARAKTERISTIK USAHATANI KOMODITAS HORTIKULTURA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KAWASAN AGROPOLITAN PACET - CIANJUR
TRI WAHYUDIE
TESIS sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Judul Tesis
: Analisis Karakteristik Usahatani Komoditas Hortikultura dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur
Nama
: Tri Wahyudie
NIM
: P052020571
Program Studi
: Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 3 Juli 2008
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Hariyadi, M.S.
HALAMAN PERSEMBAHAN
”Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikian kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur” (Surah Al-A’raaf: 58)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan petunjuk dan ridho-Nya dapat melakukan penelitian di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur hingga selesainya penulisan tesis ini. Selesainya penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, dan pada kesempatan khusus ini penulis mengucapkan terima kasih pada yang terhormat: (1) Bapak Prof.Dr.Ir. Santun R.P Sitorus, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Bapak Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr., selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan selama penulis merencanakan, melaksanakan penelitian sampai pada penulisan tesis ini, (2) Bapak Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian Jakarta, atas perkenannya penulis diberi kesempatan untuk mengikuti tugas belajar dengan
beasiswa dari
Kementerian Pertanian, (3) Staf Kantor Bappeda Kabupaten Cianjur, dan beberapa kantor dinas terkait di Kabupaten Cianjur, seperti Staf Kantor Dinas Pertanian, Staf Kantor Dinas Perhutanan dan Konservasi, Staf Kantor Dinas Cipta Karya, Staf Kantor Badan Pusat Statistik, Staf Kantor Badan Pertanahan Nasional, Staf Kantor Kecamatan Pacet, Staf Kantor Kecamatan Cipanas, Staf Kantor Desa Sindangjaya, dan Staf Kantor Desa Sukatani, (4) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan semangat dan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan. Akhir kata penulis berharap mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah, ilmu pengetahuan, dan masyarakat yang bergerak di sektor pertanian dalam mengelola pola usahatani tumpangsari (polyculture) komoditas hortikultura dengan tetap memelihara sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Bogor, Juli 2011
Tri Wahyudie
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumenep pada tanggal 23 Desember 1963, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Haji Abdoel Hamid dan Hajjah. Kamariyah Djoehartatik Semaoen (almarhumah). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Universitas Widya Gama Malang, lulus tahun 1989. Pendidikan Akta Mengajar IV Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Teknologi Pendidikan IKIP Malang lulus tahun 1995. Dalam karier bekerja dan berkarya penulis pernah menjadi staf proyek Lembaga Penelitian Unibraw Malang tahun 1986–1992, khususnya menangani proyek penelitian kerjasama dengan Instansi dan Kementerian terkait. Kemudian tahun 1993–1995 bekerja menjadi staf proyek Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknik (VEDC) Malang, menangani bidang pengembangan SDM, antara lain: training, dan fellowship. Pada tahun 1996–1998 bekerja menjadi staf Dekan FE Universitas Mercu Buana Jakarta, menangani pendirian Program Pascasarjana dan Klinik Konsultasi Bisnis. Di tahun 1999 - Sekarang menjadi PNS pada Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementan Jakarta, dan ditempatkan pada Bagian Keuangan menangani Sistem Akuntansi Pemerintah dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementan dan BPK. Kemudian di tahun 2001 penulis mengikuti Diklatpim IV di Lembang, Bandung. Selanjutnya pada tahun 2006 penulis dipindahtugaskan ke Pusat Pendidikan, Standarisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian, menangani Bidang Program dan Kerjasama Pendidikan, dan di tahun 2008-2011 diperbantukan pada Pokja Agropolitan Pusat Kementan. Pada tahun 2009 memperoleh Piagam Tanda Kehormatan Presiden R.I dengan menganugerahkan tanda kehormatan ”Satyalancana Karya Satya 10 Tahun” sesuai dengan PP Nomor 25 Tahun 1994 sebagai PNS. Pada tahun 2002, penulis memperoleh kesempatan tugas belajar dari Kementan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana IPB Bogor di Program Studi EPN dan di tahun 2003 pindah Program Studi ke PSL. Penulis menikah dengan Aini Muthmainnah, SP., M.Si. dan dikarunia 2 (dua) orang putri Diva Dian Laila dan Dzakiyah Indrani.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
1
Latar Belakang ................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................. Kerangka Pemikiran ............................................................................ Manfaat Penelitian ..............................................................................
1 5 7 7 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
11
2.1. Karakteristik dan Sumberdaya Usahatani .......................................... 2.2. Lahan dan Tanah ................................................................................ 2.3. Kepemilikan dan Penguasaan Lahan ............................................... ... 2.4. Pola Tanam .............................................. ........................................... 2.5. Produktivitas dan Penguasaan Lahan .............................................. ... 2.6. Erosi .................................................................................................... 2.7. Degradasi Lahan .............................................. ................................... 2.8. Penguasaan Lahan dan Konservasi Tanah .......................................... 2.9. Agropolitan .............................................. ..........................................
11 11 12 14 14 18 27 30 34
III. METODE PENELITIAN ...........................................................................
41
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 3.2. Bahan dan Alat .................................................................................... 3.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 3.4. Analisis Data ....................................................................................... 3.4.1. Analisis Karakteristik Usahatani .............................................. 3.4.2. Analisis Pola Penguasaan Lahan dan Pola Tanam .................... 3.4.3. Analisis Usahatani ............................................................ ....... 3.4.4. Analisis Produktivitas Usahatani ................................. ............. 3.4.5. Analisis Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah ...................................................................... .................. 3.4.6. Analisis Prediksi Erosi .............................................................
i
41 41 42 42 42 43 45 47 49 52
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ..................................... .
59
4.1. Karakteristik Kawasan Agropolitan ..................................................... 4.2. Jenis Komoditas Hortikultura............................................................... 4.3. Karakteristik Petani Komoditas Hortikultura ...................................... 4.4. Ekonomi Daerah .................................................................................. 4.5. Infrastruktur Dasar dan Sarana Penunjang Pertanian ..........................
59 63 66 67 68
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
71
5.1. Karakteristik Pola Penguasaan Lahan dan Pola Tanam Usahatani Hortikultura di Kawasan Agropolitan .................................................
71
5.2. Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Hortikultura dan Produktivitas Usahatani dengan Penguasaan Lahan Serta Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah ...................... 5.2.1. Analisis Biaya Produksi Penggunaan Pupuk dan Pestisida ... .. 5.2.2. Analisis Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Komoditas Hortikultura ... ........................................ 5.2.3. Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Hortikultura ... ........ 5.2.4. Analisis Produksi dan Produktivitas Usahatani ........................ 5.2.5. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani ... ...............................................................................
81 81 86 90 93 96
5.3. Analisis Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah ... ............................................................................................... 97 5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani 102 5.5. Analisis Prediksi Erosi ........................................................................ 110 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 113 6.1. Kesimpulan ......................................................................................... 113 6.2. Saran ................................................................................... ................ 114 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 115 LAMPIRAN .................................................................................................... 122
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kawasan Agropolitan di Pulau Jawa dan Komoditas Unggulan ............
4
2. Pengaruh Beberapa Faktor Alam Terhadap Proses dan Tingkat Erosi Tanah ......................................................................................................
21
3. Ikhtisar Penelitian Keterkaitan Tujuan Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Sumber Data dan Output yang Diharapkan ............................................. .......................................
57
4. Luas Lahan Perdesaan di Kecamatan Pacet ............................................
60
5. Jumlah Penduduk Perdesaan di Kecamatan Pacet ..................................
61
6. Jenis Komoditas Hortikultura Dominan yang Diusahakan di Kecamatan Pacet ......................................................................................................... 63 7. Luas Tanam, Panen dan Produksi Komoditas Hortikultura di Kecamatan Pacet-Cianjur ……………………………............................................... 65 8. Karakteristik Petani Komoditas Hortikultura di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ............................................................................................
66
9. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Cianjur Berdasarkan Harga Konstan 2002 Tahun 2002-2004 ............................................................. 68 10. Sarana Kesehatan, Pendidikan dan Sosial Penunjang Pertanian di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur........................................................
70
11. Pola Penguasaan Lahan di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur … ......
72
12. Hasil Analisis Rasio Gini Lorentz dan Entropy Kepemilikan Lahan di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur .................................................
77
13. Pola Tanam Tumpangsari Komoditas Hortikultura Pada Masing-Masing Kelas Kemiringan Lereng yang Diusahakan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ........................................................................ 79 14. Beberapa Jenis Pupuk dan Pestisida yang Digunakan Petani Pada Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) di Kawasan Agropolitan PacetCianjur ………......................................................................................... .
iii
82
15. Analisis Rata-Rata Jenis Pupuk, dan Pestisida Yang Digunakan Petani Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) di Kawasan Agropolitan PacetCianjur ..................................................................................................... 83 16. Analisis Total Jenis Pupuk, dan Pestisida Yang Digunakan Petani Pada Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) di Kawasan Agropolitan PacetCianjur ..................................................................................................... 84 17. Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ........................................... 86 18. Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Total Usahatani Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ........................................... 87 19. Analisis Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Komoditas Hortikultura Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Berdasarkan Kelas Kemiringan Lereng Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ........................................... ...........................
88
20. Analisis Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Total Usahatani Komoditas Hortikultura Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Berdasarkan Kelas Kemiringan Lereng Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ........................................... ...........................
89
21. Analisis R/C Rasio Rata-Rata Usahatani Tumpangsari (Polyculture) di Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan PacetCianjur ........................................................................ ............................
90
22. Analisis R/C Rasio Total Usahatani Tumpangsari (Polyculture) di Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan PacetCianjur ........................................................................ ............................
91
23. Analisis Produksi Rata-Rata dan Produktivitas Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) Petani di Kawasan Agropolitan PacetCianjur .....................................................................................................
95
24. Analisis Produksi Total dan Produktivitas Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) Petani di Kawasan Agropolitan PacetCianjur .....................................................................................................
96
25. Analisis Binary Logistic Regression Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Pacet-Cianjur ............................................................................................ 100
iv
26. Analisis Multiple Regression Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) di Kawasan Pacet-Cianjur .......................... 103 27. Analisis Besarnya Erosi yang Terjadi di Lahan Usahatani Petani Pada Kelas Kemiringan Lereng >8-15% di Kawasan Agropolitan PacetCianjur ……… ........................................................................................ 110 28. Analisis Besarnya Erosi yang Terjadi di Lahan Usahatani Petani Pada Kelas Kemiringan Lereng >15-30% di Kawasan Agropolitan PacetCianjur ……… ........................................................................................ 111
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian ……… ...........................................................
9
2. Kurva Produksi Penggunaan Pupuk Urea ..............................................
17
3. Kurva Nilai Produksi Marginal Urea dan Harga Urea Per Satuan .........
17
4. Energi Butir Hujan yang Jatuh Dipermukaan Tanah ………..................
19
5. Monograf Untuk Menentukan Nilai K ……… .......................................
23
6. Skema Persamaan USLE ……… ............................................................
25
7. Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel ……… ...............................
41
8. Kurva Lorentz dan Perkiraan Koefisien Gini ……… .............................
43
9. Batasan Nilai Di, De, dan Dmin ……… .................................................
55
10. Peta Administrasi Wilayah Inti Kawasan Agropolitan ……...................
59
11. Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan ............................ ...
80
12. Tanaman Rumput Yang Digunakan Untuk Mencegah Erosi ……… .....
97
13. Jenis Tanaman Yang Digunakan Untuk Melindungi Lahan ..................
98
14. Pembinaan dari Instansi Terkait Tentang Teknik Budidaya dan Konservasi Tanah ...................................................................................
99
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Karakteristik Penguasaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan PacetCianjur ..................................................................................................... . 123 1a. Identitas Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur.......................... . 124 1b. Penguasaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ........ . 126 1c. Luas Penguasaan Lahan Beririgasi Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur … ...................................................................................... 128 1d. Asal Perolehan Penguasaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur …………..…. ................................................................... 130 1e. Penguasaan Lahan Garapan Petani di Kawasan Agropolitan PacetCianjur …….….……. ............................................................................. 132 2. Hasil Analisis Data Ratio Gini Lorentz (RGL) Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ..…… ........................................................... 134 2a. Hasil Analisis Data Ratio Gini Lorentz (RGL) Lahan Petani di Desa Sukatani …………..… ............................................................................ 135 2b. Hasil Analisis Data Ratio Gini Lorentz (RGL) Lahan Petani di Desa Sindangjaya ....……… ............................................................................ 136 3. Hasil Analisis Data Entropy Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur…..…… ............................................................................. 137 3a. Hasil Analisis Data Entropy Lahan Petani di Desa Sukatani ………..… 138 3b. Hasil Analisis Data Entropy Lahan Petani di Desa Sindangjaya .……… 139 4. Pola Tanam, Kemiringan, Kedalaman Tanah dan Batuan di Permukaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet–Cianjur..…… ................. 140 5. Hasil Analisis R/C Rasio Usahatani Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur .......................................................................................... 142 5a. Hasil Analisis R/C Rasio Usahatani Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) di Lahan Petani Desa Sukatani ................... 144 vii
5b. Hasil Analisis R/C Rasio Usahatani Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) di Lahan Petani Desa Sindangjaya ............... 146 6. Analisis Usahatani Pola Tanam Tumpangsari Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur........................................................................ 149 7. Hasil Analisis Binary Logistic Regression Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ......................................................... 152 7a. Hasil Analisis Binary Logistic Regression Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Desa Sukatani ........................................................................................... 153 7b. Hasil Analisis Binary Logistic Regression Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Desa Sindangjaya ......................................................................................
154
7c. Data Analisis Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ........................................................
155
8. Hasil Analisis Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan ................
157
8a. Hasil Analisis Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Desa Sukatani ............................
158
8b. Hasil Analisis Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Desa Sindangjaya .......................
159
8c. Data Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan PacetCianjur........................................................................................................
160
9. Nilai R dan Data Curah Hujan Bulanan 1996-2005 di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur .......................................................................
162
9a. Nilai Erodibilitas Tanah (K) di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ......
163
9b. Nilai Faktor LS di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ..........................
164
9c. Hasil Prediksi Erosi (A) di di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ........
164
9d. Nilai ETol di di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ..............................
165
viii
10a. Data Hari Hujan Tahun 1996-2005 di Kawasan Agropolitan PacetCianjur ......................................................................................................
166
10b. Data Temperatur Bulanan Tahun 1996-2005 di Kecamatan PacetCianjur ......................................................................................................
166
11. Hasil Analisis Laborium Sifat Fisik Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur .............................................................................................
167
12. Penilaian Ukuran Butir (M) untuk Digunakan dalam Rumus ……...........
168
13. Penilaian Struktur Tanah …………………................................................
168
14. Penilaian Permeabilitas Tanah ………………….......................................
168
15. Nilai Faktor C dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaan atau Tipe Penggunaan Lahan .....................................................…………................ 169 16. Nilai Faktor P Beberapa Tindakan Konservasi dan Gabungannya dengan Pengelolaan Tanaman (CP) ........................................................................
171
17. Faktor Kedalaman Ekuivalen untuk 30 Sub Ordo Tanah ..........................
172
18. Kriteria yang Dipergunakan Pengelompokan Kelas .............................. ..
173
19. Faktor Kedalaman Ekuivalen untuk 30 Sub Ordo Tanah ....................... ..
175
ix
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan dan hutan merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilang atau berkurangnya ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia. Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2004). Pengelolaan
sumberdaya
alam
yang
baik
akan
meningkatkan
kesejahteraan umat manusia, dan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak buruk. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam adalah bagaimana mengelola sumberdaya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri. Salah satu sumberdaya alam yang menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir adalah lahan. Lahan merupakan sumberdaya utama dalam kegiatan pertanian. Di sebagian wilayah Indonesia terutama di Jawa, Madura dan Bali, serta di beberapa pusat pemukiman di luar pulau tersebut, kepadatan penduduk dan nisbah jumlah penduduk terhadap luas tanah (man-land ratio) sudah sedemikian besar sehingga lahan menjadi sumberdaya produksi pertanian yang semakin langka, baik secara kuantitatif (luas areal yang semakin sempit dan terpencar) maupun secara kualitatif (mutu dan kesuburan tanah menurun). Akibat dari tekanan penggunaan yang berlebihan tersebut adalah terjadinya degradasi lahan (Sitorus, 2004). Saat ini pengelolaan lahan yang terjadi kurang memperhatikan karakteristik dan daya dukung lahan atau kelas kemampuan lahan, serta kaidahkaidah pengelolaan dan konservasi tanah yang benar sehingga menjadi penyebab degradasi lingkungan. Program penerapan konservasi tanah harus dilakukan secara terpadu antara lembaga/instansi terkait dengan penataan kembali implementasi teknik konservasi, penataan usahatani konservasi, penataan kelembagaan pendukung konservasi tanah dan kebijakan finansialnya (Padusung dan Arman, 2002). 1
2
Menurut Nasution (2004), terdapat ketimpangan kepemilikan
tanah
pertanian, dimana 43% rumahtangga perdesaan petani ”miskin tanah” (memiliki kepemilikan tanah kurang dari 0,1 hektar), dan 16% rumahtangga perdesaan memiliki luas kepemilikan tanah sekitar lebih dari 1 hektar, sehingga diperlukan penataan kembali kepemilikan tanah pertanian yang sesungguhnya lebih banyak berhubungan dengan aspek distribusi pendapatan dari pada masalah peningkatan efisiensi ataupun produktivitas sumberdaya lahan. Menurut Sumaryanto et al. (2002), struktur kepemilikan tanah rumahtangga pertanian cukup timpang, dimana hampir dua pertiga bagian petani tergolong dalam kelompok penguasaan kurang dari satu hektar. Menurut Putera (1999), rata-rata penguasaan lahan pertanian di Jawa berkurang dari 0,58 hektar di tahun 1983 menjadi 0,47 hektar di tahun 1993. Lahan yang ada saat ini rentan sekali untuk berpindah kepemilikan dimana petani yang tidak memiliki lahan cenderung bertambah, dan akumulasi penguasaan lahan pada satu tangan banyak terjadi. Hasil penelitian Bachriadi (1999) menunjukkan bahwa pada tahun 1993, petani yang tidak memiliki lahan meliputi 28 persen dari seluruh rumahtangga petani, sementara itu 2 persen rumahtangga petani menguasai 20,4 persen lahan pertanian yang ada. Proses
pembangunan
daerah,
khususnya
sektor
pertanian,
telah
membuktikan bahwa berbagai kendala masih dihadapi. Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah keadaan bio-fisik lahan yang sangat beragam dan sebagian sudah rusak atau mempunyai potensi sangat besar untuk menjadi rusak. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan kebijakan-kebijakan penajaman teknologi pemanfaatan sumberdaya lahan dimana dalam pengelolaannya disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi lahan sehingga hasil yang diharapkan dapat lebih optimal. Lima syarat yang harus dipenuhi dalam pengembangan teknologi pengelolaan lahan, adalah: (1) Teknis bisa dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat, (2) Ekonomis menguntungkan, (3) Sosial tidak bertentangan dan bahkan mampu mendorong motivasi petani, (4) Aman lingkungan, dan (5) Mendorong pertumbuhan wilayah secara berkelanjutan. Salah satu kunci untuk menyelesaikan konflik pengelolaan lahan dan problematik degradasi sumberdaya lahan terletak pada kebijakan yang didukung
3
oleh pendanaan jangka panjang yang kontinyu. Kebijakan dalam konteks ini harus mampu mempromosikan sistem pertanian yang berkelanjutan, yaitu suatu sistem pertanian yang didukung oleh adanya insentif bagi produsen (pemilik lahan dan tenaga kerja), kredit pedesaan, kebijakan pasar/harga yang kondusif, sistem transportasi, teknologi tepat guna yang site-specific, serta program penelitian dan penyuluhan. Hal ini membawa konsekuensi yang sangat berat, yaitu tersedianya kebijakan-kebijakan lokal sesuai dengan kondisi setempat, yang sasarannya adalah sistem penggunaan lahan yang dicirikan oleh tingkat penutupan vegetatif yang lebih baik pada permukaan lahan. Tiga faktor penunjang yang dipersyaratkan bagi pengembangan kebijakankebijakan lokal ini adalah: (1) Tersedianya data base management system tentang sumberdaya lahan, air, vegetasi, manusia, dan sumberdaya ekonomi lainnya, (2) Mekanisme analisis kendala dan problematik, dan (3) Mekanisme perencanaan yang didukung oleh brainware, software dan hardware yang dapat diakses oleh para perencana pembangunan di tingkat daerah. Untuk dapat mendorong dan mendukung berkembangnya kebijakan-kebijakan lokal tersebut, maka kebijakan nasional tentang penggunaan dan pengelolaan lahan harus diarahkan kepada: (1) Perbaikan penggunaan dan pengelolaan lahan, (2) Menggalang partisipasi aktif dari para pengguna lahan (pemilik lahan, pemilik kapital, dan tenaga kerja), dan (3)
Pengembangan
kelembagaan
penunjang,
terutama
lembaga-lembaga
perencana dan pemantau di daerah. Sektor pertanian sangat berkepentingan untuk memberikan kontribusi dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Sektor inilah yang secara langsung maupun tidak langsung selalu menghadapi permasalahan struktur penguasaan
lahan
berikut
segala
implikasinya,
meskipun
seringkali
permasalahannya bukan hanya terletak pada sektor pertanian. Pola penggunaan lahan untuk usaha pertanian dapat dipilah menjadi dua hal, yaitu: usaha pertanian skala besar yang dikelola oleh badan usaha milik negara maupun swasta, dan usaha pertanian rakyat (Sumaryanto et al. 2002). Meskipun usaha pertanian rakyat umumnya menerapkan pola campuran, tetapi menurut komoditas dominan yang diusahakannya, secara garis besar dapat dibagi
4
menjadi dua kategori, yaitu: usaha pertanian tanaman pangan (hortikultura), dan perkebunan rakyat. Menyikapi berbagai tantangan dan ancaman dalam penerapan pola campuran tersebut, maka perlu dilakukan terobosan program yang melibatkan berbagai pihak secara terarah dan terkoordinasi. Salah satu program tersebut adalah pengembangan kawasan agropolitan yang dilakukan pada daerah pemasok hasil produksi pertanian melalui pengembangan Daerah Pusat Pertumbuhan. Pengembangan
kawasan
agropolitan
adalah
untuk
meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat) di kawasan agropolitan. Adapun kawasan agropolitan di Pulau Jawa dan komoditas unggulannya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kawasan Agropolitan di Pulau Jawa dan Komoditas Unggulan No 1 2
Provinsi Banten Jawa Barat
3
Jawa Tengah
4 5
D.I. Yogyakarta Jawa Timur
Kabupaten / Kota Kab. Pandeglang Kab. Cianjur Kab. Kuningan Kab. Bogor Kab. Bekasi Kab. Semarang Kab. Pemalang Kab. Magelang Kab. Kulon Progo Kab. Banyuwangi Kab. Mojokerto Kab. Ngawi Kab. Lumajang Kota Batu Kab. Tulungagung Kab. Madiun Kab. Bangkalan
Komoditas Unggulan Durian dan Melinjo Sayuran dataran tinggi Sapi Manggis dan Durian Sayuran dataran rendah Sayuran dan Bunga-bungaan Hortikultura dan Sapi Salak dan Cabe Biofarmaka Sayuran dan Jeruk Sirsak dan Palawija Jagung Padi dan Kedelai Tanaman Hias Padi, Jagung dan Kedelai Padi dan Kedelai Kacang Tanah
Sumber: Badan Pengembangan SDM Pertanian (2002)
Berkembangnya sistem dan usaha agribisnis di kawasan agropolitan tidak saja membangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi juga ”off farm”, yaitu: usaha agribisnis hulu (pengadaan sarana pertanian), agribisnis hilir (pengolahan
5
hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur terdiri dari Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya. Permasalahan yang dihadapi kawasan agropolitan khususnya di Desa Sukatani adalah rendahnya pendapatan, sedangkan yang menjadi faktor pembatas adalah ketersediaan air dalam melakukan kegiatan usahataninya. Hal ini terkait
dengan
lahan
dominan
merupakan
lahan
tadah
hujan
yang
menggantungkan sumber air kegiatan usahataninya dari air hujan. Berbeda halnya dengan Desa Sindangjaya, pada umumnya tidak menganggap air sebagai faktor pembatas, tetapi masalah produktivitas dan kesuburan tanah yang menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan, karena sistem usahataninya lebih intensif. Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik usahatani komoditas hortikultura dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur.
1.2. Perumusan Masalah Lahan merupakan sumberdaya strategis dan merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan pengembangan agropolitan. Lahan mempunyai sifat yang unik, ditinjau dari segi kepemilikan maupun dari segi penggunaannya. Lahan memiliki nilai sosial, budaya, ekonomi dan politik, serta nilai sakral bagi pemiliknya terutama masyarakat perdesaan. Ditinjau dari aspek pertanian, kualitas lahan sangat bervariasi dan tidak merata di semua tempat, baik dari segi fisiknya maupun nilai strategis lokasinya. Kualitas lahan dan kondisi lingkungan yang tidak sama menyebabkan keragaman tingkat kegiatan penggunaannya dan tingkat pembangunan di berbagai wilayah. Selain itu, ketersediaan lahan tidak saja ditentukan oleh faktor kesesuaiannya untuk penggunaan komoditi atau kegiatan tertentu, namun juga ditentukan oleh aspek kelembagaan, yaitu kebijakan dalam kepemilikan, penggunaan, produktivitas dan teknik konservasi tanah. Pengelolaan lahan pertanian di kawasan agropolitan pada kenyataannya melibatkan banyak pihak dengan kepentingannya masing-masing. Dalam kondisi
6
seperti ini diperlukan pendekatan sistemik untuk mengevaluasi keadaan yang optimal
dengan
mengorbankan
sebagian kepentingan suatu pihak dan
memprioritaskan sebagian kepentingan beberapa pihak lainnya. Suatu model dan metode optimasi pengelolaan lahan merupakan idaman banyak pihak yang berkepentingan dengan sumberdaya lahan. Akan tetapi model seperti ini sangat sulit dikembangkan dan biasanya akan menghadapi berbagai hambatan dalam penerapannya di lapangan. Benturan kepentingan dari berbagai pihak yang terlibat biasanya tercermin dalam konflik-konflik penggunaan lahan yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai masalah degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti erosi tanah, sedimentasi, banjir, tanah longsor, dan gangguan-gangguan terhadap kawasan sekitarnya. Masalah degradasi sumberdaya lahan mungkin terjadi berpangkal dari pesatnya pembangunan infrastruktur fisik yang membuka aksesibilitas lokasi, sehingga semakin banyak penduduk yang memanfaatkan sumberdaya lahan secara lebih intensif berorientasi profit. Konflik-konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya lahan menjadi semakin banyak dan semakin parah. Salah satu kepentingan utama dari pengelolaan lahan ini adalah untuk mendapatkan produkproduk pertanian, seperti tanaman sayuran, tanaman hias, dan ternak. Komoditikomoditi ini dibudidayakan oleh para petani (sebagai pengelola lahan milik atau lahan sewa) pada lahan usahanya, baik yang berupa tegalan, pekarangan, maupun kebun campuran. Tindakan konservasi tanah, pengelolaan dan rehabilitasi lahan telah lama dirintis dan terus dikembangkan, mencakup aspek teknis-sipil, biologi, dan sosialekonomi. Namun demikian dalam penerapannya di lapangan seringkali usahausaha ini menghadapi berbagai kendala yang serius. Tampaknya hal seperti ini terjadi karena adanya konflik antara kepentingan pelestarian sumberdaya lahan dengan kepentingan ekonomi penduduk setempat. Kepentingan-kepentingan ini biasanya tidak saling menenggang, sehingga dalam upaya pengelolaan lahan diperlukan adanya prioritas kepentingan. Konflik-konflik kepentingan ini menjadi semakin banyak dan semakin parah sejalan dengan bertambahnya jumlah
7
penduduk yang memanfaatkan sumberdaya lahan seperti yang terjadi di kawasan agropolitan. Dalam penelitian ini akan ditelaah proses-proses penggunaan lahan dan pengelolaan lahan yang akan memadukan antara kepentingan konservasi tanah dan kepentingan produksi pertanian untuk menjamin ketersediaan hasil komoditas bagi penduduk setempat. Pengelolaan lahan di suatu kawasan menyangkut aspekaspek sumberdaya tanah, sumberdaya air, sumberdaya manusia, unsur teknologi, dan perekonomian masyarakat. Berdasarkan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian adalah: 1. Bagaimana karakteristik pola penguasaan lahan dan pola tanam usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan? 2. Bagaimana kelayakan dan produktivitas usahatani komoditas hortikultura dengan penguasaan lahan serta peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas usahatani komoditas hortikultura? 4. Bagaimana tingkat erosi berdasarkan komoditi yang dibudidayakan?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah: 1. Mengetahui karakteristik pola penguasaan lahan dan pola tanam usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan. 2. Mengetahui tingkat kelayakan dan produktivitas usahatani komoditas hortikultura dengan penguasaan lahan serta peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani komoditas hortikultura. 4. Mengetahui tingkat erosi berdasarkan komoditi yang dibudidayakan.
1.4. Kerangka Pemikiran Karakteristik usahatani sangat berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam mengelola dan menjalankan aktivitas usahataninya, baik dari segi
8
penggunaan sarana produksi, alat dan mekanisasi pertanian, teknologi maupun tenaga kerja. Salah satu sarana produksi yang paling penting dalam kegiatan usahatani adalah ketersediaan dan status kepemilikan tanah. Status kepemilikan tanah menentukan kemauan petani untuk melakukan kegiatan konservasi tanah. Upaya konservasi tanah merupakan upaya yang bersifat jangka panjang, sehingga hasilnya baru akan dirasakan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, petani bersedia melakukan konservasi jika status lahan yang dikerjakannya adalah milik sendiri. Jika lahan yang digarap bukan milik sendiri, maka sulit buat petani melakukan upaya konservasi tanah (Susilowati et al. 1997). Eratnya keterkaitan lahan dengan kegiatan pertanian menyebabkan upaya perbaikan kesejahteraan petani tidak cukup hanya melalui perbaikan teknologi dan kelembagaan yang terkait dengan proses produksi dan perbaikan akses petani terhadap penggunaan lahan (Jamal, 2000). Namun, perlu diikuti dengan kepemilikan lahan yang merata, penggunaan lahan yang tepat, produktivitas lahan yang memadai dan upaya penggunaan teknik konservasi tanah yang tepat. Tindakan konservasi tanah pada prinsipnya adalah usaha untuk menempatkan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Jadi upaya konservasi tanah ditujukan untuk dua hal, yaitu: mencegah kerusakan tanah dan memperbaiki tanah-tanah yang rusak agar dapat tercapai produksi yang setinggi-tingginya dalam waktu yang tidak terbatas (Sitorus, 2004). Kawasan agropolitan, khususnya pada lokasi penelitian sangat menarik untuk dilakukan penelitian berkaitan dengan sumberdaya yang terbatas dalam kegiatan usahatani serta penerapan teknik konservasi tanah yang jarang dilakukan oleh petani, sebagaimana diagram kerangka pikir penelitian yang tertera pada Gambar 1.
9
Kawasan Agropolitan : Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya
Karakteristik Usahatani Komoditas Hortikultura
Pola Penguasaan Lahan
Pola Tanam
Penggunaan Pupuk dan Pestisida
Penerapan Teknik Konservasi Tanah
Pengelolaan Lahan Usahatani Tegalan / Pekarangan
Produktivitas Usahatani Komoditas Hortikultura
Fisik / Lahan : 1. Solum Tanah 2. Kesuburan Tanah 3. Kepekaan Erosi
Fisik / Lahan
1. Hasil Pertanian 2. Pendapatan 3. Kesempatan Kerja 4. Debit air, Sedimen, Fosfat dan BOD
Ekonomi
Kesejahteraan Petani / Buruh Tani
Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur
Sistem Usahatani Komoditas Hortikultura yang Berkelanjutan
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Harga Saprodi : 1. Bibit 2. Pupuk 3. Pestisida 4. Tenaga Kerja 5. Alat-alat Pertanian
10
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Pemerintah: sebagai bahan referensi perencanaan untuk proses pengambilan keputusan dalam menerapkan usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan Kecamatan Pacet-Cianjur 2. Ilmu Pengetahuan: sebagai bahan referensi dan kajian ilmiah dalam menerapkan
usahatani
komoditas
hortikultura
khususnya
untuk
pengembangan di kawasan agropolitan Kecamatan Pacet-Cianjur 3. Masyarakat: sebagai bahan sumbangan pemikiran kepada kelompok tani tentang usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan Kecamatan Pacet-Cianjur.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik dan Sumberdaya Usahatani Karakteristik usahatani individu adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada diri seseorang, yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Soekartawi (1986) mengatakan bahwa cepat tidaknya proses adopsi sangat tergantung dari beberapa faktor. Sumberdaya yang dimiliki petani meliputi faktor fisik berupa tanah, sinar matahari, air, dan faktor sosial ekonomi seperti uang tunai dan kredit, tenaga kerja, dan pasar (Harwood, 1982). Pada umumnya suatu usahatani memiliki modal yang terbatas, sumberdaya modal diperoleh dari pembentukan modal sendiri dan bantuan kredit. Konsekuensinya, dalam usaha pertanian tidak diperoleh modal sesuai yang diinginkan (Cowling et al. 1970). Jalan keluar untuk memenuhi keterbatasan modal bagi petani dapat ditempuh melalui 2 (dua) cara. Pertama, meningkatkan pemanfaatan sumberdaya yang terbatas melalui pengalokasikan kombinasi usahataninya sehingga mampu membentuk modal sendiri. Kedua, melalui pemberian kredit usahatani. Dengan demikian diharapkan petani akan mampu meningkatkan penggunaan input yang lebih tinggi, sehingga produksi yang dicapai akan lebih tinggi (Cooke, 1982). Petani kecil umumnya kurang menguasai keadaan iklim dan masalah sosial ekonomi di tempat mereka bekerja. Walaupun demikian, mereka harus membuat keputusan tentang tanaman apa yang harus ditanam, bagaimana mengusahakan tanaman tersebut dan berapa luas yang harus diusahakan (Soekartawi, 1986).
2.2. Lahan dan Tanah Lahan memiliki pengertian yang lebih luas dari pada tanah, walaupun dalam banyak hal kata tanah dan lahan sering digunakan dalam makna yang setara. Lahan merupakan matrik dasar kehidupan manusia dan pembangunan (Saefulhakim, 1997) karena hampir semua aspek dari kehidupan manusia dan pembangunan, baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995). Tanah dipandang sebagai benda alami dan yang mempelajari proses dan reaksi biofisik-kimia yang
12 berperan, kandungan dan jenis serta penyebarannya, sebagai tempat tumbuh tanaman dan penyedia unsur hara (Arsyad, 1989). Hardjowigeno et al. (1999), mendefinisikan lahan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berbeda di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh manusia di masa lalu dan sekarang, yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa mendatang. Sumberdaya
lahan/tanah
menggambarkan
gabungan
antara
sifat
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, yang tidak dapat diperbaharui serta sumberdaya biologis. Sebagai contoh adalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah berhubungan dengan adanya kegiatan organisme, sifat kimia alami tanah dan aktivitas akar tanaman agar hara tanah dapat diserap tanaman. Keadaan ini merupakan sifat dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui karena manusia dapat memanipulasi kesuburan tanah sehingga dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama sampai ratusan atau ribuan tahun. Misalnya, petani menggunakan pupuk, kapur, tanaman pupuk hijau, kompos dan sebagainya dalam kegiatan budidayanya. Sedangkan sifat tanah/lahan yang merupakan sifat dari sumberdaya biologis adalah apabila sumberdaya lahan/tanah ditingkatkan, dipertahankan atau digunakan sehingga kesuburannya bertambah atau berkurang sebagai akibat dari pengaruh manusia (Sitorus, 2004).
2.3. Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Pengertian kepemilikan dan penguasaan lahan seringkali dianggap sama. Padahal ada perbedaan mendasar antara pengertian kepemilikan dan penguasaan. Pengertian kepemilikan lebih condong kepada status hak (entitlement) sedangkan pengertian penguasaan lebih kepada total luasan yang di kuasai atau diusahakan. Selain itu pengertian kepemilikan mengandung arti adanya hak untuk menggunakan tanah bagi pemiliknya, baik hak untuk menjual (dipindah tangankan),
digadaikan,
disewakan,
diwariskan
atau
diusahakan
untuk
kepentingan pemiliknya. Sedangkan pengertian penguasaan mengandung arti adanya hak untuk menggunakan tanah berdasarkan sewa atau kontrak tertentu,
13 tetapi tidak dapat dipindahtangankan oleh yang menguasai tanah tersebut (Wijayanti, 2000). Salah satu aspek penting dimensi tanah dalam hubungannya dengan manusia adalah tanah sebagai properti yang mempunyai pengertian bahwa tanah meliputi kepemilikan beserta entitlement yang berkaitan dengan hak kepemilikan tanah (Barlowe, 1978). Hal ini berkaitan dengan segala hak yang berhubungan dengan tanah yang mempunyai implikasi sangat luas terhadap pengelolaan sumberdaya tanah, seperti hak untuk memiliki dan menggunakan tanah, hak untuk menjual tanah, hak untuk menyewakan, hak untuk menggadaikan, hak untuk membagi dan menurunkan kepemilikan dan hak untuk menghibahkan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (Undang-Undang Pokok Agraria) atau lebih dikenal dengan UUPA, menyebutkan beberapa jenis hak-hak atas tanah, antara lain: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak yang disebut sebelumnya yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Hak milik diatur dalam UUPA Pasal 20 sampai 27. Hak milik adalah hak turun-tumurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hak guna usaha diatur dalam UUPA Pasal 28 sampai Pasal 34. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak guna bangunan diatur dalam UUPA Pasal 35 sampai 40. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya, dengan jangka waktu tertentu (paling lama 30 tahun). Baik tanah negara maupun tanah milik yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum yang ditunjuk oleh Negara dapat diberikan hak guna bangunan. Hak pakai diatur dalam UUPA Pasal 41 sampai dengan 43. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang yang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal
14 tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA. Hak sewa diatur dalam UUPA Pasal 44 dan 45. Hak sewa adalah sesuatu hak untuk menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Hak membuka tanah dan membangun hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia dan diatur oleh Peraturan Pemerintah, sebagaimana disebutkan UUPA Pasal 46 Ayat 1.
2.4. Pola Tanam Pola tanam biasanya dipilih oleh setiap petani berdasarkan pertimbangan ekonomi dan pengelolaan. Sebelum faktor-faktor tersebut diperhitungkan, lahan diklasifikasikan berdasarkan curah hujan (Harwood, 1982). Menurut Wilsie (1962), terdapat 7 (tujuh) kriteria yang menentukan kesesuaian tanaman terhadap kondisi lingkungan, yaitu: (1) Kesesuaian topografi, (2) Kualitas tanah, (3) Kelembagaan yang memadai, (4) Jumlah curah hujan yang memadai, (5) Kesesuaian waktu dan distribusi hujan, (6) Kesesuaian cuaca, dan (7) Tersedianya pasar yang menampung hasil pertanian. Pola tanam ideal ditentukan oleh fungsi input produksi dan ketersediaan komponen tanaman. Jika fungsi input dan ketersediaan genetik tetap untuk jangka waktu tertentu, biasanya petani menyusun pola pertanaman dan mengimbangi kendali ini. Varietas baru yang cukup dan ketersediaan input dapat memungkinkan ditemukannya pola pertanaman yang lebih baik (Harwood, 1982). Apabila petani ingin mencapai tujuan sebaik mungkin, maka petani harus selalu melakukan pilihan sehingga penggunaan sumberdaya mencapai keadaan dimana keuntungan marginal diperoleh dan perubahan penggunaan sumberdaya sama besarnya dengan kerugian marginal yang termasuk dalam perubahan tersebut (Soekartawi et al., 1986).
2.5. Produktivitas dan Penguasaan Lahan Menurut Mubyarto (1979), pengertian produktivitas lahan itu merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha dengan kapasitas lahan. Efisiensi usaha diukur berdasarkan banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input. Sedang kapasitas lahan menggambarkan kemampuan
15 lahan itu untuk menyerap tenaga dan modal, sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkat teknologi tertentu. Dengan demikian, secara teknis produktivitas adalah merupakan perkalian antara efisiensi usaha dengan kapasitas lahan. Partadireja (1980), memberikan pengertian produktivitas lahan sebagai kemampuan
lahan
untuk
menghasilkan
sesuatu.
Produktivitas
lahan
mencerminkan produksi per hektar, dan ini ditentukan oleh: (1) keadaan kesuburan tanah, (2) modal, yang termasuk di dalamnya adalah varietas tanaman, penggunaan pupuk organik maupun anorganik, tersedianya air dalam jumlah yang cukup dan berkualitas baik dan alat-alat pertanian, (3) teknik bercocok tanam, (4) teknologi yang di dalamnya termasuk organisasi, manajemen, dan gagasangagasan, dan (5) tenaga kerja. Banyak faktor yang mempengaruhi kegairahan petani untuk meningkatkan produktivitas lahan mereka. Salah satu dari faktor-faktor yang dimaksudkan adalah status dan luas penguasaan lahan pertanian (Sinaga dan Kasryno, 1980). Penelitian di India oleh Surjit S. Bhalia dalam Berry Cline (1979) di saat “revolusi hijau” telah berjalan enam tahun di negara tersebut diperoleh kesimpulan bahwa antara luas garapan dengan produktivitasnya terdapat hubungan yang negatif, makin luas usahataninya, produktivitasnya makin menurun. Hal ini disebabkan karena tidak sempurnanya pasar, terutama pasar tenaga kerja, disamping pasar lahan dan pasar modal. Kesimpulan serupa diperoleh oleh Berry dan Cline (1979) dalam penelitiannya di Filipina dengan menggunakan data tahun 1960. Penelitian Rivai (1958), di perdesaan Pati - Jawa Tengah menyimpulkan, bahwa petani penyakap justru tingkat kemakmurannya lebih tinggi dan lebih stabil dari pada golongan petani pemilik. Hal ini dikarenakan petani penyakap sematamata menggantungkan hidupnya pada tanah sakapannya, sehingga mereka lebih tekun mengusahakan lahan sakapannya untuk tidak mengecewakan si pemiliknya. Bagi penyakap jaminan kelangsungan perjanjian penyakapan dirasa penting. Sebaliknya petani pemilik tidak mempunyai dorongan serupa itu. Kesimpulan lain adalah intensitas mengerjakan tanah kongsen (hak mengerjakan) lebih baik dari sistem tanah yasan hak milik turun-menurun).
16 Menurut White dan Wiradi (1979), masalah penguasaan lahan bukan saja dipandang sebagai masalah hubungan manusia dengan lahannya melainkan lebih menyangkut hubungan sosial, ekonomi dan politik antar mereka. Dengan demikian, suatu hubungan penguasaan atas lahan langsung melibatkan manusia dalam suatu hubungan dengan masyarakat disekitarnya yang erat kaitannya dengan pembagian kekayaan, kesempatan-kesempatan ekonomi dan penguasaan politik diantara mereka, terutama di daerah-daerah, dimana lahan merupakan faktor produksi yang sangat langka, seperti di Jawa. Menurut Sinaga (1980) untuk dapat mencapai pendapatan yang maksimum, petani akan mengelola usahataninya sedemikian rupa sehingga tingkat kombinasi pemakaian faktor-faktor produksi memenuhi persyaratan ekonomi sebagai berikut: 1. Jika dana yang dipunyai tidak terbatas, maka tingkat pemakaian faktor-faktor produksi diusahakan sedemikian rupa sehingga berada pada keadaan nilainilai produksi marjinal masing-masing faktor (NPMxn) sama dengan harga per unit dari faktor produksi yang bersangkutan (Hxn) sehingga mengikuti persamaan sebagai berikut: NPMx1 Hx1
=
NPMx2 Hx2
= ........... =
NPMxn = 1 Hxn
2. Jika dana terbatas, maka tingkat pemakaian faktor-faktor produksi berada pada keadaan sedemikian sehingga rasio dari nilai produksi marjinal dan harga per unit masing-masing faktor produksi sama atau lebih besar dari satu. Persamaannya menjadi: NPMx1 Hx1
=
NPMx2 Hx2
= ........... =
NPMxn > 1 Hxn
dimana NPMxn menyatakan nilai produksi marjinal faktor-faktor produksi xn dan Hxn menyatakan harga persatuan faktor produksi xn Implikasi pemakaian kriteria tersebut di atas terhadap tingkat pemakaian faktor-faktor produksi non lahan dan produktivitas lahan dengan berbagai macam status penguasaan lahan digambarkan pada Gambar 2.
17 (Kg) Y1 PTP
Y2
Y3
0
Urea (Kg)
Gambar 2. Kurva Produksi Penggunaan Pupuk Urea (Rp)
HU HUS
0
N2
N1
Urea (Kg) NPMU
NPMUS
Gambar 3. Kurva Nilai Produksi Marginal Urea dan Harga Urea Per Satuan dimana: PTF NPMu NPMus Hu Hus
= Produksi Total Fisik = Nilai Produksi Marginaal Pupuk Urea = Nilai Produksi Marginal Urea Bagi Penyakap = Harga Urea Per Satuan Berat = Harga Urea Per Satuan Berat Setelah Biaya Urea Dibagi Dua Oleh Penyakap dengan Pemilik
18 Dari Gambar 2. di atas sebagai misal kurva produksi pada sebidang lahan dengan penggunaan pupuk urea, dan Gambar 3. sebagai kurva nilai produksi marjinal dari urea dan harga urea per satuan berat. Dari gambar tersebut ditunjukkan bahwa: 1. Pada petani pemilik penggarap akan memakai pupuk urea sebanyak ON1 kg/ha karena pada tingkat pemakaian urea tersebut nilai produksi marjinal dari pupuk urea (NPMu) sama dengan harga per satuan berat urea (Hu) dan produksi per hektar adalah OY1 2. Pada petani penyewa akan mengambil keputusan yang hasilnya seprti pada petani pemilik penggarap. Dalam hal sewa menyewa, sewa lahan merupakan biaya tetap bagi penyewa 3. Pada petani penyakap ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi antara lain: a.
Bila hasil panen dibagi dua dan biaya produksi dibagi dua sama besarnya, maka kurva nilai produksi marjinal bagi penyakap adalah NPMus dan kurva harga pupuk bagi penyakap adalah Hus. Pada pemakaian pupuk ON1 kurva NPMus memotong memotong kurva Hus. Dengan demikian dengan aturan penyakapan tersebut per hektar dapat mencapai OY1.
b.
Bila hasil panen dibagi dua sama tetapi semua biaya dpikul penyakap maka harga pupuk sama dengan Hu. Kurva NPMus memotong Hu pada tingkat pemakaian pupuk ON2 sehingga hasil per hektar yang akan dicapai hanya OY2. Dari illustrasi Gambar 2 dan 3 di atas menunjukkan bahwa pada kondisi
tertentu hasil per hektar akan sama, baik lahan itu diusahakan pemiliknya atau penyewa maupun penyakap.
2.6. Erosi Istilah erosi tanah umumnya diartikan sebagai kerusakan tanah oleh perbuatan air atau angin. Menurut Arsyad (2006), erosi adalah peristiwa terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh
19 media alami. Menurut media pengangkutannya dikenal dua jenis erosi, yaitu erosi air dan erosi angin. Terjadinya erosi disebabkan oleh kekuatan jatuh butir-butir hujan dan aliran permukaan atau karena kekuatan angin. Pada sebagian besar daerah tropika basah seperti Indonesia, erosi disebabkan oleh kekuatan jatuh butir hujan dan aliran permukaan (Sinukaban, 1989). Selanjutnya Ellison (1947) dalam Sinukaban (1989) menyatakan bahwa erosi
merupakan
proses
pelepasan
(detachment)
dan
pengangkutan
(transportation) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Peristiwa pelepasan dan pengangkutan merupakan komponen-komponen erosi tanah yang penting, dimana di dalam proses terjadinya erosi, peristiwa pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan.
Hal ini menunjukkan bahwa pelepasan merupakan
variabel yang penting yang berdiri sendiri, tetapi pengangkutan tergantung dari pelepasan. Berdasarkan prosesnya (tempat, sumber, magnitud dan bentuk), erosi dapat dibedakan menjadi erosi percikan (splash erosion), erosi lembar (sheet erosion), erosi alur (riil erosion), erosi parit (gully erosion), dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan agent atau medianya, erosi dapat dibedakan menjadi erosi air dan erosi angin. Walaupun terdapat perubahan secara spasial dan temporal, proses yang terlibat dalam erosi adalah sama. Menurut David (1988) dan Lu et al. (2005) erosi yang diakibatkan oleh air sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan run off. Proses ini terdiri dari empat sub proses yang interaktif, yaitu: penghancuran oleh curah hujan, pengangkutan oleh curah hujan, penghancuran oleh run off (scour erosion) dan pengangkutan oleh run off. Hujan jatuh di permukaan tanah akan menghancurkan partikel tanah dan memercikan partikel tersebut ke atas kemudian berpindah ke tempat lain (Gambar 4).
Gambar 4. Energi Butir Hujan yang jatuh di Permukaan Tanah
20 Partikel tanah yang berpindah tempat tersebut dapat menyumbat pori-pori tanah sehingga menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (surface crusting) sehingga akan mengurangi infiltrasi tanah. Apabila hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, maka akan terjadi run off yang akan menghancurkan partikel tanah dan mengangkutnya dengan tenaga aliran run off. Jika kecepatan aliran menjadi lambat atau terhenti, partikel akan mengalami deposisi atau sedimentasi (Mc Clauley dan Jones, 2005). Berkurangnya penutupan lahan, baik oleh tajuk maupun serasah tanaman menyebabkan teradinya peningkatan daya rusak tetesan hujan, sehingga tingkat bahaya erosi menjadi lebih tinggi. Di Indonesia, pengaruh erosi dapat dilihat dari semakin meningkatnya hamparan lahan kritis dan frekuensi dan besaran banjir. Banjir terjadi akibat sedimentasi di sungai, sehingga kapasitas tampung sungai menurun dan air meluap di musim hujan. Peristiwa erosi juga menyebabkan sedimentasi di berbagai waduk seperti waduk Gajah Mungkur, bendungan Jatiluhur, dan lainnya. Menurut McCauley dan Jones (2005) kerugian yang ditimbulkan oleh erosi tanah cukup besar, karena mengikis dan mengangkut sebagian tanah, misalnya kehilangan tanah yang terjadi pada lahan pertanian di Amerika dan Montana yang masing-masing mencapai 1,3 juta ton/tahun dan 5,50 ton/ha/tahun serta padang rumput di Wyoming yang telah menyebabkan erosi mencapai 5,10 ton/ha/tahun. Erosi dapat disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Faktor-faktor alami yang mempengaruhi erosi dapat dirinci sesuai dengan pengaruh yang disumbangkannya terhadap proses erosi dan sedimentasi, sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Erosi perlu dikendalikan agar tanah dapat dimanfaatkan secara lestari untuk pertanian dan penggunaan lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran terhadap besarnya erosi yang terjadi akibat pemanfaatan lahan untuk penggunaan tertentu, terutama pertanian. Pengukuran langsung di lapang akan membutuhkan waktu yang lama, biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Pengembangan model prediksi erosi merupakan salah satu cara yang dapat mempermudah penetapan besarnya erosi yang terjadi pada suatu lahan.
21 Tabel 2. Pengaruh Beberapa Faktor Alam Terhadap Proses dan Tingkat Erosi Tanah Faktor Curah Hujan : intensitas, durasi, frekwensi, indeks erosi Lereng: - Kemiringan, panjang dan bentuk
-
Posisi Terhadap lereng
Tanah: - Kedalaman -
Tekstur
-
Struktur dan agregasi
- Kandungan Bahan Organik Vegetasi : Struktur, penutupan kanopi, penutupan dasar (ground)
Pengaruh terhadap Proses Erosi Menghancurkan agregat tanah dengan percikan butir air hujan dan mengangkut partikel oleh run off; surface sealing Erosi cenderung meningkat dengan meningkatnya panjang dan kemiringan lereng; bentuk lereng memperngaruhi tingkat kehilangan tanah, yaitu conveks>lurus>conkaf Mempengaruhi hubungan run off – run on (erosi dan deposisi) Mempengaruhi kapasitas penyimpanan air tersedia Tanah dengan kandungan debu atau pasir halus umumnya paling mudah tererosi; erodibilitas akan menurun dengan meningkatnya kandungan fraksi pasir dan liat Proporsi air- stabilitas dan ukuran agregat mempengaruhi erodibilitas Mempengaruhi inisiasi run off, infiltrasi, perkembangan struktur tanah, water repellency. Mempengaruhi intersepsi curah hujan, percikan butir air hujan, infiltrasi, evapotranspirasi dan run off.
Sumber : Gunn et al. (1988)
Menurut Arsyad (2006), secara ideal metode prediksi harus memenuhi persyaratan-persyaratan, yaitu harus dapat diandalkan, secara universal dapat dipergunakan, mudah dipergunakan dengan data yang minimum, komprehensif dalam hal faktor-faktor yang dipergunakan dan mempunyai kemampuan untuk mengikuti perubahan-perubahan tata guna tanah dan tindakan konservasi. Prediksi erosi yang umum dipergunakan pada saat ini adalah model parametrik, terutama tipe kotak kelabu. Empat faktor utama yang dianggap terlibat dalam proses erosi adalah iklim, sifat tanah, topografi dan vegetasi penutup lahan. Oleh Wischmeier dan Smith (1978) keempat faktor tersebut dimanfaatkan sebagai dasar untuk menentukan besarnya erosi tanah melalui persamaan umum yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan persamaan universal (Universal Soil Loss Equation.-USLE).
22 USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin
dilakukan
atau
yang
sedang
dipergunakan.
Persamaan
yang
dipergunakan untuk mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju erosi kedalaman enam peubah utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numerik. USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur dibawah keadaan tertentu. Dan juga bermanfaat untuk tempat-tempat bangunan dan penggunaan bukan pertanian, tetapi tidak dapat memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sendimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai. Persamaan USLE hingga saat ini masih relevan dan paling banyak digunakan dan hingga saat ini belum ada yang menggantikan metode USLE ini: A=RKLSCP dimana: A = adalah banyaknya tanah yang tererosi (ton/hektar/tahun) R = adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan. Nilai R dapat ditetapkan dengan menggunakan Peta ISOERODEN. Namun bila data CH tak lengkap dapat digunakan Rumus Bols (1978) yaitu: EI30 = 6,119 (R) 1.21 (Days)-0,47 (Max P) 0.53 atau EI30 =
2.467 r 2 0.0727 r + 0.725
r = curah hujan (cm)
K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 22 m terletak pada lereng 9% tanpa tanaman. Nilai K dapat dihitung berdasarkan sifat tanah dengan rumus Weischmeier dan Smith sebagai berikut:
23 100 K = 1.292 (2.1 M1.14 x 10-4 x (12 – a) + 3,25 (b – 2) + 2.5 (c – 3) dimana: M = (% pasir sangat halus + % Debu) (100 - % liat) a = % bahan organik b = kode struktur tanah c = kelas permeabiltas atau menggunakan
Nomograf Erodibilitas Tanah Weischmeier dan Smith,
sebagaimana disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Nomograf untuk Menentukan Nilai K L = adalah faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22 m di bawah keadaan yang identik. L dapat dihitung dengan rumus: m ⎛ x ⎞ Faktor L = ⎜ ⎟ ⎝ 22 ⎠ Nilai m tergantung pada kemiringan lereng (m = 0.2 jika s < 1%; m = 0.3 jika 1%<s<3%; m = 0.4 jika 3.5%<s<4.5% dan m = 0.5 jika s > 5%) S=
faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik. Faktor S dapat dihitung dengan rumus :
24
Faktor S = 0.065 + 0.045 s + 0.0065 s2 (untuk s<12%) Faktor S = (s/9)1.35 (untuk s > 12%) Faktor LS dapat ditentukan secara simultan dengan menggunakan nomograf Weismeier dan Smith (1978). C = adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman. Faktor C dapat dilihat dari berbagai hasil penelitian yang sudah ada. P = adalah faktor tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus terhadap besarnya erosi tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan identik. Faktor P juga dapat ditentukan dengan melihat hasil penelitian yang sudah ada. Kelemahan dan Keunggulan USLE
Menurut Goldman et al. (1986) persamaan USLE mempunyai keterbatasan dan keunggulan sebagai berikut: Asumsi:
-
dapat digunakan pada lereng yang panjangnya ≤ 400 feet
-
digunakan pada kemiringan lereng 3% - 18%
-
hanya dapat digunakan pada lahan dengan sistem penanaman dan pengelolaan yang konsisten
-
hanya dapat digunakan pada DAS yang tidak terlalu luas (DAS kecil)
-
efektif digunakan pada unit lahan yang tanahnya bertekstur sedang (tidak untuk tanah yang bertekstur berpasir)
Kelemahan:
-
sulit digunakan pada kejadian hujan tertentu
-
sulit digunakan pada DAS yang kompleks
-
tidak memperhitungkan proses (bersifat empirik)
25
Keunggulan:
-
mudah diaplikasikan
-
dapat diterapkan dimana saja (universal), dengan penetapan nilai setiap faktor secara tepat.
-
dapat memprediksi erosi dalam jangka panjang pada penggunaan lahan yang berbeda-beda. Secara skematik persamaan USLE disajikan dalam Gambar 6.
Besarnya Erosi yang akan terjadi adalah fungsi : Kemungkinan Erosi Tanah
Hujan Energi
Sifat Tanah
Kekuatan Perusak Hujan
A
R
Pengelolaan
Pengelolaan Lahan
K
LS
Pengelolaan Tanaman
P
C
Gambar 6. Skema Persamaan USLE (Arsyad, 2006) Selanjutnya menurut Hudson (1978), terdapat dua aplikasi utama dari persamaan USLE ini, yaitu: a. Untuk memprediksi kehilangan tanah akibat erosi Pada situasi tertentu nilai setiap faktor dalam persamaan adalah tetap, di lapang atau pada tanah tertentu, panjang dan kemiringan lereng diketahui, dengan pola tanam tertentu. Untuk setiap variabel ini dipilih nilai numerik yang tepat, dan jika semua faktor tersebut dikalikan, maka jumlah erosi yang diprediksi oleh persamaan dapat dihitung. Kita mengetahui semua term pada bagian kanan persamaan dapat digunakan untuk menghitung A. Kita juga dapat memprediksi berapa perubahan tanah yang hilang jika kita mengubah nilai beberapa variabel tersebut.
26 b. Untuk memilih tindakan dalam pertanian Dalam hal ini, bagian kiri persamaan, yaitu A (erosi) sama dengan kehilangan tanah maksimum yang dapat diterima. Di bagian kanan persamaan beberapa faktor yang mewakili variabel yang tidak dapat dikendalikan, seperti erosivitas (R), erodibilitas (K), dan kemiringan lereng dan nilai ini juga telah dapat ditentukan. Faktor-faktor lainnya adalah perbedaan sistem penanaman, perbedaan metoda ploughing dan lain-lain. Persamaan dapat memilih kombinasi yang bervariasi dari faktor-faktor ini sehingga persamaan seimbang (balance), yaitu erosi tidak akan melebihi target. Aplikasi ini berguna sebagai pertimbangan dalam membuat rekomendasi untuk para petani dalam pengelolaan tanaman. Jenis solusi yang dihasilkan dari persamaan mungkin tanpa sedikitpun tindakan konservasi (nilai P tinggi), namun rotasi akan mencakup proporsi yang tinggi dari tutupan tanaman (nilai C rendah perlu untuk menyeimbangkan persamaan). Tetapi jika lahan dibuat teras (untuk mengurangi P) rotasi harus terdiri dari cash crops yang lebih banyak (nilai C menjadi lebih tinggi). Tidak ada solusi tunggal yang mutlak dari persamaan tersebut, yang ada dengan berbagai cara dapat diperoleh lebih dari satu jawaban terhadap bagaimana untuk mengelola lahan. USLE telah dimodifikasi dan diperluas untuk kondisi yang sesuai di Pasifik Barat laut, Hawaii dan wilayah range land di bagian barat. Modifikasi tersebut telah memasukkan run off dan peak flow sebagai parameter, menggantikan faktor energi dan intensitas curah hujan untuk memperoleh model sediment yield untuk hujan tertentu (William, 1977). Penggunaan dan Penyalahgunaan USLE
Persamaan USLE dirancang untuk memprediksi sheet dan riil erosion. Dalam hal ini kehilangan tanah harus dibedakan dengan sediment yield. Kehilangan tanah diprediksi dengan persamaan adalah bagian tanah yang diangkut pada kemiringan tertentu yang ditetapkan sebagai faktor topografi. Informasi ini sangat diperlukan untuk perencanaan konservasi tanah. Namun pada umumnya, tidak semua sedimen dihasilkan pada lereng yang ditinggalkan.
27 Sediment yield di lapang merupakan jumlah kehilangan tanah pada bagian lereng dikurangi deposisi dalam depresi di lahan, pada kaki lereng, sepanjang batasan petak dan di dalam saluran teras. Persamaan USLE tidak menghitung deposisi ini (Weischmeier dan Smith, 1978). Banyak variabel dan interaksi yang mempengaruhi sheet dan riil erosion. USLE menggolongkan variabel ini menjadi enam faktor erosi utama, hasilnya untuk suatu kondisi tertentu mewakili kehilangan tanah rata-rata tahunan. Menurut Weischmeier (1978), ada beberapa sumber kekeliruan dalam menerapkan USLE, yaitu: -
USLE sering digunakan pada DAS yang kompleks, padahal USLE tidak bisa digunakan untuk memprediksi erosi pada DAS yang kompleks karena tidak ada sistem pengelolaan dan penanaman yang konsisten, variabilitas wilayah sangat tinggi. USLE membutuhkan data yang spesifik dan detil. Oleh karena itu hasil perhitungan yang diperoleh akan keliru (atau tidak sesuai dengan kondisi aktualnya).
-
USLE akan memberikan hasil yang keliru jika digunakan untuk prediksi sedimentasi di reservoir, karena USLE hanya digunakan untuk memprediksi erosi pada suatu unit lahan, bukan untuk prediksi sedimentasi seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Penetapan faktor C dan LS juga sering menyebabkan kekeliruan
perhitungan erosi berdasarkan USLE. Faktor C sering ditentukan berdasarkan kondisi tanaman dalam satu musim tanam atau berdasarkan hasil interpretasi citra landsat atau foto udara yang terakhir, pada hal faktor C yang dimaksudkan dalam USLE adalah faktor C yang menggambarkan kondisi penanaman selama satu tahun. Selain itu faktor LS sering ditentukan berdasarkan peta topografi sehingga hasil yang diperoleh bias, karena interpretasi dan perhitungan yang kurang tepat. Seharusnya penentuan faktor LS ini harus berdasarkan pengukuran langsung di lapang.
2.7. Degradasi Lahan
Degradasi lahan pertanian yang dihadapi terutama berupa menurunnya kesuburan fisik dan kimia tanah akibat erosi maupun akibat penggunaan lahan
28 yang over intensive. Sejak krisis ekonomi, laju degradasi lahan pertanian cenderung meningkat karena perambahan hutan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan. Sementara itu, praktek pertanian konservasi tidak berkembang dengan baik karena tiadanya insentif ekonomi yang sepadan (Sumaryanto et al., 2002). Degradasi akibat penggunaan lahan yang terlalu intensif tercermin dari kecenderungan terjadinya ”lapar pupuk”. Beberapa tahun terakhir ini, untuk mempertahankan produktivitas yang dicapai petani mengaplikasikan dosis pemupukan yang lebih tinggi (Sumaryanto et al., 2002). Hal ini diduga berkaitan dengan terkurasnya unsur-unsur hara mikro dalam tanah maupun kesuburan fisik tanah akibat semakin habisnya bahan organik yang terkandung dalam tanah akibat intensitas tanam yang tinggi dan terlalu mengandalkan pupuk anorganik semata, seperti N, P dan K. Degradasi lahan (land degradation), menurut Padusung dan Arman (2002), disebabkan oleh erosi, pencemaran air tanah dan air permukaan oleh pestisida dan limbah industri, penanaman tanaman secara terus-menerus dalam jangka waktu lama tanpa ada usaha pengembalian sisa, dan kegiatan penambangan seperti penambangan batu bara, minyak bumi dan bahan mineral. Namun, penyebab utamanya adalah erosi, sebagai akibat kurang tepatnya penggunaan dan pengelolaan lahan yang diikuti dengan curah hujan yang tinggi. Lahan dengan kerentanan tinggi terhadap degradasi memiliki sebaran yang luas di Indonesia. Kerentanan lahan ditentukan oleh sifat tanah yang terbentuk pada proses awalnya. Tanah rentan apabila terdegradasi akan meninggalkan kerusakan yang berat dan relatif permanen. Peningkatan kecepatan meluasnya degradasi lahan pada tanah rentan disebabkan antara lain karena kesalahan dalam pengelolaan (Djuwansah, 2002). Proses degradasi lahan saat ini terjadi dimana-mana. Pertambahan jumlah penduduk beserta peningkatan pesat akan kebutuhan sumberdaya lahan menjadi pemicunya. Sebagai respons dari perkembangan di atas, telah terjadi konversi lahan dalam skala luas. Di daerah padat hunian, lahan-lahan pertanian produktif dikonversikan menjadi lahan-lahan industri non-pertanian sehingga terjadi konversi, salah satunya lahan pertanian dan perkebunan. Pada proses konversi ini, batas-batas kemampuan lahan seringkali terabaikan (Djuwansah, 2002).
29 Menurut Djuwansah (2002), faktor pembatas utama di daerah pegunungan terutama adalah faktor fisik, dimana bentuk lahan pada umumnya berlereng terjal dengan bentuk wilayah yang berbukit atau bergunung. Pada tanah-tanah yang berasal dari endapan bahan vulkanik, batas kemiringan ini bisa lebih longgar karena tanah yang berkembang diatasnya memiliki kestabilan fisik yang lebih mantap. Pada tanah vulkanik, usahatani tanaman keras masih bisa dilakukan pada lahan dengan kemiringan yang lebih tinggi, sedangkan pada tanah dengan bahan induk non-vulkanik, penggunaan lahan di atas ambang batas kemiringan yang ditentukan bisa mengakibatkan terjadi tanah longsor. Pembatas lainnya yang biasa ditemukan di daerah pegunungan adalah banyaknya jumlah fragmen batuan yang terdapat pada lapisan oleh, sehingga menyulitkan pengolahan tanah. Pada umumnya persoalan fisik lebih mudah dikuasai sehingga masyarakat petani tradisional dapat mengatasinya, misalnya melalui sengkedan pada tanahtanah berlereng dan pembersihan batuan. Permasalahan kimia pada umumnya sulit dimengerti oleh petani tradisional, sehingga lahan tidak dapat digarap. Hal ini menyebabkan lahan-lahan di daerah pegunungan menipis cadangan haranya. Mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 79 Tahun 1985, Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak meliputi rencana alokasi peruntukan ruang berdasarkan fungsi sebagai berikut: 1.
Kawasan lindung yang terdiri dari hutan lindung, hutan suaka alam, dan areal lindung lainnya di luar hutan
2.
Kawasan penyangga yang terdiri dari peruntukan ruang untuk perkebunan teh, tanaman tahunan, dan hutan produksi terbatas
3.
Kawasan budidaya pertanian yang terdiri dari peruntukan ruang untuk tanaman tahunan, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman pangan lahan basah
4.
Kawasan budidaya non-pertanian yang terdiri dari peruntukan ruang untuk pemukiman perkotaan, pemukiman perdesaan, industri, dan pariwisata. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya
30 alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2002). Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1985, kawasan penyangga mempunyai fungsi penyangga yang dapat berfungsi lindung dan budidaya terbatas, sebagai pembatas antara kawasan dan kawasan budidaya dan berperan untuk menunjang terjaminnya fungsi pada kawasan lindung guna mengendalikan perkembangan fungsi budidaya.
2.8. Penguasaan Lahan dan Konservasi Tanah
Susilowati et al., (1997) menyebutkan bahwa kegiatan konservasi tanah seringkali mengalami kegagalan karena sebagian besar lahan garapan berstatus tanah sewa. Penggarap tidak mau mengeluarkan biaya karena tidak ada kepastian hasil investasi konservasi tanah dapat dinikmati, sementara petani pemilik tidak mempunyai wewenang lagi atas tanahnya untuk melakukan konservasi tanah karena telah digarap orang lain. Teknologi konservasi tanah masih merupakan barang baru bagi petani, sehingga upaya penerapan oleh masyarakat harus melalui proses adopsi inovasi yang cukup lama. Kesulitan utama dalam mentransfer teknologi tersebut agar diterapkan petani adalah bagaimana menunjukkan kepada mereka, keuntungan yang dapat diperoleh dalam jangka pendek. Konservasi tanah umumnya memerlukan waktu yang relatif lama, karena terdapat tahapan-tahapan waktu untuk menunjukkan terjadinya peningkatan produksi tanaman secara nyata. Konservasi tanah dapat terhambat oleh status kepemilikan lahan dan fragmentasi fisik maupun hamparan. Berbeda dengan lahan sawah irigasi, lahan tegalan atau ladang lebih mudah dilakukan secara fisik, karena aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana masih relatif belum berkembang (Setiyanto, 2001) Terkait dengan penerapan teknik konservasi tanah dikatakan oleh Adiyana dan Manwan (1993) dalam Syam (2003), mengemukakan bahwa pengembangan usahatani terpadu berkelanjutan ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu: (1) komitmen kebijakan dan program pemerintah, (2) dukungan eksternal (penyuluhan, kredit, subsidi, pemasaran, serta kelembagaan dan unsur pelayanan lainnya), (3) partisipasi masyarakat (petani dan swasta), dan (4) ketersediaan teknologi. Faktor-faktor tersebut saling terkait satu sama lain sehingga memerlukan pendekatan secara terpadu dalam suatu sistem.
31 Sedangkan dalam pembuatan teras bangku merupakan tindakan konservasi yang paling efektif dan mampu menurunkan erosi, namun memerlukan biaya yang besar. Dengan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pembuatan teras bangku yang dilakukan di DAS Solo misalnya, untuk satu hektar diperlukan antara 357-1334 HOK pada lahan dengan kemiringan 10-40%. Begitu juga hasil penelitian di Panawang untuk satu hektar diperlukan tenaga kerja antara 291-968 HOK pada lahan dengan kemiringan yang sama, sudah termasuk penanaman rumput dan pembuatan terjunan air (Anonim, 1982, dalam Rachman et al., 1989). Hasil penelitian di Panawang tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di Taiwan, yang membutuhkan tenaga 240 HOK/ha (Wu 1971 dan Liao dan Wu 1987, dalam Rachman et al., 1989). Tenaga kerja untuk pembuatan teras gulud berkisar 36-156 HOK/ha yang dilakukan di DAS Solo misalnya, sedangkan hasil penelitian di Semboja dan Kuamang Kuning Jambi pada kemiringan 8-15% dibutuhkan sekitar 25-90 HOK/ha dan hasil penelitian Wu (1971) dalam Rachman et. al. (1989) di Taiwan dibutuhkan tenaga kerja antara 24-51 HOK/ha untuk membuat Hillside ditch, yang mirip teras gulud di Indonesia (Rachman et al., 1989). 2.8.1. Metode Konservasi Tanah
Metode konservasi tanah menurut Arsyad (2006) dan Sitorus (2004), dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1. Metode Vegetatif Metode vegetatif dalam konservasi tanah mempunyai tiga fungsi, yaitu: (1) melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (2) melindungi tanah terhadap daya perusak aliran permukaan atau aliran air di atas permukaan, dan (3) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan kemampuan tanah menyerap air. Termasuk dalam metode ini adalah (1) penghutanan atau penghijauan, (2) penanaman dengan rumput makanan ternak, (3) penanaman dengan tanaman penutup tanah permanen, (4) penanaman tanam-tanaman dalam strip (strip cropping), (5) pergiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah, (6) penggunaan sisa-sisa tanaman (residue management), dan (7) penanaman saluran pembuangan air dengan rumput (vegetated atau grass waterways).
32 2. Metode Mekanik Metode mekanik dalam konservasi tanah mempunyai dua fungsi, yaitu: (1) memperlambat aliran permukaan, dan (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak. Termasuk dalam metode ini adalah (1) pengolahan tanah (tillage), (2) pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan galengan dan saluran menurut kontur, (3) pembuatan galengan dan saluran menurut kontur, (4) pembuatan teras seperti teras tangga atau bangku, (5) perbaikan drainase dan pembangunan irigasi, dan (6) pembuatan waduk, dam penghambat (check dam), tanggul dan sebagainya. 3. Metode Kimia Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan kepekaan terhadap erosi. Di sekitar tahun 50-an telah dikembangkan senyawa kimia yang digunakan untuk pembentukan struktur tanah yang stabil. Senyawa kimia tersebut secara umum disebut soil conditioner. Beberapa jenis soil conditioner yang digunakan adalah (1) krilium yaitu merupakan garam natrium dari poly acrylonitrile, (2) polymer tidak terionisasi: polyvinyl alkohol (PVA), (3) polyanion: polyvinyl acetate (PVAC), polyacrylic acid (PAA), vinyl acetate malic, acid copolymer (VAMA), (4) polycation: DAEMA – dimethyl amino ethyl meta crylate, (5) dipole polymer: mempunyai gugus positif dan negatif seperti PAM, polyacrylamide, dan (6) emulsi bitumen.
2.8.2. Usahatani Konservasi
Usahatani konservasi menurut Sasa (1990), adalah usahatani yang mengkaitkan antara sumberdaya alam (tanah dan iklim), teknologi konservasi tanah dan air, pola tanam dan ternak) serta sosial ekonomi (keterampilan, modal tenaga kerja dan pasar) menjadi satu kesatuan usaha dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas tanahnya. Dalam usahatani konservasi akan diwujudkan ciri-ciri sebagai berikut (Sinukaban, 1994): a. Produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya b. Pendapatan petani cukup tinggi, sehingga petani dapat merancang masa depan keluarganya dari pendapatan usahataninya
33 c. Teknologi yang diterapkan, baik teknologi produksi maupun teknologi konservasi adalah teknologi yang dapat disesuaikan dengan kemampuan petani sehingga dapat diteruskan pelaksanaannya oleh petani secara terus menerus d. Komoditi pertanian yang diusahakan sangat beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik daerah, dapat diterima oleh petani dan laku di pasar e. Laju erosi kecil (minimal), lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan sehingga produktivitas yang cukup tinggi dapat dipertahankan secara lestari dan fungsi hidrologi daerah dapat terpelihara dengan baik f. Sistem kepemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang (long term investment security) dan menggairahkan petani untuk terus menerus berusahatani konservasi. Untuk
mengoptimalkan
penggunaan
lahan,
mempertahankan
dan
meningkatkan produktivitas pertanian serta meminimumkan terjadinya kerusakan, maka kegiatan usahatani yang dilakukan harus direncanakan secara hati-hati dengan mempertimbangkan aspek-aspek ekologi suatu wilayah.
2.9. Agropolitan
Agropolitan (agro = pertanian, politan = kota) adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik dan menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Badan Pengembangan SDM Pertanian, 2002). Kota pertanian (agropolitan) berada dalam kawasan sentra produksi pertanian yang memberikan kontribusi besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya kawasan tersebut disebut sebagai kawasan agropolitan yang terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya. Batasan kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintahan tetapi lebih ditentukan oleh skala ekonomi yang ada. Dengan kata lain kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan (Badan Pengembangan SDM Pertanian, 2002).
34 Konsep agropolitan di Indonesia diadopsi dari konsep Agropolitan District yang dirumuskan oleh Friedmann dan Douglass (1976). Agropolitan District merupakan suatu daerah pedesaan yang mempunyai kepadatan penduduk sekurang-kurangnya 200 jiwa per km2. Di dalam district biasanya akan dijumpai kota berpenduduk antara 10.000-50.000 jiwa. Batas-batas wilayah district adalah commuting radius (lingkar pulang-pergi) antara 5-10 km. Ukuran-ukuran tersebut menjadikan district umumnya berkisar 50.000-150.000 jiwa dan pada mulanya sebagian besar penduduk bekerja di bidang pertanian.
2.9.1. Pengembangan Pendekatan Agropolitan
Konsep pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang tertinggal. Proses interaksi kedua wilayah selama ini secara fungsional ada dalam posisi saling memperlemah. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sektor primer, khususnya pertanian, mengalami produktivitas yang selalu menurun akibat beberapa permasalahan. Di sisi lain, wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan menerima beban berlebih sehingga memunculkan ketidaknyamanan akibat permasalahan sosial (seperti konflik, kejahatan dan penyakit), dan lingkungan (pencemaran dan buruknya sanitasi pemukiman). Hubungan yang saling memperlemah ini secara keseluruhan akan berdampak pada penurunan produktivitas wilayah (Rustiadi dan Hadi, 2004). Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena umumnya sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan. Otoritas perencanaan dan pengambilan keputusan akan didesentralisasikan sehingga masyarakat yang tinggal di perdesaan mempunyai tanggungjawab penuh terhadap perkembangan dan pembangunan daerahnya sendiri (Rustiadi dan Hadi, 2004). Dalam konteks pengembangan agropolitan terdapat tiga isu utama yang perlu mendapat perhatian, seperti: akses terhadap lahan pertanian dan air, devolusi politik dan wewenang administratif dari tingkat pusat ke tingkat lokal, dan perubahan paradigma atau kebijakan pembangunan nasional untuk lebih
35 mendukung diversifikasi produk pertanian. Menurut Rustiadi dan Hadi (2004), pengembangan agropolitan lebih cocok dilakukan pada skala kabupaten. Hal yang searah antara pendekatan pembangunan agropolitan dengan permasalahan dan tantangan kewilayahan dalam pembangunan perdesaan saat ini adalah mendorong kearah terjadinya desentralisasi pembangunan maupun kewenangan, menanggulangi hubungan saling memperlemah antara perdesaan dengan perkotaan, dan menekankan pada pengembangan ekonomi yang berbasis sumberdaya lokal dan diusahakan dengan melibatkan sebesar mungkin masyarakat perdesaan itu sendiri (Rustiadi dan Hadi, 2004). Komitmen untuk menerapkan konsep agropolitan sebagai pilihan alternatif pengembangan wilayah secara terpadu, dihadapkan pada beberapa persyaratan, yaitu (Harun, 2004): 1. Dilibatkannya ratusan ribu sampai jutaan petani perdesaan bersama-sama pengembangan
kota-kota
pusat
pertanian
untuk
mengembangkan
pembangunan pertanian secara terintegrasi 2. Tidak ada pilihan lain selain berjalannya secara simultan keterlibatan setiap instansi sektoral di perdesaan untuk mengembangkan pola agribisnis dan agroindustri 3. Tercapainya keserasian, kesesuaian dan keseimbangan antara pengembangan komoditas unggulan dengan struktur dan skala ruang yang dibutuhkan 4. Adanya kesinambungan pengembangan dan pembinaan sarana dan prasarana transportasi wilayah antara daerah produksi pertanian dan simpul-simpul jasa perdagangan dalam program perencanaan jangka panjang 5. Realisasi dari pengembangan otonomi daerah untuk mengelola kawasan pertanian secara mandiri termasuk kewenangan untuk mempertahankan keuntungan komparatif bagi penjaminan pengembangan kawasan pertanian 6. Dalam kondisi infant agroindustry diperlukan adanya kemudahan dan proteksi terhadap jenis komoditas yang dihasilkan, baik di pasar nasional maupun di luar negeri 7. Hampir sulit untuk dihindari akan terjadinya efisiensi produksi pertanian ke arah monokultur-agroindustri dalam skala besar yang rentan secara ekologis.
36 Kunci keberhasilan pembangunan agropolitan adalah memberlakukan setiap distrik agropolitan sebagai unit tunggal otonom mandiri yang terintegrasi secara sinergi dengan keseluruhan sistem pengembangan wilayahnya. Pengertian otonomi mandiri ini adalah menjaga tidak terlalu besar intervensi sektor-sektor wilayah dan dari segi ekonomi mampu mengatur perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pertaniannya sendiri. Campur tangan pemerintah pusat melalui instansi sektoralnya yang sangat besar dapat menyebabkan perencanaan pengembangan kawasan yang ada menjadi sia-sia.
2.9.2. Pengembangan Infrastruktur Agropolitan
Kemudahan mendapatkan barang, melalui sarana umum sangat penting di daerah yang terbelakang di negara-negara berkembang jika mereka ingin keluar dari kemelaratan. Sanitasi dan penyimpanan air bersih, komunikasi, pendidikan dasar yang berkualitas dan layanan-layanan kesehatan, dan sebagainya memberikan kontribusi secara langsung terhadap kehidupan individu dan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga menengah dan ke bawah. Beberapa dekade ini, pemerintah di negara-negara berkembang dan para negara-negara donor dari hubungan bilateral dan multilateral telah memfokuskan usaha besar-besaran untuk meningkatkan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas umum. Tetapi kebanyakan usaha-usaha tersebut sering berakhir dengan kegagalan, bahkan investasi-investasi yang ada gagal menghasilkan fasilitasfasilitas yang mampu bertahan lama, karena kurangnya biaya untuk pemeliharaan sehingga sering dengan subsidipun masih gagal untuk meningkatkan akses ke daerah yang lebih miskin. Kemajuan pertanian yang cepat membutuhkan penyediaan dan perbaikan prasarana jalan, proyek irigasi yang berukuran kecil, sistem listrik pedesaan, perataan tanah dan lain-lain proyek pekerjaan umum yang padat karya (Collier, 1985). Pembangunan kawasan agropolitan yang berbasis pada wilayah pedesaan sangat tergantung pada potensi sumberdaya alam dan kapasitas infrastruktur penunjangnya. Agar mendapat gambaran yang lebih jelas tentang ide pembangunan agropolitan, di bawah ini Friedmann dan Douglass (1976)
37 memberikan beberapa contoh usaha-usaha pembangunan yang disarankan: (1) pengembangan sumberdaya alam secara optimal (lahan, air, hutan, ikan) untuk memperoleh
hasil
yang
tetap,
membuka
tanah,
memelihara
alam,
mengembangkan ternak kecil, (2) pembangunan pembangkit listrik, (3) pembangunan jaringan air minum, (4) pembangunan sistem transportasi, membuat jalan segala cuaca (all weather) dan jalan sepeda (jaringan jalan kecil), jaringan angkutan antar agropolitan serta transportasi penghubung ke jalan-jalan raya dengan ke kota-kota yang lebih besar, (5) pembangunan sistem informasi dankomunikasi agropolitan: telepon, radio, kantor pos, internet, bus kota, (6) pembanguan sistem fasilitas pelayanan umum bagi suatu agropolitan: sekolah rendah, menengah, tinggi, teknik, perpustakaan, pusat penelitian dan pelatihan, sarana budaya, dan hiburan, layanan pusat kesehatan dan keluarga berencana pengembangan sistem produksi pertanian: membuat tempat penyimpanan (gudang) hasil-hasil pertanian yang tahan cuaca dan rayap (untuk mengurangi hilangnya hasil-hasil pertanian dan menjamin persediaan); membangun pusatpusat penyediaan alat-alat pertanian (benih, pupuk, obat-obatan hama, mesinmesin
pertanian);
pembangunan
membangun
jaringan
irigasi,
sarana
pengolahan
(9)
pembangunan
hasil
pertanian,
infrastruktur
(8)
pasar:
mengembangkan koperasi pemasaran, tempat transaksi fisik bagi input produksi, pasar bagi petani, dan pasar bagi produk olahan serta pasar jasa pelayanan bagi masyarakat sekitar wilayah pengembangan agropolitan, (10) pelaksanaan program kesehatan masyarakat dan lingkungan, (11) pengembangan lembaga-lembaga keuangan: membuat koperasi simpan pinjam, bank pemerintah dan swasta. Peningkatan kapasitas sumberdaya alam yang dihasilkan hanya dapat dilakukan apabila infrastruktur penunjangnya tersedia cukup dan memadai. Jumlah dan kelengkapannya saja tidak cukup, jika keberadaan/distribusinya tidak merata dan sulit dijangkau oleh masyarakat. 2.9.3. Pengembangan Tata Guna Lahan Kawasan Agropolitan
Lahan merupakan salah satu aset produktif yang sangat penting di dalam kegiatan usaha pertanian diperdesaan. Namun seringkali akses masyarakat perdesaan terhadap lahan menjadi semakin terbatas karena adanya kelangkaan (land scarcity). Menurut Saefulhakim (2003), kelangkaan lahan ini bisa dibedakan
38 menjadi dua, yaitu: kelangkaan lahan absolut dan relatif. Kelangkaan lahan absolut terjadi apabila faktor status kepemilikan dan aksesibilitas tidak diperhatikan serta sifatnya irreversible (tidak dapat balik). Kelangkaan lahan relatif terjadi apabila faktor status kepemilikan dan aksesibilitas diperhatikan dan sifatnya yang dapat balik. Di wilayah perdesaan yang lebih dominan terjadi adalah kelangkaan lahan relatif. Mengingat sifatnya yang dapat balik, maka untuk mengatasinya ada tiga hal yang bisa dilakukan, yaitu melakukan land reform untuk mengatasi masalah kepemilikan lahan yang timpang, melakukan penataan ruang untuk mengatasi kelangkaan lahan akibat terbatasnya aksesibilitas, dan mendorong terjadinya perubahan perilaku yang bisa mendorong meningkatnya produktivitas lahan. Sementara itu satu-satunya jalan yang perlu dilakukan untuk mengatasi kelangkaan lahan absolut adalah dengan meningkatkan kemampuan teknologi. Terjadinya kelangkaan lahan di wilayah perdesaan seringkali terjadi karena dua hal, yaitu: proses fragmentasi lahan akibat meningkatnya jumlah penduduk di perdesaan dan terjadinya proses alih kepemilikan atau alih fungsi lahan. Namun seringkali yang lebih dominan terjadi adalah proses alih kepemilikan dan alih fungsi lahan sehingga terjadi penguasaan lahan yang timpang. Menurut
Rustiadi (2001), di satu sisi proses alih fungsi lahan dapat
dipandang merupakan suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari adanya: (1) Pertumbuhan aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam akibat meningkatnya
permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak dari peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, dan (2) Adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor primer (sektor-sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam) ke aktivitas sektorsektor sekunder (industri manufaktur dan jasa). Dalam hukum ekonomi pasar sebenarnya alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas dengan land rent yang lebih rendah ke aktivitas-aktivitas dengan land rent yang lebih tinggi, dimana land rent diartikan sebagai nilai keuntungan
39 bersih dari aktivitas pemanfaatan lahan per satuan lahan per satuan luas dalam waktu tertentu. Karena itu alih fungsi lahan merupakan suatu konsekuensi logis dari perkembangan potensial land rent di suatu lokasi dan dapat dipandang sebagai bagian dari pergeseran-pergeseran dinamika alokasi dan distribusi sumber daya menuju keseimbangan-keseimbangan yang lebih optimal. Namun menurut Rustiadi (2001), seringkali terjadi distorsi yang menyebabkan alokasi pemanfaatan lahan menjadi tidak efisien karena: (1) Economic land rent aktivitas-aktivitas tertentu, khususnya aktivitas pertanian tidak sepenuhnya mencerminkan manfaat ekonomi yang dihasilkannya akibat berbagai eksternalitas yang ditimbulkannya tidak terlihat dalam nilai pasar yang berlangsung, dan (2) Struktur permintaan atas lahan seringkali terdistorsi akibat sifat nilai lahan yang juga sangat ditentukan oleh expected value-nya di masa yang akan datang, akibatnya struktur permintaan akan lahan perumahan dan sektor properti terdistorsi, yaitu tidak mencerminkan tingkat permintaan yang sebenarnya akibat adanya permintaan investasi dan spekulasi lahan. Akibat proses alih fungsi lahan tidak disertai dengan meningkatnya produktivitas lahan melainkan justru terjadi menurunnya produktivitas lahan. Dalam
kaitannya
dengan
pengembangan
kawasan
agropolitan,
pengembangan infrastruktur perkotaan akan bisa meningkatkan nilai land rent dan meningkatkan expected value dari lahan dimasa yang akan datang. Hal ini bisa mendorong terjadinya proses alih kepemilikan dan alih fungsi lahan di kawasan agropolitan.
Karena
itu
tentunya
diperlukan
langkah-langkah
untuk
mengendalikan proses alih kepemilikan dan alih fungsi lahan di kawasan agropolitan yang telah mempunyai infrastruktur perkotaan. Dengan membuat penurunan lebih lanjut terhadap Model Von Thunnen, Saefulhakim (1995), merumuskan beberapa faktor penting pendorong konversi penggunaan lahan dan perusakan lingkungan, antara lain sebagai berikut: 1. Perkembangan standar tuntunan hidup yang tidak seimbang dengan kemampuan masyarakat meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan pendapatan 2. Struktur harga-harga yang timpang, misalnya term of trade antara output sektor pertanian dengan output sektor-sektor non-pertanian
40 3. Struktur biaya produksi yang timpang dengan struktur harga-harga yang juga terkait dengan pola spasial kualitas lahan, struktur skala penguasaan/ pengusahaan lahan, sistem infrastruktur dan sistem kelembagaan 4. Kemandegan perkembangan teknologi intensifikasi yang tidak hanya terjadi di sektor perdesaan juga di sektor pertanian 5. Pola spasial aksesibiilitas 6. Tingginya resiko dan ketidakpastian 7. Sistem nilai masyarakat tentang sumberdaya lahan. Sementara itu menurut Anwar (2001), tingginya proses alih kepemilikan dan alih fungsi lahan ini terutama terjadi karena kurangnya penegasan terhadap hak-hak (property right) masyarakat terhadap lahan. Akibatnya seringkali terjadi penyerobotan-penyerobotan lahan atau lahan yang ada dihargai sangat murah karena posisi tawar masyarakat perdesaan yang masih sangat lemah. Dalam kondisi seperti ini Saefulhakim (2001), menyatakan bahwa tipe-tipe kepemilikan lahan yang tidak menjamin kepastian (uncertain ownership of land) akan mendorong setiap aktivitas ke arah pola pemanfaatan yang bersifat eksploitatif yang mempercepat degradasi sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan. Dengan melihat berbagai faktor yang berpengaruh terhadap semakin terbatasnya akses masyarakat terhadap lahan, maka upaya-upaya untuk mengendalikan terjadinya konversi lahan dapat lebih difokuskan pada faktorfaktor dominan yang tentunya bisa berbeda di setiap wilayah. Selain itu dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan agropolitan, peningkatan akses masyarakat terhadap lahan dan penegasan hak-hak mereka atas lahan tersebut perlu dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas sekaligus menurunkan resiko dan ketidakpastian.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di dua desa (Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya) yang merupakan wilayah kawasan agropolitan Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Penelitian dilaksanakan dari Februari sampai dengan Desember 2006. Lokasi penelitian dan pengambilan sampel sebagaimana tertera pada Gambar 7.
Gambar 7. Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel
3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Rupabumi Digital Indonesia skala 1:25000 Lembar 1209-231 Cipanas tahun 1999 dari Bakorsurtanal Cibinong, Peta Tanah Tinjau Kabupaten Cianjur skala 1:25000 dari Balittanah Bogor, dan Peta Master Plan Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur dari Dinas Cipta Karya Kabupaten Cianjur, sampel tanah, bahan-bahan kimia untuk analisis tanah di Laboratorium Tanah, Faperta-IPB.
41
42 Alat yang digunakan adalah ring sampel, dan form kuesioner serta software Arc.View., SAS (Statistical Analysis System), Minitab, SPSS (Statistical Product and Service Solution), dan Microsoft Excel, serta Microsoft Word.
3.3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner pada petani responden di lokasi penelitian. Penentuan 2 (dua) desa terpilih dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu: Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya yang merupakan daerah pengembangan kawasan agropolitan. Penetapan petani responden per desa dilakukan dengan menggunakan stratified random sampling secara proportional sebanyak 90 orang petani responden (Desa Sukatani 35 orang petani, dan Desa Sindangjaya 55 orang petani), yang
dikelompokkan menurut 5 (lima) kelas
kemiringan lereng lahan usahatani, yaitu: (1) 0-8% = 19 petani, (2) >8-15% = 63 petani, (3) >15-30% = 5 petani, (4) >30-45% = 3 petani (5) >45% = 0 petani.. Komoditas terpilih ditetapkan didasarkan komoditas yang bernilai ekonomis tinggi dan usia tanaman pendek dan kondisi lahan sesuai, antara lain: wortel, lobak, bawang daun jepang, kailan, dan horinso. Ikhtisar penelitian yang menggambarkan keterkaitan antara tujuan penelitian, metode pengumpulan data, teknik analisis data, sumber data dan output yang diharapkan tertera pada Tabel 3.
3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis Karakteristik Usahatani Untuk mendapatkan gambaran pengelolaan usahatani mencakup berbagai masalah dan kendala yang dihadapi petani serta upaya-upaya yang telah dilakukan petani dalam konteks peningkatan produktivitas lahan usahataninya, maka perlu dilakukan analisis adalah: (1) Pola penguasaan lahan dan pola tanam, (2) Kelayakan usahatani dan produktivitas, dengan penguasaan lahan, serta peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah,
(3) Faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas usahatani, dan (4) Tingkat erosi berdasarkan komoditi yang dibudidayakan.
43
3.4.2. Analisis Pola Penguasaan Lahan dan Pola Tanam −
Analisis Sebaran / Distribusi Kepemilikan Lahan Untuk melihat sebaran / distribusi kepemilikan lahan dilakukan analisis diskriptif secara tabulasi berdasarkan distribusi persentase kepemilikan lahan yang dimiliki masing-masing golongan. Data untuk kepemilikan lahan (dalam hal ini berdasarkan petak lahan) dihitung berdasarkan domisili masing-masing golongan, sebagai berikut: (1) Jumlah dan persentase kepemilikan lahan dan luas lahan yang dimiliki oleh penduduk yang berdomisili di Desa Sukatani, (2) Jumlah dan persentase kepemilikan dan luas lahan yang dimiliki oleh penduduk yang berdomisili di Desa Sindangjaya, (3) Persentase kepemilikan dan luas lahan yang dimiliki oleh penduduk di Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya.
−
Analisis Tingkat Ketimpangan Kepemilikan Lahan Adanya fenomena mayoritas kepemilikan lahan pada luasan yang kecil sedangkan luas lahan yang besar dimiliki oleh sebagian kecil masyarakat, maka untuk melihat fakta ini perlu dilakukan Analisis Rasio Gini Lorentz (RGL), sehingga dapat diketahui tingkat ketimpangan kepemilikan lahan. Disamping itu, Kurva Lorentz juga digunakan untuk memperjelas adanya ketimpangan atau pemerataan dalam kepemilikan lahan. Untuk lebih jelasnya, bentuk Kurva Lorentz sebagaimana tertera pada Gambar 8. 100
% Luas Kepemilikan Lahan
Garis Pemerataan
I
Kurva Lorenz II
B 0
% pemilik lahan
100
Gambar 8. Kurva Lorentz dan Perkiraan Koefisien Gini
44 Luas kepemilikan lahan dikatakan sempurna jika pada setiap persentase kepemilikan lahan sama dengan persentase luas kepemilikan lahan, misalnya saja 25% pemilik lahan memiliki 25% luas kepemilikan lahan. Dalam Gambar 8 di atas tingkat kepemilikan lahan yang sempurna diwakili oleh garis pemerataan yang dimiliki kemiringan (nilai tangen) satu Kurva Lorentz dibuat berdasarkan data faktual melalui pemerataan. Jika I adalah luas daerah antara garis pemerataan dan Kurva Lorentz II adalah luas daerah di bawah Kurva Lorentz, maka Rasio Gini Lorentz (RGL) dapat dituliskan sebagai berikut: RGL =
I I + II
⎡⎛ n −1 ⎞ ⎛ n −1 ⎞⎤ I = ⎢⎜ ∑ pi qi +1 + p n qi ⎟ − ⎜ ∑ pi +1 qi + p1 q n ⎟⎥ ⎠ ⎝ i =1 ⎠⎦ ⎣⎝ i =1
I + II =
1 .100.100 = 5000 2
dengan: i
= Golongan luas lahan
n
= Banyaknya golongan luas lahan
pi
= % kumulatif pemilik lahan
qi
= % kumulatif luas kepemilikan lahan Selanjutnya Samuelson (1973) mengklasifikasikan Indeks Gini menjadi 3
(tiga) kelas, yaitu sebagai berikut: 1. IG < 0.30
= Menandakan ketimpangan yang ringan
2. IG = 0.4
= Menandakan ketimpangan yang sedang
3. IG > 0.50
= Menandakan ketimpangan yang berat.
Menurut Todaro (1998), untuk negara-negara berkembang distribusi yang sangat timpang berkisar antara IG = 0.50-0.70, sedangkan untuk negara-negara yang pemerataannya relatif seimbang antara 0.20-0.35. Selain itu adanya konsentrasi pada luas kepemilikan lahan yang kecil dengan mayoritas penggunaan lahan tertentu, maka untuk menentukan sebaran dan ketimpangan kepemilikan lahan digunakan konsep Entropy sebagai tool (alat) di dalam analisis Teori
45 Informasi Spasial yang dikembangkan oleh Shannon dalam Thomas (1981) untuk melihat penyebaran suatu aktivitas/sektor pada suatu wilayah. Analisis ini selain dipakai untuk melihat penyebaran suatu aktivitas atau sektor pada suatu wilayah juga untuk melihat sebaran kepemilikan lahan berdasarkan kelompok luas bidang lahan. m
H = − ∑ pi ln pi i
dimana: pi
= Proporsi kepemilikan lahan
H
= Entropy Maksimum Entropy dicapai pada saat proporsi untuk semua n kejadian
adalah sama atau dalam konteks penelitian ini, maksimum Entropy dicapai pada saat proporsi kepemilikan lahan yang merata di semua wilayah penelitian. Kondisi Entropy maksimum tercapai jika nilai probabilitas atau proprosi memiliki nilai, pi 1/n. Sehingga rumus Hmax adalah: Hmax = -∑ pi ln pi = -∑ 1/n (ln 1/n) = -1/n ∑ ln n-1 = -1/n ∑ (-1) ln n = 1/n ∑ ln n = ln n Jika nilai entropynya (H) kecil, maka terjadi ketimpangan dalam struktur kepemilikan lahan. Semakin besar nilai H maka struktur kepemilikan lahan semakin merata di seluruh wilayah penelitian. Sedangkan untuk menghitung nilai H relatif (H′)menggunakan rumus: ’
H
H = Hmax 3.4.3. Analisis Usahatani
Analisis usahatani dilakukan untuk melihat keragaan usahatani dari segi pendapatan dan efisiensi usahatani. Untuk menghitung nilai pendapatan terlebih dahulu dicari nilai penerimaan dan biaya usahatani. Rumus untuk mencari masing-masing komponen tersebut adalah:
46
1. Analisis Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Karena macam tanaman yang diusahakan lebih dari satu, maka rumus yang digunakan adalah: n
TR =
∑
Y.Py
i =1
dimana: TR
= Total Revenue (Rp)
Y
= Produksi (kg)
Py
= Harga satuan produksi
n
= Jumlah jenis tanaman yang diusahakan
2. Analisis Biaya Usahatani
Biaya usahatani (TC) dapat dihitung menggunakan rumus : TC = FC + VC dimana: TC
= Total biaya (Total Cost)
FC
= Biaya tetap (Fixed Cost)
VC
= Biaya variabel (Variable Cost)
3. Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani: Pd = TR – TC dimana: Pd
= Pendapatan
TR
= Total penerimaan (Total Revenue)
TC
= Total biaya (Total Cost)
4. Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Untuk
mengetahui
nilai
efisiensi
usahatani
digunakan
indikator
penerimaan dan biaya atau analisis R/C (Soekartawi, 2002). Usahatani dikatakan efisien, jika nilai R/C >1. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
47
R/C ratio =
Total penerimaan (dalam Rp) Total biaya produksi (dalam Rp )
3.4.4. Analisis Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani di Kawasan Agropolitan digunakan analisis regresi logit. Dalam proses analisis data dicoba berbagai variabel bebas serta berbagai model fungsional regresi. Beberapa tahapan yang dilakukan pada proses analisis data ini antara lain: (1) Pertama, mencoba manganalisis variabel yang diduga mempengaruhi peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani di Kawasan Agropolitan dengan berbagai fungsional regresi, (2) Memilih variabel-variabel dan fungsional regresi yang hasil analisisnya rasional dan cocok dengan kenyataan di lapangan. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor tersebut digunakan model analisis limited dependent variable atau lebih dikenal dengan Analisis Regresi Logistik Binari (Gujarati, 2003). Dari beberapa tahapan tersebut, didapat bentuk fungsional regresi yang cocok dengan permasalahan kondisi setempat, yaitu Model Regresi Logistik Binari. Inti dari Model Regresi Logistik Binari adalah mengukur seberapa besar peluang suatu kejadian dibanding dengan kejadian lainnya, yang mana datanya mengikuti sebaran binomial. Sebagai contoh: misalkan suatu kejadian dapat dikategorikan berperan dan tidak berperan (mengikuti sebaran binomial). Dengan Model Regresi Binari dapat dicari beberapa besar peluang berperan dibandingkan tidak berperan. Dalam penelitian ini, yang ingin dicari adalah seberapa besar peluang peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani (dinotasikan dengan P=1), dan berapa besar peluang tidak berperannya petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani (dinotasikan dengan P=0).
48 Katakan bahwa peluang peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani dinotasikan dengan Pi. Karena total peluang semua kejadian jumlahnya 1 (satu), maka peluang kejadian lainnya di notasikan dengan 1-Pi. Dalam Model Logit Pi didefinisikan sebagai berikut:
Pi
=
1 ; dimana : Wi = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 ......... βiXi+ εi 1 + e− w
sehingga 1 - Pi =
1 + e −Wi 1 e −Wi − = 1 + e −W 1 + e −W 1 + e −W
1 −Wi 1 Pi = 1 + −eWi − −Wi 1 − Pi e e −Wi 1+ e
e Pi = e β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 ..... β 6 X 6 + β1 D1 + β 2 D2 ...........β 4 D4 + ε i Model Regresi Logistik Binari adalah suatu model yang dapat digunakan untuk menganalisis data kategori dimana variabel terikatnya berbentuk dua kategori
atau binom atau biner (yaitu: terjadinya suatu kejadian dinyatakan
dengan 1 dan kejadian lainnya dinyatakan dengan 0), dan variabel bebasnya bersifat kontinyu atau kategori (Hosmes dan Lemeshow et al., 1989). Dalam Model Regresi Logistik Biner, perbandingan antara probabilitas suatu peristiwa dengan probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa dinamakan Odd atau sering disebut sebagai resiko. Kalau diaplikasikan dalam penelitian ini makin besar nilai Odd, maka makin besar kecenderungan terjadinya penurunan peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani. Dengan kata lain, makin besar nilai Odd, maka resiko terjadinya penurunan peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani semakin besar. Pengambilan data diperoleh dari hasil wawancara terhadap 90 responden. Analisis menggunakan Software Minitab 14 Model Logitnya sebagai berikut:
49 Pi
=
β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 ......... β6X6 + β1D1 + β2D2 ......... β4D4 + εi
1 P(i) =
1 + e −( a + β xi )
dimana: ⎛ Pj ln⎜ ⎜1 − P j ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
= Logaritma natural dari odds ratio [Pj/(1-Pj)], disebut sebagai logit
β0 = Intercept
β1, β2, β3,..., β9 = Koefisien regresi dari tiap-tiap variabel penjelas X1 = Umur (tahun) X2 = Pendapatan (Rp/ha) X3 = Luas lahan (ha) X4 = Pola tanam (jumlah komoditi) D1 = Pendidikan (SD/SMP atau lainnya) D2 = Status kepemilikan lahan (milik atau lainnya)
ε i = Error term Model Regresi Logistik digunakan untuk variabel yang bersifat prediksi (predictor variable) yang mana dapat berupa variabel kategorik. Dengan kata lain, model regresi ini didesain untuk menjelaskan peluang-peluang dengan nilai dari variabel respon (Mattjik A.A. et al., 2002). Berdasarkan tipe peubah kategori peubah Y, analisis regresi logistik dapat dibagi menjadi tiga jenis, sebagai berikut: (i) Regresi logistik biner, (ii) Regresi logistik nominal, (iii) Regresi logistik ordinal. Penggunaan regresi logistik biner pada penelitian ini untuk melihat faktorfaktor yang berpengaruh peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani. Formula analisis regresi logistik biner dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Peluang ikut berperannya petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani. ⎛ Pj ln ⎜ ⎜1− P j ⎝
⎞ ⎟ = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 +...+ β9X9 + εi ⎟ ⎠
50 Untuk mencari nilai peluang dari peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah dalam meningkatkan produktivitas usahatani menggunakan rumus sebagai berikut: Pi =
Exp (β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 ...+ β6X6 + β1D1 + β2D2 .....+ β4D4) + εi 1 + Exp (β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 ... β6X6 + β1D1 + β2D2 .....+ β4D4) + εi
Pi =
e(β0 + β1X1+
β X + β X .... β X + β D + β D .......... β D ) + ε 2 2 3 3 6 6 1 1 2 2 4 4 i
1 + e(β0 + β1X1+
β X + β X .... β X + β D + β D .......... β D ) + ε 2 2 3 3 6 6 1 1 2 2 4 4 i
3.4.5. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari
Untuk mengetahui nilai produktivitas usahatani, maka dilakukan dengan pendekatan Model Multiple Regression Analysis terhadap faktor-faktor input produksi yang mempengaruhi produktivitas usahatani, dimana faktor kepemilikan lahan dan konservasi tanah merupakan variabel pembatas terhadap pengaruh input produksi yang secara rumus matematis di spesifikasi sebagai berikut: Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 +β5X5 + β6D1 + β7D2 dimana: Y = Produktivitas usahatani (ton/ha) X1 = Luas lahan garapan (ha) X2 = Input bibit (Rp/ha) X3 = Input pupuk (Rp/ha) X4 = Input tenaga kerja (Rp/orang) X5 = Input pestisida (Rp/ha) D1 = Dummy variable mengenai status kepemilikan lahan D1 = 1 Æ milik sendiri D1 = 0 Æ bukan milik (sewa, gadai, dan bagi hasil) D2 = Dummy variable mengenai penerapan teknik konservasi tanah D2 = 1 Æ menerapkan teknik konservasi tanah D2 = 0 Æ tidak menerapkan teknik konservasi tanah
51 Pengujian Parameter: Untuk menguji model di atas digunakan koefisien determinasi (R2), uji F dan uji t. Koefisien Determinasi (R2) Nilai koefisien determinasi (R) digunakan untuk mengetahui ketepatan model yang dipakai dinyatakan dengan berapa persen variabel dependen dijelaskan oleh variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi. Koefisien determinasi diformulasikan sebagai berikut:
∑ (Yˆ − Y ) ∑ (Y − Y )
2
2
R =
2
i
dimana:
Yˆ = Hasil estimasi nilai variabel dependen Y = Rata-rata nilai variabel dependen Yi = Nilai observasi variabel dependen Kriteria pengujian, apabila koefisien determinasi sama dengan satu atau mendekati satu maka dianggap baik (Gujarati, 2003). Uji F dan Uji t Uji
F digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan secara
simultan antar variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Kaidah pengujian : 1. Jika F
hitung
> F
tabel,
maka tolak H0 berarti terdapat pengaruh yang nyata
(signifikan) antara variabel independen dengan variabel dependen. 2. Jika F hitung < F tabel maka tolak H1 berarti tidak terdapat pengaruh yang nyata nyata (signifikan) antara variabel independen dengan variabel dependen. Setelah diketahui ada tidaknya perbedaan yang nyata antara variabel independen dengan variabel dependen, berdasarkan uji F di atas maka untuk menguji seberapa besar pengaruh dari masing-masing variabel independen dapat digunakan uji stastistik hitung sebagai berikut:
52
t hitung =
β1 , β 2 , β 3 , β 4 se( β 1 , β 2 , β 3 , β 4 )
dimana: Se = Standard error Hipotesis: H0 : β1, β2, β3, β4 = 0 H1 : paling tidak ada satu nilai β1, β2, β3, β4 yang tidak sama dengan nol Kaidah Pengujian: 1. Jika t
hitung
> t
tabel,
maka tolak H0 berarti terdapat pengaruh yang nyata
(signifikan) antara variabel independen dengan variabel dependen. 2. Jika t
hitung
tabel,
maka tolak H1 berarti tidak terdapat pengaruh yang nyata
(signifikan) antara variabel independen dengan variabel dependen.
3.4.6. Analisis Tingkat Erosi
Prediksi erosi dilakukan pada tiap Satuan Peta Tanah (SPT) untuk menentukan kelayakan setiap jenis pengelolaan pertanian pada masing-masing unit kemampuan lahannya. Prediksi erosi dihitung dengan persamaan
USLE (Universal Soil Loss
Equation) menurut Wischmeier dan Smith (1978) sebagai berikut: A=RxKxLxSxCxP dimana: A R K L S C P
= = = = = = =
Besarnya Erosi (ton/ha/tahun) Indeks Erosivitas Hujan Faktor Erodibilitas Tanah Faktor Panjang Lereng (m) Faktor Kemiringan Lereng (%) Faktor Pengelolaan Tanaman Faktor tindakan konservasi
Penentuan Nilai Erosivitas Hujan (R)
Erosivitas hujan adalah kemampuan hujan untuk mengerosi tanah yang dicerminkan oleh kombinasi energi kinetik hujan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit yang dihitung selama 1 tahun.
53 Dikarenakan tidak adanya data hujan harian dari penangkar otomatik, maka nilai erosivitas hujan (R) dihitung berdasarkan persamaan Lenvain (1975 dalam Asdak 1995): EI30 = 2,21 (CHm)1,36 dimana: EI30
= Intensitas Hujan Maksimum 30 menit
(CHm) = Curah Hujan Bulanan
sehingga besarnya faktor erosivitas hujan (R) merupakan penjumlahan nilai-nilai indeks erosi hujan bulanan dan dihitung dengan persamaan berikut: 12 R = Σ (EI30) i i=1 dimana: R = Faktor Erosivitas Hujan Penentuan Nilai Erodibilitas Tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah merupakan daya tahan tanah baik terhadap penglepasan maupun pengangkutan. Kepekaan erosi tanah ini sangat dipengaruhi oleh tekstur, kandungan bahan organik, permeabilitas dan kemantapan struktur tanah. Komponen-komponen yang ditentukan adalah tekstur tanah (persen pasir halus dan kasar, persen debu dan liat). Kode struktur tanah ditentukan mengacu pada ukuran diameter dan kelas struktur tanah (Lampiran 6a). Kode permeabilitas tanah ditentukan berdasarkan kecepatan atau laju permeabilitas (Lampiran 6b). Nilai kepekaan erosi tanah dapat dihitung dengan menggunakan nomograf Wischmeier dalam sistem matrik (Lampiran 7) atau dengan menggunakan persamaan Wischmeier dan Smith (1978): 100K = 1,292 {2,1 M1,14 (10 –4) (12 – a) + 3,25 (b – 2) + 2,5 (c – 3)} dimana: K = Erodibilitas Tanah M = Kelas Tekstur Tanah (% pasir halus + debu)(100 - % liat) a
= % Bahan Organik
b = Kode Struktur Tanah c
= Kode Permeabilitas Profil Tanah
54
Penentuan Nilai Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Faktor panjang lereng (L) dan faktor kemiringan lereng (S) dapat dihitung secara terpisah atau dihitung sekaligus sebagai faktor LS. Faktor LS didefinisikan sebagai nisbah antara besarnya erosi dari sebidang tanah dengan panjang lereng dan kemiringan lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari sebidang tanah yang terletak pada lereng dengan panjang lereng 22 m dan kecuraman 9 %. Faktor LS dihitung dengan menggunakan rumus: LS =
X ( 0,0138 + 0,00965 S + 0,00138 S 2
dimana: X = Panjang Lereng (m) dan S = Kecuraman Lereng (%)
Penentuan Nilai Pengelolaan Lahan dan Tanaman (C)
Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) merupakan nisbah antara tanah yang hilang pada pengelolaan tanaman tertentu dengan tanah yang hilang tanpa tanaman. Nilai C ditentukan berdasarkan pengamatan lapangan dan wawancara yang meliputi: sistem pertanaman, pemupukan, pemanfaatan sisa tanaman, cara penanaman dan teknik perlakuan terhadap tanah serta penggunaan mulsa dan kompos dengan mengacu pada nilai C hasil-hasil penelitian terdahulu. Daftar nilai C tersebut disajikan pada Tabel Lampiran.
Penentuan Nilai Teknik Konservasi Tanah (P)
Nilai P merupakan nisbah besarnya erosi dari petak lahan dengan tindakan konservasi tertentu (misalnya teras) terhadap besarnya erosi dari petak standar tanpa penerapan tindakan konservasi. Nilai faktor P ditentukan berdasarkan kondisi lapang dimana tidak saja tindakan konservasi tanah secara mekanik tetapi juga berbagai usaha yang bertujuan mengurangi erosi tanah. Indeks konservasi tanah ditentukan berdasarkan Lampiran 9.
Erosi yang dapat ditoleransikan (Tolerable Soil Loss)
Erosi yang dapat ditoleransikan dihitung berdasarkan pendekatan Hammer (1981) dalam (Arsyad, 2010) dengan menggunakan konsep kedalaman ekuivalen
55 (Equivalent Depth) dan umur guna tanah (Resources Life). Erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) dihitung dengan rumus (Hammer, 1981): DE - Dmin ETol =
+ LPT UGT
dimana: ETol
= Erosi yang dapat ditoleransikan (mm/thn)
DE
= Kedalaman ekivalen (equivalent depth) = De x fd
De
= Kedalaman efektif tanah (mm)
fd
= Faktor kedalaman tanah menurut sub ordo tanah
Dmin
= Kedalaman tanah minimum yang sesuai untuk tanaman (mm)
UGT
= Umur guna tanah (tahun)
LPT
= Laju pembentukan tanah (mm/thn)
Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah sampai suatu lapisan yang menghambat pertumbuhan akar tanaman. Kedalaman ekivalen adalah kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi produktivitasnya berkurang dengan 60% dari produktivitas tanah yang tidak tererosi (Hammer, 1981). Nilai faktor kedalaman beberapa sub order tanah disajikan pada Lampian 10. Kedalaman tanah minimum yang sesuai untuk beberapa jenis tanaman dan pola tanam disajikan pada Lampiran 11. Adapun hubungan antara kedalaman efektif tanah (D), kedalaman ekivalen (De) dan kedalaman minimum tanah yang sesuai (Dmin) disajikan pada Gambar 9.
D
De
Dmin
Batas pertumbuhan akar Gambar 9. Batasan nilai D, De, dan Dmin (Sinukaban, 1989)
56
Perencanaan Penggunaan Lahan Alternatif
Perencanaan penggunaan lahan ditentukan untuk setiap unit kemampuan lahan dengan menggunakan dasar nilai CP (faktor tanaman dan pengelolaan tanah) yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis pengelolaan lahan melalui simulasi. Kriteria untuk menetapkan CP maksimum yang akan direkomendasikan dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut: A < ETol Æ RKLSCP < ETol CP < ETol Æ CPrek < CP max RKLS Dalam hal ini ditentukan nilai CP untuk setiap jenis penggunaan dan unit kemampuan lahan, nilai RKLS pada setiap Satuan Peta Tanah (SPT) dianggap konstan, maka besarnya prediksi erosi selanjutnya sebanding dengan nilai CP yang dipilih selama simulasi.
57
RINGKASAN IKHTISAR PENELITIAN
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Karakteristik Kawasan Agropolitan 4.1.1. Keadaan Wilayah Lokasi rintisan pengembangan kawasan agropolitan ditetapkan oleh SK Bupati No.521.3/Kep.–Po/2002 dengan luas kawasan agropolitan 112,04 km2 atau 7.909 ha bentuk topografi datar bergunung. Secara spesifik sebagian besar topografinya adalah datar sampai berombak mencakup luasan 50%, berombak sampai berbukit 30% dan berbukit sampai bergunung 20%. Daerah dataran berada di sebelah timur dan selatan, sedangkan daerah berombak sampai berbukit terdapat di sebelah barat dan selatan, daerah berbukit sampai bergunung terdapat di sebelah utara. Batas-batas wilayah kawasan agropolitan sebagai berikut : Sebelah Barat
: Kabupaten Sukabumi
Sebelah Timur
: Kecamatan Sukaresmi
Sebelah Utara
: Kabupaten Bogor
Sebelah Selatan
: Kecamatan Cugenang
Peta administrasi wilayah inti kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur sebagaimana disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Peta Administrasi Wilayah Inti Kawasan Agropolitan
59
60
Kecamatan Pacet dipilih sebagai kawasan agropolitan memiliki beberapa keunggulan komparatif dibandingkan dengan kawasan lainnya, karena (1) Letak lokasi strategis dilalui jalan raya negara yang menghubungkan Ibu Kota Propinsi Jawa Barat dengan Ibu Kota Negara (Jakarta), (2) Penghasil komoditi unggulan sayuran dan tanaman hias, (3) Sebagai daerah pusat kegiatan pariwisata yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah relatif cepat (Dinas Cipta Karya Kabupaten Cianjur, 2002). Desa inti lokasi kawasan agropolitan ditetapkan oleh Tim Kelompok Kerja (Pokja) Agropolitan Kabupaten Cianjur adalah Desa Sindangjaya dan Desa Sukatani, sedangkan wilayah hinterland meliputi tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Pacet, Cugenang dan Sukaresmi. Adapun luas lahan perdesaan di Kecamatan Pacet sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Lahan Perdesaan di Kecamatan Pacet No
Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Ciputri Ciherang Cipendawa Cibodas Gadog Sindanglaya Cipanas Sukatani Sindangjaya Cimacan Palasari Ciloto Batulawang Sukanagalih Jumlah
Luas Lahan (ha) 486 560 896 509 234 251 153 269 434 636 379 431 1.908 763 7.909
Persentase (%) 6,14 7,08 11,34 6,44 2,96 3,17 1,93 3,40 5,49 8,04 4,79 5,45 24,12 9,65 100,00
Sumber: PODES Cianjur (2003)
4.1.2. Keadaan Penduduk Jumlah penduduk di Kecamatan Pacet terdapat 14 desa, yang terbesar terdapat di Desa Sindanglaya sebanyak 8.224 orang laki-laki dan 7.874 orang perempuan, dan sedikit terdapat di Desa Ciloto 3.845 orang laki-laki dan 3.694 orang perempuan, sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
61
Tabel 5. Jumlah Penduduk Perdesaan di Kecamatan Pacet No
Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Ciputri Ciherang Cipendawa Cibodas Gadog Sindanglaya Cipanas Sukatani Sindangjaya Cimacan Palasari Ciloto Batulawang Sukanagalih
Jumlah Penduduk Laki-laki (orang) 4.553 6.646 7.768 4.125 5.123 8.224 6.312 5.212 5.332 8.123 5.426 3.845 5.770 7.935
Jumlah
84.394
Jumlah Penduduk Perempuan (orang) 4.554 6.473 7.990 4.078 4.820 7.874 6.084 4.943 4.995 7.788 5.363 3.694 5.488 7.437 81.581
Rasio Laki-laki dan Perempuan 1,00 1,03 0,97 1,01 1,06 1,04 1,04 1,05 1,07 1,04 1,01 1,04 1,05 1,07 14,48
Sumber: PODES Cianjur (2003)
4.1.3. Keadaan Iklim Kondisi suhu di Kecamatan Pacet terendah terdapat di Desa Sukatani antara 18-200C dan tertinggi terdapat di Desa Sindangjaya sebesar 300C. Kondisi suhu tersebut sangat sesuai untuk pengembangan tanaman sayuran dataran tinggi. Curah hujan rata-rata per tahun di kawasan agropolitan cukup tinggi dengan curah hujan terendah terdapat di Desa Batulawang dan Sukatani sebesar 3.000 mm per tahun dan curah hujan tertinggi terdapat di Desa Ciputri sebesar 3.536 mm per tahun.
4.1.4. Keadaan Lahan Kecamatan Pacet berada di daerah Cianjur bagian utara berdasarkan sistem fisiografi dan dari hasil analisis monografi desa di Kecamatan Pacet menunjukkan mempunyai bentang lahan yang terdiri dari dataran seluas 3.213,66 ha (34,60%) dan perbukitan 6.068 ha (65,38%). Formasi bagian bentang bagian atas tersusun atas batu pasir tufa, breksi tufa, batu apung dan breksi tufa andesit, sedangkan formasi bentang bawah tersusun atas batu pasir tufa berlapis, tufa batu apung dengan sisipan liat, benafal dan breksi andesit.
62
4.1.5. Keadaan Tanah dan Jenis Tanah Berdasarkan tingkat kesuburan luas lahan yang sangat subur dan subur seluas 8.272,87 ha (89,13%), lahan dengan tingkat kesuburan sedang 782,33 ha (8,43%), dan lahan yang tidak subur seluas 246,71 ha (2,98%). Sehingga luas lahan yang tingkat kesuburannya sedang sampai dengan subur sebesar 97,56%. Kondisi ini menunjukkan lahan di Kecamatan Pacet dan Cipanas sangat potensial untuk pengembangan kegiatan agribisnis (Masterplan DPU Cianjur, 2002). Di Kecamatan Pacet yang mempunyai kedalaman solum tanah dalam 100-200 cm seluas 2.571 ha, sedangkan yang mempunyai solum sangat dangkal < 50 cm seluas 831,6 ha. Kondisi solum tanah yang dalam merupakan potensi bagi pengembangan agribisnis (Masterplan DPU Cianjur, 2002). Di lokasi penelitian terdapat enam jenis tanah, yaitu: Andosol Distrik, Latosol Kambik Distrik, Podsolik Argilik, Kambisol Distrik, dan Regosol Eurik (Puslittanah dan Agroklimat, 1980). 1. Andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat berpori, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroxida-besi. Jenis tanah ini tersebar di daerah volkan (Rahim dan Suwardi, 2002) 2. Latosol merupakan tanah yang dihasilkan dari proses latosolisasi. Dalam proses pembentukan latosol, basa-basa cepat terdekomposisi, pelarutan silikat dirangsang dan pelarutan besi, aluminium dan mangan dihambat. Proses latosolisasi menyebabkan latosol kaya akan seskui oksida dan miskin silikat (Soepardi, 1983) 3. Podsolik terbentuk akibat proses podsolisasi atau silifikasi merupakan proses pencucian unsur kecuali Si. Tanah yang terbentuk memiliki lapisan atas yang pucat karena semua unsur tercuci kecuali Si yang sebagian besar dalam bentuk kuarsa (Rahim dan Suwardi, 2002) 4. Kambisol memiliki horison penciri kambik, yaitu horison penimbunan liat dan seskuioksida tetapi belum memenuhi sebagai horison argilik atau spodik 5. Regosol adalah tanah yang memiliki kadar fraksi pasir 60% atau lebih pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan tanah mineral. Tanah ini tidak
63
mempunyai horison diagnostik atau horison apapun selain horison okrik, horison H histik atau sulfurik (Rachim dan Suwardi, 2002).
4.1.6. Bencana Geologi Bencana geologi yang perlu mendapat perhatian adalah bencana letusan gunung berapi, bencana longsor akibat berkembangnya kegiatan pertanian yang tidak berwawasan konservasi (dalam arti luas) dan berkembangnya pemukiman. Berdasarkan data, erosi tidak terlalu bermasalah. Namun demikian perlu terus dikembangkan kegiatan pertanian yang tidak menimbulkan banyak erosi tanah (Dinas Cipta Karya Cianjur, 2002).
4.2. Jenis Komoditas Hortikultura Jenis komoditas hortikultura yang dominan diusahakan petani kawasan agropolitan di Kecamatan Pacet adalah bawang daun dan wortel memiliki proporsi area penanaman yang terbesar atau paling tinggi sebagaimana tertera pada Tabel 6. Luas tanam, luas panen, dan produksi sayuran di Kecamatan Pacet disajikan pada Tabel 7. Tabel 6. Jenis Komoditas Hortikultura Dominan yang Diusahakan Petani di Kecamatan Pacet No Jenis Sayuran Desa Asal Sayuran Total Produksi (ton) 1 Kubis a. Desa Ciputri 1.025 b. Desa Sindangjaya c. Desa Cipanas d. Desa Cimacan e. Desa Ciloto 2
Kentang
a. Desa Cimacan b. Desa Ciloto
6.060
3
Wortel
a. b. c. d. e. f. g.
8.175
Desa Ciputri Desa Cibodas Desa Sindanglaya Desa Cimacan Desa Sukatani Desa Sindangjaya Desa Ciloto
64
No
Jenis Sayuran
Desa Asal Sayuran
4
Sawi
a. Desa Ciputri b. Desa Sindangjaya c. Desa Cimacan
5
Tomat
a. b. c. d.
6
Terung
a. Desa Cimacan
4,3
7
Buncis
a. b. c. d. e.
218
8
Bawang Daun
a. Desa Sukatani b. Desa Sindangjaya
9
Bawang Merah
a. Desa Cimacan
Cabe
a. b. c. d. e.
10
Sumber: Dinas Cipta Karya Cianjur (2002)
Desa Sindangjaya Desa Cipanas Desa Cimacan Desa Ciloto
Desa Ciputri Desa Sindanglaya Desa Cipanas Desa Cimacan Desa Ciloto
Desa Ciherang Desa Sindangjaya Desa Sindanglaya Desa Cimacan Desa Ciloto
Total Produksi (Ton) 1.280
243
59.410
11 268,75
Tabel 7. Luas Tanam, Panen dan Produksi Komoditas Hortikultura, di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur 2003 2004 Jenis Produksi Luas Tanam No Komoditas Luas Tanam Panen Produksi Luas Tanam Panen Hortikultura (ha) (ha) (ton) (ha) (ha) (ton) (ha) 1 Bawang Daun 1302 29450 29450 3180 3128 81651 3227 2 Kentang 2 3 90 113 120 4110 73 3 Kubis 18 22 689 1040 1027 32390 954 4 Kembang Kol 28 19 591 29 24 906 41 5 Sawi 1955 1607 47227 1670 1961 46427 2188 6 Wortel 5 6 91 2930 2800 87115 3162 7 Kacang Panjang 9 12 221 991 1076 18238 716 8 Cabe Merah 0 0 0 1086 1334 27285 1166 9 Tomat 17 23 34 1097 1058 22743 1142 10 Buncis 16 13 287 1393 1223 29464 1342 11 Terung 6 7 134 489 511 13324 323 12 Ketimun 0 0 0 975 954 21717 611 13 Kacang Merah 4 2 32 558 616 9790 534 14 Labu Siam 0 14 420 26 28 1030 93 15 Lobak 51 45 982 155 130 3836 252 Jumlah 3413 31223 80247 15732 15990 400026 15824 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2005)
2005 Panen (ha) 2949 63 940 36 1904 3164 776 1088 1057 1457 322 671 506 114 258 15305
Produksi (ton) 77745 2122 29659 1459 45223 96211 14089 11092 28413 36109 8370 15638 8042 3623 7583 385378
66
4.3. Karakteristik Petani Usahatani Komoditas Hortikultura Di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur karakteristik usahatani petani komoditas hortikultura relatif sama antara sebelum dan sesudah program agropolitan, baik dari segi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, dan lainnya. Sedangkan persentase petani yang pernah mengikuti pelatihan agribisnis sayuran terjadi peningkatan sebagaimana pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Usahatani Petani Komoditas Hortikultura di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet-Cianjur No 1
2
3
4 5 6 7
8
Karakteristik Petani
Sebelum Agropolitan (%)
Sesudah Agropolitan (%)
Kenaikan/ Penurunan (%)
Kelompok Umur Kepala Keluarga (KK) : a. <15 tahun b. 15 s/d 55 tahun c. >56 tahun
0,00 93,30 6,70
0,00 86,70 13,30
0,00 6,60 6,60
Tingkat Pendidikan : a. Buta Huruf b. Sekolah Dasar c. SLTP d. SLTA
3,30 60,00 20,00 16,70
3,30 60,00 20,00 16,70
0,00 0,00 0,00 0,00
Jenis Pekerjaan : a. Petani Sayuran b. Petani Sawah c. Pedagang d. Lainnya
15,00 13,00 2,00 0,00
15,00 13,00 2,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah Anggota Keluarga (orang) Anggota Keluarga Ikut Usahatani (%) Luas Lahan Usahatani (ha/petani)
3,00
3,00
0,00
33,30 0,43
33,30 0,44
0,00 0,01
Status Penguasaan Lahan (%): a. Milik b. Sewa c. Gadai d. Sakap
79,40 8,80 5,90 5,90
77,80 11,10 5,60 5,50
1,60 2,30 0,30 0,40
30,00
76,70
46,70
16,70 70,00
30,00 26,30
13,30 43,70
Petani Pernah Mengikuti Latihan (%): a. Budidaya Sayuran (budidaya, pasca panen, pemasaran) b. Pengolahan Hasil (industri rumah tangga) c. Belum Pernah
Sumber: Rusastra et al., (2004)
67
Sedangkan umur petani sayuran paling banyak (86,7%) berada pada usia produktif dan sisanya (13,3%) berada di atas usia produktif. Tingkat pendidikan paling banyak sampai tingkat Sekolah Dasar (60%), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (20%), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (16,7%), dan sisanya merupakan petani buta huruf. Jenis pekerjaan utama merupakan petani (93,3%) dan sisanya merupakan pedagang (6,7%) yang merangkap sebagai petani sayuran. Rata-rata luas lahan petani termasuk paling banyak pemilik penggarap (77,8%), sewa (11%), gadai (5,6%), dan sakap (5,5%). Setelah agropolitan, persentase petani pernah mengikuti pelatihan/training meningkat dari 30% menjadi 76,7%. Peningkatan tersebut terutama dikarenakan adanya kegiatan persiapan program agropolitan. Materi pelatihan meliputi aspek budaya, panen/pasca panen, pemasaran hasil, kelembagaan, dan pengolahan hasil industri rumah tangga. 4.4. Ekonomi Daerah Struktur ekonomi di suatu wilayah secara kuantitatif dapat digambarkan dengan besarnya distribusi persentase atau peran nilai bruto dari masing-masing sektor terhadap nilai total PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang berlaku. Distribusi persentase PDRB secara sektoral menunjukkan peranan masing-masing sektor dalam sumbangannya terhadap total PDRB. Semakin besar persentase suatu sektor, maka semakin besar pula pengaruh sektor tersebut terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Pada Tabel 9. disajikan nilai PDRB Kabupaten Cianjur berdasarkan harga konstan tahun 2002. Dari nilai-nilai tersebut dapat diketahui bahwa sektor perdagangan
merupakan
bidang
usaha
yang
paling
menentukan
dan
mempengaruhi perekonomian Kabupaten Cianjur. Sektor perdagangan ini terutama didominasi oleh perdagangan hasil-hasil produk hortikultura. Dari fenomena ini dapat dilihat bahwa sektor perdagangan ternyata memberikan nilai tambah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor produksinya itu sendiri. Ini menggambarkan bahwa surplus dari aktivitas pertanian ternyata lebih banyak dinikmati oleh pedagang dibandingkan dengan petaninya sendiri. Sektor lain yang berperan dalam perekonomian Kabupaten Cianjur adalah jasa, angkutan/
68
komunikasi, lembaga keuangan, dan pertanian. Khusus untuk pertanian lebih didominasi oleh pertanian tanaman sayuran. Tabel 9. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Cianjur Berdasarkan Harga Konstan 2002 Tahun 2002-2004 (dalam juta rupiah) No 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor / Lapangan Usaha
2002
%
Pertanian : a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
3.285.260,89 47,03
Jumlah
6.985.431,84
2.713.242,66 249.474,41 166.294,65 28.340,97 127.908,20
38,84 3,57 2,38 0,41 1,83
2003
%
4.111.154,43 49,95 3.065.599,29 281.829,97 548.731,77 21.257,02 193.736,38
37,25 3,42 6,67 0,26 2,35
2004
%
4.591.989,70 49,31 3.425.308,09 300.859,73 631.908,80 23.304,07 210.609,01
36,78 3,23 6,79 0,25 2,26
8.576,60 0,12 192.538,51 2,76
9.856,41 0,12 218.184,86 2,65
11.408,96 0,12 247.748,79 2,66
26.768,83 0,38 225.15,00 3,22
78.562,64 0,95 277.177,29 3,37
92.909,28 1,00 310.565,50 3,34
1.574.703,51 22,54
1.665.790,90 20,24
1.870.318,61 20,09
570.638,60 8,17
606.547,62 7,37
718.205,29 7,71
323.686,75 4,63 778.103,15 11,14
383.238,74 4,66 880.044,30 10,69
449.403,15 4,83 1.019.312,34 10,95
100
8.230.556,19
100
9.311.861,62
100
Sumber: BPS Kabupaten Cianjur (2005)
Persentase sektor pertanian tanaman untuk bahan makanan sebagai salah satu bagian dari sektor pertanian ternyata menunjukkan peranan yang sangat menonjol terhadap perekonomian Kabupaten Cianjur dari sisi nilai tambah yang dihasilkan. Sejak tahun 2002 sampai tahun 2004 mengalami peningkatan walaupun tidak begitu mencolok. Namun demikian perkembangan sektor ini harus tetap menjadi perhatian mengingat hampir 60% penduduk menggantungkan mata pencahariannya pada sektor pertanian (BPS Kabupaten Cianjur, 2002). 4.5. Infrastruktur Dasar dan Sarana Penunjang Pertanian 4.5.1. Sarana Irigasi Kondisi alam lainnya yang penting adalah sumber air. Sumber air yang digunakan di Kecamatan Pacet dan Cipanas untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan rumah tangga maupun untuk kegiatan usahatani berasal dari mata air,
69
sumur gali, sungai, air hujan.
Sumber air di Kecamatan Pacet dan Cipanas
berjumlah 23 sumber air dengan debit total 411–450 lt/dt yang digunakan untuk air bersih, pengairan, PDAM dan MCK. Sumber air berupa mata air terdapat di desa Ciputri, Cipendawa, Palasari, Ciloto. Sedangkan untuk prasarana irigasi yang terdapat di Kecamatan Pacet dan Cipanas berada di Desa Ciputri, Cipendawa, Cimacan dan Palasari. Beberapa desa di Kecamatan Pacet dan Cipanas yang mempunyai potensi sumber air lainnya antara lain danau terdapat di Desa Cimacan, sungai di Desa Ciputri, Desa Cipendawa, Desa Cimacan, dan Desa Ciloto. Berdasarkan bentuk wilayahnya terdapat beberapa potensi yang dimiliki: 1. Bila dikaitkan dengan geologi regional, maka air tanah di daerah ini berkaitan dengan kondisi batuan yang terbentuk mempunyai kondisi hidro-geologi yang akan membentuk siklus akuifer tertentu. Batuan yang dapat bertindak sebagai akuifer (lapisan pembawa air) yang produktif terutama dari jenis pasir tufa yang masuk kedalam satuan endapan vulkanik muda (Pemda Cianjur, 2001). 2. Kedalaman air tanah dangkal (0,89 s/d 3,64) meter dengan ketebalan (1,15 s/d 10,64) meter. Serta kedalaman air tanah dalam (2,69 s/d 26,6) meter dengan ketebalan (8 s/d 47,54) meter merupakan potensi yang sangat penting dalam hal ketersediaan air.
4.5.2. Sarana Kesehatan, Pendidikan, dan Sosial Sarana kesehatan, pendidikan dan sosial untuk penunjang pertanian di kawasan agropolitan Kecamatan Pacet sangat memadai, seperti dengan adanya sarana posyandu, sarana pendidikan, sarana telekomunikasi dan media informasi serta sarana ibadah, sebagaimana disajikan pada Tabel 10.
70
Tabel 10. Sarana Kesehatan, Pendidikan dan Sosial Penunjang Pertanian di Kawasan Agropolitan Pacet – Cianjur Desa Desa No Infrastruktur Satuan Sukatani Sindangjaya 1 Luas desa/kelurahan Ha 269 434 2 Jumlah keluarga keluarga 2.497 2.295 3 Posyandu buah 12 17 4 Jumlah SD atau yang sederajat buah 5 5 5 Banyaknya keluarga yang mempunyai TV keluarga 624 1.067 6 Jumlah masjid buah 14 27 7 Jumlah surau/langgar buah 36 45 8 Banyaknya pengangguran orang 275 0 9 Banyaknya keluarga berlangganan telepon keluarga 98 256 10 Wartel/kiospon/warpostel/ unit 9 2 warparpostel 11 Restoran/rumah makan/ unit 0 5 minuman 12 Jumlah TK buah 1 1 13 Jumlah SLTP atau yang sederajat buah 1 1 14 15 16 17 18 19 20 21
Puskesmas Pembantu Koperasi non KUD Puskesmas Koperasi Unit Desa (KUD) Supermarket/pasar swalayan/ toserba Warung internet Banyaknya keluarga yang menggunakan listrik non PLN Gereja Kristen Jumlah Jumlah Kepadatan Penduduk
Sumber: PODES Cianjur (2005)
buah unit buah unit unit
1 1 1 0 0
1 1 1 0 0
unit
0
1
0 0 13 3.227 3.778
0 0 14 3.144 2.379
keluarga buah jenis unit jiwa/km2
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Pola Penguasaan Lahan dan Pola Tanam Usahatani Hortikultura di Kawasan Agropolitan Pada umumnya kehidupan di perdesaan adalah kehidupan tani, sehingga lahan merupakan faktor pokoknya. Siapa yang menguasai lahan berarti menguasai salah satu faktor produksi utama di sektor pertanian. Pola Penguasaan lahan merupakan pencerminan keeratan hubungan antara kegairahan petani dalam mengelola lahannya. Di kawasan agropolitan (Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya) luas status hak (entitlement) kepemilikan lahan petani rata-rata relatif sempit 0,02–0,30 ha. Hal ini merupakan fenomena umum yang terjadi di sektor pertanian sebagai dampak alih kepemilikan lahan, alih fungsi lahan, dan juga fragmentasi lahan karena pembagian warisan dari orang tuanya sejak tahun 1987 yang mengakibatkan akses petani terhadap lahan semakin terbatas. Sehingga banyak petani yang mencari kegiatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan membuka warung, berdagang, dan menjadi buruh tani. Karena rata-rata pendidikan yang dimiliki petani di kawasan agropolitan hanya Sekolah Dasar. Berkaitan dengan pola penguasaan lahan petani sebagai pemilik sekaligus penggarap sudah banyak berkurang dilihat dari luas lahan yang dikuasai oleh petani. Kondisi ini menyebabkan skala ekonomi akan menjadi permasalahan tersendiri. Kedekatan dengan pusat kota dan berkembangnya infrastruktur sejauh ini juga membuat lahan-lahan di kawasan agropolitan menjadi mahal dan strategis untuk dimiliki atau dijadikan obyek investasi oleh orang-orang kota terutama sejak ditetapkannya sebagai lokasi program pengembangan kawasan agropolitan pada tahun 2002. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dari Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur dari 90 petani dengan menggunakan metode purposive sampling dan penetapan petani responden dilakukan secara stratified random sampling secara proporsional yang mencakup Desa Sukatani sebanyak 35 petani, dan Desa Sindangjaya 55 petani dari total luas lahan petani kedua desa sebesar 10,42 ha kemudian dikelompokkan dalam 5 (lima) kelas kemiringan lereng lahan
71
72
usahatani, yaitu: (1) >0-8%, (2) >8-15%, (3) >15-30%, (4) >30-45% maka diperoleh status hak (entitlement) kepemilikan lahan di kawasan agropolitan merupakan lahan hak milik sebesar 84% dengan rata-rata luas kepemilikan lahan petani hanya 0,12 ha. Rata-rata pola penguasaan lainnya, meliputi luas lahan milik keluarga 0,06 ha (3%), luas lahan sewa 0,08 ha (2%), luas lahan bagi hasil 0,09 (4%), luas lahan garapan milik pemerintah 0,14 ha (6%), luas lahan garapan hutan lindung 0,1 ha (1%) sebagaimana disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Pola Penguasaan Lahan di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Desa Sukatani (4,62 ha) Uraian
Satuan
Rata-Rata Luas Lahan
Pola Penguasaan Lahan: a. Lahan milik ha sendiri b. Lahan milik ha keluarga c. Lahan sewa ha d. Lahan bagi ha hasil e. Lahan garapan ha milik pemerintah f. Lahan garapan ha hutan lindung g. Lahan garapan milik ha perkebunan/ tanah terlantar Jumlah % Sumber: Data Primer (2006) diolah
Desa Sindangjaya (5,80 ha)
Kawasan Agropolitam (10,42 ha) Rata-Rata Luas Lahan (%)
(%)
Rata-Rata Luas Lahan
(%)
0,13
89
0,11
81
0,12
84
0
0
0,06
5
0,06
3
0,09
4
0,05
1
0,08
2
0,11
7
0,13
2
0,09
4
0,00
0
0,56
9
0,14
6
0
0
0,1
2
0,1
1
0
0
0
0
0
0
100
100
100
Tabel 11 menggambarkan bahwa pola penguasaan lahan di kawasan agropolitan relatif sempit sehingga menyebabkan kelangkaan sumberdaya lahan. Yang menjadi kendala justru bagaimana memberikan respon pada petani atas makin menyempitnya lahan pertanian kawasan agropolitan yang ada saat ini akibat sulitnya mengendalikan konversi lahan pertanian ke non-pertanian, sebagai salah satu contoh berubah fungsinya menjadi villa-villa dan obyek wisata.
73
Di tengah term of trade dari produk-produk pertanian yang terus menurun dan teknologi pertanian serta pengolahan produk yang tidak banyak berkembang, maka ada kecenderungan petani untuk menjual lahan semakin tinggi. Bagi petani yang tetap bertahan di sektor pertanian pada akhirnya nanti akan berubah menjadi petani penggarap atau membuka lahan di daerah-daerah atas yang dekat dengan kawasan Taman Nasional Gede Pangrango. Petani penggarap yang ada saat ini menguasai sekitar 0,10 ha lahan yang berdekatan dengan Desa Sindangjaya. Sehingga degradasi kualitas lingkungan dan sumberdaya alam menjadi tidak terhindarkan. Seperti dinyatakan oleh Saefulhakim (2001) tipe-tipe kepemilikan lahan yang tidak menjamin kepastian (uncertain ownership of land) akan mendorong setiap aktivitas ke arah pola pemanfaatan yang bersifat eksploitatif yang mempercepat degradasi sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa akses petani terutama petani lokal terhadap lahan sudah mulai banyak berkurang. Konsekuensinya apabila tidak ada kebijakan yang jelas berkaitan dengan akses pada lahan, maka para petani lokal akan cepat tersingkir dan otomatis akan timbul konflik atau paling tidak terjadi perambahan hutan yang akan merusak lingkungan dan keberlanjutan dari sistem pertanian itu sendiri. Jika ini yang terjadi, maka pencanangan program pengembangan kawasan agropolitan tidak akan ada gunanya karena akses pada lahan yang terbatas akan menjadi penghambat utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan pendapatan petani. Meskipun sudah banyak himbauan dan peraturan dibuat, namun konversi lahan tetap terjadi. Akar permasalahannya adalah karena aspek penggunaan dan pemanfaatan tanah kurang memiliki landasan yang kuat dalam hukum agraria nasional, dibandingkan dengan aspek penguasaan dan pemilikan tanah (Sjahyuti, 2002). Pembaharuan agraria atau adakalanya disebut dengan “Reformasi Agraria” terdiri dari dua pokok permasalahan, yaitu “penguasaan dan kepemilikan” di satu sisi, dan “penggunaan dan pemanfaatan” di sisi lainnya. Kedua sisi tersebut ibarat dua sisi mata uang yang harus dilakukan secara seiring. “Aspek Landreform” dapat dimaknai sebagai penataan ulang penguasaan dan kepemilikan tanah, dimana faktor pembentuknya adalah masalah hukum (negara dan adat), tekanan demografis, serta struktur ekonomi setempat misalnya ketersediaan lapangan kerja
74
non-pertanian. Masalah yang dihadapi pada aspek ini adalah konflik penguasaan dan kepemilikan. Secara vertikal dan horizontal inkonsistensi hukum (misalnya antara UUPA dan “turunannya”). Ketimpangan penguasaan dan kepemilikan, penguasaan
yang
sempit
oleh
petani
sehingga
tidak
ekonomis
serta
ketidaklengkapan dan inkonsistensi data. Aktivitas reforma agraria yang relevan pada aspek landreform ini misalnya adalah penetapan objek tanah landreform, penetapan petani penerima, penetapan harga tanah kepada penerima, perbaikan penguasaan (misalnya perbaikan sistem penyakapan), serta penertiban tanah guntae (absentee). Hasil penelitian di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur untuk tingkat ketimpangan berdasarkan luasan kecil atau besarnya kepemilikan lahan petani dengan didasarkan golongan luas lahan, jumlah pemilik, kumulatif pemilik, persentase kumulatif, jumlah luas, kumulatif luas, persentase kumulatif analisis Ratio Gini Lorentz (RGL) menunjukkan tingkat ketimpangan kepemilikan lahan di kawasan agropolitan sebesar 0,765 (Desa Sukatani sebesar 0,547 dan Desa Sindangjaya sebesar 0,771) menandakan tingkat ketimpangan yang berat sehingga perlu diwaspadai sejak dini dan perlu upaya pengendalian agar tidak terjadi alih fungsi lahan, misalnya adanya kebijakan dan implementasi yang jelas (misalnya: adanya Master Plan) tentang akses terhadap lahan dalam hal penggunaan dan pemanfaatan lahan dalam rangka pencanangan program pengembangan kawasan agropolitan Pacet-Cianjur. Ketimpangan kepemilikan dan kelas kemampuan lahan di kawasan agropolitan merupakan problem penting dalam pemikiran logik dan teoritik perencanaan wilayah. Berbagai fenomena menunjukkan bahwa keterbatasan kepemilikan dan kelas kemampuan lahan akan menghambat pertumbuhan aktivitas ekonomi utamanya yang berbasis pada pengelolaan sumberdaya alam. Akses penduduk terhadap lahan semakin terbatas sehingga produktivitas dan nilai tambah dari sektor primer pertanian (on-farm) secara relatif cenderung rendah dan kurang mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat perdesaan. Adanya perbedaan mencolok antara kepemilikan dan kelas kemampuan lahan akan menyebabkan terkurasnya sumberdaya lahan sehingga pada akhirnya lahan tidak produktif lagi. Masyarakat perdesaan akan terkonsentrasi pada wilayah-wilayah
75
sekitarnya yang dianggap mampu menyediakan lapangan pekerjaan sebagai sumber pendapatan dalam meningkatkan kesejahteraan. Terutama kawasan perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi, industri dan jasa. Anggapan ini akan mendorong terjadinya ketimpangan yang lebih besar antara desa dan kota. Arus urbanisasi dari desa ke kota akan menjadi lebih besar. Transfer surplus dari sektor/kawasan pertanian ke industri-industri perkotaan melalui pengambilan dan penarikan sumberdaya-sumberdaya manusia (tenaga kerja), modal dan sumberdaya lainnya oleh perkotaan mengakibatkan perkotaan banyak mengalami penyakit-penyakit urbanisasi (kongesti, pencemaran hebat, permukiman kumuh, keadaan sanitasi yang buruk, menurunnya kesehatan, kriminalitas) dan pada gilirannya akan menurunkan produktivitas masyarakat dalam hubungan yang saling memperlemah, bukannya hubungan yang saling memperkuat (Rustiadi et al., 2001). Dengan berkembangnya masalah serupa maka pembangunan wilayah perdesaan menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi disparitas antar wilayah dan sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian menjadi lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan melalui kebijakan pelaksanaan program agropolitan sudah berjalan di wilayah penelitian, yaitu Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya yang bertujuan untuk menciptakan pembangunan desa kota secara berimbang, diversifikasi dan perluasan basis peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, mengoptimalkan akses masyarakat lokal terhadap sumberdaya ekonomi (terutama lahan) melalui penataan dan pemanfaatan ruang, pemanfaatan teknologi dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang ada di perdesaan sehingga mampu menghasilkan komoditas dan produk olahan pertanian unggulan. Pada dasarnya hubungan fungsional antara kota (urban) sebagai pusat dengan kapasitas daya serap besar terhadap daerah pedesaan di sekitarnya saling ketergantungan karena adanya saling membutuhkan antara kota sebagai daerah inti (core areas) dengan perdesaan di daerah pinggiran (periphery). Interaksi terjadi jika ada pengembangan. Pengembangan itu intinya adalah adanya inovasi dan saling ketergantungan antara core dan periphery secara dinamis. Akhir-akhir ini permasalahan di daerah urban dikaitkan dengan kecenderungan perkembangan dan pembangunan wilayah dan nasional. Banyaknya orang tinggal di kota atau
76
banyaknya penduduk kota di suatu negara atau wilayah dapat merupakan pertanda tingkat pendapatan per kapitanya. Teori distribusi kota-kota menyatakan, jika urutan hierarki besarnya penduduk kota mengikuti kaidah log-normal akan menunjukkan keadaan yang lebih berkembang. Jika tidak terjadi distribusi seperti tersebut terakhir ini, kesenjangan pendapatan penduduk akan lebih menyolok karena adanya kota besar yang unggul dalam fungsinya. Sedangkan kota-kota yang lain di wilayah tersebut merupakan permukiman yang dapat berfungsi lain, bahkan dapat bersifat parasitis dan menghambat berlangsungnya pembangunan dan perkembangan. Dalam lingkup sistem perkotaan dimana ada keterkaitan satu sama lain maka proses konsentrasi menjadi selektif, hanya terpusat di beberapa daerah inti (core areas atau primatecities saja) yang mempunyai kapasitas unggul sebagai inovasi. Dalam tahap inilah kesenjangan yang diukur dengan rata-rata pendapatan per kapita antar satuan (administratif) di suatu negara menjadi sangat besar. Berhubung proses penjalaran atau perambatan perkembangan dari kota ke wilayah sekitar core-areas tersebut bekerjanya lambat atau bahkan kurang dapat dijelaskan secara menyakinkan, maka orangpun berpaling kepada sisi lain dari daerah perkotaan, yaitu di pedesaan. Perdesaan merupakan sumber penghidupan dari sebagian besar penduduknya. Adanya keterkaitan antara perdesaan dan perkotaan dalam hal pasar kota menyerap hasil produksi desa, tenaga desa dipekerjakan di lapangan kerja kota dan fasilitas pelayanan di kota dimanfaatkan penduduk desa. Atas dasar alasan tersebut Friedmann dan Douglass (1976) dalam Sitorus (1998) mengusulkan pengembangan Agropolitan. Perwujudan dari konsep agropolitan diharapkan mampu mengurangi kesenjangan
pertumbuhan
desa-kota
melalui
keterkaitan
yang
saling
menguntungkan, dan penyamaan dasar kemitraan. Keterkaitan dalam konteks ini desa-desa utama harus dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang berfungsi sebagai tempat untuk memulai penyamaan kemitraan dalam mengurangi kesenjangan pertumbuhan. Konsep ini menurut Friedmann dan Douglass (1976) dalam Sitorus (1998) dinamakan “Perwilayahan Agropolitan” dengan ciri sebagai berikut: a. Mempunyai tingkat kemandirian dan kepercayaan diri untuk tumbuh b. Satuan unit pemukiman efektif dan efisien untuk suatu kegiatan “Agribisnis”
77
c. Diversifikasi ketenagakerjaan (tidak hanya petani) yang dapat menumbuhkan agroindustri d. Keterkaitan yang baik antara sektor pertanian, pengolahan dan industri manufaktur yang banyak menggunakan hasil pemanfaatan sumberdaya setempat e. Banyak mendorong penggunaan teknologi tepat guna dan sumberdaya setempat Jika dilihat sebarannya kepemilikan lahan di Kawasan Agropolitan PacetCianjur berdasarkan golongan luas lahan, jumlah pemilik, proporsi pemilik dengan menggunakan analisis entropy memiliki nilai entropy relatif kepemilikan lahan 0,561. Secara umum bisa dikatakan sebaran proporsi kepemilikan lahan di kawasan agropolitan cukup merata, karena rata-rata lahan yang diusahakan merupakan lahan dengan status hak milik (entitlement) yang dimiliki petani sebagian besar merupakan lahan pembagian warisan. Sedangkan nilai entropy relatif kepemilikan lahan yang paling besar di Desa Sukatani sebesar 0,669 memiliki sebaran proporsi kepemilikan lahan yang paling merata. Berbeda dengan Desa Sindangjaya sebesar 0,597 yang memiliki entropy lebih kecil dibandingkan dengan Desa Sukatani. Walaupun demikian, secara umum bisa dikatakan sebaran proporsi kepemilikan lahan Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya relatif sama. Rata-rata luas kepemilikan lahan di Desa Sukatani 0,13 ha sedangkan di Desa Sindangjaya 0,11 ha, dan untuk kawasan agropolitan rata-rata luas lahan 0,12 ha Hasil analisis nilai indeks gini dan entropy sebagaimana disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Analisis Rasio Gini Lorentz dan Entropy Kepemilikan Lahan di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur No. 1. 2. 3.
Desa / Wilayah Desa Sukatani (4,62 ha) Desa Sindangjaya (5,80 ha) Kawasan Agropolitan (10,42 ha)
Indeks Gini
Nilai Entropy 2,379
Nilai Entropy Maksimum 3,555
Nilai Entropy Relatif 0,669
0,547 0,771
2,394
4,007
0,597
0,765
2,523
4,500
0,561
Sumber: Data Primer (2006) diolah Keterangan: Klasifikasi Indeks Gini : 1. IG < 0.30 = Menandakan ketimpangan yang ringan 2. IG = 0.4 = Menandakan ketimpangan yang sedang 3. IG > 0.50 = Menandakan ketimpangan yang berat
78
Akibat penguasaan lahan yang sempit di Kawasan Agropolitan PacetCianjur petani cenderung melakukan pola tanam monokultur dan tumpangsari. Siklus tanam dengan intensitas tinggi dan cepat yang bertujuan untuk memperoleh uang cash dalam jangka waktu yang relatif singkat untuk setiap komoditas dalam yang berbeda, karena dengan pola tanam seperti ini petani dapat mencapai lima kali panen dalam setahun. Kemudahan ketersediaan air, kesesuaian lahan, kemudahan pengelolaan teknis budidaya, umur tanaman yang pendek dan kemudahan dalam memperoleh benih sendiri dari hasil panen sebelumnya, merupakan alternatif penunjang bagi petani dalam memilih pola tanam. Pola tanam monokultur, artinya petani mengusahakan satu jenis tanaman saja dalam lahan garapannya, sedangkan pola tumpangsari adalah penanaman yang terdiri dari beragam jenis komoditas dalam satu hamparan tanah garapan. Jenis tanaman hortikultura lebih banyak ditanam di lahan dengan kelas kemiringan lereng antara >8-15% sedangkan lahan dengan kelas kemiringan lereng antara >15-30% ditanami lebih sedikit. Seperti halnya di Desa Sukatani kondisi lahan datar sehingga jarang atau tidak ada yang mengusahakan di kelas kemiringan lereng >15-30% dan >30-45% yang membedakan dengan Desa Sindangjaya kondisi lahan bergelombang sampai berbukit. Pola tanam tumpangsari (polyculture) di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur sebagaimana disajikan pada Tabel 13. Dalam pemilihan komoditi yang diusahakan petani pada umumnya didasarkan pada tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari pengelolaan usahatani, kejelasan dan jaminan ketersediaan pasar, tingkat modal yang tidak besar serta pengalaman pribadi menyangkut kebiasaan dan hobi. Hal ini menunjukkan bahwa petani di kawasan agropolitan sudah dapat mengantisipasi resiko kerugian dalam usahatani, misalnya resiko disebabkan oleh musim hujan yang dapat mempercepat proses pembusukan dan resiko pasar berupa perubahan harga ketika panen. Perubahan harga yang merugikan salah satu komoditi biasanya dikompensasi dengan kenaikan harga komoditi lainnya. Di kawasan agropolitan petani banyak menanam wortel dan bawang daun karena kedua tanaman ini mempunyai iklim yang sangat cocok dan tingginya permintaan pasar. Begitu juga tanaman horinzo dan kailan walaupun bukan
79
merupakan tanaman lokal namun juga dibudidayakan, biasanya berdasarkan pesanan dari super market dengan sistem perjanjian. Tabel 13. Pola Tanam Tumpangsari Komoditas Hortikultura Pada MasingMasing Kelas Kemiringan Lereng Yang Diusahakan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Di Kawasan Agropolitan (10,42 ha) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
>0-8% Wt-Bkl-Dk-Kl Wt-Lb Hs Wt Wt-Lb-Sw-Bd Wt-Bd Wt-Hs Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Hs-Kl Lb
>8-15% >15-30% Wt-Bd-Dk Bkl-Sw-Bd-Pl Wt-Dk-Kl Wt-Bd Wt-Lb-Cs Wt-Lb Wt-Lb-Cs-Dk Dm-Bd Wt-Dk-Cs-Bd Wt-Bkl-Bd Wt-Bd Wt-Bd-Kl Wt-Hs Wt-Bd-Kl-Lb-Hs Di Desa Sukatani (4,62 ha)
>30-45% Bd-Sld-Lb
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
>0-8% Wt-Bkl-Dk-Kl Wt-Lb Wt Hs
>8-15% >15-30% Wt-Bd Wt-Bd-Dk Wt-Dk-Cs Wt-Dk Wt-Dk-Bd Wt-Dk-Kl Wt-Hs Wt-Bd-Cs Wt-Lb-Cs Wt-Lb-Cs-Dk Wt-Cs Wt-Dk-Cs-Bd Wt Lb Di Desa Sindangjaya (5,80 ha)
>30-45%
No >0-8% >8-15% 1 Wt Wt-Pl-Bd 2 Bkl Wt-Bkl-Bd 3 Wt-Lb-Sw-Bd Wt 4 Wt-Bd Wt-Bd 5 Wt-Hs-Kl Bd 6 Wt-Hs Bkl 7 Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Bd-Kl 8 Hs 9 Wt-Hs 10 Wt-Bd-Kl-Lb-Hs Keterangan: Wt = Wortel Lb = Lobak Cs = Ceisin Bkl = Brokoli Hs = Horinso Pl = Poling/Horinso Dm = Daun Mint Sld = Seladri Sw = Sawi
>15-30% Bkl-Sw-Bd-Pl Wt-Bd Wt-Lb Dm-Bd
>30-45% Bd-Slb-Lb
Dk = Daikon Kl = Kailan Bd = Bawang Daun
Tabel 13 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin tinggi kemiringan lereng semakin rendah keragaman pola tanam. Tingginya kemiringan
80
lereng cenderung semakin membatasi pilihan komoditi pola tanam yang dapat ditanam. Faktor teknis budidaya seperti penyiapan lahan dan pemeliharaan tanaman mengakibatkan jenis tanaman tertentu seperti horinso dan kailan tidak dapat diusahakan petani pada lahan dengan kelas kelerengan >15-30%. Gambaran pola tanam tumpangsari yang diusahakan petani di Kawasan Agropolitan PacetCianjur sebagaimana disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan
Untuk permintaan pasar terhadap berbagai jenis sayuran dan produk tanaman hortikultura mendorong petani untuk mengusahakan berbagai jenis tanaman. Walaupun skala pengusahaannya kecil, tetapi petani merasa lebih aman jika menanam tanaman yang mudah dijual meskipun nilainya tidak terlalu mahal. Keterbatasan kemampuan tenaga kerja keluarga dan kurang tersedianya modal usaha yang cukup, menjadikan lahan yang mereka usahakan relatif sempit berkisar antara 0,02-0,30 ha. Dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah, tanggungan keluarga rata-rata 3 sampai 5 orang, menjadikan petani lebih memilih tanaman yang cepat menghasilkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Dari sekian banyak tanaman yang diusahakan, semuanya tergolong tanaman semusim dengan pola tanam tumpangsari (polyculture) yang diganti setiap periode panen. Jika dilihat dari aspek penutupan lahan, pola tanam seperti ini tidak memiliki perlindungan tanah secara permanen. Sementara itu tindakan konservasi tanah yang diperlukan terutama pada lahan berlereng tidak dilakukan oleh petani. Dalam pengelolaan lahan dengan sistem pola tanam yang bersifat tumpangsari di kawasan agropolitan lahan digunakan secara terus menerus tidak pernah diistirahatkan. Karena petani tidak akan mendapatkan penghasilan
81
terutama
untuk
kebutuhan
sehari-hari.
Konsekuensi
nantinya
akan
mengakibatkan produktivitas lahan dari waktu ke waktu semakin menurun. Hal ini sangat terkait dengan hasil penelitian Situmorang (2004), kondisi lahan di kawasan agropolitan sudah miskin kandungan bahan organik sehingga apabila kondisi fisik lahan tidak diperhatikan maka pengembangan kawasan agropolitan akan gagal. Menurut Saefulhakim (2004), semakin tinggi nilai indeks diversitas tanaman dari suatu petak lahan mengindikasikan bahwa resiko yang dihadapi oleh petani semakin tinggi. Karena itu pola tanam polikultur menjadi pola tanam paling rasional dalam kondisi penguasaan lahan yang sempit dan resiko fluktuasi harga yang tinggi.
5.2. Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Hortikultura dan Produktivitas Usahatani dengan Penguasaan Lahan Serta Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah Untuk
menentukan
tingkat
kelayakan
sistem
usahatani
yang
dikembangkan petani di kawasan agropolitan Pacet-Cianjur diperlukan analisis usahatani mengenai hubungan ekonomi antara output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Tiga variabel yang menjadi komponen dalam analisis ini adalah biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan usahatani.
5.2.1. Analisis Biaya Produksi Penggunaan Pupuk dan Pestisida Biaya produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan petani selama berlangsungnya proses produksi dalam usahatani komoditas hortikultura. Biaya itu meliputi biaya variabel (biaya-biaya untuk keperluan bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja) penyusutan alat, dan sewa lahan. Seiring dengan semakin meningkatnya dan beragamnya jenis sayuran yang ditanam pada pola tanam tumpangsari menyebabkan jenis-jenis pupuk dan pestisida yang digunakan semakin beragam, mulai dari pupuk dasar, seperti Urea, dan KCl hingga zat pemacu tumbuh dan pestisida berbagai merk sebagaimana tertera pada Tabel 14.
82
Tabel 14. Beberapa Jenis Pupuk, dan Pestisida yang Digunakan Petani Pada Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) di Kawasan Agropolitan PacetCianjur No. Desa / Jenis Pupuk dan Jenis Pestisida Wilayah Nama Produk 1. Desa Urea, SP.36, Pupuk Kandang, Curacron, Dursband, Sukatani Supergrowth, Antracol Supervit, Biotanik (4,62 ha) 2. Desa Urea, SP.36, Pupuk Kandang, Curacron, Dursban, Sindangjaya KCl, Supergrowth, Antracol, Victory, Agrimex, (5,80 ha) Green Asri, Bayfolant, Ortin, Decis Gandasil 3. Kawasan Urea, SP.36, Pupuk Kandang, Curacron, Dursband, Agropolitan KCl, Supergrowth, Antracol, Victory, Agrimex, (10,42 ha) Green Asri, Byfolant, Ortin, Decis, Supervit, Gandasil Biotanik Sumber: Data Primer (2006) diolah
Tabel 14 menunjukkan bahwa penggunaan jenis pupuk dan pestisida serta nama produk yang digunakan petani sangat beragam dikhawatirkan dalam jangka panjang akumulasi dari zat kimia ini akan mencemari tanah dan lingkungan, meskipun hasil panennya terlihat bagus. Karena hampir seluruh petani berpendapat bahwa pestisida dapat mengatasi masalah akibat serangan hama/penyakit tanaman. Kondisi ini menggambarkan bahwa pestisida masih menjadi pilihan utama dalam memberantas hama/penyakit tanaman. Jika suatu jenis pestisida dipergunakan terus menerus untuk suatu hama, maka jumlah dosis yang diperlukan lama kelamaan akan bertambah. Solusi yang petani lakukan adalah dengan berganti-ganti merk pestisida agar hama penyakit tidak menjadi resisten. Dampak lain dari penggunaan pestisida yang beragam akan berpengaruh terhadap
permintaan
konsumen,
karena
konsumen
cenderung
untuk
mengkonsumsi sayuran yang bebas dari zat-zat kimia seperti zat pemacu tumbuh dan pestisida. Apabila dilakukan analisis biaya rata-rata penggunaan jenis pupuk dan dan jenis pestisida yang digunakan petani untuk mengelola lahannya di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur sebagaimana disajikan pada Tabel 15.
83
Tabel 15. Analisis Rata-rata Jenis Pupuk, dan Pestisida yang Digunakan Petani Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) di Kawasan Agropolitan PacetCianjur No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Pupuk / Pestisida
Pupuk Urea (kg) SP.36 (kg) KCl (kg) Pupuk Kandang (kg) Supergrowth (ltr) Antracol (btl) Green Asri (klg) Byfolan (ltr) Gandasil (ltr) Pestisida Curacron (ml) Dursban (ltr) Victory (klg) Agrimex (cc) Ortin (ltr) Decis (klg) Supervit (klg) Biotanik (tube) Jumlah
Desa Sukatani (0,13 ha) Unit Nilai (Rp)
Desa Sindangjaya (0,11 ha) Unit Nilai (Rp)
Kawasan Agropolitan (0,12 ha) Unit Nilai (Rp)
57 84.857 21 42.914 0 0 350 105.086 1 20.594 0,8 48.150 0 0 0 0 0 0
35 20 10 244 0,9 0,9 1 2,3 1,7
51.917 39.273 17.500 73.200 18.667 37.474 18.750 23.333 20.000
43 20 10 291 1 0,9 1 2,3 1,7
64.871 40.886 17.500 87.150 19.768 42.949 18.750 23.333 20.000
0,7 1,2 0 0 0 0 0,6 1
0,4 1,8 1 100 2 0,8 0 0
66.857 33.246 40.000 60.000 36.000 56.250 0 0 592.467
0,5 1,5 1 100 2 0,8 0,6 1
54.611 27.023 40.000 60.000 36.000 56.250 5.909 10.500 625.500
30.800 21.630 0 0 0 0 5.909 10.500 370.440
Sumber: Data Primer (2006) diolah
Berdasarkan Tabel 15 diketahui biaya penggunaan pupuk dan pestisida untuk luasan lahan rata-rata 0,12 ha di kawasan agropolitan sebesar Rp.625.500,dalam satu kali musim tanam sistem pola tanam tumpangsari untuk satu petak lahan. Tingkat pengeluaran biaya bervariasi untuk pupuk dan pestisida, yang utama adalah pembelian pupuk kandang, pupuk urea dan diikuti pengeluaran biaya pupuk lainnya. Jenis yang digunakan adalah pestisida, jenis agrimex dan decis. Desa Sindangjaya lebih besar mengeluarkan biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida walaupun luasan lahannya lebih kecil dibandingkan dengan Desa Sukatani dengan total pengeluaran biaya sebesar Rp.592.467,- berbeda dengan Desa Sukatani yang hanya mengeluarkan total biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida sebesar Rp.370.440,-. Hal ini disebabkan karena pengeluaran biaya pembelian pestisida lebih kecil dibandingkan Desa Sindangjaya. Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya memang berbeda kondisi fisik lahannya, misalnya
84
ketersediaan air, kesesuaian lahan, kemudahan pengelolaan teknis budidaya, dan pola tanam tumpangsari yang diusahakan. Di Desa Sindangjaya beragam jenis sayuran tumpangsari yang ditanam karena tanahnya lebih subur dan produktif sehingga pengeluaran biaya pembelian pupuk dan pestisida lebih besar, baik secara analisis biaya pengeluaran rata-rata maupun secara pengeluaran total. Hal inilah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan dan tingkat kesejahteraan petani kedua desa tersebut karena perbedaan kondisi fisik lahan. Adapun analisis biaya pengeluaran pembelian pupuk dan pestisida secara total untuk luasan lahan 10,12 ha di kawasan agropolitan, sebagaimana disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Analisis Total Jenis Pupuk, dan Pestisida yang Digunakan Petani Pada Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur No
Jenis Pupuk / Pestisida
Desa Sukatani (4,62 ha) Unit Nilai (Rp)
Pupuk Urea (kg) 1.980 2.970.000 SP.36 (kg) 751 1.502.000 KCl (kg) 0 0 Pupuk Kandang (kg) 12.260 3.678.000 Supergrowth (ltr) 33,2 659.000 Antracol (btl) 16,1 963.000 Green Asri (klg) 0 0 Byfolan (ltr) 0 0 Gandasil (ltr) 0 0 Pestisida 1. Curacron (ml) 13,2 554.400 2. Dursban (ltr) 36,1 648.900 3. Victory (klg) 0 0 4. Agrimex (cc) 0 0 5. Ortin (ltr) 0 0 6. Decis (klg) 0 0 7. Supervit (klg) 6,5 65.000 8. Biotanik (tube) 2 21.000 Jumlah 11.061.300 Sumber: Data Primer (2006) diolah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Desa Sindangjaya (5,80 ha) Unit Nilai (Rp)
Kawasan Agropolitan (10,12 ha) Unit Nilai (Rp)
1.869 2.803.500 864 1.728.000 263 472.500 10.980 3.294.000 22,6 448.000 17,8 712.000 4 75.000 14 140.000 5 60.000
3.849 3.615 263 23.240 55,8 33,9 4 14 5
5.773.500 3.230.000 472.500 6.972.000 1.107.000 1.675.000 75.000 140.000 60.000
13 2.340.000 46,8 864.400 3 120.000 300 180.000 6 108.000 1,5 112.500 0 0 0 0 13.457.900
26,2 82,9 3 300 6 1,5 6,5 2,0
2.894.400 1.513.300 120.000 180.000 108.000 112.500 65.000 21.000 24.519.200
Tabel 16 menjelaskan bahwa untuk luasan lahan 10,42 ha di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur diperlukan biaya untuk pengeluaran pupuk dan pestisida sebesar Rp.24.519.200,-. (Desa Sukatani dengan luasan lahan 4,62 ha sebesar Rp.11.061.300,- dan Desa Sindangjaya dengan luasan lahan 5,80 ha sebesar Rp.13.457.900,-). Jenis pestisida lebih banyak digunakan oleh Desa
85
Sindangjaya, karena kondisi fisik lahan (solum tanah dan kesuburan tanah) berbeda dengan Desa Sukatani. Begitu juga jenis sayuran pola tanam tumpangsari yang diusahakan petani Desa Sindangjaya sangat beragam macam dan jenisnya sehingga penggunaan pupuk dan pestisida juga beragam penggunaannya. Dari sudut pandang ekologi dan kesehatan, aplikasi pestisida berlebih berdampak terhadap kualitas produk sayuran. Secara fisibilitas tekstur atau penampilan komoditas hortikultura (sayuran) memang menarik konsumen, karena tidak ada bekas kerusakan akibat serangan hama dan penyakit. Akan tetapi dalam jangka panjang akan berdampak terhadap kepercayaan konsumen karena kandungan pestisida yang cukup tinggi. Petani cenderung bersifat over preventif dalam menanggulangi hama dan penyakit. Aplikasi pestisida cenderung tidak memperhatikan batas ambang ekonomi serangan hama dan penyakit. Dampaknya terjadi pemborosan biaya perawatan tanaman yang tidak hanya biaya pembelian bahan pestisida juga biaya tenaga kerjanya. Oleh karena itu, antisipasi berupa penyuluhan dan peningkatan aplikasi teknologi yang lebih ramah lingkungan terkait dengan isu lingkungan merupakan salah satu alasan agar penggunaan pestisida kimia segera dikurangi karena berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan, yaitu dengan menganjurkan ditingkatkan penggunaan pupuk organik atau penggunaan pupuk kimia sesuai dengan standarisasi (jenis, dosis, waktu, dan cara) yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian setempat. Misalnya penggunaan pupuk kandang yang dapat memasok nutrient yang dibutuhkan sayuran diberikan sebelum penanaman pada saat pengolahan tanah. Pupuk kandang juga dapat meningkatkan kandungan tanah akan karbon organik, nitrogen organik, sehingga mengakibatkan kenaikan pH yang nyata (Sanchez, 1992). Begitu juga halnya dalam penyemprotan tanaman, jika tanaman semakin tua konsentrasi yang diperlukan dalam penyemprotan tidak semakin tinggi. Hal ini berkaitan dengan harga pestisida yang cukup mahal sehingga petani tidak perlu terlalu sering untuk menyemprot tanamannya. Karena dengan penyemprotan dengan intensitas dan frekuensi tinggi dapat menyebabkan patogen penyebab hama/penyakit menjadi resisten. Juga dalam melakukan penyemprotan hendaknya melihat arah mata angin.
86
5.2.2. Analisis Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Komoditas Hortikultura Komoditas yang dibudidayakan oleh para petani (sebagai pengelola lahan milik atau lahan sewa) pada lahan usahanya, baik yang berupa tegalan, maupun pekarangan berupaya mengintegrasikan teknologi, kapital, dan tenaga kerja untuk mengeksploitir sumberdaya lahan yang dikuasainya berupaya memaksimumkan profit yang diperoleh. Namun pendapatan dari usahatani yang dikelola belum bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari disebabkan sempitnya kepemilikan luas lahan yang menyebabkan sulitnya melakukan pengaturan penanaman dalam suatu hamparan guna memperoleh volume produksi yang mencukupi untuk skala pertanian berorientasi industri. Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur yang mencakup Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya sangat berbeda. Perbedaan ini menyangkut aspek-aspek sumberdaya tanah, sumberdaya air, sumberdaya manusia, unsur teknologi, dan perekonomian masyarakat. Hal ini terlihat di Desa Sukatani dalam penggunaan pupuk secara rata-rata untuk luasan 0,13 ha sebesar Rp.232.857,- dan tenaga kerja secara rata-rata sebesar Rp.471.086,- lebih besar dari pada Desa Sindangjaya yang tanahnya lebih subur dan jenis pola tanam tumpangsari lebih banyak atau beragam yang berpengaruh juga pada perbedaan pendapatan, baik secara rata-rata maupun secara total, seperti tertera pada Tabel 17 dan 18. Tabel 17. Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Pola Tanam Tumpangsari Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur No
Aspek Usahatani
Input Variabel 1. Biaya Bibit (Rp) 2. Biaya Pupuk (Rp) 3. Biaya Pestisida (Rp) 4. Biaya Tenaga Kerja (Rp) 5. Biaya Penyusutan Alat (Rp/MT) 6. Sewa Lahan (Rp.5 juta/ha/th) 7. Total Biaya (Rp) 8. Total Penerimaan (Rp) 9. Total Pendapatan (Rp) Sumber: Data Primer (2006) diolah
Desa Sukatani (0,13 ha) 164.043 232.857 83.180 471.086 3.102 659.286 1.613.554 2.634.143 1.020.589
Desa Sindangjaya (0,11 ha) 100.536 150.873 93.816 378.109 4.835 527.318 1.255.488 3.005.791 1.750.303
Kawasan Agropolitan (0,12 ha) 125.233 182.756 89.680 414.267 4.741 578.639 1.394.816 2.861.261 1.466.526
87
Tabel 18.
No
Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Total Usahatani Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Desa Sukatani (4,62 ha)
Aspek Usahatani
Input Variabel 1. Biaya Bibit (Rp) 2. Biaya Pupuk (Rp) 3. Biaya Pestisida (Rp) 4. Biaya Tenaga Kerja (Rp) 5. Biaya Penyusutan Alat (Rp/MT) 6. Sewa Lahan (Rp.5 juta/ha/th) 7. Total Biaya (Rp) 8. Total Penerimaan (Rp) 9. Total Pendapatan (Rp) Sumber: Data Primer (2006) diolah
5.741.500 8.150.000 2.911.300 16.488.000 108.584 23.075.000 56.474.384 92.195.000 35.720.616
Desa Sindangjaya (5,80 ha) 5.529.500 8.298.000 5.159.900 20.796.000 265.918 29.002.500 69.051.818 165.318.500 96.266.682
Kawasan Agropolitan (10,42 ha) 11.271.000 16.448.000 8.071.200 37.284.000 374.502 52.077.500 125.526.202 257.513.500 131.987.298
Kelas kemiringan lereng sangat berpengaruh pada pendapatan petani dari pola tanam tumpangsari yang diusahakan di kawasan agropolitan. Secara rata-rata kebanyakan jenis tanaman yang diusahakan dan dikembangkan di kelas kemiringan lereng >8-15%
dibandingkan dengan kelas kelerengan 0-8%,
>15-30%, >30-45%. Kondisi ini disebabkan curah hujan, kondisi fisik tanah, topografi, hidrologi dan atau drainase, serta tingkat kesesuaian lahan juga sangat berpengaruh. Begitu juga teknik budidaya dan konservasi yang dilakukan tidak terlalu sulit dan tidak memerlukan biaya tinggi untuk biaya pemeliharaan atau perawatan. Pada kelas kemiringan lereng >8-15% produktivitas lahan cukup tinggi sehingga volume produksi tinggi dan penerimaan petani lebih tinggi dibandingkan pada kelas kemiringan lereng yang lain secara rata-rata maupun total, baik untuk Desa Sukatani maupun Desa Sindangjaya. Di Desa Sukatani kondisi fisik tanah datar sehingga jarang atau relatif tidak ada petani yang mengusahakan di kemiringan lereng >15-30% dan >30-45% berbeda dengan Desa Sindangjaya yang kondisi fisik tanah bergelombang sampai berbukit. Di Desa Sindangjaya luas lahan yang diusahakan secara rata-rata di kemiringan lereng >15-30% dan >3045% masing-masing hanya luasan 0,05 ha. Akan tetapi apabila dilihat secara total untuk kawasan agropolitan luasan pada kemiringan lereng >15-30% cukup luas 0,25 ha, dan di kemiringan lereng >30-45% seluas 0,15 ha, sebagaimana disajikan pada Tabel 19.
88
Tabel 19. Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Komoditas Hortikultura Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Berdasarkan Kelas Kemiringan Lereng Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Di Kawasan Agropolitan (0,12 ha) Kelas Kemiringan Lereng No Keterangan >0-8% >8-15% >15-30% >30-45% 1 Bibit (Rp) 277.622 262.739 79.000 75.000 2 Pupuk (Rp) 318.399 406.864 118.100 116.500 3 Pestisida (Rp) 189.088 165.109 156.000 115.000 4 Tenaga Kerja (Rp) 775.692 899.371 245.600 227.333 5 Penyusutan Alat (Rp/MT) 10.217 7.532 4.533 2.569 6 Sewa Lahan (Rp.5 jt/ha/th) 1.179.487 1.246.372 245.000 250.000 7 Total Biaya (Rp) 2.750.506 2.987.986 848.233 786.403 8 Total Penerimaan (Rp) 4.821.936 6.194.571 1.524.000 2.202.333 9 Total Pendapatan (Rp) 2.071.430 3.206.585 675.767 1.415.931 10 Luas Lahan (ha) 0,24 0,25 0,05 0,05 Di Desa Sukatani (0,13 ha) Kelas Kemiringan Lereng No Keterangan >0-8% >8-15% >15-30% >30-45% 1 Bibit (Rp) 151.083 166.724 2 Pupuk (Rp) 177.583 244.293 3 Pestisida (Rp) 104.550 78.759 4 Tenaga Kerja (Rp) 410.000 483.724 5 Penyusutan Alat (Rp/MT) 4.368 2.841 6 Sewa Lahan (Rp.5 jt/ha/th) 608.333 669.828 7 Total Biaya (Rp) 1.455.918 1.646.168 8 Total Penerimaan (Rp) 2.366.667 2.689.483 9 Total Pendapatan (Rp) 910.749 1.043.315 10 Luas Lahan (ha) 0,12 0,13 Di Desa Sindangjaya (0,11 ha) No
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bibit (Rp) Pupuk (Rp) Pestisida (Rp) Tenaga Kerja (Rp) Penyusutan Alat (Rp/MT) Sewa Lahan (Rp.5 jt/ha/th) Total Biaya (Rp) Total Penerimaan (Rp) Total Pendapatan (Rp) Luas Lahan (ha)
Sumber: Data Primer (2006) diolah
>0-8% 126.538 140.815 84.538 365.692 5.849 571.154 1.294.588 2.455.269 1.160.681 0,11
Kelas Kemiringan Lereng >8-15% >15-30% 96.015 79.000 162.571 118.100 86.350 156.000 415.647 245.600 4.691 4.533 576.544 245.000 1.341.818 848.233 3.505.088 1.524.000 2.163.271 675.767 0,12 0,05
>30-45% 75.000 116.500 115.000 227.333 2.569 250.000 786.403 2.202.333 1.415.931 0,05
89
Tabel 20. Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Total Usahatani Komoditas Hortikultura Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Berdasarkan Kelas Kemiringan Lereng Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Di Kawasan Agropolitan (10,42 ha) Kelas Kemiringan Lereng No Keterangan >0-8% >8-15% >15-30% >30-45% 1 Bibit (Rp) 2.551.500 8.099.500 395.000 225.000 2 Pupuk (Rp) 2.896.100 12.611.900 590.500 349.500 3 Pestisida (Rp) 1.726.300 5.219.900 780.000 345.000 4 Tenaga Kerja (Rp) 7.214.000 28.160.000 1.228.000 682.000 5 Penyusutan Alat (Rp/MT) 102.250 241.877 22.667 7.708 6 Sewa Lahan (Rp5jt/ha/th) 11.075.000 39.027.500 1.225.000 750.000 7 Total Biaya (Rp) 25.565.150 93.360.677 4.241.167 2.359.208 8 Total Penerimaan (Rp) 46.118.500 197.168.000 7.620.000 6.607.000 9 Total Pendapatan (Rp) 20.553.350 103.807.323 3.378.833 4.247.792 10 Luas Lahan (ha) 2,22 7,81 0,25 0,15 Di Desa Sukatani (4,62 ha) Kelas Kemiringan Lereng No Keterangan >0-8% >8-15% >15-30% >30-45% 1 Bibit (Rp) 906.500 4.835.000 2 Pupuk (Rp) 1.065.500 7.084.500 3 Pestisida (Rp) 627.300 2.284.000 4 Tenaga Kerja (Rp) 2.460.000 14.028.000 5 Penyusutan Alat (Rp/MT) 26.209 82.375 6 Sewa Lahan (Rp5jt/ha/th) 3.650.000 19.425.000 7 Total Biaya (Rp) 8.735.509 47.738.875 8 Total Penerimaan (Rp) 14.200.000 77.995.000 9 Total Pendapatan (Rp) 5.464.491 30.256.125 10 Luas Lahan (ha) 0,73 3,89 Di Desa Sindangjaya (5,80 ha) No
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bibit (Rp) Pupuk (Rp) Pestisida (Rp) Tenaga Kerja (Rp) Penyusutan Alat (Rp/MT) Sewa Lahan (Rp5jt/ha/th) Total Biaya (Rp) Total Penerimaan (Rp) Total Pendapatan (Rp) Luas Lahan (ha)
>0-8% 1.645.000 1.830.600 1.099.000 4.754.000 76.041 7.425.000 16.829.641 31.918.500 15.088.859 1,49
Kelas Kemiringan Lereng >8-15% >15-30% 3.264.500 395.000 5.527.400 590.500 2.935.900 780.000 14.132.000 1.228.000 159.502 22.667 19.602.500 1.225.000 45.621.802 4.241.167 119.173.000 7.620.000 73.551.198 3.378.833 3,92 0,25
>30-45% 225.000 349.500 345.000 682.000 7.708 750.000 2.359.208 6.607.000 4.247.792 0,15
Sumber: Data Primer (2006) diolah
Di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur kebanyakan lahan sewa, karena pemiliknya tinggal di luar kota, misalnya Jakarta, Bogor, dan Bandung. Sehingga dalam perhitungan pendapatan usahatani perlu dimasukkan berapa nilai sewa dalam satu luasan lahan yang diusahakan, misalnya Rp.5 juta/ha/tahun. Untuk
90
Desa Sukatani luasan lahan sewa secara total 0,18 ha dan Desa Sindangjaya sebesar 0,05 ha. Secara total luas lahan sewa untuk kawasan agropolitan seluas 0,23 ha dan secara rata-rata lahan sewa seluas 0,08 ha. Untuk penggunaan alat pertanian juga perlu dilakukan perhitungan penyusutan alat setiap musim tanam. Nilai penyusutan alat pertanian, misalnya cangkul, gacok, sprayer, parang, linggis dihitung berdasarkan harga beli, umur ekonomis dan nilai sisa.
5.2.3. Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Hortikultura Untuk melihat sejauhmana usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan menguntungkan atau tidak digunakan analisis R/C rasio. Dalam wawancara dengan petani, petani cenderung menanam beberapa jenis komoditas hortikultura dalam satuan luas lahan yang sama. Rata-rata R/C rasio usahatani tumpangsari komoditas hortikultura di kawasan agropolitan disajikan pada Tabel 21 dan 22. Tabel 21. Analisis R/C Rasio Rata-Rata Usahatani Tumpangsari (Polyculture) Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Desa Desa Kawasan No. Aspek Usahatani Sukatani Sindangjaya Agropolitan (0,13 ha) (0,11 ha) (0,12 ha) 1. Input Variabel : a. Biaya Bibit (Rp) 164.043 100.536 125.233 b. Biaya Pupuk (Rp) 232.857 150.873 182.756 c. Biaya Pestisida (Rp) 83.180 93.816 89.680 d. Biaya Tenaga Kerja (Rp) 471.086 378.109 414.267 Total Biaya Variabel (Rp) 951.166 723.335 811.936 2. Input Tetap : a. Biaya Sewa Lahan (Rp/ha/th) 659.286 527.318 578.639 b. Biaya Penyusutan Alat (Rp/MT) 3.102 4.835 4.161 Total Biaya Tetap (Rp) 662.388 532.153 582.800 Total Biaya (Variabel+Tetap) (Rp) 1.613.554 1.255.488 1.394.736 3. Output : Total Output Produksi Komoditas (Rp) 2.634.143 3.005.791 2.861.261 4. Produktivitas Komoditas : R/C atas Total Input Variabel 3,16 3,90 3,61 R/C atas Total Input 1,92 2,33 2,17 (Input Variabel+Input Tetap) Sumber: Data Primer (2006) diolah
91
Tabel 22. Analisis R/C Rasio Total Usahatani Tumpangsari (Polyculture) Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Desa Desa Kawasan No. Aspek Usahatani Sukatani Sindangjaya Agropolitan (4,62 ha) (5,80 ha) (10,42 ha) 1. Input Variabel : a. Biaya Bibit (Rp) 5.741.500 5.529.500 11.271.000 b. Biaya Pupuk (Rp) 8.150.000 8.298.000 16.448.000 c. Biaya Pestisida (Rp) 2.911.300 5.159.900 8.071.200 d. Biaya Tenaga Kerja (Rp) 16.488.000 20.796.000 37.284.000 Total Biaya Variabel (Rp) 33.290.800 39.783.400 73.074.200 2. Input Tetap : a. Biaya Sewa Lahan (Rp/ha/th) 23.075.000 29.002.500 52.077.500 b. Biaya Penyusutan Alat (Rp/MT) 108.584 265.918 374.592 Total Biaya Tetap (Rp) 23.183.584 29.268.418 52.452.002 Total Biaya (Variabel+Tetap) (Rp) 56.474.384 69.051.818 125.526.202 3. Output : Total Output Produksi Komoditas (Rp) 92.195.000 165.318.500 257.513.500 4. Produktivitas Komoditas : R/C atas Total Input Variabel 3,16 3,90 3,61 R/C atas Total Input 1,92 2,33 2,17 (Input Variabel+Input Tetap) Sumber: Data Primer (2006) diolah
Dari Tabel 21 dan 22. di atas nampak bahwa usahatani tumpangsari komoditas
hortikultura
pada
masing-masing
luas
lahan
masih
cukup
menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C ratio atas total input variabel dan input tetap pada masing-masing luas lahan dimana nilai R/C ratio lebih dari 1 hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomis kegiatan usahatani yang dilakukan menguntungkan karena penerimaan yang diterima lebih besar dari biaya produksi yang dikeluarkan. Misalnya pada luas lahan 0,13 ha dan 4,62 ha di Desa sukatani yang menunjukkan angka 3,16 pada total input variabel dan nilai R/C ratio atas total input sebesar 1,92. Artinya dibandingkan dengan total biaya variabel ternyata aktivitas usahatani ini mampu memberikan tambahan pendapatan sebesar 16% dari biaya. Keuntungan yang diperoleh oleh petani relatif sedikit karena disebabkan oleh semakin tingginya harga input variabel di tingkat petani akibat kelangkaan atau keterbatasan input variabel di tingkat distributor. Sedangkan bila dibandingkan dengan biaya total ternyata aktivitas usahatani ini mampu memberikan tambahan pendapatan sebesar 92%. Namun tentunya yang perlu diperhatikan adalah sistem penjualan yang tidak selalu bisa langsung diterima pembayarannya terutama apabila menjual ke
92
supplier untuk hotel dan restoran. Selain itu pemanenan komoditas yang tidak bersamaan juga membuat nilai penerimaan itu tidak bisa diterima sekaligus secara bebarengan setelah satu musim. Untuk wortel baru bisa dipanen setelah 4 bulan, sedangkan bawang daun baru bisa dipanen setelah 3 bulan. Kondisi di atas mengakibatkan penerimaan petani sangat berfluktuasi tergantung pada jenis tanaman yang sudah bisa dipanen dan sistem pembayaran yang dipilih. Luas lahan yang sempitpun berpengaruh terhadap produktivitas lahan dalam menghasilkan produk. Terkadang petani tidak mampu memenuhi permintaan pasar akibat hasil produksi sangat rendah. Karena itu sebenarnya petani tetap saja hidup dalam kondisi pas-pasan karena keuntungan yang diperoleh bersifat tidak menentu dan juga tidak terjadi akumulasi modal karena keuntungan tiap kali panen relatif kecil. Berdasarkan hasil penelitian Pribadi (2005), kondisi ini masih lebih baik apabila dibandingkan dengan kelayakan usahatani sebelum program agropolitan dilaksanakan. Sebelum berlangsungnya program agropolitan nilai R/C ratio atas total input variabel hanya 1,30. Sedangkan nilai R/C atas total input menjadi lebih rendah lagi yaitu hanya mencapai 1,18. Dengan demikian sampai sejauh ini keberadaan program agropolitan telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani walaupun relatif kecil. Ini menunjukkan bahwa masih ada kelemahan pemerintah dalam menerapkan kebijakan agropolitan. Jadi sebenarnya nilai peningkatan pendapatan petani ini masih jauh dari target yang diharapkan mengingat sudah sedemikian banyak dana program agropolitan yang telah dikucurkan. Pemerintah perlu mengoptimalkan pelaksanaan program agropolitan terutama dalam subsistem kelembagaan sehingga terjadi koordinasi antar lembaga terkait, peningkatan peran masyarakat melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang intensif sehingga meningkatkan kualitas petani dalam memberdayakan faktor produksi yang dimiliki, dan tersedianya sarana jalan serta transportasi yang memadai bagi petani dalam memasarkan produk. Karena secara spasial wilayah perdesaan yang tersebar dengan sarana jalan yang terbatas, mengakibatkan hanya pedagang atau tengkulak tertentu saja yang mampu memasukinya. Kondisi ini
93
akan mendorong pedagang atau tengkulak untuk mengeksploitasi petani-petani kecil. Dengan dibangunnya akses jalan dan tersedianya transportasi yang memadai maka akan lebih banyak pedagang atau tengkulak yang mampu memasuki wilayah tersebut. Sampai tahap tertentu dengan sendirinya jumlah pedagang atau tengkulak menjadi lebih banyak ini akan mendorong struktur pasar ke arah pasar kompetitif. Sebagai akibatnya terjadi persaingan harga beli komoditas dari petani, sehingga petani dapat memilih harga yang lebih menguntungkan. Di kawasan agropolitan dampak ini juga dirasakan oleh petani, tetapi masih terbatas hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Pada saat suplai komoditas tertentu di pasar jumlahnya menurun, maka banyak pedagang atau tengkulak yang akan naik ke desa-desa dan bersaing untuk membeli produk petani dengan harga tinggi. Pada kondisi demikian maka petani akan menikmati harga yang lebih tinggi diatas harga rata-rata. Menurut Asdak (2001) untuk mendapatkan keuntungan usahatani yang lebih tinggi, penggunaan input eksternal harus dikurangi. Sebaliknya, input internal yang tersedia harus lebih diandalkan (high internal input), karena akan memberikan berbagai keuntungan. Penggunaan input eksternal dapat dilakukan, terutama kalau keadaan mendesak. Untuk itu implementasi dari konsep ecoefisiensi sangat diperlukan. Konsep eco-efisiensi mempunyai arti perpaduan yang efektif antara ekonomi dan ekologi.
5.2.4. Analisis Produksi dan Produktivitas Usahatani Sistem usahatani komoditas hortikultura yang dikembangkan oleh petani di kawasan agropolitan cenderung melakukan pola tanam dengan sistem tumpangsari dalam satuan luas lahan ditanami beragam jenis komoditas hortikultura. Sistem usahatani tumpangsari merupakan upaya untuk mengurangi resiko pasar berupa perubahan harga ketika panen. Perubahan harga yang merugikan salah satu komoditas hortikultura akan dikompensasi dengan kenaikan harga komoditas lainnya. Pola tanam polikultur ini mempersulit perhitungan dalam analisis usahatani jika mencari biaya produksi per unit komoditas
94
hortikultura. Penggunaan faktor produksi cenderung bersifat joint cost. Pemakaian faktor produksi ditujukan untuk semua komoditas hortikultura, seperti aplikasi pupuk tidak khusus untuk satu tanaman tapi juga digunakan untuk tanaman lain. Di samping sulit menghitung tingkat biaya per unit juga kesulitan memperkirakan produktivitas per satuan luas. Rendahnya produktivitas dan kualitas produksi usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan Pacet-Cianjur masih menjadi permasalahan yang dihadapi petani. Sekalipun produksinya meningkat namun tingkat produktivitas yang dicapai masih rendah. Teknik budidaya yang dikuasai, ketersediaan modal dan daya beli terhadap input produksi dan sumberdaya manusia sangat erat kaitannya dengan rendahnya produktivitas. Hampir sebagian besar petani memiliki keterbatasan modal, dengan luasan lahan yang relatif sempit rata-rata hanya sekitar 0,02-0,30 ha sehingga rata-rata keuntungan jauh di bawah Rp.10.000.000,- setiap musim tanam seperti disajikan pada Tabel 23 dan 24.
95
Tabel 23. Analisis Produksi Rata-Rata dan Produktivitas Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Di Kawasan Agropolitan (0,12 ha) Komoditas Luas Volume Harga Nilai Produktivitas No Hortikultura Lahan (kg) Satuan Produksi (kg/ha) (Polyculture) (ha) (Rp) (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
No 1 2 3 4 5 6 7 8
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Wortel Bawang Daun Kailan Lobak Horinso/Poling Brokoli Daikon Ceisin Sawi Daun Mint Seledri Jumlah Komoditas Hortikultura (Polyculture) Wortel Brokoli Daikon Kailan Bawang Daun Ceisin Horinso Lobak Jumlah Komoditas Hortikultura (Polyculture)
0,07 2.537 949 0,05 366 1.968 0,02 166 1.755 0,02 571 558 0,05 207 3.234 0,03 733 2.625 0,05 533 470 0,05 383 493 0,02 210 500 0,01 1.800 1.000 0,02 683 2.500 0,39 Di Desa Sukatani (0,13 ha) Luas Volume Harga Lahan (kg) Satuan (ha) (Rp)
2.407.613 720.288 291.330 318.618 669.438 1.924.125 250.510 188.819 105.000 1.800.000 1.707.500 10.383.241
0,06 2.403 823 0,02 375 2.000 0,05 533 470 0,03 217 1.100 0,05 365 1.970 0,05 383 493 0,15 285 5.000 0,03 707 471 0,44 Di Desa Sindangjaya (0,11 ha) Luas Volume Harga Lahan (kg) Satuan (ha) (Rp)
1.977.669 750.000 250.510 238.700 719.050 188.819 1.425.000 332.997 5.882.745
Wortel 0,07 Brokoli 0,04 Sawi 0,02 Bawang Daun 0,05 Daun Mint 0,01 Horinso 0,03 Seledri 0,02 Lobak 0,01 Kailan 0,02 Jumlah 0,27 Sumber: Data Primer (2006) diolah
2.528 913 210 366 1.800 196 683 484 147
1.006 2.938 500 1.968 1.000 2.982 2.500 614 2.000
Nilai Produksi (Rp)
Nilai Produksi (Rp) 2.543.168 2.682.394 105.000 720.288 1.800.000 584.472 1.707.500 297.176 294.000 10.733.998
36.243 7.320 8.300 28.550 4.140 24.433 10.660 7.660 10.500 180.000 34.150 351.956 Produktivitas (kg/ha) 40.050 18.750 10.660 7.233 7.300 7.660 1.900 23.567 117.120 Produktivitas (kg/ha) 36.114 22.825 10.500 7.320 180.000 6.533 34.150 48.400 7.350 353.193
96
Tabel 24. Analisis Produksi Total dan Produktivitas Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Di Kawasan Agropolitan (10,42 ha) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
No 1 2 3 4 5 6 7 8
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Komoditas Hortikultura (Polyculture) Wortel Bawang Daun Kailan Lobak Horinso/Poling Brokoli Daikon Ceisin Sawi Daun Mint Seledri Jumlah Komoditas Hortikultura (Polyculture) Wortel Brokoli Daikon Kailan Bawang Daun Ceisin Horinso Lobak Jumlah Komoditas Hortikultura (Polyculture) Wortel Brokoli Sawi Bawang Daun Daun Mint Horinso Seledri Lobak Kailan Jumlah
Luas Volume Harga Lahan (kg) Satuan (ha) (Rp) 5,24 197.875 949 1,92 13.900 1.968 0,27 1.825 1.755 0,36 10.275 558 0,74 3.310 3.234 0,20 4.400 2.625 0,92 10.660 470 0,65 5.360 493 0,04 420 500 0,01 1.800 1.000 0,05 2.050 2.500 10,42 Di Desa Sukatani (4,62 ha) Luas Volume Harga Lahan (kg) Satuan (ha) (Rp) 1,18 84.100 823 0,05 750 2.000 0,92 10.660 470 0,08 650 1.100 0,55 3.650 1.970 0,65 5.360 493 0,29 570 5.000 0,20 4.950 471 4,62 Di Desa Sindangjaya (5,80 ha) Luas Volume Harga Lahan (kg) Satuan (ha) (Rp) 3,37 113.775 1.006 0,16 3.650 2.938 0,04 420 500 1,37 10.250 1.968 0,01 1.800 1.000 0,45 2.740 2.982 0,05 2.050 2.500 0,16 5.325 614 0,19 1.175 2.000 5,80
Sumber: Data Primer (2006) diolah
Nilai Produksi (Rp) 187.783.375 27.355.200 3.202.875 5.733.450 10.704.540 11.550.000 5.010.200 2.642.480 210.000 1.800.000 5.125.000 261.117.120
Produktivitas (kg/ha) 37.762 7.240 6.759 28.542 4.473 22.000 11.587 8.246 10.500 180.000 41.000 358.109
Nilai Produksi (Rp) 69.214.300 1.500.000 5.010.200 715.000 7.190.500 2.642.480 2.850.000 2.331.450 91.453.930
Produktivitas (kg/ha) 44.734 15.000 11.587 8.125 6.636 8.246 1.966 24.750 121.044
Nilai Produksi (Rp) 114.457.650 10.723.700 210.000 20.172.000 1.800.000 8.170.680 5.125.000 3.269.550 2.350.000 166.278.580
Produktivitas (kg/ha) 33.862 22.813 10.500 7.482 180.000 6.089 41.000 33.281 6.184 341.210
97
5.3.
Analisis Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah Hasil pengamatan di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur menunjukkan
bahwa sebagian besar lahan yang diusahakan petani memiliki sebaran kelas kemiringan lereng berkisar antara >8-15%, dan >15-30%, dengan kedalaman solum tanah berkisar antara 60–100 cm. Pada lahan yang memiliki kemiringan lereng diatas >15% petani menanam rumput untuk penguat teras, yang juga dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak, misalnya: sapi dan kambing. Penerapan teknik konservasi tanah yang murah dan mudah diterapkan yang demikian dianggap cukup efektif oleh petani dalam mencegah erosi yang bersifat spesifik lokasi serta berorientasi pada kebutuhan. Pengalaman dan pengetahuan ini sifatnya turun temurun atau warisan dari pendahulunya yang sudah berpengalaman bercocok tanam dan dalam melakukan perlindungan terhadap lahan yang diusahakan untuk mencegah erosi. Bentuk penerapan teknik konservasi tanah yang dilakukan petani di kawasan agropolitan dalam mencegah erosi, sebagaimana disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Tanaman Rumput yang Digunakan Untuk Mencegah Erosi
Gambar 12 menunjukkan bahwa teknologi konservasi tanah yang dilakukan petani di kawasan agropolitan untuk mencegah erosi sangat sederhana. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan petani di kawasan agropolitan menunjukkan bahwa jenis tanaman yang digunakan untuk melindungi lahan dengan rumput untuk makanan ternak 64,93% (Desa Sukatani sebesar 97,13% dan Desa Sindangjaya sebesar 32,73%), semak 7,28% (Desa Sukatani sebesar 0%, dan Desa Sindangjaya sebesar 14,55%), tanaman semusim 13,25% (Desa Sukatani sebesar 2,86% dan Desa Sindangjaya sebesar 23,64%), campuran tanaman tahunan dan semusim 12,73% (Desa Sukatani sebesar 0% dan Desa
98
Sindangjaya sebesar 25,45%), dan tanaman tahunan 1,82% (Desa Sukatani sebesar 0% dan Desa Sindangjaya sebesar 3,64%) sebagaimana disajikan pada Gambar 13. 120.00
Persentase (%)
100.00 80.00 Desa Sukatani Desa Sindangjaya
60.00
Kawasan 40.00 20.00 0.00 Rumput untuk Makanan Ternak
Semak
Tanaman Semusim Campuran Tanaman Tanaman Tahunan Tahunan dan Semusim
Jenis Tanaman yang Digunakan untuk Melindungi Lahan
Gambar 13. Jenis Tanaman yang Digunakan Untuk Melindungi Lahan Penerapan teknik konservasi tanah yang dilakukan oleh petani secara sederhana, karena (1) rendahnya penghasilan petani menyebabkan tidak mampu untuk membiayai kegiatan konservasi tanah secara metode vegetatif, mekanik, dan kimia, (2) keterbatasan informasi dan pengetahuan, karena jarangnya tenaga penyuluh pertanian dari dinas terkait melakukan pembinaan dan penyuluhan teknik konservasi tanah di kawasan agropolitan. Dari hasil wawancara terhadap petani di Kawasan Agropolitan PacetCianjur diperoleh informasi bahwa pembinaan dari instansi terkait tentang teknik budidaya dan konservasi tanah yang menyatakan sering sebesar 5,98% (Desa Sukatani sebesar 2,86% dan Desa Sindangjaya sebesar 9,09%), jarang sebesar 78,5% (Desa Sukatani sebesar 74,28% dan Desa Sindangjaya sebesar 81,82%), dan tidak ada sebesar 15,98% (Desa Sukatani sebesar 22,86% dan Desa Sindangjaya sebesar 9,09%) sebagaimana disajikan pada Gambar 14.
99
90.00 80.00
Persentase (%)
70.00 60.00 50.00
40.00Pembinaan dari Instansi Terkait Teknik Gambar 14. 30.00dan Teknik Konservasi
Desa Sukatani Desa Sindangjaya Kawasan Budidaya
20.00 10.00 0.00 Sering
Jarang
Tidak Ada
Pembinaan dari Instansi Terkait tentang Teknik Budidaya dan Konservasi Tanah
Gambar 14. Pembinaan dari Instansi Terkait tentang Teknik Budidaya dan Konservasi Tanah
Dalam analisis Model Binary Logistic Regression ini, peluang peran petani dalam penerapan teknik konservasi tanah (dinotasikan dengan P) sebagai variabel terikat, dan dibagi dalam dua kategori, yaitu kategori peluang (opsi) berperan menerapkan teknik konservasi tanah (dinotasikan dengan P=1), dan kategori tidak berperan menerapkan teknik konservasi tanah (dinotasikan dengan P=0). Terdapat 6 (enam) variabel bebas, yaitu: umur (X1), pendapatan (X2), luas lahan (X3), pola tanam (X4 ), pendidikan (D1), status kepemilikan lahan (D2). Seperti disajikan pada Tabel 25. Hasil analisis menunjukkan ada 4 variabel bebas yang signifikan mempengaruhi peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah di kawasan agropolitan, yaitu: 1. Umur (X1) Umur secara signifikan berpengaruh positif terhadap peran petani dalam berusahatani di kawasan agropolitan, sebagaimana ditunjukkan nilai koefisien 0,7865 dan odd rationya 2.196 (Desa Sukatani dengan koefisien -0,6752 dan odd ratio 0,509 dan Desa Sindangjaya dengan koefisien 1,9960 dan odd ratio 7,359). Artinya apabila terjadi peningkatan umur 1 tahun, maka akan menambah peluang peran petani terhadap lahan dalam menerapkan teknik konservasi tanah sebesar 1/2,196 kali.
100
Tabel 25. Analisis Binary Logistic Regression Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur
Variabel bebas Konstanta X1 X2 X3 X4 D1 D2
Variabel bebas Konstanta X1 X2 X3 X4 D1 D2
Variabel bebas Konstanta X1 X2 X3 X4 D1 D2
Di Kawasan Agropolitan Coefficients Variabel Penduga SE Coef β Konstanta 1.8897 -4.6997 Umur (tahun) 0.7865 0.2830 Pendapatan (Rp) -5.19E-6 0.000021 Luas Lahan (luas/sedang/ 2.8960 sempit) 5.6482 Pola Tanam (jumlah komoditi 0.1017 0.2771 tumpangsari) Pendidikan (tamat SD/SMP) 1.1610 1.2837 Kepemilikan Lahan (milik/ -0,8934 0.5546 non-milik) Di Desa Sukatani Coefficients Variabel Penduga SE Coef β Konstanta 2.9567 2.5952 Umur (tahun) -0.6752 0.5566 Pendapatan (Rp) -0.00004 0.000048 Luas Lahan (luas/sedang/ 0.0563 7.1858 sempit) Pola Tanam (jumlah komoditi -0.3855 0.5171 tumpangsari) Pendidikan (tamat SD/SMP) 0 . Kepemilikan Lahan (milik/ 0.9720 1.1490 non-milik) Di Desa Sindangjaya Coefficients Variabel Penduga SE Coef β Konstanta 3.9468 -10.1449 Umur (tahun) 1.9960 0.6759 Pendapatan (Rp) 0.000014 0.000038 Luas Lahan (luas/sedang/ 6.8001 4.0149 sempit) Pola Tanam (jumlah komoditi -0.0156 0.4832 tumpangsari) Pendidikan (tamat SD/SMP) 2.4606 2.3672 Kepemilikan Lahan (milik/ -2.1055 0.9772 non-milik)
Sig
Odd Ratio
0.0129 0.0054 0.8007 0.0511
2.196 1.000 283.76
0.7135
1.107
0.3658 0.1072
3.193 0.409
Sig
Odd Ratio
0.3801 0.2251 0.4000 0.9937
0.509 1.000 1.058
0.4559
0.680
. 0.3976
. 2.643
Sig
Odd Ratio
0.0102 0.0031 0.7042 0.0903
7.359 1.000 897.976
0.9743
0.985
0.2986 0.0312
11.712 0.122
Sumber : Data Primer (2006) Diolah
Umur petani responden rata-rata 25-60 tahun di kawasan agropolitan adalah faktor yang menentukan dalam kemampuan berpikir, bertindak dan
101
kesediaan menanggung resiko. Pada dasarnya semakin tua umur, maka mempunyai pengalaman yang lebih banyak dan lebih matang dalam mengelola dan menjalankan aktivitas usahataninya, baik dari segi penggunaan sarana produksi, alat dan mekanisasi pertanian, teknologi maupun tenaga kerja. Karena pada dasarnya petani yang sudah berpengalaman lebih yakin mengenai cara kerja dan pengetahuannya karena telah teruji dalam prakteknya. Namun di lokasi penelitian petani lebih cenderung mengikuti cara-cara produksi yang tradisionil karena sulit baginya untuk menerima suatu teknologi baru, karena secara fisik semakin tua umur seseorang, maka semakin lemah dalam melakukan sesuatu. 2. Luas Lahan (X3) Luas lahan yang digarap oleh petani di kawasan agropolitan secara signifikan berpengaruh meningkatkan peran petani dalam menerapkan teknik konservasi tanah dimana nilai estimate sebesar 5,6482 dengan nilai odd ratio sebesar 283,766 (Desa Sukatani Odd Ratio 1,058 dan Desa Sindangjaya dengan odd ratio 897,976). Hal ini artinya apabila terjadi peningkatan luas lahan 1 ha, maka akan meningkatkan peran petani dalam menerapkan teknik konservasi tanah sebesar 1/283,766 = 283,766. Apabila terjadi peningkatan luas lahan yang dimiliki petani, maka modal yang dibutuhkan untuk mengelola lahan tersebut juga semakin besar. Modal merupakan hambatan utama petani dalam pengelolaan lahan. Oleh karena itu dalan pengelolaan lahan dibutuhkan suatu terobosan teknologi pertanian yang tidak hanya mampu meningkatkan produksi pertanian tetapi juga efektif dan ekonomis sehingga dapat terjangkau oleh petani. Keberhasilan dalam pengelolaan lahan bukan hanya ditentukan oleh produktivitas (ton/ha), tetapi yang lebih penting adalah nilai jual produk yang dihasilkan. Hal ini merupakan permasalahan terbesar petani. Pada waktu panen biasanya harga jual produk yang dihasilkan sangat rendah. Semakin luas lahan yang dikelola petani, maka kerugian akibat anjloknya harga jual produk pertanian akan semakin besar. Oleh karena itu semakin luas lahan yang dikelola, maka akan semakin aktif petani dalam mencari informasi teknologi budidaya yang efektif dan ekonomis, serta lebih aktif dalam menerapkan teknik konservasi tanah.
102
3. Pola Tanam (X4) Pola tanam secara signifikan berpengaruh terhadap peran petani dalam menerapkan teknik konservasi tanah dengan nilai P value sebesar 0.7135 signifikan pada taraf 95% dan odd ratio sebesar 1.107 (Desa Sukatani P value 0,4559 dengan Odd Ratio 0,680 dan Desa Sindangjaya P value 0,9743 dengan Odd Ratio 0,985). Apabila penentuan komoditas terpilih dalam pola tanam yang bernilai ekonomis tinggi dan usia tanaman pendek dan kondisi lahan yang sesuai, maka akan mempengaruhi peran petani dalam menerapkan teknik konservasi tanah akan meningkat sebesar 1/1.107 = 1.107 4. Pendidikan (D1) Pendidikan secara signifikan mempengaruhi peran petani terhadap teknik konservasi tanah dengan nilai P value sebesar 0,3658 signifikan pada taraf 95% dengan odd ratio 3.193 (Desa Sukatani P value 0 dengan Odd Ratio 0 dan Desa Sindangjaya P value 0,2986 dengan Odd Ratio 11,712). Artinya apabila peningkatan pendidikan dalam satu satuan, maka peran petani terhadap lahan dalam menerapkan teknik konservasi tanah akan meningkat sebesar 1/3.193 = 3.193. Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat pengetahuan petani responden yang akan mempengaruhi motivasi petani untuk berpikir lebih baik dalam memilih alternatif dan memecahkan masalah yang dihadapi pada saat mengelola usahataninya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang petani responden maka semakin mudah menerima dan menyerap berbagai bentuk teknologi dalam kegiatan konservasi sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya dalam menghasilkan suatu produk khususnya komoditas hortikultura.
5.4. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani 5.4.1. Kawasan Agropolitan Hasil pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani komoditas hortikultura pola tanam tumpangsari di kawasan agropolitan PacetCianjur dapat dilihat pada Tabel 28. Produktivitas usahatani komoditas hortikultura dengan pola tanam tumpangsari (Y) berhubungan positif dengan
103
input pupuk (X3), input tenaga kerja (X4), dummy variabel kepemilikan lahan (D1) dan dummy variabel kegiatan konservasi (D2). Hal ini didasarkan oleh nilaip<0,05. Tabel 26.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur
Variabel
Satuan
(Constant)
---
Luas lahan garapan (X1)
ha
Input bibit (X2) Input pupuk (X3) Input tenaga kerja (X4) Input pestisida (X5) Dummy variable Kepemilikan lahan (D1) Dummy variable Kegiatan konservasi (D2)
Desa Sukatani (4,62 ha) SigniKoefisien Fikansi
Desa Sindangjaya (5,80 ha) SigniKoefisien fikansi
Kawasan Agropolitan (10,42 ha) SigniKoefisien Fikansi
0,7888
0,5262
5,3168
<.0001
7729,8026
0,0002
20,0485
<.0001
7,1632
0,0025
-8438,0774
<.0001
Rp
2,8489
0,3903
-5,7211
0,7452
-0,0004
0,4950
Rp
-2,2509
0,9517
5,7320
0,7043
0,0018
0,5587
Rp
-1,4130
0,4497
-6,7607
0,0002
0,0039
0,0087
Rp
-2,9376
0,5409
-6,2833
0,5258
-0,0018
0,0743
0,7391
0,1695
-0,4656
0,0570
2703,4915
0,8578
0,4117
0,4724
0,1127
0,6420
1809,21773
0,8200
R Square = 0,8329
Sig.= <.0001
R Square = 0,7758
---
Sig.= <.0001
R Square= 0,8185
F-hit = 17,39
Sig.= <.0001 F-hit = 33,46
F-hit = 40,54
Sumber: Data Primer (2006) diolah
Peubah-peubah penjelas dapat dengan baik menjelaskan keragaman produktivitas
usahatani
komoditas
hortikultura
di
kawasan
agropolitan,
sebagaimana ditunjukkan nilai R2 dan F hitung yang tinggi. Angka R2 sebesar 0,7758 berarti 77,58% keragaman produktivitas usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimasukkan dalam persamaan.
Sedangkan sisanya 22,42% dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain di luar model. Sementara luas lahan garapan, input bibit dan input pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas usahatani komoditas hortikultura. Faktor-faktor tersebut sudah dianggap cukup tidak perlu adanya penambahan yang hanya berakibat pada pembengkakan atau modal dan biaya produksi tanpa diikuti oleh peningkatan produksi.
104
Model regresi dummy untuk kawasan agropolitan adalah: Y = 7729,8026+ 0,0018X3 + 0,0039X4 + 2703,5D1 + 1809,2D2 artinya : 1. Setiap penambahan input pupuk (X3) sebesar satu rupiah dimana input tenaga kerja (X4), dummy variabel kepemilikan lahan (D1) dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi (D2) konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp.7729,80. 2. Setiap penambahan input tenaga kerja sebesar satu rupiah dimana input pupuk, dummy variable kepemilikan lahan (D1) dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi (D2) konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp. 0,0039. Hal ini berarti bahwa penggunaan tenaga kerja yang semakin banyak diharapkan produksi usahatani selalu dapat ditingkatkan tetapi bukan berarti penambahan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan pendapatan petani. Penggunaan tenaga kerja sangat mutlak adanya, sehingga petani senantiasa menyatakan tanpa penggunaan tenaga kerja yang seksama dalam suatu kegiatan usahatani tidak akan berhasil dengan baik, karena tinggi rendahnya produksi usahatani dipengaruhi oleh tingkat produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani, antara lain dengan pendidikan dan pelatihan serta penguasaan teknologi dan inovasi baru. Dengan bertambahnya pengetahuan dan keterampilan petani, maka produktivitas kerja dan hasil kerja meningkat sehingga dengan sendirinya produktivitas komoditas hortikultura dapat ditingkatkan. 3. Setiap penambahan input dummy variable kepemilikan lahan sebesar satu satuan dimana input pupuk, input tenaga kerja dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp. 2703,4915. Kepemilikan lahan sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas usahatani komoditas hortikultura. Dengan penggunaan lahan milik sendiri petani lebih termotivasi untuk menggunakan lahan secara optimal dan melakukan konservasi. 4. Setiap penambahan input dummy variable mengenai kegiatan konservasi sebesar satu satuan dimana input pupuk, input tenaga kerja dan
dummy
variable kepemilikan lahan konstan, maka keuntungan usahatani sebesar
105
Rp.1809,21773. Ini berarti secara parsial variable dummy mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas usahatani komoditas hortikultura. Kegiatan konservasi yang selama ini dilakukan hanya terbatas pada konservasi secara kimia dan biologi melalui penggunaan pupuk dan secara mekanik dengan menerapkan sistem terasering dan secara vegetatif dengan penanaman rumput untuk mencegah erosi disebabkan karena penggunaan teknologi modern dirasakan cukup mahal sementara kemampuan petani dalam hal modal sangat terbatas. Parameter dugaan peubah penggunaan input pupuk, tenaga kerja, dummy variable kepemilikan lahan dan dummy variable kegiatan konservasi di kawasan agropolitan positif, mengindikasikan bahwa variabel-variabel tersebut responsif terhadap peningkatan produktivitas usahatani komoditas hortikultura Salah satu contoh penggunaan input pupuk. Ketergantungan petani terhadap input pupuk sangat tinggi sebagai upaya petani mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lahan dimana ketersediaan lahan dan tingkat kepemilikan lahan relatif sempit. Intensifnya penggunaan pupuk sebagai upaya petani dalam meningkatkan produktivitas sehingga dalam satu tahun petani dapat memanen hasil secara berkesinambungan (melakukan lima kali panen dalam setahun) dengan harapan petani dapat memperoleh uang cash dalam waktu singkat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya peningkatan produktivitas usahatani
tidak lepas dari
penggunaan pupuk yang tepat, baik mengenai jenis, jumlah, waktu, cara dan harga. Berdasarkan hasil penelitian belum semua petani responden menggunakan pupuk sesuai dengan yang direkomendasikan karena alasan terbatasnya modal dan kemampuan. Jika penggunaan input pupuk dengan intensitas tinggi secara terus menerus dikhawatirkan meningkatkan kekebalan hama dan penyakit pada komoditas hortikultura serta memberikan dampak negatif terhadap keberlanjutan kegiatan usahatani. Oleh karena itu intervensi pemerintah melalui dinas terkait sangat penting untuk dilakukan dengan merekomendasikan standar penggunaan masing-masing
jenis
pupuk
dalam
kegiatan
usahataninya.
Peningkatan
pengetahuan, informasi teknologi dan keterampilan petani dalam mengelola usahatataninya perlu ditingkatkan melalui penyuluhan dan pelatihan-pelatihan
106
sehingga kegiatan usahataninya dapat dilakukan secara berkelanjutan sesuai dengan azas pelestarian lingkungan. Penggunaan pupuk kimia oleh petani di kawasan agropolitan beragam sesuai dengan luas lahan yang diusahakan dalam meningkatkan produktivitas usahataninya. Pupuk kimia yang digunakan adalah pupuk TSP, Urea, KCL, ZA, dan NPK. Pupuk yang paling banyak digunakan adalah pupuk TSP, Urea, dan KCl. Sedangkan pupuk ZA dan NPK jarang digunakan oleh petani karena pupuk ZA mempunyai fungsi yang sama dengan pupuk Urea, sedangkan pupuk NPK mempunyai fungsi yang sama dengan TSP, Urea, dan KCl. Jadi apabila petani sudah menggunakan pupuk Urea, maka petani tidak menggunakan pupuk ZA. Pupuk kimia tersebut didapatkan dengan cara membeli ke Pasar Cipanas maupun dari toko atau warung terdekat. Selanjutnya untuk penggunaan pupuk kandang oleh petani di kawasan agropolitan dinilai menjadi keharusan karena pupuk kandang menjadi pupuk dasar dalam memberikan kesuburan bagi tanaman. Pemakaian pupuk kandang untuk usahatani bervariasi sesuai dengan kebutuhan untuk setiap luas lahan yang diusahakannya. Keuntungan usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan cukup beragam hal ini disebabkan oleh perbedaan rata-rata produksi, total biaya produksi, harga jual produksi per satuan dan mutu produksi yang dihasilkan. Semakin tinggi mutu produksi maka semakin tinggi pula harga yang diterima oleh petani. Demikian pula pendapatan yang diterima oleh petani juga akan tinggi maka dengan sendirinya keuntungan yang diterima petani akan meningkat.
5.4.2. Desa Sukatani Untuk Desa Sukatani, dari hasil analisis dapat dilihat bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani adalah X 1= luas lahan garapan (m2), input bibit (X2), dummy variable kepemilikan lahan (D1) dan dummy variable kegiatan konservasi (D2). Fungsi produksi pada usahatani komoditas hortikultura di desa Sukatani nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,8185 nilai ini memberi gambaran bahwa besarnya pengaruh variabel bebas yang dimasukkan dalam model terhadap variabel terikat sebesar 81,85%. Sedangkan sisanya
107
18,15% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model (model yang digunakan cukup mampu untuk menerangkan variabel-variabel dalam fungsi produktivitas tersebut). Model regresi dummy untuk Sukatani adalah: Y = 0,7888 + 20,0485X1 + 2,8489X2 + 0,7391D1+ 0,4117D2 yang artinya : 1. Jika luas lahan garapan (X1), input bibit (X2), dummy variable kepemilikan lahan (D1) dan dummy variable kegiatan konservasi (D2) konstan, maka keuntungan usahatani akan meningkat sebesar Rp. 0,7888. 2. Setiap penambahan luas lahan sebesar satu satuan (m2) dimana input bibit (X2), dummy variable kepemilikan lahan (D1) dan dummy variable kegiatan konservasi (D2) konstan, maka keuntungan usahatani akan meningkat sebesar Rp. 20,0485. 3. Setiap penambahan input bibit (X2) sebesar satu rupiah dimana luas lahan
garapan (X1) konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp. 2,8489. 4. Setiap penambahan input dummy variable kepemilikan lahan (D1) setiap satu
satuan dimana luas lahan garapan (X1), input bibit (X2) dan dummy variable kegiatan konservasi (D2) konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp. 0,7391. Status kepemilikan lahan berpengaruh juga dalam kegiatan konservasi dalam meningkatkan produktivitas usahatani. Jika status lahan sewa petani tidak
mau
melakukan
kegiatan
konservasi.
Penggarap
tidak
mau
mengeluarkan biaya karena tidak ada kepastian hasil investasi konservasi tanah dapat dinikmati, sementara petani pemilik tidak mempunyai wewenang lagi atas tanahnya untuk melakukan konservasi tanah karena telah digarap orang lain. 5. Setiap penambahan input dummy variable kegiatan konservasi (D2) setiap satu satuan dimana luas lahan garapan (X1), input bibit (X2) dan dummy variable kegiatan konservasi (D2) konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp. 0,4117. Hasil analisis regresi di Desa Sukatani menggambarkan bahwa luas lahan garapan, input bibit dan dummy variable kegiatan konservasi sangat menentukan dalam peningkatan produktivitas usahatani komoditas hortikultura. Dalam rangka meningkatkan produktivitas usahatani komoditas hortikultura petani harus mampu
108
meningkatkan kemampuan aktual lahan untuk menyerap tenaga dan modal, sehingga memberikan hasil produksi yang sebesar-besarnya pada tingkat teknologi dan pengelolaan tertentu. Berdasarkan pengamatan di desa Sukatani kegiatan usahatani sumber airnya tergantung pada air hujan (tadah hujan) shingga penggunaan bibit unggul dan tindakan konservasi harus lebih dioptimalkan sesuai dengan kondisi lahan dan musim.
5.4.3. Desa Sindangjaya Dan untuk Desa Sindangjaya dapat dilihat bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani adalah X 1= luas lahan garapan (m2), X3 = input pupuk(X3), dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi (D2). Hal ini didasarkan oleh nilai -p<0,05. Model regresi dummy untuk Desa Sindangjaya adalah Y = 5,3168 + 7,1632X1 + 5,7320X3+ 0,1127D2
artinya: 1. Jika luas lahan garapan, input pupuk dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp.5,3168 2. Setiap penambahan luas lahan sebesar satu m 2 dimana input pupuk dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi konstan, maka keuntungan usahatani akan meningkat sebesar Rp.7,1632. 3. Setiap penambahan input pupuk sebesar satu rupiah dimana luas lahan garapan dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp. 5,7320. 4. Setiap penambahan input Dummy variable mengenai kegiatan konservasi sebesar satu satuan dimana luas lahan garapan dan input pupuk konstan, maka keuntungan usaha tani sebesar Rp.0,1127. Peubah-peubah penjelas dapat dengan baik menjelaskan keragaman produktivitas usahatani komoditas hortikultura di desa Sindangjaya, sebagaimana ditunjukkan nilai R2 dan F hitung yang tinggi. Angka R2 sebesar 0,8329 berarti 83,29% keragaman produktivitas usahatani komoditas hortikultura di desa Sindangjaya dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimasukkan dalam persamaan. Sedangkan sisanya 16.71% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
109
di luar model. Sementara input bibit, input tenaga kerja, input pestisida dan variable dummy kepemilikan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas usahatani komoditas hortikultura. Faktor-faktor tersebut sudah dianggap cukup tidak perlu adanya penambahan yang hanya berakibat pada pembengkakan atau modal dan biaya produksi tanpa diikuti oleh peningkatan produksi. Akses petani terhadap luas lahan merupakan suatu ukuran dalam menentukan produksi usahatani. Terbatasnya luas lahan membawa dampak cukup signifikan, karena lahan merupakan faktor produksi utama yang dibutuhkan dalam kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian utama dari penduduk perdesaan. Sempitnya luas lahan di Desa Sindangjaya menyebabkan sulitnya melakukan pengaturan penanaman dalam suatu hamparan guna memperoleh volume produksi yang mencukupi untuk skala pertanian berorientasi industri. Penanaman secara intensif atau terus menerus menyebabkan pengurasan unsur hara dan meningkatnya kekebalan hama dan penyakit tanaman akibat penggunaan pestisida yang intensif sehingga dapat mempengaruhi terjadinya erosi berupa hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Luasnya ukuran lahan menjadi sangat signifikan untuk perencanaan usahatani. Artinya perencanaan yang baik untuk pengaturan pola tanam, pemilihan jenis tanaman, waktu tanam, dan penggunaan pestisida akan lebih efisien. Di Desa Sindangjaya luas lahan garapan petani rata-rata 0,11 ha dengan status kepemilikan beragam, yaitu milik, sewa, gadai, dan milik pemerintah. Jarang sekali ditemui luas lahan petani memiliki lahan seluas 1 ha. Karena saat ini kepemilikan luas lahan cenderung berpindah status kepemilikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya fragmentasi lahan akibat pertumbuhan jumlah penduduk, terjadinya proses alih kepemilikan atau alih fungsi lahan. Namun seringkali yang lebih dominan terjadi adanya proses alih kepemilikan lahan atau alih fungsi lahan sehingga terjadi penguasaan lahan yang timpang. Dengan demikian luas lahan garapan petani kurang dari 1 ha
110
menyebabkan penggunaan faktor produksi menjadi tidak efisien dan pendapatan usahatani tidak mencukupi kebutuhan keluarga petani. Kegiatan konservasi tanah akan menjadi signifikan dalam peningkatan produktivitas usahatani di desa Sindangjaya jika dilakukan pengolahan tanah (tillage )menurut kontur, pembuatan galengan dan saluran menurut kontur, pembuatan tanggul serta teknik pembuatan teras bangku selama pengusahaan lahan.
5.5.
Analisis Tingkat Erosi Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur merupakan salah satu pusat produksi
tanaman hortikultura, terutama wortel, bawang daun, kailan, lobak, horinso, brokoli, daikon, caisin, sawi, daun mint, seledri dan tanaman ekonomis lainnya. Kondisi agroekologi di wilayah ini sangat mendukung bagi pola usahatani tanaman tersebut secara intensif. Namun demikian sebagian besar wilayah ini mempunyai indeks bahaya erosi yang sangat tinggi. Besarnya erosi yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Faktor kemiringan lereng (LS), (2) Curah hujan (R), (3) Kepekaan tanah terhadap faktor erosi (K), (4) Faktor pertanaman (C), serta (5) Faktor pengelolaan lahan (P). Hasil analisis prediksi erosi menunjukkan bahwa besarnya erosi yang terjadi di lahan usahatani petani kawasan agropolitan pada kelas kemiringan lereng >8-15% dan >15-30% masih berada dibawah batas erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) berkisar antara 9,75-12,67 ton/ha/tahun, sebagaimana disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Analisis Besarnya Erosi yang Terjadi di Lahan Usahatani Petani Pada Kelas Kemiringan Lereng >8-15% di Kawasan Agropolitan PacetCianjur Pola Tanam Tumpangsari R K LS C P (polyculture) 1 Wt-Dk-Kl 2162,13 0,23 1,18 0,100 0,15 2 Wt-Lb-Cs-Dk 2162,13 0,31 1,28 0,100 0,15 3 Wt-Hs 2162,13 0,38 1,27 0,100 0,15 4 Wt-Bd-Kl-Lb-Hs 2162,13 0,32 1,58 0,100 0,15 Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan : No. 1. Sampel jenis tanah andosol pada pekarangan di Desa Sukatani No. 2. Sampel jenis tanah andosol pada tegalan di Desa Sukatani No. 3. Sampel jenis tanah andosol pada pekarangan di Desa Sindangjaya No. 4. Sampel jenis tanah andosol pada tegalan di Desa Sindangjaya No
Erosi (ton/ha/ th) 2,43 3,62 4,31 4,26
ETol (ton/ha/ th) 11,09 11,38 11,90 11,99
111
Tabel 28. Analisis Besarnya Erosi yang Terjadi di Lahan Usahatani Petani Pada Kelas Kelerengan >15-30% di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Pola Tanam Erosi ETol No Tumpangsari R K LS C P (ton/ha/ ton/ha/ (polyculture) th) th) 1 Wt-Bkl-Bd 2162,13 0,26 2,02 0,100 0,15 6,09 12,67 2 Wt-Bd 2162,13 0,22 2,64 0,100 0,15 5,48 10,00 3 Wt-Lb 2162,13 0,21 2,46 0,100 0,15 5,16 12,37 4 Bkl-Sw-Bd-Pl 2162,13 0,32 2,84 0,100 0,15 8,77 9,75 Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan: No. 1. Sampel jenis tanah regosol pada di pekarangan di Desa Sukatani No. 2. Sampel jenis tanah regosol pada di tegalan di Desa Sukatani No. 3. Sampel jenis tanah regosol pada di Desa Sindangjaya No. 4. Sampel jenis tanah regosol pada di Desa Sindangjaya
Tabel 27 dan 28 menunjukkan bahwa kemiringan lereng merupakan faktor yang diperkirakan sangat berperan dalam peningkatan erosi, karena kemiringan lereng merupakan karakteristik utama dari lahan usahatani. Nilai faktor kepekaan tanah terhadap erosi (K) untuk di kawasan agropolitan Pacet-Cianjur berkisar antara 0,21-0,38 termasuk dalam kategori sedang menurut nilai klasifikasi nilai erodibilitas (Arsyad, 2000). Secara keseluruhan lahan usahatani petani di kawasan agropolitan nilai faktor kepekaan tanah terhadap erosi cukup bervariasi, karena jenis tanahnya secara umum tidak sama, yaitu jenis andosol dan regosol. Jenis tanaman yang ditanam petani di kawasan agropolitan dengan tingkat pengelolaan yang ada menghasilkan faktor pertanaman (C) dan faktor pengelolaan (P) yang kecil, sehingga tanaman mampu memberikan perlindungan yang baik terhadap tanah dari daya perusak curah hujan (R) yang tinggi sekitar 2162,13 mm/tahun. Kondisi ini didukung oleh faktor erodibilitas tanah (K) dan faktor kemiringan lereng (LS) yang dilainnya juga tidak terlalu besar. Kecilnya erosi yang terjadi menunjukkan bahwa usahatani petani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan dengan pola tanam tumpangsari (polyculture) dan intensitas tanam yang cukup tinggi di lahan dengan kelas kemiringan lereng >8-15% dan >15-30% menjadikan tanah selalu tertutup tanaman sepanjang tahun, sehingga curah hujan yang besar tidak sampai merusak butir-butir tanah dan membawanya melalui aliran permukaan. Kecilnya erosi juga
112
berpengaruh terhadap kesuburan tanah, karena kesuburan tanah pada lahan-lahan dengan kelas kemiringan lereng ini kesuburannya relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan lahan yang memiliki kemiringan lereng yang curam, sehingga tanaman yang diusahakan dapat tumbuh dengan baik. Selanjutnya pertumbuhan tanaman yang baik akan membentuk pola perlindungan yang lebih baik pula terhadap tanah.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Karakteristik pola penguasaan lahan usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan kepemilikan lahan petani rata-rata relatif sempit sebagai dampak alih kepemilikan lahan, alih fungsi lahan dan juga fragmentasi lahan karena pembagian warisan. Akibat penguasaan lahan yang sempit pola tanam yang dikembangkan oleh petani menggunakan sistem monokultur dan tumpangsari dengan siklus tanam intensitas tinggi dan cepat yang bertujuan untuk memperoleh hasil dan uang cash dalam jangka waktu yang relatif singkat untuk setiap komoditas yang berbeda sehingga petani dapat mencapai lima kali panen dalam setahun. 2. Tingkat kelayakan usahatani semua komoditas hortikultura layak diusahakan khususnya untuk komoditas horinzo, lobak, bawang, wortel, dan kailan. Peran petani terhadap penerapan teknik konservasi usahatani komoditas hortikultura: (a) di kawasan agropolitan dipengaruhi oleh: umur (X1), luas lahan (X3), pola tanam (X4) dan pendidikan (D1); (b) di Desa Sukatani adalah: luas lahan (X3), pendidikan (D1) dan status kepemilikan lahan (D2) dan; (c) di Desa Sindangjaya adalah: umur (X1), pendapatan (X2), luas lahan (X3), pendidikan (D1). 3. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
produktivitas
usahatani
komoditas
hortikultura: (a) di kawasan agropolitan adalah: input pupuk (X3), tenaga kerja (X4), dummy variable (D1) kepemilikan lahan, dummy variable (D2) kegiatan konservasi; (b) di Desa Sukatani adalah: luas lahan garapan (X 1), input bibit (X2), dummy variable (D1) kepemilikan lahan, dummy variable (D2) kegiatan konservasi; dan; (c) di Desa Sindangjaya adalah: luas lahan garapan (X1), input pupuk (X3) dan dummy variable (D2) kegiatan konservasi.
113
114
4. Besarnya erosi yang terjadi untuk komoditas hortikultura yang dibudidayakan masih berada dibawah batas erosi yang ditoleransikan dengan intensitas tanam yang tinggi menjadikan tanah selalu tertutup tanaman sepanjang tahun. Tidak diusahakannya pola tanam tumpangsari pada kelas kemiringan lereng >30-45% karena faktor kendala retensi hara (KTK liat, kejenuhan basa, pH H2O dan C-organik).
6.2. Saran 1. Disarankan perlu adanya perbaikan pola kepemilikan lahan yang berkaitan dengan kebijakan akses pada lahan agar tidak terjadi konversi lahan, dan petani lokal tidak cepat tersingkirkan, atau nantinya dapat menyebabkan terjadinya perambahan hutan yang merusak lingkungan dan keberlanjutan dari sistem pertanian 2. Disarankan perlu dilakukan transfer teknologi konservasi yang sesuai pada petani dan pemberian subsidi untuk melakukan kegiatan konservasi dalam memecahkan permasalahan mendasar seperti ketersediaan air yang dialami oleh Desa Sukatani, dan penurunan kesuburan tanah yang dialami oleh Desa Sindangjaya.
DAFTAR PUSTAKA [Anonimous]. 1954. Pemerintah Republik Indonesia, 1954. Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1954 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya, LN. 1954-65. [Anonimous]. 1960. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104. [Anonimous]. 1960. Undang-Undang Nomor 38 Prp Tahun 1960 jo Nomor 20 Tahun 1964 tentang Penggunaan dan Penetapan Luas Tanah Untuk JenisJenis Tanaman Tertentu LN. 1960-120. [Anonimous]. 1985. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1985 tentang Penetapan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak. [Anonimous]. 2005. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur. Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan Leles, Cijati, Gekbrong dan Cipanas. Anwar, A. 2001. Pembangunan Wilayah Perdesaan dengan Desentralisasi Spasial melalui Pembangunan Agropolitan yang Mereplikasi Kota-kota Menengah dan Kecil. Makalah Disampaikan pada Pembahasan Proyek Perintisan Pengembangan Perdesaan. Bogor. Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Serial Pustaka IPB Press. Asdak, C. 2001. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Bachriadi, D. 1999. Pembaruan Agraria (Agrarian Reform): Urgensi dan Hambatannya dalam Pemerintahan Baru di Indonesia Pasca Pemilu 1999. Makalah pada Seminar Pembaruan Agraria ”Mendesakkan Agenda Pembaruan Agraria dalam Sidang Umum MPR 1999”. KPA, ELSAM, Lab. Sak-IPB Bogor. Jakarta. 22 September 1999. [BPSDMP] Badan Pengembangan SDM Pertanian 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan Pengembangan SDM Pertanian. Deptan Jakarta. [Bakorsurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, 1999. Peta Rupabumi Digital Indonesia. Lembar Cipanas 1209-231 Edisi I Skala 1:25000 Bakosurtanal Cibinong. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Cianjur, 2003. Laporan Pendataan Potensi Ekonomi di Lokasi Agropolitan. Bappeda Cianjur. Cianjur. Barlowe, R., 1978. Land Resource Economics. Second Edition.Prentice Hall Inc, New Jersey. Berry, R.A. and A.W. Cline. 1979. Agrarian Structure and Productivity in Developing Countries. The Hopkins Univ. Press. Baltimore.
115
116
Bols, P.L. 1978. The Isoerodent Map of Java and Madura. Belgium Technical Assistance Project ATA 105. Soil Research Institut Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik, 2003a. Kabupaten Cianjur. 2003. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2003. _________________, 2004b. Kabupaten Cianjur. 2004. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2004. _________________, 2005c. Kabupaten Cianjur. 2005. Kabupaten Cianjur Dalam Angka Tahun 2005. Cooke, G. W. 1982. Fertilizing for Maximum Yield 3rd Ed. Macmillan Publishing Co., Inc. New York. Collier, W.L., 1985. Dinamika Pembangunan Perdesaan (terjemahan). Yayasan Obor Indonesia dan PT.Gramedia. Jakarta. Cowling, K., D. Metcalf, and A.J. Rayner 1970. Resource Structure of Agriculture: An Economic Analysis. Pergamon Press. Oxford, New York. David WP. 1988. Erosion and Sediment Transport. Bahan Kuliah Transpor Sedimen (Tidak Dipublikasikan). [DPU] Dinas Pekerjaan Umum Cianjur, 2003a. Laporan Akhir Master Plan Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Dinas PU Cianjur. Cianjur. __________________________, 2003b. Album Peta Master Plan Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Dinas PU Cianjur. Cianjur. [Distan] Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2003a. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. Cianjur. _____________________________, 2004b. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. Cianjur. _____________________________, 2005c. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. Cianjur. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2002. Pedoman Penyusunan Rencana tata Ruang Wilayah Kabupaten/Departemen Kimpraswil. Jakarta. Djuwansah, M.R. 2002. Degradasi Lahan Rentan di Indonesia. Makalah pada Lokakarya Laporan Nasional tentang Implementasi Konvensi PBB untuk Penanggulangan Degradasi Lahan. Departemen Kehutanan. 29-30 April 2002. Bogor. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Friedmann, J. dan M. Douglass. 1976. Pengembangan Agropolitan Menuju Siasat Baru Perencanaan Regional di Asia. Terjemahan Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Goldman SJ, K. Jackson and Bursztynzky TA. 1986. Erosion and Sediment Control Handbook. McGraw-Hill Book Company.
117
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika: Dasar. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Gunn RH, JA. Beattie, RE. Reid and V. Graff 1988. Australian Soil and Land Survey Handbook: Guidelines for Conducting Survey. Melbourne: Inkata Press. Hammer, W.I. 1982. Second Soil Conservation Consultant Report, Agof/Ins/78/606 note No.10 Center for Soil Research. Bogor. Hardjowigeno, S., Widiatmaka dan A.S. Yogaswara, 1999. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Harun, U.R. 2004. Pendekatan Agropolitan dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah di Indonesia. Dalam Agropolitan dalam Pandangan Para Pakar. Badan Pengembangan SDM Pertanian. Departemen Pertanian. Harwood, R.R. 1982. Farming Systems Development in A Resource Limiting Environment, In Shaner, W.W., P.F. Philipp and W.R. Schmechl. Readings in Farming Systems Research and Development, Westview Press. Boulder, Colorado. Pp. 5-16. Hosmes, David W. and Stanley Lemeshow. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley & Sons, New York, USA. Hudson, N. 1992. Soil Conservation. BT. Batsford Limited. London. Jamal, E. 2000. Beberapa Permasalahan dalam Pelaksanaan Reformasi Agraria di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 18 (1 dan 2): 16-24. Lu HJ, IP Gallart, Prosser, C Moran C and G Priestley G. 2005. Prediction of Sheet and Riil Erosion Over The Australian Continent, Incorporating Monthly Soil Loss Distribution. CSIRO Land and Water. Technical Report 13/01. http://www.ciw.csiro.au/publications/technical2001/tr13-01.html. [3 Juli 2005]. Mattjik A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jurusan Statistika FMIPA IPB. IPB Press. Bogor. McClauley A. and Jones C. 2005. Managing for Soil Erosion. In Soil and Water Management. Module 3. Montana: Montana State University Estension Service. Mubyarto. 1979. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ke 4 LP3ES. Jakarta. Nasution, L.I. 2004. Agropolitan dan Permasalahan Pertanahan Pedesaan dan Pertanian. Makalah pada Seminar Nasional Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Wilayah Secara Berimbang. Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah IPB. Bogor. 8 September 2004. Padusung, C. Arman. 2002. Akses Teknologi, Pengetahuan dan Keterampilan yang Sesuai dalam Penanggulangan Degradasi Lahan. Makalah pada Lokakarya Laporan Nasional tentang Implementasi Konvensi PBB untuk Penanggulangan Degradasi Lahan. Departemen Kehutanan. Bogor 29-30 April 2002. .
118
Partadiredja, A. 1980. Beberapa Masalah Dalam Produksi Bahan Makan Prisma No.9-IX :17-31. [Puslittanak] Pusat Penelitian Tanah, 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Putera, I.B. 1999. Reforma Agraria sebagai Dasar Pokok Pembangunan Menuju Masyarakat Sejahtera. Makalah pada Seminar Pembaruan Agraria: Mendesakkan Agenda Pembaruan Agraria dalam Sidang Umum MPR 1999. KPA, ELSAM, Lab. Sak-IPB Bogor. Jakarta. 22 September 1999. Rachim. D.A. dan Suwardi, 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rachman, A., H. Suwardjo, R.L. Watung, H. Sembiring. 1989. Efisiensi Teras Bangku dan Teras Gulud dalam Pengendalian Erosi. Risalah Diskusi Ilmiah Hasil Penelitian Lahan Kering dan Konservasi di Daerah Aliran Sungai. Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air. Badan Litbang Pertanian Jakarta. Hlm. 11-18. Rivai. B. 1958. Bentuk Milik Tanah dan Tingkat Kemakmuran: Penyelidikan Pedesaan di Daerah Pati-Jawa Tengah. Disertasi. Fakultas Pertanian Universitas Indonesia. Rusastra, I W., Hendiarto, dan K.M. Noekman. 2004. Kinerja dan Perspektif Pengembangan Model Agropolitan dalam Mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agribisnis. Laporan Akhir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Rustiadi, E. 2001. Alih Fungsi Lahan dalam Perspektif Lingkungan Perdesaan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lingkungan Kawasan Perdesaan. Bogor. Rustiadi, E., dan S. Hadi. 2004. Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Dalam Prosiding Workshop Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Wilayah IPB dan Penataan Pengembangan Perdesaan Terpadu. Rustiadi, E., Sitorus, S.R.P., Pribadi, D.O., dan Dardak, E.E. 2005. Konsepsi dan Pengelolaan Agropolitan. Disampaikan pada acara Lokakarya dalam Rangka Pemantapan Penataan Ruang Kawasan Metropolitan dan Agropolitan. Rangkaian Acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke-60. Ditjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta, 28 November 2005. Saefulhakim, R.S., dan L.I. Nasoetion. 1995a. Kebijaksanaan Pengendalian Konversi Sawah Beririgasi Teknis. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
119
_____________________________ 1995b. Rural Land Use Management for Economic Development. Laboratory of Land Resource Development Planning. Department of Soil Sciences, Faculty of Agriculture. Bogor Agriculture Institute. Bogor. Saefulhakim, R.S. 1997a. Konsep Dasar Penataan Ruang dan Pengembangan Kawasan Pedesaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Kerjasama Pusat Penelitian Pengembangan Wilayah dan Kota (P3WK-ITB), Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, FTSP, ITB, Bandung, Ikatan Ahli Perencanaan (IAP), Bandung.. _____________, 2001b. Pembangunan Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pembahasan Kriteria Kerusakan Hutan, Lahan dan Air di Jawa Barat. Bogor. _____________, 2003c. Permodelan Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah, Faperta, IPB Bogor (tidak dipublikasikan). _____________, 2004d. Pengembangan Agropolitan Memacu Pembangunan Ekonomi Regional melalui Keterkaitan Desa-Kota. Makalah Workshop “Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Wilayah secara Berimbang”. Bogor 7-8 September 2004. Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika, Jilid I. Terjemahan J.T. Jayadinata. ITB Bandung. Sasa, I.J. 1990. Pengaruh Sistem Usahatani Konservasi Lahan Kering terhadap Produktivitas Tanah dan Pendapatan Usahatani di Sub DAS Jragung Kabupaten Semarang, Tesis Magister Sains, IPB Bogor. Setiyanto, A. 2001. Konsolidasi Lahan Pertanian dalam Perspektif Agribisnis. Dalam Buku II: Prosiding Perspektif Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2001 ke Depan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Shannon, C.E. and W. Weaver. 1949. The Mathematical Theory of Communication. University of Illionis Press. Urbana. Sinaga R.S. dan F. Kasryno, 1980. Aspek Ekonomi dari Undang-Undang Bagi Hasil dan Penerapannya. Prisma No.9-IX: 40-50. Sinaga, R.S. 1980. Undang-Undang Bagi Hasil Menjamin Optimalisasi Alokasi Sarana Produksi. Lokakarya Penataran Hukum Tanah Untuk LSPSMD. Jakarta. 24 halaman. Sinukaban, N. 1989a. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. PT. Indeco Duta Utama International Development Consultants Berasosiasi dengan BCEOM. ___________, 1994b. Membangun Pertanian Menjadi Industri yang Lestari dengan Pertanian Konservasi. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Konservasi Tanah dan Air. Fakultas Pertanian, IPB Bogor.
120
Sitorus, S.R.P. dan Nurwono, 1998. Penerapan Konsep Agropolitan Dalam Pembangunan Transmigrasi. Bagian Rencana, Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal. Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. September 1998. Jakarta. Sitorus, S.R.P. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Situmorang, R. 2004. Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi Pembangnan Perdesaan dan Wilayah Secara Berimbang. Bogor. Soekartawi, A Soehardjo, Jl Dillon dan JB Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soepardi. G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sumartoyo, P. Hadi. 2002. Konsep Degradasi Lahan dalam Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam Spasial Nasional. Makalah pada Lokakarya Laporan Nasional tentang Implementasi Konvensi PBB untuk Penanggulangan Degradasi Lahan. Departemen Kehutanan. 29-30 April 2002. Bogor. Sumaryanto, Syahyuti, Saptana, dan B. Irawan. 2002. Masalah Pertanahan di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Tindak Lanjut Pembaruan Agraria. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 20 (2): 1-19. Susilowati, S.H., G.S. Budhi, dan I W. Rusastra. 1997. Kinerja dan Perspektif Usaha Tani Konservasi Alley Cropping di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 15 (1 dan 2): 1-16. Syam, A. 2003. Sistem Pengelolaan Lahan Kering di Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu. Jurnal Litbang Pertanian 22(4):162-171, Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Keenam. Terjemahan Erlangga. Jakarta. White, B dan G. Wiradi. 1979. Pola-Pola Penguasaan Tanah di DAS Cimanuk, Dulu dan Sekarang: Beberapa Catatan Sementara. Prisma No.9-VIII: 44-56. William, JR. 1977. Sediment Delivery Ratio Determined With Universal Equation Using Run off Energy Factor. P.168-179. Proc. of Paris Symp., Erosion and Solid Matter Transport in Inland Water. July 1977. Assoc. of Hydrology Science-Assoc. Int. Des Science Hydrologiques Pub. No.122 Wilsie, C.P. 1962. Crop Adaptation and Ditribution. Freeman and Company. San Fransisco. Wijayanti, A.P. 2000. Tanah dan Sistem Perpajakan Masa Kolonial. Tarawang Press. Yogyakarta. Wiradi, G. 1986. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104 Jakarta.
121
Wischmeier, W. H and D.D. Smith. 1965. Predicting Rainfall Erosion Losses from Cropland East of The Rocky Mountains. Guide for Selection of Practices for Soil and Water Conservation. Agricultural Handbook No. 282. Agricultural Research Service, U.S. Department of Agriculture in Cooperation with Purdue Agricultural Experiment Station. dalam : www.sedlab.olemiss, 7 November 2003.
Lampiran 1. Karakteristik Penguasaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur Desa Sukatani Desa Sindangjaya No Uraian Satuan Nilai Persentase Nilai Persentase (%) (%) 1 Luas Penguasaan Lahan Garapan ha 4,62 5,80 2 Rata-Rata Tahun Penguasaan Lahan th 1987 1990 3 Rata-Rata Umur Petani th 41 39 4
5
6
7
Jumlah Anggota Keluarga : 4.1. Laki-laki 4.2. Perempuan Jumlah
Kawasan Nilai Persentase (%) 10,42 1989 40
orang orang orang
63 59 122
52 48 100
128 127 255
50 50 100
191 186 377
51 49 100
Penguasaan Lahan : a. Lahan milik sendiri b. Lahan milik keluarga c. Lahan sewa d. Lahan bagi hasil e. Lahan garapan milik pemerintah f. Lahan garapan hutan lindung g. Lahan garapan milik perkebunan/ tanah terlantar Jumlah
ha ha ha ha ha ha
4,12 0,00 0,18 0,32 0,00 0,00
89 0 4 7 0 0
4,67 0,29 0,05 0,13 0,56 0,10
80 5 1 2 10 2
8,79 0,29 0,23 0,45 0,56 0,10
84 3 2 4 5 2
ha ha
0.00 4,62
0 100
0,00 5,80
0 100
0,00 10,42
0 100
Luas Penguasan Lahan Beririgasi : a. Beririgasi teknis b. Beririgasi 1/2 teknis c. Irigasi sederhana d. Tadah hujan Jumlah
ha ha ha ha ha
0,28 0,29 3,42 0,64 4,62
6 6 74 14 100
0,43 1,14 4,23 0,00 5,80
7 20 73 0 100
0,71 1,43 7,65 0,64 10,42
7 14 73 6 100
Asal Perolehan Penguasaan Lahan : a. Beli dari hasil usaha b. Beli dari jual barang lain c. Pemberian orang tua / anak d. Lainnya Jumlah
ha ha ha ha ha
0,57 0,02 4,03 0,00 4,62
12 0 88 0 100
1,35 0,00 3,89 0,56 5,80
23 0 67 10 100
1,92 0,02 7,92 0,56 10,42
18 0 77 5 100
ha ha
4,38 0,05
95 1
4,85 0,25
83 4
9,22 0,30
88 3
ha ha
0,00 0,10
0 2
0,00 0,05
0 1
0,00 0,15
0 1
ha ha
0,00 0,00
0 0
0,00 0,27
0 5
0,00 0,27
0 3
ha
0,09
2
0,38
7
0,48
5
ha
4,62
100
5,80
100
10,42
100
8
Penguasan Lahan Garapan : a. Digarap sendiri b. Disewakan Harga sewa (Rp/m2/Tahun) c. Disakap / maro d. Digadaikan Harga gadai (Rp/m2/Tahun) e. Tidak digarap atau "bera" f. Sewa dan digarap Harga sewa (Rp/m2/Tahun) g. Terima gadai dan digarap Harga gadai (Rp/m2/Tahun) Jumlah Sumber: Data Primer (2006) diolah
Lampiran 1a. Identitas Petani di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
Nama Petani Sopandi Sopandi Ali H. Hasan Dadang H. Miptah Rahmat H. Hapid H. Baroh H. E. Usup Udung H. Nurjanah Palahudin H. Nasrudin Ujen Ujang Basrah H. Ahyar H. Agus Enyen H. Miptah H. Adin H. Amsor Emu H. Baehaki Nahwan g Nanang Emid Yamin Agus H. Badru Takin Endang Subakti Hoer Emus Wahyudin Ajat Duduh Badru Apandi Abdul Azis Ukan Dindin Dindin Dindin Hamdan Hamdan Hamdan Hamdan Ma'mun Dudan Ujang Aep Saepudin H. Sugama Anwar H. Hasanah Daro Ujang Dayat Ujang Dayat Lukman Emir
Desa Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
Umur (th) Laki-laki Perempuan 35 36 40 60 35 34 42 45 25 65 55 45 50 40 36 36 36 40 50 55 37 40 30 38 37 35 50 35 42 30 39 39 40 32 60 40 33 24 36 36 36 36 35 36 37 38 42 31 40 35 32 25 52 56 35 35 35 50
2 2 2 1 1 1 1 3 1 1 1 3 1 2 2 2 2 2 1 3 2 3 2 3 1 2 1 2 2 1 3 2 2 2 1 3 1 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 2 1 1 4 3 3 3 2
2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 0 3 1 2 2 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 1 3 3 0 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 0 3 3 3 2 1
Jumlah Keluarga 4 4 3 3 3 3 3 5 3 2 1 6 2 4 4 3 4 4 2 4 4 5 3 4 3 4 3 4 5 3 5 4 4 3 1 6 4 1 4 6 6 6 6 6 6 6 5 5 3 5 4 3 1 7 6 6 5 3
Pendidikan SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SMP SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SMP SMP SD SD
Pekerjaan Sampingan Sekdes Sekdes Dagang Buruh Tani Warung
Warung
Buruh Tani
Buruh Tani Buruh Tani
Buruh Tani Buruh Tani Buruh Tani Dagang
Buruh Tani Dagang Buruh Tani Buruh Tani Warung Dagang Ternak Ternak Ternak
Buruh Tani Bangunan Dagang Dagang Buruh Tani
Dagang Buruh Tani
Lampiran 1a. (lanjutan) No 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Nama Petani
Desa
Wahyudin Sindangjaya Wahyudin Sindangjaya Udung Sindangjaya Udung Sindangjaya Ali Sindangjaya Pandi Sindangjaya Nanang Sindangjaya Juhdi Sindangjaya H. Badru Sindangjaya Dael Sindangjaya H. Solihin Sindangjaya M. Yunus Sindangjaya Pian Sopian Sindangjaya Umar Sindangjaya Burhan Sindangjaya A. Yasin Sindangjaya Uer Hasannudin Sindangjaya H. Nuryaman Sindangjaya Aat Sindangjaya Ence Sindangjaya Dedi Sindangjaya Syukur Sindangjaya Haris Sindangjaya gj y Nunungg Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Pardi Sindangjaya Ayi Sindangjaya Daro Sindangjaya H. Wahidin Sindangjaya Jumlah Sukatani Rata-rata Sukatani Jumlah Sindangjaya Rata-rata Sindangjaya Jumlah Kawasan Rata-Rata Kawasan Sumber: Data Primer (2006) diolah
Umur (th) Laki-laki Perempuan 40 40 30 30 38 53 41 52 58 49 40 53 18 49 45 29 40 41 40 30 35 35 40 35 35 35 35 35 50 30 56 45 1.444 41 2.137 39 3.581 40
2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 4 1 1 2 3 2 2 3 3 1 3 2 2 2 3 3 3 3 3 1 4 1 63 2 128 2 191 2
3 3 3 3 4 2 3 2 2 3 5 1 0 1 1 1 3 1 3 1 1 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 2 59 2 127 2 186 2
Jumlah Keluarga 5 5 5 5 7 4 5 4 3 5 9 2 1 3 4 3 5 4 6 2 4 4 4 4 6 6 6 6 5 3 7 3 122 3 255 5 377 4
Pendidikan SD SD SD SD SD SD SD SMP SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD
Pekerjaan Sampingan
Dagang Dagang Buruh Tani
Dagang Wiraswasta Tanam Bunga
Dagang Buruh Tani Wiraswasta Sopir
Ternak
Lampiran 1b. Penguasaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur Lahan Lahan Lahan Milik Milik Sewa Sendiri Keluarga (ha) (ha) (ha)
Desa
Luas Lahan (ha)
Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
0,08 0,10 0,22 0,12 0,15 0,20 0,20 0,30 0,10 0,03 0,10 0,03 0,30 0,20 0,05 0,05 0,20 0,10 0,20 0,12 0,20 0,05 0,30 0,10 0,05 0,10 0,03 0,03 0,25 0,04 0,16 0,28 0,06 0,08 0,05 0,10 0,10 0,02 0,03 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07 0,05 0,04 0,40 0,10 0,20
54 Daro 55 Ujang Dayat 56 Ujang Dayat
Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
0,10 0,20 0,05
0,10 0,20 0,05
57 Lukman 58 Emir
Sindangjaya Sindangjaya
0,18 0,10
0,08 0,10
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Nama Petani
Sopandi Sopandi Ali H. Hasan Dadang H. Miptah Rahmat H. Hapid H. Baroh H. E. Usup Udung H. Nurjanah Palahudin H. Nasrudin Ujen Ujang Basrah H. Ahyar H. Agus Enyen H. Miptah H. Adin H. Amsor Emu H. Baehaki Nahwan Nanang Emid Yamin Agus H. Badru Takin Endang Subakti Hoer Emus Wahyudin Ajat Duduh Badru Apandi Abdul Azis Ukan Dindin Dindin Dindin Hamdan Hamdan Hamdan Hamdan Ma'mun Dudan Ujang Aep Saepudin H. Sugama Anwar H. Hasanah
Lahan Bagi Hasil (ha)
0,08 0,10 0,10 0,12 0,15 0,20 0,20 0,30 0,10 0,03 0,10 0,03 0,30 0,20 0,05 0,05 0,20 0,10 0,20 0,12 0,20 0,05 0,30 0,10 0,05 0,10 0,03 0,03 0,25
0,12
0,04 0,16 0,28 0,06 0,08 0,05 0,10 0,10 0,02 0,03 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07 0,05 0,04 0,40 0,10 0,20
0,10
Lahan Garapan Milik Pemerintah (ha)
Lahan Garapan Hutan Lindung (ha)
Lahan Garapan Milik Perkebunan / lahan terlantar (ha)
Lampiran 1b. (lanjutan)
No
Nama Petani
Desa
Luas Lahan (ha)
Lahan Lahan Lahan Milik Milik Sewa Sendiri Keluarga (ha) (ha) (ha)
59 60 61 62 63 64
Wahyudin Wahyudin Udung Udung Ali Pandi
Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
0,25 0,05 0,20 0,05 0,08 0,10
0,25 0,05 0,20 0,05 0,08 0,10
65 66 67 68
Nanang Juhdi H. Badru Dael
Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
0,20 0,10 0,10 0,25
0,20 0,10 0,10 0,25
69 70 71 72
H. Solihin M. Yunus Pian Sopian Umar
Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
0,30 0,15 0,03 0,05
0,30 0,10
Lahan Garapan Milik Pemerintah (ha)
Lahan Garapan Hutan Lindung (ha)
Lahan Garapan Milik Perkebunan / lahan terlantar (ha)
0,05
0,03 0,05
73 Burhan
Sindangjaya
0,02
0,02
74 75 76 77 78
A. Yasin Uer Hasannudin H. Nuryaman Aat Ence
Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
0,06 0,03 0,30 0,10 0,10
0,06
79 80 81 82
Dedi Syukur Haris Nunung
Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
0,04 0,08 0,30 0,04
0,04
Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Pardi Sindangjaya Ayi Sindangjaya Daro Sindangjaya H. Wahidin Sindangjaya Jumlah Sukatani Rata-rata Sukatani Jumlah Sindangjaya Rata-rata Sindangjaya Jumlah Kawasan Rata-Rata Kawasan Sumber: Data Primer (2006) diolah
0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,08 0,04 0,30 4,62 0,13 5,80 0,11 10,42 0,12
83 84 85 86 87 88 89 90
Lahan Bagi Hasil (ha)
0,03 0,30 0,10 0,10 0,08 0,30 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,08 0,04 0,30 4,12 0,13 4,67 0,11 8,79 0,12
0,00 0,00 0,29 0,06 0,29 0,06
0,18 0,09 0,05 0,05 0,23 0,08
0,32 0,11 0,13 0,07 0,45 0,09
0,00 0,00 0,56 0,14 0,56 0,14
0,00 0,00 0,10 0,10 0,10 0,10
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 1c. Luas Penguasaan Lahan Beririgasi Petani di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur Luas Beririgasi Beririgasi Irigasi Tadah No Nama Petani Desa Lahan Teknis 1/2 Teknis Sederhana Hujan (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) 1 Sopandi Sukatani 0,08 0,08 2 Sopandi Sukatani 0,10 0,10 3 Ali Sukatani 0,22 0,22 4 H. Hasan Sukatani 0,12 0,12 5 Dadang Sukatani 0,15 0,15 6 H. Miptah Rahmat Sukatani 0,20 0,20 7 H. Hapid Sukatani 0,20 0,20 8 H. Baroh Sukatani 0,30 0,30 9 H. E. Usup Sukatani 0,10 0,10 10 Udung Sukatani 0,03 0,03 11 H. Nurjanah Sukatani 0,10 0,10 12 Palahudin Sukatani 0,03 0,03 13 H. Nasrudin Sukatani 0,30 0,30 14 Ujen Sukatani 0,20 0,20 15 Ujang Basrah Sukatani 0,05 0,05 16 H. Ahyar Sukatani 0,05 0,05 17 H. Agus Sukatani 0,20 0,20 18 Enyen Sukatani 0,10 0,10 19 H. Miptah Sukatani 0,20 0,20 20 H. Adin Sukatani 0,12 0,12 21 H. Amsor Sukatani 0,20 0,20 22 Emu Sukatani 0,05 0,05 23 H. Baehaki Sukatani 0,30 0,30 24 Nahwan Sukatani 0,10 0,10 25 Nanang Sukatani 0,05 0,05 26 Emid Sukatani 0,10 0,10 27 Yamin Sukatani 0,03 0,03 28 Agus Sukatani 0,03 0,03 29 H. Badru Sukatani 0,25 0,25 30 Takin Sukatani 0,04 0,04 31 Endang Subakti Sukatani 0,16 0,16 32 Hoer Sukatani 0,28 0,28 33 Emus Sukatani 0,06 0,06 34 Wahyudin Sukatani 0,08 0,08 35 Ajat Sukatani 0,05 0,05 36 Duduh Sindangjaya 0,10 0,10 37 Badru Apandi Sindangjaya 0,10 0,10 38 Abdul Azis Sindangjaya 0,02 0,02 39 Ukan Sindangjaya 0,03 0,03 40 Dindin Sindangjaya 0,05 0,05 41 Dindin Sindangjaya 0,05 0,05 42 Dindin Sindangjaya 0,05 0,05 43 Hamdan Sindangjaya 0,05 0,05 44 Hamdan Sindangjaya 0,06 0,06 45 Hamdan Sindangjaya 0,07 0,07 46 Hamdan Sindangjaya 0,07 0,07 47 Ma'mun Sindangjaya 0,07 0,07 48 Dudan Sindangjaya 0,07 0,07 49 Ujang Sindangjaya 0,05 0,05 50 Aep Saepudin Sindangjaya 0,04 0,04
Lampiran 1c. (lanjutan)
No 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Nama Petani
Desa
H. Sugama Sindangjaya Anwar Sindangjaya H. Hasanah Sindangjaya Daro Sindangjaya Ujang Dayat Sindangjaya Ujang Dayat Sindangjaya Lukman Sindangjaya Emir Sindangjaya Wahyudin Sindangjaya Wahyudin Sindangjaya Udung Sindangjaya Udung Sindangjaya Ali Sindangjaya Pandi Sindangjaya Nanang Sindangjaya Juhdi Sindangjaya H. Badru Sindangjaya Dael Sindangjaya H. Solihin Sindangjaya M. Yunus Sindangjaya Pian Sopian Sindangjaya Umar Sindangjaya Burhan Sindangjaya A. Yasin Sindangjaya Uer Hasannudin Sindangjaya H. Nuryaman Sindangjaya Aat Sindangjaya Ence Sindangjaya Dedi Sindangjaya Syukur Sindangjaya Haris Sindangjaya Nunung Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Pardi Sindangjaya Ayi Sindangjaya Daro Sindangjaya H. Wahidin Sindangjaya Jumlah Sukatani Rata-Rata Sukatani Jumlah Sindangjaya Rata-Rata Sindangjaya Jumlah Kawasan Rata-Rata Kawasan Sumber: Data Primer (2006) diolah
Luas Lahan (ha) 0,40 0,10 0,20 0,10 0,20 0,05 0,18 0,10 0,25 0,05 0,20 0,05 0,08 0,10 0,20 0,10 0,10 0,25 0,30 0,15 0,03 0,05 0,02 0,06 0,03 0,30 0,10 0,10 0,04 0,08 0,30 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,08 0,04 0,30 4,62 0,13 5,80 0,11 10,42 0,12
Beririgasi Beririgasi Irigasi Tadah Teknis 1/2 Teknis Sederhana Hujan (ha) (ha) (ha) (ha) 0,40 0,10 0,20 0,10 0,20 0,05 0,18 0,10 0,25 0,05 0,20 0,05 0,08 0,10 0,20 0,10 0,10 0,25 0,30 0,15 0,03 0,05 0,02 0,06 0,03 0,30 0,10 0,10 0,04 0,08 0,30 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,08 0,04 0,30 0,28 0,29 3,42 0,64 0,28 0,14 0,13 0,13 0,43 1,14 4,23 0,00 0,14 0,09 0,11 0,00 0,71 1,43 7,65 0,64 0,18 0,10 0,12 0,13
Lampiran 1d. (lanjutan)
No 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Nama Petani
Desa
Wahyudin Sindangjaya Udung Sindangjaya Udung Sindangjaya Ali Sindangjaya Pandi Sindangjaya Nanang Sindangjaya Juhdi Sindangjaya H. Badru Sindangjaya Dael Sindangjaya H. Solihin Sindangjaya M. Yunus Sindangjaya Pian Sopian Sindangjaya Umar Sindangjaya Burhan Sindangjaya A. Yasin Sindangjaya Uer Hasannudin Sindangjaya H. Nuryaman Sindangjaya Aat Sindangjaya Ence Sindangjaya Dedi Sindangjaya Syukur Sindangjaya Haris Sindangjaya Nunung Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Pardi Sindangjaya Ayi Sindangjaya Daro Sindangjaya H. Wahidin Sindangjaya Jumlah Sukatani Rata-rata Sukatani Jumlah Sindangjaya Rata-rata Sindangjaya Jumlah Kawasan Rata-rata Kawasan Sumber : Data Primer (2006) diolah
Luas Lahan (ha) 0,05 0,20 0,05 0,08 0,10 0,20 0,10 0,10 0,25 0,30 0,15 0,03 0,05 0,02 0,06 0,03 0,30 0,10 0,10 0,04 0,08 0,30 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,08 0,04 0,30 4,62 0,13 5,80 0,11 10,42 0,12
Tahun Beli dari Beli dari Pemberian Lainnya Perolehan Hasil Jual Barang Orang Tua / / Hutan (th) Usaha (ha) Lain (ha) Anak (ha) (ha) 1988 1990 1990 1995 1973 1987 1974 1989 1975 1985 1997 2003 1992 1990 1997 1987 1990 2000 1990 1982 1984 1990 1990 1990 1990 1990 1990 1990 1984 1995 2000 69531 1987 109476 1990 179007 1989
0,05 0,20 0,05 0,08 0,10 0,20 0,10 0,10 0,25 0,30 0,15 0,03 0,05 0,02 0,06 0,03 0,30 0,10 0,10 0,04 0,08 0,30 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,08 0,04 0,30 0,57 0,10 1,35 0,07 1,92 0,08
0,02 0,02 0,00 0,00 0,02 0,02
4,03 0,12 3,89 0,10 7,92 0,11
0,00 0,00 0,56 0,14 0,56 0,14
Lampiran 1e. Penguasaan Lahan Garapan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
Nama Petani
Sopandi Sopandi Ali H. Hasan Dadang H. Miptah Rahmat H. Hapid H. Baroh H. E. Usup Udung H. Nurjanah Palahudin H. Nasrudin Ujen Ujang Basrah H. Ahyar H. Agus Enyen H. Miptah H. Adin H. Amsor Emu H. Baehaki Nahwan Nanang Emid Yamin Agus H. Badru Takin Endang Subakti Hoer Emus Wahyudin Ajat Duduh Badru Apandi Abdul Azis Ukan Dindin Dindin Dindin Hamdan Hamdan Hamdan Hamdan Ma'mun Dudan Ujang Aep Saepudin H. Sugama Anwar H. Hasanah Daro Ujang Dayat Ujang Dayat Lukman Emir Wahyudin
Desa
Luas Lahan (ha)
Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
0,08 0,10 0,22 0,12 0,15 0,20 0,20 0,30 0,10 0,03 0,10 0,03 0,30 0,20 0,05 0,05 0,20 0,10 0,20 0,12 0,20 0,05 0,30 0,10 0,05 0,10 0,03 0,03 0,25 0,04 0,16 0,28 0,06 0,08 0,05 0,10 0,10 0,02 0,03 0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07 0,05 0,04 0,40 0,10 0,20 0,10 0,20 0,05 0,18 0,10 0,25
Digarap Disewakan Disakap / Digadaikan Sendiri (Rp/ha/Th) Maro (Rp/ha/Th) (ha)
Tidak Digarap atau "Bera"
Terima Sewa dan Gadai dan Digarap Digarap (Rp/ha/Th) (Rp/ha/Th)
0,08 0,10 0,22 0,12 0,15 0,20 0,20 0,30 0,10 0,03 0,10 0,03 0,30 0,20 0,05 0,05 0,20 0,10 0,20 0,12 0,20 0,05 0,30 0,10 0,05 0,10 0,03 0,03 0,25 0,04 0,16 0,23
0,05 0,06
0,08 0,05 0,03 0,10 0,02 0,03
0,05
0,02
0,05 0,05 0,05 0,05 0,06 0,07 0,07 0,07 0,07 0,05 0,04 0,40 0,10 0,20 0,10 0,20 0,05 0,18 0,10 0,25
Lampiran 1e. (lanjutan)
No
60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Nama Petani
Desa
Wahyudin Sindangjaya Udung Sindangjaya Udung Sindangjaya Ali Sindangjaya Pandi Sindangjaya Nanang Sindangjaya Juhdi Sindangjaya H. Badru Sindangjaya Dael Sindangjaya H. Solihin Sindangjaya M. Yunus Sindangjaya Pian Sopian Sindangjaya Umar Sindangjaya Burhan Sindangjaya A. Yasin Sindangjaya Uer Hasannudin Sindangjaya H. Nuryaman Sindangjaya Aat Sindangjaya Ence Sindangjaya Dedi Sindangjaya Syukur Sindangjaya Haris Sindangjaya Nunung Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Pardi Sindangjaya Ayi Sindangjaya Daro Sindangjaya H. Wahidin Sindangjaya Jumlah Sukatani Rata-rata Sukatani Jumlah Sindangjaya Rata-rata Sindangjaya Jumlah Kawasan Rata-rata Kawasan Sumber: Data Primer (2006) diolah
Luas Lahan (ha) 0,05 0,20 0,05 0,08 0,10 0,20 0,10 0,10 0,25 0,30 0,15 0,03 0,05 0,02 0,06 0,03 0,30 0,10 0,10 0,04 0,08 0,30 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,08 0,04 0,30 4,62 0,13 5,80 0,11 10,42 0,12
Digarap Disewakan Disakap / Digadaikan Sendiri (Rp/ha/Th) Maro (Rp/ha/Th) (ha)
Tidak Digarap atau "Bera"
Terima Sewa dan Gadai dan Digarap Digarap (Rp/ha/Th) (Rp/ha/Th)
0,05 0,20 0,05 0,08 0,10 0,20 0,10 0,10 0,25 0,30 0,15 0,03 0,05 0,02 0,06 0,03 0,30 0,10 0,10 0,04 0,08 0,30 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,08 0,04 4,38 0,14 4,85 0,10 9,22 0,12
0,05 0,05 0,25 0,13 0,30 0,10
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,10 0,10 0,05 0,05 0,15 0,08
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,27 0,07 0,27 0,07
0,30 0,09 0,05 0,39 0,13 0,48 0,10
Lampiran 2. Hasil Analisis Data Ratio Gini Lorentz (RGL) Lahan Petani di Kawasan Agropolitan pn*q1 pi+1*qi p1*qn Golongan Jumlah Kumulatif Persentase Jumlah Kumulatif Persentase pi-pi-1 qi+qi-1 (pi-pi-1)*(qi+qi-1) pi*qi+1 Luas Lahan Pemilik Pemilik Kumulatif Luas Luas Kumulatif 0,02 2 2 0,02 0,04 0,04 0,0038241 0,02 0,004 8,49798E-05 0,0005311 0,0038241 0,0003824 0,0222222 0,03 7 9 0,10 0,21 0,25 0,0239006 0,08 0,020 0,001561504 0,0058317 0,0047801 0,04 9 18 0,20 0,36 0,61 0,0583174 0,10 0,034 0,003441683 0,0250478 0,0207351 0,05 14 32 0,36 0,70 1,31 0,125239 0,16 0,067 0,010410028 0,0526875 0,0500956 0,06 4 36 0,40 0,24 1,55 0,1481836 0,04 0,023 0,001019758 0,0699809 0,0658594 0,07 4 40 0,44 0,28 1,83 0,1749522 0,04 0,027 0,001189717 0,0947525 0,0874761 0,08 5 45 0,50 0,40 2,23 0,2131931 0,06 0,038 0,002124495 0,1830784 0,1444976 0,1 16 61 0,68 1,60 3,83 0,3661568 0,18 0,153 0,027193542 0,2637242 0,2563098 0,12 2 63 0,70 0,24 4,07 0,3891013 0,02 0,023 0,000509879 0,2921474 0,2810176 0,15 2 65 0,72 0,30 4,37 0,417782 0,02 0,029 0,000637349 0,3127788 0,3063735 0,16 1 66 0,73 0,16 4,53 0,4330784 0,01 0,015 0,00016996 0,3302103 0,3224028 0,18 1 67 0,74 0,18 4,71 0,4502868 0,01 0,017 0,000191205 0,4775547 0,3852454 0,2 10 77 0,86 2,00 6,71 0,6414914 0,11 0,191 0,021244954 0,566826 0,5559592 0,22 1 78 0,87 0,22 6,93 0,6625239 0,01 0,021 0,000233694 0,6363289 0,5962715 0,25 3 81 0,90 0,75 7,68 0,7342256 0,03 0,072 0,002390057 0,6848948 0,6689611 0,28 1 82 0,91 0,28 7,96 0,7609943 0,01 0,027 0,000297429 0,8762694 0,7525388 0,3 7 89 0,99 2,10 10,06 0,9617591 0,08 0,201 0,015615041 0,9888889 0,9617591 0,4 1 90 1,00 0,40 10,46 1 0,01 0,038 0,000424899 Jumlah 90 10,46 Jumlah 5,8618334 0,0038241 5,460665 0,0222222 I 0,3827703 II 0,1172297 RGL 0,7655407 Sumber: Data Primer (2006) diolah
Lampiran 2a. Hasil Analisis Data Ratio Gini Lorentz (RGL) Lahan Petani di Desa Sukatani pn*q1 pi+1*qi p1*qn Golongan Jumlah Kumulatif Persentase Jumlah Kumulatif Persentase pi-pi-1 qi+qi-1 (pi-pi-1)*(qi+qi-1) pi*qi+1 Luas Lahan Pemilik Pemilik Kumulatif Luas Luas Kumulatif 0,03 4 4 0,11 0,12 0,12 0,0259179 0,11 0,026 0,002962049 0,0039494 0,0259179 0,0037026 0,1142857 0,04 1 5 0,14 0,04 0,16 0,0345572 0,03 0,009 0,000246837 0,0126504 0,0098735 0,05 5 10 0,29 0,25 0,41 0,0885529 0,14 0,054 0,007713669 0,0290034 0,0278309 0,06 1 11 0,31 0,06 0,47 0,1015119 0,03 0,013 0,000370256 0,0427646 0,0377044 0,08 2 13 0,37 0,16 0,63 0,1360691 0,06 0,035 0,001974699 0,0986732 0,0738661 0,1 6 19 0,54 0,60 1,23 0,2656587 0,17 0,130 0,022215366 0,1723542 0,1593952 0,12 2 21 0,60 0,24 1,47 0,3174946 0,06 0,052 0,002962049 0,2099352 0,199568 0,15 1 22 0,63 0,15 1,62 0,349892 0,03 0,032 0,00092564 0,2416538 0,229929 0,16 1 23 0,66 0,16 1,78 0,3844492 0,03 0,035 0,00098735 0,4229559 0,3185437 0,2 6 29 0,83 1,20 2,98 0,6436285 0,17 0,259 0,044430731 0,5726628 0,5516816 0,22 1 30 0,86 0,22 3,20 0,6911447 0,03 0,048 0,001357606 0,6386918 0,6121567 0,25 1 31 0,89 0,25 3,45 0,7451404 0,03 0,054 0,001542734 0,7135452 0,6812712 0,28 1 32 0,91 0,28 3,73 0,8056156 0,03 0,060 0,001727862 0,9142857 0,8056156 0,3 3 35 1,00 0,90 4,63 1 0,09 0,194 0,016661524 Jumlah 35 4,63 Jumlah 4,0731256 0,0259179 3,7111385 0,1142857 I 0,2736193 II 0,2263807 RGL 0,5472385 Sumber: Data Primer (2006) diolah
Lampiran 2b. Hasil Analisis Data Ratio Gini Lorentz (RGL) Lahan Petani di Desa Sindangjaya pn*q1 pi+1*qi p1*qn Golongan Jumlah Kumulatif Persentase Jumlah Kumulatif Persentase pi-pi-1 qi+qi-1 (pi-pi-1)*(qi+qi-1) pi*qi+1 Luas Lahan Pemilik Pemilik Kumulatif Luas Luas Kumulatif 0,02 2 2 0,0363636 0,04 0,04 0,0068611 0,04 0,007 0.000249493 0,0008109 0,0068611 0,0006237 0,0363636 0,03 3 5 0,0909091 0,09 0,13 0,0222985 0,05 0,015 0,00084204 0,007017 0,0052705 0,04 8 13 0,2363636 0,32 0,45 0,077187 0,15 0,055 0,007983783 0,0364884 0,0308748 0,05 9 22 0,4 0,45 0,9 0,1543739 0,16 0,077 0,012630594 0,0740995 0,07017 0,06 3 25 0,4545455 0,18 1,08 0,1852487 0,05 0,031 0,001684079 0,1060346 0,0976766 0,07 4 29 0,5272727 0,28 1,36 0,2332762 0,07 0,048 0,003492905 0,1447061 0,1357243 0,08 3 32 0,5818182 0,24 1,6 0,2744425 0,05 0,041 0,002245439 0,2594729 0,2095743 0,1 10 42 0,7636364 1 2,6 0,4459691 0,18 0,172 0,031186652 0,3602058 0,3486668 0,15 1 43 0,7818182 0,15 2,75 0,4716981 0,02 0,026 0,0004678 0,3929206 0,3773585 0,18 1 44 0,8 0,18 2,93 0,5025729 0,02 0,031 0,00056136 0,5118353 0,4386091 0,2 4 48 0,8727273 0,8 3,73 0,6397942 0,07 0,137 0,009979729 0,6332138 0,5816311 0,25 2 50 0,9090909 0,5 4,23 0,7255575 0,04 0,086 0,003118665 0,8467176 0,7123655 0,3 4 54 0,9818182 1,2 5,43 0,9313894 0,07 0,206 0,014969593 0,9818182 0,9313894 0,4 1 55 1 0,4 5,83 1 0,02 0,069 0,001247466 Jumlah 55 5,83 Jumlah 4,3553407 0,0068611 3,9399345 0,0363636 I 0,3859036 II 0,1140964 RGL 0,7718073 Sumber: Data Primer (2006) diolah
Lampiran 3. Hasil Analisis Data Entropy Golongan Jumlah Proporsi Luas Lahan Pemilik Pemilik Tanah 0,02 2 0,022 0,03 7 0,078 0,04 9 0,100 0,05 14 0,156 0,06 4 0,044 0,07 4 0,044 0,08 5 0,056 0,10 16 0,178 0,12 2 0,022 0,15 2 0,022 0,16 1 0,011 0,18 1 0,011 0,20 10 0,111 0,22 1 0,011 0,25 3 0,033 0,28 1 0,011 0,30 7 0,078 0,40 1 0,011 Jumlah 90 Sumber: Data Primer (2006) diolah
Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur ln pi pi*ln pi H Hmax H' -3,807 -2,554 -2,303 -1,861 -3,114 -3,114 -2,890 -1,727 -3,807 -3,807 -4,500 -4,500 -2,197 -4,500 -3,401 -4,500 -2,554 -4,500
-0,085 -0,199 -0,230 -0,289 -0,138 -0,138 -0,161 -0,307 -0,085 -0,085 -0,050 -0,050 -0,244 -0,050 -0,113 -0,050 -0,199 -0,050 -2,523
2,523
4,500
0,561
Lampiran 3a. Hasil Analisis Data Entropy Golongan Jumlah Proporsi Luas Lahan Pemilik Pemilik Tanah 0,03 4 0,114 0,04 1 0,029 0,05 5 0,143 0,06 1 0,029 0,08 2 0,057 0,10 6 0,171 0,12 2 0,057 0,15 1 0,029 0,16 1 0,029 0,20 6 0,171 0,22 1 0,029 0,25 1 0,029 0,28 1 0,029 0,30 3 0,086 Jumlah 35 Sumber: Data Primer (2006) diolah
Lahan Petani di Desa Sukatani ln pi pi*ln pi H Hmax -2,169 -3,555 -1,946 -3,555 -2,862 -1,764 -2,862 -3,555 -3,555 -1,764 -3,555 -3,555 -3,555 -2,457
-0,248 -0,102 -0,278 -0,102 -0,164 -0,302 -0,164 -0,102 -0,102 -0,302 -0,102 -0,102 -0,102 -0,211 -2,379
2,379
3,555
H' 0,669
Lampiran 3b. Hasil Analisis Data Entropy Lahan Petani di Desa Sindangjaya Golongan Jumlah Proporsi ln pi pi*ln pi H Hmax Luas Lahan Pemilik Pemilik Tanah 0,02 2 0,036 -3,314 -0,121 2,394 4,007 0,03 3 0,055 -2,909 -0,159 0,04 8 0,145 -1,928 -0,280 0,05 9 0,164 -1,810 -0,296 0,06 3 0,055 -2,909 -0,159 0,07 4 0,073 -2,621 -0,191 0,08 3 0,055 -2,909 -0,159 0,10 10 0,182 -1,705 -0,310 0,15 1 0,018 -4,007 -0,073 0,18 1 0,018 -4,007 -0,073 0,20 4 0,073 -2,621 -0,191 0,25 2 0,036 -3,314 -0,121 0,30 4 0,073 -2,621 -0,191 0,40 1 0,018 -4,007 -0,073 Jumlah 55 -2,394 Sumber: Data Primer (2006) diolah
H' 0,597
Lampiran 4. Pola Tanam, Kemiringan, Kedalaman Tanah, dan Batuan di Permukaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur Batuan Luas Lahan Pola Tanam Kemiringan Kedalaman No Nama Petani Desa Dipermukaan (ha) Tumpangsari Lereng (%) Tanah (cm) Lahan (%) 1 Sopandi Sukatani 0,08 Wt-Bkl-Dk-Kl >0-8 > 60 - 100 < 10 2 Sopandi Sukatani 0,10 Wt-Bkl-Dk-Kl >0-8 > 60 - 100 < 10 3 Ali Sukatani 0,22 Wt-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 0 4 H. Hasan Sukatani 0,12 Wt-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 5 Dadang Sukatani 0,15 Wt-Bd-Dk > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 6 H. Miptah Rahmat Sukatani 0,20 Wt-Dk-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 7 H. Hapid Sukatani 0,20 Wt-Dk > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 8 H. Baroh Sukatani 0,30 Wt-Dk-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 9 H. E. Usup Sukatani 0,10 Wt-Dk-Kl > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 10 Udung Sukatani 0,03 Wt-Dk-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 11 H. Nurjanah Sukatani 0,10 Wt-Dk > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 12 Palahudin Sukatani 0,03 Wt-Hs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 13 H. Nasrudin Sukatani 0,30 Wt-Bd-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 14 Ujen Sukatani 0,20 Wt-Dk-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 15 Ujang Basrah Sukatani 0,05 Wt-Lb-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 16 H. Ahyar Sukatani 0,05 Wt-Dk > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 17 H. Agus Sukatani 0,20 Wt-Lb-Cs-Dk > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 18 Enyen Sukatani 0,10 Wt-Bd-Dk > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 19 H. Miptah Sukatani 0,20 Wt-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 20 H. Adin Sukatani 0,12 Wt-Dk-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 21 H. Amsor Sukatani 0,20 Wt-Dk-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 22 Emu Sukatani 0,05 Wt-Dk-Cs-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 23 H. Baehaki Sukatani 0,30 Wt-Dk-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 24 Nahwan Sukatani 0,10 Wt-Lb-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 25 Nanang Sukatani 0,05 Wt-Dk > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 26 Emid Sukatani 0,10 Wt-Dk-Cs > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 27 Yamin Sukatani 0,03 Wt-Cs-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 28 Agus Sukatani 0,03 Wt > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 29 H. Badru Sukatani 0,25 Wt > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 30 Takin Sukatani 0,04 Wt-Lb >0-8 > 60 - 100 < 10 31 Endang Subakti Sukatani 0,16 Wt >0-8 > 60 - 100 < 10 32 Hoer Sukatani 0,28 Hs >0-8 > 60 - 100 < 10 33 Emus Sukatani 0,06 Lb > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 34 Wahyudin Sukatani 0,08 Wt >0-8 > 60 - 100 < 10 35 Ajat Sukatani 0,05 Wt-Cs-Dk > 8 - 15 > 60 - 100 < 10 36 Duduh Sindangjaya 0,10 Bkl-Sw-Bd-Pl > 15 - 30 > 30 - 60 > 10 - 30 37 Badru Apandi Sindangjaya 0,10 Wt >0-8 > 60 - 100 < 10 38 Abdul Azis Sindangjaya 0,02 Bkl >0-8 > 60 - 100 < 10 39 Ukan Sindangjaya 0,03 Wt-Bd > 15 - 30 > 30 - 60 0 40 Dindin Sindangjaya 0,05 Bd-Sld-Lb > 30 - 45 > 60 - 100 < 10 41 Dindin Sindangjaya 0,05 Bd-Sld-Lb > 30 - 45 > 60 - 100 < 10 42 Dindin Sindangjaya 0,05 Bd-Sld-Lb > 30 - 45 > 60 - 100 < 10 43 Hamdan Sindangjaya 0,05 Wt-Pl-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 0 44 Hamdan Sindangjaya 0,06 Wt-Pl-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 0 45 Hamdan Sindangjaya 0,07 Wt-Pl-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 0 46 Hamdan Sindangjaya 0,07 Wt-Pl-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 0 47 Ma'mun Sindangjaya 0,07 Wt-Bkl-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 > 10 -30 48 Dudan Sindangjaya 0,07 Wt-Lb > 15 - 30 > 60 - 100 < 10 49 Ujang Sindangjaya 0,05 Wt-Lb-Sw-Bd >0-8 > 60 - 100 < 10 50 Aep Saepudin Sindangjaya 0,04 Wt-Lb > 15 - 30 > 60 - 100 > 10 -30 51 H. Sugama Sindangjaya 0,40 Wt-Bd >0-8 > 30 - 60 < 10 52 Anwar Sindangjaya 0,10 Wt > 8 - 15 > 60 - 100 > 10 -30 53 H. Hasanah Sindangjaya 0,20 Wt-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 > 10 -30 54 Daro Sindangjaya 0,10 Wt-Bd >0-8 > 30 - 60 0 55 Ujang Dayat Sindangjaya 0,20 Wt-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 > 10 -30 56 Ujang Dayat Sindangjaya 0,05 Wt-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 > 10 -30 57 Lukman Sindangjaya 0,18 Wt > 8 - 15 > 60 - 100 > 10 -30 58 Emir Sindangjaya 0,10 Wt > 8 - 15 > 60 - 100 > 10 -30 59 Wahyudin Sindangjaya 0,25 Wt-Bd > 8 - 15 > 60 - 100 > 10 -30
Lampiran 4. (lanjutan)
No 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Nama Petani
Desa
Wahyudin Sindangjaya Udung Sindangjaya Udung Sindangjaya Ali Sindangjaya Pandi Sindangjaya Nanang Sindangjaya Juhdi Sindangjaya H. Badru Sindangjaya Dael Sindangjaya H. Solihin Sindangjaya M. Yunus Sindangjaya Pian Sopian Sindangjaya Umar Sindangjaya Burhan Sindangjaya A. Yasin Sindangjaya Uer Hasannudin Sindangjaya H. Nuryaman Sindangjaya Aat Sindangjaya Ence Sindangjaya Dedi Sindangjaya Syukur Sindangjaya Haris Sindangjaya Nunung Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Pardi Sindangjaya Ayi Sindangjaya Daro Sindangjaya H. Wahidin Sindangjaya Jumlah Rata-Rata Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan : Wt = Wortel Bd = Bawang Daun Bkl = Brokoli Cs = Caisin Dk = Daikon Dm = Daun Mint Kl = Kailan Lb = Lobak
Luas Lahan (ha) 0,05 0,20 0,05 0,08 0,10 0,20 0,10 0,10 0,25 0,30 0,15 0,03 0,05 0,02 0,06 0,03 0,30 0,10 0,10 0,04 0,08 0,30 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06 0,08 0,04 0,30 10,42 0,12
Pola Tanam Tumpangsari Wt-Bd Wt-Bd Wt-Bd Bd Wt-Bd Wt Wt Bkl Wt Wt Wt Wt Wt Dm-Bd Bd Wt-Hs-Kl Wt-Hs Wt-Bd-Kl Wt Hs Wt Wt-Bd Wt-Hs Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Bd Wt Wt-Bd-Kl-Lb-Hs Wt-Hs-Kl
Sw = Sawi Sld = Seledri Hs / Pl = Horinso / Poling Lb = Lobak
Kemiringan Lereng (%)
Kedalaman Tanah (cm)
> 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 >0-8 > 8 - 15 > 15 - 30 > 8 - 15 >0-8 >0-8 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 >0-8 >0-8 >0-8 >0-8 > 8 - 15 > 8 - 15 > 8 - 15 >0-8
> 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 30 - 60 > 30 - 60 > 30 - 60 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 < 30 > 60 - 100 < 30 > 30 - 60 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 100 > 100 > 100 > 100 > 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100 > 60 - 100
Batuan Dipermukaan Lahan (%) > 10 -30 > 10 -30 > 10 -30 0 > 10 -30 < 10 < 10 < 10 0 0 0 > 10 -30 > 10 -30 > 10 -30 0 0 0 < 10 0 > 10 -30 < 10 0 < 10 < 10 < 10 < 10 < 10 < 10 < 10 0 0
Lampiran 5. Hasil Analisis R/C Rasio Usahatani Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet - Cianjur Kuantitas No Aspek Usahatani Harga Satuan Jumlah (Rp) (Rp) I INPUT VARIABEL Bibit : 1. Wortel 211 botol/cangkir 23,306 4,917,500 2. Brokoli 8 botol/bungkus 73,813 590,500 3. Daikon 55 botol/cangkir 23,909 1,315,000 4. Kailan 22 botol/cangkir 18,182 400,000 5. Bawang Daun 81 botol/cangkir 23,509 1,892,500 6. Ceisin 40 botol/cangkir 23,500 940,000 7. Lobak 18 botol/cangkir 22,778 410,000 8. Horinso/Poling 29 botol/cangkir 22,086 640,500 9. Seledri 3 botol 25,000 75,000 10. Sawi 1 botol 25,000 25,000 11. Daun Mint 2 cangkir 10,000 20,000 A. Total Biaya Bibit 11,226,000 Pupuk : 1. Urea 3,849 kg 1,500 5,773,500 2. SP36 1,615 kg 2,000 3,230,000 3. KCl 263 kg 1,797 472,500 4. Pupuk Kandang 23,240 kg 300 6,972,000 B. Total Biaya Pupuk 16,448,000 Pestisida : 1. Curacron 26.2 ml 110,473 2,894,400 2. Supergrowth 55.8 liter 19,839 1,107,000 3. Dursban 82.9 liter 18,255 1,513,300 4. Antracol 33.9 botol 49,410 1,675,000 5. Supervit 6.5 kaleng 10,000 65,000 6. Biotanik 2.0 tube 10,500 21,000 7. Victory 3.0 kaleng 40,000 120,000 8. Agrimex 300.0 cc 600 180,000 9. Green Asri 4.0 kaleng 18,750 75,000 10. Bayfolan 14.0 liter 10,000 140,000 11. Ortin 6.0 liter 18,000 108,000 12. Gandasil 5.0 liter 12,000 60,000 13. Decis 1.5 kaleng 75,000 112,500 C. Total Biaya Pestisida 8,071,200 Tenaga Kerja : 1. Pengolahan Lahan 806 HOK 11,789 9,502,000 2. Herbisida Pra-Tumbuh 304 HOK 12,316 3,744,000 3. Penanaman 444 HOK 11,932 5,298,000 4. Penyiangan 1,084 HOK 6,720 7,284,000 5. Pemupukan 62 HOK 31,226 1,936,000 6. Pengendalian HPT 159 HOK 38,931 6,190,000 7. Pemanenan 253 HOK 13,399 3,390,000 D. Total Biaya Tenaga Kerja 37,402,868 Total Biaya Variabel (A+B+C+D) 73,148,068
Lampiran 5. (lanjutan) II INPUT TETAP Status Lahan : 1. Lahan Milik Sendiri 2. Lahan Milik Keluarga 3. Lahan Sewa 4. Lahan Bagi Hasil 5. Lahan Garapan Milik Pemerintah 6. Lahan Garapan Hutan Lindung A. Total Biaya Lahan Penyusutan Alat / MT : 1. Cangkul (umur 3 tahun) 2. Gacok (umur 1 tahun) 3. Handsprayer (umur 10 tahun) 4. Parang (umur 1 tahun) 5. Linggis (umur 1 tahun) B. Total Penyusutan Alat Total Biaya Tetap (A+B) Total Biaya (Variabel + Tetap) III OUTPUT Produksi Komoditas : 1. Wortel 2. Brokoli 3. Daikon 4. Kailan 5. Bawang Daun 6. Ceisin 7. Lobak 8. Horinso/Poling 9. Seledri 10. Sawi 11. Daun Mint Total Output IV Produktivitas Komoditas : R/C Atas Total Input Variabel R/C Atas Total Input (Variabel+Tetap) Sumber : Data Primer (2006) diolah
8.79 0.29 0.23 0.45 0.56 0.10
ha ha ha ha ha ha
5,000,000
1,150,000
1,150,000 135 30 63 39 1
197,875 4,400 10,660 1,825 13,900 5,360 10,275 3,310 2,050 420 1,800
buah buah buah buah buah
1,768 639 1,356 736 2,500
238,708 19,167 85,417 28,708 2,500 374,500 1,524,500 74,672,568
kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg ikat
949 187,736,500 2,807 12,350,000 444 4,730,000 1,658 3,025,000 1,979 27,512,000 494 2,650,000 564 5,793,750 3,429 11,350,000 2,500 5,125,000 500 210,000 1,000 1,800,000 262,282,250 3.59 3.51
Lampiran 6. Analisis Usahatani Pola Tanam Tumpangsari Pada Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur No Nama Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Sopandi Sopandi Ali H. Hasan Dadang H. Miptah Rahmat H. Hapid H. Baroh H. E. Usup Udung H. Nurjanah Palahudin H. Nasrudin Ujen Ujang Basrah H. Ahyar H. Agus Enyen H. Miptah H. Adin H. Amsor Emu H. Baehaki Nahwan Nanang Emid
Desa Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani
Pola Tanam Tumpangsari Wt-Bkl-Dk-Kl Wt-Bkl-Dk-Kl Wt-Bd Wt-Bd Wt-Bd-Dk Wt-Dk-Cs Wt-Dk Wt-Dk-Bd Wt-Dk-Kl Wt-Dk-Cs Wt-Dk Wt-Hs Wt-Bd-Cs Wt-Dk-Cs Wt-Lb-Cs Wt-Dk Wt-Lb-Cs-Dk Wt-Bd-Dk Wt-Cs Wt-Dk-Cs Wt-Dk-Bd Wt-Dk-Cs-Bd Wt-Dk-Cs Wt-Lb-Cs Wt-Dk Wt-Dk-Cs
Luas Lahan (ha) 0.08 0.10 0.22 0.12 0.15 0.20 0.20 0.30 0.10 0.03 0.10 0.03 0.30 0.20 0.05 0.05 0.20 0.10 0.20 0.12 0.20 0.05 0.30 0.10 0.05 0.10
Bibit (Rp) 225,000 215,500 250,000 50,000 75,000 300,000 200,000 300,000 150,000 60,000 100,000 40,000 450,000 300,000 75,000 50,000 400,000 150,000 200,000 75,000 300,000 100,000 450,000 150,000 50,000 150,000
Pupuk Pestisida Tenaga Kerja (Rp) (Rp) (Rp) 264,000 80,000 74,000 125,000 114,000 474,000 290,000 112,500 696,000 76,000 39,000 546,000 70,000 48,000 456,000 550,000 129,400 732,000 550,000 127,000 828,000 625,000 154,000 840,000 140,000 77,000 642,000 55,000 27,600 192,000 95,000 33,000 318,000 85,000 82,000 192,000 625,000 134,000 732,000 550,000 111,000 798,000 87,500 87,600 348,000 130,000 50,800 216,000 430,000 142,400 528,000 140,000 67,000 516,000 400,000 111,000 534,000 95,000 29,000 456,000 300,000 131,000 570,000 72,000 28,000 348,000 625,000 102,000 738,000 170,000 52,000 528,000 72,000 29,000 246,000 140,000 38,000 336,000
Penyusutan (Rp/MT)
6,667 6,667 5,792 1,917 3,333 2,500 3,833 2,167 3,750 2,083 1,750 3,750 3,833 2,167 1,667 3,333 2,917 2,500 2,917 2,083 2,333 1,667 3,750 3,750 2,917 3,333
Total Biaya Penerimaan Keuntungan (Rp) (Rp) (Rp) 649,667 2,025,000 1,375,333 935,167 3,325,000 2,389,833 1,354,292 3,850,000 2,495,708 712,917 3,200,000 2,487,083 652,333 3,250,000 2,597,667 1,713,900 3,290,000 1,576,100 1,708,833 3,900,000 2,191,167 1,921,167 4,100,000 2,178,833 1,012,750 2,325,000 1,312,250 336,683 1,150,000 813,317 547,750 2,900,000 2,352,250 402,750 1,380,000 977,250 1,944,833 5,550,000 3,605,167 1,761,167 3,200,000 1,438,833 599,767 1,270,000 670,233 450,133 1,950,000 1,499,867 1,503,317 3,250,000 1,746,683 875,500 2,100,000 1,224,500 1,247,917 3,400,000 2,152,083 657,083 2,150,000 1,492,917 1,303,333 3,050,000 1,746,667 549,667 2,000,000 1,450,333 1,918,750 4,500,000 2,581,250 903,750 2,155,000 1,251,250 399,917 2,405,000 2,005,083 667,333 2,150,000 1,482,667
Status Lahan
Kemiringan Lereng
4 3 2 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Lampiran 6. (lanjutan) No Nama Petani 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Yamin Agus H. Badru Takin Endang Subakti Hoer Emus Wahyudin Ajat Duduh Badru Apandi Abdul Azis Ukan Dindin Dindin Dindin Hamdan Hamdan Hamdan Hamdan Ma'mun Dudan Ujang Aep Saepudin H. Sugama
Desa Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
Pola Tanam Tumpangsari Wt-Cs-Bd Wt Wt Wt-Lb Wt Hs Lb Wt Wt-Cs-Dk Bkl-Sw-Bd-Pl Wt Bkl Wt-Bd Bd-Sld-Lb Bd-Sld-Lb Bd-Sld-Lb Wt-Pl-Bd Wt-Pl-Bd Wt-Pl-Bd Wt-Pl-Bd Wt-Bkl-Bd Wt-Lb Wt-Lb-Sw-Bd Wt-Lb Wt-Bd
Luas Lahan (ha) 0.03 0.03 0.25 0.04 0.16 0.28 0.06 0.08 0.05 0.10 0.10 0.02 0.03 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.07 0.07 0.07 0.07 0.05 0.04 0.40
Bibit (Rp) 60,000 25,000 200,000 130,000 150,000 111,000 50,000 75,000 75,000 175,000 50,000 100,000 40,000 75,000 75,000 75,000 75,000 87,000 87,000 105,500 212,500 100,000 100,000 40,000 400,000
Pupuk Pestisida Tenaga Kerja (Rp) (Rp) (Rp) 192,000 55,000 21,800 65,000 30,400 174,000 425,000 165,000 654,000 98,000 27,400 372,000 140,000 112,500 504,000 505,000 174,000 540,000 97,000 54,500 396,000 117,500 125,400 306,000 70,000 70,000 276,000 180,000 144,000 340,000 137,000 200,000 408,000 77,000 131,000 114,000 108,000 164,000 214,000 116,500 115,000 226,000 116,500 115,000 230,000 116,500 115,000 226,000 138,600 28,000 290,000 152,900 37,000 300,000 165,500 37,000 344,000 171,500 37,000 344,000 197,000 73,000 376,000 180,100 388,000 352,000 64,500 48,000 226,000 45,400 66,000 208,000 340,000 218,000 870,000
Penyusutan (Rp/MT)
2,167 2,667 2,083 2,083 5,167 2,083 2,083 3,542 3,333 2,917 17,500 3,333 5,833 4,375 3,333 0 0 0 0 0 13,542 1,417 4,167 10,417 5,625
Total Biaya Penerimaan Keuntungan (Rp) (Rp) (Rp) 330,967 1,095,000 764,033 297,067 1,800,000 1,502,933 1,446,083 3,150,000 1,703,917 629,483 1,700,000 1,070,517 911,667 2,250,000 1,338,333 1,332,083 2,700,000 1,367,917 599,583 1,400,000 800,417 627,442 2,200,000 1,572,558 494,333 2,075,000 1,580,667 841,917 1,950,000 1,108,083 812,500 4,000,000 3,187,500 425,333 1,100,000 674,667 531,833 1,200,000 668,167 536,875 2,230,000 1,693,125 539,833 2,272,000 1,732,167 532,500 2,105,000 1,572,500 531,600 1,018,000 486,400 576,900 1,070,000 493,100 633,500 1,150,000 516,500 658,000 1,225,000 567,000 872,042 2,900,000 2,027,958 1,021,517 1,500,000 478,483 442,667 1,043,500 600,833 369,817 1,050,000 680,183 1,833,625 7,500,000 5,666,375
Status Lahan
Kemiringan Lereng
4 1 4 2 2 3 1 4 4 3 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4
2 2 2 1 1 1 2 1 2 3 1 1 3 4 4 4 2 2 2 2 2 3 1 3 1
Lampiran 6. (lanjutan) No Nama Petani 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Anwar H. Hasanah Daro Ujang Dayat Ujang Dayat Lukman Emir Wahyudin Wahyudin Udung Udung Ali Pandi Nanang Juhdi H. Badru Dael H. Solihin M. Yunus Pian Sopian Umar Burhan A. Yasin Uer Hasannudin
Desa Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
Pola Tanam Tumpangsari Wt Wt-Bd Wt-Bd Wt-Bd Wt-Bd Wt Wt Wt-Bd Wt-Bd Wt-Bd Wt-Bd Bd Wt-Bd Wt Wt Bkl Wt Wt Wt Wt Wt Dm-Bd Bd Wt-Hs-Kl
Luas Lahan (ha) 0.10 0.20 0.10 0.20 0.05 0.18 0.10 0.25 0.05 0.20 0.05 0.08 0.10 0.20 0.10 0.10 0.25 0.30 0.15 0.03 0.05 0.02 0.06 0.03
Bibit (Rp) 50,000 200,000 100,000 200,000 50,000 75,000 50,000 300,000 50,000 200,000 50,000 50,000 100,000 100,000 50,000 50,000 125,000 150,000 75,000 20,000 25,000 40,000 37,500 60,000
Pupuk Pestisida Tenaga Kerja (Rp) (Rp) (Rp) 140,000 74,000 438,000 310,000 102,000 538,000 167,500 84,000 430,000 265,000 119,000 538,000 42,000 101,000 236,000 187,500 92,000 454,000 140,000 93,500 430,000 330,000 191,600 746,000 42,000 101,000 256,000 265,000 120,800 538,000 42,000 101,000 246,000 150,000 74,000 342,000 111,000 94,000 430,000 115,000 164,000 538,000 100,000 90,000 438,000 234,000 130,000 430,000 250,000 98,000 746,000 205,000 104,000 686,000 92,000 76,000 676,000 72,000 46,000 214,000 105,000 46,000 248,000 77,000 18,000 114,000 112,500 56,000 304,000 103,000 54,000 214,000
Penyusutan Total Biaya Penerimaan Keuntungan (Rp/MT) (Rp) (Rp) (Rp) 2,891,333 6,667 708,667 3,600,000 500 1,150,500 4,150,000 2,999,500 9,792 791,292 2,800,000 2,008,708 5,917 1,127,917 5,200,000 4,072,083 0 429,000 1,440,000 1,011,000 6,833 815,333 4,465,000 3,649,667 6,667 720,167 3,750,000 3,029,833 6,333 1,573,933 6,100,000 4,526,067 0 449,000 1,400,000 951,000 6,667 1,130,467 5,100,000 3,969,533 0 439,000 1,300,000 861,000 3,750 619,750 2,400,000 1,780,250 4,792 739,792 2,800,000 2,060,208 4,792 921,792 8,000,000 7,078,208 11,250 689,250 4,100,000 3,410,750 7,083 851,083 6,000,000 5,148,917 20,000 1,239,000 8,200,000 6,961,000 11,792 1,156,792 9,000,000 7,843,208 6,042 925,042 4,500,000 3,574,958 8,333 360,333 1,200,000 839,667 4,167 428,167 2,000,000 1,571,833 2,083 251,083 1,920,000 1,668,917 5,167 515,167 1,400,000 884,833 9,583 440,583 1,000,000 559,417
Status Lahan
Kemiringan Lereng
4 4 4 4 3 2 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2
2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 1
Lampiran 6. (lanjutan) No Nama Petani 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Desa
Pola Tanam Tumpangsari Wt-Hs Wt-Bd-Kl Wt Hs Wt Wt-Bd Wt-Hs Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Hs-Kl-Lb Wt-Bd Wt Wt-Bd-Kl-Lb-Hs Wt-Hs-Kl
H. Nuryaman Sindangjaya Aat Sindangjaya Ence Sindangjaya Dedi Sindangjaya Syukur Sindangjaya Haris Sindangjaya Nunung Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Nanang Sindangjaya Pardi Sindangjaya Ayi Sindangjaya Daro Sindangjaya H. Wahidin Sindangjaya Jumlah Sukatatani Rata-rata Sukatatani Jumlah Sindangjaya Rata-rata Sindangjaya Jumlah Kawasan Rata-rata Kawasan Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan : Status Lahan : Kemiringan Lereng : 4 = Milik sendiri 1 = >0-8% 3 = Disewakan 2 = >8-15% 2 = Bagi hasil 3 = >15-30% 1 = Digadaikan 4 = >30-45% 5 = > 45%
Luas Lahan (ha) 0.30 0.10 0.10 0.04 0.08 0.30 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.06 0.08 0.04 0.30 4.62 0.13 5.80 0.11 10.42 0.12
Bibit Pupuk (Rp) (Rp) 200,000 302,000 150,000 202,000 75,000 110,000 25,000 150,000 50,000 205,000 200,000 296,000 50,000 138,000 60,000 45,400 60,000 45,400 60,000 45,400 60,000 45,400 50,000 112,500 50,000 205,000 60,000 45,400 375,000 386,000 5,741,500 8,150,000 164,043 232,857 5,529,500 8,298,000 100,536 150,873 11,271,000 16,448,000 125,233 182,756
Pestisida Tenaga Kerja (Rp) (Rp) 54,000 686,000 40,000 430,000 108,000 438,000 0 238,000 74,000 330,000 166,000 656,000 112,000 218,000 66,000 196,000 66,000 246,000 66,000 220,000 66,000 214,000 56,000 320,000 74,000 342,000 66,000 248,000 0 716,000 2,911,300 16,488,000 83,180 471,086 5,159,900 20,796,000 97,357 378,109 8,071,200 37,284,000 91,718 414,267
Penyusutan Total Biaya Penerimaan Keuntungan (Rp/MT) (Rp) (Rp) (Rp) 4,750,500 7,500 1,249,500 6,000,000 4,583 826,583 1,660,000 833,417 2,500 733,500 8,000,000 7,266,500 2,083 415,083 900,000 484,917 3,125 662,125 3,500,000 2,837,875 3,333 1,321,333 6,100,000 4,778,667 625 518,625 1,075,000 556,375 2,708 370,108 745,000 374,892 0 417,400 860,000 442,600 0 391,400 900,000 508,600 0 385,400 820,000 434,600 2,750 541,250 1,000,000 458,750 6,667 677,667 4,000,000 3,322,333 1,875 421,275 670,000 248,725 7,500 1,484,500 3,950,000 2,465,500 108,584 33,399,384 92,195,000 58,795,616 3,102 954,268 2,634,143 1,679,875 265,918 40,049,318 165,318,500 125,269,182 6,044 728,169 3,005,791 2,277,621 374,502 73,448,702 257,513,500 184,064,798 4,741 816,097 2,861,261 2,045,164
Status Lahan
Kemiringan Lereng
4 0 0 4 0 0 4 4 4 4 4 4 0 4 1
1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1
123 4 183 4 306 4
64 2 108 2 172 2
Lampiran 7. Hasil Analisis Binary Logistic Regression Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet – Cianjur
The SAS System The LOGISTIC Procedure Model Information Data Set SASUSER.LOGKAW Response Variable Y Number of Response Levels 2 Model binary logit Optimization Technique Fisher's scoring Number of Observations Read 90 Number of Observations Used 90
Y
Response Profile Ordered Value 1 2
Y 0 1
Total Frequency 29 61
Probability modeled is Y=0. Testing Global Null Hypothesis: BETA=0 Test Chi-Square DF Pr > ChiSq Likelihood Ratio 18.5161 6 0.0051 Score 16.7660 6 0.0102 Wald 14.0366 6 0.0292 The SAS System The LOGISTIC Procedure Analysis of Maximum Likelihood Estimates Parameter Intercept X1 X2 X3 X4 D1 D2
DF 1 1 1 1 1 1 1
Estimate -4.6997 0.7865 -5.19E-6 5.6482 0.1017 1.1610 -0.8934
Effect X1 X2 X3 X4 D1 D2
Standard Error 1.8897 0.2830 0.000021 2.8960 0.2771 1.2837 0.5546
Wald Chi-Square 6.1851 7.7270 0.0637 3.8039 0.1348 0.8180 2.5955
Pr > ChiSq 0.0129 0.0054 0.8007 0.0511 0.7135 0.3658 0.1072
Odds Ratio Estimates Point 95% Wald Estimate Confidence Limits 2.196 1.261 3.823 1.000 1.000 1.000 283.766 0.973 >999.999 1.107 0.643 1.906 3.193 0.258 39.526 0.409 0.138 1.213
Association of Predicted Probabilities and Observed Responses Percent Concordant 76.5 Somers' D 0.533 Percent Discordant 23.2 Gamma 0.534 Percent Tied 0.2 Tau-a 0.235 Pairs 1769 c 0.767
Sumber : Data Primer (2006) diolah
Lampiran 7a.Hasil Analisis Binary Logistic Regression Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Desa Sukatani
The SAS System The LOGISTIC Procedure Model Information Data Set SASUSER.LOGSUKA Response Variable Y Number of Response Levels 2 Model binary logit Optimization Technique Fisher's scoring Number of Observations Read 35 Number of Observations Used 35
Y
Response Profile Ordered Total Value Y Frequency 1 0 11 2 1 24 Probability modeled is Y=0. Testing Global Null Hypothesis: BETA=0 Test Likelihood Ratio Score Wald
Chi-Square 4.5410 4.0325 3.5593
DF 5 5 5
Pr > ChiSq 0.4744 0.5447 0.6144
The SAS System The LOGISTIC Procedure D1 = Intercept
Parameter Intercept X1 X2 X3 X4 D1 D2
Analysis of Maximum Likelihood Estimates Standard Wald DF Estimate Error Chi-Square 1 2.5952 2.9567 0.7704 1 -0.6752 0.5566 1.4716 1 -0.00004 0.000048 0.7084 1 0.0563 7.1858 0.0001 1 -0.3855 0.5171 0.5559 0 0 . . 1 0.9720 1.1490 0.7156
Effect X1 X2 X3 X4 D2
Pr > ChiSq 0.3801 0.2251 0.4000 0.9937 0.4559 . 0.3976
Odds Ratio Estimates Point 95% Wald Estimate Confidence Limits 0.509 0.171 1.515 1.000 1.000 1.000 1.058 <0.001 >999.999 0.680 0.247 1.874 2.643 0.278 25.126
Association of Predicted Probabilities and Observed Responses Percent Concordant 68.9 Somers' D 0.383 Percent Discordant 30.7 Gamma 0.384 Percent Tied 0.4 Tau-a 0.170 Pairs 264 c 0.691
Sumber : Data Primer (2006) diolah
Lampiran 7b.Hasil Analisis Binary Logistic Regression Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Desa Sindangjaya
The SAS System The LOGISTIC Procedure Model Information Data Set Response Variable Number of Response Levels Model Optimization Technique Number of Observations Number of Observations
SASUSER.LOGSINDANG Y 2 binary logit Fisher's scoring Read 72 Used 55
Y
Response Profile Ordered Total Value Y Frequency 1 0 18 2 1 37 Probability modeled is Y=0. Testing Global Null Hypothesis: BETA=0 Test Chi-Square DF Pr > ChiSq Likelihood Ratio 30.2249 6 <.0001 Score 22.1394 6 0.0011 Wald 12.1616 6 0.0585 The SAS System The LOGISTIC Procedure Analysis of Maximum Likelihood Estimates Parameter Intercept X1 X2 X3 X4 D1 D2
DF 1 1 1 1 1 1 1
Estimate -10.1449 1.9960 0.000014 6.8001 -0.0156 2.4606 -2.1055
Effect X1 X2 X3 X4 D1 D2
Standard Error 3.9486 0.6759 0.000038 4.0149 0.4832 2.3672 0.9772
Wald Chi-Square 6.6009 8.7195 0.1442 2.8687 0.0010 1.0805 4.6424
Pr > ChiSq 0.0102 0.0031 0.7042 0.0903 0.9743 0.2986 0.0312
Odds Ratio Estimates Point 95% Wald Estimate Confidence Limits 7.359 1.956 27.682 1.000 1.000 1.000 897.976 0.343 >999.999 0.985 0.382 2.538 11.712 0.113 >999.999 0.122 0.018 0.827
Association of Predicted Probabilities and Observed Responses Percent Concordant 90.8 Somers' D 0.818 Percent Discordant 9.0 Gamma 0.820 Percent Tied 0.2 Tau-a 0.367 Pairs 666 c 0.909
Sumber : Data Primer (2006) diolah
Lampiran 7c. Data Analisis Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur Opsi Luas Pola Kepemilikan No Desa Konservasi Umur Pendapatan Lahan Tanam Pendidikan Lahan (Y) (X1) (X2) (X3) (X5) (D1) (D2) 1 Sukatani 1 35 2 3 4 0 1 2 Sukatani 1 36 3 3 4 0 0 3 Sukatani 0 40 3 1 2 0 0 4 Sukatani 1 60 3 2 2 0 1 5 Sukatani 0 35 3 2 3 0 1 6 Sukatani 1 34 3 2 3 0 1 7 Sukatani 1 42 3 1 2 0 1 8 Sukatani 1 45 3 1 3 0 1 9 Sukatani 1 25 3 3 3 0 0 10 Sukatani 1 65 2 3 3 0 1 11 Sukatani 1 55 3 2 2 0 1 12 Sukatani 1 45 2 3 2 0 1 13 Sukatani 1 50 3 1 3 0 1 14 Sukatani 0 40 3 1 3 0 1 15 Sukatani 1 36 2 3 3 0 1 16 Sukatani 0 36 3 3 2 0 1 17 Sukatani 1 36 3 2 4 0 1 18 Sukatani 1 40 3 3 3 0 1 19 Sukatani 1 50 3 1 2 0 1 20 Sukatani 0 55 3 3 3 0 1 21 Sukatani 0 37 3 2 3 0 1 22 Sukatani 1 40 3 3 4 0 1 23 Sukatani 0 30 3 1 3 0 1 24 Sukatani 0 38 3 3 3 0 1 25 Sukatani 1 37 3 3 2 0 1 26 Sukatani 0 35 3 2 3 0 1 27 Sukatani 1 50 2 3 4 0 1 28 Sukatani 1 35 3 3 3 0 1 29 Sukatani 0 42 3 1 1 0 1 30 Sukatani 1 30 3 2 2 0 0 31 Sukatani 1 39 3 1 1 0 0 32 Sukatani 1 39 3 1 1 0 0 33 Sukatani 0 40 3 3 1 0 0 34 Sukatani 1 38 2 3 1 0 1 35 Sukatani 1 44 3 1 3 0 0 36 Sindangjaya 1 38 2 3 3 4 1 37 Sindangjaya 1 19 2 1 3 4 1 38 Sindangjaya 1 29 1 2 2 5 1 39 Sindangjaya 1 30 2 3 2 3 1 40 Sindangjaya 1 40 1 3 1 1 1 41 Sindangjaya 1 18 1 3 3 4 1 42 Sindangjaya 1 33 2 1 1 3 2 43 Sindangjaya 1 17 2 3 3 4 0 44 Sindangjaya 1 42 2 2 3 1 0 45 Sindangjaya 1 42 2 3 2 2 1 46 Sindangjaya 1 55 2 3 2 1 1 47 Sindangjaya 0 40 2 3 2 1 0 48 Sindangjaya 1 34 2 3 4 2 0 49 Sindangjaya 1 48 1 1 1 2 1 50 Sindangjaya 1 40 1 1 3 2 1
Lampiran 7c. (lanjutan) 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya Sindangjaya
0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1
45 38 42 28 48 31 38 49 50 33 50 48 30 50 65 60 55 34 48 65 50 49 33 46 30 50 30 48 55 56 36 30 50 52 49 19 34 55 47 45
1 1 1 1 2 2 1 3 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2 3 1 1 1 1 2
3 2 3 2 3 3 3 3 3 1 1 2 3 3 1 3 1 1 3 1 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 1 3 3 3 2 1 3 3
3 1 2 2 3 4 1 4 3 2 2 2 3 3 1 4 3 2 3 3 3 2 2 4 2 4 4 3 3 3 3 1 3 4 4 2 3 1 3 2
2 3 2 3 2 4 3 2 2 3 1 2 4 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan : Y (Opsi Konservasi) = 1 = menerapkan teknik konservasi, 2 = tidak menerapkan teknik konservasi X1 = Umur (tahun) X2 = Pendapatan (Rp) = 1 = rendah (<500 ribu), 2 = (>500 ribu - 1 juta), 3 = (>1 juta) X3 = Luas lahan (ha) = 1. sempit (<0,5 ha), 2 = sedang (>0,5 ha - 1 ha), 3 = luas (>1 ha) X4 = Pola Tanam (jumlah komoditi tumpangsari) 1 = satu jenis komoditi, 2 = dua jenis komoditi, 3 = tiga jenis komoditi, 4 = empat jenis komoditi D1 = Pendidikan = 0 = tammat SD, 1 = tammat SMP D2 = Kepemilikan lahan = 1 = milik sendiri, 2 = lainnya
1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0
Lampiran 8a. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Desa Sukatani The SAS System The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: Y Number of Observations Read 35 Number of Observations Used 35 Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 134.45469 19.20781 17.39 <.0001 Error 27 29.81916 1.10441 Corrected Total 34 164.27386 Root MSE 1.05091 R‐Square 0.8185 Dependent Mean 3.60571 Adj R‐Sq 0.7714 Coeff Var 29.14570 Parameter Estimates Parameter Standard Variance Variable Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation Intercept Intercept 1 0.78885 1.22845 0.64 0.5262 0 X1 X1 1 20.04852 3.95751 5.07 <.0001 3.65100 X2 X2 1 2.848928E‐7 3.26322E‐7 0.87 0.3903 1.46932 X3 X3 1 ‐2.25098E‐8 3.681288E‐7 ‐0.06 0.9517 1.68268 X4 X4 1 ‐1.41304E‐7 1.842192E‐7 ‐0.77 0.4497 3.55594 X5 X5 1 ‐2.93769E‐7 4.743536E‐7 ‐0.62 0.5409 1.61782 D1 D1 1 0.73918 0.52371 1.41 0.1695 1.06433 D2 D2 1 0.41170 0.56494 0.73 0.4724 1.02382
Collinearity Diagnostics No
Eigen
Condition
value
Index
Intercept
X1
X2
X3
X4
X5
D1
D2
1
6.122
1.000
0.001
0.001
0.003
0.002
0.001
0.004
0.003
0.003
2
0.885
2.630
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.002
0.001
0.950
3
0.506
3.477
0.000
0.100
0.010
0.000
0.010
0.059
0.005
0.000
4
0.207
5.436
0.000
0.000
0.275
0.000
0.011
0.302
0.080
0.014
5
0.138
6.657
0.001
0.049
0.004
0.045
0.011
0.244
0.562
0.000
6
0.069
9.443
0.001
0.014
0.573
0.352
0.120
0.243
0.054
0.004
7
0.060
10.098
0.084
0.060
0.134
0.433
0.120
0.016
0.206
0.027
8
0.013
21.457
0.913
0.775
0.001
0.168
0.727
0.130
0.088
0.002
Sumber: Data Primer (2006) diolah
Proportion of Variation
Lampiran 8b. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Desa Sindangjaya The SAS System The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: Y Number of Observations Read 55 Number of Observations Used 55 Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 128.90713 18.41530 33.46 <.0001 Error 47 25.86382 0.55029 Corrected Total 54 154.77094 Root MSE 0.74182 R‐Square 0.8329 Dependent Mean 2.66027 Adj R‐Sq 0.8080 Coeff Var 27.88504 Parameter Estimates Parameter Standard Variance Variable Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation Intercept Intercept 1 5.31687 0.91052 5.84 <.0001 0 X1 X1 1 7.16325 2.24369 3.19 0.0025 3.95443 X2 X2 1 ‐5.72118E‐8 1.750466E‐7 ‐0.33 0.7452 1.75722 X3 X3 1 5.732094E‐8 1.500946E‐7 0.38 0.7043 2.10914 X4 X4 1 ‐6.76074E‐7 1.647714E‐7 ‐4.10 0.0002 4.80573 X5 X5 1 ‐6.28332E‐8 9.830667E‐8 ‐0.64 0.5258 1.59209 D1 D1 1 ‐0.46568 0.23864 ‐1.95 0.0570 1.17408 D2 D2 1 0.11275 0.24093 0.47 0.6420 1.19677
Collinearity Diagnostics No
Eigen
Condition
value
Index
Proportion of Variation Intercept
X1
X2
X3
X4
X5
D1
D2
1
5.885
1.000
0.000
0.001
0.004
0.003
0.000
0.006
0.005
0.006
2
0.747
2.807
0.001
0.069
0.003
0.005
0.000
0.034
0.022
0.212
3
0.703
2.894
0.000
0.025
0.010
0.000
0.000
0.064
0.019
0.483
4
0.233
5.031
0.001
0.061
0.000
0.059
0.007
0.716
0.034
0.025
5
0.204
5.366
0.002
0.014
0.007
0.042
0.004
0.002
0.856
0.237
6
0.148
6.303
0.006
0.008
0.816
0.000
0.013
0.145
0.005
0.000
7
0.073
8.957
0.020
0.041
0.160
0.838
0.037
0.034
0.036
0.037
8
0.007
29.251
0.970
0.780
0.000
0.053
0.938
0.000
0.023
0.000
Sumber : Data Primer (2006) diolah
Lampiran 8. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur The SAS System The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: Y Number of Observations Read 90 Number of Observations Used 90 Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 262.35712 37.47959 40.54 <.0001 Error 82 75.80635 0.92447 Corrected Total 89 338.16347 Root MSE 0.96149 R‐Square 0.7758 Dependent Mean 3.02794 Adj R‐Sq 0.7567 Coeff Var 31.75396 Parameter Estimates Parameter Standard Variance Variable Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation Intercept Intercept 1 7729.80265 11746 3.85 0.0002 0 X1 X1 1 ‐8438.07747 31935 7.06 <.0001 3.00132 X2 X2 1 ‐0.00044413 0.00273 0.69 0.4950 1.48802 X3 X3 1 0.00185 0.00236 0.59 0.5587 1.52417 X4 X4 1 0.00397 0.00193 ‐2.69 0.0087 3.30714 X5 X5 1 ‐0.00185 0.00180 ‐1.81 0.0743 1.44230 D1 D1 1 2703.49159 4062.38497 ‐0.18 0.8578 1.11006 D2 D2 1 1809.21773 4169.06440 0.23 0.8200 1.12959
Collinearity Diagnostics No
Eigen value
Condition Index
Proportion of Variation Intercept
X1
X2
X3
X4
X5
D1
D2
1
5.897
1.000
0.001
0.002
0.004
0.003
0.001
0.006
0.005
0.006
2
0.790
2.733
0.000
0.017
0.000
0.001
0.000
0.006
0.020
0.682
3
0.650
3.012
0.000
0.093
0.010
0.001
0.001
0.152
0.000
0.134
4
0.241
4.948
0.000
0.075
0.066
0.027
0.018
0.774
0.000
0.006
5
0.184
5.662
0.000
0.055
0.086
0.030
0.000
0.016
0.843
0.106
6
0.134
6.636
0.013
0.004
0.788
0.079
0.037
0.004
0.044
0.052
7
0.093
7.959
0.025
0.001
0.013
0.849
0.067
0.010
0.044
0.012
8
0.012
22.294
0.960
0.754
0.033
0.010
0.875
0.033
0.043
0.003
Sumber : Data Primer (2006) diolah
Lampiran 8c. Data Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur Luas Lahan (ha) No Desa Penerimaan (Rp) Bibit (Rp) Pupuk (Rp) Tenaga Kerja (Rp) Pestisida (Rp) Status Lahan Konservasi Y X1 X2 X3 X4 X5 D1 D2 2,025,000 0.08 175,000 80,000 264,010 74,000 1 0 1 Sukatani 3,325,000 0.10 115,500 125,000 474,000 114,000 0 0 2 Sukatani 3,850,000 0.22 50,000 290,000 696,000 112,500 1 1 3 Sukatani 3,200,000 0.12 50,000 76,000 546,000 39,000 1 0 4 Sukatani 3,250,000 0.15 75,000 70,000 456,000 48,000 1 0 5 Sukatani 3,290,000 0.20 75,000 550,000 732,000 129,400 1 0 6 Sukatani 3,900,000 0.20 50,000 550,000 828,000 127,000 1 0 7 Sukatani 5,500,000 0.30 75,000 625,000 840,000 154,000 1 0 8 Sukatani 2,325,000 0.10 75,000 140,000 642,000 77,000 1 0 9 Sukatani 1,150,000 0.03 45,000 55,000 192,000 27,600 1 0 10 Sukatani 2,900,000 0.10 50,000 95,000 318,000 33,000 1 0 11 Sukatani 1,380,000 0.03 47,000 85,000 192,000 82,000 1 0 12 Sukatani 5,550,000 0.30 75,000 625,000 732,000 134,000 1 0 13 Sukatani 3,200,000 0.20 60,000 550,000 798,000 111,000 1 0 14 Sukatani 1,270,000 0.05 75,000 87,500 348,000 87,600 1 0 15 Sukatani 1,950,000 0.05 50,000 130,000 216,000 50,800 1 0 16 Sukatani 3,250,000 0.20 100,000 430,000 528,000 142,400 1 0 17 Sukatani 2,100,000 0.10 75,000 140,000 516,000 67,000 1 0 18 Sukatani 3,400,000 0.20 50,000 400,000 534,000 111,000 1 0 19 Sukatani 2,150,000 0.12 75,000 95,000 456,000 29,000 1 0 20 Sukatani 3,050,000 0.20 75,000 300,000 570,000 131,000 1 1 21 Sukatani 2,000,000 0.05 85,000 72,000 348,000 28,000 0 1 22 Sukatani 4,500,000 0.30 75,000 625,000 738,000 102,000 0 0 23 Sukatani 2,155,000 0.10 75,000 170,000 528,000 52,000 1 0 24 Sukatani 2,405,000 0.05 50,000 72,000 246,000 29,000 1 0 25 Sukatani 2,150,000 0.10 60,000 140,000 336,000 38,000 0 0 26 Sukatani 1,220,000 0.03 85,000 55,000 192,000 21,800 1 0 27 Sukatani 2,650,000 0.03 60,000 65,000 174,000 30,400 1 1 28 Sukatani 3,150,000 0.25 25,000 425,000 654,000 165,000 1 0 29 Sukatani 1,700,000 0.04 55,000 98,000 372,000 27,400 1 0 30 Sukatani 2,250,000 0.16 25,000 140,000 504,000 112,500 1 0 31 Sukatani 2,700,000 0.28 37,000 505,000 540,000 174,000 1 0 32 Sukatani 1,120,000 0.06 25,000 97,000 396,000 54,500 0 0 33 Sukatani 2,200,000 0.08 25,000 117,500 306,000 125,400 1 0 34 Sukatani 2,075,000 0.05 75,000 70,000 276,000 70,000 1 0 35 Sukatani 36 Sindangjaya 1,000,000 0.10 160,000 180,000 340,000 144,000 0 0 37 Sindangjaya 1,100,000 0.10 25,000 137,000 408,000 200,000 1 0 38 Sindangjaya 1,200,000 0.02 100,000 77,000 114,000 131,000 1 1 39 Sindangjaya 2,000,000 0.03 50,000 108,000 214,000 164,000 1 1 40 Sindangjaya 1,050,000 0.05 50,000 116,500 226,000 115,000 1 1 41 Sindangjaya 1,335,000 0.05 50,000 116,500 230,000 115,000 1 0 42 Sindangjaya 1,323,000 0.05 50,000 116,500 226,000 115,000 1 0 43 Sindangjaya 1,301,000 0.05 87,000 138,600 290,000 28,000 1 0 44 Sindangjaya 2,756,000 0.06 87,000 152,900 300,000 37,000 1 1 45 Sindangjaya 1,260,000 0.07 87,000 165,500 344,000 37,000 1 0 46 Sindangjaya 2,420,000 0.07 60,000 171,500 344,000 37,000 1 1 47 Sindangjaya 1,620,000 0.07 150,000 197,000 376,000 73,000 1 0 48 Sindangjaya 1,850,000 0.07 50,000 180,100 352,000 388,000 1 0 49 Sindangjaya 1,323,000 0.05 100,000 64,500 226,000 48,000 1 0 50 Sindangjaya 1,701,000 0.04 35,000 45,400 208,000 66,000 1 0 51 Sindangjaya 2,156,000 0.40 50,000 340,000 870,000 218,000 1 0 52 Sindangjaya 2,720,000 0.10 25,000 140,000 438,000 74,000 1 1 53 Sindangjaya 1,735,000 0.20 50,000 310,000 538,000 102,000 1 0 54 Sindangjaya 2,123,000 0.10 50,000 167,500 430,000 84,000 1 0 55 Sindangjaya 1,701,000 0.20 50,000 265,000 538,000 119,000 1 0 56 Sindangjaya 2,060,000 0.05 50,000 42,000 236,000 101,000 1 0 57 Sindangjaya 2,420,000 0.18 25,000 187,500 454,000 92,000 0 1 58 Sindangjaya 1,820,000 0.10 25,000 140,000 430,000 93,500 1 0 59 Sindangjaya 1,050,000 0.25 50,000 330,000 746,000 191,600 1 0
Lampiran 8c. (lanjutan) Luas Lahan (ha) Penerimaan (Rp) Y X1 60 Sindangjaya 1,235,000 0.05 61 Sindangjaya 756,000 0.03 62 Sindangjaya 1,260,000 0.30 63 Sindangjaya 1,420,000 0.10 64 Sindangjaya 1,420,000 0.10 65 Sindangjaya 1,435,000 0.08 66 Sindangjaya 2,323,000 0.30 67 Sindangjaya 1,701,000 0.04 68 Sindangjaya 756,000 0.04 69 Sindangjaya 750,000 0.06 70 Sindangjaya 960,000 0.08 71 Sindangjaya 1,360,000 0.04 72 Sindangjaya 1,850,000 0.30 73 Sindangjaya 1,800,000 0.02 74 Sindangjaya 1,750,000 0.05 75 Sindangjaya 1,320,000 0.05 76 Sindangjaya 1,260,000 0.06 77 Sindangjaya 1,756,000 0.10 78 Sindangjaya 1,323,000 0.02 79 Sindangjaya 1,420,000 0.04 80 Sindangjaya 1,200,000 0.05 81 Sindangjaya 1,275,000 0.07 82 Sindangjaya 950,000 0.07 83 Sindangjaya 1,235,000 0.05 84 Sindangjaya 1,260,000 0.05 85 Sindangjaya 1,420,000 0.05 86 Sindangjaya 1,050,000 0.08 87 Sindangjaya 1,701,000 0.06 88 Sindangjaya 1,050,000 0.04 89 Sindangjaya 1,260,000 0.04 90 Sindangjaya 1,420,000 0.04 Sukatani 94,290,000 4.62 Sindangjaya 82,700,000 4.87 Kawasan 176,990,000 9.49 Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan : Status Lahan : 1 = Milik sendiri 0 = Bukan milik seni (sewa, gadai, dan bagi hasil) Konservasi : 1 = Menerapkan teknik konservasi tanah 0 = Tidak menerapkan teknik konservasi tanah No
Desa
Bibit (Rp) X2 50,000 50,000 50,000 25,000 50,000 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 10,000 25,000 35,000 25,000 60,000 50,000 60,000 25,000 0 25,000 50,000 50,000 55,000 55,000 55,000 55,000 50,000 25,000 95,000 50,000 2,274,500 2,746,000 5,020,500
Pupuk (Rp) Tenaga Kerja (Rp) Pestisida (Rp) X3 X4 X5 42,000 256,000 101,000 265,000 538,000 120,800 42,000 246,000 101,000 150,000 342,000 74,000 111,000 430,000 94,000 115,000 538,000 164,000 100,000 438,000 90,000 234,000 430,000 130,000 250,000 740,000 98,000 205,000 686,000 104,000 92,000 676,000 76,000 72,000 214,000 46,000 105,000 248,000 46,000 77,000 114,000 18,000 112,500 304,000 56,000 103,500 214,000 54,000 302,000 386,000 54,000 202,000 430,000 40,000 110,000 438,000 108,000 150,000 238,000 0 205,000 330,000 74,000 296,000 656,000 166,000 138,000 218,000 112,000 45,400 196,000 66,000 45,400 246,000 66,000 45,400 220,000 66,000 45,400 214,000 66,000 112,500 320,000 56,000 205,000 342,000 74,000 45,400 248,000 66,000 386,000 716,000 0 8,150,000 16,488,010 2,911,300 8,298,500 20,490,000 5,159,900 16,448,500 36,978,010 8,071,200
Status Lahan D1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0
Konservasi D2 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Lampiran 9. Nilai R dan Data Curah Hujan Bulanan 1996 - 2005 di Kecamatan Pacet - Cianjur Bulan (mm) Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt 1996 416.70 339.00 233.90 354.20 293.30 32.00 142.60 141.30 1997 36.30 23.80 107.20 340.80 203.80 12.80 20.60 22.50 1998 299.70 39.60 597.30 328.80 245.70 197.90 194.90 122.40 1999 395.00 184.00 238.00 327.00 237.00 133.00 101.00 110.00 2000 298.00 190.00 156.00 532.00 225.00 123.00 133.00 82.00 2001 625.00 556.00 441.00 24.00 170.00 249.00 138.00 70.00 2002 732.00 925.00 734.00 19.00 326.00 104.00 124.00 32.00 2003 157.00 303.00 23.00 302.00 272.00 49.00 8.70 118.00 2004 418.70 349.50 326.40 424.10 391.90 83.00 47.40 15.40 377.80 583.20 410.20 225.90 231.60 195.70 147.30 113.20 2005 Jumlah 3756.20 3493.10 3267.00 2877.80 2596.30 1179.40 1057.50 826.80 (mm) 2 Rata (mm) 375.62 349.31 326.70 287.78 259.63 117.94 105.75 82.68 EI30 (mm) 7015.37 6355.64 5802.77 4883.31 4245.36 1451.61 1251.45 895.48 Sumber : Stasiun BMG, Dramaga - Bogor (2005) Keterangan : R = 3929.33 1,36 EI30 = 2,21 (CHm) Persamaan di atas adalah menurut Leanvin, karena tidak ada data curah hujan harian
Sept 232.60 2.70 166.00 80.00 98.00 199.00 17.00 183.00 239.30 131.70
Okt 259.40 40.80 372.60 32.00 189.00 428.00 37.00 318.00 194.30 216.40
Nov 529.50 334.30 257.40 478.00 470.00 547.00 304.00 327.00 297.10 636.90
Des 355.70 373.30 0.00 321.00 58.00 98.00 523.00 391.00 332.00 308.80
Jumlah Rata-rata (mm) (mm) 3330.20 277.52 1518.90 126.58 2822.30 235.19 2636.00 219.67 2554.00 212.83 3545.00 295.42 3877.00 323.08 2451.70 204.31 3119.10 259.93 3578.70 298.23
1349.30 134.93
2087.50 208.75
4181.20 418.12
2760.80 276.08
29432.90 2943.29
2452.74 245.27
1743.17
3155.62
8116.36
4615.30
49531.45
3929.33
Lampiran 9a. Nilai Erodibilitas Tanah (K) di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur Kode Pasir halus Debu Liat C-Organik Struktur Permeabilitas Nilai M Sampel
(%)
(%)
(%)
(a)
ST - AT 7,58 39,72 15,90 3,31 ST - RT 5,71 34,73 21,82 3,97 ST - RP 6,47 36,74 20,37 3,44 ST - AP 6,17 28,56 19,83 3,62 SD - AP 5,80 46,57 16,45 3,25 SD - RT 8,53 32,63 11,90 2,87 SD - AT 4,25 47,04 21,82 3,06 SD - RP 8,08 26,50 15,32 3,67 Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan : ST - AT = Desa Sukatani - Andosol Tegalan ST - RT = Desa Sukatani - Regosol Tegalan ST - RP = Desa Sukatani - Regosol Pekarangan ST - AP = Desa Sukatani - Andosol Pekarangan SD - AP = Desa Sindangjaya - Andosol Pekarangan SD - RT = Desa Sindangjaya - Regosol Tegalan SD - AT = Desa Sindangjaya - Andosol Tegalan SD - RP = Desa Sindangjaya - Regosol Pekarangan
(b)
(c)
3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00
2,00 2,00 2,00 3,00 3,00 3,00 2,00 2,00
M = (% pasir halus + debu)(100 - % liat) 100K = 1,292 {2,1 M1,14 (10 –4) (12 – a) + 3,25 (b – 2) + 2,5 (c – 3)
M 3.977,93 3.161,60 3.440,81 2.784,30 4.375,51 3.626,20 4.009,85 2.928,23
1.14
12.694,31 9.769,98 10.759,54 8.452,34 14.150,54 11.422,85 12.810,51 8.952,22
(12-a) 3.25(b-2) 2.5(c-3) 8,69 8,03 8,56 8,38 8,75 9,13 8,94 8,33
3,25 3,25 3,25 3,25 3,25 3,25 3,25 3,25
2,50 2,50 2,50 0,00 0,00 0,00 2,50 2,50
Nilai
Nilai
100 K
K
30,90 22,25 25,96 23,42 37,79 32,50 32,04 21,20
0,31 0,22 0,26 0,23 0,38 0,32 0,32 0,21
Lampiran 9b. Nilai Faktor LS di Kawasan Agropolitan No Bentuk Kemiringan Panjang Faktor Sampel Wilayah Lereng (%) Lereng (m) LS ST - AT 8 - 15% 11 12 0,99 ST - RT 15 - 25% 17 14 2,16 ST - RP 15 - 25 % 16 15 2,02 ST - AP 8 - 15% 11 11 0,95 SD - AP 8 - 15% 12 13 1,18 SD - RT 15 - 25% 16 15 2,02 SD - AT 8 - 15% 13 14 1,39 SD - RP 15 - 25% 18 15 2,46 Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan : LS = L 1/2 (0.00138S 2 + 0.00965S + 0.0138) x = panjang lereng s = kemiringan lereng
Lampiran 9c. Hasil Prediksi Erosi (A) di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur No Bentuk Nilai Faktor Erosi (A) Sampel Wilayah R K LS C (ton/ha/thn) ST - AT 8 - 15% 3929,33 0,31 0,99 0,10 18,09 ST - RT 15 - 25% 3929,33 0,22 2,16 0,10 28,01 ST - RP 15 - 25 % 3929,33 0,26 2,02 0,10 30,96 ST - AP 8 - 15% 3929,33 0,23 0,95 0,10 12,88 SD - AP 8 - 15% 3929,33 0,38 1,18 0,10 26,43 SD - RT 15 - 25% 3929,33 0,32 2,02 0,10 38,10 SD - AT 8 - 15% 3929,33 0,32 1,39 0,10 26,22 SD - RP 15 - 25% 3929,33 0,21 2,46 0,10 30,45 Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan : ST - AT = Desa Sukatani - Andosol Tegalan ST - RT = Desa Sukatani - Regosol Tegalan ST - RP = Desa Sukatani - Regosol Pekarangan ST - AP = Desa Sukatani - Andosol Pekarangan SD - AP = Desa Sindangjaya - Andosol Pekarangan SD - RT = Desa Sindangjaya - Regosol Tegalan SD - AT = Desa Sindangjaya - Andosol Tegalan SD - RP = Desa Sindangjaya - Regosol Pekarangan
Lampiran 9d. Nilai ETol di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur Kode Unit D NFK De Dmin LPT Sampel Lahan (mm) (mm) (mm) (mm/thn) ST - AT SPT-2 800 1 800 200 1.2 ST - RT SPT-4 750 0.9 680 250 1.2 ST - RP SPT-3 800 0.9 720 200 1.2 ST - AP SPT-1 850 1 850 250 1.2 SD - AP SPT-1 1200 1 1200 700 1.2 SD - RT SPT-4 1000 0.9 900 650 1.2 SD - AT SPT-2 1300 1 1300 600 1.2 SD - RP SPT-3 1100 0.9 990 700 1.2
BI 0.79 0.73 0.90 0.77 0.85 0.75 0.81 0.94
ETol A (ton/ha/thn) (ton/ha/thn) 28.44 18.09 21.32 28.01 29.52 30.96 27.72 12.88 27.20 26.43 16.50 38.10 32.40 26.22 22.18 30.45
Sumber : Data Primer (2006) diolah Keterangan : ST - AT = Desa Sukatani - Andosol Tegalan ST - RT = Desa Sukatani - Regosol Tegalan ST - RP = Desa Sukatani - Regosol Pekarangan ST - AP = Desa Sukatani - Andosol Pekarangan SD - AP = Desa Sindangjaya - Andosol Pekarangan SD - RT = Desa Sindangjaya - Regosol Tegalan SD - AT = Desa Sindangjaya - Andosol Tegalan SD - RP = Desa Sindangjaya - Regosol Pekarangan DE NFK BI De Dmin LPT UGT fd
= Kedalaman Ekivalen = De x fd = Nilai Faktor Kedalaman (Sub order tanah) = Bobot Isi DE - Dmin = Kedalaman Efektif Tanah (mm) ETol = --------------------- + LPT = Kedalaman tanah minimum yang sesuai UGT untuk tanaman (mm) = Laju Pembentukan Tanah = Umur Guna Tanah = Faktor Kedalaman Tanah menurut Sub Ordo Tanah
Lampiran 10a. Data Curah Hujan Tahun 1996-2005 di Kecamatan Pacet-Cianjur No
Bulan
Curah Hujan (mm) 1996
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1997
Januari 416.70 36.30 Februari 339.00 23.80 Maret 233.90 107.20 April 354.20 340.80 Mei 293.30 203.80 Juni 32.20 12.80 Juli 142.60 20.60 Agustus 141.30 22.50 September 232.60 2.70 Oktober 259.40 40.80 November 529.50 334.30 Desember 355.70 373.30 Jumlah 3330.40 1518.90 Rata-Rata 277.53 126.58 Sumber : Data Primer (2005) diolah
Rata-
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
299.70
395.00
298.00
625.00
732.00
157.00
418.70
377.80
rata
39.60
184.00
190.00
556.00
925.00
303.00
349.50
583.20
349.31
597.30
238.00
156.00
441.00
734.00
23.00
326.40
410.20
326.70
328.80
327.00
532.00
24.00
19.00
302.00
424.10
225.90
287.78
245.70
237.00
225.00
170.00
326.00
272.00
391.90
231.60
259.63
197.90
133.00
123.00
249.00
104.00
49.00
83.00
195.70
117.96
194.90
101.00
133.00
138.00
124.00
8.70
47.40
147.30
105.75
122.40
110.00
82.00
70.00
32.00
118.00
15.40
113.20
82.68
166.00
80.00
98.00
199.00
17.00
183.00
239.30
131.70
134.93
372.60
32.00
189.00
428.00
37.00
318.00
194.30
216.40
208.75
257.40
478.00
470.00
547.00
304.00
327.00
297.10
636.90
418.12
0.00
321.00
58.00
98.00
523.00
391.00
332.00
308.80
276.08
2822.30
2636.00
2554.00
3545.00
3877.00
2451.70
3119.10
3578.70
2943.31
235.19
219.67
212.83
295.42
323.08
204.31
259.93
298.23
245.28
2004 25.00 26.00 27.00 23.00 24.00 6.00 8.00 5.00 12.00 14.00 19.00 23.00 212.00 17.67
2005 16.00 22.00 18.00 13.00 17.00 9.00 11.00 7.00 9.00 14.00 15.00 11.00 162.00 13.50
Ratarata 24.50 24.30 24.40 22.10 17.80 11.00 11.10 7.90 10.10 17.50 23.00 18.90 212.60 17.72
2005 26.20 27.40 26.80 27.20 27.40 26.40 26.00 27.00 27.00 27.40 27.40 26.20 322.40 26.87
Ratarata 26.58 25.97 26.76 27.32 24.57 26.70 26.76 26.96 26.76 27.68 27.28 29.59 322.93 26.91
375.62
Lampiran 10b. Data Hari Hujan Tahun 1996-2005 di Kecamatan Pacet-Cianjur No
Bulan
Hari Hujan (HH) 1996 1997 1998 1999 2000 2001 1 Januari 25.00 29.00 28.00 31.00 25.00 28.00 2 Februari 26.00 22.00 26.00 26.00 18.00 28.00 3 Maret 27.00 22.00 29.00 25.00 25.00 28.00 4 April 21.00 23.00 26.00 25.00 28.00 24.00 5 Mei 16.00 19.00 17.00 21.00 23.00 20.00 6 Juni 10.00 3.00 22.00 15.00 11.00 17.00 7 Juli 13.00 4.00 19.00 12.00 13.00 17.00 8 Agustus 13.00 5.00 12.00 7.00 8.00 10.00 9 September 14.00 2.00 14.00 8.00 8.00 17.00 10 Oktober 24.00 7.00 26.00 22.00 23.00 22.00 11 November 26.00 19.00 25.00 25.00 27.00 29.00 12 Desember 25.00 18.00 0.00 28.00 18.00 12.00 Jumlah 240.00 173.00 244.00 245.00 227.00 252.00 Rata-Rata 20.00 14.42 20.33 20.42 18.92 21.00 Sumber : Data Primer (2005) diolah
2002 23.00 24.00 20.00 19.00 10.00 12.00 13.00 6.00 3.00 5.00 20.00 25.00 180.00 15.00
2003 15.00 25.00 23.00 19.00 11.00 5.00 1.00 6.00 14.00 18.00 25.00 29.00 191.00 15.92
Lampiran 10c. Data Temperatur Bulanan Tahun 1996-2005 di Kecamatan Pacet-Cianjur Temperatur (0C) 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 1 Januari 27.00 25.60 27.80 25.80 25.80 27.00 26.40 2 Februari 26.00 25.10 27.00 25.60 26.00 25.40 25.20 3 Maret 26.60 26.60 27.20 27.00 26.40 26.80 27.80 4 April 27.60 26.60 27.20 26.20 26.80 26.80 27.60 5 Mei 27.80 27.20 27.50 26.60 26.80 0.00 27.60 6 Juni 27.60 26.60 26.80 26.00 26.20 26.60 26.60 7 Juli 26.60 28.00 26.80 25.60 26.40 26.20 26.80 8 Agustus 26.40 27.00 27.00 26.40 27.40 27.00 26.80 9 September 22.40 28.80 29.20 27.80 27.60 23.40 26.20 10 Oktober 26.20 29.40 26.40 27.60 27.40 26.60 29.80 11 November 27.10 29.60 27.10 26.00 26.40 27.40 28.40 12 Desember 26.00 20.70 0.00 26.00 28.20 95.40 27.60 Jumlah 317.30 321.20 300.00 316.60 321.40 358.60 326.80 Rata-Rata 26.44 26.77 25.00 26.38 26.78 29.88 27.23 Sumber : Data Primer (2005) diolah No
Bulan
2003 27.80 26.00 26.40 29.80 27.20 27.20 28.40 27.60 28.00 28.00 26.00 19.00 321.40 26.78
2004 26.40 26.00 26.00 27.40 27.60 27.00 26.80 27.00 27.20 28.00 27.40 26.80 323.60 26.97
Lampiran 11. Hasil Analisis Laboratorium Sifat Fisik Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur No
Desa
Lokasi
Jenis Tanah
1 Sukatani Tegalan Andosol 2 Sukatani Tegalan Regosol 3 Sukatani Pekarangan Regosol 4 Sukatani Pekarangan Andosol 5 Sindangjaya Pekarangan Andosol 6 Sindangjaya Tegalan Regosol 7 Sindangjaya Tegalan Andosol 8 Sindangjaya Pekarangan Regosol Sumber : Data Primer, 2006 (diolah)
Kedalaman (cm) 0 - 20 0 - 20 0 - 20 0 - 20 0 - 20 0 - 20 0 - 20 0 - 20
Bulk Density (g/cm) 0,79 0,73 0,90 0,77 0,85 0,75 0,81 0,94
Porositas Permeabilitas (%) (cm/jam) 70,90 16,95 72,48 13,45 65,85 18,18 71,03 11,20 67,77 10,33 71,89 6,70 69,57 14,90 64,65 14,55
Tekstur 4 Fraksi (%) % Pasir Pasir Debu Liat C-Organik Kasar Halus 37,61 7,58 39,72 15,90 3,31 37,74 5,71 34,73 21,82 3,97 36,42 6,47 36,74 20,37 3,44 45,44 6,17 28,56 19,83 3,62 31,18 5,80 46,57 16,45 3,25 46,94 8,53 32,63 11,90 2,87 26,89 4,25 47,04 21,82 3,06 50,10 8,08 26,50 15,32 3,67
Lampiran 12. Penilaian Ukuran Butir (M) untuk Digunakan dalam Rumus No 1 2 3 4 5 6 7
Kelas Tekstur (USDA) Liat berat Liat sedang Liat berpasir Liat ringan Lempung liat berpasir Liat berdebu Lempung liat
Nilai M 210 750 1213 1685 2160 2830 2830
Kelas Tekstur (USDA) Pasir Lempung berpasir Lempung liat berdebu Lempung berpasir Lempung Lempung berdebu Debu
Nilai M 3035 3245 3770 4005 4390 6330 8245
Sumber: Hammer (1982)
Lampiran 13. Penilaian Struktur Tanah No 1 2 3 4
Tipe Struktur Granular sangat halus (very fine granular) Granular halus (fine granular) Granular sedang dan kasar (medium, coarse, granular) Gumpal, lempeng, pejal (bloky, platty, massive)
Nilai 1 2 3 4
Sumber: Hammer (1982)
Lampiran 14. Penilaian Permeabilitas Tanah No 1 2 3 4 5 6
Kelas Permeabilitas Cepat (rapid) Sedang sampai cepat (moderate to rapid) Sedang (moderate) Sedang sampai lambat (moderate to slow) Lambat (slow) Sangat lambat (very slow)
Sumber: Hammer (1982)
Cm / Jam >25,4 >12,7 – 25,4 >6,3 – 12,7 >2,0 – 6,3 0,5 – 2,0 <0,5
Nilai 1 2 3 4 5 6
Lampiran 15. Nilai Faktor C dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaan atau Tipe Penggunaan Lahan No 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
20
21 22 23 24 25
26
Jenis Tanaman dan Pengelolaannya / Tipe Penggunaan Lahan Tanah bera tanpa tanaman, diolah Sawah beririgasi Sawah tadah hujan Tegalan, tanaman tidak spesifik Rumput brachiaria • Tahun pertama • Tahun kedua • Tahun seterusnya Ubikayu Ubikayu Jagung Jagung Padi gogo, tegalan, lahan kering Padi gogo Kacang-kacangan, tidak spesifik Kacang gogo Kacang tanah Kedelai Sorgum Sereh wangi Kentang Tebu Pisang (jarang, sebagai monokultur) Talas Kebun campuran, tajuk bertingkat, penutup tanah bervariasi: • Kerapatan tinggi • Ubikayu / kedelai • Kerapatan sedang • Kerapatan rendah Cayamus sp., kacang tanah Tanaman perkebunan dengan tanaman penutup tanah (permanen): • Kerapatan tinggi • Kerapatan sedang Reboisasi dengan penutup tanah, tahun pertama Kopi dengan penutup tanah Tanaman bumbu (cabe, jahe) Perladangan berpindah Hutan, hutan alami (primer) berkembang baik: • Serasah tinggi • Serasah sedang Hutan produksi: Tebang habis Tebang pilih
Nilai Faktor 1.0 0.01 0.05 0.7
Sumber
0.3 0.02 0.002 0.363 0.7 0.7 0.637 0.5 0.565 0.6 0.161 0.452 0.399 0.242 0.434 0.4 0.2 0.6 0.85
1 2 2 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1
0.452 0.1 0.2 0.3 0.5
2 1 2 1 2
0.1 0.5 0.3 0.2 0.9 0.4
1 1 1 1 1 1
0.001 0.005
1 2 1
0.5 0.2
1 1
1 1 2 1 1
Lampiran 15. (lanjutan) 27
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
• • • •
Karet Teh Kelapa sawit Kelapa
Kolam ikan Lahan kritis, tanpa vegetasi Semak belukar Sorgum-sorgum (terus menerus) Padi gogo – jagung (dalam rotasi) Padi gogo – jagung (rotasi) + mulsa jagung Padi gogo – jagung (rotasi) + mulsa jerami 2 ton / ha dan 10 -20 ton pupuk kandang Padi gogo tumpangsari jagung + ubikayu dirotasikan dengan kedelai atau kacang tanah Jagung dan kacang tanah, sisa tanaman jadi mulsa Alang-alang permanen Alang-alang dibakar satu kali Semak, lamtoro Albisia dengan semak campuran Albisia tanpa tanaman bawah Kentang ditanam mengikuti arah lereng Kentang, penanaman mengikuti kontur Bawang, penanaman dalam kontur Pohon tanpa semak Ubikayu, tumpangsari dengan kedelai Ubikayu, tumpangsati dengan kacang tanah Ubikayu + sorgum (tumpangsari) Padi gogo + sorgum (tumpangsari) Kacang tanah + kacang gude (tumpangsari) Kacang tanah + kacang tunggak (tumpangsari) Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa batang jagung 4 ton/ha Kacang tanah, mulsa crotalaria 3 ton/ha Kacang tanah, mulsa kacang tunggak Kacang tanah, mulsa jerami padi Padi gogo mulsa crotalaria 3 ton/ha Padi gogo + jagung + ubikayu, mulsa jerami 6 ton/ha. Setelah padi ditanami kacang tanah Padi gogo – jagung – kacang tanah, dalam rotasi, dengan sisa tanaman jadi mulsa Padi gogo – jagung – kacang tanah, dalam rotasi Padi gogo + jagung + kacang tanah (tumpangsari), dengan mulsa sisa tanaman Padi gogo + jagung + kacang tanah (tumpangsari) Padi gogo + mulsa jerami padi 4 ton/ha
0.8 0.5 0.5 0.5 0.001 0.95 0.3 0.341 0.209 0.083
1 1 1 1 1 1 1 3 3 3
0.030
3
0.421 0.014 0.021 0.20 0.51 0.012 1.0 1.0 0.35 0.08 0.32 0.181 0.195 0.345 0.417 0.495 0.571 0.049 0.196 0.128 0.259 0.377 0.387
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
0.079
2
0.347 0.496
2 2
0.357 0.588 0.096
2 2 3
Keterangan : 1. Hammer, 1982, dalam Sinukaban, 1989; 2. Adimihardja, Abujamin dan Kurnia, 1984, dalam Sinukaban, 1989; 3. Pusat Penelitian Tanah, 1973 – 1981, dalam Sinukaban, 1989.
Lampiran 16. No
1
2 3
4 5
6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nilai Faktor P Beberapa Tindakan Konservasi dan Gabungannya dengan Pengelolaan Tanaman (CP) Tindakan Konservasi dan Pengelolaan Tanaman
Teras bangku Terang bangku : • Konstruksi baik • Konstruksi sedang • Konstruksi buruk Teras tradisional Teras koluvial ditanami strip rumput atau bambu atau rumput permanen seperti rumput brachiaria: • Disain baik, tahun pertama • Disain buruk, tahun pertama Rorak Mulsa penahan air: • Serasah atau jerami 6 ton/ha/tahun • Serasah atau jerami 3 ton/ha/tahun • Serasah atau jerami 1 ton/ha/tahun Penanaman menurut kontur: • Pada lereng 0 – 8 % • Pada lereng 20 % • Pada lereng > 20 % Teras bangku ditanami kacang tanah – kacang tanah Teras bangku ditanami jagung + mulsa jerami 4 ton/ha Teras bangku ditanami sorgum – sorgum Teras bangku ditanami jagung Penanaman strip rumput bahia (1 tahun) dalam tanaman kedelai Penanaman strip crotalaria dalam pertanaman padi gogo Penanaman strip crotalaria dalam kedelai Penanaman strip crotalaria dalam kacang tanah Penanaman strip kacang tanah dalam pertanaman jagung, menggunakan sisa tanaman sebagai mulsa Teras guludan dengan rumput penguat Teras guludan ditanami padi gogo dan jagung dalam rotasi Teras guludan pada pertanaman sorgum – sorgum Teras guludan pada pertanaman ubikayu Teras guludan pada tanaman jagung – kacang tanah dalam rotasi, menggunakan mulsa sisa tanaman Teras guludan pada kacang tanah – kedelai dalam rotasi Teras guludan, padi gogo – jagung – kacang tunggak dalam rotasi dengan 2 ton/ha kapur Teras bangku, ditanami jagung – ubikayu / kedelai dalam rotasi Teras bangku ditanami sorgum – sorgum Teras bangku, kacang tanah – kacang tanah Teras bangku tanpa tanaman Penanaman strip crotalaria dalam sorgum – sorgum Penanaman strip clotalaria dalam kacang tanah – ubikayu Penanaman strip crotalaria dalam pertanaman padi gogo – ubikayu Penanaman strip rumput dalam padi gogo
Keterangan : 1. Hammer, 1982, dalam Sinukaban, 1989; 2. Adimihardja, Abujamin dan Kurnia, 1984, dalam Sinukaban, 1989; 3. Pusat Penelitian Tanah, 1973 – 1981, dalam Sinukaban, 1989.
Nilai P dan CP 0.037
Sumber
0.04 0.15 0.35 0.35
1 1 1 1
0.04 0.40 0.6
1 1 1
0.3 0.5 0.8
1 1 1
0.5 0.75 0.90 0.009 0.006 0.012 0.048 0.02 0.340 0.111 0.389
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
0.05 0.50 0.015 0.041 0.063
3 3 3 3 3
0.006 0.105
3 3
0.012 0.056 0.024 0.009 0.039 0.264 0.405 0.193 0.841
3 3 3 3 3 3 3 3 3
2
Lampiran 17. Faktor Kedalaman Ekuivalen untuk 30 Sub Ordo Tanah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Sub Ordo Taksonomi Tanah Aqualf Udalf Ustalf Aquent Arent Fluvent Orthent Psamment Andept Aquept Tropept Alboll Aquoll Rendoll Udoll Ustoll Aquox Tumox Orthod Ustox Aquod Ferro Tumod Orthod Aquult Tumult Udult Ustult Urdert Ustert
Sumber: Hammer (1982)
Faktor Kedalaman Ekuivalen Tanah 0.90 0.90 0.90 0.90 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 0.95 1.00 0.75 0.90 0.90 1.00 1.00 0.90 1.00 0.90 0.90 0.90 0.95 1.00 0.95 0.80 1.00 0.80 0.80 1.00 1.00
Lampiran 18. Kriteria yang Dipergunakan Pengelompokan Kelas. 1. IKLIM → CH dan temperatur 2. TOPOGRAFI A 0 – 3% Datar (flat) B 3 – 8% Agak landai (gently sloping) C 8 – 15% Landai (sloping) D 15 – 25% Agak curam (moderately steep) E 25 – 40% Curam (steep) F 40 – 60% Sangat curam (very steep) G > 60% Terjal (extremely steep and abrupt) 3. ANCAMAN EROSI KE 1 = 0,00-0,10 (sangat rendah) KE 2 = 0,11-0,20 (rendah) KE 3 = 0,21-0,32 (sedang) KE 4 = 0,33-0,43 (agak tinggi) KE 5 = 0,44-0,55 (tinggi) KE 6 = 0,56-0,64 (sangat tinggi) 4. EROSI YANG TELAH TERJADI e0 = tidak ada erosi : < 25 % lapisan atas hilang e1 = ringan : 25 – 75 % lapisan atas hilang e2 = sedang : >75% lapisan atas hilang, < 25 % lapisan bawah hilang e3 = agak berat : > 25 % lapisan bawah hilang e4 = berat : erosi parit e5 = sangat berat 5. KEDALAMAN TANAH k0 = lebih dari 90 cm (dalam) k1 = 90 sampai 50 cm(sedang) k2 = 50 sampai 25 cm (dangkal) k3 = kurang dari 25 cm (sangat dangkal) 6. TEKSTUR TANAH t1 = tanah bertekstur halus, meliputi tekstur liat berpasir, liat berdebu dan liat t2 = tanah bertekstur agak halus, meliputi tekstur lempung liat berpasir, lempung berliat dan lempung liat berdebu t3 = tanah bertekstur sedang, meliputi tekstur lempung, lempung berdebu dan debu t4 = tanah bertekstur agak kasar, meliputi tekstur lempung berpasir, lempung berpasir halus dan lempung berpasir sangat halus t5 = tanah bertekstur kasar, meliputi tekstur pasir berlempung dan pasir 7. PERMEABILITAS P1 = Lambat P2 = Agak lambat P3 = Sedang P4 = Agak cepat P5 = Sangat cepat 8. DRAINASE d0 = berlebihan d1 = baik d2 = agak baik d3 = agak buruk d4 = buruk d5 = sangat buruk
: : : : :
< 0,5 cm/jam 0,5 – 2,0 cm/jam 2,0 – 6,25 cm/jam 6,25 – 12,5 cm/jam > 12,5 cm/jam
Lampiran 18. (lanjutan) FAKTOR-FAKTOR KHUSUS Kerikil = tidak ada atau sedikit : 0 – 15 % volume tanah b0 = sedang : 15 – 50% volume tanah b1 = banyak : 50 -90 % volume tanah b2 = sangat banyak : > 90 % volume tanah b3 Batuan Kecil = tidak ada atau sedikit : 0 – 15 % volume tanah b0 = sedang : 15 – 50 % volume tanah ; pengolahan tanah mulai agak sulit dan b1 pertumbuhan tanaman Agak terganggu = banyak : 50 – 90 % volume tanah ; pengolahan tanah sangat sulit dan b2 pertumbuhan tanaman terganggu = sangat banyak : > 90 % volume tanah; pengolahan tanah tidak mungkin b3 dilakukan dan pertumbuhan tanaman terganggu Batuan lepas b0 : tidak ada (<0,01% luas areal) : sedikit (0,01-3% permukaan tanah tertutup) b1 : sedang (3-15% permukaan tanah tertutup) b2 : banyak (15-90% permukaan tanah tertutup) b3 : sangat banyak (>90% permukaan tanah tertutup). b4 Batuan tersingkap (rock) = tidak ada (<2% permukaan tanah tertutup) b0 = sedikit (2-10% permukaan tanah tertutup) b1 = sedang (10-50% permukaan tanah tertutup) b2 = banyak (50-90% permukaan tanah tertutup) b3 = sangat banyak (>90% permukaan tanah tertutup; tanah sama sekali tidak dapat b4 digarap). 1. ANCAMAN BANJIR ATAU GENANGAN : tidak pernah : dalam periode 1 tahun tanah tidak pernah tertutup banjir O0 untuk waktu lebih dari 24 jam : jarang : banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak teratur O1 dalam periode kurang dari 1 bulan : kadang-kadang : selama waktu 1 bulan dalam setahun tanah secara teratur O2 tertututp banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam : sering : selama waktu 2–5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda O3 banjir yang lamanya lebih dari 24 jam : sangat sering : selama waktu 6 bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir O4 secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam 2. SALINITAS = bebas (0-0,15% garam larut; 0-4 (ECx103 ) mmhos/cm pada suhu 25oC g0 = terpengaruh sedikit (0,15-0,35% garam larut; 4-8 (ECx103) mmhos/cm g1 pada suhu 25oC = terpengaruh sedang (0,35-0,65% garam larut; 8-15 (ECx103 ) mmhos/cm g2 pada suhu 25oC) = terpengaruh hebat (>0,65% garam larut; >15 (ECx103) mmhos/cm g3 pada suhu 25oC
Lampiran 19. Faktor Kedalaman Ekuivalen untuk 30 Sub Ordo Tanah
Taxonomi Tanah (Sub-Order) 1. Aqualf*) 2. Udalf *) 3. Ustalf 4. Aquent 5. Arent 6. Fluvent*) 7. Orthent 8. Psmamment 9. Andept*) 10. Aquept *) 11. Tropept 12. Alboll 13. Aquoll 14. Rendoll 15. Udoll 16. Ustoll 17. Aquox 18. Humox 19. Orthox *) 20. Ustox 21. Aquod 22. Ferrod 23. Humod 24. Orthod 25. Aquult 26. Humult 27. Udult 28. Ustult 29. Udert 30. Ustert Sumber: Hammer (1982)
Harkat Kemerosotan Sifat Fisik dan Kimia Fisik Kimia S S S S R R R R R R R T S S R R R R R R R R R R S R S S R R
R R R R R R R R R S R S R R R R T R T T T S R S T R T T R R
Nilai Faktor Kedalaman Tanah 0,90 0,90 0,90 0,90 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,95 1,00 0,75 0,90 0,90 1,00 1,00 0,90 1,00 0,90 0,90 0,90 0,95 1,00 0,95 0,80 1,00 0,80 0,80 1,00 1,00