ANALISIS KADAR PENCEMAR LOGAM TIMBAL (Pb) PADA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) DI SUNGAI BONE Tria Dwi Astuti, Sunarto Kadir, Lintje Boekoesoe1
[email protected] Progran Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Sungai Bone berdasarkan data dari Balihristi tahun 2012 telah tercemar oleh Timbal (Pb). Udang sebagai salah satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran di dalam perairan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kadar Timbal (Pb) pada Udang Putih (Litopenaeus vannamei) telah melebihi batasan maksimum cemaran logam berat dalam pangan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kandungan kadar pencemar Timbal (Pb) pada Udang Putih (Litopenaeus vannamei) di perairan Sungai Bone. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Dimana sampel yang diteliti adalah 5 sampel air Sungai Bone dan 5 sampel Udang Putih (Litopenaeus vannamei). Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling, dengan menentukan lokasi pengambilan sampel, bobot sampel udang, dan banyaknya sampel air yang di ambil. Sampel air diperiksa dengan menggunakan alat Spectofotometri Serapan Atom sedangkan sampel Udang Putih (Litopenaeus vannamei) diperiksa dengan menggunakan XRF dan MATRIX CH2, kemudian dianalisis secara univariat yang disajikan dalam bentuk tabel.Berdasarkan hasil analisis data diketahui 5 sampel Udang Putih (Litopenaeus vannamei) telah tercemar dengan Timbal (Pb) dan tidak memenuhi syarat batasan maksimum cemaran logam berat dalam pangan menurut SNI Tahun 2009. Sedangkan untuk air Sungai Bone diperoleh hasil, dari 5 sampel air yang di ambil sampel 4 di antaranya telah tercemar dengan Timbal (Pb), dan 1 sampel masih memenuhi kriteria mutu air kelas III berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Perlu adanya penelitian lanjutan pada sedimen di perairan Sungai Bone di mana banyak logam-logam berat yang bersifat toksik tinggi seperti Timbal (Pb) banyak mengendap. Kata Kunci: Pencemaran air, Timbal (Pb), Air Sungai Bone, Udang Putih (Litopenaeus Vannamei). 1
Tria Dwi Astuti Mahasiswa di Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo : Dr. Sunarto Kadir., Dra., M.Kes dan Dr. Lintje Boekoesoe., Dra., M.Kes Dosen Pembimbing di Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, terjadi juga peningkatan aktivitas manusia. Namun, tidak jarang, aktivitas manusia sendiri juga dapat meyebabkan penurunan kualitas (mutu) air. Bila penurunan mutu air ini tidak diminimalkan maka akan terjadi pencemaran air. Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 menyebutkan : “Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”(Mulia, 2005:46). “Pencemaran oleh logam-logam berat antara lain yang sering terdapat dalam badan perairan adalah logam Pb. Pb (timah hitam/timbal) dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Secara alamiah, Pb dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Di samping itu, proses korosifikasi dari bantuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke badan perairan” (Herman dalam Widowati dkk, 2008:109). Keberadaan logam berat timbal pada air juga bisa bersumber dari partikelpartikel logam timbal yang ada di udara karena logam berat yang banyak ditemukan di udara adalah logam berat timbal. Emisi Pb dari lapisan atmosfer bisa berbentuk gas ataupun partikel. Saat ini banyak keluhan masyarakat Gorontalo bahwa ada beberapa daerah yang memiliki PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) ataupun industri-industri yang menimbulkan pencemaran di wilayah sungai. Tidak terkecuali di sungai Bone di mana pada bagian hulu sungai terdapat aktivitas penambangan. Logam yang ada pada perairan suatu saat akan turun dan mengendap pada dasar perairan, membentuk sedimentasi sedangkan banyak organisme yang mencari makan di dasar perairan (udang, rajungan, dan kerang) akan memiliki peluang yang besar untuk terpapar logam berat yang telah terikat di dasar perairan dan membentuk sedimen. “Jenis crustacea perlu diwaspadai terhadap pencemaran
logam berat. Apalagi jenis crustacea banyak digemari sebagai salah satu bahan yang di konsumsi oleh masyarakat”(Rahman, 2006:2). Udang sebagai salah satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Jika dalam tubuh udang terkandung kadar logam berat di bawah batas normal maka sifat toksisitas dari logam masih belum berpengaruh, tetapi jika di dalam tubuh udang telah terkandung kadar logam berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang telah ditentukan maka sifat toksisitas logam akan berpengaruh, sehingga udang dapat digunakan sebagai indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan. Di sekitaran sungai Bone terdapat masyarakat yang membudidayakan berbagai jenis ikan seperti ikan nila dan mujair serta Udang. Untuk indikator tingkat pencemaran dalam air sungai, udang lebih baik dari pada jenis ikan karena kemampuannya dalam menetralisir logam-logam berat pada air sungai yaitu sampai ≤ 0,5 ppm bila dibandingkan dengan golongan ikan yang hanya mampu menetralisir logam sampai ≤ 0,3 ppm berdasarkan SNI 7387 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat pada bahan pangan. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Dimana sampel yang diteliti adalah 5 sampel air Sungai Bone dan 5 sampel Udang Putih (Litopenaeus vannamei). Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling, dengan menentukan lokasi pengambilan sampel, bobot sampel udang, dan banyaknya sampel air yang di ambil. Sampel air diperiksa dengan menggunakan alat Spectofotometri Serapan Atom sedangkan sampel Udang Putih (Litopenaeus vannamei) diperiksa dengan menggunakan XRF dan MATRIX CH2, kemudian dianalisis secara univariat yang disajikan dalam bentuk tabel.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Kadar timbal (Pb) dalam air Sungai Bone dapat di lihat pada tabel 1. Tabel 1 Analisis kadar timbal (Pb) pada air Sungai Bone Kode
Lokasi Pengambilan Sampel
Kadar timbal (Pb) (ppm)
Kriteria Mutu Air Kelas III (ppm)
STASIUN 1
Desa Tulabolo (Bagian Hulu)
0,2484
≤ 0,03
STASIUN 2
Desa Alale, Suwawa (Bagian antara Hulu dan Tengah)
1,1713
≤ 0,03
STASIUN 3
Desa Boludawa (Bagian Tengah)
0,0632
≤ 0,03
Tidak Memenuhi Syarat
STASIUN 4
Desa Oluhuta (Bagian antara Tengah dan Hilir)
0,0669
≤ 0,03
Tidak Memenuhi syarat
STASIUN 5
Jembatan Talumolo (Bagian Hilir)
0,0259
≤ 0,03
Memenuhi Syarat
Kriteria Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat
Sumber : Data Primer, 2014 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 5 stasiun pengambilan sampel air, hanya ada 1 stasiun yang memiliki kadar timbal (Pb) ≤ 0,03 ppm atau masih memenuhi syarat kriteria mutu air kelas III berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, yaitu di stasiun 5 Jembatan Talumolo (Bagian Hilir). Sedangkan 4 stasiun lainnya, memiliki kadar timbal (Pb) yang tidak memenuhi syarat kriteria mutu air kelas III berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Dari hasil pengujian sampel yang diperoleh dari Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo, diketahui bahwa kadar timbal (Pb) di air Sungai Bone tertinggi berada di stasiun 2 Desa Alale, Suwawa (Bagian antara Hulu dan Tengah) sebanyak 1,1713 ppm, sedangkan kadar timbal (Pb) terendah berada di stasiun 5 yaitu di Jembatan Talumolo (Bagian Hilir) sebanyak 0,0259 ppm.
Kadar timbal (Pb) dalam udang putih (Litopenaeus vannamei) dapat di lihat pada tabel 2. Tabel 2 Analisis kadar timbal (Pb) pada udang putih (Litopenaeus vannamei) Kadar timbal (Pb) (ppm)
Batasan Maksimum Cemaran (ppm)
Kode
Lokasi Pengambilan Sampel
STASIUN 1
Desa Tulabolo (Bagian Hulu)
7,4
≤ 0,5
STASIUN 2
Desa Alale, Suwawa (Bagian antara Hulu dan Tengah)
22,5
≤ 0,5
STASIUN 3
Desa Boludawa (Bagian Tengah)
4,26
≤ 0,5
Tidak Memenuhi Syarat
STASIUN 4
Desa Oluhuta (Bagian antara Tengah dan Hilir)
2,57
≤ 0,5
Tidak Memenuhi syarat
STASIUN 5
Jembatan Talumolo (Bagian Hilir)
1,06
≤ 0,5
Tidak Memenuhi syarat
Kriteria Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat
Sumber : Data Primer, 2014 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 5 sampel udang putih (Litopenaeus vannamei) yang diambil dari 5 stasiun di Sungai Bone, semua sampel udang putih (Litopenaeus vannamei) telah tercemar dengan timbal (Pb) dan tidak memenuhi syarat untuk di konsumsi berdasarkan batasan maksimum cemaranlogam berat timbal di crustacea dalam hal ini adalah udang putih (Litopenaeus vannamei) berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 2009 atau ≤ 0,5 ppm. Dimana kadar timbal (Pb) tertinggi pada udang putih (Litopenaeus vannamei) terdapat di stasiun 2 Desa Alale, Suwawa (Bagian antara Hulu dan Tengah) sebanyak 22,5 ppm, sedangkan kadar merkuri terendah pada udang putih (Litopenaeus vannamei) terdapat di stasiun 5 yaitu di Jembatan Talumolo (Bagian Hilir) sebanyak 1,06 ppm.
Pembahasan Kadar timbal (Pb) dalam air sungai bone Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 5 titik pengambilan sampel, diketahui bahwa kadar Timbal (Pb) di air Sungai Bone di 4 stasiun sudah tidak memenuhi syarat, sedangkan 1 stasiun yaitu di stasiun 5 Jembatan Talumolo kadar Timbal (Pb) yakni 0,0259 ppm, masih memenuhi syarat kriteria mutu air kelas III menurut Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 yakni ≤ 0,03 ppm. Berdasarkan hasil analisis Timbal (Pb) pada air Sungai Bone, diketahui bahwa kadar Timbal (Pb) tertinggi berada di stasiun 2 desa Alale, yaitu 1,1713 ppm. Stasiun 2 desa Alale merupakan Bendungan yang pada bagian bawahnya banyak ditemukan sampah-sampah yang terbawa oleh arus aliran air Sungai Bone dari daerah Hulu. Keberadaan bendungan/pintu air di stasiun ini memberikan pengaruh terhadap arus aliran sungai. Hal ini di dukung oleh penelitian Simamora tahun 2013 yang menyatakan adanya pengaruh bendungan/pintu air terhadap hidraulik sungai dalam menurunkan kualitas air sungai. Hal ini juga diduga karena kiri kanan tebing sungai yang tadinya alami, diintervensi dengan konstruksi pasangan batu (bronjong). Waktu pengambilan sampel air juga mempengaruhi kadar logam berat Timbal (Pb) yang ada di badan perairan. Kadar Timbal (Pb) tertinggi terdapat di titik ini diakibatkan juga waktu pengambilan sampel yang dilakukan pada waktu musim kemarau yakni pada bulan April 2014 sehingga debit air Sungai Bone tidak terlalu banyak. Hal ini juga didukung oleh penelitian Hutagalung & Hamidah dalam Noer Koemari (2013: 284) yang mengatakan bahwa kadar Timbal (Pb) pada air sangat dipengaruhi oleh musim yang terjadi, apabila musim hujan maka kadar Pb kemungkinan akan menurun karena adanya pengenceran dari air hujan, sedangkan apabila pada musim kemarau kadar Pb akan meningkat karena adanya pemekatan. Berdasarkan hasil analisis, kadar Timbal (Pb) terendah berada di stasiun 5 di Jembatan Talumolo yaitu 0,0259 ppm. Stasiun ini mewakili daerah hilir pada penelitian ini, meskipun tidak dapat mewakili hilir sungai Bone karena aliran air
sungai Bone bermuara di laut/teluk Tomini. Kadar timbal (Pb) pada stasiun ini terendah dibandingkan stasiun 1,2,3 dan 4 bisa dikarenakan salinitas perairan dan konsentrasi DO yang tinggi pada stasiun ini. Hal ini disebabkan stasiun 5 merupakan daerah hilir dan dekat dengan muara, dimana pada daerah tersebut terjadi pertemuan antara air tawar (sungai) dan air laut (laut lepas) yang mempengaruhi kondisi salinitas di daerah tersebut. Salinitas yang tinggi menggambarkan kandungan konsentrasi total ion yang terdapat pada perairan baik organik maupun anorganik. Secara umum nilai konsentrasi DO perairan menunjukkan nilai yang semakin tinggi ke arah laut lepas. Hal ini diduga disebabkan pengaruh pergerakan massa air baik arus dan gelombang yang menyebabkan konsentrasi limbah pencemaran seperti logam berat timbal (Pb) tersebar, sehingga konsentrasinya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan stasiun lainnya. Ini didukung oleh teori Rahman dalam Sarjono, 2009 yang menyatakan bahwa salinitas dan konsentrasi DO tinggi diperairan laut lepas (off shore). Pergerakan arus maupun gelombang juga menyebabkan difusi oksigen dari udara ke kolom perairan terjadi dengan baik. DO (oksigen terlarut) digunakan untuk mendekomposisi bahan organik dan mengoksidasi bahan anorganik. Rendahnya nilai kandungan oksigen terlarut dapat menyebabkan tingkat toksisitas logam berat meningkat, sehingga daerah tersebut tidak menunjang untuk kehidupan biota perairan. Kadar timbal (Pb) pada udang putih (Litopenaeus vannamei) Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa Udang Putih (Litopenaeus vannamei) yang terdapat di 5 stasiun di Sungai Bone telah tercemar dengan logam berat Timbal (Pb). Kadar Timbal (Pb) yang terkandung dalam daging Udang Putih (Litopenaeus vannamei) tertinggi mencapai 22,5 ppm yang terdapat di stasiun 2 desa Alale dan yang terendah berada pada stasiun 5 Jembatan Talumolo yakni 1,06 ppm. Kadar Logam berat Timbal (Pb) di kedua stasiun ini telah melewati syarat batasan maksimum cemaran logam berat dalam pangan berdasarkan SNI tahun 2009. Logam berat Timbal (Pb) yang terkandung dalam Udang Putih (Litopenaeus vannamei), dapat masuk melalui makanan yang dimakannya. Palar
(2008: 100), menjelaskan bahwa masuknya Timbal (Pb) kedalam tubuh organisme hidup terutama melalui makanannya, karena hampir 90% bahan beracun ataupun logam berat masuk kedalam tubuh melalui bahan makanan. Udang Putih (Litopenaeus vannamei), merupakan salah satu hewan perairan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dari berbagai lapisan karena memiliki nilai gizi yang tinggi antara lain mengandung beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi dan vitamin-vitamin. Udang Putih (Litopenaeus vannamei) bergerak dan mencari makan di dasar air, sedangkan lokasi tersebut merupakan tempat endapan dari berbagai jenis limbah, termasuk logam berat Timbal (Pb) sehingga udang ini merupakan indikator yang baik untuk mengetahui terjadinya pencemaran air (Budiarti, 2010:2). Kadar Timbal (Pb) tertinggi pada Udang Putih (Litopenaeus vannamei) terdapat pada stasiun 2 desa Alale yakni 22,5 ppm. Kadar Timbal (Pb) ini tinggi dikarenakan berdasarkan hasil analisis kadar Timbal (Pb) pada air di stasiun ini juga yang paling tinggi dibandingkan stasiun 1, stasiun 3, stasiun 4 dan stasiun 5 di mana hasil analisis pada air sungai mencapai 1,1713 ppm. Kadar logam berat Timbal (Pb) tinggi pada tubuh Udang Putih (Litopenaeus vannamei) dikarenakan dari kebiasaan mencari makanan di sela-sela bebatuan dan pada dasar perairan atau sedimen. Sedangkan banyak logam-logam berat seperti logam berat Timbal (Pb) banyak tersuspensi dalam sedimen perairan karena sifat kelarutannya yang relatif rendah. Jenis Crustacea dalam penelitian ini yaitu Udang Putih (Litopenaeus vannamei) pergerakannya relatif tidak secepat jenis ikan untuk menghindar dari pengaruh polusi logam dalam air. Pergerakan ikan lebih cepat dan dapat berenang dibandingkan dengan udang. Hal ini diperkuat dengan penelitian Noer Koemari tahun 2013 tentang kontaminasi logam berat Pb dan Cd pada udang windu dan rajungan di perairan Kota Baru, yang menyatakan bahwa sebagian besar logam berat timbal masuk kedalam hewan laut adalah melalui rantai makanan dan hanya sedikit yang langsung diambil dari air. Sifat krustasea yang mencari makan pada dasar perairan yaitu pada lingkungan sedimen akan menyebabkan krustasea sangat mungkin terkontaminasi logam berat, termasuk Pb dan Cd.
Untuk stasiun 5 Jembatan Talumolo, kadar Timbal (Pb) pada tubuh udang putih (Litopenaeus vannamei) yakni 1,06 ppm. Kadar Timbal (Pb) terendah pada stasiun ini dikarenakan kadar Timbal (Pb) pada air di stasiun ini juga terendah dibandingkan dengan stasiun 1,2,3, dan 4. Pada stasiun ini kadar timbal pada tubuh udang putih telah melewati ambang batas meskipun tidak sebesar yang ada pada stasiun 1 dan 2 yang masing-masing kadar Timbal (Pb) nya 7,4 ppm dan 22,5 ppm. Oleh karenanya tidak diperkenankan mengkonsumsi udang putih (Litopenaeus vannamei) karena dari hasil analisis telah jauh melebihi syarat batasan maksimum cemaran logam berat timbal dalam pangan berdasarkan SNI tahun 2009 yakni < 0,5 ppm. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun simpulan pada penelitian ini adalah udang putih (Litopenaeus vannamei) di sungai Bone telah tercemar dengan logam berat timbal (Pb) berdasarkan 5 stasiun pengambilan sampel, dan seluruh kadar timbal (Pb) pada udang putih (Litopenaeus vannamei) telah melewati ambang batas atau tidak memenuhi syarat batasan batasan maksimum cemaran logam berat dalam pangan menurut standar nasional Indonesia tahun 2009. Sedangkan untuk kadar timbal (Pb) di air Sungai Bone dari 5 stasiun pengambilan sampel terdapat 4 stasiun yang tidak memenuhi syarat kriteria mutu air kelas III menurut PP No.82 Tahun 2001, sedangkan 1 stasiun yaitu stasiun 5 Jembatan Talumolo kadar timbal (Pb) di air masih memenuhi syarat. Saran Saran yang dapat peneliti berikan terkait hasil penelitian ini, diharapkan kepada pemerintah dapat membuat kebijakan atau program untuk pemulihan atau perbaikan ekosistem Sungai Bone. Kepada peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut terhadap biota lainnya selain udang putih dan pada sedimen perairan dimana senyawa-senyawa logam berat seperti Timbal (Pb) banyak yang mengendap.
DAFTAR PUSTAKA Badan Lingkungan Hidup Riset dan Teknologi (Balihristi). 2012. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Gorontalo Tahun 2012 Balitbangpeldada. 2003. Status Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo Budiarti, A. 2010. Analisis kandungan logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Udang Putih (Litopenaeus vannamei) yang diperoleh dari muara Sungai Banjir Kanal Barat dan perairan pantai Kota Semarang. Skripsi. Universitas Wahid Hasyim Semarang Darmono. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran:Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI-Press Kemenkes. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air Maruru, S. 2012. Studi kualitas air Sungai Bone dengan metode Biomonitoring. Skripsi. Kesehatan masyarakat. FIKK. UNG Mulia, R. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu Musallamah. 2007. Pengaruh paparan timbal (Pb) terhadap perubahan histopatologis hepatopankreas udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Skripsi. ITS Nurfadillah, A. 2013. Cemaran Logam Berat dalam air PDAM Kota Gorontalo. Skripsi. Kesehatan masyarakat. FIKK. UNG Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Palar, H. 2008. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: PT. Rineka Cipta Rahman, A. 2006. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium(Cd) pada Beberapa Jenis Krustasea Di Pantai Batakan dan Takisung Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Skripsi. Program Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan Simamora, Amran Ahmad, Inayah Yasir. 2012. Kualitas Air Sungai Bone (Gorontalo) berdasarkan Bioindikator Makroinvertebrata. Penelitian.Universitas Hasanuddin. Makassar Standar Nasional Indonesia (SNI). 2009. Batas cemaran logam berat dalam pangan. Standar Nasional Indonesia (SNI). 2011. Cara uji kimia : Penentuan kadar logam berat Timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada produk perikanan Sutrisno, T. 2010. Teknologi penyediaan air bersih. Jakarta: Rineka Cipta Widowati, Astiana Sastiono, dan Raymond Jusuf. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta : ANDI