J. Akad. Kim. 2(3): 128-133, August 2013 ISSN 2302-6030
AKUMULASI LOGAM TIMBAL (Pb) DAN LOGAM TEMBAGA (Cu) DALAM UDANG REBON (Mysis. Sp) DI MUARA SUNGAI PALU Accumulation of Lead (Pb) Metal and Copper (Cu) Metal inside Rebon Shrimp (Mysis. Sp) at the Estuary of Palu River *Fujiastuti, Irwan Said dan Jamaluddin Sakung Pendidikan Kimia/FKIP - Universitas Tadulako, Palu - Indonesia 94118 Recieved 11 July 2013, Revised 12 August 2013, Accepted 15 August 2013
Abstract The estuary of Palu River is one of river in Palu city which becomes income sources for the local fisherman. The main catch is rebon shrimp (Mysis. Sp). There are many human activities along the Palu River which potentially produce waste that containing heavy metal including lead and copper metal which can contaminate the water. This research aims to find out the content of lead metal (Pb) and copper metal (Cu) which accumulated in rebon shrimp (Mysis. Sp) in the estuary of Palu River. This research used field observation method by taking sample of rebon shrimp (Mysis. Sp) in the estuary of Palu River. The content of lead metal and copper metal inside rebon shrimp (Mysis. Sp) were determined by using Spectro Direct device. Data obtained were analysed descriptively by comparing food standards based on the decree of Directorate General of Drug and Food Control Number 03725/B/ SK/VII/89 and SNI 01-2729.1-2006. The research result showed that the content of lead metal inside rebon shrimp (Mysis. Sp) 0.57 mg/kg, which means lead metal has exceeded the specified threshold of food value (0.4 mg/kg). While the content of copper metal inside rebon shrimp (Mysis. Sp) <0.5 mg/kg still below the specified threshold (20 mg/kg). Keywords: Lead metal, Copper metal, Rebon shrimp (Mysis. Sp), Accumulate, Estuary of Palu River Pendahuluan Estuaria atau muara adalah tempat pertemuan antara air laut dan air sungai, dimana kombinasi antara air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas. Kawasan Teluk Palu merupakan salah satu kawasan estuaria yang cukup unik dan kompleks, karena di kawasan ini terdapat beberapa ekosistem, diantaranya adalah ekosistem marove dan ekosistem estuaria. Kawasan ini juga berada di wilayah permukiman yang sarat dengan berbagai macam aktifitas. Aktivitas-aktivitas tersebut antara lain aktivitas perbengkelan, rumah sakit, perhotelan, pengolahan emas, rumah makan, wisata bahari, perahu nelayan dan aktifitas-aktifitas domestik lainnya. Menurut Martuti (2012) & Pratama (2012), aktifitas tersebut merupakan sumber * Korespondensi: Fujiastuti Program Studi Pendidikan kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako email:
[email protected]
© 2013 - Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Tadulako
masuknya berbagai macam logam berat ke dalam perairan, diantaranya adalah logam tembaga (Cu), logam timbal (Pb), logam emas (Au) dan logam berat lainnya. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Palu dalam Fismawati (2010), melaporkan bahwa kandungan beberapa logam berat seperti tembaga (Cu), kromium (Cr) dan kadmium (Cd) di Sungai Palu telah melebihi standar baku mutu air, yaitu untuk Cu 0,5 mg/l, Cr 0,1 mg/l dan Cd 0,01 mg/l. Dalam penelitian lain juga diperoleh informasi bahwa kandungan logam timbal di muara Sungai Palu telah mencapai 0,0273 ppm (Rusman, 2010). Mengacu pada keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air untuk organisme laut bahwa kadar nilai ambang batas (NAB) untuk logam Pb 0,008 ppm artinya kadar logam timbal di muara Sungai Palu telah melebihi nilai ambang batas (Rusman, 2010). Selanjutnya hasil penelitian Said (2009) menginformasikan bahwa di kawasan 128
Fujiastuti
Akumulasi Logam Timbal (Pb) dan Logam Tembaga (Cu)............
estuaria Teluk Palu hidup berbagai jenis biota air (nekton dan bentos) yang dijadikan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat yang tinggal di daerah pesisir atau estuaria. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan peneliti bahwa di kawasan ini hidup salah satu jenis biota yang digunakan sebagai sumber pendapatan masyarakat estuaria yaitu udang rebon (Mysis. Sp). Kemampuan udang rebon ini bisa bertahan hidup dan berkembang biak di daerah terpolusi karena diduga memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang terpolusi, sehingga udang rebon dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Menurut Triana (2012), udang dapat digunakan untuk mengetahui pencemaran logam berat di air karena udang selalu mencari makan di dasar air (detrivorus), sehingga udang cukup baik sebagai indikator polusi logam berat. Menurut Said (2009), biota air yang dapat hidup pada daerah terpolusi dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran. Dengan demikian udang rebon (Mysis. Sp) yang hidup pada perairan estuaria Teluk Palu dapat mengakumulasi berbagai jenis logam ke dalam tubuhnya, diantaranya adalah logam timbal dan tembaga yang penting untuk dianalisis. Menurut Febrita (2006) & Hartono (2011), logam tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup baik secara langsung maupun tidak langsung melalui rantai makanan (biomagnifikasi). Menurut Novianto (2012), akumulasi logam timbal dalam tubuh menimbulkan gejala keracunan pada setiap orang, antara lain sistem pernapasan, darah dan sistem saraf. Menurut Rochyatun (2003) dan Arif (2011), gejala yang timbul pada keracunan Cu akut adalah mual, muntah-muntah, sakit perut, hemolisis, nefrosis, kejang, dan akhirnya kematian. Menurut Ezra (2011) dan Swastawati (2008), udang rebon memiliki kandungan protein yang cukup banyak. Udang rebon (Mysis. Sp) yang hidup di muara sungai Palu ini menjadi salah satu sumber protein bagi masyarakat Teluk Palu, sehingga perlu diketahui seberapa besar kandungan logam timbal dan tembaga yang terdapat di dalam tubuh udang rebon, agar udang rebon di muara Sungai Palu tetap aman dikonsumsi sebagai sumber protein. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai akumulasi logam timbal (Pb) dan tembaga (Cu) dalam udang rebon (Mysis. Sp) di muara Sungai Palu. 129
Metode Metode penelitian yang digunakan adalah analisis melalui observasi lapangan yaitu mengambil sampel air dan udang rebon (Mysis. Sp) di Muara Sungai Palu kemudian menganalisis kadar logam timbal dan tembaga serta menganalisis kualitas airnya. Pengujian kadar logam berat timbal dan tembaga pada udang rebon (Mysis. Sp) dan air dilakukan dengan menggunakan metode spektrometri. Alat yang digunakan meliputi: Spectro Direct Lovibond, desikator, tanur Fb 1400 Furnance, oven mm Medcenter Venticell, neraca digital Ohaus Arc 120, pH meter HM10P, kertas saring, labu ukur 100 ml, gegep, pipet tetes, cawan krusible, botol semprot, dan gelas ukur 10 mL. Bahan yang digunakan antara lain : udang rebon (Mysis. Sp) yang berasal dari muara Sungai Palu (Teluk Palu), aquades, reagen Pb dan Cu dan larutan HNO3 pekat (diproduksi oleh Merck). Pengambilan sampel air di bagian permukaan perairan muara Sungai Palu karena ke dalaman air relatif dangkal (2 – 3 m). Pengambilan sampel udang rebon dibantu oleh nelayan setempat menggunakan pukat. Kandungan logam berat timbal dan tembaga serta oksigen terlarut (DO) dalam sampel dianalisis di laboratorium Pendidikan Kimia FKIP Universitas Tadulako menggunakan alat Spectro Direct dan untuk mengukur pH dan suhu digunakan pH meter HM-10P. Data kandungan logam berat pada udang rebon dan air dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan cara membandingkan hasil analisa laboratorium dengan standar makanan SNI 01-2729.1-2006 (Arsad, 2012) , Keputusan Direktur Jendral pengawasan Obat dan Makanan Nomor 03725/B/SK/VII/89 (Martuti, 2012) dan standar baku mutu air laut sesuai dengan KEP.MEN LH No.51 tahun 2004 (Rusman, 2010). Hasil dan Pembahasan Nilai pH, Suhu, Oksigen terlarut (DO), Kadar logam timbal (Pb) dan logam tembaga (Cu) pada air muara Sungai Palu Beberapa faktor yang menentukan kualitas air antara lain adalah suhu, pH, Oksigen Terlarut (DO) dan lain-lain. Dari penelitian yang telah dilakukan, telah diperoleh data nilai pH, suhu, kadar logam timbal (Pb) dan logam tembaga (Cu) pada air muara Sungai Palu seperti tampak pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, tampak bahwa nilai logam timbal dan tembaga yang diperoleh
Jurnal Akademika Kimia
Volume 2, No. 3, 2013: 128-133
Tabel 1. Data Nilai pH, Suhu, Kadar Logam Timbal (Pb) dan Logam Tembaga (Cu) Pada Air Muara Sungai Palu Air Muara Sungai Palu Standar baku mutu
pH
Suhu (oC)
Logam Timbal (Pb) (ppm)
Logam Tembaga (Cu) (ppm)
DO (mg/l)
5,47
34,6
1,43
1,34
5,32
6-9
20-30
0,008
0,05
>5
di Muara Sungai Palu melebihi nilai standar baku mutu yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena tingginya pencemaran logam berat Pb dan Cu dari sungai-sungai lainnya yang terkontaminasi limbah perbengkelan, pengolahan emas dan limbah domestik lainnya yang akhirnya bermuara di Sungai Palu. Nilai pH yang diperoleh di Muara Sungai Palu sebesar 5,47. Menurut Sastrawijaya dalam Novianto (2012), air dengan pH antara 6,78,6 sangat mendukung kehidupan maupun perkembangan organisme akuatik secara normal. Berdasarkan hal tersebut maka pH air di Muara Sungai Palu lebih rendah dari nilai standar baku mutu. Hal ini dikarenakan rendahnya konsentrasi ion hidrogen yang terdapat pada badan perairan. Derajat keasaman (pH) sangat mempengaruhi konsentrasi logam. Menurut Kadir (2013), kenaikan pH pada badan perairan biasanya akan diikuti dengan semakin kecilnya kelarutan dari senyawasenyawa logam, begitu pula sebaliknya. Menurut Palar dalam kadir (2013), umumnya pH yang semakin tingggi menyebabkan kestabilan akan bergeser dari karbonat ke hidroksida. Menurut Sarjono dalam Kadir (2013) Penurunan pH pada perairan menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Suhu yang diperoleh di Muara Sungai Palu lebih besar dari nilai standar baku mutu. Hal ini dikarenakan tingginya intensitas cahaya matahari yang menyinari perairan sehingga berakibat pada tingginya suhu air, karena cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan berubah menjadi energi panas, sehingga makin tinggi intensitas penyinaran matahari ke perairan, makin tinggi juga suhu di perairan. Sorensen dalam Arsad (2012) menyebutkan bahwa peningkatan suhu perairan cenderung menaikkan akumulasi dan toksisitas logam berat, diantaranya logam timbal dan tembaga. Menurut Sitorus (2011), hal ini terjadi akibat meningkatnya laju metabolisme dari organisme air. Peningkatan suhu mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas
O2, hal ini dikarenakan senyawa H2O terionisasi menjadi ion H+ dan OH- sehingga karena tingginya suhu maka O2 menguap ke udara (Novianto, 2012). Selain itu, menurut Napitu (2012) dan Novianto (2012), peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan metabolisme organisme air dan kemudian mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme air, sehingga jumlah oksigen yang ada di perairan akan terus berkurang. Selain itu, menurut Nurvianty dalam Arsad (2012), suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen, jika suhu naik maka kandungan oksigen terlarut dalam air akan menurun, hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh. Nilai oksigen terlarut (DO) yang diperoleh sebesar 5,32. Hal ini dikarenakan peningkatan suhu yang juga menyebabkan peningkatan metabolisme organisme air dan mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme air, sehingga jumlah oksigen yang ada di perairan akan terus berkurang Novianto (2012). Kadar oksigen juga mempengaruhi keberadaan logam berat. Daerah-daerah yang kekurangan oksigen, misalnya akibat tingginya bahan-bahan organik dalam air, daya larut logam menjadi lebih rendah dan mudah menguap sehingga konsentrasi juga akan berkurang (Napitu, 2012). Keadaan lingkungan perairan yang berubah-ubah, misalnya suhu, pH, jumlah dan jenis bahan pencemar adalah termasuk faktor penting yang mempengaruhi pola penyebaran logam dalam air (Kadir, 2013). Menurut Obasohan (2008), terdapat faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kadar logam di perairan, hal ini dapat dikaitkan dengan sifat fisikokimia berbagai air. Konsentrasi Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) Dalam Sampel Udang rebon (Mysis. Sp) Berdasarkan hasil analisis logam timbal (Pb) dan tembaga (Cu) dalam sampel udang rebon (Mysis) dengan menggunakan alat Spectro Direct diperoleh data konsentrasi logam dalam cuplikan seperti tampak pada Tabel 2. 130
Akumulasi Logam Timbal (Pb) dan Logam Tembaga (Cu)............
Fujiastuti
Tabel 2. Data Konsentrasi Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) Menggunakan Alat Spectro Direct Logam Timbal (Pb) Logam Tembaga (Cu)
Cuplikan I
Cuplikan II
Cuplikan III
0,58 ppm
0,60 ppm
0,55 ppm
< 0,5 ppm
< 0,5 ppm
< 0,5 ppm
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 2, konversi konsentrasi logam dalam larutan cuplikan (ppm) menjadi konsentrasi logam berat kering sampel (mg/kg). Sehingga diperoleh nilai rata-rata kadar logam timbal dan tembaga dalam berat kering (bk) udang rebon yaitu masing-masing sebesar 0,57 mg/kg dan <0,5 mg/kg. Nilai logam timbal yang diperoleh tersebut lebih besar dari nilai batas makanan yang diperbolehkan. Menurut standar makanan SNI 01-2729.1-2006, yaitu kadar timbal yang diperbolehkan terdapat dalam makanan adalah 0,4 mg/kg (Arsad, 2012). Sedangkan nilai logam tembaga yang diperoleh tersebut lebih rendah dari nilai yang diperbolehkan oleh Keputusan Direktur Jendral pengawasan Obat dan Makanan Nomor 03725/B/SK/VII/89, bahwa kadar tembaga yang diizinkan terdapat dalam makanan adalah 20,0 mg/kg (Martuti, 2012). Dari hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa udang rebon yang berada di muara Sungai Palu tidak boleh dikomsumsi. Karena hasil yang diperoleh pada logam timbal telah melebihi nilai batas makanan yang diperbolehkan. Meskipun nilai logam tembaga yang diperoleh masih berada dibawah nilai batas makanan yang diizinkan. Karena mengingat logam yang memiliki sifat akumulasi, menurut Novianto (2012) dikhawatirkan akan terjadi gangguan metabolisme di dalam tubuh akibat tingginya kadar logam timbal yang tertimbun di dalam tubuh jika dikonsumsi secara terus menerus. Kadar logam timbal dan tembaga akan terakumulasi dalam tubuh udang rebon melalui absorbsi logam yang masuk ke dalam insang ataupun saat pergantian kulit (moulting) dan masuk ke dalam saluran pencernaan melalui aktivitas makan (Novianto, 2012). Proses bioakumulasi logam dalam jaringan udang melalui rantai makanan serta tingginya proses pengambilan logam timbal dan tembaga di perairan atau sedimen menyebabkan konsentrasi timbal dan tembaga terdapat dalam tubuh udang rebon. 131
Logam Pb merupakan logam nonesensial yang keberadaannya dalam tubuh makhluk hidup dapat dikatakan tidak diharapkan (Prasetyorini, 2011). Keberadaan logam Pb dalam tubuh bersifat menghambat kerja enzim (Purnomo, 2007). Akumulasi biologis dapat terjadi melalui absorpsi langsung terhadap logam berat yang terdapat dalam air dan melalui rantai makanan (Hardiana, 2011). Akumulasi terjadi karena kecenderungan logam berat untuk membentuk senyawa kompleks dengan zat-zat organik yang terdapat dalam tubuh organisme (Arsad, 2012). Hal ini mengakibatkan kandungan logam berat dalam tubuh organisme akan lebih tinggi dibandingkan dengan logam berat dalam lingkungannya (Deri, 2013). Menurut Palar dalam Suprianto (2007), secara umum bisa dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan pencemar yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Sebagai contoh logam air raksa, krom, timbal, dan cadmium (Prawita, 2008). Logam tersebut dapat mengumpul dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Suprapti, 2008). Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa konsentrasi logam timbal yang terakumulasi dalam udang rebon (Mysis. Sp) di muara Sungai Palu adalah sebesar 0,57 mg/kg berat kering. Konsentrasi logam tembaga yang terakumulasi dalam udang rebon (Mysis. Sp) di muara Sungai Palu adalah sebesar <0,50 mg/kg berat kering. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tasrik selaku laboran di Laboratorium Kimia FKIP Universitas Tadulako dan kepada Syaiful A. Koloi serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Referensi Arif, M. (2011). Studi akumulasi tembaga (Cu) oleh tanaman kangkung darat (Ipomea retans Poir) pada tanah terkontaminasi. Skripsi FMIPA Universitas Tadulako, Palu. Arsad, M. (2012). Akumulasi logam timbal (Pb) dalam ikan belanak (Liza Melinoptera)
Volume 2, No. 3, 2013: 128-133 yang hidup di perairan muara Sungai Poboya. Skripsi FKIP Universitas Tadulako, Palu. Deri., Emiyati., & Afu, A, L, O. (2013). Kadar logam berat timbal (Pb) pada akar mangrove Avicennia marina di perairan Teluk Kendari. Jurnal Mina Laut Indonesia, 1(1), 38-48. Ezra. (2011). Pembuatan bubuk buah picung dan udang rebon. Skripsi Universitas Hasanudin, Makassar. Diunduh kembali dari http://repository.unhas.ac.id/bitstream/ handle/123456789/2047/Skripsi%20%20 ezra%20.docx?sequence=2. Febrita, E., Suwondo., & Umairah, D. (2006). Kandungan logam berat (Pb dan Cu) pada sipetang (Pharus sp) sebagai bioindikator kualitas perairan di Selat Bengkalis. Jurnal Biogenesis, 2(2), 41-46. Fismawati. (2010). Analisis logam berat kromium (Cr) dan timbal (Pb) dalam sedimen muara sungai. Skripsi FKIP Universitas Tadulako, Palu. Hardiani, H., Kardiansyah, T., & Sugesty, S. (2011). Bioremediasi logam timbal (Pb) dalam tanah terkontaminasi limbah sludge industri kertas proses deinking. Jurnal Selulosa, 1(1), 31-41. Hartono, D. A., Wirawan, T., & Kahar, A. (2011). Penentuan kandungan logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada air, ikan mas (Cyprinus carpio L) dan sedimen di danau bekas galian tambang batubara di Tenggarong Seberang. Seminar Kimia Nasional Peran Kimia Dalam Pembangunan Agro-Industri dan Energi. Kadir, H. (2013). Biokonsentrasi logam berat Pb pada karang lunak (Synularia Polydactyla) di perairan Pulau Laelae, Pulau Bone Batang dan Pulau Badi. Skripsi FIKP Universitas Hasanudin, Makassar. Diunduh kembali dari http://repository.unhas.ac.id/ handle/123456789/4062. Martuti, N. K. T. (2012). Kandungan logam berat Cu pada ikan bandeng, studi kasus di wilayah Tapak Semarang. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Semberdaya Alam dan lingkungan. Napitu, W. T. (2012). Analisis kandungan logam berat Pb, Cd dan Cu pada bandeng,
Jurnal Akademika Kimia belanak dan udang di kawasan Silvofisheri Blanakan Subang. Skripsi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Diunduh kembali dari http://repository.ipb.ac.id/ handle/123456789/58390. Novianto T, W, D, R., Rachmadiarti, F., & Raharjo. (2012). Analisis kadar timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada udang putih (Penaeus marguiensis) di Pantai Gesek Sedati Sidoarjo. LenteraBio, 1(2), 63–66. Obasohan, E. E. (2008). Bioaccumulation of chromium, copper, maganese, nickel and lead in a freshwater cichlid, hemichromis fasciatus from Ogba River in Benin City, Nigeria. African Journal of General Agriculture, 4(3),141-152. Prasetyorini., & Wardatun, S.( 2011). Analisis kandungan timbal, tembaga dan arsen pada daun kangkung (Ipomoea aquatica) yang dijual di tempat yang berbeda dengan metode spektrofometri serapan atom, Jurnal Ekologia, 11(2), 31-35. Pratama, G. A., Pribadi, R., & Maslukah, L. (2012). Kandungan logam berat Pb dan Fe pada air, sedimen dan kerang hijau (Pernaviridis) di Sungai Tapak kelurahan Tugurejo kecamatan Tugu Kota Semarang. Journal Of Marine Research, 1(1), 133-137. Prawita, A., Murnitasari, D., & Darmawati, A. (2008). Kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dalam air Kali Wonokromo. Jurnal Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), 6(1), 29-31. Purnomo, T., & Muchyiddin. (2007). Analisis kandungan timbal (Pb) pada ikan bandeng (Chanos chanos Forsk.) di tambak Kecamatan Gresik. Neptunus, 14(1), 68 – 77. Rochyatun, E., Edward., & Rozak, A. (2003). Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni, Cr, Mn & Fe dalam air laut dan sedimen di perairan Kalimantan Timur. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 35, 51–71. Rusman. (2010). Analisis logam berat kromium (Cr) dan Timbal (Pb) dalam air muara Sungai Palu. Skripsi FKIP Universitas, Palu. Said, I., Jalaluddin, N. M., Upe, A., & Wahab, W. A. (2009). Akumulasi logam berat krom 132
Fujiastuti
Akumulasi Logam Timbal (Pb) dan Logam Tembaga (Cu)............
dan timbal dalam sedimen estuaria Sungai Matangpondo Palu. Jurnal Matematika dan Sains Media Eksakta, 5(2), 63-68. Sitorus, H. (2011). Analisis beberapa parameter lingkungan perairan yang mempengaruhi akumulasi logam berat timbal dalam tubuh kerang darah di perairan pesisir timur Sumatera Utara. 19(1), 374-385. Suprapti, H. N. (2008). Kandungan chromium pada perairan, sedimen dan kerang darah (Anadara granosa) di wilayah pantai sekitar muara Sungai Sayung, Desa Moro Sari kabupaten Demak, Jawa Tengah. Jurnal Bioma, 10(2), 53-56. Supriyanto, C., Samin & Kamal, Z. (2007).
133
Analisis cemaran logam berat Pb, Cu, dan Cd pada ikan air tawar dengan metode spektrometri nyala serapan atom (SSA). Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta. 21-22. Swastawati, F., Wijayanti, I., & Susanto, E. (2008). Pemanfaatan limbah kulit udang menjadi edible coating untuk mengurangi pencemaran lingkungan, 4(4), 101-106. Triana, L., Nurjazuli., & Endah, N. (2012). Analisis cemaran logam berat merkuri pada air dan udang di sungai Mandor kecamatan Mandor kabupaten Landak”. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 11(2), 144-152.