JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB) Pada dinas Pekerjaan Umum Kabupaten katingan Franco Cristalino ABSTRACT Analysis of the Society Satisfaction Index (IKM) a Construction Permits (IMB) in the Department of Public Works Katingan Regency. This research studied on the phenomenon of the society’s decreasing motivation in proposing Construction Permits (IMB) in the Department of Public Works Katingan Regency, which observed from the public service of a quality dimension that has been appointed by Men-Pan number: Kep/25/M.PAN/2/2004 about guidelines and managerial public service as much as 14 indicators. The research method that has been done in this research is descriptive tabulation method by using some stages of the measurement and calculation of the Analysis of the Society Satisfaction Index (IKM) based on Men-PAN number: Kep/25/M.PAN/2/2004 with the number of samples as much as 87 people of the IMB proposer. The result of this research concludes that entirely the 14 indicators of service quality factor in the Department of Public Works of Katingan Regency has 71,98 IKM score in IKM conversion interval about (62,51 – 81,25) which means that it is in B (good) category. This has been caused by the 14 indicators of service quality factor that still has many excellent and good categories such as; employee’s responsibility, the ability in terms of skills and expertise of employee, equity in service, politeness of service, propriety of service, safety of service, clarity of employee, appropriateness and provision of expense, amenities of service. Nevertheless, if this is concerned to the phenomenon of the decreasing proposal or IMB petition, there found some indicators of service quality factor with low category which is still need to be enhanced such as the easiness procedure or service process, compliance with the requirements in terms of simplicity, the employee’s discipline, legerity of service, equity of expense, and accuracy of the completion schedule. Key terms: Public Service Quality, Index Analysis of the Societie’s Satisfaction Issue rendahnya kualitas kinerja pelayanan publik (public service dan public affairs) yang diselenggarakan oleh aparat lembaga atau instansi pemerintah sudah bukan rahasia lagi. Menurut Dwiyanto, et.al., (2006), kegagalan-kegagalan birokrasi dalam pelayanan publik tersebut adalah akibat warisan orde baru, mengingat birokrasi publik selama ini menjadi instrumen yang efek penguasa Orde Baru untuk mempertahankan kekuasaannya dari pada pelayanan masyakaratnya, sehingga tidak lagi berorientasi pada kepentingan pelayanan masyakarat dengan tuntutan perubahannya, dan ia akan berubah sesuai kepentingan penguasa. Disamping itu praktek monopoli semakin jelas membuat masyarakat peminta jasa pelayanan publik tidak mampu berbuat banyak dan cenderung menerima apa adanya.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
25
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Terlepas dari semua itu, seiring dalam masa reformasi dengan perkembangan jaman yang mengarahkan pada keterbukaan, mondial dan demokratis, maka paradigma lama penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik mengandalkan kewenangan dengan mengabaikan aspek kualitas dan kuantitas pelayanan, sudah selayaknya ditinggalkan. Paradigma baru tersebut secara nyata sesuai dengan filosofi dasar atau masyarakat demokratis yakni bahwa "Kedaulatan Berada di Tangan Rakyat', bukan berada di tangan penguasa (Wasistiono, 2003). Menurut Dwiyanto, et.al., (2006), sekarang ini kinerja birokrasi pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis karena perbaikan kinerja birokrasi memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik. Disisi lain menurut, kemampuan dari suatu sistem pelayanan pubik dalam merespons dinamika yang terjadi didalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh birokrasi pada tingkat bawah yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Rendahnya tingkat responsivitas aparat birokrasi dan masyarakat terlihat dari : a. Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama waktu tahun terakhir, b. Sikap aparat birokrasi dalam merspons keluhan dari pengguna jasa, c. Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa yang akan datang, d. Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa, e. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku. Menurut Tjosvold, 1993 (dalam Wasistiono, 2003) bahwa melayani masyarakat baik sebagai kewajiban maupun sebagai kehormatan, merupakan dasar bagi terbentuknya masyarakat yang manusiawi. Bagi organisasi, melayani konsumen merupakan “saat yang menentukan” (moment of thrust), peluang bagi organisasi untuk menunjukkan kredibilitas dan kapabilitasnya. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan adalah salah satu instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik yang bergerak dalam bidang instansi teknis yang memiliki fungsi dan tugas dalam pembangunan infrastruktur, pada dasarnya dituntut untuk dapat memberikan partisipasinya dalam menyukseskan pembangunan. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan juga berusaha agar dapat meningkatkan pelayanan prima (service excelent) yang diinginkan oleh masyarakat. Berbagai pelayanan yang dapat diperoleh masyarakat pada umumnya dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan salah satunya adalah perlayanan penerbitan perizinan bangunan/izin mendirikan bangunan (IMB), jenis pelayanan tersebut merupakan fungsi pokok secara langsung dengan Pemeritah untuk menyukseskan pembangunan di Daerah Kabupaten Katingan. Sebagai instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik, maka sudah semestinya dituntut upaya-upaya perbaikan birokrasi pelayanan kepada masyarakat guna menunjang pembangunan nasional diberbagai aspek. Pentingnya mengutamakan kepuasan masyarakat (publik) sebagai penerima jasa pelayanan, karena ada beberapa harapan yang dapat diperoleh oleh instansi pemerintah yang bersangkutan, diantaranya : a. Masyarakat yang puas cenderung bersedia kembali meminta jasa pelayanan kepada instansi yang bersangkutan sehingga program pemerintah menjadi lebih berdaya guna dan mudah mencapai target pelayanan. b. Masyarakat yang puas cenderung akan merekomendasikan kepada masyarakat (orang) lain untuk melakukan atau meminta pelayanan. c. Citra dan reputasi instansi pemerintah yang menyelenggarakan jasa pelayanan publik akan lebih baik. Fenomena yang dihadapi oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah turunnya jumlah perizinan (IMB) yang dikeluarkan selaman 3 tahun belakangan ini. Ditahun 2010 terjadi penurunan jumlah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan sebanyak 66 buah (-9,78 %), kemudian meningkat jumlah
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
26
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
penurunannya pada tahun 2011 menjadi 86 buah (-14,12 %). Dari hasil investigasi dan wawancara kepada pihak-pihak yang kompeten dalam memberikan keterangan bahwa fenomena tersebut bukannya disebabkan turunnya pembangunan fisik diberbagai sektor yang dilakukan oleh masyarakat dikabupaten Katingan, melainkan adanya kecenderungan masyarakat malas mengurus perizinan. Jika demikian, maka sudah sewajarnya perlu instropeksi diri bagi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan dalam penyelanggaraan pelayanan publik. Untuk maksud diatas, Men-PAN nomor : Kep/25/M.PAN/2/2004 telah memberikan pedoman dan pengukuran sebanyak 14 faktor tentang kualitas pelayanan publik. Meskipun kualitas ke 14 dimensi pelayanan tersebut tidak berhubungan secara langsung, namun bersifat saling melengkapi. B.
Perumusan Masalah Memahami identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Seberapa Besar Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengguna Jasa Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan”. C.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengguna Jasa Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan. D.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait baik dalam dunia praktis maupun teoritis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan perbendaharaan teoritis serta pengambangan ilmu pengetahuan tentang pelayanan publik dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pengguna jasa pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini merupakan bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak pengambil keputusan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan dalam upaya memperbaiki kualitas pelayanan publik berdasarkan pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). b. Sebagai upaya mensosialisasikan kepada berbagai pihak tentang Keputusan Men-pan No. Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang 14 faktor kualitas pelayanan publik.
TINJAUAN PUSTAKA 1.
Pengertian Jasa (Service) Produk mempunyai dua makna, yaitu barang (goods) dan jasa (service). Jasa atau servis (service) lebih diartikan pelayanan, yaitu suatu interaksi yang diberikan kepada pelanggan (pemakai jasa) baik langsung melalui fisik personal maupun tidak langsung melalui sarana dan fasilitas pendukung. Menurut Kotler dan (2003) jasa adalah aktivitas atau manfaat apapun yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tanpa wujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Menurut Kotler dan Keller, (2007) jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik. Industri jasa disektor pemerintah meliputi pengadilan, pelayanan ketenagakerjaan, rumah sakit, militer, kepolisian, kontor pos, lembaga pemberi pinjaman. Disektor nirlaba swasta meliputi
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
27
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
museum, badan amal, rumah ibadah, perguruan tinggi dan yayasan. Disektor bisnis meliputi perusahaan asuransi,firma hukum, konsultan, praktik kedokteran dan perusahaan real estate. Disektor produksi seperti akuntan dan operator komputer. Disektor eceran seperti kasir, pegawai dan petugas layanan pelanggan. Gitosudarmo (1994), jasa adalah produk yang tidak berwujud yang biasanya berupa pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen. Swastha DH., et.al., (2003), jasa adalah barang yang tidak kentara (intangible product) yang dibeli dan dijual dipasar melalui suatu transaksi pertukaran yang saling memuaskan, kalau barang diproduksi, maka jasa dilaksanakan. Jadi, kualitas dari suatu produk tidak kentara (jasa) diturunkan dari pelaksanaan atau hasil kerjanya, bukannya dari karakteristik secara fisik. Sedangkan menurut Ahyari (1985), hasil dari kegiatan produksi, tidak mempunyai wujud tertentu, tidak ada mempunyai sifat fisika dan kimia tertentu, serta tidak ada waktu antara proses produksi dan pemakaian. 2. a.
b.
c.
d.
Klasifikasi Jasa Lovelock, 1987 (dalam Tjiptono, 2004), mengklasifikasi jasa berdasarkan tujuh kriteria yaitu: Segmen pasar. Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi; jasa yang diberikan kepada konsumen akhir dan jasa yang diberikan kepada konsumen organisasional baik konsumen akhir maupun konsumen organisasional sama-sama melalui proses pengambilan keputusan, meskipun faktor-faktor yang mempengaruhi pembeliannya berbeda. Perbedaan utama antara kedua segmen tersebut adalah alasan dalam memilih jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas pengerjaan jasa tersebut. Tingkat keberwujudan (tangibility). Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Rented goods service. Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakannya. 2) Owned goods service. Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan untuk kerjanya, atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. 3) Non-goods service. Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada pelanggan. Keterampilan penyedia jasa. Tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas professional service dan non professional service. Pada jasa yang memerlukan keterampilan tinggi dalam proses operasinya, pelanggan cenderung sangat selektif dalam memilih penyedia jasa. Hal inilah yang menyebabkan para profesional dapat ‘mengikat’ para pelanggannya. Sebaliknya jika tidak memerlukan keterampilan tinggi, seringkali loyalitas pelanggan rendah karena penawarannya sangat banyak. Tujuan organisasi jasa. Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service dan non profit service. Jasa komersial masih dapat diklasifkasikan lagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 1). Perumahan atau penginapan, mencakup penyewaan
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
28
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
e. f.
g.
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
apartemen, hotel, villa, cottage, dan rumah; 2). Operasi rumah tangga, meliputi utilitas, perbaikan rumah, reparasi peralatan rumah tangga, pertanaman, dan household cleaning; 3). Rekreasi dan hiburan, meliputi penyewaan dan reparasi peralatan yang digunakan untuk aktivitas-aktivitas rekreasi dan hiburan, serta admisi untuk segala macam hiburan, pertunjukan, dan rekreasi; 4). Personal care, mencakup laundry, dry cleaning, dan perawatan kecantikan; 5). Perawatan kesehatan, meliputi segala macam jasa medis dan kesehatan; 6). Pendidikan swasta; 7). Bisnis dan jasa profesional lainnya, meliputi biro hukum, konsultasi pajak, konsultasi akuntansi, konsultasi manajemen, dan jasa komputerisasi; 8). Asuransi, perbankan, dan jasa finansial lainnya, seperti asuransi perorangan dan bisnis, jasa kredit dan pinjaman, konseling investasi, dan pelayanan pajak; 9). Transportasi, meliputi jasa angkutan dan penumpang, baik melalui darat, laut, maupun udara, serta reparasi dan penyewaan kendaraan; 10). Komunikasi, terdiri atas telepon, telegraph, komputer, dan jasa komunikasi bisnis yang terspesialisasi. Jasa nirlaba (nonprofit) memiliki karakteristik khusus, yaitu masalah yang ditanganinya lebih luas, memiliki 2 publik utama (kelompok donatur dan kelompok klien), tercapai tidaknya tujuan tidak hanya ditentukan berdasarkan ukuran finansial (seperti marjin laba dan penjualan), laba perusahaan nirlaba seringkali tidak berkaitan dengan pembayaran dari pelanggan, dan biasanya perusahaan jasa nirlaba dibutuhkan untuk melayani segmen pasar yang secara ekonomis tidak layak (feasible). Regulasi Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service dan nonregulated service. Tingkat intensitas karyawan. Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service dan people-based service. People-based service masih dapat dikelompokkan menjadi kategori tidak terampil, terampil, dan pekerja profesional (Kotler, 1994). Jasa yang padat karya (people-based) biasanya ditemukan pada perusahaan yang memang memerlukan banyak tenaga ahli dan apabila pemberian jasa itu harus dilakukan di rumah atau di tempat usaha pelanggan. Perusahaan juga akan bersifat padat karya apabila proses penyampaian jasa kepada satu pelanggan memakan waktu, sehingga perusahaan membutuhkan personil yang relatif banyak untuk melayani pelanggan yang lain. Sementara itu perusahaan yang bersifat equipment-based mengandalkan penggunaan mesin dan peralatan canggih yang dapat dikendalikan dan dipantau secara otomatis dan semi otomatis. Ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga konsistensi kualitas jasa yang diberikan. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan. Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high-contact service dan low-contact service. Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya tinggi, keterampilan interpersonal karyawan harus diperhatikan, karena kemampuan membina hubungan sangat dibutuhkan, misalnya keramahan, sopan santun, komunikatif dan sebagainya. Sebaliknya pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggan rendah, justru keahlian teknis karyawan yang paling penting. Tabel. 2.1. Klasifikasi Jasa Basis 1. Segmen pasar 2. Tingkat keberwujudan
Klasifikasi
Contoh
• Konsumen akhir • Konsumen organisasional • Rented-goods service • Owned-goods service • Non-goods service
• Salon kecantikan • Konsultan manajemen • Penyewaan mobil • Reparasi jam tangan • Pemandu wisata
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
29
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR 3. Keterampilan penyedia jasa 4. Tujuan organisasi jasa 5. Regulasi 6.
Tingkat intensitas karyawan 7. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan Sumber: Tjiptono, 2004.
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
• Professional service • Nonprofessional service • Profit service • Nonprofit service • Regulated service • Nonregulated service • Equipment-based service • People-based service • High-contact service • Low-contact service
• Dokter • Supir taksi • Bank • Yayasan sosial • Angkutan umum • Katering • ATM • Pelatih sepak bola • Universitas • Bioskop
Customization adalah variabel pemasaran yang menggambarkan kemampuan pelanggan untuk mempengaruhi secara personal sifat jasa yang disampaikan. Interaksi yang sedikit antara pelanggan dan penyedia jasa dibutuhkan manakala jasa yang ditawarkan lebih terstandarisasi dari pada ter-customized. Misalnya, suatu restoran fast-food yang menunya sudah tertentu akan membutuhkan tingkat interaksi yang rendah antara pelanggan dan penyedia jasa. Sebaliknya, seorang dokter dan pasiennya harus berinteraksi secara penuh/intensif dalam tahap diagnosis dan penyembuhan agar dapat mencapai hasil yang memuaskan. Tabel 2.2. Matriks Proses Jasa Service factory: Service shop: • Penerbangan • Rumah sakit • Pengangkutan dengan truk • Reparasi mobil • Hotel • Jasa reparasi lainnya • Resor dan rekreasi Mass service: Professional service: • Penjualan eceran • Dokter • Penjualan grosir • Pengacara • Sekolah • Akuntan • Aspek ritel dari perbankan komersial • Arsitek Sumber: Tjiptono, 2004. Dilihat dari sudut pandang konsumen, jasa dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama (Fitzsimmons dan Sullivan, 1982, dalam Tjiptono, 2004), yaitu: a. For consumer (facilitating services), yaitu jasa yang dimanfaatkan sebagai sarana atau media untuk mencapai tujuan tertentu. 1) Transportasi, misalnya pesawat terbang, bis, truk, dan kereta api. 2) Komunikasi, seperti TV, radio, dan telepon. 3) Finansial, seperti asuransi dan bank. 4) Akomodasi, seperti restoran dan hotel. 5) Rekreasi, seperti taman wisata. b. To consumer (human services), yaitu jasa yang ditujukan kepada konsumen. 1) People processing, dibedakan menjadi: Voluntary, misalnya pusat ketenagakerjaan, dan fasilitas sinar X (Rontgen). Involuntary, seperti klinik diagnosis dan pengadilan anak-anak.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
30
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR 2)
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
People changing, terdiri atas: - Voluntary, seperti universitas (perguruan tinggi) dan tempat ibadah. - Involuntary, seperti rumah sakit dan penjara.
3.
Karakteristik Jasa Kotler dan Keller (2007) menyimpulkan karakteristik jasa meliputi Intangibility, Heterogeneity/Variability, Inseparability dan Perishability. a. Intangibility Jasa intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum dibeli. Pelanggan biasanya memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut dari tempat (place), orang (people), peralatan (equipment), bahan-bahan komunikasi (communication materials), simbol, dan harga. b. Inseparability Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. c. Variability Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. d. Perishability Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong atau jam tertentu tanpa penumpang akan hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan. Ada pengecualian dalam karakteristik perishability dan penyimpanan jasa. Misalnya dalam bentuk pesanan (reservasi tiket pesawat, dan kamar hotel), jasa asuransi dibeli oleh pelanggan, kemudian jasa tersebut ditahan oleh perusahaan asuransi sampai saat dibutuhkan oleh pelanggan polis atau ahli waris klien yang bersangkutan. 4.
Pengertian Kualitas Jasa Kualitas jasa adalah ukuran-ukuran kepuasan yang ditetapkan oleh pelanggan. Jadi kualitas jasa bukannya lembaga atau perusahaan yang menentukannya, melainkan pelanggan karena menyangkut kesediaan pelanggan untuk menerima jasa tersebut. Menurut Goetsh dan Davis, 1994 (dalam Tjiptono, 2004); kualitas jasa merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Kotler, (1994) citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Menurut Swastha DH., et.al., (2003), Dalam manajemen pemasaran jasa, nampaknya sarana dan fasilitas produksi dan pelayanan, serta pelaksana jasa lebih dominan dalam menentukan kualitas produk jasa. Kualitas jasa diturunkan dari pelaksanaan atau hasil kerjanya, bukannya dari karakteristik secara fisik. Kotler (2003) dalam pemasaran produk, mutu produk sering hanya sedikit dinilai dari cara produk diperoleh, sedangkan dalam pemasaran jasa mutu jasa tergantung pada penyampaian jasa dan mutu penyampaian terutama dalam jasa profesional. Pelanggan menilai mutu jasa bukan hanya pada mutu teknis (mutu yang baku/standar) tapi juga mutu fungsional yaitu menunjukkan perhatian dan empati. 5.
Dimensi Kualitas Jasa Menurut Tjiptono (2004), Pelanggan biasanya memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut dari : 1). Tempat (place), 2). Orang (people), 3). Peralatan (equipment), 4). Bahan-bahan komunikasi (communication materials), 5). Simbol, dan 6). Harga.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
31
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Menurut Elhautammy, 1990 (dalam Tjiptono; 2004), Sehubungan dengan contact personnel yang sangat penting dalam menentukan kualitas jasa, setiap perusahaan memerlukan service excellence (pelayanan yang unggul), yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Sasaran dan manfaat dari service excellence seperti pada tabel dibawah ini. Ada 4 unsur pokok dalam konsep ini : 1). Kecepatan, 2). Ketepatan, 3). Keramahan, dan 4). Kenyamanan. Menurut Peppard dan Rowland, 1995 (dalam Tjiptono, 2004), dimensi kualitas jasa dapat dilihat dari beberapa karakter : 1. Kinerja (performance), karakteristik operasi pokok dari produk inti, 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features). 3. Kehandalan (reliability), 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), 5. Daya tahan (durability), 6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, dan kenyamanan. 7. Estitika, yaitu daya tarik 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk. Menurut Parasuraman, 1985 (dalam Tjiptono, 2004) bahwa kualitas jasa terdiri dari: 1. Reliability, yaitu mencakup konsisten kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). 2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. 3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. 4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. 5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan. 6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. 8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. 9. Understanding/Knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 10. Tangible, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa. Selanjutnya Parasuraman, Zeithaml dan Berry, 1988 dari 10 dimensi dikembangkan menjad 5 dimensi kualitas jasa (Dalam Payne,1993) : 1. Tangible, – the physical facilities, equipment, appearance of personnel (Dalam hal ini; fasilitas fisik, alat-alat yang digunakan dan penampilan personal). 2. Reliability- the ability to perform the desired service dependably, accurately and consistently (Dalam hal ini; kemampuan melayani dalam hal ini; kecepatan dan ketepatan). 3. Responsiveness – willingness to provide prompt service and help customer (Dalam hal ini; ketanggapan dalam membantu keluhan pelanggan). 4. Assurance – employees’ knowledge, courtesy, and ability to convey trust and confidence (Dalam hal ini; tingkat kepercayaan atau keyakinan pelanggan terhadap pelayanan). 5. Empathy – caring, individualized attention to customers (Dalam hal ini; perhatian terhadap pelanggan). Payne (1993), mengungkapkan sistem pemasaran jasa terdiri dari : a. Product, yaitu produk yang ditawarkan, b. Price, yaitu harga yang ditentukan, c. Promotion, yaitu program komunikasi yang diambil dengan pemasaran sesuai dengan produk atau jasa,
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
32
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR d. e.
f. g.
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Place, yaitu penyaluran dan fungsi logistis yang tersedia, People, yaitu orang-orang yang mendapatkan jasa pemasaran, keberhasilan pemasaran ini adalah dari pendekatan pada seleksi, pelatihan, keinginan dan pengaturan orang-orang tersebut, Processes, yaitu cara dari seluruh kegiatan yang dilakukan, kegiatan tersebut meliputi, Prosedur, Jadwal tugas, Peralatan dan kegiatan rutinitas, Customer service, jasa pelayanan pada pelanggan diberikan oleh perusahaan secara luas dengan cara yang baik, sehingga pelanggan merasa puas.
6.
Konsep Kepuasan Konsumen Menurut Tjiptono (2004) apapun bentuk pelaksanaan dalam konsep jasa pelayanan, maka akan lebih efektif jika melibatkan konsumen. Oleh karena itu ada hal yang terpenting sebagai faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu : a. Expected service (pelayanan yang diharapkan) dan b. Perceived service (diterima dan dirasakan). Jika jasa yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Jadi kualitas jasa sangat tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Pelanggan dalam menentukan kualitas jasa selalu membandingkan antara apa yang diharapkan didapat dari pelayanan tersebut, dan apa yang dirasakan. Hasil perbandingan antara harapan dan kenyataan tersebut, maka munculah yang disebut persepsi kepuasan. Menurut Engel (1993), bahwa konsumen setelah melakukan pembelian akan melakukan perbandingan antara harapan sebelum melakukan pembelian dengan keadaan sesungguhnya setelah melakukan pembelian. Apabila harapan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka konsumen akan merasa tidak puas. Menurut Olson dan Dover, 1993 (dalam Tjiptono, 2004), harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja kesepakatan. Sedangkan menurut Kotler (1994); kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibanding dengan harapannya. Menurut Umar (2000), kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang konsumen jika merasa puas dengan nilai yang diberikan terhadap produk atau jasa maka sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu yang lama. 7.
Model Pengukuran Kualitas Jasa Banyak model yang dapat dipergunakan untuk menganalisis kualitas jasa. Namun menurut para ahlinya pemilihan terhadap suatu model tergantung pada tujuan analisis, jenis perusahaan, dan situasi pasar. Tentunya setiap model melihat dari dimensi yang berbeda-beda, sehingga kesimpulan pun akan berbeda-beda. Edvardsson, 1994 (dalam Tjiptono, 2004) mengelompokan model-model kedalam tiga kelompok utama yaitu : 1. Customer-perceived quality 2. The processes in the creation of the service, dan 3. The whole service (system models) Parasuraman, et.al., 1994 (dalam Tjiptono, 2004), mengembangkan gap model, dengan melakukan penelitian mengenai customer-perceived quality, mereka mengidentifikasi 5 gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu : 1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen Pada kenyataannya pihak manajemen tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder yang diinginkan konsumen.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
33
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR 2.
3.
4.
5.
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan : a. Tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, b. Kekurangan sumber daya, atau c. Karena adanya kelebihan permintaan. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa Ada beberapa penyebab, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugas), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain, misalnya para juru rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah pasien, tetapi disisi lain mereka juga harus melayani para pasien dengan cepat. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh pelanggan Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Misalnya seorang dokter bisa saja terus mengunjungi pasiennya, tetapi pasien menginterpretasikannya sebagai suatu indikasi ada yang tidak beres dengan penyakit yang dideritanya.
8.
Konsep Pelayanan Publik Menurut Mahmudi (2005), Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. 1. Hakekat Pelayanan Publik Menurut Keputusan MENPAN Nomor 25 Tahun 2004 tentang hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan. 2. Asas-asas Pelayanan Publik Keputusan MENPAN Nomor 25 Tahun 2004 telah menyusun asas-asas pelayanan publik sebagai berikut : a. Transparansi, bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perudanganundangan. c. Kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima layanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. d. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. f. Kesamaan Hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. g. Keseimbangan Hak dan Kewajiban, pemberi dan penerima layanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
34
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
3.
Standar Pelayanan Publik Keputusan MENPAN Nomor 25 Tahun 2004 telah menyusun standar pelayanan publik, sebagai beriukut : a. Prosedur pelayanan; Prosedur yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. b. Waktu penyelesaian; Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. c. Biaya Pelayanan; biaya/tarif pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. d. Produk pelayanan; Hasil pelayanan yang diterima sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. e. Sarana dan prasarana; Penyedian sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan; Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan prilaku yang dibutuhkan. 4. Prinsip Pelayanan Publik Adapun prinsip pelayanan menurut Keputusan MENPAN Nomor 25 Tahun 2004 meliputi : a. Kesederhanaan, prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. c. Kepastian waktu, pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Akurasi; Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. e. Keamanan; Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggung jawab; Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana; Tersedianya sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika. h. Kemudahan Akses; Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan; Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan iklas. j. Kenyamanan; Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. 5. Faktor-faktor Pelayanan Publik Dari konsep standar pelayanan dan prinsip pelayanan tersebut diterjemahkan kedalam 14 unsur yang “relevan, valid dan reliabel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
35
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n.
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya. Kejelasan Petugas Pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya). Disiplin petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
9.
Peran Pemerintah Melalui Instansi Publik Lee, et.al., (2007) dalam bukunya “Pemasaran Di Sektor Publik” menyebutkan bawah setiap masyarakat memerlukan sektor publik, dimana fungsinya yang paling penting mendefinisikan prinsip operasional masyarakat tersebut. Siapakah pemerintah ? Bagaimana petugas pemerintahan dipilih ? Apa yang boleh dilakukan pemerintah, dan apa yang dilarang dilakukan ? Bagaimana cara menjamin kelancaran pemasukan agar dapat membayar biaya operasional pemerintahan ? Bagaimana masyarakat mempengaruhi pemnerintahnya ? Kedua, melakukan pelayanan publik yang sangat vital bagi kepentingan umum, seperti tanggung jawab pertahanan dan militer, keamanan sipil (polisi), pembangunan jalan, pendidikan, dan fasilitas kesehatan yang secara otomatis dimonopoli. Ketiga, menyediakan pelayanan publik yang diperlukan karena tidak ada sektor swasta atau sektor nirlaba yang ingin menangani atau mampu menanganinya dengan sumber daya yang ada. Karenanya pemerintah umumnya membantu sektor nirlaba yang mengalami kesulitan secara sendirian atau bersama instansi sektor nirlaba. Sayangnya, banyak kritik terhadap pelayanan pemerintah dan apa yang mereka sebut sebagai pekerjaan dan pengeluaran yang sia-sia, kurangnya pelayanan yang dibutuhkan, dan pemanfaatan negatif pemerintah oleh kelompok yang memiliki kekuasaan. Keluhan-keluhan spesifik berikut ini mungkin sangat sering anda dengan : 1. Pajak begutu tinggi, dan kami tidak mendapat layanan sebesar uang yang kami bayar.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
36
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
2.
Beberapa instansi pemerintah membayar harga yang mencurigakan atas barang umum, dan terdapat banjir kontrak penerintah senilai jutaan dolar. 3. Infrastruktur publik negara (jembatan, ruas jalan, dll) rusak meskipun terdapat pajak jalan raya. 4. Instansi publik seringkali terlihat lamban dan tidak fleksibel karena aturan dan birokrasi yang berbeli-belit. 5. Pegawai negeri seringkali terlalu dilindungi meskipun ia tidak kompeten dan melakukan tindakan tidak etis. 6. Kesalahan sekolah umum berujung pada pendidikan yang buruk yang mengakibatkan pengangguran tinggi yang mengakibatkan keluarga berantakan dan penyalahgunaan obatobatan yang berujung pada kejahatan dan pemenjaraan. 7. Warga yang miskin tidak diberikan bantuan yang cukup untuk meningkatkan derajat hidupnya agar lolos dari jeratan kemiskinan. 8. Masalah sistem menciptakan waktu menunggu yang lama, hilangnya komunikasi, jalanan yang kotor, dan banyak lagi. Jeritan warga yang menginginkan instansi pemerintah lebih efesien, efektif, dan inovatif tampak seperti mimpi di siang bolong. Mereka melihat terlalu banyak perbedaan antara pemerintah dan organisasi bisnis: 1. Organisasi pemerintah seringkali bersifat monopoli; dunia bisnis berada dalam pasar yang penuh persaingan. 2. Pemerintahan diciptakan untuk melayani kepentingan publik; dunia bisnis bertujuan meraih keuntungan sebesar-besarnya. 3. Pemimpin politik merupakan hasil dari konstituen, menggambarkan kepentingan mereka; pemimpin bisnis bertanggung jawab terhadap dewan direksi. 4. Aktivitas pemerintahan berada di dalam perhatian publik dan mendapatkan sorotan yang besar dari media; aktivitas bisnis sebagian besar terlindungi dari media dan terpisah dari opini publik, pemerintahan, dan media. 5. Masyarakat terdiri dari banyak kelompok kepentingan yang bervariasi dalam hal jumlah, pengaruh dan kekuatan; dunia bisnis memperoleh keuntungan mereka dari pelobi dan langsung dari pemimpin politik. 6. Masyarakat dalam demokrasi masa kini seringkali menunjukkan ketidakpercayaan yang tinggi terhadap pemerintah, tidak mendapatkan informasi yang baik, dan menunjukkan partisipasi yang rendah; investor dan pemimpin bisnis memiliki kepentingan yang kuat terhadap perusahaan mereka. 7. Unit-unitpemerintahan memiliki pemahaman yang rendah akan mandat dan area kerja mereka. Fungsi mereka berubah-ubah secara tidak teratur dengan banyak duplikasi dan ketumpang-tindihan peran; perusahaan bisnis memiliki divisi buruh dan operasional organisasi yang spesifik. 8. Gerak pemerintah lamban dan menjadi sasaran mekanisme kontrol dan pengawasan, dengar pendapat publik, perseteruan internal, kekuasaan veto; aktivitas bisnis bergerak cepat, begitu keputusan telah masuk ke kewenangan CEO dan jajaran direksi. 9. Operasional pemerintah seringkali kekurangan dana; dunia bisnis mampu mendapatkan dana yang mereka butuhkan ketika mereka dapat menunjukkan keuntungan yang dapat diraih. 10. Pemerintah AS dibagi menjadi tiga cabang federal, 50 negara bagian, dan diperkirakan ada 83.000 pemerintahan lokal dengan tanggung jawab tumpang tindih; aktivitas bisnis lebih fokus dan terpusat pada tingkat CEO dan jajaran direksi. 11. Pemerintah terlibat dalam semua aspek kehidupan; dunia bisnis terfokus pada barang dan jasa yang dihasilkan.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
37
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
12. Pemerintah menyalurkan, menyalurkan kembali, dan mengatur sumber daya; dunia bisnis terutama hanya menghasilkan dan menyalurkan sumber daya.
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS A.
Kerangka Konseptual Kita sadar bahwa posisi penawaran jasa pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah adalah bersifat monopoli. Keadaan ini sangat memungkinkan perlakuan aparat lembaga pelayanan publik memberikan jasa pelayanan seadanya terhadap masyarakat penerima jasa dan masyarakat pun menerima apa adanya dengan ketidak berdayaannya. Padahal perlu disadari oleh aparat penyelenggara pelayanan publik bahwa kepuasan masyarakat penerima jasa adalah penting dalam menunjang program pemerintah. Setidaktidaknya ada beberapa hal yang berhubungan dengan kepentingan program pemerintah dalam jangka panjang, diantaranya : 1. Masyarakat bersedia kembali meminta jasa pelayanan kepada instansi yang bersangkutan sehingga program pemerintah menjadi lebih berdaya guna dan mudah mencapai target pelayanan. 2. Masyarakat yang puas cenderung akan merekomendasikan kepada masyarakat (orang) lain untuk melakukan atau meminta pelayanan. 3. Citra dan reputasi instansi pemerintah yang menyelenggarakan jasa pelayanan publik akan lebih baik. Masalah yang dihadapi oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan dengan menurunnya permohonan atau pengeluaran surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), menurut hasil investigasi dan wawancara kepada pihak-pihak yang kompeten dalam memberikan keterangan bahwa fenomena tersebut bukannya disebabkan turunnya pembangunan fisik diberbagai sektor yang dilakukan oleh masyarakat dikabupaten Katingan, melainkan adanya kecenderungan masyarakat malas mengurus perizinan. Jika demikian, maka sudah sewajarnya perlu instropeksi diri bagi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan dalam penyelanggaraan pelayanan publik. Disisi lain, Men-PAN nomor : Kep/25/M.PAN/2/2004 telah memberikan pedoman dan pengukuran sebanyak 14 faktor tentang kualitas pelayanan pelayanan publik atas dasar Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), yaitu : 1. Prosedur pelayanan, yaitu kesederhanaan alur pelayanan. 2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif 3. Kejelasan petugas pelayanan, 4. Disiplin petugas pelayanan, yaitu konsistensi waktu kerja 5. Tanggung jawab petugas pelayanan 6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan 7 Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan 8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani 9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayan. 10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan. 11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. 12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu ketentuan pelaksanaan waktu pelayanan 13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan. 14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
38
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Gambar. 1. Kualitas Pelayanan Publik dan Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan
B.
Faktor Kualitas Pelayanan Publik : 1. Prosedur pelayanan, 2. Persyaratan pelayanan, 3. Kejelasan petugas pelayanan, 4. Disiplin petugas pelayanan, 5. Tanggung jawab petugas pelayanan 6. Kemampuan petugas pelayanan, 7 Kecepatan pelayanan, 8. Keadilan mendapatkan pelayanan, 9. Kesopanan dan keramahan petugas, 10. Kewajaran biaya pelayanan, 11. Kepastian biaya pelayanan, Hipotesis 12. Kepastian jadwal pelayanan, 13. Kenyamanan lingkungan, 14. Keamanan pelayanan,
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Diduga, Besar Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Pengguna Jasa Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan, termasuk dalam kategori “baik”.
METODE PENELITIAN A.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah masalah pengukuran kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan khususnya pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan pendekatan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap 14 indikator yang pelayanan publik yang diajukan oleh Men-PAN nomor : Kep/25/M.PAN/2/2004. B.
Lokasi Penelitian Objek penelitian adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan, sedangkan subyek penelitian adalah masyarakat peminta jasa pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), maka lokasi penelitian adalah Kabupaten Katingan tepat di kota Kasongan. C.
Populasi dan Sampel Penelitian Menurut Malo (2005), populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian, sedangkan sampel adalah mengambil sebagian saja dari populasi. Karena populasi masyarakat peminta jasa pelayanan perizinan IMB di Kabupaten Katingan tidak diketahui maka jumlah sampel ditentukan atas dasar data sebelumnya dengan menggunakan rumus (Kountur, 2007) atas dasar pengalaman pada bulan-bulan yang lalu :
z n = E
Dimana n :
2
Jumlah sampel z = Nilai yang diperoleh dari Z tabel pada level of confidence sebesar 90 % (yang ditentukan oleh peneliti) adalah 2,33 (sumber tabel kurva normal). ∂ = Standar deviasi dari populasi yang diperkirakan atas dasar pengalaman bulan-bulan lalu adalah 4 orang (hasil perhitungan SPSS). E = Error estimate, yaitu kesalahan yang dapat ditoleransi sebanyak 1 orang (ditentukan oleh peneliti).
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
39
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Berdasarkan data bulan-bulan yang lalu selama 6 bulan pada September 2011 sampai Pebruari 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel. 4.1. Jumlah Perizinan IMB Bulan/Tahun Jumlah September 2011 41 Oktober 2011 43 Nopember 2011 35 Desember 2011 40 Januari 2012 45 Pebruari 2012 42 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan. Dengan nilai standar deviasi (∂) tersebut maka diperoleh jumlah sampel (n) sebagai berikut : 2
(2,33)(4) n = 86,8624 orang (dibulatkan 87 orang) 1 Dengan demikian jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 87 orang pemohon ayau peminta perizinan IMB, jumlah sebanyak 87 orang ini diperkirakan diperoleh dalam waktu 2 bulan. D. Definisi Operasional Variabel Mengacu pada Keputusan Men-PAN nomor : Kep/25/M.PAN/2/2004 yang telah dilakukan uji valditas dan reliabilitas bahwa indikator atau item kualitas pelayanan publik sebagai pengukur Indeks Kepuasan Masyarakat terdiri dari 14 faktor. Untuk lebih jelasnya ke 14 faktor indikatir kualitas pelayanan publik beserta penjelasannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Tabel. 4.2. Indikator Kualitas Pelayanan dan Konsep Pelayanan Faktor Pelayanan Konsep Pelayanan Prosedur Pelayanan, - Kemudahan dan kesederhanaan alur pelayanan Persyaratan Pelayanan, - Kemudahan persyaratan dalam pelayanan Kejelasan petugas pelayanan, - Petugas yang jelas dalam pelayanan Disiplin petugas pelayanan, - Kedisiplinan petugas dalam teknis dan waktu pelayanan Tanggung jawab petugas pelayanan, - Sikap bertanggung jawab petugas terhadap penyelesaian pelayanan Kemampuan petugas pelayanan, - Keterampilan dan keahlian petugas pelayanan Kecepatan pelayanan, - Kecepatan waktu dalam pelayanan Keadilan mendapatkan pelayanan, - Keadilan dalam pelaksanaan pelayanan Kesopanan dan keramahan petugas, - Kesopanan dan keramahan dalam pelayanan Kewajaran biaya pelayanan, - Keterjangkauan biaya yang ditetapkan Kepastian biaya pelayanan, - Kesesuaian biaya yang ditetapkan dalam pelayanan Kepastian jadwal pelayanan, - Kepastian jadwal pelaksanaan pelayanan Kenyamanan lingkungan, - Kebersihan, kerapian dan keteraturan sarana dan fasilitas pelayanan
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
40
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR 14.
Keamanan pelayanan,
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013 -
Keamanan peminta jasa pelayanan dari berbagai risiko seperti kehilangan atau kecelakaan.
E.
Teknik Pengukuran Variabel-variabel yang diangkat dalam penelitian ini adalah variabel kualitatif berupa persepsi atau hasil penilaian masyarakat peminta jasa pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Oleh karena itu, untuk dapat dianalisis secara statistik maka dilakukan pendekatan kuantitatif dengan pendekatan skala ordinal 4 titik, yang mengacu pada Keputusan Men-Pan nomor : Kep/25/M.PAN/2/2004, yaitu : a. Bobot 1 = tidak baik b. Bobot 2 = kurang baik c. Bobot 3 = baik d. Bobot 4 = sangat baik F.
Teknik Pengumpulan Data Dalam upaya mengumpulkan data baik sebagai bahan pelengkap laporan ilmiah (tesis) maupun bahan analisis digunakan teknik, antara lain : 1. Interview (wawancara), yaitu tanya-jawab secara langsung kepada pihak-pihak terkait penyelenggara pelayanan publik pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kasongan, terutama yang menyangkut kebijakan pelayanan dan upaya pengembangan kompetensi personal sebagai pelaksana pelayanan, pelayanan teknis dan dukungan sarana maupun fasilitas yang disediakan atau digunakan, serta perbaikan birokrasi lainnya. 2. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data melalui arsip-arsip atau dokumen yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kasongan terutama yang menyangkut jumlah pegawai, jumlah pelayanan, dan sebagainya. 3. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara terjun langsung kelapangan dengan maksud melihat langsung teknik dan proses pelayanan yang diselenggarakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kasongan. 4. Kuesioner, yaitu selebaran pertanyaan yang diajukan kepada responden terutama masyarakat yang meminta jasa pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kasongan. Kuesioner ini diminta kembali pada saat mengambil surat IMB. G.
Uji Instrumen Pada tahap ini peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas sebagai uji instrumen, karena pihak Men-PAN nomor : Kep/25/M.PAN/2/2004, telah menyatakan valid dan reliabel. Artinya pihak Men-Pan telah melakukan pengujian terlebih dahulu terhadap ke 14 faktor kualitas pelayanan publik tersebut. H.
Teknik Analisis Data Untuk menguji atau membuktikan hipotesis yang telah diajukan akan dilakuikan langkalangka analisis : 1. Bobot Nilai Rata-rata Tertimbang Untuk mengukur bobot nilai rata-rata tertimbang digunakan rumus : Bobot NRR Tertimbang
Jumlah bobot 1 0,071 Jumlah Unsur 14
Sumber : Kep. Menpan No. Kep/25/M.PAN/2/2004.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
41
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR 2.
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Untuk mengukur IKM digunakan rumus : IKM/IHM
Total Nilai Persepsi Per Unsur x nilai penimbang Total Unsur Yang Terisi
Sumber : Kep. Menpan No. Kep/25/M.PAN/2/2004. 3.
Nilai Interpretasi IKM Untuk menginterpretasikan posisi IKM dibuat skor dasar 25 dan tertinggi 100, maka untuk menilai atau menginterpretasikan IKM tersebut dikonversikan dengan nilai dasar 25. Rumusnya : Posisi IKM/IHM IKM/IHMunit pelayanan x 25 Sumber : Kep. Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003.
Tabel. 4.3. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan. Nilai Persepsi Nilai Interval IKM NilaiInterval Konversi IKM MutuPelayanan 1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D 2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C 3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B 4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sumber : Kep. Menpan No. Kep/25/M.PAN/2/2004.
KinerjaUnit Pelayanan
Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik
PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Adapun karakteristik responden yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini. a. Peminta atau pemohon IMB terbanyak adalah masyarakat yang berpendidikan SLTA sebanyak 33 orang (37,93 %), kemudian SLTP sebanyak 23 orang (26,44 %) dan SD sebanyak 20 orang (22,99 %). b. Jenis kelamin yang terbanyak dalam meminta atau memohon IMB pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan adalah pria sebanyak 81 orang (93,10 %) dan perempuan sebanyak 6 orang (6,90 %). 2.
Analisis Deskriptif Dari hasil kuesioner yang diajukan kepada responden sebanyak 87 orang dan hasil tabulasi data dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Dapat diperjelas makna skor rata-rata dari setiap item kualitas pelayanan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan tersebut, sebagai berikut : 1. Item kualitas pelayanan yang mempunyai skor rata-rata 4 (sangat baik), terdiri dari : a. KP5, yaitu tanggung jawab petugas b. KP6, yaitu kemampuan dalam arti keterampilan dan keahlian petuga c. KP8, yaitu keadilan dalam pelayanan d. KP9, yaitu kesopanan dalam pelayanan e. KP14, yaitu keamanan dalam pelayanan 2. Item kualitas pelayanan yang mempunyai skor rata-rata 3 (baik), terdiri dari : a. KP3, yaitu kejelasan petugas b. KP11, yaitu kesesuaian atau ketetapan biaya c. KP13, yaitu kenyamanan dalam pelayanan 3. Item kualitas pelayanan yang mempunyai skor rata-rata 2 (kurang baik), terdiri dari : a. KP1, yaitu kemudahan prosedur atau proses pelayanan
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
42
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
b. KP2, yaitu kesesuaian persyaratan dalam arti kesederhanaan c. KP4, yaitu kedisiplinan petugas d. KP7, yaitu kecepatan dalam pelayanan e. KP10, yaitu kewajaran biaya f. KP12, yaitu ketepatan jadwal penyelesaian. Berdasarkan distribusi frekuensi jawaban responden terhadap kualitas pelayanan IMB pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan berdasarkan banyaknya unsur skor 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Jawaban responden terhadap kualitas pelayanan IMB pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan, dimana : a. Ada 175 (14,40 %) unsur jawaban dengan skor 1 (tidak baik) dari total unsur jawaban ke 14 faktor yaitu 1218 unsur. b. Ada 251 (20,60 %) unsur jawaban dengan skor 2 (kurang baik) dari total unsur jawaban ke 14 faktor yaitu 1218 unsur. c. Ada 316 (25,90 %) unsur jawaban dengan skor 3 (baik) dari total unsur jawaban ke 14 faktor yaitu 1218 unsur. d. Ada 476 (39,10 %) unsur jawaban dengan skor 4 (sangat baik) dari total unsur jawaban ke 14 faktor yaitu 1218 unsur. Secara kumulatif : a. Unsur jawaban tidak baik dan kurang baik (skor 1 + skor 2) adalah 426 unsur atau 35,00 % b. Unsur jawaban baik dan sangat baik (skor 3 + skor 4) adalah 792 unsur atau 65,00 %. 3.
Perhitungan Nilai Tertimbang dan Total Nilai Nilai tertimbang adalah nilai proporsional untuk setiap item kualitas pelayanan dengan rumus : 1/n dalam hal ini adalah 1/14 = 0,071. Dengan ditemukannya nilai tertimbang ini maka dapat diketahui total nilai seperti pada tabel dibawah ini.
Kode
Tabel. 5.8. Total Nilai Kualitas Pelayanan Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan SkorRata-2 Nilai Tertimbang Keterangan 3
Total Nilai
1 KP1 KP2 KP3 KP4
2 Kemudahan prosedur Kesesuaian persyaratan Kejelasan petugas Kedisiplinan petugas
4
2,36 2,34 3,05 2,30
0,071 0,071 0,071 0,071
0,17 0,17 0,22 0,16
KP5
Tanggung jawab petugas
3,56
0,071
0,25
KP6
Kemampuan petugas
3,60
0,071
0,26
KP7
Kecepatan pelayanan
2,37
0,071
0,17
KP8
Keadilan pelayanan
3,48
0,071
0,25
KP9
Kesopanan pelayanan
3,41
0,071
0,24
KP10
Kewajaran biaya
2,43
0,071
0,17
KP11
Kesesuaian ketetapan biaya
2,89
0,071
0,20
KP12
Ketepatan jadwal
2,47
0,071
0,18
KP13
Kenyamanan
2,91
0,071
0,21
KP14
Keamanan
3,39
0,071
0,24
Total Nilai
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
5
2,88
43
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Sumber : Hasil Perhitungan. Keterangan : Kolom 1 = Kode atau singkatan item kualitas pelayanan Kolom 2 = Item kualitas pelayanan Kolom 3 = Skor rata-rata fakta yang dirasakan (perceived) pengguna jasa pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan. Kolom 4 = Nilai terimbang sebesar 0,071, yaitu : 1/14 = 0,071 Kolom 5 = Kolom 3 dikali kolom 4 Nilai total sebesar 3,03 ini dikalikan dengan nilai terendah nilai interval konversi IKM sebesar 25, hasilnya : 2,88 x 25 = 71,98 maka nilai IKM 71,98 ini termasuk dalam kategori B = Baik (yaitu interval antara 62,51 – 81,25). Artinya, masyarakat pengguna jasa pelayanan IMB pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan menyatakan bahwa fakta yang dirasakan secara umum dari ke 14 item kualitas pelayanan tersebut adalah “”. Tabel. 5.9. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan Nilai Nilai Interval Mutu Nilai Interval IKM Persepsi Konversi IKM Pelayanan 1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D 2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C 3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B 4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sumber : Kep. Menpan Nomor : Kep/25/M.PAN/2/2004.
Kinerja Unit Pelayanan Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi maka dapat diambil beberapa kesimpulan tentang ke 14 item faktor kualitas pelayanan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan, sebagai berikut : 1. Secara keseluruhan ke 14 item faktor kualitas pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan mempunyai nilai IKM sebesar 71,98 dalam Interval Konversi IKM antara (62,51 - 81,25) artinya dalam kategori B (baik). 2. Nilai B (baik) tersebut disebabkan dari ke 14 item faktor kualitas pelayanan masih banyak yang mempunyai kategori sangat baik dengan skor rata-rata 4 dan kategori baik dengan skor rata-rata 3, diantaranya : tanggung jawab petugas (62,07%) skor 4’’sangat baik”, kemampuan dalam arti keterampilan dan keahlian petugas (70,11%) skor 4’’sangat baik”, keadilan dalam pelayanan (56,32%) skor 4’’sangat baik”, kesopanan dalam pelayanan (58,62%) skor 4’’sangat baik”, keamanan dalam pelayanan (58,62%) skor 4’’sangat baik”, kejelasan petugas (43,68%) skor 4’’sangat baik”, kesesuaian atau ketetapan biaya (39,08%) skor 4’’sangat baik” dan kenyamanan dalam pelayanan (40,23%) skor 4’’sangat baik”. 3. Namun jika dihubungkan dengan fenomena penurunan permintaan atau permohonan IMB pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupetan Katingan adalah adanya beberapa item faktor kualitas pelayanan yang masih perlu diperbaiki dengan kategori kurang baik dengan skor rata-rata 2, diantaranya : kemudahan prosedur atau proses pelayanan (35,63%) skor 2 “kurang baik”, kesesuaian persyaratan dalam arti kesederhanaan (42,53%) skor 2 “kurang baik”, kedisiplinan petugas (33,33%) skor 2 “kurang baik”, kecepatan dalam pelayanan
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
44
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
(29,89%) skor 1 “tidak baik”., kewajaran biaya (32,18%) skor 1 “tidak baik” dan ketepatan jadwal penyelesaian (29,89%) skor 1 “tidak baik”. B.
Saran-saran Berpijak pada kesimpulan diatas maka dapat diberikan beberapa saran kepada pihak manajemen atau pengambil keputusan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Katingan, diantaranya : 1. Dalam menjalankan proses Birokrasi perlu disederhanakan lagi pada proses pelayanan kemudahan prosedur, kesesuaian persyaratan, kedisiplinan, kecepatan, kewajaran biaya dan ketepatan jadual sehingga apa yang diharapkan oleh masyarakat dapat terpenuhi tanpa ada diskriminatif dalam proses layanan dengan tetap mengacu pada koridor-koridor dan peraturan yang berlaku demi terwujudnya pelayan prima (Service Excelent) sebagai salah satu sumber pendukung suksesnya pembangunan disegala bidang di daerah Kabupaten Katingan khususnya dan di Provinsi Kalimantan Tengah pada umumnya. 2. Meningkatkan tanggung jawab, kemampuan, keadilan, kesopanan, kejelasan, kesesuaian pada tingkat biaya dalam proses pelayanan, dan kenyamanan pelayanan, sebagai salah satu tantangan bagi aparatur pemerintah sebagai pengayom dan pelayan masyarakat untuk dapat lebih mementingkan kualitas pelayanan secara adil, menyeluruh sebagai salah satu kepercayaan masyarakat dalam menjalankan pemerintahan yang baik (Good Governance).
DAFTAR PUSTAKA Ahyari, Agus, 1985. Manajemen Produksi, Perencanaan Sistem Produksi, BPFE-UGM, Yogyakarta. Alma, Buchari, Rahayu, Agus, Utama, Rd. Dian H., dan Wibowo, Lili A., 2007. Analisis Unsur-unsur Kualitas Pelayanan Jasa Yang Dominan; Kaitannya Dengan Kepuasan dan Loyalitas Nasabah (Kasus Taplus Pada PT. Bank BNI Cabang UPI), Bunga Rampai Strategi, Manajemen Bisnis Berbasis Hasil Penelitian, Alfabeta, Bandung. Cronin, Joseph, dan Taylor, S.A., 1994. Servperf Versus Serqual : Reconciling Performance-Based and Perceptions-Minus-Expectations Measurement of Service Quality, Journal of Marketing, January. Dihel. 2009. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Pelayanan Terhadap Kepuasan Masyarakat Pengguna Jasa Pembuatan KTP Pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Gunung Mas, MSM Universitas Palangka Raya. Dwiyanto, Agus, 2006. Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Engel, James F., 1993. Perilaku Konsumen, Edisi Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Gasparsz, Vincent, 2005. Total Quality Management, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ganesh. K., Sankar, 2011. Servqual Model For Measuring Service Quality And Analysis Of Behavioral Intention Of Bank Customers In Virudhunagar District, Journal Volume : 01, Number : 09, Jan-2012 :Rjssm Www.Theinternational journal.Org Gitosudarmo, Indriyo, 1994. Manajemen Pemasaran, Ekonomi, Yogyakarya.
Edisi Kedua, Badan Penerbit Fakultas
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
45
JSM (Jurnal Sains Manajemen) Program Magister Sains Manajemen UNPAR
ISSN : 2302-1411 Volume I, Nomor 1, April 2013
Kotler, Philip, Amstrong, 2003, Dasar-Dasar Pemasaran, Edisi Kesembilan Jilid I ,PT. Indeks, Jakarta Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane, 2007, Manajemen Pemasaran, Edisi kedua belas, edisi Bahasa Indonesia, PT Indeks, Jakarta. Kotler, Philip, 1994. Analisa, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Alih Bahasa Adi Zakaria Afiff, FEUI, Jakarta. Kountur, Ronny, 2007. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Edisi Revisi, Penerbit PPM, Jakarta. Lee, Nancy, Kotler, Philip, 2007. Pemasaran Di Sektor Publik (Panduan Praktis Untuk Meningkatkan Kinerja Pemerintah). Indeks, Jakarta. Mahmudi, 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Malo, Manasse, 2005. Metode Penelitian Sosial, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Moktar, Sany Sanusi Mohd., et.al., 2011. The Relationship Between Service Quality and Satisfaction on Customer Loyalty in Malaysian Mobile Communication Industry, Journal School of Doctoral Studies (European Union). Mosahab, Rahim, Mahamd, Osman dan Ramayah T., 2010. Service Quality, Customer Satisfaction and Loyalty: A Test of Mediation. Universiti Sains Malaysia (USM), www.ccsenet.org/ibr International Business Research Vol. 3, No. 4; October. Nazir, Moh., 1998. Metode Penelitian Sosial, Edisii Ke Lima, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Payne, Adrian, 1993. The Essence Of Service Marketing, Pemasaran Jasa, Edisi Pertama, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Shahin, Arash, 2011. SERVQUAL and Model of Service Quality Gaps: A Framework for Determining and Prioritizing Critical Factors in Delivering Quality Services, Department of Management, University of Isfahan, Iran, E-Mail:
[email protected] Supriadi, Agus, 2008. Analisis Kepuasan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Kota Jambi, Jurnal Tesis, Program Magister Manajemen STIE Mitra Indonesia, Yogyakarta. Swastha DH., Basu dan Irawan, 2003. Manajemen Pemasaran Modern, Liberty, Yogyakarta. Tjiptono, Fandy, 2004. Manajemen Jasa, Cetakan kelima, Penerbit Andi, Yogyakarta. Umar, Husien, 2000. Manajeman Pemasaran, Kepuasan Konsumen, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Wasistiono, Sadu, 2003. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, Edisi Revisi, Fukosmedia, Bandung. Wijayanti, Kristin Yuni, 2009. Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (Ikm) Pengguna Jasa Pelayanan Akte Kelahiran Pada Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Palangka Raya, Tesis, Pasca Sarjana, FE-Universitas Palangka Raya. Keputusan Menpan nomor : Kep/25/M.PAN/2/2004, tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM) Peminta izin mendirikan bangunan (IMB)
46