ANALISIS IMPOR BERAS VIETNAM TERHADAP CADANGAN BERAS NASIONAL
SUCI MAISYARAH H451110411
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Fungsi Analisis Impor Beras Vietnam Terhadap Cadangan Beras Nasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Suci Maisyarah NIM H451110411
RINGKASAN SUCI MAISYARAH. Analisis Impor Beras Vietnam Terhadap Cadangan Beras Nasional. Dibimbing oleh Dr. ANDRIYONO KILAT ADHI dan SITI JAHROH Ph.D. Seiring dengan meningkatnya konsumsi beras masyarakat Indonesia produksi padi nasional juga meningkat. Produksi padi di Indonesia meningkat tetapi pemerintah tetap melakukan impor beras guna memenuhi permintaan beras dalam negeri. Perkembangan impor beras Indonesia cenderung berfluktuatif setiap tahun. Impor beras terbesar yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Vietnam dan Thailand. Kedua negara tersebut merupakan negara yang memiliki jumlah produksi beras terbear di Asia. Tingginya produksi beras di Thailand dan Vietnam menjadikan kedua negara sebagai net eskpotir beras di Asia. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi sasaran tujuan eskpor beras Thailand dan Vietnam. Tercapainya surplus besar dalam suatu negara tidak lepas dari berhasilnya pengelolaan manajemen cadangan beras. Hampir semua negara di Asia melaksanakan kebijakan stock cadangan beras nasional. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk keperluan darurat seperti bencana alam serta untuk kepentingan stabilisasi harga. Pengelolaan cadangan beras di Indonesia dilakukan oleh pemerintah melalui BULOG. Pemenuhan kebutuhan cadangan beras tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga berasal dari luar negeri atau impor dari negara net eskpor beras. Beras impor yang ada dalam cadangan beras pemerintah memiliki fungsi sebagai stok pendukung beras yang ada di dalam negeri untuk tetap dapat menjaga kestabilan harga beras dalam negeri serta sebagai cadangan jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Oleh karena itu impor terhadap cadangan beras adalah menjadi stok beras akhir tahun dengan pengadaan beras dalam negeri yang harus dimiliki oleh BULOG. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi cadangan beras nasional serta bagaimana peran BULOG, menganalisis impor beras Vietnam terhadap cadangan beras nasional dan menganalisis mekanisme cadangan beras di Indonesia serta memberikan saran kebijakan. Untuk dapat menjawab tujuan penelitian digunakan metode deskriptif dan persamaan linear berganda. Hasil yang diperoleh adalah dalam menjalan perannya BULOG melakukan pengadaan beras melalui kerjasama dengan Mitra Kerja, UPGB dan Satgas. Impor beras Vietnam tidak memiliki pengaruh nyata terhadap cadangan beras nasional dan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu tarif impor beras, harga beras dalam negeri, permintaan dalam negeri, pengadaan beras dalam negeri dan produksi beras dalam negeri. Mekanisme cadangan beras yang ada di Indonesia masih berpusat pada rantai tataniaga beras dimana petani memiliki posisi yang tidak menguntungkan. Oleh karena itu perlu dilakukan strategi pembenahan manajemen stok beras yang ada di Indonesia melalui peningkatan hasil produksi dan juga revitalisasi peran BULOG.
Kata kunci: BULOG, tarif impor beras, harga beras dalam negeri, pengadaan beras dalam negeri, permintaan beras dalam negeri, produksi beras dalam negeri.
SUMMARY SUCI MAISYARAH. Analysis of Vietnam Rice Import Towards National Rice Stock. Supervised by Dr. ANDRIYONO KILAT ADHI and SITI JAHROH Ph.D. Along with Indonesian rice consumption increasing is also national rice production. In indonesia, rice production increased but goverment still import to meet domestic demand. Rice import in Indonesia tend to fluctuate every year. The largest rice import to Indonesia are coming from Vietnam and Thailand. Both countries are also a country has the largest amount of rice production in Asia. The high production of rice in Thailand and Vietnam made two countries as rice net exporter in Asia. Indonesia is one of countries as export of Thailand and Vietnam rice. The achievement of surplus in a country cant separated from succesfull of rice reserves management. Almost all countries in asia implementing national policies about national rice reserves. Rice reserve have a purpose for emergencies such as natural disasterand for the shake of price stabilization. Rice reserves of management in Indonesia is do by the goverment through BULOG. Meeting the demand of rice reserves are not only from domestic production but also from abroad by imported from countries as net export. Rice import in the rice reserves has a function as a goverment suppport of rice stock in the country to still be able to maintain stable domestic price as well as a back up in a case of a disaster anytime. Hence, the rice import of rice reserve is to be the end of the domestic rice procurement to be owned by BULOG. Objectives of this research are to analyze a condition of the national reserve and the performance of BULOG. Second, to analyze Vietnamese rice import towards rice reserves and indentifying of other factors. This research is analyzed using descriptif method and multiple linear regression equation. The result is in their role BULOG to procure a rice through cooperation with Mitra Kerja, UPGB and SATGAS. Vietnamese rice import has not influence on national rice reserve and there are other factors such as rice import tariff, domestic price, domestic demand, domestic procurement of rice, and domestic rice production. Rice reserve mechanism in Indonesia is centered in rice chain trading system wheres farmers have unfavorable position. Therefore it is necessery to reform rice stock management in Indonesia trough increase production and revitalizing the role of BULOG. Keywords : BULOG, tariffs on rice import, domestic prices, domestic rice procurement, domestic demand,domestic rice production
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS IMPOR BERAS VIETNAM TERHADAP CADANGAN BERAS NASIONAL
SUCI MAISYARAH H451110411 Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Ujian Tesis Luar Komisi : Drp Ir Suharno M.Adev
Penguji Program Studi : Dr Ir Harianto MS
Judul Tesis
: Analisis Impor Beras Vietnam Terhadap Cadangan Beras Nasional
Nama
: Suci Maisyarah
NIM
: H451110411
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Andriyono Kilat Adhi
Siti Jahroh Ph.D
Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agribisnis
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
31 Agustus 2013
PRAKATA
Judul Tesis
: Analisis Impor Beras Vietnam Terhadap Cadangan Beras Nasional
Nama
: Suci Maisyarah
NIM
: H451110411
Disetujui oleh
Kornisi Pernbirnbing
Dr Andriyono Kilat Adhi Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agribisnis
V~~~tKOlan
Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina MS
Tanggal Ujian: 31 Agustus 2013
TanggalLulus:
25 OCT 201 3
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini ialah cadangan beras, dengan judul Analisis Impor Beras Vietnam Terhadap Cadangan Beras Nasional. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Andriyono Kilat Adhi dan Ibu Siti Jahroh Ph.D selaku pembimbing serat Bapak Dr Suharno dan Bapak Dr Harianto yang sudah memberikan masukan pada tesis saya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Hariyo dari BULOG dan serta Bapak Dadang dari BULOG, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Alm), ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013
Suci Maisyarah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA
1 3 4 4 4 5
Penawaran dan Permintaan Beras Domestik Kebijakan Beras Indonesia
Manajemen Stok Beras Kebijakan Beras Vietnam Impor Beras
5 5 6 8 9
3 KERANGKA PEMIKIRAN
4 METODE
11 16 17
Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
17 17 17 20
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional
Kondisi Cadangan Beras Nasional dan Kinerja Bulog sebagai Lembaga yang Memiliki Tugas dalam Melakukan Pengadaan Beras
Mekanisme Stok Beras di Indonesia 6 SIMPULAN DAN SARAN
20 25 29 34 40
Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
40 41 42
LAMPIRAN
44
RIWAYAT HIDUP
48
Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stok Beras Nasional Hasil Identifikasi Menggunakan Regresi Linear Berganda
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7
Perkembangan konsumsi beras perkapita, produksi, ekspor dan impor beras di Indonesia Jumlah ekspor beras Thailand dan Vietnam ke Indonesia Perkembangan peran BULOG berdasarkan keputusan presiden Volume impor beras Vietnam dan harga beras Vietnam Produksi beras dalam negeri dan harga beras dalam negeri tahun Perkembangan tarif impor beras di Indonesia tahun 2000-2012 Faktor-faktor yang mempengaruhi stok beras nasional
1 2 25 26 27 29 31
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Keseimbangan parsial perdagangan internasional Kerangka pemikiran operasional Kondisi cadangan beras nasional oleh BULOG Perkembangan jumlah permintaan beras dalam negeri melalui konsumsi kapita pertahun (2000-2012) Mekanisme stok beras di Indonesia Langkah-langkah strategi dalam mengontrol cadangan beras nasional
12 16 21 28 35 40
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4 5
Jumlah Ekspor Beras Vietnam Periode Tahun 2002-2012 Pengadaan ekspor beras dalam negeri, pengadaan luar negeri, dan stok akhir tahun periode 2000-2012 Jumlah konsumsi beras masyarakat Indonesia kapita pertahun Data time series yang digunakan dalam estimasi regresi linear berganda Hasil estimasi regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS 18
44 44 45 45 46
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya konsumsi beras masyarakat Indonesia produksi padi nasional juga meningkat. Pada tahun 2000 jumlah produksi padi nasional adalah sebesar 51 898 852 ton. Namun di tahun 2001 produksi padi nasional sempat mengalami penurunan sebesar 50 460 782 ton. penurunan produksi pada tahun 2001 terjadi karena adanya el nino. Pada tahun 2002 produksi padi di Indonesia kembali meningkat sebesar 51 498 694 ton. hingga tahun 2010 jumlah produksi beras di Indonesia telah mencapai 66 469 394 ton (Kementerian Pertanian 2013). Meningkatnya produksi namun belum mencukupi kebutuhan permintaan beras dalan negeri. Konsumsi kapita yang terus meningkat tidak mengkhawatirkan jika diiringi dengan kemampuan produksi yang dapat memenuhinya, akan tetapi pada kenyataannya di Indonesia produksi beras selalu lebih rendah dari tingkat konsumsinya. Jumlah produksi yang tidak dapat memenuhi permintaan kebutuhan beras yang meningkat karena tingginya pertumbuhan penduduk di Indonesia berakibat adanya impor beras. Dalam UU No.3 Tahun 2012 dijelaskan bahwa menetapkan kebijakan pengadaan beras dari luar negeri dengan tetap menjaga kepentingan petani dan konsumen serta pelaksanaan pengadaan beras dari luar negeri dilakukan oleh Perum BULOG. Kebijakan beras yang meningkat membawa dampak stabilitas ketersediaan beras menjadi rentan, karena bergantung pada kebijakan ekonomi negara lain. Untuk dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri maka pemerintah Indonesia melakukan impor beras. Perkembangan konsumsi secara keseluruhan beras perkapita masyarakat Indonesia, produksi, ekspor dan impor dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Perkembangan konsumsi beras per kapita, produksi, ekspor dan impor beras di Indonesia Produksi* Impor* Ekspor* Tahun (ton) (ton) (ton) 2000 51 898 852 1 500 000 119 000 2001 50 460 782 3 500 000 395 000 2002 51 498 694 2 750 000 415 000 2003 52 137 604 650 000 70 000 2004 54 088 568 500 000 91 000 2005 54 151 097 539 000 422 900 2006 54 454 937 2 000 000 94 000 2007 57 157 435 350 000 119 000 2008 60 352 925 250 000 187 000 2009 64 398 890 1 150 000 240 000 2010 66 469 394 3 098 000 35 000 Sumber : *Kementerian Pertanian 2013 **IRRI 2013
Konsumsi ** (kg/kapita/year) 126.80 125.10 125.10 124.50 124.00 123.60 124.90 126.00 126.70 127.40 127.50
2
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa perkembangan konsumsi beras perkapita masyarakat Indonesia fluktuatif. Pada tahun 2000 konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah sebesar 126.80 kg/kapita/th. Hingga tahun 2006 konsumsi beras masyarakat Indonesia mengalami penurunan hingga 124.90 kg/kapita. Pada tahun 2007 kembali meningkat sebesar 126.00 kg/kapita dengan peningkatan 11% dari tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi beras disebabkan masyarakat Indonesia yang semakin sering mengkonsumsi nasi sebagai pangan utama. Pada tahun 2010 konsumsi beras perkapita sudah mencapai 127.50 kg/kapita. Produksi padi di Indonesia meningkat tetapi pemerintah tetap melakukan impor beras. Perkembangan impor beras Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 yang cenderung berfluktuatif setiap tahun. Pada tahun 2000 jumlah impor beras yang masuk ke Indonesia adalah sebesar 1 500 000 ton. impor beras terbesar terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 3 500 000 ton dan juga pada tahun 2010 yaitu sebesar 3 098 000 ton. Terkait dengan perkembangan impor beras indonesia yang fluktuatif, perkembangan ekspor beras di Indonesia juga cenderung fluktuatif. Di Tabel 1 terlihat ekspor beras pada tahun 2000 sebesar 1 190 ton. ekspor beras terbesar terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 42 290 ton. Sedangkan ekspor terkecil terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 350 ton. Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat di simpulkan bahwa jumlah produksi padi di Indonesia terus meningkat setiap tahun tetapi belum dapat mencukupi tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang meningkat. Pemerintah melakukan impor beras untuk dapat memenuhi kekurangan permintaan beras dalam negeri. Tingginya angka impor menyebabkan rendahnya angka ekspor beras Indonesia. Impor beras terbesar yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Vietnam dan Thailand. Kedua negara tersebut merupakan negara yang memiliki jumlah produksi beras terbesar di Asia. Hal ini menyebabkan Vietnam dan Thailand menjadi net exportir terbesar di Asia saat ini. Perkembangan jumlah ekspor beras Thailand dan Vietnam yang masuk ke Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah Ekspor Beras Thailand dan Vietnam ke Indonesia Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber : UNComtrade 2013
Thailand (ton) 243 755.88 440 973.41 696 230.98 640 688.50 210 124.06 118 986.77 169 265.25 440 147.35 126 712.34 219 124.27 273 623.90
Vietnam (ton) 287 641.98 195 331.12 393 464.54 400 853.85 39 271.08 57 409.07 332 664.03 1 158 328.83 74 156.49 16 536.35 685 862.97
3
Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat jumlah ekspor beras Thailand dan Vietnam yang masuk ke Indonesia. Dalam jangka waktu 10 tahun terakhir jumlah ekspor beras Thailand dan Vietnam cukup tinggi masuk ke pasar Indonesia. Pada tahun 2000 jumlah eskpor beras Thailand adalah sebesar 243 755.88 ton sedangkan ekspor beras Vietnam ke Indonesia adalah sebesar 287 641.98 ton. jumlah beras Vietnam yang masuk ke Indonesia lebih tinggi dibandingkan beras Thailand. Hingga tahun 2010 jumlah beras Vietnam yang masuk ke Indonesia sudah mencapai 685 862.97 ton dan beras Thailand sebesar 273 623.90 ton. Perkembangan jumlah eskpor beras Thailand dan Vietnam ke Indonesia cenderung fluktuatif. Namun ekspor beras Vietnam ke Indonesia terus meningkat hingga saat ini dibandingkan dengan beras Thailand. Vietnam merupakan salah satu negara yang memiliki produksi beras terbesar di Asia Tenggara saat ini dengan jumlah permintaan beras domestik adalah sebesar 20% sedangkan 80% surplus. Dengan adanya surplus, pemerintah Vietnam melakukan eskpor beras ke negara lain termasuk Indonesia. Menurut data IRRI (2012), ekspor Vietnam mencapai 7 000 000 ton (lampiran 1). Keberhasilan Vietnam dalam melakukan ekspor beras adalah dengan adanya manajemen stok beras yang dilakukan pemerintah Vietnam dalam pengelolaan produksi, konsumsi serta pemasaran beras. Hampir semua negara di Asia, khususnya ASEAN melaksanakan kebijakan stok cadangan (reserve stock) beras nasional. Tujuannya adalah untuk keperluan darurat seperti bencana alam, perang dan konflik sosial, serta untuk keperluan stabilitas harga. Dengan adanya cadangan beras, akan mengurangi kelangkaan beras serta menjaga agar tingkat harga beras lebih stabil (Sawit 2010). Pemenuhan kebutuhan cadangan beras tidak hanya berasal dari dalam negeri saja tetapi pemerintah melalui Badan Usaha Logistik (BULOG) juga melakukan pengadaan beras melalui pengaadaan beras luar negeri melalui impor. Beras impor yang ada dalam cadangan beras pemerintah memiliki fungsi sebagai stok pendukung beras yang ada di dalam negeri untuk tetap dapat menjaga kestabilan harga beras dalam negeri serta sebagai cadangan jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Fungsi lain dari beras impor terhadap cadangan beras adalah menjadi stok beras akhir tahun dengan pengadaan beras dalam negeri yang harus dimiliki oleh BULOG. Upaya pengembangan industri beras yang efisien di Indonesia dapat dilakukan dalam sistem manajemen stok beras oleh BULOG dan juga pemerintah sehingga tetap memberikan insentif bagi petani maupun pelaku pengolahan dan pemasaran beras untuk tetap mempertahankan konsistensi mutu gabah/beras. Mengingat peran yang dimiliki oleh beras sangat besar, maka berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjaga ketersediaannya dengan mutu baik dan konsisten serta harga pada level yang stabil. Hal ini perlu dilakukan dengan harapan beras tetap tersedia sepanjang tahun dengan kualitas yang semakin baik sehingga kebutuhan pangan penduduk terpenuhi serta fluktuasi harga tetap terkendali dan juga dapat menurunkan angka impor beras dengan pengurangan kebijakan impor beras dari negara-negara pengeskpor. Perumusan Masalah Kebutuhan beras yang meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang juga meningkat maka pemenuhan kebutuhan pangan khususnya
4
beras dapat dilakukan dengan dua yaitu produksi dalam negeri dan impor dari luar negeri. Pertumbuhan jumlah produksi beras di Indonesia selalu meningkat setiap tahun namun belum dapat memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. Secara nyata produktivitas dalam negeri meningkat tapi masih lemah untuk dapat memenuhi permintaan. Tidak tercukupinya permintaan dapat disebabkan juga dengan lemahnya pendistribusian terhadap konsumen. Dalam prakteknya terlihat bahwa masih lemahnya manajemen stok beras yang dilakukan oleh pemerintah melalui BULOG sebagai lembaga yang memiliki peran sebagai pelaku pengadaan beras dalam negeri, distribusi dan juga menjaga kestabilan harga beras. Disini perlu dilakukan analisis mengenai bagaimana kondisi cadangan beras nasional serta kinerja BULOG. Permasalahan lain yang dapat dilihat adalah jumlah produksi beras nasional yang belum dapat mencukupi permintaan beras nasional. Masih lemahnya produksi beras nasional menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan impor beras. Impor beras terbesar saat ini diperoleh dari Vietnam, hal ini tentu memberikan pengaruh terhadap stok beras nasional. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijabarkan diatas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mendeskripsikan kondisi cadangan/stok beras nasional dan Peran Perum BULOG sebagai lembaga yang melakukan pengadaan beras. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan beras nasional selain impor beras Vietnam. 3. Menganalisis mekanisme stok beras di Indonesia dan memberikan saran kebijakan untuk pengembangan stok beras nasional. Manfaat Penelitian 1.
2.
Bagi peneliti, mampu menganalisis dampak dari sebuah kebijakan terhadap cadangan beras nasional serta dapat menciptakan sebuah kebijakan yang bermanfaat bagi setiap pihak yang membutuhkan. Bagi Pemerintah, memberikan solusi untuk pemerintah dalam menciptakan sebuah kebijakan baru yang nantinya dapat diaplikasikan sehingga dapat mengurangi impor beras dan meningkat peran Perum BULOG. Ruang Lingkup
Penelitian ini memiliki ruang lingkup Indonesia dan Vietnam yang dilakukan secara makro. Data diperoleh berupa data sekunder melalui instansiinstansi terkait dan juga informasi melalui media internet.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Penawaran dan Permintaan Beras Domestik Menurut penelitian yang dilakukan oleh Insyauddin (2009) terkait dengan dampak kebijakan harga dasar dan tarif impor terhadap penawaran dan permintaan beras di Indonesia memiliki tujuan mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gabah di Jawa dan luar Jawa, mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan beras di Indonesia, menganalisa pengaruh kebijakan harga dasar dan tarif terhadap produksi, konsumsi dan impor. Tujuan dari penelitian ini jawab dengan menggunakan metode Two Stage Least Square (2 SLS). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di Jawa dapat ditunjukkan oleh perilaku luas areal panen padi dan produktifitas lahan, harga gabah, harga dasar gabah, curah hujan di Jawa dan lag luas areal panen tahun sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi produksi gabah di luar Jawa dipengaruhi oleh luas areal panen dan produktivitas lahan. Penelitian empiris juga dilakukan oleh Kusumaningrum (2008) dengan tujuan penelitian sebagai berikut faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan beras di Indonesia, efektivitas perubahan kebijakan harga dasar gabah dalam upaya peningkatan produksi, dampak kebijakan Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP) terhadap penawaran dan permintaan beras di Indonesia. Untuk dapat menjawab tujuan penelitian digunakan metode pendugaan two stage least square. Dari hasil penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran beras adalah produksi beras Indonesia, jumlah besar untuk benih susut, stok beras akhir tahun dan jumlah impor dan ekspor Indonesia. Permintaan beras untuk konsumsi Indonesia untuk konsumsi Indonesia dipengaruhi oleh harga beras eceran, harga jagung (sebagai barang subsitusi), jumlah penduduk Indonesia, pendapatan penduduk Indonesia dan permintaan beras sebelumnya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kebijakan HDPP lebih efektif jika dibandingkan dengan harga dasar gabah jika dilihat dari sisi peningkatan produksi karena persentase peningkatan produksi periode HDPP sebesar 15 % lebih tinggi dari rata-rata kebijakan yang telah diterapkan akan berdampak pada peningkatan produksi padi. Saran dari penelitian ini adalah kebijakan HDPP diikuti oleh kebijakan perberasan lain dan dalam mempertahankan kesejahteraan rakyat akibat kebijakan HDPP, pemerintah memberikan kompensasi kerugian konsumen. Kebijakan Beras Indonesia Penelitian yang dilakukan Sitepu (2002) memiliki tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan beras di pasar domestik dan internasional, mengevaluasi dan meramalkan dampak kebijakan ekonomi dan liberalisasi perdagangan perubahan kesejahteraan produsen dan konsumen beras serta penerimaan devisa. Tujuan penelitian dijawab dengan menggunakan metoda Two Stage Least Square dengan menggunakan data time series dari tahun 1971-2000. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa luas areal sawah telah mencapai kondisi closing cultivation frontier, yaitu
6
mencapai batas maksimum lahan subur yang layak untuk areal sawah akibat meningkatnya kompetisi penggunaan lahan, sebagai akibat penggunaan pupuk yang tidak berimbang. Permintaan beras domestik dan dunia dipengaruhi oleh harga beras dunia, tetapi responnya inelastis. Sedangkan terhadap jumlah penduduk dan jumlah produksi beras, responnya elastis yang artinya beras merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian besar negara pengimpor beras dunia. Kebijakan harga dasar gabah akan menyebabkan net surplus akan bertambah, sedangkan kebijakan penghapusan subsidi harga input berdampak pada penurunan produksi dan pendapatan petani. Pemberlakuan liberalisasi perdagangan tidak efisien dan tidak tepat untuk dilaksanakan karena keuntungan yang diterima oleh konsumen lebih kecil jika dibandingkan dengan kerugian yang diterima oleh produsen. Penelitian empiris juga dilakukan oleh Sembiring et al (2012) terkait dampak kebijakan pemerintah melalui instruksi presiden tahun 2005-2008 tentang kebijakan perberasan terhadap ketahanan pangan. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisa dampak dari kebijakan beras terhadap ketahanan pangan dan terhadap konsumen dan produsen surplus. Penelitian ini menggunakan data time series dari maret 2005 hingga september 2009. Spesifikasi model kebijakan beras menggunakan persamaan simultan yang terdiri dari 15 persamaan struktural dan 11 persamaan identitas yang diestimasi menggunakan metode 2SLS. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan harga pembelian pemerintah untuk gabah kering giling sebesar 15 % meningkatkan keamanan pangan sehingga harga eceran beras menurun membuat surpus konsumen dan produsen meningkat. Peningkatan harga dasar eceran dari pupuk NPK sebesar 15 % memberikan dampak negatif terhadap keamanan pangan karena mengakibatkan harga eceran beras meningkat sehingga berpengaruh negatif terhadap surplus konsumen. Keamanan pangan dapat dicapai jika pembelian pemerintah pada gabah kering giling diimplemantasikan secara dasar. Hidayat (2012) juga melakukan penelitian empiris terkait perubahan harga beras dunia terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia pada berbagai kondisi transmisi harga dan kebijakan domestik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis transmisi harga dan pasar integrasi dari pasar dunia terhadap pasar domestik, menganalisis dampak dari perubahan harga beras dunia terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen, untuk menganalisis perubahan harga dunia dan kebijakan dalam negeri (kebijakan perubahan harga dalam negeri, tarif impor dan kuota impor beras). penelitian ini menggunakan estimasi melalui model Ravallion dan kalkulasi indek integrasi pasar. Hasil menunjukkan bahwa pasar beras Indonesia terintegrasi lemah dengan pasar beras dunia. Perubahan harga pasar beras adalah transmisi menuju pasar beras Indonesia, tapi tidak sempurna. Peningkatan harga beras dunia dapat meningkatkan kesejahteraan petani, walaupun kesejahteraan konsumen menurun. Harga dunia dapat memberikan dampak yang tinggi pada kesejahteraan umum ketika kondisi pasar dalam negeri meningkatkan integrasi dengan pasar dunia. Manajemen Stok Beras Baldwin et al (2009) dalam penelitiannya memiliki tujuan yaitu mencapai surplus beras di Asia Tenggara dalam proyek di tahun 2021 yang berkelanjutan dalam ekspor dengan skala lebih besar dari Asia Tenggara. Penelitian ini dijawab
7
dengan menggunakan metoda deskriptif kualitatif. Dalam mencapai surplus beras salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki dan meningkatkan fungsi stok beras. Secara regional, stok akhir telah meningkat relatif dengan konsumsi sejak tahun 1998 dan rasio penggunaan stok Asia Tenggara meningkat pada tahun 2008/2009. Ketika stok mencapai 19.9 juta ton dan mewakili lebih dari 20% tingkat konsumsi tahunan atau penawaran cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan untuk lebih dari 70 hari. Pemerintah melakukan stok untuk beberapa alasan, stok mungkin digunakan untuk keadaan darurat seperti saat adanya bencana alam dengan sangat cepat stok untuk dapat menjangkau para korban bencana. Pemerintah juga melakukan stok untuk keadaan pasar (baik secara nasional ataupun permintaan global) untuk dapat mengatur harga pasar. Keadaan pasar tampak seperti motif besar bagi pemerintah dengan adanya permintaan stok dari negara pengimpor seperti Philipines dan Indonesia dan stok sering dibeli dari sumber asing. Dalam kasus lain, akumulasi stok karena pemerintah membeli beras dari petani untuk meningkatkan harga yang diterima oleh petani. Pemerintah menghimbau bahwa stok bersifat sementara dan akan segera habis jika harga pasar tinggi. namun dalam prakteknya, kadang-kadang pemerintah menyimpan stok dalam periode yang lama, mungkin ketakutan yang dimana muncul setiap saat akan menurunkan harga dan merugikan petani. PT Dallabilla (2012) melakukan penelitian melalui survai lapang mengenai manajemen stok perbesaran di Vietnam. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui teknologi perberasan serta supply chain beras di Vietnam dan bagaimana kebijakan perberasan yang ada dalam manajemen stok beras di Vietnam. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah tekonologi perberasan yang dimiliki oleh Vietnam terdiri dari beberapa tahap. Dimulai dari teknologi panen, pengupasan, penyimpanan, pemutihan, pemolesan, serta sorting dilakukan dengan rapih dan teratur. Penggilingan dilakukan saat kadar air 13.5 – 14 %. Selanjutnya adalah tahap penggudangan dilakukan selama 3 bulan. Selanjutnya adalah pemutihan ulang hingga 3 - 4%. Peyimpanan setelah pemutihan hingga 1 - 2 bulan dan tahap terakhir adalah pencampuran beras untuk syarat beras pecah dan hingga tahap akhir penimbangan serta pengemasan untuk ekspor. Supply chain beras Vietnam adalah dimulai dari petani selanjutnya pedagang pengumpul yang diteruskan ke Rice Semi Proccesors atau pedagang. Dari pedagang beras disalurkan kepada perusahaan pengolahan padi dan siap untuk di ekspor. Manajemen stok beras Vietnam memiliki potensi ekspor karena pemerintah melalui Vinafood dengan manajemen stok yang baik dan mencapai surplus beras nasional (10 juta ton beras/ tahun). Dengan adanya garis komando dari pemerintah hingga kabupaten patuh dan komitmen terhadap kebijakan beras yang ada di Vietnam. Penelitian secara survai juga dilakukan oleh PT Dallabilla (2012) terhadap manajemen stok beras di Jepang. Tujuan dari survey ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme manajemen stok yang ada di Jepang serta kebijakan yang digunakan oleh pemerintah Jepang dalam pencapaian surplus beras. Jepang termasuk negara yang juga mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok utama dan menempati posisi 10 besar di Asia sebagai negara yang mengkonsumsi beras tertinggi. Oleh sebab itu Jepang tidak perlu melakukan impor. Namun petani di Jepang di arahkan untuk beralih ke komoditi lain seperti gandum, kedelai, sayursayuran dengan pemberian subsidi sebesar ¥ 15 000/10 acre. Program subsidi
8
langsung yang diadakan oleh pemerintah adalah dimana menjual hasil produksi dengan harga lebih rendah dibandingkan harga produksi. Adapun subsidi tambahan, harga jual pasca panen, serta subsidi tetap sebesar ¥ 15 000/ 10 acre. Untuk rantai tataniaga sendiri Jepang tidak memiliki supply chain yang tidak terlalu panjang. Supply chain dimulai dari petani yang menjual hasil produksi kepada Japan Agricultural Cooperatives Group (JA) atau perusahaan ini mirip dengan BULOG yang ada di Indonesia. JA bekerjasama dengan perusahaan swasta dalam menyalurkan hasil produksi dari petani hingga retailer dan konsumen akhir. Manajemen stok beras yang dimiliki oleh Jepang adalah mencapai surplus supply melalui perubahan pola konsumsi beras dan harga beras yang tinggi dan sulit untuk dapat diekspor. Pemberian subsidi tetap, subsidi variabel, pengembangan R&D, perbaikan mekanisasi, pendampingan, adanya bea masuk beras impor serta adanya subsidi harga. Melalui JA membangun kelembagaan dengan petani yang lebih solid sehingga petani tidak dirugikan. Kerjasama JA dengan perusahaan swasta di bawah pengawasan pemerintah. Menurut Suryana (2008) di Indonesia makna dari ketahanan pangan secara formal dirumuskan dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang pangan. Isi dari Undang-Undang tersebut adalah terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Definisi ini lebih tepat dengan definisi Food Security. Dalam rangka ketahanan pangan dan untuk situasi darurat (bencana alam dan sosial), pemerintah perlu memiliki stok pangan (beras) yang dapat dengan segera didistribusikan. Selama ini, untuk keperluan darurat, pemerintah mengambil stok beras yang ada di BULOG. Dengan adanya stok di gudang BULOG banyak manfaat yang diperoleh baik untuk pemerintah, institusi BULOG maupun masyarakat umum. Bagi pemerintah dengan adanya iron stok, pemerintah memiliki stok pada jumlah tertentu yang selalu tersedia setiap waktu dan setiap tempat. Untuk pengadaan iron stok tersebut maka pada tahun pertama pemerinah perlu menganggarkan dana sebesar harga pembeliaan beras dan biaya pengelolaan untuk 1.25 juta ton beras dan untuk tahun berikutnya hanya menganggarkan dana beras yang telah disalurkan pada tahun sebelumnya sehingga jumlah beras iron stok setiap tahun tetap (BULOG 2005). Kebijakan Beras Vietnam Tsukada (2013) melakukan penelitian mengenai kebijakan beras di Vietnam yang dimana tujuan dari penelitian Tsukada adalah menganalisis bagaimana Vietnam mencapai keamanan pangan sebagai negara exportir beras. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji peran dari kebijakan pengembangan ekonomi beras seperti pada pencapaian ketahanan pangan nasional. Tahap berikutnya yang akan diteliti adalah perkembangan produksi beras di Vietnam. Melihat terhadap surplus pada tingkat regional dan menunjukkan disparitas yang besar antar wilayah. Dalam penelitian ini Tsukada menggunakan metoda pendekatan analisis secara deskriptif kualitatif dengan data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah pesatnya pertumbuhan produksi beras selama tiga dekade terakhir setelah beberapa reformasi pertanian. Bersamaan dengan program pengembangan ekonomi meningkat, pemerintah Vietnam intensif mengandalkan kualitas kontrol atas total ekspor beras dengan menjaga keseimbangan antara
9
pasokan dalam negeri dan beras internasional. Secara umum, kebijakan eskpor berjalan dengan sangat baik dalam menjaga kestabilan pasar beras secara umum, seperti yang mereka lakukan pada tahun 1980 dan 1990. Hal ini tidak mungkin bahwa Vietnam mengabaikan pengontrolan terhadap total eskpor beras untuk masa yang akan datang. Untuk mencapai kesejahteraan konsumen yang miskin yaitu dengan serius dapat dirugikan oleh harga yang tinggi. maka pemerintah akan memperbaiki dari pilihan untuk intervensi dalam ekspor beras. Nielsen (2003) dalam penelitiannya menjelaskan mengenai kebijakan beras Vietnam. Berasal dari negara yang mengimpor beras terbesar pada tahun 1980-an, Vietnam bertransformasi menjadi negara pengekspor beras terbesar saat ini di dunia setelah Thailand pada tahun 1990an. Hal ini berhasil memecahkan pasar dunia dengan membuat trade-off baru dari kebijakan Vietnam antara memastikan pasokan beras pada harga yang terjangkau oleh tangan konsumen dalam negeri dan menghasilkan devisa dari ekspor beras. Hingga saat ini pemerintah telah mengatur ekspor beras melalui jumlah kuota ekspor nasional. Reformasi ini terlihat lebih jelas dalam hambatan dalam negeri seperti pembatasan lintas mobilitas sektor darat maupun internasional yang dimana hambatan ini seperti perkenalan distorsi oleh perjanjian perdagangan prefensial. Sejak Doi Moi dimulai tahun 1986 yang memiliki arti renovasi ekonomi, pemerintahan Vietnam membentuk kebijakan baru yang berorientasi kepada ekonomi pasar (SocialistOriented Market Economy). Tujuan utama dari kebijakan tersebut adalah pengaruh dari sektor beras dan incentif untuk petani lebih ditingkatkan dalam penggunaan lahan, investasi, pemasaran dan juga penjualan. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka peran pemerintah sangat penting dalam perekonomian dan juga perusahaan swasta serta koperasi memiliki peran yang sama dalam memproduksi komoditas (Wikipedia 2012). Impor Beras Mulyana (2007) dalam penelitian memiliki tujuan mengkaji faktor-faktor apa saja yang signifikan pengaruhnya terhadap perilaku impor dan operasi pasar bebas di Indonesia dan bagaimana dampak penghapusan intervensi pemerintah dan peran BULOG sebagai pengendali stok dan pelaksana intervensi kebijakan harga beras terhadap stabilitas pasar domestik. Model pendekatan terhadap perilaku impor dan pengendalian stok beras Indonesia yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan pendekatan parsial, yaitu pada blok pengendalian stok pada sistem ekonomi beras Indonesia. Sistem yang langkap dari ekonomi beras mencakup subsistem atau blok produksi/ penawaran, blok konsumsi/ permintaan, blok pengendalian stok dan blok pasar dunia/ekspor dan impor. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah peubah ekonomi harga impor beras maupun harga beras dipasar domestik, tidak begitu mempengaruhi perilaku impor beras Indonesia, stok beras maupun pengadaan dan pelepasan stok beras tersebut oleh BULOG. Intervensi harga beras domestik (subsidi harga konsumen) dan sistem pengadaan dan operasi pasar bebas oleh pemerintah masih tetap diperlukan minimal dalam jangka pendek untuk memacu peningkatan produksi, memenuhi permintaan domestik, mencegah penurunan tingkat kesejahteraan produsen dan konsumen dan menghindari transfer pendapatan yang lebih dari pedagangan.
10
Tey dan Brindal (2012) melakukan penelitian mengenai impor beras yang ada di Singapura. Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi alokasi impor beras untuk mencari ukuran adaptasi yang dimana implikasi keluar pada negara yang bergantung terhadap impor. Penelitian ini menggunakan data time series yang dianalisa dengan menggunakan sistem permintaan ideal atau AIDS model. Hasil dari penelitian ini adalah sumber baru yang dimana lokasi yang berbeda akan menjadi kekuatan strategi diversifikasi oleh Singapura. Sumber pengganti impor kedua adalah susbstitusi. Egbedi et al (2012) melakukan penelitian empiris mengenai impor beras. Tujuan dalam penelitian ini adalah menentukan perbedaan atas ukuran kebijakan perdagangan beras dalam suatu negara dan dampaknya terhadap kesejahteraan produksi dan konsumsi rumah tangga dan menganalisis kebijakan perdagangan beras mana yang paling terbaik untuk perubahan kesejahteraan rumah tangga di Nigeria. Metode penelitian yang digunakan Computable General Equilibrium (CGE). Hasil dari penelitian adalah kesejahteraan dalam rumah tangga petani meningkat dengan kebutuhan yang sangat tinggi dari kebijakan proteksi walaupun biaya dari kesejahteraan sosial. Di sisi lain, kebijakan liberalisasi yang extreme tarif yang nol persen dari impor sangat merugikan semua kesejahteraan rumah tangga dan terlebih kesejahteraan nasional. Bagaimanapun, penurunan terakhir pada kesejahteraan nasional terjadi dengan sedikit pengurangan tarif impor beras. Selanjutnya, implikasi besar dari kebijakan ini adalah pengurangan sedikit tarif impor beras dapat mengadopsi sebagai kebijakan perdagangan beras Nigeria untuk impor beras sebagai pilihan peningkatan kesejahteraan pada kesejahteraan nasional. Sejalan dengan ini, target kebijakan peningkatan kesejahteraan pada keuntungan rumah tangga, khususnya rumah tangga petani yang ada di utara, dan juga bisa mencegah penurunan kesejahteraan. Lubis (2005), melakukan penelitian mengenai analisis kebijakan impor beras dengan tujuan merumuskan kebijakan untuk mengurangi konsumsi beras, dan merumuskan kebijakan untuk meningkatkan diversifikasi pangan pokok. Peneltian ini menggunakan model simulasi Agriculture Trade Policy Simulation Model (ATPSM), yang menggunakan model nilai elastisitas yang diperoleh dari data runtun waktu selama 1978-2002. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kebijakan tariff quota lebih efektif mengurangi impor beras dibandingkan dengan kebijakan tarif, kebijakan domestic support efektif meningkatkan produksi jagung, ubi jalar, dan ubi kayu sebagai substitusi beras, dan diversifikasi pangan pokok dapat didorong melalui penyediaan pangan pokok alternatif yang bergizi dan mudah saji sebagai substitusi beras. Kebijakan domestic support yang paling berpengaruh untuk peningkatan luas lahan adalah kebijakan harga dan dana irigasi, sedangkan kebijakan yang paling berpengaruh untuk peningkatan produktivitas adalah pelatihan petani untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan bertani mereka. Demi keberhasilan diversifikasi pangan pokok, pemerintah perlu membatasi impor dan mencegah penyelundupan pangan pokok secara terencana dan sistematis.
11
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoristis menjelaskan teori – teori yang dipergunakan untuk membantu dalam pelaksanaan setiap tahapan penelitian dan penyusunan karya ilmiah. Teori – teori yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain konsep perdagangan internasional, konsep manajemen stok beras, dan konsep persamaan regresi linear berganda. Konsep Perdagangan Internasional Menurut teori klasik Adam Smith, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional (gain from trade) dan meningkatkan kemakmurannya bila terdapat free trade (perdagangan bebas) dan melakukan melalui perdagangan bebas akan terjadi interaksi peningkatan ekspor dan impor sehingga mengakibatkan produksi nasional (GDP) meningkat. Hal ini akan meningkatkan kemakmuran negara. Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengeskpor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan absolute ( absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan absolut (absolut disadvantage) (Hady dalam Anggi 2013). Sementara itu, menurut teori klasik lainnya yaitu teori Ricardian yang dirumuskan oleh David Ricardo, menyatakan bahwa keuntungan komparatif timbul karena adanya perbedaan teknologi antar negara. Hal ini berarti berlangsungnya perdagangan internasional merupakan akibat adanya perbedaan produktifitas antar Negara. Atas dasar teori ini maka perdagangan internasional merupakan fenomena yang dapat membantu dalam meningkatkan kapasitas produksi dan standar hidup dan semua negara. Ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih tinggi dibandingkan dengan harga di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengimpor komoditas tersebut. Begitupun sebaliknya, ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih rendah dibandingkan harga yang terjadi di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengeskpor produk yang merupakan kelebihan produksi atas permintaan dalam negeri. Kondisi tersebut diilustrsikan melalui keseimbangan parsial perdagangan internasional yang disajikan pada gambar 1. Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C pada Gambar 1 masing-masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk komoditas X di negara 1 dan negara 2. Sumbu vertical pada ketiga panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) atau dengan kata lain jumlah komoditas Y yang harus dikorbankan oleh suatu Negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditas X. Sedangkan, sumbu horizontal di ketiga panel mengukur kuantitas komoditas X.
12
Px/Py
Px/Py
Px/Py Sx
A”
P3
Sx
Ekspor
A’
S B*
B’
E*
E’
E
B
Impor A
A*
D
Dx
Dx 0
Keterangan:
0
0
Panel A = Pasar di negara 1 untuk komoditas X Panel B = Hubungan perdagangan internasional dalam komoditas X Panel C = Pasar di negara 2 untuk komoditas X
Gambar 1 Keseimbangan parsial perdagangan internasional Sumber : Salvatore (1997) Panel A menunjukkan bahwa Negara 1 akan melakukan produksi dan konsumsi di titik A (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di Negara 1 berdasarkan harga relatif P1). Hal ini memunculkan titik A* pada kurva penawaran komoditas X negara 2 di panel B. Sedangkan negara 2 pada panel C juga akan berproduksi dan mengkonsumsi komoditas X di titik A’ (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 2 bedasarkan harga relative P3). Hal tersebut memunculkan di titik A’’ yang terletak pada kurva permintaan impor komoditas X negara 2 yang berada di panel B. Jika negara 1 pada panel A berdasarkan harga relative P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditas X sebesar BE. Kuantitas sebesar BE itulah yang merupakan kuantitas komoditas X yang akan dieskpor oleh Negara 1 pada relative P2. Begitu halnya untuk negara 2 pada panel jika berdasarkan harga relative P2 akan terjadi kelebihan permintaan yang lebih besar dari penawarannya, yaitu sebesar B’E’. kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditas X yang akan diimpor oleh Negara 2 berdasarkan harga relative P2. Kuantitas impor komoditas X yang diminta oleh negara 2 (sebesar B’E’ dalam panel C) akan dipenuhi dengan kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan oleh negara 1 (sebesar BE dalam Panel A). hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditas X diperdagangkan antara kedua negara yang ditunjukkan pada panel B (Salvatore 1997).
13
Konsep Manajemen Stok Beras Bagi Indonesia ancaman krisis pangan tersebut mestinya telah dapat diantisipasi secara baik sejak beberapa tanda-tanda awal telah beberapa tandatanda awal telah bermunculan. Status provinsi yang surplus dan yang difisit beras telah diketahui lama oleh para perumus kebijakan di negeri ini. Para peneliti dan mereka yang bergelut dari di bidang ekonomi pangan juga telah sangat paham tentang karakter, keberagaman dan kekhasan sistem produksi beras, berikut keragaan pasar dan efisiensi sistem tataniaga pangan pokok ini. Pasar gabah dan karakter pedagang pengumpul di Jawa pasti berbeda dengan pasar gabah di luar Jawa. Pola pembentukan harga beras di kota-kota besar sangat berbeda dengan pola pembentukan harga beras di kota kecil dan kecamatan. Untuk itu sangat diperlukan pengelolaan manajemen yang baik dalam mengatur cadangan pangan nasional (Riswani 2010). Stok atau cadangan adalah sejumlah makanan yang disimpan atau dikuasai oleh pemerintah atau swasta yang dimaksud sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Secara umum, pemegang stok gabah ada dua, yaitu pemerintah dan masyarakat. Stok gabah pemerintah dipegang oleh BULOG, sedangkan stok di masyarakat salah satunya dipegang oleh petani (BPS 2012). Pengelolaan stok beras secara garis besar mencakup tiga kegiatan yaitu pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran. Walaupun peraturan yang ada menyebutkan bahwa pengelolaan cadangan pangan pemerintah menjadi tanggung jawab semua tingkat pemerintahaan dari pemerintahan desa hingga pemerintahan pusat, namun saat ini ketiga aktifitas tersebut seluruhnya dilakukan oleh pemerintah pusat. Untuk dapat melaksanakan pengelolaan cadangan pangan, pemerintah pusat menugaskan BULOG untuk dapat menjalankan kegiatan tersebut. BULOG dalam melakukan kegiatannya scara fisik didukung oleh fasilitas perkantoran dan pergudangan yang memadai. Jenis-jenis cadangan beras yang dikelola oleh BULOG adalah sebagai berikut pertama, stok operasi yaitu stok ini untuk memenuhi kebutuhan program Beras Miskin (Raskin). Kedua, reserve stock yaitu digunakan untuk keperluan darurat seperti bencana alam. ketiga, stok penyangga (buffer stock) yaitu untuk keperluan melakukan operasi pasar murni (OPM). Keempat, pipe line stock yaitu stok ini untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti darurat, stok penyangga, dan keperluan berjaga-jaga lainnya. Disebut dengan pipe line karena apabila stok beras telah dikeluarkan untuk suatu keperluan, maka harus segera diisi dengan yang baru, sehingga jumlanya tidak berkurang dari angka yang telah ditetapkan (Saliem et al 2005). Berdasarkan pedoman umum pengadaan beras oleh BULOG (2009) pemenuhan kebutuhan beras oleh BULOG dilakukan pengadaan beras dari dalam negeri. Adapaun engadaan beras dalam negeri dapat diperoleh melalui beberapa tingkatan, yaitu Pengadaan Reguler adalah pengadaan gabah/beras dalam negeri yang dilakasanakan oleh perum BULOG di Divisi Regional (Divre)/ Sub Divisi Regional (Subdivre) setempat berdasarkan ketentuan Inpres RI tentang kebijakan perberasan yang berlaku. Pengadaan Beras Regional adalah pengadaan beras dalam negeri berdasarkan ketentuan Inpres RI tentang kebijakan perberasan yang berlaku, yang dilaksanakan oleh Divre/Subdivre dengan tambahan insentif biaya angkutan. Untuk pelaksanaan pengadaan beras regional harus mendapat ijin
14
khusus dari direksi Perum BULOG, dana hasilnya tidak untuk diangkut ke Divre lain. Pengadaan Beras Jarak jauh (Lintas Divre) adalah pengadaan beras dalam negeri berdasarkan ketentuan Inpres RI tentang kebijakan perberasan yang berlaku, yang dilaksanakan oleh Divisi Regional (Divre)/ Sub Divisi Regional (Subdivre) dengan tambahan insentif biaya angkutan yang dibuktikan dengan B/L pemuatan ke kapal. Untuk pelaksanaan pengadaan ini harus mendapat ijin khusus dari direksi Perum BULOG dan tidak dapat di angkut ke Divre lain. Pengadaan Beras Harga Pembelian Pemerintah (HPP) plus adalah pembelian beras dalam negeri dengan harga yang lebih tinggi dari HPP dan kualitas yang lebih baik ketentuan pemerintah. Penetapan tentang harga dan kualitas beras HPP plus ditetapkan oleh Direksi Perum BULOG. Mitra Kerja Pengadaan Dalam Negeri adalah lembaga berbadan hukum dan atau badan usaha yang melakukan kerjasama dengan Perum BULOG dalam hal pembelian, pengolahan dan pemasaran gabah/beras ke gudang Perum BULOG. Satuan Tugas (Satgas) pengadaan dalam negeri adalah satuan kerja yang dibentuk oleh Kepala Divisi Regional (Kadivre)/ Kepala Sub Divisi Regional (Kasubdivre) pada waktu, tempat dan kondisi tertentu untuk melakukan pembelian gabah/beras, guna memenuhi kebutuhan persedian dalam negeri dengan harga berpedoman pada HPP. Unit Pengelolaan Gabah/Beras (UPGB) adalah unit usaha yang mendukung kegiatan pelayanan publik dan pengembangan usaha Perum BULOG untuk memupuk keuntungan. Satuan Tugas Administrasi (SATMIN) adalah satuan kerja yang dibentuk oleh Kadivre/Kasubdivre pada waktu dan tempat tertentu untuk melakukan penyelesaian administrasi dan pembayaran harga gabah/beras serta biaya pengadaan dalam negeri. Giling Gabah adalah kegiatan pengolahan Gabah Kering Giling (GKG) menjadi beras sesuai dengan persyaratan rendemen dan kualitas yang ditetapkan Perum BULOG. Pemeriksaan Kualitas adalah serangkaian kegiatan pengambilan contoh dan analisa kualitas, gabah, beras dan kemasannya pada kegiatan pengadaan dalam negeri melalui metode pemeriksaan standar analisa yang ditetapkan Perum BULOG. Petugas Pemeriksa Kualitas (KPK) adalah petugas yang melakukan pemeriksaan kualitas dari lembaga pemeriksa kualitas yang ditunjuk Perum BULOG. Gudang BULOG adalah gudang yang dikelola oleh Perum BULOG baik gudang milik Perum BULOG maupun milik swasta. Prognosa Pengadaan gabah/beras dalam negeri adalah rencana dan perkiraan jumlah pengadaan dalam negeri yang akan dilaksanakan untuk satu tahun operasional Perum BULOG. Konsep Persamaan Regresi Linear Berganda Model ekonomi menunjukkan hubungan-hubungan teoritis antar peubahpeubah (variabel) ekonomi yang relevan terhadap fenomena. Kemudian model ekonomi diformulasikan dalam bentuk hubungan kuantitaif. Estimasi model dapat diaplikasikan untuk tujuan analisis struktural, peramalan dan evaluasi kebijakan ekonomi. Analisis struktural, peramalan dan evaluasi kebijakan ekonomi. Analisis struktural adalah tujuan yang bersifat deskriptif, yaitu menggunakan model ( yang telah diestimasi atau diperoleh solusinya) untuk mengetahui hubungan-hubungan kuantitatif dari peubah-peubah didalam model sehingga dapat menjelaskan fenomena (behavioral) yang relevan. Evaluasi/ analisis kebijakan adalah tujuan
15
deskriptif, yaitu menggunakan model untuk memilih satu atau kombinasi terbaik diantara beberapa alternatif skenario kebijakan yang dievaluasi ( Sinaga 2011). Jika dalam regresi sederhana jumlah variabel bebas yang digunakan untuk memprediksi variabel tergantung hanya satu, maka dalam regresi berganda jumlah variabel bebas yang digunakan untuk memprediksi variabel tergantung lebih dari satu. Pada awalnya analisis regresi berganda dikembangkan oleh para ahli ekonometri untuk membantu meramalkan akibat dari aktivitas-aktivitas ekonomi pada berbagai segmen ekonomi. Fenomena ekonomi dan bisnis bersifat kompleks sehingga perubahan suatu variabel tidak hanya disebabkan oleh satu variabel bebas tetapi juga dipengaruhi oleh variabel lain sehingga tidak dapat dijelaskan hanya dengan menggunakan satu variabel bebas saja (Suliyanto 2010). Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa dalam regresi berganda variabel tergantung dipengaruhi oleh dua atau lebih variabel bebas sehingga hubungan fungsional antara variabel tergantung (Y) dengan variabel bebas (X1, X2, X3..............Xn) secara umum dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X1, X2..........Xn) Dimana : Y
: Variabel tergantung (dependent)
X1, X2.......Xn
: Variabel bebas (independent) (Suliyanto 2010)
16
Kerangka Pemikiran Operasional Kebutuhan Beras Meningkat
Produksi Beras Dalam Negeri Tidak Mencukupi Faktor-faktor yang mempengaruhi : a. Produksi Beras DN b. Pengadaan Beras oleh Bulog c. Impor beras Vietnam d. Permintaan DN e. Harga Beras DN f. Tarif Impor beras.
Stok Tidak Mencukupi
Impor
BULOG Model Regresi Linear Berganda
Kinerja BULOG
Metode Deskriptif Mekanisme Cadangan Beras Nasional
Saran Kebijakan Perberasan
Ket :
= alur kerja penelitian = faktor-fakor yang mempengaruhi = metode yang digunakan Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional
Definisi Operasional Definisi operasional digunakan untuk menyamakan pemahaman konsep dan definisi variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : a. Produksi beras dalam negeri adalah total jumlah produksi beras yang dihasilkan oleh produsen (petani) dalam negeri pada periode tertentu dalam satuan ton.
17
b. Pengadaan beras oleh BULOG adalah total jumlah gabah/beras yang dibeli oleh BULOG untuk menjaga kestabilan produksi dan harga yang nantinya dipergunakan dalam keadaan tertentu. c. Impor beras Vietnam adalah total impor beras Vietnam yang masuk ke wilayah Indonesia pada periode tertentu dalam satuan ton. d. Permintaan dalam Negeri adalah jumlah total permintaan/konsumsi beras di dalam negeri pada periode tertentu, baik untuk memenui kebutuhan rumah tangga maupun industri, dalam satuan ton. e. Harga beras dalam negeri adalah harga beras per kilogram menurut harga produsen dalam satuan rupiah. f. Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap barang yang masuk ke Indonesia dalam satuan rupiah.
4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Indonesia dan Vietnam. Pemilihan ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan Vietnam merupakan eskportir beras terbesar di Asia Tenggara sedangkan pemilihan Indonesia dengan pertimbangan bahwa Indonesia saat ini termasuk negara exportir beras di Asia. Pengambilan data telah dilakukan pada bulan April 2012 hingga bulan Maret 2013. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada pihak BULOG dan data sekunder dengan time series tahunan dengan rentang waktu penelitian dari tahun 2000 sampai 2012. Data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi terkait yaitu Badan Urusan Logistik (BULOG), Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan dan VinaFood 2. Untuk kelengkapan serta penyesuaian data juga dilakukan pengumpulan data dari beberapa publikasi ataupun website seperti UNComtrade, WorldBank, International Rice Research Institute (IRRI), Food Agriculture Organization (FAO), dan Pusat Studi Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (PSEKP). Metoda Analisis Data Data akan di analisis secara deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan secara deskriptif melalui wawancara langsung dengan pihak BULOG serta juga studi literatur dan pendekatan persamaan regresi berganda. Analisis Deskriptif Analisis secara deskriptif digunakan untuk dapat mendeskripsikan bagaimana perkembangan mengenai cadangan berasa nasional saat ini dan bagaiamana kinerja BULOG dalam mengelola cadangan beras nasional.
18
Analisis Regresi Berganda Menurut Harmini (2009), Model analisis berganda terbaik untuk satu kasus, selanjutnya dapat digunakan untuk : 1. Memprediksi arah, besar dan sensitfitas perubahan variabel dependent sebagai respon atas perubahan variabel independent. 2. Memprediksi variabel dependent, berdasar atas nilai variabel independent. Pola hubungan linier antara 1 variabel dependent (Y) yang dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel independent ( X1,X1,X3,............Xj). Pada penelitian ini dapat terlihat fungsi persamaan linier berganda yang dimana dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel independent, berikut model persamaan : STOKB = α + ß1 TRFIM + ß2 HBDN + ß3 IMVT + ß4 TPBB + ß5 QDBD + ß6 PBDN + µ Dimana : STOKB TRFIM IMVT HRDN PBDN TPBB QDBD µ
: Stok Beras Nasional BULOG (Ton) : Tarif Impor (Rp/Kg) : Impor Beras Vietnam (Ton) : Harga Riil Beras Dalam Negeri (Rp/Kg) : Produksi Beras Dalam Negeri (Ton) : Total Pengadaan Beras (Ton) : Permintaan Dalam Negeri (Kg/kapita/tahun) : Kesalahan Pengganggu
Koefisien determinasi ( R2) Kesesuaian model di hitung dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu mengukur keragaman variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. Selang R2 yang dibutuhkan adalah 0 < R2 < 1. R2 = 1 berarti semua variasi respon pada variabel dapat dijelaskan dengan fungsi. Sedangkan R 2 = 0 berarti tidak satupun variasi pada variabel dapat dijelaskan oleh fungsi regresi. Dalam kenyataannya nilai R2 berada dalam selang 0 sampai 1 dengan interprestasi relatif terhadap ekstrim 0 dan 1. Nilai koefisien determinasi semakin mendekati 1 maka model akan semakin baik (Ambarinanti 2007). Untuk menguji secara statistik variabel independen yang digunakan berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, digunakan uji statistik –f dan uji statistik –t. Penggunaan uji statistik –f yang dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yan diajukan sudah layak untuk menduga parameter dalam fungsi cadangan Beras. Uji statistik-t digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing variabel independen secara terpisah, apakah variabel ke- i berpengaruh. Uji-F Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersamasama atau serempak berpengaruh terhadap variabel terikat. H0 diterima jika fhit < ftabel (α/2, n-k) dan –fhit > -ftabel (α/2, n-k) H0 ditolak jika fhit > ftabel (α/2, n-k) dan –fhit > -ftabel (α/2, n-k)
19
Artinya bila H0 diterima berarti variabel bebas secara bersama-sama tidak ada hubungan yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Apabila H0 di tolak berarti variabel bebas secara bersama-sama mempunyai variabel terikat. Uji-t Digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat dan hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 : b1 = 0 H1 : b1 ≠ Kriteria ujinya adalah H0 menyatakan tidak adanya yang signifkan dari variabel terikat , sedangkan H1 menyatakan adanya pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut : a) Bila thitung < ttabel berarti H0 diterima dan H1 ditolak atau b) Bila thitung > ttabel berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Penerimaan terhadap H0 berarti variabel bebas yang di uji tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas TRFIM, HBDL, IMVT, TPBB, QBDB, PBDL, PDB tidak berpengaruh terhadap H0 berarti variabel bebas yang di uji mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel bebasnya. Asumsi OLS (Ordinary Least Square) Metode pendugaan OLS bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimate), bila asumsi OLS terpenuhi. Adapun asumsi OLS yang dimaksud adalah model linear dalam koefisien (parameter), tidak terdapat mulitikolinear diantara variabel independent, komponen error tidak berpola (random), menyebar normal dengan nilai tengah nol, ragamnya homogen (homoskedatisitas), dan tidak terdapat autokorelasi (nonautokorelasi). 1.
Uji Multikolinearitas
Dalam model regresi yang mencakup lebih dua variabel independen sering ditemukan adanya multikolinear. Adanya multikolinear menyebabkan pendugaan koefisien regresi tidak nyata, walaupun R2 tinggi, tanda koefisien tidak sesuai dengan teori dan metode OLS penduga koefisien mempunyai simpangan baku yang sangat besar. Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk koefisien regresi ke-j. Nilai VIF mendekati 10 (<10) menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinear pada variabel independen (Ambarinanti 2007). 2.
Uji Autokorelasi
Dalam analisis regresi dengan data time series terdapat masalah autokorelasi. Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah error pada suatu persamaan bersifat independen atau dependen. Pengujian kemungkinan adanya autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Nilai hitung statistik d dibandingkan dengan nilai d tabel. Yaitu dengan batas bawah (dL) dan batas atas (dL). Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan : Jika d < dL, berarti ada autokorelasi positif. Jika d > 4-dL, berarti ada autokorelasi negatif. Jika dL < d < 4-dU, tidak ada korelasi negatif/ positif.
20
Jika dL = d atau 4-dU = d = 4-dL tidak dapat disimpulkan (Ambarinanti 2007). Pengolahan melakukan estimasi persamaan regresi berganda digunakan software SPSS 18. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Cadangan Beras Nasional dan Kinerja BULOG sebagai Lembaga yang Memiliki Wewenang dalam Melakukan Pengadaan Beras Kondisi Cadangan Beras Nasional Dalam rangka ketahanan pangan dan untuk situasi darurat (bencana alam dan bencana sosial), pemerintah perlu memiliki stok pangan (beras) yang dapat dengan segera didistribusikan. Selama ini, untuk keperluan darurat, pemerintah mengambil stok beras yang ada di BULOG, dan harus mengeluarkan dana untuk membayar beras tersebut. Hal ini menjadi tidak fleksible karena dana tersebut mungkin belum tersedia atau prosesnya lama sementara keadaan di lapangan menuntut penyediaan beras yang cepat. Menurut BPS stok merupakan sejumlah bahan makanan yang disimpan atau dikuasai oleh pemerintah atau swasta yang dimaksud sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Secara umum, pemegang stok gabah ada dua, yaitu pemerintah dipegang oleh BULOG sedangkan stok di masyarakat dipegang oleh petani. Untuk itu pemerintah perlu memiliki stok yang dapat setiap saat disalurkan sesuai keinginan pemerintah melalui BULOG sebagai institusi pemerintah yang selama ini telah menangani beras. Pengadaan beras oleh BULOG diperoleh melalui Mitra Kerja, Usaha Pengadaan Gabah & Beras (UPGB), Satuan Tugas tingkat Provinsi. Mitra Kerja adalah lembaga berbadan hukum atau badan usaha yang melakukan kerjasama dengan Perum BULOG dalam hal pembelian, pengolahan dan pemasaran gabah/ beras ke gudang BULOG. Satgas adalah satuan kerja yang dibuat atau dibentuk oleh divre/kasudivre pada waktu, tempat dan kondisi tertentu untuk melakukan pembelian gabah/beras, guna memenuhi kebutuhan persediaan dalam harga berpedoman pada HPP (Harga Pembelian Pemerintah). UPGB adalah unit usaha yang mendukung kegiatan pelayanan publik dan pengembangan usaha Perum BULOG untuk mencari keuntungan. Kondisi cadangan beras nasional oleh BULOG dapat dilihat pada Gambar 2.
21
Bulog
Penyimpanan (Stok harus 1 juta ton dari Produksi)
Pengadaan Dalam Negeri
Pengadaan Luar Negeri
Impor Mitra Kerja
UPGB
Satuan Tugas
80 %
10 %
10 %
Sentra Produksi
Jawa Tengah Jawa Barat Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan Aceh Lampung
Gambar 3 Kondisi cadangan beras nasional oleh BULOG Terkait dengan aspek pengelolaan dan pemeliharaan cadangan pangan pemerintah, peraturan pemerintah (PP) No 68 tahun 2002 menyebutkan secara tegas pentingnya peran pemerintah provinsi, kabupaten, pemerintah desa dalam menangani masalah pangan. Pada Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa BULOG melakukan penanganan masalah pangan dengan melakukan penympanan (stok) beras yang bekerjasama dengan lembaga swasta dan pemerintahan daerah. Berdasarkan wawancara dengan pihak BULOG memaparkan bahwa pengadaan beras yang dilakukan oleh BULOG untuk penyimpanan (stok) dengan ketentuan sebesar 1 juta ton untuk stok akhir tahun. Namun ketentuan stok akhir tahun yang hanya 1 juta ton diubah menjadi 3 juta ton pada tahun 2012, hal ini bertujuan
22
untuk dapat mencapai surplus beras di tahun 2014. Dalam penelitian ini stok beras yang dilihat adalah yang ada dalam BULOG. Praktek pengadaan yang oleh BULOG dilakukan melalui bantuan Mitra Kerja, UPGB dan Satgas. Mitra Kerja merupakan unit usaha yang merupakan milik BULOG yang memiliki kontribusi dalam pengadaan jumlah beras sebesar 80% penyerapan beras dari hasil produksi. Unit usaha ini bersifat swasta yang melakukan pengadaan beras jika harga beras di pasar berada dibawah harga HPP, untuk dapat menyelamatkan petani produsen agar tidak merasa dirugikan. Maulana dan Rachman (2010) menambahkan bahwa mitra kerja terdiri dari koperasi, non koperasi lembaga petani yang memiliki badan hukum. Mitra kerja ini dalam memenuhi kuota penyetoran gabah ke gudang BULOG yang telah disepakati dengan pihak BULOG diharuskan memenuhi kualitas gabah sesuai dengan Inpres perberasan No. 7/2009 yaitu kadar air maksimal 14% dan kadar hampa/ kadar kotoran maksimal 3 %. Menurut Sawit dalam penelitian mengenai pengadaan (2010), pada prakteknya dalam pengadaan sebagian besar beras/gabah dalam negeri, BULOG bekerjasama dengan penggilingan padi swasta atau Mitra Kerja. BULOG mengelompokkan penggilingan padi swasta ke dalam empat tipe, yaitu A, B, C, dan D. Setiap kelompok menggambarkan alat/proses pengeringan padi, kapasitas giling, dan tempat atau cara penyimpanannya. Kelompok tipe A adalah yang tertinggi dan tipe D terendah. BULOG tidak pernah bekerjasama dengan penggilingan padi tipe A karena mereka menghasilkan beras kualitas premium atau super, tetapi karena BULOG membeli beras berkualitas medium. Setiap tahun BULOG bekerjasama dengan 4 500 hingga 5 000 unit penggilingan padi skala kecil yang sebagian besar adalah penggilingan padi tipe D. Semakin banyak pengadaan BULOG pada kelompok C dan D, semakin tinggi permintaan terhadap beras berkualitas medium, dan semakin rendah insentif mereka untuk memperbaiki kualitas beras di luar kualitas medium. Diperkirakan 80% hasil penggilingan padi mereka ditampung oleh BULOG. Segmen pasar beras berkualitas medium terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningakatnya produksi dan volume pengadaan beras dalam negeri oleh BULOG. Sawit (2010) juga menambahkan pada era swasembada/surplus produksi, penyerapan gabah/beras oleh BULOG didorong hingga mencapai 10% atau sekitar 4 juta ton setara beras. Penyerapan yang tinggi untuk beras berkualitas medium telah berdampak luas terhadap kualitas pengadaan BULOG dan kualitas cadangan beras pemerintah yaitu menurun. Sejak terjadinya swasembada/surplus produksi beras periode 2008-2009, pemerintah terus mendorong peningkatan pengadaan BULOG dari rata-rata 1.8 juta ton pada periode 2008-2009, atau meningkatkan 1.6 juta ton/tahun. Peningkatan pengadaan dalam jumlah besar pada musim panen gadu dan musim panen panceklik secara teoritis sulit dilakukan, karena pada periode tersebut kualitas gabah/beras umumnya lebih baik dan harganya tinggi, lebih tinggi dari HPP. UPGB (Unit Pengadaan Gabah Beras) juga merupakan unit usaha yang berada dibawah BULOG, kontribusi pengadaan beras oleh UPGB adalah sebesar 10% penyerapan beras dari produksi. Dalam melaksanakan kegiatannya UPGB di bekali dengan fasilitas pengeringan dan mesin penggilingan gabah- beras, sehingga dapat meningkatkan kualitas gabah yang dibeli dari petani, setelah gabah memenuhi kualitas sesuai dengan kebutuhan dalam Inpres perberasan.
23
Satuan Tugas tingkat provinsi adalah divre/kasudivre BULOG yang berada di tingkat provinsi. Divre BULOG memiliki tugas dalam pengadaan beras di tingkat provinsi di Indonesia. Maulana dan Rachman (2010) menambahkan Satgas dibentuk oleh Kepala Divsi Regional (Kadivre) dalam pengamanan harga tingkat petani dalam pencapaian prognosa pengadaan dalam negeri dengan mempertimbangkan kondisi objektif di masing-masing wilayah kerja. Satgas ini tidak selalu ada tiap musim karena tergantung kebutuhan. Saat ini terdapat beberapa provinsi yang menjadi sentra produksi beras nasional, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera Selatan dan Aceh. Menurut Abubakar (2009) masalah penguasaan stok awal menjadi penting buat BULOG. Apabila stok awal terlalu rendah dapat memberi peluang spekulasi, berakibat pada instabilitas harga/sebaliknya. Stok itu menyebar di berbagai provinsi walaupun tidak sama jumlahnya. Sejumlah provinsi menguasai stok beras dan ada pula yang kecil. Pengalihan stok besar dan ada yang kecil. Pengalihan stok dari wilayah lebih ke daerah kurang, tidaklah sulit dan dapat dilakukan dengan cepat, karena keputusan itu berada dalam satu manajemen, serta transportasi tersedia, baik laut dan darat. Penguasaan stok dan penyaluran, tentu tidak dapat dipisahkan dengan pengadaan. Pada tahun 2008, BULOG tidak melakukan impor dan seluruh keperluan beras BULOG berasal dari pengadaan dalam negeri. Pada saat itu pengadaan beras dalam negeri telah mencapai 3.2 juta ton. Apabila cadangan beras untuk iron stok ini telah dimiliki oleh pemerintah, maka dalam perhitungan harga pokok beras BULOG tidak ada beban bunga untuk pengelolaan beras sejumlah iron stok tersebut seperti selama ini. dengan demikian akan dapat menekan harga pokok beras BULOG (HPB) sehingga HPB BULOG dapat lebih kompetitif dan efisien. Secara administrasi beras untuk stok tersebut dipisahkan dari pengelolaan beras BULOG lainnya yang diperuntukan keperluan penyaluran-penyaluran rutin, sedangkan dalam bentuk fisik beras tersebut tetap menyatu dengan stok beras BULOG lain namun jumlahnya harus tetap pada jumlah yang disepakati dan tersebar di seluruh Indonesia. Perkembangan peran BULOG Sebagai Lembaga yang Memiliki Wewenang dalam Pengadaan Beras Perjalanan Perum BULOG dimulai pada saat dibentuknya BULOG pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet No 114/U/Kep/5/1967 dengan tujuan pokok untuk mengamankan penyediaan pangan dalam rangka menegakkan eksistensi pemerintahan baru. Selanjutnya direvisi melalui Keppres No 39 tahun 1969 tanggal 21 Januari 1969 dengan tugas pokok melakukan stabilisasi harga beras, dan kemudian direvisi kembali melalui Keppres No 39 tahun 1987, yang dimaksudkan untuk menyongsong tugas BULOG dalam rangka mendukung pembangunan komoditas pangan yang multi komoditas. Perubahan berikutnya dilakukan melalui Keppres No 103 tahun 1993 yang memperluas tanggung jawab BULOG mencakup koordinasi pembangunan pangan dan meningkatkan mutu gizi pangan, yaitu ketika Kepala BULOG dirangkap oleh Menteri Negara Urusan Pangan.
24
Pada tahun 1995 dikeluarkan Keppres No 50, untuk menyempurnakan struktur organisasi BULOG yang pada dasarnya bertujuan untuk lebih mempertajam tugas pokok, fungsi serta peran BULOG. Oleh karena itu, tanggung jawab BULOG lebih difokuskan pada peningkatan stabilisasi dan pengelolaan persediaan bahan pokok dan pangan. Tugas pokok BULOG sesuai Keppres tersebut adalah mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka menjaga kestabilan harga bahan pangan bagi produsen dan konsumen serta memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan umum Pemerintah. Namun tugas tersebut berubah dengan keluarnya Keppres No 45 tahun 1997, dimana komoditas yang dikelola BULOG dikurangi dan tinggal beras dan gula. Kemudian melalui Keppres No 19 tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998, Pemerintah mengembalikan tugas BULOG seperti Keppres No 39 tahun 1968. Selanjutnya melalu Keppres No 19 tahun 1998, ruang lingkup komoditas yang ditangani BULOG kembali dipersempit seiring dengan kesepakatan yang diambil oleh Pemerintah dengan pihak IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI). Pada Keppres tersebut, tugas pokok BULOG dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar. Arah Pemerintah mendorong BULOG menuju suatu bentuk badan usaha mulai terlihat dengan terbitnya Keppres No 29 tahun 2000, dimana didalamnya tersirat BULOG sebagai organisasi transisi (tahun 2003) menuju organisasi yang bergerak di bidang jasa logistik di samping masih menangani tugas tradisionalnya. Pada Keppres No 29 tahun 2000 tersebut, tugas pokok BULOG adalah melaksanakan tugas Pemerintah di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras (mempertahankan Harga Pembelian Pemerintah – HPP), serta usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Arah perubahan tesebut semakin kuat dengan keluarnya Keppres No 166 tahun 2000, yang selanjutnya diubah menjadi Keppres No 103/2000. Kemudian diubah lagi dengan Keppres No 03 tahun 2002 tanggal 7 Januari 2002 dimana tugas pokok BULOG masih sama dengan ketentuan dalam Keppers No 29 tahun 2000, tetapi dengan nomenklatur yang berbeda dan memberi waktu masa transisi sampai dengan tahun 2003. Akhirnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No 7 tahun 2003 BULOG resmi beralih status menjadi Perusahaan Umum (Perum) BULOG. Sebagai lembaga penyangga pangan nasional, sebelum perubahan BULOG menjadi Perum, BULOG memiliki peran sentral dalam mengelola pangan nasional. Secara implisit BULOG diharuskan membuat kebijakan yang berpihak kepada konsumen dan produsen sekaligus tidak merugikan konsumen dengan berubahnya status BULOG menjadi Perum, sesuai dengan misi suatu lembaga ekonomi, tugas Perum BULOG lebih berorientasi pada usaha penciptaan keuntungan bagi perusahaan disamping tetap melaksanakan fungsi sosial seperti diamanatkan oleh perusahaan pemerintah. Hal–hal demikian diduga akan berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemantapan ketahanan pangan di daerah khususnya terkait dengan upaya stabilisasi harga melalui pengadaan dan atau penyaluran pangan.
25
Tabel 3 Perkembangan peran BULOG berdasarkan Keputusan Presiden Tahun 1967 1969 1987 1993
1995 1997
1998
2000
Perkembangan Peran BULOG Dibentuk pertama kali berdasarkan kepres Tugas pokok melalui stabilisasi harga beras Pembangunan komoditas pangan yang multikomoditas Koordinasi pembangunan pangan & meningkatkan mutu gizi pangan peningkatan stabilitas & pengelolaan persediaan bahan pokok dan pangan komoditas yang dikelola dikurangi & tinggal beras dan gula Ruang lingkup komoditas yang ditangani BULOG lebih dipersempit yaitu Beras Sebagai organisasi transisi menuju organisasi yang bergerak di bidang logistik
Keterangan
Mengendalikan harga dan mengelola persediaan pangan
Berdasarkan LoI
Pengadaan Distribusi Pengendalian Harga
2002 2003
Masih sama dengan ketentuan Keppres No 103/2000 BULOG resmi menjadi Perusahaan Umum BULOG
Kebijakan Keppres No 114/U/Ke/5/1967 Keppres No 39 Tahun 1969 Keppres No 39 Tahun 1987 Keppres No 103 Tahun 1993 Keppres No 50 Tahun 1995 Keppres No 45 Tahun 1997 Keppres No 19 Tahun 1998 Keppres 2000 Keppres 2000 Keppres 2000 Keppres 2002 Keppres 2003
No 29 Tahun No 166 Tahun No 103 Tahun No 03 Tahun No 07 Tahun
Sumber : BULOG (2013) Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stok Beras Nasional Volume Beras Impor Beras Vietnam (IMVT) dan Harga Beras Vietnam (HBVT) Sejak dimulainya Revolusi hijau di tahun 1970-an hingga pertengahan tahun 1980-an Indonesia berhasil memproduksi beras dengan jumlah produksi yang sangat tinggi hingga sempat mencapai swasembada pada saat itu. Namun sejak awal 1990-an, penawaran beras domestik tidak lagi mampu memenuhi permintaan beras dalam negeri, hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, sehingga impor beras meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga, saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor beras yang tertinggi di Asia. Sesuai dengan Instruksi Presiden No 3 Tahun 2012 untuk dapat memenuhi kebutuhan beras dalam negeri pemerintah tidak saja mengandalkan produksi dalam negeri saja tetapi juga melakukan impor dari luar negeri. Impor beras tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan permintaan tetapi juga sumber pengadaan beras luar negeri oleh BULOG. Impor beras diperoleh dari Thailand, Vietnam dan Kamboja. Lima tahun terakhir jumlah impor beras dari Vietnam sangat tinggi, hal ini disebabkan karena produksi beras Vietnam sangat tinggi dan pengeskpor beras
26
terbesar di Asia. Perkembangan volume impor beras Vietnam dan harga beras Vietnam dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Volume impor beras Vietnam dan harga beras Vietnam Impor (Kg) 287.641.984 2000 195.331.120 2001 2002 393.464.544 400.853.855 2003 39.271.082 2004 57.409.071 2005 332.664.032 2006 1.158.328.832 2007 74.156.496 2008 16.536.350 2009 685.862.976 2010 1.879.220.992 2011 384.997.750 2012 Sumber : WorldBank 2013 (diolah) Tahun
Harga Impor (Rp/kg) 1600 3300 3380 3200 4350 4590 2760 2850 4280 3830 4520 4800 4470
Berdasarkan Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa dari tahun 2000-2012 perkembangan impor beras Vietnam di Indonesia berfluktatif namun cenderung meningkat. Jumlah impor tertinggi terjadi pada tahun 2007 dan 2011 yaitu sebesar 1 158 328 832 Kg dan 1 879 220 992 kg. Sedangkan impor beras paling rendah adalah pada tahun 2009 yaitu sebesar 16 536 350 Kg. Besarnya jumlah impor beras yang masuk ke Indonesia disebabkan karena harga beras Vietnam yang relatif lebih murah dibandingkan dengan beras dalam negeri. Harga beras termurah adalah pada tahun 2000 yaitu Rp 1 600 dan harga tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 4 800. Harga beras Vietnam yang relatif murah hal ini disebabkan oleh pengelolaan yang dilakukan oleh dua perusahaan pemilik yaitu VinaFood1 dan VinaFood2 yang melakukan pengontrolan 65 % dari eskpor beras yang dilakukan oleh Vietnam. Total Pengadaan Beras oleh BULOG (TPBB) Dalam mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap beras, pemerintah berusaha melakukan pengadaan beras baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Berdasarkan data yang diperoleh melalui BULOG (2013) menunjukkan bahwa pengadaan beras yang dilakukan oleh pemerintah adalah sebesar 7.45% terhadap produksi yaitu sebesar 2 174 807 ton. Sedangkan pengadaan luar negeri adalah sebesar 531 140 ton di tahun 2000. Tahun 2001 jumlah pengadaan dalam negeri mengalami penurunan sebesar 7.11% dari produksi adalah 2 018 338 ton dan pengadaan luar negeri menurun hingga 68 737 ton. Tahun 2002 hingga akhir 2012 jumlah pengadaan beras dalam negeri dan luar negeri berfluktuatif. Jumlah pengadaan beras paling tinggi adalah pada tahun 2009 sebesar 3 625 522 ton yang berasal dari dalam negeri. Sedangkan pada tahun 2008-2009, BULOG tidak
27
melakukan pengadaan beras dari luar negeri karena jumlah produksi beras dalam negeri mencukupi jumlah permintaan masyarakat atau terjadinya swasembada/surplus produksi beras. Tahun 2012 total jumlah pengadaan beras oleh BULOG adalah sebesar 4 139 074 ton. jumlah pengadaan beras yang lebih besar daripada tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya target pemerintah untuk akhir tahun bahwa jumlah stok beras harus sebesar 2 juta ton (lampiran 2). Produksi Beras Dalam Negeri (PBDN) dan Harga Beras Dalam Negeri (HBDN) Untuk dapat mencapai swasembada beras nasional, pemerintah difokuskan untuk dapat meningkatkan produksi beras nasional. Namun pencapaiannya belum optimal. Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat perkembangan produksi beras nasional harga beras dalan negeri. Produksi beras nasional dari tahun 2000-2012 mengalami fluktuatif. Di tahun 2001 jumlah produksi beras menurun dari tahun 29 177 535 ton menjadi 23 369 052 ton. dari tahun 2003 hingga tahun 2011 produksi beras nasional terus meningkat namun kembali mengalami penurunan pada tahun 2011 dari 37 369 093 ton menjadi 36 959 560 ton. Penurunan jumlah produksi di tahun 2001 disebabkan adanya El-Nino sedangkan penurunan produksi pada tahun 2011 disebabkan oleh penurunan luas panen dan adanya konversi lahan pertanian ke lahan industri. Fluktuatif tidak berlaku pada harga beras dalam negeri karena harga beras terus meningkat setiap tahun hal ini disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi. Di tahun 2000 harga beras per Kg adalah sebesar Rp 2 335, hingga tahun 2004 harga beras masih berkisar sekitar Rp 2000-an. Namun pada tahun 2005 harga beras sudah mulai meningkat menuju harga Rp 3 334/Kg. Hingga akhir tahun 2012 harga beras dalam negeri mencapai Rp 8 057/Kg. Tabel 5 Produksi beras dalam negeri dan harga beras dalam negeri tahun 20002013 Tahun Produksi Beras (ton)* 2000 29.177.535 2001 23.369.052 2002 28.947.506 2003 29.311.761 2004 30.408.537 2005 30.443.747 2006 30.614.566 2007 32.133.910 2008 33.915.235 2009 36.205.056 2010 37.369.093 2011 36.959.560 2012 38.817.178 Sumber : * BULOG 2013 Kementrian Perdagangan 2013
Harga (Rp/kg) 2.335 2.449 2.842 2.795 2.795 3.334 4.337 5.071 5.446 5.705 6.512 7.379 8.507
28
Permintaan Dalam Negeri (QDBD) Beras merupakan pangan pokok utama bagi masyarakat Indonesia hampir 98 % masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras khususnya nasi sebagai makanan pokok. Dalam menghitung jumlah permintaan beras di Indonesia dapat dilihat data perkembangan konsumsi beras perkapita penduduk Indonesia yang dapat dilihat pada lampiran 3 untuk periode tahun 2000-2012. Tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia cenderung fluktuatif walaupun untuk beberapa tahun terakhir mulai menurun. Tahun 2001 angka konsumsi beras perkapita adalah 120.9 kg/kapita/tahun, angka ini meningkat dari tahun 2000 yaitu 120.5 kg/kapita/tahun. Jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahun, disebabkan oleh semakin tingginya angka kelahiran di Indonesia. 120 100 80 60 40
Kg/kapita/th
20 0
Gambar 4 Perkembangan jumlah permintaan beras dalam negeri melalui konsumsi kapita per tahun (2000-2012) Sumber : Badan Ketahanan Pangan 2013 Untuk dapat menghitung jumlah permintaan beras dalam negeri, dapat direfleksikan dengan menggunakan tingkat perkembangan konsumsi beras kapita pertahun di Indonesia. Pada Gambar 4 terlihat bahwa tingkat konsumsi cenderung menurun walaupun masih tergolong tinggi untuk tingkat konsumsi di Asia. Penurunan angka konsumsi beras perkapita bisa disebabkan karena mulai ditingkatkannya program diversifikasi pangan yang juga di dukung oleh pemerintah Indonesia dan juga mulai menerapkan subtitusi pangan, misalnya jika makanan pokok di Indonesia adalah beras maka dapat digantikan dengan jagung atau cereal seperti gandum. Tarif Impor Beras Setiap produk yang akan masuk ke Indonesia akan dikenakan pajak masuk atau yang sering dikenal dengan tarif impor. Untuk beras yang dimpor dari yang masuk ke Indonesia dikenakan tarif impor sebesar Rp 430/Kg. Tarif impor ini berlaku dari tahun 2000 hingga tahun 2005. Untuk tahun 2006 tarif impor beras mengalami kenaikan yaitu sebesar Rp 450/Kg. Harga ini berlaku hingga tahun 2011. Pada tahun 2012 tarif impor beras dihapuskan atau Rp 0/Kg. Pembebasan
29 10
tarif impor beras ini karena adanya perdagangan bebas yang sudah berkembang dari tahun 2005. Untuk mengetahui perkembangan Tarif Impor Beras di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perkembangan tarif impor beras di Indonesia tahun 2000-2012 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Sumber : Worldbank 2013 (diolah)
Tarif Impor (Rp/Kg) 430 430 430 430 430 430 450 450 450 450 450 450 0
Hasil Identifikasi Menggunakan Regresi Linear Berganda Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan data kuantitatif dengan analisis regresi berganda, yang diukur adalah pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan melihat variabel mana yang dominan mempengaruhi selama periode 2000-2012 (Lampiran 4). Dalam hal ini variabel bebas tarif impor beras (TRFIM) volume impor beras Vietnam (IMVT), produksi beras dalam negeri (PBDN), permintaan dalam negeri (QDBD), total pengadaan beras BULOG (TPBB), harga beras dalam negeri (HBDN), sedangkan variabel terikatnya adalah stok beras oleh BULOG (STOKB). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil penelitian yang telah diperoleh koefisien determinan (R2), statistik t dan F serta selanjutnya membuat kesimpulan dari hasil pengestimasian. Hasil Pendugaan Model Regresi Linear Berganda Analisis regresi dilakukan untuk dapat mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan beras oleh BULOG sebagai variabel tak bebas dengan faktor tarif impor beras (TRFIM), impor beras Vietnam (IMVT), jumlah permintaan dalam negeri (QDBD), total pengadaan beras BULOG (TPBB), produksi beras dalam negeri (PBDN), dan harga beras dalam negeri (HBDN) sebagai variabel bebas. Dalam memperoleh faktor yang secara statistik atau signifikan mempengaruhi stok beras semua variabel bebas diikutsertakan dalam model regresi kemudian dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi stok beras nasional dengan melihat koefisien faktor-faktor tersebut dalam model regresi yang
30
didapatkan (lampiran 5). Hasil pengolahan data sekunder dengan menggunakan program SPSS diperoleh persamaan linear berganda sebagai berikut : STOKB = 1 325 000 – 3124.85 TRFIM – 97 423.2 HBDN + 0.115 IMVT + 0.656 TPBB – 53 084 QDBD – 0.094 PBDN Dengan memasukkan semua variabel diperoleh model persamaan stok beras nasional. Model terbaik didapatkan setelah menambahkan faktor tarif impor beras (TRFIM) yang mempengaruhi stok beras nasional. Nilai R2 yang diperoleh adalah 0.902 artinya bahwa adanya korelasi anatara variabel bebas dengan variabel terkait adalah sebesar 0.902. Dalam hal ini karena regresi linear berganda dengan delapan variabel bebas maka dikatakan bahwa korelasi berganda variasi tarif impor beras (TRFIM), impor beras vietnam (IMVT), harga beras dalam negeri (HBDL), jumlah permintaan dalam negeri (QBDB), total pengadaan beras oleh BULOG (TPBB), pendapatan perkapita (PDB), produksi beras dalam negeri (PBDL) adalah sebesar 0.902. Koefisien determinasi sebesar 0.950 berarti bahwa variasi stok beras oleh BULOG dapat dijelaskan oleh variasi tarif impor beras (TRFIM), impor beras vietnam (IMVT), harga beras dalam negeri (HRDN), jumlah permintaan dalam negeri (QBDB), total pengadaan beras oleh BULOG (TPBB), pendapatan perkapita (PDB), produksi beras dalam negeri (PBDN) sebesar 95 % atau variabel-variabel tersebut mampu mempengaruhi 95 persen sedangkan 5 persen dijelaskan oleh variabel lainnya. Pengujian parameter secara keseluruhan untuk faktor yang mempengaruhi stok beras oleh BULOG dimaksudkan untuk melihat pengaruh bersama-sama antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai P value pada 0.003 yaitu sebesar 0.05 yang menunjukkan bahwa variabel penjelas yang ada di dalam model berpengaruh nyata pada taraf 95% secara bersama-sama terhadap stok beras oleh BULOG. Selain itu pengujian parameter dapat juga dilakukan dengan melihat nilai F hitung model tersebut. pada model dihasilkan nilai F hitung sebesar 9.180 yaitu lebih besar dibandingkan nilai F tabel pada taraf nyata 95 %. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama tarif impor beras (TRFIM), harga beras dalam negeri (HRDN), total pengadaan beras oleh BULOG (TPBB), impor beras vietnam (IMVT), produksi beras dalam negeri (PBDN), permintaan beras dalam negeri (QDBD) berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa variasi peubah bebas dalam persamaan tersebut secara bersama dapat menjelaskan degan baik varian variabel terikat. Untuk uji normalitas dilakukan pengujian dengan menggunakan P-Plot of Regression Standardized antara Expected Cummulatif Probability dengan menunjukkan bahwa titik-titik tersebar disekitar garis lurus yang berarti asumsi kenormalan sudah terpenuhi (lampiran 5). Selain itu berdasarkan uji autokorelasi dengan menggunakan Durbin-Watson yang dihitung dengan menggunakan program SPSS 18. Persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi stok beras oleh BULOG memiliki nilai DW sebesar 2.693, dimana nilai ini mencerminkan tidak terdapatnya autokorelasi dalam model persamaan tersebut. persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut :
31
Tabel 7 Faktor – faktor yang mempengaruhi stok beras nasional
Parameter
Std error
Fhitun
Tarif Impor
-3124.85*
690.408
Harga beras DN
-97 423.2*
25 656,8
4.277
0.009
Impor Beras Vietnam
0,115
0.163
0.724
0.508
Total Pengadaan
0,094*
0.153
4.277
0.005
Jumlah Permintaan
-53 084.6*
16 907
3.140
0.020
-0.094**
0,045
2.101
0.080
g
9.180
Watson 2.693
R
R Square
thitung 4.526
*Produksi Beras DN Taraf nyata 95% *signifikan 5% **signifikan 10%
Koefisien
Durbin -
0.950
0.902
Sig 0.004
Analisis Variabel-Variabel yang Berpengaruh Terhadap Stok Beras Dari hasil perhitungan analisis regresi di atas, maka dapat dijelaskan pengaruh masing-masing variabel bebas yang berupa faktor-faktor yang mempengaruhi stok beras BULOG dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Tarif Impor Beras (TRFIM)
Koefisien regresi TRFIM (tarif impor beras) adalah sebesar -3 124.85. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan Rp 1/kg tarif impor beras akan menurunkan volume cadangan beras sebanyak 3 124.85 kg dengan asumsi faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa stok beras akan berkurang jika tarif impor beras terus meningkat. Tanda negatif pada variabel tarif impor beras sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan. Tarif akan meningkatkan harga barang di negara pengimpor, sehingga kalangan konsumen dinegara pengimpor relatif merugi, dengan tingginya harga karena tarif stok beras yang berasal dari impor menurun. Sedangkan para produsen di negara pengimpor memperoleh keuntungan. Jika tarif impor dikenakan sebesar Rp 1/kg maka jumlah stok beras akan berkurang sebesar 3 124.85 kg. Beban tarif yang dikenakan meningkatkan harga beras impor sehingga jumlah stok beras yang berasal dari luar negeri akan menurun. Hasil perhitungan P value tarif impor beras bernilai 0.004 yang berarti berpengaruh nyata pada taraf 0.05 terhadap stok beras oleh BULOG. Hal tersebut menjelaskan bahwa tarif impor beras berpengaruh nyata terhadap penurunan atau peningkatan stok beras oleh BULOG, dengan kata lain tarif impor beras merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi stok beras oleh BULOG. Tarif membawa biaya sekaligus manfaat. Pengenaan tarif terhadap suatu barang dari suatu industri tertentu tidak hanya melindungi perusahaan yang
32
memproduksi barang tersebut di dalam negeri. Tarif juga melindungi pendapatan petani dan masukan lainnya yang dihitung dalam pertambahan nilai (value added) industri tersebut. Jadi penggunaan tarif terhadap beras mungkin akan membantu bukan hanya petani tetapi juga perusahaan yang menjual beras (Kindleberger 1993). Artinya secara teori jika beras impor yang masuk ke Indonesia dikenakan tarif maka hal ini akan menguntugkan bagi produsen karena akan meningkatkan jumlah produksi dalam negeri. Secara tidak langsung jumlah stok beras juga berkurang jika tarif semakin meningkat karena jumlah beras impor yang masuk ke Indonesia juga berkurang. 2.
Harga Riil Beras Dalam Negeri (HRDN)
Koefisien regresi HRDN (harga riil beras dalam negeri) adalah sebesar -97 423. 2. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan Rp 1/kg harga beras akan menurunkan jumlah stok beras sebesar 97 423.2 kg dengan asumsi faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa stok beras akan berkurang jika harga beras dalam negeri meningkat. Tanda negatif pada variabel harga beras dalam negeri sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan. Secara teori stok merupakan penggerak untuk menjinakkan gejolak harga, sehingga harga akan relatif lebih stabil, yaitu pada batas-batas yang telah ditentukan (price range). Apabila harga meningkat sampai melebihi batas tertinggi (ceiling price), maka cadangan dilepaskan ke pasar sehingga harga akan turun. Sebaliknya, apabila harga turun sampai dibawah harga dasar (floor price) maka BULOG sebagai pengelola harus siap membeli agar kelebihan supply di pasar dapat diserap sehingga harga kembali dapat bergerak ke atas (Basri dan Munandar 2010). Kenaikan harga beras dalam negeri sebesar Rp 1/kg akan menurunkan jumlah stok beras sebesar 97 423.3 kg. Karena apabila harga meningkat maka BULOG harus melepaskan cadangan beras ke pasar sehingga harga kembali turun. Namun jika harga tersebut menurun Rp 1/kg maka, BULOG harus membeli kelebihan supply yang ada di pasar sehingga harga kembali normal. Hal ini dilakukan oleh BULOG untuk tetap menjaga keseimbangan harga pasar dan tidak merugikan konsumen dan produsen. Hasil perhitungan P value, variabel harga beras dalam negeri bernilai 0.009 berpengaruh nyata pada taraf 0.05 terhadap stok beras oleh BULOG. Hal tersebut menjelaskan bahwa harga beras dalam negeri berpengaruh nyata terhadap penurunan atau peningkatan stok beras oleh BULOG, dengan kata lain harga beras dalam negeri merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi stok beras oleh BULOG. 3.
Total Pengadaan Beras BULOG (TPBB)
Koefisien regresi TPBB (Total Pengadaan Beras oleh BULOG) adalah sebesar 0.656 menyatakan bahwa setiap peningkatan 1 ton pengadaan beras oleh BULOG akan meningkatkan volume stok beras sebesar 0.656 ton dengan asumsi faktor lainnya tetap. Artinya meningkatnya total pengadaan beras oleh BULOG akan meningkatkan jumlah stok beras yang ada di BULOG. Secara teori volume stok beras akan meningkat jika jumlah pengadaan beras dari dalam negeri meningkat karena sebagian besar dari stok beras yang ada di BULOG berasal dari pengadaan beras dalam negeri. Oleh karena itu setiap peningkatan 1 ton total
33
pengadaan beras dalam negeri akan meningkatkan volume stok beras secara langsung sebesar 0.656 ton. Tanda positif pada variabel total pengadaan beras oleh BULOG sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan. Pengadaan beras yang dilakukan BULOG agar tetap mampu untuk dapat memenuhi stok beras BULOG maka perlu ditingkatkan produksi dalam negeri. Total pengadaan beras yang dilakukan oleh BULOG adalah berasal dari produksi beras dalam negeri. Hasil perhitungan P value variabel Total pengadaan beras bernilai 0.005 yang berarti berpengaruh nyata pada taraf 0.05 terhadap stok beras oleh BULOG. Hal tersebut menjelaskan bahwa total pengadaan beras oleh BULOG berpengaruh nyata terhadap penurunan atau peningkatan stok beras oleh BULOG, artinya total pengadaan beras oleh BULOG merupakan salah satu faktor yang penting dalam mempengaruhi stok beras oleh BULOG. 4.
Jumlah Permintaan Dalam Negeri (QDBD)
Koefisien regresi QDBD sebesar -53 084.2 menyatakan bahwa setiap penambahan permintaan 1 kg/kapita konsumsi beras akan mengurangi volume cadangan beras sebesar 53 084.2 dengan asumsi faktor lainnya tetap. Artinya meningkatnya permintaan beras dalam negeri akan mengurangi jumlah stok beras yang ada di BULOG. Tanda negatif pada variabel jumlah permintaan beras dalam negeri sesuai dengan yang diharapkan karena meningkatnya jumlah permintaan beras dalam negeri akan menurunkan jumlah stok beras oleh BULOG. Secara teori jumlah permintaan beras dalam negeri di refleksikan dalam konsumsi beras kg/kapita/tahun rakyat Indonesia. Jika konsumsi meningkat maka jumlah stok akan menurun karena adanya kewajiban BULOG untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri melalui pendistrbusian beras yang merata di setiap daerah yang ada di Indonesia. Hasil perhitungan P value variabel jumlah permintaan dalam negeri bernilai 0.020 yang berarti berpengaruh nyata pada taraf 0,05 terhadap stok beras oleh BULOG. Hal tersebut menjelaskan bahwa jumlah permintaan beras dalam negeri berpengaruh terhadap penurunan atau peningkatan stok beras oleh BULOG, artinya jumlah permintaan beras dalam negeri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stok beras oleh BULOG. 5.
Produksi Beras Dalam Negeri (PBDL)
Koefisien regresi produksi beras dalam negeri adalah sebesar -0.094. Menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 ton produksi beras akan mengurangi jumlah stok beras sebesar 0.094 dengan asumsi faktor lainnya tetap. Jumlah produksi yang meningkat tetapi belum tentu mencukupi stok karena tingkat konsumsi yang tinggi dibandingkan dengan tingkat produksi. Tanda pada variabel menunjukkan tanda negatif artinya tidak sesuai dengan parameter yang diharapkan. Secara teori jika produksi beras dalam negeri meningkat maka jumlah stok beras akan meningkat. Namun hasil koefisien regresi menunjukan tanda negatif, artinya produksi beras dalam negeri defisit. Walaupun jumlah produksi dalam negeri meningkat tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan stok karena pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah produksi yang ada. Hasil perhitungan P value variabel produksi beras dalam negeri bernilai 0.080 yang berarti berpengaruh nyata pada taraf 0.1
34
terhadap stok beras oleh BULOG. Hal ini menunjukkan bahwa produksi beras dalam negeri merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi stok beras oleh BULOG. Terdapat lima variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap cadangan beras nasional. Sedangkan variabel yang tidak memiliki pengaruh nyata terhadap stok beras nasional Impor Beras Vietnam (IMVT). Koefisien regresi IMVT (impor beras Vietnam) adalah sebesar 0.115 menyatakan bahwa setiap peningkatan 1 ton impor beras Vietnam akan meningkatkan volume stok beras BULOG sebesar 0.115 dengan asumsi faktor lainnya tetap. Artinya meningkatnya jumlah impor beras Vietnam akan meningkatkan jumlah stok beras yang ada di BULOG. Tanda positif pada koefisien impor beras Vietnam sesuai dengan parameter dugaan yang diharapkan. Hal tersebut menjelaskan bahwa ketika impor beras Vietnam meningkat atau menurun maka stok beras BULOG akan meningkat karena pengadaan beras tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri yaitu melalui impor. Hal ini disebabkan karena impor beras yang masuk ke Indonesia tidak hanya dari Vietnam. Tetapi terdapat negara-negara lain, seperti Thailand, Jepang, Pakistan, India, Myanmar, dll. Namun negara yang memiliki jumlah ekspor beras di Indonesia adalah Thailand dan Vietnam. Hasil perhitungan P value variabel impor beras Vietnam bernilai 0.508 yang berarti tidak berpengaruh nyata pada taraf 0.05 terhadap stok beras oleh BULOG. Hal ini menjelaskan Impor beras Vietnam tidak berpengaruh secara nyata terhadap penurunan atau peningkatan stok beras BULOG, sehingga impor beras Vietnam bukan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi stok beras BULOG. Impor diperlukan jika produksi dalam negeri kita tidak dapat memenuhi permintaan dalam negeri seperti misalnya jika produksi beras Indonesia mengalami penurunan sehingga untuk dapat memenuhi permintaan dalam negeri BULOG harus mengambil tindakan untuk melakukan impor beras. Jika impor yang dilakukan terlalu besar maka akan menimbulkan kerugian bagi petani kita. Oleh sebab itu impor dapat diminimalkan dengan cara megurangi konversi lahan, peningkatan teknologi baik panen maupun pasca panen untuk dapat meningkatkan produktivitas. Mekanisme Stok Beras di Indonesia Dalam kajian mengenai manajemen stok beras bersama Kementerian Pertanian diperoleh hasil yang mengenai perilaku stok beras mulai dari tingkat rumah tangga petani hingga pemerintah melalui BULOG. Perilaku stok di tingkat petani berdasarkan proporsi terbesarnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras rumah tangga dan motif berjaga-jaga. Dengan semakin kecilnya hasil panen petani, proporsi gabah yang di stok akan lebih besar. Kondisi ini mengakibatkan ketersediaan beras di pasar tidak sebesar hasil panennya jumlah gabah yang di stok di tingkat petani, proporsi gabah yang di stok akan lebih besar. Kondisi ini mengakibatkan ketersediaan di pasar tidak sebesar hasil panennya jumlah gabah yang di stok di tingkat petani berkisar antara 14-19 % dari hasil panen. Kecendrungan untuk melakukan stok di tingkat petani juga dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya terkait penurunan produksi dan peningkatan harga beras. Harga beras yang terus menerus mengalami gejolak akan menimbulkan motif stok yang lebih besar dimusim berikutnya.
35
Mekanisme Stok Beras di Indonesia
Petani
Jumlah Produksi Harga Jual Gabah Jumlah Anggota Keluarga
Stok hanya Motif memperoleh Keuntungan. Diperoleh 80 % dari Petani
Tengkulak
RMU
Grosir
Ritel
Stok dilakukan Untuk Kebutuhan RT dan sosial
Kapasitas Gudang Cadangan yang dimiliki Jumlah Pesaing
Luas Gudang Volume Penjualan
Intervensi Pemerintah (Kasubdivre/Sub divre
Konsumen Organisasi Konsumen Individu
Keterangan : : Faktor yang mempengaruhi : Peran Pemerintah : Tujuan melakukan stok : Simpul tataniaga beras Gambar 5 Mekanisme stok beras di Indonesia Pada gambar 5 dapat dilihat simpul tataniaga yang memerlukan perhatian khusus terhadap kelancaran pasokan gabah/beras meliputi petani, tengkulak, RMU dan gosir. Pada kasus aliran gabah, maka petani sebagai pelaku utama, berprilaku melakukan stok juga, stok yang dilakukan lebih bersifat cadangan guna keperluan rumah tangga dan sosial. Sedangkan faktor yang mempengaruhi besar cadangan tersebut adalah jumlah produksi, harga jual gabah, jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan rumah tangga tani. Sekitar 80% melakukan penjualan gabah melalui tengkulak sebanyak 26.6 persen melakukan stok dengan motif mencari keuntungan. RMU dan grosir adalah merupakan penghubung dari aliran beras ke konsumen dan dapat juga menjadi
36
faktor pemicu menigkatnya harga karena adanya perilaku spekualsi dari kedua simpul tataniaga ini. Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi stok gabah di tingkat RMU yaitu kapasitas gudang, dana cadangan yang dimiliki dan jumlah pesaing, maka kapasitas gudang menjadi sesuatu yang dapat diintervensi oleh pemerintah. Pada tingkat grosir faktor-faktor yang mempengaruhi stok beras adalah luas gudang dan volume penjualan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, faktor yang dapat diintervensi oleh pemerintah untuk menjamin kelancaran pasokan beras dan control terhadap kondisi pasokan adalah faktor kapasitas gudang, sehingga penerapan sistem resi gudang dengan memperdayakan gudang BULOG dan atau gudang pemerintah lainnya yang memang diperuntukkan untuk pangan yang beroperasi di bawah kapasitas maksimalnya. Stok di tingkat ritel dipengaruhi oleh konsumen organisasi dan konsumen individu, merupakan faktor yang tidak perlu untuk diintervensi oleh pemerintah, mengingat stok yang dilakukan juga lebih bersifat cadangan untuk keperluan bisnis dan keperluan konsumsi sehari-hari, yang rata-rata waktu melakukan cadangan beras yang dilakukan tidak lebih dari 7 hari, sehingga tidak diperlukan adanya intervensi untuk pemerintah untuk saat ini. Jika dilihat dari sistem tataniaga, saluran tataniaga yang paling efektif adalah petani, tengkulak, RMU, grosir beras, retail dan konsumen. Meskipun demikian, pembagian margin diantara pelaku tataniaga tersebut, masih terdapat ketidakadilan. Ketidakadilan yang terjadi adalah pembagian margin tataniaga diantara pelaku tataniaga, dimana petani mendapatkan margin yang lebih rendah dibandingkan dengan pelaku tataniaga lainnya. Sulit bagi petani untuk melepaskan diri dari tengkulak karena tengkulak merupakan keadaan yang diakibatkan oleh lemahnya kelembagaan petani terutama akses permodalan dan pemasaran. Walaupun harga beras meningkat tidak selalu mencerminkan peningkatan harga gabah. Sehingga petani belum tentu menikmati keuntungan dari banyaknya kejadian meningkatnya harga beras. Dalam mekanisme stok beras di Indonesia dan juga tataniaga nya terdapat hal yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya regulasi yang mengatur tataniaga beras dan perlindungan terhadap petani sehingga sulit bagi semua pihak untuk dapat mengetahui rantai pasok aliran beras. Jika dikaitkan dengan cadangan beras dapat dilihat sistem manajemen cadangan beras di Indonesia sudah di terapkan mulai dari tingkat keluarga RT petani, yang dimana cadangan beras yang dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan RT petani saja. Cadangan pangan yang awalnya difungsikan untuk menjaga keamanan pangan disaat keadaan darurat namun kenyataannya cadangan beras tersebut digunakan untuk memperoleh keuntungan. Cadangan beras yang bertujuan memperoleh keuntungan terjadi pada tingkat tengkulak. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya proses pendistribusian beras. Karena tengkulak hanya akan menjual jika ada permintaan pada satu pihak tertentu yang mampu membeli dengan harga lebih tinggi. Sedangkan pihak yang hanya mampu membayar dengan harga yang lebih rendah akan sulit untuk dapat memenuhi permintaan terhadap beras. Oleh sebab itu diperlukan adanya intervensi dari pemerintah pada tingkat RMU dan grosir. Pada kapasitas gudang dan cadangan yang dimiliki diperlukan intervensi pemerintah jika terjadi spekulasi harga dari kedua simpul tataniaga.
37
Pada tingkat grosir faktor-faktor yang mempengaruhi stok beras adalah luas gudang dan volume penjualan. Dilihat dari faktor-faktor tersebut, maka faktor yang dapat diintervensi oleh pemerintah untuk menjamin kelancaran pasokan beras dan control terhadap kondisi pasokan adalah pada faktor kapasitas gudang, sehingga penerapan sistem resi gudang dengan memberdayakan gudang bulog dan atau gudang pemerintah lainnya yang memang diperuntukkan untuk pangan yang beroperasi di bawah kapasitas maksimalnya. Pada rantai stok yang sudah digambarkan diatas, mekanisme dalam melakukan impor beras adalah pada saat jumlah produksi beras yang ada di petani sedikit sehingga jumlah beras yang didistribusikan oleh pedagang tidak mencapai semua kebutuhan atau permintaan konsumen atau terjadi ketidaklancaran pendistribusian beras oleh simpul rantai tataniaga. Impor merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah yang dapat dilakukan untuk pemerataan pendistribusian beras dengan melakukan pengadaan dari luar negeri sebagai cadangan yang nantinya disimpan oleh pemerintah. Pihak yang melakukan pengontrolan adalah Kasubdivre/Subdivre yang ada di setiap wilayah produksi beras. Kasubdivre/Subdivre merupakan perwakilan BULOG yang ada di setiap provinsi yang memiliki tugas dalam memberikan laporan terkait jumlah stok beras yang ada dalam satu provinsi berdasarkan aliran tataniaga beras. Oleh karena itu, intervensi pemerintah diberikan melalui Kasubdivre/Subdivre dengan memperhatikan faktor-faktor yang ada pada rantai tataniaga beras. Langkah Strategi dalam Pencapaian Cadangan Beras Nasional yang Maksimal Indonesia memiliki permasalahan perberasan yang kompleks. Melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi stok beras nasional dapat disimpulkan bahwa yang menjadi kendala dalam perberasan di Indonesia adalah lemahnya produksi dan jumlah permintaan beras dalam negeri. Perkembangan produksi beras di Indonesia terus mengalami peningkatan tetapi belum mampu memenuhi permintaan beras dalam negeri walaupun secara statistik tingkat konsumsi mulai menurun. Oleh karena itu hingga saat ini Indonesia bergantung pada impor beras. Semenjak tidak ada tarif impor beras, jumlah beras yang masuk ke Indonesia juga semakin banyak. Sedangkan harga beras impor jauh lebih murah dibandingkan dengan harga beras dalam negeri. Semua hal tersebut menjadi kendala cadangan beras dimana kita harus bergantung pada impor, konsumsi perkapita yang meningkat dan harga yang meningkat. Untuk menghadapi kendala-kendala yang terdapat dalam mekanisme stok beras nasional, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah : 1.
Peningkatan Produksi Beras Dalam Negeri
Melalui pembaharuan kebijakan produksi yang berlaku saat ini atau yang juga dikenal dengan Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) yang dimulai sejak awal tahun 2007. Target dari program ini adalah peningkatan produksi 2 juta ton beras atau tumbuh sekitar 5 % untuk pemenuhan pengadaan beras dalam negeri. Dengan adanya program ini dapat dilakukan pembenahan di bidang on farm. Pembenahan di bidang on farm dapat dilakukan dengan pembenahan produksi beras dalam negeri melalui sentra produksi beras yang ada di Indonesia. Jika produksi beras meningkat maka dapat menutupi kekurangan permintaan
38
beras dalam negeri yang selama ini tidak tercukupi. Pengembangan R&D dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada para petani bagaimana dalam meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Pemberian informasi yang lebih terbaru kepada para petani padi baik mengenai harga atau teknologi baru. Dalam menunjang keberhasilan dalam meningkatkan produksi dan produktivitas beras nasional, pemerintah perlu melakukan pemberian subsidi bagi yang sesuai dengn jumlah yang dibutuhkan oleh para petani. Pemberian subsidi dapat dilakukan seperti subsidi langsung berdasarkan nilai jenis usaha tani dan lahan pertanian serta adanya subsidi tetap yang sudah dianggarkan pemerintah. Pemberian sudsidi sepertinya cukup berhasil diterapkan pada petani Jepang. Jika pemerintah Indonesia mencoba untuk menerapkannya, tingkat kesejahteraan petani akan meningkat dan produksi beras akan meningkat pula. Suksesnya produksi beras Vietnam tidak terlepas dari teknologi panen dan pasca panen yang dilakukan oleh petani Vietnam. Hal ini dapat diterapkan oleh petani padi yang ada di Indonesia karena kondisi geografi antara Indonesia dan Vietnam yang sama. Dalam melakukan penyimpanan selama penggilingan sebaiknya dilakukan 1-3 bulan. Hal ini dilakukan untk menghindari rusaknya beras serta dapat menjaga kualitas dari beras tersebut. Secara ekstensifikasi produksi dapat dilakukan dengan mengurangi konversi lahan pertanian ke lahan industri. Karena hal ini akan mengurangi luas penen padi di Indonesia. Kasus yang sama juga terjadi di Jepang dan Singapura dimana jumlah luas areal tanaman padi mulai berkurang tetapi mereka tidak merasa kehilangan supply beras. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi pangan. Hal ini mugkin dapat diterapkan di Indonesia. Untuk tetap dapat menjaga supply beras yang ada di Indonesia, masyarakat Indonesia dapat melakukan penganekaragaman pangan untuk mengkonsumsi gandum, jagung, sayur-sayuran ataupun kedelai. Makanan tersebut menjadi makanan alternatif jika kebutuhan beras tidak dapat mencukupi pada satu waktu. Hal yang sama juga disampaikan oleh Lubis (2005), bahwa diversifikasi pangan melalui domestic support yaitu dimana mengkonsumsi pangan selain beras dan hal ini juga akan membatasi jumlah impor beras yang masuk ke Indonesia serta menjaga kestabilan jumlah supply beras yang ada di Indonesia. 2.
Merevitalisasi Peran BULOG
Pada tataniaga beras dan gabah, maka dibutuhkan revitalisasi BULOG sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk meregulasi dan mengontrol perdagangan dan pengadaan beras dan gabah. Hal yang harus dilakukan oleh BULOG adalah Mengawasi saluran tataniaga beras dari petani padi hingga konsumen akhir. Melakukan penyerapan hasil produksi beras yang ada pada petani sebagai pengadaan beras dalam negeri, mengatur dan mendata kapasitas rice mill, sebagai regulasi dan fasilitator perdagangan beras serta juga sebagai price control. Dari sisi tataniaga beras perlu dilakukan revitalisasi peran BULOG agar dapat menjadi Perum yang setara dengan VinaFood. BULOG harus mampu melakukan dan menangani pengadaan, penyimpanan (stok), pengolahaan dan perdagangan beras daerah kabupaten, propinsi, nasional dan internasional. BULOG harus memiliki kewenangan melaksanakan pengadaan dan distribusi beras di daerah, nasional dan internasional tanpa campur tangan pihak luar selama kesetimbangan pasar beras tercapai dan tujuan yang ditetapkan pemerintah pada
39
BULOG untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan perdagangan dapat dilakukan dengan baik. Revitalisasi peran BULOG dapat juga dengan cara mengadaptasi sistem manajemen stok yang ada di Vietnam atau Jepang. BULOG dapat membangun kerjasama yang solid dengan petani sehingga petani di Indonesia lebih merasa diperhatikan seperti yang dilakukan oleh Vinafood dengan para petani padi yang ada di Vietnam. Namun hal ini tidak lepas dari pengawasan pemerintah mulai dari tingkat kabupaten yang patuh dan komitmen terhadap kebijakan beras yang ada di Indonesia. Kerjasama BULOG tidak hanya dengan petani saja tetapi juga dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang perberasan yang memiliki peran dalam memudahkan penyaluran beras dari petani hingga konsumen akhir. Untuk dapat meminimalkan biaya tataniaga beras yang ada di Indonesia, pemerintah dapat melakukan pemotongan saluran tataniaga, seperti sistem yang ada pada tataniaga beras di Jepang. Produksi yang ada di petani langsung di salurkan ke BULOG, dari tangan BULOG akan menyalurkan ke pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjual ke konsumen akhir. Mempersingkat saluran tataniaga beras sendiri akan meningkatkan peran BULOG sebagai distributor utama dalam menyalurkan beras hingga ke tangan konsumen dan hal ini akan jauh lebih efisien. Revitalisasi dari segi stabilisasi harga oleh BULOG dapat dilakukan melalui price control. Control terhadap perdagangan bebas dapat dilakukan melalui penetapan harga dasar (floor price) yang akan berpengaruh terhadap keuntungan petani dan juga kesejahteraan petani. Selanjutnya juga penetapan harga maksimum (ceilling price) yang bertujuan untuk melindungi konsumen. Menurut Firdaus, Baga, Pratiwi (2008) perlindungan terhadap konsumen beras dapat dilakukan melalui kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga agar komoditas pangan pokok masih dalam jangkauan daya beli konsumen, terlebih golongan ekonomi bawah. Idealnya, harga beras di tingkat konsumen harus mampu diakses oleh seluruh golongan masyarakat dengan harga yang sesuai untuk setiap jenis dan kualitas beras. Selain itu, harga di pasar seharusnya memberikan keuntungan bagi petani produsen maupun konsumen. Jika terjadi kerawanan pangan, BULOG sebagai stabilitator harga beras akan melakukan OPM (Operasi Pasar Murah) di wilayah yang mengalami kelangkaan dan kerawanan pangan. Beras yang dijual melalui OPM harganya biasanya lebih rendah sekitar 10-15 persen dibanding harga pasar. Dalam Kusumaningrum (2008) bahwa kebijakan HDPP lebih efektif jika dibandingkan dengan harga dasar gabah jika dilihat dari sisi peningkatan produksi karena persentase peningkatan produksi periode HDPP sebesar 15% lebih tinggi dari rata-rata kebijakan yang telah diterapkan dan akan meningkatkan produksi padi. Namun kebijakan ini harus didukung oleh kebijakan perberasan lainnya untuk terus dapat dijalankan sehingga akan mempertahankan kesejahteraan rakyat. Artinya perlu pembaharuan kembali mengenai kebijakan HDPP dalam pengontrolan harga beras oleh BULOG dan pemerintah.
40
Langkah-langkah strategi dalam pencapaian cadangan beras yang maksimal
Peningkatan Produksi
Revitalisasi Peran BULOG
1. Pengadaan beras 2. Pendistribusian 3. Penetapan harga dasar
1. Pembenahan On Farm 2. Peningkatan R&D 3. Pembiayaan dan Pengembangan lahan 4. Pembiayaan dan subsidi yang sesuai
Gambar 6 Langkah-langkah strategi dalam pencapaian cadangan beras nasional yang maksimal
6 Simpulan dan Saran Simpulan 1.
Menjaga ketahanan pangan dan untuk situasi darurat (bencana alam dan bencana sosial), pemerintah perlu memiliki stok pangan (beras) yang dapat dengan segera didistribusikan. Untuk itu pemerintah perlu memiliki stok yang dapat setiap saat disalurkan. Pengadaan beras oleh BULOG diperoleh melalui mitra kerja, Usaha Pengadaan Gabah dan Beras (UPGB) dan satuan tugas tingkat provinsi. BULOG menyerap beras sebesar 80 % dari Mitra Usaha sedangkan dari UPGB dan Satuan Tugas menyerap pengadaan beras masing-masingnya 10%. Saat ini di Indonesia terdapat beberapa provinsi yang menjadi sentra produksi beras nasional, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera Selatan dan Aceh. Kinerja BULOG semenjak terbentuk melalui Keppres No 39 tahun 1969 terus mengalami transisi. Saat ini BULOG sudah menjadi Perum yang memiliki fungsi sebagai logistik pangan khususnya beras. logistik yang di lakukan adalah pengadaan beras, distribusi dan pengendalian harga.
41
2.
3.
Terdapat beberapa variabel bebas yang mempengaruhi secara nyata variabel tidak bebas cadangan beras nasional. Variabel tarif impor, total pengadaan beras oleh BULOG, harga riil beras dalam negeri, jumlah permintaan dalam negeri dan jumlah produksi beras dalam negeri. Sedangkan variabel impor beras Vietnam tidak memiliki pengaruh nyata terhadap stok beras nasional. artinya pengadaan beras yang dilakukan oleh BULOG lebih banyak diperoleh dari pengadaan beras dalam negeri dibandingkan pengadaan luar negeri. Mekanisme stok beras yang ada di Indonesia lebih mengutamakan tataniaga beras yang dimulai dari tingkat petani hingga pemerintah yaitu BULOG. Stok beras pada rantai tataniaga dimulai dari tingkat petani yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, selanjutnya tingkat tengkulak yang memiliki motif untuk memperoleh keuntungan dari hasil penjualan, tingkat RMU, tingkat grosir dan tingkat terakhir adalah ritel. RMU, grosir dan ritel bekerja dengan pengawasan oleh BULOG. Pada mekanisme stok beras masih adanya kelemahan karena hanya lebih memperhatikan stok pada saluran tataniaga. Saran
1.
2.
3.
BULOG disarankan mempelajari dan mengadaptasi sistem manajemen stok yang dikakukan oleh Vietnam dan Jepang yang dimana pemerintah melakukan pengawasan terhadap VinaFood di Vietnam dan JA di Jepang dalam melakukan pengadaan beras dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sistem manajemen stok beras Indonesia oleh BULOG hampir mirip dengan Vinafood yang ada di Vietnam. Diharapkan pemerintah lebih memperhatikan kepetingan petani seperti penggunaan teknologi baru dalam meningkatkan produksi dan produktivitas beras dalam negeri. Jika Indonesia mencapai surplus beras maka kita dapat melakukan ekspor beras dan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia. Pemberian subsidi yang lebih efektif dan efisien terhadap petani sehingga akan membantu dalam meningkatkan produksi dan produktivitas. Perlunya perhatian lebih oleh BULOG terhadap beberapa faktor yang juga mempengaruhi stok beras nasional. Dari sisi produksi perlu diupayakan peningkatan produksi beras dalam negeri melalui perluasan luas lahan, dan perlu juga dilakukan peningkatan pelaksanaan program diversifikasi pangan guna mengurangi ketergantungan konsumsi akan beras. Untuk pengendalian harga, pemerintah hendaknya melakukan reformasi kebijakan HPP guna melindungi petani dan juga konsumen. Setelah diberlakukan tarif Rp 0/kg, jumlah impor beras yang masuk semakin tinggi. Hal ini ada dapat di minimalkan dengan meningkatkan jumlah produksi dalam negeri serta tetap menjaga kestabilan harga beras dalam negeri. Melalui pembenahan manajemen stok beras, Perum BULOG tidak hanya mengelola 3 juta ton beras, tetapi perlu lebih intervensi. BULOG perlu menugasi lima provinsi sentra dengan target satu provinsi surplus 3 juta ton. BULOG di lima provinsi sentra perlu memiliki mesin giling yang baik. Selama ini BULOG yang berorientasi profit hanya memeriksa jika stok < 3 juta ton, maka harus impor atau membeli dari petani. Perlunya pembenahan
42
data produksi dan konsumsi beras yang akurat dan seragam antara kementrian pertanian, perdagangan dan BPS. Perlu adanya pengkelasan Divre Produksi. Misalkan untuk 5 provinsi sentra dikategorikan Divre kelas 1, untuk provinsi lain kelas IB. Demikian juga untuk subdivre. Selain itu perlu adanya pengkelasan Divre Konsumsi. Misalkan untuk 5 provinsi konsumsi tertinggi disebut Divre Kelas I dan untuk provinsi lain kelas IB.
DAFTAR PUSTAKA Abubakar M. 2009. Kemandirian Pangan : Cadangan Publik, Stabilisasi Harga dan Diversisikasi. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Vol.7 No.2. Bogor. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Pertanian. Ambarinanti, M. 2007. Analisis Fkato-faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Beras Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian. Bogor. IPB Amrullah, S. 2003. Kebijakan Ekonomi Beras Indonesia. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan BULOG. Ambarinanti M. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dan Ekspor Beras Di Indonesia. Skripsi. Fakultas Pertanian. Bogor. IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data Strategis 2012 Statistik. www.bps.go.id [13 November 2012] Baldwin, K, Childs, N, Dyck, J, Hansen, J, 2012. Southeast Asia’s Rice Surplus. USDA Journal. www.ers.usda.gov [5 Mei 2013] [BKP] Badan Ketahanan Pangan, 2013. Konsumsi Beras Perkapita Indonesia tahun 2000-2014. Jakarta. Kementrian Pertanian [BULOG] Badan Usaha Logistik. 2005. Badan Usaha Logistik : Cadangan Beras Pemerintah. www.BULOG.go.id [8 November 2012] [BULOG] Badan Usaha Logistik. 2009. Pedoman Umum Pengadaan Beras / Gabah Dalam Negeri. www.BULOG.go.id [ 3 Mei 2013] [BULOG] Badan Usaha Logistik. 2013. Data Time Series : Pengadaan Beras Dalam Negeri, Luar Negeri dan Stok akhir Tahun. Jakarta. Perum BULOG Egbedi, O, Okurawa, V, Aminu, A, Yusuf, S, 2012. Effect of Rice Trade Policy on Household Welfare In Nigeria. European Journal of Business and Management. www.iiste.org [ 3 Mei 2013]. [FAO] Food & Agriculture Organization, 2012. FAO Statistic : Top Production – Paddy, Rice 2010. www.fao.org [6 Desember 2012] Kusumaningrum R, 2008. Dampak Kebijakan Harga Dasar Pembelian Pemerintah Terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor. IPB Harmini. 2009. Modul Matakuliah Metode Kuantatif Bisnis I. Modul. Bogor Departemen Agribisnis IPB Hidayat N. 2012. Dampak Perubahan Harga Beras Dunia Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Indonesia pada Berbagai Kondisi Transmisi Harga dan Kebijakan Harga. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor. IPB Insyauddin V. 2009. Dampak Kebijakan Harga Dasar Gabah dan Tarif Impor Terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
43
[IRRI] Internasional Rice Research Institute. 2012. World Rice Statistic : Vietnam Rice Statistic. www.irri.org [14 November 2012] Lubis, A. 2005. Analisis Kebijakan Impor Beras dan Kaitannya dengan Diversifikasi Pangan Pokok. Tesis. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana IPB Maulana M, Rachman B. 2010. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) GabahBeras Tahun 2010 Efektivitas dan Implikasi Terhadap Kualitas dan Pengadaan oleh BULOG. Jurnal Sosial Ekonomi. Bogor. Pusat Studi Sosial Ekonomi Pertanian. Mulyana A. 2007. Prakiraan Dampak Penghapusan Intervensi Kebijakan Impor dan Operasi Pasar Beras Terhadap Stabilitas Harga dan Marjin Pemasaran Beras di Pasar Domestik. www.perhepi.org [9 Oktober 2012] Meiri A. 2013. Analisis Daya Saing dan Perdagangan Kopi Indonesia di Pasar Internasional. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor. IPB Nielsen CP. 2003. Vietnam’s Rice Policy : Resent Reforms and Future Opportunities. Danish Research Institute Of Food Economics. PT DallaBilla.2012. Mekanisme Manajemen Stok Beras di Jepang dan Vietnam. Laporan Survey Bersama Kementrian Pertanian Riswani 2010. Strategi dan Manajemen Pengelolaan Cadangan Pangan Nasional. Tesis. Palembang. Jurusan Sosial Ekonomi Pertnanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Sawit H. 2010. Reformasi Kebijakan harga Produsen dan Dampaknya Terhadap daya Saing Beras. LIPI. Bogor. Kementrian Pertanian Sinaga. BM. 2011. Pendekatan Kuantitatif Dalam Penelitian Perdagangan : Konsep, Model, dan Metode. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sekolah Pasca Sarjana IPB Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah; Sumiharti Y, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: International Economic. Ed ke-5. Saliem H et al. 2005. Kebijakan Pengelolaan Cadangan Pangan Pada Era Otonomi Daerah dan Perum Bulog. Jurnal Agro Ekonomi. Vol 23 No 2 Hal 73- 83. Bogor. Forum Penelitian Agro Ekonomi Sitepu R. 2002. Dampak Kebijakan Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan Terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor. IPB Sembiring et al. 2012. Dampak Kebijakan Pemerintah Melalui Instruksi Presiden Tahun 2005-2008 Tentang Kebijakan Perberasan Terhadap Ketahanan Pangan. Jurnal Forum Pascasarjana Vol 35 No1 hal 15-24. Bogor. Institute Pertanian Bogor Suliyanto. 2010. Ekonometrika Terapan : Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta. ANDI Yogyakarta Suryana A. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, dan Swasembada Beras . Jurnal Agro Ekonomi. JAE Vol. 1(1). Bogor : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Ten PV. 2012. Sistem Cadangan Beras Vietnam : VinaFood 2. Diskusi bersama Vinafood 2. Fieldtrip MSA2 2012: Ho Chi Minh City, Vietnam. Tey Y, Brindal M, 2012. Commodity Markets : Implications of Rice Import Allocation in Singapore. www.iiste.org [ 3 Mei 2013]
44
Tsukada K, 2009. Vietnam : Food Security in A Rice Exporting Country. Internasional Journal. [Uncomtrade] United Nation Comtrade. 2013. Time Series Data : Vietnam Rice Import To Indonesia (2000-2012). www.uncomtrade.org [ 3 Mei 2013] Wikipedia. 2012. Doi Moi System. www.wikipedia.com [2 November 2012] Worldbank. 2013. www.worldbank.org [3 Mei 2013] Lampiran 1 Jumlah Export Beras Vietnam Periode tahun 2002-2012 Year
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Source : IRRI 2012
Export Quantity (FAO) (000 t) 3240,93 3813 4063 5250 4642 4558 5200 Null Null Null Null
Export Quantity (USDA) (000 t) 3795 4295 5174 4705 4522 4649 5950 6734 7000 7000 7000
Lampiran 2 Pengadaan DN, Pengadaan LN dan Stok Akhir Tahun % Pengadaan terhadap Pengadaan Total Tahun DL Produksi LN Pengadaan 2000 2 174 807 7.45 531 140 2 705 947 2001 2 018 338 7.11 68737 2 087 125 2002 2 131 608 7.36 1 000 586 3 132 194 2003 2 008 954 6.85 655 126 2 664 080 2004 2 096 609 6.89 29 350 2 125 959 2005 1 529 718 5.02 68 800 1 598 518 2006 1 434 127 4.68 291 872 1 725 999 2007 1 765 987 5.5 1 293 980 3 059 967 2008 2 934 955 8.65 2 934 955 2009 3 625 522 10.01 3 625 522 2010 1 896 252 5.07 1 848 426 3 744 678 2011 1 730 153 4.68 1 892 856 3 623 009 2012* 3 645 054 9.39 674 020 4 319 074 Sumber : BULOG 2013 *data diolah hingga Agustus 2012
Stok Akhir Tahun 1 101 201 1 214 641 1 655 465 1 949 292 1 770 532 1 092 588 957 658 1 572 933 1 097 841 1 620 816 759 514 877 364 2 260 009
45
Lampiran 3 Jumlah konsumsi beras masyarakat Indonesia kapita per tahun (20002012) Tahun Kg/kapita/th 2000 120,5 2001 120,9 2002 115,5 2003 109,7 2004 107 2005 105,2 2006 104 2007 100 2008 104,9 2009 100,2 2010 100,8 2011 102,8 2012 97,5* Sumber : Badan Ketahanan Pangan 2013 (diolah) *Angka Ramalan II Lampiran 4 Data yang digunakan dalam analisis regersi berganda STOKB (ton)
PBDN (ton)
TPBB (ton)
IMVT (ton)
QBDB (kg/kap/th)
HRDL (Rp/kg)
TRVIM (Rp/kg)
1.101.201 1.214.641 1.655.465 1.949.292 1.770.532 1.092.588 957.658 1.572.933 1.097.841 1.620.816 759.514 877.364 2.260.009
29.177.535 23.369.052 28.947.506 29.311.761 30.408.537 30.443.747 30.614.566 32.133.910 33.915.235 36.205.056 37.369.093 36.959.560 38.817.178
2.705.947 2.087.125 3.132.194 2.644.080 2.125.959 1.598.518 1.725.999 3.059.967 2.934.955 3.625.522 3.744.678 3.623.009 4.319.074
287.642 195.331 393.465 400.854 39.271 57.409 332.664 1.158.329 74.157 16.536 685.864 1.879.221 384.998
120,50 120,90 115,50 109,70 107,00 105,20 104,00 100,00 104,90 100,20 100,80 102,80 97,50
2.335 2.449 2.842 2.795 2.795 3.334 4.337 5.071 5.446 5.705 6.512 7.379 8.057
430 430 430 430 430 430 450 450 450 450 450 450 0
46
Lampiran 5 Hasil estimasi regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS 18
Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardized
95,0% Confidence Interval
Coefficients
Coefficients
for B
B 1
(Constant) Total
Std. Error
Beta
t
Sig.
Lower Bound
Collinearity Correlations
Statistics
Upper
Zero-
Bound
order Partial Part
1.325E7
2778354.287
4.768 .003
6449713.487
2.005E7
.656
.153
1.192 4.277 .005
.280
1.031
.115
.163
.133
.704 .508
-53084.664
16907.005
-.895
- .020
Tolerance
VIF
.270
.868 .547
.211
4.744
.513 -.254
.276 .090
.460
2.175
.201
4.968
.132
7.553
.478
2.091
Pengadaan Beras Bulog Impor Beras
-.284
Vietnam Jumlah Permintaan
-94454.615 -11714.712 -.123
-.788
3.140
.402
DL Harga Riil
-97423.232
25656.878
-1.335
Dalam
- .009
-160203.351 -34643.114 -.023
-.840
3.797
.486
Negeri Tarif Impor
-3124.858
690.408
-.837
- .004
-4814.225
-1435.491 -.606
-.879
4.526 Produksi
-.094
Beras Dalam Negeri a. Dependent Variable: Stok Beras Bulog
.045
-.899
- .080 2.101
.579
-.205
.016
.039
-.651
.269
.089 11.191
47
Model Summaryb Model
Change Statistics
R 1
.950a
Std. Error
R
R
Adjusted
of the
Square
Square
R Square
Estimate
Change
.902
.804
2.02526E5
F
Sig. F
Change df1 df2 Change
.902
9.180
6
6
Durbin-Watson
.008
dimension0
a. Predictors: (Constant), Produksi Beras Dalam Negeri, Impor Beras Vietnam, Tarif Impor, Total Pengadaan Beras Bulog, Jumlah Permintaan DL, Harga Riil Dalam Negeri b. Dependent Variable: Stok Beras Bulog ANOVAb Model
Sum of Squares
1
Mean df
Square
F
Regression
2.259E12
6
3.766E11 9.180
Residual
2.461E11
6
4.102E10
Total
2.505E12
12
Sig. .008a
a. Predictors: (Constant), Produksi Beras Dalam Negeri, Impor Beras Vietnam, Tarif Impor, Total Pengadaan Beras Bulog, Jumlah Permintaan DL, Harga Riil Dalam Negeri b. Dependent Variable: Stok Beras Bulog
2.693
48
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 2 Mei 1987. Merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan anak dari pasangan (Alm) H.Efrizon Syarif dan Suwesty Mansyur. Bersekolah di SMP 1 Padang dan melanjutkan ke SMA 3 Padang. Menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Andalas dengan jurusan Agribisnis. Pada tahun 2011 terdaftar sebagai mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan mayor Magister Sain Agribisnis. Pada tahun 2013 penulis pernah mengikuti konferensi Internasional di Universitas Hokkaido, Jepang dan menjadi panitia Lokarya Beasiswa Unggulan Kementerian Pendidikan bersama IPB tahun 2013.