perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : Putri Purbasari Raharningtyas Marditia NIM. E 0008412
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Putri Purbasari Raharningtyas Marditia, E0008412. ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL. Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan ditinjau dari Hukum Internasional. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undangundang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan. Teknik analisis data adalah metode deduktif. Hasil penelitian mengenai implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan terhadap perjanjian internasional didasarkan pada perjanjian dimasa transisi yaitu Comprehensive Peace Agreement (CPA). Implikasi hukum terhadap hutang negara adalah masih dalam tahap perundingan antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan. Implikasi hukum Suksesi negara terhadap kewarganegaraan telah mencapai kesepakatan tentang prinsip 'Empat Kebebasan'. Implikasi hukum terhadap arsip negara yang berhubungan dengan wilayah akan berpindah mengikuti kepemilikan wilayah Republik Sudan Selatan dan tanpa disertai pembayaran ganti rugi kepada Republik Sudan . Implikasi hukum terhadap penguasaan public property mengikuti wilayahnya. Implikasi hukum terhadap penguasaan Privat property adalah dengan mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan Republik Sudan, Republik Sudan Selatan dan pihak swasta. Implikasi hukum terhadap keanggotaan organisasi internasional dilakukan secara terpisah antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan . Implikasi hukum terhadap Claims in Tort & Delict dibebankan kepada presiden Republik Sudan dan dilakukan oleh ICC.
Kata Kunci: Implikasi hukum, Suksesi Negara, Hukum Internasional.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Putri Purbasari Raharningtyas Marditia, E0008412. AN ANALYSIS ON THE LEGAL IMPLICATION OF THE REPUBLIC OF SOUTH SUDAN’S SUCCESSION PURSUANT TO INTERNATIONAL LAW. Thesis. Faculty of Law of Sebelas Maret University. This research aims to find out the legal implication of the Republic of South Sudan‟s Succession Pursuant to International Law. This study is a normative or a doctrinal legal research which is descriptive in nature. This research employes both statute approach and conceptual approach. The type of data used in this research is secondary data. The technique of collecting data is library study; whilethe technique of analysing data is a deductive method. The result of research shows that the succession of the Republic of South Sudan from The Republic Sudan was based on the agreement of transitional period, namely Comprehensive Peace Agreement (CPA). The legal implication to the state debt still on going at the reconciliation stage between the Republic of the Sudan and the Republic of South Sudan. The legal implication of state succession to citizenship is based on“Four Freedom” principles. The legal implication for the state‟s archive relating to the territorial jurisdiction is transferred directly to the Republic of South Sudan‟s territorial paying compensation to the Republic of the Sudan. The legal implication for public properties is followed the territorial jurisdiction. The transfer of private properties should consider the best interest of the two countries and the private parties Following a succesion. The mempership of the parent state in international organizations is not automatically transferred to the new state. In addition, the charge of crimes against humanity against the President of the Republic of the Sudan will not affect the Republic of South Sudan. Keywords: Legal implication, State Succession, International Law
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Kehidupan adalah suatu pilihan. Apakah kita mau hidup kaya atau miskin, tergantung atas keputusan dan tindakan kita sepenuhnya. dan Kebahagiaan akan timbul dalam diri kita apabila kita melakukan sesuatu yang benar-benar kita sukai.” (Walter Elias Disney)
Jangan pernah berhenti menjadi pemimpi, karena menjadi pemimpi adalah awal dari seorang pemimpin (penulis)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada : Tuhan dan Tuhan Yesus for blessing me always; Bapakku; who always gave me confidence; Ibuku, who taught me to never stop dreaming; Saudara kembarku, who always keep and raise my spirits; Bangsa dan Tanah Air ku Indonesia. Almamater, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta diiringi rasa syukur penulis panjatkan, sehingga penulisan hukum (skripsi) dengan judul“ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK
SUDAN
SELATAN
DITINJAU
DARI
HUKUM
INTERNASIONAL.” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam setiap proses penyelesaian penulisan hukum (skripsi) ini tidak akan terlaksana dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dengan segala kerendahan hati, dan semoga kebaikan pihak-pihak yang telah membantu akan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Terima kasih saya haturkan terutama kepada: 1. Prof. Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberiizin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hokum ini. 2. Bapak Waluyo, S.H., M.Si. selaku Pembimbing Akademik penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada penulis. 3. Ibu Sri Lestari, S.H., M.Hum., Selaku Pembimbing Penulisan Hukum (skripsi) I dan Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan sabar memberikan ilmu, tenaga, dan waktu untuk diskusi, membimbing, dan memotivasi penulis dalam proses penyelesaian penulisan hukum ini. 4. Ibu Siti Muslimah, S.H., M.H., Selaku Pembimbing Penulisan Hukum (skripsi) II yang telah dengan sabar memberikan ilmu, tenaga, dan waktu untuk diskusi, membimbing, dan memotivasi penulis dalam proses penyelesaian penulisan hukum ini. commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan. 6. Seluruh Staf Tata Usaha dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta terima kasih atas bantuannya. 7. Bapak, ibu dan saudara kembarku tercinta, terima kasih atas cinta, doa dan pengorbanannya selama ini hingga sampai detik ini penulis hanya dapat membalas dengan doa dan hanya mampu berucap terima kasih. 8. Kementrian Luar Negeri khususnya Direktorat Hukum, yang telah memberikan Penulis banyak pelajaran dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. Terutama terimakasih kepada Bapak Diar Nurbiantoro, SH, MH , Ibu Levi, Bapak Ricky, Bapak Didit, Mba Lisa , Mba Lea, Mas Wawan, Mas Wendy, Mas Faisal, Mas Dimas dan Mas Dumas. 9. Kepada Direktorat Timur Tengah Bapak Bambang dan KBRI di Sudan Bapak Mulyadi terimahkasih atas kerjasamanya dalam pemberian info seputar kondisi Republik Sudan. 10. Devi Nurmalasari, dan Mas Wasis Susilo yang selalu memberi motivasi dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan segala masalah dalam penyusunan penulisan ini. 11. Spesial untuk Mba Pradina Kurnia yang selalu setia menjadi teman seperjuangan disaat susah. 12. Rekan-rekan Magang Kementrian Luar Negeri, Ira, Mohamad Ali, Astri, Lisa, Rani dan yang lainnya. 13. Semua pihak yang belum disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dan mengisi hari-hari penulis dalam penyusunan skripsi ini. Surakarta, Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..…………………...
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI............................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………
iv
ABSTRAK…………………………………………………………..
v
ABSTRACT…………………………………………………………...
vi
HALAMAN MOTTO..........................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................
viii
KATA PENGANTAR………………………………………..............
ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………
xi
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………
1
A. Latar Belakang………..…………………………………..
1
B. Rumusan masalah………………………………………...
4
C. Tujuan Penelitian…………………………………………
4
D. Manfaat Penelitian………………………………………..
5
E. Metode Penelitian…………………………………………
5
F. Sistematika Penulisan Hukum…………………………….
9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………...
11
A. Kerangka Teori………..…………………………………...
11
1. Tinjauan Umum Negara……………..............................
11
2. Tinjauan tentang Suksesi Negara………………............
26
B. Kerangka Pemikiran………..………………………………
34
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………
36
A. Hasil Penelitian…………………….....................................
36
1. Gambaran Umum Republik Sudan…………………….
36
2. Proses Suksesi Negara Republik Sudan………………..
39
3. Kondisi Terahkir Republik Sudan Dan Republik commit to user Sudan Selatan Sebelum Suksesi Negara Dan Sesudah Suksesi negara……………………....................……....... xi
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pembahasan…………………….............................................
83
BAB IV. PENUTUP…………………………………………………….
111
A. Simpulan…………………………………………………….
111
B. Saran…………………………………………………………
112
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional yang pertama dan utama, baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis negara merupakan subjek hukum yang pertama muncul pada awal mula pertumbuhan hukum internasional, sedangkan secara faktual dalam perkembangannya peranan negara sebagai subjek hukum
internasional melalui hubungan internasional
banyak melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah penting dalam hukum internasional sehingga menjadikan negara sebagai subjek hukum internasional yang utama (Huala Adolf, 2010: 3). Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibandingkan dengan subjek hukum internasional lainnya adalah, negara memiliki kedaulatan atau sovereignity. Melalui kedaulatan tersebut, membuat negara mampu melakukan perjanjian internasional, mengirim atau menerima duta besar dan menyatakan damai atau perang terhadap negara lain. Negara memiliki unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat diklasifikasikan sebagai subjek hukum yang memiliki legal capacity dalam hukum internasional, yang diatur dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 unsur-unsur tersebut (Huala Adolf, 2010: 9) meliputi : a permanent population , a defined territory, a government; and a capacity to enter into relations with other state. Eksistensi
negara
dalam
hukum
internasional
selalu
mengalami
pembaharuan. Pembaharuan tersebut terlihat dengan munculnya negara-negara baru, antara lain melalui suksesi. Suksesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu proses pergantian kepemimpinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Alvin Hasan dkk, 2003: 300). Sedangkan menurut Black's Law Dictionary (Garner Bryan, 2009: 940), Succession is The act of withdrawing from membership in a group berdasarkan pengertian tersebut Penulis menyimpulkan bahwa suksesi adalah suatu perubahan atau penggantian to user subjek hukum oleh subjek hukum commit yang lain.
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Suksesi negara menurut The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978, Pasal 2 huruf (b) dinyatakan bahwa perpindahan suatu tanggung jawab dari satu negara ke negara lain dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut, sehingga yang berhubungan dengan suksesi dapat berupa penggabungan, perpisahan, atau pembentukan negara baru dimana konsekuensinya adalah perubahan kedaulatan (Malcolm Shaw, 2009: 675). Beberapa contoh negara yang muncul dari suksesi misal Jerman sebagai akibat penggabungan Jerman Barat dan Jerman Timur pada 9 November 1989 (Angela Stent E, 1998: 75), atau Timor Leste yang memisahankan diri dari Indonesia pada tahun 1999. Suksesi dalam prakteknya dibedakan menjadi dua jenis yaitu
suksesi
pemerintahan dan suksesi negara (Sefriani, 2011: 294). Suksesi pemerintahan adalah terjadinya penggantian pemerintah lama oleh pemerintah baru, baik secara konstitusional atau tidak konstitusional dan bersifat internal dalam suatu negara. Suksesi negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu suksesi negara universal dan suksesi negara parsial. Suksesi negara menimbulkan dua pihak, yaitu predecessor state (negara terdahulu/ negara yang tergantikan) dan successor state (negara baru/ negara yang mengantikan) (Jawahir Thontowi, 2006: 212). Kenyataannya suksesi negara merupakan casu sui generalis atau suatu peristiwa yang umum, namun memerlukan penanganan khusus dalam prakteknya, karena dalam proses suatu suksesi negara memiliki implikasi hukum yang komplek yang melibatkan perpindahan tanggung jawab suatu predecessor state kepada successor state (Patrick Dumberry, 2007: 192). Implikasi hukum suksesi negara meliputi akibat hukum terhadap perjanjian internasional, privat property, public property,
arsip negara, hutang negara, kewarganegaraan, keanggotan
organisasi internasional dan claims in tort & delict (Sefriani, 2011: 296-312). Suksesi negara dalam hukum internasional diatur dalam Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933, The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and commit to userdimasukan sebagai dasar hukum Debst on 1983. Konvensi Montevideo 1933
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
internasional dalam suksesi negara, karena Konvensi Montevideo 1933 dijadikan sebagai penilaian awal, bagi negara baru tersebut, apakah dapat dikualifikasikan sebagai subjek hukum yang memiliki legal capacity dalam hukum internasional. Kasus suksesi negara yang terkait dalam penelitian ini yaitu suksesi negara Republik Sudan Selatan yang memisahkan diri dari Republik Sudan pada tanggal 9 Juli 2011. Republik Sudan adalah salah satu negara yang terletak di Afrika Utara (Afrika Timur Laut) sekaligus merupakan negara terbesar di Afrika yang merdeka pada tahun 1956 dari Mesir dan Inggris (Kedutaan Besar Republik Indonesia
Khartoum.
http://www.kemlu.go.id/khartoum/Pages/Embassies
.aspx?IDP=20&l=id [Diakses tanggal 3 Agustus 2011]). Selama empat dekade kemerdekaan Republik Sudan, Republik Sudan tidak pernah dalam keadaan politik stabil dan terus diguncang perang saudara. Latar belakang lahirnya konflik perang saudara di Republik Sudan adalah karena basis Islam fundamentalis yang ingin diterapkan oleh pemerintah pusat Sudan, yang ditentang oleh penduduk selatan yang mayoritas Kristen dan Animis yang lebih menginginkan pemerintahan sekuler (Amir H. Idris, 2005: 11). Reaksi pertentangan oleh penduduk selatan tersebut diwujudkan dalam sebuah kelompok pemberontak bernama Sudan People‟s Liberation Movement/Army (SPLM/A). Dalam perkembangannya ketegangan SPLM/A dan pemerintah lebih didasari oleh permasalahan ekonomi mengenai perbedaan persepsi tentang kepemilikan minyak dan mineral di wilayah Sudan Selatan (Scopas S. Poggo, 2009: 157). Konflik yang berkembang tidak hanya antara pemerintah dan SPLM tetapi juga konflik antar penduduk muslim di Darfur karena penduduk Darfur merasa pemerintah Sudan mendiskriminasi penduduk muslim Arab dengan muslim Non Arab di Darfur antara, dengan menganggap penduduk muslim Non Arab di Darfur sebagai teroris. Sehingga akhirnya konflik berkembang di Dafur menjadi konflik ras antara kelompok etnis Fur, Zaghawa, dan Massaleit yang merupakan muslim Non Arab melawan etnis Arab (Amir H. Idris, 2005: 78). Berdasarkan pemaparan tersebut, permasalahan yang dibahas lebih lanjut adalah implikasi hukum yang timbul dari suksesi negara Republik Sudan Selatan commit to implikasi user dari Republik Sudan. Karena pelaksanaan hukum suksesi negara yang
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional berhubungan langsung dengan kedaulatan suatu negara. Sehingga Penulis meneliti secara komprehensif terkait implikasi
suksesi negara yang ditimbulkan dari proses
suksesi negara Republik Sudan Selatan dilihat dari Hukum Internasional terutama pada ketentuan dan prinsip-prinsip Hukum Internasional dengan batas waktu penelitian hingga 5 Mei 2012. Sehingga Penulis memaparkannya ke dalam suatu Penulisan hukum yang berjudul : “ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang Penulis paparkan dan agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan mencapai tujuan yang Penulis harapkan, maka perlu adanya perumusan masalah. Adapun perumusan masalah penelitian ini yaitu : “Bagaimana implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan ditinjau dari Hukum Internasional?”
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang dikenal dalam suatu penelitian ada dua macam, yaitu: tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan obyektif merupakan tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subyektif berasal dari peneliti. Tujuan obyektif dan subyektif dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan obyektif Tujuan obyektif penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui sejauh mana implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan ditinjau dari Hukum Internasional. 2. Tujuan subjektif a. Memenuhi persyaratan akademis guna menyelesaikan program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Mengetahui pengaturan suksesi negara dalam instrumen-instrumen Hukum Internasional c. Memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan Penulis dalam mengkaji masalah di bidang Hukum Internasional.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Penulisan hukum ini Penulis harapkan mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Internasional pada khususnya. b. Memberi sumbangan pemikiran mengenai prosedur dan akibat hukum yang timbul dari suksesi negara untuk predecessor state dan successor state. c. Memberi sumbangan pemikiran dalam ranah Hukum Internasional. 2. Manfaat praktis a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. b. Untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis sekaligus mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Metode penelitian merupakan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. Metode penelitian penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam Penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder commit to user yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hukum tersier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah yang diteliti yaitu terkait implikasi hukum dalam suksesi negara menurut hukum internasional. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum yang dilakukan Penulis bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat (Amiruddin & Zainal Asikin, 2004: 25). Dalam Penulisan ini, Penulis bertujuan untuk menggambarkan mengenai secara tepat keadaan pelaksanaan mengenai implikasi hukum dalam suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan yang sesuai menurut hukum internasional. 3. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 93). Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk membangun konsep untuk dijadikan acuan di dalam penelitian manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada terkait masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 137). Pendekatan konseptual digunakan Penulis untuk mengetahui suksesi negara menurut konsep dan prinsip dasar hukum internasional. Sedangkan pendekatan perundang-undangan
ini digunakan
untuk mengkaji implikasi hukum yang timbul dari suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan.
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Jenis data dan sumber data Dalam penelitian ini data yang digunakan Penulis adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 141). Adapun bahan hukum primer dan sekunder tersebut adalah sebagai berikut : a.
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan bahan hukum primer berupa : 1) Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933. Konvensi mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara. 2) The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978. Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam Hubungan dengan Perjanjian Internasional. 3) The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983. Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam tanggung jawab terhadap kekayaan negara, arsip negara dan hutang negara.
b.
Bahan hukum sekunder yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal, dan teks mengenai hukum internasional, khususnya terkait dengan implikasi hukum dalam suksesi negara menurut hukum internasional. Salah satu jurnal yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Secession and Voluntary Return in the Comprehensive Peace Agreement between Northern and Southern Sudan by Professor Dr. Issam A.W. Mohamed. Sedangkan kamus hukum yang digunakan adalah Black Law‟s Dictionary. commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006: 296). Teknik studi pustaka yang digunakan oleh Penulis dengan cara menginventarisasi dan klasifikasi fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam proses suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan dan implikasi hukumnya, ditinjau dari konvensi-konvensi internasional terkait permasalah yang dibahas. 6. Teknik analisis data Teknik analisis data yang akan digunakan Penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir berpangkal pada prinsipprinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006: 393). Berdasar Teknik analisis bahan hukum dengan metode deduktif, maka penulis akan berpangkal pada prinsip-prinsip dasar dalam hukum internasional terkait dengan suksesi negara yang kemudian menghadirkan permasalah konkrit yaitu suksesi negara negara antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus yakni dalam implikasi hukum suksesi negara baik meliputi terhadap Perjanjian internasional, hutang negara, kewarganegaraan, arsip negara, public property, privat property, keanggotaan organisasi internasional, dan tanggung jawab terhadap claims in tort & delict.
commit to user
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan sistematika sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan hal yang menjadi latar belakang Penulisan hukum terkait fenomena suksesi negara Republik Sudan Selatan pada tanggal 9 Juli tahun 2011 dan pelaksanaan implikasi hukum suksesi negara yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional tersebut. Bab ini juga menjelaskan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika Penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan bahan kepustakaan yang digunakan berupa teori-teori pendukung penelitian dan pembahasan masalah menjadi dasar pijakan Penulis untuk meneliti masalah agar penelitian ini dapat dipastikan kevaliditasnya terkait suksesi negara Republik Sudan Selatan menurut perspektif hukum internasional. Bab ini disajikan menjadi dua sub bab, yaitu pemaparan dalam kerangka teori dan pemaparan dalam kerangka pemikiran. Kajian teoritis dalam tinjauan pustaka meliputi, antara lain: (1) Tinjauan umum negara, terdiri dari: pengertian dan unsur-unsur negara, pengertian self determination, proses terbentuknya negara, dan hak dan kewajiban negara; (2) Tinjauan tentang suksesi negara, terdiri dari: pengertian suksesi negara, macam-macam suksesi negara, prinsip-prinsip suksesi negara, akibat hukum yang timbul dalam suksesi negara. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menyajikan jawaban dari rumusan masalah berupa hasil penelitian sekaligus pembahasan terkait suksesi negara Republik Sudan Selatan pada tanggal 9 Juli 2011 dan pelaksanaan implikasi hukum suksesi negara yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional. commit to user
xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP Bab ini menjelaskan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari analisis yang bersumber pada hukum internasional maupun konsep dalam hukum internasional. DAFTAR PUSTAKA Daftar pustaka berisi berbagai sumber pustaka yang dikutip dalam Penulisan hukum ini.
commit to user
xxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan umum negara a. Pengertian dan unsur-unsur negara Negara adalah salah satu subjek hukum internasional dan merupakan subjek hukum yang pertama dan utama, baik ditinjau secara historis maupun
secara
faktual.
Dalam
United
Nations
Convention
on
Jurisdictional Immunities of States and Their Property tahun 2004 yang mengatur mengenai hilangnya imunitas negara ketika terjadi pelanggaran HAM yang berat dalam Pasal 2 paragraf 1 (b) memberikan definisi mengenai negara, (Gerhard Hafner, 2006: 2) yaitu: “i. the State and its various organs of government; ii. constituent units of a federal State or political subdivisions of the State, which are entitled to perform acts in the exercise of sovereign authority,and are acting in that capacity; iii. agencies or instrumentalities of the State or other entities, to the extent that they are entitled to perform and are actually performing acts in the exercise of sovereign authority of the State; iv. representatives of the State acting in that capacity;” Menurut konvensi ini, pengertian bahwa organ dari negara berdaulat adalah pemerintah. Pemerintah tersebut terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pengertian atau definisi mengenai suksesi negara menurut Black‟s Law Dictionary adalah The political system of a body of people who are politically organized; the system of rules by which jurisdiction and authority are exercised over such a body of people (Garner Bryan, 2009: 1537) definisi ini menyatakan bahwa negara sebagai sebuah organisasi politik yang memiliki jurisdiksi dan otoritas yang dimiliki sekelompok orang tertentu yang dikenal dengan istilah pemerintah. Unsurunsur negara dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on commit to user Rights and Duties of State on 1933 (Huala Adolf, 2010: 9) meliputi: xxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“ the state as a person of internationallaw should prossess the following qualification: a) A permanent population; b) A defined territory; c) A government; and d) A capacity to enter into relation with other states.” Berikut ini adalah uraian unsur-unsur negara menurut Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 yaitu: 1) Penduduk tetap Adanya penduduk tetap artinya sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat tertentu sehingga merupakan satuan masyarakat
yang
diatur
oleh
suatu
tertib
hukum
nasional.
Dimungkinkan sekumpulan masyarakat tersebut berasal dari keturunan yang berlainan, kepercayaan dan kepentingan yang berbeda sehingga dapat saling bertentangan. Penduduk disama artikan sebagai warga negara merupakan unsur pokok karena suatu wilayah yang tidak berpenduduk tidak dapat dikatakan sebagai negara, sebab penduduk menunjukkan adanya kondisi yang berdampingan antara pemerintah dan masyarakat dengan berdasar eksistensi hukum nasional yang menunjukan implikasi kedaulatan negara sehingga tercipta situasi yang stabil. Hukum internasional tidak membatasi jumlah penduduk untuk dapat mendirikan suatu negara (Huala Adolf, 2010: 68). 2) Wilayah atau daerah tetap Adanya wilayah yang tetap artinya adalah memiliki batas-batas wilayah yang jelas dengan wilayah lain. Hal ini berguna menunjukan sejauh mana kedaulatan
suatu negara tersebut dapat dilaksanakan
terhadap wilayahnya. Kemunculan unsur ini tidak terlepas dari konsepsi negara modern berdasar Perjanjian Wesphalia tahun 1648, perjanjian ini menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara dapat dilaksanakan hanya dalam batas-batas yang didasarkan pada kewilayahannya (Jawahir Thontowi, commit to user2006: 108).
xxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kepemilikan wilayah oleh suatu negara selain melalui batasbatas wilayah dapat pula ditandai dengan adanya kontrol yang efektif dari pemerintahan negara tersebut (Malcolm N. Shaw, 2009: 410) pendapat ini kemudian diperkuat oleh pernyataan The German-Polish Mixed Arbitral Tribunal dalam kasus Deutsche Continentel GasGesselschaft V. Polish State yang menyatakan bahwa kepemilikan wilayah suatu negara dapat diketahui dari konsistensi kontol negara terhadap wilayah tersebut, sekalipun batas wilayahnya belum ditetapkan secara pasti (Jawahir Thontowi, 2006: 107). 3) Pemerintah yang sah dan berdaulat Pemerintah adalah seseorang atau beberapa orang yang mewakili rakyat dan memerintah menurut hukum negaranya. Menurut Bengt Borms menyebutkan kriteria ini sebagai „organized government‟ (pemerintah yang terorganisasir) (Huala Adolf, 2010: 6). Artinya sebagai subyek yang dapat memiliki hak dan dibebani kewajiban, negara memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurkan kehendaknya. Sebagai pemilik kekuasaan negara hanya melaksanakan kekuasaan tersebut melalui organ-organnya dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Munculnya bentuk pemerintahan yang berbeda-beda karena bergantung pada organ pemerintahannya masing-masing negara (Jawahir Thontowi, 2006: 109). Menurut Hans Kelsen, negara yang merdeka bebas dari penguasaan negara lain adalah negara yang dapat menjalankan kedaulatan baik di dalam negeri atau diluar batas negaranya.(Hans Kelsen, 1949: 242). Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi dan bersifat monopoli atau Summa Potestas atau Supreme Power yang hanya dimiliki oleh negara (Hans Kelsen, 1949: 216). Kedaulatan teritorial atau kedaulatan wilayah adalah kedaulatan yang dimiliki negara dalam melaksanakan yuridiksi eksklusif di wilayahnya (Hans Kelsen, 1949: 212). Kedaulatan teritorial ini sifatnya tidaklah mutlak karena terdapat commit to user
xxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembatasan-pembatasan dalam pelaksanaannya menurut
hukum
internasional. Pembatasan tersebut meliputi : a) Suatu negara tidak dapat menjalankan kedaulatannya diluar wilayah teritorialnya yang dapat mengganggu kedaulatan negara lain. b) Negara yang memiliki kedaulatan teritorial berkewajiban untuk menghormati kedaulatan teritorial negara lain. Salah satu yang berkaitan dengan kedaulatan teritorial adalah (servitude). Hak servitude ini lahir karena ada sifat saling ketergantungan antar negara-negara. Servitude adalah hak suatu negara muncul di wilayah hak-hak negara lain. Negara
yang menikmati
Servitude, berhak untuk melakukan suatu perbuatan di wilayah negara lain. Sebaliknya
negara yang memiliki beban untuk memberikan
Servitude kepada negara lain berkewajiban untuk tidak menghalangi hak-hak negara lain. contoh adalah right of innocent passage (hak lintas damai). Oppenheim
membagi servitude menjadi 4 bentuk,
(Huala Adolf, 2010: 131-133) yaitu: a) Servitude positif : adalah member hak kepada suatu negara untuk melaksanakan tindakan-tindakan tertentu di wilayah negara lain. b) Servitude negatif : hak suatu negara untuk meminta Negara lain untuk tidak melakukan sesuatau di wilayahnya. c) Servitude militer : hak untuk tujuan-tujuan militer. d) Servitude ekonomi : hak yang diberikan untuk tujuan perniagaan e) Servitude untuk kepentingan internasional : hak yang lahir untuk kepentingan masyarakat internasional. Menurut
hukum
internasional
kedaulatan
pemerintahan
merupakan karakteristik yang dijadikan tolak ukur pembebanan dan kemampuan
pelaksanaan
hak-hak
dan
kewajiban-kewajiban
internasional, jadi suatu negara dapat memiliki
suatu kedaulatan
pemerintahan apabila telah merdeka, karena pemerintahan harus commit to user
xxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terlaksana secara independen yang terlepas dari pengaruh negara lain(Martin Dixon, 1996: 101). Negara boneka tidak dapat digolongkan sebagai negara yang memiliki kedaulatan pemerintahan karena pemerintahannya tidak memiliki kontrol penuh terhadap wilayahnya (Jawahir Thontowi, 2006: 110). Kemungkinan lain adalah kondisi negara kehilangan kemampuan kontrol secara efektif terhadap wilayahnya karena suatu alasan
tertentu misal terjadi perang saudara di negaranya, yang
menyebabkan negara tersebut kehilangan kemampuan kontrol secara efektif. Hal ini tidak menyebabkan hilangnya status negara, karena pemerintahan tetap memiliki kedaulatan, untuk menjalankan fungsi pemerintahan, baik urusan dalam negeri ataupun luar negeri (Martin Dixon, 1996: 105). 4) Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. Unsur ini ditentukan oleh pemerintah yang berdaulat
karena
pemerintah yang berdaulatlah yang dapat menjalankan yuridiksinya baik permasalahan dalam negeri ataupun permasalahan diluar batas negaranya (Ian Brownlie, 2009: 221). Di jelaskan pula dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933
bahwa yang
dimaksud dengan kedaulatan dalam permasalahan diluar batas negaranya memiliki tiga aspek utama, yaitu: a) Aspek eksternal terkait dalam kebebasan setiap negara untuk secara bebas menentukan hubunganya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa tekanan atau pengawasan dari negara lain. b) Aspek internal terkait dengan hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang–undang yang diiinginkan disertai tindakan-tindakan untuk menegakkannya. commit to user
xxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c) Aspek teritorial adalah kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut. Munculnya kemampuan berhubungan dengan negara lain selain berdasar pada kedaulatan, juga berdasar pada pengakuan dari negara lain. Pengakuan adalah metode untuk menerima situasi-situasi faktual yang kemudian diikuti oleh konsekuensi hukum (Malcolm N. Shaw, 2009: 208). Pasal 6 Konvensi Montevideo menyebutkan: The recognition of a state merely signifies that the state which recognizes it accepts the personality of the other with all the rights and duties determined by international law. Recognition is unconditional and irrevocable. Fungsi dari pengakuan adalah untuk menjadikan negara tersebut bagian dari masyarakat internasional artinya suatu negara yang telah menerima pengakuan negara lain harus tunduk dengan hukum internasional. Selain itu mengikatnya suatu hukum internasional terhadap suatu negara hanya dapat dilakukan apabila negara tersebut diakui dan diterima (the binding force of international law derived from this process of seeking to be recognized and acceptance) (James Crawford, 2006: 84). Namun, pengakuan dari negara lain tidak dapat selalu digunakan sebagai kriteria penilaian kemampuan melakukan hubungan dengan negara lain karena pemberian pengakuan dari negara lain tersebut melibatkan pertimbangan politis didasarkan kepentingan negara lain (John O‟brien, 2001: 137). Teori pengakuan suatu negara dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu teori konstitutif dan teori deklaratif. Teori konstitutif menyatakan bahwa eksistensi dari suatu negara muncul ketika negara tersebut diakui oleh negara lain (David Raic, 2002: 31). Teori yang kedua adalah teori deklaratif atau political act menyatakan pengakuan dari negara lain tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya suatu commit to user negara berdasarkan penerimaan fakta keberadaan negara tersebut
xxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(James Crawford, 2006: 94). Berdasar jenis pengakuan, pengakuan dibagi menjadi beberapa jenis yakni : a) Pengakuan secara de facto adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui organisasi kekuasaan yang diakui, untuk sementara dan dengan reservasi dikemudian hari, menurut kenyataannya dianggap telah memenuhi persyaratan untuk ikut serta melakukan hubungan internasional (Sugeng Istanto F, 1998: 24) Contoh dari pengakuan de facto ini adalah Soviet Rusia diakui oleh Inggris secara de facto pada tahun 1921 dan diakui secara de jure pada tahun 1924. b) Pengakuan de jure adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui organisasi kekuasaan yang diakui dianggap telah memenuhi persyaratan hukum untuk ikut serta melakukan hubungan internasional (Sugeng Istanto F, 1998: 25). c) Pengakuan prematur adalah pengakuan yang dilakukan sebelum suatu negara tanpa lengkapnya unsur konstitutifnya (Boer Mauna, 2005: 72). d) Pengakuan kolektif adalah pengakuan suatu negara yang diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional misalnya Helsinki Treaty tahun 1976 negara anggota NATO mengakui kedaulatan Jerman Timur dan sebagai konsekuensinya negara yang tergabung dalam Pakta Warsawa mengakui kedaulatan Jerman Barat (Boer Mauna, 2005: 75). Republik Sudan Selatan menganut Apabila dikaitkan dengan pengakuan di Republik Sudan Selatan, maka teori pengakuan yang berlaku adalah teori konstitutif dan jenis pengakuan de jure, hal ini dapat dibuktikan dengan pengakuan oleh 60 negara termasuk
6
negara non-anggota PBB dan pengakuan dari Republik Sudan pada tanggal 9 Juli 2011. Pengakuan tersebut tidak dapat ditarik kembali, karena pengakuan commit tersebutto user dinyatakan secara resmi (Tesfa-
xxix
perpustakaan.uns.ac.id
AlemTekle.
digilib.uns.ac.id
http://www.Sudantribune.com/Sudanese-presidency-
recognizes, 39471. [Diakses tanggal 28 Desember 2011]). Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Republik Sudan Selatan dapat diklasifikasikan sebagai subyek hukum internasional karena Republik Sudan Selatan yang memenuhi unsur-unsur seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933, yakni; Pertama, adalah penduduk tetap, terdapat 11,000,000–13,000,000 diSudan Selatan (Sudan Tribune, http://www.sudantribune.com/Sudan-census-committee-say,31005 [Diakses tanggal 28 Desember 2011]). Kedua, adalah wilayah yang tetap, ditunjukan dengan adanya peta resmi dari Sudan Selatan (Sudan Tribune. http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-official-map,42492.
[
Diakses tanggal 5 Mei 2012]) . Ketiga, adalah Pemerintah yang sah dan berdaulat karena Pemerintah yang sah adalah pemerintah yang dapat menjalankan kedaulatannya baik di dalam negeri atau diluar batas-batas negaranya adalah negara yang merdeka bebas dari penguasaan negara lain. Keempat, adalah Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain, dibuktikan dengan pengakuan oleh 60 negara termasuk 6 negara non-anggota PBB dan pengakuan dari Republik Sudan pada tanggal 9 Juli 2011. Pengakuan
tersebut tidak dapat ditarik kembali,
karena pengakuan tersebut dinyatakan secara resmi (Tesfa-AlemTekle. http://www.Sudantribune.com/Sudanese-presidency-recognizes,
39471.
[Diakses tanggal 28 Desember 2011]). b. The right to self determination (Hak bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri). Negara dibentuk berdasarkan suatu hak yang dikenal dengan hak bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri (self determination). Ungkapan self determination atau the right to self determination sering dipahami sebagai hak sebuah kelompok atau bangsa untuk menentukan nasib sendiri yang pada titik ekstrim sering dikaitkan pada konteks memperjuangkan commit to user kemerdekaan atau kelahiran negara baru dan pemisahan diri dalam hal
xxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kewilayahan. Dalam sejarahnya, self determination muncul kepermukaan didasarkan pada kedaulatan rakyat, yang dimulai dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika tahun 1776 dan Revolusi Perancis tahun 1789, dimana pada masa itu banyak terjadi penyalahgunaan hak, seperti menyatakan self determination tidak dimiliki oleh bangsa terjajah ataupun kaum minoritas (Deon Geldenhuys, 2009: 29). Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang terkait dengan self determination, yakni Declaration on Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples on 1960. Konvensi tersebut menyatakan bahwa self determination ditujukan pada negara-negara dan bangsa-bangsa yang tidak memiliki kedaulatan penuh.Selanjutnya the right of self determination juga dimuat dalam Pasal 1 The Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Co-Operation Among State in Accordance with The Charter of United Nations on 1970 yang menyatakan bahwa self determination ini tidak hanya meliputi penjajahan oleh bangsa asing tapi juga meliputi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh bangsa yang melakukan pelanggaran terhadap bangsanya sendiri.Berdasarkan 2 deklarasi tersebut supremasi self determination dalam hukum internasional adalah sebagai jus cogen (Jawahir Thontowi, 2006: 145). Terjadi perbedaan pandangan hukum internasional mengenai arti dari self determination, setidaknya ada lima jenis penjelasan mengenai pengertian dari self determination (Marc Weller, 2008: 24) yaitu: a) Self determination sebagai hak asasi individu Self determination tidak hanya dipraktekkan oleh sekelompok orang tapi juga individu, artikan bahwa self determination dapat dilakukan oleh individu dalam bernegara karena adanya kebebasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial,ekonomi, kebudayaan dan sistem politik di dalam negaranya. Sebagai contoh adalah hak untuk memilih penguasa sesuai dengan pilihan individu tersebut. commit to user
xxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Self determination sebagai hak kebebasan berserikat dan kebebasan menentukan nasib serikatnya. Pengertian dari Self determination sebagai hak kebebasan berserikat dan kebebasan menentukan nasib serikatnya adalah hak kaum minoritas untuk dilindungi haknya untuk keberadaaannya, agamanya, dan kebudayaannya. Artinya bahwa self determination memberikan pengakuan pada kaum minoritas yang ada di dalam suatu wilayah negara sehingga dapat memfasilitasi perkembangan identitas kaum minoritas dan memastikan kaum minoritas berpartisipasi dalam kehidupan bernegara (effectively participate in all aspects of public life within the state). c) Self-determination dan masyarakat adat. Self-determination, memberikan hak bagi penduduk asli untuk mengajukan hak otonomi khusus berdasar klaim ikatan sejarah yang ada sejak jaman dahulu. Misalnya hak otonomi khusus di bekas negara Yugoslavia seperti Kosovo dimana mayoritas penduduknya adalah etnis Albania yang beragama Islam. d) Self-determination dalam perpindahan penguasaan teritorial Perpindahan penguasaan teritorial dimaksud sebagai perpindahan penguasaan suatu wilayah negara yang berdaulat ke negara lain, maka penduduk diwilayah tersebut berhak untuk memutuskan tunduk pada salah satu hukum negara dengan referendum. Contoh adalah kasus perpindahan penguasaan Hongkong dari Inggris ke Cina pada tahun 1997, Cina membebaskan pilihan hongkong untuk tetap di bawah kekuasaan Inggris (Steven Tsang, 2007: 255). e) Self-determination masyarakat untuk melakukan suksesi negara Self-determination, memberikan hak bagi masyarakat untuk melakukan perubahan status wilayahnya
berdasar
kehendak
penduduk di seluruh wilayah tersebut. Jika poin a hingga d diatas adalah hak untuk menentukan pilihan dalam bernegara secara individu, commit to user
xxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan hak-hak dalam kelompok atau grup, namun dalam poin e ini adalah hak untuk memisahkan diri dari predecessor state. Mengenai realisasi atas the right of self determination ini secara garis besar terbagi dalam dua kelompok. Pertama, adalah aspek eksternal yang artinya self-determination secara eksternal terealisasi dalam suatu bangsa dalam pelaksanaan kekuasaan yang mandiri tanpa adanya campur tangan bangsa lain atau asing(undue interference). Sebagai contoh adalah terbebasnya negara dari sistem pemerintah kolonial. Kedua, aspek internal artinya suatu bangsa atau negara tidak bisa serta-merta mengklaim telah merealisasi self-determination hanya karena terbebas dari kolonialisme namun, dituntut pula untuk memberikan sebuah sistem politik yang menciptakan partisipasi politik yang bebas bagi para warga negaranya. Sebagai contoh adalah sistem pemerintah yang
demokrasi (Jawahir
Thontowi, 2006: 120). Pelaksanaan self determination tidak boleh bertentangan dengan prinsip Integritas teritorial artinya adanya pembatasan pelaksanaan self determination dengan tujuan menjaga persatuan suatu negara dengan mensyaratkan bahawa pelaksanaan self determination harus disertain kesepakatan atau persetujuan dari negara yang bersangkutan mengenai pemberian dan pelaksanaan self determination di negara tersebut (Marc Weller, 2008: 101). Kesimpulan dari teori self determination adalah hak yang sangat fundamental sebagai perwujudan dari hak asasi manusia sehingga dimungkinkan dilakukan perluasan pengertian yang tidak hanya terbatas pada individu namun juga kelompok masyarakat dan lingkup negara. Namun perlu ditegaskan pelaksanaan
self determination yang sesuai
dengan prinsip Integritas teritorial adalah apabila negara memberikan kesempatan bagi warga negaranya untuk pelaksanaan self determination melalui suksesi negara (Marc Weller, 2008: 101). Seperti dalam kasus suksesi Republik Sudan Selatan yang diatur dan disepakati dalam to user Machakos Protocol bahwacommit Republik Sudan memberikan kesempatan bagi
xxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
warga Sudan Selatan untuk melakukan referendum guna menentukan nasibnya sendiri. c. Proses terbentuknya negara Terbentuknya negara berdasar Self determination dewasa ini, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk misalnya proklamasi kemerdekaan negara, perjanjian internasional dan plebiscite (Burkina Faso, 1991: 35). Proklamasi kemerdekaan suatu negara adalah pernyataan sepihak dari suatu bangsa bahwa dirinya melepaskan diri dari kekuasaan negara lain dan mengambil penentuan nasibnya ditangannya sendiri. Dengan proklamasi itu bangsa tersebut membentuk organisasi kekuasaan yang berdaulat (Istanto, F. Sugeng, 1998: 19) contoh dari proklamasi adalah negara Republik Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 dari kekuasaan Jepang. Perjanjian internasional dapat membentuk negara baru.Sebagai contoh adalah negara-negara di Eropa Barat pasca perang dunia kedua yang mana wilayahnya ditentukan oleh kebiasaan dimasa lampau yang terjadi diantara mereka (David Painter.S, 1999: 1). Plebiscite atau referendum
adalah pemungutan suara rakyat di
suatu wilayah tertentu sebagai penyelesaian sengketa antar dua negara atau lebih tentang kedudukan suatu wilayah tertentu. (Marcelo G. Kohem, 2006: 190). Contoh dari plebiscite adalah pemungutan suara di timor leste pada 20 Mei tahun 2002 guna melepaskan diri dari Indonesia
dan
pemungutan suara di Republik Sudan pada pada tanggal 9 Januari 2011 yang akhirnya menjadikan Republik Sudan Selatan. d. Hak dan kewajiban negara Dalam hukum internasional, pembahasan tentang hak dan kewajiban dasar negara (fundamental rights and duties of states) telah berlangsung lama.Pada awal abad 17, pembahasan tentang hal yang di dasarkan pada kontrak sosial, yaitu bahwa hak seseorang dalam masyarakat berada di luar atau terlepas dari kekuasaan negara. Dasar commit to userkepada negara, artinya hak suatu pemikiran ini kemudian dianalogikan
xxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
negara tidak dipenuhi atau terlepas dari pengaruh negara lain. Namun ada juga yang berpendapat bahwa doktrin ini berdasar aliran hukum alam (natural law doctrine) yang menyatakan bahwa hubungan negara sama halnya dengan hubungan antar manusia. sehingga aliran ini berpendapat bahwa hak-hak yang berlaku pada hubungan manusia seperti saling menghormati, persamaan hak dan kemerdekaan berlaku juga pada hubungan antara negara (Mohammed Bedjaoui, 1991: 44). Menurut Schwarzenberger sebagaimana dikutip oleh J.M Ruda menyatakan hak dan kewajiban adalah dasar atau fundamental apabila memenuhi 3 syarat (J.M Ruda, 1987: 467) : 1) Hak dan kewajiban tersebut harus benar-benar memiliki arti yang penting dalam hukum internasional. 2) Hak dan kewajiban tersebut mengalahkan hal-hal lainnya; dan 3) Hak dan kewajiban tersebut membentuk atau menjadi bagian penting dari sistem yang diketahui atau yang ada sehingga apabila diabaikan maka
akan
berakibat
pada
hilangnya
karakteristik
hukum
internasional. Menurut J.G Starke yang termasuk dalam hak-hak dasar negara adalah sebagai berikut (J.G Starke, 1989: 67) : 1) Kekuasaan untuk mengatur masalah dalam negaranya. 2) Kekuasaan untuk menerima dan mengusir orang lain. 3) Memiliki kekebalan dan hak diplomatik luar negeri; 4) Memiliki yuridiksi terhadap tindakan kriminal dan dilakukan didalam wilayah negaranya. Upaya masyarakat internasional dalam membahas hak (dasar) negara terlihat dari beberapa kesepakatan-kesepakatan internasional yang muncul (S.Tasrif, 1987: 10) : 1) American Institute of International Law (AIIL) pada tahun 1916 berhasil mengeluarkan „Declaration of The Rights And Duties Of Nations‟. commit to user
xxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933. 3) Rancangan Deklarasi Tentang Hak Dan Kewajiban Negara yang disusun oleh Komisi Hukum Internasional (Internasional Law Commission atau ILC) PBB pada tahun 1949. Dalam penentuan hak dan kewajiban negara menemui banyak kendala dalam hal penerimaan hak dan kewajiban oleh negara-negara. Alasan yang menjadikan sulitnya penerimaan hak dan kewajiban dasar oleh negara-negara disebabkan oleh dua alasan (Huala Adolf, 2010: 34) : 1) Sulit untuk menetapkan hak dan kewajiban apa saja yang negaranegara di dunia milik dalam hubungannya dengan negara lain. Kesulitan ini semata-mata karena masing-masing negara memiliki kedaulatan penuh, termasuk kedaulatan untuk menentukan hak dan kewajibannya sendiri dalam melakukan hubungan dengan negara lain. 2) Penentuan hak dan kewajiban suatu negara, lebih banyak terkait dengan hubungan-hubungan kontraktual antara suatu negara dengan negara lainnya (treaty contract daripada law making treaty). Karena negara-negara lebih menyukai penentuan hak dan kewajiban ini didasarkan pada perjanjian atau kontrak. Pada 26 Desember tahun 1933 di Montevideo telah dibentuk suatu konvensi tentang hak dan kewajiban negara-negara yang lebih dikenal dengan Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 atau dikenal dengan sebutan Konvensi Montenvideo 1933. Prinsip-prinsip mengenai hak dan kewajiban negara menurut Konvensi Montenvideo 1933 adalah sebagai berikut: 1) Hak – hak negara : a) Hak atas merdeka (Pasal 1); b) Hak untuk melaksanakan jurisdiksi terhadap wilayah, orang dan benda yang berada di dalam wilayahnya (Pasal 2); c) Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan to dan user negara-negara lain commit (Pasal 5);
xxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d) Hak untuk mejalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif (Pasal 12). 2) Kewajiban – kewajiban negara: a) Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalahmasalah yang terjadi di negara lain (Pasal 3); b) Kewajiban untuk tidak menggerakan penggolongan sipil di negara lain (Pasal 4); c) Kewajiban untuk memerlukan semua orang yang ada di wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia (Pasal 6); d) Kewajiban menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 7); e) Kewajiban menyelesaikan sengketa secara damai (Pasal 8); f) Kewajiban tidak menggunakan kekuatan atau ancaman senjata (Pasal 9 ); g) Kewajiban untuk tidak membantu terlaksananya Pasal diatas; h) Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh melalui cara-cara kekerasan (Pasal 12); i) Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional dengan otikad baik (Pasal 13); dan j) Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain sesuai dengan hukum internasional (Pasal 14). Dalam menentukan hak dan kewajiban negara-negara diperlukan suatu prinsip utama dimana hal tersebut oleh O‟brien dirangkum menjadi 5 prinsip utama, diantaranya prinsip-prinsip tersebut (J. O‟brien, 2001: 560) adalah : 1) Doktrin persamaan antar negara-negara 2) Prinsip kebebasan atau kemerdekaan antar negara-negara 3) Prinsip tidak campur tangan 4) Prisip ko-eksistensi yang damai 5) Prinsip pertahanan diri (self-defence). commit to user
xxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tinjauan tentang suksesi negara a. Pengertian suksesi negara Suksesi negara menurut The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties
Tahun 1978, Pasal 2 huruf (b) adalah
perpindahan suatu tanggung jawab dari satu negara ke negara lain dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut, sehingga dapat berupa penggabungan, perpisahan, atau pembentukan negara baru dimana konsekuensinya adalah perubahan kedaulatan (Malcolm N. Shaw, 2009: 675). Dalam beberapa hal persoalan suksesi akan diputus melalui perjanjian-perjanjian
internasional.
Bentuk
perjanjian
internasional
tersebut dapat bermacam-macam seperti perjanjian penyerahan kedaulatan antara Predecessor state terhadap Successor state atau disebut dengan devolution agreement (Boer Mauna, 2005: 41). Contoh prakteknya adalah The Treaty of St. Germain tahun 1919 suatu perjanjian yang mengatur mengenai pertanggung jawaban atas hutang-hutang public yang dilakukan kerajaan Austro-Hungaria (O‟Connell, 1976: 178-182). b. Macam-macam suksesi negara Secara umum suksesi dibedakan menjadi dua bentuk (Sefriani, 2011: 294-295) yaitu : 1) Suksesi universal Suksesi
universal adalah apabila wilayah suatu negara habis
terbagi-bagi menjadi masing-masing bagian atau menggabungkan wilayah negara tersebut dengan negara lain, sehingga suksesi dalam bentuk ini menghilangkan internasional identity dari predecessor state, karena seluruh wilayah predecessor state hilang menjadi successor state. Misal wilayah Uni Soviet yang habis terbagi menjadi negaranegara baru, dimana beberapa negara kecil melebur menjadi satu. 2) Suksesi parsial Pada suksesi bentuk ini suatu predecessor state masih eksis tetapi commit to user wilayahnya memisahkan diri dan menjadi successor state dengan cara
xxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memerdekakan diri atau bergabung dengan negara lain. Contoh kasus Republik Sudan Selatan yang memutuskan untuk memisahkan diri dari Republik Sudan. Walaupun
Republik Sudan Selatan setelah
memisahkan diri dari Republik Sudan namun eksistensi Republik Sudan sebagai predecessor state masih ada dan masih memenuhi kapasitas sebagai subjek hukum internasional. Menurut J.O‟brien, praktek perubahan terhadap kedaulatan dari suatu wilayah dalam berbagai cara salah satunya dengan suksesi, dimana suksesi juga memiliki beberapa variasi (J. O‟brien, 2001: 588) yaitu : 1) Bagian dari negara A bergabung dengan negara B atau menjadi tergabung ke dalam beberapa negara X, Y, dan Z. 2) Bagian dari negara A menjadi negara baru; 3) Seluruh wilayah dari negara X menjadi bagian dari negara Y; 4) Seluruh wilayah negara A terbagi menjadi beberapa negara baru Y, X, dan Z; 5) Keseluruhan bagian dari negara X membentuk dasar bagi beberapa negara baru yang berdaulat. c. Prinsip-prinsip suksesi negara Dalam menentukan hak dan kewajiban negara setelah suksesi negara dikenal beberapa teori (Sefriani,2011: 295) : 1) Common doktrine (universal doctrine) Teori yang menyatakan setelah terjadi suksesi negara maka dengan sendirinya hak dan kewajiban predecessor state
menjadi milik
successor state. 2) Clean state doctrine Teori yang menyatakan bahwa saat terjadi suksesi negara successor state dinilai sebagai lembaran baru dimana segala hak dan kewajiban dari predecessor state
tidak beralih pada successor state
dikehendakinya (pick & choose). commit to user
xxxix
kecuali
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Teori yang ditentukan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties
on 1978 dan The Vienna Convention on
Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 . Teori yang muncul akibat reaksi keberatan dari 2 teori diatas, sehingga diputuskan berdasar Konvensi Wina 1978 dalam kaitan suksesi negara yang terkait dengan perjanjian internasional dan Konvensi Wina 1983 tentang suksesi yang dikaitkan dengan state property, arsip negara dan hutang melalui kesepakatan yang diwujudkan dalam perjanjian peralihan devolution agreement. d. Akibat hukum yang timbul dalam suksesi negara 1) Akibat suksesi terhadap perjanjian internasional. Satu aspek terpenting dari suksesi negara adalah pengaruh pergantian kedaulatan terhadap hak-hak dan kewajiban yang muncul dari suatu perjanjian (John O‟brien, 2001: 590). Perjanjian internasional
adalah
instrumen
terpenting
dalam
pelaksanaan
hubungan internasional. Dasar
hukum untuk Akibat
suksesi terhadap perjanjian
internasional adalah The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dan kebiasaan internasional (Malcolm N. Shaw, 2009: 683). Konvensi ini mengatur
mengenai beberapa konsekuensi
terjadinya suksesi terhadap perjanjian internasional yang tergantung mengenai substasi perjanjiannya yaitu: a) Perjanjian mengenai hak atas wilayah atau disebut dispositive treaty, berlaku mengikuti wilayah, artinya tidak mengikuti perubahan kekuasaan atau kedaulatan terhadap wilayah sehingga perjanjian yang substansinya mengenai perbatasan tidak dapat di ganggu gugat oleh Rebus sic stantibus principle (Pasal 11 dan Pasal 12 The Vienna Convention on Succession of State in Respect commit to user62 ayat (2) Vienna Convention on of Treaties on 1978 dan Pasal
xl
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
the Law of Treaties on 1969). Rebus sic stantibus principle adalah adalah doktrin hukum yang menetapkan bahwa apabila timbul perubahan yang mendasar dalam kenyataan-kenyataan yang ada pada perjanjian itu diadakan yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan perjanjian, maka keadaan yang demikian dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian tersebut (Ian brownlie, 2009: 617). Berlakunya prinsip Rebus sic stantibus principle harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) Perubahan keadaan tidak ada pada waktu pembentukan perjanjian. (2) Perubahan tersebut adalah perihal suatu keadaan yang fundamental bagi perjanjian tersebut. (3) Perubahan tersebut tidak dapat diramalkan sebelumnya oleh para pihak. (4) Keadaan yang berubah merupakan dasar yang terpenting atas mana diberikan persetujuan terikat negara peserta. (5) Akibat perubahan tersebut haruslah radikal, sehingga merubah ruang lingkup kewajibannya yang harus dilaksanakan menurut perjanjian itu. Praktek pelaksanaan dispositive treaty dalam suksesi Republik Sudan Selatan berjalan sesuai ketentuan dimana Republik Sudan Selatan tetap menghormati perjanjian perbatasan wilayah yang dibuat oleh Republik Sudan dengan negara-negara yang berbatasan dengan
Republik
Sudan
(Sudan
Tribune.
http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-officialmap,42492 >[ Diakses tanggal 5 Mei 2012]). b) Perjanjian internasional yang berhubungan dengan perbatasan wilayah
yang
mengikat
pihak
ketiga
dikarenakan proses
dekolonisasi yang berakibat negara ketiga tersebut memiliki kedaulatan di salah satu wilayah negara yang terikat perjanjian commit to user tersebut.
xli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c) Perjanjian internasional mengenai persahabatan, persekutuan atau netralisasi tidak mengikat bagi successor state. d) Perjanjian multilateral tidak diwajibkan bagi successor state untuk melanjutkan menjadi negara peserta, sedangkan untuk perjanjian bilateral juga dapat berlanjut apabila kedua belah pihak setuju untuk meneruskanya. e) Perjanjian internasional dimana successor state tersebut merupakan pecahan dari negara peserta atas perjanjian internasional tersebut, maka perjanjian tersebut tetap berlaku. f) Perjanjian mengenai HAM bersifat mengikatnya lebih komplek dimana successor state muncul dari predecessor state yang merupakan peserta atau pun negara yang menundukkan diri terhadap perjanjian HAM tersebut, maka successor state hasil pecahan predecessor state tersebut tetap dianggap sebagai negara baru yang secara otomatis terikat dalam perjajian HAM. 2) Akibat suksesi terhadap hutang negara. The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debts on 1983 mengatur mengenai hutang negara terdahulu terhadap negara selanjutnya. Sebagai berikut: a) Mengenai perwarisan hutang negara dari predecessor state menegaskan bahwa suksesi tidak akan menghilangkan kewajiban predecessor state sebagai kreditor (Pasal 36). Hutang nasional adalah hutang yang dimiliki pemerintah pusat sedangkan hutang lokal adalah hutang yang dimiliki pemerintah daerah. b) Menurut terjadinya transfer sebagai wilayah dari suatu negara terhadap negara lain maka perhitungan dengan cara mendasarkan pada keseimbangan atau aquitable propotion (Pasal 37). c) Terkait dengan munculnya successor state yang menyatakan tidak ada hutang yang terwaris tanpa adanya persetujuan terlebih dahulu antara kedua belah pihak, guna menghindari tindakan yang commit tosuccessor user merusak prinsip kedaulatan state tersebut (Pasal 38).
xlii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d) Mengenai masalah penggabungan hutang yang dimana hal tersebut menjadi tanggungan successor state, asalkan merupakan sebuah suksesi parsial dimana penghitungan penanggungan hutang oleh successor state didasarkan pada perhitungan yang adil (Pasal 40 dan Pasal 41). 3) Akibat suksesi terhadap kewarganegaraan. Akibat hukum terhadap nasionalitas biasanya akan mengikuti kedaulatan (J.O‟brien, 2001: 597). Sehingga dalam suksesi negara mengenai
masalah
kewarganegaraan
ditentukan
pada
tempat
kelahiran juga tempat tinggal sehari-hari kecuali ada penolakan. Dengan demikian, warga negara predecessor state yang tinggal diwilayah successor state dapat memperoleh kewarganegaraan successor state sepanjang mereka tidak menyatakan penolakan sesuai Versailles Treaty 1919 (Sefriani, 2011: 311). Dasar hukum lainnya adalah prinsip dalam Deklarasi HAM Universal 1948 yang menyatakan bahwa setiap orang behak atas nasionalitas dan Pasal 1 ayat (2) convention on the reduction of the statelessness on 1961 yang menetapkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menjamin tidak ada penduduk yang menjadi stateless sebagai akibat adanya suksesi negara. 4) Akibat suksesi terhadap arsip negara. The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debts on 1983 mengatur mengenai arsip negara terdahulu terhadap successor state, selanjutnya, yaitu : a) Mengenai benda-benda yang terkait dengan nilai budaya suatu kelompok masyarakat akan jatuh ke successor state (Pasal 29). b) Perpisahan kepemilikan arsip negara mengikuti kepemilikan wilayah (Pasal 30). c) Beda dengan konsekuensi suksesi negara dimana predecessor state telah bubar maka kepemilikian arsip yang bersifat administrasi commit user tersebut akan menjadi miliktosuccessor state sedangkan, arsip yang
xliii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang lain akan diserahkan berdasar pertimbangan keadilan dan keadaan yang relevan. (Pasal 31). 5) Akibat suksesi terhadap kepemilikan public property . Secara yuridis, ada dua jenis aset pasca suksesi yakni, aset milik pemerintah dan aset milik swasta. Pada dasarnya konsekuensi kepemilikan
public
property
hanya
berdasar
pada
kebiasan
internasional dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debts on 1983 yang pada prinsipnya kepemilikan public property ditentukan berdasarkan kesepakatan antara predecessor state dan successor state. Public property menurut The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 adalah harta-harta yang berada dibawah kepemilikan lembagalembaga negara atau harta negara yang diatur dalam hukum nasional. Beberapa ketentuan mengenai public property yang diatur dalam The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debts on 1983 meliputi: a) Harta-harta yang tak bergerak bagi negara yang baru merdeka secara langsung akan menjadi milik successor state (Pasal 15 b), b) Harta-harta yang bergerak yang berguna untuk kepentingan lokal, maka akan secara langsung menjadi milik successor state (Pasal 17 ayat (1) (c)). Sedangkan untuk harta yang berada diluar wilayah tersebut maka akan dibagi menurut prinsip keadilan. (Pasal 17 ayat (1) (c)). 6) Akibat suksesi terhadap kepemilikan privat property Privat property adalah harta benda atau hak-hak milik perseorangan atau perusahaan yang bukan milik negara berdasarkan hukum nasional predecessor state (Sefriani, 2011:
305). Pada
prinsipnya suksesi suatu negara yang terjadi tidak akan mempengaruhi kepemilikan atas privaty property, sehingga hak atas privat property to user state. Apabila successor state tidak akan berpindah commit pada successor
xliv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ingin mengambil alih kepemilikian dari privat property harus memberikan kompensasi kepada pemiliknya. Beberapa prinsip yang berlaku pada privat property ialah sebagai berikut : a) Pada prinsipnya successor state
wajib menghormati ketentuan
privat property yang telah diperoleh oleh hukum predecessor state; b) Kelanjutan hak atas privat property tetap berlaku asalkan belum ada undang-undang negara successor state yang membatalkan hak tersebut; c) Perubahan atas privat property tidak boleh bertentangan dengan kewajiban-kewajiban internasional; d) Dalam pelaksanaan privat property diperlukan pengaturan khusus karena ruang lingkup privat property yang luas. 7) Akibat suksesi terhadap keanggotaan dalam organisasi internasional. Ada beberapa prinsip yang diatur oleh The sixth (legal) Committee yang merupakan bagian dari Majelis Umum PBB mengenai persoalan suksesi dan keanggotaan organisasian internasional, yang menyebutkan sebagai berikut: a) Keanggotaan dari PBB tidak berhenti oleh karena hanya disebabkan oleh perubahan dan pergantian konstitusi atau perbatasan, kecuali itu diperlukan pula mengenai personalitas hukumnya. b) Dalam hal ini successor state menjadi negara baru maka negara tersebut diharuskan mengikuti aturan sebagaimana layaknya negara baru yang ingin menjadi negara anggota kecuali ada izin sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam piagam. Keanggotaan Republik
Sudan Selatan dalam
organisasi
internasional dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Majelis Umum PBB. Contoh pada saat Republik Sudan Selatan ingin bergabung menjadi anggota PBB, dimana Republik Sudan Selatan tetap harus commit to userbaru menurut pengaturan PBB, menjalani prosedur keanggotaan
xlv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
walaupun predecessor state-nya Republik Sudan telah menjadi negara anggota PBB. 8) Akibat suksesi terhadap keanggotaan terhadap claims in tort dan delict. Prinsip yang umum berlaku dalam masalah ini adalah bahwa successor state
dipandang tidak berkewajiban untuk menerima
tanggung jawab akibat Claims In Tort dan Delict yang dilakukan oleh predecessor state, baik dalam kasus suksesi negara karena penaklukan (aneksasi) ataupun berintegrasi secara sukarela. Ditambah lagi dalam pengadilan secara tegas menyatakan bahwa sesuatu negara yang memperoleh daerah dengan penaklukan, tidak sekali-kali wajib mengambil
tindakan-tindakan
tegas
untuk
memperbaiki
suatu
kesalahan yang mungkin telah dilakukan oleh predecessor state-nya. Misal adalah Putusan pengadilan internasional dalam kasus Robert E. Brown tahun 1923. Brown adalah warga amerika dan seorang insinyur yang mengajukan gugatan terhadap instansi di Republik Afrika Selatan, yang kemudian gugatanya kandas karena Republik Afrika Selatan menjadi kekuasaan Inggris melalui Boer war (Reports Of International Arbitral Awards. 2006: 11).
B. Kerangka Pemikiran Suksesi Negara
General principle dalam Hukum Internasional
Suksesi Negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan
Implikasi Hukum commit to user
xlvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan : Suksesi negara merupakan salah satu cara terbentuknya suatu negara. Proses suksesi negara merupakan perpindahan suatu tanggung jawab dari satu negara ke negara lain dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut. Sehingga yang berhubungan dengan suksesi dapat berupa penggabungan, pemisahan, atau pembentukan negara baru dengan konsekuensinya adalah perubahan kedaulatan. Dalam hukum internasional pengaturan mengenai suksesi diatur dalam sumber-sumber hukum internasional, meliputi; Montenvideo Convention on Rights and Duties of States of 1933 Konvensi mengenai hak-hak dan kewajibankewajiban Negara, The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam Hubungan dengan Perjanjian Internasional dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam tanggung jawab terhadap kekayaan negara, arsip negara dan hutang negara. Pada tanggal 9 Juli tahun 2011 telah resmi terbentuknya negara baru yakni Republik Sudan Selatan yang melalui suksesi negara terhadap Republik Sudan dimana hal ini didasarkan dari hasil referendum. Republik Sudan Selatan pada saat ini merupakan negara termuda di dunia dan anggota termuda di PBB pada tanggal 14 Juli tahun 2011. Republik Sudan Selatan merupakan contoh nyata pembentukan negara melalui suksesi. Penulis tertarik melakukan penelitian terhadap implikasi hukum internasional pada Republik Sudan Selatan sebagai sucessor state dan Republik Sudan sebagai predecessor state sebagai akibat suksesi negara. Berdasarkan analisis dan pengkajian tersebut bertujuan mengetahui mengenai implikasi hukum yang ditimbulkan dari suatu proses suksesi negara antara predecessor state dan sucessor state menurut ketentuan dalam hukum internasional terhadap perjanjian internasional, hutang negara, kewarganegaraan, arsip negara, public property, privat property, keanggotaan organisasi to claims user in tort & delict. internasional, dan tanggung jawabcommit terhadap
xlvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Republik Sudan Sudan, atau yang memiliki nama resmi Republik Sudan, adalah salah satu negara yang terletak di Afrika Utara (Afrika Timur Laut). Republik Sudan merdeka dari Inggris pada tanggal 1 Januari tahun 1956 (LB Lokosang, 2010: 17). Data mengenai Republik Sudan dari segi geografisnya (Kementrian Luar Negeri, http://www.kemlu.go.id/khartoum/ Pages/ Country Profile.aspx? IDP=2&l =id. [Diakses tanggal 12 Agustus 2011]) adalah sebagai berikut : letak dan luas wilayah Sudan terletak di bagian timur laut benua Afrika, terbentang antara 4º dan 23º lintang utara, serta 22º dan 38º bujur timur. Sudan merupakan negara terluas di benua Afrika atau sekitar 1,25% lebih besar dari wilayah Amerika Serikat. Total wilayah Sudan mencakup 2.505.810 km² ( + 1 juta mil²) dan merupakan 8,3% dari seluruh luas benua Afrika. Luas wilayah laut dan sungai 129,810 km² dan luas daratan 2.376.000 km². Aliran sungai Nil Putih dan sungai Nil Biru yang bertemu di kota Khartoum dan melintasi wilayah Sudan menyediakan sumber air yang tiada henti sepanjang tahun, baik untuk keperluan air minum, pertanian maupun pembangkit listrik. Ibukota Republik Sudan terletak di Khartoum. Total Perbatasan Republik Sudan adalah 7,687 km termasuk garis pantai Laut Merah 853 km. Republik Sudan berbatasan langsung dengan 9 negara, yaitu: Mesir (1.273 km), Libya (383 km), Chad (1.360 km), Republik Afrika Tengah (1.165 km), Republik Demokrasi Congo (628 km), Uganda (435 km), Kenya (232 Km), Ethiopia (1.606 km) dan Eritrea (605 km). Dari 9 negara tersebut terdapat 5 negara land-lock, yaitu Chad, Afrika Tengah, Congo, Uganda, dan Ethiopia. Data mengenai populasi penduduk, dan sistem pemerintahan Republik Sudan
(CIA
The World Fact Book, commit to user http://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/su.html.
xlviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
[Diakses tanggal 5 Juni 2011]) sebagai berikut: Pada Juli 2008 diperkirakan sebesar 40.218.455 jiwa Jumlah penduduk Republik Sudan pada tahun 2009 berjumlah 41,381,72141,2 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan populasi ratarata 2,14%, tingkat kelahiran 34,53 per 1.000 populasi dan tingkat kematian 8,97 per 1.000 penduduk. Penduduk negara bagian Khartoum sekitar 7 juta jiwa sedangkan ibukota Khartoum saja sekitar 2,5 juta jiwa. Penduduk Republik Sudan terdiri atas berbagai kelompok/etnis yaitu etnis Afrika kulit hitam 52%, Arab 39%, Beja dan Nubian 6%, orang asing 2% dan lain-lain 1%. Mayoritas penduduk menganut agama Islam aliran Sunni khususnya di wilayah utara, sedangkan di wilayah Selatan mayoritas menganut Anismisme 25% dan 5% memeluk agama Kristen. Presiden Republik Sudan adalah pemegang otoritas sistem pemerintahan eksekutif, yang juga merupakan perdana menteri, kepala pemerintahan, dan panglima angkatan bersenjata. Badan legislatif Sudan adalah The National Assembly merupakan majelis rendah yang memiliki 450 anggota. Selain itu juga ada majelis tinggi, yaitu Council of State, yang terdiri dari dua wakil yang ditunjuk dari setiap 26 provinsi. Pada bidang peradilan, Republik Sudan memiliki pengadilan tinggi, Menteri Kehakiman, pengacara umum, dan pengadilan umum atau khusus. Di bidang divisi sub administratif, tiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur yang ditunjuk oleh presiden bersama dengan kabinet negara dan majelis legislatif Negara. Data mengenai Bahasa Resmi dan Struktur pemerintahan Republik Sudan
untuk
periode
2005
–
2011
(Kementrian
Luar
Negeri,
http://www.kemlu.go.id/khartoum/ Pages/ Country Profile.aspx? IDP=2&l =id. [Diakses tanggal 12 Agustus 2011]) sebagai berikut: Bahasa resmi yang digunakan adalah bahasa Arab, dan juga menggunakan bahasa suku mereka seperti Nubian, Beja, Ta Bedawie, Fur, Nuban, dan juga dialek Nilotic dan Nilo-Hamitic, disamping itu Bahasa Inggris juga digunakan secara luas di kalangan pejabat pemerintah, dunia usaha dan akademik, serta di wilayah Sudan Selatan. commit to user
xlix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada periode 2005 – 2011,Sudan menerapkan struktur pemerintahan adalah federasi dan transisi berdasarkan Konstitusi Transisi yang dibuat sesuai CPA (Comprehensive Peace Agreement). Pemerintahan ini menganut asas koalisi demokrasi dan terdiri dari National Congress Party (NCP), Sudan People's Liberation Movement (SPLM) dan partai-partai politik (di wilayah utara dan selatan) yang resmi tercatat dalam badan pencatatan partai politik. CPA dan Konstitusi Transisi merupakan dasar hukum utama bagi seluruh kebijakan pemerintahan pusat dan daerah. Selama masa transisi, pemerintahan pusat/ federasi memberikan hak otonomi penuh kepada Sudan Selatan. Sudan Selatan dikepalai oleh seorang putra daerah sebagai Kepala Pemerintahan. 6 negara bagian di wilayah Sudan selatan kini disatukan selama pemerintahan transisi. Sudan Selatan diper-kenankan memiliki konstitusi tersendiri yang berbeda dengan konstitusi di Utara. Sistem perundang-undangan yang berlaku di Sudan selama masa transisi terdapat dua sistem yaitu di Utara menganut sistem Islamic Law dan di Sudan Selatan menganut sistem conventional dan sekularisme. Sistem yang berlaku di ibukota Khartoum sebagai kota nasional masih menjadi polemik hingga saat ini . Lembaga Eksekutif berdasarkan CPA dan Konstitusi Transisi terdiri dari dua: pemerintahan pusat/federasi dan pemerintahan negara bagian. Presiden Omer Hassan Ahmed El Bashir dibantu oleh dua Wakil Presiden: Ali Osman Mohamed Taha (Wapres dari Utara) dan Salva Kiir Mayardit (Wapres I dari Selatan). Kabinet terdiri dari menterimenteri yang berasal dari Sudan Selatan dan Utara mewakili partai-partai yang ada. Pembagian jatah dalam lembaga eksekutif dibagi sesuai CPA, 50% untuk NCP, 30% SPLM dan 20% untuk partai-partai lainnya dari Utara dan Selatan. Lembaga Legislatif selama masa transisi terdiri dari Parlemen Nasional, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Legislatif di setiap negara bagian. Parlemen Nasional dan Dewan Perwakilan Daerah merupakan lembaga legislatif tertinggi yang anggotanya berasal dari partai-partai dan kelompok yang dibagi sesuai CPA dan Konstitusi Transisi. Parlemen Nasional beranggotakan 450 orang termasuk 50 anggota Dewan Perwakilan Daerah dari to user Abyei daerah perbatasan Sudan 25 negara bagian dan 2 orangcommit dari wilayah
l
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Utara dengan Sudan Selatan. Pembagian kursi di Parlemen sebagai berikut; 234 kursi untuk NCP (ruling party), 126 SPLM, 63 untuk parpol Utara dan 27 kursi untuk parpol Sudan Selatan. Masa bakti anggota parlemen dimaksud berlangsung selama 3 tahun dan akan diadakan kembali pemilihan anggota setelah masa tugas selesai. Anggota Dewan Legislatif negara bagian di Sudan Selatan dibagi dalam komposisi 65% SPLM dan 35 % NCP. Sudan merupakan negara yang bergabung dengan berbagai organisasi internasional
(CIA
The
World
Fact
Book,
http://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/su.html. [Diakses tanggal 5 Juni 2011]) seperti: UN (United Nations),
IMF
(International Monetary Fund), WHO (World Health Organization), WIPO (World
Intellectual
Property
Organization),
WTO
(World
Trade
Organization), UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development). 2. Proses suksesi negara Republik Sudan a. Pemberontakan yang terjadi di Republik Sudan Kemerdekaan pada tanggal 1 Januari 1956 untuk Sudan ternyata tidak membawa Sudan pada kesatuan negara yang lebih utuh. Karena setelah kemerdekaan tersebut muncul suatu gerakan pemberontak warga Sudan Selatan yang menentang pemerintah pusat Sudan. Gerakan pemberontak bernama Equatoria Corps yang dikenal sebagai The Torit Mutiny merupakan pelopor munculnya gerakan pemberontak warga Sudan Selatan yang menentang pemerintah pusat Sudan. Awalnya The Torit Mutiny adalah gerakan pemberontakan yang berskala kecil, dan tidak membawa perubahan yang signifikan di Sudan sehingga dianggap serangan pemberontakan hanya berlangsung selama berminggu-minggu saja. Tapi kenyataannya The Torit Mutiny menjadi gerakan yang telah memberikan inspirasi bagi warga negara Sudan Selatan untuk ikut serta. The Torit Mutiny telah memberikan gambaran kepada commit toSudan user Selatan tidak menyetujui sistem pemerintah Sudan bahwa mayoritas
li
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemerintahan yang di terapkan saat itu. The Torit Mutiny telah berkembang menjadi kelompok pemberontak karena besarnya partisipasi warga Sudan Selatan dalam gerakan ini termasuk para pelajar dari Sudan Selatan. Konflik Senjata pertama di Sudan yang disebut perang Anya Nya pertama terjadi pada tahun 1955-1972. Konflik ini bermula pada The Torit Mutiny yang membentuk pasukan gerilya yang dinamai Anya Nya. Dalam Persediaan persenjataan, pasukan gerilya Anya Nya selalu menjarah bantuan persenjataan yang dikirim oleh negara-negara Arab dan Afrika untuk
mendukung
gerakan Simba di
Kongo(Scopas Odrande,
http://www.Sudanvisiondaily.com/modules.php?name=
News
&file=print&sid=3171. [ Diakses tanggal 24 desember 2011]).Pasukan gerilya Anya Nya ini telah berlangsung selama beberapa tahun, yakni dari tahun 1963-1969. Namun, karena dalam perkembangannya, banyak bermunculan pasukan pemberontak yang tidak mewakili satu suara, maka menimbulkan kesulitan pada upaya persatuan dan negosiasi. Karena dalam prakteknya pasukan pemberontak tersebut masih terpengaruh oleh faktor etnis, budaya dan kepentingan masing-masing kelompok (Douglas H Johnson, 2003: 35). Pada Januari 1971, Akhirnya seorang bernama Joseph Lagu yang merupaka mantan letnan tentara Sudan, mengumpulkan dan menyatukan semua kelompok gerakan pemberontakan ke dalam sebuah gerakan yang disebut SSLM (Southern Sudan Liberation Movement). SSLM memiliki struktur komando yang terstruktur yang ditandai dengan tersedianya pasukan persenjataan, dan perluasan operasi yang dilaksanakan sebagai gambaran kekuatan militer, sehingga SSLM diakui sebagai belligerent. Perkembangannya gerakan ini berhasil melakukan berbagai macam negosiasi dengan pihak pemerintahan pusat. Pada tahun 1972, tercapai perjanjian antara pemerintahan pusat dan SSLM (Southern Sudanese Liberal Movement) yakni The Addis Ababa commit to user Agreement on 1972, ditandatangani oleh presiden Sudan saat itu yaitu
lii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Presiden Jafaar Muhammad An-Numeiry dan Joseph Lagu dari Anya Nya, yang pada akhirnya membawa akhir dari perang sipil pertama di Sudan (1955-1972). Bargaining power dalam perjanjan ini adalah memberikan Sudan Selatan otonomi daerah, yaitu otoritas untuk menjalankan pemerintahan di daerah tersebut. Namun, pada kenyataanya Addis Ababa Agreement hanya merupakan solusi jangka pendek dari konflik yang telah berlangsung puluhan tahun. Banyak pelanggaran Addis Ababa Agreement oleh pemerintah pusat Sudan karena Intergrasi yang dipaksakan. Pertama mengenai Integrasi unit militer nasional yang menghasilkan banyak kecurigaan. Dalam Addis Ababa Agreement, pasukan militer menjadi topik pembahasan utama yaitu tentara Sudan Utara, Sudan Selatan, serta tentara nasional (yang terdiri dari pasukan kedua pihak). Diusulkan untuk tetap menjaga keamanan Sudan Selatan, dari kemungkinan serangan dari Sudan Utara. Usulan tersebut tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka diterapkanlah suatu integrasi militer, di kedua wilayah (Sudan Utara dan Sudan Selatan), yang terdiri dari jumlah pasukan yang seimbang jumlahnya, antara pasukan Sudan
Utara
dan
Selatan
(Alistair
Boddy-Evans,
http://africanhistory.about.com/od/glossarya2/g/1972-Addis-Ababa Agreement.htm. [Diakses tanggal 29 desember 2011]). Dalam Addis Ababa Agreement, proses integrasi militer ini berlangsung selama 5 tahun. Setelah 5 tahun, integrasi militer tidak juga ditemukan. Bisa dilihat bagaimana masih banyak mantan pemberontak yang tidak diterima ataupun tidak mau menjadi bagian dari pasukan militer nasional, sehingga mengasingkan diri ke tempat yang tersembunyi. Kenyataan bahwa beberapa petinggi-petinggi pasukan gerilya mendapat jabatan yang rendah dalam pasukan militer nasional yang baru saja terbentuk juga telah mengurangi insentif para gerilya tersebut untuk ikut serta menjadi bagian dari militer. sehingga sangat jelas bahwa Addis Ababa Agreement dari segi integrasi militer telah gagal menyelesaikan commit to user masalah.
liii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kedua
adalah hak otonomi daerah untuk Sudan Selatan untuk
mengembangkan perekonomian regionalnya sendiri, serta mendapatkan bantuan perkembangan berupa insentif finansial untuk Sudan Selatan. Namun,
tidak
satupun
yang
terealisasi
(Global
Security,
http://www.Globalsecurity.org /military/world/war/Sudan-civil-war1.htm. [Diakses tanggal 28 Desember 2011]).
Ketiga adalah proyek
perkembangan ekonomi yang telah dijanjikan oleh Sudan Utara gagal diaplikasikan pasca Addis Ababa Agreement. Bahkan selama 11 tahun otonomi daerah tersebut, Sudan Selatan telah diabaikan oleh Sudan Utara untuk pemberian kesempatan perkembangan ekonomi yang setara dengan Sudan Utara. Kesimpulannya adalah pelaksanaan Addis Ababa Agreement yang tidak sesuai harapan Southern Sudan Liberal Movement (SSLM). Karena yang menjadi harapan sebenarnya dari Addis Ababa Agreement oleh SSLM adalah sistem federalisme sebagai bentuk negara Sudan, sehingga Sudan Selatan memiliki hak untuk mengembangkan wilayahnya sendiri, dan menentukan beberapa kebijakan khusus Sudan Selatan untuk mengatasi kebijakan Sudan Utara yang tidak sepaham dengan Sudan Selatan, kenyataannya tidak satupun terlaksana (Izzadine Abdul Rasoul, http://www.Sudantribune.com/At-last-the-NCP-appears-onits,3585
1
#forum96590. [Diakses tanggal 28 Desember 2011]). Perang sipil kedua di Sudan pecah pada tahun 1983 - 2005. Pada saat itu pemerintah Sudan di bawah kepemimpinan Jafaar Numeiri. Masa pemerintahan Numeiri merefleksikan masa kejatuhan ekonomi paling mengkhawatirkan di Sudan. Hingga akhirnya Jafaar Numeiri di kudeta tahun 1985 (Human Rights First, http://www. Human rightsfirst.org/ourwork/crimes-against-humanity/Sudan-timeline/. [Diakses tanggal 25 Juni 2011]). Latar belakang pecahnya perang sipil kedua di Sudan disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama tidak tercapainya integritas militer, otonomi commitdito Sudan user Selatan dan tidak memberikan dalam berbagai bidang esensial
liv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bantuan pengembangan seperti kesepakatan
Addis Ababa Agreement.
Kedua kebijakan pemerintahan Numeiri yang menerapkan Islamisasi (penyebaran agama Islam), termasuk dalam hukum yang disebut „September law‟. September law merupakan sebuah hukum yang menyebarluaskan ideologi Islam melalui pengaplikasian Syariah Law/ Hukum Syariah. Hukum syariah ini diaplikasikan bukan hanya di daerah Sudan Utara yang mayoritas penduduk adalah Islam, tetapi juga di Sudan Selatan, yang memiliki kepercayaan yang berbeda masalah agama (Peter Woodward, 1990: 123). Melalui hukum syariah ini, ribuan hukuman pemukulan, amputasi, bahkan sampai eksekusi dilakukan oleh pihak yang berwenang, sebab melakukan kejahatan yang dilarang oleh agama Islam. Pelaksanaan September law ini mendapatkan banyak protes dari kaum non-Muslim ataupun komunitas Muslim sekular di Sudan Utara. Namun penerapan Hukum Syariah ini tidak pernah dihentikan. Bahkan pemerintahan selanjutnya tidak pernah menghapuskan September law, hanya mengubah metode pengaplikasian dari September law tersebut (Eric Hooglund, http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/sdtoc.html.
[Diakses tanggal 26 september
2011]). Sebagai Reaksi dari September law, pada tahun 1982 terbentuklah Southern People‟s Liberation Army/Movement (SPLA/M), yang berada dalam komando John Garang. SPLA/M membentuk sebuah strategi dengan cara membuat daftar „keluhan‟, yang terdiri dari kegagalan pemerintahan pusat, serta Addis Ababa Agreement dalam menyikapi berbagai permasalahan.Usaha SPLA/M ditujukan untuk menemukan potensi aliansi di masa perang nantinya, serta dapat mempersatukan mereka dalam sebuah komando, berdasarkan kesamaan dan kepentingan. Mengingat bahwa jumlah etnis yang kemungkinan akan bergabung, sangat beragam (Douglas H Johnson, 2003: 75). Pemilihan umum tahun 1986, menghasilkan Sadiq Al-Mahdi sebagai commit to user Sadiq, faktor eksternal banyak Perdana Menteri. Sejak masa pemerintahan
lv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membentuk kebijakan politik dalam negerinya. Dukungan finansial, serta perangkat militer oleh Libya dan Amerika Serikat terus-menerus berlanjut. Pasukan militer Sudan berada dalam posisi yang sangat kuat, disebabkan oleh pemasukan persenjataan dan bantuan finansial tersebut. Namun bantuan tersebut mengurangi insentif pemerintahan pusat melakukan negosiasi ataupun perjanjian damai dengan pihak SPLA/M. (BBC News, http://www.bbc.co.uk/news /world-africa-1409 5300. [Diakses tanggal 25 Juni 2011]). Dalam pemerintahannya Perdana Menteri Sadiq menunjukkan dukungannya terhadap gerakan militer/ bersenjata, dari Sudan Barat (Darfur) dan merupakan kelompok-kelompok radikal, yaitu The Misiriyya & Rizaiqat Baqqara Murahalin. Murahalin biasa beroperasi di Sudan Selatan, melakukan pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan dan penculikan. Perdagangan perbudakan saat itu kembali muncul. Wanita dan anak-anak diculik, lalu dijual di Sudan Utara untuk menjadi budak. Rizaiqat Baqqara Murahalin adalah salah satu kelompok radikal yang secara langsung beradu dengan SPLA/M ,dengan memberikan dukungan penyediaan perangkat persenjataan. Keadaan tersebut telah melemahkan sistem pertahanan SPLA/M secara signifikan. Perdana Menteri Sadiq memanfaatkan kondisi melemahkan sistem pertahanan SPLA/M dengan terus melakukan negosiasi dengan kelompok pemberontak tersebut. Di tahun 1986, Sadiq melakukan negosiasi perdamaian dengan SPLA/M yang menghasilkan beberapa prasyarat gencatan senjata. Diantaranya adalah penghapusan September law, menghilangkan aliansi militer dengan Libya, serta Mesir, dan mengadakan konferensi pembentukan konstitusi dasar. (Global Security,
www.globalsecurity.org/military/world/war/Sudan-civil-
war2.htm. [Diakses tanggal 28 Desember 2011]). Reaksi dari negosiasi yang dilakukan oleh Sadiq adalah hilangnya banyak dukungannya, termasuk dari pihak militer Sudan. Akibatnya commit dan to user Disintegrasi antara pemerintahan militer menyebabkan kudeta militer
lvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada Juni 1989, yang menjatuhkan Sadiq dari posisi perdana menteri yang dipimpin Omar Al-bashiir. Kudeta berakhir dengan Omar Al-bashiir menjadi
presiden
Republik
Sudan
(New
World
Encyclopedia,http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Sudanesecivil war. [Diakses tanggal 26 September 2011]). Masa kepemimpinan Omar Al-Bashiir tergolong keras. Omar, tidak ingin melakukan rekonsiliasi dengan pihak pemberontak tersebut. SPLA/M dihadapkan dengan serangan kekuatan militer yang terus menerus dan razia di berbagai daerah Sudan Selatan. Sejak tahun 1989 sampai 1990, 2000 wanita dan anak-anak diculik saat razia, demi kepentingan bisnis perbudakan di Sudan Utara (Shamanta Power, http://www.learntoquestion.com/seevak/groups/2006/sites/Power/SP%28A frica%29/Sudan/Time%20Line/Africa_Sudan_T/imeline.htm.
[Diakses
tanggal 26 september 2011]). Disisi lain,muncul permasalahan internal dalam SPLA/M bersumber pada John Garang. John Garang banyak dianggap sebagian seorang diktator dan melakukan kebijakan yang kontroversial. Ditahun 1990-1991, mulai mucul gerakan yang mendukung kudeta John Garang yang diketuai oleh komandan senior Riek Machar, dan lam Akol serata Rencana menjatuhkan pemimpin SPLA/M saat itu dinamai sebagai the Nasir Command/ Nasir Faction. Tujuan mereka adalah menjatuhkan John Garang, sebab organisasi tersebut membutuhkan prosesi akuntabilitas lebih, serta demokrasi dalam sistem pembuatan kebijakan dalam organisasi SPLA/M (Korium Tong, http://www.Sudantribune.com/Min ority -tribesin-South-Sudan-and,7698. [Diakses tanggal 26 september 2011]). Tahun 1990-1954, Nasir Faction ini banyak mendapatkan dukungan dari sesama anggota SPLA/M. Nasir Faction
ini bahkan melakukan
peperangan dengan pasukan SPLA/M yang diketuai oleh John Garang. Terjadi degradasi kekuatan militer SPLA/M dari segi jumlah pasukan, serta penguasaan wilayah (jatuh di tangan Nasir Faction pada saat commit to user peperangan terjadi). Melihat potensi kekuatan Nasir Faction, yang mampu
lvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melakukan dampak yang besar terhadap kekuatan SPLA/M, pemerintahan Omar Al-Bashiir memberikan bantuan perangkat persenjataan kepada Nasir Faction. Banyak nyawa yang melayang akibat peperangan antar kedua pihak tersebut. Nasir Faction dikalahkan oleh SPLA/M dibawah kepemimpinan John Garang. Namun gerakan separatis tersebut telah menghasilkan berbagai perpecahan dalam kubu SPLA/M, gerakan tersebut membuka jalan bagi Omar Al-Bashiir untuk melakukan penyerangan terhadap SPLA/M. Hingga Tahun 1993, pemimpin dari Ethiopia, Uganda, dan Kenya berusaha membentuk perjanjian perdamaian dan gencatan sejata antar kedua pihak,
melalui organisasi Intergovernmental Authority for
Development (IGAD). Pada tahun 1994, IGAD berusaha mendorong prosesi dari Declaration of Principles yang mengidentifikasi elemenelemen dasar dalam pembentukan perdamaian di Sudan. Pada awalnya pemerintahan Sudan tidak menandatangani deklarasi tersebut. Namun karena Pemerintahan Sudan menghadapi banyak kekalahan di medan perang dari SPLA/M, maka deklarasi ditandatangan pada tahun 1997. Deklarasi tersebut bukanlah deklarasi gencatan senjata, ataupun perjanjian mengikat yang akan mengakhiri perang. Declaration of Principles tahun 1994 oleh IGAD merupakan fondasi dasar, beberapa elemen penting dalam perumusan sebuah perjanjian perdamaian di masa depan. Beberapa poin inti dalam deklarasi tersebut, diantaranya adalah mengakui bahwa Sudan merupakan negara multi-etnis, sehingga membutuhkan sistem pemerintahan yang dapat menghargai kenyataan tersebut melalui implementasi pemerintahan demokratis yang menghargai perbedaan
agama
dan
etnis
(US
Department
www.africanhistory.about.com/od/Sudan/p/SudanHist3.htm.
of
State, [Diakses
tanggal 26 september 2011]). Tahun 2002, prosesi perdamaian dibawah perlindungan IGAD mulai terlihat progress yang signifikan. Lebih tepatnya tanggal 20 Juli 2002, user aktor-aktor yang terlibatcommit dalamto konflik perang sipil Sudan kedua
lviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menandatangani sebuah Perjanjian yang dikenal sebagai Machakos Protocol,
di
Kenya
(Government
of
Sudan,
http://reliefweb.int/node/106448. [Diakses 26 september 2011]). Disetujui sebuah kerangka umum pemerintahan. Machakos Protocol terdiri dari prinsip pemerintahan, proses transisi, serta struktur pemerintahan (United Nations Mission in the Sudan, www.un.org/en/peacekeeping/missions /unmis/background.shtml. [Diakses tanggal 27 september 2011]) Dalam Machakos Protocol, memberikan hak kepada Sudan Selatan untuk menjalani sistem pemerintahan mereka sendiri, tanpa campur tangan dari Sudan Utara. Memiliki hak untuk mengadakan referendum di masa yang akan mendatang, untuk menentukan bagaimana nasib Sudan Selatan nantinya. Mencari solusi yang komprehensif, serta adil dalam, dalam mengatasi masalah ekonomi sosial yang dihadapi masyarakat Sudan. Tidak lama setelah itu, pada Agustus 2002, pembahasan mengenai perjanjian
perdamaian
dilanjutkan.
Akhirnya
berakhir
pada
penandatanganan Memorandum of Understanding pada 15 Oktober 2002. Tujuan penandatanganan memorandum tersebut adalah agar terjadi sebuah situasi yang damai selama prosesi negosiasi dalam proses. Negosiasi perdamaian terus menerus berlanjut, sampai kepada 19 November 2004. Dimana kedua pihak menandatangani sebuah deklarasi yang memberikan komitmen kepada kedua pihak untuk melakukan Comprehensive Peace Agreement (CPA). Januari 2005, sebuah perjanjian perdamaian yang ditandatangani oleh pemimpin SPLA, John Garang dengan Ali Osman Taha (wakil presiden Sudan). Perjanjian perdamaian komprehensif tersebut menyetujui gencatan senjata antar kedua pihak. Perjanjian tersebut berisi beberapa hal seperti tindak lanjut dari pasukan militer setiap kubu, otonomi daerah, kekayaan minyak, isu ekonomi, administrasi, serta pelaksanaan September law. Setelah 6 tahun pengaplikasian perjanjian tersebut, akan diputuskan kelanjutan negara Sudan Selatan melalui sebuah referendum pada tahun 2011, sesuai dengan commit to user kesepakatan pada Machakos Protocol .
lix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perjanjian CPA memberikan Otonomi kepada Sudan Selatan yang bersifat sementara, sebab masyarakat Sudan Selatan akan dengan sendirinya memilih, apakah mereka menginginkan otonomi daerah (tetap sebagai satu negara Sudan), atau mereka ingin merdeka dari Sudan itu sendiri, membentuk Republik Sudan Selatan. Selama 6 tahun tersebut, penghasilan dari industry minyak yang ada di Sudan Selatan, akan dibagi dua.Permasalahan yang paling utama dalam mendapatkan kesepakatan adalah masalah administratif, serta penerapan hukum di Sudan selama 6 tahun tersebut. Disepakati bahwa sistem administratif akan dibelah menjadi 70:30 (mayoritas untuk pemerintahan pusat selama pemerintahan transisi). Kepala negara akan diduduki oleh Omar Al-Bashiir, dengan John garang sebagai wakil dari kepala negara Sudan. Dalam perjanjian CPA, pasukan militer dari Sudan Selatan dan utara tetap menjadi unit militer yang terpisah satu sama lain. Langkah pertama adalah penarikan 91.000 pasukan pemerintahan dari Sudan Selatan selama 2 setengah tahun, sedangkan pihak SPLA punya waktu 8 bulan untuk menarik pasukannya dari wilayah Sudan Utara. Dalam perjanjian 2005, masing-masing pihak tidak diberikan obligasi untuk menghilangkan pasukan militernya hal ini ditujukan apabila suatu saat jika perang kembali pecah, setiap pihaknya mampu
untuk
melindungi
diri
mereka
http://articles.cnn.com/2005-01-09/world/
masing-masing
(CNN,
Sudan.signing1rebel-group-
spla-darfur?s=PM:WORLD. [Diakses tanggal 6 Juli 2011]). Sejak saat itu, perjanjian CPA diterapkan. terdapat beberapa konflik hampir pecah namun walaupun tidak sempurna, Comrehensive Peace Agreement telah berhasil mengakhiri perang yang berlangsung selama 21 tahun, yang mengambil 2 juta nyawa rakyat, mayoritas kematian diakibatkan oleh kelaparan (CNN, http://articles.cnn.com/2005-01-09/ world/Sudan.signing1rebel-group-spla-darfur?s=PM:WORLD. tanggal 6 Juli 2011]). commit to user
lx
[Diakses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Proses referendum Republik Sudan Tahun 2011 Proses referendum di Sudan diselenggarakan seperti yang diatur dalam Comrehensive Peace Agreement tahun 2005. Dalam perjanjian tersebut, rakyat Sudan Selatan diberikan 2 pilihan, antara persatuan, atau perpisahan. Persatuan berarti Sudan Selatan akan tetap menjadi bagian dari Sudan, diberikan otonomi daerah, serta akan terjadi integrasi pasukan militer kedua pihak yang lebih intensif. Perpisahan berarti Sudan Selatan akan membentuk sebuah pemerintahan yang baru, memiliki otoritas penuh terhadap wilayah mereka, dan kemungkinan besar tidak akan ada campur tangan apapun oleh pemerintahan pusat. Referendum yang dilaksanakan pada tanggal 9-15 Januari 2011 oleh Biro Referendum Sudan Selatan yang diketua oleh Prof. Mohamed Ibrahim Khalil sebagai tindak lanjut dari protocol self determination yang terdapat dalam Comprehensive Peace Agreement (CPA) yang tandatangani oleh Pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak dari Sudan Selatan SPLM di Naivasha, Kenya, tanggal 9 Januari 2011. Hasil referendum diumumkan pada 30 Januari 2011 oleh Kepala Biro Referendum Sudan Selatan di Friendship Hall, Khartom, Sudan. Dimana hasilnya menyatakan kelompok pro kemerdekaan menang dengan perolehan suara sebanyak 3.792.518 atau 98,83% dari total suara sah yang masuk dari seluruh Daerah Pemilihan (Dapil) di Sudan Selatan, Sudan Utara dan luar negeri (jumlah suara sah yang masuk ke Komisi adalah sebanyak 3.851.994). Sementara kelompok pro persatuan hanya memperoleh suara sebanyak 44.888 atau 1,17%, dan sisanya suara yang rusak atau tidak diisi (Kedutaan
Besar
Republik
Indonesia
http://www.kemlu.go.id/khartoum/Pages/Embassies.
Khartoum,
aspx?IDP=20&l=id
[Diakses tanggal 3Agustus 2011]). Deklarasi kemerdekaan dideklarasikan pada tanggal 9 Juli 2011. Sebelum tanggal tersebut, Sudan Selatan, dan pemerintahan pusat diharuskan untuk melakukan negosiasi dan berusaha mencapai konsensus commit to user dan berbagai pemasukan negara pada pembagian penghasilan dari minyak,
lxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lainnya yang melibatkan Sudan Selatan secara teritorial. Latar belakang mayoritas penduduk Sudan Selatan yang memilih untuk berpisah karena, salah satunya adalah konflik yang terus berlanjut antar kedua pihak, pasca CPA di tahun 2005. Konflik berlanjut di tahun 2006, antara kelompok pemberontak (yang quantitasnya relatif kecil dibandingkan SPLA/M). Salah satu kasus yang belum diselesaikan adalah Abyei, kota yang terletak di pertengahan Sudan Utara dan Sudan Selatan, yang dianggap sebagai kota emas. Sebagai penghasil minyak paling besar di Sudan, Abyei menjadi
target
konflik
bersenjata
di
tahun
2008
(BBC,
http://news.bbc.co.uk/2/hi/middleeast/countryprofiles/827425.stm. [Diakses tanggal 3 Juli 2011]) Warga Sudan Utara di sisi lain membawa reaksi yang berbeda. Kegagalan
untuk
membentuk
sebuah
negara
yang
multi-etnis,
berkurangnya pemasukan negara dari industri minyak sebesar 75% di Sudan Selatan, serta kehilangan wilayah negara yang besar mewarnai pemikiran
rakyat
Sudan
Utara
saat
deklarasi
kemerdekaan
dilakukan(Agencies, http://www.dawn.com/2011 /07/09/ worlds-193rdstate-is-born-with-Sudans-partition.html. [Diakses tanggal 1 Juli 2011]). 3. Kondisi terakhir Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan sebelum suksesi negara dan sesudah suksesi negara a. Perjanjian internasional 1) Perjanjian internasional sebelum suksei negara . a) Comprehensive Peace Agreement (CPA) Perjanjian Damai Komprehensif ditanda tangani pada tanggal 9 Januri 2005 antara Pemerintah Republik Sudan (GOS) dan SPLA/M guna mengakhiri perang saudara yang berlangsung di Sudan selama 22 tahun. CPA berisikan mengenai kerangka kerja sebagai perwujudan perdamaian yang adil dan abadi di Sudan. Dalam prakteknya pelaksanaan CPA didasarkan pula pada Interim National Constitution (INC) dan the Interim Constitution of the Southern commit to user Sudan (ICSS), guna menciptakan sistem politik, militer
lxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan ekonomi baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, demokrasi, dan hak asasi manusia di Sudan. Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA), Interim National Constitution (INC) dan the Interim Constitution of the Southern Sudan (ICSS), bersama-sama membentuk dasar hukum bagi resolusi perang saudara Sudan. Protokol yang (Ministry of Information and Broadcasting Government of Shouthern Sudan, 2006: 3-27) terdiri dari : (1) The Machakos Protocol. The Machakos Protocol merupakan hasil perundingan pada 20 Juli 2002, hasil perundingan ini dijadikan dasar bagi perjanjian berikutnya dalam hal penetapan prinsip-prinsip dan prosedur politik yang mengarah pada referendum di Sudan selatan tahun 2011. Perjanjian ini berdasar pada tingkat dan peran pemerintah dan menetapkan kesepakatan yang dicapai berdasar kepentingan negara dan agama. Dengan komposisi perjanjian
(Ministry
of
Information
and
Broadcasting
Government of Shouthern Sudan, 2006: 3) meliputi: (a) Bagian A - Prinsip Setuju (i) Kesatuan Sudan, berdasarkan
kehendak
bebas
seseorang dan pemerintahan yang demokratis yang baik, adalah menjadi prioritas bagi para pihak; (ii) Rakyat Sudan Selatan akan mengontrol dan mengatur urusan wilayah Sudan Selatan serta berpartisipasi secara adil dalam Pemerintahan Nasional; (iii) Orang-orang Sudan Selatan berhak untuk penentuan nasib sendiri melalui referendum, pada akhir Periode Interim dengan pilihan bergabung dengan Sudan atau pemisahan diri. (iv) Orang-orang Sudan setuju untuk bekerja sama untuk, antara commit lain: to user
lxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menetapkan sistem pemerintahan yang demokratis; Menemukan solusi
yang
komprehensif
untuk
kerusakan ekonomi dan sosial dari Sudan; Menemukan solusi yang menggantikan perang dengan kedamaian, berdasar keadilan sosial dan ekonomi, dan hak asasi manusia; Merumuskan
rekonstruksi
dan
rencana
pengembangan daerah yang terkena perang; Membuat kesepakatan yang disetujui Sudan dan
Sudan Selatan; (b) Bagian B - Proses Transisi Pelaksanaan Comprehensive Peace Agreement akan mencakup dua fase: (i) Masa Pra-Interim 6 bulan (9 Januari 2005 - 8 Juli 2005), dan, (ii) Sebuah Periode Interim 6 tahun (9 Juli 2005 - 8 Juli 2011). Selama periode Pra-Interim dan terus berlanjut sampai Periode Interim lembaga dan badan-badan dari pemerintahan transisi akan dibentuk dalam konteks yang komprehensif, dan mengenai gencatan senjata akan dilakukan pengawasan oleh masyarakat
internasional.
Mekanisme
pelaksanaan
tugas
lembaga dan badan-badan pemerintahan transisi diatur secara terperinci dalam perjanjian ini. The Machakos Protocol menjamin hak penentuan nasib sendiri bagi Sudan Selatan dengan menyediakan referendum pada akhir Periode Interim, baik untuk persatuan seperti yang telah dilaksanakan melalui periode
Pra-Interim
dan
kemerdekaan Sudan Selatan. commit to user
lxiv
Periode
Interim
atau
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2) The Protocol on Security Arrangements (PSA) . The Protocol on Security Arrangements (PSA) ditanda tangani di Naivasha, Kenya pada tanggal 25 September 2003 dan the Permanent Ceasefire and Security Arrangements Implementation
Modalities
and
Appendices
(PCF)
ditandatangani di Naivasha, Kenya pada 31 Desember 2004. Kedua
dokumen
ini
berisikan
pembahasan
mengenai
penghentian permusuhan secara permanen antara angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan tentara pembebasan rakyat sudan selatan (SPLA/ M), serta menjelaskan struktur dan fungsi angkatan bersenjata serta pengaturan keamanan selama periode pra-interim dan Periode interim (Ministry of Information and Broadcasting Government of Shouthern Sudan, 2006: 6-8). Pengaturan The Protocol on Security Arrangements (PSA) meliputi: (a) Menghormati gencatan senjata dan penyelesaian masalah melalui dialog dan jalur politik; (b) Pembinaan dari pemerintahan secara baik, demokrasi dan secara sipil; (c) Kebebasan bergerak bagi orang dan jasa di seluruh Sudan, (d) Kendali gencatan senjata dan penghentian semua permusuhan. Masalah-masalah keamanan utama yang tercakup dalam CPA adalah: (a) Status Angkatan Bersenjata; (b) Pengaturan dan pemantauan terhadap Gencatan Senjata, termasuk perlakuan terhadap Other Armed Groups (OAGs); (c) Demobilisasi, perlucutan senjata dan re-integrasi angkatan bersenjata. commit to user
lxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CPA menetapkan tiga sistem dalam angkatan bersenjata yaitu: (a) The Sudan Armed Forces (SAF); (b) The Sudan People‟s Liberation Army (SPLA); and, (c) The Joint Integrated Units (JIUs) Para SAF dan SPLA akan tetap terpisah selama Periode PraInterim dan Interim, namun akan diperlakukan sama sebagai Angkatan Bersenjata Nasional Sudan (SNAF). Ketiga angkatan bersenjata harus teratur, profesional dan non-partisan, dan harus menghormati aturan hukum, hak asasi manusia dan kehendak rakyat. Para SAF dan JIUs akan didanai oleh pemerintah Sudan, sedangkan SPLA oleh pemerintah Sudan selatan. (3) The Protocol on Wealth Sharing The Protocol on Wealth Sharing ditandatangani di Naivasha, Kenya pada tanggal 7 Januari 2004, dan pelaksanaan modalitas dari
Framework Agreement on Wealth Sharing pada 31
Desember 2004 di Naivasha, Kenya. Kedua dokumen ini mengatur mengenai ketentuan mengenai pembagian kekayaan umum yang berfungsi untuk memastikan kualitas hidup, martabat dan kondisi kehidupan dalam keadaan baik untuk semua warga negara tanpa diskriminasi. Pelaksanaannya bersandar pada prinsip-prinsip dasar (Ministry of Information and Broadcasting Government of Shouthern Sudan, 2006: 9-11) berikut: (a) Kekayaan Sudan akan dibagi secara adil; (b) Semua bagian Sudan berhak pengembangan dan pembagian kekayaan; (c) Pembagian pendapatan harus menunjukkan komitmen untuk penyerahan wewenang dan desentralisasi dalam pengambilan keputusan; commit user (d) Pengembangan akantotransparan dan akuntabilitas;
lxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(e) Dalam memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan cara terbaik . Isu dalam pelaksanaan CPA mengenai pembagian kekayaan adalah meliputi: (a) Penggunaan lahan; Para pihak dalam CPA setuju untuk menciptakan proses untuk menyelesaikan konflik tanah dengan mengembangkan dan mengubah undang-undang yang sesuai dengan hukum adat dan kebiasaan internasional. Proses ini dilakukan oleh komisi tanah, komisi tanah akan memiliki wewenang untuk menengahi dan menyelesaikan permasalahan atas tanah, dan membuat rekomendasi untuk revisi undang-undang yang berlaku. (b) Sumber daya minyak dan pembagian pendapatan minyak; CPA menetapkan sistem nasional untuk pengelolaan dan pembagian pendapatan minyak berdasarkan prinsip-prinsip kepentingan nasional, kepentingan publik, kepentingan negara yang terkena dampak, dan kebijakan lingkungan nasional. Tiga proses utama dari sistem nasional guna mengatasi: (i) Kontrak minyak yang ada; Dilakukan berdasar hasil konsultasi Departemen Energi dan Pertambangan, dengan pembentukan Tim Teknis. Tim Teknis adalahtim yang diberikan akses ke kontrak minyak yang ada setelah menandatangani perjanjian kerahasiaan, dari kontrak-kontrak yang tidak dinegosiasi
ulang.
Tim
Teknis
akan
dapat
menyiapkan
kesepakatan yang mengutamakan masalah sosial atau lingkungan dan bagi setiap orang yang haknya pada kontrak minyak telah dilanggar, dapat menyelesaikan commit to user permasalahan tersebut melalui pengadilan.
lxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(ii) Pengelolaan sumber daya minyak bumi; Dilakukan oleh National Petroleum Commission (NPC) ditetapkan oleh Kepresidenan. NPC akan merumuskan dan mengawasi kebijakan publik dan pedoman untuk industri minyak, bernegosiasi dan menyetujui kontrak minya
dan
mengembangkan
strategi
untuk
pengembangan sektor minyak. Pelaksanaan fungsi, NPC akan mempertimbangkan pencatatan imbalan kepada masyarakat setempat dari kontrak yang diajukan, dan sejauh mana pemandangan lokalitas dan negara yang dimasukkan ke dalam kontrak. (iii) Pembagian pendapatan minyak antara Sudan Utara dan Sudan Selatan. (c) Kebijakan Moneter dan Keuangan CPA perbankan
menyediakan berdasar
Sudan. Sistem
untuk
dualitas
ini
membentukan sistem
akan
sistem
perbankan terdiri
di dari:
(i) Central Bank of Sudan (CBO) CBO baru akan dibentuk berdasar undang-undang baru dan revisi disahkan oleh Majelis Nasional atas rekomendasi dari Tim Teknis yang ditunjuk oleh Kepresidenan
segera
setelah
penandatanganan
CPA. Sebuah Direksi akan ditunjuk oleh Kepresidenan. Para CBO akan bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan moneter di Utara berdasar syariah islam (ii) Bank of South Sudan (BOSS) BOSS sebagai cabang dari Central Bank of Sudan. BOSS
akan dibentuk oleh Dewan Direksi
dari
CBO. BOSS akan menjadi jendela CBO yang beroperasi di Sudan Selatan dan pelaksana kebijakan moneter to user nasional commit melalui konvensional (non-Islam). BOSS
lxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikelola oleh Wakil Gubernur dari CBO dan akan bertindak sesuai dengan kebijakan, aturan dan peraturan dari CBO. (d) Rekonstruksi dan Pembangunan Dana The Southern Sudan Reconstruction and Development Fund (SSRDF) akan menerima dana dari Sudan Selatan dan pemerintah pusat serta pemerintah asing dan sumbangan dari multilateral, yang akan digunakan untuk rekonstruksi, reintegrasi dan pembangunan di Sudan Selatan. Selama praperiode interim, Sudan Selatan akan membentuk Komite Pemantau untuk memulai proses pembentukan yang SSRDF, dan membangun sistem monitoring dan evaluasi. (4) Power Sharing Protocol Power Sharing Protocol ditandatangani di Naivasha, Kenya pada tanggal 26 Mei 2004, dan Modalitas Pelaksanaan dari the Machakos Protocol and Power Sharing Protocol ditandatangani di
Naivasha,
Kenya
pada
31
Desember
2004.
perjanjian Power Sharing Protocols menyediakan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi dan diatur menurut kategori berikut prinsip-prinsip umum (Ministry of Information and Broadcasting Government of Shouthern Sudan, 2006: 12-21) meliputi: (a) Protokol Machakos; Protokol Machakos mencakup seperangkat Prinsip kesepakatan dalam
sistem pemerintahan
yang
akan
didirikan selama Periode Interim. (b) pemerintah Periode Interim;
Dalam Protokol Sharing Power, para pihak sepakat untuk menciptakan sistem desentralisasi. Dalam sistem itu, Sudan utara akan melaksanakan kedaulatan atas seluruh Sudan commit to user melalui Government of National Unity (GONU), tetapi
lxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sistem dari Sudan Selatan melalui Government of the Republic
of
South Sudan
(GOSS).
Semua
tingkat
pemerintahan akan menghormati otonomi masing-masing, menahan diri untuk melanggar batas otonomi satu sama lain, bekerjasama dan koordinasi. (c) Hak asasi manusia dan kebabasan; Hak asasi manusia dan kebebasan, semua tingkat pemerintahan harus memenuhi semua ketentuan dari semua perjanjian hak asasi manusia untuk Sudan. Beberapa hakhak yang termasuk dalam perjanjian-perjanjian adalah: (i) Hidup; (ii) Kemerdekaan pribadi; (iii) Kebebasan dari perbudakan; (iv) Kebebasan dari penyiksaan; (v) Peradilan yang adil; (vi) Kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama; (vii)Kebebasan berekspresi; (viii)Keluarga dan pernikahan; (ix) Memberikan suara; (x) Persamaan di muka hukum; (xi) Kebebasan dari diskriminasi; (xii) Kebebasan bergerak, serta: (xiii) Hak Anak, dan, (xiv)Sama Hak Pria dan Wanita. (d) Perdamaian Sebuah proses yang komprehensif pemulihan dan rekonsiliasi nasional akan dibentuk oleh Kepresidenan setelah penerapan Konstitusi Nasional Sementara. (e) Sensus Penduduk, Pemilu dan Keterwakilan CPA mengatur bahwa sensus dan pemilihan umum di commit to userSensus Penduduk Council akan semua tingkat. Sebuah
lxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibentuk
oleh
Presiden,
dan
akan
terdiri
dari
perwakilan dari Gonu, Goss, Dewan Serikat,pemerintah pusat dan Badan Pusat Statistik. Sensus Penduduk Council akan merencanakan dan menetapkan standar untuk sensus penuh sesuai Undang-Undang Pemilihan Nasional akan diadopsi oleh Majelis Nasional, yang mengatur prosedur untuk mendirikan Komisi Pemilihan Nasional dan nasional untuk melakukan pemilu. Sebuah Komisi Pemilihan Nasional (NEC) akan dibangun oleh Kepresidenan berdasar penerapan UU Pemilihan Nasional. NEC, dengan bantuan dari masyarakat, internasional akan bertanggung jawab untuk melakukan pemilihan umum yang bebas dan adil. (5) Resolution of the Conflict in Southern Kordofan and Blue Nile. The Protocol on the Resolution of the Conflict in Southern Kordofan and Blue Nile States ditandatangani di Naivasha, Kenya pada tanggal 26 Mei 2004, dan Modalitas Pelaksanaan the Protocol on the resolution of the Conflict in Southern Kordofan and Blue Nile States ditandatangani di Naivasha, Kenya pada 31 Desember 2004. Perjanjian ini menetapkan status khusus untuk Southern Kordofan dan Blue Nile berdasarkan prinsip-prinsip umum (Ministry of Information and Broadcasting Government of Shouthern Sudan, 2006: 22-23) berikut: (a) Jaminan hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua individu; (b) Pengembangan dan perlindungan warisan budaya yang beragam dan bahasa lokal dari populasi. (c) Pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur sebagai
tujuan
utama
dari
negara,
dan,
(d) Pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan yang paling commit to user
lxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terkenal,
transparansi
praktek,
dan
akuntabilitas.
Perjanjian tentang Southern Kordofan dan Blue Nile membahas masalah-masalah
utama
sebagai
berikut:
(a) Konsultasi populer; CPA tidak akan menjadi penyelesaian akhir konflik politik Di selatan Kordofan dan Blue Nile dengan pemerintahan Sudan utara sampai terlaksana proses jajak pendapat. (b) Struktur pemerintahan negara; Pemerintah Negara Bagian terdiri dari Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. (i) Eksekutif negara terdiri dari: • Sebuah Gubernur Negara terpilih; • Suatu Dewan perwakilan; • Menjabat komisaris lokal dan dewan pemerintah daerah • Sebuah Komite Keamanan Negara dan, • Polisi Negara, Penjara, Margasatwa, dan Fire Brigade. (ii) Legislatif negara memiliki kekuasaan berikut: • Untuk memutuskan aturan sendiri, prosedur dan komite; • Untuk mengatur untuk Negara; • Untuk meringankan Gubernur Negara dari kantor pada suara dengan mayoritas 2/3, dan; • Lain kekuasaan sebagaimana ditugaskan oleh konstitusi Negara. (iii) Peradilan negara akan terdiri dari pengadilan sebagaimana dapat ditetapkan oleh konstitusi negara, dan akan menangani kasus-kasus yang timbul dari commit to user negara dan hukum nasional.
lxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(c) Pembagian kekayaan nasional bagi negara bagian; Alokasi Fiskal dan Keuangan dan Komisi Monitoring dilakukan oleh The Fiscal and Financial Allocation and Monitoring Commission (FFAMC) yang akan memiliki perwakilan di masing-masing negara yang dibentuk oleh Kepresidenan. (d) State Land Commission; State Land Commission akan dibentuk untuk setiap Negara
dengan kekuatan yang sama dengan Komisi
Pertanahan
Nasional. State
Land
Commission
akan
mengatur hak atas tanah secara bersamaan dengan Komisi Pertanahan Nasional berdasarkan pertimbangan berikut: (i) Komisi Tanah Negara harus dapat meninjau kontrak lahan yang ada dan merekomendasikan langkahlangkah pemulihan hak atas tanah atau kompensasi. (ii) Hak tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Nasional harus dilaksanakan melalui tingkat yang sesuai. (iii) Permasalah yang timbul akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. (e) Pengaturan Keamanan, Selama Periode interm, angkatan Bersenjata Sudan (SAF) akan berada di masing-masing negara dengan jumlah ditentukan oleh Kepresidenan. (f) Pengaturan mengenai Perwakilan. Eksekutif dan Legislatif kedua negara akan dialokasi kan sebagai berikut: (i) Partai Kongres Nasional akan memiliki 55% kursi, dan, (ii) SPLM akan memiliki 45% kursi. Dalam
dua
Serikat,
setiap
pihak
melakukan
pengangkatan gubernur. Tidak ada satu pihak akan commit to user menjabat gubernur pada saat yang sama di kedua negara.
lxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(6) Resolution of the Abyei Conflict The Protocol on the Resolution of the Abyei Conflict ditandatangani di Naivasha, Kenya pada tanggal 26 Mei 2004. Pelaksanaan Modalitas dari the
Protocol
on the
Resolution of the Abyei Conflict ditandatangani di Naivasha, Kenya pada 31 Desember 2004. Perjanjian ini mengatur mengenai status administrasi khusus Abyei, (Ministry of Information and Broadcasting Government of Shouthern Sudan, 2006: 24-27) meliputi : (a) Warga Abyei akan menjadi warga negara dari kedua Kordofan Selatan dan Warap; (b) Abyei akan dikelola oleh suatu Dewan, Eksekutif lokal terpilih terdiri dari Kepala sebuah Administrator dan 5 kepala departemen; (c) Dewan Daerah Abyei terdiri 20 anggota; (d) Pendapatan bersih dari minyak Abyei akan didistribusikan melalui enam cara selama Periode Interim. (e) pemerintah Sudan Utara akan memberikan Abyei bantuan dalam pengembangan dan urbanisasi, dan, (f)
Internasional monitor akan diturunkan di Abyei untuk memastikan pelaksanaan perjanjian, dan,
(g) Orang-orang Abyei akan memiliki kesempatan untuk memilih dalam referendum. Referendum akan dijalankan secara bersamaan dengan referendum Sudan Selatan, dan akan menawarkan pilihan yang sama dengan Sudan Selatan.
commit to user
lxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Administrasi Periode Interim (a) Batas Kepresidenan akan membentuk Batas Abyei Commission atau
Abyei
Boundaries
Commission
(ABC)
untuk
menentukan batas resmi daerah Abyei.Laporan akhir dari ABC akan mengikat kedua belah pihak. (b) Tempat Tinggal Warga yang berada di Abyei akan tetap tinggal di daerah di Abyei yang sesuai dengan kriteria tinggal ditentukan oleh Abyei Referendum Commission. (c) Pengaturan Keamanan: Segera setelah pembentukan pemerintahan Abyei, Dewan Eksekutif akan membentuk Komite Keamanan Daerah Abyei. Komite Keamanan Daerah Abyei akan didampingi oleh
pemantau
internasional
untuk
memastikan
implementasi perjanjian. (d) Abyei Referendum Commission. Kepresidenan
harus
menetapkan
Abyei
Referendum
Commission bersamaan dengan Sudan Selatan Referendum. (e) Rekonsiliasi Kepresidenan memulai rekonsiliasi dan proses perdamaian untuk
Abyei
segera
setelah
Perjanjian
Perdamaian
Komprehensif ditandatangani. b) Perjanjian Republik Sudan dengan gerakan pemberontak selama masa konflik. (1) The Nuba Mountains Cease-Fire Agreement, 19 January 2002 Perjanjian antara Pemerintah Sudan dan the Sudan Peoples‟ Liberation Movement/Nuba untuk melakukan gencatan senjata dalam jangka enam (6) bulan. Perjanjian ini menjamin beberapa hak meliputi : commit to user
lxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(a) menjamin pergerakan bebas warga sipil, (b) kesepakatan penghentian berbagai kegiatan, meliputi: (i) Permusuhan, (ii) Semua serangan udara atau tanah, (iii) Gerakan pasukan, (iv) Aksi kekerasan kepada atau oleh penduduk sipil, (v) Pasokan amunisi dan persenjataan, (vi) Semua propaganda bermusuhan. (2) Agreement between the Government of Sudan and the National Democratic Alliance. Ditandatangani antara pemerintah Sudan (GOS) dan Aliansi Demokratik Nasional (NDA) pada Sabtu, 18 Juni 2005 di Kairo. Mohammed Osman al-Mirghani, yang memimpin oposisi Aliansi Demokratik Nasional (NDA), dan Wakil Presiden Sudan Ali Osman Taha. Ada tiga hal yang menjadi kesepakatan meliputi mekanisme pelaksanaan, integrasi angkatan bersenjata dan penegakan kesepakatan. (3) Darfur Peace Agreement,Perjanjian Perdamaian Darfur, juga dikenal sebagai Perjanjian Abuja , ditandatangani pada 5 Mei 2006 oleh Gerakan Pembebas Sudan yang dipimpin oleh Mini Menawi , dan Pemerintah Sudan dalam upaya untuk mencapai perdamaian di
Darfur.
Perjanjian tersebut
mewajibkan
pemerintah Sudan Persatuan Nasional untuk menyelesaikan perlucutan senjata dan demobilisasi diverifikasi Janjaweed milisi pada pertengahan Oktober 2006. (4) East Sudan Peace Agreement, 15 Oktober 2006, Kesepakatan damai antara Eastern Front dan Pemerintah Sudan (GOS). Kesepakatan pembagian kekuasaan untuk
Eastern Front
meliputi satu jabatan Asisten Presiden, stu jabatan penasihat Presiden, satu jabatan Menteri Negara , delapan kursi parlemen di Khartoum dan 10 kursi parlemen di masing-masing tiga commit to user negara bagian timur.
lxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c) Perjanjian internasional antara Republik Sudan dengan negara lain (1) Perjanjian internasional bilateral (a) Perjanjian Antara Republik Sudan Dan Mesir Sebuah perjanjian era kolonial antara Mesir dan Sudan mengenai kontrol atas sebagian besar air sungai Nil. (Ali Abdalla Ali, http://www.Sudantri bune.com/The-Egyptianrole-in-Sudan-s,35500. [Diakses tanggal 5 Januari 2012]). (b) Perjanjian antara Republik Sudan dan China Perjanjian sudan dan China meliputi perjanjian investasi, Perjajian pengeboran minyak terbesar yang berada di Sudan dan perjanjian persenjataan. China adalah dalam kemitraan yang menguntungkan yang memberikan miliaran dolar dalam investasi, minyak pendapatan dan senjata . (Sudan tribune,
http://www.Sudantribune.com/China-and-Sudan-
sign -new-oil-gas,33188. [Diakses tanggal 6 Januari 2012]). (c) Dakar Agreement Between Chad And Sudan Dakar Agreement Between Chad And Sudan, pada 13 maret 2008, di S Idriss Deby Itno, Presiden Republik Chad dan Omar Hassan al-Bashir, Presiden Republik Sudan. Sepakat Untuk mengakhiri perselisihan antara definitif untuk kedua negara, memulihkan perdamaian dan keamanan. Perjanjian internasional Sesudah suksesi negara (antara Republik Sudan, Republik Sudan Selatan, dan Negara lain). a) Perjanjian antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan (1) Framework Agreement Between Sudan‟s Ruling Perjanjian antara Pemerintah Sudan dan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (Utara) pada kemitraan politik antara NCP dan SPLM dan Tata politik dan Keamanan di Nil Biru dan Selatan Kordofa negara, pada 28 Juni 2011. Dokumen ini ditandatangani oleh Presiden asisten Nafei Nafei Ali yang juga wakil ketua dan commit to user
lxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Malik Gubernur Agaar dari Blue Nile negara dan pemimpin SPLMN pada Selasa 28 Juni di Addis Ababa. (2) Memorandum
of
Understanding on
Non
aggression and
Cooperation. Pada
tanggal
10
Februari
2011.
Kesepakatan
yang
ditandatangani oleh kepala biro intelijen Selatan Sudan, Thomas Douth, dan direktur intelijen nasional dan keamanan Sudan, Mohammed Atta. perjanjian bertujuan untuk memungkinkan kedua belah pihak mengembangkannya kerjasama keduabelah pihak
dan
menghentikan
dukungan
terhadap
kelompok
pemberontak dari kedua sisi. (3) Kesepakatan Prinsip Empat Kebebasan Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan menandatangani perjanjian kerangka kerja mengenai kesepakatan prinsip 'Empat Kebebasan
meliputi : kebebasan tempat tinggal, kebebasan
bergerak, kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi dan kebebasan untuk memperoleh dan melepas property (Sudan tribune,
http://www.Sudantribune.com/Far-right-group-
slamsgovernment,41914 [Diakses tanggal 15 Maret 2012]). b) Perjanjian antara Republik Sudan dengan negara lain (1) Perjanjian antara Republik Sudan dengan Ethiopia Perjanjian antara Sudan dan Ethiopia untuk membentuk sebuah bendungan listrik tenaga air pada sungai Blue Nil. (Tesfa-Alem Tekle,
http://www.Sudantribune.com/Sudan-commits-
machineries-to,41135. [Diakses tanggal 5 Januari 2012]).. (2) Perjanjian antara Republik Sudan dengan Qatar Perjanjian hubungan bilateral , Qatar menyatakan kesediaannya untuk mengunjungi Sudan dan berjanji untuk membantu ekonomi. Qatar akan melakukan investasi mencakup pembelian obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Sudan dan investasi di user berbagai sektor commit terutamato pertambangan, minyak, pertanian dan
lxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jasa serta Qatar menyerahkan pinjaman sebesar $ 2000000000 (Sudan tribune, http://www.Sudantribune.com/Sudan-may-getmuch-needed-economic,41835.
[Diakses
tanggal
8
maret
2012]). c) Perjanjian antara Republik Sudan Selatan dengan negara lain (1) Perjanjian antara Republik Sudan Selatan dan Kenya Sudan
Selatan
dan
Kenya
telah
menandatangani
nota
kesepahaman tentang pembangunan sebuah minyak pipa dari Sudan Selatan ke pelabuhan Lamu Kenya pada tanggal 24 Januari 2012. Perjanjian ini dilakukan empat hari setelah Sudan Selatan mengeluarkan resolusi di kabinet untuk menutup operasi pipa minyak Sudan menuju pelabuhan Port Sudan (Ngor Arol Garang,
http://www.Sudantribune.
com/South-Sudan-will-
continue-talks,41355.[ Diakses tanggal 13 Januari 2012]). (2) Perjanjian antara Republik Sudan Selatan dan Uganda Perjanjian Presiden Sudan Selatan dengan Presiden Uganda pada 20 November 2011. Perjanjian tersebut meliputi integrasi regional,
perdagangan
dan
hambatan
perdagangan,
dan
mendirikan komite bersama pada Januari 2012 untuk menangani masalah perbatasan dan lintas batas kejahatan (Philip Thon Aleu, http://www.Sudantribune.com/South-Sudan-Uganda-Presidents, 40780 [Diakses tanggal 21 desember 2011). (3) Perjanjian antara Republik Sudan Selatan dan Ethiopia Pemerintah Ethiopia dan Sudan Selatan pada 4 Maret 2012 menandatangani delapan nota kesepahaman untuk meningkatkan hubungan
ekonomi
dan
diplomatik.(Tesfa-Alem
http://www.Sudantribune.Com
/South-Sudan-seeks-Ethiopia-
premier,41343, [Diakses tanggal 1 februari 2012]).
commit to user
lxxix
Tekle ,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Hutang negara Republik Sudan adalah negara yang harus berurusan dengan konflik sosial, perang sipil, dan pada juli 2011 terjadi pemisahan diri dari Republik Sudan Selatan. Suksesi negara ini berdampak hilangnya tiga perempat wilayah Republik Sudan yang berpotensi sumber daya miyak yang selama ini menjadi penompang ekonomi Republik Sudan. Republik Sudan ekonomi berkembang pesat dikarenakan peningkatan produksi minyak, harga minyak tinggi, dan arus masuk besar investasi asing langsung. Pertumbuhan PDB terdaftar lebih dari 10% per tahun pada 2006 dan 2007. Dari tahun 1997 sampai saat ini, Republik Sudan telah bekerja sama dengan IMF untuk melaksanakan reformasi ekonomi makro, termasuk
pelampung
dikelola
nilai
tukar. Republik
Sudan
mulai
mengekspor minyak mentah pada kuartal terakhir tahun 1999. Produksi pertanian tetap penting, karena mempekerjakan 80% tenaga kerja dan memberikan kontribusi sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) (The
world
factbook
:
Republik
https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/
Sudan. su.html
[Diakses tanggal 5 september 2011]). Konflik Darfur, setelah dua dekade perang sipil di selatan, kurangnya infrastruktur dasar di daerah yang luas, dan ketergantungan oleh sebagiann besar penduduk pada pertanian subsisten memastikan sebagiann besar penduduk akan tetap pada atau di bawah garis kemiskinan untuk tahun meskipun kenaikan yang cepat dalam rata-rata pendapatan per kapita. . Republik Sudan yang mengalami perang saudara, ketidakstabilan politik, cuaca buruk, harga dunia komoditas lemah, penurunan pengiriman uang dari luar negeri, dan kebijakan ekonomi kontraproduktif. Pendapatan utama negara adalah kegiatan pertanian dan perdagangan. Pertanian yang mempekerjakan 80% tenaga kerja, menjadi Industri utama. Kinerja ekonomi lesu selama dekade terakhir, sebagian besar disebabkan curah hujan tahunan menurun, yang menyebabkan pendapatan per kapita pada commit to user tingkat rendah.
lxxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebuah utang luar negeri dan tunggakan besar terus menimbulkan kesulitan. Pada tahun 1990 IMF mengambil langkah yang tidak biasa dengan menyatakan Republik Sudan noncooperative karena tidak mampu membayar tunggakan. Setelah Republik Sudan mundur pada reformasi yang dijanjikan di 1992-93, IMF mengancam akan mengusir Republik Sudan dari IMF. Untuk menghindari pengusiran, Republik Sudan setuju untuk melakukan pembayaran tunggakan untuk IMF, liberalisasi nilai tukar, dan mengurangi subsidi, tindakan yang telah diimplementasikan secara parsial. Perang saudara dan isolasi dari masyarakat internasional terus menghambat pertumbuhan di sektor ekonomi non pertanian selama tahun 1999. Pemerintah telah bekerja dengan mitra asing untuk mengembangkan sektor minyak, dan negara ini memproduksi lebih dari setengah juta barel per hari (John A. Akec. http://www.Republik Sudantribune.com/IMF-World-Bank-Annual-Meetings,40395.
Diakses
tanggal 26 maret 2012 ]) Menjelang referendum pemisahan diri Republik Sudan Selatan, yang terjadi pada bulan Januari 2011, Republik Sudan melihat mata uangnya terdepresiasi jauh di pasar gelap dengan kurs resmi Bank Sentral juga kehilangan nilai. Bank Sentral Republik Sudan melakukan intervensi besar di pasar mata uang untuk mempertahankan nilai pound dan pemerintah Republik Sudan memperkenalkan sejumlah tindakan untuk menahan kelebihan permintaan lokal untuk mata uang, tetapi ketidakpastian tentang pemisahan diri juga berpengaruh pada devisa negara (CIA The World Fact Book,
http://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/
su.html. [Diakses tanggal 5 Juni 2011]). Hutang Republik Sudan bertambah menjadi $ 1 miliar per tahun. Hutang eksternal Republik Sudan mendekati $ 38 miliar pada Desember 2010. Hutang eksternal adalah bagian dari total utang di negara, yang dibayarkan kepada kreditor luar negeri. Debitur mungkin pemerintah, perusahaan atau rumah tangga pribadi. Hutang termasuk uang berutang commit to user kepada bank komersial swasta, pemerintah lain atau lembaga keuangan lxxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
internasional seperti IMF dan Bank Dunia (Donald Rutherford, 2002: 216). Menurut
IMF
memproyeksikan pertumbuhan
PDB
negatif
nyata
bagi Republik Sudan; -0,2% di 2011 dan -0,4% di 2012. Sejak wilayah yang kaya minyak, yaitu Republik Sudan bagian Selatan memisahkan diri di bulan Juli 2011 lalu, Republik Sudan kehilangan mata uang utama sumber asing menyebabkan penurunan tajam pada nilai tukar pound Republik Sudan terhadap mata uang utama. Pada satu titik dolar diperdagangkan untuk £ 5,2 Republik Sudan yang hampir dua kali tingkat resmi £ 2,7 Republik Sudan (Sudan tribune, http://www.Sudantribune. com/spip.php?iframe&page=imprimable&id_article=41691
[Diakses
tanggal 23 Februari 2012]). Republik Sudan memiliki beberapa hutang internasional yang tersebar di berbagai negara baik di negara-negara di Afrika, di Eropa dan di Amerika, yang udah berlangsung sejak tahun 1985. Republik Sudan berhutang dengan Amerika sebesar $ 38 miliar dan berhutang dengan Inggris sebesar $ 1,2 miliar dan dengan negara-negara di bagian Teluk Arab Serikat Arab Saudi dan Kuwait sebesar $ 9 miliar pada tahun 1985 yang berkembang $ 38 miliar (Sudan tribune, http://www.Sudantribune. com/Sudan-s-finance-minister-says-debt,41192. [ Diakses tanggal 5 Januari 2012] ). Presiden AS Barack Obama mengajukan proposal anggaran 2013 kepada Kongres AS yang didalamnya termasuk alokasi untuk pembebasan utang pada Republik Sudan sebesar $ 2,4 miliar, jika Republik Sudan dapat memenuhi kondisi termasuk implementasi penuh 2005 Perjanjian Damai Komprehensif (CPA) dan mengikuti persyaratan hukum hak asasi manusia dalam menyelesaikan konflik terpisah di Darfur , Blue Nile Selatan dan Kordofan dan memerangi terorisme. Dan pada tahun 2014 Inggris juga akan untuk membatalkan semua hutang Republik Republik Sudan sebesar $ 1,2 miliar dengan persyaratan yang sama seperti yang diajukan oleh Amerika kepada Republik Sudan. (Sudan tribune. commit to user http://www.Sudan tribune.com/RepublikSudan-rejects-US-conditions-
lxxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
for,41664 [ Diakses tanggal 21 Februari2012]). Menteri Keuangan dan Ekonomi Republik Republik Sudan Ali Mahmood menjelaskan bahwa Republik Sudan membayar telah melakukan pembayaran hutang sebesar $ 600 juta kepada Teluk Arab Serikat Arab Saudi dan Kuwait, dari total hutang $ 38 milyar dengan bunganya (Sudan tribune, http://www. Sudan tribune.com/Sudan-rejects-US-conditions-for,41664 [ Diakses tanggal 21 Februari2012]). Sejak Presiden al-Bashir berkuasa dalam kudeta tahun 1989, rezimnya telah diakui lebih dari $ 23 miliar utang banyak digunakan untuk membiayai Pemerintah perang Republik Sudan terhadap Darfur dan Selatan. Pemerintah juga menggunakan pinjaman untuk mendukung pembangunan di Khartoum sementara mengabaikan daerah perifer seperti Darfur, Republik Sudan Timur, dan Selatan. Distribusi utang adalah salah satu pasca referendum isu yang Republik Sudan Utara dan Republik Sudan Selatan harus menyelesaikan sebelum tanggal 9 Juli 2011, ketika Selatan resmi menjadi merdeka. Republik Sudan terus bersikeras bahwa Republik Sudan Selatan harus menerima sebagian hutang karena beberapa dari itu hutang juga digunakan untuk mengembangkan infrastruktur minyak yang terutama dilakukan di wilayah Sudan Selatan sehingga hal tersebut secara tidak langsung memberi keuntungan pada Republik Sudan Selatan, Namun Pemerintah Republik Sudan Selatan menolak untuk menerima sebagian dari hutang. Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan belum menyepakati pembagian
hutang
nasional
warisan
republik
Republik
Sudan
terdahulu. Pemerintah Republik Sudan Selatan menyatakan bahwa mereka tidak akan menerima pembagian hutang republik Republik Sudan, dengan alasan bahwa hutang itu timbul karena digunakan pemerintahan Republik Sudan untuk membiayai tentara utara untuk melawan pemberontakan Republik Sudan Selatan dalam perang saudara. Penolakan ini di nyatakan tegas oleh kementerian perdagangan, industri dan investasi Simon Nyang commit to user Anei bahwa Republik Sudan Selatan sekarang menjadi negara berdaulat
lxxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setelah memisahkan diri dari Republik Sudan yang berarti bahwa negara ini tidak mewarisi sanksi ekonomi Amerika Serikat atas Republik Sudan karena tuduhan mensponsori terorisme dan untuk pelaksanaan angkatan bersenjata dan paramiliter dalam menanggapi pemberontakan di Darfur yang dimulai pada 2003 dan bebas dari hutang negara Republik Sudan. Namun, Republik Sudan Selatan tetap memintakan keringanan hutang untuk Republik Sudan Serta meminta penghapusan sanksi ekonomi Amerika Serikat terhadap Republik Sudan karena menyadari bahwa kondisi kekurangan uang negara tetangganya dapat mempengaruhi dalam usaha mengakhiri perang dengan pemberontak di wilayah Darfur dan negaranegara yang berada di perbatasan yang pernah bersekutu dengan tentara pembebasan selatan., sehingga akan memberikan kontribusi untuk menciptakan lingkungan investasi yang menguntungkan bagi Republik Sudan yang kiranya akan memudahkan dalam mencari pinjamansumber permodalan lainnya. Amerika dan Inggris setuju dengan permohonan Republik Sudan Selatan dengan mengusulkan untuk melakukan penghapusan hutang terhadap Republik Sudan pada tahun 2013 dan 2014 dengan ketentuan bahwa Republik Sudan harus dapat memenuhi kondisi termasuk implementasi penuh 2005 Perjanjian Damai Komprehensif (CPA) dan mengikuti persyaratan hukum hak asasi manusia dalam menyelesaikan konflik terpisah di Darfur , Blue Nile Selatan dan Kordofan dan memerangi terorisme. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh pemerintah Republik Sudan, dengan alasan bahwa pencabutan Sanksi ekonomi dan penghapusan hutang tersebut hanya dilakukan Amerika agar Republik Sudan menjadi salah satu negara pendukung Amerika dalam memerangi terorisme (Sudan tribune, http://www. Sudan tribune.com/Republik Sudan-rejects-USconditions-for,41664 [ Diakses tanggal 21 Februari 2012]). Untuk menyiasati keadaan ekonomi tersebut dan tanggapan dari to user Republik Sudan Tersebut, commit Pemerintah Republik Sudan telah secara sepihak
lxxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merebut minyak dari Republik Sudan Selatan melalui proses pengilangan di Port milik Republik Sudan di Laut Merah dan menampungnya didalam kapal. Kementerian kehakiman di Republik Sudan Selatan menerbitkan daftar tiga kapal yang membawa minyak Republik Sudan Selatan di Port atas perintah dari Republik Sudan. The "MT Sky Sea" berisi 605.784 barel, "MT Al Nouf" sekitar 750.000 barel dan "MT Ratna Shradha" sekitar 600.000 barel. Selain perampasan tersebut ada pula pengenaan biaya perjalanan yang tinggi. Republik Sudan telah memberlakukan biaya perjalanan untuk semua minyak Republik Sudan Selatan yang telah dikirimkan ke terminal di Port Republik
Sudan di
Laut
Merah
dan
melakukan
kenaikan
pemberlakuan biaya perjalanan secara sepihak, yang mulanya $ 32 per barel minyak mentah kemudian dinaikkan menjadi $ 36 per barel. Kejadian diatas tersebut membuat Republik Sudan Selatan mengakhiri pengiriman minyanya
ke
Port
di
Republik
Sudan
(Sudan
tribune,
http://www.Sudantribune.com/Bashir-admits-Sudan-s-grim,40388 [Diakses tanggal 11 Januari 2012]). c. Kewarganegaraan Dalam beberapa literature dijelaskan bahwa kolonisme masyarakat di Republik Sudan telah terjadi sejak lama, jauh sebelum negara tersebut merdeka. Dimana
penduduk Sudan Utara selalu ditempatkan sebagai
penduduk asli, beradap serta sopan dan penganut agama muslim. Sedangkan penduduk Sudan Selatan adalah bagian dari penduduk dengan asal-usul yang tidak jelas, hitam serta primitif dan penyembah berhala (Ruth McCreery, 1946: 252–260). Anggapan ini lah yang membuat warga Sudan utara lebih mendominasi diberbagai kegiatan yang berlangsung di Republik Sudan. Dalam menentukan dasar pemerintahan dan pembentukan hukum selalu disesuaikan dan memprioritaskan kepentingan warga Sudan Utara (Amir H. Idris, 2005: 14). Di Sudan, baik hukum dan wacana umum pada kewarganegaraan, di fokus bukan pada warga negara, namun commit to user didasarkan pada keturunan, konsep kebangsaan valorizes etnis, sehingga
lxxxv
perpustakaan.uns.ac.id
etnis
digilib.uns.ac.id
memberikan
http://www.oecumene.
dasar
untuk
stratifikasi
(Cynthia
Morel,
eu/blog/citizenship-in-post-referendum-Sudan.
[Diakses tanggal 6 Juni 2011]). Berdasar hal tersebut Presiden Sudan Omar al-Bashir, menyatakan bahwa Republik Sudan tidak akan mengizinkan kewarganegaraan ganda sebagai akibat suksesi negara. Sehingga bagi warga Republik Sudan Selatan yang ingin tinggal di Sudan utara harus mendapat izin tinggal setelah 9 Juli 2011 sejak Republik Sudan selatan resmi merdeka, dan bagi warga Republik Sudan Selatan yang tidak memiliki izin tinggal akan dideportsi oleh pihak pemerintah Republik Sudan. Keseriusan pemerintah Republik Sudan terhadap kebijakan ini terlihat pada tindakan pemerintah Republik Sudan yang telah menutup perbatasannya dengan Republik Sudan Selatan, dengan tujuan menghentikan pergerakan komoditas antara Sudan utara dan Sudan selatan (Egidius Patnistik.http://inter nasional. kompas.com/read/2011/05/25/14513485/Sudan.Utara.Tak.Mau.Kewargan egaraan.Ganda. [Diakses tanggal 27 Juli 2011]) Dalam melaksanakan kebijakan tersebut Republik Sudan menghadapi beberapa kendala (Al Jazeera, http://www.aljazeera.net/analysis/pages/ bb51a9f1-e636-4e0d-9d1f-dad9b6dfc5fd. [Diakses tanggal 27 September 2011]) meliputi : 1) Pemerintah Republik Sudan tidak memiliki dasar hukum untuk mengidentifikasi subyek sesuai etnis masing-masing dalam Sensus terakhir; 2) Pengaturan hukum kewarganegaraan Republik Sudan menyatakan bahwa setiap orang asing yang tinggal di Sudan secara hukum selama 5
tahun
berturut-turut
memenuhi
syarat
untuk
mengajukan
permohonan kewarganegaraan Sudan. Kenyataannya penduduk Sudan Selatan yang tinggal di sudan utara telah lebih dari 20 tahun sehingga telah memenuhi persyarat kewarganegaraan; 3) Pemerintah Republik Sudan menetapkan kriteria seseorang yang commit todan usertelah membuat keputusan untuk terdaftar dalam referendum
lxxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sudan Selatan berhak untuk mengklaim identitas Sudan Selatan, namun belum secara terperinci mengenai batasan dan mekanisme untuk mengklaim identitas Sudan selatan; 4) Terjadi rasisme negara terhadap warga Sudan Selatan yang berada di wilayah Sudan Utara. Hingga ahkirnya Pada tanggal 13 Juli 2011 pemerintah Republik Sudan telah mengesahkan amandemen
terhadap Undang-Undang
kewarganegaraan Sudan. Di dalam amandemen tersebut mengenai
beberapa
hal (AFP,
mengatur
http://www.Modernghana.com/news/
339675/1/khartoum-cancels-Sudanese-nationality-of-southerne.html. [Diakses tanggal 25 Agustus 2011]) meliputi: 1) Pertama, bagi Mereka yang terdaftar untuk memberikan suara dalam referendum 2011 Januari dan mememilih suksesi negara bagi Sudan Selatan dianggap oleh pemerintah Republik Sudan menjadi Republik Sudan Selatan. 2) Pembatalan kebangsaan Sudan secara otomatis untuk setiap orang yang memperoleh kewarganegaraan dari negara Sudan Selatan semenjak Sudan Selatan menyatakan kemerdekaanya. Sehingga bagi warga Sudan Selatan yang ingin bekerja di sektor swasta di Sudan Utara, harus mendapatkan izin tinggal. 3) Bagi warga Sudan Selatan yang ingin tetap tinggal di utara diberi waktu periode transisi selama 9 bulan untuk mengurus perizinanan tersebut, dan bila lewat dari waktu yang telah ditentukan Pemerintah Sudan akan melakukan deportasi bagi warga Sudan Selatan yang tidak memilki izin dan izin tinggal. 4) Hukum sipil dan pemberian kartu identitas biometrik bagi warga negara Republik Sudan, ditujukan agar memudahkan penduduk di Republik Sudan mengakses hak-hak mereka. Dalam
Praktek
pelaksanaan
amandemen
Undang-Undang
Kewarganegaraan Sudan diketahui banyak terdapat pelanggaran HAM commityang to user terhadap warga Sudan selatan berada di Sudan Utara (Bronwen
lxxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Manby, http://blog.soros.org/2011/12/citizenship-and-state-succession-inthe-Sudans/. [Diakses tanggal 25 Agustus 2011]) hal tersebut meliputi : 1) Aplikasi kartu kartu identitas biometrik baru yang diberlakukan pemerintah Sudan ditujukan untuk menghalangi warga Sudan selatan di utara untuk mendapat akses pelayanan sosial. 2) Maraknya pemecatan terhadap warga Sudan selatan di utara dengan dasar tidak memiliki kartu identitas biometrik baru yang menyatakan sebagai warga Sudan utara walaupun orang tersebut telah dilengkapi dengan surat izin tinggal seperti yang diatur dalam amandemen Undang-Undang Kewarganegaraan Sudan. 3) Banyak terjadi pencabutan kewarganegaraan
secara sewenang-
wenang, sehingga terjadi deportasi masal dan paksa oleh pemerintah Sudan terhadap warga Sudan selatan yang sedang mengurus perijinan di Sudan Utara. Di lain pihak Republik Sudan Selatan dalam konstitusinya mengatur mengenai ketentuan Penentuan kewarganegaraan Sudan Selatan yang diatur dalam Pasal 45 mengenai Kewarganegaraan dan Hak dan Pasal 46 mengenai Tugas Warga Negara. Di dalamnya menyatakan bahwa seorang individu akan dianggap sebagai warga negara Sudan Selatan jika memenuhi salah satu persyaratan sebagai berikut: 1) Setiap orang tua, kakek atau nenek buyut pada garis laki-laki atau perempuan lahir di Sudan Selatan, 2) Orang tersebut milik salah satu komunitas suku asli Sudan Selatan, 3) Orang tersebut, pada saat RUU ini diberlakukan, telah berdomisili di Sudan Selatan sejak 1 Januari 1956 [tanggal kemerdekaan], atau 4) Orang tersebut telah mengakuisisi dan mempertahankan status Sudan Selatan nasional. Selain itu di Sudan Selatan, seseorang diperbolehkan untuk memiliki kewarganegaraan ganda
untuk
menghindari
seseorang
kehilangan
kewarganegaraannya karena suksesi negara. Tujuan kebijakan Sudan commit to user Selatan adalah menyeimbangkan kebajikan kohesi etnis dan keragaman
lxxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
etnis (Bronwen Manby, http://blog.soros.org/2011/12/citizenship-andstate-succession-in-the-Sudans/ [Diakses tanggal 25 Agustus 2011]). Undang-Undang Kewarganegaraan Sudan mendapat reaksi negatif oleh masyarakat internasional. Salah satunya disampaikan secara resmi dalam nota PBB. Nota PBB tersebut memerintahkan pada pemerintah Republik Sudan untuk segera melakukan amandemen kembali terhadap kebijakan kewarganegraannya tersebut, dengan harapan adanya kebijakan baru yang lebih memperhatikan mengenai jaminan perlindungan HAM. Yang dimana tidak akan ada tindakan pendiskriminasian yang saling merugikan terutama warga negara Republik Sudan Selatan.Akhirnya pada Maret 2012
Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan mencapai
kesepakatan mengenai prinsip 'Empat Kebebasan', (Sudan tribune. http://www.
Sudantribune.
com/Sudan-VP-downplays-significance-
of,41944. [Diakses tanggal 18 Maret 2012]). d. Arsip negara Arsip-arsip berupa dokumen baik secara tertulis maupun visual baik dalam bentuk foto ataupun video dokumentasi mengenai Republik Sudan masih tersimpan di Khartoum ibukota Sudan Utara dan sebagian masih disimpan oleh pemerintah Inggris. Arsip yang berada di Khartoum merupakan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan perundingan-perundingan, kerangka perjanjian, dan pertimbangan-pertimbangan dalam perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh Republik Sudan atau pun Republik Sudan Selatan sebelum terjadi suksesi. Sedangkan dokumen yang disimpan oleh pemerintahan Inggris adalah dokumen Sudan selama berada di bawah kekuasaan Inggris hingga dokumen pemberian kemerdekaan oleh Inggris kepada Sudan pada tahun 1956. Untuk peninggalan bersejarah dan situs-situs budaya, penguasaan setelah suksesi negara dilakukan berdasar wilayah. Hal ini dibuktikan dengan penguasaan oleh Sudan Selatan terhadap Pitt Rivers Museum yang commit to user didalamnya terdapat koleksi meliputi 1300 artefak dan 5000 foto (Museum
lxxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pitt River, http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid &u=http://southernSudan.prm.ox.ac.uk/ [Diakses tanggal 13 Maret 2012]). Sedangkan situs budaya yang berada di Sudan utara sudah mengalami privatisasi, yang dimana kepemilikan situs telah menjadi milik masyarakat umum. Keadaan ini dilatarbelakangi kebutuhan pemerintah Sudan utara terhadap dana, guna membiayai perang saudara yang terjadi di Sudan selama
beberapa
dekade
pemerintahan
(Wafa
'Abd
al-Rahman,
http://www.Sudantribune.com/SHRO-Cairo-Women-Activists,16411. [Diakses tanggal 28 Juni 2011]). e. Public property Public property dapat berwujud gedung-gedung dan tanah milik negara, alat-alat transportasi milik negara, dana-dana pemerintah yang tersimpan dalam bank, pelabuhan-pelabuhan dan sebagainya. Public property dapat dibedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak (Sefriani, 2011: 303). Dalam suksesi negara yang terjadi antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan pembagian mengenai Public property belum terjadi pembagian yang jelas dan terperinci dalam suatu perjanjian yang baru dan masih berdasar pada CPA. Data mengenai kepemilikan dan kekayaan masing-masing negara juga belum teradministrasi secara resmi sehingga dalam pengumpulan dana mengenai Public property hanya dapat dilakukan secara terbatas. Public property yang dapat dibahas hanya berdasar laporan sementara dari Kedutaan Besar Republik Indonesia Sudan (Mulyadi. 2012. Laporan Sementara Keadaan Sudan. Kedutaan Besar Republik Indonesia Sudan) yang meliputi : 1) Kepemilikan dan penyimpanan dana di bank serta tanah dan bangunan. Kepemilikan dan Penyimpanan Dana di Bank di atur berdasar kesepakatan terdahulu yaitu The Protocol on Wealth Sharing, yang menyatakan bahwa dana terbagi menjadi 2 kepemilikan dan tersimpan di dua bank yang berbeda yaitu : commit to user
xc
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a) Dana milik Republik Sudan berada di Central Bank of Sudan (CBO) ,sedangkan dana milik Republik Sudan Selatan tersimpan di Bank of Shouth Sudan (BOSS). b) Mengenai kepemilikan tanah dan bangunan dibagi berdasar kewilayahan dan di tangani oleh badan kewilayahan masingmasing negara baik Republik Sudan ataupun Republik Sudan Selatan. 2) Daerah Administrasi Abyei Pengaturan mengenai penguasaan Public property di daerah perbatasan Abyei tercantum dalam Temporary Arrangements for The Administration and Security of The Abyei Area yang ditandatangani pada 20 Juni 2011, dimana isinya masih merujuk pada perjanjian sebelumnya yaitu Resolution of the Abyei Conflict yang ditandatangani 26 Mei 2004. Dalam perjanjian tersebut diatur bahwa penyelesaian mengenai daerah perbatasan Abyei akan diselesaikan melalui referendum dan selama masa transisi dalam masalah perbatasan akan berdasar pada garis imaginer yang ditarik lurus antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan. 3) Kilang minyak dan sumber daya minyak Republik Sudan memiliki kilang minyak yang berada di Port di Laut Merah, kilang minyak ini lah yang digunakan untuk melakukan kegiatan pengilangan semasa sebelum suksesi negara. Setelah suksesi negara Republik Sudan Selatan menguasai tiga perempat dari wilayah republik Sudan sebelumnya yang merupakan wilayah yang terdapat sumber daya minyak, sehingga Republik Sudan Selatan adalah negara yang kaya akan minyak. Namun kendala yang dihadapi Republik Sudan Selatan adalah tidak memiliki kilang minyak sendiri. Jadi karena kondisi tersebutlah Republik Sudan Selatan bekerja sama dengan Republik Sudan dalam melakukan penyulingan terhadap minyak tersebut. Permasalahan yang muncul adalah Republik Sudan commit to user
xci
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberlakukan biaya untuk jasa tersebut, namun pengenaan biaya tersebut diberlakukan dengan biaya yang tinggi. f. Privat property Privat property yang dimaksud adalah harta benda juga hak-hak milik perorangan atau perusahaan yang bukan milik negara berdasarkan hukum nasional Predecessor. Dalam hal terjadi suksesi pada umumnya para ahli hukum internasional sepakat bahwa privat property ini harus dihormati atau dilindungi oleh Predecessor state serta tidak dipengaruhi secara otomatis oleh suksesi negara yang terjadi (Sefriani, 2011: 306). Berdasarkan laporan sementara dari Kedutaan Besar Republik Indonesia Sudan (Mulyadi.2012. Laporan Sementara Keadaan Sudan. Kedutaan Besar Republik Indonesia Sudan) bahwa kebijakan mengenai pembagian penguasaan privat property sebagai Implikasi Hukum suksesi negara dilakukan secara terpisah sehingga mengenai pembagian hak-hak terhadap privat property menjadi tanggungan masing-masing negara baik Republik Sudan atau pun Republik Sudan Selatan.Namun tidak menutup kemungkinan terjadi kerjasama antara Republik Sudan, Republik Sudan Selatan dan perusahaan swasta sebagai kebijakan baru untuk penyelesaian permasalahan yang timbul karena implikasi hukum suksesi negara mengenai privat property. Beberapa pemilik privat property yang berada di Republik Sudan yaitu; Petrodar Operating Company (PDOC) yang merupakan konsorsium perusahaan minyak nasional yang sebagiann besar terdiri dari beberapa negara
Cina,
Malaysia
dan
India
(Eric
Reeves,
http://www.Sudantribune.com/Sudan-Oil-Crisis-Extortion-and,41452. [Diakses tanggal 30 Januari 2012]).PDOC adalah sebuah perusahaan yang beroperasi bekerja di industri eksplorasi, pengembangan, produksi dan transportasi minyak mentah. Beroperasi di blok 3D, 3E dan 7E yang terletak di tenggara Sudan dengan luas konsesi total 72.420 km persegi. PDOC didirikan berdasarkan hukum British Virgin Islands dan to user memiliki cabang terdaftarcommit di Sudan (http://www.petrodar.com/, [diakses
xcii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanggal 30 Januari 2012]). Keadaan ini dipertegas dengan adanya pengaturan mengenai kepemilikan privat property dalam Pasal 28 Konstitusi Republik Sudan atau pun Republik Sudan Selatan. g. Keanggotaan organisasi internasional Sudan merupakan negara yang bergabung dengan berbagai organisasi internasional seperti: IMF (International Monetary Fund), WHO (World Health Organization), WIPO (World Intellectual Property Organization), WTO (World Trade Organization), UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development). (CIA The World Fact Book, http://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/su.html. [Diakses tanggal 5 Juni 2011]). Keanggotaan Republik Sudan Selatan pada organisasi internasional Meliputi : Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang resmi bergabung pada 14 Juli 2011 menjadi negara anggota ke 193 di dalam Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB menyambut Sudan Selatan sebagai 193 Negara Anggota" , Un.org.Diperoleh 2011/09/16), Uni Afrika yang resmi bergabung pada 28 Juli 2011 sebagai negara anggota ke 54 di dalam Uni Afrika, Liga Arab, Masyarakat Afrika Timur (EAC), IMF resmi bergabung pada 9 Juli 2011 menjadi negara anggota ke 187 anggota (IMF, http://www.imf.org/external/np/sec/pr/2011/pr11145.htm. [Diakses tanggal 20 agustus 2011]). h. Tanggung jawab terhadap claims in tort & delict. Koflik antara Republik Sudan Utara dengan Republik Sudan Selatan, terdapat satu konflik lagi yang terjadi di Republik Sudan yaitu konflik Darfur. Konflik Darfur terjadi sejak Februari 2003 oleh 2 kelompok bersenjata yang disebut Sudan Liberation Army (SLA) dan Justice and Equality Movement (JEM). Pada Januari 2004 sumber PBB melaporkan bahwa sekitar 85 persen to user dari 900 ribu orang yangcommit terkena dampak konflik darfur tidak dapat
xciii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengakses bantuan kemanusiaan, karena ketidakamanan. Pada bulan April 2008 PBB melaporkan sekitar 300 ribu orang tewas dalam konflik tersebut (Tim Youngs, Sudan:Conflict in Darfur, http://www.parliament.uk. [Diakses tanggal 23 Maret 2011]). Konflik Sudan mengandung beberapa jenis tindakan pembantaian yang dapat dijelaskan sebagai tindakan kriminal di Sudan yang meliputi : Ethnic Cleansing, pergerakan kekuatan militer, pemindahan penduduk, serta penyerangan. Kejahatan lainya seperti perampokan, pemerkosaan wanita dan anak-anak dibawah umur, pembakaran rumah dan kampung. Karena konflik yang terus berlangsung dan korban semakin banyak berjatuhan, usaha-usaha untuk menciptakan perdamaian juga diupayakan oleh pihak-pihak penegak hukum serta keadilan internasional. Konflik Sudan telah masuk dalam ranah internasional karena menyangkut isu HAM serta stabilitas internasional. Berbagai kejahatan seperti genosida, kejahatan lain terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang memang merupakan jenis kejahatan yang berskala Internasional. Selain itu juga masalah Hak Asasi Manusia (HAM) serta genosida merupakan jenis masalah yang dapat dikategorikan dalam masalah Transnasional artinya pengadilan serta upaya penyelesaian masalah tersebut dapat disoroti oleh masyarakat internasional tanpa melihat teritori wilayah serta tidak dibatasi oleh hukum suatu negara. Seperti yang diketahui di wilayah Republik Sudan Selatan terdapat sumber daya alam berupa minyak, gas, dan uranium. Inilah yang membuat pihak asing, khususnya Negara-negara Barat (AS dan Inggris) dan Cina ikut campur tangan dalam konflik Sudan tersebut. Pihak asing tersebutlah yang membuat konflik etnis tersebut tak kunjung usai. Di sini, terjadi keadaan di mana etnis dijadikan sebuah instrument untuk mencapai kepentingan asing. Boleh dikatakan konflik Sudan adalah konflik etnis yang dipolitisi atau konflik etnis yang diboncengi kepentingan asing. Selain itu kegagalan disebabkan oleh rendahnya motivasi para aktor untuk commit to user menyelesaikan konflik.
xciv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ICC sebagai organisasi internasional yang berperan dalam menegakan supremasi hukum internasional, seringkali menemukan jalan buntu dalam penyelesaian konflik tersebut. Hal ini berkaitan dengan upaya menjamin stabilitas domestik Sudan. Dalam arti bahwa penangkapan presiden Omar Al Bashir akan berdampak pada situasi Sudan serta jaminan stabilitas domestiknya. Tuduhan ICC atas pelanggaran yang terjadi di Republik Sudan dengan tegas ditolak oleh Pemerintah Republik Sudan dan menuduh negara-negara barat menggunakan ICC untuk menstabilisasi Republik Sudan dan menguasai kekayaan Sudan terutama minyak. Penetapan tersangka Presiden Republik Sudan oleh ICC ini direspon oleh pemerintah Republik Sudan, dengan mengusir 13 International Non Governmental Organization (INGO) dan 3 National Non Governmental Organization (NNGO) nasional, beberapa jam setelah pengumuman oleh ICC. Mereka dituduh telah melanggar hukum Sudan dan memberi informasi yang tidak benar kepada ICC dan diperintahkan untuk meninggalkan Republik Sudan dalam waktu 24 jam. ICC sebagai sebuah instrument internasional yang bertujuan untuk menciptakan keadilan global secara khusus dalam menyelesaikan konflik yang disinyalir terdapat tindakan genosida serta ethnic cleansing.
B. Pembahasan Istilah suksesi negara selalu terkait akan adanya suatu perpindahan kekuasaan dari kelompok pertama kepada yang kedua. Sehingga suksesi negara selalu berhubungan dengan implikasi-implikasi hukum yang timbul akibat perubahan kedaulatan atas suatu wilayah (Peter Malanczuk, 1997: 157). Implikasi hukum yang ditimbulkan dari suksesi negara sangat bergantung pada jenis suksesi apa yang terjadi disuatu negara tersebut. Hal ini dikarena dalam proses suksesi negara dapat diartikan dalam beberapa bentuk meliputi penggabungan, pemisahan atau pembentukan sebuah negara baru, yang selalu terkait dengan perubahan kedaulatan (Malcolm Shaw, 2009: 675). commit to user
xcv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Referendum di Republik Sudan pada bulan Januari 2011, menghasilkan keputusan yaitu Sudan Selatan memilih untuk memisahkan diri (Secession) dari Republik Sudan dan membentuk negara baru yaitu Republik Sudan Selatan yang dinyatakan dalam deklarasi kemerdekaan Republik Sudan Selatan pada tanggal 9 Juli 2011. Suksesi negara yang terjadi antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan, disebut dengan suksesi parsial atau suksesi negara yang berupa pemisahan diri dengan negara sebelumnya dan membentuk negara baru tanpa menghilangkan eksistensi dari negara sebelumnya. Suksesi parsial memiliki beberapa teori dalam hal pembagian tanggung jawab antara Predecessor state dan Successor state yang meliputi; Common doktrine (universal Doctrine), Clean state doctrine, serta Teori yang ditentukan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983. Sehingga dimungkinkan terjadinya modifikasi-modifikasi dalam implikasi hukum yang timbul dalam suksesi negara, dengan berdasarkan kesepakatan para pihak. Kajian utama dalam penulisan hukum ini adalah saat implikasi-implikasi suksesi negara muncul sebagai hal yang disepakati oleh para pihak, maka perlu dikaji kembali apakah kesepakatan oleh Predecessor state dan Successor state dalam hal pembagian tanggung jawab dan kewenangan tersebut sudah sesuikah dengan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh konvensi-konvensi internasional dan kebiasaan hukum internasional. Berikut ini adalah mplikasi hukum akibat suksesi negara yang terjadi di suksesi Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan. 1. Perjanjian internasional The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 merupakan kodifikasi hukum kebiasaan internasional, yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan internasional berdasar kebiasaan internasional mengenai implikasi hukum terhadap perjanjian internasional yang muncul antara Predecessor state terhadap Successor state dalam commit to user masalah suksesi negara. Pengaturan tersebut termuat dalam Pasal 17 dan
xcvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasal 24 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 yang menetapkan bahwa perjanjian tidak beralih pada Successor state kecuali ditentukan lain dalam perjanjian penyerahan kedaulatan antara Predecessor state terhadap Successor state atau disebut dengan devolution agreement (Boer Mauna, 2005: 41). Ketentuan ini sejalan dengan apa yang diatur oleh Pasal 34 Vienna Convention on the Law of Treaties on 1969 yang mengatur mengenai prinsip “pacta tertiis nec nocunt nec procent” yang artinya perjanjian tidak menimbulkan hak dan kewajiban kepada pihak ketiga tanpa persetujuannya. Dalam pengaturannya tidak semua perjanjian dapat ditolak oleh Successor state, perjanjian tersebut yaitu perjanjian yang terkait dengan wilayah atau sering disebut sebagai dispositive treaty dan perjanjian yang terkait dengan perbatasan atau servitude treaty. Hal ini diatur dalam Pasal 11 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 menetapkan bahwa suksesi negara tidak akan mempengaruhi Perjanjian mengenai perbatasan dan kewajiban dan hak yang ditetapkan oleh perjanjian dan yang berkaitan dengan rezim perbatasan. Pasal 12 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties
on 1978 menetapkan bahwa suksesi negara tidak akan
membatalkan Servitude Treaties. Perjanjian ini akan muncul ketika teritorial suatu negara, karena beberapa cara tertentu,digunakan untuk memenuhi kebutuhan negara lain. Misal perjanjian right of passage, take water for irrigation, dan free zone. Pengaturan tersebut, juga dinyatakan dalam Pasal 62 ayat (2) Vienna Convention on the Law of Treaties on 1969 yang menyatakan bahwa Rebus sic stantibus tidak dapat diberlakukan pada perjanjian perbatasan, wilayah, hak lintas, netralisasi, demiliterisasi wilayah tertentu, kesehatan, HAM, dan narkotika, meskipun ada perubahan wilayah dan kedaulatan (Mieke Komar Kantaatmadja, 1983: 40). Pengaturan ini dilakukan dengan tujuan menghormati prinsip integritas teritorial dan upaya pemeliharan keamanan serta perdamaian dunia. commit to user
xcvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Implikasi hukum suksesi negara antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan mengenai perjanjian internasional belum terdapat perkembangan yang signifikan. Para pihak masih menggunakan perjanjian terdahulu, dimasa transisi yaitu CPA (Comprehensive Peace Agreement ). Pengaturan dalam CPA sangatlah terbatas, terutama mengenai ketentuan pembagian pemenuhan tanggung jawab terhadap perjanjian internasional yang disepakati sebelum terjadi suksesi negara, yang akibat dari perjanjian tersebut masih berlanjut hingga suksesi negara terjadi. Dengan demikian CPA masih tetap berlaku sebagai perjanjian internasional antara Republik Sudan dan Republik Sudan selatan. Salah satu perjanjian internasional tersebut adalah perjanjian mengenai kerjasama penyediaan sumber daya minyak, misal kerjasama penyediaan sumber daya minyak dengan China, perjanjian ini telah disepakati dan berlangsung lama sebelum terjadi suksesi negara antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan. Pada kenyataannya suksesi negara menyebabkan Republik Sudan kehilangan penguasaan tiga perempat wilayahnya yang kaya akan sumber daya minyak, hal ini menyebabkan Republik Sudan mengalami kesulitan dalam melakukan pemenuhan kewajiban perjanjian internasional tersebut. Berdasar keadaan tersebut maka, Republik Sudan melakukan beberapa perundingan dengan Republik Sudan Selatan, bersama dengan para investor luar negeri yang masih terikat perjanjian internasional tersebut untuk mendapatkan kesepakatan mengenai mekanisme atau penyelesaian dalam pemenuhan tanggung jawab perjanjian internasional. Keikutsertaan Republik Sudan Selatan dalam perundingan ini adalah sebagai pihak ketiga, karena Republik Sudan Selatan bukanlah bagian dari perjanjian internasional tersebut. Namun, karena proses suksesi negara menyebabkan Republik Sudan Selatan memiliki hak menguasai wilayah yang kaya akan sumber daya minyak tersebut. Keadaan ini sejalan dengan yang diatur oleh Pasal 34 Vienna commit to user Convention on the Law of Treaties on 1969 yang mengatur mengenai
xcviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
prinsip “pacta tertiis nec nocunt nec procent” yang artinya perjanjian tidak menimbulkan
hak
dan
kewajiban
kepada
pihak
ketiga
tanpa
persetujuannya. Dimana dalam keadaan ini Republik Sudan Selatan adalah pihak ketiga, sehingga dalam melakukan kebijakan yang menyangkutkan hak dan kewajiban pihak ketiga maka perlu dilakukan perundingan dan kesepakatan para pihak dalam bertindak. Ketentuan
pasal ini juga di
perkuat dengan pengaturan Pasal 17 dan Pasal 24 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 yang menetapkan bahwa perjanjian tidak beralih pada Successor state kecuali ditentukan lain dalam perjanjian penyerahan kedaulatan antara Predecessor state terhadap Successor state atau disebut dengan devolution agreement. Sehingga jelas diatur bahwa apabila terjadi peralihan penanggungan tanggung jawab dari Republik Sudan kepada Republik Sudan Selatan mengenai pemenuhan kewajiban perjanjian terdahulu sebelum terjadi suksesi negara, perlu dituangkan dalam suatu perjanjian internasional baru yang disepakati oleh para pihak. Sebagai contoh mengenai penerapan implikasi hukum suksesi negara terhadap perjanjian internasional, adalah suksesi negara di Singapura pada tahun 1965 mengenai perjanjian ekstradisi. yang dalam kasus ini, meskipun Pemerintah Hindia Belanda dengan Pemerintah Inggris yang menguasai Singapura waktu itu sudah membuat perjanjian bilateral mengenai ekstradisi, namun perjanjian ini tidak bisa digunakan untuk meminta diekstradisinya Kapten Westerling yang diketahui bersembunyi di Singapura. Hal ini dikarenakan perjanjian ekstradisi termasuk kategori perjanjian yang tidak beralih secara otomatis pada Successor state kecuali ditentukan dengan kesepakatan tersendiri antara Predecessor state terhadap Successor state. Kesimpulan yang dapat diambil oleh Penulis mengenai implikasi hukum suksesi negara antara Republik Sudan Selatan dengan Republik Sudan adalah bahwa telah memenuhi ketentuan Pasal 34 Vienna commit toonuser Convention on the Law of Treaties 1969 dan Pasal 17 dan Pasal 24 The
xcix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dengan melakukan perundingan dengan Republik Sudan Selatan, bersama dengan para investor luar negeri yang masih terikat perjanjian internasional tersebut
untuk
mencapai
kesepakatan
mengenai
mekanisme
atau
penyelesaian dalam pemenuhan tanggung jawab perjanjian internasional, karena perjanjian kerjasama minyak dengan negara lain, tidak termasuk sebagai perjanjian internasional yang berpindah secara otomatis setelah terjadi suksesi negara, maka perlu adanya suatu perundingan dan kesepakatan baru antara para pihak dan pihak ketiga mengenai pemenuhan kewajiban perjanjian tersebut dan terhadap kemungkinan terjadi peralihan tanggung jawab kepada pihak ketiga sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan internasional. 2. Hutang negara Ketentuan mengenai hutang diatur dalam The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983
dengan
tujuan
untuk
mendapatkan
keseragaman
dalam
pengaturannya hal ini dikarenakan permasalahan mengenai tanggung jawab terhadap hutang negara adalah permasalahan yang sangat sensitif. Hutang
negara dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok yakni
hutang pemerintah pusat dan hutang pemerintah daerah dan penyelesaian hutang dilakukan melalui perjanjian khusus dalam perjanjian peralihan. Apabila predecessor state masih eksis maka tetap bertanggungjawab mengenai pengembalian hutang. Adapun yang menyangkut hutang daerah dan daerah tersebut merupakan daerah yang melepaskan diri, maka successor state wajib membayar hutang tersebut. Pasal 36 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 menyatakan suksesi negara tidak akan menghilangkan hak dan kewajiban negara sebagai kreditor. Pasal 40 dan Pasal 41 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 menyatakan to user pembagian hutang antara commit predecessor state dan successor state dilakukan
c
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berdasar prinsip pembagian yang adil equitable proportion. Pembagian yang adil equitable proportion, pada umumnya dengan menyesuaikan : Jumlah penduduk, luas wilayah, kekayaan atau sumberdaya alam yang dimiliki masing-masing wilayah, besarnya pajak pendapatan yang diperoleh masing-masing wilayah. Dalam Wealth Sharing Protocol juga diatur dalam Pasal 1 ayat 4 mengenai alokasi kekayaan dari sumber daya alam termasuk didalamnya adalah hutang harus ditentukan sesuai kualitas hidup, martabat dan kondisi hidup semua warga negara tanpa diskriminasi dipromosikan atas dasar gender, ras, agama, afiliasi politik, etnis, bahasa, atau wilayah. Pembagian dan alokasi kekayaan ini harus didasarkan pada premis bahwa semua bagian di Sudan berhak untuk pembangunan. Suksesi negara antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan adalah suksesi negara parsial dimana suksesi negara tidak menghilangkan eksistensi dari predecessor state. Sehingga dalam hal penentuan kewajiban pembayaran hutang dapat berdasar kesepakatan pembagian tanggung jawab antara predecessor state dan successor state dalam pelunasannya. Kreditor dalam suksesi negara ini adalah Republik Sudan. Hutang negara Republik Sudan telah dimulai sejak tahun 1985 pada negara-negara di Afrika, Amerika dan Inggris. Hutang timbul dilatar belakangi oleh kebutuhan pemerintah Republik Sudan untuk memenuhi kebutuhan dalam perang saudara melawan pemberontakan Sudan selatan. Pemerintah Sudan menyatakan bahwa uang hutang tidak hanya digunakan untuk membiayai kebutuhan dalam perang saudara namun juga, untuk meningkatkan kualitas dari beberapa infrastruktur yang ada di Sudan, dalam hal ini termasuk wilayah Sudan selatan, yakni peningkatan segala fasilitas pertambangan minyak dan mesin kilang minyak dengan tujuan meningkatkan kualitas minyak bumi yang dihasilkan Republik Sudan. Namun, dalam pernyataannya Republik Sudan Selatan menyangkal argumentasi Republik Sudan mengenai peningkatan segala fasilitas user minyak yang berada di wilayah pertambangan minyak dancommit mesin tokilang
ci
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Republik Sudan Selatan dan bersikeras menolak tawaran untuk membagi tanggung jawab pelunasan hutang Republik Sudan. Pelaksanaan implikasi suksesi mengenai hutang negara negara antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan berlangsung tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam hukum internasional, hal ini dikarenakan para pihak baik Republik Sudan maupun Republik Sudan Selatan mengeluarkan kebijakan sebagai tindak lanjuti hutang negara tersebut secara sepihak tanpa didasari kesepakatan di kedua belah pihak. Sebagai contoh adalah adanya kebijakan Republik Sudan untuk menerapkan tarif perjalanan untuk minyak yang berasal Republik Sudan Selatan yang telah dikirimkan ke terminal di port milik Republik Sudan di Laut Merah. Tarif yang ditetapkan secara sepihak oleh Republik Sudan sangat tinggi. Keadaan lain selain pemberlakuan tarif adalah Pemerintah Republik Sudan secara sepihak memutuskan untuk mengambil jutaan barel minyak milik Republik Sudan Selatan yang akan melalui proses pengilangan di Port milik Republik Sudan di Laut Merah dipindahkan melalui The "MT Sky Sea" berisi 605.784 barel, "MT Al Nouf" sekitar 750.000 barel dan "MT Ratna Shradha" sekitar 600.000 barel. Laporan ini diterbitkan oleh Kementerian kehakiman di Republik Sudan Selatan dan dibenarkan oleh Petrodar Operating Company (PDOC). Alasan pemberlakuan kebijakan tarif perjalanan
dan mengambil
jutaan barel minyak milik Republik Sudan Selatan oleh Republik Sudan adalah sebagai reaksi atas penolakan pemerintah republik Sudan selatan untuk melakukan pembagian hutang negara dan sebagai pemasukan baru Republik Sudan. Republik Sudan Selatan menolak pembagian hutang karena yakin hutang tersebut timbul karena kebutuhan pemerintahan Republik Sudan dalam membiayai tentara utara untuk melawan pemberontakan Republik Sudan Selatan dalam perang saudara. Perkembangan selanjutnya adalah Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan telah melakukan perundingan menengenai tindak lanjut commit to user hutang negara tersebut, namun belum menemui kesepakatan.
cii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perkembangan seperti ini sudah jelas sangat tidak sesuai dengan ketentuan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 karena suatu pengaturan mengenai implikasi hukum suksesi negara ditujukan untuk menghindari tindakan masing-masing negara yang terkait dalam suksesi negara dari tindakan yang saling merugikan satu sama lain baik dengan tujuan memenuhi kebutuhan negara ataupun sebagai tindakan balas dendam. Dijelaskan sebelumnya bahwa pembagian hutang dilakukan berdasarkan kesepakatan dan diatur pula dalam Pasal 40 dan Pasal 41 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 bahwa kesepakatan dilakukan dengan prinsip equitable proportion yang ditentukan dengan pertimbangan berdasarkan Jumlah penduduk, luas wilayah, kekayaan atau sumberdaya alam yang dimiliki masing-masing wilayah, besarnya pajak pendapatan yang diperoleh masing-masing wilayah. Alasan Republik Sudan Selatan untuk menolak pembagian hutang oleh pemerintah Republik Sudan adalah hutang negara Republik Sudan digunakan membiayai perang saudara
melawan
pemberontak Sudan selatan dan tidak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan negara. Argumentasi tersebut dibantah oleh pemerintah Republik Sudan, karena hutang yang dimiliki Republik Sudan dilakukan semata untuk meningkatkan infrastuktur yang ada di Sudan termasuk kilang minyak yang tersebar di wilayah Sudan Selatan sehingga Republik Sudan Selatan juga memiliki tanggung jawab dalam menanggung hutang tersebut. Namun bagi masing-masing argumentasi tersebut harus disertai dengan pembuktian, dan hal ini yang belum dapat dilakukan masingmasing negara. Bila dalam kenyataannya argumentasi ini tidak terbukti oleh Republik Sudan Selatan maka Republik Sudan Selatan harus menerima tawaran pembagian hutang, namun guna menghindari perjanjian dan kesepakatan pembagian hutang yang tidak sesuai dengan konvensi dan kebiasaan commit to user
ciii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
internasional, maka
ada beberepa hal yang perlu menjadi perhatian
sebagai pertimbangan: a. Pembagian
hutang dapat disesuaikan dengan besaran anggaran
hutang yang dilokasikan guna memperdayakan kilang minyak dan SDA minyak yang tersebar di wilayah Republik Sudan Selatan. b. Pembagian hutang juga perlu di lakukan dengan memperhatikan mengenai jumlah penduduk, luas wilayah, dan kekayaan atau sumberdaya alam yang dimiliki masing-masing wilayah. Berdasar pertimbangan tersebut, maka Penulis akan memaparkan beberapa perbandingan kondisi antara Republik Sudan dengan Republik Sudan selatan. Pertama, mengenai jumlah penduduk Republik Sudan yang lebih banyak sebesar 30,894,000 (Discontent over Sudan census". News24. 21 Mai 2009. Retrieved 8 Juli 2011.). Menurut Theories of Underdevelopment
(Kenneth
W.
Grundy.
2006:
62-75)
teori
perkembangan ekonomi berdasar pengaruh sosial menyatakan bahwa penduduk di negara berkembang banyak berperan sebagai penghambat dalam proses pembangunan ekonomi, karena dengan melihat kondisi dan ciri-ciri
penduduk
yang
masih
terbelakang,
tingginya
tingkat
pengangguran, pendapatan perkapita yang rendah, dan kurangnya skill yang berguna dalam proses pembangunan ekonomi. Kedua, kekayaan atau sumberdaya alam yang dimiliki masing-masing wilayah, dalam suksesi ini kekayaan alam Republik Sudan selatan jauh lebih menguntungkan karena diwilayah Republik Sudan selatan tesebut terdapat petambangan minyak yang melimpah yang di pemerintahan sebelumnya merupakan pendapatan utama Republik Sudan. Sedangkan sekarang kekayaan alam yang dimiliki oleh pemerintah Republik Sudan hanyalah sebatas pada kekayaan pertanian dan pertambangan emas yang hasilnya tidak dapat terlalu dapat diharapkan. Rujukan yang dapat dijadikan pertimbangan mengenai implikasi suksesi negara terhadap hutang negara adalah proses suksesi negara commit to user Republik Czech dan Slovakia yang terjadi daerah bekas Czechoslovakia
civ
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada tanggal 1 Januari 1993. Dimana pembagian hutang dilakukan berdasar kesepakan dari predecessor state dan successor state yang mengadopsi kriteria dan prinsip-prinsip hukum internasional yang dimana pengalokasian hutang utang teritorial dan aset akan dialokasikan untuk successor state dan utang nasional akan dialokasikan dengan dasar prinsip equitable proportion (ICG, 1997: 12). Berdasarkan pemaparan dasar hukum dan kebiasaan internasional dan pemaparan proses suksesi negara Republik Czech dan Slovakia maka
seharusnya
Republik
Sudan Selatan
menerima
diatas
penawaran
melakukan pembagian hutang berdasar kesepakatan bersama guna menghindarkan dan menghentikan keadaan ekonomi dan keamanan yang mengancam baik bagi pemerintah Republik Sudan atau Republik Sudan Selatan. Serta diharapkan dalam penyelesaian pembagian hutang antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan dapat mengadopsi pembagian hutang seperti yang dilakukan suksesi negara Republik Czech dan Slovakia Dimana pembagian hutang dilakukan berdasar kesepakan dari predecessor state dan successor state yang mengadopsi kriteria dan prinsip-prinsip hukum internasional yang dimana pengalokasian hutang teritorial
dan
aset
akan
dialokasikan
untuk
successor
dan utang nasional akan dialokasikan dengan dasar prinsip
state
equitable
proportion. Penyelesaian ini sesuai dengan kebiasaan internasional dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983. 3. Kewarganegaraan Pengaturan mengenai kewarganegaraan tidak diatur dalam The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983, hal ini dikarenakan dalam praktiknya bahwa nasionalitas akan berubah ketika terjadi peralihan kedaulatan atau suksesi negara, terlebih lagi bahwa pengaturan mengenai nasional menjadi hak commitmengatur to user masalah nasionalitas warga mutlak suatu negara untuk
cv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
negaranya dan atau warga negara asing yang berada di wilayah negaranya (Ian brownlie, 2009: 657). Nationalitas termasuk dalam hal yang diutamakan dalam proses suksesi negara. Hal ini dikarenakan nasionalitas seseorang, menunjukan negara mana yang akan berkewajiban menjamin perlindungan atas orang tersebut. Penyelesaian yang sering digunakan permasalahan nasionalitas antara Predecessor state dan Successor state adalah melalui kesepakatan pada sebuah perjanjian atau cukup melalui instrumen hukum nasional negara masing-masing. Pendapat ini diperkuat dalam perjanjian Versailess 1919. perjanjian Versailess 1919 adalah perjanjian damai yang mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu danKekaisaran Jerman, perjanjian ini menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasar tempat kelahiran dan atau tempat tinggal sehari-hari, kecuali ada penolakan untuk itu. Dengan demikian, warga dari Predecessor state yang tinggal di wilayah successor dapat memperoleh kewarganegaraan dari Successor state sepanjang tidak ada pernyataan penolakan dari kedua belah pihak. Artinya dimungkinkan bagi Predecessor state untuk membuat aturan hukum nasional bagi warganya yang berada di wilayah Successor state tetap berhak atas nasionalitas dari predecessor state. Predecessor state dan Successor state harus memberi kebebasan bagi warganya untuk memilih nasionalitas dan memberi jaminan pada setiap warganya untuk mendapatkan nasionalitas. Sesuai prinsip dalam Deklarasi HAM Universal 1948 yang menyatakan bahwa setiap orang behak atas nasionalitas. Serta dalam Pasal 1ayat (2) convention on the reduction of the statelessness on 1961 yang menetapkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menjamin tidak ada penduduk yang menjadi stateless sebagai akibat adanya
suksesi negara. Karena
pengaturannya mengenai penentuan kewarganegaraan yang berubah karena proses suksesi negara, dilakukan dengan mengutamakan HAM. Dengan menghindari tindakan-tindakan yang menimbulkan seorang kehilangan kewarganegaraannya yang menyebabkan orang tersebut commit to user
cvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Statelessness ataupun sebuah tindakan deportasi masal terhadap beberapa warga negara di suatu wilayah negara Ketentuan mengenai kewarganegaraan juga diatur dalam CPA, dalam beberapa perjanjian, meliputi: a. Power Sharing Protocol Diatur dalam Pasal 1 ayat 6 angka 2 butir 11 menyatakan bahwa Hak untuk Memilih, Setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan, tanpa pembedaan dan tidak masuk akal pembatasan, untuk memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang murni, yang harus dengan universal dan hak pilih yang sama dan harus diselenggarakan dengan pemungutan
suara
secara
rahasia
untuk
menjamin
kebebasan
menyatakan keinginan pemilih. b. Resolution of the Abyei Conflict Diatur dalam Pasal 1 ayat 2 angka 1 menyatakan bahwa Warga Abyei akan menjadi warga negara dari kedua Barat dan Kordofan Bahrel Ghazal, dengan perwakilan di lembaga legislatif kedua Negara. Kemudian dalam Pasal 6 menyatakan 6.1 Penduduk Daerah Abyei adalah: (a) Anggota ngok Dinka masyarakat dan Sudan lain yang berada di daerah tersebut; (b) kriteria tempat tinggal harus dikerjakan oleh Komisi Referendum Abyei. 6.2 Warga Abyei akan menjadi warga negara dari kedua Barat dan Kordofan Bahr el Ghazal dengan perwakilan di lembaga legislatif di kedua Negara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Nasional. Namun, sebelum pemilu, Kepresidenan menentukanperwakilan tersebut. Republik
Sudan
memiliki
kebijakan
kewarganegaraan
yang
berlawanan dengan ketentuan Deklarasi HAM Universal 1948 dan Pasal 1 ayat (2) convention on the reduction of the statelessness on 1961. Hal ini terlihat dari amandeman Undang-Undang kewarganegaraan Republik Sudan yang mengatur mengenai penentuan kewarganegaraan yang telah dijelaskan pada hasil pembahasan. commit to user
cvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tindakan pemerintah berupa penilaian secara sepihak berdasar hak pilih dalam referendum dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, serta pemberlakuan pembatalkan kebangsaan Sudan secara otomatis berdasar penilaian sepihak oleh pemerintah Republik Sudan sangatlah bertentangan dengan ketentuan perlindungan HAM. Sebab dengan mengikut sertakan penilaian sepihak oleh pemerintah
akan berakibat
menghilangkan jaminan perlindungan terhadap Hak kebebasan untuk Memberikan suara dan hak kebebasan bergerak. Selain itu, dalam prakteknya diketahui bahwa ada tindakan pemerintah Republik Sudan yang berhubungan dengan pemberian kartu identitas biometrik bagi warga negara Republik Sudan ditujukan untuk menghalangi warga Sudan Selatan di utara untuk mendapat akses pelayanan sosial, karena layanan masyarakat yang diberikan Pemerintah Republik Sudan hanya untuk warga negara yang memiliki kartu identitas biometrik tersebut. Selain itu kepemilikan kartu identitas biometrik berdampak juga pada pemecatan terhadap warga Republik Sudan Selatan di utara, dikarenakan tidak memiliki ID baru yang menyatakan sebagai warga Republik Sudan Utara walaupun, orang tersebut disaat bersamaan telah dilengkapi dengan surat izin dan izin tinggal seperti yang diatur dalam Amandemen undang-undang kewarganegaraan Republik Sudan. Fakta tersebut menunjukan bahwa kebijakan pemerintah Republik Sudan mengenai kewarganegaraan tidak menjamin hak warga Republik Sudan Selatan untuk bebas dari tindakan pendiskriminasian. Kebijakan Republik Sudan terhadap kewarganegaraan telah menuai reaksi negatif oleh masyarakat internasional. Salah satunya disampaikan secara resmi dalam nota PBB. Setelah dikeluarkannya nota PBB akhirnya pada Maret 2012 Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan mencapai kesepakatan mengenai prinsip 'Empat Kebebasan', Kesepakatan tersebut meliputi pemahaman kedua belah pihak bahwa warga negara mereka dapat menikmati kebebasan meliputi (Sudan tribune. http://www. commit to user
cviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sudantribune. com/Sudan-VP-downplays-significance-of,41944. [Diakses tanggal 18 Maret 2012]): a. Kebebasan tempat tinggal, b. Kebebasan bergerak, c. Kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi, dan d. Kebebasan untuk memperoleh dan melepas propert. Sehingga dengan adanya kesepakatan ini akan menjadi usaha nyata dalam membangun kepercayaan dan mendukung stabilitas di kedua negara. 4. Arsip negara The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 Pasal 20 menyatakan yang dimaksud dengan arsip negara predecessor state adalah dokumen dalam bentuk perjanjian atau apapun dan baik diproduksi atau diberikan dalam tujuannya menjalankan fungsi kenegaraan yang diatur dalam hukum internal predecessor state mengenai kepemilikanya hingga terjadi suksesi negara tersebut. Arsip negara
yang dimaksudkan dalam Pasal 20 The Vienna
Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 dapat berupa : dokumen, kumpulan mata uang, dokumen keagamaan, foto dan film, segala obyek yang menggambarkan dan mendokumentasikan sejarah, obyek-obyek arkeologi dan prinsip utama yang digunakan adalah segala arsip negara yang berhubungan dengan wilayah yang mengalami suksesi negara, akan menjadi milik successor state dan dilakukan tanpa membayar ganti rugi kepada predecessor state sesuai dengan Pasal 23 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983. Menurut Pasal 21 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983
menetapkan bahwa dengan berpindahnya
arsip negara kepada successor state menimbulkan hilangnya hak atas kepemilikan arsip negara tersebut oleh predecessor state. commit to user
cix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Waktu perpindahan arsip negara kepada successor state diatur dalam Pasal 22 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983
yang menetapkan bahwa waktu
perpindahan arsip sesuai pada suksesi negara tersebut terjadi, kecuali diatur lain oleh kesepakatan para pihak dan atau keputusan oleh badan internasional.Arsip negara yang berhubungan dengan wilayah akan mengikuti kepemilikan wilayah dijelaskan dalam Pasal 30 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983. Implikasi hukum terhadap arsip negara yang terjadi di Sudan antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan berjalan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Pasal 30 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 Arsip negara yang berhubungan dengan wilayah akan mengikuti kepemilikan wilayah dimana perpindahan kepemilikan arsip mengikuti pihak yang menguasainya, dan sesuai Pasal 23 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 dimana penyerahan arsip negara dari Republik Sudan selaku predecessor state kepada Republik Sudan Selatan selaku successor state tidak disertai ganti rugi. 5. Public property Prinsip-prinsip suksesi negara dalam kaitannya dengan public property atau state property ini dikembangkan oleh hukum kebiasaan internasional yang kemudian dikodifikasi dalam The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983. Pengertian mengenai public property atau state property dirumuskan dalam Pasal 8 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 yang menyatakan state property adalah segala aset, hak dan kepentingan yang pada hari terjadi suksesi atau commit to user
cx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kemerdekaan Successor state diatur dalam hukum internal Predecessor state sebagai milik negara Predecessor state. Public
property atau state property dibedakan menjadi benda
bergerak dan tidak bergerak. Perpindahan penguasaan untuk benda tidak bergerak dilakukan secara otomatis, yang artinya dengan adanya suksesi negara maka penguasaan benda tidak bergerak akan berpindah kepada Successor state berdasar prinsip umum lex situs yang dianut hukum kebiasaan internasional. Namun bila dalam prakteknya suksesi negara yang terjadi dan tidak menghilangkan eksistensi dari Predecessor state maka berdasar Pasal 15 huruf [a] The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 menyatakan bahwa benda yang tidak bergerak yang merupakan teritorial Predecessor state dan menjadi daerah berlangsungnya suksesi negara maka harus diserahkan Successor state. Pasal 15 huruf [b] The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 menyatakan bahwa benda yang tidak bergerak yang berada di wilayah yang mana terjadi suksesi negara, yang berada diluar teritorial Predecessor state dan merupakan aset negara Predecessor state dalam periode tertentu, maka harus diserahkan Successor state. Pasal 15 huruf [c] The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 menyatakan bahwa benda yang tidak bergerak seperti yang dijelaskan Pasal 15 huruf [b] dan berada diluar teritorial wilayah yang mana terjadi suksesi negara. Yang ditujukan untuk memperluas wilayah, harus diberikan kepada Successor state sebanding dengan sumbangan Successor state terhadap wilayah tersebut. Pasal 15 huruf [d] The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 menyatakan bahwa benda bergerak milik Predecessor state yang berhubungan dengan commit to user
cxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelaksanaan tugas Predecessor state di wilayah yang mana terjadi suksesi negara, harus diberikan kepada Successor state Pasal 15 huruf [e] The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 menyatakan bahwa benda bergerak yang berada di wilayah yang mana terjadi suksesi negara dan merupakan aset negara Predecessor state dalam jangka waktu tertentu, harus diserahkan Successor state. Pasal 15 huruf [f] The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 menyatakan bahwa benda bergerak seperti dalam subparagraf
(d) dan (e), dengan tujuan
memperluas wilayah, harus diberikan kepada Successor state sebanding dengan sumbangan Successor state terhadap wilayah tersebut. Peralihan public property atau state property dilakukan dengan prinsip umum yang diatur dalam Pasal 11 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 yang menetapkan bahwa perpindahan kepemilikian public property atau state property dari Predecessor state kepada Successor state dilakukan berdasar kesepakatan para pihak atau berdasar putusan pengadilan. Sehingga beralihnya penguasaan public property atau state property Predecessor state dari kepada Successor state tanpa disertai kewajiban hukum untuk membayar ganti rugi aset-aset ataupun mengembalikan kepada Predecessor state Implikasi hukum Suksesi negara antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan mengenai perpindahan penguasaan terhadap public property dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pada
Pasal 15 The
Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 yang menyatakan bahwa penguasaan terhadap public property mengikuti wilayahnya sehingga untuk penguasaan terhadap public property yang berada di daerah Successor state secara otomatis menjadi kekuasaan Successor state hal ini terlihat dari tiga perempat commit to user wilayah yang berpotensi sumber daya minyak yang sebelumnya merupakan
cxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kekuasaan Republik Sudan, namun karena tiga perempat dari wilayah tersebut adalah wilayah yang mengalami suksesi negara sehingga penguasaan dari wilayah tersebut berpindah pada Successor state. Selain itu, pelaksanaan perpindahan penguasaan terhadap public property tersebut dilakukan berdasarkan dengan kesepakatan terlebih dahulu yaitu The Protocol on Wealth Sharing, Perjanjian Sementara Pengaturan untuk Administrasi dan Keamanan Area dan Resolution of the Abyei Conflict. Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983. Namun ketiga perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang disepakati jauh sebelum terjadi suksesi negara sehingga akibat yang timbul adalah pelaksanaan yang tidak sesuai. Hal tersebut terlihat dari pengenaan jasa penyulingan minyak yang dikenakan kepada setiap minyak dari Republik Sudan Selatan oleh Republik Sudan. Namun, berlaku secara retroaktif sehingga hal ini terkesan bahwa penyerahan penguasaan terhadap public property dari Republik Sudan kepada Republik Sudan Selatan dilakuan dengan disertai kewajiban untuk membayar ganti rugi aset-aset. Dalam perkara serupa, Proses suksesi negara Republik Czech dan Slovakia dapat dijadikan pertimbangan. Dalam proses suksesi negara ini pembagian Aset dilakukan serupa dengan prinsip pembagian hutang, yaitu dilakukan berdasar kesepakan dari predecessor state dan successor state yang mengadopsi kriteria dan prinsip-prinsip hukum internasional yang dimana pengalokasian hutang utang teritorial dan aset akan dialokasikan
untuk
successor
state
dan utang nasional
akan
dialokasikan dengan dasar prinsip equitable proportion. Begitu pula pembagian aset yang dilakukan dengan mengalokasikan aset teritorial kepada successor state dan mengenai asat nasional akan dialokasikan berdasar pada prinsip equitable proportion berdasar kesepakatan bersama (ICG, 1997: 12). Sehingga dari analisis dan perbandingan diatas, hal yang dapat user Republik Sudan Selatan adalah dilakukan antara Republikcommit Sudan to dengan
cxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membuat suatu perjanjian baru yang mengatur mengenai secara terperinci mengenai pembagian dan penyerahan penguasaan terhadap
public
property dengan berdasar pada kesepakatan bersama yang berlandaskan prinsip equitable proportion. 6. Privat property Pada prinsipnya suksesi suatu negara yang terjadi tidak akan mempengaruhi kepemilikan atas privaty property, sehingga hak atas privat property tidak akan berpindah pada successor state. Apabila successor state ingin mengambil alih kepemilikian dari privat property harus memberikan kompensasi kepada pemiliknya Beberapa prinsip yang berlaku pada privat property ialah sebagai berikut : 1) Pada prinsipnya successor state wajib menghormati ketentuan privat property yang telah diperoleh oleh hukum predecessor state; 2) Kelanjutan hak atas privat property tetap berlaku asalkan belum ada undang-undang negara successor state yang membatalkan hak tersebut; 3) Perubahan atas privat property tidak boleh bertentangan dengan kewajiban-kewajiban internasional; 4) Dalam pelaksanaan privat property diperlukan pengaturan khusus karena ruang lingkup privat property yang luas. Implikasi hukum mengenai peralihan penguasaan Privat property dalam suksesi negara antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan terlaksana sesuai dengan kebiasaan hukum internasional, dengan mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan semua pihak sehingga tidak terjadi hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian di masing-masing pihak baik Republik Sudan, Republik Sudan Selatan atau pun pihak swasta tersebut. Pengaturan tersebut tercantum dalam Pasal 28 Konstitusi Republik Sudan atau pun Republik Sudan Selatan. Selain itu, juga adanya suatu negosiasi antara Republik Sudan, Republik Sudan to user Selatan atau pun pihakcommit swasta yang dilakukan guna memebahas
cxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyelesaian masalah pembebanan tanggung jawab yang tidak dapat lagi dilaksanakan atau dipenuhi oleh Republik Sudan, seperti kemampuan memenuhi tanggung jawab menyediakan minyak kepada pihak swasta yang berasal dari luar negeri. 7. Keanggotaan organisasi internasional Dalam pengaturan mengenai keanggotaan suatu negara di organisasi internasional maupun regional ditentukan oleh konstitusi masing-masing organisasi internasional dan pengaturan mengenai keterwakilan negara dalam organisasi internasional adalah Vienna Convention on the Representation
of
States
in
their
Relations
with
International
Organizations of a Universal Character on 1975. Pasal yang dapat diterapkan sebagai dasar hukum implikasai hukum suksesi negara adalah Pasal 82 ayat 1 Convention on the Representation of States in their Relations with International Organizations of a Universal Character on 1975 yang menyatakan bahwa hak dan kewajiban dari negara penerima atau tuan rumah dan negara pengirim yang menghadapi dan mengadakan konfensi internasional, tidak bisa dipengaruhi oleh negara-negara yang tidak mengakui satu sama lain. Dan dalam Pasal 82 ayat 2 Convention on the Representation of States in their Relations with International Organizations of a Universal Character on 1975 menyatakan bahwa pengakuan Organisasi internasional terhadap suatu negara tidak berpengaruh bagi antara negara anggota. Jadi, suatu pengakuan dari sebuah Organisasi Internasional tidak dapat disamakan sebagai
pengakuan
pula
oleh
negara-negara
anggota
organisasi
internasional yang bersangkutan, sehingga walaupun diantara negara anggota tidak saling mengakui, maka secara resmi negara-negara tersebut tetap duduk bersama dalam suatu organisasi internasional.Hal itu dapat diartikan Keanggotaan negara dalam organisasi internasional ditentukan oleh organisasi internasional tersebut sendiri berdasar dengan Rule of Procedure
organisasi
internasional tersebut Suryokusuma, 2007: 51) commit to user
cxv
(Prof.
Dr.
Sumaryo
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Implikasi hukum suksesi negra terhadap keanggotaan organisasi internasional antra Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan, dilakukan secara terpisah, artinya bahwa keanggotaan Republik Sudan dalam organisasi internasional sebelum terjadi suksesi negara tidak di wariskan pada Republik Sudan Selatan. Contoh pada saat Republik Sudan Selatan ingin bergabung menjadi anggota PBB, dimana Republik Sudan Selatan tetap harus menjalani prosedur keanggotaan baru menurut pengaturan PBB, walaupun predecessor state-nya Republik Sudan telah menjadi negara anggota PBB 8. Tanggung jawab terhadap Claims in Tort & Delict. Tindakan penyelesaian sengketa oleh International Criminal Court (ICC) mengenai permasalahan pelanggaran HAM diawali dengan Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) mengumumkan rencana penyelidikan kejahatan perang yang terjadi di Darfur, Sudan Pada Juli 2005
(Abdul
Hadi
Adnan.
www.unpas.ac.id/fisip/website/index...
/Crisis%20in %20DARFUR.pdf> [Diakses tanggal 25 Juli 2012]). Pengumuman ini disampaikan Luis Moreno Ocampo yakni ketua jaksa penuntut ICC. Berbeda dengan kasus-kasus yang sedang dan pernah ditangani ICC, penyelidikan di Darfur dilakukan atas inisiatif lembaga itu tanpa persetujuan pemerintah Sudan. Menurut Jaksa Ocampo, langkah itu diambil karena malapetaka Darfur disebut sebagai krisis kemanusiaan paling mengerikan di abad ini. Krisis kemanusiaan di Darfur inilah yang kemudian menyebabkan Jaksa ICC mengeluarkan 10 (sepuluh) tuduhan kejahatan perang terhadap Presiden Sudan Omar Al- Bashir pada tanggal 14 Juli 2008. Kesepuluh tuduhan tersebut terdiri dari tiga tuduhan untuk genosida, lima tuduhan untuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan dua tuduhan untuk kejahatan perang. Jaksa ICC menyatakan bahwa Omar AlBashir merupakan dalang dan pelaksana rencana penghancuran tiga kelompok suku di Darfur berdasar kesukuan mereka yang non arab. Sebelumnya, Jaksa ICC juga telah mengeluarkan surat penangkapan user Sudan Ahmed Haroun, yang terhadap mantan Mentericommit DalamtoNegeri
cxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sekarang menjabat sebagai Menteri Humaniter Sudan, dan Pimpinan Milisi Janjaweed Ali Kushavb pada bulan April 2007 dengan tuduhan kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan. Akan tetapi pemerintah Sudan menolak untuk menyerahkan kedua warga negaranya tersebut ke Den Haag dengan alasan ICC tidak memilik yurisdiksi atas Republik Sudan (Matthew. Happold. II. 2008: 219). Meskipun demikian pada tanggal 4 Maret 2009 ICC kemudian merespons permintaan Jaksa ICC Luis Moreno-Ocampo berdasarkan tuduhan pada bulan Juli 2008 untuk menangkap Omar Al-Bashir menghadapkannya ke depan ICC di Den Haag. Surat penangkapan tersebut hanya berisi tujuh tuduhan berdasarkan Statuta Roma, yaitu : a. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dengan lima tuduhan yaitu, Pembunuhan (Pasal 7 (1)(a)), Pemusnahan (Pasal 7 (1)(b), Pemaksaan Pengusiran (Pasal 7 (1)(d)), Penyiksaan (Pasal 7 (1)(f)) dan Pemerkosaan (Pasal 7 (1)(g)), b. Kejahatan Perang dengan dua tuduhan, yaitu, dengan maksud melakukan penyerangan terhadap suatu kelompok tertentu atau melakukan penghasutan kebencian terhadap kelompok tertentu (Pasal 8 ayat (2) huruf (i)) dan penjarahan (Pasal 8 ayat (2) huruf (v)). Tuduhan sebelumnya yang tidak dimasukkan ke dalam surat penangkapan yaitu, tuduhan atas kejahatan genosida dinyatakan tidak mencukupi bukti. Namun hal tersebut dapat dipertimbangkan kembali untuk dicantumkan sebagai sebuah tuduhan apabila dinyatakan sudah mencukupi bukti akan terjadinya genosida oleh Omar Al- Bashir. ICC dalam pertimbangan surat penangkapan tersebut menerangkan bahwa tidak ada dan dikenal penggunaan alasan hak immunitas dalam hal pelanggaran HAM berat dan hanya mengenal pertanggunjawaban pidana individu (Pasal 25 ayat (3) Statuta Roma). Omar Al- Bashir sebagai presiden Sudan dan panglima angkatan bersenjata Republik Sudan dituduh telah mengkoordinasikan desain dan pelaksanaan kampanye kontra commit to user pula bahwa Omar Al-Bashir pemberontakan di Darfur. Diketahui
cxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengontrol semua kegiatan dan para pelaku serta menggunakan kekuasaannya
untuk
mengamankan
tindakan
kampanye
kontra
pemberontakan di Darfur. Surat Penuntutan dan Penangkapan oleh ICC atas Omar Al- Bashir ini menuai kecaman dari pemerintah Sudan dan organisasi-organisasi internasional semacam Liga Arab dan UA. Pemerintah Republik Sudan sendiri memprotes surat penangkapan tersebut dan menyatakan tidak akan menyerahkan Omar Al- Bashir kepada ICC dengan alasan Republik Sudan bukan merupakan anggota ICC. Tindakan protes dari pemerintah Republik Sudan itu sendiri kemudian diikuti dengan tindakan pengusiran tiga belas nonpemerintah asing dari Republik Sudan. Tindakan yang dianggap justru akan makin memperparah krisis baik di Darfur maupun di Republik Sudan sendiri. ICC menyatakan bahwa alasan Republik Sudan, yang menerangkan bahwa tindakan Omar Al-Bashir maupun Sudan bukan merupakan yurisdiksi ICC, bukanlah alasan ya ng tepat untuk menggambarkan sejauh mana yurisdiksi ICC dalam menindak pelanggaran berat HAM. Yurisdiksi ICC, dijelaskan dalam Pasal 12 dan 13 Statuta Roma, hanya berlaku terbatas untuk negara anggotanya, kejahatan yang dilakukan di wilayah negara anggotanya, dan situasi yang diarahkan oleh Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan PBB sendiri mengeluarkan Resolusi DK PBB 1593 sebagai dasar pengusutan pelanggaran berat HAM di Darfur. Alasan Dewan Keamanan PBB mengenai pelanggaran HAM berat serta Pasal 25 dan 103 Piagam PBB mengenai persetujuan para anggota PBB untuk menerima dan melaksanakan keputusan Dewan Keamanan yang dijadikan dasar bagi ICC untuk memaksa Sudan menyerahkan Omar Al-Bashir. Pemeriksaan terhadap Omar Al-Bashir oleh ICC juga berlandaskan dari prinsip yurisdiksi universal. Prinsip ini mengkategorikan suatu kejahatan internasional atau delicta jure gentium dapat diterapkan kewenangan mengadilinya oleh hukum pidana suatu negara atau commit to user
cxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat internasional, terlebih lagi perbuatan kejahatan tersebut melanggar kepentingan masyarakat internasional. Dalam hal ini terdapat dua fokus permasalahan yang dihadapi pertama dasar ICC untuk melaksanakan yurisdiksinya atas Al-Bashir sebagai kepala negara dan penolakan Republik Sudan, yang kedua adalah kebiasaan internasional yang memaksakan penangkapan Al-Bashir mengingat statuta Roma yang melarang peradilan secara in absentia dan ketergantungan ICC terhadap suatu negara
dalam
melaksanakan
yurisdiksinya. Pengaturan dalam Statuta Roma dan Resolusi Dewan Keamanan 1593 memberi kekuatan pada ICC untuk menerapkan yurisdiksinya terhadap kasus di Republik Sudan. Dalam Pasal 13 Statuta Roma menyebutkan terdapat 3 hal yang dapat memicu ICC memaksakan yurisdiksinya: a. Permintaan negara anggota PBB b. Usulan Dewan Keamanan PBB c. Ajuan Jaksa ICC untuk melakukan penyelidikan Dalam kasus Republik Sudan, otoritas ICC dipicu oleh Ajuan Jaksa ICC untuk melakukan penyelidikan yang dicantumkan dalam Resolusi Dewan Keamanan 1593 (2005).Yurisdiksi internasional dan imunitas negara atau orang, akan saling bertentangan, namun demikian : a. Meski imunitas dibentuk untuk melindungi individu dari yurisdiksi asing, tapi tujuan itu selalu digunakan untuk melindungi negara dari proses pngadilan yang tidak mereka inginkan b. ICC tidak seperti International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), yang didirikan melalui perjanjian yang hanya bersifat regional. Pasal 12 Statuta Roma hanya memberi kewenangan pada ICC untuk menggunakan yurisdiksinya pada negara anggota atau warga negara anggota. Namun ICC adalah pengadilan yang khusus, diciptakan melalui perjanjian, Pasal 13 (b) memungkinkan PBB untuk menggunakan ICC to user sebagai alat untuk menjagacommit perdamaian internasional.
cxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terdapat pertentangan antara Pasal 27 dan Pasal 98 Statuta Roma. Dimana Pasal 27 secara tegas menyatakan bahwa baik kepala negara maupun
pemerintah
tidak
dikecualikan
untuk
bebas
dari
pertanggungjawaban kriminal. Sedangkan dalam Pasal 98 disebutkan larangan bagi pengadilan untuk menangkap dan menyerahkan negara pihak ke-3 yang disengketakan, karena akan melanggar kewajiban internasional untuk menghoramati negara dan kekebalan diplomatik seseorang. Sehingga perlu dikeluarkan Resolusi Dewan Keamanan untuk memaksakan yurisdiksi ICC pada negara ke tiga. Resolusi Dewan Keamanan ini mengacu pada Bab VII Piagam PBB tentang tindakan yang berhubungan dengan ancaman atas perdamaian, pelanggaran perdamaian, dan tindakan agresi mengatur bahwa semua negara anggota PBB wajib melaksanakan keputusan dari Dewan Keamanan. Resolusi tersebut mewajibkan Republik Sudan, sebagai salah satu anggota PBB untuk bekerjasama dengan memberikan bantuan yang dibutuhkan. Statuta Roma dan Resolusi Dewan Keamanan 1593 (2005) memberi landasan yuridis ICC untuk mengabaikan kekebalan Al-Bashir Sayangnya ketergantungan ICC pada proses domestik untuk melaksanakan surat perintah dan penerobosan batasan oleh Resolusi Dewan Keamanan 1593 (2005) dapat mencegah pelaksanaan penangkapan Al-Bashir. Meski ICC memiliki kewenangana, tapi jaksa tidak memiliki mekanisme penangkapan sendiri, sehingga sepenuhnya tergantung pada negara yang bersangkutan, dimana kehadiran fisik Al-Bashir dalam persidangan sangatlah penting. Dikemukakan ada 4 cara untuk membuat Al-Bashir muncul di hadapan hakim ICC (Antonio Cassese, 2006: 436): a. Al-Bashir bisa menjadi prosecutor, menolak tuduhan terhadapnya b. Pemerintah
Sudan
melakukan
penangkapan
Al-Bashir
dan
mengekstradisi Al-Bashir ke Den Haag c. Bisa ditangkap berdasarkan surat perintah sementara ICC, di wilayah commit to user ke Den Haag suatu negara ke 3 kemudian diekstradisi
cxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Ditangkap dan diekstradisi oleh pasukan internasional di Sudan dengan mandat khusus untuk melakukannya (pasukan PBB//UNAMID di darfur, yang saat ini mandatnya terbatas pada perlindungan sipil & menjamin pelaksanaan perjanjian damai) Lebih lanjut dalam hal ini, Resolusi Dewan Keamanan 1593 (2005) tidak mewajibkan seluruh negara anggota PBB untuk bekerja sama, kewajiban terbatas hanya pada Republik Sudan sebagai negara yang mengalami konflik, sedangkan negara lain hanya sekedar di himbau untuk membantu. Kesimpulan yang dari
tindakan yang diambil ICC dalam
penyelesaian konflik Republik Sudan terhitung sejak dikeluarkan surat penangkapan terhadap Presiden Sudan, Omar Hassan Ahmad Al Bashir, masalah Republik Sudan belum terselesaikan. Hal ini diukur dari belum ditangkapnya pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam masalah Republik Sudan. Pihak-pihak tersebut adalah Presiden Republik Sudan serta kroninya, sehingga proses peradilan belum dilakukan. Konflik Sudan pada prinsipnya adalah konflik intern dalam negeri Republik Sudan, namun kemudian menjadi suatu yang sangat rumit serta kompleks dalam penyelesaiannya oleh karena rumitnya persoalan di Republik Sudan, yakni konflik
yang
berkepanjangan
serta
kompleksitas
pihak
yang
berkepentingan dalam konflik Republik Sudan ini. Kasus Omar Al-Bashir ini nyatanya menjadi ujian bagi ICC dalam upayanya untuk menegakkan hukum internasional, khususnya hukum pidana internasional. Contoh yang menarik dalam penanganan suksesi negara lain misalnya bisa dirujuk pada persoalan Bosnia-Herzegovina (Michael O‟Flaherty, dalam Alston 2000). Mekanisme di dalam Human Rights Committee (badan treaty yang
menjalankan
enforcement
ICCPR)
menyediakan
informasi. Proses acara (proceding) tersebut menghasilkan comment. Dari informasi dan proses acara ini kemudian dilaksanakan special session di dalam sidang Komisi HAM PBB di tahun 1992 (Untuk proses commit to user
cxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
acara special session, dalam kasus lain, East Timor pernah dijadikan agenda di tahun 1999) (Henry Simarmata, 2007: 112). Dari kondisi tersebut maka, kegagalan penyelesaian konflik ini bukan menjadikan alasan untuk membiarkan Republik Sudan terus dalam situasi seperti ini, sehingga berwewenang
selain
aktor
internasional
dan
pihak-pihak
untuk menyelesaikan konflik di Republik Sudan,
diharapkan partisipasi semua pihak yaitu aktor nasional seperti pejabatpejabat pemerintah Republik Sudan untuk dapat mendukung partisipasi penyelesaian konflik di Republik Sudan. Implikasi hukum mengenai pertanggung jawaban Claims in Tort & Delict terhadap Republik Sudan selatan sesuai dengan prinsip umum yang berlaku bahwa succesor state tidak berkewajiban untuk menerima tanggung jawab akibat tort atau delik yang dilakuan oleh predecessor state karena tort atau delik sifatnya kesalahan personal. (Sefiani, 2010: 315).
commit to user
cxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Implikasi hukum suksesi negara antara Republik Sudan dari Republik Sudan Selatan ditinjau dari Hukum internasional : 1.
Implikasi hukum suksesi negara terhadap perjanjian internasional antara Republik Sudan dengan Republik Sudan Selatan belum terdapat perkembangan yang signifikan. Para pihak masih menggunakan perjanjian terdahulu dimasa transisi yaitu CPA (Comprehensive Peace Agreement ).
2.
Implikasi hukum suksesi negara terhadap hutang negara adalah masih dalam tahap perundingan untuk menyelesaikan pemenuhan hutang antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan.
3.
Implikasi hukum suksesi negara terhadap kewarganegaraan adalah Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan mencapai kesepakatan mengenai prinsip 'Empat Kebebasan' yang meliputi kebebasan tempat tinggal, kebebasan bergerak, kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi dan kebebasan untuk memperoleh dan mewariskan properti”.
4.
Implikasi hukum suksesi negara terhadap arsip negara adalah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983, dimana arsip negara Republik Sudan Selatan yang berhubungan dengan wilayah mengikuti kepemilikan wilayah, yang perpindahan kepemilikan arsip mengikuti pihak yang meguasainya yaitu Republik Sudan Selatan dan tanpa disertai pembayaran ganti rugi kepada Republik Sudan.
5.
Implikasi hukum suksesi negara terhadap penguasaan public property dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 yang menyatakan bahwa penguasaan terhadap public property mengikuti wilayahnya sehingga untuk penguasaan terhadap public property yang commit to user
cxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berada di daerah
Republik Sudan Selatan secara otomatis menjadi
kekuasaan Republik Sudan Selatan. 6.
Implikasi hukum suksesi negara terhadap penguasaan privat property adalah terlaksana
sesuai
dengan
kebiasaan
hukum
internasional,
dengan
mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan semua pihak sehingga tidak terjadi hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian di masingmasing pihak baik Republik Sudan, Republik Sudan Selatan atau pun pihak swasta tersebut. 7.
Implikasi
hukum
suksesi
negara terhadap
keanggotaan organisasi
internasional, dilakukan secara terpisah, artinya bahwa keanggotaan Republik Sudan dalam organisasi internasional sebelum terjadi suksesi negara tidak di wariskan pada Republik Sudan Selatan. 8.
Implikasi hukum suksesi negara terhadap claims in tort & delict dibebankan kepada presiden Republik Sudan Omar Al- Bashir selaku
panglima
angkatan bersenjata Republik Sudan. Pelaksanaan pertanggung jawaban dilakukan oleh ICC.
C. Saran Menyarankan bagi negara-negara yang mengalami suksesi negara dalam pelaksanaan implikasi suksesi negara kiranya disesuaikan pada ketentuan dan prinsip-prinsip internasional. Kesadaran bersama dari kedua belah pihak suksesi negara dalam membuat kesepakatan mengenai pembagian hak dan kewajiban sebagai warisan dari negara sebelumnya merupakan hal yang paling penting. Sehingga, dalam implikasi suksesi negara dapat terselenggara tanpa ada tindakantindakan kekerasan atau kebijakan-kebijakan yang saling merugikan pihak lain, yang bertentangan dengan ketentuan dan prinsip-prinsip Hukum Internasional.
commit to user
cxxiv