1/6
Analisis Implementasi Aplikasi Video Call pada Sinkronisasi Learning Management System berbasis Moodle sebagai Metode Distance Learning dalam Institusi Pendidikan FAUZAN SAIFUL HAQ M – NRP 2206100018 Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS, Keputih – Sukolilo, Surabaya 60111 memungkinkan seorang pengguna dunia maya dapat berkomunikasi layaknya bertatap muka secara langsung walaupun dipisahkan oleh jarak yang jauh. Pada tugas akhir ini khususnya akan dilakukan integrasi antara penggunaan dua aplikasi tersebut. Oleh karena itu perlu dikaji aspek-aspek peformansi jaringan ketika kedua sistem ini dijalankan secara bersamaan, sehingga dapat dihasilkan sebuah rekomendasi untuk membangun aplikasi learning management system yang memiliki fitur lengkap, sesuai dengan keadaan yang diinginkan dan dapat mengakomodir seluruh kebutuhan metode pembelajaran jarak jauh dalam institusi pendidikan.
ABSTRAK Learning management system merupakan sistem yang mendukung implementasi elektronik learning (elearning). Akan tetapi, pada model pembelajaran yang menggunakan sistem konten seperti LMS, tidak dapat dipungkiri tetap diperlukan adanya tatap muka antara pengajar dan mahasiswa. Sedangkan moodle, salah satu jenis aplikasi LMS, belum memiliki aplikasi yang memungkinkan metode tatap muka dapat dilakukan. Salah satu aplikasi yang mampu memenuhi kebutuhan ini adalah aplikasi video call yang dapat diperoleh secara komersial ataupun open source. Pada tugas akhir ini telah dilakukan analisis implementasi aplikasi video call pada sistem sinkronisasi LMS dengan menggunakan konfigurasi jaringan LAN menggunakan variasi bandwidth 64 Kbps, 128 Kbps, 256 Kbps, 384 Kbps, 512 Kbps, 1 Mbps dan 2 Mbps. Adapun parameter jaringan yang digunakan dalam implementasi ini adalah packet loss, jitter, delay, troughput, lama waktu sinkronisasi dan MOS yang diujikan pada 7 audience. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa nilai throughput menurun dan packet loss meningkat ketika sistem diintegrasikan. Sedangkan untuk sinkronisasi data sebesar 10,6 MB pada sistem terintegrasi, waktu terlama adalah 1919,04 sekon pada bandwidth 128 Kbps, dan waktu tercepat 75,28 sekon bandwidth 2 Mbps. Dan di akhir pengujian, disimpulkan bahwa sistem terintegrasi antara video call dan sinkronisasi LMS dapat berjalan dengan baik pada minimum bandwidth 1 Mbps dengan acuan dari ITU-T .
II. A.
MODEL SISTEM Topologi Jaringan Pada tugas akhir ini akan direncanakan sistem terintegrasi Learning Management System dengan menggunakan 2 buah komputer, 1 buah server dan 1 buah switch. Gambar 1 adalah topologi jaringan yang akan digunakan dalam tugas akhir ini. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa dosen dapat melakukan sinkronisasi LMS bersamaan dengan dilakukannya video call tanpa harus berada pada satu tempat. Disini dilakukan konfigurasi jaringan LAN dengan 1 server LMS, 1 server Video Call, dan 1 klien. LMS server merupakan komputer yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan master semua konten dan obyek pembelajaran dari berbagai client. Sedangkan LMS client merupakan tempat dimana konten serta materi obyek pembelajaran dari LMS server akan disimpan. Dengan adanya switch maka jalur data antara sinkronisasi LMS akan sama dengan laju data dari aplikasi video call. Oleh karena itu jaringan diasumsikan berada pada satu jaringan yang sama.
Kata Kunci : Learning Management System, Video Call I.
PENDAHULUAN Sesuai dengan perkembangan akan kebutuhan sistem e-learning yang terintegrasi dan reliable, saat ini banyak aplikasi Learning Management System (LMS) secara komersial maupun opensource yang dikembangkan untuk mendukung sistem pengajaran. Adapun secara umum LMS yang sering digunakan di setiap institusi pendidikan tinggi adalah Modular Object Oriented Dynamic Learning Environment atau biasa disebut Moodle. Akan tetapi, pada model pembelajaran yang menggunakan sistem konten seperti LMS yang mampu melakukan sistem sinkronisasi sekalipun, tidak dapat dipungkiri tetap diperlukan adanya tatap muka antara pengajar dan mahasiswa walaupun hanya sekali. Sedangkan moodle tidak memiliki aplikasi yang memungkinkan metode tatap muka pada sistem LMS dapat dilakukan, sehingga diperlukan aplikasi video call yang dapat diperoleh secara open source yang
10.122.69.127 10.122.69.167 Video Call server
LMS Client
10.122.69.112
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Switch
LMS Server
Gambar 1. Perencanaan Sistem dan Persiapan
2/6 Dengan ini maka sikronisasi LMS dan video call dapat dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu. Disamping itu, pada konfigurasi ini akan diujikan mekanisme sinkronisasi dengan mengujinya pada variasi bandwidth yang berbeda-beda yaitu 64 kbps, 128 kbps, 256 kbps, 384 kbps, 512 kbps, 1024 kbps, dan 2 Mbps dan besar data yang disinkronisasikan adalah 10,6 MB dengan menggunakan pembebanan panggilan video call. B.
Integrasi pengukuran implementasi aplikasi Video Call pada Sinkronisasi LMS Pada tugas akhir kali ini, dilakukan pengujian tentang performansi jaringan yang digunakan untuk melakukan sistem sinkronisasi dan aplikasi video call dengan mensinkronisasikan data sebesar 10,6 MB dan melakukan panggilan video call dengan menggunakan bandwith bervariasi yaitu 64 kbps, 128 kbps, 256 kbps, 384 kbps, 512 kbps, 1024 kbps, dan 2 Mbps seperti ditunjukkan pada gambar 2. C.
Performansi (Network Performance) Pengujian Network Performance pada aplikasi sistem sinkronisasi LMS dan video call dapat diamati dengan menggunakan program Wireshark. Wireshark mampu membaca paket-paket data yang lewat pada jaringan dan menganalisanya. Beberapa protokol yang didukung Wireshark antara lain TCP, UDP, RTP, SIP, dan lain-lain. Data pada proses sinkronisasi adalah TCP dan pada proses panggilan video call. Beberapa parameter QoS yang di-capture melalui Wireshark untuk pengujian Network Performance antara lain, 1.Untuk sinkronisasi LMS: Packet Loss Packet Packet loss didefinisikan sebagai kegagalan transmisi paket IP mencapai tujuannya. Kegagalan paket tersebut mencapai tujuan, dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinkan, diantaranya yaitu: Start
Pemanggilann video call dijalankan bersama sinkronisasi LMS
Menjalankan Wireshark untuk pengambilan data
1. 2. 3. 4.
Terjadinya overload trafik didalam jaringan, Tabrakan (congestion) dalam jaringan, Error yang terjadi pada media fisik, Kegagalan yang terjadi pada sisi penerima antara lain bisa 5 . disebabkan karena overflow yang terjadi pada buffer. Di dalam implementasi jaringan IP, nilai packet loss ini diharapkan mempunyai nilai yang minimum. Secara umum terdapat empat kategori penurunan performansi jaringan berdasarkan nilai packet loss sesuai dengan versi Tiphon yaitu seperti tampak pada tabel 1[1].
Throughput Throughput adalah jumlah bit yang diterima dengan sukses perdetik melalui sebuah sistem atau media komunikasi dalam selang waktu pengamatan tertentu. Umumnya throughput direpresentasikan dalam satuan bit per second (bps). Untuk men-capture nilai throughput dapat dilakukan dengan melihat nilai bit per second (bps) dari B ke A. B adalah server dan A adalah client pada hasil Conversation di Wireshark.
Waktu sinkronisasi Waktu sinkronisasi merupakan waktu yang dibutuhkan unruk menyelesaikan proses sinkronisasi di antara LMS server dan client. Untuk melihat waktu sinkronisasi kita dapat melihatnya dari nilai duration.. Duration adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan data yang terjadi hanya pada alamat-alamat tertentu. Nilai ini juga dapat dilihat pada Conversation di Wireshark. 2.Untuk panggilan video call selain packet loss ada tambahan parameter antara lain:
Delay end-to-end Delay end-to-end adalah waktu yang dibutuhkan dalam pengiriman paket dari satu titik ke titik tujuan (klien ke klien). Pada standar ITU-T G.114 besar delay end-toend pada komunikasi suara minimal sebesar 150 ms [2]. Delay end-to-end merupakan delay satu arah (One Way Delay). Parameter delay sangat mempengaruhi pada aplikasi H.323 (voip atau video conference). Tabel 1. Kategori Performansi Jaringan [1]
64 Kbps
128 Kbps
256 Kbps
384 Kbps
512 Kbps
1 Mbps
2 Mbps
Kategori Degredasi
Packet loss
Sangat bagus
0%
Bagus Sedang Jelek
3% 15% >25%
Pengamatan Jaringan
Stop
Tabel 2. Skala Performansi Delay, Jitter dan Packet Loss[3] Gambar 2. Flowchart implementasi penelitian sistem (Implementasi Video Call pada sinkronisasi LMS)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Grade
Delay (ms)
Jitter (ms)
Packet Loss (%)
Good
0-150
0-20
0-0,5
Acceptable
150-300
20-50
0,5-1,5
Poor
>300
>50
>1,5
3/6
Jitter Jitter adalah variasi dari nilai delay antar paket yang dikirimkan. Jitter diakibatkan oleh antrian yang terjadi di jaringan. Jitter dapat menyebabkan sampling disisi penerima menjadi tidak tepat sasaran sehingga informasi menjadi rusak. Ukuran paket juga mempengaruhi dari nilai jitter tersebut yang mana semakin besar ukuran paket maka proses penerimaan paket tersebut juga menjadi lama sehingga jitter yang dihasilkan menjadi besar [4]. Tabel 2 diatas menjelaskan skala performansi yang dihasilkan dari ketiga parameter untuk video call diatas, yang mana pada tabel tersebut ada 3 tingkatan performansi yaitu Good, Acceptable, dan Poor.
MOS (Mean Opinion Score) Parameter QoS yang bersifat non teknis adalah MOS. MOS adalah penilaian kualitas video call oleh audiensi yang mana penilaian tersebut bersifat subyektif. Dalam penilaian MOS yang digunakan pada percobaan ini ada 5 tingkatan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 [5], dan pada rekomendasi ITU-T P.911 [6] dijelaskan beberapa prosedur pengukuran MOS, prosedurprosedurnya antara lain Processing dan Playback system, source signal, dan Audiensi. III. HASIL UJI COBA Pada bagian ini akan dilakukan pembahasan mengenai analisis data serta pembahasan mengenai hasil implementasi yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya yaitu mengenai performansi dan kualitas unjuk kerja jaringan sistem sinkronisasi, video call serta sistem terintegrasi yang telah diterapkan. Analisis dilakukan berdasarkan data yang didapat dari hasil transfer data antar server dan klien. A. Pengukuran performansi sinkronisasi LMS sebelum dan setelah dilakukan integrasi dengan proses sinkronisasi LMS : Troughput Data pada grafik pada gambar 3 menunjukkan hasil data pengamatan yang telah dilakukan pada kondisi tidak terintegrasi video call di jaringan wired dan dengan mengintegrasikan sistem sinkronisasi dengan video call.
Gambar 3. Grafik perbandingan pengukuran Throughput pada pengujian sinkronisasi LMS sebelum dan setelah integrasi panggilan video call Berdasarkan data di atas nilai throughput terbaik didapatkan pada saat bandwidth 2 Mbps dengan kondisi belum terintegrasi panggilan video call yaitu 1974,09 Kbps dan kondisi terintegrasi panggilan video call sebesar 1405,17 Kbps. Berdasarkan pengamatan pada saat pengujian nilai throughput menyebabkan proses sinkronisasi menjadi lebih lama. Pada percobaan ini pun dapat dilihat terjadi kegagalan pada bandwidth 64 Kbps. Hal ini dikarenakan waktu sinkronisasi terlalu lama dan software wireshark tidak mampu menahan beban tersebut.
Packet Loss Pengamatan packet loss pada tugas akhir ini dilakukan di sisi client yang telah terhubung dengan server. Berdasarkan pengamatan pada gambar 4 kondisi sebelum terintegrasi panggilan video call dan setelah terintegrasi panggilan video call didapatkan packet loss terkecil pada bandwidth 2 Mbps yaitu 3,01 % dan untuk kondisi dengan panggilan video call didapatkan nilai terbaik pada bandwidth 2 Mbps yaitu 3,08 %. Kedua nilai ini terlihat hampir sama dikarenakan kanal 2 Mbps merupakan kanal yang sangat besar bagi kedua kondisi yang menyebabkan collision dan congestion yang terjadi lebih rendah. Berdasarkan tabel 1, maka hasil pengukuran paket loss pada sebelum dan sesudah diintegrasikan dengan video call masih berada dalam kategori bagus.
Tabel 3 Skala Pengukuran MOS [5] Nilai MOS
Definisi
5
Excellent
4
Good
3
Fair
2
Poor
1
Bad
Gambar 4. Grafik perbandingan pengukuran Packet Loss pada pengujian sinkronisasi LMS sebelum dan setelah integrasi panggilan video call
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
4/6 Waktu sinkronisasi Pengukuran waktu sinkronisasi pada tugas akhir ini dilakukan untuk mengamati seberapa lama proses sinkronisasi data sebesar 10,6 MB ini selesai. Kemudian -
Tabel 5. Pengukuran Packet Loss (%) setelah integrasi video call Bandwidth
End Point Tujuan
Payload
Server
G.711
Klien
G.711
64 kbps
128 kbps
256 kbps
384 kbps
512 kbps
1 Mbps
2 Mbps
79,80
0,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,40
0,40
0,00
0,00
0,00
0,00
Gagal Server
H.261
5,40
2,50
0,00
0,00
0,00
0,00
Klien
H.261
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Nilai tertinggi berada pada bandwidth 128 Kbps saat video call dijalankan bersama dengan sinkronisasi LMS yaitu 79,80% untuk payload G.711 dan 5,40% untuk payload H.261. Gambar 5. Grafik perbandingan pengukuran waktu sinkronisasi pada pengujian sinkronisasi LMS sebelum dan setelah integrasi panggilan video call pengujian ini diulangi kembali dengan melakukan panggilan video call selama proses sinkronisasi berjalan. Pada gambar 6 didapatkan hasil pengamatan waktu proses sinkronisasi yang dilakukan pada kondisi sebelum dan setelah menggunakan panggilan video call. B.Pengukuran performansi video call sebelum dan setelah dilakukan integrasi dengan proses sinkronisasi LMS: Analisis yang dilakukan pada percobaan ini meliputi delay, jitter audio, jitter video dan packet loss. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua metode antara lain teknis dan non teknis. MOS digunakan untuk nonteknis, dan software wireshark digunakan untuk mengukur parameter teknis.
Packet Loss Pengukuran packet loss dilakukan dengan mengamati seluruh paket yang diterima tiap-tiap klien. Pada tabel diatas dapat dilihat perbandingan nilai packet loss pada kedua kondisi. Tabel 4. Pengukuran Packet Loss (%) sebelum integrasi video call End Point Tujuan
Delay Dari hasil pengukuran di dapatkan bahwa pada percobaan video call dengan sinkronisasi LMS, terjadi kegagalan. Hal ini disebabkan karena sistem terintegrasi tidak mampu berjalan pada kanal dengan bandwidth yang terlalu kecil. Delay yang dihasilkan oleh percobaan kedua pun lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai delay pada bandwidth 128 Kbps senilai 67,87 ms jika dibandingkan dengan 34,19 ms pada percobaan pertama. Dan pada bandwidth 258 kbps, 384 kbps, 512 Kbps, 1 Mbps, dan 2 Mbps di percobaan pertama tetap menghasilkan nilai delay yang lebih kecil daripada percobaan kedua walaupun pada range tersebut, delay sudah relatif stabil dan tidak berubah lagi.
Jitter Pada pengukuran jitter akan dibagi menjadi 2 bagian yaitu jitter audio maupun jitter video dengan penjelasan sebagai berikut: a. Jitter Audio Pengkompresan data audio pada software ekiga menggunakan codec G.711. Jitter yang terukur adalah rata-rata jitter yang terukur dari tiap server ke client.. Adapun hasil dari pengukuran jitter dari panggilan video call sebelum dan sesudah diintegrasikan dengan sinkronisasi LMS ditunjukkan oleh gambar 7.
Bandwidth Payload
64 kbps
128 kbps
256 kbps
384 kbps
512 kbps
1 Mbps
2 Mbps
Server
G.711
69,40
16,60
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Klien
G.711
1,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Server
H.261
49,60
4,10
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Klien
H.261
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Gambar 6. Grafik perbandingan pengukuran Delay pada Pengujian panggilan video call sebelum dan setelah integrasi sinkronisasi LMS
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
5/6 Dapat dilihat pada gambar tersebut, bahwa nilai jitter pada percobaan kedua relatif lebih besar daripada percobaan pertama. Hal ini dikarenakan, proses sinkronisasi LMS menjadi beban pada proses panggilan video call. Nilai jitter terbaik pada kedua kondisi tetap berada pada bandwidth 2 Mbps yaitu 16,59 ms untuk panggilan video call tanpa sinkronisasi LMS dan 18,97 ms untuk panggilan video call dengan sinkronisasi LMS. b. Jitter video Pada pengukuran jitter video dilakukan bersamaan dengan pengukuran jitter audio yaitu dengan menggunakan program wireshark. Dalam menghitung jitter video paket yang diamati adalah paket H.261. Adapun hasil pengukuran dari jitter video adalah ditunjukkan pada gambar 7 untuk kondisi tanpa sinkronisasi LMS dan untuk kondisi dengan sinkronisasi LMS. Diantara bandwidth 128 Kbps, 256 Kbps, 384 Kbps, 512 Kbps, 1 Mbps, dan 2 Mbps , peningkatan nilai jitter terbesar terjadi pada bandwidth 128 Kbps, yaitu 5 kali nilai jitter panggilan video call tanpa sinkronisasi LMS. Adapun perbandingan lainya dapat diilustrasikan pada grafik pada gambar 8.
c. Perbandingan performansi pada video call tanpa dan dengan sinkronisasi LMS dengan acuan ITU-T Setelah didapatkan nilai dari delay, jitter dan packet loss dari kedua kondisi, maka dari nilai-nilai itu dapat dikategorikan menjadi Good, Acceptable, dan Poor, sebagaimana sebelumnya telah dijelaskan pada tabel 2. Pada pengukuran skala performansi nilai diatas, dapat dilihat bahwa pada bandwidth 256 Kbps kualitas dari video call sudah mencapai kategori “bagus”. Sedangkan pada sistem yang telah terintegrasi, nilai panggilan video call dapat dikatakan “bagus” dan dapat diterima dimulai pada bandwidth 512 Kbps. Untuk ilustrasinya disajikan pada tabel 6 dan 7. d. Pengukuran dan perbandingan MOS pada video call tanpa dan dengan sinkronisasi LMS Pengukuran MOS dilakukan oleh 7 audiensi yang secara langsung terlibat pada proses pengukuran. Pada pengukuran MOS audiensi menilai kualitas audio visual pada kedua kondisi. Pengukuran dilakukan terpisah antara audio dan visual. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab 2 MOS memiliki 5 skala yaitu nilai 5 untuk “excellent”(sangat bagus) , 4 untuk “Good” (bagus), 3 untuk “Fair” (biasa), 2 untuk “Poor”(kurang bagus), dan 1 untuk “Bad” (jelek). Adapun data hasil pengukuran adalah seperti yang disajikan oleh gambar 9 dan 10. Dari gambar hasil pengukuran MOS audio dibawah, dapat disimpulkan bahwa kondisi audio pada bandwidth 64 Kbps, 128 Kbps, 256 Kbps, 384 Kbps, dan 512 Kbps adalah sama pada kedua kondisi. Dan penurunan terjadi pada panggilan Tabel 6.Kategori Parameter video call pada kondisi tanpa integrasi sinkronisasi LMS Delay
Jitter Audio
Gambar 7. Grafik perbandingan pengukuran Jitter audio pada pengujian panggilan video call sebelum dan setelah integrasi sinkronisasi LMS
64 Kbps
G
128 Kbps
G
256 Kbps
Packet loss
Jitter Video
G.711
H.261
P
P
P
P
P
A
P
P
G
A
A
G
G
384 Kbps
G
A
G
G
G
512 Kbps
G
A
G
G
G
1 Mbps
G
G
G
G
G
2 Mbps
G
G
G
G
G
Bandwidth
Tabel 7. Kategori Parameter video call pada kondisi dengan integrasi sinkronisasi LMS Bandwidth
Gambar 8. Grafik perbandingan pengukuran Jitter video pada pengujian panggilan video call sebelum dan setelah integrasi sinkronisasi LMS
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Delay
Packet loss
Jitter Audio
Jitter Video
G.711
H.261
P
P
64 Kbps
P
P
P
128 Kbps
G
P
P
P
P
256 Kbps
G
P
P
G
P
384 Kbps
G
P
A
G
G
512 Kbps
G
A
A
G
G
1 Mbps
G
A
G
G
G
2 Mbps
G
G
G
G
G
6/6
Gambar 9. Grafik perbandingan MOS audio pada pengujian panggilan video call sebelum dan setelah integrasi sinkronisasi LMS
3. Nilai packet loss pada sinkronisasi LMS relatif meningkat setelah diintegrasi dengan video call, tetapi peningkatannya tidak terlalu signifikan. Disamping itu, hasil pengukuran masih berada pada kategori bagus. 4. Performansi video call dalam sistem terintegrasi dengan parameter teknis mendapatkan hasil yang baik (tidak ada nilai “Poor” diantara Delay, Jitter, dan Packet Loss sesuai dengan standard ITU-T) yaitu dimulai pada bandwidth 512 Kbps. 5. Performansi video call dalam sistem terintegrasi dengan parameter nonteknis (MOS) mendapatkan hasil baik (diambil nilai diatas 3 atau “Fair”) yaitu pada bandwidth 1 Mbps. Dengan adanya acuan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem terintegrasi antara video call dan sinkronisasi LMS dapat berjalan dengan baik pada minimum bandwidth 1 Mbps. V.
Gambar 10. Grafik perbandingan MOS video pada pengujian panggilan video call sebelum dan setelah integrasi sinkronisasi LMS video call dengan integrasi sinkronisasi LMS yaitu pada bandwidth 1 Mbps dari dan 2 Mbps. Sedangkan hasil dari pengukuran MOS video dari kedua kondisi dapat dilihat pada gambar 10. Grafik ini menunjukkan bahwa adanya perubahan kategori yaitu pada bandwidth 2 Mbps, dimana sebelum dijalankan sinkronisasi LMS, kualitas video adalah “Good”, tetapi setelah dijalankan proses sinkronisasi LMS, kualitas menurun menjadi kategori “Fair’.Secara umum tabel-tabel tersebut mengindikasikan bahwa baik audio maupun video memiliki kualitas “Fair” dimulai dari bandwidth 1 Mbps. IV.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukan pada implementasi aplikasi video call pada sinkronisasi Learning Management System pada jaringan LAN dengan variasi bandwidth 64 Kbps, 128 Kbps, 256 Kbps, 384 Kbps, 512 Kbps, 1 Mbps, dan 2 Mbps maka diperoleh beberapa hal yang dapat dijadikan acuan: 1. Terjadi kegagalan koneksi dan pengukuran pada bandwidth 64 Kbps ketika sistem terintegrasi dijalankan dikarenakan jaringan tidak mampu menahan beban yang terlalu besar. Bandwidth minimum agar kedua sistem masih dapat dijalankan pada sistem ini adalah 128 Kbps 2. Untuk sinkronisasi data sebesar 10,6 MB pada sistem terintegrasi, waktu terlama adalah 1919,04 sekon pada kanal dengan bandwidth 128 Kbps, dan waktu tercepat 75,28 sekon pada kanal dengan bandwidth 2 Mbps.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
DAFTAR PUSTAKA
[1] Firmansyah, A., 2009. Implementasi Sistem Sinkronisasi Uni-Direksional pada Learning Management System antar Institusi Pendidikan. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Elektro ITS. Surabaya [2] ITU-T G.114., One way transmission time, http://www.itu-t.int/publications, April 2010 [3] Prasad,C., Nov 2009. Performance Measurement and Analysis of H.323 Traffic,
[4] Measuring Delay, Jitter, and Packet Loss with Cisco IOS SAA and RTTMON, http://www.cisco.com/warp/ public/ 126/saa.html#saarttmon, April 2010 [5] ITU-T P.800, Methods for subjective determination of transmission quality, http:// www. itu.int/itut/publications, April 2010 [6] ITU-T P.911, Subjective audiovisual quality assess ment methods for multimedia application, http:// www. itu.int/itu-t/publications, April 2010
RIWAYAT PENULIS Fauzan Saiful Haq Mukarram, lahir di Surabaya 07 Juni 1988, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Farid Mukarram, dan Indrayati Kusumawardhani. Memulai pendidikan formalnya di SMAN 5 Surabaya, dan melanjutkan studi di Jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis juga akif di berbagai kegiatan kemahasiswaan di lingkup jurusan maupun ITS, dari mulai menjadi staff sampai menjadi kepala departemen. Penulis juga pernah menjadi ambassador Indonesia dalam program pertukaran pelajar ke Amerika Serikat. Pada perlombaan tingkat ITS tahun 2010, penulis pernah menjadi juara karya tulis tingkat jurusan, fakultas maupun institut. Selain itu penulis juga pernah menerima beasiswa dari PT.Djarum, Astra Internasional dan HUAWEI.