ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU (STUDY KASUS DI DESA BOJONG KABUPATEN TEGAL) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata S.1 Dalam Ilmu Hukum Islam
r
Disusun oleh: Sidik Azis Nurul Arifin (072311022)
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
MOTTO
(#θçΡuρ$yès?uρ’n?tãÎhÉ9ø9$#3“uθø)−G9$#uρ(Ÿωuρ(#θçΡuρ$yès?’n?tãÉΟøOM}$#Èβ≡uρô‰ãèø9$#uρ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (Q.S Al-Maidah : 2)
Mimpikan impian yang mulia, dan seiring dengan mimpimu, dirimu akan menjadi apa yang kau impikan. Pandanganmu kedepan adalah janji atas apa yang akan menjadi dirimu suatu hari. Cita-citamu adalah ramalan apa yang akan kamu tunjukan pada akhirnya. (James Allem)
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati, kupersembahkan karya ini kepada orang-orang yang telah memberi arti dalam perjalanan hidupku Untuk Abah dan ibuku tercinta, (Saeful Arifin dan Kusbandiyah) Sujudku, takdzimku,… Terimakasih, kasih sayangmu telah membawa anakmu pada pembelajaran arti hidup. Sujud dan doa di sepertiga malammu telah menjadi ‘titian syurga’ bagi perjalanan hidupku. Untuk Achmad Suandi, S.Ag dengan segala hormat kupersembahkan karya ini, Dan Juga Sang Penjaga hatiku, Oktafani Ianatul Habibah.S.Pd perhatian dan kasih sayangmu menutup dahaga jiwaku
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, Penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 27 Juni 2012 Deklarator,
Sidiq Azis Nurul Arifin NIM. 072311022
ABSTRAK
Desa Bojong Kabupaten Tegal banyak mengandung mengandung bahan galian batu-batuan. Batu memiliki nilai jual yang tinggi.Karena dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan.Sehingga menarik minat sebagian masyarakat untuk ditambang. Kegiatan penambangan batu melibatkan dua belah pihak.Yaitu antara pemilik lahan yang lahannya memiliki kandungan batu, dan Penambang yang mempunyai keahlian menambang batu.Keduanya melakukan perjanjian dimana dalam akad tersebut di pahami dengan akad sewa menyewa.Namun dalam sewa menyewa yang dilakukan terjadi peralihan hak milik terhadap materi objek yang diakadkan.Sementara dalam akad sewa menyewa yang sah tidak boleh ada peralihan hak milik terhadap objek akad.Sedangkan objek yang diakadkan juga tidak ada kejelasan.Tidak adanya kejelasan terhadap objek yang diakadkan menjadikan akad tersebut menjadi rusak dan tidak sah untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan praktek akad Sewa menyewa tanah yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Bojong Kabupaten Tegal, kemudian menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap praktek akad sewa menyewa tersebut. Penelitian ini adalah penelitian lapangan.sedangkan Data-data yang dikumpulkan merupakan hasil wawancara dan observasi dengan analisis data secara kualitatif. Untuk menarik kesimpulan dari data tersebut penulis menggunakan pendekatan normatif, yaitu data-data di lapangan dipandang menurut sudut pandang hukum Islam. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa akad penambangan batu di Desa Bojong yang dilakukan antara pemilik lahan dan penambang merupakan jenis akad sewa menyewa yang diakhiri dengan kepemilikan (IjarahMuntahiyahBitTamlik).Dimana dalam praktek akad tersebut objek akad menjadi milik Penambang dengan memberikan penggantian harga sesuai dengan kesepakatan.Sementara objek akad yang menjadi objek akad tidak ada kejelasan sehingga menimbulkan unsur spekulasi.Adanya unsur spekulasi dapat merusak akad yang dilakukan.Hal tersebut menurut pandangan hukum Islam tidak sah untuk dilakukan.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur kehadlirat Allah SWT, berkat rahmat, petunjuk dan karunia-Nya, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, walaupun terasa sangat berat dan melelahkan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, segenap keluarga, sahabat dan seluruh umatnya. Pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU (STUDY KASUS DI DESA BOJONG KABUPATEN TEGAL)” Dalam penulisan skripsi ini, tentunya bukan tanpa aral dan rintangan, banyak proses yang dilewati, banyak pula pihak yang turut membantu kelancaran penulisan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof Dr. H. Muhhibbin selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Dr.Imam Yahya selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang 3. Moh. Arifin. S.Ag., M.Hum selaku Kepala Program Studi Muamalah IAIN walisongo Semarang. 4. Drs. Ghufron Ajib, M.Ag selaku Pembimbing I Penulis. Tanpa sentuhan pena Bapak, skripsi ini takkan terselesaikan. Terima kasih pak. 5. Maria Ana Muryani, SH.,M.H Selaku Pembimbing II yang juga telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini..
6. Achmad Suwandi, S.Ag. Terima kasih atas arahan dan masukan serta ideide kreatif yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga mendapat balasan setimpal. 7. Bapak/Ibu pegawai Perpustakaan Institut IAIN Walisongo, yang telah memberikan izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Para Dosen pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, yang telah memberikan berbagai pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 9. Abah dan Ibu tercinta yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu, baik moril maupun materiil serta do’a restunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Segenap civitas akademika Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 11. Teman-Teman Penulis Di Paket MUA 2007, terima kasih kawan kalian adalah teman-teman yang paling baik dan jangan pernah terputus tali persahabatan kita. 12. Semua teman-teman kost Ujang, John, Niswar, Ali, Nunu. Canda tawa kalian menjadi penyemangat penulis. 13. Seorang yang selalu ‘mengisi’ hati penulis, Oktafani Ianatul Habibah. S.Pd yang dengan tulus bersedia mendampingi dalam suka dan duka serta selalu memberikan semangat, perhatian dan kasih sayang. 14. Berbagai pihak yang secara tidak langsung telah membantu, baik moral maupun materi dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga amal baik dan keikhlasan yang telah mereka perbuat menjadi amal saleh dan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah S.W.T, Amin.Penulis telah berusaha semaksimal mungkin demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.Penulis sadar atas kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini. Semarang, 3 Juni 2012
Penulis
Sidiq Azis Nurul Arifin NIM 072311022
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
ii
NOTA PEMBIMBING… ..............................................................................
iii
HALAMAN ABSTRAK ...........................................................................................
iv
HALAMAN DEKLARASI… ........................................................................
v
HALAMAN MOTTO ………………………………………………………
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN …..…………………………………. ........
vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................
viii
DAFTAR ISI…………….……………..…………………………. ...............
ix
BAB I. PENDAHULUAN……………………………….………………….
1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................................
5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .........................................................
6
D. Telaah Pustaka .....................................................................................
6
E. Metode Penelitian.................................................................................
8
F. Sistematika Pembahasan ......................................................................
10
BAB II. KONSEP UMUM TENTANG AKAD SEWA DAN JUAL BELI MENURUT HUKUM ISLAM A. Konsep Umum Tentang Akad .............................................................
12
1. Pengertian Akad ............................................................................
12
2. Rukun-rukun dalam Akad .............................................................
13
3. Syarat dalam akad .........................................................................
18
4. Pembagian Macam-macam Akad .................................................
19
5. Khiyar dalam Akad…………………………….. .........................
24
6. Berakhirnya Akad .........................................................................
27
B. Konsep Umum Tentang Sewa Menyewa (Ijarah) ................................
30
1. Pengertian Sewa Menyewa ...........................................................
30
2. Dasar hukum Sewa…... ................................................................
31
3. Rukun dan Syarat Sewa… ............................................................
33
4. Pembagian Macam-macam Sewa .................................................
35
5. Berakhirnya Sewa .........................................................................
37
C. Konsep Umum Tentang Jual Beli ........................................................
39
1. Pengertian Jual Beli ......................................................................
39
2. Dasar Hukum Jual Beli .................................................................
40
3. Rukun dan Syarat dalam Jual Beli ...............................................
43
BAB III. GAMBARAN UMUM DESA BOJONG DAN PELAKSANAAN AKAD PENAMBANGAN BATU A. Gambaran Umum desa Bojong ............................................................
47
1. Batas Wilayah dan Luas Wilayah. ................................................
47
2. Keadaan Geografiis .......................................................................
48
3. Orbitasi (Jarak dari Pusat Pemerintahan) .....................................
48
4. Kependudukan ...............................................................................
48
5. Keadaan Sosial dan Ekonomi........................................................
49
6. Kondisi Bidang Keagamaan ..........................................................
50
B. Praktek Akad Penembangan Batu. .......................................................
51
BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA BOJONG KABUPATEN TEGAL A. Praktek akad Penambangan Batu Ditinjau dari Segi Rukun dan syarat Akad… ...............................................................................................
54
B. Ditinjau dari Segi Bentuk dan Hukumnya .........................................
64
BAB V. PENUTUP .........................................................................................
67
A. Kesimpulan ......................................................................................
67
B. Saran-saran ......................................................................................
68
C. Penutup... .........................................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak manusia lahir ke dunia sudah memerlukan materi (harta) sebagai bekal hidup, karena manusia perlu makanan, pakaian dan papan (rumah tempat berlindung). Sesudah beranjak besar, keperluan anak bertambah banyak.Disamping keperluan pokok, ditambah lagi dengan keperluan lainya, seperti biaya pendidikan dan biaya-biaya lainya.Mau atau tidak manusia harus memeras otak dan kerja keras untuk menutupi keperluan hidup masing-masing. Dengan demikian Allah menjadikan manusia untuk hidup berbangsa, bersuku-suku menandakan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri melainkan saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Manusia sebagai subyek hukum tidak mungkin hidup dialam ini sendiri saja, tanpa berhubungan dengan manusia lainnya.Eksistensi manusia sebagai mahluk sosial sudah merupakan fitrah yang ditetapkan oleh Allah bagi mereka. Suatu hal yang paling mendasar dalam memenuhi kebutuhan seorang manusia adalah adanya interaksi sosial dengan manusia lain. Dalam kaitan dengan ini, Islam datang dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang mengatur secara baik persoalan-persoalan yang akan dilalui oleh setiap manusia dalam kehidupan sosial mereka.
Hubungan antar sesama manusia dalam Islam disebut dengan istilah Muamalah.Ajaran tentang Muamalah berkaitan dengan persoalan-persoalan hubungan antar sesama manusia dalam memenuhi kebutuhan masing-masing, sesuai dengan ajaran dan prinsip yang terkandung dalam Al-qur’an dan Assunnah.Itulah sebabnya bidang muamalah tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai ketuhanan.Dengan demikian, Akidah, Ibadah dan Muamalah merupakan tiga rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Kata muamalah berasal dari bahasa arab yang secara etimologi sama dan semakna dengan Al-mufa’alah (Saling berbuat). Kata ini menggambarkan suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.1 Menurut istilah, pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan pengertian muamalah dalam arti sempit. Definisi muamalah dalam arti luas dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut:2 a.
Menurut Muhammad Yusuf Musa sebagaimana dikutip oleh Dr. Hendi Suhendi berpendapat bahwa muamalah adalah peraturanperaturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
b.
Sedangkan
menurut
Dr.
Hendi
Suhendi
didalam
buku
FiqhMuamalah,Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan
1
Nasrun Haroen, FiqhMuamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2007), hal. vii Hendi Suhendi, FiqhMuamalah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hal.1
2
Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan dengan manusia dalam hidup dan kehidupan. Dari pengertian dalam arti luas kiranya dapat diketahui bahwa muamalah adalah aturan-aturan (hukum)Allah untuk mengatur manusia kaitannya dalam urusan duniawi dalam pergaulan sosial. Sedangkan muamalah dalam arti sempit (khas), didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut sebagaimana dikutip oleh Dr.Hendi Suhendi di dalam buku Fiqh Muamalah:3 a. Menurut Hudlari Byk, muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya. b. Sedangkan menurut Idris Ahmad, Muamalah adalah aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik. c. Dan menurut Rasyid Ridha, Muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan Dalam Islam telah dijelaskan macam-macam bentuk dan tata cara ber muamalah seperti jual beli, sewa menyewa, bagi hasil dan sebagainya, namun tingkat pengetahuan Agama yang berbeda-beda pada setiap orang atau masyarakat akan mempengaruhi sistem akad yang sering dilakukan oleh masyarakat. Apakah telah sesuai dengan hukum Islam atau tidak?
3
Ibid, hal.2
Banyak masyarakat melakukan akad atau perjanjian hanya berdasarkan kebiasaan tanpa memperhatikan seluk-beluk hukumnya terutama dalam hukum Islam. Seperti persoalan yang terjadi di Desa Bojong, Kabupaten Tegal. Desa Bojong adalah salah satu Desa di Kabupaten Tegal yang tanahnya mengandung batu-batuan. Batu-batuan tersebut mempunyai nilai jual dan manfaat.Karena dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan.Sehingga masyarakat Desa Bojong berinisiatif untuk menambang. Namun Penambang yang tidak mempunyai lahan pertambangan mencari lahan dengan menyewa kepada orang lain.Sementara Pemilik lahan merasa lebih menguntungkan jika lahannya disewakan.Karena lahan tersebut memiliki kandungan batu dan kurang potensial untuk pertanian, sedangkan pemilik lahan tidak punya keahlian untuk menambang. Praktek penambangan batu di Desa Bojong melibatkan dua belah pihak.Yaitu, antara Pemilik lahan dan pengelola lahan, kemudian kedua belah melakukan akad atau perjanjian dimana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban.Pihak Pemilik lahan memberikan lahannya kepada Penambang untuk di tambang batunya dengan memberikan pembayaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan.Setelah akad atau perjanjian berakhir maka lahan tersebut dikembalikan lagi kepada pemiliknya. Praktek tersebut menurut masyarakat Desa Bojong disebut sebagai perjanjian sewa-menyewa.Perjanjian sewa menurut Syara’ adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Perjanjian sewa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bojong tentunya belum sesuai dengan pengertian sewa yang dimaksudkan kerena adanya peralihan terhadap objek yang diakadkan, sedangkan dalam perjanjian sewa tidak boleh ada peralihan terhadap materi objek perjanjian. Penambang bebas mengambil batu sampai pada batas waktu yang ditentukan atau sampai habis batunya.Berapapun jumlah kandungan batu yang dihasilkan, itulah yang menjadi hak Penambang.Jadi yang menjadi obyek akad dalam akad tersebut adalah batu yang masih dalam tanah dengan harga yang sudah disepakati. Dalam akad tersebut tidak ada kejelasan terhadap jumlah atau takaran dari obyek akad.Adanya spekulasi dalam suatu akad dapat menjadikan akad tersebut menjadi rusak. Persoalan tersebut mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut terhadap praktek Penambangan Batu yang terjadi di Desa Bojong, kemudian menjelaskan pandangan Hukum Islam terhadap praktek penambangan Batu tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka penulisakan membahasnya dalam bentuk skripsi
dengan
mengambil
sebuah
judul:“ANALISIS
HUKUM
ISLAM
TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU (STUDY KASUS DI DESA BOJONG KABUPATEN TEGAL)”. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, penulis akan mencoba merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk akad Penambangan Batu di Desa Bojong Kabupaten Tegal? 2. Bagaimana
Pandangan
Hukum
Islam
terhadap
praktek
Akad
Penambangan Batu di Desa Bojong? C. Tujuan dan kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui praktek akad penambangan batu yang terjadi di Desa Bojong. b. Menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap Akad Penambangan Batu tersebut. 2. Kegunaan Penelitian a. Sebagai sumbangsih pemikiran dalam hukum Islam khususnya tentang Muamalah. b. Untuk menambah wawasan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca tantang penelitian lapangan yang berkaitan langsung dengan hukum Islam. D. Telaah Pustaka Sebagaimana telah diuraikan pokok masalah di atas, skripsi ini adalah mengkaji masalah akad sewa menyewa di Desa Bojong, yang dititik beratkan pada pembahasan terhadap praktek akad dan pelaksanaannya. Menurut penelitian dan penelusuran penulis terhadap karya-karya ilmiah yang ada, sesuai dengan keterbatasan dan kemampuan penyusun, ternyata belum ada karya ilmiah yang membahas tentang akad Penambangan batu.Namun ada
beberapa Skripsi yang dalam pembahasannya mengkaji masalah akad di antaranya adalah: Skripsi yang mengkaji masalah akad sewa tanah persawahan, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Persawahan di Desa Padaharja Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal”4 disusun oleh Nurokmah. Yang memfokuskan pada sewa menyewa tanah yang digunakan untuk keperluan lain selain untuk ditanami. Dalam skripsi tersebut disimpulkan bahwa perjanjian sewa-menyewa dalam bentuk demikian diperbolehkan. Karena antara pemilik tanah dan penyewa tanah telah saling percaya dan mengetahui apa yang akan dilakukan oleh penyewa. Selanjutnya skripsi yang mengkaji masalah akad sewa tanaman. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa-Menyewa Tanaman (Studi Kasus di Desa Bangsri Kec. Bangsri Kab. Jepara).”5Disusun oleh Nunung Muhayatun.Dalam skripsinya dipaparkan bahwa Praktek sewa menyewa tanaman di Desa Bangsri Kec. Bangsri Kab. Jepara merupakan sebuah bentuk akad dengan menyewakan tanaman seperti kapuk, mangga dan petai untuk diambil buahnya dalam jangka waktu satu sampai tiga musim.Pihak kedua (penyewa) menyerahkan harga sewa pada musim terjadinya akad meskipun buah dari tanaman yang diakadkan belum nampak. Dalam pelaksanaan sewa menyewa tanaman dengan jangka waktu lebih dari satu musim, nampak adanya unsur ketidakpastian/spekulasi hasil oleh pihak penyewa. Apabila dalam jangka waktu sewa ternyata tanaman tidak berbuah,
4
Nurokmah, (Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Persawahan Di Desa Padaharja Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal), Skripsi Fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang, 2006 5 Nunung Muhayatun, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa-Menyewa Tanaman (Studi Kasus di Desa Bangsri Kec. Bangsri Kab. Jepara), Skripsi Fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang, 2007
maka pihak penyewa akan menanggung kerugian karena uang sewa telah dibayarkan saat akad. Kemudian skripsi yang mengkaji masalah sewa menyewa girik tambak norowito, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa Menyewa Girik Tambak Norowito Di Desa Guyangan Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati.”6 Disusun oleh Noor Afif Hasanah.Dalam skripsinya dipaparkan bahwa praktek sewa menyewa girik tambak Norowito dilakukan dengan penyerahan barangnya nanti waktu lelangan tambak yaitu setiap bulan Agustus karena barangnya disimpan di balai desa, hal ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat dan didasari atas dasar kerelaan kedua pihak. Sewa menyewa girik tambak Norowito sebagian besar dilakukan dengan cara bawah tangan, sehingga tidak adanya bukti tertulis. Dengan demikian, penyusun belum menemukan skripsi yang secara khusus membahas tentang Akad Penambangan Batu ditinjau dari hukum Islam E. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dilapangan untuk mengetahui pelaksanaan akad penambangan batu di Desa Bojong.
2.
6
Sifat Penelitian
Noor Afif Hasanah, (Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa Menyewa Girik Tambak Norowito Di Desa Guyangan Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati),Skripsi Fakultas Syariah Iain Walisongo Semarang 2007
Sifat penelitian adalah Normatif, yaitu menjelaskan tentang konsep akad dalam Islam dilanjutkan dengan pemaparan dan pelaksanaan Akad Penambangan batu di Desa Bojong, kemudian dianalisis menuju kesimpulan dalam pandangan hukum Islam. 3.
Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif, yaitu cara pendekatan terhadap masalah yang
diteliti
dengan
melihat
bagaimana
pelaksanaan
akad
Penambangan batu di Desa Bojong, Apakah hal tersebut sesuai atau tidak dengan hukum Islam. 4. Pengumpulan Data a. Observasi Penulis menggunakan metode observasi atau pengamatan secara langsung.Metode pengamatan langsung yaitu jenis pengamatan yang dilakukan oleh seorang peneliti secara langsung terhadap subjek yang diteliti. b. Wawancara Wawancara ini merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan jalan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada pihak-pihak yang terlibat, meliputi Pemilik tanah, Penyewa tanah dan Tokoh masyarakat yang berada disekitar Desa Bojong. Adapun wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin. Yaitu penelitian yang bebas mengadakan wawancara
dengan tetap berpihak pada catatan-catatan mengenai pokok-pokok yang akan ditanyakan. 5.
Analisis data Dari data yang terkumpul, kemudian dianalisis dengan Metode deduktif.Yakni diawali dengan mengemukakan teori teori dan selanjutnya dikemukakan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil penelitian
F. Sistematika Pembahasan Dalam penyusunan skripsi ini penyusun membagi lima bab yang sistematis, sebagaimana dapat diuraikan dalam rangkaian berikut: Bab I merupakan bagian pendahuluan, terdiri atas Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan. Bab II berisi tentang Konsep Umum Akad, Sewa dan Jual beli dalam hukum Islam yang terdiri dari tiga sub bab. Pada sub bab pertama membahas tentang Pengertian, Rukun dan syarat, macam-macam akad, Khiyar akad dan berakhirnya akad. Sub bab kedua, berisi tentang pengertian sewa, dasar hukum, rukun dan syarat sewa, macam-macam sewa dan berakhirnya sewa. Sub babketiga, berisi tentang pengertian jual beli dan dasar hukum, rukun dan syarat jual beli. Bab III berisi tentang Gambaran umum Desa bojong dan pelaksanaan praktek akad Penambangan Batu di Desa Bojong. Yang terbagi dalam dua sub bab, sub bab pertama membahas tentang batas wilayah dan luas wilayah, keadan
geografis, orbitrasi, kependudukan, keadaan sosial dan keadaan ekonomi. Sub bab kedua, membahas tentang praktek akad penambangan batu di Desa Bojong. Bab IV adalah praktek Akad Penambangan batu di Desa Bojong ditinjau dari hukum Islam yang terbagi dalam dua sub bab. Sub bab pertama, berisi tentang praktek akad Penambangan Batu ditinjau dari segi rukun dan syarat akad. Sub bab kedua berisi tentang praktek akad ditinjau dari segi bentuk dan hukumnya. Bab V adalah penutup yang berisikan kesimpulan sebagai inti dari semua pembahasan disertai dengan saran-saran yang didapatkan dari hasil penelitian dan penutup yang menandakan terselesaikanya penulisan skripsi ini.
BAB II KONSEP UMUM TENTANG AKAD SEWA DAN JUAL BELI MENURUT HUKUM ISLAM
A. Konsep Umum Tentang Akad Akad dalam hukum Islam meliputi lima pembahasan meliputi: Pengertian akad, Rukun dan syarat akad, Macam-macam akad, Khiyar akad dan Berakhirnya akad. 1. Pengertian Akad Akad (Al’aqd, jamaknya Al-‘uqud) secara bahasa berarti Al-rabth: ikatan, mengikat” Al-rabth, sebagaimana dikutip oleh Drs Ghufron A.Mas’adi yaitu menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satu pada yang lainya hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu”7 Akad Secara terminologi adalah perikatan Ijab dan Qabul yang dibenarkan oleh Syara yang menetapkan kerihaan kedua belah pihak.8 Sedangkan akad sebagaimana dikemukakan oleh para Fuqaha adalah mengikatkan dua ucapan atau yang menggantikan kedudukannya yang darinya timbul konsekuensi Syar’i.9
7
Ghufron A,Mas’adi,FiqhMuamalah Kontekstual,(Jakarta:RajaGrafindo Persada,2002),hal.75 8 Hendi suhendi, FiqhMuamalah, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2008), hal.46 9 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari’ah, (Jakarta: Robbani Press. 2008), hal. 361
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, akad merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak ataulebih untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, dilakukan dengan suka rela, dan menimbulkan kewajiban atas masingmasing secara timbal balik. Di dalam hukum kalau perbuatan itu mempunyai akibat hukum maka perbuatan tersebut diistilahkan dengan perbutan hukum.Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia secara sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban.10 2. Rukun-rukun dalam Akad Akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih.Dimana pihak-pihak yang melakukan akad berdasarkan keridhaan masingmasing. Adapun rukun akad menurut Fuqaha jumhur terdiri atas:11 a. Al-‘Aqidain ialah para pihak yang terlibat dalam akad. Seperti jual beli, sewa menyewa. b. Ma’qud‘alaihialah objek akad atau benda-benda yang hendak diakadkan. c. Shighat al’aqd ialah pernyataan para pihak yang berakad malalui Ijab dan Qabul Menurut Fuqaha Hanafiyah, rukun akad hanya satu. Yaitu Shigatal’aqd atau pernyataan IjabQabul.Sedangkan Al-‘aqidain dan Ma’qud’alaihbukan merupakan rukun akad.Melainkan lebih tepat sebagai syarat akad.12
10
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjajian dalam Islam, cet 2, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hlm. 1 11 Ghufron A,Mas’adi, OpCit. hal.78 12 Ibid
Berikut ini unsur-unsur terkait dengan rukun-rukun akad:13 1) UnsurPertama: ‘Aqidaini, yaitu kedua pihak yang melakukan akad dengan pernyataan IjabQabul Pihak-pihak yang mampu melakukan akad dipandang mampu bertindak menurut hukum (mukallaf), apabila belum mampu harus dilakukan oleh walinya.Oleh sebab itu, suatu akad yang dilakukan oleh orang kurang waras (gila) atau anak kecil yang belum mukallaf secara langsung hukumnya tidak sah. 2) Unsur Kedua: MahallulAqad (Objek Akad), yaitu benda yang dijadikan Objek akad dimana benda tersebut bisa dikenakan akibat hukum yang ditimbulkannya. Fuqaha menetapkan lima syarat yang harus terpenuhi pada objek akad, antara lain:14 a. Objek akad harus ada ketika berlangsung akad Mengakadkan benda yang tidak ada adalah tidak sah.Seperti menjual tanaman sebelum tumbuh, menjual anak hewan di dalam perut induknya dan lain-lain, semua akad ini batal. Sedangkan menurut Fuqaha Maliki, sebagaimana dikutip oleh Prof.Dr.Abdul Karim Zaidan, sesuatu yang tidak ada dapat menjadi objek akad dengan syarat dapat diwujudkan dimasa mendatang. Hal ini terjadi pada akad hibah dan wakaf.dikarenakan akad tersebut tidak menimbulkan perselisihan. Sebagaimana mereka 13 14
Ibid, hal. 82 Ibid, hal.86
membolehkan jual beli buah-buahan dengan tampak sebagiannya seperti mentimun dan semangka.Alasan membolehkan karena keduanya
tidak
nampak
seketika,
melainkan
sedikit
demi
sedikit.Sedangkan menurut pengikut Hambali membolehkan objek akad tidak ada pada waktu akad, jika tidak terdapat gharar (Penipuan).sedangkan Syari’ melarang jual-beli sesuatu yang tidak jelas sifat dan rupanya (Gharar), baik ia ada atau tidak. Namun jika sesuatu yang tidak ada itu dapat diwujudkan dimasa mendatang menurut kebiasaan dan dapat dipesankan, maka ia boleh dijadikan objek akad.15 b. Objek akad harus MaalMutaqwwim Akad yang mentransaksikan MalGhoiruMutaqawwim, seperti bangkai, darah dan barang-barang yang diharamkan oleh Syara’ adalah batal.Karena pada prinsipnya MalGhoiruMutaqawwintidak dapat dimiliki.16 c. Dapat diserah-terimakan ketika akad berlangsung. Jika pihak yang berakad tidak mampu menyerahkan barang yang diakadkan, maka akad tersebut batal.Khususnya dalam akad Muawwadhah.Sedangkan Imam Malik tidak mengharuskan adanya kemampuan menyerahkan saat akad berlangsung, dalam hal akad
15
Abdul Karim Zaidan,OpCit.hal.387 Ghufron A,Mas’adi, OpCit. hal.88
16
Tabarru’.Menurutnya sah menghibahkan seekor kambing yang sedang berjalan dikebun.17 d. Objek akad harus jelas dan dikenali para pihak. Objek akad harus diketahui oleh masing-masing pihak dengan pengetahuan yang dimiliki untuk menghindarkan dari perselisihan.Pengetahuan ini bisa diperoleh dengan meneliti secara langsung
sebelum
atau
ketika
akad
berlangsung,
dengan
menunjukinya jika objek ada, dengan melihat sample secukupnya, atau dengan kriteria tertentu seperti jenis, ukuran dan kualitasnya.18 e. Objek akad harus suci, tidak Najis, dan tidak Mutanajjis Barang-barang yang najis dilarang dijadikan objek akad seperti Khamr, Bangkai, Darah.Sedangkan Fuqaha Hanafiyah tidak mensyaratkan kesucian objek akad.Maka Hanafiyah membolehkan jual
beli
rambut
Khinjiratau
kulit
bangkai
untuk
diambil
manfaatnya.19 3) Unsurketiga: Maudhu’al Aqad (TujuanAkad) Adalah tujuan dan hukum yang mana suatu akad untuk tujuan tersebut. Antara akad yang satu dan akan yang lain tujuan berbeda. Contoh: Untuk akad jual beli tujuannya adalah pemindahan kepemilikan dari penjual kepada pembeli dengan imbalan. Sedangkan
17
Ibid Ibid 19 Ibid 18
akad Ijarahtujuannya adalah pemindahan pemilikan manfaat suatu barang dengan imbalan.20 4) Unsurkeempat: ShighatAqad ShighatAqadmerupakan unsur terpenting dalam akad. Dimana pihak yang berakad menyatakan Ijabdan Qabul. Ijab adalah peryataan pertama yang dilakukan oleh Muta’aqidainyang mencerminkan kesungguhan kehendak untuk berakad. Dan Qabuladalah pernyataan pihak lain setelah Ijabmencerminkan persetujuan atau kesepakatan terhadap akad.21 hal-hal yang harus diperhatikan dalam Shighatal’aqd ialah:22 1. Shighat al’aqd harus jelas pengertiannya. Kata-kata dalam IjabQabul harus jelas dan tidak memiliki banyak pengertian. 2. Harus bersesuaian antara Ijabdan Qabul. Tidak boleh antara yang berijab dan yang menerima berbeda lafash. 3. Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak terpaksa dan tidak karena diancam atau ditakut-takuti oleh orang lain. 3. Syarat-syarat Terbentuknya Akad berdasarkan rukun (Unsur) yang membentuk akad diatas memerlukan syarat-syarat agar rukun itu dapat berfungsi membentuk akad. Tanpa adanya
20
Ibid Ibid 22 Syamsul Anwar, HukumPerjanjianSyariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), 21
hal.96
syarat-syarat dalam akad, rukun akad tidak dapat membentuk akad. Syarat-syarat akad antara lain:23 a.
Syarat terjadinya akad. Terbagi menjadi dua bagian.Yakni syarat-syarat yang bersifat umum dan syarat yang bersifat khusus. Syarat umum yaitu syarat yang wajib terpenuhi dalam berbagai akad. Dan syarat khusus adalah syarat yang wajib terpenuhi dalam sebagian akad.Seperti adanya saksi dalam pernikahan.
b. Syarat Shihahatau syarat sah Syarat sah adalah syarat yang ditetapkan oleh Syara’ yang berkenaan ada atau tidaknya akibat hukum yang ditimbulkan oleh akad. Apabila tidak terpenuhi maka, akadnya menjadi Fasid(rusak). c. Syarat Nafadzatau syarat pelaksanaan akad Dalam syarat ini ada dua bagian. Pertama kepemilikan. Yaitu, objek akad adalah benar-benar milik orang yang melakukan akad. Kedua yaitu, objek akad harus terbebas dari hak-hak pihak ketiga. d. Syarat Luzum. Syarat ini merupakan syarat yang ditetapkan oleh Syara’ yang berkenaan dengan kepastian sebuah akad. Akad adalah suatu kepastian. Dimana akad yang menimbulkan unsur Khiyar, maka akad tersebut merupakan akad yang belum pasti. Dan masing-masing pihak yang berakad berhak menfasakhkan atau melangsungkannya.
23
Ghufron A.Mas’Adi,OpCit, hal.101
4. Pembagian macam-macam Akad Setelah dijelaskan syarat-syarat akad, pada bagian ini akan dijelaskan macam-macam akad. Dimana akad dapat dibagi sesuai dengan tinjauantinjauannya. Adapun macam-macam akad adalah:24 a. AqadMunjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan akad adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad. b. Aqad Mu’alaq ialah akad yang di dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran. c. Aqad Mudhafialah yang dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat mengenai
pengulangan
pelaksanaan
akad,
pernyataan
yang
pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan. Selain akad Munjiz, Mu’alaq, dan Mudhaf, macam-macam akad beraneka ragam tergantung dari sudut tinjauanya. Karena ada perbedaan tinjauan, akad akan ditinjau dari segi-segi berikut:25 1. Ada dan tidaknya Qismahpada akad, maka akad terbagi menjadi dua bagian: 24
Hendi Suhendi,OpCit, hal 50 Ibid, hal.52
25
a. Akad Musammah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah ada hukum-hukumnya, seperti Jual beli, Hibah dan Ijarah. b. Akad GhairMusammahialah akad yang belum ditetapkan oleh syara’ dan belum ditetapkan hukum-hukumnya. 2. Disyariatkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi dua bagian: a. Akad Musyara’ahialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara’seperti gadai dan jual beli. b. Akad Mamnu’ahialah akad-akad yang dilarang oleh syara’seperti menjual anak binatang yang masih didalam perut induknya. 3. Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini, akad terbagi menjadi dua: a. Akad Shahihah, yaituakad-akad yang mencukupi persyaratannya, baik syarat khusus maupun syarat umum. b. Akad Fasihah, yaitu akad-akad yang cacat atau cedera karena kurang salah satu syarat-syaratnya. 4. Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini banda akad terbagi dua: a. Akad ‘Ainiyah, yaitu akad yang diisyaratkan dengan penyerahan barang-barang seperti jual beli. b. Akad Ghair‘Ainiyahyaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang, karena tanpa penyerahan barang-barangpun akad sudah berhasil, seperti akad amanah. 5. Cara melakukannya, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a. Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali,dan petugas pencatat nikah. b. Akad Ridha’iyah, yaitu akad yang dilakukan tanpa ucapara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak, seperti akad pada umumnya. 6. Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian: a. Akad Nafidzahyaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalangpenghalang akad. b. Akad Mauqufahyaitu akad yang bertalian dengan persetujuanpersetujuan, seperti akad Fudhuli(akad yang berlaku setelah disetujuai pemilik harta). 7. Luzum dan dapat dibatalkannya, dari segi ini akad dibagi menjadi empat:26 a. Akad Lazimyang menjadi hak kedua belah pihak dan tidak dapat dipindahkan seperti akad kawin. b. Akad Lazimyang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan dan dirusakkan, seperti persetujuan jual beli dan akadakad lainnya. c. Akad Lazim yang menjadi hak salah satu pihak, seperti rahnatau menebus kembali barangnya. d. Akad Lazimahyang menjadi hak kedua belah pihak tanpa menunggu persetujuan salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh yang menitipkan atau yang menerima titipan boleh mengembalikan barang
26
Ibid, hal.54
yang dititipkan kepada yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan dari yang menitipkan. 8. Tukar-menukar hak, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian: a. Akad Mu’awadlah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti jual beli. b. Akad Tabarru’at, pada awalnya dan menjadi akad Mu’awadhahpada akhirnya seperti Qaradhdan Kafalah. 9. Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian: a. Akad Dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggungjawab pihak kedua sesudah benda itu diterima seperti Qaradh. b. Akad Amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda, bukan oleh pemegang barang, seperti titipan. c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi merupakan Dhaman, menurut segi yang lain merupakan Amanah, seperti Rahn(gadai). 10. Tujuan akad, dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima golongan: a. Bertujuan Tamlik, seperti jual beli b. Bertujuan
mengadakan
usaha
bersama
(perkongsian)
seperti
Syirkahdan Mudharabah. c. Bertujuan Tausiq(memperkokoh kepercayaan) saja, sepertiRahndan Kafalah
d. Bertujuan menyerahkan kekuasaan, seperti Wakalahdan Washiyah. e. Bertujuan mengadakan pemeliharaan seperti titipan. 11. Faur dan Istimrar, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian: a. Akad Fauriyah, yaitu akad-akad yang dalam pelaksanaanya tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebentar saja, seperti jual beli. b. Akad Istimrar, disebut pula akad Zamaniyahyaitu hukum akad terus berjalan, seperti I’arah. 12. Asliyah dan Thabi’iyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian: a. AkadAsliyahyaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu yang lain, seperti jual beli dan I’arah b. Akad Thabi’iyah, yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti adanya Rahntidak dilakukan bila tidak adanya utang. 5. Khiyar dalam Akad Khiyar adalah hak yang dimiliki oleh ‘Aqidain untuk memilih antara meneruskan atau atau membatalkan.27 Menurut Wahbah al-Juhaily sebagaimana dikutip oleh Drs.Ghufron.A, M.Ag dalam Fiqh Muamalah Kontekstual, macam-macam khiyar antara lain:28 1. KhiyarMajlis Yaitu hak ‘Aqidainuntuk memilih untuk meneruskan atau mengakhiri akad sepanjang keduannya belum berpisah. Namun
27 28
Ghufron A.Mas’adi,OpCit.hal.108 Ibid
Khiyarini hanya berlaku pada pada setiap akad Al-mu’awwadhahalmaliyah. Seperti akad jual beli dan Ijarah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ا ن ر “Masing-masing penjual dan pembeli memiliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah”29
Tetapi Fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah menyangkal Khiyarini. Karena akad yang telah sempurna dan bersifat Lazim(pasti) didasarkan pada keridhaan kedua belah pihak yang sudah melakukan IjabQabul. 2. KhiyarTa’yin Yaitu hak yang pembeli untuk memastikan benda yang sejenis dan sama harganya. Seperti jual-beli.Ini merupakan konsep Fuqaha Hanafi. Sedangkan Imam Syafi’i dan Ahmad ibn Hambal tidak sependapat dengan konsep tersebut.Dengan alasan salah satu syarat objek akad harus jelas. Akan tetapi menurut fuqaha Mazhab Hanafiyah keabsahan KhiyarTa’yinharus mencakup tiga syarat. Antara lain:30 a. Maksimal berlaku pada tiga pilihan obyek. b. Sifat dan nilai benda harus setara. c. Tenggang waktu tidak lebih dari tiga hari. 3. Khiyarsyarat
29 30
Mengenai sanad dan matan hadist ini dapat dibaca dalam SubulusSalam Juz.III,hal.33. Ibid,hal.110
Yaitu hak ‘Aqidainuntuk melangsungkan atau mengakhiri selama batas waktu tertentu yang dipersyaratkan pada waktu akad berlangsung. Berakhirnya Khiyarsyarat adalah sebagai berikut:31 a. Terjadi penegasan pembatalan akad dan penetapanya. b. Berakhirnya batas waktu Khiyar c. Kerusakan pada objek akad d. Adanya penambahan atau pengembangan dalam penguasaan pihak pembeli baik dari segi jumlah seperti beranak,bertelur atau mengembang. e. Wafatnya ShohibulKhiyar 4. Khiyar ‘aib (adanya cacat pada barang) Yaitu hak yang dimiliki ‘Aqidain’untuk tetap melangsungkan atau membatalkan jika ditemukan cacat pada barang, tetapi pihak lain tidak memberitahukanya.32 5. KhiyarRu’yat (Melihat) Yaitu hak untuk melanjutkan atau membatalkan ketika objek akad tidak ada ditempat, akan tetapi objek akad sudah pernah dilihatnya dalam batas waktu yang memungkinkan telah terjadi perubahan pada objek akad tersebut. Konsep ini dikemukakan oleh fuqaha Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan Dhahiriyah dalam hal benda yang
31
Ibid, hal.111 Ibid,hal.112
32
ghaib(tidak ada ditempat) atau benda yang belum pernah diperiksa.33 Sebagaimana dalam hadist:
( ا ه، !" اى ر )روا دار ا “barang siapa yang membeli sesuatu yang belum pernah dilihatnya, maka baginya hak hak khiyar ketika melihatnya”34 6. KhiyarNaqd(Pembayaran) Jika pihak yang melakukan jual beli dengan ketentuan pihak pembeli tidakdapat melunasi pembayaran, atau pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu, maka pihak yang dirugikan berhak untuk mambatalkan atau melanjutkan akad tersebut.35 6. Berakhirnya Akad Pembatalan akad tidak mungkin dilaksanakan, sebab dasar adalah kesepakatan kedua belah pihak yang terikat dalam akad tersebut. Namun pembatalan akad dapat dilakukan apabila:36 1.
Jangka waktu perjanjian telah berakhir Lazimnya suatu perjanjian selalu didasarkan kepada jangka waktu tertentu (mempunyai jangka waktu yang terbatas), maka apabila telah sampai kepada waktu yang telah diperjanjikan secara otomatis (lansung tanpa ada perbuatan hukum lain) batallah perjanjian yang telah diadakan para pihak. sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 4
33
Ibid,hal.114 Hadist ini diriwwayatkan oleh Darul Quthni dari Abu Hurairah, juga diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dari Makhul. 3535 Ghufron A.Mas’adi,OpCit.hal.114 36 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis,Op.cit,hal.4 34
“Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa”.37 2.
Salah satu pihak menyimpang dalam perjanjian. Apabila salah satu pihak telaha melakukan perbuatan menyimpang dari apa yang telah diperjanjikan, maka pihak lain dapat membatalkan perjanjian tersebut. Didasarkan pada ketentuan Al-qur’an surat at Taubah ayat 7
y#ø‹Ÿ2ãβθä3tƒtÅ2Îô³ßϑù=Ï9î‰ôγtãy‰ΨÏã«!$#y‰ΖÏãuρÿÏ&Î!θß™u‘āωÎ)šÏ%©!$#óΟ›?‰yγ≈t ãy‰ΨÏãωÉfó¡yϑø9$#ÏΘ#tptø:$#($yϑsù(#θßϑ≈s)tFó™$#öΝä3s9(#θßϑŠÉ)tGó™$$sùöΝçλm;¨β 4 Î)©!$#=Ïtä†šÉ )−Gßϑø9$#∩∠∪ “Bagaimana bisa ada Perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haraam?Maka selama mereka Berlaku Lurus terhadapmu, hendaklah kamu Berlaku Lurus (pula) terhadap mereka.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.”38 3. Jika ada kelancangan dan bukti penghianatan (penipuan) Apabila salah satu pihak melakukan sesuatu kelancangan dan telah pula ada bukti-bukti bahwa salah satu pihak mengadakan penghianatan terhadap apa yang telah diperjanjikan, maka perjanjian yang telah diikat dapat dibatalkan oleh pihak yang lainnya. 37 38
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, surat At Taubah ayat 4. Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya surat at Taubah ayat 7
Dasar hukum tentang ini dapat dipedomani ketentuan yang terdapat dalam al-Qur’ansurat al-Anfal ayat 58
$¨ΒÎ)uρ∅sù$sƒrBÏΒBΘöθs%ZπtΡ$uŠÅzõ‹Î7/Ρ$$sùóΟÎγø‹s9Î)4’n?tã>!#uθy™¨β 4 Î)©!$#Ÿω=Ïtä†tÏΨÍ←!$sƒø:$#∩∈∇ ∪ “dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.”39 Sedangkan ulama fiqih menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila terjadi hal-hal seperti berikut:40 1. Berakhir masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu. 2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu mengikat. 3. Dalam suatu akad yang bersifat mengikat, akad dapat berakhir apabila: a. Akad itu fasid b. Berlaku khiyar syarat, khiyar ‘aib c. Akad itu tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang berakad d. Telah tercapai tujuan akad itu secara sempurna 4. Wafat salah satu pihak yang berakad. Menurut Dr. Abdul Karim Zaidan, walaupun salah satu pihak wafat, dapat diteruskan oleh ahli warisnya, seperti akad sewa-menyewa,
39
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannyasurat al-Anfal ayat 58 Abdul Karim Zaidan, OpCit, hal.112
40
gadai dan peserikatan dagang. Dengan demikian tidak ada pihak yang dirugikan41 Sedangkan menurut Ahmad Azhar Basyir, di dalam buku Asasasas Hukum Muamalat, Berakhirnya akad karena dua hal, yang pertama akad berakhir apabila telah tercapai tujuannya, misalnya dalam jual beli akad berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Kedua akad berakhir apabila terjadi fasakh atau berakhir waktunya.42 Fasakh terjadi karena sebab-sebab sebagai berikut:43 a. Difasakh karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan Syara’, seperti yang disebutkan dalam akad rusak; misalnya jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan. b. Karena adanya khiyar; baik khiyarrukyat, cacat, syarat, atau majlis. c. Karena salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan, Fasakhcara ini disebut Iqalah. d. Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak pihak bersangkutan. e. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu tertentu. B. Konsep Umum tentang Sewa (Ijarah) 1. Pengertian Sewa Menyewa (Ijarah)
41
Ibid Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1993), hlm.85 43 Ibid 42
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, Sewa menyewa berasal dari kata dasar Sewa yang artinya pemakaian (Peminjaman) sesuatu dengan membayar uang.44 Menurut
Drs.Ghufron
A.Mas’Adi,
Ijarahadalah
transaksi
yang
memperjual belikan manfaat suatu harta benda.45 Menurut Sayyid Sabiq Ijarahadalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi.46 Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikutip oleh Dr.Hendi Suhendi, dalam Fiqh Muamalah, para Ulama berbeda-beda mendefinisikan Ijarah, antara lain sebagai berikut:47 Menurut ulama Hanafiyah Ijarahadalah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan. Menurut ulama Malikiyah Ijarah adalah nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan. Menurut Syaikh Syihab Al-din dan Syaikh Umairah yang dimaksud dengan Ijarah adalah akad atas manfaaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu.
44
W.J.S. Purwodarminto,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),
hlm. 937. 45
Ghufron A.Mas’adi, Op cit, hal.181 Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah jilid 4, (Jakarta:Pena Pundi Aksara,2006), hal.203 47 Hendi suhendi,Opcit, hal.114 46
Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie Ijarahadalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat. Sedangkan menurut Idris Ahmad, Ijarahadalah upah, artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu. 2. Dasar Hukum Sewa (Ijarah) Ijarah (sewa) disahkan syariat berdasarkan Al-qur’an, Sunnah, dan Ijma’ DalilAl-qur’ansurat ath-Thaalaq ayat 6
£èδθãΖÅ3ó™r&ôÏΒß]ø‹ymΟçGΨs3y™ÏiΒöΝä.ω÷`ãρŸωuρ£èδρ•‘!$ŸÒè?(#θà)ÍhŠŸÒçGÏ9£Íκön=tã4βÎ)uρ£ä.ÏM≈s9'ρé&9 ≅÷Ηxq(#θà)Ï#Ρr'sù£Íκön=tã4®Lymz÷èŸÒtƒ£ßγn=÷Ηxq÷β 4 Î*sùz÷è|Êö‘r&ö/ä3s9£èδθè?$t↔sù£èδu‘θã_é&((#ρãÏϑs?ù&uρ/ä3uΖ÷t /7∃ρã÷èoÿÏ3(βÎ)uρ÷Λän÷|$yès?ßìÅÊ÷äI|¡sùÿ…ã&s!3“t÷zé&∩∉∪ "Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.48 Surat al-Qashash ayat 26
ôMs9$s%$yϑßγ1y‰÷nÎ)ÏMt/r'‾≈tƒçνöÉfø↔tGó™$#āχ ( Î)uöyzÇtΒ|Nöyfø↔tGó™$#‘“Èθs)ø9$#ßÏΒF{$# ” Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".49 48
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, surat Ath-thaalaq:6 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya,surat Al-Qashash:26
49
Surat al Kahfi ayat 77
tΑ$s%öθs9|Mø⁄Ï©|Nõ‹y‚−Gs9ϵø‹n=tã#\ô_r& "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".50 Dalil Sunnah Rasulullah SAW. Sufyan telah menceritakan kepada kami, dari az Zuhri, dari Haram Ibnu Sa’d Ibnu Muhayyashah
' ِ ) ْ ْ َآ, َ َ .-/ َ َو0ِ ْ .َ, َ 2 ُ ا-.3 َ 2 ِ ل ا َ ْ/ ُ َ ََ/ 5َ 6 َ - 7 َ ُ ن - َأ 0ُ ْ .ِ, ْ َو َأA َ "َ ْ ِ َر0ُ ;ْ ِ B ْ َأ:ل َ 9َ -: َ 0ُ ;َ .<=َ ُ ْ >َ َ ْ.ََ 0ُ ْ , َ ُ 9ََ َ ِ -9?َ7ْا ،،َA7 َC ِ 9َD “Muhayyashah
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. Tentang usaha sebagai tukang hijam (bekam), maka Nabi Saw, melarangnya, tetapi Muhayyashah terus menerus berbicara kepada Nabi Saw. Mengenainya sehinga beliu bersabda, “Berikanah hasilnya untuk makan budakmu dan makanan unta penyiramu”51
ُ ْ;ُ =ِ ْ ِم ا9-?7 َ .ْ ِ ل َ 9ََ َ و.-/ َ َو0ِ ْ .َ, َ 2 ُ ا - .َ3 2 ِ لا ُ ْ/ ُ ? َ َر َ َ : ْ ِا “Rasulullah SAW. Pernah meminta dibekam, lalu beliu bersabda (kepada keluarganya) untuk tukang bekam “Berilah dia upah”52 Adapun landasan Ijma’nyaialah semua umat sepakat, tidak ada seorang ulama yang membantah kesepakatan (Ijma’) ini, meskipun terdapat perbedaan pendapat.Tetapi hal tersebut tidak dianggap.53 3. Rukun dan Syarat Sewa (Ijarah) Ijarahmerupakan suatu transaksi yang mempunyai status hukum boleh. Kebolehan dimaksud harus mempunyai rukun-rukun dan syarat sebagai berikut:54 50
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya,surat Al Kahfi: 77 Syehk Muhammad Abid AS-Sindi,MusnadSyafi’IJuz1dan2,(Bandung:Sinar Baru algesindo,2000),hal.1348 52 Ibid, hal. 1349 53 Hendi.Suhendi, OpCit, hal. 117 51
1. Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewamenyewa atau upah mengupah. Mu’jiradalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan, Musta’jiradalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu, diisyaratkan pada Mu’jirdan Musta’jiradalah baligh, berakal, cakap melakukan Tasharruf(Mengendalikan Harta), dan saling meridhai. Bagi orang yang berakad Ijarahjuga diisyaratkan mengetahui manfaat barang yang diakadkan dengan sempurna sehingga mencegah terjadinya perselisihan. 2. ShighatIjabQabul antara Mu’jir dan Musta’jir, IjabQabulsewa menyewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini kepadamu setiap hari Rp 5000,00” maka Musta’jirmenjawab “ Aku terima sewa mobil tersebut dengan harga demikian setiap hari”. 3. Ujrah, diisyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa menyewa maupun dalam upah-mengupah. 4. Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upahmengupah, diisyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut:55 a. Barang yang dijadikan objek akad sewa-menyewa dapat dimanfaatkan kegunaannya. b. Benda yang menjadi objek akad sewa-menyewa dapat diserahkan. 54
Ibid Ibid,hal.118
55
c. Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara Mubah (Boleh) menurut Syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan) d. Benda yang disewakan diisyaratkan Kekal’ain (zat)-nya hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad sewa. Menurut Sayyid Sabiq, Akad sewa dianggap sah setelah IjabQabul dilakukan dengan Lafadssewa atau Lafadslain yang menunjukan makna sama. Kedua pihak yang melakukan akad diisyaratkan memiliki kemampuan, yaitu berakal dan dapat membedakan (baik dan buruk).56 Sedangkan para penganut Mazhab Syafi’i dan Hambali menambahkan syarat lain yaitu baligh. Jadi jika menurut mereka, akad anak kecil meski sudah Tamyiz, dinyatakan tidak sah jika belum baligh.57 Demi sahnya penyewaan, Sayyid Sabiq mengisyaratkan hal-hal berikut:58 1. Kedua orang yang berakad saling ridha. Apabila salah satu dari keduanya dipaksa untuk melakukan penyewaan maka akad tidak sah. 2. Mengetahui manfaat barang tersebut dengan jelas guna mencegah terjadinya fitnah. Upaya dilakukan dengan melihat langsung barang. Atau cukup dengan penjelasan akan kriteria barang termasuk masa sewa. 3. Barang yang menjadi objek akad dapat diserahkan terimakan pada saat akad.
56
Sayyid Sabiq, FiqihSunnah,Jilid4.OpCit,hal. 205 Ibid 58 Ibid 57
4. Barang dapat diserahterimakan termasuk manfaat yang dapat digunakan oleh penyewa. 5. Manfaat barang tersebut status hukumnya mubah. Bukan termasuk yang diharamkan. 4. Pembagian Macam-macam Sewa (Ijarah) Dilihat dari segi objeknya, para ulama fiqih membagi dua macam yaitu yang bersifat: manfaat dan yang bersifat pekerjaan (Jasa). Ijarah yang bersifat manfaat, misalnya sewa menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian, dan sebagainya.Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan Syara’ untuk digunakan, maka ulama fiqih sepakat menyatakan boleh dijadikan objek sewa menyewa. Ijarah yang bersifat pekerjaan adalah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini menurut para ulama fiqih, hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas.Seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik dan tukang sepatu.Ijarah seperti ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji pembantu rumah tangga, dan yang berifat serikat, yaitu seorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya kepada orang banyak.Bentuk Ijarah semacam ini menurut para Ulama Fiqih hukumnya boleh.59 Apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat pribadi, maka seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjdi tanggung jawabnya.Tetapi para Ulama Fiqih sepakat menyatakan bahwa apabila objek yang dikerjakan itu rusak ditangannya, bukan karena kelalaian atau kesengajaan, maka ia tidak boleh
59
Nasrun Haroen,Opcit, hal.236
dituntut ganti rugi. Apabila kerusakan itu terjadi atas kesengajaan atau kelalaiannya, maka, menurut kesepakatan pakar fiqih ia wajib mengganti rugi.60 Sedangkan penjual jasa untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang jahit dan tukang kasut.Apabila melakukan kesalahan sehingga kasut yang diperbaikinya rusak atau pakaian yang dijahit itu rusak, maka pakar Ulama Fiqih berbeda pendapat dalam masalah ganti rugi terhadap kerusakan itu. Imam Abu Hanifah, Zulfair Ibn Huzail, Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa apabila kerusakan itu bukan karena unsur kesengajaan dan kelalaian, maka ia tidak dituntut ganti rugi barang yang rusak itu.61 Abu Yusuf dan Muhammad ibn al-Hasan Asy-syaibani keduanya sahabat Abu Hanifah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa penjual jasa untuk kepentingan umum bertanggung jawab atas kerusakan barang yang sedang ia kerjakan baik dengan sengaja maupun tidak, kecuali kerusakan itu diluar batas kemampuannya. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa apabila sifat pekerjaan itu membekas pada barang yang dikerjakan, seperti clean & laudry, juru masak dan buruh angkat, maka baik sengaja maupun tidak sengaja, segala kerusakan yang terjadi menjadi tanggung jawab mereka dan wajib diganti.62 5. Berakhirnya Sewa Pada dasarnya perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang lazim, dimana masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian itu tidak
60
Ibid Ibid,hal.237 62 Ibid 61
mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian. (tidak mempunyai hak fasakh), karena jenis perjanjian termasuk kepada perjanjian timbal balik. Bahkan jika salah satu pihak (yang menyewakan atau penyewa) meninggal dunia, perjanjian sewa menyewa tidak akan menjadi batal, asalkan yang menjadi objek perjanjian sewa menyewa masih tetap ada.63 Menurut Ulama Hanafiyah meninggalnya salah seorang yang berakad, karena akad Ijarahtidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut Jumhur Ulama, akad Ijarahtidak batal dengan meninggalnya seseorang karena manfaatnya boleh diwariskan dan Ijarahsama dengan jual beli. Yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.64 Menurut Sayyid Sabiq, penyewaan batal karena adanya hal-hal berikut:65 1. Munculnya cacat yang sebelumnya tidak ada pada barang sewaan ketika sedang berada ditangan penyewa atau terlihatnya cacat lama padanya. 2. Rusaknya barang sewaan yang ditentukan, seperti rumah yang ditentukan atau binatang yang ditentukan. 3. Rusaknya sesuatu yang diupahkan, seperti kain yang diupahkan untuk dijahit karena apa yang diakadkan tidak mungkin ditunaikan setelah kerusakanya. 4. Diambilnya
manfaat
yang
diakadkan
secara
sempurna,
diselesaikannya pekerjaan, atau berakhirnya masa penyewaan, kecuali apabila ada uzur yang menghalangi berakhirnya penyewaan. Apabila 63
Chairuman Pasaribu, OpCit, hal 56 Nasrun Haroen, OpCit, hal 237 65 Sayyid Sabiq, FiqihSunnah 5, (Jakarta:PT Pena Pundi Aksara,2009), hal.163 64
masa penyewaan tanah pertanian berakhir sebelum tanaman dipanen, maka tanah tetap berada ditangan penyewa dengan membayar sewa yang wajar sampai tanaman dipanen, mekipun tanpa kehendak pemilik tanah, demi menghindarkan penyewa dari kerugian karena memanen tanaman sebelum waktunya. Menurut Ulama Hanafiyah, sebagaimana dikutip oleh Dr. H.Nasrun Harun, MA, apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita Negara karena terkait utang yang banyak, maka akad Ijarah batal. Uzur-uzur yang yang dapat membatalkan akad Ijarah itu, menurut Ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak jatuh Muflis, dan berpindah tempatnya penyewa, misalnya, seorang digaji untuk menggali sumur, sebelum sumur itu selesai penduduk desa itu pindah ke desa lain. Akan tetapi uzur yang membatalkan akad Ijarah itu apabila objeknya mengadung cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.66 C. Konsep Umum tentang Jual beli 1. Pengertian Jual beli Jual beli disebut Bai’ dalam bahasa arab. Ba’i adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap suatu barang dengan harga yang disepakati.67
66 67
Nasrun Haroen, Op Cit, hal. 237 Zainudin Ali, HukumPerdataIslamdiInddonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,2006), hal.143
Menurut Sayyid Sabiq, yang ditulis dalam buku Fiqih Sunnah 5, secara bahasa kata Ba’i berarti pertukaran secara mutlak. Masing-masing dari kata Bai’dan Syira’digunakan untuk sesuatu yang ditunjuk oleh yang lain. Dan, keduanya adalah kata-kata yang memiliki dua makna yang saling bertentangan.68 Jual beli dalam syariat Islam adalah pertukaran harta dengan harta dengan dilandasi saling rela, atau pemindahan kepemilikan dengan penukaran dalam bentuk yang diizinkan.69 Sedangkan secara istilah, menurut Syaikh Al-Quyyubi sebagaimana dikutip oleh Prof.Dr.Abdul Azis Muhammad Azzam jual beli adalah akad saling mengganti dengan harta yang berakibat pada kepemilikan terhadap suatu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya dan bukan untuk bertaqarrub kepada Allah.70 Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan ulama fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama.71 Menurut ulama Hanafiyah jual beli adalah saling menukar harta dengan melalui cara tertentu atau tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.72 Dalam definisi ini terkandung pengertian bahwa cara khusus yang dimaksudkan ulama Hanafiyah adalah melalui IjabQabul, atau melalui saling
68
Sayyid Sabiq, FikihSunnah 5,OpCit hal.158 Ibid, hal.159 70 AbdulAzizMuhammadAzzam,FiqhMuamalah(SistemTransaksiFiqhIslam),(Jakarta:Sina r Grafika Offset,2010), hal.24 71 Nasrun Haroen, OpCit, hal 111 72 Ibid 69
memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Harta yang diperjual belikan juga harus bermanfaat bagi manusia.73 Menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah jual beli adalah saling menukar harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan. Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata “milik dan pemilikan”, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa menyewa (Ijarah)74 Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan disepakati. 2. Dasar Hukum Jual beli Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Terdapat dalam sejumlah ayat diantaranya dalam surat Al-Baqarah: 275
šÏ%©!$#tβθè=à2ù'tƒ(#4θt/Ìh9$#ŸωtβθãΒθà)tƒāωÎ)$yϑx.ãΠθà)tƒ”Ï%©!$#çµäܬ6y‚tFtƒß≈sÜø‹¤±9$#zÏΒÄb §yϑø9$#4y7Ï9≡sŒöΝßγ‾Ρr'Î/(#þθä9$s%$yϑ‾ΡÎ)ßìø‹t7ø9$#ã≅÷WÏΒ(#4θt/Ìh9$#¨≅ 3 ymr&uρª!$#yìø‹t7ø9$#tΠ§ymuρ(#4θt/Ìh9$#4yϑsù…çνu! %y`×πsàÏãöθtΒÏiΒϵÎn/§‘4‘yγtFΡ$$sù…ã&s#sù$tΒy#n=y™ÿ…çνãøΒr&uρ’n<Î)«!$#ï(∅tΒuρyŠ$tãy7Í×‾≈s9'ρé'sùÜ=≈ysô ¹r&Í‘$¨Ζ9$#öΝ ( èδ$pκÏùšχρà$Î#≈yz
73 74
Ibid Ibid, hal.112
“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”75 Al-qur’an surat an-Nisa:29
$y㕃r'‾≈tƒšÏ%©!$#(#θãΨtΒ#uŸω(#þθè=à2ù's?Νä3s9≡uθøΒr&Μà6oΨ÷t/È≅ÏÜ≈t6ø9$$Î/HωÎ)βr&šχθä3s?¸οt≈pgÏBtã< Ú#ts?öΝä3ΖÏiΒ4Ÿωuρ(#þθè=çFø)s?öΝä3|¡à#Ρr&¨β 4 Î)©!$#tβ%x.öΝä3Î/$VϑŠÏmu‘∩⊄∪ “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.76 Dasar hukum jual beli dalam Sunnah Rasulullah Saw.
.0ُ َ ِ َْ ) ْ َ ّٰ :َ 0ُ ُ ْ ِ َ F َ َ 9ً9َ B َ ع َ 9َْ ا ِ َ “Barang siapa yang menjual makanan. Janganlah ia menjualnya sebelum ia memenuhinya”77
.0ُ L َ ِ "ْ َ ّٰ : َ 0ُ ُ ْ ِ َ F َ َ 9ً9َ B َ ع َ 9َْ ا ِ َ “Barang siapa yang menjual makanan, janganlah ia menjualnya sebelum makanan itu ada ditangannnya."78
.ع ُ 9َ ْ ;ُ ْ اM - َ ْ نا ِ ِإO - ِإPِ Qِ 9َ ْ.ِ 0ُ ُ 9َ;َ ٌل9َ;ُ ًَا َوSْ;, َ ع َ 9َ ْ َ “Barang siapa yang menjual barang miliknya secara sengaja, maka hartanya itu bagi si penjual, kecuali jika orang yang membelinya curang.”79 3. Rukun dan Syarat dalam Jual beli 75
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, surat al-Baqarah:275 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, surat an-Nisa:29 77 Syehk Muhammad Abid AS-Sindi,OpCit hal.1299 78 Ibid. 79 Ibid.hal.1300 76
Jual beli mempunyai rukun syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh Syara’.Dalam menentukan rukun jual beli, terdapat perbedaan pendapat Ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual beli hanya satu, yaitu Ijab (ungkapan membeli dan pembeli) dan Qabul (ungkapan menjual dan penjual). Menurut mereka yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli.Tetapi karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukan kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi yang menunjukan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka, boleh tergambar dalam Ijab dan Qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang.80 Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu:81 1.
Ada orang yang berakad atau Al-muta’aqidain(penjual dan pembeli)
2.
Ada Shighatakad (lafal Ijabdan Qabul). 3. Ada barang yang dibeli. 4. Ada nilai tukar pengganti barang.
Syarat-syarat dalam jual beli Menurut fuqaha Hanafiyah terdapat empat macamsyarat yang harus dipenuhi dalam jual beli yaitu:82 1. Syarat In’aqadterdiri dari:
80
Nasrun Haroen,Op Cit, hal 114 Ibid, hal 115 82 Ghufron A. Mas’adi, OpCit, hal.121 81
a. Yang berkenaan dengan Aqid.: harus cakap bertindak hukum b. Berkenaan dengan akadnya sendiri. Yaitu adanya persesuaian antara Ijabdan Qabuldan berlangsung dalam majlis akad. c. Berkenaan dengan objek jual beli: barangnya ada, milik sendiri dan dapat diserah terimakan ketika akad. 2. Syarat Shihah Syarat Shihahyang bersifat umum adalah jual beli tidak mengandung unsur yang merusak, yakni: Jihalah(Ketidak jelasan), Ikrah (Paksaan), Tauqit (Pembatasan waktu), Gharar (Tipu daya), Dharar (Aniaya), dan persyaratan yang merugikan pihak lain. Adapun syarat Shihah yang bersifat khusus adalah: penyerahan dalam hal jual beli benda bergerak, kejelasan mengenai harga pokok dalam hal Murabahah, terpenuhinya dalam hal kriteria dan tidak mengandung unsur riba dalam jual beli 3. Syarat Nafads Syarat Nafads yaitu, benda yang diperjual belikan tidak mengandung hak orang lain. 4. Syarat Luzum Yaitu tidak adanya hak Khiyar yang memberikan pilihan kepada masing-masing pihak antara membatalkan atau meneruskan jual beli. Menurut Mazhab Malikiyah
Fuqaha Malikiyah merumuskan tiga macam syarat jual beli, yaitu:83 1. Aqid: Mumayyis, cakap hukum, berakal sehat, pemilik barang 2. Shigat: dilaksanakan dalam satu majelis, antara Ijabdan Qabultidak terputus 3. Objek: tidak dilarang oleh syara’, suci, bermanfaat, diketahui oleh Aqid, dapat diserah terimakan. Menurut Mazhab Syafi’iyah Fuqaha Syafi’iyah merumuskan dua kelompok persyaratan yang berkaitan dengan Ijab Qabul dan Objek jual beli. Syarat yang berkaitan dengan Ijab Qabul atau Shigat akad:84 1. Berupa percakapan kedua belah pihak 2. Pihak pertama menyatakan barang dan harga barangnya 3. Qabul dinyatakan oleh pihak kedua 4. Antara Ijab dan Qabultidak terputus dengan percakapan lain 5. Kalimat Qabultidak berubah dengan Qabulyang baru 6. Terdapat kesesuaian antara Ijab dan Qabul. 7. Shighat akad tidak digantungkan dengan akad yang lain 8. Tidak dibatasi dalam periode waktu tertentu. Syarat yang berkaitan dengan Objek Jual beli:85 1. Harus suci 2. Dapat diserahterimakan
83
Ibid,hal.122 Ibid,hal.123 85 Ibid 84
3. Dapat dimanfaatkan secara Syara’ 4. Hak milik sendiri 5. Berupa materi dan sifatnya-sifatnnya dapat dinyatakan secara jelas Menurut Mazhab Hanabillah Fuqaha Hanabillah merumuskan tiga kategori persyaratan yaitu, berkaitan dengan Aqid (para pihak) dan yang berikatan dengan Shighat dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan Aqidadalah:86 1. Al-rusyd(baligh dan berakal), kecuali dalam jual beli barang yang ringan. 2. Ada kerelaan. Syarat Shighatadalah:87 1. Berlangsung dalam satu majelis 2. Antara Ijab dan Qabul tidak terputus 3. Akadnya tidak dibatasi dengan periode waktu tertentu. Syarat objek akad adalah:88 1. Berupa harta 2. Harta tersebut dimiliki para pihak 3. Dapat diserahterimakan 4. Dinyatakan secara jelas oleh para pihak 5. Harga dinyatakan secara jelas BAB III
86
Ibid,hal.124 Ibid 88 Ibid 87
GAMBARAN UMUM DESA BOJONG DAN PELAKSANAAN AKAD PENAMBANGAN BATU
A. GAMBARAN UMUM DESA BOJONG 1. Luas Wilayah dan Batasan Wilayah Desa Bojong adalah salah satu wilayah dari Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal dengan luas wilayah sekitar 258.063 Ha yang terdiri dari 25 RT dan 3 RW. Adapun batasan-batasan wilayah Desa Bojong adalah sebagai berikut:89 Sebelah utara berbatsan dengan Desa Buniwah Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tuwel Sebelah barat berbatasan dengan Desa Soka Sari Sebelah timur berbatasan dengan Desa Lengkong. Sebagian besar tanah di Desa Bojong adalah milik pemerintah Desa atau tanah bengkok dan sebagian lagi adalah milik warga masyarakat baik yang telah bersertifikat maupun yang belum memiliki sertifikat Tabel. I. Pertanahan No
Tanah
Luas
1
Tanah kas Desa
54.300 Ha
2
Tanah bersertifikat
26.500 Ha
3
Tanah belum bersertifikat
2. Keadaan Geografis
89
Data monografi Desa Bojong
620
Keadaan geogarafis Desa Bojong merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Dengan banyaknya curah hujan yang mencapai 2000 mm/th 3. Orbitrasi (Jarak dari Pusat Pemerintahan) Jarakdari Desa ke pusat Pemerintahan Kabupaten 40 Km, jarak dari Desa ke Pemerintahan Provinsi 250 Km, jarak dari Desa ke Pemerintahan Ibukota Negara 350 Km. 4. Kependudukan Jumlah penduduk Desa Bojong secara keseluruhan menurut data terakhir adalah 8033 jiwa, dengan rincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3800 orang, jumlah penduduk perempuan sebanyak 4233 orang dan jumlah kepala keluarga 2065 KK. Agama yang dianut penduduk Desa Bojong menurut data adalah mayoritas beragama Islam, dan sebagian beragama Kristen. Jika dirinci komposisi jumlah penduduk menurut agama yaitu:
Tabel II. Jumlah Penduduk menurut Agama No
Agama
Jumlah
1
Islam
8072 orang
2
Kristen
3
Katholik
-
4
Hindu Budha
-
10 orang
Struktur pemerintahan Desa Bojong terdiri dari Kepala Desa, Carik, Kepala Dusun, Kepala Urusan dan Staf.Seluruhnya Berjumlah 8 orang.90 Tabel III Perangkat Desa No
Jabatan
Jumlah
1
Kepala Desa
1 Orang
2
Carik
1 Orang
3
Kepala Urusan 5 Orang
4
Staf
1 Orang
5. Keadaan sosial dan Ekonomi Keadaan sosial masyarakat Desa Bojong pada umumnya mempunyai sifat solidaritas yang tinggi, seperti rasa kekeluargaan, gotong royong, tolong menolong dan sifat sosial lainya.Sebagai contoh ketika suatu keluarga mengadakan upacara pernikahan atau sedang tertimpa musibah, anggota masyarakat dengan suka rela memberikan bantuan.sikap sosial yang hidup dalam masyarakat desa tersebut terjadi secara alami dan sudah mendarah daging dalam kehidupaan sehari-hari. Demikian halnya yang ada pada masyarakat desa Bojong masih memelihara sifat-sifat tersebut.91 Masyarakat Desa Bojong pada umumnya berprofesi sebagai Petani, sebagian berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, Pedagang, Buruh, dan Wiraswasta. Dan jenis usaha yang ditekuni masyarakat Desa Bojong berskala 90 91
Ibid Wawancara dengan Bapak Sukmaidi, Carik Desa Bojong, tanggal 26 April 2012
kecil seperti: Peternakan, Penambang batu dan Industri kecil rumahan. Sawah sebagai sumber pendapatan utama sumber utama masyarakat Desa hanya mengandalkan hujan sebagai sebagai sumber irigasi, karena kondisi letak geografis yang berbukit, sehingga ketika musim kemarau sawah mereka tidak dapat dikerjakan. Mereka mencari pekerjaan alternative lain seperti: menjadi Buruh bangunan atau Berdagang.92 Tingkat pendapatan masyarakat Desa yang masih rendah berpengaruh pada tingkat pendidikan yang dicapai oleh masyarakat desa tersebut.Hanya keluarga yang memiliki pendapatan lebih dapat memperoleh pendidikan tinggi.Fasilitas pendidikan sangatlah penting untuk menunjang kemajuan pendidikan tersebut. Akan tetapi fasilitas pendidikan yang ada di Desa Bojong masih kurang, karena hanya memiliki satu buah Sekolah Menengah Pertama, dua buah sekolah Dasar dan satu buah Taman Kanak-kanak. Dibidang kesenian masyarakat Desa Bojong masih cenderung menyukai kesenian tradisional seperti: Wayang, Angklung, Sintren dan Campur Sari. Masyarakat Desa Bojong masih memegang Adat Istiadat seperti: Upacara sedekah Bumi yang bertujuan untuk keselamatan desa agar terhindar dari segala bencana.93 6.
Kondisi bidang keagamaan Masyarakat Desa Bojong mayoritas beragama Islam, meskipun terdapat
pemeluk Agama lain, kerukunan antar umat beragama tetap terjaga dengan baik. Tetapi patut disayangkan, motifasi untuk menjalankan Agama masih rendah. Hal ini disebabkan kerana beberapa faktor, yaitu: tingkat pengetahuan Agama yang 92 93
Wawancara dengan Bapak Sutarno, Kaur Pembangunan, Tanggal 26 April 2012 Wawancara dengan Bapak Wahidin warga Desa Bojong
masih rendah, kepercayaan adat istiadat yang masih tinggi terutama Kejawen. Di Desa Bojong hanya ada beberapa dusun yang menjalan pendidikan nonformal seperti TPA dan pengajian yang dijalankan setiap semiggu sekali. Tabel IV. Sarana Ibadah No
Sarana Ibadah
1
Masjid
4 Buah
2
Musholla
29 Buah
3
Gereja
Jumlah
1 Buah
Pemahaman Agama Islam yang rendah berpengaruh pada perilaku seharihari.Pada lapangan Muamalah, seperti melakukan kegiatan jual beli, sewa menyewa, simpan pinjam dan lain-lain, dilakukan hanya berdasarkan kebiasaankebiasaan saja tanpa berpegang pada tuntunan Agama.
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA BOJONG KABUPATEN TEGAL
A. Praktek Akad Penambangan Batu di Desa Bojong kabupaten Tegal ditinjau dari Segi Rukun dan Syarat Akad Akad Penambangan Batu merupakan kegiatan muamalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.Dimana praktek tersebut sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat umum khususnya di Desa Bojong.Untuk mengetahui apakah praktek akad tersebut sah atau tidak, dapat dilihat terlebih dahulu mengenai rukun-rukun dan syarat yang harus terpenuhi dalam akad tersebut. Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai rukun dan syarat akad yang harus terpenuhi untuk terbentuknya suatu akad. Adapun rukun-rukun akad yang harus terpenuhi antara lain:94 1. Aqid. Yaitu kedua belah pihak yang yang melakukan akad 2. Ma’qudAlaih yaitu benda yang dijadikan objek akad. 3. Maudhu’ al’aqd, tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah sebagaimana dikutip oleh Dr.Hendi Suhendi, rukun Aqad hanya satu yaitu Shighat al’aqd atau Ijab dan Qabul.95 a. Ditinjau dari Segi Aqid (Orang yang berakad) Para pihak yang terlibat pada akad Penambangan batu di Desa Bojong terdiri dari dua orang, yaitu, pihak pertama sebagai pemilik tanah.Dan pihak kedua sebagai penyewa tanah (Penambang) pihak 94
Ghufron A.Mas’adi,Op Cithal.78 Ibid
95
pertama adalah orang yang menguasai secara penuh dan sah berdasarkan sertifikat dan bebas menentukan objek akad.Sedangkan pihak kedua adalah Penambang atau orang yang memiliki usaha Penambangan batu. Para Ulama
Fiqh
menetapkan
kalau
pihak-pihak
yang
melakukan akad dipandang mampu bertindak menurut hukum (mukallaf). Dan akad yang dilakukan oleh orang yang kurang waras (gila) atau anak kecil yang belum mampu bertindak hukum secara langsung hukumnya tidak sah.96 Kedua belah pihak yang terlibat dalam akad penambangan batu di Desa Bojong secara umum sudah memenuhi syarat untuk melakukan akad. Keduanya adalah orang yang sudah dewasa dan mampu untuk berbuat hukum.Pada saat melakukan akad juga tidak dalam keadaan hilang akal dan dilakukan atas dasar saling rela. Dengan demikian para pihak yang melakukan akad pada akad penambangan batu di Desa Bojong telah memenuhi persyaratan sesuai dengan hukum Islam.
96
M.Ali.Hasan,OpCit,hal.105
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Sebagaimana yang telah dikemukakan, akad Penambangan Batu di Desa Bojong Kabupaten Tegal, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Akad Penambangan Batu di Desa bojong Kabupaten Tegal menurut pihak-pihak yang melakukan akad adalah akad sewa menyewa, namun objek yang diakadkan menjadi milik Penambang. Sementara dalam akad sewa menyewa yang sah tidak boleh ada peralihan hak milik terhadap materi objek yang diakadkan. Jadi dalam akad tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai akad sewa menyewa. Akad yang demikian dapat dikategorikan dengan jenis akad sewa menyewa yang diakhiri dengan kepemilikan (Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik). Dimana dalam pelaksanaannya, objek akad (Batu) menjadi milik Penambang dengan memberikan penggantian harga sesuai dengan kesepakatan. 2. Dalam akad tersebut mengenai takaran atau timbangan objek akad tidak ada kejelasan. Karena hanya didasarkan pada ukuran lokasi penambangan. Sedangkan untuk kedalamanya sendiri tidak ditentukan secara pasti. Sehingga ada unsur Gharardidalamnya. Adanya unsur Ghararterhadap akad menjadikan akad tersebut menjadi rusak. Akad yang demikian menurut pandangan hukum Islam adalah tidak diperbolehkan atau tidak sah untuk dilakukan.
B. Saran-saran 1. Para pihak yang melakukan akad penambangan batu di Desa Bojong dapat menggunakan akad Syirkah atau sistem kerjasama dengan bagi hasil. Dimana Pemilik tanah memberikan tanahnya untuk ditambang batunya, sedangkan Penambang yang mempunyai keahlian dan peralatan untuk menambang berkewajiban mengelola atau menambang batu. Batu yang dihasilkan oleh Penambang dijual kepada konsumen dan hasil dari penjualan batu tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan setelah dikurangi biaya operasional lainya. Dengan sistem seperti ini diharapkan terbebas dari unsur spekulasi atau ketidakpastian dan unsurunsur yang merugikan kedua belah pihak. 2. Pada akad Penambangan Batu di Desa bojong Kabupaten Tegal diharapkan pihak-pihak yang melakukan akad harus mengerti tentang akad yang dilakukan. Bahwa akad yang dilakukannya telah benar-benar sesuai dengan syariat Islam. Karena dalam suatu akad yang sah mempunyai makna dan tujuan yang berbeda-beda. 3. Dalam menentukan objek akad mengenai takaran atau timbangan juga harus jelas. Sehingga tidak mengandung unsur ketidak pastian atau unsur Gharar didalamnya
C. Penutup Seiring dengan karunia dan limpahan rahmat yang diberikan kepada segenap makhluk manusia, maka tiada puji dan puja yang patut dipersembahkan melainkan hanya kepada Allah SWT.Dengan hidayahnya pula tulisan sederhana ini dapat diangkat dalam skripsi yang tidak luput dari kekurangan dan kekeliruan. Menyadari akan hal itu, bukan suatu pretensi bila penulis mengharap secercah kritik dan saran menuju kesempurnaan tulisan ini. Harapan yang tidak telampau jauh adalah manakala tulisan ini memiliki nilai manfaat dan nilai tambah dalam memperluas nuansa berpikir para pembaca budiman.Akhir kata puji dan syukur hanya kepada Allah SWT.Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Mas’adiGhufron
A,FiqhMuamalahKontekstual,
Jakarta:
RajaGrafindo
Persada,2002 Karim, ZaidanAbdul, Pengantar Studi Syari’ah, Jakarta: Robbani Press. 2008 Hasan, M.Ali,
Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat),
Jakarta:PT RajaGrafindo Persada 2003 Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjajian dalam Islam, cet2, Jakarta : Sinar Grafika, 1996 Suhendi, Hendi, FiqhMuamalah, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2008 Anwar,Syamsul,HukumPerjanjianSyariah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007 Azhar Basyir, Ahmad, Asas-asas Hukum Muamalat, Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1993 Purwodarminto, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1976 Sabiq,Sayyid, Fiqih Sunnah jilid 4, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006 -----------------, FiqihSunnah 4, Jakarta:PT Pena Pundi Aksara,2009 -----------------, FikihSunnah 5, Jakarta:Cakrawala Publishing, 2009 Haroen,Nasrun, FiqhMuamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 Ali, Zainudin,HukumPerdataIslamdiInddonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006 Aziz Muhammad Azzam,Abdul, FiqhMuamalah (SistemTransaksiFiqhIslam), Jakarta:Sinar Grafika Offset, 2010 Abid AS-Sindi,Syehk Muhammad, MusnadSyafi’IJuz1dan2,
Bandung: Sinar
Baru Algesindo, 2000 Departemen Agama RI, Al-Qu’an dan Terjemahannya, Semarang: CV Toha Putra, 1989 Nurokmah, (Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Persawahan Di Desa Padaharja Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal), Skripsi Fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang, 2006
Nunung Muhayatun, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa-Menyewa Tanaman (Studi Kasus di Desa Bangsri Kec. Bangsri Kab. Jepara), Skripsi Fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang, 2007 Noor Afif Hasanah, (Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa Menyewa Girik Tambak Norowito Di Desa Guyangan Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati),Skripsi Fakultas Syariah Iain Walisongo Semarang 2007
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Sidiq Azis Nurul Arifin
Tempat/Tanggal Lahir
: Tegal, 26 Maret 1989
Alamat sekarang
: JL.Banjarmasin, Kelurahan Pesurungan Lor. NO.5 RT 06 RW 01 Kec.Margadana Kota Tegal.
Kebangsaaan
: WNI
Agama
: Islam
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pendidikan
:S1 (Strata Satu) Fakultas Syari’ah Jurusan Hukum Ekonomi Islam IAIN Walisongo Semarang
Menerangkan dengan sesungguhnya: Jenjang Pendidikan: TK AISYIYAH SDN Pesurungan lor 2 SLTP N 8 Tegal MAN Kota Tegal IAIN Walisongo Semarang Nama Orang Tua
: Tahun 1993-1994 : Tahun 1994-2000 : Tahun 2001-2004 : Tahun 2004-2007 : Tahun 2007-2012
: Ayah : Saeful Arifin : Pekerjaan : Wiraswasta : Ibu : Kusbandiyah : Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Demikian daftar riwayat hidup saya buat dengan sebenar-benarnya untuk bisa digunakan sebagaimana mestinya. Semarang, 4 Juni 2012 Saya yang bersangkutan
Sidiq Azis Nurul Arifin NIM. 072311022
BIODATA
Nama
: SIDIQ AZIS NURUL ARIFIN
Tempat/ Tgl Lahir
: Tegal, 26 Maret 1989
Alamat Sekarang
: JL.Banjarmasin. Kelurahan Pesurungan lor. No. 5 RT:
06/01 Kec. Margadana Kota Tegal
Kebangsaan
: WNI
Status
: BelumNikah
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pendidikan
: S1 (Strata Satu) Fakultas Syari’ah Jurusan Hukum Ekonomi Islam IAIN Walisongo Semarang
Semarang, 4 Juni 2012 Saya yang bersangkutan,
Sidiq Azis Nurul Arifin NIM. 072311022