Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP TINGKAT PERSEPSI KORUPSI PADA NEGARA-NEGARA ANGGOTA APEC Aiaz Rajasa
[email protected] Perbanas Institute
ABSTRAK: Penelitian ini mencoba untuk menguji hubungan antara tingkat pembangunan manusia dan persepsi korupsi di suatu negara menggunakan seluruh penduduk negara-negara anggota Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC). Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai penelitian dasar yang dapat dikembangkan untuk digunakan dalam perang melawan korupsi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Korupsi Perseptions Index (CPI) dari negara-negara anggota APEC. Alat uji yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dalam penelitian ini adalah analisis korelasi Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif yang kuat antara tingkat pembangunan manusia dan persepsi korupsi di negara-negara anggota APEC.. Kata kunci: korupsi, HDI, CPI, APEC.
ABSTRACT: This study attempts to examine the relationship between the level of human development and the perception of corruption in a country using the entire population of the member countries of the Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). The purpose of this study is as basic research that can be developed for use in the fight against corruption. The data used in this study is the data the Human Development Index (HDI) and Corruption Perseptions Index (CPI) of the member countries of APEC. Testing tool that is used to determine the relationship between the variables in this study is Pearson correlation analysis. The results of this study show a strong positive relationship between the level of human development and the perception of corruption in the member countries of APEC. Key words: Corruption, HDI, CPI, APEC.
PENDAHULUAN Pertumbuhan dari pemberitaan mengenai kasus korupsi yang meningkat pesat jelas bukan suatu hal yang mengembirakan. Kasus korupsi tersebut
77
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
melibatkan berbagai instansi dan pejabat di negara ini. Berbagai modus yang ada mulai dari penyalahgunaan dana APBD, dana masyarakat, penyuapan, penerimaan pajak, dan bersifat masif, yang hampir terjadi di semua provinsi (Prihandini, 2013). Pada tahun 2013 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penyelidikan 81 perkara, penyidikan 70 perkara, penuntutan 41 perkara, inkracht 40 perkara, dan eksekusi 44 perkara. Total perkara yang ditangani KPK sejak berdiri tahun 2004 sampai 2013 yaitu berupa penyelidikan 585 perkara, penyidikan 353 perkara, penuntutan 277 perkara, inkracht 243 perkara, dan eksekusi 247 perkara (KPK, 2013). Data tersebut dapat dikatakan sebagai prestasi KPK sebagai penegak hukum yang berkomitmen dalam pemberantasan korupsi, namun di satu sisi juga menimbulkan dugaan dan kekhawatiran bahwa perkara yang naik ke permukaan tersebut hanyalah seperti fenomena gunung es saja. Terdapat kemungkinan bahwa masih banyak sekali kasus korupsi yang ada di negara ini yang belum terungkap dan masih berlangsung sampai saat ini. Selain
sebagai
masalah
nasional,
korupsi
juga
menjadi
masalah
internasional yang terus mendapatkan prioritas dalam penanganannya. Usaha pemberantasan korupsi telah dilakukan di seluruh belahan dunia, namun tingkat keberhasilannya masih belum maksimal. Masih banyak negara yang gagal dalam upayanya dalam memberantas korupsi dikarenakan belum bisa mendapatkan formulasi yang tepat dalam menyusun strategi pemberantasan korupsi. Tingkat korupsi secara global dapat terlihat dari peta sebaran Corruption Perception Index (CPI) yang dikeluarkan oleh organisasi Transparency International (TI). Dari peta sebaran tahun 2012 dapat terlihat bahwa negara-negara dengan predikat 10 peringkat terbaik berada di kawasan eropa dan amerika utara, hanya satu negara yang berada di kawasan asia yaitu Singapura. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan awal bahwa negara dengan nilai CPI yang tinggi merupakan negara yang digolongkan sebagai negara maju. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tingkat korupsi di negara berkembang secara umum lebih tinggi daripada di negara maju. Fenomena di atas menjadi dasar yang menarik untuk melakukan penelitian ulang yang lebih jauh dalam kaitannya untuk membuktikan hubungan antara
78
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
tingkat pembangunan negara yang merupakan indikator dari pengklasifikasian tingkat perekonomian negara dengan tingkat persepsi korupsi atas suatu negara. Banyak penelitian terdahulu yang hanya berfokus pada aspek pembangunan manusia namun dilakukan secara parsial dan cakupan populasinya dirasa kurang. Penelitian
ini
mencoba
untuk
menganalisa
hubungan
tersebut
dengan
menggunakan subjek penelitian negara-negara anggota Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Negara-negara anggota APEC dipilih karena anggota dapat mewakili negara dengan kategori negara ekonomi maju maupun berkembang dan terdapat Indonesia di dalamnya.
KORUPSI Menurut UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/badan
lain
yang
merugikan
keuangan
/perekonomian
negara.
Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara. Korupsi telah ada sejak dahulu kala, kata korupsi pertama kali digunakan oleh Aristoteles dan kemudian oleh Cicero pada zaman yunani dan romawi kuno yang menggambarkan perilaku pengingkaran atas perbuatan baik (Llaca, 2005). Korupsi adalah gejala dari kelemahan institusional yang mendalam dan mengakibatkan ketidak efisienan hasil ekonomi, sosial, dan politik (Selçuk, 2006). Korupsi juga di definisikan sebagai tindakan yang dilakukan secara diamdiam (tersembunyi) untuk memberikan barang atau jasa kepada pihak lain dengan tujuan agar dapat mempengaruhi tindakan pihak tersebut. Posisi penerima disini digolongkan sebagai pihak yang memiliki kewenangan tertentu (Senior, 2006). Selain itu korupsi juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk kejahatan yang tergolong sebagai kejahatan yang terorganisir (Huisman & Walle, 2009). Salah satu bentuk dari tindakan korupsi yang berupa penyuapan dapat menyebabkan pemegang kekuasaan tidak dapat mensejahterakan masyarakatnya karena ketidakleluasan dalam pengambilan keputusan akibat efek menerima suap (Lambsdorff, 2001). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada efek
79
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
positif dari suatu tindakan korupsi pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya tidak dapat ditawar lagi.
CORRUPTION PERCEPTION INDEX (CPI) CPI merupakan suatu indeks pengukuran tingkat korupsi global yang dikeluarkan oleh organisasi Transparency International (TI). CPI merupakan indeks agregat yang dihasilkan dari penggabungan beberapa indeks yang dihasilkan berbagai lembaga. Indeks ini mengukur tingkat persepsi korupsi sektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara dan politisi (Soebagjo, 2012). Indeks ini memberikan nilai antara 0-100 terhadap suatu negara, nilai yang tinggi menandakan negara tersebut lebih bersih dari tindakan korupsi (0 dipersepsikan sangat korup, 100 sangat bersih). Nilai atas suatu negara tersebut juga memberikan peringkat / ranking yang berkaitan tentang kebersihan suatu negara dari tindakan korupsi.
HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI) Human Development Index (HDI) atau disebut juga indeks pembangunan manusia (IPM) adalah suatu bentuk pengukuran yang berupa perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup (Davies & Quinlivan, 2006). Indeks ini pertama kali dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan seorang ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, serta dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics pada tahun 1990. Indeks ini merupakan indeks yang dipakai PBB dalam memberikan laporan IPM tahunannya. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai HDI/IPM suatu negara, maka semakin baik kondisi pembangunan manusia di negara tersebut.
80
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
Indeks pembangunan hidup sebuah negara dilihat oleh dua faktor penting yaitu kualitas pendidikan dan tingkat taraf hidup. Tingkat taraf hidup juga tidak dapat dipisahkan oleh pendapatan per kapita suatu negara. Pembangunan manusia yang baik pada suatu negara, menjadikan warga negara lebih memiliki kemampuan dalam memberikan pengawasan pada aparatur pemerintah negaranya sehingga suatu bentuk pemerintahan yang lebih responsif terhadap tuntutan warga negaranya dan transparan (Morris, 2004). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan suatu negara makan tingkat korupsinya harusnya menjadi rendah. Terdapat juga hubungan negatif antara korupsi dengan pertumbuhan ekonomi pada suatu negara (Mauro, 1995). Sejalan dengan penelitian tersebut, Paldam (2002) menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat GDP dengan pertumbuhan korupsi. Korupsi bertanggung jawab terhadap pertumbuhan ekonomi yang rendah, kurangnya investasi asing dan domestik, inflasi yang tinggi, pengeluaran pemerintah yang tinggi (Selçuk, 2006). Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengajukan sebuah hipothesis yang berkaitan dengan hubungan antara tingkat pembangunan manusia dengan persepsi korupsi pada suatu negara. Oleh karena itu hipothesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ha: Terdapat hubungan antara tingkat pembangunan manusia dengan Persepsi korupsi pada suatu negara. Ho: Tidak terdapat pengaruh antara tingkat pembangunan manusia dengan persepsi korupsi pada suatu negara.
METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang mencoba untuk menganalisis hubungan antara variabel tingkat pembangunan manusia dan persepsi korupsi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan untuk mewakili tingkat pembangunan manusia adalah Human development index (HDI) yang merupakan bagian dari human development report 2012 yang dikeluarkan oleh United Nations Development Program (UNDP).
81
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
Persepsi korupsi diwakili oleh data Coruption Perseptions Index (CPI) yang dikeluarkan oleh lembaga Transparency International (TI). Populasi penelitian ini adalah seluruh negara anggota APEC (21 negara). Sampel yang digunakan adalah seluruh populasi yang ada pada tahun 2012 namun dengan tidak memasukkan negara Taiwan. Hal ini dikarenakan Taiwan belum diakui oleh PBB sebagai negara berdaulat resmi, sehingga data HDI nya tidak dikeluarkan oleh UNDP. Sedangkan Hongkong walaupun merupakan bagian dari RRC namun memiliki pemerintahan otonom dan mata uang sendiri, sehingga datanya dikeluarkan olen UNDP. Total data yang digunakan adalah 20 negara. Pengujian hipotesis dilakukan secara statistik dengan menggunakan analisis korelasi Pearson untuk menguji hubungan antara dua variabel. Arah hubungan dari variabel-variabel tersebut dapat dilihat dari angka korelasinya (r) yang berkisar antara -1 sampai +1. Pengujian menggunakan software SPSS 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil uji statistik deskriptif dapat dilihat bahwa jumlah data negara yang digunakan sebanyak 20 negara. Nilai rata-rata dari Human Development Index (HDI) adalah sebesar 55 dengan rentang nilai antara 25-90, sedangkan nilai rata-rata Corruption Perception Index (CPI) adalah sebesar 0,791 dengan rentang nilai antara 0,466-0,937. Hasil uji normalitas menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2tailed) data HDI sebesar 0,511 dan data CPI sebesar 0,355, kedua nilai tersebut menunjukkan bahwa data berdistribusi normal karena nilai nilai Asymp. Sig. (2tailed) kedua data tersebut lebih besar dari 0,05 dengan sampel sebesar 20 negara. Dari hasil pengujian korelasi Pearson yang ditunjukkan dengan nilai korelasi pearson (r) dan tingkat signifikansi di atas dapat disimpulkan bahwa Hipothesis a (Ha) yang menyatakan terdapat hubungan antara tingkat pembangunan manusia dengan persepsi korupsi dapat diterima, sedangkan Hipothesis o (Ho) ditolak. Hal ini dapat terlihat dari nilai korelasi Pearson sebesar 0,848 dan nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara tingkat pembangunan manusia dengan
82
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
persepsi korupsi. Kemudian nilai (r) yang menunjukkan nilai positif berarti hubungan yang ada bersifat positif. Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
semakin
tinggi
tingkat
pembangunan manusia suatu negara maka tingkat persepsi korupsi negara tersebut juga akan meningkat. Indeks persepsi korupsi yang semakin tinggi menunjukkan bahwa semakin bersih negara itu dari tindakan korupsi. Dapat diartikan pula bahwa semakin tinggi tingkat pembangunan manusia pada negara anggota APEC maka akan semakin rendah pula tingkat negara korupsi di negara tersebut. Hasil ini sesuai dengan berbagai penelitian terdahulu yang menyatakan terdapat hubungan antara tingkat korupsi pada suatu negara dengan tingkat pendidikan, ekonomi, kesejahteraan negara tersebut (Morris, 2004), (Mauro, 1995), dan Paldam (2002) . SIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam peningkatan pembangunan manusia pada suatu negara tidak dapat dipisahkan dengan upaya pemberantasan korupsi negara tersebut. Negara bertanggung jawab dalam meningkatkan taraf hidup, pendidikan dan kesejahteraan warga negaranya. Penelitian ini hanya memuat hasil mengenai hubungan antara tingkat pembangunan manusia
dengan persepsi korupsi sehingga belum dapat
mengidentifikasi faktor mana yang menjadi anteseden dari faktor lainnya. Terdapat kemungkinan bahwa tingkat korupsi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya. Tersanderanya kebebasan aparatur negara dalam pengambilan keputusan oleh kepentingan golongan tertentu akibat praktek suap jelas akan mengurangi kualitas keputusan yang diambil dalam kaitannya dengan kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat umum. Korupsi pada dana anggaran pemerintah yang seharusnya dapat digunakan membuka lapangan kerja baru, layanan kesehatan, program pendidikan maupun program lain yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat akan memperngaruhi fungsi dana tersebut sebagai penopang kepentingan masyarakat secara umum.
83
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
Namun di sisi yang lain juga dimungkinkan bahwa dengan tingkat pendidikan yang tinggi, akan lebih dapat meningkatkan proses pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan
secara
umum
oleh
masyarakat.
Tingkat
pendidikan yang tinggi akan dapat meningkatkan sikap kritis terhadap perilaku menyimpang aparatur pemerintah. Tingkat kesejahteraan masyarakat umum yang tinggi dan terpenuhi kebutuhan dasarnya jelas akan mengurangi dorongan untuk melakukan perbuatan menyimpang seperti halnya korupsi. Kesimpulan di atas menunjukkan bahwa penelitian dapat dikembangkan dengan penelaahan yang lebih jauh agar dapat menentukan faktor yang bersifat sebagai anteseden dari faktor lainnya. Faktor anteseden ini berarti faktor yang berada lebih dulu dan dimungkinkan dapat mempengaruhi variabel sesudahnya. Dengan mengetahui faktor mana yang mempengaruhi faktor lainnya dapat untuk dijadikan dasar untuk memberikan saran yang lebih aplikatif kaitannya dengan program pemberantasan korupsi maupun program peningkatan pembangunan manusia. Saran lain untuk penelitian lanjutan adalah penelitian ini dapat dikembangkan dengan menggunakan populasi maupun sampel yang lebih besar dan rentang waktu yang lebih panjang dalam pengambilan data. Selain itu juga dapat memasukkan aspek lain seperti tingkat kesenjangan ekonomi maupun aspek hukum.
DAFTAR PUSTAKA Ahrend, Rudiger. "Press freedom, human capital and corruption." DELTA Working Paper 2002-11 (2002). Akçay, Selçuk. "Corruption and human development." Cato J. 26 (2006): 29. Davies, A. and G. Quinlivan (2006), A Panel Data Analysis of the Impact of Trade on Human Development, Journal of Socioeconomics Davies, Antony, and Gary Quinlivan. "A panel data analysis of the impact of trade on human development." The Journal of Socio-Economics 35.5 (2006): 868876.
84
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
Huisman, Wim, Walle G. V. (2009), The Criminology of Corruption, 9thChapter, Criminology of Corruption. Pp1-38, pure.hogent.be/portal Lambsdorff, Johann. How corruption in government affects public welfare: A review of theories. Zentrum für Globalisierung und Europäisierung der Wirtschaft, Georg-August-Univ., 2001. Lambsdorff, Johann. How corruption in government affects public welfare: A review of theories. Zentrum für Globalisierung und Europäisierung der Wirtschaft, Georg-August-Univ., 2001. Llaca, E.G. (2005), La Corrupcion: Patologia Colectiva [Corruption: Collective Pathology], INAP/CNDH/FCPSUAM, Ciudad de México Mauro, P. 1995. “Corruption and Growth.” Quarterly Journal of Economics. 110. pp: 681-712. Morris,
Stephen
D.
"Corruption
in
Latin
America:
an
empirical
overview."SECOLAS ANNALS 36 (2004): 74-92. Paldam, M. 2001. “Corruption and Religion: Adding to the Economic Model.” Kyklos. 54 (2/3), pp: 383-414. Prihandini, Wiwiek. 2013 "ANALISIS KASUS KORUPSI DI DAERAH 2012." Jurnal Akuntansi & Bisnis, Vol. 1 No. 1. Senior, I. (2006), Corruption - The World’s Big C., Institute of Economic Affairs, London Soebagjo, Natalia. 2012 “Corruption Perception Index 2012”, http://www.ti.or.id/. World Bank (1997)Helping Countries Control Corruption: The Role of the World Bank. Washington: World Bank Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Undang-Undang Nomor 31 tahun1999 http://acch.kpk.go.id/ diakses pada 24 januari 2014 http://hdr.undp.org/en/data diakses pada 24 januari 2014 http://hdr.undp.org/en/statistics/hdi diakses pada 24 januari 2014 http://www.transparancy.org/research/cpi/overview , Coruption Perception Index, Transparancy Intenational 2012
85
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
LAMPIRAN Tabel 1. Statistik Deskriptif
*Taiwan tidak dimasukkan karena belum diakui PBB sebagai negara berdaulat sehingga *HDI nya tidak dkeluarkan oleh UNDP. Tabel 2. Descriptive Statistics HDI12 CPI12 Valid N (listwise)
N 20 20 20
Minimum .466 25
Maximum .937 90
Mean .79125 55.00
86
Jurnal EKSEKUTIF Volume 11
No. 1 Juni 2014
Tabel 3. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test HDI12
CPI12
20
20
Mean
.79125
55.00
Std. Deviation
.132360
22.907
Absolute
.183
.208
Positive
.135
.208
Negative
-.183
-.171
Kolmogorov-Smirnov Z
.820
.928
Asymp. Sig. (2-tailed)
.511
.355
N Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Tabel 4. Correlations
HDI12
Pearson Correlation
HDI12
CPI12
1
.848**
Sig. (2-tailed)
CPI12
.000
N
20
20
Pearson Correlation
.848**
1
Sig. (2-tailed)
.000
N
20
20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
87