ANALISIS HUBUNGAN PERKEMBANGAN SEKTOR KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA (PENDEKATAN AUTOREGRESSIVE DISTRIBUTED LAG) Iskandar1 dan Dr. Sugiharso Safuan2
ABSTRAK Penelitian ini meneliti hubungan perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan fokus kepada adanya fenomena “demand following” dan “supply leading”. Penelitian menggunakan data triwulanan tahun 1990:Q1-2009:Q4. Dengan menggunakan pendekatan Autoregressive Distributed Lag (ARDL), penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah hubungan perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengikuti fenomena “supply-leading” atau “demand-following”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan rasio kredit kepada sektor swasta terhadap PDB sebagai proksi perkembangan sektor keuangan, terjadi fenomena “demand-following” dimana pertumbuhan ekonomi mendorong perkembangan sektor keuangan di Indonesia pada periode penelitian. Kata kunci: perkembangan sektor keuangan, pertumbuhan ekonomi, demand-following, supplyleading
I.
Pendahuluan Pemahaman yang baik terhadap hubungan antara perkembangan sektor keuangan
dan pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan mengingat pentingnya peran sektor keuangan, khususnya intermediasi sektor keuangan, dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dicermati dari pengalaman indonesia mengalami krisis keuangan tahun 1998. Krisis tahun 1998 mengakibatkan kegiatan intermediasi sektor keuangan, terutama perbankan, terganggu sehinggga aliran dana untuk membiayai kegiatan investasi dan produksi mengalami berbagai hambatan. Hal tersebut mengakibatkan kegiatan ekonomi mengalami kontraksi yang tajam sehingga secara keseluruhan pertumbuhan PDB pada tahun 1998 merosot tajam dikisaran minus 13% jika dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Adanya hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pula pada pengalaman indonesia pada periode sebelum tahun 1983. Dalam rangka mengendalikan laju inflasi yang tinggi pada awal orde baru dan penerimaan negara yang besar dari sektor minyak pada pertengahan dekade 1970-an, pemerintah mengambil kebijakan dengan menjalankan kebijakan penyaluran kredit yang sangat ketat melalui menetapkan tingkat suku bunga, dan penyaluran kredit yang sangat selektif, 1 2
Iskandar merupakan pegawai pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan Dr. Sugiharso Safuan merupakan pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
menetapkan pagu kredit dan menaikkan ketentuan cadangan likuiditas wajib. Kebijakan sektor keuangan yang diambil pemerintah menyebabkan pesan sektor keuangan menjadi tidak optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada dekade 1980an perekonomian Indonesia mengalami resesi sebagai dampak dari resesi dunia. PDB indonesia turun drastis dari rata-rata 7,7% pada tahun-tahun sebelumnya menjadi hanya 2,2%. Untuk mengatasi kondisi tersebut pemerintah mengambil langkah-langkah berupa perubahan kebijakan di bidang ekonomi. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan melakukan deregulasi sektor keuangan kearah liberalisasi sektor keuangan, berupa pemberlakuan berbagai paket kebijakan secara bertahap mulai tahun 1983, antara lain penghapusan ketentuan pagu kredit dan penetapan tingkat suku bunga. Dalam melihat hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi, Patrick (1966) menyebutkan bahwa terdapat dua fenomena berkaitan dengan bentuk hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi, yaitu fenomena “demand following” dan “supply leading”. Fenomena “demand following” menyatakan bahwa seiring dengan pembangunan pada sektor riil, permintaan terhadap pelayanan sektor keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi akan mengalami peningkatan. Fenomena “supply leading” menyatakan bahwa perkembangan sektor keuangan meningkatkan penawaran pelayanan sektor keuangan terhadap sektor riil. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 1990:Q1-2009:Q4. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah bentuk hubungan perkembangan sektor keuangan, utamanya fungsi intermediasi, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menunjukkan fenomena “demand following” atau “supply leading” seperti yang dikemukan oleh Patrick (1966). Bentuk hubungan yang berbeda akan membuat kebijakan yang dapat ditetapkan guna mempengaruhi perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik menjadi berbeda pula. Hipotesa yang dapat diambil sebelum penelitian ini dilakukan adalah bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Terdapat dua fenomena dalam menjelaskan hubungan antara perkembangan 2
sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi yaitu fenomena “demand following” dan “supply leading”. Pada bagian II disampaikan tinjauan pustaka yang berisi kerangka teoritis dan penelitian terdahulu terkait hubungan perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi yang dijadikan landasan logis pengembangan hipotesa dan model penelitian. Metode penelitian dan data akan diuraikan pada bagian III sementara hasil analisis data beserta pembahasannya dijelaskan pada bagian IV. Sebagai penutup, pada bagian V disampaikan kesimpulan dan beberapa hal yang dapat ditindaklanjuti dari hasil penelitian ini. II. Tinjauan Pustaka Ray (1998) berpendapat bahwa adanya tabungan merupakan titik awal dari semua teori pertumbuhan ekonomi. Untuk menjelaskan pendapatnya tersebut Ray (1998) menggunakan
konsep
keseimbangan
ekonomi
makro
(macroeconomic
balance).
Pendapatan yang diterima oleh rumah tangga dari perusahaan dalam bentuk pembayaran faktor produksi dan bagian laba, akan kembali masuk ke perusahaan dalam bentuk permintaan terhadap konsumsi barang dan jasa seperti yang terlihat pada gambar berikut. Tabungan dianggap sebagai sebuah “kebocoran” dari sistem, dimana permintaan konsumsi barang dan jasa rumah tangga lebih kecil dari pendapatan yang diterima. Investor menutup “kebocoran” ini dengan permintaan terhadap modal (investasi). Keseimbangan ekonomi makro tercapai pada saat permintaan investasi sama dengan tabungan yang tersedia. Pertumbuhan ekonomi yang positif akan tercapai apabila investasi melebihi nilai yang diperlukan untuk menggantikan penyusutan modal. Jika tidak, maka pertumbuhan ekonomi akan tetap bahkan bisa negatif. Hal ini menunjukkan pentingnya volume tabungan dan investasi dalam menentukan pertumbuhan ekonomi.
3
Investasi Dana Keluar
Perusahaan
Upah, Sewa, Laba
Dana Masuk
Dana Masuk
Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga
Dana Keluar
Tabungan Sumber: Ray (1998) Gambar 1. Keseimbangan Ekonomi Makro (Macroeconomic Balance) Menurut Mishkin (2004) salah satu mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah melalui jalur kredit sektor keuangan. Jalur kredit sektor keuangan didasari oleh peran perbankan dalam sistem keuangan yang sesuai dalam mengantisipasi masalah informasi asimetrik pada pasar kredit. Masalah informasi asimetrik yang dimaksud adalah masalah tentang informasi terkait penyediaan dana dan penyaluran kredit yang tidak dapat disediakan oleh pemilik dana disatu pihak dan yang membutuhkan dana dipihak lain secara efisien. Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah melalui jalur kredit sektor keuangan bekerja sebagai berikut: M ↑ → bank deposits ↑ → bank loans ↑ → I ↑ → Y ↑ Kebijakan moneter yang dapat meningkatkan dana masyarakat yang disimpan pada sektor keuangan akan meningkatkan ketersediaan dana bagi penyalutan kredit. Karena peminjam bergantung pada kredit dari sektor keuangan untuk membiayai kegiatan usahanya, maka kenaikan pada kredit akan meningkatkan investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan output. Levine (2005) membagi sektor keuangan ke dalam lima kategori pelayanan, guna menjelaskan peran sektor keuangan dalam pertumbuhan ekonomi. Perkembangan sektor keuangan dapat meningkatkan kualitas dari fungsi pelayanan sektor keuangan kepada perekonomian, dalam hal: 1. Memberikan informasi tentang kemungkinan investasi. 4
2. Pemantau investasi dan pelaksanaan tata kelola perusahaan. 3. Perdagangan, diversifikasi dan manajemen resiko. 4. Mobilisasi dan menghimpun tabungan. 5. Pertukaran barang dan jasa. Masing-masing fungsi tersebut dapat mempengaruhi tingkat tabungan, keputusan untuk melakukan investasi dan selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. McKinnon (1973) dan Shaw (1973) menjelaskan bahwa pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah pada sektor perbankan, seperti kontrol terhadap suku bunga, dana cadangan bank yang tinggi dan alokasi kredit yang ketat, menghambat perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut McKinnon dan Shaw menjelaskan bahwa fungsi tabungan memiliki hubungan yang positif terhadap tingkat suku bunga simpanan riil dan tingkat pertumbuhan output perekonomian. Sementara itu penetapan tingkat suku bunga nominal yang bersifat administratif (ditetapkan oleh pemerintah) membuat tingkat suku bunga riil berada di bawah tingkat keseimbangan. Oleh karena itu McKinnon dan Shaw menyarankan liberalisasi sektor keuangan dimana tingkat suku bunga nominal tidak lagi dikontrol sehingga dapat meningkatkan tingkat suku bunga riil ke arah titik keseimbangan. Peningkatan tingkat suku bunga simpanan riil akan meningkatkan tingkat tabungan dan tingkat pertumbuhan output perekonomian (Fry, 1997). Terdapat dua bentuk hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi yang disampaikan oleh Patrick (1966), yaitu “demand following” dan “supply leading”. Fenomena “demand following” terjadi pada saat perkembangan sektor keuangan merupakan respon terhadap permintaan pelayanan sektor keuangan oleh investor dan pemilik dana tabungan pada sektor riil. Dalam hal ini perkembangan sistem keuagan dipandang sebagai konsekuensi lanjutan dari berkembangnya pembangunan ekonomi. Secara alamiah, permintaan terhadap pelayanan sektor keuangan bergantung pada pertumbuhan output riil. Semakin cepat pertumbuhan output riil, semakin besar permintaan perusahaan terhadap sumber pendanaan dari luar yang berasal dari tabungan pihak lain. Hal ini meningkatkan peran intermediasi sektor keuangan, karena pada banyak situasi, kemampuan perusahaan akan semakin berkurang untuk membiayai ekspansi usaha dengan menggunakan pendanaan dari dalam perusahaan. 5
Fenomena “supply leading” terjadi apabila perkembangan sektor keuangan meningkatkan penawaran pelayanan sektor keuangan terhadap sektor riil. Berdasarkan fenomena “supply leading”, perkembangan sektor keuangan memberikan akses kepada para pengusaha terhadap berbagai sumber pendanaan baru yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha untuk mengembangkan usahanya. Intermediasi sektor keuangan melakukan transfer sumber daya dengan mengumpulkan dana dan tabungan untuk dipergunakan bagi penawaran berbagai pelayanan sektor keuangan terhadap sektor riil. Penelitian tentang hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya memfokuskan penelitian pada bentuk/arah kausalitas hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Beberapa Penelitian Tentang Hubungan antara Perkembangan Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi Peneliti
Periode Penelitian
Objek Penelitian
Hasil
Kar dan Pentecost (2000)
1963-1995
Turki
demand-following
Waqabaca (2004)
1970-2000
Fiji
demand-following
Ang dan McKibbin (2007)
1960-2001
Malaysia
demand-following
Odhiambo (2008)
1969-2005
Kenya
demand-following
Odhiambo (2009)
1960-2006
Afrika Selatan
demand-following
Akinlo dan Egbetunde (2010)
1980-2005
10 negara di wilayah demand-following sub-Sahara Afrika
dan supply-leading
Siamat (2001) membahas tentang Perkembangan Sektor Keuangan di Indonesia pada periode sebelum dan sesudah deregulasi kebijakan sektor keuangan. Diawal era orde baru kondisi perekonomian sangat memprihatinkan, meski tidak ada angka inflasi yang pasti dan disepakati namun berbagai pengamat memperkirakan tingkat inflasi berkisar 650% per tahun. Dalam rangka mengendalikan laju inflasi tersebut pemerintah mengambil dua kebijakan pokok. Pertama mengubah kebijakan anggaran defisit menjadi anggaran berimbang. Kedua, menjalankan kebijakan kredit yang sangat ketat dan kualitatif yang 6
dimaksudkan untuk membatasi penambahan jumlah uang beredar. Kebijakan kredit yang ketat dan kualitatif dilakukan dengan cara menetapkan tingkat suku bunga dan penyaluran kredit yang sangat selektif. Pada pertengahan dekade 1970-an bisa dibilang perekonomian indonesia ditopang oleh besarnya penerimaan dari hasil ekspor minyak, penerimaan tersebut dipergunakan untuk penyedian Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Kebijakan pemerintah dalam upaya mobilisasi dana masyarakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan disertai dengan penyediaan KLBI, mendorong tingginya kembali tingkat inflasi. Kebijakan yang diambil pemerintah antara lain: menetapkan pagu kredit, menaikkan bunga kredit, menaikkan bunga deposito dan tabungan, menaikkan ketentuan cadangan likuiditas wajib. Memasuki dekade 1980-an perekonomian Indonesia mengalami resesi sebagai dampak dari resesi dunia. PDB indonesia turun ke angka 2,2% di barengi dengan neraca pembayaran yang terus memburuk bahkan terjadi defisit sebesar US$ 1,930 juta pada tahun 1982. Untuk mengatasi kondisi tersebut pemerintah melakukan deregulasi sektor keuangan dengan berbagai paket kebijakan secara bertahap mulai tahun 1983, antara lain penghapusan ketentuan pagu kredit dan pembebasan bagi perbankan untuk menentukan tingkat suku bunga. Tahun 1997/1998 perekonomian Indonesia mengalami krisis yang terberat dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia. Diawali oleh krisis nilai tukar yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Sejak itu, kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam dan berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang. Untuk mengatasi krisis yang semakin mendalam, pemerintah telah menempuh berbagai upaya. Akan tetapi upayaupaya tersebut tidak begitu menunjukkan hasil karena adanya krisis kepercayaan terhadap kemampuan pengelolaan dan prospek perekonomian semakin melemah. Dengan semakin parahnya krisis yag terjadi, kegiatan intermediasi sektor keuangan, terutama perbankan, terganggu sehinggga aliran dana untuk membiayai kegiatan investasi dan produksi mengalami berbagai hambatan. Hal tersebut mengakibatkan kegiatan ekonomi mengalami kontraksi yang tajam sehingga secara keseluruhan pertumbuhan PDB pada tahun 1998 merosot tajam dikisaran minus 13% jika dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. 7
III. Metode Penelitian dan Data Untuk menjelaskan hubungan antara perkembangan sektor keuangan dengan pertumbuhan ekonomi, penelitian ini menggunakan spesifikasi model berdasarkan kerangka berfikir King dan Levine (1993) dan Khan dan Senhadji (2000) sebagai berikut: 𝐿𝑌𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1 𝐷 + 𝛼2 𝐿𝐷𝑡 + 𝛼3 𝑅𝑡 + 𝜀𝑡 dimana, 𝐿𝑌
= Produk Domestik Bruto Riil (dalam bentuk logaritma natural)
𝐿𝐷
= rasio kredit ke sektor swasta terhadap PDB (dalam bentuk logaritma natural)
𝑅
= Tingkat Suku Bunga Simpanan Riil
𝐷
= Variabel Dummy
𝜀𝑡
= eror term Penelitian ini menggunakan data triwulanan Indonesia periode 1990:Q1-2009:Q4
bersumber dari International Financial Statistic, International Monetary Fund. Variabel Dummy digunakan untuk melihat pengaruh krisis ekonomi tahun 1998 terhadap hubungan perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode penelitian. Untuk melihat hubungan perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, penelitian ini melakukan pengujian hubungan jangka panjang (kointegrasi) menggunakan metode Autoreggresive Distributed Lag (ARDL). Metode ARDL memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode pengujian kointergasi lainnya. Tidak seperti metode Engel-Granger (1987) dan metode Johansen (1988) dan Johensen dan Juselius (1990) yang menyaratkan variabel terintegrasi pada ordo yang sama, metode ARDL dapat dipergunakan pada variabel dengan ordo integrasi yang berbeda. Metode ARDL dapat pula menentukan arah kausalitas dari variabel yang dipergunakan dalam model. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
1. Melakukan pengujian stasioneritas data melihat untuk melihat apakah data terintegrasi pada ordo yang sama atau tidak. Jika ternyata data terintegrasi pada ordo yang sama, maka penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan metode kointegrasi lainnya, seperti metode Engel-Granger (1987) dan metode Johansen (1988) dan Johensen dan Juselius (1990). Jika data tidak, maka penelitian dilakukan dengan menggunakan metode ARDL. 2. Melakukan ARDL bounds test untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan jangka panjang (kointegrasi) dan kausalitas diantara variabel yang dipergunakan dalam model. ARDL bounds test dilakukan dengan cara mengestimasi persamaan umum ARDL dengan secara bergantian menempatkan masing-masing variabel yang dipergunakan dalam model sebagai variabel terikat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui variabel mana yang menjadi penjelas bagi variabel lainnya atau dengan kata lain untuk mengetahui arah kausalitas variabel di dalam model. 3. Melakukan pemilihan model ARDL yang akan dipergunakan sebagai dasar estimasi koefisien jangka panjang dan dinamika jangka pendek. Pemilihan model ARDL dapat dipilih berdasarkan Schwarz Bayesian Criterion (SBC) atau Akaike Information Criterion (AIC), dimana SBC dikenal dapat memilih panjang lag terkecil sementara AIC memilih panjang lag maksimal yang relevan. Model ARDL yang dipilih adalah model dengan nilai simpangan baku (standard eror) yang paling kecil (Pesaran dan Pesaran, 1997) 4. Melakukan estimasi jangka panjang dan dinamika jangka pendek berdasarkan model ARDL yang terpilih. 5. Melakukan pengujian kesesuaian model untuk memastikan bahwa model ARDL yang dipilih dan hasil estimasi yang diperoleh tidak melanggar kaidah ekonometrika yang umum digunakan.
IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil pengujian stasioneritas variabel yang dipergunakan dalam model yang terangkum dalam tabel 2 dapat diambil kesimpulan bahwa untuk variabel LY dan LD stasioner pada 1st difference atau terintegrasi pada orde satu I(1) dan untuk variabel R 9
stasioner pada level atau I(0). Hasil pengujian stasioneritas tersebut mendukung pemilihan metode ARDL dalam melihat hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Tabel 2. Hasil Pengujian Stasioneritas No.
Variabel
ADF Stat. PP Stat. Level 1st Level 1st 1. LY -0.635127 -2.876384** -0.786492 difference difference 2 LD -1.878410 -3.500801** -1.306495 10.92644*** 3 R -2.931344** -3.270830** 6.024772*** Keterangan: *, ** dan *** menunjukkan tingkat signifikansi 10%, 6.386715*** 5% dan 1% 8.924676*** Prosedur ARDL Bounds Test memiliki dua tahapan. Langkah pertama didalam ARDL
bounds test adalah menentukan panjang lag yang dipergunakan dalam mengestimasi persamaan umum ARDL. Pemilihan lag pada penelitian ini berdasarkan unrestricted vector autoregression (VAR) pada first-difference. Untuk data triwulanan, Pesaran dan Pesaran (1997) menyarankan panjang lag maksimal yang dipergunakan adalah 4 lag. Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa semua kriteria pemilihan lag yang ada memilih lag 4 sebagai lag yang optimal untuk dipergunakan dalam estimasi terhadap persamaan umum ARDL. Tabel 3. Hasil Pemilihan Panjang Lag Optimal Lag
LogL
LR
FPE
0 1 2 3 4
-11.13547 23.31085 29.81302 56.58710 140.8641
NA 65.21838 11.79059 46.40841 139.3379*
0.000293 0.000148 0.000159 9.93e-05 1.34e-05*
AIC
SC
HQ
0.376946 0.469646 0.413960 -0.301623 0.069175 -0.153567 -0.235014 0.413883 0.024084 -0.708989 0.218006 -0.338850 -2.716375* -1.511281* -2.235194*
* menunjukkan panjang lag yang dipilih LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion ARDL Bounds Test dilakukan dengan cara mengestimasi persamaan umum ARDL dengan menggunakan setiap variabel sebgi variabel terikat secara bergantian. Dari hasil 10
estimsi tersebut diperoleh nilai F-statistik uji siknifikansi bersama, dengan hipotesa null “tidak terdapat hubungan jangka panjang”, dibandingkan dengan dua set nilai kritis yang diberikan oleh Pesaran dan Pesaran (1997). Dapat dilihat pada tabel 4. bahwa pada tingkat signifikansi 1% terdapat hubungan jangka panjang diantara variabel LY, LD dan R dimana variabel LY dan R merupakan variabel penjelas bagi variabel LD. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi mendukung perkembangan sektor keuangan. Tabel 4. Hasil ARDL Bounds Test Variabel LY LD R
Nilai F-Statistik 1,2669 6,7557 2,5394
Batas Bawah
Batas Atas
3,817
5,122
Kesimpulan Tidak Tolak H0 Tolak H0 Tidak Tolak H0
Setelah terbukti adanya hubungan jangka panjang diantara variabel LY, LD dan R, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan estimasi koefisien jangka panjang dan dinamika jangka pendek menggunakan model ARDL yang terpilih. Menggunakan panjang lag maksimal 4 lag, metode ARDL melakukan estimasi terhadap (4+1)3 = 125 model regresi dalam menentukan panjang lag yang optimal untuk masing-masing variabel. Perhitungan penulis menunjukkan bahwa pemilihan model berdasarkan SBC dan AIC menunjukkan hasil yang sama yaitu memilih spesifikasi model ARDL(1,4,4) seperti yang terlihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Estimasi ARDL(1,4,4) Dependent Variable: LD Independent Variable LD(-1) LY LY(-1) LY(-2) LY(-3) LY(-4) R R(-1) R(-2) R(-3) R(-4)
Koefisien 0.689936 -0.097661 0.662488 0.100558 0.163770 -0.586321 -0.000652 0.001203 0.000391 -0.001277 0.003954
Standard Error 0.036976 0.149144 0.147554 0.149607 0.141109 0.144885 0.000603 0.000844 0.000840 0.000835 0.000633
p-Value 0.0000 0.5150 0.0000 0.5039 0.2502 0.0001 0.2832 0.1590 0.6431 0.1313 0.0000 11
C D 2 𝑅 = 0,99586
-1.893661 -0.279752
𝑅 2 = 0,99508
0.340692 0.038229 DW-statistic
0.0000 0.0000 = 1,5395
S.E. of Regression
= 0,028876
Koefisien jangka panjang dapat diperoleh berdasarkan parameterisasi hasil estimasi model ARDL(1,4,4) yang terpilih. Hasil koefisien jangka panjang dapat dilihat pada tabel 6 menunjukkkan bahwa variabel LY (0,78317) dan R (0.011671) bertanda positif dan signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 1% menunjukkan bahwa pada jangka panjang variabel LY dan R mempengaruhi variabel LD. Dengan menganggap variabel lain tidak mengalami perubahan, kenaikan 1% pada PDB riil pada jangka panjang akan meningkatkan rasio kredit ke pihak swasta secara rata-rata sebesar 0,78% dan kenaikan 1% pada tingkat suku bunga simpanan riil akan meningkatkan rasio kredit ke pihak swasta secara rata-rata sebesar 1,17%. Variabel dummy D bertanda negatif dan signifikan menunjukkan bahwa krisis ekonomi tahun 1998 membawa dampak negatif pada perkembangan sektor keuangan. Tabel 6. Hasil Estimasi Koefisien Jangka Panjang ARDL(1,4,4) Dependent Variable: LD Independent Variable LY R C D
Koefisien 0.78317 0.011671 -6.1073 -0.90224
Standard Error 0.094133 0.0033741 1.2006 0.035164
p-Value 0.000 0.001 0.000 0.000
Hasil estimasi dinamika jangka pendek dapat dilihat pada tabel 7, dimana koefisien error correction (-0,31006) secara statistik signifikan pada tingkat 1% dengan tanda negatif. Hal ini mendukung adanya hubungan jangka panjang diantara variabel yang digunakan dalam model. Koefisien error correction sebesar -0,31006 menunjukkan kecepatan proses penyesuaian apabila terjadi gangguan/goncangan terhadap keseimbangan. Sekitar 31% ketidakseimbangan yang terjadi pada periode sebelumnya akan kembali pada titik keseimbangan pada periode saat ini. Meski koefisien ∆LY dan ∆R tidak siknifikan tetapi dari koefisien ∆LY1, ∆LY2, ∆LY3, ∆R1, ∆R2, dan ∆R3 yang siknifikan menunjukkan bahwa perubahan pada jangka pendek variabel LY dan R tidak serta merta berdampak pada perubahan LD tetapi 12
memerlukan waktu. Dengan kata lain perubahan LD disebabkan oleh perubahan jangka pendek variabel LY dan R pada periode sebelumnya. Tabel 7. Hasil Estimasi Error Correction Model ARDL(1,4,4) Dependent Variable: ∆LD Independent Variable ∆LY ∆LY1 ∆LY2 ∆LY3 ∆R ∆R1 ∆R2 ∆R3 ∆C ∆D ecm(-1)
Koefisien 0.097661 0.32199 0.42255 0.58632 -0.000652 -0.0030680 -0.0026769 -0.0039540 -1.8937 -.27975 -.31006
Standard Error 0.14914 0.15594 0.14839 0.14489 0.000602 0.000638 0.000633 0.000632 0.34069 0.038229 0.036976
p-Value [0.515] [0.043] [0.006] [0.000] [0.283] [0.000] [0.000] [0.000] [0.000] [0.000] [0.000]
Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa metode ARDL melakukan estimasi terhadap (4+1)3 = 125 model regresi dalam menentukan panjang lag yang optimal untuk masing-masing variabel sebagai dasar bagi estimasi koefisien jangka panjang dan dinamika parameter jangka pendek. Berdasarkan SBC dan AIC terpilih model ARDL(1,4,4). Hasil estimasi model ARDL(1,4,4) dapat diihat pada tabel 4. Nilai R2 yang tinggi (0,99586) menunjukkan bahwa model yang dipergunakan sudah cukup baik dalam menjelaskan hubungan variabel bebas dan variabel terikat. 99% variasi dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Untuk lebih memastikan kesesuaian model, dilakukan tes diagnosa dan stabilitas (diagnostic and stability test). Tes diagnosa dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap serial correlation, functional form, normality dan heroscidasticity yang dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Hasil Tes Diagnosa Kategori Pengujian Serial Corelation 𝐹 4, 59 Functional Form 𝐹 1, 62 Normality 𝜒 2 2
t-statistik 1,6905 0,0053021 2,2206
p-value 0,164 0,942 0,329 13
Heteroskedastisisty 𝐹 1, 74
2,3598
0,129
Pengujian stabilitas menggunakan CUSUM dan CUSUMSQ seperti terlihat pada gambar 1. dan 2. menunjukkan nilai CUSUM statistik dan CUSUMSQ statistik berada diantara nilai kritis signifikansi 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa koefisien hasil regresi
CUSUM
bersifat stabil.
CUSUMSQ
Gambar 2. Hasil cumulative sum (CUSUM) of Recursive Residuals
Gambar 3. Hasil cumulative sum of squares (CUSUMSQ) of Recursive Residuals 14
V. Kesimpulan Penulis melakukan penelitian terhadap hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhaan ekonomi di Indonesia pada periode 1990:Q1-2009:Q4, dengan menggunakan metode ARDL. Hasil pengujian ARDL Bounds test menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, bersama dengan tingkat suku bunga riil, merupakan variabel penjelas perkembangan sektor keuangan, dimana pertumbuhan ekonomi mendorong semakin berkembangnya sektor keuangan. Hal ini sejalan dengan fenomena “demand following” seperti yang dikemukakan oleh Patrick (1966) bahwa pertumbuhan ekonomi meningkatkan permintaan pelayanan sektor keuangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada periode 1990:Q1-2009:Q4 hubungan antara perkembangan sektor keungan dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan fenomena “demand following”. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa krisis ekonomi tahun 1998 membawa dampak negatif bagi perkembangan sektor keuangan Indonesia. Pada jangka panjang dan jangka pendek, perkembangan sektor keuangan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi secara positif dan signifikan berdasarkan perhitungan statistik. Untuk menciptakan perkembangan sektor keuangan yang stabil, perlu didukung dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil pula. Oleh karena itu perlu dikembangkan kebijakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna mendukung perkembangan sektor keuangan di Indonesia. Variabel kontrol tingkat suku bunga simpanan riil membawa dampak positif bagi perkembangan sektor keuangan pada jangka panjang tetapi membawa dampak negatif pada jangka pendek. Meski hasil penelitian menunjukkan dampak perubahan jangka pendek Variabel kontrol tingkat suku bunga simpanan riil relatif kecil dalam mempengaruhi perkembangan sektor keuangan, tetapi hal ini dapat menjadi diskusi yang menarik. Pandangan Mishkin (2004) terkait mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit perbankan menyebutkan bahwa, kebijakan moneter yang dapat meningkatkan dana masyarakat yang disimpan pada lembaga keuangan akan meningkatkan ketersediaan dana bagi penyaluran kredit. Ketersediaan dana bagi penyaluran kredit meningkat turut 15
meningkatkan penyaluran kredit untuk keperluan investasi yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian ini variabel tingkat suku bunga simpanan riil berdampak negatif terhadap perkembangan sektor keuangan pada jangka pendek. Merujuk pada proksi perkembangan sektor keuangan yang dipergunakan, penulis berpendapat bahwa terdapat dua penjelasan terkait hasil penelitian tersebut. Pertama, variabel tingkat suku bunga simpanan riil berdampak negatif terhadap perkembangan sektor keuangan pada jangka pendek dikarenakan peningkatan PDB dengan proporsi yang lebih besar jika dibandingkan peningkatan kredit kepada sektor swasta. Kedua, variabel tingkat suku bunga simpanan riil berdampak negatif terhadap perkembangan sektor keuangan pada jangka pendek dikarenakan penyaluran kredit kepada sektor swasta mengalami penurunan. Apabila variabel tingkat suku bunga simpanan riil berdampak negatif terhadap perkembangan sektor keuangan pada jangka pendek dikarenakan penyaluran kredit kepada sektor swasta mengalami penurunan, penulis berpendapat bahwa fungsi intermediasi sektor keuangan pada jangka pendek tidak berjalan dengan baik. Dana masyarakat yang dihimpun oleh lembaga keuangan tidak secara optimal dipergunakan untuk penyaluran kredit. Lembaga keuangan lebih memilih instrumen lain dalam mengelola dana masyarakat yang dihimpun jika dibandingkan dipergunakan untuk penyaluran kredit. Penulis memandang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif terkait fungsi intermediasi sektor keuangan di Indonesia. Perkembangan sektor keuangan dapat diukur menggunakan berbagai indikator selain rasio kredit ke sektor swasta terhadap PDB. Hasil penelitian Muhsin Kar and Eric J. Pentecost (2000) menunjukkan bahwa arah kausalitas antara perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi bergantung pada proksi yang dipergunakan. Penelitian selanjutnya dapat penggunakan indikator lain dalam menganalisis hubungan perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi guna memperoleh gambaran bentuk hubungan perkembangan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
DAFTAR REFERENSI 16
Akinlo, Anthony E. dan Tajudeen Egbetunde. (2010). “Financial Development And Economic Growth: The Experience Of 10 Sub-Saharan African Countries Revisited”. The Review Of Finance And Banking Vol. 02-1. 017-028. Ang, James B. dan Warwick J. McKibbin. (2007). “Financial liberalization, financial sector development and growth: Evidence from Malaysia”.
Journal of Development
Economics Vol. 84. 215–233. Engel, R. and C. Granger. (1987) “Cointegration and Error Correction Representation: Estimation and Testing”. Econometrica. 55, 251-276. Fry, M. J. (1997). “In favour of financial liberalisation”. Economic Journal, 107, 754−770. International Financial Statistic. (2010). International Monetary Fund. www.imf.org Johansen, S. (1988). “Statistical Analysis of Cointegrating Vectors”. Jurnal of Economic Dinamics and Control. 12, 231-254. Johansen, S. dan K. Juselius. (1990). “Maximum Likelihood Estimation and Inference on Cointegration with Application to the Demand for Money”. Oxford Bulletin of Economics and Statistics. 52, 169-210. Kar, Muhsin dan Eric J. Pentecost. (2000). “Financial Development and Economic Growth in Turkey: Further Evidence on the Causality”. Department of Economics Economic Research Paper No. 00/27 King, Robert, G. and Levine, R. (1993). “Finance and Growth: Schumpeter Might be Right”. The Quarterly Journal of Economics, 108, 717−737. Khan, S. M., & Senhadji, A. S. (2000). “Financial Development and Economic Growth: An Overview”. Washington, D. C: International Monetary Fund, IMF Working Paper 00/209 Levine, Ross. (2005). “Finance and Growth: Theory and Evidence”. Handbook of Economic Growth, Vol.1, pp.865-934. McKinnon, R. I. (1973). “Money and Capital in Economic Development”. Washington D.C: Brookings Institution. Odhiambo, Nicholas M. (2008). “Financial depth, savings and economic growth in Kenya: A dynamic causal linkage”. Economic Modelling, Vol. 25, 704–713.
17
Odhiambo, Nicholas M. (2009). “Finance-growth-poverty nexus in South Africa: A dynamic causality linkage”. The Journal of Socio-Economics Vol. 38, 320–325 Patrick, H.T. (1966). “Financial Development and Economic Growth in Underdeveloped Countries”. Economic Development and Cultural Change. Vol. 14, No. 2, pp. 174-189. Pesaran, M. H., & Pesaran, B. (1997). “Working with Microfit 4.0: Interactive Econometric Analysis” Oxford: Oxford University Press. Ray, Debraj. (1998). “Development Economics”. Princeton University Press. Siamat, Dahlan. (2001). “Manajemen Lembaga Keuangan, edisi ke-3.”. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Shaw, E. S. (1973). “Financial Deepening in Economic Development”. New York: Oxford University Press. Waqabaca, Caroline. (2004). “Financial Development and Economic Growth In Fiji”. Economics Department, Reserve Bank of Fiji. Working Paper 2004/03.
18