Analisis Fisiko Kimia POTENSIOMETRI
Oleh : Dr. Harmita
Tujuan Penetapan kadar secara volumetri dengan menggunakan potensiometer sebagai penunjuk titik akhir titrasi.
Teori Potensiometri adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari pengukuran potensial dari elektroda. Pengukuran potensial dari elektroda banyak dipergunakan dalam ilmu kefarmasian terutama untuk pengukuran pH larutan dan titrasi potensiometrik. Karena itu harus dipelajari lebih dahulu apa yang disebut elektroda parsial. Seperti telah diketahui bahwa logam atau ion kadang-kadang mendapat tambahan atau kehilangan elektron. Demikian pula suatu senyawa kimia dalam suatu sistem dapat menerima dan memberikan elektron atau menerima dan memberikan proton sehingga mereka itu bermuatan. Karena kemampuan mengikat elektron atau mengikat proton berbeda, berarti perbedaan potensial antara dua sistem akan terjadi.
Con’d Suatu senyawa atau ion tertentu pada suhu tertentu, bila berada dalam suatu larutan sehingga mampu melepaskan atau mengikat elektron akan mempunyai besaran potensial tertentu, misalnya pada suhu 25ºC : Na + + e ⇔ Na 0 - 2,710 v 2N + + 2e ⇔ N 2 0,00 v I 2 + 2e ⇔ 2I 0,536 v C H O + 2N + 2e ⇔ C H (OH) + 0,699 v Br2 + 2e ⇔ 2Br + 1,065 v Dengan contoh di atas jelas bahwa masing-masing ion/molekul suatu senyawa mempunyai potensial yang berbeda. Dengan demikian bila dua logam dimasukkan ke dalam air dan masing-masing melepaskan elektronnya, akan terjadi perbedaan potensial, yang besarnya dapat diukur dengan galvanometer. +
6
4
2
6
4
2
Con’d Dalam hal ini lepasnya ion Cu dan Zn ke dalam larutan sukar diukur berapa besarnya, karena tidak ada pembanding. Untuk mengatasi hal ini dipilihlah : 1. Elektroda yang dapat digunakan sebagai pembanding. 2. Larutan berkadar berapa yang dapat digunakan untuk mengukur perbedaan potensial elektroda. 3. Pada suhu berapa percobaan harus dilakukan. Telah disetujui oleh para ahli bahwa : 1. Elektroda hidrogen digunakan sebagai elektroda baku (Standard hydrogen elektrode, SHE) 1. Kadar larutan yang dapat digunakan untuk pengukuran tidak lebih dari 1 molar. 3. Suhu pengamatan/percobaan 25ºC.
Con’d Dari prinsip ini dapat dibuat macam elektroda untuk berbagai kepentingan pengukuran titrasi potensiometrik, baik asidi-alkalimetri, oksidimetri maupun presipitasi.
Con’d Oksida logam CuO dan ZnO yang berada dalam air akan melepaskan sebagian ionnya sehingga terjadi persamaan seperti di atas, dan karena mempunyai perbedaan potensial, maka dapat diukur, yang terlihat pada gerakan jarum galvanometer G. Potensiometer P dipakai untuk memperbesar arus yang ditimbulkan oleh elektroda ZnO dan CuO sehingga gerakan jarum galvanometer menjadi lebih jelas.Sedang S merupakan pipa yang mengandung larutan jenuh KCl yang berfungsi untuk menetralkan perbedaan gerak ion-ion pembawa muatan.
Con’d
Berarti bahwa Pt / H+ merupakan satu sel dan begitu pula Cu2+/ Cu merupakan satu sel, sehingga kedua sel itu harus ada penghubung (jembatan garam KCl).
Oleh Nernst dirumuskan : E = E° +
E = Eº = (oks) (red) n
0,0591 (oks) log Suhu 25° n (red)
potensial pada satu sel potensial dari SHE = kadar oksidator dalam molar = kadar reduktor dalam molar = perbedaan jumlah elektron dari reduktor dan oksidator
Con’d
Mengapa dipilih hidrogen sebagai elektroda baku ? Bila suatu sistem digambarkan sebagai berikut : Pt/H+1 M // Cu2+1 M / Cu H2 1 Atm
Con’d Reaksi kimia yang terjadi dalam titrimetri dapat dikelompokkan menjadi : 1. Reaksi netralisasi. 2. Reaksi oksidasi-reduksi. 3. Reaksi presipitasi. Dalam titrasi potensiometrik digunakan beberapa macam elektroda : 1. Elektroda Kalomel, biasanya digunakan untuk referensi. 2. Elektroda gelas untuk standard, untuk pengukuran pH dan untuk titrasi asidi-alkalimetri. 3. Elektroda Pt sebagai elektroda baku untuk titrasi presipitasi. 4. Elektroda Ag sebagai elektroda baku untuk titrasi presipitasi. Untuk elektroda Ag dan Pt susunannya lebih sederhana, karena kedua logam tersebut dapat langsung berhubungan dengan cairan yang diuji.
Con’d Titik ekuivalensi dapat ditentukan dengan grafik atau perhitungan.
∆pH
∆pH/∆V
Volume (ml)
Volume (ml)
Con’d Dari hasil uji menggunakan alat potensiometer diperoleh grafik dibawah ini. Maka dapat dilakukan perhitungan dengan cara menentukan terlebih dahulu titik ekuivalen (TE), normalitas pereaksi dan berat sampel 7,56 ml
7,56 ml
Titik ekuivalen
Con’d Gambar 1 : Grafik pH vs volume pada titrasi asam benzoat Ditimbang berat sampel = 244,3 mg Volume saat TE = 7,56 ml Normalitas NaOH = 0,1 N Jadi kadar asam benzoat = 7,56 x 0,1 x BM asam benzoat X 100% 244,3 = 7,56 x 0,1 x 122,12
X 100%
244,3 = 37,79 %
Jika alat potensiometer tidak dimiliki maka dapat dilakukan secara manual menggunakan buret untuk mentitrasi dan pH meter untuk mengamati perubahan pH. Titrasi dilakukan tiga titik diatas TE dan dibawah TE. Perubahan volume dianjurkan konstan (0,1 ml) dan perubahan pH akibat perubahan volume dicatat. pH Dari data ∆yang diperoleh tersebut dihitung ∆ pH ∆v, ∆pH, ∆ V , dan ∆ V 2
2
Contoh cara perhitungan : ∆ 2 pH ∆ V2
pH
Volume NaOH (ml)
V2 − V1 (∆V)
pH2 − pH1 (∆pH)
∆ pH ∆ V
7,23
2,80
0,1
0,15
1,5
7,38
2,90
8
0,1
0,23
2,3
7,60
3,00
117
0,1
1,40
14,0
9,00
3,10
-90
0,1
0,30
3,0
9,30
3,20
-15
0,1
0,15
1,5
9,45
3,30
5
0,1
0,20
2,0
9,65
3,40
∆ 2 pH ∆ V2
Dari data ini dicari titik dimana , yang dapat diperkirakan pada volume antara 3,0 dan 3,10 ml, karena pada antara volume itu terjadi loncatan ∆ pH harga ∆ V yaitu antara + 117 dan – 90 dan jelas melalui 0. ∆ pH Pada titik ekuivalen ∆ V harus sama dengan 0. Karena itu jumlah titran dapat dihitung sebagai berikut : 3,0 + 117 x 0,1 ml = 3,057 ml. 117 + 90 2
2
2
2
Con’d Penetapan Kadar Air Secara Karl Fischer Salah satu metode yang menggunakan cara potensiometri adalah penetapan kadar air secara Karl Fischer(KF). Digunakan elektrode kombinasi kaca-platina dan labu khusus agar selama proses titrasi tidak kemasukan air. Pereaksi yang digunakan adalah : Larutan KF. A (Iodium, metanol,piridin) dan larutan KF B. (piridin dan gas SO2).Pe reaksi ini dcampurkan dalam jumlah jumlah yang sama sebelum digunakan, dan dibakukan kesetaraannya dengan air atau zat organik yang mengandung air kristal. Titik ekuivalent ditentukan berdasarkan terbentuknya warna kuning pertama atau 100±50 gmikroamper arus searah pada lebih kurang 200 m V potensial yang digunakan.
Con’d - Penetapan kadar air cara KF tidak boleh digunakan untuk zat yang bereaksi dengan Iodium seperti kafein, penisilin dan turunannya, padi, atau yang lainnya. - Sebelum pereaksi KF digunakan untuk menentukan kadar air terlebih dahulu dilakukan hal-hal sbb : - Pembakuan pereaksi KF dengan air atau asam sitrat
• Mencampurkan pereaksi KF.A dengan KF.B dengan volume yang sama, secukupnya, kemudian dihomogenkan. • Menyiapkan dengan seksama 10 mg air (dengan cara mengencerkan dengan metanol) atau menimbang asam sitrat monohidrat (C6H8O7.H2O BM 210,14) yang setara dengan 10 mg air (116,8 mg). • Memasukkan air atau asam sitrat ke dalam labu khusus yang kedap dan melarutkannya dalam 20 metanol absolut. • Segera dititrasi dengan pereaksi KF hingga tercapai titik ekuivalennya. • Hitung kesetaraan pereaksi KF dengan mg air. Misal untuk 10 mg H2O diperlukan 2,0 ml KF untuk 116,8 mg asam sitrat monohidrat diperlukan juga 2,0 ml KF.
Reaksi : 1. jika digunakan air sebagai pereaksi H2O + I2 → 2HI + On SO2 + On → SO3 • 10 mg H2O ~ 2,0 ml KF 2. jika digunakan asam sitrat monohidrat sebagai pereaksi C6H8O7.H2O → C6H8O7 + H2O H2O + I2 → 2HI +On SO2 + On → SO3 Kandungan air 116,8 mg asam sitrat.H2O = 116,8 x BM H2O 210,4 = 116,8 x 17 = 10,0 mg 210,4 • 10,0 mg H2O ~ 2,0 ml KF
Con’d Penetapan kadar air sampel • • •
Timbang sampel yang setara dengan 10 mg air, misal 300,8 mg Masukkan ke dalam labu khusus, larutkan dalam 20 ml metanol absolut, kocok hingga larut. Titrasi dengan pereaksi KF hingga titik ekuivalen misal diperlukan 1,6 ml pereaksi KF.
Kadar air sampel = 1,6 x 10,0 2,0 = 8,0 300,8
mg = 8,0 mg x
100% = 2,66%