ANALISIS FISIK KUALITAS AIR SUNGAI POHARA DESA POHARA KECAMATAN SAMPARA KABUPATEN KONAWE
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana
Oleh: EPITA HESTIROSIHAN F1B1 10 055
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2015 i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan karunia - Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Fisik Kualitas Air Sungai Pohara Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe” ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa pula salawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, dan para sahabatnya. Dalam pelaksanaan penelitian hingga terangkumnya skripsi ini, cukup banyak rintangan dan hambatan yang penulis jumpai, sehingga disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak mungkin tersusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan. Terima kasih yang teristimewa penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta, ayahanda Kasim dan ibunda Ramlah atas limpahan cinta, kasih sayang, doa restu serta dukungan moril dan materi yang tak berhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan studi dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Pou Anda, M.S selaku pembimbing I dan Ibu Halimahtussaddiyah Ritonga, S.Si., M.Si selaku pembimbing II atas ilmu dan bimbingan yang begitu berharga kepada penulis selama ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada :
iii
1.
Rektor Universitas Halu Oleo.
2.
Dekan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo.
3.
Ketua dan Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA Universitas Halu Oleo.
4.
Bapak Dr. Ida Usman, M.Si, Bapak H. M. Jahiding A. Hafid, S.Si., M.Si & Ibu Irawati, S.Si., M.Si selaku Penguji, yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat bermanfaat.
5.
Bapak Dr. La Aba, S.Si., M.Si selaku penasehat akademik, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama menempuh pendidikan.
6.
Dosen - dosen pengajar Universitas Halu Oleo, khususnya kepada seluruh dosen di Jurusan Fisika, yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu yang sangat berharga.
7.
Kepala Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe, atas izinnya untuk pengambilan sampel penelitian.
8.
Kepala Laboratorium Kimia Analitik UPT Lab. Terpadu Universitas Halu Oleo (UHO) yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Analisis UHO.
9.
Ibu Viska Inda Variani, S.Si., M.Si selaku kepala Laboratorium Lanjut Fisika FMIPA UHO yang telah meminjamkan alat selama penelitian ini.
10. Saudara – saudaraku Kardin S.Pd, Ardin S.Sos, dan Adik Bungsuku Astar (terima kasih sudah banyak membantu dalam proses penelitian dan semangat kuliah!!!), Iparku Nur Qamariah S.E, Kemenakanku tersayang Assyifa Fauziah Azzahra dan Sepupuku Mama Didi dan Hasriani yang telah
iv
memberikan doa, kasih sayang, dan motivasi. Terima kasih atas dukungan semangat dan kasih sayang yang telah kalian berikan. 11. Terkhusus untuk Ibu Nurhayu Malik S.Si.,M.Sc yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan study setiap kali bertemu. 12. Murobbiku kak Harlisa S.KM (alm), kak Maria A.Md, kak Nur Azmi S.P, Ummi Afif, kak Hijriah Mustofa S.S, dan Ummi Azzam S.E yang telah memberikan banyak ilmu agama dan inspirasi. 13. Sahabat-sahabat LIQO (Tarbiyah Pekanan) : Nur Hayati S.Pt, Aisa Lamane S.P, Wa Ode Sri Mustika S.E, terkhusus untuk Nurfitri, Zulkaidah, Rina, Kak Rahma, Kak Lina, dan Widi Astuti S.Pd. 14. Saudara – saudariku Seperjuangan di MPM Al-Misykat FMIPA UHO periode 2011 - 2014, Muh. Juharisman S.Farm, La Usman, Sapriadil S.Si, Afandi Muh. Musa, Heri Suroso, Rina, Fitri, Ani, Ulfi, Fattahul, Arta, Raful Sudirman, Ita, Lita, Rita, Lina, dan teman – teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Syukron katsiran (di Mushollah Al - Misykat kita bertemu melukis warna seindah pelangi). 15. Sahabat – Sahabat Pengurus Harian UK- Kerohanian Islam UHO’2014 Lugisman, Apruyllis Sulhajah, Achmad Salido S.Pd, Kamsir, Sutrisno S.Pd, Mulyani Audina Mustofa S.Pd, Hartia, dan semua anggota UKKI UHO periode 2013/2014. 16. Teman – Teman PUSKOMDA FSLDK SULTRA periode 2013 – 2015, terkhusus Kak Hijrah Zamzam S.Pd, Kak Risna Saeri S.P, Kak Hasliana S.Sos, dan yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.
v
17. Teman – Teman Jaringan Muslimah Daerah (JARMUSDA) FSLDK SULTRA periode 2015 – 2017, ukh. Mastura, Zulhaerati S.Pd, Susmi, Nurfitri, Nurlita, dan ukh. Alfia. 18. Teman-teman Fisika FMIPA UHO 2010, terutama Ashira, Rina, Fitri, Ida, Vita, Irma, Cici, Kin, Dewi, Erma, Refli, Perdi, Bahrin, Heri, Vita Nurlaela, Desy, yang telah berbagi suka dan duka selama proses perkuliahan. Juga tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Umi Kalsum Fisika 2011. Disadari bahwa kodrat kita sebagai manusia biasa kesempurnaan hanyalah milik-Nya, sehingga dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis memohon maaf serta mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca, guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga hasil tugas akhir ini dapat memberikan faedah bagi semua pihak, khususnya bagi dunia ilmu pengetahuan. Kendari,
Juli 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ABSTRAK ABSTRACK
i ii iii vi viii ix xii xiii xiv xv
I. PENDAHULUAN A. B. C. D. E.
Latar Belakang Batasan Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 4 4 5 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sungai Pohara B. Sungai C. Landskap dan Daerah Aliran Sungai (DAS) C.1 Terrain dan Geomorfologi C.1.1 Kemiringan Lereng C.1.2. Panjang Lereng C.1.3 Konfigurasi Lereng C.1.4 Keseragaman Lereng C.1.5. Arah Lereng C.2 Pola Pengaliran dan Penyimpanan Air C.2.1 Tanah C.2.2 Bahan Induk Tanah (geologi) C.2.3 Penutupan Lahan C.2.4 Morfometri DAS C.2.5 Iklim C.3. Tanda Ketidakstabilan Lereng D. Debit D.1. Debit Sungai D.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Debit Sungai D.2.1. Intensitas Hujan D.2.2. Pengundulan Hutan D.2.3. Pengalihan Hutan Menjadi Lahan Pertanian
vii
6 7 14 16 16 17 17 17 17 18 18 21 21 22 24 25 29 29 29 30 30 30
D.2.4. Intersepsi D.2.5. Evaporasi dan Transpirasi E. Aliran Laminer, Turbulen dan Transisi F. Siklus Hidrologi G. Parameter Air G.1. Temperatur G.2. Konduktivitas G.3. Kekeruhan G.3.1 Erosi dan Sedimentasi G.3.2 Proses Terjadinya Erosi G.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi G.3.4 Proses Sedimentasi G.3.5 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Sedimentasi G.3.6 Mekanisme Pengangkutan Sedimen G.4. TDS G.5. pH F. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai G. Polutan Air H. Kualitas Air I. Kriteria Baku Mutu Air
31 31 32 34 35 35 36 37 38 39 41 44 46 46 48 48 48 50 52 52
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Alat dan Bahan Penelitian B.1. Bahan Penelitian B.2. Alat Penelitian C. Prosedur Penelitian C.1. Penentuan Pengambilan Sampel Air Sungai C.2. Uji Temperatur C.3. Uji Konduktivitas C.4. Uji Kekeruhan C.5. Uji TDS C.6. Uji pH D. Skema Penelitian
54 54 54 54 55 55 56 57 57 57 59 60
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. B. C. D. E.
Analisis Temperatur Analisis Konduktivitas Analisis Kekeruhan Analisis TDS Analisis pH
61 63 65 68 70
V. PENUTUP A. Kesimpulan
72
viii
B. Saran
73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
74 77
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1.
Alat Penelitian
54
2.
Hasil uji temperatur air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada Maret 2015
3.
Hasil uji konduktivitas air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada Maret 2015
4.
65
Hasil uji TDS air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada Maret 2015
6.
64
Hasil uji kekeruhan air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada Maret 2015
5.
62
69
Hasil uji pH air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada Maret 2015
x
70
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1.
Peta Konawe Provinsi SULTRA
6
2.
Peta Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
7
3.
Skema Klasifikasi Aliran
12
4.
Macam – Macam Pola Aliran Sungai
13
5.
Siklus Hidrologi dalam Lanskap Bumi
15
6.
Model Hidrologi DAS
15
7.
Segitiga Tekstur
20
8.
Longsor Tebing Sungai
26
9.
Aliran Laminer
32
10.
Aliran Turbulen
34
11.
Siklus/Daur Hidrologi
35
12.
Tipe – Tipe Erosi dan Tanah Longsor
39
13.
Lokasi Pengambilan Sampel
56
14.
Diagram Alir Prosedur Penelitian
60
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1.
Hasil uji temperatur air Sungai Pohara
76
2.
Hasil uji konduktivitas air Sungai Pohara
76
3.
Hasil uji kekeruhan air Sungai Pohara
76
4.
Hasil uji TDS air Sungai Pohara
76
5.
Hasil uji pH air Sungai Pohara
76
6.
Dokumentasi Penelitian
77
xii
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Singkatan
Keterangan
BT
Bujur Timur
DAS
Daerah Aliran Sungai
DHL
Daya Hantar Listrik
GPS
Global Positioning system (Penentu posisi pengambilan sampel)
LS
Lintang Selatan
mg/L
miligram/Liter
m/det
meter/detik
NTU
Nephelometric Turbidity Unit (satuan kekeruhan air)
pH
Power of Hidrogen (Derajat Keasaman)
TDS
Total Dissolved Solid (Padatan Terlarut)
o
Ukuran Temperatur (celcius)
µs
microsiemens (satuan konduktivitas air)
C
xiii
ANALISIS FISIK KUALITAS AIR SUNGAI POHARA DESA POHARA KECAMATAN SAMPARA KABUPATEN KONAWE EPITA HESTIROSIHAN F1B1 10 055
ABSTRAK Penelitian mengenai analisis kualitas air Sungai Pohara telah dilakukan di Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air sungai berdasarkan parameter yang meliputi temperatur air, konduktivitas, kekeruhan, TDS, pH air yang kemudian hasil penelitian diverifikasi dengan penetapan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 mengenai baku mutu air. Metode Pengambilan Sampel air dengan cara sampel air diambil di permukaan sungai, tengah, dan dasar sungai dari 3 (tiga) titik Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe. Hasil penelitian diperoleh kualitas air dengan parameter temperatur di tiga titik pengambilan sampel berada pada kisaran 25°C. Konduktivitas air berada pada kisaran 51,2 – 54,8 µs. TDS air berada pada kisaran 188 – 216 mg/L. pH air berada pada kisaran nilai 8,03 - 8,38 ‰. Kekeruhan air berada pada kisaran 83,5 – 86,2 NTU. Dari 5 ( lima) parameter yang diteliti, hanya parameter kekeruhan air yang tidak memenuhi standar kelas I dimana peruntukannya untuk air baku air minum. Sehingga, tidak layak jika digunakan sebagai air minum yang langsung dikonsumsi karena tidak memenuhi syarat kesehatan. Kata Kunci : Temperatur, Konduktivitas, Kekeruhan, TDS, pH, Kualitas air.
xiv
RIVER WATER QUALITY ANALYSIS PHYSICAL IN POHARA VILLAGE OF SAMPARA KONAWE
EPITA HESTIROSIHAN F1B1 10 055
ABSTRACT Research on river water quality analiysis Pohara river has been conducted on the Pohara River area Pohara Village Sampara Konawe. This study aims to determine the water quality of rivers based on parameters which include water temperature, conductivity, turbidity, TDS, pH water that then the result obtained verified the determination of the healty minister of Republic Indonesia according to low Number 907 / MENKES / SK / VII / 2002 on the terms and water quality supervision and Regulations Government Number 82 of 2001 on concerning water quality standards. Sampling method of water by means of taken water samples at the surface of the river, middle, and botton of the river of the 3 (three) points Pohara River that crosses the Pohara Village of Sampara Konawe. The results obtained with the water quality parameters in three-point has a temperature sampling in the range of 25°C. Water conductivity in thr range of 51,2 – 54,8 µs. Water TDS the range 188 – 216 mg /L. Water pH value in the range of 8,03 - 8,38 ‰. Water turbidity in the range 83,5 – 86,2 NTU. Of 5( five) parameters studied, only the turbidity of water that does not meet the standars of class 1 in which the designation for the raw water of drinking water. Thus, not worth it is used as drinking water consumed directly because it does not meet health requirements. Keyword : temperature, conductivity, turbidity, TDS , pH, Water quality .
xv
i
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya alam tanpa memperhatikan aspek lingkungan dapat menimbulkan tekanan terhadap lingkungan. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan luas lahan yang tetap juga akan mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan semakin berat. Tekanan terhadap lingkungan ini ditandai dengan peningkatan perubahan pola pemanfaatan lahan serta meningkatnya aktivitas industri dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat (Agustiningsih, 2012). Di dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS), sungai yang berfungsi sebagai wadah pengaliran air selalu berada di posisi paling rendah dalam landskap bumi. Oleh karena itu, kondisi sungai tidak dapat dipisahkan dari kondisi DAS (PP 38 Tahun 2011 tentang Sungai). Perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan permukiman serta meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi hidrologis dalam suatu DAS. Perubahan pola pemanfaatan lahan menyebabkan terjadinya perubahan jumlah dan jenis vegetasi penutup tanah (Asdak, 2010). Wiwoho (2005) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa terjadi peningkatan koefisien limpasan yang berarti terjadi peningkatan volume air limpasan sebagai akibat semakin meluasnya lahan permukiman dan
1
semakin berkurangnya luas hutan dan tegalan. Sehingga perubahan pemanfaatan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman akan meningkatkan air limpasan (run off) yang membawa lapisan tanah yang dilaluinya. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai (Suriawiria, 2003). Hal ini tidak terlepas dari salah satu fungsi sungai sebagai tempat penampungan air yang berasal dari daerah di sekitarnya. Sungai sebagai saluran terbuka (saluran alam) adalah saluran dimana air mengalir dengan muka air bebas. Pada sungai, variabel aliran sangat tidak teratur terhadap ruang dan waktu. Variabel tersebut adalah tampang lintang saluran, kekasaran,
kemiringan
dasar,
belokan,
debit
aliran
dan
sebagainya
(http://Repository.USU.ac.id/bitstream/.../4/chapter%2011.pdf diakses pada tanggal 28 Maret 2015). Aliran sungai dari hulu ke hilir mempunyai sifat berbeda - beda, di hulu dan bagian tengah bisa turbulen dan di hilir bisa laminar atau bahkan mungkin gabungan dari keduanya yang disebut dengan aliran transisi. Sifat – sifat aliran ini ditentukan oleh kekentalan dan gravitasi. Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi perilaku aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar. Selain itu, karena yang terjadi di air lebih dominan mengalami arus turbulen yang merupakan aliran acak dan mempunyai
kecepatan beragam, maka
dimungkinkan massa air bergerak ke atas, ke bawah, dan secara lateral berhubungan dengan arah arus yang umum, memindahkan massa dan momentum (http:// 2
lorenskambuaya.blogspot.com/2013/08/perbedaan–aliran–laminar-dan turbulen_5267.html diakses pada tanggal 28 Maret 2015 ). Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Kualitas air sungai dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berupa kondisi alami sungai seperti bentang alam, kehidupan akuatik, kondisi DAS maupun kegiatan manusia. Manusia biasanya memanfaatkan air sungai untuk berbagai keperluan domestik, industri, bahkan pertanian. Dewasa ini, pembuangan limbah domestik dan industri ke sungai serta alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian, juga permukiman semakin menambah daftar panjang terjadinya penurunan kualitas air secara signifikan yang pada akhirnya menyebabkan air sungai tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Masbah dkk, 2004). Sungai Pohara merupakan DAS Konaweha yang melalui dua kecamatan yaitu Kecamatan Sampara dan Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. DAS Konaweha memiliki luas 7.150,68 km dengan debit rata – rata 200 m /detik yang melintasi Kabupaten Kolaka dan Konawe (BPS SULTRA, 2014). Sungai Pohara memiliki topografi dengan tepian landai yang semakin ke tengah
sungai semakin dalam, terdiri dari tanah liat, pasir, kerikil, lempung dan pasir berlempung (Nafsal, 2008). Penduduk yang tinggal di sepanjang Sungai Pohara Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe menggunakan air ini untuk kebutuhan sehari – hari seperti memasak, mencuci, mandi dan keperluan lainnya.
3
Selain itu, Sungai Pohara merupakan salah satu sungai yang dijadikan sebagai sumber air baku Perusahaan Daerah Air Minum (termasuk pemasok terbesar air bersih kota Kendari). Mengingat pentingnya peran Sungai Pohara ini, maka perlu kiranya untuk dilakukan penelitian kualitas air sungai. B. Batasan Masalah Pada dasarnya, cakupan masalah dalam penelitian ini cukup luas, namun penelitian ini hanya dibatasi pada hubungan antara pengaruh sifat turbulensi dengan input yang berasal dari aktivitas industri, pertanian, domestik yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di sekitar Sungai Pohara terhadap penurunan kualitas air sungai ditinjau dari aspek fisik seperti temperatur, konduktivitas, kekeruhan, TDS, dan pH air pada tiga titik pengambilan khususnya yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe, mengingat lokasi pengambilan sampel merupakan area yang cenderung potensial terkontaminasi dengan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar sungai. C. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah analisis kualitas air sungai pada tiga titik pengambilan sampel yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe sebagai berikut : 1. Berapa besar nilai temperatur air ? 2. Berapa besar nilai konduktivitas air ? 3. Berapa besar nilai kekeruhan air ? 4
4. Berapa besar kadar TDS air ? 5. Berapa besar kadar pH air ? D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Menentukan temperatur air 2. Menentukan konduktivitas air 3. Menentukan kekeruhan air 4. Menentukan TDS air 5. Menentukan pH air E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademik : sebagai karya ilmiah terutama bagi pengembangan ilmu pengetahuan atau referensi bagi penelitian terkait kualitas air Sungai Pohara. 2. Bagi pemerintah daerah, dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pembuatan kebijakan guna pengendalian pencemaran air Sungai Pohara dalam rangka menjaga kualitas sumber daya alam dan lingkungan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A . Tinjauan Umum Sungai Pohara Sungai Pohara berdasarkan letaknya, di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sawah/Lasolo, di sebelah Timur berbatasan dengan Kota Kendari, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto/Landono, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pondidaha (Bahtiar, 2005).
Gambar 1. Peta Konawe Provinsi SULTRA
6
Gambar 2. Peta Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe B . Sungai Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang sungai. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Sungai sebagai wadah air mengalir selalu berada di posisi paling rendah dalam lanskap bumi, sehingga kondisi sungai tidak dapat dipisahkan dari kondisi DAS. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air, yang dimaksud wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan 7
sumber daya air dalam satu atau lebih DAS dan/atau pulau – pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km . Sungai mengalir dari hulu dalam kondisi kemiringan lahan yang curam berturut – turut menjadi agak curam, agak landai, landai, dan relatif rata. Arus atau kecepatan alir air sungai berbanding lurus dengan kemiringan lahan. Arus relatif cepat di daerah hulu dan bergerak menjadi lebih lambat dan makin lambat pada daerah hilir. Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktifitas dan perilaku penghuninya. Pada umumnya daerah hulu mempunyai kualitas air yang lebih baik dari pada daerah hilir. Dari sudut pemanfaatan lahan, daerah hulu relatif sederhana dan bersifat alami seperti hutan dan perkampungan kecil. Semakin ke arah hilir keragaman pemanfaatan lahan meningkat. Sejalan dengan hal tersebut suplai limbah cair dari daerah hulu yang menuju daerah hilir pun menjadi meningkat. Pada akhirnya daerah hilir merupakan tempat akumulasi dari proses pembuangan limbah cair yang dimulai dari hulu (Wiwoho, 2005). Sungai juga didedifinisikan sebagai perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan), jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air
8
semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai, badan air dalam, keruh dan aliran air lambat (Mulyanto, 2007). Menurut Newson (1997) sungai merupakan bagian lingkungan yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktifitas manusia di sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya DAS, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum, 1996). Keberadaan sungai dapat memberikan manfaat baik pada kehidupan manusia maupun pada alam. Manfaat atas keberadaan sungai ini dikenal dengan fungsi sungai. Fungsi sungai terhadap kehidupan manusia antara lain sebagai penyedia air dan wadah air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan, pertanian, industri, pariwisata, olah raga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik, transportasi, dan kebutuhan lainnya. Sedangkan fungsi sungai terhadap alam antara lain sebagai pemulih kualitas air, penyalur banjir, dan sebagai habitat ekosistem flora dan fauna (PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai). Karakteristik sungai berdasarkan sifat alirannya, dapat dibedakan menjadi 3 macam tipe (Mulyanto, 2007), yaitu : a. Sungai Permanen/Perennial, yaitu sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun dengan debit yang relatif tetap. Dengan demikian antara musim
9
penghujan dan musim kemarau tidak terdapat perbedaan aliran yang mencolok. b. Sungai Musiman/Periodik/Intermitten, yaitu sungai yang aliran airnya tergantung pada musim. Pada musim penghujan ada alirannya dan musim kemarau sungai kering. Berdasarkan sumber airnya sungai intermitten dibedakan : a) Spring fed intermitten river yaitu sungai intermitten yang sumber airnya berasal dari air tanah dan b) Surface fed intermitten river yaitu sungai intermitten yang sumber airnya berasal dari curah hujan atau penciran es. c. Sungai Tidak Permanen/Ephemeral, yaitu sungai tadah hujan yang mengalirkan airnya sesaat setelah terjadi hujan. Karena sumber airnya berasal dari curah hujan maka pada waktu tidak hujan sungai tersebut tidak mengalirkan air. Saluran yang dijumpai di alam mempunyai beberapa morfologi sungai, sungai lurus, sungai dengan tikungan dan sungai yang menganyam. Sungai lurus terjadi pada daerah yang belum stabil dan untuk menyalurkan energinya sungai ini akan memperpanjang aliran dan membentuk meander. Sungai dengan tikungan dapat terjadi pada daerah alluvial atau tanah keras. Sudut tikungan yang terbentuk dapat berbagai macam, misalnya 90° atau 180°. Tipe sungai dengan tikungan umumnya diakibatkan oleh adanya usaha sungai untuk mencapai kestabilan.
10
Fenomena yang terjadi pada tikungan sungai yaitu perubahan distribusi kecepatan dan tegangan geser dan terjadinya gerusan dan timbunan. Sungai yang menganyam biasanya terdapat pada daerah yang terjal dengan butiran yang seragam dan mempunyai alur yang berpindah-pindah, jadi pada setiap musim sungai ini dapat berubah bentuk. Jenis aliran pada saluran terbuka adalah Aliran laminer dimana kondisi aliran dengan garis-garis aliran mengikuti jalur yang sejajar, sehingga tidak terjadi pencampuran antara bidang-bidang geser di dalam fluida. Aliran laminer terjadi pada bilangan reynold yang rendah (Re < 2.000), dimana viskositas yang dominan. Aliran turbulen terjadi pada aliran-aliran fluida yang bergerak tidak teratur, tidak tenang dan partikel-partikel airnya saling acak. Aliran turbulen memiliki angka Reynolds Re > 4.000. Aliran melalui saluran terbuka dianggap seragam (uniform) bila berbagai variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan, dan debit pada setiap tampang saluran terbuka adalah konstan. Aliran melalui saluran terbuka disebut tidak seragam atau berubah (non uniform flow atau varied flow) bila variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan di sepanjang saluran tidak konstan, selalu berubah – ubah (http://Repository.USU.ac.id/bitstream/.../4/chapter%2011 .pdf diakses pada tanggal 28 Maret 2015). Apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang pendek maka disebut aliran berubah cepat, sedang apabila terjadi pada jarak yang panjang disebut aliran berubah tidak beraturan. Aliran disebut aliran mantap (steady flow) jika variabel aliran di suatu titik seperti kedalaman dan kecepatan tidak berubah terhadap waktu, dan 11
apabila terjadi sebaliknya, yaitu berubah terhadap waktu maka aliran disebut aliran tidak mantap. Selain itu aliran melalui saluran terbuka juga dapat dibedakan menjadi aliran sub kritis (mengalir) yaitu aliran lambat yang memiliki nilai bilangan Froud (Fr) < 1, dan aliran super kritis (meluncur) dimana aliran ini disebut aliran cepat, jika Fr >1. Di antara kedua tipe aliran tersebut terdapat aliran kritis yaitu aliran tenang yang memiliki Fr =1. Penggolongan aliran menurut Chow dalam Wibowo (2007) adalah sebagai berikut: Aliran Saluran Terbuka (Open Channel flow)
Aliran tetap (Steady flow)
Aliran seragam (Uniform flow)
Aliran tak tetap Berubah tiba – tiba
Aliran tak tetap (Unsteady flow)
Aliran berubah (varied flow)
Aliran seragam
Aliran tak tetap Berubah lambat laun
Aliran berubah Tiba – tiba (Rapidly flow)
Gambar 3. Skema Klasifikasi Aliran
12
Aliran tak tentu
Aliran berubah Lambat laun (Grandually varied)
Pola aliran sungai di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan, topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Beberapa pola aliran sungai yang sering dijumpai adalah :
Gambar 4. Macam – macam Pola Aliran Sungai Dendritik, berbentuk seperti cabang batang pohon. Berada di daerah datar dengan struktur batuan homogen. Radial Sentrifugal, pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunung api. Rectangular, pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan. Trelllis, aliran sungai yang anak sungainya hampir sejajar dengan sungai induknya, biasanya berada di wilayah patahan. 13
Sentripetal, aliran yang berlawanan dengan pola radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa cekungan (depresi). Annular, pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali bersatu. Pararel, sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang curam/terjal. Pinnate, pola pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal. (https://agnazgeograph.wordpress.com/2013/03/25/polaaliran-sungai/ diakses tgl 28 Maret 2015). C. Landskap dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Menurut Rahayu et al. (2009), lanskap adalah panorama suatu bidang di permukaan bumi yang merupakan hasil dari proses-proses geomorfologi. Lanskap tersusun oleh komponen berupa daratan, tanah dan penutup lahan. Salah satu contoh lanskap di permukaan bumi adalah DAS.
14
Gambar 5. Siklus Hidrologi dalam Lanskap DAS DAS adalah kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah di mana air meresap dan atau mengalir melalui sungai dan anak – anak sungai yang bersangkutan, dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Kesinambungan sumber air dari suatu DAS digambarkan pada model berikut (Masbah dkk, 2004) : Curah Hujan (Variabel acak)
Input
Kualitas Ruang DAS Sifat batuan, morfologi, topografi, tata ruang Proses
Gambar 6. Model Hidrologi DAS
15
Debit air sungai (Variabel acak)
Output
C. Karakteristik fisik DAS C.1
Terrain dan Geomorfologi Menurut Rahayu et al. (2009), geomorfologi merupakan ilmu yang
mempelajari formasi bentang lahan dan susunannya, yang meliputi bentuk muka bumi sebagai suatu kenampakan bentang alam pada satu cakupan yang luas (lanskap) sampai cakupan yang lebih detail berupa bentuk lahan (landform) dan pola topografinya (terrain). Landform dan terrain terbentuk dari proses struktural (lipatan, patahan dan pengangkatan), proses pelapukan batuan induk (geologi), erosi, pengendapan dan vulkanisme yang menghasilkan konfigurasi ragam bentuk muka bumi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran. Tingkat lebih detail pengenalan unsur-unsur terrain sangat diperlukan dalam mempelajari karakteristik lanskap, khususnya karakteristik yang mempengaruhi besarnya potensi limpasan permukaan, erosi, banjir dan tanah longsor. Unsur terrain seperti kemiringan lereng, panjang lereng, arah lereng, konfigurasi lereng serta keseragaman lereng sangat penting untuk diidentifikasi. C.1.1 Kemiringan Lereng Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relatif terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kemiringan lahan sangat erat hubungannya dengan besarnya erosi. Semakin besar kemiringan lereng, peresapan air hujan ke dalam tanah menjadi lebih kecil sehingga limpasan permukaan dan erosi menjadi lebih besar.
16
C.1.2. Panjang Lereng Panjang lereng merupakan ukuran panjang suatu lahan mulai dari titik awal kemiringan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam sungai atau titik mulai berubahnya kemiringan. Semakin panjang suatu lereng makin besar aliran permukaan yang mengalir menuju ke ujung lereng, sehingga memperbesar peluang erosi. Besarnya erosi yang terjadi di ujung lereng lebih besar daripada erosi yang terjadi di pangkal lereng. Hal ini akibat adanya akumulasi aliran air yang semakin besar dan cepat di ujung lereng. C.1.3 Konfigurasi Lereng Lereng dapat berbentuk cembung atau cekung. Lereng berbentuk cembung mudah mengalami erosi lembar sedangkan lereng berbentuk cekung akan mudah mengalami erosi parit atau alur. C.1.4 Keseragaman Lereng Lereng memiliki kemiringan tidak seragam, artinya pada tempat tertentu kemiringannya curam dan diselingi dengan lereng-lereng datar. Pada kondisi lereng yang tidak seragam, besarnya erosi lebih kecil bila dibandingkan dengan lereng yang seragam. C.1.5. Arah Lereng Arah lereng adalah arah hadap lereng terhadap arah mata angin yang ditunjukkan dengan utara (U), timur laut (TL), timur (T), tenggara (TG), selatan (S), barat daya (BD), barat (B) dan barat laut (BL). Arah lereng sangat menentukan tingkat penyinaran matahari dan curah hujan yang turun. Pada lereng yang 17
mendapatkan sinar matahari langsung dan lebih intensif cenderung mengalami erosi lebih besar daripada lereng yang tidak mendapatkan penyinaran matahari secara langsung. Pada umumnya curah hujan terjadi di bagian lereng yang mendapatkan angin dan sebagian kecil saja yang terjadi di bagian lereng belakang. C.2
Pola Pengaliran dan Penyimpanan Air Pola pengaliran dan penyimpanan air dalam DAS sangat dipengaruhi oleh
karakteristik tanah, bahan induk (geologi), morfometri DAS dan penggunaan lahan. Karakteristik ini menentukan banyaknya air hujan yang dialirkan atau tertahan, kecepatan aliran, dan waktu tempuh air dari tempat terjauh sampai dengan outlet (waktu konsentrasi) yang berpengaruh pada kejadian banjir, baik banjir yang berbentuk genangan (inundasi) maupun banjir bandang pada DAS tersebut. C.2.1 Tanah Tanah merupakan bahan hasil pelapukan batuan. Karakteristik tanah dan sebaran jenisnya dalam DAS sangat menentukan besarnya infiltrasi limpasan permukaan (overland flow) dan aliran bawah permukaan (subsurface flow). Karakteristik tanah yang penting untuk diketahui antara lain berat isi, tekstur, kedalaman, dan pelapisan tanah (horison). a. Berat isi tanah (BI) Berat isi tanah merupakan ukuran masa per volume tanah (gr/cm), termasuk di dalamnya volume pori-pori tanah. Berat isi tanah bersama dengan tekstur dan bahan organik tanah menentukan besarnya infiltrasi. Semakin tinggi nilai BI, tanah tersebut
18
semakin padat yang berarti semakin sulit meneruskan air. Berat isi tanah dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Rendah : < 0,9 2. Sedang : 0,9 – 1,1 3. Tinggi : > 1,1 b. Tekstur tanah Tekstur merupakan perbandingan komposisi (%) butir-butir penyusun tanah yang terdiri dari fraksi pasir (50μm - 2mm), debu (50 m - 2 m), dan liat (< 2μm). Semakin halus tekstur tanah, semakin tinggi kapasitas infiltrasinya. Kelas tekstur tanah dikategorikan menjadi : 1. Sangat halus : Liat 2. Halus : Liat berpasir, liat, liat berdebu 3. Agak halus : Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu 4. Sedang : Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu 5. Agak kasar : Lempung berpasir 6. Kasar : Pasir, pasir berlempung Persentase kandungan pasir, debu dan liat dari masing-masing kategori kelas tekstur disajikan dalam segitiga tekstur.
19
Gambar 7. Segitiga Tekstur c. Kedalaman Tanah Kedalaman tanah atau solum (cm) merupakan ukuran ketebalan lapisan tanah dari permukaan sampai atas lapisan bahan induk tanah. Pada profil tanah solum tersebut mencakup horison A dan B. Ketebalan solum mempengaruhi kapasitas penyimpanan air, yang secara umum dapat dibedakan menjadi : 1. Sangat dangkal : < 20 cm 2. Dangkal : 20 – 50 cm 3. Sedang : 50 – 75 cm 4. Dalam : > 75 cm
20
d. Horison Tanah Horisonisasi tanah merupakan bentukan lapisan tanah secara vertikal. Horison tanah berbeda dengan lapisan tanah. Bentukan tanah ini merupakan cerminan perkembangan tanah yang dipengaruhi oleh kondisi iklim, topografi, bahan induk, vegetasi, organisme dan waktu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melihat penampang tanah adalah kedalaman horison, baik pada horison atas maupun horison bawah, keberadaan lapisan kedap air, dan permeabilitasnya. Pada jenis tanah tertentu terdapat hambatan perkembangan yang ditandai dengan adanya horison kedap air. Horison ini dapat menyebabkan proses infiltrasi terhambat. C.2.2 Bahan Induk Tanah (Geologi) Tipe bahan induk secara umum akan mempengaruhi bentuk hidrograf aliran, dimana DAS dengan jenis batuan yang kedap air seperti batu lempung (shale) atau granit, akan menghasilkan hidrograf aliran dengan debit puncak yang tinggi dan waktu konsetrasi yang relatif singkat. Sebaliknya DAS dengan jenis batuan porus seperti batu kapur atau gamping akan menghasilkan hidrograf aliran yang lebih landai dengan debit puncak yang rendah dan waktu konsentrasi yang relatif lebih lama. C.2.3 Penutupan Lahan Vegetasi penutup lahan memegang peranan penting dalam proses intersepsi hujan yang jatuh dan transpirasi air yang terabsorpsi oleh akar. Lahan dengan penutupan yang baik memiliki kemampuan meredam energi kinetis hujan, sehingga memperkecil terjadinya erosi percik (splash erosion), memperkecil koefisien aliran
21
sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan air hujan, khususnya pada lahan dengan solum tebal (sponge effect). C.2.4 Morfometri DAS Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan proses pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan gradien kecuraman sungai. a. Luas DAS DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai. Luas daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut pada peta topografi. b. Bentuk DAS Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. c. Jaringan Sungai Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif dari nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu 22
dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi juga semakin besar. d. Kerapatan Aliran Sungai Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total panjang jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat tertampung di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. e. Pola Aliran Pola aliran sungai secara tidak langsung menunjukan karakteristik material bahan induk seperti permeabilitas, struktur geologi dan kemudahannya mengalami erosi. Pola aliran sungai sejajar (parallel) pada umumnya dijumpai pada DAS yang berada pada daerah dengan struktur patahan. f. Gradien Sungai Gradien sungai merupakan perbandingan antara beda elevasi dengan panjang sungai utama. Gradien menunjukkan tingkat kecuraman sungai, semakin besar kecuraman, semakin tinggi kecepatan aliran airnya.
23
C.2.5 Iklim Komponen iklim yang paling berpengaruh terhadap proses hidrologi adalah presipitasi (terutama curah hujan) dan evapotranspirasi. a. Presipitasi Presipitasi merupakan curahan air dari atmosfer ke permukaan bumi. Sumber utama presipitasi di daerah tropis berasal dari curah hujan. Unsur yang penting dalam presipitasi adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam satuan kedalaman curah hujan (mm) dan intensitas curah dinyatakan dalam jumlah hujan per satuan waktu. b. Evapotranspirasi Evapotraspirasi merupakan gabungan dari peristiwa evaporasi dan transpirasi. Evaporasi (penguapan) adalah peristiwa berubahnya airmenjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah serta permukaan air ke udara. Sedangkan peristiwa penguapan dari tanaman disebut transpirasi. Dengan demikian, penguapan air dari permukaan tanah, permukaan air dan tanaman secara bersama-sama disebut evapotranspirasi. Faktor - faktor utama yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi adalah : Faktor - faktor meteorologi : 1. Radiasi matahari 2. Suhu udara dan permukaan 3. Kelembaban 4. Angin 5. Tekanan udara
24
Faktor - faktor geografi : 1. Kualitas air (warna, salinitas dan lain-lain) 2. Jeluk tubuh air 3. Ukuran dan bentuk permukaan air Faktor - faktor lainnya : 1. Kandungan lengas tanah 2. Karakteristik kapiler tanah 3. Jeluk muka air tanah 4. Warna tanah 5. Tipe, kerapatan dan tingginya vegetasi 6. Ketersediaan air (hujan, irigasi dan lain-lain) C.3.
Tanda Ketidakstabilan Lereng Longsor merupakan gejala alami, yakni suatu proses perpindahan massa tanah
atau batuan pembentuk lereng dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk translasi dan/atau rotasi singkat proses terjadinya longsor adalah sebagai berikut : 1. Air meresap ke dalam tanah sehingga menambah bobot tanah 2. Air menembus sampai ke lapisan kedap yang berperan sebagai bidang gelincir, kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya bergerak mengikuti lereng dan keluar dari lereng.
25
Pada umumnya kawasan rawan bencana longsor merupakan kawasan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Kemiringan lereng curam (lebih dari 40%), dan/atau kawasan rawan gempa. 2. Kawasan yang dijumpai banyak alur air dan mata air yang berada di lembahlembah subur dekat sungai. 3. Lereng-lereng pada belokan sungai, sebagai akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.
Gambar 8. Longsor tebing sungai akibat lahan curam dan penggerusan tikungan sungai
26
4. Daerah tekuk lereng, yakni peralihan antara lereng curam dengan lereng landai yang di dalamnya terdapat pemukiman. Lokasi seperti ini merupakan zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih curam. Oleh karena itu daerah tekuk lereng ini sangat sensitif mengalami peningkatan tekanan air pori yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsor. 5. Daerah yang dilalui struktur patahan/sesar yang umumnya terdapat hunian. Dicirikan oleh adanya lembah dengan lereng yang curam (di atas 30%), tersusun dari batuan yang terkekarkan (retakan) secara rapat, dan munculnya mata air di lembah tersebut. Retakan batuan dapat mengakibatkan menurunnya kestabilan lereng, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air hujan meresap ke dalam retakan atau saat terjadi getaran pada lereng. 6. Geologi (jenis batuan, sifat batuan, stratigrafi dan tingkat pelapukan). Jenisjenis batuan/tanah antara lain : a. Tanah tebal dengan tingkat pelapukan sudah lanjut b. Kembang kerut tanah tinggi seperti pada tanah dengan kadar liat tinggi dengan tipe mineral liat 2:1 seperti monmorillonite c. Sedimen berlapis (tanah permeabel berada di atas tanah impermeabel) d. Pelapisan tanah/batuan searah dengan kemiringan lereng e. Tanah pelapukan tebal f. Tingkat kebasahan tinggi (curah hujan tinggi) 27
g. Erosi lateral intensif sehingga menyebabkan terjadinya penggerusan di bagian kaki lereng, akibatnya lereng semakin curam. 7. Morfologi atau bentuk geometri lereng a. Erosi lateral dan erosi mundur (backward erosion) yang intensif menyebabkan terjadinya penggerusan di bagian kaki lereng, akibatnya lereng semakin curam. Semakin curam suatu kemiringan lereng, semakin kecil nilai kestabilannya Patahan yang mengarah keluar lereng 8. Curah hujan a. Daerah dengan curah hujan rata-rata tinggi (di atas 2000 mm/tahun) b. Akibat hujan terjadi peningkatan kadar air tanah, akibatnya menurunkan ketahanan batuan dan menambah beban mekanik tanah c. Curah hujan yang tinggi menyebabkan meningkatnya volume air yang terinfiltrasi sehingga tanah menjadi semakin jenuh dan makin menjenuhi dan menambah beban lapisan tanah di atas bahan gelincir 9. Kegiatan manusia a. Mengganggu kestabilan lereng misalnya dengan memotong lereng b. Melakukan pembangunan tidak mengindahkan tata ruang wilayah/tata ruang desa c. Mengganggu vegetasi penutup lahan sehingga aliran permukaan melimpah, misalnya dengan over cutting, penjarahan atau penebangan tak terkendali, hal ini akan menyebabkan erosi mundur maupun erosi lateral
28
d. Menambah beban mekanik dari luar, misalnya penghijauan atau reboisasi yang sudah terlalu rapat, pohonnya sudah besar-besar di kawasan rawan longsor dan tidak dipanen. D.
Debit Debit (kecepatan aliran) dan sedimen merupakan komponen penting yang
berhubungan dengan permasalahan DAS seperti erosi, sedimentasi, banjir dan longsor. D.1.
Debit sungai Menurut Rahayu et al. (2009), debit merupakan jumlah air yang mengalir di
dalam saluran atau sungai per unit waktu. Metode yang umum diterapkan untuk menetapkan debit sungai adalah metode profil sungai (cross section). Pada metode ini debit merupakan hasil perkalian antara luas penampang vertikal sungai (profil sungai) dengan kecepatan aliran air. D.2
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Debit Sungai Debit air merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan suatu DAS.
Pelestarian hutan juga penting dalam rangka menjaga kestabilan debit air yang ada di DAS, karena hutan merupakan faktor utama dalam hal penyerapan air tanah serta dalam proses evaporasi dan transpirasi. Jika terjadi pendangkalan maka debit air sungai akan ikut berkurang. Selain menjaga pelestarian hutan, yang perlu diperhatikan yaitu tingkah laku manusia terhadap DAS, seperti pembuangan sampah sembarangan. D.2.1. Intensitas Hujan 29
Curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek), atau kemarau panjang (musim hujan pendek). Hal ini yang menyebabkan bertambahnya debit air. D.2.2. Pengundulan Hutan Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada musim kemarau. Sebaliknya hutan yang gundul akan menjadi malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur. D.2.3. Pengalihan Hutan Menjadi Lahan Pertanian Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya dengan penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi. Selain akan meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya kandungan hara dalam air sungai. 30
D.2.4. Intersepsi Proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas permukaan tanah, tertahan beberapa saat, untuk diuapkan kembali (hilang) ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tidak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam penentu faktor debit air, pengelola DAS harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional. D.2.5. Evaporasi dan Transpirasi Evaporasi dan transpirasi merupakan komponen yang dapat menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, karena melalui kedua proses ini dapat membuat air baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari permukan air, tanah dan permukaan daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap air di udara maka akan terjadi hujan, dengan adanya hujan maka debit
air
di
DAS
akan
bertambah
(http://wandycivilengeneering.blogspot.com/2012/10/debit-aliran-air-sungai.html diakses tanggal 28 Maret 2015).
31
juga
E. Aliran Laminer, Aliran Turbulen dan Aliran Transisi E.1. Arus Laminer Arus laminer merupakan aliran yang jarang terjadi pada air dan tidak begitu penting dalam aliran udara, tapi ini terjadi dalam viscosity fluida yang tinggi seperti campuran sedimen dalam air, es, dan lava. Alirannya relatif mempunyai kecepatan rendah dan fluidanya bergerak sejajar (laminae) dan mempunyai batasan – batasan yang berisi aliran fluida. Aliran laminer adalah aliran fluida tanpa arus turbulen (pusaran air). Partikel fluida mengalir atau bergerak dengan bentuk garis lurus dan sejajar. Laminer adalah ciri dari arus yang berkecepatan rendah, dan partikel sedimen dalam zona aliran berpindah dengan menggelinding (rolling) ataupun terangkat (saltation). Dalam aliran laminer ini viskositas berfungsi untuk meredam kecenderungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan.
Gambar 9. Aliran Laminar E.2. Arus Turbulen Arus Turbulen merupakan aliran acak dan mempunyai kecepatan beraneka ragam. Aliran ini terjadi di air dan udara. Aliran ini lebih efisien dalam mengangkut 32
dan menjalankan sedimen karena beranekaragam gradien kecepatannya. Pada arus turbulen, massa air bergerak ke atas, ke bawah, dan secara lateral berhubungan dengan arah arus yang umum, memindahkan massa dan momentum. Dengan gerakan tidak beraturan tersebut, massa atau gumpalan fluida akan mempunyai percepatan menyimpang yang hanya sedikit persentasinya dari kecepatan rata – rata, meskipun begitu arus turbulen bersifat menentukan arus, sebab turbulen menjaga partikel – pertikel dalam suspensi, secara konstan, seperti clay dan slit pada sungai dan pasir pada arus turbidit, atau secara berangsur, seperti pada kebanyakan butir pasir di sungai, pantai dan bukit pasir. Turbulen mentransport partikel – partikel dengan dua cara yaitu dengan penambahan gaya fluida dan penurunan tekanan lokal ketika pusaran turbulen bekerja padanya. Keduanya adalah penyebab terjadinya transportasi pasir sepanjang bawah permukaan. Di alam hampir semua mekanisme transport pasir secara turbulen. Turbulen terutama terjadi di sungai akibat penggerusan sepanjang batas arus air, dan meningkat akibat kekasaran bawah permukaan di sepanjang garis pantai
dan laut penyebabnya adalah ombak, tekanan angin permukaan, dan
penggerusan arus. Besarnya gerakan turbulen bervariasi dari mikro hingga makro, pada sungai dapat dilihat dengan penampakan pusaran yang kompleks atau dengan boil
yang berbenturan dengan permukaan sungai, secara terus menerus.
(http://anggerdumas.wordpress.com/2012/05/27/aliran-laminar-dan-turbulen/).
33
Gambar 10. Aliran Turbulen E.3. Aliran Transisi Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminer ke aliran turbulen. F. Siklus Hidrologi Menurut (Masbah dkk, 2004), siklus hidrologi atau siklus air adalah sebuah konseptual yang menggambarkan penyimpanan dan pergerakan air diantara biosfer, atmosfer, litosfer, dan hidrosfer. Air berpindah dari satu tempat penyimpanan ke tempat penyimpanan yang lain melalui proses – proses evaporasi (konversi dari air ke uap air), transpirasi (evaporasi melalui daun), kondensasi (konversi dari uap ke tetes air hujan), presifitasi (jatuhan hujan atau salju), infiltrasi (masuknya air ke tanah), perlokasi (pergerakan air di dalam tanah) dan run – off ( pergerakan air di atas permukaan tanah).
34
Gambar 11. Siklus/ Daur Hidrologi
G . Parameter Air G.1. Temperatur Menurut (Masbah dkk, 2004), temperatur air bersih maksimum dibolehkan sama dengan temperatur udara. Khususnya untuk perairan, temperatur mempengaruhi kualitas kehidupan akuatik. Temperatur adalah suatu ukuran bagaimana dingin atau panasnya air, dinyatakan dalam derajat celcius (°C). Temperatur merupakan suatu parameter kualitas air yang kritis, karena temperatur secara langsung mempengaruhi jumlah oksigen terlarut yang ada di dalam air, dimana oksigen ini dibutuhkan oleh mikroorganisme yang hidup di dalam air. Temperatur suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (lattitude), ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan
35
suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003). Kenaikan suhu air akan mengakibatkan : 1) jumlah oksigen terlarut dalam air menurun, 2) kecepatan reaksi kimia meningkat, 3) kehidupan ikan dan biota air lainnya terganggu, 4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, akan menyebabkan ikan dan biota air mati (Fardiaz, 1992). Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air sehingga mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan berkisar 20 °C -30°C (Effendi, 2003). G.2. Konduktivitas Konduktivitas atau Daya Hantar Listrik (DHL) adalah kemampuan suatu cairan untuk menghantarkan arus listrik, dan secara tidak langsung untuk mengukur konsentrasi ion. DHL pada air merupakan ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu cairan untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam – garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL bergantung kepada kehadiran ion – ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun relatifnya. Menurut Effendi (2003) diketahui bahwa pengukuran konduktivitas atau DHL berguna dalam hal sebagai berikut : 1. Menetapkan tingkat mineralisasi dan derajat disosiasi dari air destilasi 2. Memperkirakan efek total dari konsentrasi ion 3. Mengevaluasi pengolahan yang cocok dengan kondisi mineral air 36
4. Memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air 5. Menentukan air layak dikonsumsi atau tidak G.3. Kekeruhan Kekeruhan atau turbidity dalam air disebabkan oleh sedimen yang terbentuk dari erosi. Menurut Asdak (2010), proses terjadinya sedimentasi merupakan bagian dari proses erosi tanah. Erosi tanah yang meliputi proses pelepasan butir-butir tanah dan proses pemindahan tanah akan menyebabkan timbulnya bahan endapan atau sedimentasi di tempat lain. Semakin banyak jumlah bahan sedimen yang terangkut menunjukkan makin besar tingkat erosi tanah yang terjadi dalam DAS yang bersangkutan. Keberadaan sedimen di dalam air dapat diketahui dari kekeruhannya. Semakin keruh air berarti semakin tinggi konsentrasi sedimennya. Oleh karena itu konsentrasi sedimen dapat didekati dari hasil pengukuran tingkat kekeruhan air. Timbulnya bahan sedimen adalah sebagai akibat dari erosi tanah yang terjadi. Sedimen merupakan material hasil erosi yang dibawa oleh aliran air sungai dari daerah hulu dan kemudian mengendap di daerah hilir. Proses erosi di hulu meninggalkan dampak hilangnya kesuburan tanah sedangkan pengendapan sedimen di hilir seringkali menimbulkan persoalan seperti pendangkalan sungai dan waduk di daerah hilir. Oleh karena itu besarnya aliran sedimen atau hasil sedimen digunakan sebagai indikator kondisi DAS. Menurut Rahayu et al. (2009), sedimen di sungai dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sedimen melayang (suspended load) dan sedimen merayap (bed load). Sedimen melayang akan dialirkan lebih jauh dibandingkan dengan sedimen merayap. Disamping itu sedimen melayang biasanya 37
juga mengadung partikel-partikel lain seperti zat hara atau bahan lain yang dapat mencemari air. G.3.1 Erosi dan Sedimentasi Erosi dan sedimentasi merupakan dua buah masalah yang saling berkaitan. Erosi tanah yang meliputi proses pelepasan butir-butir tanah dan proses pemindahan tanah akan menyebabkan timbulnya bahan endapan atau sedimentasi di tempat lain. Pada saat permulaan turun hujan, pukulan jatuhnya air hujan merupakan penghasil utama butirbutir yang terlepas dalam proses erosi tanah. Bersama dengan aliran air, butir-butir tanah yang lepas akibat proses erosi akan diangkut masuk ke dalam aliran sungai dan kemudian akan diendapkan pada tempat-tempat tertentu (pada muara sungai dan waduk) berupa pengendapan atau sedimentasi. Banyaknya angkutan bahan endapan tergantung dari besarnya erosi tanah yang terjadi. Semakin banyak jumlah bahan sedimen yang terangkut menunjukkan makin besar tingkat erosi tanah yang terjadi dalam daerah aliran sungai yang bersangkutan. Karena erosi dan sedimentasi merupakan suatu hal yang saling memiliki keterkaitan, maka di bawah ini akan dibahas kedua masalah tersebut.
38
G.3.2 Proses Terjadinya Erosi
Gambar 12. Tipe - tipe erosi dan tanah longsor Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2001). Menurut Frevert et al. (1950), mengartikan erosi tanah sebagai proses hilangnya lapisan tanah yang jauh lebih cepat dari proses kehilangan tanah pada peristiwa erosi geologi. Proses erosi dapat menyebabkan merosotnya produktivitas tanah, daya dukung tanah untuk produksi pertanian dan kualitas lingkungan hidup. Di daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia dengan rata-rata curah hujan melebihi 1500 mm per tahun, maka air merupakan penyebab utama terjadinya erosi.
39
Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap, yaitu : 1. Pemecahan bongkah-bongkah agregat tanah ke dalam bentuk butir-butir kecil atau partikel tanah 2. Pemindahan atau pengangkutan butir-butir yang kecil tersebut 3. Pengendapan butir-butir atau partikel tersebut di tempat yang lebih rendah, di dasar sungai atau waduk. Sebagai negara yang memiliki iklim tropis basah, maka dalam hal ini proses erosi tanah lebih banyak disebabkan oleh air akibat hujan yang turun di permukaan tanah. Berdasarkan proses terjadinya, erosi tanah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Erosi Normal Erosi normal disebut sebagai erosi geologi atau erosi alami yaitu proses erosi tanah akibat pelapukan batuan atau bahan induk tanah secara geologi dan alamiah. Batuan padat atau bahan induk tanah akan menjadi lapuk oleh cuaca menjadi bagianbagian besar dan kecil. Selanjutnya secara fisik (mekanik), biologi (aktifitas organik), dan kimia, batuan tersebut akan terurai dan terjadi retakan-retakan. Pada saat terjadi hujan, air akan masuk ke dalam retakan-retakan batuan dan lama-kelamaan batuan akan pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Proses tersebut terjadi dengan laju yang relatif lambat dan berlangsung dalam waktu yang lama. Perubahan bentuk pada erosi normal merupakan proses keseimbangan alam, artinya kecepatan kerusakan tanah masih sama atau lebih kecil dari kecepatan proses pembentukan tanah.
40
b. Erosi Dipercepat Proses erosi dipercepat merupakan pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah akibat dari kegiatan manusia dalam mengelola tanah untuk meningkatkan produktivitas tanah yang menyebabkan terjadinya pemecahan agregatagregat tanah, meliputi pengangkatan dan pemindahan tanah pada saat pengolahan tanah. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya laju erosi tanah yang disebut erosi dipercepat, artinya kecepatan kerusakan tanah sudah lebih besar atau melebihi kecepatan proses pembentukan tanah.
G.3.3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Erosi Menurut Hudson (1986), ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya proses erosi, yaitu faktor penyebab terjadinya erosi yang dinyatakan dalam erosivitas dan faktor tanah yang dinyatakan dalam erodibilitas. a. Erosivitas Erosivitas adalah sifat curah hujan. Hujan dengan intensitas yang rendah jarang menyebabkan erosi, tetapi hujan yang lebat dengan periode yang pendek atau panjang dapat menyebabkan adanya limpasan permukaan yang besar dan kehilangan tanah. Sifatsifat curah hujan yang mempengaruhi erosi adalah besarnya butir-butir hujan, dan kecepatan tumbukannya. Faktor erosivitas terdiri dari : 1. Faktor yang menentukan energi , yaitu erosivitas hujan (R). 2. Faktor yang mempengaruhi besarnya energi yaitu kemiringan permukaan tanah dan lereng (LS).
41
b. Erodibilitas Erodibilitas adalah ketidaksanggupan tanah untuk menahan tumbukan butir - butir hujan. Tanah yang mempunyai erodibilitas yang tinggi akan tererosi lebih cepat dibandingkan dengan tanah yang mempunyai erosibilitas yang rendah, dengan intensitas hujan yang sama. Sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sangat berpengaruh terhadap besarnya erodibilitas. Faktor erodibilitas tanah terdiri dari : 1. Sifat ketahanan tanah 2. Faktor pengelolaan tanaman 3. Faktor konservasi tanah atau pengelolaan tanah Menurut Rahayu et al. (2009), faktor utama yang mempengaruhi erosi adalah curah hujan, sifat – sifat tanah, lereng, vegetasi dan pengelolaan tanah. a. Curah hujan Sifat curah hujan yang paling berpengaruh terhadap erosi adalah intensitasnya. Meningkatnya intensitas curah hujan, mengakibatkan semakin tingginya erosi. Intensitas curah hujan yang tinggi akan mempercepat proses penghancuran dan pengangkutan agregat tanah. Hancurnya agregat tanah tersebut menyumbat pori – pori tanah yang menyebabkan air tidak dapat meresap ke dalam tanah, sehingga berdampat pada menigkatnya limpasan permukaan. Proses penghancuran tanah (soil detachment) oleh curah hujan ditentukan oleh energi kinetik yang dimiliki curah hujan tersebut. Semakin deras intensitas curah hujan, semakin tinggi pula daya penghancurnya. 42
b.
Sifat Tanah Sifat – sifat tanah yang perlu diperhatikan adalah sifat tanah yang
mempengaruhi kepekaan terhadap erosi yaitu tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, kapasitas infiltrasi, permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik. Secara umum hubungan antara sifat tanah dengan erosi adalah sebagai berikut ; 1. Tanah bertekstur pasir tidak peka terhadap erosi karena memiliki ukuran partikel yang besar sehingga daya angkut aliran (erodibilitas) menjadi lebih kecil, sedangkan tanah dengan ukuran partikel lebih halus (lempung dan debu) sangat mudah terangkut oleh aliran permukaan, apalagi jika kecepatan aliran permukaan tinggi. Dengan demikian ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap proses pengangkutan sedimen. 2. Tanah berstruktur mantap dengan bentuk struktur membulat (granuler, remah, gumpal membulat) lebih tahan terhadap erosi karena mampu menyerap air lebih banyak dan mengurangi limpasan permukaan. 3. Tanah dengan kapasitas infiltrasi tinggimemiliki kepekaan terhadaperosi yang lebih rendah dari pada tanah dengan kapasitas infiltrasi rendah. 4. Tanah yang kaya bahan organik lebih tahan terhadap erosi karena bahan organik tersebut mempengaruhi tingkat kemantapan agregat. c. Lereng Besarnya erosi dipengaruhi oleh lereng. Semakin curam dan panjang suatu lereng, maka erosi akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena kecepatan aliran
43
permukaan semakin meningkat, yang selanjutnya meningkatkan daya agkutnya terhadap partikel tanah yang telah hancur. d. Vegetasi Vegetasi menghalangi curah hujan yang jatuh, sehingga air hujan tidak jatuh langsung di permukaan tanah, akibatnya daya penghancur air hujan berkurang. Vegetasi juga dapat berfungsi untuk menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air terinfiltrasi. Penggunaan lahan yang paling efektif untuk mengurangi erosi adalah hutan namun rumput – rumputan yang tumbuh rapat dan dapat berfungsi sama efektifnya. e. Pengelolaan Tanah Manusia merupakan faktor penyebab utama terjadinya erosi. Kegiatan alih fungsi guna lahan hutan menjadi lahan pertanian, kegiatan pembangunan infrastruktur jalan atau pembangunan pemukiman tanpa mengindahkan kaidah konservasi mempercepat terjadinya degradasi lingkunan akibat erosi. G.3.4 Proses Sedimentasi Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya yang mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, saluran air, sungai, dan waduk ( Asdak, 2010). Sedangkan sedimentasi adalah proses mengendapnya material fragmental oleh air sebagai akibat dari adanya erosi Proses sedimentasi yaitu proses terkumpulnya butir-butir tanah yang terjadi karena kecepatan aliran air yang mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan (settling velocity). Proses sedimentasi dapat terjadi pada 44
lahan-lahan pertanian maupun di sepanjang dasar sungai, dasar waduk, muara, dan sebagainya. Sebagai akibat dari adanya erosi, sedimentasi memberikan beberapa dampak, misalnya di sungai. Pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar sungai, kemudian mengakibatkan tingginya muka air sehingga berakibat sering terjadi banjir. Berdasarkan proses terjadinya erosi tanah dan proses sedimentasi, maka proses terjadinya sedimentasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu : a. Proses sedimentasi secara geologis Proses erosi tanah dan sedimentasi yang berjalan secara normal atau berlangsung secara geologi, artinya proses pengendapan yang berlangsung masih dalam batas-batas yang diperkenankan atau dalam keseimbangan alam dari proses degradasi dan agradasi pada perataan kulit bumi akibat pelapukan. b. Proses sedimentasi dipercepat Proses terjadinya sedimentasi yang menyimpang dari proses secara geologi dan berlangsung dalam waktu yang cepat, bersifat merusak atau merugikan dan dapat mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian tersebut biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengolah tanah. Cara mengolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah dan sedimentasi yang tinggi.
45
G.3.5 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Sedimentasi Proses terjadinya sedimentasi merupakan bagian dari proses erosi tanah. Timbulnya bahan sedimen adalah sebagai akibat dari erosi tanah yang terjadi. Proses erosi dan sedimentasi di Indonesia yang lebih berperan adalah faktor air, sedangkan faktor angin relatif kecil. Faktor - faktor yang mempengaruhi sedimentasi yaitu : 1. Iklim 2.
Tanah
3. Topografi 4. Tanaman 5. Berbagai macam penggunaan lahan 6. Kegiatan manusia 7. Karakteristik hidrolika sungai 8. Karakteristik penampung sedimen, check dam, dan waduk 9.
Kegiatan gunung berapi
G.3.6 Mekanisme Pengangkutan Sedimen Mekanisme pengangkutan butir-butir tanah yang dibawa dalam air yang mengalir dapat digolongkan menjadi beberapa bagian sebagai berikut : a. Wash Load Movement Butir - butir tanah yang sangat halus berupa lumpur yang bergerak bersama sama dalam aliran air, konsentrasi sedimen merata di semua bagian pengaliran. Bahan wash load berasal dari pelapukan lapisan permukaan tanah yang menjadi lepas berupa 46
debu-debu halus selama musim kering. Debu halus ini selanjutnya dibawa masuk ke saluran atau sungai baik oleh angin maupun oleh air hujan yang turun pertama pada musim hujan, sehingga jumlah sedimen pada awal musim hujan lebih banyak dibandingkan dengan keadaan yang lain. b. Suspended Load Movement Butir - butir tanah bergerak melayang dalam aliran air. Gerakan butir-butir tanah ini terus menerus dikompresir oleh gerak turbulensi aliran sehingga butir-butir tanah bergerak melayang di atas saluran. Bahan suspended load terjadi dari pasir halus yang bergerak akibat pengaruh turbulensi aliran, debit, dan kecepatan aliran. Semakin besar debit, maka semakin besar pula angkutan suspended load. c. Saltation Load Movement Butir - butir tanah bergerak dalam aliran air antara pergerakan suspended load dan bed load. Butir-butir tanah bergerak secara terus menerus meloncat-loncat (skip) dan melambung (bounce) sepanjang saluran tanpa menyentuh dasar saluran. Bahanbahan saltation load terdiri dari pasir halus sampai dengan pasir kasar. d. Bed Load Movement Butir - butir tanah berupa pasir kasar (coarse sand) yang bergerak secara menggelinding (rolling), mendorong dan menggeser (pushing and sliding) terus menerus pada dasar aliran yang pergerakannya dipengaruhi oleh adanya gaya seret (drag force) aliran yang bekerja di atas butir-butir tanah yang bergerak. Kekeruhan diukur dengan memasukkan cahaya ke dalam air, apabila di dalam cairan tersebut terdapat banyak unsur atau butir padat yang tidak terlarut maka akan 47
membuat cahaya tersebut berhamburan atau mengurangi jumlah cahaya yang diteruskan. Kekeruhan dinyatakan dalam Nephelometric Turbidity Unit (NTU) dan mg/L SiO . E.4. Total Solid Total solid atau zat padat yang tinggi dapat mengandung mikroorganisme, zat organik, dan dapat mengakibatkan kerak pada proses industri. Total padatan yang terlarut atau Total Dissolved Solids (TDS) adalah suatu ukuran jumlah partikel padat yang terlarut di dalam suatu cairan. TDS adalah suatu indikator permasalahan sumber polusi air yang berhubungan dengan berbagai praktik penggunaan tanah atau daratan. Pengukuran TDS diperoleh dengan menggunakan conductivity meter dan dinyatakan dalam mg/L. E.5. pH Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH < 6,5 maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH > 7,5 maka bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik yang sensitif terhadap perubahan pH (Wardhana, 2004). F. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai Menurut (Hadi, 2005), langkah awal dalam menentukan lokasi pengambilan sampel air sungai adalah mengetahui geografi sungai dan aktivitas di sekitar DAS. Pada umumnya lokasi pengambilan sampel meliputi :
48
a. Dearah hulu atau sumber air alamiah, yaitu lokasi yang belum tercemar. Lokasi itu berperan untuk identifikasi kondisi asal atau base line sistem tata air. b. Daerah pemanfaatan air sungai, yaitu lokasi dimana air sungai dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, air untuk rekreasi, industri, perikanan, pertanian, dan lain – lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas air sebelum dipengaruhi oleh suatu aktivitas. c. Daerah yang potensial terkontaminasi, yaitu lokasi yang mengalami perubahan kualitas air oleh aktivitas industri, pertanian, domestik, dan sebagainya. Lokasi tersebut dipilih untuk mengetahui hubungan antara pengaruh aktivitas tersebut dan penurunan kualitas air sungai. d. Daerah pertemuan dua sungai atau lokasi masuknya anak sungai. Lokasi tersebut dipilih apabila terdapat aktivitas yang mempunyai pengaruh terhadap penurunan kualitas air sungai. e. Daerah hilir atau muara, yaitu daerah pasang surut yang merupakan pertemuan antara air sungai dan air laut. Tujuannya untuk mengetahui kualitas air sungai secara keseluruhan. Apabila data hasil pengujian di daerah hilir dibandingkan dengan data untuk daerah hulu, evaluasi tersebut dapat menjadi bahan kebijakan pengelolaan air sungai secara terpadu. Khusus untuk pertemuan dua sungai atau masuknya anak sungai, lokasi pengambilan sampel adalah di daerah dimana air kedua sungai itu diperkirakan telah bercampur secara sempurna. Untuk mengetahuinya, perlu dilakukan uji homogenitas 49
air sungai. Uji homogenitas dilakukan dengan mengambil beberapa sampel di sepanjang lebar sungai dan pada kedalaman tertentu. Parameter ujinya antara lain suhu, pH, dan Daya Hantar Listrik (DHL). Apabila hasil pengujian parameter di beberapa titik tersebut tidak berbeda jauh, yaitu kurang dari 10 % dapat disimpulkan bahwa telah terjadi percampuran sempurna di antara dua air sungai itu. G. Polutan Air Polutan adalah suatu zat yang menjadi sebab pencemaran terhadap lingkungan. Polutan disebut juga sebagai zat pencemar. Suatu zat atau bahan dapat disebut sebagai zat pencemar atau polutan apabila zat atau bahan tersebut mengalami hal - hal sebagai berikut : 1. Jumlahnya melebihi jumlah normal/ambang batas 2. Berada pada tempat yang tidak semestinya 3. Berada pada waktu yang tidak tepat Air adalah zat yang sangat penting karena sangat diperlukan oleh makhluk hidup baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Keadaan air yang berpengaruh terhadap makhluk adalah suhu, kadar garam (salinitas), dan tingkat keasaman (pH) air. Kualitas air yang terganggu dapat dilihat atau ditandai dengan adanya perubahan bau (menyengat), rasa (asam), dan warnanya ( hitam pekat). Zat - zat pencemar (polutan) yang berada di air antara lain : 1. Logam berat dan senyawa kimia dari limbah pabrik yang dibuang ke sungai, kolam, dan perairan lainnya
50
2. Detergen, kaleng, plastik, sisa-sisa makanan, dan sebagainya dari limbah rumah tangga atau limbah domestik 3. Pestisida, pupuk buatan, dan sisa sampah pertanian dan kegiatan pertanian 4. Lumpur-lumpur hasil erosi dan tanah longsor 5. Zat asam dari hujan asam 6. Tumpahan minyak Macam - macam polutan berdasarkan sifatnya, dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : 1. Polutan biodegredable adalah polutan yang dapat diuraikan oleh proses alam. Contohnya kayu, kertas, bahan, sisa makanan, sampah, dedaunan, dan lain lain 2. Polutan non biodegredable adalah polutan yang tidak dapat diuraikan oleh proses alam sehingga akan tetap berada pada lingkungan tersebut untuk jangka waktu yang sangat lama. Contohya gelas, kaleng, pestisida, residu radioaktif, dan logam toksik Berdasarkan wujudnya, polutan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1. Polutan padat, misalnya kertas, kaleng, besi, logam, plastik, dan lain-lain 2. Polutan cair, misalnya tumpahan minyak, pestisida, detergen, dan sebagainya 3. Polutan gas, misalnya CFC, karbon dioksida, karbon monoksida, metana, dan lain-lain.
(http://klikbelajar.com/pengetahuan-alam/macam-macam-polutan/
diakses pada tanggal 15 April 2015).
51
H. Kualitas Air Posisi sungai yang berada paling rendah dalam lanskap bumi menjadikan kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah sekitar sungai/daerah tangkapan airnya. Kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang ada di dalamnya (Wiwoho, 2005). Kualitas air sungai merupakan kondisi kualitatif yang diukur berdasarkan parameter tertentu. Perubahan kondisi kualitas air pada aliran sungai merupakan dampak buangan dari penggunaan lahan yang ada (Tafangenyasha dan Dzinomwa, 2005). Daerah hulu dengan pola pemanfaatan lahan yang relatif seragam, mempunyai kualitas air yang lebih baik dari daerah hilir dengan pola penggunaan lahan yang beragam. Semakin kecil tutupan hutan dalam sub DAS serta semakin beragamnya jenis penggunaan lahan dalam sub DAS menyebabkan kondisi kualitas air sungai semakin buruk, terutama akibat adanya aktivitas pertanian dan permukiman (Supangat, 2008). Kualitas air sungai dapat dinyatakan dengan parameter yang menggambarkan kualitas air tersebut dengan metode tertentu sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Parameter tersebut meliputi parameter fisika, kimia dan biologi (Asdak, 2010). I. Kriteria Baku Mutu Air Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) kelas dimana pembagian kelas ini didasarkan pada tingkatan
52
baiknya mutu air dan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukkan (designated beneficial water uses). Klasifikasi mutu air tersebut yaitu : 1. Kelas satu : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut 2. Kelas dua : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut 3. Kelas tiga : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut. 4. Kelas empat : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi tanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.
53
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2015. Untuk uji temperatur secara langsung dilakukan di Sungai Pohara pada saat pengambilan sampel sedangkan untuk uji konduktivitas, kekeruhan, TDS dan pH dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik UPT Lab. Terpadu Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari. B. Alat dan Bahan Penelitian yang Digunakan B.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe. B.2. Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Alat Penelitian No.
Nama Alat
Kegunaan
1.
Termometer
Untuk mengukur suhu air
2.
Global Positioning System (GPS)
Untuk menentukan posisi pengambilan sampel air
3.
Turbidimeter Helligemetri
Untuk mengukur kekeruhan air
54
No.
Nama Alat
Kegunaan
4.
Botol akuades
Untuk wadah sampel
5.
Alat Tulis
Untuk mencatat hasil pengamatan
6.
Elektroda pH
Untuk mengukur pH air
7.
Conductivity meter
Untuk mengukur konduktivitas air
8.
Desikator
Untuk mendinginkan sampel pada uji TDS
9.
Oven
Untuk memanaskan sampel pada uji TDS
10.
Cawan Analitik
dan
Neraca Untuk menyimpan dan menimbang sampel pada uji TDS
C. Prosedur Penelitian C.1. Penentuan Pengambilan Sampel Air Sungai Penentuan titik pengambilan sampel air dilakukan di tiga titik Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara dengan mempertimbangkan kemudahan akses, biaya dan
55
waktu sehingga ditentukan titik – titik yang dianggap mewakili kualitas air Sungai Pohara dengan metode pengambilan sampel pada permukaan, tengah, dan dasar sungai. Lokasi pengambilan sampel air Sungai Pohara di tiga titik yang melintasi Desa Pohara masing – masing berada pada koordinat 03°58’56,6” LS dan 122°23’42,0”BT,
03°58’57,9”LS
dan
122°23’41,3”BT,
03°59’12,9”LS
dan
122°23’40,6”BT.
Gambar 13. Lokasi Pengambilan Sampel C.2. Uji Temperatur Uji temperatur air dilakukan secara langsung di permukaan sungai dengan mencelupkan termometer dalam air lalu dibiarkan 2 – 5 menit sampai skala suhu pada termometer menunjukkan angka yang stabil kemudian dibaca dan dicatat skalanya. 56
C.3. Uji Kekeruhan Uji kekeruhan dilakukan dengan menggunakan metode Helligemetri. Langkah pertama menyiapkan alat turbidimeter Hellige. Sampel air dimasukkan ke dalam tabung baca sampai garis batas dan diletakkan di tempat yang tersedia pada alat Turbidimeter Hellige kemudian dinyalakan alat turbidimeternya dengan segera menyeimbangkan intensitas cahaya pada lingkaran tengah dengan lingkaran di sekelilingnya, dengan jalan memutar tombol yang tersedia dan selanjutnya dicatat skala yang ditunjukkan pada alat. C.4. Uji Konduktivitas Uji konduktivitas air dilakukan dengan menggunakan Conductivity Meter. Sampel air dimasukkan ke dalam sebuah wadah penyimpan sampel, kemudian alat tersebut dicelupkan ke dalam wadah, sehingga terbaca nilai konduktivitas sampel. C.5. Uji TDS Uji TDS air dilakukan dengan dua tahap sebagai berikut : 1. Penimbangan cawan kosong dikerjakan dengan urutan ; a. Cawan kosong dipanaskan dalam tanur pada suhu 550° ± 50 ° C selama 1 jam. Cawan kosong tersebut dibiarkan di dalam tanur hingga hampir dingin. b. Cawan tersebut diambil dan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang dengan neraca analitik.
57
c. Cawan kosong dipanaskan kembali dalam oven pada suhu 103° 105°C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali dengan neraca analitik. Langkah ini dilakukan berulang hingga diperoleh berat tetap. 2. Penyaringan sampel dilakukan dengan urutan ; a. Kertas saring disiapkan pada alat penyaring b. Sampel disaring sebanyak 250 mL dan filtratnya diambil sebanyak 100 mL kemudian dituangkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan banyaknya sampel yang diambil disesuaikan dengan kadar TDS di dalam sampel uji sehingga berat TDS yang diperoleh antara 2, 5 mg – 200 mg, lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 103°-105°C selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Cawan berisi TDS tersebut ditimbang dengan neraca analitik. Langkah pengeringan cawan yang berisi TDS tersebut dilakukan hingga diperoleh berat tetap. Rumus yang digunakan dalam perhitungan TDS adalah ; Mg/L TDS =
(
)
Dengan penjelasan ; A = Berat cawan berisi TDS dalam mg B = Berat cawan kosong dalam mg
58
C.7. Uji pH Uji pH air dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan air suling sebanyak tiga kali dan dikeringkan dengan tisu, kemudian elektroda direndam ke dalam sampel selama ± 1 menit lalu dikeringkan kembali dengan tisu. Tahap selanjutnya mengganti sampel dan merendam elektroda ke dalam sampel sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap.
59
D. Skema Penelitian Prosedur penelitian secara keselurahan dapat dilihat pada bagan alir berikut ini:
Pengukuran in situ (Lapangan) : Temperatur
Sungai Pohara
Pengukuran ex situ (Laboratorium) : TDS, Kekeruhan, Konduktivitas, dan pH
Pengambilan Sampel Air
Analisis Kualitas Air Sungai Pohara Berdasarkan Parameter Fisik : Temperatur, Konduktivitas, TDS, Kekeruhan dan pH
Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Pohara
Kesimpulan
Gambar 14. Diagram Alir Prosedur Penelitian
60
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas air merupakan kondisi air yang menunjukkan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan parameter yang menggambarkan kondisi air tersebut. Sungai Pohara merupakan salah satu sungai yang belum ditentukan peruntukannya sesuai kelas sungai. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, apabila baku mutu air pada sumber air belum atau tidak ditetapkan maka berlaku kriteria mutu air Kelas II, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Data kualitas air didapatkan dengan melakukan pengambilan sampel dan analisis di laboratorium yang dilakukan pada bulan Maret – Mei 2015 yang akan diuraikan sebagai berikut : A. Analisis Temperatur Air Hasil pengukuran dan pengamatan temperatur air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe di lokasi penelitian dari titik 1 sampai titik 3 adalah sebagai berikut.
61
Tabel 2. Hasil Analisis parameter temperatur air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada bulan Maret 2015. No
Lokasi Temperatur Kriteria Mutu Air Kelas Pengambilan (°C) (Menkes RI Tahun Titik Sampel 2002 dan Air PP No. 82 Tahun 2001 ) I II III IV
1
1
25
2
2
25
3
3
25
Dev 3
Dev Dev 3 3
Keterangan
Dev Deviasi 5 temperatur dari keadaan alamiahnya. Memenuhi kelas I Memenuhi kelas I Memenuhi kelas I
Hasil pengukuran temperatur air sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe dari titik 1 sampai dengan titik 3 menunjukkan temperatur air dengan kisaran nilai sebesar 25 °C. Kisaran nilai yang sama di tiga titik pengambilan sampel dimungkinkan dipengaruhi oleh teknik pengukuran temperatur yang hanya diambil di permukaan sungai saja. Tinggi rendah temperatur air sungai dipengaruhi oleh temperatur udara di sekitarnya. Disamping itu intensitas paparan sinar matahari yang masuk ke badan air serta kerapatan vegetasi di sekitar bantaran air juga akan mempengaruhi suhu air sungai. Intensitas sinar matahari dipengaruhi oleh penutupan awan, musim, serta waktu dalam hari. Semakin banyak intensitas sinar matahari yang mengenai badan air maka akan membuat suhu air sungai semakin tinggi. Begitu pula semakin banyak dan semakin rapat vegetasi di
62
sekitar bantaran air maka akan membuat temperatur udara sekitar menjadi lebih rendah sehingga temperatur air sungai juga semakin rendah. Pada tiga titik pengambilan sampel, temperatur air dengan kisaran optimum 25°C. Pengukuran suhu dari mulai titik 1 sampai dengan titik 3 dilakukan pada siang hari pukul 10.00 – 11.30 WITA. Pada saat pengukuran suhu, cuaca terik dan keadaan langit cerah berawan. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan temperatur dalam perairan tersebut jika dibandingkan dengan suhu standar pada baku mutu air minum yang disyaratkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 dan yang terdapat dalam ketetapan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 907 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi temperatur diperairan Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada tiga titik pengambilan sampel masih memenuhi baku mutu air kelas I, dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum. B. Analisis Konduktivitas Air Hasil pengukuran dan pengamatan konduktivitas air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe di lokasi penelitian dari titik 1 sampai titik 3 adalah sebagai berikut.
63
Tabel 3. Hasil melintasi Desa Pohara 2015. No Lokasi Pengambilan Titik Sampel Air
Analisis parameter konduktivitas air Sungai Pohara yang Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada bulan Maret Konduktivitas Kriteria Mutu Air (µs) Kelas (Menkes RI Tahun 2002 dan PP No. 82 Tahun 2001) I II III IV
Keterangan
Nilai konduktivitas listrik tidak ditetapkan dalam permenkes RI karena pengukuran nilai konduktivitas listrik hanya tergantung pada jumlah padatan yang terdapat di dalam air. Memenuhi kelas I Memenuhi kelas I Memenuhi kelas I
1
1
54,8
2
2
51,7
3
3
51,2
- -
-
<17502250
Konduktivitas atau DHL air juga sangat erat kaitannya dengan nilai salinitas suatu perairan. Menurut Effendi (2003), diketahui bahwa pengukuran konduktivitas atau DHL air berguna dalam menetapkan tingkat mineralisasi dan derajat disosiasi dari air destilasi, memperkirakan efek total dari konsentrasi ion, mengevaluasi
64
pengolahan yang cocok dengan kondisi mineral air, memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air dan mementukan air layak dikonsumsi atau tidak. Hasil pengukuran konduktivitas atau DHL air Sungai Pohara dari titik 1 sampai titik 3 yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe menunjukkan hasil uji dengan kisaran 54,8 µs, 51,7 µs, 51,2 µs. Nilai konduktivitas listrik tidak ditetapkan dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia karena pengukuran nilai konduktivitas listrik hanya terkandung pada jumlah padatan yang terdapat di dalam air. C. Analisis Kekeruhan Air Hasil pengukuran dan pengamatan kekeruhan air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe di lokasi penelitian dari titik 1 sampai titik 3 adalah sebagai berikut. Tabel 4. Hasil Analisis parameter kekeruhan air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada bulan Maret 2015. No Lokasi Kekeruhan Pengambilan (NTU) Titik Sampel Air
Kriteria Mutu Air Kelas (Menkes RI Tahun 2002 dan PP No. 82 Tahun 2001) I II III IV
Keterangan
1
1
84,2
<5 <25 >25 >25
2
2
86,2
3
3
83,5
Memenuhi kelas III dan IV Memenuhi kelas III dan IV Memenuhi kelas III dan IV
65
Hasil pengukuran parameter kekeruhan air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe dari titik 1 sampai titik 3 menunjukkan kisaran 84,2 NTU, 86,2 NTU, 83,5 NTU. Dari hasil pengukuran parameter kekeruhan air apabila di verifikasi dengan standar pada baku mutu air minum yang disyaratkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 dan yang terdapat dalam ketetapan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 907 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi kekeruhan diperairan Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada tiga titik pengambilan sampel hanya memenuhi baku mutu air kelas III dan IV, dengan peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan air untuk mengairi tanaman. Tingginya tingkat kekeruhan air di masing – masing titik pengambilan sampel pada Sungai Pohara yan melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe air disebabkan oleh erosi tanah yang meningkat. Erosi tanah yang dipengaruhi oleh pergerakan air dan angin ini kemudian yang menyebabkan timbulnya bahan endapan atau sedimentasi, sehingga sangat mempengaruhi keruhnya air sungai. Sungai Pohara termasuk sungai yang masuk pada kategori erosi tanah dengaan proses terjadinya merupakan erosi dipercepat. Hal ini dapat ditandai pada kerusakan tanah di sekitar sungai yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengelola tanah tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan yakni dengan kegiatan alih fungsi lahan yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Salah satu alih fungsi 66
lahan yang dilakukan masyarakat dapat diketahui dengan adanya lokasi perkebunan kelapa sawit yang tidak jauh jaraknya dari lokasi pengambilan sampel. Hal ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan sedimentasi di sungai. Selain itu kekeruhan air Sungai Pohara juga disebabkan dari limbah rumah tangga berupa kaleng – kaleng, plastik – plastik, sisa – sisa makanan, dan sampah – sampah pertanian. Kondisi air Sungai Pohara pada saat pengambilan sampel sangat keruh dengan cuaca cerah berawan tetapi beberapa hari sebelum pengambilan sampel, intensitas hujan meningkat. Sehingga dimungkinkan terjadi peningkatan erosi dan berakibat pada peningkatan keruhnya air dibandingkan pada saat aliran normal (kemarau). Sungai Pohara merupakan salah satu sungai yang berada di hilir DAS Konaweha, memiliki kecepatan rata – rata (V) 0,339 m/det, luas rata – rata (A) 23,680 m dengan debit rata – rata (Q) 8,027 m /det (BWSS IV, 2014). Sungai Pohara berdasarkan sifat tanahnya, terdiri dari liat, pasir, kerikil, lempung dan pasir
berlempung (Nafsal, 2008). Sifat tanah seperti lempung dan pasir berlempung termasuk kategori tanah dengan ukuran partikel halus sehingga mudah terangkut oleh aliran permukaan, apalagi jika kecepatan aliran permukaan tinggi. Dengan demikian ukuran partikel tanah juga berpengaruh terhadap proses pengangkutan sedimen yang mempengaruhi keruhnya air sungai Pohara. Kondisi vegetasi di sekitaran Sungai Pohara mengalami penurunan karena masyarakat setempat telah banyak melakukan alih fungsi lahan hutan menjadi kawasan permukiman, pertanian, perkebunan. Hal ini
67
juga turut mempengaruhi meningkatnya erosi di Sungai Pohara karena kurangnya penghalang curah hujan, sehingga air hujan langsung jatuh di permukaan sungai. Kekeruhan juga berkolerasi positif dengan kandungan padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi merupakan padatan yang dapat menyebabkan kekeruhan dalam air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung ( Fardiaz, 1992). Menurut Casali et al. (2010), bahwa sedimen dalam air limpasan yang berasal dari lahan hutan sangat dipengaruhi oleh aktivitas penebangan, dimana pada saat penebangan jumlah sedimen dalam air mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 dan yang terdapat dalam ketetapan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 907 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air, mestinya standar kualitas air untuk parameter kekeruhan apabila digunakan sebagai air minum maksimal 5 NTU sedangkan hasil penelitian menunjukkan nilai kekeruhan air melebihi ambang batas. Dengan demikian perairan Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara tidak memenuhi standar kelas I dalam hal ini tidak layak jika digunakan sebagai air minum. D. Analisis TDS Air Hasil pengukuran dan pengamatan TDS air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe di lokasi penelitian dari titik 1 sampai titik 3 adalah sebagai berikut.
68
Tabel 5. Hasil Analisis parameter kekeruhan air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada bulan Maret 2015. No Lokasi TDS Kriteria Mutu Air Kelas Keterangan Pengambilan (mg/L) (Menkes RI Tahun 2002 dan Titik Sampel PP No. 82 Tahun 2001) Air I II III IV 1
1
188
<1000 <1500 <2000 1000- Memenuhi 2000 kelas I
2
2
214
3
3
216
Memenuhi kelas I Memenuhi kelas I
Hasil pengukuran padatan terlarut air Sungai Pohara dari titik 1 sampai titik 3 menunjukkan parameter TDS yang melintasi Desa Pohara berkisar 188 – 216 mg/L. Parameter TDS tersebut masih berada dalam ambang batas baku mutu air untuk kelas I menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 dan yang terdapat dalam ketetapan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 907 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air yang mensyaratkan bahwa padatan terlarut dalam air < 1000 mg/L, sehingga dapat digunakan untuk air minum. Pengukuran TDS dilakukan pada bulan Maret dengan kondisi cuaca cerah berawan. Tinggi rendahnya nilai TDS disebabkan oleh banyaknya tumpukkan atau jumlah padatan terlarut berupa lumpur yang bergerak bersama – sama dalam aliran air, butir – butir tanah yang dikompresir oleh gerak turbulensi aliran sehingga bergerak melayang di sungai, ada juga pasir – pasir halus yang diakibatkan oleh pengaruh turbulensi aliran, debit, dan kecepatan aliran sungai. selain itu jumlah TDS
69
dari hasil penngukuran yang dilakukan dimungkinkan juga berasal dari limbah masyarakat setempat. F. Analisis pH Air Hasil pengukuran dan pengamatan pH air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe di lokasi penelitian dari titik 1 sampai titik 3 adalah sebagai berikut. Tabel 6. Hasil Analisis parameter kekeruhan air Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe pada bulan Maret 2015. No Lokasi pH (‰) Kriteria Mutu Air Kelas Keterangan Pengambilan (Menkes RI Tahun 2002 Titik Sampel dan PP No. 82 Tahun Air 2001) I II III IV 1
1
8,38
2
2
8,23
3
3
8,03
6-9
6-9
6-9
5-9
Memenuhi kelas I Memenuhi kelas I Memenuhi kelas I
Hasil pengukuran pH air Sungai Pohara yang melintasi Desa
Pohara
menunjukkan pH air dari titik 1 sampai titik 3 dengan kisaran nilai 8,03 – 8,38 ‰. Parameter derajat keasaman tersebut masih memenuhi standar baku mutu air sungai kelas I sampai dengan kelas IV menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 dan yang terdapat dalam ketetapan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 907 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air yang
70
mensyaratkan pH air berkisar antara 6 – 9 untuk Kelas I sampai dengan III dan 5 -9 untuk air sungai kelas IV. Tingginya nilai pH air berasal dari limbah perkebunan kelapa sawit yang tidak jauh jaraknya dari lokasi pengambilan sampel, selain itu disebabkan oleh limbah sisa buangan detergen atau sabun dari rumah – rumah penduduk yang bermukim di sekitar sungai kemudian terendap dalam air yang akhirnya sangat mempengaruhi kondisi dan tingkat pH sungai. Derajat keasaman (pH) air menunjukkan keberadaan ion hidrogen di dalam air. Hal ini dikarenakan ion hidrogen bersifat asam. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8.5 (Effendi, 2003). Merujuk pada pendapat tersebut maka pH air sungai Pohara masih dapat mendukung kehidupan biota air sehingga mengindikasikan bahwa biota air dapat hidup dengan baik.
71
V. PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut : 1. Analisis temperatur pada tiga titik pengambilan sampel masing – masing dengan kisaran nilai 25°C. Kisaran nilai yang sama di tiga titik pengambilan sampel dimungkinkan dipengaruhi oleh teknik pengukuran temperatur yang hanya diambil di permukaan sungai saja. Nilai temperatur Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara memenuhi baku mutu air kelas I dimana peruntukannya dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum. Hal ini disyaratkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang kriteria baku mutu air dan yang terdapat dalam ketetapan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 907 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air. 2. Analisis Konduktivitas pada tiga titik pengambilan sampel masing – masing dengan kisaran nilai 54,8 µs, 51,7 µs, 51,2 µs. Oleh karena itu, nilai konduktivitas Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara memenuhi baku mutu air kelas I dimana peruntukannya dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum. 3. Analisis Kekeruhan pada tiga titik pengambilan sampel masing – masing dengan kisaran nilai 84,2 NTU, 86,2 NTU, 83,5 NTU. Oleh karena itu, nilai
72
kekeruhan Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara hanya memenuhi baku mutu air kelas III dan IV dimana peruntukannya hanya dapat digunakan untuk pemudidayaan ikan air tawar, peternakan dan mengairi tanaman. 4. Analisis TDS pada tiga titik pengambilan sampel masing – masing dengan kisaran nilai 188 mg/L, 214 mg/L, 216 mg/L. Oleh karena itu, nilai TDS Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara memenuhi baku mutu air kelas I dimana peruntukannya dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum. 5. Analisis pH pada tiga titik pengambilan sampel masing – masing dengan kisaran nilai 8,03 ‰, 8,23‰, 8,38 ‰. Oleh karena itu, nilai pH Sungai Pohara yang melintasi Desa Pohara
memenuhi baku mutu air kelas I dimana
peruntukannya dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum. B. Saran Pada dasarnya perlu dilakukan pengkajian studi lebih lanjut mengenai analisis kualitas air Sungai Pohara khususnya yang melintasi Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe dan diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kondisi kualitas air pada DAS Konaweha baik di bagian hulu maupun di bagian hilir dengan adanya penambahan parameter – parameter kualitas air baik kimia dan biologi.
73
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih, D., 2012. Kajian Kualitas Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal Dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai, Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro : Semarang. Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajahmada University Press. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara. 2014. Sulawesi Tenggara dalam Angka, Primatama SULTRA: Kendari. Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV. 2014. Kartu Pengukuran Debit. SULTRA Kendari. Bahtiar, P., 2005. Keberadaan Populasi Pokea(Batissa Violacea celebensis Martens,1897) Berbagai Daerah yang Berbeda pada Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe,Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB : Bogor. Effendy,. 2003. Pencemaran Logam Berat di Air dan Sedimen. ITB. Bandung. Effendy, H., 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hadi Anwar. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Masbah.R.T.Siregar, dkk. 2004. Road Map Teknologi Pemantauan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pengolahan Limbah. LIPI Press: Jakarta. Ministry Health.(2002)”Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Syarat – Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum No 907/MENKES/SK/VIII/2002”. Mulyanto,H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat - Sifatnya. Graha Ilmu:Yogyakarta. Nafsal, A,. 2008. Distribusi dan Kepadatan Kerang Pokea (Batissa Violacea Celebensis Martens,1897) Secara Spasial dan Temporal di Perairan Sungai Pohara Sulawesi Tenggara.Skripsi. UNHALU : Kendari. Odum, E.P., 1996. Dasar – Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan T. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Rahayu S, Widodo RH, Van Noordwijk M, Suryadi I dan Verbist B. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. 104 p. Rahmania.R., 2001. Analisis Kualitas Air dengan Bioindikator Plankton di Sungai Wanggu Kotamadya Kendari. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari. Sasongko,D.,1996. Teknik Sumberdaya Air (Terjemahan). Erlangga. Jakarta.
74
Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung. Supangat, A. B. 2008. Pengaruh berbagai Penggunaan Lahan Terhadap Kualitas Air Sungai di Kawasan Hutan Pinus di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol.5. No.3. pp 267-276. Supiyati, dkk. 2012. Karakteristik dan Kualitas Air di Muara Sungai Hitam Provinsi Bengkulu dengan Software Som Toolbox 2. Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam.Universitas Bengkulu : Indonesia. Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi Yogyakarta. Yogyakarta. Tafangenyasha, C. and T. Dzinomwa. 2005. Land-use Impacts on River Water Quality in Lowveld Sand River Systems in South-East Zimbabwe. Land Use and Water Resources Research. Vol.5 (3.1-3.10). Peraturan Menteri Kesehatan Berdasarkan peraturan Pemerintah No.416 tahun 1990, Tentang Syarat – Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih Berdasarkan Menteri Kesehatan 1990. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Wardhana, Wisnu. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Wiwoho. 2005, Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai Dengan QUAL2E. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
WMO. 1988. Manual On Water Quality Monitoring, Planning and Implementation of Sampling and Field Testing Operational Hydrology Report N0.27 World Meteorological Organization dalam Jamie Bartam dan Richard Blance(eds)1996. Water Quality Monitoring Practical Guide to the Design and Implementation of Fresh Water Quality Studies and Monitoring Programs. Published on Behalf of UNEP.WHO. Comwall. Press ltd. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1397/sipilichwan.pdf;jsessioni d=E9AC9283B4500B2F04898B0B925A1415?sequence=1 diakses tanggal 28 Maret 2015. http://bimoauliac.blogspot.com/2012/09/dasar-cfd-persamaan-pengaturaliran.html diakses tanggal 28 Maret 2015. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39741/Chapter%20II.pdf;jsess ionid=4C80F6A4B8DEE2D5058C6A5E7EDEB0F8?sequence=4 diakses tanggal 28 Maret 2015. http://klikbelajar.com/pengetahuan-alam/macam-macam-polutan/diaksespada tanggal 15 April 201
75
Lampiran : Dokumentasi Penelitian
76
Gambar . Lokasi Penelitian
Gambar. Proses uji pH sampel
77
Gambar. Proses uji Kekeruhan sampel
78
Gambar. Proses uji TDS sampel
79
80
81