JURNAL BIOLOGI PAPUA Volume 4, Nomor 1 Halaman: 8–18
ISSN: 2086-3314 April, 2012
Analisis Filogeni Thiaridae (Mollusca: Gastropoda) Papua Menggunakan Karakter Morfologi SURIANI BR. SURBAKTI
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Cenderawasih, Jayapura–Papua Diterima: tanggal 13 Maret 2011 - Disetujui: tanggal 10 Maret 2012 © 2012 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Cenderawasih
ABSTRACT The characteristics morphology and variations of shell can be used to reconstruct the sequence and phylogenetic of Thiaridae. 34 characters and 2 outgroups of Bellamya sp. from Papua and Sulawesi were used to observe 27 species Thiaridae. Phylogenetic Analysis Using Parsimony (PAUP Software Version 4.0., Swofford) and the neighbour joining cladogram were used to reconstruct the phylogenetic relationship and to group the taxa of Thiaridae based on distribution areas of genera separately. The study indicated that the taxon of Thiaridae can be groupped into 3 clades. Each clade depicts the taxon population based on their distribution areas in Batanta Island, Sorong, Manokwari, and Bintuni Gulf. All molded into one clade. Biak, Supiori, Serui, Wamena, Merauke, and Jayapura are formed one clade. Thiara, Terebia, and Melanoides are genera which formed a clade each genus. While Stenomelania molded into 3 clades. Morphology character and closed regionsof distribution tended to form ingroup clade and sister species. Key words: characters, phylogeni, Thiaridae, dan Papua.
PENDAHULUAN New Guinea memiliki komunitas dan ekosistem fauna yang unik dan belum banyak tereksplorasi secara ilmiah, sehingga pulau itu dideklarasikan sebagai “major tropical wilderness area” (CI, 2000). Hampir setengah pulau New Guinea di bagian barat merupakan wilayah Indonesia (Papua). Provinsi ini diperkirakan memiliki 50% keanekaragaman hayati Indonesia (Petocz, 1987). Kekayaan hayati yang tinggi dan keunikan berbagai bentuk kehidupan yang ditemukan di Papua disebabkan oleh posisinya yang terletak
*Alamat Korespondensi: Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Cenderawasih, Jayapura. Jln. Kamp Wolker, Waena, Jayapura. Telp.: +62 967572115, HP: 081344656413. e-mail:
[email protected]
pada persimpangan antara wilayah biogeografi Asia dan Australia. Meskipun komposisi biota didominasi oleh jenis-jenis Australia, Papua juga memiliki berbagai jenis fauna yang umum ditemukan di wilayah Indonesia bagian barat. Perpaduan antara faktor isolasi geografi dan variasi lingkungan telah menyebabkan tingginya proses spesiasi dan tingkat endemisitas di Papua (Beehler, 2007). Kajian mengenai sejarah pembentukan pulau Papua belum pernah dilakukan secara holistik dan mendalam. Menurut Hall (2002) Pulau Papua mulai terbentuk pada 60 juta tahun yang lalu melalui proses sedimentasi yang disertai kejadian tektonik bawah laut. Selain menghasilkan masa daratan baru, proses pengangkatan yang terus-menerus dalam kurun waktu jutaan tahun juga menghasilkan Pegunung-an Jayawijaya. Saat itu, Papua masih menyatu dengan Australia (Audley-Charles, 1981). Keduanya baru terpisah oleh naiknya permukaan air laut di akhir
SURBAKTI., Analisis Filogeni Thiaridae
periode glasiasi sekitar 15.000 tahun yang lalu (Hall, 2002). Dilihat dari sejarah pembentukannya, Papua merupakan mosaik biogeografi yang kompleks. Daratan utama tersusun dari berbagai lempeng yang disatukan oleh gerakan tektonik lempeng Australia (Audley-Charles, 1981; Hall, 2002), sementara gugusan pulau di bagian utaranya, seperti Biak, Supiori, dan Serui memiliki sejarah biogeografi yang berbeda dan belum pernah bersatu dengan daratan utama Papua (Petocz, 1987). Proses geologi yang kompleks tentu saja memengaruhi pola distribusi biota di pulau itu. Saat ini pola distribusi biota di Papua dikelompokkan ke dalam wilayah: utara, selatan, daerah kepala burung, dataran tinggi, dan kepulauan (Petocz, 1983; Hall, 2002). Meskipun Papua merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati yang penting di dunia, informasi tentang keanekaragaman jenis, pola distribusi dan struktur komunitas biota belum banyak tersedia. Hal tersebut juga berlaku pada kelompok Gastropoda (Petocz, 1987). Menurut Benthem-Jutting (1963) ada 14 famili Gastropoda di Papua, salah satunya adalah Thiaridae yang merupakan kelompok Moluska air tawar terbesar diantara kelompok Moluska lainnya. Keanekaragaman ekosistem perairan Papua dan kemampuan adaptasi Thiaridae yang baik diperkirakan mampu memicu spesiasi dan menghasilkan kekekayaan jenis yang tinggi di dalam kelompok itu (Benthem-Jutting, 1963). Meskipun sebagian besar Thiaridae bersifat sesil atau mempunyai kemampuan bergerak yang terbatas, ukuran dan bentuk tubuhnya memungkinkan penyebaran yang luas melalui agen dispersal lain seperti burung, benda-benda yang dapat terapung di air, dan manusia (Glaubrecht, 2000). Di Papua kelompok itu tidak hanya ditemukan di perairan pada pulau utama, akan tetapi mencapai pulau-pulau kecil di sekitarnya (Benthem-Jutting, 1963). Isolasi geografis yang memisahkan populasi Thiaridae di pulau-pulau seperti Biak, Supiori, Serui dan Batanta dari daratan utama diperkirakan telah berlangsung lama. Adaptasi
9
terhadap kondisi lokal dapat memunculkan variasi karakter baru yang berbeda dari populasi Thiaridae di daratan utama. Hal tersebut umum terjadi pada populasi pendatang (founder population) di lokasi baru sebagai akibat dari genetic drift and seleksi alam (Glaubrecht, 2000). Keanekaragaman jenis Thiaridae dapat dilihat dari variasi morfologi seperti: bentuk cangkang, bentuk apertura (mulut cangkang), tipe permukaan cangkang, dan ornamen cangkang (Benthem-Jutting, 1956, Marwoto, 1997). Berdasarkan karakter morfologi cangkang, Wenz (1938) memisahkan kelompok Thiaridae menjadi beberapa marga, antara lain Brotia, Sulcospira, Thiara, dan Melanoides. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan keragaman karakter morfologi cangkang Thiaridae, hubungan kekerabatan antar jenis, dan pemetaan sebaran setiap jenisnya di berbagai ekosistem perairan Papua dan pulaupulau sekitarnya. Hubungan kekerabatan antar jenis dibangun menggunakan karakter kuantitatif dan kualitatif cangkang. Pohon filogeni yang dihasilkan diharapkan dapat menjelaskan evolusi dan biogeografi kelompok Thiaridae serta mengidentifikasi pusat-pusat keanekaragaman famili itu di Papua. Namun, yang lebih penting adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dalam studi evolusi dan biosistematik moluska, khususnya jenis-jenis famili Thiaridae.
METODE PENELITIAN Waktu dan lokasi Penelitian Sampel Thiaridae dikoleksi dari Danau Sentani dan 29 sungai yang ada di Papua (Sorong, Teluk Bintuni, Manokwari, Jayapura, Wamena, dan Merauke) dan pulau-pulau sekitarnya (Batanta, Biak, Supiori, dan Serui) (Gambar 1, Tabel 1). Penelitian dilakukan pada bulan September 2007 hingga Agustus 2008.
Bahan dan cara kerja Sampel Thiaridae yang digunakan berasal dari koleksi yang telah dikumpulkan dan
10
JU R NA L BI OL O GI PA PU A 4(1) : 8-18 Tabel. 1. Jenis Thiaridae dan lokasi sampling.
Lokasi Penelitian
Batanta
KAB. RAJA AMPAT
PETA ADMINISTRASI No PAPUA Wilayah PROPINSI
Supiori
S a m u d r a P aBiak sifik
Manokwari
U
KAB. BIAK NUMFOR KOTA SORONG
Serui
KAB SORONG
KAB. MANOKWARI
Jayapura
KAB. SORONG SELATAN KAB. YAPEN
Sorong
KAB. TELUK WONDAMA
KAB. WAROPEN
KOTA JAYAPURA
KAB. SARMI
KAB. TELUK BINTUNI
0 km
1 2 3
SKALA
Biak Biak Jayapura 300 km
KAB. JAYAPURA KAB. KEEROM
KAB. FAKFAK
Legenda KAB. PANIAI
Teluk Bintuni
KAB. KAIMANA
KAB. PUNCAK JAYA
Batanta Biak Biak Biak Supiori Biak Serui
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Manokwari Biak Biak Batanta Batanta Supiori Biak Supiori Biak Biak Merauke Jayapura
23
Jayapura
24 25 26 27
Jayapura Teluk Bintuni Serui Biak Utara
KAB. JAYAPURA
KAB. YAHUKIUMO KAB. WAMENA
KAB. MIMIKA
4 5 6 7 8 9 10
KAB. MERAUKE
KAB. TOLIKARA
KAB. NABIRE
KAB. PEG. BINTANG
KAB. KEEROM KAB. SARMI
KOTA JAYAPURA
La
Wamena
Peta Indeks PetaAdministrasi Propinsi Papua
KAB. BIAK NUMFOR
KAB. ASMAT
ut
KAB. YAPEN
Ar
af
KAB. BOVEL DIGUL
ur
KAB. NABIRE KAB. PANIAI
a
KAB. PUNCAK JAYA KAB. MANOKWARI
Merauke KAB. MAPPI
KAB. MIMIKA
KOTA SORONG KAB SORONG KAB. MERAUKE
Keterangan
BATAS KABUPATEN SUNGAI
Konservasi
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Papua ( ).
diawetkan dalam larutan etanol 70% dan 95%. Masing-masing spesimen diidentifikasi sampai tingkat genus menggunakan panduan lapangan Sarasin & Sarasin (1898); Wenz (1938); BenthemJuting (1956, 1963); Burch (1980); Michel (1994); dan Heryanto et al. (2003). Selanjutnya dilakukan pengelompokan spesimen pada tiap genus untuk mempermudah identifikasi jenis. Di laboratorium, Thiaridae dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakter, dan dilanjutkan dengan pengukuran morfometri pada 20 spesimen terbaik yang mewakili tiap jenis dari setiap populasi. Hasil pengamatan morfologi cangkang, ditemukan 10 jenis yang belum dapat diidentifikasi dengan buku panduan yang ada. Variasi yang teramati belum pernah dilaporkan sebelumnya, dan kemungkinan merupakan jenis baru. Seluruh variasi baru tersebut tergolong ke dalam genus Stenomelania. Bellamiya sp. (famili Viviparidae) yang berasal dari Papua dan Sulawesi dipilih sebagai outgroup (kelompok pembanding), berdasarkan kemiripan karakter morfologi genus itu dengan anggota genus pada famili Thiaridae. Kedudukan famili Vivivaridae dan Thiaridae merupakan kelompok famili yang memiliki hubungan terdekat dalam urutan klasifikasi.
KAB. SORONG SELATAN
KAB. RAJA AMPAT KAB. FAKFAK
KAB. KAIMANA
KAB. PEG. BINTANG KAB. YAHUKIUMO KAB. WAMENA
KAB. TOLIKARA
KAB. WAROPEN
KAB. TELUK WONDAMA KAB. ASMAT
KAB. BOVEL DIGUL KAB. MAPPI
KAB. TELUK BINTUNI
Nama Sungai Ruar Sor Danau Sentani Yananas Wafsarak Imsirdo Ruar Masrip Basrem Manamamu Dingin Imsirdo Komdo Yanangga Yanangga Air Terjun Ruar Masrip Warsa Warsa Wanggo Danau Sentani Danau Sentani Hubay Weriagar Manamamui Masrip
Jenis T. acanthica T. mirifica T. scabra T. winteri T. setosa Terebia artecava Stenomelania sp1 Stenomelania sp 2 S. terebiformis Stenomelania sp3 S. torulosa S. plicaria Stenomelania sp4 S. funiculus S. rufescens S. fulgurans Stenomelania sp5 Stenomelania sp6 Stenomelania sp7 Stenomelania sp8 M. tuberculata M. canalis Stenomelania sp9 M. granifera M. episcopalis M. holandri Stenomelania sp10
Analisis morfologi cangkang Morfologi cangkang yang digunakan sebagai kunci diagnostik adalah: ukuran cangkang, putaran cangkang, bentuk kerucut cangkang, bentuk operkulum, hiasan cangkang, terminologi cangkang (bentuk sutura, bentuk apeks, spiral ribs, axial ribs, dan pertemuan antara spiral ribs dan axial ribs). Morfologi cangkang dideskripsikan secara kualitatif dan kuantitatif dengan mengacu pada deskripsi yang digunakan oleh Brandt (1974) dan Bieler (1988). Pengukuran morfometrik pada cangkang dewasa untuk menghasilkan data kuantitatif dilakukan berdasarkan kriteria yang digunakan oleh Benthem-Jutting (1956), Burch (1980; 1992), Burch
SURBAKTI., Analisis Filogeni Thiaridae
& Chung (1985), Dharma (1988) dan Heryanto et al. (2003). Data matriks Data kuantitatif seperti: tinggi, lebar, tinggi body whorl, dan jumlah seluk cangkang, ditabulasi Tabel 2. Data karakter cangkang dan node (numerik). 1. Bentuk cangkang 0. Contong, 1. Gulungan benang 2. Permukaan cangkang 0. Halus 1. Kasar 3. Hiasan cangkang 0. Halus 2. Berbintil 4. Rambut 1. Duri 3. Malleation 4. Putaran cangkang 0. Sinistral 1. Dextarl 5. Bentuk apertura 0. Lonjong 1. Oval 6. Warna aperture 0. Putih 1. Orange 7. Auter lip 0. Straight 1. Curved 8. Columellar lip 0. Straight 1. Twisted 9. Jenis pusat 0. Terturup 1. Celah 10. Bentuk arah garis pertumbuhan 0. Opisthocline 1. Prosocline 11. Bentuk seluk (body whorl) 0. Membulat 2. Menyudut 1. Agak rata 3. Seperti bahu 12. Garis aksial (aksial ribs) 0. ada 2. Ada pada body whorl 1. Tidak ada 13. Garis spiral (spiral ribs) 0. ada 1. Tdk ada 2. Ada pada bodywhorl 14. Pertemuan aksial dan spiral 0. Kuat 1. Lemah 15. Garis taut (sutura) 0. Rata 2. lurus pada body whorl 1. Berlekung 16. Tipe operkulum 0. Paucispiral 1. Concentrik 17. Posisi nukleus 0. Eksentrik 1. Terminal 18. Bentuk arah garis pertumbuhan 0. Lonjong Contong 1. Oval 19. Jumlah seluk maksimal 0. 6-9 1. 10-12 2. 13-14
11
secara terpisah. Data kualitatif, bentuk cangkang, permukaan cangkang, hiasan cangkang, putaran cangkang, bentuk apertura, warna apertura, bentuk umbilikus, bentuk arah garis pertumbuhan, bentuk operkulum, posisi nukleus, bentuk seluk, garis aksial, garis taut (sutura), rusuk lingkar pada
20. Jumlah seluk minimal 0. 4-6 1. 7-9., 2. 10-12 21. Jumlah seluk rata-rata 0. 5-7 1. 8-11 2. 12-14 22. Tinggi cangkang maksimal 0. 14,77 - 30,77 2. 46,77 – 59,78 1. 31,77- 45,77 23. Tinggi cangkang minimal 0. 8,46 - 12,46 1. 13, 5 - 16,6 2. 16,6 - 19, 5 24. Tinggi cangkang rata-rata 0. 6,70 - 8,1 1. 9,2 - 11,5 2. 12,6 - 14,57 25. Lebar cangkang maksimum 0. 6,86 - 10,22 1. 10,23 - 13,56 2. 4,60 - 16,97 26. Lebar cangkang minimal 0. 7,14 - 10,3 1. 0,40 - 13,41 2. 13,42 - 16,90 27. Lebar cangkang rata-rata 0. 5,88 - 9,45 1. 9,46 - 13,01 2. 13,02 - 16,55 28. Tinggi apeture maksimum 0. 6,45 - 10,35 1. 10,34-14,34 2. 14,35 - 18,08 29. Tinggi aperture minimum 0. 4,76 - 6,18 1. 6,19 - 7,61 2. 7,63 - 9,90 30. Tinggi apertura rata-rata 0. 5,56 - 7,18 2. 8,2 - 9,72 1. 7,19 - 8,61 31. Lebar apeture maksimum 0. 4,76 - 6,18 2. 7,63 - 9,90 1. 6,19 - 7,61 32. Lebar apertura minimum 0. 3,9 - 6,0 1. 6,1 - 8,2 2. 8,3 - 11,00 33. Lebar apertura rata-rata 0. 4,07 - 5,23 1. 7,24- 9, 23 2. 10, 24 - 12,25 34. Tinggi seluk maksimum 0. 9,83 - 17,63 2. 25,45 - 33,36 1. 17,64- 25,44 35. Tinggi seluk minimum 0. 8,88- 15,05 1. 15,07 - 21,33 2. 21,34 - 27,72 36. Tinggi seluk tubuh rata-ratal 0. 9,25 -16,23 1. 16,24-23, 15 2. 23,16 - 30,29 37. Wilayah ditemukan 0. daratan utama 2. daratan dan pulau 1. kepulauan
12
JU R NA L BI OL O GI PA PU A 4(1) : 8-18
cangkang, outer lip, columellar lip, dan warna cangkang, diberi skor secara numerik dengan memberikan kode yang mencirikan status karakter (Tabel 2). Agak berbeda dengan data kualitatif, hasil pengukuran morfologi cangkang yang menghasilkan data kuantitatif harus ditampilkan dalam bentuk skala interval, dan selanjutnya dikode secara numerik (Kiching et al., 1998). Status karakter (character state) dikode dalam bentuk numerik, karena perangkat analisis PAUP (phylogenetic analysis using parsomony) versi 4.0. hanya dapat membaca dalam bentuk numerik (Kitching et al., 1998). Data penghitungan dan ukuran cangkang maksimum, minimum, dan ratarata di standarisasi. Hasil pengukuran dibuat dalam tiga interval yaitu, pendek atau paling sedikit (kode = 0), sedang (kode = 1), dan panjang atau banyak (kode = 2).
Analisis Hubungan Kekerabatan Sebanyak 37 karakter morfologi digunakan dalam analisis kladistik untuk menentukan hubungan kekerabatan jenis di dalam Famili Thiaridae di Papua. Hubungan kekerabatan atau filogenetik dibangun menggunakan perangkat lunak PAUP versi 4.0. Bellamya sp yang berasal dari Danau Sentani di Papua (Surbakti, 2011) dan Sulawesi dipilih sebagai outgroup. Data ditampilkan dalam bentuk matriks Nexus. Hubungan kekerabatan antar jenis dianalisis dengan metode neighbour joining (Ubadillah & Sutrisno, 2009). Kestabilan pohon diuji dengan bootstrap yang mereplikasi semu matriks data sebanyak 1000 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis 540 spesimen Thiaridae menghasilkan 42 karakter dengan 37 karakter di antaranya merupakan karakter informatif. Karakter morfologi yang menunjukkan variasi adalah: Permukaan cangkang, ornamen pada cangkang, axial ribs, spiral ribs, pertemuan antara axial ribs dan spiral ribs, jumlah seluk tubuh, dan bentuk mulut (apertura) serta bentuk operkulum, dan posisi inti pada operkulum.
Rekonstruksi pohon filogeni menggunakan metode maksimum parsimoni menghasilkan pohon filogeni dengan 194 langkah. Pohon tersebut didukung oleh nilai Consistensy Index (CI) 0,6825 dan nilai Homoplasy Index (HI) 0,3175. Kedua nilai itu dapat menunjukkan rendahnya tingkat homoplasi pada perangkat karakter yang digunakan. Konsistensi clade didukung oleh nilai bootstrap yang berkisar antara 56–96%. Hasil pengelompokan filogenetik terhadap 27 jenis Thiaridae (ingroup) dan outgroup Bellamya sp yang berasal dari pulau Sulawesi dan Papua menunjukkan pemisahan yang tegas antara keduanya. Spesimen Thiaridae asal Papua membentuk 3 clade (Gambar 3). Clade 1 dengan nilai bootrsrap 92% terdiri dari 5 jenis yaitu: T. acanthica, T. mirifica, T. scabra, T. setosa dan T. winteri. Kelompok itu disatukan oleh karakter bentuk cangkang kasar, operkulum berbentuk paucispiral, serta ornamen cangkang berupa duri dan berambut. Clade 2 terdiri dari 8 jenis yakni: Terebia artecava, Melanoides tuberculata, Stenomelania karena memiliki permukaan cangkang lebih halus, inti pada operkulum berbentuk eksentris dan ukuran cangkang. Clade 3 dengan nilai bootsrap 96% terdiri dari 14 jenis (Gambar 3). Karakter yang mengelompok kan jenis-jenis pada clade sudut apeks lebih kecil dari atau sama dengan 200. Selain itu, kelompok itu juga disatukan dengan karakter permukaan cangkang yang halus, posisi nukleus pada operkulum yang bersifat konsentrik di sudut kiri bawah, pertemuan antara spiral ribs dan axial ribs tidak tegas, dan suturanya dalam. Wilayah penyebaran clade 3 meliputi Kepala Burung (Batanta, Sorong dan Manokwari) dan Teluk Cenderawasih (Pulau Biak, Supiori, dan Serui). Clade satu terdiri dari anggota jenis genus Thiara yang berada pada pangkal pohon filogeni famili Thiaridae. Hal itu menggambarkan bahwa Thiara dengan karakter cangkang yang berduri merupakan kelompok paling primitif. Duri pada cangkang tidak ditemukan pada genus-genus lain. Ciri lain adalah permukaan cangkang yang kasar dan pada beberapa jenis terdapat duri tambahan pada tepi apertura (T. acantica) atau duri yang menyerupai rambut (T. setosa). Diantara kelima
SURBAKTI., Analisis Filogeni Thiaridae
jenis Thiara tersebut, hanya T. scabra yang ditemukan di seluruh wilayah Papua. Jenis itu berada pada pangkal clade yang mengindikasikannya sebagai nenek moyang (common ancestry) seluruh jenis Thiara. Awal
kemunculan T. scabra di Papua diperkirakan terjadi di Kepala Burung. Dengan melalui mekanisme dispersal, kemudian tersebar ke wilayah Teluk Cenderawasih sampai ke wilayah utara daratan Papua.
OG1
OG2
T. acant hica
30 T. win teri
31
T. setosa
33 T. mirfica
32 T. scabra
53
M 1 Tereb ia artecava St enomelania sp.8
34 M. can alis
39
M. t uberculata
35 Steno melania sp.9
37 38
52
M. g ran ifera
M. ho landri
M. ep iscopalis
Stenomelania sp.1
40 S. plicaria
51 Stenom elania sp.3
43
41
44
S. ru fescens
42
Steno melania sp .4
47 St en omelania sp.10
St enomelan ia sp .2 S. t ereb iformis
46 45
50
13
S. t orulosa
S. fu niculus
S. f ulgu ran s
48 St enomelan ia sp .5
49 Steno melania sp.6
Steno melan ia sp.7
Gambar 2. Pohon filogeni dengan menggunakan neighbour joining (tree lengh= 194, CI=0,6825, HI= 0,3175).
14
JU R NA L BI OL O GI PA PU A 4(1) : 8-18
Di Sulawesi ditemukan 13 jenis Thiaridae yaitu: Brotia torajarum, B. scalariopsis, B. kuli, B. centaurus, B. perfecta, B. robusta, M. tuberculata, Thiara scabra, Tylomelania neritiformis, T. porcelania, dan T. carbo. Jenis-jenis tersebut menyebar di Danau Poso. Jenis yang menyebar di seluruh wilayah Sulawesi adalah B. perfecta, M. tuberculata, Thiara scabra, M. garanifera, dan M. puctata
(Marwoto, 2000). Sedangkan di Australia, terdistribusi tujuh jenis Thiaridae yaitu: Thiara balonnensis, T. lirata, T. amarula, M. tuberculata, Stenomelania denisoniensis, dan Brotia supralirata (Ponder et al., 1998). Clade dua terdiri dari genus Terebia artecava, Melanoides, dan dua jenis Stenomelania. Kladogram maximum parsimony (Gambar 3) mengelompokkan
59 71
OG1
Out group 1 ( Su lawesi)
OG2
Out group 1 ( Pap ua)
T. acanth ica
Bat an ta,Sorong, Biak, Supio ri
30 T. wint eri
Batanta, Biak, Su piori
T. set osa
Batanta, Biak, Supiori
T. mirfica
Batant a, Biak, Supio ri, Soron g, Manokwari
T. scab ra
Bat an ta, Biak, Su piori, So ro ng, Mano kwari, Jayap ura, Serui
31
33 70
32
Terebia artecava
53 56
86 91
36
58
Batant a, Biak
Stenom elan ia sp .8
Batanta, Biak, Sup io ri
Jayapu ra
M. tu berculata
Seluruh wilayah
Clade
35 Batanta, Biak, Sup iori, Jayapu ra
Steno melania sp.9
39 75 46
37
M. granifera
Jayapura
M. ho lan dri
Serui
Telu k Bintu ni
Stenom elania sp.1
63
92
S. p licaria
69
43
78
Biak, Su piori
Stenomelania sp.3
Batant a, Biak, Supio ri
41 S. rufescens
66
44
Biak
40
51
Batan ta, So ro ng, Mano kwari
42 Stenomelania sp.4
86
Batant a, Biak, Supio ri
St enom elan ia sp .10
Batan ta, Biak, Sup iori
47 St enom elan ia sp .2
46
S. t ereb iformis
79 92
II
38
M. episcopalis
71
I
34 M. canalis
52
Clade
45
50
89 48 95
49
Gambar 3. Pohon maximum parsimony dengan tiga clade.
S. torulosa
Biak Biak, Supio ri
Batanta, Sorong , Man okwari
S. f unicu lus
Biak, Su piori
S. f ulgu rans
Biak, Sup iori
Stenom elan ia sp .5
Batanta, Biak, Supiori, Serui
Steno melania sp.6
Biak, Supio ri
St enomelania sp.7
Batan ta, Biak, Sup iori
Clade
III
SURBAKTI., Analisis Filogeni Thiaridae
populasi berdasarkan wilayah jenis-jenis tersebut. Karakter yang mengelompok Terebia artecava, Melanoides dan Stenomelania pada pohon filogeni calde kedua berdasarkan kemiripan karakter antara lain: permukaan cangkang yang tidak terlalu halus, kemiripan yang lain adalah memiliki garis sutura yang dalam di body whorl. Namun Terebia artecava dilengkapi spiral ribs yang kuat di seluruh cangkang. Sedangkan Stenomelania hanya terdapat pada umbilicus, spiral ribs lemah membedakannya dengan Melanoides. Stenomelania juga memiliki sudut apeks lebih kecil dari atau sama dengan 200. Kemiripan karakter diantara Melanoidae dan Terebia artecava adalah letak inti pada operkulum, intinya terletak pada bagian eksentris (sudut kiri bawah), kemiripan karakter disebabkan karena terdistribusi pada wilayah dan tipe substrat yang sama serta pemanfaatan sumber daya yang sama. Terebia artecava merupakan kelompok yang memiliki karakter peralihan antara Thiara dan Melanoides. Jenis itu hanya ditemukan di Pulau Batanta dan Biak. Terebia artecava berdistribusi di Pulau Jawa dan Sulawesi (Benthem-Jutting, 1956). Diperkirakan Terebia artecava masuk di wilayah Batanta dan Biak melalui mekanisme dispersal pasif dengan perantara burung pantai seperti Anas crecca dan A. platythynchos. Kedua jenis burung tersebut merupakan predator kelompok Gastropoda, burung-burung tersebut berdistribusi secara luas di Asia (Allen, 2004). Melanoides merupakan kelompok yang unik di antara genus-genus lain di dalam Famili Thiaridae. Beberapa jenis Melanoides hanya ditemukan di lokasi tertentu saja seperti M. holandri yang hanya ditemukan pada substrat berbatuan di Pulau Serui, M. episcopalis hanya di Teluk Bintuni, dan M. granifera hanya terdapat di Danau Sentani. Sementara itu, M. tuberculata tersebar luas di seluruh wilayah Papua dan hidup pada habitat yang beragam seperti substrat lumpur, pasir, kerikil, dan berbatu. Clade tiga pada pohon filogeni terdiri dari anggota jenis genus Stenomelania merupakan kelompok Thiaridae yang memiliki anggota jenis paling banyak di antara genus yang lainnya. Stenomelania belakangan berpisah pada pohon filogeni (Gambar 3).
15
Hal itu dapat menggambarkan Stenomelania memiliki karakter yang paling maju diantara kelompok Thiaridae lainnya. Stenomelania umumnya memiliki cangkang yang lebih halus, karakter tersebut merupakan karakter yang memisahkan kelompok ini dari pangkal pohon filogeni, karakter yang lain adalah rata-rata ukuran cangkang lebih besar, sudut apeks lebih kecil atau sama dengan 200, menara cangkang lebih runcing, inti pada operkulum berbentuk poucispiral. Kelompok tersebut memiliki keanekaragaman paling tinggi diantara jenis lain, berdistribusi sangat baik di Teluk Cenderawasih (Pulau Biak, Supiori, Serui). Hal tersebut disebabkan karena tingginya variasi tipe habitat di Teluk Cenderawasih. Pohon filogeni yang dihasilkan dengan metode maxsimum-parsimony dan neighbour joining mampu memisahkan 27 jenis Thiaridae berdasarkan wilayah penyebaran di wilayah Kepala Burung (Sorong, Manokwari, dan Batanta) dengan wilayah Teluk Cenderawasih (Biak, Supiori, Serui). Demikian juga wilayah utara (Jayapura), populasi tersebut terpisah secara geografi. Pada kladogram neighbour joining, menegaskan bahwa Thiara adalah yang paling primitif diantara kelompok Thiaridae. Dalam partisi kladogram menunjukkan bahwa, Tiara scabra merupakan nenek moyang dari seluruh Thiaridae yang awalnya terdistribusi di wilayah Kepala Burung. Selanjutnya berdistribusi ke Teluk Cenderawasih dan ke Papua bagian utara (Jayapura). Sejarah rute distribusi tersebut dapat menunjukkan bahwa kelompok Thiaridae berasal dari Sulawesi bukan dari Australia. Penguatan pernyataan tersebut dapat terlihat dari tidak ditemukannya T. scabra di wilayah pegunungan (Wamena) dan wilayah Selatan (Merauke) dan jenis tersebut juga tidak ditemukan di Australia (Jones et al., 1998). Kondisi tersebut juga didukung oleh T. scabra yang berukuran kecil diantara jenis Thiara lainnya, dan ditemukannya duri pada cangkang, memudahkan menempel pada agen penyebar, disisi lain kelompok tersebut mempunyai kemampuan adaptasi tinggi sehingga mampu memanfaatkan sumber daya secara baik.
16
JU R NA L BI OL O GI PA PU A 4(1) : 8-18
Gambar 4. Pengelompokan jenis dengan metode heuristik search.
Kelulushidupan organisme ditentukan oleh kemampuan berdistribusi dan adaptasi pada lingkungan (Glaubrecht, 1996; Rintelen, 2005; Beehler, 2007). Jenis Thiara yang lain adalah T. mirifica. Hasil heuristic search yang nampak pada pohon filogeni menunjukkan bahwa T. mirifica paling berkerabat dekat dengan T. scabra. Hal tersebut terlihat dari
adanya hiasan cangkang berupa Maleation (berupa tonjolan-tonjolan pada permukaan cangkang/duri yang tidak tajam), dan tidak ditemukannya karakter tambahan yang lain pada kedua jenis tersebut. Setelah berdistribusi dalam skala waktu lama di wilayah Papua, pada kelompok Thiara ditemukan karakter-karakter tambahan karena
SURBAKTI., Analisis Filogeni Thiaridae
telah terjadi adaptasi di Pulau Biak, Supiori, dan Serui. Hal tersebut terjadi karena terisolasi di pulau sehingga terjadi pembentukan karakter baru dari Thiara. Rekonstruksi filogeni populasi Thiaridae di beberapa wilayah Papua berdasarkaan karakter morfologi menunjukkan bahwa wilayah penyebaran terpisah secara geografi. Pohon filogeni dapat membentuk partisi jenis ke dalam clade, partisi setiap kelompok terpisah secara tegas berdasarkan variasi karakter morfologi cangkang. Pada kladogram yang dihasilkan dengan metode maximum parsimony dapat menunjukkan pemisahan populasi. Pengelompokkan Thiaridae sangat kuat karena pemisahan populasi pada genus Thiara dan Stenomelania sangat tegas. Pembagian jenis yang konsisten, menunjukkan pengelompokan populasi berdasarkan wilayah yaitu Kepala Burung dan Teluk Cenderawasih, serta wilayah utara daratan Papua. Kladogram dengan neighbour joining menunjukkan pemisahan populasi lebih kuat. Hal tersebut didukung oleh metode heuristic search yang memisahkan populasi jenis berdasarkan wilayah Kepala Burung, Teluk Cenderawasih, dan Utara Papua berdasarkan variasi karakter morfologi cangkang. Rintelen et al. (2007) menyatakan bahwa isolasi geografi antara wilayah dapat membentuk karakter, karena jenis berada pada tekanan seleksi alam di lingkungan. Perbedaan jenis Thiaridae di daratan utama dan pulau disebabkan oleh kondisi fisik lingkungan yang berpengaruh terhadap adaptasi. Perbedaan lingkungan menyebabkan populasi terdistribusi secara terbatas. Hal tersebut berhubungan dengan kemampuan adaptasi jenis terhadap kondisi lingkungan. Respon jenis yang berbeda terhadap lingkungan mengakibatkan terjadinya partisi populasi. Burch (1980) menjelaskan bahwa kondisi fisika, kimia, dan biologi lingkungan selalu bekerja pada setiap populasi sehingga terjadi variasi pada populasi. Pendekatan ekologi dapat memperkuat biogeografi. Kenyataannya, di Pulau Biak, Supiori dan Serui memiliki tipe habitat yang hampir sama dan ditemukan juga-jenis memiliki karakter yang
17
mirip, sehingga telihat perbedaan dengan daratan utama Papua. Kemiripan tersebut memberikan gambaran bahwa rute distribusi jenis di pulaupulau yang berdekatan kemiripan karakter secara monofiletik. Kemungkinan telah terjadi adaptasi radiasi di ketiga pulau tersebut. Keanekaragaman di tiga pulau tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah Kepala Burung yang diduga merupakan wilayah asal Thiaridae. Kelompok Moluska yang terdistribusi dalam waktu yang lama karena tekanan faktor lingkungan, maka dapat terjadi spesiasi (Glaubrecht, 2000). Hal tersebut berhubungan dengan sejarah pembentukan dan pemisahan pulau dari daratan Papua. Berdasarkan sejarah pembentukan Papua, ternyata pulau Biak, Supiori, dan Serui tidak pernah bersatu dengan daratan utama sehingga mengakibatkan terjadinya isolasi geografi. Jenis Thiaridae terdistribusi pada wilayah yang berbeda maka terjadi spesiasi secara allopatrik (Petocz, 1987; Glaubrecht, 2000; Rintelen et al., 2004). Myers & Giller (1988) dan Brown & Lomolino (1998) menegaskan distribusi biota berkaitan dengan wilayah biogeografi, jangkauan dan kemampuan dispersal.
KESIMPULAN Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Variasi karakter morfologi cangkang dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon filogeni Thiaridae menjadi tiga kelompok utama (clade) yang terpisah secara tegas dengan Bellamya sp sebagai outgroup. 2. Kelompok-kelompok utama yang terbentuk cenderung sesuai dengan wilayah persebaran geografinya. 3. Berdasarkan keberadaan duri pada permukaan cangkangnya, genus Thiara yang pertama sekali berpisah dapat dianggap sebagai genus yang paling primitif dan diduga menjadi nenek moyang famili Thiaridae. 4. Pada sejarah perkembangan Thiaridae, telah terjadi spesiasi secara simpatrik dan allopatrik. Ada kecenderungan kemiripan karakter pada
18
JU R NA L BI OL O GI PA PU A 4(1) : 8-18
genus yang berbeda ketika menempati wilayah yang sama. 5. T. scabra berasal dari Sulawesi, merupakan awal distribusi di Kepala Burung, selanjutnya ke Teluk Cenderawasih dan ke wilayah utara Papua.
DAFTAR PUSTAKA Allen, G.R., 2007. Freshwater biogeography of Papua. In: The ecology of Papua. Part One. Published by Periplus Editions. Singapore. 207-277. Allen, J.A. 2004. Avian and mammalia predators of terrestrial gastropod. In: Natural enemic of molluscs (edited by G.M. Barker). CABI Publishing Oxfordshire. 12-23. Audley-Charles, M.G. 1981. Geological history of the region Wallace’s line. In wallace’s line and plate tectonic. Claredon Press. Oxford. 24-35. Beehler, B.M. 2007. Papuan terrestrial biogegrafhy, with special reference to birds. In: The Ecology of Papua. Part one. Periplus Edition (HK). Singapore. Benthem-Jutting WWSv. 1956. Systematic studies the nonmarine mollusca of the Indo-Australian archipelago. Zoological Museum, Amsterdam. 259–265. Benthem-Jutting WWSv. 1963. Non-marine mollusca of West New Guinea. Part 1. Mollusca from fresh and brackish waters. New Guinea Zoology. 20: 409–515. Burch, J.B. and P.R. Chung. 1985. An outline of classification of freswater and land snail of Korea, with an annotated bibliography. Special publication of the Mukaishima marine biological station: 34–45. Burch, J.G. 1980. A guide to the freshwater snail of the Philippines. Malacological Review Michigan USA. 13(2): 121–143. Bucrh, J.B. 1992. Freshwater snail of the University of Michigan biological station area. Walkeranal. 6(15): 1–211. Brendt, R.A.M. 1974. The non-marine aquatic mollusca of Thailand. Arch. Moll. 105: 1–424. Bieler, R. 1988. Phylogenetic relationships in the gastropoda family Architectonicidae, with notes on the family Mathilidae (Allogastropoda). Malacological Review Suppl. 4: 205–240. CI (Conservation Internasional). 2000. The annual report 19992000. Final Report. Conservation Internasional. Washington D.C. Dharma, B. 1988. Siput dan kerang Indonesia I. Penerbit: PT. Sinar Graha. Jakarta. Glaubrecht, M. 2000. A look back in time-toward an historical biogeografy as a synthesis of systematik and geologic patterns outlined whit limnic Gastropods. Zoology. 102: 127–147. Hall, R. 2002. Cenozoic reconstruction of S E Asian and the S W Pacific: changing patterns of land and sea. A.A. Balkema (Sweets & Zeitlinger Publisher) Lisse, 35-56.
Heryanto., M.M. Ristiyanti, A. Munandar. and D. Susilowati 2003. Keong dari Taman Nasional Gunung Halimun, sebuah buku panduan lapangan. Biodiversity Conservation Project. Jones, R.T., I. Beveridge, L.R.G. Cannon, M.S. Harvey, E.S. Nielsen, W.F. Ponder and J. Jus (Editors). 1998. Mollusca he southern synthesis. Part A. Collingwood: CSIRO Publising. Kitching, I. J., P.L. Forey, C.J. Humphries and D.M. Williams 1998. Cladistics. The theory and practice of parsimony Analysis. Oxford University Press. Marwoto, R.M. 1997. A preliminary study of the biodiversity of the freshwater snail family Thiaridae from Indonesia (Mollusca: Prosobranchia). Zoologiesches Forschungsinstitut and Museum Alexander Koening. Born. Michel, A. E. 1994. Why snails radiate: A revieu gastropod evolution in long-lived lakes, both resent and fossil. Arch. Hydrobiol. Beih. Ergebn. Limnol. 44: 285–317. Petocz, R. 1983. Recommended reserves for Irian Jaya Province: Statemants prepared for the formal gazettment of thirtyone conservtaion areas. WWF/IUCN Project 1528. Special Report in two parts; Pt.I-Text, Pt. II-Map folio. WWF/IUCN Conservation for Development Programme in Indonasia. Jayapura. Petocz, R. 1987. Conservation and Development in Irian Jaya. A strategy for rational resaurce utilization. WWF/IUCN. World Conseravation Centre, Avenue du Mont Blanc CH-1196 Gland. Switzerland. Ponder, F., F.E. Wells and Alansolem. 1998. Distribution and affinines of non-marine Molluscs. In: Mollusca the southern synthesis. Part A. Fauna of Australia. 5: 82–84. Rintelen, T., A.B. Wilson, A. Meyerand M. Glaubrecht. 2004. Escalation and trophic specialization drive adaptive radiation of freshwater Gastropods in Anciant Lakes on Sulawesi-Indonesia. Proc. R. Soc. Lond. B. 271: 2541-2549. Rintelen, V. T., and M. Glaubrecht. 2005. Anatomy of an adaptive radiation: A unique reproductive startegy in the endemic freshwater Gastropod Tylomelania (Cerithioidea: Pachychilidae) on Sulawesi, Indonesia and its biogeografical implications. Biologycal Journal of the linnea Society. 85: 513–542. Rintelen, V. T., M. Glaubrecht and P. Bouchet. 2007. Ancient lake as hotspots of diversity : A morfological review of an endemic species flock of Tylomelania (Gastropoda: Cerithioidea: Pachychilidae) in the Malili Lake System on Sulawesi, Indonesia. Hydromiologia. 529: 11–97. Sarasin, P. and F. Sarasin. 1898. Die Susswasser-Mollusken von Celebes. W. Kreideb’s Verlag Wiesbaden: 1–104. Surbakti, S.Br. 2011. Biologi dan ekologi Thiaridae (Moluska: Gastropoda) di Danau Sentani Papua. Jurnal Biologi Papua. 3(2): 59–66. Ubadillah, R., dan H. Sutrisno. 2009. Pengantar biosistematik. teori dan praktek. Jakarta. LIPI Press. 107–121. Wenz, W. 1938. Gastropoda. Teil I: Allgemeiner teil und Prosobranchia. Verlag von Gebruder Borntraeger. Berlin. 684–690.