ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DAN INTEGRASI HARGA OLEIN
DESAK PUTU RISTAMI PARAMITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga dan Integrasi Harga Olein adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Desak Putu Ristami Paramita NIM. H151137194
RINGKASAN DESAK PUTU RISTAMI PARAMITA. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga dan Integrasi Harga Olein. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO dan NOER AZAM ACHSANI. Produksi olein meningkat sebesar 107.5 persen dari tahun 2002-2013 dan terjadi perubahan pola konsumsi dimana konsumsi olein untuk ekspor sekitar 39 persen pada tahun 2002 sedangkan pada tahun 2013, 65 persen konsumsi ditujukan untuk ekspor. Awal tahun 2008, terjadi kenaikan harga olein dikarenakan adanya krisis keuangan global. Akhir tahun 2008, harga olein kembali turun tetapi sejak saat itu terjadi fluktuasi harga hingga akhir 2014. Banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga seperti variabel makroekonomi dan mikroekonomi. Pelaku pasar komoditi perlu mengambil tindakan akibat fluktuasi harga dengan ikut serta dalam perdagangan berjangka komoditi. Perdagangan berjangka komoditi olein di Indonesia belum berkembang dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah transaksi kontrak berjangka olein di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) masih kecil dan mengakibatkan pelaku usaha belum menggunakan harga komoditi di bursa ini sebagai harga acuan. Pelaku justru melihat harga dari bursa Rotterdam untuk melakukan transaksi jual beli. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga olein dan menganalisis integrasi harga olein. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber seperti Bank Indonesia, BKDI, International Financial Statistics, Kementerian Perdagangan, dan World Bank dari Juni 2005 sampai dengan Desember 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM) dan variabel yang digunakan seperti nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga minyak bumi, harga Crude Palm Oil (CPO) dunia, GDP Indonesia, variabel dummy sebelum dan sesudah adanya kontrak berjangka olein di BKDI, harga olein Jakarta, harga futures olein BKDI, dan harga olein Rotterdam. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga minyak dunia, harga CPO dunia, dan GDP Indonesia dalam jangka pendek mempengaruhi harga olein, sedangkan nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga CPO dunia, dan GDP Indonesia dalam jangka panjang mempengaruhi harga olein. Hasil ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pelaku pasar dalam melakukan transaksi jual beli komoditi sehingga pelaku pasar dapat mengurangi resiko yang terjadi akibat adanya fluktuasi harga komoditi. Berdasarkan metode yang digunakan, terjadi integrasi antara harga fisik, harga futures, dan harga acuan dunia dalam jangka panjang, sedangkan dalam jangka pendek tidak terjadi integrasi harga sehingga apabila ada perubahan harga di salah satu pasar tidak langsung ditransmisikan terhadap harga di pasar lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pasar olein Indonesia belum bekerja secara efisien dan efektif. Hasil ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengatur dan mengelola komoditi olein sehingga harga olein yang terbentuk di pasar fisik dan futures Indonesia dapat dijadikan acuan bagi pelaku usaha komoditi olein.
Kata kunci: Faktor yang Mempengaruhi, Integrasi Harga, Olein, VECM
SUMMARY DESAK PUTU RISTAMI PARAMITA. Analysis of Factors Affecting Price and Price Integration of Olein. Supervised by NUNUNG NURYARTONO and NOER AZAM ACHSANI. Olein production increased by 107.5 percent from 2002 to 2013. There was a change in consumption patterns where the consumption of olein intended for export has risen from only 39 percent in 2002 to 65 percent in 2013. In the beginning of 2008, olein prices increased due to the global financial crisis. In the end of 2008, olein prices decreased but since then olein prices fluctuations until the end of 2014. Many factors affecting the price fluctuations such as macroeconomic and microeconomic variables. Commodity market participants need to take action in response to price fluctuations by participating in commodity futures trading. Olein futures trading commodity in Indonesia is not well developed. This is indicated by small volumes of the transaction of olein futures contracts in Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) causing market participants to not using ICDX futures prices as a reference. The participants actually use the price of the Rotterdam exchange for their transactions of buying and selling. Therefore, this study aims to analyze factors influencing olein prices and analyze olein prices integration. The data used in this study was obtained from various sources such as Bank Indonesia, ICDX, International Financial Statistics, Ministry of Trade, and World Bank from June 2005 to December 2014. This study uses Vector Error Correction Model (VECM) and incorporates variables such as exchange rates, interest rates, money supply, oil prices, Crude Palm Oil (CPO) prices, GDP of Indonesia, dummy variables representing the period of before and after the futures contract olein in ICDX, the price of olein in Jakarta, ICDX olein futures prices, and the Rotterdam olein prices. Results showed that oil prices, CPO prices, and Indonesia's GDP in the short term affect olein prices whereas in the long term, exchange rates, interest rates, money supply, CPO prices, and Indonesia's GDP influence olein prices. These results can be taken into consideration for market participants in buying and selling commodities so that they can reduce risks that occurs due to commodity price fluctuations. Based on the method used, there is an integration between the physical prices, futures prices, and world reference prices in the long term, while in the short term the price integration does not occur implying that if there is a change in prices in one market, such a change is not directly transmitted to the prices in other markets. This shows that the market of olein in Indonesia has not been working efficiently and effectively. This result can be used as a consideration for the government to regulate and manage olein commodity so that olein prices formed in the physical market and futures Indonesia can be a reference for the business of olein commodity.
Keywords: Factors Affecting Price, Olein, Price Integration, VECM
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DAN INTEGRASI HARGA OLEIN
DESAK PUTU RISTAMI PARAMITA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmatNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan tema harga komoditi yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini berjudul “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga dan Integrasi Harga Olein”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan secara khusus kepada Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si dan Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama proses penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para pengelola Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi serta seluruh dosen yang telah berbagi ilmu kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Progran Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, suami, anak, dan adik tercinta yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis serta rekan-rekan kuliah kelas Kementerian Perdagangan S2 IPB batch 1 dan 2 yang telah membantu dan memberikan semangat hingga selesainya tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Desember 2015 Desak Putu Ristami Paramita
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis Tinjauan Empiris Hipotesis Penelitian Alur Pemikiran 3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Model Penelitian Definisi Operasional 4 GAMBARAN UMUM Olein Produksi Olein Konsumsi Olein Ekspor Olein Impor Olein Penyebaran Perusahaan Olein 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Perkembangan Variabel Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Analisis Integrasi Harga Olein 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
1 1 3 4 4 4 5 5 12 14 15 17 17 17 21 22 25 25 25 27 28 28 28 31 31 36 43 51 51 51 53
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Perkembangan pangsa konsumsi minyak nabati dunia Transaksi kontrak berjangka komoditi di BKDI dari 2009 - 2014 Variabel, periode, satuan dan sumber data Definisi operasional Produksi kelapa sawit menurut propinsi di Indonesia Ekspor olein Indonesia Impor olein Indonesia Perusahaan industri olein di Indonesia Hasil pengujian akar unit tingkat level dan first difference faktor yang mempengaruhi harga olein Hasil pengujian kointegrasi faktor yang mempengaruhi harga olein Hasil estimasi VECM jangka pendek faktor yang mempengaruhi harga olein Hasil estimasi VECM jangka panjang faktor yang mempengaruhi harga olein Hasil granger causality faktor yang mempengaruhi harga olein Hasil pengujian akar unit tingkat level dan first difference integrasi harga olein Hasil pengujian kointegrasi integrasi harga olein Hasil estimasi VECM jangka panjang integrasi harga olein Hasil estimasi VECM jangka pendek integrasi harga olein Hasil granger causality integrasi harga olein
1 2 17 23 26 28 28 29 36 37 38 39 42 44 45 45 46 48
DAFTAR GAMBAR Pergerakan harga olein dari Januari 2000 – Desember 2014 Alur pemikiran Perkembangan produksi olein Indonesia Perkembangan konsumsi olein Indonesia Perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar Perkembangan suku bunga Perkembangan jumlah uang beredar Perkembangan harga minyak dunia Perkembangan harga CPO dunia Perkembangan GDP Indonesia Perkembangan harga olein Perkembangan harga futures olein Perkembangan harga acuan olein Respon harga olein terhadap guncangan nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga minyak dunia, harga CPO, dan GDP 15 Hasil FEVD faktor yang mempengaruhi harga olein 16 Respon guncangan harga di pasar acuan olein terhadap pasar fisik Indonesia 17 Respon guncangan harga di pasar acuan olein terhadap pasar futures Indonesia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
2 15 27 27 31 32 32 33 33 34 34 35 35 41 43 47 48
18 Hasil FEVD integrasi harga olein di pasar fisik Indonesia 19 Hasil FEVD integrasi harga olein di pasar futures Indonesia
49 49
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Uji akar unit faktor yang mempengaruhi harga olein Uji stabilitas VAR faktor yang mempengaruhi harga olein Uji lag optimal faktor yang mempengaruhi harga olein Uji kointegrasi faktor yang mempengaruhi harga olein Analisis VECM faktor yang mempengaruhi harga olein Analisis IRF faktor yang mempengaruhi harga olein Analisis granger causality faktor yang mempengaruhi harga olein Analisis FEVD faktor yang mempengaruhi harga olein Uji akar unit integrasi harga olein Uji stabilitas VAR integrasi harga olein Uji lag optimal integrasi harga olein Uji kointegrasi integrasi harga olein Analisis VECM integrasi harga olein Analisis IRF integrasi harga olein Analisis granger causality integrasi harga olein Analisis FEVD integrasi harga olein
57 61 62 62 64 65 67 67 68 70 70 71 72 73 74 75
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah di berbagai sektor termasuk sektor perkebunan. Menurut Kementerian Pertanian/Kementan (2014), produksi kelapa sawit Indonesia 21 958 120 ton di tahun 2010 dan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 8.41 persen sehingga produksi di tahun 2014 sebesar 29 344 479 ton dan menempatkan Indonesia sebagai produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Berdasarkan data World Bank (2014), jumlah penduduk dunia telah mencapai 7 260 652 000 jiwa sedangkan penduduk Indonesia berjumlah 254 455 000 jiwa (3.5 persen dari total penduduk dunia) dan menempati urutan keempat terbesar di dunia setelah Tiongkok (1 364 270 000 jiwa), India (1 295 292 000 jiwa), dan Amerika Serikat (318 857 000 jiwa). Rata-rata Gross Domestic Product (GDP) per kapita Indonesia sebesar US $ 3 492 per tahun dan rata-rata GDP per kapita dunia sebesar US $ 14 938 per tahun. Semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan dunia dan disertai peningkatan GDP per kapita akan berdampak pada peningkatan konsumsi termasuk peningkatan konsumsi minyak nabati. Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia/GAPKI (2014), konsumsi minyak nabati dunia dari tahun 19802014 meningkat 8.4 kali lipat menjadi 151 618 000 000 ton. Peningkatan konsumsi minyak nabati tersebut berdampak pada perubahan pola konsumsi minyak nabati dunia dimana saat ini pangsa minyak sawit menduduki pangsa terbesar yaitu 41 persen dari total konsumsi minyak nabati dan mengungguli dominasi minyak kedelai dengan share dunia sebesar 32 persen, minyak bunga matahari sebesar 10 persen dan minyak rappa sebesar 17 persen. Salah satu penyebab perubahan konsumsi minyak sawit tersebut adalah perubahan konsumsi pada produk turunan minyak sawit yaitu olein. Tabel 1 Perkembangan pangsa konsumsi minyak nabati dunia (persen) Jenis Minyak 1965 1980 2014 Minyak Kedelai 60 55 32 Minyak Sawit 15 21 41 Minyak Bunga Matahari 0 10 10 Minyak Rappa 25 14 17 Sumber : GAPKI, 2014
Refined Bleached Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein) atau yang lebih dikenal minyak goreng (yang selanjutnya disebut olein) merupakan salah satu produk olahan kelapa sawit. Komoditi ini telah mengalami proses industri yaitu proses pembentukan dari buah menjadi minyak sehingga mempunyai nilai tambah. Sebagai salah satu produk turunan dari kelapa sawit, produksi olein sangat tergantung dari produksi kelapa sawit. Menurut GAPKI (2014), terjadi peningkatan produksi olein sebesar 107.5 persen dari tahun 2002 sampai dengan 2013 dan terjadi perubahan pola konsumsi dimana konsumsi olein untuk kebutuhan dalam negeri sekitar 61 persen dan konsumsi olein untuk ekspor sekitar
2 39 persen pada tahun 2002 sedangkan pada tahun 2013, 65 persen konsumsi ditujukan untuk ekspor dan 35 persen ditujukan untuk konsumsi dalam negeri. 14,000 12,000
Rp/Kg
10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0
Periode Sumber : Perdagangan Dalam Negeri (PDN), 2014
Gambar 1 Pergerakan harga olein dari Januari 2000 sampai dengan Desember 2014 Berdasarkan Gambar 1, terjadi kenaikan harga yang tajam di awal tahun 2008. Mendekati akhir tahun 2008, harga olein kembali turun tetapi sejak saat itu terjadi fluktuasi harga hingga akhir 2014. Pelaku pasar komoditi dalam negeri maupun luar negeri perlu mengambil tindakan akibat adanya fluktuasi harga komoditi. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan ikut serta dalam perdagangan berjangka komoditi (PBK). PBK di Indonesia sudah dilindungi oleh Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 1997 yang kemudian diamandemen dengan UU No. 10 Tahun 2011. PBK di Indonesia sudah ada sejak tahun 2000 dengan satu bursa yaitu Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Tahun 2007, ada satu bursa lagi yang ikut meramaikan industri ini yaitu Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Tabel 2 Transaksi kontrak berjangka komoditi di BKDI dari 2009 sampai dengan 2014 (lot) Kontrak 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Berjangka CPOTR - 193 563 771 979 817 143 795 296 605 279 OLEINTR 1 542 4 374 1 963 588 GOLDGR 3 831 23 285 12 873 6 443 84 477 66 707 GOLDID 7 063 4 867 605 949 GOLDUD 79 366 113 904 48 686 3 402 PAMPGRID 3 578 PAMPKGUD 1 473 Sumber : Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), 2014
Sebagai bursa berjangka komoditi kedua di Indonesia, BKDI telah memperdagangkan tujuh kontrak berjangka komoditi yaitu minyak sawit dengan kode kontrak CPOTR, olein dengan kode kontrak OLEINTR, emas dengan kode
3 kontrak GOLDGR, GOLDID, GOLDUD, PAMPGRID, dan PAMPKGUD. Dari data pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa jumlah transaksi kontrak berjangka olein di bursa ini masih kecil dibandingkan jumlah transaksi di bursa berjangka yang ada di luar negeri. Dalian Commodity Exchange (DCE) yang merupakan bursa berjangka komoditi di Tiongkok yang telah memperdagangkan kontrak berjangka olein. Tahun 2014, jumlah transaksi olein di DCE mencapai 159 992 776 lot (DCE, 2014). Masih kecilnya jumlah transaksi kontrak berjangka olein di BKDI mengakibatkan pelaku usaha komoditi belum menggunakan harga komoditi di bursa ini sebagai harga acuan.
Perumusan Masalah Tatanan perekonomian dunia telah diubah akibat adanya gejolak krisis keuangan global tahun 2008. Krisis global ini berawal di Amerika Serikat pada tahun 2007 dan semakin dirasakan dampaknya ke seluruh dunia termasuk Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang menganut prinsip perekonomian terbuka. Dampak krisis ini mulai terlihat pada kuartal keempat tahun 2008 dimana pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh sebesar 6.1 persen sedangkan pada kuartal ketiga tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh sebesar 6.1 persen (Bank Indonesia/BI, 2008). Penurunan pertumbuhan ekonomi terjadi di berbagai sektor. Sektor perkebunan sebagai salah satu sektor yang ikut andil dalam penurunan pertumbuhan ekonomi. Negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang mengalami penurunan kemampuan keuangan. Konsekuensinya permintaan berbagai macam barang kebutuhan masyarakat menurun termasuk kelapa sawit dan produk turunannya. Akibat menurunnya permintaan di pasar ekspor mengakibatkan harga berbagai produk unggulan ekspor nasional mengalami penurunan cukup drastis dalam beberapa bulan terakhir di tahun 2008 (Kementerian Perindustrian/Kemenperin, 2008). Selain itu, Drajat (2011) mengemukakan bahwa ada ancaman yang serius bagi kelangsungan perkebunan di Indonesia yang diakibatkan krisis finansial global yang tidak terkendali dalam jangka pendek dan yang mengarah ke resesi global. Sebagai contoh, dalam jangka pendek harga komoditi olein menurun dari Rp 12 484 per kilogram pada Maret 2008 turun sampai dengan Rp 7 300 per kilogram pada November 2008. Saat ini Indonesia menghadapi tantangan yang semakin kompleks dalam mempertahankan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi kelapa sawit dan produk turunannya. Berbagai perubahan akan terjadi baik di pasar dalam negeri maupun pasar dunia, diantaranya adalah fluktuasi harga. Banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga komoditi seperti variabel makroekonomi dan mikroekonomi (Frankel dan Rose, 2010). Indonesia sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia tetapi sampai saat ini Indonesia belum bisa menjadi negara patokan untuk harga komoditi termasuk harga olein. Harga futures OLEINTR BKDI dan harga olein di pasar fisik Jakarta tidak dijadikan acuan oleh dunia atau Indonesia sendiri dalam melakukan transaksi jual beli olein. Pelaku justru melihat harga dari bursa berjangka luar negeri seperti pada bursa berjangka Rotterdam. Pelaku pasar yakin
4 bahwa harga yang terbentuk di bursa tersebut merefleksikan pasar sebenarnya sehingga dijadikan acuan bagi pelaku komoditi seperti petani, pedagang, dan pengusaha dalam menjual maupun membeli komoditi olein. Menurut UU No. 32 Tahun 1997 yang telah diamandemen dengan UU No. 10 Tahun 2011, tujuan diselenggarakan perdagangan berjangka komoditi sebagai sarana lindung nilai (hedging) dan sarana pembentukan harga (price discovery). Perdagangan berjangka komoditi yang terjadi di bursa dalam negeri Indonesia belum bisa mensejajarkan fungsinya seperti bursa berjangka luar negeri sehingga tujuan pembentukan harga seperti yang teruang secara implisit dalam Renstra Kementerian Perdagangan 2009-2014 belum dapat tercapai. Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga olein? 2. Bagaimana integrasi harga olein antara pasar fisik dalam negeri, pasar futures dalam negeri, dan pasar acuan dunia?
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga olein. 2. Menganalisis hubungan integrasi harga olein antara pasar fisik dalam negeri, pasar futures dalam negeri, dan pasar acuan dunia.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor yang mempengaruhi harga dan integrasi harga olein. Bagi pemerintah dapat menjadi masukan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil khususnya dalam kebijakan yang terkait dengan harga olein. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat memperdalam ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan dalam bidang perekonomian. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini lebih difokuskan dengan melihat faktor yang mempengaruhi harga olein dan melihat integrasi harga olein. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga olein di Jakarta, nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga minyak dunia, harga CPO dunia, GDP Indonesia, harga futures olein di BKDI, dan harga olein di Rotterdam. Data yang digunakan adalah data bulanan dari Juli 2005 sampai dengan Desember 2014. Data dianalisis dengan menggunakan metode VECM.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis Teori Harga Harga merupakan sinyal utama yang menjadi arah bagi pengambilan keputusan pelaku baik produsen dan konsumen dalam pasar. Menurut Kohls dan Uhl (2002), harga merupakan hasil dari interaksi antara permintaan dan penawaran yang berlangsung pada pasar yang bersaing sempurna. Harga suatu barang yang diperjualbelikan ditentukan dengan melihat keseimbangan dalam suatu pasar. Keseimbangan pasar tersebut terjadi bila jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah barang yang diminta (Sukirno, 2012). Harga pasar tidak terbentuk secara otomatis akan tetapi melalui suatu proses mekanisme pasar yakni tarik menarik antara kekuatan pembeli dengan permintaannya dan kekuatan penjual dengan penawarannya. Harga merupakan suatu hal yang penting dan menarik bagi para penjual maupun bagi para pembeli di pasar. Harga juga merupakan tanda atau sinyal yang mengarahkan keputusan ekonomi dalam melakukan alokasi terhadap sumber daya yang langka. Jadi jika terjadi fluktuasi harga di suatu pasar dan dapat segera ditangkap oleh pasar lain maka perubahan tersebut dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan harga bagi produsen. Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu pemberi informasi tentang jumlah komoditi yang sebaiknya dipasok oleh produsen untuk memperoleh keuntungan maksimum dan penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum (Nicholson, 2000). Cara yang dapat digunakan dalam penentuan harga komoditi tertentu dalam pasar adalah melalui analisis permintaan dan penawaran. Kurva permintaan dan penawaan pasar merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam analisis tersebut. Menurut Baye (2010), kurva yang menggambarkan jumlah total barang yang diinginkan dan dapat dibeli oleh konsumen pada setiap tingkat harga yang mungkin, dengan asumsi harga barang lain yang berkorelasi, pendapatan, iklan, dan variabel lain tidak berubah adalah kurva permintaan pasar. Sedangkan hubungan antara harga barang dengan jumlah permintaan bersifat kebalikan dimana semakin tinggi harga barang maka semakin sedikit jumlah permintaan terhadap barang tersebut disebut hukum permintaan. Dengan demikian kurva permintaan mempunyai slope negatif (menurun). Setiap titik pada kurva permintaan menggambarkan jumlah barang yang diminta pada setiap tingkatan harga. Perubahan harga akan menyebabkan perubahan kuantitas barang yang diminta oleh konsumen. Permintaan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan permintaan seperti iklan, pendapatan, harga barang lain yang berkorelasi, populasi penduduk, dan harapan penduduk. Perubahan permintaan yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut dapat menggeser keseluruhan titik pada kurva permintaan. Apabila terjadi peningkatan permintaan maka kurva akan bergeser ke kanan, sedangkan apabila terjadi penurunan permintaan maka kurva akan bergeser ke kiri.
6 Sebuah kurva yang menggambarkan jumlah total suatu barang yang akan diproduksi oleh seluruh produsen dalam pasar yang bersaing pada setiap tingkat harga, dengan asumsi harga input, teknologi, dan variabel lain yang dapat mempengaruhi penawaran tidak berubah disebut kurva penawaran pasar (Baye, 2010). Perubahan harga suatu barang akan mengubah jumlah yang ditawarkan, sebagaimana konsep hukum permintaan, Kenaikan harga barang dan faktor-faktor lain tetap akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan atau sebaliknya. Hal ini dikenal dengan hukum penawaran. Kondisi ini mengakibatkan bentuk kurva penawaran mempunyai slope positif. Beberapa faktor seperti harga input, teknologi yang digunakan dalam berproduksi, jumlah perusahaan dalam pasar, pajak, dan harapan produsen dapat menggeser kurva penawaran. Jika terjadi kenaikan penawaran maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan, sedangkan jika terjadi penurunan penawaran maka kurva penawaran akan bergeser ke kiri. Melalui konsep permintaan dan penawaran dalam pasar dapat disimpulkan bahwa harga suatu barang pada pasar yang bersaing ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran untuk barang tersebut di dalam pasar. Harga komoditi sangatlah penting untuk dijaga, karena sifat komoditi yang mudah rusak. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan mempunyai tugas untuk mengakomodasi dan meminimalisir fluktuasi harga. Harga komoditi secara umum dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi harga baik dari sisi permintaan maupun penawaran.
Hubungan Nilai Tukar dan Harga Nilai tukar adalah perbandingan nilai atau harga mata uang domestik dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara di mana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008). Nilai tukar dibagi menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai tukar riil adalah nilai tukar yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Mankiw, 2006). Ketersediaan komoditi tidak hanya dari produksi dalam negeri saja, tetapi juga berasal dari luar negeri. Ketika nilai tukar Indonesia terapresiasi, maka harga dunia relatif lebih murah bila dibandingkan dengan harga domestik (Balcombe, 2010), sehingga akan menimbulkan gelombang impor yang akan menyebabkan peningkatan stok komoditi di pasar domestik. Apabila stok komoditi domestik berlebih, maka harga komoditi domestik juga akan mengalami penurunan.
Hubungan Suku Bunga dan Harga Menurut Sukirno (2012), bunga adalah pembayaran atas modal yang dipinjam dari pihak lain. Bunga yang dinyatakan sebagai persentasi dari modal dinamakan suku bunga. Esensi tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa depan. Tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat bunga nominal (nominal interest rate) dan kenaikan daya beli dengan tingkat
7 bunga riil (riil interest rate). Jika = tingkat bunga nominal, = tingkat bunga riil, π = inflasi, maka (Mankiw, 2006). Suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas monetar adalah BI Rate. BI Rate merupakan suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor dalam perekonomian, Bank Indonesia akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Menurut Helbling et al. (2008), tingkat suku bunga merupakan salah satu faktor yang memberi pengaruh pada harga komoditi. Tingkat suku bunga yang rendah dapat mendorong permintaan agregat yang akan berdampak pada peningkatan permintaan komoditi. Adanya peningkatan permintaan komoditi akan meningkatkan harga komoditi. Selain itu Arango et al. (2012) menyatakan bahwa suku bunga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga komoditi.
Hubungan Jumlah Uang Beredar dengan Harga Jumlah uang yang tersedia disebut jumlah uang beredar. Dalam perekonomian yang menggunakan uang sebagai komoditi, jumlah uang beredar adalah jumlah dari komoditi itu. Sedangkan dalam perekonomian yang menggunakan uang atas unjuk, seperti sebagian perekonomian dewasa ini, pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar. Peraturan resmi memberi pemerintah hak untuk memonopoli percetakan uang. Kontrol atas jumlah uang beredar disebut kebijakan moneter (Mankiw, 2006). Kebijakan moneter di Indonesia didelegasikan kepada Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Menurut BI (2014), uang beredar dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro berdenominasi Rupiah), sedangkan M2 meliputi M1, uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam Rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun. Menurut Ahsan et al. (2011), jumlah uang beredar adalah proxy permintaan uang. Masyarakat menuntut lebih banyak uang untuk membeli barang. Semakin banyak permintaan uang akan meningkatkan konsumsi sehingga harga barang akan meningkat.
Hubungan GDP dengan Harga GDP atau produk domestik bruto dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh suatu negara. Mankiw (2006) menjelaskan bahwa GDP terbagi menjadi dua, yaitu GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal adalah nilai barang dan jasa yang diukur dengan harga berlaku sedangkan GDP riil merupakan nilai barang dan jasa yang diukur dengan menggunakan harga konstan. GDP riil menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak.
8 Menurut Frankel dan Rose (2010), kegiatan ekonomi sebagai penentu hasil karena mendorong transaksi barang. Kegiatan ekonomi yang tinggi memiliki efek positif pada peningkatan permintaan. Selanjutnya peningkatan permintaan akan meningkatkan harga. Kegiatan ekonomi yang diproxy dengan GDP merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga. Ketika GDP meningkat maka permintaan akan meningkat sehingga harga komoditi meningkat.
Hubungan Harga Minyak Bumi dan Harga Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Salah satu kegunaan dari minyak bumi sebagai minyak bakar yang merupakan sumber energi utama dunia. Konsumsi minyak dunia terus menerus mengalami kenaikan sejak adanya revolusi industri di Inggris pada abad 17. Menurut Hartoyo et al. (2011), kenaikan harga minyak bumi akan menyebabkan ekspor CPO Indonesia meningkat karena CPO digunakan sebagai bahan baku biofuel. Kenaikan permintaan CPO tersebut berdampak pada penurunan ketersediaaan minyak goreng sawit Indonesia. Karena ketersediaaan minyak goreng menurun maka harga minyak goreng akan naik. Arianto et al. (2010) menyatakan bahwa ada pengaruh harga minyak bumi dengan harga minyak nabati dalam jangka panjang. Sedangkan Arshad dan Hameed (2012) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan harga CPO adalah harga minyak bumi.
Hubungan Harga CPO dan Harga CPO merupakan barang input dalam proses pembuatan olein. Sehingga harga CPO ikut mempengaruhi harga olein. Menurut teori penawaran, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran barang, salah satunya adalah harga barang input. Semakin rendah harga barang input, semakin mendorong produsen untuk memproduksi barang lebih banyak pada setiap tingkat harga. Sebaliknya, harga barang input yang semakin tinggi menyebabkan keuntungan produsen menurun dan sebagai akibatnya, penawaran menurun pada setiap tingkat harga. Akibat penurunan penawaran maka harga barang akan meningkat.
Integrasi Harga Integrasi harga atau yang lebih sering disebut dengan integrasi pasar dapat diartikan sebagai hubungan yang terjadi antar pasar dua atau lebih negara dimana jika salah satu pasar mengalami shocks akan memberikan pengaruh yang positif atau negarif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Integrasi pasar merupakan keterpaduan diantara beberapa pasar yang memiliki korelasi harga tinggi. Muwanga dan Snyder (1997) mengemukakan bahwa pasar berintegrasi jika terjadi aktivitas perdagangan antara dua atau lebih pasar yang terpisah, kemudian harga di suatu pasar berhubungan atau berkorelasi dengan harga di pasar lainnya. Dalam hal ini, perubahan harga di suatu pasar secara parsial atau total ditransmisikan ke pasar lain, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.
9 Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui efisiensi pasar. Pasar akan berjalan secara efisien jika memanfaatkan semua informasi yang tersedia. Informasi harga dan kemungkinan substitusi produk antar pasar selalu berpengaruh terhadap perilaku penjual dan pembeli. Transmisi dan pemanfaatan informasi diantara berbagai pasar mengakibatkan harga dari komoditi tertentu bergerak secara bersamaan di berbagai pasar tersebut. Kondisi ini menunjukkan keberadaan integrasi pasar yang merupakan indikator efisiensi sistem pemasaran (Heytens, 1986). Pengetahuan tentang integrasi pasar akan dapat bermanfaat untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan secara tepat dan cepat. Dua buah pasar yang terintegrasi akan membentuk harga kesetimbangan yang berkaitan secara langsung. Jika perdagangan terjadi pada dua wilayah dan harga di daerah yang mengimpor sebanding dengan harga di daerah yang mengekspor ditambah dengan biaya yang diperlukan, maka kedua pasar tersebut dapat dikatakan telah terintegrasi (Ravallion, 1986). Terintegrasi atau tidaknya suatu pasar dapat dianalisis dengan memperhatikan faktor sebagai berikut : Rifin dan Nurdiyani (2007) 1. Segmentasi pasar Pasar dikatakan tidak terintegrasi apabila perubahan harga yang terjadi di pasar acuan tidak mempunyai pengaruh, baik cepat atau lambat terhadap harga di pasar domestik. Dengan demikian, diharapkan dengan terintegrasinya pasar domestik, maka harga yang terjadi di pasar domestik dipengaruhi oleh perubahan harga yang ada di pasar acuan. 2. Integrasi jangka pendek Pasar dikatakan terintegrasi dalam jangka pendek apabila perubahan harga yang terjadi di pasar acuan secara langsung dan utuh diteruskan ke dalam harga di pasar domestik. Analisis ini juga mensyaratkan bahwa tidak ada efek lag pada harga dimasa yang akan datang.
Hubungan Harga Futures dan Harga Fisik Harga berjangka (futures price) merupakan harga yang terjadi di bursa berjangka pada waktu tertentu dan penyerahan di kemudian hari. Harga terbentuk dari harapan-harapan para pelaku bursa komoditi berdasarkan prediksi permintaan dan penawaran suatu komoditi di berbagai produsen dan konsumen komoditi yang bersangkutan. Harga berjangka merupakan harga kontrak futures yaitu sebuah kontrak berjangka yang sifat mengikat baik kedua belah pihak untuk membeli ataupun menjual suatu aset finansial maupun non finansial tertentu yang penyerahannya dilakukan secara fisik atau cash settlement di masa yang akan datang, dengan harga yang ditetapkan sekarang (Bappebti, 2012). Harga fisik dan harga berjangka mempunyai hubungan saling mempengaruhi. Kedua harga tersebut cenderung memiliki pergerakan searah dengan fluktuasi yang tidak selalu sama, namun hal tersebut tidak selalu terjadi. Pergerakan searah itu yang dijadikan oleh hedger untuk melindungi perdagangan komoditi di pasar fisik dengan cara mengambil posisi yang berlawanan antara pasar fisik dan berjangka. Harga fisik merupakan acuan bagi harga berjangka, namun hal tersebut tidak selalu terjadi karena tidak semua harga berjangka bereaksi terhadap
10 perubahan harga fisik. Sebaliknya harga berjangka merupakan sinyal harga untuk pasar fisik. Harga berjangka akan terpengaruh kuat oleh harga fisik bila penyerahan hampir jatuh tempo, otomatis harga berjangka mencerminkan harga fisik. Sedangkan bila waktu penyerahan lebih lama maka harga fisik tidak terlalu berpengaruh karena faktor-faktor yang mempengaruhi harga fisik saat ini belum tentu berlaku di kemudian hari.
Perdagangan Berjangka Komoditi Menurut UU No. 32 Tahun 1997 j.o UU No. 10 Tahun 2011, perdagangan berjangka komoditi adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan jual beli komoditi dengan penarikan margin dan dengan penyelesaian kemudian berdasarkan kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah dan atau kontrak derivatif lainnya. Selain itu, perdagangan berjangka komoditi merupakan sarana perdagangan yang dapat dimanfaatkan dunia usaha termasuk petani dan UMKM untuk mengamankan kepentingan mereka dari kemungkinan terjadinya kerugian akibat fluktuasi harga. PBK selain sebagai sarana pengelolaan risiko, juga berfungsi sebagai sarana terbentuknya harga (price discovery) yang efektif dan transparan sehingga informasi harga yang terbentuk dapat digunakan sebagai referensi berbagai pihak (Purnomo et al., 2013). Kegiatan PBK di Indonesia mulai banyak dilakukan pada tahun 2000-an meskipun studi tentang PBK sudah dimulai sejak tahun 1980-an. PBK tergolong sektor usaha kompleks yang meskipun memiliki potensi keuntungan besar, namun juga diiringi risiko yang besar (high risk high return). PBK dalam bentuk perdagangan derivatif kontrak berjangka mengandung unsur spekulasi yang sangat tinggi sehingga tidak disarankan bagi investor yang belum berpengalaman. Risiko yang sering terjadi adalah risiko pemasaran (risiko harga), produksi, distribusi, dan pengolahan. Hal yang paling sulit diprediksi adalah risiko akibat fluktuasi harga komoditi. Harga komoditi di seluruh dunia cenderung berfluktuasi akibat alam (cuaca, musim, bencana alam), kondisi sosial politik, kondisi ekonomi. Pasar berjangka sebagai salah satu jenis pasar yang berbeda dengan pasar komoditi secara fisik, di pasar berjangka diperdagangkan kontrak berjangka atas komoditi tertentu yang telah ditetapkan persyaratannya secara standar dalam kontrak berjangka, antara lain jenis komoditi, mutu, jumlah satuan per kontrak, bulan penyerahan, tempat penyerahan dan persyaratan penyerahan. Hanya harga yang tidak ditetapkan dalam kontrak. Harga kontrak berjangka tersebut dijadikan sebagai objek tawar menawar di pasar berjangka. Karena dalam perdagangan berjangka yang ditransaksikan adalah kontrak standar, maka para pelaku atau penjual dan pembeli setiap saat bisa masuk atau keluar secara mudah. Selain itu, pasar berjangka merupakan sarana pembentukan harga yang transparan dan wajar, yang mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan yang sebenarnya dari komoditi yang diperdagangkan. Hal ini memungkinkan, karena transaksi hanya dilakukan oleh anggota bursa yang mewakili nasabah atau dirinya sendiri. Artinya antara pembeli dan penjual kontrak berjangka tidak saling kenal secara langsung. Perdagangan berjangka juga merupakan bentuk lain dari kegiatan investasi yang diciptakan berdasarkan mekanisme yang terjadi di pasar, yaitu dengan membentuk pasar di bursa berjangka dari pasar komoditi fisiknya, dengan
11 melakukan transaksi di dua pasar tersebut secara bersamaan dengan posisi yang berlawanan (jual dan beli) untuk jumlah dan jenis komoditi yang sama. Dengan demikian, kedua pasar ini akan saling menutupi kerugian yang diderita pada salah satu pasar. Jadi perdagangan berjangka merupakan suatu bentuk lain kegiatan yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan dunia usaha sebagai sarana lindung nilai (hedging) yang sangat efektif untuk mengurangi pengaruh timbulnya resiko kerugian yang disebabkan karena adanya fluktuasi harga serta berbagai sarana alternatif investasi bagi pihak yang bermaksud menginvestasikan modalnya di bursa berjangka.
Kontrak Berjangka Menurut Batu (2014), kontrak berjangka adalah suatu bentuk kontrak standar untuk membeli atau menjual komoditi dengan penyelesaian kemudian dalam jumlah, mutu, jenis, tempat dan waktu penyerahannya telah ditetapkan terlebih dahulu. Karena bentuknya yang standar itu, maka yang dapat dinegosiasikan hanya harganya saja. Selain itu, kontrak berjangka adalah perjanjian standar antara pembeli dan penjual atas komoditi/aset tertentu yang akan diterima/diserahkan pada yang telah ditetapkan di masa datang (Bappebti, 2012). Suatu kontrak berjangka dapat menimbulkan kewajiban kepada pemegang kontrak tersebut untuk melaksanakan pembelian atau penjualan. Kedua belah pihak harus melaksanakan kewajiban masing-masing pada tanggal penyerahan atau tanggal penyelesaian akhir. Pada tanggal penyelesaian akhir, pihak penjual akan menyerahkan komoditi yang dijadikan aset acuan kepada pihak pembeli, dan sebaliknya pihak pembeli wajib membeli dengan harga penyelesaian yang telah disepakati dalam kontrak. Harga tertentu yang disepakati pada tanggal awal kontrak disebut harga kontrak berjangka (futures price). Sedangkan harga dari aset acuan pada saat tanggal penyerahan disebut dengan istilah harga penyelesaian (settlement price).
Komoditi yang Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka Komoditi adalah barang dagangan yang menjadi subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa berjangka. Sesuai Pasal 3 UU No. 32 Tahun 1997, komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka harus ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Keppres). Berdasarkan Pasal 1 Keppres No. 119 Tahun 2001 maka komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka di bursa berjangka meliputi kopi, minyak kelapa sawit, plywood, karet, kakao, lada, gula pasir, kacang tanah, kedelai, cengkeh, udang, ikan, bahan bakar minyak, gas alam, tenaga listrik, emas, batubara, timah, pulpen dan kertas, benang, semen, dan pupuk. Adanya UU No. 10 Tahun 2011, pengertian komoditi diperluas menjadi semua barang jasa, hak, dan kepentingan lainnya, dan setiap derivatif dari komoditi yang dapat diperdagangkan dan menjadi subjek kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lainnya. Sesuai Pasal 3 UU No. 10 Tahun 2011, komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka cukup diatur berdasarkan Peraturan Kepala Bappebti.
12 Komoditi yang diperdagangkan biasanya memiliki ciri harganya fluktuatif, memiliki standar mutu tertentu, tersedia dalam jumlah cukup besar dan diperdagangkan secara bebas di pasar. Penetapan komoditi sebagai subjek kontrak berjangka merupakan kewenangan Bappebti (Purnomo et al., 2013). Berdasarkan Peraturan Kepala Bappebti No. 94/BAPPEBTI/PER/04/2012, komoditi yang dapat dijadikan subyek kontrak berjangka yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka adalah : a. Di bidang pertanian dan perkebunan : kopi, kelapa sawit, karet, kakao, lada, mete, cengkeh, kacang tanah, kedelai, jagung dan kopra. b. Di bidang pertambangan dan energi : emas, timah, alumunium, bahan bakar minyak, gas alam, tenaga listrik, dan batubara. c. Di bidang industri : gula pasir, plywood, pulp dan kertas, benang, semen, dan pupuk. d. Di bidang perikanan dan kelautan : udang, ikan, dan rumput laut. e. Di bidang keuangan : mata uang asing.
Tinjauan Empiris Penelitian tentang harga komoditi telah banyak dilakukan, Nugraheni (2014) menganalisis volatilitas harga pangan utama Indonesia dan faktor yang mempengaruhinya. Metode VECM menunjukkan bahwa harga dunia, pendapatan per kapita, nilai tukar, dan iklim mempengaruhi harga beras dan kedelai. Harga jagung dipengaruhi oleh harga dunia, nilai tukar, dan iklim. Sedangkan harga gula pasir dipengaruhi oleh pendapatan per kapita, harga dunia, dan iklim. Elizabeth (2013) melakukan penelitian tentang perilaku harga spot dan futures olein terkait variabel makroekonomi dengan menggunakan metode VECM. Hasil menunjukkan bahwa perubahan variabel nilai tukar riil memberi pengaruh pada jangka pendek baik terhadap harga spot dan futures terdekat maupun terjauh olein, sedangkan perubahan tingkat bunga riil dan harga minyak dunia memberi pengaruh pada jangka panjang terhadap harga spot dan futures terdekat maupun terjauh olein. Arango et al. (2012) menganalisis faktor yang mempengaruhi harga 50 komoditi dengan menggunakan metode panel. Hasil menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap harga komoditi. Arshad dan Hameed (2012) menganalisis dua faktor utama yang mempunyai korelasi yang tinggi terhadap pergerakan harga CPO yaitu harga minyak dan persediaan CPO dengan metode ARDL. Hasil menunjukkan bahwa dalam jangka pendek dan panjang, harga minyak berpengaruh secara positif terhadap pergerakan harga CPO. Sedangkan persediaan CPO berpengaruh secara negatif terhadap harga CPO dalam jangka pendek dan berpengaruh positif dalam jangka panjang. Ahsan et al. (2011) menganalisis faktor yang mempengaruhi harga pangan dari sisi permintaan dan penawaran. Metode yang digunakan adalah ARDL. Berdasarkan analisis yang dilakukan, variabel yang paling signifikan mempengaruhi harga pangan dalam jangka pendek adalah jumlah uang beredar dan harga pangan dunia. Pada tahun yang sama, Nazlioglu dan Soytas membahas saling ketergantungan antara harga minyak, kurs Lira/US Dollar dan harga komoditi pertanian (gandum, jagung, kedelai, dan bunga matahari) di Turki dengan pendekatan kausalitas Toda-Yamamoto dan analisis impulse respone.
13 Analisis impulse respon menunjukkan harga pertanian Turki tidak signifikan bereaksi terhadap harga minyak dan guncangan nilai tukar dalam jangka pendek. Sedangkan analisis kausalitas jangka panjang menunjukkan bahwa perubahan harga minyak dan apresiasi/depresiasi Lira Turki tidak ditransmisikan ke harga komoditi pertanian di Turki. Balcombe (2010) mengkaji volatilitas harga pertanian dengan menggunakan panel data. Hasil analisis memperlihatkan bahwa volatilitas harga minyak dan nilai tukar mempengaruhi harga pertanian. Bastourre et al. (2010) melakukan analisis harga komoditi dengan menggunakan Dynamic Ordinary Least Square (DOLS). Hasil menunjukkan bahwa indeks produksi industri, nilai tukar riil, suku bunga riil, indeks Dow Jones berpengaruh terhadap harga komoditi. Tahun 2010, Frankel dan Rose menganalisis faktor penentu harga komoditi pertanian dan mineral dari sisi makroekonomi (GDP dan suku bunga) dan mikroekonomi (persediaan, measures of uncertainty, dan spot-forward spread) dengan menggunakan panel data. Hasil menunjukkan bahwa ada dua faktor makroekonomi memiliki efek positif pada harga tetapi faktor yang tampaknya memiliki pengaruh paling konsisten dan kuat adalah variabel mikroekonomi (volatilitas, persediaan, dan spot-forward spread). Penelitian tentang integrasi harga juga telah banyak dilakukan, Cahyaningsih (2012) menganalisis integrasi spasial dan vertikal pasar beras di Indonesia dengan metode VECM. Secara spasial, pada perdagangan beras di Indonesia terdapat pasar-pasar kunci di Indonesia yaitu pasar di Medan, Semarang, Pontianak, Surabaya, dan Jakarta. Perubahan harga beras yang terjadi pada pasar di wilayah tersebut akan menyebabkan perubahan harga beras di wilayah lain. Secara vertikal, pasar beras dalam negeri tidak terintegrasi dengan pasar beras di Vietnam dan Thailand dalam jangka panjang. Pasar beras dalam negeri sudah terintegrasi dengan pasar beras Vietnam dalam jangka pendek namun tidak terintegrasi dengan pasar beras Thailand, dan pasar beras Vietnam sudah terintegrasi dengan pasar beras Thailand dalam jangka pendek. Ghafoor dan Aslam (2012) melakukan penelitian terkait integrasi dan transmisi harga beras di Pakistan dengan ECM. Hasil analisis menunjukkan bahwa lima pasar beras utama Pakistan terintegrasi satu sama lain secara keseluruhan. Rachman (2012) melakukan penelitian integrasi dan transmisi harga pada pasar CPO dan minyak goreng sawit di Indonesia dengan menggunakan kointegrasi dan VECM. Dari pengujian kointegrasi, harga CPO internasional dan CPO domestik tidak terkointegrasi berarti pasar CPO domestik tidak terintegrasi dengan pasar dunia. Perubahan mekanisme penetapan pajak ekspor CPO tahun 2007 menunjukkan bahwa harga CPO internasional pada bulan sebelumnya berpengaruh terhadap integrasi pasar CPO dunia dengan pasar CPO domestik. Harga CPO internasional dan CPO domestik terkointegrasi dengan harga minyak goreng domestik. Hasil VECM menunjukkan bahwa dalam jangka panjang harga CPO internasional dan CPO domestik berpengaruh signifikan terhadap harga minyak goreng domestik, dimana harga CPO internasional berpengaruh lebih besar dari harga CPO domestik. Studi Aji (2010) menganalisis integrasi harga minyak bumi, minyak kedelai, CPO, minyak goreng domestik, dan tandan buah segar kelapa sawit dengan menggunakan granger causality, kointegrasi multivariat, kointegrasi bivariate, dan VECM. Kesimpulan penelitian tersebut adalah terjadi integrasi
14 diantara harga minyak bumi, minyak kedelai, CPO, minyak goreng dan TBS kelapa sawit. Pengaruh minyak bumi terhadap harga-harga tersebut tidak terlalu besar, hal ini menunjukkan bahwa konversi energi dari minyak bumi ke minyak nabati belum begitu besar. Keterkaitan harga antara minyak kedelai dan CPO Rotterdam berpengaruh besar terhadap harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik, dan harga TBS, karena minyak kedelai merupakan substitusi CPO sehingga ketika volume minyak kedelai di pasaran berkurang karena adanya penurunan produksi dunia maka harga CPO akan meningkat. Pengaruh harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik, dan harga TBS terhadap harga CPO Rotterdam belum besar, karena Indonesia masih mengacu kepada harga CPO Rotterdam. Besarnya pass-through harga ekspor CPO Indonesia terhadap harga CPO Malaysia dapat menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga CPO di Indonesia terhadap harga CPO Malaysia. Firdaus dan Ariyoso (2010) melakukan penelitian keterpaduan harga terhadap komoditi kakao dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat keterpaduan harga yang kuat baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek antara pasar kakao spot di Makassar dengan bursa berjangka di Newyork Board of Trade (NYBOT). Pergerakan harga kakao Indonesia dipengaruhi oleh harga kakao di NYBOT, konsumsi kakao dunia serta kurs Rupiah terhadap US $. Penelitian Fitrianti (2009) terkait integrasi terhadap komoditi karet dengan menggunakan VECM. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan integrasi spasial dan kointegrasi antara pasar karet alam di pasar fisik Indonesia (Belawan) dengan pasar berjangka di Singapura (SICOM), Jepang (CJCE dan TOCOM), Thailand (AFET), dan Tiongkok (SHFE). Sedangkan Hafizah (2009) melakukan penelitian tentang integrasi pasar fisik CPO di Indonesia, Malaysia, dan pasar berjangka di Rotterdam dengan VECM. Kesimpulan penelitian tersebut adalah terdapat hubungan kointegrasi antara pasar forward Rotterdam, pasar fisik Indonesia dan Malaysia. Pasar forward Rotterdam merupakan pasar referensi atau pasar acuan bagi pasar fisik Indonesia Malaysia, artinya perubahan yang terjadi pada pasar Rotterdam akan menyebabkan pembentukan harga di pasar fisik Indonesia dan Malaysia. Pembentukan harga di Indonesia selain dipengaruhi oleh pasar Rotterdam juga dipengaruhi oleh pasar fisik Malaysia dengan sifat hubungan satu arah, artinya Malaysia berpengaruh terhadap pembentukan harga di Indonesia namun Indonesia tidak berpengaruh dalam pembentukan harga di Malaysia. Untuk memperbaiki posisi tawar Indonesia maka salah satu strategi yang dapat dilakukan membangun bursa berjangka di Indonesia dan mengembangkan industri hilir dari minyak kelapa sawit. Tahun 2007, Nkang et al. menganalisis transmisi dan integrasi harga kakao dan CPO dengan menggunakan VECM. Hasil menunjukkan bahwa pasar kakao di tingkat produsen di wilayah Ikom dan Akamkpa serta pasar kakao di tingkat produsen di wilayah Ikom dan Etung terintegrasi sedangkan pasar kakao di tingkat konsumen di wilayah Ikom dan Akamkpa serta pasar kakao di tingkat konsumen di wilayah Ikom dan Etung tidak terintegrasi. Berdasarkan analisis yang digunakan, pasar CPO di wilayah Ikom dan Akamkpa terintegrasi sedangkan pasar CPO di wilayah Ikom dan Etung tidak terintegrasi. Dawson dan Dey (2002) melakukan penelitian integrasi pasar beras di Bangladesh dengan ECM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar
15 beras terintegrasi secara sempurna dan pasar Dhaka mendominasi pasar terdekat lainnya.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan empiris, hipotesis penelitian ini sebagai berikut : 1. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein a. Suku bunga diduga memiliki hubungan negatif terhadap harga olein. b. Nilai tukar, jumlah uang beredar, GDP, harga minyak bumi, dan harga CPO diduga memiliki hubungan positif terhadap harga olein. 2. Analisis Integrasi Harga Olein Harga fisik, harga futures, dan harga acuan olein diduga terintegrasi.
Alur Pemikiran Indonesia merupakan negara berkembang yang menganut sistem perekonomian terbuka. Gejolak yang terjadi di dunia akan membawa dampak terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Salah satu gejolak yang terjadi yaitu krisis keuangan global tahun 2008. Dampak krisis di negara Amerika Serikat dirasakan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia yang melakukan mitra dagang dengan Amerika Serikat. Adanya krisis keuangan global berdampak pada perekonomian Indonesia Terjadi fluktuasi harga Faktor yang mempengaruhi harga : 1. Nilai tukar 2. Suku bunga 3. Jumlah uang beredar 4. GDP 5. Harga mnyak bumi 6. Harga CPO 7. Sebelum dan sesudah adanya kontrak berjangka olein di BKDI (variabel dummy sebagai variabel eksogen) 1. Indonesia memiliki dua pasar yaitu pasar fisik dan pasar futures 2. Harga yang terbentuk di pasar fisik dan pasar futures belum dijadikan acuan bagi pelaku pasar 3. Harga di pasar acuan dunia yaitu harga olein di pasar Rotterdam yang dijadikan acuan Integrasi harga pada pasar fisik, pasar futures, dan pasar acuan dunia
16
Kesimpulan
Memberikan informasi penting menyangkut harga Gambar 2 Alur pemikiran Harga merupakan sinyal penting bagi pasar dalam hal ini pasar komoditi Sebagai salah satu komoditi di sektor perkebunan, dampak krisis keuangan global dirasakan oleh kelapa sawit dan salah satu produk turunannya yaitu olein. Pergerakan harga olein menjadi sangat penting untuk dipantau sejak komoditi ini ditetapkan pemerintah sebagai salah satu dari sembilan kebutuhan pokok pemerintah. Pergerakan harga komoditi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga minyak bumi, harga CPO, dan GDP. Serta memasukkan variabel dummy sebelum dan sesudah adanya kontrak berjangka olein di BKDI sebagai variabel eksogen. Hingga saat ini, harga yang terbentuk di pasar dalam negeri baik harga fisik dan harga futures belum dijadikan acuan bagi pelaku pasar dalam melakukan transaksi jual beli komoditi termasuk komoditi olein. Pelaku pasar dalam negeri masih bertumpu pada perdagangan olein di Rotterdam. Penelusuran faktor yang mempengaruhi harga dan integrasi harga komoditi olein tentunya akan memberikan gambaran mengenai perkembangan harga komoditi tersebut sehingga dapat memberikan informasi penting menyangkut harga dan tata niaga komoditi tersebut. Hal ini menjadi dasar untuk dilakukan penelitian yang berupaya untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pergerakan harga dan integrasi harga olein.
17
3 METODE Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder dan bentuk datanya adalah time series bulanan yang diambil dari Bappebti, BI, BKDI, International Financial Statistics (IFS), PDN, dan World Bank. Adapun variabel, jenis data, periode dan sumber data yang digunakan untuk penelitian ini secara ringkas disajikan dalam Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3 Variabel, periode, satuan dan sumber data Variabel Periode 1. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Harga olein Jakarta Juli 2005 sd Desember 2014 Nilai tukar riil Rp/US $ Juli 2005 sd Desember 2014 Suku bunga Juli 2005 sd Desember 2014 Jumlah uang beredar Juli 2005 sd Desember 2014 Harga CPO dunia Juli 2005 sd Desember 2014 Harga minyak dunia Juli 2005 sd Desember 2014 GDP Indonesia Juli 2005 sd Desember 2014 Dummy sebelum dan sesudah Juli 2005 sd adanya kontrak berjangka olein Desember 2014 2. Analisis Integrasi Harga Harga olein di Jakarta Desember 2011 sd Desember 2014 Harga futures oleinTR di BKDI Desember 2011 sd Desember 2014 Harga olein di Rotterdam Desember 2011 sd Desember 2014 Nilai tukar riil Rp/US $ Desember 2011 sd Desember 2014
Satuan
Sumber
Rp/Kg
PDN
Rp/$
BI
Persen
BI
Rupiah
IFS
Rp/Kg
Rupiah
World Bank World Bank IFS
-
BKDI
Rp/Kg
PDN
Rp/Kg
BKDI
US $/Ton
Bappebti
Rp/$
BI
US $/Barrel
Metode Analisis VECM merupakan model bentuk VAR yang terestriksi (Enders, 2004). Model ini digunakan untuk data yang nonstasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. Data time series cenderung memiliki stasioneritas pada tingkat first differences. VECM dapat memberikan informasi mengenai tingkah laku jangka pendek suatu variabel terhadap jangka panjangnya akibat adanya perubahan yang permanen. Adapun persamaan umum model VECM dapat dilihat sebagai berikut :
18 ∑ (1) dimana, = = = = t = = = = k -1 = =
vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian vektor intersep vektor koefisien regresi time trend dimana memiliki persamaan kointegrasi jangka panjang variabel in-level matriks koefisien regresi ordo VECM dari VAR error term
Uji Stationeritas Pengujian stasioneritas merupakan tahap awal yang penting untuk dilakukan terutama pada data time series. Pengujian stasioneritas ini dilakukan dengan menguji akar unit. Data yang tidak stasioner akan mempunyai akar unit, sebaliknya data yang stasioner tidak mengandung akar unit. Estimasi model ekonometrik time series akan menghasilkan kesimpulan yang tidak berarti, ketika data yang digunakan mengandung akar unit (tidak stasioner). Kondisi non stasioner akan menciptakan kondisi spurious regression yang ditandai oleh tingginya koefisien determinasi R square dan t-statistik tampak signifikan, tetapi penafsiran hubungan series ini secara ekonomi akan menyesatkan (Enders, 2004). Suatu data dapat dikatakan stasioner apabila data memiliki pola yang konstan sepanjang waktu atau data tidak memiliki pola tren di dalamnya. Dalam pengujian stasioneritas terdapat tipe pengujian yang dapat digunakan yaitu Augmented Dickey-Fuller (ADF), Dickey-Fuller GLS (ERS), Phillips-Peron (PP), Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (KPSS), Elliot-Rothenberg-Stock PointOptimal, dan Ng-Perron. Keputusan bahwa data stasioner dapat dilihat dari nilai t-satistik yang dibandingkan dengan nilai kritis Mc-Kinnon pada level 1 persen, 5 persen atau 10 persen. Apabila nilai t-statistik lebih besar dari nilai kritis Mc-Kinnon, maka data mengandung akar unit atau data tidak stasioner. Bila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai kritis Mc-Kinnon, maka data tidak mengandung akar unit atau data stasioner. Selain itu, keputusan bahwa data stasioner atau tidak berdasarkan nilai probabilitas. Apabila nilai probabilitas kurang dari 0.01, 0.05 atau 0.1, maka data stasioner atau data tidak mengandung akar unit. Uji ini dilakukan untuk meningkatkan akurasi dari analisis apabila data yang diamati tidak stasioner. Uji ini hanya merupakan pelengkap dari analisis VAR, karena tujuan dari analisis VAR adalah untuk menilai adanya hubungan diantara variabel yang diamati. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunanaan VAR dengan metode standar. Sementara series non stasioner akan berimplikasi pada dua pilihan yaitu VAR dalam bentuk difference atau VECM. Keberadaan variabel non stasioner meningkatkan kemungkinan keberadaan
19 hubungan kointegrasi antar variabel. Maka pengujian kointegrasi diperlukan untuk mengetahui keberadaan hubungan tersebut. Uji Stabilitas VAR Pengujian stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristics polinomial. Pengujian ini bertujuan untuk memastikan bahwa Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decompotition (FEVD) yang dihasilkan valid. Hal ini dapat dilihat dari nilai modulus dari akar jika nilai modulus < 1 maka model tersebut berada dalam kondisi stabil sehingga dari uji stabilitas VAR dapat tercapai (Firdaus, 2011).
Uji Optimum Lag Uji yang penting dilakukan apabila menggunakan metode VECM adalah tahapan dalam menentukan panjang lag optimal (lag length criteria) yang digunakan dalam model. Hal ini karena apabila lag yang dipilih terlalu panjang, maka model akan menjadi tidak signifikan akibat banyak derajat bebas yang terbuang. Oleh karena itu, penentuan panjang lag yang optimal harus secara tepat. Dalam tahap ini terdapat lima kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan panjang lag optimal yaitu Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Criterion (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Information Criterion (HQ). Panjang lag optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Jika kriteria informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat selang, maka kandidat tersebutlah yang optimal. Jika diperoleh lebih dari satu kandidat, maka yang dipilih adalah kandidat yang memberikan lag terpendek. Hal ini dimaksudkan untuk menyederhanakan model yang digunakan dalam penelitian.
Uji Kointegrasi Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi pertama kali diperkenalkan oleh Engle dan Granger pada tahun 1987. Konsep ini diperkenalkan sebagai kombinasi linier dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear ini yang kemudian dikenal dengan persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang di antara variabel. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang adalah galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dengan kata lain error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji ini, yaitu Engle-Granger Cointegration Test, Johansen Coingration Test dan Cointegration Regression Durbin-Watson Test. Suatu data time series dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau sering disebut I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah di-difference sebanyak d kali. Metode yang paling sering digunakan dalam uji kointegrasi adalah Johansen Cointegration Test, dimana uji kointegrasi Johansen dapat ditunjukkan oleh persamaan berikut :
20 ∑
(2)
Komponen dari vektor dapat dikatakan terkointegrasi bila ada vektor sehingga kombinasi linier bersifat stasioner. Vektor disebut vektor kointegrasi. Rank kointegrasi pada vektor adalah banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas, rank kointegrasi ini dapat diketahui melalui uji Johansen. Pengujian hubungan kointegrasi dilakukan dengan menggunakan selang optimal sesuai pengujian sebelumnya. Sementara penentuan asumsi deterministik yang melandasi persamaan kointegrasi didasarkan pada nilai kriteria informasi. Terdapat lima tipe asumsi deterministik yaitu no intercept no trend, intercept no trend (none), intercept no trend (linear), intercept trend (linear), dan intercept trend (quadratic). Berdasarkan asumsi deterministik tersebut akan diperoleh informasi mengenai banyakmya hubungan kointegrasi antar variabel sesuai dengan metode Trace dan Max. Apabila menggunakan metode Trace. Untuk mengetahui adanya kointegrasi dilihat dari nilai trace statistics dibandingkan dengan nilai kritis. Apabila nilai trace statistics > nilai kritis, maka variabelvariabel tersebut terkointegrasi.
Analisis VECM Tahapan selanjutnya adalah tahapan dalam membuat model VECM yang akan kita gunakan sebagai persamaan. VECM akan menghasilkan dua hasil yaitu hasil output dari Johanssen Cointegration Test dan hasil dari VAR dalam tingkat first differences yang juga mengandung error correction. Pada bagian atas hasil pengolahan menunjukkan pola hubungan jangka panjang dan pada bagian bawah hasil output menunjukkan pola hubungan jangka pendek.
Impulse Response Function (IRF) VAR/VECM adalah metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamisnya dari suatu model. Setelah melakukan uji VAR/VECM, diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR/VECM secara jelas. Uji ini dilakukan untuk menguji struktur dinamis dari sistem variabel dalam model yang diamati yang dicerminkan oleh variabel inovasi. Salah satu bentuk uji ini adalah IRF. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap guncangan/kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF dapat juga mengidentifikasi suatu kejutan pada satu variabel endogen sehingga dapat menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak diharapkan dalam variabel mempengaruhi variabel lainnya sepanjang waktu. Oleh karena itu, IRF dapat digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF sangat sensitif terhadap pengurutan (ordering) variabel yang digunakan dalam perhitungan. Pengurutan variabel yang didasarkan pada faktorisasi cholesky dilakukan dengan catatan variabel yang memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain yang diletakkan di depan berdampingan satu sama
21 lainnya. Sedangkan variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan paling belakang, kemudian variabel lainnya diletakkan diantara kedua variabel tersebut berdasarkan nilai matriks korelasi yang menyatakan tingkat korelasi paling besar. Ordering bisa juga dilakukan melalui uji kausalitas Granger, dimana urutan variabel didasarkan pada variabel yang paling banyak signifikan mempengaruhi variabel lain. Selain itu, IRF juga digunakan untuk mengetahui berapa lama pengaruh shock dari satu variabel terhadap variabel yang lain tersebut terjadi. IRF juga bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik artinya variabel ekonomi lainnya dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu saja. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui dan yang dapat diketahui adalah shock secara umum.
Uji Kausalitas Granger Uji ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara dua variabel di dalam model. Pada penelitian ini uji kausalitas dilakukan dengan menggunakan Granger Causality. Kriteria dalam penentuan kausalitas dilihat dari nilai probabilitas yang dibandingkan dengan nilai kritis. Nilai kritis yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 persen. Apabila dalam satu kotak estimasi kedua variabel nilai probabilitas nya < 0.05 maka terdapat hubungan kausalitas pada variabel di dalam model.
Forecast Error Variance Decompotition (FEVD) FEVD dapat memberikan informasi mengenai variabel inovasi yang relatif lebih penting dalam VAR/VECM. Metode ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel, yang ditunjukkan oleh perubahan variance error yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Metode ini juga dapat mencirikan struktur dinamis dalam model VAR/VECM. Selain itu metode ini dapat menunjukkan kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya pada kurun waktu yang panjang. Dekomposisi varians mencirikan varians dari error peramalan (forecast) menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung persentase squared predictionerror ktahap ke depan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain, dapat dilihat seberapa besar error peramalan variabel tersebut disebabkan oleh variabel itu sendiri dan variabel-variabel lainnya. FEVD digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu terhadap variabel endogen. FEVD memberikan informasi mengenai relatif pentingnya masingmasing inovasi acak atau seberapa kuat komposisi dari peranan variabel tertentu terhadap lainnya. Selain itu uji ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai bagaimana hubungan dinamis antara variabel yang dianalisis.
22 Model Penelitian Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi harga olein, model operasional dalam penelitian ini yaitu : ∑
∑
∑
∑
∑
∑
dimana : = = = = = = = = = = =
CPO GDP IR MS OLEIN OIL RER
konstanta parameter error panjang lag harga CPO dunia GDP riil suku bunga jumlah uang beredar harga olein harga minyak dunia nilai tukar riil
Pemilihan variabel faktor yang mempengaruhi harga didasarkan pada beberapa penelitian yaitu Balcombe (2010), Helbling et al. (2008), Arango et al. (2012), Ahsan et al. (2011), Frankel dan Rose (2010), dan Arshad dan Hameed (2012). Sedangkan penggunaan metode VECM dalam analisis faktor yang mempengaruhi harga berdasarkan pada penelitian Nugraheni (2014). Model operasional yng digunakan untuk analisis integrasi harga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : ∑
∑
dimana : = = = = OLEIN = OLEINACUAN = OLEINFUTURES =
konstanta parameter error panjang lag harga olein di pasar fisik Indonesia harga olein di pasar Rotterdam harga olein di pasar futures BKDI
Pemilihan variabel didasarkan pada penelitian Hafizah (2009). Sedangkan penggunaan metode VECM dalam analisis integrasi berdasarkan pada penelitian Nkang et al. (2007).
Definisi Operasional Dalam analisis faktor yang mempengaruhi harga olein, variabel yang digunakan adalah harga olein, nilai tukar, suku bunga, harga minyak bumi, harga
(4)
23 CPO dunia, dan GDP sebagai variabel endogen sedangkan variabel dummy sebelum dan sesudah adanya kontrak berjangka olein di BKDI sebagai variabel eksogen. Variabel yang digunakan dalam analisis integrasi harga olein adalah harga olein di pasar fisik, harga olein di pasar futures, dan harga olein di pasar acuan dunia sebagai variabel endogen dan nilai tukar sebagai variabel eksogen. Tabel 4 Definisi operasional Variabel Simbol Dummy Dummy
GDP
GDP
Harga CPO dunia
CPO
Harga minyak dunia
OIL
Harga olein di BKDI
OLEINFUTURES
Harga olein di Jakarta OLEIN Harga olein di Rotterdam
OLEINACUAN
Jumlah uang beredar
MS
Nilai Tukar Riil Suku Bunga
RER IR
Definisi 0 = sebelum adanya kontrak berjangka olein di BKDI 1 = setelah adanya kontrak berjangka olein di BKDI GDP berdasarkan tahun konstan 2000 Harga CPO dunia
Harga minyak dunia WTI Harga kontrak berjangka OLEINTR di pasar berjangka BKDI Harga olein di pasar fisik Jakarta Harga olein di pasar forward Rotterdam yang merupakan pasar acuan dunia Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) Nilai tukar riil Rp/US $ Suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
Satuan -
Rupiah US $/Metrik Ton US $/Barrel Rp/Kg
Rp/Kg US $/Ton
Rupiah Rp/US $ Persen
24
Halaman ini sengaja dikosongkan
25
4 GAMBARAN UMUM Olein Olein merupakan bahasa industri untuk minyak goreng dari kelapa sawit. Komoditi ini berasal dari tanaman kelapa sawit. Menurut Kemenperin (2007) ada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit, yaitu Elaeis guineensis dari Afrika Barat dan Elaeis oleifera dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Tanaman kelapa sawit yang berada di Indonesia berasal dari Afrika Barat, terutama disekitar Angola sampai Senegal (Hariyadi, 2010). Tanaman kelapa sawit mempunyai persyaratan tumbuh pada daerah sekitar ekuator yang bersifat 0 tropis dan basah (lembab, dengan RH 85 persen), dengan suhu berkisar 24-32 Celcius sepanjang tahun, sinar matahari yang banyak, curah hujan yang tinggi (2 000 mm) (GAPKI, 2009). Kelapa sawit mulai ditanam pada skala komersial di Sungai Liput (Aceh) dan Pulau Radja (Sumatera Utara) pada tahun 1911 (Badrun, 2010). Sedangkan induk kelapa sawit pertama kali ditanam di kebun Raya Bogor tahun 1848 (Pamin, 1998). Dalam tandan buah sawit yang dipanen terdiri dari kulit dan tandan (29 persen), biji atau inti sawit (11 persen), dan daging buah (60 persen). Selanjutnya daging buah akan diproses menghasilkan minyak sawit kasar (CPO) dan inti sawit akan menghasilkan minyak inti sawit kasar (Crude Palm Kernel Oil atau CPKO). Kedua jenis minyak ini (CPO dan CPKO) mempunyai karakteristik kimia dan gizi yang unik yang berbeda. Pada prakteknya CPO lebih banyak diproses lebih lanjut menjadi minyak goreng dibandingkan dengan CPKO. Minyak sawit dengan mudah difraksinasi menjadi olein dan stearin. Olein bersifat cair sedangkan stearin bersifat padat pada suhu ruangan. Sebagai minyak goreng, olein dikenal sebagai minyak goreng dengan stabilitas yang tinggi baik terhadap oksidasi ataupun proses degradasi lainnya, selama penggorengan. Karena itu, olein merupakan minyak goreng yang mempunyai umur pakai yang lebih lama dan sekaligus memberikan stabilitas oksidasi yang lebih baik pada produk hasil gorengannya. Minyak goreng merupakan salah satu komoditi yang mempunyai nilai strategis karena termasuk salah satu dari sembilan kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak goreng di dalam dan luar negeri yang besar merupakan indikasi pentingnya peranan komoditi kelapa sawit dalam perekonomian bangsa.
Produksi Olein Olein merupakan komoditi yang berasal dari kelapa sawit sehingga produksi olein sangat tergantung produksi kelapa sawit. Data produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan data Kementan (2014), lima propinsi yang menghasilkan kelapa sawit terbesar berturut-turut yaitu Riau (23.98 persen), Sumatera Utara (16.20
26 persen), Kalimantan Tengah (11.29 persen), Sumatera Selatan (9.72 persen), dan Kalimantan Barat (6.47 persen). Tabel 5 Produksi kelapa sawit menurut propinsi di Indonesia (ton) 2010 2011 2012 2013 2014 Aceh 662 201 585 744 724 548 817 525 853 855 Sumut 3 113 006 4 071 143 4 182 052 4 549 202 4 753 488 Sumbar 962 782 937 715 960 969 1 022 332 1 082 823 Riau 6 358 703 5 736 722 6 421 228 6 646 997 7 037 636 Kep. Riau 13 367 14 501 14 546 36 774 38 939 Jambi 1 509 560 1 684 174 1 885 530 1 749 617 1 857 260 Sumsel 2 227 963 2 203 275 2 603 536 2 690 620 2 852 988 Babel 511 330 504 268 546 275 508 125 538 724 Bengkulu 689 643 862 450 871 463 787 050 833 410 Lampung 396 587 394 813 401 539 424 054 447 978 Jakarta 0 0 0 0 0 Jabar 23 787 16 793 20 072 32 643 33 518 Banten 25 972 25 956 29 360 27 077 28 153 Jateng 0 0 0 0 0 Yogyakarta 0 0 0 0 0 Jatim 0 0 0 0 0 Bali 0 0 0 0 0 NTB 0 0 0 0 0 NTT 0 0 0 0 0 Kalbar 1 102 860 1 434 171 1 601 200 1 794 466 1 898 871 Kalteng 2 251 077 2 146 160 2 771 268 3 127 138 3 312 408 Kalsel 698 702 1 044 492 1 164 672 1 244 040 1 316 224 Kaltim 800 362 805 587 1 092 483 1 514 504 1 599 895 Sulut 0 0 0 0 0 Gorontalo 0 0 0 0 0 Sulteng 157 257 197 057 264 775 244 074 259 361 Sulsel 32 849 33 456 46 409 49 818 52 606 Sulbar 285 157 244 446 246 765 282 738 300 396 Sultra 0 15 113 24 520 71 278 75 248 Maluku 0 0 0 14 740 15 730 Malut 0 0 0 0 0 Papua 84 349 73 865 74 032 93 476 98 086 P. Barat 50 606 64 641 68 278 53 716 56 883 Indonesia 21 958 120 23 096 541 26 015 518 27 782 004 29 344 479 Sumber : Kementan, 2014
27 Produksi olein mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data produksi olein dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan data GAPKI (2014), produksi olein Indonesia sekitar 2.9 juta ton pada tahun 2000 dan pada tahun 2013 mencapai sekitar 8.3 juta ton.
Sumber : GAPKI, 2014
Gambar 3 Perkembangan produksi olein Indonesia
Konsumsi Olein Peningkatan produksi olein disertai dengan peningkatan konsumsi per kapita penduduk. Selama tahun 2002 sampai dengan 2008, konsumsi olein meningkat dari 12.36 menjadi 16.82 kg/kapita/tahun. Konsumsi olein sebagian besar dikonsumsi masyarakat Indonesia dalam bentuk curah (80 persen) sedangkan sisanya 20 persen dalam bentuk kemasan (GAPKI, 2014). Apabila dibandingkan dengan volume produksi yang dihasilkan, daya serap pasar domestik yaitu konsumsi dalam negeri masih terbatas. Akibatnya sebagian besar produksi ditujukan untuk ekspor. Berdasarkan data GAPKI (2014), konsumsi dalam negeri sekitar 61 persen sedangkan sisanya 39 persen untuk di ekspor pada tahun 2002. Tahun 2013, 65 persen produksi ditujukan untuk ekspor sedangkan 35 persen ditujukan untuk konsumsi dalam negeri.
28 Sumber : GAPKI, 2014
Gambar 4 Perkembangan konsumsi olein Indonesia Ekspor Olein Dalam kurun waktu 2006-2011, nilai ekspor olein Indonesia mengalami peningkatan. Meskipun mengalami penurunan di tahun 2009 sebesar 23.08 persen sebagai akibat krisis global. Negara tujuan ekspor terbesar komoditi ini adalah Tiongkok dan India. Tahun 2011, berat ekspor olein ke Tiongkok sebesar 1 518 014 803 kg (33.35 persen) sedangkan berat ekspor olein ke India sebesar 688 504 802 kg (15.13 persen). Tabel 6 Ekspor olein Indonesia Tahun Nilai Ekspor (US $) 2006 1 116 892 754 2007 2 525 922 205 2008 3 600 652 156 2009 2 769 650 039 2010 3 231 401 190 2011 4 866 028 224
Berat Ekspor (Kg) 2 614 238 816 3 692 091 677 3 831 410 580 4 107 637 832 3 723 507 930 4 551 409 045
Sumber : Kemendag, 2011
Impor Olein Negara pengimpor olein ke Indonesia adalah Jepang, Korea, Tiongkok, Singapura, dan Malaysia. Nilai impor olein Indonesia tahun 2009 merupakan nilai impor tertinggi dalam kurun waktu 2007-2011. Hal ini diakibatkan oleh krisis global yang terjadi. Tahun 2009, impor olein Indonesia berasal dari Tiongkok sebesar 8 500 000 kg (98.81 persen) sedangkan sisanya berasal dari Malaysia dan Korea. Tahun 2011, Malaysia adalah satu-satunya negara yang memasok olein ke Indonesia. Tabel 7 Impor olein Indonesia Tahun Nilai (US $) 2007 1 197 2008 3 592 350 2009 4 615 826 2010 1 110 2011 4 796
Berat Ekspor (Kg) 820 6 906 713 8 602 700 760 2 306
Sumber : Kemendag, 2011
Penyebaran Perusahaan Olein Berdasarkan Kemenperin (2014), perusahaan industri olein di Indonesia telah berkembang di 18 propinsi. Wilayah terluas terdapat di Sumatera, diikuti Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Lima propinsi terluas berturut-turut adalah
29 Kalimantan Barat (16.44 persen), Sumatera Utara (15.07 persen), Aceh (9.59 persen), DKI Jakarta (8.22 persen), dan Jawa Barat (8.22 persen). Tabel 8 Perusahaan industri olein di Indonesia Propinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Barat Indonesia Sumber : Kemenperin, 2014
Jumlah Perusahaan 7 11 1 5 1 4 1 3 3 6 6 2 3 12 1 1 2 4 73
30
Halaman ini sengaja dikosongkan
31
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Perkembangan Variabel Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar Sejak 14 Agustus 1997, Indonesia menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas. Nilai tukar Rupiah terhadap US $ akan berfluktuasi sesuai dengan munculnya berita-berita yang relevan. Salah satunya adalah krisis keuangan yang berawal di Amerika yang terjadi sejak 2007 dan puncaknya September 2008. Krisis ini mempunyai pengaruh kuat terhadap perekonomian Indonesia. Nilai tukar Rupiah terhadap US $ melemah mulai September 2008 hingga Maret 2009. Sejak April 2009 sampai dengan Desember 2014, nilai tukar Rupiah terhadap US $ berada di kisaran Rp 8 000/US $ sampai dengan Rp 11 000/US $. Selama periode penelitian, nilai tukar Rupiah terhadap US $ berada pada kisaran Rp 8 373/US $ sampai dengan Rp 13 768/US $ dengan standar deviasi 1132.68. 15,000 14,000
Rp/US $
13,000 12,000 11,000 10,000 9,000 Apr-14
Sep-14
Jun-13
Nov-13
Jan-13
Aug-12
Oct-11
Mar-12
May-11
Jul-10
Dec-10
Feb-10
Sep-09
Apr-09
Nov-08
Jan-08
Jun-08
Aug-07
Oct-06
Mar-07
Dec-05
May-06
Jul-05
8,000
Periode
Gambar 5 Perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap US $ Perkembangan Suku Bunga Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga BI Rate. BI Rate merupakan tingkat suku bunga acuan yang dikeluarkan Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Setiap bulan, Bank Indonesia akan mengumumkan besarnya BI Rate kepada publik setelah melalui Rapat Dewan Gubernur. Besarnya BI Rate pada Januari sampai dengan April 2006 sebesar 12.75 persen. Bank Indonesia tetap mempertahankan BI Rate di angka tersebut sampai stabilitas makroekonomi benar-benar terjaga, khususnya ekspektasi inflasi dan tekanan pembalikan arus modal (BI, 2006). Sejak Februari 2012 hingga Mei 2013, BI Rate sebesar 5.75 persen. Suku bunga ini tetap dipertahankan Bank Indonesia karena perekonomian Indonesia pada triwulan I 2013 tumbuh melambat
32
Apr-14
Sep-14
Nov-13
Jan-13
Jun-13
Aug-12
Mar-12
Oct-11
Dec-10
May-11
Jul-10
Feb-10
Sep-09
Apr-09
Nov-08
Jan-08
Jun-08
Aug-07
Oct-06
Mar-07
Dec-05
May-06
14.00 13.00 12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 Jul-05
Persen
dibanding triwulan sebelumnya dan Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi seiring dengan membaiknya pasokan dan upaya Pemerintah dalam memperbaiki kebijakan terkait impor (BI, 2013). Selama periode penelitian, suku bunga berkisar antara 5.75 persen hingga 12.75 persen dengan standar deviasi sebesar 1.93.
Periode
Gambar 6 Perkembangan suku bunga
Perkembangan Jumlah Uang Beredar Jumlag uang beredar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selama periode penelitian, jumlah uang beredar berkisar antara 1 092 260 Miliar Rupiah sampai dengan 4 173 327 Miliar Rupiah. 4,500,000 4,000,000
Miliar Rp
3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 Apr-14
Sep-14
Nov-13
Jun-13
Jan-13
Aug-12
Mar-12
Oct-11
May-11
Dec-10
Jul-10
Feb-10
Sep-09
Apr-09
Jun-08
Nov-08
Jan-08
Aug-07
Mar-07
Oct-06
May-06
Jul-05
Dec-05
1,000,000
Periode
Gambar 7 Perkembangan jumlah uang beredar
Perkembangan Harga Minyak Harga minyak cenderung mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Selama periode penelitian, harga minyak berkisar antara US $ 39.15 per barel hingga US $ 133.93 per barel dengan standar deviasi sebesar 19.08. Harga minyak yang paling tinggi terjadi pada bulan Juni 2008 dimana harga minyak mencapai angka US $ 133.93 per barel. Harga ini merupakan harga minyak yang tertinggi
33
Apr-14
Sep-14
Nov-13
Jan-13
Jun-13
Aug-12
Oct-11
Mar-12
May-11
Jul-10
Dec-10
Feb-10
Apr-09
Sep-09
Nov-08
Jun-08
Jan-08
Aug-07
Mar-07
Oct-06
May-06
Dec-05
140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 Jul-05
US $/Barel
sampai saat ini. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, ada beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab tinggi nya harga minyak, yaitu faktor supply dan demand, pengaruh geopolitik, melemahnya nilai mata uang dollar Amerika, menurunnya cadangan minyak mentah Amerika serta meningkatnya permintaan dari negara Tiongkok. Namun pada bulan berikutnya, harga minyak kembali turun hingga mencapai harga terendah pada Februari 2009 sebesar US $ 39.15 per barel.
Periode
Gambar 8 Perkembangan harga minyak dunia
Perkembangan Harga CPO Dunia CPO merupakan komoditi yang diolah menjadi minyak goreng atau olein. Selain sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng, CPO digunakan sebagai makanan, bahan kosmetik, dan bahan baku utama pembuatan bahan bakar alternatif. Selama periode penelitian, harga CPO berkisar antara US $ 407 per metrik ton sampai dengan US $ 1 292 per metrik ton dengan standar deviasi 234.63. Besarnya standar deviasi membuktikan bahwa terjadi fluktuasi harga CPO yang tidak stabil. Harga CPO mencapai harga tertinggi pada Februari 2011 yaitu sebesar US $ 1 292 per metrik ton dan mencapai harga terendah pada Agustus 2005 sebesar US $ 407 per metrik ton. Penyebab naiknya harga CPO dikarenakan pemasok utama seperti Indonesia dan Malaysia sedang mengalami cuaca yang tidak mendukung sehingga adanya prediksi produksi CPO dunia akan turun.
Apr-14
Sep-14
Nov-13
Jan-13
Jun-13
Aug-12
Mar-12
Oct-11
Dec-10
May-11
Jul-10
Feb-10
Sep-09
Apr-09
Nov-08
Jan-08
Jun-08
Aug-07
Oct-06
Mar-07
Dec-05
May-06
1,400 1,300 1,200 1,100 1,000 900 800 700 600 500 400 300 Jul-05
US $/Metrik Ton
34
Periode
Apr-14
Sep-14
Jun-13
Nov-13
Jan-13
Aug-12
Mar-12
Oct-11
May-11
Dec-10
Jul-10
Feb-10
Sep-09
Apr-09
Jun-08
Nov-08
Jan-08
Aug-07
Mar-07
Oct-06
May-06
Dec-05
260,000 250,000 240,000 230,000 220,000 210,000 200,000 190,000 180,000 170,000 160,000 150,000 140,000 Jul-05
Juta Rp
Gambar 9 Perkembangan harga CPO dunia Perkembangan GDP Indonesia Data GDP yang diperoleh merupakan data kuartalan sehingga untuk keperluan analisis dilakukan teknik interpolasi dengan bantuan Eviews 6. Selama periode penelitian, nilai GDP Indonesia berkisar antara Rp 146 000 000 000 sampai dengan Rp 249 000 000 0 dengan nilai rata-rata sebesar Rp 193 000 000 000. GDP merupakan salah satu ukuran untuk mengukur kinerja perekonomian suatu negara. Melalui GDP, produksi yang dihasikan oleh suatu negara baik produksi barang maupun jasa dapat diketahui dan dihitung.
Periode
Gambar 10 Perkembangan GDP Indonesia
Perkembangan Harga Olein Permintaan olein meningkat dari tahun ke tahun seiring bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya pabrik dan industri makanan, dan meningkatnya konsumsi masyarakat akan minyak goreng untuk memasak. Selama periode penelitian, harga olein mengalami fluktuasi hingga mencapai harga tertinggi pada Maret 2008. Kenaikan harga olein dipicu oleh meningkatnya harga CPO dunia. Harga CPO dunia pada bulan Maret 2008 mencapai US $ 1 292 per metrik ton. Sebagai akibatnya, harga olein di pasar dalam negeri mencapai kisaran
35
Apr-14
Sep-14
Jun-13
Nov-13
Jan-13
Aug-12
Oct-11
Mar-12
May-11
Jul-10
Dec-10
Feb-10
Sep-09
Apr-09
Nov-08
Jan-08
Jun-08
Aug-07
Oct-06
Mar-07
Dec-05
May-06
14,000 13,000 12,000 11,000 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000
Jul-05
Rp/Kg
Rp 12 500. Harga terendah olein selama penelitian yaitu Rp 5 100 per kg pada Juli 2005.
Periode
Gambar 11 Perkembangan harga olein Perkembangan Harga Futures Olein Harga futures merupakan harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang berkepentingan untuk melakukan transaksi. Komoditi olein telah diperdagangkan di BKDI sejak 9 Desember 2011 dengan kode kontrak OLEINTR. Satuan kontrak sebesar 10 metrik ton dalam mata uang Rupiah. Harga futures olein dari Desember 2011 hingga Desember 2014 berada dikisaran Rp 6 944 per kg sampai dengan Rp 9 930 per kg dengan standar deviasi 788.60. 10,500 10,000
Rp/Kg
9,500 9,000 8,500 8,000 7,500 7,000 Dec-14
Oct-14
Aug-14
Jun-14
Apr-14
Feb-14
Dec-13
Oct-13
Aug-13
Jun-13
Apr-13
Feb-13
Dec-12
Oct-12
Aug-12
Jun-12
Apr-12
Feb-12
Dec-11
6,500
Periode
Gambar 12 Perkembangan harga futures olein
Perkembangan Harga Acuan Olein Dalam melakukan transaksi jual beli komoditi, pelaku pasar melihat harga komoditi pasar acuan dunia. Hingga saat ini, pasar acuan dunia untuk komoditi olein adalah pasar forward di Rotterdam. Harga olein di pasar Rotterdam mencapai US $ 1 176 per ton pada April 2012 dan merupakan harga tertinggi selama periode penelitian. Sejak April 2012, harga acuan olein cenderung mengalami penurunan sampai dengan Desember 2014 sebesarUS $ 652 per ton seiring dengan penurunan harga minyak dunia.
36
1,300
US $/Ton
1,200 1,100 1,000 900 800 700 Dec-14
Oct-14
Aug-14
Jun-14
Apr-14
Feb-14
Dec-13
Oct-13
Aug-13
Jun-13
Apr-13
Feb-13
Dec-12
Oct-12
Aug-12
Jun-12
Apr-12
Feb-12
Dec-11
600
Periode
Gambar 13 Perkembangan harga acuan olein Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Perubahan harga olein Indonesia dapat dipengaruhi berbagai macam faktor seperti nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga minyak bumi, harga CPO dunia, dan GDP. Pada bagian ini, akan membahas faktor yang mempengaruhi harga olein dengan menggunakan metode VECM. Sebelum melakukan analisis VECM, perlu dilakukan pengujian-pengujian pra estimasi yaitu pengujian akar unit, pengujian stabilitas VAR dan pengujian lag optimal. Pengujian ini penting karena kebanyakan data dalam model multi variate time series mengandung akar unit sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi semu dan tidak valid (Gujarati, 2007).
Uji Akar Unit Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Tahap awal pengujian pra estimasi adalah pengujian akar unit. Uji ini dilakukan untuk melihat kestasioneran data time series. Data time series harus dalam kondisi stasioner yaitu tidak terdapat perubahan yang sistematis dalam mean maupun variance. Pengujian akar unit yang digunakan adalah uji PP. Uji ini dipilih karena dapat menangkap gejala structural break. Apabila hasil dari pengujian ini menunjukkan nilai mutlak adjusted t-statistik lebih besar daripada critical values maka data telah stasioner pada taraf nyata yang digunakan. Selain itu, stasioneritas dapat dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu apabila nilai probabilitas kurang dari taraf nyata yang digunakan, maka data tersebut stasioner. Tabel 9 Hasil pengujian akar unit tingkat level dan first difference faktor yang mempengaruhi harga olein Variabel LOLEIN LRER
Level Adj t-Statistik Probabilitas -2.1440 0.2281 -2.5404
0.1088
First Difference Adj t-Statistik Probabilitas -8.3384 0.0000* -9.9230
0.0000*
37 IR
-1.5408
0.5094
-3.7327
0.0048*
LMS
-0.9772
0.7595
-19.2168
0.0000*
LOIL
-2.7687
0.0660
-6.9163
0.0000*
LCPO
-2.3237
0.1664
-6.7761
0.0000*
LGDP
-0.0201
0.9541
-7.4904
0.0000*
DUMMY
-0.6821
0.8461
-10.5830
0.0000*
Sumber : Lampiran 1 Keterangan : * stasioner pada taraf nyata 5 %
Berdasarkan uji PP yang telah dilakukan, semua variabel tidak stasioner pada tingkat level dan sudah stasioner pada tingkat first difference. Data yang tidak stasioner seringkali menunjukkan hubungan ketidakseimbangan dalam jangka pendek, tetapi ada kecenderungan terjadinya hubungan keseimbangan dalam jangka panjang. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan jangka panjang di dalam variabel perlu dilakukan uji kointegrasi. Oleh karena itu, untuk menganalisis informasi jangka panjang akan digunakan data level sehingga model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan menjadi VECM.
Uji Stabilitas VAR Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Pengujian selanjutnya adalah uji stabilitas VAR. Berdasarkan uji stabilitas yang dilakukan, nilai roots of characteristic polynomial yang dihasilkan pada lag 6 kurang dari 1. Sehingga dapat dikatakan bahwa model estimasi VAR stabil pada lag 6.
Uji Lag Optimal Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Tahap pra estimasi yang selanjutnya dilakukan adalah pengujian lag optimal. Uji ini sangat penting karena lag dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Selain itu, uji ini bermanfaat untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Besarnya lag yang dipilih dalam penelitian ini adalah lag yang paling kecil, karena jika dipilih lag yang besar akan mengurangi keragaman dalam derajat bebasnya. Berdasarkan nilai SIC yang digunakan, lag 1 merupakan lag optimal.
Uji Kointegrasi Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui apakah akan terjadi keseimbangan jangka panjang, yaitu terdapat kesamaan pergerakan dan stabilitas hubungan diantara variabel-variabel di dalam penelitian ini atau tidak. Penelitian ini menggunakan metode Johansen’s Cointegration Test. Tabel 10 Hasil pengujian kointegrasi faktor yang mempengaruhi harga olein Hipotesis Nol
Hipotesis Alternatif
Trace Statistic
Critical Value
Probabilitas
38 r=0
r≤1
180.0244
125.6154
0.0000*
r=1
r≤2
118.8463
95.7537
0.0005*
r=2
r≤3
59.3158
69.8189
0.2570
r=3
r≤4
29.5780
47.8561
0.7402
r=4
r≤5
17.6041
29.7971
0.5954
r=5
r≤6
7.7335
15.4947
0.4943
r=6
r≤7
1.3061
3.8415
0.2531
Sumber : Lampiran 4 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5%
Terdapat lima asumsi deterministic trend dalam uji kointegrasi. Pemilihan asumsi tersebut berdasarkan kriteria yang digunakan pada lag optimal. Asumsi yang digunakan adalah asumsi ketiga yaitu intercept (no trend) in CE and test VAR untuk linear deterministic trend. Tahapan selanjutnya adalah menentukan jumlah kointegrasi. Ada dua kriteria yang dapat digunakan yaitu berdasarkan pada Trace Test atau Maximum eigenvalue. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai Trace Statistic pada r = 1 lebih besar dari critical value dengan tingkat signifikansi 5 persen. Hal ini berarti hipotesis nol yang mengatakan bahwa ada satu kointegrasi ditolak dan hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa maksimal ada dua kointegrasi tidak dapat ditolak. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa diantara tujuh variabel endogen yang digunakan dalam penelitian ini terdapat dua kointegrasi pada tingkat signifikansi 5 persen.
Analisis VECM Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Tahap selanjutnya adalah membentuk model VECM. Estimasi model VECM mengindikasikan hubungan keseimbangan dinamis jangka pendek dan keseimbangan jangka panjang dalam satu sistem persamaan. Dalam estimasi VECM faktor yang mempengaruhi harga olein, yang menjadi variabel dependen adalah harga olein. Nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga minyak dunia, harga CPO dunia, dan GDP Indonesia menjadi variabel independen. Sedangkan variabel dummy sebelum dan sesudah adanya kontrak berjangka olein di BKDI dijadikan variabel eksogen. Hasil estimasi VECM jangka pendek pada Tabel 11 menunjukkan hubungan kesamaan jangka pendek faktor-faktor yang mempengaruhi harga olein. Tabel 11 Hasil estimasi VECM jangka pendek faktor yang mempengaruhi harga olein Variabel
Koefisien
T-Statistik
CointEq1
-0.2164
-5.0240*
D(LOLEIN (-1))
-0.0932
-1.1762
39 D(LRER(-1))
-0.1256
-1.1075
D(IR(-1))
-0.0221
-1.8512
D(LMS(-1))
0.1322
-0.6216
D(LOIL(-1))
-0.1041
-2.4830*
D(LCPO(-1))
0.3188
-4.6446*
D(LGDP(-1))
1.1334
-3.2291*
-0.0064
--0.9155*
DUMMY
Sumber : Lampiran 5 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5 %
Dalam jangka pendek, harga olein dipengaruhi oleh harga minyak dunia, harga CPO dunia, dan GDP Indonesia. Peningkatan satu persen harga minyak pada bulan sebelumnya akan menurunkan harga olein pada bulan ini sebesar 0.10 persen. Hasil ini didukung oleh analisis deskriptif, ketika harga minyak dunia pada Mei 2008 naik dari US $ 112.62 per barel menjadi US $ 125.01 per barel maka harga olein di bulan Juni 2008 menurun menjadi Rp 11 386 per kg dari Rp 11 395 per kg. Selain itu, hasil ini didukung oleh penelitian Arshad dan Hameed (2012), dimana harga minyak pada periode sebelumnya berhubungan negatif dengan harga CPO Malaysia. Peningkatan harga CPO dunia sebesar satu persen pada bulan sebelumnya akan meningkatkan harga olein sebesar 0.32 persen pada bulan ini. Olein merupakan komoditi yang berasal dari CPO sehingga apabila harga CPO meningkat maka akan direspon positif dan cepat oleh harga olein. Hal ini didukung oleh penelitian Rachman (2012), dimana harga minyak goreng dipengaruhi oleh harga CPO. Peningkatan GDP sebesar satu persen pada bulan sebelumnya akan meningkatkan harga olein sebesar 1.13 persen pada bulan ini. Hasil ini didukung oleh Frankel dan Rose (2010) dimana GDP mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap harga kedelai. Pada penelitian ini, adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang menunjukkan adanya kointegrasi kesalahan yang signifikan dan bernilai sebesar -0.22. Jadi setiap bulan kesalahan dikoreksi sekitar 0.22 persen menuju keseimbangan jangka panjang. Tabel 12 Hasil estimasi VECM jangka panjang faktor yang mempengaruhi harga olein Variabel
Koefisien
t-Statistik
-0.9655
-6.9199*
0.0497
4.5979*
LMS(-1)
-1.0801
-4.3488*
LOIL(-1)
-0.0415
-0.4234*
LCPO(-1)
-0.5596
-6.4176*
LRER(-1) IR(-1)
40 LGDP(-1)
2.1936
3.7073*
Sumber : Lampiran 5 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5 %
Hasil estimasi jangka panjang pada Tabel 12 menunjukkan bahwa harga olein dipengaruhi oleh nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga CPO dunia, dan GDP Indonesia. Peningkatan satu persen nilai tukar pada bulan sebelumnya akan menurunkan harga olein sebesar 0.97 persen pada bulan ini. Hasil ini didukung oleh Bastourre et al. (2010). Peningkatan suku bunga pada bulan sebelumnya akan meningkatkan harga olein sebesar 0.05 persen pada bulan ini. Peningkatan suku bunga akan berdampak pada peningkatan biaya produksi dengan asumsi perusahaan yang memproduksi olein memanfaatkan lembaga perbankan dalam menambah modal usahanya. Peningkatan biaya produksi akan dibebankan pada harga jual produk. Sehingga adanya peningkatan suku bunga akan meningkatkan harga jual komoditi olein. Peningkatan jumlah uang beredar pada bulan sebelumnya sebesar satu persen akan menurunkan harga olein sebesar 1.08 persen pada bulan ini. Asumsi peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan investasi pada komoditi olein. Adanya peningkatan investasi berupa kemajuan teknologi dalam memproduksi olein maka akan meningkatkan supply olein di pasar. Adanya peningkatan supply olein mengakibatkan harga olein turun. Sedangkan peningkatan satu persen harga CPO dunia pada bulan sebelumnya akan menurunkan harga olein sebesar 0.56 persen pada bulan ini. Adanya kenaikan harga CPO berdampak pada penurunan permintaan CPO. Akibatnya stok CPO di dalam negeri banyak. Asumsi produsen olein memanfaatkan kelebihan stok CPO dengan meningkatkan produksi olein. Adanya peningkatan produksi olein berdampak supply olein di pasar dalam negeri bertambah. Peningkatan supply olein akan menurunkan harga olein. Peningkatan GDP Indonesia pada bulan sebelumnya akan meningkatkan harga olein pada bulan ini sebesar 2.19 persen. Hasil ini didukung oleh Frankel dan Rose (2010) dimana peningkatan GDP sebesar satu persen akan meningkatkan harga komoditi (kedelai) sebesar 0.05 persen.
Analisis IRF Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Setelah mengetahui faktor yang mempengaruhi harga olein, selanjutnya akan dilakukan suatu simulasi guncangan faktor dengan analisis Impulse Response Function (IRF). Hasil analisis ini menggambarkan dampak saat ini dan masa depan guncangan suatu variabel terhadap variabel endogen yang lain. Respon dalam jangka pendek biasanya cukup signifikan dan cenderung berubah sedangkan respon jangka panjang cenderung konsisten. Dalam penelitian ini, akan dilihat dampak dari guncangan selama 60 periode (5 tahun). Respon guncangan faktor yang mempengaruhi harga olein dapat dilihat pada Gambar 14. Pada bulan pertama, harga olein belum menunjukkan respon akibat adanya guncangan nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga minyak dunia, harga CPO dunia, dan GDP Indonesia. Guncangan dari faktor-faktor yang mempengaruhi harga olein mulai terlihat pada bulan kedua. Pada bulan kedua dan
41 ketiga, peningkatan nilai tukar riil menyebabkan penurunan harga olein. Hasil ini didukung oleh Bastourre et al. (2010) dimana peningkatan tukar riil akan menurunkan harga komoditi dalam jangka panjang. Pada periode keempat dan selanjutnya, peningkatan nilai tukar akan meningkatkan harga olein. Hasil ini didukung oleh Harri et al. (2009) dengan menggunakan VAR yang menyatakan bahwa nilai tukar mempengaruhi secara positif harga komoditi (minyak jagung, kapas dan kedelai) dari waktu ke waktu. Guncangan nilai tukar akan stabil mulai periode ke 39. Guncangan suku bunga bersifat negatif terhadap harga olein dan guncangan tersebut stabil pada periode ke 33. Hal ini mengindikasikan jika terjadi peningkatan suku bunga acuan maka akan diikuti oleh kenaikan suku bunga tabungan atau deposito. Dengan adanya kenaikan suku bunga tabungan atau deposito, masyarakat akan mengalokasikan uang yang dimilikinya untuk menabung dalam bentuk tabungan atau deposito sehingga share dari pendapatan yang diterima masyarakat akan berkurang untuk konsumsi termasuk konsumsi olein. Akibat permintaan olein berkurang maka harga olein akan turun. Hasil ini didukung oleh Arango et al. (2012) dan Frankel (2006). Guncangan jumlah uang beredar pada periode kedua sampai periode ketujuh bersifat positif. Jika terjadi peningkatan jumlah uang beredar maka harga olein akan meningkat. Menurut teori kuantitas uang, jika bank sentral mempertahankan jumlah uang beredar tetap stabil, maka harga akan stabil. Tetapi jika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dengan cepat maka harga akan meningkat dengan cepat. Selain itu, adanya peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan konsumsi termasuk konsumsi olein. Peningkatan permintaan olein akan meningkatkan harga olein. Hasil ini didukung oleh Ahsan et al. (2011). Mulai periode kedelapan dan seterusnya, apabila jumlah uang beredar mengalami peningkatan maka harga olein akan menurun. Asumsi peningkatan jumlah uang beredar di masyarakat akan meningkatkan investasi olein melalui peningkatan teknologi. Peningkatan teknologi dalam memproduksi olein akan meningkatkan supply olein. Dampak dari peningkatan supply olein akan menurunkan harga olein. Guncangan jumlah uang beredar akan stabil pada periode 35.
Sumber : Lampiran 6
42 Gambar 14 Respon harga olein terhadap guncangan nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar,harga minyak dunia, harga CPO dunia, dan GDP Indonesia Apabila tejadi guncangan pada harga minyak dunia maka akan direspon positif oleh harga olein mulai periode kedua sampai periode keempat. Menurut Hartoyo et al. (2011), kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan harga riil ekspor CPO Indonesia meningkat. Kenaikan harga riil ekspor CPO ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah CPO yang digunakan untuk menghasilkan biodiesel sebagai komoditi substitusi minyak mentah. Selain itu menyebabkan terjadinya kenaikan produksi CPO, penurunan permintaan CPO untuk industri minyak goreng, dan penurunan produksi minyak goreng. Berdasarkan teori penawaran, apabila penawaran berkurang maka harga akan naik. Guncangan pada harga minyak dunia akan secara cepat ditransmisikan oleh harga olein sehingga mulai pada bulan kelima, peningkatan harga minyak dunia justru akan menurunkan harga olein. Hasil ini didukung oleh penelitian Arshad dan Hameed (2012), dimana harga minyak pada periode sebelumnya berhubungan negatif dengan harga CPO Malaysia. Guncangan harga minyak dunia akan stabil mulai periode ke 34. Olein merupakan produk turunan dari CPO sehingga harga CPO dunia mempunyai peran penting dalam pembentukan harga olein domestik. Apabila harga CPO dunia meningkat maka harga olein akan mengalami peningkatan. Guncangan harga CPO dunia pada bulan kedua direspon positif oleh harga olein sebesar 2.31 persen dan akan stabil pada periode ke 31. Jika terjadi guncangan GDP maka akan direspon positif harga olein pada periode kedua. Adanya peningkatan GDP sebagai proxy pendapatan maka akan meningkatkan permintaan olein. Akibatnya harga olein akan meningkat. Hasil ini didukung oleh Frankel dan Rose (2010). Mulai periode ketiga dan seterusnya, peningkatan GDP akan menurunkan harga olein. Asumsi peningkatan GDP karena peningkatan investasi. Adanya peningkatan investasi pada komoditi olein seperti peningkatan teknologi akan meningkatkan produksi olein. Dampak dari peningkatan produksi olein maka supply olein bertambah dan harga olein akan turun. Guncangan GDP akan stabil pada periode ke 40.
Analisis Kausalitas Granger Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Sebelum melihat seberapa besar pengaruh random shock diantara variabel, dilakukan analisis kausalitas dengan granger causality. Variabel dependen yang dianalisis adalah harga olein sedangkan variabel independennya yaitu nilai tukar riil, suku bunga, jumlah uang beredar, harga minyak dunia, harga CPO dunia, dan GDP. Berdasarkan analisis granger causality, harga olein dipengaruhi oleh harga minyak dunia, harga CPO dunia, dan GDP. Tabel 13 Hasil analisis granger causalty faktor yang mempengaruhi harga olein Variabel Probabilitas D(LRER) 0.2681 D(IR) 0.0641 D(LMS) 0.5342
43 D(LOIL) D(LCPO) D(LGDP)
0.0130* 0.0000* 0.0012*
Sumber : Lampiran 7 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5
Persen
Analisis FEVD Faktor yang Mempengaruhi Harga Olein Untuk melihat seberapa besar pengaruh random shock diantara variabel dalam model VECM digunakan analisis FEVD. FEVD mencirikan struktur dinamis antar variabel dalam model VAR/VECM. Dengan metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Pola dari FEVD mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariate diantara variabelvariabel dalam model VAR. Variabilitas harga olein secara dominan dipengaruhi oleh harga olein itu sendiri sebesar 100 persen. Kemampuan harga olein mempengaruhi dirinya sendiri pada periode selanjutnya terus mengalami penurunan hingga pada periode ke 60 sebesar 12.66 persen. Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar pada satu bulan sebelumnya kecil terhadap harga olein namun persentase nilai tukar rupiah terhadap dollar berangsur naik dari 0 persen pada periode pertama hingga 0.07 persen pada periode ke 60. Begitu juga pengaruh suku bunga pada bulan pertama sebesar 0 persen dan terus mengalami peningkatan sampai 39.59 persen pada bulan ke 60. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59
Periode LOLEIN
LRER
IR
LMS
LOIL
LCPO
LGDP
Sumber : Lampiran 8
Gambar 15 Hasil FEVD faktor yang mempengaruhi harga olein Pada bulan pertama, pengaruh jumlah uang beredar sebesar 0 persen. Kemudian pengaruh ini meningkat sampai pada periode ke 60 sebesar 0.06 persen. Pengaruh harga minyak dunia sebesar 0 persen terhadap harga olein pada bulan pertama. Kemudian pengaruh ini meningkat sampai pada periode ke 60 sebesar 3.69 persen. Harga CPO dunia pada bulan pertama tidak mempengaruhi harga olein dan pengaruh itu mulai terlihat sejak periode kedua kemudian terus
44 meningkat sampai pada periode ke 60 sebesar 31.20 persen. Sama hal nya dengan variabel lain, GDP belum mempengaruhi harga olein pada periode pertama tetapi sejak periode kedua, variabel ini mempengaruhi harga olein dan terus meningkat sampai dengan periode ke 60 sebesar 12.74 persen. Dengan kata lain, variabel yang berkontribusi besar pada awal periode adalah harga olein itu sendiri tetapi setelah periode ke 60 variabel yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap harga olein adalah suku bunga. Artinya masyarakat Indonesia sudah dapat mengalokasikan pendapatannya antara konsumsi dan investasi. Apabila suku bunga acuan meningkat maka ada kecenderungan suku bunga tabungan dan deposito meningkat sehingga masyarakat lebih memilih mengalokasikan dana yang diterimanya dalam bentuk investasi tabungan atau deposito dan mengurangi konsumsi. Selanjutnya variabel yang berkontribusi paling kecil terhadap pembentukan harga olein pada periode ke 60 adalah jumlah uang beredar. Hasil ini sesuai dengan penelitian Awokuse (2005).
Analisis Integrasi Harga Olein Perubahan harga komoditi pada satu pasar dapat mengakibatkan perubahan harga pada pasar lainnya. Pada bagian ini, akan dibahas mengenai model yang dapat menjelaskan tentang integrasi harga komoditi olein antara pasar fisik Indonesia yang diwakili dengan harga olein Jakarta, pasar futures Indonesia yang diwakili dengan harga OLEINTR di BKDI, pasar acuan dunia yang diwakili dengan harga olein di Rotterdam. Metode yang akan digunakan untuk menjelaskan integrasi harga adalah metode VECM.
Uji Akar Unit Integrasi Harga Olein Tahap pertama dari pra estimasi VECM adalah uji akar unit. Uji akar unit yang dilakukan pada analisis ini adalah uji akar unit dengan PP Test. Adapun hasil uji akar unit pada tingkat level dan first difference dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil pengujian akar unit tingkat level dan first difference integrasi harga olein Variabel LOLEINFISIK
Level Adj t-Stat Probabilitas -1.5920 0.4763
First Difference Adj t-Stat Probabilitas -4.1237 0.0028*
LOLEINFUTURES
-1.6784
0.4333
-5.3037
0.0001*
LOLEINACUAN
-0.7342
0.8252
-5.0237
0.0002*
LRER
-1.3140
0.6124
-6.3401
0.0000*
Sumber : Lampiran 9 Keterangan : * stasioner pada taraf nyata 5 %
Untuk melihat kestasioneran data dapat dilihat dari nilai mutlak adjusted t-statistik dan probabilitas. Jika nilai mutlak adjusted t-statistik lebih besar
45 daripada critical values atau nilai probabilitas kurang dari taraf nyata yang digunakan maka data tersebut stasioner. Berdasarkan Tabel 14, semua variabel sudah stasioner pada first difference.
Uji Stabilitas VAR Integrasi Harga Olein Selanjutnya dilakukan uji stabilitas VAR dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Berdasarkan uji stabilitas yang dilakukan, model stabil pada lag 6 karena nilai roots of characteristic polinomial kurang dari 1.
Uji Lag Optimal Integrasi Harga Olein Uji ini penting untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Penelitian ini menggunakan nilai SIC untuk menentukan lag optimal dan lag optimal yang dipilih adalah lag yang paling kecil yaitu lag 1.
Uji Kointegrasi Integrasi Harga Olein Sebelum melakukan estimasi VECM, dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui apakah akan terjadi keseimbangan jangka panjang. Asumsi yang akan dipilih adalah asumsi berdasarkan SIC yaitu asumsi kedua (intercept (no trend) in CE – no intercept in VAR untuk no deterministic trend). Kemudian dilanjutkan dengan penentuan jumlah kointegrasi. Ada dua kriteria yang dapat digunakan yaitu berdasarkan pada Trace Test atau Maximum eigen-value. Dalam penelitian ini menggunakan kriteria Trace Test. Hasil pengujian kointegrasi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil pengujian kointegrasi integrasi harga olein Hipotesis Nol
Hipotesis Alternatif
Trace Statistic
Critical Value
Probabilitas
r=0
r≤1
46.7955
35.1928
0.0019*
r=1
r≤2
20.0099
20.2618
0.0541
r=2
r≤3
6.2659
9.1646
0.1712
Sumber :Lampiran 12 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5%
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa terdapat satu kointegrasi yang ditunjukkan dengan nilai Trace statistic pada r = 0 lebih besar dari critical value pada taraf nyata 5 persen. Ada kointegrasi diantara harga di pasar fisik Indonesia, harga di pasar futures BKDI dan harga di pasar acuan dapat menunjukkan adanya integrasi pasar yaitu antara pasar fisik Indonesia, pasar futures Indonesia dan pasar acuan dunia. Hal ini didukung dengan Fackler dan Goodwin (2001) yang menyatakan bahwa jika ada dua pasar yang terpisah series harga nya terkointegrasi maka ada kecenderungan terjadi pergerakan yang sama pada jangka panjang diantara keduanya berdasarkan hubungan
46 linier.
Analisis VECM Integrasi Harga Olein Berdasarkan analisis pra estimasi yang telah dilakukan, harga di pasar fisik Indonesia, harga futures di BKDI dan harga acuan di Rotterdam terkointegrasi sehingga analisis selanjutnya yang dilakukan adalah estimasi VECM. Hubungan keseimbangan dinamis jangka pendek dan keseimbangan jangka panjang dalam satu sistem persamaan dapat digambarkan oleh model ini. Selain itu, model VECM ini dapat menunjukkan kombinasi hubungan jangka pendek dan jangka panjang antar harga-harga dari pasar yang berbeda (Anwar, 2005). Tabel 16 Hasil estimasi VECM jangka panjang integrasi harga olein Variabel
Koefisien
t-Statistik
LOLEINFUTURES(-1)
-3.5411
-6.2426*
1.4098
3.8267*
LOLEINACUAN(-1)
Sumber : Lampiran 13 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5 %
Pada jangka panjang, perubahan harga olein di pasar fisik Indonesia dipengaruhi oleh perubahan harga olein di pasar futures Indonesia dan pasar acuan dunia di Rotterdam. Adanya pengaruh jangka panjang harga fisik dan harga futures didukung oleh penelitian Silvapulle dan Moosa (1999) terhadap harga minyak mentah WTI. Sedangkan hubungan pasar fisik dan pasar acuan didukung oleh penelitian Hafizah (2009) terkait komoditi CPO, dimana pasar forward Rotterdam merupakan pasar referensi atau pasar acuan bagi pasar fisik Indonesia. Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa peubah persamaan kointegrasi 1 signifikan terhadap harga olein Indonesia. Keseimbangan jangka pendek akan menyesuaikan menuju keseimbangan jangka panjang. Nilai ECT sebesar -0.09 dan signifikan pada taraf nyata 5 persen, artinya proses penyesuaian terjadi menuju keseimbangan jangka panjang dengan kecepatan sebesar -0.09 persen per bulan. Tabel 17 Hasil estimasi VECM jangka pendek integrasi harga olein Error Koefisien dan t-Statistik Correction CointEq1 D(LOLEINFISIK(-1)) D(LOLEINFUTURES(-1))
D(LOLEIN FISIK)
D(LOLEIN FUTURES)
D(LOLEIN ACUAN)
-0.0946*
0.1007
-0.0100
[-3.2620]
[1.4642]
[-0.1389]
-0.1286*
-0.2638
-0.1963
[-0.7143]
[-0.6176]
[-0.4384]
-0.1002*
0.0350
0.1819
47
D(LOLEINACUAN(-1))
[-0.7812]
[0.1150]
[0.5700]
0.18256*
0.2949
0.0963
[1.4235]
[0.9693]
[0.3019]
Sumber : Lampiran 13 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5 %
Secara statistik, perubahan harga olein di pasar acuan Rotterdam dalam jangka pendek tidak mempengaruhi perubahan harga fisik dan harga futures olein di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pasar olein Indonesia baik pasar fisik maupun pasar futures tidak terintegrasi dengan pasar acuan Rotterdam. Adanya perubahan harga di pasar acuan Rotterdam tidak langsung ditransmisikan terhadap harga olein di dalam negeri. Kondisi pasar yang tidak terintegrasi menunjukkan bahwa pasar belum bekerja secara efisien dan efektif. Negara-negara di Eropa merupakan negara yang mengkonsumsi minyak rappa terbesar (Carre dan Puuzet, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pasar Eropa berbeda karakter dengan pasar Indonesia dimana olein bukan merupakan minyak nabati utama yang dikonsumsi melainkan minyak rappa. Akibatnya perubahan harga olein di pasar Rotterdam tidak langsung ditransmisikan ke pasar Indonesia. Selain itu, komoditi olein merupakan salah satu komoditi yang dijaga kestabilan harganya oleh pemerintah sehingga pergerakan harga di pasar acuan tidak langsung mempengaruhi harga di pasar Indonesia. Analisis IRF Integrasi Harga Olein Setelah mengetahui bahwa pasar dalam negeri terintegrasi dengan pasar acuan dunia dalam jangka panjang, selanjutnya dilakukan suatu simulasi guncangan harga. Dalam penelitian ini jangka waktu proyeksi yang digunakan dalam menganalisis respon adalah selama 60 bulan (5 tahun) ke depan dan akan dicoba untuk dilihat bagaimana respon harga di pasar fisik dan pasar futures Indonesia terhadap guncangan harga di pasar acuan dunia. Respon guncangan harga di pasar acuan terhadap harga di pasar fisik dan futures Indonesia dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17. Berdasarkan Gambar 16, respon harga fisik olein terhadap perubahan harga olein di pasar acuan Rotterdam pada bulan pertama belum terjadi. Respon guncangan yang terjadi di pasar acuan Rotterdam akan berpengaruh mulai bulan kedua sebesar 0.11 persen. Apabila harga olein di pasar Rotterdam meningkat satu persen maka harga olein di Indonesia akan meningkat sebesar 0.11 persen. Persamaan pergerakan respon ini didukung oleh penelitian Hafizah (2009) dimana adanya guncangan pada pasar CPO di Rotterdam sebesar satu persen mengakibatkan harga CPO di pasar fisik Indonesia meningkat sebesar 3.6 persen. Pada bulan ketiga, apabila di pasar Rotterdam mengalami peningkatan satu persen justru mengakibatkan harga olein di Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.03 persen. Respon yang sama juga terlihat pada harga CPO di Malaysia dalam penelitian Hafizah (2009). Ketika harga CPO di Rotterdam mengalami guncangan sebesar satu persen maka harga CPO di pasar fisik Malaysia mengalami penurunan sebesar 0.9 persen pada bulan kedua dan ketiga.
48
Sumber : Lampiran 14
Gambar 16 Respon guncangan harga di pasar acuan terhadap pasar fisik Indonesia Mulai bulan keempat dan seterusnya, peningkatan harga olein di pasar Rotterdam akan meningkatkan harga olein di pasar Indonesia. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan Hafizah (2009) terhadap komoditi CPO dimana pasar acuan Rotterdam merupakan pasar referensi bagi pasar Indonesia. Setiap perubahan yang terjadi di pasar Rotterdam akan mengakibatkan perubahan pada pasar CPO Indonesia. Guncangan yang terjadi di pasar Rotterdam akan stabil mulai bulan ke 14 pada tingkat 0.09 persen.
Sumber : Lampiran 14
Gambar 17 Respon guncangan harga di pasar acuan terhadap pasar futures Indonesia Seperti hal nya pasar fisik di Indonesia, pasar futures Indonesia belum merespon guncangan yang terjadi di pasar acuan pada awal bulan. Pada bulan
49 kedua respon positif diberikan atas kejutan harga acuan dan mencapai keseimbangan jangka panjang pada bulan ke 14 pada tingkat 0.99 persen.
Analisis Kausalitas Granger Integrasi Harga Olein Sebelum melakukan analisis FEVD, dilakukan analisis kausalitas dengan metode Granger Causality. Analisis kausalitas menunjukkan hubungan sebab akibat untuk mengetahui perubahan satu variabel terhadap variabel lain. Tabel 18 Hasil granger causality integrasi harga olein Variabel D(LOLEIN D(LOLEIN FISIK) FUTURES) D(LOLEINFISIK) 0.4347 D(LOLEINFUTURES) 0.5368 D(LOLEINACUAN) 0.6611 0.5687
D(LOLEIN ACUAN) 0.1546 03324 -
Sumber : Lampiran 15
Diantara ketiga variabel yaitu harga olein di pasar fisik Indonesia, harga olein di pasar futures BKDI dan harga acuan olein di pasar Rotterdam tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini didukung oleh hasil VECM jangka pendek. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam jangka pendek tidak terjadi integrasi harga diantara ketiga pasar. Harga yang terbentuk di masing-masing pasar umumnya dipengaruhi oleh harga di pasar itu sendiri.
Persen
Analisis FEVD Integrasi Harga Olein Tahap selanjutnya adalah analisis FEVD. Analisis ini berfungsi untuk menjelaskan kontribusi masing-masing variabel shock atau guncangan yang ditimbulkannya terhadap variabel utama endogen yang diamati. FEVD mampu menjelaskan proporsi variabel lain dalam menjelaskan variabel endogen utama penelitian. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59
Periode LOLEINFISIK
LOLEINFUTURES
LOLEINACUAN
Sumber : Lampiran 16
Gambar 18 Hasil FEVD integrasi harga olein di pasar fisik Indonesia
50
Persen
Variasi harga olein saat ini dapat dijelaskan oleh harga sendiri sebesar 100 persen dan menurun pada tingkat 39.37 persen saat 60 bulan kemudian. Pada periode ke 60, variasi harga olein di pasar fisik Indonesia juga dipengaruhi oleh harga olein di pasar futures sebesar 60.56 persen dan harga olein di pasar acuan sebesar 0.07 persen. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59
Periode LOLEINFISIK
LOLEINFUTURES
LOLEINACUAN
Sumber : Lampiran 16
Gambar 19 Hasil FEVD integrasi harga olein di pasar futures Indonesia Variasi harga olein di pasar futures Indonesia pada posisi saat ini dijelaskan oleh harga futures olein sebesar 88.61 persen dan harga fisik olein sebesar 11.39 persen. Sedangkan pada periode ke 60 kemudian, variasi harga olein di pasar futures Indonesia dijelaskan oleh harga futures itu sendiri sebesar 79.77 persen, harga fisik sebesar 9.46 persen, dan harga acuan sebesar 10.77 persen. Berdasarkan Gambar 18 dan 19, dapat disimpulkan bahwa harga acuan olein di pasar Rotterdam kurang memberikan pengaruh terhadap pembentukan harga di pasar fisik maupun di pasar futures Indonesia. Menurut Aji (2010), secara historis kawasan Eropa terutama Belanda merupakan konsumen CPO Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Oleh karena itu, wajar apabila harga CPO Indonesia masih mengacu ke harga CPO Rotterdam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga komoditi olein di Rotterdam justru kurang memberikan pengaruh terhadap pembentukan harga olein dalam negeri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga olein di pasar fisik dan pasar futures tidak mengacu pada harga Rotterdam. Masih terdapat faktor lain diluar harga acuan yang menentukan harga olein di pasar fisik dan pasar futures Indonesia. Rifin (2009) menyatakan bahwa India dan Tiongkok merupakan pasar yang relatif baru bagi minyak kelapa sawit Indonesia dibandingkan pasar Belanda yang sudah ada sejak tahun 1960-an. Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menjadikan harga CPO Indonesia sebagai harga referensi karena sulitnya mengalihkan pihak swasta yang telah menjadikan harga CPO Rotterdam sebagai harga referensi. Hal yang sama juga berlaku bagi komoditi olein.
51
52
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, antara lain: 1. Dari hasil analisis VECM, terdapat keseimbangan antara jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, harga olein dipengaruhi oleh harga minyak dunia, harga CPO dunia, dan GDP Indonesia. Sedangkan dalam jangka panjang, harga olein dipengaruhi oleh nilai tukar, suku bunga, jumlah uang beredar, harga CPO dunia, dan GDP Indonesia. Apabila suku bunga mengalami guncangan maka akan direspon negatif oleh harga olein. Sedangkan apabila harga CPO dunia mengalami guncangan akan direspon positif oleh harga olein. Berdasarkan analisis FEVD, variasi harga olein pada periode pertama secara dominan dipengaruhi oleh harga olein itu sendiri. Pada periode ke 60, variasi harga olein dipengaruhi oleh suku bunga, harga CPO dunia, GDP Indonesia, harga olein, harga minyak dunia, nilai tukar, dan jumlah uang beredar. 2. Berdasarkan analisis VECM yang digunakan, terjadi integrasi antara harga fisik, harga futures dan harga acuan dunia dalam jangka panjang. Sedangkan dalam jangka pendek tidak terjadi integrasi harga sehingga apabila ada perubahan harga di salah satu pasar tidak langsung ditransmisikan terhadap harga di pasar lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pasar komoditi olein Indonesia belum bekerja secara efisien dan efektif. Saran Beberapa saran yang dapat diajukan, antara lain: 1. Adanya respon yang berbeda yang dihasilkan harga olein terhadap guncangan faktor-faktor yang mempengaruhi membuat pelaku pasar perlu mengambil tindakan. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah mengamati dan meramalkan pergerakan variabel makroekonomi dan mikroekonomi. Selain itu, pelaku pasar olein dapat memanfaatkan bursa berjangka komoditi untuk lindung nilai. Dengan keikutsertaan pelaku pasar dalam bursa berjangka komoditi diharapkan dapat mengurangi resiko yang timbul akibat fluktuasi harga komoditi. 2. Kondisi pasar olein Indonesia tidak terintegrasi dengan pasar acuan dunia dalam jangka pendek. Hal ini mengakibatkan setiap perubahan yang terjadi di pasar dunia tidak langsung ditransmisikan terhadap harga olein di dalam negeri. Tidak terintegrasinya harga olein Indonesia mengindikasikan bahwa sistem yang berlangsung pada komoditi ini masih belum efisien dan efektif. Untuk itu perlu peran serta pemerintah dalam mengefisienkan sistem pemasaran komoditi ini. Salah satu nya dengan mengatur tata niaga olein. Sistem pemasaran yang efisien dapat membantu proses pembentukan harga sehingga Indonesia sebagai negara produsen komoditi olein dapat menjadi price maker dan dijadikan referensi harga bagi pelaku pasar dalam dan luar negeri. Selain itu, perlu dilakukan kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia sebagai negara produsen CPO agar membuat formulasi harga olein sehingga
53 harga kesepakatan di kedua negara tersebut dapat dijadikan acuan bagi pelaku pasar olein di dunia. 3. Terkait dengan variabel yang digunakan, masih banyak variabel-variabel faktor yang mempengaruhi harga komoditi yang tidak digunakan seperti pendapatan per kapita, produksi, konsumsi, dan kebijakan yang terkait dengan komoditi. Sedangkan dalam analisis integrasi, penggunaan harga komoditi di beberapa kota besar di Indonesia serta harga futures dari berbagai bursa berjangka komoditi di luar negeri dapat memperkaya hasil sehingga akan lebih jelas terlihat bagaimana integrasi harga komoditi olein. Selanjutnya terkait komoditi yang digunakan, penelitian selanjutnya dapat menggunakan komoditi yang sudah dijadikan subjek kontrak berjangka komoditi di bursa berjangka komoditi seperti kakao, kopi, dan CPO.
54
DAFTAR PUSTAKA Ahsan H, Iftikhar Z, Kemal MA. 2011. The Determinants of Food Prices: A Case Study of Pakistan. PIDE Working Papers. 76:1-21 Aji BWP. 2010. Analisis Integrasi Harga Minyak Bumi, Minyak Kedelai, CPO, Minyak Goreng Domestik dan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anwar C. 2005. Prospek Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional: Suatu Analisis Integrasi Pasar dan Keragaan Ekspor [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Arango LE, Arias F, Florez A. 2012. Determinants of Commodity Prices. Applied Economics. 44(2): 135-145. Arianto ME, Daryanto A, Arifin B, Nuryartono N. 2010. Analisis Harga Minyak Sawit, Tinjauan Kointegrasi Harga Minyak Nabati dan Minyak Bumi. Jurnal Manajemen dan Agribisnis. 7(1): 1-15. Arshad FM, Hameed AAA. 2012. Crude Oil, Palm Oil Stock and Prices: How They Link. Review of Economics and Finance. 48-57. Awokuse TO. 2005. Impact of Macroeconomic Policis on Agricultural Prices. Agricultural and Resource Economic Review. 34(2): 226-237. Badrun M. 2010. Tonggak Perubahan Melalui Perkebunan Inti Rakyat Kelapa Sawit Membangun Negeri. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Balcombe K. 2010. The Nature and Determinants of Volatility in Agricultural Prices: An Empirical Study From 1962-2008. Commodity Market Review 20092010. 1-24. Bappebti [Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi]. 2009-2014. Annual Report 2009-2014. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan. __________________________________________________. 2012. Apa itu Kontrak Berjangka Komoditi? [Internet]. Jakarta (ID): Bappebti. [diunduh 2014 Nov 17]. Tersedia pada: http://www.bappebti.go.id/id/edu/brochures/detail/123.html Bastourre D, Carrera J, Ibarlucia J. 2010. Commodity Prices: Structural Factors, Financial Markets and Non-linear Dynamics. BCRA Paper Series. 6:15-23. Batu PL. 2014. Pasar Derivatif. Jakarta (ID): Gramedia. Baye MR. 2010. Managerial Economics and Business Strategy 7th Edition. New York (US): McGraw Hill. BI [Bank Indonesia]. 2006. Statement Gubernur Bank Indonesia: “Kebijakan Moneter Masih Cenderung Ketat, BI Rate Dipertahankan Pada Level 12.75 %”. [Internet]. Jakarta (ID): BI. [diunduh 2015 Jun 2]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp%2081906.aspx _________________. 2008. Laporan Perekonomian Indonesia 2008. Jakarta (ID): Bank Indonesia. _________________. 2013. BI Rate Tetap 5.75 %. [Internet]. Jakarta (ID): BI. [diunduh 2015 Jun 2]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id/id/ruangmedia/siaran-pers/Pages/sp_151813-2.aspx _________________. 2014. Perkembangan Uang Beredar. [Internet]. Jakarta (ID): BI. [diunduh 2014 Des 27]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/perkembangan/Default.aspx
55 BKDI [Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia]. 2011. Spesifikasi Kontrak Berjangka RBD Palm Olein. [Internet]. Jakarta (ID): BKDI. [diunduh 2014 Okt 20]. Tersedia pada: http://www.icdx.co.id/files/Products/Specification%20for%20OLEINTR.pdf Cahyaningsih E. 2012. Integrasi Spasial dan Vertikal Pasar Beras di Indonesia [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Carre P, Pouzet A. 2014. Rapeseed Market, Worldwide and in Europe. Oilseeds and fats Crops and Lipids Journal. 21(1): 1-12. Dawson PJ, Dey PK. 2002. Testing For The Law Of One Price: Rice Market Integration In Bangladesh. Journal of International Development. 14: 473-484. DCE [Dalian Commodity Exchange]. 2014. Volume Transaction of RBD Palm Olein. Drajat B. 2011. Dampak Krisis Finansial Global dan kebiajkan Antisipatif Pengembangan Industri Kelapa Sawit. Analisis Kebijakan Pertanian. 9(3): 237-260. Enders W. 2004. Applied Econometrics Time Series 2nd Ed. Danvers (US): John Wiley and Sons. Engle RF, Granger CWJ. 1987. Co-Integration and Error Correction: Representation, Estimation and Testing. Journal Econometrica. 50: 987-1008. Elizabeth N. 2013. Perilaku Harga Spot dan Futures Olein Terkait Variabel Makroekonomi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fackler PL, Goodwin BK. 2001. Spacial Price Analysis. North Carolina State (US): North Carolina State University. Fitrianti W. 2009. Analisis Integrasi Pasar Karet Alam [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Firdaus M, Ariyono. 2010. Keterpaduan Pasar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Kakao Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan. 3(1): 69-79. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel Dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press. Frankel JA. 2006. The Effect of Monetary Policy on Real Commodity Prices. NBER Working Paper Series. 12713: 1-40. Frankel JA, Rose AK. 2010. Determinants of Agricultural and Mineral Commodity Prices. HKS Faculty Research Working Paper Series. RWP10038: 1-48. GAPKI. 2009. Mengenal Minyak Sawit Dengan Beberapa Karakter Unggulnya. Jakarta (ID): PASPI. GAPKI. 2014. Industri Minyak Sawit Indonesia Menuju 100 Tahun NKRI. Jakarta (ID): PASPI. Ghafoor A, Aslam M. 2012. Market Integration and Price Transmission in Rice Markets of Pakistan. SANEI Working Paper Series. 12(8): 1-71. Gujarati D. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Mulyadi JA, penerjemah: Saat S dan Hardani, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Essentials of Econometrics. Hafizah D. 2009. Integrasi Pasar Fisik CPO Di Indonesia, Malaysia Dan Pasar Berjangka Di Rotterdam [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
56 Hariyadi P. 2010. Sepuluh Karakter Unggul Minyak Sawit. [Internet]. Bogor (ID): SEAFAST. [diunduh 2015 Mar 25]. Tersedia pada: https://seafast.ipb.ac.id/article/sepuluh_karakter_minyak_sawit.pdf. Harri A, Nalley L, Hudson D. 2009. The Relationship between Oil, Exchange Rate, and Commodity Prices. Journal of Agricultural and Applied Economics. 41(2): 501-510. Hartoyo S, Putri EIK, Novindra, Hastuty. 2011. Dampak Kenaikan Harga Minyak Bumi Terhadap Ketersediaan Minyak Goreng Sawit Domestik. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia. 11(2): 169-179. Helbling T, Blackman VM, Cheng K. 2008. Riding a Wave. Finance and Development. 3: 10-15. Heytens PJ. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies. 20(1): 25-41. Kemenperin [Kementerian Perindustrian]. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Sekjen Kemenperin. ___________________________________. 2008. Menyelamatkan Industri Dari Dampak Krisis. Jakarta (ID): Media Industri. ___________________________________. 2014. Direktori Perusahaan Industri Minyak Goreng Sawit Indonesia.Jakarta (ID): Pusdatin Kemenperin. Kementan [Kementerian Pertanian]. 2014. Laporan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Perkebunan di Indonesia. Kementerian Pertanian. Jakarta [Laporan] Kohls RL, Uhl JN. 2002. Marketing of Agriculture Product 9th Edition. New Jersey (US): Prentice Hall. Mankiw, GN. 2006. Principles of Economics, Pengantar Ekonomi Makro Edisi Ketiga. Alih Bahasa oleh Chriswan Sungkono. Jakarta (ID): Salemba Empat. Muwanga GS, Snyder DL. 1997. Market Integration and The Law of One Price: Case Study of Selected Feeder Cattle Markets. Economic Research Institute Study Paper. 97(1): 11-18. Nazlioglu S, Soytas U. 2011. World Oil Prices and Agricultural Commodity Prices: Evidence From An Emerging Market. Energy Economics. 33:488-496. Nicholson W. 2000. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan. Edisi Kedelapan. Jakarta (ID): Erlangga. Nkang NM, Ndifon HM, Odok GN. 2007. Price Transmission and Integration of Cocoa and Palm Oil Markets in Cross River State, Nigeria: Implications for Rural Development. Agricultural Journal. 2(4): 457-463. Nugraheni SRW. 2014. Volatilitas Harga Pangan Utama Indonesia dan Faktor yang Mempengaruhinya [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pamin K. 1998. Seratus Tahun dari Lima Puluh Tahun Pengembangan Kelapa Sawit di Indonesia: Dari Kebun Raya Bogor Menuju Industri. Jakarta (ID): GAPKI. PDN [Perdagangan Dalam Negeri]. 2014. Statistik Perdagangan Dalam Negeri Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan. Purnomo SD, Hariyani I, Serfiyani CY. 2013. Pasar Komoditi Perdagangan Berjangka dan Pasar Lelang Komoditi. Yogyakarta (ID): Jogja Bangkit Publisher.
57 Rachman A. 2012. Integrasi Dan Transmisi Harga Pada Pasar CPO Dan Minyak Goreng Sawit Di Indonesia [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ravallion M. 1986. Testing Market Integration. American Journal of Agricultural Economics. 68(1): 102-109. Rifin A. 2009. Analisis Pemasaran Minyak Kelapa Sawit di Indonesia dalam Bunga Rampai Agribisnis: Seri Pemasaran. Bogor (ID): IPB Press. Rifin A, Nurdiyani. 2007. Integrasi Pasar Kakao Indonesia. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian. 1(2): 1-12 Salvatore, D. 2008. Theory and Problem of Micro Economic Theory 3rd Edition. Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul. Jakarta (ID): Erlangga. Silvapulle P, Moosa I. 1999. The Relationship between Spot and Futures Prices: Evidence from The Crude Oil Market. Journal of Futures Market. 19(2): 175-193. Sukirno S. 2012. Teori Pengantar Mikroekonomi Edisi Tiga. Jakarta (ID): Rajawali Pers. World Bank. 2014. Population and GDP per Capita Indicators.
58
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji akar unit faktor yang mempengaruhi harga olein Null Hypothesis: LOLEIN has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.144009 -3.489117 -2.887190 -2.580525
0.2281
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOLEIN) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-8.338352 -3.489659 -2.887425 -2.580651
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LRER has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 5 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.540431 -3.489117 -2.887190 -2.580525
0.1088
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LRER has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 5 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.540431 -3.489117 -2.887190 -2.580525
0.1088
59
Null Hypothesis: IR has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 7 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.540782 -3.489117 -2.887190 -2.580525
0.5094
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(IR) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 5 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.732658 -3.489659 -2.887425 -2.580651
0.0048
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LMS has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 33 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-0.977224 -3.489117 -2.887190 -2.580525
0.7595
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LMS) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 28 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Adj. t-Stat
Prob.*
-19.21684 -3.489659 -2.887425 -2.580651
0.0000
60 Null Hypothesis: LOIL has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 5 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.768736 -3.489117 -2.887190 -2.580525
0.0660
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOIL) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-6.916319 -3.489659 -2.887425 -2.580651
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LCPO has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 6 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.323678 -3.489117 -2.887190 -2.580525
0.1664
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LCPO) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 5 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Adj. t-Stat
Prob.*
-6.776077 -3.489659 -2.887425 -2.580651
0.0000
61 Null Hypothesis: LGDP has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 10 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-0.020119 -3.489117 -2.887190 -2.580525
0.9541
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LGDP) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 23 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-7.490351 -3.489659 -2.887425 -2.580651
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: DUMMY has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 0 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-0.682129 -3.489117 -2.887190 -2.580525
0.8461
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(DUMMY) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Adj. t-Stat
Prob.*
-10.58301 -3.489659 -2.887425 -2.580651
0.0000
62 Lampiran 2 Uji stabilitas VAR faktor yang mempengaruhi harga olein Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LOLEIN LRER IR LMS LOIL LCPO LGDP Exogenous variables: C DUMMY Lag specification: 1 6 Root 0.998645 0.851255 + 0.476073i 0.851255 - 0.476073i 0.947603 - 0.137482i 0.947603 + 0.137482i 0.466198 + 0.815291i 0.466198 - 0.815291i -0.496576 + 0.788934i -0.496576 - 0.788934i 0.876951 - 0.179174i 0.876951 + 0.179174i -0.121387 + 0.872190i -0.121387 - 0.872190i 0.859084 0.780169 - 0.358122i 0.780169 + 0.358122i 0.122508 - 0.845382i 0.122508 + 0.845382i 0.717748 - 0.456681i 0.717748 + 0.456681i -0.807443 - 0.188770i -0.807443 + 0.188770i -0.290618 + 0.753163i -0.290618 - 0.753163i -0.708830 + 0.358932i -0.708830 - 0.358932i -0.783969 + 0.094530i -0.783969 - 0.094530i 0.427557 - 0.614054i 0.427557 + 0.614054i 0.242046 + 0.677925i 0.242046 - 0.677925i 0.682145 - 0.195589i 0.682145 + 0.195589i -0.353077 + 0.530516i -0.353077 - 0.530516i -0.479277 - 0.374332i -0.479277 + 0.374332i 0.071424 + 0.508297i 0.071424 - 0.508297i 0.441183 -0.137243 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.998645 0.975336 0.975336 0.957525 0.957525 0.939170 0.939170 0.932204 0.932204 0.895068 0.895068 0.880597 0.880597 0.859084 0.858438 0.858438 0.854213 0.854213 0.850717 0.850717 0.829215 0.829215 0.807287 0.807287 0.794526 0.794526 0.789648 0.789648 0.748243 0.748243 0.719839 0.719839 0.709632 0.709632 0.637268 0.637268 0.608137 0.608137 0.513291 0.513291 0.441183 0.137243
63 Lampiran 3 Uji lag optimum faktor yang mempengaruhi harga olein VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LOLEIN LRER IR LMS LOIL LCPO LGDP Exogenous variables: C DUMMY Sample: 2005M07 2014M12 Included observations: 108 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6
527.4123 1459.055 1553.954 1621.852 1664.037 1707.984 1776.653
NA 1708.012 161.6801 106.8761 60.93354 57.78166 81.38636*
1.75e-13 1.40e-20 6.06e-21 4.40e-21* 5.30e-21 6.41e-21 5.17e-21
-9.507635 -25.85287 -26.70286 -27.05282 -26.92661 -26.83303 -27.19728*
-9.159951 -24.28830* -23.92139 -23.05446 -21.71135 -20.40088 -19.54824
-9.366662 -25.21850 -25.57507* -25.43163 -24.81201 -24.22503 -24.09587
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 4 Uji kointegrasi faktor yang mempengaruhi harga olein Sample: 2005M07 2014M12 Included observations: 112 Series: LOLEIN LRER IR LMS LOIL LCPO LGDP Exogenous series: DUMMY Warning: Rank Test critical values derived assuming no exogenous series Lags interval: 1 to 1 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 3 3
None Intercept No Trend 4 3
Linear Intercept No Trend 2 2
Linear Intercept Trend 3 3
Quadratic Intercept Trend 3 3
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
0 1 2 3 4 5 6 7
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 1458.772 1458.772 1492.783 1492.783 1497.533 1501.862 1523.372 1525.160 1525.998 1532.062 1553.138 1555.434 1544.754 1554.738 1568.007 1576.351 1552.801 1568.728 1573.993 1590.301 1558.690 1574.693 1578.929 1596.094 1561.978 1579.594 1582.142 1599.844 1562.310 1582.796 1582.796 1602.985
1493.716 1525.451 1555.696 1576.604 1590.466 1596.231 1599.868 1602.985
64
0 1 2 3 4 5 6 7
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) -25.17449 -25.17449 -25.65684 -25.65684 -25.54849 -25.61665 -25.67610 -25.95308 -25.96714 -25.86520 -25.87496 -25.94753 -26.23460 -26.23989 -26.15529 -25.95990 -26.08461 -26.25012 -26.34556* -26.27863 -25.85359 -26.06656 -26.10703 -26.32680 -26.27618 -25.70875 -25.90524 -25.94516 -26.16238 -26.12912 -25.51747 -25.72490 -25.75254 -25.96150 -25.94406 -25.27340 -25.51421 -25.51421 -25.74974 -25.74974
0 1 2 3 4 5 6 7
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) -23.98515 -23.98515 -24.29760* -24.29760* -24.08750 -24.12267 -24.25402 -24.24380 -24.00600 -24.03002 -24.19573 -24.15247 -23.75112 -23.80301 -23.87143 -23.89405 -23.30499 -23.42088 -23.38853 -23.51121 -22.82035 -22.89547 -22.88685 -22.98271 -22.28925 -22.35105 -22.35442 -22.41774 -21.70537 -21.77627 -21.77627 -21.84189
-24.01934 -23.99623 -23.94651 -23.73004 -23.38778 -22.90090 -22.37604 -21.84189
Sample (adjusted): 2005M09 2014M12 Included observations: 112 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: LOLEIN LRER IR LMS LOIL LCPO LGDP Exogenous series: DUMMY Warning: Critical values assume no exogenous series Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4 At most 5 At most 6
0.420873 0.412291 0.233189 0.101393 0.084358 0.055772 0.011593
180.0244 118.8463 59.31576 29.57802 17.60410 7.733506 1.306051
125.6154 95.75366 69.81889 47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.0000 0.0005 0.2570 0.7402 0.5954 0.4943 0.2531
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4 At most 5
0.420873 0.412291 0.233189 0.101393 0.084358 0.055772
61.17812 59.53055 29.73773 11.97392 9.870594 6.427455
46.23142 40.07757 33.87687 27.58434 21.13162 14.26460
0.0007 0.0001 0.1442 0.9337 0.7567 0.5590
65 At most 6
0.011593
1.306051
3.841466
0.2531
Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 5 Analisis VECM faktor yang mempengaruhi harga olein Vector Error Correction Estimates Sample (adjusted): 2005M09 2014M12 Included observations: 112 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
LOLEIN(-1)
1.000000
LRER(-1)
-0.965466 (0.13952) [-6.91990]
IR(-1)
0.049735 (0.01082) [ 4.59791]
LMS(-1)
-1.080119 (0.24837) [-4.34879]
LOIL(-1)
-0.041509 (0.09804) [-0.42337]
LCPO(-1)
-0.559601 (0.08720) [-6.41757]
LGDP(-1)
2.193627 (0.59171) [ 3.70727]
C
-15.52579
Error Correction:
D(LOLEIN)
D(LRER)
D(IR)
D(LMS)
D(LOIL)
CointEq1
-0.216404 (0.04307) [-5.02396]
0.143064 (0.03801) [ 3.76363]
-0.453019 (0.22035) [-2.05591]
0.071781 (0.01776) [ 4.04097]
-0.114012 (0.10064) [-1.13283]
-0.320919 -0.031464 (0.07594) (0.01122) [-4.22622] [-2.80401]
D(LOLEIN(-1))
-0.093155 (0.07920) [-1.17615]
0.043572 (0.06990) [ 0.62339]
0.571576 (0.40517) [ 1.41071]
-0.063116 (0.03266) [-1.93236]
0.359636 (0.18506) [ 1.94337]
-0.163318 0.004100 (0.13963) (0.02063) [-1.16967] [ 0.19870]
D(LRER(-1))
-0.125637 (0.11344) [-1.10749]
0.071424 (0.10011) [ 0.71345]
-0.494755 (0.58033) [-0.85254]
0.195554 (0.04678) [ 4.18003]
-0.502659 (0.26506) [-1.89640]
-0.535876 -0.019511 (0.19999) (0.02955) [-2.67954] [-0.66023]
D(IR(-1))
-0.022090 (0.01193)
-0.008231 (0.01053)
0.749132 (0.06105)
0.003912 (0.00492)
-0.025766 (0.02788)
-0.066608 -0.002633 (0.02104) (0.00311)
D(LCPO)
D(LGDP)
66 [-1.85117]
[-0.78160]
[ 12.2717]
[ 0.79488]
[-0.92411]
[-3.16623] [-0.84702]
D(LMS(-1))
0.132174 (0.21263) [ 0.62163]
0.032673 (0.18764) [ 0.17413]
0.912129 (1.08770) [ 0.83859]
-0.256848 (0.08768) [-2.92924]
-0.377434 (0.49680) [-0.75974]
-0.691382 0.025551 (0.37483) (0.05539) [-1.84450] [ 0.46130]
D(LOIL(-1))
-0.104086 (0.04192) [-2.48296]
-0.022504 (0.03699) [-0.60831]
0.640159 (0.21445) [ 2.98519]
-0.004806 (0.01729) [-0.27803]
0.245040 (0.09795) [ 2.50179]
-0.011524 0.007877 (0.07390) (0.01092) [-0.15595] [ 0.72127]
D(LCPO(-1))
0.318778 (0.06863) [ 4.64462]
0.030036 (0.06057) [ 0.49590]
-0.740012 (0.35110) [-2.10769]
0.088010 (0.02830) [ 3.10949]
0.031164 (0.16036) [ 0.19433]
0.133459 -0.012030 (0.12099) (0.01788) [ 1.10303] [-0.67282]
D(LGDP(-1))
1.133368 (0.35099) [ 3.22908]
-0.594698 (0.30974) [-1.92000]
-0.790485 (1.79550) [-0.44026]
-0.406439 (0.14474) [-2.80799]
0.585548 (0.82008) [ 0.71401]
-0.664972 0.488187 (0.61875) (0.09143) [-1.07470] [ 5.33922]
C
0.001403 (0.00512) [ 0.27416]
-0.004748 (0.00452) [-1.05125]
-0.025150 (0.02618) [-0.96069]
0.017126 (0.00211) [ 8.11494]
-0.000689 (0.01196) [-0.05760]
0.020713 0.002137 (0.00902) (0.00133) [ 2.29586] [ 1.60271]
DUMMY
-0.006433 (0.00703) [-0.91548]
0.012277 (0.00620) [ 1.97986]
0.033804 (0.03595) [ 0.94041]
-0.000559 (0.00290) [-0.19302]
-0.007997 (0.01642) [-0.48710]
-0.018354 -0.000701 (0.01239) (0.00183) [-1.48162] [-0.38278]
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.562917 0.524351 0.116960 0.033863 14.59615 225.4863 -3.847970 -3.605247 0.006789 0.049099
0.188938 0.117374 0.091085 0.029883 2.640122 239.4889 -4.098017 -3.855294 -0.002534 0.031808
0.654781 0.624321 3.060736 0.173226 21.49607 42.67012 -0.583395 -0.340672 -0.008929 0.282621
0.305506 0.244227 0.019891 0.013965 4.985507 324.6946 -5.619547 -5.376824 0.011752 0.016063
0.281354 0.217944 0.638509 0.079120 4.437068 130.4375 -2.150669 -1.907946 -0.000865 0.089467
0.381088 0.283162 0.326478 0.219912 0.363487 0.007937 0.059696 0.008821 6.978360 4.476850 161.9875 376.1413 -2.714062 -6.538238 -2.471339 -6.295515 0.004752 0.004330 0.072739 0.009988
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
6.96E-21 3.62E-21 1523.372 -25.82808 -23.95911
Lampiran 6 Analisis IRF faktor yang mempengaruhi harga olein Period
LRER
IR
LMS
LOIL
LCPO
LGDP
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0.000000 -0.002562 -0.000112 0.002915 0.004900 0.004821 0.003936 0.002898 0.001970
0.000000 -0.006341 -0.015523 -0.022676 -0.027626 -0.031008 -0.033108 -0.034249 -0.034767
0.000000 0.004020 0.002398 0.002560 0.001910 0.000900 2.09E-05 -0.000620 -0.001017
0.000000 0.002486 0.003307 0.001166 -0.002213 -0.005727 -0.008536 -0.010376 -0.011345
0.000000 0.023096 0.030690 0.032257 0.033711 0.033948 0.033292 0.032312 0.031385
0.000000 0.005603 -0.003691 -0.015163 -0.023361 -0.027690 -0.028643 -0.027445 -0.025273
67 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.001276 0.000840 0.000623 0.000558 0.000580 0.000637 0.000696 0.000741 0.000767 0.000777 0.000775 0.000768 0.000759 0.000752 0.000746 0.000742 0.000741 0.000741 0.000741 0.000742 0.000742 0.000742 0.000743 0.000743 0.000743 0.000743 0.000743 0.000743 0.000743 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742 0.000742
-0.034941 -0.034964 -0.034948 -0.034945 -0.034972 -0.035021 -0.035080 -0.035139 -0.035188 -0.035225 -0.035249 -0.035264 -0.035271 -0.035273 -0.035273 -0.035273 -0.035272 -0.035272 -0.035272 -0.035272 -0.035272 -0.035273 -0.035273 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274 -0.035274
-0.001215 -0.001277 -0.001262 -0.001217 -0.001169 -0.001133 -0.001113 -0.001107 -0.001110 -0.001117 -0.001125 -0.001132 -0.001137 -0.001140 -0.001142 -0.001142 -0.001142 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001140 -0.001140 -0.001140 -0.001140 -0.001140 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141 -0.001141
-0.011676 -0.011627 -0.011407 -0.011158 -0.010957 -0.010830 -0.010772 -0.010764 -0.010784 -0.010815 -0.010846 -0.010869 -0.010884 -0.010891 -0.010893 -0.010892 -0.010890 -0.010887 -0.010885 -0.010884 -0.010884 -0.010884 -0.010884 -0.010884 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885 -0.010885
0.030688 0.030258 0.030052 0.030004 0.030043 0.030115 0.030187 0.030241 0.030273 0.030286 0.030286 0.030279 0.030270 0.030263 0.030257 0.030253 0.030252 0.030252 0.030252 0.030253 0.030253 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254 0.030254
Cholesky Ordering: LOLEIN LRER IR LMS LOIL LCPO LGDP
-0.022985 -0.021079 -0.019745 -0.018966 -0.018619 -0.018552 -0.018629 -0.018753 -0.018866 -0.018944 -0.018983 -0.018991 -0.018981 -0.018963 -0.018943 -0.018928 -0.018917 -0.018911 -0.018909 -0.018909 -0.018910 -0.018911 -0.018912 -0.018913 -0.018913 -0.018913 -0.018913 -0.018913 -0.018913 -0.018913 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912 -0.018912
68 Lampiran 7 Analisis Granger Causality faktor yang mempengaruhi harga olein VEC Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests Sample: 2005M07 2014M12 Included observations: 112
Dependent variable: D(LOLEIN) Excluded
Chi-sq
df
Prob.
D(LRER) D(IR) D(LMS) D(LOIL) D(LCPO) D(LGDP)
1.226533 3.426832 0.386423 6.165087 21.57251 10.42694
1 1 1 1 1 1
0.2681 0.0641 0.5342 0.0130 0.0000 0.0012
All
53.13439
6
0.0000
Lampiran 8 Analisis FEVD faktor yang mempengaruhi harga olein Period
S.E.
LOLEIN
LRER
IR
LMS
LOIL
LCPO
LGDP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
0.033863 0.051022 0.064897 0.079235 0.094869 0.110443 0.124895 0.137849 0.149364 0.159678 0.169060 0.177747 0.185918 0.193701 0.201182 0.208412 0.215424 0.222236 0.228861 0.235307 0.241585 0.247705 0.253675 0.259507 0.265209 0.270790 0.276257 0.281618 0.286879 0.292045 0.297122 0.302113 0.307024 0.311857 0.316616
100.0000 75.64838 56.14266 41.89176 31.93425 25.69435 21.93647 19.67491 18.28715 17.40102 16.79872 16.35565 16.00291 15.70412 15.44115 15.20552 14.99329 14.80229 14.63081 14.47710 14.33922 14.21522 14.10325 14.00161 13.90887 13.82382 13.74547 13.67301 13.60578 13.54322 13.48488 13.43035 13.37926 13.33132 13.28623
0.000000 0.252145 0.156153 0.240077 0.434222 0.510923 0.498859 0.453710 0.403849 0.359747 0.323391 0.293782 0.269427 0.249107 0.231929 0.217231 0.204503 0.193349 0.183470 0.174641 0.166693 0.159498 0.152956 0.146985 0.141516 0.136492 0.131862 0.127581 0.123613 0.119924 0.116485 0.113272 0.110263 0.107439 0.104784
0.000000 1.544285 6.675915 12.66884 17.31689 20.65993 23.18262 25.20316 26.88521 28.31270 29.53445 30.58404 31.48778 32.26768 32.94282 33.52984 34.04319 34.49521 34.89614 35.25433 35.57646 35.86785 36.13276 36.37462 36.59626 36.80005 36.98799 37.16181 37.32303 37.47294 37.61269 37.74327 37.86557 37.98034 38.08827
0.000000 0.620630 0.520131 0.453272 0.356741 0.269870 0.211033 0.175259 0.153914 0.140462 0.131010 0.123563 0.117225 0.111636 0.106662 0.102243 0.098335 0.094892 0.091860 0.089182 0.086803 0.084676 0.082757 0.081016 0.079424 0.077962 0.076613 0.075365 0.074207 0.073129 0.072125 0.071186 0.070307 0.069482 0.068706
0.000000 0.237468 0.406493 0.294324 0.259711 0.460558 0.827256 1.245677 1.637893 1.967855 2.228462 2.427796 2.579269 2.696120 2.789116 2.866064 2.932167 2.990639 3.043344 3.091316 3.135141 3.175204 3.211817 3.245283 3.275907 3.303991 3.329821 3.353659 3.375735 3.396248 3.415366 3.433233 3.449971 3.465684 3.480462
0.000000 20.49098 35.02973 40.07267 40.57999 39.39054 37.90775 36.61232 35.60009 34.84341 34.28641 33.87574 33.56794 33.32999 33.13819 32.97664 32.83543 32.70890 32.59399 32.48912 32.39334 32.30595 32.22627 32.15358 32.08714 32.02626 31.97028 31.91860 31.87073 31.82623 31.78475 31.74598 31.70965 31.67555 31.64347
0.000000 1.206113 1.068918 4.379056 9.118199 13.01382 15.43602 16.63496 17.03190 16.97480 16.69756 16.33943 15.97546 15.64135 15.35012 15.10246 14.89308 14.71473 14.56038 14.42432 14.30235 14.19159 14.09019 13.99691 13.91088 13.83143 13.75798 13.68998 13.62691 13.56830 13.51370 13.46271 13.41498 13.37019 13.32808
69 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.321305 0.325927 0.330484 0.334978 0.339414 0.343792 0.348115 0.352385 0.356604 0.360773 0.364895 0.368971 0.373002 0.376991 0.380937 0.384843 0.388710 0.392538 0.396330 0.400086 0.403807 0.407494 0.411147 0.414769 0.418359
13.24377 13.20369 13.16582 13.12996 13.09597 13.06369 13.03301 13.00381 12.97598 12.94944 12.92408 12.89984 12.87664 12.85441 12.83311 12.81266 12.79302 12.77415 12.75599 12.73851 12.72168 12.70545 12.68979 12.67468 12.66009
0.102282 0.099921 0.097689 0.095576 0.093573 0.091672 0.089864 0.088143 0.086503 0.084939 0.083445 0.082016 0.080649 0.079340 0.078085 0.076880 0.075723 0.074610 0.073541 0.072511 0.071519 0.070563 0.069640 0.068750 0.067890
38.18994 38.28590 38.37659 38.46246 38.54387 38.62115 38.69463 38.76456 38.83120 38.89478 38.95551 39.01356 39.06912 39.12234 39.17337 39.22233 39.26936 39.31456 39.35804 39.39989 39.44021 39.47908 39.51657 39.55276 39.58771
0.067975 0.067286 0.066634 0.066017 0.065432 0.064877 0.064349 0.063847 0.063368 0.062911 0.062475 0.062058 0.061659 0.061276 0.060910 0.060558 0.060220 0.059896 0.059583 0.059282 0.058993 0.058714 0.058444 0.058184 0.057933
3.494387 3.507529 3.519952 3.531712 3.542862 3.553446 3.563508 3.573085 3.582212 3.590919 3.599234 3.607185 3.614793 3.622082 3.629070 3.635775 3.642215 3.648405 3.654360 3.660092 3.665613 3.670936 3.676070 3.681026 3.685812
Cholesky Ordering: LOLEIN LRER IR LMS LOIL LCPO LGDP
Lampiran 9 Uji akar unit integrasi harga olein Null Hypothesis: LOILEINFISIK has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.591977 -3.626784 -2.945842 -2.611531
0.4763
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOILEINFISIK) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Adj. t-Stat
Prob.*
-4.123735 -3.632900 -2.948404 -2.612874
0.0028
31.61325 31.58473 31.55777 31.53224 31.50805 31.48508 31.46324 31.44246 31.42265 31.40376 31.38571 31.36846 31.35194 31.33613 31.32096 31.30641 31.29243 31.27900 31.26608 31.25364 31.24165 31.23010 31.21896 31.20821 31.19782
13.28840 13.25095 13.21555 13.18203 13.15025 13.12008 13.09140 13.06409 13.03808 13.01326 12.98955 12.96689 12.94520 12.92442 12.90450 12.88539 12.86703 12.84938 12.83241 12.81607 12.80033 12.78516 12.77052 12.75640 12.74275
70 Null Hypothesis: LOLEINFUTURES has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.678394 -3.626784 -2.945842 -2.611531
0.4333
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOLEINFUTURES) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-5.303704 -3.632900 -2.948404 -2.612874
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LOLEINACUAN has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 7 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-0.734219 -3.626784 -2.945842 -2.611531
0.8252
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LOLEINACUAN) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 34 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Adj. t-Stat
Prob.*
-5.023655 -3.632900 -2.948404 -2.612874
0.0002
71 Lampiran 10 Uji stabilitas VAR integrasi harga olein Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LOILEINFISIK LOLEINFUTURES LOLEINACUAN Exogenous variables: C LRER Lag specification: 1 6 Root
Modulus
0.909271 - 0.238243i 0.909271 + 0.238243i 0.608197 - 0.701235i 0.608197 + 0.701235i 0.875231 -0.311146 - 0.778863i -0.311146 + 0.778863i -0.833436 -0.484351 + 0.676161i -0.484351 - 0.676161i 0.106458 + 0.805597i 0.106458 - 0.805597i 0.405413 + 0.667252i 0.405413 - 0.667252i -0.579218 + 0.194320i -0.579218 - 0.194320i 0.416497 -0.003472
0.939965 0.939965 0.928243 0.928243 0.875231 0.838713 0.838713 0.833436 0.831738 0.831738 0.812601 0.812601 0.780759 0.780759 0.610945 0.610945 0.416497 0.003472
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Lampiran 11 Uji lag optimum integrasi harga olein VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LOILEINFISIK LOLEINFUTURES LOLEINACUAN Exogenous variables: C LRER Sample: 2011M12 2014M12 Included observations: 31 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6
135.9116 216.6264 219.7438 231.7647 238.4055 245.9544 252.8716
NA 135.3925* 4.625860 15.51078 7.283499 6.818338 4.908996
4.60e-08 4.54e-10* 6.82e-10 5.96e-10 7.78e-10 1.04e-09 1.64e-09
-8.381396 -13.00816* -12.62864 -12.82353 -12.67133 -12.57770 -12.44333
-8.103850 -12.31429* -11.51845 -11.29703 -10.72850 -10.21856 -9.667872
-8.290923 -12.78197* -12.26674 -12.32593 -12.03801 -11.80868 -11.53860
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
72 Lampiran 12 Uji kointegrasi integrasi harga olein Sample: 2011M12 2014M12 Included observations: 35 Series: LOILEINFISIK LOLEINFUTURES LOLEINACUAN Exogenous series: LRER Warning: Rank Test critical values derived assuming no exogenous series Lags interval: 1 to 1 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type
None No Intercept No Trend 2 2
Trace Max-Eig
None Intercept No Trend 1 1
Linear Intercept No Trend 1 1
Linear Intercept Trend 2 2
Quadratic Intercept Trend 3 3
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
0 1 2 3
0 1 2 3
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 223.0826 223.0826 226.1259 226.1259 232.7372 236.4753 239.1491 240.4873 238.9531 243.3474 243.3802 250.5304 238.9531 246.4803 246.4803 254.3530
227.7394 241.9324 251.5160 254.3530
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) -12.23329 -12.23329 -12.23577 -12.23577 -12.15654 -12.44212 -12.59859 -12.63709 -12.65642 -12.62471 -12.45446 -12.59128 -12.53601 -12.83031* -12.82948 -12.11161 -12.37030 -12.37030 -12.64874 -12.64874
0 1 2 3
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) -11.83334 -11.83334 -11.70250 -11.70250 -11.77555 -11.88757* -11.83720 -11.81208 -11.52125 -11.56919 -11.46949 -11.67491 -10.91177 -11.03715 -11.03715 -11.18227
-11.48996 -11.69150 -11.62964 -11.18227
Sample (adjusted): 2012M02 2014M12 Included observations: 35 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant) Series: LOILEINFISIK LOLEINFUTURES LOLEINACUAN Exogenous series: LRER Warning: Critical values assume no exogenous series Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None *
0.534806
46.79545
35.19275
0.0019
73 At most 1 At most 2
0.324761 0.163914
20.00993 6.265846
20.26184 9.164546
0.0541 0.1712
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 At most 2
0.534806 0.324761 0.163914
26.78552 13.74408 6.265846
22.29962 15.89210 9.164546
0.0110 0.1056 0.1712
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 13 Analisis VECM integrasi harga olein Vector Error Correction Estimates Sample (adjusted): 2012M02 2014M12 Included observations: 35 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
LOILEINFISIK(-1)
1.000000
LOLEINFUTURES(-1)
-3.541119 (0.56725) [-6.24257]
LOLEINACUAN(-1)
1.409745 (0.36840) [ 3.82666]
C
-26.56247 (5.75171) [-4.61819]
Error Correction:
D(LOILEINFISIK)
CointEq1
-0.094555 (0.02899) [-3.26198]
0.100685 (0.06877) [ 1.46418]
-0.010015 (0.07211) [-0.13889]
D(LOILEINFISIK(-1))
-0.128605 (0.18004) [-0.71433]
-0.263782 (0.42710) [-0.61762]
-0.196324 (0.44785) [-0.43837]
D(LOLEINFUTURES(-1))
-0.100197 (0.12826) [-0.78118]
0.035005 (0.30428) [ 0.11504]
0.181870 (0.31906) [ 0.57001]
D(LOLEINACUAN(-1))
0.182548 (0.12824)
0.294873 (0.30422)
0.096301 (0.31900)
D(LOLEINFUTURES) D(LOLEINACUAN)
74 [ 1.42350]
[ 0.96928]
[ 0.30188]
LRER
-0.409470 (0.12559) [-3.26038]
0.436365 (0.29793) [ 1.46463]
-0.044794 (0.31241) [-0.14338]
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.451136 0.377954 0.012335 0.020277 6.164582 89.47333 -4.827047 -4.604855 -0.000138 0.025710
0.176490 0.066689 0.069420 0.048104 1.607360 59.23843 -3.099339 -2.877147 -0.002876 0.049793
0.079737 -0.042964 0.076331 0.050442 0.649847 57.57750 -3.004429 -2.782236 -0.014207 0.049392
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
Lampiran 14 Analisis IRF integrasi harga olein Period
LOILEINFISIK
LOLEINFUTURES
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0.000000 0.001114 0.000260 0.000633 0.000759 0.000876 0.000923 0.000943 0.000948 0.000948 0.000947 0.000946 0.000946 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945
0.000000 0.009880 0.010544 0.011299 0.011185 0.011079 0.010979 0.010927 0.010904 0.010896 0.010894 0.010895 0.010895 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896
4.31E-10 2.72E-10 236.4753 -12.42716 -11.58283
75 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945 0.000945
0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896 0.010896
Cholesky Ordering: LOILEINFISIK LOLEINFUTURES LOLEINACUAN
Lampiran 15 Analisis granger causality integrasi harga olein VEC Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests Sample: 2011M12 2014M12 Included observations: 35
Dependent variable: D(LOILEINFISIK) Excluded
Chi-sq
df
Prob.
D(LOLEINFUTURES) D(LOLEINACUAN)
0.610250 2.026363
1 1
0.4347 0.1546
All
2.285006
2
0.3190
Dependent variable: D(LOLEINFUTURES) Excluded
Chi-sq
df
Prob.
D(LOILEINFISIK) D(LOLEINACUAN)
0.381453 0.939506
1 1
0.5368 0.3324
76 All
1.107196
2
0.5749
Dependent variable: D(LOLEINACUAN) Excluded
Chi-sq
df
Prob.
D(LOILEINFISIK) D(LOLEINFUTURES)
0.192166 0.324914
1 1
0.6611 0.5687
All
0.767250
2
0.6814
Lampiran 16 Analisis FEVD integrasi harga olein Variance Decomposition of LOILEINFISIK: LOILEINFISIK LOLEINFUTURES LOLEINACUAN
Period
S.E.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
0.020277 0.031293 0.043298 0.054585 0.064665 0.073577 0.081544 0.088779 0.095447 0.101668 0.107525 0.113076 0.118367 0.123431 0.128296 0.132983 0.137510 0.141893 0.146145 0.150276 0.154297 0.158215 0.162039 0.165775 0.169428 0.173004 0.176508 0.179944 0.183315 0.186625 0.189878 0.193075 0.196221 0.199317 0.202366 0.205369 0.208329 0.211248 0.214127
100.0000 83.18756 67.71776 58.28174 52.84088 49.56257 47.46783 46.04346 45.01876 44.24579 43.64040 43.15232 42.74992 42.41225 42.12478 41.87709 41.66146 41.47206 41.30437 41.15487 41.02074 40.89974 40.79003 40.69009 40.59868 40.51476 40.43743 40.36594 40.29967 40.23806 40.18064 40.12698 40.07674 40.02960 39.98528 39.94353 39.90413 39.86690 39.83166
0.000000 16.68570 32.21243 41.66091 47.10448 50.38104 52.47344 53.89571 54.91874 55.69043 56.29483 56.78211 57.18385 57.52098 57.80799 58.05528 58.27056 58.45966 58.62708 58.77635 58.91025 59.03106 59.14060 59.24037 59.33163 59.41543 59.49263 59.56400 59.63016 59.69168 59.74901 59.80258 59.85274 59.89980 59.94406 59.98574 60.02507 60.06224 60.09743
0.000000 0.126733 0.069807 0.057357 0.054641 0.056388 0.058731 0.060834 0.062493 0.063774 0.064773 0.065571 0.066223 0.066767 0.067230 0.067628 0.067974 0.068279 0.068548 0.068788 0.069004 0.069199 0.069375 0.069536 0.069682 0.069817 0.069942 0.070057 0.070163 0.070262 0.070355 0.070441 0.070522 0.070597 0.070669 0.070736 0.070799 0.070859 0.070916
77 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.216968 0.219772 0.222540 0.225275 0.227977 0.230647 0.233287 0.235897 0.238478 0.241032 0.243559 0.246060 0.248536 0.250988 0.253416 0.255820 0.258203 0.260563 0.262903 0.265222 0.267520
Period
S.E.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
0.048104 0.071065 0.084134 0.092490 0.098680 0.103897 0.108652 0.113153 0.117481 0.121663 0.125715 0.129644 0.133460 0.137170 0.140783 0.144305 0.147743 0.151103 0.154390 0.157609 0.160763 0.163856 0.166892 0.169874 0.172804 0.175685 0.178520 0.181311 0.184059 0.186767 0.189436 0.192068 0.194664 0.197227
39.79825 39.76654 39.73639 39.70770 39.68036 39.65428 39.62937 39.60556 39.58277 39.56095 39.54003 39.51995 39.50067 39.48214 39.46431 39.44715 39.43063 39.41470 39.39933 39.38450 39.37017
60.13078 60.16244 60.19254 60.22119 60.24848 60.27452 60.29939 60.32316 60.34591 60.36770 60.38859 60.40863 60.42788 60.44639 60.46418 60.48131 60.49781 60.51372 60.52906 60.54387 60.55817
0.070969 0.071020 0.071069 0.071115 0.071159 0.071201 0.071241 0.071279 0.071316 0.071351 0.071384 0.071417 0.071448 0.071477 0.071506 0.071534 0.071560 0.071586 0.071610 0.071634 0.071657
Variance Decomposition of LOLEINFUTURES: LOILEINFISIK LOLEINFUTURES LOLEINACUAN 11.38749 8.240071 7.745086 7.692831 7.804363 7.952518 8.098958 8.229808 8.343134 8.440803 8.525551 8.599823 8.665546 8.724183 8.776857 8.824449 8.867663 8.907079 8.943175 8.976353 9.006954 9.035266 9.061536 9.085978 9.108776 9.130091 9.150063 9.168815 9.186455 9.203079 9.218773 9.233613 9.247666 9.260994
88.61251 89.82690 89.30502 88.37382 87.45542 86.63423 85.93022 85.33240 84.82317 84.38525 84.00449 83.66998 83.37350 83.10877 82.87087 82.65590 82.46071 82.28268 82.11964 81.96978 81.83157 81.70370 81.58505 81.47465 81.37168 81.27541 81.18520 81.10051 81.02083 80.94575 80.87486 80.80784 80.74436 80.68417
0.000000 1.933025 2.949896 3.933345 4.740222 5.413254 5.970825 6.437791 6.833692 7.173943 7.469963 7.730197 7.960952 8.167052 8.352275 8.519647 8.671628 8.810244 8.937184 9.053862 9.161473 9.261035 9.353418 9.439373 9.519546 9.594503 9.664736 9.730679 9.792713 9.851175 9.906365 9.958551 10.00797 10.05484
78 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.199756 0.202254 0.204721 0.207159 0.209569 0.211951 0.214306 0.216637 0.218942 0.221223 0.223481 0.225716 0.227930 0.230122 0.232294 0.234445 0.236577 0.238690 0.240784 0.242860 0.244919 0.246960 0.248985 0.250993 0.252985 0.254962
9.273651 9.285687 9.297146 9.308068 9.318491 9.328449 9.337970 9.347085 9.355817 9.364191 9.372229 9.379950 9.387372 9.394512 9.401387 9.408011 9.414397 9.420558 9.426506 9.432251 9.437804 9.443173 9.448369 9.453400 9.458272 9.462994
80.62700 80.57264 80.52088 80.47155 80.42447 80.37950 80.33649 80.29532 80.25588 80.21806 80.18176 80.14689 80.11336 80.08111 80.05006 80.02014 79.99130 79.96347 79.93661 79.91066 79.88558 79.86133 79.83786 79.81514 79.79313 79.77180
10.09935 10.14168 10.18197 10.22038 10.25704 10.29205 10.32554 10.35759 10.38830 10.41775 10.44601 10.47316 10.49927 10.52438 10.54855 10.57185 10.59430 10.61597 10.63689 10.65709 10.67662 10.69550 10.71377 10.73146 10.74860 10.76520
Cholesky Ordering: LOILEINFISIK LOLEINFUTURES LOLEINACUAN
79
Halaman ini sengaja dikosongkan
80
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Desak Putu Ristami Paramita dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Agustus 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan I Dewa Made Mardika dan Anak Agung Istri Widyastuti Swetatika. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Kalisari 03, Jakarta Timur pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 di SLTP Negeri 103, Cijantung, Jakarta Tiimur. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 39, Cijantung, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2004 – 2008, penulis melanjutkan strata pertama di Insitut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu Ekonomi. Saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Biro Analisis Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan RI. Penulis memperoleh beasiswa dari Kementerian Perdagangan RI untuk melanjutkan studinya pada Pascasarjana IPB, program studi Ilmu Ekonomi.