ANALISIS FAKTOR PEMBEDA KELOMPOK PENYAKIT HIPERTENSI PADA LANSIA Dl PUSKESMAS BUNGURSARI KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2009 Budiman, Asep Dian Abdilah, Ria Permanah
ABSTRAK Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan yang ada di masyarakat diperkirakan prevalensi hipertensi di dunia 1 miliar orang dengan kematian 7,1 juta setiap tahunnya. Hasil survey dari WHO menunjukan bahwa angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 mmHg pada pria adalah 12,1% dan pada wanita 12,2%, dimana secara umum prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun antara 15%-20%. Di Indonesia sendiri diperkirakan prevalensi hipertensi sekitar 17% tahun 2006. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2007 dikatakan bahwa data pola penyebab kematian umum di Indonesia no 1 adalah hipertensi. Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007 ditemukan bahwa prevalensi penyakit hipertensi pada lanjut usia adalah 40,18% yang berarti angka ini lebih besar dan menduduki urutan pertama dari penyakit-penyakit lainnya. Sedangkan prevalensi penyakit hipertensi pada lansia umur >65 di Kabupaten Purwakarta tahun 2008 adalah 19,32%. Data lain menunjukkan bahwa prevalensi penyakit hipertensi pada lansia di Wilayah Puskesmas Bungursari tahun 2006 sebesar 1,92%, tahun 2007 sebesar 4,96%, tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 12,5%. Penelitian ini bertujuan untuk· melakukan analisis faktor pembeda kelompok penyakit hipertensi pada lansia di Puskesmas Bungur Sari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009. Desain penelitian ini merupakan studi analitik dengan jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional. Populasi penelitian ini adalah lansia di wilayah kerja Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009 yang berjumlah 557 orang. Sedangkan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan stratified random sampling dengan menggunakan metode alokasi proporsional. Pengoiahan data pada penelitian ini terdiri atas : Cleaning, Coding, Skoring dan Entering melalui aplikasi komputer. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis diskriminan yang merupakan suatu teknik analisis multivariat yang termasuk dependence method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada yang menjadi faktor pembeda antara kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009 yaitu Merokok, berat badan berlebih, aktifitas fisik, umur dan asupan garam. Kelima faktor tersebut merupakan faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap kejadian Hipertensi. Keakurasian antara kelompok Hipertensi dan yang tidak menderita Hipertensi pada lansia adalah 62 %. Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah pihak puskesmas perlu secara intensif memberikan informasi dan penyuluhan kesehatan pada masyarakat khususnya lansia tentang pola hidup sehat dan faktor-faktor yang berpengaruti terhadap kejadian Hipertensi pada lansia, supaya masyarakat tetap waspada terhadap kejadian Hipertensi. Kata Kunci : Hipertensi dan Analisis Driskriminan
A. PENDAHULUAN Hipertensi atau tekanan darah tinggi merup.akan masalah kesehatan yang ada di masyarakat, diperkirakan prevalensi hipertensi di dunia 1 miliar orang dengan kematian 7,1 juta setiap tahunnya (Aziza,2007). Kurang lebih 30% penduduk tidak menyadari bahwa dirinya mengidap hipertensi. Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan usia, semakin lanjut usia, semakin tinggi tekanan darah jika tidak dilakukan modifikasi pola hidup. Data Framingham Heart Study(Aziza, 2007) menunjukan bahwa individu pada umur 55 tahun atau 65 tahun 90% akan mengalami resiko hipertensi. Di Indonesia diperkirakan prevalensi hipertensi sekitar 17% tahun 2006, hal ini di dukung oleh hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2007 bahwa data pola penyebab kematian umum di Indonesia no 1 adalah
hipertensi.
Survei faktor resiko
penyakit
hipertensi oleh WHO
menunjukan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 mmHg pada pria adalah 12,1% dan pada wanita 12,2% secara umum prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun antara 15%-20%. (Depkes Rl, 2007). Berdasarkan profil Propinsi Jawa Barat
di tahun 2007 prevalensi penyakit hipertensi pada
lanjut usia adalah 40,18% yang berarti angka ini lebih besar dan menduduki urutan pertama dari penyakit-penyakit lainnya. (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2007). Sedangkan prevalensi penyakit hipertensi pada lansia umur >65 di Kabupaten Purwakarta tahun 2008 adalah 19,32%. Prevalensi penyakit hipertensi pada lansia di Wilayah Puskesmas Bungursari tahun 2006 sebesar 1,92%, tahun 2007 sebesar 4,96%, tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 12,5%. (Profil Kesehatan Kabupaten Purwakarta 2006,2007,2008) Setelah dilakukan studi pendahuluan kepada 10 orang lansia dengan menggunakan data primer mengukur tekanan darah, menimbang berat badan dan pengisian kuesioner didapatkan hasil dari 10 orang lansia yang menderita hipertensi dengan tekanan darah > 140/90 mmHg sebesar 70% sedangkan tekanan darah < 120/80 mmHg sebesar 30%. Adapun faktor-faktor penyebab hipertensi pada lansia di antaranya faktor berat badan, asupan garam berlebih, merokok, umur, aktifitas fisik. Didapatkan hasil dari faktor-faktor penyebab hipertensi pada lansia diantaranya berat badan sebesar 25%, asupan garam berlebih sebesar 20%, merokok sebesar 10%, umur sebesar 15% dan aktifitas fisik sebesar 10%. Sehingga di dapatkan faktor yang sangat mempengaruhi penyakit hipertensi pada lansia adalah berat badan dan asupan garam berlebih.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis faktor pembeda kelompok penyakit hipertensi pada lansia di Puskesmas Bungur Sari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009. B.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi analitik dengan jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional karena ingin menelusuri penyakit hipertensi pada lansia yang dihubungkan dengan faktor penyebab yaitu merokok, berat badan berlebih, aktifitas fisik, Umur asupan garam berlebih. Kemudian dilihat perbedaan masing-masing faktor penyebabnya. Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah :
Sedangkan definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel Definisi O erasional Variabellndependen Merokok Kebiasaan merokok setiap hari :
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Kuesioner
Berapa batang perhari
Ratio
Kuesioner
IMT
Ratio
IMT= BeratBadan(kg)
TinggiBadan(m 2 )
Kuesioner
Berapa menit perhari
Ratio
Hasil Ukur
Skala
Kuesioner Kuesioner Food Frekuensi Questionare
60 tahun keatas Berapa jumlah Food Frekuensi Questionare
Ratio Ratio
Tensimeter
1.Hipertensi Tekanan darah 140/90 mmHg 2. Tidak hipertensi Tekanan darah <120/80 mmHg
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Umur Asupan garam
Usia responden Masuknya kandungan garam yang mengikat air ke aliran pembuluh darah Tekanan darah tinggi yang lebih dari 140 mmHg pada sistole dan melebihi 90 mmHg ada distole
Variabel Oe enden Hipertensi
Nominal
Populasi penelitian ini adalah lansia di wilayah kerja Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009 yang berjumlah 557 orang. Adapun yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan stratified random sampling dengan menggunakan metode alokasi proporsional. Sedangkan lokasi dari kegiatan penelitian ini adalah 4 desa, yaitu : Desa Cibungur, Desa Bungulsari, D esa Wanakerta dan Desa Dangdeur, yang kesemuanya berada pada Wilayah Kerja Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta. Pengolahan data pada penelitian ini terdiri atas : Cleaning, Coding, Skoring, dan Entering melalui aplikasi komputer. Pada tahap selanjutnya dilakukan analisa data untuk menjawab atau membuktikan diterima atau ditolak hipotesa yang telah ditegakkan. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis diskriminan yang merupakan suatu teknik analisis multivariat yang termasuk dependence method, yakni adanya variabel dependen dan independen yang dapat membedakan antar kelompok (grup). Adapun langkah-langkah analisis diskriminan terdiri atas : menguji variabel, interpretasi uji variabel, melakukan analisis diskriminan, dan melakukan interpretasi analisis diskriminan.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Menguji Variabel Tabel2. Hasil Pengujian Variabel Box's M F
14,964 0,934 15 18386,731 0,525
Approx. df1 df2 Si.
Hasil uji varibel merokok, berat badan berlebih, aktifitas fisik, umur, dan asupan garam Yaitu pvalue 0,525. Hal ini berarti matriks kovarians adalah equal (antar variabel relatif sama) berarti memenuhi syarat untuk dilanjutkan uji diskriminan
2. Uji Diskriminan a. Nilai mean (Rata-Rata) Tabel 3. Rata-Rata faktor kelompok penyakit Hipertensi pada Lasia di Puskesmas Bungursari kabupaten Purwakarta Tahun 2009 Variabel Merokok Berat badan berlebih Aktifitas fisik Umur Asupan garam
Kejadian hipertensi Hipertensi 6,21 21,88 19,50 67,26 62,70
Tidak hipertensi 4,29 20,21 19,03 69,15 69,06
Rata-Rata 5,56 21,31 19,34 67,90 64,86
Berdasarkan tabel di atas lansia yang menderita kejadian Hipertensi memiliki rata-rata merokok lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami Hipertensi yaitu 6,21 batang/hari. Rata-rata lansia yang menderita Hipertensi dengan faktor berat badan berlebih yaitu 21,88 lebih tinggi dibandingkan rata-rata lansia yang tidak Hipertensi Sedangkan rata-rata aktivitas fisik pada lansia yang mengalami Hipertensi sebesar 19,50 menit I hari cenderung lebih tinggi dibanding dengan lansia yang tidak mengalami kejadian Hipertensi. Umur lansia yang mengalami Hipertensi sebesar 67,26, cenderung lebih rendah dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami Hipertensi. Asupan garam pada lansia
yang menderita Hipertensi sebesar 62,70, cenderung lebih rendah dibandingkan dengan asupan garam pada lansia yang tidak mengalami Hipertensi. b. Uji Statistik antargrup setiap variabel independen Tabel 4. Uji Perbedaan Antargrup dengan Variabel lndependen (merokok, berat badan berlebih, aktivitas fisik, umur dan asupan garam) Variabel Merokok Berat badan berlebih Aktifitas fisik Umur Asupan garam
p-Value 0,126 0,021 0,921 0,176 0,247
Dari kelima variabel independen, p-value berat badan berlebih adalah 0,021 (> 0,05), terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
berat badan berlebih terhadap
kejadian Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Bungursari
kabupaten Purwakarta Tahun
2009 c. Menyeleksi variabel ke dalam model diskriminan Berdasarkan hasil Uji Statistik antargrup setiap variabel independen, maka variable yang masuk ke dalam model diskriminan adalah berat badan berlebih dengan korelasi 56%. d. Menentukan indikasi perbedaan nyata antara kedua grup Tabel 5. Uji Perbedaan antara merokok, berat badan berlebih, aktivitas fisik, umur dan asupan garam terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009
Test of Function
Wilks' Lamda
0,894
Chi-Square
10,675
.
Df
Sig
5
0,058
Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa p-value 0,058 (>0,05), hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara kejadian Hipertensi pada lansia terhadap faktor merokok, berat badan berlebih, aktivitas fisik, umur dan asupan garam. e. Menentukan variabel yang paling membedakan Tabel ·6. Variabel lndependen (merokok, berat badan berlebih, aktivitas fisik, umur dan asupan garam) yang membedakan Kejadian Hipertensi pada lansia di Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009 Variabel
Fungsi
Merokok Berat badan berlebih Aktifitas fisik Umur Asupan garam
0,24 1,000 -0,058 0,159 0,008
Dari tabel di atas varibel yang paling membedakan kejadian Hipertensi pada lansia adalah berat badan berlebih karena memiliki nilai paling tinggi yaitu 1,000. f. Membuat model fungsi diskriminan Tabel7. Klasifikasi fungsi koefisisen Fungsi
1 Berat badan Berlebih (konstanta
0,296 6,308
Adapun model fungsi diskriminan adalah sebagai berikut : •
Kejadian Lansia yang mengalami Hipertensi
Kejadian Hipertensi Pada Lansia = -6,308 + 0,296 berat badan berlebih
g. Menguji ketepatan model analisis diskriminan label 8. Classification Results(b,c)
Ketepatan model = 35 + 27 100
= 0,62 = 62% 3. Pembahasan a. Merokok Lansia yang mengalami Hipertensi yang merokok memiliki rata-rata lebih tinggi di bandingkan dengan lansia yang tidak menderita Hipertensi dan tidak merokok yaitu 6,21 batang I hari. Dalam kajian teori merokok adalah suatu faktor resiko penting dalam penyakit dalam penyakit kardiovaskuler, menurut suatu penelitian yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia pada tahun 1965. Penelitian Framingham mendukung penemuan ini, walaupun orang yang merokok satu pak rokok sehari tiga kali lebih mungkin menderita serangan jantung dibandingkan orang yang tidak merokok, resikonya bertambah seiring dengan meningkatnya konsumsi rokok. Pada orang yang merokok secara terus menerus, kemungkinan terjadinya serangan
jantung enam kali lebih besar dibandingkan yang tidak merokok. Merokok meningkatkan resiko hipertensi pada semua usia, terutama pada individu lebih muda. Pada laki-laki di bawah 65 tahun, bahaya nikotin dalam tanaman tembakau yang dijadikan rokok berbahaya bagi kesehatan. Merokok meningkatkan resiko kematian kardiovaskuler 2kali sedangkan pada laki-laki 85 tahun atau lebih, resiko meningkat 20% selain meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler, merokok juga dapat meningkatkan risiko penyakit paru dan neoplasma, impotensi. b. Berat Badan Berlebih
Rata-rata lansia yang menderita Hipertensi dengan faktor berat badan berlebih yaitu 21,88 lebih tinggi dibandingkan rata-rata lansia yant tidak Hipertensi. Berat badan yang berlebihan akan membuat seseorang susah bergerak dengan bebas, jantungnya. harus bekerja lebih keras untuk memompa darah agar bisa menggerakan beban berlebihan dari tubuh tersebut karena itu obesitas termasuk salah satu faktor yang meningkatkan risiko hipertensi dan serangan jantung. Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui pasti hubungan antara hipertensi dengan obesitas, tetapi terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume jantung darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi di bandingkan dengan orang dengan berat badan normal. Di Indonesia istilah Body Mass Index (BMI) diterjemahkan menjadi indeks massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurngan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. ( Supariasa, 2002). c. Aktivitas Fisik
Rata-rata aktivitas fisik pada lansia yang mengalami Hipertensi sebesar 19,50 menit I hari cenderung lebih tinggi dibading dengan lansia yang tidak mengalami kejadian Hipertensi. Latihan olahraga menurunkan resiko hipertensi,individu yang melakukan olahraga intensitasnya ringan sedang kira-kira 20 menit memiliki resiko 30% lebih rendah dari kematian akibat hipertensi daripada individu yang memiliki pola hidup santai,
keuntungan tersebut disebabkan oleh penurunan tekanan darah setelah olahraga, tetapi faktor metabolik lain yang dapat diaktifasi oleh olah raga seperti peningkatan kolesterol. Olahraga ketahanan yang teratur secara cukup takarannya untuk mencegah resiko hipertensi. Dengan melakukan gerakan yang tepat selama 30-40 menit atau lebih banyak 3-4 hari perminggu dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 10mmHg. Olahraga teratur selain dapat mengurangi stress juga dapat menurunkan berat badan, membakar lebih banyak lemak di dalam darah, dan memperkuat otot-otot jantung lakukan kegiatan apa saja untuk mencegah te adinya hipertensi seperti kegiatan sehari-hari misalnya berkebun, berjalan kaki, berkebun, bersepeda dan lain-lain. Penelitian yang sama didukung oleh penelitian Diyan (2003), tidak ada perbedaan yang bermakna antara Hipertensi dengan aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan resiko menderita OM dan Hipertensi karena meningkatkanrisiko Kelebihan berat badan. 0(ang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekea lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. d. Umur Umur lansia yang mengalami Hipertensi sebesar 67,26, cenderung lebih rendah dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami Hipertensi. Satu dari lima pria berusia antara 35 sampai 44 tahun memiliki tekanan darah yang tinggi, angka prerolensi tersebut menjadi dua kali lipat pada usia antara 45-54 tahun, separuh dari mereka yang berusia 5564 tahun mengidap penyakit ini,pada usia 65-74 tahun prevalensinya menjadi lebih tinggi lagi sekitar 60 persen menderita hipertensi.Hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah ketika usianya semakin bertambah, jadi semakin tua usianya kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus naik sampai usia 55-60 tahun.(Puspitorini, 2008). Hipertensi pada usia lanjut menjadi perhatian mengingat prevalensi tergolong tinggi 60-80 persen. Data lnaSH menyebutkan 60 persen Hipertensi pada usia lanjut adalah
Hipertensi sistolik terisolasi dimana terjadi kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolic. Tekanan darah diastolic ketika jantung tengah berelaksasi. Rekomendasi Pengobatan pada usia lanjut yang mengalami Hipertensi adalah bila tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup dianggap baik. Sedangkan usia lanjut disertai faktor resiko lainnya pengobatan dilakukan ketika tekanan darah sistolik mencapai lebih dari atau sama dengan 140 mmHg.(Mangku 2009). e. Asupan Garam
Asupan garam pada lansia yang menderita Hipertensi sebesar 62,70, cenderung lebih rendah dibandingkan dengan asupan garam pada lansia yang tidak mengalami Hipertensi. Secara umum sebagian besar orang sudah mengetahui perlunya pembatasan asupan garam bagi penderita hipertensi.Garam harus dibatasi karena kandungan mineral natrium bersifat mengikat air. Pada saat garam dikonsumsi maka garam tersebut akan mengikat air sehingga air akan terserap masuk ke dalam intravaskuler yang menyebabkan meningkatnya volume darah apabila volume darah meningkat kerja jantung akan meningkat dan akibatnya tekanan darah pasti juga akan meningkat. Natrium merupakan salah satu komponen zat terlarut dalam darah, dengan mengkonsumsi garm konsentrasi zat terlarut akan tinggi sehingga menyerap air masuk dan selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan darah. Mengurangi konsumsi garam adalah prinsip paling penting untuk menurunkan tekanan darah menurut WHO konsumsi garam disarankan 2.300 mgt hari (setara 1 sendok teh). Secara umum asupan garam menghubungkan antara konsumsi garam dengan Hipertensi. Garam merupakan
hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya
Hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (system perdarahan) yang normal. Pada Hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada factor lain yang berpengaruh. (Yundini, 2006). f.
Faktor Pembeda kejadian Hipertensi
Analisis diskriminan menunjukkan bahwa ada faktor pembeda antara kelompok lansia yang menderita Hipertensi dan yang tidak menderita Hipertensi dengan faktor merokok, berat badan berlebih, aktifitas fisik, umur, dan asupan garam . Kelima faktor tersebut merupakan faktor
yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap kejadian
Hipertensi. Mengacu pada buku ringkasan eksekutif Konsesus Penanggulangan Hipertensi (Perhi), penyakit Hipertensi kerap ditemukan tanpa sengaja. ltulah sebabnya Hipertensi dijuluki pembunuh diam-diam atau silent killer. Hipertensi merupakan muara dari beragam penyakit degeneratif yang mengakibatkan kematian. (Mangku, 2009). Sebagian besar penyakit degeneratif yang dialami masyarakat modern memang bersumber dari penyempitan pembuluh darah. ltu terjadi karena penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah bersumber dari makanan yang berlemak dan berkalori tinggi. Kejadian Hipertensi biasanya lebih sering dialami oleh laki-laki. Karena gaya hidup mereka cenderung memiliki resiko tinggi menderita Hipertensi lebih awal. Garis keturunan menyatakan bahwa kemungkinan untuk menderita Hipertensi memiliki risiko 2 kali lebih besar daripada yang tidak memilki riwayat Hipertensi dalam keluarga. (Mangku , 2009). IMT (lndeks Massa tubuh) lebih dari 27 merupakan salah satu faktor resiko yang memaksa kea jantung lebih keras. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita Hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita Hipertensi yang tidak obesitas. (Yundini, 2006). Merokok berpengaruh terhadap kejadian Hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbonmonoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada suatu autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya aterosklerosis pada seluruh pembuluh darah.(Yundini, 2006).
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
a.
Berat badan berlebih
membedakan secara signifikan dan berkontribusi terbesar antara
kejadian Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009. b. Merokok tidak menjadi faktor pembeda antara kejadian Hipertensi pada lansia di Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009. c. Aktifitas fisik tidak menjadi faktor pembeda antara kejadian Hipertensi pada lansia di Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009. d. Umur tidak menjadi faktor pembeda antara kejadian Hipertensi pada lansia di Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009. e. Asupan garam tidak menjadi faktor pembeda antara kejadian Hipertensi pada lansia di Puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009. f.
Ada faktor pembeda antara kejadian Hipertensi pada lansia di puskesmas Bungursari Kabupaten Purwakarta Tahun 2009 yaitu Merokok, berat badan berlebih, aktifitas fisik, umur dan asupan garam.
Kelima faktor tersebut merupakan faktor yang berpengaruh secara
tidak langsung terhadap kejadian Hipertensi. g.
Keakurasian antara ke!ompok Hipertensi dan yang tidak menderita Hipertensi pada lansia adalah 62%.
2. Saran
a.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggabungkan variabel yang berpengaruh langsung (tingkat stress, gaya hidup, keturunan) dan tidak langsung terhadap kejadian Hipertensi.(penyakit lainnya yang mempengaruhi terjadinya Hipertensi pada lansia).
b. Puskesmas memberikan informasi kepada masyarakat tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian Hipertensi pada lansia, supaya masyarakat tetap waspada terhadap kejadian Hipertensi. c.
Puskesmas senantiasa memberi penyuluhan tentang pola hidup sehat dan pelayanan kesehatan yang memadai dan secara periodik kepada lansia agar menjalankan pola hidup sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, Dr. (2007). Gm dalam Daur Kehidupan Jilid 3. Jakarta : PT. EGC Aziza, Lucky. (2007). Heperlensi The Silent Killeer. Jilid I, Jakarta: Yayasan lkatan Dokter Indonesia. Budiman, (2009). Analisis Dis riminan. Modul kuliah S1 Kesehatan Masyarakat, STIKes Ahmad Yani. Bustan. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta : Rineka Cipta. Departemen Kesehatan Rl, (2001). Pedoman Data Survey Haperlensi. Jakarta: Departemen Kesehatan Rl. Departemen Keseha an
, (2006, 2007, 2008). Profil Kesehatan Kabupaten Purwakarla.
Departemen Kesehatan Rl,(2007). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat, Jakarta: Departemen Kesehatan Rl. Dorland. (2002). Kamus Kedokteran. Jakarta : PT. EGC Fajar, lbnu. (2009). Statistik Prakfisi Kesehatan, Jilid 1. Yogyakarta : Graha llmu. Format Referensi Electroni ·rekomendasi Oleh Departemen Kesehatan Rl, Pencegahan Hiperlensi tersedia di (http://'N"WW.depkes.go.id), peroleh tanggal29 Juli 2009. Format
Referensi Electronik Direkomendasi Oleh Wordpress, Hiperlensi (http: //'N"WW.ridwanamirudin.wordpress.com), peroleh tanggal30 Maret 2009.
pada
Lansia
Format Referensi Electronik Direkomendasi Oleh Wordpress, Penanggulangan Hiperlensi tersedia di (http: //'N"WW. fuadbahsin.wordpress.com), peroleh tanggal 06 Maret 2009. Format Referensi Electronik Direkomendasi Oleh Xanga, Perspektif dan Steretotif Lansia, tersedia di (http://'N"WW.aswendo.xanga.com), peroleh tanggal29 Juli 2009. Format Referensi elektronik Direkomendasi oleh balipost, Penanganan Hiperlensi tersedia di http://VNJN.balipost.co.id/balipostcetak/2007 Format Referensi elektronik Direkomendasi oleh Tempo, Tetap Sehat Di Usia Lanjut Dengan Gizi Sehat, tersedia di http://www.tempo.eo.id/medika/arsip/092002. diperoleh tanggal30 Agustus 2009. Format Referensi elektronik Direkomendasi oleh Yoyen, Hiperlensi pada nttp://VNN.yoyen.blog.corn/2008 diperoleh tanggal29 Agustus 2009.
Lansia, tersedia di
Guyton, Hall. (2007). Fisiologi Kedokteran. Jakarta: PT. EGC Kusumarstuti Diyan, (2003). Hubungan Status Gizi dan Aktifitas fisik dengan derajat Hipertensi pada wanita dewasa umur 33-55 tahun di wilayah kerja puskesmas Grondol Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Laksman, Hendra. (2005). Kamus Kedokteran. Jakarta : PT. Djambatan Lanny, S., (2006). Hipertensi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Maryam, Et AI. (2008). Gerontology. Jakarta: Graha Pustaka. Notoatmodjo, S, (2007). Kesehatan Masyarakat 1/mu dan Semi. Jakarta : PT. Rineka Cipta , (2005). Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT. Rineka Cipta. Pusputorini, Myra. (2008). Cara Mudah Mengatasi Tekanan Darah Tinggi, Yogyakarta : Image Press. Semple, Peter. (2002). Tekanan Darah Tinggi Jilid 2. Jakarta: PT. ARCAN Sjaifoellah, Noer. (2000).1/mu Penyakft Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Sober. (2002). Hipertensi Pedoman Kfinis . Jakarta : PT. Hipokrates. Suhardjo. (2003). Perencanaan Pangan dan Gizi, jilid 3. Jakarta : PT. Bumi Aksara Supariasa, Nyoman. (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta : PT. EGC Sutanto, (2007). Analisis Data Kesehatan, Jakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Vitahealth. (2006). Hipertensi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Wolff, Peter. (2008). Hipertensi, jilid 3. Jakarta : PT. Bhuana llmu Populer Yundini, (2006). Faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lbu Rumah Tangga di Desa Gisting bawah Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung Tahun2002. Skripsi Universitas Lampung.