perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH DI JAWA TENGAH
SKRIPSI
Oleh : SALWA NUR FITRIA H0307023
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH DI JAWA TENGAH SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Oleh : SALWA NUR FITRIA H0307023
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga akhirnya penelitian ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti Beliau sampai hari akhir nanti. Penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Di Jawa Tengah” ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih tersebut ingin Penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus dosen penguji yang telah banyak memberikan saran, masukan dan arahan kepada penulis. 4. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing utama skripsi yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis. 5. Ibu Umi Barokah, SP, MP selaku dosen pembimbing pendamping yang senantiasa memberikan semangat, saran, bimbingan dan arahan kepada penulis. 6. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama menempuh perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Seluruh jajaran kepengurusan dan staf Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah, atas izin penelitian yang telah diberikan. 8. Seluruh jajaran kepengurusan dan staf Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Provinsi Jawa Tengah atas bantuannya dalam menyediakan data-data serta informasi yang dibutuhkan penulis dalam penelitian ini. 9. Kedua orangtua tercinta Bapak Muhamad Djazuli (Alm) dan Ibu Hartati, Mbah Uti, kedua kakak Arief Rachman Hakim dan Muhammad Bisyri Musthofa, serta adik tersayang Shofiatu Al-Mukarromah. Terimakasih atas segala bentuk dukungan, motivasi, perhatian, kasih sayang, dan doa yang setiap saat dipanjatkan untuk kesuksesan penulis. 10. Calon imam penulis, atas segala bentuk perhatian, doa, kasih sayang dan dukungan sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini. 11. Kedua tangan kanan penulis, Primadani Setyo Prakoso dan Nurul Fadlillah, atas doa, pendampingan, dukungan dan motivasi yang luar biasa kepada penulis sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini. 12. Sahabat-sahabat setia penulis, PONKS: Lala, Dhea, Ratna dan Mumun. Terimakasih untuk jalinan persaudaraan, kebersamaan, dan tempat berbagi segala bentuk pahit manis perjuangan di kampus selama ini. 13. Para pejuang analisis ekspor Jawa Tengah: Prima, Yosep, Bela dan Adia, yang telah menjadi sarana diskusi dan berbagi solusi selama proses penyusunan penelitian ekspor kita. 14. Teman-teman HIBITU - Himpunan Bisnis 2007: Joko, Dedy, Antony, Nasir, Tyok, Diki, Rochmat, Adam, Maman, Nita Dwi, Istikomah, Helmi, Ferinika, Nurana, Clara, Sabila, Wahyuni, Maria, Echa, Aliyah, Peppy, Kiky, Nita Yudita, Sukma, dll. Terimakasih untuk segala pengalaman yang diberikan semasa kuliah dan bantuannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15. Teman-teman karate UKM INKAI UNS, yang telah banyak mengajarkan keberanian, kekuatan dan ketangguhan mental dalam menghadapi segala rintangan. 16. Teman-teman BEM FP UNS Kabinet Pembaharuan dan Kabinet Revolusioner, yang telah banyak mengajarkan idealisme, kebersamaan, dan penggalian potensi diri. 17. Teman-teman FUSI FP UNS, yang telah banyak mengajarkan kejujuran, kerja keras dan ukhuwah. 18. Para hamster penetralisir stres: sippi, popo, cemil, cemol, moci, onyit, coki, unyil, 6 kawanan cendol dan 7 bayi mungil. 19. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pengembangan diri dan membantu penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam penyajian maupun pembahasan. Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap di balik kekurangan karya ini masih ada manfaat yang bisa diberikan baik bagi penulis sendiri, bagi pihak almamater, dan bagi pembaca.
Surakarta,
Februari 2012
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x RINGKASAN .................................................................................................... xi SUMMARY ....................................................................................................... xii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6 D. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu............................................................................... B. Landasan Teori ....................................................................................... 1. Tanaman Cengkeh............................................................................. 2. Minyak Cengkeh ............................................................................... 3. Standar Mutu Minyak Cengkeh ........................................................ 4. Teori Perdagangan Internasional....................................................... 5. Ekspor ............................................................................................... 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor ....................................... 7. Estimasi Fungsi Ekspor ..................................................................... 8. Elastisitas Penawaran Ekspor............................................................ C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ..................................................... D. Hipotesis ................................................................................................. E. Asumsi-asumsi ....................................................................................... F. Pembatasan Masalah .............................................................................. G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ........................ III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ........................................................................ B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian ..................................................... C. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... E. Metode Analisis Data ............................................................................. commit to user
7 8 8 9 10 12 14 16 18 19 21 23 23 23 23 26 26 26 27 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Alam ..................................................................................... B. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja................................................. C. Keadaan Perekonomian ....................................................................... D. Keadaan Pertanian ............................................................................... E. Keadaan Umum Sub Sektor Perkebunan ...........................................
34 38 41 42 45
V. HASIL PENELITIAN A. Kondisi Umum Minyak Cengkeh di Provinsi Jawa Tengah ................... 49 B. Volume Ekspor Minyak Cengkeh dan Variabel-variabel yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh di Provinsi Jawa Tengah..................................................................................................... 49 C. Hasil Analisis Data ................................................................................. 61 VI. PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah............................................................................................ 69 VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................. 75 B. Saran........................................................................................................ 75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23.
Judul
Halaman
Perbandingan Nilai Ekspor Migas dan Nonmigas Indonesia Tahun 1999-2003 (Juta US $) ..................................................... Komoditas Utama Ekspor Minyak Atsiri Indonesia dan Provinsi Sentra Produksi ........................................................................... Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Cengkeh Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1999-2003. .................................. Standar Nasional Indonesia Untuk Minyak Cengkeh (SNI 062387-2006). ................................................................................. Luas Penggunaan Lahan dan Jenis Pengairan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 .................................................................... Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 ......................................................................... Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 ...................................................................... Angkatan Kerja Dan Bukan Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009. ........................................................... Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah, 2005-2009 .............................................. Perkembangan Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Tahun 1987-2003 ........................................................................ Perkembangan Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003 .......................................................... Perkembangan Harga Domestik Minyak Cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003 ....................................................................... Perkembangan Harga Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003 ........................................................................ Perkembangan Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat Terhadap Rupiah, Tahun 1987-2003........................................................... Rekapitulasi Variabel-Variabel Penelitian .................................. Analisis Varian Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ......................... Analisis Pengaruh Masing-masing Variabel Bebas Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ......................... Nilai Standar Koefisien Regresi Tiap Variabel Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Matriks Korelasi .......................................................................... Nilai Durbin-Watson ................................................................... Nilai Koefisien Elastisitas Variabel bebas yang Berpengaruh Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ......... commit to user
1 3 4 12 35 39 39 40 40 47 51 53 55 57 59 61 62 63 64 65 66 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul ............................
Halaman
Gambar 1. Diagram Kerangka Teori Pendekatan Masalah .......................... Gambar 2. Grafik Perkembangan Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003. ......................................................... Gambar 3. Grafik Perkembangan Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003 .......................................................... Gambar 4. Grafik Perkembangan Harga Domestik Minyak Cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003. ......................................................... Gambar 5. Grafik Perkembangan Harga Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003. ......................................................... Gambar 6. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat Terhadap Rupiah, Tahun 1987-2003. ......................................... Gambar 7. Diagram Pencar (Scatter Plot) .................................................... Gambar 8. Bagan Alur Pemasaran Minyak Atsiri ........................................
commit to user
22 52 54 56 58 60 66 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran 1.
Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4.
Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8.
Judul Rekapitulasi Data Variabel Tak Bebas dan Variabel-variabel Bebas Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah, 1987-2003 Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Perhitungan Indeks Harga Konsumen Tahun Dasar 2002 Pendeflasian Harga Domestik Minyak Cengkeh, Harga Ekspor Minyak Cengkeh, dan Nilai Tukar Dollar Terhadap Rupiah. Perhitungan Nilai Standar Koefisien Regresi Surat Ijin Penelitian Gambar Peta Provinsi Jawa Tengah Gambar Minyak Cengkeh di Jawa Tengah
commit to user
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH DI JAWA TENGAH Salwa Nur Fitria1 Dr.Ir.Minar Ferichani, M.P.2 Umi Barokah, S.P., M.P.3 ABSTRAK Naskah publikasi ini disusun berdasarkan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah dan mengkaji tingkat elastisitas ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif analitis. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja di Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan adalah data sekunder time series 17 tahun (1987-2003). Analisis data yang digunakan adalah regresi nonlinier berganda. Hasil analisis menunjukkan model volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah adalah Y = 28,67 X10,985 X2-0,001 X30,171 X4-0.457, X50,035. Model ini memiliki nilai R2 sebesar 0,983 yang berarti 98,3% variasi variabel volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, dan 1,7% lainnya dijelaskan oleh variasi variabel diluar model. Hasil uji F diperoleh bahwa semua variabel yang diteliti secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Hasil uji t menunjukkan variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, dan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah secara individu berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. Kurs Dolar AS terhadap Rupiah memiliki nilai koefisien regresi tertinggi. Elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, dan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah. Kata kunci: Faktor-faktor, ekspor, minyak cengkeh, elastisitas. Keterangan 1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan Nomor Induk Mahasiswa H0307023 2. Dosen Pembimbing Utama 3. Dosen Pembimbing Pendamping
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Syarat pembangunan ekonomi adalah kesejahteraan penduduk yang harus meningkat. Salah satu ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan ekonomi (Hakim, 2002). Perdagangan internasional khususnya ekspor diyakini merupakan penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Ekspor merupakan kumpulan output yang sangat dominan dalam perdagangan internasional. Tanpa adanya jalinan kerjasama dengan negara lain, suatu negara akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Komoditas ekspor Indonesia terbagi atas komoditas minyak dan gas (migas) dan komoditas non minyak dan gas (nonmigas). Gambaran mengenai besarnya nilai ekspor migas dan nonmigas Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Perbandingan Nilai Ekspor Migas dan Nonmigas Indonesia Tahun 1999-2003 (Juta US$) No
Tahun
Migas
Nonmigas
1 2 3 4 5
1999 2000 2001 2002 2003
9792.2 14388.6 12636.3 12112.7 13651.4
38873.2 47757.4 43694.6 45046.1 47406.8
Laju Pertumbuhan (%) Migas Nonmigas 0,00 0,00 46,94 22,85 -12,18 -8,51 -4,14 3,09 12,70 5,24
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 1999-2003. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun nilai ekspor migas dan nonmigas Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan nilai ekspor migas tersebut diiringi dengan laju pertumbuhan yang berfluktuatif. Lain halnya pada nilai ekspor nonmigas, sama-sama mengalami kecenderungan yang meningkat namun laju pertumbuhan setiap tahunnya cenderung lebih stabil dari laju pertumbuhan commit to user komoditas migas. Selain laju 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertumbuhan yang sangat berfluktuatif, perolehan devisa Indonesia dari ekspor migas tiap tahunnya selalu lebih kecil dibandingkan dengan perolehan devisa dari ekspor nonmigas. Kecilnya jumlah tersebut telah memacu sektor nonmigas untuk berkembang, yang ditunjukkan dengan lebih besarnya perolehan devisa pada sektor nonmigas. Perkembangan ekspor nonmigas memiliki makna strategis bagi perekonomian nasional. Makna strategis pengembangan ekspor nonmigas bertolak dari kenyataan kondisi makro perekonomian Indonesia yang masih selalu dibayang-bayangi oleh rentannya kinerja di sektor eksternal, khususnya defisit transaksi neraca berjalan. Upaya meningkatkan ekspor nonmigas pun sangat strategis dilihat dari penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut menjadikan puluhan juta pekerja menggantungkan pendapatannya pada kegiatan ekspor. Selain itu, ekspor nonmigas menghasilkan devisa yang dibutukan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan. Keberhasilan meningkatkan ekspor nonmigas juga mencerminkan peningkatan daya saing nasional sekaligus merupakan
salah
satu
indikasi
timbulnya
dinamikan
positif
dalam
kewirausahana di tanah air (Basri, 1995). Indonesia telah dikenal sebagai pusat rempah-rempah dunia. Salah satu produknya adalah minyak atsiri, yang merupakan salah satu komoditas ekspor nonmigas Indonesia. Di Indonesia terdapat 40 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan dunia, sekitar 11 jenis diantaranya telah diekspor ke pasar dunia. Beberapa produk minyak atsiri Indonesia bahkan sangat dominan di pasar dunia, misalnya minyak nilam, akar wangi, pala, dan cengkeh. Kegiatan produksi minyak atsiri nasional melibatkan banyak pihak mulai dari petani penghasil bahan baku, industri kecil dan menengah penyulingan, pedagang, pengumpul sampai industri pengolahan lanjut dan eksportir (Dewan Atsiri Indonesia, 2006). Minyak atsiri yang dihasilkan di dalam negeri memang diproduksi dengan tujuan ekspor sehingga boleh dikatakan bahwa jumlah yang diproduksi identik dengan jumlah ekspor. Minyak atsiri yang di olah di Indonesia hanya di commit to user tingkat hulu dengan cara tradisional. Justru industri yang memanfaatkan
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
minyak atsiri ini banyak terdapat di luar negeri (Nazaruddin, 1993). Tabel berikut merupakan gambaran mengenai jenis minyak atsiri yang menjadi komoditas ekspor utama minyak atsiri Indonesia beserta provinsi sentra produksinya: Tabel 2. Komoditas Utama Ekspor Minyak Atsiri Indonesia dan Provinsi Sentra Produksi No. Minyak Atsiri 1. Minyak Nilam (Patchouli Oil) 2. 3.
Minyak Akar Wangi (Vetiver Oil) Minyak Pala (Nutmeg Oil)
4.
Minyak Cengkeh (Cloves Oil)
5.
Minyak Sereh Wangi (Citronella Oil)
6.
Minyak Kenanga (Cananga Oil)
7. 8. 9. 10. 11.
Minyak Kayu Putih (Cajuput Oil) Minyak Cendana (Sandal Wood Oil) Minyak Kayu Manis (Cinamon Oil) Lawang Masoi
Sentra Produksi NAD, Sumatera Utara, Lampung, Bengkulu, Jawa Tengah Jawa Barat NAD, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Maluku Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY Jawa Timur, Maluku, Papua NTT Sumatera Barat Papua Papua
Sumber: Sianipar, 2003. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi komoditas utama ekspor minyak atsiri Indonesia. Jawa Tengah dan Jawa Barat memproduksi macam minyak atsiri paling banyak diantara sentra produksi minyak atsiri lainnya. Jenis-jenis minyak atsiri yang diproduksi dan diekspor oleh Provinsi Jawa Tengah berupa minyak nilam, minyak cengkeh, minyak sereh wangi, dan minyak kenanga. Diantara empat jenis minyak atsiri tersebut, minyak atsiri yang paling banyak diekspor oleh provinsi Jawa Tengah adalah minyak cengkeh karena tanaman penghasil minyak atsiri terbesar di Jawa Tengah adalah tanaman cengkeh. Areal produksi tanaman cengkeh hampir tersebar di semua daerah di Indonesia mulai dari NAD sampai Papua dengan luas areal terluas di Jawa dan commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sulawesi. Adapun luas areal lahan, produksi dan produktivitas tanaman cengkeh di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Cengkeh Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1999-2003. Variabel
Perkebunan
Luas
PTPN IX
(Ha)
PBS
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
Tahun 1999
2000
2001
2002
Ratarata
2003
0
0
0
0
0
0
1.488,76
1.126,12
1.466,78
1.369,78
1.328,92
1.356,07
Rakyat
49.842,97
47.709,17
46.982,67
45.553,00
45.553,00
47.128,16
Total
51.331,73
48.835,29
48.449,45
46.922,78
46.881,92
48.484,23
PTPN IX
0
0
0
0
0
0
34,52
394,64
261,88
385,68
385,68
292,48
Rakyat
5.939,48
5.939,48
5.705,53
5.471,57
5.471,57
5.705,53
Total
5.974,00
6.334,12
5.967,41
5.857,25
5.857,25
5.998,01
0
0
0
0
0
0
PBS
0,02
0,35
0,18
0,28
0,29
0,22
Rakyat
0,12
0,12
0,12
0,12
0,12
0,12
Total
0,14
0,47
0,30
0,40
0,41
0,35
PBS
PTPN IX
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah 1999-2003. Tabel 3 di atas menunjukkan luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman cengkeh yang berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan kecenderungan menurun. Fluktuasi produksi tanaman cengkeh diduga akan mempengaruhi produksi minyak cengkeh, sehingga akan berpengaruh pada volume minyak cengkeh yang diekspor. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga dapat memicu terjadinya kegiatan ekspor. Selain itu, harga minyak cengkeh domestik yang lebih rendah dari harga minyak cengkeh di pasar internasional juga diduga juga dapat mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. B. Perumusan Masalah Perdagangan minyak atsiri dunia sangat dipengaruhi oleh situasi perekonomian internasional. Masalah utama yang dihadapi komoditas minyak atsiri Indonesia di pasaran internasional adalah tidak stabilnya mutu maupun supply. Hal ini terutama karena sebagian besar usaha produksi minyak atsiri masih dilakukan secara sangat sederhana, baik dalam budidaya tanamannya commit todan user maupun pengolahan hasilnya. Efisiensi efektivitas usaha agribisnis minyak
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
atsiri selama ini juga masih relatif rendah, sehingga turut mempengaruhi kestabilan mutu maupun supply minyak atsiri. Indonesia sebagai negara pengekspor minyak atsiri yang penting di dunia harus mengupayakan pengembangan produksi, kualitas dan nilai tambah minyak atsiri serta produk turunannya agar daya saingnya senantiasa menguat dan memberikan devisa yang semakin besar (Dewan Atsiri Indonesia, 2006). Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tersebut adalah produksi minyak cengkeh, harga minyak cengkeh domestik, harga ekspor minyak cengkeh, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, dan volume ekpor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya. Produksi minyak cengkeh Jawa Tengah diduga berpengaruh karena bila produksi dalam negeri berkurang atau terhenti, maka akan mengurangi volume ekspor yang dapat ditawarkan. Harga ekspor dan harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah digunakan dalam penelitian ini, karena dalam hukum penawaran, jika harga meningkat maka akan meningkatkan jumlah penawaran. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat merupakan faktor pendukung yang memungkinkan terjadinya perdagangan Internasional dan diduga mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, karena melemahnya nilai tukar rupiah dapat memicu para pelaku perdagangan internasional untuk meningkatkan jumlah produk yang diekspor. Jumlah ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada tahun sebelumnya juga diduga sebagai faktor yang mempengaruhi, karena naik turunnya jumlah ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada saat ini dapat diperkirakan oleh jumlah ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada tahun sebelumnya. Dari uraian di atas, diperoleh rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, serta volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, mempengaruhi commit to Tengah? user volume ekspor minyak cengkeh Jawa
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Bagaimana elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah? C. Tujuan Penelitian Penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui apakah faktor-faktor produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, serta volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. 2. Mengetahui elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan menambah wawasan Penulis terkait dengan bahan yang dikaji. Disamping itu, penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat kelengkapan dalam meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian UNS. 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan informasi dan pembanding bagi penelitian masalah yang sejenis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
I.
digilib.uns.ac.id
Salwa Nur Fitria_H0307023TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu Penelitian JT. Yuhono dan Shinta Suhirman (2006) tentang “Status Pengusahaan Minyak Atsiri Dan Faktor-Faktor Teknologi Pascapanen yang Menyebabkan Rendahnya Rendemen Minyak” menyebutkan bahwa, tanaman atsiri umumnya diusahakan oleh petani dengan modal dan luasan terbatas serta kebanyakan menggunakan alat penyuling yang sederhana, sehingga mutu dan rendemen yang dihasilkan masih rendah. Pada umumnya, petani masih menggunakan ketel penyuling yang terbuat dari bekas drum atau plat besi, kecuali di Propinsi Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah sudah ada yang menggunakan alat penyulingan berteknologi cukup baik/maju (minyak nilam dan kenanga). Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya rendemen dan mutu minyak antara lain adalah bahan konstruksi alat penyuling, penyiapan/ penanganan bahan baku dan proses penyulingan. Penelitian mengenai analisis ekspor komoditas pertanian pernah dilakukan antara lain oleh Fauzi (2007) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Volume Ekspor Komoditi Kakao Indonesia”. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 21 dari rentang waktu tahun 1985-2005. Pengujian hipotesis sementara digunakan model analisis metode kuadrat terkecil biasa (OLS/Ordinary Least Square Method) dan diuji asumsi klasik untuk kelayakan uji regresi berganda. Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap volume ekspor kakao digunakan aplikasi model regresi berganda (log linier berganda). Hasil uji koefisien determinasi (R2) menunjukkan nilai sebesar 0,972, yang artinya sebesar 97,2% pengaruh variabel-variabel bebas terhadap volume ekspor kakao Indonesia dijelaskan oleh model ini. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai Fhitung > dari FTabel, yang artinya harga domestik, harga internasional, produksi nasional, dan kurs rupiah-dolar AS secara bersamasama mempengaruhi volume ekspor kakao pada tingkat kepercayaan 95% to user (α=0,05). Sedangkan dari ujicommit t dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diperoleh bahwa variabel yang secara individu berpengaruh nyata terhadap volume ekspor kakao adalah harga internasional dan jumlah produksi kakao nasional. Penelitian terdahulu memberikan beberapa sumbangan pemikiran terhadap penelitian ini. Penelitian JT. Yuhono dan Shinta Suhirman (2006) bermanfaat untuk mengetahui kendala-kendala yang sering terjadi dalam produksi komoditas ekspor dalam penelitian ini, yaitu minyak atsiri. Sedangkan penelitian ekspor yang telah dilakukan oleh Fauzi (2007) digunakan sebagai acuan untuk menentukan model analisis dan variabel-variabel dominan yang mempengaruhi ekspor. B. Landasan Teori 1. Tanaman Cengkeh Tanaman cengkeh untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan persyaratan lingkungan tumbuh yang spesifik. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tanaman cengkeh antara lain adalah iklim, tinggi tempat dan jenis tanah.Curah hujan yang optimal untuk perkembangan tanaman cengkeh adalah 1.500 - 2.500 mm/tahun atau 2.500 – 3.500 mm/tahun dengan bulan kering kurang dari 2 bulan. Intensitas penyinaran 61 – 60 % dan suhu udara 22 - 28 °C serta tidak ada angin kencang sepanjang tahun.Tanaman cengkeh dapat ditanam dan masih berproduksi pada ketinggian tempat 0 – 900 m di atas permukaan laut (dpl). Namun demikian, makin tinggi tempat maka produksi bunga makin rendah tetapi pertumbuhan makin subur. Ketinggian tempat yang optimal untuk pembungaan tanaman cengkeh berkisar 200-600 m dpl.Tanah yang sesuai adalah yang gembur, lapisan olah minimal 1,5 m dan kedalaman air tanah lebih dari 3 m dari permukaan tanah serta tidak ada lapisan kedap air. Jenis tanah yang cocok antara lain Andosol, Latosol, Regosol dan Podsolik Merah. Selain jenis tanah, kemasaman tanah (pH) ikut berperan dalam hal memacu pertumbuhan tanaman. Kemasaman tanah yang optimum berkisar antara 5,5-6,5. Apabila pH tanah lebih rendah atau lebih tinggi maka commitakan to user pertumbuhan tanaman cengkeh terganggu karena penyerapan unsur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hara oleh akar menjadi terhambat.Untuk mengurangi resiko kegagalan dan biaya tinggi dalam budidaya cengkeh, maka dianjurkan tanaman cengkeh hanya dikembangkan pada daerah yang sangat sesuai dan sesuai saja. Tanaman cengkeh yang berada diluar kriteria tersebut dianjurkan untuk diganti dengan tanaman lain yang sesuai dan menguntungkan (Puslitbang Perkebunan, 2010). 2. Minyak Cengkeh Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang merupakan bahan yang bersifat mudah menguap (volatile), mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya yang diambil dari bagian-bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman, dapat juga sebagai bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau dibuat secara sintetis. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian (Polontalo, 2009). Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri meliputi sekitar 200 spesies (Ketaren, 1985), 40 spesies diantaranya terdapat di Indonesia (Rusli dan Hobir, 1990). Jenis minyak atsiri yang telah diproduksi dan beredar di pasar dunia saat ini mencapai 70-80 macam, 15 macam diantaranya berasal dari Indonesia (NAFED, 1993). Macam minyak atsiri yang berasal dari Indonesia tersebut antara lain adalah minyak nilam, minyak akar wangi, minyak pala, minyak cengkeh, minyak sereh wangi, minyak kenanga, minyak kayu putih, minyak cendana, minyak kayu manis, lawang dan masoi. Minyak atsiri digunakan dalam berbagai industri parfum, kosmetik, makanan, minuman dan obat-obatan. Produk dari industri tersebut jenisnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sangat banyak, tetapi kuantitas minyak atsiri bagi setiap produk relatif sangat kecil. Ada beberapa jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman cengkeh. Yang pertama adalah clove stem oil yang merupakan minyak sulingan serbuk tangkai cengkeh. Yang Kedua adalah clove leaf oil, berupa minyak atsiri dari penyulingan daun cengkeh. Sedangkan yang ketiga adalah clove oil yang merupakan hasil penyulingan dari serbuk kuntum cengkih kering. Berbagai macam minyak cengkeh tersebut banyak digunakan sebagai bahan baku atau bahan tambahan dalam industri farmasi, penyedap masakan, dan wewangian (Nazaruddin, 1993). Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena semua bagian pohon mengandung minyak, mulai dari akar, batang, daun sampai bunga. Kandungan minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut bervariasi jumlahnya namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada bagian bunga (20%) sedangkan bagian gagang dan daun mengandung sekitar 4–6 %. Cara penyulingan yang paling sederhana untuk mendapatkan minyak cengkeh adalah dengan penyulingan air dan uap dengan lama penyulingan sekitar 7–8 jam untuk daun basah dan 6-7 jam untuk penyulingan daun kering. Penggunaan tekanan bertahap mulai dari 1 bar sampai 2 bar dapat mempersingkat lama penyulingan menjadi 4–5 jam. Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuningkuningan mempunyai rasa yang pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan (Dewan Atsiri Indonesia, 2009). 3. Standar Mutu Minyak Cengkeh Standar
merupakan
dokumen
yang
sangat
penting
dalam
menentukan kualitas suatu bahan dengan persyaratan tertentu, yang meliputi persyaratan spesifikasi, prosedur dan aturan yang bersifat dinamis, sehingga perlu dikelola secara profesional dengan memperhatikan commit to user kebutuhan pengguna serta perkembangan teknologinya. Bila tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memenuhi aturan tersebut, maka dapat menimbulkan masalah sosial seperti menurunkan persaingan akibat adanya hambatan dalam menembus pasar serta tidak cukupnya proteksi terhadap pengguna dan perlindungan lingkungan. Sebaliknya, apabila standar dirumuskan berdasarkan acuan ke standar-standar nasional yang telah diakui serta ke standar internasional yang merefleksikan persyaratan pasar dunia dan tidak sekedar pada kondisi khusus untuk pasar dalam negeri, maka standar dapat membantu proses perencanaan, mendukung pembuatan dan penjualan barang dan jasa dengan lebih mudah baik di pasar domestik dan pasar bebas (Hernani dan Tri Marwati, 2006). Anonim (1975) Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fayemeta IPB menyatakan bahwa setiap jenis minyak atsiri mempunyai sifat khas tersendiri dan sifat ini tergantung dari persenyawaan kimia yang menyusunnya. Sifat-sifat khas dan mutu minyak dapat berubah mulai dari minyak yang masih berada dalam bahan yang mengandung minyak, selama proses ekstraksi penyimpanan dan pemasaran. Karena itu penilaian mutu perlu dilakukan dengan cara menganalisa sifat fisika kimianya. Tujuan dari menganalisa sifat fisika–kimia minyak atsiri adalah: 1) mendeteksi pemalsuan, 2) mengevaluasi mutu dan kemurnian minyak, dan 3) mengidentifikasi jenis dan kegunaan minyak. Penilaian mutu minyak atsiri dapat dilakukan dengan: 1. Pengujian mutu berdasarkan uji organoleptik Pemeriksaan secara organoleptik biasanya dilakukan dengan cara mencium bau (odor) dari minyak yang menguam di atas kertas kembang (blotting paper). Cara pengujian ini dapat menentukan mutu dan pemalsuan minyak secara kualitatif. 2. Pengujian mutu berdasarkan uji sifat fisika-kimia Sifat fisik minyak atsiri merupakan suatu tetapan yang konstan pada kondisi yang tetap, dan sifat fisik ini digunakan untuk mengetahui kemurnian minyak. Analisa sifat kimia bertujuan untuk menentukan commit to user mutu dan persentase jumlah persenyawaan kimia yang terdapat dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
minyak atsiri. Pada umumnya analisis sifat fisika-kimia yang dilakukan adalah: a) Pemeriksaan pendahuluan, b) Berat jenis, c) putaran optik, d) indeks refraksi, e) Kelarutan dalam etil alcohol pada berbagai konsentrasi, f) Bilangan asam, g) Bilangan ester dan penyabunan, h) Persentase alcohol, i) Kadar aldehida dan keton, j) Kadar fenol, k) Uji logam, l) Kadar cineole, m) Uji pemalsuan, dan n) Analisis dengan paper chrasstography. Berikut adalah Tabel mengenai standar mutu minyak cengkeh Indonesia: Tabel 4. Standar Nasional Indonesia Untuk Minyak Cengkeh (SNI 062387-2006). Karakteristik Warna Bau Bobot jenis 20oC / 20oC Indeks bias (nD20) Kelarutan dalam etanol 70% Eugenol total Beta caryophillene
Syarat Kuning – coklat tua Khas minyak cengkeh 1,025 – 1,049 1,528 – 1,535 1:2 jernih Minimum 78%, v/v Maksimum 17%
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2006. 4. Teori Perdagangan Internasional Dalam “Modul Pengantar Ekspor Impor” (Anonim, 2008) disebutkan bahwa perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan
internasional
sangatlah
rumit
dan
kompleks
bila
dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negri. Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: 1. Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan 2. Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara kenegara lainnya melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya. Menurut Sukirno (2008), manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri. 2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. 3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri. 4. Transfer teknologi modern Perdagangan
luar
negeri
memungkinkan
suatu
negara
untuk
mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern. Perdagangan luar negeri terutama ekspor sangat penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Devisa yang diperoleh dari ekspor commit pembangunan. to user merupakan sumber pembiayaan Peningkatan penerimaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
devisa dari ekspor akan ikut meringankan beban neraca perdagangan yang terdiri dari transaksi ekspor dan impor barang. Surplus ekspor menentukan surplus neraca perdagangan (Halwani, 2002). 5. Ekspor Ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Tujuan dilakukannya ekspor antara lain: 1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba). 2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestic (membuka pasar ekspor). 3. Memanfaatkan kelebihan ekspor terpasang (idle capacity). 4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat. (Amir, 2004) Suatu komoditi yang memiliki potensi untuk ekspor mempunyai ciri-ciri antara lain: 1. Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum dapat dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri. 2. Mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu seperti langka, murah, mutu, unik atau lainnya, bila disbandingkan dengan komoditi serupa yang diproduksi di negara lain. 3. Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking industries) ataupun industri yang pindah lokasi (relocation industries). 4. Komoditi tersebut memperoleh izin pemerintah untuk di ekspor. (Amir, 2004) Menurut Polontalo (2009) dalam Minyak Atsiri Indonesia, Komoditi minyak atsiri yang diperdagangkan di dalam negeri adalah minyak atsiri dalam bentuk kasar (crude essential oil) yang hampir seluruhnya commit to user diproduksi oleh petani minyak atsiri atau industri kecil penyulingan yang
perpustakaan.uns.ac.id
tersebar
digilib.uns.ac.id
di
wilayah
sentra
produksi
tanaman
minyak
atsiri.
Eksportir/industri manufaktur sebagai pelaku akhir dalam mata rantai perdagangan minyak atsiri di dalam negeri memperoleh minyak atisiri melalui pedagang perantara. Di antara pedagang perantara adalah juga “agen” atau perwakilan eksportir dan sebagian lain bersifat bebas. Pedagang perantara membeli minyak atsiri dari pedagang pengumpul yang berpangkal di daerah-daerah produsen. Pedagang pengumpul umumnya memberikan modal atau uang muka kepada petani/penyuling sehingga minyak yang dihasilkan oleh petani/penyuling harus dijual kepada pengumpul
tersebut
dengan
harga
yang
ditentukan
oleh
pembeli/pengumpul berdasarkan mutu yang dinilai secara sepihak oleh pembeli secara subyektif (organoleptik), tidak berdasarkan mutu atau kadar atau kandungan senyawa esensial dalam produk minyak atsiri tersebut. Artinya, minyak yang bermutu baik atau kurang baik dihargai sama. Inilah yang menyebabkan penyuling melakukan pencampuran minyak atsiri bermutu rendah dengan yang bermutu baik atau bahkan penyuling enggan untuk memproduksi minyak yang bermutu baik. Bahasan tentang perdagangan internasional tidak terlepas dari kegiatan ekspor impor. Dalam melakukan kegiatan ekspor impor tersebut perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang tersebut. Dalam “Modul pengantar ekspor impor” (Anonim, 2008) disebutkan bahwa ketentuan umum di bidang ekspor biasanya meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proses pengiriman barang ke luar negri. Ketentuan tersebut meliputi antara lain : 1. Ekspor Perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuanyang berlaku. 2. Syarat-syarat Ekspor b. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) c. Mendapat izin usaha dari Departemen Teknis/Lembaga Pemerintah Non-Departemen. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Memiliki izin ekspor berupa : - APE (Angka Pengenal Ekspor) untuk Eksportir Umum berlaku lima tahun. - APES (Angka Pengenal Ekspor Sementara) berlaku dua tahun - APET (Angka Pengenal Ekspor Terbatas) untuk PMA/PMDN 3. Eksportir Pengusaha yang dapat melakukan ekspor, yang telah memiliki SIUP atau izin usaha dari Departemen Teknis/LembagaPemerintah NonDepartemen berdasarkan ketentuan yang berlaku. 4. Eksportir Terdaftar (ET) Perusahaan yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Perdagangan untuk mengekspor barang tertentu sesuai ketentuan yang berlaku. 5. Barang Ekspor Seluruh jenis barang yang terdaftar sebagai barang ekspor dan sesuai dengan ketentuan perpajakan dan kepabeanan yang berlaku. 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor a. Produksi Menurut Assoury (2008) pengertian produksi adalah kegiatan mentranspormasikan masukan (input) menjadi keluaran (output), tercakup semua aktifitas atau kegiatan menghasilkan barang dan jasa, serta kegiatan-kegiatan lain yang mendukung atau usaha untuk menghasilkan produksi tersebut. Jenis-jenis proses produksi ada berbagai macam bila ditinjau dari berbagai segi. Proses produksi dilihat dari wujudnya terbagi menjadi proses kimiawi, proses perubahan bentuk, proses assembling, proses transportasi dan proses penciptaan jasa-jasa adminstrasi (Ahyari, 2002). Proses produksi minyak atsiri dapat ditempuh melalui 3 cara, yaitu: (1) pengempaan (pressing), (2) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (3) penyulingan (destillation). Penyulingan commit to user merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
minyak atsiri. Penyulingan dilakukan dengan mendidihkan bahan baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel penyulingan. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian (Polontalo, 2009). b. Harga Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter. Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa. Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan (Anonim, 2008). Dalam melaksanakan penetapan harga, berdasarkan pendapat Kotler (1996), maka produsen harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Kondisi pasar Dalam hal ini produsen harus memperhatikan secara mendalam kondisi pasar (monopoli atau persaingan bebas atau hal lainnya) yang akan dimasuki, 2. Harga produk saingan 3. Elastisitas permintaan dan besaran permintaan Elastisitas disini adalah mengetahui seberapa besar perubahan commit to user permintaan yang disebabkan dengan permintaan harga. Disamping
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
itu pula sangat dibutuhkan respon dari para konsumen terhaedap perubahan harga yang dikaitkan dengan penggunaan produk itu sendiri. c. Kurs Mata Uang Asing Salah satu pokok perbedaan antara ekonomi internasional dengan bidang-bidang ekonomi lainnya adalah bahwa setiap negara memiliki mata uang sendiri-sendiri. Setiap mata uang biasanya dapat dikonversikan satu sama lainnya, namun harga relatif suatu mata uang bisa berubah setiap saat sehingga berdampak pula terhadap perdagangan atranegara (Krugman dan Obstfeld, 1997). Devisa berwujud valuta asing. Valuta asing diperlukan untuk mengimpor barang-barang (barang konsumsi, bahan baku industri dan sektor produksi lainnya), melunasi jasa pihak asing, membiayai kantor kedutaan Indonesia di luar negeri, dan melunasi hutang luar negeri (Amir, 1991). Valuta asing (foreign exchange) adalah mata uang asing yang diperlukan untuk melaksanakan transaksi internasional. Penawaran dan permintaan valuta asing muncul bersama di pasar mata uang asing dan menghasilkan tingkat pertukaran ekuilibrium (Mc Eachern, 2000). 7. Estimasi Fungsi Ekspor Fungsi ekspor dapat diestimasikan melalui analisis regresi. Analisa regresi merupakan salah satu uji statistika yang memiliki dua jenis pilihan model yaitu linear dan non linear dalam parameternya. Model linear memiliki dua sifat yaitu regresi sederhana dan regresi berganda dengan kurva yang dihasilkan membentuk garis lurus, sedangkan untuk model non linear dalam parameternya bersifat kuadratik dan kubik dengan kurva yang dihasillkan membentuk garis lengkung. Regresi non linear model kuadratik merupakan hubungan antara dua peubah yang terdiri dari variabel dependen (Y) dan variabel independen (X) sehingga akan diperoleh suatu kurva yang membentuk garis lengkung menaik (b2>0) atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menurun (b2<0). Bentuk persamaan matematis model kuadratik secara umum menurut Steel dan Torrie (1980) adalah : (a). Polynomial : E(Y) = b0 + b1X + b2X2 ; (b). Exponential : E(Y) = b0b1X (c) . Logarithmic : Log E(Y) = b’0b’1X Metode yang paling luas digunakan dalam analisis regresi adalah metode kuadrat terkecil biasa (method of ordinary least square, OLS). Metode tersebut dikemukakan oleh Carl Friedrich Gqauss, seorang ahli matematika bangsa Jerman. Dengan asumsi-asumsi tertentu, metode OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik sehingga membuatnya menjadi metode analisis regresi yang paling kuat dan popular (Gujarati, 2002). 8. Elastisitas Penawaran Penawaran adalah hubungan antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan. Secara lebih spesifik, penawaran menunjukkan seberapa banyak produsen suatu barang mau dan mampu menawarkan per periode pada berbagai kemungkinan tingkat harga. Hukum penawaran menyatakan bahwa jumlah yang ditawarkan biasanya berhubungan secara langsung dengan harganya, hal lain diasumsikan konstan. Jadi, semakin rendah harganya, jumlah yang ditawarkan semakin sedikit; semakin tinggi harganya, semakin tinggi juga jumlah yang ditawarkan (Mc Eachern, 2000). Menurut Mankiw (2000) dalam bukunya Pengantar Ekonomi jilid 1, hukum penawaran menyatakan bahwa kenaikan harga suatu barang akan menaikkan kuantitas atau tingkat penawarannya. Elastisitas penawaran terhadap harga mengukur seberapa banyak kuantitas penawaran atas suatu barang berubah mengikuti perubahan harga tersebut. Penawaran suatu barang dikatakan elastis jika perubahan harga menyebabkan perubahan kuantitas penawaran yang cukup besar. Sebaliknya, penawaran dikatakan tidak elastis apabila kuantitas penawaran itu sedikit saja berubah ketika commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harganya berubah. Secara matematis elastisitas penawaran terhadap harga dirumuskan sebagai berikut: Elastisitas penawaran terhadap harga = % perubahan kuantitas penawaran % perubahan harga Desmizar dan Iskandar (2004) mengartikan elastisitas penawaran sebagai suatu koefisien yang menjelaskan besarnya pengaruh perubahan jumlah barang yang ditawarkan akibat adanya perubahan harga. Jenis elastisitas penawaran yaitu: a. Inelastis sempurna Nilai elastisitas penawarannya adalah nol (0). b. Elastis unit Nilai elastisitas penawarannya sama dengan 1 c. Elastisitas sempurna Nilai elastisitas penawarannya nilainya tidak terbatas d. Elastis Penawaran elastis jika persentase perubahan dari jumlah yang ditawarkan produsen melebihi persentase kenaikan atau penurunan harga. e. Inelastis Penawaran inelastis jika jumlah yang ditawarkan produsen berubah dengan persentase yang lebih kecil daripada persentase perubahan harga. C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Kegiatan ekspor merupakan kegiatan yang memegang peranan penting bagi suatu negara. Ekspor dianggap penting karena merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Salah satu sektor yang mampu memberikan sumbangan devisa bagi perekonomian Indonesia berasal dari sektor industri pengolahan yang berupa industri penyulingan minyak atsiri. Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah diduga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut diperkirakan adalah produksi minyak cengkeh, harga minyak cengkeh domestik, harga ekspor minyak commit to user cengkeh, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, dan volume ekpor minyak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya. Menurut
Kelana (1996), untuk
mengetahui besar kecilnya volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah sebagai akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan konsep elastisitas. Elastisitas diartikan sebagai besarnya perubahan relatif dari suatu variabel yang dijelaskan (Y) yang disebabkan oleh perubahan relatif dari suatu variabel penjelas (X). Model regresi mencerminkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak
bebas.
Untuk
hubungan
ekspor
dengan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya dapat dinyatakan dengan persamaan model regresi non linear berganda berbentuk kepangkatan. Metode analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuadrat terkecil biasa (OLS). Metode
tersebut
menurut
Gujarati
(2002)
menggunakan
kriteria
meminimumkan jumlah kuadrat residual (kesalahan pengganggu) sehingga menghasilkan penaksir yang dikenal sebagai penaksir kuadrat terkecil. Sifat dari penaksir tersebut adalah linier dan efisien (tak bias dan mempunyai varians minimum) atau BLUE (Best Liniar Unbiased Estimator). Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer dan program SPSS. Pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tak bebas dianalisis dengan menggunakan prinsip elastisitas. Elastisitas merupakan konsep kuantitatif yang sangat penting untuk mengidentifikasi secara kuantitatif respon sebuah variabel karena pengaruh variabel lainnya. Koefisien dari variabel bebas merupakan nilai elastisitas masing-masing variabelnya (Sunaryo 2001). Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Produksi Minyak Cengkeh di Jawa Tengah
Konsumsi domestik
Konsumsi luar negeri
Faktor-faktor yang berpengaruh: - Produksi minyak cengkeh di Jawa Tengah - Harga domestik minyak cengkeh di Jawa Tengah - Harga ekspor minyak cengkeh - Nilai tukar USD terhadap rupiah - Volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah tahun sebelumnya
Volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah
Elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah
Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah D. Hipotesis 1. Diduga produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, dan volume ekpor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. 2. Diduga elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis. E. Asumsi-asumsi Penelitian ini menggunakan asumsi bahwa variabel-variabel di luar model commit to user dianggap konstan (ceteris paribus).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Pembatasan Masalah 1. Data volume dan nilai ekpor terbatas berdasarkan Pemberitahuan ekspor Barang (PEB) yang kegiatan ekpornya dilakukan melalui pelabuhan di seluruh wilayah Jawa Tengah. 2. Data yang dianalisis terbatas pada data sekunder berupa data time series dalam rentang waktu 17 tahun (tahun 1987-2003). 3. Data yang diteliti terbatas untuk pasar luar negeri. 4. Jenis minyak cengkeh yang diteliti terbatas berasal dari daun cengkeh. G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel 1. Ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah yaitu kegiatan menjual minyak cengkeh hasil produksi Provinsi Jawa Tengah ke luar negeri. 2. Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah adalah jumlah minyak cengkeh yang diekspor dari Jawa Tengah ke luar negeri per tahun, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg). 3. Produksi minyak cengkeh Jawa Tengah adalah jumlah minyak cengkeh yang dihasilkan di wilayah Jawa Tengah per tahun, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg). 4. Harga Domestik minyak cengkeh adalah harga minyak cengkeh rata-rata terdeflasi per tahun di Jawa Tengah, dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg). Pengertian harga domestik minyak cengkeh dalam penelitian ini menggunakan konsep harga konstan (harga terdeflasi/riil). Harga konstan (base year price) adalah nilai barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar untuk menghilangkan pengaruh inflasi. Rumus harga terdeflasi menurut Widodo (2001) sebagai berikut: HKx = 100 . HBx IHKx Keterangan: HKx
= Harga konstan pada tahun x (harga terdeflasi tahun x) (Rp/kg)
HBx
= Harga berlaku (sebelum terdeflasi) pada tahun x (Rp/kg)
IHKx = Indeks harga konsumen pada tahun x commit to user 100 = Indeks harga konsumen pada tahun dasar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IHK yang digunakan dalam penelitian ini merupakan IHK umum yang berlaku di Jawa Tengah dengan tahun dasar 2002. Pemilihan tahun dasar ini berdasar pada ketentuan pemilihan tahun dasar menurut Dajan (1976), yaitu: 1) Sebagai tahun dasar, hendaknya dipilih tahun dimana keadaan perekonomian relatif stabil. Pada tahun-tahun yang perekonomiannya tidak stabil harga-harga akan berfluktuasi dengan hebat sedangkan kebiasaan membeli para konsumen tidak menentu. Harga pada tahun sedemikian ini tidak dapat dipakai sebagai dasar perbandingan. 2) Tahun dasar sebagai dasar perbandingan hendaknya jangan terlalu jauh dari tahun-tahun yang akan diperbandingkan. Makin jauh tahun dasar yang dipakai sebagai dasar perbandingan, makin kabur sifat perbandingan tersebut. 5. Harga ekspor minyak cengkeh adalah harga rata-rata relatif minyak atsiri yang diekspor per tahun, dihitung dengan membagi total nilai ekspor minyak cengkeh dengan total volume ekspor minyak cengkeh pada tahun yang sama. Total nilai ekspor minyak cengkeh adalah harga sampai di pelabuhan ekspor (harga FOB) yang dinyatakan dalam satuan dolar AS per kilogram (USD/kg). Harga tersebut lalu dideflasikan menjadi harga konstan. 6. Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah adalah nilai kurs tengah rata-rata Dolar AS terhadap rupiah per tahun yang berlaku di Bank Indonesia, dinyatakan dalam satuan rupiah per dolar AS (Rp/USD). 7. Volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya adalah jumlah minyak cengkeh yang dijual dari Jawa Tengah ke luar negeri pada tahun sebelumnya, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg). 8. Elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh adalah respon jumlah yang ditawarkan (volume ekspor minyak cengkeh) terhadap perubahan variabelvariabel yang mempengaruhi volume ekspornya. commit to user
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I.
METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu metode yang mempunyai ciri memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dimana data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 1994). B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan lokasi yang ditetapkan secara sengaja berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu (Wirartha, 2006). Lokasi penelitian yang dipilih adalah Provinsi Jawa Tengah, dengan pertimbangan bahwa Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mendominasi penanaman cengkeh di Indonesia. Data pendistribusian lahan cengkeh di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Distribusi Lahan Cengkeh Indonesia menurut Propinsi, Tahun 2007. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Provinsi Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Jawa Timur Jawa Tengah Maluku Jawa Barat Nanggroe Aceh Darusalam Maluku Utara Bali Lainnya Jumlah
Luas (ha) 74,844 44,446 41,084 41,004 38,280 35,740 32,318 22,166 17,240 15,617 90,553 453,292
% 16,5 9,8 9,1 9,1 8,4 7,9 7,1 4,9 3,8 3,4 20,0 100,0
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (Tree Crop Estate Statistic of Indonesia) 2007-2009: Cengkeh/Clove, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008. Selain luas lahannya, Jawa Tengah merupakan provinsi yang mengusahakan minyak cengkeh dan telah mengekspornya selama lebih dari 15 tahun secara kontinyu.
commit to user 25
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series dalam rentang waktu 17 tahun (tahun 1987-2003). Alasan pemilihan data penelitian di tahun 1987-2003 adalah karena keterbatasan data yang tersedia di dinas terkait jenis komoditas yang diteliti. Komoditas yang diteliti adalah minyak cengkeh, dan data terkait minyak cengkeh hanya tersedia dari tahun 1987 hingga tahun 2003. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, Dinas Perkebunan Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, dan Bank Indonesia Kantor Semarang, serta instansi-instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Pencatatan Pencatatan digunakan untuk mengumpulkan data primer dan sekunder, yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga, serta untuk mencatat informasi dari narasumber yang tekait dengan penelitian ini. 2. Wawancara Wawancara digunakan untuk mendapatkan penjelasan atas data-data sekunder yang dikumpulkan, serta keterangan-keterangan lain yang terkait dengan penelitian ini. Pencatatan digunakan untuk mendapatkan data sekunder, yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini, serta pencatatan atas data yang diperoleh dari hasil wawancara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
E. Metode Analisis Data 1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Hubungan ekspor dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dinyatakan dengan persamaan model regresi non linear berganda berbentuk kepangkatan, secara matematis dirumuskan sebagai berikut: Y = βo X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 X5β5 Keterangan: Y = volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah (kg) X1 = produksi minyak cengkeh Jawa Tengah (kg) X2 = harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah (Rp/kg) X3 = harga ekspor minyak cengkeh Jawa tengah (FOB) (USD/kg) X4 = nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah (Rp/USD) X5 = volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya (kg) bo = intersep b1-b5 = nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel Model regresi tersebut mencerminkan fungsi regresi populasi. Fungsi tersebut dapat ditaksir atas dasar fungsi regresi sampel. Parameter βo, β1, β2, β3, β4, β5 merupakan karakteristik dari suatu populasi. Estimasi parameter tersebut dilakukan dengan metode OLS (Ordinary Least Squre Method). Menurut Supranto (2004) model regresi dalam metode OLS berdasar pada asumsi klasik yang menghasilkan pemerkira linear terbaik tak bias (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator). Asumsi-asumsinya adalah: 1.
Nilai rata-rata kesalahan pengganggu nol.
2.
varian σ2 sama untuk semua kesalahan pengganggu (homoskedastis)
3.
tidak ada otokorelasi antara kesalahan pengganggu
4.
variabel bebas konstan dalam sampling yang terulang (repeated sampling) dan bebas terhadap kesalahan pengganggu.
5.
tidak ada kolinearitas ganda (multicollinearity) diantara variabel bebas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6.
4 digilib.uns.ac.id
kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian σ2 Oleh karena itu, model tersebut ditransformasikan dalam OLS linear /
model regresi linear berganda dengan me log-naturalkan persamaan tersebut menjadi: ln Y = ln βo+ β1 ln X1 + β2 ln X2 + β3 ln X3 + β4 ln X4 + β5 ln X5 Setelah ditransformasikan, hasilnya dikembalikan kedalam persamaan asal yaitu model regresi non linear berganda berbentuk perpangkatan. Y = βo X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 X5β5 Pengujian Model a. Uji koefisien determinasi (R2) Presentase variasi total ekspor minyak cengkeh (Y) yang dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya (X) diukur dengan koefisien determinasi (R2). Nilai R2 berkisar 0 - 1. Semakin besar R2 atau mendekati 1 maka semakin besar proporsi variasi variabel tak bebasnya. R2 = _ESS_ TSS Keterangan: ESS = Explained Sum of Squares (jumlah kuadrat regresi) TSS = Total Sum of Squares (jumlah kuadrat total) b. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh semua variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya dengan tingkat kepercayaan 90% (α=10%). Secara matematis uji F dirumuskan sebagai berikut: F hitung = _R2 / (k – 1)_ (1-R2) / (n – 1) Keterangan: R2
= koefisien determinasi
n
= jumlah sampel
k
= jumlah variabel
α
= tingkat signifikasicommit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan hipotesis: : βi = 0 (βi = β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0) atau koefisien regresi tidak
Ho
signifikan : βi ≠ 0 (βi/β1/β2/β3/β4/β5≠0) atau minimal salah satu bi bernilai
Ha
tidak nol atau koefisien regresi signifikan Menurut Gujarati (2002), uji signifikansi merupakan pendekatan alternatif, namun bersifat melengkapi dan merupakan pendekatan yang lebih singkat dalam suatu pengujian hipotesis. Kriterianya adalah sebagai berikut: 1) Suatu pengujian dikatakan signifikan secara statistik, apabila probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan tidaklah besar (lebih kecil dari α). 2) Suatu pengujian dikatakan tidak signifikan secara statistik, apabila probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan itu besar (lebih besar dari α). c. Uji t Untuk
mengetahui
apakah
variabel
bebas
secara
individu
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dilakukan uji t dengan tingkat kepercayaan 90% (α=10%). Secara matematis uji t dirumuskan sebagai berikut t hitung = ___βi____ Se (bi) Keterangan: bi
= koefisien regresi variabel bebas ke-i
Se (βi) = standar error koefisien regresi variabel bebas ke-i Hipotesis yang hendak diuji adalah Ho : βi = 0
Ha : βi ≠ 0
Kriteria pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Suatu pengujian dikatakan signifikan secara statistik, apabila commit to user probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan tidaklah besar (lebih kecil dari α). 2) Suatu pengujian dikatakan tidak signifikan secara statistik, apabila probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan itu besar (lebih besar dari α). d. Standar koefisien regresi Menurut Arief (1993), untuk menentukan variabel bebas yang paling menentukan dalam mempengaruhi dependent variable dalam suatu model regresi, maka digunakanlah koefisien beta (beta coefficient). Koefisien beta juga disebut standardized regression coefficient atau standar koefisien regresi. Nilai koefisien beta dirumuskan sebagai berikut: βi = β* Keterangan: βi
: Standar koefisien regresi variabel bebas ke-i
β*
: Koefisien regresi variabel bebas ke-i
σy
: Standar deviasi variabel tidak bebas
σi
: Standar deviasi variabel bebas ke-i Nilai βi yang paling besar menunjukkan variabel bebas yang
bersangkutan adalah yang paling dominan dalam penentuan nilai variabel tak bebas. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan terhadap asumsi klasik. Sumodiningrat (1999) menyatakan bahwa pelanggaran terhadap asumsi klasik menyebabkan terjadinya multikolinearitas (kolinearitas ganda), heteroskedastisitas, dan otokorelasi. Pelanggaran terhadap asumsi klasik berakibat pada ketidakbiasan pemerkira koefisien regresi (unbiased), varian dan koefisien-koefisien OLS akan salah commit to usermenjadi tidak efisien (inefficient). (underestimate) dan peramalan (prediksi)
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Uji multikolinearitas Multikolinearitas mengacu pada kondisi dimana terdapat korelasi linear diantara variabel bebas sebuah model. Jika dalam suatu model terjadi multikolinearitas, akan menyebabkan nilai R2 yang semakin tinggi dan lebih banyak variabel bebas yang tidak signifikan daripada variabel bebas yang signifikan atau bahkan tidak ada satupun. Untuk menguji ada atau tidaknya multikolinearitas dapat digunakan pendekatan matriks korelasi, dengan melihat nilai matriks Pearson correlation (PC). Apabila nilai PC < 0,8 berarti antar variabel bebas tidak terjadi multikolinearitas. Bila terjadi angka korelasi > 0,8 maka kedua variabel tersebut perlu dipertimbangkan apakah digunakan atau tidak dalam model (Soekartawi, 1993). b. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas bermakna variabel disturbansi tidak lagi mempunyai varian yang konstan untuk setiap observasi. Varian disturbansi menjadi nonrandom atau berubah-ubah dengan berubahnya nilai variabel bebas (Lains, 2003). Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Dalam penelitian ini digunakan metode grafik dengan melihat diagram pencar (scatterplot) untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas.
pengambilan
keputusan
Menurut
untuk
uji
Ghozali
(2006),
kriteria
heteroskedastisitas
dengan
menggunakan scatterplot adalah sebagai berikut: 1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
c. Uji otokorelasi Otokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi di antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (data silang/cross-sectional data). Suatu jenis pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui ada tidaknya otokorelasi adalah statistik d Durbin-Watson dengan kriteria: 1) 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi otokorelasi. 2) 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat disimpulkan. 3) DW < 1,21 atau DW > 2, 79 yang artinya terjadi otokorelasi. (Sulaiman, 2002). 2. Analisis Elastisitas Penawaran Ekspor Besar kecilnya perubahan ekspor sebagai akibat perubahan faktorfaktor yang mempengaruhi dapat diketahui dengan konsep elastisitas. Pada model double log, koefisien lereng (slope coefficient) βi merupakan elastisitas Y terhadap X (Sumodiningrat, 1993). Besarnya elastisitas dapat bervariasi antara nol sampai tak terhingga, bila: 1) Es = 0, penawaran bersifat inelastis sempurna, terjadi bila jumlah yang ditawarkan tidak berubah dengan adanya perubahan harga. 2) 0 < Es < 1, penawaran bersifat inelastis yang terjadi bila jumlah yang ditawarkan berubah dengan persentase lebih kecil dari perubahan harga. 3) Es = 1, penawaran bersifat elastis uniter, terjadi bila jumlah yang ditawarkan berubah dengan persentase sama dengan perubahan harga. 4) 1 < Es < ~, penawaran bersifat elastis, terjadi bila jumlah yang ditawarkan berubah dengan persentase lebih besar dari pada perubahan harga. 5) Es = ~, penawaran bersifat elastis sempurna, sempurna atau tak terhingga, terjadi bila penjual siap menjual dengan segala kemampuan mereka pada beberapa tingkat harga dan tidak sama sekali walaupun commit user dengan harga yang sedikit lebihtorendah. (Lipsey et al, 1990).
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya antara 5°40' dan 8°30' Lintang Selatan dan antara 108°30' dan 111°30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Batas-batas wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah: a. Sebelah Utara
: Laut Jawa
b. Sebelah Timur
: Provinsi Jawa Timur
c. Sebelah Selatan
: Daerah Istimewa Yogyakarta dan Samudra Hindia
d. Sebelah Barat
: Provinsi Jawa Barat
Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, 568 Kecamatan, 8.573 Kelurahan, dan 31.820 Desa. Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2009 tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 % dari luas Pulau Jawa (1,70 % luas Indonesia). Daerah yang terluas adalah Kabupaten Cilacap dengan luas sebesar 212.883 hektar, sedangkan daerah yang paling kecil adalah Kota Magelang dengan luas wilayah 1.803 hektar. 2. Luas Penggunaan Lahan Lahan di Jawa Tengah terdiri dari 991 ribu hektar (30,44 %) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,56 %) bukan lahan sawah. luas lahan sawah yang berpengairan
teknis
adalah
sebesar
383.262
hektar,
sisanya
berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain. Berikutnya, lahan kering dari bagian bukan lahan sawah sebagian besar dipakai untuk tegal/kebun. Data mengenai penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel berikut. commit to user 34
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan dan Jenis Pengairan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 Penggunaan Lahan Lahan Sawah Pengairan teknis Pengairan setengah teknis Pengairan sederhana Pengairan desa Tadah hujan Pasang surut Lebak, polder, dan lain-lain Subtotal Bukan Lahan Sawah Lahan kering: Bangunan/pekarangan Tegal/kebun Ladang/huma Padang rumput Sementara tidak diusahakan Hutan rakyat Hutan negara Perkebunan negara Lain-lain Lahan lainnya: Rawa-rawa (yang tidak ditanami) Tambak Kolam/empang Subtotal Total
Luas (Hektar) 383.262 133.769 136.635 52.596 282.521 1.613 1.256 991.652
503.923 730.370 13.413 1.184 1.628 103.402 578.107 69.345 204.284 9.035 39.810 8.259 2.262.760 3.254.412
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2010 Secara umum, pemanfaatan lahan di Provinsi Jawa Tengah meliputi 991.652,00 Ha lahan sawah dengan persentase 30,44% dan 2.262.760,00 Ha lahan bukan sawah dengan persentase 69,56%. Penggunaan lahan sawah terbesar adalah sawah irigasi teknis dengan luas 383.262 Ha. Selain lahan sawah pemanfaatan lahan yang lain ialah lahan bukan sawah yang terdiri dari pekarangan/bangunan, tegal/kebun, ladang, kolam/empang, tanaman kayukayuan dan perkebunan negara/swasta, hutan negara, dan lain-lain. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa sebagian besar lahan di Provinsi Jawa Tengah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, sehingga dapat diartikan bahwa sebagian besar masyarakat commit to Jawa user Tengah masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
Penggunaan lahan bukan sawah yang cukup besar adalah pekarangan/ bangunan dengan luas 503.923 hektar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan rumah tangga baru yang hidup menetap di Provinsi Jawa Tengah. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah atau tegal menjadi pekarangan/ bangunan sehingga akan menyebabkan penurunan output di sektor pertanian. Oleh karena itu perlu adanya usaha dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan output di sektor pertanian terutama sektor tanaman bahan makanan guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang semakin lama semakin bertambah. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan intensifikasi pertanian dan pembatasan alih fungsi lahan pertanian yang diharapkan dapat menambah dan mempertahankan output pertanian guna memenuhi ketersediaan pangan penduduk. 3. Keadaan Topografi Wilayah Keadaan topografi wilayah Jawa Tengah terdiri dari daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan daerah perbukitan dengan pegunungan yang landai sampai curam. Wilayah Jawa Tengah berdasarkan topografinya dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu bagian utara dan selatan yang sebagian besar terdiri atas dataran rendah dan pantai, serta bagian tengah yang terdiri dari dataran tinggi. Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa) 572 km) memiliki mata air di Pegunungan Sewu, sungai ini mengalir ke utara, melintasi Kota Surakarta, dan akhirnya menuju ke Jawa Timur dan bermuara di daerah Gresik (dekat Surabaya). Sungai-sungai yang bermuara di Laut Jawa diantaranya adalah Kali Pemali, Kali Comal, dan Kali Bodri. Sedang sungai-sungai yang bermuara di Samudra Hindia diantaranya adalah Serayu dan Kali Progo. Diantara waduk-waduk utama di Jawa Tengah adalah Waduk Gajahmungkur, Waduk Kedungombo, Rawa Pening, Waduk Cacaban, Waduk Malahayu dan Waduk Sempor. Terdapat 6 gunung berapi yang aktif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
di Jawa Tengah, yaitu Gunung Merapi (Boyolali), Gunung Slamet (Pemalang), Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing (Temanggung, Wonosobo), dan Gunung Dieng (Banjarnegara). Wilayah dataran di Provinsi Jawa Tengah memiliki ketinggian yang bervariasi, yakni dari ketinggian sekitar puluhan mdpl (meter di atas permukaan laut) hingga ketinggian >1000 mdpl. Adapun penggolongan wilayah di Jawa Tengah menurut ketinggian tempat dari permukaan laut adalah sebagai berikut: a. Ketinggian 0-100 mdpl, memanjang di sepanjang pantai utara dan selatan wilayah Jawa Tengah seluas 53,33% dari luas Jawa Tengah. b. Ketinggian 100-500 mdpl, memanjang di bagiantengah wilayah Jawa Tengah seluas 27,4% dari luas Jawa Tengah. c. Ketinggian 500-1000 mdpl dengan luas 14,7% dari luas Jawa Tengah. d. Ketinggian >1000 mdpl dengan luas 4,6% dari luas Jawa Tengah. Sedangkan klasifikasi wilayah Jawa Tengah berdasarkan derajat kemiringan tanahnya adalah sebagai berikut: a.
Derajat kemiringan 0o-2o meliputi 41,3% wilayah Jawa Tengah.
b.
Derajat kemiringan 2o-15o meliputi 27,7% wilayah Jawa Tengah.
c.
Derajat kemiringan 15o-40o meliputi 21,1% wilayah Jawa Tengah.
Derajat kemiringan >40o meliputi 9,8% wilayah Jawa Tengah. 4. Keadaan Tanah Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1969, jenis wilayah Jawa Tengah didominasi oleh tanah latosol, alluvial, dan gromosol sehingga hamparan tanah di provinsi ini tergolong tanah yang memiliki tingkat kesuburan relative subur. Adapun beberapa jenis tanah yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut: a.
Tanah alluvial, meliputi 29% wilayah Jawa Tengah. Jenis tanah ini terdapat di daerah pantai utara dan pantai selatan.
b.
Tanah regosol, meliputi 20,5% wilayah Jawa Tengah. Tanah ini tersebar di daerah perbukitan dan pegunungan kapur sepanjang Kabupaten Grobogan sampai dengan Kabupaten commit to userWonogiri.
perpustakaan.uns.ac.id
c.
38 digilib.uns.ac.id
Tanah latosol, meliputi 19% wilayah Jawa Tengah. Tanah ini banyak terdapat di daerah Kabupaten Brebes, Kabupaten Banyumas, dan daerah Kedu sampai Lawu.
d.
Tanah andosol sebesar 14% wilayah Jawa Tengah.
e.
Tanah gromosol sebesar 13,5% wilayah Jawa Tengah. Jenis tanah ini terdapat di daerah datar dan bergelombang seperti di daerah timur dan tenggara.
f.
Tanah litosol sebesar 9% wilayah Jawa Tengah.
g.
Tanah mediterania merah kuning sebesar 14% wilayah Jawa Tengah. Penyebarannya membujur dari Pegunungan Kedu hingga ke timur Pegunungan Lawu.
h.
Tanah hidromorf yang berada di sepanjang Kabupaten Kudus, Kabupaten Rembang, hingga Kabupaten Blora.
i.
Tanah podzolik kuning yang dapat dijumpai di daerah Kabupaten Purwokerto dan Kabupaten Purworejo.
5. Keadaan Iklim Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis. Menurut Stasiun Klimatologi Klas I Semarang, suhu udara rata-rata di Jawa Tengah tahun 2009 berkisar antara 24,5°C sampai dengan 28,2°C. Tempat-tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 75% sampai dengan 83%. Curah hujan tertinggi dan hari hujan terbanyak tercatat di Stasiun Meteorologi Cilacap yaitu sebesar 3.590 mm dan 207 hari. Daerah dengan curah hujan rendah dan sering terjadi kekeringan ketika musim kemarau berada di daerah Blora dan sekitarnya serta di bagian Selatan Kabupaten Wonogiri. B. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja 1. Jumlah dan Komposisi Penduduk Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009, jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 32,86 juta jiwa atau sekitar 14% dari jumlah pendudukcommit Indonesia. Jumlah tersebut menempatkan Jawa to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Tabel 7. Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
Laki-laki (jiwa) 16.368.724 16.054.473 16.064.122 16.192.295 16.123.190
Perempuan (jiwa) 16.540.126 16.123.257 16.316.157 16.434.095 16.741.373
Jumlah Total (jiwa) 32.908.850 32.177.730 32.380.279 32.626.390 32.864.563
Rasio jenis kelamin (sex ratio) 98,96 99,57 98,46 98,53 96,31
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2010 Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebanyak 238.173 jiwa. Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 96,31. Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Luas Daerah (km2) 32.544,12 32.544,12 32.544,12 32.544,12 32.544,12
Jumlah Penduduk (jiwa) 32.908.850 32.177.730 32.380.279 32.626.390 32.864.563
Kepadatan Penduduk per km2 1.011,21 988,74 994,97 1.002,53 1.009,85
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2010 Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah Jawa Tengah. Umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah kota dibandingkan di daerah kabupaten. Secara rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 1.010 jiwa/km2. Wilayah terpadat adalah Kota Surakarta dengan tingkat kepadatan sekitar 12 ribu jiwa/km2, sedangkan wilayah terjarang adalah Kabupaten Rembang dengan tingkat kepadatan sebesar 570 jiwa/km2.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 Kelompok Umur (tahun) 0-14 15-64 ≥ 65 Total
Jumlah (jiwa) 8.784.425 21.598.118 2.482.020 32.864.563
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, 2010 Komposisi penduduk Jawa Tengah menurut kelompok umur pada tahun 2009 didominasi oleh kelompok umus 15-64 tahun sebesar 21.598.118 jiwa. Penduduk usia 14 tahun ke bawah sebesar 8.784.425 jiwa. Sedangkan penduduk usia di atas 65 tahun memiliki jumlah terkecil yaitu sebanyak 2.482.020 jiwa. Jika digambarkan, komposisi penduduk Jawa Tengah menurut kelompok umur memiliki bentuk yang kecil di bagian atas kemudian membesar di bagian tengah dan menyempit di bagian bawah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Jawa Tengah adalah penduduk usia produktif dan termasuk dalam angkatan kerja. 2. Ketenagakerjaan Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas, dan dibedakan sebagai Angkatan Kerja dan bukan Angkatan Kerja. Adapun penduduk yang tergolong Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Jawa Tengah pada tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 10. Angkatan Kerja Dan Bukan Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009. Angkatan Kerja Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Bekerja
Mencari Pekerjaan
15.655.303 15.210.931 16.304.058 15.463.658 15.835.382
978.952 1.197.244 1.360.219 1.227.308 1.252.267
Bukan Angkatan Kerja Mengurus Sekolah Rumah Lainnya Tangga 4.408.095 4.133.181 2.147.948 4.481.229 4.233.527 1.918.152 1.899.719 4.156.073 1.458.103 1.867.882 4.328.235 1.524.518 1.879.303 4.271.035 1.431.538
Jumlah 27.323.479 27.041.083 25.178.172 24.411.601 24.669.525
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, 2010 Berdasarkan tabel di atas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2009 mencapai 17,09 juta orang atau naik sebesar 2,38 % dibanding tahun commit to user sebelumnya. Dengan angka ini, tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
Jawa Tengah tercatat sebesar 70,96 %. Sedangkan angka pengangguran terbuka di Jawa Tengah relatif kecil, yaitu sebesar 7,32 %. Mata pencaharian paling banyak adalah di sektor pertanian (37,04%), diikuti dengan perdagangan (21,86%), industri (16,78%), jasa (11,60%), konstruksi (6,49%), komunikasi (4,32%), keuangan (0,98%) dan paling kecil adalah di sektor pertambangan dan galian, listrik, gas dan air (0,93%). C. Keadaan Perekonomian 1. Struktur Perekonomian dan Pendapatan Perkapita Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2008 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, lebih lambat dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 4,71 % (2008 sebesar 5,46 %). Hal tersebut cukup beralasan mengingat kondisi perekonomian pada tahun ini cukup bergejolak dengan adanya krisis moneter yang melanda seluruh negara di dunia. Pertumbuhan riil sektoral tahun 2009 mengalami fluktuasi dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor jasa-jasa (7,85%), diikuti sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (7,78%), Pengangkutan dan komunikasi (6,96%), bangunan (6,77%), Perdagangan , hotel dan restoran (6,01%), listrik, gas, dan air bersih (5,55%), pertambangan dan penggalian (5,49%), pertanian (4,38%) dan pertumbuhan terlambat adalah sektor industri pengolahan (1,84%). Pada tahun 2009, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita atas dasar harga berlaku mencapai 11,9 juta rupiah, naik 7,49 % dari tahun sebelumnya. Sementara untuk PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 mencapai 5,3 juta rupiah atau meningkat 3,95 %. PDRB menurut komponen penggunaan terdiri dari konsumsi rumahtangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal serta ekspor dan impor barang dan jasa. PDRB dari sudut penggunaan yang terbesar adalah untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga. Menurut harga berlaku tahun 2009, konsumsi rumahtangga mempunyai konstribusi 62,52 % dari total PDRB Provinsi Jawa Tengah atau senilai 256.411,7 milyar rupiah. Dibandingkan tahun sebelumnya tersebut naik 10,55 %. Jika didasarkan commitnilai to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
harga konstan tahun 2000 nilainya mencapai 113.231,2 milyar rupiah, naik sebesar 5,42 % dari tahun 2008. Penggunaan lain yang cukup besar dari Produk Domestik Regional Bruto adalah untuk pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Menurut harga berlaku, tahun 2009 mencapai 75.945,2 milyar rupiah (meningkat sebesar 13,06 %), dan sebesar 31.865,3 milyar rupiah atas dasar harga konstan 2000 (meningkat sebesar 5,62 %). 2. Ekspor Impor Investasi yang ditanamkan di berbagai sektor ekonomi berhasil meningkatkan produksi. Meningkatnya produksi akan lebih mendorong ekspor. Nilai ekspor atas dasar harga berlaku yang dicapai Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 177.121,7 milyar rupiah, turun sebesar 1,92 % dari tahun sebelumnya. Kegiatan ekspor ke luar negeri sebesar 19,08 % dari total nilai ekspor. Sedangkan nilai ekspor atas dasar konstan 2000 hanya sebesar 81.697,4 milyar rupiah. Nilai impor barang dan jasa masih di bawah kegiatan ekspor. Pada tahun 2009, nilai impor atas dasar harga berlaku mencapai 170.338,2 milyar rupiah, naik 5,51 % dari tahun sebelumnya. Namun untuk nilai impor atas dasar harga konstan 2000 mengalami penurunan sebesar 0,64 % atau tercatat sebesar 78.131,4 milyar rupiah. D. Keadaan Pertanian 1. Pertanian Tanaman Bahan Makanan Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penyangga pangan nasional, oleh karena itu produktivitas padi lebih diutamakan untuk terus dipacu. Pada tahun 2009, produktivitas padi sekitar 55,56 kuintal per hektar, meningkat 1,07 % dibanding produktivitas tahun sebelumnya. Begitu pula dengan luas panen padi dan jumlah produksi padi yang juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 3,96 % dan 5,07 %. Sebagian besar produksi padi merupakan padi sawah, yaitu sekitar 97,71 %, sedangkan sisanya merupakan padi ladang Secara umum, luas panen, produktivitas per hektar dan produksi tanaman palawija di Jawa Tengah tahun 2009 hampir semua mengalami peningkatan dibandingkancommit denganto tahun user sebelumnya. Sedangkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
produksi beberapa jenis sayuran (bawang merah, bawang putih, kentang, kubis, cabe, tomat, wortel, kacang panjang, buncis, ketimun, dll) selama tahun 2005-2009 mengalami fluktuasi. Hampir semua produksi jenis sayuran mengalami peningkatan produksi, kecuali bawang putih, wortel, bayam, kubis, kacang merah dan lobak. Produksi beberapa jenis buah-buahan seperti mangga, rambutan, duku, klengkeng, blimbing, durian, pisang, salak, jeruk, nanas dan pepaya dalam periode tahun 2005–2009 juga fluktuatif. 2. Perkebunan Produksi tanaman perkebunan merupakan salah satu sumber devisa sector pertanian. Perkebunan terdiri dari perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Luas dan produksi tanaman perkebunan besar tahun 2009 pada umumnya mengalami penurunan dibanding dengan luas tanaman dan produksi tahun sebelumnya. Dilihat dari sisi luas, tanaman perkebunan rakyat yang mempunyai area yang cukup luas pada tahun 2009 adalah tanaman kelapa, tebu, kapok, kopi, cengkeh, tembakau dan jambu mete. Sedangkan dilihat dari sisi produksi, tanaman kelapa, tebu, kapok, tembakau, kopi dan nilam mempunyai produksi yang cukup besar. 3. Peternakan Jenis ternak yang diusahakan di Jawa Tengah, adalah ternak besar, yaitu sapi (potong/perah), kerbau dan kuda, sedangkan ternak kecil terdiri dari kambing, domba dan babi. Disamping itu juga diusahakan aneka ternak, termasuk unggas (ayam, itik dan burung puyuh) dan kelinci. Populasi ternak besar pada tahun 2009 untuk sapi, kerbau dan kuda masing-masing tercatat sebanyak 1.645.927 ekor, 105.506 ekor dan 14.264 ekor. Kabupaten Blora merupakan kabupaten dengan jumlah ternak besar terbanyak di Jawa Tengah. Pada tahun 2008, populasi kambing, domba dan babi yang merupakan ternak kecil tercatat sebanyak 3.356,80 ribu ekor, 2.083,43 ribu ekor dan 145,81 ribu ekor. Pada tahun 2009, populasi kambing, domba dan babi yang merupakan ternak kecil tercatat sebanyak 3.499.848 ekor, 2.148.752 ekor dan 144.027 ekor. Dibandingkan tahun sebelumnya, populasi ternak kecil dan unggas mengalami peningkatan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Banyaknya ternak besar yang dipotong pada tahun 2009, untuk sapi tercatat sebesar 255 ribu ekor (naik 25,87%), kerbau 14,5 ribu ekor (naik 10,54%) dan kuda 14 ekor (turun 12,5%). Untuk ternak kecil yang paling banyak dipotong adalah kambing sebanyak 695 ribu ekor (naik 28,04%) dan domba 394 ribu ekor (26,15%). Produksi telur (ayam ras, ayam kampung, itik dan burung puyuh) tahun 2009 tercatat sebesar 249,80 ribu ton, atau meningkat sebanyak 30,54% dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk produksi susu meningkat sebesar 2,05 %, sedangkan produksi kulit mengalami penurunan sebesar 1,76 %. 4. Perikanan Sub sektor perikanan, meliputi kegiatan usaha perikanan laut dan perikanan darat. Perikanan darat terdiri dari usaha budidaya (tambak, sawah, kolam, karamba) dan perairan umum (waduk, sungai, telaga dan rawa). Produksi yang dihasilkan dari kegiatan perikanan tersebut pada tahun 2008 di Jawa Tengah mencapai 358 ribu ton dengan nilai 2.896,7 milyar rupiah. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi ikan meningkat 11,68 % dan nilai produksinya meningkat 24,03 %. Produksi perikanan didominasi oleh perikanan laut sebesar 198 ribu ton (55,42 % dari total produksi perikanan) dengan nilai sebesar 1.105,92 milyar rupiah. Pada tahun 2009, produksi usaha budidaya perikanan dan perikanan di perairan umum mengalami peningkatan. Produksi usaha budidaya perikanan dan perikanan di perairan umum tercatat masing-masing sebesar 142,08 ribu ton dan 17,66 ribu ton dengan nilai produksi mencapai 1.630,1 milyar dan 160,7 milyar rupiah. 5. Kehutanan Luas hutan yang tercatat pada PT. Perhutani (Persero) Unit I Jawa Tengah 635.707,57 hektar atau 19,53 % dari total luas Jawa Tengah. Menurut fungsinya, hutan tersebut terbagi dalam hutan produksi (86,71%), hutan lindung (13,29%) dan suaka alam/hutan wisata. Pada tahun 2009, produksi kayu jati (pertukangan) tercatat sebanyak 171 ribu meter kubik, meningkat 4,91 % dibanding tahunto 2008. commit user Demikian pula dengan produksi
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kayu rimba yang mengalami peningkatan sebesar 2,64 %, yaitu dari 72 ribu kubik di tahun 2008 menjadi 74 ribu kubik di tahun 2009. E. Keadaan Umum Subsektor Perkebunan 1. Pembangunan Subsektor Perkebunan Pembangunan subsektor perkebunan di Jawa Tengah memiliki peran yang strategis, ditinjau dari aspek ekonomi, sosial maupun ekologi. Untuk itu, arah pembangunan perkebunan dalam jangka pendek adalah mendukung terwujudnya pemulihan ekonomi nasional dan berjalannya ekonomi daerah. Hal tersebut dilakukan dengan mengupayakan peningkatan ekspor dan penyediaan bahan baku industri, penciptaan sebesar-besar lapangan kerja produktif, tersedianya sarana dan prasarana pendukung, peningkatan kualitas sumberdaya perkebunan, peningkatan mutu dan pelestarian lingkungan hidup serta pengembangan diversifikasi usaha. Program pembangunan perkebunan bertujuan untuk meningkatkan kesediaan pangan dalam jumlah dan mutu yang cukup dengan tingkat distribusi dan harga yang terjangkau oleh masyarakat sepanjang waktu. Oleh karena itu, maka prioritas pembangunan perkebunan disesuaikan dengan program pertanian secara luas. Program tersebut tertuang dalam Program Pemerintah Daerah Jawa Tengah maupun arah pembangunan Departemen Pertanian Republik Indonesia yang meliputi atas tiga program, yaitu: a. Peningkatan ketahanan pangan Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesediaan pangan dalam jumlah dan mutu yang cukup dengan tingkat distribusi dan harga yang terjangkau
oleh
masyarakat
sepanjang
waktumelalui
produksi,
produktivitas, pendapatan usaha tani, perbaikan distribusi serta kualitas konsumsi serta kualitas gizi masyarakat. b. Program pengembangan agribisnis Program ini bertujuan untuk mengembangkan agrobisnis perkebunan yang berwawasan lingkungan guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk, mendayagunakan sumberdaya perkebunan di pedesaan dan meningkatkan pendapatan petanitopekebun. commit user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Program peningkatan kesejahteraan petani Program ini berujuan untuk membangun sosial masyarakat petani, kualitas sumberdaya manusia petani, dan peningkatan pendapatan petani dalam rangka mewujudkan kesejahteraan petani. 2. Luas dan Jenis Komoditas Luas total areal Perkebunan Rakyat, PTP Nusantara IX, dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) pada tahun 2009 sebesar 577.403,87 hektar dengan produksi sebesar 834.923,34 ton ditambah 974.654 butir kelapa kopyor. Adapun rincian luas areal dan produksi komoditas perkebunan adalah sebagai berikut: a. Perkebunan Rakyat Luas total areal perkebunan rakyat pada tahun 2009 sebesar 534.881,24 hektar atau 92,63% dari luas perkebunan di Jawa Tengah, dengan produksi sebesar 796.336 ton ditambah 974.654 butir kelapa kopyor. Komoditas yang diusahakan oleh perkebunan rakyat di Jawa Tengah sebanyak 65 komoditas, 23 diantaranya merupakan komoditas utama yang terdiri dari 17 tanaman tahunan dan 6 tanaman semusim. Komoditas unggulan dari tanaman tahunan meliputi aren, cassiavera, cengkeh, jambu mete, kakao, kapok, karet, kelapa dalam, kelapa deres, kemukus, kopi (kopi arabika, kopi robusta), lada, pala, panili, teh, glagah arjuna dan siwalan. Sedangkan dari tanaman semusim meliputi komoditas kapas, tebu, tembakau rakyat, tembakau virginia, tembakau asepan dan tembakau vorstenland.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 11. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah, 2005-2009 No
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Aren Casiavera Cengkeh Glagah arjuna Jambu mete Kakao Kapas Kapok Karet Kelapa Dalam Kelapa Deres Kemukus Kopi Lada Pala Panili Teh Tebu Temb. Asepan Temb. Rakyat Temb. Virginia Temb. Vorstenland Siwalan
2005 4.223 841 4.586 1.424 4.914 1.236 551 40.971 459 240.666 21.480 353 12.364 625 24 71 4.655 209.893 1.282 23.230 246 799 545
Produksi (Ton) 2006 2007 2008 4.017 3.510 3.487 817 545 494 4.032 6.295 5.869 1.406 1.415 1.412 8.706 8.313 8.537 1.157 1.113 1.083 179 219 89 39.130 39.403 39.570 544 550 732 231.846 230.910 230.426 21.499 22.184 21.918 373 363 357 12.396 13.659 13.704 955 956 923 23 35 35 73 57 69 4.400 5.009 5.579 223.516 243.632 272.007 909 2.198 3.311 17,109 26,832 21,598 40 22 15 682 625 406 545 545 545
2009 3.764 492 6.108 1.347 8.804 1.231 295 38.585 795 231.241 22.763 348 14.410 966 43 89 5.512 227.214 4.542 26,110 73 484 540
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah, 2009 Tabel 11 menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2009 produk perkebunan rakyat yang memiliki produksi terbesar adalah komoditas kelapa dalam. Besarnya produksi komoditas pala dari tahun ke tahun selama tahun 2005-2009 semakin menurun. Penurunan produksi kelapa dalam tersebut ada kaitannya dengan penurunan penggunaan lahan perkebunan rakyat di Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan adanya proyek pelebaran jalan, jaringan listrik baru, tanaman terserang hama dan penyakit, alih fungsi dari tanaman perkebunan ke tanaman non perkebunan dan alih fungsi lahan perkebunan menjadi perumahan. b. Perkebunan Negara (PTPN IX) Luas areal Perkebunan Negara di Jawa Tengah yang dikelola oleh PTPN IX tahun 2009 adalah seluas 30.998 hektar atau sekitar 5,37% dari luas perkebunan yang ada di Jawa Tengah. PTPN IX mengusahakan 7 macam komoditas, yaitu: karet,tokopi, commit userkapok, teh, pala, kakao dan kelapa. Luas areal masing-masing tanaman yaitu: karet 26.442 ha, kopi 1.442 ha,
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kapok 450 ha, teh 1.433 ha, pala 217 ha, kakao 529 ha dan kelapa 485 ha. Produksi masing-masing tanaman yaitu: karet 24.283 ton, kopi 1.233 ton, kapok 130 ton, teh 1.961 ton, pala 8 ton, kakao 151 ton dan kelapa 1.442.862 butir. c. Perkebunan Besar Swasta (PBS) Areal Konsesi Perkebunan Besar Swasta (PBS) di Jawa Tengah tahun 2009 adalah seluas 11.524,63 hektar atau sekitar 5,37% dari luas perkebunan yang ada di Jawa Tengah. PBS mengusahakan 7 macam komoditas yaitu karet, kopi, kapok, teh, cengkeh, kakao dan kelapa. Luas areal masing-masing komoditas yaitu: karet 5.208,72 ha, kopi 675,49 ha, kapok 523,51 ha, teh 2.451,01 ha, cengkeh 1.121,81 ha, kakao 1.242,07 ha dan kelapa 302,02 ha. Adapun produksi masing-masing yang dihasilkan adalah sebagai berikut: karet 4.420,39 ton, kopi 172,8 ton, kapok 197,38 ton, teh 4.395,03 ton, cengkeh 402,16 ton, kakao 1.232,87 ton dan kelapa 1.934.136 butir. 3. Produk Domestik Regional Bruto Pembangunan perkebunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan kelompok tani melalui peningkatan pendapatan yang merupakan salah satu indikator guna mendekati tingkat pertumbuhan ekonomi secara kuantitaif sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. Salah satu data statistik yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB bidang perkebunan tahun 2005 hingga 2009 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,15 % per tahun. PDRB tersebut dihitung atas dasar harga berlaku dengan tahun dasar 2002. PDRB subsektor perkebunan pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing sebesar: Rp 4.083.974,98; Rp 4.784.835,18; Rp 5.462.345,84; Rp 6.171.802,78; Rp 6.924.665,83.
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
V. HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Umum Minyak Cengkeh di Provinsi Jawa Tengah Fakta bahwa minyak cengkeh tidak dapat digantikan dengan produk sintetik, menjadikan komoditas ini selalu memiliki peluang di pasar internasional. Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi dan pengekspor minyak cengkeh terbesar kedua setelah Sulawesi selatan. Minyak cengkeh yang diekspor ke pasar luar negeri tersebut masih berupa minyak kasar (crude essential oil) yang belum diproses lebih lanjut. Minyak cengkeh yang diekspor dikemas dengan menggunakan drum aluminium, plat timah putih, atau drum besi. Tiap-tiap drum berisi 50 Kg netto minyak, dan disisakan rongga sekitar 5-10% dari volume drum. Selain itu ada minyak yang dikemas dalam botol dengan volume yang lebih sedikit, biasanya netto hanya 1-5 Kg. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data volume ekspor minyak cengkeh yang berfluktuasi selama kurun waktu 1987-2003. Fluktuasi volume ekspor tersebut memiliki kecenderungan menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 9.771,76 Kg atau sebesar 1,10% per tahun. Dalam rentang waktu 17 tahun tersebut, volume ekspor rata-rata minyak cengkeh Jawa Tengah mencapai 80,801.94 Kg per tahun dengan nilai ekspor rata-rata per tahunnya sebesar US$ 387,437.62. Naik turunnya volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah dipengaruhi berbagai hal. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap besarnya volume ekspor tersebut adalah produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Dolar AS, dan volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya. Masing-masing variabel yang diduga berpengaruh tersebut akan dibahas pada poin-poin di bawah. B. Volume Ekspor Minyak Cengkeh di Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang memproduksi dan mengekspor minyak atsiri ke pasar dunia. Minyak atsiri yang diekspor ke pasar luar negeri tersebut masih berupa minyak kasar (crude essential oil) yang belum diproses lebih lanjut. commit Eksporto minyak dalam wujud kasar tersebut user 49
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diakibatkan adanya keterbatasan sumber daya manusia dalam mengolah minyak cengkeh menjadi produk-produk turunannya. Adanya keterbatasan tersebut menyebabkan minimnya jumlah industri pengolahan yang ada di wilayah domestik. Di lain pihak, tingginya permintaan pasar luar negeri serta banyaknya jumlah industri yang memanfaatkan minyak cengkeh di luar negeri menyebabkan minyak cengkeh yang diproduksi di Jawa Tengah sebagian besar ditujukan untuk pasar luar negeri, dengan pasar utamanya adalah Amerika Serikat. Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah berfluktuasi dari tahun ke tahun, dengan laju pertumbuhan volume ekspor rata-rata sebesar -9.771,76 Kg atau -1,10% per tahun. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 12 berikut: Tabel 12. Perkembangan Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Tahun 1987-2003. Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Total Rata-rata
Volume Ekspor (kg) 171.280,00 16.000,00 65.500,00 73.100,00 80.700,00 35.027,00 75.000,00 283.400,00 222.033,33 160.666,67 99.300,00 37.012,00 2.818,00 16.900,00 18.104,00 11.632,00 5.160,00 1.373.633,00 80.801,94
Laju Pertumbuhan Kg 0 -155.280,00 49.500,00 7.600,00 7.600,00 -45.673,00 39.973,00 208.400,00 -61.366,67 -61.366,67 -61.366,67 -62.288,00 -34.194,00 14.082,00 1.204,00 -6.472,00 -6.472,00 -166.120,00 -9.771,76
% 0 -90,66 201,31 9,6 9,4 -69,6 100,12 202,37 -38,65 -47,64 -58,2 -87,73 -97,39 41,72 5,12 -39,75 -58,64 -18,62 -1,10
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003. Tabel 12 menunjukkan bahwa laju perkembangan ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah berfluktuasi dengan kecenderungan menurun dari tahun ke tahunnya. Fluktuasi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah berkaitan dengan jumlah permintaan dari negara-negara pengimpor serta kualitas minyak cengkeh yang dihasilkan. Volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1994 yaitu commit to user mencapai 283.400 Kg, sedangkan volume ekspor terendah terjadi pada tahun
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1999 yaitu hanya sebesar 2.818 Kg. Pada tahun 1994 terjadi peningkatan luas tanaman dan produksi di perkebunan Jawa Tengah untuk semua jenis tanaman termasuk tanaman cengkeh. Hal tersebut menjadikan berlimpahnya bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi minyak cengkeh, sehingga dengan meningkatnya produksi minyak cengkeh tersebut meningkatkan pula volume ekspornya. Sedangkan pada tahun 1999, terjadi penurunan luas tanaman cengkeh secara besar-besaran di perkebunan Jawa Tengah akibat adanya konversi tanaman cengkeh dengan tanaman perkebunan lain yang lebih menguntungkan. Hal tersebut menjadikan berkurangnya bahan baku yang dibutuhkan untuk memproduksi minyak cengkeh, sehingga dengan demikian menjadikan volume ekspornya merosot tajam. C. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh di Provinsi Jawa Tengah Variabel-variabel yang mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh adalah volume produksi minyak cengkeh (X1), harga domestik minyak cengkeh (X2), harga ekspor minyak cengkeh (X3), nilai tukar Amerika Serikat terhadap Rupiah (X4), dan volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya (X5). Berikut adalah hasil penelitian dari variabel-variabel yang diteliti: 1. Produksi Minyak cengkeh di Jawa Tengah (X1) Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mengusahakan minyak cengkeh untuk tujuan ekspor. Beberapa Kabupaten di Jawa Tengah yang mengusahakan minyak cengkeh adalah Kabupaten Banyumas, Batang, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Temanggung, Brebes, Purworejo, dan Kebumen. Minyak cengkeh
Jawa
Tengah sebagian besar
diusahakan di
tingkat hulu dengan cara yang masih tradisional dan kualitas minyak yang dihasilkan bervariasi oleh satu sentra dengan sentra produksi lainnya, tergantung dari teknik penyulingan yang digunakan. Teknik penyulingan yang digunakan pada umumnya masih sederhana, yaitu teknologi
penyulingan
uap-air
(water-steam
distillation)
dengan
menggunakan ketel penyuling bahan yang bukan stainless steel. commitdari to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggunaan teknologi dan ketel penyuling tersebut serta terbatasnya penguasaan teknologi proses menyebabkan rendemen dan mutu minyak cengkeh yang dihasilkan rendah, sehingga rata-rata produksi rendah dan umumnya tidak dapat langsung diekspor. Perkembangan produksi minyak cengkeh Jawa Tengah disajikan pada Tabel 13 berikut: Tabel 13. Perkembangan Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003. Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Total Rata-rata
Volume Produksi (kg) 179.802,65 16.558,00 67.400,70 73.995,34 152.494,33 36.365,24 76.891,53 284.595,30 226.449,09 175.899,57 99.929,56 78.100,87 4.584,35 21.408,66 19.527,56 12.106,58 5.606,87 1.531.716,20 90.100,95
Laju Pertumbuhan Kg % 0 0 -163.244,65 -90,79 50.842,70 30,70 6.594,64 9,78 78.498,99 101,09 -116.129,09 -79,15 40.526,29 100,44 207.703,77 230,13 -58.146,21 -40,43 -50.549,52 -46,32 -75.970,01 -45,19 -21.828,69 -27,84 -73.516,52 -98,13 16.824,31 36,99 -1.881,10 -18,79 -7.420,98 -38,67 -6.499,71 -58,69 -174.195,78 -34,87 -10.246,81 -2,05
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003. Tabel 13 menunjukkan produksi minyak cengkeh Jawa Tengah yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata sebesar -10.246,81 Kg atau -2,05% per tahun. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 1994 yaitu meningkat sebesar 207.703,77 Kg (230,13%) dari tahun sebelumnya. Sedangkan laju terendah terjadi pada tahun 1988 yaitu menurun sebesar 163.244,65 Kg (-90.79%) dari tahun sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, persentase volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah terhadap volume produksinya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut: commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 14. Persentase Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Terhadap Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa Tengah. Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Total Rata-rata
Vol. Produksi (Kg) 179,802.65 16,558.00 67,400.70 73,995.34 152,494.33 36,365.24 76,891.53 284,595.30 226,449.09 175,899.57 99,929.56 78,100.87 4,584.35 21,408.66 19,527.56 12,106.58 5,606.87 1,531,716.20 90,100.95
Vol. Ekspor (Kg) 171,280.00 16,000.00 65,500.00 73,100.00 80,700.00 35,027.00 75,000.00 283,400.00 222,033.33 160,666.67 99,300.00 37,012.00 2,818.00 16,900.00 18,104.00 11,632.00 5,160.00 1,373,633.00 80,801.94
Persen ekspor terhadap produksi (%) 95.26 96.63 97.18 98.79 52.92 96.32 97.54 99.58 98.05 91.34 99.37 47.39 61.47 78.94 92.71 96.08 92.03 1,491.60 87.74
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa persentase rata-rata volume ekspor minyak cengkeh terhadap volume produksinya adalah sebesar 87,74%, sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1993), bahwa sebagian besar minyak atsiri yang diproduksi di dalam negeri memang ditujukan untuk pasar ekspor. 2. Harga Domestik Minyak cengkeh di Jawa Tengah (X2) Perkembangan harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah dalam kurun waktu 1987-2003 berfluktuasi baik menurut harga berlaku maupun harga konstan. Perkembangan harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah disajikan pada Tabel 15 berikut:
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 15. Perkembangan Harga Domestik Minyak cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003. Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Total Rata-rata
IHK 2002 = 100 18,63 20,15 21,52 24,13 26,31 28,84 32,17 35,19 37,65 40,83 42,62 47,26 80,47 81,54 88,52 100,00 112,36 838,19 49,31
Harga Harga Berlaku Konstan (Rp/Kg) (Rp/Kg) 1.778,00 4.176,06 1.196,00 5.935,48 1.614,00 7.500,00 2.032,00 8.421,05 2.450,00 9.312,05 3.228,00 11.192,79 3.621,00 11.255,83 18.122,00 51.497,58 32.623,00 86.648,07 47.124,00 115.415,14 61.625,00 144.591,74 41.541,50 87.899,92 21.458,00 26.665,84 22.108,00 27.113,07 23.438,00 26.477,63 40.500,00 40.500,00 29.850,00 26.566,39 354.308,50 691.168,64 20.841,68 40.656,98
Laju Perkembangan (%) Berlaku Konstan 0 0 -32,73 42,13 34,95 26,36 25,90 12,28 20,57 10,58 31,76 20,20 12,17 0,56 400,47 357,52 80,02 68,26 44,45 33,20 30,77 25,28 -32,59 -39,21 -48,35 -69,66 3,03 1,68 6,02 -2,34 72,80 52,96 -26,30 -34,40 622,94 505,38 36,64 29,73
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003. Tabel 15 menyajikan dua macam harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah serta perkembangannya selama kurun waktu 1987-2003. Macam harga domestik yang disajikan berupa harga berlaku dan harga konstan. Harga berlaku adalah harga pada saat komoditas diperdagangkan, sedangkan harga konstan adalah harga berlaku yang telah dideflasikan atau disesuaikan berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Harga domestik minyak cengkeh yang dianalisis dalam penelitian ini adalah harga konstan dengan pertimbangan untuk menghilangkan pengaruh inflasi selama rentang waktu penelitian. Tabel 15 juga menunjukkan perkembangan harga domestik yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dengan rata-rata peningkatan per tahunnya sebesar Rp 20.841,68 (36.64% per tahun) untuk harga berlaku, dan Rp 40.656,98 (29,73% per tahun) untuk harga konstan. Pada harga berlaku, harga domestik minyak cengkeh tertinggi terjadi pada tahun 1997 yaitu Rp 61.625,00 per Kg, sedangkan hargatoterendah terjadi di tahun 1988 yaitu Rp commit user 1.196,00 per Kg. Pada harga konstan, harga domestik minyak cengkeh
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tertinggi terjadi pada tahun 1997 yaitu Rp 144.591,74 per Kg, sedangkan harga terendah terjadi di tahun 1987 yaitu Rp 4.176,06 per Kg. 3. Harga Ekspor Minyak Cengkeh di Jawa Tengah (X3) Harga ekspor merupakan harga komoditas saat diperdagangkan di pasar internasional. Dengan memperhatikan perkembangan harga ekspor suatu komoditas yang diekspor, dapat diketahui seberapa besar potensi komoditas tersebut dalam memberikan sumbangan terhadap perolehan devisa negara. Perkembangan harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah selama kurun waktu 1987-2003 dapat dilihat pada Tabel 16 berikut. Tabel 16. Perkembangan Harga Ekspor Minyak cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003. Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Total Rata-rata
Volume Ekspor (Kg) 171.280,00 16.000,00 65.500,00 73.100,00 80.700,00 35.027,00 75.000,00 283.400,00 222.033,33 160.666,67 99.300,00 37.012,00 2.818,00 16.900,00 18.104,00 11.632,00 5.160,00 1.373.633,00 80.801,94
Nilai FOB (US$) 309.245,00 45.012,00 155.177,00 194.172,15 233.167,30 101.185,00 810.000,00 953.016,00 773.918,00 594.820,00 415.722,00 70.205,00 9.822,00 494.296,00 940.111,00 475.560,71 11.010,42 6.586.439,58 387.437,62
Harga Ekspor (US$/Kg) Berlaku Konstan 1,81 9,69 2,81 13,96 2,37 11,01 2,66 11,01 2,89 10,98 2,89 10,02 10,80 33,57 3,36 9,56 3,49 9,26 3,70 9,07 4,19 9,82 1,90 4,01 3,49 4,33 29,25 35,87 51,93 58,66 40,88 40,88 2,13 1,90 170,54 283,60 10,03 16,68
Laju Perkembangan (%) Berlaku Konstan 0 0 55,82 44,06 -15,79 -21,15 12,12 -0,01 8,77 -0,24 -0,02 -8,79 273,86 235,16 -68,86 -71,54 3,65 -3,12 6,21 -2,06 13,08 8,33 -54,69 -59,14 83,75 7,92 739,15 728,14 77,54 63,54 -21,27 -30,31 -94,78 -95,35 1.018,56 795,46 59,92 46,79
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah mengalami fluktuasi dengan harga rata-rata per tahun sebesar US$ 10,03 untuk harga berlaku, dan US$ 16,68 untuk harga konstan. Harga berlaku tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar US$ 51,93, dan harga terendah terjadi pada tahun 1987 dengan harga sebesar US$ 1,81. Sedangkan harga konstan tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar US$ 58,66, dan harga terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar US$ 2,13. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pertumbuhan harga berlaku lebih cepat daripada harga konstan. Kondisi tersebut terjadi karena harga berlaku merupakan harga yang masih terpengaruh oleh inflasi maupun kondisi nilai tukar mata uang pada waktu tertentu. Sedangkan harga konstan merupakan harga yang telah mengalami penyesuaian dengan kondisi perekonomian pada tahun yang dianggap stabil (terdeflasi), yaitu berdasaran Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun dasar tertentu (tahun 2002). Adanya pendeflasian tersebut menyebabkan kenaikan harga berlaku terlihat cepat dibandingkan dengan harga yang sebenarnya. 4. Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat Terhadap Rupiah (X4) Nilai tukar Dolar Amerika Serikat (AS) terhadap Rupiah adalah harga satu satuan dolar AS diukur dengan mata uang rupiah. Dolar AS merupakan mata uang asing yang berperan penting dalam kegiatan perdagangan internasional. Perubahan kurs dolar AS terhadap rupiah dapat menjadi pemicu naik turunnya ekspor produk pertanian, dalam hal ini minyak cengkeh. Perkembangan nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah dapat dilihat pada Tabel 17 berikut: Tabel 17. Perkembangan Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat Terhadap Rupiah, Tahun 1987-2003. Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Total Rata-rata
Nilai Tukar Dolar AS Terhadap Rupiah (Rp/US$) Berlaku Konstan 1.650,00 8.856,68 1.729,00 8.580,65 1.795,48 8.343,31 1.901,00 7.878,16 1.992,00 7.571,27 2.062,00 7.149,79 2.110,00 6.558,91 2.200,00 6.251,78 2.308,00 6.130,15 2.383,00 5.836,39 4.650,00 10.910,37 8.025,00 16.980,53 7.100,00 8.823,16 9.595,00 11.767,23 10.400,00 11.748,76 8.940,00 8.940,00 8.465,00 7.533,82 77.305,48commit 149.860,96 to user 4.547,38 8.815,35
Laju Perkembangan (%) Berlaku Konstan 0 0 4,79 -3,12 3,84 -2,77 5,88 -5,58 4,79 -3,90 3,51 -5,57 2,33 -8,26 4,27 -4,68 4,91 -1,95 3,25 -4,79 95,13 86,94 72,58 55,64 -11,53 -48,04 35,14 33,37 8,39 -0,16 -14,04 -23,91 -5,31 -15,73 217,93 47,50 12,82 2,79
Sumber : Bank Indonesia Kantor Semarang, 1987-2003.
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 17 menunjukkan perkembangan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Pada nilai berlaku, kurs tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 10.400,00, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 1987 yaitu sebesar Rp 1.650,00. Pada nilai konstan, kurs tertinggi terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar Rp 11.767,23, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 1996 yaitu sebesar Rp 5.836,39. Harga berlaku mempunyai kecenderungan meningkat karena masih dipengaruhi oleh inflasi. Peningkatan terbesar pada harga berlaku terjadi pada tahun 1997 yaitu sebesar 95,13% dari nilai sebelumnya. Sedangkan laju perubahan rata-ratanya sebesar 12,82% per tahun. Fluktuasi kurs yang terjadi pada harga berlaku merupakan dampak dari adanya inflasi yang terjadi pada tahun tersebut, perekonomian suatu negara, serta dipengaruhi oleh daya beli masyarakat terhadap barang impor. Keadaan tersebut mempengaruhi tingkat kurs Rupiah terutama terhadap Dolar Amerika Serikat. Dari hasil penelitian terhadap variabel-variabel bebas dan tak bebas yang telah disajikan pada bab ini, maka dapat disusun sebuah tabel baru yang menyajikan variabel-variabel penelitian menjadi sebagai berikut: Tabel 18. Rekapitulasi Variabel-Variabel Penelitian. Tahun
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Volume ekspor (Kg) Y 171.280,00 16.000,00 65.500,00 73.100,00 80.700,00 35.027,00 75.000,00 283.400,00 222.033,33 160.666,67 99.300,00 37.012,00 2.818,00 16.900,00 18.104,00 11.632,00 5.160,00
Volume Harga produksi domestik (Kg) (Rp/Kg) X1 X2 179.802,65 4.176,06 16.558,00 5.935,48 67.400,70 7.500,00 73.995,34 8.421,05 152.494,33 9.312,05 36.365,24 11.192,79 76891,53 11.255,83 284.595,30 51.497,58 226.449,09 86.648,07 175.899,57 115.415,14 99.929,56 144.591,74 78.100,87 87.899,92 4.584,35 26.665,84 21.408,66 27.113,07 19.527,56 26.477,63 12.106,58 40.500,00 commit26.566,39 to user 5.606,87
Harga ekspor (US$/Kg) X3 9,69 13,96 11,01 11,01 10,98 10,02 33,57 9,56 9,26 9,07 9,82 4,01 4,33 35,87 58,66 40,88 6,46
Kurs X4 8.856,68 8.580,65 8.343,31 7.878,16 7.571,27 7.149,79 6.558,91 6.251,78 6.130,15 5.836,39 10.910,37 16.980,53 8.823,16 11.767,23 11.748,76 8.940,00 7.533,82
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003.
Volume ekspor tahun sebelumnya X5 195.240,00 171.280,00 16.000,00 65.500,00 73.100,00 80.700,00 35.027,00 75.000,00 283.400,00 222.033,33 160.666,67 99.300,00 37.012,00 2.818,00 16.900,00 18.104,00 11.632,00
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Hasil Analisis Data Dengan menggunakan analisis regresi linier logaritma natural berganda dengan bantuan program SPSS diperoleh persamaan sebagai berikut: Ln Y = 3,356 + 0,985 ln X1 – 0,001 ln X2 + 0,171 ln X3 – 0,457 ln X4 + 0,035 ln X5 Bila dikembalikan kedalam bentuk aslinya, persamaan diatas dapat ditulis kembali menjadi persamaan linier berbentuk kepangkatan sebagai berikut: Y = 28,67 X10,985 X2-0,001 X30,171 X4-0.457, X50,035 1. Ketepatan Model Ketepatan model ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2). Dari hasil analisis, diperoleh nilai R2 sebesar 0,983 dan nilai adjusted R2 sebesar 0,975. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan persamaan regresi tersebut tepat untuk digunakan (goodness of fit). Berdasarkan nilai R2 yang diperoleh, dapat diartikan bahwa seluruh variabel bebas yang digunakan dalam penelitian, yaitu produksi minyak cengkeh Jawa Tengah (X1), harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah (X2), harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah (X3), nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (X4) dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya (X5) secara bersama-sama mampu menjelaskan variasi perubahan yang terjadi pada variabel tidak bebasnya yaitu volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah sebesar 98,3%. Sedangkan sisanya 1,7% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model yang digunakan dalam penelitian. 2. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh secara keseluruhan dari variabel bebas (X1-X5) terhadap variabel tak bebas (Y), dengan kriteria jika nilai signifikansinya lebih kecil dari α 10%, maka variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. Hasil analisis penelitian ini dengan uji F dapat dilihat pada Tabel berikut: commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 19. Analisis Varian Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Model Regresi Residu Total
Jumlah Kuadrat 27,574 0,483 28,057
Derajat Rata-rata Fhitung Kebebasan Kuadrat 5 5,515 125,667 11 0,044 16
FTabel
Sig.
3,62
0,000
Sumber: Hasil analisis data sekunder Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa dari hasil uji F diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian, yaitu produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya yaitu volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada tingkat kepercayaan 90%. 3. Uji t Uji t adalah uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Kriteria yang digunakan adalah jika nilai signifikansi lebih kecil dari α 10%, maka variabel bebas tersebut berpengaruh secara parsial terhadap variabel tidak bebas. Hasil analisis dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 20. Analisis Pengaruh Masing-masing Variabel Bebas Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Variabel Produksi minyak cengkeh (X1) Harga Domestik minyak cengkeh (X2) Harga Ekspor minyak cengkeh (X3) Kurs Dolar AS terhadap Rupiah (X4) Volume ekspor tahun sebelumnya (X5)
Koefisien Regresi 0,985 -0,001 0,171 -0,457 0,035
t hitung
Sig.
18,762 -0,016 2,024 -2,241 0,586
0,000 0,988 0,068 0,047 0,570
Sumber : Hasil Analisis Data Sekunder Berdasarkan Tabel 20 diketahui variabel bebas yang mempunyai nilai signifikansi kurang dari ataucommit sama dengan to user nilai α 10% adalah variabel yang secara individu berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tengah. Variabel yang secara individu berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah adalah variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah (X1), harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah (X3), dan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (X4). Sedangkan variabel-variabel harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah (X2) dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya (X5) mempunyai nilai signifikansi yang lebih besar dari nilai α 10%, sehingga dapat diartikan bahwa kedua variabel tersebut secara individu tidak berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. 4. Standar Koefisien Regresi Variabel bebas yang paling berpengaruh diketahui dari perhitungan nilai standar koefisien regresi atau beta coefficient. Perhitungan ini dilakukan untuk variabel-variabel yang secara individual berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Hasil perhitungan sebagai berikut. Tabel 21. Nilai Standar Koefisien Regresi Tiap Variabel Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Variabel Produksi minyak cengkeh (X1) Harga Ekspor minyak cengkeh (X3) Kurs Dolar AS terhadap Rupiah (X4)
Standar koefisien Regresi 1,0172 0,3159 -2,1816
Peringkat 2 3 1
Sumber : Hasil analisis data sekunder Tabel 21 diatas menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai standar koefisien regresi terbesar adalah variabel kurs Dolar AS terhadap Rupiah dengan nilai standar koefisien regresi sebesar 2,1816 dengan arah hubungan negatif. Hal ini berarti bahwa variabel kurs Dolar AS terhadap Rupiah memberikan pengaruh yang terbesar dibandingkan dengan variabel lain yang digunakan dalam model. Hubungan negatif menjelaskan bawa bila terjadi kenaikan kurs Dolar AS terhadap Rupiah, maka volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah akan menurun, begitu juga sebaliknya. 5. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik Model yang telah diperoleh harus diuji terlebih dahulu untuk memastikan bahwa model tersebut commit tosudah user memenuhi syarat sebagai model yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimation) atau belum. Pengujian model
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
agar termasuk dalam BLUE dilakukan dengan uji multikolineritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. a. Multikolineritas Multikolinieritas merupakan keadaan adanya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Sedangkan untuk model regresi yang baik seharusnya tidak ada korelasi antar variabel bebas. Oleh karena itu, untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai matrik Pearson Correlation (PC < 0,8). Tabel 22. Matriks Korelasi Correlations Pearson Correlation LnY LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 Sig. (1-tailed) LnY LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 N LnY LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5
LnY 1.000 .984 .111 -.116 -.372 .587 . .000 .335 .328 .071 .007 17 17 17 17 17 17
LnX1 .984 1.000 .135 -.187 -.294 .599 .000 . .302 .237 .126 .006 17 17 17 17 17 17
LnX2 .111 .135 1.000 -.101 .132 .144 .335 .302 . .349 .307 .290 17 17 17 17 17 17
LnX3 -.116 -.187 -.101 1.000 .157 -.482 .328 .237 .349 . .273 .025 17 17 17 17 17 17
LnX4 -.372 -.294 .132 .157 1.000 -.292 .071 .126 .307 .273 . .128 17 17 17 17 17 17
LnX5 .587 .599 .144 -.482 -.292 1.000 .007 .006 .290 .025 .128 . 17 17 17 17 17 17
Sumber: Hasil analisis data sekunder Berdasarkan Tabel 22 di atas, hasil dari analisis diperoleh nilai matrik Pearson Correlation antar variabel bebas yang terbesar adalah 0,599, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model yang digunakan tidak terjadi multikolinieritas. b.
Autokorelasi Autokorelasi merupakan suatu keadaan dimana dalam suatu persamaan regresi terdapat hubungan atau korelasi antara kesalahan penggangu. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat diketahui dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Sedangkan kriteria pengujian yang digunakan adalah:
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
1,65 < DW < 2,35 artinya tidak terjadi autokorelasi.
2.
1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 artinya tidak dapat disimpulkan.
3.
DW < 1,21 atau DW > 2,79 artinya terjadi autokorelasi.
Tabel 23. Nilai Durbin Watson Model Summaryb Model 1
R .991a
R Square .983
Adjusted R Square .975
Std. Error of the Estimate .20948
DurbinWatson 2.265
a. Predictors: (Constant), LnX5, LnX2, LnX4, LnX3, LnX1 b. Dependent Variable: LnY
Sumber: Hasil analisis data sekunder Berdasarkan Tabel 23, hasil analisis dapat diketahui nilai Durbin Watson yaitu sebesar 2,265 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model yang digunakan tidak terjadi autokorelasi karena nilai tersebut berada di wilayah kriteria 1,65 < DW < 2,35. Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan diagram pencar (scatterplot). Scatterplot
Dependent Variable: LnY 2
Regression Standardized Predicted Value
c.
1
0
-1
-2 -2
-1
0
1
Regression Standardized Residual
Gambar 7. Diagram Pencar (Scatter Plot) Berdasarkan scatterplot dapat diketahui bahwa titik-titik yang ada commit to user dalam diagram tidak membentuk suatu pola tertentu, menyebar secara
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
acak dan tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan kondisi yang demikian, berarti dapat disimpulkan bahwa di dalam model yang digunakan tidak terjadi heterokedastisitas. 6. Elastisitas Ekspor Minyak Cengkeh di Jawa Tengah Pengukuran elastisitas ekspor bertujuan untuk mengetahui seberapa besar perubahan yang terjadi pada volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah apabila terjadi perubahan pada variabel-variabel bebas yang mempengaruhinya. Dengan menggunakan model regresi log-ganda, maka koefisien kemiringan (slope coefficient) atau koefisien regresi (b1) dari masing masing variabel bebas merupakan ukuran elastisitas variabel tidak bebas (volume
ekspor
minyak
cengkeh)
terhadap
variabel
bebas
yang
mempengaruhinya. Koefisien regresi yang selanjutnya disebut koefisien elastisitas dihitung hanya pada variabel bebas yang secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel volume ekspor minyak cengkeh. Adapun koefisien elastisitas variabel tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 24. Nilai Koefisien Elastisitas Variabel bebas yang Berpengaruh Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah. Variabel Produksi minyak cengkeh (X1) Harga Ekspor minyak cengkeh (X3) Kurs Dolar AS terhadap Rupiah (X4)
Koefisien Elastisitas 0,985 0,171 -0,457
Keterangan Inelastis Inelastis Inelastis
Sumber: Hasil analisis data sekunder Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa nilai koefisien elastisitas dari variabel bebas produksi dan harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah memiliki nilai elastisitas yang kurang dari satu (Es < 1) dengan arah hubungan positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap perubahan yang terjadi pada produksi dan harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Artinya, volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah akan mengalami perubahan ketika produksi dan harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah berubah dengan presentase perubahan jumlah volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah lebih kecil daripada presentase perubahan kedua variabel bebas tersebut. commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah memiliki nilai elastisitas sebesar 0,985. Artinya apabila terjadi peningkatan produksi minyak cengkeh sebesar 1% maka akan meningkatkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,985% dalam kondisi normal, begitu pula sebaliknya. Variabel harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah memiliki nilai elastisitas sebesar 0,171. Artinya apabila terjadi peningkatan harga ekspor minyak cengkeh sebesar 1% maka akan meningkatkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,171% dalam kondisi normal dan begitu pula sebaliknya. Nilai koefisien elastisitas variabel bebas kurs dolar AS terhadap Rupiah memiliki nilai elastisitas yang kurang dari satu (Es < 1) dengan arah hubungan negatif. Besarnya koefisien elastisitas variabel adalah sebesar -0,457 artinya apabila terjadi peningkatan kurs dolar AS terhadap Rupiah sebesar 1% maka akan menaikkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,457% dalam kondisi normal dan begitu pula sebaliknya.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
VI. PEMBAHASAN
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor
minyak cengkeh Jawa Tengah, harga
domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, secara bersama-sama mampu menjelaskan perubaan yang terjadi pada volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah sebesar 98,3%. Variabel-variabel bebas tersebut secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah yang diketahui dari uji F, dimana nilai signifikansinya lebih kecil dari α 10% (0,000 < 0,10). Sedangkan melalui uji t, variabel yang secara individu berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh adalah variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, dan Kurs Dolar AS tehadap Rupiah. Lebih rincinya, variabel-variabel dalam penelitian dijelaskan sebagai berikut: 1. Produksi Minyak Cengkeh di Jawa Tengah Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel produksi lebih kecil dari α 10% (0,000 < 0,10). Hal ini berarti variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah berpengaruh secara individu terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah pada tingkat kepercayaan 90%. Nilai koefisien regresi dari variabel produksi yang juga merupakan koefisien elastisitas menunjukkan nilai sebesar 0,985 dengan arah hubungan yang positif. Artinya apabila terjadi peningkatan produksi minyak cengkeh sebesar 1% maka akan meningkatkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,985%. Dengan kata lain volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap perubahan jumlah produksi minyak cengkeh Jawa Tengah. Usaha minyak cengkeh bersifat musiman karena sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku. Pada musim kemarau ketersediaan bahan baku melimpah dan sebaliknya pada musim penghujan terjadi kekurangan suplai commit user bahan baku. Bahan baku utama yangtodigunakan pada minyak daun cengkeh
65
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
adalah daun cengkeh kering. Bahan baku ini berasal dari dedaunan yang sudah gugur, atau daun yang diperoleh setelah pemangkasan tajuk kemudian dikeringkan. Apabila dedaunan tersebut diperoleh dari hasil pemangkasan, maka pemangkasan dihentikan ketika tanaman cengkeh masuk pada masa pembungaan. Pada umumnya, proses produksi minyak cengkeh dapat dilakukan 5-6 bulan dalam satu tahun. Daerah penyebaran usaha kecil yang bergerak pada industri minyak cengkeh mengikuti sebaran daerah produksi masing-masing tanaman penghasilnya. Secara umum, rantai aliran komoditas dan pelaku yang terlibat dalam agroindustri minyak cengkeh tersebut relatif panjang. Pasar domestik bahan dan produk minyak cengkeh bersifat oligopsoni, yaitu kondisi dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas komoditas di pasaran. Kondisi yang demikian menyebabkan posisi tawar penyuling relatif lemah dibandingkan pedagang pengumpul yang sebagian besar sekaligus sebagai agen dari eksportir. Menurut Polontalo (2009), rantai pemasaran komoditas minyak cengkeh dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 8. Bagan Alur Pemasaran Minyak cengkeh Minyak cengkeh yang diproduksi di Jawa Tengah sebagian besar dihasilkan oleh usaha kecil dengan teknologi proses dan peralatan penyulingan yang masih sederhana, sehingga menghasilkan produk dengan rendemen dan kualitas yang rendah. Rendemen dan kualitas minyak yang rendah commit userdiproduksi tidak dapat langsung menyebabkan minyak cengkeh yang totelah
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
diekspor. Agar dapat diekspor, minyak cengkeh harus melewati tahap pemurnian untuk dapat memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan pada masing-masing jenis minyak cengkeh. Pelaku pemurnian biasanya adalah pedagang pengumpul atau eksportir, dan tak jarang mereka mencampurkan bahan-bahan lain sehingga menurunkan mutu dan hasil minyak yang jauh di bawah standar mutu. Penurunan mutu ini menyebabkan minyak cengkeh asal Jawa Tengah tidak mampu bersaing dengan negara-negara lain dan berakibat pada turunnya volume ekspor Jawa Tengah di pasaran dunia. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata sebesar 87,74% produksi minyak cengkeh Jawa Tengah ditujukan untuk pasar luar negeri. Dengan kenyataan tersebut, volume ekspor sangat bergantung kepada volume produksinya. Berkurang atau terhentinya volume produksi akan mempengaruhi volume ekspor yang ditawarkan ke pasar internasional. Sehingga dengan demikian menjadikan variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. 2. Harga Domestik Minyak cengkeh di Jawa Tengah Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel harga domestik adalah sebesar 0,988 lebih besar dari nilai α 10% (0,988 > 0,10). Artinya, secara statistik harga domestik tidak berpengaruh secara individual terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Harga minyak cengkeh di tingkat domestik selalu lebih rendah dari harga ekspornya. Rata-rata harga domestik berlaku minyak cengkeh hanya sebesar Rp 20.841,68 / Kg. Sedangkan rata-rata harga ekspor berlaku minyak cengkeh mencapai US$ 10,03 / Kg atau setara dengan Rp 81.351,10 / Kg. Rendahnya harga minyak cengkeh di wilayah domestik menyebabkan para pelaku perdagangan lebih memilih untuk mengekspor ke pasar internasional. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar produksi minyak cengkeh Jawa Tengah ditujukan untuk pasar luar negeri karena keterbatasan teknologi pengolahan minyak cengkeh menjadi produk-produk turunannya. Naik turunnya harga minyak cengkeh di wilayah domestik tidak mempengaruhi to besar user produksi tetap akan diekspor ke volume yang diekspor, karena commit sebagian
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
luar negeri untuk diproses lebih lanjut. Kondisi yang demikian menyebabkan harga domestik minyak secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. 3. Harga Ekspor Minyak cengkeh di Jawa Tengah Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel harga ekspor lebih kecil dari α 10% (0,068 < 0,10). Artinya, secara statistik harga ekspor minyak cengkeh berpengaruh secara individual terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah di tingkat signifikansi 90%. Nilai koefisien regresi dari variabel harga ekspor menunjukkan nilai sebesar 0,171 dengan arah hubungan yang positif. Artinya apabila terjadi peningkatan produksi minyak cengkeh sebesar 1% maka akan meningkatkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,171%. Dengan kata lain volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap perubahan harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitian, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah selalu lebih besar daripada harga domestiknya. Rata-rata harga ekspor berlaku minyak cengkeh adalah Rp 81.351,10 / Kg. Sedangkan rata-rata harga domestik berlaku minyak cengkeh hanya sebesar Rp 20.841,68 / Kg. Kondisi tersebut menyebabkan para pelaku perdagangan lebih memilih untuk mengekspor minyak cengkeh ke pasar luar negeri, karena dengan demikian mereka akan memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada yang mereka jual di wilayah domestik. Hal itu sesuai dengan pernyataan Darmansyah (1986) yang menyatakan bahwa harga internasional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penampilan ekspor, semakin tinggi selisih antar harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak. Meskipun harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah lebih tinggi dari harga domestiknya, namun dipasar dunia harga ekspor minyak cengkeh di pasar dunia relatif kecil. Nilai jual dari minyak cengkeh sangat ditentukan oleh kualitas minyak dan kadar komponen utamanya. Minyak cengkeh di Indonesia commitbesar to user termasuk di Jawa Tengah sebagian masih diusahakan oleh masyarakat
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
awam, sehingga minyak yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Kualitas atau mutu minyak cengkeh ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Adanya bahan-bahan asing tersebut dengan sendirinya akan merusak mutu minyak cengkeh yang bersangkutan. Bila tidak memenuhi persyaratan mutu, maka nilai jual minyak tersebut akan jauh lebih murah. Sehingga dengan demikian menjadikan variabel harga ekspor sebagai variabel yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. 4. Kurs Dolar AS Terhadap Rupiah Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel kurs Dolar AS terhadap Rupiah lebih kecil dari α 10% (0,047 < 0,10). Artinya, secara statistik kurs Dolar AS terhadap Rupiah berpengaruh secara individual terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah di tingkat kepercayaan 90%. Nilai koefisien regresi dari variabel kurs Dolar AS terhadap Rupiah menunjukkan nilai sebesar 0,457 dengan arah hubungan yang negatif. Artinya apabila terjadi peningkatan kurs Dolar AS terhadap Rupiah sebesar 1% maka akan menurunkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,457%. Dengan kata lain, volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap perubahan kurs Dolar AS terhadap Rupiah minyak cengkeh Jawa Tengah. Kondisi
melemahnya
kurs
rupiah
terhadap
dolar justru
sangat
menguntungkan bagi eksportir minyak cengkeh, namun tidak demikian dengan para penyuling dan petani atsiri. Dengan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, para eksportir dapat menjual minyak cengkeh dengan harga tinggi. Sedangkan para penyuling dan petani atsiri tidak dapat menikmati keuntungan yang diperoleh dari melemahnya kurs rupiah terhadap dolar secara proporsional akibat keterbatasan pasar dan akses informasi. 5. Volume Ekspor Minyak cengkeh Tahun sebelumnya di Jawa Tengah Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya lebioh besar dari α 10% (0,570 > 0,10). commit to user Artinya, secara statistik volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak berpengaruh secara individual terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa
Tengah.
Hal
tersebut
dapat
terjadi
karena
eksportir
tidak
mempertimbangkan volume ekspor pada tahun sebelumnya sebagai parameter keberhasilan ekspor tahun berikutnya. Para eksportir lebih berfokus pada kepastian negara tujuan yang berperan sebagai pelanggan dan permintaan negara-negara importir minyak cengkeh lainnya.
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut: 1. Produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, kurs dolar AS terhadap rupiah dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Secara individu, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah adalah produksi minyak cengkeh Jawa Tengah (X1), harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah (X3) dan kurs dolar AS terhadap rupiah (X4). 2. Berdasarkan nilai standar koefisien regresi, kurs dolar AS terhadap rupiah memberikan pengaruh paling besar terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah yaitu sebesar -2,1816. 3. Volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah dan kurs dolar AS terhadap rupiah. Artinya apabila produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah dan kurs dolar AS terhadap rupiah mengalami peningkatan, maka volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah di Jawa Tengah juga akan meningkat. Nilai koefisien elastisitas masing-masing faktor adalah sebesar 0,985; 0,171; dan 0,457.
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Kurs Dolar AS terhadap Rupiah dalam penelitian ini merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa commit to user berpengaruh karena apabila kurs Tengah. Faktor tersebut menjadi paling 71
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rupiah melemah, maka para eksportir akan sangat diuntungkan karena dapat menjual minyak cengkeh dengan harga tinggi. Sedangkan para penyuling dan petani atsiri tidak dapat menikmati keuntungan yang diperoleh dari melemahnya kurs rupiah terhadap dolar secara proporsional. Oleh karena itu sebaiknya dalam pengembangan industri minyak cengkeh, Pemerintah perlu secara khusus mencakup jaminan harga yang memadai, misalnya dengan regulasi pembatasan pelaku ekspor atau harga minimum ekspor. Dengan demikian diharapakan kesejahteraan petani atsiri dan penyuling juga dapat meningkat. 2. Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi pengekspor minyak cengkeh yang penting di Indonesia, perlu mengupayakan pengembangan produksi, kualitas dan nilai tambah minyak cengkeh serta produk turunannya. Apabila kualitas minyak cengkeh telah meningkat, daya saingnya akan menguat di pasar internasional sehingga harga ekspornya juga dapat menjadi lebih tinggi. Dengan demikian diharapkan dari ekspor minyak cengkeh ini dapat memberikan devisa yang semakin besar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA Amir M.S, 1991. Ekspor Impor Teori dan Penerapannya. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. ________, 2004. Strategi Memasuki Pasar Ekspor. Penerbit PPM. Jakarta. Arief, S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI Press. Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Jawa Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang. ______________________. 2010. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Basri, F. 1995. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI: Distorsi, Peluang dan Kendala. Erlangga. Jakarta. Dajan, A. 1976. Pengantar Metode Statistik Jilid 1. LP3ES. Jakarta. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. 1975. Minyak Atsiri. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fayemeta IPB. Bogor. Desmizar dan K. Iskandar. 2004. Matematika Untuk Ekonomi dan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta. Fauzi. 2007. Analisis Volume Ekspor Komoditi Kakao Indonesia. Tesis. Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gujarati, D.N. 2002. Ekonometrika Dasar. Judul asli: Basic Econometrics. Penerjemah: S.Zain. Erlangga. Jakarta. Hakim, Abdul, 2002, Ekonomi Pembangunan, Edisi Pertama, Ekonisia, Jogjakarta. Halwani, H. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hernani dan Marwati, Tri. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses Pemurnian. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. (Disampaikan pada Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006, Solo pada tanggal 18-20 September 2006. Kelana, Said. 1996. Teori Ekonomi Mikro. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta. Kotler,
Philip.1996. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Judul Asli: Marketing Management: Analysis Planning, Implementing commit and Control. to userPenerjemah: Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli. Prenhallindo, Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Krugman, Paul L dan Obstfeld, Maurice. 1997. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Edisi Kedua. Judul asli: International Economics: Theory and Policy. Penerjemah: Haris Munandar dan Faisal H. Basri. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lains, A. 2003. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Jilid 1. LP3ES. Jakarta. Lipsey, R.G. Peter O. Steiner. Dan Douglas D. Purvis. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid I. Alih bahasa oleh Wasana dan Kirbrandoko. Erlangga. Jakarta. Mankiw, Gregory. 2000. Pengantar Ekonomi jilid 1. Judul Asli: Principles of Economics. Penerjemah: Haris Munandar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Mc Eachern, W.A. 2000. Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer. Judul asli: Economic: A contemporary Introduction. Penerjemah: S. Triandaru. Salemba empat. Jakarta. NAFED, 1993. Buyer’s Guide of Indonesia Essential Oils. Department of Coners, RI. Nazaruddin. 1993. Komoditi Ekspor Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. Sianipar, Mindo . 2008. Reorientasi Kebijakan Dalam Pengembangan Industri Minyak Atsiri. Makalah disampaikan dalam Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2008; Surabaya, 2-4 Desember 2008. Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian ; Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Steel, Robert G.D. and J.H. Torrie. 1980. Prinsip Dan Prosedur Statistik Edisi kedua. Judul asli: Principles and Procedures of Statistics (2nd edition). Penerjemah: Bambang S. Gramedia. Jakarta. Sulaiman, W. 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Penerbit Andi. Yogyakarta. Sumodiningrat, G. 1993. Ekonometrika Pengantar. BPFE UGM. Yogyakarta. Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat: Arti & Interpretasi. Rineka Cipta. Jakarta. Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitian-penelitian Ilmiah Dasar: Metode dan Teknik. Tarsito. Bandung. Widodo, S. T. 2001. Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan Ekonomi Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. Yuhono, JT. dan Suhirman, Sintha. Status Pengusahaan Minyak Atsiri Dan Faktor-Faktor Teknologi Pasca Panen Yang Menyebabkan Rendahnya Rendemen Minyak. Bul. Littro. Vol. XVII No. 2, 2006, 79 – 90. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Sumber Dari Internet Anonim. 2008. Perdagangan Internasional. http:// www.Organisasi.org. Diakses commit to user pada tanggal 21 Februari 2011.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
______.
2008. Pengantar Ekspor Impor. http://www.scribd.com/doc/3115978/modul-exim-new1. Diakses pada tanggal 21 Februari 2011.
Dewan
Atsiri Indonesia, 2006.Anggaran Dasar DAI. http://www.atsiriindonesia.com. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010.
Polontalo, Sahroel. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. http://www.minyakatsiriindonesia.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010. produksi Sofyan Assoury. 2008. Manajemen Produksi Dan Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ahyari, Agus. 2002. Manajemen Produksi, Pengendalian Produksi. Yogyakarta: BPFE.
commit to user