ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN HARGA SAHAM DALAM KEPUTUSAN BERINVESTASI PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTANIAN
SKRIPSI
KEMALA HAYATI H34051300
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN KEMALA HAYATI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Saham dalam Keputusan Berinvestasi pada Perusahaan Sektor Pertanian. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan DWI RACHMINA) Krisis ekonomi global melanda beberapa perekonomian dunia, dampak dari krisis ini juga berimbas terhadap perekonomian nasional dan hal ini juga berdampak sangat besar pada pasar saham. Salah satu sektor saham yang paling terkena dampak dari terkoreksinya harga saham adalah sektor pertanian yang mengalami penurunan sebanyak -66,6 persen pada harga sahamnya. Saham sektor pertanian yang mengalami penurunan dikarenakan sebagian besar harga saham invidual sektor pertanian yang merupakan penggerak indeks harga saham sektor pertanian mengalami penurunan yang sangat tajam. Empat dari 15 perusahaan pertanian yaitu saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatera Tbk (LSIP), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) mengalami koreksi lebih besar daripada penurunan Indeks Harga Saham Gabungan. Oleh karena itu, penting untuk dianalisis mengenai pengaruh dari perubahan faktor makroekonomi ini terhadap perubahan harga saham pada perusahaan yang bergerak dalam sektor pertanian ini. Hal ini menjadi penting untuk dianalisis mengingat adanya kepentingan investor pada sejumlah dana yang ditanamkan pada saham yang dipilihnya dimana, perubahan yang terjadi pada harga saham akan menyebabkan pula perubahan pada besar kecilnya tingkat keuntungan yang dapat diperoleh investor dan juga pada besar kecilnya potensi kerugian yang mungkin akan diterima. Tujuan dari penelitian ini yaitu terutama untuk menganalis faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi perubahan harga saham pada PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatera Tbk (LSIP), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) serta menganalisis perubahan fundamental keuangan perusahaan yang diduga memiliki kecenderungan dalam mempengaruhi perubahan harga saham pada keempat saham perusahaan sektor pertanian ini. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang merupakan data time series yang berasal dari beberapa institusi terkait seperti Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia, dan Badan Pusat Statistik. Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan Mei 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah saham-saham perusahaan yang masuk dalam sektor pertanian yang terdaftar di BEI sejak tahun 2006 hingga Mei 2011 yaitu sebanyak 15 perusahaan. Dari populasi tersebut dilakukan pemilihan dan pengambilan sampel. Berdasarkan kriteria tertentu yakni terdaftar aktif berdiri selama periode penelitian, bergerak di sektor pertanian dan memiliki frekuensi perdagangan saham melebihi rata-rata frekuensi perdagangan saham, maka didapatkan empat perusahaan sampel dari 15 populasi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI, yaitu AALI, LSIP, UNSP dan TBLA. Data diolah secara deskriptif pada keuangan keempat perusahaan serta analisis statistik dengan regresi linier berganda pada program SPSS 16.0
guna mengetahui pengaruh fakror makroekonomi terhadap perubahan harga saham AALI, LSIP, UNSP and TBLA. Fudamental keuangan yang diduga cenderung mempengaruhi perubahan harga saham pada AALI dan LSIP antara lain rasio lancar, rasio GPM, rasio NPM, rasio ROA, rasio ROE, rasio EPS, rasio pertumbuhan penjualan dan rasio pertumbuhan laba bersih. Sementara pada TBLA, rasio GPM dan PBV diduga cenderung memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham TBLA. Tetapi, hal ini berbeda dengan UNSP. Hanya rasio DER dan ROE menurut data triwulan UNSP yang diduga cenderung memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham UNSP. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, variabel perubahan suku bunga BI rate mempengaruhi signifikan terhadap perubahan harga saham AALI dan UNSP. Tetapi pada saham LSIP dan TBLA, pengaruh dari variabel ini tidak signifikan terhadap perubahan harga saham LSIP dan TBLA. Variabel perubahan tingkat inflasi mempengaruhi signifikan terhadap perubahan harga saham TBLA. Tetapi pada saham AALI, LSIP dan UNSP, pengaruh yang ditunjukkan adalah tidak signifikan. Variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya hanya mempengaruhi signifikan terhadap perubahan harga saham AALI. Tetapi, pada saham LSIP, UNSP dan TBLA, pengaruh yang ditunjukkan dari variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham LSIP, UNSP dan TBLA adalah tidak signifikan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, bagi emiten saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA, diharapkan untuk senantiasa mengelola kondisi keuangannya terutama yang tampak pada rasio keuangan dalam laporan keuangan yang dipublikasikan, karena kecenderungan investor dalam mengambil keputusan berinvestasi pada keempat saham ini diduga lebih melihat kondisi kekuatan dan prospek fundamental keuangan perusahaan dibandingkan dengan perubahan kondisi makroekonomi yang terjadi. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat memasukkan rasio keuangan perusahaan serta variabel makroekonomi lain seperti neraca pembayaran, ekspor-impor dan kondisi ekonomi lain ke dalam model guna menduga faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN HARGA SAHAM DALAM KEPUTUSAN BERINVESTASI PADA PERUSAHAAN SEKTOR PERTANIAN
KEMALA HAYATI H34051300
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Saham dalam Keputusan Berinvestasi pada Perusahaan Sektor Pertanian
Nama
: Kemala Hayati
NIM
: H34051300
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 196312271990032001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 195809081984031002
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Saham dalam Keputusan Berinvestasi pada Perusahaan Sektor Pertanian” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Kemala Hayati H34051300
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1987. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Eyandi Elbiny dan Ibunda Yusnaeni Yakob. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Baru 08 Pagi pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMP Negeri 103 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 98 Jakarta. Penulis lulus dari SMA Negeri 98 Jakarta pada tahun 2005 dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk).
Penulis
memilih program studi Agribisnis pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai anggota pada Divisi Kewirausahaan pada Forum Rohani Islam (FORMASI) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) periode tahun 2006-2007. Penulis pernah menjadi salah satu pengajar Bahasa Inggris di salah satu Lembaga Kursus Bahasa Inggris di Jakarta (LPIA) periode Desember 2009- November 2010. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Saham dalam Keputusan Berinvestasi pada Perusahaan Sektor Pertanian”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Saham dalam Keputusan Berinvestasi pada Perusahaan Sektor Pertanian” Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis terutama mengenai faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi perubahan harga saham perusahaan sektor pertanian serta menganalisis perubahan fundamental keuangan perusahaan yang diduga memiliki kecenderungan dalam mempengaruhi perubahan harga saham pada keempat saham perusahaan sektor pertanian ini. Sehingga melalui hasil skripsi ini, diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai perilaku investor perusahaan sektor pertanian dalam merespon perubahan faktor makroekonomi dan perubahan kekuatan fundamental keuangan perusahaan dalam pertimbangannya mengambil keputusan berinvestasi pada perusahaan sektor pertanian ini.
Bogor, Agustus 2011 Kemala Hayati
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan dari berbagai pihak yang sangat berharga bagi penulis. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ir. Dwi Rachmina MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, dukungan moral, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr.Ir. Anna Fariyanti, MSi sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi
yang
telah
memberikan
saran
dan
masukan
dalam
menyempurnakan skripsi ini. 3. Dra. Yusalina, MSi sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Orangtua tercinta atas dukungan moral serta doa yang tidak ada hentinya menyertai kehidupan penulis. 5. Ir. Harmini, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang dengan sabar memberikan arahan selama penulis menjalankan kegiatan perkuliahan. 6. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 7. Mbak Dian dan Bu Ida yang telah memberikan motivasi dan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Astari Haqi Apriliani atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil skripsi yang telah memberikan masukan yang berarti dalam penyempurnaan skripsi ini. 9. Pihak terkait lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2011 Kemala Hayati
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
.......................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ... .................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .. ..............................................................
xv
I
PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang ............................................................... Perumusan Masalah ........................................................ Tujuan ............................................................................. Manfaat Penelitian ......................................................... Ruang Lingkup Penelitian .............................................
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham ........ 2.2 Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi dan Kurs US dolar terhadap Perubahan Harga Saham ................................
1 7 9 10 10 11 14
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................... 3.1.1. Permintaan terhadap Investasi ............................. 3.1.2. Investasi Saham .................................................. 3.1.3. Permintaan dan Penawaran Saham dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya ........................ 3.1.4. Harga Saham dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya . .................................... 3.1.5. Pengaruh Perubahan Suku Bunga terhadap Perubahan Harga Saham .................................... 3.1.6. Pengaruh Perubahan Inflasi terhadap Perubahan Harga Saham ...................................................... 3.1.7. Pengaruh Perubahan Kurs US dolar terhadap Perubahan Harga Saham .................................... 3.1.8. Pengaruh Perubahan Fundamental Keuangan terhadap Perubahan Harga Saham ..................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................
17 17 18 19 20 24 26 28 31 35
IV METODE PENELITIAN 4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
Lokasi dan Waktu Penelitian . ......................................... Data dan Instrumentasi .................................................. Metode Pengumpulan Data ............................................ Metode Pengolahan Data ............................................... 4.4.1. Uji Asumsi Klasik ................................................ 4.4.1.1. Uji Normalitas ....................................... 4.4.1.2. Uji Multikolinearitas ..............................
38 39 40 40 42 42 43
V
4.4.1.3 Uji Autokorelasi . ................................... 4.4.1.4. Uji Heteroskedastisitas .......................... 4.4.2. Uji Hipotesis t ...................................................... 4.4.3. Uji Hipotesis F ..................................................... 4.4.4. Uji R-square ........................................................ 4.4.5. Uji Koefisien Regresi (Beta) ................................
43 43 44 44 45 45
PENGARUH FUNDAMENTAL KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM 5.1. Perkembangan Kondisi Tingkat Suku Bunga ................. 5.2. Perkembangan Kondisi Tingkat Inflasi .......................... 5.3. Perkembangan Kondisi US dolar ................................... 5.4. Gambaran Deskriptif Harga Saham ................................ 5.5. Kecenderungan Pengaruh Perubahan Fundamental Keuangan terhadap Perubahan Harga Saham ..................
47 48 49 50
VI FAKTOR MAKROEKONOMI YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN HARGA SAHAM 6.1. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 6.1.1. Uji Normalitas Data .............................................. 6.1.2. Uji Heteroskedastisitas ......................................... 6.1.3. Uji Multikolinearitas ............................................ 6.1.4. Uji Autokorelasi ................................................... 6.2. Analisis Keputusan Investasi pada Saham ..................... 6.2.1. Analisis Keputusan Investasi pada Saham AALI ..... .......................................... 6.2.2. Analisis Keputusan Investasi pada Saham LSIP .... ............................................ 6.2.3. Analisis Keputusan Investasi pada Saham UNSP ..... ......................................... 6.2.4. Analisis Keputusan Investasi pada Saham TBLA .... ..........................................
52
75 75 76 77 78 79 79 90 95 101
V KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .................................................................... 7.2 Saran ...............................................................................
109 109
DAFTAR PUSTAKA . ..................................................................
110
LAMPIRAN . .................................................................................
113
xi
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Perkembangan Jumlah Dana yang Dihimpun melalui Pasar Uang, Pasar Saham dan Pasar Valuta US Dolar Periode Desember 2006-Mei 2011 ........................................
2
Perkembangan Perubahan Harga Saham Tiap Sektor dan Indeks Harga Saham Gabungan Periode Tahun 2005-2009 ....
3
Perkembangan Harga Saham Penutupan Bulanan Perusahaan Sektor Pertanian Periode April 2007-Oktober 2008 .......... ....
4
Perkembangan Laba Bersih dalam Milyar Rupiah pada Saham Perusahaan Pertanian yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2007-2009 .................................................................................
6
Daftar Nama Perusahaan Sektor Pertanian yang Terdaftar di BEI beserta Frekuensi Perdagangan Saham Periode Januari 2009-Juli 2010 .............................................................
38
Rata-Rata Tingkat Pengembalian dan Resiko Perubahan Harga Saham Bulan ke-t terhadap Bulan ke-t-1 pada Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA . ............................................
51
Rasio Lancar AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006-Maret 2011 ..........................................................
53
Rasio Profitabilitas AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006-Maret 2011 ..........................................................
57
Rasio Pertumbuhan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006-Maret 2011 ..........................................................
65
10. Rasio Solvabilitas AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006-Maret 2011 ..........................................................
69
11. Rasio Nilai Pasar AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006-Maret 2011 ..........................................................
73
12. Hasil Uji Normalitas Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA ........................................................................................
75
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
xii
13. Hasil Uji Heteroskedastisitas Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA ................................................................................
76
14. Hasil Uji Multikolinearitas Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA ................................................................................
77
15. Hasil Uji Autokorelasi Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA ................................................................................
78
16. Hasil Uji F dan Adjusted R-Square pada Pengukuran Signifikansi Model Perubahan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA ..........................................................
80
17. Hasil Uji t pada Pengukuran Signifikansi Model Perubahan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA ..............................................
80
18. Hasil Pendugaan Model Perubahan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA .....
82
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Pergerakan Harga Saham dan Pergeseran Permintaan Saham …
21
2.
Pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Pergeseran Permintaan dan Perubahan Harga Saham …………………………………...
25
3.
Pengaruh Inflasi terhadap Perubahan Harga Saham ……………
27
4.
Pengaruh Perubahan Kurs US Dolar terhadap Perubahan Harga Saham ………………………………………..
29
5.
Kerangka Pemikiran Operasional ………………………………. 37
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Perkembangan Perubahan Harga Saham Bulanan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA beserta Perubahan Suku Bunga, Inflasi dan Kurs US dolar Periode Februari 2006-Mei 2011 ..................
114
Perkembangan Rasio Lancar dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ....................................
120
3. Perkembangan Rasio GPM dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ....................................
122
2.
4.
Perkembangan Rasio NPM dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ...................................
124
Perkembangan Rasio ROA dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ....................................
126
Perkembangan Rasio ROE dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ....................................
128
7. Perkembangan Rasio EPS dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ....................................
130
5.
6.
8.
Perkembangan Rasio Pertumbuhan Penjualan dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ....................................
132
Perkembangan Rasio Pertumbuhan Laba Bersih dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ..................................
134
10. Perkembangan Rasio DER dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ...................................
136
9.
xv
11. Perkembangan Rasio PBV dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ...................................
138
12. Perkembangan Rasio Dividen Yield dan Rata-Rata Tiga Bulan Capital Gain AALI, LSIP, UNSP dan TBLA beserta Rata-Rata Tiga Bulan Suku Bunga, Inflasi dan Kurs US Dolar Periode Desember 2006-Maret 2011 ..........
140
13. Perkembangan Rasio Dividen Payout Ratio dan Rata-Rata Tiga Bulan Capital Gain AALI, LSIP, UNSP dan TBLA beserta Rata-Rata Tiga Bulan Suku Bunga, Inflasi dan Kurs US Dolar Periode Desember 2006-Maret 2011 ..........
142
14. Perkembangan Rasio Harga Pokok Penjualan per Nilai Penjualan dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ..................................
144
15. Perkembangan Rasio Kewajiban Per Aktiva Valas US Dolar dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 ....................................
146
xvi
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi pada hakekatnya merupakan kegiatan meningkatkan dana pada satu atau lebih jenis aset dalam jangka waktu tertentu dengan harapan dapat mendatangkan keuntungan (Arifin 2005).
Investasi dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk. Menyimpan uang dalam bentuk tabungan dan deposito di pasar uang, membeli surat berharga di pasar saham dan membeli valuta asing di pasar valas adalah tiga diantara berbagai alternatif investasi yang dapat dipilih oleh investor. Ketiga alternatif investasi tersebut memiliki daya tarik yang berbeda antara satu investasi dengan investasi lain.
Secara umum, besar kecilnya
perubahan tingkat pengembalian yang dapat diperoleh dari ketiga investasi ini akan mempengaruhi terhadap pengambilan keputusan investasi bagi investor. Investor dapat memindahkan dananya pada instrumen investasi yang memiliki tingkat pengembalian yang rendah menuju instrumen investasi yang memiliki tingkat pengembalian yang tinggi. Sehingga, akan terjadi perpindahan dana dari satu pasar investasi menuju pasar investasi yang lain. Kurs US dolar dan tingkat suku bunga BI rate sebagai ukuran tingkat pengembalian yang dapat diberikan di pasar valuta asing dan pasar uang yang naik secara bersamaan, menyebabkan permintaan investasi di pasar uang dan pasar valas dapat naik secara bersamaan. Sehingga, hal ini dapat berdampak sangat besar bagi penurunan pemintaan investasi di pasar saham. Krisis ekonomi global yang melanda beberapa perekonomian dunia, dampak dari krisis ini juga berimbas terhadap perekonomian nasional dan berdampak sangat besar pada pasar keuangan terutama pasar saham.
Krisis
ekonomi global yang terjadi pada triwulan IV tahun 2008 ditandai dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global sebagai dampak dari peningkatan harga komoditas dunia, terutama harga minyak dan pangan, diperparah dengan krisis keuangan hebat yang melanda Amerika Serikat mengakibatkan luluhnya industri keuangan global (Hendri 2009).
Krisis ini menyebabkan terjadinya peningkatan inflasi di beberapa negara termasuk Indonesia yang diikuti dengan kenaikan suku bunga dan nilai tukar US dolar.
Tekanan inflasi telah meningkatkan pengeluaran untuk memproduksi
barang dan jasa di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (2009),
pengeluaran untuk memproduksi barang dan jasa rata-rata per bulan mengalami peningkatan sebanyak 2,02 persen menjadi 17,01 persen pada tahun 2007, kemudian meningkat lagi menjadi 17,12 persen pada tahun 2008. Tekanan inflasi juga meningkatkan nilai tukar US dolar terhadap rupiah (kurs) (Putong 2003). Nilai rata-rata kurs US dolar per bulannya meningkat sebanyak 6,94 persen (Bank Indonesia 2011). Naiknya kurs US dolar ini, kemudian diikuti pula oleh naiknya tingkat suku bunga BI rate sebanyak 0,07 persen menjadi 8,67 persen pada tahun 2008 (Bank Indonesia 2011). Tabel 1. Perkembangan Jumlah Dana yang Dihimpun melalui Pasar Uang, Pasar Saham dan Pasar Valas US Dolar Periode Desember 2006-Mei 2011 Bulan_Tahun
Pasar Uang (Rp Triliun)
Pasar Saham (Rp Triliun)
Pasar Valas (US $ Juta)
Desember 2006
296,9
1.249,0
42.586,3
Desember 2007
379,2
1.988,3
56.920,0
Desember 2008
344,0
1.076,5
51.639,3
Desember 2009
368,9
2.019,4
66.104,9
Desember 2010
477,7
3.247,0
96.207,0
Mei 2011
483,4
3.425,8
118.109,0
Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia (2011)
Masih tingginya perubahan tingkat pengembalian dan masih menariknya investasi pada pasar uang dan pasar valas US dolar di tengah krisis, menyebabkan penurunan jumlah dana yang dihimpun melalui pasar saham paling besar yaitu 911,8 triliun rupiah jika dibandingkan dengan penurunan jumlah dana yang dihimpun melalui pasar uang dan pasar valas US dolar (Tabel 1).
2
Tabel 2. Perkembangan Perubahan Harga Saham Tiap Sektor dan Indeks Harga Saham Gabungan Periode Tahun 2005-2009 Sektor
2005
2006
2007
2008
2009
Pertanian
61,9
146,9
126,0
-66,6
90.8
Pertambangan
23,1
54,36
250,4
-73,1
151,1
Industri Dasar Dan Kimia AnekaIndustri
0
41,1
61,8
-43,3
102,9
6,6
38,8
68
-54,9
179,8
20,36
39,75
11,10
-25,04
105,4
42,2
63,18
13,3
-43,9
48,6
Industri Barang Konsumsi Transportasi dan Infrastruktur Properti dan Real Asset Keuangan
-6
91,7
104,8
-58,9
41,85
-1,67
57,11
26,1
-32,3
70,9
Perdagangan
14,6
40,2
42,6
-62,2
85,9
Manufaktur
12,9
39,9
41,5
-41,3
123,6
IHSG
16,2
55,3
52,07
-50,6
86,9
Sumber: Bursa Efek Indonesia (2010), diolah
Hal ini menyebabkan perubahan harga saham pada indeks harga saham gabungan sebagai ukuran menarik tidaknya suatu investasi saham mengalami koreksi cukup tajam sebanyak -50,6 persen dan keseluruhan saham sektor ketika itu juga mengalami koreksi pada harga sahamnya (Tabel 2). Dampak dari perubahan kondisi perekonomian yang menyebabkan perubahan permintaan pada pasar valas US dolar dan pasar uang sehingga mengakibatkan perubahan permintaan pada pasar saham, perlu diantisipasi bagi investor saham yang memasuki sektor saham dengan mengetahui seberapa besar pengaruh dari perubahan kondisi ekonomi makro ini terhadap sektor saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sektor saham yang paling terkena dampak dari perubahan makroekonomi tersebut adalah sektor pertanian yang mengalami penurunan sebanyak -66,6 persen pada harga sahamnya (Tabel 2).
3
Tabel 3.
Perkembangan Harga Saham Penutupan Bulanan Perusahaan Sektor Pertanian Periode April 2007-Oktober 2008
Nama Perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk PT PP London Sumatra Tbk PT Bakrie Sumatra Plantation Tbk PT Tunas Baru Lampung Tbk Pt Gozco Plantations Tbk PT Smart TBK PT Sampoerna Agro Tbk PT BW Plantation Tbk PT Bumi Teknoultra Unggul PT Bisi International Tbk PT Cipendawa Tbk PT Mutibreeder Adirama Tbk PT Central Proteinaprima PT Inti Agri Resources PT Dharma Samudra Fishing Tbk
Apr 2007 15.750
Jul 2007 15.350
Okt 2007 22.500
Jan 2008 30.200
Apr 2008 23.700
Jul 2008 21.900
Okt 2008 6.050
6.550
6.600
9.650
12.100
9.150
7.900
1.960
1.440
1.850
1.990
2.525
1.610
1.390
270
405
570
670
580
375
610
182
t.a
t.a
t.a
t.a
t.a
230
80
3.875 t.a
4.125 2.350
4.500 2.750
9.650 4.650
8.000 3.650
5.000 3.100
1.430 1.150
t.a
t.a
t.a
t.a
t.a
t.a
t.a
87
66
74
162
150
184
95
t.a
930
1.040
2.375
4.650
3.700
1.590
295
255
255
150
150
229
229
410
730
860
710
485
730
380
515
540
435
315
250
215
80
260
320
225
265
720
640
630
128
105
90
66
59
50
50
Keterangan: t.a= Tidak Ada Data (Belum Berdiri) Sumber: Bursa Efek Indonesia (2010), diolah
Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional dimana lebih dari 40 persen masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Sektor ini juga menjadi sektor primer bagi banyak sektor, karena tidak sedikit hasil yang diproduksi oleh sektor pertanian juga diperlukan oleh sektor lain.
Laju pertumbuhan PDB sektor pertanian
mampu mengungguli sektor 4
lainnya yaitu sebesar 26,32 persen (BPS 2008). Namun akibat kondisi krisis, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB kian menurun hingga menjadi 13,61 persen pada tahun 2009 (BPS 2010). Semakin menurunnya peranan sektor pertanian terhadap perekonomian nasional berimplikasi pula pada rendahnya minat investor berinvestasi di saham pertanian. Minat investor untuk berinvestasi saham di sektor pertanian sangat rendah dan tertinggal jauh jika dibandingkan dengan sektor lain (Bursa Efek Indonesia 2010). Hal ini berimplikasi pada terkoreksinya harga saham sektor pertanian yang lebih besar dibandingkan sektor lain dan harga saham pada sebagian besar perusahaan pertanian yang terdaftar di BEI juga ikut terkoreksi cukup besar pada tahun 2008 (Tabel 2 dan Tabel 3). Dua belas dari 15 perusahaan pertanian mengalami penurunan harga saham pada Oktober 2008 jika dibandingkan dengan harga saham Januari 2008 (Tabel 3). Hal ini berimplikasi pada penurunan laba bersih yang diterima perusahaan sektor pertanian bahkan lima diantaranya mengalami kerugian cukup besar pada tahun 2009 (Tabel 4).
Potensi keuntungan yang dapat diterima
investor saham dari perusahaan pertanianpun turun bahkan mungkin mengalami kerugian yang disebabkan oleh lima dari 15 perusahaan pertanian yang terdaftar di BEI justru menghasilkan kerugian. Di sisi lain, empat diantara 15 perusahaan pertanian yang merupakan penggerak bagi indeks harga saham sektor pertanian, juga mengalami penurunan pada laba bersihnya ikut terkoreksi pada harga sahamnya yang lebih besar dibandingkan perusahaan lainnya. Empat dari 15 perusahaan pertanian tersebut antara lain PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatera Tbk (LSIP), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA).
Secara berturut-turut, penurunan harga saham pada
keempat saham ini yaitu -65; -72,53; -88,56; dan -69,84 persen jauh lebih besar daripada penurunan indeks harga saham gabungan (Bursa Efek Indonesia 2010). Seiring dengan penurunan kinerja perusahaan pertanian yang terdaftar di BEI akibat krisis berdampak pula pada penurunan pemintaan saham dari investor. Pertumbuhan volume perdagangan saham sektor pertanian tahun 2009 jika
5
dibandingkan tahun sebelumnya masih rendah dan berada di urutan kedua pertumbuhan terendah volume perdagangan saham (Bursa Efek Indonesia 2010). Tabel 4. Perkembangan Laba Bersih dalam Milyar Rupiah pada Saham Perusahaan Pertanian yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 20072009 Nama Perusahaan PT Bisi Internasional Tbk PT Astra Agro Lestari Tbk PT Bumi Teknoultra Unggul Tbk PT BW Plantation Tbk PT Cipendawa Tbk PT Central Proteinaprima Tbk PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk PT Gozco Plantations Tbk PT Inti Agri Resources Tbk PT PP London Sumatera Tbk PT Multibreeder Adirama Indonesia Tbk PT Sampoerna Agro Tbk PT SMART Tbk PT Tunas Baru Lampung Tbk PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk
2007
2008
2009
150.192
398.401
75.780
1.973.428
2.631.019
1.660.649
-7.692
-8.767
-6.232
t.a
t.a
167.467
-3.591
5.207
-10.564
358.413
-407.182
-217.171
2.096
-71.747
-99.422
t.a
54.750
204.385
20.876
15.490
-7.980
564.034
927.555
707.487
89.600
31.836
196.691
215.083
439.516
281.766
988.944
1.046.389
748.495
97.227
63.337
138.245
206.575
173.569
252.783
Keterangan: t.a= Tidak Ada Data (Belum Berdiri) Sumber: Bursa Efek Indonesia (2010)
Hal tersebut dapat menghambat laju pertumbuhan perusahaan yang bergerak pada sektor pertanian ini ke depannya.
6
Perusahaan sektor pertanian yang mengelola kinerjanya untuk dapat menarik minat investor menyimpan dananya pada perusahaan tersebut meskipun dalam kondisi krisis tidak cukup mampu menahan capital outflow yang dilakukan oleh investor menghadapi perubahan yang terjadi pada tingkat pengembalian di pasar uang dan pasar valas US dolar (Tabel 3 dan Tabel 4). Sehingga perusahaan pada sektor pertanian ini perlu mengetahui karakteristik keputusan investor saham pertanian ini dalam menghadapi perubahan yang terjadi pada tingkat pengembalian di pasar uang dan pasar valas. Selain itu, perilaku investor dalam merespon kekuatan fundamental keuangan yang mampu ditunjukkan oleh perusahaan sektor pertanian ini dalam pertimbangannya mengambil keputusan
untuk tidak memindahkan dananya
menuju pasar keuangan lain juga perlu untuk diketahui.
Dengan kekuatan
fundamental keuangan yang mampu ditunjukkan perusahaan ini dapat meyakinkan investor bahwa penurunan harga saham akibat perubahan kondisi perekonomian yang terjadi tidak akan berlangsung dalam jangka waktu lama. Investor kemudian dapat berharap adanya potensi keuntungan dari perubahan harga saham pada perusahaan sektor pertanian ini ke depannya. 1.2. Perumusan Masalah PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT London Sumatera Tbk (LSIP), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) merupakan perusahaan besar yang bergerak di bidang perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit dan penghasil CPO. Keempat perusahaan go public ini memiliki daya tarik tersendiri bagi investor saham. Kinerja keempat perusahaan ini di pasar saham dan kegiatan umum lainnya mendorong sentimen positif maupun sentimen negatif dari investor terhadap saham ini. Perubahan yang terjadi pada harga saham pada keempat perusahaan sektor pertanian ini merupakan dasar yang paling penting untuk mempelajari perilaku investor dalam melakukan dan membuat keputusan investasi di pasar saham sektor pertanian. Perubahan harga saham yang terjadi pada keempat perusahaan ini akan mempengaruhi pula pada besar kecilnya potensi keuntungan dan potensi kerugian yang mungkin akan terjadi pada investor jika investor tidak mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham ini. 7
Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap perubahan harga saham yakni
faktor
perubahan
kondisi
perekonomian.
Terjadinya
perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia yang disebabkan oleh krisis ekonomi global turut berdampak pada perekonomian Indonesia yang ditandai dengan peningkatan pengeluaran perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa, tingkat suku bunga BI dan kurs US dolar pada tahun 2008. perekonomian
yang
menyebabkan
Pengaruh dari perubahan kondisi
terjadinya
perubahan
inflasi,
tingkat
pengembalian di pasar uang dan pasar valas US dolar menyebabkan terjadinya perubahan harga saham. Perubahan harga saham dalam merespon perubahan kondisi perekonomian yang terjadi berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain meskipun perusahaan tersebut bergerak dalam industri yang sama.
Keempat
perusahaan pertanian yang merupakan penggerak indeks harga saham sektor pertanian, mengalami penurunan pada harga sahamnya lebih besar dibandingkan perusahaan lain di sektor pertanian serta penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG). Secara berturut-turut penurunan harga saham pada keempat saham ini 65; -72,53; -88,56; dan -69,84 persen (Bursa Efek Indonesia 2010). Apabila dilihat melalui kinerja saham dan prospek saham keempat saham ini memiliki karakteristik yang berbeda. Pertumbuhan laba bersih per lembar saham (EPS) perusahaan sebagai ukuran seberapa besar potensi perusahaan dapat memberikan keuntungan bagi investor setiap lembar sahamnya.
Dimana,
peningkatan EPS perusahaan akan diikuti pula oleh kenaikan harga sahamnya. Sebaliknya, penurunan EPS perusahaan juga akan diikuti oleh penurunan harga sahamnya. Peningkatan EPS pada saham AALI 33,32 persen lebih kecil dibandingkan peningkatan EPS pada saham LSIP 64,45 persen tahun 2008. Namun penurunan harga saham AALI -65 persen lebih kecil dibandingkan dengan penurunan harga saham LSIP -72,53 persen (Bursa Efek Indonesia 2011). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh saham UNSP dan TBLA. EPS pada saham UNSP yang turun -15,98 persen lebih kecil dibandingkan penurunan EPS pada saham TBLA -34,95 persen. Namun penurunan harga saham UNSP -88,56
8
persen lebih besar dibandingkan dengan penurunan harga saham TBLA -69,84 persen. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai adakah perbedaan kekuatan fundamental keuangan lain selain nilai rasio EPS yang dimiliki oleh keempat saham ini sehingga cenderung akan memiliki keterkaitan terhadap perbedaan perubahan harga saham pada keempat saham ini.
Penting untuk dianalisis
mengenai kekuatan fundamental keuangan lain pada keempat perusahaan ini mengingat hal ini akan mempengaruhi tingkat respon keempat saham ini dalam menghadapi perubahan kondisi perekonomian. Sehingga, dengan naiknya tingkat suku bunga BI rate, inflasi dan kurs US dolar tidak lantas menyebabkan terjadinya penurunan harga saham pada keempat saham ini. Berdasarkan pada
masalah tersebut, dalam penelitian ini dapat
dirumuskan beberapa masalah yaitu : 1)
Perubahan fundamental keuangan perusahaan apakah yang diduga memiliki kecenderungan dalam mempengaruhi perubahan harga saham pada PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk?
2)
Faktor-faktor makroekonomi apakah yang mempengaruhi perubahan harga saham pada PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk?
1.3. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1)
Menganalisis perubahan fundamental keuangan perusahaan yang diduga memiliki kecenderungan dalam mempengaruhi perubahan harga saham pada PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk.
2)
Menganalisis faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi perubahan harga saham pada PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk.
9
1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan: 1)
Dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi calon investor untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi saham
2)
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan emiten dalam menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan sektor pertanian
3)
Dapat digunakan sebagai dasar perluasan penelitian selanjutnya atau sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Faktor makroekonomi yang dianalisis guna mengetahui penyebab terjadinya perubahan harga saham dibatasi pada faktor perubahan tingkat suku bunga BI rate, tingkat inflasi dan kurs US dolar. Sementara untuk menganalisis perubahan
fundamental
keuangan
perusahaan
yang
diduga
memiliki
kecenderungan dalam mempengaruhi perubahan harga saham, digunakan data rasio keuangan triwulan dan harga saham bulanan perusahaan pada PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk.
10
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Harga saham merupakan acuan bagi investor dalam mengambil keputusan membeli atau keputusan menjual saham. Apabila harga suatu saham naik maka banyak investor akan mengambil keputusan membeli saham sebelum harga akan naik lebih tajam. Namun adapula investor yang mengambil keputusan untuk melakukan aksi profit taking, karena investor menilai harga saham akan kembali menurun setelah mencapai klimaks kenaikan harga sahamnya. Dengan demikian, hal ini merupakan saat yang tepat bagi investor untuk mengkonversikan sahamnya dengan menjual sahamnya disaat harga saham naik. Sebaliknya, apabila harga suatu saham turun maka banyak investor yang akan mengambil keputusan untuk menjual saham sebelum harga saham akan turun merosot lebih tajam.
Adapula
investor yang mengambil keputusan untuk masuk ke pasar saham dan membeli saham karena menilai harga saham akan naik kembali. Harga saham terbentuk dari kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran terhadap saham.
Apabila jumlah permintaan terhadap suatu saham naik
sementara penawaran saham diasumsikan tetap, maka harga suatu saham akan naik.
Sebaliknya, apabila jumlah permintaan terhadap suatu saham turun
sementara penawaran saham diasumsikan tetap, maka harga saham akan turun. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan permintaan dan perubahan penawaran terhadap suatu saham akan menyebabkan perubahan harga saham. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap suatu saham sangatlah kompleks dan merupakan akumulasi dari berbagai respon-respon yang terjadi baik berupa faktor ekonomi, faktor politik, faktor sosial, dll. Bagi
investor
menganalisis
perkembangan
suatu
saham
dan
memperkirakan faktor-faktor yang menjadi penyebab perubahan harga saham sangat penting.
Hal ini terkait dengan segala keputusan yang harus diambil
investor terkait dengan modal atau dana yang telah ditempatkan pada saham. Karena itu, perubahan yang terjadi pada harga saham dan faktor-faktor penyebabnya akan sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya keuntungan yang akan diperoleh investor dan potensi kerugian yang dapat terjadi bagi investor.
Faktor ekonomi yang diduga turut mempengaruhi pergerakan harga saham dari beberapa penelitian yang ada antara lain dapat ditunjukkan oleh beberapa indikator-indikator ekonomi yaitu tingkat suku bunga BI rate, nilai tukar valas terhadap rupiah dan inflasi. Penelitian Mamik (2003) berusaha menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham industri makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode Januari 2002-Desember 2002 oleh faktor penduga variabel fundamental mikro dan makro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penggerak harga saham industri makanan dan minuman lebih banyak dijelaskan oleh faktor fundamental mikro. Sementara faktor fundamental makro berupa variabel makroekonomi yang diwakili oleh nilai kurs rupiah hanya mempengaruhi secara signifikan terhadap pergerakan harga saham industri makanan. Kurs rupiah tidak
mempengaruhi harga saham secara signifikan pada industri minuman. Penelitian yang dilakukan Wiwoho (2005) yang menganalisis mengenai pengaruh faktor fundamental dan kondisi makroekonomi terhadap indeks harga saham sektor manufaktur periode tahun Juli 1997- Mei 2002 menunjukkan bahwa variabel pada fundamental mikro lebih besar mempengaruhi perubahan harga saham sektor manufaktur seperti variabel PBV (price to book value) dan variabel DER (debt to equity ratio) dibandingkan variabel makroekonomi seperti variabel suku bunga, inflasi dan kurs US dolar. Walaupun ketiga variabel makroekonomi memiliki pengaruh yang tidak lebih besar dibandingkan dengan variabel fundamental, ketiga variabel ini secara parsial dan signifikan mempengaruhi harga saham sektor manufaktur. Penelitian lain yang mencoba menduga pengaruh variabel makroekonmi terhadap suatu saham yaitu
penelitian Wijaya (2008) yang menganalisis
mengenai pengaruh faktor-faktor makroekonomi dan return indeks harga saham gabungan terhadap return saham sektor pertanian dan pertambangan periode januari 2004-juni 2007. Dalam penelitian tersebut, dijelaskan bahwa return indeks harga saham sektor pertanian secara signifikan dipengaruhi oleh nilai return indeks harga saham gabungan tetapi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel makro ekonomi melalui indikator inflasi, return kurs, dan return suku bunga Bank Indonesia.
Sementara return indeks harga saham sektor
pertambangan secara signifikan dipengaruhi oleh return indeks harga saham gabungan, return kurs, dan return suku bunga Bank Indonesia dan hanya tingkat 12
inflasi yang tidak memiliki pengaruh secara nyata dan signifikan terhadap return indeks harga saham sektor pertambangan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2008) berbeda dengan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Erdina (2006) yang juga menduga kemampuan dari suku bunga, inflasi, kurs US dolar dan beberapa variabel lain seperti indeks harga saham pertanian, suku bunga Amerika Serikat, indeks perdagangan pertanian, permintaan saham dalam menjelaskan keragaman dari model indeks harga saham pertanian. Dimana hasilnya menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut dapat menjelaskan model sebanyak 87,56 persen sementara sisanya diterangkan oleh faktor lain diluar model. Artinya variabelvariabel tersebut termasuk variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia, inflasi dan kurs US dolar secara signifikan mempengaruhi indeks harga saham sektor pertanian. Penelitian Hardiningsih dan Chairiri (2002), diacu dalam Fuadi (2009) yang mencoba menduga pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dolar terhadap return saham pada sektor industri dasar dan kimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap US dolar berpengaruh negatif terhadap return harga saham. Hal ini dapat dipertegas dengan adanya kondisi krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997, dimana depresiasi rupiah yang tinggi mengakibatkan return saham menurun. Namun, hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Rahayu (2003), diacu dalam Fuadi (2009) yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap US dolar berpengaruh positif terhadap return saham pada pasar modal Indonesia. Beberapa penelitian yang mencoba menduga resiko investasi pada saham sektor agribisnis sehingga hal ini berdampak pada ketidakpastian tingkat keuntungan dan mempengaruhi terhadap perubahan harga saham, dapat ditunjukkan oleh penelitian Ramadhona (2004), Iskandar (2006) dan Rozak (2009). Dengan menerapkan model Arch-Garch terhadap penentuan besar resiko menyimpulkan bahwa saham INDF memiliki tingkat resiko tertinggi sementara AALI dinilai memiliki tingkat resiko terendah (Ramadhona 2004). Pada penelitian yang dilakukan oleh Iskandar (2006) menyimpulkan bahwa tingkat resiko harga pada saham GGRM dipengaruhi oleh besarnya nilai
13
sisaan pengembalian sehari sebelumnya. Pada saham HMSP dan RMBA, tingkat resiko lebih banyak dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya dan besaran simpangan baku pengembalian dari rataan untuk satu hari sebelumnya (Iskandar 2006). Sementara, pada penelitian yang dilakukan oleh Rozak (2009) yang meneliti resiko dan peramalan harga saham AALI, LSIP dan UNSP menyimpulkan bahwa tingkat resiko harian dari AALI paling kecil jika dibandingkan dengan tingkat resiko harian pada LSIP dan UNSP.
Dengan
karakteristik perilaku investor risk averter, maka kecenderungan investor untuk tertarik pada saham AALI lebih besar dibandingkan dengan saham LSIP dan UNSP. 2.2. Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi dan Kurs US Dolar terhadap Perubahan Harga Saham Manung (1996), diacu dalam Syaifuddin (2005) meneliti mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dengan menggunakan model ekonometrik dari tahun 1989-1995 (77 observasi), hasilnya tingkat suku bunga dan kurs US dolar berpengaruh negatif dan signifikan serta inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan.
Direja (2004) meneliti
mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dari Mei 1998-Maret 2004 (secara triwulan), hasilnya menunjukkan tingkat suku bunga dan kurs US dolar berpengaruh negatif dan signifikan sedangkan inflasi tidak memiliki pengaruh secara signifikan. Sakhowi (2004), diacu dalam Hadjiji (2008) menganalisis mengenai bagaimana pengaruh kurs rupiah terhadap US dolar, inflasi, dan tingkat suku bunga terhadap kinerja saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan model autoregresif, hasilnya kurs dan inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja saham sedangkan tingkat suku bunga riil tidak berpengaruh terhadap kinerja saham. Syaifuddin (2005) menganalisis mengenai pengaruh perubahan suku bunga, inflasi, dan kurs terhadap perubahan indeks harga saham gabungan dengan metode analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda dan hasilnya hanya kurs US dolar yang berpengaruh signifikan. Hadjiji (2008) juga meneliti mengenai bagaimana pengaruh tingkat suku bunga Bank Indonesia, inflasi, dan kurs US dolar terhadap indeks harga saham 14
gabungan (IHSG) dan hasil yang diperoleh adalah variabel kurs us dolar saja yang memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham gabungan sedangkan tingkat suku bunga Bank Indonesia dan inflasi walaupun memiliki pengaruh negatif terhadap indeks harga saham gabungan tetapi tidak signifikan. Dalam penelitian ini, saham yang dianalisis juga mengenai pengaruh dari faktor makroekonomi terhadap perubahan harga saham namun analisis tidak dilakukan pada perubahan harga saham sektor komoditas seperti pada penelitian sebelumnya melainkan hanya dilakukan analisis pada perubahan harga saham pada empat dari 15 perusahaan pertanian yang terdaftar di BEI. Sehingga akan didapatkan model saham PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk. yang diduga akan memiliki perbedaan antara saham yang satu dengan saham yang lain. Analisis terhadap faktor makroekonomi yang mempengaruhi perubahan harga saham pada masing-masing saham PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya.
Dimana faktor makroekonomi yang dianalisis yaitu
perubahan suku bunga BI rate, inflasi dan kurs US dolar. Namun berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini digunakan time lag pada variabel independen dan variabel dependen.
Time lag menggunakan perbedaan dasar
waktu yang berbeda antara variabel independen dengan variabel dependen. Sehingga variabel independen yang dianalisis yaitu perubahan suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya (t-1) sementara perubahan harga saham bulan ke-t sebagai variabel dependen. Penggunaan time lag dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa keputusan investor dalam melakukan investasi pada pasar saham periode saat ini (bulan ke-t) dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada tingkat pengembalian di pasar uang yang diwakili oleh perubahan tingkat suku bunga, perubahan tingkat pengembalian di pasar valuta asing US dolar yang diwakili oleh perubahan kurs US dolar serta tingkat inflasi pada periode sebelumnya (bulan t-1). Alasan menggunakan perubahan harga saham yang dijadikan sebagai variabel dependen yakni perubahan yang terjadi pada harga saham mencerminkan
15
perilaku investor dalam melakukan dan membuat keputusan investasi di pasar saham yang juga didasarkan atas informasi yang dimiliki oleh investor. Perubahan harga saham yang terjadi juga mempengaruhi pula pada besar kecilnya potensi keuntungan dan potensi kerugian yang mungkin akan terjadi pada investor jika investor tidak mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham.
Sehingga
diharapkan
dengan
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi perubahan harga saham perusahaan sektor pertanian dapat membantu menjelakaskan perilaku investor dalam membuat keputusan investasi pada perusahaan sektor pertanian.
16
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Permintaan terhadap Investasi Seperti halnya barang dan jasa, investasi sebagai suatu produk akan hadir jika terdapat permintaan terhadap suatu investasi. Permintaan terhadap suatu investasi berasal dari investor yang memiliki kelebihan dana yang dimilikinya pada asset atau obyek investasi yang dipilihnya. Dimana pilihan investasi yang dapat investor pilih baik berupa investasi dalam bentuk real asset dan investasi dalam bentuk financial asset telah semakin beragam. Sehingga berbagai ukuran yang diperlukan dalam mempertimbangkan keputusan investasi yang dibuat akan terletak pada seberapa besar modal atau dana yang dikeluarkan untuk melakukan investasi sampai dapat memperoleh tingkat pengembalian yang diharapkan, seberapa besar tingkat pengembalian investasi jika dibandingkan dengan investasi lain, seberapa besar kemungkinan resiko dari pilihan investasi tersebut, dan seberapa cepat dana dalam bentuk kas secara fisik dapat ditarik dari modal yang telah disetor (Widoatmodjo 2007). Semakin besar tingkat pengembalian, dan semakin cepat dana dalam bentuk uang kas dapat ditarik dari modal yang diinvestasikan maka akan semakin baik bagi investor dalam memilih investasi tersebut. Semakin baik ukuran daya tarik dari suatu investasi tersebut akan menyebabkan semakin besar permintaan terhadap investasi tersebut jika ukuran daya tarik dari investasi tersebut lebih besar dibandingkan dengan daya tarik dari investasi lain. Sehingga hal ini dapat mengakibatkan terjadinya peralihan dana yang ditarik keluar dari suatu investasi menuju investasi lain.
Adanya peralihan dana yang ditarik keluar tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan jumlah permintaan investasi yang pada gilirannya akan mempengaruhi kembali terhadap perubahan daya tarik pada investasi
tersebut.
Perubahan
daya
tarik
dari
investasi
tersebut
akan
mengakibatkan pula terjadinya perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan dan lamanya uang kas yang dapat ditarik dari modal yang diinvestasikan.
3.1.2. Investasi Saham Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha terhadap perusahaan (Hin 2008).
Menurut
Widoatmodjo (2007), saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau yang biasa disebut dengan emiten Sementara menurut Tambunan (2007) saham dapat didefinisikan sebagai bukti penyertaan modal pada sebuah perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut, saham merupakan bukti penyertaan modal
yang dikeluarkan oleh
perusahaan emiten sebagai suatu tanda adanya investasi yang dilakukan oleh investor dimana investor akan mendapatkan return berupa dividen atau capital gain dari sejumlah dana atau modal yang diinvestasikan. Dividen dapat diperoleh investor bilamana perusahaan emiten tempat sejumlah dana atau modal ditempatkan membukukan laba bersih di akhir tahunnya (Tambunan 2007). Dividen sering menjadi tolak ukur skala perusahaan. Jika dividen dibayarkan secara rutin dengan pertumbuhan, maka umumnya saham tersebut akan menjadi pilihan investasi yang menarik bagi investor. Sementara itu, capital gain dapat diperoleh investor bilamana suatu harga saham yang diinvestasikan oleh investor mengalami kenaikan harga dan investor memutuskan untuk melepas kepemilikan saham tersebut dengan menjualnya di pasar saham. Sehingga investor akan mendapatkan selisih nilai positif dari harga jual saham terhadap harga beli saham. Pergerakan harga saham yang begitu cepat akan membuat potensi terjadinya capital gain secara cepat pula yang tak jarang juga menyebabkan potensi capital loss (Arifin 2005). Saham memiliki tingkat resiko yang jauh lebih tinggi daripada jenis instrumen investasi lain baik yang berasal dari pasar modal, pasar keuangan maupun pasar derivatif, namun tingkat resiko yang dihasilkannya sebanding dengan tingkat keuntungannya. Keuntungan dari saham yang dapat diperoleh investor
yaitu dividen dan capital gain dapat melebihi tingkat keuntungan
investasi dari investasi lain. Tabungan dan deposito walaupun memiliki tingkat kepastian dalam memberikan hasil keuntungan dibandingkan saham tetapi tingkat keuntungan yang ditawarkan dari tabungan dan deposito relatif terbatas yaitu mengacu pada
18
besaran tingkat suku bunga Bank Indonesia (Hin 2008). Untuk valas US dolar misalnya, tingkat keuntungan yang dihasilkan dari selisih harga jual dan harga beli valas relatif lebih kecil dibandingkan dengan capital gain yang mampu diberikan saham namun capital loss yang diberikan saham dapat jauh lebih besar dibandingkan dengan capital loss dari valas. 3.1.3. Permintaan dan Penawaran Saham serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Ketika saham akan diperdagangkan di pasar saham, mekanisme pertemuan yang akan terjadi pada pertemuan antara permintaan dan penawaran saham tidak hanya akan melibatkan permintaan dari investor yang ingin membeli saham dan penawaran dari emiten yang ingin menjual sahamnya tetapi juga akan melalui mekanisme pertemuan antara permintaan dan penawaran saham antara investor yang ingin membeli saham dan investor yang ingin menjual sahamnya. Dimana dua mekanisme yang harus terjadi tersebut melibatkan dua pasar yang terdapat pada pasar saham yaitu pasar perdana dan pasar sekunder. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan permintaan saham pada kedua pasar saham tersebut akan semakin sulit ditemukan faktor-faktor yang secara pasti mempengaruhi karena adanya mekanisme yang panjang yang harus dilalui saham sebelum akhirnya berhasil ditransaksikan yang berimplikasi pada banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan permintaan saham. Diperlukan adanya pendekatan yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi perubahan permintaan yang pada gilirannya dapat memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham. Dua faktor yang diduga mempengaruhi secara langsung permintaan terhadap saham yaitu besar kecilnya dividen yang dibayarkan dan perkembangan harga saham yang bersangkutan (apresiasi harga saham).
Bila suatu saham
diharapkan akan dapat memberikan dividen yang relatif lebih tinggi maka dapat dipastikan bahwa permintaan akan saham tersebut akan meningkat, sebaliknya bila saham tersebut memberikan dividen yang tidak memuaskan maka permintaan saham tersebut akan menurun. Apabila nilai capital gain yang ditunjukkan
19
melalui selisih harga jual dan harga beli saham memberikan hasil yang negatif maka permintaan saham tersebut akan menurun. Sebaliknya apabila hasilnya menunjukkan positif, maka permintaan saham tersebut akan semakin besar. Apabila dianalisis lebih lanjut, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan besar kecilnya dividen yang dibayarkan dan perubahan capital gain dari
harga saham yang bersangkutan dapat berasal dari dalam
perusahaan emiten penerbit saham saham.
dan faktor luar perusahaan emiten penerbit
Faktor dari dalam perusahaan pada dasarnya dapat dikontrol atau
didiversifikasi seperti kebijakan perusahaan, kemampuan manajemen, operasional perusahaan, sumber daya manusia, teknologi, dan faktor-faktor internal lainnya seperti financial leverage, likuiditas dan lain-lain.
Faktor-faktor di luar
perusahaan
perusahaan
pada
dasarnya
tidak
dapat
dikontrol
sehingga
memungkinkan akan terjadinya resiko sistematis yang tidak diinginkan perusahaan
dan
sebagian
besar
mempengaruhi
keseluruhan
efek
yang
diperdagangkan . Faktor-faktor ini berupa kondisi sosial, kondisi ekonomi makro, kondisi politik, dan lain-lain. Kondisi sosial yang menjadi faktor di luar perusahaan yang perlu diperhatikan oleh pelaku pasar saham antara lain: siklus perdagangan, jumlah penduduk, kebudayaan penduduk, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya. Pengamatan yang perlu dilakukan para pengamat pasar saham terhadap bidang politik antara lain: keberadaan pemerintahan yang berkuasa, kerjasama dengan negara lain, keamanan, peraturan pemerintah, dan lain-lain. Sedangkan variabelvariabel makroekonomi yang mempengaruhi antara lain: nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (valas), inflasi, tingkat suku bunga riil, produk domestik bruto, kerjasama ekonomi regional, suku bunga amerika serikat, indeks perdagangan pertanian dan lain-lain (Erdina 2006). 3.1.4. Harga Saham dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Harga suatu saham digunakan investor sebagai acuan dalam melakukan transaksi di pasar saham. Harga saham merefleksikan seberapa besar kekuatan permintaan dibandingkan kekuatan penawaran terhadap suatu saham.
Makin
banyak investor yang ingin membeli saham, sementara banyaknya investor yang
20
ingin menjual tetap maka harga saham akan cenderung naik. Dan sebaliknya, makin banyaknya investor yang ingin menjual saham sementara banyaknya investor yang ingin membeli saham cenderung tetap maka harga saham akan cenderung turun. Dalam melakukan investasi pada pasar saham, perubahan harga saham akan menjadi faktor yang penting untuk dianalis bagi para investor. Karena hal ini akan terkait dengan seberapa besar tingkat pengembalian berupa capital gain dan dividen yang akan diperoleh dan potensi terjadinya capital loss. Secara umum pasar saham menganut pergerakan harga saham yang membentuk suatu pola jangka waktu tertentu, artinya tidak ada harga saham yang akan terus mengalami kenaikan terus-menerus ataupun turun menurun terus-menerus sehingga adakalanya ketika harga saham naik akan diikuti pula dengan penurunan harga saham dan sebaliknya ketika harga saham turun akan diikuti pula oleh kenaikan harga saham. Harga Saham D
Harga Saham S
D2
S1
D1
p2 p
p1
q
Jumlah Saham
(1a)
q1 q2
Jumlah Saham
(1b)
Keterangan: 1a = Pergerakan Harga Saham Sepanjang Kurva Permintaan D1 1b = Pergeseran Permintaan Saham akibat Perubahan Harga Saham
Gambar 1. Pergerakan Harga Saham dan Pergeseran Permintaan Saham Sumber: Widoatmodjo (2009)
Dalam jangka panjang, perubahan harga saham akan bergerak searah mengikuti kinerja perusahaan seperti pertumbuhan laba bersih, pertumbuhan likuiditas, pertumbuhan ekuitas, pertumbuhan dividen dan lain-lain. Sedangkan
21
dalam jangka pendek, perubahan harga saham biasanya ditentukan oleh perkiraan investor (psikologis investor) dalam menilai perkiraan harga saham apakah akan naik atau turun. Sehingga para investor dalam jangka pendek memfokuskan perhatian pada waktu yaitu kapan tren harga saham akan naik dan kapan tren harga saham akan turun sehingga dapat memutuskan kapan akan masuk bursa saham dan mengambil posisi beli saham serta kapan akan keluar bursa saham dan mengambil posisi jual saham. Dalam kondisi tersebut, besar kecilnya perubahan harga saham yang terjadi dalam memutuskan kapan masuk bursa dan keluar bursa akan menentukan pula pada besar kecilnya capital gain yang dapat diperoleh investor. Capital gain yang merupakan selisih antara nilai penjualan dan pembelian saham pada gilirannya menyebabkan jumlah saham yang diminta juga ikut berubah. Sehingga harga saham akan bergerak kembali sepanjang kurva permintaan pada kurva penawaran yang tetap (Gambar 1a). Apabila terdapat banyak investor yang mengambil keputusan untuk masuk bursa saham dan membeli saham maka tren pergerakan harga saham yang akan terjadi adalah naik. Dan apabila investor lain juga memiliki kesamaan dalam hal pengambilan keputusan untuk membeli saham sementara jumlah investor yang menjual saham cenderung tetap maka akan membuat chart atau grafik harga saham terus mengalami tren naik (Gambar 1a). Asumsi ini berlaku selama faktorfaktor lain di luar harga saham yang dapat mempengaruhi pada pergeseran kurva permintaan saham tetap seperti faktor variabel makroekonomi, faktor politik, faktor sosial, dan lain-lain. Untuk dapat menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan harga saham perlu dilakukan analisis terlebih dahulu pada faktorfaktor yang mempengaruhi terhadap perubahan pemintaan saham. Karena harga saham terbentuk berdasarkan adanya keseimbangan kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran dari suatu saham maka faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan permintaan saham pada penawaran saham yang tetap akan menyebabkan pula pergeseran kurva permintaan.
Dari pergeseran kurva
permintaan ini maka akan mempengaruhi terhadap perubahan harga saham dan terbentuklah harga saham baru.
Pada Gambar 1b, terlihat bahwa dengan
22
berubahnya pemintaan saham sementara penawaran tetap, kurva permintaan D1 bergeser menuju D2 sehingga terbentuklah harga saham baru p2. Menurut Alwi (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham apabila dilihat dari sisi permintaan saham yaitu: 1) Faktor internal (lingkungan mikro). Faktor internal yang mempengaruhi perubahan harga saham antara lain berupa: a)
Pengumuman
tentang
pemasaran,
produksi,
penjualan,
seperti
pengiklananan, rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk, dan laporan penjualan b)
Pengumuman pendanaan seperti pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang
c)
Pengumuman dari badan direksi manajemen seperti perubahan dan pergantian direktur, manajemen, dan struktur organisasi
d)
Pengumuman pengambilalihan diversifikasi seperti laporan merjer, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan diakuisisi laporan divestasi dan lainnya
e)
Pengumuman
investasi,
seperti
melakukan
ekspansi
pabrik,
pengembangan riset, dan penutupan usaha lainnya f)
Pengumuman ketenagakerjaan seperti negoisasi baru, kontrak baru, pemogokan, dan lain-lainnya.
g)
Pengumuman laporan keuangan perusahaan seperti peramalan laba sebelum akhir tahun fiskal, dan setelah akhir tahun fiskal, rasio lancar, gross profit margin (GPM), net proft margin (NPM), return on asset (ROA), return on equity (ROE), dividen payout ratio (DPR), dividen yield, debt to equity ratio (DER), debt to asset ratio (DAR) dan rasio pertumbuhan.
2) Faktor Eksternal (lingkungan makro) Faktor eksternal (lingkungan makro) yang mempengaruhi perubahan harga saham antara lain:
23
a)
Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah
b)
Pengumuman hukum seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan atau terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya
c)
Pengumuman industri sekuritas seperti laporan pertemuan tahunan, insider trading, volume atau harga saham perdagangan, pembatasan atau penundaan trading
d)
Gejolak politik dalam negeri atau fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap terjadinya pergerakan harga di bursa efek suatu negara
e)
Berbagai isu baik dari dalam maupun luar negeri.
3.1.5. Pengaruh Perubahan Suku Bunga terhadap Perubahan Harga Saham Tingkat suku bunga yang mempengaruhi perkembangan pasar saham secara umum adalah tingkat suku bunga Bank Indonesia atau BI rate. BI rate adalah suku bunga kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter dan diumumkan kepada publik (Bank Indonesia 2010). BI rate sebagai operasi moneter yang dilakukan oleh BI dengan tujuan untuk mengelola likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
Penetapan BI rate ini diharapkan akan
diikui pula oleh perkembangan suku bunga deposito dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan suku bunga apabila inflasi kedepan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan. Dan sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan akan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Apabila diasumsikan perkiraan inflasi ke depan melampaui sasaran yang ditetapkan maka Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga BI . Pada Gambar 2a, tingkat suku bunga BI naik dari r1 ke r2. Hal ini akan mempengaruhi
24
kecenderungan investor yang memiliki sejumlah dana yang tersimpan dalam bentuk tabungan dan deposito di portofolionya untuk mengambil keputusan menambah simpanan dananya dalam bentuk tabungan dan deposito di bank. Tingkat Suku Bunga
Harga Saham Kelebihan Penawaran Dana SL
D2
D1
S1
q2q1
Jumlah Saham
r2 p1
r1 DL
q3 q1 q2
Jumlah Investasi
(2a)
p2
(2b)
Keterangan: 2a = Kelebihan Penawaran Dana Investasi pada Tabungan dan Deposito 2b = Pergeseran Permintaan Saham akibat Perubahan Tingkat Suku Bunga SL = Penawaran Dana DL = Permintaan Dana
Gambar 2. Pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Pergeseran Permintaan dan Perubahan Harga Saham Sumber: Puspopranoto (2004)
Apabila diasumsikan investor memiliki sejumlah dana yang tetap yang dialokasikan pada beberapa instrumen investasi dalam portofolionya seperti tabungan dan deposito, valas US dolar, sektor riil dan saham maka investor akan cenderung mempertimbangkan untuk mengalihkan dana dalam jumlah tertentu dari salah satu instrumen investasi yang memiliki tingkat pengembalian yang lebih rendah menuju instrumen investasi yang memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi di dalam portofolio investor. Dalam hal ini, jika akan dibandingkan suatu pilihan antara investasi dalam bentuk tabungan dan deposito dengan investasi dalam bentuk saham, maka acuan pembanding yang digunakan yakni perubahan tingkat suku bunga BI dan perubahan harga saham dengan asumsi tingkat pengembalian dari sektor riil serta valas US dolar tetap untuk menentukan seberapa besar tingkat pengembalian yang dapat diberikan oleh kedua investasi tersebut.
25
Apabila tingkat pengembalian yang dapat diberikan oleh tabungan dan deposito lebih besar daripada tingkat pengembalian yang dapat diberikan oleh saham maka alokasi dana yang digunakan investor untuk menambah simpanan dananya dalam bentuk tabungan dan deposito akan diambil dari dana yang telah disimpan dalam saham dari portofolio investor tersebut. Jika diasumsikan, tiaptiap investor yang memiliki simpanan dana dalam bentuk tabungan dan deposito serta saham di portofolionya mengambil keputusan investasi yang sama yakni mengambil dana dari saham untuk disimpan dalam bentuk tabungan dan deposito maka hal ini menyebabkan permintaan terhadap saham akan turun. Sehingga pada penawaran saham yang tetap, hal ini akan menggeser kurva permintaan turun dari D1 ke D2. Sementara dari sisi pasar uang, akan terjadi kelebihan penawaran dana yang menandakan bahwa lebih banyak orang menyimpan dana dalam bentuk tabungan dan deposito dibandingkan dengan meminjam dana di Bank dan meyimpan dananya pada saham (Gambar 2a). Akibatknya pergeseran kurva permintaan dari D1 menjadi D2 ini mempengaruhi perubahan harga saham dari p1 yang turun menjadi p2 (Gambar 2b). Berdasarkan penjelasan tersebut, adanya kenaikan suku bunga akan mempengaruhi terhadap penurunan harga saham.
Sehingga dalam hal ini,
hipotesisnya adalah perubahan suku bunga berpengaruh negatif terhadap perubahan harga saham. 3.1.6. Pengaruh Perubahan Inflasi terhadap Peruhahan Harga Saham Inflasi merupakan proses kenaikan harga barang dan jasa secara menyeluruh dan terus-menerus. Kenaikan harga satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan harga barang tersebut turut menyebabkan kenaikan harga pada barang lain.
Kenaikan harga barang dan jasa akan
meningkatkan biaya perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa. Kenaikan biaya perusahaan ini akan menyebabkan biaya operasional perusahaan menjadi lebih mahal sehingga perusahaan kemudian menaikkan harga jual barang dan jasa di pasar barang dan jasa (output) ini. Apabila peningkatan harga jual barang dan jasa di pasar output ini tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan masyarakat,
26
maka dikhawatirkan hal ini dapat menurunkan tingkat keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Ketika inflasi terjadi maka biaya untuk memproduksi output menjadi lebih mahal sehingga dibutuhkan tambahan pendanaan pada sektor riil dalam jumlah yang lebih besar. Maka bagi investor yang memiliki jumlah dana yang tetap yang dialokasikan pada beberapa instrumen investasi seperti tabungan dan deposito, valas US dolar, saham dan sektor riil akan cenderung mempertimbangkan untuk memilih antara instrumen investasi seperti tabungan dan deposito, valas US dolar, saham dibandingkan dengan investasi pada sektor riil.
Apabila diasumsikan
bahwa perkiraan kenaikan harga input yang terjadi akan mendorong pada kenaikan tingkat pengembalian per satuan output terhadap investor maka investor akan cenderung untuk mengurangi dana selain investasi sektor riil di dalam portofolionya untuk kemudian dialokasikan dana tersebut pada sektor riil. Harga Barang
Harga Saham S2
D1
S1
D1
p2
S1
D2
p1
p1 p2
q2 q1
Jumlah Barang
q2 q1
Jumlah Saham
(3a) (3b) Keterangan: 3a = Kenaikan Harga Barang dan Jasa akibat Kenaikan Biaya Produksi 3b = Penurunan Harga Saham akibat Penurunan Permintaan Saham
Gambar 3. Pengaruh Inflasi terhadap Perubahan Harga Saham Sumber: Putong (2003)
Apabila saham dan sektor riil yang dijadikan sebagai acuan pembanding dalam mempertimbangkan keputusan investasi di tengah inflasi maka tingkat pengembalian yang dapat diberikan antara saham dan sektor riil yang akan dijadikan acuan dengan asumsi tingkat pengembalian dari tabungan dan deposito serta valas US dolar tetap. Ketika tingkat pengembalian yang dapat diberikan oleh saham diperkirakan lebih kecil dibandingkan dengan perkiraan tingkat
27
pengembalian per satuan output dari investasi sektor riil maka investor akan mengambil dana yang tersimpan dalam saham untuk dialokasikan pada investasi di sektor riil sebagai tambahan pendanaan di sektor riil. Jika diasumsikan, tiap-tiap investor yang memiliki simpanan dana pada sektor riil dan saham di portofolionya mengambil keputusan investasi yang sama yakni mengambil dana dari saham untuk dialokasikan pada investasi di sektor riil sebagai tambahan pendanaan di sektor riil maka hal ini menyebabkan permintaan terhadap saham akan turun pada penawaran saham yang tetap. Pada gambar 3a, terlihat bahwa kenaikan harga barang dan jasa yang diakibatkan oleh kenaikan biaya produksi sehingga harga barang dan jasa naik dari P1 ke P2 menurunkan permintaan terhadap saham. Kurva permintaan saham bergeser ke kiri bawah pada kurva penawaran yang tetap dari D1 ke D2. Harga saham turun dari P1 ke P2 (Gambar 3b). Berdasarkan penjelasan tersebut adanya inflasi menyebabkan terjadinya penurunan harga saham. Sehingga dalam hal ini, hipotesisnya adalah perubahan inflasi berpengaruh negatif terhadap perubahan harga saham. 3.1.7.
Pengaruh Perubahan Kurs US Dolar terhadap Perubahan Harga Saham Setiap negara di dunia memiliki mata uangnya masing-masing. Dimana
mata uang dari suatu negara tertentu dapat dipertukarkan dengan mata uang negara lain. Nilai tukar dari mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain ditentukan berdasarkan nilai kurs yang berlaku (Hadi 2004). Dimana kurs ini ditentukan oleh kekuatan dari mata uang negara tertentu terhadap mata uang negara lain. Mata uang jenis hard currency seperti mata uang US dolar, yen, euro memiliki nilai tukar yang lebih tinggi daripada jenis mata uang soft currency seperti rupiah, ringgit, dll. Di pasar valuta asing, mata uang suatu negara dijadikan sebagai alat komoditi dimana nilai valuta asing ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar valuta asing. Semakin tinggi jumlah permintaan terhadap suatu valuta asing sementara jumlah penawaran mata uang asing (valas) tersebut tetap maka nilai dari valuta asing tersebut terapresiasi. Sehingga apabila nilai dari suatu valuta asing mengalami apresiasi maka akan meningkatkan nilai tukarnya
28
terhadap mata uang domestik dengan asumsi tidak terjadi perubahan pada nilai mata uang domestik tersebut. Valuta asing US dolar merupakan valuta asing yang memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian dunia (Berlianta 2006). Sehingga tiap kenaikan dari nilai valuta asing US dolar ini akan mempengaruhi pula pada perekonomian dunia. Kebutuhan pendanaan dalam transaksi internasional yang dilakukan dalam bentuk US dolar di tengah globalisasi menjadi semakin tinggi terutama disebabkan oleh tingginya harga barang dan jasa dunia. Pada penawaran US dolar yang tetap, permintaan terhadap US dolar yang naik untuk membiayai kebutuhan pendanaan dalam transaksi internasional menyebabkan dibutuhkan pula jumlah rupiah dalam jumlah yang lebih banyak untuk kemudian dikonversikan kedalam US dolar. Permintaan terhadap US dolar menjadi naik dan penawaran terhadap rupiah juga ikut naik. Permintaan US dolar yang naik ini menggeser kurva permintaan terhadap US dolar dari D1 ke D2 sehingga kurs US dolar naik dari kurs 1 ke kurs 2 (Gambar 4a). Kurs Rp/US dolar
Harga Saham
D2 $ S1$
D2
Kurs 2 D1$
S1
D1
Kurs 1
p2 p1
q1 q2
Jumlah US dolar
(4a)
q1 q2
Jumlah Saham
(4b)
Keterangan: 4a = Kenaikan Kurs US Dolar akibat Kenaikan Permintaan US Dolar 4b = Kenaikan Harga Saham akibat Kenaikan Permintaan Saham
Gambar 4. Pengaruh Perubahan Kurs US dolar terhadap Perubahan Harga Saham Sumber: Puspopranoto (2004)
Apabila nilai valuta asing US dolar mengalami kenaikan (apresiasi) dan harga valas ini menjadi lebih mahal daripada nilai nominalnya sementara nilai
29
mata uang Rupiah tetap atau tidak mengalami perubahan maka kurs US dolar terapresiasi dan nilai Rupiah terdepresiasi (Putong 2003).
Bagi investor yang
melihat kenaikan kurs US dolar yang terjadi dari kurs 1 ke kurs 2 akan menilai bahwa terdapat potensi keuntungan yang dapat terealisasi jika investor menjual US dolar yang dimilikinya. Dimana potensi keuntungan tersebut didapatkan dari selisih harga penjualan US dolar dengan harga pembelian US dolar. Sehingga hal ini akan mendorong investor untuk menjual US dolar yang dimilikinya untuk dikonversikan ke dalam bentuk rupiah.
Dengan dikonversikannya US dolar ke
dalam bentuk rupiah maka hal ini akan menambah jumlah rupiah yang dimiliki. Dimana kelebihan jumlah rupiah yang dimiliki tersebut kemudian diinvestasikan kembali ke dalam portofolionya ke dalam bentuk saham, tabungan dan deposito ataupun sektor riil. Jika diasumsikan investor hanya akan menempatkan kelebihan rupiah yang dimilki tersebut pada satu instrumen investasi diantara beberapa instrumen investasi di dalam portofolionya maka saham akan cenderung menjadi pilihan dibandingkan dengan instrumen investasi lain.
Transaksi pembelian dan
penjualan saham cenderung lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan instrumen investasi lain. Sehingga kemudian investor akan menempatkan kelebihan rupiah yang dimiliki untuk ditempatkan di saham. Jika diasumsikan, tiap-tiap investor yang memiliki kelebihan rupiah dari hasil penjualan valas US dolar mengambil keputusan yang sama yakni menempatkan dana tersebut dalam bentuk saham di portofolionya maka hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan permintaan terhadap saham pada penawaran saham yang tetap sehingga kurva permintaan saham akan bergeser ke kanan atas dari D1 ke D2, harga saham akan naik dari p1 ke p2 dan jumlah saham akan naik dari q1 ke q2 (Gambar 4b). Berdasarkan penjelasan di atas, kenaikan kurs US dolar menyebabkan terjadinya peningkatan harga saham maka hipotesis yang diajukan dalam hal ini adalah perubahan kurs US dolar berpengaruh positif terhadap perubahan harga saham.
30
3.1.8.
Pengaruh Perubahan Fundamental Keuangan terhadap Perubahan Harga Saham Analisis fundamental merupakan analisis yang digunakan untuk mencoba
memprediksi harga saham di waktu yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor fundamental yang berpengaruh terhadap harga saham dengan menerapkan hubungan antara variabel pada fundamental keuangan dengan variabel harga saham. Dimana faktor fundamental keuangan seperti penjualan, biaya, laba bersih dan pertumbuhan, kebijakan dividen dan lain-lain penting untuk dianalisis bagi investor. Hal ini dapat menentukan posisi relatif dari perusahaan yang menerbitkan saham dibandingkan pesaing serta perkiraan perkembangan fundamental keuangan ke depannya. Penilaian investor dalam memperkirakan kondisi fundamental keuangan perusahaan penerbit saham ke depan guna mengambil keputusan apakah akan membeli, menjual ataupun menyimpan saham dalam jangka waktu tertentu inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya pergeseran pada kurva permintaan sehingga terjadinya perubahan harga saham. Analisis fundamental keuangan didasarkan pada analisis keuangan yang tercermin pada rasio keuangan perusahaan yang terdiri dari lima rasio seperti rasio likuiditas, profitabilitas, pertumbuhan, solvabilitas dan pasar (Ang 1997, diacu dalam Wiwoho 2005). Rasio likuiditas antara lain rasio lancar, kas, dan quick ratio. Rasio profitabilitas antara lain rasio gross profit margin (GPM), net profit margin (NPM), return on asset (ROA), return on equity (ROE), payout ratio, dividen yield. Rasio pertumbuhan seperti pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba bersih dan pertumbuhan EPS. Rasio solvabilitas diantaranya rasio debt to equity ratio (DER), debt to asset (DAR).
Sementara rasio pasar yang perlu
dianalisis antara lain rasio price earning per share (PER). Rasio lancar merupakan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva lancarnya untuk memenuhi kewajiban lancarnya.
Rasio lancar ini
didapatkan dari perhitungan antara perbandingan rasio jumlah aktiva lancar dengan kewajiban lancar perusahaan dalam periode tertentu.
Jika rasio lancar
perusahaan lebih besar dari satu maka semakin baik pengelolaan perusahaan dalam mengelola kewajiban lancarnya.
Namun demikian, rasio lancar yang
31
tinggi menandakan adanya manajemen yang buruk dalam hal pengelolaan sumber-sumber likuiditas. Dalam melihat rasio lancar ini, faktor kondisi dan lingkungan perusahaan juga harus diperhatikan seperti rencana manajemen, sektor industri dan kondisi ekonomi makro secara umum. Jika rasio lancar lebih kecil dari satu berarti menandakan perusahaan memiliki modal kerja yang negatif dan sedang menghadapi krisis keuangan (Tambunan 2007).
Hal ini perlu ditinjau bagi
manajemen apakah telah terjadi krisis keuangan pada perusahaan. Bagi investor, kebutuhan informasi mengenai keadaan rasio lancar perusahaan penerbit saham akan berguna untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengelola modal kerjanya.
Dimana dengan modal kerja yang
dikelola dengan baik akan mempengaruhi terhadap aktivitas perusahaan. Terutama apabila perusahaan masih memiliki kelebihan aktiva lancarnya setelah memenuhi kewajiban lancarnya, dapat menginvestasikan kembali dana tersebut untuk membayar dividen atau untuk investasi yang bisa menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih. Sehingga investor juga dapat memperkirakan potensi tingkat keuntungan perusahaan yang mungkin terjadi dari investasi kelebihan aktiva lancar ini. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi kecenderungan investor untuk memilih saham ini dan harga saham dapat bergerak naik. Rasio profitabilitas, jenis rasio lain yang perlu diketahui oleh investor digunakan untuk mengetahui seberapa efisienkah kinerja perusahaan dan seberapa besarkah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungannya.
Rasio
seperti rasio GPM, NPM, ROA, ROE sering menjadi perhatian investor dalam melihat rasio ini. Rasio GPM digunakan untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Jadi setiap satu rupiah dari barang yang yang terjual, perusahaan memperoleh keuntungan kotor sebesar X rupiah. Rasio ini juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa efektifkah perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya material yang dimilikinya untuk menghasilkan penjualan (Tambunan 2007). Rasio NPM merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak perusahaan dengan penjualan bersihnya. Semakin besar rasio NPM artinya semakin besar kemampuan perusahaan dalam mengefektifkan sumber daya yang dimiliki dari
32
nilai penjualannya untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Nilai ROA berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah aset yang digunakan dan dapat diketahui pula apakah perusahaan cukup efisien dalam memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Sementara rasio ROE bertujuan untuk mengetahui besarnya kembalian yang dapat diberikan oleh perusahaan untuk setiap satu rupiah modal pemilik. GPM, NPM, ROA dan ROE yang semakin meningkat menggambarkan kinerja perusahaan yang semakin membaik dengan semakin meningkatnya laba kotor dan laba bersih perusahaan. Bagi investor, dengan semakin meningkatnya laba bersih perusahaan maka semakin besar potensi pembagian dividen yang dapat diterima oleh pemegang saham. Semakin besar potensi tingkat keuntungan tersebut maka akan cenderung mendorong investor untuk membeli saham pada perusahaan emiten tersebut. Permintaan terhadap saham akan semakin meningkat pada gilirannya akan cenderung meningkatkan harga saham tersebut ke depannya. Investor juga akan tertarik pada perusahaan yang cenderung mengalami pertumbuhan ke depannya seperti penjualan, laba bersih, earning per share (EPS) dan dividen yang terus tumbuh. Adanya pertumbuhan dari keempat fundamental keuangan tersebut akan mempengaruhi terhadap kecenderungan potensi tingkat pengembalian bagi investor yang juga akan meningkat yang pada gilirannya mendorong investor untuk menempatkan dananya pada saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut. Implikasinya bagi saham yakni dengan meningkatnya permintaan sementara penawaran terhadap saham tetap maka akan menggeser kurva permintaan sehingga harga saham akan naik. Di sisi lain, bagi investor yang tergolong ke dalam risk averter akan merasa khawatir pada perusahaan yang memiliki total hutang baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjangnya yang besar.
Hal ini akan
mempengaruhi perusahaan emiten pada lebih terprioritaskannya pembayaran bunga hutang dibandingkan dengan pembayaran dividen sehingga hal ini akan mempengaruhi
investor
untuk
menaikkan
tingkat
pengembalian
yang
dipersyaratkan karena adanya penambahan risiko pada instrumen saham ini. Semakin besar kenaikan tingkat pengembalian yang dipersyaratkan oleh investor tersebut akan menurunkan permintaan terhadap saham ini yang pada gilirannya
33
hal ini akan menurunkan harga saham pada kondisi penawaran terhadap saham tetap. Pada kondisi tersebut, investor perlu mengetahui kondisi solvabilitas perusahaan. Dimana kondisi solvabilitas yang perlu investor ketahui yakni rasio DAR dan DER. Rasio DAR yang menekankan pentingnya pendanaan dengan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Sementara rasio DER merupakan rasio total hutang terhadap total ekuitas perusahaan yang menunjukkan seberapa besar hutang perusahaan dijamin oleh dana pemegang saham. Nilai DAR dan DER yang rendah menunjukkan sebagian besar investasi aktiva yang dilakukan oleh perusahaan didanai dari investasi pemegang saham dan dana internal. DAR dan DER perusahaan yang rendah akan mempunyai risiko kerugian yang lebih besar ketika keadaan ekonomi menurun sehingga kesempatan memperoleh laba menjadi rendah.
Rasio DAR dan DER akan
mencerminkan resiko kerugian bagi investor. Dengan demikian, sangat penting bagi investor untuk memilih saham dimana perusahaan penerbit saham ini memiliki nilai rasio DAR dan DER yang rendah. Setelah investor mengetahui rasio solvabilitas yang berguna untuk menilai seberapa besar risiko kerugian dari saham yang akan dipilih, investor juga perlu untuk membandingkan kinerja saham tersebut di pasar dalam memutuskan apakah akan membeli, menjual atau menyimpan saham tersebut.
Price to book value
(PBV) adalah satu diantara beberapa rasio pada rasio pasar yang dapat dijadikan sebagai alat bantu investor dalam menilai kinerja pasar saham tersebut dibandingkan kinerja saham pesaing. PBV merupakan rasio pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya (Ang, diacu dalam Wiwoho 2005). Nilai buku perusahaan yang dimaksudkan dalam hal ini yakni rasio antara ekuitas pemegang saham dengan jumlah lembar saham yang beredar. Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik biasanya akan memiliki rasio PBV di atas satu. Hal ini menunjukkan bahwa harga pasar dari saham tersebut lebih besar dari nilai bukunya. Semakin besar rasio PBV maka semakin meningkat harga saham pasar tersebut.
34
Apabila kemudian investor membandingkan antara nilai rasio PBV antara satu saham dengan saham pesaingnya maka saham yang memiliki nilai rasio PBV lebih besar dibandingkan pesaingnya akan cenderung lebih dipilih oleh investor. Jika suatu saham cenderung lebih banyak dipilih oleh investor akan meningkatkan pemintaan saham tersebut sehingga pada jumlah penawaran saham yang tetap hal ini akan menggeser kurva permintaan dan harga saham menjadi naik. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Investor yang menyimpan dananya pada saham tentunya tidak hanya menyimpan dananya dalam bentuk saham tetapi juga menyimpan sejumlah dana dalam bentuk tabungan dan deposito, valas US dolar dan sektor riil ataupun investasi lain pada portofolionya. Namun, sejumlah dana yang dialokasikan pada beberapa instrumen investasi dalam portofolio tersebut relatif terbatas dan diasumsikan dana dalam portofolio tersebut berada dalam jumlah yang tetap sehingga hal ini akan mempengaruhi pula pada keputusan berinvestasi yang dilakukan investor.
Investor cenderung akan mempertimbangkan untuk
memindahkan dana dalam jumlah tertentu dari salah satu instrumen investasi yang memiliki tingkat pengembalian yang rendah menuju instrumen investasi yang memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi pada portofolionya. Kenaikan tingkat suku bunga BI rate, inflasi dan kurs US dolar pada kondisi krisis akan mempengaruhi investor dalam memindahkan dananya yang dialokasikan dalam bentuk saham menuju instrumen investasi seperti tabungan dan deposito dari pasar uang, sektor riil dan valas US dolar dari pasar valas secara bersamaan sehingga hal ini akan berdampak sangat besar pada penurunan permintaan saham. Dimana, hal tersebut akan turut pula mempengaruhi terhadap penurunan harga saham. Investor yang memiliki sejumlah dana pada saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA, mengalami penurunan sangat besar pada harga sahamnya sebagai respon dari adanya kenaikan tingkat suku bunga, inflasi dan kurs US dolar secara bersamaan yang terjadi pada tahun 2008. Sehingga seberapa besar pengaruh dari perubahan tingkat suku bunga, inflasi dan kurs US dolar terhadap perubahan harga saham pada keempat saham perusahaan pertanian ini menjadi penting untuk
35
dianalisis. Hal ini terkait dengan potensi kerugian yang lebih besar yang mungkin akan terjadi jika investor tidak mengetahui faktor makroekonomi yang mempengaruhi perubahan harga saham pada keempat perusahaan pertanian ini. Selain itu, investor juga mungkin tidak dapat mengambil peluang dari potensi keuntungan pada keempat saham perusahaan pertanian ini jika tidak mengetahui kekuatan fundamental keuangan keempat saham ini.
Sehingga
pengaruh dari perubahan faktor makroekonomi tidak lantas menyebabkan penurunan harga saham pada keempat saham perusahaan pertanian ini. Pada akhirnya dalam penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan perilaku investor dalam merespon perubahan faktor makroekonomi dan kekuatan fundamental keuangan yang mampu ditunjukkan oleh perusahaan sektor pertanian ini dalam pertimbangannya mengambil keputusan dalam memilih atau tidaknya keempat saham perusahaan pertanian ini yakni AALI, LSIP, UNSP dan TBLA. Secara ringkas dan sistematis, bagan alur kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
36
Harga Saham Perusahaan Pertanian AALI, LSIP, UNSP dan TBLA
Permintaan Saham
Keputusan Investasi
Tingkat Suku Bunga BI rate di Pasar Uang
Kurs US dolar di Pasar Valas US Dolar
Inflasi di Sektor Riil
Kondisi Fundametal Keuangan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA
Keterangan: - - - - - = Faktor Makroekonomi yang Mempengaruhi Perubahan Harga Saham Individu yang Masuk ke Dalam Model
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
37
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang merupakan data time series yang berasal dari beberapa institusi-institusi terkait seperti Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia, dan Badan Pusat Statistik. Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan Mei 2011. Tabel 5. Daftar Nama Perusahaan Sektor Pertanian yang Terdaftar di BEI beserta Frekuensi Perdagangan Saham Periode Januari 2009-Juli 2010 Nama Perusahaan
Sub Sektor
Tanggal Terdaftar Di BEI
Kode Saham
PT Astra Agro Lestari Tbk PT PP London Sumatra Tbk PT Bakrie Sumatra Plantation Tbk PT Tunas Baru Lampung Tbk Pt Gozco Plantations Tbk PT Smart TBK
Perkebunan
9 Desember 1997
AALI
Rata-Rata Frekuensi Perdagangan Saham per Bulan 13.656,43
Perkebunan
5 Juli 1996
LSIP
12.705,43
Perkebunan
6 Maret 1990
UNSP
26.600,29
Perkebunan
14 Februari 2000
TBLA
8.493,14
Perkebunan
25 May 2008
GZCO
7.589,57
Perkebunan
SMAR
161,57
PT Sampoerna Agro Tbk PT BW Plantation Tbk
Perkebunan
20 November 1992 18 Juni 2007
SGRO
10.216,8
Perkebunan
27 Oktober 2009
BWPT
5.679,7
Lainnya
14 May 2004
BTEK
1.954
Tanaman Pangan Peternakan
28 May 2007
BISI
10.665
18 Juni 1990
CPDW
-
Peternakan
28 Februari 1994
MBAI
3.593,43
Perikanan
CPRO
8.210,8
Perikanan
28 November 2006 14 Oktober 2002
IIKP
9,4
Perikanan
24 Maret 2000
DSFI
217,29
PT Bumi Teknoultra Unggul PT Bisi International Tbk PT Cipendawa Tbk PT Mutibreeder Adirama Tbk PT Central Proteinaprima PT Inti Agri Resources PT Dharma Samudra Fishing Tbk
Sumber: Bursa Efek Indonesia (2011), diolah
Populasi dalam penelitian ini adalah saham-saham perusahaan yang masuk dalam sektor pertanian yang terdaftar di BEI sejak tahun 2006 hingga Mei 2011 yaitu sebanyak 15 perusahaan. Dilakukan pemilihan dan pengambilan sampel dari secara purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dngan tujuan penelitian. Sampel penelitian dipilih populasi tersebut. Pemilihan
sampel
dilakukan
secara
sengaja
(purposive)
dengan
pertimbangan dan kriteria sebagai berikut: 1)
Terdaftar aktif di BEI selama periode penelitian yaitu Januari 2006- Mei 2011, masih aktif berdiri, serta merupakan perusahaan yang bergerak di sektor pertanian.
2)
Frekuensi perdagangan saham per bulannya melebihi rata-rata frekuensi perdagangan saham perusahaan sektor pertanian. Berdasarkan kriteria tersebut maka didapatkan empat dari 15 perusahaan
sektor pertanian yang terdaftar di BEI, yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk, PT PP London Sumatera Tbk, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 5. 4.2. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series yang bersifat kuantitatif. Data time series tersebut merupakan data yang didapat dari literatur-literatur dan instansi yang terkait antara lain Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Perpustakan LSI IPB dan literatur-literatur lain yang relevan dengan penelitian ini. Data time series ini terdiri dari: 1)
Data harga saham bulanan perusahaan AALI, LSIP, UNSP, dan TBLA periode Januari 2006-Mei 2011.
2)
Data tingkat inflasi bulanan periode Januari 2006-Mei 2011.
3)
Data suku bunga BI rate bulanan periode Januari 2006-Mei 2011.
4)
Data kurs tengah rupiah terhadap US dolar periode Januari 2006-Mei 2011
5)
Laporan keuangan triwulan AALI, LSIP, UNSP, dan TBLA periode Desember 2006-Maret 2011.
Pengolahan data time series di atas dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan program SPSS 16.0.
39
4.3. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan penelitian yang berguna untuk menjawab permasalahan tujuan penelitian. Data tersebut merupakan data time series. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode browsing internet yaitu metode mendapatkan data dengan cara mengakses di internet pada situs resmi Bursa Efek Indonesia guna memperoleh data berupa data harga saham bulanan AALI, LSIP, UNSP, dan TBLA serta laporan keuangan AALI, LSIP, UNSP, dan TBLA periode tahun Januari 2006-Mei 2011. Dalam penelitian ini juga mengakses situs resmi Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik untuk memperoleh data mengenai tingkat suku bunga bulanan BI rate, tingkat inflasi bulanan dan nilai kurs tengah rupiah terhadap US dolar periode Januari 2006-Mei 2011. Selain itu, untuk melengkapi analisis data yang diperoleh juga dilakukan pencarian sumber informasi yang terkait mengenai permasalahan penelitian seperti penelitian tesis dan skripsi terdahulu serta beberapa literatur yang berhubungan dengan penelitian yang bersumber dari kepustakaan seperti perpustakaan IPB guna mencari literatur yang relevan dengan penelitian ini. 4.4. Metode Pengolahan Data Dalam penelitian ini dilakukan analisis data secara deskriptif dan analisis statistik.
Analisis deskriptif data dilakukan pada data perkembangan kondisi
tingkat suku bunga BI rate, kondisi tingkat inflasi, dan kondisi kurs US dolar serta gambaran harga saham, tingkat pengembalian dan resiko perubahan harga saham pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA dalam jangka pendek. Analisis deskriptif data juga dilakukan pada data berupa rasio keuangan pada keempat perusahaan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007. Melalui nilai rasio keuangan tersebut kemudian dilakukan perbandingan dengan rasio keuangan perusahaan pesaing yang termasuk ke dalam sampel penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran posisi relatif perusahaan terhadap perusahaan pesaing.
40
Analisis pada nilai rasio keuangan juga dilakukan terhadap kecenderungan perubahan yang terjadi pada posisi rasio keuangan perusahaan dengan perubahan harga sahamnya. Sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya kecenderungan dari keterkaitan antara perubahan fundamental keuangan perusahaan terhadap perubahan harga saham keempat saham perusahaan pertanian ini. Setelah mengidentifikasi ada atau tidaknya kecenderungan ini kemudian dilakukan perhitungan nilai kecenderungan dari keterkaitan antara perubahan fundamental keuangan perusahaan terhadap perubahan harga saham dengan cara menghitung
banyaknya
kecenderungan
tiap
waktu
dibandingkan
total
kecenderungan dari keseluruhan waktu pada masing-masing saham yang dianalisis. Dalam hal ini, rasio keuangan sebagai ukuran fundamental keuangan dianalisis berdasarkan pada Laporan keuangan triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA sepanjang Desember 2006-Maret 2011. Analisis data secara statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan tingkat suku bunga BI rate, perubahan tingkat inflasi dan perubahan kurs US dolar terhadap perubahan harga saham AALI, LSIP, UNSP, dan TBLA. Data perubahan tingkat suku bunga BI rate, perubahan tingkat inflasi dan perubahan kurs US dolar merupakan data time series bulanan periode Januari 2006-Mei 2011 pada bulan ke t-1. Sementara data perubahan harga saham yang diinput merupakan data time series pada bulan ke t. Penggunaan waktu yang berbeda antara variabel independen dengan variabel dependen (time lag) didasarkan pada pertimbangan bahwa keputusan investor dalam melakukan investasi pada pasar saham periode saat ini (bulan ke-t) dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada tingkat keuntungan di pasar uang yang diwakili oleh perubahan tingkat suku bunga, perubahan tingkat keuntungan di pasar valuta asing US dolar yang diwakili oleh perubahan kurs US dolar serta perubahan tingkat inflasi pada periode sebelumnya (bulan t-1).
Maka data time
series yang diinput dalam program SPSS 16.00 ini dimulai dari bulan Maret 2006 hingga Mei 2011. Setelah data diinput, data diolah dengan alat regresi linier berganda pada program SPSS 16.00.
41
Persamaan dasar yang digunakan dalam model persamaan regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Yt = a + β1X1 t-1+ β 2X2 t-1+ β3X3 t-1 + e Keterangan: Yt = Perubahan harga saham perusahaan bulan ke-t (%) a = Konstanta β1 = Koefisien regresi dari variabel perubahan suku bunga bulan ke t-1 β2 = Koefisien regresi dari variabel perubahan inflasi bulan ke t-1 β3 = Koefisien regresi dari variabel perubahan kurs tengah US dolar bulan ke t-1 X1 t-1 = Perubahan suku bunga bulan ke t-1 (%) X2 t-1 = Perubahan inflasi bulan ke t-1 (%) X3 t-1 = Perubahan kurs tengah US dolar bulan ke t-1 (%) e = Error 4.4.1. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji, apakah model regresi yang digunakan dalam penelitian ini layak diuji atau tidak. Uji asumsi klasik digunakan untuk memastikan bahwa multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas tidak terdapat dalam model yang digunakan dan data yang dihasilkan terdistribusi normal. Jika keseluruhan syarat tersebut terpenuhi, berarti bahwa model analisis telah layak digunakan. Uji penyimpangan asumsi klasik, dapat dijabarkan sebagai berikut: 4.4.1.1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen memiliki data yang terdistribusi normal atau tidak.
Data yang terdistibusi normal menujukkan bahwa tidak
terdapat nilai ekstrem yang nantinya dapat mengganggu hasil data penelitian. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal/mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas data maka dilakukan analisis statistik yang salah satunya dapat dilihat melalui uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dalam uji KS terdapat nilai asymp. sig (2-tailed) yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Jika nilai asymp. sig. (2-tailed) lebih besar dari nilai α pada tingkat signifikansi 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data terdisribusi normal (Suliyanto 2005). Namun sebaliknya 42
apabila nilai asymp. sig (2-tailed) < α pada tingkat signifikansi 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data tidak terdistribusi normal. 4.4.1.2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikoliniearitas didalam model ini adalah sebagai berikut : 1)
Jika nilai tolerance < 1 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
2)
Jika nilai tolerance > 1 dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
4.4.1.3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (dW test). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi ditentukan sebagai berikut: Jika nilai durbin Watson (dW) berada di antara nilai dU hingga 4-dU berarti asumsi tidak terjadinya autokorelasi terpenuhi. Sementara apabila nilai dW
4-dL terjadi autokorelasi negatif. Sementara apabila nilai dW berada di antara dL sampai dengan dU (dL
43
gleyser.
Dengan menggunakan uji gleyser, gejala heteroskesdatisitas dapat
diketahui melalui koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap nilai absolut residunya (abresid) sebagai variabel dependen. Model dipastikan tidak mengandung unsur heteroskedastisitas, jika nilai probabilitasnya dan nilai sig. pada nilai koefisien regresi lebih besar daripada nilai α (0,05). 4.4.2. Uji Hipotesis t Pengujian signifikansi secara parsial antara suatu variabel independen terhadap variabel dependen menggunakan uji t. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengujian adalah: 1)
Menyusun hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) H0: β1= β2= β3= 0, diduga variabel independen secara parsial tidak mempengaruhi signifikan terhadap variabel dependen. H1: β1≠ 0, diduga variabel independen secara parsial mempengaruhi signifikan terhadap variabel dependen.
2)
Menentukan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05
3)
Membandingkan nilai sig. t dengan nilai α
Jika nilai sig. t pada suatu variabel independen lebih kecil dari nilai α (0,05), maka H1 diterima dan H0 ditolak. Dan sebaliknya jika nilai sig. t pada suatu variabel independen lebih besar dari nilai α (0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Jika H1 diterima berarti menunjukkan bahwa variabel independen tersebut secara parsial mempengaruhi signifikan terhadap variabel dependen. 4.4.3. Uji Hipotesis F Uji F digunakan untuk menguji signifikansi model secara keseluruhan. Uji F dilakukan untuk dapat mengetahui apakah kesemua variabel independen yang dianalisis secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham. Jika menurut hasil uji F, hasil yang didapatkan memilki nilai sig. < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa kesemua variabel independen secara bersama-sama dan simultan mempengaruhi variabel dependen. Langkah-langkah yang dilakukan pada uji F adalah sebagai berikut:
44
1)
Merumuskan hipotesis H0 : ρ = 0, diduga variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. H1 : ρ ≠ 0, diduga variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
2)
Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0.05 (α=0,05)
3)
Membandingkan nilai Sig. F dengan nilai α
Jika nilai Sig. F lebih kecil dari nilai α (0,05), maka H1 diterima dan H0 ditolak. Dan sebaliknya jika nilai Sig. F lebih besar dari nilai α (0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Jika H1 diterima berarti menunjukkan bahwa semua variabel independen tersebut secara bersama-sama mempengaruhi signifikan terhadap variabel dependen. 4.4.4. Uji R-Square Koefisien determinasi atau uji r-square digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinansi adalah antara 0 dan 1. Nilai r-square yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel– variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. 4.4.5. Uji Koefisien Regresi (Beta) Variabel bebas memiliki koefisien regresi yang dapat diperbandingkan antara koefisien regresi pada variabel bebas tertentu dengan koefisien regresi pada variabel bebas yang lain.
Jika nilai koefisien regresi suatu variabel bebas
memiliki nilai yang lebih besar dari nilai koefien regresi pada variabel bebas yang lain maka variabel bebas yang memiliki koefisien regresi yang lebih besar memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap variabel tidak bebas dibandingkan dengan variabel bebas lain yang memiliki nilai koefisien regresi yang lebih kecil. Uji koefisien regresi (beta) digunakan untuk mengetahui tingkat kepekaan dari suatu pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Semakin tinggi nilai koefisien regresi variabel bebas menunjukkan semakin tinggi pengaruh 45
variabel bebas tersebut dalam mempengaruhi variabel tidak bebas. Nilai beta yang semakin negatif dan nilai beta yang semakin positif menunjukkan semakin tinggi pengaruh variabel bebas tersebut dalam membentuk variabel terikat (tidak bebas). Jika koefisien regresi pada variabel bebas memiliki tanda yang negatif berarti suatu variabel bebas memiliki pengaruh yang negatif terhadap variabel tidak bebas. Artinya, apabila variabel bebas tersebut mengalami kenaikan maka akan mempengaruhi penurunan variabel tidak bebas.
46
V PENGARUH FUNDAMENTAL KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM 5.1. Perkembangan Kondisi Tingkat Suku Bunga Keadaan tingkat suku bunga Bank Indonesia sepanjang periode penelitan yaitu dari periode Januari 2006 hingga
Mei 2011 ini cenderung mengalami
pergerakan yang menurun. Posisi level suku bunga Bank Indonesia (BI rate) yang tertinggi sepanjang periode penelitian yaitu di level 12,75 persen pada Bulan Januari hingga April 2006 dan level terendah yaitu di level 6,5 persen pada Bulan Agustus 2009- Mei 2011 (Bank Indonesia 2011). Berdasarkan Lampiran 1, perubahan tingkat suku bunga bulan ke t terhadap bulan ke t-1 sebagian besar mengalami penurunan dan sebagian lainnya cenderung tetap. Kenaikan tertinggi tingkat suku bunga BI bulan ke t terhadap bulan ke t-1 yaitu sebanyak 0,25 persen terutama pada Bulan May 2008 hingga Oktober 2008. Penurunan tingkat suku bunga BI bulan ke t terhadap bulan ke t-1 yang tertinggi sebanyak -0,5 persen terjadi pada Bulan Agustus-Desember 2006 dan Januari-Maret 2009. Level tertinggi tingkat suku bunga Bank Indonesia yaitu di level 12,75 persen dan sempat bertahan selama empat bulan berturut-turut sejak Januari 2006-April2006. Tingkat suku bunga yang tinggi tersebut bertujuan untuk menekan kenaikan inflasi yang terjadi pada Februari 2006 hingga April 2006 yaitu 17,92 persen pada Februari 2006 dan 15,4 persen pada April 2006. Inflasi pada Februari 2006 yang berada di level 17,92 persen merupakan inflasi yang tertinggi sepanjang periode penelitian. Pada September 2008, inflasi berada di atas 10 persen terutama dipicu oleh krisis finansial global. Inflasi berada di level 12,14 persen setelah mengalami kenaikan sebanyak 0,29 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Dengan inflasi yang sedemikian tingginya, tingkat suku bunga dinaikkan setelah sebelumnya tingkat suku bunga terus diturunkan oleh pemerintah.
Tingkat suku bunga
mengalami kenaikan sebanyak 0,25 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
5.2. Perkembangan Kondisi Tingkat Inflasi Keadaan tingkat inflasi sepanjang periode penelitan yaitu dari periode Januari 2006 hingga Mei 2011 ini cenderung mengalami pergerakan yang fluktuatif. Tingkat inflasi tertinggi sepanjang periode Januari 2006-Mei 2011 yakni berada pada level 17,92 persen pada Februari 2006 dan yang terendah pada level 2,41 persen pada November 2009. Inflasi mengalami peningkatan pada Desember 2006 yakni sebanyak 1,33 persen yang dipicu oleh kenaikan harga minyak bumi dunia pada September dan Oktober 2006. Kenaikan harga minyak bumi ini mendorong terjadinya kenaikan harga BBM dalam negeri dan akan mengakibatkan pada kenaikan biaya produksi dan biaya transportasi. Sepanjang bulan Februari 2006 hingga Januari 2007, inflasi cenderung mengalami penurunan yaitu sebesar -65,07 persen. Sementara tingkat inflasi di bulan Februari 2007 mulai naik sebesar 0,64 persen dibandingkan bulan Januari 2007.
Sepanjang bulan Februari 2007 hingga Juli 2007, inflasi turun kembali
hingga mencapai -3,81 persen. Walaupun
tingkat inflasi mengalami penurunan sepanjang periode
Februari 2006 hingga Juli 2007, kenaikan inflasi mulai terjadi yaitu pada bulan Agustus 2007 hingga bulan September 2008. Pada bulan Agustus 2007, tingkat inflasi berada di level 6,51 persen.
Sementara pada bulan September 2008,
tingkat inflasi sebesar 12,14 persen yang naik hingga mencapai 5,63 persen (Bank Indonesia 2011). Kenaikan ini dinilai sangat tinggi sepanjang periode 13 bulan dari bulan Agustus 2007 hingga September 2008. Pengaruh dari krisis ekonomi Amerika Serikat diduga berdampak sangat besar bagi kenaikan tingkat inflasi di Indonesia hingga mencapai kenaikan sebanyak 5,63 persen terhitung sejak Agustus 2007 hingga September 2008. Pengaruh dari krisis ekonomi ini mulai semakin berkurang sehingga pada bulan Oktober 2008 hingga bulan Juli 2009 tingkat inflasi mengalami penurunan secara perlahan-lahan dari posisi 11,77 persen pada bulan Oktober 2008 hingga berada di posisi 2,71 persen pada Juli 2009 yang turun sebanyak 9,06 persen. Sepanjang periode bulan Januari 2006 hingga bulan juli 2010, pergerakan inflasi mengalami
48
penurunan yaitu pada periode Februari 2006 hingga Agustus 2007 sebanyak 11,41 persen dan pada periode Oktober 2008 hingga Juli 2010. Sebanyak -5,55 persen. 5.3. Perkembangan Kondisi Kurs US Dolar Kondisi kurs tengah US dolar sepanjang periode penelitan yaitu dari periode Januari 2006 hingga Mei 2011 ini cenderung mengalami pergerakan yang fluktuatif. Posisi kurs US dolar yang tertinggi sepanjang periode penelitian yaitu di level Rp 12.462 per US dolar pada 24-26 November 2008 dan level terendah yaitu pada Rp 8.715 per US dolar pada 23 May 2007 (Bank Indonesia 2011). Berdasarkan Lampiran 1, perubahan kurs tengah US dolar rata-rata mengalami kenaikan dengan kenaikan tertinggi bulan ke t terhadap bulan ke t-1 sebanyak 14,92 persen pada November 2008 dan penurunan kurs tengah US dolar yang tertinggi yakni sebanyak -10,04 persen pada Januari 2009. Posisi kurs tengah US dolar pada 24-26 November 2008 yang merupakan level tertinggi sepanjang periode penelitian terjadi sebagai respon dari krisis ekonomi global yang terjadi yang turut menerpa pula terhadap perekonomian nasional. Tingkat inflasi yang tinggi sebagai respon awal dari krisis ini yaitu berada di level 11,68 persen pada November 2008 mengakibatkan turunnya nilai mata uang rupiah sehingga daya tukarnya terhadap mata uang asing seperti mata uang US dolar juga ikut melemah.pada level Rp 12.465 per US dolar pada akhir November 2008. Tingkat suku bunga Bank Indonesia sebagai acuan bagi tingkat suku bunga perbankan dan juga menjadi ukuran daya tarik bagi investor yang ingin menyimpan uang dalam bentuk tabungan dan deposito menjadi semakin besar karena tingkat keuntungan yang dapat diberikan berdasarkan acuan tingkat suku bunga Bank Indonesia sepanjang tiga bulan dari Februari 2006 hingga April 2006 berada di level 12, 75 persen hal ini menurunkan permintaan investasi di pasar valas (US dolar) sehingga hal ini mendorong terjadinya pengalihan dana dari investasi di pasar valas menuju pasar uang. Kurs US dolar terdepresiasi sebanyak
49
-5,05 persen pada May 2006 jika dibandingkan dengan nilainya pada Februari 2006. 5.4. Gambaran Deskiptif Harga Saham Harga saham penutupan bulanan AALI dinilai paling tinggi jika dibandingkan dengan harga saham penutupan bulanan LSIP, UNSP dan TBLA. Harga saham penutupan AALI sepanjang periode Januari 2006-Mei 2011 pernah menyentuh level tertingginya di Rp 31.600 per lembar saham pada Februari 2008. Jika dibandingkan dengan level tertinggi dari harga saham penutupan bulanan LSIP, UNSP dan TBLA berturut-turut Rp 12.850; Rp 2.550; dan Rp 730 , harga saham penutupan bulanan AALI masih lebih tinggi.
Bahkan, harga saham
penutupan bulanan AALI yang terendah yakni Rp 5.050 juga masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga saham penutupan bulanan terendah LSIP, UNSP dan TBLA secara berturut-turut Rp 2.150; Rp 245; dan Rp 150. Namun harga saham AALI yang tinggi dibandingkan pesaingnya tidak menandakan bahwa kemampuan saham AALI dalam memberikan tingkat keuntungan pada investor juga tinggi dibandingkan pesaingnya.
Berdasarkan
Lampiran 1, nilai capital gain tertinggi bulan ke t terhadap bulan ke t-1 dari dari saham AALI merupakan yang terendah yaitu 39,67 persen jika dibandingkan dengan nilai capital gain yang dapat diberikan oleh saham LSIP, UNSP dan TBLA. Secara berturut-turut nilai capital gain tertinggi dari saham LSIP, UNSP dan TBLA yakni 49,24; 80,65; dan 94,67 persen sepanjang Januari 2006-Mei 2011. Sementara berdasarkan Tabel 6, rata-rata tingkat pengembalian bulan ke t terhadap bulan ke t-1 per bulannya sepanjang Januari 2006-Mei 2011 sehingga berdampak pada kemungkinan investor mendapatkan capital gain, saham LSIP dapat memberikan rata-rata tingkat pengembalian per bulannya lebih besar dibandingkan dengan pesaingnya seperti AALI, UNSP dan TBLA terutama pada tahun 2006, 2009 dan 2010.
50
Tabel 6. Rata-Rata Tingkat Pengembalian dan Resiko Perubahan Harga Saham Bulan ke t terhadap Bulan ke t-1 pada Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA. Nama Saham_Tahun
Rata-Rata Tingkat Pengembalian bulan ke t terhadap bulan ke t-1 (%)
AALI_2006
9,55
Rata-Rata Resiko Perubahan Harga Saham bulan ke t terhadap bulan ke t-1 (%) -8,75
LSIP_2006
9,59
-15,86
UNSP_2006
9,07
-16,12
TBLA_2006
4,73
-26,24
AALI_2007
7,97
-13,77
LSIP_2007
4,82
-13,39
UNSP_2007
8,28
-13,58
TBLA_2007
9,86
-18,19
AALI_2008
-4,78
-24,56
LSIP_2008
-6,94
-25,25
UNSP_2008
-13,11
-22,99
TBLA_2008
-4,46
-34,88
AALI_2009
7,65
-7,00
LSIP_2009
11,98
-16,74
UNSP_2009
9,93
-27,72
TBLA_2009
5,83
-12,82
AALI_2010
1,83
-8,29
LSIP_2010
6,63
-9,13
UNSP_2010
-2,39
-12,77
TBLA_2010
2,11
-8,72
AALI_2011
-1,74
-8,71
LSIP_2011
-0,92
-7,67
UNSP_2011
3,08
-10,02
TBLA_2011
7,17
-9,75
Sumber: Bursa Efek Indonesia (2011), diolah
51
Apabila dilihat menurut nilai capital loss terendah bulan ke t terhadap bulan ke t-1 sehingga berdampak pada kemungkinan investor mendapatkan capital loss yang terendah sepanjang Januari 2006-Mei 2011, nilai capital loss terendah bulan ke-t terhadap bulan ke t-1 saham AALI merupakan terendah kedua jika dibandingkan saham LSIP, UNSP dan TBLA. Secara berturut-turut, nilai capital loss bulan ke t terhadap bulan ke t-1 dari saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA -50,51; -44,79; -61,97; dan -55,06 persen (Lampiran 1).
Hal ini juga
didukung dengan data pada Tabel 6 yang menunjukkan bahwa rata-rata resiko dari perubahan harga saham bulan ke-t terhadap bulan ke t-1 sehingga berdampak pada kemungkinan investor mendapatkan capital loss, saham AALI memiliki rata-rata resiko per bulannya paling rendah terutama pada tahun 2006, 2009 dan 2010. 5.5. Kecenderungan Pengaruh Perubahan Fundamental Keuangan terhadap Perubahan Harga Saham Analisis fundamental merupakan analisis yang digunakan untuk mencoba memprediksi harga saham di waktu yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor fundamental yang berpengaruh terhadap harga saham dengan menerapkan hubungan antara variabel pada fundamental keuangan dengan variabel harga saham. Sehingga hal ini dapat menentukan posisi relatif dari perusahaan yang menerbitkan saham dibandingkan pesaing serta perkiraan perkembangan fundamental keuangan ke depannya. Penilaian investor dalam memperkirakan kondisi fundamental keuangan perusahaan penerbit saham ke depan guna mengambil keputusan apakah akan membeli, menjual ataupun menyimpan saham dalam jangka waktu tertentu inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya pergeseran pada kurva permintaan sehingga terjadinya perubahan harga saham. Analisis fundamental keuangan didasarkan analisis keuangan yang tercermin pada rasio keuangan perusahaan yang terdiri dari lima rasio seperti rasio likuiditas, profitabilitas, pertumbuhan, solvabilitas dan pasar (Ang 1997, diacu dalam Wiwoho 2005).
Pada rasio likuiditas, rasio yang digunakan dalam
penelitian ini yakni rasio lancar.
Rasio lancar merupakan kemampuan
52
perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimilikinya. Sepanjang tahun 2006-Mei 2011, rasio lancar PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatera Tbk (LSIP) terus mengalami pergerakan yang meningkat.
Sebaliknya, rasio lancar PT Bakrie
Sumatra Plantations Tbk (UNSP) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) justru mengalami pergerakan yang menurun. Rasio lancar AALI pada tahun 2006 yaitu 0,87 yang nilainya lebih kecil dari satu. Artinya setiap Rp 100 dari kewajiban lancar dijamin oleh aktiva lancar AALI sebesar Rp 87.
Nilai dari rasio lancar ini dinilai rendah dan cukup
mengkhawatirkan bagi para supplier yang akan memasok bahan baku ke AALI. Apabila dibandingkan dengan rasio lancar dari perusahaan sejenis lainnya seperti UNSP dan TBLA, nilai rasio lancar ini masih jauh lebih rendah yakni 3,54 pada UNSP dan 1,47 pada TBLA (Tabel 7). Namun nilai rasio lancar AALI ini masih lebih tinggi dari pada nilai rasio lancar LSIP yakni 0,56. Rasio lancar AALI yang rendah ini diakibatkan oleh tingginya nilai pinjaman bank jangka pendek yaitu senilai Rp 255,250 milyar yang memberikan kontribusi sebesar 7,29 persen terhadap total pasiva perusahaan. Tabel 7. Rasio Lancar AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006Maret 2011 Tahun 2006
AALI
LSIP
UNSP
TBLA
0,87
0,56
3,55
1,48
2007
1,60
1,21
3,17
1,81
2008
1,94
1,70
1,48
1,10
2009
1,82
1,40
1,01
1,12
2010
1,93
2,39
0,53
1,11
Maret 2011
1,94
2,93
-
-
Sumber: Laporan Keuangan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011), diolah
Sementara, rasio lancar LSIP yang rendah dan paling rendah dibandingkan pesaingnya pada tahun 2006 ini diakibatkan oleh tingginya nilai surat hutang wajib konversi yaitu senilai Rp 405,092 milyar yang memberikan kontribusi
53
sebesar 5,13 persen terhadap total pasiva perusahaan. Sementara total aktiva lancar yang dimiliki perusahaan hanya Rp 496,927 milyar. Hal sebaliknya, pada saham UNSP yang memiliki nilai rasio lancar yang paling tinggi dibandingkan dengan pesaingnya.
Rasio lancar UNSP yang tinggi ini diakibatkan oleh
tingginya nilai piutang UNSP yaitu senilai Rp 258,016 milyar yang memberikan kontribusi sebesar 14,47 persen terhadap total aktiva perusahaan. Sementara total pasiva lancar yang dimiliki perusahaan hanya Rp 189,280 milyar. Rasio lancar AALI dan LSIP yang rendah pada tahun 2006 kemudian mengalami peningkatan berturut-turut sebanyak 121,8 dan 327 persen pada tahun 2010 menjadi 1,93 dan 2,39 (Tabel 7).
Peningkatan rasio lancar AALI lebih
disebabkan karena peningkatan kas dan setara kas perusahaan serta nilai persediaan perusahaan yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan nilai kewajiban lancarnya. Sementara pada LSIP, peningkatan rasio lancar LSIP lebih disebabkan karena telah terbayarkannya hutang bank jangka pendek dan hutang bank jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun pada tahun 2010. Di sisi lain, rasio lancar UNSP dan TBLA yang tinggi pada tahun 2006 justru mengalami penurunan berturut-turut sebanyak -85,1 dan -25 persen pada tahun 2010 menjadi 0,53 dan 1,11 (Tabel 7). Tingginya nilai pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun yakni Rp 145,333 milyar dan hutang obligasi yang jatuh tempo dalam satu tahun Rp 1,629 triliun dinilai penyebab rendahnya rasio lancar UNSP ini. Rasio UNSP senilai 0,53 sangat beresiko bagi investor yang akan menanamkan sahamnya pada saham UNSP ini.
Karena
kekhawatiran terprioritaskannya pembayaran hutang dan bunga hutang yang lebih besar dibandingkan untuk memenuhi pembayaran dividen yang merupakan hak bagi investor yang menanamkan sahamnya di UNSP. Sementara rasio lancar TBLA senilai 1,11 dikarenakan terjadinya peningkatan pada hutang bank jangka pendek dan bagian kewajiban jangka panjang jatuh tempo dalam setahun (Tabel 7). Peningkatan pada hutang bank jangka pendek dan bagian kewajiban jangka panjang jatuh tempo dalam setahun pada TBLA ini masih dapat diimbangi oleh kenaikan nilai kas dan setara kas serta
54
investasi jangka pendek perusahaan yang lebih besar. Sehingga nilai rasio lancar pada tahun 2010 pada TBLA ini masih lebih besar dari satu. Bagi investor saham, kebutuhan informasi mengenai keadaan rasio lancar perusahaan penerbit saham akan berguna untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengelola modal kerjanya.
Dimana dengan modal kerja yang
dikelola dengan baik akan mempengaruhi terhadap aktivitas perusahaan. Investor juga dapat memperkirakan potensi tingkat keuntungan perusahaan yang ke depannya dengan mengetahui nilai rasio lancar ini. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi kecenderungan investor untuk mengambil keputusan dalam membeli, menjual ataupun menyimpan suatu saham sehingga pada akhirnya hal ini dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pada harga saham itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa nilai rasio lancar yang dimiliki oleh perusahaan cenderung akan mempengaruhi terhadap perubahan harga saham perusahaan. Apabila dilihat kecenderungan dari perubahan rasio lancar tahunan time series mempengaruhi perubahan harga saham, sepanjang Desember 2006-Maret 2011, saham AALI dan LSIP memiliki nilai kecenderungan dari perubahan rasio lancar mempengaruhi perubahan harga saham AALI dan LSIP paling besar dibandingkan saham UNSP dan TBLA. Secara berturut-turut nilai kecenderungan rasio lancar AALI, LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 1,00; 1,00; 0,75; dan 0,50. Sementara berdasarkan nilai rasio lancar triwulan perusahaan periode Desember 2006 hingga Maret 2011 dan harga saham rata-rata tiga bulannya untuk mengetahui ada atau tidaknya kecenderungan dari perubahan rasio lancar terhadap perubahan harga sahamnya, perubahan rasio lancar pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA memiliki kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham individu pada keempat saham ini (Lampiran 2). Sebanyak sembilan dari 17 rasio lancar AALI triwulan time series yakni pada Maret 2007, September 2007-September 2008, Juni 2010 dan Desember 2010 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham AALI (Lampiran 2). Nilai kecenderungan 0,53, perubahan rasio lancar mempengaruhi perubahan harga saham AALI. Pada LSIP, sebanyak enam dari sembilan rasio lancar triwulan time series yakni pada Maret 2007, Desember 2007-Maret 2008,
55
Desember 2008, Maret 2010 dan Desember 2010 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Dengan nilai kecenderungan 0,67, perubahan rasio lancar mempengaruhi perubahan harga saham LSIP.
Untuk
UNSP, sebanyak lima dari 10 rasio lancar triwulan time series yakni pada Maret 2007, September 2007, Juni 2008-Desember 2008 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Dengan nilai kecenderungan 0,50, perubahan rasio lancar mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Sementara pada TBLA, sebanyak lima dari 12 rasio lancar triwulan time series yakni pada Maret 2008, Maret 2009-Juni 2009, Desember 2009-Maret 2010 mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Dengan nilai kecenderungan 0,42, perubahan rasio lancar mempengaruhi harga saham TBLA. Apabila ditinjau menurut rasio profitabilitas AALI, LSIP, UNSP dan TBLA, beberapa rasio yang digunakan dalam penelitian ini seperti rasio GPM (gross profit margin), NPM (net profit margin), ROA (return on asset), ROE (return on equity) dan EPS (earning per share) memiliki kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham individu AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6 dan Lampiran 7).
Hal ini dikarenakan bagi investor saham AALI, LSIP, UNSP dan
TBLA, nilai rasio GPM, NPM, ROA, ROE dan EPS
pada keempat saham
tersebut yang menunjukkan seberapa besar laba bersih perusahaan dan potensi pembagian dividen yang dapat diterima
oleh investor akan mempengaruhi
keputusan investor dalam memilih dan membeli keempat saham ini. Semakin besar potensi tingkat keuntungan perusahaan akan cenderung mendorong investor untuk membeli saham pada perusahaan emiten tersebut.
Dengan permintaan
terhadap saham tersebut yang semakin meningkat pada gilirannya akan cenderung meningkatkan harga saham tersebut ke depannya. Rasio GPM AALI pada tahun 2006 yaitu 0,39 (Tabel 8). Artinya dari setiap Rp 100 penjualan yang dapat dihasilkan, AALI mendapatkan kentungan kotor sebesar Rp 39. Sementara nilai rasio NPM AALI pada tahun 2006 yaitu 0,21. Setiap Rp 100 nilai penjualan, AALI mendapatkan laba bersih Rp 21.
56
Tabel 8. Rasio Profitabilitas AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006-Maret 2011 Nama Saham_ Tahun
Rasio GPM
Rasio NPM
Rasio ROA
Rasio ROE
AALI_2006
0,39
0,21
0,33
0,42
Rasio EPS (Rp) 499,97
LSIP_2006
0,26
0,14
0,14
0,32
222
601
UNSP_2006
0,35
0,15
0,14
0,39
74
793
TBLA_2006
0,22
0,04
0,04
0,09
12,82
184
AALI_2007
0,53
0,33
0,54
0,72
1.253
14.963
LSIP_2007
0,37
0,19
0,21
0,36
413,3
898
UNSP_2007
0,34
0,11
0,08
0,15
70,33
1.533
TBLA_2007
0,24
0,05
0,06
0,15
23,47
458
AALI_2008
0,47
0,32
0,61
0,72
1.671
18.231
LSIP_2008
0,48
0,24
0,27
0,42
136,4
1.060
UNSP_2008
0,35
0,06
0,06
0,11
45,85
1.310
TBLA_2008
0,21
0,02
0,03
0,08
15,26
425
AALI_2009
0,42
0,22
0,33
0,40
1.055
17.169
LSIP_2009
0,43
0,22
0,21
0,26
105,08
803
UNSP_2009
0,29
0,11
0,07
0,14
66,73
605
TBLA_2009
0,16
0,05
0,07
0,21
61,12
282
AALI_2010
0,41
0,23
0,92
1,11
1.281
22.000
LSIP_2010
0,49
0,29
0,74
0,91
151,5
2.064
UNSP_2010
0,43
0,27
0,17
0,39
67,56
406
TBLA_2010
0,53
0,20
0,27
0,79
56,07
357
AALI Maret_2011 LSIP Maret_2011 UNSP Maret_2011 TBLA Maret_2011
0,39
0,25
0,27
0,33
415
22.083
0,53
0,34
0,26
0,32
58
2.262
-
-
-
-
-
350
-
-
-
-
-
412
Harga Saham (Rp) 6.773
Sumber: Laporan Keuangan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011), diolah
57
Apabila dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya, nilai GPM dan NPM yang cukup kecil ini masih lebih besar dibandingkan nilai rasio GPM dan NPM dari LSIP 0,25 dan 0,14, UNSP 0,34 dan 0,14 dan TBLA 0,21 dan 0,04 (Tabel 8). Menurut Darsono dan Ashari (2005), pada pasar persaingan yang amat ketat, margin keuntungan kotor dan laba bersih akan semakin rendah jika dibandingkan dengan pasar monopolistik.
Sehingga hal ini menyebabkan nilai
GPM dan NPM yang dapat diperoleh AALI, LSIP, UNSP dan TBLA juga rendah karena persaingan yang cukup ketat di sektor perkebunan namun hal ini masih menunjukkan hal yang positif dari AALI dibandingkan dengan pesaingnya. Pada tahun 2010, nilai GPM dan NPM dari AALI, LSIP, UNSP dan TBLA
mengalami kenaikan.
Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
peningkatan manajemen pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA dalam menghasilkan margin penjualan.
Rasio GPM dan NPM dari AALI pada tahun
2010 yaitu 0,41 dan 0,23. Artinya dari setiap Rp 100 pernjualan yang dapat dihasilkan, AALI mendapatkan kentungan kotor sebesar Rp 41. Sementara setiap Rp 100 nilai penjualan, AALI mendapatkan laba bersih Rp 23. Apabila dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya, nilai GPM dan NPM dari AALI pada tahun 2010 ini hanya mengalami kenaikan yang sangat kecil jika dibandingkan dengan kenaikan rasio GPM dan NPM pada LSIP, UNSP dan TBLA. Sehingga, rasio GPM dan NPM pada AALI tahun 2010 ini lebih rendah jika dibandingkan pesaingnya. Secara berturut-turut, nilai rasio GPM dan NPM dari LSIP 0,49 dan 0,29, UNSP 0,43 dan 0,27 dan TBLA 0,53 dan 0,20 (Tabel 8). Apabila dilihat kecenderungan dari perubahan rasio GPM tahunan time series dalam mempengaruhi perubahan harga saham, sepanjang Desember 2006Maret 2011, saham LSIP dan TBLA memiliki nilai kecenderungan rasio GPM mempengaruhi perubahan harga saham LSIP dan TBLA paling besar dibandingkan saham AALI dan UNSP. Secara berturut-turut nilai kecenderungan rasio GPM AALI, LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 0,50; 1,00; 0,50; dan 1,00. Sementara berdasarkan nilai rasio GPM triwulan perusahaan periode Desember
58
2006 hingga Maret 2011 dan harga saham rata-rata tiga bulannya untuk mengetahui ada atau tidaknya kecenderungan dari perubahan rasio GPM terhadap perubahan harga sahamnya, perubahan rasio GPM pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA memiliki kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham individu pada keempat saham ini (Lampiran 3). Sebanyak 13 dari 17 rasio GPM AALI triwulan time series yakni pada Maret 2007-Desember 2009, dan Desember 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham AALI (Lampiran 3). Dengan nilai kecenderungan 0,77,
perubahan rasio GPM mempengaruhi
perubahan harga saham AALI. Pada LSIP, sebanyak tiga dari sembilan rasio GPM triwulan time series yakni pada Desember 2007, Maret 2010 dan Desember 2010 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Dengan nilai kecenderungan 0,33, perubahan rasio GPM mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Untuk UNSP, sebanyak empat dari 10 rasio GPM triwulan time series yakni pada Maret 2007, September 2007, Maret-Juni 2008 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Dengan nilai kecenderungan 0,40, perubahan rasio GPM mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Sementara pada TBLA, sebanyak lima dari 12 rasio GPM triwulan time series yakni pada Juni 2007, Maret 2008, Maret 2010 dan Desember 2010 mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Dengan nilai kecenderungan 0,42, perubahan rasio GPM mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Sementara apabila dilihat kecenderungan dari perubahan rasio NPM tahunan time series dalam mempengaruhi perubahan harga saham, sepanjang Desember
2006-Maret
2011,
saham
AALI
dan
LSIP
memiliki
nilai
kecenderungan rasio NPM mempengaruhi perubahan harga saham AALI dan LSIP paling besar dibandingkan saham UNSP dan TBLA. Secara berturut-turut nilai kecenderungan rasio NPM AALI, LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 1,00; 1,00; 0,50; dan 0,75. Berdasarkan nilai rasio NPM triwulan perusahaan periode Desember 2006 hingga Maret 2011 dan harga saham rata-rata tiga bulannya untuk mengetahui ada atau tidaknya kecenderungan dari perubahan rasio NPM terhadap perubahan
59
harga sahamnya, perubahan rasio NPM pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA memiliki kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham individu pada keempat saham ini (Lampiran 4). Sebanyak sembilan dari 17 rasio NPM AALI triwulan time series yakni pada Juni 2007-September 2008, Juni-September 2009 dan Desember 2010 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham AALI (Lampiran 4).
Dengan nilai kecenderungan 0,53, perubahan rasio NPM mempengaruhi
perubahan harga saham AALI namun lebih kecil daripada nilai kecenderungan rasio GPM AALI. Pada LSIP, sebanyak lima dari sembilan rasio NPM triwulan time series yakni pada Desember 2007-Maret 2008, Desember 2008, Maret 2010 dan Desember 2010 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP.
Dengan nilai kecenderungan 0,56,
perubahan rasio NPM
mempengaruhi perubahan harga saham LSIP dan lebih besar dari nilai kecenderungan rasio GPM LSIP. Untuk UNSP, sebanyak lima dari 10 rasio NPM triwulan time series yakni pada Juni 2007, Maret-Juni 2008, Desember 2008 dan Juni 2009 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP.
Dengan nilai
kecenderungan 0,50, perubahan rasio NPM mempengaruhi perubahan harga saham UNSP dan lebih besar dari nilai
kecenderungan rasio GPM UNSP.
Sementara pada TBLA, sebanyak lima dari 12 rasio NPM triwulan time series yakni pada Juni-September 2009 dan Juni-Desember 2010 mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Dengan nilai kecenderungan 0,42, perubahan rasio GPM mempengaruhi perubahan harga saham TBLA dan memiliki nilai kecenderungan yang sama dengan rasio GPM TBLA. Apabila ditinjau menurut rasio ROA dan rasio ROE AALI, rasio lain yang terdapat pada rasio profitabilitas, yang mengukur perbandingan antara laba bersih dengan total aset/total ekuitas AALI, nilai ROA dan ROE tahun 2006 adalah 0,33 dan 0,42 (Tabel 8). Artinya, dalam setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan dan setiap seratus rupiah investasi pemegang saham,
AALI
mendapatkan keuntungan sebesar Rp 33 untuk tahun 2006 serta perusahaan mampu memberikan kembalian terhadap pemegang saham sebesar Rp 42 tahun
60
2006. Nilai rasio ROA dan ROE dari AALI pada tahun 2006 ini paling tinggi jika dibandingkan dengan nilai rasio ROA dan ROE dari LSIP, UNSP dan TBLA secara berturut-turut 0,14 dan 0,32; 0,14 dan 0,39; 0,04 dan 0,09. Bahkan hingga tahun 2010 pun, nilai rasio ROA dan ROE dari AALI masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rasio ROA dan ROE dari LSIP, UNSP dan TBLA (Tabel 8). Nilai ROA dan ROE dari AALI ini mengalami peningkatan sebanyak 178,8 dan 164,3 persen pada tahun 2010 menjadi 0,92 dan 1,11. Artinya AALI mampu meningkatkan keuntungan dari setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki yaitu sebesar Rp 59 serta perusahaan mampu meningkatkan kembalian yang dapat diperoleh investor atau pemegang saham sebesar Rp 69 untuk setiap seratus rupiah investasi dari pemegang saham terhadap AALI. Jika dibandingkan dengan LSIP, UNSP dan TBLA, kemampuan dalam meningkatkan tingkat keuntungan dari setiap rupiah aktiva yang dimiliki dan kemampuan dalam meningkatkan kembalian terhadap investor dari setiap rupiah yang diinvestasikan
belum dapat melampaui kemampuan AALI dalam
meningkatkan tingkat keuntungan dan kembalian pada tahun 2010. Pada tahun 2010, rasio ROA dan ROE LSIP, UNSP dan TBLA secara berturut-turut
0,74
dan 0,91; 0,17 dan 0,39; dan 0,27 dan 0,79. Apabila dibandingkan dengan tingkat imbal hasil yang dapat diberikan oleh suku bunga tabungan dan deposito berdasarkan acuan suku bunga BI rate pada tahun 2010, nilai ROA dan ROE dari AALI, LSIP, UNSP dan TBLA pada tahun 2010 masih jauh lebih tinggi dari rata-rata tingkat suku bunga BI tahun 2010 yang hanya 6,5 persen atau 0,065. Artinya setiap seratus rupiah simpanan yang dimiliki oleh investor di bank hanya mampu memberikan tingkat imbal hasil 6,5 rupiah. Sehingga hal ini dinilai mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan untuk membeli saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA. Dengan semakin besar daya tarik dari suatu saham yang ditunjukkan oleh kemampuan suatu saham dalam memberikan kembalian terhadap investor pada setiap rupiah yang diinvestasikan akan mendorong permintaan pada saham
61
tersebut. Dimana, pada jumlah penawaran yang tetap, peningkatan permintaan terhadap suatu saham ini akan meningkatkan harga saham. Berdasarkan tingkat kecenderungan dari perubahan rasio ROA tahunan time series dalam mempengaruhi perubahan harga saham, sepanjang Desember 2006-Maret 2011, saham AALI dan LSIP memiliki nilai kecenderungan rasio ROA mempengaruhi perubahan harga saham paling besar dibandingkan saham UNSP dan TBLA. Secara berturut-turut nilai kecenderungan rasio ROA dari AALI, LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 1,00; 1,00; 0,25; dan 0,75. Sementara berdasarkan nilai rasio ROA triwulan perusahaan periode Desember 2006 hingga Maret 2011 dan harga saham rata-rata tiga bulannya untuk mengetahui ada atau tidaknya kecenderungan dari perubahan rasio ROA terhadap perubahan harga sahamnya, perubahan rasio ROA pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA memiliki kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham individu pada keempat saham ini (Lampiran 5). Sebanyak delapan dari 17 rasio ROA dari AALI triwulan time series yakni pada Juni-Desember 2007, Juni-Desember 2009, dan Desember 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham AALI (Lampiran 5).
Dengan nilai kecenderungan 0,47, perubahan rasio ROA mempengaruhi
perubahan harga saham AALI. Pada LSIP, sebanyak empat dari sembilan rasio ROA triwulan time series yakni pada Desember 2007, Desember 2009, Desember 2010 dan Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP.
Dengan nilai kecenderungan 0,44, perubahan rasio ROA
mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Untuk UNSP, sebanyak empat dari 10 rasio ROA triwulan time series yakni pada Juni 2007, Desember 2007, Desember 2008, Juni 2009 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP.
Dengan nilai
kecenderungan 0,40, perubahan rasio ROA mempengaruhi perubahan harga saham UNSP.
Sementara pada TBLA, sebanyak enam dari 12 rasio ROA
triwulan time series yakni pada Juni 2007, Juni 2008, Juni-Desember 2009, Desember 2010 mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Dengan nilai
62
kecenderungan 0,50, perubahan rasio ROA mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Sementara apabila dilihat kecenderungan dari perubahan rasio ROE tahunan time series dalam mempengaruhi perubahan harga saham, sepanjang Desember
2006-Maret
2011,
saham
AALI
dan
LSIP
memiliki
nilai
kecenderungan rasio ROE mempengaruhi perubahan harga saham AALI dan LSIP paling besar dibandingkan saham UNSP dan TBLA. Secara berturut-turut nilai kecenderungan rasio ROE dari AALI, LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 1,00; 1,00; 0,25; dan 0,75. Berdasarkan nilai rasio ROE triwulan perusahaan periode Desember 2006 hingga Maret 2011 dan harga saham rata-rata tiga bulannya untuk mengetahui ada atau tidaknya kecenderungan dari perubahan rasio ROE terhadap perubahan harga sahamnya, perubahan rasio ROE pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA memiliki kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham individu pada keempat saham ini (Lampiran 6). Sebanyak sepuluh dari 17 rasio ROE dari AALI triwulan time series yakni pada Maret-Desember 2007, Desember 2008, Juni-Desember 2009, Desember 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham AALI (Lampiran 6).
Dengan nilai kecenderungan 0,59, perubahan rasio
ROE mempengaruhi perubahan harga saham AALI dan lebih besar daripada nilai kecenderungan rasio ROA dari AALI. Pada LSIP, sebanyak empat dari sembilan rasio ROE triwulan time series yakni pada Desember 2007, Maret 2010, Desember 2010, Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Dengan nilai kecenderungan 0,44, perubahan rasio ROE mempengaruhi perubahan harga saham LSIP dan sama dengan nilai kecenderungan rasio ROA dari LSIP. Untuk UNSP, sebanyak empat dari 10 rasio ROE triwulan time series yakni pada Juni-Desember 2007 dan Desember 2008 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Dengan nilai kecenderungan 0,40, perubahan rasio ROE mempengaruhi perubahan harga saham UNSP dan sama dengan nilai kecenderungan rasio ROA dari UNSP. Sementara pada TBLA,
63
sebanyak delapan dari 12 rasio ROE triwulan time series yakni pada Maret-Juni 2007,
Juni
2008,
Juni-Desember
2009,
Desember
2010-Maret
mempengaruhi perubahan harga saham TBLA (Lampiran 6).
2011
Dengan nilai
kecenderungan 0,67, perubahan rasio ROE mempengaruhi perubahan harga saham TBLA dan memiliki nilai kecenderungan yang lebih besar dengan rasio ROA dari TBLA. Laba bersih per lembar saham (EPS) sebagai ukuran rasio lain yang termasuk ke dalam rasio profitabilitas juga dinilai memiliki kecenderungan yang besar mempengaruhi perubahan harga saham pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA. Bagi investor, nilai EPS suatu saham menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memberikan potensi tingkat keuntungan per lembar saham yang diinvestasikan oleh investor. Semakin besar nilai EPS suatu saham maka semakin besar daya tarik yang dimiliki oleh saham tersebut. Dengan semakin besar daya tarik dari suatu saham dibandingkan dengan saham lain, akan mendorong peningkatan permintaan dari suatu saham dibandingkan dengan saham lain. Sehingga hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan harga saham. Berdasarkan kecenderungan dari perubahan rasio EPS tahunan time series dalam mempengaruhi perubahan harga saham, sepanjang Desember 2006-Maret 2011, saham AALI memiliki nilai kecenderungan rasio EPS mempengaruhi perubahan harga saham AALI paling besar dibandingkan saham LSIP, UNSP dan TBLA. Secara berturut-turut nilai kecenderungan rasio EPS dari AALI, LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 1,00; 0,75; 0,25; dan 0,75. Berdasarkan nilai rasio EPS triwulan perusahaan periode Desember 2006 hingga Maret 2011 dan harga saham rata-rata tiga bulannya untuk mengetahui ada atau tidaknya kecenderungan dari perubahan rasio EPS terhadap perubahan harga sahamnya, perubahan rasio EPS pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA memiliki kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham individu pada keempat saham ini. Sebanyak sembilan dari 17 rasio EPS dari AALI triwulan time series yakni pada Juni-Desember 2007, Desember 2008, Juni-Desember 2009, Desember 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga
64
saham AALI (Lampiran 7).
Dengan nilai kecenderungan 0,53, perubahan rasio
EPS mempengaruhi perubahan harga saham AALI. Pada LSIP, sebanyak tiga dari sembilan rasio EPS triwulan time series yakni pada Desember 2007, Desember 2008 dan Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Dengan nilai kecenderungan 0,33, perubahan rasio EPS mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Tabel 9. Rasio Pertumbuhan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006-Maret 2011 Nama Saham_ Tahun AALI_2007
Rasio Pertumbuhan Penjualan
Rasio Pertumbuhan Laba Bersih
Harga Saham (Rp)
0,58
1,51
14.963
LSIP_2007
0,35
0,86
898
UNSP_2007
0,65
0,19
1.533
TBLA_2007
0,54
0,84
458
AALI_2008
0,37
0,33
18.231
LSIP_2008
0,33
0,64
1.060
UNSP_2008
0,50
-0,16
1.310
TBLA_2008
1,14
-0,35
425
AALI_2009
-0,09
-0,37
17.169
LSIP_2009
-0,17
-0,24
803
UNSP_2009
-0,21
0,46
605
TBLA_2009
-0,29
1,18
282
AALI_2010
0,55
0,64
22.000
LSIP_2010
0,49
0,61
2.064
UNSP_2010
0,29
2,19
406
TBLA_2010
0,98
-0,37
357
AALI Maret_2011 LSIP Maret_2011 UNSP Maret_2011 TBLA Maret_2011
-0,69
-0,66
22.083
-0,67
-0,62
2.262
-
-
350
-
-
412
Sumber: Laporan Keuangan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011), diolah
65
Untuk UNSP, sebanyak lima dari 10 rasio EPS triwulan time series yakni pada
Juni-Desember
2007,
Desember
2008
dan
Juni
2009
kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP.
memiliki
Dengan nilai
kecenderungan 0,50, perubahan rasio EPS mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Sementara pada TBLA, sebanyak enam dari 12 rasio EPS triwulan time series yakni pada Juni 2007, Juni 2008, Maret-September 2009 dan Desember 2010 mempengaruhi perubahan harga saham TBLA (Lampiran 7). Dengan nilai kecenderungan 0,50, perubahan rasio EPS mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Apabila ditinjau menurut rasio pertumbuhannya, yang ditunjukkan oleh nilai pertumbuhan penjualan dan
pertumbuhan laba bersih dinilai memiliki
kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA. Bagi investor, perusahaan yang cenderung mengalami pertumbuhan ke depannya seperti penjualan dan laba bersih yang terus tumbuh akan diminati oleh investor untuk ditempatkan dananya pada saham tersebut. Hal ini karena dengan adanya pertumbuhan dari kedua fundamental keuangan tersebut akan mempengaruhi terhadap kecenderungan potensi tingkat pengembalian bagi investor yang juga akan meningkat.
Implikasinya bagi saham yakni akan
meningkatnya permintaan sementara penawaran terhadap saham tetap maka akan menggeser kurva permintaan sehingga harga saham akan naik. Berdasarkan kecenderungan dari rasio pertumbuhan penjualan dan laba bersih tahunan time series dalam mempengaruhi perubahan harga saham, sepanjang Desember 2006-Maret 2011, saham AALI dan LSIP memiliki nilai kecenderungan rasio pertumbuhan penjualan dan rasio pertumbuhan laba bersih mempengaruhi perubahan harga saham paling besar dibandingkan saham UNSP dan TBLA (Tabel 9). Secara berturut-turut nilai kecenderungan rasio pertumbuhan penjualan dan laba bersih dari AALI, LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 1,00 dan 1,00; 1,00 dan 1,00; 0,50 dan 0,50; dan 0,50 dan 0,75. Berdasarkan nilai rasio pertumbuhan penjualan dan rasio pertumbuhan laba bersih triwulan perusahaan periode Desember 2006 hingga Maret 2011 dan harga saham rata-rata tiga bulannya untuk mengetahui ada atau tidaknya kecenderungan dari rasio
66
pertumbuhan penjualan dan laba bersih terhadap perubahan harga sahamnya, kedua rasio pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA ini memiliki kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham individu pada keempat saham ini (Lampiran 8 dan Lampiran 9). Sebanyak tujuh dari 17 rasio pertumbuhan penjualan dari AALI triwulan time series yakni pada Juni-September 2007, Juni-Desember 2009, Desember 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham AALI (Lampiran 8). Dengan nilai kecenderungan 0,42, rasio pertumbuhan penjualan mempengaruhi perubahan harga saham AALI. Pada LSIP, sebanyak empat dari sembilan rasio pertumbuhan penjualan triwulan time series yakni pada Desember 2007, Desember 2009 dan Desember 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. kecenderungan 0,44,
Dengan nilai
perubahan rasio pertumbuhan penjualan mempengaruhi
perubahan harga saham LSIP. Untuk UNSP, sebanyak tiga dari 10 rasio pertumbuhan penjualan triwulan time series yakni pada Juni 2007, Desember 2007 dan Juni 2009 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP.
Dengan nilai
kecenderungan 0,30, rasio pertumbuhan penjualan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP.
Sementara pada TBLA, sebanyak lima dari 12 rasio
pertumbuhan penjualan triwulan time series yakni pada Juni 2007, Maret-Juni 2008 dan Juni-September 2009 mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Dengan nilai kecenderungan 0,42, perubahan rasio pertumbuhan penjualan mempengaruhi perubahan harga saham TBLA (Lampiran 8). Sementara sebanyak delapan dari 17 rasio pertumbuhan laba bersih dari AALI triwulan time series yakni pada Juni-Desember 2007, Juni-Desember 2009, Desember 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham AALI (Lampiran 9).
Dengan nilai kecenderungan 0,47, rasio
pertumbuhan laba bersih mempengaruhi perubahan harga saham AALI dan lebih besar dari nilai kecenderungan rasio pertumbuhan penjualan AALI. Pada LSIP, sebanyak tiga dari sembilan rasio pertumbuhan laba bersih triwulan time series yakni pada Desember 2007 dan Desember 2010-Maret 2011 memiliki
67
kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP.
Dengan nilai
kecenderungan 0,33, rasio pertumbuhan laba bersih mempengaruhi perubahan harga saham LSIP dan lebih kecil dari nilai kecenderungan rasio pertumbuhan penjualan LSIP. Untuk UNSP, sebanyak tiga dari 10 rasio pertumbuhan laba bersih triwulan time series yakni pada September-Desember 2007 dan Desember 2008 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Dengan nilai kecenderungan 0,30, rasio pertumbuhan laba bersih mempengaruhi perubahan harga saham UNSP dan sama dengan nilai kecenderungan rasio pertumbuhan penjualan UNSP. Sementara pada TBLA, sebanyak enam dari 12 rasio pertumbuhan laba bersih triwulan time series yakni pada Juni 2007, Juni 2008 dan Juni-Desember 2009 dan Desember 2010 mempengaruhi perubahan harga saham TBLA (Lampiran 9). Dengan nilai kecenderungan 0,50, perubahan rasio pertumbuhan laba bersih mempengaruhi perubahan harga saham TBLA dan lebih besar dari nilai kecenderungan rasio pertumbuhan penjualan TBLA. Bagi investor yang tergolong ke dalam risk averter akan menekankan pada seberapa besar total hutang baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang yang dimiliki oleh perusahaan dimana saham itu akan menjadi pertimbangan investor dalam memilih atau tidaknya saham tersebut. Investor akan menaikkan tingkat pengembalian yang dipersyaratkan karena adanya penambahan resiko terprioritaskannya pembayaran
hutang dan bunganya
dibandingkan dengan pembayaran dividen yang merupakan hak investor. Semakin besar kenaikan tingkat pengembalian yang dipersyaratkan tersebut akan menurunkan permintaan terhadap saham ini yang pada gilirannya hal ini akan menurunkan harga saham pada kondisi dimana penawaran terhadap saham tetap. Maka pada kondisi tersebut, investor perlu mengetahui kondisi solvabilitas perusahaan. Dimana kondisi solvabilitas yang perlu investor ketahui yakni rasio Debt to Equity Ratio (DER). Rasio DER merupakan rasio total hutang terhadap total ekuitas perusahaan. Nilai DER yang rendah menunjukkan sebagian besar pinjaman (hutang) didanai oleh investai pemegang saham.
Dengan
rendahnya nilai rasio DER dari perusahaan emiten akan cenderung mempengaruhi
68
terhadap kenaikan harga saham karena rendahnya resiko yang harus ditanggung investor dari nilai total hutang yang dimiliki perusahaan.
Tabel 10. Rasio Solvabilitas AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006-Maret 2011 Nama Saham_ Tahun
Rasio DER
Harga Saham (Rp)
AALI_2006
0,24
6.773
LSIP_2006
1,22
601
UNSP_2006
1,78
793
TBLA_2006
1,37
184
AALI_2007
0,28
14.963
LSIP_2007
0,70
898
UNSP_2007
0,81
1.533
TBLA_2007
1,62
458
AALI_2008
0,23
18.231
LSIP_2008
0,54
1.060
UNSP_2008
0,90
1.310
TBLA_2008
2,15
425
AALI_2009
0,18
17.169
LSIP_2009
0,27
803
UNSP_2009
0,90
605
TBLA_2009
2,09
282
AALI_2010
0,19
22.000
LSIP_2010
0,22
2.064
UNSP_2010
1,19
406
TBLA_2010
1,95
357
AALI Maret_2011 LSIP Maret_2011 UNSP Maret_2011 TBLA Maret_2011
0,22
22.083
0,21
2.262
-
350
-
412
Sumber: Laporan Keuangan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011), diolah
69
Berdasarkan Tabel 10, rasio DER dari AALI untuk tahun 2006 yaitu 0,24 menunjukkan bahwa setiap seratus rupiah investasi dari pemegang saham digunakan untuk mendanai pinjaman (kreditor) sebesar 24 rupiah.
Hal ini
menunjukkan bahwa AALI lebih mengandalkan pendanaan dari ekuitas pemegang saham daripada penggunaan hutang. Nilai rasio ini juga menunjukkan bahwa perusahaan mampu mengendalikan hutangnya. Dibandingkan dengan LSIP, UNSP dan TBLA, nilai dari rasio DER pada AALI paling rendah pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa investor lebih memilih saham AALI dibandingkan ketiga saham ini sehingga kemampuan AALI dalam memenuhi pendanaan yang berasal dari investor untuk mendanai hutangnya lebih besar dibandingkan pesaingnya. Nilai DER dari LSIP, UNSP dan TBLA lebih besar dari satu menandakan bahwa ketiga perusahaan ini lebih mengandalkan pendanaan dari hutang dan relatif sedikitnya pendanaan yang berasal dari pemegang saham (Tabel 10). Secara berturut-turut nilai rasio DER pada LSIP, UNSP dan TBLA yakni 1,22; 1,78; dan 1,37. Nilai rasio DER dari AALI ini terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2010, nilai rasio DER dari AALI yaitu 0,19 yang turun sebanyak 20,8 persen.
Hal ini juga diikuti oleh rasio DER dari LSIP dan UNSP yang juga
mengalami penurunan hingga menjadi 0,22 dan 1,19. Sementara pada rasio DER dari TBLA justru mengalami peningkatan pada tahun 2010 jika dibandingkan nilai rasio DER ini pada tahun 2006 yaitu 1,95. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan penggunaan hutang dan peningkatan porsi pendanaan dari pemegang saham dalam mendanai investasi aktiva pada AALI, LSIP dan UNSP. Namun sebaliknya pada TBLA telah terjadi peningkatan pendanaan dengan menggunakan hutang dan penurunan porsi pemegang saham dalam mendanai investasi pada aktiva perusahaan. Ditinjau menurut kecenderungan rasio solvabilitas melalui indikator rasio DER (debt to equity ratio) berupa data time series triwulan dalam mempengaruhi perubahan harga saham,
menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan yang
cukup besar dari perubahan rasio DER terhadap perubahan harga saham pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (Lampiran 10). Sementara apabila dilihat dari
70
rasio DER pada data time series tahunan dalam mempengaruhi perubahan harga saham, menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan dari rasio ini terhadap perubahan harga saham AALI, LSIP dan TBLA. Tetapi pada saham UNSP, kecenderungan dari perubahan rasio ini terhadap perubahan harga saham UNSP tidak memiliki kecenderungan. Berdasarkan kecenderungan dari perubahan rasio DER tahunan time series dalam mempengaruhi perubahan harga saham, sepanjang Desember 2006-Maret 2011, saham AALI dan TBLA memiliki nilai kecenderungan rasio DER mempengaruhi perubahan harga saham paling besar dibandingkan dengan saham LSIP dan UNSP.
Secara berturut-turut nilai kecenderungan rasio DER dari
AALI, LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 0,75; 0,25; 0; dan 0,75. Sebanyak sepuluh dari 17 rasio DER dari AALI triwulan time series yakni pada Maret 2007, Desember 2007, Juni-September 2008, September 2009, Juni 2010, Desember 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham AALI (Lampiran 10). Dengan nilai kecenderungan 0,59, rasio DER mempengaruhi perubahan harga saham AALI. Pada LSIP, sebanyak tujuh dari sembilan rasio DER triwulan time series yakni pada Maret 2007, Desember 2007-Maret 2008, Desember 2008-Maret 2009, Desember 2009 dan Desember 2010 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Dengan nilai kecenderungan 0,78, perubahan rasio DER mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Untuk UNSP, sebanyak tujuh dari 10 rasio DER triwulan time series yakni pada Juni-September 2007, Maret-Juni 2008 dan Desember 2008-Juni 2009 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Dengan nilai kecenderungan 0,70, rasio DER mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Sementara pada TBLA, sebanyak delapan dari 12 rasio DER triwulan time series yakni pada Maret-Juni 2007, Juni 2008, Maret 2009-Maret 2010 mempengaruhi perubahan harga saham TBLA (Lampiran 10).
Dengan nilai
kecenderungan 0,67, perubahan rasio DER mempengaruhi perubahan harga saham TBLA.
71
Setelah investor mengetahui rasio solvabilitas yang berguna untuk menilai seberapa besar resiko kerugian dari saham yang akan dipilih, investor juga perlu untuk membandingkan kinerja saham tersebut di pasar dalam memutuskan apakah akan membeli, menjual atau menyimpan saham tersebut. Price to book value (PBV) adalah satu diantara beberapa rasio dalam rasio pasar yang dapat dijadikan sebagai alat bantu investor dalam menilai kinerja pasar saham tersebut dibandingkan kinerja saham pesaing. PBV merupakan rasio pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. Dimana nilai buku perusahaan yang dimaksudkan dalam hal ini yakni rasio antara ekuitas pemegang saham dengan jumlah lembar saham yang beredar. Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik biasanya akan memiliki rasio PBV di atas satu. Hal ini menunjukkan bahwa harga pasar dari saham tersebut lebih besar dari nilai bukunya. Semakin besar rasio PBV maka semakin meningkat harga saham pasar tersebut.
Apabila kemudian investor membandingkan antara nilai rasio PBV
antara satu saham dengan saham pesaingnya maka saham yang memiliki nilai rasio PBV lebih besar dibandingkan pesaingnya akan cenderung lebih dipilih oleh investor. Jika suatu saham cenderung lebih banyak dipilih oleh investor akan meningkatkan pemintaan saham tersebut sehingga pada jumlah penawaran saham yang tetap hal ini akan menggeser kurva permintaan dan harga saham menjadi naik. Berdasarkan Tabel 11, rasio PBV dari AALI yaitu 4,60 pada tahun 2006. Artinya nilai harga pasar dari saham AALI sebanyak 4,60 kali dari nilai buku AALI. Dibandingkan dengan pesaingnya, LSIP, UNSP dan TBLA, rasio PBV AALI paling tinggi pada tahun 2006. Secara berturut-turut, nilai rasio PBV pada LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 3,53; 3,01; dan 1,02.
Rasio PBV ini kemudian
mengalami peningkatan pada tahun 2010 pada saham AALI, LSIP dan TBLA berturut-turut menjadi 21,91; 14,34; dan 6,32 (Tabel 11). Namun pada saham UNSP, rasio PBV ini justru mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 2,49 (Tabel 11). Rasio PBV dari AALI paling tinggi sepanjang tahun 2006 hingga Maret 2011 dibandingkan dengan pesaingnya (Tabel
72
11). Hal ini menandakan bahwa di pasar saham, kinerja saham AALI dihargai lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. Sehingga hal ini juga menunjukkan bahwa saham AALI dinilai lebih banyak dipilih dibandingkan saham lain seperti LSIP, UNSP dan TBLA berdasarkan kinerja saham pasar AALI tersebut. Tabel 11. Rasio Nilai Pasar AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Tahun 2006-Maret 2011 Nama Saham_ Tahun
Rasio PBV
Harga Saham (Rp)
AALI_2006
4,60
6.773
LSIP_2006
3,53
601
UNSP_2006
3,01
793
TBLA_2006
3,70
184
AALI_2007
6,64
14.963
LSIP_2007
4,32
898
UNSP_2007
2,52
1.533
TBLA_2007
10,61
458
AALI_2008
6,22
18.231
LSIP_2008
3,14
1.060
UNSP_2008
2,22
1.310
TBLA_2008
3,38
425
AALI_2009
4,57
17.169
LSIP_2009
2,17
803
UNSP_2009
0,87
605
TBLA_2009
5,84
282
AALI_2010
21,91
22.000
LSIP_2010
14,34
2.064
UNSP_2010
2,49
406
TBLA_2010
6,32
357
AALI Maret_2011 LSIP Maret_2011 UNSP Maret_2011 TBLA Maret_2011
17,09
22.083
12,48
2.262
-
350
-
412
Sumber: Laporan Keuangan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011), diolah
73
Ditinjau menurut kecenderungan rasio PBV ini baik data time series triwulan maupun tahunan dalam mempengaruhi perubahan harga saham, menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan yang cukup besar dari perubahan rasio PBV terhadap perubahan harga saham pada AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (Lampiran 11).
Berdasarkan kecenderungan dari perubahan rasio PBV tahunan
time series dalam mempengaruhi perubahan harga saham, sepanjang Desember 2006-Maret 2011, saham TBLA memiliki nilai kecenderungan rasio PBV mempengaruhi perubahan harga saham paling besar dibandingkan dengan saham AALI, LSIP dan UNSP. Secara berturut-turut nilai kecenderungan rasio PBV dari AALI, LSIP, UNSP dan TBLA yaitu 0,75; 0,75; 0,75; dan 1,00. Hal ini berbeda dengan nilai kecenderungan dari perubahan rasio PBV dalam mempengaruhi perubahan harga saham dalam data triwulan time series, saham AALI memiliki kecenderungan paling besar.
Sebanyak 15 dari 17 rasio
PBV dari AALI triwulan time series yakni pada Maret 2007-Desember 2007, Juni 2008-Desesmber 2009, Juni 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham AALI (Lampiran 11). Dengan nilai kecenderungan 0,88, rasio PBV mempengaruhi perubahan harga saham AALI. Pada LSIP, sebanyak tiga dari sembilan rasio PBV triwulan time series yakni pada Desember 2009, Desember 2010-Maret 2011 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Dengan nilai kecenderungan 0,33, perubahan rasio PBV mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Untuk UNSP, sebanyak delapan dari 10 rasio PBV triwulan time series yakni pada Maret-Juni 2007, Desember 2007, Juni 2008-Juni 2009 memiliki kecenderungan mempengaruhi perubahan harga saham UNSP.
Dengan nilai
kecenderungan 0,80, rasio PBV mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Sementara pada TBLA, sebanyak sepuluh dari 12 rasio PBV triwulan time series yakni pada Maret-Juni 2007, Maret-Juni 2008, Maret-Juni 2009, Maret-Desember 2010 mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Dengan nilai kecenderungan 0,83, perubahan rasio PBV mempengaruhi perubahan harga saham TBLA.
74
VI FAKTOR MAKROEKONOMI YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN HARGA SAHAM 6.1. Uji Asumsi Klasik Untuk
mendapatkan
hasil
mengenai
faktor
makroekonomi
yang
mempengaruhi perubahan harga saham individu pada saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji, apakah model regresi yang digunakan dalam penelitian ini layak diuji atau tidak. Uji asumsi klasik digunakan untuk memastikan bahwa multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas tidak terdapat dalam model yang digunakan dan data yang dihasilkan terdistribusi normal. Jika keseluruhan syarat tersebut terpenuhi, berarti model analisis telah layak digunakan. Jika model analisis dikatakan telah layak digunakan maka hasil dari regresi yang dilakukan akan dinilai valid. Uji penyimpangan asumsi klasik, dapat dijabarkan sebagai berikut: 6.1.1. Uji Normalitas Data Uji normalitas dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diteliti dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki data yang terdistribusi secara normal.
Untuk mendeteksi normal atau tidaknya suatu data dilakukan
Kolmogorov-Smirnov test. Tabel 12. Hasil Uji Normalitas Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Saham
Nilai Asymp.sig (2-tailed)
Hasil
AALI
0,680
Terdistribusi Normal
LSIP
0,280
Terdistribusi Normal
UNSP
0,996
Terdistribusi Normal
TBLA
0,165
Terdistribusi Normal
Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia (2011), diolah
Berdasarkan hasil pada Tabel 12, dapat disimpulkan bahwa semua data yang tersedia dalam penelitian ini terdistribusi secara normal. Suatu data dapat
dikatakan terdistribusi secara normal jika nilai asymp.sig (2-tailed) pada hasil Kolmogorov-Smirnov test lebih besar dari α. Dalam penelitian ini, nilai α yang digunakan adalah 0,05. Nilai α menunjukkan besarnya persentase kesalahan yang dapat ditolerir dari keseluruhan data yang tersedia yaitu hanya lima persen. Pada model saham dengan perubahan harga saham bulan -t sebagai variabel dependennya dan perubahan tingkat suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan t-1 sebagai variabel independennya menunjukkan bahwa semua data saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatera Tbk (LSIP), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) terdistribusi secara normal. Hal ini didasarkan pada nilai asymp. sig. (2tailed) pada keempat saham ini yang lebih besar daripada nilai α (0,05) (Tabel 12). Data saham yang terdistribusi normal menandakan bahwa tidak terdapat data yang mengandung nilai ekstrem pada keseluruhan data penelitian baik dilihat dari sisi data di variabel independen maupun dari variabel dependen. 6.1.2. Uji Heteroskedastisitas Data Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteoskedastisitas dalam model penelitian yang dianalisis dapat dilakukan dengan menggunakan uji gleyser. Tabel 13. Hasil Uji Heteroskedastisitas Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Saham
AALI LSIP UNSP TBLA
Sig. Variabel Independen Suku Bunga pada Signifikansi α.=0,05
Sig. Variabel Independen Inflasi pada Signifikansi α.=0,05
0,113 0,518 0.406 0,479
0,368 0,967 0,684 0,441
Sig. Variabel Independen Kurs US Dolar pada Signifikansi α.=0,05 0,584 0,245 0,583 0,518
Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia (2011), diolah
76
Dengan menggunakan uji gleyser, gejala heteroskesdatisitas dapat ditunjukkan melalui koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap nilai absolut residunya (abresid) sebagai variabel dependen. Model dipastikan tidak mengandung unsur heteroskedastisitas, jika nilai sig. pada koefisien regresi variebel independen terhadap abresid lebih besar daripada nilai α (0,05).
Berdasarkan Tabel 13, semua variabel independen baik suku bunga,
inflasi dan kurs US dolar dari saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatera Tbk (LSIP), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) memiliki nilai sig. lebih besar dari α. Berdasarkan pada hasil data tersebut, saham
AALI,
LSIP,
UNSP
dan
dapat disimpulkan bahwa pada model TBLA
tidak
mengandung
gejala
heteroskedastisitas. 6.1.3. Uji Multikolinearitas Data Uji multikolinearitas dilakukan dalam penelitian ini untuk menguji apakah antara variabel bebas yang diteliti berkorelasi sempurna. Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala multikolinearitas antar variabel bebas adalah dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF) dari masing-masing variabel bebasnya. Jika nilai VIF
tidak lebih besar dari 10, maka model dikatakan tidak terdapat
multikolinearitas.
Dan sebaliknya, jika nilai VIF nya lebih besar dari 10, dapat
disimpulkan bahwa terdapat multikolinearitas dalam data penelitian. Tabel 14. Hasil Uji Mulikolinearitas Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Saham
Nilai VIF Variabel Independen Suku Bunga
Nilai VIF Variabel Independen Inflasi
AALI
1,232
1,222
Nilai VIF Variabel Independen Kurs US Dolar 1,010
LSIP
1,232
1,222
1,010
Tidak Multikolinearitas
UNSP
1,232
1,222
1,010
Tidak Multikolinearitas
TBLA
1,229
1,218
1,011
Tidak Multikolinearitas
Kesimpulan
Tidak Multikolinearitas
Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia (2011), diolah
77
Berdasarkan pada Tabel 14, dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen baik berupa variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya, perubahan inflasi bulan sebelumnya maupun perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada model perubahan harga saham untuk saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatera Tbk (LSIP), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) bebas dari gejala multikolinearitas. 6.1.4. Uji Autokorelasi Data Uji autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah ada korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (time series) atau ruang (cross section) (Suliyanto 2005).
Uji autokorelasi juga bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan penggangu pada periode t-1 (bulan sebelumnya). Dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala autokorelasi yaitu dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Tabel 15. Hasil Uji Autokorelasi Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Saham
Nilai Durbin Watson
Hasil
Kesimpulan
AALI
2,016
dU
Tidak ada Autokorelasi
LSIP
1,888
dU
Tidak ada Autokorelasi
UNSP
1,696
dU
Tidak ada Autokorelasi
TBLA
1,887
dU
Tidak ada Autokorelasi
Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia (2011), diolah
Dua nilai bantu yang diperoleh dari Tabel Durbin Watson, yaitu nilai dL dan dU berfungsi sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan pada data penelitian yang dianalisis apakah mengandung unsur autokorelasi atau tidak. Jika nilai Durbin Watson (DW) berada di antara nilai dU hingga 4-dU, berarti asumsi tidak terjadi autokorelasi terpenuhi.
78
Berdasarkan pada Tabel 15, nilai Durbin Watson pada keempat saham baik saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatera Tbk (LSIP),
PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) dan PT Tunas Baru
Lampung Tbk (TBLA) berada di antara nilai dU dan nilai 4-dU. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data pada saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA tidak mengandung gejala autokorelasi. Dengan demikian tidak terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada data periode t dengan data pada periode t-1 (bulan sebelumnya). 6.2. Analisis Keputusan Investasi pada Saham 6.2.1. Analisis Keputusan Investasi pada Saham AALI Pengujian hipotesis dapat dilakukan jika gejala heteoskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi tidak terdapat dalam data penelitian dan data terdistribusi secara normal. Melalui hasil pengujian asumsi klasik, semua data saham AALI tidak mengandung gejala heteroskedastisitas, multikolinearitas dan autokorelasi serta data saham terdistribusi secara normal. Dengan demikian, data saham AALI yang diteliti layak untuk diuji. Untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan, digunakan uji t, uji F, dan uji r-square. Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen yang dianalisis memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya, perubahan inflasi bulan sebelumnya, dan perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya. Hasil uji t pada salah satu variabel independen dikatakan signifikan mempengaruhi variabel dependen jika memiliki nilai sig. t < α (0,05). Jika menurut hasil uji t menunjukkan hasil yang signifikan pada salah satu variabel independen maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
79
Tabel 16. Hasil Uji F dan Adjusted R-Square pada Pengukuran Signifikansi Model Perubahan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Saham
Probability Uji F (Signifikansi pada α=0,05)
AALI
Adjusted R-square (%) 0,014 (*)
12,0
0,070
6,7
UNSP
0,014 (*)
12,2
TBLA
0,040 (*)
8,7
LSIP
Keterangan: (*)= Signifikan pada Taraf Nyata α Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia (2011), diolah
Berdasarkan Tabel 17, menurut hasil uji t pada saham AALI, variabel independen yang memiliki nilai sig. uji t < α (0,05) adalah variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya dan variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya. Artinya variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya signifikan mempengaruhi perubahan harga saham AALI bulan ke-t. Begitu pula dengan variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya signifikan mempengaruhi perubahan harga saham AALI bulan ke –t. Tabel 17. Saham
Hasil Uji t pada Pengukuran Signifikansi Model Perubahan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Variabel Perubahan Suku Bunga Bulan Sebelumnya (Signifikansi pada α=0,05) 0,035 (*)
Variabel Perubahan Tingkat Inflasi Bulan Sebelumnya (Signifikansi pada α=0,05) 0,610
Variabel Perubahan Kurs US dolar Bulan Sebelumnya (Signifikansi pada α=0,05) 0,023 (*)
0,082
0,386
0,209
UNSP
0,003 (*)
0,938
0,743
TBLA
0,446
0,030 (*)
0,432
AALI LSIP
Keterangan: (*)= Signifikan pada Taraf Nyata α Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia (2011), diolah
Sementara pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya, nilai sig. uji t yang dihasilkan lebih besar dari nilai α (0,05). Artinya variabel perubahan
80
inflasi bulan sebelumnya tidak signifikan mempengaruhi perubahan harga saham AALI bulan ke-t. Untuk dapat mengetahui apakah kesemua variabel independen yang dianalisis secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham AALI dapat diketahui melalui hasil uji F. Jika menurut hasil uji F, hasil yang didapatkan memilki nilai sig. < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa
secara
bersama-sama
kesemua
variabel
independen
signifikan
mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan pada Tabel 16, secara bersama-sama semua variabel independen yang ada pada saham AALI baik perubahan suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya signifikan mempengaruhi perubahan harga saham AALI bulan ke- t. Dimana berdasarkan Tabel 16, nilai sig. pada uji F pada ketiga variabel independen memiliki nilai sig. lebih kecil dari nilai α (0,05). Berdasarkan Tabel 16, besaran perananan variabel independen yaitu variabel perubahan suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya dalam menjelaskan keragaman variabel dependen perubahan harga saham AALI bulan ke-t dapat diketahui dengan melihat nilai Adjusted R-square dari model perubahan harga saham AALI. Nilai Adjusted R-square dari model perubahan harga saham AALI adalah 12,0 persen. Artinya sebanyak 12,0 persen kemampuan dari variabel independen perubahan suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya dalam menjelaskan keragaman variabel dependen perubahan harga saham AALI bulan ke-t. Sementara sisanya sebanyak 88,0 persen dari keragaman variabel dependen perubahan harga saham AALI bulan ke- t dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dimana variabel lain di luar model tersebut tidak dimasukkan sebagai variabel independen model perubahan harga saham AALI.
81
Tabel 18. Hasil Pendugaan Model Perubahan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Saham
Konstanta
Variabel Perubahan Suku Bunga Bulan Sebelumnya
Variabel Perubahan Tingkat Inflasi Bulan Sebelumnya
Variabel Perubahan Kurs US dolar Bulan Sebelumnya
AALI
1,735
-0,285 (*)
-0,067
0,279 (*)
LSIP
2,281
-0,241
-0,118
0,157
UNSP
-1,899
-0,403 (*)
-0,010
0,039
TBLA
1,887
-0,104
-0,301 (*)
0,097
Keterangan: (*)= Signifikan pada Taraf Nyata α Sumber: Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia (2011), diolah
Nilai Adjusted R-square AALI yang dihasilkan dari kemampuan variabel independen dalam menjelaskan keragaman dari variabel dependen perubahan harga saham AALI lebih kecil jika dibandingkan dengan pesaingnya UNSP 12,2 persen.
Namun nilai Adjusted R-square dari AALI ini masih lebih besar
dibandingkan dengan Adjusted R-square dari LSIP 6,7 persen dan dan TBLA 8,7 persen. Faktor-faktor lain di luar model seperti fundamental keuangan AALI diduga merupakan variabel lain di luar model yang berkontribusi dalam menjelakan keragaman variabel perubahan harga saham AALI. Dugaan kecenderungan perubahan fundamental keuangan AALI dalam mempengaruhi perubahan harga saham AALI cukup besar yang dapat dijelaskan pada Tabel 7, Tabel 8 dan Tabel 9. Tujuh dari sepuluh rasio keuangan pada data time series tahunan AALI memiliki nilai kecenderungan 1,00. Artinya sepanjang tahun 2006-2010, rasio keuangan AALI seperti rasio lancar, NPM, ROA, ROE, EPS, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba bersih cenderung mempengaruhi perubahan harga saham AALI. Berdasarkan Tabel 18, nilai konstanta AALI adalah sebesar 1,735 yang mempunyai arti bahwa jika tidak terjadi perubahan pada suku bunga BI rate bulan sebelumnya, tingkat inflasi bulan sebelumnya dan kurs US dolar terhadap rupiah bulan sebelumnya maka harga saham AALI akan naik sebanyak 1,735 persen. Dibandingkan dengan konstanta model harga saham perusahaan pesaing
82
seperti UNSP, yaitu -1,899, saham AALI cenderung akan banyak dipilih investor dibandingkan saham UNSP ketika kondisi perekonomian telah stabil dimana tidak terjadi perubahan suku bunga SBI bulan sebelumnya, perubahan inflasi bulan sebelumnya, dan perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya. Harga saham AALI akan cenderung mengalami pergerakan yang menaik dibandingkan dengan saham UNSP yang cenderung akan mengalami pergerakan yang menurun sebanyak -1,899 persen. Namun, pergerakan harga saham AALI dalam jangka pendek (bulanan) akan naik lebih kecil dibandingkan dengan saham LSIP dan TBLA yang memiliki nilai konstanta berturut-turut 2,281 dan 1,887. Sehingga dalam jangka pendek, investor lebih tertarik pada saham LSIP dan TBLA dibandingkan saham AALI sehingga harga saham dari kedua saham ini akan mengalami kenaikan lebih besar daripada kenaikan harga saham AALI. Perubahan suku bunga bulan sebelumnya memiliki tanda koefisien yang negatif pada saham AALI (Tabel 18). Tanda koefisien yang negatif menandakan bahwa jika suku bunga BI rate bulan sebelumnya (t-1) mengalami kenaikan maka secara signifikan harga saham AALI pada bulan ke –t
akan mengalami
penurunan. Tanda negatif koefisien regresi pada variabel perubahan tingkat suku bunga bunga sebelumnya sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu perubahan suku bunga BI rate bulan sebelumnya akan mempengaruhi secara negatif terhadap perubahan harga saham bulan ke –t. Apabila tingkat pengembalian yang dapat diberikan oleh tabungan dan deposito melalui kenaikan tingkat suku bunga BI rate lebih besar daripada tingkat pengembalian yang dapat diberikan oleh saham investor akan cenderung tertarik untuk memilih atau menambah dana simpanannya di tabungan dan deposito dibandingkan dengan memilih saham. Sehingga alokasi dana yang digunakan investor untuk menambah simpanan dananya dalam bentuk tabungan dan deposito akan diambil dari dana yang telah disimpan dalam saham dari portofolio investor tersebut. Jika diasumsikan, tiap-tiap investor yang memiliki simpanan dana dalam bentuk tabungan dan deposito serta saham di portofolionya mengambil keputusan investasi yang sama yakni mengambil dana dari saham untuk disimpan dalam
83
bentuk tabungan dan deposito maka hal ini menyebabkan permintaan terhadap saham akan turun. Sehingga pada penawaran saham yang tetap, kenaikan tingkat suku bunga BI rate ini akan menurunkan harga saham. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham AALI adalah -0,285 (Tabel 18). Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada model perubahan harga saham AALI yaitu jika terjadi kenaikan pada tingkat suku bunga BI rate bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham AALI pada bulan ke-t akan turun sebanyak -0,285 persen. Sebaliknya apabila terjadi penurunan pada tingkat suku bunga BI rate pada bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham AALI pada bulan ke- t akan naik sebanyak 0,285 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham AALI merupakan nilai koefisien paling besar kedua jika dibandingkan dengan saham pesaing, LSIP, UNSP dan TBLA. Dimana secara berturut-turut koefisien regresi variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham LSIP, UNSP, dan TBLA masing-masing -0,241; -0,403; -0,104 (Tabel 18). Hal ini menandakan bahwa tingkat kepekaan dari variabel perubahan harga saham AALI dalam merespon perubahan tingkat suku bunga BI lebih besar daripada saham LSIP dan TBLA, namun masih lebih kecil dari saham UNSP. Apabila dikaitkan dengan kondisi fundamental keuangan AALI, pengaruh yang ditunjukkan dari perubahan harga saham AALI yang merespon perubahan tingkat suku bunga BI rate paling besar kedua dan signifikan, dapat dijelaskan melalui rata-rata capital gain triwulan dari AALI serta rata-rata tingkat pengembalian per bulan dari bulan ke-t terhadap bulan t-1 sebagai ukuran daya tarik saham AALI untuk dapat dipilih oleh investor, merupakan paling kecil kedua jika dibandingkan saham pesaing LSIP, UNSP dan TBLA (Tabel 6 dan Lampiran 12). Di sisi lain, nilai rasio dividen yield, ukuran rasio yang menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian berupa dividen dapat diperoleh investor dari saham AALI jika dibandingkan dengan biaya yang diperlukan untuk
84
mengivestasikan dananya dalam hal ini harga saham AALI, nilai rasio ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga BI rate sepanjang Juni 2006-Desember 2010 (Lampiran 12). Sehingga setiap perubahan BI rate dalam mempengaruhi keputusan investor dalam memilih investasi antara saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA ataupun menempatkan dananya dalam bentuk tabungan atau deposito mempengaruhi pengambilan keputusan investor dalam memilih saham AALI. Sehingga, setiap perubahan pengambilan keputusan yang dilakukan investor dalam memilih untuk membeli, menjual ataupun menyimpan saham AALI cukup dapat dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga BI rate. Daya tarik yang lebih besar dari saham AALI dibandingkan dengan saham UNSP melalui capital gain, dividend yield dan dividend payout ratio cukup mempengaruhi pilihan investor dalam memutuskan saham antara AALI dan UNSP yang akan dialihkan dananya menuju instrumen investasi dalam bentuk tabungan dan deposito yang memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi (Lampiran 12 dan Lampiran 13). Sehingga hal ini diduga menyebabkan nilai koefisien regresi dari perubahan suku bunga BI rate bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham AALI masih lebih kecil dibandingkan dengan saham UNSP. Tanda negatif pada nilai koefisien regresi pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yang menandakan bahwa jika tingkat inflasi bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham AALI pada saat ini (bulan ke-t) akan menurun (Tabel 18). Ketika inflasi terjadi maka biaya untuk memproduksi output menjadi lebih mahal sehingga dibutuhkan tambahan pendanaan pada sektor riil dalam jumlah yang lebih besar. Maka bagi investor yang memiliki jumlah dana yang tetap yang dialokasikan pada beberapa instrumen investasi seperti tabungan dan deposito, valas US dolar, saham dan sektor riil akan cenderung mempertimbangkan untuk memilih antara instrumen investasi seperti tabungan dan deposito, valas US dolar, saham dibandingkan dengan investasi pada sektor riil. Apabila diasumsikan bahwa perkiraan kenaikan harga input yang terjadi akan mendorong pada kenaikan tingkat pengembalian per satuan output terhadap
85
investor maka investor akan cenderung untuk mengurangi dana selain investasi sektor riil di dalam portofolionya untuk kemudian dialokasikan dana tersebut pada sektor riil.
Apabila saham dan sektor riil yang dijadikan sebagai acuan
pembanding dalam mempertimbangkan keputusan investasi di tengah inflasi maka tingkat pengembalian yang dapat diberikan antara saham dan sektor riil yang akan dijadikan acuan dengan asumsi tingkat pengembalian dari tabungan dan deposito serta valas US dolar tetap. Ketika tingkat pengembalian yang dapat diberikan
oleh saham
diperkirakan lebih kecil dibandingkan dengan perkiraan tingkat pengembalian per satuan output dari investasi sektor riil maka investor akan mengambil dana yang tersimpan dalam saham untuk dialokasikan pada investasi di sektor riil sebagai tambahan pendanaan di sektor riil. Sehingga naiknya inflasi akan menurunkan permintaan saham dan pada akhirnya harga saham turun. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya pada saham AALI yaitu -0,067 dan menurut hasil uji t, secara parsial perubahan yang terjadi pada tingkat inflasi bulan sebelumnya tidak signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham AALI. (Tabel 18). Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan tingkat inflasi bulan sebelumnya pada saham AALI yaitu jika terjadi kenaikan pada tingkat inflasi bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham AALI pada bulan ke-t akan turun sebanyak -0,067 persen. Sebaliknya apabila terjadi penurunan inflasi sebanyak satu persen maka harga saham AALI akan naik sebanyak 0,067 persen.
Berdasarkan hasi uji t
yang menunjukkan hasil tidak signifikan dan nilai koefisien regresi pada variabel inflasi yang sangat kecil maka pengaruh dari perubahan inflasi ini tidak memilki pengaruh pada harga saham AALI. Apabila dilihat dari ukuran fundamental keuangan AALI, pengaruh yang ditunjukkan dari perubahan harga saham AALI dalam merespon perubahan inflasi bulan sebelumnya dapat dijelaskan melalui nilai rasio harga pokok penjualan (HPP) terhadap nilai penjualan. Dimana setiap peningkatan dari nilai dari rasio ini menunjukkan seberapa besar tambahan pendanaan yang diperlukan dalam
86
membiayai setiap kenaikan biaya operasional perusahaan (harga pokok penjualan) pada satu rupiah nilai output yang terjual. Semakin tinggi nilai rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan kurang efisien dalam mengelola dana operasionalnya dalam menghasilkan tingkat keuntungan
pada setiap output yang terjual.
Sehingga investor akan lebih
berhati-hati dalam menginvestasikan dananya pada saham yang memiliki nilai rasio HPP terhadap nilai penjualan yang tinggi. Sehingga daya tariknya akan semakin berkurang dalam menarik investor.
Hal tersebut akan mengurangi
permintaan saham dan harga saham akan turun. Rasio ini akan semakin menekan harga saham pada kondisi dimana inflasi mengalami kenaikan. Sepanjang periode tahun 2006 hingga tahun 2010, perubahan tingkat inflasi hanya kecil mempengaruhi terhadap perubahan harga pokok penjualan terhadap nilai pokok penjualan AALI. Laju kenaikan rasio harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan hanya 0,21 persen per tahun. Apabila dibandingkan dengan pesaingnya UNSP, dan TBLA, AALI memiliki laju dan nilai kenaikan harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan yang paling kecil (Lampiran 14). Sehingga dengan rendahnya nilai dan laju harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan ini, maka hal ini memperkuat dugaan bahwa perubahan tingkat inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham AALI. Hal ini juga didukung oleh hasil regresi yang menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi dari perubahan variabel inflasi dalam mempengaruhi perubahan harga saham AALI sangatlah kecil. Tanda positif pada nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham AALI sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Dimana hipotesis yang diajukan yakni perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya akan mempengarui perubahan harga saham secara positif yang berarti menandakan bahwa jika kurs US dolar bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham pada saat ini (bulan ket) akan naik. Apabila nilai valuta asing US dolar mengalami kenaikan (apresiasi) dan harga valas ini menjadi lebih mahal daripada nilai nominalnya sementara nilai
87
mata uang Rupiah tetap atau tidak mengalami perubahan maka kurs US dolar terapresiasi dan nilai Rupiah terdepresiasi (Putong 2003).
Bagi investor yang
melihat kenaikan kurs US dolar yang terjadi akan menilai bahwa terdapat potensi keuntungan yang dapat terealisasi jika investor menjual US dolar yang dimilikinya. Dimana potensi keuntungan tersebut didapatkan dari selisih harga penjualan US dolar dengan harga pembelian US dolar. Hal ini akan mendorong investor untuk menjual US dolar yang dimilikinya untuk dikonversikan ke dalam bentuk rupiah.
Dengan dikonversikannya US
dolar ke dalam bentuk rupiah maka hal ini akan menambah jumlah rupiah yang dimiliki.
Dimana kelebihan jumlah rupiah yang dimiliki tersebut kemudian
diinvestasikan kembali ke dalam portofolionya ke dalam bentuk saham, tabungan dan deposito ataupun sektor riil. Jika diasumsikan investor hanya akan menempatkan kelebihan rupiah yang dimilki tersebut pada satu instrumen investasi diantara beberapa instrumen investasi di dalam portofolionya maka saham akan cenderung menjadi pilihan dibandingkan dengan instrumen investasi lain.
Transaksi pembelian dan
penjualan saham cenderung lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan instrumen investasi lain. Sehingga kemudian investor akan menempatkan kelebihan rupiah yang dimiliki untuk ditempatkan di saham. Sehingga dengan naiknya kurs US dolar akan menyebabkan permintaan terhadap saham naik dan harga saham naik. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada model perubahan harga saham AALI yaitu 0,279 (Tabel 18).
Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel
perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada saham AALI yaitu jika terjadi kenaikan pada kurs US dolar bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham AALI pada bulan ke-t akan naik sebanyak 0,279 persen. Sementara itu, jika dilihat menurut tingkat signifikansi variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada perubahan harga saham AALI bulan ke-t adalah signifikan pada tingkat signifikansi taraf nyata 0,05 (Tabel 17). Nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya
88
terhadap model saham AALI memiliki nilai yang paling besar jika dibandingkan dengan saham LSIP, UNSP dan TBLA. Artinya setiap satu persen kenaikan kurs US dolar bulan sebelumnya akan mempengaruhi signifikan terhadap kenaikan harga saham AALI bulan ke-t dengan nilai peningkatan harga saham AALI yang paling besar dibandingkan dengan saham LSIP, UNSP dan TBLA. Tanda koefisien yang positif, berpengaruh signifikannya, dan nilai koefisien regresi yang besar pada variabel kurs US dolar model saham AALI dikarenakan perusahaan memperoleh aktiva bersih dalam valuta US dolar sepanjang periode tahun 2006-2010. Sementara LSIP, UNSP dan TBLA justru pernah memperoleh kewajiban bersih dalam valas US dolar yaitu pada LSIP yang terjadi tahun 2006 dan 2007, pada UNSP yang terjadi pada tahun 2006 dan 20082010, dan pada TBLA yang terjadi pada tahun 2007-2010 (Laporan Keuangan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA 2010). Rasio yang mengukur perbandingan antara jumlah kewajiban dan aktiva valas US dolar dapat menjelaskan pengaruh yang ditunjukkan oleh perubahan harga saham AALI dalam merespon perubahan kurs US dolar. Dimana nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar pada saham AALI ini memiliki kecenderungan rasio paling besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham AALI dibandingkan dengan LSIP, UNSP dan TBLA. Nilai kecenderungan dari perubahan rasio kewajiban per aktiva valas US dolar dari AALI yakni 0,73 (Lampiran 15). Sementara nilai kecenderunga rasio ini pada saham LSIP, UNSP dan TBLA secara berturut-turut 0,33; 0,44; dan 0,27. Nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar menunjukkan seberapa besar pendanaan berupa valas US dolar dibiayai oleh aktiva valas US dolar. Dimana dengan meningkatnya nilai kurs US dolar akan menyebabkan jumlah pendanaan dalam bentuk rupiah yang dibutuhkan perusahaan untuk membiayai kewajiban valas US dolar menjadi bertambah. Apabila suatu perusahaan memiliki rasio kewajiban per aktiva valas US dolarnya tinggi maka menunjukkan bahwa peningkatan kewajiban valas US dolar yang terjadi belum diimbangi dengan peningkatan aktiva valas US dolar yang dimiliki.
89
Hal ini menyebabkan perusahaan tersebut membutuhkan tambahan pendanaan dalam bentuk rupiah yang lebih banyak untuk membeli setiap satu US dolar yang dibutuhkan dalam membiayai setiap kewajiban valas US dolar perusahaan.
Sehingga investor akan berhati-hati dalam memilih saham yang
memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar yang besar yang menandakan sangat beresikonya saham tersebut untuk diinvestasikan di tengah naiknya kurs US dolar. Investor akan memilih saham yang memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar yang kecil untuk diinvestasikan. Berdasarkan Lampiran 15, nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar triwulan AALI sepanjang Desember 2006-Maret 2011 paling kecil jika dibandingkan dengan saham LSIP, UNSP dan TBLA.
Diduga AALI yang
memiliki tingkat kebutuhan tambahan pendanaan dalam bentuk rupiah yang rendah dibandingkan saham pesaing, dalam memenuhi kewajiban valas US dolar setiap kenaikan kurs US dolar yang terjadi, mempengaruhi pilihan investor dalam memilih saham AALI dibandingkan saham lain di tengah naiknya kurs US dolar. Hal ini kemudian mendorong harga saham AALI naik pada setiap kenaikan kurs US dolar. Oleh karena itu, nilai respon yang ditunjukkan pada perubahan harga saham AALI dalam merespon perubahan kurs US dolar paling besar. Hal ini didukung berdasarkan hasil regresi pada koefisien regresi variabel perubahan kurs US dolar AALI dan nilai kecenderungan perubahan rasio kewajiban per aktiva valas US dolar terhadap perubahan harga saham AALI paling besar dibandingkan pesaing (Tabel 18 dan Lampiran 15). 6.2.2. Analisis Keputusan Investasi pada Saham LSIP Berdasarkan Tabel 17, menurut hasil uji t pada saham LSIP, kesemua variabel independen yakni perubahan suku bunga bulan sebelumnya, perubahan inflasi bulan sebelumnya dan perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya memiliki nilai sig. uji t > α (0,05). Artinya secara parsial, variabel perubahan suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya tidak signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham LSIP bulan ke-t.
90
Sementara berdasarkan pada Tabel 16, secara bersama-sama kesemua variabel independen yang ada pada saham LSIP baik perubahan suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya tidak signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham LSIP bulan ke- t. Dimana berdasarkan Tabel 16, nilai sig. pada uji F pada ketiga variabel independen memiliki nilai sig. lebih besar dari nilai α (0,05) yaitu 0,070. Nilai Adjusted R-square LSIP, 6,7 persen yang dihasilkan dari kemampuan variabel independen dalam menjelaskan keragaman dari variabel dependen perubahan harga saham LSIP paling kecil jika dibandingkan dengan pesaingnya AALI, UNSP dan TBLA secara berturut-turut 12,0; 12,2; dan 8,7 persen. Faktor-faktor lain di luar model seperti fundamental keuangan LSIP diduga merupakan variabel lain di luar model yang berkontribusi dalam menjelakan keragaman variabel perubahan harga saham LSIP. Dugaan kecenderungan perubahan fundamental keuangan LSIP dalam mempengaruhi perubahan harga saham LSIP yang cukup besar dapat dijelaskan pada Tabel 7, Tabel 8 dan Tabel 9. Tujuh dari sepuluh rasio keuangan pada data time series tahunan LSIP memiliki nilai kecenderungan 1,00. Artinya sepanjang tahun 2006-2010, rasio keuangan LSIP seperti rasio lancar, GPM, NPM, ROA, ROE, pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan laba bersih cenderung mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Perubahan suku bunga bulan sebelumnya memiliki tanda koefisien yang negatif pada saham LSIP sesuai dengan hipotesis yang diajukan (Tabel 18). Tanda koefisien yang negatif menandakan bahwa jika suku bunga SBI bulan sebelumnya (t-1) mengalami kenaikan maka harga saham LSIP pada bulan ke –t akan mengalami penurunan.
Tanda negatif koefisien regresi pada variabel
perubahan tingkat suku bunga bunga sebelumnya sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu perubahan suku bunga BI rate bulan sebelumnya akan mempengaruhi secara negatif terhadap perubahan harga saham LSIP bulan ke –t. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham LSIP adalah -0,241 (Tabel
91
18).
Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan suku bunga bulan
sebelumnya pada model perubahan harga saham LSIP yaitu jika terjadi kenaikan pada tingkat suku bunga Bank Indonesia bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham LSIP pada bulan ke-t akan turun sebanyak -0,241 persen. Sebaliknya apabila terjadi penurunan pada tingkat suku bunga Bank Indonesia pada bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham LSIP pada bulan ke- t akan naik sebanyak 0,241 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham LSIP merupakan nilai koefisien paling kecil jika dibandingkan dengan saham pesaing AALI, dan UNSP namun lebih besar dari nilai koefisien regresi perubahan suku bunga BI rate pada saham TBLA. Dimana secara berturut-turut koefisien regresi variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham AALI, UNSP, dan TBLA masing-masing -0,285; -0,403; -0,104 (Tabel 18). Hal ini menandakan bahwa tingkat kepekaan dari variabel perubahan harga saham LSIP dalam merespon perubahan tingkat suku bunga BI rate paling kecil daripada saham AALI dan UNSP. Namun, arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham LSIP menjadi tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham LSIP bulan ke t karena berdasarkan Tabel 18, variabel ini tidak signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham LSIP. Apabila dikaitkan dengan kondisi fundamental keuangan LSIP, pengaruh yang ditunjukkan dari perubahan harga saham LSIP yang tidak signifikan dalam merespon perubahan tingkat suku bunga BI rate dapat dijelaskan melalui rata-rata tingkat pengembalian per bulan pada bulan ke t terhadap bulan ke t-1 pada LSIP. Berdasarkan Tabel 6, rata-rata tingkat pengembalian bulan ke t terhadap bulan ke t-1 per bulannya sepanjang Januari 2006-Mei 2011 sehingga berdampak pada kemungkinan investor mendapatkan capital gain, saham LSIP dapat memberikan rata-rata tingkat pengembalian per bulannya lebih besar dibandingkan dengan pesaingnya seperti AALI, UNSP dan TBLA terutama pada tahun 2006, 2009 dan 2010.
92
Selain itu, daya tarik lain dari saham LSIP yang menarik investor untuk lebih memilih saham LSIP dibandingkan saham lain ditengah naik ataupun turunnya suku bunga BI rate dapat dijelaskan pula oleh nilai rasio dividen yield triwulan dari LSIP tertinggi dibandingkan pesaingnya dan lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga BI rate sepanjang Juni 2006-Desember 2010 (Lampiran 12). Sehingga hal ini mempengaruhi pengambilan keputusan investor untuk lebih memilih investasi pada saham LSIP dibandingkan saham lain ataupun menempatkan dananya dalam bentuk tabungan atau deposito pada setiap perubahan yang terjadi pada tingkat suku bunga BI rate.
Hal ini diduga
menyebabkan nilai koefisien regresi dari perubahan suku bunga BI rate bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham LSIP lebih kecil dibandingkan dengan saham UNSP dan AALI serta tidak signifikan. Tanda negatif pada nilai koefisien regresi pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Hal ini menandakan bahwa jika tingkat inflasi bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham LSIP pada saat ini (bulan ke-t) akan menurun (Tabel 18). Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya pada saham LSIP yaitu -0,118 dan menurut hasil uji t, secara parsial perubahan yang terjadi pada tingkat inflasi bulan sebelumnya tidak signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham LSIP (Tabel 18). Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan tingkat inflasi bulan sebelumnya pada saham LSIP yaitu jika terjadi kenaikan pada tingkat inflasi bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham LSIP pada bulan ke-t akan turun sebanyak -0,118 persen. Sebaliknya apabila terjadi penurunan inflasi sebanyak satu persen maka harga saham LSIP akan naik sebanyak 0,118 persen. Berdasarkan hasi uji t
yang menunjukkan hasil tidak signifikan dan nilai
koefisien regresi pada variabel inflasi yang sangat kecil maka pengaruh dari perubahan inflasi ini tidak memilki pengaruh pada harga saham LSIP. Sepanjang periode tahun 2006-2010, perubahan tingkat inflasi hanya kecil mempengaruhi terhadap perubahan harga pokok penjualan LSIP. Laju rasio harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan LSIP sepanjang periode tersebut yakni -
93
7,92 persen per tahun. Apabila dibandingkan dengan pesaingnya AALI, UNSP, dan TBLA, LSIP memiliki laju penurunan pada harga pokok penjualan terhadap nilai penjualannya sepanjang tahun 2006-2010. Sementara AALI, UNSP dan TBLA memiliki laju pergerakan rasio harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan yang naik. Selain itu, nilai rasio HPP per nilai penjualan triwulan LSIP paling rendah kedua jika dibandingkan AALI, UNSP dan TBLA. Dengan rendahnya nilai rasio HPP per nilai penjualan dan cenderung menurunnya laju rasio ini pada LSIP menyebabkan kebutuhan tambahan pendanaan yang dibutuhkan LSIP dalam membiayai setiap kenaikan inflasi cenderung sedikit sehingga hal ini mempengaruhi pengambilan keputusan investor dalam memilih menginvestasikan dananya pada sektor riil atau menempatkan dananya pada sektor riil yang tercatat di saham. Satu diantara empat pilihan investasi saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA, investor cenderung lebih memilih saham LSIP meskipun terjadinya perubahan tingkat inflasi. Hal ini memperkuat dugaan bahwa perubahan tingkat inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham LSIP. Hal ini juga didukung oleh hasil regresi yang menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi dari perubahan variabel inflasi dalam mempengaruhi perubahan harga saham LSIP tidak signifikan (Tabel 17). Tanda positif pada nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham LSIP sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Dimana hipotesis yang diajukan perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya akan mempengarui perubahan harga saham secara positif yang berarti menandakan bahwa jika kurs US dolar bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham pada saat ini (bulan ke-t) akan naik. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada model perubahan harga saham LSIP yaitu 0,157 (Tabel 18). Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada saham LSIP yaitu jika terjadi
94
kenaikan pada kurs US dolar bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham LSIP pada bulan ke-t akan naik sebanyak 0,157 persen. Sementara itu, jika dilihat menurut tingkat signifikansi variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada perubahan harga saham LSIP bulan ke-t adalah tidak signifikan pada tingkat signifikansi taraf nyata 0,05 (Tabel 17). Walaupun demikian, nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya terhadap model saham LSIP memiliki nilai yang paling besar kedua jika dibandingkan dengan saham AALI, UNSP dan TBLA. Tanda koefisien yang positif dan nilai koefisien regresi yang besar kedua pada variabel kurs US dolar model saham LSIP dikarenakan perusahaan lebih banyak memperoleh kewajiban valas US dolar yang lebih sedikit sepanjang periode tahun 2006 dan 2007 dibandingkan dengan jumlah kewajiban valas US dolar pada UNSP yang terjadi pada tahun 2006 dan 2008-2010, dan pada TBLA yang terjadi pada tahun 2007-2010 (Laporan Keuangan LSIP, UNSP dan TBLA 2010). Selain itu, rasio yang mengukur perbandingan antara jumlah kewajiban per aktiva valas US dolar juga dapat menjelaskan nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya paling besar kedua. Dimana nilai kecenderungan perubahan rasio ini dalam mempengaruhi perubahan harga saham LSIP paling kecil kedua dibandingkan dengan AALI, UNSP dan TBLA. Dimana nilai kecenderungan dari perubahan rasio kewajiban per aktiva valas US dolar yakni 0,33 (Lampiran 15). Sementara nilai kecenderunga rasio ini pada saham AALI, UNSP dan TBLA secara berturut-turut 0,73; 0,44; dan 0,27. Sehingga hal ini mendorong harga saham LSIP naik pada setiap kenaikan kurs US dolar dengan nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya paling besar kedua. 6.2.3. Analisis Keputusan Investasi pada Saham UNSP Berdasarkan Tabel 17, menurut hasil uji t pada saham UNSP, variabel independen yang memiliki nilai sig. uji t < α (0,05) adalah variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya. Artinya secara parsial, variabel perubahan suku
95
bunga bulan sebelumnya signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham UNSP bulan ke-t. Namun pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya dan variabel kurs US dolar bulan sebelumnya nilai sig. uji t yang dihasilkan lebih besar dari nilai α (0,05). Artinya secara parsial variabel perubahan inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya tidak signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham UNSP bulan ke –t. Berdasarkan pada Tabel 16, secara bersama-sama kesemua variabel independen yang ada pada saham UNSP baik perubahan suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham UNSP bulan ke- t. Dimana berdasarkan Tabel 16, nilai sig. pada uji F pada ketiga variabel independen memiliki nilai sig. uji F lebih kecil dari nilai α (0,05). Nilai Adjusted R-square UNSP, 12,2 persen yang dihasilkan dari kemampuan variabel independen dalam menjelaskan keragaman dari variabel dependen perubahan harga saham UNSP paling besar jika dibandingkan dengan pesaingnya AALI, LSIP dan TBLA secara berturut-turut 12,0; 6,7; dan 8,7 persen. Faktor-faktor lain di luar model seperti fundamental keuangan UNSP dinilai tidak berkontribusi dalam menduga model perubahan harga saham UNSP. Sehingga, hal ini diduga bukan merupakan variabel lain di luar model yang berkontribusi dalam menjelaskan keragaman variabel perubahan harga saham UNSP. Hal ini dijelaskan pada Tabel 7, Tabel 8 dan Tabel 9, dimana hanya dua rasio dari sepuluh rasio keuangan pada data time series tahunan UNSP yang memiliki nilai kecenderungan cukup besar yakni rasio lancar dan rasio PBV dengan nilai kecenderungan 0,75. Sementara rasio keuangan lainnya, tidak memiliki nilai kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham UNSP. Sehingga, hal ini diduga terdapat faktor lain diluar model selain faktor fundamental keuangan UNSP yang dapat menjelaskan keragaman dari variabel perubahan harga saham UNSP. Perubahan suku bunga bulan sebelumnya memiliki tanda koefisien yang negatif pada saham UNSP sesuai dengan hipotesis yang diajukan (Tabel 18). Tanda koefisien yang negatif menandakan bahwa jika suku bunga BI rate bulan
96
sebelumnya (t-1) mengalami kenaikan maka secara signifikan harga saham UNSP pada bulan ke –t akan mengalami penurunan. Tanda negatif koefisien regresi pada variabel perubahan tingkat suku bunga bunga sebelumnya sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu perubahan suku bunga BI rate bulan sebelumnya akan mempengaruhi secara negatif terhadap perubahan harga saham UNSP bulan ke –t. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham UNSP adalah -0,403 (Tabel 18).
Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan suku bunga bulan
sebelumnya pada model perubahan harga saham UNSP yaitu jika terjadi kenaikan pada tingkat suku bunga BI rate bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham UNSP pada bulan ke-t akan turun sebanyak -0,403 persen. Sebaliknya apabila terjadi penurunan pada tingkat suku bunga BI rate pada bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham UNSP pada bulan ke- t akan naik sebanyak 0,403 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham UNSP merupakan nilai koefisien paling besar jika dibandingkan dengan saham pesaing AALI, dan LSIP. Dimana secara berturutturut koefisien regresi variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham AALI, LSIP, dan TBLA masing-masing -0,285; -0,241; -0,104 (Tabel 18). Hal ini menandakan bahwa tingkat kepekaan dari variabel perubahan harga saham UNSP dalam merespon perubahan tingkat suku bunga BI paling besar dibandingkan dengan saham AALI, LSIP dan TBLA. Apabila dikaitkan dengan kondisi fundamental keuangan UNSP, pengaruh yang ditunjukkan dari perubahan harga saham UNSP yang merespon perubahan tingkat suku bunga BI rate dapat dijelaskan melalui rata-rata capital gain dan dividen yield triwulan dari UNSP sebagai ukuran daya tarik saham UNSP untuk dapat dipilih oleh investor, paling kecil kedua jika dibandingkan saham pesaing AALI, LSIP dan TBLA (Lampiran 12 dan Lampiran 13). Bahkan, rasio dividen yield dari UNSP, ukuran rasio yang menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian berupa dividen dapat diperoleh dari saham UNSP jika
97
dibandingkan dengan biaya yang diperlukan untuk mengivestasikan dananya dalam hal ini harga saham UNSP, nilai rasio ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga BI rate sepanjang Juni 2006-Desember 2010 (Lampiran 12). Sehingga hal ini mempengaruhi pengambilan keputusan investor untuk tidak memilih investasi pada saham UNSP dan lebih memilih menempatkan dananya dalam bentuk tabungan atau deposito pada setiap perubahan yang terjadi pada tingkat suku bunga BI rate. Hal ini juga mempengaruhi pengambilan keputusan investor untuk lebih memilih menempatkan dananya pada saham LSIP yang memiliki tingkat pengembalian rata-rata per bulan pada bulan ke-t terhadap bulan ke t-1 tertinggi, serta saham AALI yang memiliki dividen yield dan dividend payout ratio yang lebih tinggi dibandingkan dengan menempatkan dananya pada saham UNSP (Tabel 6, Lampiran 12 dan Lampiran 13).
Diduga hal ini
menyebabkan nilai koefisien regresi dari perubahan suku bunga BI rate bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham UNSP paling besar dan signifikan dibandingkan dengan saham AALI dan LSIP. Tanda negatif pada nilai koefisien regresi pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yang menandakan bahwa jika tingkat inflasi bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham UNSP pada saat ini (bulan ke-t) akan turun (Tabel 18). Menurut hipotesis jika tingkat inflasi bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham akan turun pada bulan ke-t. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya pada saham UNSP yaitu -0,010 dan menurut hasil uji t, perubahan yang terjadi pada tingkat inflasi bulan sebelumnya secara parsial tidak signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham UNSP (Tabel 17 dan Tabel 18). Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan tingkat inflasi bulan sebelumnya pada saham UNSP yaitu jika terjadi kenaikan pada tingkat inflasi bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham UNSP pada bulan ke-t akan turun sebanyak -0,010 persen.
98
Sebaliknya apabila terjadi penurunan inflasi sebanyak satu persen maka harga saham UNSP akan naik sebanyak 0,010 persen.
Berdasarkan hasi uji t
yang menunjukkan hasil tidak signifikan dan nilai koefisien regresi pada variabel inflasi yang paling kecil jika dibandingkan pesaingnya seperti AALI, LSIP, dan TBLA masing-masing nilai koefisien regresinya -0,067; -0,118; -0,301 maka pengaruh dari perubahan inflasi ini tidak memilki pengaruh pada harga saham UNSP. Apabila dilihat dari ukuran fundamental keuangan UNSP, nilai koefisien regresi pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya pada saham UNSP yang paling kecil dapat dijelaskan melalui rasio harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan. Laju peningkatan rasio harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan UNSP yakni 3,02 persen per tahun (Lampiran 14). Selain itu, nilai rasio HPP per nilai penjualan triwulan UNSP paling tinggi kedua jika dibandingkan AALI, LSIP dan TBLA. Berbeda dengan saham AALI dan LSIP yang memiliki rasio HPP per nilai penjualan yang rendah, tingginya nilai rasio HPP per nilai penjualan dari UNSP ini seharusnya akan menyebabkan kebutuhan tambahan pendanaan yang dibutuhkan perusahaan dalam membiayai kenaikan biaya operasionalnya (HPP) akibat kenaikan inflasi menjadi lebih banyak dibandingkan AALI dan LSIP. Namun, hal ini diduga tidak mempengaruhi keputusan investor dalam memilih menginvestasikan dananya pada UNSP meskipun terjadi kenaikan inflasi. Adanya ekspekstasi investor dalam menilai bahwa kebutuhan tambahan pendanaan UNSP dalam membiayai biaya operasionalnya di saat inflasi naik akan diimbangi dengan kenaikan tingkat pengembalian yang lebih besar pada setiap rupiah output yang terjual dibandingkan saham lainnya. Sehingga ekspektasi investor yang lebih kuat inilah yang kemudian menyebabkan nilai koefisien regresi pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya pada saham UNSP yang paling kecil dibandingkan saham lain (Tabel 18). Tanda positif pada nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham UNSP sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Dimana hipotesis yang diajukan
99
perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya akan mempengarui perubahan harga saham UNSP secara positif yang berarti menandakan bahwa jika kurs US dolar bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham pada saat ini (bulan ket) akan naik. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada model perubahan harga saham UNSP yaitu 0,039 (Tabel 18).
Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel
perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada saham UNSP yaitu jika terjadi kenaikan pada kurs US dolar bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham UNSP pada bulan ke-t akan naik sebanyak 0,039 persen. Sementara itu, jika dilihat menurut tingkat signifikansi variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada perubahan harga saham UNSP bulan ke-t adalah tidak signifikan pada tingkat signifikansi taraf nyata 0,05 (Tabel 17). Nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya terhadap model saham UNSP memiliki nilai yang paling kecil jika dibandingkan dengan saham AALI, LSIP dan TBLA masing-masing berturut-turut 0,279; 0,157; 0,097. Rasio yang mengukur perbandingan antara jumlah kewajiban dan aktiva valas US dolar dapat menjelaskan nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada saham UNSP yang paling kecil. Nilai rasio ini menunjukkan seberapa besar pendanaan berupa valas US dolar dibiayai oleh aktiva valas US dolar. Dimana dengan meningkatnya nilai kurs US dolar akan menyebabkan jumlah pendanaan dalam valas US dolar yang dibutuhkan menjadi bertambah pada setiap satu dolar aktiva valas US dolar yang dimiliki perusahaan. Sehingga investor akan berhati-hati dalam memilih saham yang memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar yang besar yang menandakan sangat beresikonya saham tersebut untuk diinvestasikan di tengah naiknya kurs US dolar. Investor akan memilih saham yang memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar yang kecil untuk diinvestasikan. Pada saat kenaikan kurs US dolar, kelebihan rupiah yang dimiliki dari hasil penjualan US dolarnya yang dikonversikan kedalam bentuk rupiah
100
digunakan investor untuk menempatkan dana tersebut pada saham.
Hal ini
mempengaruhi pengambilan keputusan investor dalam memilih saham di antara keempat saham ini, AALI, LSIP, UNSP dan TBLA. Saham yang memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar yang paling rendah, cenderung lebih banyak dipilih oleh investor seperti AALI dan LSIP. Sementara pada UNSP yang memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar tertinggi kedua dibandingkan saham lain akan menurunkan minat investor untuk menempatkan kelebihan rupiah yang dimiliki untuk ditempatkan pada saham UNSP. Sehingga hal ini pada gilirannya menyebabkan harga saham UNSP naik paling kecil dibandingkan dengan kenaikan harga saham AALI dan LSIP di tengah naiknya kurs US dolar. 6.2.4. Analisis Keputusan Investasi pada Saham TBLA Berdasarkan Tabel 17, menurut hasil uji t pada saham TBLA, variabel independen yang memiliki nilai sig. uji t < α (0,05) adalah variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya. Artinya secara parsial, variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham TBLA bulan ke-t.
Namun secara parsial, pada variabel perubahan suku bunga dan
perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya nilai sig. uji t yang dihasilkan lebih besar dari nilai α (0,05). Artinya
variabel perubahan suku bunga dan kurs US dolar bulan
sebelumnya tidak signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham TBLA bulan ke –t. Berdasarkan pada Tabel 16, secara bersama-sama kesemua variabel independen yang ada pada saham TBLA baik perubahan suku bunga, inflasi dan kurs US dolar bulan sebelumnya signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham TBLA bulan ke- t. Dimana berdasarkan Tabel 16, nilai sig. pada uji F pada ketiga variabel independen memiliki nilai sig. uji F lebih kecil dari nilai α (0,05). Nilai Adjusted R-square TBLA, 8,7 persen yang dihasilkan dari kemampuan variabel independen dalam menjelaskan keragaman dari variabel dependen perubahan harga saham TBLA paling kecil kedua jika dibandingkan
101
dengan pesaingnya AALI, LSIP dan UNSP secara berturut-turut 12,0; 6,7; dan 12,2 persen.
Faktor-faktor lain di luar model seperti fundamental keuangan
TBLA dinilai belum cukup mampu berkontribusi dalam menduga model perubahan harga saham TBLA.
Sehingga, perubahan fundamental keuangan
TBLA diduga merupakan variabel lain di luar model walaupun hanya berkontribusi kecil dalam menjelaskan keragaman variabel perubahan harga saham TBLA. Hal ini dapat dijelaskan pada Tabel 7, Tabel 8 dan Tabel 9, dimana hanya dua rasio dari sepuluh rasio keuangan pada data time series tahunan TBLA yang memiliki nilai kecenderungan yang besar pada rasio GPM dan PBV dengan nilai kecenderungan 1,00. Artinya sepanjang tahun 2006-2010, perubahan rasio GPM dan PBV dari TBLA diduga, cenderung mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Sementara rasio keuangan lainnya, tidak memiliki nilai kecenderungan yang cukup besar dalam mempengaruhi perubahan harga saham TBLA. Perubahan suku bunga bulan sebelumnya memiliki tanda koefisien yang negatif pada saham TBLA sesuai dengan hipotesis yang diajukan (Tabel 18). Tanda koefisien yang negatif menandakan bahwa jika suku bunga BI rate bulan sebelumnya (t-1) mengalami kenaikan maka secara signifikan harga saham TBLA pada bulan ke –t akan mengalami penurunan. Sementara, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu perubahan suku bunga BI rate bulan sebelumnya akan mempengaruhi secara negatif terhadap perubahan harga saham TBLA bulan ke –t. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham TBLA adalah -0,104 (Tabel 18).
Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan suku bunga bulan
sebelumnya pada model perubahan harga saham TBLA yaitu jika terjadi kenaikan pada tingkat suku bunga BI rate bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham TBLA pada bulan ke-t akan turun sebanyak -0,104 persen. Sebaliknya apabila terjadi penurunan pada tingkat suku bunga Bank Indonesia pada bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham TBLA pada bulan ke- t akan naik sebanyak 0,104 persen.
102
Nilai koefisien regresi dari variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham TBLA merupakan nilai koefisien paling kecil jika dibandingkan dengan saham pesaing AALI, LSIP dan UNSP. Dimana secara berturut-turut koefisien regresi variabel perubahan suku bunga bulan sebelumnya pada saham AALI, LSIP, dan TBLA masing-masing -0,285; -0,241; -0,403 (Tabel 18). Hal ini menandakan bahwa tingkat kepekaan dari variabel perubahan harga saham TBLA dalam merespon perubahan tingkat suku bunga BI paling kecil daripada saham AALI, LSIP.dan UNSP. Apabila dikaitkan dengan kondisi fundamental keuangan TBLA, nilai koefisien regresi dari variabel perubahan tingkat suku bunga BI rate bulan sebelumnya yang paling kecil dibandingkan saham lain, dapat dijelaskan melalui rata-rata capital gain triwulan dari TBLA, paling besar jika dibandingkan saham pesaing AALI, LSIP dan UNSP (Lampiran 12 dan Lampiran 13). Selain itu, nilai capital gain tertinggi bulan ke t terhadap bulan ke t-1 dari dari saham TBLA sepanjang Januari 2006-Mei 2011 merupakan yang tertinggi yaitu 94,67 persen jika dibandingkan dengan nilai capital gain tertinggi yang dapat diberikan oleh saham AALI, LSIP dan UNSP. Secara berturut-turut nilai capital gain tertinggi dari saham AALI, LSIP dan UNSP yakni 39,67; 49,24; dan 80,65 persen (Lampiran 1). Di sisi lain, nilai rasio dividen yield, ukuran rasio yang menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian berupa dividen dapat diperoleh dari saham TBLA jika dibandingkan dengan biaya yang diperlukan untuk mengivestasikan dananya dalam hal ini harga saham TBLA sangatlah kecil, nilai rasio ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga BI rate sepanjang Juni 2006-Desember 2010 (Lampiran 12). Sehingga setiap perubahan BI rate dalam mempengaruhi keputusan investor dalam memilih investasi antara saham TBLA atau menempatkan dananya dalam bentuk tabungan atau deposito mempengaruhi pilihan keputusan investor untuk lebih memilih menempatkan dananya dalam bentuk tabungan dan deposito dibandingkan menempatkan dana tersebut pada saham TBLA.
103
Namun, karena tingkat pengembalian yang dapat diberikan oleh saham TBLA paling besar dibandingkan saham yang lain LSIP, UNSP dan TBLA baik dilihat menurut rata-rata capital gain triwulan maupun nilai capital gain tertinggi sepanjang periode Desember 2006 dan Maret 2011 menyebabkan investor lebih memilih saham selain TBLA untuk dialihkan penempatan dananya guna menambah simpanan dananya di tabungan dan deposito.
Hal ini diduga nilai
koefisien regresi dari perubahan suku bunga BI rate bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham TBLA paling kecil dibandingkan dengan saham AALI, LSIP dan UNSP. Tanda negatif pada nilai koefisien regresi pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yang menandakan bahwa jika tingkat inflasi bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham TBLA pada saat ini (bulan ke-t) akan turun (Tabel 18). Menurut hipotesis jika tingkat inflasi bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham akan turun pada bulan ke-t. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya pada saham TBLA yaitu -0,301 dan menurut hasil uji t, secara parsial perubahan yang terjadi pada tingkat inflasi bulan sebelumnya signifikan dalam mempengaruhi perubahan harga saham TBLA (Tabel 18).
Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel perubahan tingkat
inflasi bulan sebelumnya pada saham TBLA yaitu jika terjadi kenaikan pada tingkat inflasi bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham TBLA pada bulan ke-t akan turun sebanyak -0,301 persen. Sebaliknya apabila terjadi penurunan inflasi sebanyak satu persen maka harga saham TBLA akan naik sebanyak 0,301 persen.
Berdasarkan hasi uji t
yang menunjukkan hasil signifikan dan nilai koefisien regresi pada variabel inflasi yang paling besar jika dibandingkan pesaingnya seperti AALI, LSIP, dan UNSP masing-masing nilai koefisien regresinya -0,067; -0,118; -0,010 maka pengaruh dari perubahan inflasi ini memilki pengaruh pada harga saham TBLA (Tabel 18). Nilai koefisien regresi pada perubahan inflasi bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham TBLA yaitu -0,301 yang nilainya paling besar
104
dibandingkan dengan saham AALI, LSIP, dan UNSP serta pengaruh yang signifikan yang ditunjukkan pada koefisien regresi pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham TBLA diduga disebabkan oleh nilai rasio harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan TBLA. Ketika inflasi turun sebanyak -6,94 persen, nilai rasio harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan TBLA juga mengalami penurunan sebanyak -2,60 persen pada tahun 2007. Kemudian ketika tingkat inflasi bergerak naik hingga menjadi 10,31 persen pada tahun 2008 mempengaruhi kenaikan nilai rasio harga pokok penjualan terhadap nilai penjualan TBLA yang naik sebanyak 4,57 persen. Berdasarkan hal tersebut, terdapat kecenderungan antara naik dan turunnya inflasi terhadap naik dan turunnya HPP per nilai penjualan TBLA. Di sisi lain, rasio HPP per nilai penjualan dari TBLA ini paling tinggi dari TBLA jika dibandingkan AALI, LSIP, dan UNSP (Lampiran 14).
Hal ini
menandakan bahwa TBLA paling tidak efisien dalam mengendalikan nilai harga pokok penjualannya dibandingkan pesaing. Ketidakefisienan TBLA dalam mengendalikan harga pokok penjualannya akibat pergerakan inflasi akan mempengaruhi terhadap perolehan laba bersih TBLA. Dimana semakin besar harga pokok penjualan tanpa diiringi dengan adanya peningkatan penjualan akan menurunkan laba margin dan pada gilirannya akan mempengaruhi terhadap laba bersih yang akan diperoleh oleh TBLA dan pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap perubahan harga saham TBLA. Selain itu, setiap peningkatan dari nilai dari rasio HPP per nilai penjualan juga menunjukkan seberapa besar tambahan pendanaan yang diperlukan dalam membiayai kenaikan biaya operasional perusahaan (harga pokok penjualan) pada satu rupiah nilai output yang terjual akibat inflasi. Hal ini diduga mempengaruhi keputusan investor untuk lebih memilih saham selain TBLA yang memiliki nilai rasio HPP per nilai penjualan yang rendah seperti AALI dan LSIP untuk kemudian ditempatkan dana untuk tambahan pendanaan pada setiap kenaikan biaya operasional (HPP) dibandingkan dengan menempatkan dana tersebut pada saham TBLA.
105
Sehingga harga saham TBLA turun lebih besar dengan nilai koefisien regresi pada variabel perubahan inflasi bulan sebelumnya yang paling besar dibandingkan saham lain yang terutama disebabkan turunnya permintaan investasi pada saham TBLA (Tabel 18). Tanda positif pada nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham TBLA sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Dimana hipotesis yang diajukan perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya akan mempengarui perubahan harga saham secara positif yang berarti menandakan bahwa jika kurs US dolar bulan sebelumnya mengalami kenaikan maka harga saham pada saat ini (bulan ke-t) akan naik. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang dihasilkan pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada model perubahan harga saham TBLA yaitu 0,097 (Tabel 18).
Arti dari nilai koefisien regresi pada variabel
perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada saham TBLA yaitu jika terjadi kenaikan pada kurs US dolar bulan sebelumnya sebanyak satu persen maka harga saham TBLA pada bulan ke-t akan naik sebanyak 0,097 persen. Sementara itu, jika dilihat menurut tingkat signifikansi variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya pada perubahan harga saham TBLA bulan ke-t adalah tidak signifikan pada tingkat signifikansi taraf nyata 0,05 (Tabel 17). Nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya terhadap model saham TBLA memiliki nilai yang paling kecil kedua jika dibandingkan dengan saham AALI, LSIP dan UNSP masing-masing berturutturut 0,279; 0,157; 0,039.
Artinya setiap satu persen kenaikan kurs US dolar
bulan sebelumnya tidak signifikan dalam mempengaruhi kenaikan harga saham TBLA bulan ke-t. Rasio yang mengukur perbandingan antara jumlah kewajiban dan aktiva valas US dolar dari TBLA diduga dapat menjelaskan nilai koefisien regresi dari variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya TBLA paling kecil kedua dibandingkan saham lainnya. Dimana nilai kecenderungan dari perubahan rasio ini dalam mempengaruhi perubahan harga saham TBLA paling kecil
106
dibandingkan dengan AALI, LSIP dan TBLA.
Nilai kecenderungan dari
perubahan rasio kewajiban per aktiva valas US dolar terhadap perubahan harga saham TBLA yakni 0,27 (Lampiran 15). Sementara nilai kecenderunga rasio ini pada saham AALI, LSIP dan UNSP secara berturut-turut 0,73; 0,33; dan 0,44 (Lampiran 15). Nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar menunjukkan seberapa besar pendanaan berupa valas US dolar dibiayai oleh aktiva valas US dolar. Dengan meningkatnya nilai kurs US dolar akan menyebabkan jumlah pendanaan dalam valas US dolar yang dibutuhkan menjadi bertambah pada setiap satu dolar aktiva valas US dolar yang dimiliki perusahaan. Sehingga investor akan berhatihati dalam memilih saham yang memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar yang besar yang menandakan sangat beresikonya saham tersebut untuk diinvestasikan di tengah naiknya kurs US dolar. Investor akan memilih saham yang memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar yang kecil untuk diinvestasikan. Berdasarkan Lampiran 15, nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar triwulan TBLA paling besar jika dibandingkan dengan saham AALI, LSIP dan UNSP.
Hal ini mempengaruhi keputusan investasi dalam memilih saham di
antara keempat saham ini, AALI, LSIP, UNSP dan TBLA pada saat naiknya kurs US dolar dimana kelebihan rupiah yang dimiliki pada setiap kenaikan kurs US dolar digunakan investor untuk menempatkan dana tersebut pada saham. Saham yang memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar yang paling rendah, cenderung lebih banyak dipilih oleh investor seperti AALI dan LSIP. Sementara pada TBLA yang memiliki nilai rasio kewajiban per aktiva valas US dolar tertinggi dibandingkan saham lain akan semakin menurunkan minat investor untuk menempatkan kelebihan rupiah yang dimiliki untuk ditempatkan pada saham TBLA. Hal ini pada gilirannya menyebabkan harga saham TBLA naik lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga saham AALI dan LSIP. Di sisi lain, daya tarik dari saham TBLA yang ditunjukkan melalui rata-rata capital gain triwulan lebih besar dibandingkan saham UNSP mempengaruhi investor untuk lebih
107
memilih saham TBLA untuk ditempatkan kelebihan dana rupiahnya pada saham ini dibandingkan saham UNSP (Lampiran 12 dan Lampiran 13). Sehingga diduga hal ini menyebabkan harga saham TBLA akan naik lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga saham UNSP. Hal ini didukung dengan hasil regresi yang dihasilkan dimana nilai koesfien regresi dari perubahan kurs US dolar dalam mempengaruhi perubahan harga saham TBLA lebih besar dibandingkan nilai koefisien regresi pada variabel perubahan kurs US dolar dari saham UNSP.
108
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Fudamental keuangan yang diduga cenderung mempengaruhi perubahan harga saham pada AALI dan LSIP antara lain rasio lancar, rasio GPM, rasio NPM, rasio ROA, rasio ROE, rasio EPS, rasio pertumbuhan penjualan dan rasio pertumbuhan laba bersih. Sementara pada TBLA, rasio GPM dan PBV diduga cenderung memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham TBLA. Tetapi, hal ini berbeda dengan UNSP. Hanya rasio DER dan ROE menurut data triwulan UNSP yang diduga cenderung memiliki pengaruh terhadap perubahan harga saham UNSP. Variabel perubahan suku bunga BI rate mempengaruhi signifikan terhadap perubahan harga saham AALI dan UNSP. Tetapi pada saham LSIP dan TBLA, pengaruh dari variabel ini tidak signifikan terhadap perubahan harga saham LSIP dan TBLA. Variabel perubahan tingkat inflasi mempengaruhi signifikan terhadap perubahan harga saham TBLA. Tetapi pada saham AALI, LSIP dan UNSP, pengaruh yang ditunjukkan adalah tidak signifikan. Variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya hanya mempengaruhi signifikan terhadap perubahan harga saham AALI. Tetapi, pada saham LSIP, UNSP, dan TBLA, pengaruh yang ditunjukkan dari variabel perubahan kurs US dolar bulan sebelumnya terhadap perubahan harga saham LSIP, UNSP, dan TBLA adalah tidak signifikan. 7.2. Saran Bagi emiten saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA, diharapkan untuk senantiasa mengelola kondisi keuangannya terutama yang tampak pada rasio keuangan dalam laporan keuangan yang dipublikasikan, karena kecenderungan investor dalam mengambil keputusan berinvestasi pada keempat saham ini diduga lebih melihat kondisi kekuatan dan prospek fundamental keuangan perusahaan dibandingkan dengan perubahan kondisi makroekonomi yang terjadi. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat memasukkan rasio keuangan perusahaan serta variabel makroekonomi lain seperti neraca pembayaran, ekspor-impor dan kondisi ekonomi lain ke dalam model guna menduga faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham.
DAFTAR PUSTAKA Alwi.
2003. Faktor-faktor yang mempengaruhi http://www.wikipedia.org/wiki. [5 Juli 2010].
harga
saham.
Arifin Z. 2005. Teori Keuangan dan Pasar Modal. Yogyakarta: Ekonisia. [BEI] Bursa Efek Indonesia. 2010. Buku panduan indeks harga saham Bursa Efek Indonesia. http://www.idx.co.id. [2 Februari 2011]. [BEI] Bursa Efek Indonesia. 2010. Idx fact book 2010. http://www.idx.co.id. [2 Februari 2011]. [BEI] Bursa Efek Indonesia. 2011. Laporan keuangan perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia maret 2007-maret 2011. http://www.idx.go.id. [5 Juni 2011]. [BEI] Bursa Efek Indonesia. 2011. Ringkasan kinerja saham. http://www.idx.co.id. [5 Juni 2011]. [BI] Bank Indonesia. 2011. Kurs rupiah terhadap US dolar. http://www.bi.go.id. [5 Juni 2011]. [BI] Bank Indonesia. 2011. Laporan inflasi (indeks harga konsumen) : berdasarkan perhitungan Inflasi tahunan. http://www.bi.go.id. [5 Juni 2011]. [BI] Bank Indonesia. 2011. Perkembangan besaran moneter dalam milyar rupiah periode desember 2006-mei 2011. http://www.bi.go.id. [5 Juni 2011]. [BI] Bank Indonesia 2011. Tingkat suku bunga BI rate. http://www.bi.go.id. [5 Juni 2011]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang 2002-2009. http://www.bps.go.id. [2 Februari 2011]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Berita resmi statistik: pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2011. http://www.bps.go.id. [ 15 Juni 2011]. Berlianta HC. 2006. Mengenal Valuta Asing. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Ed ke-1. Yogyakarta: ANDI.
Direja S. 2004. Pengaruh variabel makroekonomi terhadap indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta periode triwulan IV 1998-triwulan I 2004 [skripsi]. Jakarta: Program Ilmu Statistik, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Erdina A. 2006. Analisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap permintaan dan indeks harga saham sektor pertanian [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fuadi DW. 2009. Analisis pengaruh suku bunga, volume perdagangan dan kurs terhadap return saham sektor properti yang listed di BEI [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Hadi H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hadjiji A. 2008. Pengaruh kurs dolar AS, suku bunga SBI dan inflasi terhadap perubahan IHSG di Bursa Efek Jakarta periode januari 2000-mei 2008 [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hendri J. 2009. Pengaruh nilai tukar rupiah dan suku bunga riil terhadap cadangan primer dan kredit untuk nasabah Bank Mandiri [tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Universitas Gunadharma. Hin LT. 2008. Panduan Berinvestasi Saham. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Iskandar E. 2006. Analisis risiko investasi saham agribisnis rokok dengan pendekatan ARCH-GARCH [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Mamik I. 2003. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham perusahaan industri makanan dan minuman di Bursa Efek Jakarta Periode Januari-Desember 2002 [skripsi]. Malang: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Universitas Muhammadiyah Malang. Puspopranoto S. 2004. Keuangan Perbankan dan Pasar Keuangan: Konsep, Teori dan Realita. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Putong I. 2003. Pengantar Ekonomi Makro dan Mikro. Ed ke-2. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ramadhona BS. 2004. Analisis investasi dengan pendekatan model ARCH-GARCH dan pendugaan harga saham dengan pendekatan model time series pada perusahaan agribisnis terpilih di PT Bursa Efek Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
111
Rozak A. 2009. Analisis risiko dan peramalan harga saham dalam keputusan berinvestasi pada perusahaan perkebunan di PT Bursa Efek Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Syaifuddin. 2005. Pengaruh perubahan suku bunga, inflasi dan kurs dolar terhadap perubahan harga indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta (periode januari 1999-april 2005) [skripsi]. Jakarta: Program Ilmu Statistik, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Tambunan AP. 2007. Komputindo.
Menilai Harga Wajar Saham.
Jakarta:
PT Elex Media
Widoatmodjo S. 2007. Cara Sehat Investasi di Pasar Modal: Pengantar Menjadi Investor Profesional. Ed ke-5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Widoatmodjo S. 2009. Pasar Modal Indonesia: Pengantar dan Studi Kasus. Bogor: Ghalia Indonesia. Wijaya SW. 2008. Pengaruh faktor-faktor makroekonomi dan return IHSG terhadap return saham sektor usaha primer: analisis dengan menggunakan metode GARCH [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wiwoho Z. 2005. Analisis pengaruh faktor fundamental dan kondisi makroekonomi terhadap indeks harga saham sektor manufaktur [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.
112
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perkembangan Perubahan Harga Saham Bulanan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA beserta Perubahan Suku Bunga, Inflasi dan Kurs US dolar Periode Februari 2006-Mei 2011 Bulan_ Tahun
Feb_06 Mar_06 Apr_06 Mei_06 Jun_06 Jul_06 Ags_06 Sep_06 Okt_06 Nov_06 Des_06
Saham AALI (%)
Saham LSIP (%)
Saham UNSP (%)
16,83
26,49
40,48
4,26
10,13
7,32
Saham TBLA (%)
Perubahan Suku Bunga (%)
Perubahan Inflasi (%)
4,99
0
0,89
-2,53
15,25
4,76
0
-2,18
-0,27
-4,29
23,53
13,64
0
-0,34
-2,17
3,28
-4,49
14,29
10,00
-0,25
0,2
-2,61
0
-6,71
-6,32
-41,82
0
0,03
6,16
28,46
41,40
20,23
-4,89
-0,25
-0,48
-1,62
10,18
7,26
-10,28
19,99
-0,5
-0,25
-0,77
-1,09
-7,81
-8,33
-11,11
-0,5
-0,35
-0,11
8,28
4,52
-2,27
-6,25
-0,5
-8,26
1,54
9,23
15,67
-2,33
66,67
-0,5
-1,02
-0,86
18,31
23,36
15,48
-4,00
-0,5
1,33
-0,32
Perubahan Kurs US dolar (%)
Sumber: Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia (2011), diolah.
114
Lampiran 1. Lanjutan 1 Bulan_ Tahun
Jan_07 Feb_07 Mar_07 Apr_07 Mei_07 Jun_07 Jul_07 Ags_07 Sep_07 Okt_07 Nov_07 Des_07
Saham AALI (%)
Saham LSIP (%)
Saham UNSP (%)
4,76
-19,69
4,12
-4,92
13,21
0,39
Saham TBLA (%)
Perubahan Suku Bunga (%)
Perubahan Inflasi (%)
24,99
-0,25
-0,34
-1,32
11,88
11,67
-0,25
0,04
0,83
3,33
1,77
-5,97
-0,25
0,22
1,66
25
5,64
25,22
28,57
0
-0,23
-1,03
-4,13
0,76
5,56
43,21
-0,25
-0,28
-2,38
-7,55
1,51
0,97
-1,72
-0,25
-0,24
0,4
11,64
1,54
21,71
0,66
-0,25
0,29
0,79
-6,84
-1,51
-22,70
-19,29
0
0,45
3,43
17,48
6,92
7,69
15,22
0
0,44
1,19
36,62
38,85
29,22
26,42
0
-0,07
-0,04
13,11
8,81
10,55
-0,89
0
-0,17
1,47
10,02
1,43
3,41
-4,55
-0,25
-0,12
0,67
Perubahan Kurs US dolar (%)
Sumber: Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia (2011) , diolah
115
Lampiran 1. Lanjutan 2 Bulan_ Tahun
Jan_08 Feb_08 Mar_08 Apr_08 Mei_08 Jun_08 Jul_08 Ags_08 Sep_08 Okt_08 Nov_08 Des_08
Saham AALI (%)
Saham LSIP (%)
Saham UNSP (%)
7,86
13,61
10,99
4,64
3,72
-18,19
Saham TBLA (%)
Perubahan Suku Bunga (%)
Perubahan Inflasi (%)
-7,94
0
0,77
2,32
0,99
-1,72
0
0,04
-2,23
-28,69
-30,19
-22,81
0
0,77
-1,81
-8,32
2,23
-9,55
-14,77
0
0,79
1,56
11,6
12,57
21,12
94,67
0,25
1,42
0,09
11,72
1,94
-2,75
-2,74
0,25
0,65
1,05
-25,89
-24,76
-26,06
-13,66
0,25
0,87
-1,14
-18,04
-27,21
-23,74
-14,76
0,25
-0,05
-1,42
-27,86
-38,26
-33,02
-19,25
0,25
0,29
1,35
-50,51
-44,79
-61,97
-55,06
0,25
-0,37
4,87
39,67
39,03
-9.26
6,04
0
-0,09
14,92
15,98
7,34
6,12
-1,55
-0,25
-0,62
8,8
Perubahan Kurs US dolar (%)
Sumber: Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia (2011) , diolah
116
Lampiran 1. Lanjutan 3 Bulan_ Tahun
Jan_09 Feb_09 Mar_09 Apr_09 Mei_09 Jun_09 Jul_09 Ags_09 Sep_09 Okt_09 Nov_09 Des_09
Saham AALI (%)
Saham LSIP (%)
Saham UNSP (%)
11,22
2,57
-3,85
17,89
10,83
9,73
Saham TBLA (%)
Perubahan Suku Bunga (%)
Perubahan Inflasi (%)
-2,63
-0,5
-1,89
-10,04
28,00
8,11
-0,5
-0,57
7,56
-0,75
-3,13
5,00
-0,5
-0,68
2,98
12,06
49,24
80,65
40,47
-0,25
-0,61
-5,28
12,66
42,53
35,71
11,87
-0,25
-1,27
-8,62
-4,54
4,35
-9,21
-7,58
-0,25
-2,39
-1,77
14,54
14,99
15,94
4,92
-0,25
-0,94
0,24
11,39
13,04
11,19
9,37
-0,25
0,04
-3,58
-2,09
-1,92
1,14
0
0
0,08
2,66
2,85
1,96
-19,54
-9,99
0
0,26
-5,67
4.06
3,85
-4,29
2,45
0
-0,16
0,31
2,02
3,09
-13,43
7,94
0
0,37
-1,67
Perubahan Kurs US dolar (%)
Sumber: Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia (2011), diolah
117
Lampiran 1. Lanjutan 4 Bulan_ Tahun
Jan_10 Feb_10 Mar_10 Apr_10 Mei_10 Jun_10 Jul_10 Ags_10 Sep_10 Okt_10 Nov_10 Des_10
Saham AALI (%)
Saham LSIP (%)
Saham UNSP (%)
4,84
1,79
0
1,47
5,88
1,66
Saham TBLA (%)
Perubahan Suku Bunga (%)
Perubahan Inflasi (%)
13,23
0
0,94
-1,44
-12,07
0
0
0,09
0,18
8,89
-2,94
14,29
0
-0,38
-0,65
-9,76
16,87
1,01
-2,27
0
0,48
-2,37
-10,59
-14,43
-23
-19,71
0
0,25
0,09
0,77
13,83
-3,89
4,35
0
0,89
1,52
0,78
6,63
-17,57
2,78
0
1,17
-1,41
0,77
5,65
-8,69
0
0
0,22
-1,27
5,34
5,35
23,64
5,4
0
-0,64
0,75
21,18
18,78
13,24
7,69
0
-0,13
-0,72
-3,01
-2,99
-3,89
0,71
0
0,66
-0,42
8,49
13,22
5,41
-1,2
0
0,63
1,18
Perubahan Kurs US dolar (%)
Sumber: Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia (2011), diolah
118
Lampiran 1. Lanjutan 5 Bulan_ Tahun
Jan_11 Feb_11 Mar_11 Apr_11 Mei_11
Saham AALI (%)
Saham LSIP (%)
Saham UNSP (%)
-17,18
-8,17
-12,82
0,69
-8,89
3,89
Saham TBLA (%)
Perubahan Suku Bunga (%)
Perubahan Inflasi (%)
2,44
0
0,06
-0,29
2,94
-5,95
0,25
-0,18
0,48
5,81
2,86
6,33
0
-0,19
-2,62
1,98
7,69
8,33
14,29
0
-0,49
-1,44
1,94
-1,02
14,1
18,75
0
0,12
-1,5
Perubahan Kurs US dolar (%)
Sumber: Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia (2011) , diolah
119
Lampiran 2. Perkembangan Rasio Lancar dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Rasio Lancar AALI
Rasio Lancar LSIP
Rasio Lancar UNSP
Rasio Lancar TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
0,87
0,53
3,55
1,48
9451
795
894
194
1,20
0,65
4,88
1,43
10.984
840
1.052
287
1,02
-
4,09
1,43
12.834
943
1.437
471
1,13
0,71
5,23
-
13.507
962
1.556
475
1,60
1,09
3,17
1,82
22.529
1.478
2.087
599
2,00
1,29
3,06
1,65
25.999
1.612
2.213
487
1,53
-
2,28
1,37
23.641
1.437
1.762
556
1,19
1,70
2,0
-
15.662
825
1.029
477
1,94
1,65
1,49
1,10
7.636
365
252
180
1,72
1,45
1,09
1,11
11.893
462
287
190
1,60
-
0,93
1,12
15.897
924
655
297
1,87
1,96
-
1,12
19.597
1.309
837
326
120
Lampiran 2. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio Lancar AALI
Rasio Lancar LSIP
Rasio Lancar UNSP
Rasio Lancar TBLA
Des_09
1,83
1,42
1,01
1,01
21.281
1.420
642
315
Mar_10
1,59
1,87
-
1,10
23.256
1.599
522
396
Jun_10
1,05
-
0,11
1,10
19.863
1.629
413
371
Sep_10
1,32
1,90
-
1,11
19.804
1.870
305
369
Des_10
1,93
2,39
0,53
1,11
25.083
2.393
382
412
Mar_11
1,94
2,93
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
121
Lampiran 3. Perkembangan Rasio Gross Profit Margin (GPM) dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Rasio GPM AALI
Rasio GPM LSIP
Rasio GPM UNSP
Rasio GPM TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
0,39
0,36
0,35
0,22
9451
795
894
194
0,45
0,32
0,38
0,16
10.984
840
1.052
287
0,48
-
0,36
1,43
12.834
943
1.437
471
0,51
0,37
0,39
-
13.507
962
1.556
475
0,53
0,47
0,34
1,82
22.529
1.478
2.087
599
0,57
0,40
0,41
1,65
25.999
1.612
2.213
487
0,55
-
0,35
1,37
23.641
1.437
1.762
556
0,51
0,41
0,35
-
15.662
825
1.029
477
0,47
0,48
0,35
1,10
7.636
365
252
180
0,27
0,36
0,32
1,11
11.893
462
287
190
0,39
-
0,30
1,12
15.897
924
655
297
0,41
0,43
-
1,12
19.597
1.309
837
326
122
Lampiran 3. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio GPM AALI
Des_09
0,42
Mar_10
Rasio GPM LSIP
Rasio GPM UNSP
Rasio GPM TBLA
0,43
0,29
0,31
21.281
1.420
642
315
0,34
0,48
-
0,13
23.256
1.599
522
396
Jun_10
0,35
-
0,39
0,14
19.863
1.629
413
371
Sep_10
0,39
0,48
-
0,17
19.804
1.870
305
369
Des_10
0,41
0,49
0,43
0,53
25.083
2.393
382
412
Mar_11
0,39
0,53
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
123
Lampiran 4.
Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Perkembangan Rasio Net Profit Margin (NPM) dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011
Rasio NPM AALI
Rasio NPM LSIP
Rasio NPM UNSP
Rasio NPM TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
0,21
0,14
0,15
0,05
9451
795
894
194
0,26
0,17
0,07
0,006
10.984
840
1.052
287
0,29
-
0,12
0,03
12.834
943
1.437
471
0,31
0,17
0,12
-
13.507
962
1.556
475
0,33
0,19
0,11
0,12
22.529
1.478
2.087
599
0,36
0,28
0,24
0,13
25.999
1.612
2.213
487
0,34
-
0,21
0,09
23.641
1.437
1.762
556
0,32
0,27
0,19
-
15.662
825
1.029
477
0,32
0,24
0,06
0,03
7.636
365
252
180
0,15
0,17
-0,28
0,03
11.893
462
287
190
0,22
-
0,13
0,08
15.897
924
655
297
0,23
0,22
-
0,11
19.597
1.309
837
326
124
Lampiran 4. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio NPM AALI
Des_09
0,22
Mar_10
Rasio NPM LSIP
Rasio NPM UNSP
Rasio NPM TBLA
0,22
0,11
0,17
21.281
1.420
642
315
0,17
0,25
-
0,08
23.256
1.599
522
396
Jun_10
0,18
-
0,09
0,07
19.863
1.629
413
371
Sep_10
0,21
0,27
-
0,06
19.804
1.870
305
369
Des_10
0,23
0,29
0,27
0,20
25.083
2.393
382
412
Mar_11
0,25
0,34
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
125
Lampiran 5.
Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Perkembangan Rasio Return On Assets (ROA) dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011
Rasio ROA AALI
Rasio ROA LSIP
Rasio ROA UNSP
Rasio ROA TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
0,90
0,41
0,39
0,10
9451
795
894
194
0,29
0,11
0,03
0,004
10.984
840
1.052
287
0,67
-
0,13
0,05
12.834
943
1.437
471
1,05
0,40
0,13
-
13.507
962
1.556
475
1,47
0,57
0,19
0,16
22.529
1.478
2.087
599
0,51
0,26
0,15
0,19
25.999
1.612
2.213
487
0,98
-
0,28
0,33
23.641
1.437
1.762
556
1,10
0,66
0,37
-
15.662
825
1.029
477
1,61
0,75
0,15
0,09
7.636
365
252
180
0,12
0,08
-0,11
0,04
11.893
462
287
190
0,41
-
0,11
0,16
15.897
924
655
297
0,64
0,39
-
0,33
19.597
1.309
837
326
126
Lampiran 5. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio ROA AALI
Des_09
0,87
Mar_10
Rasio ROA LSIP
Rasio ROA UNSP
Rasio ROA TBLA
0,58
0,19
0,36
21.281
1.420
642
315
0,13
0,13
-
0,07
23.256
1.599
522
396
Jun_10
0,33
-
0,025
0,12
19.863
1.629
413
371
Sep_10
0,57
0,47
-
0,15
19.804
1.870
305
369
Des_10
0,92
0,74
0,17
0,27
25.083
2.393
382
412
Mar_11
0,27
0,26
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
127
Lampiran 6.
Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Perkembangan Rasio Return On Equity (ROE) dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011
Rasio ROE AALI
Rasio ROE LSIP
Rasio ROE UNSP
Rasio ROE TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
1,15
0,91
1,08
0,24
9451
795
894
194
0,36
0,25
0,11
0,009
10.984
840
1.052
287
0,89
-
0,44
0,16
12.834
943
1.437
471
1,52
0,85
0,24
-
13.507
962
1.556
475
1,94
0,97
0,35
0,42
22.529
1.478
2.087
599
0,68
0,41
0,26
0,48
25.999
1.612
2.213
487
1,37
-
0,49
0,82
23.641
1.437
1.762
556
1,83
1,00
0,66
-
15.662
825
1.029
477
2,04
1,16
0,28
0,29
7.636
365
252
180
0,16
0,13
-0,22
0,11
11.893
462
287
190
0,54
-
0,21
0,44
15.897
924
655
297
0,81
0,56
-
0,83
19.597
1.309
837
326
128
Lampiran 6. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio ROE AALI
Des_09
1,07
Mar_10
Rasio ROE LSIP
Rasio ROE UNSP
Rasio ROE TBLA
0,74
0,38
1,12
21.281
1.420
642
315
0,17
0,17
-
0,18
23.256
1.599
522
396
Jun_10
0,42
-
0,05
0,32
19.863
1.629
413
371
Sep_10
0,73
0,62
-
0,41
19.804
1.870
305
369
Des_10
1,12
0,91
0,39
0,79
25.083
2.393
382
412
Mar_11
0,33
0,32
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
129
Lampiran 7.
Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Perkembangan Rasio Earning per Share (EPS) dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011
Rasio EPS AALI
Rasio EPS LSIP
Rasio EPS UNSP
Rasio EPS TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
499,97
222
74
12,82
9451
795
894
194
170
67
8
1
10.984
840
1.052
287
433
-
32
6
12.834
943
1.437
471
817
265
36
-
13.507
962
1.556
475
1.253
413,3
70,33
23,47
22.529
1.478
2.087
599
525
196
44
31
25.999
1.612
2.213
487
1.014
-
86
58
23.641
1.437
1.762
556
1.352
566
119
-
15.662
825
1.029
477
1.671
136,4
45,85
15,26
7.636
365
252
180
138
77
-34
6
11.893
462
287
190
489
-
36
26
15.897
924
655
297
792
358,6
-
56
19.597
1.309
837
326
130
Lampiran 7. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio EPS AALI
Des_09
1.055
Mar_10
Rasio EPS LSIP
Rasio EPS UNSP
Rasio EPS TBLA
105,08
66,73
61,12
21.281
1.420
642
315
173
123
-
12
23.256
1.599
522
396
Jun_10
404
-
8,5
21
19.863
1.629
413
371
Sep_10
780
470,4
-
28
19.804
1.870
305
369
Des_10
1.281
151,5
67,56
56,07
25.083
2.393
382
412
Mar_11
415
58
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
131
Lampiran 8. Perkembangan Rasio Pertumbuhan Penjualan dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Rasio AALI
Rasio LSIP
Rasio UNSP
Rasio TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
-
-
-
-
9451
795
894
194
-0,73
-0,75
-0,77
-0,71
10.984
840
1.052
287
1,35
-
1,41
1,39
12.834
943
1.437
471
0,72
-
-0,29
-
13.507
962
1.556
475
-0,11
0,41
0,75
-
22.529
1.478
2.087
599
-0,62
-0,67
-0,65
-1,00
25.999
1.612
2.213
487
1,04
-
1,33
1,46
23.641
1.437
1.762
556
0,44
-
0,51
-
15.662
825
1.029
477
0,22
0,34
0,23
-
7.636
365
252
180
-0,83
-0,84
-0,84
-0,70
11.893
462
287
190
1,51
-
1,27
0,92
15.897
924
655
297
0,54
-
-
0,48
19.597
1.309
837
326
132
Lampiran 8. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio AALI
Des_09
0,36
Mar_10
Rasio LSIP
Rasio UNSP
Rasio TBLA
0,41
-
-0,33
21.281
1.420
642
315
-0,78
-0,79
-
-0,59
23.256
1.599
522
396
Jun_10
1,15
-
-
1,06
19.863
1.629
413
371
Sep_10
0,63
-
-
0,59
19.804
1.870
305
369
Des_10
0,55
0,49
-
0,37
25.083
2.393
382
412
Mar_11
-0,69
-0,67
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
133
Lampiran 9. Perkembangan Rasio Pertumbuhan Laba Bersih dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Rasio AALI
Rasio LSIP
Rasio UNSP
Rasio TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
-
-
-
-
9451
795
894
194
-0,66
-0,70
-0,89
-0,96
10.984
840
1.052
287
1,54
-
3,06
11,31
12.834
943
1.437
471
0,88
-
0,81
-
13.507
962
1.556
475
0,53
0,56
52,00
-
22.529
1.478
2.087
599
-0,58
-0,53
-0,20
25.999
1.612
2.213
487
0,93
-
0,98
0,88
23.641
1.437
1.762
556
0,33
-
0,38
-
15.662
825
1.029
477
0,24
0,20
62,00
-
7.636
365
252
180
-0,92
-0,89
-1,75
-0,61
11.893
462
287
190
2,54
-
-2,04
3,47
15.897
924
655
297
0,62
-
-
1,13
19.597
1.309
837
326
0,32
134
Lampiran 9. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio AALI
Des_09
0,33
Mar_10
Rasio LSIP
Rasio UNSP
Rasio TBLA
0,44
-
0,08
21.281
1.420
642
315
-0,84
-0,76
-
-0,81
23.256
1.599
522
396
Jun_10
1,34
-
-
0,79
19.863
1.629
413
371
Sep_10
0,93
-
-
0,43
19.804
1.870
305
369
Des_10
0,64
0,61
-
0,99
25.083
2.393
382
412
Mar_11
-0,66
-0,62
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
135
Lampiran 10. Perkembangan Rasio Debt to Equity Ratio (DER) dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Rasio DER AALI
Rasio DER LSIP
Rasio DER UNSP
Rasio DER TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
0,24
1,22
1,78
1,37
9451
795
894
194
0,21
0,11
2,45
1,27
10.984
840
1.052
287
0,30
-
2,41
1,25
12.834
943
1.437
471
0,41
1,11
0,76
-
13.507
962
1.556
475
0,28
0,70
0,81
1,62
22.529
1.478
2.087
599
0,28
0,13
0,73
1,54
25.999
1.612
2.213
487
0,36
-
0,78
1,44
23.641
1.437
1.762
556
0,62
0,52
0,75
-
15.662
825
1.029
477
0,23
0,54
0,90
2,15
7.636
365
252
180
0,27
0,51
1,03
1,95
11.893
462
287
190
0,30
-
0,95
1,77
15.897
924
655
297
0,24
0,41
-
1,54
19.597
1.309
837
326
136
Lampiran 10. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio DER AALI
Des_09
0,18
Mar_10
Rasio DER LSIP
Rasio DER UNSP
Rasio DER TBLA
0,27
0,89
2,09
21.281
1.420
642
315
0,23
0,32
-
1,71
23.256
1.599
522
396
Jun_10
0,24
-
1,03
1,69
19.863
1.629
413
371
Sep_10
0,23
0,30
-
1,67
19.804
1.870
305
369
Des_10
0,19
0,22
1,19
1,95
25.083
2.393
382
412
Mar_11
0,22
0,21
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
137
Lampiran 11. Perkembangan Rasio Price to Book Value (PBV) dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Rasio PBV AALI
Rasio PBV LSIP
Rasio PBV UNSP
Rasio PBV TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
21,66
2,59
12,39
3,70
9451
795
894
194
22,93
2,56
14,84
5,46
10.984
840
1.052
287
26,34
-
19,63
8,75
12.834
943
1.437
471
25,22
3,99
10,22
-
13.507
962
1.556
475
34,95
3,48
13,26
10,67
22.529
1.478
2.087
599
33,51
3,41
13,15
7,63
25.999
1.612
2.213
487
31,86
-
10,17
7,88
23.641
1.437
1.762
556
21,19
1,46
5,67
-
15.662
825
1.029
477
9,33
3,11
1,55
3,38
7.636
365
252
180
13,94
0,76
1,85
3,47
11.893
462
287
190
17,62
-
3,89
4,96
15.897
924
655
297
20,04
2,05
-
4,85
19.597
1.309
837
326
138
Lampiran 11. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio PBV AALI
Des_09
21,53
Mar_10
Rasio PBV LSIP
Rasio PBV UNSP
Rasio PBV TBLA
10,03
3,64
5,84
21.281
1.420
642
315
22,54
2,19
-
6,31
23.256
1.599
522
396
Jun_10
20,41
-
2,88
5,72
19.863
1.629
413
371
Sep_10
18,56
2,45
-
5,41
19.804
1.870
305
369
Des_10
21,91
14,34
2,49
6,32
25.083
2.393
382
412
Mar_11
17,08
12,48
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
139
Lampiran 12. Perkembangan Rasio Dividen Yield dan Rata-Rata Tiga Bulan Capital Gain AALI, LSIP, UNSP, TBLA beserta Rata-Rata Tiga Bulan Suku Bunga, Inflasi dan Kurs US dolar Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Rasio Dividen Yield AALI
Rasio Dividen Yield LSIP
Rasio Dividen Yield UNSP
Rasio Dividen Yield TBLA
Rata-Rata Capital Gain Saham AALI (%)
Rata-Rata Capital Gain LSIP (%)
Rata-Rata Capital Gain UNSP (%)
Jun_06
0,061
-
-
0,008
-
-
-
-
12,6
15,5
9.018
-
0,165
0,011
0,014
38,1
35,5
8,90
-38,2
11,8
14,9
9.100
0,012
-
-
-
25,1
21,0
-8,20
30,8
10,3
6,1
9.147
0,025
-
0,014
0,007
35,8
18,6
68,3
142,8
6,0
8,8
8.978
-
-
-
-
5,2
2,0
8,3
0,80
8,3
6,5
9.242
0,013
-
-
0,006
66,8
53,6
34,1
26,1
8,2
6,8
8.821
0,035
-
0,011
0,005
4,9
-2,8
-15,6
-7,2
8,3
10,1
9.256
0,051
-
-
0,036
-33,8
-42,6
-41,6
-14,2
9,0
12,0
9.170
0,030
-
-
-
-51,2
-55,8
-75,5
-62,3
9,4
11,5
10.943
0,030
0,293
0,012
-
108,2
153,2
159,9
65,0
7,3
5,7
10.681
Sep_06 Des_06 Jun_07 Sep_07 Des_07 Jun_08 Sep_08 Des_08 Jun_09
Rata-Rata Capital Gain TBLA (%)
Rata-Rata Suku Bunga (%)
Rata-Rata Inflasi (%)
Rata-Rata Kurs US dolar (Rp/US dolar)
140
Lampiran 12. Lanjutan Rata-Rata Inflasi (%)
Rata-Rata Kurs US dolar (Rp/US dolar)
Bulan Tahun
Rasio Dividen Yield AALI
Rasio Dividen Yield LSIP
Rasio Dividen Yield UNSP
Rasio Dividen Yield TBLA
Rata-Rata Capital Gain Saham AALI (%)
Rata-Rata Capital Gain LSIP (%)
Rata-Rata Capital Gain UNSP (%)
Des_09
0,011
-
-
0,026
33,9
53,7
-2,0
6,1
6,5
2,6
9.542
Jun_10
0,035
0,123
0,008
-
-6,7
14,7
-35,7
17,8
6,5
4,4
9.096
Sep_10
-
-
0,057
-
-0,29
14,79
-26,15
-0,54
6,5
6,2
9.006
6,5
6,3
8.957
Rata-Rata Capital Gain TBLA (%)
Rata-Rata Suku Bunga (%)
Des_10 0,009 0,019 26,65 27,97 25,25 11,65 Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
141
Lampiran 13. Perkembangan Rasio Dividen Payout Ratio dan Rata-Rata Tiga Bulan Capital Gain AALI, LSIP, UNSP, TBLA beserta Rata-Rata Tiga Bulan Suku Bunga, Inflasi, dan Kurs US dolar Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Rasio Dividen Payout Ratio AALI
Rasio Dividen Payout Ratio LSIP
Rasio Dividen Payout Ratio UNSP
Rasio Dividen Payout Ratio TBLA
Rata-Rata Capital Gain Saham AALI (%)
Rata-Rata Capital Gain LSIP (%)
Rata-Rata Capital Gain UNSP (%)
Jun_06
-
-
-
-
-
-
-
-
-
15,5
9.018
-
-
0,18
-
38,1
35,5
8,90
-38,2
38,1
14,9
9.100
-
-
-
-
25,1
21,0
-8,20
30,8
25,1
6,1
9.147
0,65
-
0,203
0,298
35,8
18,6
68,3
142,8
35,8
8,8
8.978
-
-
-
0,007
5,2
2,0
8,3
0,80
5,2
6,5
9.242
0,38
-
-
0,295
66,8
53,6
34,1
26,1
66,8
6,8
8.821
0,65
-
0,24
0,138
4,9
-2,8
-15,6
-7,2
4,9
10,1
9.256
0,6504
-
-
0,74
-33,8
-42,6
-41,6
-14,2
-33,8
12,0
9.170
0,28
-
-
-
-51,2
-55,8
-75,5
-62,3
-51,2
11,5
10.943
0,30
0,367
0,196
-
108,2
153,2
159,9
65,0
108,2
5,7
10.681
Sep_06 Des_06 Jun_07 Sep_07 Des_07 Jun_08 Sep_08 Des_08 Jun_09
Rata-Rata Capital Gain TBLA (%)
Rata-Rata Inflasi (%)
Rata-Rata Suku Bunga (%)
Rata-Rata Kurs US dolar (Rp/US dolar)
142
Lampiran 13. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio Dividen Payout Ratio AALI
Rasio Dividen Payout Ratio LSIP
Rasio Dividen Payout Ratio UNSP
Rasio Dividen Payout Ratio TBLA
Rata-Rata Capital Gain Saham AALI (%)
Rata-Rata Capital Gain LSIP (%)
Rata-Rata Capital Gain UNSP (%)
Des_09
0,13
-
-
0,527
33,9
53,7
-2,0
6,1
6,5
2,6
9.542
Jun_10
0,65
0,583
0,057
-
-6,7
14,7
-35,7
17,8
6,5
4,4
9.096
Sep_10
-
-
0,057
-
-0,29
14,79
-26,15
-0,54
6,5
6,2
9.006
6,5
6,3
8.957
Rata-Rata Capital Gain TBLA (%)
Rata-Rata Suku Bunga (%)
Des_10 0,18 0,241 26,65 27,97 25,25 11,65 Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
Rata-Rata Inflasi (%)
Rata-Rata Kurs US dolar (Rp/US dolar)
143
Lampiran 14. Perkembangan Rasio Harga Pokok Penjualan Per Nilai Penjualan dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Rasio HPP AALI
Rasio HPP LSIP
Rasio HPP UNSP
Rasio HPP TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
0,61
0,64
0,6510
0,78
9451
795
894
194
0,55
0,68
0,62
0,84
10.984
840
1.052
287
0,52
-
0,64
0,82
12.834
943
1.437
471
0,492
0,63
0,61
-
13.507
962
1.556
475
0,47
0,53
0,656
1,69
22.529
1.478
2.087
599
0,43
0,59
0,59
25.999
1.612
2.213
487
0.45
-
0,04
0,75
23.641
1.437
1.762
556
0,491
0,59
0,65
-
15.662
825
1.029
477
0,53
0,52
0,6513
1,26
7.636
365
252
180
0,73
0,64
0,68
0,82
11.893
462
287
190
0,61
-
0,69
0,85
15.897
924
655
297
0,59
0,57
-
0,84
19.597
1.309
837
326
0,72
144
Lampiran 14. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio HPP AALI
Des_09
0,58
Mar_10
Rasio HPP LSIP
Rasio HPP UNSP
Rasio HPP TBLA
0,57
0,71
1,63
21.281
1.420
642
315
0,66
0,52
-
0,87
23.256
1.599
522
396
Jun_10
0,65
-
0,60
0,86
19.863
1.629
413
371
Sep_10
0,61
0,52
-
0,83
19.804
1.870
305
369
Des_10
0,59
0,51
0,57
1,91
25.083
2.393
382
412
Mar_11
0,61
0,47
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
145
Lampiran 15. Perkembangan Rasio Kewajiban Valas US Dolar Per Aktiva Valas US Dolar dan Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI, LSIP, UNSP dan TBLA Periode Desember 2006-Maret 2011 Bulan Tahun
Des_06 Mar_07 Jun_07 Sep_07 Des_07 Mar_08 Jun_08 Sep_08 Des_08 Mar_09 Jun_09 Sep_09
Rasio AALI
Rasio LSIP
Rasio UNSP
Rasio TBLA
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
0,263
3,69
7,52
-
9451
795
894
194
0,033
3,32
12,98
6,48
10.984
840
1.052
287
0,111
-
4,35
9,88
12.834
943
1.437
471
0,062
3,369
9,75
-
13.507
962
1.556
475
0,0011
1,815
0,89
40,60
22.529
1.478
2.087
599
0,0009
1,57
7,19
25.999
1.612
2.213
487
0,100
-
0,89
4,90
23.641
1.437
1.762
556
0,019
1,089
4,29
-
15.662
825
1.029
477
0,0005
0,918
5,62
6,25
7.636
365
252
180
0,0055
0,957
9,11
10,07
11.893
462
287
190
0,031
-
-
39,81
15.897
924
655
297
0,37
0,000
-
12,94
19.597
1.309
837
326
13,55
146
Lampiran 15. Lanjutan Bulan Tahun
Rasio AALI
Des_09
0,0003
Mar_10
Rasio LSIP
Rasio UNSP
Rasio TBLA
0,461
6,75
10,05
21.281
1.420
642
315
0,0004
0,5374
-
11,76
23.256
1.599
522
396
Jun_10
0,122
-
-
12,74
19.863
1.629
413
371
Sep_10
0,70
279,32
-
9,19
19.804
1.870
305
369
Des_10
0,029
0,028
8,52
6,74
25.083
2.393
382
412
Mar_11
0
0,026
-
-
22.083
2.262
350
411
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham AALI (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham LSIP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham UNSP (Rp)
Rata-Rata Tiga Bulan Harga Saham TBLA (Rp)
Sumber: Laporan Keuangan Triwulan AALI, LSIP, UNSP dan TBLA (2011) dan Bank Indonesia (2011), diolah
147