ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN APARTEMEN (KPRA) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA
OLEH RATNAWULAN WIBOWO H14104009
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
RATNAWULAN WIBOWO. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) serta Pengaruhnya terhadap Business Cycle Indonesia (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR) Rumah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi seiring bertambahnya waktu, rumah juga memiliki banyak fungsi lain yang dibutuhkan manusia, sehingga selain kebutuhan sandang dan pangan, rumah yang merupakan kebutuhan papan pun sering dijadikan tolak ukur kesejahteraan manusia dan perekonomian saat ini. Demikian besarnya fungsi dan peran rumah dalam kehidupan umat manusia, sehingga wajar bila sektor perumahan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian, diantaranya pengaruh sektor perumahan melalui kredit perumahan. Masalah dalam kredit perumahan terbukti mampu memporakporandakan perekonomian sebuah negara yang cukup besar, bahkan mengguncang peekonomian dunia. Belum lama ini, tepatnya pada tahun 2007 lalu, peningkatan tajam kredit macet perumahan atau krisis kredit perumahan (subprime mortgage) telah menggemparkan perekonomian Amerika dan dunia. Data Bank of America pada Februari 2008 menyebutkan bahwa krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) tersebut telah mengakibatkan kerugian di pasar modal global kurang lebih 7,7 triliun Dollar AS (sekitar 7.000 triliun Rupiah), juga mengakibatkan kapitalisasi pasar dunia turun 14,7 persen selama tiga bulan setelah puncaknya terjadi pada akhir Oktober 2007 lalu. Belajar dari pengalaman Amerika, kita tentu harus waspada, tidak mustahil bila masalah tersebut terjadi di Indonesia, walaupun mungkin efeknya tidak akan sebesar masalah di Amerika. Di Indonesia selama ini kredit perumahan atau yang lebih dikenal dengan istilah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah menjadi salah satu cara dalam proses pemilikan rumah. Berdasarkan alasan tersebut maka penulis merasa terdorong untuk melakukan penelitian mengenai kredit pemilikan rumah dan apartemen (KPRA) di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi dan pengaruh dari beberapa variabel ekonomi terhadap volume KPRA, serta respon business cycle terhadap guncangan volume KPRA di Indonesia. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah analisis cross correlation, vector auto regression (VAR) yang dikombinasikan dengan vector error correction model (VECM), dan didalamnya mengandung analisis varians decomposition (VD) serta impulse response function (IRF). Seluruh rangkaian analisis tersebut dapat dilakukan dengan bantuan software Eviews 4.1 dan Microsoft Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total kredit perbankan (TKR), konsumsi rumah tangga (KRT), produk domestik bruto (PDB) riil, indeks harga
saham gabungan (IHSG), dan kredit macet atau non performing loan (NPL) berkorelasi sebagai leading indicator bagi volume KPRA. Sedangkan quasy money (M2) dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berkorelasi sebagai lagging indicator. Adapun yang berkorelasi sebagai coincident indicator bagi volume KPRA hanyalah variabel inflasi. Selanjutnya, berdasarkan estimasi VAR dan VECM, diketahui bahwa lag volume KPRA, TKR dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap volume KPRA dalam jangka pendek. Adapun variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume KPRA dalam jangka panjang adalah lag IHSG, NPL, suku bunga SBI, kurs, dan inflasi. Melihat hanya variabel inflasi yang berpengaruh signifikan terhadap volume KPRA baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, hal ini mengindikasikan bahwa ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan tingkat harga umum sangat mempengaruhi volume KPRA di Indonesia, oleh karena itu stabilitas inflasi menjadi penting dalam mengendalikan volume KPRA di Indonesia. Hal tersebut diantaranya dapat ditempuh melalui pelaksanaan kebijakan inflation targetting framework (ITF) yang efektif. Kemudian berdasarkan analisis variance decomposition (VD) diketahui bahwa varians yang cukup dominan mempengaruhi volume KPRA adalah varians volume KPRA itu sendiri, varians IHSG dan varians PDB. Adapun berdasarkan uji kausalitas Granger ditemukan bahwa hanya terdapat hubungan satu arah antara PDB riil dan volume KPRA. Selain itu, dari penelitian ini diketahui bahwa guncangan (shock) volume KPRA direspon secara positif oleh business cycle (PDB riil) sepanjang 50 periode. Respon tersebut mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang, fluktuasi volume KPRA akan meningkatkan permintaan masyarakat terhadap sektor perumahan (termasuk hal-hal yang berkaitan dengan sektor perumahan) melalui konsumsi, juga meningkatkan permintaan investasi, sehingga pada akhirnya berdampak pada peningkatan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Melihat respon positif PDB riil terhadap guncangan volume KPRA, akan tetapi kontribusi sektor perumahan terhadap Indonesia sejauh ini masih relatif rendah, maka sebaiknya insentif-insentif untuk ekspansi volume KPRA diperbanyak. Hal tersebut diantaranya dengan mempermudah prosedur perbankan dalam pengajuan KPRA, merangsang bertambahnya jumlah bank dan lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam pembiayaan perumahan, serta mempertahankan atau bahkan meningkatkan program KPRA bersubsidi yang sejauh ini telah cukup baik dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian, pemberian insentif untuk ekspansi volume KPRA tersebut harus disertai dengan pemantauan daya serap pasar, serta dilakukan tanpa mengabaikan prisnsip kehatihatian dalam penyaluran kredit. Pada penelitian ini penulis hanya menganalisis beberapa faktor ekonomi yang mempengaruhi volume KPRA di Indonesia saja, oleh karena itu untuk kemajuan ilmu pengetahuan, penelitian selanjutnya diharapkan mampu menganalisis lebih dalam mengenai kredit perumahan di Indonesia, misalnya dengan menambah beberapa faktor atau variabel lain yang mungkin berpengaruh, dan bahkan membandingkannya dengan kondisi atau masalah kredit perumahan di negara lain, seperti Amerika.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT PEMILIKAN RUMAH DAN APARTEMEN (KPRA) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA
OLEH RATNAWULAN WIBOWO H14104009
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Ratnawulan Wibowo
Nomor Registrasi Pokok : H14104009 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) serta
Pengaruhnya
terhadap
Business
Cycle
Indonesia dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen llmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec NIP. 131 803 656 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 141 846 872 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Ratnawulan Wibowo H14104009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ratnawulan Wibowo lahir pada tanggal 8 September 1987 di Garut. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Drs. H. Wowo Wibowo, M.Si dan Hj. Ida Jubaedah, M.Si. Alhamdulillah jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Kiansantang Garut pada tahun 1998. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Darul Arqam Muhammadiyah Garut dari tahun 1998 sampai tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis untuk mengenyam pendidikan tinggi. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi seperti Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FEM, Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) IPB dan Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) HMI Cabang Bogor. Kecintaan pada dunia pendidikan, penulis wujudkan dengan menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekonomi Umum, Teori Mikroekonomi I dan Teori Makroekonomi I sejak semester lima hingga semester tujuh. Selain aktif dalam kegiatan organisasi dan mengajar (sebagai asisten), penulis juga aktif mengikuti berbagai perlombaan karya tulis, mulai dari perlombaan berskala internal kampus sampai perlombaan berskala nasional. Prestasi yang diperoleh penulis diantaranya finalis Lomba Presentasi Pemikiran Kritis Mahasiswa (PPKM) DIKTI bidang Perekonomian tingkat nasional tahun 2006 di Pontianak, juara III Lomba PPKM DIKTI bidang Perekonomian tahun 2007 di Denpasar, Juara I Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Ekonomi tingkat nasional Universitas Airlangga Surabaya tahun 2007, Juara III Young
Economist Icon dalam LKTM Ekonomi HIPOTEX-R IPB tingkat nasional tahun 2006. Selain itu, penulis juga sempat terpilih menjadi lima mahasiswa berprestasi Rukun Wargi Garut IPB tahun 2006, juara I mahasiswa berprestasi tingkat Departemen Ilmu Ekonomi IPB tahun 2007, juara II mahasiswa berprestasi tingkat Fakultas Ekonomi dan Manajemen tahun 2007, dan terpilih menjadi salah satu perwakilan IPB sebagai Indonesia Sampoerna Best Student 2007.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Sang Maha Tak Terhingga, yang mampu menjadikan segala sesuatu yang tidak mungkin, menjadi benar-benar terjadi, dan begitupula sebaliknya. Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah-Nya pula penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) serta Pengaruhnya terhadap Business Cycle Indonesia” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih tersebut diantaranya ditujukan kepada: 1. Kedua orang tua serta kakak dan adik-adik penulis, yaitu Bapak Drs. H. Wowo Wibowo, M.Si, Ibu Hj. Ida Jubaedah, M.Si, Acep, Widya, Fauziah dan Alfiah atas segala do’a dan dukungannya baik secara moril maupun materi. Kalian adalah inspirasi dan motivasi bagi penulis untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik. 2. Ujang Kuswara, S.Tr, M.Si suamiku tersayang dan Malaikat Kecilku yang senantiasa menemani, memberikan cinta, kasih sayang, serta dukungan dan bantuannya kepada penulis, I love U so much. 3. Keluarga Kadungora, atas do’a dan dukungannya. 4. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec sebagai dosen pembimbing, atas ilmu, waktu dan bimbingan yang telah diberikan baik secara teknis maupun teoritis selama proses pembuatan skripsi ini. 5. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. dan Tony Irawan, M.App.Ec selaku tim penguji sidang akhir skripsi. Terima kasih atas semua kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
6. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 41, khususnya Uthye, Tatu, Irma dan Yuli yang telah membantu dan menemani hari-hari penulis selama berjuang menjadi sarjana ekonomi, keep our friendship forever. 7. Teman-teman lomba, Qq, Puspa dan Arif, yang pernah sama-sama berjuang untuk menjadi manusia-manusia unconventional. Semoga perjuangan kita tak berhenti sampai disisni. 8. Teman-teman Wisma Wina dan Mba Mala. 9. K’Iqbal, K’Ade dan Mba Heti yang telah mengenalkan penulis pada organisasi kampus dan dunia karya tulis hingga penulis dapat mengukir prestasi. 10. Teman-teman A1 54-55 serta teman KKN, Hasti, Mira, Anti, Ella, Uwie, Alin, Loci, Magda, Adrinus, dan Uchank, thanks for unforgetable moment. 11. Seseorang yang pernah hadir; bagaimanapun kamu pernah ada dan membantu, terima kasih. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan seluruhnya satu per satu, yang telah membantu penulis dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, namun demikian semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
Ratnawulan Wibowo H14104009
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................
i
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... viii I.
PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ..............................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................
4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................
5
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
6
2.1. Teori Kredit Pemilikan Rumah .............................................................
6
2.2. Teori Business Cycle .............................................................................
9
2.2.1. Teori Real Business Cycle........................................................... 12 2.2.2. Teori Business Cycle Keynesian ................................................. 13 2.2.3. Teori Business Cycle Moneter .................................................... 14 2.3. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 14 2.4. Kerangka Pemikiran.............................................................................. 17 III. METODE PENELITIAN.............................................................................. 20 3.1. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 20
3.2. Metode Analisis Data............................................................................ 21 3.2.1. Analisis Cross Correlation ......................................................... 21 3.2.2. Vector Auto Regression (VAR)................................................... 22 3.2.3. Vector Error Correction Model (VECM) ................................... 23 3.2.4. Uji Akar Unit (Unit Root Test) ................................................... 24 3.2.5. Penetapan Lag Optimal ............................................................... 25 3.2.6. Uji Kointegrasi (Cointegration Test) .......................................... 26 3.2.7. Impulse Response Function (IRF)............................................... 27 3.2.8. Variance Decomposition (VD) ................................................... 28 3.3. Model Persamaan dan Variabel-Variabel ............................................. 28 IV. HASIL DAN ANALISIS.............................................................................. 30 4.1. Gambaran Umum Sektor Perumahan Indonesia ................................... 30 4.2. Cross Correlation Variabel Ekonomi terhadap Volume KPRA........... 33 4.3. Pengaruh Variabel Ekonomi terhadap Volume KPRA......................... 36 4.3.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) .......................................... 36 4.3.2. Lag Optimum .............................................................................. 38 4.3.3. Analisis Kointegrasi .................................................................. 39 4.3.4. Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) .................... 40 4.4. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ................................. 46 4.5. Variance Decomposition Volume KPRA ............................................. 47 4.6 Analisis Impulse Response Function (IRF) ......................................... 49 4.7 Implikasi Kebijakan ............................................................................... 53 V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 57 5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 57
5.2. Saran...................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 60 LAMPIRAN........................................................................................................ 63
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1. Persentase Rumah Tangga di Indonesia yang Cara Memperoleh Bangunannya dengan Membeli, Menurut Daerah dan Cara Pembayaran pada Tahun 2004 ................................................................... 2 3.1. Data (Jenis Variabel Data), Simbol, Satuan, dan Sumber Data ................ 20 4.1. Persentase Volume KPRA terhadap Total Kredit Perbankan Indonesia .. 32 4.2. Perhitungan Coefficient Variation (CV) Variabel Ekonomi ..................... 34 4.3. Pola Siklikal Variabel Ekonomi dengan Variabel Referensi ..................... 35 4.4. Uji Stasioneritas Data pada Level .............................................................. 37 4.5. Uji Stasioneritas Data pada First Difference ............................................. 38 4.6. Penetapan Lag Optimum............................................................................ 39 4.7. Uji Kointegrasi .......................................................................................... 39 4.8. Estimasi VECM Variabel Volume KPRA ................................................ 41 4.9. Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ............................ 46 4.10. Hasil Variance Decomposition Volume KPRA (bagian 1) ....................... 48 4.11. Hasil Variance Decomposition Volume KPRA (bagian 2) ....................... 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1. Kurva Permintaan dan Penawaran Kredit .................................................... 7 2.2. Komposisi Kredit Properti Indonesia per Desember 2004 .......................... 9 2.3. Tahapan Business Cycle ............................................................................... 11 2.4. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 19 4.1. Respon IHSG terhadap Guncangan Volume KPRA Indonesia ................... 50 4.2. Respon Volume KPRA terhadap Guncangan IHSG Indonesia .................... 51 4.3. Respon Business Cycle terhadap Guncangan Volume KPRA Indonesia...... 52 4.4. Respon Volume KPRA terhadap Guncangan Business Cycle Indonesia...... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Cross Correlation Variabel Ekonomi terhadap Volume KPRA .................. 63 2. Hasil Uji Akar Unit Variabel Penelitian pada Level .................................... 67 3. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference ................................................... 70 4. Stabilitas VAR .............................................................................................. 73 5. Penetapan Lag Optimum .............................................................................. 74 6. Cointegration Test dengan Asumsi Summarry ............................................ 75 7. Cointegration Test dengan Asumsi 5 ........................................................... 76 8. Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) ..................................... 77 9. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ........................................ 81 10. Variance Decomposition (VD) Volume KPRA ........................................... 81 11. Matriks Korelasi Seluruh Variabel Penelitian .............................................. 84
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Belum lama ini, tepatnya pada tahun 2007 lalu, krisis kredit perumahan
(subprime mortgage crisis) telah menggemparkan perekonomian Amerika dan dunia, bahkan efeknya mungkin masih terasa hingga saat ini. Data Bank of America pada Februari 2008 menyebutkan bahwa masalah kredit macet perumahan di Amerika Serikat (AS) tersebut telah mengakibatkan kerugian di pasar modal global kurang lebih 7,7 triliun Dollar AS (sekitar 7.000 triliun Rupiah), juga mengakibatkan kapitalisasi pasar dunia turun 14,7 persen, selama tiga bulan setelah puncaknya terjadi pada akhir Oktober 2007 lalu. Selain itu, sebuah laporan lembaga pemeringkat, Standard and Poors menyebutkan bahwa pada Januari 2008 saja pasar saham global terpukul keras dengan kerugian kolektif 5,2 triliun Dollar AS yang diakibatkan karena saham-saham AS yang dibeli investor asing merosot dalam beberapa bulan terakhir. Oleh karena itu, cukup beralasan bila dikatakan bahwa kerugian akibat krisis kredit perumahan Amerika lebih besar daripada kerugian ekonomi yang timbul akibat serangan teroris 11 September 2001, krisis keuangan Asia 1997, kegagalan utang Argentina pada 2001, dan krisis Peso Meksiko pada 1994. Meski tidak dapat disamakan dengan kondisi Amerika yang merupakan negara perekonomian terbuka besar, namun pengalaman Amerika diatas merupakan suatu pembelajaran berarti bagi kita semua. Rumah memang memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Tidak hanya sebagai
tempat tinggal, tetapi seiring bertambahnya waktu, rumah juga memiliki banyak fungsi lain yang dibutuhkan manusia, sehingga selain kebutuhan sandang dan pangan, rumah yang merupakan kebutuhan papan pun sering dijadikan tolak ukur kesejahteraan manusia dan perekonomian saat ini. Demikian besarnya fungsi dan peran rumah dalam kehidupan umat manusia, sehingga wajar bila sektor perumahan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian, diantaranya pengaruh sektor perumahan melalui kredit perumahan. Masalah dalam kredit perumahan terbukti mampu memporak-porandakan perekonomian sebuah negara yang cukup besar, bahkan mengguncang perekonomian dunia. Belajar dari pengalaman Amerika, tidak mustahil bila masalah tersebut terjadi di Indonesia, walaupun mungkin efeknya tidak akan sebesar masalah di Amerika. Di Indonesia selama ini kredit perumahan atau yang lebih dikenal dengan istilah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah menjadi salah satu cara dalam proses pemilikan rumah. Tabel 1.1. Persentase Rumah Tangga di Indonesia yang Cara Memperoleh Bangunannya dengan Membeli, Menurut Daerah dan Cara Pembayaran pada Tahun 2004 Daerah Tunai Angsuran Angsuran Lainnya Jumlah KPR Bukan KPR 64.92 27.51 4.72 2.85 100.00 Perkotaan 77.75 8.74 8.06 5.45 100.00 Pedesaan 69.40 20.95 5.88 3.77 100.00 Perkotaan dan Pedesaan Sumber: Susenas 2004
KPR sebagai suatu sistem pelunasan dalam proses pemilikan rumah, tentunya tidak terlepas dari peranan bank/lembaga keuangan sebagai pihak kreditur (pemberi kredit). Sehingga berbeda dengan sistem kepemilikan rumah melalui cara pelunasan lain, seperti sistem tunai dan angsuran bukan KPR, maka
sistem pemilikan rumah melalui KPR ataupun KPA (Kredit Pemilikan Apartemen)
sangat
dipengaruhi
oleh
kebijakan-kebijakan
bank/lembaga
keuangan, otoritas moneter negara (bank sentral/Bank Indonesia), serta lebih jauh lagi dipengaruhi oleh kondisi perekonomian negara secara keseluruhan. Selain itu, perlu diketahui bahwa pengalaman di negara lain menunjukkan, terpuruknya keuangan suatu negara diawali dengan bangkrutnya bisnis properti. Sedangkan bangkrutnya bisnis properti biasanya ditandai dengan meningkatnya kredit bermasalah dan kredit macet. Oleh karena itu, melihat cukup pentingnya peranan sektor perumahan dalam perekonomian, maka masalah KPR pun menjadi penting untuk diperhatikan. Kondisi KPR perlu dipahami dengan baik, dan untuk bisa memahami kondisi KPR ini dengan baik, maka perlu dibuat suatu alat peramalan yang dapat memprediksi kondisi KPR di Indonesia beberapa watu kedepan melalui analisis siklikal indikator yang didukung oleh teknologi komputer. Salah satu perangkat yang dapat digunakan untuk memprediksi kondisi KPR dalam waktu cepat dan akurat
adalah
dengan
menganalisis
indikator-indikator
ekonomi.
Pengidentifikasian indikator-indikator ekonomi ini bisa dibagi kedalam tiga jenis indikator, yaitu leading, lagging, dan coincident indicator. Penggunaan leading indicator untuk memperkirakan arah pergerakan KPR kedepan. Lagging indicator berguna untuk mengkonfirmasi prediksi yang dibuat oleh leading indicator, sementara
concident
indicator
perekonomian negara saat ini.
digunakan
untuk
menentukan
kondisi
1.2.
Perumusan Masalah Belajar dari pengalaman negara lain seperti Amerika, maka sektor
perumahan tidak boleh dipandang sebelah mata. Bagaimanapun, sektor perumahan khususnya kredit pemilikan rumah dan apartemen (KPRA) merupakan bagian penting dari perekonomian, sehingga dengan sendirinya sektor perumahan dan perekonomian menjadi saling mempengaruhi satu sama lain. Akan tetapi di Indonesia, penelitian mengenai KPRA ini masih sangat terbatas. Padahal jika kita mampu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume KPRA dengan baik, kita mungkin dapat mengurangi resiko-resiko negatif dari sektor perumahan terhadap perekonomian, sebagaimana yang terjadi di Amerika beberapa saat lalu. Oleh karena itu, melalui skripsi ini penulis bermaksud meneliti beberapa masalah berikut ini: 1. Bagaimana korelasi silang serta pengaruh dari beberapa variabel ekonomi terhadap volume Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) di Indonesia? 2. Bagaimana respon business cycle terhadap guncangan volume KPRA Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
antara lain:
1. Mengetahui korelasi silang serta pengaruh dari beberapa variabel ekonomi terhadap volume Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) di Indonesia. 2. Menganalisis respon business cycle terhadap guncangan volume KPRA Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak,
diantaranya: 1. Sebagai early warning system (sistem peringatan dini) dalam sektor perumahan, khususnya terkait dengan masalah KPRA, sehingga bagi pemerintah diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam membuat berbagai kebijakan, ataupun membantu dalam mengevaluasi dan merevisi kebijakan-kebijakan yang sudah ada. Sedangkan bagi perbankan/lembaga keuangan, pelaku bisnis, dan para stakeholder, diharapkan dapat menjadi referensi/acuan dalam pengembangan kredit/bisnis di sektor perumahan, oleh karena itu dapat meminimalisir resiko kredit yang mungkin muncul di sektor perumahan. 2. Bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, serta menjadi referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Teori Kredit Pemilikan Rumah Kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang artinya mempercayai,
karena memang pada dasarnya kredit diberikan berdasarkan kepercayaan orang/pihak lain yang memberikannya terhadap kecakapan dan kejujuran pihak peminjam. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam ensiklopedi umum, kredit dijelaskan sebagai sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan harapan memperoleh keuntungan. Ada banyak faktor yang dikenal dapat mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran kredit, diantaranya adalah suku bunga. Teori Keynesian menyatakan bahwa suku bunga kredit berhubungan positif dengan jumlah penawaran kredit, dan sebaliknya berhubungan negatif dengan jumlah permintaan kredit, yang artinya peningkatan suku bunga kredit dapat meningkatkan jumlah penawaran kredit, namun sebaliknya peningkatan suku bunga tersebut dapat menurunkan jumlah permintaan kredit (Stiglitz dan Greenwald, 2003).
r (suku bunga) Kurva penawaran kredit r* Kurva permintaan kredit L*
L (jumlah kredit)
Sumber: Stiglitz dan Greenwald (2003)
Gambar 2.1. Kurva Permintaan dan Penawaran Kredit Selama ini dikenal berbagai macam kredit. Namun karena penelitian ini hanya menganalisis kredit perumahan, maka terlebih dahulu ditinjau beberapa pustaka terkait dengan kredit perumahan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Adapun perumahan didefinisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Berdasarkan modul Susenas 2004, terdapat beberapa cara pelunasan dalam proses pemilikan rumah, diantaranya adalah: a. Tunai, yaitu membayar secara kontan (bukan kredit) kepada pihak penjual tidak melalui hutang. b. Angsuran KPR (melalui bank atau lembaga keuangan) adalah angsuran yang dipergunakan untuk kredit pemilikan rumah yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan.
c. Angsuran bukan KPR, adalah angsuran yang dipergunakan untuk pembayaran kredit pemilikan rumah yang dikeluarkan oleh bukan KPR. Termasuk dalam kategori ini adalah membeli langsung kepada pengembang dan pinjam uang koperasi untuk membeli rumah. d. Lainnya, seperti membeli rumah dengan meminjam uang kepada saudara, teman dan sebagainya.
Proses pemilikan tempat tinggal/rumah melalui kredit pemilikan rumah dan aprtemen (KPRA) tentunya berkaitan dengan industri bidang properti, dan saat ini maraknya industri properti tidak terlepas dari dukungan pembiayaan industri perbankan dalam bentuk kredit properti. Berdasarkan definisi Bank Indonesia, kredit properti merupakan semua pembiayaan dari perbankan untuk bidang usaha yang kegiatannya berkaitan dengan pengadaan tanah, bangunan dan fasilitasnya untuk dijual atau disewakan. Kredit properti ini diberikan dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja maupun kredit konsumsi. Dilihat dari komposisinya, kredit properti terdiri dari tiga jenis kredit, yaitu kredit konstruksi, kredit real estate serta kredit pemilikan rumah dan apartemen (KPRA). Ketiga jenis kredit tersebut berbeda peruntukkan dan segmen pasarnya. Kredit konstruksi umumnya diberikan kepada para usahawan atau kontraktor untuk membangun perkantoran, mal, ruko dan pusat bisnis lainnya. Kredit real estate diberikan kepada para pengembang untuk membangun kompleks perumahan kelas atas. Sedangkan KPRA diberikan kepada perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah atau apartemen. Data Bank
Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan bahwa KPRA mendominasi komposisi dari ketiga jenis kredit tersebut yaitu sebesar 62,6%.
23.60%
Kredit Konstruksi Kredit Real Estate
Sumber: SEKI, Bank Indonesia, Januari 2005 62.60%
13.90%
Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA)
Sumber: SEKI, Bank Indonesia, 2005
Gambar 2.2. Komposisi Kredit Properti Indonesia per Desember 2004 2.2.
Teori Business Cycle Definisi business cycle (siklus perekonomian atau siklus perdagangan)
menurut Mitchell dan Burns dalam Niemira dan Klein (1994) adalah: ”Business cycles are a type of fluctuation found Indonesia the aggregate economic activity of nations that organize their work mainly in business enterprise ; a cycle consist of expansion occurring at about the same time in many economic activities, followed by similarly general recession, contractions, ad revival which merge into he expansion phase of the next cycle ; this sequence of changes is recurrent but not periodic ; in duration business cycle vary from more than one year to ten or twelve years ; they are no divisible into shorter cycle of similar character with amplitudes approximating their own” Sedangkan definisi business cycle yang tercantum dalam kamus ekonomi adalah sebagai fluktuasi dari tingkat kegiatan perekonomian (PDB riil) yang saling bergantian antara masa depresi dengan masa kemakmuran atau booms. Business cycle atau siklus ekonomi dapat pula diartikan sebagai fluktuasi aktivitas ekonomi dari trend pertumbuhan jangka panjangnya. Kata siklus sendiri
mengandung arti pergantian secara silih berganti antara periode pertumbuhan output yang cepat (inflasi) dengan periode penurunan output (resesi). Adapun variabel yang digunakan untuk mengukur fluktuasi ekonomi adalah PDB riil. Salah satu peran utama pemerintah adalah untuk mengatasi business cycle dan mengurangi fluktuasi yang terjadi. Penjelasan tentang hal-hal yang menyebabkan business cycle terjadi dapat mengacu pada pandangan Keynesian atau New Keynesian yang menyatakan bahwa business cycle adalah hasil dari ketidaksempurnaan dalam aktivitas ekonomi. Hanya ketika harga dan ekspektasi tidak sepenuhnya fleksibel, fluktuasi berbagai variabel eksogen dapat menyebabkan pergerakan dalam output riil. Pada Gambar 2.3 terdapat empat tahapan dalam siklus perekonomian: tahap pertama adalah masa depresi (depression), yaitu suatu penurunan permintaan agregat secara cepat, diikuti dengan rendahnya tingkat output dan pengangguran yang tinggi, dan secara bertahap mencapai dasar yang paling rendah; tahap kedua adalah tahap pemulihan (recovery), yaitu peningkatan permintaan agregat yang diikuti dengan peningkatan output dan penurunan tingkat pengangguran; tahap ketiga adalah masa kemakmuran (prosperity), yaitu permintaan agregat yang mencapai dan kemudian melewati tingkat output (PDB potensial) pada puncak siklus, dimana tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dicapai dan adanya kelebihan permintaan menyebabkan kenaikan tingkat harga umum (inflasi); tahap keempat adalah masa resesi (recession), dimana permintaan agregat menurun, yang mengakibatkan penurunan yang kecil dari output dan
tenaga kerja, seperti yang terjadi pada tahap awal. Seiring dengan hal ini maka akan muncul tahap depresi.
Output
Peak Prosperity Recession
Trend
Recovery PDB Potensial Depression Trough Waktu (Time) Sumber: Pass dan Lower (1994)
Gambar 2.3. Tahapan Business Cycle Setiap siklus memiliki dua jenis titik balik (turning points), yaitu titik puncak (peak) dan titik lembah (trough). Kedua titik ini menandakan sinyal apabila arah dari pergerakan siklikal suatu individu berubah dari periode ekspansi ke periode kontraksi atau sebaliknya. Kedua titik balik ini hanya dapat ditentukan menggunakan data time series yang merupakan deviasi dari trendnya, yaitu merupakan definisi dari business cycle yang digunakan dalam penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa tahapan ini akan datang silih berganti sepanjang waktu dalam perekonomian. Dalam perkembangan teori tentang fluktuasi ekonomi, dunia ekonomi dihadapkan pada dua pandangan yang berbeda dalam menjelaskan terjadinya fluktuasi output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek. Teori tentang
fluktuasi ekonomi yang paling umum saat ini adalah Teori Real Business Cycle, Teori Business Cycle Keynesian dan Teori Business Cycle Moneter.
2.2.1. Teori Real Business Cycle Teori Real Business Cycle memberi kontribusi penting dalam ilmu ekonomi dengan memberi sudut pandang baru yang berbeda dalam mengkaji fluktuasi jangka pendek dari output dan kesempatan kerja (employment) yang dijelaskan dengan menggunakan substitusi tenaga kerja antar waktu. Dalam teori ini, fluktuasi dianggap sebagai perubahan dalam tingkat output alami atau keseimbangan dengan tetap mempertahankan model klasik sebagai acuan. Teori ini mengasumsikan bahwa harga dan upah adalah feksibel, bahkan dalam jangka pendek. Dengan asumsi harga fleksibel, teori ini menganut dikotomi klasik dimana variabel-variabel nominal, seperti pergerakan uang dan tingkat harga tidak mempengaruhi variabel-variabel di sektor riil seperti output dan pengangguran (Mankiw, 2000). Teori ini menyatakan bahwa pergerakan di sektor riil disebabkan oleh faktor-faktor alami di sektor itu sendiri. Seperti terjadinya perubahan teknologi yang membuat
produktivitas
meningkat, dan
kemudian
berakhir
pada
perekonomian yang semakin meningkat. Dengan kata lain, semua fluktuasi di sektor riil seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari individu-individu terhadap perubahan dalam perekonomian.
Selama resesi/kemunduran teknologi dan output, insentif untuk bekerja menurun karena teknologi produksi menurun. Asumsi lain yang juga penting dalam teori ini adalah netralitas uang dalam perekonomian. Hal ini berlaku juga untuk jangka pendek, dimana kebijakan moneter tidak akan mempengaruhi variabel-variabel riil, seperti output dan kesempatan kerja.
2.2.2. Teori Business Cycle Keynesian Para kritikus teori Real Business Cycle umumnya berasal dari penganut aliran Keynesian. Banyak dari mereka percaya bahwa fluktuasi output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek disebabkan oleh terjadinya fluktuasi dalam permintaan agregat akibat lambatnya upah dan harga menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang sedang berubah. Teori ini percaya bahwa upah dan harga bersifat kaku/sulit berubah, sehingga peranan pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter sangat diperlukan untuk menstabilkan perekonomian. Karena teori ini dibangun diatas model permintaan agregat dan penawaran agregat tradisional, maka dalam teori ini dikatakan bahwa perubahan harga dari biaya sekecil apapun akan memiliki dampak makroekonomi yang besar karena adanya eksternalitas permintaan agregat. Teori ini telah memasukan guncangan terhadap permintaan uang dalam modelnya (Mankiw, 2000). Teori Keynesian menekankan pada pentingnya ketidakstabilan agregat sebagai penyebab terjadinya fluktuasi makroekonomi. Teori ini sama dengan teori business cycle moneter, yang menyatakan bahwa guncangan permintaan uang
penting terhadap fluktuasi ekonomi, walau bukan merupakan satu-satunya penyebab fluktuasi seperti pendapat Teori Business Cycle Moneter.
2.2.3. Teori Business Cycle Moneter Teori Business Cycle Moneter menekankan pada pentingnya guncangan permintaan, khususnya terhadap fluktuasi ekonomi, tetapi hanya dalam jangka pendek. Dalam Business Cycle Moneter dan Keynesian, uang mempengaruhi output. Sebaliknya Teori Real Business Cycle menyatakan bahwa output yang mempengaruhi uang.
2.3.
Penelitian Terdahulu Peneitian Taylor (2007) berjudul: Housing and Monetary Policy,
menggunakan uji kausalitas Granger dua arah membuktikan adanya hubungan interaksi yang erat antara tingkat inflasi harga perumahan dengan pembangunan perumahan. Begitupula penelitian Mishkin (2007) berjudul: Housing and Monetary Mechanism, menyimpulkan bahwa perubahan dalam ekspektasi inflasi (terutama inflasi harga perumahan) berpengaruh penting dalam permintaan perumahan. Adapun penelitian Tepus (2005) berjudul: an Analysis of Housing Finance Models in The Republic of Croatia, menyimpulkan bahwa pembiayaan dalam perumahan, apartemen dan properti, umumnya dipengaruhi oleh dana simpanan pribadi, subsidi/insentif dari pemerintah terkait, serta suku bunga.
Selain penelitian-penelitian di luar negeri, di dalam negeri sendiri, hasil riset Pusat Studi Properti Indonesia tahun 1997 menunjukkan bahwa secara historis bisnis properti terutama industri perumahan selalu diwarnai oleh gerakan mengayun ke atas dan ke bawah secara berulang-ulang. Ayunan berulang ini, menurut pengamat properti Panangian Simanungkalit disebut sebagai sebuah siklus. Umumnya, siklus ini dapat dihubungkan dengan sebuah gelombang (fluktuasi) dalam gerakan keseluruhan kegiatan ekonomi yang disebut siklus perekonomian (business cycle). Masih berdasarkan riset tersebut, di Indonesia ekspansi dalam siklus perekonomian selalu didahului oleh ekspansi bisnis perumahan. Keadaan semacam ini terjadi masing-masing tahun 1981 sampai 1983, kemudian tahun 1987 sampai 1989, dan tahun 1993 sampai 1995. Penjualan rumah tertinggi masing-masing terjadi tahun 1983 dan tahun 1995. Data hasil penjualan rumah tersebut merupakan pencerminan dari keadaan makroekonomi Indonesia saat itu. Ekspansi perumahan yang terjadi tahun 1987 dimulai dengan kecenderungan menurunnya suku bunga perbankan dari 22,5 persen di tahun 1984, menjadi 20,4 persen pada tahun 1987. Rendahnya suku bunga ini mendorong kenaikan investasi di berbagai sektor, termasuk bisnis properti yang tercermin dalam kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan riset tersebut, maka Direktur Pusat Studi Properti Indonesia, Penangian Simanungkalit menyimpulkan bahwa selama 25 tahun terakhir, siklus perumahan di Indonesia memiliki hubungan teratur dengan siklus perekonomian. Berdasarkan pengamatan konjungtur, bisnis perumahan mencapai puncak, paling tidak enam bulan atau setahun sebelumnya seperti tahun 1990 dan tahun 1995.
Demikian
pula
sebaliknya, resesi
perekonomian
selalu
didahului
oleh
melemahnya bisnis perumahan seperti pada tahun 1992 dan tahun 1997. Adapun Survei Industri Properti hasil kerjasama Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB tahun 2007 yang mencoba membentuk early warning system (sistem peringatan dini) untuk industri properti dan real estate Indonesia, menyimpulkan bahwa dari sekian banyak variabel yang dianalisis, beberapa variabel yang memenuhi syarat untuk dijadikan leading indicator kredit properti Indonesia adalah IHSG, PDB riil, kurs dan NPL. Selain mengacu pada penelitian terdahulu mengenai properti, dirujuk pula beberapa penelitian terdahulu mengenai business cycle. Penelitian mengenai business cycle sejauh ini telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Nilsson dan Brunet (2005) meneliti Composite Leading Index (CLI) untuk beberapa negara yang bukan anggota OECD, salah satunya adalah Indonesia. Dengan menggunakan metode Phase Average Trend (PAT) dan Hodrick-Prescott (HP) filter, mereka menemukan bahwa hanya ada lima indikator yang bisa dikategorikan sebagai CLI yang mempengaruhi business cycle Indonesia dari luar (komponen eksternal), yaitu impor, ekspor, dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (AS), sedangkan dari sisi keuangan (financial) yaitu call money rate dan Jakarta composite price share index. Penelitian Supriana (2004) yang berjudul: ”Dampak Guncangan Struktural terhadap Fluktuasi Ekonomi Makro Indonesia: Suatu Kajian Business Cycle dari Sisi Permintaan” menggunakan metode SVAR untuk membangun model ekonometrika dan maximum likelihood untuk mengestimasi model. Penelitian ini
menggunakan variabel-variabel makroekonomi, antara lain PDB riil, suku bunga dunia, suku bunga domestik, nilai tukar, defisit anggaran, permintaan uang riil dan IHSG untuk mengestimasi business cycle Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa diantara variabel-variabel makroekonomi yang digunakan peneliti, hanya guncangan pada output dan nilai tukar yang mampu menjelaskan variabilitas PDB. Lain halnya dengan guncangan fiskal yang tidak mampu menjelaskan variabilitas PDB. Implikasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah Pemerintah Indonesia dapat mendorong ekspansi ekonomi melalui guncangan terhadap output dan nilai tukar. Selain itu, penelitian Siregar dan Ward (2001) yang berjudul: Long Run Money Demand, Long Run Spending Balance and Macro-Economic Fluctuations: Application of a Cointegrating SVAR Model to Indonesian Macroeconomy, telah mencoba mengidentifikasi sumber fluktuasi makroekonomi Indonesia dengan menggunakan metode analisis SVAR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guncangan pada penawaran agregat berkontribusi besar pada fluktuasi makroekonomi Indonesia.
2.4.
Kerangka Pemikiran Penelitian ini berawal dari sebuah pemikiran mengenai masalah kredit
macet perumahan di Amerika pada tahun 2007 lalu, atau yang lebih dikenal dengan istilah subprime mortgage crisis. Besarnya kerugian atau pengaruh dari krisis perumahan tersebut membuat penulis merasa khawatir akan terjadinya hal serupa di Indonesia, walaupun mungkin efeknya tidak akan sebesar di Amerika.
Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk menganalisis faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kredit pemilikan rumah dan apartemen (KPRA) di Indonesia serta menganalisis hubungan dari volume KPRA tersebut terhadap business cycle Indonesia. Pada awal penelitian akan dilakukan uji cross correlation beberapa variabel makroekonomi terhadap volume KPRA, sehingga dapat diidentifikasi variabel mana saja yang berkorelasi sebagai leading, lagging, dan coincident indicator bagi volume KPRA di Indonesia. Dengan demikian, maka hasil analisis pada tahap ini dapat dijadikan sebagai early warning system (sistem peringatan dini) bagi KPRA Indonesia. Kemudian, analisis dilanjutkan dengan estimasi vector auto regression (VAR) dan vector error correction model (VECM), untuk mengetahui pengaruh dari beberapa variabel makroekonomi terhadap volume KPRA Indonesia. Selanjutnya melalui analisis variance decomposition akan diketahui varians variabel makroekonomi apa yang paling dominan mempengaruhi varians volume KPRA. Pada tahap berikutnya, akan dilakukan uji kausalitas Granger untuk mengetahui hubungan kausalitas antara volume KPRA dan business cycle Indonesia. Kemudian penelitian ini akan diakhiri dengan analisis impulse response function (IRF) untuk mengetahui dampak guncangan volume KPRA terhadap business cycle di Indonesia.
Subprime Mortgage Crisis di Amerika: Menimbulkan Kerugian Ekonomi yang Besar Menunjukkan Pentingnya Sektor Perumahan dalam Perekonomian Kekhawatiran Terjadinya Masalah Kredit Perumahan di Indonesia Perlunya Penelitian tentang Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA) di Indonesia
Volume Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen (KPRA)
Business Cycle Indonesia
1. Leading, lagging, dan coincident indicator 2. Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Volume KPRA
1. Hubungan Kausalitas antara VKPRA dan Business Cycle 2. Respon Business Cycle terhadap Guncangan VKPRA
Early Warning System / Sistem Peringatan Dini
Implikasi Kebijakan
Resiko dan Kemungkinan Terjadinya Masalah KPRA di Indonesia Terminimalisir Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan data time series bulanan dari tahun 2000:4 – 2007:9. Data tersebut diperoleh melalui pencarian, pemilihan, dan pencatatan dari dokumen statistik berbagai lembaga terkait seperti Bank Indonesia (BI), serta beberapa bahan pustaka lainnya berupa literatur dari buku-buku, jurnal, majalah, dan internet yang berhubungan dengan topik penelitian. Pengambilan data mencakup indikator-indikator ekonomi yang mempengaruhi perekonomian Indonesia dan mengacu kepada beberapa penelitian sebelumnya. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini tersaji dalam Tebel 3.1 berikut. Tabel 3.1. Data (Jenis Variabel Data), Simbol, Satuan, dan Sumber Data Variabel Simbol Satuan Sumber Volume Kredit VKPRA Milyar Rupiah (Rp) Bank Indonesia Pemilikan Rumah dan (BI) Apartemen Laju inflasi bulanan INF Persen (%) Bank Indonesia Produk Domestik PDB Milyar Rupiah (Rp) Bank Indonesia Bruto Riil Kurs Nominal KURS Rupiah/Dollar (Rp/$) Bank Indonesia Indeks Harga Saham IHSG Bank Indonesia Gabungan Quasy Money M2 Milyar Rupiah (Rp) Bank Indonesia Suku bunga SBI 1 SBI Persen (%) Bank Indonesia Bulan Total Kredit Perbankan TKR Milyar Rupiah (Rp) Bank Indonesia Konsumsi Rumah KRT Milyar Rupiah (Rp) Bank Indonesia Tangga NPL perbankan NPL Persen (%) Bank Indonesia
3.2.
Metode Analisis Data
3.2.1. Analisis Cross Correlation. Cross correlation merupakan suatu pendekatan untuk melihat de-trended berdasarkan lag (periode ke belakang) dan lead (periode ke depan). De-trended sendiri adalah cara untuk memisahkan komponen trend dan siklikal berdasarkan hasil analsis HPF. Cross correlation menunjukan de-trended dengan komponen siklikal mempunyai korelasi atau tidak. Jika nilai koefisien korelasi positif dan mendekati satu, menunjukkan variabel tersebut procyclical, yang artinya arah pergerakan dari indikator makroekonomi tersebut sama dengan perubahan yang terjadi pada variabel acuan (dalam hal ini volume KPRA). Sedangkan nilai koefisien korelasi yang mendekati satu tetapi bertanda negatif disebut kontrasikikal (countercyclical), yang artinya arah gerak variabel makroekonomi tersebut berlawanan dengan volume KPRA. Adapun nilai koefisien korelasi yang tidak berbeda nyata dari nol dikatakan sebagai acyclical, yang artinya indikator ekonomi tersebut tidak memiliki hubungan dengan perubahan yang terjadi pada volume KPRA. Sementara itu, volatilitas suatu variabel dapat dilihat berdasarkan jauhnya simpangan (amplitudo) siklus variabel trend jangka panjangnya. Dalam analisisnya digambarkan oleh besarnya standar deviasi variabel. Melalui analisis cross correlation juga dapat diketahui lag de-trended dan lead de-trended pada suatu variabel. Untuk j = 0, koefisien korelasi silang dapat menunjukkan fase pergerakan komponen siklikal variabel Xj relatif terhadap siklikal VKPRA. Xj disebut leading/lagging indicator terhadap siklikal volume KPRA jika nilai mutlak dari (j) mencapai maksimum untuk j < 0 ( j > 0). Jika
nilai maksimum secara absolut dicapai untuk j = 0, maka Xj dikatakan coincident dengan siklus variabel referensi. Leading indicator merupakan variabel yang bergerak mendahului pergerakan variabel utama ekonomi. Adapun lagging indicator adalah indikator yang mengalami perubahan baik naik/turun setelah pergerakan variabel utama. Sedangkan coincident indicator merupakan indikator yang bergerak naik/turun bersamaan dengan naik/turunnya variabel utama. Seluruh tahap analisis cross correlation ini dapat dilakukan dengan menggunakan software Eviews 4.1.
3.2.2. Vector Auto Regression (VAR) Dalam penelitian ini diterapkan pula analisis Vector Auto Regression (VAR) yang pertama kali diperkenalkan oleh Sims pada tahun 1980. VAR merupakan salah satu bentuk model ekonometrika yang sering digunakan untuk menganalisis
permasalahan
yang
berkaitan
dengan
fluktuasi
variabel
makroekonomi. VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem itu sendiri. Dengan demikian, dari data dasar maupun data tersaring, spesifikasi model dapat dilakukan. VAR dapat juga digunakan untuk peramalan dan juga untuk menganalisis suatu kebijakan. VAR tidak hanya menghasilkan rekomendasi berdasarkan model yang digunakan dalam merespon adanya suatu guncangan dalam perekonomian, tetapi membiarkan hal ini bekerja melalui model teoritik dan dapat melihat respon
jangka panjang berdasarkan data historisnya. Dalam metode analisis VAR, hanya ada variabel endogen yang berarti bahwa pembuat kebijakan dapat membuat keputusan secara rasional berdasarkan pengalaman sebelumnya dan keputusan yang akan diambil akan berbeda untuk setiap sistem yang berbeda. Menurut Enders (2004), VAR dengan ordo p dan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut: Yt = A0 + A1Yt-1 + A2Yt-2 + ........ + ApYt-p + t ....................................................(1) Dimana: Yt
: Vektor peubah tak bebas (Y1t, Y2t, Ynt) berukuran n x 1
A0
: Vektor intercept berukuran n x 1
Ai
: Matrik parameter berukuran n x 1
t
: Vektor sisaan (1t, 2t, ......, nt) berukuran n x 1
3.2.3. Vector Error Correction Model (VECM) VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut kedalam spesifikasinya. Karena itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen kedalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal
juga sebagai error, karena deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Dalam Enders (2004) disebutkan bahwa model VECM disusun apabila rank kointegrasi (r) lebih besar dari nol. Model VECM ordo p dan rank kointegrasi r dituliskan sebagai: p 1
yt A0 yt 1 * yt 1 t t 1
...................................................................(2)
dimana: = β, β = vektor kointegrasi berukuran n x 1, = vektor adjusment berukuran n x 1, p
* Aj j i 1
Pendugaan
parameter
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
kemungkinan maksimum. Model VECM dapat dituliskan dalam model VAR dengan menguraikan nilai diferensiasi: Δyt = yt – yt-1 ..........................................................................................................(3)
3.2.4. Uji Akar Unit (Unit Root Test) Hal penting yang berkaitan dengan studi atau penelitian yang menggunakan data time series adalah stasioneritas. Pengujian ini sangat penting agar tidak terjadi regresi yang semu (spurious regression) apabila data tersebut tidak stasioner. Data deret waktu dikatakan stasioner jika data menunjukkan pola
yang konstan dari waktu ke waktu, dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasioneritas, salah satunya dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. Jika nilai dari ADF statistiknya lebih kecil dari MacKinnon Critical Value (nilai kritis MacKinnon) maka data tersebut stasioner. Hasil series yang stasioner berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Apabila hasil series tidak stasioner pada tingkat level, maka harus dilakukan penarikan diferensial dengan melakukan pengujian pada first difference atau second difference sampai data stasioner. Metode VAR kemudian dikombinasikan dengan VECM.
3.2.5. Penetapan Lag Optimal Dalam Enders (2004), djelaskan bahwa terdapat beberapa tahap pengujian yang dilakukan unuk memperoleh panjang lag optimal. Pada tahap pertama, akan dilihat penjang lag maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari nilai inerse roots karakteristik AR polinomialnya. Sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak pada unit circle. Pada tahap kedua, panjang lag optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria Akaike Information Criterion (AIC) atau Schwarz Information Criterion (SIC). Dalam Nachrowi dan Usman (2002), formulasi AIC dan SIC dirumuskan sebagai berikut:
AIC e
2k
n
u n
2 i
e
2k
n
SSE n
.........................................................................(4)
2k RSS LnAIC Ln n n
SIC n
k
n
u n
2 i
n
k
n
SSE n
........................................................................(5)
.........................................................................(6)
k RSS LnSIC Ln n Ln n n ........................................................................(7)
dimana: k
= jumlah parameter dalam model termasuk intercept
n
= jumlah observasi (sampel)
SSE
= sum of square error
Untuk menetapkan lag yang paling optimal, model VAR harus diestimasi dengan tingkat lag yang berbeda-beda, kemudian dibandingkan dengan nilai AIC atau SIC nya. Nilai AIC atau SIC yang paling kecil dipakai sebagai acuan dalam penentuan tingkat lag paling optimal.
3.2.6. Uji Kointegrasi (Cointegration Test) Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antara variabelvariabel yang stasioner pada derajat integrasi yang sama. Konsep kointegrasi menyatakan bahwa jika satu variabel atau lebih tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antara variabel dalam sistem akan bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil (Enders, 2004). Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan lag optimum yang telah didapat dari pengujian sebelumnya. Untuk dapat menentukan asumsi
deterministik yang digunakan dalam pembentukan persamaan kointegrasi, maka perlu dilakukan uji kointegrasi dengan menggunakan asumsi summary. Setelah menentukan asumsi deterministik berdasarkan kriteria AIC dan SIC, pengujian kointegrasi dapat dilakukan untuk melihat jumlah kointegrasi sistem persamaan. Pada dasarnya terdapat beberapa cara untuk melakukan uji kointegrasi, yaitu uji kointegrasi Engle-Granger dan uji kointegrasi Johansen (Masyitho, 2006). Namun pada penelitian ini penulis menggunakan uji kointegrasi yang disebutkan terakhir, yaitu uji kointegrasi Johansen.
3.2.7.
Impulse Response Function (IRF) Sims menyatakan bahwa cara yang paling baik dalam mencirikan struktur
dinamis pada model adalah dengan menganalisa respon dari model terhadap guncangan (shock). IRF dapat melakukan hal ini dengan menunjukan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Brooks (2002) berpendapat bahwa IRF melacak respon dari variabel dependen dalam VAR terhadap guncangan dari variabel-variabel lain. Jadi, untuk setiap variabel dari masing-masing persamaan yang terpisah, suatu guncangan diaplikasikan pada error dan efeknya terhadap sistem VAR untuk beberapa waktu tercatat. Karenanya, apabila terdapat g variabel dalam sistem, total dari g2 impulse response dapat diketahui.
3.2.8. Variance Decomposition (VD) Brooks (2002) menyatakan bahwa VD merupakan metode yang sedikit berbeda untuk menganalisis dinamika sistem VAR. VD memberi proporsi pergerakan dalam variabel-variabel dependen yang terkait dengan guncangan dari variabel-variabel itu sendiri, disamping terhadap guncangan dari variabel-variabel lain. Suatu guncangan terhadap variabel ke-I tentunya akan berpengaruh langsung terhadap variabel tersebut, namun juga akan ditransmisikan kepada semua variabel lainnya dalam sistem melalui struktur dinamis dari VAR. VD menentukan berapa banyak s langkah ke depan mampu meramalkan error variance dari variabel yang dijelaskan terhadap guncangan dari variabel-variabel lain, pada s = 1,2,...., dan seterusnya. Dalam prakteknya, biasanya guncangan dari variabel itu sendiri menjelaskan sebagian besar (peramalan) error variance dari sistem VAR.
3.3.
Model Persamaan dan Variabel-Variabel Berikut adalah model persamaan yang penulis gunakan untuk melihat
keterkaitan beberapa variabel ekonomi terhadap volume KPRA di Indonesia. vkpra t c1 11 tkr c .. t 2 krt t c 3 .. m 2 t c 4 .. pdb t c 5 .. ihsg t c 6 .. npl c .. t 7 sbi t c 8 .. kurs c .. t 9 inf t c10 101
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
.. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
.. 110 vkpra t n 1u .. .. tkrt n 2 u .. .. krt t n 3u .. .. m 2 t n 4 u .. .. pdb t n 5 u ..(8) .. .. ihsg t n 6 u .. .. npl t n 7 u .. .. sbi t n 8u .. .. kurs t n 9 u .. 1010 inf t n 10 u
dimana: vkpra = Logaritma natural VKPRA (Volume KPRA) tkr
= Logaritma natural TKR (Total Kredit Perbankan)
krt
= Logaritma natural KRT (Konsumsi Rumah Tangga)
m2
= Logaritma natural M2 (quasy money)
pdb
= Logaritma natural PDB riil
ihsg
= Logaritma natural IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)
npl
= Rasio NPL (non-performing loan) perbankan
sbi
= Suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
kurs
= Logaritma natural kurs
inf
= Inflasi
c1
= Intercept, dimana: i, j (1, 2, ... , 10)
ij
= Lag operator, dimana: i, j (1, 2, ... , 10)
ij
= Guncangan acak, dimana: i, j (1, 2, ... , 10) Pengurutan variabel pada model didasarkan pada faktorisasi Cholesky.
Dalam penelitian ini, variabel yang relatif paling sulit dipengaruhi oleh variabel lain diletakkan pada matriks paling awal.
IV.
4.1.
HASIL DAN ANALISIS
Gambaran Umum Sektor Perumahan Indonesia Perkembangan industri properti (termasuk didalamnya sektor perumahan
dan apartemen) di Indonesia saat ini nampaknya menunjukkan pertumbuhan yang cukup meyakinkan. Hal ini ditandai dengan maraknya pembangunan perumahan, apartemen dan perhotelan. Dapat dilihat saat ini promo mengenai KPR bersubsidi dan juga penawaran-penawaran apartemen dalam berbagai media baik media massa maupun elektronik meningkat secara signifikan. Rumah dan apartemen saat ini memang menjadi salah satu peluang bisnis properti yang cukup menjanjikan. Hal ini didukung penelitian Santosa (2005), yang menyatakan bahwa mulai tahun 2005, di Indonesia beberapa peluang bisnis yang paling menjanjikan di bidang properti adalah, pertama, perumahan kelas menengah ke bawah dengan harga dibawah Rp. 200.000.000. Kedua, rumahrumah sederhana dengan harga Rp. 75.000.000 – Rp. 100.000.000 serta rumahrumah sehat sederhana dengan harga Rp. 45.000.000 – Rp. 74.000.000. Ketiga, apartemen kelas menengah dengan harga Rp. 200.000.000 – Rp. 300.000.000 per unit, dan keempat, pusat perdagangan di kota-kota besar. Terbukanya peluang bisnis properti, termasuk didalamnya kredit perumahan dan apartemen (KPRA) otomatis memberi peluang bagi bisnis-bisnis pendukung, seperti konsultan, pialang, agen-agen properti dan industri yang menopang bisnis properti ini, seperti semen, cat, besi, beton, kayu, dan sebagainya. Oleh karena itu dari perspektif makroekonomi, industri properti
memiliki cakupan usaha yang cukup luas, sehingga bergairahnya bisnis properti pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan terbukanya lapangan kerja. Demikian pula, karena itu properti juga menjadi indikator penting kesehatan ekonomi sebuah negara. Perkembangan industri properti Indonesia saat ini tentunya tidak terlepas dari dukungan pembiayaan industri perbankan dalam bentuk kredit properti, yang salah satu komposisinya berupa kredit pemilikan rumah dan apartemen (KPRA). Seperti telah disebutkan sebelumnya dalam Bab II, di Indonesia KPRA sejauh ini merupakan bentuk komposisi kredit properti yang paling mendominasi, diantaranya sebesar 62,6 persen pada tahun 2004. Berdasarkan pertimbangan atas kinerja industri properti Indonesia selama beberapa tahun terakhir, serta faktor-faktor pendukung di tahun-tahun ini, maka diperkirakan pertumbuhan kredit properti masih cukup prospektif selama beberapa tahun kedepan. Sebagai contoh, kita ketahui bahwa salah satu pendukung utama sektor properti khususnya di bidang perumahan saat ini adalah adanya kebijakan pemerintah yang mendukung pembangunan perumahan nasional. Pada saat ini pemerintah sedang mendorong pembangunan rumah sehat sederhana bagi kalangan menengah kebawah, diantaranya melalui kebijakan pemberian kredit perumahan bersubsidi melalui beberapa perbankan yang ditunjuk. Di Indonesia, sejauh ini kredit properti (khususnya KPRA) memang cukup menarik, apalagi jika dikaitkan dengan resikonya yang relatif rendah. Hal ini terlihat dari pertumbuhan persentase volume KPRA terhadap total kredit
perbankan tiap tahunnya (Tabel 4.1), walaupun porsi KPRA terhadap total kredit tersebut masih terhitung kecil jika dibandingkan dengan negara lain seperti Amerika yang baru-baru ini mengalami masalah subprime mortgage crisis. Tabel 4.1. Persentase Volume KPRA terhadap Total Kredit Perbankan Indonesia Periode Volume KPRA Periode Volume KPRA (Persen) (Persen) April 2005 7,9121 Juli 2006 9,4568 Mei 2005 7,8335 Agustus 2006 9,4289 Juni 2005 7,9937 September 2006 9,3642 Juli 2005 7,9978 Oktober 2006 9,4567 Agustus 2005 8,1104 November 2006 9,3598 September 2005 8,2151 Desember 2006 9,2376 Oktober 2005 8,3851 Januari 2007 9,5302 November 2005 8,3493 Februari 2007 9,5396 Desember 2005 8,1247 Maret 2007 9,6841 Januari 2006 8,5838 April 2007 9,8099 Februari 2006 8,6025 Mei 2007 9,8803 Maret 2006 9,4604 Juni 2007 9,6451 April 2006 9,5424 Juli 2007 9,7531 Mei 2006 9,4934 Agustus 2007 9,7293 Juni 2006 9,3563 September 2007 9,7625 Sumber: Bank Indonesia, diolah (2008)
Selain itu, menariknya kredit properti (termasuk KPRA) saat ini karena skim kredit yang jelas dan jaminan kredit yang relatif pasti. Berdasarkan resiko yang
relatif
rendah
tersebut,
diharapkan
perbankan
akan
cenderung
mengembangkan jenis KPRA ini yang memang masih sangat potensial di Indonesia. Selain itu, dilihat dari aspek pasar saat ini, kebutuhan terhadap pembangunan perumahan nasional diperkirakan masih akan meningkat. Masih banyak kebutuhan perumahan nasional yang belum bisa dipenuhi, sehingga hal ini merupakan peluang bagi perbankan untuk mengembangkan kredit properti, khususnya KPRA.
Namun demikian, melihat besarnya dominasi KPRA dalam komposisi kredit properti Indonesia, serta pengamatan atas pengalaman beberapa negara yang pernah mengalami masalah perekonomian yang bersumber dari masalah di sektor perumahan, maka pelaksanaan pengembangan bisnis properti di Indonesia (termasuk KPRA) harus dilakukan secara hati-hati. Karena bagaimanapun juga, sektor properti khususnya di bidang perumahan dan apartemen tentu dapat menimbulkan dampak negatif tersendiri bagi perekonomian jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat membantu atau memberi masukan bagi para stakeholder dalam melaksanakan usaha/aktivitas ekonomi di sektor properti khususnya bidang perumahan dan apartemen di Indonesia.
4.2.
Cross Correlation Variabel Ekonomi terhadap Volume KPRA Meskipun dalam penelitian ini variabel yang dianalisis tidak terlalu
banyak, akan tetapi diharapkan dapat memberi sedikit gambaran mengenai korelasi dan lamanya waktu yang dibutuhkan beberapa variabel makroekonomi dalam mempengaruhi volume KPRA di Indonesia. Pada bagian ini, akan dilihat apakah suatu variabel makroekonomi dikatakan sebagai leading, lagging, atau coincident indicator bagi volume KPRA. Selain itu dapat juga dilihat pola hubungan variabel-variabel tersebut. Pada tahap ini, sebelumnya ditentukan terlebih dahulu kriteria volatilitas dari pergerakan siklikal variabel-variabel penelitian ini, yang didapat dengan melakukan pembagian standar deviasi setiap variabel makroekonomi dengan nilai
rata-rata masing-masing seri data, dan dibuat dalam bentuk persen. Pada dasarnya, pergerakan siklikal setiap variabel memiliki volatilitas yang berbeda-beda. Ada yang memiliki volatilitas tinggi, medium, dan ada juga yang rendah. Suatu variabel dikategorikan memiliki volatilitas yang tinggi apabila nilai coefficient variation (CV) nya lebih dari 100 persen. Sementara variabel yang hasil pembagiannya kurang dari 50 persen, dikategorikan memiliki volatilitas rendah. Adapun hasil perhitungan kriteria volatilitas dari masing-masing variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2. Perhitungan Coefficient Variation (CV) Variabel Ekonomi Variabel Standar Rataan Deviasi DVKPRA (Volume KPRA) 0.045956 -5.14E-13 DTKR (Total Kredit) 0.030217 8.47E-13 DKRT (Konsumsi Rumah Tangga) 0.004210 -3.60E-13 DM2 (Quasy Money) 0.015903 -3.24E-12 DPDB (PDB riil) 0.006366 1.69E-13 DIHSG (IHSG) 0.095919 9.60E-13 DNPL (NPL) 1.516711 -1.64E-14 DSBI (Suku Bunga SBI) 1.804315 3.61E-13 DKURS (Kurs) 0.059329 -2.39E-13 DINF (Inflasi) 0.904570 -7.82E-14
CV (%) -8.94E+10 3.57E+10 -1.17E+10 -4.91E+09 3.77E+10 9.99E+10 -9.24E+13 5.00E+12 -2.48E+11 -1.16E+13
Sumber: Hasil Penelitian (2008)
Setelah diketahui kriteria volatilitas dari seluruh variabel penelitian, selanjutnya hasil uji cross correlation akan menunjukkan bagaimana korelasi antara beberapa variabel makroekonomi terhadap variabel volume KPRA, sehingga dapat diidentifikasi leading, coincident, atau lagging indicator bagi volume KPRA di Indonesia. Adapun hasil uji cross correlation penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3. Pola Siklikal Variabel Ekonomi dengan Variabel Referensi Fase Pergerakan Volatilitas Cross Correlation Arah Siklikal Lead/Lag Coefficient Leading Indicators Total Kredit (TKR) Tinggi -4 0.71 Procyclical Konsumsi Rumah Rendah -8 0.26 Acyclical Tangga (KRT) PDB Tinggi -8 0.40 Acyclical IHSG Tinggi -8 0.24 Acyclical NPL Rendah -2 0.20 Acyclical Kurs Rendah -2 0.69 Procyclical Rata-rata -5.3 0.42 Coincident Indicators Inflasi (INF) Rendah 0 0.19 Acyclical Lagging Indicators M2 (Quasy Money) Rendah +6 0.40 Acyclical Suku Bunga SBI Tinggi +4 0.66 Procyclical Rata-rata +5 0.53 Sumber: Hasil Penelitian Lampiran 1, (2008)
Pada Tabel 4.3 di atas ditunjukan bahwa terdapat enam variabel makroekonomi yang memiliki korelasi sebagai leading indicator terhadap volume KPRA di Indonesia. Artinya, siklikal dari enam variabel tersebut bergerak mendahului siklikal volume KPRA. Keenam variabel tersebut adalah total kredit (TKR), konsumsi rumah tangga (KRT), PDB riil, IHSG, NPL dan kurs, dengan masing-masing koefisien sebesar 0,71, 0,26, 0,40, 0,24, 0,20 dan 0,69. Rata-rata dari keenam variabel tersebut menunjukkan lead time 5,3 bulan dengan koefisisen korelasi 0,42. Variabel total kredit, PDB dan IHSG tergolong memiliki volatilitas yang tinggi, sedangkan variabel konsumsi rumah tangga, NPL dan kurs memiliki volatilitas yang relatif rendah. Hasil korelasi silang dari beberapa variabel dalam penelitian ini sesuai dengan hasil survei industri properti yang dilakukan BI dan LPPM IPB tahun 2007, yang menyimpulkan bahwa dari sekian banyak variabel yang dianalisis,
beberapa variabel yang memenuhi syarat untuk dijadikan leading indicator kredit properti Indonesia adalah IHSG, PDB riil, kurs dan NPL. Sementara itu, dari sembilan variabel yang dianalisis ternyata hanya satu variabel dalam penelitian ini yang berkorelasi sebagai coincident indicator terhadap volume KPRA, yaitu variabel inflasi dengan koefisien 0,19, dan variabel tersebut tergolong memiliki volatilitas rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa siklikal volume KPRA Indonesia bergerak bersamaan dengan pergerakan siklikal inflasi, walaupun arah siklikalnya acyclical dan nilai koefisien korelasinya pun relatif kecil. Masih berdasarkan hasil uji cross correlation, diketahui bahwa variabel yang berkorelasi sebagai lagging indicator bagi volume KPRA Indonesia adalah quasy money (M2) dan suku bunga SBI, dengan koefisien masing-masing sebesar 0,40 dan 0,66, dengan waktu lag rata-rata 5 bulan. Artinya siklikal dari M2 dan suku bunga SBI cenderung bergerak setelah pergerakan siklikal volume KPRA.
4.3.
Pengaruh Variabel Ekonomi terhadap Volume KPRA
4.3.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) Kestasioneran data merupakan hal yang sangat penting dalam analisis data time series. Hal ini karena penggunaan data yang tidak stasioner dalam model regresi dapat menyebabkan regresi lancung (spurious regression). Regresi lancung sediri terjadi ketika hasil regresi menunjukkan hubungan antara variabel yang signifikan secara statistik, namun sebenarnya hubungan tersebut tidak
memiliki makna kausal yang jelas. Regresi ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam penelitian terhadap suatu fenomena ekonomi yang sedang terjadi. Tahap uji stasioneritas data dilakukan dengan menggunakan test Augmented Dickey-Fuller (ADF) yang terdapat dalam software Eviews 4.1. Pada tahap ini akan dianalisis apakah suatu variabel mengandung akar unit (unit roots) atau tidak. Tahap awal dari pengujian data adalah dengan melihat kestasioneran data pada tingkat level. Apabila dari pengujian tersebut terdapat variabel yang tidak stasioner, maka perlu dilakukan pengujian pada first difference hingga seluruh variabel stasioner. Tabel 4.4. Uji Stasioneritas Data pada Level Variabel ADF Nilai Kritis MacKinnon Statistik 1% 5% 10% Ln_VKPRA 0.147110 -3.50559 -2.894332 -2.584325 -0.015876 -3.50559 -2.894332 -2.584325 Ln_TKR -9.217133 -3.50559 -2.894332 -2.584325 Ln_KRT 0.715286 -3.50559 -2.894332 -2.584325 Ln_M2 -10.08534 -3.50559 -2.894332 -2.584325 Ln_PDB 1.226424 -3.50559 -2.894332 -2.584325 Ln_IHSG -6.220614 -3.50559 -2.894332 -2.584325 NPL -0.275317 -3.50559 -2.894332 -2.584325 SBI -3.186054 -3.50559 -2.894332 -2.584325 Ln_Kurs -8.269022 -3.50559 -2.894332 -2.584325 INF
Keterangan Tidak stasioner Tidak stasioner Stasioner Tidak stasioner Stasioner Tidak stasioner Stasioner Tidak stasioner Stasioner Stasioner
Sumber: Hasil Penelitian Lampiran 2, (2008)
Suatu variabel dikatakan stasioner apabila nilai ADF test statistic lebih kecil secara aktual dari nilai kritis MacKinnon. Berdasarkan selang kepercayaan 95 persen, maka didapat hasil uji stasioneritas variabel-variabel penelitian dalam Tabel 4.4. Berdasarkan hasil pengujian pada tingkat level dapat diketahui bahwa dengan menggunakan taraf nyata 5 persen, terdapat lima variabel yang tidak stasioner, yaitu volume kredit pemilikan rumah dan apartemen (volume KPRA),
total kredit perbankan (TKR), quasy money (M2), indeks harga saham gabungan (IHSG) dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (suku bunga SBI). Untuk itu, perlu dilakukan uji kestasioneran data pada first difference. Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa seluruh variabel telah stasioner pada first difference karena nilai ADF test statistic variabel-variabel itu secara aktual lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon 5 persen. Tabel 4.5. Uji Stasioneritas Data pada First Difference Variabel ADF Nilai Kritis MacKinnon Statistik 1% 5% 10% Ln_VKPRA -12.00101 -3.506484 -2.894716 -2.584529 -9.245388 -3.506484 -2.894716 -2.584529 Ln_TKR -6.285330 -3.506484 -2.894716 -2.584529 Ln_KRT -9.300593 -3.506484 -2.894716 -2.584529 Ln_M2 -6.339059 -3.506484 -2.894716 -2.584529 Ln_PDB -8.772589 -3.506484 -2.894716 -2.584529 Ln_IHSG -7.044836 -3.506484 -2.894716 -2.584529 NPL -4.510262 -3.506484 -2.894716 -2.584529 SBI -8.665740 -3.506484 -2.894716 -2.584529 Ln_Kurs -14.15994 -3.506484 -2.894716 -2.584529 INF
Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Sumber: Hasil Penelitian Lampiran 3, (2008)
4.3.2. Lag Optimum Setelah melakukan uji stasioneritas data, maka tahap selanjutnya adalah menentukan jumlah lag optimum dari sebuah sistem persamaan. Hal ini penting karena dalam persamaan simultan, suatu variabel dipengaruhi oleh lag dari variabel itu sendiri dan lag dari variabel lainnya. Sebelum mencari nilai lag optimum, perlu dicari terlebih dahulu panjang lag maksimum dimana sistem VAR akan stabil. Panjang lag maksimum dari model penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dengan menggunakan kriteria informasi Akaike Information Criterion (AIC), nilai terendah tercapai pada saat lag enam. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah lag optimum dari model penelitian ini adalah enam. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 4.6. Penetapan Lag Optimum Lag 0 1 2 3 4 5 6 Sumber : Hasil Penelitian Lampiran 5, (2008) Catatan
AIC -30.71440 -32.00016 -31.36063 -32.16585 -33.01262 -34.68565 -39.40973*
: * merupakan lag optimum
4.3.3. Analisis Kointegrasi Enders (2004) menyatakan bahwa jika suatu variabel atau lebih tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antara variabel dalam sistem akan bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil. Tabel 4.7. Uji Kointegrasi Hypothesized Eigenvalue No. of CE(s) None** 0.611869 At most 1 ** 0.569102 At most 2 ** 0.517108 At most 3 ** 0.433453 At most 4 ** 0.359303 At most 5 0.287781
Trace Statistic 384.6416 301.3572 227.2713 163.2106 113.2094 74.03182
5 Percent Critical Value 250.84 208.97 170.80 136.61 104.94 77.74
1 Percent Critical Value 263.94 222.46 182.51 146.99 114.36 85.78
Catatan: **signifikan pada taraf nyata 5 % dan 1%
Uji kointegrasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara nilai trace statistic dengan
critical value yang digunakan yaitu 5 persen. Sebelum melakukan uji kointegrasi, perlu dicari terlebih dahulu asumsi deterministik yang digunakan. Pada model penelitian ini, asumsi deterministik yang digunakan adalah asumsi 5 (quadratic, intercept and trend in CE-Linear trend in VAR). Hasil uji kointegrasi disajikan dalam Tabel 4.7. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa terdapat empat persamaan kointegrasi yang signifikan dalam model.
4.3.4. Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) Pada Tabel 4.8 disajikan hasil estimasi VECM dari penelitian ini. Berdasarkan estimasi VECM tersebut, dapat dilihat hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari variabel makroekonomi yang ada dalam penelitian ini terhadap volume KPRA di Indonesia. Pada analisis jangka pendek untuk volume KPRA, terdapat empat persamaan kointegrasi yang signifikan secara statistik. Dugaan parameter koreksi kesalahan keempat persamaan kointegrasi tersebut masing-masing sebesar -0,43, 0,39, -0,94 dan -0,19. Masih berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa lag pertama volume KPRA, total kredit perbankan (TKR) dan inflasi (INF) secara statistik berpengaruh signifikan terhadap volume KPRA dalam jangka pendek. Adapun lag pertama dari variabel konsumsi rumah tangga (KRT), quasy money (M2) dan PDB riil secara statistik tdak berpengaruh signifikan terhadap volume KPRA baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan variabelvariabel yang secara statistik berpengaruh signifikan terhadap volume KPRA
dalam jangka panjang ialah lag pertama IHSG, NPL, suku bunga SBI, nilai tukar (kurs) dan inflasi. Tabel 4.8. Estimasi VECM Variabel Volume KPRA Variabel Koefisien Jangka Pendek D(LN_VKPRA(-1)) -0.217056 D(LN_TKR(-1)) -0.506806 D(LN_KRT(-1)) 0.504803 D(LN_M2(-1)) -0.073495 D(LN_PDB(-1)) -0.485954 D(LN_IHSG(-1)) -0.067755 D(NPL(-1)) -0.001509 D(SBI(-1)) 0.000543 D(LN_KURS(-1)) -0.126902 D(INF(-1)) 0.006087 C 0.030860 CointEq1 -0.426630 CointEq2 0.391635 CointEq5 -0.944189 CointEq4 -0.188834 CointEq3 0.175114 Jangka Panjang LN_IHSG(-1) 0.094935 NPL(-1) -0.004190 SBI(-1) 0.009475 LN_KURS(-1) -0.382802 INF(-1) 0.043219 C 14.49480
T-Statistik -2.02217* -2.05529* 0.61175 -0.22007 -1.46055 -1.31319 -0.42451 0.05770 -1.02160 2.03229* 4.19709* -3.94151* 2.69240* -1.91226* -2.18099* 0.90191 2.39582* -2.37682* 4.33652* -4.20996* 6.19129* -
Sumber : Hasil Penelitian Lampiran 8, (2008) Catatan : *signifikan pada taraf nyata 5%
Pada analisis jangka pendek, dugaan parameter lag pertama volume KPRA sebesar -0,22 mengindikasikan bahwa peningkatan 1 persen pada volume KPRA periode sebelumnya dapat menyebabkan penurunan volume KPRA pada periode berikutnya sebesar 0,22 persen. Hal ini dapat terjadi karena jika pada periode sebelumnya volume KPRA meningkat, maka pada periode berikutya para pelaku bisnis properti dan penyedia jasa KPRA cenderung mengurangi volume KPRA
dengan maksud untuk mengendalikan jumlah penawaran (supply) KPRA agar tidak terjadi kelebihan penawaran (oversupply). Hal ini sejalan dengan pendapat Ciputra sebagai salah seorang pelaku bisnis properti ternama di Indonesia yang menyatakan bahwa kelebihan penawaran (oversupply) pada bisnis properti dapat menimbulkan kekhawatiran tersendiri di kalangan para pengembang sektor properti karena dapat menyebabkan kerugian bagi para pengembang dan demikian juga meningkatkan resiko bagi penyedia jasa kredit di sektor tersebut. Adapun pengaruh negatif dari total kredit (TKR) terhadap VKPRA pada jangka pendek dapat terjadi karena adanya diversifikasi resiko atas penyaluran kredit yang dilakukan oleh para penyedia jasa KPRA, baik itu bank atau lembaga keuangan lainnya. Untuk variabel inflasi yang secara statistik berpengaruh positif terhadap volume KPRA baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, hal ini dapat terjadi karena inflasi cenderung meningkatkan ekspektasi masyarakat akan kenaikan tingkat harga di masa mendatang, sehingga mendorong peningkatan permintaan KPRA. Signifikannya inflasi dalam mempengaruhi volume KPRA Indonesia ini juga sesuai dengan hasil penelitian Taylor (2007), yang menyimpulkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembangunan perumahan adalah inflasi. Selain itu, penelitian Mishkin (2007) juga menyebutkan bahwa perubahan dalam ekspektasi inflasi (terutama inflasi harga perumahan) berpengaruh penting terhadap permintaan perumahan, dimana ekspektasi akan tingginya inflasi harga perumahan di masa mendatang dapat menstimulus kenaikan permintaan akan perumahan.
KPRA pada umumnya merupakan kredit yang memiliki jangka waktu jatuh tempo cukup panjang/lama. Oleh karena itu dapat dipahami bila perubahan IHSG, NPL, dan nilai tukar dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap volume KPRA. Akan tetapi dalam jangka panjang kondisi IHSG akan mempengaruhi pandangan pelaku bisnis properti dan penyedia jasa kredit terhadap sektor perumahan, sehingga seperti ditunjukkan oeh nilai dugaan parameternya, peningkatan 1 persen pada IHSG dapat meningkatkan volume KPRA sebesar 0,1 persen. Sedangkan untuk variabel NPL, nilai dugaan parameter -0,004 mengindikasikan bahwa peningkatan NPL sebesar 1 persen dapat menurunkan volume KPRA sebesar 0,004 persen. Hal ini mencerminkan bahwa perbankan cenderung bersikap backward looking (melihat kondisi periode sebelumnya), sehingga tingginya NPL akan diikuti oleh rendahnya penyaluran KPRA, atau dengan kata lain meningkatnya NPL akan membuat perbankan atau penyedia jasa kredit lebih berhati-hati atau bahkan mengurangi jumlah penyaluran kreditnya termasuk untuk KPRA. Selanjutnya, sebagaimana diketahui dalam dunia perekonomian khususnya perbankan terdapat berbagai jenis suku bunga, termasuk didalamnya suku bunga KPR dan KPA. Walaupun nilai dari tiap suku bunga tersebut berbeda-beda sesuai dengan jenisnya akan tetapi hampir semua suku bunga tersebut pada dasarnya mengacu pada suku bunga SBI. Namun demikian, secara aktual seringkali suku bunga KPR dan KPA bergerak sangat lambat dalam menyesuaikan diri terhadap
perubahan suku bunga SBI, walaupun pada jangka panjang kedua suku bunga tersebut senantiasa bergerak mengikuti pergerakan suku bunga SBI. Menurut seorang analis perbankan Indonesia Ryan Kiryanto, adanya jeda waktu (time lag) dalam penyesuaian berbagai suku bunga terhadap perubahan suku bunga SBI diantaranya disebabkan oleh adanya deposito yang belum jatuh tempo. Setelah semua deposito jatuh tempo, barulah bank-bank dapat melakukan penyesuaian. Akan tetapi, penyesuaian suku bunga tersebut dapat berlangsung lebih cepat apabila bank tersebut efisien. Artinya, jika bank tersebut efisien, maka spread suku bunga dapat ditekan sekecil mungkin. Oleh karena itu, terkait dengan hasil estimasi VECM dalam penelitian ini, wajar bila secara statistik variabel SBI kurang signifikan mempengaruhi volume KPR dalam jangka pendek, akan tetapi berpengaruh signifikan dalam jangka panjang. Signifikansi suku bunga dalam mempengaruhi volume KPRA ini juga sesuai dengan hasil penelitian Tepus (2005) yang menyimpulkan bahwa suku bunga adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pembiayaan perumahan. Demikian juga dengan hasil Survei Industri Properti yang dilakukan atas kerjasama BI dan LPPM IPB yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga adalah salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi jumlah penyaluran kredit properti, melalui pengaruhnya terhadap NPL sektor properti dan juga minat dari konsumen kredit properti. Adapun nilai dugaan parameter variabel suku bunga SBI sebesar 0,01 dalam penelitian ini mengandung arti bahwa peningkatan 1 persen dalam suku bunga SBI dapat meningkatkan volume KPRA sebesar 0,01 persen. Hal ini dapat terjadi karena lebih kuatnya pengaruh perubahan suku bunga terhadap volume
KPRA dari sisi penawaran dibandingkan dari sisi permintaan kredit. Sebagaimana dikemukakan dalam Bab II, Teori Keynes menyatakan bahwa tingginya suku bunga cenderung meningkatkan minat kreditur dalam menyalurkan kredit. Hampir sama dengan suku bunga SBI, NPL dan IHSG, karena KPRA umumnya merupakan kredit yang bersifat jangka panjang, maka perubahan nilai tukar atau kurs tidak akan terlalu berpengaruh terhadap volume KPRA. Namun demikian, dalam jangka panjang, depresiasi nilai tukar dapat mempengaruhi atau bahkan menurunkan kemampubayaran debitur KPRA, dan juga mengganggu kemampuan likuiditas penyedia jasa KPRA, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung (melalui peningkatan NPL), hal tersebut akan mempengaruhi atau menurunkan volume KPRA dalam jangka panjang. Hal ini didukung dengan nilai dugaan parameter sebesar -0,38, yang mengindikasikan bahwa depresiasi nilai tukar mata uang domestik (Rupiah) sebesar 1 persen, dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan volume KPRA sebesar 0,38 persen. Selanjutnya, masih berdasarkan hasil estimasi VECM, diketahui bahwa dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang secara statistik tidak berpengaruh signfikan terhadap volume KPRA baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, yaitu lag pertama konsumsi rumah tangga (KRT), M2, dan PDB riil. Hal ini dapat terjadi karena pada masa kini konsumsi akan tempat tinggal telah menjadi kebutuhan primer/dasar bagi mayoritas konsumen, sehingga berapapun tingkat KRT, M2 dan pertumbuhan ekonomi, hal ini tidak akan terlalu berpengaruh pada volume KPRA.
4.4.
Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas dari
variabel-variabel dalam suatu persamaan. Tahapan ini dapat dilakukan dengan menggunakan VAR Pairwise Granger Causality Test, sehingga keterkaitan antara variabel-variabel dalam suatu penelitian akan terlihat. Khusus dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger lebih ditujukan untuk melihat kausalitas antara volume KPRA dan business cycle Indonesia (melalui variabel PDB riil). Tabel 4.9. Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) Pairwise Granger Causality Test Null Hypothesis Obs F-Statistic LN_PDB does not Granger Cause 78 2.60597 LN_VKPRA LN_VKPRA does not Granger Cause 0.97396 LN_PDB
Probability 0.00836* 0.48484
Sumber : Hasil Penelitian Lampiran 9, (2008) Catatan : *signifikan pada taraf nyata 5%
Hipotesis awal (H0) yang diuji adalah tidak adanya kausalitas antar variabel (dalam hal ini antara VKPRA dan PDB riil, serta sebaliknya). Sementara hipotesis alternatif (H1) adalah adanya kausalitas antar variabel. Untuk menolak ataupun menerima H0, kita perlu melihat nilai probability dari hasil uji Granger tersebut. Apabila nilai probability lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (dalam penelitian ini taraf nyata yang digunakan adalah 5 persen), maka H0 ditolak. Adapun hasil uji kausalitas Granger pada penelitian ini (sebagaimana tertera pada Tabel 4.9) menunjukkan bahwa hanya terdapat hubungan satu arah dari PDB riil ke volume KPRA, atau dengan kata lain PDB riil Granger cause VKPRA. Fenomena ini dapat dijelaskan sebagai berikut, ketika terjadi kenaikan
output, maka situasi perekonomian dapat dikatakan cukup membaik dan menarik di kalangan investor yang kemudian mendorong kenaikan investasi di sektor properti, dan selain itu dapat pula meningkatkan daya beli masyarakat termasuk daya beli (konsumsi) terhadap produk properti, sehingga volume KPRA pun ikut meningkat.
4.5.
Variance Decomposition Volume KPRA Pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 disajikan hasil variance decomposition
(VD) dari variabel volume KPRA. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa varians volume KPRA dominan dipengaruhi oleh varians variabel itu sendiri hingga periode 19 dengan proporsi 25,56 persen. Pada periode 20-29, varians IHSG merupakan varians terbesar yang mempengaruhi varians VKPRA dengan proporsi 25,36 persen pada periode 20 dan 22.01 persen pada periode 29. Selanjutnya, hingga akhir periode, varians PDB merupakan varians terbesar yang mempengaruhi varians VKPRA dengan proporsi 33,72 persen pada akhir periode. Relatif besarnya varians IHSG dalam mempengaruhi varians VKPRA dalam analisis ini menunjukan bahwa kondisi IHSG pada periode tertentu cukup mempengaruhi pandangan para pelaku ekonomi di sektor perumahan, termasuk di dalamnya pelaku bisnis properti, penyedia jasa KPRA dan konsumen KPRA itu sendiri.
Tabel 4.10. Hasil Variance Decomposition Volume KPRA (bagian 1) Variabel Periode Dijelaskan oleh Guncangan Dependen kedepan Ln_VKPRA Ln_TKR Ln_KRT Ln_M2 (bulan) 1 100.00 0.00 0.00 0.00 Ln_VKPRA 2 91.09 3.99 0.47 0.54 3 79.16 9.42 1.66 1.03 4 68.18 14.09 3.23 1.29 5 59.22 17.49 4.81 1.36 10 36.76 22.43 8.29 0.84 15 29.18 20.11 7.02 1.11 20 24.76 16.31 5.45 2.54 25 21.10 12.95 4.96 4.74 30 18.09 10.40 5.38 7.13 35 15.83 8.61 6.03 9.24 40 14.22 7.56 6.40 10.81 45 13.09 7.26 6.37 11.82 50 12.28 7.56 6.02 12.34 55 11.69 8.17 5.53 12.53 60 11.24 8.81 5.02 12.55 Sumber : Hasil Penelitian Lampiran 10, (2008)
Tabel 4.11. Hasil Variance Decomposition Volume KPRA (bagian 2) Variabel Periode Dijelaskan oleh Guncangan Dependen kedepan Ln_PDB Ln_IHSG NPL SBI Kurs (bulan) 1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Ln_VKPRA 2 0.86 2.69 0.09 0.22 0.00 3 2.37 5.77 0.18 0.28 0.02 4 3.95 8.49 0.26 0.24 0.04 5 5.31 10.89 0.34 0.19 0.05 10 8.31 20.02 1.05 0.81 0.22 15 10.09 24.66 2.08 2.09 1.50 20 13.33 25.36 2.98 2.97 3.48 25 17.79 23.78 3.40 3.20 4.95 30 22.45 21.58 3.29 2.99 5.44 35 26.56 19.75 2.90 2.65 5.22 40 29.73 18.61 2.45 2.30 4.72 45 31.85 18.18 2.09 2.01 4.18 50 33.05 18.32 1.82 1.78 3.70 55 33.57 18.85 1.61 1.60 3.31 60 33.72 19.57 1.44 1.48 3.03 Sumber : Hasil Penelitian Lampiran 10, (2008)
INF 0.00 0.04 0.11 0.21 0.35 1.27 2.17 2.82 3.14 3.24 3.23 3.20 3.16 3.13 3.12 3.14
4.6.
Analisis Impulse Response Function (IRF) Pada tahap ini dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh perubahan
dari satu variabel pada variabel itu sendiri atau variabel lainnya. Estimasi yang dilakukan untuk IRF ini dititikberatkan pada respon suatu variabel pada perubahan satu standar deviasi dari variabel itu sendiri maupun dari variabel lainnya yang terdapat dalam model. Adapun penerapan analisis IRF dalam penelitian ini dilakukan secara berurut (pada variabel tertentu) berdasarkan matriks korelasi (Lampiran 11), yaitu mulai dari variabel yang relatif mudah dipengaruhi berdasarkan hasil matriks korelasi tersebut. Sebagai variabel yang relatif lebih mudah/sensitif dipengaruhi oleh variabel lainnya daripada PDB riil, maka analisis IRF pada penelitian ini pertamatama dilakukan untuk mengamati respon dari IHSG terhadap guncangan volume KPRA Indonesia, dan sebaliknya (respon volume KPRA terhadap guncangan IHSG). Berdasarkan Gambar 4.1, diketahui bahwa guncangan pada volume KPRA sebesar satu standar deviasi direspon positif oleh IHSG sepanjang 50 periode, dan respon positif tersebut cenderung persistent pada kisaran 0,025 persen sejak periode ke-23. Secara ekonomi, hasil uji ini mengindikasikan bahwa di Indonesia, guncangan-guncangan pada volume KPRA belum terlalu mampu mengganggu atau menimbulkan efek negatif pada bursa saham. Hal ini bisa terjadi karena belum mendominasinya proses pemilikan tempat tinggal melalui KPRA di Indonesia, seperti tercermin pada data di Tabel 1.1, dimana dilaporkan bahwa di Indonesia proses pemlikan rumah di Indonesia masih didominasi oleh sistem pembayaran secara tunai.
Demikian pula hal ini sejalan dengan hasil survei mengenai industri properti yang dilakukan BI dan LPPM IPB (2007) yang menemukan bahwa sejumlah besar konsumen residensial (sekitar 40 persen) melakukan pembelian rumah dengan menggunakan dana sendiri (bukan kredit), dengan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut: (i) tidak ingin terlibat hutang, (ii) prosedur perbankan yang rumit, serta (iii) memiliki dana yang cukup. Responseof LN_IHSGto Cholesky One S.D. LN_VKPRA Innovation .028 .024 .020 .016 .012 .008 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Hasil Penelitian (2008)
Gambar 4.1. Respon IHSG terhadap Guncangan Volume KPRA Indonesia Begitupula dengan respon volume KPRA terhadap guncangan IHSG sebesar satu standar deviasi adalah positif sepanjang 50 periode, sebagaimana tersaji dalam Gambar 4.2. Adapun respon positif tersebut cenderung persistent pada kisaran 0,0059 mulai periode 39. Hal ini menunjukkan bahwa volume KPRA mebutuhkan waktu cukup lama untuk kembali stabil akibat adanya guncangan pada IHSG.
Response of LN_VKPRA to Cholesky One S.D. LN_IHSG Innovation .006 .005 .004 .003 .002 .001 .000 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Hasil Penelitian (2008)
Gambar 4.2. Respon Volume KPRA terhadap Guncangan IHSG Indonesia Adapun respon business cycle terhadap guncangan volume KPRA sebesar satu standar deviasi disajikan dalam Gambar 4.3. Pada gambar tersebut terlihat bahwa sepanjang 50 periode, guncangan pada volume KPRA direspon secara positif oleh PDB riil. Mulai periode 14 dan seterusnya, guncangan volume KPRA tersebut cenderung direspon secara persistent dengan tingkat respon berkisar pada 0,004 persen. Respon positif ini mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang, pertumbuhan volume KPRA akan meningkatkan permintaan masyarakat terhadap sektor perumahan (termasuk hal-hal yang berkaitan dengan sektor perumahan) melalui konsumsi, dan juga meningkatkan permintaan investasi (khususnya yang berkaitan dengan sektor perumahan/properti), sehingga pada akhirnya berdampak pada peningkatan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Hasil uji IRF mengenai respon business cycle ini sejalan dengan kesimpulan pengamatan Pusat Studi Properti Indonesia (seperti telah dipaparkan
dalam Bab II), yang menyatakan bahwa selama 25 tahun terakhir di Indonesia, volume KPRA cenderung bergerak searah dengan business cycle, baik itu saat ekspansi ataupun resesi. Response of LN_PDB to Cholesky One S.D. LN_VKPRA Innovation .006 .005 .004 .003 .002 .001 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Hasil Penelitian (2008)
Gambar 4.3. Respon Business Cycle terhadap Guncangan Volume KPRA Indonesia Adapun respon sebaliknya (respon volume KPRA terhadap guncangan business cycle) sebagaimana tersaji dalam Gambar 4.4 menunjukkan bahwa sepanjang 50 periode, guncangan sebesar satu standar deviasi pada PDB riil juga direspon positif oleh volume KPRA. Respon positif tersebut cenderung persistent pada kisaran 0,0096 mulai perioe 18. Hal ini mengindikasikan bahwa guncangan dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak menurunkan minat masyarakat terhadap KPRA sepanjang 50 periode, dan hal tersebut dapat terjadi mengingat bahwa saat ini kebutuhan terhadap rumah/tempat tinggal telah menjadi kebutuhan primer/dasar bagi mayoritas masyarakat Indonesia.
Response of LN_VKPRA to Cholesky One S.D. LN_PDB Innovation .012 .010 .008 .006 .004 .002 .000 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Hasil Penelitian (2008)
Gambar 4.4. Respon Volume KPRA terhadap Guncangan Business Cycle Indonesia 4.7.
Implikasi Kebijakan Sejauh ini kebijakan di sektor properti khususnya terkait KPRA (Kredit
Pemilikan Rumah dan Apartemen) telah cukup baik dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait, diantaranya adalah kebijakan pemerintah untuk mensubsidi penyediaan rumah dan apartemen bagi kelas meengah kebawah. Selain itu adanya bank di Indonesia yang cenderung berkonsentrasi terhadap pembiayaan KPRA menunjukkan bahwa KPRA masih mendapat perhatian khusus dan dipandang sebagai salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian. Adapun terkait dengan penelitian ini, diantaranya melihat hasil analisis impulse response function (IRF) yang menunjukkan bahwa selama beberapa periode yang diteliti (50 periode) guncangan pada volume KPRA direspon positif
oleh PDB riil Indonesia, maka sejauh ini sebaiknya insentif-insentif untuk meningkatkan volume KPRA semakin diperbanyak, karena data Bank Indonesia menyebutkan bahwa kontribusi sektor perumahan terhadap perekonomian Indonesia masih relatif rendah (hanya 1,4 persen pada tahun 2007) jika dibandingkan dengan negara lain, misalnya Amerika yang mencapai 8 persen pada tahun yang sama. Namun, walaupun kontribusi sektor perumahan terhadap perekonomian Indonesia masih relatif rendah, tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan volume KPRA dapat menimbulkan efek berganda yang cukup positif bagi perekonomian, diantaranya peningkatan lapangan kerja di sektor properti, peningkatan konsumsi dan investasi sektor properti, serta utamanya dapat membantu pemenuhan kebutuhan papan (pemilikan tempat tinggal) bagi penduduk Indonesia. Adapun kebijakan yang dapat dijadikan insentif untuk meningkatkan volume KPRA tersebut diantaranya adalah dengan mempermudah prosedur pengajuan KPRA di lingkungan perbankan, merangsang bertambahnya jumlah lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam pembiayaan perumahan dan mempertahankan atau bahkan meningkatkan program KPRA bersubsidi yang sejauh ini telah cukup baik dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian, kegiatan pemberian insentif untuk meningkatkan volume KPRA tersebut harus tetap dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, seperti kehati-hatian dalm penyaluran kredit (pemilihan debitur). Hal ini demi menghindari masalah di sektor properti khususnya KPRA, seperti peningkatan kredit macet (NPL) yang dapat berdampak buruk bagi perekonomian.
Selain itu ekspansi volume KPRA juga harus senantiasa disertai dengan pemantauan daya serap pasar. Jangan sampai volume KPRA tumbuh jauh melebihi pertumbuhan daya serap pasar, hingga akhirnya terjadi kelebihan jumlah penawaran (oversupply) yang dapat merugikan banyak pihak, baik itu pemerintah, perbankan dan para pengembang atau pelaku bisnis properti. Adapun terkait dengan penelitian ini, beberapa variabel ekonomi yang dapat dijadikan acuan dalam ekspansi KPRA Indonesia diantaranya adalah lag volume KPRA dan total kredit perbankan. Maksudnya, jumlah atau volume KPRA dan total kredit perbankan pada periode sebelumnya harus benar-benar diperhatikan dalam menyalurkan KPRA pada periode berikutnya. Masih berdasarkan penelitian ini, melihat hasil estimasi VAR/VECM yang menunjukkan bahwa inflasi adalah variabel yang berpengaruh signifikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, maka diharapkan pemerintah dan otoritas moneter (Bank Indonesia) benar-benar mampu menjaga stabilitas inflasi Indonesia. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan mengefektifkan pelaksanaan paket kebijakan inflation targetting framework (ITF). Sinergisasi antara otoritas fiskal dan moneter dalam pengendalian inflasi penting, mengingat sejauh ini di Indonesia inflasi secara dominan dikontribusi besar oleh sektor riil khususnya melalui komoditas strategis, seperti bahan-bahan pokok dan bahan bakar minyak (BBM). Hal ini sebagaimana didukung oleh penelitian Widoatmodjo (2006) yang menyatakan bahwa selama 17 tahun pemantauan (dari tahun 1979 sampai 2006) sejak penggunaan IHK/indeks harga konsumen sebagai indikator inflasi Indonesia, sektor makanan menduduki rekor
dalam hal angka inflasi tertinggi. Bahkan sektor tersebut menunjukkan angka tertinggi dalam inflasi per sektor sebanyak 8 kali. Menyusul kemudian sektor perumahan 5 kali dan kemudian sektor sandang dan aneka barang serta jasa, yang masing-masing 2 kali. Sehingga disimpulkan bahwa inflasi Indonesia ternyata lebih banyak disebabkan oleh sektor riil, dan ini pun sebenarnya sumbernya terbatas pada komoditi strategis yang pemasarannya diatur oleh pemerintah, misalnya beras, gula, semen, BBM dan listrik. Oleh karena itu, untuk kasus Indonesia pengendalian infasi tidak dapat ditekankan pada otoritas moneter saja, tapi juga perlu dukungan kuat atau kerjasama yang baik dari pemegang otoritas fiskal (pemerintah). Jika otoritas moneter dapat melakukan pengendalian inflasi melalui pelaksanaan paket kebijakan ITF, maka hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk ikut membantu pengendalian inflasi diantaranya adalah melakukan kontrol akan efektivitas pelaksanaan kebijakan ITF serta pengaturan anggaran pengeluaran pemerintah (termasuk subsidi) sekaligus pengendalian ketersediaan dan alokasi atas komoditas strategis yang rentan inflasi.
V.
5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pada penelitian ini dianalisis mengenai beberapa hal yang berkaitan
dengan volume KPRA di Indonesia. Hal pertama yang dapat diketahui dari penelitian ini adalah bahwa dari sembilan variabel makroekonomi yang dianalis, hanya variabel inflasi yang berkorelasi sebagai coincident indicator bagi siklikal volume KPRA Indonesia. Sedangkan variabel total kredit, konsumsi rumah tangga, PDB, IHSG, NPL dan kurs berkorelasi sebagai leading indicator bagi siklikal volume KPRA. Adapun yang berkorelasi sebagai lagging indicator adalah quasy money (M2) dan suku bunga SBI. Varians yang relatif besar pengaruhnya terhadap varians volume KPRA adalah varians volume KPRA itu sendiri, disusul oleh varians IHSG dan selanjutnya oleh varians PDB hingga akhir periode. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi IHSG cukup mempengaruhi pandangan para pelaku bisnis properti (khususnya perumahan dan apartemen) baik itu produsen ataupun konsumen terhadap kredit pemilikan rumah dan apartemen. Selanjutnya, uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa hanya terdapat hubungan satu arah dari PDB riil ke volume KPRA. Sementara itu, hasil analisis impuls response function (IRF) menunjukkan bahwa guncangan pada volume KPRA direspon positf oleh business cycle selama 50 periode, ini menunjukkan bahwa sepanjang 50 periode, guncangan dalam volume KPRA belum mampu menimbulkan efek-efek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut
dapat dipahami mengingat masih rendahnya pemilikan rumah melalui sistem KPR di Indonesia, dan juga relatif masih rendahnya kontribusi sektor perumahan terhadap PDB Indonesia yang hanya 1,4 persen pada tahun 2007, jika dibandingkan dengan kontribusi sektor perumahan terhadap negara lain (seperti Amerika) yang mencapai 8 persen pada tahun yang sama.
5.2.
Saran Berdasarkan penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat diajukan,
diantaranya yaitu saran untuk memperbanyak insentif yang mendorong peningkatan
volume
penyederhanaan
KPRA
prosedur
Indonesia.
pengajuan
Insentif
KPRA
di
tersebut
dapat
lingkungan
berupa
perbankan,
rangsangan-rangsangan agar bertambahnya jumlah bank/lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam pembiayaan perumahan, serta mempertahankan atau bahkan meningkatkan program subsidi KPRA yang sejauh ini telah cukup baik dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian, pemberian insentif dalam rangka ekspansi volume KPRA tersebut harus senantiasa disertai dengan pemantauan daya serap pasar, dan dilakukan tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Adapun melihat hasil estimasi VAR/VECM, yang menunjukkan bahwa inflasi adalah variabel yang berpengaruh signifikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, maka diharapkan pemerintah dan otoritas moneter Indonesia benar-benar mampu menjaga stabilitas inflasi Indonesia, diantaranya
melalui pelaksanakan paket kebijakan inflation targetting framework (ITF) secara efektif. Saran terakhir, karena dalam penelitian ini penulis hanya menganalisis beberapa faktor ekonomi yang mempengaruhi volume KPRA di Indonesia saja, maka untuk kemajuan ilmu pengetahuan, penelitian selanjutnya diharapkan mampu menganalisis lebih dalam mengenai kredit perumahan di Indonesia, misalnya dengan menambah beberapa faktor lain yang mungkin berpengaruh, dan bahkan membandingkannya dengan kondisi atau masalah kredit perumahan di negara lain, seperti Amerika.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2000-2007. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. Bank Indonesia. 2007. Laporan Tahunan Bank Indonesia 2006/2007. Bank Indonesia, Jakarta. Brooks, C. 2002. Introduction Econometrics for Finance. Cambridge University Press, United Kingdom. Enders, W. 2004. Applied Economic Time Series. Second Edition. John Wiley & Sons, Inc, USA. Greenwald, B. dan J. Stiglitz. 2003. Towards a New Paradigm in Monetary Economics. Cambridge University Press, United Kingdom. Hossain, A. dan A. Chowdury. 1998. Open-Economy Macroeconomics for Developing Countries. Edward Elgar Publishing, Inc, USA. Klein, J. dan R. Bestani. 2002. Housing Finance in Asia. Asian Developmet Bank, Manilla. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB dan Bank Indonesia 2007. Laporan Survei Industri Properti Indonesia. Jakarta. Mankiw, N. G. 2000. Pengantar Ekonomi. Jilid 2. Munandar dan Salim [penerjemah]. Sumiharti dan Kristiaji [editor]. Erlangga, Jakarta. Mara, M.Y.I. dan Imansyah. Penentuan Bobot Resiko Kredit untuk Rumah Tinggal: Studi Kasus Indonesia. Buletin Ekonomi dan Moneter dan Perbankan. Bank Indonesia, Jakarta Masyitho, S. 2006. Analisis Pengaruh Uang terhadap Business Cycle Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Meganada, I Wayan. 1990. Pola Tata Ruang Arsitektur Tradisional Bali dalam Perumahan KPR BTN di Bali, Tesis Riset. Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung, Bandung. Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking and Financial Markets. Sixth Edition. The Addison-Wesley, New York.
Mishkin, F. S. 2007. “Housing and Monetary Transmission Mechanism”. NBER Working Papers Series. 13518: 11-12. Nachrowi, D. N. dan H. Usman. 2002. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Niemiera, M. P. dan Klein, P. A. 1994. Forecasting Financial and Economic Cycles. John Wiley & Sons, New York. Nilson, R. dan O. Brunet. 2005. Composite Leading Indicators for Major OECD Non-Economies Countries: Brazil, China, India, Indonesia, Russian Federation, South Africa. OECD Working Paper Series. Ricardo, R. 2007. Analisis Keterkaitan Besaran Moneter Bebas Bunga dan Mengandung Bunga dengan Business Cycle dan Inflasi Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Santosa, B. 2005. Prospek Kredit Properti 2005. Economic Review Journal, 199 : 2-4. Setiana, M. 2006. Analisis Leading Indicator untuk Business Cycle Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Siregar, H. dan B. D. Ward. 2001. Long Run Money Demand, Long Run Spending Balance and Macro-Economic Fluctuations: Application of a Cointegrating SVAR Model to Indonesian Macroeconomy. Economia Internazionale. Genova, Italia. Simanungkalit, P. 1997. Riset Properti Indonesia. Pusat Studi Properti Indonesia, Jakarta. Supriana, T. 2004. Dampak Guncangan Struktural terhadap Fluktuasi Ekoomimakro Indonesia. Suatu Kajian Business Cycle dari Sisi Permintaan [disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Taylor, J. B. 2007. “Housing and Monetary Policy”. NBER Working Papers Series. 13682: 2-5. Tepus, M. M. 2005. An Analysis of Housing Finance Models in The Republic of Croatia. Croatian National Bank. Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Warnock, F.E. dan V.C. Warnock. 2007. “Markets and Housing Finance”. NBER Working Paper Series, 13081: 5-7 . Widoatmojo, S. 2006. “Inflasi Vs Suku Bunga: Persoalan Mikro yang Terlupakan” [Kompas Online]. http://www.kompas.co.id/kompascetak/0608/19/ekonomi/1827602.htm[19 Agustus 2006]
Lampiran 1. Cross Correlation Variabel Ekonomi terhadap Volume KPRA TKR Date: 06/25/08 Time: 23:45 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 90 Correlations are asymptotically consistent approximations D_TKR,D_VKPRA(-i) D_TKR,D_VKPRA(+i) i . |**** | . |**** | 0 . |*** | . |***** | 1 . |*** | . |******* | 2 . |** | . |******* | 3 . |*. | . |******* | 4 .|. | . |****** | 5 .*| . | . |****** | 6 **| . | . |****** | 7 ***| . | . |***** | 8
lag 0.4466 0.3253 0.2767 0.1909 0.1297 0.0015 -0.0713 -0.1812 -0.2727
lead 0.4466 0.5444 0.6726 0.6723 0.7074 0.6386 0.6255 0.5847 0.5205
lag 0.0771 0.1328 0.1391 0.1164 0.0589 0.0053 -0.0377 -0.0688 -0.1084
lead 0.0771 0.0265 -0.0025 -0.0172 0.0330 0.0933 0.1951 0.2404 0.2637
KRT (Konsumsi Rumah Tangga) Date: 06/25/08 Time: 23:46 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 90 Correlations are asymptotically consistent approximations D_KRT,D_VKPRA(-i) D_KRT,D_VKPRA(+i) i . |*. | . |*. | 0 . |*. | .|. | 1 . |*. | .|. | 2 . |*. | .|. | 3 . |*. | .|. | 4 .|. | . |*. | 5 .|. | . |** | 6 .*| . | . |** | 7 .*| . | . |*** | 8
M2 Date: 06/25/08 Time: 23:47 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 90 Correlations are asymptotically consistent approximations D_M2,D_VKPRA(-i) D_M2,D_VKPRA(+i) i . |*** | . |*** | 0 . |** | . |** | 1 . |*** | . |*** | 2 . |**** | . |** | 3 . |**** | . |*. | 4 . |**** | .*| . | 5 . |**** | .*| . | 6 . |*** | **| . | 7 . |*** | ***| . | 8
lag 0.2864 0.2537 0.3203 0.3579 0.3938 0.3981 0.4014 0.3478 0.2758
lead 0.2864 0.2392 0.2713 0.1607 0.1101 -0.0492 -0.1146 -0.2078 -0.3083
lag -0.0665 -0.1535 -0.2145 -0.2742 -0.2949 -0.2442 -0.1917 -0.1191 -0.0964
lead -0.0665 0.0175 0.0766 0.1135 0.1378 0.1843 0.2637 0.3314 0.3944
PDB Date: 06/25/08 Time: 23:48 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 90 Correlations are asymptotically consistent approximations D_PDB,D_VKPRA(-i) D_PDB,D_VKPRA(+i) i .*| . | .*| . | 0 **| . | .|. | 1 **| . | . |*. | 2 ***| . | . |*. | 3 ***| . | . |*. | 4 **| . | . |** | 5 **| . | . |*** | 6 .*| . | . |*** | 7 .*| . | . |**** | 8
IHSG Date: 06/25/08 Time: 23:49 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 90 Correlations are asymptotically consistent approximations D_IHSG,D_VKPRA(-i) D_IHSG,D_VKPRA(+i) i . |** | . |** | 0 . |** | . |*. | 1 . |*. | . |*. | 2 . |*. | . |*. | 3 . |*. | . |*. | 4 . |*. | . |*. | 5 .|. | . |** | 6 . |*. | . |** | 7 .|. | . |** | 8
lag 0.1700 0.1754 0.1172 0.0669 0.0607 0.0599 0.0417 0.0540 0.0189
lead 0.1700 0.1469 0.0904 0.1029 0.0866 0.1472 0.1690 0.1972 0.2388
lag -0.1870 -0.1808 -0.1298 -0.0715 -0.0039 0.0521 0.1087 0.1349 0.1525
lead -0.1870 -0.2033 -0.1978 -0.1727 -0.1420 -0.1068 -0.0524 0.0270 0.1489
NPL Date: 06/25/08 Time: 23:50 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 90 Correlations are asymptotically consistent approximations D_NPL,D_VKPRA(-i) D_NPL,D_VKPRA(+i) i **| . | **| . | 0 **| . | **| . | 1 .*| . | **| . | 2 .*| . | **| . | 3 .|. | .*| . | 4 . |*. | .*| . | 5 . |*. | .*| . | 6 . |*. | .|. | 7 . |*. | . |*. | 8
SBI Date: 06/25/08 Time: 23:50 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 90 Correlations are asymptotically consistent approximations D_SBI,D_VKPRA(-i) D_SBI,D_VKPRA(+i) . |***** | . |***** | . |****** | . |***** | . |****** | . |**** | . |******* | . |*** | . |******* | . |** | . |******* | .|. | . |****** | .*| . | . |****** | **| . | . |****** | ***| . |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8
lag 0.5476 0.5827 0.6247 0.6503 0.6571 0.6541 0.6469 0.6171 0.5898
lead 0.5476 0.4766 0.3879 0.2862 0.1606 0.0264 -0.1147 -0.2281 -0.3321
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8
lag 0.5383 0.4564 0.4693 0.4809 0.4631 0.4181 0.3593 0.2253 0.1084
lead 0.5383 0.6012 0.6915 0.6213 0.5882 0.4458 0.3854 0.3169 0.2154
KURS Date: 06/25/08 Time: 23:51 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 90 Correlations are asymptotically consistent approximations D_KURS,D_VKPRA(-i) D_KURS,D_VKPRA(+i) . |***** | . |***** | . |***** | . |****** | . |***** | . |******* | . |***** | . |****** | . |***** | . |****** | . |**** | . |**** | . |**** | . |**** | . |** | . |*** | . |*. | . |** |
INF Date: 06/25/08 Time: 23:52 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 90 Correlations are asymptotically consistent approximations D_INF,D_VKPRA(-i) D_INF,D_VKPRA(+i) i . |** | . |** | 0 . |** | . |** | 1 . |*. | . |*. | 2 . |** | . |*. | 3 . |*. | .|. | 4 . |*. | . |** | 5 . |*. | . |** | 6 . |*. | . |*. | 7 .|. | . |*. | 8
lag 0.1887 0.1760 0.1240 0.1562 0.1192 0.1327 0.1203 0.0772 0.0216
lead 0.1887 0.1740 0.1063 0.1125 0.0410 0.1838 0.1794 0.1231 0.0791
Lampiran 2. Hasil Uji Akar Unit Variabel Penelitian pada Level VKPRA Null Hypothesis: LN_VKPRA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=0) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic 0.147110 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.9676
TKR Null Hypothesis: LN_TKR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.015876 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.9541
KRT Null Hypothesis: LN_KRT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.217133 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
M2 Null Hypothesis: LN_M2 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic 0.715286 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.9919
PDB Null Hypothesis: LN_PDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.08534 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
IHSG Null Hypothesis: LN_IHSG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic 1.226424 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.9981
NPL Null Hypothesis: NPL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.220614 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
SBI Null Hypothesis: SBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=0) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.275317 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.9233
KURS Null Hypothesis: LN_KURS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.186054 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0241
INF Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.269022 Test critical values: 1% level -3.505595 5% level -2.894332 10% level -2.584325 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
Lampiran 3. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference VKPRA Null Hypothesis: D(LN_VKPRA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -12.00101 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0001
TKR Null Hypothesis: D(LN_TKR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.245388 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
KRT Null Hypothesis: D(LN_KRT) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=0) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.285330 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
M2 Null Hypothesis: D(LN_M2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.300593 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
PDB Null Hypothesis: D(LN_PDB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=0) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.339059 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
IHSG Null Hypothesis: D(LN_IHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.772589 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
NPL Null Hypothesis: D(NPL) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.044836 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
SBI Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.510262 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0004
KURS Null Hypothesis: D(LN_KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.665740 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0000
INF Null Hypothesis: D(INF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=0) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -14.15994 Test critical values: 1% level -3.506484 5% level -2.894716 10% level -2.584529 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob.* 0.0001
Lampiran 4. Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(LN_VKPRA) D(LN_TKR) D(LN_KRT) D(LN_M2) D(LN_PDB) D(LN_IHSG) D(NPL) D(SBI) D(LN_KURS) D(INF) Exogenous variables: C Lag specification: 1 6 Date: 06/21/08 Time: 22:25 Root Modulus -0.854723 + 0.496560i 0.988496 -0.854723 - 0.496560i 0.988496 0.857432 - 0.491770i 0.988447 0.857432 + 0.491770i 0.988447 0.020448 + 0.985794i 0.986006 0.020448 - 0.985794i 0.986006 0.500105 + 0.849121i 0.985450 0.500105 - 0.849121i 0.985450 -0.981709 0.981709 0.940271 + 0.131412i 0.949409 0.940271 - 0.131412i 0.949409 0.808309 + 0.486363i 0.943352 0.808309 - 0.486363i 0.943352 0.559932 + 0.758810i 0.943036 0.559932 - 0.758810i 0.943036 -0.422329 + 0.837760i 0.938192 -0.422329 - 0.837760i 0.938192 -0.215718 + 0.910964i 0.936157 -0.215718 - 0.910964i 0.936157 -0.726446 + 0.578923i 0.928911 -0.726446 - 0.578923i 0.928911 -0.915040 - 0.155733i 0.928198 -0.915040 + 0.155733i 0.928198 0.407262 + 0.833046i 0.927269 0.407262 - 0.833046i 0.927269 -0.856752 - 0.325222i 0.916402 -0.856752 + 0.325222i 0.916402 0.186199 + 0.894336i 0.913514 0.186199 - 0.894336i 0.913514 -0.446086 + 0.796190i 0.912640 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Root -0.446086 - 0.796190i -0.543834 - 0.727497i -0.543834 + 0.727497i 0.836512 + 0.351713i 0.836512 - 0.351713i -0.279550 + 0.863014i -0.279550 - 0.863014i 0.902232 0.605727 + 0.622900i 0.605727 - 0.622900i 0.002198 - 0.862032i 0.002198 + 0.862032i -0.859422 0.651065 - 0.509374i 0.651065 + 0.509374i -0.702330 + 0.432961i -0.702330 - 0.432961i -0.153964 - 0.762035i -0.153964 + 0.762035i 0.287114 + 0.708855i 0.287114 - 0.708855i 0.727242 + 0.229469i 0.727242 - 0.229469i -0.632198 + 0.395233i -0.632198 - 0.395233i 0.714261 -0.692966 0.182337 + 0.547237i 0.182337 - 0.547237i -0.458535
Modulus 0.912640 0.908299 0.908299 0.907444 0.907444 0.907161 0.907161 0.902232 0.868855 0.868855 0.862035 0.862035 0.859422 0.826648 0.826648 0.825059 0.825059 0.777434 0.777434 0.764795 0.764795 0.762585 0.762585 0.745576 0.745576 0.714261 0.692966 0.576815 0.576815 0.458535
Lampiran 5. Penetapan Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(LN_VKPRA) D(LN_TKR) D(LN_KRT) D(LN_M2) D(LN_PDB) D(LN_IHSG) D(NPL) D(SBI) D(LN_KURS) D(INF) Exogenous variables: C Date: 06/21/08 Time: 22:33 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 83 LogL LR FPE AIC SC HQ Lag 0 1284.6 NA 2.17E-26 -30.71440 -30.42297* -30.59732 1 1438.1 266.069 6.09E-27 -32.00016 -28.79447 -30.71230 2 1511.5 109.746 1.27E-26 -31.36063 -25.24067 -28.90198 3 1644.9 167.172 7.42E-27 -32.16585 -23.13162 -28.53640 4 1780.1 136.769 5.61E-27 -33.01262 -21.06413 -28.21238 5 1949.5 130.645 3.12E-27 -34.68565 -19.82289 -28.71462 6 2245.5 156.941* 2.17E-28* -39.40973* -21.63271 -32.26792* * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 6. Cointegration Test dengan Asumsi Summarry Date: 06/21/08 Time: 23:18 Sample: 2000:04 2007:09 Included observations: 88 Series: LN_VKPRA LN_TKR LN_KRT LN_M2 LN_PDB LN_IHSG NPL SBI LN_KURS INF Lags interval: 1 to 1 Data Trend: None None Linear Linear Quadratic Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend Selected (5% level) Number of Cointegrating Relations by Model (columns) Trace 7 8 6 6 5 Max-Eig 5 4 3 4 4 Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 0 1462.335 1462.335 1490.185 1490.185 1499.335 1 1510.519 1510.783 1531.311 1531.991 1540.977 2 1547.412 1551.707 1568.327 1569.047 1578.020 3 1579.642 1584.432 1600.778 1601.903 1610.051 4 1603.761 1608.667 1622.212 1627.215 1635.051 5 1622.803 1627.807 1639.634 1647.378 1654.640 6 1635.100 1644.073 1652.064 1662.313 1669.572 7 1645.950 1656.335 1662.229 1674.647 1679.846 8 1652.692 1665.460 1669.023 1684.613 1687.807 9 1656.870 1671.908 1672.735 1688.649 1691.349 10 1657.107 1675.389 1675.389 1691.656 1691.656 Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 -30.96215 -30.96215 -31.36784 -31.36784 -31.34853 1 -31.60271 -31.58599 -31.84797 -31.84071 -31.84039 2 -31.98664 -32.03879 -32.23471 -32.20561 -32.22773 3 -32.26460 -32.30528 -32.51769 -32.47507 -32.50115 4 -32.35820 -32.37879 -32.55026 -32.57308 -32.61480* 5 -32.33643 -32.33652 -32.49169 -32.55405 -32.60546 6 -32.16137 -32.22893 -32.31963 -32.41619 -32.49028 7 -31.95340 -32.03034 -32.09612 -32.21924 -32.26922 8 -31.65209 -31.76044 -31.79597 -31.96848 -31.99562 9 -31.29250 -31.42972 -31.42580 -31.58292 -31.62156 10 -30.84334 -31.03158 -31.03158 -31.17400 -31.17400 Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 -28.14700 -28.14700 -28.27117* -28.27117* -27.97034 1 -28.22453 -28.17965 -28.18827 -28.15285 -27.89918 2 -28.04542 -28.04126 -28.01198 -27.92658 -27.72348 3 -27.76035 -27.71658 -27.73192 -27.60485 -27.43387 4 -27.29092 -27.19891 -27.20147 -27.11168 -26.98449 5 -26.70612 -26.56545 -26.57986 -26.50147 -26.41211 6 -25.96802 -25.86668 -25.84477 -25.77243 -25.73391 7 -25.19703 -25.07691 -25.05823 -24.98429 -24.94981 8 -24.33269 -24.21583 -24.19505 -24.14235 -24.11318 9 -23.41006 -23.29392 -23.26185 -23.16561 -23.17610 10 -22.39787 -22.30459 -22.30459 -22.16550 -22.16550
Lampiran 7. Cointegration Test dengan Asumsi 5 Date: 06/21/08 Time: 23:22 Sample(adjusted): 2000:06 2007:09 Included observations: 88 after adjusting endpoints Trend assumption: Quadratic deterministic trend Series: LN_VKPRA LN_TKR LN_KRT LN_M2 LN_PDB LN_IHSG NPL SBI LN_KURS INF Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 ** At most 3 ** At most 4 * At most 5 At most 6 At most 7 At most 8 At most 9
0.611869 0.569102 0.517108 0.433453 0.359303 0.287781 0.208230 0.165519 0.077336 0.006958
384.6416 301.3572 227.2713 163.2106 113.2094 74.03182 44.16727 23.62070 7.697566 0.614473
250.84 208.97 170.80 136.61 104.94 77.74 54.64 34.55 18.17 3.74
263.94 222.46 182.51 146.99 114.36 85.78 61.24 40.49 23.46 6.40
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 5% level
(0.14071) [ 3.34402]
0.000000
-0.041337 (0.09171) [-0.45072]
-0.003544 (0.00408) [-0.86854]
0.001097 (0.00506) [ 0.21695] -0.987337
(0.21045) [-4.69145]
LN_PDB(-1)
LN_IHSG(-1)
NPL(-1)
SBI(-1)
LN_KURS(1)
-0.020083 (0.00338) [-5.93970] 0.470539
0.000000
LN_M2(-1)
0.009745 (0.00273) [ 3.57199]
-0.088211 (0.06132) [-1.43854]
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
LN_KRT(-1)
1.000000
0.000000
LN_TKR(-1)
(0.01954) [-0.96920]
0.002536 (0.00047) [ 5.40104] -0.018937
0.000179 (0.00038) [ 0.47349]
-0.025967 (0.00851) [-3.04967]
0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
Vector Error Correction Estimates Date: 06/21/08 Time: 23:38 Sample(adjusted): 2000:06 2007:09 Included observations: 88 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating CointEq1 CointEq2 CointEq3 Eq: LN_VKPRA(1.000000 0.000000 0.000000 1)
(0.46792) [ 5.28794]
-0.069221 (0.01124) [-6.15659] 2.474311
0.034520 (0.00907) [ 3.80501]
-0.580028 (0.20391) [-2.84449]
0.000000
1.000000
0.000000
(0.09093) [ 4.20996]
-0.009475 (0.00218) [-4.33652] 0.382802
0.004190 (0.00176) [ 2.37682]
-0.094935 (0.03963) [-2.39582]
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
CointEq5
CointEq4
Lampiran 8. Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)
D(LN_TKR(1))
-0.020054
(0.18630) [-0.10764]
(0.24659) [-2.05529]
(0.08110) [-1.98902]
(0.10734) [-2.02217]
D(LN_VKPR A(-1))
CointEq5
CointEq4
CointEq3
-0.506806
0.111372 (0.08178) [ 1.36186] -0.168088 (0.10990) [-1.52947] -0.688637 (0.37305) [-1.84597] 0.015999 (0.06542) [ 0.24458] 0.432362 (0.14669) [ 2.94740] -0.161304
-0.426630 (0.10824) [-3.94151] 0.391635 (0.14546) [ 2.69240] -0.944189 (0.49376) [-1.91226] -0.188834 (0.08658) [-2.18099] 0.175114 (0.19416) [ 0.90191] -0.217056
CointEq2
-16.01074 D(LN_TKR)
-0.176115 D(LN_VKPRA)
C Error Correction: CointEq1
-0.013156
0.001356 (0.01080) [ 0.12552]
0.132677 (0.01616) [ 8.21188]
-0.021879
CointEq2
CointEq1
@TREND(00 :04)
Cointegrating Eq: INF(-1)
(0.03361) [-0.50121]
-0.016847
(0.01463) [-0.38756]
0.027965 (0.01475) [ 1.89535] -0.048040 (0.01983) [-2.42279] -0.214848 (0.06731) [-3.19209] -0.001142 (0.01180) [-0.09675] 0.145973 (0.02647) [ 5.51536] -0.005671
-10.87135 D(LN_KRT)
-0.002553
-0.012194 (0.00150) [-8.12908]
CointEq3
(0.12591) [-1.21639]
-0.153156
(0.05481) [-1.85293]
0.019047 (0.05527) [ 0.34462] 0.012391 (0.07427) [ 0.16683] 0.164005 (0.25212) [ 0.65051] -0.067073 (0.04421) [-1.51715] 0.389936 (0.09914) [ 3.93319] -0.101556
-32.19493 D(LN_M2)
0.004987
-0.220976 (0.03592) [-6.15152]
CointEq4
(0.09371) [ 1.55736]
0.145948
(0.04079) [ 0.92207]
-0.051270 (0.04114) [-1.24633] -0.018976 (0.05528) [-0.34326] -0.130617 (0.18765) [-0.69607] 0.079137 (0.03291) [ 2.40500] -0.533953 (0.07379) [-7.23617] 0.037615
-14.49480 D(LN_PDB)
-0.002125
-0.043219 (0.00698) [-6.19129]
CointEq5
(0.63842) [ 0.64872]
0.414156
(0.27790) [-0.00119]
0.581118 (0.28024) [ 2.07365] -0.824765 (0.37660) [-2.19002] -1.567985 (1.27835) [-1.22657] 0.728169 (0.22416) [ 3.24837] -1.276504 (0.50268) [-2.53938] -0.000331
D(LN_IHSG)
(8.57459) [ 0.84875]
7.277705
(3.73249) [-0.31645]
-5.078038 (3.76386) [-1.34916] 2.351610 (5.05810) [ 0.46492] -19.81356 (17.1694) [-1.15400] -1.958696 (3.01073) [-0.65057] -5.304741 (6.75148) [-0.78571] -1.181136
D(NPL)
(3.11239) [-0.40577]
-1.262923
(1.35481) [-2.00097]
1.604246 (1.36620) [ 1.17424] 2.534882 (1.83598) [ 1.38067] -6.722386 (6.23214) [-1.07866] 0.365638 (1.09283) [ 0.33458] 1.740008 (2.45064) [ 0.71002] -2.710941
D(SBI)
(0.41103) [ 0.79762]
0.327846
(0.17892) [-2.44436]
0.179325 (0.18042) [ 0.99391] -0.033076 (0.24246) [-0.13642] 0.129612 (0.82303) [ 0.15748] -0.010702 (0.14432) [-0.07415] 0.482777 (0.32364) [ 1.49173] -0.437342
D(LN_KURS)
(9.69810) [-0.65218]
-6.324871
(4.22154) [ 0.88519]
-1.893147 (4.25703) [-0.44471] 3.902763 (5.72084) [ 0.68220] 74.25164 (19.4191) [ 3.82364] -1.710961 (3.40521) [-0.50245] 13.57301 (7.63611) [ 1.77748] 3.736860
D(INF)
C
D(INF(-1))
D(LN_KURS( 1))
D(SBI(-1))
D(NPL(-1))
D(LN_IHSG(1))
D(LN_PDB(1))
D(LN_M2(1))
Error Correction: D(LN_KRT(1))
(0.09385) [ 0.06521] -0.001590 (0.00226) [-0.70276]
(0.12422) [-1.02160] 0.006087 (0.00299) [ 2.03229]
0.022985 (0.00556) [ 4.13758]
(0.03898) [-1.11539] 0.004603 (0.00269) [ 1.71428] 0.002439 (0.00711) [ 0.34307] 0.006120
(0.05160) [-1.31319] -0.001509 (0.00355) [-0.42451] 0.000543 (0.00941) [ 0.05770] -0.126902
0.030860 (0.00735) [ 4.19709]
(0.25138) [-1.27555] -0.043481
(0.25232) [-0.57893]
(0.33396) [-0.22007]
(0.33272) [-1.46055] -0.067755
(0.62345) [-0.13818] -0.146078
(0.82518) [ 0.61175] -0.073495
-0.320649
-0.086150
0.504803
-0.485954
D(LN_TKR)
D(LN_VKPRA)
0.003794 (0.00100) [ 3.78558]
(0.01693) [ 1.52714] 0.000185 (0.00041) [ 0.45331]
(0.00703) [-0.15304] 0.001444 (0.00048) [ 2.98071] 0.000800 (0.00128) [ 0.62349] 0.025859
(0.04535) [-3.03730] -0.001076
-0.137756
(0.04552) [-0.83321]
(0.11248) [ 2.81961] -0.037932
0.317161
D(LN_KRT)
0.011866 (0.00375) [ 3.16072]
(0.06343) [ 2.35242] 3.41E-05 (0.00153) [ 0.02233]
(0.02635) [ 0.56453] 0.001747 (0.00181) [ 0.96254] 0.006912 (0.00481) [ 1.43854] 0.149209
(0.16989) [-2.24306] 0.014873
-0.381078
(0.17053) [-1.28216]
(0.42135) [ 1.01454] -0.218643
0.427473
D(LN_M2)
-0.007146 (0.00279) [-2.55739]
(0.04721) [-3.06334] -9.66E-05 (0.00114) [-0.08487]
(0.01961) [-0.76139] -0.002064 (0.00135) [-1.52783] 0.003803 (0.00358) [ 1.06335] -0.144617
(0.12645) [ 7.12869] -0.014930
0.901422
(0.12692) [ 1.64193]
(0.31361) [ 1.92888] 0.208399
0.604911
D(LN_PDB)
0.004284 (0.01904) [ 0.22505]
(0.32161) [-1.04464] 0.001546 (0.00775) [ 0.19936]
(0.13358) [ 0.05844] 0.010330 (0.00920) [ 1.12274] -0.005064 (0.02436) [-0.20783] -0.335963
(0.86143) [-0.98551] 0.007807
-0.848948
(0.86465) [ 0.14058]
(2.13642) [-0.02597] 0.121555
-0.055474
D(LN_IHSG)
-0.888435 (0.25567) [-3.47487]
(4.31946) [-0.94512] -0.088988 (0.10414) [-0.85447]
(1.79415) [-1.24182] 0.167052 (0.12358) [ 1.35181] -0.119421 (0.32723) [-0.36494] -4.082412
(11.5697) [ 0.75907] -2.228006
8.782223
(11.6130) [ 1.09404]
(28.6940) [-0.46941] 12.70512
-13.46919
D(NPL)
0.231927 (0.09280) [ 2.49910]
(1.56787) [-0.25571] -0.029167 (0.03780) [-0.77156]
(0.65124) [ 0.38852] 0.058838 (0.04486) [ 1.31172] 0.105020 (0.11878) [ 0.88417] -0.400918
(4.19956) [-0.74927] 0.253021
-3.146619
(4.21527) [ 0.24342]
(10.4153) [-0.19087] 1.026082
-1.987997
D(SBI)
0.016755 (0.01226) [ 1.36709]
(0.20706) [-0.12700] -0.002714 (0.00499) [-0.54365]
(0.08600) [-0.20536] 0.003845 (0.00592) [ 0.64907] -0.013107 (0.01569) [-0.83560] -0.026295
(0.55460) [-0.51670] -0.017661
-0.286564
(0.55668) [-0.03498]
(1.37547) [-0.83575] -0.019472
-1.149539
D(LN_KURS)
0.127231 (0.28917) [ 0.43998]
(4.88543) [ 0.61933] 0.220688 (0.11779) [ 1.87357]
(2.02923) [ 1.64107] -0.008787 (0.13977) [-0.06287] 0.052851 (0.37011) [ 0.14280] 3.025681
(13.0857) [-1.01246] 3.330109
-13.24877
(13.1346) [ 0.47216]
(32.4537) [-1.31325] 6.201619
-42.61986
D(INF)
Log Likelihood Log Likelihood (d.f. adjusted) Akaike Information Criteria Schwarz Criteria
S.D. dependent Determinant Residual Covariance
Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent
Log likelihood
R-squared Adj. Rsquared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic
Error Correction: @TREND(00 :04)
(9.4E-05) [ 0.32630] 0.370355 0.228463
0.021779
0.017514
2.610120 240.5159 -5.079906 -4.601330 0.015210
(0.00012) [ 1.00410] 0.496698 0.383278
0.038153
0.023181
4.379275 215.8468 -4.519245 -4.040669 0.021949
-24.26554
-30.45889
1560.191
1654.640
1.89E-28
0.019939
3.05E-05
0.000124
0.029518
D(LN_TKR)
D(LN_VKPRA)
0.004811
8.167869 391.2120 -8.504818 -8.026242 0.003309
0.003160
0.000709
(1.7E-05) [ 0.36357] 0.647967 0.568636
6.14E-06
D(LN_KRT)
0.013632
2.774079 274.9950 -5.863523 -5.384946 0.009028
0.011837
0.009948
(6.3E-05) [ 1.49053] 0.384670 0.246004
9.42E-05
D(LN_M2)
0.012671
6.810739 300.9828 -6.454155 -5.975578 0.004643
0.008810
0.005511
(4.7E-05) [ 0.33885] 0.605494 0.516591
1.59E-05
D(LN_PDB)
0.063793
1.705706 132.1333 -2.616666 -2.138090 0.018719
0.060017
0.255746
(0.00032) [ 1.00780] 0.277657 0.114876
0.000323
D(LN_IHSG)
0.884527
2.109788 -96.45173 2.578448 3.057025 -0.310000
0.806084
46.13374
(0.00431) [ 2.43124] 0.322238 0.169503
0.010468
D(NPL)
0.458727
8.928061 -7.271453 0.551624 1.030200 -0.032159
0.292591
6.078270
(0.00156) [-2.17938] 0.667990 0.593171
-0.003406
D(SBI)
0.038497
0.959932 170.8832 -3.497346 -3.018770 0.000662
0.038640
0.106007
(0.00021) [-0.54862] 0.177850 -0.007424
-0.000113
D(LN_KURS)
1.359072
7.645578 -107.2868 2.824701 3.303277 -0.000455
0.911703
59.01531
(0.00487) [-0.13157] 0.632751 0.549990
-0.000641
D(INF)
Lampiran 9. Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/22/08 Time: 13:46 Sample: 2000:04 2007:09 Lags: 12 Null Hypothesis: LN_PDB does not Granger Cause LN_VKPRA LN_VKPRA does not Granger Cause LN_PDB
Obs 78
F-Statistic 2.60597 0.97396
Probability 0.00836 0.48484
Lampiran 10. Variance Decomposition (VD) Volume KPRA Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
S.E. 0.026100 0.032173 0.037186 0.042049 0.046805 0.051387 0.055734 0.059811 0.063605 0.067122 0.070377 0.073397 0.076213 0.078860 0.081372 0.083783 0.086125 0.088422 0.090699 0.092971 0.095252 0.097551 0.099872 0.102218 0.104588 0.106980 0.109391 0.111817 0.114254 0.116697 0.119144 0.121590 0.124034 0.126472 0.128903 0.131328 0.133745 0.136156
Variance Decomposition of LN_VKPRA: LN_VKPRA LN_TKR LN_KRT LN_M2 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 91.08633 3.994066 0.473987 0.542587 79.15630 9.418287 1.663140 1.033847 68.18339 14.09121 3.234572 1.292694 59.22150 17.48733 4.810366 1.357958 52.21217 19.75503 6.149918 1.301647 46.79935 21.17504 7.153660 1.184541 42.61247 21.98789 7.814400 1.050749 39.34388 22.36605 8.172513 0.930014 36.75656 22.42661 8.286334 0.841095 34.67275 22.24921 8.215604 0.794879 32.96001 21.89017 8.013696 0.796957 31.51957 21.39181 7.724998 0.849562 30.27767 20.78807 7.384992 0.952898 29.17925 20.10757 7.021474 1.105968 28.18360 19.37508 6.656029 1.307019 27.26111 18.61205 6.305333 1.553741 26.39089 17.83673 5.982129 1.843329 25.55887 17.06411 5.695881 2.172485 24.75624 16.30591 5.453202 2.537432 23.97809 15.57079 5.258133 2.933946 23.22238 14.86460 5.112382 3.357429 22.48892 14.19082 5.015562 3.803018 21.77870 13.55111 4.965473 4.265712 21.09325 12.94576 4.958418 4.740503 20.43426 12.37419 4.989553 5.222503 19.80330 11.83540 5.053237 5.707056 19.20161 11.32822 5.143373 6.189822 18.63005 10.85156 5.253709 6.666840 18.08904 10.40458 5.378104 7.134562 17.57859 9.986730 5.510731 7.589875 17.09834 9.597785 5.646238 8.030095 16.64760 9.237793 5.779857 8.452957 16.22543 8.907029 5.907469 8.856594 15.83070 8.605916 6.025634 9.239515 15.46210 8.334934 6.131590 9.600573 15.11826 8.094540 6.223236 9.938945 14.79775 7.885078 6.299085 10.25410
LN_PDB 0.000000 0.859684 2.365203 3.954548 5.306860 6.336107 7.076989 7.604802 7.996173 8.314712 8.608526 8.912259 9.250117 9.638517 10.08797 10.60435 11.18967 11.84274 12.55969 13.33452 14.15971 15.02676 15.92667 16.85044 17.78934 18.73517 19.68044 20.61834 21.54285 22.44866 23.33113 24.18622 25.01049 25.80099 26.55523 27.27119 27.94723 28.58216
Period 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
S.E. 0.138561 0.140961 0.143358 0.145753 0.148149 0.150546 0.152948 0.155355 0.157768 0.160190 0.162621 0.165062 0.167515 0.169979 0.172455 0.174944 0.177446 0.179962 0.182490 0.185032 0.187588 0.190158
S.E. 0.026100 0.032173 0.037186 0.042049 0.046805 0.051387 0.055734 0.059811 0.063605 0.067122 0.070377 0.073397 0.076213 0.078860 0.081372 0.083783 0.086125 0.088422 0.090699 0.092971 0.095252 0.097551 0.099872 0.102218 0.104588
Variance Decomposition of LN_VKPRA: LN_VKPRA LN_TKR LN_KRT LN_M2 14.49910 7.706715 6.358222 10.54578 14.22088 7.559379 6.400236 10.81399 13.96167 7.442715 6.425161 11.05893 13.72011 7.356057 6.433409 11.28103 13.49489 7.298420 6.425703 11.48091 13.28478 7.268500 6.403011 11.65934 13.08862 7.264691 6.366490 11.81725 12.90532 7.285118 6.317422 11.95567 12.73386 7.327675 6.257171 12.07575 12.57331 7.390069 6.187129 12.17871 12.42280 7.469873 6.108688 12.26583 12.28151 7.564581 6.023197 12.33842 12.14871 7.671653 5.931946 12.39781 12.02372 7.788571 5.836142 12.44533 11.90588 7.912885 5.736898 12.48230 11.79462 8.042249 5.635225 12.50998 11.68940 8.174456 5.532028 12.52961 11.58970 8.307469 5.428107 12.54236 11.49506 8.439438 5.324163 12.54934 11.40505 8.568714 5.220799 12.55159 11.31925 8.693859 5.118533 12.55007 11.23730 8.813646 5.017802 12.54567 Variance Decomposition of LN_VKPRA: LN_IHSG NPL SBI LN_KURS 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2.693418 0.094691 0.215975 0.000909 5.774902 0.181870 0.278938 0.019954 8.494662 0.256878 0.236375 0.041729 10.88622 0.338511 0.193428 0.046895 13.05413 0.438319 0.201390 0.039958 15.04944 0.560632 0.273956 0.038030 16.88176 0.705243 0.407345 0.059136 18.54344 0.869633 0.590939 0.117454 20.02436 1.050381 0.812116 0.222446 21.31817 1.243893 1.058371 0.379269 22.42365 1.446656 1.318217 0.589362 23.34400 1.655234 1.581530 0.850906 24.08561 1.866179 1.839641 1.159197 24.65710 2.075952 2.085329 1.507024 25.06872 2.280905 2.312789 1.885148 25.33203 2.477343 2.517587 2.282899 25.45980 2.661658 2.696616 2.688876 25.46585 2.830489 2.848024 3.091691 25.36484 2.980905 2.971112 3.480667 25.17196 3.110552 3.066204 3.846425 24.90251 3.217761 3.134475 4.181304 24.57149 3.301608 3.177768 4.479596 24.19321 3.361905 3.198403 4.737588 23.78096 3.399153 3.198996 4.953460
LN_PDB 29.17514 29.72573 30.23386 30.69983 31.12427 31.50815 31.85275 32.15963 32.43057 32.66759 32.87288 33.04873 33.19756 33.32181 33.42395 33.50643 33.57165 33.62192 33.65946 33.68636 33.70458 33.71595
INF 0.000000 0.038354 0.107558 0.213947 0.350940 0.511326 0.688361 0.876196 1.069895 1.265376 1.459318 1.649021 1.832271 2.007229 2.172350 2.326353 2.468220 2.597215 2.712905 2.815167 2.904181 2.980407 3.044540 3.097460 3.140173
Period 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
S.E. 0.106980 0.109391 0.111817 0.114254 0.116697 0.119144 0.121590 0.124034 0.126472 0.128903 0.131328 0.133745
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.136156 0.138561 0.140961 0.143358 0.145753 0.148149 0.150546 0.152948 0.155355 0.157768 0.160190 0.162621 0.165062 0.167515 0.169979 0.172455 0.174944 0.177446 0.179962 0.182490 0.185032 0.187588 0.190158
Variance Decomposition of LN_VKPRA: LN_IHSG NPL SBI LN_KURS 23.34674 3.414451 3.182295 5.127067 22.90116 3.409387 3.151040 5.259656 22.45336 3.385917 3.107864 5.353553 22.01102 3.346240 3.055210 5.411851 21.58049 3.292689 2.995283 5.438134 21.16689 3.227631 2.930026 5.436229 20.77420 3.153387 2.861108 5.410011 20.40550 3.072164 2.789938 5.363253 20.06302 2.986009 2.717673 5.299511 19.74834 2.896776 2.645247 5.222059 19.46246 2.806101 2.573399 5.133840 19.20593 2.715396 2.502693 5.037450 18.97892 18.78129 18.61265 18.47238 18.35970 18.27368 18.21324 18.17720 18.16428 18.17312 18.20227 18.25024 18.31549 18.39645 18.49152 18.59913 18.71767 18.84559 18.98137 19.12350 19.27057 19.42122 19.57415
2.625845 2.538411 2.453844 2.372700 2.295357 2.222033 2.152812 2.087663 2.026460 1.969006 1.915049 1.864303 1.816464 1.771217 1.728258 1.687293 1.648052 1.610290 1.573791 1.538369 1.503871 1.470169 1.437165
2.433554 2.366290 2.301116 2.238175 2.177555 2.119307 2.063452 2.009995 1.958930 1.910244 1.863920 1.819942 1.778291 1.738945 1.701883 1.667078 1.634499 1.604107 1.575859 1.549700 1.525567 1.503391 1.483091
4.935142 4.828835 4.720145 4.610406 4.500711 4.391942 4.284802 4.179848 4.077518 3.978157 3.882036 3.789373 3.700343 3.615087 3.533727 3.456361 3.383074 3.313933 3.248988 3.188272 3.131799 3.079562 3.031529
INF 3.173760 3.199323 3.217949 3.230673 3.238456 3.242176 3.242610 3.240444 3.236268 3.230584 3.223814 3.216310 3.208361 3.200205 3.192033 3.184002 3.176238 3.168844 3.161905 3.155489 3.149655 3.144449 3.139913 3.136080 3.132977 3.130625 3.129038 3.128227 3.128194 3.128936 3.130442 3.132697 3.135678 3.139356 3.143695
LN_VKPRA LN_TKR LN_PDB LN_M2 LN_KURS LN_KRT LN_IHSG INF SBI NPL RESID
LN_VKPRA 1.000000 0.994091 -0.013251 0.984283 -0.164221 -0.000974 0.978444 -0.050586 -0.583766 -0.647567 0.040978
LN_TKR 0.994091 1.000000 -0.015583 0.979348 -0.168112 0.025462 0.967041 -0.048261 -0.636334 -0.674414 0.053812
LN_PDB -0.013251 -0.015583 1.000000 -0.042265 0.061494 0.245991 0.009570 0.029325 -0.019091 0.050611 0.101033
LN_M2 0.984283 0.979348 -0.042265 1.000000 -0.169908 0.024636 0.964166 -0.05509 -0.536918 -0.640293 0.011758
Lampiran 11. Matriks Korelasi Seluruh Variabel Penelitian LN_KURS -0.164221 -0.168112 0.061494 -0.169908 1.000000 -0.130830 -0.160944 0.316767 0.493080 0.490595 0.208968
LN_KRT -0.000974 0.025462 0.245991 0.024636 -0.130830 1.000000 -0.011866 -0.006347 -0.084146 -0.100099 -0.102227
LN_IHSG 0.978444 0.967041 0.009570 0.964166 -0.160944 -0.011866 1.000000 -0.066293 -0.587426 -0.566601 0.033159
INF -0.050586 -0.048261 0.029325 -0.055095 0.316767 -0.006347 -0.066293 1.000000 0.135065 0.132046 0.289136
SBI -0.583766 -0.636334 -0.019091 -0.536918 0.493080 -0.084146 -0.587426 0.135065 1.000000 0.722045 -0.114962
NPL -0.647567 -0.674414 0.050611 -0.640293 0.490595 -0.100099 -0.566601 0.132046 0.722045 1.000000 0.009660