ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESENJANGAN PENDAPATAN DI PORPINSI JAWA TENGAH Annisa Ganis Damarjati Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Miyasto, SU Program Sarjana Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Abstract This study aims to analyze the impact of economic growth, unemployment, education and agglomeration of income inequality in Central Java for five years (2004-2008). The model used are based on Kuznets Hypothesis. The method used in this study is panel data with PLS Approach (Panel Least Squares). The result shows that all of independent variables significant effect on income inequality in Central Java. It can be concluded that Kuznets Hypothesis is valid in this study. This can be seen from the positive relationship between economic growth and income inequality. Keywords : Income Inequality, Economic Growth, Unemployment, Gross Enrollment Rate, Agglomeration.
LATAR BELAKANG Di dalam pembangunan ekonomi selalu muncul polemik dalam menentukan strategi dasar pembangunannya, yaitu memprioritaskan pada pertumbuhan ekonomi atau pemerataan pendapatan. Beberapa pakar ekonomi berpendapat bahwa prioritas pada laju pertumbuhan ekonomi tinggi sudah tidak dapat lagi dipakai untuk mengurangi kemiskinan, sementara kemiskinan merupakan realita dalam kehidupan ekonomi di Negara yang sedang berkembang. Sebaliknya, di negara yang maju semangat untuk meningkatkan pendapatan merupakan tujuan yang paling penting dari segala kegiatan ekonomi. Tingginya ekonomi suatu daerah memang tidak menjamin pemerataan pendapatan, namun pertumbuhan ekonomi yang cepat tetap dianggap merupakan strategi unggul dalam pembangunan ekonomi (Prayitno, 1986).
Di samping rendahnya laju pertumbuhan ekonomi, dan rata-rata PDRB per kapita, Propinsi Jawa Tengah juga mempunyai permasalahan atas ketidakmerataan pembangunan yang menyebabkan kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di dalam propinsi. Mudrajad Kuncoro (2004) menyatakan bahwa gambaran dan pola struktur pertumbuhan masing-masing daerah yang mempresentasikan kesejahteraan penduduknya dapat diketahui menggunakan tipologi daerah yang berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Caranya adalah dengan menentukan PDRB per kapita sebagai sumbu horisontal dan laju pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal, sehingga dapat dibedakan klasifikasi kabupaten/kota sebagai berikut : Tabel 1.1 Kondisi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Menurut Kriteria Tipologi Daerah Tahun 2004-2008 DAERAH BERKEMBANG CEPAT Purworejo, Sragen
DAERAH CEPAT MAJU DAN CEPAT TUMBUH Surakarta (kota), Sukoharjo, Karanganyar, Kudus, Semarang (Kota)
Growth > 5,38% PBRB/kap < Rp 4.720.653,00 DAERAH RELATIF TERTINGGAL Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Temanggung, Batang, Pemalang, Pekalongan, Tegal, Brebes, Salatiga (Kota), Tegal (Kota). Growth < 5,38% PBRB/kap < Rp 4.720.653,00
Growth > 5,38% PBRB/kap > Rp 4.720.653,00 DAERAH MAJU TERTEKAN Kudus, Cilacap,Sukoharjo, Semarang, Kendal, Magelang (kota), Pekalongan (kota).
Growth < 5,38% PBRB/kap > Rp 4.720.653,00
Sumber : BPS, Tinjauan PDRB Kabupaten/kota Se-Jawa Tengah 2008, Diolah
Selain Tipologi Klasen, kesenjangan pendapatan juga dapat dilihat dari besarnya angka Indeks Williamson. Indeks Williamson dalam penelitian ini digunakan sebagai indicator
kesenjangan pendapatan. Berikut ini disajikan tabel yang menggambarkan kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah. Tabel 1.2 Kesenjangan Pendapatan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007 (tanpa migas) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Indeks Williamson Berlaku Konstan 0,6957 0,6518 0,7154 0,6628 0,7421 0,6664 0,7295 0,6667 0,7270 0,6652 0,7219 0,6626
Sumber : BPS, Tinjauan PDRB Kabupaten/Kota Se-Jawa Tengah 2008
Masalah kesenjangan pendapatan telah lama menjadi topik pembicaraan dan sudah banyak pula penelitian yang dilakukan oleh para peneliti. Penelitian berkembang setelah pertama kali dilakukan oleh Simon Kuznets pada tahun 1955 yang kemudian terkenal dengan Hipotesis U-Terbalik yang menyatakan bahwa pada awalnya pertumbuhan berdampak pada peningkatan kesenjangan pendapatan, tetapi pada suatu batas tertentu pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan pemerataan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pendapatan di Jawa Tengah”. RUMUSAN MASALAH Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menutup kemungkinan masih terjadinya kesenjangan distribusi pendapatan di satu daerah. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis yang mendalam untuk mengetahui seberapa besar kesenjangan pendapatan yang terjadi di daerah tersebut.
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Berapa besar kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah? 2. Bagaimana hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap kesenjangan pendapatan? 3. Bagaimana pengaruh tingkat pengangguran terhadap kesenjangan pendapatan? 4. Bagaimana pengaruh angka partisipasi kasar terhadap kesenjangan pendapatan? 5. Bagaimana pengaruh aglomerasi terhadap kesenjangan pendapatan? TINJAUAN PUSTAKA Kesenjangan Pendapatan Adelman dan Moris berpendapat bahwa kesenjangan pendapatan di daerah ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh ukuran negara, sumber daya alam, dan kebijakan yang dianut. Dengan kata lain,
faktor kebijakan dan dimensi struktural perlu
diperhatikan selain laju pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 1997 : 111). Professor Kuznets, yang berjasa besar mempelopori analisis pola-pola pertumbuhan historis di negara-negara maju, telah mengemukakan bahwa pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Observasi inilah yang dikenal dengan hipotesis “U-Terbalik” Kuznets, sesuai dengan bentuk rangkaian perubahan kecenderungan distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Ginipertumbuhan GNP per kapita seperti yang digambarkan pada kurva berikut :
Gambar 2.2 Hipotesis U-Terbalik Kuznets
Koefisien Gini 0,50 0,35 0,25
GNP per kapita Sumber : Michael P. Todaro, 1994
Terdapat banyak ulasan yang mencoba menjelaskan mengapa pada tahap-tahap awal distribusi pendapatan cenderung memburuk, untuk kemudian membaik. Sebagian besar dari ulasan tersebut mengaitkannya dengan kondisi dasar perubahan struktural. Tahapan pertumbuhan awal akan terpusat di sector industri modern (dalam model Lewis), lapangan kerja terbatas, namun tingkat upah dan produktivitas terhitung tinggi. Kesenjangan pendapatan antar sektor industri modern dengan sektor pertanian tradisional pada awalnya melebar dengan cepat sebelum akhirnya menyempit kembali. Ketimpangan dalam sektor modern yang tengah mengalami pertumbuhan pesat jauh lebih besar daripada yang terkandung dalam sektor tradisional yang relatif stagnan (Michael P. Todaro, 1994). Indeks Williamson Indeks Williamson merupakan salah satu indicator yang paling sederhana dalam menentukan tingkat kesenjangan pendapatan. Williamson menggunakan indeks ini untuk mengukur tingkat kesenjangan dari berbagai Negara dengan tahun yang relatif sama. Dalam melakukan perhitungan, Williamson menggunakan data PDB per kapita serta jumlah penduduk
dari berbagai negara. Hasil perhitungan ini kemudian digabungkan dengan tingkat perkembangan ekonomi (berdasarkan tingkat PDB) negara-negara tersebut dari Kuznets. Rumus Indeks Williamson : Σ(Yi - Y ) fi/n Y 2
IW =
Keterangan : IW = Indeks Williamson Yi = PDRB per kapita (dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota) Y = PDRB per kapita (propinsi) fi = Jumlah penduduk (dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota) n = Jumlah penduduk (propinsi) Nilai Indeks Williamson berkisar antara 0 – 1 (positif). Semakin besar nilai indeksnya, maka semakin besar juga tingkat kesenjangan pendapatan antar wilayah. Sebaliknya, semakin kecil nilai indeksnya, maka semakin kecil pula tingkat kesenjangan yang terjadi di wilayah tersebut. Ketidakmerataan tinggi terjadi pada nilai indeks diatas 0,50. Sedangkan ketidakmerataan dikatakan rendah apabila nilai indeksnya dibawah 0,50.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pendapatan 1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sadono Sukirno dalam bukunya yang berjudul Pengantar Teori Makroekonomi, pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Formula untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi (Lincolin Arsyad, 1999), yaitu :
Gt =
Yrt - Yrt -1 Yrt -1
Keterangan : Gt Yrt Yrt-1
= Tingkat pertumbuhan ekonomi (%) = Produk Domestik Regional Bruto riil tahun t = Produk Domestik Regional Bruto riil tahun sebelumnya
Menurut Ir. Sugiyono, MSi, pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan mempunyai hubungan yang khas. Bentuk hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan di tingkat dunia adalah sebagai berikut : •
Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin besar pendapatan per kapita dan semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.
•
Fenomena tersebut terjadi di Asia Tenggara, negara sedang berkembang lainnya, Swedia, Inggris, Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa Barat.
•
Penyebab ketimpangan karena pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan publik.
•
Simon Kuznets (Hipotesis kurva U terbalik) : evolusi distribusi pendapatan dari ekonomi pedesaan (pertanian) ke ekonomi perkotaan (industri). Ketimpangan pendapatan bertambah besar akibat urbanisasi dan industrialisasi. 2. Tingkat Pengangguran Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan oleh standar internasional, yang
dimaksud dengan pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja (15-64 tahun) yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Ada hubungan yang erat antara tingkat pengangguran, kemiskinan yang merajalela, dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Sebagian besar diantaranya adalah mereka yang bekerja
tidak teratur atau “part time”. Mereka yang bekerja di sektor pemerintah dan swasta termasuk dalam kelompok berpendapatan menengah dan tinggi. Hal itu tidak dapat diartikan bahwa setiap orang yang tidak bekerja adalah miskin atau mereka yang bekerja “purna-waktu” relatif berpenghasilan baik. Terdapat kemungkinan adanya menganggur “secara sukarela” dalam arti bahwa mereka mencari pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan serta kualifikasi kecakapan. Mereka menolak jenis pekerjaan yang tidak disukai dan hal ini mereka lakukan oleh karena memiliki cukup sumber keuangan. Definisi ini digolongkan sebagai penganggur tetapi tidak miskin. Demikian pula banyak orang yang bekerja penuh bila dilihat dari jumlah jam kerja per hari namun memperoleh pendapatan yang sangat kecil. Banyak orang yang bekerja sendiri (sektor informal), misal pedagang kaki lima, pekerja bengkel, penjaja, dan sebagainya. Mereka dikelompokkan sebagai pekerja penuh, tetapi pada umumnya miskin (M. Todaro, 1994). 3. Angka Partisipasi Kasar Dalam Todaro (1994), studi-studi baru memperlihatkan bahwa sistem pendidikan di banyak Negara berkembang justru memperburuk ketimpangan distribusi pendapatan. Alasan utama dari adanya efek buruk pendidikan formal atas distribusi pendapatan adalah adanya korelasi positif antara tingkat pendidikan seseorang dengan penghasilannya selama hidup. Korelasi ini dapat dilihat terutama pada mereka yang dapat menyelesaikan sekolat tingkat lanjutan dan universitas, akan mempunyai perbedaan pendapatan 300-800 persen, dengan tenaga kerja yang hanya menyelesaikan sebagian atau seluruh pendidikan tingkat sekolah dasar. Dan, karena tingkat pendidikan sangat dipengaruhi oleh lamanya tahun memperoleh pendidikan, jelas ketimpangan pendapatan yang besar tersebut akan semakin besar lagi apabila golongan miskin tidak dapat memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan lanjutan dan tinggi karena alasan
keuangan atau lainnya, maka sistem pendidikan justru akan mempertahankan atau bahkan memperburuk ketidakmerataan di Negara-negara Dunia Ketiga.
4. Aglomerasi Agglomeration economies atau localized industries menurut Marshall muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka panjang sehingga masyarakat akan memperoleh banyak keuntungan apabila mengikuti tindakan mendirikan usaha di sekitar lokasi tersebut (Mc Donald, 1997 : 37). Aglomerasi (pemusatan aktivitas) produksi digunakan oleh Jaime Bonet (2006) sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi kesenjangan wilayah. Ia menyatakan bahwa aglomerasi produksi dapat mempengaruhi kesenjangan wilayah secara langsung, yaitu pada saat terdapat hambatan bagi mobilitas tenaga kerja antar wilayah, atau saat terdapat surplus tenaga kerja dalam perekonomian. Myrdal dan Hirscman (1970) menjelaskan hal ini melalui efek pengkutuban (polarization effect) aktivitas ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan efek menetes ke bawah (trickle down effect). Aglomerasi dapat diukur dengan beberapa cara. Pertama adalah menggunakan proporsi jumlah penduduk perkotaan (urban area) dalam suatu propinsi terhadap jumlah penduduk propinsi tersebut. Yang kedua adalah dengan menggunakan konsep aglomerasi produksi (Bonet dalam Artur J. Sigalingging, 2008). Penelitian ini menggunakan konsep aglomerasi produksi yang diukur menggunakan proporsi PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB propinsi Jawa Tengah. Ukuran ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemusatan aktivitas ekonomi 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah terhadap pendapatan regional antar kabupaten/kota. Konsep
aglomerasi penduduk tidak digunakan dalam penelitian ini karena data jumlah penduduk perkotaan tidak tersedia setiap tahunnya.
METODE PENELITIAN Untuk mengukur besarnya kesenjangan pendapatan digunakan Indeks Williamson sebagai analisis utama. Sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari farktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah digunakan model regresi linear berganda dengan metode PLS. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model data panel, yaitu penggabungan dari data silang tempat (cross section) dan silang waktu (time series). Data panel tersebut digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, angka partisipasi kasar dan aglomerasi terhadap kesenjangan pendapatan. Model fungsi yang akan digunakan untuk mengetahui kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004-2008 yaitu : INEQ = f (Growth, Unemp, APK, Aglo) Dimana variabel yang digunakan adalah : INEQ = kesenjangan pendapatan Unemp = tingkat pengangguran APK = angka partisipasi kasar Aglo
= aglomerasi
INEQ = β 0 + β1(G) + β2(Unemp) + β3(APK) + β4(Aglo) + Et Fungsi di atas menjelaskan pengertian bahwa kesenjangan pendapatan 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah yang diukur dengan Indeks Williamson dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, angka partisipasi kasar dn aglomerasi serta variabel lain di luar
model. Penelitian ini menggunakan asumsi bahwa variabel lain di luar variabel penelitian tidak berubah (ceteris paribus). Penelitian ini dilakukan di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2004-2008. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti, misalnya diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), dokumendokumen perusahaan atau organisasi dan majalah atau publikasi lainnya (Marzuki, 2005) Data sekunder yang digunakan adalah data panel, yaitu penggabungan dari data silang tempat (cross section) sebanyak 35 data mewakili kabupaten/kota di Jawa Tengah dan data silang waktu (time series) dari tahun 2004-2008. Penggabungan dari data tersebut menghasilkan 175 observasi. Pemilihan periode ini disebabkan karena pada tahun tersebut terjadi peningkatan PDRB, tetapi tidak diikuti dengan tingginya PDRB per kapita propinsi, sehingga pada periode tersebut menarik untuk diteliti serta ketersediaan data pada periode tersebut. Secara umum, datadata pada penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah HASIL Pengolahan data dilakukan melalui dua tahapan, yaitu pengolahan indeks disparitas dengan menggunakan Indeks Williamson dan pengolahan data kesenjangan pendapatan dengan menggunakan software Eviews 6.0. Analisis Kesenjangan Pendapatan dengan Indeks Williamson Setiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah memiliki kondisi kesenjangan yang berbeda-beda karena memiliki pendapatan per kapita yang berbeda-beda pula. Perbedaan pendapatan per kapita ini dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik, letak geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana pembangunan yang ada. Berikut
ini merupakan tabel hasil perhitungan kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004-2008 dengan menggunakan Indeks Williamson.
Tabel Indeks Williamson masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004-2008 Kab / Kota 2004 2005 2006 Kab. Cilacap 0,0796 0,0729 0,0719 Kab. Banyumas 0,0972 0,1024 0,1033 Kab. Purbalingga 0,0793 0,0821 0,0815 Kab. Banjarnegara 0,0678 0,0713 0,0713 Kab. Kebumen 0,1046 0,1078 0,1099 Kab. Purworejo 0,0376 0,0404 0,0407 Kab. Wonosobo 0,0802 0,0838 0,0843 Kab. Magelang 0,0676 0,0716 0,0726 Kab. Boyolali 0,0256 0,0302 0,0312 Kab. Klaten 0,0476 0,0514 0,0556 Kab. Sukoharjo 0,0187 0,0123 0,0108 Kab. Wonogiri 0,0881 0,0902 0,0906 Kab. Karanganyar 0,0240 0,0192 0,0185 Kab. Sragen 0,0621 0,0640 0,0643 Kab. Grobogan 0,1138 0,1162 0,1180 Kab. Blora 0,0863 0,0885 0,0897 Kab. Rembang 0,0370 0,0411 0,0411 Kab. Pati 0,0593 0,0644 0,0665 Kab. Kudus 0,3580 0,3406 0,3319 Kab. Jepara 0,0460 0,0523 0,0513 Kab. Demak 0,0797 0,0843 0,0843 Kab. Semarang 0,0285 0,0199 0,0178 Kab. Temanggung 0,0477 0,0521 0,0545 Kab. Kendal 0,0188 0,0098 0,0074 Kab. Batang 0,0480 0,0526 0,0545 Kab. Pekalongan 0,0467 0,0515 0,0564 Kab. Pemalang 0,1034 0,1088 0,1098 Kab. Tegal 0,1162 0,1212 0,1197 Kab. Brebes 0,0313 0,1024 0,1027 Kota Magelang 0,0451 0,1342 0,0398 Kota Surakarta 0,0892 0,0783 0,0876 Kota Salatiga 0,0005 0,0060 0,0045 Kota Semarang 0,3452 0,3282 0,3362 Kota Pekalongan 0,0395 0,0394 0,0364 Kota Tegal 0,0054 0,0075 0,0072 Sumber : BPS, Jawa Tengah Dalam Angka 2009, Diolah
2007 0,0702 0,1044 0,0810 0,0718 0,1108 0,0398 0,0854 0,0729 0,0328 0,0578 0,0100 0,0923 0,0184 0,0640 0,1190 0,0905 0,0423 0,0669 0,3215 0,0536 0,0852 0,0168 0,0564 0,0055 0,0563 0,0579 0,1136 0,1196 0,1035 0,0379 0,0885 0,0056 0,3318 0,0332 0,0072
2008 0,0895 0,0950 0,0757 0,0660 0,1049 0,0316 0,0817 0,0656 0,0246 0,0501 0,0207 0,0901 0,0373 0,0562 0,1132 0,0850 0,0368 0,0586 0,3461 0,0473 0,0819 0,0264 0,0520 0,0099 0,0516 0,0583 0,1081 0,1131 0,0948 0,0425 0,1022 0,0017 0,3656 0,0401 0,0019
Hasil Pengujian Model Pengujian model dilakukan dengan menggunakan data panel. Penelitian meliputi 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Eviews 6.0 dengan pendekatan Panel Least Square. Hasil pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2) Hasil Regresi Utama Dependent Variable: IW Method: Panel Least Squares Date: 08/01/05 Time: 00:31 Sample: 2004 2008 Periods included: 5 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 175
C GROWTH UNEMP APK AGLO R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.045705 0.000629 -0.001630 -0.001185 2.281829
0.021480 0.003841 0.001553 0.000795 0.157492
2.127860 0.163697 -1.049267 -1.490369 14.48853
0.0348 0.8702 0.2955 0.1380 0.0000
0.560503 0.550162 0.048694 0.403083 283.1082 54.20144 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.077707 0.072601 -3.178379 -3.087957 -3.141701 0.104932
Dari hasil regresi pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran angka partisipasi kasar dan aglomerasi terhadap kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah pada tabel di atas, diperoleh nilai R2 sebesar 0,560503. Hal ini berarti sebesar 56,05 persen variasi
kesenjangan pendapatan dapat dijelaskan oleh variasi tiga variabel indipendennya, yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan angka partisipasi kasar. Sedangkan sisanya sebesar 43,95 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) Variabel GROWTH (X1) UNEMP (X2) APK (X3) AGLO (X4)
t-statistic 0.163697 1.049267 1.490369 14.48853*
t-tabel (α α=5%) 1,974 1,974 1,974 1,974
* = signifikan pada α = 5 persen
3. Pengujian Signifikansi (Uji F) Dari regresi pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan angka partisipasi kasar terhadap kesenjangan pendapatan di Jawa Tengah tahun 2004-2008 yang menggunakan taraf keyakinan 95 persen (α = 5 persen), dengan degree of freedom for numerator (dfn) = 3 (k – 1 = 4 -1) dan degree of freedom for denominator (dfd) = 171 (n – k = 175 – 4), maka diperoleh F-tabel sebesar 2,27. Dari hasil regresi pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran angka partisipasi kasar dan aglomerasi terhadap kesenjangan pendapatan di Jawa Tengah tahun 2004-2008, diperoleh F-statistik sebesar 54,20144 dan nilai probabilitas F statistik 0,000000, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (F-hitung > F-tabel).
4. Uji Normalitas 24
Series: Standardized Residuals Sample 2004 2008 Observations 175
20
16
12
8
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-6.78e-18 0.001264 0.148314 -0.132083 0.048131 0.032155 4.213252
Jarque-Bera Probability
10.76334 0.004600
0 -0.10
-0.05
-0.00
0.05
0.10
0.15
Pada persamaan pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, angka partisipasi kasar dan aglomerasi terhadap kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah, dengan n = 175 dan k = 4, maka diperoleh degree of freedom (df) = 171 (n-k), dan menggunakan α = 5 persen, diperoleh nilai χ2 tabel sebesar 206,867. Hasil uji normalitas dengan melihat Jarque-Bera dibandingkan dengan nilai χ2 tabel , diperoleh hasil J-B hitung sebesar (10,76334) < (206,867). Dari hasil ini dapat ditarik kesimpulan bahwa residual µ terdistribusi normal. 5. Uji Multikolinieritas Tabel R2 Auxiliary Regression No. 1. 2. 3. 4. R2 R2*
Persamaan GROWTH UNEMP APK AGLO UNEMP GROWTH APK AGLO APK GROWTH UNEMP AGLO AGLO GROWTH UNEMP APK = Hasil regresi utama = Hasil auxiliary regression
R2* 0,070366 0,123710 0,112183 0,066952
R2 0,560503 0,560503 0,560503 0,560503
Tabel di atas menunjukkan bahwa model persamaan pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, angka partisipasi kasar dan aglomerasi terhadap kesenjangan pendapatan
Propinsi Jawa Tengah tahun 2004-2008 tidak mengandung multikolinearitas, karena tidak ada nilai R2 regresi parsial yang (auxiliary regression) yang lebih besar dibandingkan dengan R2 regresi utama. 6. Uji Heterokedastisitas
Hasil Uji Park Dependent Variable: RESID^2 Method: Panel Least Squares Date: 08/01/05 Time: 00:51 Sample: 2004 2008 Periods included: 5 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 175
C GROWTH UNEMP APK AGLO R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
-0.001959 -8.59E-05 0.000119 2.52E-05 0.053025
0.000326 5.83E-05 2.36E-05 1.21E-05 0.002391
-6.007354 -1.472290 5.033770 2.087323 22.17304
0.0000 0.1428 0.0000 0.0384 0.0000
0.783180 0.778078 0.000739 9.29E-05 1015.919 153.5152 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000546 0.001570 -11.55336 -11.46294 -11.51668 0.131619
Dari hasil perhitungan dengan Uji Park, terlihat bahwa tidak ada variabel independen yang signifikan secara statistik (probability > α = 5 persen), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heterokedastisitas dalam model.
7. Uji Autokorelasi
Hasil Uji Durbin-Watson
Ada
Ada
8.
Tidak ada
autokorelasi
Tidak ada
autokorelasi
keputusan
positif dan
9.
positif dan
keputusan
Tidak ada
10.
menolak Ho
autokorelasi dan
menolak Ho
tidak menolak Ho 1,79
011.
1,70
4-du = 2,21
4-dl = 2,30
4
Hasil dari Durbin-Watson menunjukkan bahwa nilai d hitung sebesar 0,104932. Hasil dari Durbin-Watson statistic adalah du = 1,79 dan dl = 1,70. Dilihat dari hasil d hitung, maka d hitung terletak di antara 0 dan 1,79 (ada autokolerasi). Pembahasan Hasil regresi persamaan dengan estimasi Panel Least Square, yang diselesaikan dengan software Eviews 6.0 adalah sebagai berikut : IW = 0.0457053785866 + 0.000628776955332*GROWTH - 0.00162981118409*UNEMP 0.00118520748112*APK + 2.28182891266*AGLO
Dimana : IW GROWTH UNEMP APK AGLO
= disparitas (yang diukur dengan Indeks Williamson) = pertumbuhan ekonomi (yang diukur dengan pertumbuhan PDRB riil, dalam satuan persen) = tingkat pengangguran (persen) = angka partisipasi kasar (persen) = aglomerasi (persen)
Dari hasil olah data, diperoleh interpretasi hasil regresi pengaruh pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran angka partisipasi kasar dan aglomerasi di Propinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut : a) Pertumbuhan Ekonomi Dari hasil regresi, diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. Artinya, apabila terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan kesenjangan pendapatan sebesar 0,0006 persen. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Simon Kuznets, hubungan pertumbuhan ekonomi dengan kesenjangan pendapatan seperti huruf U terbalik. Pada tahap awal pertumbuhan, cenderung terjadi ketimpangan yang relatif tinggi, kemudian seiring dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi, akan memperbaiki ketimpangan pendapatan, dan akhirnya apabila pertumbuhan berlangsung terus menerus, maka akan terjadi pendistribusian pendapatan yang timpang lagi atau mengikuti pola kurva U terbalik. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil regresi tersebut sesuai dengan hipotesis Kuznets. Namun, tidak signifikan pada persamaan menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh besar terhadap kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah. b) Tingkat Pengangguran Dari hasil regresi, diketahui bahwa tingkat pengangguran berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. Setiap kenaikan angka pengangguran sebesar 1
persen, maka akan menurunkan angka kesenjangan pendapatan sebesar 0,001 satuan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat pengangguran, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesenjangan pendapatan antar daerah. Hal ini berarti perubahan tingkat pengangguran di Propinsi Jawa Tengah tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah. c) Angka Partisipasi Kasar Dari hasil regresi, diketahui bahwa angka partisipasi kasar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kesenjangan pendapatan. Setiap kenaikan angka partisipasi kasar sebesar 1 persen, akan menurunkan kesenjangan pendapatan sebesar 0,001 satuan. Hubungan negatif ini sesuai denga hipotesis penelitian, yaitu semakin meratanya pendidikan di suatu daerah, diharapkan dapat menurunkan angka kesenjangan pendapatan di daerah yang bersangkutan, karena besarnya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Namun, variabel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. Pengaruh yang tidak signifikan disebabkan karena seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi tidak selalu mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang tinggi pula. d) Aglomerasi Aglomerasi dalam penelitian ini diukur dengan proporsi PDRB riil kabupaten/kota dengan PDRB riil Propinsi Jawa Tengah. Jadi, semakin tinggi angkanya, maka semakin tinggi pula kegiatan perekonomian yang dilakukan di daerah yang bersangkutan. Dari hasil regresi, diketahui bahwa variabel aglomerasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. Apabila angkanya meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan pula kesenjangan pendapatan sebesar 2,281 satuan.
Hasil yang sama juga ditemukan dalam penelitian Jaime Bonet (2006). Hal ini sesuai dengan teori Hirscman (1970) yang menyatakan bahwa pemusatan aktivitas ekonomi di suatu wilayah dapat mengakibatkan proses pengkutuban (polarization effect). Ini terjadi apabila efek transmisi pertumbuhan antar wilayah lemah, sehingga faktor-faktor pertumbuhan akan bergerak menuju wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan, dan akibatnya ketimpangan wilayah akan melebar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pertumbuhan ekonomi masih memberikan pengaruh positif terhadap kesenjangan pendapatan. Hubungan ini sejalan dengan Hipotesis Kuznets yang dinamakan Kurva U terbalik, yang menyatakan bahwa pada awalnya petumbuhan berdampak pada peningkatan kesenjangan pendapatan. Pertumbuhan akan menghasilkan pemerataan jika pendapatan suatu negara sudah melampaui batas tertentu. Pemerintah perlu mengubah strategi pembangunan ekonomi ke arah peningkatan pertumbuhan yang berorientasi kepada pemerataan pendapatan. Berdasarkan hipotesis tersebut, maka Propinsi Jawa Tengah telah melalui tahap pemerataan pendapatan. Namun, pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesenjangan pendapatan di propinsi tersebut. Hal ini disebabkan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah yang relatif merata, yang dibuktikan dengan angka standar deviasi yang semakin menurun pada tahun 2004-2008. 2. Tingkat pengangguran memberikan pengaruh negatif terhadap kesenjangan pendapatan. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa tingkat pengangguran berpengaruh positif terhadap kesenjangan pendapatan. Alasannya adalah
karena tidak semua penganggur tidak memiliki penghasilan. Misalnya, pengangguran sukarela, penganggur terselubung, orang yang tidak bekerja tetapi memiliki cukup simpanan kekayaan dari harta warisan, serta para pekerja yang bekerja di sektor informal. 3. Angka partisipasi kasar memberikan pengaruh negatif terhadap kesenjangan pendapatan. Semakin banyaknya masyarakatnya yang mengenyam pendidikan yang tinggi, diharapkan akan semakin banyak masyarakat yang mendapatkan pekerjaan dengan tingkat penghasilan yang tinggi, sehingga pada akhirnya dapat menurunkan angka kesenjangan pendapatan. 4. Aglomerasi memberikan pengaruh positif terhadap kesenjangan pendapatan. Hal ini disebabkan oleh terkonsentrasinya kegiatan produksi di Kota Semarang yang mendorong pertumbuhan daerah cenderung lebih cepat. Hasil yang sama juga ditemukan dalam penelitian Jaime Bonet (2006). Hal ini sesuai dengan teori Hirscman (1970) yang menyatakan bahwa pemusatan aktivitas ekonomi di suatu wilayah dapat mengakibatkan proses pengkutuban (polarization effect). Ini terjadi apabila efek transmisi pertumbuhan antar wilayah lemah, sehingga faktor-faktor pertumbuhan akan bergerak menuju wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan, dan akibatnya ketimpangan wilayah akan melebar. 5. Hasil koefisien determinasi (R2) pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran angka partisipasi kasar dan aglomerasi, menunjukkan angka 56,05 persen. Hal ini berarti variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sedangkan 43,95 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis variabel-variabel lain yang mempengaruhi kesenjangan pendapatan.
Saran a. Berdasarkan Hipotesis Kuznets, maka Propinsi Jawa Tengah telah melampaui tahap pemerataan pendapatan. Dalam lima tahun terakhir, beberapa daerah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seperti Kabupaten Tegal, Kabupaten Semarang, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kota Semarang, Kota Tegal, dan Kota Surakarta dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, sama dengan pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah yang dalam 5 tahun terakhir di atas 5 persen. Tingginya angka pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah akan lebih baik apabila diikuti peningkatan program-program pemerintah yang lebih difokuskan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga pemerataan pendapatan akan tercapai. b. Berdasarkan data penelitian yang menggunakan tingkat pengangguran terbuka yang mana di dalamnya terdapat golongan masyarakat yang dalam tahap mencari pekerjaan, maka Pemerintah Propinsi Jawa Tengah perlu lebih menggerakkan sektor informal untuk menurunkan tingkat pengangguran. Selain itu juga agar lebih mendorong masyarakat untuk memperoleh penghasilan yang tinggi, sehingga dengan semakin banyaknya masyarakat yang memiliki penghasilan, maka dapat menurunkan kesenjangan pendapatan. c. Angka partisipasi kasar menunjukkan pemerataan pendidikan di suatu daerah. Semakin besar persentase angka partisipasi kasar, maka diharapkan masyarakat yang mengenyam pendidikan tersebut dapat memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang didapatnya, sehingga kesenjangan pendapatan dapat ditekan. Agar tercapai pemetaraan pendidikan, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah meningkatkan program-program untuk meningkatkan
peran masyarakat dalam mengenyam pendidikan, misalnya BOS dan program peningkatan pendidikan lainnya. d. Terkonsentrasinya kegiatan industri pada suatu daerah menyebabkan kesenjangan pendapatan antar daerah. Oleh karena itu, untuk dapat menekan angka kesenjangan pendapatan, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah perlu menggalakkan kebijakan pembangunan dualistis melalui keterkaitan antar sektor pertanian dengan sektor industri, yaitu dengan pengembangan agroindustri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. e. Model dalam penelitian ini masih sebatas hanya untuk melihat dan menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, angka partisipasi kasar dan aglomerasi terhadap kesenjangan pendapatan. Masih banyak faktor-faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap kesenjangan pendapatan, khususnya di Propinsi Jawa Tengah, seperti jumlah output sektor industri dan pendapatan per kapita. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih mendalam dengan data dan metode yang lebih lengkap sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang telah ada dan hasilnya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan berbagai pihak yang berkaitan dengan kesenjangan pendapatan ataupun pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA Aisyah, Siti. 2003. Analisis Faktor - faktor yang Mempengaruhi Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan di Indonesia (Stusi Kasus 26 Propinsi di Indonesia). Tesis Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok. Algifari, 1997. Statistika Ekonomi Edisi ke 2. Yogyakarta : STIE YKPN. Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta : BPFE Badan Pusat Statistik, 2006. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah. BPS Provinsi Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik, 2006. Kabupaten Tegal Dalam Angka. BPS Provinsi Jawa Tengah. Basukianto, 2009. Model Kesenjangan Pendapatan : Pendekatan Model Kuznets untuk Kasus Jawa Tengah. Semarang. Bhinadi, Ardito. Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa dengan Luar Jawa. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 8, Nomor 1, 39 – 48. Boedijoewono, Noegroho. 2007. Pengantar Statistika Ekonomi dan Bisnis Jilid 1. Yogyakarta : UPP-STIM YKPN. Bonet, Jaime. 2006. Fiscal Desentralization and Regional Income Disparities : evidence from the Colombian experience. Number 14, 2009, page : 61-80. Dajan, Anto. 2000. Pengantar Metode Statistik Jilid 1. Jakarta : LP3ES. Estudillo, Jonna. 1997. Income Inequality in the Philippines 1961 – 1991. The Developing Economies, Vol. XXXV-1, March 1997, page 68 – 95. Farid, Miftah. 2007. Pengaruh Disparitas Antar Daerah dan Ekspor terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Menggunakan Data Panel Propinsi. FEUI. Depok. Gama, Savitri, Ayu. 2007. Disparitas dan Konvergensi PDRB Per Kapita Antar Kabupaten / Kota di Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi dan Sosial, Volume 2, Nomor 1. Gujarati, Damodar. 2005. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Drs. Ak. Sumarno Zain, MBA. Jakarta : Erlangga. Heyns, Barbara. Emerging Inequalities in Central and Eastern Europe. Annual Review of Sociology, 2005, 31: 163. Ikemoto, Yukio.1992. Income Inequality in Thailand in the 1980s. Southeast Asian Studies, Vol. 30, No 2, September 1992.
Irawan, Ferry. 2007. Pengaruh Disparitas Antar Daerah dan Ekspor terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Menggunakan Data Panel Propinsi. Depok. J. Supranto. 1996. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga. Jhingan, 1996. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan kebijakan Edisi Ketiga. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Kuznets, Simon. 1955. Economic Growth and Income Inequality : The American Economic Review. Vol. 45, No 1, March 1955, page 1-28. Mankiw, Gregory. 2000. Teori Makro Ekonomi. Jakarta : Erlangga. Motonishi, Taizo. 2003. Why Has Incone Inequality in Thailand Increased? An Analysis Using 1975 – 1998 Surveys. Masli, Lili. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Antar Kabupaten / Kota di Propinsi Jawa Barat. Noegroho, Sinung, Yoenanto. 2007. Analisis Disparitas Pendapatan Kabupaten / Kota di Propinsi Jawa Tengah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional. FEUI. Depok. Sjafrizal, 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Prisma, LP3ES, Nomor 3, 27 – 38. Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sutarno, 2003. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas, 1993 – 2000. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8, Nomor 2, 97 – 110. Todaro, Michael P. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Terjemahan Ir. Burhanuddin Abdullah M.A dan Drs. Harris Munandar. Jakarta : Erlangga.