ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2008-2011
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Sabda Imani Rubiarko 0910210087
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2008-2011
Yang disusun oleh : Nama
:
Sabda Imani Rubiarko
NIM
:
0910210087
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 14 Mei 2013
Malang, 14 Mei 2013
Dr. Rachmad Kresna Sakti SE., MSi. NIP. 19631116 199002 1 001
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2008-2011 Sabda Imani Rubiarko Dr. Rachmad Kresna Sakti SE., MSi. Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan dua tujuan pembangunan yang seharusnya dapat dicapai secara bersamaan dalam proses pembangunan ekonomi. Tetapi pada kenyataannya masih sulit tercapainya pemerataan dan sering kali terjadi adanya disparitas pendapatan. Penelitian ini dilakukan karena melihat adanya research gap dengan memilih beberapa variabel yang menyebabkan adanya gap antara beberapa penelitian terdahulu dengan waktu dan daerah penelitian yang berbeda dengan penelitian terdahulu. Bagaimana faktor-faktor yang memepengaruhi disparitas pendapatan setiap daerah dan waktu mengalami perbedaan. Analisis yang dilakukan adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan regresi linear berganda untuk menjawab rumusan masalah dan mengetahui pengaruh variabel-variabel yang telah ditentukan. Hasil penelitian ini yaitu terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan disparitas pendapatan dan terbukti secara signifikan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi disparitas pandapatan di Jawa Timur. Pengangguran terbuka terbukti secara signifikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi disparitas pandapatan di Jawa Timur dengan hubungan yang positif. Sedangkan angka partisipasi kasar (APK) secara signifikansi dinyatakan tidak menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya dispartas pendapatan di Jawa Timur. Aglomerasi produksi secara signifikan terbukti menjadi faktor yang mempengaruhi disparitas pandapatan di Jawa timur dan terdapat hubungan positif antara aglomerasi produksi dengan disparitas pandapatan di Jawa Timur. Untuk aglomerasi konsumsi terdapat hubungan negatif dengan disparitas pendapatan dan terbukti secara signifikan aglomerasi konsumsi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi disparitas pandapatan di Jawa Timur. Kata kunci: disparitas pendapatan, pertumbuhan ekonomi, pengangguran, angka partisipasi kasar, aglomerasi, Jawa Timur.
A. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan dua tujuan pembangunan yang seharusnya dapat dicapai secara bersamaan dalam proses pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti oleh pemerataan ekonomi akan memperlebar jurang pemisah antara satu kelompok masyarakat dan kelompok lainya, sementara pemerataan ekonomi tanpa pertumbuhan ekonomi sama halnya dengan meningkatkan kemiskinan suatu daerah. Pertumbuhan versus pemerataan terutama mengenai distribusi pendapatan menjadi hal yang paling diperhatikan oleh negara-negara berkembang karena dirasakan permasalahan ini sangatlah kompleks. Keduanya samasama penting, namun hampir selalu sulit diwujukan dengan waktu yang bersamaan. Pengutamaan suatu hal akan menuntut dikorbankanya hal yang lain, begitu pula dengan dilema pertumbuhan dan pemerataan. Pada tahun 1975 Wiiliamson mengamati tingkat disparitas di berbagai negara yang mempunyai tingkat perkembangan yang berbeda dengan menggunakan indeks yang merupakan modifikasi dari suatu standard deviasi. Semakin tinggi indeksnya, maka tingkat kesenjangan wilayah semakin besar. Selanjutnya Williamson menganalisis hubungan kesenjangan wilayah dengan tingkat perkembangan ekonomi. Hasil analisisnya adalah nilai indeksnya terus meningkat bagi negara-negara yang tingkat perkembangan ekonominya semakin tinggi. Sampai suatu saat tercapai titik balik, dimana
tingkat perkembangan ekonomi negara semakin tinggi nilai indeksnya semakin rendah. Apabila digambarkan dengan grafik, maka grafik tersebut akan berbentuk U terbalik. Hubungan ini sejalan dengan Hipotesis U-Terbalik Kuznets (Arsyad,1988). Masalah disparitas pendapatan telah lama menjadi persoalan dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh sejumlah Negara miskin dan berkembang. Banyak negara berkembang yang mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi pada tahun 1960-an mulai menyadari bahwa pertumbuhan yang semacam itu hanya sedikit manfaatnya dalam memecahkan masalah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi tinggi gagal untuk mengurangi bahkan menghilangkan besarnya kemiskinan absolut. Dengan kata lain, pertumbuhan GNP per kapita yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Karena apa yang disebut dengan proses ”trickle down effect” dari manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin tidak terjadi seperti apa yang diharapkan (Arsyad. 1988). Pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat yang terus mengalami peningkatan dalam jangka panjang salah satu penyebabnya yaitu pengaruh dari meningkatnya pembangunan ekonomi daerah tersebut. Pembangunan ekonomi bukan hanya semata-mata bertujuan dalam hal menciptakan modernisasi masyarakat, tetapi yang lebih penting lagi untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik kepada seluruh masyarakat tersebut. Berarti secara idiil selalu diinginkan agar usaha-usaha pembangunan akan dapat dikecap oleh seluruh masyarakat secara merata. Tujuan ini tidak akan tercapai apabila pembangunan ekonomi mengakibatkan distribusi pendapatan masyarakat menjadi semakin memburuk keadaannya. Dalam keadaan seperti ini hanya segolongan kecil saja dari keseluruhan anggota masyarakat yang menikmati hasil pembangunan (Sadono, 1978). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disparitas Pendapatan di Porvinsi Jawa Timur”. B. KAJIAN PUSTAKA Definisi Kesenjangan Pendapatan Bigsten (2000) mengemukakan bahwa distribusi pendapatan pada sebuah perekonomian adalah hasil akhir dari seluruh proses ekonomi, yang artinya bahwa distribusi pendapatan pada prinsipnya harus memperhitungkan semua faktor yang mempengaruhinya. Adam Smith dan Marx berpendapat bahwa persoalan pokok dari distribusi pendapatan adalah bagaimana hasil penjualan produk dibagi diantaranya upah, sewa dan laba. Adelman dan Moris berpendapat bahwa kesenjangan pendapatan di daerah ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh ukuran negara, sumber daya alam, dan kebijakan yang dianut. Dengan kata lain, faktor kebijakan dan dimensi struktural perlu diperhatikan selain laju pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 1997). Professor Kuznets, yang sangat berjasa dalam mempelopori analisis pola-pola pertumbuhan historis di negara-negara maju, telah mengemukakan bahwa pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Observasi inilah yang dikenal dengan hipotesis “U-Terbalik” Kuznets, sesuai dengan bentuk rangkaian perubahan kecenderungan distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Gini pertumbuhan GNP per kapita seperti yang digambarkan pada kurva berikut : Gambar 1 : Hipotesis U-Terbalik Kuznets
Sumber: Arsyad, 1988
Terdapat banyak ulasan yang mencoba menjelaskan mengapa pada tahap-tahap awal distribusi pendapatan cenderung memburuk, untuk kemudian membaik. Sebagian besar dari ulasan tersebut mengaitkannya dengan kondisi dasar perubahan struktural. Tahapan pertumbuhan awal akan terpusat di sektor industri modern (dalam model Lewis), lapangan kerja terbatas, namun tingkat upah dan produktivitas terhitung tinggi. Kesenjangan pendapatan antar sektor industri modern dengan sektor pertanian tradisional pada awalnya melebar dengan cepat sebelum akhirnya menyempit kembali. Ketimpangan dalam sektor modern yang tengah mengalami pertumbuhan pesat jauh lebih besar daripada yang terkandung dalam sektor tradisional yang relatif stagnan (Todaro, 2006). Indeks Williamson Williamson telah mengamati tingkat kesenjangan di berbagai negara yang mempunyai tingkat perkembangan yang berbeda. Williamson menilai tingkat kesenjangan dengan memperkenalkan Indeks Williamson. Indeks Williamson adalah suatu indeks yang didasarkan pada ukuran penyimpangan pendapatan per kapita penduduk tiap wilayah dan pendapatan per kapita nasional. Sehingga Indeks Williamson ini merupakan suatu modifikasi dari standard deviasi. Makin tinggi Indeks Williamson berarti kesenjangan wilayah semakin besar, dan sebaliknya. Selanjutnya Williamson menganalisis hubungan antara kesenjangan wilayah dengan tingkat perkembangan ekonomi. Williamson menggunakan indeks ini untuk mengukur tingkat kesenjangan dari berbagai Negara dengan tahun yang relatif sama. Dalam melakukan perhitungan, Williamson menggunakan data PDB per kapita serta jumlah penduduk dari berbagai negara. Hasil perhitungan ini kemudian digabungkan dengan tingkat perkembangan ekonomi (berdasarkan tingkat PDB) negara-negara tersebut dari Kuznets. Dengan adanya penggabungan dua perhitungan tersebut, Williamson menyatakan bahwa ada hubungan sistematis antara tingkat pembangunan nasional dan ketidaksamaan regional. Tingkat ketidaksamaan regional adalah sangat tinggi dalam golongan pendapatan menengah berdasarkan Kuznets, tetapi secara konsisten lebih rendah apabila kita bergerak ke tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Dapat dikatakan juga bahwa pada waktu tingkat perkembangan perekonomian suatu negara masih rendah, maka tingkat kesenjanganpun semakin rendah (nilai Indeks Williamson). Nilai ini terus meningkat bagi negara-negara yang tingkat perkembangan ekonominya semakin tinggi. Sampai suatu saat tercapai titik balik, dimana tingkat perkembangan ekonomi negara makin tinggi, maka nilai indeksnya semakin rendah. Bagi negara-negara yang telah maju ternyata nilai indeksnya rendah, seperti negara-negara yang sangat belum berkembang. Apabila hubungan antara Indeks Williamson dengan perkembangan ekonomi digambarkan dengan grafik, maka grafik tersebut akan berbentuk huruf U terbalik. Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang lebih baik, Williamso mengadakan uji dengan menghitung Indeks Williamson Amerika Serikat dari tahun 1840 pada waktu ekonomi Amerika Serikat belum berkembang sampai tahun 1961, setelah Amerika Serikat mengalami perkembangan yang penuh. Ternyata dari pengamatan ini Williamson mendapatkan hasil yang sama, yaitu pada waktu ekonomi AS belum berkembang (1848), nilai indeksnya masih rendah (0,279), dan mencapai puncaknya pada tahun 1932 sebesar 0,410, lalu menurun terus dan pada akhirnya pada tahun 1961 setelah ekonomi AS berkembang, nilai indeksnya menjadi 0,192. Jadi, dari hasil pengamatan Williamson dapat diambil kesimpulan bahwa ketidaksamaan regional adalah meningkat selama tahap awal pembangunan, sedangkan pada pertumbuhan yang matang akan menghasilkan pemusatan regional atau pengurangan perbedaan. Rumus Indeks Williamson : IW = ...................................................................................................... (1) Keterangan : IW = Indeks Williamson Yi = PDRB per kapita (dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota) Y = PDRB per kapita (propinsi) fi = Jumlah penduduk (dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota) n = Jumlah penduduk (propinsi)
Nilai Indeks Williamson berkisar antara 0 – 1 (positif). Semakin besar nilai indeksnya, maka semakin besar juga tingkat kesenjangan pendapatan antar wilayah. Sebaliknya, semakin kecil nilai indeksnya, maka semakin kecil pula tingkat kesenjangan yang terjadi di wilayah tersebut. Ketidakmerataan tinggi terjadi pada nilai indeks diatas 0,50. Sedangkan ketidakmerataan dikatakan rendah apabila nilai indeksnya dibawah 0,50. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pendapatan Menurut Sukirno(1978), pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Timur diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Timur menurut harga konstan. Pertumbuhan ekonomi dinyatakan sebagai perubahan PDRB atas dasar harga konstan di Propinsi Jawa Timur (dalam satuan persen) atau disebut laju pertumbuhan ekonomi. Formula untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi yaitu : Gt =
.................................................................................................................... (2)
Keterangan : Gt = Tingkat pertumbuhan ekonomi (%) Yrt = Produk Domestik Regional Bruto riil tahun t Yrt-1 = Produk Domestik Regional Bruto riil tahun sebelumnya Definisi dari pengangguran cukup banyak pengertiannya, sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) mengartikan pengangguran adalah meliputi penduduk yang sedang mencari pekerjaan, penduduk yang sedang mempersiapkan suatu usaha, penduduk yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, penduduk yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Untuk data tingkat pengangguran dibutuhkan jumlah pengangguran terbuka dan setengah menganggur di Propinsi Jawa Timur per tahunya. Berikut ini formula untuk mengetahui tingkat pengangguran terbuka: Xj = ....................................................................................... (3) Xj
= Nilai aktual tingkat penganggur terbuka dari Daerah j = Jumlah penduduk yang bekerja = Jumlah angkatan kerja Formula untuk mengetahui tingkat penduduk setengah menganggur: Xj = ..........................................................................(4)
Xj
= Nilai aktual tingkat setengah penganggur Daerah j = Jumlah penduduk yang bekerja = Jumlah penduduk setengah menganggur Angka partisipasi kasar adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. Dalam penelitian ini yang dihitung adalah APK SMA (dalam satuan persen). APK dapat menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing – masing jenjang pendidikan. APK (SMA) = % .............................. (5) Penelitian ini menggunakan konsep aglomerasi produksi sesuai dengan penelitian yang dilakukan Bonet (2006), yang diukur menggunakan proporsi PDRB kabupaten/kota terhadap Propinsi Jawa Timur (dalam satuan persen). Perhitungan tersebut masuk ke dalam perhitungan tingkat aglomerasi bidang produksi, sedangkan bidang konsumsi dapat dihitung menggunakan metode Distribution Qoutient (DQ). Ukuran ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemusatan aktivitas ekonomi pada daerah-daerah Jawa Timur terhadap pendapatan regional antar kabupaten/kota. Formula untuk mengetahui aglomerasi pada daerah-daerah di Jawa Timur berdasarkan bidang produksi: .....................................................................................................................(6)
= share dari PDRB subsektor industri manufaktur S di kota atau kabupaten i terhadap PDRB sektor industri manufaktur kabupaten atau kota i secara keseluruhan. i = kota atau kabupaten di Jawa Timur yang menjadi sampel penelitian. S = melambangkan subsektor industri manufaktur Sedangkan untuk bidang konsumsi menggunakan metode Distribution Qoutient (DQ). Metode ini untuk menentukan pola penyebaran aktivitas. Makin tinggi Distribution Qoutient maka semakin terkonsentrasi pula aktivitas tersebut. .................................................................................................................... (7) DQ = Distribution Qoutient y = industri x = luas area mengadopsi dari metode Distribution Qoutient (DQ) untuk mengukur aglomerasi konsumsi, maka dapat diketahui dengan cara membagi jumlah konsumsi rumah tangga setiap daerah dengan luas daerah tersebut. Sehingga dapat terlihat daerah yang mengalami aglomerasi yang dilihat dari sisi konsumsi. C. METODE PENELITIAN Populasi Penelitian dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik yang telah menyediakan beberapa macam data yang diperlukan dalam penelitian ini. Selain itu beberapa data diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini. Metode Analisis Analisis data dilakukan dengan bantuan Metode Regresi Linear Berganda sebagai alat ekonometrika perhitungannya, tetapi sebelum melakukan analisis regresi linear berganda dan analisis deskriptif digunakan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokesdastisitas. Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 еt ............................................ (8) Keterangan: Y: Indeks Williamson X1: Pertumbuhan Ekonomi X2: Tingkat Pengangguran X3: Tingkat Pendidikan X4: Aglomerasi Produksi X5: Aglomerasi Konsumsi Et: error term D. HASIL PENELITIAN Analisis Hasil Regresi Linier Berganda Dari pengolahan data dengan Indeks Williamson sebagai variabel dependen dan variabel tingkat pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka, angka partisipasi kasar (APK), aglomerasi produksi dan aglomerasi konsumsi sebagai variabel independen, diperoleh hasil Dengan model persamaan : Y = -6.440 – 2.243 X1 + 0.473 X2 + 0.103 X3 + 0.294 X4 + 0.246 X5 + μ .............................. (8) Uji F Keseluruhan variabel independen dikatakan memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen apabila nilai dari Fhitung >Ftabel. Fhitung menunjukkan angka 11.346 yang mana lebih besar daripada Ftabel yang sebesar 2.2761 maka dikatakan signifikan. Dengan demikian secara serentak atau bersama-sama variabel bebas yang terdiri dari : X1 : pertumbuhan ekonomi X2 : pengangguran terbuka X3 : angka pertisipasi kasar (APK)
X4: aglomerasi produksi X5: aglomersi konsumsi berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu variabel Indeks Williamson (Y) di Jawa timur pada periode tersebut. Uji t Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Variabel independen dianggap memiliki pengaruh terhadap variabel dependen apabila nilai thitung > ttabel. Maka diperoleh hasil uji t yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 1 : Hasil Estimasi Uji t Variabel thitung signifikansi Koefisien regresi Pertumbuhan Ekonomi (x1) -4.819 .000 -2.243 Pengangguran Terbuka (x2) 2.358 .000 .473 APK (x3) .288 .020 .103 Aglomerasi Produksi (x4) 6.964 .774 .294 Aglomerasi Konsumsi (x5) -2.649 .000 .246 Sumber: hasil pengolahan data 2013 Pengujian mengenai ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Pertumbuhan Ekonomi (X1) Pengujian terhadap variabel X1 memiliki nilai signifikansi < 0.05 (thitung < ttabel) yang berarti signifikan. Nilai probabilitas X1 yang diperoleh adalah 0.000 lebih kecil dari 0.05 maka variabel X1 dinyatakan berpengaruh terhadap variabel Y. Berdasarkan regresi di atas, diperoleh koefisien regresi untuk variabel pertumbuhan ekonomi sebesar -2.243. Hal ini berarti terdapat hubungan negatif antara variabel pertumbuhan ekonomi dengan Indeks Williamson yang artinya setiap terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 1% akan menurunkan Indeks Williamson sebesar -224.3% jika dianggap variabel bebas lain tidak berubah. 2) Pengangguran Terbuka (X2) Pengujian terhadap variabel X2 memiliki nilai signifikansi > 0.05 (thitung < ttabel) yang berarti signifikan. Nilai probabilitas X2 yang diperoleh adalah 0.020 lebih kecil dari 0.05 maka variabel X2 dinyatakan berpengaruh terhadap variabel Y. Berdasarkan regresi di atas, diperoleh koefisien regresi untuk variabel pengangguran terbuka sebesar 0.473. Hal ini berarti terdapat hubungan positif antara variabel pengangguran terbuka dengan Indeks Williamson yang artinya setiap terjadi kenaikan tingkat pengangguran terbuka rata-rata sebesar 1% akan menaikan Indeks Williamson sebesar 47.3% jika dianggap variabel bebas lain tidak berubah. 3) Angka Partisipasi Kasar (X3) Pengujian terhadap variabel X3 memiliki nilai signifikansi > 0.05 (thitung > ttabel) yang berarti tidak signifikan. Nilai probabilitas X3 yang diperoleh adalah 0.774 lebih besar dari 0.05 maka variabel X3 dinyatakan tidak berpengaruh terhadap variabel Y. Berdasarkan regresi di atas, diperoleh koefisien regresi untuk variabel angka partisipasi kasar (APK) sebesar 0.103. Hal ini berarti terdapat hubungan positif antara variabel angka partisipasi kasar (APK) dengan Indeks Williamson yang artinya setiap terjadi kenaikan angka partisipasi kasar (APK) rata-rata sebesar 1% akan menaikan Indeks Williamson sebesar 10.3% jika dianggap variabel bebas lain tidak berubah. 4) Aglomerasi Produksi (X4) Pengujian terhadap variabel X4, karena variabel X4 memiliki nilai signifikansi < 0.05 (thitung > ttabel) yang berarti signifikan. Nilai probabilitas X4 yang diperoleh adalah 0.000 lebih kecil dari 0.05 maka variabel X4 dinyatakan berpengaruh terhadap variabel Y. Berdasarkan regresi di atas, diperoleh koefisien regresi untuk variabel aglomerasi produksi sebesar 0.294. Hal ini berarti terdapat hubungan positif antara variabel aglomerasi produksi dengan Indeks Williamson yang artinya setiap terjadi kenaikan aglomerasi produksi rata-rata sebesar 1% akan meningkatkan Indeks Williamson sebesar 29.4% jika dianggap variabel bebas lain tidak berubah. 5) Aglomerasi Konsumsi (X5)
Pengujian terhadap variabel X5, karena variabel X5 memiliki nilai signifikansi < 0.05 (thitung > ttabel) yang berarti signifikan. Selain itu, nilai probabilitas X5 yang diperoleh adalah 0.009 lebih kecil dari 0.05 maka variabel X5 dinyatakan berpengaruh terhadap variabel Y. Berdasarkan regresi di atas, diperoleh koefisien regresi untuk variabel aglomerasi konsumsi sebesar -0.246. Hal ini berarti terdapat hubungan negatif antara variabel aglomerasi konsumsi dengan Indeks Williamson yang artinya setiap terjadi kenaikan aglomerasi konsumsi rata-rata sebesar 1% akan menurunkan Indeks Williamson sebesar 24.6% jika dianggap variabel bebas lain tidak berubah. Uji R2 Model regresi linier berganda di atas, selanjutnya harus diuji ketepatan atau kecocokan garis regresinya (Goodness of Fit Test). Pengujian ketepatan garis regresi dapat dilakukan dengan melihat nilai koefisien determinasinya (R2). Koefisien determinasi juga dapat digunakan untuk mengukur besarnya proporsi (presentase) dari variabel bebas terhadap variasi (naik-turunnya) variabel tergantung secara bersama-sama. Hasil uji statistik menunjukkan R2 dari model regresi adalah 0.280. Perolehan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.280 tersebut yang artinya bahwa variabel bebas dalam model ini yaitu pertumbuhan ekonomi (X1), pengangguran terbuka (X2), angka pertisipasi kasar (X 3), aglomerasi produksi (X4), dan aglomerasi konsumsi (X3), mampu menjelaskan atau sumbangannya terhadap variasi dari variabel tergantung yaitu Indeks Williamson sebesar 28%. Sedangkan sisanya sebesar 72% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model. Uji Normalitas Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kehormatan distribusi data. Ujian ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk menganalisis statistik parametrik, hal ini dikarenakan data tersebut harus terdistribusi normal. Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen kedua-duanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Gambar 2 : Hasil Uji Normalitas
Sumber: hasil pengolahan data 2013 Melihat hasil histogram di atas maka dapat disimpulkan lolos dari uji normalitas, maksudnya sebaran atau distribusi data secara analisa statistik parametrik bersifat normal. Dapat disimpukan demikian dikarenakan garis pada grafik tersebut membentuk lonceng. Uji normalitas juga dapat dilihat dari hasil gambar yang menampilkan sebaran titik-titik. Jika titik-titik tersebut persebarannya mendekati garis lurus, maka dikatakan data yang diujikan normal. Berikut ini tampilannya:
Gambar 3 : Hasil Uji Normalitas
Sumber: hasil pengolahan data 2013 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linier yang sempurna antara beberapa atau semua variabel independen. Penggunaan uji asumsi ini untuk mengetahui bahwa tidak ada satu variabel independen atau lebih yang mempunyai hubungan yang kuat dengan variabel lainnya. Uji multikolonieritas ini bertujuan untuk menunjukkan adanya hubungan linier diantara variabel independen dalam model regresi. Indikator pendeteksi ada tidaknya multikolonieritas adalah dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan TOL (Tolerance). Jika nilai VIF dari suatu variabel kurang dari 10 dan nilai TOL lebih dari 0.1 maka antar variabel independen terbebas dari multikolonearitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2 : Analisis Uji Multikolinearitas Collinearity Statistics Variabel Tolerance VIF Pertumbuhan Ekonomi (x1) .834 1.199 Pengangguran Terbuka (x2) .492 2.032 APK (x3) .581 1.721 Aglomerasi Produksi (x4) .742 1.348 Aglomerasi Konsumsi (x5) .405 2.466 Sumber: hasil pengolahan data 2013 Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai VIF dari semua variabel independen kurang dari 10 sedangkan nilai TOL tidak ada yang kurang dari 0.1 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas sempurna di antara variabel independen. Uji Heteroskedastisitas Pengujian terhadap heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda maka terjadi heteroskedastisitas. Dikarenakan pada penelitian ini menggunakan SPSS maka uji heterogenitas dapat dilihat dari scatterplot yang telah ada. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 4 : Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: hasil pengolahan data 2013 Melihat gambar dari scetterplot yang ada, plot tidak terlalu berkumpul dan tidak terlalu menyebar. Dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi penelitian ini terbebas dari keadaan heterokedastisitas dalam data yang diuji. Heterokedastisitas yaitu gejala varian yang tidak sama dari satu pengamatan data yang lain Data yang baik yaitu data yang menghasilkan plot yang tidak terlalu menyebar dan tidak terlalu berkumpul. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi lain (disturbansi). Untuk mengetahui adanya autokorekasi dalam suatu model regresi dilakukan dengan pengujian terhadap nilai uji Durbin Watson (DW) dan LM test. Hasil uji autokorelasi menggunakan DW test sebagai berikut: Tabel 3 : Hasil Durbin Watson Test dw
dl
du
4-dl
4-du
0.804 1.6675 1.8032 2.3325 2.1968 Sumber: hasil pengolahan data 2013 Nilai dw merupakan statistic durbin Watson yang didapatkan dari model regresi yaitu sebesar 0.804. Nilai dl merupakan batas bawah statistic durbin Watson dan nilai du merupakan batas atas statistic durbin Watson. Jika dw dl, maka Ho ditolak sehingga menyatakan terjadinya autokorelasi. E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disparitas Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008-2011” maka diperoleh beberapa kesimpulan : 1. Pengangguran terbuka secara signifikansi dinyatakan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya dispartas pendapatan di Jawa Timur. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan negatif dengan disparitas pendapatan. Peningkatan pada pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat
2.
3.
4.
5.
disparitas pendapatan dan terbukti secara signifikan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi disparitas pandapatan di Jawa Timur. Pengangguran terbuka secara signifikansi dinyatakan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya dispartas pendapatan di Jawa Timur dan memiliki hubungan negatif dengan disparitas pendapatan. Setiap terjadi kenaikan pengangguran terbuka maka akan meningkatkan tingkat disparitas pendapatan di Jawa Timur. Angka partisipasi kasar (APK) secara signifikan tidak menjadi faktor panyebab terjadinya disparitas pendapatan di Jawa Timur. Terjadinya kenaikan angka partisipasi kasar (APK) akan meningkatkan disparitas pendapatan di Jawa Timur. Aglomerasi produksi dan konsumsi secara signifikan terbukti menjadi faktor yang mempengaruhi disparitas pandapatan di Jawa timur. Terdapat hubungan positif antara aglomerasi produksi dengan disparitas pandapatan yang artinya setiap terjadi kenaikan aglomerasi produksi akan meningkatkan disparitas pandapatan di Jawa Timur. Sedangkan untuk aglomerasi konsumsi memiliki hubungan negatif dengan disparitas pendapatan, dimana setiap terjadi kenaikan aglomerasi konsumsi akan menurunkan disparitas pandapatan di Jawa Timur. Pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka, angka partisipasi kasar dan aglomerasi secara keseluruhan dapat mempengaruhi disparitas pendapatan sebasar 28%. Dapat disimpulkan bahwa disparitas pendapatan sangat luas sehingga variabel yang diteliti belum mampu mewakili faktor apa saya yang secara keseluruhan dapat mempengaruhi disparitas pendapatan.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang bisa penulis berikan dalam rangka memberikan masukan terhadap kebijakan ketenagakerjaan di Jawa Timur dan memenuhi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian menunjukan pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka dan aglomerasi yang terbukti signifikan mempengaruhi disparitas pendapatan, sehingga pemerintah Jawa Timur dapat membuat kebijakan untuk mengatur kedua variabel tersebut sehingga disparitas pendapatan dapat terkontrol dengan baik. 2. Peningkatan pertumbuhan ekonomi berdampak mengurangi disparitas di Jawa Timur, hal ini sebaiknya diperthanakan. Karena sering kali terjadi saat pertumbuhan ekonomi terus meningkat, disaparitas pendapatan juga terus peningkat, keadaan demikian dirasakan kurang baik untuk suatu daerah. 3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah variabel yang akan diteliti. Sehingga variabel yang diteliti nantinya mampu mewakili faktor apa saya yang secara keseluruhan dapat mempengaruhi disparitas pendapatan. Daftar Pustaka Amar, Syamsul. 1997. Pertumbuhan Ekonomi Dan Pemerataan Pendapatan. Forum Pendidikan Ikip Padang, Vol. XXII, No. 01. Arifin, Zainal. 2009. Kesenjangan Dan Konvergensi Ekonomi Atar Kabupaten Pada Empat Koridor Di Propinsi Jawa Timur. Naskah Publikasi Penelitian Pengembangan Ipteks. Arsyad, Lincolin. 1988. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: STIE YKPN. Badan Pusat Statistik. 2008. Jawa Timur Dalam Angka 2008, BPS Badan Pusat Statistik. 2009. Jawa Timur Dalam Angka 2009, BPS Badan Pusat Statistik. 2010. Jawa Timur Dalam Angka 2010, BPS Badan Pusat Statistik. 2011. Jawa Timur Dalam Angka 2011, BPS Badan Pusat Statistik. 2008. Survey Sosial Ekonomi Nasional 2008 Provinsi Jawa Timur, BPS Badan Pusat Statistik. 2009. Survey Sosial Ekonomi Nasional 2009 Provinsi Jawa Timur, BPS Badan Pusat Statistik. 2010. Survey Sosial Ekonomi Nasional 2010 Provinsi Jawa Timur, BPS Badan Pusat Statistik. 2011. Survey Sosial Ekonomi Nasional 2011 Provinsi Jawa Timur, BPS Badan Pusat Statistik. 2008. Indikator Makro Ekonomi Provinsi Jawa Timur 2008, BPS Badan Pusat Statistik. 2009. Indikator Makro Ekonomi Provinsi Jawa Timur 2009, BPS Badan Pusat Statistik. 2010. Indikator Makro Ekonomi Provinsi Jawa Timur 2010, BPS
Badan Pusat Statistik. 2011. Indikator Makro Ekonomi Provinsi Jawa Timur 2011, BPS Bigsten, A. & J. Levin. 2000. Growth, Income Distribution, & Poverty. A Review Working Paper In Economics, No. 32, Department of Economics. Goteborg University Sweden. Bonet, Jaime. 2006. Decentralization and Regional Income Disparities: Evidence from The Coloumbian Experience. The Annals of Regional scince, Vol. 40. Edward, J. 1994. Planing Local Economic Development Theory and Practice, Second Edition. USA: Sage Publication. Estudillo, Jonna P. 1997. Income Inequality In The Philipines 1961-1991. The Developing Economies, XXXV-1. Fariza, Fian. Dkk. 2011. Penentuan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Pusat Pertumbuhan (Studi Kasus: Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat). Jurnal Tata Kota & Daerah, Vol. 3, No. 1. Gemmell, Norman. 1992. Ilmu Ekonomi Pembangunan: Beberapa survai, Jakarta: LP3ES. Gujarati, Damodar. 1995. Basic Ekonometrics (3rd edition ed). New York: Mc-Graw Hill, Inc. Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Universitas Diponegoro. Handoko, T. Hani. 1986. Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Hasibuan, Malayu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi offset. Hicks, Herbert. G & Ray Gullet. 1976. The Management of Organization. New York: Mc-Graw Hill, Inc. Indriantoro, dan Supomo, 2002.Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama. BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta. Jhingan, M.L. 2002. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Landiyanto, Erlangga. 2004. Spesialisasi & Konsentrasi Spasial Pada Sektor Industri Manufaktur Di Jawa Timur. Paralel Session VIB, Industry & Trade. Maman Sukherman, 2002. Produktivitas dan Disparitas Penduduk Jawa Barat diakhir Millenium ke2, Jurnal Kependudukan Padjajaran. McDonald, John F. 1997. Fundamentals of Urban Economics. Prentice Hall: New Jersey. Mubyarto, 1981. Teori Ekonomi Dan Penerapannya Di Asia. Jakarta: PT Gramedia. Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan : Teori Masalah dan Kebijakan, UPP-AMP YKPN: Yogyakarta. Pedoman Pengukuran Pembangunan Ketenaga Kerjaan 2011, Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi Republik Indonesia. Prijono Tjiptoherijanto. 1996. Pertumbuhan dan Pemerataan, Majalah Perencanaan Pembangunan Unit Korpri, Bapenas: Jakarta. Rahayu, Siti Aisyah. 2004. Peran Sektor Lokal Dalam Pertumbuhan Ekonomi Regional Di Wilayah Surabaya, Kinerja, Vol. 8, No. 2. Robinson Tarigan. 2005. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Setianegara, Gunawan. 2008. Ketimpangan Distribusi Pendapatan, Krisis Ekonomi Dan Kemiskinan. RBTH, Vol. 4, No. 1: 88-95. Sirojuzilam,2008. Ekonomi dan Perencanaan Regional, Medan : Penerbit Pustaka Bangsa. Sirojuzilam, 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional : Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara. Medan: Pustaka Bangsa Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi, Baduose Media: Padang. Sukirno, Sadono. 1978. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan, Medan: Borta Gorat. Supriana. T, 2008. Ekonometrika: Aplikasi dalam Bidang Ekonomi Pertanian. Medan: Diktat Kuliah USU. Sutarno dan Mudrajad Kuncoro. 2003. “Pertumbuhan ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas 1993-2000”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, volume 8 No.2. Hal 97110. Yogyakarta: FE UII. Tarigan, Robinson. 2006. Ekonomi Regional. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Todaro, Michael. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 1, Jakarta: Erlangga. Todaro, Michael. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 2, Jakarta: Erlangga.
Sumber internet: Anonim. 2009. Analisis Data. http://bengkeldata.wordpress.com/2009/09/10/olah-data-statistik-ujiregresi-korelasi/. Diakses pada 7 Juni 2012 pukul 20.05. Manse. 2011. Skripsi Itu Indah. http://mansenandyyy.blogspot.com/2011/03/ analisis-regresiberganda.html. Diakses pada 7 Juni 2012 pukul 20.05. Widiarto. 2001. Ketimpangan, Pemerataan dan Infrastruktur. widoarto@bandumg2. wasantara. net.id. Diakses pada 8 November 2012 pukul 19.30.