ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PETANI DALAM BERUSAHATANI TEBU (Studi Kasus : Petani Tebu Rakyat di Desa Tonjong Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru, Kabupaten Cirebon)
Oleh : Rudie Setiadi A14104099
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN RUDIE SETIADI. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu (Studi Kasus: Petani Tebu Rakyat di Desa Tonjong Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru, Kabupaten Cirebon). Dibawah bimbingan LUKMAN M. BAGA Perkembangan pergulaan di Jawa cukup mengejutkan. Selama era normal trend produksi negatif; sebaliknya pada era krisis trend produksi gula positif. Swasembada gula nasional hampir pernah dicapai Indonesia di tahun 1985. Tetapi pasca diterapkannya kebijakan TRI atau yang dilegalkan melalui Inpres No 9 tahun 1975 sektor pergulaan Indonesia yang berbasiskan komoditi tebu justru menunjukkan penurunan. Namun Sejalan dengan perubahan-perubahan kebijakan pemerintah yang terjadi, industri gula seolah-olah menunjukkan eksistensinya. Minat petani menanam tebu mulai naik. Terlihat dari luasan lahan budidaya tebu yang mengalami trend peningkatan positif. Kemudian kondisi tersebut pun dikuatkan oleh pemerintah dengan menggulirkan revitalisasi sektor pertanian, industri gula nasional, atau industri gula berbasis tebu secara umum. Memang jika dilihat dari segi produktivitas belum bertambah signifikan seiring dengan semakin luasnya lahan tebu meningkat. Hal tersebut mengisyaratkan masih adanya peluang memaksimalkan produksi para petani tebu rakyat Indonesia. Pencanangan akselerasi peningkatan gula melalui penambahan kapasitas pabrik gula tentunya memerlukan juga bahan pasokan tebu yang melimpah. Karena itulah memberi motivasi kepada para petani tebu agar terus berusaha meningkatkan produktivitas tanaman tebu menjadi sangat penting. Guna memberikan motivasi kepada petani agar mau berusahatani tebu secara intensif sebenarnya perlu didukung oleh pengetahuan mengenai motivasi petani serta faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani tersebut dalam berusahatani tebu. Kecenderungan konsumsi gula yang rata-rata senantiasa meningkat rata-rata 2,5 persen per tahun memperlihatkan perlunya peningkatan produktivitas tebu yang ditunjang oleh sumberdaya petani yang termotivasi untuk berprestasi. Motivasi petani sebagai proses psikologis dapat timbul oleh faktor di dalam diri seseorang yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri seseorang yang disebut faktor ekstrinsik. Penelitian ini selain mengidentifikasi tingkat motivasi petani juga berusaha melihat faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan motivasi berusahatani tebu petani tersebut. Dari kedua tujuan tersebut maka dapat disusun rekomendasi atau saran yang bisa dijalankan guna meningkatkan atau mengoptimalkan motivasi berusahatani tebu petani ke arah yang lebih baik lagi. Penelitian ini mengambil studi salah satu desa sentra tebu rakyat yaitu Desa Tonjong Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat dengan salah satu pertimbangan, diantaranya: Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kawasan yang menjadi lumbung produksi tebu untuk daerah Jawa Barat dengan 3 pabrik gula yang perlu dipenuhi pasokan tebunya. Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif menggunakan program komputer Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 12.0 for Windows dengan menggunakan model uji koefisien korelasi rank Spearman untuk data
ordinal. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel X yaitu faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan motivasi petani berusahatani tebu (variabel Y) yang terdiri: faktor (1) faktor internal dan (2) faktor eksternal petani. Pertama faktor internal adalah keadaan yang ada pada diri petani, yang meliputi : (a) umur, (b) tingkat pendidikan formal, (c) pengalaman berusahatani, (d) sifat kosmopolit petani, (e) tanggungan keluarga, (f) penguasaan lahan. Faktor kedua adalah faktor eksternal yaitu kondisi di luar diri petani namun melingkupi petani, seperti : (a) Ketersediaan saprodi, (b) kepemilikan tenaga kerja, (c) pendapatan, (d) lembaga penyuluhan, (e) lembaga pengolahan dan bagi hasil , (f) lembaga pelayanan (g) lembaga penunjang. Sebelum dilakukan pengolahan data tentu saja dilakukan terlebih dahulu uji validitas serta uji reliabilitas melalui Software yang sama. Analisis data dilakukan untuk mengukur asosiasi atau keeratan hubungan antar variabel, dengan didasarkan pada koefisien rank Spearman (rs = rho), atau biasa disebut dengan Uji-r. Hasil dari pengujian terhadap motivasi berusahatani tebu para responden petani diperoleh bahwa secara umum, responden termotivasi dalam melakukan usahatani tebu secara baik dan serius guna mendapat hasil maksimal. Buktinya adalah besarnya persentase responden yang termotivasi mencapai tingkat 51 persen dan sangat termotivasi mencapai 17,62 persen. Namun kondisi tingkat motivasi berusahatani tebu ini belum mencapai optimal. Kondisi yang optimal kita ketahui bersama adalah kondisi motivasi berusahatani terbaik yang dapat dicapai petani. Kondisi motivasi berusahatani yang optimal dapat diperoleh jika responden berada pada kondisi yang sangat termotivasi (skor = 5). Pada kenyataan yang ada masih terdapat petani yang cukup termotivasi sebesar 21,43 persen, dan juga yang tidak termotivasi 9,05 persen serta terakhir ada potensi petani yang sangat tidak termotivasi hanya sebesar 0,48 persen. Dari beberapa faktor internal yang diprediksi memiliki hubungan nyata, hanya terdapat dua faktor yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat motivasi petani. Kedua faktor tersebut adalah pendidikan formal dan penguasaan lahan. Sementara hasil pengujian terhadap faktor-faktor eksternal dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman ditemukan ternyata yang berhubungan nyata dengan motivasi berusahatani tebu adalah pendapatan secara ekonomis dan lembaga penunjang (APTRI). Rekomendasi alternatif yang dapat dilakukan untuk mendongkrak motivasi petani adalah pemerintah hendaklah merumuskan kebijakan masalah pertebuan yang mewakili kepentingan petani-petani dengan lahan kecil. Untuk menjamin pendapatan petani, maka hendaknya harga dasar (provenue) yang ditentukan pemerintah agar diperhitungkan secara matang dengan memperhatikan Harga Pokok Produksi (HPP) tebu rata-rata petani. Jangan sampai harga dasar merugikan petani, tentunya hal tersebut akan menurunkan motivasi berusahatani tebu petani. Pabrik Gula, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) harus lebih terbuka (transparan) dalam mensosialisasikan ketetapan-ketetapan terkait tebu yang menyangkut para petani. Diusahakan jangan sampai ada petani yang merasa tidak terakomodir atau difasilitasi oleh kedua elemen tersebut. Perlu diadakan penyuluhan yang sifatnya unik dan diminati petani secara keseluruhan (baik yang pendidikannya tinggi maupun yang pendidikannya rendah).
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PETANI DALAM BERUSAHATANI TEBU (Studi Kasus : Petani Tebu Rakyat di Desa Tonjong Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru, Kabupaten Cirebon)
Rudie Setiadi A14104099
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
Nama NRP Program Studi
: Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Petani Dalam Berusahatani Tebu (Studi Kasus : Petani Tebu Rakyat Di Desa Tonjong Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru, Kabupaten Cirebon) : Rudie Setiadi : A14104099 : Manajemen Agribisnis
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Lukman M. Baga MA. Ec NIP. 131 846 873
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP.131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR
YANG
BERHUBUNGAN
DENGAN
MOTIVASI PETANI DALAM BERUSAHATANI TEBU (STUDI KASUS : PETANI TEBU RAKYAT DI DESA TONJONG WILAYAH KERJA PABRIK GULA TERSANA BARU, KABUPATEN CIREBON)” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN PADA SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2008
RUDIE SETIADI A14104099
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 14 Agustus 1986, dari pasangan Bapak Ir. Beny Hendarto dan Ibu Ir. Tina Suhartini. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Seluruh saudara kandung yang dimiliki penulis adalah perempuan. Penulis mengawali karir pendidikan formalnya di Taman Kanak-Kanak Rizky Taman Pagelaran Ciomas-Bogor pada tahun 1990 sampai tahun 1992, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) Taman Pagelaran Ciomas-Bogor hingga tahun 1996 dan melanjutkan ke SDN Kahuripan 01 Tasikmalaya hingga tahun 1997 kemudian lulus pada tahun 1998 di SDN 05 Langsa Aceh Timur. Penulis melanjutkan kembali pendidikan formalnya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) Satu Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2001. Penulis mengenyam Pendidikan formal Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri (SLTA) Lima Bogor hingga tahun 2004. Di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selain melakukan kegiatan akademik, penulis pun aktif dalam berbagai kegiatan non-akademik. Seperti menjadi staff Biro Inventaris, Administrasi dan Kekeluargaan (IVANKA) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama (TPB) periode 2004-2005, Staff Biro Prohumasi Departemen Informasi dan Komunikasi (Infokom) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian Kabinet Metamorfosa periode 2005-2006, serta Staff Kebijakan
Kampus (Jakpus) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Kabinet Bersatu Institut Pertanian Bogor periode 2006-2007. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai lomba karya tulis ilmiah meskipun belum pernah terpilih sebagai pemenang dalam berbagai perlombaan yang diadakan tersebut. Berbagai kepanitiaan dan pelatihan juga diikuti penulis, serta perlombaan olahraga khususnya untuk futsal dan basket pada acara tertentu. Penulis bersama kelasnya (Manajemen Agribisnis angkatan 41) alhamdulillah pernah menjuarai bola basket putra pada Pekan Olahraga Sosial Ekonomi Pertanian (Poros) 2006. Penulis sangat bahagia mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan formalnya sampai dengan Perguruan Tinggi IPB.
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya penulisan skripsi ini dapat dirampungkan. Tidak lupa Shalawat serta salam terucap kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh pengikutnya hingga akhir Zaman. Skripsi berjudul “ Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Petani Dalam Berusahatani Tebu” ini mengambil studi kasus Petani Tebu Rakyat di Desa Tonjong Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru, Kabupaten Cirebon. Tujuan daripada penelitian ini sendiri adalah menganalisis faktor-faktor apakah yang signifikan berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pengambil keputusan kebijakan pertebuan. Selain itu skipsi ini juga disusun sebagai prasyarat karya tulis ilmiah skripsi tahapan strata-1 Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Penulis tetap berpatokan bahwasanya tidak ada orang yang sempurna, sehingga akhir kata penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam menyusun laporan ini. Penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian yang telah diberikan dan juga bantuan dalam menyusun skripsi ini. Kritik dan saran tentu saja penulis harapkan.
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan kali ini penulisan ingin menghaturkan penghormatan dan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya Kepada : 1. Allah SWT, Tuhan YME yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk merampungkan karya tulis ilmiah ini. 2. Orang Tua penulis Ir. Beny Hendarto dan Ir. Tina Suhartini, yang memberikan semua sumber daya bagi kuliah penulis, atas doa-doanya dan harapan tulus yang selalu menyertai jalan panjang penulis mulai dari lahir sampai sekarang ini. 3. Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga bagi penulisan skripsi ini. 4. Ir. Narni Farmayanti, MSc yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji utama. 5. Arif Karyadi, SP yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji mewakili komisi pendidikan 6. Temanku Theresia Lidya P. Hutauruk atas masukannya saat membahas karya tulis ini. 7. Bapak Ir. H. Harhar Yuhartono selaku General Manager Pabrik Gula Tersana Baru beserta jajarannya atas izin penelitian serta izin memperoleh data terkait penelitian ini. 8. Bapak Ir. Hamid SP selaku Sekertaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jawa Barat beserta jajarannya atas informasi
serta masukan-masukan yang berharga bagi penulisan karya tulis ilmiah ini. Majukan pertebuan Indonesia pak! 9. Bapak Dede Johan, SP beserta jajaran Bina Sarana Tani PG Tersana Baru atas Informasi lengkap serta data-data akurat yang diberikan, atas interaksi yang berharga membantu rampungnya penelitian ini. 10. Sinder Kebun Wilayah (SKW) XIII, Bapak Lukman, SP atas bantuannya memnberikan informasi dan bimbingan seputar Desa Tonjong tempat penelitian diadakan. Memberikan tuntunan teknis yang lengkap guna melakukan penelusuran data. 11. Bapak Dudung Kepala Desa (kades) Tonjong juga selaku petani tebu atas kebaikannya dalam menerima penulis untuk meneliti serta memberikan masukkan atas penelitian ini. 12. Jajaran Pegawai Kantor Desa Tonjong yang ikut membantu penelitian ini. 13. Para Petani responden yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan informasi yang penulis butuhkan, semoga penelitian ini bisa bermanfaat seminimal mungkin bagi kajian pertanian khususnya sektor pertebuan. 14. Bapak Hadi Suharto BK- APTRI atas masukan dan diskusinya. 15. Pimpinan Dewan Gula Indonesia (DGI) atas data-data serta informasi yang bermanfaat. 16. dan Pihak-pihak lainnya yang juga penting artinya namun lupa penulis sebutkan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penelitian Ini Kupersembahkan untuk : 1. Ibu Bapakku Tercinta, adik-adiku Neneng, Cicit dan Bilbil yang senantiasa meramaikan hari-hari penulis,
menyemangati penulis dan memberikan
dorongan. 2. Para jajaran Dosen PS Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) atas Ilmu yang tiada terukur yang diberikan dengan ikhlas kepada penulis. 3. Mba Dewi, Mba Dian, dan jajaran Sekertariat PS Manajemen Agribisnis atas bantuannya dan bersedia direpotkan selama 4 tahun penulis kuliah. 4. Om Ira, Abah Karso dan keluarga yang menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari penulis, mengijinkan penulis bermukim selama penelitian berlangsung. 5. Aki dan Nini, Apih, keluarga besar Tasikmalaya yang selalu mem-back up penulis dan membantu logistik kebutuhan penelitian penulis baik spiritual maupun materil. 6. Guru SPSS penulis, Wahid A. Terimakasih banyak. 7. Teman Satu bimbingan : Suci, Uut, Ragil, Ka Erick, Mas Yogi, semangat dan jangan lupakan kebersamaan kita. 8. Teman Sepermainan sesama pria : Nurhadi, Harritz, Randi (ucup), Jamali, Taufik, Wahid, Fandy, Cahyo, Opik, Saut, Evan, Aliy, acuy, Pakde, Gory, Yudhi, Banggoy, Duta, Iwan, Agus, Remi, Arisman, Aris, Krisna dan sisanya 15 orang pria AGB 41 yang juga sangat berarti bagi kehidupan kampus penulis. 9. Para wanita Manajemen Agribisnis 41 : Sastrow, Cimai, Medina, Widy, Fanny, Intan, Sri WL, Yulita, Wanti, Mirza, Chika dua-duanya, Kiki, Sevia
dan Para teman wanita lainnya yang turut meramaikan kehidupan kampus penulis, secara positif tentunya. 10. Teman-teman lintas jurusan kampus IPB yang tidak dapat disebutkan satupersatu baik kakak kelas maupun adik kelas. Senang bisa kenal dengan kalian semua 11. Teman Kuliah Kerja Profesi (KKP) Desa Tonjong : Nurhadi, Fuji, Irna, Lia atas bantuannya ketika praktek lapang tersebut. 12. Teman-teman Organisasi eks Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) TPB 41, eks BEM Faperta Kabinet Metamorfosa, eks BEM Kabinet IPB Bersatu (KM) atas bantuannya ketika penulis masih bergabung dalam kelembagaan tersebut. 13. Teman pertamaku ketika masuk kampus IPB Gema Buana Putra (TPG 41) thanks atas diskusinya. 14. Para penjaga Tas, laptop serta buku Perpustakaan LSI-IPB, atas keikhlasannya membantu penulis selama 4 tahun kuliah. 15. Mas-mas Fotokopian Prima, fotokopian Sosek, serta Fotokopian lainnya tempat penulis pernah meminjam jasanya 16. Rumah makan sekitar kampus IPB Darmaga: contohnya Yunani, Yusa dan lain-lain yang sering didatangi penulis ketika lapar dan dahaga. Tidak Lupa Rental komputer dan Internet setempat 17. dan Pihak-pihak lainnya yang juga pernah berinteraksi dengan penulis namun lupa penulis sebutkan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
159
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xx I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ………......….......……………...………...…................. 8 1.3 Tujuan Penelitian ………………….......……………………………............. 11 1.4 Kegunaan Penelitian………………...………………………….……............ 12 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 12 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 13 2.1 Deskripsi Seputar Tebu .................................................................................. 13 2.1.1 Fase Pertumbuhan Tebu .................................................................... 13 2.1.2 Petunjuk Teknis Budidaya Tebu ........................................................ 18 2.1.2.1 Budidaya Tebu Lahan Sawah ................................................ 18 2.1.2.2 Budidaya Tebu Lahan Kering/Tegalan ................................. 25 2.2 Petani Tebu ..................................................................................................... 34 2.3 Gambaran Usahatani Tebu ……………...…...…………………................... 35 2.4 Sektor Pertebuan Era TRI Dibandingkan dengan Keadaan Sekarang ............37 2.5 Industri Gula Nasional Berbasiskan Tebu …………...……………............... 44 2.6 Penelitian Terdahulu ……………………………...…………….................... 49 III. KERANGKA PEMIKIRAN …………………..……………..................... 52 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ……………………….......…........................... 52 3.1.1 Usahatani ........................................................................................... 52 3.1.2 Motivasi ............................................................................................. 54 3.1.3.Kondisi yang Mempengaruhi Petani .................................................. 57 3.1.4 Skala Likert ........................................................................................ 60 3.1.5 Analisis Deskriptif ............................................................................. 60 3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 61 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ……………...…...….…………................ 62
xv ii
IV. METODE PENELITIAN ………………………………............................ 66 4.1 Daerah dan Waktu Penelitian ……………………………………................. 66 4.2 Jenis dan Sumber Data .......…………………………………........................ 66 4.3 Metode Pengumpulan Data ……………………………..….......................... 67 4.4 Metode Pengambilan Sampel ………………………..………....................... 67 4.5 Skala Pengukuran ........................................................................................... 68 4.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data …………………………......…......... 69 4.6.1 Tingkat Motivasi ……………..........................................….............. 69 4.6.2 Faktor Internal dan Eksternal yang Berhubungan dengan Motivasi Petani …………………………............……….................. 70 4.6.3 Keterandalan alat Ukur (Reliabilitas) ……………………...…......... 70 4.6.4 Kesahihan Alat ukur (Validitas) ………………………...…............. 71 4.6.5 Analisis Deskriptif ……………....……………………………......... 72 4.6.6 Analisis Data ...................................................................................... 72 4.7 Definisi Operasional …………………………………….............................. 73 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ....................................... 76 5.1 Gambaran Daerah Penelitian …….……………...……………….…............. 76 5.1.1 Wilayah dan Topografi ............………………….............................. 76 5.1.2 Penduduk dan Mata Pencaharian ............……………………........... 77 5.1.3 Ekonomi Masyarakat ...............……...……..……………................. 79 5.2 Karakteristik Petani Responden .....…………............…...……………......... 80 5.2.1 Umur ........................................……...…….……….......................... 80 5.2.2 Pendidikan Formal ...............................…………………….............. 81 5.2.3 Pengalaman Berusahatani Tebu .……...………………………......... 83 5.2.4 Tanggungan Keluarga .........................…………………................... 84 5.2.5 Penguasaan Lahan .............................................................................. 85 VI. PEMBAHASAN……………………………................................................ 87 6.1 Kondisi Motivasi Berusahatani Tebu Petani .…...……………...................... 87 6.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Berusahatani Tebu Petani ................................................................................ 94 6.2.1 Hubungan Antara Faktor-Faktor Internal dengan Motivasi Berusahatani Tebu Petani ........……..………..................... 95
xvi iii
6.2.1.1 Umur .......................……...…….…….….............................. 95 6.2.1.2 Pendidikan Formal .............……....….…….……….............. 96 6.2.1.3 Pengalaman Berusahatani ..………….…….……….............. 97 6.2.1.4 Sifat Kosmopolit Petani .....………….…….……….............. 98 6.2.1.5 Tanggungan Keluarga .......………….……………............ 102 6.2.1.6 Penguasaan Lahan .............………….……………............ 104 6.2.2 Hubungan Antara Faktor-Faktor Eksternal dengan Motivasi Berusahatani Tebu Petani ................……........................ 105 6.2.2.1 Ketersediaan Saprodi .…...….……....…............................ 105 6.2.2.2 Kepemilikan Tenaga Kerja ...…....……….……….…........112 6.2.2.3 Pendapatan .........................……………….………........... 114 6.2.2.4 Lembaga Penyuluhan .........…...………............................. 118 6.2.2.5 Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil .…………................122 6.2.2.6 Lembaga Pelayanan ................……..…............................ 126 6.2.2.7 Lembaga Penunjang .................……...……………........... 128 6.3 Rekomendasi untuk Meningkatkan Motivasi Petani Dalam Berusahatani Tebu .…..................................................................... 135 6.3.1 Rekomendasi untuk Peningkatan Faktor Internal Berusahatani Tebu ...........…...……................................................. 135 6.3.2 Rekomendasi untuk Peningkatan Faktor Eksternal Berusahatani Tebu ..…...….……….…............................................ 137 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ……….................................................... 141 6.1 Kesimpulan ......................................……………….................................... 141 6.2 Saran .............................................................................................................142 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 144 LAMPIRAN ...................................................................................................... 147
iv
DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Produksi Tebu, Rendemen dan Jumlah Gula yang Dihasilkan di Indonesia Tahun 1993-2007 ........................................................................................... 5 2. Luas Lahan, Produksi Tebu, Rendemen dan Produksi Gula yang Dihasilkan Rakyat di Jawa Barat per Musim Tanam ........................................................ 9 3. Luas Lahan dan Produktivitas Tebu Rakyat Dihasilkan di Jawa Barat Musim Tanam 2000/2001-2003/2004 ........................................................... 10 4. Sistem Pertebuan Sebelum dan Sesudah APTRI Didirikan ........................... 38 5. Skala likert Penilaian Motivasi ....................................................................... 68 6. Sebaran Umur Warga Desa Tonjong, Kecamatan Pasaleman Kabupaten Cirebon .......................................................................................................... 77 7. Sebaran Tingkat Pendidikan Warga Desa Tonjong, Kecamatan Pasaleman Kabupaten Cirebon ......................................................................................... 78 8. Rata-Rata Penerimaan serta Elemen Biaya yang Ada Pada Tanaman yang Ditanam Warga Desa Tonjong, Kecamatan Pasaleman Kab. Cirebon .......... 79 9. Sebaran Umur Responden Petani Tebu Desa Tonjong .................................. 80 10. Sebaran Tingkat Pendidikan Formal Responden Petani Tebu Desa Tonjong ................................................................................................ 82 11. Pengalaman Berusahatani Responden Petani Tebu Desa Tonjong ................ 83 12. Tanggungan Keluarga Responden Petani Tebu Desa Tonjong ...................... 84 13. Rata-rata Pengeluaran Kebutuhan Ekonomis Responden Petani Tebu Desa Tonjong per Bulannya ......................................................................... 85 14. Sebaran Penguasaan Lahan Responden Petani Tebu Desa Tonjong .............. 85 15. Sebaran Responden Petani Tebu Desa Tonjong menurut Tingkat Motivasi Berusahatani .................................................................................................. 88 16. Sebaran Sifat Kosmopolit Responden Petani Tebu Desa Tonjong ............... 99 17. Rencana Paket KKP 2006/2007 Sesuai Dana Tersedia ............................... 106 18. Sebaran Ketersediaan Saprodi Petani Tebu Desa Tonjong .......................... 108
xviiiv
19. Sebaran Pendapatan Ekonomis Responden Petani Tebu per Bulannya ....... 114 20. Sebaran Perkembangan Pendapatan Musim Tanam Terakhir Petani Tebu Desa Tonjong .............................................................................................. 116 21. Sebaran Peranan Lembaga Penyuluhan Menurut Responden Petani ...........119 22. Sebaran Peranan Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil Menurut RespondenPetani ......................................................................................... 123 23. Sebaran Peranan Lembaga Pelayanan Menurut Responden Petani ............. 127 24. Sebaran Peranan Lembaga Penunjang Menurut Responden Petani .............130 25. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Terhadap Faktor Internal ..................... 136 26. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Terhadap Faktor Eksternal ...................137
vi
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Luasan Areal lahan tebu Indonesia Tahun 2003-2007 dalam Grafik ................. 2 2. Perkembangan Luasan Lahan Areal Tebu Jawa Barat Tahun 2002 – 2007 .......................................................................... 6 3. Perkembangan Luasan Lahan Areal Tebu Jawa Barat per Pabrik Gula (PG) Tahun 2002 – 2007 ......................................................... 7 4. Siklus Motivasi menurut Berelson dan Steiner ................................................ 56 5. Mata Rantai Hubungan dalam Need-want-satisfaction Chain …..................... 56 6. Hirarki Kebutuhan Manusia menurut Abraham Maslow ................................. 60 7. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu ......................................… 65
vii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Mekanisme Dana Talangan dan Sistem Lelang Gula Petani Tebu Jawa Barat .................................................................................................... 147 2. Kelembagaan Pergulaan Beserta Fungsinya ................................................. 151 3. Job Description Asosiasi Petani tebu Rakyat Indonesia (APTRI) 2006-2011 ..................................................................................................... 155 4. Flowsheet Pabrik Gula Tersana Baru .......................................................... 159 5. Taksasi Produtivitas Tebu dan Luasan Lahan Wilayah Desa Tonjong Musim Tanam 2007/2008 ........................................................................... 160 6. Realisasi Produksi Tebu dan Gula PG Tersana Baru .................................... 163 7. Informasi Seputar Produktivitas Tebu Kabupaten Cirebon .......................... 167 8. Prosedur Pemberian Cost of Living (COL) .................................................. 170 9. Informasi Seputar Teknis Budidaya Tebu ......................................................171 10 Nonparametric Correlations ......................................................................... 174 11. Kelembagaan Tebu ………………...............................................................177 12. Dokumentasi Penelitian …………………................................................... 179 13.Kuesioner Penelitian ................................................................................... 182
159
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sangat mengandalkan sektor pertanian. Sektor pertanian tidak hanya berperan penting untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat negara lain. Potensi berbagai macam sektor dalam dunia agribisnis sangat perlu untuk dimaksimalkan dalam mencapai kesejahteraan rakyat banyak. Salah satunya adalah sub sektor perkebunan yang juga memiliki sumbangan yang besar bagi pemasukan devisa. Salah satu komoditi unggulan perkebunan di Indonesia adalah tebu. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 151/Kpts/PD.310/9/2006 tanggal 12 September 2006 Tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura sebanyak 126, diantaranya : a. Komoditas unggulan sebanyak sembilan jenis yaitu : Akarwangi, Kakao, Karet, Kelapa, Kopi, Teh, Tebu, Cengkeh dan Tembakau. b. Komoditas prospektif meliputi : Nilam, Paneli, Aren, Lada, Kina, Kemiri, Kapok, Pandan, Mendong, Jarak, Sereh wangi dan Kelapa Sawit. c. Komoditas introduksi yaitu komoditas yang mempunyai prospek baik tetapi baru diperkenalkan melalui uji coba. Untuk Propinsi Jawa Barat antara lain Macademia, sedangkan untuk komoditas rintisan antara lain tanaman serat, kayu manis, kumis kucing, kenanga dan jambu mete. (Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat, 2008)
Tebu merupakan salah satu komoditi strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu ha pada periode 2000-2005, industri
2
gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai sekitar 1,3 juta orang (Balitbang Deptan, 2005). Adapun data-data rinci mengenai luas lahan yang digunakan menanam tebu di Indonesia, serta fluktuasinya dapat dilihat secara rinci dalam Gambar 1. Luas Areal (ha) 500.000
450.000
400.000
350.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 1 Luas Areal Lahan Tebu di Indonesia Tahun 2003-2007 (Sumber : Dewan Gula Indonesia (DGI), 2007)
Berdasarkan Gambar 1, potensi tebu (dari segi luasan lahan) sempat mengalami pengurangan dari sisi luasan lahan pada rentang tahun 1995-2000. Sampai pada sekitar tahun 1998 petani tebu masih dihadapkan pada kebijakan yang kental dengan campur tangan pemerintah. Kebijakan tersebut adalah Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang dilegalkan melalui Inpres No 9/1975 pada 22 April 1975. Kebijakan yang berlangsung dengan periode waktu 1975-1998 ini diambil dengan tujuan meningkatkan produksi tebu dan gula dalam negeri. Kebijakan ini akhirnya kandas, setelah mengalami berbagai kendala. Peranan
3
pemerintah dalam kebijakan ini sangat besar, salah satunya dalam pengaturan harga dasar gula (Provenue) yang diatur oleh Surat Keputusan Menteri Keuangan. Sementara melalui SK Memperindag dan Koperasi Nomor 122/KP/III/1981 Badan Urusan Logistik (BULOG) ditetapkan sebagai pembeli tunggal atas seluruh produksi gula dalam negeri, dan sekaligus importir tunggal gula (Sabil dalam Sunggono, B. et al, 2005). Pada dasarnya Inpres Nomor 9 tahun 1975 mengintrodusir program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang bertujuan mengubah sosok industri gula berbasis tebu dari sistem perkebunan besar (estate) melalui penyewaan lahan menjadi sistem usahatani pertanian rakyat. Kebijakan tersebut menghendaki pergerakan petani dalam pola-pola kelompok tani dan koperasinya agar memiliki posisi tawar dalam menghadapi mitranya dalam hal ini pabrik gula. Kemudian ketika dianggap gagal dalam memenuhi tujuannya kebijakan ini pun dicabut agar sesuai dengan UU No. 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman. Kegagalan tersebut timbul karena dari sisi petani, gula yang menjadi bagiannya tidak ikut dijual melalui peran BULOG. Implikasinya harga gula yang diupayakan stabil oleh pemerintah melalui BULOG terus mengalami gejolak. Belum lagi penurunan produktivitas tebu yang terjadi, terlihat dari produksi setelah diterapkannya TRI dibandingkan dengan periode sebelum TRI dilaksanakan (1970-1975) . Analisis luasan lahan yang ditanami tebu, menunjukkan
peningkatan
positif mulai terjadi secara bertahap dari tahun 2000. Hal tersebut diikuti dengan disesuaikannya peraturan budidaya tebu yang tadinya menganut sistem “glebagan” disesuaikan dengan keberadaan UU No. 12 tahun 1992. Regulasi yang baru memberikan kebebasan kepada petani menanam produk pertanian
4
sesuai dengan prospek pasar. Namun momentum pencabutan Inpres No.9/1975 yang merupakan dasar sistem glebagan menjadi tidak tepat lagi akibat merosotnya harga gula, belum lagi saat bersamaan dengan pencabutan tersebut perdagangan gula dibebaskan (sesuai mekanisme pasar) baik perdagangan domestik maupun internasional. Hal itu diperkuat dengan keberadaan paket perdagangan bebas gula melalui LOI (Letter of Intent) yang ditandatangani atas rekomendasi IMF sehingga berimplikasi pada nol persen bea masuk gula. Gula yang pada saat itu dibebaskan dari bea masuk membanjiri pasaran domestik dengan tingkat harga dunia yang sangat rendah, sehingga impor membanjiri pasar dalam negeri. Tentu saja industri gula nasional mengalami gejolak; petani enggan menanam tebu sehingga pabrik gula pun kekurangan pasokan (Masyuri dalam Pakpahan, A. dan Agus S, 2005). Di sisi lain industri gula mulai terlihat serius, ketika terjadi penambahan luasan lahan tebu di rentang tahun 2001-2007. Namun jika melihat hablur gula maupun produktivitas tebu yang dihasilkan periode sebelumnya terdapat keganjilan. Mengingat di dalam rentang tahun yang lahannya mengalami pengurangan (1995-2000), tepatnya di antara tahun 1999 - 2000, produksi tebu serta hablur gula yang dihasilkan di Indonesia justru meningkat. Sementara dalam rentang tahun yang luasan lahannya bertambah, meskipun produksi tebu sempat menurun dari tahun 2005-2006 namun dilihat dari hablur gula yang dihasilkan, pengurangan produksi tebu dimusim tanam tersebut merupakan rentang kenaikan bagi hablur gula yang diproduksi di Indonesia seperti yang tersaji pada Tabel 1. Jika dianalisis secara rinci, ternyata kenaikan baik itu produksi tebu maupun hablur gula yang dihasilkan, tidak sesuai dengan laju penurunan atau
5
bertambahnya luasan lahan dikarenakan adanya faktor perbedaan rendemen. Melalui rendemen tebu yang semakin baik maka akan dihasilkan produksi hablur gula yang melimpah. Itulah sebabnya mengapa rendemen merupakan hal penting yang menjadi ciri daripada mutu tebu sebagai input yang ditanam petani, dan efisiensi produksi daripada pabrik gula (PG) sebagai pengolahnya. Untuk lebih rinci keterangannya dapat terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Produksi Tebu, Rendemen dan Jumlah Gula yang Dihasilkan di Indonesia Tahun 1993-2007 Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Jumlah Tebu (ton) 37.593.146 30.545.070 30.096.060 28.603.531 27.954.441 27.177.766 21.401.834 24.031.355 25.186.254 25.533.431 22.631.109 26.743.180 31.242.267 30.232.833 33.066.042
Jumlah Hablur (ton) 2.482.724,60 2.448.832,60 2.096.471,20 2.094.194,90 2.189.973,50 1.491.553,10 1.488.958,80 1.690.667,20 1.725.467,40 1.755.433,70 1.631.918,90 2.051.643,80 2.241.741,90 2.307.026,90 2.442.760,60
Rendemen (%) 6,67 7,76 6,81 7,30 7,93 5,53 7,03 7,19 7,05 7,03 7,34 7,88 7,35 7,78 7,65
Sumber : Dewan Gula Indonesia (DGI), 2007
Sejalan dengan perubahan-perubahan kebijakan pemerintah yang terjadi, industri gula mulai menunjukkan eksistensinya. Minat petani menanam tebu mulai naik, terlihat dari luasan lahan budidaya tebu yang mengalami trend positif (Gambar 1). Kemudian momen tersebut pun dikuatkan oleh pemerintah dengan menggulirkan revitalisasi sektor pertanian, industri gula nasional, atau industri gula berbasis tebu secara umum. Dari sisi pasar, permintaan gula dari dalam negeri tercatat masih terbuka sekitar 1,4 juta ton per tahun (Balitbang Deptan, 2005).
6
Jawa barat merupakan salah satu daerah yang menjadi sentra produksi tanaman perkebunan dengan tebu sebagai salah satu komoditas utamanya. Perkebunan tebu di Jawa Barat pada umumnya merupakan perkebunan rakyat dan perkebunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tercatat di tahun 1997 hasil produksi tebu perkebunan besar milik BUMN sebesar 33.267 ton gula hablur. Sementara hasil produksi tebu perkebunan besar milik rakyat tahun 1997 sebesar 40.099 ton dan menurun menjadi 38.194,41 ton di tahun 19981. Penurunan ini diduga terkait dengan menurunnya minat petani untuk berusaha tani tebu akibat imbas semakin menurunnya harga dasar riil (provenue) yang diterima (Sabil dalam Sunggono, B. et al, 2005). Sementara itu luas lahan tebu total tahun 20022007
di Jawa Barat terus meningkat. Hal ini tentu saja memperlihatkan
meningkatnya gairah sektor pertebuan baik dilihat dari sisi petani serta dari sisi pabrik gulanya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. 30000 30.000
25000 25.000
Luas (Ha)
Luas (Ha)
20000 20.000
15000 15.000
10000 10.000 5000 5.000
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 2 Perkembangan Luas Lahan Areal Tebu Jawa Barat Tahun 2002 - 2007 (Sumber : Laporan Kerja DPD APTRI , 2008) 1
Diadaptasi dari artikel berjudul “Profil Investasi Jawa Barat ”. www.matabumi .com Tanggal Akses 18 April 2008
7
Jawa Barat sendiri memiliki beberapa sentra produksi tebu lokal beserta pabrik pengolahannya. Pabrik-pabrik gula tersebut berada di bawah manajemen PT Rajawali Nusantara Indonesia dengan nama PT PG Rajawali II (dengan nama unit sesuai dengan nama PG). Di tahun 2003 PT PG Rajawali II ini mengusahakan lahan tebu seluas 20.475,8 Ha dengan proporsi 11.974,1 Ha Tebu Sendiri (ijin HGU dan sewa) dan 8.501,7 Ha merupakan Tebu Rakyat/TR, bekerja sama dengan petani tebu yang terbagi atas 8.175,5 Ha TR Kredit dan 326,2 Ha TR mandiri (Tim Tolok Ukur, 2004). Salah satu daerah basis tebu PT PG Rajawali II adalah Cirebon. Cirebon memiliki empat Pabrik Gula (PG), namun sekarang hanya tiga saja yang berproduksi yaitu: PG Sindanglaut, PG Karangsuwung, dan PG Tersana Baru. Sementara satu PG lagi yaitu PG Gempol sudah tidak beroperasi lagi semenjak tahun 1995. Sementara di luar Cirebon terdapat PG Subang (Subang) serta PG Jatitujuh (Majalengka) yang juga masih aktif beroperasi. Adapun Gambar 3 memperlihatkan fluktuasi luasan tebu total (baik milik pabrik maupun tebu rakyat) dari tahun ke tahun per PG di Jawa Barat. 9,000 8,000
2002
7,000
2003
Luas (Ha)
6,000
2004
5,000
2005
4,000
2006
3,000
2007
2,000 1,000 0
PG. Sindanglaut
PG. Karangsuwung
PG. Tersana Baru
PG. Jatitujuh
PG. Subang
2002
2,423.70
1,991.92
4,109.93
8,058.47
4,917.51
2003
2,316.44
1,899.15
4,348.07
6,871.27
4,762.15
2004
2,383.03
2,130.89
7,274.54
7,274.54
4,716.15
2005
2,620.11
2,277.33
4,944.01
7,782.77
5,102.24
2006
3,103.70
2,490.93
5,100.24
8,015.10
5,102.24
2007
3,494.63
2,833.99
5,300.00
8,073.00
5,100.53
Gambar 3 Perkembangan Luasan Lahan Areal Tebu Jawa Barat per Pabrik Gula (PG) Tahun 2002 - 2007 (Sumber : Laporan Kerja DPD APTRI , 2008)
8
Tebu rakyat merupakan usahatani tebu yang dilakukan sendiri oleh petani baik melalui modal sendiri maupun pola kemitraan. Petani selaku pelaku utama dalam melaksanakan usahatani penanaman tebu tersebut, jika produksi mengalami penurunan maka resikonya akan dihadapi oleh petani sendiri. Sedangkan kesediaan petani menanam komoditi tebu sebagai tanaman yang akan dibudidayakan bergantung pada motivasi petani tersebut. Hal tersebut juga terkait dengan adanya pencanangan swasembada gula 2009, dimana untuk gula dengan tebu sebagai bahan bakunya diadakan program akselerasi peningkatan produktivitas industri gula. Petani harus dipandang sebagai subjek yang turut andil dalam program tersebut, bukan sekedar objek yang biasanya hanya dieksploitasi saja. Kebijakan yang diambil pemerintah, utamanya yang berhubungan dengan masalah teknis pertebuan wajib memperhatikan karakteristik yang dimiliki petani. Kebijakan tersebut haruslah menguntungkan sehingga petani pun memiliki motivasi yang baik di dalam membudidayakan tebu
I.2 Perumusan Masalah Swasembada gula nasional hampir pernah dicapai Indonesia di tahun 1985 (Sabil dalam Sunggono, B. et al, 2005). Di tahun tersebut defisit gula yang terjadi hanya 3000 ton gula saja. Keadaan tersebut menunjukkan kemampuan Indonesia memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui penerapan teknik menanam tebu yang baik (di era TRI). Namun Kolopaking dan Fredian (1990) menyatakan bahwa dibalik swasembada suatu komoditi pertanian yang tercapai terdapat suatu tantangan baru, yaitu: tuntutan untuk mempertahankan keadaan tersebut.
9
Dari beberapa penelitian disebutkan, bahwa peningkatan produksi suatu komoditi pertanian tertentu tidak selalu berpengaruh positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat petani (Herman Suwardi,1978; Sajogyo, 1974; Hayami dan Kikuchi, 1981; Faisal Kasyrno, 1984 dalam Kolopaking dan Fredian, 1990). Oleh beberapa pihak hal tersebut diidentifikasikan sebagai salah satu penyebab kemandegan produksi gula. Oleh karena adanya kecenderungan petani berusahatani
tebu tanpa mengikuti aturan budidaya yang intensif serta
meninggalkan paket anjuran teknologi yang ada. Ada gejala, setelah hampir berswasembada di tahun 1985 tersebut, produktivitas tebu memiliki kecenderungan untuk menurun. Terbukti dalam kurun waktu beberapa tahun di Jawa Barat saja berturut-turut terjadi penurunan produktivitas tebu rakyat dari tahun 1993-1999. Hal tersebut didukung dengan kecenderungan penurunan produksi tebu per Ha sehingga jelas mengurangi pula hasil optimal yang didapat sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Luas Lahan, Produksi Tebu, Rendemen dan Produksi Gula yang Dihasilkan Rakyat di Jawa Barat per Musim Tanam MTT (Tahun) 1 92/93 93/94 94/95 95/96 96/97 97/98 98/99
LUAS (Ha) 2 13.714 12.993 10.599 11.833 9.692 8.902 11.385
PRODUKSI TEBU TON TON /HA 3 4 1.032.336 75,30 835.268 67,40 715.022 67,50 733.646 62,00 678.440 70,00 579.270 65,00 513.389 47,90
RENDEMEN (%) 5 7,40 7,94 7,20 7,09 7,63 5,89 5,97
PRODUKSI GULA TON TON /HA 6 7 76.406 5,57 66.317 5,35 51.487 4,86 55.095 4,66 51.755 5,34 37.097 3,83 30.604 2,86
Sumber : Dinas Perkebunan Jawa Barat, 2004
Dari fakta-fakta tersebut, dan didukung dengan penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan seolah-olah menunjukan gejala menurunnya kinerja industri gula nasional.
Meskipun
demikian,
ternyata
dari
tahun
2000-2004
terlihat
10
kecenderungan luas lahan tebu rakyat di Jawa Barat kembali naik walaupun kenaikan tersebut tidak konsisten, Selengkapnya fluktuasi kenaikan luas lahan serta produksi tebu rakyat per ha di Jawa Barat dapat terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Luas Lahan dan Produktivitas Tebu Rakyat Dihasilkan di Jawa Barat Musim Tanam 2000/2001-2003/2004 Musim Tanam Tahun 2000/2001 2001/2002 2002/2003 2003/2004
Luas Lahan (ha) 7.575 8.730 8.000 8.023
Produksi per Ha(Ton/Ha) 4,21 4,75 4,20 5,66
Sumber : Dinas Perkebunan Jawa Barat, 2004
Bila tingkat produktivitas tebu rakyat terus seperti yang telah disebutkan di atas dan tingkat konsumsi gula tidak menurun (dari tahun 1930-1995 rata-rata konsumsi meningkat secara agregat sebesar 2,5 persen per tahun) (Diolah dari Von Ark (1988) dan Anonim (1997) dalam Sunggono, B. et al, 2005), maka diduga pemenuhan konsumsi gula nasional secara keseluruhan melalui swasembada gula tidak akan tercapai. Untuk mengatasi persoalan tersebut, memberi motivasi kepada para petani tebu agar terus berusaha meningkatkan produktivitas tanaman tebu menjadi sangat penting. Peluang meningkatkan produktivitas tebu rakyat pun sangat mungkin terjadi mengingat luasan lahan yang meningkat belum diiringi oleh peningkatan produktivitas yang optimal. Guna memberikan motivasi kepada petani agar mau berusahatani tebu secara intensif sebenarnya perlu didukung oleh pengetahuan mengenai motivasi petani serta faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani tersebut dalam berusahatani tebu. Terlihat dari adanya perkembangan positif usahatani tebu
2000-2004
yang
memperlihatkan
peningkatan
produktivitas
tebu,
membuktikan kembali menguntungkannya sektor perkebunan komoditas tebu
11
tersebut. Hal tersebut haruslah disokong oleh pemerintah melalui perumusan kebijakan yang baik dalam sektor pertebuan. Pakpahan dalam Pakpahan dan Agus (2005) menyatakan bahwa perkembangan pergulaan di Jawa cukup mengejutkan. Selama era normal trend produksi negatif; sebaliknya pada era krisis trend produksi gula positif. Memang masih banyak hal yang perlu menjadi perhatian. Yang jelas sekarang atau bahkan hingga tahun 2020, Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya tidak banyak memiliki pilihan, kecuali menekuni pertaniannya, termasuk tebu dan gula. Berdasarkan hal tersebut, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana motivasi petani dalam berusahatani tebu ? 2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu ? 3. Upaya apa saja yang harus dilakukan agar motivasi petani berusahatani tebu meningkat?
1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini didasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah yaitu : 1. Mengetahui tingkat motivasi yang dimiliki petani dalam berusahatani tebu 2. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu 3. Menganalisis upaya-upaya yang bermanfaat guna meningkatkan motivasi petani berusahatani tebu.
12
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : a. Bagi penulis sendiri, penelitian ini berguna untuk melatih kemampuan dalam menganalisis suatu permasalahan secara ilmiah b. Memberikan informasi awal bagi penelitian selanjutnya terutama penelitian seputar tebu atau penelitian lain dengan topik yang serupa c. Bagi masyarakat ataupun pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan atau setidak-tidaknya sekedar menambah pengetahuan seputar pertanian secara luas (dalam hal ini komoditi tebu), utamanya dari sisi petani tebu. d. Bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan kebijakan, utamanya di sektor perkebunan tanaman keras yaitu tebu.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya membahas hal-hal yang berhubungan dengan faktorfaktor eksternal dan internal yang berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. Adapun responden yang dipilih adalah semua petani Tebu Rakyat (TR) Desa Tonjong, Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru Kabupaten Cirebon. Pemilihan responden para petani tebu rakyat tersebut didasari bahwa para petani tebu rakyat yang ada merupakan petani yang memilih menanam tebu dan berhubungan dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah khususnya mengenai budidaya tebu.
13
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tebu Tebu berasal dari India dan tumbuh di tepi-tepi sungai Gangga (Soebroto, 1983). Sekarang tebu telah tersebar di setiap daerah yang berdekatan dengan daerah khatulistiwa. Tebu dibawa ke Indonesia oleh bangsa hindu. Tebu (Saccharum officinarum) adalah tumbuhan marga rumput-rumputan (Graminae) yang tumbuh dalam rumpun dan terdiri dari sejumlah batang serta berumur 12 bulan di daerah tropika dan 24 bulan di daerah subtropika, tergantung jenis dan tempat penanamannya. Klasifikasi botani tanaman tebu berasal dari divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, keluarga Poaceae, Genus Saccharum, dan nama spesies seperti yang telah disebutkan di atas Saccharum officinarum (Sabil dalam Sunggono, B. et al, 2005).
2.1.1 Fase Pertumbuhan Tebu Tumbuhan ini memiliki beberapa fase pertumbuhan dari sejak penanaman sampai masak (Budiono. et al,1989). Kebutuhan bahan pembangun tubuh tanaman tebu misalnya : air, unsur hara makro dan mikro, O2 dan CO2 serta sinar matahari tidak sama pada setiap fase pertumbuhan serta dipengaruhi oleh proses mertabolisme dalam tanaman tebu. Kegiatan dan kebutuhan tiap fase pertumbuhan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
14
1. Fase Kecambah a. Pra kecambah, umur 0-9 hari. Stek tebu mulai menyerap air dan oksigen untuk mengubah makan cadangan berupa gula menjadi asam amino untuk pembelahan sel. Mata tunas menggembung, akar sel terbentuk. b. Perkecambahan, umur 10-30 hari. Mata tunas bertambah besar dan memanjang dan muncul di atas permukaan tanah. Perakaran stek bertambah banyak dan panjang. Pada fase ini dibutuhkan air, oksigen dan fosfat yang diperlukan untuk pembelahan sel. Untuk menunjang kegiatan fase ini, pupuk TSP sebagai sumber fosfat sudah harus tersedia di dalam tanah. Guna memperoleh hasil tebu memadai, jumlah mata tumbuh pada fase ini harus ada 45.000 per hektar. Fase perkecambahan ini dipengaruhi oleh : ·
Letak mata pada batang tebu Mata yang terletak pada ruas yang masih muda dan belum berwarna akan berkecambah lebih cepat daripada yang lebih tua.menurut Clements dalam Budiono et al (1989), perkecambahan stek tebu yang tercepat adalah mata yang terletak pada ruas nomor 3 dari atas. Makin ke atas atau ke bawah akan makin lama perkecambahannya, karena makin ke atas masih terlalu muda dan lembek, sedangkan semakin ke bawah makin tua dan dan kemungkinanya sudah rusak.
·
Kualitas batang stek Kecepatan berkecambah tergantung pula pada jumlah kadar air yang terdapat di dalam mata tunas. Oleh karena itu, dianjurkan agar jangan menggelentek
15
tanaman bibit sebab pelepah daun merupakan pelindung untuk mencegah penguapan/pengeringan. Bahkan dianjurkan memberi air tambahan dan pupuk beberapa minggu sebelum tanaman bibit ditebang. 2. Fase Pertunasan. a. Pertumbuhan tunas dan akar, umur 0-45 hari. Kecambah tebu terbuka daunnya dan akar baru keluar dari pangkal tunas tebu. Pada fase ini butuh air, oksigen, zat asam arang, fosfat, nitrogen dan sinar matahari untuk fotosintesis. Oleh karena itu, pada saat ini sudah harus tersedia pupuk TSP dan ZA sebagai unsur P dan N di dalam tanah. Pupuk N yang diberikan pada fase ini sebesar 50 persen dari dosis anjuran, karena tanaman belum akan menyerap N terlalu banyak untuk keperluan pertumbuhan sel-sel tanaman, guna mempercepat pertumbuhan vegetatifnya. b. Pertunasan, umur 45 hari-3 bulan Tunas-tunas muda (anakan) mulai keluar dan tebu tumbuh menjadi rumpun yang terdiri dari beberapa tunas tanaman tebu. Pada fase ini dibutuhkan air, oksigen, zat asam arang, fosfat, kalium, nitrogen dan sinar matahari penuh. Akan tetapi pertumbuhan anakan juga tergantung dari jenis tebu. Ada jenis tebu yang cepat beranak banyak kemudian secara serempak beranak banyak. Namun demikian beberapa faktor akan mempengaruhi pertumbuhan tunas anakan yaitu: ·
Pupuk Tambahan pupuk N akan menambah jumlah anakan sampai batas optimum, demikian pula pupuk P yang diberikan pada tanah kekurangan fosfat. Sedangkan pupuk K yang diberikan pada saat ini diperlukan pula untuk
16
memperkokoh batang tebu yang mulai terbentuk. Pada fase ini sisa pupuk N (50 persen dari dosis anjuran) diberikan bersama-sama dengan pupuk K. ·
Penurunan tanah Penurunan tanah/pemberian tanah pada fase pertunasan sangat diperlukan, agar tunas-tunas yang tumbuh tersedia makanan. Pemberian tanah yang berlebih-lebihan dapat mengurangi pertunasan. Upayakan agar tanah yang diturunkan strukturnya lembut/remah.
·
Jarak tanam Jarak tanam antar bibit dapat pula berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan. Hal ini erat hubungannya dengan persaingan untuk memperoleh air, hara, dan sinar matahari. Pada fase ini jumlah anakan/tunas hendaknya dapat dipertahankan sebanyak 140.000 per hektar apabila akan diharapkan hasil tebu yang baik. Bila lebih dari jumlah tersebut, akan diperoleh batang berdiameter kecil dengan jumlah yang relatif banyak. Tetapi bila kurang dari jumlah itu maka akan didapat batang yang relatif agak besar dengan jumlah lebih sedikit.
3. Fase Batang memanjang (Pemanjangan, umur 3-9 bulan) Pertunasan berhenti dan batang memanjang dengan pembentukan ruas tebu. Pada fase ini kebutuhannya sudah penuh dan stabil seperti fase 3. tajuk daun tebu telah menutupi ruang diantara larikan tanaman. Uraian pertumbuhan pada fase ini adalah sebagai berikut : ·
Daun. Pada pertumbuhan awal terbentuk daun-daun kecil. Daun-daun ini akan tumbuh menjadi besar sampai tercapai ukuran maksimal yang akhirnya akan menjadi kecil lagi.
17
·
Batang. Pada titik tumbuh akan terbentuk sel baru karena pada tempat tersebut sel mempunyai daya untuk membagi diri, kemudian sel baru tersebut berkembang menjadi lebih besar. Di bagian bawah ruas, sel masih melanjutkan pembelahan. Jadi pertumbuhan batang terjadi disebabkan oleh adanya pertumbuhan pucuk dan pertumbuhan pada dasar ruas. Pertumbuhan ini terbesar terjadi di waktu malam oleh karena jaringan sel mengandung air terbanyak dan turgor terbesar yang disebabkan penguapan sangat sedikit.
·
Akar Akar tebu terbagi atas :
-
Akar bibit : Cincin akar pada batang stek bibit akan tumbuh lebih cepat daripada tunas yang keluar dari mata stek. Akar ini mula-mula berfungsi menyerap makanan untuk keperluan pertumbuhan tunas baru. Selanjutnya akar ini akan mati dan fungsinya digantikan oleh akar biasa.
-
Akar biasa : tumbuh dari cincin tunas anakan. Pada fase pertumbuhan batang memanjang, terbentuk pula akar di bagian yang lebih atas akibat pemberian tanah sebagai tempat tumbuh.
4. Fase Kemasakan a. Pra masak, umur 9-12 bulan. Pertumbuhan vegetatif menurun, pembentukan ruas baru dan daun makin lambat. Pada fase ini air dan nitrogen makin kurang diserap oleh tanaman, sedangkan unsur
lainnya
tetap
dibutuhkan.
Sejalan dengan penurunan
pertumbuhan vegetatif, dimana juga akan terjadi kematian beberapa tunas anakan yang akhirnya akan didapatkan jumlah tunas/batang sebanyak kurang lebih 90.000
18
per hektar. Dalam fase ini juga terjadi penimbunan gula (sakarosa) di dalam batang. b. Masak, umur 12 bulan. Tanaman berhenti tumbuh, kadar air dalam batang tebu berkurang sedangkan kadar gula naik, daun mulai mengering. Pada fase ini hanya dibutuhkan air sedikit untuk menjaga keseimbangan akibat penguapan melalu daun. Akhir pada saat tertentu, tanaman tebu akan mengalami kematian dimana kadar sakarosa menurun. Oleh karena itu sebelum terjadi penurunan kadar gula, tebu harus ditebang karena sudah masak. c. Pasca masak, umur >12 bulan. Pada fase ini tanaman tebu sudah menunjukkan gejala kematian dan daun mengering dimulai yang tertua. Pengeringan daun pada batang tebu tersebut berangsur-angsur menjalar ke daun yang lebih muda sampai akhirnya mencapai daun yang yang masih menggulung.
2.1.2 Petunjuk Teknis Budidaya Tebu 2.1.2.1 Budidaya Tebu Lahan Sawah I. Tanaman Baru (Plant Cane) Budidaya tanaman tebu untuk tanaman pertama memiliki beberapa tahapan (Tim Tanaman Direktorat Teknologi PT RNI, 2005). Tahapan tersebut adalah :
19
1. Sistem Pembukaan kebun Pembukaan tanah untuk tanaman tebu dilakukan dengan sistem ”Reynoso”. Sistem tersebut khusus dilakukan pada lahan dengan sistem sawah berpengairan. 2. Pembuatan Parit Prinsip sistem Reynoso adalah pembuatan jaringan parit/got pada lahan tebu yang terdiri atas : a. Got Keliling Dibuat sekeliling lahan calon kebun tebu (lebar 70 cm, dalam 80 cm) b. Got Mujur Dibuat melintang dengan arah kemiringan tanah, jarak antara got mujur adalah 62,5 cm (lebar 60 cm, dalam 70 cm) c. Got Malang Dibuat searah dengan kemiringan tanah, jarak antara got malang adalah 8 m (lebar 50 cm, dalam 60 cm) 3. Urutan Pembuatan Parit Prinsipnya semua parit (got) dibuat mulai dari bagian bidang terendah. Tujuannya agar lahan yang jenuh dengan air segera mengering. a. Membuat got keliling, di sekeliling bidang tanah dimulai dari bagian terendah. b. Membuat got mujur dengan arah melintang juga dimulai dari bidang tanah yang terendah c. Membuat got malang yang searah dengan kemiringan tanah. Dimulai dari bidang tanah yang terendah.
20
4. Pembuatan Juringan Setelah semua got dibuat dan memenuhi persyaratan, maka pembuatan juringan dilaksanakan dan dimulai dari bidang yang terendah. Juring 1 sedalam 20 cm dikerjakan dengan alat lencek. Juring II dilaksanakan dengan alat garpu. Juring I dan II harus mampu dilaksanakan sedalam 35 cm agar tanaman tebu produktivitasnya tinggi. Setelah juring II dilakukan pendayungan (uitzuring) yaitu mengeringkan tanah dengan bantuan sinar matahari selama 3-4 minggu. Tujuannya adalah mengubah tanah asam akibat terendam air yang sifatnya racun ke tanah tidak asam (oksidasi). Istilah tanah yang telah dilakukan pendayungan disebut dengan tanah masak atau tanah wangi. 5. Penyiangan Penyiangan bertujuan untuk membersihkan gulma (tanaman selain tebu). Penyiangan harus dilakukan sebersih mungkin serta dilakukan pada setiap kali pekerjaan pemupukan dan tambah tanah. 6. Pembuatan Kasur Tanaman Dengan alat cangkul atau pecok/anci, kurang lebih separuh dari tanah masak yang digali dengan garpu diturunkan ke dalam juringan. Pekerjaan dimulai dari tengah ke arah tepi. Zaman sekarang karena tenaga kerja sulit dan mahal, serta banyak juga lahan sawah yang pengairannya kurang maka pembukaan lahan banyak yang dilakukan secara mekanis (bajak, garu dan kair). Sedangkan pembuatan got dilakukan manual sebagaimana sistem Reynoso. 7. Persiapan Bibit Varietas bibit yang ditanam saat ini antara lain PA 198, PA 117, PA 022, R-579, PS 864, Triton, PS 851, dan PSJT 94-33. Pada prinsipnya keunggulan
21
varietas bersifat lokal, artinya varietas tertentu akan cocok pada kondisi iklim dan tanah tertentu pula. Sehingga tidak mengherankan bila suatu varietas yang unggul/baik di suatu daerah bila ditanam di daerah lainnya menjadi tidak unggul. Bibit ada yang disebut dengan bibit bagal, rayung dan pucuk. Dari bibit tersebut yang banyak ditanam adalah bibit bagal yaitu bibit yang diperoleh dari penanaman di kebun tebu bibit umur 6-7 bulan. Suatu varietas pada kurun waktu tertentu akan menurun produksinya. Oleh sebab itu harus selalu diperoleh varietas unggul baru dari pusat penelitian tebu atau mengambil dari daerah lain kemudian diseleksi. Pemotongan bibit harus menggunakan lysol sebagai desinfektan untuk menghindari penularan penyakit khususnya penyakit pembuluh. Untuk keseragaman tanaman agar dipisahkan bibit bagal yang berasal dari bibit atas (ruas 9-14) dan bibit bawah (ruas 15-20). 8. Penanaman Masa tanam optimal adalah bulan Mei-Juli. Di luar bulan tersebut produksinya kurang optimal. a. Kasur tanam tidak boleh disiram dengan cara leb (digenangi). b. Jumlah penggunaan bibit per juring 22-28 bagal mata dua. c. Kedalaman tanam setebal bibit itu sendiri (3-6 cm). d. Bibit rayung ditanam berdiri sementara bibit bagal ditanam dalam posisi horizontal. e. Sebagai cadangan di tiap ujung juring yang berbatasan dengan got ditanam sebanyak 2 bagal/rayung untuk cadangan (bahan sulaman) bila ada bibit yang tidak tumbuh.
22
f. Lalu bibit disiram agar sekedar basah saja (sirat patri) agar bibit melekat dengan tanah. 9. Penyulaman Pekerjaan sulam sebaiknya dilaksanakan pupuk I untuk sulam I, dan sebelum pupuk II pada sulam II. 10. Dosis Pemupukan Sebelum dilakukan pemupukan harus dilakukan pekerjaan penyiangan sebersih mungkin. Untuk pupuk I dilakukan 7 hari setelah tanam, dosisnya adalah 4 ku ZA/ha atau 2 ku urea/ha dan 1,5 kuintal sp 36/ha. Sedangkan pupuk II dilakukan 30 hari setelah tanam dengan dosis 3 ku ZA/ha atau 1,5 ku Urea/ha dan 2 ku KCL/ha. Dosis pupuk tersebut adalah dosis yang umum dipakai, namun demikian yang baik adalah dosis berdasarkan hasil analisa tanah. Kekurangan dosis pupuk mengakibatkan pertumbuhan tebu terhambat dan kelebihan dosis pupuk mengakibatkan keterlambatan proses kemasakan tebu disamping pemborosan biaya. Selain itu ada juga yang mengganti pemberian pupuknya dengan pupuk mixed. Waktu pemberiannya sama, hanya dosisnya untuk pupuk I sebanyak 10-16 ku pupuk mixed, 72 kg pupuk Nitrogen (2 ku Urea atau 4 ku ZA). Sementara dosis pupuk II adalah 46 kg Nitrogen (1 ku Urea atau 2 ku ZA). Terkadang tanpa mengurangi dosis pemupukan yang ada juga diaplikasikan pupuk daun X-2 guna memacu pertumbuhan tanaman yang lebih optimal. 11. Tambah Tanah (Bumbun) Tambah tanah adalah pekerjaan menimbun pangkal batang tebu dengan tanah (tanah yang sudah masak). a. Tambah tanah I disebut kriwil dilaksanakan :
23
Ø Tiga minggu setelah tanam bila menggunakan bibit rayung. Ø Empat sampai lima minggu bila menggunakan bibit bagal. Ø Turun tanah I dilaksanakan setebal 3-5 cm sekedar menutup bibit. Ø Pelaksanaannya diturunkan dengan pecok/cangkul kecil tanah lembut. b. Tambah tanah II disebut Walik Lungko/Walik Gulud dilaksanakan pada umur 60 hari setelah tanam atau bila telah terdapat 65-70 batang/juring. Mekanismenya : Ø Tinggi penambahan tanah sampai kurang lebih 3/4 kedalaman juring. Ø Pelaksanaannya diturunkan tanah halus ditengah guludan. c. Turun tanah III Dibagi menjadi dua bagian, yaitu kepruk dan bacar. Dilaksanakan pada umur 3-3,5 bulan atau bila telah terdapat 80-100 batang per juring. Tinggi turun tanah III adalah setinggi tanah waras. d. Tambah tanah IV Disebut garpu gulud dilaksanakan pada umur tebu 4-5 bulan atau bila tanaman tebu telah mempunyai ruas 4-5 buah. 12. Klentek Dilaksanakan 2-3 kali, klentek I sebelum gulud (turun tanah IV), klentek II satu bulan setelah klentek I (daun yang kering 5-7 daun), dan seterusnya. 13. Pemeliharaan Parit/Got Setelah turun tanah IV pemeliharaan parit harus teratur sampai pelaksanaan tebang. Pemeliharaan got juga harus dilakukan setelah pekerjaan penyiraman, pupuk I, pupuk II. Yang perlu diingat adalah bahwa tebu tidak suka
24
digenangi oleh air. Got yang dalam akan mempertinggi rendemen dan tebu tidak mudah kering (mati) pada saat menunggu penebangan. II. Tanaman Keprasan (Ratoon Cane) 1. Persiapan Tanaman Keprasan a. pembersihan kebun dari klaras dan sisa-sisa tebangan dengan cara membakar sampah (daun kering setelah tebangan). b. Pengeprasan tunggak/tunggul tebu dengan cangkul yang tajam. c. Pengeprasan dilakukan paling lambat satu minggu setelah tebu ditebang. d. Pengeprasan tebu dengan bentuk huruf V terbalik, atau huruf W pada tanaman tebu di sawah. Sedangkan cara mengepras di lahan tegalan adalah mendatar di permukaan tanah. 2. Penggemburan Tanah (Jugaran) a. Dilakukan untuk menggemburkan tanah disekitar perakaran, sekalian memotong akar lama agar tumbuh akar baru. b. Caranya dengan mecangkul sedalam 15-25 cm memanjang di tepi barisan tanaman. c. Kegiatan penggemburan tanah ini tidak boleh dilakukan bilamana tanah bertekstur ringan dan kondisinya kering, karena akan terjadi evaporasi yang berlebih dan tunas akan mati. 3. Penyulaman a. Penyulaman dilakukan bilamana cukup air. b. Penyulaman dilakukan dengan menggunakan bibit bagal bila dilaksanakan segera setelah kepras. Penyulaman dengan bibit dongkelan atau dederan bilamana tebu sudah berumur 2 minggu sampai dengan 1 bulan.
25
4. Pembumbunan tanah a. Tanaman tebu setelah dilakukan keprasan pada posisi pangkal tebu tidak terlalu dalam dibandingkan dengan posisi bibit pada tanaman PC pada saat ditanam. Oleh sebab itu tanah hanya ditambahkan dua kali. b. Tambah tanah (bumbun) I dilakukan pada prinsipnya seperti halnya pada tambah/turun tanah III pada tanaman PC. Tanah bekas jugaran/penggemburan tanah yang ada di sepanjang barisan tanaman dicangkul dan diletakan pada pangkal batang tebu. c. Tambah tanah II dilakukan sama seperti turun tanah IV pada tanaman PC. 5. Pekerjaan lain Pekerjaan selanjutnya meliputi pemupukan, penyiangan, kuras got dan klentekan sama dengan yang dilakukan tanaman PC.
2.1.2.2 Budidaya Tebu Lahan Kering/Tegalan 1. Pola Bukaan Lahan di Lahan Kering Biasanya pembukaan dan persiapan lahan tegalan dilakukan secara mekanis (Tim Tanaman Direktorat Teknologi PT RNI, 2005). Adapun prosesnya terdiri dari : a. Plowing Ø Disebut juga pembajakan, yaitu suatu tahap pengolahan untuk membongkar tanah, membongkar perakaran tanaman pengganggu. Ø Pada tahap ini tanah dipotong, dilonggarkan dan dibalik pada suatu kedalaman tertentu (25-40 cm).
26
Ø Peralatan yang umum digunakan adalah mouldboard plow, disc plow, chissel plow, sub soil plow. b. Harrowing Ø Disebut juga penggaruan yang bersifat tidak membalik tanah. Ø Tujuannya hanya menghancurkan bongkahan tanah menjadi granulasi yang lebih kecil. Ø Peralatan yang umum dipakai adalah disc harrow, roller harrow, rotavator. c. Furrowing Ø Kegiatan pembuatan guludan atau alur dengan tujuan sebagai tempat penanaman. Ø Alat yang dipergunakan adalah furrower kair atau fertilizer applikator kair (membuat alur + pemupukan). d. Ditching Ø Kegiatan pembuatan got atau saluran drainase seperti got malang, got mujur dan got keliling. Ø Alat yang digunakan adalah furrower mata satu, rotary ditcher. Ø Jarak got malang dan got mujur disesuaikan dengan kondisi lahan, tanah porus pabrik gula Subang tidak memerlukan got malang dan mujur. Tanah liat pabrik gula Jatitujuh jarak got malang 25-40 meter. 2. Penanaman Tanaman Baru (Plant Cane) a. Batasan Usaha penempatan bibit ke dalam tanah pada kedalaman tertentu. Kegiatannya antara lain : Ø Pembersihan daun tebu (stripping)
27
Ø Pemotongan pangkal dan pucuk bibit tebu (cutting) Ø Pemotongan batang/bibit tebu dalam 2-4 mata (chooping) Ø Pelarutan dalam larutan insektisida dan fungisida (seed treatment) Ø Pengangkutan (transporting) Ø Peletakan bibit (self placement) Ø Pemupukan (fertilizing) Ø Penutupan alur (cocering) c. Waktu Ø Periode I, penanaman pada awal musim kemarau (AMK) dengan memanfaatkan kelembaban tanah yang tersedia. Ø Periode II, penanaman pada awal musim hujan (AMH) yaitu permulaan datangnya hujan (antara bulan Oktober sampai dengan akhir Desember). d. Cara Tanam Periode I Ø Penanaman dengan tenaga orang (manual), tetapi sering beberapa pabrik peletakan bibit secara manual dan penutupan bibit dibantu alat mekanis (traktor). Ø Jumlah bibit berkisar 20.000-30.000 stek (3 ruas) per ha. Mekanisme tanah harus cepat karena memanfaatkan kelembaban tanah yang tersedia/ada. Ø Penanaman dengan tenaga mesin masih jarang dilakukan di Indonesia, walaupun beberapa pabrik pernah melaksanakannya. Ø Pada penanaman dengan mesin dari pemotongan bibit, peletakan bibit pada kairan dan penutupan bibit menggunakan mesin. Kedalaman tanam secara mekanis antara 20-25 cm, pada umur 4 minggu (selesai perkecambahan),
28
permukaan tanah dibuka untuk membantu pertunasan dengan implement ”chiper cultivation”. e. Cara Tanam Periode II Ø Penanaman hanya dilakukan dengan menggunakan orang (manual) karena keadaan kebun cukup air. Ø Jumlah bibit 20.000-25.000 stek (3 ruas) per ha. Ø Bibit yang dibutuhkan per ha pada masa tanam periode II lebih sedikit dibandingkan dengan periode I, karena tingkat (persentase) perkecambahan pada periode II pada umumnya lebih tinggi (> 80 persen) dibandingkan dengan periode I (60-70 persen). Tingginya perkecambahan pada periode II disebabkan lingkungan tanam (lahan) lebih lembab (musim hujan) dan bibit dalam keadaan tidak kekeringan. 3. Tanaman Keprasan (Ratoon Cane/RC) a. Persiapan sebelum pelaksanaan kepras : Ø Pada prinsipnya pengeprasan tanaman tebu (untuk dijadikan tanaman ratoon) pada budidaya tanaman tebu di lahan kering dan lahan sawah adalah sama. Ø Sebelum dilakukan pengeprasan, sampah sisa tebangan yang sudah kering dibakar. Ø Pembakaran sebaiknya dilakukan pada sore/malam hari dengan pertimbangan pada sore/malam kecepatan angin rendah (dibanding dengan siang hari) dan api lebih mudah diawasi karena dalam kondisi gelap. Ø Pada saat pembakaran dilakukan perlu dijaga agar api tidak menjalar ke petak di sebelahnya yang masih ada tebunya.
29
Ø Untuk pembakaran sampah pada kebun seluas kurang lebih 4 ha, perlu dijaga 3-4 orang pekerja. b. Pelaksanaan Kepras Ø Pengeprasan dilaksanakan segera setelah tebang, paling lambat satu minggu setelah tebang. Ø Pengeprasan dilakukan menggunakan cangkul yang tajam, agar tunggak tebu tidak pecah. Ø Pengeprasan tebu di lahan kering/tegalan pada umumnya rata dengan tanah (kepras datar). Ø Beberapa pabrik gula menggunakan peralatan mekanis untuk pengeprasan, yaitu dengan alat stuble shaver. 4. Sulaman Ø Dilaksanakan pada tanaman PC maupun RC Ø Dimaksudkan untuk mengganti tanaman yang tidak tumbuh/mati dengan tanaman tebu lain yang varietasnya sama. Ø Melengkapi jumlah tanaman per meter agar produksi tercapai. Ø Sulaman dilakukan bilamana tanah dalam keadaan basah/lembab agar tanaman tumbuh normal. Ø Pada tanaman PC sulaman dilaksanakan pada umur 4-6 minggu bersamaan dengan pupuk II, sedangkan pada tanaman RC dilaksanakan segera setelah kepras. Penyulaman dengan menggunakan bibit bagal. Sulaman menggunakan bibit dederan atau dongkelan bila tanaman PC sudah berumur satu setengah bulan dan tanaman RC sudah berumur setengah sampai dengan satu bulan.
30
Ø Pada prinsipnya pekerjaan sulaman harus dihindari, hanya dilaksanakan pada keadaan daurat. Oleh karena itu pada dasarnya pelaksanaan tanam harus diusahakan tanaman tumbuh semuanya (tanaman rapat) dengan dengan cara pengawasan pelaksanaan tanam yang intensif, serta pemilihan bibit yang sehat dan penyiraman yang cukup (bila penanaman PC dilaksanakan awal musim kemarau). 5. Pengairan a. Penanaman tebu Plant Cane di lahan tegalan pada periode I (awal musim hujan) perlu diairi. Pengairan dilakukan dengan cara memompa air dari sumber air yang tersedia (lebung, sungai, sumur pantek) dengan aplikasi pompa air. b. Pengairan ke lahan dilakukan dengan dua cara yaitu: Ø Pengairan dengan sprinkler, pengairan dengan cara ini memerlukan pompa air dengan power tinggi 60-80 HP. Semburan air sprinkler dapat mencapai 2730m. Ø Pengairan sistem alur, pengairan ini tidak menggunakan sprinkler. Air dari pipa dialirkan langsung melalui kairan yang sudah ditanami tebu. Pengairan dengan sistem alur harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi erosi. Oleh sebab itu biasanya air dari pipa dialirkan pada 3-4 alur kairan dimaksudkan agar debit air tidak terlalu besar menghindari erosi dan tanaman tebu yang ditanam tidak hanyut. c. Pada prinsipnya tanaman RC akan meningkat produktivitasnya bila diairi (minimal 1-2 kali). Hanya pada pelaksanaan biasanya suatu pabrik gula tidak
31
dapat menyediakan pompa untuk mengairi seluruh areal kebun tebu. Karena keterbatasan tersebut maka pengairan tanaman PC lebih diutamakan. 6. Pemeliharaan a. Tanaman Plant Cane (PC) Ø Pemberian Tanah Tujuannya adalah memberikan tanah untuk media perakaran, pada daerah becek dapat memperbaiki drainase. Pemberian tanah I segera dilakukan setelah pemberian pupuk II (sambil menutup pupuk). Pemberian tanah II (bumbun) dilakukan setelah tanaman tebu berumur 2-3 bulan. Cara pemberian tanah dengan tenaga manusia (manual), menggunakan cangkul dengan cara mencangkul tanah bagian tengah (antar barisan tanaman) dan tanahnya diletakan pada pangkal batang tebu. Pemberian tanah dengan mekanisasi menggunakan alat bumbun (disc bedder), yang ditarik dengan traktor 80-100 HP. Ø Subsoilling Tujuannya untuk meperbaiki aerasi tanah. Dilaksanakan setelah bumbun I, sebelum tanaman beruas. Dilakukan dengan memakai subsoiler standar untuk tanah ringan dan HD (heavy duty) untuk tanah berat. Subsoiling pada tanaman PC hanya dilakukan pada tanah-tanah yang drainasenya jelek. b. Tanaman Keprasan (RC) Ø Membersihkan kebun Tujuan membersihkan kebun untuk memudahkan pekerjaan selanjutnya khususnya pekerjaan mekanisasi. Pembersihan sampah dengan alat trash rate yang ditarik traktor 80-100 HP. Dilaksanakan segera setelah tanaman selesai dikepras.
32
Ø Pemberian tanah Tujuan pemberian tanah adalah untuk menambah media perakaran dan pada daerah yang becek untuk memperbaiki drainase. Dilaksanakan satu kali setelah pemupukan II, umur tebu kurang lebih 2 bulan. Dilakukan dengan cara mekanis dan manual. Cara manual dilaksanakan dengan cara mencangkul tanah pada bagian tengah antar barisan tanaman diletakkan pada pangkal tanaman tebu. Pelaksanaan pemberian tanah mekanis dengan alat ”disc bedder” ditarik traktor 80-100 HP. 7. Pemupukkan Tujuannya adalah untuk menambah kekurangan unsur hara tersedia di dalam tanah yang diperlukan oleh tanaman, sejak perkecambahan sampai siap panen. a. Pemupukan Tanaman PC Pupuk I diberikan bersamaan tanam, pupuk II diberikan 1 bulan setelah pupuk I. Dosis pupuk I adalah ZA 3 ku/ha, SP 36 2-2,5 ku/Ha, sementara untuk pupuk II ZA 4 ku/ha, KCL 1-2 ku/ha. Dosis pupuk tersebut tidak harus demikian, karena dosis pupuk yang tepat adalah berdasarkan hasil analisa tanah. Teknik pemberian menggunakan cangkir yang telah dikalibrasi (misal satu cangkir untuk 2 m row/larikan tebu) dan ember. Selain menggunakan pupuk anorganik, pemupukan juga dapat diganti dengan pupuk mixed atau pupuk dun X-2 sebagai alternatif. b. Pemupukan Tanaman Keprasan (RC) Pupuk I diberikan segera setelah keprasan, sementara pupuk II diberikan satu bulan setelah pupuk I. Dosis pupuk I ZA 3 ku/ha, SP 36 1-1,5 ku/ha, dan
33
untuk dosis pupuk II ZA 4 ku/ha, KCL 1-2 ku/ha. Dosis pupuk tidak harus demikian, karena dosis pupuk yang tepat adalah berdasarkan hasil analisa tanah. Dengan demikian tiap blok kebun dimungkinkan dosis pupuk berbeda. Selain menggunakan pupuk anorganik, pemupukan juga dapat diganti dengan pupuk mixed atau pupuk dun X-2 sebagai alternatif. Pada pemupukan dengan pupuk anorganik pada PC maupun RC, sebelum aplikasi pupuk harus dicampur terlebih dahulu. Pencampuran dapat dilakukan dengan mesin pencampur pupuk yang biasanya ditempatkan dekat gudang pupuk atau dilakukan secara manual di kebun. 7. Pengendalian Gulma Pengendalian gulma dilakukan secara manual, mekanis maupun kimiawi. Mengingat keterbatasan tenaga kerja dan alat mekanis, maka sebagian besar pengendalian gulma dilaksanakan dengan menggunakan herbisida. Dilihat dari sisi tumbuhnya gulma, dibedakan herbisida pre emergence (sebelum gulma tumbuh) dan herbisida post emergence (herbisida sesudah gulma tumbuh). Herbisida pre emergence diberikan setelah tanam atau kepras dengan persyaratan tanah harus halus (tidak berbongkah) dan kelembaban cukup. Bahan aktif herbisida yang digunakan adalah diuron, ametryne, triazine, atau obat lainnya dengan dosis 2-3 kg/ha ditambah herbisida 2,4 D.Amine sebanyak 2 liter/ha. Herbisida tersebut dilarutkan dalam air hingga 400 liter untuk menyemprot areal seluas satu hektar. Herbisida post emergence diberikan setelah bumbun akhir. Bahan aktif herbisida post emergence adalah paraquat atau lainnya. Dosis yang digunakan adalah 3 liter/ha dicampurkan herbisida 2,4 D.Amine sebanyak 2 liter/ha.
34
Herbisida tersebut dilarutkan dalam air hingga 400 liter untuk menyemprot areal seluas satu hektar. Penyemprotan standar adalah sesuai dengan jadwal diatas, sementara penyemprotan terlambat dilakukan secara herbisida post emergence setelah kepras dan dilakukan herbisida pre emergence setelah bumbun. 8. Klentek Pekerjaan klentek adalah menghilangkan daun-daun kering pada tanaman tebu yang sudah beruas minial 6-8 ruas. Pada umumnya dilakukan satu kali klentekan pada saat
menjelang tebang (April-Mei). Tujuannya adalah untuk
meningkatkan produksi melalui peningkatan efektifitas penebangan (tebang pandes/mepet tanah), memperbaiki iklim mikro, menguatkan batang sehingga mengurangi hama pengerek. Selain itu juga melalui klentek dapat mengurangi resiko kebakaran kebun.
2.2 Petani Tebu Petani menurut Hernanto (1996) adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha pertanian, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut. Orang yang disebut petani, atau kedudukannya sebagai petani, mempunyai fungsi yang banyak. Dalam industri gula pun usahatani tebu sebagai bahan baku utama gula dilakukan oleh petani. Fungsi petani tebu berdasarkan Artikel Kelembagaan yang disusun oleh Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia/APTRI (Lampiran 2) antara lain meliputi : a. Petani/kelompok tani yang tergabung dalam wadah koperasi petani tebu
35
(koperasi primer) mengadakan ikatan kerjasama dengan Pabrik Gula untuk menanam tebu sesuai baku teknis yang ditetapkan serta menyerahkan tebunya untuk digiling di Pabrik Gula yang bersangkutan atas dasar Sistem Bagi Hasil (SBH) atau Sistem Pembelian Tebu (SPT). b. Petani memperoleh dana kredit melalui koperasi petani tebu yang selanjutnya pengelolaan kreditnya dilakukan oleh Pabrik Gula atas kuasa dari koperasi petani tebu.
2.3 Gambaran Usahatani Tebu Ketua APTRI Daerah Jawa Barat, H. Anwar Asmali menyatakan bahwa Rendahnya harga gula saat ini dinilai tidak mampu merangsang petani tebu meningkatkan produktivitasnya sehingga program revitalisasi pabrik gula menghadapi ancaman kekurangan pasokan bahan baku2. Patokan harga gula yang kurang kompetitif dibandingkan harga komoditas lain seperti beras dan kedelai, dikhawatirkan akan mendorong petani beralih menanam tanaman komoditas lain sehingga mengancam keberhasilan program revitalisasi pabrik gula. Bahkan harga dasar gula untuk 2008 yang hanya sekitar berkisar Rp 4900/kg tidaklah realistis, hal tersebut akan menurunkan semangat petani bertanam tebu. Pihak APTRI menekankan bahwa harga yang realistis adalah Rp 5200/kg supaya petani tebu termotivasi menanam tebu agar kapasitas Pabrik Gula (PG) yang bertambah dapat dipenuhi. Direktur PT PG Rajawali II pun menekankan pentingnya petani tebu diberi rangsangan melalui harga gula yang baik sehingga tidak beralih menanam komoditas lain. Selain itu pihak Rajawali II pun menekankan pentingnya memacu 2
Diadaptasi dari artikel berjudul “Revitalisasi Pabrik Terkendala Rendahnya Harga Gula" www.Antaranews .com. Tanggal Akses 18 April 2008
36
petani tebu meningkatkan produktivitasnya karena dengan program revitalisasi yang ada terkait akselerasi peningkatan produksi gula menyebabkan kapasitas giling PG pun meningkat. Rendahnya harga dasar gula ini dinilai pihak petani tidak mewakili aspirasi petani tebu yang ada. Produksi Gula pasir hasil budidaya para petani tebu di Jawa Barat (Jabar) yang tersebar di 6 kabupaten yaitu Cirebon, Kuningan, Majalengka, Indramayu, Subang dan Sumedang di tahun 2006 mengalami peningkatan sekitar 6 persen dari tahun sebelumnya3. Kenaikan produksi gula tersebut dipacu oleh harga yang menarik di tingkat petani dimana pada posisi bulan juli 2006 harga gula Rp.5.125/kg sedangkan pada posisi bulan juli 2007 harga gula dapat mencapai Rp.5.300/kg . Fakta menunjukkan bahwa saat ini ketersediaan gula untuk konsumsi masyarakat Jawa Barat masih belum terpenuhi (tingkat kebutuhan gula per kapita pertahun sebesar 16 Kg). Dengan kondisi demikian maka akselerasi peningkatan Tebu di Jawa Barat harus tetap berlanjut yang antara lain melalui upaya peningkatan areal tebu dan peningkatan intensifikasi (termasuk bantuan modal dengan kredit lunak) pada tingkat on farm. Sedangkan pada tingkat off farm masih diperlukan upaya dana talangan untuk mempertahankan eksistensi petani yang bersangkutan. Kondisi ini merupakan bahan pemikiran bagi pembuat kebijakan untuk meminimalisasi gula impor yang dapat mematikan semangat usahatani tebu di Indonesia. Sementara itu ancaman kekeringan melanda ribuan hektar lahan tanaman tebu petani di wilayah Cirebon, Majalengka, Indramayu, dan Subang. Ketua DPD APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) Jabar memperkirakan krisis air 3
Diadaptasi dari artikel berjudul “Harga Gula Pasir Petani Tebu Jawa Barat" www.disbun jabar.com. Tanggal Akses 18 April 2008
37
merata hampir terjadi di seluruh areal lahan tebu Jabar yang terdapat di Cirebon, Majalengka, Indramayu, dan Subang4. Yang terburuk terjadi di Kabupaten Cirebon di mana kecamatan-kecamatan sentra lahan tebu sudah tidak memperoleh pasokan air secara memadai. Tingkat kematian tanaman tebu juga sangat tinggi. Hasil pemantauan APTRI di tahun 2007 mencapai 50 persen. Kalau tidak segera diantisipasi, hal tersebut dapat mengancam produksi gula di sentra produksi tebu. Kekeringan kali ini juga mengancam terjadinya penurunan rendemen tanaman tebu. Untuk satu hektar, dengan rendemen di atas 7, penerimaan yang diraih petani mencapai rata-rata Rp 9 juta. Namun karena kekeringan, penerimaan tersebut menurun menjadi hanya sekitar Rp 6 juta. Para petani berusaha mempertahankan kelembaban tanah. Hal tersebut bertujuan menjadikan fisik tanaman tebu kuat. Untuk mengurangi dampak kekeringan akibat kemarau panjang, tebu juga memerlukan pupuk ekstra jenis ZA sebanyak 20 persen dari dosis rekomendasi5. Karena itulah kelangkaan pupuk membuat sejumlah petani frustrasi. Tanaman tebu mempunyai urutan perlakuan budidaya sangat ketat, sehingga pemupukan tidak bisa ditunda. Menunda pemupukan bisa berakibat fatal, baik terhadap perkembangan tanaman maupun hasil panen.
2.4 Sektor Pertebuan Era TRI Dibandingkan dengan Keadaan Sekarang Secara tidak langsung pasca keberadaan APTRI juga merupakan perubahan pada Sektor pertebuan Indonesia. Asosiasi Petani tebu Rakyat
4
Diadaptasi dari artikel berjudul “Kekeringan Mencemaskan Petani ". www.Pikiran Rakyat.Co.Id. Tanggal Akses 18 April 2008 5 Diadaptasi dari artikel berjudul “Pupuk Langka, Produksi Gula 2007 terancam anjlok” www.tempo.com. Tanggal Akses 20 April 2008
38
Indonesia (APTRI) didirikan berdasarkan musyawarah nasional (munas) tahun 2000 yang diinisiasi oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan masa itu di Surakarta (Sabil dalam Sunggono, B. et al, 2005). Akhirnya berakhir dengan terbentuknya Badan Koordinasi (BK)-APTRI, meskipun APTRI Wilayah kerja PTPN XI memutuskan berdiri sendiri di luar BK-APTRI namun hal tersebut dianggap
tidak
masalah
karena
dianggap
sama-sama
memperjuangkan
kepentingan daripada petani tebu. Sistem pertebuan sebelum dan Sesudah berdirinya Asosiasi Petani tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sistem Pertebuan Sebelum dan Sesudah APTRI Didirikan No 1 2
Komponen Sistem Pengadaan sarana produksi tanaman (saprodi) Teknik budidaya
3 4
Tebang-angkut Penghitungan rendemen
5
Pemasaran tebu atau gula bagian petani
Sebelum APTRI Berdiri Disediakan oleh Pabrik Gula Banyak memakai sistem Reynoso Dilakukan pihak PG Dilakukan pihak PG
Diserahkan kepada Badan Urusan Logistik (BULOG) 6 Tarif bea masuk Pasca Letter Of (impor) gula Intent (LOI) Bea Masuk menjadi 0 persen 7 Kredit Kredit Bimas yang pengembangan tebu disalurkan melalui BRI 8 Harga dasar gula Ditetapkan oleh (provenue) pemerintah 9 Penyuluhan teknis Dilakukan oleh Pabrik Gula 10 Penentuan lahan Ditentukan oleh penjabat Bimas (Bimbingan Masyarakat) Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Setelah APTRI Berdiri Disediakan oleh petani pemilik lahan melalui kemitraan dan pengajuan kredit Mulai banyak mengadaptasi mekanisasi dalam teknik budidaya di lahan kering Dilakukan pihak PG Dilakukan pihak PG namun sedang dirintis mendatangkan tim independen guna memperbaiki faktor koreksi Melakukan mekanisme sistem dana talangan dan lelang gula sesuai keadaan pasar Sebelumnya sempat 20 persen untuk raw sugar dan 25 persen untuk white Sugar namun diubah menjadi Rp 550/kg untuk raw sugar, Rp 700/kg untuk white Sugar Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang berubah menjadi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) Ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan masukkan daripada tim harga dasar Dilakukan PG bekerjasama dengan dinas terkait Keinginan petani pemilik lahan sendiri untuk mengusahakan tebu
Sebelum didirikannya APTRI, sistem pertebuan yang ada mengacu kepada Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 1975, yang kemudian dicabut pada tahun
39
1998. Meskipun ada era pasar bebas pada tahun 1998-2000 tanpa Bea Masuk, namun setelah APTRI berdiri regulasi baru terbentuk di era 2000-an, berbeda dan lebih memihak kepada petani tebu dalam berbudidaya tebu. Sarana produksi tanaman (saprodi) merupakan input yang sangat penting bagi budidaya tebu. Pada masa Instruksi presiden (Inpres) No. 9 tahun 1975 terkait Tebu Rakyat Intensifikasi masih berlaku peranan Pabrik Gula (PG) dalam pengadaan saprodi masih sangat kental. PG menyediakan saprodi yang dibutuhkan bagi petani tebu. Ketika era TRI berakhir meskipun PG menjadi penjamin pinjaman (Kredit) kepada Bank terkait, namun tetap saja yang mengusahakan pengajuan kredit dalam bentuk pengadaan saprodi adalah petani tebu sendiri dengan memenuhi persyaratan tertentu. Tentu saja pasca keberadaan APTRI terlihat bahwa petani tebu dipancing untuk lebih aktif berperan dan kreatif, bukan hanya diberi dan pasif menerima. Sementara untuk teknik budidaya pada era TRI sebelum APTRI ada banyak digunakan teknis baku budidaya dengan sistem Reynoso. Sistem tersebut digunakan karena pada masa TRI lahan yang digunakan untuk menanam tebu kebanyakan lahan sawah berpengairan. Masa TRI pun berlalu dan era sekarang pasca keberadaan APTRI sistem baku Reynoso menjadi tidak baku lagi karena sudah dipadu dengan alat-alat mekanik (mekanisasi) seperti traktor dalam membudidayakan tebu. Hal tersebut didukung pula oleh bergesernya lahan yang dimanfaatkan dari lahan sawah berpengairan menjadi lahan tegalan (kritis) yang tidak memiliki pengairan teknis. Kendala yang terjadi terkadang karena ketidakteraturan petani dalam menentukan berapa kali dampasan/tebang (maksimal 3 kali) pada tanaman tebu menyebabkan penurunan produktivitas
40
banyak terjadi, utamanya pada lahan tegalan, banyak petani masih melakukan dampasan lebih banyak daripada semestinya. Menanam tebu menjadi menguntungkan pada petani ketika tanaman sudah menjadi dampasan (Ratoon Cane) 1 sampai 3, namun jika dampasan melebihi 3 potensi yang terjadi memang masih menguntungkan petani tetapi merugikan PG dari sisi pasokan yang berkurang akibat kondisi rendemen yang menurun seiring meningkatnya jumlah dampasan. Karena itu pergeseran pola dari lahan tebu sawah ke lahan tebu tegalan memang berpotensi menguntungkan petani, namun resiko yang timbul adalah tidak membaiknya rendemen akibat buruknya manajemen tanaman tebu salah satunya dari sisi jumlah dampasan yang diterapkan. Sistem tebang-angkut-muat yang diterapkan sepenuhnya masih dilakukan oleh Pabrik Gula. Baik dulu ketika era TRI hingga sekarang fungsi kegiatan tebang-muat-angkut tebu milik petani dilakukan oleh pihak PG. Hal tersebut dipandang tidak bermasalah, namun terkadang jadwal yang dibuat dan diinformasikan oleh pihak PG kepada petani harus ditaati jangan sampai ada oknum PG di lapangan yang berbuat curang sehingga merugikan para petani tebu. Selain itu pola-pola tebang-muat-angkut yang dilakukan oleh PG sebaiknya diinformasikan secara terbuka dan akurat kepada petani agar tidak ada kecurigaan dari para petani tebu. Komponen penghitungan rendemen juga tidak jauh berbeda antara era TRI dengan pasca APTRI dibentuk. Penentuan angka besarnya rendemen yang didapat dari penggilingan hasil tebu milik petani dilakukan oleh PG. Hal tersebut sampai sekarang masih menjadi kendala mengingat rendahnya tingkat rendemen yang
41
dicapai oleh industri gula Indonesia. Khusus untuk APTRI daerah Jawa Barat di musim giling 2008 telah mendatangkan tim rendemen independen yaitu Lembaga Pendidikan Pergulaan (LPP) guna menghitung secara cermat gula hasil giling tebu di PG-PG daerah Jawa Barat. Hal tersebut diharapkan menjadi terobosan baru untuk setidaknya menjawab permasalahan rendemen yang rendah ini. Apakah memang inefisiensi PG yang menjadi kendala rendahnya rendemen ataukah budidaya tebu petani di lapangan yang masih harus dimaksimalkan. Mengenai pemasaran gula bagian petani yang ada, pada era TRI diatur berdasarkan SK Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 122/KP/III/1981 (Sabil dalam Sunggono, B., et al, 2005). berdasarkan SK tersebut Bulog ditetapkan sebagai pembeli tunggal atas seluruh produksi gula dalam negeri, juga merupakan importer gula tunggal. Kebijakan ini berakhir hingga tahun 1998 dengan dikeluarkannya Keppres No. 19 Tahun 1998 membuat Bulog hanya konsentrasi pada komoditi beras (Colosewoko dalam Sunggono, B. et al, 2005). Sejak tahun tersebut pemerintah melepaskan tata niaga kendali harga gula sesuai mekanisme harga pasar dengan dijamin harga dasar bahkan ditopang dengan konsep dana talangan (pasca keberadaan APTRI sekitar tahun 2001). Keberadaan mekanisme dana talangan dan sistem lelang membuat seluruh gula produksi petani dan PG dilelang satu pintu dimana gula bagian petani penjualannya diwakili APTRI daerah setempat (lampiran 1). Melalui dana talangan dapat diperoleh harga gula yang lebih terjamin bagi petani dengan berpatokan pada harga dasar pemerintah, dan melalui lelang diperoleh harga pasar yang layak dan diminati baik oleh petani melalui APTRI, PG, dan pihak pedagang.
42
Sementara Bea Masuk (BM) impor sebelum APTRI didirikan sangatlah rendah bahkan nihil yaitu 0 persen, pasca ditanda tanganinya Letter Of Intent (LOI) di tahun 1998. Namun pasca keberadaan APTRI, BM menjadi lebih baik yaitu 20 persen untuk raw sugar dan 25 persen berdasarkan Kepmenkeu No. 546/KMK.01/1997 dan No. 135/KMK.05/2000 di tahun 2000. kemudian diatur lebih spesifik melalui SK Memperindag No. 643/MPP/KEP/9/2002 tentang tataniaga gula white Sugar, menurut SK tersebut menjadi Rp 550/kg untuk raw sugar, Rp 700/kg untuk white Sugar (Sabil dalam Sunggono, B. et al, 2005). Bahkan dengan keberadaan SK memperindag No. 643/MPP/KEP/9/2002 impor gula yang tadinya dapat dilakukan oleh Importer Umum (IU) beralih pada Importer Produsen (IP) yang terdaftar. Selain itu IP wajib menyangga harga gula petani pada tingkat Rp 3410. Pengadaan kredit dilakukan oleh Bank BRI dengan kredit program Bimbingan masyarakat (Bimas) ketika era TRI yang disalurkan melalui Koperasi Unit desa setempat. Berbeda halnya selepas tahun 2000 dimana kredit pengembangan tebu rakyat pendanaannya bersumber dari Kredit Ketahanan Pangan (KKP) sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 11 Keputusan Menkeu Nomor 345/KMK.017/2000 tentang Pendanaan Kredit Ketahanan Pangan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menkeu Nomor 559/KMK.06/2004. namun format kredit tersebut berubah terhitung mulai tanggal 17 Juli 2007, ditetapkan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) melalui Peraturan Menkeu Nomor 79/PMK.05/20076 Peraturan tersebut ditetapkan dalam rangka menciptakan suatu skim dan mekanisme kredit yang tertib, terkendali, 6
Diadaptasi dari artikel berjudul “Kredit Ketahanan Pangan dan Energi” www.depkeu.go.id. Tanggal Akses 21 April 2008
43
efektif, efisien, dan terpadu. Skim ini disalurkan melalui Koperasi terkait namun untuk sekarang pelaksanaannya masih dilakukan oleh PG selaku penjamin pinjaman. Tingkat bunga KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan ketentuan. Ketentuan tersebut yaitu untuk KKP-E pengembangan tebu paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh lembaga Penjamin simpanan ditambah 5%. Memang ada skim kredit lainnya yang rencananya juga bisa digunakan mendanai usahatani tebu rakyat namun baru keluar di tahun 2008 dan sudah mulai dapat dimanfaatkan pada musim tanam 2008/2009. Harga dasar gula (provenue) sejak dulu ditetapkan oleh pemerintah, pada era TRI diperkuat dengan Keppres No. 43 Tahun 1971 yang secara otomatis menetapkan harga provenue melalui surat keputusan Menteri Keuangan. Pasca Inpres 9 tahun 1975 dicabut harga gula sempat jatuh karena diserahkan kepada mekanisme pasar tanpa perlindungan penetapan provenue (implikasi LOI). Namun melalui Kepmenhutbun No. 282/kpts-IX/1999 tertanggal 7 Mei 1999 ditetapkan kembali provenue oleh pemerintah yaitu sebesar Rp 2500/kg pada saat itu. Pasca keberadaan APTRI selain pertimbangan diambil oleh pemerintah namun memperhitungkan Harga Pokok Produksi gula yang diperjuangkan oleh perwakilan petani yang duduk di Dewan gula Indonesia (DGI) yaitu Ketua BKAPTRI, dan Ketua APTRI. Hal tersebut bisa lebih menjamin harga dasar yang baik dapat diterima oleh petani. Fungsi penyuluhan tetap dipegang oleh PG namun setelah era TRI PG juga dibantu oleh APTRI setempat. Selain itu terdapat juga Unit Pelaksana Teknis
44
Dinas (UPTD) pertanian, peternakan, dan perkebunan yang juga memiliki fungsi penyuluhan tanaman tebu di tingkat Wilayah Kerja PG. Penyuluhan yang ada diharapkan dapat meningkatkan kinerja produksi para petani tebu rakyat yang ada. Terakhir masalah penentuan lahan, berdasarkan Inpres No. 9 tahun 1975 lahan yang digunakan untuk membudidayakan tebu ditentukan oleh penjabat Bimbingan Masyarakat (Bimas) dengan memperhatikan usulan PG dan pandangan petani melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Pada era TRI tersebut kita mengenal istilah Glebagan yaitu tanah di suatu daerah dibagi tiga bagian, dan secara bergantian salah satu dari ketiga bagian tanah tersebut harus membudidayakan tebu ketika tiba waktu yang ditentukan. Setelah Inpres No. 9 tahun 1975 dicabut pada tahun 1998 jelas menanam tebu menjadi keinginan petani sendiri sehingga jika dianggap menguntungkan maka petani akan membudidayakan komoditi tersebut.
2.5 Industri Gula Nasional Berbasiskan Tebu Sekertaris Jenderal Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI), Adig Suwandi memberikan pernyataan bahwa impor gula Indonesia masih sangat tergantung Thailand7. Alasannya selain faktor jarak angkutnya relatif dekat, harganya juga cukup kompetitif. Namun demikian, pengaruh global sebagai konsekuensi terjadinya penurunan produksi gula Uni Eropa (UE) dan Afro Carribean Pasific (ACP) jelas tidak bisa diabaikan. Kenyataan lain menunjukkan saat ini, Thailand mulai serius menggarap proyek bioethanol berbahan baku tebu menyusul semakin mahalnya harga minyak bumi. Sehingga dipastikan akan mereduksi produksi gula 7
Diadaptasi dari artikel berjudul “Bila Uni Eropa Hapus Subsidi, Peta Perdagangan Gula Akan Berubah”. www.infokomjatim.com. Tanggal Akses 20 April 2008
45
dan akhirnya ekspor dapat berkurang. Selain Thailand, Brazil juga makin intensif meningkatkan produksi bioethanolnya. Sementara Indonesia tidak ada alasan lain dibalik kecenderungan mahalnya harga gula dunia setidaknya harus meningkatkan produktivitas dan efisiensi pabrik gula (PG). Selain itu, diharapkan keseriusan pemerintah untuk segera merealisasikan pembangunan sekurang-kurangnya empat PG baru hingga tahun 2010. Berbagai aturan yang memungkinkan PG berkembang semakin dewasa dan mandiri disebabkan adanya kebijakan pemerintah tentang pemberlakuan tarif bea masuk, pembatasan impor gula dengan hanya memberikan izin kepada produsen, keberadaan konsep harga dasar dan dana talangan untuk petani tebu, bantuan langsung kepada petani yang bersedia merehabilitasi tanaman (bongkar ratoon), serta subsidi pupuk dan kredit program. Melalui kebijakan tersebut, diharapkan pada akhir 2008 Indonesia bisa berswasembada gula, minimal gula kristal putih. Idealnya, program tersebut ditunjang kebijakan tata ruang yang berkaitan dengan budidaya tebu, sehingga dapat terselenggara dalam satu hamparan yang secara agroekosistem memiliki kesamaan sifat dan ciri. Tetapi tidak bercampur aduk dengan tanaman lain, karena tingkat kebutuhan tanaman seperti unsur hara, air, radiasi matahari, dan cara budidayanya berbeda. Demikian pula dengan revitalisasi atau peremajaan mesin dan peralatan pabrik yang lebih modern dan tingkat efisiensinya tinggi, perlu dipertimbangkan dan mengalokasikan dana tarif bea masuk atas gula impor. Melalui cara tersebut, maka pada saat liberalisasi perdagangan diterapkan secara menyeluruh, industri gula dan petani tebu sudah siap. Mahalnya harga gula dunia hendaknya menjadi motivasi bagi petani dan PG untuk melakukan pembenahan internal dengan
46
sebaik-baiknya. Kelengahan memanfaatkan momentum bisa berakibat fatal terhadap perkembangan ekonomi Indonesia, khususnya bagi masa depan industri gula Mengutip pernyataan Mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Nurmahmudi Ismail produktivitas tanaman tebu per hektar Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) gula di Jawa adalah 74,4 ton tebu per hektar dengan rata-rata tingkat rendemen (kadar gula) 6,12 persen8. Tentu saja hablur yang dihasilkan rata-rata 4,56 ton gula per hektar. Sedangkan di luar Jawa, produktivitas tanamannya adalah 65 ton per hektar dengan tingkat rendemen 5,36 persen dan menghasilkan rata-rata 3,49 ton gula per hektar. Angka ini sangat jauh jika dibandingkan dengan pabrik-pabrik gula swasta yaitu, PT. Sweet Indo Lampung, PT. Indo Lampung Perkasa dan PT. Gunung Madu Lantation. Rata-rata lahan mereka mampu menghadirkan 84,4 ton tebu per hektar, dengan tingkat rendemen 9,29 persen dan dapat menghadirkan 7,84 ton gula per hektar. Rendahnya produktivitas BUMN gula menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dan manajemen BUMN mengatasi masalah gula. Manajemen BUMN perkebunan tidak hanya gagal mengembangkan teknik baru untuk meningkatkan produksinya, tapi juga gagal membangun kemitraan dengan petani tebu. Implikasinya petani malas menanam tebu. Bahkan Mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tersebut juga menuduh manajemen BUMN gula telah memanipulasi angka-angka yang berkaitan dengan produktivitas usahanya. Normalnya, meski kualitas tebu dari petani jelek, selisih tingkat produktivitas pabrik gula BUMN dengan swasta seharusnya tidak sebesar itu. Ada kecurigaan 8
Diadaptasi dari artikel berjudul “Pemerintah Diminta Rombak Manajemen BUMN” www.tempointeraktif.com. Tanggal Akses 20 April 2008
47
BUMN yang ada selalu melempar kesalahan kepada petani untuk menutupi praktek manipulasi yang terjadi. Sementara menurut Wakil Ketua Kadin Daerah Kotamadya Malang, Istadi (dalam artikel yang sama) menyatakan bahwa penurunan produktivitas tebu sebenarnya sudah terjadi sejak dimulainya kebijakan tebu rakyat intensif tahun 1975. kebijakan yang dimaksudkan untuk memberdayakan petani justru gagal meningkatkan produktivitas lahan tebu. Kegagalan tersebut disebabkan tidak berjalannya alih teknologi penanaman tebu dari pabrik ke petani. Akibatnya terjadi kesalahan dalam hal memilih bibit, cara menanam dan praktek menebang. Selain itu proses penyerahan tebu ke pabrik, termasuk dalam penentuan tingkat rendemen yang tidak transparan juga menyebabkan rendahnya motivasi petani untuk menanam tebu. Oleh karena itu, Nur Mahmudi Ismail mengusulkan untuk mengembalikan sistem tebu rakyat intensif dan sistem sewa lahan petani oleh pabrik gula seperti sebelum tahun 1975. Menurutnya kunci masalah ini ada pada komitmen pabrik gula dalam membangun kemitraan yang jujur dengan petani tebu. Mengenai persoalan gula rafinasi, Menteri Pertanian Republik Indonesia, Anton Apriantono menyatakan kebijakan yang ada sebenarnya sudah baik, namun implementasi di lapanganlah yang berbeda dengan kebijakan tersebut9. Kantor Kementerian BUMN bertekad akan memaksimalkan kinerja BUMN untuk mencapai swasembada gula pada 2009 melalui revitalisasi pabrik gula agar lebih efisien. Di samping peningkatan mutu tebu petani sebagai pemasok bahan baku gula ke BUMN. Bahkan Meneg BUMN, Sugiharto menyatakan akan bertanggung 9
Diadaptasi dari artikel berjudul “Kepada Wapres Petani Keluhkan Harga Tebu dan Padi” www.Kompas.com. Tanggal Akses 20 April 2008
48
jawab bagaimana dalam tiga tahun ke depan swasembada gula bisa tercapai10. Saat ini dari kebutuhan gula di dalam negeri yang mencapai sekitar tiga juta ton per tahun, kapasitas produksi gula nasional hanya mencapai sekitar dua juta ton. Dari jumlah produksi gula nasional itu, sekitar 70 persen diproduksi BUMN dan 30 persen oleh swasta. Revitalisasi pabrik gula sangat menentukan produktivitas pabrik maupun petani, karena selama ini petani memasok tebunya untuk digiling di pabrik gula dengan bagi hasil 65 persen untuk petani dan 35 persen untuk pabrik gula. Namun revitalisasi pabrik gula yang ada juga harus diimbangi dengan peningkatan produktivitas petani melalui varietas tebu yang mampu menghasilkan rendemen yang tinggi. Petani tebu pernah mencapai rendemen tertinggi pada zaman penjajahan Belanda sampai 12 persen, namun sekarang baru tercapai 7 persen. Kombinasi peningkatkan produksi gula yang diestimasi akan terjadi kalau dinaikkan satu persen saja hasilnya sama dengan 320 ribu ton gula produksi nasional bertambah. Dengan asumsi itu, Sugiharto memperkirakan selain revitalisasi pabrik gula, untuk mencapai swasembada gula pada 2009 diperlukan 60 ribu hektar lahan tebu baru dalam tiga tahun atau 20 ribu hektar dalam setahun. Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti), pada 2005-2006 Indonesia merupakan negara ke-9 pengkonsumsi gula terbesar mencapai 3,8 juta ton, namun produksi gula tebunya hanya sekitar 2,1 juta ton, sehingga menjadi negara pengimpor gula ke-9 terbesar di dunia.
10
Diadaptasi dari artikel berjudul “BUMN Digenjot Guna Mencapai Swasembada Gula 2009” www.kapanlagi.com. Tanggal Akses 21 April 2008
49
2.6 Penelitian terdahulu Hasil penelitian Susantyo (2001) tentang Motivasi Petani Berusahatani Di Dalam Kawasan Hutan, Wilayah Bandung Selatan menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi petani adalah: (1) pendidikan, (2) pengalaman berusahatani, (3) status sosial, (4) sifat kosmopolit, (5) persepsi, dan (6) kebutuhan. Sedangkan secara eksternal terdiri atas: (1) kepemilikan saprodi, (2) pengalaman berusahatani, (3) pendapatan keluarga, (4) kemudahan pemasaran, (5) intensitas penyuluhan. Hasilnya dari lima peubah yang memiliki hubungan nyata dengan motivasi petani, adalah peubah intensitas penyuluhan yang dikembangkan lebih lanjut guna meningkatkan dan mengarahkan motivasi petani ke arah yang lebih baik. Saran yang ditawarkan ada tiga strategi penyuluhan yang satu sama lainnya saling melengkapi, yaitu strategi penyuluhan kecil yang mencakup penyuluhan terhadap individu dalam keluarga; strategi penyuluhan menengah yang mencakup penyuluhan terhadap Kelompok Tani Hutan (KTH); dan strategi penyuluhan luas yang mencakup penyuluhan terhadap warga masyarakat di sekitar hutan serta organisasi sosial masyarakat yang bergerak di bidang usaha pelestarian hutan Hasil penelitian Aggusabti (1997) menunjukkan bahwa (1) terdapat hubungan yang nyata antara motivasi petani dengan tingkat pemanfaatan lahan terbuka di antara pohon kelapa. (2) ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi petani yaitu : faktor pengalaman berusahatani kelapa (X3) dan faktor kebutuhan (X4) ternyata tidak mempunyai hubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan lahan terbuka di antara pohon kelapa di daerah penelitian. (3) ada tiga faktor yang mempengaruhi motivasi petani, yaitu jumlah tanggungan (Z1), luas lahan (Z2), dan teknologi (Z5) yang ternyata berpotensi dapat meningkatkan motivasi petani
50
dalam pemanfaatan lahan terbuka di antara pohon kelapa, namun dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bentuk hubungan negatif terhadap tingkat pemanfaatan lahan terbuka di antara pohon kelapa. (4) ada tiga faktor yang dapat mengurangi motivasi petani dalam pemanfaatan lahan terbuka di antara kelapa, yaitu faktor tingginya umur Kepala Keluarga (X1), peluang kerja di luar usahatani kelapa (Z7), dan jarak rumah dengan kebun kelapa, (5) berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh untuk menentukan urutan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi motivasi petani dalam pemanfaatan lahan terbuka di antara pohon kelapa menunjukkan bahwa tingkat keuntungan (Z4) merupakan faktor yang sangat berpengaruh, kenudian berturut-turut diikuti oleh faktor luas lahan garapan (Z2), teknologi (Z5), pendidikan (X2), jarak rumah dengan kebun kelapa (Z9), peluang kerja di luar usahatani kelapa (Z7), lingkungan 2 (Z63), intensitas penyuluhan (Z8), lingkungan 3 (Z65), ketersediaan modal (Z2), jumlah tanggungan (Z1), dan kebutuhan (X4). Hasil penelitian Hermaya, Rukka (2003) menunjukkan bahwa tingkat motivasi petani dalam menerapkan usahatani organik sebagian besar dari (74%) kelompok Mekarsari termasuk kategori tinggi. Sedangkan pada kelompok Hegarsari (68%) termasuk kategori rendah. Hasil uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok tani Mekarsari dalam menerapkan usahatani organik kecuali pendidikan non formal, kekosmopolitan, peluang pasar, dan sifat inovasi di mana kelompok tani Mekarsari cenderung lebih tinggi dari kelompok Hegarsari. Karakteristik internal yang berhubungan nyata dengan motivasi petani yaitu: pendidikan non formal, pengalaman berusahatani, dan kekosmopolitan. Sedangkan pada karakteristik eksternal yang berhubungan nyata
51
dengan motivasi yaitu : ketersediaan sarana dan prasarana, ketersediaan modal, peluang pasar, dan sifat motivasi. Sedangkan intensitas penyuluhan tidak berhubungan nyata.
52
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Usahatani Usahatani menurut Prof. Bachtiar Rifai dalam Hernanto (1996) adalah setiap organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi ini berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang-orang segolongan sosial baik yang berkaitan dengan genealogis maupun teritorial sebagai laksanawannya. Selain itu Hernanto (1996) juga mengelompokkan ada empat unsur pokok atau faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu : 1. Tanah sebagai unsur pokok usahatani Pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang : Ø Relatif langka dibanding dengan faktor produksi lainnya. Ø Distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Pada dasarnya terkait hal di atas tanah memiliki sifat : Ø Luas relatif tetap atau dianggap tetap. Ø Tidak dapat dipindah-pindahkan Ø Dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Karena sifatnya yang khusus tersebut tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani, meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani. Pada dasarnya dapat dijelaskan empat golongan petani berdasarkan tanahnya : a. Golongan petani luas (lebih 2 ha)
53
b. Golongan petani sedang (0,5-2 ha) c. Golongan petani sempit (0,5 ha) d. Golongan buruh tani tidak bertanah. 2. Tenaga sebagai unsur pokok usahatani Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal, pengelolaan. Hernanto (1996) menggolongkan jenis tenaga kerja : Ø Tenaga kerja manusia Ø Tenaga kerja ternak Ø Tenaga kerja mekanik Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh : umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani. Menurut Rukasah dalam Hernanto (1996) untuk mengetahui potensi tenaga kerja keluarga harus dilipatkan atau dikalikan pencurahannya dalam satu tahun. Sementara konversi tenaga dengan membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu 1 HOK = 1 hari kerja pria (HKP), 1 HOK wanita = 0,7 HKP, 1 HK ternak = 2 HKP, dan 1 HOK anak = 0,5 HKP. 3. Modal sebagai unsur pokok usahatani Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lainnya menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. Pada usahatani yang disebut modal adalah tanah, bangunan-bangunan, alat-alat
54
pertanian, tanaman, ternak dan ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank, uang tunai. Sementara menurut sifatnya modal terbagi dua, yaitu : Ø Modal tetap, meliputi : tanah bangunan. Modal tetap diartikan modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu lama. Jenis modal ini pun terkena penyusutan. Artinya nilai modal menyusut berdasarkan jenis dan waktu. Ø Modal bergerak meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman ternak, ikan di lapangan. Jenis modal ini habis atau dianggap habis dalam satu periode proses produksi. Berdasarkan sumbernya dapat dibedakan sumber modal, yaitu : milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah warisan, dari usaha lain, kontrak sewa. 4. Manajemen (pengelolaan) Pengelolaan
usahatani
adalah
kemampuan
petani
menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan setiap pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Dengan demikian pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan faktor-faktor yang dapat dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan.
3.1.2 Motivasi Konsep motivasi tidak bisa dilepaskan dari adanya motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan atau needs (Morgan, 1961). Tindakan yang
55
bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan yang terdorong oleh kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan itu tertuju ke arah suatu tujuan yang diidamkan (Thontowi, 1993). Oleh karena itu, motivasi dapat diartikan sebagai perilaku yang memiliki maksud, perilaku yang digerakan dan perilaku yang memiliki tujuan (Hageman, 1993; Morgan, 1961; Wahjosumidjo, 1994). Berdasarkan
prosesnya
motivasi
memiliki
tiga
aspek
dalam
pembentukannya (Morgan, 1961), yaitu : (1) Pernyataan yang bertujuan, (2) Perilaku yang bertujuan, dan (3) Kondisi-kondisi yang mendukung atau tidak mendukung kegiatan motivasi. Aspek-aspek ini merupakan suatu lingkaran yang satu sama lainnya saling berkaitan, artinya tahap pertama menuju pada tahap kedua dan tahap kedua akan mencapai tahap ketiga, kemudian akan kembali lagi ke tahap pertama lagi, demikian seterusnya, sebagaimana terlihat pada gambar 3. Aspek yang pertama disama-artikan dengan motive, drive, dan need. Istilah motif lebih cenderung ke dalam suatu kegiatan yang bergerak
yang bersifat
membangkitkan, mendorong atau mensuplai kekuatan untuk bergerak. Sedangkan drive (arah) lebih diartikan sebagai tempat untuk melakukan motif atau sebagai pendorong perilaku. Aspek kedua dari lingkaran motivasi yaitu perilaku yang didesak atau disarankan oleh motif atau drive. Perilaku ini biasanya merupakan alat yang cepat atau lambat mengurangi motif atau drive. Aspek ketiga adalah ketidakpuasan atau kepuasan drive atau motif. Hal ini biasanya diperoleh dengan tercapainya beberapa tujuan.
56
Motive Relief Instrumen Behavior
Goal
Gambar 4 Siklus Motivasi menurut Berelson dan Steiner (Sumber : Wahjosumidjo, 1994)
Berelson dan Steiner menyatakan bahwa motivasi merupakan usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang supaya mengarah kepada tercapainya tujuannya. Motif pada hakekatnya merupakan terminologi umum yang memberikan makna, daya dorong, keinginan, kebutuhan, dan kemauan. Sesungguhnyalah
bahwa
motif-motif
atau
kebutuhan-kebutuhan
tersebut
merupakan penyebab yang mendasari perilaku seseorang (Carlson, 1987). Bahkan Berelson dan Steiner dalam Wahjosumidjo (1994) secara rinci menggambarkan hubungan antara kebutuhan, keinginan, dan kepuasan digambarkan pada suatu mata rantai yang disebut need – want – satisfaction sebagaimana disajikan pada Gambar 4. (1)
(2)
Needs
Give rise to (9)
Satisfactions
(3) Want s (8) Which results in
(4) Which cause (7)
Actions
(5) Tension s (6)
Which give rise to
Gambar 5 Mata Rantai Hubungan dalam Need-want-satisfaction Chain (Sumber : Wahjosumidjo, 1994)
57
Hubungan mata rantai pada gambar 4 tersebut dapat memberikan arti bahwa : (1) Kebutuhan, yang timbul pada diri seseorang, dan kebutuhan mengandung arti luas, seperti kebutuhan fisik, makan, rumah dan kebutuhan psikis, (2) Apabila dalam diri seseorang timbul suatu kebutuhan tertentu, kebutuhan tersebut akan melahirkan daya dorongan tertentu. (3) Akibat daya dorong, lahirlah keinginan dalam diri seseorang. (4) Lahirnya keinginan dalam diri seseorang akan menyebabkan timbulnya suatu sebab. (5) Akibat dari sebab yang timbul, lahirlah ketegangan, (6) Ketegangan itu sendiri juga akan menjadi sebab timbulnya sesuatu, (7) Sesuatu yang timbul akibat adanya ketegangan dalam diri seseorang tersebut ialah ” perilaku atau perbuatan”, (8) Perilaku yang ditampilkan seseorang, timbul karena mengharapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati.
3.1.3 Kondisi Yang Mempengaruhi Petani Menurut jenisnya, motivasi dapat dibagi dua macam, yaitu motivasi yang bersifat intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan dalam diri yang selalu ingin untuk belajar dan mengejar prestasi tinggi. Motivasi ekstrinsik
merupakan sesuatu yang perlu dimanipulasi sehingga dapat
menimbulkan dorongan dalam diri seseorang (Sukamto, 1993). Dengan memberikan penguatan (re-inforcement) maka motivasi yang mula-mula bersifat ekstrinsik lambat laun diharapkan dapat berubah menjadi motivasi intrinsik (Galloway, 1976 dalam Sukamto, 1993).
58
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang (Newcomb,T. M. et al, 1985). Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan (Wahjosumidjo, 1994). Perilaku manusia untuk mencapai tujuan tertentu dipengaruhi oleh dorongan yang ada dalam diri itu sendiri atau dari luar dirinya. Menurut Sardiman dorongan yang menggerakan manusia untuk bertingkah laku ini disebut motif (Wiyono, 1990). Fungsi motivasi menurut Sardiman (Wiyono, 1990) meliputi : 1. Mendorong manusia untuk berbuat, yaitu sebagai penggerak dari setiap kegiatan yang akan dilakukan. 2. Menentukan arah perbuatan ke arah tujuan yang ingin dicapai. Jadi motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai rumusan tujuannya. 3. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Maslow berpendapat bahwa manusia adalah mahkluk sosial yang berkeinginan, yang selalu menginginkan lebih banyak dan terus menerus dan baru akan berhenti pada akhir hidupnya. Kebutuhan yang telah dipuaskan tidak akan menjadi alat motivasi bagi seseorang, akan tetapi kebutuhan yang belum terpenuhilah yang akan menjadi alat motivasi bagi seorang individu. Kebutuhan itu tersusun dalam hirarki (tingkatan), mulai dari tingkat kebutuhan yang paling
59
rendah terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi. Tingkat kebutuhan tersebut meliputi (Hasibuan, 2003) : a. Physiology Needs (kebutuhan fisik dan biologis), yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, meliputi sandang, pangan, dan tempat tinggal. b. Safety Needs (kebutuhan keamanan dan keselamatan), yaitu kebutuhan akan kebebasan dari ancaman jiwa dan harta, baik di lingkungan tempat tinggal mapun tempat kerja. c. Social Needs (kebutuhan sosial), yaitu kebutuhan akan perasaan untuk diterima oleh orang lain di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja ; kebutuhan akan dihormati; kebutuhan akan perasaan maju atau berprestasi dan kebutuhan akan perasaan ikut serta. d. Esteem Needs (kebutuhan akan peghargaan atau prestise), yaitu kebutuhan akan penghargaan diri atau penghargaan prestise dari orang lain, misalnya tongkat komando, mobil mercedes, kamar kerja ful AC,dll. e. Self Actualization Needs (kebutuhan aktualisasi diri), yaitu kebutuhan akan kepuasan diri untuk mewujudkan diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Maslow
(1984)
selanjutnya
menegaskan
bahwa kebutuhan
yang
diinginkan seseorang itu berjenjang, artinya jika kebutuhan yang pertama terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga
60
dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima seperti yang dapat dilihat pada gambar 6.
Self Actualization Needs
Esteem Needs
Social Needs
Safety Needs
Physiology Needs Gambar 6. Hirarki Kebutuhan Manusia menurut Abraham Maslow (1984) (Sumber : Maslow,1984)
3.1.4 Skala Likert Menurut Simamora (2004), skala likert adalah skala yang memberi peluang kepada responden untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pernyataan. Jumlah pilihan jawaban bisa tiga, lima, tujuh, yang jelas harus ganjil. Informasi yang diperoleh dari skala likert berupa skala pengukuran ordinal.
3.1.5 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi, situasi, atau berbagai variabel. Analisis deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga
61
untuk menjawab pertanyaan –pertanyaan sehubungan dengan status objek saat ini. Analisis deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Sifatnya hanya mengungkap fakta. Hasil penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambar secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diselidiki. Akan tetapi, guna mendapatkan manfaat yang lebih luas disamping mengungkap fakta, diberikan intrepertasi yang cukup kuat (Wirartha, 2006).
3.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang disajikan dalam penelitian ini meliputi hipotesis utama dan hipotesis kerja. Hipotesis utama yang diajukan adalah : ” faktor internal dan eksternal petani berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu”. Untuk pengujian hipotesis utama secara mendalam, maka disajikan hipotesis kerja yang lebih mengarah pada variabel-variabel penelitian. 1. Ada hubungan antara umur dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 2. Ada hubungan antara pendidikan formal dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 3. Ada hubungan antara pengalaman berusahatani dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 4. Ada hubungan antara sifat kosmopolit dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 5. Ada hubungan antara tanggungan keluarga baik secara jumlah maupun ekonomi dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu.
62
6. Ada hubungan antara penguasaan lahan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 7. Ada hubungan antara Ketersediaan saprodi dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 8. Ada hubungan antara kepemilikan tenaga kerja dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 9. Ada hubungan antara pendapatan dan fluktuasinya dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 10. Ada hubungan antara lembaga penyuluhan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 11. Ada hubungan antara lembaga pengolahan dan bagi hasil dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 12. Ada hubungan antara lembaga pelayanan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 13. Ada hubungan antara lembaga penunjang dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu.
3.3 Kerangka Pemikiran Operasional Motivasi sebagai proses psikologis dapat timbul oleh faktor di dalam diri seseorang yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri seseorang yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedangkan faktor di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai
63
sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega, atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu keterbatasan dalam pembangunan kita adalah terabaikannya faktor insentif atau bahkan life insurance rakyat dalam proses pembangunan yang ada. Kedua hal tersebut merupakan pendorong sekaligus harapan
bagi masyarakat dalam berperan serta dalam proses
pembangunan. Dorongan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan tertentu akan bergantung pada besarnya harapan yang terwujud, bila tujuan dari kegiatan tersebut tercapai. Harapan untuk mendapatkan manfaat atau imbalan tertentu, terutama dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup, merupakan sumber motivasi bagi seseorang untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan (Soetrisno,1995). Usahatani tebu rakyat, pelaksanaannya tidak hanya oleh petani saja, juga menyangkut kelembagaan. Keberadaan kelembagaan ini dapat mempertinggi atau penghambat motivasi yang dimiliki petani. Misalnya, hubungan lembaga penyuluhan dengan petani bisa berpengaruh nyata terhadap motivasi karena seringnya tenaga penyuluh memberikan pembinaan kepada petani. Faktor ini pun bisa menjadi penghambat jika hubungan antara petani dan penyuluh terjadi konflik yang akibatnya petani pun menjadi enggan untuk mengikuti petunjuk dari tenaga penyuluh tersebut. Kelembagaan lain yang dikaji hubungannya terhadap motivasi adalah lembaga pelayanan dalam hal ini Koperasi-koperasi terkait. Koperasi tersebut bisa saja memberikan pengaruhnya dengan ketepatan waktu serta jumlah kredit. Selain itu koperasi bisa juga berperan dalam menunjang ketersediaan saprodi. Tentu saja
64
motivasi petani akan tinggi bila merasa lembaga pelayanan ini membantu usahatani tebu sesuai dengan apa yang diharapkan. Sedangkan pabrik gula sebagai lembaga pengolahan dan bagi hasil dapat berpengaruh nyata terhadap motivasi petani, jika peranan pabrik gula benar-benar dijalankan dalam membantu petani berusahatani tebu, sehingga petani merasa akan puas akan usaha pabrik gula selaku mitra kerja. Begitu pula dengan keberadaan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) yang berfungsi sebagai kelembagaan advokasi di tingkat pabrik sampai pusat. Sementara itu munculnya motivasi dari pembahasan di atas diduga, disebabkan oleh dua faktor, yaitu adanya faktor (1) faktor internal dan (2) faktor eksternal petani. Pertama faktor internal adalah keadaan yang ada pada diri petani (karakteristik petani), yang meliputi : (a) umur , (b) tingkat pendidikan formal, (c) pengalaman berusahatani, (d) sifat kosmopolit petani, (e) tanggungan keluarga, (f) penguasaan lahan. Faktor kedua adalah faktor eksternal yaitu kondisi di luar diri petani namun melingkupi petani, seperti: (a) Ketersediaan saprodi, (b) kepemilikan tenaga kerja, (c) pendapatan, (d) lembaga penyuluhan, (e) lembaga pengolahan dan bagi hasil , (f) lembaga pelayanan (g) lembaga penunjang. Gambar 7. menunjukkan keterkaitan hubungan antar peubah tersebut.
65
Industri Gula Nasional
Menurunnya produktivitas tebu
Prediksi Jatuhnya Industri Gula Nasional
Trend menanam tebu kembali meningkat
Kebutuhan sumber daya petani yang berkualitas
Faktor Internal 1. Umur 2. Pendidikan formal 3. Pengalaman berusahatani tebu 4. Sifat Kosmopolit 5. Tanggungan Keluarga 6. Penguasaan Lahan
Faktor Eksternal 1. Ketersediaan saprodi 2. Kepemilikan tenaga kerja 3. Pendapatan 4. Lembaga penyuluhan 5. Lembaga pengolahan dan bagi hasil 6. Lembaga pelayanan 7. Lembaga penunjang Analisis rank spearman
Motivasi petani berusahatani tebu Rekomendasi alternatif peningkatan motivasi petani dalam berusahatani tebu Keterangan : - - - Garis Analisis Gambar 7 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu.
66
IV METODE PENELITIAN
4.1 Daerah dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di salah satu desa sentra tebu rakyat yaitu Desa Tonjong Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Cirebon sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena beberapa pertimbangan, diantaranya : pertama, Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kawasan yang menjadi lumbung produksi tebu
untuk
daerah Jawa Barat dengan 3 pabrik gula yang perlu dipenuhi pasokan tebunya. Pertimbangan kedua, Kabupaten Cirebon memiliki potensi sumberdaya alam khususnya lahan pertanian yang subur. Sementara Desa Tonjong yang ada di wilayah kerja Pabrik Gula (PG) Tersana Baru dipilih karena memiliki Lahan tebu rakyat terluas di Wilker PG tersebut. PG Tersana Baru sendiri adalah PG dengan kapasitas giling terbesar dibandingkan dengan PG-PG lainnya di Kabupaten Cirebon. Penelitian ini diselenggarakan dari bulan April sampai Mei 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner, serta pengamatan langsung pada objek penelitian yaitu para responden petani tebu rakyat Desa Tonjong, dengan panduan kuesioner serta wawancara pendahuluan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur terkait yang diperoleh dari kantor Kabupaten Cirebon, kantor kecamatan, serta kantor desa
67
bersangkutan, Koperasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI), BPS kabupaten Cirebon, Pabrik gula terkait, DPD dan DPC APTRI Jawa Barat.
4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa metode, diantaranya : 1. Observasi, dengan observasi diharapkan akan diperoleh data dan informasi langsung seputar petani tebu dan lingkungannya guna melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. 2. Wawancara, dilakukan melalui kuesioner kepada responden, serta wawancarawawancara lainnya yang dilakukan kepada instansi atau lembaga terkait guna memperoleh informasi. 3. Studi kepustakaan, penulis mencari dan mengumpulkan data melalui membaca, mempelajari, dan mengutip pendapat dari berbagai sumber buku, laporan peneliti terdahulu, diktat, literatur, artikel-artikel, dan sumber lainnya terkait dengan penelitian ini.
4.4 Metode Pengambilan Sampel Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini secara simple random sampling dimana tiap unit sampel memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Cara yang digunakan untuk menarik simple random sampling adalah dengan cara teknik undian. Pengundian dengan nama-nama setiap petani tebu,
yaitu petani selaku kapasitasnya sebagai seseorang yang masih setia
melakukan
budidaya tebu di daerah tersebut ditulis pada secarik kertas, dan
68
kemudian kertas tersebut digulung kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kotak dan kemudian dikocok. Hal tersebut dilakukan terpisah pada masing-masing kelompok tani yang ada. Kemudian pada masing-masing kumpulan gulungan populasi kelompok tani tersebut diambil beberapa gulungan yang disesuaikan dengan jumlah minimal dalam pengambilan contoh dalam statistika yaitu 30 orang tanpa mengembalikan kembali gulungan kertas yang telah terambil. Namanama pada gulungan kertas tersebut merupakan anggota dari sampel yang telah ditarik secara undian.
4.5 Skala Pengukuran Skala pengukuran
yang digunakan adalah skala likert dengan ukuran
ordinal dan beberapa skala di luar ordinal, karena hanya dapat membuat ranking tetapi tidak dapat diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya didalam skala (Nazir, 2003). Skala likert yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Skala Likert Penilaian Motivasi Jawaban Responden
Skor (option )
Sama sekali tidak pernah/Selalu tidak tersedia/Sangat tidak mencukupi/Sangat menurun/Sangat tidak memuaskan/Selalu menurun/Sangat tidak setuju/Sangat tidak bersedia. Tidak pernah/Tidak tersedia/Tidak mencukupi/Menurun/Tidak memuaskan/Menurun/Tidak setuju/Tidak bersedia. Jarang/Kadang-kadang tersedia/Kadang-kadang mencukupi/Sama saja/Cukup memuaskan/Tetap/Agak setuju/Kurang bersedia. Sering/Tersedia/Mencukupi/Meningkat/Memuaskan/Meningkat/Setuju/Bersedi a. Sangat sering/Selalu tersedia/Sangat mencukupi/Sangat meningkat/Sangat memuaskan/Selalu meningkat/Selalu setuju/Selalu bersedia.
1 (e) 2 (d) 3 (c) 4 (b) 5 (a)
Sumber : Nazir,2003
Jawaban-jawaban yang telah diberikan skor, kemudian dijumlahkan untuk setiap responden guna dijadikan skor penilaian terhadap variabel-variabel yang
69
diteliti. Selain itu pada setiap variabel yang diuji selalu ditarik kesimpulan secara keseluruhan berdasarkan nilai terbesar data setelah data-data tersebut diurutkan. Secara keseluruhan skala yang dipakai bersifat ordinal, sehingga dalam hubungannya terjadi pola ordinal-ordinal.
4.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.6.1 Tingkat Motivasi Alat yang digunakan untuk melihat motivasi kerja karyawan yaitu berupa kuesioner. Indikator yang digunakan untuk melihat tingkat motivasi petani yaitu Siapa yang mendorong berusahatani tebu, apakah keinginan meningkatkan pendapatan keluarga melalui usahatani tebu yang menjadi alasan berusahatani tebu,
penerapan
pengetahuan/teknologi
baru,
kesediaan
meningkatkan
keterampilan dalam berusahatani tebu, dan kesetujuan terhadap pernyataan ”bertani menimbulkan rasa aman dan tentram di dalam pribadi-pribadi petani”, kesediaan bekerjasama dengan sesama petani atau pihak-pihak terkait dalam memajukan komoditi tebu, kesediaan membantu rekan petani tebu lainnya yang mengalami
kegagalan
dalam
usahatani tebunya,
kesediaan
menerapkan
pengetahuan/teknologi baru dalam usahatani tebunya, alasan, serta dorongan lainnya yang membuat petani responden memilih usahatani tebu sebagai kegiatan yang dilakukan. Indikator-indikator ini diperoleh dari beberapa penelitian terdahulu yang disesuaikan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif bertujuan mengetahui bagaimana tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu dan memberikan rekomendasi peningkatan motivasi petani. Jawaban-jawaban telah
70
diberikan bobot kemudian dijumlahkan untuk setiap responden untuk dijadikan skor penilaian terhadap variabel yang diteliti.
4.6.2 Faktor Internal dan Eksternal yang berhubungan dengan motivasi petani Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif menggunakan program komputer Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 12.0 for Windows dengan menggunakan model uji koefisien korelasi rank Spearman untuk data ordinal. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel X yaitu faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan motivasi petani berusahatani tebu (variabel Y). Faktor-faktor yang terdiri dari : faktor (1) faktor internal dan (2) faktor eksternal petani. Pertama faktor internal adalah keadaan yang ada pada diri petani, yang meliputi : (a) umur , (b) tingkat pendidikan formal, (c) pengalaman berusahatani, (d) sifat kosmopolit petani, (e) tanggungan keluarga, (f) penguasaan lahan. Faktor kedua adalah faktor eksternal yaitu kondisi di luar diri petani namun melingkupi petani, seperti : (a) Ketersediaan saprodi, (b) kepemilikan tenaga kerja, (c) pendapatan, (d) lembaga penyuluhan, (e) lembaga pengolahan dan bagi hasil , (f) lembaga pelayanan (g) lembaga penunjang. Sebelum dilakukan pengolahan data tentu saja dilakukan terlebih dahulu uji reliabilitas melalui Software SPSS 12.0 for windows.
4.6.3 Keterandalan Alat Ukur (Reliabilitas) Uji reliabilitas dilakukan di daerah penelitian (Desa Tonjong) dengan mengambil sampel sebanyak beberapa orang petani.
Kemudian pengujian
71
instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien Alpha, sebagai berikut :
¶=
k é Vi ù 1k - 1 êë Vt úû
Dimana : α : reliabilitas alat ukur k : banyaknya butir pertanyaan Vi : jumlah varians butir pertanyaan Vt : varians total Hasil analisis ini telah menunjukkan bahwa instrumen mempunyai angka korelasi yang baik (Lampiran 10). Artinya instrumen yang digunakan memiliki keterandalan yang cukup tinggi.
4.6.4 Kesahihan Alat Ukur (Validitas) Uji kesahihan alat ukur (validitas) perlu dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang dapat mengukur sesuatu yang seharusnya diukur secara tepat. Uji validitas instrumen meliputi : (1) validitas isi (content validity) merupakan alat pengukur yang dapat mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep, (2) validitas kerangka (construct validity) yaitu dengan jalan menyusun tolok ukur operasional dari kerangka suatu konsep, dan (3) validitas eksternal; alat ukur baru yang akan digunakan dimana telah dihubungkan dengan alat ukur lama yang valid. Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas eksternal dimana alat ukur baru yang akan digunakan telah dihubungkan dengan alat ukur lama yang valid. Selain itu isi instrumen yang dibuat, disesuaikan dengan konsep
72
dan teori yang telah dikemukakan para ahli serta melakukan konsultasi intensif dengan berbagai pihak yang dianggap menguasai materi yang terdapat dalam instrumen penelitian.
4.6.5 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk mengumpulkan serta menyajikan suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang bermanfaat. Analisis deskriptif digunakan dalam mencari karakteristik responden berdasarkan umur, pengalaman berusahatani, pendidikan formal, tanggungan keluarga, dan penguasaan lahan melalui tabulasi secara manual. Lalu dipaparkan fakta-fakta atau gejala yang didapat melalui tabel-tabel yang dibuat tersebut.
4.6.6 Analisis Data Analisa data dilakukan untuk mengukur asosiasi atau keeratan hubungan antar variabel, dengan didasarkan pada koefisien rank Spearman (rs = rho), atau biasa disebut dengan Uji-r. Siegel (1994) menyatakan bahwa efisiensi korelasi rank Spearman ini kalau dibandingkan dengan korelasi parametrik yang paling kuat, r pearson kira-kira 91 persen. Untuk menghitung rs Spearman digunakan rumus sebagai berikut: n
rs = 1 -
6 å di 2 t =1
N3 - N
Keterangan : rs
: Koefisien korelasi
di
: perbedaan antara dua ranking
73
N
: Jumlah sampel Untuk menentukan kuat lemahnya korelasi digunakan batasan champion
dikutip dari Singarimbun dan Effendi (1989) dengan ketentuan sebagai berikut : 1. 0,00 sampai dengan 0,25 atau 0,00 sampai dengan -0,25 disebut No Association kondisi yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel X dan variabel Y. 2. 0,26 sampai dengan 0,50 atau -0,26 sampai dengan -0,50 disebut Moderately low association
yaitu kondisi yang menunjukkan hubungan yang lemah
antara variabel X dan variabel Y. 3. 0,51 sampai dengan 0,75 atau -0,51 sampai dengan -0,75 disebut Moderately high association yaitu kondisi yang menunjukkan hubungan yang lumayan kuat antara variabel X dan variabel Y. 4. 0,76 sampai dengan 1,00 atau -0,76 sampai dengan -1,00 disebut High association yaitu kondisi yang menunjukkan hubungan yang kuat antara variabel X dan variabel Y.
4.7 Definisi Operasional Definisi Operasional dalam kegiatan penelitian lapang perlu ditetapkan untuk mencegah terjadinya kesalahan arah terhadap konsep yang telah ditetapkan, dengan demikian pengukuran terhadap peubah dapat dilakukan secara jelas dan terukur. Beberapa definisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Petani adalah individu yang memiliki, mengusahakan lahan serta beraktivitas usahatani tebu di Desa Tonjong, Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon.
74
2. Motivasi adalah dorongan petani untuk mengikuti kegiatan usahatani tebu di desa tersebut, baik dorongan dari luar yang meliputi: saudara, tetangga, teman, tenaga penyuluh, lembaga, maupun karena dorongan sendiri, yakni: untuk menambah pendapatan, menambah pengetahuan, meningkatkan keterampilan, serta untuk mengisi waktu luang. 3. Umur adalah usia yang dimiliki petani, lamanya tahun petani tersebut hidup 4. Pendidikan formal adalah tahun terakhir/tertinggi yang dicapai responden pada jenjang pendidikan formal. 5. Pengalaman berusahatani adalah tahun lamanya petani dalam menggeluti kegiatan usahatani tebu yang sudah dilakukan. 6. Sifat kosmopolit adalah keterbukaan petani terhadap inovasi usahatani tebu melalui kegiatan penyuluhan maupun hubungan sesama petani atau aktivitas-aktivitas lainnya. 7. Tanggungan keluarga adalah jumlah orang yang menjadi tanggungan kepala keluarga. 8. Penguasaan lahan adalah luas lahan (ha) yang digarap baik yang merupakan lahan milik sendiri maupun yang bukan lahan milik sendiri. 9. Ketersediaan Sarana Produksi adalah barang-barang/aset yang harus tersedia bagi petani guna mendukung kegiatan usahatani tebunya. Baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Ketersediaan ini meliputi : (a) peralatan pertanian, (b) pupuk, (c) obat-obatan, (d) bibit unggul. 10. Kepemilikan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja tetap, baik pria maupun wanita pada berbagai tingkat umur, baik yang berasal dari dalam
75
maupun luar keluarga yang digunakan dalam usahataninya, dengan jalan mensetarakan dalam hari kerja pria (HKP) dimana konversi angka untuk tenaga kerja : (a) pria dewasa adalah 1,00, (b) Wanita dewasa 0,7, serta (c) anak-anak adalah 0,3. 11. Pendapatan adalah hasil rupiah (Rp) yang diperoleh dari berusahatani tebu per musim tanamnya. 12. Peranan Lembaga penyuluhan dalam hal ini Pabrik Gula melalui Sinder Kebun Wilayah (SKW) serta Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) adalah mengukur sampai sejauh mana peranan lembaga penyuluhan tersebut menurut petani responden. 13. Peranan Lembaga pengolahan dan bagi hasil dalam hal ini pabrik gula adalah sampai sejauh mana lembaga ini melakukan pengolahan dan bagi hasil yang sesuai dengan tugasnya menurut petani responden. 14. Peranan Lembaga pelayanan dalam hal ini Koperasi Unit Desa (KUD) Sari Mekar dan Pabrik Gula adalah sejauh mana lembaga pelayanan yang ada memberikan pelayanan menurut petani responden. 15. Peranan Lembaga penunjang dalam hal ini APTRI adalah sejauh mana APTRI berhasil memfasilitasi petani dalam bidang advokasi menurut responden.
76
V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Gambaran Daerah Penelitian Desa Tonjong adalah salah satu desa yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon. Secara umum desa ini memiliki luas wilayah sebesar 1.122,79 ha. Klasifikasi luasan yang ada terbagi atas : Sawah tadah hujan seluas 199,15 ha, tanah kering tegalan seluas 64,98 ha, tanah kering pemukiman seluas 22,43 ha, tanah fasilitas umum untuk kas desa seluas 52,22 ha, tanah fasilitas umum untuk lapangan seluas satu ha, dan fasilitas umum lainnya 8 ha, serta tanah hutan produksi seluas 775 ha. Desa Tonjong memiliki perbatasan antara lain : -
Sebelah Timur
: Kali Jangkelok, Jawa Tengah
-
Sebelah Barat
: Kali Cihoe, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Cirebon
-
Sebelah Utara
: Desa Tanjung Anom Kecamatan Pasaleman Kabupaten Cirebon
-
Sebelah Selatan
: Hutan Produksi PERHUTANI, Kab.Kuningan
5.1.1 Wilayah dan Topografi Wilayah desa ini termasuk ke dalam desa yang berbatasan dengan kabupaten dan propinsi lain sekaligus desa yang berada di sekitar hutan. Desa Tonjong ini memiliki enam bulan hujan dengan suhu hariannya rata-rata sekitar 300C. Desa Tonjong memiliki ketinggian tempat sekitar 25 mdpl dengan benteng wilayah yang datar. Selain itu Desa Tonjong sendiri memiliki jarak ke ibukota kecamatan sekitar 7 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 10 menit.
77
Sementara jarak ke ibukota kabupaten adalah 42 kilometer dengan waktu tempuh sekitar dua jam menggunakan kendaraan bermotor. Desa ini juga terdapat ternak ayam sebanyak 2.129 ekor yang dipelihara oleh warga serta 2 ekor kuda dan 375 ekor kambing. Sementara untuk Sumber daya airnya, Desa Tonjong memiliki 218 unit sumur gali yang dimanfaatkan oleh 732 Kepala Keluarga (KK), serta 38 unit sumur pompa yang dimanfaatkan oleh 439 KK dan sungai yang hanya dimanfaatkan oleh 13 KK.
5.1.2 Penduduk dan Mata Pencaharian Penduduk Desa Tonjong berjumlah total sekitar 4.539 orang, yang terbagi atas 2.224 orang laki-laki dan 2.315 orang perempuan. Seluruh penduduk Desa Tonjong tersebut terbagi ke dalam 1.209 Kepala Keluarga (KK). Sebaran umur penduduk Desa Tonjong selanjutnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran Umur Warga Desa Tonjong, Kecamatan Pasaleman Kab. Cirebon Umur
Jumlah (Orang)
0-5
350
6-10
276
11-15
267
16-20
285
21-25
318
26-30
334
31-35
385
36-40
386
41-45
374
46-50
366
> 51
1198
Total
4539
Sumber : Profil Desa Tonjong, 2007
78
Dari Tabel 6 tercatat sebanyak 2.005 orang merupakan penduduk usia 16-60 tahun, 1.209 orang merupakan ibu rumah tangga dan penduduk yang masih sekolah 235 orang dengan jumlah tenaga kerja (1)-(2)-(3) sebanyak 3.449 orang. Sementara menurut tingkat pendidikan warga Desa Tonjong dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran Tingkat Pendidikan Warga Desa Tonjong, Kecamatan Pasaleman Kab. Cirebon Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Jumlah penduduk buta huruf
57
Pernah Sekolah (Tidak Tamat)
255
Tamat SD/ sederajat
473
SLTP/ sederajat
315
SLTA/ sederajat
274
D-1
6
D-2
4
S-1
5
Sumber : Profil Desa Tonjong, 2007
Terlihat dari jumlah orang yang mengenyam pendidikan, tingkat pendidikan di Desa Tonjong sebenarnya masih rendah. Pernyataan tersebut bisa dibuktikan dengan adanya warga dengan buta huruf yang ditemukan ketika peneliti menyurvey daerah tersebut. Dari data pendidikan di atas pun kemungkinan besar adalah data pelajar yang masih aktif mengenyam pendidikannya sementara yang tidak masuk ke dalam data di atas tidak diketahui tingkat pendidikannya. Mata pencaharian pokok dari warga Desa Tonjong ini sebagian besar adalah pertanian dengan 254 petani yang memiliki lahan dan 2.135 lainnya adalah buruh tani. Jumlah tersebut juga ditambah 23 orang pegawai negeri, 35 orang yang tercatat berdagang serta 2 orang berbisnis montir, 12 orang penjahit, 30
79
orang tukang kayu dan 35 orang tukang batu. Terakhir, secara religi seluruh warga Desa Tonjong memeluk Agama Islam.
5.1.3 Ekonomi Masyarakat Penerimaan rata-rata yang biasanya diperoleh oleh warga Desa Tonjong dari menanam komoditi tertentu di tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-Rata Penerimaan serta Elemen Biaya yang Ada Pada Tanaman yang Ditanam Warga Desa Tonjong, Kecamatan Pasaleman Kabupaten Cirebon per tahunnya Jenis Tanaman Luas tanam (ha) Hasil per ha (Rp) Biaya pemupukan per ha (Rp) Biaya bibit per ha (Rp) Biaya obat per ha (Rp) Biaya tenaga kerja per ha (Rp)
Padi
Jagung
Kedelai
150
5
20
Kacang Hijau 65
Tebu
4.000.000
2.000.000
4.000.000
4.000.000
8.000.000
750.000
350.000
375.000
375.000
1.500.000
125.000
100.000
400.000
400.000
2.000.000
175.000
150.000
250.000
250.000
400.000
450.000
400.000
350.000
350.000
3.500.000
197
Sumber : Profil Desa Tonjong, 2007
Dari data Tabel 8 terlihat semua komoditi rata-rata ditanam satu kali satu tahun. Meskipun untuk tanaman Padi, jagung, kedelai, dan kacang hijau termasuk ke dalam tanaman musiman, namun tetap ditanam sekali setahun (paling banyak dua kali) mengingat Sebagian besar lahan di Desa Tonjong adalah lahan tadah hujan. Untuk tebu memang tanaman tahunan, sehingga di tebang setahun sekali dengan perhitungan yang ada. Kebanyakan tanaman pangan yang ditanam memanfaatkan lahan-lahan dekat ke sungai atau lahan-lahan perhutani yang ditanam dengan pola tumpang sari berbarengan dengan komoditi kehutanan.
80
Kalau dilihat dari tingkat kemiskinannya, dari sekitar 1209 KK terdapat sekitar 402 keluarga pra sejahtera, 446 keluarga sejahtera 1, 259 keluarga sejahtera 2, 52 keluarga sejahtera 3 dan 40 keluarga sejahtera 3 plus. Di desa Tonjong ini juga terdapat 3 mesin/ pabrik penggilingan padi dan satu buah traktor. Kategori rumah sekitar 579 keluarga sudah berdinding tembok, 476 keluarga berdinding kayu dan masih sekitar 73 keluarga yang berdinding bambu. Sementara menurut lantai : 428 keluarga sudah memakai keramik, 527 keluarga masih memakai semen dan sisanya 173 keluarga masih beralaskan tanah.
5.2 Karakteristik Petani Responden 5.2.1 Umur Umur merupakan salah satu kriteria yang termasuk ke dalam faktor internal yang dianggap bisa mempengaruhi motivasi petani dalam berusahatani tebu, sebaran umur responden petani tebu Desa Tonjong secara lengkap disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran Umur Responden Petani Tebu Desa Tonjong Umur 15-24
Jumlah Responden (Orang) 0
% 0
25-34
7
23,3
35-44
6
20
45-54
9
30
55-64
7
23,3
≥ 65
1
3,3
Total Responden
30
100
81
Data mengenai sebaran umur responden di atas dibuat berdasarkan umur angkatan kerja (15-60 tahun). Dari Tabel 9. tersebut terlihat bahwa responden petani tebu Desa Tonjong yang terambil sebagian besar sekitar 30 persen berada pada interval umur 45-54 tahun. Sementara sisanya masing-masing: 0 persen berada pada interval 15-24; 23,3 persen berada pada interval 25-34; 20 persen berada pada interval 35-44; 23,3 persen berada pada interval 55-64; 3,3 persen berada pada interval ≥ 65. Komposisi di atas sangatlah wajar, mengingat tebu merupakan tanaman perkebunan yang pada dasarnya membutuhkan perawatan intensif, banyak petani yang berumur di bawah 54 tahun tergolong masih muda dan sehat untuk berusahatani tebu. Sementara petani yang berusia di atas 54 tahun kebanyakan bertindak sebagai kontrol dan mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga selaku perwakilan para petani tersebut di lahan.
5.2.2 Pendidikan Formal Pendidikan merupakan proses pembentukkan pribadi seseorang. Para petani di lapangan banyak mendapat manfaat dari pendidikan, baik itu pendidikan formal maupun informal. Pendidikan formal menjadi salah satu syarat penting bagi para petani untuk berkomunikasi serta mencari informasi terkait pertebuan secara langsung maupun tidak langsung. Meskipun banyak bukti-bukti di lapangan bahwasanya petani banyak belajar langsung melalui praktek/realita, tapi tidak dapat dihindari pendidikan menjadi salah satu modal berharga bagi usahatani yang dilakukan. Namun khusus bagi responden petani tebu kali ini dapat dilihat pada Tabel 10. tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh
82
sebelumnya sebagai gambaran umum tingkat pendidikan responden petani tebu Desa Tonjong yang ada. Tabel 10 Sebaran Tingkat Pendidikan Formal Responden Petani Tebu Desa Tonjong Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden (orang) 2
%
3
10
10
33
SLTP/ sederajat
9
30
SLTA/ sederajat
4
13,3
D-3
1
3,3
S-1
1
3,3
30
100
Tidak Sekolah/ buta huruf Pernah Sekolah (Tidak Tamat) Tamat SD/ sederajat
Total
7
Dari Tabel 10 terlihat bahwa responden petani tebu di Desa Tonjong sebagian besarnya adalah tamat Sekolah Dasar (SD)/sederajat yaitu sebesar 33 persen. Sementara sisanya sebesar 7 persen tergolong ke dalam responden yang buta huruf, 10 persen tamat pernah sekolah (tidak tamat), 30 persen tamat SLTP/ sederajat, 13,3 persen tamat SLTA/sederajat, dan untuk D-3 hanya 3,3 persen begitu pula petani tebu tamatan S-1. Sehingga bisa disimpulkan bahwasanya kebanyakan para petani yang memilih berusahatani tebu di Desa Tonjong sebagian besar tingkat pendidikannya berada pada tingkat SD/sederajat ke bawah. Data di atas sesuai dengan fakta yang diungkap di awal bahwa para petani banyak yang belajar langsung dari lapangan, dan kenyataan bagi mereka bahwa latar belakang pendidikan formal tidak menjadi suatu hal yang utama bagi usahatani tebu ini.
83
5.2.3 Pengalaman Berusahatani Tebu Pengalaman menunjukkan kadar interaksi seseorang dengan hal yang biasa dia geluti. Pengalaman tidak hanya dilihat dari segi waktu namun juga kualitas kejadian yang dilalui seseorang dalam kehidupannya. Keberadaan pengalaman ini bagi seorang petani kemungkinan akan mematangkan berbagai keahlian yang ada khususnya mengenai realita perlakuan pada tanaman dan umumnya mengenai sistem tanaman yang bersangkutan. Pengalaman berusahatani tebu para responden petani Desa Tonjong dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Pengalaman Berusahatani Responden Petani Tebu Desa Tonjong Pengalaman Berusahatani (Tahun) 2-6
Jumlah Responden (orang) 23
% 77
7-11
3
10
12-16
1
3
>16
3
10
Total
30
100
Dari Tabel 11 dapat kita amati bahwa sekitar 77 persen petani tebu baru melangsungkan usahanya selama kurun waktu 2-6 tahun. Sementara sisanya sekitar 10 persen memiliki pengalaman berusahatani 7-11 tahun; 3 persen memiliki pengalaman berusahatani 12-16 tahun; dan terakhir 10 Persen memiliki pengalaman berusahatani lebih dari 16 tahun. Kesimpulannya adalah banyak petani tergolong baru dalam berusahatani tebu, dan dalam penelitian juga ditemukan bahwa sebagian dari mereka banyak yang mulai berani berusahatani tebu dikarenakan adanya mekanisme harga dasar yang ditetapkan pemerintah di tahun 1998, serta mekanisme pembiayaan pengembangan tebu melalui Kredit Ketahan Pangan di tahun 2000.
84
5.2.4 Tanggungan Keluarga Tentu saja ketika menyangkut penjalanan suatu usaha kita tidak lupa akan keberadaan tanggungan dari para pelaku usaha tersebut. Begitu pula dengan petani yang pada dasarnya banyak dari mereka menaruh harapan dari berusahatani tebu ini. Hal tersebut dikarenakan kepemilikan tanggungan keluarga yang secara materiil tentu saja harus dipenuhi kebutuhan ekonominya. Pada Tabel 12 berikut ini tersaji kepemilikan tanggungan keluarga dari responden petani tebu Desa Tonjong. Tabel 12 Tanggungan Keluarga Responden Petani Tebu Desa Tonjong Tanggungan Keluarga (orang) 1-2
Jumlah Responden (orang) 14
% 46
3-4
14
46
>5
2
7
Total
30
100
Ternyata dari Tabel 12 terlihat bahwa kebanyakan petani sekitar 46 persen memiliki tanggungan 1-2 dan 3-4 orang. Sementara sisanya 7 persen responden petani memiliki tanggungan > 5 orang. Sehingga kenyataan yang ada bahwa keluarga petani pada dasarnya tidaklah selalu keluarga besar, namun ada juga yang memiliki jumlah tanggungan besar namun ada beberapa tanggungan yang sudah lepas dari keluarganya secara ekonomis (memiliki pencaharian sendiri). Sementara itu untuk pengeluaran secara ekonomis (kebutuhan per bulannya), peneliti memperhitungkan pengeluaran kebutuhan primer-sekunder yang besarnya disajikan pada Tabel 13.
85
Tabel 13 Rata-rata Pengeluaran Kebutuhan Ekonomis Responden Petani Tebu Desa Tonjong per Bulannya Pengeluaran Kebutuhan (Rupiah) 0- 1.500.000
Jumlah Responden (orang)
% 10
33,3
1.500.100-2.500.000
13
43,3
> 2.500.100
7
23,3
Total
30
100
Dari Tabel 13 terlihat bahwa sebagian responden petani tebu Desa Tonjong memiliki kebutuhan ekonomis dalam interval Rp 1.500.100-Rp 2.500.000 per bulannya yaitu sekitar 43,3 persen. Sementara sisanya hanya berkisar 33,3 persen di interval 0-Rp 1.500.000, tidak berbeda jauh dan 23,3 persen di interval > 2.500.100.
5.2.5 Penguasaan Lahan Para petani yang menjadi responden tentu saja diharuskan memiliki lahan sendiri, baik itu melalui sewa ataupun lahan sendiri. Lahan merupakan unsur pokok dalam usahatani. Sebaran penguasaan lahan responden tebu Desa Tonjong, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran Penguasaan Lahan Responden Petani Tebu Desa Tonjong Luas Lahan (Ha) 2-5,2
Jumlah Responden (orang)
% 18
60
5,3-8,5
6
20
8,6-11,8
2
7
> 11,9
4
13
Total
30
100
Data dari Tabel 14 menunjukkan bahwa sekitar 60 persen responden menguasai luasan lahan tebu sebanyak 2-5,2 hektar. Sementara 20 persen responden petani
86
tebu Desa Tonjong lainnya memiliki 5,3-8,5 ha, 7 persen dan 13 persen responden masing-masing menguasai sekitar 8,6-11,8 ha dan > 11,9 Ha. Fakta tersebut dapat dimengerti karena banyak para responden petani baru masuk berusahatani tebu sekitar 2-6 tahun ke belakang sehingga para pemain yang tergolong baru ini masih belum terlalu besar dari segi lahan dalam berusahatani tebu ini (minimal 2 ha).
87
VI PEMBAHASAN
6.1 Kondisi Motivasi Berusahatani Tebu Petani Motivasi berusahatani tebu adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki petani untuk bekerja/berusaha dengan giat dalam rangka mencapai tujuan daripada berusahatani tebu itu sendiri. Memotivasi petani untuk berusahatani tebu berarti mempersoalkan bagaimana caranya mengoptimalkan semangat para petani agar mau menjadikan tebu sebagai komoditi yang ditanam dan diusahakannya. Motivasi berusahatani tersebut timbul dan diwujudkan dalam bentuk kerjasama, tanggung jawab serta sikap yang sungguh-sungguh dengan menggunakan segenap kemampuan dan keterampilan berusahatani yang dimiliki. Motivasi didalam berusahatani adalah salah satu faktor penentu kesuksesan petani dalam berbudidaya. Tentu saja budidaya suatu komoditas tanaman itu bukan hanya tergantung kepada lingkungan, kemampuan dan keterampilan seorang petani mengenai komoditas tanaman tersebut, tetapi yang terpenting adalah sejauh mana para petani ingin bekerja giat serta berusaha maksimal guna mencapai hasil yang optimal. Di lapangan terbukti banyak petani tebu mengisyaratkan bahwa di dalam membudidayakan tebu, tidak ada istilah main-main karena menyangkut modal dan tanggung jawab yang tidak sedikit. Dalam penelitian ini, parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat motivasi petani Desa Tonjong dalam berusahatani tebu adalah : Apakah keinginan meningkatkan pendapatan keluarga melalui usahatani tebu yang menjadi alasan berusahatani tebu, penerapan pengetahuan/teknologi baru, kesediaan meningkatkan keterampilan dalam berusahatani tebu, dan kesetujuan terhadap pernyataan
88
”bertani menimbulkan rasa aman dan tentram di dalam pribadi-pribadi petani”, kesediaan bekerjasama dengan sesama petani atau pihak-pihak terkait dalam memajukan komoditi tebu, kesediaan membantu rekan petani tebu lainnya yang mengalami
kegagalan
dalam
usahatani tebunya,
kesediaan
menerapkan
pengetahuan/teknologi baru dalam usahatani tebunya, alasan, serta dorongan lainnya yang membuat anda memilih usahatani tebu sebagai kegiatan yang dilakukan. Tingkat motivasi para responden petani tebu Desa Tonjong dapat dilihat dalam Tabel 15. Tabel 15 Sebaran Responden Petani Tebu Desa Tonjong Menurut Tingkat Motivasi Berusahatani Indikator Keinginan meningkatkan pendapatan keluarga melalui usahatani yang menjadi alasan berusahatani tebu Penerapan pengetahuan/teknologi baru yang selalu telah Anda pelajari dalam melakukan usahatani tebu Kesediaan meningkatkan keterampilan dalam berusahatani tebu Kesetujuan dengan pendapat ”bertani menimbulkan rasa aman dan tentram di dalam pribadi-pribadi petani” Kesediaan bekerjasama dengan sesama petani atau pihak-pihak terkait dalam memajukan komoditi tebu di Indonesia secara garis besar Kesediaan membantu rekan petani tebu lainnya yang mengalami kegagalan dalam usahatani tebunya Kesediaan menerapkan pengetahuan/ teknologi baru yang baru dalam usahatani tebu anda Kesimpulan
1 N
Skor Nilai 3 N %
2 %
N
%
4 N
Modus
5 %
N
%
0
0
0
0
4
13,30
5
17
21
70
Sangat Setuju
0
0
3
10
11
36,70
14
47
2
6,70
Sering
0
0
4
13,33
5
16,70
19
63
2
6,70
Bersedia
1
3,30
5
16,67
12
40
9
30
3
10
Agak setuju
0
0
4
13,33
2
6,67
21
70
3
10
Bersedia
0
0
0
0
2
6,67
24
80
4
13,
Bersedia
0
0
3
10
9
30
16
53
2
6,70
Bersedia
1
0,48
19
9,05
45
21,43
108
51
37
17,62
Termotivasi
89
Dalam menarik kesimpulan dari motivasi petani berusahatani tebu digunakan skala likert dengan skor 1 sampai 5. Indikatornya terbagi atas tingkat kesediaan dan tingkat kesetujuan petani responden. Tingkat kesetujuan, untuk Skor 1 merupakan kategori “sangat tidak setuju”, skor 2 untuk kategori “tidak setuju”, skor 3 untuk kategori “agak setuju”, skor 4 untuk kategori “setuju” dan terakhir skor 5 untuk kategori “ sangat setuju”. Sementara itu tingkat kesediaan memiliki skor 1 untuk kategori “sangat tidak bersedia”, skor 2 untuk kategori “tidak bersedia”, skor 3 untuk kategori “ kurang bersedia”, dan skor 4 untuk kategori “bersedia”, dan terakhir skor 5 untuk kategori “sangat bersedia”. Selain itu dibuat satu pertanyaan tambahan mengenai tingkat keseringan (intensitas) memakai atau menerapkan teknologi yang petani pelajari atau ketahui, guna mendukung tingkat kesediaan petani tadi. N adalah Frekuensi responden dan % adalah persentase responden. Hasil dari pengujian terhadap motivasi berusahatani tebu para responden petani diperoleh bahwa secara umum, responden termotivasi dalam melakukan usahatani tebu secara baik dan serius guna mendapat hasil maksimal. Buktinya adalah besarnya persentase responden yang termotivasi mencapai tingkat 51 persen dan sangat termotivasi mencapai 17,62 persen. Namun kondisi tingkat motivasi berusahatani tebu ini belum mencapai optimal. Kondisi yang optimal kita ketahui bersama adalah kondisi motivasi berusahatani terbaik yang dapat dicapai petani. Kondisi motivasi berusahatani yang optimal dapat diperoleh jika responden berada pada kondisi yang sangat termotivasi (skor = 5). Pada kenyataan yang ada masih terdapat petani yang cukup termotivasi sebesar 21,43 persen, dan juga yang tidak termotivasi 9,05 persen serta terakhir ada potensi petani yang
90
sangat tidak termotivasi hanya sebesar 0,48 persen. Walaupun keadaan ini menunjukkan keadaan bahwa kondisi motivasi berusahatani tebu petani secara garis besar sudah mendekati kondisi yang optimal, tetapi masih ada peluang untuk meningkatkan kondisi petani yang berada di bawah termotivasi sehingga tercipta suatu keadaan petani yang minimal termotivasi dengan persentase yang lebih baik lagi. Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden tersebut bersedia meningkatkan keterampilan berusahataninya, bersedia bekerjasama dengan sesama petani atau pihak terkait guna memajukan komoditi tebu di Indonesia secara garis besar, bersedia menerapkan pengetahuan/teknologi baru dalam usahatani tebu yang didapat nantinya, untuk poin terakhir ini terbukti dengan sebagian besar jawaban masuk kategori sering untuk intensitas penerapan teknologi/pengetahuan baru yang petani pelajari dalam berusahatani tebu. Dan hal terakhir tadi tentu saja masuk juga ke dalam penilaian tingkat motivasi. Para petani pada umumnya mengikuti petunjuk teknis pabrik yang diwakili oleh sinder tanam/ kebun dalam menerapkan aplikasi budidaya tebu. Khusus untuk pertanyaan yang berhubungan dengan tingkat kesetujuan sebagian besar responden petani sangat setuju usahatani tebu yang dilakukan bertujuan guna meningkatkan pendapatan keluarga petani tersebut. Selanjutnya masalah kesetujuan dengan pendapat ”bertani menimbulkan rasa aman dan tentram di dalam pribadi-pribadi petani”, sebagian besar petani menjawab agak setuju (sekitar 40 persen responden) karena ada satu hal dalam budidaya tebu yang membuat mereka selalu khawatir yaitu masalah kebakaran. Permasalahan tersebut memang asli dipengaruhi oleh faktor alam sehingga tidak dapat
91
dikendalikan tetapi dapat dicegah (diminimalisir). Sementara sekitar 40 persen responden menjawab setuju dan sangat setuju dengan pernyataan ini. Pertanyaan ini dibuat dengan landasan teori kebutuhan Maslow, begitu pula dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Pada dasarnya para petani di Desa Tonjong memahami bahwa berusahatani tebu dengan baik akan memberi hasil optimal di akhir musim tebang nantinya. Belum lagi sekitar 40 persen responden petani Desa Tonjong memilih berusahatani tebu di daerah tersebut atas dorongan/keinginan dirinya sendiri. Sementara 53 persen selain didorong keinginan sendiri juga karena dorongan teman/saudara/tetangga mereka baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan sisanya (7 persen) ikut berusahatani tebu di daerah tersebut karena merasa tebu memang komoditas paling menguntungkan dengan keadaan tanah daerah Desa Tonjong tersebut yang kebanyakan tadah hujan, tidak ada pilihan menanam selain tebu karena akan rugi, tidak ada pekerjaan, memanfaatkan lahan tidur (kritis), dan karena didorong oleh fasilitas kredit yang ada. Berkaitan dengan besarnya dorongan berusahatani tebu karena dorongan teman/saudara/tetangga selain dorongan/keinginan diri sendiri, hal tersebut dibenarkan oleh petani responden sendiri. Hubungan kekerabatan dan jalinan silaturahmi yang erat di pedesaan membuat tingkah laku petani sangat berhubungan antar sesamanya. Pada awalnya masih banyak petani yang menanam komoditas pangan diluar tebu dengan pergiliran pola tanam, tetapi ternyata seiring bergulirnya waktu terbukti secara nyata bahwa di Desa Tonjong secara ekonomis tebu lebih baik dibandingkan tanaman pangan tadi. Hal tersebut terjadi karena curah hujan di Desa Tonjong ini termasuk tidak merata, sehingga untuk tanaman
92
pangan hanya bisa satu musim saja, sementara sisa dua musimnya lainnya sangat sulit menentukan komoditi untuk ditanam karena kelemahan pengairan (kering). Memang dengan tambahan biaya hal tersebut bisa diatasi dengan membuat sumur pantek atau pompanisasi, tetapi hal tersebut memberatkan petani. Sementara untuk tebu memiliki kelebihan setelah lima bulan kebutuhan air tebu tidaklah sebanyak tanaman pangan pada umumnya, sehingga petani memandangnya sebagai komoditi yang pas dengan kondisi Desa Tonjong ini. Banyak petani saling menyarankan menanam tebu satu sama lain karena berbagai keuntungan yang ada, selain itu banyak di antara petani tersebut memiliki hubungan darah (keluarga). Paremeter motivasi lainnya berkaitan kesediaan membantu rekan sesama petani yang mengalami kegagalan dalam usahatani tebunya, sebagian besar petani menyatakan bersedia melakukannya. Bukti nyatanya adalah keberadaan setoran biaya asuransi tanaman tebu sebesar Rp 609,80/ku tebu yang tercatat pada surat pengambilan hasil gula beserta pelunasan hutang (Delivery Order). Jatah asuransi tersebutlah yang akan dipergunakan menalangi jika ada petani tebu dalam satu wilayah kerja yang mengalami kesulitan tertentu. Selain itu khususnya bila ada petani tebu yang mengalami kebakaran, para rekan petani lainnya pada umumnya mengikhlaskan prioritas tebangan yang utama terhadap petani yang mengalami musibah tersebut. Hal itu sangat dimengerti karena tebu yang terbakar pada dasarnya akan mengalami penurunan kadar nira yang drastis sehingga potensial sekali menurunkan kadar rendemen tebu. Sekitar 90 persen petani responden Desa Tonjong pada umumnya dalam sebulan pergi beraktifitas ke lahan tebu sekitar > 5 kali bahkan banyak petani yang memiliki kecenderungan setiap hari pergi ke lahannya. Sementara sisanya
93
masing-masing 5 persen ada yang 3-5 kali dan minimal 3 kali per bulannya pergi ke lahan tebunya. Hal ini dikarenakan usahatani tebunya sudah diwakili oleh anak atau tenaga kerja luar keluarga yang mewakilinya. Para petani mengaku bahwa fungsi kontrol harus dilakukan sungguh-sungguh dalam usahatani tebu ini. Bahkan di saat musim tebang tiba para petani Desa Tonjong yang ada bersepakat guna membentuk ronda jaga malam untuk mengamati lahan tebu mereka baik siang maupun malam hari. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah bahaya kebakaran yang mengancam tebu-tebu yang siap masak tersebut. Sehubungan dengan kondisi motivasi petani berusahatani tebu di Desa Tonjong tersebut, maka diperlukan upaya meningkatkan motivasi kerja ke tingkat yang lebih baik lagi yaitu persentase kondisi sangat termotivasi yang lebih tinggi. Untuk itu penting untuk diketahui sebenarnya faktor-faktor apa saja yang menjadi kebutuhan, pendukung, dan harapan petani dalam bekerja. Faktor-faktor tersebut telah dididentifikasi, pertama faktor internal adalah keadaan yang ada pada diri petani (termasuk karakteristik petani), yang meliputi : (a) umur, (b) tingkat pendidikan formal, (c) pengalaman berusahatani, (d) sifat kosmopolit petani, (e) tanggungan keluarga, (f) penguasaan lahan. Faktor kedua adalah faktor eksternal yaitu kondisi di luar diri petani namun melingkupi petani, seperti : (a) Ketersediaan saprodi, (b) kepemilikan tenaga kerja, (c) pendapatan, (d) lembaga penyuluhan, (e) lembaga pengolahan dan bagi hasil, (f) lembaga pelayanan (g) lembaga penunjang.
94
6.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Motivasi Berusahatani Tebu Petani Faktor-faktor yang diduga memiliki hubungan nyata dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu di Desa Tonjong terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal petani. faktor internal yang diduga memiliki hubungan nyata dengan motivasi petani: (a) umur, (b) tingkat pendidikan formal, (c) pengalaman berusahatani, (d) sifat kosmopolit petani, (e) tanggungan keluarga, (f) penguasaan lahan. Sementara Faktor eksternalnya adalah faktor atau kondisi di luar diri petani namun melingkupi petani, seperti : (a) ketersediaan saprodi, (b) kepemilikan tenaga kerja, (c) pendapatan, (d) lembaga penyuluhan, (e) lembaga pengolahan dan bagi hasil, (f) lembaga pelayanan (g) lembaga penunjang. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani berusahatani tebu maka dilakukan uji korelasi terhadap ketiga belas faktor-faktor tersebut, yaitu : umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman berusahatani, sifat kosmopolit petani, tanggungan keluarga, penguasaan lahan, Ketersediaan saprodi, kepemilikan tenaga kerja, pendapatan, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil, lembaga pelayanan, lembaga penunjang. Bila terjadi hubungan yang signifikan di antara keduanya, maka usaha yang dilakukan untuk memperbaiki variabel tersebut akan sangat bermanfaat bagi peningkatan motivasi petani berusahatani tebu baik di Desa Tonjong maupun di daerah lainnya di masa yang akan datang.
95
6.2.1 Hubungan Antara Faktor-Faktor Internal dengan Motivasi Berusahatani Tebu Petani Faktor-faktor internal yang berhubungan dengan motivasi petani berusahatani tebu seluruhnya merupakan faktor yang ada pada diri petani itu sendiri dan beberapa ada yang nilainya dipengaruhi oleh waktu. Faktor internal meliputi umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman berusahatani, sifat kosmopolit petani, tanggungan keluarga, penguasaan lahan. Untuk pengujian faktor internal dilakukan pengujian menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Uji korelasi tersebut digunakan pada seluruh faktor internal yang ada, guna melihat hubungannya dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu.
6.2.1.1 Umur Pada Tabel 9 dalam gambaran umum daerah penelitian didapat fakta bahwa responden petani tebu Desa Tonjong yang terambil sebagian besar sekitar 30 persen berada pada interval umur 45-54 tahun yaitu sebanyak 9 orang. Sementara sisanya masing-masing : 0 persen berada pada interval 15-24; 23,3 persen berada pada interval 25-34 (7 orang); 20 persen berada pada interval 35-44 (6 orang); 23,3 persen berada pada interval 55-64 (7 orang); 3,3 persen berada pada interval ≥ 65 (1 orang). Kenyataan yang cukup menguntungkan adalah sebagian besar responden petani berada pada usia yang matang. Banyak dari para petani tersebut memiliki latar belakang keahlian bertani yang kuat yang diperoleh dari berbagai sumber. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 25 diperoleh nilai koefisien korelasi Rank Spearman antara umur dengan tingkat motivasi kerja adalah 0,05. Dalam batasan Champion dikategorikan ke dalam no association
96
yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan motivasi petani berusahatani tebu di Desa Tonjong. Angka signifikansi variabel umur terlihat dalam Tabel 25 adalah 0,981, menunjukkan bahwa terjadi hubungan tidak nyata antara variabel umur dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu di Desa Tonjong. Artinya tingkatan umur berapa pun baik muda maupun tua tidak berhubungan secara nyata dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu di Desa Tonjong, Kecamatan Pasaleman Kab. Cirebon (Wilker PG Tersana Baru).
6.2.1.2 Pendidikan Formal Pada Tabel 10 dalam gambaran umum daerah penelitian terlihat bahwa responden petani tebu di Desa Tonjong sebagian besarnya adalah tamat Sekolah Dasar (SD)/sederajat yaitu sebesar 33 persen sebanyak 10 orang. Sementara sisanya sebesar 7 persen (2 orang) tergolong ke dalam responden yang buta huruf, 10 persen tamat pernah sekolah/tidak tamat (3 orang), 30 persen tamat SLTP/ sederajat (9 orang), 13,3 persen tamat SLTA/sederajat (4 orang), dan untuk D-3 hanya 3,3 persen (satu orang) begitu pula responden petani tebu tamatan S-1. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwasanya kebanyakan para petani yang memilih berusahatani tebu di Desa Tonjong sebagian besar tingkat pendidikannya adalah tingkat SD/sederajat ke bawah sementara yang sarjana muda (D-3) ke atas hanya sebagian kecil saja. Berdasarkan uji koefisien korelasi Rank Spearman pada Tabel 25 diperoleh angka signifikansi sebesar 0,030 untuk hubungan antara pendidikan formal dengan tingkat motivasi petani. Angka signifikansi tersebut menunjukkan bahwa pendidikan formal memiliki hubungan nyata dengan motivasi petani
97
berusahatani tebu karena nilainya yang lebih kecil daripada tingkat signifikansi 0,05 (0,03 < α = 0,05). Sementara nilai koefisien korelasinya juga dapat dilihat pada tabel 25 adalah sebesar 0,397. Menurut batasan Champion nilai korelasi tersebut dikategorikan sebagai moderately low association atau ada hubungan tetapi lemah karena nilai korelasinya masuk ke dalam interval 0,26-0,50. Tetapi karena ada hubungan nyata, maka dapat dijelaskan bahwa semakin baik pendidikan formal seorang petani tingkat motivasi berusahatani tebunya pun akan cenderung semakin baik. Hal ini tentu saja menyangkut lebih aktifnya orang yang memiliki pendidikan lebih baik dalam organisasi-organisasi pertebuan serta lebih vokal dalam berpendapat guna menguntungkan pihak petani. 6.2.1.3 Pengalaman Berusahatani Dari Tabel 11 pada gambaran umum daerah penelitian dapat kita amati bahwa sekitar 77 persen petani tebu atau 23 orang baru melangsungkan usahanya selama kurun waktu 2-6 tahun. Sementara sisanya sekitar 10 persen (3 orang) memiliki pengalaman berusahatani 7-11 tahun; 3 persen (1 orang) memiliki pengalaman berusahatani 12-16 tahun; dan terakhir 10 persen (3 orang) memiliki pengalaman berusahatani lebih dari 16 tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa banyak petani tergolong baru dalam berusahatani tebu, dan dalam penelitian juga ditemukan bahwa sebagian dari mereka banyak yang mulai berani berusahatani tebu dikarenakan adanya mekanisme harga dasar yang dijamin pemerintah. Uji koefisien korelasi Rank Spearman (Tabel 25) menunjukkan bahwa hubungan antara pengalaman berusahatani dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu tidak nyata. Hal tersebut jelas terlihat dari nilai signifikansi yaitu 0,077 (> α = 0,05). Nilai korelasi yang didapat adalah 0,327 artinya menurut
98
batasan Champion dikategorikan sebagai moderately low association atau ada hubungan tetapi lemah karena nilai korelasinya masuk ke dalam interval 0,260,50. Tetapi tetap saja tidak ada hubungan yang nyata antara pengalaman berusahatani dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu. Artinya semakin banyak pengalaman berusahatani petani belum tentu meningkatkan tingkat motivasi petani tersebut dalam berusahatani tebu, begitu pula bila sebaliknya.
6.2.1.4 Sifat Kosmopolit Petani Sifat kosmopolit merupakan karakteristik khusus daripada petani, tetapi sifat tersebut tidak selalu sama antar petani itu sendiri. Sifat Kosmopolit adalah keterbukaan petani terhadap suatu inovasi terkait usahatani yang digelutinya. Sifat tersebut dapat diukur dari proses interaksi yang dilakukan petani guna memperoleh berbagai macam informasi. Peneliti mengidentifikasi tingkatan Sifat kosmopolit yang dimiliki petani responden melalui pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara berurutan dengan jawaban berskala likert. Skala likert tersebut menyangkut indikator tingkat keseringan (intensitas) yang terdiri dari : Jawaban skor 1 untuk kategori ” sama sekali tidak pernah”, skor 2 kategori ” tidak pernah”, skor 3 kategori ”jarang/kadang-kadang”, skor 4 kategori ”sering”, dan terakhir skor 5 kategori ”sangat sering”. Sementara indikator yang digunakan untuk mengukur sifat tersebut diperoleh dari kecenderungan responden petani memperoleh stimulus baru guna meningkatkan tingkat motivasi yang dimiliki. Hasil pengujian selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 16 menjelaskan Sifat Kosmopoli yang ditunjukkan oleh para petani responden Desa Tonjong. Tabel 16 tersebut asli diperoleh dari penelitian
99
yang dilakukan secara sistematik di Desa Tonjong, Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon. Dimana daerah penelitian diadakan tersebut masuk ke dalam wilayah kerja Pabrik Gula Tersana Baru. Tabel 16 Sebaran Sifat Kosmopolit Responden Petani Tebu Desa Tonjong Indikator Pernah melakukan kontak dengan pihak Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) untuk membicarakan usahatani tebu anda Pernah melakukan kontak Asosiasi Petani tebu Rakyat (APTR) untuk membicarakan usahatani tebu anda Pernah kontak dengan penyuluh untuk membicarakan usahatani tebu anda Pernah pergi ke desa lain untuk masalah yang berhubungan dengan usahatani tebu anda Pernah pergi ke kota untuk masalah yang berhubungan dengan usahatani tebu anda Pernah membaca koran/majalah atau sejenisnya, khususnya yang berhubungan dengan usahatani tebu anda Kesimpulan
Skor Nilai 1 N
2 %
N
3 %
4
Modus
5
N
%
N
%
N
%
Jarang/Kadangkadang
2
6,7
1
3,3
14
46,7
13
43,3
0
0
2
6,7
1
3,3
9
30
17
56,7
1
3,30
Sering
0
0
1
3,3
13
43,3
16
53,3
0
0
Sering
1
3,3
8
26,7
8
26,7
13
43,3
0
0
Sering
4
13,3
17
56,7
8
26,7
1
3,3
0
0
Tidak pernah
6
20
13
43,3
6
20
5
16,7
0
0
Tidak pernah
15
8,33
41
22,78
58
32,22
65
36,11
1
0,56
Kuat
Dari Tabel 16 terlihat bahwa sebagian besar petani responden memiliki sifat kosmopolit cenderung kuat, yaitu sebanyak 36,11 persen dari total
100
responden. Sisanya ada 8,33 persen yang memiliki kecenderungan sifat kosmopolit sangat lemah, 22,78 persen responden cenderung memiliki sifat kosmopolit lemah, sebanyak 32,22 persen cukup kuat dan sisanya 0,56 persen cenderung sangat kuat. Keadaan ini memang belum optimal karena masih ada sekitar 31,11 persen kecenderungan sifat kosmopolit yang lemah dan sangat lemah. Tetapi secara keseluruhan responden petani Desa Tonjong sebagian besar sudah cukup kuat sikap kosmopolitnya. Jawaban yang diberikan untuk masing-masing indikator beragam namun sesuai dengan kenyataan yang dihadapi petani. Sebagian besar responden memilih kategori jarang/ kadang-kadang untuk intensitas melakukan kontak dengan pihak Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR), kategori sering dalam melakukan kontak dengan Asosiasi Petani tebu Rakyat (APTR), kategori sering dalam kontak dengan penyuluh, kategori sering berkunjung ke desa lain, tidak pernah berangkat ke kota serta tidak pernah membaca koran/majalah atau sejenisnya khususnya terkait dengan permasalahan usahatani tebunya. Kenyataan membuktikan bahwa responden petani yang ada banyak mencari informasi dari Asosiasi, Koperasi dan penyuluh. Selain itu mereka juga aktif berinteraksi di luar desanya guna beraktivitas serta berinteraksi seputar pertebuan. Sebagai catatan tambahan pabrik gula pun sudah berbeda kedudukan desa, begitu pula pasar tempat mereka biasa membeli kekurangan sarana produksi pertanian (saprodi). Khusus bagi keberadaan Koperasi petani tebu rakyat (KPTR) masyarakat petani Desa Tonjong masuk ke dalam wilayah kerja KPTR Sari manis yang berpusat di Desa Pasaleman, terletak masih dalam satu kecamatan. Namun karena KPTR tersebut masih tergolong baru, jadi untuk sementara fungsi pengajuan
101
kredit masih dipegang oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Sari Mekar. Jadi para petani cenderung jarang/kadang-kadang melakukan kontak dengan pihak Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR). Tapi dari semua hal yang sudah dipaparkan tadi, masih ada satu kenyataan yang menyedihkan yaitu mengenai minat baca petani. Ternyata minat baca petani di Desa Tonjong tergolong rendah, hal ini terbukti dengan sebagian besar responden yaitu sebesar 43,3 persen mengaku tidak pernah sama sekali membaca membaca koran/majalah atau sejenisnya (dalam waktu tertentu)
yang terkait
usahatani tebu, bahkan 20 persen mengaku sama sekali tidak pernah. Artinya hanya ada 36,7 persen yang jarang sampai kategori sangat sering beraktivitas membaca. Masalah ini perlu diperhatikan mengingat pentingnya minat membaca sebagai kesadaran dalam memajukan diri. Tapi banyak diantara para responden petani terutama yang sudah berusia lanjut mengaku sudah lelah dengan ilmu teori, mereka lebih senang hal yang berbau kenyataan berhubungan dengan praktek. Sementara responden petani muda memang banyak yang tahu masalah aturan tertulis, dan informasi pertebuan lainnya dari membaca. Namun kebanyakan mereka
menemukan
informasi
lewat
interaksi
secara
langsung
(berbicara/mengobrol) dengan sumber informasi. Angka signifikansi yang didapat dari uji korelasi Rank Spearman disajikan pada tabel 25, adalah sebesar 0,09. Artinya sifat kosmopolit responden petani tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat motivasi petani. Untuk nilai korelasinya diperoleh angka 0,315, dari angka tersebut dapat disimpulkan menurut Champion dikategorikan sebagai moderately low association atau ada hubungan tetapi lemah karena nilai korelasinya masuk ke dalam interval 0,26-0,50. Tetapi
102
tetap saja tidak ada hubungan yang nyata antara sifat kosmopolit dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu (karena 0,09 > α = 0,05). Artinya semakin kuat sifat kosmopolit petani belum tentu meningkatkan tingkat motivasi petani tersebut dalam berusahatani tebu, begitu pula sebaliknya. 6.2.1.5 Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga merupakan keberadaan anggota keluarga yang secara ekonomis masih berada di bawah tanggung jawab kepala keluarga. Secara garis besar tanggungan keluarga petani dapat dilihat pada Tabel 12 gambaran umum daerah penelitian. Hasilnya menunjukkan bahwa kebanyakan petani sekitar 46 persen (masing-masing sebanyak 14 orang responden petani) memiliki tanggungan 1-2 dan 3-4 orang. Sementara sisanya 7 persen (2 orang responden petani) responden petani memiliki tanggungan > 5 orang. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa keluarga petani pada dasarnya tidaklah selalu keluarga besar, namun ada juga beberapa petani yang memiliki jumlah tanggungan besar namun untuk beberapa tanggungan ada yang sudah lepas dari keluarganya secara ekonomis (memiliki pencaharian sendiri). Tanggungan keluarga selain dalam bentuk jumlah (orang) peneliti juga menelaah dalam bentuk kebutuhan ekonomis keluarga tersebut per bulannya. Data kebutuhan ekonomis keluarga petani tersebut secara lengkap telah disajikan pada Tabel 13 gambaran umum daerah penelitian. Hasilnya dari 30 orang petani responden, sebanyak 13 orang responden memiliki kebutuhan ekonomis pada interval Rp 1.500.100-Rp 2.500.000 per bulannya atau sekitar 43,3 persen. Sementara sisanya hanya berkisar 33,3 persen (10 orang) di interval 0-Rp 1.500.000, tidak berbeda jauh dengan 23,3 persen (7 orang) di interval
103
>2.500.100. Kesimpulannya ternyata pengeluaran (kebutuhan) keluarga petani per bulannya cukup besar juga, maka untuk memenuhinya mereka juga memiliki usaha sampingan selain berusahatani tebu. Ketika diuji korelasi diantara tanggungan keluarga baik secara jumlah maupun kebutuhan ekonomisnya dengan motivasi petani berusahatani tebu dengan alat Rank Spearman, hasilnya dapat dilihat dari Tabel 25. Untuk hubungan antara tanggungan keluarga secara jumlah dengan motivasi petani berusahatani tebu memiliki nilai korelasi sebesar 0,064. Sementara hubungan antara tanggungan keluarga secara ekonomis dengan motivasi petani berusahatani tebu memiliki nilai korelasi 0,183. Dalam batasan Champion kedua hubungan yang diulas tadi dikategorikan ke dalam no association yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan motivasi petani berusahatani tebu di Desa Tonjong. Tidak ada hubungan karena nilai korelasi berada pada interval 0,00 sampai dengan 0,25. Kriteria selanjutnya yaitu angka signifikansi, untuk hubungan tanggungan keluarga secara jumlah dengan motivasi petani berusahatani tebu memiliki nilai signifikansi sebesar 0,736. Lain halnya dengan hubungan tanggungan keluarga secara ekonomis dengan motivasi petani berusahatani tebu yang memiliki nilai signifikansi sebesar 0,333. Namun kedua angka signifikansi tersebut menujukkan bahwa tidak ada hubungan nyata baik antara hubungan tanggungan keluarga secara jumlah dengan motivasi petani berusahatani tebu, maupun hubungan tanggungan keluarga secara ekonomis dengan motivasi petani berusahatani tebu. Sehingga berapapun tanggungan keluarga baik secara jumlah maupun secara ekonomis tidak berhubungan dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu.
104
6.2.1.6 Penguasaan Lahan Perlu diingat lahan merupakan salah satu faktor produksi pendukung yang sangat penting dalam berusahatani. Tanpa keberadaan lahan tentu saja usahatani komoditi apa pun tidak dapat dilakukan. Data penguasaan lahan para responden petani Desa Tonjong terlihat dari Tabel 14 pada gambaran umum daerah penelitian. Fakta yang ada didapat bahwa sekitar 60 persen responden (18 orang) memiliki luasan lahan tebu sebanyak 2-5,2 hektar. Sementara 20 persen responden petani tebu (6 orang) Desa Tonjong lainnya memiliki 5,3-8,5 ha, 7 persen (2 orang) dan 13 persen (4 orang) responden masing-masing menguasai sekitar 8,611,8 ha dan > 11,9 Ha. Artinya sebagian besar petani memiliki hanya sebesar 25,2 hektar. Berarti kalau dihubungkan dengan pengalaman berusahatani, banyak petani yang baru dalam mengusahakan lahannya dalam pertebuan. Sehingga tentu saja lahan yang diusahakan belum maksimal. Lahan-lahan yang ada tersebut ada yang milik petani sendiri maupun didapat melalui sewa baik bagi hasil maupun sewa tunai. Dilihat hasil dari uji korelasi melalui Rank Spearman dapat dilihat dalam Tabel 25 diperoleh nilai korelasi antara penguasaan lahan dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu di Desa Tonjong adalah 0,599. Arti dari angka tersebut menunjukkan moderately high association atau kondisi hubungan yang ditunjukkan adalah lumayan kuat. Alasan dari pernyataan tersebut adalah keberadaan nilai korelasinya berada pada nilai 0,51 sampai dengan 0,75 dalam batasan/skala Champion. Sementara untuk angka signifikansinya, diperoleh nilai sebesar 0,000, yang berarti penguasaan lahan memiliki hubungan nyata dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu. Sehingga diperoleh kesimpulan
105
bahwa semakin tinggi penguasaaan lahan maka motivasi petani dalam berusahatani tebu semakin tinggi pula, dan begitu pula bila sebaliknya. 6.2.2 Hubungan Antara Faktor-Faktor Eksternal dengan Motivasi Berusahatani Tebu Petani Analisis faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu ini dilakukan untuk melihat penilaian responden petani mengenai taraf hubungan yang terbentuk. Ketersediaan saprodi, kepemilikan tenaga kerja, pendapatan, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil, lembaga pelayanan, lembaga penunjang merupakan faktor-faktor eksternal yang akan diuji dengan alat koefisien korelasi Rank Spearman .
6.2.2.1 Ketersediaan Saprodi Sarana produksi pertanian (saprodi) merupakan faktor pendukung penting sekaligus sebagai perangsang petani dalam menjalankan aktivitas usahataninya. Sarana produksi pertanian dapat pula diartikan sebagai modal bagi petani, disamping modal lainnya. Saprodi yang digunakan petani tebu dalam mengusahakan komoditi tersebut antara lain bibit, alat/perlengkapan usahatani, pupuk, dan obat-obatan pembasmi hama penyakit tanaman. Untuk bibit dan pupuk kebanyakan responden petani memperoleh dari bantuan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yang bentuk penyalurannya dilakukan oleh pabrik gula. Bentuk penyaluran KKP-E dilakukan oleh pabrik selaku penjamin dengan beberapa tahapan waktu, namun untuk bibit dan pupuk dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanam. Sementara untuk peralatan pendukung usahatani tebu disediakan oleh petani sendiri, kecuali untuk penggarapan dilakukan melalui
106
bantuan kredit biaya garap/bongkar raton, pabrik mengeluarkan dalam bentuk traktor penggarap. Berikut ini (Tabel 17) disajikan paket KKP-E yang diberikan oleh pemerintah melalui pabrik. Tabel 17 Rencana Paket KKP 2006/2007 Sesuai Dana Tersedia KATAGORI
N O
KEGIATAN
1
BIAYA GARAPAN
2
BIAYA BEBAN HIDUP
3
BIBIT
4
PUPUK
5
TEBANG ANGKUT JUMLAH
TRS I
TRS II
TRT I
TRT II / III
3.250.000
2.500.000
2.500.000
2.000.000
750.000
750.000
750.000
750.000
1.500.000
200.000
1.500.000
200.000
1.400.000
1.400.000
1.400.000
1.400.000
600.000
2.650.000
1.350.000
1.900.000
7.500.000
7.500.000
7.500.000
6.250.000
Sumber : Laporan Tersana Baru, 2008
Petani yang mendapatkan fasilitas KKP-E berarti telah memenuhi beberapa persyaratan yang ada dan menjalin sistem kemitraan dengan pabrik gula. Artinya petani tersebut akan diberi bantuan saprodi yaitu dalam bentuk pupuk dan bibit. Untuk pupuk yang dibutuhkan untuk berusahatani tebu adalah pupuk KCL, ZA, dan TSP. Namun ada beberapa petani yang memberikan tambahan sendiri berupa pupuk urea dan pupuk Mixed. Bibit juga merupakan salah satu elemen saprodi yang diperoleh melalui bantuan kredit. Bibit dan pupuk merupakan saprodi vital yang harus ada tepat waktu, mengingat sistem lahan di Desa Tonjong yang tegalan kebanyakan berharap pada curah hujan, maka ketepatan waktu dalam perlakuan tanaman menjadi hal yang mutlak. Alat pertanaman tebu yang digunakan adalah cangkul, arit, sprayer, dan cenkrong (cangkul kecil) dan lainnya. Sementara untuk obat-
107
obatan pembasmi hama penyakit tanaman yang digunakan kebanyakan hanya bertujuan mengurangi keberadaan gulma di sekitar tebu. Para responden petani mengaku kalau penggunaan pupuk yang diaplikasikan di kebunnya sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh PG Tersana Baru yang disosialisasikan melalui sinder tanamnya. Untuk peralatan dan obat-obatan pembasmi hama penyakit tanaman, para responden petani kebanyakan mencari ke pasar atau toko peralatan pertanian yang ada tidak jauh dari lokasi tempat tinggal mereka. Bahkan untuk obat pembasmi rumput pihak pabrik juga menyediakannya bagi petani. Untuk pupuk kadang-kadang para petani pun membeli terlebih dahulu sendiri (tanpa masuk elemen kredit) ke toko pertanian. Namun untuk bibit mereka kadang-kadang menyediakan sendiri khawatir kekurangan pasokan bibit dari pabrik. Petani secara garis besar kebanyakan tidak memiliki pengetahuan mengenai karakteristik genetika serta jenis baku bibit tebu yang dipakai. Namun secara ciri-ciri mereka mengetahui bahwa bibit yang baik adalah bibit dengan ciri-ciri: mempunyai merek tertentu, bebas dari hama penyakit, tahan air, daunnya kokoh, batangnya memiliki besar yang merata, warna yang serupa, dan ketinggian yang standar. Parameter yang digunakan untuk menyimpulkan ketersediaan saprodi usahatani tebu dapat dilihat pada kolom indikator Tabel 18 untuk menyimpulkan tingkat
ketersediaan saprodi usahatani tebu
memperlihatkan
digunakan
indikator
yang
tingkat ketersediaan dan tingkat kecukupan saprodi menurut
penilaian petani responden. Baik untuk tingkat ketersediaan maupun tingkat kecukupan memilik jawaban dengan skala 1 sampai 5 dengan pilihan jawaban menggunakan skala likert. Skor 1 tingkat kesediaan untuk kategori ”selalu tidak
108
tersedia”, skor 2 untuk kategori “tidak tersedia”, skor 3 untuk kategori “kadangkadang tersedia”, skor 4 untuk kategori ”tersedia” dan skor 5 untuk kategori “selalu tersedia”. Selanjutnya untuk tingkat kecukupan Skor 1 tingkat kesediaan untuk kategori ” sangat tidak mencukupi”, Skor 2 untuk kategori “tidak mencukupi”, skor 3 untuk kategori “kadang-kadang mencukupi”, skor 4 untuk kategori ” mencukupi” dan skor 5 untuk kategori “sangat mencukupi”. Hasil jawaban terkait ketersediaan saprodi diperoleh secara langsung dari para responden petani Desa Tonjong. Hasil tersebut seluruhnya telah terangkum dalam Tabel 18. Tabel 18 Sebaran Ketersediaan Saprodi Petani Tebu Desa Tonjong Indikator Ketersediaan peralatan usahatani tebu di tempat anda biasa mencari Jumlah peralatan usahatani tebu yang ada di tempat anda biasa mencari Ketersediaan pupuk pendukung usahatani tebu di tempat anda biasa mencari Jumlah pupuk pendukung usahatani tebu yang ada di tempat anda biasa mencari Ketersediaan obatobatan pendukung usahatani tebu di tempat anda biasa mencari Jumlah obat-obatan pendukung usahatani tebu yang ada di tempat anda biasa mencari Ketersediaan bibit pendukung usahatani tebu di tempat anda biasa mencari
1
2 %
Skor Nilai 3 N % N
4
Modus
5
N
%
N
%
N
%
0
0
0
0
0
0
24
80
6
20
0
0
0
0
3
10
23
76,7
4
13,3
Mencukupi Kadangkadang tersedia
Tersedia
0
0
0
0
17
56,7
11
36,7
2
6,7
0
0
0
0
12
40
18
60
0
0
Mencukupi
0
0
0
0
16
53,3
11
36,7
3
10
Kadangkadang tersedia
0
0
2
6,7
7
23,3
18
60
3
10
Mencukupi
0
0
0
0
24
80
5
16,7
1
3,3
Jumlah bibit pendukung usahatani tebu yang ada di tempat biasa anda
0
0
3
10
21
70
5
16,7
1
3,3
Kadangkadang tersedia Kadangkadang mencukupi
Kesimpulan
0
0
5
2,08
100
41,67
115
47,92
20
8,33
Tersedia
109
Dari Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar responden petani menyatakan bahwa ketersediaan saprodi usahatani tebu berada pada kategori tersedia, yaitu 47,92 persen. Sebanyak 8,33 persen menyatakan bahwa ketersediaan saprodi mencapai kategori sangat tersedia. Sementara sebanyak 41,67 persen responden petani menyatakan bahwa saprodi usahatani tebu cukup tersedia. Sisanya 2,08 persen berpendapat bahwa saprodi berada pada kategori tidak tersedia. Dari sisi ketersediaan peralatan pertanian yang digunakan dalam berusahatani tebu, sebagian besar petani yaitu sebanyak 80 persen menyatakan kategori tersedia. Lainnya yaitu 20 persen bahkan berpendapat bahwa tingkat ketersediaan peralatan pertanian sudah berada pada kategori sangat tersedia. Kondisi ini diperkuat dengan keberadaan 76,7 persen (sebagian besar) responden petani menyatakan kondisi kecukupan peralatan sudah berada pada kategori mencukupi, 13,3 persen lainnya menyatakan pada kondisi sangat mencukupi, dan 10 persen menyatakan bahwa peralatan pertanian berada pada kondisi kadangkadang mencukupi. Kemungkinan besar responden yang menyatakan kadangkadang mencukupi tersebut mencari peralatan pendukung dari para pengrajin yang memang tidak teratur pola distribusi produknya. Sementara sebagian besar petani mengaku mencari kelengkapan peralatan usahatani tebu mereka dari pasar/toko alat pertanian yang berada dekat dengan tempat tinggal mereka. Saprodi selanjutnya adalah pupuk, dari sisi ketersediaan sebagian responden petani yaitu 56,7 persen menyatakan bahwa pupuk berada pada kategori kadang-kadang tersedia, lainnya sebanyak 36,7 persen menyatakan tersedia dan 6,7 persen memilih kategori sangat tersedia. Dari sisi ketercukupan pupuk para petani sebagian besarnya mengatakan sudah mencukupi (60 persen).
110
Namun ada juga petani yang menunjuk kategori kadang-kadang mencukupi sebesar 40 persen. Hal ini dikarenakan berbeda pemikiran mengenai jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman, biasanya semakin tinggi masa keprasan (tebu raton 1-3 bahkan sampai 4 maksimal) tebu para petani banyak yang bermain dari segi pupuk ditambah kuantitas pemberiannya. Obat-obatan dan bibit adalah saprodi yang juga dipandang penting pengadaannya dalam usahatani tebu. Obat-obatan dalam berbudidaya tebu memang tidak terlalu kompleks, para petani mengaku bahwa untuk tebu ini tidak ada hama dan penyakit yang secara signifikan merepotkan. Selama ini yang banyak dipakai hanyalah obat pembasmi rumput. Sebagian besar petani yaitu 53,3 persen memilih kategori kadang-kadang tersedia untuk obat-obatan ini. Petani lainnya masing-masing sebanyak 36,7 persen dan 10 persen memilih kategori tersedia dan sangat tersedia untuk obat-obatan ini. Sisi kecukupan menunjukkan bahwa 60 persen responden petani menyatakan bahwa obat-obatan yang ada selama ini sudah mencukupi. Bahkan 10 persen responden menyatakan sangat mencukupi untuk saprodi obat-obatan ini, dan hanya 23,3 persen yang berpendapat bahwa obat-obatan yang ada kadang-kadang mencukupi. Sarana produksi pertanian (saprodi) terakhir adalah bibit. Untuk saprodi yang satu ini sebagian besar responden petani memilih masing-masing kategori Kadang kadang tersedia untuk tingkat ketersediaan (80 persen responden) dan Kadang-kadang mencukupi untuk tingkat ketercukupan (70 persen responden). Hal tersebut membuktikan bahwa mereka para petani tebu masih cenderung memiliki ancaman kekurangan dari sisi keberadaan bibit ini. Meskipun demikian 20 persen responden petani lainnya menyatakan tidak ada masalah dengan
111
ketersediaan bibit ini. Sementara untuk terkait kecukupan sisa responden lainnya berjumlah 20 persen berada pada sisi mencukupi dan sangat mencukupi, dan sisanya 10 persen mengaku kalau bibit yang ada tidak mencukupi usahatani tebu yang mereka lakukan (ada kemungkinan mengalami kekurangan). Kesimpulannya hasil ini tampaknya sudah optimal, karena para petani sebagian besar tidak mengalami kesulitan dalam hal ketersediaan saprodi. Namun untuk potensi tidak tersedia didapat dari bibit dan obat-obatan yang langka ketika dibutuhkan menurut beberapa responden. Sementara untuk masalah pupuk, memang karena sebagian besar petani sudah menjalin kemitraan dengan pabrik, kebutuhan yang satu ini dijamin oleh pabrik melalui bantuan kredit (rata-rata 12 kuintal per ha total untuk KCL, ZA dan TSP). Tapi ketidak jelasan kondisi cuaca menimbulkan ketidakteraturan jadwal pemberian pupuk bagi petani, sehingga banyak petani yang memesan di tempat lain. Tetapi untuk pupuk tidak ada masalah dari sisi kecukupannya. Untuk
bibit,
jika
terjadi
kekurangan
(biasanya
pada
tanaman
keprasan/raton) maka banyak petani mencari ke rekan sesama petani. Atau jauhjauh hari sebelumnya mereka sudah menyediakan kebutuhan tersebut, meskipun kadang-kadang kondisi kekurangan yang ada tidak tercukupi. Obat-obatan yang banyak dipakai petani adalah obat pembasmi rumput yang bentuknya liquid (cairan). Obat-obatan ini dari tingkat ketersediaan dipandang kadang-kadang tersedia karena memang kebanyakan para petani mencari di pabrik, dan mereka mengaku sering kehabisan stok ketika membutuhkan. Tetapi secara kecukupan obat-obatan rumput ini mencukupi, bahkan mereka ada juga yang mencari merek obat rumput luar di toko pertanian yang ada.
112
Pengujian pun dilakukan untuk melihat hubungan yang ada antara ketersediaan saprodi dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu. Melalui koefisien korelasi Rank Spearman pun diperoleh hasil yang tertera pada Tabel 26 diperoleh nilai korelasinya sebesar –0,296. Artinya adalah dari angka tersebut menurut Champion dikategorikan sebagai moderately low association atau ada hubungan tetapi lemah karena nilai korelasinya masuk ke dalam interval -0,26 sampai dengan -0,50. Tetapi tetap saja tidak ada hubungan yang nyata antara ketersediaan saprodi dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu karena angka signifikansinya diperoleh 0,112 lebih besar dari tingkat signifikansinya yaitu 0,05. Artinya semakin tersedia atau kurang tersedia saprodi pertanian, tidak ada hubungannya secara nyata dengan meningkat atau menurunnya tingkat motivasi responden petani tersebut dalam berusahatani tebu.
6.2.2.2 Kepemilikan Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang tidak dapat ditinggalkan dalam berusahatani. Kegiatan usahatani tebu ini memerlukan tenaga kerja meliputi hampir seluruh proses produksi berlangsung. Biasanya pekerjaan yang ada dibagi bertahap-tahap sesuai dengan tahapan budidaya. Tenaga kerja dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua bagian yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Sekitar hampir 97 persen usahatani tebu yang dilakukan responden petani melibatkan keluarga petani tersebut. Biasanya yang terlibat secara langsung adalah kepala keluarga atau anak laki-lakinya yang sudah beranjak dewasa.
113
Dilihat dari sisi jumlah orang per orangnya hasil nilai korelasi dan angka signifikansi yang diperoleh dari hubungan antara tenaga kerja keluarga dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu di Desa Tonjong ternyata tidak berhubungan secara nyata (dilihat pada Tabel 26). Terbukti dengan nilai korelasi yang didapat (terlihat pada tabel 26 tersebut) sebesar -0,138 dan tingkat signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,468 (> α = 0,05). Dalam batasan Champion hubungan yang diulas tadi dikategorikan ke dalam no association yang berarti tidak ada hubungan antara tenaga kerja keluarga dari sisi jumlah orang per orangnya dengan motivasi petani berusahatani tebu di Desa Tonjong. Tidak ada hubungan karena nilai korelasi berada pada interval -0,00 sampai dengan -0,25. Artinya tidak berhubungan antara sebanyak apa pun tenaga keluarga yang terlibat dengan tinggi atau rendahnya tingkat motivasi yang didapat. Selain menggunakan tenaga kerja keluarga, dalam hal ini peneliti juga memperhitungkan tenaga kerja luar keluarga (tetap). Sekitar 77 persen responden mempergunakan tenaga kerja luar keluarga sebagai mandor atau tenaga kerja yang membantu secara langsung koordinasi pekerjaan di lapangan. Hubungan antara tenaga kerja luar keluarga (secara jumlah) dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu diperoleh output Rank Spearman seperti disajikan Pada Tabel 26. Nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0,265, hal ini dikategorikan sebagai moderately low association menurut skala Champion atau ada hubungan tetapi lemah karena nilai korelasinya masuk ke dalam interval 0,26-0,50. namun dilihat dari tingkat signifikansinya didapatlah nilai sebesar 0,158. Tentu saja dari tingkat signifikansi tersebut diperoleh kesimpulan hubungan tidak nyata antara tenaga
114
kerja luar keluarga (secara jumlah) dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu.
6.2.2.3 Pendapatan Petani pada umumnya setuju bahwa motif berusahatani tebu ini memiliki latar belakang peningkatan pendapatan. Setiap aktivitas kehidupan ekonomi yang dilakukan senantiasa berhubungan dengan peningkatan serta usaha untuk memaksimalkan perolehan pendapatan dari aktivitas produksi yang dilakukan. Upaya meningkatkan pendapatan tentu saja tidak terlepas dari kondisi harga yang berlaku dalam waktu tertentu, dalam tebu ditambah pula dengan faktor rendemen tebu itu sendiri. Peneliti dalam hal ini melihat pendapatan petani tebu sebagai keseluruhan hasil kotor yang diperoleh baik dari seluruh usahatani yang dilakukan (cabang-cabangnya) maupun pekerjaan sampingan yang ada. Mengingat tebu adalah komoditi tahunan menyebabkan banyak diantara petani responden yang memiliki usaha atau pekerjaan sampingan. Dari penelaahan di lapangan diperoleh pendapatan petani tebu secara ekonomi pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran Pendapatan Ekonomis Responden Petani Tebu per Bulannya Pendapatan (Rupiah) 1-3,5 juta
Jumlah Responden (orang)
% 11
36,67
3,6-6,1 juta
9
30,00
6,2-8,7 juta
4
13,33
8,8-11,3 juta
1
3,33
11,4-13,9 juta
4
13,33
>14 juta
1
3,33
Total
30
100,00
115
Terlihat dari tabel 19 sebagian besar responden petani tebu memiliki pendapatan per bulan pada range 1-3,5 juta rupiah yaitu sebanyak 11 orang. Sisanya 30 persen petani (9 orang) berada pada interval 3,6-6,1 juta rupiah, dan masing-masing 13,33 persen (4 orang) berada pada interval 6,2-8,7 juta rupiah; 11,4-13,9 juta rupiah. Kemudian ada masing-masing 3,33 persen (1 orang) yang menempati interval 8,8-11,3 juta; > 14 juta rupiah per bulannya. Sebagai informasi per hektar tebu memang secara rata-rata (kotor) bisa mendapatkan sekitar 8-12 juta rupiah. Bila dihubungkan dengan data penguasaan lahan dan penghasilan sampingan dengan asumsi tanpa memperhitungkan biaya faktor produksi maka hasil di atas sangatlah logis. Sementara dari sisi peningkatan/ penurunan pendapatan khusus usahatani tebu dibuat satu pertanyaan dengan skala likert yang digunakan. Skala dipakai guna melihat tingkat perkembangan hasil usahatani tebu di Musim Tanam (MT) terakhir atau hasil yang didapat MT 2006-2007 dibandingkan MT tahun sebelumnya.
Indikator
pertanyaannya
adalah
perkembangan
pendapatan/
keuntungan yang diperoleh dari usahatani tebu responden petani tersebut setahun terakhir . Skor yang digunakan adalah 1 untuk kategori “sangat menurun”, skor 2 untuk kategori “menurun”, skor 3 untuk kategori “sama saja/ relatif tetap”, skor 4 untuk kategori ”meningkat”, dan terakhir skor 5 untuk kategori “sangat meningkat”. Hasil jawaban dari responden petani selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 20.
116
Tabel 20 Sebaran Perkembangan Pendapatan Musim Tanam Terakhir Petani Tebu Desa Tonjong N %
Skor Nilai 2 3 4 N % N % N %
Perkembangan pendapatan/keuntungan yang diperoleh dari usahatani tebu setahun terakhir
3
10
20
66,67
2
6,67
5
16,67
0
0
Menurun
Kesimpulan
3
10
20
66,67
2
6,67
5
16,67
0
0
Menurun
Indikator
1
Modus
5 N %
Ternyata hasil yang diperoleh dari Tabel 20 menyatakan bahwa sebagian besar responden petani mengalami perkembangan pendapatan pada kategori menurun, atau sebesar 66,67 persen. Sementara lainnya menyatakan bahwa perkembangan pendapatan usahatani tebu mereka sangat menurun (sekitar 10 persen) dan meningkat (sekitar 16,67 persen). Hal ini sangat wajar karena di musim tanam 2006\2007 rendemen secara keseluruhan wilayah kerja PG Tersana Baru sangat rendah yaitu 6,7. Hal tersebut mengakibatkan hablur gula petani menurun, meskipun harga tidak rendah namun pendapatan yang didapat tetaplah menurun. Adapun alasan rendahnya rendemen yang didapat, banyak petani yang mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan jam berhenti giling PG Tersana Baru yang tinggi diakibatkan mesin yang mengalami kendala kerusakan. Namun hal ini ditambahkan oleh pihak pabrik dengan banyaknya tebu muda belum layak tebang (sogolan) yang masuk ke gilingan pabrik sehingga mengurangi kadar rendemen. Secara keseluruhan hubungan antara pendapatan dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu dibagi ke dalam dua tipe yaitu pendapatan yang satu adalah pendapatan keseluruhan secara ekonomis (rupiah), dan pendapatan kedua secara fluktuasinya dengan melihat MT terbaru. Ternyata dari analisa korelasi Rank Spearman diperoleh output seperti pada Tabel 26. Untuk hubungan antara
117
pendapatan keseluruhan secara ekonomis (rupiah) dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu, didapat nilai korelasi sebesar
0,519. Fakta tersebut
menunjukkan moderately high association atau kondisi hubungan yang ditunjukkan adalah lumayan kuat. Alasan dari pernyataan tersebut adalah keberadaan nilai korelasinya berada pada nilai 0,51 sampai dengan 0,75 dalam batasan/skala Champion. Sementara untuk angka signifikansinya, diperoleh nilai sebesar 0,003, yang berarti pendapatan keseluruhan secara ekonomis (rupiah) memiliki hubungan nyata dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi pendapatan keseluruhan secara ekonomis (rupiah) maka motivasi petani dalam berusahatani tebu semakin tinggi pula, dan begitu pula bila sebaliknya. Sementara untuk tipe kedua yaitu hubungan antara tingkat fluktuasi pendapatan (dengan melihat MT terbaru dibandingkan dengan MT sebelumnya) dengan tingkat motivasi petani berusahatani tebu diperoleh hasil yang juga tersaji pada Tabel 26. Ternyata hasil yang diperoleh untuk tingkat signifikansinya adalah sebesar 0,936 . Tentu saja hal ini menunjukkan hubungan yang tidak nyata antar kedua variabel tersebut. Ditambah lagi dengan nilai korelasi sebesar -0,150 no association yang berarti tidak ada hubungan nyata antara tingkat fluktuasi pendapatan (dengan melihat MT terbaru dibandingkan dengan MT sebelumnya) dengan motivasi petani berusahatani tebu di Desa Tonjong. Tidak ada hubungan karena nilai korelasi berada pada interval -0,00 sampai dengan -0,25. Kesimpulannya adalah pendapatan yang diperoleh petani memang memiliki hubungan nyata dengan motivasi petani tersebut berusahatani. Hal tersebut dibuktikan dengan ulasan tadi di atas. Berarti semakin tinggi pendapatan
118
keseluruhan secara ekonomis (rupiah) yang diperoleh petani maka motivasi petani dalam berusahatani tebu semakin tinggi pula, dan begitu pula bila sebaliknya. Sementara fluktuasi yang didapat tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya sehingga tidaklah berpengaruh nyata terhadap motivasi petani berusahatani tebu.
6.2.2.4 Lembaga Penyuluhan Lembaga penyuluhan pada dasarnya wajib ikut serta dalam memompa motivasi petani dalam berusahatani tebu agar meningkat. Penyuluhan tebu baik budidaya maupun hal-hal lainnya di Desa Tonjong banyak dilakukan oleh pihak pabrik gula. Pabrik gula tersebut dalam sehari-harinya diwakili langsung oleh Sinder Kebun Wilayah/sinder tanam yang harus berkeliling setiap harinya guna mengontrol kinerja petani dalam hal budidaya. Sementara fungsi penyuluhan selain pihak pabrik gula tidak ada lagi
yang melakukan baik itu oleh Balai
Penyuluhan Pertanian, Maupun dari pihak perkebunan sendiri. Mungkin hanya Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) bagian cabang yang sekali-kali memfasilitasi penyuluhan yang diadakan langsung di Pabrik Gula (PG), namun itu juga biasanya bersifat perwakilan. Padahal dari sisi fungsi lembaga perkebunan bagian Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan BPP juga seharusnya memiliki fungsi tersebut. Untuk menilai peranan lembaga penyuluhan yang ternyata hanya dilakukan oleh PG tersebut, maka digunakan parameter pertanyaan dan indikatornya terkait : tingkat keseringan (intensitas) penyuluhan diadakan, tingkat kehadiran (intensitas) penyuluh (dalam hal ini Sinder Tanam), dan tingkat kepuasan petani dengan diadakannya penyuluhan. Sementara untuk jawabannya
119
digunakan skala likert dengan interval jawaban skor 1-5. Dimana untuk tingkat keseringan (intensitas) Jawaban skor 1 untuk kategori ” sama sekali tidak pernah”, skor 2 kategori ” tidak pernah”, skor 3 kategori ”jarang/kadang-kadang”, skor 4 kategori ”sering”, dan terakhir skor 5 kategori ”sangat sering”. Sedangkan tingkat kepuasan memiliki jawaban skor 1 untuk kategori ” sama sekali tidak puas”, skor 2 kategori ” tidak puas”, skor 3 kategori ”cukup puas”, skor 4 kategori ”puas”, dan terakhir skor 5 kategori ”sangat puas”. Hasil pengujian responden petani di lapang merujuk kepada Tabel 21. Tabel 21 Sebaran Peranan Lembaga Penyuluhan Menurut Responden Petani Indikator
1 N
Seberapa seringkah diadakan kegiatan, penyuluhan khususnya yang berkaitan dengan kegiatan usahatani tebu 1 Tingkat kehadiran penyuluh untuk memberikan penyuluhan 1 Kepuasan dengan kegiatan penyuluhan usahatani tebu yang telah diadakan 2 Kesimpulan
4
Skor Nilai 3 N %
2 %
N
%
4
Modus
5
N
%
N
%
3,33
0
0
9
30
19
63,33
1
3,33
Sering
3,33
0
0
8
26,7
20
66,67
1
3,33
Sering hadir
6,67
17
56,67
3
10
8
26,67
0
0
Tidak Puas
4.44
17
18,89
20
22,22
47
52,22
2
2,22
memuaskan
Dari Tabel 21 sekitar 52,22 persen responden petani mengisyaratkan lembaga penyuluhan yang ada memuaskan dalam menjalankan fungsi penyuluhan yang dimilikinya. Sisanya 2,22 persen responden petani menyatakan lembaga
120
penyuluhan tersebut sangat memuaskan, 22,22 persen memilih pada kategori cukup memuaskan dan sisanya 18,89 persen dan 4,44 persen berada pada posisi kategori tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Hal ini tentu menunjukkan secara garis besar belum optimalnya peranan lembaga penyuluhan yang ada, terbukti dengan ketidakpuasan responden petani atas penyuluhan yang telah dilaksanakan, utamanya yang sifatnya hanya perwakilan petani saja. Sekitar 57 persen petani menyatakan penyuluhan yang dilaksanakan terkadang output yang ada tidak selaras dengan apa yang disarankan dalam penyuluhan tadi (misalkan masalah Rencana Definitif Kelompok/RDK dan Rencana Definitif Kerja Kelompok/RDKK, yang harus diajukan cepat sebagai syarat pengajuan kredit ternyata proses pencairan kredit tersebut tidak tepat waktu). Ditambah lagi dengan sekitar 7 persen responden yang sangat tidak puas dengan proses penyuluhan yang ada, kemungkinan keberadaan penyuluhan tidak membawa dampak terhadap responden tersebut. Terakhir banyak petani yang mengeluhkan kurang cepat tanggapnya pihak pabrik gula dalam menanggapi kesulitan serta keluhan yang ada di lapangan yang pada dasarnya perlu dibantu untuk mengatasinya Namun ternyata sekitar kurang lebih 37 persen merasa cukup puas dan puas dengan penyuluhan yang ada, dikarenakan mereka merasa terbantu dengan keberadaan sinder tanam tadi selaku tempat bertanya dan berdiskusi. Sebenarnya dari tingkat kehadiran dan banyaknya penyuluhan yang diadakan memiliki intensitas yang cukup baik dengan pilihan responden sebagian besar memihak pada kategori Sering (sekitar 67 persen dan 63 persen) untuk kedua parameter tersebut. Mereka sebagian memuji etos kerja yang dimiliki sinder tanam beserta jajarannya dalam menjalankan fungsi kontrol yang ada dengan baik.
121
Namun tidak sedikit juga yang mengeluhkan minimnya ketegasan dalam tahapan berbudidaya tebu, hal ini dikarenakan tidak adanya cara budidaya tebu yang baku sepeninggal teknik reynoso. Sehingga tidak ada keseragaman yang tegas antar sesama petani responden dalam mengusahakan tebu tersebut. Kemudian perlu diingatkan kembali bahwa para petani kebanyakan memang sudah jenuh dengan teori, mereka lebih mengutamakan teori/praktek sebagai suatu bentuk penyuluhan yang diminati. Dari hasil uji hubungan antara lembaga penyuluhan dengan tingkat motivasi petani melalui Rank Spearman diperoleh hasil sesuai dengan yang tercantum pada Tabel 26. Dapat dillihat nilai korelasi yang didapat dari hasil pengujian tersebut bernilai -0,400, hal tersebut memperlihatkan moderately low association menurut skala Champion atau ada hubungan tetapi lemah karena nilai korelasinya masuk ke dalam interval -0,26 sampai dengan -0,50. namun dilihat dari tingkat signifikansinya didapatlah nilai sebesar 0,833 (> dari taraf nyata 0,05). Tentu saja dari tingkat signifikansi tersebut diperoleh kesimpulan hubungan tidak nyata antara peranan lembaga penyuluhan dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu. Sehingga semakin tinggi peranan lembaga penyuluhan belum tentu berimplikasi terhadap semakin kuatnya motivasi petani dalam berusahatani tebu, begitu pun dengan sebaliknya. Hal ini diperkuat dengan bukan hal yang baru cara berbudidaya tebu bagi para responden petani, sehingga hal tersebut dipandang kurang diminati oleh petani, kecuali yang sifatnya inovasi yang membawa bukti sebagai faktanya.
122
6.2.2.5 Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil Fungsi pengolahan dan bagi hasil yang ada memang sangat kental di dalamnya peran daripada Pabrik Gula (PG). PG Tersana Baru merupakan PG yang di dalamnya tercakup wilayah tempat penelitian berlangsung. Tentu saja peranan lembaga yang bergerak di hilir ini memiliki arti tersendiri berkaitan dengan motivasi petani dalam mengusahakan komoditi guna memenuhi bahan baku pasokannya. Kondisi hubungan antara petani dengan pabrik selain dalam bentuk sewa lahan juga berbentuk kemitraan serta bagi hasil. Parameter yang digunakan berupa pertanyaan yang terkait : tingkat keseringan (intensitas) fasilitasi layanan tebang-angkut tebu, tingkat keseringan (intensitas)
fasilitasi kredit dan saprodi oleh PG, Tingkat kepuasan terhadap
sistem bagi hasil yang ada, tingkat keseringan (intensitas) penentuan rendemen dari sisi waktu pengumumannya, Tingkat kepuasan sistem penentuan rendemen yang ada. Sementara untuk jawabannya digunakan skala likert dengan interval jawaban skor 1-5. dimana untuk tingkat keseringan (intensitas) Jawaban skor 1 untuk kategori ” sama sekali tidak pernah”, skor 2 kategori ” tidak pernah”, skor 3 kategori ”jarang/kadang-kadang”, skor 4 kategori ”sering”, dan terakhir skor 5 kategori ”sangat sering”. Sedangkan tingkat kepuasan memiliki jawaban skor 1 untuk kategori ” sama sekali tidak puas”, skor 2 kategori ” tidak puas”, skor 3 kategori ”cukup puas”, skor 4 kategori ”puas”, dan terakhir skor 5 kategori ”sangat puas”.
Hasil pengujian responden petani di lapang didapatlah hasil
sebagaimana Tabel 22.
123
Tabel 22 Sebaran Peranan Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil Menurut Responden Petani Skor Nilai Modus Indikator 1 2 3 4 5 N % N % N % N % N % Penyediaan layanan transportasi untuk tebu yang sudah dipanen dari lahan usahatani tebu ke pabrik gula Layanan fasilitasi kredit atau saprodi oleh pabrik gula Kepuasan petani dalam hal Sistem bagi hasil hablur gula dan tetes yang ada setiap kali musim giling tiba Penentuan rendemen secara tepat waktu oleh pabrik gula setiap kali musim giling tiba Sistem penentuan rendemen tebu yang telah ada sekarang
Kesimpulan
0
0
0
0
0
0
14
46,67
16
53,3
Sangat sering
0
0
0
0
0
0
21
70
9
30
Sering
2
6,67
19
63,33
5
16,7
4
13,33
0
0
Tidak memuaskan
0
0
1
3,33
3
10
26
86,67
0
0
Sering
6
20
21
70
3
10
0
0
0
0
Tidak memuaskan
8
5,33
41
27,33
11
7,33
65
43,33
25
16,67 Memuaskan
Dari Tabel 22 sebagian besar responden petani (43,33 persen) menyatakan secara keseluruhan peranan pabrik berada pada kategori memuaskan, serta didukung oleh 16,67 persen responden yang memberi pernyataan sangat memuaskan pada peranan pabrik gula. Namun hasil ini jelas belum optimal kalau kita memperhatikan ada sekitar 27,33 persen potensi jawaban kategori tidak memuaskan serta 5,33 persen yang menyatakan peranan pabrik gula yang ada sangatlah tidak memuaskan. Hasil yang ada tersebut memberikan sebuah peluang
124
besar bagi pabrik gula untuk mengkaji hal-hal yang dipandang dapat mengoptimalkan peranan PG di mata petani. Tentu saja dilihat dari berbagai segi baik petani maupun PG memiliki kewajiban yang harus dilakukan serta hak yang akan mereka terima. Sistem kemitraan yang ada mengakibatkan sekitar hampir 100 persen petani memanfaatkan jasa yang disediakan pihak PG untuk layanan tebang angkut yang dilaksanakan pada musim panen/tebang tiba. Untuk keteraturan giling yang akan tercipta membuat pihak PG tidak mengijinkan petani tebu menggunakan tenaga kerja dan mengantarkan sendiri tebu miliknya ke PG. Hal tersebut dimaklumi petani dengan menyetorkan biaya tebang-angkut yang tercatat sekitar Rp 4700/ku (di MT 2006-2007). Namun ada ketidak sepahaman antara pabrik dengan petani, banyak petani yang mengeluhkan keteraturan tebangan yang ada. Petani banyak yang menginginkan sistem tebangan secara hamparan luas, tetapi pabrik tidak setuju karena memang tingkat kematangan dengan kondisi yang ada sekarang tidak seluruhnya seragam. Tentu saja jalan keluarnya adalah keterbukaan serta penjelasan seperti yang telah dilakukan PG melalui sinder tanamnya. Tidak lupa keteraturan tebang yang wajib ditaati semua pihak. Sehubungan dengan posisi pabrik selaku penjamin Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) maka tentu saja hampir 100 persen responden petani difasilitasi oleh kredit tersebut yang pencairannya melalui PG. Syarat untuk ajuan KKP-E adalah keberdaan petani dalam kelompok, lahan minimal 2 ha, mengikuti ketentuan yang ada seperti pengajuan RDK dan RDKK, serta terdaftar sebagai anggota KUD. Kredit tersebut memang sangat membantu petani, namun suku bunga yang dikenakan masih terlalu tinggi bagi ukuran petani. Sehingga tidak
125
sedikit petani yang justru merugi di saat musim tebangan utamanya ketika rendemen yang diperoleh jatuh. Sekitar 67 persen responden petani mengaku tidak puas dengan sistem bagi hasil yang ada, bahkan sekitar 7 persen menyatakan sangat tidak puas sementara sisanya berpendapat cukup puas. Mereka mengaku sistem bagi hasil yang menurut mereka ideal adalah 70 persen gula menjadi bagian petani dan 30 persen menjadi milik PG, bukan 66:34 yang berlaku sekarang ini. Banyak pendapat responden yang mengatakan dengan dikenai kredit berbunga tinggi serta kondisi alam yang tidak tentu menyebabkan resiko petani cukup tinggi dibandingkan dengan pabrik yang berfungsi hanya sebagai tempat menggiling tebu saja. Namun seiring dengan keberadaan tuntutan tersebut tentu saja akan menguntungkan petani belum tentu hal tersebut juga akan menguntungkan PG, bahkan cenderung merugikan bila efisiensi PG tidak membaik implikasinya tuntutan tersebut akan sulit dipenuhi oleh PG Tersana Baru. Selain itu ada sekitar 16,7 persen responden yang mengaku cukup puas dan sekitar 13,33 persen yang sudah puas dengan sistem bagi hasil yang ada. Rendemen sendiri ditentukan oleh pabrik melalui mekanisme yang telah ada. Selama periode dalam musim giling sebagian petani (sekitar 87 persen responden) mengakui bahwa pengumuman terkait angka potensi rendemen selalu diinformasikan tepat waktu. Namun yang menjadi masalah adalah sebagian besar petani merasa tidak puas dengan sistem penentuan rendemen yang ada sekarang. Buktinya sekitar 70 persen responden petani memandang sistem yang ada belumlah mencerminkan sebuah sistem yang ideal, bahkan 20 persen menyatakan sangat tidak puas. Banyak yang masih merasa curiga dengan penentuan rendemen
126
yang ada sekarang, lagi-lagi diperlukan keterbukaan serta penjelasan guna menyelesaikan permasalahan tersebut. Tetapi secara umum banyak petani yang mendambakan rendemen sebagai prestasi individu, bukan rendemen dalam arti disama-ratakan, karena mereka berpendapat rendemen yang ada merupakan cerminan jerih payah seorang petani. Sementara ada 10 persen responden petani yang mengaku sudah cukup puas dengan sistem penentuan rendemen yang ada. Untuk melihat hubungan yang ada antara peranan lembaga pengolahan dan bagi hasil ini dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu, dilakukan pengujian korelasi Rank Spearman yang outputnya dapat dilihat pada Tabel 26. Terlihat dari tabel tersebut ternyata hasil uji korelasi menunjukkan angka signifikansi untuk hubungan tersebut adalah 0,535 yang berarti tidak ada hubungan nyata. Lalu nilai korelasi yang ada tertera pada Tabel 26 adalah sebesar -0,118 menunjukkan kategori no association yang berarti tidak ada hubungan
nyata antara peranan lembaga pengolahan dan bagi hasil ini dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu di Desa Tonjong. Tidak ada hubungan karena nilai korelasi berada pada interval -0,00 sampai dengan -0,25. Sehingga didapat kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara PG selaku lembaga pengolahan dan bagi hasil dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu di Desa Tonjong.
6.2.2.6 Lembaga Pelayanan Untuk lembaga pelayanan usahatani tebu terbagi ke dalam koperasi dan kembali lagi PG. Hal ini dikarenakan baik itu penyaluran kredit baik dalam bentuk uang tunai maupun saprodi (KKP-E) dilakukan oleh Pabrik Gula (PG). Artinya
127
fungsi koperasi yang dulu mungkin luas yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) Sari Mekar menjadi tereduksi. Sementara Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) untuk wilayah PG Tersana Baru belum sepenuhnya berfungsi, karena baru berdiri satu tahun. Kredit di luar KKP-E pun baru bergulir di awal 2008 ini sehingga baru dapat dimanfaatkan di musim tanam 2008/2009. Dalam hal ini peneliti memutuskan parameter yang digunakan sepenuhnya menilai pelayanan kredit yang ada baik yang berupa dana maupun saprodi (KKPE). Ada dua pertanyaan terkait lembaga pelayanan yaitu intensitas pengajuan kredit dan tingkat kepuasannya. Sementara untuk jawabannya digunakan skala likert dengan interval jawaban skor 1-5. dimana untuk tingkat keseringan (intensitas) Jawaban skor 1 untuk kategori ” sama sekali tidak pernah”, skor 2 kategori ” tidak pernah”, skor 3 kategori ”jarang/kadang-kadang”, skor 4 kategori ”sering”, dan terakhir skor 5 kategori
”sangat sering”. Sedangkan tingkat
kepuasan memiliki jawaban skor 1 untuk kategori ” sama sekali tidak puas”, skor 2 kategori ” tidak puas”, skor 3 kategori ”cukup puas”, skor 4 kategori ”puas”, dan terakhir skor 5 kategori ”sangat puas”. Hasil jawaban responden petani di lapang terangkum sebagaimana Tabel 23. Tabel 23 Sebaran Peranan Lembaga Pelayanan Menurut Responden Petani Indikator Pernah tidaknya mengajukan kredit untuk modal berusahatani tebu Jumlah kredit yang terealisasi dari pengajuan kredit Kesimpulan
1
Skor Nilai 3 4 N % N %
2
N %
N
0
0
%
N %
2 6,67 25 83,33
3 10
3 10 17 56,67
7 23,3
10
0
0
3
9
15 28 46,67
3
5 Memuaskan
0
0
Modus
5
5 17 28,33
3
Sering Tidak memuaskan
128
Ternyata dari Tabel 23 terlihat bahwa sebagian besar responden petani puas dengan keberadaan kredit KKP-E tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya 46,67 persen responden yang menjawab puas bahkan 5 persen berada pada kategori sangat puas. Namun hal ini tentu saja menjadi tidak optimal karena dari sisi jumlah kredit yang diberikan tidak mencukupi salah satunya biaya garap yang diberikan menyebabkan 28,33 persen responden berada pada kategori tidak memuaskan dan 5 persen responden mengaku sangat tidak puas. Apalagi ketika pencairan kredit yang berbentuk dana yang seringkali tidak tepat waktu disaat petani sangat membutuhkan. Ketika diuji hubungan antara lembaga pelayanan yang tidak lain ternyata merupakan salah satu fungsi dari PG juga dihasilkan output yang disajikan pada Tabel 26. Melalui pengujian koefisien korelasi Rank Spearman diperoleh nilai korelasi sebesar 0,116, angka tersebut menunjukkan kategori No Association atau tidak ada hubungan antara lembaga pelayanan dengan tingkat motivasi petani. Angka signifikansi yang ada nilainya adalah sebesar 0,541 yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara lembaga pelayanan dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu. Sehingga semakin memuaskan peranan lembaga pelayanan, belum tentu semakin positif pula tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu yang diperoleh, begitu pula sebaliknya.
6.2.2.7 Lembaga Penunjang Asosiasi Petani tebu Rakyat Indonesia (APTRI) selaku lembaga penunjang memiliki tanggung jawab yang berat dalam memajukan kesejahteraan petani. Keberadaan APTRI pada tahun 2000 bertujuan meningkatkan semangat petani
129
untuk mengembangkan agribisnis berbasis tebu. Selain itu APTRI menjadi jaminan penyeimbang posisi tawar petani gula terhadap pabrik gula dan pedagang/distributor gula. Meskipun tergolong lembaga baru, tetapi APTRI telah memiliki tuntutan untuk meningkatkan harga gula di dalam negeri pada tingkat yang mampu memberikan insentif bagi produsen gula. Terkait daerah tempat penelitian Desa Tonjong, berarti para petani yang ada bernaung di bawah APTRI Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jawa Barat. Namun karena terlalu luas, maka tiap Pabriki Gula memiliki APTRI tingkat Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dalam hal ini APTR DPC Tersana Baru. Peneliti mengkaji beberapa parameter yang diprediksi dapat mengukur peranan APTRI selaku lembaga penunjang di mata petani. Penilaian yang ada mengarah kepada APTR tingkat DPC, namun karena DPD APTRI memiliki garis koordinasi dan memantau APTR TK DPC maka secara umum yang dinilai bisa jadi adalah peranan APTRI sebagai wadah memperjuangkan nasib petani tebu. Parameter yang ada dan diajukan kepada responden petani antara lain : Kinerja APTR dalam menuntut keadilan rendemen bagi petani tebu, keadaan harga dasar gula semenjak didirikannya APTR, keikut sertaan APTR dalam pelelangan harga jual hablur gula bagian petani bersama dengan pabrik gula, kesepakatan harga gula musim giling terakhir/yang terbaru didapat oleh anda selaku petani tebu, informasi atau teknologi baru dalam usahatani tebu yang petani dapat selama ini berkaitan dengan keahlian berusahatani tebu. Indikator yang akan didapat tersebut merupakan penilaian peranan APTRI menggunakan skala likert dengan skala 1-5. Jawaban yang digunakan untuk masing-masing parameter adalah tingkat keseringan (intensitas) Jawaban skor 1
130
untuk kategori ” sama sekali tidak pernah”, skor 2 kategori ” tidak pernah”, skor 3 kategori ”jarang/kadang-kadang”, skor 4 kategori ”sering”, dan terakhir skor 5 kategori ”sangat sering”. Sedangkan tingkat kepuasan memiliki jawaban skor 1 untuk kategori ” sama sekali tidak puas”, skor 2 kategori ” tidak puas”, skor 3 kategori ”cukup puas”, skor 4 kategori ”puas”, dan terakhir skor 5 kategori ”sangat puas”. Selain itu juga digunakan tingkat perkembangan, dengan skor yang digunakan adalah 1 untuk kategori “sangat menurun”, skor 2 untuk kategori “menurun”, skor 3 untuk kategori “sama saja/ relatif tetap”, skor 4 untuk kategori ”meningkat”, dan terakhir skor 5 untuk kategori “sangat meningkat”. Selanjutnya hasil uji terhadap responden petani tebu Desa Tonjong dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Sebaran Peranan Lembaga Penunjang Menurut Responden Petani Indikator Kinerja APTR dalam menuntut keadilan rendemen bagi petani tebu Keadaan harga dasar gula semenjak didirikannya APTR Keikut sertaan APTR dalam pelelangan harga jual hablur gula bagian petani bersama dengan pabrik gula Kesepakatan harga gula musim giling terakhir/yang terbaru didapat oleh anda selaku petani tebu Informasi atau teknologi baru dalam usahatani tebu yang anda dapat selama ini berkaitan dengan keahlian anda berusahatani tebu Kesimpulan
1
2
Skor Nilai 3 N %
4 N
Modus
5
N
%
N
%
%
N
%
2
6,67
19
63,33
6
20
3
10
0
0
Tidak memuaskan
0
0
2
6,67
8
26,67
17
56,67
3
10
Meningkat
1
3,33
12
40
8
26,67
9
30
0
0
Tidak Memuaskan
1
3,33
15
50
9
30
5
16,67
0
0
Tidak memuaskan
0
0
2
6,67
10
33,33
17
56,67
1
3,33
Meningkat
4
2,67
50
33,33
41
27,33
51
34
4
2,67
Memuaskan
131
Dari Tabel 24 dapat disimpulkan bahwa peranan APTRI dilihat oleh sebagian besar responden petani (34 persen) berada pada kategori memuaskan. Namun jika ditelaah lebih lanjut dapat dianalisa bahwa sebanyak 33,33 persen responden memilih kategori tidak memuaskan terhadap peranan yang telah dijalankan oleh APTRI. Sisanya 27,33 persen memilih kategori cukup memuaskan dan masing-masing 2,67 persen potensi jawaban responden memilih kategori sangat memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Jelas terlihat bahwa peran yang dimiliki APTRI belum sepenuhnya dinilai berhasil di mata petani tebu. Hal ini tentunya membawa suatu potensi yang sangat memungkinkan guna meningkatkan kinerja lembaga yang disokong oleh petani tebu ini. Salah satu fungsi lembaga penunjang ini antara lain memperjuangkan keadilan nilai rendemen yang sesuai dengan hak petani. Artinya rendemen yang dicapai jangan sampai tidak sesuai dengan prestasi yang telah dicapai petani tebu di lapangan. Fungsi ini memang mengesankan ke arah kontrol yang objektif dalam mengamati penghitungan rendemen di saat musim giling tiba. Terlepas dari kinerja atau usaha-usaha yang telah dilakukan APTRI, sebagian besar responden yaitu sekitar 63 persen petani mengatakan perjuangan yang dilakukan APTRI tersebut tidaklah memuaskan. Bahkan 7 persen responden petani lainnya berada pada posisi sangat tidak memuaskan di dalam menanggapi masalah rendemen tersebut. Sisanya ada pula sekitar 10 persen responden petani menilai memuaskan perjuangan APTRI tersebut, dan 20 persen berada pada kategori cukup memuaskan. Permasalahan rendemen ini memang sangat rumit. Antara Pabrik Gula (PG) dan petani melalui APTRI harus bekerja sama dan saling terbuka di dalam
132
menghadapinya. Output tebu petani haruslah bermutu guna menciptakan potensi rendemen yang baik. Tidak hanya pemeliharaan, ketepatan perlakuan dalam budi daya juga haruslah diperhatikan sehingga menghasilkan tebu dengan kualitas Manis Bersih dan Segar (MBS). Sementara PG lagi-lagi harus memperhatikan kinerja mesin-mesinnya, selain itu dibuat juga sistem tebang-angkut serta penggilingan yang sesuai dengan kadar kemasakan serta manis yang optimal. Hal ini coba dijembatani oleh APTRI dengan memanggil tim pengamat rendemen independen dari Lembaga Pendidikan Pergulaan (LPP) Yogyakarta untuk mencari nilai rendemen berdasarkan perhitungan yang ada guna mencocokan nantinya pada saat mencari faktor koreksi. Keberadaan tim rendemen independen ini memang tergolong baru yaitu pada musim tanam tebu 2007/2008. kemungkinan besar hasil perhitungan rendemen nantinya yang biasanya rata-rata pabrik gula bisa dihitung berdasarkan kepemilikan tebu masing-masing petani. Dilihat dari proses memperjuangkan harga dasar gula yang layak bagi petani, banyak petani mengaku puas dengan perjuangan yang dilakukan APTRI. Terbukti dengan 57 persen responden petani berpendapat bahwa harga dasar gula yang didapat petani pasca keberadaan wadah APTRI selalu meningkat, bahkan 10 persen petani menyatakan sangat meningkat. Sementara sisanya sebesar 27 persen berpendapat sama saja dan sisanya memilih kategori menurun (7 persen). Kemungkinan responden yang berpendapat menurun tersebut tidak mengetahui konsep harga dasar itu sendiri. Sementara yang memilih kategori sama saja melihat ke arah nominal harga dasar tersebut yang memang tidaklah jauh meningkat tahun ke tahunnya. Harga dasar tersebut disesuaikan dengan harga
133
pokok produksi yang dirumuskan oleh panitia khusus (penentuan harga dasar), di mana APTRI juga diminta kontribusi sebagai perwakilan dari pihak petani. Sementara untuk keterlibatan APTRI sebagai perwakilan petani dalam pelelangan gula bagian petani bersama pabrik gula, sebagian besar responden (40 persen) petani mengaku tidak puas dengan kinerja APTRI. Hal ini dikarenakan para petani tersebut sama sekali tidak mengetahui proses atau mekanisme lelang yang dilakukan. Harapan petani-petani yang tidak puas adalah informasi serta keterbukaan daripada proses lelang itu sendiri meskipun hanya sekedar melihat saja (menyaksikan). Sementara sebanyak 26,667 persen petani mengaku cukup puas, dan sisanya 30 persen memilih kategori memuaskan, ditambah dengan 3,33 persen responden mengkategorikan Sangat tidak memuaskan keterwakilannya oleh APTRI dalam lelang gulanya. Masalah harga pasar musim terakhir yang diperoleh menunjukkan sekitar 50 persen responden petani mengaku tidak puas. Sementara sisanya sebesar 30 persen merasa cukup memuaskan, sekitar 16,67 merasa puas dan 3,33 persen mengaku sangat tidak puas dengan harga yang diperoleh. Hal ini disebabkan harga yang ada musim giling 2006/2007 tidak dapat menutupi kerugian petani tebu yang timbul akibat jatuhnya rendemen ke angka 6,7 persen karena berbagai faktor. Tentu saja dengan keadaan yang demikian pendapatan yang diterima oleh petani pada saat itu berkurang dan imbasnya sebagian besar petani menganggap harga pasar gula yang diterima tidaklah memuaskan. Hal ini perlu dijadikan salah satu pelajaran bagi APTRI dalam menjalani proses lelang yang berlangsung. Kondisi harga juga selain mempertimbangkan kuantitas sudah seharusnya
134
memperhatikan berbagai faktor lainnya sehingga harga yang dicapai bisa menguntungkan berbagi pihak yang terlibat, Terakhir ternyata Informasi atau teknologi baru dalam usahatani tebu yang didapat terkait keahlian berusahatani tebu petani sebagian besar menyatakan meningkat. Hal ini tentu saja menggambarkan sisi positif keberadaan APTRI, karena dengan keberadaan asosiasi petani tersebut hal-hal berkaitan dengan hak dan kewajiban petani secara langsung ditertibkan. Misalnya pada saat musim giling tiba, petani difasilitasi oleh APTRI guna memperoleh penyuluhan kesiapan menghadapi musim giling terkait masalah teknis tebang-angkut, jadwal dan perlakuan yang sebaiknya diberikan kepada tanaman sebelum ditebang. Hal ini menghadirkan keterbukaan antara berbagai elemen dalam menyambut musim tebang tebu bagi petani dan musim giling tebu bagi pabrik tentunya. Sementara kalau ada tuntutan atau permasalahan dari petani yang harus disampaikan, APTRI biasanya juga memanfaatkan Forum Musyawarah tingkat Pabrik Gula (FMPG) atau Forum Musyawarah tingkat Wilayah (FMPW) dalam memfasilitasi para petani tersebut. Dari hasil analisis yang telah ada pada Tabel 24, dilakukanlah uji korelasi Rank Spearman guna melihat hubungan yang ada antara lembaga penunjang APTRI dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 26, nilai korelasi yang diperoleh adalah sebesar 0,387, dikategorikan sebagai moderately low association menurut skala Champion atau ada hubungan tetapi lemah karena nilai korelasinya masuk ke dalam interval 0,260,50. jika dilihat lebih lanjut Tabel 26, nilai angka signifikansi yang didapat adalah 0,035, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara
135
lembaga penunjang APTRI dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu. Artinya semakin memuaskan peranan APTRI dirasakan petani maka motivasi petani berusahatani tebu juga akan semakin kuat, begitu pula sebaliknya.
6.3 Rekomendasi untuk Meningkatkan Motivasi Petani Dalam Berusahatani Tebu Setelah diketahui informasi tentang kondisi motivasi petani berusahatani tebu, beserta analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani tersebut ditambah lagi dengan hasil uji korelasi Rank Spearman, maka selanjutnya peningkatan motivasi petani berusahatani tebu pun dapat dirumuskan. Peningkatan motivasi dapat dilakukan dengan mengoptimalkan peranan faktor internal dan faktor eksternal yang berhubungan secara nyata dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu yang masih dapat menimbulkan ketidakpuasan bagi petani.
6.3.3 Rekomendasi untuk peningkatan Faktor Internal Berusahatani Tebu Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri petani yang berhubungan dengan motivasi berusahatani tebu petani. Ternyata dari beberapa faktor internal yang diprediksi memiliki hubungan nyata, hanya terdapat dua faktor yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat motivasi petani. Hasil uji korelasi Rank Spearman yang dilakukan secara lengkap tersaji pada Tabel 25. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 0,05 lazimnya mengikuti penelitian sosial ekonomi yang sering dilakukan.
136
Tabel 25 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Terhadap Faktor Internal Faktor Internal Umur Pendidikan Formal Pengalaman Berusahatani Sifat Kosmopolit Petani Tanggungan Keluarga : 1. Jumlah (Orang) 2. Secara Ekonomi (per bulan) Penguasaan Lahan *
Nilai Korelasi Spearman 0,050 0,397* 0,327 0,315
Angka Signifikansi 0,981 0,030 0,077 0,090
Tingkat Signifikansi 0,05 0,05 0,05 0,05
0,064 0,183
0,736 0,333
0,05 0,05
0,599**
0,000
0,05
Ket : Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed) ** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed) Berdasarkan Tabel 25, maka dapat direkomendasikan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan motivasi petani dalam berusahatani tebu adalah dengan memaksimalkan peranan lembaga-lembaga yang ada (penyuluhan, pengolahan dan bagi hasil, penunjang, pelayanan) untuk memperhatikan lebih intensif petani yang memiliki pendidikan formal yang rendah, serta petani dengan penguasaan lahan yang tidak besar. Dari hasil uji (Tabel 25) menunjukkan bahwa hubungan nyata terhadap tingkat motivasi petani berusahatani tebu dibangun oleh faktor internal pendidikan formal dan penguasaan lahan. Kendala yang akan dihadapi oleh petani dengan rata-rata pendidikan formal yang rendah harus diprediksi guna memacu motivasi yang ada. Kepemilikan lahan yang tidak besar bisa membuat petani yang bersangkutan memandang usahatani yang dilakukan hanyalah sampingan, tentu saja hal ini harus dihindari sedini mungkin agar para petani bisa konsisten berusahatani tebu dengan motivasi yang baik dalam diri para petani tersebut. Begitu pula dengan kebijakan pertebuan yang diambil, hendaklah memperhatikan faktor pendidikan formal dan penguasaan lahan ini. Petani harus diberi perhatian utamanya terkait kedua faktor internal ini. Kebijakan yang
137
ditentukan haruslah berpihak kepada petani kecil, jangan sampai motivasi petani berusahatani tebu tidak meningkat atau malah menurun akibat salah prediksi faktor internal yang signifikan di lapangan.
6.3.4 Rekomendasi untuk peningkatan Faktor Eksternal Berusahatani Tebu Faktor eksternal merupakan faktor dari luar individu petani yang berhubungan dengan motivasi berusahatani tebu petani. Hasil pengujian terhadap faktor-faktor eksternal dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dapat dilihat pada Tabel 26 dalam penelitian ini faktor eksternal yang ditemukan ternyata berhubungan nyata dengan motivasi berusahatani tebu adalah pendapatan secara ekonomis dan lembaga penunjang. Sementara faktor-faktor eksternal yang lain tidak ada yang berhubungan nyata dengan motivasi berusahatani tebu petani. Keadaan tersebut diperoleh dengan menggunakan taraf uji (tingkat signifikansi) sebesar 0,05. Tabel 26 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Terhadap Faktor eksternal Faktor Internal Ketersediaan Saprodi Kepemilikan Tenaga Kerja : 1. Keluarga 2. Luar Keluarga Pendapatan : 1. Secara Ekonomi (per bulan) 2. Fluktuasinya (Periode MT terakhir) Lembaga Penyuluhan Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil Lembaga Pelayanan. Lembaga Penunjang.
Nilai Korelasi Spearman -0,296
Angka Signifikansi 0,112
Tingkat Signifikansi 0,05
-0,138 0,265
0,468 0,158
0,05 0,05
0,519
0,003**
0,05
-0,150
0,936
0,05
-0,400
0,833
0,05
-0,118 0,116 0,387
0,535 0,541 0,035*
0,05 0,05 0,05
Ket : * Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed) ** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)
138
Berdasarkan Tabel 26 tersebut, maka dapat direkomendasikan upayaupaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan motivasi petani dalam berusahatani tebu. Adapun upaya yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pendapatan secara ekonomis Faktor eksternal ini berpengaruh nyata dengan tingkat motivasi petani. Selain itu hubungan yang dibangun oleh faktor ini dengan tingkat motivasi petani berusahatani adalah pola hubungan yang lumayan kuat. Hal-hal yang terkait dengan pendapatan petani jika dipandang dari usahatani tebu yang digelutinya maka dalam penetapan harga dasar hendaknya pemerintah serta lembaga-lembaga terkait dapat mencari harga dasar per musim yang minimal dapat menutupi Harga Pokok Produksi untuk tebu yang diproduksi (disesuaikan dengan hablur gula/ha). Permasalahan rendemen juga harus diperhatikan, lembaga penyuluhan harus mengingatkan betapa berperannya petani tebu dalam meningkatkan potensi rendemen, untuk pihak Pabrik gula tentu saja harus meningkatkan efisiensinya dengan menekan jam berhenti giling dan kehilangan hasil (kebersihan tebangangkut). Sementara untuk lembaga penyuluhan yang seharusnya berfungsi seperti UPTD perkebunan, BPP dapat mencarikan solusi atau terobosan guna memberikan arahan-arahan yang sifatnya kreatif yang dapat menambah pendapatan petani. Kredit yang ada agar ditekan bunganya seadil mungkin serta dapat dibayar pasca panen tebu (musim giling). Tentu saja kredit yang lunak bunganya akan menambah keuntungan petani. Belum lagi persyaratan serta mekanisme pelayanannya harus diperbaiki dari kekurangan-kekurangan yang ada,
139
janganlah kredit itu kesannya merepotkan petani, justru harus dibangun bahwa kredit itu adalah suatu beban yang sifatnya membantu petani tebu. Terakhir pemerintah bersama lembaga terkait juga harus menjaga kestabilan pasokan gula dalam negeri. Kaitannya tentu saja dengan masalah impor gula yang dapat terjadi sewaktu-waktu, pemerintah harus mengusahakan agar jika memang terpaksa harus melakukan impor jangan sampai merugikan petani tebu dalam negeri. Misalnya dengan mengimpor gula di saat musim giling atau tebang di dalam negeri. Tentu saja kekacauan yang demikian akan menurunkan pendapatan petani sehingga berimplikasi pada penurunan motivasi petani dalam berusahatani tebu. b.
Lembaga Penunjang Fungsi lembaga penunjang dari sisi petani diemban oleh Asosiasi Petani
Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Lembaga penunjang memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu. Nilai hubungan yang didapat pun termasuk ke dalam hubungan yang lumayan kuat menurut skala Champion. Peranan lembaga penunjanglah yang dinilai dan dirasakan oleh petani, APTRI tidak bisa semata-mata mensejahterakan sekelompok petani tebu saja namun bertanggung jawab atas seluruh petani tebu rakyat yang ada. Perjuangan yang telah dirintis harus ditingkatkan lagi agar tercipta suasana kondusif berusahatani tebu bagi petani. APTRI selaku badan milik petani tebu. Harus memiliki visi dan misi yang mencerminkan dari, oleh dan untuk petani tebu. Jangan sampai APTRI ini hanya bermanfaat hanya pada segolongan petani tebu saja yang notabenenya memiliki kelebihan tertentu. APTRI harus meningkatkan salah satu fungsinya sebagai
140
tempat pencarian informasi dan berita seputar pertebuan baik secara khusus maupun umum. Jangan sampai informasi yang beredar di lapangan tidak lancar arusnya, terutama yang berhubungan dengan petani. APTRI juga harus bertambah peka lagi akan kebutuhan serta tuntutan petani tebu, utamanya dalam meminta fasilitas kepada pemerintah. APTRI selayaknya semakin berupaya agar fasilitas yang diberikan melalui APTRI dibagi secara layak dan merata bagi yang berhak. APTRI adalah kepanjangan tangan petani yang berfungsi memperjuangkan posisi tawar petani agar seimbang dengan posisi tawar lembaga pertebuan lainnya. APTRI harus lebih terbuka kepada petani, transparan dalam setiap langkahnya. Hal tersebut akan membuat para petani tebu merasa terwakili dan ikut merasakan setiap keberhasilan lembaga ini. Misalnya keinginan petani akan bagi hasil yang lebih kompeten dengan PG, serta keingintahuan mengenai konsep dana talangan serta mekanisme lelang gula agar ditanggapi dengan keterbukaan memberikan informasi baik aspek konseptual maupun aspek teknisnya. Ketika peranan lembaga APTRI ini semakin memuaskan atau meningkat, maka tidak diragukan lagi tingkat motivasi petani tebu dalam berusahatani tebu akan meningkat juga atau minimal mempertahankan bagi petani yang motivasinya sudah baik.
141
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Mengacu kepada data, fakta serta pembahasan yang diperoleh dari bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat motivasi petani dalam berusahatani tebu di Desa Tonjong berada pada tahap termotivasi dalam melakukan kegiatan budidaya tebu. Besarnya persentase responden yang termotivasi mencapai tingkat 51 persen dan sangat termotivasi mencapai 17,62 persen. Namun masih terdapat petani dengan tingkat motivasi cukup termotivasi sebesar 21,43 persen, dan juga yang tidak termotivasi 9,05 persen serta terakhir ada potensi petani yang sangat tidak termotivasi sebesar 0,48 persen. 2. Dari keenam faktor internal yang berhubungan dengan motivasi petani berusahatani tebu yaitu : umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman berusahatani, sifat kosmopolit petani, tanggungan keluarga, penguasaan lahan terdapat dua faktor internal yang memiliki hubungan nyata dengan motivasi petani. Kedua faktor internal tersebut adalah pendidikan formal dan penguasaan lahan. Sementara dari tujuh faktor eksternal yang berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu yaitu : Ketersediaan saprodi, kepemilikan tenaga kerja, pendapatan, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil, lembaga pelayanan, lembaga penunjang juga terdapat dua faktor yang terbukti memiliki hubungan nyata secara positif. Kedua faktor eksternal tersebut adalah pendapatan (ekonomis) dan lembaga penunjang dilihat dari sisi peranannya. Adapun faktor pendorong motivasi
142
petani tersebut jika diurutkan dari yang paling kuat adalah pendapatan, dan kelembagaan penunjang. 3. Implikasinya adalah perlu adanya pembedaan dalam memotivasi petani tebu rakyat tersebut. Secara garis besar petani yang memiliki pendidikan rendah serta penguasaan lahan yang tidak terlalu besar harus diberi stimulus atau dorongan (baik melalui insentif/materi atau penyuluhan/non materi) yang lebih baik dari petani dengan pendidikan baik dan lahan yang luas. Stimulus tersebut akan membantu memperbaiki tingkat motivasi yang dimiliki para petani tersebut
6.2 Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan secara leseluruhan tentang kondisi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu (Studi Kasus : Petani Tebu Rakyat di Desa Tonjong Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru, Kabupaten Cirebon), maka beberapa saran yang dapat menjadi pertimbangan antara lain adalah : 1. Kebijakan masalah pertebuan yang akan diambil pemerintah hendaklah mewakili kepentingan petani-petani dengan lahan kecil (< 2 ha). 2. Untuk menjamin pendapatan petani, maka hendaknya harga dasar (provenue) yang ditentukan pemerintah agar diperhitungkan secara matang dengan memperhatikan Harga Pokok Produksi (HPP) tebu rata-rata petani. Jangan sampai harga dasar yang ditentukan sifatnya merugikan petani, tentunya hal tersebut akan menurunkan motivasi berusahatani tebu petani.
143
3. Pabrik Gula (PG), Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) harus lebih terbuka (transparan) dalam mensosialisasikan ketetapan-ketetapan terkait tebu yang menyangkut para petani. Diusahakan jangan sampai ada petani yang merasa tidak terakomodir atau difasilitasi oleh kedua elemen tersebut. adanya keterbukaan antara berbagai pihak dalam pertebuan ini akan meminimalisir kecurigaan dan ketidak percayaan yang mungkin timbul. Contohnya keterbukaan terhadap keberadaan dana bantuan untuk petani yang disalurkan baik itu melalui PG maupun APTRI hendaknya disosialisasikan secara matang agar tidak timbul kecurigaan terutama dari pihak petani tebu. 4. Keberadaan fasilitas tebang angkut PG yang dipakai, hendaknya fasilitasfasilitas tersebut diterangkan secara fasih kepada petani agar petani tidak keberatan membayar dana tebang sejumlah yang disepakati. 5. Perlu diadakan penyuluhan yang sifatnya unik dan diminati petani secara keseluruhan (baik yang pendidikannya tinggi maupun yang pendidikannya rendah) misalnya dengan praktek pembuatan Kebun Bibit Datar (KBD) bersama antara PG dengan petani sehingga terjadi transfer teknologi dan pengetahuan secara tidak langsung. 6. APTRI perlu lebih berperan dalam meningkatkan motivasi petani dalam berusahatani tebu dengan menyuarakan aspirasi yang dimiliki petani terutama terkait harga jual lelang gula dan persoalan rendemen yang dituntut transparansinya oleh petani. 7. Penyaluran Kredit Ketahan Pangan dan Energi untuk Cost Of Living (COL) agar sesuai kesepakatan jadwal pencairannya, karena keterlambatan yang terjadi dapat menghambat kinerja para petani tebu.
144
DAFTAR PUSTAKA
Agussabti. 1998. Motivasi Petani Dalam Pemanfaatan Lahan Terbuka Di Antara Pohon Kelapa Di Kabupaten Aceh Timur. Institut Pertanian Bogor. Tesis. Program Pascasarjana. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian : Jakarta. Boediono. et al.1989. Petunjuk Teknis Sapta Usaha Tebu Rakyat Intensifikasi dan Anjuran teknologi Pemupukan Tebu. Dirjenbun, Direktorat Bina Produksi. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Carlson, N. R. 1987. Pschology The Science of Behaviour. D Van Nostran Company Inc. New york. Data Fungsi Peranan Kelembagaan. 2000. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Dewan Perwakilan Daerah Jawa Barat. Tidak Dipublikasikan. Data Produksi Tebu dan Gula 2007. Dewan Gula Indonesia. Tidak Dipublikasikan. Data Kinerja Produktivitas Tebu Jawa Barat 2008. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Dewan Perwakilan Daerah Jawa Barat. Tidak Dipublikasikan. Data Kinerja Produktivitas Tebu PG Tersana Baru 2008. Pabrik Gula (PG) Tersana Baru. Tidak Dipublikasikan. Desa Tonjong 2007. Profil Desa Tonjong 2007. Pemerintahan Desa Tonjong. Tidak Dipublikasikan Direktorat Budidaya Tanaman Semusim. Wednesday, 28 Februari 2007 Terakhir Diperbarui Friday, 14 Desember 2007. Kelembagaan Petani Tebu. http://ditjenbun.deptan.go.id/web/semusimbun/semusim. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Dinas Perkebunan Jabar. 2004a. Keragaan Dan Proyeksi Agribisnis Gula tebu Jawa Barat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dinas Perkebunan Jawa Barat. ______________________. 2008b. Komoditas Perkebunan Yamg Ada Di Jawa Barat. www.disbunjabar.com Hagemann, G. 1993. Motivasi untuk Pembinaan Organisasi. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Hasibuan, M. S. P. 2003, Manajemen Sumberdaya Manusia. Edisi revisi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
145
Hermaya, Rukka. 2003. Motivasi Petani Dalam Menerapkan Usahatani Organik Padi Sawah.. Institut Pertanian Bogor. Tesis. Program Pascasarjana. Hernanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. . Cetakan ke-6. Penebar Swadaya. Jakarta. Kolopaking, Lala. M. dan Fredian T. 1990. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi Petani dalam Berusahatani Padi (Kasus: Desa Banjarsari, Bekasi dan Desa Cibiuk Cianjur). Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Maslow, Abraham. 1984. Motivasi dan Kepribadian (terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Morgan, C. T. 1961. Intriduction to Pshychology.Mc Graw-Hill Book Company. New york-Toronto-London. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Cetakan ke-5. Ghalia Indonesia. Jakarta. Newcomb, T. M. et al. 1985. Psikologi Sosial. Penerbit CV. Diponegoro. Bandung. Pakpahan, A. dan Agus S. 2005. Ketika Tebu Mulai Berbunga : Mencari Jalan Revitalisasi industri gula indonesia. Sugar Observer. Bogor Siegel, Sidney. 1994. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Gramedia. Jakarta. Simamora, B. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Singarimbun, M dan Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survei. Edisi Revisi. LP3ES. Jakarta. Soebroto, R. S. H. 1983. Tebu Rakyat. TARATE. Bandung. Soekamto, T. 1993. Perancangan dan Pengembangan Sistem Instruksional. Intermedia. Jakarta. Soetrisno, L. 1995. Kanisius.Yogyakarta
Menuju
Masyarakat
Partisipatif.
Penerbit
Sunggono, B. et al. 2005. H. M. Arum Sabil : Mendobrak Belenggu Petani Tebu, Membangun Kejayaan Petani Tebu dan Industri Gula Nasional.Institute of Civil Society. Jember, Jawa Timur.
146
Susantyo, Badrun. 2001. Motivasi Petani Berusahatani Di Dalam Kawasan Hutan, Wilayah Bandung Selatan. Institut Pertanian Bogor. Tesis. Program Pascasarjana. Thontowi, A. 1993. Psikologi Pendidikan. Penerbit angkasa. Bandung. Tim Tanaman Direktorat Teknologi PT RNI. 2005. Buku Saku Budidaya Tebu Di Lahan Sawah Dan Lahan Kering. PT Rajawali Nusantara Indonesia. Tim Tolok Ukur Kegiatan Pengkajian Sistem Dinamis Manajemen Industri Gula Nasional. 2004. Permasalahan Dan Alternatif Kebijakan Sistem Manajemen Industri Gula. Artikel. Wahjosumidjo. 1994. Kepemimpinan dan Motivasi. Ghalia. Jakarta. Wiyono. 1990. Motivasi dan Sikap dalam Menerapkan Teknologi di Lahan Kering. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Wirartha, I. M. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Andi. Yogyakarta.
147
Lampiran 1 Mekanisme Dana Talangan Dan Sistem Lelang Gula Petani Tebu Jawa Barat I.
PENDAHULUAN Pada dasarnya proses dana talangan tidak dapat dipisahkan dari sistem penjualan gula petani melalui lelang. Oleh karena itu pelaksanaan dana talangan maupun lelang gula petani harus berjalan secara bersamaan dan saling menunjang. Kedua kegiatan tersebut merupakan upaya para petani dalam rangka meningkatkan harkat, derajat dan martabat kehidupannya. Dana talangan merupakan alat untuk menahan turunnya harga gula di tingkat petani pada saat panen raya, sedangkan penjualan sistem lelang dapat dijadikan upaya untuk mendapatkan harga gula petani dengan tingkat yang wajar. Keberhasilan sistem dana talangan dan lelang gula petani sangat bergantung kepada kebersamaan para petani tebu dan profesionalisme para pelaksananya. Kekuatan para petani tebu berada pada adanya kesadaran, kebersamaan dan kekompakan sehingga dapat dijadikan nilai tawar yang tinggi ketika kita berhadapan dengan pihak lain. Namun jika kita tercerai berai maka posisi tawar para petani sangat lemah. Oleh karena itu mari kita merapatkan barisan untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik. Agar pelaksanaan dana talangan dan lelang gula petani dapat berjalan sesuai dengan harapan petani maka kami mencoba menyusun prosedur pelaksanaannya.
II.
LATAR BELAKANG · Harga gula ditingkat petani sangat fluktuatif dan kecenderungan harga menurun pada saat panen. · Petani tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan harga gula karena keterbatasan kemampuan finansial. · Petani tebu tidak menikmati harga yang sebenarnya karena harga sangat ditentukan oleh para mediator/calo. · Harga gula ditingkat petani tidak merata karena masa giling yang tidak sama. · Karena harga yang fluktuatif maka petani berkecenderungan untuk berebut menebang tebunya sekalipun belum saatnya untuk ditebang. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian rendemen tiap Pabrik Gula.
III.
Mekanisme Dana Talangan diatur sebagai berikut : 1. Setiap tanggal 2 (dua) dan 17 (tujuh belas) setelah tutup periode giling Pabrik Gula dan DPC (team lelang) mengajukan estimasi kuantum gula milik petani tebu. 2. Team lelang membuat rekap estimasi kuantum gula petani pada periode giling, selanjutnya DPD APTRI Jawa Barat mengajukan dana talangan kepada investor dengan jumlah kuantum gula seperti diatas. 3. Setiap tanggal 2 (dua) dan 17 (tujuh belas) investor berkewajiban untuk menyetorkan dana talangan sebesar kewajiban masing-masing pada
148
rekening PT. PG. Rajawali II Cirebon no. 0107-01-000839-30-4 pada Bank BRI Cabang Cirebon. 4. PT. PG. Rajawali II Cirebon mendistribusikan dana talangan ke PG-PG sesuai dengan kuantum gula sesuai dengan ajuan dari PG paling lambat dibayar pada tanggal 3 (tiga) dan 18 (delapan belas). 5. PG-PG/team lelang mendistribusikan dana yang menjadi hak para petani di PG/DPC masing-masing paling lambat tanggal 5 (lima) dan 20 (dua puluh). 6. Setelah mengadakan lelang PT. PG. Rajawali II Cirebon berkewajiban untuk mengembalikan dana talangan sesuai dengan hak para investor. LELANG GULA PETANI TEBU JAWA BARAT I.
Pada saat pelaksanaan lelang gula petani dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1. DPD APTRI Jawa Barat mengundang calon peserta lelang dengan mencantumkan kuantum gula dan persyaratannya. 2. Team lelang melakukan pemeriksaan persyaratan peserta lelang termasuk bukti penyetoran dana jaminan. 3. Team lelang melakukan pelaksanaan lelang sampai dengan mendapatkan pemenang lelang dengan dibuat keputusan pemenang lelang atau berita acara lelang dan kepada pemenang lelang dibuat surat perjanjian. 4. DPD APTRI Jawa Barat mengadakan penagihan kepada pemenang lelang dan pemenang lelang paling lambat 2 (dua) hari setelah pelaksanaan lelang harus menyetorkan dana ke rekening PT. PG. Rajawali II Cirebon no. 0107-01-000839-30-4 pada Bank BRI Cabang Cirebon. 5. DPD APTRI Jawa Barat mengadakan penagihan biaya lelang kepada pemenang dan pemenang lelang paling lambat 2 (dua) hari setelah pelaksanaan lelang harus menyetorkan dana ke rekening team lelang no. 3040220258 a/n. S. RASMA EMO pada Bank BCA KCP Sindanglaut. 6. PT. PG. Rajawali II Cirebon menyimpan kelebihan selisih dana talangan dan hasil lelang untuk dibagikan kepada para petani pada akhir musim giling tahun 2007.
II.
Pada tahap pelaksanaan dilakukan penelitian administrasi sesuai dengan syarat-syarat peserta lelang dan peraturan sebagai berikut: 1. Memiliki Akte Pendirian, SIUP, NPWP dan atau Perusahaan Kena Pajak (PKP). 2. Surat penawaran asli diajukan dan dimasukkan dalam amplop tertutup yang ditanda tangani oleh pemimpin perusahaan atau kuasanya serta di stempel perusahaan dan ditanda tangani diatas materai. 3. Peserta lelang yang akan memasukkan surat penawaran diwajibkan menyerahkan jaminan berupa transfer tunai ke rekening No. 0107-01000839-30-4 atas nama PT. PG. Rajawali II Cirebon pada Bank BRI Cabang Cirebon dengan jumlah sesuai yang ditentukan Team lelang, dengan ketentuan sebagai berikut :
149
No 1. 2. 3. 4. 5.
III.
Kuantum (Ton) s/d 100 ton 101 – 400 ton 401 – 800 ton 801 – 2.000 ton 2.001 – ke atas
Rupiah 16.000.000 80.000.000 125.000.000 325.000.000 600.000.000
4. Peserta lelang yang telah dinyatakan sebagai pemenang lelang, jaminan diperhitungkan sampai pemenang melaksanakan pembayaran lunas. Sedangkan bagi peserta lain yang bukan pemenang, jaminan akan dikembalikan pada saat itu juga. 5. Peserta lelang diharapkan hadir 15 (lima belas) menit sebelum saat pembukaan surat penawaran dan mengisi daftar hadir serta memasukkan surat penawaran kedalam kotak yang telah disediakan Team. Mekanisme Keputusan Pemenang Lelang 1. Team Lelang menentukan Harga Pasaran Setempat (HPS) sehari sebelum lelang dan sudah selesai paling lambat jam 15.00 WIB. 2. Pembukaan surat penawaran dibuka oleh Team disaksikan minimal 2 (dua) orang saksi dari peserta lelang dan diumumkan secara langsung di hadapan seluruh peserta lelang. 3. Hasil penawaran harga diurutkan dalam rangking I s/d III dengan harga tertinggi. Terkecuali apabila harga penawaran tertinggi yang sama nilainya lebih dari satu peserta maka akan diambil tiga atau lebih penawaran tertinggi tersebut. 4. Apabila harga penawaran tertinggi lebih tinggi atau sama dengan HPS maka pemenang lelang adalah peserta dengan penawaran tertinggi (rangking I). 5. Apabila terdapat 2 (dua) peserta dengan penawaran tertinggi yang sama, maka jumlah penjualan dibagi 2 (dua) atau sesuai dengan kesepakatan diberikan kepada satu peserta saja. 6. Apabila harga penawaran tertinggi dibawah HPS, maka kepada penawar rangking I s/d III diberi kesempatan untuk mengajukan “Counter Bid” (Penawaran Ulang). 7. Penawaran ulang diajukan oleh penawar rangking I s/d III dengan mengisi blanko yang telah disediakan dan ditanda tangani. 8. Harga penawaran ulang diumumkan secara langsung di hadapan peserta lelang dan diparaf oleh saksi. Pemenang adalah penawar yang mengajukan penawaran tertinggi dan harga tersebut di atas atau sama dengan HPS. 9. Apabila harga penawaran ulang masih di bawah HPS, maka diadakan negosiasi. 10. Sebelum negosiasi, Team akan berunding untuk menentukan apakah HPS tetap atau akan ditinjau kembali. 11. Negosiasi dilaksanakan dengan tawar menawar antara Team lelang dengan peserta rangking I s/d III secara bertahap menurut urutan rangking masing-masing.
150
12. Pemenang adalah peserta negosiasi dengan harga hasil negosiasi lebih tinggi atau sama dengan HPS. 13. Apabila negosiasi belum mencapai HPS, maka lelang dinyatakan batal. 14. Setelah lelang dinyatakan batal, maka pada saat itu juga atau s/d menjelang lelang berikutnya, diadakan negosiasi II dengan seluruh peserta lelang. 15. Apabila negosiasi II juga batal, maka penjualan akan dilaksanakan pada lelang periode berikutnya. IV. TAHAP PENYELESAIAN · Mengadakan penagihan kepada pemenang lelang gula. · Mengembalikan uang jaminan kepada peserta lelang yang kalah. · Mengajukan setoran biaya lelang sebesar Rp. 10,-/Kg (Sepuluh rupiah per kilogram) kepada pemenang lelang. · Mengembalikan dana talangan kepada investor. V.
JUMLAH GULA YANG DILELANG • 50% dari produksi gula setiap periode • 50% merupakan hak pemberi dana talangan
VI. KOMPOSISI PEMBERI DANA TALANGAN · 25% PT. Citra Gemini Mulia · 20% PT. Tanjung Batu Mulia · 30% PT. Pamer · 10% PT. Sinar Reksa Kencana · 10% PT. Sari Pangan Sejahtera · 5% Puskopetra Jawa Barat VII. KUANTUM GULA YANG DILELANG PERIODE …. PABRIK GULA KUANTUM (Ku) SINDANGLAUT KARANGSUWUNG TERSANA BARU JATITUJUH VIII. PENUTUP Demikian prosedur dana talangan dan lelang gula petani tebu Jawa Barat Musim Giling tahun 2007. Terima Kasih dan mohon maaf. Sumber : Laporan Kerja DPD APTRI, 2008
151
Lampiran 2 Kelembagaan Pergulaan Beserta Fungsinya Reformasi di bidang pergulaan nasional telah berlangsung sejak akhir 1997 melalui Inpres Nomor 9/1975 tentang intensifikasi Tebu Rakyat yang awalnya dimaksudkan agar petani menjadi raja diatas tanahnya sendiri dalam rangka swasembada gula, dalam perjalanannya telah tumbuh menjadi birokrasi yang ketat karena semakin besarnya campur tangan pemerintah. Dengan Inpres nomor 5 / 1998 jo Inpres Nomor 5 / 1997 tentang Program Pengembangan Tebu Rakyat dengan dasar Undang-Undang 12 / 1992 tentang budidaya tanaman, Inpres Nomor 9 / 1975 dicabut dan selanjutnya berkembang perubahan-perubahan antara lain petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya, yang semula segala sesuatunya diatur berdasarkan program pemerintah. Sistem Bimas (Bimbingan Massal) diganti dengan sistem Kemitraan. Bentuk kemitraan antara petani dengan pabrik gula disesuaikan dengan kondisi di masing-masing daerah, dalam hal ini dapat berbentuk sewa lahan, tebu rakyat mandiri, tebu rakyat murni, dan tebu rakyat kerjasama usaha tani. Dalam aspek kelembagaan, kita menyaksikan bahwa keberhasilan petani tebu mengorganisir dirinya dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) sejak tahun 2000 telah mampu meningkatkan semangat petani untuk mengembangkan agribisnis berbasis tebu. Meningkatnya posisi tawar petani gula terhadap pabrik gula dan pedagang/distributor gula, telah mampu meningkatkan harga gula di dalam negeri pada tingkat yang mampu memberikan insentif bagi produsen gula. Penanganan permasalahan pergulaan nasional melibatkan berbagai instansi di tingkat pusat, maupun daerah. Penataan kelembagaan menjadi sangat penting, terutama masalah koordinasi dan fungsi masing-masing pelaku utama pergulaan nasional. 2.
Koordinasi Penunjukan penanggung jawab koordinasi kebijakan di tingkat pusat dan koordinasi pelaksanaan di daerah, sebagai berikut : a. Menteri Pertanian yang sehari-hari diwakili oleh Direktur Jenderal Perkebunan sebagai koordinator kebijakan pergulaan nasional.
152
b. Pemerintahan Daerah Tingkat I, yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Dinas Perkebunan Propinsi sebagai koordinator teknis operasional pergulaan di tingkat propinsi. c. Pelaksanaan di daerah / lapangan oleh tiga pelaku utama, yaitu petani / koperasi petani tebu, Bank Pelaksana, dan Pabrik Gula (PG) sebagai Pemimpin Kerja Operasional Lapangan (PKOL) di bawah koordinasi Dinas Perkebunan Kabupaten setempat. 3.
Fungsi Pabrik Gula sebagai PKOL antara lain meliputi : a. Menetapkan perkiraan produksi, luas areal / lahan, dan alih guna lahan bersama petani tebu dalam FMPG. b. Menyediakan bibit, memberikan pembinaan, penyuluhan dn bimbingan teknis budidaya, panen dan pasca panen. c. Menerima dn menggiling tebu hasil tebu rakyat. d. Mengelola dana kredit yang ditarik oleh koperasi petani tebu untuk pembiayaan tebu rakyat. e. Menjamin kelancaran dan pengamanan pengembalian kredit petani tebu. f. Menyelenggarakan pelaksanaan tebang angkut sebelum petani dan atau koperasi petani tebu mampu melaksanakan sendiri.
4.
Fungsi petani tebu antara lain meliputi : a. Petani / kelompok tani yang tergabung dalam wadah koperasi petani tebu (koperasi primer) mengadakan ikatan kerjamasama dengan Pabrik Gula untuk menanam tebu sesuai baku teknis yang ditetapkan serta menyerahkan tebunya untuk digiling di Pabrik Gula yang bersangkutan atas dasar Sistem Bagi Hasil (SBH) atau Sistem Pembelian Tebu (SPT). b. Petani memperoleh dana kredit melalui koperasi petani tebu yanng selanjutnya pengelolaan kredirnya dilakukan oleh Pabrik Gula atas kuasa dari koperasi petani tebu.
5.
Fungsi Koperasi Petani Tebu : a. Menyalurkan sarana produksi seperti pupuk, obat-obatan bagi petani tebu dari bagian dana kredit tersebut. b. Menyalurkan dana Program BLM / PMUK
153
c. Melayani kebutuhan petani sesuai dengan kemampuan koperasi termasuk simpan pinjam. d. Apabila koperasi menjadi besar, dapat ikut memiliki saham perusahaan gula. 6.
Mendorong berdirinya Koperasi Petani Tebu di semua tingkatan sebagai sayap ekonomi APTRI.
Program Jangka Pendek 1.
Memperjuangkan kenaikan harga gula mendorong gairah perluasan areal tanaman tebu untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku dan secara langsung akan meningkatkan efisiensi karena Pabrik Gula dapat berproduksi dalam kapasitas yang ekonomis.
2.
Memperjuangkan kepada Pemerintah untuk melahirkan kebijakan strategis jika industri gula ingin dipertahankan paling efektif saat ini adalah peningkatan tarif impor dengan pertimbangan : a. Kebijakan ini tidak bertentangan dengan perjanjian internasional. b. Tidak membebani anggaran negara. c. Dapat diimplementasikan dengan tetap memenuhi kriteria kebijakan yang baik.
3.
Program untuk menumbuhkan minat petani menanam tebu dengan penyediaan kredit lunak, kelembagaan yang simple dan perbaikan pelayanan pabrik gula serta menghapuskan pungutan yang tidak adan kaitannya dengan industri gula.
Program Jangka Menengah 1.
Menyempurnakan kelembagaan produksi gula baik pada tingkat usaha tani, pabrik gula, perusahaan gula dan peran pemerintah sebagai fasilitator.
2.
Mengefektifkan kelembagaan pendukung, terutama yang berkaitan dengan bantaun permodalan dan penyediaan serta penyaluran sarana produksi.
3.
Meningkatkan efisiensi melalui pembenahan kelembagaan organisasi produksi sebagai organisasi bisnis dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
4.
Pemberdayaan petani melalui pemilikan saham perusahaan gula.
Program Jangka Panjang
154
1.
Ikut serta mengupayakan diadakannya pe’remaja’an Pabrik Gula agar keberadaan Pabrik Gula yang sudah ‘tua’ tidak semakin ‘renta’. Dengan demikian akan dapat meningkatkan kinerja Pabrik Gula seimbang dengan upaya petani mengadakan intensifikasi budidaya tani tebu serta akan dapat memberikan jaminan peningkatan rendement dan bagi hasil yang transparan, adil dan saling menguntungkan semua pihak.
2.
Memberdayakan petani tebu agar dalam kurun waktu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dapat tercapai Swasembada Gula Nasional dan sekaligus terwujudnya Petani tebu yang mandiri, tangguh dan sejahtera.
3.
Mengupayakan berdirinya BANK Tani.
Sumber : Laporan Kerja DPD APTRI, 2008
155
Lampiran 3 Job Description Pengurus DPD APTRI 2006 – 2011 KETUA 1. Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh Pengurus DPD APTRI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai AD/ART baik keluar maupun kedalam.. 2. Memimpin Rapat-rapat yang diselenggarakan DPD APTRI. 3. Mengkoordinasikan dan mensinkronisasikan pelaksanaan tugas para Wakil Ketua sesuai dengan pembidangan dan kewilayahannya. 4. Memberikan laporan tahunan kepada seluruh DPC APTRI se-Jawa Barat tentang kegiatan DPD APTRI setiap tahun terutama dibidang Keuangan. 5. Menyusun dan menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi. 6. Bertanggung jawab kepada MUSDA. WAKIL KETUA I Mengkoordinasikan Biro Organisasi & Kaderisasi, Biro Pendidikan & Latihan serta Biro Humas & Advokasi. 1. Membantu Ketua terutama dibidang Biro Organisasi & Kaderisasi, Biro Pendidikan & Latihan serta Biro Humas & Advokasi untuk kepentingan Anggota. 2. Memantabkan struktur Organisasi di Tingkat DPD dan DPC APTRI sesuai dengan AD/ART. 3. Menyiapkan Peraturan-peraturan Organisasi yang menyangkut bidang tugas dan kewenangannya. 4. Mengadakan kegiatan secara berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan Anggota. 5. Menyiapkan upaya upaya yang sistematis bagi Petani Tebu dan Pabrik Gula untuk mencapai Swasembada Gula serta menghadapi Era Pasar Bebas. 6. Menjalin hubungan yang sinergis dengan masyarakat pergulaan Nasional dalam kerangka studi komparasi untuk peningkatan kinerja Petani tebu dan Pabrik Gula di Indonesia. 7. Menyiapkan Peraturan-peraturan Organisasi yang menyangkut bidang tugas dan kewenangannya. 8. Bekerjasama dengan pihak dan Instansi terkait untuk mengadakan pengawasan terhadap masuknya gula Impor agar tidak merugikan Petani Tebu. 9. Mengadakan koordinasi yang mantab dan berkelanjutan dengan pihak Media cetak maupun elektronik untuk penyebarluasan kegiatan Organisasi. 10. Mengadakan koordinasi pengawasan dan penindakan secara terus menerus terhadap masuknya gula Ilegal. 11. Menjalin komunikasi timbal balik dengan pihak terkait agar dapat dijamin kestabilan harga jual Gula Tani yang dinamis sekaligus menjaga harga pasar Gula yang tidak memberatkan konsumen.
156
12. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Ketua. WAKIL KETUA II Mengkoordinasikan Biro Pengembangan.
Usaha
& Koperasi serta Biro
Penelitian
&
1. Membantu Ketua terutama dibidang Usaha & Koperasi serta Penelitian & Pengembangan. 2. Mengadakan koordinasi yang mantab dengan pihak perbankan agar Kredit untuk Petani Tebu Jawa Barat dapat sesuai dengan kebutuhan dan tepat waktu. 3. Menjalin hubungan yang sinergis dengan pihak Investor untuk pendirian Pabrik Gula yang sahamnya dimiliki Petani Tebu Jawa Barat. 4. Menjalin kerjasama yang berkelanjutan dengan Lembaga dan atau Badanbadan Penelitian untuk pengembangan budidaya tanaman tebu. 5. Memantau terus menerus kinerja Pabrik Gula sebagai mitra kerja Petani tebu agar dapat menghasilkan Rendemen dan bagi hasil yang saling menguntungkan. 6. Mengadakan pemantauan terus menerus terhadap perkembangan harga gula Jawa Barat. 7. Mengadakan pembinaan yang mantab dalam rangka pengembangan Koperasi milik Petani Tebu ditingkat Primer maupun Sekunder. 8. Melakukan upaya konstruktif agar seluruh kebutuhan Petani Tebu dapat dijalankan oleh Koperasi Petani Tebu sebagai bentuk pemantaban Lembaga Ekonomi Organisasi APTRI. 9. Mempersiapkan, merencanakan pendirian Bank Tani. 10. Menyiapkan langkah langkah yang strategis untuk peningkatan kapasitas giling Pabrik Gula dalam menghadapi peningkatan pertumbuhan tanaman tebu. 11. Mengadakan kerjasama yang berkelanjutan dengan P3GI dan atau Lembaga yang lain untuk senantiasa mengusahakan bibit unggul yang disesuaikan dengan kondisi tanah di masing masing wilayah. 12. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Ketua. SEKRETARIS 1. Melaksanakan kegiatan kesekretariatan Organisasi APTRI di Tingkat Daerah. 2. Mengkoordinasikan bidang tugas Wakil Sekretaris DPD APTRI Jawa Barat. 3. Menyiapkan Peraturan dan Keputusan Organisasi sebagai penjabaran dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga APTRI, Keputusan MUSDA dan RAKERDA serta Keputusan keputusan DPD APTRI. 4. Menyusun Rencana kegiatan DPD APTRI dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang sedang terjadi. 5. Menyusun Rencana Rapat-rapat Pengurus Harian dan Pengurus Pleno DPD APTRI sesuai kebutuhan. 6. Menertibkan Administrasi pelelangan Gula dan Tetes Petani Jawa Barat.
157
7. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Ketua Umum. WAKIL SEKRETARIS 1. Melaksanakan kegiatan administrasi yang menyangkut Biro Organisasi dan Kaderisasi, Usaha & Koperasi,Diklat, Litbang, serta Humas dan Advokasi. 2. Menertibkan administrasi keanggotaan mulai dari Tingkat DPC dan DPD. 3. Menyusun rencana Rapat rapat Pengurus Harian DPD APTRI. 4. Membuat notula dan risalah Rapat-rapat Pengurus Harian DPD APTRI maupun rapat-rapat lainnya yang dilaksanakan oleh DPD APTRI dan diserahkan kepada Sekretaris untuk dijadikan keputusan rapat. 5. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Ketua dan Sekretaris. BENDAHARA 1. Menghimpun seluruh dana rutine Organisasi ditingkat Daerah. 2. Menyampaikan laporan keuangan setiap bulan kepada Pengurus Harian DPD APTRI. 3. Menyampaikan laporan keuangan setiap Triwulan kepada Pengurus Pleno DPD APTRI. 4. Menyampaikan laporan keuangan setiap tutup tahun kepada seluruh DPD APTRI. 5. Menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan selama masa bakti kepada MUSDA. 6. Membuat perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi untuk jangka waktu setiap tahun maupun Lima tahun. 7. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Ketua Umum. 8. Menghimpun, memelihara dan mencatat seluruh inventaris dan kekayaan organisasi. WAKIL BENDAHARA 1. Menghimpun dana usaha ditingkat Daerah 2. Membantu Bendahara dalam membuat seluruh laporan keuangan. 3. Membantu Bendahara dalam membuat rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi. 4. Mencatat, memelihara dan menjaga aset-aset / inventaris APTRI Jawa Barat. 5. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan yang diberikan oleh Bendahara dan Ketua. BIRO ORGANISASI & KADERISASI 1. Melaksanakan Tugas-tugas yang diberikan oleh Wakil Ketua I. 2. Menyiapkan perlengkapan rapat-rapat DPD maupun yang melibatkan DPC. 3. Mengadakan Latihan Dasar Kepemimpinan minimal 1x dalam 5 tahun agar DPD dan DPC mengetahui dasar-dasar organisasi. 4. Mempersiapkan perlengkapan pelaksanaan lelang. 5. Bertanggung jawab pada Wakil Ketua I sebagai laporan Wakil Ketua I kepada Ketua.
158
BIRO HUMAS & ADVOKASI 1. Melaksanakan Tugas yang diberikan oleh Wakil Ketua I. 2. Membantu kegiatan Wakil Ketua I terutama dalam bidang hubungan masyarakat dan advokasi. 3. Mengadakan bakti sosial agar hubungan antar APTRI dengan masyarakat bias berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 4. Menyebarluaskan kegiatan-kegiatan DPD APTRI (ke media massa baik cetak maupun elektronik). 5. Mempersiapkan berdirinya radio komunikasi petani tebu Jawa Barat. 6. Bertanggung jawab pada Wakil Ketua I sebagai laporan kepada Ketua. BIRO PENDIDIKAN & LATIHAN 1. Menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh Wakil Ketua I. 2. Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan pada DPC tentang manajemen organisasi. 3. Mengadakan Pendidikan dan Pelatihan alat-alat ukur rendemen kepada DPC untuk disebarluaskan kepada para petani di masing-masing wilayah DPC. 4. Mengadakan Pendidikan dan Pelatihan kepada Mekanik Traktor. 5. Mengadakan Pendidikan lainnya yang ada hubungannya dengan Budidaya tanaman tebu. 6. Bertanggung jawab kepada Wakil Ketua I sebagai laporan kepada Ketua. BIRO PENELITIAN & PENGEMBANGAN 1. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Wakil Ketua II. 2. Mengadakan penelitian dalam budidaya tanaman tebu agar DPC dan para petani mengetahui jenis-jenis varietas tebu unggulan. 3. Mengadakan penelitian tentang rendemen dan mencari sebab akibat kenaikan atau penurunan rendemen. 4. Mengadakan study banding ke wilayah di luar Jawa Barat tentang keberadaan Pabrik Gula dan tanaman tebu untuk dikembangkan sesuai kecocokan tanah yang ada di Jawa Barat. 5. Melakukan kerjasama dengan lembaga penelitian dan Perguruan Tinggi. 6. Mengadakan penelitian lainnya yang ada hubungannya dengan budidaya tanaman tebu. 7. Bertanggung jawab kepada Wakil Ketua II sebagai laporan kepada Ketua. BIRO USAHA & KOPERASI 1. Menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh Wakil Ketua II. 2. Mencari dan menjalankan usaha-usaha yang dimiliki oleh DPD untuk menghidupi roda organisasi. 3. Bekerjasama dengan koperasi-koperasi yang ada hubungan dengan APTRI. 4. Melaksanakan lelang gula maupun lelang tetes milik petani. 5. Bertanggung jawab pada Wakil Ketua II sebagai laporan kepada Ketua. Sumber : Laporan Kerja DPD APTRI, 2008
Lampiran 4 Flowsheet Produksi Gula Pabrik Gula Tersana Baru
Sumber : Tersana Baru, 2008
159
160
Lampiran 5 Taksasi Produktivitas Tebu dan Luasan Lahan Wilayah Desa Tonjong MT 2007-2008 TAKSASI MARET KTG MT. 2007 / 2008 PG. TERSANA BARU WILAYAH TONJONG No
SKW / Katagori /
Mandor /
Masa
Luas
Kebun
Kelompok
Tanam
Ha
TAKMAR Ku/Ha
Jumlah (Ku)
SKW XIII. (M. Lukman Hakim, SP.) TRS I KM B 1
Kendal Dawuan
Edi.C
10A
5.000
850
4,250
2
Lapang Singkup
Dursin
10A
3.000
900
2,700
3
Kendal Dablangan
Karsi
10A
2.500
875
2,188
4
Coblongan
Tiswan
9B
Jumlah :
3.000
800
2,400
13.500
855
11,538
TRS II KM B 1
Salimudin
Duryat
8B
8.000
725
5,800
2
Coblongan
Tiswan
8B
5.000
725
3,625
3
Kosambi Jangkung
Sumari
7B
3.500
725
2,538
4
Kedung Jati
Rilana
8A
3.500
750
2,625
5
Bendungan
Kusdani
8A
5.000
750
3,750
6
Pilang Sengon
makmurudin
7A
2.000
750
1,500
7
Lapang
Darwinah
8A
Jumlah :
2.500
750
1,875
29.500
736
21,713
TRT I KM B 1
Sologro
Suhana
7B-11B
2.000
700
1,400
2
Kupyak Oncog Meong
Keyo. C
11B
4.000
700
2,800
3
Lebak Pari
Edo
11B
4.000
600
2,400
4
Bihbul
Carto
11B
2.000
750
1,500
5
Kupyak
Imas
11B
2.500
750
1,875
6
Garungsang
Muhidin
11B
2.000
750
1,500
7
Sengon
Tardi
11B
4.000
750
3,000
8
Sengon
Yayah
11B
1.500
750
1,125
9
kendal
Sukar
11B
3.000
750
2,250
10
Kendal
Yuhudin
11A
3.000
775
2,325
11
Ajeng
Tamat
11B
5.000
775
3,875
33.000
729
24,050
2.000
725
1,450
Jumlah : TRT II KM B Bihbul
Tarsa
8A-11B
2
Kendal sengon
Yoyo
7B
1.500
700
1,050
3
Kupyak
Herdi
6A
2.500
650
1,625
4
Kedung Jati
Rilana
8A
3.500
650
2,275
5
Binuang
Ani Daryani
8B
5.000
750
3,750
6
Kos. Jangkung
Didi Junaedi
9A
5.500
675
3,713
7
Cigarungsang Sengon
Wawan
8A
4.000
700
2,800
8
Seureuh Beureum
Naryo
7B
3.500
650
2,275
9
Benda
Nuryana
8B
4.500
700
3,150
10
Cikored
Wasda
8A
3.000
700
2,100
11
Ajeng
Tamat
6B-9A
5.000
775
3,875
12
Sengon Poma
Haerudin
7A
5.000
700
3,500
13
Lebak Jero
Susin
9A
2.500
700
1,750
14
Oncog Meong
Kiman
7B
2.000
725
1,450
1
161
No
SKW / Katagori /
Mandor /
Masa
Luas
Kebun
Kelompok
Tanam
Ha
TAKMAR Ku/Ha
Jumlah (Ku)
15
Benda
Herna
9A
5.000
600
3,000
16
Sengon Binuang
Uha
8B
2.000
700
1,400
17
Maridin
Karman
8B
4.000
725
2,900
18
Patokan
Castra
7B
2.000
700
1,400
19
Sengon
Irfan
6B
2.000
700
1,400
20
Kosambi Jangkung
Juhaeriyah
6B
10.000
700
7,000
21
Sengon
Darja
7A
12.000
675
8,100
22
Kalimati
Manan
8A
1.500
650
975
23
Oncog Meong
Caslim
7B
2.000
725
1,450
23
Bihbul
Tasab
6B-8B
6.000
750
4,500
25
Belendung
Rusja
8A
3.000
675
2,025
26
Kosambi Jangkung
Sumari
6A
4.500
675
3,038
27
Dawuan
Kisan
7A
3.000
650
1,950
28
Dawuan Baridin
T. Anjaya
8A
2.500
650
1,625
30
Tiplek Binuang
Dudung
7A
4.000
675
2,700
29
Lebak Pari
Sarkam
7B
4.000
650
2,600
31
Bihbul
Warjono
8A
5.000
675
3,375
32
Oncog Meong
Caslim
7A-8B
7.000
650
4,550
33
Madin
Raspin
8A
4.000
650
2,600
34
Pendeuy
Mulyani
9A
2.500
675
1,688
35
Bihbul
Irfan
6B
6.000
700
4,200
36
Kedung Jati Sengon
Rohidin
8A
4.000
675
2,700
37
Gunung Wira
Erna
7B
2.000
675
1,350
38
Batang Manis
Rudin
7A
5.000
700
3,500
39
Madin
Ratnanengsih
8A
5.000
650
3,250
40
Bihbul
Kamal
8A
2.000
675
1,350
159.500
686
109,388
Jumlah : TRT III KM B 1
Dawuan Asem
Casmin
7A
2.000
600
1,200
2
Bihbul Sengon
Kusnaedi
8A
3.000
600
1,800
3
Dablangan
Dedi.s
8A
3.000
650
1,950
4
Kisepat
Tori
9A
3.000
625
1,875
5
Garungsang
Inah
8B
4.000
625
2,500
6
Kepuh
Yatno
2.000
650
1,300
7
Kepuh
Komarudin
8A
2.500
650
1,625
9
Sengon Binuang
M. Yos
8A
4.000
675
2,600
10
Sengon
Wahyudin
8A
2.500
675
1,688
11
Garungsang
Saodah
9A
1.000
650
675
12
Sengon
Muklas
9A-10A
3.000
675
1,950
13
Gebang Jujur
Muskanda
8B
2.000
675
1,300
14
Bihbul Kisepat
Iin. C
9A
2.500
650
1,688
15
Binuang
Sarat
9A
2.000
650
1,300
16
Kosambi Jangkung
Purnama
9A
3.500
675
1,300
17
Sengon
Wartono
9A
5.000
600
3,375
18
Sengon
Sairin
9A
2.000
625
1,200
19
Tonjong Jujur
Casid
8B
2.000
675
1,350
20
Sengon
Sohirin
9A
2.000
600
1,350
21
Sengon
Nurdali
9A
2.000
675
1,350
162
No
SKW / Katagori /
Mandor /
Masa
Luas
Kebun
Kelompok
Tanam
Ha
TAKMAR Ku/Ha
Jumlah (Ku)
22
Kosambi Jangkung
Nandi
8B
2.000
675
1,350
23
Tonjong Jujur
Asep Saefudin
8A
2.000
675
1,300
24
Tonjong Jujur
Supri
8A
2.500
675
1,563
25
Tonjong Jujur
Darto
8A
2.000
650
1,300
26
Kupyak
Kasda
9A
2.000
625
1,350
27
Jubel Sengon
Dukri
9A
4.500
650
2,925
28
Kepuh Kos. Jangkung
Wahidin
10A
12.000
675
8,100
29
Gentongan
Carmid
8B
3.000
675
2,025
30
Ciasin
Suharto
8A
Jumlah : Jumlah TR KM B
1.500
650
975
84.500
642
54,263
320.000
690
220,950
705
TR Mandiri 1
Kupyak
Herna
1.000
705
2
Brug Gede
Marfu
0.700
705
494
3
Pilang
Carmid
1.500
705
1,058
4
Sengon
Kartono yati
1.500
705
1,058
5
Kemayung Singkup
Carkim
4.000
705
2,820
6
Madin
Narto
1.500
705
1,058
7
Sengon Kupyak
Diah Rohidin
2.000
705
1,410
8
Garungsang
Narti
1.000
705
705
9
Kendal
Safrudin
1.000
705
705
10
Kupyak
Castono
0.500
705
353
11
Oncog Meong
Sudarto
0.500
705
353
12
Ampel
Deden
0.500
705
353
15.700
705
11,069
335.700
691
232,019
Jumlah : Jumlah SKW XIII
Sumber : Tersana Baru, 2008
163 Lampiran 6 Realisasi Produsi Tebu dan Gula PG Tersana Baru REALISASI PRODUKSI KTG MT. 2002 - 2004 PABRIK GULA TERSANA BARU Katagori Tanaman
Luas (Ha)
Tebu (Ku) Jumlah /Ha
Rend (%)
Hablur (Ku) Jumlah /Ha
MT. 2001/2002 TS
Ex BIBIT TRS I KM A TRS II KM A TRT II KM A Jumlah :
TR
TRS I KM B TRS II KM B TRT I KM B TRT II KM B TRT III KM B TR Mandiri Jumlah : Total :
80.000
48,139
602
4.30
2,069.8
25.9
1,697.528
1,512,930
891
6.40
96,800.6
57.0
1,455.939
1,118,312
768
7.88
88,122.0
60.5
34.123
14,425
423
5.78
833.5
24.4
3,267.590
2,693,806
824
6.97
187,825.9
57.5
40.648
29,930
736
7.26
2,171.8
53.4
270.318
203,917
754
6.79
13,852.0
51.2
91.536
33,825
370
7.27
2,460.6
26.9
54.039
35,199
651
6.85
2,410.7
44.6
337.118
164,731
489
6.57
10,828.2
32.1
48.681
50,389
1,035
6.86
3,458.8
71.1
842.340
517,991
615
6.79
35,182.1
41.8
4,109.930
3,211,797
781
6.94
223,008.0
54.3
1.300
1,171
900
5.38
63.0
48.5
MT. 2002/2003 TS
TR
TSS SB TST / HGU II TRS I KM A TRS II KM A TRT I KM A
1.735
841
485
6.63
55.8
32.2
1,049.286
714,430
681
7.58
54,157.7
51.6
2,397.641
1,469,456
613
7.13
104,805.3
43.7
52.221
28,022
537
6.80
1,905.4
36.5
Jumlah :
3,502.183
2,213,920
632
7.27
160,987.2
46.0
25.474
17,973
706
7.25
1,303.9
51.2
TRS I KM B
164 Katagori Tanaman TRS II KM B TRT I KM B TRT II KM B TRT III KM B TR Mandiri Jumlah : Total :
Luas (Ha)
Tebu (Ku) Jumlah /Ha
Rend (%)
Hablur (Ku) Jumlah /Ha
375.952
246,683
656
7.33
18,070.8
48.1
187.053
78,739
421
6.78
5,337.4
28.5
67.877
35,657
525
7.26
2,590.0
38.2
158.372
73,134
462
6.80
4,975.0
31.4
31.158
38,054
1,221
7.10
2,701.7
86.7
845.886
490,241
580
7.14
34,978.8
41.4
4,348.069
2,704,160
622
7.25
195,966.0
45.1
9.999
9,160
916
6.71
614.6
61.5
MT. 2003/2004 TS
TR
TSS SB TST / HGU I TRS I KM A TRS II KM A TRT I KM A
1.776
1,880
1,059
6.84
128.6
72.4
1,408.224
1,281,560
910
7.68
98,361.6
69.8
2,074.528
1,485,899
716
7.47
110,984.2
53.5
166.839
112,568
675
7.36
8,284.7
49.7
Jumlah :
3,661.366
2,891,067
790
7.55
218,373.8
59.6
56.684
56,253
992
7.89
4,438.8
78.3
366.264
287,087
784
7.48
21,475.1
58.6
90.915
55,434
610
7.33
4,064.3
44.7
218.704
151,354
692
7.04
10,658.5
48.7
134.556
86,030
639
7.02
6,040.4
44.9
TR Mandiri
107.636
103,855
965
7.10
7,376.5
68.5
Jumlah :
974.759
740,013
759
7.30
54,053.4
55.5
4,636.125
3,631,079
783
7.50
272,427.2
58.8
TRS I KM B TRS II KM B TRT I KM B TRT II KM B TRT III KM B
Total : Sumber : Tersana Baru, 2008
165
TARGET PRODUKSI KTG MT. 2005 - 2007 PABRIK GULA TERSANA BARU Katagori Tanaman
Luas (Ha)
Tebu (Ku) Jumlah /Ha
Rend (%)
Hablur (Ku) Jumlah /Ha
MT. 2004/2005 TS
TRS I KM A TRS II KM A TRT I KM A
1,827
1,613,688
883
7.88
127,114.4
69.6
1,697
1,274,441
751
7.67
97,728.6
57.6
160
105,629
660
7.10
7,499.7
46.9
3,684
2,993,758
813
7.76
232,342.7
63.1
43
39,431
917
7.90
3,115.1
72.4
453
358,776
792
7.80
27,984.5
61.8
88
58,696
667
7.50
4,402.2
50.0
153
109,701
717
7.60
8,337.3
54.5
279
200,043
717
7.60
15,203.3
54.5
Jumlah :
1,016
766,647
755
7.70
59,042.4
58.1
Total :
4,700
3,760,405
800
7.75
291,385.1
62.0
1,400
1,280,500
915
8.00
102,440.0
73.2
2,260
1,819,900
805
7.70
140,132.3
62.0
175
119,875
685
7.20
8,631.0
49.3
3,835
3,220,275
840
7.80
251,203.3
65.5
110
101,750
925
8.00
8,140.0
74.0
255
209,100
820
7.90
16,518.9
64.8
90
63,000
700
7.60
4,788.0
53.2
265
198,750
750
7.70
15,303.8
57.8
345
250,125
725
7.70
19,259.6
55.8
Jumlah : TR
TRS I KM B TRS II KM B TRT I KM B TRT II KM B TRT III KM B
MT. 2005/2006 TS
TRS I KM A TRS II KM A TRT I KM A Jumlah :
TR
TRS I KM B TRS II KM B TRT I KM B TRT II KM B TRT III KM B
166 Katagori Tanaman
Luas (Ha)
Tebu (Ku) Jumlah /Ha
Rend (%)
Hablur (Ku) Jumlah /Ha
Jumlah :
1,065
822,725
773
7.78
64,010.3
60.1
Total :
4,900
4,043,000
825
7.80
315,213.6
64.3
1,400
1,318,750
942
8.10
106,818.8
76.3
2,230
1,855,600
832
7.75
143,809.0
64.5
200
140,000
700
7.25
10,150.0
50.8
3,830
3,314,350
865
7.87
260,777.8
68.1
150
142,500
950
8.10
11,542.5
77.0
280
238,000
850
7.90
18,802.0
67.2
100
74,000
740
7.65
5,661.0
56.6
280
210,000
750
7.70
16,170.0
57.8
360
270,000
750
7.70
20,790.0
57.8
1,170
934,500
799
7.81
72,965.5
62.4
5,000
4,248,850
850
7.85
333,743.3
66.7
MT. 2006/2007 TS
TRS I KM A TRS II KM A TRT I KM A Jumlah :
TR
TRS I KM B TRS II KM B TRT I KM B TRT II KM B TRT III KM B Jumlah :
Total : Sumber : Tersana Baru, 2008
167
Lampiran 7 Informasi Seputar Produktivitas Tebu Kabupaten Cirebon Produktivitas Tebu Rakyat per Pabrik Gula di Jawa Barat TAHUN PABRIK GULA 2005 2006
2007
SINDANGLAUT
82,342.22
93,914.48
89,511.89
KARANGSUWUNG
43,831.50
68,253.84
74,766.01
152,351.14
142,627.25
127,151.61
12,051.74
25,063.64
34,119.77
290,576.60
329,859.21
325,549.28
TERSANA BARU JATITUJUH JUMLAH Sumber : Tersana Baru, 2008
Perolehan Rendemen per-Pabrik Gula Wilayah Kerja DPD APTRI Jawa Barat Tahun 2002 - 2007 9.00 8.00
2002
7.00
2003
Rendemen (%)
6.00
2004
5.00
2005
4.00
2006
3.00
2007
2.00 1.00 0.00
PG. Sindanglaut
PG. Karangsuwung
PG. Tersana Baru
PG. Jatitujuh
PG. Subang
2002
7.26
7.18
6.32
6.45
5.92
2003
6.90
6.60
7.25
7.38
6.82
2004
7.66
7.86
7.50
7.60
7.64
2005
7.28
7.32
7.63
6.67
7.78
2006
7.60
7.85
7.85
8.11
8.03
2007
6.30
7.14
6.70
8.33
7.70
Sumber : Laporan Kerja DPD APTRI, 2008
168
Jumlah Produksi Tebu per-Pabrik Gula Wilayah Kerja DPD APTRI Jawa Barat Tahun 2002 - 2007 700,000.00 600,000.00
2002
Jumlah Tebu (Ton)
500,000.00
2003 2004
400,000.00
2005 300,000.00
2006
200,000.00
2007
100,000.00 0.00
PG. Sindanglaut
PG. Karangsuwung
PG. Tersana Baru
PG. Jatitujuh
PG. Subang
2002
163,946.80
118,017.10
321,179.70
283,817.80
270,762.00
2003
144,567.50
116,536.30
270,416.00
429,507.00
232,977.40
2004
169,688.50
149,635.20
363,237.90
519,648.60
297,587.60
2005
204,829.30
173,545.80
405,020.70
574,756.00
337,479.80
2006
228,483.50
172,053.90
383,086.60
504,359.50
360,329.60
2007
261,270.60
205,686.10
415,313.90
570,425.00
298,027.60
Perolehan Hablur/Ha per-Pabrik Gula Wilayah Kerja DPD APTRI Jawa Barat Tahun 2002 - 2007 7.00 6.00
2002
Hablur/Ha (Ton)
5.00
2003 2004
4.00
2005 3.00
2006 2007
2.00 1.00 0.00
PG. Sindanglaut
PG. Karangsuwung
PG. Tersana Baru
PG. Jatitujuh
PG. Subang
2002
4.91
4.25
4.94
2.27
3.26
2003
4.30
4.05
4.51
4.61
3.34
2004
5.45
5.52
5.88
5.43
4.82
2005
5.69
5.58
6.25
4.92
5.15
2006
5.59
5.42
5.89
5.10
5.67
2007
4.71
5.18
5.25
5.88
4.50
Sumber : Laporan Kerja DPD APTRI, 2008
169
Jumlah Hablur per-Pabrik Gula Wilayah Kerja DPD APTRI Jawa Barat Tahun 2002 - 2007 50,000.00 45,000.00
2002
Jumlah Hablur (Ton)
40,000.00
2003
35,000.00 30,000.00
2004
25,000.00
2005
20,000.00
2006
15,000.00
2007
10,000.00 5,000.00 0.00
PG. Sindanglaut
PG. Karangsuwung
PG. Tersana Baru
PG. Jatitujuh
PG. Subang
2002
11,895.00
8,469.40
20,300.80
18,306.90
16,018.30
2003
9,969.10
7,686.00
19,596.60
31,708.70
15,883.90
2004
12,998.10
11,762.20
27,250.90
39,468.60
22,742.10
2005
14,907.29
12,702.10
30,918.11
38,310.13
26,272.40
2006
17,353.40
13,501.40
30,057.00
40,892.10
28,940.00
2007
16,470.79
14,687.00
27,805.40
47,501.10
22,933.70
Sumber : Laporan Kerja DPD APTRI, 2008
170 Lampiran 8 Prosedur Pemberian Cost Of Living (Col)
PROSEDUR PEMBERIAN COL (Cost of Living) 1. Musyawarah petani dengan Pemerintahan Desa Pembentukan ketua kelompok 2. Pembuatan administrasi pinjaman COL dan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) oleh KUD yang bersangkutan 3. Penandatanganan perjanjian COL dan RDKK oleh petani, ketua kelompok, Desa dan KUD 4. Penyerahan berkas ke PG · Survei kelayakan kebun · Pembuatan proposal kebun (analisa laba/rugi) 5. Penandatanganan COL dan RDKK oleh SKW, SKK, BST, Kepala Tebang Angkut, Kepala Tanaman dan General Manager 6. Pencairan COL di PG
diambil oleh ketua kelompok
7. Pembagian COL di Balai Desa kepada masing-masing petani sesuai luas kepemilikan Sumber : Tersana Baru, 2008
diketahui Pemerintahan Desa
171 Lampiran 9 Informasi Seputar Teknis Budidaya Tebu
TANAMAN TEBU · Nama latin : Saccharum officinarum L (jenis rumputan) · Tanaman budidaya (economic yield)
Batang tebu
Nira
Gula · Geografi : q
Iklim tropik sampai sub tropik (350 LU - 350 LS)
q
Ketinggian : dataran rendah sampai 1400 dpl
q
Kondisi optimal : daerah dengan suhu 200 – 400C, curah hujan 150 – 250 mm per bulan, kelembaban relatif >40% dan lama penyinaran matahari yang optimal
q
Fase pertumbuhan : membutuhkan banyak air Fase pemasakan sampai panen : membutuhkan kondisi kering
q
Tanah : kedalaman solum >1 m, aerasi dan drainase baik, pH optimum 5 – 8,5. Tanaman tebu sensitif terhadap salinitas
172
TEBU RAKYAT (TR) · Sebelum tahun 1975 : Budidaya tebu seluruhnya dilakukan oleh Pabrik Gula (sewa tanah) · Inpres No.9 Tahun 1975 : Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Pengalihan pengusahaan tebu dari PG ke petani · Katagori : 1. Berdasarkan jenis pengelolaan TR Kemitraan TR KM-A
: Pengelolaan dilakukan oleh petani bekerjasama dengan PG dan memanfaatkan bantuan kredit
TR KM-B
: Pengelolaan dilakukan oleh petani dengan memanfaatkan bantuan kredit
TR Mandiri
: Pengelolaan dilakukan seluruhnya oleh petani tanpa memanfaatkan bantuan kredit
2. Berdasarkan jenis lahan TR Sawah : Dilakukan di lahan sawah (irigasi) TR Tegalan
: Dilakukan di lahan tegalan (tadah hujan)
3. Berdasarkan jenis budidaya Plant Cane (PC) : Tanaman pertama (tahun pertama) Ratoon Cane (RC) : Tanaman keprasan (tahun kedua dan selanjutnya)
173
TR KEMITRAAN
TR KM-B
TR KM-A PEMBAYARAN JPMP (Jaminan Pendapatan Minimal Petani) · Pengajuan daftar lahan · Pemeriksaan lahan · Pembuatan proposal kebun (Analisa laba rugi) · Perjanjian JPMP (Incl. Nilai JPMP)
Pembayaran COL (Cost of Living) · Pembentukan pengurus KLP (Incl. daftar pemilik lahan) · Pembuatan RDK dan RDKK
PENGAJUAN KREDIT KEMITRAAN
BANK PELAKSANA : · BRI · BUKOPIN · BII · BANK JABAR · BANK AGRO
KKP TR (Kredit Ketahanan Pangan Tebu Rakyat)
174
Lampiran 10. Nonparametric Correlations Correlation Umur Spearman's rho
Umur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PF
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PB
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
SKP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
TKJ
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
TKE
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PL
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
KSP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
KTKK
Correlation Coefficient
PF
PB
SKP
TKJ
TKE
PL
KSP
KTKK
KTKL
PE
PPK
LP
LPBH
LPy
LPJ
M
1.000
-.212
.398(*)
-.115
.043
.123
-.009
.039
.166
-.060
-.035
-.043
-.066
.125
-.094
-.171
.005
.
.260
.030
.545
.822
.518
.962
.840
.381
.752
.856
.820
.729
.512
.622
.367
.981
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.212
1.000
.032
.438(*)
.174
.453(*)
.307
-.218
-.076
.446(*)
.392(*)
.082
.048
.366(*)
-.244
.049
.397(*)
.260
.
.868
.016
.357
.012
.099
.248
.688
.014
.032
.666
.802
.047
.194
.795
.030
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.398(*)
.032
1.000
.114
-.167
.111
.435(*)
-.079
-.186
.280
.358
.019
-.007
-.133
-.226
.067
.327
.030
.868
.
.550
.378
.559
.016
.679
.326
.135
.052
.919
.972
.485
.230
.724
.077
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.115
.438(*)
.114
1.000
-.044
.220
.426(*)
-.014
.141
.175
.279
.147
-.082
-.262
-.078
-.118
.315
.545
.016
.550
.
.817
.242
.019
.943
.457
.355
.135
.437
.666
.161
.683
.533
.090
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.043
.174
-.167
-.044
1.000
.471(**)
-.156
-.175
.054
-.169
-.148
.009
-.170
-.194
.031
-.284
.064
.822
.357
.378
.817
.
.009
.412
.355
.777
.371
.435
.960
.369
.303
.873
.128
.736
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.123
.453(*)
.111
.220
.471(**)
1.000
.422(*)
.456(*)
-.112
.444(*)
.471(**)
-.054
-.117
-.285
-.019
-.103
.183
.518
.012
.559
.242
.009
.
.020
.011
.557
.014
.009
.779
.538
.126
.922
.589
.333
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.114
.531(**)
.764(**)
-.066
-.013
-.041
.072
.105
.599(**)
.549
.003
.000
.727
.946
.831
.704
.583
.000
-.009
.307
.435(*)
.426(*)
-.156
.422(*)
1.000
.433(*)
.962
.099
.016
.019
.412
.020
.
.017
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.039
-.218
-.079
-.014
-.175
-.456(*)
-.433(*)
1.000
.025
-.203
-.340
.052
-.007
.190
.148
-.131
-.296
.840
.248
.679
.943
.355
.011
.017
.
.897
.282
.066
.784
.969
.313
.434
.489
.112
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.166
-.076
-.186
.141
.054
-.112
-.114
.025
1.000
-.032
-.077
-.246
.330
-.218
-.179
-.178
-.138
175
Sig. (2-tailed) N KTKL
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PE
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PPK
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
LP
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
LPBH
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
LPy
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
LPJ
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
M
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
.381
.688
.326
.457
.777
.557
.549
.897
.
.868
.688
.190
.075
.247
.344
.347
.468
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.060
.446(*)
.280
.175
-.169
.444(*)
.531(**)
-.203
-.032
1.000
.601(**)
-.052
.290
.384(*)
.106
.194
.265
.752
.014
.135
.355
.371
.014
.003
.282
.868
.
.000
.785
.120
.036
.578
.305
.158
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.035
.392(*)
.358
.279
-.148
.471(**)
.764(**)
-.340
-.077
.601(**)
1.000
-.007
.187
-.229
-.069
.290
.519(**)
.856
.032
.052
.135
.435
.009
.000
.066
.688
.000
.
.972
.323
.223
.716
.121
.003
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.043
.082
.019
.147
.009
-.054
-.066
.052
-.246
-.052
-.007
1.000
.016
-.245
-.120
.237
-.015
.820
.666
.919
.437
.960
.779
.727
.784
.190
.785
.972
.
.935
.191
.529
.208
.936
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.066
.048
-.007
-.082
-.170
-.117
-.013
-.007
.330
.290
.187
.016
1.000
-.210
-.004
.058
-.040
.729
.802
.972
.666
.369
.538
.946
.969
.075
.120
.323
.935
.
.264
.982
.762
.833
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.125
.366(*)
-.133
-.262
-.194
-.285
-.041
.190
-.218
-.384(*)
-.229
-.245
-.210
1.000
.417(*)
-.110
-.118
.512
.047
.485
.161
.303
.126
.831
.313
.247
.036
.223
.191
.264
.
.022
.563
.535
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.094
-.244
-.226
-.078
.031
-.019
.072
.148
-.179
.106
-.069
-.120
-.004
.417(*)
1.000
.148
.116
.622
.194
.230
.683
.873
.922
.704
.434
.344
.578
.716
.529
.982
.022
.
.435
.541
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.171
.049
.067
-.118
-.284
-.103
.105
-.131
-.178
.194
.290
.237
.058
-.110
.148
1.000
.387(*)
.367
.795
.724
.533
.128
.589
.583
.489
.347
.305
.121
.208
.762
.563
.435
.
.035
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.005
.397(*)
.327
.315
.064
.183
.599(**)
-.296
-.138
.265
.519(**)
-.015
-.040
-.118
.116
.387(*)
1.000
.981
.030
.077
.090
.736
.333
.000
.112
.468
.158
.003
.936
.833
.535
.541
.035
.
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
176
Reliability Case Processing Summary N Cases
Valid Excluded(a ) Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
.225
.150
N of Items 8
Summary Item Statistics
Mean Inter-Item Correlations
Minimum
.022
Maximum
-.267
.441
The covariance matrix is calculated and used in the analysis. Scale Statistics Mean 26.37
Variance 4.999
Std. Deviation 2.236
N of Items 8
Range .708
Maximum / Minimum -1.653
Variance .032
N of Items 8
177 Lampiran 11. Kelembagaan Tebu 1. KELEMBAGAAN - PTPN / PT. Gula : - PT. Perkebunan Nusantara II Medan - PT. Perkebunan Nusantara VII Bandar Lampung - PT. Perkebunan Nusantara IX Surakarta - PT. Perkebunan Nusantara X Surabaya - PT. Perkebunan Nusantara XI Surabaya - PT. Perkebunan Nusantara XIV Makasar - PT. Kebon Agung Surabaya - PT. PG. Rajawali I Surabaya - PT. PG. Rajawali II Cirebon - PT. Gunung Madu Plantation Bandar Lampung - PT. Garuda Panca Artha Bandar Lampung - PT. PG. Gorontalo Gorontalo - PT. Madu Baru Yogyakarta 2. ASOSIASI PETANI TEBU: - BK - APTRI Jakarta - APTR Wilker PTPN XI Jember - DPD-APTR Wil. Sumut Medan - DPD-APTR Wil. PG. Cinta Manis Indralaya - DPD-APTR Wil. PG. Bunga Mayang Bunga Mayang - DPD-APTR Wil. Jabar Cirebon - DPD-APTR Wil. Jateng Semarang - DPD-APTR Wil. D.I. Yogyakarta Yogyakarta - DPD-APTR Wil. Sulsel Takalar - DPD-APTR Wil. Gorontalo Gorontalo 3. KOPERASI PETENI TEBU: a. Koperasi/KPTR Jabar : - KUD Saru Mekar Cirebon - KUD Sakarosa Srikandi Cirebon - DPP APTRI Cirebon - KUD Agrobisnis Abadi Cirebon - KUD Mufakat Majalengka - KPTR Manis Jaya PG. Jatitijuh b. Koperasi KPTR Jateng : - KUD Jati Lestari Brebes - KPTR Tunas Legi Brebes - KUD Sumber Manis Tegal - KPTR Reksa Jaya Pemalang - KPTR Tanimulyo Pemalang - KUD Sidomulyo Pekalongan - KSU Tebu Mandiri Kudus - KUD Karya Tani II Jepara - KUD Sidomukti Rembang
178 - KSU Tebu Mandiri Pati - KPTR Madusuri Karanganyar - KUD Ngudi Makmur Karanganyar - KUD Jaya Makmur Sukoharjo - KUD Sri Rejeki Wonogiri - KUD Sumber Makmur Bojolali - KPTR Manis Jaya Sragen - KPTR Cinta Manis Klaten - KPTR Tebu Mandiri Purworejo - KPTR Paras Magelang (Sumber :DIREKTORAT BUDIDAYA TANAMAN SEMUSIM) http://ditjenbun.deptan.go.id/web/semusimbun/semusim
179 Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian
Gerbang Masuk PG Tersana Baru
Halaman Muka PG Tersana Baru
Pesta Rakyat Menyambut Musim Giling
Kondisi Mesin PG Tersana Baru
Suasana Syukuran Musim Giling
Crane Pengangkut Tebu ke Replacement
180
Traktor Penarik Implement
Implement Bajak dan Kair
Kondisi Pada Saat Musim Tebang
Lahan Tebu Versus Lahan Padi
Kondisi Tebu per Rumpun Dari Dekat
Rumpun Tebu Yang Lebat
181
Kondisi Pada Saat Musim Tebang
Pemeliharaan Tanaman Tebu
Akses Masuk Desa Tonjong (1)
Akses Masuk Desa Tonjong (2)
Akses Masuk Desa Tonjong (3)
Akses Masuk Desa Tonjong (4)
182 Lampiran 13 Kuesioner Penelitian
Kuesioner Penelitian
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PETANI DALAM BERUSAHATANI TEBU (Studi Kasus : Petani Tebu rakyat di Desa Tonjong wilayah kerja pabrik gula Tersana Baru, Kabupaten Cirebon) Kuesioner ini diberikan sebagai alat bantu dalam mengumpulkan data untuk penyusunan tugas akhir RUDIE SETIADI (A14104099), mahasiswa tingkat akhir pada Program Studi Manajemen Agribisnis, fakultas pertanian, Institut pertanian Bogor. Mohon bantuan bapak/Ibu untuk menjawab semua pertanyaan dengan baik dan jujur. Jawaban Bapak/Ibu dapat memberi manfaat dalam penelitian ini dan dapat dijadikan sebagai Rekomendasi/upaya yang bermanfaat guna meningkatkan motivasi petani berusahatani tebu di daerah studi kasus penelitian.Semoga kebaikan bapak/Ibu dibalas oleh Allah SWT. Atas kerjasama Bapak/Ibu kami ucapkan terimakasih.
Nama Responden Jenis kelamin Alamat No Telepon/HP Nama Kebun/Blok Luas Areal Kategori
: : : : : : :
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
183 Daftar Pertanyaan I. Identitas Responden 1. Umur : …….. tahun 2. Pendidikan : …….. tahun 3. Pengalaman berusahatani : ............ tahun 4. Usahatani lain yang ditekuni (selain tebu) : ............... 5. Pekerjaan sampingan : ................................ II. Sifat Kosmopolit Petani 1. Apakah anda pernah melakukan kontak dengan pihak Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) untuk membicarakan usahatani tebu anda ? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat Sering 2. Apakah anda pernah melakukan kontak Asosiasi Petani tebu Rakyat (APTR) untuk membicarakan usahatani tebu anda ? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat Sering 3. Apakah anda pernah kontak dengan penyuluh untuk membicarakan usahatani tebu anda ? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat Sering 4. Apakah anda pernah pergi ke desa lain untuk masalah yang berhubungan dengan usahatani tebu anda? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat Sering 5. Apakah anda pernah pergi ke kota untuk masalah yang berhubungan dengan usahatani tebu anda ? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat Sering 6. Apakah anda pernah membaca koran/majalah atau sejenisnya, khususnya yang berhubungan dengan usahatani tebu anda ? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat Sering III. Tanggungan Keluarga a. Jumlah anggota Keluarga (yang ditanggung kepala keluarga) : ............ orang b. Kebutuhan Rumah Tangga No 1 2 3
4.
Jenis Kebutuhan Kebutuhan pangan Keluarga Kebutuhan rutin keluarga non-pangan
Pengeluaran (Rp/ bulan)
Kebutuhan pakaian seluruh anggota keluarga : a. Istri b. Anak c. Lainnya, sebutkan ......... Biaya pendidikan anak-anak Total pengeluaran kebutuhan RT
c. Kebutuhan Sosial No 1 2 3 4
Jenis Kebutuhan Upacara adat Upacara keagamaan Membantu kepentingan keluarga (perkawinan, sunatan, musibah, lainnya) Membantu kepentingan masyarakat (RT/RW/Desa)
Pengeluaran (Rp/ tahun)
184 5
Sumbangan tak terduga lainnya Total Pengeluaran Kebutuhan Sosial
D, Kesehatan 1. Apakah keluarga anda sering menderita sakit ? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat Sering 2. Apabila ya, jenis penyakit apa yang diderita oleh keluarga anda ? (1) Penyakit menular kategori berbahaya (TBC,Lever, dll) (2) Penyakit menular kategori ringan (flu, batuk, masuk angin, dll) (3) Penyakit kategori tidak menular 3. Bagaimana biasanya cara pengobatannya, bila anggota keluarga anda menderita sakit? (1) Diobati sendiri (2) Dibawa ke puskesmas/ mantri (3) Dibawa ke dokter 4. Berapa rata-rata jumlah biaya yang anda keluarkan untuk pemeliharaan kesehatan keluarga dalam satu bulan ? Rp...................... /bulan IV. Penguasaan Lahan Jenis Status Milik Sendiri Diusahakan sendiri Diusahakan pihak lain Sewa Diusahakan sendiri Diusahakan pihak lain Total
Sawah (Ha)
Tegalan (Ha)
Total (Ha)
V. Ketersediaan Sarana Produksi (Saprodi) Berikut ini tentang ketersediaan sarana produksi pertanian yang meliputi jumlah, maupun jenisnya. Anda diminta memilih salah satu dari ketiga pilihan yang ada. Pilihlah 1 jika tidak sesuai dengan kebutuhan, 2 jika agak kurang sesuai, serta 3 jika benar-benar sesuai dengan kebutuhan usahatani tebu anda. 1. Peralatan usahatani apa sajakah yang dibutuhkan anda untuk berusahatani tebu, Pilihan boleh lebih dari satu jawaban? (1) Cangkul (3) Sprayer (2) Arit (4) lainnya, sebutkan ........ 2. Di manakah biasanya anda mencari peralatan usahatani tebu yang dibutuhkan ? Pilihan boleh lebih dari satu jawaban ! (1) Toko alat pertanian (3) KUD (2) KPTR (4) Lainnya, sebutkan ............ 3. Bagaimana ketersediaan peralatan usahatani tebu di tempat anda mencari tersebut ? (1) Selalu tidak tersedia (2) Tidak tersedia (3) Kadang-kadang tersedia (4) Tersedia (5) Selalu tersedia 4. Bagaimanakah jumlah peralatan usahatani tebu yang ada di tempat anda mencari tersebut? (1) Sangat tidak mencukupi (2) Tidak mencukupi (3)Kadang-kadang mencukupi (4) Mencukupi (5) Sangat mencukupi 5. Apakah Anda selalu menggunakan pupuk dalam berusahatani ? (1) Selalu (2) Kadang-kadang (3Tidak pernah 6. Pupuk jenis apa sajakah yang dibutuhkan anda untuk berusahatani tebu, Pilihan boleh lebih dari satu jawaban? (1) NPK (3) KCL (2) TSP (4) lainnya, sebutkan ........
185 7. Di manakah biasanya anda mencari keperluan pupuk untuk usahatani tebu yang dibutuhkan ? Pilihan boleh lebih dari satu jawaban ! (1) Toko alat pertanian (3) KUD (2) KPTR (4) Lainnya, sebutkan ............ 8. Apakah anda selalu memergunakan pupuk sesuai aturan ? (1) Sesuai (2) Kadang-kadang (3) Tidak, mengapa ......... 9. Bagaimana ketersediaan pupuk pendukung usahatani tebu di tempat anda mencari tersebut ? (1) Selalu tidak tersedia (2) Tidak tersedia (3) Kadang-kadang tersedia (4) Tersedia (5) Selalu tersedia 10. Bagaimanakah jumlah pupuk pendukung usahatani tebu yang ada di tempat anda mencari tersebut? (1) Sangat tidak mencukupi (2) Tidak mencukupi (3) Kadang-kadang mencukupi (4) Mencukupi (5) Sangat mencukupi 11. Bentuk obat-obatan (pembasmi hama dan penyakit tanaman) jenis apa sajakah yang dibutuhkan anda untuk berusahatani tebu, Pilihan boleh lebih dari satu jawaban? (1) Cairan (3) Campuran (Cairan dan serbuk) (2) Serbuk (4) lainnya, sebutkan ........ 12. Di manakah biasanya anda mencari keperluan obat-obatan untuk usahatani tebu yang dibutuhkan ? Pilihan boleh lebih dari satu jawaban ! (1) Toko alat pertanian (3) KUD (2) KPTR (4) Lainnya, sebutkan ............ 13. Bagaimana ketersediaan obat-obatan pendukung usahatani tebu di tempat anda mencari tersebut ? (1) Selalu tidak tersedia (2) Tidak tersedia (3) Kadang-kadang tersedia (4) Tersedia (5) Selalu tersedia 14. Bagaimanakah jumlah obat-obatan pendukung usahatani tebu yang ada di tempat anda mencari tersebut? (1) Sangat tidak mencukupi (2) Tidak mencukupi (3) Kadang-kadang mencukupi (4) Mencukupi (5) Sangat mencukupi 15. Sebutkan jenis bibit yang Anda gunakan dalam berusahatani ? (1) Bibit lokal (2) Bibit unggul lokal (3) Bibit unggul anjuran 16. Bibit varietas tebu seperti apa sajakah yang dipakai anda dalam berusahatani tebu, Pilihan boleh lebih dari satu jawaban? (1) Varietas unggul (3) Sesuai anjuran (2) Bersertifikasi (4) lainnya, sebutkan ........ 17. Bagaimana Anda menentukan kriteria bibit yang baik ? Pilihan boleh lebih dari satu jawaban. (1) Mempunyai merk tertentu (2) Tidak cacat (3) Ukuran dan bentuknya bagus (4) Bebas dari serangan hama/penyakit (5) Lainnya, sebutkan................. 18. Darimana Anda tahu bahwa bibit yang Anda gunakan tersebut baik ? Pilihan boleh lebih dari satu jawaban. (1) Petani lain (4) Media massa (2) Penyuluh (5) Lainnya, sebutkan............. (3) Pedagang 19. Di manakah biasanya anda mencari keperluan bibit untuk usahatani tebu yang dibutuhkan ? Pilihan boleh lebih dari satu jawaban ! (1) Toko alat pertanian (3) KUD
186 (2) KPTR (4) Lainnya, sebutkan ............ 20. Bagaimana ketersediaan bibit pendukung usahatani tebu di tempat anda mencari tersebut ? (1) Selalu tidak tersedia (2) Tidak tersedia (3) Kadang-kadang tersedia (4) Tersedia (5) Selalu tersedia 21. Bagaimanakah jumlah bibit pendukung usahatani tebu yang ada di tempat anda mencari tersebut? (1) Sangat tidak mencukupi (2) Tidak mencukupi (3) Kadang-kadang mencukupi (4) Mencukupi (5) Sangat mencukupi VI. Kepemilikan Tenaga Kerja 1. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut dalam pengerjaan usahatani tebu anda ? .... orang, terdiri dari : a. Tenaga kerja dewasa, yaitu : - Laki-laki : ..... orang, lamanya membantu pekerjaan : .... jam/hari - Perempuan : ..... orang, lamanya membantu pekerjaan : .... jam/hari b. tenaga kerja anak-anak (umur kurang dari 15 tahun), yaitu : - Laki-laki : ..... orang, lamanya membantu pekerjaan : .... jam/hari - Perempuan : ..... orang, lamanya membantu pekerjaan : .... jam/hari 2. Berapa jumlah tenaga kerja bukan keluarga yang turut dalam pengerjaan usahatani tebu anda ? .... orang, terdiri dari : a. Tenaga kerja dewasa, yaitu : - Laki-laki : ..... orang, lamanya membantu pekerjaan : .... jam/hari - Perempuan : ..... orang, lamanya membantu pekerjaan : .... jam/hari b. tenaga kerja anak-anak (umur kurang dari 15 tahun), yaitu : - Laki-laki : ..... orang, lamanya membantu pekerjaan : .... jam/hari - Perempuan : ..... orang, lamanya membantu pekerjaan : .... jam/hari VII. Pendapatan 1. Total Pendapatan keluarga : No 1 2
Sumber Pendapatan
Pendapatan RP/bulan
Pendapatan keluarga : Ø Dari Usahatani Tebu Ø Dari luar Usahatani tebu Pendapatan anggota keluarga lainnya : Ø Istri Ø Anak-anak Ø Lainnya, sebutkan ...... Jumlah Pendapatan keluarga
2. Bagaimana menurut anda perkembangan pendapatan/keuntungan yang diperoleh dari usahatani tebu setahun terakhir ? (1) Sangat menurun (2) Menurun (3) Sama saja/tetap (4) Meningkat (5) Sangat meningkat VIII. Lembaga Penyuluhan 1. Adakah lembaga tertentu yang pernah mengadakan penyuluhan terkait usahatani tebu di daerah ini ? (1) Ya, sebutkan ....... (2) Tidak, Alasannya ....... 2. Seberapa seringkah kegiatan penyuluhan, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan usahatani tebu anda diadakan di sini ? (1) Sama sekali tidak pernah ada (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat sering 3. Bagaimana tingkat kehadiran penyuluh untuk memberikan penyuluhan ? (1) Sama sekali tidak pernah hadir (2) Tidak pernah hadir (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering hadir (5) Sangat sering hadir
187 4. Bagaimana tata cara menentukan/memilih materi penyuluhan yang akan diberikan dalam kegiatan penyuluhan ? (1) Ditentukan oleh penyuluh (2) Sesuai permintaan petani (3) Dibicarakan bersama-sama antara petani dan penyuluh (4) Lainnya, sebutkan ....... 5. Siapa yang menentukan jadwal waktu kegiatan penyuluhan ? (1) Ditentukan oleh penyuluh (2) Sesuai permintaan petani (3) Dibicarakan bersama-sama antara petani dan penyuluh (4) Lainnya, sebutkan ....... 6. Siapa yang menentukan lokasi dimana kegiatan penyuluhan diadakan ? (1) Ditentukan oleh penyuluh (2) Sesuai permintaan petani (3) Dibicarakan bersama-sama antara petani dan penyuluh (4) Lainnya, sebutkan ....... 7. Bagaimanakah menurut anda dengan kegiatan penyuluhan usahatani tebu yang telah diadakan? (1) Sangat tidak memuaskan (2) Tidak memuaskan (3) Cukup memuaskan (4) Memuaskan (5) Sangat memuaskan IX. Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil 1. Apakah pabrik menyediakan layanan transportasi untuk tebu yang sudah dipanen dari lahan usahatani tebu anda ke pabrik gula tersebut ? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat sering 2. Apakah anda pernah difasilitasi kredit atau saprodi oleh pabrik gula ? (1) Sama sekali tidak pernah ada (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat sering 3. Apakah sistem bagi hasil hablur gula dan tetes yang ada setiap kali musim giling tiba telah memuaskan anda selaku petani tebu ? (1) Sangat tidak memuaskan (2) Tidak memuaskan (3) Cukup memuaskan (4) Memuaskan (5) Sangat memuaskan 4. Apakah penentuan rendemen secara tepat waktu telah dilakukan oleh pabrik gula setiap kali musim giling tiba ? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat sering 5. Bagaimanakah menurut anda dengan sistem penentuan rendemen tebu yang telah ada sekarang ? (1) Sangat tidak memuaskan (2) Tidak memuaskan (3) Cukup memuaskan (4) Memuaskan (5) Sangat memuaskan 6. Bagaimana tata cara menentukan rendemen yang akan diumumkan dalam kegiatan pasca panen tebu? (1) Ditentukan oleh Pabrik gula (2) Sesuai perkiraan petani di lapangan (3) Bersama-sama kerjasama antara pihak petani dan pabrik gula (4) Lainnya, sebutkan ........ 7. Siapa yang menentukan jadwal waktu musim giling dimulai ? (1) Ditentukan oleh pabrik gula (2) Sesuai permintaan petani ketika panen (3) Dibicarakan bersama-sama antara pihak petani dan pabrik gula (4) Lainnya, sebutkan ........
188 X. Lembaga Pelayanan 1. Apakah anda pernah mengajukan kredit untuk modal berusahatani tebu? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat sering 2. (Jika tidak pernah) Apakah alasan anda untuk tidak memakai kredit sebagai fasilitas permodalan anda (jawaban boleh lebih dari satu) : (1) Tidak tahu sumber kredit yang ada (2) Bunga pinjamannya tinggi (3) Modal sudah tercukupi (4) Persyaratan kredit yang sukar dipenuhi (5) Lainnya (sebutkan) .............. 3. (Jika pernah) Ke lembaga apakah anda mengajukan permohonan kredit tersebut Pilihan boleh lebih dari satu jawaban : (1) Tengkulak (3) Bank (5) lainnya (sebutkan) ........ (2) KPTR (4) Pabrik gula 4. Apakah kredit yang anda terima tepat waktu atau tidak masa pencairannya? (1) Tidak pernah (2) Kadang-kadang tepat waktu (3) Selalu tepat waktu 5. Dalam bentuk apakah kredit tersebut diterima Pilihan boleh lebih dari satu jawaban : (1) Kredit Saprodi (pupuk, obat-obatan, dll) (2) Uang tunai (cash) sesuai dengan waktu pencairan (3) Simpanan/tabungan (4) Uang Cash dana talangan di awal musim tanam (5) Lainnya (sebutkan) .............. 6. Bagaimanakah menurut anda dengan jumlah kredit yang terealisasi dari pengajuan kredit anda ? (1) Sangat tidak memuaskan (2) Tidak memuaskan (3) Cukup memuaskan (4) Memuaskan (5) Sangat memuaskan 7. Adakah hal-hal/ Persyaratan yang memberatkan anda dalam kredit yang anda telah dapat (ajukan), Pilihan boleh lebih dari satu jawaban ? (1) Agunan (3) Kelengkapan administrasi (surat keterangan sewa, kepemilikan tanah,dll) (2) Suku bunga (4) Lainnya, sebutkan ......... XI. Lembaga Penunjang 1. Bagaimana menurut anda kinerja APTR dalam menuntut keadilan rendemen bagi petani tebu yang ada ? (1) Sangat tidak memuaskan (2) Tidak memuaskan (3) Cukup memuaskan (4) Memuaskan (5) Sangat memuaskan 2. Bagaimana keadaan harga dasar gula semenjak didirikannya APTR ? (1) Sangat menurun (2) Menurun (3) Sama saja/tetap (4) Meningkat (5) Sangat meningkat 3. Bagaimana menurut anda keikut sertaan APTR dalam pelelangan harga jual hablur gula bagian petani bersama dengan pabrik gula ? (1) Sangat tidak memuaskan (2) Tidak memuaskan (3) Cukup memuaskan (4) Memuaskan (5) Sangat memuaskan 4. Bagaimanakah kesepakatan harga gula musim giling terakhir/yang terbaru didapat oleh anda selaku petani tebu ? (1) Sangat tidak memuaskan (2) Tidak memuaskan (3) Cukup memuaskan (4) Memuaskan (5) Sangat memuaskan 5. Bagaimana informasi atau teknologi baru dalam usahatani tebu yang anda dapat selama ini berkaitan dengan keahlian anda berusahatani tebu ? (1) Sangat menurun (2) Menurun (3) Sama saja/tetap (4) Meningkat (5) Sangat meningkat
189 6. Darimanakah informasi atau teknologi baru dalam usahatani tebu yang anda dapat selama ini, pilihan jawaban dapat lebih dari satu ? (1) sesama petani (4) APTR (7) Lainnya, sebutkan ........ (2) Kelompok Tani (5) KPTR (3) Penyuluh (6) Pabrik gula XII. Motivasi dalam Berusahatani 1. Siapa yang mendorong Anda untuk berusahatani tebu di daerah ini ? Pilihan Anda boleh lebih dari satu jawaban. (1) Keinginan sendiri (2) Tetangga/teman/saudara (3) Penyuluh/kelembagaan tebu di daerah ini (4) Lainnya, sebutkan .......... 2. Menurut anda apakah karena keinginan meningkatkan pendapatan keluarga melalui usahatani yang menjadi alasan berusahatani tebu ini ? (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) agak Setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju 3. Menurut anda apakah anda telah menerapkan pengetahuan/teknologi baru yang selalu Anda pelajari dalam melakukan usahatani tebu ini ? (1) Sama sekali tidak pernah (2) Tidak pernah (3) Jarang/kadang-kadang (4) Sering (5) Sangat sering 4. Apakah anda bersedia meningkatkan keterampilan dalam berusahatani tebu ini ? (1) Sangat tidak bersedia (2) Tidak bersedia (3) Kurang bersedia (4) Bersedia (5) Sangat bersedia 7. Apakah anda setuju ”bertani menimbulkan rasa aman dan tentram di dalam pribadi-pribadi petani”? (1) Sangat tidak setuju (2) Tidak setuju (3) agak Setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju 8. Apakah anda bersedia bekerjasama dengan sesama petani atau pihak-pihak terkait dalam memajukan komoditi tebu di Indonesia secara garis besar ? (1) Sangat tidak bersedia (2) Tidak bersedia (3) Kurang bersedia (4) Bersedia (5) Sangat bersedia 9. Apakah anda bersedia membantu rekan petani tebu lainnya yang mengalami kegagalan dalam usahatani tebunya ? (1) Sangat tidak bersedia (2) Tidak bersedia (3) Kurang bersedia (4) Bersedia (5) Sangat bersedia 10. Apakah anda bersedia menerapkan pengetahuan/teknologi baru yang baru dalam usahatani tebu anda ? (1) Sangat tidak bersedia (2) Tidak bersedia (3) Kurang bersedia (4) Bersedia (5) Sangat bersedia 11. Adakah alasan, serta dorongan lainnya yang membuat anda memilih usahatani sebagai kegiatan yang dilakukan ? (1) Tidak (2) Ya, sebutkan .......... XIII. Persepsi 1. Manfaat apakah yang anda peroleh dari berusahatani tebu (Jawaban Anda boleh lebih dari satu) ? (1) Meningkatkan pendapatan (4) Memperoleh teman (2) Memperoleh pengetahuan yang baru (5) Memperoleh keanggotaan organisasi baru (3) Mengisi waktu luang (6) Lainnya, (sebutkan) ........ 2. Sebaiknya keprasan ratoon untuk tanaman tebu menurut anda dilakukan sebanyak .......... lahan sawah dan .....lahan tegalan.
190 3. Sistem bagi hasil yang ideal antara petani dengan pabrik pengolahan gula menurut anda sebesar ...... 4. Manfaat apakah yang anda peroleh dengan menjadi anggota koperasi (Jawaban Anda boleh lebih dari satu) ? (1) Meningkatkan pendapatan (4) Memperoleh teman (2) Memperoleh pengetahuan yang baru (5) Memperoleh keanggotaan organisasi baru (3) Mendapatkan fasilitas (6) Lainnya, (sebutkan) ........ 5. Manfaat apakah yang anda peroleh dengan menjadi anggota Asosiasi (Jawaban Anda boleh lebih dari satu) ? (1) Meningkatkan pendapatan (4) Memperoleh teman (2) Memperoleh pengetahuan yang baru (5) Memperoleh keanggotaan organisasi baru (3) Mendapatkan fasilitas (6) Lainnya, (sebutkan) ........ 6. Manfaat apakah yang anda peroleh dengan menjadi anggota Kemitraan dengan pabrik (Jawaban Anda boleh lebih dari satu) ? (1) Meningkatkan pendapatan (4) Memperoleh teman (2) Memperoleh pengetahuan yang baru (5) Memperoleh keanggotaan organisasi baru (3) Mendapatkan fasilitas (6) Lainnya, (sebutkan) ........ 7. Manfaat apakah yang anda peroleh dengan mengikuti penyuluhan yang ada (Jawaban Anda boleh lebih dari satu) ? (1) Meningkatkan pendapatan (4) Memperoleh teman (2) Memperoleh pengetahuan yang baru (5) Memperoleh keanggotaan organisasi baru (3) Mendapatkan fasilitas (6) Lainnya, (sebutkan) ........ XIV. Aktivitas Berusahatani 1. Berapa kali anda melakukan keprasan pada tanaman ratoon anda ? (1) maksimal 3 kali (2) 3-5 kali (3) > 5 kali 2. Apakah anda selalu mengganti Tanaman keprasan anda dengan tanaman baru setiap habis dikepras (mempertahankan kuota pertanaman tebu ideal) ? (1) tidak pernah (2) jarang/kadang-kadang (3) selalu 3. Berapa kuota tanaman Plant cane bila dibandingkan dengan tanaman Ratoon yang anda terapkan di lahan usahatani tebu anda ? (1). Tidak memakai kuota (2) Kuota sendiri, sebuitkan : (3) 1 : 4 (bergilir) (4). Lainnya, sebutkan ........... 4. Dalam sebulan kira-kira berapa kali anda pergi ke lahan ?| (1) < 3 kali (2) 3-5 kali (3) > 5 kali Di Bawah ini pihak yang diwawancarai: Tanda Tangan
(Nama Lengkap Petani) Terima Kasih Atas Kerjasamanya