Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KARAKTERISTIK NAMA MEREK YANG MEMPENGARUHI MINAT BELI KONSUMEN Rommy Indra Nouvry
[email protected]
Rahayu Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT The purpose of this research is to analyze and to find out the brand name characteristic factors which have influence to the customer’s purchase intention at Kober Mie Setan Restaurant Surabaya. According to the characteristics of the population, then in this research determined the number of samples of 110 people. This research uses a quantitative approach with the survey method by spreading the questionnaires to consumers of Kober Mie Setan Restaurants Surabaya. The analysis is carried out with the factors analysis to determine the brand name characteristics factors that influence the consumer purchase intention. It has been found from the factor analysis that from 7 indicators, only 6 factors influence the purchasing intention and they are divided into 3 new factors, each of them is unique and simple name factor, short name and gives confidence in its superiority factor and easy to be remembered and reflects a different taste factor. The new factors that obtained from the analysis, have a high correlation because the number from the component transformation matrix table are greater than 0,5 (0,870; 0,711 and 0,801). It means that the factors interlinked between the one with another. . Keywords: Brand Name Characteristic, Customer’s Purchase Intention and Kober Mie Setan Restaurant. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik nama merek yang berpengaruh terhadap minat beli konsumen di Restoran Kober Mie Setan Surabaya. Sesuai dengan karakteristik populasinya, maka dalam penelitian ini ditentukan jumlah sampel sebesar 110 orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei, yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada konsumen Restoran Kober Mie Setan Surabaya. Analisis dilakukan dengan analisis faktor untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik nama merek yang mempengaruhi minat beli konsumen. Dari hasil analisis faktor diketahui bahwa dari 7 indikator yang digunakan hanya 6 faktor yang mempengaruhi minat beli dan terbagi ke dalam 3 faktor baru, masing-masing faktor nama yang sederhana dan unik, faktor nama yang singkat dan memberikan kepercayaan akan keunggulan dan faktor nama yang mudah diingat dan mencerminkan rasa yang berbeda. Faktor-faktor baru yang diperoleh dari hasil analisis tersebut berkorelasi tinggi karena angka-angkan dari tabel component transformation matrix-nya lebih besar 0,5 (0,870; 0,711 dan 0,801). Hal ini berarti bahwa faktor-faktor tersebut saling berhubungan antar yang satu dengan yang lain. Kata kunci: Karakteristik Nama Merek, Minat Beli Konsumen dan Restoran Kober Mie Setan
PENDAHULUAN Merek atau brand sangat penting dalam pemasaran produk atau jasa. Kekuatan sebuah merek ditandai dengan kemampuannya untuk bertahan di masa yang sulit sekalipun.Sebuah merek dengan sendirinya sanggup melintasi batas dengan adanya dukungan saluran distribusi yang kuat dan memberikan seluruh nilai yang dikehendaki oleh konsumen. Sukses tidaknya sebuah merek dapat terjawab jika sebuah produk dengan merek yang melekat padanya telah mampu memberikan keuntungan fungsional untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan segenap persaingan di dalamnya. Salah satu kehebatan merek adalah banyak orang (konsumen) yang tetap memilihnya dan tetap setia pada merk tersebut, walaupun mungkin ada pilihan lain lain yang lebih baik. Merek yang hebat adalah satu-satunya jalan untuk mempertahankan laba di atas rata-rata secara terus
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
2
menerus dan menghasilkan keuntungan yang bersifat emosional, bukan hanya yang bersifat rasional. Merek dapat menghemat waktu penggunanya, karena melalui merk pengguna dapat langsung mengetahui kualitas produk, fitur yang diharapkan, dan jasa yang dapat diperoleh. Dalam persoalan pemberian merek masalah yang mendasar adalah pemberian nama merek. Walaupun nama merek tidak dapat memecahkan semua masalah yang dihadapi perusahaan tetapi bisa menjadi faktor kunci keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Karena itu perusahaan harus bisa memikirkan baik-baik apa sesungguhnya arti dari sebuah merek. Sebuah merek harus dihidupkan dengan cara memberi beberapa ciri dan karakteristik ciri. Karakteristik tersebut harus mampu menyerap dalam seluruh kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan terhadap merek tersebut. Dengan adanya ciri atau karakteristik dari sebuah merek akan dapat menarik konsumen untuk mengkonsumsi dalam produk atau jasa yang ditempeli merek tersebut. Merek adalah suatu nama, istilah, tanda, atau desain atau gabungan semua yang di harapkan mengindenfikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa dari produk pesaing (Saladin dan Oesman, 2007:84). Tujuan pemberian nama merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing (Rangkuti, 2008:2). Oleh karena itu adanya merek akan membantu konsumen dalam memilih produk yang dibutuhkannya. Karena merek membantu pengenalan produk dengan cepat, sehingga konsumen menjadi lebih mudah membedakan satu produk dengan produk-produk lainnya. Sebuah merek lebih dari sekedar produk. Produk adalah sesuatu yang diproduksi di pabrik, sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen. Menurut Keller, merek adalah produk yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik membedakannya dari produk-produk lain yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan serupa. Perbedaan tersebut bisa bersifat rasional dan tangible (terkait dengan kinerja produk dari merek bersangkutan) maupun simbolik, emosional dan intangible (berkenaan dengan reputasi merek). Konsumen biasanya tidak menjalin relasi dengan barang atau jasa tertentu, namun sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek yang spesifik (Tjiptono, 2011:40-41). Merek suatu produk tidak hanya bertujuan sebagai daya tarik untuk konsumen, tetapi juga digunakan sebagai alat untuk meningkatkan daya saing. Fungsi merek telah berkembang menjadi salah satu alat promosi yang menyebabkan merek mempunyai peran penting dalam menarik minat konsumen akan produk yang ditawarkan perusahaan tersebut, sehingga mendorong konsumen untuk melakukan pembelian (Rangkuti, 2008:83). Salah satu bisnis di Indonesia dewasa ini, yang tampak sangat mengandalkan kekuatan merek adalah bisnis kuliner atau restoran. Nama merek dan apa yang diwakilinya merupakan set terpenting bagi banyak bisnis restoran. Apabila dikelola dengan tepat, pemberian nama merek dapat meningkatkan keunggulan kompetitif pada perusahaan jasa penyedia makanan (restoran) (Kim dan Kim, 2004:115). Pilihan berbisnis di bidang kuliner memang menjanjikan karena mengingat kebutuhan konsumen akan kuliner sebagai pangan menjadi tidak bisa dielakkan dan menjadi pemenuhan kebutuhan primer. Pertumbungan bisnis kuliner cukup fantastis, sehingga menjadikan pelaku bisnis berusaha menampilkan keunikan dalam rasa, lokasi, jenis makanan, bahkan pilihan nama. Keunikan dalam berbagai aspek tersebut dipertimbangkan karena banyak pemain industri kuliner dengan makanan sejenis yang menawarkan produkproduk makanan.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
3
Saat ini memang banyak sekali restoran yang memberikan menu makanan dengan nama-nama yang unik, menarik, bahkan geli, misalnya Ayam Gebug, Ayam Penyet Sambel Setan, Sambel Bledhos, Burger Klenger, Rawon Setan, Burger Blenger, Es Pocong, Soto Gebrak, Siomay Gondrong, Bakso Granat, Sup Pengantin, Es Teler, Jus Poligami, dan sebagainya. Nama-nama makanan yang unik ini membuat konsumen untuk mencoba menu tersebut. Terkadang, rasa makanan juga terasa biasa saja atau bisa dikatakan rasanya memang kurang lebih sama dengan menu sama lainnya. Berbicara mengenai nama menu, keunikan nama ini sebenarnya ditujukan untuk membuat konsumen memiliki perhatian yang cukup tinggi karena nama yang unik bisa dikenal di antara sejumlah nama-nama menu yang ada. Bila dicermati, sebagian besar nama-nama yang disebutkan di atas justru nama yang memiliki konotasi negatif. Padahal dalam banyak teori, disebutkan bahwa ketika memilih nama merek, pengusaha harus menghindari kata-kata yang berkonotasi negatif. Namun kenyataannya, merek yang “negatif” tersebut justru mampu menarik minat konsumen, dan menjadi merek yang kuat. Karena meskipun terkesan negatif, sebenarnya nama merek tersebut lebih ditujukan untuk menggambarkan sensasi atau menjadi sesuatu yang menunjukkan kepada konsumen pada umumnya, bahwa dengan mengonsumsi merek makanan atau minuman tersebut konsumen akan mendapatkan sesuatu yang “berbeda”. Seperti halnya merek Rawon Setan atau Es Pocong, yang tentu saja memiliki aspek negatif yang seharusnya membuat orang ketakutan, dalam kenyataannya tidak selalu akan dikaitkan dengan aspek negatif. Namun, nama-nama menu tersebut memang ditujukan untuk mencari perhatian dan membuat konsumen memiliki awareness bahwa nama merek tersebut menimbulkan sensasi ketika mengonsumsinya. Nama-nama menu makanan tersebut umumnya bisa dikaitkan dengan sesuatu yang sedang menjadi tren dalam bidang kuliner saat ini, yaitu rasa pedas. Rasa pedas pada umumnya memang rasa favorit dan sudah menjadi budaya dalam masakan-masakan di Indonesia. Selain itu, rasa pedas sepertinya diangkat kembali untuk menjadi menu-menu favorit dalam setiap masakan yang ditawarkan saat ini. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan, muncul nama-nama menu makanan yang dikaitkan dengan sangat pedas. Ini dikaitkan dengan sensasi dalam menikmati menu makanan yang disajikan. Nampaknya rasa pedas menjadi rasa yang paling favorit dalam menambah selera untuk mengonsumsi. Di Kota Surabaya, khususnya, kuliner-kuliner yang menggunakan nama-nama “aneh” sangat banyak, seperti Rawon Setan, Mie Jemblung, Sate Laler, Bebek Mercon, Rawon Kalkulator dan masih banyak lagi yang lainnya. Salah satu restoran dengan nama “aneh” dan tentunya menyediakan menu dengan nama senada, yang saat ini cukup banyak memiliki pelanggan setia di Surabaya adalah Restoran Kober Mie Setan. Meskipun sebelumnya telah ada restoran mie yang sudah terkenal seperti Mie Hitam Akhirat, Mie Hijau Ketintang dan yang sama-sama berasal dari Malang, yaitu Mie Buto Ijo, ternyata Kober Mie Setan ini juga mampu eksis dan berkembang di Surabaya. Menu yang ditawarkan di restoran ini juga memiliki nama-nama yang ekstrim, yaitu Mie Setan dan Mie Iblis dengan ciri khas rasanya yang super pedas. Namun juga ada menu tidak pedas yang diberi nama yang lebih nyaman didengar telinga, yaitu Mie Angel. Fenomena dalam bisnis kuliner tersebut, menunjukkan banyaknya usaha kuliner yang menggunakan nama merek yang “berbau setan” dalam usaha menarik pelanggannya. Hal ini membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik nama merek terhadap minat beli konsumen. Adapun obyek penelitian yang dipilih adalah Restoran Kober Mie Setan. Restoran ini dipilih karena tidak hanya mengandalkan satu menu, melainkan memiliki beberapa menu makanan dan minuman yang namanya “berbau setan” dengan berbagai variasi pilihannya. Selain itu meskipun restoran ini baru dibuka
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
4
sejak Maret 2013, namun ternyata saat ini sudah cukup terkenal memiliki pelanggan yang jumlahnya cukup besar, terlihat dari antriannya yang panjang. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan faktor-faktor karakteristik nama merek apa saja yang mempengaruhi minat beli konsumen di Restoran Kober Mie Setan Surabaya?. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik nama merek yang mempengaruhi minat beli konsumen di Restoran Kober Mie Setan Surabaya. Sedangkan data yang dianalisis dalam penelitian dikumpulkan pada bulan Maret-April 2013. TINJAUAN TEORETIS Merek Menurut Undang Undang Merek No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 (Tjiptono 2011:3), merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinsi dari unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Definisi tersebut memiliki kesamaan dengan definisi versi American Marketing Association (Kotler dan Keller, 2009:258), merek adalah nama, istilah, tanda, symbol atau disain atau kombinasi dari semuanya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Selain itu, pengertian merek bukan sekedar sesuatu yang dapat menampilkan nilai fungsionalnya, melaikan juga dapat memberikan nilai tertentu dalam lubuk hati atau benak konsumen. Sedangkan menurut Stanton yang dikutip oleh Rangkuti (2008:36) merek adalah nama, istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual. Peranan Merek Menurut Durianto, dkk. (2009:1) merek memegang peranan penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Kegunaan merek adalah menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen, membentuk perilaku konsumen, memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen dan berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. Menurut Surachman (2008:4), peran merek menjadi sangat penting karena menjadi pembeda satu produk dari produk lainnya sehingga sangat bergantung pada merek yang ditampilkan. Penciptaan atau pembangunan merek yang tepat memerlukan riset pemasaran yang berkaitan dengan kesesuaian antara merek dengan produk, merek dengan perusahaan, merek dengan nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh perusahaan, baik nilai produk maupun nilai perusahaan sebagai pemegang merek. Melalui riset pemasaran perusahaan dapat mengetahui dan mengembangkan produk tersebut berdasarkan diferensiasi merek, nilai-nilai produk dan merek, serta nilai-nilai perusahaan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Cara Membangun Merek Menurut Rangkuti (2008:5), membangun merek yang kuat tidak berbeda dari membangun sebuah rumah. Untuk memperoleh bangunan rumah yang kukuh, kita memerlukan fondasi yang kuat. Begitu juga dengan membangun dan mengembangkan
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
5
merek. Ia memerlukan fondasi yang kuat. Caranya adalah: (1) Memiliki positioning yang tepat. (2) Memiliki brand value yang tepat. (3) Memiliki konsep yang tepat Menurut Fisk (2007:135) merek yang sangat kuat (powerful) adalah merek yang (1) Menciptakan sebuah tujuan yang tak kuasa untuk ditolak, sebuah ide besar yang keluar dari kerumunan, lebih besar dari sekedar produk atau industri, dan benar-benar berarti bagi masyarakat (2) Merefleksikan pelanggan, membentuk citra (image) dan reputasi di benak pelanggan sehingga mempunyai relevansi secara personal, walaupun seringkali merek tersebut mengeliminasi hal-hal lainnya. (3) Menggalang para pelanggan untuk secara bersama-sama meraih ide besar yang dituangkan kedalam suatu gaya (style) hingga orangorang bisa menyatakan “Inilah Perusahaan Saya”. (4) Membantu para pelanggan untuk berbuat lebih banyak, mendorong penciptaan benefit dan membantu aplikasi yang mereka lakukan tetapi juga mampu secara psikologi dan emosional untuk berbuat lebih banyak. (5) Melabuhkan pelanggan di seputaran sesuatu yang familiar dan penting, sementara hal-hal lain di pasaran atau dalam pribadi mereka sendiri terus berubah. (6) Berkembang menurut perkembangan pasar dan pelanggan. Dengan keluwesannya untuk bergerak mudah ke dalam pasar-pasar baru dan dengan kerekatannya untuk mengaitkan berbagai aktifitas. (7) Menarik pelanggan-pelanggan target, dengan menciptakan preferensi, mempengaruhi perilaku pembelian, dan mempertahankan harga premium. (8) Mempertahankan pelangganpelanggan terbaik, dengan membangun loyalitas mereka, memperkenalkan pelayanan baru dan mendorong advokasi. (9) Menciptakan nilai (value) dari pemegang saham (shareholder), tidak hanya melalui profit, tetapi juga dengan memperbaiki kepercayaan investor, rating kredit, dan mengurangi biaya modal. Tujuan Pemberian Nama Merek Tujuan pemberian nama merek menurut Alma (2010:149) ialah: (1) Pengusaha menjamin konsumen bahwa barang yang dibeli sungguh berasal dari perusahaannya. Ini adalah meyakinkan pihak konsumen membeli suatu barang dari merek dan perusahaan yang dikehendakinya, yang cocok dengan seleranya, keinginannya dan juga kemampuannya. (2) Perusahaan menjamin mutu barang. Dengan adanya merek ini perusahaan menjamin mutu bahwa barang yang dikeluarkan berkualitas baik, sehingga barang tersebut selain ada merek-merek yang disebukan peringatan-peringatan seperti apabila dalam jenis ini tidak ada tanda tangan ini maka itu adalah palsu dan lain-lainnya. (3) Pengusaha memberi nama pada merek barangnya supaya mudah diingat dan disebut sehingga konsumen dapat menyebutkan mereknya saja. (4) Meningkatkan ekuitas merek, yang memungkinkan memperoleh margin lebih tinggi, memberi kemudahan dalam mempertahankan kesetiaan konsumen. (5) Memberi motivasi pada saluran distribusi, karena barang dengan merek terkenal akan cepat laku, dan mudah disalurkan. Serta mudah penanganannya. Manfaat Pemberian Nama Merek Menurut Rangkuti (2008:139) manfaat pemberian nama merek bagi perusahaan adalah memudahkan penjual untuk mengolah pesanan-pesanan dan memperkecil timbulnya permasalahan, akan secara hukum melindungi penjualan dari pemalsuan ciri-ciri produk, karena bila tidak, setiap pesaing akan meniru produk yang telah berhasil dipasaran dan memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen terhadap produknya, dimana kesetian konsumen akan melindungi penjual dari persaingan. Bagi distributor, nama merek memudahkan penanganan produk, mengidentifikasi pendistribusian produk dan meminta produksi agar berada pada standar mutu tertentu.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
6
Sedangkan bagi konsumen, nama merek memudahkan untuk mengenali mutu, dan dengan adanya merek tertentu, konsumen dapat mengkaitkan status dan prestasinya. Karakteristik Nama Merek Ada banyak cara yang digunakan perusahaan untuk sampai pada nama merek. Namun dalam semua kasus, beberapa panduan seharusnya tidak diabaikan. Menurut Temporal (2006:40), nama seharusnya: mempunyai ejaan yang sederhana, mudah diucapkan, tidak biasa dan istimewa, mudah diingat, bisa dilindungi (misalnya dengan trademark) dan dapat diterima secara universal. Menurut Kotler dan Armstrong, yang dikutip oleh Tjiptono, dkk (2008:353), ciri-ciri atau karakteristik yang diinginkan dalam suatu nama merek adalah harus mencerminkan tentang manfaat dan kualitas produk yang ditawarkan, harus mudah dieja, dikenali dan diingat, nama yang singkat akan membantu, harus khas, mudah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa asing dan harus bisa didaftarkan dan mempunyai kekuatan hukum. Sedangkan menurut Rangkuti (2008:142) kriteria nama merek yang baik adalah: (1) Merek harus menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk. Misalnya: Kosmetik Viva (2) Merek harus menggambarkan kualitas, kegiatan warna, dan sebagainya. Misalnya: Sunkist (3) Merek yang mudah diucapkan, dikenali, dan diingat. Misalnya: Aqua (4) Merek harus khas. Misalnya: Kodak (5) Tidak mengandung arti yang buruk bagi negara dan bahasa lain. Misalnya: Nova mengandung nama buruk bagi mobil untuk dijual di negaranegara yang berbahasa Spanyol, karena artinya “Tidak dapat bekerja”. Minat Beli Minat beli adalah suatu keinginan yang timbul dibenak konsumen untuk dapat memiliki atau membeli suatu produk atau jasa yang baru diingat, didengar atau dirasakannya. Menurut Cannon, dkk. (2008:298), minat beli konsumen merupakan dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk membeli barang dan jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Minat beli dengan mengacu pada pendapat Doods, dkk. (dalam Sutantio 2004:252) adalah kemungkinan pembeli berminat untuk membeli suatu produk. Sedangkan menurut Howard dalam Durianto dan Cecilia (2004:44) minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemesar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang. Menurut Assael (2002:53) minat beli konsumen timbul dan terbentuk setelah konsumen melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap sesuatu merek dan akan melakukan pembelian terhadap merek yang dapat memberikan tingkat paling tinggi dari kepuasan yang diharapkan. Swastha dan Irawan (2008:349) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli, kegagalan biasanya menghilangkan minat. Menurut Asseal (2002:72) faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen diantaranya. (1) Lingkungan. Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi minat beli konsumen dalam pemilihan suatu produk tertentu. (2) Stimuli pemasaran. Pemasaran
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
7
berupaya menstimulus konsumen sehingga dapat menarik minat beli, diantaranya dengan iklan yang menarik. Minat beli dibentuk oleh pengaruh, sikap konsumen terhadap suatu produk dan keyakinan mereka atas kualitas, dalm hal ini pemasar harus mengerti keinginan konsumen. Minat beli konsumen yaitu sikap, minat dan tindakan yang dailakukan konsumen dalam proses pengambilan keputusan dan merencanakan pembelian terhadap sejumlah merek. Minat konsumen sangat dipengaruhi oleh kateristik produk pemilihan terhadap manfaat dari suatu produk dan harga yang ditentukan oleh pemasar. Ferdinand dalam salah satu penelitiannya (2002:129) menyatakan bahwa indikator minat beli antara lain: (1) Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk, (2) Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk kepada orang lain, (3) Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut, preferensi ini dapat berubah bila terjadi sesuatu dengan produk preferensinya, dan (4) Minat eksploratif, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen Restoran Kober Mie Setan Surabaya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik accidental sampling. Teknik accidental sampling adalah teknik penarikan sampel secara kebetulan yaitu siapa saja yang kebetulan ditemui peneliti dan sedang mengunjungi dan membeli makanan dan/atau minuman di Restoran Kober Mie Setan Surabaya. Sedangkan jumlah sampel untuk populasi penelitian ini yang jumlahnya tidak diketahui dihitung berdasarkan teori dari Ferdinand (2006:48) dengan pedoman sampel 100 – 200 untuk teknik maksimum likelihood estimation, tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam sebuah variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5 sampai 10. Karena dalam penelitian ini terdapat 11 indikator, maka besarnya sampel adalah 11 x 10 = 110.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah karakteristik nama merek (X). Dalam penelitian ini karakteristik nama merek yang digunakan adalah: 1. Mudah diingat (X1) Yaitu kemudahan nama merek untuk diingat dalam benak konsumen. Indikator variabel ini adalah: a. Nama yang singkat b. Ejaan yang sederhana dan mudah diucapkan c. Mudah untuk diingat 2. Mencerminkan Manfaat dan Kualitas (X2) Yaitu kemampuan nama merek untuk memberikan gambaran tentang manfaat dan kualitas dari produk yang diwakilinya. Indikator variabel ini adalah: a. Pencerminan rasa yang berbeda b. Memberikan kepercayaan akan keunggulan 3. Khas (X3) Yaitu kekhasan atau keunikan nama merek dibandingkan pesaing. Indikator variabel ini adalah:
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
8
a. Nama yang unik b. Nama yang mampu bertahan dan tak lekang waktu Pengukuran variabel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok terhadap suatu kejadian atau keadaan sosial, dimana variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item pertanyaan (Sarjono dan Julianita, 2011:8). Skala likert dalam penelitian ini merupakan sejumlah pertanyaan evaluatif yang direspon berdasarkan rentang skala 1-5 dengan alternatif jawaban: sangat setuju (skor 4), setuju (skor 3), tidak setuju (skor 2) dan sangat tidak setuju (skor 1). Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis). Sebagaimana diungkapkan oleh Supranto (2004:125), bahwa analisis faktor konfirmatori yaitu secara apriori yang berdasarkan teori dari konsep sudah dibuat beberapa faktor yang akan dibentuk, serta variabel laten yang termasuk dalam faktor-faktor tersebut. Pada penelitian ini telah ditentukan faktor-faktor yang bersifat apriori sehingga dalam analisis ini dilakukan konfirmatori nilai-nilai faktor yang muncul dari variabel-variabel yang telah ditentukan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap minat beli konsumen di Restoran Mie Kober Surabaya. Menurut Santoso (2010:59-69) proses dasar analisis faktor meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Menentukan varibel apa saja yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini sudah ditentukan bahwa variabel yang akan dianalisis berjumlah 3 variabel. 2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan, dengan metode Bartlett’s test of sphericity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling Adequacy). Pada tahap awal analisis faktor ini, dilakukan penyaringan terhadap sejumlah variabel, hingga didapat variabel-variabel yang memenuhi syarat untuk dianalisis. Untuk melihat ada tidaknya korelasi, dapat dilihat pada uji Kaiset Meyer Oikin (KMO) measure of sampling adequancy, yang merupakan suatu indeks yang dipergunakan untuk meneliti ketepatan analisis faktor. Nilai tinggi antara 0,5 – 1,0 berarti analisis faktor tepat, kalau kurang dari 0,5 analisis faktor dikatakan tidak tepat. 3. Proses factoring dan Rotasi Pada tahap ini dilakukan ekstraksi terhadap sekumpulan variabel yang ada, sehingga terbentuk satu atau lebih faktor. Metode yang digunakan adalah PCA (Principal Component Analysis) dan metode yang digunakan untuk rotasi adalah Varimax. Dari proses ini akan muncul Tabel Communalities, yang pada dasarnya menunjukkan jumlah varians (bisa dalam persentase) dari suatu variabel yang mula-mula bisa dijelaskan oleh faktor yang ada. Tabel berikutnya yang muncul adalah tabel Total Variance Explained, yang menampilkan eigenvalues (akar ciri) masing-masing faktor. The eigenvalue untuk suatu faktor menunjukkan jumlah varian, sebagai sumbangan atau kontribusi dari faktor yang bersangkutan terhadap total variance, karena masing-masing variabel sudah dibakukan, berarti rata-ratanya nol dan variannya satu. Berdasarkan besarnya eigenvalue ini, maka bisa ditentukan banyaknya jumlah faktor yang bisa diterima secara empirik. Semakin besar eigenvalue setiap faktor maka faktor tersebut semakin reliable (representatif) untuk mewakili sekelompok variabel. Faktor yang dipertimbangkan akan bermakna apabila eigenvalue dari faktor tersebut lebih besar dari satu (≥1). Setelah diketahui faktor yang dapat diterima, tabel Component Matrix menunjukkan distribusi masing-masing variabel terhadap faktor, sedangkan angka-
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
9
angka pada tabel menunjukkan factor loadings, yang menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor yang terbentuk. Variabel dengan loading besar berarti merupakan komponen penyusun terbesar dari faktor yang bersangkutan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Validitas Validitas data dalam penelitian diukur dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product-Moment (r). pada penelitian ini uji validitas atas item-item pernyataan yang terdapat dalam kuesioner dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi dari masing-masing item dengan skor total yang diperoleh. Kemudian koefisien korelasi dari masing-masing item dibandingkan dengan angka nilai kritis r sesuai dengan derajat keindependenan dan taraf signifikansinya. Hasil dari uji validitas untuk item-item pernyataan dalam kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1 Hasil Uji Validitas Variabel Indikator rhitung valid/gugur Nama yang singkat Ejaan yang sederhana dan mudah diucapkan Mudah untuk diingat Mencerminkan Pencerminan rasa yang berbeda Manfaat dan Memberikan kepercayaan akan Kualitas (X2) keunggulan Nama yang unik Khas (X3) Nama yang mampu bertahan dan tak lekang waktu Mudah Diingat (X1)
0,648
valid
0,397
valid
0,647 0,791
valid valid
0,672
valid
0,691
valid
0,585
valid
Setelah dibandingkan dengan angka kritis sebesar 0,187 yang merupakan angka kritis pada derajat keindependenan 110 dan tingkat signifikansi 5% ternyata koefisien korelasi dari seluruh item pernyataan tersebut nilainya lebih besar dari nilai angka kritis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh item pernyataan dalam penelitian ini adalah valid. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan apabila alat ukur tersebut dipakai dua kali atau lebih untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal adalah koefisien alfa atau Cronbach’s Alpha yang berguna untuk mengukur tingkat reliabilitas konsistensi internal di antara butir-butir pernyataan dalam suatu instrumen untuk mengukur construct tertentu. Item pengukuran dikatakan reliabel apabila memiliki nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,6 (Malhotra, 2010:282). Hasil reliabilitas untuk item-item pernyataan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
10
Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Cronbach Alpha Mudah Diingat (X1) 0,615 Mencerminkan Manfaat dan Kualitas (X2) 0,642 Khas (X3) 0,641
reliabel/gugur reliabel reliabel reliabel
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua variabel memiliki nilai kosefisien Cronbach Alpha yang lebih besar dari 0,60. Karena dari masing-masing variabel tersebut didapatkan nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60 maka instrumen penelitian ini dapat dikatakan handal (reliabel) untuk digunakan sebagai alat ukur. Analisis Faktor 1. Bartlett’s Test of Sphericity Hasil pengujian nilai Barlett Test of Sphericity terhadap indikator dari variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3 Nilai KMO dan Barlett’s Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling ,647 Adequacy. Approx. Chi-Square 42,756 Bartlett's Test of Df 21 Sphericity Sig. ,003 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai barletts’s test of sperchity mempunyai nilai 42,756 dengan nilai signifikansinya sebesar 0,003. Hal ini berarti bahwa ada korelasi antara masing-masing indikator terhadap faktor yang terbentuk. Dengan demikian faktor yang terbentuk sudah baik dan sampel sudah memadai untuk dianalisis uji lanjut 2. Kaiset Meyer Oikin (KMO) Measure of Sampling Adequancy Keiser-Meyers-Oklin (KMO) Measure of Sampling Adequacy, yang digunakan untuk mengukur kecukupan sampel dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisein korelasi parsialnya. Dari nilai KMO dapat diketahui ketepatan analisis faktor. Analisis faktor dianggap tepat bila nilai KMO > 0,5. Berdasarkan hasil pengujian yang disampaikan pada tabel 1 diperoleh nilai KMO sebesar 0,647 yang lebih besar 0,5. Hal ini berarti analisis faktor yang dilakukan dianggap tepat. 3. Factoring dan Rotasi Analisis ini bertujuan untuk memperoleh jumlah minimum dari faktor-faktor yang menghasilkan variance maximum dari data-data untuk digunakan dalam menganalisis multivariate selanjutnya. Untuk menentukan beberapa faktor yang diterima secara empirik dapat dilihat dari besarnya eigenvalue (nilai eigen). Apabila eigenvalue lebih dari 1, maka semakin representatif faktor tersebut mewakili indikator. Sedangkan faktor yang eigenvalue-nya kurang dari 1 dikeluarkan dari model penelitian.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
11
Tabel 4 Hasil Ekstrasi dan Rotasi Faktor Total Variance Explained Extraction Sums of Squared Loadings
Initial Eigenvalues Component
Rotation Sums of Squared Loadings
Total
% of Variance
Cumulative %
Total
% of Variance
Cumulative %
Total
% of Variance
Cumulative %
1
1,452
20,740
20,740
1,452
20,740
20,740
1,431
20,447
20,447
2
1,369
19,556
40,296
1,369
19,556
40,296
1,325
18,925
39,372
3
1,213
17,329
57,625
1,213
17,329
57,625
1,278
18,253
57,625
4
,943
13,477
71,103
5
,831
11,872
82,975
6
,639
9,125
92,101
7
,553
7,899
100,000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Berdasarkan tabel di atas ada beberapa hal yang dapat diketahui: a. Nilai eigenvalues; yang menunjukkan jumlah variabel yang menjadi anggota suatu faktor b. Besaran variansi yang dapat dijelaskan oleh faktor dengan sejumlah variabel pembentuknya c. Jumlah faktor yang dapat terbentuk oleh sejumlah variabel yang dimiliki. Setelah dilakukan ekstraksi, tampak dalam tabel di atas bahwa faktor yang terbentuk sebanyak 3 faktor, dengan masing-masing mempunyai nilai eigenvalues 1,452; 1,369 dan 1,213. Sesuai dengan definisi eigenvalues, berarti dapat dikatakan bahwa faktor 1 beranggotakan 1,452 variabel, faktor 2 beranggotakan 1,369 variabel dan faktor 3 beranggotakan 1,213 variabel (faktor yang mempunyai nilai eigenvalues < 1, berarti tidak mempunyai anggota variabel pembentuk faktor). Tabel di atas menunjukkan adanya 7 component (variabel) yang dimasukkan dalam analisis faktor dengan masing-masing variabel memiliki variansi 1, maka total variansi adalah 7 × 1 = 7. Sesuai dengan jumlah faktor yang terbentuk dan jumlah variansi masing-masing variabel yang diketahui, selanjutnya dapat dijelaskan oleh masing-masing faktor maupun oleh keseluruhan faktor yang terbentuk sebelum dirotasi adalah: a. Jika 7 variabel diekstrak menjadi 1 faktor, maka: 1,452/7 × 100% = 20,740%, artinya sebesar 20,740% variansi dari variabilitas pembentuk faktor 1 dapat dijelaskan faktor tersebut b. Jika 7 variabel diekstrak menjadi 2 faktor, maka: 1,369/7 × 100% = 19,556%, artinya sebesar 19,556% variansi dari variabilitas pembentuk faktor 2 dapat dijelaskan oleh faktor tersebut c. Jika 7 variabel diekstrak menjadi 3 faktor, maka: 1,213/7 × 100% = 17,329%, artinya sebesar 17,329% variansi dari variabilitas pembentuk faktor 3 dapat dijelaskan oleh faktor tersebut Sedangkan total ketiga faktor tersebut akan mampu menjelaskan 57,625% atau (20,740% + 19,566% + 17,329%) dari variabilitas ketujuh variabel asli tersebut. Sedangkan penjelasan dari masing-masing faktor maupun keseluruhan faktor yang terbentuk setelah dirotasi adalah:
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
12
a. Jika 7 variabel diekstrak menjadi 1 faktor, maka: 1,431/7 × 100% = 20,447%, artinya sebesar 20,447% variansi dari variabilitas pembentuk faktor 1 dapat dijelaskan faktor tersebut. b. Jika 7 variabel diekstrak menjadi 2 faktor, maka: 1,325/7 × 100% = 18,925%, artinya sebesar 18,925% variansi dari variabilitas pembentuk faktor 2 dapat dijelaskan oleh faktor tersebut. c. Jika 7 variabel diekstrak menjadi 3 faktor, maka: 1,278/7 × 100% = 18,253%, sebesar 18,253% variansi dari variabilitas pembentuk faktor 3 dapat dijelaskan oleh faktor tersebut Sedangkan total ketiga faktor tersebut akan mampu menjelaskan 57,625% atau (20,447% + 18,925% + 18,253%) dari variabilitas ketujuh variabel asli tersebut. 4. Nonredundant Nilai nonredundant residuals menunjukkan berapa persen data yang berubah setelah dirotasi. Dengan melihat nilai nonredundant residuals dapat diketahui sejauhmana faktor atau variabel yang hilang atau berubah dapat ditoleransi. Semakin banyak data yang berubah, maka model analisis faktor yang terbentuk akan semakin tidak baik. Adapan syarat dari nonredundant adalah tidak boleh lebih dari 50%, jika lebih besar dari 50% maka model analisis faktor dalam penelitian dinyatakan tidak fit. Dari hasil pengujian (lampiran 6) menunjukkan nilai nonredundant residuals sebesar 24%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian hanya sebesar 24% data yang berubah sedangkan sisanya, yaitu 76% tidak berubah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model analisis faktor dalam penelitian ini dapat dikatakan fit. 5. Penentuan Anggota Faktor Baru Setelah mendapatkan 3 faktor yang terbentuk dengan proses rotasi, maka ditentukan indikator yang masuk dalam faktor. Penentuan indikator yang masuk sebagai anggota salah satu faktor didasarkan atas korelasi terbesar indikator tersebut dengan salah satu faktor. Indikator-indikator yang masuk dalam suatu faktor harus memiliki loading factor pada range > 0,5. Sedangkan indikator dengan range < 0,5 akan diabaikan. Adapun penentuan anggota faktor adalah sebagai berikut: Tabel 5 Penentuan Anggota Faktor Baru Faktor No Indikator Korelasi 1 X1.1 Nama yang singkat 0,824 2 Ejaan yang sederhana dan mudah 2 X1.2 0,613 1 diucapkan 3 X1.3 Mudah untuk diingat 0,621 3 4 X2.1 Pencerminan rasa yang berbeda 0,840 3 Memberikan kepercayaan akan 0,628 2 5 X2.2 keunggulan 6 X3.1 Nama yang unik 0,708 1 Nama yang mampu bertahan dan tak 7 X3.2 0,420 0 lekang waktu Dari tabel di atas dapat diketahui indikator-indikator yang masuk dalam faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen Restoran Kober Mie Setan Surabaya adalah sebagai berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
13
a. Indikator nama yang singkat (X1.1) berkorelasi optimal dengan faktor 2, yaitu sebesar 0,824, sehingga indikator tersebut lebih tepat masuk ke dalam faktor 2 b. Indikator ejaan yang sederhana dan mudah diucapkan (X1.2) berkorelasi optimal dengan faktor 1, yaitu sebesar 0,613, sehingga indikator tersebut lebih tepat masuk ke dalam faktor 1 c. Indikator mudah untuk diingat (X1.3) berkorelasi optimal dengan faktor 3, yaitu sebesar 0,621, sehingga indikator tersebut lebih tepat masuk ke dalam faktor 3 d. Indikator pencerminan rasa yang berbeda (X2.1) berkorelasi optimal dengan faktor 3, yaitu sebesar 0,840, sehingga indikator tersebut lebih tepat masuk ke dalam faktor 3 e. Indikator memberikan kepercayaan akan keunggulan (X2.2) berkorelasi optimal dengan faktor 2, yaitu sebesar 0,628, sehingga indikator tersebut lebih tepat masuk ke dalam faktor 2 f. Indikator nama yang unik (X3.1) berkorelasi optimal dengan faktor 1, yaitu sebesar 0,708, sehingga indikator tersebut lebih tepat masuk ke dalam faktor 1 g. Indikator nama yang mampu bertahan dan tak lekang waktu (X3.2) korelasi optimalnya hanya sebesar 0,420, sehingga indikator tersebut tidak masuk ke dalam faktor 6. Pemberian Nama Faktor Baru Setelah ditentukan indikator yang masuk ke dalam faktor, maka selanjutnya faktorfaktor yang baru terbentuk tersebut (variabel) diberi nama baru sesuai dengan indikatorindikator anggotanya. Adapun faktor-faktor yang baru terbentuk tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6 Pemberian Nama Faktor Baru Cumulative Faktor Indikator Nama Baru Eigenvalues Variance Ejaan yang sederhana dan Nama yang sederhana 1 1,431 20,447 mudah diucapkan dan unik Nama yang unik 2
3
Nama yang singkat Nama yang singkat dan Memberikan memberikan kepercayaan kepercayaan akan akan keunggulan keunggulan Mudah untuk Nama yang mudah diingat diingat dan mencerminkan rasa yang Pencerminan rasa berbeda yang berbeda
1,325
39,372
1,278
57,625
Berdasarkan dapat dijelaskan mengenai faktor baru yang terbentuk sebagai berikut: a. Faktor 1, dengan anggota faktor yang terdiri dari indikator ejaan yang sederhana dan mudah diucapkan serta indikator nama yang unik, selanjutnya diberi nama faktor nama yang sederhana dan unik b. Faktor 2 dengan anggota faktor yang terdiri dari indikator nama yang singkat serta indikator memberikan kepercayaan akan keunggulan, selanjutnya diberi nama faktor nama yang singkat dan memberikan kepercayaan akan keunggulan
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
14
c. Faktor 3 dengan anggota faktor yang terdiri dari indikator mudah untuk diingat serta indikator pencerminan rasa yang berbeda, selanjutnya diberi nama faktor nama yang mudah diingat dan mencerminkan rasa yang berbeda 7. Hubungan Antar Faktor Setelah diketahui faktor baru yang terbentuk dari indikator-indikator yang diteliti, maka dapat diketahui pula hubungan antar faktor-faktor baru tersebut. Nilai hubungan ini dapat diketahui dari tabel component transformation matrix sebagai berikut: Tabel 7 Component Transformation Matrix Component 1 2 3 1 .870 .372 .325 2 -.492 .711 .503 3 .044 .597 -.801 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. Dari tabel Component Transformation Matrix, terlihat angka-angka yang ada pada diagonal, antara Component 1 dengan 1, Component 2 dengan 2 dan Component 3 dengan 3. Ketiga angka tersebut nilainya lebih dari 0,5 (0,870; 0,711 dan 0,801). Hal ini membuktikan kedua faktor (Component) yang terbentuk sudah tepat, karena mempunyai korelasi yang tinggi. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan analisis faktor diperoleh 3 faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen restoran Kober Mie Setan Surabaya, yaitu: Faktor 1, dengan anggota faktor yang terdiri dari indikator ejaan yang sederhana dan mudah diucapkan serta indikator nama yang unik. Faktor ini lebih tepat disebut faktor nama yang sederhana dan unik. Faktor ini mampu menjelaskan minat beli konsumen dengan prosentase variance sebesar 20,447%. Faktor 2, dengan anggota faktor yang terdiri dari indikator nama yang singkat serta indikator memberikan kepercayaan akan keunggulan. Faktor ini lebih tepat disebut faktor nama yang singkat dan memberikan kepercayaan akan keunggulan. Faktor ini mampu menjelaskan minat beli konsumen dengan prosentase variance sebesar 18,925%. Faktor 3, dengan anggota faktor yang terdiri dari indikator mudah untuk diingat serta indikator pencerminan rasa yang berbeda. Faktor ini lebih tepat disebut faktor nama yang mudah diingat dan mencerminkan rasa yang berbeda. Faktor ini mampu menjelaskan minat beli konsumen dengan prosentase variance sebesar 18,253%. Sedangkan dari hasil tabel Component Transformation Matrix, maka faktor-faktor baru yang diperoleh dari hasil analisis tersebut berkorelasi tinggi karena angka-angkanya lebih besar 0,5 (0,870; 0,711 dan 0,801). Hal ini berarti bahwa faktor-faktor tersebut saling berhubungan antar yang satu dengan yang lain. Keterbatasan Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah jumlah variabel dan indikator karakteristik nama merek yang sangat terbatas. Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah mengembangkan dan memperluas indikator maupun variabel penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 4 (2014)
15
DAFTAR PUSTAKA
Alma, B. 2010. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi Revisi. Cetakan Kedelapan. Bandung: Alfabeta. Assael, H. 2002, Consumers Behavior and Marketing Action, Edisi 3. Boston Massachusset: Kent. Publishing Company
Cannon, JP.; W.D. Perreault, dan E.J. McCarthy. 2008. Pemasaran Dasar, Pendekatan Manajemen Global. Terjemahan Afia R. Fitriati dan Ria Cahyani. Buku 1. Edisi 16. Jakarta: Salemba Empat. Durianto, D.; Sugiarto dan L.J. Budiman. 2009. Brand Equity Ten Strategi Memimpin Pasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Durianto, D. dan L. Cecilia (2004). Analisis Efektivitas Iklan Televisi Softener Soft & Fresh Di Jakarta Dan Sekitarnya Dengan Menggunakan Consumen Decision Model. Jurnal Ekonomi Perusahaan,Vol.11 (no.1). Hal 35-55 Ferdinand, A. 2002. Kualitas Strategi Pemasaran: Sebuah Studi Pendahuluan. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Vol. I, No.1, (Mei). p. 107-119 ___________. 2006. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Fisk, P. 2007. Marketing Genius. Jakarta: Elex Media Komputindo Kim, W.G. and H.B. Kim. 2004. Measuring Customer-Based Restaurant Brand Equity. Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly. CORNELL UNIVERSITY DOI: 10.1177/0010880404264507 Volume 45, Issue 2 p. 115-131. Kotler, P. dan K.L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Indeks (Kelompok Gramedia). Malhotra, N.K. 2010. Riset Pemasaran (Pendekatan Terapan). Terjemahan Soleh Rusyadi M. Jakarta: PT Indeks (Kelompok Gramedia) Rangkuti, F. 2008. The Power of Brand: Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo Saladin, D. dan Y.M. Oesman. 2007. Intisari Pemasaran dan Unsur-Unsur Pemasaran: Tingkasan Praktis Teori dan Tanya Jawab. Bandung: Linda Karya Sarjono, H. dan W. Julianita. 2011. SPSS vs LISREL: Sebuah Pengantar untuk Aplikasi untuk Riset. Jakarta: Salemba Empat. Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat Arti Dan Interpretasi. Jakarta: Rineka Cipta Surachman, S.A. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Merek: Alat Pemasaran Untuk Memenangkan Persaingan. Malang: Bayumedia Sutantio, M. 2004. Studi Mengenai Pengembangan Minat Beli Merek Ekstensi (Studi Kasus Produk Merek Sharp di Surabaya). Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Vol. III, No. 3, hal 243-266 Swastha, B. dan Irawan. 2008. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty Temporal, P. 2006. Asia’s Star Brands. Singapore: John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd, Tjiptono, F. 2011. Manajemen & Strategi Merek. Yogyakarta: Andi Tjiptono, F; G. Chandra dan D. Adriana. 2008. Pemasaran Strategik. Yogyakarta: Andi