JURNAL
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELI HANDPHONE MEREK LOKAL (Analisis Structural Equation Model Pengaruh Brand Awareness, Word of Mouth, Perceived Quality, Usage, Brand Performance, dan Innovation Awareness terhadap Minat Beli Handphone Merek Lokal di Kota Surakarta tahun 2015)
Oleh: ADE RETZA ARIENTIKA CIPTA NASTITI D0211001
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015
1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELI HANDPHONE MEREK LOKAL (Analisis Structural Equation Model Pengaruh Brand Awareness, Word of Mouth, Perceived Quality, Usage, Brand Performance, dan Innovation Awareness terhadap Minat Beli Handphone Merek Lokal di Kota Surakarta tahun 2015)
Ade Retza Arientika Cipta Nastiti Surisno Satrijo Utomo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Nowdays, the local mobile phone’s brand company's efforts to face the competition is doing marketing communications such as advertising, do direct selling, personal selling, publicity, and events. Loyalty, satisfaction, value more than the price, and willingness to recommend the brand is to be considered by local mobile phone’s brand company to maintaining the consistency of use by consumers. Purchase intention is the phase response tendency to act before a purchase decision. In this study, purchase intention can be influenced by creating the effect of marketing communication that refers to the variable brand awareness (Aaker, 1996), brand awareness of positive word of mouth (Kotler and Keller, 2012), perceived quality (Aaker, 1991), led to innovation awareness (Shiau 2014), and the user's experience’s described by variable usage experience (usage) (Farris et al. 2006), and the perception of brand performance (Kotler and Keller, 2012). This research was conducted in Surakarta with the number of respondents as many as 221 people from December 2014 until March 2015. Sampling has done in stages by using multistage sampling because extensive research area and it is difficult to obtain a list for certain populations. There are six stages of sampling, of the districts and villages using the sampling area, RW and RT using simple random sampling, Unit Tempat Kediaman (UTK) through systematic random sampling, a family member with a simple random sampling, and screening for certain limitations so that the data is valid. Methods of data analysis using Structural Equation Modelling (SEM) whose theoretical basis is developed by Joreskog and Sorbom. The results showed that the model of purchase intention with RMSEA values of 0.000 and 1.000 P-Value. All of these factors have a positive value. Word of mouth factor and innovation awareness has the highest impact or the most influence on buying interest with each coefficient (1.01) and (1.00). While the indicator with the greatest positive influence in a row is a personal TOM WOM (0.104) and TOM electronic WOM (0.102).
2
This shows that the company and the local mobile phone’s brand managers must prioritize communication strategy that makes people disseminate positive information about local mobile phone’, so that the activity of both personal and electronic WOM will be more frequent. This is done by improving the quality and innovation of products so well that advertising messages or experience can be disseminated in a positive use.
Key words: Local mobile phone’s brand, brand awareness, word of mouth, perceived quality, usage, brand performance, innovation awareness, and purchase intention. Pendahuluan Handphone merupakan alat komunikasi yang menjadi kebutuhan utama manusia saat ini. Ahmad Fadilah (2011: 12) mengartikan handphone sebagai “suatu barang atau benda yang dipakai sebagai sarana komunikasi baik itu berupa, lisan maupun tulisan, untuk penyampaian informasi atau pesan dari suatu pihak kepihak lainnya secara efektif dan efesien karena perangkatnya yang bisa dibawa kemana-mana dan dapat dipakai dimana saja”. Faktanya pengguna handphone di Indonesia melebihi tingkat populasinya. Data dari wearesocial.sg, pada Januari 2015 menunjukan bahwa pengguna handphone di Indonesia mencapai angka lebih dari 308 juta pengguna, padahal jumlah populasi di Indonesia hanya bekisar di angka 255.5 juta jiwa, (We Are Social, 20 Januari 2015). Melihat potensi pasar Indonesia, berbagai perusahaan merek handphone pun bermunculan. Di antaranya yang dikenal adalah handphone merek lokal yang secara agresif sedang memasuki pangsa pasar. Merek-merek handphone dalam negeri yang ramai di pasar telepon selular Indonesia adalah Smarfren, Evercoss, Mito, Advan, Maxtron, Ti-phone, Cyrus, Ivo, CSL Blueberry, dan Tabulet (Lukman, 14 Desember 2013). Sedangkan untuk handphone merek Oppo, ZTE, Lenovo, Xiaomi, dan Samsung adalah merek-merek handphone yang beredar di pasar Indonesia merupakan produksi perusahaan di kawasan benua Asia (UCWEB dalam Gouw, 16 Januari 2015). Keberagaman
pilihan
merek
handphone
merek
lokal
tersebut
menimbulkan sebuah kemungkinan perilaku konsumen untuk beralih merek dari yang sebelumnya digunakan atau memilih merek lain. Ada banyak fase atau
3
tahapan dari efek yang akan diolah oleh konsumen ketika konsumen memutuskan untuk membeli sesuatu. Sebelum tindakan pembelian maka khalayak memiliki niat atau minat. Diindikasi bahwa minat beli terbentuk dari pengalaman penggunaan, preference dan lingkungan sekitar untuk mengumpulkan informasi mengenai produk, dan memutuskan untuk membeli (Zeithaml, 1988; Dodds et al., 1991; Schiffman & Kanuk, 2000; Yang, 2009). Dari pernyataan tersebut minat beli dibentuk karena persepsi terhadap produk baik itu dari mengenal merek hingga mempersepsikannya ketika menggunakannya sebelumnya. Dalam persaingan pasar yang kuat, perusahaan dapat menggunakan faktor promosi atau komunikasi pemasaran atau komunikasi merek untuk mendapatkan perhatian yang lebih dari konsumen. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kotler dan Keller (2009: 171) bahwa “pemasaran modern memerlukan lebih dari sekedar pengembangan produk yang lebih baik, dan penetapan harga yang lebih atraktif. Tetapi perusahaan juga harus melakukan komunikasi terhadap para pemangku kepentingan serta para masyarakat yang berpotensi membeli produk mereka”. Salah satu bentuk komunikasi pemasaran atau komunikasi merek yang paling popular adalah iklan. Iklan sendiri diartikan sebagai “komunikasi nonpersonal berbayar dari suatu produk barang dan jasa melalui media massa yang bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat” (Wells, Moriarty, dan Burnett, 2000: 6). Fenomena yang tidak dielakan lagi efeknya adalah komunikasi pemasaran sebuah merek yang disebarkan oleh konsumen atau yang dikenal dengan word of mouth (WOM). Anderson (1998) dan Harisso-Walker (2001) dalam dalam Wu dan Wang (2011: 450) mengatakan informasi dari mulut ke mulut atau yang disebut word of mouth adalah komunikasi interpersonal, dari komunikator ke komunikan, yang melibatkan barang, jasa, atau merek sebagai isi pesannya yang tidak memiliki maksud komersial. Dengan kata lain, rekomendasi dari teman atau kolega atau lingkungan sekitar lebih dapat diterima ketimbang informasi yang didapat dari sumber lainnya. Seperti yang telah dijelaskan di atas, persaingan perusahaan handphone di Indonesia
sudah
sangat
ketat.
Melalui
komunikasi
perusahaan
dapat
4
mengkomersialkan inovasi produknya ke khalayak. Pernyataan ini didukung oleh Green, dkk., (1996) serta Magnusson dan Johansson (2008) yang menyatakan bahwa inovasi produk tergantung dengan fungsi dan spesialisasi yang ditambahkan
dengan
maksud
mengembangkan
dan
meluncurkan
(mengkomersialkan) produk dengan hal-hal baru tersebut ke khalayak, (Judgen, dkk., 2011: 27). Setelah sadar akan merek, khalayak akan mempersepsikan apa yang mereka tahu dari komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pemasar. Persepsi menurut Sutisna (2002: 62) adalah “proses bagaimana stimuli-stimuli diseleksi, diorganisasi,
dan
diinterpretasikan”.
Sehingga,
persepsi
kualitas
dapat
didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produkproduk lain, (Aaker 1991:85-86). Tidak hanya faktor efek komunikasi pemasaran saja yang dapat mempengaruhi minat beli. Hensen (1972) dalam Engel, Blackwell, dan Miniard (2001: 234) mengatakan perilaku konsumen ditentukan oleh berbagai situasi, yaitu situasi komunikasi, situasi pembelian, dan situasi penggunaan. Lau dan Lee (1999) menyatakan bahwa sikap sebelum penentuan pembelian itu sangat penting karena mendorong keputusan pembelian. Hal tersebut datang ketika konsumen pernah menggunakan merek-merek handphone tertentu sebelumnya atau sedang digunakan, bahkan memiliki merek yang sering digunakan. Konsumen akan merefensikan apa yang pernah mereka gunakan untuk pembelian selanjutnya berdasarkan pengalaman. Upaya-upaya yang dilakukan perusahaan baik komunikasi pemasaran melalui iklan, informasi yang tersebar baik melalui personal word of mouth maupun electronic word of mouth, persepsi kualitas (perceived quality), innovation awareness, serta pengalaman konsumen (user’s experience) untuk meningkatkan penjualan masih meninggalkan permasalahan. Masalahnya yaitu perusahaan belum mengetahui faktor manakah yang paling besar pengaruhnya dalam mempengaruhi minat beli. Maka dari itu penelitian ini penting dilakukan
5
untuk menguji keberlakuan model minat beli yang secara konseptual dibangun melalui berbagai faktor.
Rumusan Masalah Peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengaruh brand awareness, word of mouth, perceived quality, usage, brand performance, dan innovation awareness secara simultan terhadap minat beli handphone merek lokal di Kota Surakarta tahun 2015.
Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui pengaruh brand awareness, word of mouth, perceived quality, usage, brand performance, dan innovation awareness secara simultan terhadap minat beli handphone merek lokal di Kota Surakarta tahun 2015
Telaah Pustaka 1.
Komunikasi Definisi komunikasi berkaitan dengan penelitian ini disampaikan oleh Carl
Hovland, Janis, dan Kelly yang menyatakan bahwa pengertian komunikasi adalah suatu proses melalui di mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak), (Riswandi, 2009: 1). Definisi tersebut lalu menghasilkan model-model komunikasi yang menggambarkan proses komunikasi itu sendiri. Model komunikasi milik Harold Laswell dalam Mulyana (2008: 147) adalah Who Say What In Which Channel To Whom With What Effect? Dimana unsur- unsur pokok komunikasi adalah sebagai berikut, a.
Komunikator (communicator, source, sender) Dalam ranah penelitian ini yang bertindak sebagai komunikator adalah
perusahaan handphone merek lokal, pengelola merek handphone merek lokal,
6
communication marketer masing-masing vendor handphone merek lokal yang beredar di Indonesia. b. Pesan (message) Segala informasi yang disampaikan oleh perusahaan handphone merek lokal berkaitan produk yang mereka keluarakan, baik mengenai produk baru, inovasi dan teknologi baru, harga, green activity, CSR actitivy, bonus dan hadiah, keuntungan menggunakan merek, kelebihan dan kemenarikan merek, serta informasi lainnya. c. Media (channel) Dalam komunikasi pemasaran terapadu ada banyak jenis dan bentuk media yang digunakan perusahaan agar masing-masing pesan dapat sampai ke target audiens yang tepat. Misalnya saja iklan, media iklan ada banyak bentuknya seperti iklan cetak yang akan disebarluaskan melalui koran, majalah, bulletin. d. Komunikan (communicant, receiver,recipient) Komunikan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah masyarakat Kota Surakarta pada khususnya, dan masyarakat Indonesia untuk lebih luasnya. Hal ini dikarenakan perusahaan handphone lokal di Indonesia tentunya membuat komunikasi pemasarannya untuk khalayak luas di seluruh Indonesia. e. Efek (effect, impact, influence) Efek komunikasi dalam penelitian ini bukan hanya feedback secara sederhana yang akan diterima komunikator dari komunikan, tapi akan lebih dibahas mengenai tahap per tahap mulai dari tahap pengetahuan khalayak terhadap produk atau merek handphone merek lokal dari berbagai komunikasi pemasaran yang diandalkan oleh perusahaan, perasaan, hingga ke tindakan pembelian. 2.
Komunikasi dalam Pemasaran Mengutip pernyataan Kotler dan Keller (2009: 171) bahwa “Pemasaran
modern memerlukan lebih dari sekedar mengembangkan produk yang baik, menetapkan harga secara atraktif, dan membuatnya mudah diakses. Perusahaan juga harus berkomunikasi dengan pemegang kepentingan saat ini dan potensial serta publik secar umum”.
7
The American Marketing Association (AMA) mengartikan pemasaran sebagai “serangkaian aktivitas, institusi di dalamnya, dan proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan, dan menukarkan penawaran yang mempunyai nilai untuk konsumen, klien, partner, dan publik secara luas” (Kotler dan Keller, 2012: 5). Dari definisi pemasaran tersebut, komunikasi bertugas untuk menyampaikan “pesan” dari produk yang dijual oleh “perusahaan” kepada “konsumen” melalui berbagai “media” untuk menghasilkan suatu nilai atau “efek”. Pemasaran pada suatu bisnis atau usaha selalu berujung pada peningkatan keuntungan. Ini diperkuat oleh pernyataan Kevin dan Peterson (2000: 225) berpendapat bahwa “komunikasi bertujuan untuk mendapatkan feedback dari konsumen mengenai barang dan jasa dangangnya, meningkatkan penjualan, dan dapat digunakan untuk mengulangi keberhasilan penjualan sebelumnya”. Oleh karenanya, produsen harus lebih cermat dan jeli dalam memutuskan penggunaan komunikasi dengan baik dan benar dalam memasarkan produknya. 3.
Efek Komunikasi Pemasaran Penelitian ini ada dalam ranah komunikasi pemasaran menerangkan bahwa
efek bukan hanya sekedar umpan balik dan reaksi penerima (komunikasi) terhadap pesan yang dilontarkan oleh komunikator, melainkan efek dalam komunikasi merupakan paduan sejumlah kekuatan yang bekerja dalam masyarakat, di mana komunikator hanya dapat menguasai satu kekuatan saja, yaitu pesan-pesan yang dilontarkan (Fajar, 2009: 163). Fajar (2009: 244) menuliskan ada tiga efek bertingkat yang terjadi akibat terpaan dari komunikasi pemasaran, yaitu, a. Efek kognitif (cognitive) Pada penelitian ini kognitif seseorang dijelaskan melalui tingkat kesadaran (awareness) dan mengenal merek handphone merek lokal. Kesadaran masyarakat dapat terjadi ketika mereka mengenal merek dari kegiatan komunikasi pemasaran, salah satunya iklan b. Efek afektif (affective)
8
Faktor efek komunikasi pemasaran pada step afeksi penelitian ini adalah persepsi kualitas (perceived quality). Ketika masayarakat sadar kenal merek handphone merek lokal, mereka akan mempersepsikan pesan-pesan mengenai merek yang ia terima. Persepsi kualitas juga tidak lepas dari tingkat kepercayaan komunikan terhadap isi pesan yang disampaikan oleh komunikator. c. Efek konatif (conative) Efek konatif dalam penelitian ini digambarkan sebagai variabel minat beli, yaitu variabel dependen. Minat beli adalah efek puncak sebelum tindakan pembelian dari komunikasi pemasaran. Minat beli dalam penelitian ini berkaitan dengan merek-merek handphone merke lokal yang akan dibeli di masa yang akan datang. 4.
Minat Beli Secara mental dan psikologi, konsumen memiliki proses yang panjang
yang pada akhirnya memutuskan untuk membeli produk. Menurut Kotler dan Keller (2012:181) proses membeli adalah all their experience in learning, choosing, using, even disposing of a product, yaitu pengalaman mereka dalam memahami, memilih, menggunakan, atau bahkan membuang produk. Minat beli adalah suatu bentuk pikiran yang nyata dari refleksi rencana pembeli untuk membeli beberapa unit dalam jumlah tertentu dari beberapa merek yang tersedia dalam periode waktu tertentu, (Schiffman dan Kanuk 2000: 206). Diindikasi bahwa minat beli terbentuk dari pengalaman penggunaan, preference dan lingkungan sekitar untuk mengumpulkan informasi mengenai produk, dan memutuskan untuk membeli (Zeithaml, 1988; Dodds et al., 1991; Schiffman & Kanuk, 2000; Yang, 2009). 5.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Beli
a. Keterkaitan Model Minat Beli yang Dipengaruhi oleh Efek Komunikasi Pemasaran 1) Brand Awareness Awareness atau kesadaran di sini diartikan sebagai kesadaran akan merek. Kesadaran merek ini diartikan oleh Aaker (1996) sebagai kemampuan konsumen dalam mengenali (brand recognition) dan mengingat (brand recall)
9
sebuah merek dalam situasi yang berbeda. Konsumen tidak akan membeli barang tanpa mereka mengenal barang tersebut. Rossiter dan Percy (1987) menyatakan bahwa untuk membuat konsumen membeli suatu produk, maka merek harus dibuat tahu dulu. Tanpa mengenal produk maka minat beli tidak akan terjadi (Macdonald dan Sharp, 2003: 1). 2) Word of Mouth Seiring perkembangan zaman, word of mouth tidak saja terjadi dalam komunikasi langsung. Kini, word of mouth bisa terjadi secara electronic ataupun menggunakan internet yang persebarannya bisa ratusan kali lipat lebih cepat dari pada personal word of mouth. Hal ini didukung oleh definisi word of mouth oleh Kotler dan Keller (2012: 479) adalah pembicaraan dari satu orang ke orang lain, bisa juga secara tertulis atau melalui alat elektronik terkait dengan pengalaman mereka menggunakan barang atau jasa. 3) Innovation Awareness Inovasi dilakukan perusahaan agar mendapatkan pangsa di persaingan pasar yang sangat ketat. Keller (2003) berkata bahwa pengembangan produk dan inovasi memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, menarik pelanggan baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada, dan memperkuat hubungan dengan distributor, (Hanaysa, Hilman, dan Abdul-Ghani, 2014: 2). Dengan demikian, inovasi akan mengubah persepsi pembeli terhadap suatu produk. Agar khalayak tahu mengenai inovasi produk, maka komunikasi sangat dibutuhkan menyampaikan inovasi tersebut ke konsumen. Melalui komunikasi tersebut maka khalayak akan lebih mengenal produk-produk yang memiliki inovasi lebih atau unik dari merek lainnya. Pernyataan Andrews dan Kim (2007) menguatkan hal tersebut, merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian pelanggan melalui memperkenalkan produk-produk inovatif baru dengan fitur unik dibandingkan dengan merek lain, (Hanaysa, dkk., 2014: 2). 4) Perceived Quality Persepsi kualitas dapat diartikan sebagai penialaian secara subjektif terhadap kualitas suatu produk, (Zeithaml, 1988 dalam Chi, dkk., 2009: 136).
10
Sedangkan menurut Aaker (1991:85-86) menyatakan bahwa perceived quality atau persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain. b. Keterkaitan Model Minat Beli yang Dipengaruhi oleh User’s Experience Pengalaman menggunakan produk (user’s experience) merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan pembelian. Pengalaman di masa lalu dapat menimbulkan persepsi dan sikap terhadap produk. Bettman (1979) berpendapat bahwa pengalaman pembelian melibatkan internal dan external sebelumnya yang akan memainkan peran penting dalam proses pembelian selanjutnya, (Jaafar, Lapl, dan Naba 2012: 76). Pengalaman memang mengajarkan sesuatu hal baik maupun buruk. Begitu pula pengalaman penggunaan, maka pengalaman pembelian dan penggunaan sebelumnya tidak dapat hilang dalam pengaruh pembelian selanjutnya. Pengalaman penggunaan yang buruk akan merimpas negatif pada pembelian selanjutnya bahwa dapat menyebar luas melalui WOM, hal ini dikuatkan dari pernyataan Jarvala (1998) yang berkata bahwa pengalaman penggunaan dapat mempengaruhi pembelian selanjutnya, yang buruk sekalipun. Bahkan dengan pengalaman buruk ini, konsumen dapat mempengaruhi keputusan membeli orang lain, (Jaafar, dkk., 2012: 76). Performa suatu merek dilihat dari pengalaman penggunaan sebelumnya. Kepuasaan dan nilai suatu produk akan meningkatkan loyalitas seseorang, salah satu indikator yang membuat konsumen puas serta loyal adalah merek bersedia merekomendasikan merek yang digunakannya ke orang lain.
Sajian dan Analisis Data Dari data yang telah dikumpulkan dari responden, peneliti melakukan proses koding dan pengolahan data koding menggunakan SPSS kemudian melihat pola keterkaitan masing-masing variabel dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) melalui software LISREL 8.51. Peneliti akan menguji hipotesis apakah pengaruh brand awareness, word of mouth, perceived quality,
11
usage, brand performance, dan innovation awareness terhadap minat beli handphone merek lokal di Kota Surakarta tahun 2015. Sajian data hasil pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut.
Alur hasil analisis SEM minat beli handphone merek lokal dapat dilihat bahwa model ini mampu menjelaskan dengan tepat model minat beli handphone merek lokal berdasarkan aspek-aspek brand awareness, word of mouth, perceived quality, usage, brand performance, dan innovation awareness. Terdapat empat variabel laten yang memiliki nilai muatan faktor yang lebih besar dibandingkan muatan variabel laten lainnya. Keempat variabel tersebut adalah word of mouth demam nilai muatan 1,01, innovation awareness (1,00), usage (0,99) , dan brand awareness (0,97). Hal tersebut dapat berarti bahwa keempat variabel laten tersebut memiliki hubungan paling kuat dengan minat beli handphone merek lokal. Sedangkan perceived quality yang bernnilai muatan (0,47) dan brand performance (0,45) nilai muatan faktor yang paling kecil diantara variabel lainnya. Dalam tahapan SEM yang telah dijelaskan bahwa akan terjadi modifikasi model jika hasil tidak fit, hal ini juga terjadi dalam penelitian ini. Peneliti melakukan beberapa kali percobaan modifikasi model, namun dalam beberapa kali percobaan tersebut belum didapatkan model fit yang sesuai dengan standar
12
penilaian model fit. Hal tersebut diindikasi karena indikator yang digunakan tidak sesuai dengan variabel latennya. Hingga pada akhirnya peneliti mendapatkan model yang fit. Keputusan kesesuaian model dapat menggunakan beberapa harga statistik berikut (Sugiyono 2013: 346), nilai X2 yaitu P value ≥ 0,05 dan Root Mean Square Error of Aproximation (RMSEA) ≤ 0,08. Sedangkan untuk penelitian ini tingkat kecocokan berdasarkan goodness-of-fit statistic adalah, Goodness of Fit Significant Probability (P- value) Root Mean Square Error of Aproximation (RMSEA)
Cut off Value ≥ 0,05 ≤ 0,08
Hasil
Ket.
1,000 0,000
Good Fit Good Fit
Hasil tersebut menunjukan bahwa model ini mampu menjelaskan dengan tepat model minat beli handphone merek lokal berdasarkan aspek-aspek brand awareness, word of mouth, perceived quality, usage, brand performance, dan innovation awareness. Artinya, simpangan sebesar 0% menunjukkan bahwa peluang kecocokan model ini bila diterapkan di penelitian sejenis dengan populasi yang berbeda dengan tingkat perbedaan sebesar 10%. 1. Hubungan antar Variabel Structural Equation Modeling Nilai-nilai muatan faktor dalam hasil estimasi model menggambarkan keeratan hubungan suatu variabel dengan variabel lainnya.Nilai muatan faktor variabel laten dalam model dapat dilihat pada tabel berikut ini, Nilai Muatan Variabel Laten Eksogen Brand Awareness WOM
Perceived Quality
Usage
Brand Performance
Innovation awareness
Variabel Manifes (Indikator) Eksogen
Variabel Laten Eksogen ke Laten Endogen (γ)
TOM Merek TOM Iklan TOM Personal WOM TOM Electronic WOM Perceived Quality Trust Ad Trust Personal WOM Trust Electronic WOM Ever Use BUMO BUMO before Satisfaction Value Loyalitas Rekomendasi Manfaat lebih Meningkatkan Prestis
0,97
IMC
1,01
0,47
0,99
0,45
1,00
Variabel Manifes (Indikator) Eksogen ke Laten Eksogen (λ)
0,98 0,99 0,99 0,98 0,13 0,50 0,71 0,50 0,98 0,99 0,92 0,80 0,85 0,37 0,56 1,00 0,98 0,98
Variabel Manifes (Indikator) Eksogen ke Laten Endogen
0,098 0,100 0,104 0,102 0,002 0,024 0,047 0,024 0,070 0,071 0,061 0,032 0,037 0,007 0,016 0,070 0,067 0,067
13
Semua faktor variabel laten eksogen bernilai positif terhadap minat beli handphone merek lokal. Dapat dkatakan bahwa faktor-faktor efek komunikasi pemasaran dan user’s experience yang telah dijabarkan memiliki hubungan positif walaupun pengaruhnya berbeda-beda. Nilai muatan faktor positif dari yang terbesar hingga yang terendah secara berurutan pada kekuatan minat beli handphone merek lokal adalah word of mouth (1,01), disusul innovation awareness (1,00), usage (0,99), brand awareness (0,97), perceived quality (0,47) dan yang terakhir brand performance (0,45). Dengan demikian dapat disimpukan bahwa informasi yang tersebar melalui word of mouth baik secara traditional maupun elektronik benar-benar dapat mempengaruhi kesediaan untuk membeli handphone merek lokal masayarakat kota Surakarta. 2. Ukuran Kebaikan Model Pengukuruan Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliable dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliable, (Sugiyono 2013: 348). Maka dari itu diperlukan uji validitas dan reliablitas. Namun, harga yang dihasilkan dari uji validitas dan reliablitias tidak serta merta menjadikan data yang dihasilkan valid dan reliabel. Pernyataan ini didukung oleh Sugiyono yang menjelaskan bahwa hal ini dipengaruhi kondisi obyek penelitian (responden), kemampuan orang yang menggunakan instrument (interviewer), dan materi instrument itu sendiri, (2013: 349). Secara kuantitatif sekumpulan variabel indikator dikatakan reliable (handal) dalam mencerminkan variabel latennya apabila memenuhi kriteria Construct Reliability (CR) dan Variance Extracted (VE) (Hair, Anderson, Thatam, dan Black, 1998: 612). Pada model struktural Minat Beli handphone merek lokal dapat diketahui kehandalan setiap variabel laten pada tabel berikut,
14
CR (≥0,7) Variabel Laten Eksogen
( (
Brand Awareness WOM Perceived Quality Usage Brand Performance Innovation awareness
VE (≥0,5)
) ) + 0.990 0.987 0.533 0.974
+ 0.980 0.975 0.256 0.927
0.752
0.452
0.992
0.977
Melalui uji tersebut dapat dilihat bahwa Construct Reliability (CR) yang merupakan suatu ukuran yang mencerminkan tingkat konsistensi atau kestabilan indikator-indikator variabel dalam mencerminkan variabel laten eksogen dari brand awareness, word of mouth, usage, brand performance, dan innovation awareness memiliki nilai CR yang sudah melebihi standar minimal nilai yang telah ditetapkan (≥0,7). Sedangkan satu variabel yaitu perceived quality nilainya kurang dari 0,7. Namun selisihnya tidak terlalu jauh. Sementara itu nilai Variance Extracted (VE) dapat diartikan sebagai kemampuan indikator menjelaskan total keragaman konstruk. Terdapat dua variabel yang nilainya tidak memenuhi standard (≥0,5), yaitu perceived quality dan brand performance, tapi nilainya tidak terlalu jauh. Variabel laiinya sudah memiliki harga lebih dari standar yang ditetapkan. Maka, indikator-indikator dalam variabel tersebut dapat dikatakan konsisten dalam mencerminkan variabel latennya dan mampu menjelaskan keragaman konstruknya. Sementara itu, untuk CR dan VE yang belum mencapai standar yang telah ditetapkan, namun selisihnya tidak terlalu jauh tidak menjadi masalah yang berat namun dapat menjadi catatan penelitian selanjutnya agar dapat memodifikasi model yang sesuai dengan teori dan fenomena. Mengingat model yang dihasilkan sudah fit, sehingga kedua variabel tersebut masih dapat diterima dan digunakan sebagai variabel laten eksogen yang mempengaruhi minat beli. Namun untuk kedepannya dapat dijadikan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya bila ingin menggunakan atau mengembangkan model ini.
15
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh brand awareness, word of mouth, perceived quality, usage, brand performance, dan innovation awareness terhadap minat beli handphone merek lokal di Kota Surakarta tahun 2015 (Ha1) terbukti. Model model konseptual yang dibangun sama dengan model populasi. Hal ini dapat dilihat dari Goodness of Fit Statistic Model SEM yang dihasilkan, yaitu P-Value sebesar 1,000 dan RMSEA sebesar 0,000 telah memenuhi syarat minimal model fit. Faktor-faktor yang terbukti berpengaruh terhadap minat beli handphone merek lokal oleh masyarakat kota Surakarta tersebut yang memiliki pengaruh terbesar adalah word of mouth (WOM) dengan nilai muatan 1,01, disusul innovation dengan nilai muatan 1,00, usage ada diurutan ketiga dengan nilai muatan 0,99, dan awareness diurutan keempat dan bernilai muatan 0,97. Sedangkan perceived quality (0,47) dan brand performance (0,45) pengaruhnya tidak terlalu besar terhadap minat beli. Semua variabel memiliki nilai positif, hal ini menandakan bahwa semua faktor memiliki pengaruh, walaupun ada variabel yang berpengaruh kecil. Word of mouth memiliki pengaruh yang paling besar terhadap minat beli handphone merek lokal. Hal tersebut menandakan teori yang mengatakan bahwa word of mouth atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan sistem yang dapat menyebarkan pesan dengan cepat dan secara signifikan dapat mempengaruhi minat beli adalah benar dan berlaku pada minat beli handphone merek lokal oleh masyarakat Kota Surakarta. Saran Saran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah menganalisis data adalah sebagai berikut, 1. Untuk Bidang Akademik dan Penelitian Selanjutnya Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbesar wilayah cakupan atau memilih lokasi lain untuk diuji, atau dibandingkan hasilnya dengan penelitian di institusi atau daerah lain. Selain itu jumlah variabel laten dan
16
variable manifes (indikator) dapat lebih diperinci sesuai dengan fenomena sosial yang terjadi, misalnya dalam konteks advertising awareness dapat diperinci digital advertsing awareness dan conventional advertising awareness. Atau tambahan variabel laten social media marketing communication. 2. Untuk Perusahaan dan Pengelola Merek Handphone Merek Lokal Faktor yang paling besar pengaruhnya pada minat beli handphone merek lokal adalah word of mouth dan innovation. Maka kedua variabel terbut dapat diprioritaskan menjadi strategi komunikasi untuk meningkatkan minat beli melalui cara-cara berikut, a. Mempengaruhi penyebar WOM (opinion leader) secara langsung b. Merangsang komunikasi WOM c. Simulasi komunikasi WOM d. Menggunakan opinion leader sebagai komunikator Sedangkan untuk strategi komunikasi pemasaran berdasarkan innovation awareness, perusahaan handphone merek lokal secara kualitas dan kuantitas juga harus berinovasi dengan produk jualannya. Sehingga apa yang diinformasikan ke masayarakat menjadi sesuai dengan kenyataan. Perusahaan dapat menggunakan berbagai bentuk komunikasi pemasaran seperti iklan, word of mouth, event-event, point of purchase, dan laiinya untuk membaginkan pesan mengenai keinovasian produk atau jenis layanannya yang unggul dari pada produk lainnya. Daftar Pustaka Aaker, David A. (1991). Managing Brand Equity: Capitalizing On The Value of A Brand Name. New York: The Free Press. _____________. (1996). Building Strong Brands. New York: The Free Press. Chi, Hsin Kuang, Huery Ren Yeh, dan Ya Ting Yang. (2009). “The Impact of Brand Awareness on Consumer Purchase Intention” The Mediating Effect of Perceived Quality and Brand Loyalty”. The Journal International of Management Studies, 4 (1), 135-145. Dodds, Wiliam B., Kent B. Monroe, dan Dhruv Grewal. (1991). “Effect of Price, Brand and Store information on Buyers’ Product Evaluations”. Journal of Marketing Research, 28 (3), 307-319. Engel, James F., Roger D. Blackwell, dan paul W. Miniard. (2001). Perilaku Konsumen: Edisi Keenam. Jakarta: Binarupa Aksara.
17
Fadilah, Ahmad. (2011). Pengaruh Penggunaan Alat Komunikasi Handphone (HP) Terhadap Aktivitas Belajar Siswa Smp Negeri 66 Jakarta Selatan.. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Fajar, Marhaeni. (2009). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Gouw, Andryan. (6 Januari 2015). Indonesian Mobile Market Resear Des 2014. http://www.slideshare.net/andryan1/indonesia-mobile-market-research-dec2014 pada 15 Maret 2015. Hair, JR., Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., Black, William C. 1998. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hanaysha, Jalal, dkk., (2014). “Direct and Indirect Effect of Product Innovation and Product Quality on Brand Image: Empirical Evidence from Automotive Industry”. International Journal of Scientific and Research Publication, 4 (11), 1-7. Jaafar, Siti Nurfifah., dkk.. (2012). “Consumer’ Perceptions, Attitude, and Purchase Intention towards Private Label Food Products in Malaysia”. Asian Journal of Business and Management Science, 2 (8), 73-90. Jugend, Daniel, dkk.. (2011). “Integration Practices for the Technological Innovation of Products: Case Studies at Two Lage Technological Companies”. Journal of technology Management and Innovation, 8, 26-37. Kevin, Roger A. dan Robert A. Peterson. (2000). Strategic Marketing: Problems Case and Comments. New Jersey: Prentice Hall. Kotler, Philip & Kevin Lane Keller. (2012). Marketing Manajemen 14th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. _____________________________. (2009). Marketing Manajemen 13th Edition. New Jersey: Prentice Hall. Lau, Geok Theng & Sook Han Lee. (1999). “Consumer’ Trust in a Brand and the Link to Brand Loyalty”. Journal of Market Focused Management, 4 (4), 341-370. Lukman, Enrico. (4 Desember 2013). How Evercoss Became Indonesia’s Biggest Manufacture. Diakses melalui https://www.techinasia.com/evercossindonesias-biggest-local-handset-manufacturers/ pada 15 Maret 2015. Macdonald, Emma dan Byron Sharp. (2003). “Management Perceptions of the Importance of Brand Awareness as an Indication of Advertising Effectiveness”. Marketing Bulletin, 14 (2), 1-15. Mulyana, Deddy. (2008). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda Karya. Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Grha Ilmu. Shiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. (2000). Consumer Behavior: Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall. Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sutisna. (2002). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. We Are Social. (20 Januari 2015). Digital, Social and Mobile in 2015. Diakses melalui http://www.slideshare.net/wearesocialsg/digital-social-mobile-in2015 pada, 19 Mei 2015.
18
Wells, William, Sandra Moriarty, dan John Burnett. Advertising: Principles and Pratice. New Jersey: Prentice Hall. Wu, Paul C. S. & Yun-Chen Wang. (2011). “The Influences of Electronic Word of Mouth Message Appeal and Message Source Credibility on Brand Attitude”. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistic, 23 (4), 448-472. Zeithaml, Valarie A. (1988). “Consumer Perceptions of Price, Quality and Value: A Means-end Model and Synthesis of Evidence. Journal of Marketing, 52 (3), 2-22.