ANALISIS FAKTOR DETERMINAN TINGKAT RISIKO PEMBIAYAAN BANK SYARIAH PADA 2005-2012 Septrivia Wahyu Kinasih Dodik Siswantoro Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstract
The focus of this study is tocompare and analyze the impact of several financing policies and macroeconomic factors, on the risk financing level represented by Non Performing Financing (NPF) ratio, in two Islamic banks with the largest capitalization of assets in Indonesia, namely Bank ABC and Bank XYZ, within period 2005:Q1 – 2012:Q3. The methods of research being used in the study are Ordinary Least Square (OLS) and Error Correction Model (ECM). The output regression based on OLS and ECM, concludes that for Bank ABC, the increasing of allocation of ratio of Murabahah to Musyarakah and Mudharabah results the decreasing on non performing financing. Meanwhile, based on output of OLS and ECM for Bank XYZ, it also showed that factors affecting non performing financing is SIZE and INF. Keywords : Risk, Financing, Islamic Bank, Error Correction Model, Ordinary Least Square . I.
PENDAHULUAN Sebagai lembaga intermediasi yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana
kembali dari masyarakat, bank dihadapkan dengan berbagai risiko. Salah satu risiko yang sangat erat kaitannya dengan jalannya fungsi intermediasi adalah risiko pembiayaan. Risiko ini timbul mengingat adanya ketidakpastian pada kolektabilitas pembiayaan dan pelunasan kewajiban dari debitur. Jika debitur tidak dapat melunasi kewajiban kepada bank, maka dana dari masyarakat penabung yang diharapkan berputar memberikan keuntungan, nyatanya malah hangus dalam pembiayaan macet. Sehingga sangat penting bagi bank untuk melakukan pengelolaan portofolio pembiayaan yang tepat, untuk menurunkan probabilitas terjadinya pembiayaan bermasalah. Industri bank syariah memiliki karakteristik risiko pembiayaan yang berbeda dengan bank konvensional. Perbedaan risiko tersebut terletak pada karakteristik pola produk dalam menyalurkan pembiayaan yang hanya ada pada bank syariah. Berbeda dengan bank konvensional dimana sistem penyaluran dana hanya dalam bentuk kredit, pada bank syariah, penyaluran dana terdiri dari berbagai macam bentuk akad, seperti sistem jual beli (murabahah,salam dan istishna), sistem bagi hasil (mudharabah, musyarakah) dan sistem sewa (ijarah, IMBT). Setiap akad pada
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
bank syariah memiliki profil risiko masing-masing, yang menyebabkan perlunya treatment khusus dalam melakukan risk control dan risk management. Dalam praktiknya, bank syariah banyak menggunakan skim murabahah dalam penyaluran pembiayaan. Karakteristik murabahah yang pasti dalam besaran angsuran dan margin juga melahirkan persepsi bahwa penggunaan akad murababah dapat mengurangi tingkat risiko pembiayaan, dimana persepsi tersebut kemudian diuji dalam hipotesa penelitian. Selain itu, penelitian juga menguji variabel return dari pembiayaan profit loss sharing yang kurang diminati bank syariah karena terkait persepsi risiko yang tinggi dalam pembiayaan tersebut. Menurut Khan dan Ahmed (2001), salah satu sebab mengapa skema pembiayaan profit loss sharing masih kurang diminati oleh bank syariah adalah model pembiayaan berbasis profit loss sharing relatif lebih berisiko karena tingkat return yang dihasilkan bisa saja positif atau negatif, tergantung pada hasil akhir bisnis yang dibiayai. Implikasinya, ada kemungkinan terjadi pengikisan nilai pokok dari rekening investasi ketika terjadi kerugian. Jika terjadi pengikisan dana nasabah, tentunya akan sangat mempengaruhi reputasi bank syariah yang bersangkutan. Akibat adanya probabilitas pengikisan dana deposan dan return yang negatif, bank syariah akhirnya mulai ragu untuk meningkatkan model pembiayaan
ini dalam tahap pertama
operasionalnya. Sehingga, dalam penelitian ini, penulis ingin membuktikan apakah keraguan bank syariah dalam menerapkan akad bagi hasil karena dapat menimbulkan kerugian bisa diterima. Mengingat ketidakpastian bank syariah dalam kolektabilitas pembiayaan yang lebih tinggi dibanding bank konvensional terutama pada sistem profit loss sharing dan efek sistemik pembiayaan bermasalah bank terhadap perekonomian, maka perlu diteliti apakah pemilihan kebijakan pembiayaan, penetapan margin dan kondisi ekonomi memiliki pengaruh terhadap rasio NPF perbankan syariah. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Nasution dan Wiliasih (2007) menjelaskan bahwa salah satu penyebab pembiayaan bermasalah pada bank syariah adalah adanya pengaruh perbedaan penggunaan jenis pembiayaan equity financing (lebih dikenal dengan sistem bagi hasil/profit loss sharing) dan sistem pembiayaan debt financing (lebih dikenal dengan sistem jual beli/murabahah), terhadap rasio NPF bank syariah. Penelitian dilakukan dengan memasukkan variabel kebijakan pembiayaan murabahah terhadap equity financing untuk melihat ada tidaknya indikasi moral hazard dalam bank syariah. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya alokasi murabahah justru berpengaruh
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
terhadap kenaikkan NPF. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan murabahah adalah akad dengan risiko terendah. Namun menurut Nasution dan Wiliasih (2007), hal tersebut terjadi karena adanya moral hazard dari nasabah pembiayaan murabahah untuk menunggak angsuran. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ihsan (2011) yang menggunakan variabel piutang murabahah terhadap pembiayaan profit loss sharing. Berbeda dengan hasil penelitian Nasution dan Wiliasih (2007), penelitian Ihsan (2011) menunjukkan bahwa semakin besar alokasi pembiayaan murabahah dibanding alokasi pembiayaan profit loss sharing maka akan semakin kecil NPF. Selain itu diketahui bahwa variabel inflasi dan GDP tidak berpengaruh signifikan pada rasio NPF bank syariah. Penelitian lainnya yang dilakukan Ezohoa (2011) juga menemukan bahwa faktor Net Interest Margin (NIM), Rasio Likuiditas dan Rasio Permodalan berpengaruh positif terhadap rasio NPL Bank di Nigeria. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana kebijakan jenis pembiayaan dan kebijakan pricing suatu bank dapat berkontribusi dalam mempengaruhi tingkat risiko pembiayan suatu bank. Dalam hal ini, tingkat risiko pembiayaan direpresentasikan dengan rasio non performing financing, dimana semakin kecil rasio ini, maka semakin baik kualitas pembiayaan suatu bank. Peneliti lebih spesifik mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi NPF pada bank syariah, karena bank syariah mempunyai karakteristik khusus dalam model pembiayaan
II.
TINJAUAN TEORITIS Faktor profil risiko dari setiap akad akan menentukan kebijakan model pembiayaan yang
dipilih bank. Pada tinjauan literatur dijelaskan karakteristik risiko yang terdapat dalam akad-akad pembiayaan syariah, yang mengacu pada hasil penelitian Khan dan Ahmed (2001). Risiko Pembiayaan dalam Bank Syariah Khan dan Ahmed (2001) menjelaskan peringkat risiko akad-akad dalam syariah dalam penelitiannya yang dilakukan pada kelompok bank syariah yang berada di Timur Tengah dan Asia Tenggara yang dipublikasikan dalam Institute Research and Training Institute (IRTI) oleh Islamic Development Bank. Menurut Khan (2001), tiap akad mempunyai karakteristik risiko kredit, risiko harga, risiko operasional, risiko likuiditas dan risiko pada level yang berbeda, yang dicoba dijelaskan dalam tabel 2.1 berikut:
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
Tabel 2.1 Tingkat Risiko Jenis Pembiayaan Jenis Risiko Risiko Risiko Risiko Rata-Rata Pembiayaan Kredit Harga Likuiditas Operasional Murabahah 2,56 2,87 2,67 2,93 2,76 Mudharobah 3,25 3,0 2,67 3,08 3 Musyarokah 3,69 3,4 2,92 3,18 3,3 Ijarah 2,64 2,92 3,1 2,9 2,89 Istisna 3,13 3,57 3,0 3,29 3,25 Salam 3,2 3,5 3,2 3,25 3,29 Diminishing 3,33 3,4 3,33 3,4 3,37 Musyarokah Keterangan: Skala 1 sampai dengan 5, dimana 1 sebagai pembiayaan yang paling tidak berisiko dan 5 sebagai pembiayaan yang berisiko (Sumber: Khan and Ahmad, 2001) Penelitian Khan dan Ahmed (2001) menempatkan skim murabahah sebagai pembiayaan dengan peringkat risiko terendah. Sementara pembiayaan skim bagi hasil cenderung mempunyai peringkat risiko yang tinggi. Hasil penelitian Khan dan Ahmed merujuk pada persepsi internal bank tentang tingkat kompleksitas dalam pengelolaan skim murabahah dan skim bagi hasil. Skim murabahah dinilai tidak terlalu kompleks dalam pengelolaannya. Hal ini disebabkan karena return yang didapat dari skim murabahah sudah dapat ditentukan nilainya, sehingga memudahkan bank dalam melakukan ekspektasi cashflow. Diperbolehkannya collateral dalam skim murabahah juga menimbulkan perspsi bahwa pembiayaan cenderung aman. Selain itu,bank juga tidak turut ikut campur dalam manajemen nasabah murabahah, sehingga secara operasional, risiko inheren dalam murabahah cenderung rendah. Pada skim bagi hasil, bank dituntut untuk ikut serta dalam memonitor pengelolaan dana bank oleh nasabah. Bank perlu ikut campur, karena bank juga ikut menanggung kerugian finansial jika terdapat kegagalan pengelolaan dana bank oleh nasabah. Selain itu, bank juga harus berhati-hati dengan permasalahan moral hazard oleh nasabah, seperti penyelewengan dana yang diberikan bank dan penyembunyian keuntungan oleh nasabah yang tidak ingin melakukan bagi hasil dengan bank. Kedua hal inilah yang diduga menyebabkan risiko inheren dalam pembiayaan bagi hasil cenderung tinggi, sehingga penerapan skim ini masih kurang diminati bank. Pembiayaan Salam, Istishna dan Ijarah mempunyai rata-rata risiko yang cukup tinggi. Porsi pembiayaan skim tersebut juga masih terbatas dalam portfolio perbankan syariah. Hal itu dikarenakan pembiayaan tersebut banyak diterapkan pada sektor pertanian (salam), konstruksi
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
dan manufaktur (istishna). Sementara, eksposur pembiayaan bank syariah saat ini adalah fokus pada sektor produktif , terutama UMKM dan sektor konsumstif. Dalam hal ini, pembiayaan mudharabah dan musyarakah lebih relevan untuk mewakili pembiayaan pada sektor UMKM. Sementara skim murabahah lebih relevan untuk mewakili pembiayaan pada sektor konsumtif
Pengembangan Hipotesis Peneliti
menggunakan
variabel dependen NPF
Gross
sebagai
proksi dalam
menggambarkan tingkat risiko pada bank umum syariah Selain itu penulis memasukkan bank specific factors dan variabel makroekonomi sebagai variabel penjelas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis di bawah ini:
1. Net Operational Margin (NOM) Menurut Rivai (2011), kegagalan dalam memperhitungkan spread antara bagi hasil dan margin pembiayaan akan berdampak pada kehilangan margin keuntungan, kehilangan debitur berkualitas lebih baik, kegagalan untuk memperhitungkan kerugian untuk pinjaman non lancar, dan menyebabkan penurunan kualitas asset pembiayaaan. Hal serupa juga didukung oleh penelitian Ezohoa (2011), yang menjadikan Net Interest Margin pada bank konvensional sebagai indikator untuk mengukur efisiensi aset bank. Semakin kecil spread yang diambil bank, menunjukkan bahwa bank semakin efisien dan kompetitif dalam menyalurkan dana. Ketika menetapkan margin yang tinggi, bank juga perlu mempertimbangkan legal lending limit dan analisis pembiayaan yang tepat sesuai dengan tingkat risiko pembiayaan. Sehingga, hipotesa dalam penelitian ini, semakin tinggi pricing bank syariah dalam menetapkan margin pembiayaan dan semakin rendah pricing untuk simpanan, maka semakin tinggi risiko terjadinya pembiayaan bermasalah. Hal itu disebabkan pricing pembiayaan yang terlalu tinggi dapat berpengaruh pada ketidakmampuan nasabah untuk melunasi angsuran. Selain itu, tingkat bagi hasil simpanan yang rendah dan margin/nisbah pinjaman yang tinggi juga berpotensi menekan tabungan dan pasar keuangan, dan menghambat pertumbuhan ekonomi (Setyowati, 2008). Sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah NOM memiliki pengaruh positif signifikan terhadap NPFG Bank Syariah. : Net Operational Margin (NOM) Memiliki Pengaruh Positif dan Signifikan terhadap Non Performing Financing Gross Bank Syariah.
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
2. Alokasi Pembiayaan Murabahah terhadap Alokasi Pembiayaan Bagi Hasil (RF) Pembiayaan murabahah dinilai berisiko lebih rendah dan memiliki ekspektasi return yang lebih tepat dibandingkan dengan musyarakah dan mudharabah (Nasution, 2007). Hal tersebut menyebabkan akad murabahah menjadi dominan dalam portofolio bank syariah. Sedangkan, menurut Syamsudin (2008),
ada beberapa alasan akad murabahah populer dalam operasi
perbankan syariah, yaitu pertama, dari sisi bank syariah, murabahah merupakan investasi jangka pendek yang mudah dan likuid, benefit yang berasal dari margin bisa ditentukan dan dipastikan, serta menjauhi ketidakpastian dan minimalisasi risiko yang ada pada sistem bagi hasil. Kedua, dari sisi nasabah, murabahah tidak memungkinkan bank syariah untuk mencampuri manajemen bisnis. Jika preferensi bank syariah dalam memilih murabahah yang berisiko rendah, dibandingkan alokasi pemiayaan berisiko tinggi diikuti dengan analisis prudensial, maka variabel ini dapat berpengaruh untuk menekan rasio NPF. Sehingga, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah rasio alokasi piutang murabahah terhadap alokasi pembiayaan profit loss sharing berpengaruh negatif siginifikan terhadap rasio NPF, karena murabahah dianggap memiliki risiko inheren pembiayaan yang rendah. : Rasio Piutang Murabahah terhadap Pembiayaan Bagi Hasil (RF) Memiliki Pengaruh Negatif dan Signifikan terhadap Rasio Non Performing Financing Gross Bank Syariah.
3. Rasio Pendapatan dari Pembiayaan Bagi Hasil terhadap Pendapatan dari Total Pembiayaan (RR) Jenis pembiayaan bagi hasil dalam bank syariah terdiri dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah dimana pembiayaan bagi hasil dinilai memili risiko yang tinggi, dikarenakan dalam kontak ini keuntungan bank relatif tidak pasti, bahkan bank dapat menanggung kerugian jika usaha nasabah gagal. Selain itu bank juga menghadapi risiko terjadinya moral hazard dan adverse selection karena adanya distribusi informasi yang tak merata antara nasabah dan bank. Hasil penelitian Khan dan Ahmed (2001) mengatakan dengan menetapkan nisbah yang akan memberikan return tinggi untuk jenis pembiayaan yang berisiko berarti telah mencegah terhadiya moral hazard dalam hal meningkatnya rasio NPF. Hal serupa juga didukung oleh penelitian Nasution dan Wiliasih (2007) yang menunjukkan bahwa variabel RR berpengaruh negatif signifikan terhadap NPF, karena variabel ini mencerminkan tingkat kehati-hatian bank
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
dalam melakukan pembiayaan berisiko. Sehingga, semakin tinggi rasio return, berarti semakin baik kebijakan bank dalam mengantisipasi kemungkian terjadinya moral hazard (Nasution, 2007) Hipotesis yang diajukan dalam penelitan in adalah rasio pendapatan pembiayaan profit loss sharing terhadap pendapatan total pembiayaan berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio Non Performing Financing bank syariah. : Rasio Pendapatan dari Sistem Bagi Hasil terhadap Rasio Pendapatan dari Seluruh Penyaluran Dana (RR) Memiliki Pengaruh Negatif Signifikan terhadap Non Performing Financing Gross Bank Syariah
4. Inflasi Inflasi dapat berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah, inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. inflasi yang tinggi akan menyebabkan menurunnya pendapatan rill masyarakah sehingga standar hidup masyarakat juga turun. Dengan meningkatnya inflasi maka akan mengakibatkan kemampuan nasabah dalam membayar cicilan nasabah juga akan terganggu (Rahmawulan, 2008). Sehingga, hipotesa dalam penelitian ini adalah inflasi mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap rasio NPF. : Inflasi (INF) mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap rasio Non Performing Financing Gross Bank Syariah
5. Total Aset (SIZE) Total asset dalam penelitian ini digunakan sebagai variabel kontrol. Total asset dapat berpengaruh terhadap efisiensi bank (Khaerati, 2006). Bank yang mempunyai total aset besar akan cenderung mudah untuk melakukan ekspansi pembiayaan dan memperoleh dana pihak ketiga lebih banyak. Sehingga, dengan semakin besarnya total aset, akan meningkatkan kualitas aktiva produktif dan pertumbuhan pembiayaan bank, yang nantinya menurunkan level NPF. Selain itu, total aset yang besar juga membuat bank lebih mampu mengelola usaha maupun risiko (Kheemraj, 2005). Hipotesis yang diajkan dalam penelitan ini adalah total aset berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio Non Performing Financing bank syariah. : Total Aset Berpengaruh Negatif Signifikan terhadap Rasio Non Performing Financing Bank Syariah
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
III.
METODE PENELITIAN Model dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang
dikembangkan dari jurnal penelitian yang ditulis oleh Nasution dan Wiliasih (2007) dan Ezohoa (2011). Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio pembiayaan bermasalah bank syariah atau dalam terminologi biasa disebut Non Performing Financing (NPF). Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah inflasi, net operational margin, total aset dan variabel yang mencerminkan jenis kebijakan pembiayaan bank syariah. Periode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi periode Q1 2005 – Q3 2012. Model diestimasi dengan menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) untuk melihat ada tidaknya keseimbangan antara jangka pendek dengan jangka panjang dan menginterpretasikan analisis pengaruh variabel dalam jangka pendek. Sedangkan analisis untuk hubungan jangka panjang ditemukan dari pendekatan hasil regresi Ordinary Least Square (OLS). Sampel time series yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Syariah ABC dan Bank Syariah XYZ. Semua data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diambil dari laporan keuangan publikasi BI Model awal yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seperti dalam persamaan regresi 3.1 sebagai berikut:
NPFG=
+
………(3.1)
Dimana : NPFG : Non Performing Finance Gross Bank Syariah NOM : Net Operational Margin Bank Syariah RF : Rasio Piutang Murabahah terhadap Pembiayaan Profit Loss Sharing RR : Rasio Pendapatan dari Sistem Bagi Hasil terhadap Pendapatan dari Penyaluran Dana INF : Inflasi SIZE : Total Aset : error term
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
Tabel 3.1 berikut meringkas operasionalisasi variabel dalam model penelitian yang digunakan.
Tabel 3.1 Ringkasan Operasionalisasi Variabel Nama Variabel
Operasionalisasi Variabel
NPF Gross NOM RF RR Log(Total_Aset)
SIZE INF
IV.
diambil dari www.bi.go.id
HASIL PENELITIAN
Hasil Regresi Persamaan Jangka Panjang Bank ABC dan Bank XYZ Sebelum melakukan estimasi jangka panjang dengan pendekatan kointegrasi EngleGranger, peneliti terlebih dahulu memastikan bahwa model tidak melanggar asumsi klasik dalam ekonometrika dan memastikan bahwa semua variabel stasioner dalam derajat integrasi yang sama, sehingga penulis dapat membangun model kointegrasi dan meginterpretasikan hasil dari pengujian hipotesis. Peneliti membuat persamaan jangka panjang dengan menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) . Hasil uji OLS kointegrasi Engle-Granger dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Output Regresi Model Jangka Panjang dengan Pendekatan OLS Kointegrasi HASIL REGRESI OLS KOINTEGRASI BANK SYARIAH ABC Variabel Variabel Koefisien Probabilitas Interpretasi Dependen Independen C -0,496 0,965 Tidak signifikan NPFG 0,355 0,035 Positif signifikan** BANK ABC NOM RF -11,016 0,000 Negatif signifikan***
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
RR -0,454 0,180 Tidak signifikan INF 0,131 0,190 Tidak signifikan SIZE 0,737 0,293 Tidak signifikan Diagnostic Analysis Value P-Value R-squared 0,487 DW-Stat 2,18 Ramsey Reset Test 2,27 0,1444 F-statistic 4,759 0,003 HASIL REGRESI OLS KOINTEGRASI BANK SYARIAH XYZ Variabel Variabel Koefisien Probabilitas Interpretasi Dependen Independen C 55,395 0,000 Positif signifikan*** NOM 0,3110 0,2197 Tidak signifikan RF -0,8506 0,0545 Negatif signifikan* NPFG BANK RR -0,8524 0,1999 Tidak signifikan XYZ INF 0,1999 0,0004 Negatif signifikan*** SIZE -2,9461 0,0000 Negatif signifikan*** AR(1) 0,3640 0,0197 Positif signifikan*** Diagnostic Analysis Value P-Value R-squared 0,8741 DW-Stat 1,842 Ramsey Reset Test 2,1958 0,1083 F-statistic 26,635 0,0000 Hasil Regresi Persamaan Jangka Pendek Bank ABC dan Bank XYZ Pendekatan Error Correction Model (ECM) digunakan untuk menganalisis perilaku keseimbangan jangka pendek. Selain itu, model ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung dalam ekonometri. Hasil regeresi model koreksi kesalahan terbaik setelah dilakukan Ramsey-test, yang diperoleh dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil Regresi Error Correction Model Pada Bank ABC
Variabel Dependen D(NPFG) ABC
HASIL REGRESI MODEL ECM PADA BANK ABC Variabel Koefisien Probabilitas Interpretasi Independen C 0,2452 0,3895 Tidak signifikan D(NOM) 0,3379 0,0351 Positif signifikan **
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
D(RF) -11,295 0,0094 Negatif signifikan *** D(RR) -0,5105 0,0198 Negatif signifikan ** D(INF) -0,0287 0,7828 Tidak signifikan D(SIZE) -2,8917 0,3872 Tidak signifikan ECT(-1) -1,2076 0,0000 Negatif signifikan *** Diagnostic Analysis Value P-Value R-squared 0,7194 DW-Stat 2,2418 Ramsey RESET 0,0794 0,7800 F-statistic 9,8284 0,000021 HASIL REGRESI MODEL ECM PADA BANK BSM Variabel Variabel Koefisien Probabilitas Interpretasi Dependen Independen C 0,5371 0,0126 Positif signifikan ** D(NOM) 0,6084 0,0074 Positif signifikan * D(RF) -0,5449 0,2290 Tidak signifikan D(NPFG) D(RR) -0,4425 0,3293 Tidak signifikan XYZ D(INF) -0,1864 0,0005 Negatif signifikan * D(SIZE) -10,130 0,0004 Negatif signifikan * ECT(-1) -0,6873 0,0000 Negatif signifikan *** Diagnostic Analysis Value P-Value R-squared 0,7931 DW-Stat 1,7649 Ramsey Reset Test 0,026 0,8724 F-statistic 14,698 0,0000 V.
DISKUSI
Analisis Kontribusi Tiap Variabel Terhadap Rasio Non Performing Financing -
Kontribusi Variabel NOM terhadap Non Performing Financing di Bank Syariah Pada output regresi 4.1 ditunjukkan bahwa variabel NOM ABC berpengaruh positif
signifikan terhadap NPFG ABC, dalam time horizon jangka panjang, yang direpresentasikan dengan hasil regresi OLS.
Koefisien NOM ABC sebesar 0,355 artinya setiap peningkatan
variabel NOM sebesar 1 dalam jangka panjang, dengan faktor lain diasumsikan konstan, maka nilai NPFG akan meningkat sebesar 0,355. Variabel NOM ABC diduga berpengaruh positif signifikan dalam jangka panjang karena jangka waktu pembiayaan terdiversifikasi antara
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
pembiayaan jangka pendek dan jangka panjang
, sehingga nasabah akan sensitif terhadap
perubahan NOM baik dalam periode jangka pendek yaitu (model ECM) dan jangka panjang (model OLS). Namun, peningkatan margin pembiayaan
itu sendiri berpotensi untuk
menurunkan kemampuan membayar nasabah. Saat potensi nasabah untuk memenuhi kewajiban turun, maka hal tersebut dapat memicu terjadinya pembiayaan bermasalah. Selanjutnya, pada hasil regresi jangka panjang variabel NOM XYZ menunjukkan hasil tidak signfikan dalam periode penelitian 2005-2012. Hal tersebut diduga karena komposisi alokasi pembiayaan jangka panjang XYZ tidak sebesar alokasi pembiayaan jangka pendek dan menengah, sedangkan dalam kasus regresi OLS yang diukur adalah time horizon jangka panjang. Sehingga, kenaikkan spread antara margin pembiayaan dan bagi hasil dalam jangka panjang tidak menyebabkan penurunan potensi membayar nasabah XYZ. Pada jangka pendek, NOM memiliki koefisien signifikan dan positif pada bank ABC dan XYZ. Interpretasinya, nasabah lebih sensitif terhadap perubahan variabel NOM dalam jangka pendek.Signifikansi dalam perubahan pricing pinjaman dan simpanan dalam jangka pendek juga didukung oleh sumber dana yang berasal dari jangka pendek dan dominasi jangka waktu pembiayaan pendek dan menengah pada bank syariah. Pada akhirnya, kenaikkan variabel NOM dalam jangka pendek dapat meningkatkan risiko pembiayaan bermasalah pada bank, karena nasabah lebih sensitif terhadap kebijakan pricing bank dalam jangka pendek. -
Kontribusi Kebijakan Pembiayaan terhadap Non Performing Financing di Bank Syariah Berdasarkan output regresi yang dirangkum dalam tabel 4.1, diketahui bahwa RF
berpengaruh negatif signifikan dengan tingkat pembiayaan bermasalah pada Bank ABC dan XYZ. Koefisien RF ABC dan XYZ adalah sebesar -11,016 dan -0,85. Artinya peningkatan pada RF sebesar 1 akan menurunkan NPFG sebesar 11,016 pada ABC dan 0,86 pada XYZ dalam jangka panjang, dengan faktor lain diasumsikan konstan Hal ini dapat dimengerti mengingat adanya persepsi bahwa akad murabahah merupakan akad dengan risiko yang relatif rendah selain itu pengelolaannya juga relatif mudah. Margin yang fix dan transparan di awal kesepakatan juga memudahkan nasabah untuk mengatur rencana keuangan untuk pelunasan angsuran dibanding bank konvensional yang nilai angsurannya masih bisa berubah-ubah karena terpengaruh suku bunga. Hal ini menyebabkan risiko operasional pengelolaan murabahah lebih
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
kecil dibandingkan akad bagi hasil yang memiliki masalah agency problem dimana terdapat asimetri informasi antara mudharib dan shahibul maal. Koefisien negatif dalam variabel RF sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan oleh Nasution (2007), dimana preferensi dari pihak manajemen yang menilai bahwa risiko murabahah lebih kecil. Skim murabahah juga membuat return yang diperoleh di masa depan lebih dapat dieskpektasi, sehingga membuat level NPF menjadi lebih kecil. Setidaknya, selain karena tingkat risiko yang rendah pada skim murabahah, ada dua hal lain yang juga mendukung tren murabahah dalam bank syariah. Pertama, tren murabahah didukung karena sumber pendanaan banyak berasal dari jangka pendek, seperti giro dan deposito 1 bulan. Jika bank syariah memaksa untuk mengalokasikan pembiayaan pada jangka panjang, maka hal tersebut dapat menyebabkan risiko mismatch atau kesenjangan antara jatuh tempo pembiayaan dengan sumber pendanaan, yang pada akhirnya berpengaruh pada likuiditas (Ismal, 2011). Masih dominannya sumber DPK jangka pendek, membuat bank berhati-hati dalam memutuskan kebijakan pembiayaan yang diambil.
Murabahah banyak diterapkan dalam
pembiayaan jangka pendek (Khan dan Ahmed, 2001), sehingga risiko likuditias dalam akad ini relatif dapat dikelola. Selain itu, dengan menerapkan akad murabahah, juga membuat bank dapat memperediksi bagi hasil yang diberikan untuk simpanan. Kedua, murabahah masih menjadi tren karena sederhana dan tidak asing terutama bagi yang sudah biasa berinteraksi dengan bank konvensional. Apalagi sumber daya internal bank syariah kebanyakan berasal dari karyawan yang sebelumnya pernah bekerja di konvensional (Bariyah, 2006). Namun,
penyebab non perfoming financing bukan sepenuhnya karena pembiayaan
mudharabah dan musyarakah, namun juga pembiayaan yang semestinya low risk seperti murabahah. Hal itu didukung oleh output regresi model jangka pendek pada variabel RF XYZ yang hanya signifikan dalam jangka panjang (output regresi OLS). Interpretasinya,kontribusi murabahah dalam menurunkan tingkat risiko pembiayaan tidak selamanya efektif, karena risiko pasti selalu ada. Sedangkan, pembiayaan bagi hasil dipersepsikan oleh manejemen bank syariah sebagai pembiayaan high risk, juga disebabkan oleh kurangnya dukungan dari internal bank, sumber DPK jangka panjang, permintaan debitur terhadap akad bagi hasil dan regulasi pemerintah menyebabkan akad bagi hasil menjadi sulit diterapkan, karena eksposur risiko yang tinggi tersebut tidak diimbangi dengan usaha yang memadai untuk memitigasi risiko.
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
•
Kontribusi Optimalisasi Return Profit Loss Sharing terhadap Non Performing Financing Bank Syariah Dalam hasil output regresi dijelaskan bahwa variabel RR ABC dan RR XYZ tidak
berpengaruh signifikan terhadap NPFG. Tidak signifikannya RR ABC dan RR XYZ pada model OLS tersebut terjadi dikarenakan RR mengukur variabel dari pendapatan profit loss sharing yang notabenenya digunakan untuk pembiayaan jangka panjang, sementara NPFG yg diukur adalah NPFG per kuartal (jangka pendek) dan model regresi OLS adalah untuk time horizon jangka panjang. Signifikansi dari variabel RR terhadap NPFG terlihat ketika dilakukan penyesuaian dengan model ECM
yang mengukur efek perubahan variabel RR dalam jangka pendek
(Setyowati, 2008). Pengaruh variabel RR terhadap NPFG dalam jangka pendek adalah negatif signifikan terhadap Bank ABC dan negatif tidak signifikan pada bank XYZ. Arah hubungan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2007). Hubungan negatif yang terjadi antara RR dengan NPFG mengindikasikan adanya komitmen dan keseriusan dari pihak bank untuk memperoleh return yang tinggi sehingga pihak bank meningkatkan keprofesionalisne dan kinerjanya dalam memperoleh retun yang diharapkan. Hubungan negatif ini juga menjelaskan bahwa semakin tinggi pendapatan yang diperoleh dari bagi hasil akan semakin rendah NPF. Artinya, ada peluang untuk mengoptimalkan skim pembiayaan bagi hasil dalam bank syariah. Dimana semakin optimal usaha bank dalam memaksimalkan pendapatan dari mudharabah dan musyarakah akan menurunkan tingkat NPF Jadi, walaupun dalam tabel 2.1 tentang peringkat risiko menjelaskan bahwa skim pembiyaaan bagi hasil memiliki eksposur risiko yang besar, namun dengan manajemen risiko yang baik, risiko dalam skim bagi hasil ini relatif dapat dimitigasi. Dalam hal ini, keberhasilan dalam mengoptimalkan pembiayaan bagi hasil direpresentasikan dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh bank dari pembiayaan bagi hasil ini (Nasution, 2007). Namun, dalam praktiknya, pendapatan bagi hasil tidak menjadi pendapatan operasional utama bagi bank. Hal tersebut dapat dilihat dari variabel RR yang masih berkisar 30-50% terhadap total pembiayaan. Menurut Ascarya (2005), ada beberapa tantangan yang menyebabkan rendahnya pembiyaan bagi hasil dalam bank syariah: 1. Bank cenderung tidak mau mengambil risiko dengan kondisi asymmetric info.
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
2. Risiko dan moral hazard yang lebih tinggi dalam skema pembiayaan bagi hasil 3. Permintaan terhadap skim pembiayaan ini juga sedikit, karena nasabah cenderung memilih pembiayaan dengan margin sehingga bisa mengatur cash flow-nya. 4. Perusahaan cenderung tidak ingin melakukan joint management atau pembagian keuntungan terutama pada proyek yang sangat menguntungkan (adverse selection). 5. Aversion to risk, karena takut kehilangan kepercayaan dari depositor ketika tingkat bagi hasil menurun. 6. Aversion to effort, karena penanganan pembiayaan bagi hasil tidak semudah penanganan pembiayaan sekunder. 7. Kompetisi yang ketat dengan BUK memaksa BUS harus menyediakan pembiayaan alternatif yang berisiko lebih kecil. Sedangkan, menurut Ascarya dan Yumanita (2005), langkah-langkah yang perlu diambil oleh bank dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah: 1. Melakukan evaluasi terhadap karakter nasbah, bahwa nasabah harus jujur dan memiliki akhlak yang baik Umumnya, bank meminta nasabah memiliki track record di bank tersebut atau nasabah memiliki personal guarantee dari pihak lain. Apabila nasabah baru, akan diuji dengan jumlah pembiayaan yang kecil baru bertahap meningkat. Selain itu, bank juga harus meminta feasibility study sebelum menyalurkan pembiayaan 2. Penyaluran pembiayaan hanya disaurkan pada proyek yang dikuasai bank untu menghindari kecurangan yang dilakukan nasabah. 3. Melakukan monitoring secara berkala terhadap pembiayaan yang telah disalurkan. 4. Membuat rekening khusus bagi setiap pembiayaan bagi hasil disalurkan untuk memonitor cashflow. 5. Minimum share capital musyarakah adalah 20% dan umumnya barang atau komoditi yang dibiayai bukan barang musimam atau sedikit permintaan. Dalam mengoptimalkan skema bagi hasil sebagai pembiayaan yang hanya ada pada sistem syariah, perlu dukungan dari tiga pihak. Tidak adanya institusi pendukung untuk mendorong pembiayaan bagi hasil dan tidak adanya prosedur operasional yang seragam juga menyebabkan akad mudharabah dan musyarakah tidak diminati bank (Antonio, 2002). Di satu sisi lain, sumber daya internal bank yang belum memadai untuk menangani, memproses, memonitor dan mengaudit proyek bagi hasil dan dominansi sumber DPK jangka pendek juga tidak mendukung
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
skim bagi hasil untuk diterapkan. Kurangnya dukungan baik dari pemerintah, regulasi, nasabah dan kualitas Sumber Daya Internal menyebabkan eksposur risiko pembiayaan skim bagi hasil menjadi lebih besar. Walaupun, di lain sisi, pembiayaan bagi hasil cukup potensial untuk digarap pada sektor microfinance di Indonesia. Porsi pembiayaan mikro dinilai memiliki potensi NPF yang rendah dan terbebas dari krisis. Karena faktanya, banyak kelompok masyarakat yang visible bisnisnya, namun belum bankable. •
Kontribusi Inflasi terhadap Non Performing Financing di Bank Syariah Berdasarkan output regresi ditunjukkan bahwa inflasi justru berpengaruh negtif
signifikan terhadap Bank XYZ baik dalam model jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan. Namun hal tersebut diduga terjadi karena dominasi skim murabahah dalam portofolio bank XYZ. Dalam aplikasi murabah dimana angsuran bersifat fixed dari awal sampai akhir, inflasi tidak mengubah nilai angsuran yang harus dibayar nasabah kepada bank. Sehingga, saat terjadi kenaikkan inflasi dalam jangka panjang, hal ini tidak mempengaruhi jumlah angsuran yang dibayar nasabah.
Inflasi diduga juga tidak
menurunkan potensi nasabah dalam memenuhi kewajiban kepada bank, karena nasabah sudah dapat merencanakan pengaturan cash flow yang dibutuhkan untuk melunasi pembiayaan murabahah. •
Kontribusi
Pangsa Aset Bank Terhadap Non Performing Financing di Bank
Syariah Dalam output regresi OLS dan ECM, ditunjukkan bahwa SIZE berpengaruh negatif signifikan, terhadap NPF XYZ. Interpretasimya, semakin besar total aset XYZ, maka rasio pembiayaan bermasalah akan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Bank XYZ merupakan bank syariah dengan total aset terbesar saat ini, total aset yang besar mempermudah bank untuk melakukan ekspansi usaha dan dana pihak ketiga dan mengembangkan tekonologi informasi. Selain itu, biasanya bank yang mempunyai total aset yang besar adalah bank yang sudah lama berdiri, sehingga lebih berpengalaman dalam mengelola risiko pembiayaan, yang pada akhirnya dapat menekan rasio NPF. Pendapat tersebut juga didukung oleh Kheemraj (2005) yang mengatkan bahwa
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
bank dengan total aset besar memlilik strategi manajemen risiko yang lebih baik dalam merancang portofolio pembiayaan yang optimal.
V. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pengolahan data, maa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Kebijakan pembayaan yang bertumpu pada murabahah tidak selamanya menurunkan tingkat risiko pembiayaan, meskipun ada persepsi bahwa murabahah adalah skim pembiayaan yang mempunyai profil risiko low risk. 2. Optimalisasi return dalam equity financing dengan menciptakan suatu sistem yang kondusif untuk mencegah terjadinya permasalahan moral hazard dan adverse selection dapat menurunkan tingkat risiko pembiayaan bank syariah. 3. Kebijakan pricing yang tepat dalam menentukan margin pembiayaan dan tingkat bagi hasil simpanan, dapat menurunkan rasio non performing financing. 4. Bank yang mempunyai total aset lebih besar cenderung dapt mengelola risiko pembiayaan lebih baik.
VI. Keterbatasan Penelitian dan Saran Untuk Penelitian Selanjutnya Dalam penelitian ini, penulis mencatat beberapa kekurangan dan keterbatasan yang sekaligus merupakan kelemahan dari tulisan ini: 1. Data time series yang digunakan masih sangat terbatas, sementara untuk analisis data time series semakin panjang data, maka hasil akan semakin baik. 2. Tidak memasukkan variabel pemoderasi seperti perilaku debitur dan perilaku account officer, karena variabel tersebut merupakan variabel kualitatif menyebabkan pengambilan proksi untuk variabel tersebut cukup sulit.
Sedangkan, untuk kepentingan penelitian lebih lanjut tentang isu atau topik terkait, penulis merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Akan lebih baik jika menggunakan sampel beberapa perbankan di Indonesia dan di luar negeri untuk melihat perbandingan kebijakan pembiayaan yang diberikan.
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
2. Selain itu penelitian selanjutnya juga dapat memisahkan atau membagi pembiayaan bermasalah yang ada di Bank Syariah berdasarkan jenis pembiayaan, seperti pembiayaan korporasi, pembiayaan konsumsi dan pembiayaan modal kerja. Hal ini diduga dapat memberikan hasil yang berbeda karena setiap jenis pembiayaan memiliki sensitifitas yang berbeda-beda terhadap level risiko pembiayaaanm sehingga hasil yang didapat akan lebih baik. 3. Melihat pengaruh pembiayaan bermasalah dari segi perbandingan karakteristik internal nasabah bank syariah dan nasabah bank konvensional. 4. Menambah periode penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Akhsyar (2005). Dari Murabahah Menuju Musyarakah Upaya Mendorong Optimalisasi Sektor Riel. JAAI Volume 9. No 2, Desember 2005 159-169. Antonio, M. Syafii. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press. Ascarya, Yumanita (2005). Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia. Buletin Ekonoomi Monoter dan Perbankan. Bank
Indonesia (2005-2011). (http://www.bi.go.id)
Laporan
Keuangan
Publikasi
Bank
Umum
Syariah
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah, 2005-2011. (http://www.bi.go.id) Bariyah, Nurul (2006). Perkembangan dan Analisa Peluang Kerja di Perbankan Syariah Indonesia. Muamalat Training Institute. Best, Robin (2008). An Introduction to Error Correction Models. Oxford Spring School. Ezohoa, Abel (2011). Banking Consolidation Credit Crisis and Asset Quality in a Fragile Bank System. Journal of Finance Regulation and Compliance. Hakim, Zaenul (2009). Evaluasi Tingginya Risiko Pembiayaan Murabahah Dibandingkan Dengan Risiko Pembiayaa Bagi Hasil. Tesis :PSKTTI UI Ismal, Rifki (2011). The Indonesian Islamic Banking. Jakarta : Granata Publishing,
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
Ihsan, Muntaha (2011). Pengaruh Gross Domestic Product, Inflasi, dan Kebijakan Jenis Pembiayaan Terhadap Rasio Non Performing Financing Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2005-2010. Skripsi : FE UNDIP.
Khan, Tariqulla dan Ahmad (2001). Risk Management on Analysis of Issues in Islamic Financial Industry. Islamic Research and Training Institute : Islamic Depelopment Bank. Kheemraj, Tarron (2005). The determinants of non performing loans : an econometric case study of Guyama. University of Guyana Working Paper. Maskanul, Cecep (1999). Problem Pengembangan Produk Dalam Bank Syariah. Buletin Ekonomi dan Moneter No.3, Desember 99. Nasution E, Mustafa dan Wiliasih (2007). Profit Sharing dan Moral Hazard Dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol VIII. No.02 105-129. Rivai, Veithzal. (2011). Islamic Banking. Jakarta: Rajagrafindo Robbi, Abdu. (2006). Implementasi Pengukuran Creditrisk Model Pada Instrumen Pembiayaan PT Bank Syariah ABC. Skripsi: FEUI. Setyowati, Desti (2008). Indikasi Moral Hazard dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga (Studi Komparatif Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah di Indonesia). Sinergi Vol 12 No.1 Hal 89-102. Winarno, Wahyu (2011). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi 3. UPP STIM YKPI
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013
Analisis faktor ..., Septrivia Wahyu Kinasih, FE UI, 2013