Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Analisis Etika dan Estetika Tembang Macapat dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 Oleh: Wahyu Bayu Aji Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
[email protected] Abstrak: Penelitian ini mempunyai tujuan menganalisis (1) nilai-nilai etika dalam rubrik tembang macapat majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013; (2) unsur estetika dalam rubrik tembang macapat majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan subjek majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013. Objek penelitian ini yaitu nilai etika dan unsur estetika yang ada pada bait tembang macapat majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013. Instrumen yang di gunakan yaitu peneliti itu sendiri, kartu pengumpul data, yang dibantu buku-buku yang menunjang. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan teknik catat. Keabsahan data menggunakan validitas semantik dan kredibilitas dengan cara membaca berulang dan pertimbangan ahli yaitu dosen pembimbing. Teknik analisis data, peneliti menggunakan teknik analisis konten.Teknik penyajian data menggunakan teknik penyajian data formal yaitu hanya menggunakan kata-kata biasa. Penelitian ini menghasilkan nilai etika rubrik tembang macapat majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 berbentuk etika keselarasan sosial ada 8 indikator, dan etika kebijaksanaan ada 25 indikator. Unsur-unsur estetika rubrik tembang macapat majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 yang di temukan antara lain purwakanthi guru swara ada 148 indikator, purwakanthi guru sastra ada 91 indikator, purwakanthi lumaksita ada 8 indikator, tembung garba ada 20 indikator, kerata basa ada 19 indikator, pepindhan ada 10 indikator, sandi asma ada 3 indikator, sengkalan ada 1 indikator, tembung plutan ada 118 indikator. Kata kunci: etika, estetika, majalah Djaka Lodang
Pendahuluan Dunia permajalahan di Indonesia sangat banyak, tersebar dari Sabang sampai Merauke, Dunia permajalahan banyak mengangkat berbagai keunggulan di masingmasing majalah dalam penyajiannya. Di Indonesia majalah yang penyajiannya memiliki corak dan gaya yang khas serta banyak mengupas tentang budaya lokal memang tidak banyak. Salah satu majalah yang dalam bentuk penyajiannya menggunakan bahasa lokal ialah majalah Djaka Lodang. Majalah Djaka lodang banyak orang bisa jumpai di seputaran DIY, Jawa Tengah dan menggunakan bahasa Jawa dalam setiap penyajiannya, bahkan majalah ini dalam jangka waktu satu bulan selalu menerbitkan majalah sebanyak 4 sampai 5 kali kali dengan harga yang bervariatif. Dalam majalah Djaka Lodang
banyak memuat berbagai macam karya sastra yang merupakan
kreatifitas seorang pengarang
yang berupa
geguritan, cerkak, cerbung dan
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
51
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
seterusnya. Dalam sebuah karya sastra selain penggunaan bahasa yang indah atau rinengga, karya sastra juga memuat nilai-nilai moral serta ajaran hidup. Nilai –nilai moral itu bisa berupa Etika kehidupan sosial, sedangkan nilai seni yang tinggi berupa bahasa rinengga dapat dikategorikan kedalam sebuah estetika dalam suatu karya sastra. Etika dan Estetika dalam karya sastra yang terdapat dalam sebuah majalah tidak hanya dapat disampaikan melalui karya sastra yang berbentuk
cerkak, cerbung,
geguritan, pedhalangan dan lainnya, Melainkan dapat disampaikan pada karya sastra yang berbentuk tembang macapat. Tembang macapat merupakan bentuk kesenian yang digemari oleh kalangan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Dalam masyarakat Jawa tembang macapat
juga sebagai sumber tuntunan dan
tatanan. Tuntunan dan tatanan dari pesan yang tersirat berupa nilai etika yang hendak disampaikan kepada para pembaca atau penikmat.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek dan Objek penelitian ini majalah Djaka Lodang berupa kutipan baitbait tembang macapat. Instrumen yang digunakan yaitu human instrument (peneliti sendiri) yang di bantu dengan buku-buku, kartu pengumpul data dan media pendukung lainnya. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan catat. Keabsahan data menggunakan validitas semantik dan kredibilitas dengan cara membaca berulang-ulang dan pertimbangan ahli dalam hal ini dosen pembimbing, Analisis data dalam hal ini, peneliti menggunakan analisi konten. Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan penyajian data informal dengan kata-kata biasa. Pembahasan data berupa kutipan langsung, data disajikan dalam bentuk tabel sebanyak sebelas tabel. Data tersebut selajutnya diterjemahkan dan dianalisis.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
52
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Hasil Penelitian 1. Jenis Nilai Etika yang ditemukan dalam rubrik tembang macapat majalah Djaka lodang edisi Juni-Desember 2013 ada 2 dua nilai etika. Kedua nilai etika tersebut adalah sebagai berikut. a. Etika Keselarasan sosial. ‘Kanthi sangu manah suci kang satuhu Sabar lan narima Mbengkas watak drengki srei Tresna sih den tindakke mring pepadha’ (Prinsip Kerukunan) (PC(KISS.5:4) 8) Terjemahan : ‘Dengan bekal hati suci yang sungguh Sabar dan menerima Memberantas watak yang iri dan pelit Cinta kasih di lakukan terhadap sesama’. Pembahasan : Contoh etika keselarasan sosial yaitu terdapat pada kutipan tembang macapat pocung judul Kagem Ingkang Sami Siyam bait lima baris empat edisi delapan, dengan kata kunci, kalimat yang dicetak tebal yaitu kalimat Tresna sih den tindakke mring pepadha. Kalimat tersebut menunjukkan etika keselarasan sosial yaitu kerukunan, dengan hati yang suci sabar menerima, serta tidak iri, mencintai kepada sesama manusia. Dalam masyarakat Jawa untuk menjaga kerukukan antar individu dengan dengan orang lain dilakukan menghilangkan sikap iri dan sabar dalam segala hal serta mencintai terhadap manusia tanpa membeda-bedakan ini dapat menjalin kerukunan antar warga. Dalam masyarakat Jawa memang sudah melekat hal demikian, kerukunan antar warga bisa terjadi jika tidak ada rasa benci antar warga apalagi perasaan iri, maka tidak jarang jika orang Jawa memiliki semboyan tresna asih mring sesami (mencitai terhadap sesama). Adapun bentuknya bisa berupa saling membantu terhadap yang menghadapi kesulitan tanpa membedakan status sosialnya. Hal ini berkaitan
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
53
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
dengan etika cara dalam memperoleh kerukunan persaudaraan dan antar warga masyarakat. b. Etika Kebijaksanaan. ‘Amungkasi atur sekar kula niki Yen pinangggih lepat Kula nyuwun pangaksami Mugi hayu kang pinang gya’ (Unggah-ungguh) (MK(LMIWPR.5:3.4)21) Terjemahan : Mengakhiri nyanyian saya ini Jika terdapat salah Saya minta maaf Semoga selamat yang bertemu Pembahasan : Contoh etika kebijaksanaan yaitu terdapat pada kutipan tembang macapat maskumambang judul Lelangen Macapatan Imbal Wacana Ing Pro 4 RRI bait lima baris tiga, empat, edisi dua puluh satu, dengan kata kunci, kata yang dicetak tebal yaitu kalimat Kula nyuwun pangaksami, Mugi hayu kang pinang gya. Kalimat tersebut menunjukkan sikap bijaksana seorang meminta maaf dalam dalam bernyanyi apabila ada keselahan dan semoga dapa bertemu kembali. Sikap bijaksana tersebut bisa menjadi contoh setiap insan manusia untuk bersikap sopan-santun kepada semua manusia tanpa memilah-milah drajat dan pangkat, keturunan. Kutipan di atas menjelaskan seorang yang sedang bernyanyi atau nyekar dalam akhir penampilannya meminta maaf kepada para pendengar apabila ada kesalahan serta berharap dapat bertemu kembali dalam acara yang sama. 2. Jenis Unsur estetika yang ditemukan dalam rubrik tembang macapat majalah Djaka lodang edisi Juni-Desember 2013 ada 9 sembilan unsur estetika yang mencakup: Purwakanthi Guru Swara, Purwakanthi Guru Sastra, Purwakanthi Lumaksita, Tembung Garba, Kerata Basa, Sandiasma, Pepindhan, Sengkalan, Tembung Plutan.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
54
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Adapun salah-satu contoh unsur estetika tersebut adalah sebagai berikut. a. Purwakanthi Guru Swara. ‘Kapirengna ingkang abdi angenguwuh Asal saking sir pambudi Mrih medhar dhawuh satuhu Midhanget lan minangkani Panguwuh-uwuh ing batos’ (MG(PA.1:1)19) Terjemahan : Terdengarnya ganjalan-gajalan abdi Asal dari dalam hati Kepada perintah sungguh Mendengar dan menjalankan Ganjalan-ganjan dalam hati Kutipan di atas menunjukkan estetika Jawa yaitu purwakanthi guru swara terdapat pada tembang macapat megatruh judul pengarep-arep bait satu baris satu edisi sembilan belas dengan ciri terdapat pengulangan vokal di akhir kata yang sama dalam satu kalimat yaitu kata ingkang, angenguwuh. Kesamaan bunyi yang terdapat dalam kata tersebut yaitu jatuhnya vokal a pada suku kata yang berbunyi ang dan ang pada kata ingkang dan angenguwuh. Pengulangan bunyi vokal yang sama dalam estetika Jawa disebut purwakanthi guru swara. b. Purwakanthi Guru Swara. Kapirengna ingkang abdi angenguwuh Asal saking sir pambudi Mrih medhar dhawuh satuhu Midhanget lan minangkani Panguwuh-uwuh ing batos (MG(PA.1:3,4)19) Terjemahan : Terdengarnya ganjalan-gajalan abdi Asal dari dalam hati Kepada perintah sungguh Mendengar dan menjalankan Ganjalan-ganjan dalam hati Kutipan di atas menunjukkan estetika Jawa yaitu purwakanthi guru sastra terdapat pada tembang macapat megatruh judul pengarep-arep bait
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
55
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
satu baris tiga dan empat edisi sembilan belas dengan ciri terdapat pengulangan konsonan yang sama dalam satu kalimat, dalam kutipan di atas seperti dalam kalimat Mrih medhar dhawuh satuhu. Midhanget lan minangkani. Kesamaan konsonan yang terdapat dalam kata tersebut yaitu terdapat pada konsonan m,h,n,g pada kata yang berbunyi Mrih medhar dhawuh satuhu. Midhanget lan minangkani. Pengulangan huruf konsonan yang sama dalam satu kalimat dalam estetika Jawa disebut purwakanthi guru sastra. c. Purwakanthi Lumaksita. Butuh wektu paribasan nyuda turu Mung kanggo makarya Amrih dham idhaman kasil Kang mangkono amakarya kudu lila (PC(KIBNP.6:3)9) Terjemahan : Membutuhkan waktu ibarat mengurangi tidur Hanya untuk bekerja Baiknya mendamba-dambakan hasil Yang seperti itu harus ikhlas Kutipan di atas menunjukkan estetika Jawa yaitu purwakanthi lumaksita terdapat pada tembang macapat pocung judul Kasil Iku Butuh Ngilmu lan Pitungan bait enam baris tigat, edisi sembilan dengan ciri terdapat pengulangan kata yang sama dalam satu kalimat, dalam kutipan di atas seperti dalam kalimat Amrih dham idhaman kasil. Kesamaan kata yang terdapat dalam kalimat tersebut yaitu terdapat pada kata dham dalam kalimat Amrih dham idhaman kasil. Pengulangan kata yang sama dalam satu kalimat dalam estetika Jawa disebut purwakanthi lumaksita. d. Tembung Garba Niki pralampah tuhu Manungsa tumekeng wanci Pisah nyawa sukma raga Ing asal usuling bali Mula kudu eling Allah Nyingkir sipat kewan yekti (KN(RQ.9:2), 22
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
56
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Terjemahan : Ini hal yang harus dijalani Manusia datang di waktu Berpisah nyawa dan raga Kembali kepada asal-usulnya Maka harus ingat Allah Menyingkirkan sifat hewan sesungguhnya Kutipan di atas menunjukkan estetika Jawa yaitu tembung garba terdapat pada pupuh kinanthi judul Riyaya Qurban pada 9 gatra no 2 edisi 22. Dengan kata kunci tumekeng yang berarti datang di, tumekeng berasal dari kata Tumeka + ing menjadi tumekeng.
Tumeka yang berarti datang
sedangkan ing yang berarti di, jadi kata tumekeng berarti datang di . e. Kerata Basa Punika kersaning Allah Amiji jalmi ing bumi Manggen wonten eden taman Bapa dam kang piniji jinangkung asihing gusti Nanging manah kapirangu Allah datan kawran Kersanya sacipta dadi Ibu khawa sinabda ginarwa Adam (SN(PD.3:5)6) Terjemahan : Itulah kehendak Allah Menciptakan manusia di bumi Bertempat di taman Eden Bapa Adam yang pertama Dari belas kasihan Gusti Tetapi hati bingung Allah tidak pernah Menciptakan jadi Ibu Khawa berjodoh dengan Adam Kutipan di atas menunjukkan estetika Jawa yaitu kerata basa terdapat pada tembang macapat sinom judul purwaning dumadi pada bait tiga baris no lima edisi enam. Dengan kata kunci gusti yang berarti Allah. Kerata basa kata gusti berasal dari kata bagusing ati yang berarti baiknya
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
57
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
hati. Jadi kata gusti dalam tembang macapat di atas merupakan kerata basa. f. Pepindhan Pindha peteng kang ngungak pajar meh esuk Kapapag esem bun enjing Raga lan jiwa satuhu Njagegaken sih ing Gusti Kanthi manah andhap asor (MG(PP.4:1)19) Terjemahan : Seperti gelap yang menuju fajar hampir pagi Di hadang senyum embun pagi Raga dan jiwa sungguh Menjajagakn asih Gusti Dengan rendah hati Pengarang menggunakan
pepindhan
macapat megatruh judul pengarep-arep
ditunjukan pada tembang bait empat baris satu edisi
sembilan belas ditunjukan pada kalimat Pindha peteng kang ngungak pajar meh esuk
dikatakan sebagai pepindhan
dikarenakan kalimat
tersebut menggunakan kata perumpamaan yakni seperti gelap yang menuju fajar hampir pagi. Kalimat tersebut terdapat kata pindha (seperti) yang merupakan ciri
pepindhan,
jadi kalimat yang bercetak tebal
merupakan pepindhan. g. Sandiasma Bebadan ingkang mirunggan Awewaton kekancingan nagari Labete tan rangu-rangu Embane sang pandhega Panekarane basa sastra adiluhung Amrih lestari ngrembaka Nuting jaman kang lumadi (PK(BPBY.1:1-7)16) Analiti lan rumeksa Lakunira basa lan sastra adi Ing madyaning brayan agung
Terjemahan : Bab yang merugikan Aturan Negara Masuknya tidak ragu-ragu Bawahanya sang pemimpin Pekerjaaanya basa sastra adiluhur Baik lestari berkembang Mengikutu jaman yang berubahubah Terjemahan : Meneliti dan merawat
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
58
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Tuwin ing pawiyatan Ing bebadan laying kabar miwah buku Ya ing jroning kaluwarga Aneng radiyo lan tivi (PK(BPBY.2:1-7)16)
Nadyan winates anggaran Bale basa tan kemba ing pambudi Anggung tumingal asengkut Sabar cukat tumata Angayahi sagung jejibahanipun Ing wewengkon tlatahira Nora metang sayah yekti (PK(BPBY.3:1-7)16) Gunanira bale basa Nora liya nyemak sarta naliti Gregete bebrayan agung Angreksa lan ngemonah Yeku basa miwah sastra ingkang terus Obah-owah nuting jaman Gung sinemak tinaliti (PK(BPBY.4:1-7) 16)
Lakunya basa dan sastra satu Di tengah masyarakat besar Juga di pendidikan Di bab surat kabar dengan buku Ya di dalam keluarga Ada di radio dan tv Terjemahan : Walapun dibatasi anggaran Bale basa tidak kecewa di budi Besar melihat Sabar cepat tertata Memlihara semua tanggungan Di pinggiran tempatnya Tidak menghitung capek sungguh
Terjemahan : Gunanya bale basa Tidak lain menyimak dan meneliti Greget bermasyarakat Memlihara dan melestarikan Yaitu basa dengan sastra yang terus Berubah-ubah mengikuti jaman Besar mendengar meneliti
Terjemahan : Jika kalian berbicara adanya Yen kalilan matur blaka Ada kurangnyas edikit bale ini Ana kurange sithik bale iki Waktu berita yang terlihat Kala warta kang kadulu Amung sithik kewala Hanya sedikit Rugi temen yen tan sinemak Rugi jika tidak mendengarkan sadarum semua Temah tan bisa sampurna Sungguh tidak bisa sempurna Aniti kanthi patitis (PK(BPBY.5:1-7)16) Meneliti dengan sungguhSayogya kabeh kasrambah Akeh kalawarti abasa jawi
sungguh Terjemahan : Semestinya semua tersentuh
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
59
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Lah ing Yogya Jawa Timur Aneng Jateng-Jakarta Manawa kabeh iku bisa kadulu Kawuryan luwih terwaca Upayane luwih dadi (PK(BPBY.6:1-7)16)
Banyak majalh bahasa Jawa Ada di Yogya Jawa Timur Ada di Jawa Tengah Jakarta Jika itu semua bisa terlihat Terkenal lebih terbaca Upayanya lebih jadi
Penggunaan Sandiasma terdapat pada tembang macapat pangkur judul Bale Panalitian Bahasa Ing Ngayogyakarta pada bait satu sampai enam baris satu sampai tujuh edisi enam belas di tunjukan kata yang di cetak tebal yaitu BALE PANALITIYAN BASA ING NGAYOGYAKARTA SALAMKU. Huruf tersebut merupakan Sandiasma yang menunjukkan nama yang di sembunyikan dalam sebuah tembang macapat di atas yaitu balai penelitian di Yogyakarta. h. Sengkalan Candra sangkalannya warsa niki Sapta catur marganing sang wasa Surya- catur politike Niring panembah mau Dadya pemut amiradati Sa-dang sa-penginangan Pacoben satuhu Enggala samya waspada Eling-tabah-tawakal mring Kanjeng Gusti Ikhlas kang dhedhasarnya (DD(KSS.8:2)30) Terjemahan : Bulan sengkalan tahun ini Tujuh empat jalanya Sang Kuasa Matahari berbicara politiknya Hilang di menyembah tadi Jadi pengingat yang mengingatkan Semua yang dilarang Percobaan sungguh-sungguh Cepatlah semua waspada Eling tabah tawakal kepada Kanjeng Gusti Ikhlas yang jadi dasarnya
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
60
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Contoh penggunaan tembung yogaswara terdapat pada tembang macapat dhandhanggula judul Kidung Sasmita Sura 1947 pada bait delapan baris dua edisi tiga puluh di tunjukan Sapta catur marganing sang wasa (tujuh empat jalanya sang ratu). Kata tersebut merupakan sengkalan memet yang menunjukkan tahun 1947. i.
Tembung Plutan Dhuh Hyang Agung, yen dosa dados panyendhu Napa saged anyelani Panggah gesang ing sadarum Gusti luber ing aksami Pramila kula mangertos (MG(PP.2:1)19) Terjemahan : Ya Allah jika dosa jadi penghalang Apa jadi sela Di hidup bermasyarakat Gusti murah member maaf Maka saya mengerti Contoh penggunaan tembung plutan terdapat pada tembang macapat megatruh judul Pengarep-arep pada bait dua baris satu edisi sembilan belas di tunjukan kata dhuh. Kata dhuh merupakan tembung plutan, kata dhuh berasal dari kata adhuh yang berarti aduh.
Simpulan Berdasarkan penyajian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan terhadap etika dan estetika rubrik tembang macapat dalam majalah Djaka Lodang edisi JuniDesember 2013 diperoleh sebagai berikut: ditemukan etika keselarasan sosial sebanyak 8 indikator, dan nilai etika kebijaksanan sebanyak 25 indikator.
unsur
estetika yang meliputi purwakanthi guru swara terdapat 148 indikator, purwakanthi guru sastra terdapat 91 indikator, purwakanthi lumaksita terdapat 8 indikator, tembung garba terdapat 20 indikator, kerata basa terdapat 49 indikator, pepindhan terdapat
10 indikator, Sandiasma terdapat
3 indikator, sengkalan
terdapat 1
indikator, tembung plutan terdapat 118 indikator.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
61
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Daftar Pustaka Endraswara, Suwardi. 2010. Etika Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi. Padmosoekotjo, S. 1958. Ngengrengan Kasusastran Jawa I. Yogyakarta: Hien Hoo Sing. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suliyanto. 2008. Bebekalan Sinau Basa Jawa. Surakarta: CV.Cendrawasih. Sutardjo, Imam. 2008. Kawruh Basa saha Kasusastran Jawi. Surakarta Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
62