1
Analisis Eksistensi Perusahaan Bongkar Muat Dalam Konteks Layanan Transportasi Laut – Studi Kasus: Tanjung Perak Febri Putra Trivitas, Murdjito Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 email:
[email protected] Abstrak— Proses Bongkar Muat merupakan salah satu kegiatan inti dalam transportasi muatan. Pelaku usaha bongkar muat harus memiliki kapasitas dan kualitas yang baik untuk menjamin kelancaran arus muatan. Perusahaan Bongkar Muat mengalami banyak perubahan dalam masa kerjanya, diawali dengan adanya Undang – Undang Pelayaran 2008 yang mengubah Badan Otoritas Pelabuhan menjadi Badan Usaha Pelabuhan. Hal ini mengancam nilai eksistensi Perusahaan Bongkar Muat sehingga diperlukan peninjauan mengenai kondisi terkini dan strategi perusahaan yang baik bagi Perusahaan Bongkar Muat. Perusahaan Bongkar Muat dibagi kedalam beberapa skenario dan didapatkan bahwa eksistensi perusahaan bongkar muat tidak terancam namun hal yang perlu ditinjau ulang adalah persyaratan pendirian Perusahaan Bongkat Muat yang mengurangi kelayakan investasi. Kata kunci - Pelabuhan, Bongkar Muat, Perusahaan Bongkar Muat
P
I. PENDAHULUAN erusahaan Bongkar Muat merupakan suatu badan
usaha yang bergerak di bidang layanan jasa untuk bongkar muat muatan kapal laut. Perusahaan Bongkar Muat (PBM) dikenal diseluruh dunia sebagai Stevedoring Company atau Stevedore saja. Sesuai dengan namanya, PBM melayani jasa bongkar muat muatan kapal laut, namun seiring dengan kebutuhan para pengguna jasa, PBM juga memiliki layanan jasa pemindahan muatan didalam area dermaga atau Cargodoring, layanan penerimaan dan pelepasan barang ke pemilik muatan atau Recieving dan Deliverybahkan ada beberapa PBM yang melayani jasa pemindahan muatan dari dan ke luar area pelabuhan yang disebut juga Overbrengen dalam lingkup usahanya. Dalam sejarah, usaha bongkar muat belumlaama terpisah dari bidang usaha pelabuhan lainnya.Sebelum muncul Instruksi Presiden nomor 4 tahun 1985, sistim bongkar muat di pelabuhan seluruh Indonesia dinilai tidak teratur. Maka dengan munculnyaInpres no. 4 tahun 1985 ditetapkan pemisahan usaha bongkar muat dengan pelayaran dan operator terminal. Hal ini memunculkan banyak peluang bagi pengusaha untuk membuka usaha bongkar muat karena proses bongkar muat muatan kapal laut memang tidak akan berhenti selama kapal masih ada di dunia. Para PBM di Indonesia memiliki asosiasi tersendiri yang berguna untuk menilai PBM dan menjadi wadah aspirasi PBM yaitu Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI). Selain itu, usaha bongkar
muat dan usaha – usaha kepelabuhanan lainnya di Indonesia di awasi oleh PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang berperan sebagai Badan Otoritas Pelabuhan (BOP). Namun keadaan ini berubah drastis semenjak muncul Undang – Undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran yang merubah peran Pelindo dari BOP menjadi Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang menghapus peran PBM sebagai pengusaha jasa bongkar muat. Semenjak muncul UU no.17 tahun 2008 tersebut, berbagai keresahan muncul diantara para pelaku usaha pelabuhan dan Pelindo salah satunya Pelindo dianggap memonopoli usaha bongkar muat dan mematikan usaha PBM – PBM yang berada di Indonesia. Selain itu hubungan antara Pelindo dengan APBMI semakin memburuk dengan ditemukannya PBM yang “palsu” karena hanya bersifat sebagai broker usaha bagi PBM lain. Keresahan iniberkurang pada akhir 2010 ketika Pelindo dan APBMI membenahi hubungan mereka denganpembentukan konsorsium PBM di setiap pelabuhan dan terminal dengan rekomendasi dari APBMI sehingga usaha bongkar muat dapat dilakukan bersama - sama. Kewenangan dan proporsi kerja tiap konsorsium PBM dengan Operator Terminal (OT) tiap terminal berbeda – beda. Terdapat proporsi kerja yang masih dapat menghidupi PBM, namun adapun yang sebaliknya sehingga menyebabkan beberapa PBM gulung tikar. Dalam penelitian ini, tim penulis akan mengangkat Terminal Nilam, Tanjung Perak, yang memiliki konsorsium PBM Nilam Konsorsium Stevedore Indonesia dan Nilam Port Terminal Indonesia yang telah melalui perubahan bidang usaha setelah munculnya UU no. 17 tahun 2008 sebagai studi kasus penelitian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator Kinerja Utama Indikator Kinerja Utama (IKU) atau Key Performance Index merupakan sebuah teknik untuk mengukur kinerja suatu organisasi dengan tolak ukur metric sehingga segala bentuk kinerja dapat dibaca dengan mudah. IKU dapat juga didefiinisikan sebagai faktor – faktor yang berhubungan dengan pengembangan, kinerja, atau posisi sebuah perusahaan yang dapat diukur secaraa efektif(PricewaterhouseCoopers, 2007). Dengan adanya IKU, sebuah organisasi dapat menentukan strategi – strategi yang akan digunakan untuk pengembangan selanjutnya berdasarkan kekurangan – kekurangan yang diidentifikasi melalui IKU. Penentuan Indikator dapat dilihat dari tiga aspek inti [1] yaitu:
2 1. 2.
3.
Aspek sumber daya (Resources) yang meliputi pengeluaran (Expenses) seperti biaya distribusi, inventory cost, biaya jasa dsb. Aspek Output segi finansial yang meliputi keuntungan dan laju pengembalian, aspek Output waktu yang meliputi waktu delivery, waktu respon pelanggan dsb. Dan aspek output kualitas seperti keandalan dan keluhan pelanggan. Aspek flexibilitas dimana meliputi kemampuan perusahaan menyesuaikan dengan perubahan permintaan, kemampuan perusahaan menyesuaikan diri dengan perubahan kebutuhan waktu pelayanan jasa atau produk, kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan produk yang baru.
Berdasarkan aspek – aspek diatas, dapat digunakan 4 parameter yang bisa mewakili aspek – aspek tersebut sebagai variabel penilaian IKU(PricewaterhouseCoopers, 2007). 4 variabel yang telah dipilihuntuk digunakan dalam analisis Tugas Akhir ini sebagai berikut: 1. Waktu Pelayanan 2. Layanan 3. Laju Pengembalian Investasi 4. Kinerja Teknis C. Eksistensi Perusahaan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Eksistensi adalah keberadaan dari suatu hal. Dalam istilah perusahaan, eksistensi suatu perusahaan dimulai dari ketika telah diterbitkan akte pendirian perusahaan dan berlaku selamanya hingga terjadi suatu perubahan drastis yang menghapus funsgi utama suatu perusahaan. Perusahaan adalah suatu badan yang bersifat mencari keuntungan sebagai pelaku ekonomi. Apabila kemampuan perusahaan ini telah hilang maka eksistensi suatu perusahaan dapat dikatakan hilang pula(Department of Justice, 2010). D. Perusahaan Bongkar Muat Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 14 tahun 2002, yang dimaksud dengan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal dengan kata lain yaitu penyedia jasa bongkar muat dengan menggunakan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dan peralatan bongkar muat. PBM di Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas, yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan dalam undang – undang dan peraturan pelaksanaanya; 1. Izin Usaha Perusahaan Bongkar Muat Agar suatu perusahaan dapat menjalankan usaha bongkar muat sebagai PBM, maka dibutuhkan suatu izin usaha atau izin operasi. Terdapat 2 jenis izin usaha PBM yaitu izin usaha tetap dan izin usaha sementara. Izin usaha tetap berlangsung sesuai dengan waktu berdirinya perusahaan sementara izin usaha sementara diberikan untuk jangka waktu satu tahun saja. Penelitian ini hanya mengangkat PBM dengan izin usaha tetap. Rekomendasi dari APBMI merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh PBM baru, selain itu
keseimbangan volume bongkar muat dengan jumlah perusahaan bongkar muat yang ada dan kesempatan perkembangan usaha juga menjadi bahan pertimbangan ketika mengajukan permohonan izin usaha. Berdasarkan Inpres no. 4 tahun 1985, dapat diringkas persyaratan pendirian PBM sebagai berikut: a) Berbentuk Perseroan Terbatas (PT). b) Memiliki Akte Usaha dari Notaris. c) Memiliki modal usaha. d) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) e) Memiliki peralatan bongkar muat sesuai spesialisasi. f) Memiliki surat keterangan domisili perusahaan. g) Memiliki tenaga ahli bongkar muat. h) Memiliki rekomendasi dari Adpel dan Kanpel. i) Memiliki rekomendasi dari APBMI. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan KM 14 tahun 2002, persyaratan pendirian PBM dalam hal aset peralatan bongkar muat PBM adalah PBM yang beroperasi di Pelabuhan Utama wajib memiliki modal dasar sebesar 1 Miliar Rupiah dan disetor sebesar 250 Juta rupiah. Sementara untuk PBM yang beroperasi di Pelabuhan Regional, wajib memiliki modal dasar sebesar 500 Juta Rupiah dan disetor sebesar 125 Juta Rupiah Layaknya perusahaan profesional, seluruh PBM wajib memiliki Tenaga Ahli yang berpengalaman. Berdasarkan Keputusan Menteri KM 14 tahun 2002, bagi PBM yang beroperasi di Pelabuhan Utama, wajib memiliki Tenaga Ahli Nautika Tk. III dengan pengalaman minimal 3 tahun minimal sebanyak 1 orang dan Ahli Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga dengan Ijazah minimal D3 dan 3 tahun pengalaman sebanyak minimal 1 orang. Bagi PBM yang beroperasi di Pelabuhan Regional wajib memiliki Tenaga Ahli Nautika Tk. III dengan pengalaman minimal 1 tahun dan sebanyak minimal 1 orang. Begitu juga Ahli Ketatalaksanaaan Pelayaran Niaga dengan Ijazah minimal D3 dan 1 tahun pengalaman sebanyak minimal 1 orang. 2. Personil Perusahaan Bongkar Muat Dalam sebuah organisasi, pekerjaan selalu dilakukan oleh sekelompok orang atau tim. Dalam PBM personil tim tersebut, selain Tenaga Ahli sebagai berikut [2]: Dalam Proses S/D: a. Stevedore, yaitu pelaksana susunan rencana dan pengendalian kegiatan bongkar muat diatas kapal. b. Chief Tally Clerk, yaitu penyusun rencana dan pengendali perhitungan fisik, pencatatan dan survey kondisi barang pada setiap pergerakan bongkar muat dan dokumentasi serta penyusun laporan periodik. c. Foreman, yaitu pelaksana dan pengendali kegiatan operasional bongkar muat barang dari dan ke kapal sampai ke tempat penumpukan barang dan sebaliknya serta membuat laporan periodik hasil kegiatan bongkar muat.
3 d.
Tally Clerk, yaitu pelaksana kegiatan perhitungan, pencatatan jumlah, jenis, merek dan segala kondisi pergerakan barang berdasarkan dokumen serta membuat laporan. Mistry, yaitu pelaksana perbaikan kemasan barang dalam kegiatan S/D. Watchman, yaitu pelaksana keamanan barang pada kegiatan S/D.
e. f.
Personil – personil di atas tidak semua wajib dimiliki, sebagai contoh posisi Tally sekarang telah diusahakan oleh pihak non PBM salah satunya adalah Jasa Tally Indonesia (JTI) yang beroperasi di Tanjung Perak, Surabaya. Begitu juga dengan posisi Watchman yang dirangkap dengan posisi keamanan pelabuhan. Posisi Mistry pun di Tanjung Perak jarang ditemui karena bagian reparasi kemasan muatan selain Peti Kemas dilakukan oleh TKBM. Dalam operasional bongkar muat, PBM mengutamakan posisi kerja Operator Crane. Dikarenakan kecepatan bongkar muat menggunakan crane sepenuhnya berada dikendali Operator Crane maka operator memiliki upah yang relatif lebih tinggi dengan adanya insentif per ton muatan yang dikerjakan. E.Biaya dan Tarif Bongkar Muat 1. Biaya Bongkar Muat Dalam segala proses bisnis selalu terdapat biaya – biaya untuk memproduksi produk perusahaan. Sebagaimana telah diketahui, produk yang dihasilkan oleh PBM adalah jasa bongkar dan muat muatan kapal laut. Untuk menghitung biaya bongkar muat dapat dilakukan dengan memecah proses bisnis mulai dari investasi hingga tiap pergerakan bongkar muat yang dilakukan. Secara umum terdapat beberapa kumpulan biaya yang terdiri dari: Biaya Investasi Biaya Operasional Biaya Administrasi dan Personil Biaya Reparasi Biaya Investasi meliputi investasi perusahaan terhadap aktiva – aktiva yang akan digunakan untuk menghasilkan jasa bongkar muat, namun biaya investasi tidak meliputi biaya aktiva apabila aktiva yang digunakan adalah aktiva sewaan. Apabila perusahaan menyewa peralatan maka biaya sewa dikategorikan sebagai biaya operasional. Yang kedua adalah biaya operasional yang meliputi komponen – komponen sebagai berikut:
Biaya tenaga per gerakan crane: Biaya mengangkut peralatan bongkar muat dari tempat penyimpanan ke terminal Biaya Tally Biaya sewa alat Biaya Imbalan jasa untuk operator terminal
Selanjutnya terdapat biaya administrasi dan personil. Perlu diketahui, untuk biaya ini dihitung per bulan, bukan per pekerjaan. Namun dari dapat juga dipecahkan per-pekerjaan.
Adapun biaya reparasi peralatan yang muncul ketika terjadi kerusakan alat. Selain biaya – biaya diatas, terdapat biaya Tally dan Imbalan Jasa. Biaya tally merupakan biaya yang muncul untuk menggunakan jasa Tally. Namun terdapat dua skenario yaitu PBM menggunakan jasa Tally milik sendiri atau menyewa. Sedangkan biaya Imbalan Jasa merupakan semacam pajak yang dikenakan oleh operator pelabuhan ke PBM sebagai biaya memasukkan aktiva kedalam dermaga. Tariff imbalan jasa adalah Rp. 15,000/Alat/Jam. Dan tariff ini berlaku minimal 8 jam. 2. Tarif bongkar Muat Dalam penetapan tarif bongkar muat, setiap jenis muatan memiliki kebijakan yang berbeda. Untuk muatan jenis curah, tarif cenderung ditetapkan berdasarkan negosiasi antara pemilik barang atau shipper dengan PBM sendiri. Sehingga sulit untuk menetapkan berapa tarif yang harus dibayarkan, namun tarif dapat diperkirakan dengan memperhitungkan biaya produksi bongkar muat III. METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Permasalahan Pada tahap ini dilakukan identifikasi mengenai permasalahan yang diangkat dalam Tugas Akhir ini. Permasalahan yang timbul adalah adanya perubahan undang – undang yang mengancam eksistensi perusahaan bongkar muat. B. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu pengumpulan data secara langsung (Primer) dan pengumpulan data secara tidak langsung (Sekunder). C. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder Merupakan pengumpulan data primer yang dliakukan secara langsung melalui wawancara kepada pihak operator terminal, TKBM, dan operator alat bongkar muat terkait dengan kondisi eksisting di lapangan. Berdasarkan data tersebut, didapat gambaran mekanisme bongkar muat dan kebijakan – kebijakan mengenai kegiatan bongkar muat. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data untuk masing – masing perhitungan secara garis besar sebagai berikut biaya bongkar muat, waktu operasional bongkar muat, dan pendapatan perusahaan dari berbagai sumber informasi D. Analisis Operasional,Biaya dan Pendapatan Sebelum mendapatkan penilaian IKU, maka dilakukan beberapa analisis sebagai berikut: Analisis Operasional Dalam analisis operasional, dilakukan perhitungan waktu dan jumlah produk yang dihasilkan oleh PBM dalam periode analisis. Jumlah produk untuk PBM adalah jumlah muatan dalam ton yang dibongkar tiap jam. Selain itu pula, dilihat dari waktu efektif dan tidak efektifnya PBM dalam satu kali kerja. Hal ini akan dinilai dalam IKU yang berkaitan dengan waktu sandar kapal (berthing time) dan waktu alat tidak bekerja akibat rusak dan akiat hal – hal lain yang selain diakibatkan kerusakan alat (downtime dan breakdowntime).
4 E. Analisis Biaya Pada tahap ini, dilakukan analisis jumlah biaya yang muncul untuk melakukan operasi bongkar muatan, biaya cicilan (investasi), serta biaya tahunan personel. Biaya – biaya ini akan menjadi tariff bagi pengguna layanan jasa PBM. F. Analisis Pendapatan Pada tahap analisis pendapatan, dilihat dari berapa jumlah yang diterima oleh PBM berdasarkan tariff yang telah ditentukan per ton muatan yang diikerjakan. Selain pendapatan dari jasa, adapun pendapatan dari penjualan aktiva yang dilakukan pada tahun – tahun tertentu. Setelah didapat pengeluaran dan pendapatan selanjutnya dilakukan tahap analisis kelayakan investasi. G. nalisis Internal PBM Tahap ini adalah tahap dimana PBM dikenakan analisis internal menggunakan SWOT. Hasil dari analisis ini merupakan diagram dimana dapat membantu menemukan strategi perusahaan yang tepat bagi tiap skenario PBM. H. Implementasi Strategi Setelah strategi perusahaan dipilih dan di implementasikan, maka Skenario – skenario PBM akan dilakukan kembali analisis. Setelah analisis dilakukan maka PBM akan dilinilai eksistensi dan tingkat bertahannya berdasarkan analisis – analisis yang telah dilakukan. IV. DATA DAN FAKTA A. Potensi Arus Muatan Di Terminal Nilam terdapat pembagian dermaga yaitu Dermaga Umum dan Dermaga Khusus. Data arus yang ada akan dibagi kembali dengan kedua kondisi tersebut karena studi kasus analisis ini berada di Terminal Nilam dermaga umum dimana PBM yang bekerja merupakan PBM yang tidak terikat dengan pemilik dermaga khusus. Tabel 1 Proyeksi Jumlah Muatan Curah Kering Pupuk Terminal Nilam Dermaga Umum No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
Arus 118,805 133,488 149,987 184,982 243,381 270,153 299,870 332,856 363,967 396,696 429,424 462,152 494,880 527,608 560,337 593,065
Berdasarkan hasil proyeksi, jatah kerja PBM akan meningkat di tahun – tahun mendatang, hal ini menunjukkan bahwa PBM masih berpotensi untuk beroperasi dan dengan strategi perusahaan yang baik maka potensi ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut.
B. Persyaratan Pendirian Perusahaan Bongkar Muat Ketika akan mendirikan sebuah PBM yang beroperasi di pelabuhan utama seperti Tanjung Perak, terdapat persyaratan – persyaratan diatas dapat ditinjau ulang sebagai berikut: Tabel 2 Izin Usaha Bongkar Muat (Inpres no. 4 1985)
Izin Usaha Bongkar Muat 1. Berbentuk PT 2. Memiliki Akte Usaha dari Notaris 3. Memiliki Modal Usaha 4. Memiliki Peralatan Bongkar Muat Sesuai Spesialisasi 5. Memiliki Surat Keterangan Domisili Perusahaan 6. Memiliki Tenaga Ahli Bongkar Muat 7. Memiliki Rekomendasi Adpel dan Kanpel 8. Memperoleh Rekomendasi dari APBMI Sumber: Inpres no. 4 1985 Pada tabel diatas tertera persyaratan – persyaratan yang bersifat administratif, hal ini bukan suatu kendala dalam proses pembentukan PBM. Namun yang cukup menjadi masalah adalah persyaratan modal dasar sebagai berikut: Tabel 3 Persyaratan Pendirian PBM (KM 14 2002) Persyaratan Pendirian PBM untuk Pelabuhan Utama Modal Dasar 1,000,000,000 Rp Setoran 250,000,000 Rp Saldo Aktif 750,000,000 Rp Forklift 10 Ton 1 Unit Forklift 5 Ton 2 Unit Forklift 2.5 Ton 1 Unit Pallet dan Peralatan Standard 75 Unit (Ship side net, sling, rope net, wire net dsb) KM 14 dapat tahun 2002dikatakan kurang relevan PersyaratanSumber: diatas
terhadap bidang kerja PBM. Melihat kondisi terkini dimana bongkar muat peti kemas di kuasai oleh operator terminal, dan general cargo sering melaksanakan bongkar muatan dengan metode truck losing maka untuk membeli forklift dapat merugikan PBM karena utilitasnya yang kurang. Apabila PBM tersebut mengekspansi usahanya menjadi cargodoring dalam depo, atau stuffing dan stripping maka utilitas forklift dapat meningkat. Dalam pembahasan ini mengangkat topik PBM yang bergerak dalam bidang yang paling prestis yaitu bongkar muatan dengan jenis muatan curah. Dalam bongkar muatan curah, penggunaan forklift tidak ada. Hal ini menyebabkan kerugian PBM. V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Skenario Perusahaan Bongkar Muat Sebelum menginjak analisis operasional, biaya dan pendapatan, terlebih dahulu dilakukan pembentukan skenario kepemilikan. Berdasarkan survey yang dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa jenis skenario kepemilikan alat PBM sebagai berikut.
5
Tabel 4 Kepemilikan Alat Berat PBM Stevedoring
1 2 3 4 5 6
Variabel Alat Berat Alat Pelengkap Tally Alat Berat Alat Pelengkap Tally Alat Berat Alat Pelengkap Tally Alat Berat Alat Pelengkap Tally Alat Berat Alat Pelengkap Tally Alat Berat Alat Pelengkap Tally
Punya Max 1 1
Min 0 0 1
1 1
0 0 0
1 0
0 1 0
0 0
1 1 1
0 1
1 0 0
0 1
1 0 1
Sewa 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0
Dari tabel diatas, terdapat 6 skenario kepemilikan yang akan digunakan untuk analisis – analisis selanjutnya. Pada kolom “Variabel” terdapat kategori Alat Berat, Alat Pelengkap, dan Tally. Yang termasuk dalam kategori alat berat adalah Mobile Crane, Hopper dan Grabbersedangkan Alat Pelengkap adalah Buldozer. Variabel Tally menjelaskan pengerjaan usaha tally dilakukan oleh PBM sendiri atau menyewa dari pihak ke – 3. Skenario pertama adalah skenario dimana PBM memiliki seluruh alat bongkar muat baik berat maupun pelengkap serta jasa Tally dimiliki sendiri. Pada skenario ke dua, kepemilikan alat bongkar muat sama persis dengan skenario pertama, namun pada skenario ini jasa tally akan menyewa. Selanjutnya untuk skenario ketiga, PBM dianggap memiliki Hopper, Grabber, Mobile Crane, namun pelengkapnya yaitu Buldozer menyewa dan jasa Tally pun dari pihak ketiga. Dalam skenario ke empat, PBM dianggap menyewa seluruh peralatan bongkar muatnya kecuali Hopper dan Grabber. Namun jasa Tally dikelola sendiri. Pada skenario ke lima dan enam, PBM dianggap menyewa mobile crane saja, sementara hopper, grabber dan buldozer dimiliki sendiri. Yang menjadi perbedaan pada kedua skenario ini adalah jasa Tally nya. Pada skenario ke 5 jasa Tally dikelola PBM sendiri sementara pada skenario ke 6, jasa Tally dikelola oleh pihak ke tiga. B. Tinjauan Eksistensi PBM dalam peninjauan eksistensi PBM. Eksistensi Perusahaan Bongkar Muat dapat dilihat dari usaha utamanya. PBM akan dikatakan eksist apabila dia bekerja sesuai dengan nama usahanya. Berdasarkan skenario – skenario yang telah dianalisis didapat sebagai berikut: Skenario 1: dengan kepemilikan alat yang lengkap, dan sesuai bidang usaha maka PBM dengan skenario ini dikatakan eksist. Namun ketahanan perusahaan yang kurang baik karena memiliki kelemahan dalam kualitas peralatan meskipun memiliki banyak peluang. Skenario 2: Seperti halnya dengan skenario 1 namun usaha jasa tally mengakibatkan adanya biaya ekstra. Jasa Tally tidak menentukan eksistensi PBM. Skenario 3: Skenario 3 dengan kepemilikan alat bongkar muat dikatakan eksist, namun dari segi eksternal memiliki banyak ancaman. Strategi pengembangan usaha yang
dilakukan dapat menghapus eksistensi karena berubah bidang usaha. Skenario 4: Merupakan skenario terbaik namun memiliki banyak ancaman eksternal. Seperti skenario 3 nilai eksistensi terancam. Skenario 5: dikatakan eksist dan bertahan karena performa yang baik, kepemilikan alat yang cukup lengkap. Skenario 6: sama dengan skenario 5, jasa tally tidak menentukan nilai eksistensi. Ada beberapa kemungkinan skenario lain yaitu apabila PBM hanya menyewakan operator crane, dan peralatan dikelola oleh Operator Pelabuhan namun PBM dengan proses bisnis seperti ini tidak dapat dikatakan eksist karena PBM bersifat sebagai vendor operator ataau semacam outsourcing yang melenceng dari fungsi utama PBM. PBM yang beroperasi di Tanjung Perak khususnya Terminal NIlam tidak semua dapat diakatakan eksis. Dari 12 perusahaan yang terdaftar hanya 8 yang dapat dikategorikan eksis. Namun validasi eksisting diragukan karena peralatan yang dimiliki tidak sesuai. Tabel 5 Biaya Persyaratan Pendirian PBM baru
Bulldozer Excavator 0.83 m3 Mobile Crane 35 ton Hopper Grabber Dump Truck FL 10 Tin FL 5 Ton FL 2.5 Ton
Harga 1,600,000,000 Rp/Unit 1,500,000,000 Rp/Unit 2,700,000,000 865,000,000 750,000,000 555,000,000 673,404,252 342,071,858 169,047,139
Rp/Unit Rp/Unit Rp/Unit Rp/Unit Rp/Unit Rp/Unit Rp/Unit
Apabila sebuah perusahaan baru ingin berdiri sebagai Perusahaan Bongkar Muat maka dibutuhkan pemenuhan persyaratan seperti yang tertera pada Bab 2 sesuai dengan syarat KM 14 tahun 2002 dan Inpres no 4 Tahun 1985. Biaya
6 yang harus dibayarkan bila mengikuti persyaratan KM dapat dilihat pada tabel diatas VI.
KESIMPULAN
Eksistensi PBM dilihat dari fungsi Utama Perusahaan, PBM yang dianalisis dalam penelitian ini dikatakan eksis namun dalam kehidupan nyata terdapat PBM – PBM yang hanya bersifat sebagai agen atau broker usaha. Bentuk usaha seperti ini tidak dapat dikatakan eksis. 2. Jatah kerja bergilir sangat merugikan, dalam usaha bongkar muat curah kering diibutuhkan pasar yang monopoli namun dengan tarif terkendali oleh BUP demi kelangsungan arus. 3. PBM dengan skenario 1 dan 2 memiliki banyak peluang namun lemah performanya. Melalui gambaran strategi yang menggunakan perubahan kebijakan peralatan, mengalami beberapa kemajuan namun tidak signifikan. Skenario 1 dan 2 dikatakan eksis karena masih sesuai dengan fungsi utama sebuah Perusahaan Bongkar Muat terlepas dari pengelolaan jasa Tally. 4. Skenario 3 dan 4 menghasilkan performa yang cukup baik, namun dikarenakan banyaknya ancaman eksternal maka sesuai dengan pemilihan strategi perusahaan yang dipilih adalah diversivikasi yaitu Persewaan Alat Bongkar Muatdan atau jasa tally sehingga muncul 2 pilihan. Pilihan pertama adalah diverisifikasi keseluruhan yang mengubah fungsi utama PBM, maka dari itu PBM dikatakan tidak eksis. Pilihan ke dua adalah dengan melakukan diversifikasi sebagai penambahan bidang usaha, dengan pilihan ini maka perusahaan masih dalam kategori eksis. 5. PBM dengan skenario 5 dan 6 merupakan PBM dengan tingkat performa yang baik. Memiliki tingkat prestis perusahaan yang masih tinggi sehingga masih menarik minat pengguna jasa. PBM skenario 5 dan 6 masuk dalam kategori eksis dan bertahan. 6. Apabila PBM 100% menyewa peralatan maka dapat dikatakan PBM sebagai outsourcing atau broker pekerjaan, PBM dengan pilihan kerja ini tidak sesuai dengan fungsi utama PBM. 7. Syarat pendirian PBM kurang tepat sasaran karena mengharuskan adanya investasi yang tidak tepat .
DAFTAR PUSTAKA
1.
UCAPAN TERIMA KASIH Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir Murdjito, M.Sc.Eng.selaku dosen pembimbing, kedua orangtua yang telah memberikan dukungan spiritual dan material dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
[1] Lohman, C., Fortuin, L., & Wouters, M. (2004). Designing a Performance Measurement System : A Case Study. European Journal of Operational Research, 267 - 286. [2] Suyono, C. R. (2007). Shipping: Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut. Jakarta: Percetakan Argya Putra.