Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Analisis Ekonomi Cara Tanam Cangkul dan Tugal pada Usahatani Jagung Hibrida di Desa Alebo, Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan Suharno*), Rusdin*) dan Sumarni Panikkai**) *)Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara **)Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan
Abstrak Jagung merupakan salah satu komoditas unggulan di Sulawesi Tenggara yang memiliki nilai ekonomi penting dalam usaha pertanian. Permintaan jagung untuk kebutuhan bahan pakan ternak terus meningkat, sementara kemampuan produksi masih terbatas. Luas pertanaman jagung di Sulawesi Tenggara tahun 2008 mencapai 37.249 ha dengan produksi 93.064 ton atau produktivitas rata-rata 3,72 ton per ha. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh karena petani belum menerapkan teknologi usahatani jagung secara optimal. Salah satu komponen teknologi yang belum optimal ialah cara tanam, dimana sebagian besar petani memilih cara tanam dicangkul dengan jarak tanam yang lebih lebar dibandingkan cara tanam tugal. Sehubungan dengan hal ini maka dilakukan studi kasus untuk mengetahui penerapan cara tanam di tingkat petani. Studi kasus dilaksanakan di desa Alebo, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan pada bulan Mei-Desember 2009. Hasil studi kasus menunjukkan bahwa biaya tanam dengan cara dicangkul sebesar Rp 360.000 per hektar sedangkan biaya tanam dengan cara tugal sebesar Rp 540.000 per hektar. Produksi usahatani jagung hibrida di desa Alebo dengan cara tanam dicangkul diperoleh hasil 5.975 kg pipilan kering per ha, sedangkan produksi dengan cara tugal lebih tinggi yaitu 6.680 kg per ha atau terdapat perbedaan produksi sebesar 705 kg per ha. Pendapatan usahatani jagung hibrida dengan cara tugal yaitu Rp 6.335.000 per hektar, sedangkan pendapatan usahatani jagung hibrida dengan cara dicangkul yaitu Rp 5.441.250,- dengan demikian maka terdapat selisih pendapatan sebesar Rp 897.250. Cara tanam tugal memberikan R/C Ratio 2,18 sedangkan cara tanam dicangkul memberikan R/C Ratio 2,08. Hal ini berarti bahwa R/C Ratio cara tanam tugal lebih tinggi daripada R/C Ratio cara tanam dicangkul. Walau demikian kedua cara tanam tersebut untuk varietas NK 33 semuanya memberikan hasil layak diusahakan. Kata kunci: Jagung , Hibrida, cara tanam, Konawe Selatan
tanam adalah jagung komposit dan jagung lokal (Distan Sultra, 2009). Produksi jagung yang dicapai di tingkat petani tergolong rendah bila dibandingkan hasil penelitian, sehingga diperlukan adanya terobosan dalam meningkatkan produksi jagung melalui penerapan inovasi teknologi. Beberapa komponen teknologi yang belum diterapkan oleh petani secara optimal yaitu penggunaan varietas unggul baru, penggunaan pupuk organik dan anorganik yang masih rendah, cara tanam yang belum sesuai dengan anjuran, sehingga populasi tanaman
Pendahuluan Jagung merupakan salah satu komoditas unggulan di Sulawesi Tenggara yang memiliki nilai ekonomi penting dalam usaha pertanian. Permintaan jagung untuk kebutuhan bahan pakan ternak terus meningkat, sementara kemampuan produksi masih terbatas. Luas pertanaman jagung di Sulawesi Tenggara tahun 2008 mencapai 37.249 ha dengan produksi 93.064 ton atau produktivitas rata-rata 3,72 ton per ha (BPS Sultra, 2009). Sebagian besar jenis jagung yang di537
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
per hektarnya tidak optimal. Penanaman jagung umumnya dilaksanakan petani di lahan kering pada pada bulan Juli-Agustus. Penanaman jagung oleh petani di lahan sawah masih dilakukan dalam hamparan yang terbatas dan tidak luas. Cara tanam jagung di beberapa daerah di Konawe Selatan bervariasi, ada yang ditanam secara tugal dan ada pula yang ditanam dicangkul. Petani menganggap bahwa cara tanam dicangkul cukup praktis, sehingga cara tanam dicangkul sangat diminati oleh petani. Biaya tenaga kerja untuk cara tanam dicangkul dirasakan lebih murah dibandingkan dengan cara tanam lainnya. Atas dasar penerapan cara tanam tersebut maka dilakukan studi kasus melalui survei cara tanam jagung hibrida di lahan petani, di daerah Konawe Selatan.
Pengumpulan Data Data primer yang dikumpulkan dalam gelar teknologi meliputi : 1. Pengalaman petani dalam usahatani jagung, umur, pendidikan, 2. Penggunaan input meliputi benih, saprodi pertanian Data agronomis Data produksi per petani dalam pipilan kering Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dituangkan dalam bentuk tabel kemudian dianalisa secara deskriptif.
Hasil Penelitian Gambaran Umum Daerah Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Alebo, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan. Desa ini berjarak sekitar 23 km dari kota Kendari. Luas desa Alebo yaitu 338 ha dengan jumlah penduduk 993 jiwa yang terdiri dari 249 KK ( Programa Desa,2008). Sebagian besar usahatani di desa Alebo dilakukan di lahan tegalan dengan luas 150 ha, kebun dan pekarangan 80 ha. Desa Alebo merupakan desa transmigrasi tahun 1973 dan pada tahun 1978 menjadi desa definitif. Keadaan topografi desa Alebo tergolong rata, dengan ketinggian tempat sekitar 60 m dpl. Jenis tanah yang dominan adalah Podsolik Merah Kuning (PMK), dengan lapisan olah tanah 30 cm dan kesuburan tanah sedang. Rata-rata curah hujan desa Alebo selama 5 tahun terahir yaitu 691 mm dengan hari hujan 45,6 hh. Gambaran penggunaan lahan desa Alebo disajikan pada Tabel 1.
Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan dengan melakukan studi kasus pada 8 petani jagung di desa Alebo, Kecamatan Konda. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Studi kasus dilaksanakan di desa Alebo, Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, dimulai bulan Mei sampai Desember 2009. Penentuan Petani Sampel : Jumlah petani jagung di Desa Alebo yaitu 40 orang, maka diambil sampel sebanyak 8 orang yang dipilih berdasarkan sumber mata pencaharian, dimana petani tersebut secara ekonomis bermata pencaharian secara dominan dari usahatani jagung.
538
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Petani jagung yang dijadikan sampel berjumlah 8 orang yang merupakan anggota Kelompok Tani Sido Makmur, Desa Alebo, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan. Dalam penelitian ini dilakukan survei melalui wawancara dan survei lapang selama dalam pertanaman. Identitas petani kooperator penelitian ini secara rinci disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa umur petani peserta (6 orang) rata-rata 30 tahun dan ada 2 orang yang berumur di atas 60 tahun. Tingkat pengalaman petani peserta dalam usahatani jagung berkisar antara 5 - 26 tahun, sedangkan luas pemilikan lahan jagung berkisar antara 0,5 sampai 2 ha. Dalam gelar teknologi budidaya jagung hibrida ini diperkenalkan beberapa komponen teknologi yang telah dirakit bersama antara peneliti dan penyuluh setempat. Adapun teknologi yang diterapkan para petani yaitu: Pengolahan tanah sempurna yaitu bajak 2 kali dan garu 2 kali, dibuat parit drainage melintang searah alur lahan, serta dibuat bedengan.
Tabel 1. Penggunaan lahan desa Alebo, Kecamatan Konda, Kabupaten Konsel. 2008 Jenis Penggunaan Tanah
Luas (ha)
Tegalan/ Ladang Kebun Hutan Semak belukar Pemukiman/ Pekarangan Fasilitas umum dan Jalan
150 20 1,5 8,5 60 11,5
% 45,73 6,1 0,45 25,91 18,29 3,52
Tabel 1 menunjukkan bahwa luas tegalan/kebun di desa Alebo yaitu 150 ha. Dari total tegalan tersebut luas lahan untuk pertanaman jagung sekitar 50 ha dan sisanya untuk tanaman sayuran dan buah-buahan. Varietas jagung yang ditanam petani sebagian besar adalah jagung manis dan hibrida dengan orientasi pasar jagung muda, dengan kalender tanam bulan Nopember sampai Agustus. Karakteristik Petani Jagung Hibrida
Tabel 2. Identitas petani kooperator dalam penelitian jagung hibrida di desa Alebo, Kec. Konda. 2009 No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Responden
Tohir Ngatimu Suprayitno Suerminatun Sampun Titik Mukliswati Sukamto Heni Astuti
Jenis Kelamin
Umur (th)
Lk P Lk P Lk P L P
73 61 34 30 35 33 34 29
Pendidikan
Pengalaman Usahatani Jagung (th)
Luas Pemilikan Lahan Jagung (ha)
SR SR SMP SMP SLTA D2 SMP SMP
26 16 10 8 12 9 7 5
2 1 1 0,75 1 0,75 1,5 0,5
539
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Varietas
Varietas Jagung Hibrida NK 33 masingmasing dengan takaran 15 kg per ha. Jarak Tanam Jarak tanam tugal yaitu 75 cm x 40 cm dengan benih 2 biji per lubang dan jarak tanam 75 cm x 20 cm dengan benih 1 biji per lubang, sedangkan jarak tanam yang diterapkan petani yaitu cara dicangkul dengan jarak 75 cm x 50 cm (2 biji/ lubang) dan 75 cm x 30 cm (1 biji/ lubang). Cara Tanam Cara tanam yang diintroduksi yaitu cara tugal sedalam 5-7 cm sedangkan cara tanam petani yaitu bedengan dicangkul sesuai kondisi tanah dalam bedengan. Pemupukan Pupuk yang digunakan yaitu : - Pupuk Kandang yang telah siap pakai sebanyak 800 kg per ha - Kapur Pertanian sebanyak 200 kg per ha - Pupuk Urea sebanyak 400 kg per ha - Pupuk NPK Phonska 200 kg per ha Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama penggerek batang menggunakan Furadan 3 G yang dicampur dengan benih sebelum ditanam, pengendalian hama tikus menggunakan umpan beracun dan penyiangan secara intensif sedangkan untuk pengandalian hama babi menggunakan pagar keliling. Keragaan Populasi Tanaman Hasil pengamatan terhadap keragaan rata-rata populasi tanaman pada usahatani jagung hibrida menunjukkan adanya perbedaan populasi antara cara tanam dicangkul dan tugal. Keragaan populasi tanaman jagung hi-brida disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa populasi tanaman jagung hibrida varietas NK 33 untuk dengan benih 2 biji per lubang pada plot ukuran 2,5 cm x 2,5 m menunjukkan jumlah 32 batang sedangkan untuk 1 biji per lubang berjumlah 26 batang per plot. Demikian dengan jumlah tanaman per plot ukuran 2,5 m x 2,5 m untuk 2 biji per lubang mencapai 38 batang per plot, sedangkan untuk 1 biji per lubang lebih tinggi yaitu 41 batang per plot. Bila dibandingkan sistem koak, populasi tanaman per plot lebih besar dari pada sistim tugal dimana sistem dicang-
Tabel 3. Keragaan rata-rata populasi tanaman jagung hibrida per plot cara tugal di lokasi penelitian desa Alebo, Kec.Konda tahun 2009, varietas NK 33 tanam dicangkul di lokasi penelitian desa Alebo, Kec.Konda. 2009 No Plot
Cara tanam
Jumlah tanaman per plot Jarak tanam 75x40 cm (2 biji/lubang)
Jumlah tanaman perplot jarak tanam 75x20 cm (1 biji/lubang)
1
Tugal
34
40
2
Tugal
41
42
3
Tugal
35
38
4
Tugal
42
44
Rata-rata
38
41 540
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
kul pada varietas NK 33 pada jarak tanam 75 cm x 50 cm dengan benih 2 batang per rumpun diperoleh 32 batang per plot, dan pada jarak tanam 75 cm x 30 cm dengan benih 1 batang per rumpun diperoleh 26 batang per plot. Ditinjau dari populasi tanaman per hektar diketahui bahwa cara tanam dicangkul varietas jagung hibrida NK 33 untuk 2 biji per lubang atau jarak tanam 75 cm x 50 cm berjumlah 32 tanaman atau sekitar 40.960 batang per ha; untuk 1 biji per lubang dengan jarak tanam 75 cm x 30 cm berjumlah 26 tanaman atau sekitar 33.280 batang per ha. Bila dibandingkan cara tanam tugal ternyata populasi tanaman per ha cara tugal lebih besar yaitu untuk 2 biji per lubang dengan jarak tanam 75 cm x 40 cm diperoleh populasi sekitar 49.600 batang, sedangkan untuk 1 biji per lubang dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm diperoleh populasi sekitar 53.120 batang per hektar.
Keragaan tinggi tanaman jagung hibrida di lokasi penelitian disajikan pada tabel 3. Penanaman jagung dilaksanakan pada tanggal 7 Agustus 2009, dimana pertanaman pada bulan tersebut tergolong dalam Musim Kemarau (MK). Jumlah hari hujan selama pertanaman tercatat 4 hari hujan dengan intensitas curah hujan yang rendah (hujan gerimis). Keragaan pertanaman jagung menunjukkan penampilan yang cukup baik. Keragaan tinggi tanaman pada umur 30 hari setelah tanam (hst) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk 2 biji per lubang pertumbuhan optimal dicapai varietas NK33 yaitu 47,25 cm. Demikian pula untuk 1 biji per lubang, varietas NK33 menunjukkan pertumbuhan paling optimal yaitu 50,45 cm. Sedangkan tinggi tanaman jagung hibrida varietas NK 33 dengan cara tanam tugal disajikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5 terlihat bahwa dengan cara tanam tugal pada jumlah benih 2 biji per lubang dengan jarak tanam 75 cm x 40 cm diperoleh rata-rata tinggi tanaman 45,87 cm
Keragaan Rata-Rata Tinggi Tanaman
Tabel 4. Keragaan tinggi tanaman jagung hibrida varietas NK 33 dengan cara tanam dicangkul di Desa Alebo pada umur 30 hari setelah tanam Cara tanam
Jarak tanam 75 x 50 cm (2 biji/rumpun)
Jarak tanam 75 x 30 cm (1 biji/rumpun)
Koak
47,60
50,40
Koak
46,40
51,10
Koak
48,50
50,50
Koak
46,50
49, 80
47,25
50,45
541
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
litian menunjukkan bahwa usahatani jagung hibrida varietas NK 33 dengan cara tanam dicangkul dan tugal terdapat perbedaan hasil. Gambaran produksi usahatani jagung hibrida disajikan pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa produksi jagung hibrida varietas NK33 dengan cara tanam dicangkul diperoleh hasil sebesar 5.975 kg/ha. Sedangkan cara tanam tugal diperoleh hasil rata-rata 6.680 ton/ha. Perbedaan hasil disebabkan oleh perbedaan pupulasi tanaman per hektarnya. Pada cara tanam tugal, jarak antar lubang untuk tempat benih titiknya teratur, sedangkan pada cara tanam dicangkul, jarak antar lubang untuk tempat benih kurang teratur dan nampak lebih longgar. Bila pada cara tanam tugal 75 cm x 40 cm lubang tanam dapat tepat pada titiknya, namun pada cara tanam dicangkul bila jarak tanam anjuran 75 cm x 40 cm, realisasinya menjadi jarak tanam 75 cm x 50 cm. Demikian pula untuk jarak tanam 75 cm x 20 cm, realisasinya menjadi 75 cm x 30 cm.
Tabel 5. Keragaan tinggi tanaman jagung hibrida varietas NK 33 dengan cara tanam tugal di Desa Alebo pada umur 30 hari setelah tanam Cara Tanam
Jarak tanam 75 x 40 cm (2 biji/
Jarak tanam 75 x 20 cm (1 biji/
Tugal
45,80
48,20
Tugal
45,70
49,10
Tugal
46,10
48,40
Tugal
45,90
47,80
45,87
48,37
sedangkan pada jumlah benih 1 biji per lubang dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm diperoleh rata-rata tinggi tanaman 48,37 cm .
Produksi Pipilan Kering Rata-rata Produksi jagung hibrida dalam bentuk pipilan kering di lokasi pene-
Analisis Usahatani Untuk mengetahui besarnya keuntungan dari usahatani jagung hibrida maka dilakukan analisa usahatani terhadap cara tanam tugal maupun cara tanam dicangkung varietas NK 33, dalam bentuk pipilan kering. Hasil analisa usahatani cara tanam dicangkul dan tugal varietas NK 33 disajikan pada Tabel 7 dan 8. Tabel 7 terlihat bahwa biaya upah pembuatan lubang dengan cara dicangkul dan penanaman sebasar Rp 360.000 per hektar. Produksi varietas jagung hibrida NK 33 dengan cara tanam dicangkul diperoleh hasil
Tabel 6. Rata-rata produksi pipilan kering varietas jagung hibrida di lokasi penelitian desa Alebo, Kec.Konda 2009 Cara Produksi Tanam rata–rata untuk 2 biji/ lubang (kg/ha)
Produksi rata–rata untuk 1 biji/ lubang (kg/ha)
Produksi rata-rata (kg/ha)
Tugal
6.920
6.440
6.680
Koak
6.878
5.072
5.975
542
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 7. Analisis usahatani cara tanam dicangkul jagung hibrida varietas NK 33, di desa Alebo, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, 2009 No I
II
Uraian
Nilai (Rp)
Biaya Usahatani A.Sarana Produksi Benih jagung hibrida Pupuk kandang Kapur Pupuk Urea Pupuk NPK pHonska 2 karung a Rp 125.000 Karung 50 lembar a Rp 2.000 Furadan 10 kg a Rp 12.500 Pestisida Herbisida Jumlah biaya Saprodi B.Upah Tenaga Kerja Pembersihan lahan Pengolahan tanah sempurna Pembuatan Bedengan Pembuatan parit Pembuatan lubang koak dan penanaman Pemberian pupuk Biaya Panen Biaya Pasca Panen (Pengeringan, Pemipilan) Jumlah upah tenaga kerja Jumlah Biaya Produksi Pipilan Kering Hasil rata-rata 5.975 kg pipilan kering a Rp 1.750 Keuntungan Titik impas harga R/C Ratio
600.000 400.000 200.000 360.000 250.000 100.000 125.000 150.000 250.000 2.435.000 600.000 600.000 360.000 360.000 360.000 300.000 120.000 240.000 2.580.000 5.015.000 10.456.250 5.441.250 839,33 2,08
sebesar 5.975 kg dengan harga jual pipilan kering Rp 1.750 per kg maka diperoleh nilai hasil sebesar Rp 10.456.250, adapun jumlah biaya usahatani sebesar Rp 5.015.000, maka diperoleh penerimaan Rp 5.441.250,- dengan R/C Ratio 2,08
Hasil analisis usahatani cara tanam tugal pada varietas NK 33 di desa Alebo disajikan pada Tabel 8. Dari Tabel 8 terlihat bahwa biaya upah pembuatan lubang tugal dan penanaman sebasar Rp 540.000 per hektar. Produksi varietas jagung hibrida NK 33 dengan cara
543
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 8. Analisis usahatani cara tanam tugal jagung hibrida varietas NK 33, di desa Alebo, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan. 2009 No I
II
Uraian
Nilai (Rp)
Biaya Usahatani A.Sarana Produksi Benih jagung hibrida Pupuk kandang Kapur Pupuk Urea Pupuk NPK pHonska 2 karung a Rp 125.000 Karung 50 lembar a Rp 2.000 Furadan 10 kg a Rp 12.500 Pestisida Herbisida Jumlah biaya Saprodi B.Upah Tenaga Kerja Pembersihan lahan Pengolahan tanah sempurna Pembuatan Bedengan Pembuatan parit Pembuatan lubang tugal dan penanaman Pemberian pupuk Biaya Panen Biaya Pasca Panen (Pengeringan, Pemipilan) Jumlah upah tenaga kerja Jumlah Biaya Produksi Pipilan Kering Hasil rata-rata 6.680 kg a Rp 1.750 Nilai hasil Keuntungan Titik impas harga R/C Ratio
600.000 400.000 200.000 360.000 250.000 100.000 125.000 150.000 250.000 2.435.000 600.000 600.000 360.000 360.000 540.000 360.000 180.000 280.000 2.920.000 5.355.000
11.690.000 6.335.000 801,64 2,18
tanam tugal diperoleh hasil sebesar 6.680 kg dengan harga jual pipilan kering Rp 1.750 per kg maka diperoleh nilai hasil sebesar Rp 11.690.000, sedangkan total biaya usahatani sebesar Rp 5.355.000, maka diperoleh penerimaan Rp 6.335.000,- dengan R/C Ratio 2,18.
1. Cara tanam dicangkul diminati petani Alebo karena lebih praktis dan serapan tenaga kerja untuk pembuatan lubang dan penanaman lebih murah yaitu sekitar 360.000 per hektar. Sedangkan cara tanam tugal kurang diminati oleh petani karena membutuhkan biaya yang lebih mahal yaitu 540.000,2. Produksi usahatani jagung hibrida NK 33 di desa Alebo dengan cara tanam dicang-
Kesimpulan
544
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
kul diperoleh hasil 5.975 kg pipilan kering per ha, sedangkan produksi dengan cara tugal lebih tinggi yaitu 6.680 kg per ha atau terdapat perbedaan produksi sebesar 705 kg per ha. 3. Biaya usahatani jagung hibrida dengan cara tanam dicangkul yaitu sebesar 5.015.000, sedangkan biaya usahatani jagung hibrida dengan cara tanam tugal sebesar Rp 5.355.000,- dimana komponen upah un-tuk cara tanam dicangkul sebesar Rp 2.580.000 sedangkan komponen upah ca-ra tanam tugal yaitu Rp 2.920.000,- se-hingga terdapat selisih biaya sebesar Rp 340.000,- per hektar. 4. Pendapatan usahatani jagung hibrida NK 33 cara tugal yaitu Rp 6.335.000/hektar, sedangkan pendapatan usahatani jagung hibrida dengan cara dicangkul yaitu Rp 5.441.250,- dengan demikian maka terdapat selisih pendapatan sebesar Rp 897.250. 5. Cara tanam tugal memberikan R/C Ratio 2,18 sedangkan cara tanam dicangkul memberikan R/C Ratio 2,08. Hal ini berarti bahwa R/C Ratio cara tanam tugal lebih tinggi daripada R/C Ratio cara tanam dicangkul. Walau demikian kedua cara tanam tersebut untuk varietas NK 33 semuanya memberikan hasil layak diusahakan.
Cara tanam dicangkul memerlukan perbaikan dalam penempatan lubang yang dicangkul agar cara tanam dicangkul memberikan populasi tanaman optimal, keragaan di lapangan menunjukkan bahwa lubang benih cara tanam dicangkul tidak tepat berada pada titik jarak tanam yang lebih lebar dari pada cara tanam tugal, sehingga populasi tanaman per hektarnya kurang optimal.
Saran
Muhammmad Rusman, Suharno, Syamsiar. 2010. Laporan Hasil Penelitian
Daftar Pustaka Baltsereal. 2007. Laporan Tahunan Balai Penelitian Tanaman Serealia Tahun 2007. Maros, Sulawesi Selatan. BPS Sultra. 2007. Sulawesi Tenggara Dalam Angka 2006. Kendari. Departemen Pertanian.1985. Pedoman Penye -lenggaraan Penyuluhan Pertanian. Diterbitkan oleh Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta Distan Sultra. 2007. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara Kendari. Fawzia Sulaeman.1995. Tanggapan Impact Assement On Research –Extention Farmer Linkage ( REL) Pilot projeck Indonesia. Prosiding Lokakarya Dinamika dan Prospektif Penyuluhan Pertanian Pada PJP II. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pertanian. Sebelas Maret University Press, Surakarta.
545