ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) (Studi Kasus : di Desa Panimbang, Serang, Banten)
SKRIPSI
AHMAD BANGUN H34076012
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN AHMAD BANGUN. Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa Panimbang, Serang, Banten. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI). Indonesia merupakan negara agraris, dengan dukungan kondisi alamnya menempatkan sektor perikanan sebagai salah satu sektor yang menunjang perekonomian nasional disamping sektor pertanian lainnya. Sampai saat ini udang windu masih menjadi komoditas perikanan yang memiliki peluang usaha cukup baik karena digemari konsumen lokal (domestik) dan luar negeri. Hasil perikanan yang melimpah akan mengalami kerugian apabila tanpa ada proses pemasaran yang cepat dan tepat. Arus pemasaran udang windu dari produsen ke konsumen melalui berbagai lembaga pemasaran sangat beragam. Banyak dan sedikitnya lembaga pemasran yang dilalui akan sangat berpengaruh terhadap share harga yang diterima produsen maupun yang harus dibayar konsumen. Di bidang pemasaran, khususnya udang windu merupakan salah satu komoditas perikanan yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2003, volume ekspor udang tercatat 92,1 ton dengan nilai US$ 11,28 per kg. Pada masa yang datang, jika kualitas udang nasional terus ditingkatkan dan memenuhi standar mutu produk yang dibutuhkan oleh negara-negara konsumen maka akan dapat meningkatkan permintaan akan udang windu diperkirakan akan meningkat. Penelitian dilaksanakan di Desa Panimbang, Serang, Banten pada aktivitas kelompok petambak udang windu. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Panimbang, Serang, Banten merupakan salah satu daerah produksi udang windu yang berkembang. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009. Responden penelitian adalah petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten sebanyak 20 orang, pedagang pengumpul lima orang dan pedagang pengecer tujuh orang. Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah menganalisis saluran pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten, menganalisis lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran tersebut dan menganalisis struktur dan perilaku pasar pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten serta menganalisis saluran pemasaran udang windu yang efisien bagi petambak di Desa Panimbang, Serang, Banten Jika dilihat dari saluran pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten maka dapat diketahui pada Saluran pemasaran pertama, terdapat margin pemasaran sebesar Rp 15.000 atau sekitar 17,2 persen dari harga jual akhir dari pedagang pengecer. Margin terbesar berada pada pedang pengecer yaitu sebesar Rp 10.000 atau sekitar 11,76 persen dari harga juual akhir. Sementara margin pemasaran yang terkecil terdapat pada pola ini diperoleh dari pedagang pengumpul sebesar Rp 5000 atau 6,67 persen dengan biaya hanya sebesar 200 per kilogram dari 800 kilogram udang windu. Pada dasarnya, para petambak menjual dengan harga udang size 30 Rp 70.000. Diantaranya komponen biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul adalah kebutuhan es yang telah
dihancurkan sebanya enam balok es berkisar Rp 160.000 sebanyak lima balok es per 800 kilogram udang windu, sementara ditingkat pedagang pengecer membutuhkan empat tenaga kerja masing-masing Rp 25.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan pedagang pengecer berkisar Rp 100.000 per 800 kilogram. Kemudian transportasi atau kendaraan bermotor dengan kebutuhan biaya bahan bakar dalam satu kali pemasaran Rp 30.000 per 800 kilogram udang windu. Kebutuhan es balok oleh pedang pengecer sebanyak empat balok Rp 60.000 per 800 kilogram, sewa lapk untuk usaha perhari dikenakan biaya sebesar Rp 10.000 per 800 kilgram dengan biaya retribusi sebesar Rp 1.000. Pada pola saluran dua, margin terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp 15.000 atau 17,64 persen dari harga jual akhir dengan biaya yang jauh lebih besar Rp 2.260 dari biaya yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul sebesar 525. Sehingga marjin yang diperoleh pedagang pengumpul lebih kecil dari perolehan pedagang pengecer dari harga jual akhir. Pada saluran ini, pedagang pengecer cukup memiliki mobilitas tinggi untuk mendistribusikan udang windu kebeberapa konsumen lembaga pemasaran di daerah Panimbang, sehingga menjadi suatu hal yang wajar pula terhadap margin pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer khususnya pada pola ini. Pada pola saluran pemasaran ke tiga, mobilitas yang cukup tinggi diperanankan oleh pedagang pengumpul sendiri yang mendistribusikan udang windu kebeberapa lembaga pemasaran khususnya diluar Desa Panimbang, Serang. Banten misalnya hotel laidien, hotel pertama karakatauhotel patra anyer, restauran jasa boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski. Dimana margin yangdiperoleh pedagang pengumpulpada pola saluran ini cukup tinggi dan sesuai dengan tingkat mobilitasnya, yaitu sebesar Rp 5.000 atau 6,67 persen dari harga jual akhir oleh pedagang pengumpul yang langsung kepada konsumen lembaga yang telah melakukan pesanan, berdasarkan perhitungan efisiensi bahwa saluran pemasaran yang efisien adalah pola saluran pemasaran satu, karena pola saluran satu memiliki keuntungan yang tinggi dibandingkan pola saluran lainnya.
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UDANG WINDU (Penaeus monodon ) (Studi Kasus : di Desa Panimbang Serang, Banten)
AHMAD BANGUN H34076012
Skrisi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) (Studi Kasus : di Desa Panimbang Serang, Banten) Nama
: Ahmad Bangun
NRP
: H34076012
Disetujui, Pembimbing
Ir. Popong Nurhayati, MM NIP 19670211 199203 2002
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) Kasus di Desa Panimbang, Serang, Banten “ adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2010
Ahmad Bangun H34076012
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumatra Utara pada tanggal 4 Februari 1986, yang merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Kerani Bangun dan Ibu Nurcahaya Sitepu. Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SD Negeri No 112320 Sumatera Utara dan lulus pada Tahun 1998. Pendidikan Madrasyah Sanawiah Pesantren Darul Arafah Deli Serdang dapat penulis selesaikan dengan baik pada tahun 2001. Setelah itu penulis langsung melanjutkan pendidikan Madrsyah Aliyah di Pesantren Darul Arafah Deli Serdang dan lulus pada Tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma III Manajemen Bisnis Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kamahasiswaan baik di program Studi Diploma III, Manajemen Bisnis Perikanan dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan lulus pada Tahun 2007. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul, Analisis Efisiensi Pemasaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa Panimbang, Serang, Banten. Penelitian ini bertujuan menganalisis saluran pemasaran udang windu serta menganalisis fungsi-fungsi lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada sekripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2010 Ahmad Bangun
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................
i
DAFTAR TABEL ...............................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
iv
I
PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian.................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................
1 1 4 5 6
II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Udang Windu ............................ 2.2 Morfologi Udang Windu ....................................................... 2.3 Sifat Udang Windu ................................................................ 2.4 Siklus Hidup .......................................................................... 2.5 Budidaya Udang Windu ........................................................ 2.6 Penelitian Sebelumnya............................................................. 2.7 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu ...............................
7 7 7 8 9 9 10 12
III KERANGKA PEMIKIRAN......................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis.................................................... 3.1.1 Konsep Pemasaran ....................................................... 3.1.2 Lembaga-lembaga pemasaran…………………………... 3.1.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran………………………………. 3.1.4 Saluran Pemasaran……………………………………… 3.1.5 Struktur Pasar…………………………………………... 3.1.6 Perilaku Pasar………………………………………….... 3.1.7 Keragaan Pasar ………………………………………... 3.1.8 Efisiensi Pemasaran…………………………………….. 3.1.8.1 Marjin Pemasaran ……………………………... 3.1.8.2 Farmer’s share………………………………… 3.1.8.3 Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C)……………. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional…………………………….
14 14 14 15 16 17 19 20 21 22 22 23 24 25
VI METODE PENELITIAN.............................................................. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 4.3 Metode Penentuan Responden ............................................... 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………. 4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran ..................................... 4.4.2 Analisis Fungsi-Fungsi Pemasaran ........................... 4.4.3 Analisis Struktur Pasar .............................................
27 27 27 31 31 31 31 32
i
4.4.4 Analisis Perilaku Pasar ............................................. 4.4.5 Marjin Pemasaran .................................................... 4.4.6 Analisis Farmer`s Share ........................................... 4.4.7 Analisis Rasio Keuntungan dan dan Biaya ............... 4.4 Definisi Operasional Data …………………………………..
32 32 33 33 34
GAMBARAN UMUM PENELITIAN ........................................ 5.1 Letak Geografis, Topografi, Curah Hujan, dan Jenis Tanah .... 5.2 Gambaran Umum Demografis ................................................ 5.1.1 Kondisi Perekonomian Daerah ...................................... 5.1.2 Fasilitas Umum dan Sosial ............................................. 5.1.3 Sarana dan Prasarana Pemukiman ................................. 5.1.4 Kelembagaan Desa dan Kemasyarakatan .......................
35 35 36 36 37 39 39
VI HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 6.1 Karakteristik Responden Petambak........................................ 6.2 Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul (Bakul) ......... 6.3 Saluran Pemasaran ................................................................. 6.4 Fungsi Pemasaran ................................................................... 6.4.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Petambak...... 6.4.2 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengumpul..... 6.4.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pengecer ........................ 6.5 Analisis Struktur Pasar ........................................................... 6.5.1 Jumlah Lembaga Pemasaran........................................... 6.5.2 Sifat Produk ................................................................. 6.5.3 Syarat Keluar Masuk Pasar .......................................... 6.5.4 Informasi Pasar ............................................................ 6.6 Perilaku Pasar Jumlah Lembaga Pemasaran ........................... 6.6.1 Kegiatan Penjualan dan Pembelian .............................. 6.6.2 Sistem Pembayaran Harga ............................................ 6.6.3 Penentuan Harga .......................................................... 6.6.4 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran ........................... 6.7. Analisis Keragaan Pasar ...................................................... 6.7.1 Margin Pemasaran ........................................................ 6.7.2 Farmer’s Share ............................................................ 6.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ........................................ 6.8 Efisiensi Pemasaran .............................................................
40 40 42 43 45 46 47 48 51 51 53 57 54 55 55 56 57 58 59 60 63 64 65
V
VII
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 7.1 Kesimpulan .......................................................................... 7.2 Saran ....................................................................................
67 67 70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................
72
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................
73
ii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Ekspor Nasional Udang 2003 – 2007......
2
2.
Perkembangan Ekspor Nasional Udang 2003 – 2007......
3
3.
Perkembangan Konsumsi Nasional Udang 2003 – 2007..
3
4.
Karakteristik Struktur Pasar ...........................................
20
5.
Kualitas Penduduk Berdasarkan Kualitas Pendidikan........... 38
6.
Persentase Usia Petambak Udang Windu di Desa Panimbang.. ..........................................................
40
Persentase Tingkat Pendidikan Petambak Udang Windu di Desa Panimbang ........................................................
41
7. 8.
Data Responden Mengenai Pengalaman Petambak Udang Windu di Desa Panimbang……………………….. 41
9.
Persentase Usia Pedagang Pengumpul Udang Windu di Desa Panimbang……………………………………………... 42
10.
Fungsi- Fungsi Lembaga Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Kabupaten Serang. Banten................................... 50
11.
Harga Beli Udang Windu di Masing-Masing Lembag Pemasaran di Desa Panimbang, Serang.Banten.....................
53
12.
Komponen Biaya Pemasaran dari Pola Saluran Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Serang. Banten .............. 60
13.
Biaya, Margin dan Keuntungan pemasaran dari masing-masing pola saluran..................................................
62
Persentase Farmer’s Share Pada Setiap Saluran Pemasaran………………………………………….
64
14. 15.
Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pada Setiap Saluran Pemasaran Udang Windu di desa Panimbang, Serang.......... 64
iii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Jalur distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian........................
19
2.
Hubungan antara Marjin Pemasaran dan Nilai Marjin Pemasaran Menurut Dahl dan Hammond, (1977) ..................
23
3.
Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ..................................
26
4.
Saluran Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang.. ...........
44
iv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris, dengan dukungan kondisi alamnya, menempatkan sektor perikanan sebagai salah satu sektor perekonomian nasional disamping sektor lainnya. Sampai saat ini udang windu masih menjadi komoditas perikanan yang memiliki peluang usaha cukup baik karena digemari konsumen lokal (domestik) dan luar negeri. Hal ini disebabkan oleh rasa udang windu yang enak dan gurih serta kandungan gizinya yang tinggi. Daging udang windu diperkirakan mengandung 17-20 persen protein. Protein dalam daging udang (termasuk udang windu) mengandung asam amino esensial yang lengkap, dan kandungan lemaknya hanya sedikit. Di pasaran, udang windu yang dipilih sebagai udang konsumsi, dimana udang yang dipasarkan terdiri dari udang yang masih segar, udang beku, udang kupas beku (tanpa kepala), dan udang olahan. Udang olahan tersedia dalam bentuk kalengan atau bentuk olahan lainnya. Udang segar lebih banyak dipasarkan di dalam negeri (domestik), sementara udang beku umumnya dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Hasil perikanan yang melimpah akan mengalami kerugian apabila tanpa ada proses pemasaran yang cepat dan tepat. Arus pemasaran udang windu dari produsen ke konsumen melalui berbagai lembaga pemasaran sangat beragam. Banyak dan sedikitnya lembaga-lembaga pemasaran yang dilalui akan sangat berpengaruh terhadap share harga yang diterima produsen maupun yang harus dibayar konsumen. Penangkapan sumberdaya kelautan yang masih dilakukan secara langsung dari alam membuat kelangkaan pada komoditas udang di musim tertentu. Oleh karena itu, sangat diperlukan beberapa unit pelaksanaan teknis Daerah sekaligus penyuluhan yang berkaitan dengan peningkatan prosuktivitas sumberdaya perikanan dan kelautan khususnya, di Daerah Panimbang, Serang, Banten. Budidaya perikanan merupakan potensi yang cukup potensial untuk di ekspor. Hingga saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai prospek cukup baik, baik untuk konsumsi dalam negri maupun konsumsi luar negri. Perkembangan produksi udang nasional dapat dilihat pada Tabel 1.
1
Tabel 1. Perkembangan Produksi Nasional Udang Tahun 2003-2007 Tahun
Volume (Ton)
Pertumbuhan %
2003
368.190
-
2004
375.776
2,87
2005
416.000
9,669
2006
360.000
-15,555
2007
365.750
15,972
1.885.716
-
Jumlah
Sumber : BPS Serang, Banten (2007) Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa produksi udang Nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya, kondisi ini menunjukkan usaha tambak udang memberikan nilai ekonomi yang layak dan menguntungkan dan menjadi salah satu produk. Di bidang pemasaran, khususnya udang windu merupakan salah satu komoditas perikanan yang mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2003, volume ekspor udang tercatat 92,1 ton dengan nilai US$ 11,28 per kg. Meski demikian pada tahun selanjutnya, khususnya sejak tahun 2004, sebagai akibat menurunnya harga udang di pasaran internasional menjadi US$ 6,08 per kg, nilai ekspor udang pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi US$ 127,3. Pada masa yang datang, jika kualitas udang nasional terus ditingkatkan dan memenuhi standar mutu produk yang dibutuhkan oleh negara-negara konsumen khususnya Jepang dan AS. Prospek pemasaran udang nasional diperkirakan akan meningkat. Kedua negara itu, sangat ketat terhadap produk makanan yang masuk ke negaranya. Untuk itu standar manajemen mutu di Indonesia harus mampu dipenuhi oleh pengusaha tambak udang nasional, sehingga mampu memiliki nilai kompetitif dengan produk udang negara-negara lain. Perkembangan ekspor nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
2
Tabel 2. Perkembangan Ekspor Nasional Udang Tahun 2003 – 2007 Volume (Ribu Ton)
Tahun
Nilai (US$)
2003
92,1
1.007 971,5
2004
140,5
1.007 231,8
2005
106,3
887 262,4
2006
114,0
887.625,4
2007
127,3
1.003 259,7
Sumber : BPS Serang, Banten (2007) Sementara jika dilihat dari perkembangan konsumsi udang nasional yang dilakukan dengan metoda produksi nasional ditambah impor dikurangi ekspor, maka dapat dilihat pada tahun 2003, tingkat konsumsi nasional udang tercatat 276.607 ton, yang kemudian menurun menjadi 243.556 ton pada tahun 2004. Tingkat konsumsi tersebut, menunjukkan bahwa selain sebagai komoditas pasar internasional, udang windu memiliki peluang yang sangat baik untuk memenuhi permintaan pasar domestik. Apalagi, seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia yang diperkirakan membaik pada tahun-tahun yang akan datang, sehingga memberikan peluang yang cukup besar bagi petambak udang karena dengan terjadinya perbaikan perekonomian akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap udang dan konsumsi udang pada masyarakat Indonesia akan meningkat. Perkembangan konsumsi lokal dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Nasional Udang Tahun 2003 – 2007 Produksi ( Ton )
Tahun
Ekspor ( Ton )
Impor ( Ton )
Konsumsi ( Ton )
2003
368.190
93.043
1.460
276.607
2004
375.776
140.158
7.938
243.556
2005
416.000
106.300
14.956
324.656
2006
360.000
114.000
13.450
259.450
2007
365.750
121.250
8.083
252.583
1.885.716
574.751
45.887
1.356.852
Jumlah
Sumber : BPS Serang, Banten (2007) Semakin banyak permintaan konsumsi terhadap udang windu di pasar, mengakibatkaan adanya persaingan yang ketat antara petambak dalam 3
berproduksi. Dalam menghadapi hal ini diperlukan setrategi pemasaran yang tepat agar dapat bersaing dengan petambak lainnya dan dapat memperluas pasar. Salah satu cara untuk dapat memperluas pasar yaitu dengan mengefektifkan pemasaran yang efesiensi dan memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen, melalui efesiensi pemasaran ini, harga udang windu akan meningkat dan akhirnya akan meningkatkan keuntungan petambak udang windu yang terlibat. 1.2. Perumusan Masalah Kabupaten Serang berjumlah 347.042 jiwa dan dapat digolongkan dalam kelas Kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas Kota, Kota Sedang adalah Kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 jiwa. Luas wilayah Kabupaten Serang 2.492 Ha dan Desa Panimbang merupakan salah satu Desa yang terdapat di Kabupaten Serang, Banten. Desa Panimbang merupakan salah satu desa yang memiliki lahan subur di di Kabupaten Serang, Sehingga sebagian lahannya digunakan untuk pertanian. Disamping itu, Desa Panimbang memiliki pantai yang terbentang sepanjang 84,23 kilometer. Dalam hal ini yang menjadi pembahasan adalah salah satu sektor migas, yaitu sektor perikanan, Khususnya pada perikanan tambak. Kondisi ini dapat dilihat dari potensi tambak yang telah dimanfaatkan secara sempurna di Propinsi Banten. Sehingga tidak heran sebagian besar horeka (Hotel, Restoran, Kafe) di Banten memberikan harga yang cukup tinggi bagi hasil perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang dilakukan masyarakat serta dijual pada pedagang pengumpul di masing-masing wilayah. Besarnya potensi ini tida dapat dimanfaatkan bagi sebagian besar masyarakat Serang, Khususnya yang ada di Desa Panimbang. Hal ini terkait dengan masih maraknya penggunaan induk dari alam yang sebagian besar tidak seragam sehingga berdampak pada penurunan produktivitas udang windu yang dihasilkan. Udang windu merupakan jenis udang yang potensial dan merupakan komoditas unggulan di sektor perikanan, sebagian besar petambak di Desa Panimbang masih menggunakan tambak tradisional yang dibangun pada lahan pasang surut dekat rawa hutan bakau, sehingga sangat rentan dengan penyebaran virus yang tidak jarang menyebabkan kematian pada udang windu, sementara tingginya permintaan udang windu pada horeka berbanding terbalik dengan 4
penerimaan petambak. Sebagai contoh, untuk harga jual udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten dengan size 30 (30 ekor per kilogram) ditingkat petambak sebagai produsen Rp 70.000 sedangkan ditingkat pedagang pengecer sebesar Rp 85.000, sehingga posisi petambak udang windu sebagai produsen yang paling tidak diuntungkan, disebabkan adanya perbedaan harga yang diterima antara petambak dan pedagang pengecer yang jauh berbeda. Dalam hal ini petambak udang windu tidak dapat berbuat banyak, karena petambak hanya sebagai penerima harga (price taker), sehingga peranan pedang pengecer lebih menonjol dan keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer lebih besar dari keuntungan yang diterima petambak dan permasalahan ini menyebabkan kerugian bagi petambak. Harga udang windu dapat bersifat fluktuatif, karena komoditas ini termasuk komoditas ekspor sehingga cukup tergantung pada nilai dolar terhadap rupiah. Selain itu, fluktuasi pada permintaan dapat juga terjadi karena panjangnya rantai pemasaran yang harus dilalui, kurangnya informasi pasar, yang dibutuhkan pelaku pasar yang terlibat dalam aktifitas pemasaran. Begitu pula ketidak tepatan dalam menentukan peluang pasar dan segmentasi pasar terhadap komoditas udang windu yang bersifat segmented. Kondisi ini tentu saja akan menyebabkan timbulnya marjin di tingkat petambak dan konsumen akhir, Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk mengetahui seberapa besar marjin yang terjadi akibat proses pemasaran terhadap komoditas udang windu dan seberapa efesien saluran pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten. Selain itu, di perjelas dengan alat analisis pemasaran melalui pendekatan analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan studi kasus di Desa Panimbang, Serang, Banten. Dari pendekatan ini dapat diketahui fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten. Berdasarkan uraian, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pemasaran Udang Windu dari petani produsen sampai konsumen akhir di Desa Panimbang Serang, Banten? 2. Bagaimana lembaga-lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran tersebut?
5
3. Bagaimana struktur pasar dan Perilaku Pasar yang terjadi ? 4. Bagaimana Keragaan Pasar pada setiap saluran pemasaran? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Menganalisis saluran pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang 2. Menganalisis
lembaga
pemasaran
dalam
menjalankan
fungsi-fungsi
pemasaran tersebut 3. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang 4. Menganalisis efisiensi pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang 1.4. Ruang lingkup dan Manfaat Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi kegiatan sistem pemasaran Udang Windu yang ditinjau dari saluran pemasaran, lembaga dan fungsi pemasarann, analisis struktur dan perilaku pasar, analisis keragaan pasar yang meliputi marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya pemasaran. Pengamatan juga dilakukan terhadap kegiatan budidaya udang windu seperti budidaya pembesaran yang siap dipanen untuk dipasarkan serta menganalisis usaha pemasaran udang windu. Pada analisis saluran pemasaran udang windu difokuskan pada sistem pemasaran udang windu di Desa Panimbang Serang, Banten. Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu dan materi yang dimiliki oleh peneliti. Untuk analisis sistem pemasaran dilakukan dengan cara mengambil sampel rata-rata dari petambak dengan penggunaan beberapa kreteria yang mendasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi kelompok tani di Desa Panimbang, Serang, Banten dalam memilih rantai pemasaran udang windu. Hasil penelitian ini juga diharapkan akan memberikan tambahan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan dan dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Udang Windu Udang windu merupakan komoditas perikanan dari Penaeus monodon dan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya yang potensial untuk dikembangkan. Klasifikasi udang menurut Mujiman (1989) adalah sebagai berikut: Phylum
: Arthopoda
Sub Phylum
: Mandibulata
Class
: Crustacea
Ordo
: Decapoda
Sub Ordo
: Nantantia
Famili
: Penaeidea
Genus
: Penaeus Budidaya udang adalah kegiatan usaha pemeliharaan/pembesaran udang
mulai ukuran benih sampai ukuran layak untuk dikonsumsi (Mujiman 1989). Bebarapa udang tambak yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah udang windu yang lebih dikenal sebagai Penaeus monodon, sedangkan beberapa jenis udang laut yang juga memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditi ekspor antara lain adalah Penaeus setiperus (udang putih), Penaeus Aztecus (udang coklat), dan Penaeus duorarum (udang kesumba). 2.2. Morfologi Udang Windu Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu lima ruas di bagian kepala dan delapan ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari enam ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas empat lembar dan satu telson yang berbentuk runcing. Sementara bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau rostrum. Untuk bagian badan tertutup oleh enam ruas, yang satu sama lainnya
7
dihubungkan oleh selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang (Pleopoda) yang melekat pada ruas pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (Uropoda). Di antara ekor kipas terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang disebut telson. Organ dalam yang bisa diamati adalah usus (Intestine) yang bermuara pada anus yang terletak pada ujung ruas keenam. 2.3 Sifat dan Karakteristik Udang Windu Terdapat beberapa sifat dan karakteristik udang windu yang perlu untuk diketahui. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pembudidayaan dan dalam jangka panjang akan membahayakan keselamatan udang secara missal. Diantara sifat dan karaktristik udang antara lain : 1. Sifat Nokturnal, yaitu sifat inatang yang aktif mencari makanan pada saat malam hari. sedangkan pada siang hari lebih digunakan untuk beristirahat dengan cara membenamkan diri ke dalam lumpur atau menempel pada suatu benda. Dan dalam kondisi normal udang pada siang hari jarang menampakkan diri. 2. Sifat kanibalisme, yaitu sifat saling memakan ketika terjadi kontak antara sesame udang. Kondisi ini biasanya terjadi pada udang sehat denagn mangsa udang lain yang seang ganti kulit. 3. Ganti kulit, yaitu kondisi ini terjadi pada setiap udang ketika ingin tumbuh menjadi ukuran yang lebih besar, sehingga harus membuang kulit lama yang cukup keras. udang muda biasanya lebih sering melakukan pergantian kulit dibandingkan dengan udang dewasa. 2.4. Siklus Hidup Udang windu Udang windu merupakan spesies Penaeus monodon, dimana udang windu dewasa memijah di laut lepas, sedangkan udang windu muda bermigrasi ke daerah pantai. Setelah telur-telur menetas, larva hidup di laut lepas menjadi bagian dari zooplankton. Saat stadium post larva mereka bergerak ke daerah dekat pantai dan perlahan-lahan turun ke dasar di daerah estuari dangkal. Perairan dangkal ini memiliki kandungan nutrisi, salinitas dan suhu yang sangat bervariasi dibandingkan dengan laut lepas. Setelah beberapa bulan hidup di daerah estuari,
8
udang dewasa kembali ke lingkungan laut dalam dimana kematangan sel kelamin, perkawinan dan pemijahan terjadi. 2.5. Panen dan Pasca Panen Panen akan dilakukan pada saat usia pemeliharaan 3-4 bulan, yang harus diperhatikan adlah mutu dan kualitas udang windu yang akan berpindah ke tangan konsumen. Hal ini dilakukan agar pembelian dapat berlangsung secara kontiniu. kualitas udang dapat dilihat dari ukuran udang, semakin besar udang maka semakin menjanjikan. Berkulit keras, bersih, licin, dan tidak terdapat cacat pada tubuh udang, udang dalam kondisi segar, atau masih hidup maka harga yang ditetapkan juga akan semakin tinggi. selain dari beberapa persyaratan ini, maka udang akan ditolok khususnya oleh cold storage sebagai penampung komoditas hasil perikanan. Waktu panen udang, pada umumnya dilakukan pada malam hari. Hal ini terkait dengan sifat udang yang mencari makan pada malam hari dan bergerak dipermukaan sekitar tambak, sehingga alat yang digunakan dalam panen tidak begitu sulit mencari keberadaan udang 2.6. Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian tentang saluran dan sistem pemasaran yang pernah dilakukan sebelumnya : Simamora (2007), Mengenai Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Panengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Berdasarkan hasil penelitian terdapat empat jalur tataniaga yaitu : 1) Petani-PPD-Grosir I-Pengecer-Konsumen, 2) Petani-PPD-Grosir IIPedagang Pengecer-Konsumen, 3) Petani-PPD-Grosir 1-Grosir II-Pedagang Pengecer-Konsumen, 4) Petani-Konsumen lokal. Dalam penelitian ini dapat dihasilkan bahwa saluran satu merupakan saluran yang lebih efisien, dilihat dari jumlah marjin, biaya, dan keuntungan maka karena keuntungan lebih besar, marjin lebih kecil dan juga biaya lebih kecil. Rasio keuntungan terhadap biaya saluran satu mempunyai nilai yang paling besar yaitu Rp 3,39 dan berada pada tingkat pengecer 3,39 yang artinya setiap Rp 1,00 per kilogram biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 3,39 per kilogram. Dari ketiga saluran tersebut, terlihat bahwa petani selalu menjual hasil panennya
9
kepada pedagang pengumpu dengan cara memberitahukan terlebih dahulu pada pedagang
pengumpul
waktu
panen.
Setelah
itu
pedagang
pengumpul
mentranformasikan kembali produk kepada pedagang pengecer dan seterusnya. Sehinga dalam penelitian ini dapat dihasilkan bahwa saluran pemasaran satu merupakan saluran yang lebih efisien, dilihat dari jumlah marjin, biaya, dan keuntungan, karena keuntungan lebih besar, marjin lebih kecil dan juga biaya lebih kecil. Melani (2002), Studi mengenai saluran pemasaran Ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Sukabumi menunjukkan bahwa saluran pemasaran Ikan Koi melibatkan tengkulak kampung, tengkulak pasar, dan pedagang eceran. Rantai pemasaran yang panjang diakibatkan oleh daerah pemasaran yang jauh, semakin jauh daerah pemasaran akan melibatkan banyaknya lembaga pemasaran yang terkait. Bertambahnya jarak daerah pemasaran dan lembaga pemasaran yang terlibat, maka biaya pemasaran tinggi. Hal ini akan mendorong pedagang untuk menetapkan harga jual Ikan Koi yang tinggi, sehingga pedagang mendapatkan keuntungan yang besar, menunjukkan bahwa perbedaan yang tinggi antara harga jual petani dengan harga beli konsumen mengakibatkan farmer’s share yang rendah. Dari saluran pemasaran ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Sukabumi melibatkan beberapa lembaga pemasara diantaranya tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Jauhnya Daerah pemasaran bagi petani Ikan Koi, sehingga melibatkan beberapa lembaga pemasaran dan mengeluarkan biaya pemasaran yang tinggi. Hal ini akan mendorong pedagang untuk menetapkan harga jual Ikan Koi yang tinggi, sehingga pedagang mendapatkan keuntungan yang besar, menunjukkan bahwa perbedaan yang tinggi antara harga jual petani dengan harga beli konsumen mengakibatkan farmer’s share yang rendah. Haris (2003) Penelitian yang dilakukan di Pasar Porda Juwana, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati dengan judul Analisis Saluran Pemasaran Ikan Bandeng menghasilkan beberapa informasi penting diantaranya terkait dengan pola saluran pemasaran di daerah setempat, yaitu bandar, grosir dalam daerah, dan pengecer luar daerah. Masing-masing lembaga pemasaran menyalurkan ikan bandeng dari produsen petani ke konsumen. Saluran yang terbentuk dibedakan menjadi dua aliran, yaitu saluran pemasaran dalam daerah Kabupaten Pati dan saluran 10
pemasaran luar daerah Kabupaten Pati. Diantara saluran pemasaran dalam daerah, yaitu : I.
Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen akhir
II.
Petani – Bandar – Pengecer dalam daerah – Konsumen akhir
III.
Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen Lembaga
Dan polasuran pemasaran yang terbentuk di luar daerah Kabupaten Pati, yaitu : I.
Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen akhir
II.
Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen lembaga
Selain itu analisis fungsi yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran adalah fungsi pertukaran antara petani, bandar, dan grosir. Biasanya, para bandar di daerah setempat menawarkan jasa pelelangan kepada petani dalam mematok komisi 3 – 5 persen dari petani dan grosir. Tidak jarang bandar melakukan penjualan dengan grosir luar daerah untuk menjual panennya karena pasokan tidak dapat lagi ditampung oleh grosir dalam daerah. Untuk menghemat biaya pemasaran, bandar melakukan penjualan kepada grosir luar daerah ketika tiba saat panen sekitar empat bulan sekali, sehingga ikan bandeng yang dipasok dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini terkait dengan besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan bandar pada saat distribusi berlangsung. Pada saluran pertama pemasaran dalam daerah, bandar memperoleh marjin pemasaran dari komisi yang diberikan petani sebesar tiga persen. Hal ini dapat dilihat dari harga ikan ukuran 5 – 7 ekor per kilogram dengan harga rata – rata Rp 6.200,00 menjadi 6.014,00 dipotong dengan biaya jasa pelelangan yang ditetapkan bandar pada petani atas jasa pelelangan. Kemudian dijual kembali dengan pedagang grosir sebesar Rp 7.200,00 sehingga marjin yang diperoleh pedagang grosir sebesar Rp 1.000,00. Begitu juga dengan saluran II dan III pada pemasaran dalam daerah serta saluran I dan II pada saluran pemasaran luar Kabupaten Pati. Berbicara marjin pasti terkait dengan keuntungan yang diperoleh masing – masing lembaga pemasaran. Contoh pasara saluran I pada pemasaran dalam daerah Kabupaten Pati, yaitu biaya pemasaran yang harus dikeluarkan petani terdiri dari biaya angkut Rp 20,00 per kilogram atas sewa mobil, biaya retribusi angkutan Rp 1,00 per kilogram, pembayaran komisi 186,00 per kilogram, sehingga total biaya yang dikeluarkan petani Rp 207, 00 per kilogram, dan keuntungan pun diperoleh dari pengurangan antara marjin dengan biaya yang harus dikeluarkan. Keuntungan 11
bandar Rp 155,54, keuntungan grosir Rp 955,00 dan total keuntungan yang diperoleh dalam satu saluran penuh sekitar Rp 1.110,54. pada saluran I, distribusi marjin dan farmer’s share yang diperoleh cukup tinggi sebesar Rp 83,35 persen karena penjualan yang dilakukan grosir pada konsumen lebih banya dengan jumlah pembeli sedikit sehingga harga pun lebih tinggi dibandingkan penjualan yang dilakukan kepada pedagang pengecer. Hal ini menunjukkan adanya keuntungan bagi petani karena persentase harga jual yang cukup tinggi. Sitompul (2007) Analisis usahatani dan tataniaga ikan hias mas koki oranda di desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul, supplier, dan konsumen akhir/hobbies. Harga jual anakan Ikan mas koki oranda ditingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp 130 sampai dengan Rp 150/ekor. Harga jual Ikan mas koki oranda ditingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai dengan Rp 900 per – ekor. Harga yang berlaku ditingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar antara Rp 1400 sampai dengan Rp 1500 per ekor, sedangkan ditingkat pedagang pngecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2000 sampai dengan Rp 2500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola 1 dan pola 2 yaitu masing-masing sebesar 39,5 persen. Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp. 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh konsumen akhir adalah sebesar Rp. 1.250 per ekor. Farmer share yang diterima oleh petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3 persen merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga ikan hias mas koki yang paling pendek dan efisien. Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran pemasaran dan meningkatkan kualitas produknya.
12
2.7. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian tentang efisiensi saluran pemasaran udang windu yang dikaji adalah saluran pemasaran dan fungsi-fungsi masing-masing lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran udang windu, struktur pasar yang terbentuk pada setiap tingkat lembaga pemasaran, perilaku para pelaku pasar, dan keragaan pasar yang diukur melalui margin pemasaran, bagian harga yang diterima petani, rasio keuntungan dan biaya, serta keterpaduan pasar. Secara umum pemasaran komoditas agribisnis belum mengarah kepada bentuk pasar yang efisien secara keseluruhan, mengingat saluran tataniaga yang terbentuk menghasilkan margin yang kurang merata, penentuan harga umumnya merugikan petani, dimana penentuan harga dilakukan oleh lembaga pemasaran diatasnya dan petani hanya bertindak sebagai penerima harga (Price taker). Berdasrkan hasil penelitian-penelitian di atas, ada kesamaan dalam analisis saluran pemasaran yaitu persamaan dalam penggunaan alat analisis untuk menganalisis sistem pemasaran dan efisiensi saluran pemasaran. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada studi kasus, tempat serta lokasi dilakukannya penelitian. Perbedaan lain terletak pada komoditas yang diteliti adalah komoditas perikan tambak udang windu (Penaeus monodon) yang merupakan salh satu komoditas unggulan dan tergantung pada fluktuasi mata uang asing.
13
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Pemasaran Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa pemasaran pertanian adalah mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukkan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberi kepuasan yang lebih kepada konsumennya. Azzaino (1983) menyatakan bahwa pemasaran disebut suatu proses pertukaran yang meliputi kegiatan pemindahan barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran suatu proses sosial dimana individu-individu atau kelompok-kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran produk-produk yang bernilai. Pemasaran merupakan kegiatan aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen dengan tujuan untuk memberi kepuasan kepada konsumen. Untuk menganalisis saluran pemasaran dapat dilkaukan tiga pendekatan, yaitu : 1. Pendekatan Fungsi (Functional approach); merupakan pendekatan yang mempelajari fungsi-fungsi yang ada dalam lembaga pemasaran yang terlibat dalam tataniaga suatu komoditi. Pendekatan fungsi terdiri dari fungsi pertukaran meliputi pembelian dan penjualan,
fungsi fisik
meliputi
penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan, dan fungsi fasilitas yang meliputi standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar. 2. Pendekatan kelembagaan (Institutional approach), pendekatan kelembagaan ini berguna untuk mempelajari atau mengamati peranan masing-masing lembaga pemasaran dalam kegiatan pemasaran yang terdiri dari produsen, bandar, pengecer, konsumen, dan lain-lain. 3. Pendekatan perilaku (Behavioral system approach), pendekatan ini merupakan pelengkap dari kedua fungsi di atas, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang
14
ada dalam proses pemasaran seperti perubahan dan perilaku lembaga pemasaran. Pemasaran produk pertanian merupakan pemasaran produk yang memerlukan penangan yang intesif hingga sampai ketangan konsumen. Hl ini disebabkan
oleh
karaktristik
produk
pertanian
yang
mudah
rusak,
membutuhkan ruang, di produksi dalm jumlah besar, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkan integrasi berbagai pihak agar produk yang dipasarkan sampai ke tangan konsumen tanpa mengurangi kualitas produk yang dihasilkan. 3.1.2 Lembaga-lembaga pemasaran Hanafiah dan Saefuddin (1983), menjelaskan bahwa lembaga pemasaran adalah badan-badan yang bertanggungjawab menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran dimana barang harus bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa marjin pemasaran. Limbong dan Sitorus (1987) dalam pemasaran barang atau jasa terlibat beberapa lembaga pemasaran mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan kehadirannya untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi. Lembaga pemasaran merupakan suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan atau perseroan yang akan melakukan fungsi– fungsi pemasaran yang berusaha untuk memperlancar arus barang
dari
produsen
sampai
tingkat
konsumen
melalui
berbagai
kegiatan/aktifitas. Lembaga–lembaga pemasaran tersebut juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai suatu barang dan jasa. Dalam sistem tataniaga terdapat lembaga-lembaga tataniaga yang cukup penting yaitu: 1. Pedagang pengumpul yaitu pedagang yang membeli atau mengumpulkan barang–barang hasil pertanian dari produsen kemudian memasarkan dalam
15
partai besar kepada pedagang lain. Dalam hal ini pedagang pengumpul bisanya ada disetiap desa. 2. Pedagang besar yaitu pedagang yang membeli dari pedagang pengumpul dalam partai besar dan mendistribusikan kesetiap pedagang pengecer atupun ke pasar. 3. Pengecer yaitu pedagang yang membeli barang dari pedagang besar dan mendistribusikannya barang secara langsung ke konsumen akhir. 3.1.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran Pendekatan fungsi menurut Khols dan Uhl (1985) adalah suatu pendekatan yang mempelajari bagaimana system pemasaran dilakukan. Pendekatan ini untuk menganalisis dan mempelajari berbagai gejala dalam proses pemasaran untuk beberapa aspek , sehingga seluruh proses pemasaran dapat memberikan gambaran yang ringkas dan lengkap. Fungsi tersebut terdisri dari : 1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang berhubungan dengan perpindaha hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fugsi pertukaran meliputi (a) kegiatan pembelian dan (b) kegiatan penjualan. Pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti mencari pasar, menetapkan jumlah, kualitas serta menentukan saluran tataniaga yang paling sesuai. 2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa yang menimbulkan kegunaan tempat, waktu dan bentuk. Fungsi ini meliputi (a) penyimpanan, untuk menbuat komoditas selalu ada ketika dibutuhkan konsumen, (b) pengolahan, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai tambah dari produk tersebut, sehingga kepuasan, kebutuhan konsumen dapat terpenuhi, (c) pengangkutan, pemindahan, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memindahkan barang dari suatu tempat ketempat lain, yang akan memudahkan konsumen mendapatkan barang tersebut. 3. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang mendukung dalam kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi (a) fungsi standarisasi dan grading,merupakan fungsi mempermudah
16
pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar, (b) fungsi penanggungan risiko, merupakan fungsi menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan risiko, (c) fungsi pembayaran, merupakan kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperlancar proses tataniaga, dan (d) informasi pasar, merupakan kegiatan dengan mengumpulkan sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna. 3.1.4 Saluran Pemasaran Saluran pemasaran merupakan cara atau sistem untuk menyampakai produk yang dihasilkan oleh produsen kepada konsumen. Dalam saluran pemasaran terdapat lembaga-lembaga pemasaran seperti produsen (petani), pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang antar kota dan lain sebagainya. Menurut Sudiono (2001), lembaga pemasaran menurut penguasaan terhadap komoditi yang diperjual belikan dapat dibedakan atas tiga : 1. Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti agen, makelar (broker, selling broker, buying broker) 2. Lembaga yang memiliki dan menguasai komodi-komodi pertanian yang diperjualbelikan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir dan importir. 3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai
komodi-komodi
pertanian yang diperjualbelikan. Seperti perusahan perusahaan yang menyediakan
fasilitas-fasilitas
ternsportasi,
asuransi
pemasaran
dan
perusahaan penentu kualitas produk pertanian (Surveyor). Sehingga terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran yaitu: 1. Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli. 2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.
17
3. Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan penjualan. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya. Banyaknya lembaga yang terlibat dalam suatu saluran pemasaran dipengaruhi oleh jarak dari produsen ke konsumen, sifat komoditas, skal produksi, dan kekuatan modal yang dimiliki (Saefuddin dan Hanafiah 1986 ). Saluran pemasaran yang dilalui oleh barang dan jasa akan sangat menentukan nilai keuntungan suatu prodak dan berpengaruh terhadap pembagian penerimaan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalamnya. Pada umumnya, semakin pendek saluran pemasaran akan memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan saluran pemasaran yang panjang. Lembaga yang terlibat dalam pemasaran udang windu dari petambak sampai konsumen akhir diantaranya, pedagang pengumpul, pedagang besar, perusahaan ekspor, konsumen lembaga. Saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1 : Petani Pedagang desa di pasar lokal
Agen Perantara
Agen Processor
Pedagang besar (Wholesalers)
Pedagang pengecer (retailers)
Konsumen Gambar 1. Saluran Pemasaran Komoditi Pertanian Sumber : (Khols dan Downey, 1985)
18
3.1.5 Struktur Pasar Struktur pasar (Market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size atau concentration, deskripsi dan diferensiasi produk, syarat-syarat entry dan sebagainya (Limbong, 1997). Pada struktur pasar dijelaskan bagaimana perilaku penjual dan pembeli yang terlibat (Market conduct) dan selanjutnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi dari struktur dan perilaku pasar (Market performance) yang ada di dalam sistem tataniaga tersebut. Analisis struktur pasar mendorong studi tentang faktor teknik, motivasi, institusi, dan organisasi yang mempengaruhi kebiasaan perusahaan dalam pasar. Struktur pasar dicirikan oleh : (1) jumlah dan ukuran pasar, (2) diferensiasi produk, (3) kebebasan keluar masuk pasar, dan (4) pengetahuan partisipan tentang biaya, harga, dan kondisi pasar (Dahl dan Hammond, 1977). Tabel 4 menyajikan karakteristik struktur pasar. Tabel 4. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk Struktur Pasar
Karakteristik Sifat Produk
Dari Sudut Penjual
Dari Sudut Pembeli
Jumlah Perusahaan Banyak
Homogen
Persaingan Murni
Persaingan Murni
Banyak
Diferensiasi
Persaingan
Persaingan
Sedikit
Homogen
Monopolistik
Monopolistik
Sedikit
Diferensiasi
Oligopoli Murni
Oligopsoni Murni
Satu
Unik
Oligopoli diferensiasi
Oligopsoni
Monopoli
Diferensiasi Monopsoni
Sumber : Dahl dan Hammond (1977) Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1986) struktur pasar produk perikanan yang banyak dijumpai dalam praktek adalah pasar persaingan monolistik dan oligopoli, dimana struktur pasar produk pertanian cendrung berada pada pasar
19
persaingan tidak sempurna, baik berupa monopoli, oligopoli, maupun pasar persaingan monopolistik. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal: 1. Bagaimana pangsa pasar (Market share) yang dimiliki petani umumnya sangat kecil, sehingga petani dalam pemasaran produk pertanian bertindak penerima harga (Price taker). 2. Produk pertanian pada umumnya diproduksi secara massal dan homogen, sehingga apabila petani menaikkan harga komoditi yang akan dihasilkan menyebabkan konsumen beralih untuk mengkonsumsi komodi yang dihasilkan petani lainnya. 3. Komoditi yang dihasilkan mudah rusak (Perishable), sehingga harus secepatnya dijual tanpa memperhitungkan harga. 4. Lokasi produksi terpencil dan sulit tercapai oleh alat tranportasi yang mudah dan cepat. 5. Petani kekurangan informasi harga dan kualitan dan kuantitas yang diinginkan konsumen, sehingga petani mudah diperdaya lembaga-lembaga pemasaran yang berhubungan dengan petani langsung. 6. Adanya kredit dan pinjaman dari lembaga pemasaran kepada petani yang bersifat meningkat. 3.1.6 Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang harus diambil dalam menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga, dan strategi tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas harga, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga yang terlibat dalam tataniaga (Azzaino 1982). Menurut Asmarantaka (1999), bahwa perilaku pasar ada tiga cara yaitu : (1) penentuan harga dan setting level of output; menetapkan penentuan harga tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, melainkan ditetapkan secara bersama-sama oleh penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga, (2) product promotion policy; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan, (3) predatory and exlusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini berusaha menguasai
20
bahan baku, sehingga perusahaan pesaing tidak berproduksi dengan menggunakan bahan baku yang sama. Perilaku
pasar
terkait
dengan tindak
diimplementasikan oleh penjual
tanduk
serta langkah
yang
saat memasarkan. Tindakan yang dilakukan
dapat berpengaruh pada penetapan harga dan keragaan pasar di daerah yang menjadi fokus penelitian. Perikalaku pasar dapat mencerminkan aliran suatu produk mulai dari tangan produsen hingga ke tangan konsumen. Pada umumnya perilaku pasar tercermin pada saat beroprasi. Seperti saat penentuan harga, sosialisasi, penetapan pangsa pasar, serta aktifitas transaksi di pasar. Terdapat tiga cara mengenal perilaku pasar, yaitu : 1. Penentuan Harga dan Setting of Output : Penentuan harga yang dilakukan tanpa mempengaruhi perusahaan lain. Penetapan ini dilakukan secara bersama – sama dengan para penjual yang lain, dan penetapan harga yang dilakukan dipimpin oleh pemimpin harga. 2. Kebijakan atau Aturan Promosi Produk (Product Promotion Policy) : yaitu promosi yang dilakukan penjual dengan cara mengikuti pemasaran atau membuka stand produk atas nama perusahaan. 3. Peredatory and Exlusivenary Tactics : Strategi ini tidak cukup sehat karena perusahaan yang satu berusaha untuk mengeluarkan perusahaan yang lain dari pasar dengan menetapkan harga dibawah biaya marjin, sehingga perusahaan lain tidak dapat melakukan kompetisi tersebut. Selain itu, cara lain juga dapat dilakukan dengan menguasai bahan baku yang akan mengakibatkan perusahaan lain tidak dapat menggunakan sumber bahan baku yang sama. 3.1.7 Keragaan Pasar Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga (Dahl dan Hammond 1977). Menurut Sudiyono ( 2001 ) keragaan pasar adalah hasil keputusan akhir yang diambil adalah hubungannya dengan proses tawar menawar dan persaingan pasar. Deskripsi keragaan pasar dapat dilihat dari: harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan ditingkat pasar, marjin pemasarn dan penybarannya pada
21
setiap tingkat harga. Selain itu analisis terhadap keragaan pasar dapat didekati melalui analisis perkembangan harga, elastisitas tansmisi dan integrasi pasar. 3.1.8 Efisiensi Pemasaran Pemasaran yang efesien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam sistem pemasaran, dimana sistem pemasarn memberikan kepuasan kepada setiap pihak-pihak yang terlibat produsen, konsumen, dan lembaga-lembaga pemasaran . Menurut Sudiono (2001) untuk mengukur efesiensi pemasaran dapat dilakukan pendekatanstruktur, keragaan, dan tingkahlaku pasar. Upaya perbaikan efesiensi pemasaran dapat dilakukan dengan meningkatkan output pemasaran dan mengurangi biaya pemasaran. Menurut Sudiyono (2001) secara sederhana konsep efisiensi ini didekati dengan rasio output-input, suatu proses pemasarn dikatakan efesien apabila : 1. Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit. 2. Output meningkat sedanngkan input yang digunakan tetap konstan. 3. Output dan input sama-sama mengalami kenaikan, tetapi laju kenaikan output lebih cepat dari pada input 4. Output dan input sama mengalami penurunan, tetapi penurunan output lebih lambat dari pada input. Efesiensi pemasarn dapat dibedakan atas efesiensi teknis (operasional) dan efesiensi ekonomis (harga). Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1986) efesiensi teknis berarti pengendalian fisik daripada produk dan dalam ”term” ini mencakup dalam hal-hal: prosedur, teknis, dan besarnya skala operasi, dengan tujuan penghematan fisik seperti mengurangi kurusakan (Waste), mencegah merosotnya mutu produk dan penghematan tenaga kerja. Sedangkan dalam pengukuran efesiensi ekonomis maka marjin pemasaran sering dipakai sebagai alat ukur. 3.1.8.1 Marjin Pemasaran Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi.
22
Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tataniaga. Menurut Dahl dan Hammond (1977) mendefenisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Marjin pemasaran menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin pemasaran (Value of marketing margin) merupakan perkalian antara marjin pemasaran dengan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge seperti yang terlihat pada Gambar 1. Pendekatan terhadap nilai marjin pemasaran dapat melalui return to factor (Marketing cost) yaitu penjumlahan dari biaya pemasaran, yang merupakan balas jasa terhadap input yang digunakan seperti tenaga kerja, modal, investasi yang diberikan untuk lancarnya proses pemasaran dan input-input lainnya, serta dengan pendekatan return to institution (Marketing charge), yaitu pendekatan melalui lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses penyaluran atau pengolahan komoditi yang dipasarkan (pedagang pengumpul, pengolah, grosir, agen, dan pengecer. Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi yang dilakukan antar lembaga biasanya berbeda-beda. Hal ini menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir berbeda. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, akan semakin besar perbedaan harga antar produsen dengan harga di tingkat konsumen. Secara grafis marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 2 : Harga Sr Pr C
Sf A
Pf
Dr B 0
Df Qr, f
Gambar 2. Hubungan Antara Fungsi-fungsi Pertama dan Turunan Terhadap Marjin Pemasaran dan Nilai Marjin Pemasaran Sumber : Dahl dan Hammond (1977) 23
Keterangan : A B C Pr Pf Sr Sf Dr Df Qr,f
= Nilai marjin pemasaran((Pr-Pf).Qr,f) = Marketing cost and Marketing charge = Marjin pemasaran (Pr-Pf) = Harga di tingkat pedagang pengecer = Harga di tingkat petani = Supply di tingkat pengecer (Derived supply) = Supply di tingkat petani (Primary supply) = Demand di tingkat pengecer (Derived demand) = Demand di tingkat petani (Primary demand) = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer Besarnya marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat
dinyatakan sebagai jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Rendahnya biaya pemasaran suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. 3.1.8.2 Farmer’s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan pemasaran adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (Farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga pemasaran sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus 1987).
3.1.8.3 Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C) Berdasarkan nilai marjin pemasaran yang diperoleh dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Rasio tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Limbong dan Sitorus 1987) : Rasio Keuntungan/Biaya (%) =
Keuntungan (πi ) x 100% Biaya Pemasaran (Ci )
Rasio keuntungan dan biaya pemasaran adalah besarnya keuntungan yang diterima atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem pemasaran akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus 1987). 24
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen sehingga dalam proses tersebut terjadi pemindaha kepemilikian. Dalam memasarkan suatu komoditi baik barang atau jasa akan melibatkan beberapa faktor pemasaran, anatara lain sistem pemasaran dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat melakukan fungsi pemasaran dan serta struktur, perilaku pasar dan keragaan pasar yang menentukan tingkat harga suatu komoditi. Sistem pemasaran merupakan segala aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak miliki dan menyelenggarakan saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi pemasaran dalam menjalankan distribusi barang dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran udang windu dari Desa Panimbang, Serang, Banten melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petambak, pedagang pengumpul pedagang pengecer dan eksportir. Fungsi-fungsi pemasaran udang windu dari Desa Panimbang, Serang, Banten dianalisis melalui pendekatan serba fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Struktur pasar dapat diketahui dengan melibatkan jumlah penjualan dan pembelian, informasi pasar, jenis transaksi yang terjadi dan hambatan keluar masuk pasar. Perilaku pasar dapat diketahui dengan melihat praktek penjualan dan pembelian, penentuan harga, cara pembayaran dan kerjasama antar lembaga, sedangkan keragaan pasar dapat diketahui dengan melihat marjin pemasaran dan keterpaduan pasar. Berdasarkan teori pemasaran khususnya tentang efesiensi pemasaran yang berdampak pada peningkatan keuntungan petani dan lembaga pemasaran yang terlibat serta dalam rangka merangsang industri perikananagar kondusif, maka peneliti perlu mengkaji tentang bagai mana pola saluran pemasaran udang windu dari Desa Pnimbang, Serang, Banten nilai dari marjin pemasaran yang terbentuk dari setiap fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran serta dilihat dari struktur dan prilaku pasar, dan keterpaduan pasar yang terjadi dilihat dari pembentukan harga yag terjadi akibat pembentukan harga antara lembaga pemasaran yang satu dengan lainnya. Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 3.
25
Petani Udang Windu
Adanya perbedaan harga yang cukup besar antara harga jual udang windu di tingkat petani dan harga jual udang windu di tingkat konsumen
Analisis Kualitatif 1. Saluran Pemasaran dan Lembaga Pemasaran 2. Fungsi-fungsi Pemsaran 3. Struktur Pemsaran 4. Keragaan Pemasaran
Analisis Kuantitaf 1. Marjin Pemasaran 2. Farmer’s Share 3. Rasio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi Pemasaran
Efesiensi Operasional 1. Marjin Tataniaga 2. Farmer’s Share 3. Rasio keuntungan dan Biaya
Saluran Pemasaran yang Efisien
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional, Analisis Efisiensi Pemsaran Udang Windu ( Studi Kasus : di Desa Panimbang, Serang, Banten )
26
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Panimbang, Serang, Banten pada aktivitas Kelompok Tani udang windu. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Panimbang, Serang, Banten merupakan salah satu daerah produksi udang windu yang berkembang. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan yang telah disiapkan dengan tehnik wawancara langsung kepada petani serta lembagalembaga tataniaga yang terlibat seperti pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen lembaga. Data sekunder dari instansi yang terkait dengan masalah penelitian seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Kesambi Serang, Banten, serta buku-buku literatur yang terkait lainnya. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk analisis lembaga dan saluran pemasaran, data yang dikumpulkan meliputi: a. Tingkat petani, yaitu: - Karakteristik petani: Umur, pendidikan dan pengalaman bertani. - Gambaran usahatani: Jumlah produksi, luas panen, tehnik serta peralatan yang digunakan serta luas lahan. - Cara penjualan produk. - Tujuan penjualan produk (dijual kemana). b. Tingkat pedagang perantara, yaitu : - Karakteristik
pedagang:
Umur,
tingkat
pendididikan,
pengalaman
berdagang. - Cara pembelian produk: Sumber pembelian produk, frekuensi pembelian dan jumlah yang dibeli, serta harga beli produk. - Tujuan penjualan produk (dijual kemana) - Volume penjualan dan harga jual.
27
2. Untuk menganalisis fungsi-fungsi pemasaran, dianalisis berdasarkan fungsifungsi ditiap lembaga pemasaran. Data-data yang dikumpulkan meliputi : 1) Fungsi pertukaran : a. Petani : -
Jumlah atau volume penjualan kepada pedagang
-
Frekuensi penjualan
-
Proses penjualan
b. Pedagang : -
Jumlah pembelian dari petani atau pedagang lain
-
Frekuensi pembelian
-
Jumlah/volume penjualan ke pedagang lain atau ke konsumen
-
Frekuensi penjualan
2) Fungsi Fisik a. Petani : -
Jumlah produk yang disimpan
-
Lokasi penyimpanan hasil panen
-
Lama penyimpanan.
-
Biaya penyimpanan
-
Biaya trasnportasi atau pengangkutan
b. Pedagang : -
Jumlah produk yang disimpan
-
Lokasi penyimpanan produk
-
Lama penyimpanan
-
Biaya penyimpanan
-
Biaya trasnportasi
-
Alat transportasi yang digunakan
-
Biaya pengolahan
-
Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengolahan
3) Fungsi fasilitas a. Petani : -
Proses penyortiran dan grading
-
Jumlah yang disortir
28
-
Pembiayaan (persiapan lahan sampai panen)
-
Biaya pengangkutan
-
Biaya penyimpanan
-
Biaya penyusutan
-
Resiko yang ditanggung petani
-
Sumber informasi pasar
-
Cara memperoleh informasi pasar
b. Pedagang : -
Proses penyortiran dan grading
-
Biaya-biaya yang dikeluarkan : biaya pengangkutan, biaya penyimpanan, biaya pengemasan, biaya bongkar muat, biaya penyusutan, biaya tenaga kerja dan lain-lain.
-
Resiko usaha yang ditanggung pedagang
-
Sumber informasi pasar
-
Cara memperoleh informasi pasar
3. Untuk menganalisis struktur pasar, data yang dikumpulkan meliputi : -
Jumlah pelaku yang terlibat (jumlah pembeli dan penjual)
-
Keragaman produk : Klasifikasi mutu udang windu
-
Hambatan keluar masuk pasar: Hambatan yang dialami petani Hambatan yang dialami pedagang pengumpul Hambatan yang dialami oleh pedagang besar Hambatan yang dialami oleh pedagang pengecer Modal yang diperlukan oleh masing-masing lembaga tataniaga Jumlah pesaing dipasar
-
Informasi pasar: Sumber informasi pasar/harga Cara memperoleh informasi harga ditingkat petani dan pedagang Sarana informasi yang digunakan
29
4. Untuk menganalisis perilaku pasar data yang diperlukan adalah: -
Praktek pembelian dan penjualan antar lembaga-lembaga tataniaga
-
Sistem penentuan harga
-
Cara pembayaran harga dari pedagang ke petani
-
Cara pembayaran harga diantara lembaga pemasaran
-
Praktek kerjasama antar lembaga pemasaran
5. Untuk menganalisis margin pemasaran dan farmer’s share data yang dikumpulkan adalah: -
Harga jual dari petani
-
Harga beli dari pedagang pengumpul
-
Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul
-
Keuntungan pedagang pengumpul
-
Harga jual dari pedagang pengumpul
-
Harga beli dari pedagang besar
-
Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang besar
-
Keuntungan pedagang besar
-
Harga jual dari pedagang besar
-
Harga beli dari pedagang pengecer
-
Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer
-
Keuntungan pedagang pengecer
-
Harga jual dari pedagang pengecer ke konsumen
6. Untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian, data yang dikumpulkan meliputi : -
Kondisi geografis daerah penelitian
-
Tata guna lahan
-
Sarana dan prasarana di daerah penelitian
-
Kelembagaan Desa Kesambi Serang, Banten
-
Keadaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.
30
4.3. Metode Penentuan Responden Produk yang diteliti adalah komoditas perikanan, tepatnya Udang Windu (Penaeus monodon). Komoditas ini dapat dikatakan umggulan di Desa Panimbang, Serang, Banten sehingga memudahkan akan kebutuhan data dan informasi yang akan diperoleh dari lokasi tempat penelitian yang telah disurvei sebelumnya. Metode penentuan populasi berdasarkan petambak yang berada dalam satu komoditas dengan kepemilikan lahan yang seragam. Anggota komoditas tersebut menggunakan empat petak dalam dua hektar lahan yang dimiliki. Pemilihan responden petambak udang windu dilakukan dengan cara keputusan (Judgement sample). Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak 20 petambak dan tambak yang digunakan merupakan tambak tradisional sebagian petambak menggunakan polikultur pada empat petak tambak, lima orang pedagang pengumpul, serta tujuh orang pedagang pengecer. Penentuan responden pada saluran pemasaran dilakukan dengan penelusuran saluran pemasaran mulai dari tingkat petambak sampai ke tingkat konsumen akhir. 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Proses analisis data kualitatif menggambarkan secara deskriptif saluran tataniaga , fungsi-fungsi pemasaran serta struktur dan perilaku pasar. Sedangkan analisis data kuantitatif dipergunakan untuk menganalisis besaran margin tataniaga, farmer share dan rasio keuntungan dan biaya. Alat analisis data kuantitatif yang digunakan adalah berupa kalkulator, program komputer dan tabulasi data. 4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran Analisis saluran pemasaran komoditas udang windu (Penaeus monodon) diamati melalui beberapa lembaga pemasaran yang turut berkontribusi pada penyaluran atau transformasi hasil panen dari produsen ke konsumen akahir. Saluran pemasaran yang diteliti meliputi produsen, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, konsumen lembaga, dan konsumen rumah tangga. Banyaknya lembaga yang berkontribusi pada aktifitas pemasaran akan berpengaruh terhadap penerimaan pendapatan yang diterima oleh masing – masing lembaga tersebut.
31
4.4.2 Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran Fungsi-fungsi pemasaran dapat dilihat dari masing-masing fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam menyalurkan udang windu dari produsen ke konsumen akhir. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut dilakukan oleh lembaga pemasaran meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi fasilitas. Analisis fungsi-fungsi pemasaran diperlukan karena untuk mengetahui fungsifungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat, penghitungan kebutuhan biaya dan fasilitas yang dibutuhkan. Dari analisis fungsi pemasaran dapat dihitung besarnya biaya marjin pemasaran. 4.4.3 Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar yang ada cenderung mendekati pasar persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna dengan melihat komponen-komponen yang mengarahkan pasar ke suatu struktur pasar tertentu. Apabila semakin banyak penjual dan pembeli dan semakin kecilnya jumlah yang diperjualbelikan oleh setiap lembaga pemasaran, maka struktur pasar tersebut masuk dalam pasar persaingan sempurna. Sedangkan adanya kesepakatan antar sesama pelaku pemasaran dapat menimbulkan struktur pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna. 4.4.4 Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar udang windu yang terjadi di Desa Panimbang, Serang. Banten dapat dianalisis dengan mengamati sistem penjualan dan pembelian, sistem penetuan harga dan pembayaran serta kerjasama diantara lembaga tataniaga yang terbentuk. 4.4.5 Marjin Pemasaran Marjin pemasaran diperlukan untuk melihat efisiensi pemasaran udang windu. Marjin pemasaran dihitun bedasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap lembaga pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing lembaga pemasaran. Secara matematik Limbong dan Sitorus (1985) merumuskan marjin tataniaga sebagai berikut :
32
M=Ps-Pb...................................(1) M=Ci-∏i...................................(2) Dimana : M Ps Pb C ∏
= Marjin pemasaran di tingkat ke-i = Harga jual di tingkat ke-i = Harga beli di tingkat ke-i = Biaya pemasaran tingkat ke-i = Keuntungan lembaga pemasaran pasar tingkat ke-i
Dengan penjumlahan persamaan (1) dan (2) maka diperoleh : Ps-Pb=Ci-∏i...........................(3) Berdasarkan persamaan tersebut, maka keuntungan lemabaga pemasaran pada tingak ke-i adalah : ∏i=Ps-Pb-Ci..........................(4) 4.4.6 Analisis Farmer`s Share Farmer`s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani udang winsu dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Farmer`s share memiliki korelasi yang negative dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinnggi marjin pemasaran maka bagian harga yang diterima petani udang winsu semakin rendah. Farmer`s share dirumuskan sebagai berikut : Fs
Pf x100% …………..…(5) Pk
Dimana : Fs = Farmer`s share (dalam persentase) Pf = Harga di tingkat petani udang windu (Rp) Pk = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir udang windu (Rp) 4.4.7 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya (Analisis L/R rasio) adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biayapemasaran secara teknis (operasional) untuk mengetahui tingkat efisiennya. Untuk mengetahui ppenyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : B / CRasio
Li x100% ....................(6) Ci
Keterangan : Li Ci
: Keuntungan lembaga pemasaran ke-i : Biaya pemasaran lembaga ke-i 33
4.5 Definisi Operasional Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsifungsi pemasaran melalui proses pendistribusian udang windu dari produsen ke konsumen akhir, seperti : a) Petambak adalah sejumlah petani yang memiliki tambak uadng windu, memproduksi dan melakukan penjualan udang windu b) Pedagang pengecer adalah pedagang yang menerima produk dari pedagang pengumpul dan pedagang grosir untuk kemudian dijual kepada konsumen akhir. c) Pedagang pengumpul adalah pedagang yang melakukan pembelian dari petani dan menyalurkan produk kepada pedagang grosir atau langsung menjualnya kepada pedagang pengecer. d) Majin pemasaran adalah perbedaan harga yang terjadi ditingkat produsen (petambak) dan ditingkat konsumen, baik konsumen rumah tangga maupun konsumen antar (lembaga). e) Harga jual petani (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk (per kilogram) yang diterima petani. f) Harga beli ditingkat pedagang (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per kilogram yang dibeli dari petani atau dari pedagang perantara sebelumnya. g) Harga jual ditingkat pedagang ( Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per kilogram yang dijual pedagang kepada pedagang lainnya atau kepada konsumen akhir.
34
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak Geografis, Topografi, Curah Hujan, dan Jenis Tanah Secara geografis wilayah Kabupaten Serang terletak diantara 5°50' - 6°21' Lintang Selatan dan 105°7' 106°22' Bujur Timur. Batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Serang, adalah: a. sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Jawa b. Sebelah Timur : Kabupaten Tangerang c. Sebelah Selatan : Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak d. Sebelah Barat
: Kota Serang dan Selat Sunda Secara geologi, wilayah
Secara umum wilayah Kabupaten Serang berada pada ketinggian kurang dari 500 meter dpl dan tersebar pada semua wilayah. Kemiringan tanah atau lereng selain mempengaruhi bentuk wilayah juga mempengaruhi tingginya perkembangan erosi Kabupaten Serang memiliki curah hujan antara 2.000 – 4.000 mm per tahun. curah hujan 3.814 mm dan mempunyai 177 hari hujan rata-rata per tahun serta memiliki tekanan udara rata-rata 1.010 milibar. Iklim di wilayah Kabupaten Pandeglang dipengaruhi oleh Angin Monson (Monson Trade) dan Gelombang La Nina atau El Nino (Banten Dalam Angka, 2004). Saat musim penghujan (Nopember-Maret) cuaca didominasi oleh Angin Barat (dari Samudra Hindia sebelah Selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Pada musim kemarau (Juni-Agustus), cuaca didominasi oleh Angin Timur yang menyebabkan Kabupaten Pandeglang mengalami kekeringan, terutama di wilayah bagian Utara, terlebih lagi bila berlangsung El Nino. Ditinjau dari segi geologinya, Kabupaten Serang memiliki beberapa jenis bebatuan, diantaranya : a. Alluvium, terdapat di daerah gunung dan pinggiran pantai b. Diocena, terdapat di daerah bagian Barat, tepatnya di kecamatan Cimanggu dan Cigeulis; c. Piocena Sedimen, di bagian Selatan di daerah kecamatan Bojong, Munjul, Cikeusik, Cigeulis, Cibaliung dan Cimanggu; d. Miocene Limestone, disekitar Kecamatan Cimanggu bagian utara;
35
e. Belerang dan sumber air panas di Kecamatan Banjar ; f. Kapur/karang darat dan laut di Kecamatan Labuan, Cigeulis, Cimanggu, Cibaliung, Cikeusik dan Cadasari; g. Serat batu gift, terdapat di Kecamatan Cigeulis. Jenis tanah yang ada di Kabupaten Serang dapat dikelompokan dalam beberapa jenis dengan tingkat kesuburan dari rendah sampai dengan sedang. Diantara jenis tanah tersebut adalah a. Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang, Sumur, Cikeusik, Pagelaran, Picung, Labuan dan Munjul; b. Grumosol, yang tersebar di Kecamatan Sumur dan Cimanggu; c. Regosol, terdapat di Kecamatan Sumur, Labuan, Pagelaran, Cikeusik dan Cimanggu; d. Latosol, terdapat di sekitar Gunung Karang, Kecamatan Pandeglang, Saketi, Cadasari, Banjar, Cimanuk, Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput, Labuan dan Sumur; e. Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan, Menes, Saketi, Bojong, Munjul, Cikeusik, Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur, Panimbang dan Angsana. 5.2. Gambaran Umum Demografis Penduduk Kota Serang berdasarkan dari statistik Serang 2003 berjumlah 347.042 jiwa. Luas wilayah 2.492 Ha maka kepadatan penduduknya 112 jiwa/Ha. Dari data kependudukan di atas maka Kota Serang dapat digolongkan dalam kelas Kota sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas Kota, Kota Sedang adalah Kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 jiwa. Sementara rata – rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,95 persen dengan komposisi kependudukan sbagai berikut : 1. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin Komposisi penduduk Kota Serang menurut jenis kelamin pada tahun 2003 dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki – laki sebanyak 197.000 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanya 150.042 jiwa. Dengan demikian berdasarkan gerder seimbang dengan rasio sebesar 98,02 persen.
36
2. Komposisi penduduk berdasarkan usia. Komposisi penduduk Kota Serang berdasar usia pada tahaun 2003 sangat variasi dimana mayoritas penduduknya berusia 5-9 tahun sebesar 13.704 jiwa atau sekitar 8,94 persen dan 10 – 14 tahun sebesar 18.149 jiwa atau sekitar 8.91 persen. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada usia sekolah dasar. Sedangkan usia produktif atau usia15 – 64 tahun sebesar 166.473 jiwa atau sekitar 66.48 persen. 3. Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan Salah satu sisi dari keberhasilan pendidikan ditandai dengan meningkatnya partisipasi sekolah pada semua kelompok usia sekolah. Angka Partisipasi Kasar (APK) penduduk usia SD 7-12 tahun meningkat dan 92,30 persen pada tahun 1993 menjadi 120 persen pada tahun 1997. Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 86,07 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 100,19 persen pada tahun 1997. Pada tingkat penduduk usia SLTP 13-15 tahun, APK meningkat dari 30,64 persen pada tahun 1993 menjadi 49,46 persen pada tahun 1997 sedangkan APM AIM sebesar 23,84 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 51,72 persen pada tahun 1997. Untuk penduduk usia SLTA 16-18 tahun, APK meningkat dan 22,75 persen pada tahun 1993 menjadi 33,32 persen pada tahun 1997 sedangkan APM sebesar 16,38 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 33,52 persen pada tahun 1997. Keberhasilan wajib belajar terlihat secara nyata dengan penurunan persentase penduduk yang buta huruf dan peningkatan penduduk yang bersekolah. (Pemerintah Daerah Kabupaten Serang: Pola dasar pembangunan daerah Kabupaten Serang tahun 1999/2000-2003/2004) Guna membangun berbagai pola pembangunan serta dalam upaya pembangunan sumber daya manusia (human resources development) di Kabupaten Serang juga berdiri berbagai perguruan tinggi, antara lain; Universitas Tirtayasa, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Maulana Hasanuddin, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Maulana Yusuf, Institut Agama Islam Banten (LAIB) serta beberapa akademi setingkat D3 dan S1 pada tahun 1993 menjadi 33,32 persen pada tahun 1997 sedangkan APM sebesar 14,38 persen pada tahun 1993 meningkat menjadi 28,52 persen pada tahun 1997.
37
Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kualitas Pendidikan No
Pendidikan
1
SD
2
Usia (Tahun)
Persentase (%) >12
120
SLTP
13-15
49,46
3
SLTA
16-18
33,32
4
D3/S1
>17
28,52
Sumber : Badan Pusat Statistik, Serang, Banten (2004) 5.2.1 Kondisi Perekonomian Daerah Gambaran perkembangan hasil pembangunan ekonomi di Kabupaten Serang secara makro dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB Kabupaten Serang pada tahun 1993 sebesar Rp. 4,299 Trilyun, sedangkan pada tahun 1996 atas harga konstans (1993) sebesar Rp. 5,419 Trilyun dan atas harga berlaku sebesar Rp. 6,539 Trilyun atau rata-rata PDRB per tahun dari tahun 1993 sampai dengan 1996 adalah atas harga konstans Rp. 4.834.507,00 dan atas harga berlaku Rp. 5.350.204,86. Sedangkan PDRB tahun 1997 mengalami penurunan kontribusi sembilan lapangan usaha terhadap PDRB berturut-turut menurut ranking. Dari angka-angka di atas, nampak bahwa pembangunan ekonomi Kabupaten Serang lebih dari setengah kontribusi PDRB didominasi lapangan usaha industri dan pengolahan sedangkan lapangan usaha lainnya, telah dikuasai oleh sektor sekunder, seperti nampak pada kontribusi kelompok sektor usaha rata-rata per tahun 1993-1996. Sebaran lapangan pekerjaan kegiatan ekonomi masyarakat berdasarkan hasil susenas tahun1996 sampai dengan tahun1997 menyatakan bahwa sektor lapangan usaha utama masyarakat Kota Serang pertanian dan perikanan 38,60 persen, industri 14,58 persen dan usaha lain 46,82 persen. Dari angka-angka di atas nampak bahwa adanya ketidak seimbangan secara porposional, antara besaranya kontribusi tiap lapangan usaha terhadap PDRB dengan besarnya lapangan pekerjaan utama pada masyarakat. Tampak bahwa perekonomian Kabupaten Serang secara makro dibangun oleh sektor sekunder, terutama industri dan pengolahan. Kegiatan perekonomian masyarakat secara mikro masih berbasis pada sektor primer, terutama pertanian.
38
5.1.2 Fasilitas Umum dan Sosial Fasilitas Pendidikan Sarana kesehatan merupakan sarana sosial yang sangat penting dalm membentuk Sumber Daya Manusia yang sehat. Dengan luas wilayah Kabupaten Serang 188.718,00 Hektar dan jumlah penduduk sebesar 1.638.812 jiwa pada tahun 1996, dilayani oleh 10 unit Wahana Yankes Dasar yang tersebar di sembilan Kecamatan di Kabupaten Serang. Untuk memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat di setiap kecamatan terdapat Puskesmas dengan jumlah seluruhnya 39 Puskesmas dan dibantu oleh 62 puskesmas Pembantu serta 29 buah Puskesmas Keliling. Sarana kesehatan ini didukung oleh 71 orang tenaga Dokter dan 435 Bidan. Disamping itu terdapat pula 1.410 tenaga Dukun Bayi terlatih yang sudah mendapatkan bimbingan/pengetahuan Kebidanan dari Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Serang. Jenis dan jumlah sarana peribadatan di wilayah Kota Serang sampai dengan akhir tahun 1996 meliputi: 1. Masjid 2.163 buah 2. Langgar 3.871 buah 3. Mushola 295 buah 4. Gereja 5 Buah 5. Vihara 4 buah 5.1.3 Sarana dan Prasarana Permukiman Komponen Air Bersih Kapasitas produksi air terpasang sampai dengan tahun 2003 sebesr 439,42 lt/dtk, yang tersebar pada beberapa instalasi pengolahan. Dari jumlah tersebut yang terpakai hanya sebesar 76,23 persen sehingga masih terdapat sisa kapasitas sebesar 104,44 liter/dtk yang belum dimanfaatkan. Mengingat potensi masyarakat di Kota Serang per 31 Desember 2003 seluruhnya adalah 1.735.560 jiwa dengan cakupan pelayanan baru mencapai 188.497 jiwa atau 10,86 persen maka diupayakan untuk memanfaatkan kapasitas yang tersedia dengan pengembangan jaringan distribusi pada tahun 2004 yaitu daerah Bojanegara, Kasemen dan Kandayakan selain dengan cara mengusulkan pengembangan atau pembangunan instalasi.
39
5.1.4 Kelembagaan Desa dan Kemasyarakatan Panimbang dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh seorang sekretaris desa, tiga kepala urusan yang meliputi kepala urusan pemerintah, kepala urusan keuangan, kepala urusan ekonomi pembangunan serta kepala urusan kesejahteraan rakyat, tiga orang kepala RW dan lapan orang ketua RT. Dalam menghadapi era otonomi daerah, Desa Pnimbang, Serang, Banten membentu badan perwakilan Daerah (BPD) desa yang dipilih oleh masyarakat Panimbang dengan cara musyawarahyang mempunyai kedudukan yang terhormat dan ditaati oleh masyarakat Panimbang. Tokoh masyarakat ini pada umumnya berasal dari tokoh agama (para Ulama dan Ustadz) selain itu, terdapat pula kelembagaankelembagaan lain yang ada dimasyarakat Panimbang seperti, adanya kelompok tani khususnya petambak dan kelompok tani pertaniaan. Karena Desa Panimbang lebih condong kepesisir sehingga kelompok tani petambak lebih aktif dari tani pertanian,
40
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Responden Petambak Pemilihan responden petambak udang windu dilakukan dengan cara keputusan (Judgement sample). Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak 20 orang dan tambak yang digunakan merupakan tambak tradisional dimana masing-masing petambak memiliki kesamaann dari lahan tambak yang diusahakan sebanyak empat petak tambak dalam dua hektar lahan. Rata-rata usia petambak adalah di atas 28 tahun dimana petambak memiliki pengalaman dibidang perikanan tambak. Persentase petambak udang di Desa Panimbang, Serang. Banten berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase Usia Petambak Udang Windu di Desa Panimbang Kelompok Usia (Tahun)
Jumlah Petambak (Orang)
Persentase (%)
1
28-34
4
14,25
2
38-44
6
29,75
3
48-54
5
25,23
4
58-64
5
25,23
5
>64
0
0,00
Jumlah
20
100
No
Berdasrkan Table 6 dapat diketahui bahwa masih banyak petambak udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten dengan usia lanjut dan masih melakukan kegiatan budidaya udang windu di Desa Panimbang, Serang. Banten selain faktor usia petambak udang windu di Desa Panimbang memiliki tingkat pendidikan yang relative rendah, yaitu umumnya petambak hanya mengenyam pendidikan dasar saja bahkan sebahagian besar petambak udang windu di Desa Panimbang, tidak tamat dalam pendidikan dasar. Persentase tingkat pendidikan petambak udang windu di Desa Panimbang dapat diliha pada Tabel 7.
41
Tabel 7. Persentase Tingkat Pendidikan Petambak Udang Windu di Desa Panimbang No
Tingkat Pendidikan
Jumlah Petambak (Orang)
Persentase (%)
1
Tidak Tamat SD
11
55,35
2
Tamat SD
3
14,45
3
Tamat SLTP
3
14,45
4
Tamat SLTA
1
6,15
5
Diploma
0
0,00
6
Sarjana
2
9,05
20
100
Jumlah
Sementara berdasarkan pengalaman petambak responden yang ada di Desa Panimbang, Serang. Banten dalam bertambak udang windu jumlah responden petambak yang banyak pengalamannya adalah 6-10 tahun berjumlah 13 orang, sedangkan yang petambak yang berpengalam selama 3-5 tahun sebanyak lima responden. Responden yang memiliki pengalaman yang minim dalam kegiatan budidaya udang windu (0-2 tahun) merupakan respon yang juga melakukan kegiatan penangkapan ikan dilaut lepas. Data responden mengenai pengalaman petambak udang windu di Desa Panimbang Serang. Banten dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8. Data Responden Mengenai Pengalaman Petambak Udang Windu Di Desa Panimbang Pengalaman (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
0-2
2
10,00
3-5
5
25,00
6-10
13
65,00
Jumlah
20
100,00
42
6.2. Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul yang dipilih sebagai responden dalam penelitian ini sebanyak lima orang yang terbagi atas tiga bagian, yaitu pedangang pengumpul skala besar tiga orang, pedagang pengumpul skala menengah satu orang, dan pedagang pengumpul skala kecil satu orang, perbedaan dari masing-masing pedagang pengumpul berdasarkan kemampuan dalam melakukan aktifitas pembelian atau transaksi pada para petambak. Untuk pedagang pengumpul skala besar dalam setiap transaksi pembeliannya memiliki kemampuan sebesar 4-8 kwintal yang merupakan gabungan dari petambak yang ada di Desa Panimbang, Serang. Banten. Sementara untuk pedang pengumpul skala menengah dalam setiap transaksi pembelian dapat mencapai 1-4 kwintal sementara pedagang pengumpul skala kecil hanya melakukan transaksi minimal untuk satu kwintal udang windu bahkan kurang dari itu. Pemilihan pedagang responden dilakukan berdasarkan pedagang yang besar pengaruhnya dilokasi penelitian. Rata-rata umur pedangang pengumpul responden yang dilakukan dalam penelitian ini adalah masih berusia 35-50 tahun. Seluruh pedagang pengumpul udang windu yang dijadikan responden berjenis kelamin pria. Untuk persentase umur pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Usia Pedagang Pengumpul Udang Windu di Desa Panimbang Kelompok Usia (Tahun)
Jumlah Pedagang(Orang)
Persentase (%)
1
35-40
3
60
2
40-45
1
20
3
45-50
1
20
Jumlah
5
100
No
Karaktristik lain pada pedagang pengumpul udang windu di Desa Panimbang, Serang. Banten adalah mobilitas yang dimiliki pedagang pengumpul cukup tinggi, sehingga tidak jarang pedagang pengumpul sendirian dalam melakukan kegiatan pembelian dan penjualan secara langsung ke konsumen rumah tangga. Hal ini dilakukan agar kualitas udang windu dapat terjaga (Fresh) pada saat dijual ke
43
konsumen, proses penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul di Desa Panimbang dengan menggunakan mobil sewaan berupa mobil pick up untuk pesanan udang dalam jumlah yang besar, sementara pesanan udang dalam jumla menengan pedagang pengumpul menggunakan kendaraan bermotor. 6.3. Saluran Pemasaran Berdasarkan hasil pengamatan saluran pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten dari petambak hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran diantaranya perusahaan (Eksportir) udang windu, pedagang pengumpul dan pedagang penggecer. Saluran pemasaran udang windu di Desa Panimbang hingga sampai ke konsumen akhir terdapat beberapa saluran pemasaran diantaranya sebagai berikut dan dapat dilihat pada Gambar 3. 1) Saluran Pemasara I : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa – Konsumen Lembaga – Konsumen Akhir 2) Saluran Pemasara II
: Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer DesaKonsumen Akhir
3) Saluran
Pemasara III : Petambak – Eksportir atau Cold Storage
Pada saluran pemasaran udang windu petambak melakukan penjualan langsung kepada pedagang pengumpul yang ada di Desa Paimbang dan ada juga sebagian petambak yang menjualan langsung ke eksportir kerena sebelumnya petambak telah melakukan ikatan kontrak dengan pihak eksportir. Sementara proses pemasaran udang windu dengan cara menjual langsung dilokasi pemanenan. Petambak terlebih dahulu mengiformasikannya kepada pedagang pengumpul dan pihak eksportir terhadap panen yang akan dilakukan. Kemudian setelah terjadi kesepakan maka pihak eksportir akan menjualnya langsung ke Negara yang merupakan pasar tujuan dari perusahaan eksportir, sementara pedagang pengumpul akan menjual kembali ke beberapa pedagang pengecer yang ada di Serang dan ada juga yang menjual langsung ke konsumen lembaga seperti hotel laidien, restauran riski dan beberapa eksporti komoditas udang windu. Petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten hanya memiliki empat petak tambak dalam dua hektar lahan, sementara tambak yang digunakan masih tambak tradisional dan jumlah benur yang yang ditebar
44
petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang. Banten berjumlah 40.000 benur untuk empat petak tambak atau dua hektar lahan dengan hasil panen berjumlah 800 kilogram udang windu size 30 (30 ekor udang windu per kilogram). I = 20 % Petmbak Udang Windu
Pedagang pengumpul
II = 30 %
Pedagang pengecer
Konsumen Lembaga
II = 45 %
III = 35 %
Eksportir/Cold Storage
Konsumen Akhir
Gambar 4. Saluran Pemasaran Udang Windu di Deasa Panimbang, Serang Gambar 4 menjelaskan saluran-saluran pemasaran yang dimulai dari petani di Desa Panimbang hingga pada konsumen akhir dan sebagian petambak masih menjual seluruh hasil panennya kepada pedagang pengumpul dan Eksportir. Total penjualan Udang Windu dengan kepemilikan lahan rata-rata petambak empat petak dalam dua hektar kepada pedagang pengumpul kurang lebih 800 kilogram per dua hektar untuk satu kali transaksi, sehingga dapat diperoleh persentase pengguna saluran pemasaran. Jumlah petambak yang terlibat dalam saluran pemasaran yang ada yaitu sebanyak 20 petambak. Pada saluran pemasaran I, petani yang memilih saluran pemasaran tersebut sebanyak empat orang atau sebesar 20 persen. Petani yang menggunakan saluran pemasaran II sebanyak 10 orang atau sebesar 45 persen. Pada saluran pemasaran III, petani yang menggunakan saluran pemasaran tersebut sebanyak enam orang atau sebesar 35 persen. Mengenai harga, pedagang pengumpul memperoleh informasi melalui jaringan yang telah terjalin sebelumnya, sehingga pedagang pengumpul tersebut juga dapat dengan cepat menentukan kemana hasil panen petambak akan dijual atas dasar kebutuhan karena hargapun akan lebih relative tinggi, jika harga tidak jauh berbeda, maka pedagang pengumpul akan segera mengirim hasil panen kepada perusahaan Eksportir yang terdapat di Desa Panimbang, Serang, Banten. Berdasarkan pengamatan dilapang, ternyata pedagang pengumpul akan jauh lebih menguntungkan jika udang windu dijual dalam bentuk eceran 45
dibandingkan harus ke pabrik atau industry olahan. Harga per kilogram ditingkat eceran berkisar pada Rp 85.000 sedangkan ditingkat pabrik atau industry olahan Rp 75.000 karena mengalami sortir dan grading. Oleh karena itu, pada saat udang windu diperoleh dalam jumlah yang sedikit, tidak jarang para pedagang pengumpul sendiri yang mengantarkan langsung kebeberapa konsumen yang sudah lama menjadi langganan. Sebagian pedagang pengumpul tidak melakukan kontrak pada perusahaan eksporti karena keterbatasan udang yang diperoleh dari para petambak, sebaliknya pedagang pengumpul melakukan pada sejumlah pelanggan yang dilakukan dalam bentuk DP (Down payment) dan sisanya akan dibayar pada saat produk berikutnya dikirim. Sistem ini diterpkan pedagang pengumpul agar dapat mengikat pembeli dalam jumlah yang cukup besar, pengiriman yang berlangsung sangat tergantung pada setiap seminggu sekali. 6.4. Fungsi Pemasaran Fungsi
pemasaran
diperlukan
dalam
kegiatan
pemasaran
untuk
memperlancar distribusi barang dan jasa dari tiap lembaga pemasaran yang terlibat. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi tataniaga merupakan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Di dalam sistem pemasaran terdapat lembaga tataniaga yang mempunyai peranan penting dalam memperlancar fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi fisik meliputi tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan penyimpanan, pengelolaan, dan pengangkutan. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. Berikut ini adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemmasaran oleh masingmasing lembaga pemasaran.
46
6.4.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Petambak Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petambak udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengelolaan (pengemasan), dan fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi, grading/standarisasi, dan informasi pasar. a. Fungsi pertukaran Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petambak udang windu meliputi pembelian dan penjualan. 1. Petambak udang windu melakukan kegiatan pembelian bibit udang windu dari petambak pembenihan. Harga bibit udang windu ditentukan dengan tawarmenawar yang berdasarkan harga pasar dan ukurannya. Jumlah pembelian bibit udang windu disesuaikan dengan jumlah/kapasitas jaring yang kosong dan modal yang dimiliki petambak udang windu. 2. Petambak udang windu menjual udang windu ke pedagang pengumpul. Biasanya pihak petambak udang windu menawarkan udang windu ke pedagang pengumpul. Harga ditentukan oleh kedua belah pihak dengan berdasarkan harga pasar. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerugian pada salah satu pihak. 3. Penjualan yang dilakukan oleh petambak udang windu adalah dengan sistem borongan. Sistem borongan dilakukan dengan membeli seluruh udang windu yang ada di dalam tambak. Ukuran dan kualitas yang beragam menjadi keuntungan dan kerugian masing-masing pihak. Penentuan sistem penjualan lebih banyak ditentukan dengan sistem borongan. Sistem penjualan satuan ekor dilakukan dengan cara disortir untuk menyamakan ukuran dan kualitas udang windu. b. Fungsi fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh petambak udang windu berupa fungsi pengemasan. Pengemasan yang dilakukan petambak udang windu hanya diberikan pada pembeli konsumen akhir. Hal itu disebabkan konsumen akhir membeli dalam jumlah terbatas/sedikit.
47
c. Fungsi fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petambak udang windu meliputi fungsi sortasi dan informasi pasar. 1. Sortasi dilakukan untuk memisahkan udang windu sesuai dengan ukuran dan kualitas yang diminta. Sortasi dilakukan kedua belah pihak, yaitu antara petambak udang windu dan pedagang pengumpul. Hal ini dilakukan agar terjadi kesepakatan dalam hal kualitas, ukuran dan, harga udang windu. 2. Fungsi informasi pasar yang diperoleh petambak udang windu mengenai harga yang berlaku di pasar. Informasi ini diperoleh dari sesama petambak dan juga para pedagang pengumpul. Sebagian petambak ada juga yang mengecek harga udang windu di pasar. 6.4.2 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengumpul Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul udang windu adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan dan fungsi pengelolaan (pengemasan). Fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. a. Fungsi pertukaran Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan. 1. Pedagang pengumpul terlebih dahulu menanyakan ke para petambak udang windu apakah mereka telah siap panen. Kemudian pedagang pengumpul melakukan pembelian setelah melakukan kesepakatan harga. Jumlah udang windu yang dibeli tergantung persediaan yang memenuhi standar. 2. Pedagang pengumpul kemudian membawanya kepasa pedagang pengecer untuk di jual dan ada juga yang memasarkannya langsung kepada konsumen akhir seperti hotel dan restoran yang ada di serang. b. Fungsi fisik Kegiatan fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi fungsi pengemasan dan pengangkutan. 1. Setelah melakukan pengumpulan dan pembelian, pedagang pengumpul melakukan pengemasan pada pukul lima subuh. Udang windu di dalam di
48
masukkan kedalam keranjang dan telah diisi es secukupnya agar kualitas udang windu tetap terjaga. 2. Setelah dikemas, udang windu siap untuk dikirim ke pedagang pengecer. Pengangkutan sepenuhnya ditanggung oleh pedagang pengumpul, yang diangkut dengan mobil pick-up. c. Fungsi fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. 1. Sortasi dilakukan untuk menyamakan ukuran. Pedagang pengumpul melakukan seleksi terhadap udang windu yang hendak dibeli. Biasanya pedagang pengumpul lebih sering membeli udang windu dengan size 30. Kegiatan grading dilakukan untuk menyamakan kualitas atau kelas dari udang windu tersebut. Grading ini relatif sulit untuk dilakukan dan mempunyai kriteria masing-masing dari pedagang pengumpul. Akan tetapi grading yang dilakukan kebanyakan pedagang pengumpul mempunyai kriteria seperti ; warna yang tidak pucat, sirip ekor yang tidak putus dan bentuk tubuh yang bening. 2. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul, baik pada saat membeli udang windu dari petambak maupun untuk biaya transportasi dibiaya seluruhnya dari modal pedagang pengumpul, tanpa memperoleh pinjaman dari pihak manapun. 3. Penanggungan resiko sepenuhnya menjadi tanggung jawab pedagang pengumpul. Resiko yang bisa muncul seperti menurunnya kualitas udang pada saat perjalanan maupun dalam proses penjualan ketika terjadi penurunan harga udang windu secara tiba-tiba. 4. Informasi pasar diperoleh dari sesama pedagang pengumpul di pasar. 6.4.3 Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengecer Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer udang windu adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan dan pengelolaan. Fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar.
49
a. Fungsi pertukaran Kegiatan fungsi pemasaran yang dijalankan oleh pedagang pengecer meliputi fungsi pembelian dan penjualan. 1. Pedagang pengecer mendapatkan udang windu langsung dari pedagang pengumpul. Jumlah udang windu yang akan dibeli disesuaikan dengan kebutuhan permintaan pasar. Pedagang pengecer mendapatkan langsung udang windu dari pedagang pengumpul bertujuan untuk memperoleh kualitas udang windu yang lebih baik. 2. Udang windu dijual ke perusahaan eksportir konsumen akhir seperti hotel laidien, hotel pertama karakatauhotel patra anyer, restauran jasa boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski b. Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer meliputi fungsi pengangkutan dan pengelolaan. 1. Pedagang pengecer tidak lagi melakukan pengangkutan karena pedagang pengumpul mengantarkan udang windu dengan mobil pick up langsung ke pedagang pengecer. 2. Pedagang pengecer melakukan pengelolaan dengan menempatkan udang windu di dalam keranjang yang dilengkapi es untuk menjaga kualitas udang windu. c. Fungsi fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. 1. Fungsi sortasi dan grading dilakukan kembali untuk menyamakan kembali ukuran dan kualitas udang windu yang terlewatkan. 2. Pembiayaan pada saat pengangkutan dari pedagang pengumpul ditanggung oleh pedagang pengecer dan menggunakan modal sendiri. 3. Resiko yang dialami oleh pedagang pengecer baik pada saat kerusakan dalam perjalanan maupun pada saat harga turun menjadi tanggungan oleh pedagang pengecer tersebut. 4. Informasi pasar tentang harga, trend, permintaan, dan penawaran diperoleh dari sesama teman pedagang pengecer.
50
Berikut tabel rekapitulasi fungsi-fungsi tataniaga dari masing-masing lembaga yang terlibat dalam pemasaran udang windu. Tabel 10. Fungsi- Fungsi Lembaga Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Kabupaten Serang. Banten Lembaga Tataniaga Fungsi Tataniaga
Petambak
Pengumpul
Pengecer
Fungsi Pertukuran - Pembelian
√
√
√
- Penjualan
√
√
√
- Penyimpanan
−
√
−
- Pengangkutan
√
√
√
- Pengelolaan
−
√
√
−
√
√
−
−
Fungsi Fisik
Fungsi Fasilitas - Sortasi - Standarisasi
−
- Penanggungan resiko
−
- Pembiayaan
−
√
√
- Informasi pasar
√
√
√
√
Keterangan : √ = Melakukan kegiatan fungsi pemasaran − = Tidak Melakukan kegiatan fungsi pemasaran Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat fungsi pertukaran yang dilakukan petambak melakukan fungsi pembelian dan penjualan dan fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan. Fungsi yang dilakukan petambak jika hasil panen dijual ke pedagang pengumpul yang berada di Serang. Banten dengan menggunakan kendaraan bermotor yang dimiliki petambak, dan untuk pedagang pengumpul hampir semua fungsi pemasaran dilakukan kecuali fungsi penyimpanan. Sebagian besar pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten tidak melakukan fungsi standarisasi ini dikarenakan terbatasnya hasil tambak, hal ini disebabkan petambak yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten masih menggunakan tambak tradisional dan dilihat dari mortalitas udang windu yang 51
cukup tinggi akibat virus dan pinyat pada udang windu. Sehingga pedagang pengumpul menerima hasil panen petambak berapapun panen dan ukuran yang diyhasilkan petambak Sama hal dengan pedagang pengumpul, namun pedagang pengecer dengan pedagang pengumpul hanya terletak pada daya tampung terhadap hasil panen para petambak, selain itu pedagang pengecer juga hampir melakukan semua kegiatan fungsi pemasaran, kecuali fungsi standarisasi dan penyimpanan. Fungsi penyimpanan yang tidak dilakukan pedagang pengecer karena sebagian besar pedagang pengecer melakukan pembelian dengan skala lebih kecil sehingga udang windu diusahakan habis dalam sekali pemasaran 6.5 Analisis Struktur Pasar Struktur pasar (Market structure) adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar (lembaga pemasaran), distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran seperti size atau concentration, deskripsi produk dan diferensiasi produk (keadaan produk), syarat-syarat entry dan sebagainya (Limbong, 1997). Struktur pasar dalam hal ini dapat diamati melalui jumlah lembaga yang terdapat pada satu pasar, konsentrasi pasar, differensiasi pasar, kemudahan keluar masuk pasar, dan tingkat yang dimilki oleh partisipan. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten dapat dilihat pada sub bab berikut. 6.5.1 Jumlah Lembaga Pemasaran Jumlah lembaga yang berkontribusi dalam pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten hingga sampai ke tangan konsumen akhir terdiri dari: A. Petambak Struktur pasar yang dihadapai petambak udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten bersifat pasar oligopsoni, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya para petambak dibandingkan pegang pengumpul, tidak dapat mempengaruri harga yang ada di pasar dan petambak bebas masuk keluar pasar. Produk petambak bersipat homogen, hal ini dilihat dari keseragaman kualitas dari produk udang windu yang dihasilkan para petambak udang windu. Informasi
52
harga yang dimiliki petambak kurang mengetahui sehingga petambak tidak memiliki kekuatan untuk memperoleh informasi harga. Petambak mendapatkan informasi harga dari pedagang pengumpul atau pun dari petambak lainnya, sistem penentuan harga yang dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku dipasar sehingga kedudukan petambak dalam saluran pemasaran sangat lemah, petambak tidak memiliki pasisi tawar yang baik dan hanya bertindak sebagai price taker. B. Pedagang Pengumpul Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul di Desa Panimbang adalah persaingan oligopoli, karena jika dilihat dari jumlah pedagang pengumpul sangat sedikit namun bersekala besar sehingga mempengaruhi penetapan harga produk komoditas yang dalam hal ini adalah udang windu. Pada dasarnya pedagang pengumpul memilki hubungan yang sangat erat dengan petambak udang windu, setiap pedagang pengumpul telah memiliki petambak langganan, meskipun demikian petambak mungki saja menjual produk yang
dihasilkannya
kepada
pedagang
pengumpul
lainnya
yang
bukan
langganannya. Jumlah pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang sedikit bila dibandingkan dengan petambak yang ada di Desa Panimbang pedagang pengumpul memilki peranan besar dalam mempengaruhi harga yang berlaku di Desa Panimbang sementara informasi harga diperoleh oleh pedagang pengumpul dari hasil survei pasar dan dari sesama pedagang pengumpul lainnya. C. Pedagang Pengecer Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar oligopoli jumlah konsumen lebih sedikit dibandingkan pedagang pengecer dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga pedagang penggecer bertindak sebagi price taker. Sistem pembayaran yang berlaku pada pedagang pengecer dalah tunai (cash), harga udang windu ditentukan berdasarkan harga yang berlaku pada pasar tetapi pembeli dapat melakukan tawar-menar dengan pedagang pengecer. Informasi harga yang didapat pedagang pengecer berdasarkan survei pasar dan pedagang pengecer lainnya, selain itu pedagang pengecer dapat denagan mudah masuk dan keluar pasar, karena tidak terdapat hambatan bagi pedagang pengecer lain untuk memasuki pasar.
53
6.5.2 Sifat Produk Kondisi Udang windu yang diperjual belikan oleh petambak sebagian besar masih dalam keadaan hidup. Petambak dapat mentrnsformasikan udang windu kebeberapa lembaga pemasaran yang ada di Desa Panimbang mulai dari pedagang pengumpu, pedagang pengcer, eksporti langsung dan konsumen lembaga. Transaksi yang dilakukan petambak dengan pedagang pengumpul pada umumnya dalam keadaan hidu. Sementara size pada udang windu dapat menetukan kemana udang windu tersebut dipasarkan. Berdasarkan wawancara terhadap pedagang pengumpul, bahwa udang windu dengan size 30 akan dijual kepada eksportir yang ada di Serang, atau diluar Serang. Sedangkan yang size kurang dari 30 akn dijual langsung ke konsumen lembaga terdekat atau konsumen lembaga yang telah menjadi rekanan bagi para pedagang pengumpul di Desa Panimbang, Serang, Banten. Size udang windu dapat menjadi patokan harga udang, dimana masingmasing size memiliki silisih harga yang berbeda. Tergatung dari biaya pendistribusianpada masing-masing lembaga dilihat dari permintaan udang windu untuk harga beli udang windu berdasarkan ukuran dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Harga Beli Udang Windu Berdasarkan Ukuran di Masing-Masing Lembag Pemasaran di Desa Panimbang, Serang.Banten Hagra Beli (Rp/Kg) Ukuran (Size) Pengumpul
Pengecer
Konsumen
50
40.000
43.000
47.000
30
70.000
73.000
78.000
20
95.000
98.000
105.000
6.5.3 Syarat Keluar Masuk Pasar Sebagian besar petambak memiliki keinginan untuk menjual langsung hasil panennya kepada konsumen lembaga dan eksporti, namun keterbatasan dana dan jaringan informasi yang minim menghambat keinginan petambak dalam memasarkan hasil panennya tersebut. Hambatan utama yang dihadapi setiap lembaga pemasaran yang ada di Desa Panimbang adalah masalah permodalan. Besaran modal yang dimiliki dapat menentukan posisi rebut tawar seseorang atau
54
komunitas tertentu dalam hal penentuan harga, begitu juga dengan hambatan permodalan yang dihadapi oleh pedagang pengumpul dapat menentukan seberapa besar kemampuan atau daya tampum pedagang pengumpu terhadap hasil panen petambak. Semakin besar modal yang dimiliki pedagang pengumpul semakin besar pula pedagang pengumpul dapat menanpung hasil panenn petambak, sehingga tidak jarang aktifitas pemanenan yang dilakukan petambak dibiayai oleh pedagang pengumpul agar hasil panen tersebut dijual kepada pedagang pengumpul tersebut atau pedagang pengumpul memberi bantuan subsidi pakan dan benur, serta pinjaman modal yang akan ditawarkan pedagang pengumpul terhadap para petambak, selain hambatan modal yang dihadapi oleh petambak dan pedagang pengumpul, sementara pedagang pengecer juga memiliki hambatan yang sama yaitu dari segi madal. Modal pedagang pengecer yang diperlihatkan untuk membiayai beberapa hal penting termasuk dalam hal pemasaran udang windu hingga ke tangan konsumen akhir, hanya saja modal yang dibutuhkan pedagang pengecer jauh lebih kecil dibandingkan dengan pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan kapasitas penjualan pedagang pengecer yang juga relatif lebih kecil. 6.5.4 Informasi Pasar Pemasaran udang windu yang dilakukan oleh lembaga pemasaran di Desa Panimbang, Serang dapat melalui berbagai media, seperti media cetak dan informasi anntar individu. Untuk petambak, informasi harga dan pasar dapat diperoleh dari pedagang pengumpul atau masyarakat sekir sehingga petambak mengetahiu dengan jelas perkembangan harga udang windu dipasaran. Sedangkan pedagang pengumpul memperoleh informasi dari pedagang penggecer atau pedagang pengumpul lainnya. Perolehan informasi juga berdasarkan banyak sedikitnya permintaan udang windu dipasar konsumen sehingga berkorelasi dengan penetapan harga. Jika permintaan meningkat supply normal, maka harga akan meningkat, sementara jika permintaan mengalami penurunan dan supply tetap maka harga juga akan mengalami penurunan. Selain itu, naik turunnya permintaan terhadap udang windu dapat pula didasari oleh kunjungan para wisatawan asing ke
55
beberapa Daerah yang menjadi tujuan berlibur, sehingga berpengaruh terhadap permintaan udang windu pada, hotel, restoran. 6.6. Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang harus diambil dalam menghadapi berbagai struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan harga dan strategi tataniaga (Azzaino, 1982). Perilaku pasar dapat diamati melalui kegiatan pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran, sistem pembayaran, sistem penentuan harga, dan kerjasama yang terjadi antara lembaga tataniaga. 6.6.1 Kegiatan Penjualan dan Pembelian Penjualan dan pembelian merupakan kegiatan dalam proses pemasaran yang digunakan untuk mengalihkan barang/hak milik dari pihak penjual ke pihak pembeli. Perpindahan hak milik atas barang merupakan suatu langkah yang diperlukan dan resmi di dalam pemasaran yang disesuaikan dengan kesepakatan antara penjualan dan pembeli. Kegiatan penjualan dan pembelian di setiap lembaga pemasaran berbeda-beda. a. Kegiatan Pembelian dan Penjualan di Tingkat Petambak Hampir seluruh petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang, Serang. Banten. Jarak lokasi yang sangat dekat dapat meminimalkan biaya pemasaran (transportasi) serta resiko yang dihadapi. Petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang, juga membeli atau menampung bibit udang windu dari petambak pembenihan yang ada di Desa Panimbang. b. Kegiatan Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pedagang Pengumpul Satu-satunya sumber pedagang pengumpul dalam mendapatkan/udang windu adalah dari petambak udang windu yang ada di Desa Panimbang. Biasanya pedagang pengumpul mendatangi petambak untuk membeli hasil panen petambak, atau justru sebaliknya petambak menawarkan udang windu yang siap panen untuk dijual ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul memasarkan udang windu kepada pedagang pengecer atau eksportir.
56
c. Kegiatan Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pedagang Pengecer Pedagang pengecer udang windu membeli uadang windu dari para pedagang pengumpul yang ada di Desa Panimbang. Tidak seluruhnya penjual yang ada di Serang adalah pedagang pengumpul, ada juga sebagai petambak yang langsung menjual hasil panennya sendiri. Begitu juga dengan udang windu yang diperjualbelikan di Serang tidak seluruhnya hasil produksi dari Desa Panimbangan. Pedagang pengecer yang diamati dalam transaksi jual beli adalah pedagang pengumpul yang membeli udang windu dari pedagang pengumpul dari Desa Panimbang. Setelah Pedagang pengumpul mendapatkan udang windu, kemudian pedagang pengecer menjualnya kepada konsumen lembaga yang ada di Serang, hotel laidien, hotel pertama karakatau, hotel patra anyer, restauran jasa boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski. 6.6.2 Sistem Pembayaran Harga Pembayaran yang dilakukan pedagang pengumpul kepada
petambak
dibayar dengan tunai atau angsuran, pembayaran secara tunai yang dilakukan pedagang pengumpul dengan membayar secara keseluruhan hasil panen dari petambak. Sedangkan pembayaran secara angsuran yang dilakukan pedagang pengumpul dalam jangka waktu minimal satu minggu, ementara untuk pembayaran pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer umumnya dilakukan secara tunai. Hal ini dikarenakan skala pembelian yang dilakukan pedagang pengecer relati kecil sehingga pembayar sering dilakukan dengan cara tunai. Pembayaran terhadap pesanan yang dilakukan konsumen lembga kepada pedagang pengumpul lebih sering dilakukan dengan cara angsuran hingga stok kembali pada pesanan berikutnya. Sistem pembayaran yang diterapkanp pedagang pengumpul untuk konsumen lembaga adalah dengan keterikatan sisa pembayaran, yaitu dengan sistem pembayaran angsuran 2-3 kali hingga dilakukan pemesanan kembalioleh konsumen lembga, sementar antara pedagang pengumpul dan konsumen lembaga (langganan) pada umumnya tidak memiliki kesepakatan mengenai keterikatan transaksi penjualan dan pembelian. Apabila, pedagang pengumpul dianggap tidak memiliki kesesuaian dari segi standar kualitas dan harga udang windu maka secara bebaas konsumen lembaga dapat mencari pedagang pengumpul lain yang
57
sesuai dengan ketentuannya, terdapat tiga jenis pembayaran antara pedagang pengumpul dan konsumen lembaga dengan uraian sebagai berikut: a. Sistem pembayaran pedagang pengumpul kepada petambak dapat dilakukan dengan cara tunai dan DP (Down payment) dibayar di muka. b. Sedangkan
pembayaran
pedagang
pengcer
kepada
pedagang
pengumpul dengan cara (Cash and carry), yaitu ada uang ada barang. c. Sistem pembayaran konsumen lembaga kepada pedagang pengumpul juga dilakukan dengan cara DP (down payment) dibayar di muka dan sisanya akan dibayar setelah pengiriman yang dilakukan atas pesanan selanjutnya, tidak terdapat kesepakatan apapun dalam transaksi ini, baik kesepakatan dmengenai harga produk ataupun waktu pengiriman. 6.6.3 Penentuan Harga Harga
terbentuk
dari
hasil
kerjasama
beberapa
faktor
yang
mempengaruhinya. Jumlah permintaan dan penawaran terhadap suatu produk dan faktor geografis menjadi beberapa faktor penentu pembentukan harga. Harga yang terjadi harus dapat melindungi produsen dan konsumen. a. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Petani Sistem penentuan harga ditingkat petambak merupakan salah satu dilema bagi petambak udang windu yang ada di Deasa Panimbangan, Serang. Disebabkan posisi rebut tawar ditingkat petani sangat rendah, akibatnya petambak tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga udang windu ditingkat petambak ditentukan oleh pedagang pengumpul berdasarkan harga yang terjadi di pasar. Pada saat penelitian dilakukan harga jual udang windu ditingkat petambak kepada pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 70.000/Kg. b. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengumpul Harga yang berlaku di tingkat pedagang pengumpul berdasarkan tawarmenawar dan mekanisme pasar. Harga dipengaruhi oleh supply dan demand yang terjadi di pasar. Demand yang tinggi dan supply yang rendah di Pasar Serang secara otomatis akan mempengaruhi harga di tingkat pedagang pengumpul di Desa Panimbang. Sebaliknya akan berlaku, disaat Demand yang rendah dan supply yang tinggi di Pasar Serang akan menurunkan harga di tingkat pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul memiliki sedikit kekuatan tawar atau
58
bergaining position terhadap petambang udang windu di Desa, Panimbang. Hal ini disebabkan jumlah petambak lebih banyak dari pedagang pengumpul. Penentuan harga antara pedagang pengumpul dan konsumen lembaga berdasarkan tawar-menawar dan mekanisme pasar. Harga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran di pasar. Pada saat penelitian dilakukan harga jual udang windu di tingkat pedagang pengumpul berkisar antara Rp 75.000. c. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengecer Harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer berdasarkan mekanisme pasar. Akan tetapi, pedagang pengecer memiliki posisi tawar lebih kuat dari pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan karena jumlah pedagang pengecer lebih banyak dari pedagang pengumpul. Di tingkat pedagang pengecer dan konsumen akhir, penentuan harga ditentukan oleh pedagang pengecer yang bertindak sebagai price maker. Pedagang pengecer sedikit lebih dominan dari konsumen dalam penentuan harga, karena ada kerja sama diantara pedagang pengecer dalam menetapkan standar harga di Pasar. Sehingga pedagang pengecer dapat lebih mempermainkan harga bagi konsumen yang belum mengetahui harga pasar untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer berkisar anatara Rp 85.000. 6.6.4 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antar lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran dan kemudahan dalam pemasaran udang windu. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan dapat merugikan lembaga pemasaran. Kerjasama antar lembaga pemasaran yang baik akan meminimalkan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Kerjasama pemasaran antara petambak pembenihan dan petambak pembesaran sudah sangat baik. Hubungan yang mereka jalin merupakan suatu hubungan mitra usaha yang saling menguntungkan. Kebutuhan petambak pembesaran untuk mendapatkan bibit udang wuindu dapat dipenuhi oleh petani pembenihan baik secara kualitas, kuantitas dan harga yang sesuai. Kerjasama pemasaran antara petambak udang windu dan pedagang pengumpul juga sangat baik. Hubungan yang mereka jalin merupakan suatu hubungan mitra usaha yang tidak hanya mengutamakan keuntungan akan tetapi
59
berlandaskan kekeluargaan. Hubungan kerjasama antara petambak udang windu dan pedagang pengumpul dilakukan melalui kegiatan jual beli hasil produksi petambak udang windu. Permainan spekulasi harga untuk menguntungkan sepihak sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan hubungan kekeluargaan yang sangat erat diantara petani dan pedagang pengumpul. Kerjasama tataniaga yang terjalin antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer adalah dalam bentuk pelanggan. Pedagang pengumpul menjual udang windu kepada pedagang pengecer. 6.7. Analisis Keragaan Pasar Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977). Berdasarkan pengmatan di lokasi penelitian sebagian besar lembaga pemasaran yang berkontribusi dalam aktifitas penyaluran udang windu hingga ketangan konsumen akhir menggunakan teknologo, seperti telepon seluler, dalam pembelian benur, pakan, dan obatobatan. Aktifitas budidaya, khususnya pada saat panen berlangsung sehingga sangat membutuhkan tenaga kerja borongan atau tambahan, selain itu pada saat penentuan calon pembeli atau pedagang pengumpul yang menjadi rekanan petambak di Desa Panimbang, teknologi komukasi yang ada pada saat ini jelas membantu kelancaran aktifiitas rutin para petambak dan lembaga pemasaran udang windu atau produk perikanan lain. Selain teknologi, telekomunikasi, dan transportasi, juga dilakukan efesiensi melalui penggunaan pakan. Pada umumnya pakan diperoleh dari pembelian secara kontinyu berupa stok atau persedian. Namun, agar dapat sedikit menekan biaya produksi terhadap udang windu yang di budidayakan maka kelompok petambak yang ada di Desa Panimbang melakukan kegiatan pengelolaan terhadap pakan buatan sendiri yang digunakan untuk udang windu lokasi pembuatan pakan tidak jauh dari lokasi tambak, sehingga tidak memerlukan biaya angkut untuk pemberian pakan.
60
6.7.1 Marjin Pemasaran Margin Pemasaran dilakukan untuk mengetahui efisiensi pemasaran suatu produk dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang terjadi disetiap lembaga-lembaga pemasaran. Besarnya margin pemasaran ditentukan oleh besarnya biaya pemasaran yang terjadi dengan besarnya keuntungan disetiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran. Biaya pemasaran udang windu
terdiri dari biaya
pengemasan, biaya pengangkutan, dan biaya retribusi. Sedangkan keuntungan tataniaga diukur berdasarkan dari besarnya imbalan jasa yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan dalam penyaluran suatu produk udang windu. Terdapat beberpa komponen biaya yang berbeda dari masing-masing pola saluran pemasaran sehingga berdampak pada margin pemasaran pada lembaga pemasaran yang ada pada Desa Panimbang, Kabupaten Serang, dapat dilihat pada Tabel 12 berikut : Tabel 12. Komponen Biaya Pemasaran dari Masing-Masing Pola Saluran Pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Serang. Banten Fungsi Tataniaga 1. Saluran I - Tenaga Kerja - Transportasi - Es - Sewa Lapak - Retribusi Total Biaya 2. Saluran II - Tenaga Kerja - Transportasi - Es - Sewa Lapak - Retribusi Total Biaya 3. Saluran III - Tenaga Kerja - Transportasi - Es - Sewa Lapak - Retribusi Total Biaya
Petambak
Lembaga Tataniaga Pengumpul
200
200 125 200 200
525 250 150 400 120 20 940
Pengecer 125 20 75 14 1 200 125 60 75 1.500 500 2.260
61
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa masing-masing lembaga pemasaran memiliki kebutuhan akan biaya yang berbeda. Mulai dari pola saluran pertama, yaitu petambak, pengumpul desa, pengecer, konsumen lembaga dan konsumen akhir. Untuk pedagang pengumpul pada saluran ini hanya memerlukan transpotasi berupa kendaraan bermotor untuk mengambil persediaan udang windu dari para petambak per 800 kilogran yang di hasilkan petambak. Sedangkan pada pola saluran kedua terdiri dari petambak, pengumpul Desa, pengecer Desa dan konsumen Lokal Kabupaten Serang, Banten. Untuk pedagang pengecer memerlukan biaya transportasi dalam memasarkan udang windu kebeberapa konsumen setempat, kemudian akan kebutuhan tenaga kerja untuk pengangkutan, es baloksebagai bahan yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran udang windu selama proses pendistribusian berlangsung. Pada saluran ketiga terdiri dari Petambak – Eksportir atau Cold Storage pada umumnya pihak Eksportir sendiri yang mengambil langsung ke para petambak sehingga para petambak yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten tidak harus mengeluarkan biaya untuk pemasaran hasil panen. Berdasarkan hasil wawancara langsung pada salah satu pedagang pengecer skala besar, bahwa dari beragam ukuran udang windu, size 30 ( 30 ekor per kilogram) adalah ukuran yang paling banyak diminati dan dihasilkan para petambak yang ada di Desa Panimbang, Kabupaten Serang, Banten. Sehingga penulis mengambil size 30 sebagai contoh untuk mengetahui nilai dari marjin pemaran yang terbentuk. Dari beberapa komponen biaya tersebut, dapat terlihat marjin pada masing-masing tingkat harga dibeberapa lembaga pemasaran dan dapat dilihat pada Tabel 13.
62
Tabel 13. Biaya, Marjin dan Keuntungan pemasaran dari masing-masing pola saluran pemasaran Udang Windu di Desa Panimbang, Serang. Banten LEMBAGA TATANIAGA 1. Petambak - Harga Jual
Saluran I (Rp/Kg) (%)
Saluran 2 (Rp/Kg) (%)
Saluran 3 (Rp/Kg) (%)
70.000
93,33
70.000
93,33
70.000
93,33
2. Pedagang Pengumpul - Harga Beli - Biaya Pemasaran - Keuntungan - Margin Tataniaga - Harga Jual
70.000 200 4.800 5.000 75.000
93,33 2,67 6,4 6,67 88,23
70.000 525 4.475 5.000 75.000
93,33 0,7 5,97 6,67 88,23
70.000 940 4.060 5.000 75.000
95,89 1,25 5,41 6,67 88,23
3. Pedagang Pengecer - Harga Beli - Biaya Pemasaran - Keuntungan - Margin Tataniaga - Harga Jual
75.000 200 9.800 10.000 85.000
93,58 0,23 11,52 11,76 100
75.000 2.260 7.740 10.000 85.000
93,58 2,89 9,10 11,76 100
Jumlah - Biaya Pemasaran - Keuntungan - Margin tataniaga
400 14.600 15.000
0.47 17,2 17,64
2.785 12.215 15.000
3,27 14,37 17,64
940 4.060 5.000
1,10 4,77 5,87
Pada Saluran pemasaran pertama, terdapat margin pemasaran sebesar Rp 15.000 atau sekitar 17,2 persen dari harga jual akhir dari pedagang pengecer. Margin terbesar berada pada pedang pengecer yaitu sebesar Rp 10.000 atau sekitar 11,76 persen dari harga juual akhir. Sementara margin pemasaran yang terkecil terdapat pada pola ini diperoleh dari pedagang pengumpul sebesar Rp 5000 atau 6,67 persen dengan biaya hanya sebesar 200 per kilogram dari 800 kilogram udang windu. Pada dasarnya, para petambak menjual dengan harga udang size 30 Rp 70.000. Diantaranya komponen biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul adalah kebutuhan es yang telah dihancurkan sebanya enam balok es berkisar Rp 160.000 sebanyak lima balok es per 800 kilogram udang windu, sementara ditingkat pedagang pengecer membutuhkan empat tenaga kerja masing-masing Rp 25.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan pedagang pengecer berkisar Rp 100.000 per 800 kilogram.
63
Kemudian transportasi atau kendaraan bermotor dengan kebutuhan biaya bahan bakar dalam satu kali pemasaran Rp 30.000 per 800 kilogram udang windu. Kebutuhan es balok oleh pedang pengecer sebanyak empat balok Rp 60.000 per 800 kilogram, sewa lapk untuk usaha perhari dikenakan biaya sebesar Rp 10.000 per 800 kilgram dengan biaya retribusi sebesar Rp 1.000 Pada pola saluran dua, margin terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp 15.000 atau 17,64 persen dari harga jual akhir dengan biaya yang jauh lebih besar Rp 2.260 dari biaya yang harus dikeluarkan pedagang pengumpul sebesar 525 sehingga margin yang diperoleh pedagang pengumpul lebih kecil dari perolehan pedagang pengecer dari harga jual akhir. Pada pola ini, pedagang pengecer cukup memiliki mobilitas tinggi untuk mendistribusikan udang windu kebeberapa konsumen lembaga pemasaran di daerah Panimbang, sehingga menjadi suatu hal yang wajar pula terhadap margin pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer khususnya pada pola ini. Pada pola saluran pemasaran ke tiga, mobilitas yang cukup tinggi diperanankan oleh pedagang pengumpul sendiri yang mendistribusikan udang windu kebeberapa lembaga pemasaran khususnya diluar Desa Panimbang, Seran. Banten misalnya hotel laidien, hotel pertama karakatauhotel patra anyer, restauran jasa boga, restauran sari kuning indah, dan restauran riski. Dimana margin yangdiperoleh
pedagang pengumpulpada pola saluran ini cukup tinggi dan sesuai dengan tingkat mobilitasnya, yaitu sebesar Rp 5.000 atau 6,67 persen dari harga jual akhir oleh pedagang pengumpul yang langsung kepada konsumen lembaga yang telah melakukan pesanan 6.7.2 Farmer’s Share Untuk mengetahui hasil pembagian harga yang di terima oleh petambak dibandingkan dengan harga di konsumen akhir digunakan analisis Farmer’s share dimana pengertian dari Farmer’s Share itu sendiri adalah merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petambak dengan harga yang di bayarkan oleh konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase (%). Farmer’s Share memiliki hubungan negatif dengan margin pemasaran dimana semakin tinggi margin pemasaran, maka bagian yang diperoleh petani semakin rendah.
64
Tabel 14. Persentase Farmer’s Share Pada Setiap Saluran Pemasaran Saluran Tataniaga
Farmer’s Share (%)
Saluran Pemasaran 1
93,33
Saluran Pemasaran 2
88,23
Saluran Pemasaran 3
88,23
Pada Tabel 14 tersebut diketahui farmer’s share saluran pemasaran terbesar di peroleh petambak melalui saluran pemasaran satu, dengan persentase sebesar 93,33 persen, sedangkan bagian terkecil diperoleh melalui saluran pemasaran dua dan tiga dengan persentase sebesar 88,23 persen. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa saluran pemasaran yang menguntungkan petambak dari segi pendapatan atau bagian yang diperoleh dari hasil pemasaran udang windu adalah pada saluran pemasaran satu. 6.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya Cara lain untuk mengukur effesiensi pemasaran udang windu adalah dengan meganalisa kentungan terhadap biaya. Perhitungan ini diperlukan untuk melihat penyebaran keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran terhadap setiap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemasaran. Untuk melihat rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang. Banten dapatdilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pada Setiap Saluran Pemasaran Udang Windu di desa Panimbang, Serang, Banten. Uraian
Saluran Pemasaran I
Biaya Keuntungan Rasio
II 400 14.600 36,5
III 2.785 12.215 4,59
940 4.060 4,31
65
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa dari ketiga saluran pemasaran udang windu yang berada di Desa Panimbang, Serang, Banten maka saluran pemasaran yang menunjukkan efisien adalah saluran pemasaran satu. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat rasio yang diperoleh, yaitu sebesar 36,5 sehingga pada pola saluran satu menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan
petambak
untuk
biaya
pemasaran
udang
windu
maka
akanmemperoleh hasil sebesar 36,5. Pola saluran satu membuktikan bahwa panjangnya alur pemasaran undang windu tidak membuat pola saluran ini menjadi tidak efisien, bahkan sebaliknya sebaran keuntungan yang diperoleh masingmasing lembaga dapat terdistribusikan dengan baik. 6.8 Efisiensi Pemasaran Sistem pemasaran yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas tataniaga tersebut. Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan output barang dan jasa, menunjukkan efisiensi. Setiap kegiatan fungsi pemasaran memerlukan biaya yang selanjutnya diperhitungkan kedalam harga produk. Lembaga pemasaran menaikkan harga per satuan kepada konsumen atau menekan harga ditingkat konsumen. Dengan demikian efisiensi pemasaran perlu dilakukan melalui penurunan biaya pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui dua cara yaitu efisiensi operasional dan harga. Menurut Dahl dan Hammond (1977) efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari pengunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga. Dengan menggunakan konsep biaya tataniaga, suatu sistem tataniaga dikatakan efisiensi bila dapat dilaksanakan dengan biaya yang rendah. Berdasarkan perhitungan efisiensi pemasaran untuk komoditas udang windu bahwa
saluran pemasaran udang windu yang efisien adalah saluran
66
pemasaran satu. Saluran pemasaran tiga dikatakan efisien karena dengan menggunakan konsep biaya pemasaran, sistem pemasaran dilakukan dengan biaya yang terendah. Pada saluran pemasaran tiga memiliki marjin yang terkecil. Keuntungan terbesar diperoleh pada saluran pemasarn satu karena petambak langsung menjual produknya kepada konsumen. Dengan demikian petambak sebaiknya menggunakan pola saluran tataniaga satu karena ditinjau dari segi keuntungan dan biaya dimana keuntungan yang diperoleh sangat besar sedangkan biaya yang dikeluarkan sangat kecil. Untuk menuju ke pola saluran satu petambak terlebih dahulu harus memiliki kekuatan berupa modal yang besar supaya dapat mewujudkan pola saluran pemasaran satu.
67
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Terdapat tiga saluran pemasaran udang windu yang terjadi di Desa Panimbang, Serang, Banten hingga sampai ke konsumen dapat dilihat sebagai berikut :
Saluran Pemasara I : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa – Konsumen Lembaga – Konsumen Akhir Saluran Pemasara II : Petambak – Pengumpul Desa – Pengecer Desa – Konsumen Lembaga Saluran Pemasara III : Petambak – Eksportir atau Cold Storage
2. Fungsi – fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran udang windu di desa Panimbang, Serang, Banten adalah : a)
Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Petambak
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petambak udang windu di Desa Panimbang, Serang, Banten adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengelolaan (pengemasan), dan fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi, grading/standarisasi, dan informasi pasar. b)
Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengumpul
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul udang windu adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan dan fungsi pengelolaan (pengemasan). Fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. c)
Fungsi-Fungsi Pemasaran oleh Pedagang Pengecer
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer udang windu adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan dan pengelolaan. Fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi, grading, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. 3. Struktur pasar dapat dilihat dari lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang. Banten seperti petambak, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen. Berdasarkan pengamatan di lapang struktur pasar yang dihadapai
68
setiap lembaga pemasaran memiliki perbedaan seperti, petambak menghadapi struktur pasar bersifat pasar oligopsoni, sementara struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul bersifat persaingan oligopoli, sedangkan struktur pasar yang dihadapai pedagang pengecer adalah pasar oligopoli Sementara perilaku pasar yang terjadi di Desa Panimbang, Serang, Banten diamati melalui penjualan antara lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran udang windu dan sistem pembayaran antara lembaga yang terkait dalam pemasaran udang windu di Desa Panimbang, Serang. Banten dimana ada tiga system pembayaran yang berlaku : Sistem pembayaran pedagang pengumpul kepada petambak dapat dilakukan dengan cara tunai dan DP (Down payment) dibayar di muka. Sedangkan pembayaran pedagang pengcer kepada pedagang pengumpul dengan cara (Cash and carry), yaitu ada uang ada barang. Sistem pembayaran konsumen lembaga kepada pedagang pengumpul juga dilakukan dengan cara DP (Down payment) dibayar di muka dan sisanya akan dibayar setelah pengiriman yang dilakukan atas pesanan selanjutnya, tidak terdapat kesepakatan apapun dalam transaksi ini, baik kesepakatan dmengenai harga produk ataupun waktu pengiriman. 4. Saluran pemasaran udang windu di Desa Panimbang yang efesien dapat dilihat melalui marjin pemasaran, biaya pemasaran, peubah harga serta farmer’s share jika dilihat dari saluran pemasaran udang windu yang ada di Desa Panimbang, Serang, Banten maka dapat diketahui berdasarkan perhitungan efisiensi bahwa saluran pemasaran yang efisien adalah saluran pemasaran satu, karena pola saluran satu memiliki keuntungan yang tinggi dibandingkan saluran lainnya.
69
7.2 Saran 1. Petambak dapat mengatur jadwal penebaran benur dan proses panen, sehingga tidak terjadi kelangkaan dan nilai yang rendah karena melimpahnya hasil udang untuk memenuhi permintaan. 2. Sebaiknya para petambak di Desa Panimbang, mengikuti petambak yang menggunakan saluran pemasaran satu, dengan nilai farmer’s share 93,33 dan perolehan keuntungan 36,5. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan pengaktifan kembalikoperasi para petambak untuk mempertahankan harga jual udang windu dan mempertahankan posisi tawar petambak pada saat proses pemasaran kepada pedagang pengumpul.
70
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Haris (2003) Analisis Saluran Pemasaran Ikan Bandeng di Pasar Porda Juwana, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati (Skripsi). Manajemen Bisnis dan Ekonomi, Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Azzaino, Z. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Daelami, D. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. Dahl, C. D. Hammond, J. W., 1977. Market Place Analysis The Agryculture Industry. MC. Graw-Hill Book Company. New York. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya., 2003. Strategi Ekspor Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hanafiah, A. M. dan A. M. Saefudin, 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Kertawi, Silthia. 2008. Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole : Studi Kasus Pada Desa Ciburial, Kabupaten Garut, Jawa Barat (skripsi). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khols LR dan Uhl NJ, 1985. Marketing of Agriculture Product. The Macmillan Company. New York. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Jilid 2. Edisi ke-9. PT Prenhalindo. Jakarta. Limbong, W. H., Sitorus, P., 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Simamora, 2007. Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung (Skripsi). Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sitompul, R.P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Hias Mas Koki Oranda di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Skripsi). Manajemen Bisnis dan Ekonomi, PerikananKelautan, Fakultas Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sitorus dan Limbong. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudiyono A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang. Universitas Muhammahdiyah Malang. Melani, 2002. Saluran Pemasaran Ikan Koi, Kecamatan Cisaat, Sukabumi (Skripsi). Manajemen Bisnis dan Ekonomi, Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan-Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 71
Mujiman, A. 1989. Budidaya Udang Windu. Jakarta : Peneber Swadaya. Vinifera, Nila. 2006. Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor : Studi Kasus Pada Desa Ngagel, Kabupaten Pati, Jawa Tengah (skripsi). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
72
Lampiran 1. Kuisioner Pemasaran Udang Windu Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi Analisis Efesiensi Pemasaran Udang Windu (Kasus : di Desa Kesambi Serang, Banten) oleh Ahmad Bangun (H34076012), Mahasiswa Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. *) coret yang tidak perlu A. Identitas dan Karakteristik Responden ( Petani ) 1. Nama : ..................................................................... 2. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan* 3. Umur : ...........................tahun 4. Alamat : ...................................................................... 5. Pendidikan terakhir : SD/SLTP/SMU/Perguruan Tinggi/lainnya* 6. Pengalaman bertambak : 7. Status sebagai petamabak : a. Pemilik penggarap b. Penyewa c. Penyakap/bagi hasil 8. Alasan menjadi petani udang windu…………………… a. Anggapan petani terhadap pekerjaan bertambak/usahataninya: Mata Pencaharian Pokok b. Mata Pencaharian Sampingan 9. Alasan memilih budidaya udang windu a. Keuntungan lebih besar b. Pemasaran lebih mudah c. Usaha turun temurun d. Cocok untuk lahan local e. Dianjurkan pemerintah f. Lainnya……………………………………….. 10. Luas lahan yang diusahakan = ………………………. Ha 11. Jumlah produksi / panen = ………………………kg/………ton 12. Berapa kali panen dalam setahun……………………………………. 13. Lama waktu panen berlangsung : 14. Apakah ktiteria panen sesuai dengan permintaan pasar? 15. Apakah jika harga di pasar turun, anda tetap melakukan kegiatan panen? 16. Alat yang digunakan dalam pemanenan :………………………………… 17. Kemana hasil panen selanjutnya ? (dijual langsungditempat/ disimpan/…………..) 18. Apakah anda mengeluarkan biaya pengangkutan? Jika ya, besarnya………… 19. Bagaimana menentukan harga jual?............................................. 20. Berapa kali dalam seminggu anda menjual udang windu? 21. Harga jual udang windu Rp……/kg. volume yang dijual………………. 22. Apakah tujuan selalu sama ? juka tidak sebutkan alternative lain…………………………. 23. Bagaimana tehnik penjualannya? (kontrak/langanan/langsung/lainnya……………...) 24. Bagaimana cara pembayarannya? (tunai/kredit/lainnya……………………………..) 73
25. Apakah bapak melakukan penghitungan/ pencatatan pembiayaan dari usahatani udang windu ini? 26. Apakah kesulitan dalam memasarkan udang windu? ( ya/Tidak) 27. Sumber modal ( modal sendiri/dapat bantuan) a. Besarnya modal Rp………………………. b. Jika dapat bantuan dalam bentuk………………………, jangka waktu……….tahun c. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal?( ya/tidak) d. Jika ya apakah hasil panen harus dijual ke lembaga tersebut?
74
Lampiran 2. Kuisioner Pemasaran Udang Windu Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi Analisis Efesiensi Pemasaran Udang Windu (Kasus : di Desa Kesambi Serang, Banten) oleh Ahmad Bangun (H34076012), Mahasiswa Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. *) coret yang tidak perlu B. Identitas dan Karakteristik Responden ( Pedagang ) 1. Nama : 2. Golongan pedagang : 3. Umur : 4. Alamat : 5. Pendidikan : 6. Pekerjaan utama………./sampingan…………… Cara Pembelian 1. Dari mana biasanya bapak/ibu membeli udang windu? Nama Alamat Golongan Pembayaran
2. Apakah bapak selalu membeli dari orang tersebut?(ya/tidak) Jika tidak dari siapa dibeli lagi? Nama Alamat Golongan
Keterangan (sebelum/sesudah) penerimaan barang
Alasan
3. Berapa frekuensi pembelian udang windu yang bapak/ibu beli? ( tiap hari/tiap minggu/lainnya)……………………………………. 4. Berapa volume udang windu ……………..kg ,/……ton. 5. Bagaimana menentukan kualitas udang windu yang dibeli 6. Kegiatan apa saja yang bapak/ibu lakukan a. Pembelian f. Penggradingan b. Penjualan g. Bongkar muat c. Pengangkutan h. Penyortiran d. Pengemasan i. Penanggungan resiko e. Penyimpanan j. Retribusi 7. Apakah anda melakukan kegiatan penyimpanan? a. Jumlah yang disimpan……………………………….. 75
b. Lama penyimpanan………………………………….. c. Cara penyimpanan……………………………………. d. Lok\asi penyimpanan……………………………….. 8. Besarnya biaya yang dikeluarkan: a. Biaya : - pengangkutan……………… - Tenaga kerja………………. - Pengemasan……………….. - Penyimpanan………………. - Penyusutan…………………. - Bongkarmuat……………….. - Sortasi……………………….. - Penimbangan……………….. - Retribusi……………………. - Lain-lain…………………… 9. Apakah anda melakukan standarisasi/sortasi Bila tidak dijual apakah anda mengalami kerugian? Siapa yang menanggung? 10. Apakah anda menanggung biaya resiko dari kegiatan pembelian? *Cara Penjualan 1. Kemana biasanya anda melakukan kegiatan penjualan udang windu? Nama Alamat Golongan Pembayaran Keterangan (sebelum/sesudah) penerimaan barang
2. Apakah anda selalu menjual ke orang yang sama? Jika tidak , alternative lain: Nama Alamat Golongan alasan
3. 4. 5. 6. 7.
Bagaimana cara penjualannya ? ( kontrak, langganan, langsung, lainnya……,,) Bagaimana cara pembayarannya? ( tunai,kredit,lainnya…………..) Berapa bayak udang windu yang anda jual………… Bagaimana frekuensi penjualan udang windu ini?............. Kualitas udang windu yang dijual: a……………… b……………… c……………….
76
8. Berapa harga jual pada saat panen besar/panen kecil? Kualitas Harga pembelian/kg/ton Harga pembelian /kg/ton Panen besar Panen kecil Panen besar Panen kecil
9. Ada berapa banyak pedagang udang windu seperti bapak disini? 10. Apakah hambatan-hambatan yang anda alami dalam memasarkan udang windu ini? 11. Manakah dari pernyataan dibawah ini yang sesuai dengan keadaan anda sekarang? a. Pembeli sedikit, penjual banyak (ya/tidak) b. Kualitas udang windu kurang bagus(ya/tidak) c. Biaya transportasi tinggi (ya/tidak) d. Ketersediaan udang winsu kontiniu(ya/tidak) 12. Bagaimana mendapatkan informasi mengenai jumlah, harga , dan mutu udang windu yang akan dijual? 13. Apakah anda mengeluarkan biaya sewa untuk berdagang?(ya/tidak), jika ya besarnya 14. Bagaimana cara anda menetukan harga jual? a. Berdasarkan biaya yang dikeluarkan ditambah dengan persentase keuntungan b. Berdasarkan harga yang ditetapkan c. Tergantung pada permintaan d. Lainnya 15. Biaya yang dikeluarkan sewaktu menjual udang windu ? 16. Apakah ada perbedaan harga antara pasar atau lokasi penjualan?
77
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan dan dorongan kepada saya dalam penyelesaikan skripsi ini. 2. Ayah dan Ibu saya tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam segala hal, terutama dalam doa dan nasehatnya. 3. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen Evaluator pada saat seminar proposal yang telah memberikan masukan, perencanaan, serta perbaikan dalam penelitian. 4. Semua Dosen Ekstensi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dalam perkuliahan hingga proses penelitian berlangsung 5. Para petambak udang windu di Desa Panimbang, Serang, Bantenyang telah memberikan pengarahan sewaktu di lapang 6. Amli Ramadhana atas kesediaannya selaku Pembahas dalam Seminar. 7. Farach Hanum yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Segenap Karyawan dan Staf Pegawai di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus yang telah membantu penulis selama ini. 9. Teman
seperjuanganku
Nita
dan
Kinza
atas
kerjasama
dalam
menyelesaikan skripsi. 10. Semua teman-teman di Wisma Kostim (Julianto, Aulia, Muyan, Iqbal, Adit, Anggi, Jab, Lintar, Rizal, Irfan, Ali Nasution) atas kekompakannya dan kerjasamanya selama ini. Bogor, Maret 2010 Ahmad Bangun