ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PROSES MANUFAKTUR PADA PRODUKSI MINUMAN MOUNTEA PT SEKAWAN MAJU SEJAHTERA BOGOR
Oleh ANGGA PRAWIRA KUSUMAH H24077005
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ABSTRAK Angga Prawira Kusumah. H24077005. Analisis Efektivitas dan Efisiensi Proses Manufaktur Pada Produksi Minuman Mountea PT Sekawan Maju Sejahtera Bogor. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis. PT Sekawan Maju Sejahtera (PT SMS) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pangan yang memproduksi minuman teh rasa buah dalam kemasan cup dengan merek Mountea. Saat ini, PT SMS belum memiliki merek produk sendiri dan hanya memproduksi dengan menerima pesanan dari perusahaan rekanan melalui kerjasama makloon. PT Dharana Inti Boga sebagai rekanan PT SMS menetapkan persyaratan mutu yang ketat dan menetapkan standar kehilangan (loss and waste) bahan baku maksimal 3%. Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh PT SMS, maka PT SMS harus membayar denda kepada PT Dharana Inti Boga sebagai perusahan pemberi jasa makloon. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi dan mengidentifikasi penyebab-penyebabnya; (2) Mengidentifikasi dan menganalisis penyebab masalah utama rendahnya nilai efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi, serta tingginya jumlah loss and waste produksi; (3) Memberikan rekomendasi untuk membantu perusahaan dalam meningkatkan nilai efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi, serta mengurangi jumlah loss and waste. Penelitian dilakukan di PT SMS Bogor dengan melakukan pengukuran nilai efektivitas penggunaan mesin atau peralatan dengan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan penyebab loss and waste yang dihitung melalui perbandingan antara input dan output produksi, serta pemetaan masalah dengan menggunakan alat bantu seven tools (Check sheet, Stratification, Histogram, Diagram Pareto, Diagram Sebab Akibat, Diagram Pencar dan Grafik Kendali Mutu). Berdasarkan hasil perhitungan data masa lalu diketahui bahwa rataan nilai OEE dari bulan Oktober 2009-Febuari 2010 sebesar 61,2%. Sedangkan berdasarkan data hasil pengamatan di bulan Maret 2010 diperoleh rataan nilai OEE 57,1%. Rendahnya nilai OEE, terutama dipengaruhi oleh nilai availability dan performance rate yang rendah (di bawah 90%), yaitu rataan 89,0% dan 70,2% pada data masa lalu, serta 74,5% dan 77,8% pada data hasil pengamatan. Hal utama yang mempengarui rendahnya nilai availability dan performance rate adalah banyaknya downtime akibat seringnya mesin filling mengalami kerusakan pada bagian sealer. Penyebab terjadinya loss and waste pada proses produksi disebabkan oleh produk bocor, hasil seal miring, over heat, volume kurang, cutting tidak rapih, penyok dan kehilangan atau loss. Setelah dilakukan analisa penyebab utama diketahui bahwa kehilangan produk menjadi penyebab utama terjadinya loss and waste 89,3%. Kehilangan produk selama proses diakibatkan oleh proses pengisian volume kedalam cup berlebih (luber), sehingga banyak produk terbuang.
ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PROSES MANUFAKTUR PADA PRODUKSI MINUMAN MOUNTEA PT SEKAWAN MAJU SEJAHTERA BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh ANGGA PRAWIRA KUSUMAH H24077005
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Mei 1984 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Tommy Tunggul Narotama dan Tini Sumartini. Pada tahun 1990 penulis lulus dari Taman Kanak-kanak di TK Pertiwi I, pada tahun 1996 penulis lulus dari Sekolah Dasar di SD Pengadilan V Bogor, tahun 1999 penulis lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 6 Bogor, dan pada tahun 2002 penulis berhasil menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Awal di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 6 Bogor. Pada tahun 2002 itu pula penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Diploma 3 Supervisor Jaminan Mutu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus pada tahun 2005. Setelah lulus program Diploma 3 penulis bekerja di salah satu perusahaan swasta nasional Garudafood Group yang bergerak di bidang industri makanan dan minuman. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya di Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen, IPB.
iii
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahim Assalaamu’alaikum Wr. Wb Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan pemilik semesta alam dan penguasa atas segalanya yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA dan junjungan Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi berjudul ”Analisa Efektivitas dan Efisiensi Proses Manufaktur Pada Produksi Minuman Mountea di PT Sekawan Maju Sejahtera, Bogor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM), Institut Pertanian Bogor (IPB). Banyak pihak yang membantu dan memberikan bimbingan serta saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing., DEA selaku Dosen pembimbing atas segala dukungan, masukan, motivasi dan bimbingannya dalam penyelesaian skripsi. 2. Bapak Alim Setiawan S., STP, M.Si dan Bapak Nurhadi W., STP, MM selaku dosen penguji pada saat sidang. 3. Pegawai dan staf sekretariat Ekstensi Manajemen, FEM IPB yang selalu menjembatani setiap kegiatan perkuliahan dan pada masa bimbingan. 4. Kedua orang tua dan saudari-saudariku atas segala doa, cinta dan kasih sayangnya. 5. Istri tersayang dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi. 6. Bapak Herdy Triono yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT SMS. 7. Seluruh rekan-rekan di PT SMS, yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian. 8. Teman-teman kantor di PT Dharana Inti Boga atas bantuan dan dukungannya.
iv
9. Bapak Dr. Ir. Jono M Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen, FEM IPB. 10. Teman-teman dan sahabat di Ekstensi Manajemen FEM IPB serta semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan, maka kritik dan saran diharapkan, agar dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, Juli 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP....................................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................... DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. I.
iii iv viii ix x
PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................
1 1 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1. Copacker............................................................................................. 2.2. Definisi Mutu...................................................................................... 2.3. Pengendalian Mutu............................................................................. 2.3.1 Check Sheet .............................................................................. 2.3.2 Stratification............................................................................. 2.3.3 Histogram ................................................................................. 2.3.4 Diagram Pareto ......................................................................... 2.3.5 Diagram Sebab-akibat............................................................... 2.3.6 Diagram Pencar ........................................................................ 2.3.7 Grafik Kendali Mutu................................................................. 2.4. Manajemen Produksi dan Operasi ....................................................... 2.4.1 Proses Produksi ........................................................................ 2.4.2 Overall Equipment Effectiveness............................................... 2.4.3 Efisiensi dan Produktivitas........................................................ 2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan .....................................................
5 5 6 7 9 9 10 10 11 12 12 13 13 14 17 18
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 3.3. Pengumpulan Data .............................................................................. 3.4. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................
21 21 22 22 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ............................................................. 4.2. Aspek Produksi ................................................................................... 4.2.1 Bahan Baku .............................................................................. 4.2.2 Proses Pengolahan .................................................................... 1. Proses Pengolahan Air ........................................................ 2. Proses Persiapan bahan Baku .............................................. 3. Proses Mixing ..................................................................... 4. Proses Pasteurisasi .............................................................. 5. Proses Filling and Sealing .................................................. 6. Proses Cooling dan Packing................................................
24 24 25 25 26 27 27 27 27 28 28
vi
4.3.
4.4. 4.5.
4.6.
4.7. 4.8.
7. Proses Palleting dan Penyimpanan...................................... 4.2.3 Mesin dan Peralatan Produksi ................................................... 1. Tanki Penampung Air ......................................................... 2. Boiler.................................................................................. 3. Mesin Compressor Udara ................................................... 4. Mixing Tank........................................................................ 5. Pasteurizer ......................................................................... 6. Storage Tank....................................................................... 7. Filling Cup Machine........................................................... 8. Inkjet Print Machine ........................................................... 9. Cooling Conveyor............................................................... 10. Sealing Box Machine .......................................................... Sistem Pengendalian Mutu .................................................................. 4.3.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku ............................................... 4.3.2 Pengendalian Mutu Proses ........................................................ 4.3.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir ............................................. Identifikasi Permasalahan.................................................................... Pengumpulan dan Pengolahan Data..................................................... 4.5.1 Nilai OEE ................................................................................. 4.5.2 Penghitungan Efisiensi Produksi ............................................... Analisis Data....................................................................................... 4.6.1 Analisis Availability dan Performance ...................................... 1. Availability Rate ................................................................. 2. Performance Rate ............................................................... 4.6.2 Analisis Efisiensi Produksi ....................................................... Upaya Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Produksi ..................... Implikasi Manajerial ...........................................................................
29 29 29 29 30 30 30 30 30 30 31 31 31 31 32 32 33 33 33 38 39 39 40 40 44 49 51
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 53 1. Kesimpulan................................................................................................ 53 2. Saran ......................................................................................................... 54 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 55 LAMPIRAN . ................................................................................................. 57
vii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Data masa lalu perbandingan output dan input produksi Mountea ........... 2. Data produksi masa lalu PT SMS ............................................................ 3. Data produksi pengamatan langsung ....................................................... 4. Nilai OEE berdasarkan data masa lalu ..................................................... 5. Nilai OEE pengamatan langsung............................................................. 6. Data pengamatan perbandingan output dan input produksi ...................... 7. Penyebab downtime pada mesin filling .................................................... 8. Penyebab terjadinya downtime mesin filling 1 ......................................... 9. Penyebab terjadinya downtime mesin filling 2 ......................................... 10. Data reject produksi ................................................................................ 11. Data penyebab loss and waste ................................................................. 12. Klasifikasi data reject produksi ............................................................... 13. Data kehilangan pasti selama proses produksi ......................................... 14. Kerugian akibat kehilangan selama proses produksi per hari. .................. 15. Rataan kehilangan per batch.................................................................... 16. Alternatif solusi perbaikan untuk meningkatkan efektifitas produksi ....... 17. Alternatif solusi perbaikan untuk mengurangi loss and waste ..................
viii
2 34 34 35 35 38 42 43 43 46 47 47 48 48 49 49 50
DAFTAR GAMBAR No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Halaman Hirarki faktor-faktor OEE ....................................................................... Kerangka pemikiran penelitian................................................................ Diagram alir pembuatan Mountea ........................................................... Histogram data masa lalu nilai availability, performance, quality rate dan OEE ................................................................................................. Histogram data hasil pengamatan nilai availability, performance, quality rate dan OEE .......................................................................................... Total downtime mesin filling 1 dan 2....................................................... Pareto downtime mesin filling 1............................................................... Pareto downtime mesin filling 2............................................................... Pareto reject produksi..............................................................................
ix
17 21 26 37 37 42 44 44 47
DAFTAR LAMPIRAN No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Struktur organisasi PT SMS ................................................................... Gambar mesin filler cup .......................................................................... Pengendalian mutu selama proses produksi ............................................. Penghitungan nilai OEE .......................................................................... Diagram sebab akibat downtime and speed losses ................................... Diagram sebab akibat loss and waste bahan baku ....................................
x
58 59 60 61 63 64
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor industri pengolahan (manufacturing industry) sebagai the leading economic sectors, mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional Indonesia. Hal tersebut menjadi daya tarik kuat bagi para pebisnis untuk memasuki sektor industri pengolahan, salah satunya adalah industri makanan dan minuman. Di tengah krisis keuangan yang membelit dunia, industri makanan dan minuman terus tumbuh perkasa, bahkan diprediksi akan menjadi industri yang paling menjanjikan (www.swa.co.id, 2010). Menurut data BPS (2009), pertumbuhan industri makanan dan minuman (year on year) pada triwulan II 2009 mengalami kenaikan sebesar 16, 81%. Pada era industri yang semakin kompetitif ini, setiap perusahaan menginginkan produksinya dapat menghasilkan produk bermutu dengan proses produksi yang efektif dan efisien agar terus dapat memuaskan konsumennya dan tetap terus bersaing, serta memenangkan kompetisi di dunia industri sehingga bisa menjadi sebuah perusahaan berkelas dunia world class manufacturing yang mampu bersaing dengan perusahaan dari negara-negara lain. Selain harga dan jangkauan jaringan distribusi, mutu produk merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keunggulan bersaing. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila perusahaan dapat melakukan pengendalian proses produksinya dengan baik. Perlu
kemampuan
dalam
penekanan
harga
produk
dengan
mempertahankan mutu yang ada untuk dapat merebut pangsa pasar, salah satu upaya yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan pengukuran produktivitas pada tingkatan proses produksi. Inti kegiatan dalam dunia industri adalah proses produksi, yang harus dipandang sebagai perbaikan yang terus menerus (continuous improvement), dengan tujuan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki perusahaan agar diperoleh hasil optimum. Untuk mendukung kegiatan tersebut, bagian produksi dituntut untuk dapat meningkatkan efisiensi dan mutu produk, agar diperoleh produk yang diinginkan dengan biaya serendah mungkin. Salah satu usaha untuk
2
memperoleh produk yang bermutu dengan biaya serendah mungkin adalah dengan
menghilangkan
pemborosan.
Setiap
perusahaan
tentu
ingin
mendapatkan hasil yang maksimal dalam pencapaian mutu maupun jumlah produksi yang dihasilkan. Hal ini mungkin dapat tercapai apabila tidak ada permasalahan pada mesin maupun peralatannya, akan tetapi pada kenyatannya masih banyak ditemukan hambatan-hambatan ataupun kerusakan yang menyebabkan produk menjadi cacat bahkan produksi berhenti untuk sementara waktu dan bahkan terjadi breakdown. PT Sekawan Maju Sejahtera (PT SMS) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pangan yang memproduksi minuman teh rasa buah dalam kemasan cup dengan merek Mountea. Saat ini, PT SMS belum memiliki merek produk sendiri dan hanya memproduksi dengan menerima pesanan dari perusahaan rekanan melalui kerjasama makloon. PT Dharana Inti Boga sebagai rekanan PT SMS menetapkan persyaratan mutu yang ketat dan menetapkan standar kehilangan (loss and waste) bahan baku maksimal 3%. Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh PT SMS, maka PT SMS harus membayar denda kepada PT Dharana Inti Boga. PT SMS selama ini belum pernah mengukur nilai efektivitas peralatan atau mesin pada lini proses produksinya, disamping itu permasalahan yang terjadi hingga kuartal ketiga tahun 2009 berupa kehilangan pada proses produksi (loss and waste) di PT SMS yang nilainya masih tinggi dan berfluktuatif, sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi PT SMS. Data perbandingan output dan input produksi Mountea selama kurun waktu bulan September 2009-Febuari 2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data masa lalu perbandingan output dan input produksi Mountea (September 2009-Febuari 2010) Bulan Sep. 2009 Okt. 2009 Nov. 2009 Des. 2009 Jan. 2010 Feb. 2010 Total Rataan
Input (l)
Output (l)
Selisih (l)
570.000 1.134.000 1.236.000 822.000 522.000 474000 4.758.000 793.000
552.494,2 1.100.692,8 1.202.102,64 801.461,04 502.653,36 462.642,21 4.622.046,25 770.341,04
17.505,84 33.307,2 33.897,36 20.538,96 19.346,64 11.357,79 135.953,75 22.658,96
Sumber: Laporan produksi PT SMS, 2010
% Yield 96,93 97,06 97,26 97,50 96,29 97,60 582,84 97,14
% Loss and Waste 3,07 2,94 2,74 2,50 3,71 2,40 17,35 2,86
3
Oleh sebab itu, perusahaan hanya menggantungkan produksinya dari pesanan perusahaan rekanan, maka dapat dikatakan bahwa permasalahan mutu, produktivitas dan efisiensi menjadi sangat penting. Agar perusahaan selalu dapat menjaga mutunya, perusahaan wajib melakukan pengontrolan secara kontinu untuk semua tahapan proses yang ada. Keterkaitan antar departemen Production Planning and Inventory (PPIC), Produksi, Teknik dan Quality Control (QC) merupakan keharusan, agar dihasilkan produk secara optimal dengan mutu sesuai standar. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan hal di atas masalah efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi minuman Mountea menjadi perhatian yang utama, karena apabila PT SMS tidak dapat memenuhi persyaratan, dapat mengalami kehilangan peluang mendapatkan keuntungan. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Berapakah nilai efektivitas produksi dan sebab-sebab potensial apakah yang menyebabkan terjadinya penurunan efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi minuman Mountea di PT SMS ? 2. Apakah masalah utama penyebab nilai efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi minuman Mountea yang rendah dan tingginya jumlah loss and waste, serta apa yang menjadi penyebabnya ? 3. Usulan apakah yang dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan nilai efektivitas dan efisiensi proses manufaktur produksi dan mengurangi jumlah loss and waste ? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi dan mengidentifikasi penyebab-penyebabnya. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis penyebab masalah utama rendahnya nilai efektivitas efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi, serta tingginya jumlah loss and waste produksi.
4
3. Memberikan
rekomendasi
untuk
membantu
perusahaan
dalam
meningkatkan nilai efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi, serta mengurangi jumlah loss and waste.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Co-packer Copacker (kontrak pengemasan) adalah perusahaan yang memproduksi produk lain untuk kliennya melalui kontrak dengan perusahaan penyewa (www.wikipedia.org, 2010). Copacker atau outsoursing dapat juga diartikan dengan mengontrakkan suatu kegiatan pada pihak luar untuk memperolah layanan pekerjaan yang dibutuhkan (Malik, 2008). Banyak perusahaan memilih melakukan kerjasama dengan model copacker. Copacker dapat menyediakan tenaga kerja dengan berbagai layanan untuk membantu proses produksi. Menurut (Malik, 2008), alasan perusahaan lebih memilih melakukan kegiatan produksinya dengan menggunakan layanan copacker, yaitu: a. Meningkatkan fokus perusahaan. b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia. c. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering. d. Membagi risiko. e. Pemindahan alokasi sumber daya. f.
Memungkinkan tersedianya dana capital.
g. Menciptakan dana segar. h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi. i.
Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri.
j.
Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan/dikelola. Risiko melakukan usaha bagi perusahaan yang menggunakan layanan
copacker adalah: a. Keuntungan tidak diperoleh secara cepat dan tidak diperoleh dalam jumlah yang cukup nyata. b. Akses tidak diperoleh karena pemberi jasa tidak menunjukkan kinerja perusahaan kelas dunia. c. Suntikan kas ternyata kurang atau tidak diperoleh sama sekali karena pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan.
6
d. Sumber daya mungkin harus ditransfer atau diperlukan oleh perusahaan pemberi jasa, sehingga tetap kekurangan sumber daya. e. Perusahaan mungkin tidak dapat bebas seluruhnya dari kesulitan yang sebetulnya ingin dihindari. f.
Berbagai tujuan yang ingin dicapai di atas tidak sepenuhnya didapat, maka fokus core business mungkin tidak tercapai.
g. Perusahaan pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan, maka mungkin perolehan dana kapital tambahan tidak tercapai. h. Perusahaan pemberi jasa mengalami kesulitan keuangan, maka mungkin perolehan dana kapital tambahan tidak tercapai. i.
Berbagai tujuan yang ingin dicapai tidak sepenuhnya diperoleh, mungkin risiko usaha tetap saja besar.
j.
Perusahaan pemberi jasa tidak memiliki sumber daya yang diperlukan, maka tujuan ini tidak tercapai.
2.2. Definisi Mutu Mutu dapat didefinisikan menjadi berbagai pengertian berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Menurut Soekarto (1990), mutu dapat didefinisikan sebagai kelompok sifat atau faktor pada suatu komoditas yang membedakan tingkat pemuas atau aseptabilitas dari komoditas tersebut bagi konsumen atau para pembeli. Sedangkan ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi, 2001). Pada dasarnya, sistem mutu modern yang dibangun oleh industri-industri di negara maju terutama Jepang (Ishikawa, 1989) memiliki lima karakteristik, yaitu (1) berorientasi pada konsumen; (2) partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak; (3) setiap orang bertanggungjawab terhadap mutu; (4) mutu merupakan pandangan hidup; (5) berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan. Kelayakan mutu ditentukan oleh prinsip produk bermutu tinggi, harga rendah, tepat waktu dan adanya jaminan keselamatan dari produk yang dipasarkan yang dikenal sebagai konsep quality, cost, delivery and safety (QCDS) dan dikembangkan lebih lanjut di dunia bisnis menjadi quality, value, service and timeliness (QVST). Menurut Juran dalam Nasution (2004), mutu
7
produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Karakteristik mutu suatu produk manufaktur (Nasution, 2004) didasarkan pada dimensi berikut: 1. Performa (performance) yang berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik umum yang dipertimbangkan pelanggan, ketika ingin membeli suatu produk. 2. Features merupakan aspek yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. 3. Kehandalan (realibility) yang berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. 4. Konfirmasi (conformance) yang berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya menurut keinginan pelangan 5. Daya tahan (durability) merupakan ukuran masa pakai suatu produk. 6. Kemampuan pelayanan (service ability) merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan dan akurasi dalam perbaikan, 7. Estetika (aesthetich) merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subyektif, sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual. 8. Mutu yang dipersepsikan (perceived quality) bersifat subyektif dan berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk. Hal ini berupa karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand nameimage). 2.3. Pengendalian Mutu Pengendalian terpadu dapat membantu perusahaan memproduksi produk pada tingkat paling ekonomis yang memungkinkan kepuasan konsumen secara penuh. Menurut Muhandri (2004), pengendalian mutu merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Cara
8
yang paling baik untuk mencegah dan mengendalikan cacat produk pangan adalah sistem pengendalian mutu menyeluruh dan terpadu, yaitu sistem pencegahan yang menitikberatkan kepada perancangan modifikasi produk, spesifikasi proses, peralatan, tenaga kerja, sistem produksi dan sebagainya (www.mushma.wordpress.com,.2009).
Menurut Juran
dalam
Muhandri
(2008), pengendalian mutu merupakan proses yang digunakan untuk membantu mencapai produk dan proses yang sesuai dengan tujuan. Kegiatan pengendalian mutu mencakup (1) Menilai kinerja operasi yang aktual; (2) Membandingkan dengan tujuan (standar); (3) Mengambil tindakan jika terdapat perbedaan. Perusahaan dapat melakukan beberapa hal untuk mendapatkan mutu yang baik, yaitu dengan cara melakukan: a. Inspeksi (Process Control). b. Pengendalian mutu statistik (Statistical Process Control) Tujuan dari pengendalian mutu statistik dapat dikatakan berikut: a. Agar hasil produksi dapat mencapai standar mutu yang telah ditetapkan. b. Mengusahakan agar biaya inspeksi menjadi sekecil mungkin. c. Mengusahakan agar biaya produksi menjadi serendah mungkin. Strategi pengendalian proses secara statistik adalah membawa suatu proses berada dibawah pengendalian secara statistik. Pengendalian secara statistik artinya proses tersebut dikendalikan berdasarkan catatan data yang terus menerus dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga proses itu memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi yang diinginkan (Gaspersz, 1998). Menurut www.wayworld.com (2009), tujuan dari pengendalian proses secara statistik adalah untuk menentukan apakah proses dalam keadaan terkendali, menentukan apakah proses dalam spesifikasi dan mengidentifikasi penyebab variasi sehingga biasanya lebih jauh menghasilkan biaya mutu yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat. Melalui pengendalian mutu maka perusahaan akan mendapatkan kemampuan dalam hal peningkatan produktivitas, serta pencegahan cacat yang lebih besar
9
dalam proses produksi dan pemrosesan ulang, sehingga produktivitas akan meningkat, biaya berkurang dan kapasitas produksi akan meningkat. Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah, antara lain: a. Seven tools yang meliputi: Check sheet, histogram, diagram Pareto, diagram sebab-akibat, stratifikasi, diagram pencar dan grafik kendali. b. Analisis 5W+1H yang mencakup: what, why, who, where, when dan how. Program pengendalian dan peningkatan mutu di perusahaan tidak dapat dilaksanakan dengan baik jika tidak didasarkan pada data kondisi kinerja nyata perusahaan tersebut. Untuk memperoleh data yang akurat dan sekaligus untuk analisis yang valid, dikenal adanya 7 (tujuh) alat bantu yang dikenal dengan istilah seven tools. Menurut Russel dan Taylor dalam Marimin (2004), pengendalian mutu dapat dilakukan dengan menggunakan Statistical Process Control (SPC) yang dilandasi tujuh alat bantu utama, yaitu: 2.3.1 Check sheet (Lembar Pengumpul Data) Lembar
pengumpul
data
merupakan
alat
bantu
untuk
mempermudah proses pengumpulan data bagi tujuan-tujuan tertentu dan menyajikan dalam bentuk komunikatif, sehingga dapat dikonversi menjadi informasi. Data sendiri merupakan unsur penting dalam pelaksanaan pengendalian dan perbaikan mutu. Data berguna untuk membantu memahami situasi yang sebenarnya, menganalisis persoalan, mengendalikan proses, mengambil keputusan dan membuat rencana (Muhandri, 2008). Tujuan dari lembar periksa adalah untuk meyakinkan bahwa data dikumpulkan secara hati-hati dan akurat untuk kendali proses dan penyelesaian masalah. 2.3.2 Stratification (Pengelompokkan) Stratification merupakan suatu teknik pengelompokkan data kedalam kategori tertentu yang ditujukan untuk mengurai atau mengklasifikasikan data dan masalah menjadi kelompok sejenis yang lebih kecil agar dapat mengambarkan permasalahan secara jelas, sehingga kesimpulan dapat lebih mudah diambil. Misalnya mengurai menurut (1) Jenis kesalahan/kerusakan; (2) Penyebab dari kesalahan
10
atau kerusakan; (3) Lokasi kesalahan atau kerusakan; (4) Material, hari pembuatan, unit kerja, orang yang mengerjakan, penyalur, waktu, lot dan lain-lain. Stratifikasi ini sangat penting untuk mencari penyebab utama faktor mutu, membantu membuat diagram pencar, membantu dalam pengambilan keputusan pada peta kontrol dan alat yang efektif untuk mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi (Muhandri, 2008). 2.3.3 Histogram Histogram merupakan alat statistik yang dapat menggambarkan penyebaran atau simpangan baku (standar deviation) suatu parameter proses dalam bentuk diagram batang. Histogram adalah suatu alat yang meringkas
grafik
data
yang
membolehkan
kita
untuk
(1)
Mengelompokan pengamatan data di dalam sel, atau mendefinisikan kembali kategori, dalam order untuk menutupi lokasi data dan karakteristik dispersi; (2) Mampu memperkirakan kapabilitas proses dan menghubungkan spesifikasi dengan target; (3) Memperkirakan bentuk populasi dan menandakan jika ada beberapa gap dalam data; (4) Memeriksa mutu suatu proses atau pekerjaan. Histogram berguna untuk menentukan masalah dengan memeriksa bentuk dispersi, nilai rataan dan sifat dispersi (Muhandri, 2008). 2.3.4 Diagram Pareto Diagram Pareto merupakan grafik yang menunjukan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian (Ishikawa, 1989). Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukan oleh grafik batang pertama yang tertinggi, serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukan oleh grafik batang terakhir yang terendah, serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Data yang penting berada di sebelah kiri dan yang lainnya berada disebelah kanan. Diagram Pareto adalah model pengorganisasian kesalahan, problem atau cacat untuk membantu memfokuskan pada usaha-usaha pemecahan masalah. Diagram Pareto dibuat berdasarkan data statistik dan prinsip bahwa 20% penyebab bertanggungjawab terhadap 80%
11
masalah yang muncul atau sebaliknya. Kedua aksioma tersebut menegaskan bahwa lebih mudah mengurangi bagian lajur yang terletak di bagian kiri diagram Pareto daripada mencoba untuk menghilangkan secara sistematik lajur yang terletak di sebelah kanan diagram. Hal ini dapat diartikan bahwa diagram Pareto dapat menghasilkan sedikit sebab penting untuk meningkatkan mutu produk atau jasa. Dengan menggunakan diagram Pareto, dapat terlihat masalah mana yang sedikit tetapi dominan (vital few) dan masalah yang banyak tetapi kurang dominan (trivial many). Secara rinci, kegunaan diagram Pareto adalah: a. Menunjukkan masalah utama. b. Menyatakan
perbandingan
masing-masing
masalah
terhadap
keseluruhan. c. Menunjukan tingkat perbaikan setelah dilakukan tindakan pada masalah terpilih. d. Menunjukan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan sesudah perbaikan. 2.3.5 Diagram Sebab Akibat Diagram ini sering juga disebut diagram tulang ikan (fish bone diagram) yang dikembangkan oleh orang Jepang yang bernama Kaoru Ishikawa, sehingga sering disebut sebagai diagram Ishikawa atau sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan. Diagram ini digunakan untuk menganalisa suatu proses atau situasi dan menemukan kemungkinan penyebab suatu masalah atau persoalan yang sedang terjadi. Menurut Gaspersz (1998), diagram tulang ikan adalah suatu diagram yang digunakan untuk menunjukan faktor-faktor penyebab dan akibat yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Setiap akibat, terdiri dari beberapa penyebab. Penyebab dapat diklasifikasikan dalam beberapa penyebab utama, yaitu metode kerja, bahan baku, pengukuran manusia, mesin dan lingkungan. Penyusunan
diagram
Ishikawa
dilakukan
dengan
teknik
brainstorming (sumbang saran). Langkah pertama alam membuat diagram Ishikawa ialah menentukan akibat dari masalah yang ada.
12
Akibat ini diletakan pada sisi sebelah kanan dari kertas besar. Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat digunakan untuk kebutuhankebutuhan berikut: a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah. b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. 2.3.6 Diagram Pencar Diagram ini merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara dua faktor/peubah. Dengan menggunakan diagram ini dapat dilihat apakah dua peubah yang diuji memiliki hubungan atau tidak. Diagram ini juga membantu memeriksa korelasi dari penyebab yang kontinu terhadap suatu karakteristik mutu. 2.3.7 Grafik Kendali Mutu (Control chart) Grafik merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk gambar. Beberapa keuntungan penyajian data dengan memakai bentuk grafik adalah: a. Data lebih cepat, mudah, jelas dan enak dilihat. b. Hubungan dengan data yang lalu dapat dipaparkan sekaligus. c. Perbandingan dengan data lain yang berhubungan dapat dilihat dengan jelas. Meskipun banyak sekali tipe grafik yang dapat dibuat, pada dasarnya terdapat 3 macam bentuk grafik, yaitu (1) Grafik garis; (2) Grafik kolom/balok; dan (3) Grafik lingkaran. Grafik
kendali
mutu
digunakan
untuk
mengidentifikasi
kecenderungan atau tren yang terjadi dengan jalan memetakan data selama periode waktu tertentu tetapi tidak menunjukan penyebab munculnya
penyimpangan.
Grafik
kendali
digunakan
untuk
menganalisis proses dengan tujuan melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap suatu mutu. Grafik ini mendeteksi abnormalitas suatu proses dengan bantuan grafik garis. Variabilitas dasar atau gangguan dasar adalah pengaruh kumulatif dari banyak sebab-sebab kecil, yang
13
pada dasarnya tidak terkendali. Metode yang sering digunakan untuk mengetahui sumber variasi dari proses adalah peta-peta kendali. Perlu diperhatikan bahwa tujuh alat bantu di atas adalah sekedar tools. Perusahaan tidak harus menggunakan semua tools tersebut untuk diterapkan di perusahaan. Harus dipilih dan ditetapkan jenis tools yang sesuai dengan kondisi tim perbaikan mutu dan permasalahan yang akan dipecahkan 2.4. Manajemen Produksi dan Operasi Manajemen operasi merupakan sekumpulan aktifitas yang dapat memberikan nilai dalam pembuatan barang dan jasa melalui transformasi input menjadi output. Menurut Assauri (2004), Manajemen produksi dan operasi adalah proses pencapaian dan pengutilisasian sumber-sumber daya untuk memproduksi atau menghasilkan barang atau jasa yang berguna sebagai usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
manajemen
produksi
dibutuhkan
untuk
mengatur
dan
mengkordinasikan faktor-faktor produksi, yaitu manusia, dana mesin dan bahan, yang semuanya itu bertujuan untuk menghasilkan barang dan jasa secara efisien. Secara umum fungsi produksi terdiri dari subsystem input, proses, output dan umpan balik. 2.4.1 Proses Produksi Proses produksi adalah suatu cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada. Menurut Assauri (2004), proses produksi terdiri dari dua kata, yaitu proses dan produksi. Proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada dirubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan
produksi
adalah
kegiatan
untuk
menciptakan
atau
menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Secara garis besar proses produksi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu proses produksi terus menerus (Continuous process) dan proses produksi yang terputus-putus (Intermittent Process). Sedangkan jenis proses produksi yang didasarkan atas kepentingan yang berbeda, maka jenis proses produksi terdiri dari
14
proses produksi menurut wujudnya dan proses produksi menurut pengawasan proses produksi yang bersangkutan. 2.4.2 Overall Equipment Effectiveness Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah metode yang umum digunakan untuk mengukur dan memaksimalkan efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi. OEE bertujuan untuk meningkatkan efektivitas peralatan lini produksi sehingga tercapai volume lebih besar dengan hasil yang baik sehingga biaya produksi yang dikeluarkan lebih rendah. Menurut Hansen (2001), metode ini dipilih karena perhitungannya didasarkan tidak hanya pada faktor ketersediaan (Availability) tetapi juga faktor unjuk kerja (Performance Efficiency) dan kualitas (Quality Rate). OEE
merupakan pengukuran efektivitas peralatan
secara
keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa capaian performansi dan reliability peralatan (umumnya mesin). OEE merupakan indikator performansi produktivitas yang didasarkan pada level tertentu dari kinerja yang diharapkan. Besarnya kesempatan untuk memperbaiki produktivitas yang diidentifikasi dengan menggunakan OEE tergantung pada langkah yang tepat yang diambil oleh perusahaan. Dengan OEE dapat diketahui dan diukur penyebab melemahnya kinerja peralatan. Menurut Hansen (2001), OEE dapat dikategorikan, antara lain, bila < 65% tidak dapat diterima. Jika 65-75% cukup baik hanya ada kecenderungan adanya peningkatan tiap kuartalnya. Sedangkan 75-85% sangat bagus lanjutkan hingga world-class level > 85% untuk batch type process dan > 90% untuk continuous discrate process. Nilai OEE dari setiap perusahaan bisa dikatakan memenuhi standar world class apabila sudah sesuai dengan kriteria berikut: 90% Availability, 95% Performance, 99,9% Quality dan 85% OEE. (www.vorne.com, 2010). Terdapat enam kerugian yang menyebabkan rendahnya kinerja mesin dan peralatan yang dikenal dengan istilah six big losses. Six big losses atau enam kerugian utama dihitung untuk mengetahui OEE dari
15
suatu peralatan agar dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan. Six big losses dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu: a. Availability, terdiri dari: 1) Breakdown losses, yaitu kerugian yang disebabkan adanya kerusakan mesin atau peralatan sehingga memerlukan suatu perbaikan. Kerugian ini sebagai contoh, downtime karena perbaikan mesin dan peralatan 2) Setup and adjustment losses, yaitu kerugian yang disebabkan karena adanya perubahan kondisi operasi, seperti kegiatan setup dan penyesuaian tiap shift. Kerugian ini sebagai contoh, downtime karena setup (pergantian bahan baku, perubahan peralatan), startup dan pengaturan mesin. Besarnya
nilai
availability
rate
dihitung
dengan
rumus
(www.oee.com, 2010).
Availability
Planned production time downtime x100% ....... (1) Planned production time
b. Performance, terdiri dari: 1) Small stops, yaitu kerugian yang disebabkan oleh kejadiankejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin, waktu menganggur (idle time) dari mesin. Kenyataannya, kerugian ini tidak dapat dideteksi secara langsung tanpa adanya alat pelacak dan ketika operator tidak dapat memperbaiki dalam waktu yang telah ditentukan dapat dianggap sebagai breakdown. Kerugian ini seperti sebagai contoh, kondisi stop run, unbalance line, checking/cleaning dan small adjustment. 2) Speed losses, yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja secara optimal (kecepatan kerja mesin berkurang) sesuai dengan teoritisnya. Pada kecepatan yang lebih tinggi, secara teoritis akan terjadi penurunan kualitas dari produk. Kerugian ini seperti sebagai
contoh,
penurunan
kecepatan man power.
kecepatan
mesin,
penurunan
16
Besarnya
nilai
performance
rate
dihitung
dengan
rumus
(www.oee.com, 2010).
Performance
Total output x100% ............... (2) Operating time x Ideal run rate
c. Quality, terdiri dari: 1) Quality defect and rework losses, yaitu kerugian karena produk tidak berada di dalam batas spesifikasi atau kecacatan produksi yang terjadi pada operasi normal. Kerugian ini meliputi biaya tenaga kerja untuk melakukan rework dan biaya material yang terbuang. 2) Yield losses, yaitu kerugian yang disebabkan oleh material yang tidak terpakai atau sampah bahan baku. Kerugian ini dibagi keadalam dua bagian. Pertama berupa sampah bahan baku yang disebabkan kesalahan desain, metode manufaktur, dan peralatan yang mengalami gangguan. Kedua adalah kerusakan produksi yang disebabkan oleh adanya proses adjusting dan juga pada saat mesin melakukan pemanasan (belum dalam kondisi stabil), sehingga banyak terjadi reject. Besarnya nilai quality rate dihitung dengan rumus (www.oee.com, 2010).
Quality
Good output x100% ..................................................... (3) Total output
Setelah mendapatkan nilai availability, performance dan quality rate maka OEE adalah gabungan dari ketiga formula di atas.
OEE Availability rate x Performance rate x Quality rate ................ (4) Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat faktor yang paling berpengaruh mengurangi tingkat OEE, kemudian dilakukan langkah untuk meningkatkan OEE. Nilai OEE dikatakan baik bila nilainya lebih dari 85%. Berdasarkan uraian di atas, mska dapat ditampilkan hirarki
17
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai OEE yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hirarki faktor-faktor OEE (www.oee.com, 2010) 2.4.3 Efisiensi dan Produktivitas Pengertian efisiensi suatu industri adalah kemampuan industri tersebut untuk memproduksi output maksimum dengan menggunakan input dalam jumlah tertentu, atau kemampuan sebuah industri untuk memproduksi sejumlah output tertentu dengan menggunakan input dalam jumlah minimal. Pengertian efisiensi dalam produksi merupakan antara perbandingan output dan input, berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input. Jika rasio ouput besar maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi output (Shone dalam Susantun, 2000). Produktivitas pada dasarnya merupakan hubungan antara output dan input dalam sebuah produksi. Produktivitas dapat diukur secara parsial maupun total. Produktivitas parsial merupakan hubungan antara output dengan satu input. Contoh produktivitas parsial yang sering digunakan antara lain produktivitas proses produksi yang disebut dengan nilai yield yaitu perbandingan antara jumlah output produksi dengan input produksi yang menggambarkan nilai efisiensi produksi,
18
produktivitas tenaga kerja yang menunjukkan rataan output per tenaga kerja, atau produktivitas kapital yang menggambarkan rataan output per kapital. Produktivitas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara totalitas keluaran pada waktu tertentu dengan totalitas masukan selama periode tersebut, atau suatu tingkat efisiensi dalam memproduksi barang dan jasa (Edwin B. Fillipo dalam www.dewey.petra.ac.id, 2009). Pertumbuhan produktivitas dapat terjadi karena pengaruh dua faktor, yaitu perubahan efisiensi dan perubahan teknologi. Dengan demikian usaha untuk meningkatkan produktivitas dapat ditempuh melalui dua cara. Pertama, dengan cara meningkatkan efisiensi, misalnya meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) melalui diklat, sehingga mampu menerapkan teknologi secara lebih efisien; Kedua, dengan cara meningkatkan teknologi, misalnya mengadopsi teknologi baru. Produktivitas dapat dikatakan meningkat, jika memenuhi keadaan atau kriteria berikut : 1. Volume output bertambah besar, sedangkan volume input tetap. 2. Volume output tetap, sedangkan volume input berkurang. 3. Volume output bertambah lebih besar, bila dibandingkan dengan pertambahan volume input. 4. Volume
output berkurang lebih sedikit,
bila
dibandingkan
pengurangan volume input 2.5. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Fazriah (2005), melakukan penelitian tentang Analisa Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Permen Chocfuls di PT Cadbury Indonesia, Jakarta. Fazriah melakukan pengamatan lapang untuk mempelajari proses produksi Chocfuls dan sistem pengendalian mutu, serta dihubungkan dengan pengendalian proses secara statistik untuk menentukan ruang lingkup permasalahan yang dikaji. Karakteristik contoh yang diukur adalah permen Chocfuls per pieces. Contoh yang diambil adalah hasil keluaran dari cooling conveyor. Frekuensi pengambilan contoh dilakukan setiap setengah jam
19
sebanyak 20 pieces selama tiga periode (bulan). Teknik analisa yang digunakan adalah histogram dan grafik kendali. Berdasarkan histogram yang didapat sebagian besar berat produk masih berada pada wilayah spesifikasi, yaitu 4,2-4,4 g dan sebagian besar berada pada berat standar 4,3 g. Grafik kendali menunjukan adanya ketidaknormalan pada proses yang ditunjukan dengan adanya beberapa titik diluar batas kendali pada grafik kendali. Ketidaknormalan pada grafik kendali sudah dilakukan perbaikan pada prosedur pengambilan contohnya, namun perbaikan yang dilakukan belum tepat sasaran sehingga pada grafik kendali menunjukan kembali adanya ketidaknormalan proses. Penyebab tersebut dikarenakan ada permasalahan pada alat pencetak permen, suhu adonan yang tidak sesuai (terlalu panas atau dingin) dan faktor manusia (inspektor) dalam pengambilan contoh. Deviyanti (2008), melakukan penelitian tentang Penerapan Teknik Perbaikan Mutu Dalam Mengatasi Defect Pada Pengemasan Susu Kental Manis Dan Kremer Kental Manis Kaleng di PT Indolakto, Jakarta. Deviyanti melakukan identifikasi permasalahan defect selama periode Januari-Maret 2008. Alat analisa yang digunakan adalah diagram Pareto dan diagram sebab akibat. Berdasarkan hasil analisa Pareto diketahui kerusakan dominan disebabkan oleh kaleng penyok. Kaleng penyok merupakan masalah yang mendominasi dan menyebabkan kerugian paling besar, maka penelitian difokuskan pada kaleng penyok. Diagram Ishikawa dibuat melalui diskusi dengan para ahli dan waancara dengan para operator yang diperkuat dengan data pengamatan langsung di lapangan. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 kategori faktor penyebab utama kaleng penyok, yaitu material, mesin, metode dan manusia yang dijabarkan pada diagram sebab-akibat. Fadillah (2009), melakukan penelitian dengan judul Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebagai Dasar Optimasi Produktivitas (Studi Kasus PT Sweet Candy Indonesia). Pengukuran nilai OEE dilakukan pada stasiun Dragee selama 30 hari. Pencapaian nilai OEE tertinggi pada lini
20
Dragee terdapat pada stasiun kerja Coating-1 (99,32%) sedangkan pencapaian nilai OEE terendah terdapat pada stasuin kerja Forming Line (75,51%), sehingga fokus permasalahan yang dibahas secara terperinci adalah pada stasiun Forming Line. Pada stasiun Forming Line teradapat empat mesin. Dari keempat mesin pencapaian nilai OEE tertinggi terdapat pada mesin 4 (88,19%) sedangkan pencapaian nilai OEE terendah terdapat pada mesin 1 (68,48%). Permasalahan utama yang menyebabkan rendahnya nilai OEE pada mesin Forming Line 1 adalah rendahnya pencapaian jumlah produksi terhadap target produksi, yaitu hanya sebesar 72,59%. Selanjutnya dilakukan analisa penyebab rendahnya nilai OEE dengan menggunakan diagram sebab akibat melalui teknik brainstorming. Hasil analisa diperoleh penyebab rendahnya nilai OEE disebabkan oleh berhenti sejenak dan kehilangan kecepatan pada mesin, serta kurang telitinya operator dalam pengaturan kecepatan mesin. Untuk meningkatkan nilai OEE maka perlu dilakukan perbaikan pada faktor manusia, mesin, metode kerja, bahan baku dan lingkungan. Penelitian yang dilakukan mengacu pada penelitian terdahulu yang telah dikutip sebelumnya dengan perbedaan pada perusahaan, produk, tujuan dan metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi produksi dengan menggunakan metode OEE dengan melihat tingkat availability rate, performance rate dan quality rate serta mengetahui penyebab utama terjadinya loss and waste bahan baku pada proses produksi Mountea. Selanjutnya dilakukan analisis lebih mendalam dengan bantuan seven tools. Dari hasil analisa tersebut diharapkan diperoleh suatu solusi untuk mengatasi masalah efektivitas produksi serta loss and waste di PT Sekawan Maju Sejahtera (SMS).
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Setiap perusahaan memiliki visi dan misi sebagai pedoman dan landasan dalam melaksanakan semua kegiatan perusahaan termasuk PT SMS yang memiliki visi dan misi yang digunakan sebagai landasan untuk mencapai tujuan perusahaan. Visi PT SMS adalah Menghasilkan Produk Dengan Kapasitas Optimal yang Didukung Oleh Kualitas Prima. Agar dapat mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatan mesin dan pengandalian proses produksi di PT SMS maka digunakan metode OEE. Sedangkan seven tools digunakan untuk membantu menganalisa penyebab-penyebab apakah yang mempengaruhinya. Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. PT Sekawan Maju Sejahtera
Visi dan Misi
Pengendalian proses manufaktur pada produksi Efektifitas
Efisiensi
Penghitungan Loss and waste
OEE
Identifikasi penyebab masalah dengan seven tools
Analisa akar penyebab masalah dengan seven tools
Upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian
22
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT SMS, Jl Raya Yakarta-Bogor Km. 41,2. Kawasan 3M Kampung Pendurenan RT 04 RW 14 Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Febuari sampai April 2010. 3.3. Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, brainstorming dan diskusi untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya downtime, serta loss and waste dan mencari alternatif solusi permasalahan dalam proses manufaktur pada produksi. Wawancara dan diskusi dilakukan dengan pihak-pihak terkait sebagai narasumber yang memiliki pengalaman dan kompetensi di bidang produksi, quality dan engineering. Responden meliputi plant manager, assistant plant manager, kepala produksi, supervisor quality control dan kepala engineering. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengumpulan dan penghitungan data laporan produksi, jumlah jam kerja, downtime mesin yang terjadi, kecepatan mesin, hasil produksi dan jumlah produk cacat. Data lain diperoleh melalui studi literatur dan informasi lain yang dapat dapat mendukung penelitian ini. 3.4. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan studi kasus. Pengukuran nilai efektivitas proses manufaktur pada produksi dilakukan dengan melakukan perhitungan terhadap data masa lalu dan data masa kini dengan menggunakan metode OEE, sedangkan penghitungan efisiensi proses untuk mengetahui jumlah loss and waste produksi dilakukan melalui penghitungan nilai yield produksi dengan membandingkan antara jumlah output dengan input produksi, sehingga kehilangan atau nilai loss and waste produksi dapat diperoleh dengan cara membandingkan selisih antara input dan output dibagi dengan input.
23
Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan analisis permasalahan proses manufaktur pada produksi dengan menggunakan alat bantu seven tools. Penggunaan alat bantu seven tools tidak digunakan semuanya, tetapi disesuaikan dengan kondisi permasalahan yang ada di PT SMS. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diidentifikasi permasalahan apakah yang menjadi penyebab utama rendahnya efektivitas dan efisiensi produksi di PT SMS.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan PT SMS didirikan pada bulan Juli tahun 2007 bertempat di Jl Raya Jakarta - Bogor Km. 41,2. Kawasan 3M Kampung Pendurenan RT 04 RW 14 Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong Bogor, Jawa Barat. Perusahaan ini adalah perusahaan yang bergerak di industri produk olahan pangan dengan produksi minuman beraroma. Sampai saat ini PT SMS hanya berfokus pada produksi minuman teh dalam kemasan cup dengan merek Mountea, yang merupakan produk makloon dari PT Dharana Inti Boga. 4.1.2 Visi dan Misi PT SMS memiliki visi Menghasilkan Produk Dengan Kapasitas Optimal yang Didukung Oleh Kualitas Prima. Visi tersebut kemudian dijabarkan menjadi misi perusahaan berikut : a. Mengoptimalkan pelaksanaan pengendalian mutu hasil produksi. b. Melaksanakan proses produksi sesuai dengan standar dan ketentuan yang telah ditetapkan. c. Melaksanakan program preventif maintenance terhadap peralatan dan mesin pendukung produksi secara konsisten. d. Melakukan pembinaan dan peningkatan kemampuan teknis terhadap sumber daya manusia yang tersedia. 4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan PT SMS dipimpin oleh seorang Plant Manager yang membawahi beberapa Departemen, yaitu Departemen Engineering dan Umum, Produksi, serta Quality Assurance and Quality Control (QA and QC). Dalam menjalankan tugas sehari-harinya plant manager dibantu oleh seorang Assisant Plant Manager. PT SMS saat ini memiliki 52 orang karyawan. Hari kerja di PT SMS dilakukan selama 5 (lima) hari kerja dalam seminggu (Senin-Jumat) dengan waktu kerja berikut:
25
a. Hari Senin – Kamis : Pukul 07.00-16.30 (istirahat 30 menit) b. Hari Jumat
: Pukul 07.00-17.00 (istirahat 60 menit)
Struktur organisasi di PT SMS dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.2. Aspek Produksi 4.2.1 Bahan Baku Bahan baku dan bahan kemas yang diterima oleh PT SMS semua dibeli oleh pihak purchasing perusahaan pemberi jasa, dalam hal ini PT Dharana Inti Boga kepada supplier (pemasok) sesuai dengan pehitungan yang dilakukan oleh pihak PPIC (Production Planning and Inventory Control).
Secara
umum
bahan
baku
yang
digunakan
untuk
memproduksi minuman teh dalam kemasan Mountea di PT SMS, yaitu air, gula, pengatur keasaman asam sitrat, ekstrak teh, pemanis buatan natrium siklamat, perisa dan pengawet natrium bonzoat. Sedangkan bahan kemas yang digunakan yaitu cup plastik, lid, karton, sedotan dan lakban. Air digunakan sebagai bahan baku utama karena sekitar 98% bahan baku yang digunakan adalah air. Gula yang digunakan dalam pembuatan Mountea adalah gula pasir atau sukrosa. Fungsi gula adalah untuk memberikan rasa manis. Asam sitrat berfungsi sebagai pengatur keasaman dan juga memiliki efek pengawet karena dapat menurunkan pH produk. Teh yang digunakan dalam pembuatan Mountea sudah dalam bentuk ekstrak. Teh sendiri memiliki kandungan polifenol berupa katekin dan flavanol. Senyawa ini berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkap radikal bebas dalam tubuh juga ampuh mencegah berkembangnya sel kanker dalam tubuh (www.indosiar.com, 2009). Pemanis buatan digunakan untuk membantu meningkatkan rasa manis. Penggunaan pemanis buatan dosisnya diatur sesuai keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) No. HK 00.05.5.1.4547. Tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan.
26
4.2.2 Proses Pengolahan Pelaksanaan proses produksi dimulai dari penerimaan order dari perusahaan pemberi jasa yang tertuang dalam PO (Purchase Order) bulanan yang kemudian dibagi kedalam rencana produksi mingguan. Secara umum proses pembuatan Mountea terdiri dari tahapan pengolahan air (water treatment), persiapan bahan baku, pencampuran (mixing), pasteurisasi, filling and sealing, cooling dan packing. Flow proses pembuatan Mountea dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir pembuatan Mountea
27
1. Proses Pengolahan Air Bahan yang paling mendasar dalam proses pembuatan Mountea adalah air. Air yang digunakan dalam pembuatan Mountea adalah air yang memenuhi syarat, yang telah ditetapkan oleh PT Dharana Inti Boga. Air sebelumnya akan mengalami proses pengolahan (water treatment) agar air yang akan digunakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Proses water treatment secara umum dimulai dari penerimaan air, penampungan air kedalam tangki penampung, pemberian khlorin dan carbon filter. 2. Proses Persiapan Bahan Baku Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan Mountea perlu dilakukan
standarisasi
atau
perhitungan
formula
supaya
menghasilkan produk dengan komposisi yang diinginkan. Bahan baku yang tidak sesuai akan menghasilkan produk yang tidak sesuai pula. Persiapan bahan baku disesuaikan dengan jenis produk dan formula yang akan diproduksi. Tahap persiapan bahan baku atau formulasi adalah serangkaian proses penimbangan bahan baku untuk mencapai komposisi bahan yang sesuai dengan formulasi produk. Semua bahan yang digunakan dalam pembuatan Mountea harus melalui pemeriksaan mutu dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. 3. Proses Mixing Proses mixing adalah suatu proses pencampuran bahan baku yang sudah ditimbang sesuai dengan formula produk, kedalam larutan air agar menjadi sebuah sistem yang homogen. Tujuan dari proses mixing adalah untuk mendapatkan sistem campuran yang homogen. Larutan produk yang sudah jadi, sebelum dialirkan ke mesin pasteurizer akan melewati filter yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang mungkin ada pada larutan produk. 4. Proses Pasteurisasi Larutan produk yang telah tercampur secara homogen kemudian di alirkan menuju tahapan proses pasteurisasi. Pasteurisasi adalah
28
proses
pemanasan
produk
untuk
membunuh
dan
atau
menginaktifkan mikroorganisme berbahaya seperti bakteri, virus, protozoa, moulds dan yeast. Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroba patogen. Tahap pasteurisasi pada pembuatan Mountea di PT SMS dilakukan dengan cara memanaskan produk pada suhu dalam jangka waktu tertentu. Proses pasteurisasi terjadi pada unit pasteurisasi yang terdiri dari THE (Tubular Heat Exchanger) dan storage tank. Setelah melewati rangkaian THE produk akan menuju ke storage tank. Storage tank berfungsi sebagai tangki penampung dan pengkondisian suhu akhir sebelum produk dialirkan ke mesin filler. 5. Proses Filling and Sealing Proses filling and sealing adalah proses pemasukan produk kedalam kemasan primer (cup) yang diikuti dengan poroses penutupan dengan menggunakan lid. Proses filling and sealing dilakukan dengan menggunakan mesin filler cup. Proses filling dilakukan dengan suhu produk sekitar 80 ˚C dengan volume per cup sebanyak 190 ml. PT SMS memiliki dua mesin filler dengan kapasitas masing-masing mesin mampu melakukan proses filling and sealing sebanyak 280 cup per menitnya. Setelah produk keluar dari mesin filling selanjutnya dilakukan pemberian kode produksi dan kode expired pada kemasan produk secara otomatis dengan menggunakan mesin inkjet print. 6. Proses Cooling dan Packing Proses cooling adalah proses penurunan suhu produk jadi yang sudah dikemas dengan menggunakan air dingin. Proses tersebut dilakukan dengan cara mencelupkan produk jadi yang sudah dikemas kedalam bak yang berisi air dingin. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya degradasi komponen seperti nutrisi dan perisa dalam produk. Proses packing adalah proses pengemasan produk kedalam kemasan sekunder (karton). Pada proses packing dilakukan juga pemasukan
29
sedotan kedalam karton. Karton yang telah diberi produk dan sedotan selanjutnya di isolasi dengan menggunakan lakban menggunakan mesin sealing box. 7. Proses Palleting dan Penyimpanan Proses palleting adalah proses penyusunan produk jadi yang sudah dikemas kedalam kemasan karton di atas palet. Hal tersebut dilakukan agar memudahkan saat proses penyimpanan dan pengangkutan. Setelah produk disusun di atas palet selanjutnya produk dibawa menuju gudang jadi untuk mengalami proses karantina sebelum dijual. 4.2.3 Mesin dan Peralatan Produksi Proses produksi minuman teh dalam kemasan cup Mountea membutuhkan mesin dan peralatan yang sesuai untuk setiap langkah proses. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan Mountea di PT SMS adalah tangki penampung air, boiler, compressor machine, mixing tank, storage tank, pasteurizer (THE), filling machine, inkjet print machine, cooling conveyor, sealing box machine, hand pallet, forklift car. Berikut ini penjelasan fungsi kerja masing-masing mesin dan peralatan tersebut. 1. Tangki Penampung Air Proses pembuatan Mountea di PT SMS dimulai dari tahap penerimaan dan pengolahan air. Air yang digunakan diperoleh dari air curah yang dibeli dari supplier. Sebelum digunakan air di olah melalui tahapan water teratment sebelum ditampung menggunakan tangki penampung air. PT SMS memiliki 2 buah tangki air dengan kapasitas masing-masing 10.000 l. 2. Boiler Boiler digunakan sebagai pasokan uap atau steam. Uap digunakan untuk memanaskan air baku dan sebagai media pemanas pada proses pasteurisasi.
30
3. Mesin Compressor Udara Mesin compressor udara digunakan sebagai pasokan angin untuk mesin filling dan juga peralatan lainnya yang membutuhkan pasokan angin. 4. Mixing Tank Mixing tank adalah tangki yang digunakan untuk mencampur bahan baku untuk pembuatan Mountea. Tangki tersebut dilengkapi dengan agitator, thermometer dan pompa transfer. Agitator berfungsi sebagai pengaduk horizontal untuk mencampur bahan-bahan formula. Sedangkan pompa digunakan untuk mentransfer produk menuju mesin pasteurisasi. PT SMS memiliki 2 buah preparation tank dengan kapasitas masing-masing 2.000 l dan 2 buah final tank dengan kapasitas masing-masing 6.000 l. 5. Pasteurizer Pasteurizer atau mesin pasteurisasi digunakan untuk memanaskan larutan produk dengan tujuan membunuh mikroba patogen. Mesin pasteurizer yang digunakan oleh PT SMS adalah mesin THE. 6. Storage Tank Storage tank atau tangki penampung digunakan untuk menampung produk setelah melewati proses pasteurisasi sebelum menuju proses filling. Pada tangki storage dilengkapi dengan double jacket yang mampu memanaskan produk. 7. Filling Cup Machine Filling cup machine adalah mesin yang digunakan untuk melakukan proses pengisian produk kedalam kemasan cup (filling) sekaligus melakukan proses penutupan produk (sealing). PT SMS saat ini memiliki 2 (dua) mesin filling cup 16 line (Lampiran 2) dengan kapasitas per mesin mampu melakukan proses filling and sealing sebanyak 280 pcs cup per menit. 8. Inkjet Print Machine Mesin ini berguna untuk memberi kode produksi dan expired pada produk. PT SMS memiliki dua mesin inkjet print. Pemberian kode
31
berlangsung secara otomatis dengan menggunakan conveyor berjalan. 9. Cooling Conveyor Cooling conveyor digunakan untuk proses pendinginan produk, berbentuk sebuah bak yang diberi air pendingin dengan conveyor berjalan. 10. Sealing Box Machine Sealing box adalah mesin yang digunakan untuk proses perekatan kemasan karton yang telah diisi produk dengan menggunkan isolasi. 4.3. Sistem Pengendalian Mutu Pengendalian mutu memiliki peranan penting dalam suatu rangkaian proses produksi, dimana mutu suatu produk sangat ditentukan oleh bahan baku yang akan diolah menjadi produk jadi. PT SMS memiliki departemen khusus, yaitu departemen Quality Control (QC) yang bertugas mengendalikan mutu produk Tugas utama departemen QC adalah melakukan pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu proses produksi dan pengendalian mutu produk akhir. 4.3.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam menghasilkan sebuah produk. Proses penerimaan bahan baku pertama kali ditangani oleh bagian QC incoming. Bagian ini bertugas memeriksa bahan baku dan bahan kemas yang datang dari pemasok. Setiap bahan baku yang datang harus disertai dengan surat jalan sebagai bukti pengiriman barang sekaligus untuk mencocokan kesesuaian jumlah dan waktu pemesanan yang tercatat di bagian PPIC. Pemeriksaan bahan baku dilakukan dengan menggunakan metoda sampling dan diperiksa sesuai dengan jenis masing-masing bahan untuk dibandingkan dengan persyaratan mutu bahan tersebut. Sedangkan untuk bahan baku yang tidak bisa diuji karena keterbatasan alat akan melihat kepada CoA (Certificate of Analysis) yang diberikan oleh pihak pemasok.
32
Bahan baku dan bahan kemas yang sudah diperiksa dan dinyatakan dapat diterima akan diturunkan dari kendaraan pengangkut dan disimpan didalam gudang bahan baku atau bahan kemas. Semua barang yang diterima disimpan di atas palet, kemudian diberi status release atau passed QC, sedangkan untuk barang yang tidak sesuai maka QC akan memberikan label status tunda atau langsung menolak barang tersebut dan dikembalikan kepada supplier. Proses penyimpanan dan pengeluaran bahan baku dan bahan kemas menggunakan sistem FIFO (First In First Out), yaitu setiap bahan baku dan bahan kemas yang masuk atau datang terlebih dahulu akan dikeluarkan terlebih daahulu. 4.3.2 Pengendalian Mutu Proses Pengendalian mutu proses produksi dilakukan pada setiap tahapan proses. Kegiatan pengendalian mutu ini dimulai dari proses pengolahan air hingga proses penyimpanan produk akhir di gudang. Pengendalian
mutu
ini
bertujuan
untuk
mencegah
terjadinya
penyimpangan selama proses produksi berlangsung. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi. Hasil pengujian fisika dan kimia dapat diketahui pada saat itu juga sedangkan hasil analisis mikrobiologi harus menunggu waktu inkubasi terlebih dahulu. Inkubasi dilakukan selama 1-2 hari untuk bakteri angka lempeng total (TPC), E. coli dan coliform. Sedangkan 3 hari untuk kapang dan khamir. Hal-hal yang harus dikendalian dalam proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.3.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir Pemeriksaan mutu produk akhir meliputi pemeriksaan fisik, kimia dan mikrobiologi. Sample produk hasil produksi diambil tiap batch-nya untuk dilakukan pengujian fisika dan kimia yang meliputi pemeriksaan organoleptik, pH dan kadar brix serta uji mikrobiologi yaitu uji TPC, E. coli, coliform serta kapang dan khamir. Uji E. coli dilakukan apabila hasil uji coliform dinyatakan positif. Penanganan produk akhir meliputi inkubasi dan sample retain. Sample retain adalah
33
kegiatan pengambilan dan penyimpanan produk untuk memonitor perubahan kualitas produk tersebut selama di pasar melalui pengamatan dan analisa kondisi sample, tujuannya adalah sebagai sarana monitoring kualitas produk di pasar serta sebagai referensi bila terjadi penyimpangan atau komplain produk. Pengecekan kondisi retain sample dilakukan setiap 3 bulan sampai waktu kadaluarsa produk berakhir. Produk jadi atau finish goods kemudian disimpan digudang jadi dan diberikan status oleh QC. Status release diberikan kepada produk yang sesuai standar dan telah siap untuk dipasarkan. Status hold diberikan untuk produk yang belum siap dipasarkan dan masih harus menunggu analisa. Satus reject diberikan kepada produk yang mengalami penyimpangan. 4.4. Identifikasi Permasalahan Hal utama yang menjadi perhatian utama adalah masih rendahnya nilai utilisasi atau efektivitas mesin serta tingginya nilai loss and waste selama proses produksi berlangsung. Penghitungan nilai efektivitas mesin diperlukan untuk mengetahui apakah proses produksi berjalan efisien atau tidak. Loss and waste merupakan kehilangan bahan selama proses berlangsung dan dianggap sebagai kerugian bagi perusahaan. Tahap awal yang akan diidentifikasi pada penelitian ini adalah melakukan pengukuran nilai OEE untuk mengetahui besarnya nilai pemanfaatan alat dan mesin di PT SMS, serta mengidentifikasi faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya loss and waste di PT SMS. 4.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.5.1 Penghitungan OEE Pengumpulan data dilakukan melalui pengambilan data sekunder perusahaan selama 5 bulan dari bulan Oktober 2009-Febuari 2010 dan dilanjutkan dengan pengamatan selama 1 minggu di bulan Maret 2010 (5 hari kerja). PT SMS selama ini belum pernah mengukur nilai OEE untuk mengetahui efektivitas peralatan atau mesin pada lini proses produksinya. OEE merupakan salah satu tools untuk menilai besarnya
34
efektivitas pemanfaatan peralatan dan mesin. Tahap awal dalam melakukan penilaian OEE ialah mengumpulkan data produksi. Data yang diperlukan untuk menghitung OEE antara lain adalah data waktu kerja perusahaan, data downtime, kecepatan mesin dan data hasil produksi. Data produksi masa lalu PT SMS pada kurun waktu bulan Oktober 2009-Febuari 2010 dan berdasarkan hasil pengamatan selama 5 hari dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Data produksi masa lalu PT SMS
Okt 09
Operating Time (mnt) 15.422,5
Planned Production Time (mnt) 17.795
Ideal Run Rate (box/mnt) 22
Total Output (box) 242.646,5
Good Output (box) 241.380
Nov 09
17.890
20.465
22
264.703
263.619
Des 09
10.520
12.315
22
176.400
175.759
Jan 10
8.225
8.967,5
22
121.689
110.231
Feb 10
7.920
8.425
12
73.410,25
73.291
Bulan
Sumber: Laporan produksi PT SMS, 2010 Tabel 3. Data produksi pengamatan langsung
350
Planned Production Time (mnt) 500
Ideal Run Rate (box/mnt) 22
Total Output (box) 6.376,96
Good Output (box) 6.357
23
365
530
22
6.320,96
6.294
24
470
487,5
22
7.724,71
7.706
25
460
527,5
22
7.745,21
7.725
26
265
530
22
5.130,17
5.107
Maret 2010
Operating Time (mnt)
22
Tahap pertama sebelum mendapatkan nilai OEE ialah melakukan perhitungan nilai persentase availability, performance dan Quality rate. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai OEE dilakukan dengan cara mengkalikan ketiga nilai tersebut. Nilai OEE selama bulan Oktober 2009-Febuari 2010 dapat dilihat pada Tabel 4. Cara penghitungan OEE dapat dilihat pada Lampiran 4.
35
Tabel 4. Nilai OEE berdasarkan data masa lalu
Oktober 2009
Availability (%) 86,7
Performance (%) 69,4
Quality (%) 99,5
OEE (%) 59,8
November 2009
87,4
65,3
99,6
56,8
Desember 2009
85,4
73,9
99,6
62,9
Januari 2010
91,7
65,3
90,6
54,2
Febuari 2010
94,0
77,2
99,8
72,5
Rataan
89,0
70,2
97,8
61,2
Bulan
Sedangkan nilai OEE melalui pengamatan langsung selama 5 hari kerja dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai OEE pengamatan langsung
22 Maret 2010
Availability (%) 70,0
Performance (%) 80,4
Quality (%) 99,7
OEE (%) 56,1
23 Maret 2010
68,9
76,4
99,6
52,4
24 Maret 2010
96,4
72,5
99,8
69,7
25 Maret 2010
87,2
74,3
99,7
64,6
26 Maret 2010
50,0
85,4
99,5
42,5
Rataan
74,5
77,8
99,7
57,1
Maret
Salah satu cara untuk melakukan analisa data, yaitu dengan mengukur nilai OEE dan membandingkan nilai dari setiap komponen nilai OEE. Analisa difokuskan pada peningkatan nilai komponen yang rendah tersebut dan dilakukan pemgamatan untuk memberikan usulan perbaikan. Nilai OEE bisa dikatakan baik apabila nilainya lebih dari 85%, sedangkan nilai availability, performance dan quality dikatakan baik bila nilainya lebih besar dari 90% (Dal, 2000). Nilai availability menunjukkan tingkat ketersedian mesin yang siap untik beroperasi. Pada kurun waktu Oktober 2009-Febuari 2010 secara umum nilai availability mengalami kenaikan dari 86,7% menjadi 94,0% dengan rataan 89%. Kenaikan nyata tercatat terjadi pada bulan Febuari 2010 dengan nilai 94%, hal ini terjadi karena pada bulan Febuari 2010 terjadi penurunan target produksi menjadi 1 mesin karena
36
adanya jadwal maintenance mesin filling cup 1 yang diketahui mengalami kerusakan, sehingga sering mengakibatkan downtime dan defect produk, oleh karena itu pada bulan Febuari 2010 kehilangan waktu akibat downtime dapat diminimalisasi. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan pada kurun waktu 22-26 Maret 2010 nilai availability mengalami fluktuatif setiap harinya dengan rataan 74,5%, disebabkan sering terjadi downtime akibat kerusakan mesin. Nilai tertinggi terjadi pada tanggal 24 Maret 2010 sebesar 94,6%, sedangkan nilai terendah terjadi pada tanggal 26 Maret sebesar 50%. Nilai
performance
menunjukkan
kinerja
mesin
dalam
menghasilkan suatu produk. Nilai performance pada kurun waktu Oktober 2009-Febuari 2010 memiliki rataan 70,2% sedangkan pada kurun waktu 22-26 Maret 2010 memiliki rataan 77,8%. Hal ini belum dikatakan baik karena nilai performance dapat dikatakan memenuhi standar kelas dunia bila di atas 95% (www.vorne.com, 2010). Nilai quality pada kurun waktu Oktober 2009-Febuari 2010 memiliki rataan 97,8%. Nilai terkecil terjadi pada bulan Januari 2010 dengan 90,6%. Sedangkan pada kurun waktu 22-26 maret 2010 memiliki rataan 99,7%. Kondisi ini sudah dikatakan ideal, karena nilainya lebih dari 99%. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa rataan nilai OEE dari bulan Oktober 2009-Febuari 2010 sebesar 61,2%. Sedangkan berdasarkan data hasil pengamatan diperoleh rataan nilai OEE sebesar 57,1%. Menurut Dal (2000) pencapaian nilai OEE yang masih di bawah 85% mengindikasikan bahwa mesin-mesin belum dalam kondisi ideal atau belum memenuhi standar perusahaan kelas dunia. Perbandingan nilai availability, performance, quality rate dan OEE dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Rendahnya nilai OEE pada data di atas, terutama dipengaruhi oleh nilai availability rate dan performance rate yang rendah, masih dibawah 90% yaitu rataan 89,0% dan 70,2% pada data masa lalu serta 74,5% dan 77,8% pada data hasil pengamatan.
37
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa analisa difokuskan pada permasalahan nilai availability rate dan performance rate.
100 90 80 70 Oct-09
60
Nov-09
50
Dec-09
40
Jan-10
30
Feb-10
20 10 0 Avaliability
Performance
Quality
OEE
Gambar 4. Histogram data masa lalu nilai availability, performance, quality rate dan OEE
100 90 80 70 22-Mar-10
60
23-Mar-10
50
24-Mar-10
40
25-Mar-10
30
26-Mar-10
20 10 0 Availability Performance
Quality
OEE
Gambar 5. Histogram data hasil pengamatan langsung nilai availability, performance, quality rate dan OEE
38
4.5.2 Penghitungan Efisiensi Produksi Data perbandingan antara jumlah output dan input produksi (yield) diperlukan untuk mengetahui nilai loss and waste. Data masa lalu perbandingan output dan input produksi Mountea selama kurun waktu bulan September 2009-Febuari 2010 seperti tersaji pada Tabel 1 diketahui memiliki rataan 2,86%. Nilai loss and waste tertinggi terjadi pada bulan Januari 2010 sebesar 3,71% dan nilai terendah terjadi pada bulan Febuari 2010 sebesar 2,40%. Data perbandingan antara output dan input produksi melalui pengamatan selama 5 hari kerja dimulai dari tanggal 22-26 Maret 2010, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data pengamatan perbandingan output dan input produksi Tgl. (Maret 2010) 22
1.012,08
% Yield 96,63
% Loss and waste 3,37
28.700,64
1.299,36
95,67
4,33
36.000
35.139,36
860,64
97,61
2,39
25
36.000
35.226
774
97,85
2,15
26
24.000
23.287,92
712,08
97,03
2,97
Total
156.000
151.341,8
4.658,16
484,7
15,21
Rataan
30.000
28.987,92
1.012,08
96,63
2,99
Input (l)
Output (l)
Selisih (l)
30.000
28.987,92
23
30.000
24
%Yield
Output ……………………..……………………… (5) Input
% Loss and waste
selisih ………………………………..…. (6) input
PT Dharana Inti Boga sebagai pemberi jasa makloon memberikan toleransi batas maksimal terhadap pencapaian nilai loss and waste bahan baku sebesar 3%. Apabila PT SMS melebihi batas yang telah ditatapkan maka PT SMS harus membayar kelebihan loss and waste yang terjadi. Dari data hasil pengamatan pada Tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa persentase loss and waste memiliki rataan 2,99%. Berdasarkan data di atas persentase loss and waste selama lima hari kerja masih berfluktuatif. Nilai loss and waste tertinggi terjadi pada tanggal 23 Maret 2010 sebesar 4,33%, sedangkan nilai terendah terjadi
39
pada tanggal 25 Maret 2010 sebesar 2,15%. Hal ini dinilai cukup mengkhawatirkan karena walaupun rataan nilai loss and waste masih di bawah 3%, namun pada beberapa kurun waktu tertentu nilai loss and waste telah melebihi standar 3%. 4.6. Analisis Data 4.6.1 Analisis Nilai Availability dan Performance Pada six big losses terdapat dua komponen yang mempengaruhi nilai availability yaitu, breakdown losses dan setup and adjustment losses yang tergolong kedalam downtime losses Sedangkan komponen yang mempengaruhi nilai performance adalah small stops dan reduce speed yang tergolong kedalam speed losses. Untuk mengetahui penyebab terjadinya downtime losses dan speed losses, maka digunakan alat bantu fish bone diagram atau diagram sebab-akibat. Penyusunan dilakukan melalui teknik brainstorming dengan pihak perusahaan. Pada diagram ini dirumuskan faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab masalah (Lampiran 5). Berikut ini disajikan hasil analisisnya: 1. Availability Rate a)
Mesin Faktor yang mempengaruhi nilai availability rate disebabkan oleh mesin antara lain diketahui terdapat kondisi, dimana beberapa hari tidak berproduksi sama sekali akibat terjadi breakdown dan juga sering mengalami perbaikan saat produksi sedang berlangsung (setup and adjustment). Hal tersebut disebabkan mesin mengalami kerusakan dan komponen spare part yang dibutuhkan tidak tersedia. Spare part untuk beberapa komponen mesin tertentu tidak sesuai dengan standar dan toolset untuk setup dan perbaikan mesin belum tersedia dengan lengkap, sehingga waktu setup dan perbaikan membutuhkan waktu cukup lama.
b)
Manusia Faktor manusia, antara lain skill operator yang kurang memahami karakteristik dan kondisi mesin. Hal ini dapat
40
menyebabkan operator tidak bisa melakukan perbaikan untuk kerusakan
sederhana,
sehingga
berpotensi
melakukan
kesalahan dalam penyetelan dan pengoperasian mesin. Kemampuan dalam kecepatan dan ketepatan teknisi dalam memperbaiki mesin juga akan mempengaruhi downtime. c)
Material Bahan baku
yang
tidak
standar
yang
terpakai akan
menyebabkan terjadinya penurunan mutu. Change over atau pergantian antara bahan baku tidak standar dengan bahan baku standar dapat mengakibatkan terjadinya downtime. d)
Metode Program preventive maintenance belum dilaksanakan secara optimum, maka terkadang perbaikan darurat (emergency maintenance) yang seharusnya segera dilakukan dengan baik dapat berlarut-larut, karena keterbatasan alat dan tidak adanya spare part, sehingga mengakibatkan bertambah parahnya kerusakan mesin.
2. Performance Rate 1)
Mesin Faktor yang mempengaruhi nilai performance rate yang disebabkan oleh mesin adalah terjadinya penurunan kapasitas atau speed looses akibat beberapa mould mesin keropos sehingga tidak digunakan. Jumlah mould yang dicopot setiap harinya dilakukan secara kondisional tergantung hasil mutu output yang diperiksa oleh bagian quality control. Pencopotan ini dilakukan untuk menghindari terjadinya stop produksi dan cacat produk akibat hasil seal yang tidak rapat Akibat pencopotan beberapa mould akan mengurangi jumlah output mesin per menit. Selain itu, seringnya terjadi small stop dan small adjustment dimana mesin berhenti sejenak akibat volume pengisian kurang ataupun perbaikan-perbaikan kecil yang mengakibatkan terjadinya speed loss.
41
2)
Manusia Faktor manusia yang mempengaruhi nilai performance rate disebabkan banyak terjadinya small stop atau berhenti sejenak saat pergantian batch dan terjadi unbalance line tidak seimbang antara output mesin filling dengan kemampuan personil packing dalam melakukan proses packing, sehingga terjadi penumpukan produk di area packing dan mengakibatkan mesin berhenti sejenak Hal ini akan mengakibatkan terjadinya speed loss.
3)
Material Bahan baku
yang
tidak
standar
yang
terpakai akan
menyebabkan terjadinya penurunan mutu. Waktu pergantian antara bahan baku tidak standar dengan bahan baku standar dapat mengakibatkan terjadinya small stop dan reduce speed, karena mesin harus mengalami penyesuaian kecepatan lagi dari awal sebelum berada dalam kondisi stabil. 4)
Metode Faktor metode yang mempengaruhi nilai performance rate, diantaranya diakibatkan oleh cara pergantian batch yang berhenti sejenak.
5)
Lingkungan Kondisi suhu ruangan filling di PT SMS mencapai angka 35˚C, hal ini membuat suhu di dalam ruangan menjadi panas, sehingga mengakibatkan operator filling merasa kurang nyaman dan sering keluar masuk ruangan. Setelah dilakukan identifikasi penyebab permasalahan dengan
menggunakan diagram sebab akibat selanjutnya dicari penyebab utama downtime dengan melakukan pemetaan penyebab downtime melalui lembar periksa. Berdasarkan hasil pengamatan pada kurun waktu 22-26 Maret 2010 diketahui penyebab-penyebab terjadinya downtime pada mesin filling 1 dan 2, seperti dimuat pada Tabel 7.
42
Tabel 7. Penyebab downtime pada mesin filling Mesin filling 1 No
Penyebab downtime
1. 2. 3.
Perbaikan sealing Conveyor macet Packing numpuk
4.
Sealing over heat
Mesin filling 2 Waktu (mnt) 960 90 85 80
Delay tunggu keputusan Persiapan mixing 6. dan cek brix 7. Mesin konslet 8. Ganti batch 9. Feeder cup bocor 10. Mesin inkjet macet 11. Selang filling pecah TOTAL 5.
60 50 15 10 5 5 5 1.365
Penyebab downtime Perbaikan sealing Packing numpuk Conveyor macet Persiapan mixing dan cek brix Persiapan pemanasan heater
Waktu (mnt) 300 115 90 30 15
Ganti batch
10
Mesin inkjet macet
5
TOTAL
565
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan total downtime antara mesin 1 dan 2, dimana downtime terbesar terjadi pada mesin filling 1 selama 1.365 menit, sedangkan pada mesin 2 terjadi downtime selama 565 menit. Histogram perbandingan total downtime antara mesin filling 1 dan 2 disajikan pada Gambar 6. Untuk mengetahui penyebab utama daripada downtime di tiap-tiap mesin filling digunakan alat bantu Pareto chart, seperti dimuat pada Tabel 8 dan 9. Total Downtime Mesin 1 dan 2 (menit) 1600 1400
1365
1200 1000 800 565
600 400 200 0 Mesin Filling 1
Mesin Filling 2
Gambar 6. Total downtime mesin filling 1 dan 2
43
Tabel 8. Penyebab terjadinya downtime mesin filling 1 Mesin filling 1 Waktu Penyebab Downtime (mnt) 1. Perbaikan sealing 960 2. Conveyor macet 90 3. Packing numpuk 85 4. Seal Overheat 80 5. Delay tunggu keputusan 60 6. Persiapan mixing dan cek brix 50 7. Mesin konslet 15 8. Feeder cup bocor 10 9. Ganti batch 5 10. Mesin inkjet error 5 11. Selang filling pecah 5 TOTAL 1.365 No
% 70,3 6,6 6,2 5,9 4,4 3,7 1,1 0,7 0,4 0,4 0,4 100
Jumlah (%) 70,3 76,9 83,2 89,0 93,4 97,1 98,2 98,9 99,3 99,6 100
Tabel 9. Penyebab terjadinya downtime mesin filling 2 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Mesin filling 2 Waktu Penyebab Downtime (mnt) Perbaikan sealing 300 Packing numpuk 115 Conveyor macet 90 Persiapan mixing dan cek brix 30 Persiapan pemanasan heater 15 Ganti batch 10 Mesin inkjet error 5 TOTAL 565
% 53,1 20,4 15,9 5,3 2,7 1,8 0,9 100
Jumlah (%) 53,1 73,5 89,4 94,7 97,3 99,1 100
Hasil Pareto penyebab terjadinya downtime untuk masing-masing mesin filling dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Berdasarkan diagram Pareto, diketahui bahwa jenis downtime terbesar disebabkan oleh perbaikan seal mesin filling baik di mesin 1 maupun mesin 2, dengan persentase masing-masing 70,3% dan 53,1%. Berdasarkan prinsip 8020, maka jenis downtime yang harus diperhatikan adalah mengenai permasalahan sealing.
44
Pareto Downtime Mesin Filling 1 1200 89.0%
1000
93.4%
97.1%
98.2%
98.9%
99.3%
99.6%
100% 100.0% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
83.2% 76.9%
800
70.3%
600 400 200 0 r g h h al H uk et or ca ay ixin let oco Se atc ac err . pe ns mp al O Del b b n t u M o M i p k ill Se nt nkje y. aik gn cu an sin gf I Pb onv kin Ga ap e er n i d a c s l K Pa M ee r Se Pe F
Gambar 7. Pareto downtime mesin filling 1
Pareto Downtime Mesin Filling 2 350 89.4%
300 250 200
94.7%
97.3%
99.1%
100.0%100%
90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
73.5%
53.1%
150 100 50 0 Pbaikn Seal
Packing Konvy. Persiapan Persiapan numpuk Macet Mixing pmnsn heater
Ganti Inkjet error batch
Gambar 8. Pareto downtime mesin filling 2 4.6.2 Analisis Efisiensi Produksi Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa rataan nilai persentase loss and waste selama bulan September 2009-Febuari 2010 adalah 2,86%. Sedangkan nilai persentase loss and waste berdasarkan pengamatan selama 5 hari kerja adalah 2,99%. PT Dharana Inti Boga
45
sebagai pemberi jasa makloon hanya memberikan toleransi angka loss and waste bahan baku maksimal 3%. Bila lebih dari 3%, maka PT SMS harus membayar kerugian yang diakibatkan kelebihan jumlah loss and waste tersebut. Masalah loss and waste pada proses produksi yang menyebabkan kerugian di PT SMS terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu defect dan loss material. Defect didefinisikan sebagai kerusakan suatu produk yang menyebabkan nilai produk tersebut berkurang, misalnya cup penyok, lid miring, bocor dan reject karena ada pertumbuhan mikrobiologi yang tidak standar ataupun akibat rasa yang tidak standar. Sedangkan loss, yaitu hilangnya material yang digunakan pada proses produksi, sehingga efektivitas produksi berkurang akibat biaya yang terlalu besar. Penelusuran pertama terhadap sumber-sumber loss and waste dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa diagram sebab akibat (diagram Ishikawa). Untuk membuat diagram ini perlu dilakukan brainstorming dengan pihak perusahaan. Pada diagram ini dirumuskan faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab masalah (Lampiran 6). Berdasarkan pengamatan selama bulan Maret 2010 adalah: 1. Mesin Faktor mesin adalah terdapatnya banyak mould yang keropos, sehingga menyebabkan banyak produk hasil seal yang bocor. Pembacaan suhu heater yang tidak aktual pada mesin berpotensi menyebabkan banyak cup yang tidak tertutup dengan rapat dan juga terjadi over heat. Kucuran air volume saat proses pengisian kedalam cup sering luber dapat mengakibatkan terjadi loss produk. 2. Manusia Faktor manusia yang menjadi fokus pengamatan, terutama para pekerja di bagian filling. Hal ini dikarenakan pekerja pada areal tersebut berkontribusi cukup besar terhadap jumlah loss and waste selama proses produksi. Skill yang dimiliki setiap pekerja belum merata, karena dipengaruhi oleh pengalaman kerja dan pendidikan
46
yang dimilki oleh setiap pekerja. Semakin lama
bekerja, maka
semakin banyak juga pengalaman yang dimilikinya. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi keahlian pekerja dan kemudahan dalam memahami pekerjaannya. Kondisi ruangan yang panas (3538˚C) menyebabkan pekerja menjadi cepat kelelahan, sehingga menjadi tidak berkonsentrasi. 3. Material Faktor material yang mempengaruhi jumlah loss and waste adalah kualitas bahan kemas yang tidak standar, terutama material lid dan cup. Gulungan lid yang tidak rapat dapat mengakibakan hasil seal menjadi miring. Kondisi bibir cup yang ovale dapat mengakibatkan hasil seal menjadi kurang rapat. 4. Metode Faktor metode, yaitu seringnya dilakukan adjustment volume untuk volume yang kurang secara manual oleh operator dengan menggunakan selang yang panjang, sehingga dapat mengakibatkan produk menjadi terbuang. Untuk mengetahui penyebab utama tingginya nilai loss and waste dilakukan pengamatan dan pengumpulan data-data reject produksi. Data hasil pengumpulan data reject selama 5 hari produksi dari tanggal 22-26 Maret 2010 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Data reject produksi Reject (pcs) Maret 2010 22 23 24 25 26 Total
Bocor
Penyok
Volume Kurang
Seal Miring
Over heat
153 309 148 160 237 1.007
70 56 79 95 101 404
118 106 136 199 97 656
5 17 15 10 0 47
119 147 67 0 114 447
Cutting Tidak Rapih 14 12 4 21 7 58
Total (pcs)
479 647 449 485 556 2.616
Perhitungan jumlah reject dalam satuan liter diperoleh dengan cara mengalikan jumlah reject dengan rataan volume per cup 190 ml. Jumlah reject (pcs) x 0.19 liter = jumlah reject (liter) ………...……. (7)
47
Jumlah loss and waste baik defect ataupun hilang dapat diketahui dengan cara membandingan antara jumlah output dan input produksi seperti tersaji pada Tabel 11 dan 12. Selanjutnya untuk mengetahui penyebab utama loss and waste digunakan alat bantu diagram Pareto. Tabel 11. Data penyebab loss and waste Defect (l)
Total loss and waste (l)
Selisih Hilang (l)
22,61
Cutting Tidak Rapih 2,66
1012,08
921,07
3,23
27,93
2,28
1299,36
1176,43
25,84
2,85
12,73
0,76
860,64
775,33
18,05
37,81
1,9
0
3,99
774
681,85
45,03
19,19
18,43
0
21,66
1,33
712,08
606,44
191,33
76,19
124,64
8,93
84,93
11,02
4658,16
Maret 2010
Bocor
Penyok
Volume Kurang
Seal Miring
Over heat
22
29,07
13,3
22,42
0,95
23
58,71
10,64
20,14
24
28,12
15,01
25
30,4
26 TOTAL
4161,12
Tabel 12. Klasifikasi data reject produksi No. 1 2 3 4 5 6 7
Penyebab loss and waste Hilang Bocor Volume kurang Over heat Penyok Cutting tidak rapih Seal miring
Jumlah (l)
%
4161,12 191,33 124,64 84,93 76,19 11,02 8,9 4658,13
89,3 4,1 2,7 1,8 1,6 0,2 0,2 100
Jumlah (%) 89,3 93,4 96,1 97,9 99,6 99,8 100
Pareto 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
97.9% 96.1% 93.4% 89.3%
Hilang
100.0% 99.6% 99.8% 100.0% 98.0% 96.0% 94.0% 92.0% 90.0% 88.0% 86.0% 84.0% 82.0%
Bocor Volume Over heat Penyok Cutting Seal kurang tidak miring rapih
Gambar 9. Pareto reject produksi
48
Berdasarkan prinsip 80-20 diketahui yang menjadi penyebab utama terjadinya loss and waste adalah terjadinya kehilangan poduk selama proses produksi. Kehilangan produk pada proses produksi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu kehilangan pasti dan kerugian, yaitu kehilangan yang masih dapat di minimalisasi atau dihindari. Berdasarkan hasil pengamatan kehilangan pasti terjadi saat awal produksi, yaitu larutan yang terbuang saat pengecekan brix dan saat akhir produksi, yaitu kehilangan produk di pipa. Data kehilangan pasti pasti dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Data kehilangan pasti selama proses produksi. No. 1. 2.
Loss atau kehilangan pasti Pengecekan brix Kehilangan pipa Total
Jumlah (l/hari) 25 50 75
Keterangan Setiap awal batch Setiap akhir batch
Berdasarkan data di atas kehilangan produk pasti setiap hari sekitar 75 l. Kerugian per hari diperoleh dari pengurangan antara total kehilangan dengan kehilangan pasti, sehingga diperoleh jumlah kerugian yang terjadi per hari selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Kerugian akibat kehilangan selama proses produksi per hari. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tanggal
Total Kehilangan (l)
Kehilangan pasti (l)
Kerugian (l)
22 Maret 2010 23 Maret 2010 24 Maret 2010 25 Maret 2010 26 Maret 2010 Total Rataan
921,07 1176,43 775,33 681,85 606,44 4161,12 832,22
75 75 75 75 75 225 75
846,07 1101,43 700,33 606,85 531,44 3786,12 757,22
Kerugian = Total kehilangan – Kehilangan pasti ......................……. (8) Berdasarkan data di atas diketahui bahwa total kehilangan atau kerugian setelah dikurangi dengan kehilangan pasti selama lima hari adalah 3786,12 l atau rataan kehilangan per hari adalah 757,22 l. Dalam 1 (satu) hari dapat diproduksi 4-6 batch, maka untuk mengetahui jumlah kehilangan per batch maka total kehilangan per hari harus dibagi dengan jumlah batch, seperti dimuat pada Tabel 15.
49
Tabel 15. Rataan kehilangan per batch.
1.
22 Maret 2010
5
Kehilangan / kerugian (l) 846,07
2.
23 Maret 2010
5
1101,43
220,29
3.
24 Maret 2010
6
700,33
116,72
4.
25 Maret 2010
6
606,85
101,14
5.
26 Maret 2010
4
531,44
132,86
26
3.786,12
740,22
Rataan
148,04
No.
Tanggal
Total
Jumlah batch
Rataan hilang / batch (l) 169,21
Berdasarkan pengamatan selama 5 hari telah di produksi Mountea sebanyak 26 batch dengan total kehilangan produk sebanyak 3786,12 l, diperoleh rataan kehilangan untuk setiap batch 148,04 l. 4.7. Upaya Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Produksi Faktor-faktor penyebab rendahnya nilai efektivitas mesin dan tingginya jumlah loss and waste telah dibahas sebelumnya. Setelah itu dilakukan proses brainstorming untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan. Langkah-langkah perbaikan yang dilakukan harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan. Langkah-langkah yang dinilai dapat segera dilakukan menjadi prioritas untuk dilakukan. Beberapa alternatif langkah perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas produksi dapat dilihat padat Tabel 16. Sedangkan alternatif langkah perbaikan yang dapat dilakukan untuk menurunkan jumlah loss and waste dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 16. Alternatif solusi perbaikan untuk meningkatkan efektivitas produksi No. 1.
Faktor Penyebab Mesin
2.
Manusia
Alternatif Solusi a. Meningkatkan pemeliharaan mesin untuk mencegah terjadinya kerusakan, terutama kerusakan mesin yang mengakibatkan hasil seal tidak rapat b. Melakukan penyediaan spare part atau suku cadang. c. Pengadaan tools set yang kurang dan dibutuhkan untuk perbaikan, misal mesin las. a. Melakukan evaluasi mengenai keseimbangan antara output produk dan kemampuan packing.
50
Lanjutan Tabel 16. No. Faktor Penyebab
3.
Material
4.
Metode
5.
Lingkungan
Alternatif Solusi b. Meningkatkan skill operator mengenai cara pengoperasian mesin yang baik dan benar melalui pelatihan dan pembentukan tim Small Group Activity (SGA). c. Meningkatkan skill teknik dalam memperbaiki mesin, melalui pelatihan ataupun studi banding. a. Meningkatkan inspeksi bahan baku saat kedatangan agar dilaksanakan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) dan persyaratan. a. Membuat rencana maintenance rutin. b. Melakukan evaluasi kembali mengenai standar waktu sistem pergantian batch yang berhenti. a. Mengevaluasi kondisi suhu ruangan dan dengan menambah jumlah exhaust, serta menyediakan pakaian kerja yang nyaman bagi operator.
Tabel 17. Alternatif solusi perbaikan untuk mengurangi loss and waste No. 1.
Faktor Penyebab Mesin
2.
Manusia
3.
Material
4.
Metode
Alternatif Solusi a. Meminimalisir kelebihan kucuran air saat proses pengisian kedalam kemasan cup. b. Meningkatkan pemeliharaan mesin dan peralatan untuk mencegah terjadinya defect atau reject produk. c. Mengganti mould yang sudah keropos. d. Melakukan validasi terhadap buangan awal, sehingga ditemukan jumlah paling efisien. a. Menerapkan sistem rolling yang teratur untuk menghindari kondisi operator yang kelelahan. b. Meningkatkan skill operator mengenai cara pengoperasian mesin yang baik dan benar melalui pelatihan dan pembentukan tim SGA. a. Meningkatkan inspeksi bahan baku saat kedatangan, agar dilaksanakan sesuai dengan SOP dan persyaratan. a. Melakukan evaluasi terhadap kecepatan mesin agar mendapatkan kondisi mesin yang optimum (antara volume dan kekuatan seal). b. Mengurangi melakukan adjustment volume.
Langkah-langkah perbaikan dilakukan berdasarkan skala prioritas. Sebagai ilustrasi, langkah perbaikan ini baru masuk kedalam perencanaan dan akan dilakukan berdasarkan skala prioritas yang telah menyebabkan banyak
51
kerugian bagi perusahaan, serta sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. 4.8. Implikasi Manajerial Efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi terkait dengan pengendalian mutu yang merupakan proses untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan. Tujuan pengendalian mutu adalah mencapai mutu standar yang baik dan konsisten, produk yang dihasilkan sesuai desain produk yang akan dipasarkan beserta harga yang dijual yang diharapkan. Kegiatan pengendalian mutu merupakan usaha pencegahan selama proses desain dan pabrikasi, agar produk cacat tidak terproduksi. Jika hal tersebut tercapai, maka dapat membuat proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Implikasi manajerial bagi PT SMS dalam mencapai efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi minuman Mountea adalah: 1. Membuat SOP mengenai preventive maintenance, persiapan produksi dan pergantian batch. SOP ini mencakup standar, instruksi kerja, titik periksa dan form pemeriksaan (misal, checklist parameter pemeriksaan mesin dan form tindakan koreksi bila ada kerusakan mesin atau alat). Hal ini diperlukan agar dapat menjadi acuan atau pedoman bagi setiap orang dalam melaksanakan kegiatan. 2. Melakukan inventory dan pendataan alat-alat atau spare part mesin yang sering mengalami kerusakan atau pergantian, agar tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan berlarut-larut. 3. Melakukan validasi terhadap buangan larutan produk awal saat pertama kali produksi. Hal ini diperlukan dalam rangka standarisasi jumlah buangan minimum, agar tidak terjadi buangan yang berlebihan yang dapat mengakibatkan tingginya jumlah loss and waste. 4. Meningkatkan program keterampilan (skill and knowledge) pegawai, mulai dari departemen teknik, produksi dan QC dengan cara mengikuti pelatihan (internal maupun eksternal) atau melakukan studi banding. 5. Membentuk tim SGA di tiap-tiap departemen yang terdiri dari sekelompok kecil karyawan (5-8 orang) yang melakukan kegiatan
52
pengendalian dan peningkatan mutu secara teratur, sukarela dan berkesinambungan,
sesuai
dengan
bidang
pekerjaanya
dengan
menerapkan prinsip-prinsip pengendalian mutu. 6. Perusahaan perlu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatankegiatan perbaikan yang sudah dilakukan setiap jangka waktu tertentu. Hal ini penting agar perusahaan dapat terus melakukan kegiatan continuous improvement terhadap sistem yang telah dijalankan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan PT SMS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pangan yang memproduksi minuman teh rasa buah dalam kemasan cup dengan merek Mountea. Saat ini, PT SMS belum memiliki merek produk sendiri dan hanya memproduksi dengan menerima pesanan dari perusahaan rekanan melalui kerjasama makloon. PT Dharana Inti Boga sebagai perusahaan rekanan PT SMS menetapkan persyaratan mutu yang ketat dan menetapkan standar kehilangan (loss and waste) bahan baku pada proses produksi maksimal 3%. Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh PT SMS, maka PT SMS harus membayar denda kepada PT Dharana Inti Boga sebagai perusahan pemberi jasa makloon. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rataan nilai OEE dari bulan September 2009-Febuari 2010 sebesar 61,2%. Sedangkan berdasarkan data hasil pengamatan diperoleh rataan nilai OEE 57,1%. Rendahnya nilai OEE terutama dipengaruhi oleh nilai availability rate dan performance rate yang rendah, yaitu di bawah 90% (rataan 89,0% dan 70,2% pada data masa lalu, serta 74,5% dan 77,8% pada data hasil pengamatan). Hal yang mempengaruhi rendahnya nilai availability rate dan performance rate adalah banyaknya downtime akibat seringnya mesin filling mengalami kerusakan pada sealer. Rendahnya nilai OEE tersebut (< 85%) menunjukan bahwa PT SMS masih harus banyak mengalami peningkatan berkelanjutan agar dapat memenuhi standar world class manufacturing melalui efektivitas dan efisiensi proses manufaktur pada produksi. Penyebab utama terjadinya loss and waste yang terjadi pada proses produksi oleh kehilangan produk 89,3%. Kehilangan produk selama proses diakibatkan oleh proses pengisian volume kedalam cup berlebih (luber) akibat tekanan angina yang tidak stabil sehingga banyak produk terbuang yang tidak dapat didaur ulang, maka akhirnya menjadi kerugian bagi perusahaan.
54
2. Saran a. Kegiatan pengendalian mutu dapat berjalan dengan optimal bila manajemen dapat mendemonstrasikan komitmennya, serta didukung oleh seluruh bagian di dalam perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya program pengembangan sumber daya dengan lengkap, salah satunya pelatihan yang dilaksanakan oleh orang-orang kompeten di bidangnya, baik dari segi pengalaman dan juga pengetahuan. b. Menyediakan alokasi sumber daya
yang tepat untuk perbaikan,
implementasi dan pengembangan sistem pengendalian mutu, agar dalam pelaksanaanya dapat berjalan optimal. c. Melakukan tindakan maintenance ataupun perbaikan terhadap kedua mesin filling cup secara menyeluruh, terutama pada sistem pengisian dan sealing. d. Melakukan review dan evaluasi pelaksanaan sistem pengendalian mutu yang telah dilaksanakan selama ini berdasarkan kriteria QCSDM (Quality, Cost, Safety, Delivery and Morale). e. Membuat kotak saran, dimana pekerja dapat memberikan saran dan kritik yang dapat membantu perusahaan untuk lebih maju dan berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 2004. Manajemen Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2009. Berita Resmi Statistik No. 48/08/Th. XII, 3 Agustus 2009. Dal, B. 2000. Overall Equipment Effectiveness as a Measure of Operational Imptovement. Int’l Journal of Operation and Production Management, vol. 20,p. 1491. Deviyanti. C. 2008. Penerapan Teknik Perbaikan Mutu dalam Mengatasi Defect Pada Pengemasan Susu Kental Manis Dan Kremer Kental Manis Kaleng di PT Indolakto – Jakarta. Skripsi pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fadillah, R. 2009. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebagai Dasar Optimasi Produktivitas. Skripsi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fazriyah, R. P. 2005. Analisis Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Permen Chocfuls di PT Cadbury Indonesia – Jakarta. Skripsi pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gaspersz, V. 1998. Statiscal Process Control, Penerapan Teknik-teknik dalam Manajemen Bisnis Total. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gaspersz, V. 2007. Organizational Excellence. PT. Gramedia, Jakarta. Hansen, R. C. 2001. Overall Equipment Effectiveness: A Powerful Production/Maintenance Tool for In Creased sed Profits, Industrial Press Inc., New York. Ishikawa, K. 1989. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu. Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta Malik, A. 2008. Outsoursing. Bahan Pelatihan. PT Garudafood, Jakarta. Marimin, 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grassindo, Jakarta. Muhandri, T. 2004. Perencanaan Produksi di Industri Pangan. Modul Kuliah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
56
Muhandri T, D. Kadarisman. 2008. Sistim Jaminan Mutu Industri Pangan. (Cetakan ke-2), IPB Press, Bogor. Nasution, N. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia, Bogor. PT SMS (Sekawan Maju Sejahtera). 2010. Laporan Harian Produksi Bulan September 2009-Febuari 2010, Bogor. Soekarto, T. S. 1990. Pengawasan Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Suardi, R. 2001. Sistem Manajemen Mutu 9000:2000. Penerapannya untuk mencapai TQM. Penerbit PPM, Jakarta. Susantun, I. 2000. Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas Dalam Pendugaan Efisiensi Ekonomi Relatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 5 (2) : hal 149-161. www.dewey.petra.ac.id. Pengukuran Produktivitas Pekerja Sebagai Dasar Perhitungan Upah Kerja Pada Anggaran Biaya, [22 Desember 2009]. www.indosiar.com. Teh Minuman Populer di Dunia, [09 Febuari 2010]. www.mushma.wordpress.com. Pengetahuan Mutu, [22 Desember 2009]. www.oee.com. Calculating – OEE, [09 Febuari 2010] www.swa.co.id. Berebut Peluang di saat Industri Kalis Krisis, [28 Januari 2010]. www.wayworld.com. Statistical Process Control, [26 Desember 2009]. www.wikipedia.org. Copacker, [30 Januari 2010]. www.vorne.com. Overall Equipment Effectiveness Glossary of Terms, Vorne Industries, [22 januari 2009].
58
Lampiran 1. Struktur organisasi PT SMS
59
Lampiran 2. Gambar mesin filler cup
2
1 4 3 6 2
5
5
1 4
Keterangan : 1. Feeder cup (tempat pemasukan cup kosong) 2. Tanki hopper (tanki penampung produk sebelum dialirkan kedalam cup) 3. Nozzle filling (selang dan katup pengisian produk kedalam cup) 4. Lid (bahan kemas untuk menutup cup) 5. Heater sealing (untuk merekatkan antara lid dan cup) 6. Cutting (untuk memotong lid agar sesuai dengan bentuk cup)
60
Lampiran 3. Pengendalian mutu selama proses produksi Tahapan Proses Pengolahan air
Formulasi Mixing
Pasteurisasi
Filling dan sealing Inkjet print
Cooling Packing dan paleting
Parameter Pemeriksaan 1. Fisik : warna, aroma, rasa 2. Kimia : pH, TDS1 , kesadahan 3. Mikrobiologi : (TPC2, E.coli, coliform kapang dan khamir) Kesesuaian jumalah dan jenis formula 1. Suhu dan volume air 2. Lama pengadukan 3. pH dan brix larutan 4. Organoleptik Suhu dan waktu pasteurisasi produk 1. Suhu produk 2. Volume filling 3. Hasil sealing Kesesuaian kode produksi dan expired date
1. Suhu air cooling 2. Suhu produk 1. Jumlah dan cara memasukan cup kedalam karton 2. Kondisi paleting
Frekuensi
Pelaksana
Setiap kedatangan
QC mikrobiologi
Setiap batch
Koordinator dispensing QC proses
Setiap batch
Setiap batch
Setiap batch
Setiap batch
Setiap batch
QC proses dan koordinator produksi QC proses
Setiap batch
QC proses
Sumber : PT SMS Cibinong, 2010 (Departemen QC) 1)
Total Disolve Solid
2)
Total Plate Count
Operator mixing dan QC proses QC proses
61
Lampiran 4. Penghitungan nilai OEE Bulan
Operating Time (mnt)
Planned Production Time (mnt)
Ideal Run Rate (box/mnt)
Total Output (box)
Good Output (box)
Okt 09
15422.5
17795
22
242646.5
241380
Nov 09
17890
20465
22
264703
263619
Des 09
10520
12315
22
176400
175759
Jan 10
8225
8967.5
22
121689
110231
Feb 10
7920
8425
12
73410.25
73291
Availability rate
Operating time x100 % Planned production time
Performance rate Quality rate
Total output x100 % Ideal run rate x Operating time
Good output x 100 % Total output
Bulan Oktober 2009:
Availability rate
15422.5 x 100 % 86,7 % 17795
Performance rate
Quality rate
242646.5 x 100 % 69,4 % 22 x 15422.5
241380 x100 % 99,5 % 242646,5
OEE = 86,7 % x 69,4 % x 99,5 % = 59,8 %
Bulan November 2009: Availability rate
17890 x 100 % 87,4 % 20465
Performance rate
Quality rate
264703 x 100 % 65,3 % 22 x 17890
263619 x 100 % 99,6 % 264703
OEE = 87,4 % x 65,3 % x 99,6 % = 56,8 %
62
Lanjutan Lampiran 4. Bulan Desember 2009:
Availability rate
10520 x 100 % 85,4 % 12315
Performance rate
Quality rate
176400 x 100 % 73,9 % 22 x 10520
175759 x 100 % 99,6 % 176400
OEE = 85,4 % x 73,9 % x 99,6 % = 62,9 % Bulan Januari 2010:
Availability rate
8225 x 100 % 91,7 % 8967.5
Performance rate
Quality rate
121689 x 100 % 65,3 % 22 x 8225
110231 x 100 % 90,6 % 121689
OEE = 91,7 % x 65,3 % x 90,6 % = 54,2 % Bulan Febuari 2010:
Availability rate
7920 x 100 % 94,0 % 8425
Performance rate
Quality rate
73410,25 x 100 % 77,2 % 22 x 73291
73291 x 100 % 99,8 % 73410,25
OEE = 94,0 % x 77,2 % x 99,8 % = 72,5 %
63
Lampiran 5. Diagram sebab akibat downtime and speed losses
64
Lampiran 6. Diagram sebab akibat loss and waste bahan baku