e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015)
ANALISIS DISCRETIONARY ACCRUAL DALAM MERESPON DOWNGRADE OBLIGASI PERUSAHAAN Wivina Christianti Pratiwi1, Desak Nyoman Sri Werastuti1, Edy Sujana2 Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui downgrade obligasi dalam kategori noninvestment grade. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Adapun perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 perusahaan non keuangan yang menerbitkan obligasi dan beredar di PT. Bursa Efek Indonesia periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2013, yang peringkat obligasinya diterbitkan oleh PT. Pefindo. Metode statistik penelitian ini mengunakan analisis Independent Sample t-test untuk menguji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa (1) perusahaan melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan jumlah akrual diskresioner saat publikasi laporan keuangan auditan setelah perusahaan mengalami downgrade obligasi. (2) discretionary accrual perusahaan yang mengalami downgrade obligasi lebih besar daripada discretionary accrual perusahaan yang tidak mengalami downgrade obligasi. Kata kunci: peringkat obligasi, discretionary accrual, Independent Sample t-test.
Abstract This study was intended to identify the degradation of the ranks of bonds which are under the category of non-investment grade. It is a quantitative study. The samples were determined using the purposive sampling method with the criteria already determined. 12 non-financial companies which issued bonds circulating at PT. Bursa Efek Indonesia (the Indonesia’s Stock Exchange) from 2004 to 2013 whose ranks of bonds were issued by PT. Pefindo were employed in the present study. The Independent Sample-Test was used to test the hypothesis. The result of the study showed that (1) the companies undertook the profit management by increasing the discretionary accrual number when the audited financial statement was issued after the companies underwent the degradation of the rank of bonds. (2) The management of the accrual profit of the companies which undertook the degradation of the rank of bonds was greater than that of those which did not undertake the degradation of the rank of bonds. Keywords: rank of bonds, accrual profit management, Independent Sample t-test.
e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) PENDAHULUAN Perusahaan yang memasuki pasar modal bertujuan mendapatkan dana yang berasal dari para investor agar mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi dalam pasar modal, salah satunya obligasi (Werastuti, 2012). Menurut Werastuti (2012) obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak perjanjian antara pemberi pinjaman dengan yang diberi pinjaman (emiten) yang berarti emiten mengakui berutang kepada pemilik obligasi. Meskipun obligasi dianggap sebagai investasi yang aman, namun obligasi tetap memiliki risiko. Risiko tersebut adalah ketidakmampuan perusahaan untuk melunasi obligasi kepada investor. Menurut Altman dan Nammacher (1968) dalam Raharja dan Sari (2008) peringkat obligasi sangat penting bagi investor karena mampu memberikan pernyataan informatif dan memberikan sinyal suatu perusahaan. Manfaat lain yang diperoleh investor dari peringkat obligasi adalah penghematan biaya dan waktu untuk melakukan analisis sendiri dan mendapatkan informasi secara langsung (Ang, 1997 dalam Werastuti, 2012). Di Indonesia terdapat tiga lembaga pemeringkat obligasi yaitu PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), PT. Fitch Rating Indonesia dan Indonesia Credit Rating Agency (ICRA). Lembaga pemeringkat yang mendominasi pasar atas pemeringkatan adalah PT. Pefindo. Kondisi tersebut merupakan alasan penelitian ini menggunakan peringkat dari PT. Pefindo. Hasil pemeringkatan berupa peringkat obligasi yang diberikan oleh agen pemeringkat dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu investment grade dan noninvestment grade. Investment grade adalah kategori bahwa suatu perusahaan atau negara dianggap memiliki kemampuan yang cukup dalam melunasi utangnya sehingga bagi investor yang mencari investasi aman, umumnya mereka memilih peringkat investment grade. Non-investment grade
adalah kategori bahwa suatu perusahaan atau Negara dianggap memiliki kemampuan yang meragukan dalam memenuhi kewajibannya. Perusahaan yang masuk kategori ini biasanya cenderung sulit memperoleh pendanaan. Dengan demikian, peringkat obligasi dapat memberikan sinyal tentang probabilitas kegagalan pembayaran utang sebuah perusahaan. Peringkat obligasi digunakan secara ekstensif dalam komunitas investasi sebagai surogasi pengukuran risiko obligasi (Hickman, 1958 dalam Kaplan dan Urwitz, 1979). Penelitian mengenai manajemen laba menunjukkan bahwa manajer melakukan manajemen laba karena berbagai motivasi. Motivasi tersebut antara lain, menghindari pelanggaran ketentuan dalam perjanjian utang (Deakin, 1979; Dhaliwal, 1980; Zmijewski dan Hagerman, 1981; Defond dan Jiambalvo, 1994), menghindari investigasi pelanggaran undang-undang anti monopoli dan antitrust (Cahan, 1992; Na’im dan Hartono, 1996), mengupayakan bantuan impor (Jones, 1991), meminimumkan pembayaran pajak (Boyton, et al., 1992), mencapai harga yang tinggi saat IPO (Neil, et al., 1995; Sutanto, 2000; Gumanti, 2001), motivasi mencapai bonus yang ditargetkan (Healy, 1985; Holthausen, et al., 1994), menurunkan terjadinya pelanggaran kontrak hutang obligasi saat terjadi penurunan atau perolehan peringkat obligasi ke dalam kategori non-investment grade (Adel, 2004), serta motivasi agar peringkat obligasi masuk dalam kategori investment grade pada saat penerbitan obligasi perdana (Yasa, 2007 dan 2010). Pada penelitian ini mengambil sampel pada obligasi yang mengalami downgrade obligasi perusahaan, baik yang terjadi dalam kategori investment grade maupun noninvestment grade. Berdasarkan pemaparan diatas, untuk mengetahui sejauh discretionary accrual dalam merespon downgrade obligasi perusahaan maka penelitian ini akan membahas mengenai “Analisis Discretionary Accrual Dalam Merespon Downgrade Obligasi Perusahaan”.
e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Berdasarkan latar belakang dan uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: (1) perusahaan yang mengalami downgrade obligasi melakukan discretionary accrual yang meningkatkan laba. (2) manajemen laba perusahaan yang mengalami downgrade obligasi lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang tidak mengalami downgrade obligasi. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2010:84). Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris di lapangan yang diperoleh melalui pengumpulan data. Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan maka hipotesis yang dapat peneliti kembangkan adalah sebagai berikut: Dalam penelitian ini diperdugakan bahwa manajemen perusahaan akan melakukan praktik manajemen laba dengan tujuan peningkatan laba terlihat dari nilai akrual diskresioner positif. Peningkatan laba ini bertujuan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya pelanggaran kontrak utang obligasi. Praktik manajemen laba akan terlihat dengan adanya akrual diskresioner positif pada tahun yang diprediksi perusahaan melakukan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik hipotesis: H1: Perusahaan yang mengalami downgrade obligasi melakukan discretionary accrual yang meningkatkan laba. Dalam penelitian ini menduga bahwa manajemen perusahaan dengan downgrade obligasi akan lebih berusaha untuk menunjukkan kinerja perusahaan peringkat obligasi akan lebih baik melalui manajemen laba. Tujuannya agar reputasi perusahaan, dan kepercayaan kreditur tidak menurun. Dengan demikian, perusahaan yang mengalami downgrade akan melakukan manajemen laba lebih besar daripada perusahaan yang tidak mengalami
downgrade obligasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik hipotesis: H2: Manajemen laba perusahaan yang mengalami downgrade obligasi lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang tidak mengalami downgrade obligasi. METODE Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Terdapat 2 variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu peringkat obligasi dan manajemen laba. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan industri nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2004-2013 dan menerbitkan obligasi serta melakukan pemeringkatan obligasi pada PT. Pefindo antara tahun 2004 sampai tahun 2013. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Setelah sampel ditetapkan, dilanjutkan dengan pengumpulan data melalui observasi non partisipan yaitu dengan cara membaca, mengamati, mencatat serta mempelajari uraian bukubuku, jurnal-jurnal akuntansi, laporan rating announcement dari PT. Pefindo, serta mengakses situs-situs internet yang relevan. Hipotesis pertama dan kedua akan dianalisis dengan Independent Sample t-test. Pengujian ini dilakukan dengan cara proksi yang menunjukkan manajemen laba yang meningkatkan atau menurunkan laba dilakukan dengan menguji total akrual yang berasal dari unsur kenaikan pendapatan dan biaya. HASIL DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Hasil penelitian yang dipaparkan pada bagian ini adalah data akrual untuk perusahaan yang mengalami dan tidak mengalami downgrade obligasi, yang meliputi nilai minimum, nilai rata-rata, median dan deviasi standar dari akrual diskresioner. Hasil statistic deskriptif disajikan pada Tabel 1.
e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Tabel 1 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Discretionary Accrual (DA) DOWN NDOWN -0,0000000410 -0,0000161700 0,0000307146 0,0000058500 0,0000147877 -0,0000023098 0,0000160724 0,0000006650 0,0000129383 0,0000078944
Statistik Deskriptif Minimum Maksimum Rata-rata Median Deviasi Standar Sumber: data sekunder, diolah (2015)
Pengujian Hipotesis 1 Pengujian ini menggunakan analisis statistik Independent Sample T-Test untuk akrual diskresioner. Pengujian dilakukan dengan membandingkan DA bernilai positif (pendapatan) dengan DA yang bernilai negatif (biaya). Untuk uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas residual, dimana residual data hendaknya memenuhi prasyaratan berdistribusi normal. Uji
normalitas residual dilakukan dengan uji One-Sample Kolgomorov-Smirnov Test, dengan persyaratan data dikatakan normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) residualnya > 0,05. Hasil uji normalitas residual ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan kriteria uji normalitas, data terdistribusi normal jika angka Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal.
Tabel 2 Hasil Uji Normalitas Residual DA_DOWN N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
2 0,0000000 0,00000000 0,260 0,260 -0,260 0,368 0,999
Sumber: data sekunder, diolah (2015)
Setelah melakukan uji normalitas residual, selanjutnya dilakukan pengujian dengan Independent Sample T-Test. Hasil pengujian Independent Sample T-Test dapat disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil tersebut, maka antara rata-rata akrual diskresioner dari unsur kenaikan pendapatan dan akrual diskresioner dari unsur kenaikan biaya memiliki variance yang sama. Rata-
rata akrual diskresioner dari unsure kenaikan pendapatan lebih tinggi sebesar 0,0000222 dibandingkan dengan rata-rata akrual diskresioner dari unsure kenaikan biaya. Perbedaan itu terjadi secara signifikansi yang ditunjukkan oleh nilai t pada equal variances assumed adalah 3,841 dengan nilai (p-value) sebesar 0,018 (2-tailed).
e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Tabel 3 Hasil Uji Beda Independent Sample T-Test Rincian Statistik Unsur
Jumlah Sampel
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pendapatan
4
0,0000221953
0,0000077142
0,0000038571
Biaya
2
-0,0000000275
0,0000000191
0,0000000135
Sumber: data sekunder, diolah(2015)
Tabel 4 Independent Sample t-test Levene's Test for Equality of Variances
Equal variances assumed
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
6,969
0,058
3,841
4
0,018
0,0000222
0,00000579
5,761
3,000
0,010
0,0000222
0,00000386
Equal variances not assumed Sumber: data sekunder, diolah(2015)
Pengujian Hipotesis 2 Pengujian hipotesis kedua (H2) membandingkan manajemen laba perusahaan yang mengalami downgrade obligasi perusahan sejenis yang setara dan tidak mengalami downgrade obligasi. Pengujian ini menggunakan analisis statistik Independent Sample t-test untuk akrual diskresioner. Untuk uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas residual, dimana residual data hendaknya memenuhi
prasyaratan berdistribusi normal. Uji normalitas residual dilakukan dengan uji One-Sample Kolgomorov-Sample Test, dengan prasyaratan data dilakukan normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) residualnya > 0,05. Hasil uji normalitas residual ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan kriteria uji normalitas, data terdistribusi normal jika angka Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal.
Tabel 5 Hasil Uji Normalitas Residual DA N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
6 0,0000000 0,00001176 0,228 0,176 -0,228 0,558 0,915
Sumber: data sekunder, diolah(2015)
Setelah melakukan uji normalitas residual, selanjutnya dilakukan pengujian dengan Independent Sample T-Test. Hasil pengujian Independent Sample T-Test dapat
disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan hasil tersebut, maka antara rata-rata akrual diskresioner dari unsur kenaikan pendapatan dan akrual diskresioner dari unsur kenaikan
e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) biaya memiliki variance yang sama. Ratarata akrual diskresioner dari perusahaan yang mengalami downgrade obligasi lebih tinggi sebesar 0,0000171 dibandingkan dengan rata-rata akrual diskresioner dari perusahaan yang tidak mengalami
downgrade obligasi. Perbedaan itu terjadi secara signifikan yang ditunjukkan oleh nilai t pada equal variances assumed adalah 2,763 dengan nilai (p-value) sebesar 0,020 (2tailed).
Tabel 6 Hasil Uji Independent Sample T-Test Unsur
Jumlah Sampel
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
DOWN
6
0,0000147877
0,0000129383
0,0000052821
NDOWN
6
-0,0000023098
0,0000078944
0,0000032229
Sumber: data sekunder, diolah(2015)
Tabel 7 Independent Sample t-test Levene's Test for Equality of Variances
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
2,071
0,181
2,763
10
0,020
0,0000171
0,00000619
2,763
8,270
0,024
0,0000171
0,00000619
Sumber: data sekunder, diolah(2015)
Pembahasan Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1) Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan membandingkan akrual diskresioner (AD) yang bernilai positif (kenaikan pendapatan) dengan AD yang bernilai negatif (kenaikan biaya). Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil bahwa nilai t pada equal variances assumed adalah 3,841 dan nilai (pvalue) sebesar 0,018 (2-tailed) yang signifikan secara statistik pada α = 0,05. Rata-rata AD dari unsur kenaikan pendapatan lebih besar dibandingkan DA dari unsur kenaikan biaya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manajemen melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba setelah perusahaan mengalami penurunan peringkat obligasi.
Berdasarkan hasil pengolahan data, dari 6 perusahaan sampel yang mengalami penurunan peringkat obligasi, terdapat 2 data perusahaan melakukan manajemen laba yang menurunkan laba. Motivasi manajemen perusahaan adalah untuk menunjukkan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan agar memperoleh jangka waktu yang lebih baik dalam negosiasi ulang kontrak utang. Terdapat 4 perusahaan yang melakukan manajemen pengaturan laba yang menaikkan laba ketika perusahaan mengalami penurunan peringkat obligasi. Agen akan berusaha untuk mempertahankan posisinya di perusahaan dengan memperlihatkan kinerja yang lebih baik. Hal itu dilakukan dengan pencapaian hasil pemeringkatan obligasi yang lebih baik dari sebelumnya sehingga agen akan melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba.
e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Alasan-alasan yang mendorong perusahaan melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba saat terjadi penurunan peringkat obligasi adalah untuk menanggulangi terjadinya pelanggaran kontrak utang obligasi yang semakin meningkat. Penurunan kepercayaan kreditur serta penurunan reputasi perusahaan yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai perusahaan yang tercermin dari penurunan harga saham perusahaan. Manajemen laba yang dilakukan tidak semata-mata dilandasi untuk kepentingan utilitasnya sendiri, tetapi dilandasi untuk kepentingan perusahaan. Misalnya, menjaga reputasi perusahaan dari pandangan pihak eksternal. Jika manajemen laba tidak dilakukan, maka perusahaan akan memperoleh reputasi negatif sehingga dapat mempengaruhi kinerja saham. Namun perusahaan yang melakukan manajemen laba membawa pengaruh negative dan cenderung menyesatkan informasi dalam pelaporan keuangannya. Hal tersebut menyebabkan adanya pelanggaran terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan. Manajemen bagi manajer suatu perusahaan memungkinkan dapat memicu terjadinya bahaya moral karena manajemen informasiasimetri yang bersifat “lebih” didalam lingkup internal perusahaan sehingga membuat manajemen memiliki banyak kesempatan dalam mengelola informasi juga manajer bisa leluasa memilih metode yang dapat disesuaikan dengan kebijakan yang lebih menguntungkan manajerial bahkan selain itu dapat cenderung mendorong kearah ilegal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Werastuti (2012) yang menunjukkan bahwa manajemen laba yang meningkatkan laba setelah perusahaan mengalami penurunan peringkat obligasi.
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2) Hipotesis kedua menyatakan bahwa manajemen laba akrual perusahaan yang mengalami penurunan peringkat obligasi lebih besar daripada manajemen laba akrual perusahaan yang tidak mengalami penurunan peringkat obligasi. Hipotesis kedua diuji dengan uji t, yaitu membandingkan akrual diskresioner (AD) dengan peringkat obligasi yang mengalami penurunan dengan perusahaan setara dengan tidak mengalami penurunan peringkat obligasi sebagai pembanding. Berdasarkan Tabel 7 diperoleh hasil bahwa perusahaan yang mengalami penurunan peringkat obligasi melakukan manajemen laba yang lebih besar daripada perusahaan yang tidak mengalami penurunan peringkat obligasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen perusahaan dengan penurunan peringkat obligasi akan lebih berusaha untuk mempertahankan posisinya di perusahaan dengan menunjukkan kinerja perusahaan yang lebih baik melalui manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Werastuti (2012), yang menemukan bahwa manajemen laba perusahaan yang mengalami downgrade obligasi lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang tidak mengalami downgrade obligasi. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: (1) Perusahaan melakukan discretionary accrual yang meningkatkan laba saat publikasi laporan keuangan auditan setelah perusahaan mengalami downgrade obligasi. Peningkatan laba bertujuan untuk mempertahankan posisi manajemen di perusahaan serta untuk menanggulangi
e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) konsekuensi negatif, misalnya pelanggaran kontrak hutang obligasi yang semakin meningkat, penurunan kepercayaan kreditur, penurunan reputasi perusahaan sehingga terjadi penurunan nilai perusahaan. (2) Discretionary accrual perusahaan yang mengalami downgrade obligasi lebih besar daripada discretionary accrual perusahaan yang tidak mengalami downgrade obligasi. Tujuannya untuk menanggulangi kepentingan manajemen yang terancam seperti penilaian negatif dari pihak investor, kreditur, dan pemakai laporan keuangan lainnya. Saran Adapun saran yang penulis ajukan adalah: (1) Pengguna laporan keuangan (khususnya investor, regulator, pemerintah) harus lebih waspada dalam membaca dan menggunakan informasi dalam laporan keuangan agar tidak mengalami kesalahan dalam pengambilan keputusan ekonomi sekaligus bahan pertimbangan investasi dengan menggunakan informasi akrual. (2) Pada penelitian ini perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen pengaturan laba yang menaikkan laba ketika perusahaan mengalami downgrade obligasi sehingga menyebabkan para pengguna laporan keuangan salah dalam mengambil keputusan. Dengan demikian diharapkan manajemen sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan memberikan informasi perusahaan secara objektif, lengkap, transparan, relefan dan tepat waktu. Selain itu diharapkan manajemen dapat memilih kebijakan akuntansi yang lebih tepat terkait manajemen laba. (3) Perusahaan yang tidak mengalami downgrade obligasi diharapkan dapat mempertahankan posisinya di perusahaan dengan menunjukkan kinerja perusahaan yang lebih baik. Menjaga reputasi perusahaan dari pandangan pihak eksternal dan meminimalisasi praktik manajemen laba serta peningkatan kualitas audit. (4) Penelitian hanya terbatas
menggunakan sampel perusahaan yang melakukan pemeringkatan obligasi pada PT. Pefindo periode tahun 2004 hingga 2013 pada perusahaan non keuangan sehingga sampel penelitian jumlahnya kecil. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menguji manajemen laba pada lebih banyak perusahaan lembaga pemeringkatan yang ada di Indonesia dan memperpanjang periode pengamatan untuk mendapatkan sampel yang lebih banyak sehingga akan dapat menghasilkan analisis yang mempunyai tingkat generalisasi yang lebih tinggi terhadap perusahaan publik di Indonesia. (5) Penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan mengelompokkan sampel berdasarkan industri tertentu. Kemudian hasilnya dibandingkan antar industri untuk mengetahui industri mana yang paling agresif melakukan manajemen laba jika terjadi downgrade obligasi.
DAFTAR PUSTAKA Adel, J.F. 2004. Analisis Pengaruh Penurunan atau Perolehan Peringkat Obligasi Perusahaan ke dalam kategori Non-Investment Grade Terhadap Praktik Manajemen Laba. Makalah Symposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar-Bali. p.11021121. Boyton, C.E., Dobbins, P.S., and Plesko, G. A. 1992. Earnings Management and The Coporate Bond Trading Strategy. Working Paper. www.google.com Cahan, S. 1992. The Effect of Antitrust Investigation on Discretionary Accruals: A Refined test of the Political-cost Hypothesis. The Accounting Review. Vol. 67. p.77-95.
e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Deakin III, E.B. 1979. An Analysis of Differences Between Non-Mayor oil Firm Using Successful-Efforts and Full-Cost Methods. The Accounting Review: Vol. LIV, No. 4. p.722-734. Defond, M. L., and Jiambalvo, J. J. 1994. Debt Covenant Violations and Manipulation of Accruals. Journal of Accounting and Economics. Vol. LV, No. 1.p.78-84. Dhaliwal, D. S. 1980. The Effect of Firm’s Capital Structure on The Choice of accounting Methods. The Accounting Review. Vol. LV, No. 1. p. 78-84. Gumanti, Tatang Ari. 2000. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 2. No. Healy, P. M. 1985. The Effect of Bonus Scheme on Accounting Decisions. Journal of Accounting and Economics. No. 7. p.85-107. Holthausen., Larcker, D. F., and Sloan, R.G. 1995. Annual Bonus Schemes and The Manipulation of Earnings. Journal Accounting and Economics. p. 57-89. Jones, J. J. 1991. Earnings Management During Import Relief Investigations. Journal of Accounting Research. Vol. 29. No.2. p. 193-228. Kaplan, R. S., dan Urwitz, G. 1979. Statistical Analysis and The Prediction of Earnings Changes in Indonesia. Kelola. No. 7 atau III. hal: 115-137. Na’im, A., dan Hartono, J. 1996. The Effect of Antitrust Investigation on The Management of Earnings: A Futher Empirical Test of Political Cost
Hypothesis. Kelola. No. 13 atau V. p.126-141. Neil, J. D., Pourciau, S. G., and Schaefer, T. F. 1995. Accounting Method Choice and IPO Valuations. Accounting Horizons. Vol. 9, No. 3. p. 68-80. Raharja, dan Sari, M. P. 2008. Perbandingan Alat Analisis (Diskriminan dan Regresi Logistik terhadap Peringkat Obligasi (PT. Pefindo). Jurnal Maksi. p. 87104. Sugiyono. 2007. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta Sutanto. 2000. Studi tentang Indikasi Unsur Manajemen Laba pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 5, No. 1. Werastuti. 2012. Analisis Reaksi Pasar dan Manajemen Laba Akrual dalam Merespon Penurunan Peringkat Obligasi Perusahaan. Thesis Akuntansi Universitas Udayana. Yasa, Gerianta Wirawan. 2007. Manajemen Laba Sebelum Pemeringkatan Obligasi Perdana: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia. (disertai). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Yasa,
Gerianta Wirawan. 2010. Pemeringkatan Obligasi Perdana sebagai Pemicu Manajemen Laba: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII. Purwokerto.
Zmijewski, M. E., dan Hagerman, R. L. 1981. An income Strategy Approach to Positive Theory of Accounting
e-Journal Ak S1 Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 3 No 1 Tahun 2015) Standart Setting atau Choice. Journal Accounting and Economics. p.129149.