BAB IV TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN ACCRUAL BASIS (ANALISIS TERHADAP PENERAPAN ACCRUAL BASIS BANK MUAMALAT CABANG SEMARANG) A. Analisis Terhadap Accrual basis Pertumbuhan bank syari'ah dalam beberapa tahun terakhir ini sangat menggembirakan, perkembangan tersebut mendapat dukungan dari Bank Indonesia dengan dikeluarkanya beberapa peraturan untuk mendukung kinerja bank syari'ah, diantaranya dari aspek regulasi, BI dalam tahun 2003 memokuskan pada dua hal, yaitu transparansi dan prinsip kehati-hatian. Dalam hal transparansi, BI telah menerbitkan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) yang mengacu kepada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 59 yang juga dikeluarkan pada 2003. Sementara untuk ketentuan kehati-hatian, BI telah mengeluarkan dua Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang khusus mengatur perbankan syariah, yaitu PBI tentang Kualitas Aktiva Produktif bagi bank syariah dan PBI tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi bank syari'ah.1 Keluarnya pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK No. 59) tentang pengakuan akuntansi (accounting recognation) yang berlaku secara efektif mulai 1 januari 2003 tampaknya masih perlu di cermati dan di kaji ulang yang lebih mendalam, mengingat penerapan ketentuan dimaksud berpotensi
mempunyai
dampak
yang
sangat
besar
perkembangan bank syari'ah.
1
Nur Hasan Murtiaji, www. Tazkiaonline.com, tanggal 22 Agustus 2004
40
terhadap
laju
41 Filosofi dasar operasional dari bank syari'ah maupun bank konvensional adalah kepercayaan, akan tetapi implementasi dari kepercayaan bagi bank syari'ah lebih urgent dibandingkan dengan bank konvensional. Dalam bank syari'ah implementasi dari konsep kepercayaan harus diwujudkan dalam bentuk transparansi yang benar-benar transparan dalam berbagai hal terutama dalam pembuatan laporan keuangan baik itu laporan bagi hasil maupun laporan rugi laba. Transparansi ini mutlak dilakukan oleh bank syari'ah dalam pencatatan transaksi, pembuatan laporan bagi hasil untuk nasabah, dalam laporan tersebut antara lain dilaporkan berapa jumlah pendapatan yang diterima bank dalam satu bulan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap bagi hasil yang akan diterima oleh nasabah. Dalam Al-Quran perintah melakukan pencatatan terdapat dalam surat al-Baqarah ayat yang berbunyi :
)('&) %#&
!" # $
Artinya : Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya (catatkanlah) (Al Baqoroh 282)2
Secara sekilas ayat tersebut menunjukkan bukti kewajiban bagi orang yang bertransaksi untuk mencatat setiap transaksi yang dilakukan dan masih belum tuntas, tujuannya adalah untuk menjaga keadilan3 dan kebenaran4 agar pihak-pihak yang bertransaksi tidak ada yang merasa dirugikan sehingga 2
Mujamma’ al Malik Fahd Li al Thiba’at al Mushaf al Syarif, al Qur’an al Karim wa Tarjamatu Ma’anihi bi al Lughah al Indonesiah, al Madinah al Munawwarah, 1418 H, hlm. 70 3 Keadilan dalam aplikasi akuntansi sangat erat kaitannya dengan praktek moral yaitu kejujuran, tanpa kejujuran informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan merugikan pengguna informasi akuntansi tersebut 4 Kebenaran sangat erat kaitannya dengan keadilan, karena dalam akuntansi akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan.
42 menimbulkan perpecahan, untuk menghindari hal tersebut di buatlah catatan. Imam al-Qurtubi,
5
salah seorang mufassir menafsirkan kalimat faktubuhu
dalam ayat 282 surat Al Baqoroh dengan perintah “tuliskanlah”, bahwa perintah untuk menulis uang dan harta adalah suatu keharusan untuk menjaga harta itu dan menghilangkan kewas-wasan atau keragu-raguan. Dalam bahasa akuntansi mencatat adalah sama dengan mengakui dengan pendapatan.6 Ketika kita mengamati bahwa yang diperintah dalam surat al-Baqarah : 282 adalah kreditur dan debitur dalam hal ini berarti pendapatan dan biaya dapat diakui secara accrual dalam perspektif akuntansi.7 Pada masa pemerintahan khalifah Ustman bin Affan metode accrual basis pernah diterapkan dimana hutang yang belum diterima oleh kreditur dapat diperhitungkan sebagai objek zakat. Langkah ini dilakukan khalifah Utsman sebagai sikap hati-hati (ihtiyaath) dan penyucian harta (tazkiyyah).8 Dalam definisi tersebut Al Haryono Yusuf mencoba menerangkan bahwa dasar accrual basis digunakan untuk mengakui adanya pendapatan dan peningkatan aktiva yang akan diterima di masa yang akan datang pada saat transaksi tersebut terjadi.9 Secara sekilas dari uraian accrual basis diatas terdapat pengakuan pendapatan atau hutang yang akan di terima dimasa yang akan datang. Dalam 5
Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurtubi, Al-Jami’ al-Ahkam alQur’an, Jilid II, Beirut, Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1993, hlm. 1191 6
M. Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta : Gema Insani Press, 2001, hlm. 206 7 Majalah Ekonomi Syariah, Pusat Pengkajian EKABA Fakultas Ekonomi Usakti, Vol 1 no 2 2002, hlm. 4 8 Ibid 9 AL. Haryono Yusuf, Dasar-Dasar Akuntansi Jilid I, Yogyakarta : STIE YKPN, 1999, hlm. 174
43 syari'ah Islam mengakui sesuatu yang belum pasti terealisir dimasa datang dilarang, karena masa yang akan datang adalah milik Allah. Firman Allah :
7 65 ' 4 , - .!" / 0 123+ ! * Artinya : Dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang diusahakanya besok (QS. Lukman : 34) Dengan demikian institusi bisnis menurut prinsip Islam di larang untuk melakukan transaksi yang tidak pasti (gharar). Kata gharar dalam bahasa Arab berarti akibat, bencana, bahaya atau resiko. Dalam kontrak bisnis berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa pengetahuan yang cukup. Setiap kontrak yang bersifat open ended mengandung unsur gharar. Transaksi yang mengandung gharar intinya dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama dengan unsur resiko mengandung keraguan, probabilitas dan ketidakpastian secara dominan. Kelompok kedua dengan unsur meragukan yang di kaitkan dengan unsur meragukan yang di kaitkan dengan penipuan atau kejahatan salah satu pihak terhadap pihak lainnya. 10 Firman Allah :
)+
=& .; . # #89 !: # $ 7 6@ 4 . ? ( ! >
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. (Q.S. An-Nisa : 29).11 Berkenaan dengan ayat tersebut , Ibnu Araby menfsirkan bahwa :
=& 10
mempunyai arti dengan cara yang tidak halal secara syara’ dan juga
Afzlur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid IV, Penerjemah Soeroyo Nastangin, Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996,hlm.162 11 Ibid, Mujamma’ al Malik Fahd Li al Thiba’at al Mushaf al Syarif, hlm. 122
44 memanfaatkanya dikarenakan syara’ telah melarang dan mencegahnya serta mengharamkanya sepeti riba, gharar dan sejenisnya.12 Dan pada bagian yang lain tentang pembagian jual beli (transaksi) yang dilarang beliau mengatakan bahwa sesungguhnya pembagian ini tidaklah keluar dari tiga hal yaitu riba, batil dan gharar.13 Suatu akad14 dapat dikatakan mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada obyek akad, besar kecil 15
jumlah maupun masa penyerahan obyek akad tersebut.
Dengan demikian
apa yang disebut dengan jual beli (transaksi) gharar termasuk dalam kategori memakan harta dengan cara yang batil dan terlarang atau tidak termasuk jual beli (transaksi) yang diperbolehkan. Dalam pelaksanaan proses transaksi dengan menggunakan accrual basis kedua pihak akan terikat dengan adanya akad yang jelas dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat di antara keduanya yang mana jika salah satu dari mereka yang terikat akad tersebut ingkar janji maka akan menerima sanksi yang telah disepakati dalam akad tersebut.16 Dengan adanya akad maka bank syari'ah khususnya bank Muamalat telah memenuhi syarat dalam melakukan transaksi, selain itu untuk mengakui terjadinya pengakuan
12
Ibnu Al-Araby, Ahkam Al-Quran,Juz I, Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyyah Isa Al-Baby AlHalaby, Cet I 1958, hlm. 141-142 13 Ibid. 14 Akad dalam term hukum Islam adalah pertalian ijab qabul yang dibenarkan syara’ dan menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya 15 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2003, hlm. 147. 16 Adiwarman Azwar Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh Dan Keuangan, Jakarta : IIIT Indonesia, cet I 2003, hlm. 67
45 terhadap pendapatan harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya hak yang tegas dan jelas untuk menerima pendapatan, jumlah yang akan diterima sebagai pendapatan dapat diketahui jumlahnya dan memungkinkan untuk diterima.17 Dengan accrual basis, setiap transaksi dan peristiwa bisnis diakui pada saat terjadi, di catat dan dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan,18 transaksi tersebut tidak selalu ditandai dengan aliran kas masuk atau keluar, accrual basis tidak berlaku untuk penyusunan arus kas yang memang berdasarkan pada aliran masuk dan keluar dalam periode berjalan. Accrual basis ini bertujuan mengkaitkan secara langsung dan bersamaan antara pendapatan dan beban yang timbul untuk memperoleh pendapatan tersebut.19 Sebagai contoh : misalkan perusahaan A telah menyelesaikan pesanan sebelum akhir periode pelaporan keuangan, tetapi kas dari si pemesan baru diterima setelah melewati akhir periode pelaporan, jika perusahaan A menggunakan cash basis maka dalam pelaporan keuangannya tidak akan nampak pendapatan maupun piutang sebagai akibat dari transaksi tersebut, karena cash basis akan melakukan pencatatan apabila terjadi penerimaan dan pengeluaran kas, sehingga laporan keuangan tidak memberikan gambaran yang sebenarnya. Pendapatan dan aktiva piutang akan dilaporkan lebih rendah
17
Majalah Ekonomi Syariah, Pusat Pengkajian EKABA Fakultas Ekonomi Usakti, Vol 2 no 1 2003, hlm 18 18 Periode yang bersangkutan adalah periode pelaporan perusahaan mencakup periode satu tahun, apabila dalam keadaan luar biasa tahun buku perusahaan dapat berubah dan laporan keuangan dapat disajikan untuk periode yang lebih panjang atau lebih pendek 19 Al. Haryono Jusup, Ibid, hlm. 174
46 sehingga perusahaan kurang berhasil dibanding dengan keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian semua pihak yang terkait dengan bank akan dapat mengetahui kemampuan keuangan bank secara jelas dan transparan, dari sisi kewajiban
penerapan
accrual
basis
akan
berdampak
terdorongnya
manajemen bank untuk berusaha lebih keras dalam memperoleh kewajiban yang akan jatuh tempo dimasa yang akan datang, dan semua informasi tersebut akan tersaji dalam laporan keuangan bank baik laporan bagi hasil maupun rugi laba. Penghitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil, jual beli dan sewa sangat tepat dengan menggunakan dasar kas (Cash basis) sedangkan untuk kewajiban dapat menggunakan dasar akrual (accrual basis) namun dengan melihat periode kewajibanya20 Apa yang di istilahkan dengan konsisten dan taat asas sebagai bagian dari sifat kualitatif akuntansi tidak boleh diterjemahkan secara sempit dalam double entry sistem terlebih jika nanti dalam penggunaan menabrak prinsip yang telah digariskan dalam syari'ah. Untuk itu diperlukan penyusunan laporan keuangan bank syari'ah yang mengikuti karakter dasar bank syari'ah serta mengakomodasi prinsip-prinsip akuntansi umum
B. Analisis Terhadap Penerapan Cabang Semarang
20
Accrual basis Di Bank MUAMALAT
Modul Training PSAK NO.59 Sosialisasi PSAK NO 50 Untuk Aplikasi BPRS Dan BMT, 03-04 2003 R. Rapat Besar, BI, Yogyakarta, diselenggarakan oleh : HMPS Akuntansi Syari'ah dan Jurusan Ekonomi Islam STAIN Surakarta, hlm 7-8
47 Murabahah sebagai jual beli dengan pembayaran tunda dapat terjadi baik pada harga tunai dengan menghindari dari segala bentuk mark-up sebagai pengganti waktu untuk pembayaran ataupun dengan harga tunai plus keuntungan untuk pengganti waktu penundaan pembayaran.21 Para fuqoha berbeda pendapat tentang keabsahan transaksi dengan pembayaran tunda pada harga tunai, hal ini terjadi pada harga kredit yang lebih tinggi. Imam Malik dan Syafi’I tidak sepakat dengan harga kredit yang lebih tinggi untuk jual beli dengan pembayaran tunda dan harga yang lebih rendah untuk pembayaran tunai,22 namun Hanafiyyah dan ulama mazhab lain berpandangan bahwa pertambahan dalam penjualan dengan pembayaran yang ditangguhkan diperbolehkan.23 Dalam konteks perbankan beberapa argumen di kembangkan untuk mendukung kebolehan harga kredit yang lebih tinggi pada pembayaran tunda : (i) bahwa teks-teks syari'ah tidak melarang (ii) ada perbedaan antara uang yang tersedia sekarang dengan yang akan datang, artinya uang tunai yang diberikan segera lebih tinggi nilainya dari pada uang tunai yang diberikan pada waktu yang akan datang, (iii) bahwa pertambahan harga tidak berlawanan dengan waktu yang dibolehkan untuk pembayaran, oleh karena itu tidak menyerupai riba yang diharamkan dalam Al-Quran seperti jaman praIslam, (iv) bahwa kenaikan harga dikenakan pada saat penjualan bukan setelah penjualan terjadi, (v)pertambahan harga disebabkan faktor-faktor yang
21
Amin Abdullah, et.al., Mazhab Jogja, Menggagas Paradigma Ushul Fiqh Kontemporer, Djogjakarta : Fakultas Syari'ah IAIN Sunan kalijaga dan Ar-Ruzz Press, 2002, hlm. 179 22 Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Al-Umm, Jilid III, Kairo : Dar Asy-Sya’b, 1968, hlm. 3135 23 Muhammad Bin Ali Bin Muhammad Asy-Syaukani, Nail Al-Autar, Jilid V, Kairo : Maktabah Al-Musna, 1930, hlm. 152
48 mempengaruhi pasar, seperti naik-turunnya daya beli sebagai dampak dari inflasi dan deflasi, permintaan dan penawaran.24 Penerapan accrual basis pada pembiayaan jangka pendek seperti murabahah akan mendorong pihak bank syari’ah khususnya bank Muamalat untuk berusaha lebih keras dalam memperoleh jumlah piutang yang akan jatuh tempo dimasa yang akan datang dan semua informasi tersebut tersaji dan dapat diamati dalam laporan keuangan, oleh karena itu dengan menggunakan accrual basis kinerja bank dapat diukur dengan jelas dan transparan oleh berbagai pihak yang terkait dengan bank, sehingga efek yang muncul dari diterapkannya PSAK No. 59 tentang accrual basis adalah terjadinya masalah ketidak pastian dalam menerima piutang yang diterima di masa akan datang dapat di siasati dengan investasi rendah resiko dalam menyalurkan tabungan yang di himpun dari masyarakat berupa pembiayaan-pembiayaan jangka pendek.25 Untuk mengurangi masalah ketidak pastian dalam menerima piutang di masa yang akan datang manajemen bank akan mengelompokkan piutang tersebut dengan membuat analisa umur piutang dan membuat cadangan yang di kategorikan piutang yang ragu-ragu untuk diterima.26 Dalam mengkategorikan piutang yang ragu-ragu pihak manajemen bank akan membuat daftar penilaian beberapa prosentase dari masing-masing kelompok piutang berdasarkan analisa umur piutang dan dibuatkan cadangan 24
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syari' ah (Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum NeoRevivalis), penerjemah : Arif Maftuhin, Jakarta : Paramadina, 2004, hlm. 123 25 Majalah Ekonomi Syariah, Op Cit, hlm 18 26 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003, hlm. 23-24
49 untuk piutang yang ragu-ragu untuk diterima, hal ini bisa dilakukan dengan melihat pengalaman masa lalu, jika debitur tidak dapat melakukan kewajiban kepada bank lebih dari kesepakatan dalam akad maka dapat dikategorikan debitur tersebut tidak mampu membayar sehingga piutang tersebut akan dihapuskan dengan mengurangi rekening cadangan piutang ragu-ragu.27 Dengan demikian semua pihak yang terkait akan dapat mengetahui kemampunya dalam membayar hutang dengan jelas dan transparan, dan kinerja bank dapat dikontrol dengan jelas dan transparan karena dengan penerapan accrual basis manajemen terdorong untuk bekerja lebih keras lagi dalam merealisasikan jumlah kewajiban yang akan jatuh tempo dimasa yang akan datang dan semua informasi tersebut akan tersaji dan dapat diamati melalui laporan keuangan tahunan
27
Ibid, hlm. 25