ANALISIS DAYA ANTIPIRETIK ISOLAT FLAVONOID DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh : RADITYA PUTRA IRIANTO R NIM 08.024
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2011
2
ANALISIS DAYA ANTIPIRETIK ISOLAT FLAVONOID DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D III bidang Analis Farmasi
OLEH Raditya Putra Irianto R NIM 08.024
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2011
3
ABSTRAK
Raharjo, Raditya Putra Irianto. 2011. Analisis Daya Antipiretik Isolat Flavonoid Daun Binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicu). Karya Tulis Ilmiah.Akademi Analis Farmasi Dan Makanan “Putra Indonesia” Malang. Pembimbing Drs. Riza Abudaeri., Apt. Kata kunci: isolasi flavonoid, daun binahong, efek antipiretik, , tikus putih. Tanaman binahong salah satu tanaman menjalar yang saat ini banyak diteliti mengenai khasiatnya Berdasarkan kandungan flavonoid yang terdapat pada binahong, tidak menutup kemungkinan tanaman ini juga dapat berfungsi sebagai penurun demam. Tahap awal dari penelitian ini adalah isolasi flavonoid dari ekstrak daun binahong mengggunakan kromatogafi kolom. pengembang yang digunakan adalah KAA (kloroform:as.asetat:air, 30:15:2). Dari hasil isolasi diperoleh 3 fraksi dengan kepekatan warna yang berbeda, kemudian di spektofotometri pada panjang gelombang 200-500nm. dengan hasil absorbansi yang paling tinggi adalah fraksi isolat kedua, pada fraksi isolat kedua diperoleh 14 (empat belas) puncak yang terbentuk pada panjang gelombang terbentuknya flavonoid diperoleh puncak tertinggi dengan absorbansi tertinggi 3.957 pada panjang gelombang 317 nm. Dari 14 puncak yang terbentuk,diantaranya diduga terdapat golongan isoflavon (255-265, 310-330), flavon (330-350), golongan flavonol(350-390), golongan auron (390-430). Secara oral fraksi kedua diberikan kepada tikus putih yang telah didemamkan menggunakan pepton. Pada fraksi isolate daun binahong dengan konsentrasi 15% terjadi penurunan pada 60 menit setelah pemberian dengan konstribusi sebesar 0.2
o
C.
o
sedangkan untuk kontrol positif dengan penurunan 0,33 C dan kontrol negative sebesar 0.1 oC. Dapat disimpulkan bahwa isolat flavonoid daun binahong tidak dapat memberikan penurunan yang signifikan pada konsentrasi 15 % dalam waktu 60 menit setelah pemberian. Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi.
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Analisis Daya Antipiretik Isolat Flavonoid Daun Binahong ( Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)” tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program DIII di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan terselesainya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yaitu : 1. Bapak Drs.Sentot J. Rahardjo.,S.Si , selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 2. Drs. Riza Abudaeri.,Apt., selaku dosen pembimbing. 3. Ibu Fitri Eka Lestari, S.Gz., selaku penguji I. 4. Bapak Eric Widiarto S.Si., selaku penguji II. 5. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Farmasi serta semua staf yang turut membantu dan mendukung selama penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Kedua orang tua dan adik yang telah memberikan doa serta motivasi. 7. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun tak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis.
5
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang, 20 Juli 2011
Penulis
6
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..........................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .........................................................................
iv
DAFTAR ISI .......................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………....
1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………..
3
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………
3
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………......
4
1.5 Asumsi Penelitian …………………………………………...
5
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ………………..
5
1.7 Definisi Istilah ……………………………………………….
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Binahong …………………………………………..
7
2.2 Determinasi Tanaman .……………………………………….
9
2.3 Flavonoid ..……………………………………………………
13
2.4 Demam ………………….………..…………………………..
15
2.5 Antipiretik ……………………………………………………
26
2.6 Simplisia ……………………………………………………..
20
2.7 Ekstraksi …………………………………………………….. .
22
2.8 Kromatografi Kolom …………………………………………
23
7
2.9 Hewan UJi …... ……………………...………………………..
24
2.10 Kerangka Teori ...………………………………...………….. 27 2.11 Hipotesis Penelitian ……………………………………….... 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian …………………………………………
30
3.2 Populasi dan Sampel ………………………………………….
31
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………
31
3.4 Definisi Variabel …….………………………………………..
32
3.5 Persiapan Penelitian ..………………………………………….. 32 3.6 Pelaksanaan Penelitian .……………………………………….
36
3.7 Analisis Data …………………………………………………..
37
BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………………
41
4.1 Persiapan Sampel Daun Binahong …………………………… 41 4.2 Isolasi Flavonoid Daun Binahong ……………………………. 42 4.3 Uji Daya Antipiretik daun Binahong …………………………. 47 4.4 Analisis Data ………………………………………………….. 49 BAB V PEMBAHASAN ………………………………………………... 52 BAB VI PENUTUP ……………………………………………………… 56 6.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 56 6.2 Saran …………………………………………………………….. 56 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………... 57 LAMPIRAN ……………………………………………………………... 59
8
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Tabel Rancangan Penelitian .................................................
30
Tabel 3.2
Tabel Rancangan Acak ........................................................
36
Tabel 3.3
Tabel Anova Satu Arah .........................................................
47
Tabel 4.1
Tabel Kebutuhan Fase Gerak KLT .....................................
43
Tabel 4.2
Tabel Hasil Uji Kualitatif Fraksi ..........................................
45
Tabel 4.3
Tabel Hasil Pengukuran Suhu Tikus ....................................
47
Tabel 4.4
Tabel Rekapitulasi Data Suhu Tikus ....................................
49
Tabel 4.5
Tabel Analisa Ragam ...........................................................
51
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Struktur Dasar Flavonoid ....................................................
13
Gambar 2.2
Struktur Asam Asetal Salisilat ...........................................
18
Gambar 4.1
Spektogram Isolat Pertama ..................................................
46
Gambar 4.2
Spektogram Isolat Kedua .....................................................
46
Gambar 4.3
Spektogram Isolat Ketiga .....................................................
46
10
LEMBAR PERSEMBAHAN "Sebenarnya seseorang itu mempunyai kemampuan untuk melakukan segala sesuatu, namun tinggal tekat serta keuletannya dalam berusaha yang akan mewujudkan mimpi mereka." "Tengoklah kembali perjalanan Anda saat ini, akan menuju kemana? Apakah ke arah yang lebih baik, atau ke arah yang lebih buruk, atau tetap saja seperti saat ini? Tetapkanlah sebuah putusan dan jalanilah menuju konsekuensinya." "Terkadang kita selalu meminta namun terlalu sering pula kita melalaikan kata "Syukur", Bolehlah kita berharap akan kenikmatan diatas kita, tapi janganlah sombong kita untuk menengok keadaan dibawah kita." Karya tulis ilmiah ini kupersembahkan Untuk kedua orang tuaku yang penuh cinta kuucapkan terimakasih atas semua pengorbanan, kasih sayang, serta doa tulusmu yang selama ini engkau berikan. Untuk kedua adikku yang selalu memberi semangat serta dambaan hatiku yang selalu mendukungku, Untuk para pembimbing di bangku kuliah yang selalu mengingatkan aku, Untuk teman – teman keluarga besar AKAFARMA 2008 yang akan selalu aku ingat, Untuk teman – teman baikku yang selalu memotivasiku dan untuk semuanya yang tak sempat disebutkan namanya satu per satu , ,.....terima kasih sedalam – dalamnya ,....
If you have dream, do anything to get it,..,. but don’t forget to thanks be to Alloh,.
11
Karya Tulis Ilmiah : ANALISIS DAYA ANTIPIRETIK ISOLAT FLAVONOID DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) Oleh Raditya Putra Irianto R. ini Telah diperiksa dan disetujui oleh :
Malang, 15 Agustus 2011 Pembimbing
Drs. Riza Abudaeri.,Apt.
12
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Demam merupakan keadaan yang sering terjadi dalam masyarakat serta menimbulkan ketidaknyamanan tersendiri bagi tubuh. Ketidaknyamanan ini dapat berupa keadaan yang merupakan gejala–gejala demam, diantaranya adalah peningkatan denyut jantung, menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot, pengeluaran keringat berlebihan, kulit terasa hangat/panas dan sebagainya. Oleh karena itu orang yang menderita demam menurun produktivitas serta akitvitasnya. Secara harfiah demam adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan suhu badan seseorang melebihi batas ambang normalnya yaitu 36-37°C. Demam sendiri merupakan reaksi alamiah pada tubuh manusia dalam usaha untuk memberikan sinyal terhadap beragam penyakit yang masuk dalam tubuh. Oleh karena itu penanganan demam harus disesuaikan dengan penyebab itu tersendiri. Demam dapat disebabkan oleh berbagai faktor, umumnya dikenal dua penyebab demam yaitu karena infeksi serta non-infeksi. Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya pathogen, misalnya kuman, bakteri, virus, atau binatang kecil lainya ke dalam tubuh. Mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh manusia umumnya memiliki suatu zat toksin. Akibat masuknya mikroorganisme tersebut, tubuh akan berusaha melawan, apabila musuh dalam tubuh lebih banyak dari jumlah yang dapat ditangani oleh mekanisme pertahanan
13
tubuh,
maka
secara
alamiah
tubuh
akan
memproduksi
prostaglandin.
Prostaglandin inilah yang merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh. Untuk demam Non infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya bibit penyakit kedalam tubuh. Contoh demam non infeksi adalah disebabkan oleh adanya kelainan degeneratif atau kelainan bawaan olah jantung, karena stress atau demam oleh adanya penyakit-penyakit berat misalnya leukemia atau kanker darah. Demikian demam diartikan suatu reaksi alamiah yang merupakan sinyal terhadap beragam penyakit yang masuk dalam tubuh serta ditandai naiknya suhu badan seseorang melebihi batas normalnya (36-37°C) yang disebabkan oleh beberapa faktor, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi. Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang pengobatan tradisional demam, kandungan flavonoid dalam suatu tanaman dapat berfungsi sebagai penurun demam. Beberapa contoh tanaman yang dapat digunakan antara lain meniran, putri malu, kunyit, lengkuas dan sebagainya. Flavonoid mempunyai mekanisme dapat menghambat pembentukan asam arakidonat. Asam arakidonat merupakan zat kimia dalam tubuh yang dapat memacu pembentukan prostaglandin
dihipotalamus.
Apabila
pembentukan
prostaglandin
dapat
dihentikan, maka tidak akan terjadi demam. Salah satu tanaman obat yang dapat digunakan sebagai obat tradisional adalah Anredera cordifolia (Tennore) Steen yang lebih dikenal dengan nama binahong. Tanaman binahong merupakan salah satu tanaman menjalar yang saat ini banyak diteliti mengenai khasiatnya sebagai antibakteri, efek anti kankernya serta kemampuannya dalam penyembuhan luka luar maupun dalam. Berdasarkan
14
kandungan flavonoid yang terdapat pada binahong, tidak menutup kemungkinan tanaman ini juga dapat berfungsi sebagai penurun demam. Oleh sebab itu penelitian ini ditujukan untuk mengisolasi senyawa flavonoid pada daun binahong dengan metode kromatografi kolom serta analisa daya antipiretiknya dengan menggunakan uji pra-klinis terhadap hewan uji tikus putih yang telah diinduksi pepton sebagai perangsang demam.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) diduga memiliki kandungan flavonoid sebagai zat yang berkhasiat sebagai antipiretik, analgesik dan anti inflamasi. 1.2.1 Bagaimanakah proses isolasi flavonoid dari daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen)? 1.2.2 Apakah isolat flavonoid dari daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) dapat menurunkan demam pada tikus putih yang telah diinduksi pepton sebagai perangsang demam?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana isolasi flavonoid daun binahong serta membuktikan pengaruh isolat flavonoid pada daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) yang diduga berkasiat sebagai antipiretik.
15
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fraksi manakah yang berpengaruh dari isolat flavonoid daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) yang dapat digunakan sebagai antipiretik.
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.4.1 Bagi Mahasiswa Penelitian ini merupakan tambahan pengetahuan bagi dunia praktisi maupun kesehatan sehingga merupakan sumbangsih pengetahuan teoritis dalam dunia pendidikan serta dapat diaplikasikan dalam bentuk sediaan untuk penelitian maupun pengobatan 1.4.2 Bagi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang Merupakan sumbangsih pembendaharaan pustaka yang dapat digunakan sebagai informasi menambah ilmu pengetahuan di bidang analis farmasi, serta sebagai referensi untuk masukan bagi peneliti selanjutnya. 1.4.3 Bagi Masyarakat Dalam mendukung gerakan kembali ke alam atau back to nature untuk dunia pengobatan, dapat diupayakan peningkatan penggunaan daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) sebagai obat antipiretik. Selain itu dapat menginformasikan isolat flavonoid daun binahong yang efektif untuk mengobati demam ataupun prosedural cara isolasi flavonoid pada daun binahong.
16
1.5 Asumsi Penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.5.1 Daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) memiliki kandungan flavonoid. 1.5.2
Flavonoid pada daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) dapat diisolasi menggunakan metode kromatografi kolom.
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.6.1 Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.6.1.1 Determinasi daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen), 1.6.1.2 Pembuatan isolat flavonoid daun binahong, 1.6.1.3 Induksi demam pada tikus putih jantan dengan peptone sebagai perangsang demam 1.6.1.4 Perhitungan dosis yang digunakan pada pengujian antipiretik 1.6.1.5 Menganalisis data. 1.6.2 Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.6.2.1 Sebagai perangsang demam pada tikus putih, digunakan pepton. 1.6.2.2 Untuk isolasi flavonoid pada daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) digunakan kromatografi kolom. 1.6.2.3 Dalam penetapan aktifitas antipiretik isolat flavonoid daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) tidak ditentukan berapa dosis terapinya.
17
1.7 Definisi Istilah 1.7.1 Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat diatas 37oC. 1.7.2 Infeksi adalah masuknya jasad renik (mikroorganisme atau mahluk hidup yang sangat kecil yang umunya tidak dapat dilhat oleh mata) ke tubuh kita. 1.7.3 Flavonoid adalah golongan fenol terbesar di alam dan terdapat hampir disemua tumbuhan hijau. 1.7.4 Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai. 1.7.5 Kromatografi adalah pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) merupakan tanaman menjalar, berumur panjang, bisa mencapai panjang + 5 m. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar.(isnaini, 2009). Seluruh bagian tanaman menjalar ini berkhasiat, mulai dari akar, batang, dan daunnya. Pemanfaatannya bisa direbus atau dimakan sebagai lalapan untuk daunnya. Daun binahong yang berciri-ciri: daun tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5-10 cm, lebar 3-7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, dan bisa dimakan. 2.1.1
Deskripsi Tanaman
Akar dan batang Tanaman binahong merupakan tumbuhan menjalar yang berbatang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaannya halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tidak beraturan serta bertekstur kasar. Akarnya berbentuk rimpang dan berdaging lunak.
19
Daun dan bunga Tanaman binahong mempunyai daun tunggal, bertangkai sangat pendek, tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk jantung, panjang 5-10 cm, lebar 3-7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi rata, permukaan licin dan bisa dimakan. Bunga tanaman binahong berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm dan berbau harum. Habitat dan Persebaran Tanaman binahong berasal dari Tiongkok. Tumbuhan ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Banyak ditanam di dalam pot sebagai tanaman hias dan obat. Perbanyakan Tanaman binahong diperbanyak dengan cara generatif (biji), namun lebih sering berkembang atau dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya. 2.1.2
Kandungan Kimia Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tennore) Steen Daun binahong mengandung senyawa kimia yaitu alkaloid, asam askorbat,
asam oleanolik, saponin triterpenoid, flavonoid, polifenol, nitrit oksida dan minyak atsiri serta protein yang diberi nama ancordin. Flavonoid Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
20
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air, sebagian dapat diekstraksi dengan etanol 70%, dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia (Harborne, 1987). 2.1.3 Pemakaian Tradisional Berdasarkan dari berbagai literatur yang mencatat pengalaman secara turun-temurun dari berbagai negara dan daerah, tanaman ini dapat menyembuhkan penyakit-penyakit sebagai berikut : 1. Penyakit dalam seperti asam urat, thipus, dan maag pengolahannya yaitu rhizoma dicuci, lalu direbus, di saring kemudian diminum 3 kali sehari. 2. Penyakit luar seperti luka bakar, pegal linu, dan memar, pengolahannya yaitu daun ditumbuk lalu dioleskan pada bagian yang sakit. 3. Penyakit berat seperti pembengkakan jantung, kencing manis, dan kerusakan ginjal pengolahannya yaitu biji dalam jumlah ganjil direbus lalu diminum.
2.2
Determinasi Tanaman Determinasi yaitu membandingkan suatu tumbuhan dengan satu tumbuhan
lain yang sudah dikenal sebelumnya (dicocokkan atau dipersamakan). Karena di dunia ini tidak ada dua benda yang identik atau persis sama, maka istilah determinasi (Inggris to determine = menentukan, memastikan) dianggap lebih tepat daripada istilah identifikasi (Inggris to identify = mempersamakan (Rifai,1976) 2.2.1 Cara Determinasi Tumbuhan Untuk mendeterminasi tumbuhan pertama sekali adalah mempelajari sifat morfologi tumbuhan tersebut (seperti posisi, bentuk, ukuran dan jumlah bagian-
21
bagian
daun,
bunga,
buah
dan
lainlainnya).
Langkah
berikut
adalah
membandingkan atau mempersamakan ciri-ciri tumbuhan tadi dengan tumbuhan lainnya yang sudah dikenal identitasnya, dengan menggunakan salah satu cara di bawah ini: 1. Ingatan Pendeterminasian ini dilakukan berdasarkan pengalaman atau ingatan kita. Kita mengenal suatu tumbuhan secara langsung karena identitas jenis tumbuhan yang sama sudah kita ketahui sebelumnya, misalnya didapatkan di kelas, atau pernah mempelajarinya, pernah diberitahukan orang lain dan lain-lain. 2. Bantuan orang Pendeterminasian dilakukan dengan meminta bantuan ahli-ahli botani sistematika yang bekerja di pusat-pusat penelitian botani sistematika, atau siapa saja yang bisa memberikan pertolongan. Seorang ahli umumnya dapat cepat melakukan pendeterminasian karena pengalamannya, dan kalau menemui kesulitan maka dia akan menggunakan kedua cara berikutnya. 3. Spesimen acuan Pendeterminasian tumbuhan dapat juga dilakukan dengan membandingkan secara langsung dengan specimen acuan yang biasanya diberi label nama. Spesimen tersebut bisa berupa tumbuhan hidup, misalnya koleksi hidup di kebun raya. Akan tetapi specimen acuan yang umum dipakai adalah koleksi kering atau herbarium. 4. Pustaka Cara lain untuk mendeterminasi tumbuhan adalah dengan membandingkan atau mencocokkan ciriciri tumbuhan yang akan dideterminasi dengan pertelaan-
22
pertelaan serta gambar-gambar yang ada dalam pustaka. Pertelaan-pertelaan tersebut dapat dijumpai dalam hasil penelitian botani sistematika yang disajikan dalam bentuk monografi, revisi, flora, buku-buku pegangan ataupun bentuk lainnya. 5. Komputer Berkat pesatnya kemajuan teknologi dan biometrika akan ada mesin elektronika modern yang diprogramkan untuk menyimpan, mengolah dan memberikan kembali keterangan-keterangan tentang tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian pendeterminasian tumbuh-tumbuhan nantinya akan dapat dilakukan dengan bantuan komputer. 2.2.2 Aturan Pembuatan Kunci Determinasi Kunci determinasi merupakan suatu alat yang diciptakan khusus untuk memperlancar
pelaksanaan
pendeterminasian
tumbuh-tumbuhan.
Kunci
determinasi dibuat secara bertahap, sampai bangsa saja, suku, marga atau jenis dan seterusnya. Ciri-ciri tumbuhan disusun sedemikian rupa sehingga selangkah demi selangkah si pemakai kunci dipaksa memilih satu di antara dua atau beberapa sifat yang bertentangan,begitu seterusnya hingga akhirnya diperoleh suatu jawaban berupa identitas tumbuhan yang diinginkan. Beberapa syarat kunci determinasi yang baik menurut Vogel (1989) antara lain: 1. Ciri yang dimasukkan mudah diobservasi, karakter internal dimasukkan bila sangat penting. 2. Menggunakan karakter positif dan mencakup seluruh variasi dalam grupnya. Contoh :
23
a. Leaves opposites b. Leaves either in whorls, or spirally arranged, or distichous Bukan a. Leaves opposites b. Leaves not opposites 3. Deskripsi karakter dengan istilah umum yang dimengerti orang 4. Menggunakan kalimat sesingkat mungkin, hindari deskripsi dalam kunci 5. Mencantumkan nomor couplet 6. Mulai dari ciri umum ke khusus, bawah ke atas 2.2.3 Menggunakan Kunci Determinasi Saran-saran dalam penggunaan kunci determinasi: 1. Kumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang ciri tumbuhan yang akan dideterminasi (kalau ada lengkap vegetatif dan generatif) 2. Pilih kunci yang sesuai dengan materi tumbuhan dan daerah geografi di mana tumbuhan tersebut diperoleh 3. Baca pengantar kunci tersebut dan semua singkatan atau hal-hal lain yang lebih rinci 4. Perhatikan pilihan yang ada secara hati-hati 5. Hendaknya semua istilah yang ada dipahami artinya. Gunakan glossary atau kamus 6. Bila spesimen tersebut tidak cocok dengan semua kunci dan semua pilihan layaknya tidak kena, mungkin terjadi kesalahan, ulangi ke belakang. 7. Apabila kedua pilihannya mugkin, coba ikuti keduanya 8. Konfirmasikan pilihan tersebut dengan membaca deskripsinya
24
9. Spesimen yang berhasil dideterminasi sebaiknya diverifikasi dengan ilustrasi atau specimen herbarium yang ada.
2.3
Flavonoid
2.3.1 Pengertian Flavonoid Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hamper semua tumbuhan. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau (Markham , 1981). Flavonoid memiliki struktur yang khas, yaitu adanya dua benzene yang terikat oleh rantai propana. Senyawa flavanoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki karakteristik bentuk hidroksilasi phloroglusinol atau resorsinol, dan cincin B biasanya 4-, 3,4- atau 3,4,5-terhidroksilasi.
Dalam gambar dibawah ini
menunjukkan struktur dasar flavanoid.
Gambar 2.1 Struktur Dasar Flavonoid 2.3.2 Sifat Kelarutan Flavonoid Flavonid merupakan senyawa polifenol, dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol. Yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam larutan basa. Namun bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat
25
oksigen maka banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula maka flavonoid merupakan senyawa polar. Sehingga pada umumnya flavonoid mudah larut dalam pelarut polar misal: air, etanol, aseton, butanol, dan lain- lain. Sebaliknya untuk aglikon flavonoid yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon dan flavonol cenderung mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform 2.3.3 Identifikasi Berdasarkan sifat golongan flavonoid yang berupa senyawa fenol, maka warnanya akan berubah bila ditambah dengan basa maupun ammonia. Oleh karena itu flavonoid mudah dideteksi pada kromatogram atau larutan basa. Flavonoid juga dapat diidentifikasi dengan pereaksi Willstatter (Mg-HCl pekat), H2SO4 pekat, dan larutan NaOH 10% ( Sukadana, 2009). Apabila sampel positif mengandung flavonoid, maka terhadap pereaksi Willstatter (Mg-HCl pekat) menghasilkan warna merah kuat, H2SO4 pekat kuning-orange pekat, dan larutan NaOH 10% Kuning- orange. Ion magnesium mudah larut dalam suasana asam dan menghasilkan kation bivalen Mg2+ serta gas hidrogen. Adanya gas hidrogen dapat dibuktikan ketika penambahan asam klorida pekat ke dalam larutan metanol dan serbuk magnesium, muncul busa atau gelembung udara pada campuran. Apabila warna yang dihasilkan adalah warna merah tua maka senyawa termasuk golongan flavanon, sedangkan warna hijau sampai biru merupakan senyawa aglikon atau glikosida.
26
2.3.4 Kegunaan Flavonoid Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Flavonoid mancangkup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan dalam menerik burung dan serangga penyerbuk bunga. Campuran flavonoid dapat ditemui pada buah-buahan seperti berry, apel, bawang putih, anggur merah, teh, anggur hijau, jeruk, jeruk lemon, cherry, sayursayuran hijau, alga biru dan hijau dan banyak lagi yang lain. Peranan flavonoid yang demikian itu dapat menghalangi terjadinya tahapan inisiasi penyempitan pembuluh darah atau aterosklerosis. Pada akhirnya dapat mengurangi risiko serangan jantung koroner dan stroke. Flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuha yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati, silimirin dari Silybum marianum digunakan untuk melindungi membran sel hati dan menghambat sintesis prostaglandin. penghambatan reaksi hidrogsilasi pada mikosom. Dalam makanan flavonoid dapat menurunkan agregasi platelet dan mengurangi pembekuan darah. Pada kulit, flavonoid menghambat pendarahan. Xanton dan flavonoid oligomer dalam makanan mempunyai efek antihipertensi karena menghambat enzim pengubah-angiotensin. Flavonoid punya sejumlah kegunaan. Pertama, terhadap tumbuhan, yaitu sebagai pengatur tumbuhan, pengatur fotosintesis, kerja antimiroba dan antivirus. Kedua, terhadap manusia, yaitu sebagai antibiotik terhadap penyakit kanker dan ginjal, menghambat perdarahan. Ketiga, terhadap serangga, yaitu sebagai daya
27
tarik serangga untuk melakukan penyerbukan. Keempat, kegunaan lainnya adalah sebagai bahan aktif dalam pembuatan insektisida nabati dari kulit jeruk manis.
2.4
Demam
2.4.1 Pengertian Demam Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat di atas 370C (Tjay dan Rahardja, 1993:2). Demam merupakan isyarat suatu tanda bahaya, termasuk sistem tangkis alami dari tubuh (Tjay dan Rahardja, 1993 : 42). Demam merupakan keadaan yang sering terjadi dalam masyarakat serta menimbulkan ketidaknyamanan tersendiri bagi tubuh. Ketidaknyamanan ini dapat berupa keadaan yang merupakan gejala – gejala demam, diantaranya adalah peningkatan denyut jantung, menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot, pengeluaran keringat berlebihan, kulit terasa hangat/panas dsb. (Anonym, 2010. www.nursingbegin.com/gangguan-pengaturan-suhu tubuh, diak-ses 19 Desember 2010) 2.4.2 Penyebab Demam Penyebab demam dapat dikatagorikan dalam 2 katagori yang sering kali diderita oleh manusia, yaitu : (Widjaya, 2002:1). 2.4.2.1 Demam non infeksi Demam non infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam non infeksi jarang terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam ini timbul karena ada kelainan pada tubuh yang diwa sejak lahir dan ditangani dengan baik. Contohnya demam yang disebabkan oleh adanya kelainan digeneratif atau kelainan bawaan pada
28
jantung, demam karena stress atau demam yang disebabkan oleh adanya penyakitpenyakit berat misalnya leukemia atau kanker darah.
2.4.2.2 Demam infeksi Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya patogen, misalnya kuman, bakteri, virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam tubuh. Demam infeksi paling sering terjadi dan di derita oleh manusia dalam kehidupan sehari hari. Bakteri, kuman, atau virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia malalui berbagai cara misalnya melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh. 2.4.3 Fisiologi Demam Pirogen berasal dari kata pyro yang artinya keadaan yang berhubungan dengan panas, dan kata Gen yang artinya membentuk atau menghasilkan. Pirogen adalah suatu produk mikroorganisme, terutama dari bakteri gram negatif dan dapat berupa endotoksin dari bakteri ini. Endotoksin ini terdiri dari suatu senyawa komplek yaitu terdiri dari suatu lipopolysaccharida yang pyrogenic, suatu protein dan suatu lipid yang innert. Pirogen secara garis besar dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pirogen endogen, dan pirogen eksogen. Pirogen endogen Pirogen endogen adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri sebagai reaksi kekebalan melawan kuman penyakit yang masuk ke tubuh. Misalnya interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), alpha-interferon, dan tumor necrosis factor (TNF). Pirogen eksogen
29
Pirogen eksogen merupakan faktor eksternal tubuh yang menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh manusia. Misalnya bagian dari sel bakteri dan virus. Selain itu, bisa juga berupa zat racun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau virus tertentu. Untuk suatu perangsang demam dapat digunakan pula pirogen 5 %, pepton 5%, vaksin kotipa 0,06 ml/100 g bb secara intamuskuler pada pangkal paha. Suatu pirogen apabila masuk ke dalam tubuh maka pirogen menjadi suatu benda asing yang dapat menimbulkan respon imun berupa demam. Proses terjadinya demam dimulai dari terpaparnya tubuh manusia terhadap pirogen eksogen yang kemudian akan mengakibatkan terstimulasinya pirogen endogen untuk melindungi tubuh dan menciptakan kekebalan melawan pirogen eksogen tersebut. Apabila
tubuh
manusia
terpapar
pirogen
eksogen,
maka
akan
mengakibatkan terstimulasinya pirogen endogen untuk melindungi tubuh dan menciptakan kekebalan melawan pirogen eksogen tersebut, atau disebabkan pengaruh pirogen endogen itu sendiri. Contoh pirogen endogen yang ada dalam tubuh adalah interleukin-1 (IL-¬1), α-interferon, dan tumor necrosis factor (TNF). IL-1 berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh yaitu antara lain dapat menstimulasi limfosit T dan B, mengaktivasi netrofil, merangsang sekresi reaktan (C¬reactive protein, haptoglobin, fibrinogen) dari hepar, mempengaruhi kadar besi dan seng plasma dan meningkatkan katabolisme otot. IL¬-1 bereaksi sebagai pirogen yaitu dengan merangsang sintesis prostagalndin E2 di hipotalamus, yang kemudian bekerja pada pusat vasomotor sehingga meningkatkan produksi panas sekaligus menahan pelepasan panas, sehingga menyebabkan demam.
30
TNF (cachectin) juga mempunyai efek metabolisme dan berperan juga pada penurunan berat badan yang kadang-kadang diderita setelah seseorang menderita infeksi. TNF bersifat pirogen melalui dua cara, yaitu efek langsung dengan melepaskan prostaglandin E2 dari hipotalamus atau dengan merangsang perlepasan IL-1. Sedangkan, alpha-interferon (IFN-α) adalah hasil produksi sel sebagai respons terhadap infeksi virus. Prostaglandin
yang
dihasilkan
pirogen-pirogen
itu
kemudian
mensensitisasi reseptor dan diteruskan oleh resptor sampai hypotalamus yang akan menyebabkan peningkatan derajat standart panas hypotalamus (Hypotalamic Termostat). Peningkatan derajat standart panas hypotalamus inilah yang akan memicu sistem pengaturan suhu tubuh (termoregulation) untuk meningkatkan suhu, maka terjadilah demam. (Anonym,2010.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/55_16_,
diakses
19
Desember 2010)
2.5
Antipiretik Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Suhu
tubuh normal adalah 36o C – 37o C. Kebanyakan analgetik memberikan efek antipiretik. Tetapi sebaliknya antipiretik juga dapat mengurangi rasa sakit yang diderita. Masing-masing obat tergantung yang mana efeknya paling dominan ( windi, 2008 ). Obat ini dapat menggunakan obat obatan berbahan kimia, misalnya parasetamol aspirin, ibu profen dsb, Selain obat berbahan kimia ada juga dengan menggunakan tanaman obat , misalnya herba meniran. (Ully. 2008 ) 2.5.1 Aspirin ( Acidum Acetyl Salicylicum )
31
a. Struktur Kimia COOH
OCOCH3 Gambar 2.2 Struktur Asam asetal Salisilat b. Rumus kimia : 4 C3H4O c. Berat Molekul : 180,16 d. Pemerian : hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau bau lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. e. Kelarutan : sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam kloroform, dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak. f. Mekanisme kerja : meningkatkan eliminasi panas, berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hypothalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat. g. Indikasi : analgesik-antipiretik, demam reumatik, mencegah trombus koroner. h. Kontraindikasi : ulkus peptikum, gagal hati dan ginjal, wanita hamil. i. Efek samping : mual, muntah, anemia sekunder. j. Interaksi obat : tidak boleh diberikan bersama antikoagulan. Menurunkan kadar gula darah sehingga harus berhati hati bila diberikan bersama obat anti diabetes oral.
32
Dosis
:
Dewasa
: 325 mg – 650 mg secara oral 3 – 4 jam.
Anak
: 15 – 20 mg / kg BB, tiap 4 – 6 jam dengan dosis total < 3,6 g / hari untuk demam.
2.6
Simplisia Simplisia merupakan bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan asalnya simplisia dibagi menjadi tiga, yaitu : a.
Simplisia nabati : simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.
b.
Simplisia Hewani : simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat – zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni
c.
Simplisa mineral : simplisia yang berupa mineral yang belum diolah atau diolah atau diolah dengan cara sederhanadan belum berupa zat kimia murni
2.6.1 Pengolahan Simplisia Pengeringan Hasil panen tanaman obat untuk dibuat simplisia umumnya perlu segera dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air, untuk menjamin dalam penyimpanan, mencegah pertumbuhan jamur, serta mencegah terjadinya proses atau reaksi enzimatika yang dapat menurunkan mutu.Dalam pengeringan faktor yang penting adalah suhu, kelembapan dan aliran udara
33
(ventilasi). Sumber suhu dapat berasal dari matahari atau dapat pula dari suhu buatan . Umumnya pengeringan bagian tanaman yang mengandung minyak atsiri atau komponen lain yang termolabil, hendaknya dilakukan pada suhu tidak terlalu tinggi dengan aliran udara berlengas rendah secara teratur. Untuk simplisia yang mengandung alkaloid, umumnya dikeringkan pada suhu kurang dari 70 ºc. Agar dalam pengeringan tidak terjadi pembusukan, hendaknya simplisia jangan ditumpuk terlalu tebal. Sehingga proses penguapan berlangsung dengan cepat. Sering suhu yang tidak terlalu tinggi dapat menyebabkan warna simplisia menjadi lebih menarik. Misalnya pada temulawak suhu awal pengeringan dengan panas buatan antara 50 º-55 ºc. Pengawetan Simplisia nabati atau hewani
harus dihindarkan dari serangga atau
cemaran mikroba dengan penambahan kloroform, CCl4, eter atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan Kemurnian Simplisia Persyaratan simplisia nabati dan hewani diberlakukan pada simplisia yang diperdagangkan, tetapi pada simplisia yang digunakan untuk suatu pembuatan atau isolasi minyak atsiri, alkaloid, glikosida atau zat aktif lain, tidak harus memenuhi persyaratan tersebut. Persyaratan yang membedakan struktur mikroskopik serbuk yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dapat tercakup dalam masing m- masing monografi, sebagai petunjuk identitas, mutu atau kemurnianya.
34
Simplisia nabati dan hewani tidak boleh mengandung organisme patogen , dan bebas dari cemaran serangga, dan binatang lain maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menympang bau dan warna, tidak boleh mengandung lendir atau menunjukan adanya kerusakan. Sebelum diserbukan simplisia nabati harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotor lain yang berasal dari tanah maupun benda anorganik asing.
2.7
Ekstrasi Penyarian atau ekstraksi merupakan proses penarikan zat pokok yang
diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sediaan ekstrak dibuat agar zat berkhasiat dari simplisia mempunyai kadar yang tinggi sehingga memudahkan dalam pengaturan dosis (Ansel, 1989). 2.7.1 Beberapa Metode Ekstraksi 2.7.1.1 Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang menggandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat
35
didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa, air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian. Keuntungan cara penyarian maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyaringannya kurang sempurna. 2.7.1.2 Perkolasi Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan disebut perkolator. Cara melakukan perkolasi adalah dengan merendam bahan obat dengan cairan penyari selama 2-3 jam dalam wadah tertutup rapat, kemudian setelah 3 jam pindahkan bahan obat yang direndam dengan penyari kedalam percolator. Tambahkan cairan penyari sampai terbentuk satu lapisan cairan penyari. Tambahkan cairan penyari tetes demi tetes (1 ml per menit) sampai perkolat bening. Keuntungan dari perkolasi adalah tidak memrlukan langkah tambahan untuk memisahkan sampel padat dari ekstrak.
2.8
Kromatografi Kolom Kromatografi adalah pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam
sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir.
36
Kromatografi yang sering digunakan ialah kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas. (Depkes RI tahun 1979, MMI jilid III) Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan 2 fase, yaitu fase diam (stationary) dan fase gerak (mobile). Pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relative pada 2 fase tersebut. Gerakan fase gerak menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusun cuplikan. Inilah yang dipakai sebagai dasar pemisahan kromatografi. Tanpa perbedaan dalam kecepatan migrasi dari dua senyawa tidak mungkin terjadi pemisahan. Kromatografi kolom biasa digunakan untuk memantau kemajuan reaksi dan mengenali komponen tertentu. Kromatografi kolom menggunakan lempeng plastic sebagai tempat melekat fase diam dan fase gerak mengalir keatas dan tertapis saat melewati fase diam. Kelebihan dari kromatografi kolom yaitu ketajaman pemisahan yang lebih besar dan kepekaannya lebih tinggi. Prinsip kerja Kromatografi Kolom Pada dasarnya isolasi kromatografi kolom meliputi penempatan campuran flvonoid (ekstrak) diatas kolom yang berupa serbuk penyerap (seperti silica, selulosa, atau poliamida) dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang sesuai. (Markham, 1981)
2.9
Hewan Uji Hewan coba adalah hewan yang dapat digunakan untuk tujuan suatu
penelitian. Hewan-hewan ini meliputi hewan laboratorium (hewan yang khusus dipelihara di laboratorium) hingga hewan ternak. Hewan percobaan antara lain
37
tikus putih, tikus, kelinci, kuda, sapi, domba, burung merpati, kera. Dalam penelitian ini hewan yang digunakan adalah tikus putih. 2.9.1 Karakteristik Tikus Putih Relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih pada umumnya tenang dan mudah ditangani, ia tidak bersifat fotofobik seperti halnya mencit putih dan kecenderungannya untuk berkumpul sesamanya juga tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak demikian terganggu dengan adanya manusia di sekitarnya. Suhu normal tikus putih adalah 37,5 0C. Bila diperlakukan kasar, tikus menjadi galak dan sering menyerang si pemegang. 2.9.2 Klasifikasi Tikus Putih Tikus laboratorium adalah salah satu spesies tikus yang paling umum dijumpai di perkotaan. Hasil seleksi terhadap hewan ini banyak digunakan sebagai hewan percobaan. Klasifikasi tikus putih : Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Sub Ordo
: Odontoceti
Famili
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: R. norvegicus
2.9.3 Cara Memperlakukan Tikus Tikus dalam perlakuannya sama seperti dengan tikus putih, hanya harus diperhatikan bahwa jika memegang sebaiknya bagian pangkal ekor. Tikus dapat diangkat dengan memegang perutnya ataupun dengan cara-cara sebagai berikut :
38
Tikus diangkat dari kandangnya dengan memegang tubuh atau ekornya dari belakang kemudian diletakkan diatas permukaan. Tangan kiri diluncurkan dari belakang tubuhnya menuju kepala dan ibu jari diselipkan ke depan untuk menjepit kaki kanan depan tikus antara jari dengan telunjuk. Untuk melakukan pemberian obat secara i.m, tikus dipegang pada bagian belakangnya. Hal ini hendaknya dilakukan dengan mulus tanpa ragu-ragu. Tikus tidak mengelak bila dipegang dari atas, tapi bila dipojokkan ke sudut, tikus akan menjadi panik dan menggigit. 2.9.4 Cara Memberi Kode Hewan Percobaan Penandaan hewan percobaan dilakukan pada ekornya berupa garis melintang sejajar atau tanda (+). 2.9.5 Pemberian Obat Pada Tikus Putih Pemberian obat pada tikus putih antara lain: a. Pemberian per oral Pemberian obat kepada tikus dilakukan dengan pertolongan jarum suntik yang ujungnya tumpul (bentuk bola/kanulla). Kanulla ini dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan dimasukkan melalui tepi langit-langit ke belakang sampai esofagus. b. Pemberian secara subkutan (s.c) Diberikan di bawah kulit pada daerah tengkuk. c. Pemberian intravena (i.v) Penyuntikan dilakukan pada vena ekor menggunakan jarum no 24. Tikus dimasukkan ke dalam pemegang (dari kawat/bahan lain) dengan ekornya menjulur
39
keluar. Ekor dicelupkan ke dalam air hangat untuk mendilatasi vena guna mempermudah penyuntikan. d. Pemberian Intramuskular (i.m) Menggunakan jarum nomor 24 disuntikkan ke dalam otot paha posterior. e. Pemberian intraperioneal Untuk
ini
hewan
dipengang pada
punggungnya
sehingga
kulit
abdomennya menjadi tegang. Pada saat penyuntikan, posisi kepala tikus lebih rendah dari abdomennya. Jarum disuntikkan dengan membentuk sudut 10 dengan abdomen, agak menepi dari garis tengah untuk menghindari terkenanya kandung kencing dan tidak terlalu tinggi agar tidak mengenai hati.
2.10 Kerangka teori Pada penelitian ini, dilakukan determinasi tanaman binahong yang diperoleh dari desa Banturejo, kecamatan Ngantang-Malang. Determinasi ini bertujuan untuk membuktikan apakah tanaman yang diperoleh adalah tanaman binahong (Anredera cordifolia (Tennore) Steen). Determinasi dilakukan dengan bantuan UPT Materia Medika kota Batu. Setelah tanaman binahong dideterminasi, maka tahap berikutnya adalah pembuatan bahan baku daun binahong. Pada tahap ini dipergunakan daun binahong yang berumur 2-3 minggu, dimana daun tidak terlalu tua dan muda. Setelah itu daun dirajang kecil-kecil untuk memperluas kontak bahan dengan pelarut. Bahan baku yang telah siap kemudian diekstraksi menggunakan metode perkolasi dengan pelarut etyl acetat. Pemilihan metode serta pelarut tersebut
40
didasarkan karena sifat bahan alam yang sering rusak pemanasan dan kepolaran dari flavonoid. Etyl acetat yang dibutuhkan untuk proses ekstraksi ini adalah 1 bagian bahan banding 10 bagian dari pelarut. Hal tersebut bertujuan untuk memaksimalkan proses penyarian flavonoid dari daun binahong. Setelah proses ekstraksi, dilakukan isolasi kandungan flavonoid dari daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) menggunakan tehnik kromatografi kolom. Tahap awal dari isolasi ini adalah ekstrak yang didapat diorientasi menggunakan kromatografi lapis tipis dengan berbagai macam pelarut pengembang. Orientasi ini bertujuan untuk pemilihan pelarut pengembang yang sesuai saat isolasi menggunakan kromatografi kolom. Pelarut pengembang yang digunakan adalah BAA (n-butanol:As. Acetat:H2O, 4:1:5), Forestal (As. Acetat:H2O:HCl, 30:10:3), As. Format (As. Format:H2O:HCl, 5:3:2). Berdasarkan hasil pengamatan orientasi, ekstrak yang telah didapat dari proses ekstraksi kemudian diisolasi dengan kromatografi kolom menggunakan silica gel sebagai fase diam dan pelarut pengembang sesuai dengan hasil orientasi Isolat hasil kromatografi kolom kemudian diuji secara kwalitatif untuk membuktikan benar tidaknya isolate yang didapat adalah flavonoid. Pengujian ini menggunakan reagen Mg-HCl, H2SO4 serta NaOH 10%. Setelah dipastikan isolat yang diperoleh flavonoid, maka dilanjutkan dengan pengujian daya antipiretik menggunakan hewan uji tikus putih. Sebelumnya tikus putih berjumlah 9 ekor di beri nomor urut 1-9. Pengundian dilakukan dengan penulisan nomor 1-9 yang di tulis di kertas dan di gulung. Kemudian kertas tersebut dikocok, diambil satu kertas. Dari hasil kertas yang diambil, masing-masing kertas dilihat dan dicocokkan pada nomor yang ada di
41
tikus putih. Setelah itu masukkan tikus putih sesuai nomor pengundian ke beberapa perlakuan yang telah ditentukan. Tikus putih yang digunakan sebelumnya telah diberi larutan pepton sebagai perangsang demam. Dalam pengujian ini digunakan asetosal sebagai pembanding positif serta aquadest untuk pembanding negativ. Asetosal merupakan obat golongan antipiretik yang berstruktur dasar aromatik benzene yaeng merupakan ester dari asam karboksilat dan keton. Dilihat dari struktur flavonoid yang memilki struktur aromatis benzene dan naftalen serta memiliki gugus keton, maka dipilihlah acetosal sebagai kontrol positif. Tikus putih diaklimatisasi terlebih dahulu pada ruangan penelitian selama 1 minggu untuk beradaptasi terhadap suhu lingkungan. Tikus putih diukur suhunya terlebih dahulu dengan termometer per rektal. Pepton sebanyak 0.1 ml disuntikkan secara intramuskuler pada tikus putih. Kenaikan temperatur per rektal diukur setiap 30 menit dengan memasukkan termometer sedalam ± 1,5 cm ke rektum tikus putih. Setelah terjadi kenaikan suhu badan tikus putih, secara peroral dan berdasarkan pengelompokan perlakuan. Maka diberikan larutan control positif, negative serta sampel penelitian dengan konsentrasi 15%. Konsentrasi ini dipilih dari nilai keefektifan suatu bahan. Kemudian dengan menggunakan jarum sonde,dimasukan sebanyak 5 ml ke tikus putih. Setelah itu diukur suhu badan tikus putih tiap 30 menit. Oleh karena penelitian ini menggunakan 3 perlakuan, maka dari data-data yang telah terkumpul untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Analisa Varian Satu Arah atau ANAVA Satu Arah dalam Rancangan Acak Lengkap untuk
42
memisahkan komponen-komponen variasi dalam suatu hasil penelitian pengaruh antipiretik isolat flavonoid dari daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) pada tikus putih.
2.11 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh flavonoid dari daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) sebagai antipiretik terhadap tikus putih dibandingkan dengan kontrol positif (Acetosal) dan kontrol negative (Aquadest). Dengan : Ho
: tidak adanya pengaruh pada suhu tubuh tikus putih
Ha
: ada pengaruh pada suhu tubuh tikus putih
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat
eksperimental.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antipiretik pada isolat flavonoid daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) terhadap tikus putih yang telah diinduksi pepton sebagai perangsang demam. Dalam melaksanakan penelitian dibagi dalam empat tahap kerja. Tahap pertama persiapan, mempersiapkan alat, bahan, dan sampel. Tahap kedua pelaksanaan isolasi flavonoid daun binahong. Tahap ketiga adalah pengujian fraksi isolat flavonoid daun binahong pada tikus putih yang telah diinduksi pepton. Tahap keempat yaitu tahap akhir yang meliputi pengolahan data, perhitungan, dan analisis data serta pembahasan dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian. Tabel 3.1 Tabel Rancangan Penelitian PENGUJIAN DAYA ANTIPIRETIK REPLIKASI Control (+) I II III TOTAL RATA-RATA
Sampel
Control (-)
44
Keterangan : Repilikasi I,II, III
: Pengulangan uji daya antipiretik pada hewan uji.
Control (-)
: Kelompok pengujian negative ( aquadest )
Control (+)
: Kelompok pengujian positif ( acetosal )
Sampel
: Merupakan pengujian dengan konsentrasi 15%.
Total
: Total suhu tubuh tikus putih
Rata-rata
: Rata-rata suhu tubuh tikus putih
3.2 Populasi dan Sampel penelitian 3.2.1 Populasi penelitian Populasi penelitian ini adalah isolat flavonoid daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen). 3.2.2 Sampel penelitian Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah fraksi isolate flavonoid daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) yang diperoleh berdasarkan pemisahan warna pada kromatografi kolom. Adapun tanaman binahong diperoleh dari desa Banturejo, kecamatan Ngantang-Malang yamg telah dideterminasi.
3.3 Lokasi dan Waktu penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Penelitian analisis daya antipiretik isolat flavonoid daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) terhadap tikus putih jantan, dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi dan Farmakologi Akademi Analis Farmasi Dan Makanan “Putra Indonesia” Malang
45
3.3.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan selesai.
3.4 Definisi Variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat, variabel bebasnya
adalah fraksi isolate flavonoid daun binahong (Anredera
cordifolia folium (Tennore) Steen) terhadap tikus putih jantan. Untuk fraksi flavonoid diperoleh berdasarkan pemisahan warna pada kromatografi kolom. Sedangkan variabel terikatnya adalah efek antipiretik, yaitu efek farmakologis dengan ditandai menurunnya suhu tubuh tikus putih.
3.5 Persiapan Penelitian 3.5.1
Alat dan Bahan
3.5.1.1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Peralatan gelas laboratorium ( Beker glass, Pipet ukur, Corong pisah, Pengaduk, Cawan penguap, Erlemeyer, Corong gelas dan sebagainya) 2. Spuit 3. Jarum sonde 4. Maserator dan perkolator 5. Evaporator merk Hannsin 6. Kromatografi kolom 7. Water bath 3.5.1.2 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Daun Binahong yang diperoleh dari desa Banturejo, kecamatan NgantangMalang 2. Etyl acetat 3. Asam acetat
46
4. N-Butahnol 5. Kloroform 6. Asam Format 7. H2O 8. HCL 9. Aquadest 10. Acetosal 11. pepton 5% 12. Plat Silica 13. Silica Gel Kisellgel 14. Tikus putih 3.5.2 Penetapan Binatang Percobaan Binatang percobaan dalam penelitian ini menggunakan tikus putih galur wistar dalam kondisi sehat yang sebelumnya tidak pernah digunakan sebagai objek penelitian lain dan sudah diadaptasikan atau dikondisikan untuk perlakuan uji, dengan syarat : 1. Tikus putih galur wistar 2. Berjenis kelamin laki-laki 3. Berumur antara 2-3 bulan pada saat perlakuan uji 4. Bobot tikus putih rata-rata 200 gr. 3.5.3 Pembuatan Bahan Baku Daun Binahong 1. Siapkan Daun binahong dari yang berumur ± 2–3 minggu. 2. Sortir daun – daun tersebut, digunakan daun yang tidak telalu muda atau tua. 3. Cuci Daun tersebut dalam air mengalir, kemudian ditiriskan.
47
4. Potong – potong daun binahong tersebut menjadi bentuk rajangan – rajangan kecil. 3.5.4 Pembuatan Ekstrak Binahong Rajangan Daun binahong yang telah didapat ditimbang sebanyak 250 g, kemudian diperkolasi menggunakan pelarut yang etyl acetat sampai jernih. Hasil dari perkolasi kemudian dievaporasi dengan rotary evaporator sampai 100 ml. Ekstrak binahong yang telah dperoleh kemudian dipekatkan diatas water Bath. 3.5.5 Orientasi Pelarut Pengembang Ekstrak yang didapat kemudian diorientasi menggunakan kromatografi lapis tipis dengan berbagai macam pengembang. Orientasi ini bertujuan untuk pemilihan
pelarut
pengembang
yang
sesuai
saat
isolasi
menggunakan
kromatografi kolom. Pelarut pengembang yang digunakan adalah BAA ( nbutanol:As. Acetat:H2O, 4:1:5), Forestal ( As. Acetat:H2O:HCl, 30:10:3), As. Format ( As. Format:H2O:HCl, 5:3:2). 3.5.6 Isolasi Flavonoid dengan Metode Kromatografi Kolom Preparasi kolom menggunakan fase diam silica serta penggunaan fase gerak menggunakan pengembang sesuai dengan hasil orientasi. Sebelum Ekstrak kasar daun binahong diletakan diatas silica, terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut yang sama dengan fase gerak.. letakan diatas kolom silica dan alirkan pelarut pengembang. Tampung hasil isolate berdasarkan warna yang terbentuk dari proses eluasi. Hasil penampungan kemudian diuji dengan reagen Mg-HCl, H2SO4 serta NaOH 10%. dilihat kemudian dari kepekatan intensitas warna yang terbentuk
48
dibandingkan mana yang lebih baik. Dari intensitas warna yang baik atau pekat diasumsikan kandungan flavonoid banyak kemudian diuji daya antipiretiknya. 3.5.7 Pembuatan Larutan Pepton 1. Menimbang pepton 5 gr. 2. Pepton yang sudah di timbang dan dimasukkan kedalam beker glass. 3. Kemudian pepton tersebut dilarutkan dengan aquadest sebanyak 100 ml, di aduk pelan-pelan. 3.5.8 Perhitungan Dosis Asetosal Manusia 70 kg = 20 mg / kg BB = 20 mg . 70 = 1400 mg Tikus 200 g
= 0,018 . 1400 mg = 25.2 mg
3.5.9 Pembuatan Control Positif Asetosal 1. Menimbang 1260 mg acetosal dari dosis konversi 25.2 mg. 2. Asetosal yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam beker glass. 3. Larutkan dengan aquadest sebanyak 50 ml, diaduk pelan-pelan. (tiap 1 ml mengandung 25.2 mg acetosal) 3.6 Pelaksanaan Penelitian. 3.6.1 Tehnik sampling Cara randomisasi ini dapat dilakukan dengan cara : 1. Sebelumnya tikus putih berjumlah 9 ekor di beri nomor urut 1-9. 2. Pengundian dilakukan dengan penulisan nomor 1-9 yang di tulis di kertas dan di gulung.
49
3. Kemudian kertas tersebut dikocok, diambil satu kertas. Dari hasil kertas yang diambil, masing-masing kertas dilihat dan dicocokkan pada nomor yang ada di tikus putih. 4. Setelah itu masukkan tikus putih sesuai nomor pengundian ke beberapa perlakuan yang telah ditentukan.
Setelah melakukan pengundian diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 3.2 Rancangan Acak Pengujian Tikus putih Perlakuan Kontrol Negatif (A) Kontrol Positif (B)
Sampel (Konsentrasi 15%)
No Tikus putih 4 9 1 2 5 7 3 8 6
3.6.2 Prosedur pengujian efek antipiretik 1. Tikus putih diaklimatisasi terlebih dahulu pada ruangan penelitian selama 1 minggu untuk beradaptasi terhadap suhu lingkungan. 2. Tikus putih diukur suhunya terlebih dahulu dengan termometer per rektal. 3. Pepton sebanyak 0.1 ml disuntikkan secara intramuskuler pada tikus putih. 4. Kenaikan temperatur per rektal diukur setiap 30 menit dengan memasukkan termometer sedalam ± 1,5 cm ke rektum tikus putih. Untuk menentukan efek antipiretik dapat dilakukan sebagai berikut : 1. 9 ekor tikus putih yang diinduksi pepton dibagi menjadi 3 kelompok untuk diberi perlakuan.
50
2. Tikus putih putih kelompok A (kontrol negatif), diberikan larutan aquadest steril dengan volume 5 ml secara oral. Pemberian larutan secara oral dapat dilakukan dengan bantuan jarum suntik ujung tumpul atau sonde yang dimasukkan ke dalam mulut tikus putih, dan dimasukkan melalui tepi langit-langit ke belakang sampai esofagus. 3. Tikus putih kelompok B (kontrol positif), diberi larutan acetosal dosis 25.2 mg. 4. Tikus putih kelompok C (pemberian larutan isolate Flavonoid konsentrasi 15%) 5. Ukur temperatur per rektal setiap 30 menit.
3.7 Analisa Data Data-data
yang
telah
terkumpul
untuk
selanjutnya
dianalisis
dengan
menggunakan Analisa Varian Satu Arah atau ANAVA Satu Arah dalam Rancangan Acak Lengkap untuk memisahkan komponen-komponen variasi dalam suatu hasil penelitian pengaruh antipiretik isolate flavonoid dari daun binahong (Anredera
cordifolia folium (Tennore) Steen) pada tikus putih. 1. Rumusan Hipotesis : Ho : µ1 = µ2 =……….µp , yaitu tidak ada pengaruh efek antipiretik antara masing-masing perlakuan. Ha = ada perbedaan antara masing-masing perlakuan terhadap efek antipiretiknya. 2. Perhitungan Analisa Varian
a. FK (Faktor Koreksi) =
=
51
b. JKT (Jumlah Kuadrat Total ) = Jumlah Kuadrat semua pengamatan – Faktor Koreksi = X2A2 + XA22 + ………… + XAP2 - FK c. JKP (Jumlah Kuadarat Perlakuan) =
=
- FK
∑
p 2 t −1 1
T
n
=
T12 + .............. + T p2 n
− FK
d. JKG (Jumlah Kuadarat Galat) = JKT – JKP e. Derajat Kebebasan db perlakuan (kolom) = jumlah perlakuan - 1 = p - 1 db total = jumlah total pengamatan 1 = np – 1 db galat = jumlah perlakuan (jumlah replikasi -1) = p(n-1) f. Kuadarat Tengah (KT) Kuadarat Tengah Perlakuan (KTP)
=
JKP P −1
Kuadarat Tengah Galat (KTG)
=
JKG P(n − 1)
g. Harga Statistik F hitung antar Perlakuan
=
52
Tabel 3.3 Anava Satu Arah
3. Penyimpulan - Jika F hitung ³ F tabel 5%, perbedaan pada nilai tengah dikatakan nyata dan diberi tanda (*) pada F hitung. - Jika F hitung < F tabel 5% maka perbedaan nilai tengah perlakuan disebut tidak nyata maka nilai F hitung ditandai dengan tn (tidak nyata). 4. Pengujian Hipotesa Jika
Ho
ditolak
maka
diperlukan
pengujian
selanjutnya
dengan
menggunakan uji SNK 0,05 yang dirumuskan sebagai berikut : Sx=
KTG r
W = q α (p.Fe) Sx Harga t 0,05 dapat dicari pada tabel, kemudian dibandingkan dengan nilai beda mean dari SNK 0,05 sebab dianggap uji rentangan yang paling akurat, jika : (x1-x2) ³ SNK 0,05 berarti berbeda nyata. (x1-x2) < SNK 0,05 berarti berbeda tidak nyata.
53
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan kerja, yaitu persiapan sampel daun Binahong, isolasi flavonoid dari daun Binahong, uji daya antipiretik isolate flavonoid daun binahong dan yang terahir analisis data. 4.1 Persiapan Sampel Daun Binahong Persiapan Sampel Daun Binahong ini meliputi dua tahap, yaitu tahap Determinasi tanaman serta tahap pemilihan daun yang berumur tiga minggu. 4.1.1 Determinasi Tanaman Tanaman Binahong yang akan dideterminasi diperoleh dari desa Banturejo, kecamatan Ngantang-Malang. Determinasi dilakukan dengan bantuan UPT Materia Medika kota Batu. Berikut adalah hasil determinasi yang diperoleh dari sampel tanaman : Klasifikasi Kingdom
: Plantae
Sub Kingdom
: Tracheobionta (berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Sub Kelas
: Hammamelidae
Ordo
: Caryophyllales
Familia
: Basellaceae
Marga
: Anredera
Jenis
: Anredera cordifolia (Tennore) Steen
54
Sinonim
: Boussingaultia gracilis Miers., Boussingaultia cordifolia, Boussingaultia baselloides.
Kunci Determinasi
: 1b-2b-3b-4b-6b-7b−9a-41b-42b-43b-54b-59b-61b62b-63a-64b
4.2 Isolasi Flavonoid Daun Binahong Isolasi flavonoid pada daun binahong dibagi menjadi tiga tahapan. Yang pertama adalah orientasi pelarut kromatografi kolom, dilanjutkan pembuatan ektrak daun binahong, dan isolasi flavonoid dengan menggunakan kromatografi kolom. 4.2.1 Orientasi Pelarut Kromatografi Kolom Tujuan dari orientasi pelarut adalah sebagai acuan dalam memilih pelarut yang sesuai yang nantinya digunakan untuk kromatografi kolom. Orientasi ini menggunakan
empat
campuran
pelarut
dengan
menggunakan
metode
kromatografi lapis tipis. Berikut adalah hasil perhitungan jumlah kebutuhan pelarut beserta hasil eluasi. Tabel 4.1 Tabel Kebutuhan Fase Gerak KLT
Pelarut
Jumblah pengembang BAA
KAA
butanol asam acetat
30 30
12 3
10.714286 20.930233
H2O
30
15
1.1538462 6.9767442 9
HCl
30
kloroform
30
HCOOH
30
Forestal
Asam Format
2.0930233 6 21.428571 15
55
1. BAA : -
Dari eluen N-butanol : As.Acetat: Air ( 4:1:5 ) diperoleh dua bercak dari 2 bercak tersebut ketika di cek dibawah sinar UV menghasilkan warna ungu atau lembayung. Dengan masing-masing nilai Rf : a. A. = 9.5/13.5
= 0.7037
b. B = 8/ 13.5
= 0.5925
2. KAA : -
Dari eluen Kloroform:As.acetat:air ( 30:15:2 ) diperoleh tiga bercak, pada bercak pertama tanpa sinar UV berwaqrna hijau kekuningan, kemudian dengan sinar UV timbul warna ungu tua atau lembayung.
-
-
Nilai RFnya
= a. A = 12 /13.5
= 0.888
b. B = 3/ 13.5
= 0.223
c. C = 2/13.5
= 0.1481
Untuk noda B dan C warnanya kurang jelas atau kabur.
3. Forestal dan Asam Format -
Untuk kedua eluen ini KLT hagus karena campuran eluen ini terlalu asam. Sehingga hasinya buruk.
4. Digunakan satu eluen lagi yaitu Toluen : dietyleter : as. Acetat (5:5:1). -
Pada eluen ini eluasi berlangsung cepat namun hasinya tidak ada, tidak ada bercak, pada pertengahan eluasi hasilnya tiba-tiba memudar dan hilang.
56
Dari
dua
eluen
yang
baik
yaitu
KAA
dan
BAA,
dengan
mempertimbangkan bercak yang diperoleh serta nilai keekonomisan bahan maka digunakan pelarut KAA untuk eluen pada kromatografi kolom. 4.2.2 Ekstraksi Daun Binahong Untuk proses ekstrasi daun binahong menggunakan pelarut ethyl acetat. Dengan perbandingan 1 : 10. Bahan baku daun binahong yang telah dirajang dengan hasil penimbangan 250 g. hasil dari proses ekstraksi diperoleh volume ekstrak 1650 ml. Dari ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan evaporator dengan tekanan yang digunakan 17,5. Ektrak kental yang diperoleh sebesar 165 ml. 4.2.3 Isolasi Flavonoid dengan Menggunakan Kromatografi Kolom Tahap ini dimulai dengan persiapan packing kolom, 2/3 tinggi kolom diisi dengan silica. Mampatkan dengan cara diketuk agar tidak ada rongga udara, letakkan kertas saring diatasnya, kemudian basahi kolom menggunakan fase gerak. Ekstrak kental dari daun binahong kemudian dimasukan dalam kertas saring. Alirkan fase gerak ke dalam kolom. Tampung hasil pemisahan ke erlemeyer berdasarkan pemisahan warna yang terbentuk. Dari proses ini diperoleh 3 fraksi dengan perbandingan kepekatan yang berbeda. Fraksi pertama dengan warna hijau tua, fraksi kedua dengan warna hijau tua kehitaman dan yang fraksi ketiga dengan warna hijau muda jernih. Dari ketiga fraksi tersebut kemudian diambil beberapa ml sampel kemudian uji kwalitatif menggunakan Mg-HCl, H2SO4 dan NaOH 10 %.
57
Tabel 4.2 Tabel Hasil Uji Kualitatif Fraksi Isolat Daun Binahong FRAKSI
Mg-HCl
H2SO4
NaOH 10%
I
Hijau-Keruh
Hijau
Hijau putih
II
Hijau Tua Keruh
Hijau
Hijau putih
III
Hijau Jernih
Hijau
Hijau
Dari hasil pengujian warna terhadap masing-masing isolate diperoleh warna sesuai dengan tabel diatas, dari ketiganya diperoleh warna yang paling dominan adalah pada isolate yang ke dua, dengan warna hijau tua keruh, hijau, hijau putih. Namun hasil tersebut bukan merupakan hasil identifikasi flavonoid yang seharusnya berwarna kuning kemerangan sampai merah bata. Karena hasil yang terbentuk belum dapat mewakili apakah fraksi yang diperoleh mengandung flavonoid atau bukan. Olehh karena itu dilanjutkan menggunakan metode analisa spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 200-500 nm. Berikut hasil yang diperoleh :
Gambar 4.1 Spektogram Isolat Flvonoid Daun Binahong Pertama
58
Gambar 4.2 Spektogram Isolat Flvonoid Daun Binahong Kedua
Gambar 4.3 Spektogram Isolat Flvonoid Daun Binahong Ketiga Dari hasil ketiga spectrogram, diperoleh hasil yang paling tinggi adalah fraksi isolate kedua, pada fraksi isolate kedua diperoleh 14 (empat belas) puncak yang terbentuk pada panjang gelombang terbentuknya flavonoid. Pada isolate kedua diperoleh puncak tertinggi dengan absorbansi tertinggi 3.957 pada panjang gelombang 317 nm. Untuk fraksi isolate pertama diperoleh 9 puncak dengan absorbansi tertinggi 3.462 pada panjang gelombang 283.5 nm. Sedangkan fraksi isolate ketiga diperoleh 7 puncak dengan absorbansi tertinggi 2.874 pada panjang gelombang 281 nm.
59
Berdasarkan tinggi dan jumblah puncak yang terbentuk, maka dapat diambil kesimpulan bahwa fraksi yang akan digunakan sebagai uji daya antipiretik adalah fraksi kedua.
4.3 Uji Daya Antipiretik Daun Binahong Berdasarkan hasil pengujian efek antipiretik isolate flavonoid daun binahong terhadap tikus putih, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Suhu Tubuh Tikus sebelum dan sesudah pemberian fraksi isolat kedua daun binahong dan acetosal sebagai Kontrol Positif
Perla kuan
A
B
C
Repli kasi
Sebelum diinduksi pepton
1 6 9 5 2 8 7 4 3
37.1 36.9 37.0 36.5 37.2 36.8 37.3 37.0 36.7
Suhu tubuh (oC) Setelah Setelah diberi perlakuan diindu 30 60 90 120 ksi Menit Menit Menit Menit pepton 37.9 37.9 37.8 37.7 37.7 37.6 37.6 37.6 37.4 37.4 37.8 37.7 37.6 37.4 37.3 37.4 37.4 37.3 37.3 37.3 37.8 37.7 37.5 37.5 37.6 37.3 37.1 37.0 37.1 37.1 38.0 38.0 38.0 38.0 37.9 37.8 37.8 37.8 37.7 37.7 37.4 37.4 37.4 37.4 37.4
Penuru nan suhu 0.3 0.2 0.5 0.1 0.3 0.2 0.1 0.2 0.0
Keterangan : A : Kelompok perlakuan control positif dengan pemberian acetosal B : Kelompok perlakuan sampel dengan konsentrasi 15 % C : Kelompok perlakuan control negative dengan pemberian aquadest.
ratarata (X)
0.333
0.2
0.1
60
Pada rancangan awal penelitian, hewan uji yang akan digunakan adalah menct, namun ditemui kendala pada waktu pemeriksaan suhu, termometer yang digunakan tidak dapat masuk terhadap rectal tikus putih. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan permasalahan tersebut dan tingkat stress mencit putih yang lebih tinggi maka hewan uji diganti menjadi tikus jantan putih. Dari hasil perhitungan suhu badan tikus antara sebelum diinduksi pepton pada kontrol negatif dengan rata-rata sebesar 36.944 oC dan sesudah diinduksi pepton mengalami kenaikan suhu dengan rata-rata sebesar 37.667 oC. Pemberian sampel, kontrol positf dan negative diberikan 2 jam setelah induksi dimana suhu kenaikan mulai konstan dan tidak ada perubahan yang signifikan. Pengamatan dilakukan selama 2 jam dikarenakan efek kerja dari kontrol positif terlihat 2 jam setelah pemberian. Pada 120 menit setelah pemberian acetosal terjadi konstribusi penurunan dengan rata-rata sebesar 0.33 oC. sedangkan sampel fraksi isolate daun binahong terjadi penurunan pada 60 menit setelah pemberian dengan konstribusi sebesar 0.2 oC. Untuk kontrol negative dengan pemberian aquadest terjadi penurunan sebesar 0.1 oC. Dilihat dari konstribusi rata-rata penurunan suhu pada pemberian sampel terjadi penurunan pada menit 30 sampai 60 menit setelah pemberian. Rata-rata penurunan tidak terlalu signifikan yaitu 0.2 oC sehingga perlu dilihat dengan analisis perbandingan apakah terdapat perbedaan masing-masing perlakuan (terdapat persamaan antara penurunan suhu kontrol positif dengan sampel) atau tidak.
61
4.4 Analisis Data Ho
: Tidak ada perbedaan yang bermakna pada masing-masing perlakuan.
Ha
: Ada perbedaan yang bermakna pada masing-masing perlakuan. (terdapat efek antipiretik)
Tabel 4.4 Rekapitulasi Data Penurunan Panas Pada Tikus Putih Replikasi
Penurunan Suhu Kontrol Positif
Sampel (15%)
Kontrol Negatif
I
0.3
0.1
0.1
II
0.2
0.3
0.2
III
0.1
0.2
0.0
T
1
0.6
0.3
1.9
X
0.33
0.2
0.1
0.63
a) FK (Faktor Koreksi) =
=
= 1.9 2 = 0.4011 3x3
b) JKT (Jumlah Kuadrat Total ) = Jumlah Kuadrat semua pengamatan – Faktor Koreksi = X2A2 + XA22 + ………… + XAP2 – FK = 0.55 – 0.4011 = 0.1489 c) JKP (Jumlah Kuadarat Perlakuan) =
- FK
62
=
∑
2 p t −1 1
T
n
=
T12 + .............. + T p2 n
− FK
= 0.4833 - 0.4011 = 0.0822 3
d) JKG (Jumlah Kuadarat Galat) = JKT – JKP = 0.1489 – 0.822 = 0.0667 e) Derajat Kebebasan db perlakuan (kolom) = jumlah perlakuan - 1 = p – 1= 3 -1 = 2 db total = jumlah total pengamatan 1 = np – 1 = 3.3 – 1 = 8 db galat = jumlah perlakuan (jumlah replikasi -1) = p(n-1) = 3.(3-1) = 6 f) Kuadarat Tengah (KT) Kuadarat Tengah Perlakuan (KTP)
Kuadarat Tengah Galat (KTG)
=
JKP P −1
= 0.0822 = 0.4011 3.(3-1) JKP = P(n − 1) = 0.0667 = 0.0111 (3-1)
g) Harga Statistik F hitung antar Perlakuan
= = 0.4011 = 3.7027 0.011
63
Tabel 4.5 Tabel Analisa Ragam Sumber Keragaman
db
Jumblah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
2
0.0822
0.0411
Galat
6
0.0667
0.0111
Total
8
F
F Total
Hitung
5%
1%
3.7027
5.14
10.92
Berdasarkan tabel ANAVA diatas, harga F hitung < F tabel 5 % < F tabel 1 %, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna efek antipiretik isolat flavonoid daun binahong dengan aquadest dan acetosal.
64
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Tennore) Steen) yang diperoleh dari desa Banturejo, kecamatan NgantangMalang yamg telah dideterminasi di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur UPT Materia Medica Kota Batu pada tanggal 25 Januari 2011. Sebagai acuan dasar penelitian ini adalah tanaman binahong memiliki kandungan flavonoid dan penelitian sebelumnya tentang antipiretik adalah masih digunakannya ekstrak kasar tanpa mengetahui zat yang berpengaruh dalam penurunan suhu. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah isolat flavonoid daun binahong (Anredera cordifolia folium (Tennore) Steen) dapat digunakan sebagai antipiretik. Bahan Baku daun binahong yang dipergunakan adalah daun yang berumur 2-3 minggu, dimana daun tidak terlalu tua dan muda. Setelah itu daun dirajang kecil-kecil dan diekstraksi menggunakan pelarut etyl acetat. Pada tahap ini dilakukan dua kali ekstraksi, yaitu dalam jumlah kecil sebagai orientasi pelarut pengembang fase gerak dan dalam jumblah besar sebagai perlakuan isolasi flavonoid daun binahong.
65
Pada tahap orientasi pelarut, sebanyak 10 gram daun binahong diekstraksi dengan 100 ml etyl acetat menggunakan perkolator. Ekstrak yang didapat kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan diperoleh 20 ml ekstrak. Kemudian ekstrak ditotolkan terhadap lempeng silica
yang akan
dipergunakan terhadap lima campuran pelarut pengembang. Dari hasil pengamatan diperoleh campuran pelarut KAA (Kloroform:asam asetat:air, 30:15:2) yang nantinya akan digunakan sebagai fase gerak pada kromatografi kolom dengan mempertimbangkan hasil eluasi yang menghasilkan 3 bercak. Pada tahap ekstraksi dalam jumlah besar, dipergunakan 250 gram rajangan daun binahong dan membutuhkan sebanyak 1650 ml etyl acetat. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan sehingga diperoleh 165 ml. Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan diatas waterbat dan diberi serbuk silica untuk membuat bubur ekstrak. Tahap isolasi dimulai dengan persiapan packing kolom, 2/3 tinggi kolom diisi dengan silica. Mampatkan dengan cara diketuk agar tidak ada rongga udara, letakkan kertas saring diatasnya, kemudian basahi kolom menggunakan fase gerak. Bubur Ekstrak dari daun binahong kemudian dimasukan dalam kertas saring kemudian dialiri menggunakan pelarut KAA. Dalam pemisahan ini hanya didasarkan dengan pengamatan visual warna yang terbentuk, perlu dilakukan pemisahan berdasarkan waktu (tiap berapa menit) atau berdasarkan volume (tiap berapa ml) dan dilanjutkan dengan KLT untuk mengetahui karakter masingmasing fraksi sehingga fraksi yang memiliki bercak yang sama, dapat dijadikan satu.
66
Dari proses isolasi diperoleh 3 fraksi dengan perbandingan kepekatan yang berbeda. Fraksi pertama dengan warna hijau tua, fraksi kedua dengan warna hijau tua kehitaman dan yang fraksi ketiga dengan warna hijau muda jernih. Ketiganya kemudian diuji kwalitatif dan diperoleh warna yang paling dominan adalah pada isolate yang ke dua, dengan warna hijau tua keruh, hijau, hijau putih. Namun hasil tersebut bukan merupakan hasil identifikasi flavonoid yang seharusnya berwarna kuning kemerangan sampai merah bata. Golongan flavonoid yang membentuk warna merah dengan Mg-HCl merupakan golongan flavanon, dimungkinkan pada isolat yang diperoleh tidak mengandung golongan tersebut sehingga tidak membentuk warna merah. Karena hasil yang terbentuk belum dapat mewakili apakah fraksi yang diperoleh mengandung flavonoid atau bukan. Maka dilanjutkan menggunakan metode analisa spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 200-500 nm. Dari spektrofotometri hasil yang absorbansi paling tinggi adalah fraksi isolat kedua, pada fraksi isolat kedua diperoleh 14 (empat belas) puncak yang terbentuk pada panjang gelombang terbentuknya flavonoid. Pada isolat kedua diperoleh puncak tertinggi dengan absorbansi tertinggi 3.957 pada panjang gelombang 317 nm. Dari 14 puncak yang terbentuk,diantaranya diduga terdapat golongan isoflavon (255-265, 310-330), flavon (330-350), golongan flavonol(350-390), golongan auron (390-430). Pada rancangan awal penelitian, hewan uji yang akan digunakan adalah mencit putih, namun ditemui kendala pada waktu pemeriksaan suhu, termometer yang digunakan tidak dapat masuk terhadap rektal mencit putih. Oleh karena itu
67
dengan mempertimbangkan permasalahan tersebut dan tingkat stress mencit putih yang lebih tinggi maka hewan uji diganti menjadi tikus jantan putih. Tikus putih yang digunakan berumur 2–3 bulan dan bobot badan 200– 300gram. Hewan diadaptasikan dengan lingkungan pengujian selama 1 minggu. Selanjutnya hewan dibagi dalam 3 kelompok yaitu: kontrol , pembanding, uji. Untuk menginduksi demam digunakan pepton 5% dengan 0,1 ml secara intramuskular pada pangkal paha. Setelah melakukan pengamatan pada masing-masing perlakuan untuk kontrol positif atau kelompok A (acetosal) dengan dosis 25.2 mg, penurunan suhu badan setelah 120 menit pada tikus tersebut mengalami penurunan dengan ratarata 0.33 oC sedangkan untuk kontrol negatif dengan pemberian aquadest mengalami penurunan suhu badan dengan rata-rata 0.1 oC. Pengujian antipiretik menggunakan isolat flavonoid daun binahong mengalami penurunan dengan ratarata 0.2 oC. Pengujian hanya dapat menggunakan satu konsentrasi yaitu 15 % (3 ad 20 ml), hal tersebut pada awal rancangan penelitian hewan uji yang digunakan adalah mencit putih, sehingga tidak diperhitungkan untuk hewan tikus yang kebutuhannnya lebih besar. Setelah dianalisa dengan menggunakan analisa varians. Pada tabel tersebut dapat dilihat F hitung lebih kecil dari pada harga F tabel. Hal ini membuktikan bahwa tidak terjadi perbedaan penurunan suhu tubuh tikus yang diberi flavonoid daun binahong dengan yang diberi acetosal. Konstribusi penurunan yang berbeda dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor konsentrasi yang terlalu kecil, faktor fisiologis dari hewan uji yang berbeda misalnya tingkat absorbsi, psikologis(stress) dsb.
68
Dapat disimpulkan bahwa isolat flavonoid daun binahong tidak dapat memberikan penurunan yang signifikan dibandingkan kontrol negative ( aquadest) namun sudah dapat memberikan konstribusi penurunan sebesar 0.2 oC dengan konsentrasi 15 % dalam waktu 60 menit setelah pemberian. Hal ini perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi. BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian adalah kandungan flavonoid daun binahong dapat diambil menggunakan metode kromatografi
kolom
menggunakan
pelarut
pengembang
KAA
(Kloroform:As.Asetat:Air : 30:15:2) dan isolat flavonoid daun binahong tidak dapat memberikan penurunan suhu yang signifikan dibandingkan kontrol negative (aquadest) maupun kontrol positif (acetosal) dengan konstribusi penurunan sebesar 0.2 oC pada konsentrasi 15 % dalam waktu 60 menit setelah pemberian.
6.2 Saran Berdsarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pengujian daya antipiretik isolat flvonoid daun binahong, dapat disarankan sebagai berikut: 6.2.1 Dilakukan penelitian ulang dengan peningkatan dosis. 6.2.2 Dilakukan penelitian ulang dengan menggunakan metode isolasi yang lebih baik.
69
70
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1996, Materia Medika Indonesia Jilid VI, 158 – 162, Departemen Kesehatan R.I., Jakarta. Anonym, 2009, Buku Praktikum Farmakologi. Akademi Farmasi, Putra Indonesia Malang.(Untuk Kalangan Sendiri). Anonym, 2009. Demam. http://nursingbegin.com/gangguan-pengaturan-suhutubuh/ Diakses pada 19 desember 2010 Anonym,
2010.
Taksonomi
Tumbuhan.
http://ecourse.usu.ac.id/content/
biologi/taksonomi/textbook.pdf. diakses pada 22 desember 2010 anonym.
2010.
Cermin
Dunia
kesehatan,
Patogenesis
demam.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/55_16Abstrak.pdf/5516_AbstrakAbstrak.html. diakses pada 19 desember 2010 Hidayati, Isnaini Wahyu. 2009. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Binahong (Andredera cordifolia (Ten.) Steenis) Sebagai Penyembuh Luka Bakar pada kulit Punggung Kelinci. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. (diakses pada tanggal 26 Desember 2009). Lazuardi,2009.Binahong.http:/birulazuardhi.wordpress.com/2009/03/23/binahong/ . (Diakses pada tanggal 26 Desember 2009.) Indonesia. 1986. Sediaan Galenika. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia.1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
71
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasikan Flavonoid. diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung. Rochani, Nita. 2009. Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Binahong (Andreders cordifolia (Tenore) Steen) Candida albicans Serta Skrining Fitokimianya. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. (diakses pada tanggal 26 Desember 2009). Sukadana,2009. SENYAWA ANTIBAKTERI GOLONGAN FLAVONOID DARI BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola Linn.L). Jurnal Kimia Vol 3 No 2. Fakultas MIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Taufiq H, Wahyuningtyas, wahyuni.2008. Efek antiinflamasi ekstrak patikan kebo ( Euphorbia hirta L ) pada tikus jantan.pharmacon vol 9.no 1. Fakultas farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 1993. Swamedikasi Cara Cara Mengobati Gangguan Sehari-Hari Dengan Obat Obat Bebas Sederhana. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat Obat Penting. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo. Warsinah, Handayani, susilowati. 2004. Penjaringan dan isolasi flavonoid pada Akar Bakau ( Rhizopora Mucronata ) sebagai bahan obat anti inflamasi dan anti demam. Pharmacy vol 2 no 2. Fakultas MIPA Universitas Jendral Soedirman. Widanindri, 2009. Pyrogen. http://widanindri.blogspot.com/2009/05/pyrogenpirogen-200c.html. diakses pada 19 desember 2010
72
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Konversi Dosis Dicari
20 g
200 g 400 g
1,5 kg
2,0 kg
4,0 kg
12,0 kg
70,0 kg
Tikus Marmot
kelinci
kucing
kera
anjing
manusia
1,0
7,0
12,29
27,8
29,7
64,1
124,2
387,9
200 g Tikus
0,14
1,0
1,74
3,0
4,2
9,2
17,8
56,0
400g marmot
0,08
0,57
1,0
2,25
2,4
5,2
10,2
31,5
1,5 kg kelinci
0,04
0,25
0,44
1,0
1,06
2,4
4,5
14,2
2,0 kg kucing
0,03
0,23
0,41
0,92
1,0
2,2
4,1
13,0
4,0 kgKera
0,016
0,11
0,19
0,42
0,45
1,0
1,9
6,1
12,0 kg njing
0,008
0,06
0,10
0,22
0,24
0,52
1,0
3,1
0,0026
0,018 0,031
0,07
0,013
0,16
0,32
1,0
Dik 20 g tikus putih
70,0 kg manusia
Tikus putih
Lampiran 2. Tabel Perbandingan Pelarut Kromatografi
Pelarut
BAA
KAA
Forestal
butanol
4
asam acetat H2O
1
15
30
5
2
10
3
3
2
HCl kloroform HCOOH
Asam Format
30 5
73
Lampiran 3. Tabel Volume Maksimum Larutan Yang Biasa Diberikan Pada Binatang Volume Maksimum (ml) Binatang
Cara Pemberian i.v
i.m
i.p
s.c
p.o
Mencit (20-30 g)
0,5
0,05
1,0
0,5-1,0
1,0
Tikus (100 g)
1,0
0,1
2,0-5,0
2,0-5,0
5,0
Marmut (250 g)
-
0,25
2,0-5,0
5,0
10,0
Kelinci (2,5 kg)
5,0-10,0
0,5
10,0-20,0
5,0-10,0
20,0
Kucing (3 kg)
5,0-10,0
1,0
10,0-20,0
5,0-10,0
50,0
Anjing (5 kg)
10,0-20,0
5,0
20,0-50,0
5,0-10,0
100,0
Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Bahan Baku
74
Lampiran 5. Diagram Alir Orientasi PelarutPengembang
75
Lampiran 5. Diagram Alir Penelitian Bahan Daun Binahong
Perkolasi Etyl Acetat
Dievaporasi dengan RE 40 °C
Dipekatkan lagi di WB
Diisolasi dengan menggunakan
( Hasil Orientasi)
Kromatografi Kolom
Hasil eluasi ditampung, Berdasarkan hasil warna Dianalisa menggunakan Mg-HCl, H2SO4 serta NaOH 10%. Hasil yang menghasilkan intensitas warna terbaik
Uji daya Antipiretik
76
Lampiran 6. Surat Determinasi Tanaman
77
Lampiran 7. Hasil Spektofotometri Isolat Flavonoid
78
Lampiran 8. Gambar Daun Binahong Dan Perlakuan Praktikum
Gambar 1. Daun Binahong
Gambar 2. Ekstraksi Daun Binahon Menggunakan Perkolator
Gambar 3. Evaporasi Ekstrak Daun Binahong
79
Gambar 4. Isolasi Ekstrak Binahong Menggunakan Kromatogrfi Kolom.
Gambar 5. Hasil Uji Kwalitatif Fraksi ke 2
Perlakuan Antipiretik
A
B
C
80
D
E
F
H
G
81
Keterangan : A
= Kelompok Pengujian Positif
B
= Kelompok Pengujian Sampel
C
= Kelompok Pengujian Negatif
D
= Pengukuran suhu awal
E
= Induksi dengan pepton
F
= Sampel, Kontrol, Pepton
G
= Pengukuran suhu setelah induksi
H
= Penyondean
82