Rebung Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata) Sebagai Bahan Afrodisiak pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan
A.A.Sg.A.Sukmaningsih I Wayan Widia Nyoman Semadi Antara Pande Diah Kencana Ida Bagus Wayan Gunam
Dibiayai oleh Tropical Plant Curriculum Project – USAID
Pusat Studi Ketahanan Pangan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana 2012
DISCLAIMER This research is made possible by the generous support of the American people through the United States Agency for International Development (USAID). The contents are the responsibility of Texas A&M University and Udayana University as the USAID Tropical Plant Curriculum Project partners and do not necessarily reflect the views of USAID or the United States Government.
ABSTRAK Penelitian mengenai rebung bambu (Gigantochloa nigrociliata) sebagai bahan afrodisiak dalam meningkatkan kualitas spermatozoa, spermatogenesis dan kadar hormon testosteron telah dilakukan pada 24 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) berusia 12 minggu dengan berat badan ± 150 gram. Hewan dibedakan menjadi 4 kelompok sesuai jenis pelarut ekstrak (air, etanol dan heksana) dan 1 kelompok kontrol yang diberikan aquadest. Setiap kelompok perlakuan mendapatkan 400 mg/kg bb ekstrak/hari sebanyak 2 ml yang diberikan secara oral selama 48 hari. Pada hari ke 49 dilakukan pembedahan. Testis dibuat sayatan mikroanatomi untuk pengamatan spermatogenesis. Epididimis diambil sebagai bahan pengamatan kualitas sperma dan darah dari jantung digunakan untuk mengukur kadar hormone testosteron menggunakan teknik ELISA. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji one way Anova dan uji LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol rebung meningkatkan jumlah spermatosit primer dan spermatid dalam spermatogenesis testis, meningkatkan jumlah spermatozoa dan prosentase motilitas spermatozoa kategori baik pada epididimis testis, serta meningkatkan kadar hormone testosterone darah Diduga fitosterol pada rebung bertindak sebagai prekursor steroid sehingga terjadi peningkatan hormon testosterone. Hormon ini berperanan penting dalam proses pembentukan spermatozoa melalui spermatogenesis di dalam testis serta pematangan sperma di dalam epididimis.
PENDAHULUAN Rebung bambu merupakan tunas muda tanaman bambu yang muncul di permukaan dasar rumpun. Tunas bambu muda tersebut enak dimakan sebagai sayuran dan baik untuk kesehatan karena mengandung nilai nutrisi yang tinggi seperti vitamin, asam amino, mineral Zn, Mn, Mg,Ni, Co, Cu, dan HCN dalam kadar rendah yang bersifat racun (Sujarwo, 2010). Rebung bambu tabah Gigantochloa Nigrociliata memiliki kandungan protein dan
serat lebih tinggi dari pada rebung bambu betung
(Dendrocalamus asper) serta kandungan HCN yang lebih rendah. Rebung bambu juga diketahui mengandung senyawa steroid, fitosterol,
flavonoid, dan phenol
(Choudhury et al, 2012). Secara tradisional beberapa tanaman di Indonesia telah digunakan oleh masyarakat dan diyakini berfungsi sebagai bahan afrodisiak,
dalam meningkatkan kualitas
sperma dan potensi seksual seperti Eurycoma longifolia Jack, Tribulus terrestris, Paussinystalia yohimbe, Panax ginseng.
Adapun senyawa aktif dari tanaman
tersebut yang bersifat afrodisiak adalah β sitosterol (steroid) dari Eurycoma longifolia Jack merangsang pembentukan hormon androgen pada testes (Ang and Sim, 2000). N-nonakosan, ginsenosida pada Panax ginseng
merelaksasi corpus cavernosum
penis, yohimbine pada Paussinystalia yohimbe meningkatkan kadar noradrenalin yang menstimulasi pusat seksual otak pada hipotalamus, Secara umum senyawa tanaman yang berpotensi sebagai bahan afrodisiak berupa
steroid, alkaloid,dan
flavonoid. Testosteron yang merupakan salah satu hormon androgen berfungsi dalam merangsang perkembangan aktivitas organ reproduksi dan sifat seks sekunder termasuk juga dalam mengendalikan seks jantan dan libido. Testosteron, FSH, dan LH bertanggung jawab terhadap spermatogenesis, maturasi sperma dan peningkatan ekskresi fruktosa oleh vesikula seminalis sebagai nutrisi utama dari sperma. Ion Mg, Zn, Ca, Na, K, dan Cl berfungsi dalam proses pematangan sperma (Nugroho, dkk, 2002) Penggunaan obat tradisional dengan menggunakan bahan alami dewasa ini semakin berkembang dan mendapat perhtian besar baik dari masyarakat maupun pemerintah. Departemen kesehatan RI (1986) merekomendasikan obat tradisional dari bahan alam sebagai warisan budaya dan harus terus ditingkatkan melalui penggalian, penelitian, pengujian, dan penemuan obat tradisional yang secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam usaha meningkatkan peran obat tradisional yang biasa digunakan masyarakat sejak jaman dahulu menjadi pegobatan alternatif dalam pengobatan modern atau fitofarmaka, pemakaian obat tradisional harus melalui uji empiris, pra klinik dan uji klinik (Anonim, 2000) Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai potensi rebung bambu tabah sebagai bahan afrodisiak alami pada tikus jantan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas sperma, spermatogenesis, dan analisis hormon testosteron. TINJAUAN PUSTAKA Rebung Bambu Tabah Bambu merupakan tanaman berumpun, termasuk dalam suku gramineae tersebar di daerah tropis, sub tropis dan daerah beriklim sedang. Bambu dapat tumbuh pada iklim
kering sampai tropika basah, pada kondisi tanah subur dan kurang subur pada dataran rendah sampai 4000 m di atas permukaan laut. Bambu tabah dapat diklasifikasikan ke dalam kelas Monocotyledoneae, ordo Graminales, family gramineae, sub familia Bambusoideae, genus Gigantochloa, spesies Gigantochloa nigrociliata(Buese)Kurz, Rebung merupakan tunas muda tanaman bambu yang muncul di atas permukaan rumpun dan biasanya ditumbuh glugut (rambut bambu) yang gatal, berbentuk kerucut dan setiap ujung glugut memiliki bagian seperti ujung daun bambu, tetapi berwarna coklat. Rebung sudah lama dikenal sebagai bahan makanan terutama sebagai bahan sayuran karena kandungan seratnya yang tinggi dibandingkan dengan jenis sayuran tropis lainnya. dikonsumsi. Semua rebung mengandung HCN (asam sianida) yang merupakan senyawa beracun dengan tingkat beragam. Kandungan HCN yang tinggi selain rasanya pahit, berbahaya untuk dikonsumsi. Rebung bambu yang mengandung HCN di bawah ambang batas berbahaya dapat dikonsumsi. Hanya beberapa jenis dari 145 jenis asli bambu Indonesia yang rebungnya dapat dikonsumsi yaitu bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu legi (Gigantochloa aster), bambu andong, bambu mayan (Gigantochloa robusta) banyak dijumpai di Sumatra dan bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata) banyak dijumpai di Pupuan, Tabanan (Kencana, 2012). Nutrisi utama rebung berupa protein (1,6 – 2,5%), karbohidrat (2 -25%), vitamin c, thiamin dan B6, garam mineral seperti zat besi (Fe), Kalsium (Ca), Phospor (P), Sodium (Na),Potassium (K), Mangan (Mg), Seng (Zn), serta sumber serat makanan dan HCN antara 50 – 300 ppm tergantung varietas bambu. Batas aman rebung dengan HCN < 50 ppm (Anonim,2012). Rebung mengandung 17 asam amino diantaranya, asam glutamat, glisine, dan lisin. Lisin berperanan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anak ((Choudhury et al, 2012).Berdasarkan kajian kencana (2004), rebung bambu tabah mempunyai komposisi air (92,2%0, protein (2,29%) lemak (0,23 %), pati (1,6%), serat (3,07%), HCN (hanya 7,97 ppm). Diketahui juga rebung bambu mengandung senyawa kimia seperti flavones, phenol, phytosterol, dan germaclinium (Pandey et.al., 2012). Rebung bambu dapat digunakan sebagai bahan obat yang bersifat antikarsinogenik (Shi and Yang,1992), antiinflamasi (Hu et al, 2000) antijamur (Choudhury et al, 2012),
aktivitas antioksidan (Gupta et. Al., 2012), dan sebagai bahan afrodisiak
(Srivastava, 1990).Senyawa fitosterol yang berfungsi sebagai prekursor steroid pada
tanaman, dan flavonoid, dapat dimanfaatkan sebagai bahan afrodisiak yang berfungsi dalam meningkatkan potensi seksual, kualitas spermatozoa, dan hormon reproduksi. Sperma Sperma adalah zat setengah cair atau setengah kental yang terdiri dari plasma sperma dan spermatozoa. Sperma merupakan campuran dari bahan/cairan yang dikeluarkan oleh bermacam – macam kelenjar yaitu plasma sperma oleh kelenjar seks asesori dan spermatozoa dikeluarkan oleh tubulus seminiferus testis. Kelenjar testis menghasilkan sel spermatozoa melalui proses spermatogenesis yang terjadi di tubulus seminiferus. Epididimis adalah kelenjar seks asesori yang berfungsi sebagai tempat maturasi atau pendewasaan spermatozoa. Pada manusia, epididimis menghasilkan cairan kurang lebih 0, 3 cc. Kelenjar vesikula seminalis menghasilkan sekret kurang lebih 2 – 2,5 cc. Sekret mengandung air, mukus, protein, dan koagulum. Koagulum berupa gumpalan putih, tampak pada sperma yang baru keluar. Dalam beberapa menit koagulum dilisiskan oleh enzim seminin yang dihasilkan oleh kelenjar prostat.
Vesikula seminalis banyak mengandung fruktosa. Aktivitas kelenjar ini
sangat dipengaruhii oleh hormon testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig. Sel ini terdapat di antara tubulus seminiferus testis. Kelenjar prostat menghasilkan spermin yang memberikan bau spesifik pada sperma dan menghasilkan seminin yang berfungsi dalam melisiskan koagulum. Spermatogenesis adalah proses perkembangan sel – sel spermatogenik yang mengalami pembelahan beberapa kali dan akhirnya berdiferensiasi menghasilkan spermatozoa. Proses terdiri dari tiga tahap yaitu spermatositogenesis merupakan tahap proliferasi atau pembelahan mitosis sel induk spermatogonia menghasilkan spermatosit primer. Tahap meiosis merupakan pembelahan spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder, selanjutnya menjadi spermatid yang diikuti oleh reduksi jumlah kromosom. Spermatosit primer mengalami dua kali pembelahan yaitu meiosis I dan meiosis II. Hasil akhir meioisis I adalah spermaosit sekunder. Spermatosit sekunder memasuki meiosis II dan pembelahan dilanjutkan sampai terbentuk spermatid yang haploid (Johnson and Everitt, 2000). Spermiogenesis merupakan tahap perubahan morfologi spermatid yang bulat menjadi spermatozoa matang dan mampu bergerak.
Spermatozoa secara umum terdiri atas bagian kepala yang mengandung nucleus dan akrosom. Bagian tengah mengandung flagella bagian proksimal, sentriol, dan mitokondria sebagai sumber energi. Bagian ekor merupakan flagel yang telah terspeisalisasi. Spermatozoa yang telah terbentuk akan dilepaskan ke dalam lumen tubulus seminiferus testis dan selanjutnya mengalami pematangan di epididimis. Berlangsungnya spermatogenesis pada tubulus seminiferus dibawah kontrol FSH dan testosteron yang melibatkan poros hipotalamus, hipofisis dan testis. GnRH merangsang sekresi LH dan FSH oleh hipofisis anterior.LH mempengaruhi spermatogenesis melalui testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig. FSH berpengaruh langsung terhadap sel sertoli dalam tubulus seminiferus. FSH meningkatkan sintesis protein pengikat hormon androgen (ABP). ABP disekresikan ke dalam lumen tubulus seminiferus dan dalamproses ini testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig ditransportasikan dengan konsentrasi yang sangat tinggi ke tempat spermatogenesis. Testosteron juga berfungsi dalam mempengaruhi sistem saraf pusat termasuk pengaruhnya terhadap libido atau dorongan seksual dan perilaku seksual, merangsang metabolism tubh khususnya yang berhubungan dengan protein dan pertumbuhan otot serta karakteristik seks sekunder (Martini, 2001). Kualitas spermatozoa meliput beberapa aspek, yaitu motilitas spermatozoa yang dapat dibagi menjadi tiga kriteria (motilitas baik, kurang baik dan tidak motil). Morfologi spermatozoa meliputi bentuknya (normal atau abnormal, abnormalitas dapat terjadi pada kepala, midpiece atau ekor), konsentrasi atau jumlahspermatozoa dan viabilitas (daya hidup) spermatozoa (Arsyad dan Haryati, 1994). Pemeriksaan kualitas spermatozoa merupakan salah satu pedoman penilaian status reproduksi terutama dalam penanganan infertilitas. Berdasarkan WHO, harga normal kualitas sperma manusia adalah memiliki volume : 2 – 6 ml. Warna : putih kanji, putih keabuan, putih kekuningan. Bau : khas. pH ; 7,2 – 7,8. Viskositas ;1 -2 detik. Konsentrasi : 20 juta/mL atau lebih. Motilitas spermatozoa gerak (a + b) > 50% 9 dalam 60 menit pasca ejakulasi. Morfologi normal spermatozoa : 30% atau lebih. Vitalitas spermatozoa > 75 % hidup. Leukosit < 1 juta/mL.
METODOLOGI Ekstraksi Rebung bambu tabah Serbuk kering rebung bambu diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol dan n-heksan dengan caa berulang, kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporatorpada suhu 400 C hingga mendapatkan ekstrak kental. Persiapan Hewan coba Dua puluh empat ekor tikus jantan dewasa berumur 12 minggu dengan berat badan ± 150 gram dihabituasikan dengan lingkungan dan makanan yang sama selama 2 minggu.Makanan berupa pelet dan air putih diberikan secara ad libitum. Tikus dikelompokkan secara acak menjadi 4, masing masing terdiri dari 6 ekor tikus. Kelompok I (P0) berupa kontrol. Kelompok II (P1), diberikan perlakuan ekstrak air dari rebung, Kelompok III (P2) diberikan ekstrak etanol rebung dan kelompok IV mendapat perlakuan berupa ekstrak n - heksana rebung. Pemberian perlakuan Perlakuan hewan coba berupa kontrol dengan aquades,
dan
ekstrak
rebung.
Perlakuan ekstrak dengan dosis 400 mg/kg bb sebanyak 2 cc per oral/hari diberikan dengan menggunakan jarum gavage selama 1 siklus spermatogenesis (48 hari). Parameter Pengamatan : Pada hari ke 49 dilakukan pembedahan dan pengambilan organ testes, epididimis, dan serum darah. Parameter pengamatan dilakukan terhadap : 1.
Kualitas spermatozoa : Jumlah spermatozoa, Motilitas spermatozoa, dan Viabilitas spermatozoa
2.
Spermatogenesis: Jumlah Spermatogonia, Jumlah Spermatosit pakiten, dan jumlah spermatid
3.
15.
Hormon Testosteron: Kadar testosteron plasma darah
Kualitas spermatozoa Tikus yang telah dibedah, diambil epididimis bagian cauda, dimasukkan dalam gelas arloji yang berisi 1 mL larutan fisiologis (NaCl 0,9 %). Epididimis dicacah
sehingga membentuk suspensi dan diaduk pelan dengan batang gelas pengaduk agar spermatozoa menjadi homogen. Jumlah spermatozoa dihitung dengan metode hemositometer Improved Neubauer menggunakan pengenceran 10 atau 20 kali yang dihisap dengan pipet leukosit. Pengenceran 20 kali, sperma dihisap sampai tanda 0,5 kemudian dihisap larutan pengencer sampai tanda 11. Pengenceran 10 kali, sperma dihisap sampai tanda 1, kemudian dihisap larutan pengencer sampai tanda 11. Pipet dikocok secara vertikal sehingga menjadi homogen, selanjutnya kocok pipet menurut angka 8 beberapa kali. Pemeriksaan dalam hemositometer, tetesan sperma pertama dari pipet dibuang, selanjutnya diteteskan dalam kamar hitung, beberapa menit kemudian setelah kamar hitung terisi suspensi sperma,
jumlah spermatozoa dihitung pada 16 kotak,
dilakukan dengan mikroskop perbesaran 400 kali. Hasil perhitungan merupakan jumlah spermatozoa dalam 10-5 mL suspensi spermatozoa Motilitas (pergerakan) spermatozoa dilakukan dengan mengamati spermatozoa dalam kamar hitung hemositometer Improved Neubauer dengan perbesaran 400 kali. Dilihat pergerakan spermatozoa sebanyak 100 spermatozoa dalam satu lapang pandang. Motilitas spermatozoa dinilai berdasarkan prosentase spermatozoa dengan motilitas baik, yaitu spermatozoa yang bergerak lurus ke depan, cepat, lincah dan aktif. Pemeriksaan viabilitas spermatozoa adalah menghitung prosentase spermatozoa yang hidup. Suspensi sperma diteteskan pada obyek gelas, ditambahkan satu tetes larutan Eosin 0,5 %, lalu diaduk merata ditutup dengan gelas penutup, didiamkan selama 5 menit. Dilihat dengan mikroskop perbesaran 400 kali, dihitung per 100 ekor spermatozoa. Dihitung prosentase yang berwarna putih (hidup) dan prosentse yang berwarna merah (mati). Spermatogenesis Setelah pembedahan tikus, organ testis difiksasi dengan buffer formalin. Selanjutnya dibuat sayatan mikroanatomi testsis dengan metode paraffin serta menggunakan pewarnaan Haematoxylin Ehrlich-Eosin. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah spermatogonia, spermatosit pakiten, dan spermatid 15 pada tubulus seminiferus tingkat VII dan VIII, serta sel Leydig pada mikroskop menggunakan perbesaran 400 kali. Adapun ciri dari sel spermatogenik adalah :
1. Spermatogonia Sel spermatogenik dengan bentuk sel bulat, dekat lamina basalis, inti lonjong, oval,
kromatin halus, selaput inti tipis.
2. Spermatosit pakiten Sel berbentuk bulat, besar, inti gelap dengan kromososm yang jelas. 3. Spermatid 15, bentuk sel pipih, kecil, berwarna gelap, telah berekor dan berada di dekat lumen. Pemeriksaan Kadar Hormon Testosteron Darah diambil dari aorta jantung, dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah diisi antikoagulan berupa heparin. Darah dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Sel darah dan serum dipisahkan. Kadar hormon testosteron serum dianalisa dengan metode ELISA (Wavelength: 450 nm, incubator temperature : 24,60 C, Reader type : model 680 XR, Reading type : Endpoint) Analisis Data Data berdistribusi normal dianalisis dengan menggunakan uji one way Anova untuk mengetahui perbedaan antara kelompok kontrol dan perlakuan. JIka ada perbedaan yang bermakna dilanjutkan dengan uji LSD melalui Post Hoc test untuk mengetahui perbedaan antara kelompok perlakuan. Bila data berdistribusi tidak normal, digunakan uji Kruskall Wallis untuk mengetahui perbedaan antara kelompok perlakuan. Jika ada perbedaan yang bermakna dilanjutkan dengan uji Mann – Whitney. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa terjadi perbedaan yang tidak bermakna terhadap berat badan, dan berat testis tikus putih (Rattus norwegicus) setelah pemberian ekstrak rebung bambu selama 48 hari. Tetapi terdapat perbedaan yang bermakna terhadap berat vesikula seminalis dan diameter tubulus seminiferus testis.
Pada kualitas spermatozoa, perlakuan rebung bambu menyebabkan
peningkatan jumlah spermatozoa pada ekstrak etanol tetapi terjadi penurunan secara bermakna pada ekstrak heksan . Pada spermatogenesis, ekstrak etanol rebung bambu menyebabkan peningkatan jumlah spermatosit pakiten tetapi terjadi penurunan secara bermakna pada ekstrak heksan. Ekstrak air dan ekstrak etanol rebung
juga
menyebabkan terjadi peningkatan jumlah spermatid secara bermkna. Hasil analisis hormon menunjukkan bahwa ekstrak etanol rebung bambu menyebabkan terjadi
peningkatan kadar hormon testosteron secara bermakna pada serum darah tetapi menyebabkan penurunan kadar hormon pada ekstrak heksan Tabel 1. Hasil analisis perbedaan rerata Berat badan, Berat testis, dan diameter tubulus seminiferus dengan uji one way Anova Perlakuan Rebung bambu Variabel Kontrol Ekstrak Air Ekstrak Ekstrak heksan Etanol Berata badan gram) 257,15 ± 251± 3,35a 247 ± 4,08a 248± 9,40a 4,26a Berat Testis (gram) 2,538 ± 2,901 ± 0,54a 2,760 ± 2,807± 0,271a 0,31a 0,288a Diameter tubulus 544,51± 546,17±8,57a 608± 6,95b 521,34±25,8c a seminiferus (µm) 8,87 Huruf sama pada kolom sama menunjukkan perbedaan tidak bermakna, huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan bermakna. Berat badan akhir tikus setelah pemberian perlakuan menunjukkan perbedaan tidak bermakna dimana rerata nilai mean adalah 257.15, 251, 247 dan 248 pada kontrol, ekstrak air, ekstrak etanol dan ekstrak heksan (Tabel 1). Perlakuan ekstrak rebung juga menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p< 0,05) terhadap berat testis dimana nilai rerata mean berat testis adalah 2.538, 2,0901, 2.760, dan 2,80. Peningkatan diameter tubulus seminferus testis secara bermakna (p< 0,05) terjadi pada perlakuan ekstrak etanol dimana nilai rerata mean adalah 608, sedangkan nilai rerata mean pada kontrol adalah 544.51, ekstrak air 546.17 dan terjadi penurunan diameter tubulus seminferus secara bermakna (p>0,05) pada ekstrak heksan yaitu 521,34. Berat vesikula seminalis testis setelah perlakuan ekstrak rebung dianalisis dengan uji Kruskall Wallis karena setelah uji normalitas dan homogenitas, varians tidak sama. Hasil uji Kruskall wallis dan uji Mann Whitney (tabel 2 dan tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanol rebung menyebabkan peningkatan berat vesikula seminalis secara bermakna(p<0,05) yaitu 19,33 tetapi juga terjadi penurunan berat secara bermakna (p< 0,05) pada ekstrak heksan yaitu 8,33. Adapun nila rangking mean pada kontrol 8,33, dan pada ekstrak air adalah 13,83.
,
Tabel 2. Hasil analisis perbedaan rerata berat vesikula seminalis dengan uji Kruskall Wallis Variabel
Perlakuan
Vesikula Seminalis Kontrol Ekstrak air
Rangking Mean 8,33 13,83
Chi square
Nilai p
9,837
0,020
Ekstrak etanol Ekstrak heksana
19,33 8,50
Tabel 3. Hasil analisis perbedaan berat vesikula seminalis di antara kelompok perlakuan dengan uji Mann Whitney Variabel
Perlakuan Kontrol vs Ekstrak etanol Kontrol vs Ekstrak heksana Ekstrak air vs Ekstrak etanol Ekstrak air vs Ekstrak heksana Ekstrak etanol vs Ekstrak heksan
Nilai Z -2,892 -3,220 -1,444 -1,286 -2,254
Nilai p 0,004 0,747 0,149 0,199 0,024
Tabel 4. Hasil analisis perbedaan rerata kualitas spermatozoa dengan uji one way Anova Perlakuan Variabel Kontrol Ekstrak air Ekstrak etanol Ekstrak heksana Jumlah spermatozoa 142,67± 28,15a 98,667± 43,95a 154,67±46,95b 42,33±23,38c (10-5/mLsuspensi sperma) Motilitas baik (%) 54,167± 8,01a 52,167±7,57a 71,677±10,74b 50,06± 7,183a Viabilitas hidup (%) 80,167±9,04a 69,00±15,65a 81,5±7,01a 74,500±10,65a a a a Viabilitas mati (%) 19,83±9,04 30,00±15,65 20,17±9,19 25,167±10,32a Huruf sama pada kolom sama menunjukkan perbedaan tidak bermakna, huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan bermakna Pada tabel 4. Ekstrak rebung meningkatkan jumlah spermatozoa secara bermakna (p < 0,05) pada ekstrak etanol dengan nilai mean 154,67 tetapi menurunkan jumlah spermatozoa secara bermakna (p< 0,05)pada ekstrak heksan dengan nilai mean 42,33. Nilai mean pada kontrol adalah 142,67 dan pada ekstrak air 98,95. Prosentase Motilitas spermatozoa kategori baik meningkat secara bermakna (p< 0,05) pada ekstrak etanol dengan nilai mean 71,67. Nilai rerata mean motilitas spermatozoa pada kontrol, ekstrak air dan ekstrak heksan adalah 54,168, 52,167, dan 50,06. Prosentase viabilitas hidup dan mati menunjukkan perbedaan secara tidak bermakna (p> 0,05) pada seluruh perlakuan. Adapun nilai rerata mean viabilitas hidup 80,167, pada kontrol, 69 pada ekstrak air, 81,5 pada ekstrak etanol dan ekstrak heksan adalah : 74,5. Rerata mean prosentase viabilitas mati adalah 19,83 (kontro), 30 (ekstrak air), 20,19 (ekstrak air), 20,17 (ekstrak etanol) dan 25,17 pada ekstrak heksan.
Tabel 5. Hasil analisis perbedaan rerata spermatogenesis dengan uji on way Anova Variabel
Kontrol
Jumlah Spermatogonia 73,33± 5,20a Jumlah Spermatosit 74,83± 4,75a Pakiten Jumlah Spermatid 126,00± 17,03a Huruf sama pada kolom sama menunjukkan berbeda menunjukkan perbedaan bermakna
Perlakuan Ekstrak air Ekstrak etanol 75,85± 2,64a 83,17±5,63b
73,83±3,188a 75,00±10,74a
Ekstrak heksana 67,11±2,32a 78,33± 3,98b
154,00±23,89b 150,17± 12,24b 125,33±7,06a perbedaan tidak bermakna, huruf yang
Hasil pengamatan spermatogenesis dapat dilihat pada tabel 5. Jumlah spermatogonia pada semua perlakuan menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p>0,05) dimana rerata nilai mean pada kontrol adalah 73,33, ekstrak air adalh 75,85, ekstrak etanol 75 dan ekstrak heksan 67,11. Jumlah spermatosit pakiten mengalami peningkatan secara bermakna(p<0,05) pada ekstrak air (83,17) dan ekstrak n heksana dengan (78,33). Jumlah spermatid mengalami peningkatan secara bermakna (p<0,05) pada kelompok perlakuan ekstrak air (154,017)dan etanol. Pada kelompok kontrol dan kelompok ekstrak heksan menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p> 0,05) dimana nilai rata rata mean adalah 126 dan 125,33. Tabel 6. Hasil analisis perbedaan rerata kadar hormon testosteron serum dengan uji one way Anova Perlakuan Rebung bambu Variabel Kontrol Ekstrak Air Ekstrak Ekstrak heksan Etanol Hormon testosteron 4,9816± 3,545 7,0337± 2,4423± 0,120c a a b (ng/mL) 0,676 ±1,097 1,01 Huruf sama pada kolom sama menunjukkan perbedaan tidak bermakna, huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan bermakna Hasil analisis hormon testosteron pada serum darah dapat dilihat pada Tabel 6. Kadar testoteron darah setelah pemberian ekstrak etanol rebung menunjukkan peningkatan secara bermakna (p < 0,05) dengan nilai 7,0337 ng/ml dan penurunan secara bermakna pada ekstrak heksan (p> 0,05) dengan nilai rerata mean 2,442 ng/ml. Sedangkan pada kontrol nilainya 4,9816 dan ekstrak air 3,545 menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p>0,05).
A
B
1
2
C
D
3
4
Gambar 1. A. Kamar hitung dan sperma. B, C, D.Spermatozoa.1.Kepala spermatozoa.2. Ekor/Flagella.3. Spermatozoa hidup Kepala bening. 4. Spermatozoa mati (kepala merah)
A
B
C
D
Gambar 2.Diameter tubulus seminiferus pada A (Kontrol)538 µm, B (Ekstrak air) 627 µm, C (ekstrak etanol) 552 µm, D (ekstrak n heksana) 529 µm
A
B
2
2
C
4 4
VII
1
5 C
4
3
6 2
3
1
Gambar 3.Mikroanatomi testis. A. Tubulus Seminiferus Testis tk. VII B. Tubulus dengan berbagai tingkat perkembangan sel spermatogenik. C. Jaringan Interstisial testis dan sel Leydig di antara tubulus seminiferus testis. 1. Spermatogonia. 2. Spermatosit pakiten. 3. Spermatid bundar. 4. Spermatid 17. 5. Lumen dan spermatozoa. 6. Jaringan interstisial dan sel Leydig
PEMBAHASAN Berat badan, Berat testis, Berat Vesikula seminalis, dan diameter tubulus seminiferus. Terjadi perbedaan berat vesikula seminalis dan diameter tubulus seminiferus pada perlakuan ekstrak etanol dibandingkan dengan kelompok kontrol dan perlakuan lain. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan hormon testosteron pada kelompok hewan yangdiberi ekstrak etanol(tabel 5). Testosteron adalah salah satu hormon steroid yang berfungsi dalam memacu pertumbuhan dan perkembangan serta aktivitas fungsional organ organ reproduksi termasuk organ seks aksesoris seperti vesikula seminalis (Martini, 2001). Peningkatan berat badan secara tidak bermakna pada penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan berat vesikula seminalis dan diameter tubulus seminiferus pada penelitian ini bukan disebabkan karena peningkatan berat badan. Kualitas spermatozoa Pada penelitian ini terjadi peningkatan jumlah spermatozoa dan prosentase motilitas spermatozoa kategori baik secara bermakna pada perlakuan ekstrak etanol rebung. Tetapi terjadi juga penurunan jumlah spermatozoa secara bermakna pada ekstrak heksan pada rebung. Sistem reproduksi pada jantan selain dipengaruhi oleh kadar hormon reproduksi juga ditentukan oleh kecukupan mineral di dalam tubuh. Mineral merupakan unsur yang sangat penting dalam sistem reproduksi terutama yang berhubungan dengan spermatogenesis. Ion kalsium, K, Na, Chlor dan fosfat merupakan konstituen cairan elektrolit di epididimis. Keseimbangan elektrolit dalam epididimis sangat penting sebagai pendukung epitel epididimis. Epididimis merupakan tempat pematangan fisiologis spermatozoa. Kalsium dan magnesium berfungsi dalam mengaktifkan enzim ATPase. Ensim ini sebagai katalis selama proses kontraksi dan relaksasi dari protein kontraktil dinein aksonema flagella spermatozoa.Kekurangan kedua mineral ini akan mengganggu motilitas spermatozoa. Struktur membran spermatozoa mengandung fosfolipid sehingga fosfat sangat diperlukan agar membran spermatozoa berfungsi normal. Kekurangan Zinc akan menyebabkan penurunan jumlah spermatozoa dan hormon testosteron ( Arsyad, 1996 )Pada penderita oligozoozpermia (jumlah spermatozoza
dibawah normal), biasanya diberikan pengobatan dengan zinc dosis 220 mg. Kandungan mineral Ca,P, Na, K, Mg, dan Zn pada rebung dan peningkatan hormon testosteron pada tikus yang diberi ekstrak etanol rebung berperanan dalam meningkatkan jumlah spermatozoa dan prosentase motilitas spermatozoa baik. Spermatogenesis Perkembangan sel sel spermatogenik
sangat tergantung pada aktivitas tubulus
seminiferus yang dipengaruhi oleh sistem hormon sehingga faktor endokrin (FSH, LH dan hormon testosteron) mempunyai efek paling penting terhadap spermatogenesis. FSH berperan pada tahap perkembangan sel spermatogonia dan spermatosit primer. FSH mempengaruhi aktifitas mitosis dan proliferasi sel spermatogonia serta menunjang tahap pematangan termasuk reduksi meiosis spermatosit. Testosteron yang disintesis sel Leydig diperlukan untuk memulai proses meiosis sel spermatosit, dan perkembangan spermatid. Terjadinya ikatan spermatid pada sel sertoli disebabkan oleh testosteron dan FSH sehingga spermatid
menjadi matang dan terbentuk
spermatozoa. Spermatozoa dilepaskan ke lumen tubulus (Santen, 1996). Peningkatan hormon testosteron pada ekstrak etanol pada rebung sebanding dengan peningkatan jumlah spermatosit dan spermatid. Jumlah spermatogonia tidak meningkat karena testosteron mulai berperanan pada tahap proses meiosis pada spermatosit. Hormon testosteron Kolesterol merupakan bahan pembentuk hormon steroid. Pembawa utama kolesterol dalam ailran darah adalah LDL (low density protein). LDL diangkut dari darah oleh sel steroidogenik dengan menggunakan reseptor permukaan sel yang mengenali permukaan spesifik pada LDL yang disebut apoprotein. Setelah berada di dalam sel, kolesterol diangkut melalui suatu rangkaian perubahan enzimatik untuk menghasilkan androgen. Selama konversi kolesterol menjadi metabolit steroid, jumlah total atom karbon androgen menjadi 19.(C-19). Sebagian besar enzim steroidogenik
yaitu
P450scc suatu enzimpembelah rantai samping kolesterol menjadi pregnenolon. Pregnenolon menjadi 17α hidroksipregnenolon oleh enzim 17 α hydroxylase. Selanjutnya terbentuk dehidroepiandrostenedione(DHEA) melalui enzim C 17,20 liase dan steroid dehidrogenase membentuk androstenedion,
androstenediol atau
testosteron oleh enzim 17β hydroxysteroid dehidrogenase dan Dehidrotestosteron melalui 5 α reduktase. Pada penelitian ini terjadi peningkatan kadar hormon testosteron karena rebung bambu mengandung senyawa fitosterol. Fitosterol merupakan salah satu prekursor hormon steroid pada tumbuhan.
Senyawa ini mempunyai kemiripan dengan
kolesterol. Kolesterol memiliki 2 gugus metil yang terikat pada rantai C-13 dan C-10 dengan 5 ikatan rangkap. Rantai cabang hidrokarbon terikat pada atom C-17, sedangkan gugus hidroksil terdapat pada atom C-3. Kolesterol memiliki fungsi alkohol dan juga membentuk ester dengan asam lemak (ester sterol), sehingga termasuk kedalam senyawa yang paling hidrofobik diantara semua lipid didalam tubuh . Terdapat sedikit perbedaan struktur antara fitosterol dan kolesterol, yaitu sama-sama memiliki 1 gugus OH, namun berbeda pada rantai C-21. Fitosterol terdapat percabangan di rantai C-21 dan C-22, sedangkan pada kolesterol hanya ada 1 cabang yaitu pada C-22. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2012. Mengolah Rebung, menghindari racun. Tabloid Sinar Tani. Membangun Kemandirian Agribisnis. Edisi 3472. Ang,H.H.,Sim M.K. Eurycoma longifolia Jack and Orientation Activities in Sexually Experienced Male Rats. Biol Pharm Bull 2000. (21) (2) : 153-5 Arsyad, K.M. 1996. Pengaruh Gizi Terhadap Sistem Reproduksi pria. Majalah Kedokteran Indonesia 46 (6) 302-307 Choudhury,D.J., J.K.Sahu., G.D.Sharma. 2012. Bamboo Shoot : Microbiology, Biochemical and Technology of Fermentation a Review. Indian Journal of Traditional Knowledge vol II pp 242 – 249. Gupta,V.K., R. Kumna, m. Garg and M. Gupta. 2010. Recent Updates on Free Radicals Scavenging Flavonoids : An Overview. Asian J. Plant Sci 9 : 108 – 117. Hu, C., Y. Zhang and D.D. Kitts. 2000. Evaluation of Antioxidant and Prooxidant activitie of bamboo. J.Agric. Food Chem, 48: 3170 -3176 Kencana, D., N. S. Antara, Wayan Widia, 2012. Team UNUD-USAID-TPC Project. Praktek Baik Budi Daya Bambu Rebeung Tabah ((Gigantochloa Nigrociliata BUSE-KURZ)
Kenyon, P. 2000. Hormone and Sexual Behaviour University of Playmouth. Department of Psychology Study and Learning Materials online. Martini, F. 2001. Fundamental of Anatomy and Physiology. Prentice Hall, Inc. New Jersey Pangkahila, W. 2002. Manfaat dan Keamanan X – Gra Untuk Disfungsi Ereksi Dengan atau tanpa Ejakulasi. Monograph Launching. Agromed. Ratnasooriya,W.D., Dharmasairi,M.G. 2000. Effect of Terminalia cattappa Seeds on Sexual Behaviour and Fertility of Male Rats. Asian J. Androl. Sept 2 (3) 213 – 219 Sachs, B.J.,1988. The Physiology of Male Sexual Behaviour in The Physiology of Reproduction. Edit. Ernst K, Jimny D.N. Raven Press. American. New York. pp. 1393 - 1486 Sujarwo, W. et.al., 2010 “Indigenous Knowledge on Gigantochloa hasskarliana (Kurz) Backer ex Heyne in Karangasem District, Bali, Indonesia”. Magazine of The American Bamboo Society1554-8295 Shi,QT., K.S.Yang. 1992. Study on Relationship between nutrients in bamboo shots and human health. Proceeding of the Internation Symposium On Industry use of Bamboo. International Tropical Timber Oganization and Chinese Accademy, Beijing. China pp : 338 – 346 Srivastava, R.C. 1990. Bamboo : New Raw Materials For Phytosterol. Curr.Sci., 59 : 1333 : 1334.
Pemberian perlakuan secara oral dengan menggunakan jarum gavage
Gambar 4. Tikus Putih (Rattus norwegicus
Gambar 6. Ekstrak Rebung