ANALISIS DAN PEMETAAN KEBISINGANA AKIBAT AKTIFITAS KERJA PT XYZ ANALYSIS AND MAPPING NOISE DUE TO XYZ WORK Norra Phersiana Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS *email:
[email protected] Abstrak
Hasil penelitian diperoleh kebisingan diperoleh nilai kebisingan yang diterima pekerja dalam satu hari kerja (Leq) tertinggi berada pada area pembuatan galon sebesar 97 dB(A) dan terendah berada pada ruang kantor sebesar 83 dB(A). Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa batas maksimum tenaga kerja kerja terpapar kebisingan 85 dB selama 8 jam kerja sehingga area yang melebihi baku mutu memerlukan pengendalian kebisingan. Alternatif pengendalian dengan teknik isolasi ruang. Kata kunci: Kebisingan, Pemetaan, Leq, Surfer 9 Abstract The results obtained by calculation and noise mapping value received by labors in one working day (Leq) was highest in manufacturing areas gallons amounted to 97 dB (A) and the lowest is in office space amounting to 83 dB (A). In accordance with Ministry of Manpower Decree No. 51 of 1999, which states that labors work a maximum 85 dB noise exposure for eight hours of work so that the area that exceeds the quality standard requires noise control. Controlling the easiest alternative is to do job rotations. Another way is to use ear protective devices for space to work and isolation techniques. Kata kunci: Noise, Mapping, Leq, Surfer 9
1
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia yang tumbuh dengan pesat selain berdampak positif bagi pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat, juga berdampak negatif karena potensinya untuk mencemari lingkungan misalnya asap dan kebisingan akibat operasional pabrik. Pencemaran yang terjadi jika dibiarkan begitu tanpa mendapatkan perhatian khusus dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan terutama di sekitar pabrik, yang kemudian dapat juga menurunkan kualitas hidup masyarakatnya. PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan yang dalam proses produksi menggunakan mesin yang berjalan secara otomatis dan menghasilkan suara bising. Tingkat kebisingan yang terjadi pada bagian produksi rata-rata melebihi NAB. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan sebelumnya pada bagian produksi khususnya yang berada pada ruang grinding dihasilkan intensitas kebisingan sebesar 85-90 dB(A). Hasil pengukuran tersebut, melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan menurut Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 Tahun 1999 tentang faktor fisik ditempat kerja yaitu tidak boleh melebihi 85 dB. Menurut Selter yang dikutip oleh Nurul (2007) menyatakan jumlah sumber bunyi bertambah secara teratur di lingkungan sekitar dan ketika bunyi menjadi tidak diiinginkan maka bunyi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi suatu kebisingan. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang/mudah marah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999 yang mempersyaratkan adanya baku mutu tingkat kebisingan di lingkungan kerja mendasari adanya pengendalian kebisingan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebisingan atau intensitas kebisingan di area produksi dan dilakukan pemetaan intensitas sehingga dapat diketahui area-area dengan intensitas kebisingan yang berlebihan dan dapat melakukan upaya pencegahan awal kebisingan dengan penggunaan alat pelindung telinga seperti earplug yang mengacu pada hasil pemetaan.
1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam perencanaan ini adalah: 2
1. Berapa intensitas kebisingan yang terjadi di kawasan PT XYZ yang diakibatkan oleh operasional pabrik? 2. Bagaimana pemetaan kebisingan dari hasil pengukuran tingkat kebisingan di area produksi? 3. Tindakan alternatif apa yang dapat dilakukan untuk menurunkan intensitas kebisingan?
1.3. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah: 1. Mengetahui tingkat kebisingan yang terjadi di kawasan PT. XYZ akibat operasional pabrik. 2. Memperoleh pemetaan kebisingan di unit produksi kawasan PT XYZ 3. Memperoleh alternatif yang dapat dilakukan dalam menurunkan intensitas kebisingan yang terjadi.
1.4. Landasan Teori Menurut Murwono yang dikutip oleh Nurul (2007) mendefinisikan kebisingan sebagai suara yang tidak diinginkan dan pengukurannya menimbulkan kesulitan besar karena bervariasi diantara perorangan dalam situasi yang berbeda. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmenaker No 51. tahun 1999). Menurut Sihar (2005), kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu: a. Kebisingan tetap (steady noise), sering disebut juga kebisingan continous. Kebisingan ini dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Discrete frequency noise Merupakan kebisingan dengan frekwensi terputus yang berupa ”nada-nada” murni dan terjadi pada frekwensi yang beragam dan luas. Contohnya suara mesin, suara kipas.
3
2. Broad band noise Merupakan kebisingan dengan frekwensi terputus yang berupa bukan ”nada-nada” murni dan terjadi pada frekwensi yang lebih sempit. Misalkan suara dari mesin gergaji, Katup gas. b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) merupakan kebisingan yang memerlukan waktu untuk menurunkan intensitasnya tidak lebih dari 500 milidetik, dibagi lagi menjadi: 1. Intermittent noise Merupakan kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah,contohnya kebisingan lalu lintas. 3. Impulsive noise Merupakan kebisingan yang dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya.
Berdasarkan pengaruhnya teradap manusia, bising dapat dibagi atas : 1. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitas
tidak terlalu keras. Misalnya
mendengkur. 2. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
Menurut Sasongko, dkk (2000) sumber bising dibedakan bentuknya atas 2 jenis yaitu : 1. Sumber Titik Kebisingan yang berasal dari sumber diam atau tidak bergerak. Penyebaran kebisingan dengan sumber diam ini
dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan sebagai
pusatnya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/det. 2. Sumber Garis (Berasal dari sumber bergerak) Kebisingan ini berasal dari sumber bergerak. Penyebaran kebisingan bergerak ini dalam bentuk silinder-silinder konsentris dan sumber kebisingan sebagai sumbunya dengan menyebar ke udara dengan kecepatan sekitar 360 m/det. Sumber kebisingan ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi.
4
Pemetaan diartikan sebagai penggambaran secara visual yang menghasilkan sebuah peta, sedangkan pemetaan kebisingan berarti penggambaran secara visual dari tingkat kebisingan yang ditimbulkan pada tiap-tiap titik pengamatan dimana pengukuran ini akan menghasilkan sebuah peta kontur kebisingan. Pemetaan ini dapat menggunakan bantuan suatu program yaitu dengan menggunkan Surfer 9. Hasil pemetaan dengan program ini memerlukan bantuan program notepad dalam memasukkan data. Data-data tingkat kebisingan yang diperoleh dari hasil pengukuran tingkat kebisingan (dB) nantinya akan dilakukan pemetaan dengan menggunakan program Surfer 9. Langkah selanjutnya adalah dengan menentukan koordinat (X,Y) dari masing-masing titik sampel. Titik koordinat tersebutnya akan dijadikan nilai input data nilai tingkat kebisingan dengan menggunakan program excel. Data yang ada nantinya akan disalin ke dalam bentuk notepad dengan ekstensi *.txt sebagai database Surfer 9 (Edo, 2004).
2. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI PT XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia air minum kemasan. Produk yang dihasilkan berupa air minum dengan kemasan 100 mL, 240 ml, 600 mL, dan 1500 mL. Sumber air yang dipergunakan dalam proses produksi berasal dari mata air pegunungan yang ditransfer ke rumah pompa melalui pipa. Proses produksi di atas dapat dijelaskan dalam bentuk diagram produksi sebagai berikut :
Air Baku
TAHAP I Aquafine
Distribusi
TAHAP II Filling
TAHAP III Pengemasan
Gambar 2.1 Diagram Proses Produksi PT XYZ
5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ruang
Berdasarkan hasil analisa diperoleh kebisingan rata-rata ruang produksi PT. XYZ , yaitu:
Titik Sampling
A
B
C
D
E F
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Tabel 3.1. Hasil Pengukuran Rata-rata Kebisingan Rata-rata Desibel (dB) 07.0009.0013.0015.0009.00 11.00 15.00 17.00 92 85 90 87 91 84 87 80 85 81 82 81 87 85 82 75 84 84 79 73 84 82 83 73 87 78 74 72 76 84 77 72 76 79 78 71 74 76 78 72 72 73 72 70 76 76 74 72 87 81 83 84 85 76 82 82 85 81 77 84 85 80 87 85 85 76 85 81 84 73 86 83 78 73 83 73 77 75 77 75 76 75 77 75 75 74 73 74 74 74 82 74 86 81 86 82 83 80 84 85 85 81 79 81 83 80 82 75 79 81 80
85 82 80
85 81 80
81 78 75
19.0021.00 85 85 83 86 86 83 76 76 75 73 72 73 70 70 61 60 57 58 74 74 77 76 74 85 86 85 84 78 81 74
Baku mutu 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85
Sumber : Hasil pengukuran, (2010) Keterangan : Ruang A Ruang B Ruang C Ruang D Ruang E Ruang F
: Ruang Pembuatan galon : Ruang Pencacahan (Grinding) : Ruang Ayakan : Kantor : Ruang Pembuatan Botol : Ruang Pengisian (Filling)
6
Berdasarkan Tabel 3.1 Kebisingan rata-rata merupakan kebisingan yang terjadi hanya sementara dan bukan merupakan kebisingan yang terjadi dalam satu hari kerja. Namun, hanya merupakan nilai kumulatif kebisingan yang sering muncul dalam rentang waktu pengukuran (10 menit). Sehingga walau hasil pengukuran kebisingan melebihi baku mutu tingkat kebisingan sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999. Hal ini, tidak terlalu berpengaruh pada tenaga kerja. Hasil kebisingan rata-rata ini nantinya akan digunakan untuk menentukan tingkat kebisingan satu hari kerja (Leq). Leq atau nilai Eqiuvalent Continous Noise merupakan nilai tekanan pada kebisingan tetap yang berasal dari mesin pabrik (Sihar, 2005). Nilai ini dihitung untuk mengetahui tingkat dampak kebisingan dari mesin pabrik terhadap lingkungan (tenaga kerja). Berikut ini diperoleh tahapan perhitungan nilai Leq : Tabel 3.2 . Hasil Pengukuran Ls Total (level siang) Ls
Ruang
Titik
A
Ls
Jenis Mesin Sampling
07.00-09.00
09.00-11.00
13.00-15.00
15.00-17.00
average
Gallon
1
93
86
91
88
96
Planner
2
92
85
88
81
94
3
86
82
83
82
89
4
88
86
83
76
91
5
85
85
80
74
88
6
85
83
84
74
89
7
88
79
75
73
88
8
77
85
78
73
86
7
Ruang
Tabel 3.2. (Lanjutan) Hasil Pengukuran Ls Total (level siang)
B
C
D
E
F
Ls
Titik Jenis Mesin
Grinding
Ayakan
Kantor
Bottle Planner
Filling
Ls average Sampling
07.00-09.00
09.00-11.00
13.00-15.00
15.00-17.00
9
77
80
79
72
84
10
75
77
79
73
82
11
73
74
73
71
78
12
77
77
75
73
81
13
88
82
84
85
90
14
86
77
83
83
88
15
86
82
78
85
89
16
86
81
88
86
91
17
86
77
86
82
89
18
85
74
87
83
90
19
79
74
84
74
86
20
78
76
78
76
83
21
77
76
78
76
82
22
76
75
74
75
80
23
75
75
83
75
84
24
87
82
87
83
91
25
84
81
85
86
89
26
86
81
80
82
88
27
84
81
83
76
88
28
80
86
86
82
90
29
82
83
82
79
87
30
81
81
81
76
86
Sumber : Hasil perhitungan, (2010)
8
Sedangkan nilai kebisingan waktu malam adalah kebisingan rata-rata sesuai dengan Tabel 3.1 pada pukul 19.00-21.00 WIB. Kelemahan penelitian ini yaitu nilai kebisingan malam (Lm) seharusnya lebih dari satu waktu pengukuran. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja melakukan pekerjaan sampai jam lima pagi. Kemudian dari nilai Ls rata-rata dan Lm yang diperoleh dapat dihitung nilai Leq. Nilai Leq ini merupakan penggambaran tingkat kebisingan yang diterima pekerja selama satu hari kerja. Perhitungan nilai Leq dapat dilihat pada Tabel 3.3 Distribusi Kebisingan Per Hari (Leq) sebagai berikut :
Ruang
Tabel 3.3. Distribusi Kebisingan Per Hari (Leq)
A
Titik Jenis Mesin
Ls
Lm
Leq
Baku Mutu
Sampling Gallon
1
96
85
95
85
Planner
2
94
85
93
85
3
89
83
89
85
4
91
86
91
85
5
88
86
90
85
6
89
83
89
85
7
88
76
87
85
8
86
76
85
85
9
84
75
83
85
10
82
73
81
85
11
78
72
78
85
12
81
73
80
85
9
Ruang
Tabel 3.3. (Lanjutan) Distribusi Kebisingan Per Hari (Leq)
Jenis Mesin
Titik Sampling
Ls
Lm
Leq
Baku Mutu
Grinding
13
90
70
89
85
14
88
70
87
85
15
89
61
87
85
16
91
60
89
85
17
89
57
88
85
18
90
58
88
85
19
86
74
84
85
20
83
74
82
85
21
82
77
82
85
22
80
76
81
85
23
84
74
83
85
24
91
85
90
85
25
89
86
90
85
26
88
85
89
85
27
88
84
88
85
28
90
78
88
85
29
87
81
87
85
30
86
74
84
85
B
C
Ayakan
D
E
Kantor
Bottle Planner
F
Filling
Sumber : Hasil perhitungan, (2010).
Perhitungan nilai kebisingan satu hari kerja (Leq) dapat diperoleh dengan menggunakan Rumus 2.4 Contoh perhitungan Ruang B1 : Ls (Level Siang)
= 90 dB(A)
10
Lm (Level Malam)
= 70 dB(A)
Tentukan nilai Leq tiap titik sampling yaitu menggunakan rumus sebagai berikut : Lsm= Leq
= 10 log 1/24 (16x10(Ls/10)+ 8x10((Lm+5)/10) ) = 10 log 1/24 (16x 10( 90/10)+ 8x10((70+5)/10) = 89 dB(A)
Nilai Leq yang diperoleh sebesar 89 dB(A). Nilai tersebut melebihi baku mutu yang ditetapkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja yaitu sebesar 85 dB untuk pekerjaan selama 8 jam. Hal ini mengindikasikan bahwa pekerja dalam ruang B (grinding) mengalami bahaya kebisingan. Menurut Wahyuningsih yang dikutip oleh Dian (2006) menyatakan bahwa kebisingan dapat menimbulkan pengaruh yang luas. Bising tidak hanya mempengaruhi kapasitas pendengaran kita, tetapi juga fungsi-fungsi tubuh yang lain. Pengaruh kebisingan terhadap tubuh sama seperti pengaruh stress terhadap tubuh manusia.pendengaran kita, tetapi juga fungsi-fungsi tubuh yang lain. Pengaruh kebisingan terhadap tubuh sama seperti pengaruh stress terhadap tubuh manusia.Oleh sebab itu, area atau titik yang memiliki kebisingan (Leq) di atas baku mutu sebaiknya dilakukan pengendalian kebisingan. Berdasarkan data-data diatas dapat dibuat grafik distribusi kebisingan per hari yang dapat ditunjukkan pada gambar 3.1-3.6 Distribusi Kebisingan Per Hari berikut ini :
Gambar 3.1 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang A (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
11
Gambar 3.2 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang B (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
Gambar 3.3 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang C (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
Gambar 3.4 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang D (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
12
Gambar 3.5 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang E (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
Gambar 3.6 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang F (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
Berdasarkan hasil pengukuran yang tersaji pada Tabel 3.3, intensitas kebisingan terendah berada pada ruang C yang terjadi pada Pukul 19.00-21.00 (Lm) dengan intensitas kebisingan sebesar 57 dB(A) kerena dalam ruangan ini, mesin sedang tidak bekerja. Nilai Leq tertinggi berada pada ruang A pada titik pengukuran pertama yaitu sebesar 96 dB(A). Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga
13
Kerja No. 51 Tahun 1999 yang menyebutkan nilai ambang batas kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari. Karena nilai Leq merupakan penggambaran tingkat kebisingan dalam 24 jam maka ruang atau titik yang melebihi baku mutu perlu diupayakan dalam pengendalian kebisingan. Tenaga kerja memerlukan perlindungan ketika berada dalam ruang yang melebihi baku mutu. Hasil pengukuran sampel diketahui bahwa nilai kebisingan tertinggi dan terendah memiliki selisih yang besar. Hal ini disebabkan karena pada saat tertentu ada mesin tidak bekerja sehingga perlu dilakukan koreksi desibel masing-masing nilai Leq ketika mesin seluruhnya sedang bekerja ataupun tidak bekerja. Tujuan dari koreksi ini untuk mendapatkan tingkat polusi kerja akibat kebisingan dari hasil kombinasi dua tingkat kebisingan terendah sampai tertinggi sehingga, diperoleh kebisingan sesungguhnya (Davis, dan Cornwell, 1980). Terdapat berbagai cara untuk menentukan intensitas kebisingan dari berbagai mesin yang dihidupkan secara bersamaan salah satunya dengan cara penjumlahan dengan menggunakan grafik (Gambar 2.1 Grafik untuk Penambahan Desibel Kebisingan Dari Beberapa Tingkat Suara. Adapun langkah perhitungannya sebagai berikut: 1) Tentukan dua level kebisingan terendah 2) Tentukan selisih kedua sumber kebisingan tersebut 3) Selisih dikonversikan pada grafik, sumbu x sebagai nilai selisih dan sumbu y sebagai nilai desibel yang harus ditambahkan 4) Tambahkan nilai dari grafik pada level kebisingan yang lebih tinggi.
Berikut contoh perhitungan intensitas kebisingan pada ruang B dengan intensitas 81 dB, 80 dB, 78 dB :
14
1. Tentukan selisih intensitas kebisingan terndah yaitu 78 dB dan 80 dB. untuk melihat dB yang harus ditambahkan lihat grafik, sumbu x pada titik 1, sumbu y menunjukkan angka 2,2 tambahkan pada intensitas kebisingan 80 dB menjadi 82 dB. 2. Tentukan selisih intensitas kebisingan 81 dB dengan hasil perhitungan mesin nomor 1 . Lihat dB yang harus ditambahkan pada grafik, sumbu x pada titik 2 sumbu y menunjukkan angka 2 tambahkan pada intensitas kebisingan 90,5 dB menjadi 93 dB. Langkah tersebut tampak pada diagram di bawah ini:
78 dB
82,2 dB≈82 dB
∆2
∆1
83 dB
80 dB 81 dB Gambar 3.7 Diagram Perhitungan Kebisingan Kombinasi (Davis, dan Cornwell, 1980)
Dengan demikian nilai rata-rata intensitas kebisingan secara kesuluruhan yang perlu ditambahkan sebesar 83 dB. Nilai ini memiliki selisih 38 dB dengan nilai kebisingan background sebesar 45 dB. Hal ini berarti, terjadi kebisingan dalam area produksi karena terjadi selisih nilai pengukuran intensitas kebisingan dengan background noise sebesar lebih dari 10 dB. Hasil perhiungan nilai Leq ini akan digunakan untuk membuat kontur kebisingan Berikut ini hasil pemetaan tiap ruang dalam area produksi dengan menggunakan surfer 9.
15
Gambar 3.8 Peta Kontur Kebisingan Ruang F (Sumber : Hasil pengukuran, 2010).
Hasil pemetaan kebisingan ini terlihat berbeda dengan hasil pemetaan kebisingan tiap ruangan. Hal ini disebabkan karena tiap ruangan dibatasi dengan sekat pemisah yang berupa tembok. Sehingga, kontur kebisingan mengikuti nilai intensitas kebisingan yang sama nilainya. Kontur yang senilai akan menyambung dengan kontur yang memiliki intensitas yang setara.
a. Upaya Alternatif Pengendalian Kebisingan
Hasil pengukuran kebisingan yang telah dilakukan menunjukan adanya tingkat kebisingan yang melebihi baku mutu. Hal ini mengaruskan adanya upaya pengendalian kebisingan di PT. XYZ
16
karena kebisingan ini memiliki kaitannya dengan produktifitas tenaga kerja. Alternatif dalam upaya pengendalian ini harus sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan bahan dan terutama disesuaikan dengan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan. Cara yang dilakukan antara lain : 1. Pengendaian dengan Rotasi Pekerja Pengendalian ini merupakan cara pengendalian yang paling mudah dilakukan dan tidak memerlukan biaya dalam upaya pengendalian. Upaya ini telah dilakukan dalam PT. XYZ yaiu dengan membagi jam kerja menjadi tiga shift dimana masing-masing shift selama 8 jam dipotong 45 menit untuk istirahat. Tujuan shift ini adalah untuk menghindarkan para pekerja dari bahaya paparan bising. 2 Pengendalian Sumber Bising dengan Teknik Isolasi Pengendalian ini merupakan cara pengendalian secara teknis. Upaya yang seharusnya dilakukan ini merupakan upaya yang pertama dilakukan sebelum pengendalian lain. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pemaparan bising terhadap pekerja akibat mesin. Pengendalian yang dilakukan adalah melakukan isolasi terhadap mesin baik meletakkan mesin dalam ruangan tersendiri maupun melakukan pengendalian getaran dari mesin yang menyebabkan kebisingan dengan menggunakan bantalan pelindung mesin. Hal yang perlu diperhatikan dalam isolasi mesin adala konstruksi bangunan tempat meletakkan mesin. Faktor yang berpengaruh antara lain : - Dinding penyekat - Konstruksi Lantai - Konstruksi atap - Tingkat pelaksanaan produksi yang berhubungan dengan kelancaran produksi dan aktivitas produksi.
17
Menurut Dirjen PPL dan PPM (1995) menyebutkan bahwa cara isolasi dapat dilihat lebih lanjut pada gambar 4.21 Cara mengisolasi Mesin :
Gambar 3.9 Cara Mengisolasi Mesin (Sumber : Dirjen PPL dan PPM, 1995)
Prosedur dari isolasi sumber bunyi dari sumber mesin adalah dengan melakukan peredaman bunyi. Upaya peredaman ini dilakukan dengan melakukan pelingkupan mesin dalam ruangan tertentu dan pemberian bantalan pelindung pada lantai, dinding dan atap. •
Pengendalian Bising di Ruang Pembuatan Galon Ruang pembuatan galon memiliki tingkat kebisingan antara 97- 80 dB(A). Teknik
pengendalian bising dengan cara isolasi perlu memperhatikan bahan yang dipergunakan. Bahan yang digunakan dalam upaya isolasi bunyi disesuaikan dengan nilai serapan bunyi yang diinginkan. Area di sekitar mesin pembuatan galon memiliki intensitas kebisingan yang melebihi baku mutu sehingga intensitas tersebut memerlukan pengendalian kebisingan. Upaya pengendalian ini bertujuan untuk mengurangi intensitas kebisingan menjadi ≤ 85 dB di area sekitar mesin pembuat galon. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan menggunakan media serapan bunyi berupa karet dan kayu.
18
A. Perencanaan Konstruksi Dinding Rencana lapisan yang dipergunakan sebagai media penyerap suara adalah dengan menggunakan karet . Lapisan dasar dinding adalah berupa beton berongga dengan ketebalan 23 cm dengan koefiesien serapan bunyi (α) sebesar 0,02 dan media karpet memiliki koefiesien serapan bunyi (α) sekitar 0,73 dengan berat 1,35 kg/m3.
Gambar 3.10 Konstruksi Dinding
B. Perencanaan Konstruksi Lantai Konstruksi lantai yang direncanakan akan dilakukan isolasi terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan lantai yang sudah ada (Beton berongga) dengan ketebalan 25 cm koefiesien serapan bunyi (α) sebesar 0,02. Sedangkan lapisan kedua yang dipakai adalah karet dengan koefisien serapan 0,73.
Gambar 3.11 Konstruksi Lantai
19
C. Perencanaan Konstruksi Atap Atap yang akan digunakan akan dilapisi dengan bahan kayu berbentuk papan dengan ketebalan 25 mm, papan ini akan dipasang atau dipaku dengan rangka atap yang terbuat dari kayu. Pemasangan atap ini harus diupayakan dilakukan serapat mungkin untuk menghindari terjadinya perambatan sehingga suara tidak terdengar dari luar.
•
Pengecekan Nilai Serapan Sebelum Isolasi Media serapan yang ada adalah lantai mesin dan lantai tempat pekerja sedang beraktifitas.
Mesin pembuat galon berukuran sekitar 4,5 m x 2 m. Sesuai hasil pemetaan kebisingan yang terjadi pada ruang pembuatan galon dapat dilakukan perhitungan area terjadi kebisingan. Perhitungan sebagai berikut : Tabel 3.4 Perhitungan Nilai Serapan Bunyi Sebelum Isolasi Jumlah No.
Jenis Mesin
Luas area (m2) Serapan bunyi (α) S x α (m2)
2
Ukuran (m ) karyawan
1
Gallon Planner
4.5 X 2
3
12
0.02 TOTAL
0.24 0.24
Sumber : Hasil Perhitungan,(2010)
Menurut Tabel 3.4 di atas diperoleh nilai serapan sebelum dilakukan isolasi sebesar 0,24 m2 serapan bunyi. Dimana, jumlah pekerja yang ada pada ruang pembuatan galon berjumlah 3 orang. Dimana masing-masing pekerja di asumsikan memiliki l m2 untuk berdiri tanpa melakukan aktifitas. Sehingga luas area yang diperlukan sebesar 12 m2 sebagai hasil penambahan dengan ukuran mesin.
20
•
Pengecekan Nilai Serapan Sesudah Isolasi Area yang akan diisolasi merupakan area di sekitar mesin pembuat galon dimana dari hasil
perhitungan sebelumnya terjadi kebisingan. Hal ini disesuaikan dengan pemetaan kebisingan yang telah dihitung sebelumnya. Area yang akan diisolasi dapat dilihat pada gambar 4.13 dan 4.14. Area yang diisolasi memiliki panjang sebesar 15 m , lebar 6 m , dan tinggi atap 5 m. Lebar total ruangan yang akan direncanakan sebesar 7 m dengan perincian 2 meter merupakan panjang area yang dibutuhkan pekerja untuk melakukan aktifitas di sekitar mesin. Sedangkan, jarak mesin dengan mesin gallon planner sebesar 9 m. Tujuan dari perencanaan jarak dan lebar yaitu supaya ketiga pekerja di sekitar area pembuatan galon dapat melakukan aktifitas dengan bebas tanpa terganggu jika dilakukan isolasi di sekitar mesin.
Gambar 3.12 Ruang Pembuat Galon 21
Gambar 3.13 Area Rencana Isolasi Mesin Pembuat Galon
Hasil perencanaan ruang isolasi di atas nantinya akan dihitung luas area total yang dibutuhkan. Perhitungannya sebagai berikut : Luas Area
= Luas area mesin + Luas area karyawan = 15 m x 6 m = 90 m2
α
= Koefisien serapan bunyi
a0
= S1α1 = 0,24 m2
Perhitungan besarnya serapan bunyi pada ruang isolasi yang akan direncanakan dapat dilihat pada tabel 3.5 Nilai Serapan Bunyi Setelah Isolasi Mesin berikut ini :
22
Tabel 3.5 Nilai Serapan Bunyi Setelah Isolasi Mesin Konstruksi
Bahan
α ( serapan bunyi)
S (luas area) m2
S x α (m2)
Lantai
Karet
0,1
90
9
Beton
0,02
90
1,8
Beton
0,73
90
65,7
Karet
0,34
90
30,6
Kayu
0,1
90
9
Total
125,1
Dinding
Atap
Sumber : Hasil Perhitungan,(2010).
Nilai S (luas area) merupakan luas area yang akan dilakukan pengendalian kebisingan dengan melakukan isolasi. Sedangkan α merupakan koefisien serapan bunyi dari bahan-bahan yang digunakan sebagai isolasi. Bahan yang digunakan adalah karet dan kayu. Sedangkan aa merupakan luas serapan total dari area yang di isolasi. Nilai aa di hitung dengan persamaan : aa
= S1α1+ S2α1+...+ Snαn = 125,1 bunyi m2 Dari nilai serapan bunyi sebelum dan sesudah dilakukan isolasi maka dapat dihitung nilai
pengurangan atau reduksi dengan rumus 2.1 sebagai berikut : Reduksi Tingkat Bising ( dB ) = 10 log NR
= 10 log ((a0+aa)/a0) = 10 log ((0.24+125,1)/0.24) = 27,18 dB ≈ 27 dB
23
Hasil di atas menunjukkan bahwa ada reduksi bunyi sebesar 27 dB. Sehingga dengan dilakukannya isolasi dapat mengurangi intensitas bising sebesar 27 dB sehingga nilai kebisingan yang keluar dari ruang isolasi yang terjadi sekitar 70 dB. Nilai ini tidak melebihi baku mutu tingkat kebisingan sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999. Pengendalian ini dapat dilakukan jika perusahaan memiliki kemampuan finansial untuk melakukan isolasi ruang kerja. Cara lain jika perusahaan belum meimiliki kemampuan untuk melakukan isolasi mesin adalah dengan menggunakan alat dan rotasi kerja. Upaya ini diambil untuk melindungi para pekerja dari resiko terkena penyakit kerja. Khususnya akibat dari bising.
3. Pemakaian Alat Pelindung Telinga Salah satu upaya pengendalian adalah melengkapi tenaga kerja dengan Alat Pelindung Diri. Alat Pelindung Diri ini telah disediakan oleh PT.XYZ di tempat kerja, baik bagi pengusaha maupun bagi tenaga kerja. Namun, kenyataan di lapangan berbeda dengan peruntukannya. Sehingga memerlukan upaya pemaksaan dari manajemen perusaahaan agar para pekerja memakai alat pelindung telinga. Pemilihan alat pelindung diri telinga harus disesuaikan dengan bahaya yang dihadapi oleh para pekerja. Intensitas kebisingan adalah lebih dari 85 dB. Sehingga, pekerja memerlukan alat pelindung telinga dengan menggunakan ear plug. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah cara pemakaian pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri. Sebelum menggunakan alat pelindung. Terlebih dahulu para pekerja perlu diberi pelatihan dalam penggunaan alat pelindung pendengaran dengan benar. Namun, Pendidikan formal yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi kemampuan untuk mencerna informasi-informasi yang mereka terima sekaligus mempertimbangkan apakah informasi tersebut dapat dijadikan dasar bagi perilaku mereka selanjutnya.
24
4. KESIMPULAN Berikut merupakan kesimpulan dari perencanaan ini adalah sebagai berikut: 1. Nilai kebisingan tertinggi yang diterima pekerja selama satu hari kerja (Leq) sebesar
97
dB(A) dan nilai kebisingan terendah 80 dB(A). Intensitas kebisingan ini berada pada ruang pembuat galon . 2. Menurut hasil pemetaan hampir seluruh area produksi mengalami kebisingan yang melebihi baku mutu. Kecuali sebagian besar area kantor. 3. Alternatif pengendalian kebisingan menggunakan teknik isolasi sumber bising.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Anonim, 1995. Modul Pelatihan Petugas Pengawasan Kebisingnan bagi Petugas Kesehatan Lingkungan Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Yang berhubungan dengan Masalah Kebisingan, Dir. Jen. PPM dan PLP Dep. Kes Anonim, 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51.Tahun 1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Anonim, 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Budiono, A.M., 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. PT. Tri Tunggal Tata Fajar: Solo. Davis, M. L., and Cornwell, D., A., 1980. Intoduction To Environmental Engineering, Departement of Civil and Sanitary engineering Michigan State University: Michigan.
25
Dian, A. 2006. Tugas Akhir : Hubungan Antara Lama Kebisingan Menurut Masa Kerja Dengan Keluhan Subyektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan – UNNES . Semarang Doelle, L.L., 1993. Akustik Lingkungan, Lea Prasetio (editor), Erlangga : Jakarta. Edo, E. 2004. Tugas Akhir : Pemetaan Kebisingan Lalu Lintas di Kawasan Rumah Sakit Islam Surabaya. Teknik Lingkungan FTSP – ITS . Surabaya Haris, 1991. Kebisingan Lingkungan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang. Heinshohn, J.R and kabel, L. R., 1999. Noise Controlled, Mc Graw hill, Inc : New York. Hidayah, N., 2007. Pengaruh arus Lalu Lintas Terhadap Kebisingan. Dinamika Teknik Sipil 7: 45-54 Hiperkes, 2004. Panduan Praktikum Laboratorium keselamatan Kerja dan Hiperkes. Semarang. International Labour Office, 1989. Pencegahan Kecelakaan. Geneva : PT. Pustaka Binaman Pressindo Menlh, 2009. Bising.
Pujianto, T. 2004. Tugas Akhir : Pengaruh Intensitas bising Terhadap Karyawan Dan Alternatif Pengendaliannya di PT Serba Guna Pare-Kediri. Teknik Lingkungan FTSP – ITS. Surabaya. Sasongko, D., dkk. 2000. Kebisingan Lingkungan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang. Siswanto, A., 1990. Kebisingan. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Jawa Timur : Surabaya Sihar, 2005. Kebisingan Di Tempat Kerja (Occupational Noise), Andi : Yogyakarta. Smith, B.J. et al, 1995. Acoustics and noise Control. Addison (Editor). Longman group : London Suma’mur P.K, 1994. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Haji Masagung : Jakarta. Wilson, 1983. Noise Pollution Controlled. Winley : London.
26