ANALISIS DAMPAK FDI DAN SPILLOVER EFFECT TERHADAP PERFORMA EKSPOR INDUSTRI GARMEN INDONESIA Impact Analysis of FDI and Its Spillover Effect on Indonesian Garment Industry’s Export Performance Ayu Yeriesca, Ari Kuncoro Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini menganalisis pengaruh keberadaan FDI terhadap performa ekspor perusahaan di industri garmen Indonesia selama periode 2002-2006. Adanya FDI di suatu negara, melalui pendirian perusahaan multinasional (MNCs), dipercaya dapat meningkatkan produktifitas perusahaan domestik melalui superior knowledge yang dimilikinya. Dengan demikian adanya perusahaan MNCs dipercaya dapat memberikan spillover effect yang dapat mempengaruhi performa ekspor perusahaan domestik yang berada disekitarnya. Dengan metode Probit dan Tobit, penelitian ini menyimpulkan bahwa FDI yang masuk ke industri garmen Indonesia melalui perusahaan MNCs terbukti meningkatkan peluang ekspor dan propensitas ekspor perusahaan garmen. Hal ini dikarenakan adanya spillover effect yang terjadi melalui persaingan dengan perusahaan ekspor yang membuat peningkatan pada nilai tambah produksi perusahaan yang berada di sekitarnya. Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa industri garmen Indonesia masih mengandalkan upah buruh yang rendah dibandingkan produktifitas pekerjanya untuk dapat bersaing di pasar ekspor. Kata Kunci: Foreign Direct Investment (FDI), Multinational Corporations (MNCs), Spillover effect, Ekspor. Abstract This study examines the effect of FDI on export performance in Indonesian garment industry in a span of year 2002-2006. FDI inflows through multinational corporations are believed to have superior knowledge that can improve domestic firm‟s productivity. Thus, the presence of MNCs is believed could bring spillover effect that can affect domestic firm‟s export performance. Export performances here are defined as a firm‟s export decision and export propensity. Using Probit and Tobit estimation method, this study concludes that FDI which come through the presence of MNCs in garment industry, raises the likelihood of domestic firms to enter the export market and also improves their export propensities. This improvement results from the spillover through competition with export firms that can increase nearby firms‟s value added in production. Other than this, this study also finds that Indonesian garment industry still rely on low labor wages to compete in export market rather than its labor productivity. Keywords: Foreign Direct Investment (FDI), Multinational Corporations (MNCs), Spillover effect, Export. Klasifikasi JEL: D22, F23, L67
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
Pendahuluan Investasi asing atau FDI merupakan salah satu bentuk manifestasi dari globalisasi. Adanya FDI di suatu negara, melalui pendirian perusahaan multinasional (MNCs), dipercaya dapat meningkatkan produktifitas perusahaan domestik melalui superior knowledge yang dimilikinya. Adanya peningkatan produktifitas pada suatu perusahaan dapat dilihat dari adanya peningkatan efisiensi produksi sehingga hal ini dapat meningkatkan peluang suatu perusahaan dengan produktifitas yang lebih tinggi untuk dapat melakukan ekspansi ke pasar ekspor (Aw dan Batra, 1998). Merujuk pada Keputusan Presiden No. 28/2008 mengenai Kebijakan Industri Nasional, telah menempatkan industri tekstil dan produk tekstil yang padat karya termasuk industri garmen di dalamnya sebagai kelompok industri yang menjadi prioritas penunjang ekonomi Indonesia. Hal ini mendukung implementasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014 yang mengakui akan adanya kebutuhan untuk mendorong daya saing industri manufaktur. Di dalam RPJMN tersebut juga dikatakan bahwa untuk meningkatkan kinerja ekspor, kebijakan perdagangan Indonesia antara tahun 2010-2014 harus menitikberatkan pada industri-industri dengan produk yang memiliki nilai tambah tinggi dengan permintaan global yang juga tinggi, dan kebijakan perdagangan tersebut juga menyertakan industri tekstil dan produk-produk tekstil sebagai industri dengan produk-produk yang kompetitif. Hal ini bisa dilihat dari Tabel 1 dibawah dimana ekspor tekstil dan garmen termasuk kedalam lima besar industri penyumbang ekspor manufaktur terbesar Indonesia (Bappenas, 2010). Tabel 1 Komoditas Penyumbang Ekspor Manufaktur Terbesar (%) Tahun
Barang Listrik
Alas Kaki
Kertas
1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2009
15.2 19.7 3.7 2.2 7.6 14 1.5 1.8
0.3 0.3 0.4 6.2 8.7 4.5 4.7 4.9
0.4 1 1 1.8 4 6.5 7.6 9.4
Tekstil dan Garmen 5.1 29.3 28 32.5 26.8 23.5 28.4 25.5
Kayu
Total 5 Komoditi
Lainnya
1.3 14.9 46.1 34.2 20.2 9.1 9 5.1
22.2 65.2 79.3 76.9 67.4 57.7 51.3 46.7
77.8 34.8 20.7 23.1 32.6 42.3 48.7 53.5
Sumber: UN COMTRADE, Bappenas (2010), diolah
Sedangkan bila dilihat dari perkembangan ekspor industri garmen, secara umum industri garmen menunjukkan tren ekspor yang positif. Walaupun terjadi fluktuasi ekspor dari tahun 1997 sampai tahun 2002, namun ekspor industri garmen kembali meningkat sampai tahun 2006 dan Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
kembali menunjukkan perkembangan pada tahun 2010. Fluktuatifnya ekspor garmen tahun 1997 sampai tahun 2002 tersebut dikarenakan ekspor garmen masih terpengaruh dengan krisis ekonomi Asia yang terjadi pada tahun 1997-1998, lalu kemudian industri ini mulai mengalami pertumbuhan sampai tahun 2006 sebelum mengalami penurunan kembali pada tahun 2009 akibat pengaruh krisis keuangan Amerika Serikat (AS) pada 2008. Turunnya ekspor garmen pada tahun 2009 dikarenakan AS merupakan negara tujuan utama ekspor garmen Indonesia, sehingga distorsi ekonomi yang melanda AS turut mempengaruhi ekspor garmen Indonesia. Pertumbuhan yang positif pada industri garmen juga menjadikan industri tekstil dan garmen sebagai salah satu komoditas andalan industri manufaktur dan menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dikarenakan kontribusi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) cukup signifikan dalam perolehan devisa ekspor, penyerapan tenaga kerja, dan peranannya yang strategis dalam proses industrialisasi. Dilihat dari perkembangannya, aliran masuk FDI di Indonesia sudah marak terjadi sejak akhir tahun 1980an sampai menjelang krisis ekonomi Asia pada tahun 1997-1998. Hal ini terjadi dikarenakan reformasi iklim investasi oleh pemerintah Indonesia pada saat itu yang ditujukan untuk mengurangi dampak penurunan ekspor pada sektor migas. Akibat kondusifnya iklim investasi pada saat itu, membuat ekspor produk manufaktur melonjak tajam, dari 24 persen terhadap total ekspor pada tahun 1985, menjadi sebesar 65-66 persen pada tahun 1993-1996 (Ramstetter dan Takii, 2006). Besarnya FDI yang masuk pada masa sebelum krisis ekonomi Asia tersebut dapat dijelaskan dalam dua gelombang. Gelombang pertama terjadi pada tahun 1988-1990, dimana terdapat banyak FDI berorientasi ekspor (export-oriented FDI) yang masuk ke sektor tekstil Indonesia (termasuk industri garmen dan alas kaki) yang berasal dari negara-negara Newly-Industrialising Economies (NIEs) seperti Korea Selatan dan China. Sedangkan gelombang kedua terjadi pada awal tahun 1994 yang disebabkan oleh iklim investasi global yang kondusif serta mulainya liberalisasi investasi pada saat itu yang berhasil menarik export-oriented FDI untuk mendukung pertumbuhan ekspor manufaktur Indonesia (World Bank, 1994 dalam Thee Kian Wee, 2006). Namun, setelah terjadinya krisis ekonomi Asia pada tahun 1997/1998, pertumbuhan ekspor industri manufaktur semakin menurun dikarenakan menurunnya iklim investasi di Indonesia. Adanya FDI yang masuk ke suatu negara dipercaya membawa superior knowledge seperti informasi mengenai pasar ekspor, teknologi produksi yang lebih efisien, dan kemampuan managerial yang lebih baik, sehingga hal ini dapat meningkatkan ekspor perusahaan domestik karena adanya eksternalitas positif atau spillover dari kehadiran perusahaan MNCs tersebut. Adanya korelasi positif antara FDI dan ekspor ini didukung oleh hasil studi Ramstetter dan Takii (2006)
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
yang menyimpulkan, bahwa terdapat hubungan yang positif antara bagian (share) kepemilikan asing terhadap kecenderungan akan ekspor dalam industri manufaktur Indonesia, dimana perusahaan dengan bagian (share) kepemilikan asing (MNCs) akan mengekspor lebih besar dibandingkan perusahaan domestik. Selain itu, semakin besar bagian (share) kepemilikan asing dalam perusahaan akan semakin besar kecenderungannya untuk melakukan ekspor. Sjoholm dan Takii (2008) juga semakin memperkuat argumen bahwa perusahaan manufaktur Indonesia dengan kepemilikan asing di dalamnya akan cenderung menjadi ekportir dibandingkan dengan perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh domestik. Namun, dari beberapa penelitian lain terdapat hasil yang kontradiktif akan adanya spillover ini. Gorg dan Greenaway (2004) menyimpulkan adanya spillover produktifitas yang negatif di beberapa negara Eropa, sedangkan penelitian lainnya oleh Takii (2006) dan Kohpaiboon (2006) menyimpulkan adanya spillover produktifitas yang positif di Indonesia dan Thailand, secara berurutan. Dengan rumusan masalah ini, peneliti bermaksud untuk menganalisa dampak dari adanya kepemilikan asing melalui FDI dan spillover effect terhadap performa ekspor perusahaan industri garmen di Indonesia dalam skala level perusahaan (firm level). Performa ekspor perusahaan dilihat dari keputusan akan ekspor (decision to export) dan propensitas ekspor.
Tinjauan Literatur Teori multinational corporations (MNCs) dikembangkan berdasarkan pendekatan teori perdagangan, teori organisasi industri, dan teori internalisasi atau biaya transaksi. Teori perdagangan melihat kehadiran MNCs sebagai bentuk investasi asing langsung (FDI), yaitu kapital yang masuk kedalam suatu negara dimana terdapat kontrol managerial di dalamnya. Namun, FDI yang masuk ini tidak didasari karena adanya perbedaan suku bunga antar negara melainkan lebih kepada kondisi alamiah (initial condition) di host country yang dapat memberikan manfaat bagi MNCs. Sedangkan teori organisasi industri yang dijelaskan oleh Hymer (1960)1, menganggap MNCs sebagai instrument yang dapat digunakan untuk menginternalisasi ekternalitas (pecuniary externality) karena menciptakan persaingan sehingga membuat harga produk menjadi lebih rendah dan mengurangi profit dari perusahaan monopolis. Sedangkan bila dilihat dari sudut pandang teori internalisasi atau biaya transaksi, perusahaan multinasional akan berekspansi keluar negeri ketika perusahaan tersebut dapat mengelola interdependency2 dari pelaku yang berada di negara yang
1
Dikutip dalam Hennart (2000)
2
Interdependency dalam konteks ini ialah kontrak kerja (employment contract), dimana MNCs memungkinkan pegawainya untuk bekerja di negara yang berbeda.
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
berbeda secara lebih efisien dibandingkan jika melalui pasar, serta ketika biaya yang muncul karena interdependency ini lebih kecil dibandingkan manfaat yang diperoleh dengan adanya MNCs di negara lain. Selain itu, yang membedakan antara perusahaan MNC dan non-MNC ialah pada firm-specific assets yang cenderung dimiliki oleh MNC, seperti teknologi produksi, jaringan marketing, dan kemampuan managerial. Jika perusahaan MNC memiliki firm-specific assets yang relatif besar, maka perusahaan MNC akan memiliki propensitas ekspor lebih besar dibandingkan perusahaan dengan non-MNC atau dengan kata lain perusahaan domestik. Perusahaan yang melakukan ekspor biasanya akan menanggung sunk cost untuk memasuki pasar luar negeri atau pasar ekspor. Akibatnya karena ekspor cenderung menimbulkan biaya yang relatif lebih besar dibandingkan menjualnya secara domestik, adanya suatu perusahaan ekspor di suatu negara akan mengurangi biaya perusahaan yang berada di sekitarnya untuk masuk ke pasar ekspor. Ini adalah ide dasar dari adanya export spillover. Selain itu, hal ini juga didukung dari dua alasan (Aitken, et al. 1997). Pertama, adanya konsentrasi geografi dari perusahaan-perusahaan ekspor dapat membuat mereka lebih mudah dalam membentuk fasilitas yang dapat menunjang kegiatan ekspornya, seperti pelabuhan, bandara, dan infrastruktur logistik lainnya. Kedua, export spillover bisa berasal dari adanya kehadiran perusahaan MNCs di suatu negara. Hal ini dikarenakan adanya kepercayaan bahwa perusahaan MNCs umumnya memiliki firm-specific asset yang lebih unggul atau superior knowledge yang dapat mengurangi biaya ekspor bagi perusahaan-perusahaan domestik yang berada di sekitarnya. Adapun penyaluran export spillover dari perusahaan MNCs ke performa ekspor perusahaan domestik dapat dijelaskan melalui tiga jalur (Aitken, et al. 1997; Greenaway, et al. 2004). Jalur pertama, informasi mengenai pasar luar negeri (jalur informasi). Perusahaan anak cabang biasanya mendapatkan informasi mengenai pasar ekspor yang mayoritas berasal dari perusahaan induknya. Informasi ini penting baik bagi perusahaan yang berada dalam tahap persiapan ekspor maupun bagi perusahaan yang sudah mengekspor. Informasi yang dimaksud meliputi informasi mengenai regulasi di pasar asing, selera dan preferensi konsumen asing, situasi persaingan usaha di pasar asing, dan sebagainya. Jalur ini menekankan pada informasi yang secara langsung berkaitan dengan pasar asing. Jalur kedua yaitu melalui teknologi atau informasi terkait teknologi yang dibawa oleh perusahaan MNCs (jalur teknologi). Informasi dalam hal ini tidak secara langsung berhubungan dengan informasi terkait pasar asing. Seperti yang dijelaskan oleh Greenaway, et al. (2004),
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
perusahaan domestik bisa mendapatkan keuntungan dengan mengadopsi teknologi canggih yang digunakan oleh MNCs, yang dapat dijelaskan melalui demonstation effect dan atau imitasi. Dalam prakteknya, jalur ini biasanya bekerja (tapi tidak terbatas) melalui kegiatan outsourcing, seperti alokasi tenaga kerja ahli dari perusahaan MNCs ke perusahaan domestik untuk mengawasi sistem produksi, dan sebagainya. Hal ini juga didukung oleh Machikita, et al. (2009)3 yang menemukan hal ini di banyak negara di Asia Tenggara, dimana transaksi antara perusahaan induk dan perusahaan anak cabang serta komunikasi personal menjadi faktor penting dalam memfasilitasi penyaluran teknologi dari perusahaan MNCs ke perusahaan domestik. Jalur ketiga yaitu melalui efek persaingan (jalur persaingan). Masuknya perusahaan MNCs ke suatu negara akan meningkatkan persaingan usaha, sehingga akibat adanya persaingan ini akan memberikan tekanan bagi perusahaan domestik untuk meningkatkan produktifitasnya agar mampu bersaing dengan perusahaan MNCs. Produktifitas yang tinggi tentunya dibutuhkan untuk dapat bertahan di pasar asing, sehingga efek persaingan yang ditimbulkan dari perusahaan MNCs ini dapat memicu perusahaan domestik agar dapat bersaing di pasar ekspor. Spillover dapat terjadi ketika kehadiran MNCs dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas perusahaan domestik, dengan cara membuat produk perusahaan domestik menjadi efisien baik dalam hal harga maupun kualitas, sehingga hal ini tentunya akan meningkatkan daya saing produk domestik di pasar internasional dan berujung pada peningkatan ekspor. Spillover ini dinamakan horizontal spillover karena terjadi pada perusahaan domestik yang berada pada industri yang sama dengan perusahaan MNCs karena adanya persaingan. Sedangkan spillover yang terjadi karena adanya hubungan penjual-pembeli antara perusahaan MNCs dengan perusahaan domestik dinamakan backward spillovers. Hal ini dapat terjadi ketika perusahaan domestik menjual barang setengah jadi (intermediate goods) kepada perusahaan asing (MNCs), hal ini akan memungkinkan perusahaan domestik memiliki informasi yang lebih tentang potential buyer di pasar internasional, sehingga hal ini dapat membuat produsen domestik memperluas produksinya dengan mencapai skala ekonomis yang pada akhirnya dapat menurunkan harga produknya sehingga menjadi lebih kompetitif dan dapat bersaing di pasar ekspor. Hubungan produktifitas terhadap ekspor dapat dijelaskan melalui dua faktor yaitu, melalui self-selection forces atau learning-by-exporting forces. Self-selection forces ialah dorongan ekspor yang disebabkan oleh produktifitas perusahaan tersebut untuk dapat survive di pasar ekspor yang
3
Dikutip dalam Narjoko (2009)
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
penuh persaingan. Sedangkan learning-by-exporting forces yaitu peningkatan produktifitas yang disebabkan oleh interaksi perusahaan domestik dengan pasar ekspor membuat perusahaan mendapatkan keuntungan dari interaksi tersebut dalam bentuk pengetahuan dan informasi tentang pasar ekspor, sehingga membuat perusahaan akan lebih produktif dan meningkatkan propensitas ekspornya. Dari kedua teori ini, dapat dilihat bahwa peningkatan produktifitas melalui self-selection forces terjadi pada perusahaan yang belum dan akan ekspor. Sedangkan peningkatan produktifitas karena learning-by-exporting terjadi pada perusahaan yang sudah ekspor sehingga dapat meningkatkan propensitas ekspornya. Hopenhyn (1992) juga menemukan bahwa perusahaan yang masuk ke pasar ekspor umumnya merupakan perusahaan yang produktif dan perusahaan yang keluar pasar ialah perusahaan yang kurang produktif. Hubungan antara FDI dan ekspor juga bisa dijelaskan melalui konsep “Export-Platform Direct Investment”, dimana output perusahaan foreign subsidiary (MNCs) mayoritas dijual ke pasar ketiga (third-market), bukan di host country maupun diekspor kembali ke home-country. Hal ini dikarenakan, high-cost country akan cenderung menanamkan investasinya atau membangun usaha di low-cost country dan menjualnya kembali ke high-cost country (third-market) dengan harapan mendapatkan keuntungan usaha yang lebih tinggi (Markusen et al, 2003). Adanya export platform FDI ini dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan di host country, dimana akan membuat suatu perusahaan untuk melakukan ekspor (dimana kondisi ini baik bagi perekonomian), dan membuat perusahaan yang sudah mengekspor untuk meningkatkan ekspornya lebih banyak lagi. Umumnya penelitian yang melihat hubungan antara investasi asing langsung (FDI) terhadap performa ekspor perusahaan domestik hanya menganalisa pengaruh horizontal spillover yang dilihat dari sisi productivity enhancing effect terhadap kinerja ekspor perusahaan domestik. Namun, Joseph dan Reddy (2010) mencoba untuk melihat peranan FDI tidak hanya dari sisi horizontal spillover tetapi juga dari sisi backward linkages spillover pada industri manufaktur di India. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa secara garis besar adanya FDI di industri manufaktur India setelah liberalisasi tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap performa ekspor perusahaan domestik, baik dari sisi horizontal spillover maupun backward linkages spillover. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa FDI yang masuk ke industri manufaktur India setelah liberalisasi lebih fokus pada domestic-market seeking dibandingkan export-oriented FDI. Kemme, Mukherjee, dan Rzhevskyy (2009) mencoba melihat peranan FDI terhadap probabilitas suatu perusahaan akan ekspor apabila terdapat kepemilikan asing di dalamnya, dan melihat peranan FDI terhadap export propensity bagi perusahaan domestik dalam satu industri yang sama (spillover). Adapun kesimpulan dalam penelitian ini yaitu, baik pada model probabilitas
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
ekspor maupun model export propensity, dari keenam variabel kontrol hanya variabel size yang positif signifikan mempengaruhi ekspor. Hal ini menyatakan bahwa perusahaan berskala besar akan cenderung melakukan ekspor dibandingkan dengan perusahaan kecil atau perusahaan yang tidak memiliki skala ekonomis. Selain itu, perusahaan IT India yang memiliki kepemilikan asing di dalamnya akan cenderung mengekspor dan meningkatkan volume ekspornya dan FDI yang terdapat dalam perusahaan IT tersebut akan memberikan spillover dalam bentuk meningkatkan propensitas ekspor perusahaan domestik yang berada dalam satu industri yang sama. Penelitian terkait pengaruh FDI terhadap performa ekspor perusahaan manufaktur di Indonesia diantaranya dikemukakan oleh Ramstetter dan Takii (2006) yang mencoba menganalisa tentang pengaruh share kepemilikan asing perusahaan multinasional (MNCs) dan dampaknya terhadap kinerja ekspor perusahaan tersebut pada industri manufaktur Indonesia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin besar share kepemilikan asing dalam suatu perusahaan MNCs, maka akan semakin besar pula propensitasnya untuk ekspor, hasil juga menunjukkan bahwa MNCs akan cenderung melakukan ekspor lebih besar dibandingkan dengan perusahaan lokal. Penelitian lainnya dengan studi kasus industri manufaktur Indonesia yaitu penelitian oleh Sjoholm dan Takii (2008). Tujuan dalam paper ini sebenarnya ingin melihat apakah perusahaan yang memiliki jaringan asing atau internasional akan mempengaruhi ekspornya dengan memasukkan unsur sunk entry cost. Untuk melihat jaringan internasional dilihat dari dua pendekatan yaitu melalui kepemilikan asing dan impor barang setengah jadi. Kesimpulan dari penelitian ini didapat bahwa perusahaan dengan kepemilikan asing di dalamnya (secara langsung memiliki kontak dengan perusahaan asing) cenderung akan melakukan ekspor dibandingkan dengan perusahaan yang seluruhnya dimiliki oleh lokal. Sedangkan jaringan internasional melalui impor barang setengah jadi tidak memiliki dampak terhadap ekspor. Namun, di beberapa negara, pengaruh FDI terhadap perilaku ekspor suatu perusahaan tidak selalu bernilai signifikan tetapi bisa juga bernilai tidak signifikan, yang artinya adanya FDI tidak mempengaruhi dan tidak meningkatkan ekspor perusahaan tersebut. Beberapa penelitian oleh Kumar dan Siddhartan (1994) pada industri manufaktur India; dan Chudnovsky dan Lopez (2004) studi kasus negara MERCOSUR, menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara FDI dan perilaku ekspor perusahaan domestik di host country.4
4
Dikutip dalam Kemme, et al (2009)
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
Metode Penelitian ini menggunakan data sekunder perusahaan-perusahaan pada industri pakaian jadi (garment) di Indonesia. Adapun data yang digunakan hanya data yang tergolong kedalam ISIC 5 digit untuk sub sektor industri garmen, diantaranya perusahaan dengan kode ISIC 32210 (industri garmen dari tekstil), 32220 (industri garmen dari kulit dan sejenisnya), dan 32290 (industri garmen lainnya dari tekstil dan kulit) yang terdapat dalam Survei Industri Menengah dan Besar. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pooled data sampel perusahaan pada periode tahun 2002-2006. Periode tersebut dipilih karena dianggap sebagai periode yang stabil bagi perkembangan ekspor industri garmen Indonesia tanpa dipengaruhi dampak dari krisis keuangan Asia pada tahun 1998. Adapun sampel data yang digunakan sebagai variabel dependen dalam penelitian ini adalah dummy ekspor untuk mengetahui keputusan perusahaan akan ekspor dan rasio ekspor terhadap output untuk mengetahui propensitas ekspor perusahaan. Sedangkan variabel bebas yang digunakan diantaranya dummy fdi, export spillover, value added spillover, dummy pulau jawa, ukuran perusahaan, upah tenaga kerja produksi, capital intensity, dan produktivitas pekerja (fi_prodtv). Model yang digunakan merupakan model yang diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh Kemme, et al (2009). Penelitian ini akan menggunakan empat model. Model pertama dan kedua akan digunakan untuk mengetahui dampak dari FDI dan spillover effect terhadap peluang ekspor atau keputusan untuk mengeskpor (decision to export) yang ditujukkan pada Persamaan 1, sedangkan model ketiga dan keempat akan digunakan untuk mengetahui dampak dari FDI dan spillover effect terhadap propensitas ekspor, yang ditunjukkan pada Persamaan 2. Untuk melihat pengaruh kepemilikan asing dan spillover effect terhadap peluang ekspor akan diestimasi menggunakan metode Probit, dengan dummy ekspor sebagai variabel dependennya. Sedangkan untuk melihat pengaruh kepemilikan asing dan spillover effect terhadap propensitas ekspor akan digunakan metode Tobit untuk mengestimasinya, dimana rasio ekspor terhadap output digunakan sebagai variabel dependennya. Adapun model yang akan digunakan sebagai berikut: Pr[Ekspor=1] = f(FDI, Spillover, Lokasi Jawa, Ukuran, Upah Produksi, Produktifitas, Capital Intensity)
(1)
Eksprop = f(FDI, Spillover, Lokasi Jawa, Ukuran, Upah Produksi, Produktifitas, Capital Intensity) (2)
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
Model 1 dan 3 menggunakan sampel seluruh perusahaan yang berada di industri garmen baik perusahaan asing maupun perusahaan domestik, untuk melihat dampak FDI terhadap performa ekspor. Sedangkan model 2 dan 4 hanya menggunakan sampel perusahaan domestik yang berada di industri garmen dan digunakan untuk melihat dampak spillover effect terhadap performa ekspor. Dalam hipotesis penelitian ini, hubungan antara FDI dan ekspor memiliki ambiguitas. Hal ini dikarenakan tidak adanya hubungan yang mutlak antara FDI dan ekspor. Seperti penelitian oleh Joseph dan Reddy (2010) menunjukkan bahwa adanya FDI justru tidak meningkatkan ekspor. Namun, lain halnya dengan penelitian oleh Kemme, et al (2009) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara FDI terhadap ekspor. Hal ini dikarenakan adanya FDI dapat membuat suatu perusahaan, baik perusahaan asing maupun domestik, mendapatkan pengetahuan yang lebih terkait produksi, pemasaran, dan network ke pasar internasional sehingga adanya FDI dapat meningkatkan ekspor perusahaan. Variabel independen spillover diekspektasikan memiliki hubungan positif, karena dengan adanya perusahaan FDI dan ekspor akan membuat perusahaan domestik dalam satu industri dan daerah yang sama juga akan meningkat ekspornya. Hal ini dikarenakan adanya perusahaan FDI dan ekspor dianggap memiliki pengetahuan dan teknologi yang superior sehingga dapat membuat perusahaan yang berada disekitarnya mendapatkan eksternalitas dari pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh perusahaan FDI (Kemme, et al, 2009). Penelitian ini menggunakan variabel export spillover untuk melihat spillover effect dari ekspor perusahaan dengan FDI. Nilai ini didapat dari pembagian ekspor perusahaan FDI dengan ekspor total perusahaan di kabupaten yang sama (Aitken dan Harrison, 1997). Dan value added spillover yang menunjukkan spillover effect dari value added perusahaan yang mengekspor. Nilai ini didapat dari pembagian value added perusahaan ekspor dengan value added total perusahaan di kabupaten yang sama. Pengukuran ini didapat dari modifikasi pengukuran spillover oleh Aitken dan Harrison (1997) Penggunaan variabel dummy Jawa sebagai variabel independen dalam penelitian ini didasarkan pada lokasi perusahaan garmen di Indonesia yang terkonsenstrasi di Pulau Jawa serta mayoritas perusahaan garmen dengan FDI yang terkonsentrasi di pulau ini, sehingga dirasa variabel ini bisa dimasukkan untuk melihat pengaruh perbedaan lokasi atau wilayah terhadap perilaku ekspor perusahaan. Variabel ukuran perusahaan juga dianggap penting dalam mempengaruhi perilaku ekspor suatu perusahaan, dimana perusahaan yang besar biasanya lebih mampu mengekploitasi economies of scale dalam produksinya, sehingga perusahaan yang besar cenderung akan melakukan ekspor
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
dibandingkan dengan perusahaan yang relatif lebih kecil. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksi dengan jumlah tenaga kerja produksi pada perusahaan di industri garmen. Pendekatan tenaga kerja ini sesuai dengan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Sjoholm dan Takii (2008), dan penelitian-penelitian lainnya. Jumlah tenaga kerja juga dianggap sesuai untuk menggambarkan ukuran suatu perusahaan di industri manufaktur dan garmen Indonesia karena perusahaan-perusahaan industri manufaktur dan garmen di Indonesia cenderung labor-intensive (Vial, 2006; Wibowo, 2007). Variabel lainnya yang digunakan ialah upah produksi. Upah produksi dalam penelitian ini didapat dari rasio upah tenaga kerja produksi terhadap total pengeluaran. Variabel upah produksi ini digunakan sebagai pengukuran tidak langsung terhadap human capital (Weiss, 1990)5. Dalam penelitian ini, hipotesis upah produksi memiliki hubungan positif karena dianggap peningkatan pada upah produksi menunjukkan peningkatan kualitas pekerjanya sehingga dapat mendukung dalam menginternasionalisasi produk perusahaan (Kemme, et al, 2009). Produktifitas merupakan variabel yang digunakan peneliti untuk merepresentasikan produktifitas tenaga kerja suatu perusahaan. Variabel ini didapat dari pengukuran rasio value added terhadap total tenaga kerja dalam suatu perusahaan. Dalam penelitian ini produktifitas dianggap dapat meningkatkan ekspor karena dengan adanya peningkatan produktifitas pekerja maka akan membuat output serta kualitas produk yang diproduksi juga akan meningkat (Sjoholm dan Takii, 2008). Variabel independen lainnya yang digunakan dalam penelitian ini ialah intensitas kapital yang diproksi dengan rasio penggunaan kwh listrik terhadap total tenaga kerja. Variabel ini banyak digunakan sebagai salah satu performa perusahaan yang dapat mempengaruhi perilaku ekspor perusahaan seperti yang terdapat dalam penelitian Ramstetter dan Takii (2006). Intensitas kapital di ekspektasikan memiliki hubungan positif karena semakin bertambahnya penggunaan intensitas kapital maka akan semakin meningkatkan output yang dapat dipasarkan tidak hanya di pasar domestik tetapi juga di pasar internasional. Tetapi pengaruh dari intensitas kapital ini juga berbedabeda tergantung dari karakteristik industrinya (Ramstetter dan Takii, 2006).
5
Dikutip dalam Kemme, et al. (2009)
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
Hasil dan Analisis Pada model pertama dan kedua, karena tujuannya ialah untuk melihat keputusan suatu perusahaan untuk ekspor, maka dummy variabel digunakan sebagai dependen variabel. Karena dalam penelitian ini data diasumsikan terdistribusi normal, maka metode Probit dipakai dalam estimasi kedua model tersebut. Sedangkan pada model ketiga dan keempat menggunakan metode pengolahan Tobit untuk mengestimasinya, karena dianggap metode pengolahan dengan OLS (Ordinary Least Square) kurang tepat digunakan. Selain itu, karena tidak semua perusahaan dalam industri garmen melakukan ekspor maka perlu dilakukan cencored data pada batas bawah dengan nilai ekspor nol agar semua sample perusahaan pada industri garmen –baik perusahaan yang memiliki potensi ekspor maupun perusahaan bukan ekspor, tetap terobservasi sebagai sampel penelitian. Berikut dibawah ini hasil regresi keempat model yang ditunjukkan oleh Tabel 2. Tabel 2. Hasil Estimasi Keempat Model Variabel Independen FDI Export Spillover Value Added Spillover Pulau Jawa Ukuran Perusahaan Upah Produksi Produktifitas Capital Intensity Prob>chi2 atau Prob>F Pseudo R2 Jumlah Observasi
Probit Model 1 0.0677** (2.24)
Tobit Model 2
-0.1448*** (-3.10) 0.6549*** (14.86) -0.3636*** -0.2993*** (-3.41) (-3.24) 0.0761*** 0.0685*** (8.36) (12.86) -0.3530*** -0.3794*** (-10.93) (-6.42) -8 5.54x10 1.45x10-7* (0.55) (1.88) -6 -6.79x10 *** -6.98x10-6*** (-4.98) (-4.45) 0.0000 0.1439 10991
0.0000 0.3950 9899
Model 3 0.1694*** (2.87)
Model 4
-0.6698*** (-4.18) 0.1926*** (10.00) -0.6530*** (-9.86) 2.13x10-7 (0.87) -0.0000*** (-4.53)
-0.0629 (-0.84) 1.0501*** (15.75) -0.6188*** (-4.85) 0.1993*** (12.97) -0.6868*** (-7.40) 3.16x10-7 (1.50) -0.0000*** (-3.83)
0.0000 0.1875 10991
0.0000 0.3241 9899
Sumber: Olahan Penulis Keterangan: Nilai di dalam kurung ialah nilai z-statistic, Level Signifikansi: ***) 1%, **) 5%, *) 10%
Nilai observasi yang terdapat diatas ialah hasil estimasi setelah di-robust dengan mengkluster standar error per kabupaten. Dengan mengelompokkan standar error per kabupaten, maka setiap
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
perusahaan garmen dalam sampel dianggap menghadapi lingkungan ataupun kondisi persaingan usaha yang sama di setiap kabupaten yang sama. Dari hasil regresi tersebut, peranan FDI terhadap keputusan ekspor maupun propensitas ekspor pada perusahaan garmen menyatakan bahwa adanya share kepemilikan asing dalam perusahaan tersebut berpengaruh signifikan dan positif terhadap perilaku ekspor perusahaan. Hal ini dikarenakan adanya penanaman share FDI atau dengan kata lain adanya interaksi dengan asing memungkinkan terciptanya transfer pengetahuan dan teknologi, peningkatan kemampuan managerial, serta informasi yang lebih tentang pasar internasional, sehingga selain dapat meningkatkan produksi, perusahaan pada industri garmen juga dapat melakukan sistem managerial yang lebih baik serta sistem pamasaran produk yang lebih strategis dan lebih mudah ke pasar internasional dibandingkan dengan perusahaan yang murni dimiliki oleh domestik (Sjoholm dan Takii, 2008). Dalam penelitian ini adanya FDI memang akan mempengaruhi peluang ekspor dan propensitas ekspor perusahaan garmen, namun tidak serta merta akan membuat perusahaan yang sebelumnya tidak mengekspor menjadi perusahaan ekspor akibat adanya perusahaan MNCs di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 3, dimana mayoritas perusahaan yang mengekspor umumnya tidak memiliki share FDI di dalamnya, dan share FDI yang dimiliki oleh perusahaan ekspor garmen dari tahun 2002-2006 mayoritas besarnya tidak lebih dari 5 persen. Rendahnya investasi asing di industri garmen ini dikarenakan industri garmen dianggap sebagai “sunset industry”, yaitu industri yang sangat tinggi resiko dan tidak bertahan lama (Thee, 2009). Sehingga dapat dikatakan adanya penanaman FDI dalam industri garmen belum dapat dibedakan apakah lebih bersifat export-oriented FDI atau domestic-market seeking FDI, karena perusahaan dengan FDI juga melakukan ekspor walaupun persentase masih sangat kecil dan melihat mayoritas perusahaan yang mengekspor umumnya merupakan perusahaan tanpa FDI atau perusahaan domestik. Tabel 3. Persentase Share FDI berdasarkan Kegiatan Ekspor dan Non Ekspor Industri Garmen Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Total
Ekspor FDI (%) No FDI (%) 3.91 16.86 3.4 10.41 5.82 69.92 3.02 10.2 2.43 9.12 3.56 21.51
Non Ekspor FDI (%) No FDI (%) 3.36 75.88 4.73 81.47 1.47 22.8 4.01 82.77 2.55 85.9 3.14 71.8
Jumlah Perusahaan 2,023 1,883 1,908 1,921 3,256 10,991
Sumber: Survei Industri Menengah dan Besar, diolah
Hasil estimasi variabel export spillover menunjukkan bahwa adanya perusahaan MNC yang mengekspor, tidak akan memberikan spillover effect terhadap ekspor perusahaan domestik lainnya Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
yang berada di kabupaten yang sama, dengan kata lain adanya perusahaan ekspor MNC tidak akan meningkatkan peluang perusahaan domestik melakukan ekspor maupun meningkatkan propensitas ekspornya. Hal ini mungkin saja di kabupaten tempat perusahaan ekspor MNC berada tidak terdapat perusahaan domestik, atau adanya perusahaan MNC yang mengekspor memang tidak memberikan spillover effect bagi ekspor perusahaan domestik. Lemahnya export spillover ini menunjukkan tidak terjadinya spillover melalui jalur informasi, dimana perusahaan MNC menjaga dengan ketat informasi yang dimilikinya yang berkaitan tentang pasar internasional, sehingga tidak memungkinkan perusahaan domestik yang berada disekitarnya atau dalam kabupaten yang sama mengetahui tentang informasi tersebut. Selain itu, lemahnya export spillover ini juga bisa disebabkan oleh sedikitnya perusahaan MNC yang melakukan ekspor (hanya 25 persen) sehingga tidak memberikan dampak besar atau bahkan tidak memberikan spillover effect sama sekali bagi propensitas ekspor perusahaan domestik. Sedangkan jika melihat spillover effect berdasarkan value added (nilai tambah), terlihat bahwa nilai tambah perusahaan yang mengekspor memberikan spillover effect bagi peningkatan nilai tambah perusahaan yang berada di sekitarnya. Dengan kata lain, adanya peningkatan nilai tambah perusahaan ekspor akan membuat perusahaan yang berada disekitarnya terpengaruh untuk melakukan ekspor dan meningkatkan propensitas ekspornya karena adanya efek persaingan antar perusahaan dalam satu kabupaten yang sama. Munculnya persaingan sebagai akibat kehadiran perusahaan ekspor ini membuat perusahaan yang berada di sekitarnya semakin tertekan untuk meningkatkan daya saingnya agar produknya tidak kalah bersaing. Namun persaingan yang ditimbulkan karena kehadiran perusahaan ekspor ini juga membuat banyaknya perusahaan garmen yang kurang kompetitif keluar dari pasar. Karena mayoritas perusahaan di industri garmen tergolong perusahaan yang kecil dan sedang, sehingga bagi perusahaan yang tidak memiliki daya saing tinggi terpaksa akan kalah saing dengan perusahaan ekspor. Hal ini didukung oleh fakta dimana industri garmen memiliki turn-over yang tinggi pada jumlah perusahaannya. Sedangkan spillover yang terjadi melalui jalur teknologi atau transfer teknologi, dalam penelitian ini tidak dapat dijelaskan karena penelitian ini tidak memasukkan variabel yang dapat menjelaskan pengaruh adanya transfer teknologi dari kehadiran perusahaan MNCs seperti pengeluaran akan Research dan Development (R&D). Hal ini dipengaruhi karena keterbatasan data R&D pada periode observasi. Ukuran perusahaan yang diukur dari banyaknya jumlah pekerja yang dipekerjakan juga turut mempengaruhi keputusan dan propensitas ekspor perusahaan garmen. Dilihat dari hubungannya yang positif, semakin banyak jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan maka akan semakin banyak Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
output yang dapat diproduksi sehingga perusahaan dapat memasarkannya tidak hanya di pasar domestik tetapi juga di pasar internasional karena adanya economies of scale pada produksi. Dengan kata lain, semakin besar ukuran perusahaan (semakin banyak jumlah tenaga kerja) maka cenderung akan membuat rasio ekspor terhadap output juga akan semakin besar relatif dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil (Anquire, 1980; Glesjer, Jacquemin dan Petit, 1980; Kemme, et al, 2009). Selain itu, karena tenaga kerja industri garmen mayoritas didominasi oleh tenaga kerja produksi –berkaitan langsung dengan produksi output, sehingga dapat dikatakan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan jumlah produksi output yang bisa meningkatkan peluang untuk ekspor dan propensitas ekspornya, dan sebaliknya. Hal ini terbukti pada perusahaan industri garmen Indonesia, dimana penurunan jumlah tenaga kerja produksi pada tahun 2006 berdampak pada penurunan rasio ekspor terhadap output pada tahun yang sama. Dilihat dari intensitas tenaga kerjanya yang lebih banyak relatif terhadap intensitas kapital (penggunaan mesin), dapat dikatakan industri garmen Indonesia termasuk kedalam industri padat karya atau merupakan industri yang menghasilkan labor-intensive products. Dilihat dari pengaruh upah produksi, upah produksi di industri garmen Indonesia memiliki hubungan yang negatif signifikan terhadap keputusan ekspor maupun propensitas ekspor. Dimana semakin mahal upah tenaga kerja produksi maka akan semakin mengurangi peluang perusahaan untuk melakukan ekspor dan mengurangi propensitas ekspor perusahaan. Karena mayoritas industri garmen didominasi oleh tenaga kerja produksi, sehingga apabila terdapat kenaikan upah produksi maka dapat membuat perusahaan mengurangi jumlah tenaga kerjanya yang berdampak pada pengurangan jumlah output, berkurangnya output tentunya dapat mengurangi peluang dan propensitas ekspor perusahaan garmen. Melihat hal ini, dapat dikatakan perusahaan pada industri garmen di Indonesia masih memanfaatkan upah buruh yang rendah, sehingga dapat dikatakan produk barang jadi yang diproduksi umumnya masih merupakan barang dengan kualitas rendah. Dalam hal ini hipotesis variabel upah yang seharusnya positif (Kemme, et al. 2009) tidak terbukti. Diketahui bahwa perusahaan garmen mayoritas terkonsentrasi di wilayah Jawa barat, DKI Jakarta, dan Pulau Batam (Better Work Indonesia). Bagi perusahaan yang berada di pulau Jawa, penurunan propensitas ekspor bisa diakibatkan oleh persaingan antar perusahaan karena banyaknya perusahaan garmen yang berlokasi di pulau tersebut. Sehingga semakin banyak perusahaan garmen di pulau Jawa dapat mengurangi peluang dan propensitas ekspor perusahaan satu sama lain yang berlokasi di kabupaten yang sama. Selain itu, hubungan negatif tersebut juga dapat disebabkan karena mayoritas perusahaan garmen yang berlokasi di pulau Jawa lebih banyak yang tidak melakukan ekspor dibandingkan perusahaan yang mengekspor.
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
Dilihat dari pengaruh intensitas kapital terhadap performa ekspor, menunjukkan bahwa perusahaan pada industri garmen bukanlah perusahaan yang berbasis capital intensive, karena adanya peningkatan intensitas kapital justru akan membuat propensitas ekspor (Export to Output Ratio) menurun dan menurunkan peluang ekspornya. Dengan kata lain, perusahaan pada industri garmen masih merupakan perusahaan yang mengandalkan tenaga kerjanya (labor intensive) dibandingkan penggunaan akan mesin dan teknologi (capital intensive). Hal ini juga sesuai dengan rasio pengeluaran terhadap listrik yang masih rendah yaitu hanya sebesar 3 persen secara rata-rata serta jumlah tenaga kerja produksinya yang cukup besar sehingga membuat produksi pakaian jadi Indonesia umumnya masih merupakan produk kualitas rendah. Sedangkan, bila dilihat dari pengaruh produktifitas tenaga kerja6 (fi_prodtv) terhadap keputusan ekspor dan propensitas ekspor menunjukkan hubungan yang positif tidak signifikan. Hal ini menunjukkan perusahaan pada industri garmen mayoritas merupakan industri labor intensive yang masih mengandalkan upah rendah dan bukan pada peningkatan produktifitas. Sehingga dapat dikatakan peningkatan produktifitas pekerja bukan merupakan faktor utama untuk meningkatkan peluang dan propensitas ekspor industri garmen. Hal ini di dukung oleh fakta dimana produktifitas pekerja di industri garmen masih rendah dikarenakan beberapa faktor, seperti penggunaan mayoritas mesin-mesin produksi yang sudah tua, kurangnya tenaga kerja professional, dan kurangnya pengeluaran akan kegiatan research and development (R&D). Rendahnya produktifitas pekerja ini mengimplikasikan kualitas produk garmen Indonesia yang umumnya masih tergolong ke dalam produk berkualitas rendah.
Simpulan Penelitian ini bermaksud untuk melihat dampak adanya kepemilikan asing atau FDI dan dampak spillover dari FDI tersebut terhadap performa ekspor perusahaan di industri garmen Indonesia. FDI dalam penelitian ini diukur dari share kepemilikan asing yang terdapat di perusahaan industri garmen melalui kehadiran perusahaan MNCs (Kemme, et al., 2009; Dionisius, 2009). Adanya perusahaan MNCs dipercaya dapat memberikan eksternalitas positif dalam bentuk spillover terhadap perusahaan domestik sebagai akibat superior knowledge yang umumnya dimiliki oleh perusahaan MNCs. Sehingga kehadiran perusahaan MNCs dipercaya dapat meningkatkan
6
Hubungan antara ekspor dan produkifitas dimungkinkan terdapat masalah endogenitas, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan treatment lebih lanjut pada masalah tersebut karena sulit untuk menemukan instrument variabel yang valid sebagai pengganti produktifitas.
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
kinerja ekspor perusahaan domestik yang berada di sekitarnya karena adanya spillover melalui jalur teknologi, informasi, dan atau persaingan. Hasil analisa ekonometri dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa adanya FDI di industri garmen Indonesia dapat meningkatkan peluang serta propensitas ekspor perusahaan garmen baik bagi perusahaan domestik maupun perusahaan di industri garmen secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh spillover effect-nya, dimana peningkatan ekspor perusahaan domestik di industri garmen tidak secara langsung dipengaruhi oleh kehadiran perusahaan MNCs, melainkan lebih disebabkan spillover yang berasal dari persaingan dengan perusahaan ekspor yang berada di kabupaten yang sama yang dijelaskan melalui value added spillover. Sedangkan spillover secara langsung dari kehadiran MNCs melalui jalur informasi yang diukur dari export spillover tidak mempengaruhi performa ekspor di industri garmen. Selain itu, spillover melalui jalur teknologi dalam penelitian ini tidak dapat diketahui karena penelitian ini tidak memasukkan variabel pengeluaran akan Research and Development (R&D) karena keterbatasan data. Selain itu, dari beberapa variabel kontrol yang dipakai dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, lokasi perusahaan, upah tenaga kerja, dan intensitas kapital mempengaruhi performa ekspor perusahaan di industri garmen. Semakin banyak jumlah tenaga produksi dalam suatu perusahaan maka akan semakin besar output yang dapat diproduksi sehingga dapat meningkatkan peluang dan propensitas ekspor perusahaan. Lokasi perusahaan memiliki hubungan negatif karena lebih banyak perusahaan garmen yang non ekspor7 dibandingkan perusahaan yang mengekspor. Dilihat dari pengaruh upah tenaga kerja dan intensitas kapital menunjukkan hubungan yang negatif terhadap performa ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa industri garmen Indonesia masih memanfaatkan upah buruh yang rendah dalam berproduksi, serta karena industrinya yang padat karya sehingga produk yang dihasilkanpun lebih bersifat labor-intensive dibandingkan capitalintensive. Terakhir, dalam penelitian ini produktifitas pekerja tidak signifikan dalam mempengaruhi peluang serta propensitas ekspor industri garmen. Hal ini mengimplikasikan bahwa mayoritas produk industri garmen Indonesia merupakan produk kualitas rendah dan tidak bernilai tambah tinggi melihat produktifitas pekerjanya yang masih rendah dan tidak signifikan.
7
Perusahaan non ekspor dalam industri garmen bisa saja merupakan perusahaan ekspor tidak langsung, sebagai contoh yaitu perusahaan vendor yang membuat pakaian untuk perusahaan yang melakukan ekspor, dan atau perusahaan yang menjual produknya di dalam negeri kepada para wisatawan asing. Contohnya seperti pengusaha pakaian di Bali.
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
Penelitian ini tidak memasukkan tahun berdirinya perusahaan yang dapat membedakan antara perusahaan lama dan perusahaan yang baru masuk ke industri garmen karena keterbatasan data dan identitas perusahaan yang tidak konsisten. Sehingga untuk penelitian selanjutnya, akan lebih baik jika memasukkan variabel ini agar dapat melihat pengaruh faktor daya tahan perusahaan terhadap performa ekspor perusahaan pada industri garmen Indonesia.
Daftar Pustaka Aitken, B., G. Hanson and A. Harrison (1997), „Spillover, Foreign Investment and Export Behaviour‟, Journal of International Economics, 43(1-2), pp.103-132. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). 2006. „The Indonesian Textile and Clothing Outlook‟. Round Table Discussion: Departemen Perindustrian RI. Aw, Bee Yan, and Geeta Batra (1998), „Technology, Exports and Firm Efficiency in Taiwanese Manufacturing‟. Economics of Innovation and New Technology, 5, pp. 1-21. Bappenas. (2010). „Perubahan Produktivitas Industri Manufaktur Indonesia dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya: Analisis Panel Data 2000-2007‟. Laporan Akhir November 2010: Jakarta. Better Work Indonesia. (2011). „Indonesian Garment Industry Review‟. International Labor Organisation (ILO). Caves, R. E. (1971). „International Corporations: The Industrial Economics of Foreign Investment‟. Economica, 38(149), 1–27. Caves, R. E. (1996). „Multinational Enterprises and Economic Analysis, Surveys of Economic Literature‟, Cambridge: Cambridge University Press. Gorg, H. and D. Greenaway. (2004), „Much Ado about Nothing? Do Domestic Firms Really Benefit from Foreign Direct Investment?‟. The World Bank Research Observer, 19(2), pp.171-97. Greenaway, D., N. Sousa and K. Wakelin (2004), „Do Domestic Firms Learn to Export from Multinationals?‟, European Journal of Political Economy, 20(4), pp. 1027-43. Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics. New York: Mc Graw Hill. Hennart, J.F., (2009). „Theories of the Multinational Enterprise‟ dalam Oxford Handbook of International Business, Second Edition. Edited by Alan Rugman. London: Oxford University Press, pp. 125-145. Hopenhayn, Hugo. (1992). „Entry, Exit, and Firm Dynamics in Long-Run Equilibrium‟. Econometrica, 60, 1127-50. Joseph, T.J. dan V. Nagi Reddy. (2010). „FDI Spillovers and Export Performance of Indian Manufacturing Firms after Liberalisation‟. Economic and Political Weekly, Vol 44, No. 52, pp. 97-105. Kementerian Perindustrian. (2011). Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil 2011. Jakarta. Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013
Kemme, D. M., Deepraj Mukherjee, dan Alex Nikolsko-Rzhevskyy. (2009). „Foreign Direct Investment and Export Performance in Emerging Economies: Evidence from Indian IT Firms‟. SSRN (Social Science Research Network) paper. Kokko, A., R. Tansini, and M. Zejan. (2001). „Trade Regimes and Spillover Effects of FDI: Evidence from Uruguay‟. Review of World Economics, 137(1), pp.124-49. Karolina Ekholm & Rikard Forslid & James Markusen. (2003). „Export-Platform Foreign Direct Investment‟. NBER Working Papers 9517, National Bureau of Economic Research, Inc. Narjoko, Dionisius. (2009). „Foreign Presence and Export Response: Evidence from the Indonesia Manufacturing‟, dalam Fourth Empirical Investigations in Trade and Investment (EITI) Conference Paper. Pangestu, Mari Elka. (1997). „The Indonesian Textile and Garment Industry: Structural Change and Competitive Challenges', dalam Waves of Change in Indonesia's Manufacturing Industry, IDE ASEDP Series No. 42. Tokyo. Pradhan, J.P. dan V. Abraham. (2005). „Attracting Export-Oriented FDI: Can India win the Race?‟. Working Paper No. 156, Gujarat Institute of Development Research. Ahmedabad. Ramstetter, Eric D. dan Sadayuki Takii. (2006). „Exporting and Foreign Ownership in Indonesia Manufacturing, 1990-2000‟. Economics and Finance in Indonesia, Vol 54 (3), pp. 317-345. Sjoholm, Fredrik dan Sadayuki Takii. (2003). „Foreign Networks and Exports: Results from Indonesia Panel Data‟. ICSEAD Working Paper Series, Vol 2003-33. South East Asia Textile Business Review 2009 (1st edition). Diakses dari www.sourceAsean.com (2010) Takii, Sadayuki (2006), „Productivity Differentials and Spillovers in Indonesian Manufacturing‟, dalam Eric D. Ramstetter and Fredrik Sjöholm (eds). Multinational Corporations in Indonesia and Thailand: Wages, Productivity, and Exports, Hampshire, UK: Palgrave Macmillan, pp.85-103. Thee Kian Wie. (2006). „Indonesian Investment Climate and Foreign Direct Investment after the Asian Economic Crisis‟, dalam discussion paper „Policies for Private Sector Development in Indonesia‟. Thee, K.W. (2009). „The Development of Labour-Intensive Garment Manufacturing in Indonesia‟. Journal of Contemporary Asia, 39(4): 562. Vickers, Adrian. (2012). „Clothing Production in Indonesia: A Divided Industry‟. Institutions and Economies Vol. 4, No. 3, pp. 41-60. Wilmore, A. (1992). „Transnational and Foreign Trade: Evidence from Brazil‟. Journal of Development Studies 28(2): 314-335.
Analisis dampak..., Ayu Yeriesca, FE UI, 2013