7
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 30 menit. Absorbansi diukur menggunakan panjang gelombang 562 nm. Standar protein yang digunakan adalah albumin serum sapi (Bovine Serum Albumin (BSA)) pada kisaran 0.05 – 0.5 mg/mL. Analisis Bobot Molekul Protein Inhibitor RNA Helikase HCV (Hairany 2010 termodifikasi) Analisis bobot molekul protein inhibitor dari berbagai tahap dilakukan dengan metode sodium dedosil sulfate polyacrilamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). Komposisi separating gel yang digunakan sebesar 18% akrilamid. Gel kemudian dielektroforesis pada 30 mA selama 60 menit dalam bufer elektroforesis (24% gliserol, 8% SDS, 100 mM Tris). Setelah itu, gel tersebut diwarnai dengan pewarnaan perak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi RNA Helikase HCV Bakteri E.coli BL21 pET 21b (D3E) pLysS yang telah disisipi oleh gen NS3 RNA helikase HCV dikulturkan pada media LB. Kultur tersebut diinkubasi pada suhu 37oC dan digojok dengan kecepatan 150 rpm. Kultur yang telah memasuki fase logaritmik yaitu setelah mencapai nilai optical density (OD600) sebesar 0.3 diinduksi menggunakan IPTG. Penambahan IPTG bertujuan menginduksi pengekspresian gen NS3 yang telah disisipkan, sehingga akan terjadi ekspresi berlebih pada gen tersebut. Tujuan dari penginduksian tersebut yaitu meningkatkan produksi RNA helikase yang ditranslasikan karena ekspresi berlebih terjadi pada gen NS3. Pemanenan kultur dilakukan ketika memasuki fase stasioner dengan nilai OD600 sebesar 1. RNA helikase terekspresi secara intraseluler, sehingga pengisolasiannya dilakukan pengkoleksian E. coli terlebih dulu menggunakan teknik sentrifugasi. Sentrifugasi akan memisahkan sel (pelet) dengan medianya (supernatan). Pelet yang telah dikoleksi selanjutnya akan memasuki tahap pemecahan sel untuk mengeluarkan enzim RNA helikase yang terdapat didalam sel. Pemecahan sel dilakukan sebanyak dua kali, yang pertama menggunakan teknik pengeringbekuan (freeze & thawing) dan sonikasi. Teknik pengeringbekuan pada sel E.coli menyebabkan pembekuan yang cepat pada cairan intraselular dan ekstraselular,
sehingga akan membentuk kristal es pada intraselular dan ekstraselular yang akan menyebabkan kerusakan terhadap sel (Scawen & Meling 1985). Setelah tahap pengeringbekuan, disonikasi terhadap sel tersebut dengan tujuan semua sel tersebut dapat dipecah dan dikoleksi enzimnya. Pada waktu sonikasi, sel tersebut ditambahkan bufer B (Tween 20, Tris HCl, dan NaCl) yang berfungsi untuk mempertahankan aktivitas RNA helikase HCV. Tris HCl digunakan untuk menjaga keseimbangan pH larutan, agar RNA helikase HCV tidak mengalami denaturasi dan menurun aktivitasnya. Penambahan NaCl pada larutan bufer ini berfungsi menghilangkan asam nukleat dan kontaminan lainnya yang berikatan tidak spesifik dengan RNA helikase HCV dengan cara interaksi ionik (Vanz et al. 2008). Tween 20 digunakan untuk menghancurkan lipid bipolar pada membran sel, sehingga bagian hidrofobik dari enzim RNA helikase yang terikat pada membran sel dapat terdisosiasi. Detergen ini juga dapat melarutkan enzim tersebut di dalam kondisi tidak terdenaturasi dan menjaga kelangsungan aktivitas biologis. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan tujuan memisahkan semua bagian sel yang terlarut pada air termasuk RNA helikase dengan pecahan-pecahan sel (Moradpur et al. 2007). Hasil Pemurnian RNA Helikase HCV Semua tahapan isolasi dan pemurnian enzim RNA helikase di analisis menggunakan SDS-PAGE untuk menentukan kemurnian dari enzim tersebut. Gambar 5 memperlihatkan enzim RNA helikase yang telah termurnikan memiliki ukuran sebesar 54 kDA (E) (Lampiran 2). Ukuran RNA helikase ini sesuai dengan pemurnian yang telah dilakukan Utama et al. (2000). Lajur inner volume (IV) terdapat banyak pita protein, karena merupakan supernatan hasil sonikasi yang mengandung metabolit intraseluler yang belum dimurnikan. Lajur washing 1 (W1) dan washing 2 (W2) merupakan bufer hasil pencucian enzim. Kedua lajur tidak terdapat pita protein. Kromatografi afinitas digunakan dalam tahapan pemurnian RNA helikase HCV. Teknik ini dapat mengikat enzim RNA helikase HCV secara spesifik yang terdapat pada supernatan hasil sonikasi. Resin yang digunakan pada tahapan ini yaitu TALON logam afinitas yang secara spesifik dapat mengikat RNA helikase yang memiliki penanda 6xHis-Tag. Pengikatan residu His
8
dilakukan oleh logam Co2+ yang terdapat dalam resin TALON. Penandaan yang terdapat pada enzim RNA helikase yaitu ujung His dilakukan pada saat konstruksi gen NS3 yang disisipkan pada E.coli. Setelah enzim tersebut terikat pada resin TALON, kemudian dipisahkan dengan protein lainnya dengan cara sentrifugasi. RNA helikase yang terikat pada resin akan terdapat pada bagian pelet, sedangkan protein lainnya terpisahkan pada bagian supernatan. Tahapan selanjutnya yaitu memutus ikatan antara resin TALON dan ujung His. Pemutusan ini dilakukan dengan cara menambahkan bufer elusi pada resin yang telah mengikat enzim. Bufer elusi mengandung imidazol dan bufer B. Imidazol berfungsi sebagai analog pengganti residu His enzim yang diikat oleh logam Co2+, sehingga resin tersebut akan memutus ikatannya dengan enzim RNA helikse dan mengikat imidazol sebagai penggantinya. Teknik sentrifugasi digunakan untuk memisahkan resin yang mengikat imidazol dan enzim yang telah murni. Sentrifugasi pada kecepatan rendah bertujuan mengurangi kerusakan yang terjadi pada enzim. 250 kDa 150 kDa 100 kDa 75 kDa
yang terjadi pada media tersebut yang tadinya berwarna kuning jernih menjadi kuning keruh. Media PDB merupakan media yang telah memenuhi syarat minimum pertumbuhan kapang, karena memiliki sumber karbon yang berasal dari dekstrosa dan pati kentang serta sumber nitrogen yang berasal dari asam amino yang terdapat pada kentang (Hadioetomo 1993). Pertumbuhan dari kapang CgKTm 5 F juga dipengaruhi oleh masa inkubasi dan agitasi. Masa inkubasi yang dibutuhkan oleh isolat ini untuk menghasilkan protein inhibitor RNA helikase HCV optimum pada 7 hari. Hal ini ditentukan berdasarkan perhitungan inhibisi protein tersebut terhadap RNA helikase HCV setiap hari selama masa inkubasi. Masa inkubasi 7 hari merupakan masa inkubasi yang paling optimum yang dibutuhkan oleh kapang isolat ini untuk memproduksi protein tersebut dengan nilai inhibisi sebesar 85.86% (Gambar 6). Agitasi bertujuan meningkatkan aerasi dan distribusi nutrisi sehingga sel kapang dapat mencapai kondisi yang optimum (Rahman 2009). Pemanenan protein inhibitor RNA helikase HCV yang dihasilkan oleh kapang CgKTm 5 F dengan teknik sentrifugasi untuk memisahkan protein tersebut dengan sel kapangnya. Supernatan selanjutnya digunakan untuk proses isolasi protein yang mempunyai aktivitas inhibisi terhadap RNA helikase HCV.
54 kDa
50 kDa
M
IV
W1
W2
E
Gambar 5 Elektroforegram SDS-PAGE isolasi dan pemurnian RNA helikase HCV; (M) Marker; (IV) inner volume; (W1) Hasil washing 1; (W2) Hasil washing 2; (E) Enzim. Waktu Pemanenan Protein Inhibitor dari Kapang Endofit CgKTm 5 F Isolat kapang CgKTm 5 F merupakan kapang endofit yang berasal dari gembyok (temu putih atau Curcuma zedoaria). Isolat ini ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Broth (PDB). Pertumbuhan kapang ini pada media PDB dapat terlihat pada kekeruhan
Gambar 6 Aktivitas inhibisi RNA helikase HCV pada berbagai waktu inkubasi kapang endofit CgKTm 5 F. Isolat Protein Inhibitor RNA Helikase HCV Tahap isolasi protein dari fraksi supernatan diendapkan menggunakan amonium sulfat. Pengendapan protein
9
menggunakan amonium sulfat merupakan teknik yang dapat memenuhi dua tujuan sekaligus yaitu pemurnian dan pengendapan protein yang spesifik. Penggunaan amonium sulfat umum digunakan dalam proses pengendapan ini karena memiliki beberapa kelebihan yaitu memiliki kelarutan yang tinggi, tingkat toksisitas yang rendah untuk sebagian besar protein, murah, dan pada beberapa kondisi memiliki efek penstabil pada protein. Protein akan terendapkan karena molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak. Hal ini menyebabkan terjadinya penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan protein sehingga mengakibatkan protein saling berinteraksi dan beragregasi (Scawen & Melling 1985). Pengendapan protein target yang terdapat pada fraksi supernatan dilakukan pada konsentrasi amonium sulfat 90% (w/v). Hasil pengendapan pada konsentrasi ini memilki aktivitas inhibisi terhadap RNA helikase HCV paling tinggi dibandingkan dengan hasil pengendapan amonium sulfat dengan konsentrasi yang lainnya yaitu sebesar 89.24% (Gambar 7). Perbedaan aktivitas inhibisi yang diperlihatkan oleh beberapa hasil pengendapan protein dimungkinkan karena protein yang terendapkan pada berbagai konsentrasi pengendapan tersebut berbeda. Karena protein yang terendapkan akan mengalami fase pengendapan yang berbeda-beda sesuai dengan titik isolistriknya. Titik isolistrik ini tercapai karena kekuatan ionik yang terdapat pada garam dan garam dengan nilai valensi yang tinggi memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mengendapkan dibandingkan dengan garam yang memiliki nilai valensi yang rendah (Scawen & Meling 1985).
Gambar 7 Aktivitas inhibisi RNA helikase HCV pada beberapa tingkatan pengendapan amonium sulfat.
Protein yang terendapkan menggunakan amonium sulfat dilarutkan kembali menggunakan larutan bufer Tris HCl pH 7.4 (Hairany 2010). Penggunaan bufer fosfat tidak dapat dilakukan karena dapat mempengaruhi hasil perhitungan aktivitas inhibisi RNA helikase HCV, karena menggunakan uji ATPase yang menghitung fosfat anorganik yang bebas. Hasil Pemurnian Protein Inhibitor dari Kapang CgKTm 5 F Pemurnian protein inhibitor RNA helikase HCV dari kapang endofit CgKTm 5 F dilakukan dengan kromatografi gel filtrasi. Kromatografi gel filtrasi merupakan teknik pemisahan campuran senyawa berdasarkan bobot molekulnya. Ukuran yang dapat dipisahkan fase diam tergantung pada poros matriksnya. Fase diam yang digunakan yaitu Sephadex G-50 dengan kemampuan memisahkan molekul protein sampai 30 kDa. Fase gerak yang digunakan yaitu metanol 40%. Hasil dari pemisahan protein menggunakan kolom kromatografi gel filtrasi didapatkan fraksi sebanyak 28 fraksi. Semua fraksi yang didapatkan selanjutnya diuji aktivitas inhibisinya dengan uji ATPase. Uji ATPase merupakan metode yang digunakan untuk menghitung pelepasan fosfat anorganik yang berasal dari ATP dengan bantuan enzim ATPase. Penggunaan uji ATPase pada penentuan aktivitas dari enzim RNA helikase HCV karena enzim ini memiliki aktivitas yang distimulasi oleh ATP. Larutan campuran dan larutan pewarna digunakan dalam uji ATPase. Larutan campuran terdiri atas asam 4morfolinopropanafosfat sulfonat (MOPS), ATP, dan MgCl2. MOPS berfungsi sebagai bufer dalam larutan campuran. ATP berfungsi sebagai substrat yang akan dihidrolisis oleh enzim RNA helikase HCV menjadi ADP dan fosfat anorganik bebas (Pi). Selanjutnya yang terakhir yaitu Mg2+ berfungsi sebagai kofaktor dari RNA helikase HCV. Kuo et al. (1997) menyebutkan bahwa RNA helikase dari golongan flavivirus memerlukan Mg2+ atau Mn2+ untuk mengoptimalkan aktivitasnya dan diinbihisi oleh keberadaan K+. Larutan pewarna terdiri atas hijau malakit, amonium molibdat, polivinil alkohol, dan akuades. Pereaksi hijau malakit dan amonium molibdat berfungsi sebagai pembentuk warna hijau kebiruan. Warna yang terbentuk merupakan hasil reaksi antara kedua pereaksi tersebut dengan Pi menjadi kompleks fosfomolibdat. Polivinil alkohol berfungsi
10
sebagai pencegah terbentuknya endapan akibat reaksi protein dengan kompleks fosfomolibdat (Chan et al. 1986). Penghentian reaksi warna dengan penambahan Na-sitrat terhadap campuran. Hal ini dilakukan karena sitrat dapat berikatan dengan molibdat yang bebas, sehingga mencegah proses pembentukan warna yang berlebihan. Molibdat bebas tersebut dapat berikatan dengan ATP labil yang dapat terhidrolisis selama proses uji berlangsung. Penambahan sitrat tersebut dapat mempertahankan warna secara stabil sampai enam jam (Gawronski dan Benson 2004). Berdasarkan hasil uji ATPase didapatkan bahwa fraksi ke-8 mempunyai aktivitas inhibisi RNA helikase HCV tertinggi sebesar 64.11% (Gambar 8). Kenaikan aktivitas inhibisi terhadap RNA helikase HCV terjadi pada fraksi-fraksi awal. Hal ini menunjukkan bahwa protein yang memiliki bobot molekul tinggi yang memiliki aktivitas inhibisi terhadap RNA helikase HCV. Protein inhibitor tersebut diperkirakan menghambat RNA helikase secara alosterik. Inhibitor menempel pada enzim selain di situs katalitiknya sehingga merubah konfromasi enzim. Perubahan tersebut menyebabkan interaksi enzim-substrat berkurang sehingga tidak ada produk yang dihasilkan (Boroswki et al. 2008).
dugaan protein yang akan dipisahkan memiliki kisaran yang lebih rendah dari 3 kDa. Fraksi terbaik hasil kolom kromatografi ini yaitu fraksi ke- 8 setelah dianalisis menggunakan teknik SDS-PAGE memilki empat pita protein (Gambar 9). Semua pita tersebut menunjukkan bahwa molekul protein yang terdapat pada fraksi ke-8 memiliki bobot diatas 17 kDa. Hal ini dimungkinkan karena pada fraksi-fraksi awal yang terpisahkan merupakan molekul yang memiliki bobot molekul besar. Bobot molekul relatif (Lampiran 3) dari keempat pita protein berturut turut yaitu 47.2 kDa, 31.9 kDa, 25.4 kDa, dan 20.2 kDa untuk pita protein 1, 2, 3, dan 4. Hasil analisis pada fraksi ke- 8 memiliki kesamaan pita pada analisis hasil pengendapan amonium sulfat. Jumlah pita protein yang lebih sedikit dibandingkan dengan hasil pengendapan amonium sulfat. Hal ini menunjukkan bahwa kromatografi gel filtrasi memperkecil jumlah molekul protein dari hasil pengendapan amonium sulfat. Pewarna perak memiliki sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan pewarna commasie blue (Rozaida et al. 2003). Konsentrasi protein yang kemungkinan rendah setelah proses pemurnian menggunakan kromatogarafi kolom, dengan metode pewarnaan ini masih bisa dilihat secara jelas. 1 42 kDa 26 kDa
2 3
17 kDa Gambar 8 Aktivitas inhibisi RNA helikase HCV fraksi hasil kromatografi gel filtrasi. Bobot Molekul Protein Inhibitor RNA Helikase HCV Penentuan bobot molekul protein penghambat RNA helikase HCV yang berasal dari kapang endofit CgKTm 5 F dilakukan dengan metode SDS-PAGE. Konsentrasi media penyangga yang digunakan bergantung pada bobot molekul campuran protein yang akan dipisahkan. Penggunaan konsentrasi gel sebesar 20% pada penelitian ini dikarenakan
4
10 kDa
4.6 kDa
Gambar 9 Elektroforegram protein CgKTm 5 F; (M) Marker; (Cr) pengendapan amonium sulfat; (F8) Fraksi ke-8 hasil pemurnian; (1, 2, 3, dan 4) pita-pita protein pada fraksi ke-8 kolom kromatografi.
11
Tabel 3 Kadar dan aktivitas spesifik protein inhibitor RNA helikase HCV dari kapang endofit CgKTm 5 F Kadar Total Total Aktivitas Volume Tahapan Protein protein Aktivitas Spesifik Kemurnian (mL) (mg/mL) (mg) (U) (U/mg) Ekstrak kasar 180 1.098 197.64 2.09 1.1x10-2 100 Amonium -2 -2 1.25x10 113.6 3 1.094 3.3283 4.17x10 Sulfat 90% -4 -4 Sephadex G-50 1 1.016 1.016 6.02x10 5.92x10 5.38 Konsentrasi Protein Inhibitor RNA Helikase HCV. Konsentrasi protein tiap tahapan pada penelitian ini ditentukan dengan uji Bichincionic Acid (BCA) protein kit assay. Prinsip uji ini yaitu pereduksian Cu2+menjadi Cu+ oleh protein pada media alkalin (reaksi biuret). Kation cupro yang terbentuk akan bereaksi dengan asam bicinchoninat membentuk warna ungu yang dapat dideteksi pada panjang gelombang 562 nm. Uji ini dapat mendeteksi konsentrasi protein antara 20-2000 µg/mL (PIERCE 2003). Tabel 3 memperlihatkan aktivitas spesifik dari protein inhibitor pada beberapa tahapan isolasi dan pemurnian yang dilakukan. Unit pada aktivitas protein inhobitor didefinisikan sebagai jumlah aktivitas protein yang dibutuhkan untuk menghambat 1 mol substrat menjadi produk. Protein yang telah diendapkan dengan amonium sulfat 90% memiliki aktivitas yang tidak berbeda jauh dalam menghambat aktivitas RNA helikase HCV dibandingkan dengan ekstrak kasarnya yaitu sebesar 1.25x10-2 U/mg dengan tingkat kemurnian sebesar 113.6. Hal ini dikarenakan amonium sulfat tidak hanya mengendapkan protein yang memiliki aktivitas penghambatan RNA helikase HCV melainkan juga beberapa protein lainnya yang terdapat pada ekstrak kasar. Aktivitas spesifik dari protein inhibitor hasil pemurnian menggunakan kromatografi gel filtrasi Sephadex G-50 lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas ekstrak kasarnya sebesar 5.92x10-4 U/mg dan memilki kemurnian sebesar 5.38. Nilai aktivitas dan kemurnian yang kecil dari hasil kromatografi kolom dimungkinkan protein yang didapatkan dalam konsentrasi yang kecil, sebab sebelum dimasukkan pada kolom kromatografi proteinnya tidak dipekatkan terlebih dahulu (Udin et al. 1996). Selain itu, diperkirakan terjadi autolisis pada protein saat proses pemurnian terjadi (Scopes 1987). Proses autolisis yang terjadi disebabkan oleh suhu saat pemurnian dilakukan tidak stabil.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan RNA helikase HCV yang telah dimurnikan memilki ukuran 54 kDa. Protein inhibitor yang telah dimurnikan menggunakna kromatografi gel filtrasi dari kapang CgKTm 5 F dapat menginhibisi RNA helikase dengan aktivitas inhibisi sebesar 64.11%. Protein tersebut dipanen setelah masa inkubasi 7 dan diisolasi dengan ammonium sulfat 90% w/v. Protein inhibitor tersebut mempunyai memiliki empat pita, dengan bobot 47.2 kDa, 31.9 kDa, 25.4 kDa, dan 20.2 kDa. Aktivitas protein sebagai inhibitor dari setiap tahapan yaitu ekstrak kasar, hasil pengendapan amonium sulfat, dan hasil pemurnian berturutturut sebesar 1.1x10-2 U/mg, 1.25x10-2 U/mg, dan 5.92x10-4 U/mg. Kemurnian setiap tahapan berturut-turut sebesar 100, 113.6, dan 5.38. Saran Pemurnian lanjutan terhadap protein inhibitor RNA helikase yang dihasilkan oleh kapang endofit CgKTm 5 F perlu dilakukan. Pemurnian lanjutan tersebut bisa dengan teknik KCKT preparatif dan kromatografi pertukaran ion. Karakterisasi dan optimasi terhadap protein inhibitor perlu juga dilakukan. Karakterisasi meliputi pengaruh pH, suhu, dan suhu penyimpanan protein terhadap aktivitas inhibisinya. Optimasi juga perlu dilakukan untuk meningkatkan aktivitas inhibisi dari protein inhibitor tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Column Chromatography. [terhubung berkala]. Http://www. Newarkbioweb. Rutgers. Edu/bio301s/ Lab4-molwt-column chromatography.htm. [26 Desember 2010]. Bacon CW, White JW. 2000. Microbial Endhophytes. New York: Marcel Dekker Inc.