ANALISIS BIAYA DAN TINGKAT KERUSAKAN BANGUNAN GEDUNG AKIBAT GEMPA DI KABUPATEN ACEH TENGAH Nurul Malahayati1 1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Jl. Syech Abdul Rauf No.7Kopelma Darussaam, Banda Aceh Email:
[email protected]
ABSTRAK Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 28 Januari 2010 di Kabupaten Aceh Tengah telah banyak menyebabkan kerusakan diberbagai sektor publik diantaranya adalah kerusakan pada bangunan SD 11 di Kecamatan Kute Panang. Akibat kerusakan yang disebabkan oleh bencana gempa tersebut, maka diperlukan suatu metode untuk menilai kerusakan bangunan kedalam kerusakan ringan, sedang atau berat dan biaya perbaikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperkirakan biaya perbaikan gedung dan klasifikasi tingkat kerusakan. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada komponen-komponen bangunan yang dapat dilihat melalui pengamatan visual saja. Melalui pengamatan di lapangan, dapat diidentifikasikan jenis-jenis kerusakan serta volume kerusakan. Data sekunder yang digunakan yaitu harga material, upah tenaga kerja, dan peralatan untuk Kabupaten Aceh Tengah berdasarkan Keputusan Gubernur tahun 2010. Analisis skala prioritas perbaikan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), didapat bobot elemen struktur sebesar 0,874 dan non struktur 0,126. Sehingga elemen struktur mendapat prioritas lebih utama dalam hal perbaikan. Nilai indeks kondisi didapat sebesar 38,73% yang berarti bangunan mengalami tingkat kerusakan berat dengan nilai 61,27%. Estimasi biaya perbaikan bangunan menggunakan analisa SNI 2002 didapat persentase biaya perbaikan sebesar 87,02% dari total biaya pembangunan kembali. Sehingga bangunan direkomendasikan untuk dibangun baru dari pada diperbaiki. Kerusakan yang banyak terjadi akibat gempa bumi yaitu pada komponen struktural. Kata kunci: gempa bumi, konstruksi gedung, biaya, klasifikasi kerusakan
1.
PENDAHULUAN
Gempa bumi yang terjadi pada 28 Januari 2010 sekitar pukul 23.12 WIB berkekuatan 5 pada Skala Rischter yang berpusat pada 4,82 LS – 96,78 BT dengan kedalaman 10 km di 23 km Barat Laut Takengon mengguncang sebagian besar wilayah dataran tinggi Tanah Gayo, Aceh Tengah. Sementara kerusakan bangunan akibat bencana alam terburuk sepanjang beberapa tahun terakhir ditaksir mencapai Rp. 73 milyar. Kerusakan terparah terjadi di 3 kecamatan yaitu Ketol, Kute Panang, dan Silih Nara. Aceh Tengah merupakan daerah bertopografi berbukit-bukit yang sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Kerusakan terjadi terutama pada perumahan dan sektor-sektor publik lainnya. Rumah-rumah pribadi terkena dampak paling parah yang diperkirakan kerusakan mencapai 600 (enam ratus) unit dimana 100 (seratus) unit mengalami kerusakan parah. Sarana publik yang mengalami kerusakan yaitu sarana pendidikan berupa sekolah sebanyak 31 (tiga puluh satu) unit, sarana kesehatan sebanyak 13 (tiga belas) unit dan sarana rumah ibadah 30 (tiga puluh) unit (Anonim, 2010). Salah satu fasilitas umum yang mengalami kerusakan yaitu sekolah SD 11 Kute Panang. Sekolah ini mempunyai luas bangunan 340 m2, dengan jumlah 5 ruang kegiatan belajar dan ruang guru. Bangunan sekolah adalah salah satu dari contoh bangunan gedung Negara yang difungsikan untuk kegiatan belajar mengajar yang tergolong dalam klasifikasi bangunan sederhana. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 (2007:5) klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung Negara dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana dengan jumlah lantai sampai dengan 2 lantai dengan luas sampai dengan 500 m2. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Akibat kerusakan yang disebabkan oleh bencana gempa tersebut maka diperlukan suatu metode yang dapat menilai konstruksi bangunan yang rusak tersebut kepada kerusakan ringan, sedang, dan berat. Permasalahannya adalah berapa biaya perbaikan konstruksi bangunan yang rusak diakibatkan karena bencana gempa tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperkirakan biaya perbaikan gedung dengan mengklasifikasikan kerusakan konstruksi bangunan gedung sekolah kedalam kerusakan ringan, sedang, dan berat akibat gempa. Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada fungsi bangunan berupa bangunan gedung sekolah SD 11 Kute Panang yang rusak akibat gempa di Kabupaten Aceh Tengah. Untuk komponen bangunan yang terlihat secara visual, maka akan dilakukan pengukuran volume dan didokumentasikan dengan menggunakan kamera. Akan tetapi
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-169
Struktur
untuk komponen yang tidak terlihat secara visual maka akan dilakukan suatu penaksiran sesuai dengan ciri-ciri dan tanda-tanda yang ada disekitar komponen
2.
KAJIAN PUSTAKA
Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya bangunan atau komponen bangunan akibat penyusutan/berakhirnya umur bangunan, atau akibat ulah manusia atau perilaku alam seperti beban fungsi yang berlebih, kebakaran, gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis (Anonim, 2008). Menurut Anonim (2008) pekerjaan perawatan meliputi perbaikan dan/atau prasaranadan sarana yang terdiri dari pekerjaan rehabilitasi, renovasi dan restorasi. Intensitas kerusakan digolongkan atas tiga tingkatan kerusakan yaitu: a.
Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen non struktural, seperti penutup atap, langit-langit, penutup lantai, dan dinding pengisi. Biaya maksimum adalah sebesar 35 % dari harga satuan tertinggi pembangunan gedung baru yag berlaku, untuk tipe/kelas dan lokasi yang sama. b. Kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen non struktural, dan atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dan lain-lain. Biayanya maksimum adalah sebesar 45% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama. c. Kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik struktural maupun non struktural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Biayanya maksimum adalah sebesar 65% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama Untuk menilai kondisi bangunan dapat dilakukan dengan menetapkan nilai indeks kondisinya, yang merupakan penggabungan dua atau lebih nilai kondisi komponen dikalikan dengan bobot masing-masing. Perhitungan indeks kondisi gabungan dilakukan bertahap, dimulai dari Indeks Kondisi Sub Komponen (IKSE) yang merupakan komponen pada tingkat paling bawah pada struktur hierarki dan meningkat hingga diperoleh indeks kondisi gabungan yang dirumuskan Hudson (1997) seperti yang dikutip oleh Seputro (2008). Besarnya nilai faktor koreksi untuk setiap jenis kerusakan yang terjadi ditetapkan dengan mempertimbangkan prioritas bahaya kerusakan menggunakan faktor koreksi yang ditemukan oleh Uzarski (1997) yang tertulis dalam Seputro (2008). Nilai indeks kondisi gabungan dapat digunakan sebagai dasar dalam penanganan bangunan, dengan berpedoman pada skala indeks kondisi berdasarkan Mckay (1999) dalam Seputro (2008). AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Permadi, 1992). Seputro dkk (2008) melakukan penelitian untuk menghitung indeks kondisi bangunan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada SLTP Negeri I Pakem dengan hasil penelitian berupa penetapan prioritas penanganan perawatan komponen bangunan gedung sekolah akibat usia bangunan. Hasil penelitiannya adalah prioritas penanganan pemeliharaan adalah sub bangunan halaman, pagar, dan terakhir gedung karena dalam penelitiannya komponen gedung di bagi pada sub bangunan halaman, pagar dan halaman. Suparjo dkk (2009) melakukan penelitian serupa terhadap bangunan gedung akibat bencana gempa bumi pada bangunan gedung Akademi Keperawatan Panti Rapih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada penelitiannya perhitungan bobot dimulai dari tingkat paling atas pada hirarki bangunan gedung, yaitu dimulai dari perhitungan bobot struktur dan non struktur. Perhitungan ini didasarkan atas kriteria yang dipilih yang meliputi keamanan, kenyamanan dan keindahan. Hasil penelitiannya adalah gedung tersebut termasuk kategori kerusakan ringan, dan estimasi biaya perbaikan lebih besar dari kondisi normal karena banyak dipengaruhioleh kondisi darurat pasca bencana. Tripoli dan Malahayati (2011) juga membuat penelitian untuk menilai tingkat kerusakan pada gedung sekolah akibat umur bangunan pada gedung ekolah SD 1 dan SMP 1 Bambi Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Sigli. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa tingkat kerusakan bangunan termasuk kerusakan ringan karena biaya perbaikan di bawah 35 % dari harga satuan teringgi pembangunan gedung baru. Metode penelitian menggunakan metode AHP dan nilai indeks kondisi dalam menilai kondisi bangunan.
S-170
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
3.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Data yang dikumpulkan bersumber dari pengelola teknis bangunan pada instansi terkait dan hasil observasi dan pengukuran dilapangan. Data yang dikumpulkan yaitu: 1.
2.
Data primer diperoleh dari pengamatan langsung. Pengukuran dilakukan pada tanggal 23-25 April 2010 oleh tim peneliti dengan bantuan 2 orang tenaga pengukur. Peralatan-peralatan yang digunakan yaitu meteran, kamera, dan alat-alat tulis. Identifikasi volume komponen yang mengalami kerusakan didapatkan dengan cara melakukan pengukuran dan didokumentasikan dengan kamera. Data sekunder yang digunakan berupa data harga material, upah tenaga kerja, dan peralatan serta pedoman harga satuan per m2 tertinggi bangunan gedung negara untuk Kabupaten Aceh Tengah berdasarkan Keputusan Gubernur tahun 2010.
Proses pengolahan data untuk mendapatkan nilai indeks kondisi merupakan penggabungan dua atau lebih nilai kondisi komponen/elemen dikalikan dengan bobot masing-masing. Pengolahan data akan dilakukan melalui beberapa tahapan berikut: 1. Untuk menghitung bobot fungsional komponen gedung, bangunan disusun dalam suatu hierarki kemudian dianalisis menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Adapun langkah-langkah AHP, yaitu: a. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hierarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Prioritas Perbaikan
Kenyamanan
Keamanan
Keindahan
Struktur ….
Non-struktur …
…
…
Gambar 1. Struktur Hirarki Komponen Gedung b. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya dengan menggunakan persamaan :
a w = n a 1 x a 2 x .......x a n
(1)
keterangan: aw = Penilaian gabungan (penilaian akhir) ai = Penilaian responden ke-i (dalam skala 1/9 – 9) n = Banyaknya responden
Wi = a (ij ) ; i , j = 1,2,...n Wj
(2)
c. Hasil nilai rata-rata perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. d. Langkah selanjutnya yaitu menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan hasil nilai ukur rata-rata penyebaran kuesioner menggunakan persamaan:
Xi =
Wi åW i
(3)
e. Jika tidak konsisten maka pengambilan data ulangi dengan menggunakan Persamaan : λmaks = E1 x at + E2 x bt + E3 x ct = x
CI =
(l maks - n ) (n - 1)
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
(4)
S-171
Struktur
=
=y
Mengulangi langkah c, d, dan e untuk seluruh tingkat hierarki. Memeriksa konsistensi hierarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat indeks konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10% dengan menggunakan Persamaan 5 di bawah ini. CI CR = RI (5)
f.
g.
Menurut Permadi (1992) untuk mengetahui CI cukup baik atau tidak, perlu diketahui consistency ratio (CR) yang merupakan parameter untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Penyusunan matrik perbandingan dapat diterima apabila CR ≤ 0,1 dan bila CR > 0,1 perbandingan diubah hingga CR ≤ 0,1. Untuk menilai kondisi sub elemen bangunan yang merupakan elemen pada tingkat paling bawah pada struktur hierarki dan meningkat hingga diperoleh nilai indeks kondisi gabungan. Indeks kondisi sub elemen tergantung pada jenis kerusakan (Tj), tingkat kerusakan (Sj), kuantitas kerusakan (Dij). Indeks kondisi sub elemen gedung dengan menggunakan Persamaan 6. CI
h.
SE
= C -
å å a (T p
m
1
CI =
j =1
+ W 2 .C atau n
å (W i =1
2.
j
,S
j,
D
ij
)xF (t , d )
(6) dengan: CISE : indeks kondisi sub elemen; C : konstanta (nilainya = 100); a : nilai pengurang; p : jumlah jenis kerusakan untuk kelompok sub elemen yang ditinjau; m : jumlah tingkat kerusakan untuk jenis kerusakan ke-i; Tj : jenis kerusakan; Sj : tingkat kerusakan; Untuk menilai kondisi bangunan dilakukan dengan menghitung nilai indeks kondisi bangunan yang merupakan penggabungan dua atau lebih nilai kondisi dikalikan dengan bobot fungsional (Composite Condition Index) seperti pada Persamaan 7. Indeks kondisi gabungan mempunyai skala nilai antara 0 (nol) hingga 100 (seratus). i =1
C I = W 1 . .C
4.
( x - 3) (3 - 1)
i
2
+ ....... + W n .C
´C
i
)
n
(7)
dengan: CI = Indeks kondisi gabungan Wi = Bobot sub elemen ke-i Ci = Nilai kondisi sub elemen ke-i n = Banyaknya sub elemen Berdasarkan hasil pengolahan data, maka dilakukan analisa terhadap estimasi biaya perbaikan sesuai dengan analisa SNI 2002 dan juga dari hasil wawancara dengan beberapa praktisi lapangan. Estimasi biayanya didapat dari besarnya volume pekerjaan dikalikan dengan harga satuan pekerjaan yang ditambah dengan harga pembongkaran yaitu nilainya sama dengan harga satuan pekerjaan menurut masing-masing item pekerjaan, dikurangi harga bahan dan material sesuai analisa SNI 2002. Jadi untuk harga pembongkaran, harganya sama dengan harga satuan pekerjaan upah tenaga kerja saja untuk pekerjaan yang dimaksud.
HASIL DAN PEMBAHASAN
SD 11 Kute Panang merupakan salah satu sekolah yang terdapat di Kabupaten Aceh Tengah. Berada pada daerah pegunungan dan dikelilingi oleh kebun kopi warga yang berjarak sekitar 30 km dari pusat Kota Takengon tepatnya di Jl. Takengon-Bireuen Lrg. Lukup Sabun Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah. Terdiri dari 103 murid dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 9 orang PNS dan 3 orang Honorer. Gempa 28 Januari 2010 memberi dampak kerusakan pada sejumlah kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah. Dari 9 kecamatan yang terkena bencana gempa yaitu Kecamatan Ketol, Kute Panang, Silih Nara, Alu Lintang, Celala,
S-172
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
Pegasing, Jagong Jeget, Bebesen, dan Bies. Kecamatan Kute Panang merupakan salah satu kecamatan terparah yang terkena imbas bencana gempa berkekuatan 5 SR. Identifikasi kerusakan yang dilakukan di lapangan dibedakan dalam identifikasi kerusakan visual yaitu yang dapat dilihat secara visual (dapat dilihat pada Tabel 1), dan identifikasi kerusakan non-visual yaitu yang tidak dapat dilihat secara visual contohnya pondasi dan sloof. Tabel 1. Identifikasi Kerusakan Visual Elemen
No. 1
2
3
Jenis Keruskan P
Kolom (20x20) RKB 1 (17 buah) Selasar RKB 1 (7 buah) RKB 2 (12 buah) Total Kerusakan Balok (15x20) Selasar Balok atas dinding Total Kerusakan Ringbalk (20x20) Selasar Ringbalk atas dinding (Keliling) Total kerusakan
_ _ _ _
_
Tulangan Bengkok Terpisah dari Balok Retak Terkelupas
_ _
Terpisah antara balok dan dinding Retak/Patah Terkelupas
_ _
Retak/Patah Terkelupas
Dimensi l T
Volume
Satuan
3,7
0,2
0,2
2,516
M3
4
0,2
0,2
1,12
M3
3,7
0,2
0,2
1,776 5,412
M3 M3
0,46
M3
1,404 1,864
M3 M3
0,616 1,872
M3 M3
2,488
M3
15,4 15,4
8
15,4 15,4
8
Pada Ruang Kegiatan Belajar (RKB) 1 jumlah kolom sebanyak 17 buah dan pada Ruang Kegiatan Belajar (RKB) 2 sebanyak 18 kolom. Hampir semua kolom pada SD 11 Kute Panang ini mengalami kerusakan. Apabila dilihat secara visual bisa dipastikan bahwa kolom-kolom tersebut tidak layak lagi untuk menopang bangunan sehingga akan lebih bagus untuk dibangun ulang. Kerusakan-kerusakan kolom diantaranya: -
Retak Terkelupas Terpisah dari dinding dan balok Tulangan bengkok Tabel 2. Perhitungan Bobot Fungsional Untuk Kriteria Keamanan 1 0.3333 4 5.3333
Keamanan Kenyamanan Kekuatan Total
Kenyamanan 3 1 6 10
Kekuatan 0.25 0.167 1 1.417
Penentuan nilai perbandingan dalam penelitian ini ditentukan oleh Tim Peneliti yang terdiri atas 5 orang dengan kriterianya yaitu keamanan, kenyamanan, dan kekuatan. Nilai 1 pada kolom keamanan mempunyai arti bahwa kriteria keamanan dan keamanan sama penting. Nilai 3 mempunyai arti bahwa kriteria keamanan sedikit lebih penting dari kriteria kenyamanan. Adapun nilai 0,25 (1/4) mempunyai arti bahwa kriteria kekuatan lebih penting 4x dari kriteria kenyamanan. Begitu juga untuk perhitungan perbandingan berdasarkan kriteria-kriteria dibawah. Tabel 3. Perhitungan Bobot Fungsional Untuk Kriteria Keamanan Kenyamanan Kekuatan
Keamanan 1/5,33=0.19 0.33/5.33=0.06 4/5.33=0.75
Kenyamanan 3/10=0.30 01/10=0.1 6/10=0.60
Kekuatan 0.25/1,417=0.18 0.167/1.417=0.12 1/1.417=0.71
Total baris 0.19+0.3+0.18=0.6639 0.06+0.1+0.12=0.2803 0.75+0.6+0.71=2.0557
Bobot 0.2213 0.0934 0.6852
Tabel 4. Untuk perbandingan preferensi berdasarkan kriteria 1 (keamanan) Struktur 1 0.125 1.125
Struktur Non struktur Total
Struktur Non struktur
Struktur 1/1.125=0.89 0.125/1.125=0.11
Non struktur 8/9=0.89 1/9=0.11
Total baris 0.89+0.89=1.7778 0.11+0.11=0.2222
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Non struktur 8 1 9 Bobot 0.8889 0.1111
S-173
Struktur
Tabel 5. Rekapitulasi Perbandingan Keamanan Kenyamanan Kekuatan
Struktur Non struktur
k.keamanan 0.2213 0.2213
0.8889 0.1111
Struktur 0.8889 0.8333 0.8749 SCORE AKHIR k.kenyamanan 0.8333 0.0934 0.1667 0.0934
Non struktur 0.1111 0.1667 0.1251
0.8749 0.1251
k.kekuatan 0.6852 0.6852
score akhir 0.8741 0.1259
Berdasarkan hasil perhitungan diatas dengan menggunakan kriteria keamanan, kenyamanan, dan kekuatan maka didapat bobot struktur 0,8741 lebih besar dari nilai bobot non struktur 0,1259. Ini berarti bahwa komponen struktur mempunyai tingkat prioritas yang lebih besar dalam hal perbaikan dibandingkan dengan komponen non struktur. Nilai pengurang ditentukan berdasarkan volume kerusakan tiap-tiap jenis kerusakan yang bernilai antara 0-100. Apabila volume kerusakan besar maka nilai pengurang juga akan semakin besar, begitu juga sebaliknya. Sedangkan nilai faktor koreksi didapat berdasarkan Faktor Koreksi Untuk Kombinasi Kerusakan, dimana ditentukan terlebih dahulu jumlah jenis kerusakan dan tingkat kerusakan terparah sehingga dapat dipilih nilai faktor koreksi yang akan digunakan. Indeks kondisi komponen didapat dari penjumlahan hasil kali antara indeks kondisi sub elemen dan bobot fungsionalnya. Hasil yang didapat yaitu sebesar 35,15%, ini artinya komponen struktur atas yang berada dalam kondisi bagus sebesar 35,15%. Dari hasil ini kita juga dapat menentukan indeks kondisi kerusakannya dengan mengurangkan nilai seratus dengan indeks kondisi yang didapat dari hasil perhitungan, sehingga didapat bahwa komponen struktur atas yang mengalami kerusakan sebesar 64,85%. Struktur atas dapat dikategorikan termasuk kedalam tingkat kerusakan berat. Tabel 6. Perhitungan Indeks Kondisi Rusak Komponen
Sub Komponen
a
b
Kolom (0,6958)
Struktur Atas (0,2142)
Balok (0,2032)
Ringbalk (0,1009)
Jenis kerusakan c -Tulangan Bengkok -Terpisah dari balok -Retak -Terkelupas
% rusak d
-Terpisah antara balok dan dinding -Retak / Patah -Terkelupas -Retak / Patah -Terkelupas
Indeks Kondisi
Nilai Pengurang (a)
Faktor Koreksi (F)
e 40
f 0,4
g=(exf) (40x0,4)=16
60
0,3
90 90
0,2 0,1
60
0,5
(60x0,3) =18 (90x0,2)=18 (90x0,1) =9 (60x0,5)=30
85
0.3
80 75
0,2 0,7
85
0,3
4
Hasil kali
(85x0,3) =25,5 (80x0,2)=16 (75x0,7 =52,5
4
CI SE = C - åå a xF i =1 j =1
h
Komponen CI=∑WxC
i
100(16+18+18+9)=39
100-(30+25,5+16) =28,5
(0,6958x39)+(0,2 032x28,5)+(0,100 9x22)=35,15
100-(52,5+25,5)=22 (85x0,3) =25,5
Hasil rekapitulasi indeks kondisi bangunan dan diagram batangnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Indeks Kondisi Bangunan No. 1 2 3 4 5
Komponen Struktur Atas Struktur Bawah Struktur Atap Ruangan Penutup Atap
Indeks Kondisi Komponen (%) 35,15 30,56 100,00 41,60 71,57
Sesuai dengan bobot masing-masing komponen berdasarkan Tabel 7, maka indeks kondisi struktur, indeks kondisi non struktur dan indeks kondisi bangunan gedung dapat dihitung seperti yang terlihat pada Tabel 8,9 dan 10.
S-174
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
Indeks kondisi bangunan gedung yang memiliki nilai sebesar 38,73% yang artinya terjadi kerusakan yang cukup kritis sehingga fungsi bangunan terganggu, yang dapat diartikan bahwa kerusakan yang terjadi pada bangunan gedung sebesar 100%-38,73% = 61,27%. Tabel 8. Perhitungan Indeks Kondisi Struktur No. Komponen b a 1 Struktur Atas Struktur Bawah 2 Struktur Atap 3 Indeks Kondisi Struktur
Bobot c 0,2142 0,7101 0,0757
Indeks Kondisi Komponen (%) D 35,15 30,56 100
Indeks Kondisi (%) e=(c x d) 7,529 21,700 7,57 36,80
Tabel 9. Perhitungan Indeks Kondisi Non Struktur No. Komponen Bobot a b c 1 Ruangan 0,6745 Penutup Atap 0,3255 2 Indeks Kondisi Non Struktur
Indeks Kondisi Komponen (%) D 42,87 71,57
Indeks Kondisi (%) e=(c x d) 29,92 23,296 52,21
Tabel 10. Perhitungan Indeks Kondisi Bangunan No. Komponen Bobot A b c Struktur 0,8741 1 2 Non Struktur 0,1259 Indeks Kondisi Bangunan
Indeks Kondisi Komponen (%) D 36,8 52,21
Indeks Kondisi (%) e=(c x d) 32,167 6,57 38,73
Estimasi biaya terdiri atas beberapa komponen biaya, yaitu biaya material, peralatan, upah tenaga kerja, overhead, dan keuntungan. Biaya material, meliputi harga material dan biaya pemindahannya ke lokasi pekerjaan. H Biaya perbaikan gedung dapat diketahui dengan melakukan analisis biaya. Analisis biaya yang dipakai mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Untuk Bangunan Rumah dan Gedung dan analisa yang dipakai oleh praktisi lapangan. Dalam analisis biaya perbaikan dihitung juga biaya pembongkaran bangunannya sehingga total dari biaya bongkar dan biaya pembangunan merupakan hasil dari biaya perbaikan. Biaya pembongkaran didapat dari analisis SNI 2002 dengan mengambil biaya upahnya saja, sedangkan biaya material tidak dihitung. Selain itu digunakan analisis biaya sendiri dikarenakan ketidak tercantumannya pekerjaan-pekerjaan tertentu dalam hal perbaikan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) 2002. Estimasi biaya untuk pembangunan SD 11 Kute Panang yaitu sebesar Rp.853.260.000,00. Sedangkan besarnya estimasi biaya perbaikan pembangunan SD 11 yaitu Rp.742.520.000,00. Tabel 11. Perhitungan Persentase Estimasi Biaya Perbaikan Gedung No
Estimasi Biaya
Estimasi Biaya Perbaikan
A 1
B Rp. 853.260.000
C Rp. 742.520.000
Persen tase(%) d(c/b)x 100% 87,02
Tingkat Kerusakan Max 35% Max 45% Max 65% e f g ü
Estimasi biaya perbaikan komponen gedung sekolah paling besar yaitu pada pekerjaan beton dan pekerjaan lantai. Besarnya biaya perbaikan gedung berkisar antara 87,02% dari biaya pembangunan bangunan baru. Ini menunjukkan bahwa tingkat kerusakan bangunan berada pada tingkat kerusakan berat dimana bangunan akan lebih efisien jika dibangun ulang (restorasi) daripada diperbaiki karena dari total biaya perbaikan telah melebihi biaya perawatan maksimum yaitu 65%.
5.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah: 1. 2. 3.
Komponen struktur mendapat prioritas lebih utama dalam hal perbaikan dan hasil identifikasi didapat bahwa kerussakan banyak terjadi pada komponen struktur. Nilai indeks kondisi didapat sebesar 38,73% yang berarti bangunan mengalami tingkat kerusakan berat dengan nilai 61,27 %. Estimasi biaya perbaikan sebesar 87,02% dari total biaya pembangunan bangunan baru, sehingga bangunan lebih baik dibangun baru dari pada diperbaiki.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-175
Struktur
6.
DAFTAR PUSTAKA
(2010). Gempa Aceh Tengah. Artikel Serambi Indonesia (Online), Anonim. (HTTP://SERAMBIINDONESIA.BLOGSPOT.ORG/2009/11/ BLOG-POST.HTML, Diakses 6 Maret 2010). Anonim. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/Prt/M/2008 Tentang Pedoman Pemeliharaan Dan Perawatan Bangunan Gedung, Jakarta. Hudson, Hass & Uddin. (1997). Infrastructure Management., Mc Graw Hill Companies. Seputro, B. P., Priyosulistyo Dan Sudarmoko. (2008). Sistem Pendukung Keputusan Alternatif Pemeliharaan Gedung Sekolah. Forum Teknik Sipil. No.XVIII. Suparjo, I., Priyosulistyo, Dan Sudarmoko. (2009) Perhitungan Indeks Kondisi Bangunan Dan Analisis Biaya Perbaikan Gedung Akademi Keperawatan Panti Rapih Pasca Gempa. Forum Teknik Sipil No.XIX/1. Tripoli & Malahayati, N. (2011). Tingkat Kerusakan Pada Gedung Sekolah Akibat Umur Bangunan. Prosiding Asesi Pembangunan Infrastruktur Aceh 2011 , hal.135-144.
S-176
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011