ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA
OLEH DESY ANDRIYANI H14103010
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DESY ANDRIYANI. Analisis Bank Lending Channel dalam Kebijakan Moneter di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).
Transmisi
Sebagaimana umumnya negara berkembang, pembiayaan sektor riil di Indonesia masih didominasi oleh perbankan. Kredit merupakan salah satu instrumen yang sangat berperan bagi dunia usaha untuk meningkatkan produktivitasnya. Hal ini diharapkan dapat menciptakan kondisi dunia usaha yang kondusif sehingga dapat meningkatkan investasi yang pada akhirnya berimplikasi pada meningkatnya output nasional. Menurunnya penyaluran kredit semasa krisis dan lambatnya pertumbuhan penyaluran kredit sering disebut sebagai salah satu faktor yang menyebabkan proses pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lambat. Berbagai kebijakan mengenai perkreditan, misalnya dalam Pakjun 1983, Pakto 1988 dan Pakto 2006 membuktikan begitu besarnya perhatian otoritas moneter terhadap kredit sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi. Kebijakan tersebut bertujuan agar perbankan sebanyak mungkin menyalurkan kredit kepada sektor riil. Hal ini membuktikan pentingnya jalur kredit sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Adanya informasi yang tidak simetris (assymetric information) antara bank dengan debitur menyebabkan pasar kredit tidak selalu berada dalam keseimbangan. Kenaikan simpanan masyarakat tidak selalu diikuti dengan kenaikan secara proporsional pada kredit yang disalurkan perbankan. Penelitian ini akan membahas hubungan jangka panjang penawaran dan permintaan kredit, serta suku bunga kredit. Penelitian ini juga akan menganalisis respon kredit, modal bank, suku bunga kredit, inflasi dan output terhadap guncangan kebijakan moneter. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series bulanan dari bulan Januari tahun 2000 sampai bulan Desember tahun 2006 yang terdiri dari data total kredit yang disalurkan perbankan, posisi modal bank, suku bunga kredit, suku bunga SBI, laju inflasi dan output riil. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Eror Correction (VEC) dengan memberikan restriksi pada vektor kointegrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada jangka panjang penawaran kredit dipengaruhi oleh suku bunga kredit dan modal bank secara positif, serta oleh suku bunga SBI sebagai proksi kebijakan moneter dengan tanda negatif. Hasil ini membuktikan keberadaan bank lending channel dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit. Peningkatan output yang mencerminkan peningkatan aktivitas sektor riil berpengaruh pada peningkatan permintaan kredit. Suku bunga SBI, laju inflasi, dan output riil memiliki pengaruh positif terhadap suku bunga kredit. Guncangan kebijakan moneter akan direspon negatif oleh kredit yang disalurkan perbankan, dan direspon positif oleh tingkat suku bunga kredit. Kebijakan moneter kontraktif yang dilakukan dengan kenaikan suku bunga SBI akan berdampak pada peningkatan suku bunga kredit dan menurunnya kredit yang
disalurkan perbankan. Hal ini selanjutnya akan berdampak pada penurunan aktivitas sektor riil dan output. Dengan adanya pengaruh suku bunga SBI sebagai proksi kebijakan moneter terhadap kredit yang disalurkan perbankan dan tingkat suku bunga kredit, otoritas moneter dharapkan dapat menetapkan tingkat suku bunga SBI yang dapat mendukung penyaluran kredit perbankan. Pemerintah juga diharapkan dapat menciptkan iklim usaha yang kondusif, karena peningkatan aktivitas sektor riil akan berdampak pada meningkatnya permintaan kredit dan tumbuhnya kepercayaan perbankan dalam penyaluran kreditnya. Meningkatnya pemberian kredit perbankan diharapkan dapat memacu pertumbuhan sektor riil secara berkelanjutan.
ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA
Oleh DESY ANDRIYANI H14103010
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Desy Andriyani
Nomor Registrasi Pokok : H14103010 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Bank Lending Channel dalam Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP. 131 846 870 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2008
Desy Andriyani H14103010
PADA
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Desy Andriyani lahir pada tanggal 14 Desember 1985 di Jakarta. Penulis dibesarkan di Kota Cibinong-Bogor oleh kedua orang tua penulis, yaitu pasangan Drs. Helman dan Kuspiantini. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Jenjang pendidikan formal penulis dimulai di TK Taman Rejeki Cibinong selama satu tahun. Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Taman Rejeki Cibinong pada tahun 1997, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri I Cibinong dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan menengah atas penulis ditempuh di SMU Negeri I Cibinong dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Semasa menempuh pendidikan di bangku kuliah, penulis pernah menjadi pengurus HIPOTESA periode 2004-2005 dan menjadi panitia beberapa kegiatan yang diadakan dalam kampus, yaitu The Third Economics Contest, HIPOTEX-R dan Entrepreneur Expo Days 2005.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Teriring pula shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa agama Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Skripsi yang berjudul “Analisis Bank Lending Channel dalam Transmisi Moneter di Indonesia” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec. yang telah membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S. dan Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, M.Si. selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan yang berarti pada hasil penelitian penulis. 3. Kedua orang tua penulis, Drs. Helman dan Kuspiantini, serta kakak penulis, Gita Amelia, SE, atas segala doa dan kasih sayangnya. 4. K’Iqbal, K’Ade, K’Nilam, dan K’Fickry yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam penelitian penulis. 5. Yogi, teman sebimbingan, teman-teman penulis : Abon, Asih, Bety, Depe, Halida, Heni, Oppie, Prima, Tanti, Vivi dan seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 40 atas kebersamaan dan semangat yang telah menguatkan langkah perjalanan penyelesaian skripsi ini. 6. Semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan
kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis. Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Bogor, Januari 2008 Desy Andriyani H14103010
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................
1
Perumusan Masalah ...........................................................................
3
Tujuan Penelitian ...............................................................................
4
Manfaat Penelitian .............................................................................
5
II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
6
Definisi, Jenis-Jenis, dan Fungsi Kredit.............................................
6
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter .......................................
9
Mekanisme Transmisi melalui Jalur Kredit (Credit Channel) ..........
11
2.3.1. Jalur Pinjaman Bank (Bank Lending Channel)........................
13
2.3.2. Jalur Neraca Perusahaan (Balance Sheet Channel).................
14
Informasi yang Asimetri pada Pasar Kredit …..................................
15
Penelitian Terdahulu………………………………………………..
17
Kerangka Pemikiran………………………………………………...
19
Hipótesis Penelitian…………………………………………………
20
III. METODOLOGI PENELITIAN ...............................................................
22
Jenis dan Sumber Data ......................................................................
22
Model Penelitian ...............................................................................
22
Metode Analisis Data.........................................................................
24
3.3.1. Model Umum VAR.... ............................................................
25
3.3.2. Uji Non Stasioneritas................. ............................................
25
3.3.3. Pemilihan Panjang Lag Optimal…………………………….
26
3.3.4. Uji Kointegrasi………………………………………………
27
3.3.5. Vector Error Correction Restrictions.....................................
27
3.3.6. Impulse Response Function (IRF)...........................................
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
29
4.1. Uji Non Stasioneritas ........................................................................
29
4.2. Penentuan Lag Optimal......................................................................
31
4.3. Uji Kointegrasi...................................................................................
32
4.4. Persamaan Jangka Panjang Penawaran, Permintaan, Suku Bunga Kredit...............................................................................................
33
4.5. Respon Kredit, Modal Bank, Suku Bunga Kredit, Inflasi dan Output terhadap Guncangan Kebijakan Moneter..............................
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN....... ……………………………………..
42
5.1. Kesimpulan......................... ………………………………………..
42
5.2. Saran……………………………………………. ………………....
43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
44
LAMPIRAN ...................................................................................................
46
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Indikator Kinerja Perbankan .................................................................
2
4.1.1. Hasil Pengujian Akar Unit pada Level.................................................. 30 4.1.2. Hasil Pengujian Akar Unit pada First Difference ................................. 30 4.2.
Penentuan Lag Optimal ......................................................................... 31
4.3.
Hasil Johansen Trace Statistic Test ...................................................... 32
4.4. Hasil Estimasi VEC Restrictions........................................................... 33
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.2.
Mekanisme Transmisi Moneter sebagai ”Black Box”.......................... 11
2.3.
Mekanisme Transmisi Saluran Kredit.................................................. 12
2.4.
Pasar Kredit dalam Kondisi Informasi yang Asimetri ......................... 15
2.6.
Kerangka Pemikiran ............................................................................. 21
4.5.1. Respon kredit bank terhadap guncangan kebijakan moneter ............... 38 4.5.2. Respon modal bank terhadap guncangan kebijakan moneter .............. 38 4.5.3. Respon suku bunga kredit terhadap guncangan kebijakan moneter..... 39 4.5.4. Respon inflasi terhadap guncangan kebijakan moneter ....................... 40 4.5.1. Respon output terhadap guncangan kebijakan moneter ....................... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data yang Digunakan ................................................................................ 47 2. Grafik Data yang Digunakan..................................................................... 50 3. Uji Akar Unit............................................................................................. 51 4. Penentuan Lag Optimal ............................................................................. 54 5. Uji Kestabilan VAR .................................................................................. 54 6. Uji Kointegrasi Summary .......................................................................... 55 7.
Uji Kointegrasi Asumsi 1 ......................................................................... 56
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kredit merupakan salah satu instrumen yang sangat berperan bagi dunia
usaha untuk meningkatkan produktivitasnya. Meningkatnya produktivitas diharapkan dapat menciptakan kondisi dunia usaha yang kondusif sehingga dapat meningkatkan investasi yang pada akhirnya berimplikasi pada meningkatnya output nasional. Besarnya peranan kredit menyebabkan otoritas moneter menganggap kredit sebagai salah satu alat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Berbagai
kebijakan
yang
telah
ditetapkan
mengenai
perkreditan
membuktikan besarnya perhatian otoritas moneter terhadap kredit sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi. Kredit sebagai sumber pembiayaan sektor riil menunjang kegiatan operasional dan aktivitas sektor riil. Pakjun (Paket Juni) 1983 dan Pakto (Paket Oktober) 1988 merupakan langkah penting deregulasi sektor perbankan di Indonesia. Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut, bank-bank memperoleh kebebasan dalam menentukan besarnya kredit yang diberikan sesuai dengan dana masyarakat yang dapat dihimpun. Di samping itu, bank-bank pemerintah diberi kebebasan menentukan sendiri tingkat suku bunga baik suku bunga dana maupun kredit. Kebijakan tersebut bertujuan agar perbankan sebanyak mungkin membiayai pemberian kreditnya dengan dana simpanan masyarakat. Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 menyebabkan sektor perbankan terkena dampaknya dari berbagai sisi. Krisis nilai tukar telah
meningkatkan kerentanan terhadap posisi hutang dalam valuta asing, khususnya USD, sehingga memberatkan sisi liability (pasiva) bank. Di sisi aset, dampak dari banyaknya debitur yang default juga telah mengakibatkan aktiva bank terus memburuk sebagaimana tercermin pada kredit bermasalah atau non performing loans (NPLs) yang meningkat. Sementara itu, upaya stabilisasi ekonomi melalui pengetatan likuiditas yang berdampak pada kenaikan suku bunga menyebabkan negative spread di sektor perbankan karena peningkatan suku bunga dana yang tajam tidak diimbangi oleh peningkatan suku bunga pinjaman. Tabel 1.1. Indikator Kinerja Perbankan
Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Total Aset (Rp Milyar) 291,3 333,7 413,8 506,9 715,2 895,5 1.006,7 1.048,2 1.099,6 1.109,1 1.163,8 1.272,3 1.469,8 1.693,5
Kredit (Rp Milyar) 150,271 188,880 234,611 292,921 378,134 487,426 225,133 269,000 307,594 365,410 437,942 559,470 695.648 792,297
CAR (%) 9,9 12,5 11,9 11,8 9,2 -15,7 -8,1 2,3 19,3 23,1 19,4 19,4 19,5 20,5
LDR (%) 78,5 81,2 81,0 178,3 82,6 72,4 26,0 33,7 33,1 38,4 43,2 61,8 64,7 64,7
ROA (%) 1,0 0,6 1,1 1,2 1,4 -18,8 -6,1 1,0 1,4 2,0 2,5 3,5 2,6 2,6
NPL (%) 16,4 13,6 11,1 9,5 8,1 53,8 36,9 19,4 11,7 7,6 6,8 5,8 8,3 7,0
Sumber : Bank Indonesia, 2006.
Menurunnya penyaluran kredit semasa krisis dan lambatnya pertumbuhan penyaluran kredit sering disebut sebagai salah satu faktor yang menyebabkan proses pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dibandingkan negara lain yang juga mengalami krisis ekonomi. Meskipun kondisi makroekonomi dalam beberapa tahun terakhir relatif membaik, tercermin dari terkendalinya laju
inflasi, stabilnya nilai tukar, dan turunnya suku bunga, namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis Pakto (Paket Oktober) 2006 dikeluarkan dilatarbelakangi oleh lesunya sektor riil akibat minimnya kredit yang disalurkan perbankan. Saat ini, bank-bank lebih memilih menanamkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) karena dianggap lebih aman daripada kredit. Karena itu, bank sentral sedikit melonggarkan kebijakan supaya kredit yang tersalurkan bisa optimal. Inti dari deregulasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dalam menyalurkan kredit dengan tetap mengandalkan prinsip kehati-hatian. Bank lending channel menekankan pada peranan bank yang unik dalam penyaluran kredit kepada debitur yang bergantung pada kredit perbankan dan tidak dapat mengakses pasar modal. Jika penawaran kredit bank menurun akibat pengetatan moneter, debitur yang bergantung pada kredit perbankan akan mengatur ulang keputusan investasi dan pengeluarannya. Pembiayaan usaha dari kredit bank akan berkurang dan dampaknya adalah penurunan aktivitas pada dunia usaha.
1.2.
Perumusan Masalah Mekanisme
transmisi
kebijakan
moneter
melalui
saluran
uang
beranggapan bahwa semua dana yang dimobilisasi perbankan dari masyarakat dalam bentuk uang beredar dipergunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan. Dalam kenyataannya, anggapan seperti itu
tidak selamanya benar. Di samping dana yang tersedia, perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri. Selain itu, tidak semua permintaan kredit dapat dipenuhi oleh bank-bank, khususnya karena kondisi keuangan debitur yang dinilai bank tidak layak. Adanya informasi yang tidak simetris (assymetric information) antara bank dengan debitur menyebabkan pasar kredit tidak selalu berada dalam keseimbangan. Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah bank lending channel berlaku dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia? Secara spesifik, permasalahan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah persamaan jangka panjang penawaran dan permintaan kredit, serta persamaan suku bunga kredit di Indonesia, apakah kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Sentral mempengaruhi jumlah kredit yang disalurkan perbankan dan suku bunga kredit? 2. Bagaimanakah respon kredit, modal bank, suku bunga kredit, inflasi dan output terhadap guncangan kebijakan moneter?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah menganalisis keberadaan
jalur peminjaman bank dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi persamaan jangka panjang penawaran dan permintaan kredit, serta persamaan suku bunga kredit. Mengetahui apakah kebijakan moneter
yang ditetapkan Bank Sentral mempengaruhi jumlah kredit yang disalurkan perbankan dan suku bunga kredit. 2. Menganalisis respon kredit, modal bank, suku bunga kredit, inflasi dan output terhadap guncangan kebijakan moneter.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai mekanisme transmisi
kebijakan moneter di Indonesia melalui jalur peminjaman bank (bank lending channel). Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berwenang sebagai referensi dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan moneter. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembacanya dan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut. Bagi penulis sendiri, penelitian ini merupakan wadah pembelajaran untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi, Jenis-Jenis, dan Fungsi Kredit Menurut asal mulanya, kata kredit berasal dari kata credere yang artinya
adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan (Kasmir, 2004). Sedangkan bagi pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali. Bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada kreditur setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur dan debitur. Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kesepakatan antara bank (kreditur) dan nasabah (debitur) akan menghasilkan perjanjian yang mencakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta besarnya bunga yang ditetapkan bersama.
Beragamnya jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan akan jenis kreditnya. Dalam praktiknya, pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada masyarakat dan dunia usaha dikelompokkan ke dalam beberapa jenis. Pembagian jenis ini ditujukan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu mengingat setiap jenis usaha memiliki berbagai karakteristik tertentu. Dilihat dari segi kegunaan, kredit dibagi menjadi dua jenis, yaitu kredit investasi dan kredit modal kerja. Kredit investasi adalah kredit yang digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek dan pabrik baru di mana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama perusahaan. Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya, misalnya untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Jika dilihat dari segi tujuan pemakaian, kredit dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu kredit produktif, kredit konsumtif, dan kredit perdagangan. Kredit produktif adalah kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha, produksi atau investasi. Kredit ini diberikan dengan tujuan pemakaian untuk menghasilkan barang dan jasa. Kredit konsumtif merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian antara lain sebagai berikut : 1. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari uang, dalam arti : a. Para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan untuk meningkatkan produksi atau usahanya. b. Para pemilik uang atau modal dapat menyimpan uangnya pada lembagalembaga keuangan, yang kemudian oleh lembaga-lembaga keuangan tersebut diusahakan dalam bentuk pemberian kredit. 2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang dalam arti kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan alat pembayaran baru seperti cek, bilyet giro dan wesel sehingga apabila pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, bilyet giro dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Selain itu kredit perbankan yang ditarik tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang pula. 3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari barang dalam arti dengan mendapat kredit para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. 4. Kredit dapat menjadi salah satu alat stabilisasi ekonomi dalam arti bila keadaan ekonomi kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain pengendalian inflasi, peningkatan ekspor dan pemenuhan
kebutuhan pokok rakyat dimana untuk menekan laju inflasi pemerintah melindungi usaha -usaha yang bersifat nonspekulatif. 5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat dalam arti bantuan
kredit
yang
diberikan
oleh
bank
akan
dapat
mengatasi
kekurangmampuan para pengusaha dibidang permodalan tersebut sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya. 6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan dalam arti dengan bantuan kredit dari bank para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Apabila perluasan usaha serta pendirian proyek-proyek baru telah selesai maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula. 7. Kredit dapat sebagai alat hubungan ekonomi internasional dalam arti bankbank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antarnegara yang bersangkutan tetapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.
2.2.
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Perekonomian sebuah negara yang terbuka (open economy) terdiri dari
empat sektor yang saling berkaitan, yaitu sektor moneter, riil, fiskal, dan eksternal. Hubungan antara sektor moneter dan sektor riil terjadi melalui mekanisme transmisi (mechanism of transmission). Mekanisme transmisi
kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan, yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi (Warjiyo, 2004). Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter dalam melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi. Di bidang keuangan, kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga, nilai tukar, dan harga saham di samping volume dana masyarakat yang disimpan di bank, kredit yang disalurkan bank kepada dunia usaha, penanaman dana pada obligasi, saham maupun sekuritas lainnya. Sementara itu, di sektor ekonomi riil kebijakan moneter selanjutnya mempengaruhi perkembangan konsumsi, investasi, ekspor dan impor, hingga pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang merupakan sasaran akhir kebijakan moneter. Dalam kenyataannya, mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi moneter sering disebut dengan ”black box” (Bernanke dan Gertler, 1995) seperti digambarkan pada Gambar 2.2. Hal ini terutama karena transmisi dimaksud banyak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu perubahan perilaku bank sentral, perbankan, dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya, lamanya tenggat waktu (lag) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai,
serta terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter itu sendiri sesuai dengan perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan.
Kebijakan Moneter
?
Inflasi Output
Sumber: Warjiyo, 2004.
Gambar 2.2. Mekanisme Transmisi Moneter sebagai ”Black Box”
2.3.
Mekanisme Transmisi melalui Jalur Kredit (Credit Channel) Mekanisme transmisi melalui jalur kredit bekerja dengan memanfaatkan
media pasar utang atau pasar kredit. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi antara Surplus Spending Unit (SSU) dan Defisit Spending Unit (DSU) memainkan peranan penting dalam mekanisme kebijakan moneter melalui jalur kredit. Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan masyarakat oleh perbankan selalu disalurkan sebagai kredit kepada dunia usaha (Warjiyo, 2004). Dengan kata lain, fungsi intermediasi perbankan tidak selalu berjalan normal, dalam arti bahwa kenaikan simpanan masyarakat tidak selalu diikuti dengan kenaikan secara proporsional pada kredit yang disalurkan perbankan. Mekanisme transmisi melalui jalur kredit digambarkan pada Gambar 2.3. Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi dalam tahapan proses perputaran uang dalam ekonomi, mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit dapat dijelaskan sebagai
berikut. Pada tahap pertama, interaksi antara bank sentral dengan perbankan terjadi di pasar uang rupiah. Interaksi ini terjadi karena di satu sisi bank sentral melakukan operasi moneter utuk pencapaian sasaran operasionalnya baik berupa uang primer ataupun suku bunga jangka pendek, sementara di sisi lain bank-bank melakukan transaksi di pasar uang untuk pengelolaan likuiditasnya. Interaksi ini akan mempengaruhi tidak saja perkembangan suku bunga jangka pendek di pasar uang tetapi juga besarnya dana yang akan dialokasikan bank-bank dalam bentuk instrumen likuiditas maupun untuk penyaluran kreditnya. BANK SENTRAL NFA Uang Primer NCG OPT NCB NOI
Kegiatan Ekonomi
PERBANKAN
Pasar Uang Rupiah
PELAKU EKONOMI
NFA Reserves SB & PUAB Kredit
Uang Beredar (M1, M2) Modal
Kredit Modal Kerja & Investasi
Sumber : Warjiyo, 2004.
Gambar. 2.3. Mekanisme Transmisi Saluran Kredit Jalur kredit menekankan pentingnya pasar kredit dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter yang tidak selalu berada dalam kondisi keseimbangan karena adanya asymetric information atau sebab-sebab lain. Dalam kaitan ini, terdapat dua jenis saluran kredit yang akan mempengaruhi transmisi moneter dari sektor keuangan ke sektor riil, yaitu jalur pinjaman bank (bank lending channel) dan jalur neraca perusahaan (balance sheet channel).
Jalur pinjaman (kredit) bank lebih menekankan pada perilaku bank yang cenderung melakukan seleksi kredit karena informasi asimetris atau sebab-sebab lain. Di sisi lain, jalur neraca perusahaan lebih menekankan pada kondisi keuangan perusahaan yang berpengaruh dalam penyaluran kredit, khususnya kondisi leverage perusahaan.
2.3.1. Jalur Pinjaman Bank (Bank Lending Channel) Jalur pinjaman bank menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan bank. Menurut jalur pinjaman bank, selain sisi aset, sisi liabilitas bank juga merupakan komponen penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Apabila Bank Sentral melaksanakan kebijakan moneter ekspansif, misalnya dengan meningkatkan jumlah uang beredar, maka suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) akan turun. Penurunan suku bunga SBI akan menurunkan kuantitas SBI dan sebaliknya akan meningkatkan deposito. Hal ini akan membuat penawaran kredit meningkat dan menyebabkan suku bunga deposito turun. Karena biaya dana (cost of fund) turun, maka suku bunga pinjaman juga akan turun, sehingga mengurangi tindakan moral hazard dan adverse selection oleh perusahaan. Kondisi demikian akan mendorong meningkatnya pinjaman, yang selanjutnya akan meningkatkan pengeluaran melalui investasi dan pada akhirnya akan meningkatkan output. Skema kebijakan moneter dalam bank lending channel digambarkan sebagai berikut (Mishkin, 2001) : M ↑ → bank deposits ↑ → bank loan ↑ → investasi ↑ → output ↑. Ada dua hal yang menjadi syarat bagi berlakunya channel ini, yaitu :
1. kredit dan surat berharga bukan merupakan substitusi sempurna bagi sebagian peminjam atau sebagian peminjam bergantung pada kredit bank, dan 2. bank sentral harus mampu mempengaruhi ketersediaan kredit bank. Implikasi penting dari credit view adalah kebijakan moneter akan memiliki efek yang lebih besar pada perusahaan kecil dibandingkan pada perusahaan besar (Mishkin, 2001). Hal ini disebabkan perusahaan kecil lebih bergantung pada kredit bank, sedangkan perusahaan besar dapat mengakses pasar modal secara langsung melalui penerbitan saham dan obligasi.
2.3.2. Jalur Neraca Perusahaan (Balance Sheet Channel) Jalur neraca perusahaan menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan, dan selanjutnya mempengaruhi akses perusahaan untuk mendapatkan kredit. Dalam hal ini, apabila Bank Sentral melakukan kebijakan moneter yang ekspansif, maka suku bunga di pasar uang akan turun, yang mendorong harga saham mengalami peningkatan. Sejalan dengan peningkatan tersebut, nilai bersih perusahaan (networth) akan meningkat disebabkan meningkatnya harga equity yang selanjutnya akan mengurangi tindakan adverse selection dan moral hazard oleh perusahaan. Kondisi ini mendorong peningkatan pemberian kredit oleh bank, selanjutnya meningkatkan investasi, dan pada akhirnya meningkatkan output. Jalur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Mishkin, 2001): M ↑ → P equity ↑ → adverse selection dan moral hazard ↓ → Lending ↑ → investasi ↑ → output ↑
2.4.
Informasi yang Asimetri pada Pasar Kredit Adanya informasi yang asimetri (assymetric information) di pasar
keuangan menyebabkan bank mengenakan premium yang lebih tinggi kepada debitur dibandingkan suku bunga pada pasar yang sempurna. Premi ini berbanding terbalik dengan dana sendiri yang dimiliki debitur. Semakin kecil dana sendiri, semakin besar peluang debitur melakukan moral hazard dan adverse selection. Hal ini menyebabkan semakin tinggi pula premi yang dikenakan oleh bank. Akibatnya, dalam pasar yang diwarnai oleh informasi yang asimetri, tingkat suplai kredit perbankan lebih kecil dari yang seharusnya (Agung, et al. 2001). Biaya Dana S
r+p r D F
L’
L*
Dana Investasi
Sumber : Agung, et al., 2001.
Gambar 2.4. Pasar Kredit dalam Kondisi Informasi yang Asimetris Gambar 2.4. mengilustrasikan hubungan antara penawaran dan permintaan dana untuk investasi. Dalam pasar kredit yang sempurna, debitur dapat memperoleh modal seberapapun yang mereka perlukan pada tingkat suku bunga riil r, sehingga kurva penawaran merupakan garis horizontal r. Kurva permintaan
kredit (D) ditentukan oleh peluang investasi, yaitu ekspektasi keuntungan mendatang. Kondisi keseimbangan kredit berada pada perpotongan antara kurva *
permintaan dan penawaran dana, yaitu L . Kebijakan moneter yang kontraktif menyebabkan suku bunga riil meningkat, kurva penawaran bergeser ke atas sehingga menurunkan tingkat investasi modal. Dalam kondisi pasar keuangan yang tidak sempurna, kurva penawaran tidak lagi mendatar. Sampai pada tingkat tertentu dimana kebutuhan investasi dapat dipenuhi dari modal sendiri (F), kurva S mendatar, tetapi ketika tingkat investasi sudah melebihi modal sendiri, kurva S menjadi miring ke kanan (upward sloping). Ini menggambarkan bahwa semakin besar modal eksternal yang diperlukan, semakin besar peluang terjadi moral hazard sehingga premi (r) yang dikenakan semakin besar (menjadi r + p). Dalam kondisi tersebut, keseimbangan *
investasi menjadi L’ yang lebih rendah dari L . Dari gambar juga tercermin bahwa semakin besar modal sendiri, semakin besar keseimbangan investasi. Kurva S bagi perusahaan yang menghadapi premium yang lebih tinggi lebih curam dibanding perusahaan dengan premium yang lebih rendah sehingga dampak perubahan cash flow dari perusahaan ini lebih besar. Kenaikan suku bunga karena kebijakan moneter bukan saja menaikkan kurva S tetapi juga menurunkan F, sehingga dampaknya pada investasi lebih besar dari sekedar dampak kenaikan biaya modal.
2.5.
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai bank lending channel telah banyak dilakukan, baik di
Indonesia sendiri maupun di luar negeri. Berikut ini akan dipaparkan beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis bank lending channel dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Penelitian Agung, et al. (2002) memberikan bukti empiris yang lengkap mengenai bekerjanya saluran kredit perbankan (bank lending channel) dalam transmisi moneter di Indonesia sebelum dan sesudah krisis. Penelitian ini memfokuskan pada pertanyaan apakah kebijakan moneter berpengaruh terhadap volume kredit bank. Ada tiga metode yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama, dengan menggunakan analisis VAR, studi ini menganalisis bagaimana perubahan suku bunga kebijakan moneter berpengaruh terhadap perilaku bank dalam operasinya, baik terhadap deposito, kredit, maupun surat-surat berharga. Kedua, metode VECM untuk mengidentifikasi permintaan dan penawaran kredit dan menguji penyesuaian keseimbangan jangka pendek. Ketiga, data panel individual bank diteliti untuk mengetahui apakah kebijakan moneter berdampak berbeda terhadap karakteristik bank terutama ditinjau dari kekuatan modal dan ukuran aset. Hasil penelitian Agung, et al. (2002) dengan ketiga metode tersebut menunjukkan keberadaan bank lending channel dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Efek kebijakan moneter terhadap pinjaman bank lebih kuat untuk bank-bank yang bermodal rendah. Keakuratan kebijakan moneter dalam mempengaruhi pinjaman bank termasuk investasi lebih kuat setelah adanya
krisis ekonomi, khususnya pada kasus kontraksi moneter. Ketidakefektifan kebijakan moneter pada saat krisis terkait dengan kemampuan bank untuk mengakses dana dari sumber internasional. Hulsewig, et al. (2002) melakukan
penelitian untuk membuktikan
keberadaan bank lending channel dalam transmisi kebijakan moneter di Jerman. Penelitian ini menggunakan data kredit bank secara agregat dan menggunakan restriksi dalam vektor kointegrasi untuk mengidentifikasi hubungan jangka panjang penawaran dan permintaan kredit dalam pasar kredit bank. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah volume kredit, posisi modal perbankan, yield bonds yang diterbitkan oleh warga negara (sebagai proksi suku bunga kredit), suku bunga pasar uang jangka pendek, GDP riil, dan GDP deflator. Penawaran kredit memiliki hubungan dengan yield bonds, suku bunga pasar uang jangka pendek dan posisi modal perbankan, sedangkan permintaan kredit dipengaruhi oleh yield bonds dan GDP riil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga pasar uang jangka pendek yang merupakan proksi kebijakan moneter memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penawaran kredit. Penelitian yang dilakukan Farinha dan Marques (2001) menggunakan pendekatan permintaan dan penawaran kredit untuk menganalisis keberadaan bank lending channel di Portugal. Model permintaan kredit yang digunakan adalah sebagai berikut : ln( D / P )td = β 0 + β1 ln yt + β 2Π t + β3it
di mana D/P adalah kredit secara riil, y adalah GDP riil, ∏ adalah tingkat inflasi, dan i adalah suku bunga obligasi. Sedangkan model penawaran kredit dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut : ln( D / P )ts = γ 0 + γ 1 ln( R / P )t + γ 2lt + γ 3it + γ 4 rt
di mana R/P adalah bank reserve secara riil, l adalah suku bunga kredit, dan r adalah suku bunga kebijakan moneter. Penelitian ini memberikan bukti bekerjanya bank lending channel dalam transmisi moneter di Portugal. Lebih jauh, dengan menggunakan panel data, penelitian ini menunjukkan bank lending channel lebih besar peranannya pada bank dengan kepemilikan modal yang kecil. Ludi, et al. (2005) menggunakan pendekatan VAR yang dikombinasikan dengan Johansen Cointegration Test untuk mengidentifikasi permintaan dan penawaran kredit di Afrika Selatan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah repo rate (instrumen kebijakan moneter di Afrika Selatan), kredit, deposits dan GDP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank lending channel bekerja di Afrika Selatan, dan kredit lebih digerakkan oleh permintaan dibandingkan penawaran oleh bank, dibuktikan oleh hubungan negatif antara repo rate dengan kredit yang disalurkan perbankan.
2.6.
Kerangka Pemikiran Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis keberadaan bank lending
channel dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia, dengan menggunakan pendekatan penawaran dan permintaan kredit di dalam pasar kredit bank. Estimasi persamaan jangka panjang penawaran dan permintaan kredit, serta suku bunga kredit akan dilakukan untuk mengetahui berapakah koefisien faktor-faktor yang mempengaruhi persamaan tersebut. Analisis impulse response function (IRF) akan
digunakan untuk menganalisis struktur dinamis dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian apabila terjadi guncangan kebijakan moneter sebesar satu standar deviasi. Hasil dari analisis data kemudian nantinya akan dibandingkan dengan hipotesis yang telah dibuat. Kemudian pada akhirnya akan tercapai kesimpulan mengenai apakah bank lending channel berlaku dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 2.6.
2.7.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu,
hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Suku bunga kredit dan modal bank memiliki hubungan positif terhadap penawaran kredit. 2. Suku bunga SBI memiliki hubungan negatif terhadap penawaran kredit. 3. Output memiliki hubungan positif terhadap permintaan kredit. 4. Suku bunga kredit memiliki hubungan negatif terhadap permintaan kredit. 5. Suku bunga SBI, inflasi dan output memiliki hubungan positif dengan suku bunga kredit.
Pasar Kredit
Penawaran Kredit
Permintaan Kredit
Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. suku bunga kredit 2. suku bunga SBI 3. modal bank
Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. output 2. suku bunga kredit
Estimasi Persamaan Jangka Panjang Penawaran dan Permintaan Kredit (VECM yang direstriksi) Analisis IRF
Bank Lending Channel
Berlaku/Tidak?
Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data-data diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari Statistik Ekonomi dan Keuangan (SEKI) Bank Indonesia berbagai edisi, International Financial Statistics (IFS) dan sumber lain yang relevan. Data yang digunakan adalah total kredit yang disalurkan perbankan, modal bank, suku bunga kredit, suku bunga SBI, laju inflasi, IHK (Indeks Harga Konsumen), dan GDP riil. Data-data ini merupakan data time series bulanan periode bulan Januari 2000 sampai bulan Desember 2006.
3.2.
Model Penelitian Ada tiga persamaan jangka panjang yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu persamaan penawaran kredit, persamaan permintaan kredit, dan persamaan suku bunga kredit. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model penelitian Hulsewig, et al. (2002) untuk persamaan penawaran dan permintaan kredit, serta Kurniawan (2004) untuk persamaan suku bunga kredit. Suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) sebagai instrumen kebijakan moneter, suku bunga kredit, dan posisi modal bank merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kredit oleh bank. Permintaan kredit dipengaruhi oleh output riil dan suku bunga kredit. Suku bunga kredit diasumsikan dipengaruhi oleh suku bunga SBI, inflasi dan output.
Persamaan Penawaran Kredit LOANS s = α1 RL − α 2 RM + α 3 EQUITY
(3.1)
Persamaan Permintaan Kredit LOANS D = β1GDPR − β 2 RL
(3.2)
Persamaan Suku Bunga Kredit
RL = γ 1RM + γ 2 INF + γ 3GDPR
(3.3)
dimana : LOANSS = penawaran kredit LOANSD = permintaan kredit RL
= suku bunga kredit
RM
= suku bunga SBI
EQUITY = posisi modal bank INF
= laju inflasi
GDPR
= output riil Suku bunga kredit merupakan rata-rata tertimbang suku bunga kredit
investasi dan modal kerja. Kebijakan moneter diproksikan oleh suku bunga SBI satu bulan yang merupakan instrumen kebijakan moneter melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT). Kondisi pada sektor riil yang dicerminkan oleh output dan inflasi diasumsikan memiliki pengaruh terhadap suku bunga kredit. Semua data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dalam bentuk riil. Data total kredit, posisi modal bank dan output diriilkan dengan menggunakan IHK. Semua data dalam bentuk logaritma kecuali data laju inflasi, suku bunga kredit dan suku bunga SBI yang memang sudah dalam bentuk persen.
3.3.
Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah metode Vector Autoregression (VAR) yang dikombinasikan dengan metode Vector Eror Correction Restrictions. Pengolahan data menggunakan software E-views 4.1. VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. Metode VAR memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode ekonometrika lainnya, yaitu : 1. Metode VAR dapat menangkap hubungan-hubungan yang mungkin terjadi diantara variabel-variabel yang dianalisis, karena VAR mengembangkan model secara bersamaan dalam suatu sistem yang multivariat. 2. Metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori-teori ekonomi, sehingga terbebas dari penafsiran yang salah. Selain keunggulan yang dimiliki, VAR juga memiliki kekurangan yaitu metode VAR tidak mempermasalahkan perbedaan eksogenitas dan endogenitas variabel. Asumsi yang harus dipenuhi dalam VAR adalah : 1. Semua peubah tak bebas bersifat stasioner. 2. Semua sisaan bersifat white noise, yakni memiliki rataan nol, ragam konstan, dan saling bebas.
3.3.1. Model Umum VAR VAR membuat seluruh variabel menjadi endogenous dan menurunkan distributed lag-nya. VAR dengan ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut: yt = A0 + A1 yt −1 + A2 yt − 2 + ... + Ap yt − p + ε t
(3.4)
dimana : yt = vektor peubah tak bebas (y1,t….yn,p) A0 = vektor intersep berukuran n x 1 A1 = matrik parameter berukuran n x n untuk setiap I = 1,2,...,p
ε = vektor sisaan (ε1,t....εn,t) berukuran n x 1 3.3.2.
Uji Non Stasioneritas Hal terpenting dalam menganalisis data yang bersifat time series adalah
uji non stasioneritas. Suatu deret waktu disebut stasioner apabila secara stokastik data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Hal ini berarti data harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Data bersifat stasioner pada nilai tengahnya (mean) apabila data tersebut berfluktuasi di sekitar suatu nilai tengah yang tetap dari waktu ke waktu, Jika data berfluktuasi dengan varian yang tetap dari waktu ke waktu, maka data tersebut juga stasioner pada variannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasioneritas adalah dengan menggunakan Augmented Dicky Fuller (ADF) test.
Secara umum model Augmented Dickey-Fuller (ADF) adalah sebagai berikut : Δyt = k + α yt −1 + c1Δyt −1 + c2 Δyt − 2 + ... + c p Δyt − p + β Trend + ε t
(3.5)
Jika nilai mutlak ADF statistik lebih besar dari Mackinnon Critical Value maka dapat disimpulkan series tersebut stasioner. Apabila suatu series tidak stasioner maka dapat dilakukan difference non stasionary processes.
3.3.3.
Pemilihan Panjang Lag Optimal Penetapan lag optimal penting dilakukan karena dalam metode VAR lag
optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model. Penentuan lag optimum dapat menggunakan beberapa kriteria, seperti Likelihood Ratio (LR), Schwarz Information Criterion (SC), Akaike Information Criterion (AIC), Final Prediction Error (FPE) dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Pada penelitian ini lag optimum dipilih berdasarkan koefisien yang ditunjukkan oleh Schwarz Information Criterion, secara matematis persamaan SC adalah sebagai berikut : SC = -2 (l/T) + k log (T)/T
(3.6)
dimana : l
= nilai logaritma dari likelihood function
k
= parameter
T
= jumlah yang diobservasi
Besarnya lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki kriteria SC yang terkecil.
3.3.4.
Uji Kointegrasi
Kointegrasi
adalah
suatu
hubungan
jangka
panjang
(long-term
relationship) antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Kointegrasi berarti walaupun secara individual tidak stasioner, kombinasi linear antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Ada beberapa cara untuk melakukan uji kointegrasi,
antara
lain
Engle-Granger
Cointegration
Test,
Johansen
Cointegration Test, dan Cointegrating Regression Durbin-Watson (CRDW) Test. Suatu data runtun waktu dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau sering disebut I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. Dalam penelitian ini lebih ditekankan pada penggunaan uji kointegrasi Johansen (Cointegrating System test). Indikator dari variabel tersebut, apakah terkointegrasi atau tidak salah satunya dapat dilihat dari nilai trace satistik atau max-eigen value, jika nilai trace statistik lebih besar dari critical value, maka H0 ditolak sehingga didalam variabel terjadi kointegrasi.
3.3.5. Vector Error Correction Restrictions Vector Error Correction Restrictions adalah suatu metode turunan dari VAR yang berguna untuk melihat hubungan keseimbangan jangka panjang dari persamaan-persamaan
yang
terkointegrasi.
Hubungan
kointegrasi
ke-i
direpresentasikan sebagai berikut : B( i ,1) * y1 + B(i ,2) * y2 + ... + B(i ,k ) * yk = 0
dimana : y1, y2, ...
= variabel endogen.
(3.7)
B(i,k)
= koefisien kointegrasi persamaan kointegrasi ke-i dan variabel endogen
ke-k. Cara untuk mengidentifikasi persamaan jangka panjang adalah dengan merestriksi beberapa variabel dari satu persamaan kointegrasi. Dengan kata lain, metode ini adalah cara untuk melihat pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya dalam jangka panjang. Interpretasi dapat dilakukan dengan melihat koefisien kointegrasinya dan pembacaan tanda adalah terbalik dari tanda koefisiennya.
3.3.6.
Impulse Response Function (IRF) VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur
dinamisnya dari suatu model. Setelah melakukan uji VAR, diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR secara jelas. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Fungsi dari impulse response ini adalah untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel tertentu apabila terjadi guncangan atau shock suatu variabel. Fungsi yang kedua adalah untuk mengetahui besarnya nilai guncangan terhadap variabel yang ada.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Autoregression (VAR) yang dikombinasikan dengan metode Vector Eror Correction Restrictions dengan alat analisis Software Eviews versi 4.1. Metode VAR digunakan dalam penelitian karena sesuai untuk data time series dan sesuai untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Tahapan-tahapan dalam analisis VAR adalah sebagai berikut:
4.1.
Uji Non Stasioneritas Uji kestasioneran data pada seluruh variabel sangat penting dilakukan
untuk data yang bersifat runtut waktu guna mengetahui apakah data tersebut mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit atau bersifat stasioner berarti data tersebut memiliki ragam yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. Apabila data yang digunakan tidak stasioner maka dapat menghasilkan hubungan yang palsu atau spurious regresion. Spurious regresion adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik tetapi pada kenyataannya tidak, atau tidak sebesar yang nampak pada regresi yang dihasilkan.
Tabel 4.1.1. Hasil Pengujian Akar Unit pada Level Variabel LNLOANS RL RM LNEQUITY INF LNGDPR
ADF Statistic -1.997153 -2.476228 -2.320609 -3.266679 -2.666819 -3.217571
Nilai Kritis Mc Kinnon 1% 5% 10% -4.072415 -3.464865 -3.158974 -4.075340 -3.466248 -3.159780 -4.080021 -3.468459 -3.161067 -4.072415 -3.464865 -3.158974 -4.086877 -3.471693 -3.162948 -4.073859 -3.465548 -3.159372
Keterangan* Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner
Sumber : Lampiran 3. *) taraf nyata 5%.
Hasil uji ADF pada tingkat level menunjukkan bahwa nilai mutlak ADF statistik lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon dalam taraf nyata 5 persen, sehingga dapat disimpulkan semua variabel mempunyai akar unit atau tidak stasioner. Oleh karena itu, diperlukan pengujian akar unit lanjutan. Data di tingkat level didiferensiasikan dengan derajat tertentu sampai semua data yang dibutuhkan menjadi stasioner pada derajat yang sama. Tabel 4.1.2. Hasil Pengujian Akar Unit pada First Difference Variabel LNLOANS RL RM LNEQUITY INF LNGDPR
ADF Statistic -7.661249 -3.694537 -2.472480 -7.787756 -3.158763 -5.891118
Nilai Kritis Mc Kinnon 1% 5% 10% -2.593468 -1.944811 -1.614175 -2.593824 -1.944862 -1.614145 -2.594946 -1.945024 -1.614050 -2.593468 -1.944811 -1.614175 -2.596160 -1.945199 -1.613948 -2.593468 -1.944811 -1.614175
Keterangan* Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Sumber : Lampiran 3. *) taraf nyata 5%.
Hasil pengujian pada first difference menunjukkan bahwa semua variabel bersifat stasioner pada taraf 5 persen. Hal ini karena nilai mutlak ADF statistik semua variabel lebih besar daripada nilai kritis Mc Kinnon pada taraf 5 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel yang diestimasi
dalam penelitian ini telah stasioner pada derajat yang sama, yaitu derajat integrasi satu I(1).
4.2.
Penentuan Lag Optimal Penetapan lag optimal penting dilakukan karena dalam metode VAR lag
optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model. Lag optimal dalam model ini ditentukan berdasarkan nilai Schwarz Information Criteria (SC) yang paling kecil. Tabel 4.2. Penentuan Lag Optimal Lag SC 0 -12.99346 1 -14.24711* 2 -14.19286 3 -13.39016 4 -12.11841 5 -11.46691 6 -10.58068 7 -9.752557 8 -9.693284 9 -8.878045 Sumber : Lampiran 4. *) Lag Optimal.
Berdasarkan tabel di atas, lag optimal yang diperoleh pada model VAR adalah lag 1. Model VAR kemudian diuji dengan lag 1 untuk melihat apakah persaman stabil atau tidak. Hasil pengujian kestabilan model VAR dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji kestabilan menunjukkan bahwa model VAR tersebut stabil karena semua modulusnya tidak lebih besar dari 1. Uji stabilitas ini perlu dilakukan karena persamaan yang tidak stabil akan menyebabkan hasil dari Impulse Response Function (IRF) tidak valid.
4.3.
Uji Kointegrasi Kointegrasi merupakan hubungan antara variabel yang tidak stasioner
pada jangka panjang. Uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan Johansen Trace Statistic Test untuk mengetahui konsistensi jangka panjang dari model analisis. Hubungan yang saling mempengaruhi dapat dilihat dari kointegrasi yang terjadi antarvariabel itu sendiri. Jika terdapat kointegrasi antarvariabel, maka hubungan saling mempengaruhi berjalan secara menyeluruh dan informasi tersebar secara paralel (Julaihah dan Insukindro, 2004). Tabel 4.3. Hasil Johansen Trace Statistic Test Hypothesized No. of CE(s) None ** At most 1 ** At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5
Trace Statistic 187.4668 95.29761 40.66561 23.18309 9.375608 2.663955
Eigenvalue 0.675027 0.486366 0.192007 0.154971 0.078589 0.031965
5 Percent 1 Percent Critical Value Critical Value 82.49 90.45 59.46 66.52 39.89 45.58 24.31 29.75 12.53 16.31 3.84 6.51
Sumber : Lampiran 5. *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level. Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at the 5% level. Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 1% level.
Jumlah
persamaan
yang
terkointegrasi
dapat
diketahui
dengan
membandingkan nilai Trace Statistic terhadap nilai critical value. Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 persen. Apabila nilai Trace Statistic lebih besar daripada nilai critical value 5 persen maka persamaan tersebut terkointegrasi. Hasil uji kointegrasi Johansen menunjukkan terdapat 3 persamaan yang terkointegrasi pada taraf 5 persen.
4.4.
Persamaan Jangka Panjang Penawaran, Permintaan, dan Suku Bunga Kredit Persamaan jangka panjang penawaran dan permintaan kredit dapat
diidentifikasi dengan Vector Error Correction Restrictions. Vector Error Correction Restrictions adalah suatu metode turunan dari VAR yang berguna untuk melihat hubungan keseimbangan jangka panjang dari persamaan-persamaan yang terkointegrasi. Caranya adalah dengan merestriksi beberapa variabel dari satu persamaan. Dengan kata lain, metode ini adalah cara untuk melihat pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya dalam jangka panjang. Interpretasi dapat dilakukan dengan melihat koefisien kointegrasinya dan pembacaan tanda adalah terbalik dari tanda koefisiennya. Hasil uji kointegrasi pada analisis Vector error correction restrictions, menunjukkan koefisien estimasi jangka panjang. Hasil retriksi vektor kointegrasi dapat dilihat pada Tabel 4.4. Angka di dalam kurung merupakan standar error. Tstatistik diperoleh dari pembagian koefisien variabel dengan standar error. Jika tstatistik lebih besar dari t-tabel (pada taraf 5 persen), maka variabel independen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel independen. Tabel 4.4. Hasil Estimasi VEC Restrictions LNLOANS LNEQUITY RL 1.000000 -0.038528 -1.682736 (0.00000) (0.01440) (0.00457) 1.000000 0.000000 0.061530 (0.00000) (0.00000) (0.00470) 0.000000 0.000000 1.000000 (0.00000) (0.00000) (0.00000) Sumber : Lampiran 5.
RM 1.207081 (0.03814) 0.000000 (0.00000) -0.691705 (0.02191)
INF 0.000000 (0.00000) 0.000000 (0.00000) -0.002278 (0.00021)
LNGDPR 0.000000 (0.00000) -1.061200 (0.00603) -0.585116 (0.00873)
Persamaan Penawaran Kredit LNLOANSS = 1,683 RL – 1,207 RM + 0,038 LNEQUITY [368,329] [-31,674] [2,676] Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa dalam jangka panjang suku bunga kredit, suku bunga SBI dan modal bank berpengaruh signifikan terhadap penawaran kredit. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan besarnya tstatistik (angka di dalam tanda kurung siku) dengan t-tabel pada taraf 5 persen. Penawaran kredit memiliki hubungan positif dengan suku bunga kredit dan modal bank, serta memiliki hubungan negatif dengan suku bunga SBI. Koefisien suku bunga kredit adalah sebesar 1,683 artinya jika suku bunga kredit meningkat satu persen maka penawaran kredit dalam jangka panjang akan meningkat 1,683 persen. Hal ini dapat dijelaskan bahwa suku bunga kredit merupakan harga dari kredit yang ditawarkan oleh bank. Jika suku bunga kredit meningkat, perbankan akan terdorong untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari kredit yang disalurkannya sehingga bank akan meningkatkan jumlah penawaran kreditnya. Penawaran kredit dipengaruhi oleh suku bunga SBI yang merupakan proksi dari kebijakan moneter. Hal ini membuktikan berlakunya bank lending channel dalam transmisi kebijkan moneter di Indonesia karena kebijakan moneter yang ditetapkan dapat mempengaruhi jumlah kredit yang disalurkan bank-bank. Suku bunga SBI memiliki hubungan negatif dengan penawaran kredit dengan koefisien sebesar 1,207, artinya jika suku bunga SBI meningkat satu persen maka jumlah kredit yang disalurkan perbankan akan menurun 1,207 persen. Kebijakan moneter ketat yang ditempuh oleh otoritas moneter dengan menaikkan suku bunga
SBI akan menyebabkan semakin meningkatnya dana perbankan yang ditanamkan pada instrumen SBI yang beresiko rendah dan relatif aman. Ketersediaan kredit akan menurun sehingga jumlah kredit yang ditawarkan semakin berkurang. Modal bank mempengaruhi penawaran kredit dalam jangka panjang dengan koefisien sebesar 0,038, artinya jika modal bank meningkat satu persen maka kredit yang ditawarkan bank akan meningkat 0,038 persen. Setiap penciptaan aktiva, di samping berpotensi menghasilkan keuntungan juga berpotensi menimbulkan resiko. Modal bank berfungsi untuk menangkal kemungkinan timbulnya risiko sebagai akibat penempatan dana ke earning assets. Sehingga jika modal bank meningkat, maka bank akan dapat mengcover risiko kredit lebih banyak. Selanjutnya bank akan meningkatkan jumlah kredit yang disalurkan. Persamaan Permintaan Kredit LNLOANSD = 1,061 LNGDPR – 0,062 RL [176,111] [-13,097] Persamaan di atas menunjukkan bahwa permintaan kredit memiliki hubungan positif dengan output riil dan hubungan negatif dengan suku bunga kredit dalam jangka panjang. Pengaruh suku bunga kredit dan output terhadap permintaan kredit adalah signifikan. Permintaan kredit dipengaruhi oleh output dengan koefisien sebesar 1,061, artinya jika output meningkat satu persen maka permintaan kredit akan meningkat 1,061 persen. Peningkatan output mencerminkan peningkatan aktivitas dunia usaha. Peningkatan aktivitas dunia usaha akan direspon dengan pengembangan usaha, misalnya membangun pabrik dan proyek baru. Untuk melakukan hal
tersebut, dunia usaha membutuhkan pembiayaan eksternal agar pengembangan usaha terjadi secara berkelanjutan. Dengan struktur pembiayaan sektor riil Indonesia yang masih bergantung pada kredit perbankan, peningkatan aktivitas dunia usaha akan menyebabkan peningkatan permintaan kredit perbankan. Suku bunga kredit memiliki hubungan negatif dengan permintaan kredit dengan koefisien sebesar 0,062, artinya jika suku bunga kredit meningkat satu persen maka permintaan kredit akan menurun 0,062 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesis bahwa suku bunga kredit memiliki hubungan negatif dengan permintaan kredit. Suku bunga kredit merupakan biaya bagi sektor riil untuk pembiayaan usahanya. Jika suku bunga kredit meningkat maka biaya dana yang diperoleh dari kredit akan meningkat. Selanjutnya sektor riil akan mencari alternatif pembiayaan lain selain perbankan atau mengatur ulang keputusan investasi dan pengeluarannya sehingga permintaan kredit menjadi berkurang. Persamaan jangka panjang selanjutnya adalah persamaan suku bunga pinjaman (kredit). Dari hasil analisis data, suku bunga kredit dipengaruhi secara signifikan oleh suku bunga SBI, inflasi dan output dengan tanda positif. Persamaan suku bunga kredit adalah sebagai berikut : RL = 0,692 RM + 0,002 INF + 0,585 LNGDPR [31,568] [10,849] [67,047] Suku bunga kredit dipengaruhi oleh suku bunga SBI dengan koefisien sebesar 0,692, artinya jika suku bunga SBI meningkat satu persen maka suku bunga kredit akan meningkat 0,692 persen. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kecenderungan tingginya suku bunga SBI akan diikuti oleh naiknya tingkat bunga simpanan dan otomatis meningkatkan suku bunga pinjaman.
Inflasi signifikan
mempengaruhi suku bunga kredit. Koefisien yang
didapatkan adalah sebesar 0,002, artinya jika inflasi meningkat sebesar satu persen maka suku bunga kredit akan meningkat 0,002 persen. Semakin tinggi tingkat inflasi mengakibatkan tingkat suku bunga simpanan akan naik, untuk menarik para deposan menyimpan dananya pada bank. Adanya tingkat suku bunga simpanan yang meningkat, tingkat suku bunga kredit secara otomatis akan meningkat pula. Koefisien pengaruh inflasi terhadap suku bunga kredit sangat kecil, yaitu hanya 0,002. Perubahan yang terjadi pada tingkat inflasi hanya akan memberikan pengaruh yang kecil terhadap suku bunga kredit. Output mempengaruhi suku bunga kredit dengan koefisien sebesar 0,585, artinya jika output meningkat satu persen maka suku bunga kredit akan meningkat 0,585 persen. Dengan adanya peningkatan output, permintaan dunia usaha terhadap kredit akan meningkat. Sesuai dengan teori permintaan yang menyebutkan apabila jumlah permintaan meningkat terhadap suatu barang maka harga perolehan barang tersebut akan cenderung meningkat, maka peningkatan permintaan kredit akan menyebabkan peningkatan pada suku bunga kredit.
4.5.
Respon Kredit, Modal Bank, Suku Bunga Kredit, Inflasi dan Output terhadap Guncangan Kebijakan Moneter Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk melihat respon dari
variabel dependen apabila mendapatkan guncangan atau inovasi variabel independen sebesar satu standar deviasi. Pada bagian ini akan dilihat bagaimana pengaruh guncangan kebijakan moneter yang diproksikan dengan guncangan pada
suku bunga SBI terhadap kredit, posisi modal bank, suku bunga kredit, inflasi, dan output. Response of LNLOANS to RM .02
.01
.00
-.01
-.02
-.03 10
20
30
40
50
60
Gambar 4.5.1. Respon kredit bank terhadap guncangan kebijakan moneter. Guncangan kebijakan moneter direspon negatif oleh kredit yang disalurkan bank. Kebijakan moneter kontraktif yang diambil bank sentral dengan sasaran menjaga kestabilan inflasi akan menyebabkan penurunan jumlah kredit yang disalurkan bank. Kebijakan moneter ketat yang ditempuh oleh otoritas moneter dengan menaikkan suku bunga SBI akan direspon bank dengan peningkatan penanaman dana bank pada instrumen SBI yang beresiko rendah. Hal ini menyebabkan ketersediaan kredit bank menurun sehingga jumlah kredit yang ditawarkan semakin berkurang. Response of LNEQUITY to RM .01 .00 -.01 -.02 -.03 -.04 -.05 10
20
30
40
50
60
Gambar 4.5.2. Respon modal bank terhadap guncangan kebijakan moneter.
Guncangan kebijakan moneter direspon negatif oleh modal bank. Modal merupakan selisih antara aktiva dan kewajiban yang dimiliki bank. Kebijakan moneter kontraktif yang dilakukan oleh bank sentral dengan meningkatkan suku bunga SBI, akan menyebabkan suku bunga simpanan akan meningkat. Hal ini berdampak pada meningkatnya jumlah simpanan masyarakat pada bank, sehingga akan menambah sisi kewajiban bank. Di sisi aktiva, peningkatan jumlah dana pada bank tidak diikuti oleh peningkatan jumlah pinjaman bank secara signifikan karena bank mengandalkan prinsip kehati-hatian. Sehingga kebijakan moneter kontraktif akan berdampak negatif pada posisi modal bank. Response of RL to RM .4 .3 .2 .1 .0 -.1 -.2 10
20
30
40
50
60
Gambar 4.5.3. Respon suku bunga kredit terhadap guncangan kebijakan moneter. Guncangan kebijakan moneter sebesar satu standar deviasi direspon positif oleh suku bunga kredit. Kebijakan kontraksi moneter dilakukan yang ditandai oleh peningkatan suku bunga SBI menyebabkan peningkatan penanaman dana perbankan pada instrumen SBI dan sebaliknya akan menurunkan deposito. Hal ini akan membuat penawaran kredit menurun dan menyebabkan tingkat suku bunga deposito naik. Peningkatan pada suku bunga deposito atau simpanan akan
menyebabkan margin laba bank menjadi berkurang, sehingga tingkat suku bunga pinjaman akan meningkat untuk menyesuaikannya. Response of INF to RM .8 .6 .4 .2 .0 -.2 -.4 10
20
30
40
50
60
Gambar 4.5.4. Respon inflasi terhadap guncangan kebijakan moneter. Guncangan kebijakan moneter yang diproksikan oleh guncangan pada variabel suku bunga SBI sebesar satu standar deviasi akan direspon secara positif oleh laju inflasi. Respon positif ini terjadi hanya pada awal periode hingga periode 25. Selanjutnya, guncangan pada suku bunga SBI akan direspon negatif oleh laju inflasi, dan pengaruh guncangan akan menghilang mulai periode 50. Pada saat terjadi inflasi yang tinggi, otoritas moneter akan mengatasinya dengan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan kontraktif dapat dilakukan dengan sasaran operasional tingkat suku bunga SBI. Dampak pengetatan kebijakan moneter pada penurunan inflasi baru akan terlihat pada jangka menengah. Hal ini terkait dengan karakteristik kebijakan moneter yaitu adanya tengat waktu atau lag sejak kebijakan moneter ditempuh sampai mencapai sasarannya.
Response of LNGDPR to RM .008
.004
.000
-.004
-.008
-.012 10
20
30
40
50
60
Gambar 4.5.5. Respon output terhadap guncangan kebijakan moneter. Output memberikan respon negatif terhadap guncangan kebijakan moneter. Hal ini sesuai dengan teori mekanisme transmisi kebijakan moneter, yaitu apabila Bank Sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif akan berdampak pada menurunnya output. Kebijakan moneter kontraktif dengan peningkatan suku bunga SBI akan menyebabkan suku bunga kredit bank meningkat dan suku bunga di pasar uang meningkat. Hal ini berarti biaya dana akan meningkat dan berdampak pada menurunnya kredit yang disalurkan perbankan. Menurunnya kredit akan menyebabkan menurunnya investasi pada sektor riil sehingga aktivitas sektor riil akan menurun dan berdampak pada menurunnya output yang dihasilkan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Beberapa hal yang dapat disimpulkan berdasarkan hasil penelitian adalah
sebagai berikut : 1. Penawaran kredit dipengaruhi oleh suku bunga kredit, suku bunga SBI dan modal bank secara signifikan. Dalam jangka panjang, penawaran kredit dipengaruhi oleh suku bunga kredit dan modal bank secara positif. Suku bunga SBI mempengaruhi penawaran kredit dengan tanda negatif. 2. Suku bunga kredit berpengaruh negatif dan output berpengaruh positif terhadap permintaan kredit. Kedua variabel ini mempengaruhi permintaan kredit secara signifikan dalam jangka panjang. 3. Bank lending channel berlaku dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia, dibuktikan dengan pengaruh kebijakan moneter yang diproksikan oleh suku bunga SBI terhadap kredit yang disalurkan perbankan dan terhadap suku bunga kredit. Kontraksi moneter akan menyebabkan suku bunga kredit meningkat dan penurunan pada jumlah kredit yang disalurkan perbankan. 4. Guncangan kebijakan moneter direspon secara negatif oleh kredit yang disalurkan bank. Adanya kebijakan moneter kontraktif dengan peningkatan suku bunga SBI menyebabkan penurunan pada kredit yang disalurkan bankbank.
5.2.
Saran Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu :
1. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diharapkan dapat menetapkan tingkat suku bunga SBI yang mendukung bagi penyaluran kredit perbankan, yaitu tingkat suku bunga yang cenderung rendah dan relatif stabil. Hal ini disebabkan suku bunga SBI merupakan acuan perbankan dalam menentukan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. 2. Pemerintah diharapkan dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan dunia usaha. Peningkatan aktivitas dunia usaha akan membawa pada peningkatan pendapatan nasional. Hal ini berdampak pada kepercayaan bank untuk menyalurkan kredit lebih banyak lagi ke sektor riil, sehingga sektor riil akan lebih berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, J., B. Kusmiarso, B. Pramono, E. G. Hutapea, A. Prasmuko, dan N. J. Prastowo. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis, Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia, Jakarta. Alamsyah, H., D. Zulverdi, I. Gunadi, R. Z. Idris, dan B. Pramono. 2005. “Banking Disintermediation and Its Implication for Monetary Policy : The Case of Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005: 499-521. Anonim. 2006. Dari Pakto 88 sampai Likuidasi 16 Bank [Tempo Online]. http://www.tempo.co.id/min/36/utama3.htm [13 Juni 2007] Anonim. 2002. Restrictions on the Cointegrating Vector. EViews 4.1 Help. Bernanke, B. S. dan M. Gertler. 1995. “Inside The Black Box : The Credit Channel of Monetary Policy Transmission ?” NBER Working Paper Series, 5146: 1-47. Farinha, L. dan C. R. Marques. 2001. “The Bank Lending Channel of Monetary Policy : Identification and Estimation using Portuguese Micro Bank Data”. European Central Bank Working Paper Series, 102: 1-58. Firdaus, M. 2006. Brief Course in Modern Econometrics : Application with E-views. Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Habibi, K. 2004. Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit Rupiah di Indonesia Periode 1994-2003 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Harmanta, M. dan Ekananda. 2005. ”Disintermediasi Fungsi Perbankan Di Indonesia Pasca Krisis 1997 : Faktor Permintaan Atau Penawaran Kredit, Sebuah Pendekatan Dengan Model Disequilibrium”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juni 2005: 51-78. Hulsewig, O. P. Winker, dan A. Worms. 2002. “Bank Lending in the Transmission of Monetary Policy : A VECM Analysis for Germany”. The Deutsche Bundesbank, Frankfurt. Julaihah, U. dan Indrosukiro, 2004. Analisis Dampak Kebijakan Moneter terhadap Variabel Makroekonomi Indonesia Tahun 1983:3-2003:2. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2004: 324-341.
Kasmir, 2004. Manajemen Perbankan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kurniawan, T. 2004. “Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman di Indonesia Tahun 1983-2002”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember 2004: 437-459. Lina. 2005. Analisis Jalur Kredit sebagai Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ludi, K. L., M. Ground, S. J. Joubert, dan P. P. Chen. 2005. Investigating the Bank Lending Channel in South Africa : A VAR Approach. Department of Economics, University of Pretoria, Pretoria. Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. Columbia University. New York. Pasaribu, S. H. 2003. Modul Pelatihan : Eviews Untuk Pelatihan Runtut Waktu (Time Series Analysis). Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sabirin, Syahril. 2002. Kebijakan Moneter-Perbankan dalam Mendukung Pemulihan Fungsi Intermediasi Perbankan. Diskusi Panel “Pemulihan Kembali Fungsi Perbankan Sebagai Lembaga Intermediasi di Bidang Keuangan”, Jakarta. Warjiyo, P dan J. Agung. 2002. Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia. Directorate of Economic Research and Monetary Policy. Bank Indonesia, Jakarta. Warjiyo, P. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia, Jakarta.
Lampiran 1 Data yang Digunakan PERIODE 2000:1 2000:2 2000:3 2000:4 2000:5 2000:6 2000:7 2000:8 2000:9 2000:10 2000:11 2000:12 2001:1 2001:2 2001:3 2001:4 2001:5 2001:6 2001:7 2001:8 2001:9 2001:10 2001:11 2001:12 2002:1 2002:2 2002:3 2002:4 2002:5 2002:6 2002:7 2002:8 2002:9 2002:10 2002:11 2002:12 2003:1 2003:2 2003:3
LNLOANS 12.353 12.364 12.345 12.364 12.394 12.399 12.410 12.388 12.418 12.452 12.456 12.451 12.432 12.459 12.489 12.555 12.530 12.528 12.451 12.447 12.496 12.535 12.468 12.467 12.429 12.416 12.417 12.420 12.413 12.438 12.463 12.487 12.511 12.524 12.531 12.544 12.515 12.536 12.565
RL 18.755 18.445 17.695 17.565 17.480 17.175 16.935 16.860 17.305 17.340 17.390 17.510 17.310 17.340 17.380 17.465 17.530 17.745 17.790 17.985 18.140 18.280 18.435 18.545 18.630 18.670 18.690 18.670 18.655 18.595 18.545 18.480 18.425 18.285 18.220 18.035 18.040 18.050 17.965
RM 11.160 11.020 10.910 10.880 11.070 12.330 13.530 13.530 13.620 13.740 14.150 14.530 14.790 14.790 15.580 16.090 16.330 16.650 17.170 17.670 17.570 17.580 17.600 17.620 16.930 16.860 16.760 16.610 15.510 15.110 14.930 14.350 13.220 13.100 13.060 12.930 12.690 12.240 11.400
LNEQUITY 12.334 12.342 12.365 12.296 12.328 12.456 12.547 12.551 12.557 12.617 12.622 12.601 12.631 12.642 12.642 12.657 12.574 12.573 12.571 12.643 12.638 12.641 12.649 12.629 12.649 12.653 12.658 12.647 12.659 12.664 12.671 12.674 12.690 12.692 12.686 12.678 12.631 12.692 12.689
INF 1.290 -0.060 -1.100 -0.800 0.390 2.100 3.720 5.340 6.800 7.920 8.780 9.400 9.880 10.250 10.600 11.040 11.550 12.110 12.590 12.950 13.010 12.800 12.520 12.550 13.050 13.740 14.080 13.600 12.610 11.480 10.710 10.230 10.100 10.150 10.240 10.000 9.190 8.080 7.100
LNGDPR 12.599 12.661 12.718 12.734 12.733 12.736 12.745 12.766 12.788 12.786 12.777 12.766 12.783 12.802 12.822 12.841 12.851 12.853 12.846 12.856 12.851 12.839 12.815 12.798 12.790 12.794 12.811 12.822 12.819 12.826 12.834 12.850 12.853 12.844 12.817 12.803 12.808 12.827 12.846
2003:4 2003:5 2003:6 2003:7 2003:8 2003:9 2003:10 2003:11 2003:12 2004:1 2004:2 2004:3 2004:4 2004:5 2004:6 2004:7 2004:8 2004:9 2004:10 2004:11 2004:12 2005:1 2005:2 2005:3 2005:4 2005:5 2005:6 2005:7 2005:8 2005:9 2005:10 2005:11 2005:12 2006:1 2006:2 2006:3 2006:4 2006:5 2006:6 2006:7 2006:8 2006:9 2006:10
12.579 12.582 12.598 12.615 12.622 12.638 12.656 12.672 12.675 12.657 12.668 12.686 12.694 12.720 12.747 12.748 12.781 12.796 12.815 12.817 12.847 12.825 12.848 12.857 12.872 12.906 12.923 12.936 12.967 12.981 12.905 12.894 12.909 12.871 12.868 12.878 12.886 12.900 12.910 12.908 12.921 12.941 12.944
17.805 17.710 17.420 16.955 16.530 16.300 16.020 15.690 15.375 15.215 15.040 14.865 14.730 14.525 14.370 14.285 14.145 14.065 13.945 13.875 13.730 13.690 13.620 13.545 13.525 13.440 13.505 13.535 13.510 14.490 15.050 15.675 15.945 16.065 16.105 16.125 16.095 16.070 16.045 16.025 15.950 15.740 15.580
11.060 10.440 9.530 9.100 9.100 8.660 8.480 8.480 8.310 7.860 7.480 7.420 7.330 7.320 7.340 7.360 7.370 7.390 7.410 7.410 7.430 7.420 7.430 7.440 7.700 7.950 8.250 8.490 9.510 10.000 11.000 12.250 12.750 12.750 12.740 12.730 12.740 12.500 12.500 12.250 11.750 11.250 10.750
12.692 12.689 12.691 12.692 12.699 12.703 12.705 12.699 12.709 12.722 12.727 12.729 12.725 12.720 12.719 12.720 12.725 12.733 12.736 12.732 12.734 12.739 12.745 12.740 12.741 12.726 12.721 12.724 12.722 12.728 12.709 12.710 12.717 12.718 12.723 12.725 12.727 12.724 12.719 12.724 12.729 12.736 12.740
6.650 6.540 6.600 6.540 6.410 6.200 5.880 5.480 5.100 4.880 4.840 5.100 5.620 6.280 6.800 6.880 6.670 6.300 6.080 6.040 6.400 7.150 8.090 8.800 8.840 8.450 7.800 7.540 7.790 9.100 11.520 14.530 17.100 18.170 18.270 17.900 17.500 16.810 15.500 13.530 11.200 9.100 7.820
12.850 12.847 12.851 12.864 12.873 12.878 12.868 12.847 12.831 12.834 12.852 12.869 12.876 12.883 12.896 12.913 12.932 12.945 12.943 12.934 12.927 12.927 12.949 12.954 12.970 12.988 13.002 13.014 13.029 13.043 12.981 12.988 13.006 13.005 13.009 13.016 13.025 13.032 13.045 13.063 13.085 13.100 13.100
2006:11 2006:12
12.956 12.977
15.365 15.085
10.250 9.750
12.743 12.747
7.070 6.600
13.097 13.081
Keterangan : LOANS
= total kredit riil
EQUITY
= posisi modal perbankan riil
RL
= rata-rata tertimbang suku bunga kredit investasi dan modal kerja
RM
= suku bunga SBI 1 bulan
INF
= laju inflasi year on year (yoy)
GDPR
= GDP riil tahun dasar 2000
Lampiran 2 Grafik Data yang Digunakan 13.0
19
12.9
18
12.8
17
12.7 16 12.6 15
12.5
14
12.4 12.3
13 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2000
2001
2002
LNLOANS
2003
2004
2005
2006
2004
2005
2006
2005
2006
RL
18
12.8
16
12.7
14
12.6
12
12.5
10
12.4
8
12.3 12.2
6 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2000
2001
2002
RM
2003
LNEQUITY
20
13.2
16
13.1 13.0
12
12.9 8 12.8 4
12.7
0
12.6
-4
12.5 2000
2001
2002
2003 INF
2004
2005
2006
2000
2001
2002
2003
2004
LNGDPR
Lampiran 3 Uji Akar Unit Pada Level Null Hypothesis: LNLOANS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.997153 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.5941
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: RL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.476228 -4.075340 -3.466248 -3.159780
0.3389
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: RM has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 5 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.320609 -4.080021 -3.468459 -3.161067
0.4179
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNEQUITY has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-3.266679 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.0791
Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 9 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.666819 -4.086877 -3.471693 -3.162948
0.2532
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: LNGDPR has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.217571 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.0882
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji Akar Unit Pada First Difference Null Hypothesis: D(LNLOANS) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.661249 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(RL) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-3.694537 -2.593824 -1.944862 -1.614145
0.0003
Null Hypothesis: D(RM) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.472480 -2.594946 -1.945024 -1.614050
0.0139
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNEQUITY) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.787756 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(INF) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 7 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.158763 -2.596160 -1.945199 -1.613948
0.0020
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LNGDPR) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-5.891118 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0000
Lampiran 4 Uji Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: D(LNLOANS) D(LNEQUITY) D(RL) D(RM) D(INF) D(LNGDPR) Exogenous variables: C Date: 01/21/08 Time: 22:50 Sample: 2000:01 2006:12 Included observations: 74 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
493.6700 617.5286 692.9944 740.7676 771.1859 824.5539 869.2363 916.0690 991.3491 1038.658
NA 224.2844 124.4165 71.01427 40.28364 62.02225* 44.68245 39.23821 50.86490 24.29399
7.60E-14 7.10E-15 2.49E-15 1.90E-15 2.43E-15 1.79E-15 1.84E-15 2.06E-15 1.32E-15* 2.54E-15
-13.18027 -15.55483 -16.62147 -16.93967 -16.78881 -17.25821 -17.49287 -17.78565 -18.84727 -19.15293*
-12.99346 -14.24711* -14.19286 -13.39016 -12.11841 -11.46691 -10.58068 -9.752557 -9.693284 -8.878045
-13.10575 -15.03316 -15.65267* -15.52372 -14.92573 -14.94799 -14.73551 -14.58115 -15.19563 -15.05415
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 5 Uji Kestabilan Model VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(LNLOANS) D(LNEQUITY) D(RL) D(RM) D(INF) D(LNGDPR) Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 01/21/08 Time: 22:51 Root 0.878217 0.633254 0.436676 0.258155 0.068102 - 0.004725i 0.068102 + 0.004725i No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.878217 0.633254 0.436676 0.258155 0.068265 0.068265
Lampiran 6 Uji Kointegrasi Summary Date: 01/21/08 Time: 22:52 Sample: 2000:01 2006:12 Included observations: 82 Series: LNLOANS LNEQUITY RL RM INF LNGDPR Lags interval: 1 to 1 Data Trend:
None
Rank or No Intercept No. of CEs No Trend
None
Linear
Linear
Quadratic
Intercept No Trend
Intercept No Trend
Intercept Trend
Intercept Trend
Selected (5% level) Number of Cointegrating Relations by Model (columns) Trace Max-Eig
3 2
4 3
3 3
4 3
6 3
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 6
604.9539 651.0384 678.3544 687.0957 693.9994 697.3553 698.6873
604.9539 651.0434 679.4074 696.6874 705.4246 710.8442 714.1878
609.2841 655.0854 683.2335 700.5092 708.7594 713.4949 714.1878
609.2841 655.2508 683.6403 707.4728 719.1779 726.2310 730.1620
612.1876 656.1670 684.5157 708.3229 719.8318 726.4716 730.1620
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 6
-13.87692 -14.70825 -15.08182 -15.00233 -14.87804 -14.66720 -14.40701
-13.87692 -14.68398 -15.05872 -15.16311 -15.05914 -14.87425 -14.63873
-13.83620 -14.66062 -15.05447 -15.18315 -15.09169 -14.91451 -14.63873
-13.83620 -14.64026 -15.01562 -15.27982* -15.24824 -15.10319 -14.88200
-13.76067 -14.54066 -14.93941 -15.22739 -15.21541 -15.08467 -14.88200
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 1 2 3 4 5 6
-12.82032 -13.29944 -13.32080* -12.88912 -12.41262 -11.84958 -11.23718
-12.82032 -13.24582 -13.23900 -12.96184 -12.47632 -11.90987 -11.29280
-12.60349 -13.07571 -13.11736 -12.89383 -12.45017 -11.92079 -11.29280
-12.60349 -13.02600 -13.01980 -12.90246 -12.48932 -11.96272 -11.35997
-12.35186 -12.77964 -12.82619 -12.76197 -12.39779 -11.91485 -11.35997
Lampiran 7 Uji Kointegrasi Asumsi 1 Date: 01/21/08 Time: 22:54 Sample(adjusted): 2000:03 2006:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints Trend assumption: No deterministic trend Series: LNLOANS LNEQUITY RL RM INF LNGDPR Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5
0.675027 0.486366 0.192007 0.154971 0.078589 0.031965
187.4668 95.29761 40.66561 23.18309 9.375608 2.663955
82.49 59.46 39.89 24.31 12.53 3.84
90.45 66.52 45.58 29.75 16.31 6.51
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 3 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 1% level
Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
5 Percent Critical Value
1 Percent Critical Value
None ** At most 1 ** At most 2 At most 3 At most 4 At most 5
0.675027 0.486366 0.192007 0.154971 0.078589 0.031965
92.16917 54.63200 17.48252 13.80748 6.711653 2.663955
36.36 30.04 23.80 17.89 11.44 3.84
41.00 35.17 28.82 22.99 15.69 6.51
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels
Restrictions: B(1,1)=1,B(1,5)=0,B(1,6)=0,B(2,1)=1,B(2,2)=0,B(2,4)=0,B(2,5)=0,B(3,1)=0,B(3,2)=0,B(3,3)=1 Tests of cointegration restrictions: Hypothesized No. of CE(s)
Restricted Log-likehood
3 4 5
671.8216 693.9994 697.3553
LR Statistic
* indicates convergence not achieved.
* NA NA
Degrees of Freedom * NA NA
Probability * NA NA
NA indicates restriction not binding. 3 Cointegrating Equation(s): Maximum iterations (500) reached.8 Restricted cointegrating coefficients (std.err. in parentheses) LNLOANS LNEQUITY RL RM 1.000000 -0.038528 -1.682736 1.207081 (0.00000) (0.01440) (0.00457) (0.03814) 1.000000 0.000000 0.061530 0.000000 (0.00000) (0.00000) (0.00470) (0.00000) 0.000000 0.000000 1.000000 -0.691705 (0.00000) (0.00000) (0.00000) (0.02191) Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(LNLOANS) -0.794104 0.471954 -1.375344 (0.25290) (0.22711) (0.43905) D(LNEQUITY) 0.439184 -0.502580 0.768496 (0.31463) (0.28254) (0.54622) D(RL) -0.307399 -0.306781 -0.585288 (1.85923) (1.66964) (3.22777) D(RM) 10.33204 -10.68296 17.96812 (3.97342) (3.56825) (6.89817) D(INF) 28.83563 -27.79860 50.20551 (3.85040) (3.45777) (6.68460) D(LNGDPR) -0.332945 0.311237 -0.577478 (0.15197) (0.13647) (0.26383)
INF 0.000000 (0.00000) 0.000000 (0.00000) -0.002278 (0.00021)
LNGDPR 0.000000 (0.00000) -1.061200 (0.00603) -0.585116 (0.00873)