1
ANALISIS AVAILABILITAS SISTEM SERI DENGAN PENDEKATAN ANALISIS MARKOV (STUDI KASUS DI PT “X”) Addin Rizka Agustina, Muhammad Sjahid Akbar dan Haryono Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak— PT “X” merupakan suatu perusahaan manufaktur yang memproduksi BOPP (Biaxially Oriented Polypropylene) Film. Proses produksi BOPP Film meliputi enam tahap, yaitu Feeding, Extruding, Chilling, pembentukan Film, Corona, dan penggulungan Film. Proses produksi tersebut merupakan sistem seri karena prosesnya yang harus dilakukan secara berurutan. Khusus pada proses Chilling, apabila komponen Motor Blower Film Drying mengalami kerusakan maka digantikan secara manual menggunakan kipas angin turbo. Pergantian itu menyebabkan kuantitas produksinya berkurang hingga 50% dan proses tetap berjalan. Analisis availabilitas terhadap proses produksi tersebut menggunakan pendekatan analisis Markov. Dalam proses produksinya diketahui bahwa terdapat satu tahap (subsistem) yang memiliki 3 kondisi, yakni baik, menurun, dan rusak. Availabilitas sistem produksi di PT “X” dalam 5 tahun adalah sebesar 99,56 persen, terdiri dari availabilitas subsistem Feeding, Extruding, Chilling pembentukan Film, Corona, dan penggulungan Film masing-masing sebesar 99,91 persen, 99,93 persen, 99,95 persen, 99,93 persen, 99,90 persen, dan 99,94 persen. Sedangkan dalam jangka panjang sistem tersebut memiliki availabilitas sebesar 99,65 persen. Efek dari subsistem Feeding, Extruding, dan pembentukan Film terhadap availabilitas sistem dicari pada saat steady state dengan menerapkan teknik Balance Equation. Subsistem yang paling berdampak pada availabilitas sistem adalah pada subsistem Feeding. Kata Kunci— Availabilitas, Analisis Markov, Balance Equation.
I. PENDAHULUAN
P
ertumbuhan industri di Indonesia kini semakin berkembang pesat, sehingga memunculkan persaingan yang sangat ketat dibidangnya. Persaingan ini menyebabkan industri-industri berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Kualitas suatu produk didefinisikan sebagai kemampuan suatu barang dalam memberikan kinerja yang sesuai atau melebihi keinginan konsumen [1]. Kualitas produk merupakan faktor utama penggerak kepuasan pelanggan [2]. Proses produksi sangat bergantung pada optimalnya fungsi dan peralatanperalatan produksi. PT “X” merupakan perusahaan perseroan yang bergerak dalam bidang industri plastik/kertas kaca pengemas (Biaxially Oriented Polypropylene) BOPP Film. Produk yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai pembungkus rokok, label botol minuman, dan lain-lain. Proses produksi untuk menghasilkan BOPP Film meliputi enam tahap, yaitu Feeding, Extruding, Chilling, pembentukan Film, Corona, dan penggulungan Film. Proses produksi tersebut merupakan sistem seri karena prosesnya yang harus dilakukan secara berurutan. Khusus pada proses Chilling, apabila komponen Motor Blower Film Drying mengalami kerusakan maka digantikan secara manual menggunakan kipas angin turbo.
Pergantian tersebut menyebabkan kuantitas produksinya berkurang hingga 50 persen, namun proses tetap berjalan. Sedangkan pada proses lainnya, apabila salah satu komponen yang rusak, maka mesin tidak dapat beroperasi dan memerlukan perbaikan supaya kembali berfungsi baik. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Slamet (2008) yakni mengenai penentuan reliabilitas proses produksi yang memiliki sistem seri dengan analisis Markov. Penelitian tersebut dilakukan di PT Semen Gresik Tbk yang bertujuan untuk preventive maintenance dengan kondisi yang dimiliki semua subsistem hanya ada 2, yakni baik dan rusak [3]. Sedangkan pada penelitian kali ini, peneliti melakukan analisis availabilitas terhadap proses produksi yang bersistem seri dimana terdapat satu tahap yang memiliki 3 kondisi, yakni baik, menurun, dan rusak. Metode analisis tersebut menggunakan pendekatan analisis Markov. Analisis Markov mulanya dilakukan dengan membuat diagram transisi model Markov kemudian dapat dibuat model persamaan diferensialnya. Melalui persamaan diferensial tersebut dapat diperoleh probabilitas sistem berada pada kondisi tertentu dan waktu jangka panjang (steady state) dengan menggunakan teknik Balance Equation. Probabilitas tersebut nantinya digunakan untuk menghitung availabilitas sistem dalam jangka panjang [4]. Pada umumnya perusahaan lebih tertarik untuk mengetahui availabilitas sistem jangka panjang (steady state). Dengan menggunakan kondisi tersebut, dapat lebih mudah dalam mempelajari efek dari laju kerusakan dan laju perbaikan suatu subsistem terhadap availabilitas sistem. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reliabilitas dan Availabilitas Reliabilitas merupakan suatu probabilitas suatu unit bekerja dengan baik dalam suatu periode tertentu ketika digunakan dibawah aturan kondisi operasi tertentu [5][6]. Perhitungan reliabilitas dapat mening-katkan kualitas dan mengurangi timbulnya kerusakan terha-dap suatu unit dalam periode tertentu [7]. Probability Density Function (PDF) atau fungsi kepadatan probabilitas dari waktu T disimbolkan dengan f(t) [6]. f (t )t P t T t t (1) Persamaan (1) menunjukkan probabilitas terjadi kerusakan pada waktu antara t sampai t+t. Sedangkan probabilitas kerusakan suatu komponen pada waktu t dapat dihitung dengan (2) P(T t ) 0t f (t ) dt F (t ), t 0 dengan F(t) merupakan probabilitas suatu komponen rusak hingga waktu t, atau biasa disebut dengan Cumulative Distribution Function (CDF). CDF biasa disebut dengan
2 unreliability function. Oleh karenanya, perhitungan fungsi reliabilitas R(t) diperoleh
t
R(t ) P(T t ) t f (t )dt 1 0 f (t )dt 1 F (t ) (3) Laju kerusakan, (t), didefinisikan sebagai tingkat kerusakan suatu komponen terjadi dalam selang waktu tertentu, dapat ditulis dengan f (t ) f (t ) (4) (t ) R (t ) 1 F ( t ) Rata-rata waktu antarkerusakan (MTTF) merupakan ratarata waktu suatu komponen mengalami kerusakan setelah perbaikan. MTTF dapat dihitung dengan menggunakan rumus
(5) MTTF 0 1 F (t )dt 0 R(t )dt Availabilitas merupakan probabilitas suatu sistem beroperasi pada suatu waktu atau dalam selang waktu tertentu dan mengandung kondisi perbaikan. Availabilitas sistem yang tidak dapat diperbaiki sama dengan reliabilitas sistem tersebut [8]. Sehingga availabilitas sistem (AS) dapat dihitung dengan cara [9] MTTF MTTF (6) AS MTBF MTTF MTTR
dimana rata-rata waktu perbaikan ( MTTR) 0 1 H (t )dt dengan H(t) merupakan CDF untuk data waktu perbaikan. B. Distribusi dalam Analisis Keandalan Sistem Distribusi yang sering digunakan dalam analisis mengenai keandalan sistem diantaranya adalah Distribusi Eksponensial, Distribusi Normal, Distribusi Lognormal, dan Distribusi Weibull [6]. A.1 Distribusi Eksponensial Distribusi Eksponensial hanya mempunyai satu parameter, yaitu . PDF dari distribusi eksponensial adalah t (7) f (t ) e Berdasarkan persamaan (2), diperoleh CDF berikut t
F (t ) 1 e Reliabilitas dari distribusi Eksponensial adalah
(8)
t
(9) R(t ) e Apabila f adalah laju kerusakan dan r adalah laju perbaikan pada waktu ke-t, diperoleh MTTF dan MTTR dari distribusi Eksponensial adalah MTTF
1
f
, MTTR
1
r
(10)
A.2 Distribusi Normal Parameter dari distribusi Normal adalah mean () dan varians (2). PDF dari distribusi Normal adalah (t ) 2 1 (11) f (t ) exp 2 2 2 Rata-rata waktu kerusakan (f) adalah MTTF dengan varians f2 dan rata-rata waktu perbaikan (r) adalah MTTR dengan varians r2. Persamaan CDF adalah (t ) 2 1 t (12) F (t ) 0 exp dt 2 2 2 atau langsung melihat nilai pada Tabel Normal Standard t F (t ) (13)
Mengacu pada persamaan (3), diperoleh reliabilitas untuk distribusi Normal berikut t (14) R (t ) 1 A.3 Distribusi Lognormal PDF untuk distribusi Lognormal adalah ln(t ) 2 1 (15) f (t ) exp 2 2 t 2 dengan menggunakan tabel Normal Standard, persamaan (15) menjadi
f (t )
1
(t )
t Diperoleh fungsi reliabilitas yang dapat ditulis ln t R (t ) 1 MTTF dan MTTR dari distribusi ini adalah
MTTF exp f
f 2 2
2 , MTTR exp r r 2
(16)
(17)
(18)
A.4 Distribusi Weibull Dua parameter dalam distribusi Weibull adalah parameter scale (γ) dan parameter shape (φ). PDF dari distribusi Weibull adalah [10] f (t )
t
( 1) ( t / )
e
, 0, 0
(19)
CDF untuk distribusi Weibull yaitu (t
)
(20) F (t ) 1 e Kemudian dari persamaan (20) diperoleh perhitungan Reliabilitas berikut ( t )
(21) R(t ) e Perhitungan MTTF dan MTTR dari distribusi Weibull dilakukan dengan cara (22) MTTF f 1 1 , MTTR r 1 1 f r dimana γf dan φf adalah parameter dari data waktu kerusakan, γr dan φr adalah parameter dari data waktu perbaikan, dan Γ(.) menotasikan fungsi gamma.
C. Pengujian Distribusi Penggunaan uji Anderson-Darling mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahjudi (2007) yang menyatakan bahwa uji Anderson-Darling menunjukkan superioritas dibandingkan metode lainnya [11]. Uji Anderson-Darling dapat digunakan untuk berbagai tipe distribusi, sedangkan uji Kolmogorov-Smirnov hanya pada distribusi Normal [12]. Hipotesis yang akan diuji H0: data mengikuti dengan distribusi yang ditentukan H1: data tidak mengikuti dengan distribusi yang ditentukan Statistik uji Anderson-Darling (A2) adalah 2
A n
1 n (2i 1){ln F ( X i ) ln[1 F ( X n 1i )]} n i 1
(23)
dimana Xi merupakan data pengamatan ke-i, dengan i=1,2,3,...,n dan F(Xi) merupakan CDF. Nilai A2 yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan nilai kritis dari tabel Anderson-Darling a(db,) dengan derajat bebas q=1-r/n. H0 akan ditolak apabila nilai A2 lebih besar dari nilai kritis. Selanjutnya penentuan distribusi yang paling sesuai dengan data dapat dilakukan dengan melihat A2 terkecil.
3 D. Estimasi Parameter Metode Maksimum Likelihood Estimation (MLE) adalah suatu metode yang paling baik untuk memperoleh sebuah estimator tunggal. Prosedur metode MLE secara konsep sangat sederhana dan juga banyak digunakan untuk mengestimasi parameter dari distribusi waktu kerusakan. Fungsi Likelihood, L(θ), adalah n
L( ) f ( x1, x2 ,..., xn ; ) f ( xi , )
(24)
i 1
dengan xi merupakan pengamatan yang saling bebas dari sampel berukuran n dan θ adalah parameter yang belum diketahui. MLE biasanya diperoleh dari memaksimalkan logaritma natural dari fungsi Likelihood L(θ) [13]. Sehingga estimasi parameter θ dapat diperoleh dengan menurunkan logaritma natural L(θ) terhadap θ yakni d ln L( ) 0 (25) d
a. A, B, C, D, E, dan F berturut-turut adalah subsistem Feeding, Extruding, Chilling, pembentukan Film, Corona, dan penggulungan Film dalam keadaan baik b. a, b, c, d, e, dan f secara berurutan adalah subsistem Feeding, Extruding, Chilling, pembentukan Film, Corona, dan penggulungan Film dalam keadaan rusak c. C merupakan subsistem C bekerja dengan kemampuan menurun d. i dengan i=1,2,...,7 merupakan laju kerusakan dari subsistem A, B, D, E, F, C , dan C e. βi dengan i=1,2,...,6 merupakan laju perbaikan dari subsistem A, B, D, E, F, dan C f. Pj(t) dengan j=1,2,...,13 adalah probabilitas sistem berada pada state ke-j di waktu ke-t
E. Analisis Markov terhadap Sistem Seri Sistem seri merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang dirangkai secara berurutan/seri, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut 1
2
3
...
n
Gambar 1 Diagram Susunan Komponen Sistem Seri
Analisis Markov dapat digunakan untuk menghitung nilai reliabilitas atau availabilitas dari sistem tersebut. Umumnya laju kerusakan memiliki distribusi Eksponensial. Dalam melakukan perhitungan availabilitas sistem seri dengan menggunakan analisis Markov, diperlukan beberapa asumsi diantaranya a. Laju kerusakan dan laju perbaikan masing-masing saling independen b. Subsistem tidak rusak secara bersamaan c. Perbaikan subsistem yang rusak membuat subsistem dalam kondisi seperti baru. Availabilitas dari sistem seri, AS, dapat dihitung dengan n
AS A1 A2 A3 ... An Ai (26) i 1 Ai merupakan availabilitas pada subsistem/komponen ke-i, dengan i=1,2,3, ..., n [14]. Rata-rata waktu antar-kerusakan dari sistem seri (MTTFS) ialah 1 (27) MTTFS 1 n
i 1 i
S
dimana S merupakan laju kerusakan sistem seri dan i adalah laju kerusakan pada subsistem/komponen ke-i. m (28) i
k 1 xk m
dengan xk adalah data waktu kerusakan ke-k (k=1,2,...,m). Rata-rata waktu lama perbaikan dari sistem seri (MTTRS) 1 (29) MTTRS 1 n S i 1 i dimana βS adalah laju perbaikan sistem seri dan βi merupakan laju perbaikan subsistem/komponen ke-i. m (30) i
k 1 yk m
dengan yk adalah data lama perbaikan dari kerusakan ke-k. Proses Markov dari pembuatan BOPP Film di PT “X” ditunjukkan pada Gambar 2. Penjelasan dari simbol-simbol yang digunakan pada diagram transisi tersebut:
Gambar 2 Diagram Transisi Sistem Mesin Pembuat BOPP Film
Model persamaan diferensial pada state 1 adalah P1 (t ) X 1P1 (t ) 1P3 (t ) 2 P4 (t ) 3 P5 (t ) 4 P6 (t ) 5 P7 (t ) 6 P13 (t )
(29)
dan persamaan diferensial pada state 2 adalah P2 (t ) X 2 P2 (t ) 1P8 (t ) 2 P9 (t ) 3 P10 (t ) 4 P11 (t ) 5 P12 (t ) 6 P1 (t )
(30)
dimana
X 1 1 2 3 4 5 6 X 2 1 2 3 4 5 7 Sedangkan untuk state 3 hingga state 13 memiliki persamaan diferensial berikut P2i (t ) i P2i (t ) i P1(t ), i 1, 2,..., 5 (31)
P7i (t ) i P7 i (t ) i P2 (t ), i 1, 2,..., 5
(32)
P13 (t ) 6 P13 (t ) 7 P2 (t )
(33)
dengan kondisi awal pada t=0 adalah Pj(0)=1, jika j=1 dan Pj(0)=0 untuk j lainnya (34) Availabilitas sistem dalam jangka panjang atau pada saat steady state dengan mengikuti aturan dPj (t ) 0 dengan t dt
Mengacu pada persamaan diferensial pada persamaan (29) hingga persamaan (33), peluang dari setiap state pada saat steady state, Pi(t) disimbolkan Pi, dengan menggunakan teknik Balance Equation diperoleh sebagai berikut X1P1 1P3 2 P4 3P5 4 P6 5P7 6 P13 (35)
X 2 P2 1P8 2 P9 3P10 4 P11 5P12 6 P1
(36)
4
i P2i (t) i P1(t), i 1, 2,..., 5
(37)
i P7 i (t) i P2 (t), i 1, 2,..., 5
(38)
6 P13 (t ) 7 P2 (t )
(39)
Dengan menyubstitusikan persamaan persamaan (35) dapat diperoleh
P1
(37)
7 P2 atau P2 6 P1 6 7
kedalam (40)
dan peluang di state lainnya menjadi P2 i P7 i
i P i 1
i P i i 2 i
P13
(41)
6 7
(42)
P1
6 P 6 1
(43)
Dengan menggunakan kondisi umum dimana
13
P 1
(44)
i 1 i
Diperoleh besar peluang sistem pada state 1, P1, adalah 1 P1 (45)
6
1 1 2 3 4 5 1 6 6 1 2 3 4 5 7
Sehingga availabilitas sistem jangka panjang dapat dihitung dengan cara
A() P1 P2 1
6 P 7 1
(46)
F. Gambaran Proses Sistem pembuatan BOPP Film mulai dari input berupa raw material (biji-biji plastik) hingga menjadi film yang sudah dinetralkan dan dipotong-potong mengikuti 6 tahapan pada Gambar 3 berikut Raw Material (biji-biji plastik)
Feeding
Penetralan dan Pemotongan
Penggulungan Film
Extruding Corona
Chilling Pembentukan Film
Gambar 3 Diagram Alir Proses Produksi BOPP Film
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Sumber Data dan Variabel Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yakni data waktu antarkerusakan dan waktu lama perbaikan yang terjadi pada setiap subsistem dalam proses produksi BOPP Film di PT “X” selama 5 tahun, mulai tahun 2008 hingga tahun 2012. Selain itu juga terdapat data komponen-komponen yang ada didalam setiap subsistem. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini variabel waktu kerusakan dan variabel lama perbaikan. Satuan dari variabel waktu kerusakan dan variabel lama perbaikan adalah jam. Langkah Analisis Langkah analisis yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian mulanya dengan menggabungkan waktu kerusakan semua komponen pada setiap subsistem. 1. Tujuan pertama: Memperoleh hasil pengukuran availabilitas tiap subsistem pada proses produksi di PT ”X” a. Menguji kesesuaian distribusi data waktu kerusakan dan lama waktu perbaikan setiap subsistem. b. Melakukan estimasi parameter. B.
c. Menghitung nilai MTTF dan MTTR dari setiap subsistem. d. Menghitung nilai availabilitas dari setiap subsistem. 2. Tujuan kedua: Mengukur availabilitas sistem seri dari proses produksi di PT “X”. Pengukuran ini dilakukan dengan cara mengalikan nilai availabilitas setiap subsistem proses produksi. 3. Tujuan ketiga: Mengetahui bentuk diagram transisi yang sesuai untuk proses produksi PT “X” a. Membuat kerangka diagram transisi untuk sistem seri menyesuaikan pada proses produksi di PT “X”. b. Menghitung laju kerusakan dan laju perbaikan dari setiap subsistem. 4. Tujuan keempat: Mengetahui subsistem yang paling berpengaruh terhadap availabilitas sistem produksi di PT “X”. a. Membuat persamaan diferensial setiap state berdasarkan diagram transisi yang telah dibuat. b. Mencari nilai probabilitas tiap state. Pada saat steady state dapat dihitung dengan menggunakan teknik Balance Equation. c. Melakukan simulasi dengan beberapa nilai laju kerusakan dan laju perbaikan terhadap beberapa subsistem yang dianggap penting, yakni subsistem Feeding, Extruding, dan pembentukan Film. Efek laju kerusakan dan laju perbaikan dicari dengan mengombinasikan keduanya dan dihitung availabilitas sistem jangka panjang. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Sistem Produksi di PT “X” Sistem yang digunakan dalam proses produksi PT “X” berupa sistem seri, yang berarti tahapannya dilakukan secara berurutan. Sehingga apabila terdapat minimal satu tahapan tidak dapat bekerja, maka proses produksi terhenti. Tabel 1 Jumlah Komponen dan Jumlah Kerusakan Tiap Subsistem selama 5 Tahun Subsistem Jumlah Komponen Jumlah Kerusakan Feeding 4 32 Extruding 2 17 Chilling 2 20 Pembentukan Film 21 177 Corona 10 147 Penggulungan Film 6 65
Suku cadang yang harus disediakan PT “X” untuk subsistem pembentukan Film dalam waktu 5 tahun sebanyak sukucadang
177 5tahun 21
1, 68 2unit / komponen
Suku cadang yang diperlukan subsistem Feeding, Extruding, dan Chilling dengan menggunakan perhitungan yang sama pada subsistem pembentukan Film, yaitu sebanyak 2 unit/komponen dalam 5 tahun. Sedangkan pada subsistem Corona dan penggulungan Film diperlukan suku cadang sebanyak 3 unit/komponen selama 5 tahun. B. Penentuan Distribusi Waktu kerusakan dan Lama Perbaikan Pengujian distribusi data waktu kerusakan dan lama perbaikan dalam penelitian ini menggunakan uji AndersonDarling. Distribusi yang umum digunakan adalah distribusi Eksponensial, distribusi Normal, distribusi Weibull, dan distribusi Lognormal. Hipotesis yang akan diuji adalah
5 H0: data waktu kerusakan tiap subsistem mengikuti distribusi yang ditentukan H1: data waktu kerusakan tiap subsistem tidak mengikuti distribusi yang ditentukan Tabel 2 Pengujian Distribusi Waktu kerusakan Tiap Subsistem selama 5 Tahun Statistik Uji Subsistem Weibull Lognormal Eksponensial Normal Feeding 0,635 0,973 3,932 0,796 Extruding 1,034 1,268 2,002 1,023 Chilling 0,895 0,968 3,380 0,977 Pembentukan Film 0,759 1,020 15,593 3,069 Corona 0,449 2,616 10,374 1,686 Penggulungan Film 0,410 1,383 5,983 0,718
Hasil pengujian tersebut adalah waktu kerusakan subsistem Feeding, Chilling, pembentukan Film, Corona, dan penggulungan Film mengikuti distribusi Weibull. Distribusi waktu kerusakan yang paling sesuai untuk subsistem Extruding adalah Distribusi Normal. Hipotesis yang akan diuji mengenai distribusi lama perbaikan tiap subsistem yaitu H0: data lama perbaikan tiap subsistem mengikuti distribusi yang ditentukan H1: data lama perbaikan tiap subsistem tidak mengikuti distribusi yang ditentukan Hasil perhitungan statistik uji Anderson-Darling untuk setiap distribusinya terdapat pada Tabel 3 berikut
D. Analisis Availabilitas Subsistem dan Sistem Nilai MTTF dan MTTR diperlukan dalam melakukan perhitungan availabilitas suatu sistem ataupun subsistem. Tabel 6 MTTF dan MTTR Tiap Subsistem selama 5 Tahun Subsistem MTTF MTTR Feeding 3585,39 3,19219 Extruding 3588,71 2,38089 Chilling 3152,68 1,66216 Pembentukan Film 3079,25 2,09069 Corona 1874,12 1,83273 Penggulungan Film 2593,79 1,66206
Perhitungan availabilitas dari setiap subsistem berdasarkan nilai MTTF dan MTTR pada Tabel 6 dengan menggunakan persamaan (6) diperoleh availabilitas subsistem Feeding sebesar 0,9991, subsistem Extruding sebesar 0,9993, subsistem Chilling sebesar 0,9995, subsistem pembentukan Film sebesar 0,9993, subsistem Corona sebesar 0,9990, dan subsistem penggulungan Film sebesar 0,9994. Availabilitas sistem diperoleh dengan menggunakan persamaan (26) yaitu sebesar 0,9956. E. Pemodelan Markov pada Sistem Produksi Pada pemodelan Markov, laju kerusakan dan laju perbaikan dari masing-masing subsistem didekati dengan distribusi eksponensial.
Tabel 3 Pengujian Distribusi Lama Perbaikan Tiap Subsistem selama 5 Tahun Statistik Uji Subsistem Weibull Lognormal Eksponensial Normal Feeding 1,073 1,512 3,199 0,970 Extruding 1,134 0,907 2,747 1,458 Chilling 0,953 0,877 0,941 1,979 Pembentukan Film 2,840 0,499 9,047 9,607 Corona 1,573 0,919 5,916 7,785 Penggulungan Film 0,832 0,978 1,733 3,964
Tabel 7 Laju Kerusakan dan Laju Perbaikan Tiap Subsistem selama 5 Tahun Subsistem Laju Kerusakan () Laju Perbaikan (β) Feeding 0,0011 1,34 Extruding 0,0006 0,85 Chilling 0,0006 1,56 0,0002 a. Chilling (goodreduced) 0,0004 1,56 b. Chilling (reducedfailed) Pembentukan Film 0,0069 10,78 Corona 0,0054 6,86 Penggulungan Film 0,0023 4,77
Distribusi yang paling sesuai untuk data lama perbaikan subsistem Extruding, Chilling, pembentukan Film, dan Corona adalah distribusi Lognormal. Subsistem Feeding paling sesuai menggunakan distribusi Normal dan subsistem penggulungan Film menggunakan distribusi Weibull.
Subsistem yang paling sering mengalami kerusakan berdasarkan pada Tabel 7 adalah subsistem pembentukan Film. Laju kerusakan pada subsistem tersebut sebesar 0,0069 kerusakan/jam yang berarti bahwa selama 10.000 jam akan terjadi 69 kerusakan.
C. Estimasi Parameter Distribusi Waktu kerusakan dan Lama Perbaikan Hasil perhitungan estimasi parameter distribusi waktu kerusakan tiap subsistem disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Estimasi Parameter Distribusi Waktu kerusakan Tiap Subsistem selama 5 Tahun Subsistem Distribusi Parameter Feeding Weibull φ=2,13624 γ=4048,45 Extruding Normal =3588,71 2=(2051,11)2 Chilling Weibull φ=2,43703 γ=3555,32 Pembentukan Film Weibull φ=1,86472 γ=3467,86 Corona Weibull φ=1,72172 γ=2102,21 Penggulungan Film Weibull φ=1,91234 γ=2923,62
Estimasi parameter distribusi lama perbaikan tiap subsistem dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Estimasi Parameter Distribusi Lama Perbaikan Tiap Subsistem selama 5 Tahun Subsistem Distribusi Parameter Feeding Normal =3,19219 2=(1,71356)2 Extruding Lognormal =0,736572 2=(0,511665)2 Chilling Lognormal = -0,0317692 2=(1,03912)2 Pembentukan Film Lognormal =0,476465 2=(0,722534)2 Corona Lognormal =0,278133 2=(0,809532)2 Penggulungan Film Weibull φ=1,20166 γ=1,76754
Gambar 4 Diagram Transisi Model Markov
6
Tabel 8 Nilai Peluang Setiap State Peluang State kePeluang 0,664346496 8 0,000276210 0,332173248 9 0,000217248 0,000552419 10 0,000213516 0,000434497 11 0,000262755 0,000427032 12 0,000162039 0,000525510 13 0,000084952 0,000324079
Peluang subsistem Feeding tidak bekerja dalam jangka panjang sebesar 0,083 persen. Peluang subsistem Extruding tidak bekerja, dengan menggunakan perhitungan yang sama, adalah sebesar 0,065 persen. Kondisi subsistem Chilling tidak bekerja berada pada state 13 dengan peluang sebesar 0,008 persen. Peluang subsistem pembentukan Film tidak berfungsi adalah sebesar 0,064 persen. Subsistem Corona berpeluang tidak berfungsi cukup besar, yakni sebesar 0,079 persen. Subsistem terakhir yakni penggulungan Film dalam jangka panjang berpeluang tidak dapat bekerja sebesar 0,049 persen. Availabilitas sistem dalam jangka panjang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (46) dengan nilai P1 dan P2 mengacu pada Tabel 8 adalah 99,65 persen. F. Efek Laju Kerusakan dan Laju Perbaikan terhadap Availabilitas Sistem Efek dari laju kerusakan dan laju perbaikan terhadap availabilitas sistem dapat diketahui dengan mencoba beberapa nilai laju kerusakan atau laju perbaikan yang berada disekitar nilai empiris dua kombinasi nilai tersebut. Sedangkan laju kerusakan atau laju perbaikan subsistem lainnya tetap, sehingga diperoleh availabilitas sistem pada masing-masing nilai.
α2
α1 0,0009 0,0011 0,0013 ... 0,1 0,996741 0,996593 0,996444 0,928254 0,996624 0,996476 0,996327 0,928152 0,996507 0,996358 0,996210 0,928050
0,0005 0,0006 0,0007 ... 0,0555 0,936148 0,936017 0,935886 kenaikan laju efek 0,4 -0,0002 -0,0002 -0,0002 110 -0,061 -0,061 -0,061
0,875481
efek
Tabel 9 Efek Laju Kerusakan Subsistem Feeding dan Subsistem Extruding terhadap Availabilitas Sistem Jangka Panjang kenaikan laju 0,44 110 -0,0003 -0,069 -0,0003 -0,069 -0,0003 -0,069 -0,0003 -0,065
-0,0002 -0,057
Tabel 9 menunjukkan bahwa meningkatnya laju kerusakan pada subsistem Feeding dan Extruding sebesar 44 persen memiliki dampak negatif terhadap availabilitas sistem
Tabel 10 Efek Laju Kerusakan Subsistem Feeding dan Subsistem Pembentukan Film terhadap Availabilitas Sistem Jangka Panjang α1 0,0009 0,0011 0,0013 0,996699 0,996550 0,996402 0,996680 0,996532 0,996384 0,996662 0,996514 0,996365
...
0,0067 0,0069 0,0071 ... 0,7440 0,933063 0,932933 0,932803 kenaikan laju efek 0,06 -0,00004 -0,00004 -0,00004 110 -0,064 -0,064 -0,064
0,1000 0,928217 0,928201 0,928185
efek
α3
0,872782
kenaikan laju 0,44 110 -0,0003 -0,069 -0,0003 -0,069 -0,0003 -0,069 -0,0003 -0,065
-0,00003 -0,060
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa peningkatan laju kerusakan subsistem Feeding dari 0,0009 hingga 0,0013 kerusakan/jam menyebabkan penurunan availabilitas sistem sebesar 0,03 persen dan availabilitas juga mengalami penurunan sebesar 0,004 persen dengan kenaikan laju kerusakan subsistem pembentukan Film sebesar 6 persen. Dengan menggunakan persentase peningkatan yang sama, yakni peningkatan laju kerusakan subsistem Feeding dari 0,0009 hingga 0,1 kerusakan/jam dan laju kerusakan subsistem pembentukan Film dari 0,0067 hingga 0,744 kerusakan/jam, diketahui bahwa subsistem Feeding memiliki dampak penurunan availabilitas sebesar 6,9 persen sedangkan subsistem pembentukan Film menurunkan sebesar 6,4 persen. Tabel 11 Efek Laju Kerusakan dan Laju Perbaikan Subsistem Feeding terhadap Availabilitas Sistem Jangka Panjang β1
α1 0,0009 0,0011 0,0013 0,996533 0,996352 0,996172 0,996658 0,996505 0,996352 0,996750 0,996617 0,996485
...
1,10 1,30 1,50 ... 122,22 0,997339 0,997337 0,997336 kenaikan laju efek 0,36 0,0002 0,0003 0,0003 110 0,0008 0,0010 0,0012
0,1000 0,914436 0,926283 0,935167
efek
State ke1 2 3 4 5 6 7
masing-masing sebesar 0,03 persen dan 0,02 persen. Dengan persentase peningkatan yang lebih tinggi, laju kerusakan subsistem Feeding memiliki dampak penurunan availabilitas sebesar 6,9 persen, sedangkan pada subsistem Extruding menurunkan sebesar 6,1 persen.
kenaikan laju 0,44 110 -0,0004 -0,082 -0,0003 -0,071 -0,0003 -0,062
0,996533
0,0000
-0,001
0,0227 0,0898
Pada kombinasi laju kerusakan dan laju perbaikan subsistem Feeding seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11, availabilitas sistem terbaik diperoleh ketika laju kerusakan menurun dan laju perbaikan meningkat. Meningkatnya laju kerusakan sebesar 44 persen akan menurunkan availabilitas sistem sebesar 0,03 persen dan akan meningkat sekitar 0,03 persen apabila laju perbaikan naik sebesar 36 persen. Apabila laju kerusakan meningkat dari 0,0009 menjadi 0,1 kerusakan/jam akan menurunkan availabilitas sekitar 8,2 hingga 6,2 persen dengan peningkatan laju perbaikan dari 1,1 menjadi 122,22 perbaikan/jam berdampak positif sebesar 0,08 hingga 0,1 persen. Tabel 12 Efek Laju Perbaikan Subsistem Extruding dan Subsistem Pembentukan Film terhadap Availabilitas Sistem Jangka Panjang β3
β2 0,75 0,85 0,95 ... 0,996372 0,996459 0,996527 0,996437 0,996524 0,996592 0,996491 0,996578 0,996646
9,8 10,8 11,8 ... 1088,9 0,997068 0,997154 0,997223 kenaikan laju efek 0,20 0,0001 0,0001 0,0001 110 0,0007 0,0007 0,0007
83,33 0,997099 0,997165 0,997219 0,997796 0,0001 0,0007
efek
Diagram transisi model Markov dapat dibuat dengan mengacu pada kerangka diagram transisi dalam Gambar 2 dan menggunakan nilai laju kerusakan dan laju perbaikan dalam Tabel 7. Selanjutnya dapat dibuat persamaan diferensial sesuai dengan formula pada persamaan (29) hingga (33) dan dihitung peluang sistemnya. Setelah itu dapat dilakukan perhitungan nilai peluang dari setiap state saat steady state dapat diperoleh dengan merujuk pada persamaan (40) hingga persamaan (43) sebagai berikut P2=0,5P1 P8=0,000415761P1 P3=0,000831523P1 P9=0,000327010P1 P4=0,000654021P1 P10=0,00032139P1 P5=0,000642784P1 P11=0,00039550P1 P6=0,000791018P1 P12=0,00024391P1 P7=0,000487816P1 P13=0,00012787P1 Nilai peluang sistem berada pada state 1 (P1) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (45) dan menghasilkan nilai P1=0,664346496. nilai P1 tersebut digunakan untuk menghitung nilai peluang di state lain.
kenaikan laju 0,27 110 0,0002 0,0007 0,0002 0,0007 0,0002 0,0007 0,0002 0,0007
7 Tabel 12 menunjukkan bahwa availabilitas sistem tertinggi yang dapat diperoleh dari kombinasi nilai laju perbaikan subsistem Extruding dan subsistem pembentukan Film adalah ketika laju perbaikan keduanya mengalami peningkatan. Meningkatnya laju perbaikan subsistem Extruding sebesar 27 persen menimbulkan peningkatan availabilitas sistem sekitar 0,02 persen dan peningkatan laju perbaikan subsistem pembentukan Film sebesar 20 persen berdampak positif sebesar 0,01 persen. Apabila peningkatan laju perbaikan kedua sistem sama, yakni pada subsistem Extruding dari 0,75 menjadi 83,33 perbaikan/jam dan pada subsistem pembentukan Film dari 9,8 menjadi 1088,9 perbaikan/jam, diketahui bahwa laju perbaikan subsistem Extruding dan subsistem pembentukan Film memiliki dampak pada peningkatan availabilitas sistem hampir sama, yakni sekitar 0,07 persen. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil analisis yang telah dilakukan adalah sebagai berikut 1. Jumlah suku cadang yang diperlukan oleh subsistem Feeding, Extruding, Chilling, dan pembentukan Film sebanyak 2 unit/komponen selama 5 tahun. Sedangkan untuk subsistem Corona dan subsistem penggulungan Film dalam waktu 5 tahun memerlukan suku cadang sebanyak 3 unit/komponen. 2. Availabilitas subsistem Feeding, Extruding, Chilling pembentukan Film, Corona, dan penggulungan Film masing-masing sebesar 99,91 persen, 99,93 persen, 99,95 persen, 99,93 persen, 99,90 persen, dan 99,94 persen. Sehingga diperoleh availabilitas sistem selama 5 tahun sebesar 99,56 persen. 3. Sistem masih dapat berfungsi baik dalam jangka panjang dengan adanya perbaikan saat sistem rusak memiliki peluang sebesar 99,65 persen. 4. Pada kombinasi laju kerusakan subsistem Feeding dan subsistem Extruding, peningkatan laju kerusakan subsistem Feeding memiliki dampak penurunan availabilitas sebesar 6,9 persen, sedangkan subsistem Extruding berdampak sebesar 6,1 persen. Pada kombinasi laju kerusakan subsistem Feeding dan pembentukan Film, subsistem Feeding memiliki dampak penurunan availabilitas sebesar 6,9 persen dan subsistem pembentukan Film berdampak sebesar 6,4 persen. Pada kombinasi laju kerusakan dan laju perbaikan subsistem Feeding, dampak yang ditimbulkan terhadap availabilitas sistem yaitu laju kerusakan menurunkan sekitar 8,2 hingga 6,2 persen dan laju perbaikan meningkatkan sekitar 0,08 hingga 0,1 persen. Pada kombinasi laju perbaikan subsistem Extruding dan pembentukan Film, dampak yang diberikan kedua-nya terhadap availabilitas sistem sekitar 0,07 persen berdampak positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa subsistem yang memiliki efek terbesar terhadap availabilitas sistem yaitu subsistem Feeding. B. Saran Saran yang dapat diberikan setelah dilakukan penelitian ini diantaranya a. Perusahaan harus lebih meningkatkan perhatian terhadap subsistem Feeding untuk mencapai availabilitas yang lebih baik. Namun dengan
memperhitungkan faktor biaya yang dikeluarkan untuk maintenance. b. Bagi penelitian selanjutnya dapat menambahkan perhitungan efek pada saat transient state untuk mengetahui efek dari MTBF tiap subsistem pada waktu tertentu. Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan analisis numerik. DAFTAR PUSTAKA [1] Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management, 4th ed. New Jersey: Prentice Hall. [2] Durianto, D., Sugiarto, & Budiman, L. J. (2004). Brand Equity Ten: Strategi Memimpin Pasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. [3] Slamet, Mochammad. (2008). Perancangan Kegiatan Preventive Maintenance dan Penentuan Reliabilitas Sistem Seri dengan Pendekatan Analisis Markov (Studi Kasus di PT Semen Gresik Tbk). Tugas Akhir Jurusan Statistika FMIPA ITS. Surabaya [4] Gupta, P., Lal, A. K., Sharma, R. K., & Singh, J. (2005). Numerical Analysis of Reliability and Availability of The Serial Processes in Butter-oil Processing Plant. International Journal of Quality & Reliability Management, Vol.22 No.3, 303-316. [5] Dhillon, B. S. (2007). Applied Reliability and Quality : Fundamentals, Methods and Applications. London: Springer-Verlag. [6] Lewis, E. E. (1987). Introduction to Reliability Engineering. Canada: John Willey & Sons, Inc. [7] Smith, D. J. (2011). Reliability, Maintainability and Risk: Practical Methods for Engineers. Oxford: Elsevier Ltd. [8] Wolstenholme, L. C. (1999). Reliability Modelling: A Statistical Approach. London: Chapman & hall/CRC. [9] Kumar, U. D., Crocker, J., Chitra, T., & Saranga, H. (2006). Reliability and Six Sigma. USA: Springer. [10] Murthy, P. D., Rausand, M., & Osteras, T. (2008). Product Reliability : Specification and Performance. London: Springer. [11] Wahjudi, D. (2007). Power Dari Uji Kenormalan Data. Proceedings of 4th National Industrial Engineering Conference. Surabaya. [12] Razali, N. M., & Wah, Y. B. (2011). Power Comparisons of ShapiroWilk, Kolmogorov-Smirnov, Liliefors and Anderson-Darling Tests. Journal of Statistical Modeling and Analytics, Vol.2 No.1, 21-33. [13] O'Connor, A. N. (2011). Probability Distributions Used in Reliability Engineering. Maryland: Reliability Information Analysis Center (RIAC). [14] Calixto, E. (2013). Gas and Oil Reliability Engineering : Modeling and Analysis. USA: Elsevier Inc.