Analisis atas Peningkatan Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak Fika Candra1, Haula Rosdiana2 1
Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia 2 Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih memiliki keterbatasan kewenangan. Penelitian ini akan membahas terkait peningkatan kewenangan DJP berdasarkan standar OECD. Peningkatan kewenangan yang dimaksud antara lain pembuatan peraturan pelaksanaan perpajakan, penetapan sanksi administrasi, penetapan standar pelayanan, manajemen anggaran, perencanaan struktur organisasi, dan manajemen SDM dalam proses rekrutmen pegawai. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data kualitatif diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa kewenangan DJP saat ini masih terbatas dan perlu adanya peningkatan kewenangan DJP dengan mempertimbangkan kesiapan dari DJP. Kata kunci: kewenangan; DJP; pajak. Analysis on the Improvement of the Authority of the Directorate General of Taxes ABSTRACT The Directorate General of Taxes has limited authority. This research will discuss the measures on how to increase the authority of the Directorate General of Taxes based on the OECD standard. Improvement of the authority covers tax law interpretation designing, penalties and interest, performance standard setting, budget expenditure management, organization and planning, and human resource management in recruitment process. This research uses descriptive qualitative with research design. We uses the study of literature and deep interviews to obtain the data. Based on the research, the author conclude that the Directorate General of Taxes’s authority is still limited, and it needs to be increased by considering the readiness of the Directorate General of Taxes. Keywords: authority; DJP; tax.
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
1.
PENDAHULUAN Administrasi perpajakan merupakan salah satu unsur dari sistem perpajakan yang sangat
menentukan keberhasilan dalam pemungutan pajak karena tanpa adanya administrasi perpajakan yang efektif, akan sangat sulit bagi lembaga pemungut pajak untuk melaksanakan kebijakan perpajakan. Suatu sistem administrasi negarapun dapat dilihat apakah sudah berjalan dengan baik atau belum, salah satunya dari sistem perpajakan karena pajak memiliki fungsi struktural yang tidak dapat dilepaskan dari semua kegiatan pemerintahan. Pada Tahun 2014 mendatang, target penerimaan pajak dalam APBN 2014 menjadi diatas seribu triliun atau mencapai Rp1.110,2 triliun. Angka ini naik sebesar Rp115 triliun atau tumbuh sekitar 11,6% dibandingkan dengan target pajak dalam APBN-P 2013 sebesar Rp995,2 triliun. Peran penerimaan pajak ini adalah sebesar 66,6% dari total pendapatan negara sebesar Rp1.667.1 triliun1. Untuk memenuhi target tersebut, DJP membutuhkan fleksibelitas dengan proses birokrasi yang lebih pendek. Pada kenyataannya, DJP tidak memiliki kewenangan untuk menambah kuantitas ataupun kualitas secara langsung, melainkan harus melewati birokrasi yang sangat panjang, yaitu dengan melibatkan Kementerian yang lain. Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), setidaknya ada enam kewenangan yang dimiliki otoritas perpajakan suatu negara dalam menjalankan tugasnya. Keenam kewenangan tersebut meliputi pembuatan aturan pelaksanaan undang-undang, menjatuhkan sanksi administratif, mendesain struktur organisasi, manajemen anggaran, menetapkan standar kinerja administrasi perpajakan dan manajemen kepegawaian. Oleh karena itu, DJP membutuhkan peningkatan kewenangan otoritas pajak, namun untuk melakukan suatu perubahan besar tesebut tidaklah mudah, melainkan harus dengan persiapan yang sangat matang serta harus ditelusuri terlebih dahulu, kebutuhan dari pemerintah, dan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap keefektifan dan efisiensi dari sisi administrasi pajak Indonesia. Penulisan atas peningkatan kewenangan administrasi perpajakan ini masih belum dibahas oleh para peneliti sebelumnya, dengan begitu hal ini menarik untuk dikaji lebih dalam dan mendorong untuk penelitan selanjutnya. Atas latar
1
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Media%20Brief%20Strategi%20Pajak%202014.pdf
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
belakang tersebut penulis tertarik untuk membahas dan meneliti lebih dalam tentang “Analisis atas Peningkatan Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak” Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan tema utama penelitian, maka ada beberapa permasalahan penelitian yang dapat dirumuskan, yaitu bagaimana sistem administrasi perpajakan di Indonesia ditinjau dari standar kewenangan administrasi perpajakan berdasarkan OECD? Apakah akibat dari kekurangan sistem administrasi perpajakan yang digunakan di Indonesia sekarang ini? Bagaimana analisis atas peningkatan kewenangan DJP ditinjau berdasarkan standar OECD? Dan tujuan penulisan skripsi ini, yaitu: menganalisis sistem administrasi perpajakan di Indonesia pada saat ini ditinjau dari standar kewenangan OECD, menganalisis akibat dari kekurangan sistem administrasi perpajakan yang digunakan di Indonesia sekarang ini, menganalisis atas peningkatan kewenangan DJP ditinjau berdasarkan standar OECD. 2.
KERANGKA TEORI 2.1
Administrasi Perpajakan Rosdiana dan Irianto mengatakan bahwa implementasi kebijakan yang
sudah ditetapkan dalam Undang-Undang pada akhirnya hanya akan bisa berjalan jika ada administrasi perpajakan. Salah satu indikator administrasi perpajakan yang baik adalah tingkat efisiensi. Administrasi pajak itu sendiri dalam arti luas meliputi fungsi, sistem, dan organisasi/kelembagaan. Sebagai suatu sistem, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia juga merupakan salah satu tolak ukur kinerja administrasi pajak. Administrasi perpajakan memegang peranan sangat penting karena seharusnya bukan saja sebagai perangakat law enforcement, tetapi lebih penting dari itu sebagai “service point” yang memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sekaligus pusat informasi perpajakn.2 (2012, hlm. 102-105) 2.2
Model Struktur Administrasi Pajak Sebuah otoritas pajak mendeskripsikan ke dalam model struktur administrasi
yang menyesuaikan dengan kebutuhan pajak agar fungsi utama dari administrasi pajak dapat tercapai. Menurut Alink and Van Kommer (2009, 87) terdapat 3 (tiga) hal penting yang perlu dipertimbangkan ketika ingin merancang struktur internal yang efisien dalam administrasi pajak. Model stukrtur administrasi pajak terdapat 3 jenis, 2
Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm 102-105.
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
yaitu berdasarkan jenis pajak, fungsi, dan segmentasi wajib pajak. 2.3
Reformasi Pajak Reformasi perpajakan menurut Bird (2004, hlm. 138) adalah sebuah program
yang bukan hanya merubah kebijakan, akan tetapi program perubahan menyeluruh tentang bagaimana administrasi pajak melakukan proses bisnis mengumpulkan penerimaan negara dari sektor pajak dan mengadministrasikannya dengan efektif dan efisien serta tetap menjaga tingkat keadilan bagi wajib pajak.(Bird, 2004, hlm. 138)3 2.4
Jenis Kelembagaan Adminstrasi Perpajakan Kerangka kelembagaan administrasi perpajakan ditinjau dari derajat hubungan
otoritas pajak atau organisasi yang mengurus segala sesuatu tentang sektor fiskal dan kebijakan ekonomi, terdapat empat variasi perbedaan mendasar mengenai struktur politik maupun sistem administrasi publik di berbagai negara. Keempat variasi sistem administrasi tersebut, yaitu Single direstirate in Ministry of Finance (MOF), Multiple directorates in Ministry of Finance, Unified Semi-Autonomous Body, Unified SemiAutonomous Body With Board.4(OECD, 2013, hlm. 25) 1.2.1
Kewenangan Administrasi Perpajakan
OECD (2010, hlm.28) melakukan survei yang memberikan gambaran tentang isu kewenangan/ otonomi yang dimiliki otoritas administrasi perpajakan di negara OECD dan beberapa negara lain selain OECD. Berikut merupakan tipe kewenangan dalam otoritas administrasi perpajakan5: 1.
Budget Expenditure Management Kewenangan untuk mengalokasikan anggaran dan penentuan alokasi anggaran sesuai dengan prioritas pekerjaan dan hal-hal yang dibutuhkan oleh DJP dari segi urgensinya. Pelaksanaan tersebut dapat memberikan otoritas administrasi perpajakan dalam mengelola sumber dayanya secara optimal.
2.
Organization and Planning Kewenangan dalam mendesain struktur organisasi untuk melakukan administrasi perpajakan, termasuk ukuran dan alokasi geografis dari kantor pajak, serta
3
Prof. Richard M. Bird. Administrative Dimention of Tax Reform. (Asia-Pasific Bulletin, 2004), hlm. 138 OECD, Tax Administrasi 2013: Comparative Information on OECD and Other Advanced and Emerging Economies (Paris: OECD Publishing, 2013), hlm.25 5 OECD, Tax Administration in OECD and Selected Non-OECD Countries: Comparative Information Series. (2010), hlm. 22 4
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
kewenangan untuk merumuskan dan melaksanakan rencana strategis dan operasional dari otoritas administari perpajakan. Pelaksanaan yang efektif dari kewenangan tersebut diharapkan akan membuat otoritas administrasi perpajakan untuk merespon lebih cepat terhadap situasi yang berubah dan pada akhirnya menjadi efektif dan efisin secara kesuluruhan. 3.
Performance Standard Kewenangan untuk menetapkan standar atas kinerja dari administrasi perpajakan, misalnya standar dalam pelayanan kepada Wajib Pajak. Pelaksanaan yang efektif dari kewenangan ini memungkinkan otoritas administrasi perpajakan untuk menetapkan target yang lebih dan realistis dalam meningkatkan kinerja organisasi.
4.
Personel Recruitment, Development, and Remuneration Kewenangan untuk menetapkan standar kualifikasi akademik dan teknis dalam proses penerimaan pegawai termasuk dalam proses pengeluaran pegawai sesuai dengan kebijakan dan prosedur si sektor publik. Kewenangan dalam membangun dan menjalankan program pelatihan/ pengembangan pegawai. Dan kewenangan untuk dapat menegosiasikan tingkat remunerasi sesuai dengan kebijakan yang lebih luas di sektor publik.
5.
Tax Law Interpretation Kewenangan untuk membuat aturan pelaksanaan dari Undang-Undang perpajakan dan memberikan interpretasi tentang bagaimana undang-udang dapat ditafsirkan dan hanya dapat di lakukan melalui badan peradilan. Pelaksanaan yang efektif dari kewenangan ini diharapkan dapat membantu Wajib Pajak dalam mengklarifikasi penerapana hukum dan administrasi perpajakan.
6.
Penalties and Interest Kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administrastif, misalnya atas denda dan bunga dari tindakan yang bersifat administrasi atau non-compliance dan memberikan sanksi tersebut dalam keadaan yang sesuai. Pelaksanaan yang efektif dari kewenangn ini akanmemberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada otoritas pajak dalam memberikan tindakan terhadap wajib pajak yang tidak patuh.
3.
METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif (Lexy J. Moleong, 2007, hlm. 6) adalah “Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara dekripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.”6 Jenis penelitian dapat dikelompokkan berdasarkan tiga kategori, yaitu berdasarkan tujuan, manfaat, dan dimensi waktu. Berdasarkan tujuannya, jenis penelitian adalah deskriptif. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni. Berdasarkan dimensi waktunya, penelitian ini termasuk dalam penelitian cross-sectional, karena penelitian ini dilakukan pada suatu waktu tertentu. Penelitian dilakukan pada saat peneliti melakukan penelitian hingga penelitian tersebut selesai, serta tidak ada lagi penelitian lain yang dilakukan di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan. Ini sesuai dengan pendapat Neuman (2006, hlm. 17), yaitu in cross sectional research, researchers obeserve at point in time.7 Penelitian ini dilakukan hanya dalam satu waktu saja, yaitu dari Januari – Mei 2014. Pada bulan tersebutlah peneliti dapat melakukan penelitian di DJP secara langsug. Penelitian cross sectional ini digunakan oleh penulis untuk mengetahui mengenai kewenangan administrasi pajak yang seperti apa yang sedang berjalan sekarang. Jenis penelitian berdasarkan teknik pengumpulan data ada dua, yaitu field research dan historical comparative. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah field research. Field research atau penelitian lapangan merupakan metode untuk mengumpulkan data kualitatif. Studi lapangan yang dilakukan dalam penelitian ini salah satunya adalah dengan melakukan wawancara mendalam terhadap key informant. Pemilihan narasumber pada difokuskan pada representasi atas masalah yang diteliti, yaitu peningkatan kewenangan DJP. Narasumber tersebut adalah akademisi dan otoritas pajak. 4.
ANALISIS ATAS PENINGKATAN KEWENANGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 4.1
Sistem Administrasi Perpajakan di Indonesia ditinjau dari Standar Kewenangan Administrasi Perpajakan Berdasarkan Standar OECD Kewenangan untuk otoritas administrasi perpajakan yang ideal menurut standard
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) ada enam, yaitu budget expenditure management, organization and planning, performance standard, personel recruitment, development, and remuneration, tax law interpretation, penalties 6 7
Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung (2007), hlm. 6 Neuman, Op. Cit, hlm 17
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
and interest. Di tahun 2010, otoritas administrasi perpajakan di Indonesia hanya meliputi dua kewenangan, yaitu kewenangan atas aturan pajak, serta denda dan sanksi. Keadaan kewenangan otoritas administrasi perpajakan di Indonesia itu sendiri saat ini adalah sebagai berikut: Tabel 4. 1 Kewenangan Otoritas Administrasi Perpajakan di Indonesia No. 1.
Kewenangan Peraturan
Keterangan
Perpajakan Pembuatan
aturan
perpajakan
dilakukan
dan Penjatuhan Sanksi bersama-sama dengan Badan Kebijakan Fiskal dan/ Denda
teruatam dalam hal yang bersifat materiil, seperti tarif, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP), dll
2.
Organisasi
Menyampaikan
usulan
organisasi
Menteri
ke
perubahan Keuangan
struktur untuk
selanjutnya dibahas dan dimintakan persetujuan ke Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN dan RB). Dan disahkan oleh Menteri Keuangan. 3.
Manajemen Anggaran
Menyampaikan usulan ke Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan untuk mendapatkan persetujuan anggaran DJP dan diajukan ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk dibahas bersama.
4.
Manajemen Daya Manusia
Sumber Menyampaikan usulan penambahan pegawai ke Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan dan diteruskan ke Kementerian PAN dan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk dibahas.
Sumber: Hasil wawancara dengan Direktorat terkait, 2014
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
Tabel atas 4 (empat) kewenangan diatas merupakan gambaran secara garis besar atas kewenangan yang ingin DJP perluas atau tingkatkan. Dapat kita lihat bahwa hampir semua kewenangan melibatkan instansi lain, seperti Kementerian PAN-RB, Bappenas, dan Kementerian Keuangan tentunya karena DJP berada dibawah sturktur organisasi Kementerian Keuangan. Disini Penulis akan membahas mengenai kewenangan atas pembuatan peraturan pelaksanaan perpajakan, penetapan sanksi administrasi, penetapan standar pelayanan, manajemen anggaran, perencanaan struktur organisasi, dan manajemen SDM. Berikut gambaran umum mengenai 5 (lima) kewenangan tersebut: 4.1.1
Deskripsi atas Kewenangan Pembuatan Peraturan Pelaksanaan Perpajakan dan Penetapan Sanksi Administrasi Peraturan pelaksanaan perpajakan berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang
disahkan oleh Presiden, Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang disahkan oleh Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang disahkan oleh Menteri Keuangan, dan Surat Edaran (SE) yang disahkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Proses dari pembuatan peraturan perpajakan dan menjatuhkan sanksi administrasi, yaitu melalui Direktorat Peraturan Perpajakan I dan Direktorat Perpajakan II. Direktorat Perpajakan I membuat peraturan perpajakan formil, yaitu Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), sedangkan Direktorat Peraturan Perpajakan II membuat peraturan perpajakan materiil, yaitu PPN, PPh, Bea Meterai, PBB, BPHTP, dll. Direktorat Peraturan Perpajakan I/II bertugas untuk membuat konsep atas aturan perpajakan, kemudian setelah konsep tersebut selesai, akan dibahas bersama-sama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Badan Kebijakan Fiskal ini memberikan masukan-masukan karena setiap peraturan pasti akan bersinggungan dengan peraturan yang lainnya. Keterlibatan BKF ini dalam memberikan masukan terutama adalah hal-hal yang bersifat materiil, yaitu menyangkut tarif, PTKP, nilai DPP, dan lain sebagainya yang akan mempengaruhi potensi besaran pajak. Keterlibatan BKF dalam membuat proses pembuatan pelaksanaan peraturan perpajakan ini membutuhkan waktu yang lama, namun menghasilkan peraturan perpajakan yang lebih baik 4.1.2
Deskripsi atas Kewenangan Penetapan Standar Pelayanan
Kewenangan otoritas administrasi perpajakan menurut OECD yang ideal adalah memiliki kewenangan penuh atas performance standard. Performance standard ini
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
adalah kewenangan untuk menetapkan standar atas kinerja dari administrasi perpajakan, misalnya standar dalam pelayanan kepada Wajib Pajak. Dalam kewenangan atas organization and planning ini penulis lebih memfokuskan pada kewenangan atas standar pelayanan pajak. Direktorat Jenderal Pajak dalam reformasi birokrasi sedang melakukan peningkatan pelayanan prima terhadap masyarakat. Hal yang telah dilakukan adalah adanya penetapan standar pelayanan DJP dalam 16 layanan unggulan yang tercantum dalam Surat Edaran nomor SE-79/PJ/2010 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Layanan Unggulan
Bidang Perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak juga
melakukan pengawasan dari pekerjaan pegawai dimana harus dikerjakan berdasarkan SOP yang ada. Apabila terjadi perubahan pegawai, pegawai tersebut dapat bekerja cepat dengan berdasarkan SOP. Pegawai tersebut dapat dengan mudah beradaptasi atas pekerjaannya dengan mengikuti SOP yang ada. 4.1.3 Deskripsi atas Kewenangan Manajemen Anggaran
Berdasarkan kewenangan otoritas pajak menurut standar OECD atas Budget Expenditure Management, yaitu kewenangan untuk mengalokasikan anggaran dan penentuan alokasi anggaran sesuai dengan prioritas pekerjaan dan hal-hal yang dibutuhkan oleh DJP dari segi urgensinya. Keuangan merupakan hal yang paling penting dari semua peningkatan ini. Direktorat jenderal Pajak tidak dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana strategis di tiap-tiap unit termasuk dalam hak struktur organisasi, dan manajemen SDM tanpa adanya anggaran yang cukup. Keuangan ini termasuk dalam menentukan besaran keuangan yang dikelola oleh DJP untuk membiayai
penyelenggaraan
kegiatan
maupun
program
kerja
dalam
rangka
pengumpulan penerimaan pajak. Proses dalam penyusunan alokasi anggaran adalah DJP harus berkoordinasi dengan pihak lain. Hal ini terdapat didalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan juga hasil wawancara mendalam oleh Yoseph Rudy Condro Cahyono, S.E., M.M. sebagai Kepala
SubBagian Penyusunan Anggaran, Bagian Keuangan
menyatakan bahwa pengajuan anggaran melibatkan instansi lain, yaitu DJA dan Bappenas. Menurutnya proses ini sudah dilaksanakan sesuai dengan SOP yang ada Peneliti melihat bahwa proses dari pengalokasian anggaran untuk DJP ini melawati beberapa lapisan sehingga tingkat pengawasan dari besaran anggaran yang didapat
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
dengan menjelaskan secara rinci, jelas, relavan, dan bermanfaat bagi negara atas rencana strategis di tahun depan. 4.1.4 Deskripsi atas Kewenangan Struktur Organisasi
Dalam hal peningkatan kewenangan atas struktur organisasi, Penulis lebih berfokus pada desain struktur organisasi. Direktorat Jenderal Pajak telah mengalami perubahan model struktur administrasi pajak. Model struktur administrasi pajak itu sendiri terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu berdasarkan jenis pajak, fungsi, dan segmentasi wajib pajak.(James, 2009, 101-102)8. Sebelum terjadinya reformasi birokrasi pada tahun 2002, struktur administrasi perpajakan berdasarkan jenis pajaknya. Sejak dilaksanakannya reformasi birokrasi pada tahun 2002, DJP telah melakukan penyempurnaan struktur organisasi dengan menerapkan organisasi berbasis fungsi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Perkembangan yang paling akhir adalah pembagian struktur berdasarkan segmentasi wajib pajak, yaitu wajib pajak besar, menengah, usaha kecil, dan orang pribadi,dll. Perubahan model struktur administrasi perpajakan atas jenis pajak ke fungsi dan segmentasi pajak, pembentukan KPP baru, KP2KP, dll harus dengan beberapa tahapan. Direktorat jenderal Pajak harus mengikuti beberapa kali pembahasan terkait hal tersebut dengan alasan yang jelas dan relavan kepada pihak Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, dan Kementerian PAN dan RB. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan, termasuk dalam hal perubahan lokasi kantor dan wilayah kerja instansi vertikal DJP. 4.1.5 Deskripsi atas Kewenangan Manajemen Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pajak dalam membuat kebijakan SDM tidak terlepas dari kebijakan dan aturan-aturan yang berlaku untuk seluruh kementerian dan lembaga pemerintah lainnya, yaitu melalui otoritas Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Direktorat Jenderal Pajak juga harus melakukan koordinasi dengan internal. Kementerian Keuangan itu sendiri, yaitu dengan:
8
Sebastian James. Op. Cit hal.101-102.
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
1.
Biro SDM Kementerian Keuangan sebagai induk kebijakan dan penglolaan SDM di Lingkungan Kementerian Keuangan, terutama yang terkait dengan perencanaan pengadaan pegawai, rekrutmen pegawai dan manajemen kinerja pegawai.
2.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, terkait dengan kebijakan administrasi penggajian.
3.
Pusat Informasi dan Teknologi (PUSINTEK), terkait sistem teknologi informasi/ informasi manajemen kepegawaian. Dalam mengelola SDM yang baik, perlu adanya penataan pegawai. Adanya
penataan dan perencanaan pegawai seperti yang disebutkan diatas dapat dijadikan pedoman untuk mengelola SDM dengan baik. Koordinasi dengan pihak eksternal ataupun internal diatas, membuat pengawasan menjadi terarah namun membuat ruang fleksibelitas DJP menjadi terbatas. Proses dari perekrutan ini adalah dari pihak DJP mengajukan usulan berapa jumlah SDM yang dibutuhkan di seluruh wilayah Indonesia kepada Kementerian Keuangan. Kemudian Kementerian Keuangan mengajukan kepada Kementrian PANRB. Kementrian PAN-RB ini yang akan memutuskan berapa banyak jumlah peserta yang diterima. Penentuan ini berdasarkan kriteria yang diajukan oleh Kementerian Keuangan, namun ada tes atau ujian wajib yang harus dilewati peserta dari Kementerian PAN-RB dimana Kementerian PAN-RB dan Kementerian Keuangan memiliki standar dan kualifikasi sendiri, namun kewenangan Kementerian PAN-RB lebih besar sehingga jumlah peserta yang dapat masuk ke Kementerian Keuangan berada di tangan Kementerian PAN-RB, sedangkan Kementerian Keuangan hanya sebatas pada tahap usulan saja. 4.2 Akibat dari Kekurangan Sistem Administrasi Perpajakan Indonesia ditinjau dari Sisi Kewenangan Berdasarkan Standar OECD Saat Ini. 4.2.1 Akibat dari Kekurangan Kewenangan atas Proses Pembuatan Peraturan Pelaksanaan Perpajakan dan Penetapan Sanksi Administrasi Saat ini Berkaitan dengan peraturan perpajakan, Penulis melihat bahwa terdapat beberapa contoh dimana DJP kurang cepat dalam membuat perturan, yaitu seperti transaksi e-commerce, transfer pricing, Debt Equity Ratio, dan lainnya. Zaman semakin berkembang, sekarang ini transaksi dengan uang secara langsung sudah mulai berkurang, sehingga banyak sekali online shop yang tidak perlu memiliki
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
tempat usaha karena dirumah pun bisa melakukan usaha. Inilah potensi pajak yang besar dan sulit untuk dijaring, oleh karena itu butuh peraturan yang dapat menjaring masalah transaksi ini. Kemudian dari sisi cross border transaction, terkait transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, ini sangat banyak sekali potensi pajak yang terbuang dan butuh adanya suatu agreement di kedua negara bersangkutan untuk meminimalisasi hal ini. Kekurangan dari pembuatan peraturan pelaksanaan perpajakan dan juga penetapan sanksi administrasi membutuhkan waktu yang sangat lama sehingga DJP kurang cepat dalam mengimbangi pergerakan proses bisnis diluar yang berimplikasi pada hilangnya potensi pajak dan juga proses harmonisasi dengan pihak terkait yang malah menimbulakan intervensi dari pihak tersebut. 4.2.2 Akibat dari Kekurangan Kewenangan atas Penetapan Standar Pelayanan Saat Ini
Dilihat dari standar pelayanan atas 16 layanan unggulan diatas, DJP berpaku pada jangka waktu penyelesaian. Didalan 16 layanan unggulan tersebut, jangka waktu penyelesaian lebih cepat dibandingkan dengan SOP yang ada. Pegawai pajak tidak akan mendapatkan sanksi apabila 16 layanan unggulan tersebut tidak terpenuhi, namun tidak boleh melewati jangka waktu penyelesaian yang ada di SOP. Berdasarkan hasil wawancara dengan Prima Robby Putasa, S.S.T sebagai Tim Penyusun Rancangan Otonomi Direktorat Jenderal Pajak mengatakan bahwa 16 layanan unggulan ini sulit untuk dijalankan secara sepenuhnya karena tidak ada reward dan punishment yang jelas dari DJP itu sendiri. Mengingat pula bahwa beban kerja pegawai pajak yang semakin tinggi karena terus meningkatnya jumlah Wajib Pajak walaupun terdapat pengawasan atas layanan unggulan ini. 4.2.3 Akibat dari Kekurangan Kewenangan atas Manajemen Anggaran Saat Ini
Hal yang terjadi saat ini adalah realisasi besaran alokasi anggaran untuk DJP tidak sesuai dengan apa yang diajukan berdasarkan rencana strategisnya. Sehingga rencana strategis yang telah dibuat tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya dan harus adanya revisi-revisi anggaran dengan memperhatikan urgensinya.
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
Kekurangan atas kewenangan pengalokasian anggaran yang saat ini terjadi adalah terbatas dimana DJP tidak memiliki kewenangan untuk mendapatkan anggaran sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya, terdapat program-program yang tidak terlaksana dan beberapa program insidental terhambat karena pengalihan anggaran dan penambahan besarnya anggaran membutuhkan waktu yang lama karena birokrasi yang ketat dan panjang dengan melibatkan unit kerja lainnya, yaitu Kementerian Keuangan, DJA, dan Bappenas. Untuk mengantisipasi tidak terlaksananya program-program tersebut, DJP berusaha untuk mengoptimalkan alokasi anggaran sesuai penetapan dengan membuat skala prioritas atas beberapa kegiatan strategis. Dengan begini, rencana strategis dengan prioritas utama tidak akan tergeser dan mendapatkan alokasi anggaran terlebih dahulu dari anggaran kegiatan lainnya. 4.2.4 Akibat dari Kekurangan Kewenangan atas Struktur Organisasi Saat ini
Dari penjabaran mengenai struktur organisasi saat ini dan juga proses dalam mendesain struktur organisasi, maka dapat dilihat bahwa kewenangan dalam mendesain struktur organisasi di DJP sangat terbatas. Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat mendesain organisasi sendiri secara cepat karena proses birokrasi. Keterbatasan dari kewenangan atas struktur organisasi saat ini membuat DJP tidak fleksibel dalam membangun dan membenahi sistem administrasi internalnya sendiri. DJP sulit untuk melakukan perubahan, pengembangan, dan perbaikan internal dalam rangka menyeimbangkan pergerakan proses bisnis diluar yang sangat dinamis dan cepat dengan sistem administrasi perpajakan yang hanya sedikit melakukan perunahan. 4.2.5 Akibat dari Kekurangan Kewenangan atas Proses Rekrutmen dan Seleksi Saat Ini
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) memiliki kewenangan yang lebih dibandingkan dengan Kementerian lainnya atas perekrutan pegawai. Mengingat memang tugas dan fungsi utama dari Kementerian PAN-RB adalah mengelola aparatur negara termasuk dalam hal perekrutan.
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
Dilihat dari proses perekrutan yang harus melewati kementerian lain, yaitu Kementerian PAN-RB dan BKN, juga harus berkoordinasi dengan unit internal lainnya membuat proses ini menjadi sangat panjang dan tidak fleksibel. Hasil akhir dari berapa jumlah peserta yang dapat masuk di Kementerian Keuangan terdapat masalah dimana pada Kementerian Keuangan mengajukan jumlah pegawai yang dibutuhkan dari unit eselon I termasuk DJP, namun pada Kementerian PAN-RB terdapat aturan dimana adanya keterbatasan jumlah pegawai yang direktrut. Ketidakfleksibelan dalam merekrut pegawai dari sisi kualitas atas kriteria yang diinginkan dan juga dari sisi kuantitas atas jumlah yang dibutuhkan, membuat DJP sulit untuk mengingkatkan kualitas DJP itu sendiri. 4.3
Analisis atas Peningkatan Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak ditinjau berdasarkan Standar OECD 4.3.1 Analisis Peningkatan Kewenangan atas Pembuatan Peraturan Perpajakan dan Penjatuhan Sanksi dan/ Denda Administrasi Proses birokrasi yang panjang dalam pembuatan peraturan pelaksanaan perpajakan dan penetapan sanksi administrasi, membuat peraturan tersebut lambat untuk sampai pada tahap pelaksanaan, namun Penulis tidak hanya melihat dari sisi proses birokrasi saja. Proses pembuatan konsep atau rancangan peraturan perpajakan berdasarkan Standard Operating Procedures (SOP) pada Direktorat peraturan perpajakan I/II adalah tidak hanya Direktorat Peraturan perpajakan I/II saja yang membuat rancangan atau konsep peraturan pepajakan tersebut namun, ada andil dari pihak lain, yaitu Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Badan Kebijakan Fiskal ini memberikan masukan terkait hal-hal yang bersifat materil dan proses ini perlu adannya beberapa kali pembahasan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam yang Penulis lakukan, peningkatan kewenangan atas pembuatan peraturan perpajakan tidak perlu dilakukan lagi karena dari aturan dan proses yang dilakukan pada praktiknya sudah berjalan dengan baik, namun peran BKF belum melakukan tugas sebagaimana semestinya. Dan memang sejatinya kewenangan ini memang sudah dimiliki secara penuh oleh Direktorat Jenderal Pajak. Terkait dengan peraturan DJP harus terus mengikuti perkembangan proses bisnis diluar agar tidak tertinggal, bukan kewenangan yang harus ditingkatkan, namun peningkatan
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
kualitas SDM itu sendiri dimana pada Direktorat yang memiliki fungsi dalam pembuatan peraturan, harus memiliki kriteria yang lebih dibandingkan dengan yang lainnya. 4.3.2 Analisis Peningkatan Kewenangan atas Penetapan Standar Pelayanan Melihat dari deskripsi atas penetapan standar pelayanan dan juga kekurangan yang terjadi, Penulis melihat bahwa sebenarnya yang dibutuhkan DJP adalah pengawasan dan juga pembenahan administrasi. Pengawasan dengan adanya reward dan punishment akan lebih membuat seseorang menjadi tergerak untuk mengerjakannya secara maksimal. Hal yang lebih penting adalah pembenahan administrasi, yaitu pembenahan data base. Data base yang baik akan memudahkan pegawai pajak dalam melakukan pelayanan. Kemudian perlu adanya koordinasi yang baik dengan pihak terkait serta kualitas SDM tentu sangat berpengaruh dalam meningkatkan kualitas dari pelayanan DJP ini 4.3.3 Analisis Peningkatan Kewenangan atas Struktur Organisasi
Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam membenahi struktur organisasi dengan mempertimbangkan di suatu wilayah mana yang potensi pajaknya besar, bagaimana cara meningkatkan pelayanan agar self assessment system dapat berjalan dengan baik dengan istilah close to consumer. Untuk mewujudkan itu, DJP membutuhkan aturan yang fleksibel. Dimana DJP dapat mengelola dengan sendiri struktur organisasi yang dibutuhkan dengan cepat dan tidak dengan proses birokrasi yang sangat lama. Menurut pendapat Prof. Dr. Gunadi, hal yang harus dibenahi dahulu adalah kualitas dari SDM itu sendiri, namun untuk menunjang itu perlu adanya pendukung, yaitu dengan perubahan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan DJP. Peningkatan kualitas SDM yang terpenting adalah pada sisi pemeriksaan pajak dimana atas temuan-temuan yang didapat inilah yang berpotensi besar dalam penerimaan pajak. Penulis berkesimpulan bahwa peningkatan kewenangan atas struktur organisasi ini memang perlu ditingkatkan, namun butuh persiapan yang sangat matang dan tidak nanya berpaku pada jumlah wajib pajak atau pergerakan yang terjadi di lingkungan luar, namun juga harus memperhatikan sistem administrasi
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
internal dan memperbaikinya dengan meningkatkan kualitas dan integritas dari SDM di DJP. Integritas menjadi hal yang lebih utama untuk menunjang kualitas yang SDM tersebut miliki. Juga dari sisi administrasi ataupun pelayanan DJP yang membuat Wajib Pajak nyaman dan memiliki tangggung jawab untuk membayar pajak sehingga tingkat kepatuhan Wajib Pajak pun meningkat dan secara otomatis penerimaan pajak pun meningkat. 4.3.4 Analisis Peningkatan Kewenangan atas Manajemen Anggaran Direktorat Jenderal Pajak menginginkan agar pengalokasian anggaran tidak kaku dan menjadi lebih fleksibel dengan menyesuaikan kebutuhan DJP. Direktorat Jenderal Pajak mengusulkan adanya pengecualian besarnya anggaran untuk DJP dengan salah satu caranya adalah merekonstruksi sedikit peraturan atas usulan anggaran, yaitu dengan memberikan kebijakan seperti, pengalokasian anggaran untuk DJP dengan presentase terhadap jumlah penerimaan pajak yang dicapai. Jadi, terdapat asas keadalian dimana apa yang DJP terima berdasarkan apa yang DJP dicapai. Opsi lain yang diajukan, seperti perubahan peraturan dengan pengalokasian anggaran ditentukan secara langsung oleh Presiden. Penulis melihat bahwa banyak sekali manfaat yang didapat ketika DJP memiliki anggaran yang sesuai dengan dibutuhkan. Mengingat bahwa memang DJP memiliki kontribusi yang sangat besar dalam penerimaan negara, ia harus didukung dengan perbaikan internal yang sekarang dunia kian berkembang tidak lagi seperti dulu sehingga perlu adanya kewenangan atas pengalokasian anggaran untuk DJP ini. Dengan usulan ini, DJP harus benar-benar memiliki persiapan yang sangat matang dalam mengatur belanja anggarannya dan juga DJP dapat mempertanggungjawabkan
semuanya
dengan
memberikan
laporan
pertanggungjawannya berupa laporan keuangan, bukti, dan dokumen pndukung kepada Kementerian Keuangan. Dan setiap akhir tahun ini akan dibahas secara rinci kemudian diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan perbandingan dengan rencana kegiatan awal dengan pelaksanaan selama satu tahun tersebut di semua unit kerja DJP.
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
4.3.5 Analisis Peningkatan Kewenangan atas Manajemen Sumber Daya Manusia Proses rekrutmen membutuhkan birokrasi yang panjang dan juga hasil yang kurang sesuai dengan yang diinginkan DJP, membuat DJP sulit untuk melakukan tugasnya secara maksimal terkait keterbatasan jumlah SDM. Seperti yang sudah disinggung diatas, jumlah pegawai pajak tidak sebanding dengan jumlah wajib pajak. Hal ini membuat beban pekerjaan DJP sangat tinggi ditambah dengan tuntutan target penerimaan pajak yang sangat tinggi. Penulis berpendapat bahwa hal yang paling utama adalah integritas dari pegawai, setelah itu barulah kualitas. Karena kualitas pegawai yang tinggi saja tidak cukup untuk membangun DJP ini menjadi lebih baik. Integritas lah yang menjadi kunci utama untuk meningkatkan kualitas dari individu masing-masing. Dengan integritas yang tinggi, secara otomatis kualitas SDM itu tersebut akan meningkat. Ditambah lagi di DJP banyak sekali program pendidikan, pelatihan, dan pengembangan guna meningkatkan pengetahuan setiap pegawai untuk mengemban tugasnya. Program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh DJP itu sendiri terdiri atas tiga jalur, yaitu yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pajak, DJP, dan negara donor atau multinasional. Dengan penggabungan sifat pegawai yang memiliki integritas tinggi dan berkualitas, maka kualitas dari DJP sendiri akan meningkat. Dimana akan ada pemikiran-pemikiran baru yang membuat perubahan DJP menjadi semakin baik. Mengetahui kelemahan atau kekurangan DJP dan dapat mengatasi kelemahan atau kekurangan DJP tersebut. Dan dapat mengikuti pergerakan proses bisnis diluar yang semalik dinamis. 5.
Simpulan Sistem administrasi perpajakan di Indonesia ditinjau dari standar kewenangan
administrasi perpajakan berdasarkan OECD masih memiliki keterbatasan kewenangan. Kekurangan dari keterbatasan kewenangan yang dimiliki oleh DJP ini membuat DJP sulit untuk memenuhi target penerimaan pajak. Dengan proses birokrasi yang panjang dan membutuhkan waktu yang lama membuat DJP lambat dalam bergerak mengikuti pergerakan proses bisnis di luar, sehingga banyak potensi pajak yang hilang.
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
Peningkatan kewenangan DJP ini akan membuat DJP lebih fleksibel dalam melakukan program-program yang sudah dirancang dalam rencana strategis. Peningkatan kewenangan ini dapat memotong proses birokrasi yang sangat panjang dan membutuhkan waku yang lama, sehingga dapat membuat DJP berjalan mengiringi perkembangan proses bisnis diluar yang sangat cair dan dinamis. Akan tetapi, tetap semua ini harus dipersiapkan sangat matang terutama pada perubahan/ pembuatan peraturan. Peningkatan kualitas dan integritas SDM merupakan faktor yang paling penting dalam peningkatan kewenangan yang merupakan pembenahan sistem administrasi perpajakan. 6.
Saran Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka terdapat beberapa rekomendasi
yang dapat dijadikan masukan yang berkaitan dengan peningkatan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak, yaitu keterbatasan kewenangan DJP yang ada harus digunakan secara optimal agar fungsi DJP sebagai penghimpun penerimaan negara terbesar tetap berjalan dengan baik, meningkatan kualitas dan integritas dari SDM DJP. Peningkatan kewenangan ini harus dipersiapkan sangat matang dan sebaik mungkin agar revolusi pajak ini berhasil dan membuat paradikma masyarakat berubah dan bersedia membayar pajak sehingga tingkat kepatuhan menjadi meningkat yang berimplikasi pada meningkatnya penerimaan pajak. Penelitian ini merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh para Peneliti. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini dapat berkembang untuk penelitian selanjutnya dimana dapat membahas lebih rinci satu persatu mengenai kewenangan otoritas administrasi perpajakan berdasarkan standar OECD. DAFTAR REFERENSI Buku: Alink, Matthijs and Victor Van Kommer (editor). Handbook on Tax Administrasion. The International Bureau of Fiscal Documentation. 2011 Gunadi M, Djoned. Administrasi Pajak. Jakarta: Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintah Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2005 James ,Sebastian. A Handbook for Tax Simplification. International Finance Corporation. 2009 Jenkins, Glen P. Modernization of Tax Adminstrations: Reveue Boards and Privatization as Instrument for Change. Bulletin for International Taxation. 1994
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. 2007 Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. 2012. OECD, Forum On Tax Administration. Tax Administration in OECD and Selected NonOECD Countries: Comparative Information Series. Center of Tax Policy and Administration. 2010 OECD, Tax Administrasi 2013: Comparative Information on OECD and Other Advanced and Emerging Economies. Paris: OECD Publishing. 2013 Talierco Jr , Robert.”Designing Performance: The Semi Autonomous Revenue Authority Model in Africa and Latin America. World Bank Policy Research Working Paper 3423. 2004 W Lawrence, Neuman. Social Research Method : Qualitative and Quantitative Approach : 6th Edition, Pearson Education, Inc. 2006 Crandall , William. Revenue Adminstration: Autonomy in tax Adminitration and the revenue Authority Model. IMF-Fiscal Affairs Department, TNM/10/12. 2010 Skripsi: Indaswari, Yulia. (2008). “Analisis Strategi Reformasi Birokrasi di Departemen Keuangan Republik Indonesia”. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia Tesis: Susanto, Satya. (2012) “Faktor-faktor Internal yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan (Studi Kasus: Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tahhun 2007-2010)” Tesis Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Ilmu Administrasi Kebijakan Publik, Universitas Indonesia Erik Manson Ambarita. (2009) “Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Efisiensi Sistem Pemungutan Pajak Indonesia”. Tesis Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Buletin dan Majalah: Bird, Richard M . Administrative Dimention of Tax Reform. Asia-Pasific Bulletin. 2004 Darussalam, Desain Kelembagaan Administrasi Perpajakan: perlukah Ditjen Pajak Terpisah dari Kementerian Keuangan? Majalah Inside Tax Edisi 16.
Peraturan Terkait:
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014
.Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 167/PMK.01/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak tanggal 06 November 2012 .Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan Lain-lain: Darussalam. “Target Pajak Tidak Realistis” http://koran-sindo.com/node/330527, diunduh pada tanggal 2 Februari 2014 http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Media%20Brief%20Strategi%20Pajak%202014.pdf http://www.reform.kemenkeu.go.id/data/news/file/djp.doc, diunduh pada tanggal 4 Februari 2014 http://www.investor.co.id/home/jangan-berburu-di-kebun-binatang/74116, tanggal 5 Februari 2014
diunduh
pada
Darussalam http://m.merdeka.com/uang/ikuti-singapura-ditjen-pajak-lebih-baik-bercerai-darikemenkeu.html. Merdeka.com - Pengamat perpajakan Danny Darussalam menyarankan agar Direktorat Jenderal Pajak dipisahkan dari Kementerian Keuangan. Menurutnya Ditjen Pajak tidak punya wewenang dalam pengelolaan sumber daya manusia selama masih berada di bawah Kementerian Keuangan. Sebaiknya Ditjen pajak bercerai dari Kementerian Keuangan, diunduh pada tanggal 6 Februari 2014 http://www.pajak.go.id/content/selayang-pandang, diunduh pada tanggal 7 Februari 2014 http://www.investor.co.id/home/memperluas-kewenangan-otoritas-perpajakan/72173, diunduh pada tanggal 5 Maret 2014 http://www.pajak.go.id/content/perbaikan-proses-bisnis-di-ditjen-pajak, diunduh pada tanggal 18 Maret 2014 http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/reformasi-birokrasi-untuk-kesejahteraan-masyarakat, diunduh pada tanggal 18 Maret 2014
Analisis atas…, Fika Candra, FISIP UI, 2014