ANALISIS ASPEK ERGONOMI PADA LINGKUNGAN KERJA (STUDI KASUS PADA UNIT PRODUKSI COCO FIBER) Ergonomic Aspect Analysis on Work Environment (A Case Study of Coco Fiber Production Unit) IB Suryaningrat1), Soni Sisbudi Harsono1)danSurya Cahyadi2) 1) 2)
DosenJurusan Teknik Pertanian, FTP, UNEJ Alumni Jurusan Teknik Pertanian FTP UNEJ Email :
[email protected] ABSTRACT
Temperature, noise and lighting are the most problems faced by industries, especially at the Coco fiber production company. The objectives of this research were to evaluate the working environment factors such as temperature, noise, and lighting. This research was conducted at the Coco fiber production company namely CV Tiga Sehati at Ledokombo, Jember. Questionnaire was addressed to the workers in the processing area of company to get comments related to the working area. Discussion with key person was also implemented in this research to reach data. Direct measurement of working area environment was conducted using several tools such as thermometer, luxmeter and sound level meter. The average of temperature, humidity, noise and lighting were achieved at the level of 29.5oC, 62.9%, 88.9 dB and310.26 lux, respectively. Almost all of these results were higher than standard level. Some of working area improvement were strongly needed to keep safe, health and convenient of the workers. Keywords: ergonomic, work environment, coco fiber
bekerja merupakan kendala yang dapat
PENDAHULUAN Lingkungan kerja sebagai salah satu
mengurangi
produktivitas
perusahaan
komponen sistem kerja akan memberikan
(Suma’mur, 1995). Kenyamanan sangat
beban
maupun
ditentukan oleh adanya keseimbangan
psikologi pada manusia dalam proses kerja.
antara faktor dalam diri manusia dengan
Suatu lingkungan kerja yang nyaman akan
faktor
mendorong terciptanya gairah kerja dan
mempengaruhinya. Dengan kondisi yang
efisiensi kerja. Sedangkan lingkungan kerja
nyaman, membuat manusia merasa sehat,
yang tidak nyaman, seperti panas yang
betah melakukan aktivitas dan mampu
cukup tinggi, pencahayaan yang kurang
berprestasi (Nurmianto, 2003).
tambahan
baik
fisik
memenuhi syarat dan tingkat kebisingan yang
sering
mengganggu
ketenangan
lingkungan
yang
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila dalam kondisi
138
Aalisis Ergonomis Lingkungan Kerja tertentu
manusia
melaksanakan
Sirkulasi udara yang tidak lancar dan
kegiatannya dengan optimal (Sutalaksana,
banyaknya debu di ruang produksi, sering
1979). Ketidaksesuaian lingkungan kerja
menyebabkan gangguan pernafasan dan
dengan
pada
mata perih. Selain itu terjadi peningkatan
terlihat
temperatur ruang pada siang hari yang
akibatnya dalam jangka waktu tertentu.
menyebabkan berkurangnya kenyamanan
Untuk menciptakan sebuah lingkungan
kerja.
yang optimal diperlukan suatu rancangan
perbaikan kondisi lingkungan kerja yang
yang efektif, nyaman, sehat dan efisien.
aman
Kondisi yang menghasilkan kerja yang
meningkatkan kenyamanan pekerja dalam
optimal
lingkungan
bekerja. Tujuan penelitian ini adalah
fisik, antara lain temperatur, kelembaban,
mengevaluasi kondisi lingkungan kerja
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
(temperatur, kelembaban, sirkulasi udara,
getaran mekanis, bau-bauan dan warna.
pencahayaan, dan kebisingan) dari aspek
manusia
lingkungan
dapat
yang
tersebut
dipengaruhi
bekerja dapat
oleh
CV. Tiga Sehati sebagai produsen
Sehingga,
dan
perlu
nyaman
dilakukan
yang
dapat
ergonomi.
cocofiber, memiliki kondisi lingkungan kerja yang meliputi temperatur, sirkulasi udara, kebisingan dan pencahayaan yang
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian
masih belum cukup aman dan nyaman.
Penelitian ini dilaksanakan di CV
Tingkat kebisingan mesin produksi masih
Tiga Sehati produsen Cocofiber, terletak di
cukup tinggi dan sangat mengganggu
Desa Lembengan, Kecamatan Ledokombo,
pendengaran.
Kabupaten Jember.
Pencahayaan
atau
penerangan yang kurang karena hanya memanfaatkan sinar matahari sehingga mata
cepat
terasa
lelah
dan
berat.
Alat dan Bahan Dalam penelitian ini, pengumpulan data tentang aspek lingkungan menggunakan
139
J Agrotek 5(2) : 138-150 bantuan beberapa peralatan yaitu Sound
untuk memperoleh nilai rata-rata yang
Level Meter, Lux Meter, Thermometer
kemudian dibandingkan dengan standar
Digital dan Hygrometer. Kuesioner dan
pada referensi yang digunakan. Data dari
diskusi juga diterapkan dalam penelitian
kuesioner
ini untuk memperoleh tanggapan dari
gambaran
perkerja tentang lingkungan kerja yaitu
lingkunganterhadap para pekerja.
pencahayaan,
kebisingan,
juga
dianalisis
dampak
dari
sebagai kondisi
temperatur
ruang dan kelembaban.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pegambilan Data
Pengukuran lingkungan kerja
Pengambilan data untuk suhu dan
Berdasarkan
pengukuran
pencahayaan dilakukan pagi hari mulai
pencahaya-an, suhu dan kelembaban, dan
pukul 07.00 WIB sampai 12.00 WIB dan
kebisingan
siang hari mulai pukul 13.00 WIB sampai
penelitian, disajikan pada Tabel 1, Tabel
16.00
2, Tabel Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5,
WIB
yang
merupakan
waktu
yang
dilakukan
melakukan aktivitas kerja. Untuk menjaga
Tabel 6 dan Tabel 7.
keakuratan data, pengukuran dilakukan
Pencahayaan
pada 10 titik amatan pada ruang produksi
Tabel
1
menunjukkan
selama
hasil
Cocofiber.
pengukuran pencahayaan yang dilakukan
Analisis data
di tempat ruang produksi Cocofiber.
Dalam penelitian ini diperoleh data hasil
pengukuran
meliputi
lingkungan
temperatur,
kerja
kelembaban,
Tabel tersebut menyajikan pencahayaan di setiap
titik
pengamatan.
amatan
dan
Pencahayaan
waktu yang
pencahayaan dan kebisingan. Selanjutnya,
digunakan yaitu sinar matahari yang
data hasil pengukuran tersebut digunakan
masuk lewat atap transparan.
140
Aalisis Ergonomis Lingkungan Kerja Tabel 1. Data pengukuran pencahayaan (Luks) di CV Tiga Sehati Waktu Pengamatan 08.30 09.30 10.30 14.00 15.00
1 200 590 670 840 126
2 65 43 53 36 11
3 262 330 345 96 28
4 518 560 382 152 42
Titik Amatan 5 6 425 1600 1160 1170 198 1200 36 450 25 423
7 684 380 260 153 70
8 220 104 122 117 70
9 240 449 120 70 24
10 96 105 125 52 16
Sumber: Data Primer, 2008
Hasil pengamatan menunjukkan,
manusia untuk melihat sesuatu, sifat-sifat
nilai rata-rata untuk pencahayaan adalah
dari indera penglihat, usaha-usaha yang
310,26 luks, berada di bawah nilai ambang
dilakukan untuk melihat obyek lebih baik
batas normal. Berdasarkan baku mutu
dan
lingkungan kerja standar pencahayaan
lingkungan.
pengaruh
pencahayaan
terhadap
untuk ruang yang dipakai melakukan
Pencahayaan yang ada di tempat
pekerjaan yang memerlukan ketelitian
kerja CV Tiga Sehati, oleh 19 responden
adalah
ini
(82,61%) dinyatakan terang dan tidak
di
menyilaukan. Sedangkan pengukuran yang
buruk.
dilakukan peneliti dengan menggunakan
Pencahayaan yang buruk secara langsung
lux meter disetiap titik amatan berbeda,
tidak akan menyebabkan kerusakan pada
akan tetapi nilai rata-rata pencahayaan
mata,
menimbulkan
yang ada sebesar 310,26 luks. Dalam
tidaknyaman.
penelitian, terdapat 10 titik amatan yang
yang
terlalu
tersebar dibeberapa mesin pengolahan,
tinggi/kuat juga tidak dikehendaki karena
masing-masing nilai pencahayaan setiap
keadaan ini dapat menimbulkan kesilauan
titik amatan yaitu : titik amatan 1-3 pada
pada
(2003)
mesin pengurai sabut kelapa (yaitu 485,2
permasalahan
luks, 41,6 luks, dan 212,2 luks), untuk titik
kemampuan
amatan 4-5 pada mesin ayakan 1 (yaitu
500-1000
luks.
menunjukkan
bahwa
tempat
dapat
kerja
namun
kelelahan Sedangkan
mata.
pencahayaan dikatakan
sering
dan
Hal
rasa
pencahayaan
Wignjosoebroto,
menyatakan
bahwa
pencahayaan
meliputi
141
J Agrotek 5(2) : 138-150 330,8 luks dan 368,8 luks), titik amatan 6
mempengaruhi produktivitas kerja, dimana
pada mesin ayakan 2 (yaitu 968,6 luks),
pencahayaan yang baik memungkinkan
titik amatan 7-8 pada mesin ayakan 3 (yaitu
tenaga kerja melihat objek-objek yang
309,4 luks, dan 126,6 luks), dan titik
dikerjakan secara jelas dan cepat, selain itu
amatan 9-10 pada mesin pres (yaitu 180,6
pencahayaan yang memadai memberikan
luks dan 78,8 luks).
kesan pemandangan yang lebih baik dan
Pencahayaan
yang
buruk
dapat
keadaan lingkungan yang menyegarkan,
menimbulkan kelelahan mata dan rasa tidak
sehingga dapat mengurangi kelelahan kerja
nyaman. Yani (2004), mengatakan bahwa
dan
pencahayaan yang kurang dalam lingkungan
(Suma’mur, 1996).
kerja bukan saja akan menambah beban kerja,
Suhu
karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan,
meningkatkan
Tabel
2
produktivitas
kerja
menunjukkan
hasil
tetapi juga menimbulkan kesan yang kotor.
pengukuran suhu yang dilakukan di ruang
Pencahayaan
produksi Cocofiber pada CV. Tiga Sehati.
di
tempat
kerja
sangat
Tabel 2. Data pengukuran suhu (oC) di CV Tiga Sehati Waktu Pengamatan 08.30 09.30 10.30 14.00 15.00
1 29,8 30,6 31,4 28,4 28,5
2 30,7 30,1 31,1 30,2 29
3 30,6 30,3 31,3 29,6 29,2
4 29,4 30,1 31,4 30,3 29,4
Titik Amatan 5 6 29,6 29,6 29,5 29,5 30,8 31,3 28,6 28,7 29,2 29
7 28,2 29,4 31 28,5 28
8 27,8 29,2 30,1 28,5 28,5
9 28,2 29,9 30,4 28,7 28,6
10 28,4 29 30,2 28,6 28,5
Sumber: Data Primer, 2008
Untuk suhu didapatkan nilai ratarata diatas nilai ambang batas normal yaitu sebesar
29,5oC.Hal
ini
disebabkan
peningkatan suhu, semakin siang maka suhu semakin tinggi.Suhu sebesar ini kurang
142
optimal
bagi
manusia
untuk
bekerja.Pada suhu ini aktivitas mental dan daya
tanggap
cenderung
mulai
membuat
menurun kesalahan
dan dalam
pekerjaan dan mulai timbul kelelahan fisik. Panasnya ruang tempat kerja ini disebabkan panas mesin produksi dan
Aalisis Ergonomis Lingkungan Kerja kurangnya ventilasi udara. Sinar matahari
24oC
yang masuk, selain bermanfaat sebagai
2003). Kondisi lingkungan kerja dengan
pencahayaan juga dapat meningkatkan suhu
suhu yang tidak sesuai dapat berefek
ruangan.
panas
pada penurunan kinerja, selain itu juga
memperpanjang
berakibat pada psikologi manusia dalam
Suhu
yang
mengurangai kelincahan, waktu
reaksi
dan
terlalu
waktu
pengambilan
27 oC
sampai
(Wignjosoebroto,
perkerjaannya (Braun, 2008).
keputusan, mengganggu pencermatan kerja
Cara yang dapat dilakukan untuk
otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa
mengurangi
dan motoris, serta memudahkan untuk
diantaranya dengan memperbaiki ventilasi
dirangsang (Suma’mur, 1996).Suhu tempat
dan
kerja yang panas akan memberikan pengaruh
sehingga
terhadap prestasi kerja. Produktivitas kerja
pekerja mendapatkan cukup udara segar.
akan mencapai tingkat paling tinggi, jika
Selain itu juga dapat dengan memasang
pekerja bekerja pada suhu 24-26oC. Selain
fan atau exhaust fan sehingga dapat
itu, suhu kerja yang panas juga cepat
membantu system ventilasi ruangan untuk
menimbulkan rasa lelah, sehingga pekerja
mengurangi kepengapan di ruang kerja.
mudah hilang konsentrasi yang berakibat
Kelembaban
mudahnya terjadi kecelakaan. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa produktivitas kerja manusia mencapai
kondisi
ruangan
yang
terasa
Tabel
3
udara
didesain
cukup
panas,
terbuka
nyaman,
menunjukkan
dan
hasil
pengukuran kelembaban di tampat kerja CV Tiga Sehati.
tingkat yang paling tinggi pada suhu sekitar
143
J Agrotek 5(2) : 138-150 Tabel 3. Data pengukuran kelembaban (%) di CV Tiga Sehati Waktu Pengamatan 08.30 09.30 10.30 14.00 15.00
1 56 51 64,5 64 64,5
Titik Amatan 3 4 5 6 65 64 66,5 65,5 57,5 58 59,5 60 62,5 62 62 60 67,5 69 68 69 66 67,5 67 65
2 63 57,5 63,5 69 65,5
7 62,5 59 62 69 65
8 63 60 53,5 69,5 63,5
9 64 61 57 65 64
10 65 60 51,5 69 63
Sumber: Data Primer, 2008
Hasil
pengamatan,
rata-rata
Kebisingan
kelembaban (Tabel 3) didapat sebesar
Hasil pengukuran kebisingan yang
62,9%. Nilai tersebut berada di atas nilai
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4. Pada
ambang batas normal (40%-60%).
Hasil
Tabel tersebut terlihat bahwa sebagian daerah
bahwa
atau titik amatan berada diatas nilai ambang
temperatur dan kelembaban udara di tempat
batas (NAB) yang diperbolehkan. Menurut
kerja tidak efektif untuk kenyamanan dalam
Keputusan
bekerja.Udara dengan kelembaban yang
KEP.51/MEN/1999 menyatakan bahwa nilai
rendah (kurang dari 30%) menyebabkan
ambang batas kebisingan ditetapkan sebesar
iritasi pada mata dan membrane bahkan
85 dB. Namun, ada beberapa titik amatan yang
dapat
masih
yang
diperoleh
menunjukkan
mengganggu
dalam
pengunaan
peralatan (Dul, 2008).
Menteri
termasuk
Tenaga
kategori
Kerja
baik
No.
untuk
pendengaran karena berada dibawah NAB yaitu di pengeluaran ayakan 3.
Tabel 4. Data pengukuran kebisingan (dB) di CV Tiga Sehati Waktu Pengamatan
1 96,93
2 98,7
3 95,57
4 91,83
5 87,47
6 87,43
7 83,03
8 74,8
9 85,93
10 85,53
97,83
100,4
95,83
91,73
86,93
85,03
83,23
75,3
84,13
84,5
96,87
99,03
95,27
92,6
86,97
85,37
84,4
76,7
85,13
89,77
98,03
100,8
96,43
92,7
87,6
85,43
83,93
78,2
83,23
85,8
98,23 99,87 15.00 Sumber: Data Primer, 2008
96,7
92,9
87,57
86,1
83,67
77,1
84,1
86,97
08.30 09.30 10.30 14.00
144
Titik Amatan
Aalisis Ergonomis Lingkungan Kerja Dari tes kebisingan diketahui bahwa
84,5 db dan 86,5 dB. Setelah dirata-rata
besarnya intensitas kebisingan di tempat
didapatkan hasil sebesar 88,9 dB. Tingkat
kerja
yang
kebisingan ini termasuk kategori suara
Intensitas
hiruk pikuk yang bersifat kontinyu dan
kebisingan didapatkan rata-rata sebesar
berada diatas nilai ambang batas yang
88,99 dB. Tingkat kebisingan sebesar ini
diijinkan, yaitu sebesar 85 dB.
dikategorikan sangat hiruk pikuk dan dapat
kebisingan tersebut dapat menimbulkan
menyebabkan
gangguan pendengaran terhadap tenaga
melampaui
diijinkan
Gangguan
(yaitu
ambang 85
batas
dB).
gangguan pendengaran
pendengaran. ini
Intesitas
dapat
kerja. Kebisingan yang melebihi nilai
menyebabkan performa pekerja menjadi
ambang batas dapat menyebabkan berbagai
menurun, sehingga akan berakibat pada
gangguan pendengaran terhadap tenaga
berkurangnya produktivitas kerja.
kerja, seperti gangguan fisiologi, gangguan
Pada mesin pengurai terdapat tiga
psikologi,
gangguan
komunikasi
dan
titik amatan, yaitu pemasukan bahan baku,
ketulian. Selain itu dapat juga digolongkan
pengeluaran 1 dan 2, dengan masing-
menjadi gangguan auditory yaitu gangguan
masing tingkat kebisingan sebesar 97,5 dB,
terhadap pendengaran dan gangguan non
99,8 dB dan 96,0 dB. Sedangkan titik
auditory,
amatan pada mesin ayakan terdapat 5 titik
ancaman bahaya keselamatan, menurunnya
amatan, yang tersebar pada ayakan 1 (2
produktivitas kerja, kelelahan dan stres.
titik), ayakan 2 (1 titik) dan ayakan 3 (2
Penurunan kemampuan mendengar akan
titik), dari masing-masing titik diperoleh
terjadi ketika pekerja beraktivitas dalam
hasil sebagai berikut : 92, 4 dB, 87,3 dB,
suasana kebisingan selama berjam-jam.
85,9 dB, dan 76,4 dB. Titik amatan yang
yaitu
gangguan
komunikasi,
Untuk mengurangi dampak atau
lain yaitu pada mesin press, terdapat dua
bahaya
kebisingan,
titik amatan, dan diperoleh hasil sebesar
pengendalian
perlu
kebisingan.
dilakukan
Pengendalian
145
J Agrotek 5(2) : 138-150 tersebut
berupa
maksimum
perhitungan
yang
waktu
diperbolehkan
bagi
pekerja yang berada ditempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman.
Tabel 5. Waktu yang diijinkan untuk intensitas bunyi pada masing-masing titik amatan Titik amatan
Lokasi/ Mesin
Intensitas kebisingan (dB)
Jenis kebisingan
Keterangan
1
M. Pengurai
97,6
Kontinyu
>NAB
Waktu yang diijinkan 𝟒𝟖𝟎 𝑻 = 𝑳−𝟖𝟓 𝟑 𝟐 26,11 Menit
2
99,8
Kontinyu
>NAB
15,89 Menit
3 jam
3
96,0
Kontinyu
>NAB
38,16 Menit
3 jam
92,4
Kontinyu
>NAB
1,46 Jam
3 jam
87,3
Kontinyu
>NAB
4,69 Jam
3 jam
4
M. Ayakan 1
5
Waktu kerja 3 jam
6
M. Ayakan 2
85,9
Kontinyu
>NAB
6,54 Jam
3 jam
7
M. Ayakan 3
83,7
Kontinyu
10,8 jam
3 jam
76,4
Kontinyu
58,4 jam
3 jam
84,5
Kontinyu
8,98 jam
3 jam
86,5
Kontinyu
>NAB
5,65 Jam
3 jam
8 9
M. Pres
10 (Sumber : Data Primer, 2008)
Table
data
setiap hari para pekerja bekerja secara
intensitas kebisingan dan waktu yang
kontinyu selama 8 jam. Beban waktu
diperbolehkan
pekerja
bekerja pekerja tidaklah seimbang dengan
beraktivitas. Hampir semua lokasi mesin
tingkat kebisingan yang diterimanya. Oleh
memiliki
yang
karena itu, perlu dilakukan pengaturan jam
(NAB),
kerja dan rotasi pekerjaan, khususnya
penguraian
operator mesin pengurai sabut. Pemakaian
bahan.Hanya pada mesin ayakan yang
alat pelindung telinga juga merupakan
masih dalam NAB. Table 5 terlihat bahwa
pengendalian kebisingan yang lebih praktis.
dengan intensitas sebesar 97,6 dB pada titik
Namun demikian ada beberapa faktor yang
amatan 1 (pemasukan bahan baku), maka
harus dipertimbangkan dalam pengunaan
seharusnya pekerja diijinkan bekerja hanya
alat
selama 26,11 menit agar terhindar dari
melindungi pendengaran dari bising yang
resiko
berlebih,
melebihi terutama
146
5
menunjukkan
untuk
intensitas nilai pada
para
kebisingan
ambang bagian
batas
gangguan pendengaran.
Namun
pelindung
telinga,
ringan dan
yaitu
nyaman
dapat
dipakai
Aalisis Ergonomis Lingkungan Kerja (ergonomis), menarik dan tidak mahal,
Alat pelindung diri (APD)
tidak memberikan efek samping dan tidak mudah rusak (tahan lama).
Persepsi responden terhadap alat pelindung diri sangat rendah. Hal ini
Beberapa hal lain yang dapat
ditunjukkan dalam Tabel 6, yaitu hanya 4
dilakukan berkaitan dengan kebisingan
responden (19,40%) yang mengetahui dan
adalah mengurangi sumber suara dari
bisa menjelaskan pengertian dan fungsi alat
mesin. Hal ini bisa dilakukan dengan
pelindung diri. Sedangkan 5 responden
perawatan mesin yang baik atau dengan
(21,74%) mengatakan pernah mendengar
menutup
mesin.
istilah alat pelindung diri, tapi kurang
Alternatif lain adalah mengatur jarak
mengerti dan kurang dapat menjelaskan
mesin dengan tempat bekerja atau dengan
dengan benar pengertian dan fungsi alat
pengaturan ulang ruang kerja yang bising
pelindung diri, dan 14 responden (60,86%)
dan yang tenang (Dul, 2008).
lain tidak tahu dan tidak mengerti tentang alat
sumber
suara
pada
pelindung diri. Tabel 6. Pengetahuan responden tentang alat pelindung diri No.
Pengetahuan tentang APD
Jumlah
Persentase (%)
1
Tahu
4
19,40
2
Kurang tahu/pernah dengar
5
21,74
3
Tidak tahu
14
60,86
23
100
Total Sumber : Data Primer, 2008
Table 7. Penggunaan alat pelindung diri oleh pekerja di CV Tiga Sehati No. 1 2 3 4
Alat pelindung diri
Digunakan
Masker mulut dan hidung Sepatu Topi Penutup telinga
20 (86,96%) 9 (39,13%) 20 (86,96%) 2 (8,7%)
Kadang-kadang digunakan 2 (8,69%) 9 (39,13%) 2 (8,7%) -
Tidak digunakan 1 (4,35%) 5 (21,74) 1 (4,35) 21 (91,3%)
Sumber : Data Primer, 2008
147
J Agrotek 5(2) : 138-150 Dari
Tabel
7,
responden
yang
Mayoritas responden, dalam bekerja
menggunakan masker, sebanyak 20 orang
jarang menggunakan sepatu, hanya 9
(86,96%),
responden (39,13%) yang sering memakai
kadang-kadang
digunakan
sebanyak 2 responden (8,69%), dan 1
sepatu
responden (4,35%) yang mengatakan tidak
responden
pernah digunakan. Pekerja menggunakan
memakai dan 5 responden lain tidak pernah
masker sebagai pelindung mulut dan hidung
menggunakan sepatu. Jenis sepatu yang
untuk menghindari masuknya debu sabut
digunakan adalah sepatu kain dan boots
kelapa ke dalam hidung. Lehto (2005)
atau karet.
menjelaskan bahwa udara pada lingkungan
(safety shoes) berfungsi untuk melindungi
kerja dapat terkontaminasi oleh beberapa
kaki dari bahaya kejatuhan benda-benda
bahan seperti debu, gas, asap atau bahan
berat, percikan cairan atau larutan asam
lain
produksi.
atau alkali yang korosif, atau cairan yang
Umumnya responden menggunakan masker
panas, tertusuk benda-benda tajam, dan
berbahan
kemungkinan tersandung atau tergelincir
karena
kain,
bahan-bahan
berbentuk
sederhana,
biasanya berupa slayer(kain penutup) yang ditutupkan pada hidung dan mulut.
ketika
bekerja.
mengatakan
Sebanyak
9
kadang-kadang
Sepatu keselamatan kerja
(Anonim, 1996). Responden yang menggunakan topi
Meskipun kesadaran penggunaan
pada waktu bekerja sebanyak 20 orang
masker cukup tinggi, pekerja yang terserang
(86,96%), 2 responden (8,69%) mengatakan
penyakit pernafasan (sesak nafas, batuk,
kadang-kadang memakai dan 1 responden
dan pilek) juga cukup besar. Oleh karena
(4,35%) menyatakan tidak pernah memakai
itu, diperlukan pendidikan bagi pekerja
topi saat bekerja. Topi yang digunakan oleh
akan pentingnya penggunaan alat pelindung
pekerja adalah topi yang berbahan kain.
diri terutama masker ketika bekerja.
Sebanyak 21 responden (91,3%) tidak pernah memakai penutup telinga
148
Aalisis Ergonomis Lingkungan Kerja ketika bekerja, hanya 2 responden yang
Keadaan
menyatakan memakai penutup telinga.
ambang batas, sehingga tidak efektif
Walaupun tidak menggunakan penutup
untuk kenyamanan kerja. Hal tersebut
telinga responden tidak merasa terganggu
dikarenakan
oleh suara mesin produksi sebanyak 18
lancar, sinar matahari langsung, dan
orang (78,26%), dan hanya 5 orang
banyaknya tumpukan coco fiber hasil
(21,74%) menyatakan terganggu.
produksi.
Hasil
penelitian
tersebut
melebihi
sirkulasi
udara
nilai
tidak
menunjukkan
2. Pencahayaan yang digunakan adalah
bahwa berhubungan dengan lingkungan
sinar matahari langsung, dengan rata-
kerja beberapa hal yang perlu diterapkan
rata
adalah penggunaan pelindung diri dan
Penerangan sebesar ini, kurang dari
pengembangan fasilitas kenyamanan kerja
batas yang dianjurkan, terutama ketika
sehingga kinerja dapat dimaksimalkan.
cuaca mendung atau hujan.
Selain itu pemahaman terhadap keamanan
intensitas
sebesar
310
luks.
3. Intenstitas kebisingan di tempat kerja di
harus
atas nilai ambang batas, yaitu rata-rata
diberikan kepada pekerja didukung oleh
sebesar 88,9 dB yang bersumber dari
dan
kenyamanan
kerja
juga
kesediaan perusahaan dalam penyediaan
mesin produksi terutama mesin pengurai sabut.Kebisingan
fasilitas.
berdampak
pada
gangguan pendengaran terhadap tenaga kerja.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis dari penelitian
DAFTAR PUSTAKA
dapat diambil Braun TL and Parsons KC (2008). Human
kesimpulan berikut: Thermal
Response
in
Crowds,
1. Temperatur dan kelembaban di tempat Contemporary Ergonomic, CRC Press, kerja
sebesar
o
29,5 C
dan
62,9%. New York, USA.
149
J Agrotek 5(2) : 138-150 Dul, Jean and Weerdmeester B (2008).
PK
(1996).
Higene
Ergonomics for Beginners-A Quick
Perusahaan dan Kesehatan Kerja.
Reference Guide, CRC Press, Now
Jakrta : Gunung Agung Suma’mur PK (1995). Ergonomi untuk
York, USA. Keputusan
Menteri
Kesehatan
261/MENKES/SK/II/1998 Tentang
Persyaratan
No.
(1998). Kesehatan
Lingkungan Kerja.
KEP.51/MEN/1999 (1999). Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Human Factors and Ergonomics for Lawrence
Earlbaum
Associates, New York, USA. Nurmianto E (2003). Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya : Guna
Haji Masagung Sutalaksana Iftikar, Anggawisastra dan
Cara Kerja.Bandung : Departemen Teknik Bandung Wignjosoebroto Studi
Letho, Mark R and Buck JR (2005).
Engineers,
Produktivitas Kerja. Jakarta : CV.
Tjakraatmadja (1979). Teknik Tata
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
150
Suma’mur
Widya
S
Gerak
(2003). Ergonomi: dan
Waktu.Edisi
Pertama. Cetakan Ketiga.Surabaya : Guna Widya Yani, Ristya Widi Endah (2004). Diktat : Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jember
:
Universitas
Jember