ANALISIS ALTERNATIF DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus Terhadap Tingkat Penggunaan Kendaraan) Ratih Ayu Maharani dan Edi Sumantri Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Email:
[email protected] ABSTRAK Skripsi ini membahas tentang penambahan unsur Dasar Pengenaan Pajak kendaraan bermotor yang dilihat dari sisi penggunaan kendaraan. Peneliti membahas mengenai tingkat penggunaan kendaraan sebagai unsur tambah Dasar Pengenaan Pajak karena peneliti melihat fenomena bahwa dengan Dasar Pengenaan Pajak yang berlaku saat ini, untuk kendaraan yang sama tipe, tahun, merek, jenis, dan isi silindernya akan dikenakan pajak yang sama. Padahal tingkat penggunaan kendaraan berbeda satu dengan yang lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat penggunaan kendaraan yang ditambahkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak kendaraan bermotor. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian berupa, tingkat penggunaan kendaraan jika dilihat dari sisi teori perpajakan hal tersebut dapat dimungkinkan untuk dimasukkan kedalam unsur Dasar Pengenaan Pajak kendaraan bermotor. Namun pada implementasinya sangat sulit dilaksanakan karena tidak sesuai dengan asas kesederhanaan pajak, yaitu wajib pajak yang akan membayar pajak diharuskan membawa kendaraannya untuk penghitungan pajaknya. Jika kendaraan tidak dibawa, maka fiskus akan kesulitan untuk menghitung besaran pajaknya. Sehingga asas kesederhanaan tidak tercapai jika hal ini diterapkan. Kemudian dalam penambahan Dasar Pengenaan Pajak yang dilihat dari intensitas penggunaan terdapat biaya pungut yang tinggi, seperti biaya penambahan jumlah pegawai, biaya pengadaan segel odometer, dan biaya pengecekan odometer. Kata Kunci: Pajak Kendaraan Bermotor; Dasar Pengenaan Pajak; Penggunaan Kendaraan
Analysis of Alternative Motor Vehicle Tax Base (Case Studies On The Level Use of Vehicles) ABSTRACT The focus of this study is to discusses the addition of elements of the Tax Base in motor vehicles in terms of the use of the vehicle. Researcher discussed the level of use of the vehicle as an element added Tax Base as researcher look at the phenomenon that the Tax Base current, for the same vehicle type, year, brand, type, and contents of the cylinder will be taxed the same. Though the level of vehicle use is different from one another. The purpose of this study was to analyze the level of use of the vehicle which was added as a Tax Base vehicle. This research is a descriptive qualitative research design. The results of a study, the level of use of the vehicle when viewed from the theory of taxation that can be possible to be included into the elements of the Tax Base vehicle. However, the implementation is very difficult to implement because it does not conform with the principle of simplicity of the tax, the
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
taxpayer who will pay the taxes required to bring the vehicle to the tax. If the vehicle is not taken, it will be difficult for the tax authorities to calculate the amount of tax. So that the principle of simplicity is not achieved if it is applied. Then the addition of Tax Base as seen from the intensity of the use of the collection costs are high, such as the cost of increasing the number of employees, odometer seal procurement costs, and the cost of checking the odometer. Key words: Vehicle Tax, Tax Base, Using Vehicle Pendahuluan Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di daerah perkotaan memberikan efek yang besar terhadap penerimaan di sektor Pajak Kendaraan Bermotor (selanjutnya disingkat PKB). Penerimaan PKB di seluruh provinsi meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang ada. PKB merupakan jenis pajak daerah yang paling potensial penerimaannya, karena PKB menyumbang Pendapatan Asli Daerah (selanjutnya disingkat PAD) paling besar dibandingkan dengan jenis pajak daerah lainnya. Adapun PAD yang dihasilkan belum dapat mencukupi penyelenggaraan pemerintahan provinsi, karena pemerintah provinsi masih bergantung terhadap dana transfer yang berasal dari pemerintah pusat. Hal ini dapat terlihat pada tabel berikut: Tabel 1 Pendapatan APBD Seluruh Provinsi Tahun 2008-2012 (dalam milyar rupiah) Komponen APBD
2008
2009
2010
2011
2012
Pendapatan Asli Daerah
49. 074
37.743
78.966
68.211
50.958
Dana Transfer
206.180
212.225
325.326
346.671
213.464
Lain-lain Pendapatan
5.401
7.290
10.994
11.366
260.655
257.258
437.003
426.248
4.416
Daerah yang sah Total
268.838
Sumber: www.djpk.depkeu.go.id (telah diolah kembali)
Pada tabel 1 terlihat bahwa dari tahun ke tahun pendapatan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah provinsi, berasal dari dana yang di transfer oleh pemerintah pusat. Rata-rata dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat meliputi 79% dari komponen APBD lainnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menaikkan PAD masing-masing
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
provinsi agar ketergantungan dana pembangunan daerah tidak lagi bergantung pada pusat. Di dalam PAD tersebut, pajak yang paling besar penerimaannya adalah PKB. Untuk menaikkan PAD, salah satu upaya yang mungkin dapat dilakukan adalah melakukan intensifikasi PKB. Dilakukan upaya intensifikasi atas PKB ini, karena PKB merupakan sumber pendapatan pajak daerah yang dapat diandalkan penerimaannya. Hal tersebut dapat terlihat dalam tabel berikut: Tabel 2 Pendapatan Asli Daerah Per Jenis Pajak Provinsi Tahun 2008-2012 (dalam milyar rupiah) Pajak Provinsi
2008
2009
2010
2011
2012
PKB
10.351
11.793
12.822
15.804
19.233
BBNKB
9.782
11.790
12.959
16.558
23.814
PBBKB
6.561
7.351
7.296
8.833
10.994
173
282
163
241
281
26.867
31.216
33.240
41.436
54.322
Pajak Air Permukaan Total
Sumber: www.djpk.depkeu.go.id (telah diolah kembali)
Berdasarkan tabel 2, PKB merupakan pajak yang paling besar penerimaannya. Ratarata penerimaan PKB setiap tahunnya sebesar 37%. PKB merupakan pajak yang sangat potensial bila dikembangkan lagi. Salah satu upaya intensifikasi menurut penulis yang dapat dilakukan adalah dengan menambah unsur Dasar Pengenaan Pajak (selanjutnya disingkat DPP) kendaraan bermotor. DPP kendaraan bermotor yang selama ini diketahui adalah berdasarkan Nilai Jual Kendaraan Bemotor (selanjutnya disingkat NJKB) dikalikan dengan bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Nilai jual kendaraan bermotor akan dipengaruhi oleh faktor jenis, merek, tipe, isi silinder, tahun pembuatan, dan berat total kendaraan bermotor. Berarti untuk kendaraan bermotor yang sama jenis, merek, dan tahun pembuatannya akan dikenakan pajak yang sama. Adapun intensitas penggunaan bermotor yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Ada kendaraan bermotor yang memiliki mobiltas penggunaan yang tinggi dan ada juga yang memiliki mobilitas penggunaannya yang rendah. Namun, atas dasar DPP yang selama ini berlaku, maka kendaraan yang memiliki intensitas penggunaannya yang berbeda-beda, akan dikenai PKB yang sama mengingat nilai jual kendaraan bermotor yang berlaku ditentukan berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan.
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
Konsumsi bagi kendaraan bermotor yang lebih sering digunakan akan menimbulkan polusi udara yang lebih banyak dibandingkan dengan kendaraan bermotor yang jarang digunakan. Selain itu, kendaraan bermotor yang penggunaanya sangat sering juga dapat menimbulkan kerusakan di jalan, kemacetan, meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak, dan makin berkurangnya lahan hijau karena lahan hijau ini akan digunakan untuk pembangunan jalan akibat bertambahnya volume kepemilikan kendaraan pribadi. Terdapat ketidakadilan dalam hal ini. Seharusnya pemerintah memberikan pajak yang berbeda atas intensitas penggunaan kendaraan bermotor. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dapat diambil pertanyaan penelitian sebagai berikut, apakah dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dapat ditambahkan berdasarkan unsur mobilisasi penggunaan kendaraan bermotor. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk, menganalisis tingkat penggunaan kendaraan yang ditambahkan sebagai dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor Tinjauan Teoritis 1. Administrasi Pajak Menurut Tanzi yang dikutip oleh Bird dan Jantscher, administrasi pajak memainkan peranan yang krusial dalam menentukan keefektifan suatu sistem pajak. memang ada suatu keyakainan dari para pembuat kebijakan pajak di negara-negara berkembang bahwa, perubahan kebijakan tanpa perubahan administrasi, merupakan kebijakan yang nol. Bahwasannya sangat penting untuk memastikan bahwa perubahan dalam perubahan kebijakan pajak harus sesuai dengan kapasitas administrasi. (Bird dan Jantscher, 1992, hal.1). 2. Keadilan dalam Pajak Daerah Menurut Davey, sebagaimana yang dikutip oleh Darwin, keadilan dalam pajak daerah mempunyai tiga dimensi, yaitu: a. Vertikal Hubungan dalam pembebanan pajak atas tingkat pendapatan yang berbeda-beda. Dimensi ini menganut, jika pajak itu dikenakan tarif progresif, berarti pajak tersebut sudah adil, karena prosentase pendapatan seseorang yang dibayarkan untuk pajak bertambah sesuai dengan tingkat pendapatannya. Pembebanan masih dapat diterima jika dikenakan secara proporsional, yaitu prosentase pendapatan yang dibayarkan untuk pajak sama untuk semua tingkat pendapatan. Pandangan lainnya, pajak bersifat
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
adil jika bebannya proporsional atas pendapatan atau kekayaan dan setiap penyimpangan apakah progresif atau regresif akan dapat berakibat negatif. b. Horizontal Hubungan pembebanan pajak dengan sumber pendapatan. Seseorang yang menerima gaji seharusnya tidak membayar pajak lebih besar daripada seseorang dengan pendapatan yang sama dari bisnis atau pertanian. Seorang petani mengusahakan tanaman ekspor seharusnya tidak membayar lebih besar daripada petani dengan pendapatan sama di bidang tanaman pangan. c. Geografis Pembebanan pajak harus adil antar penduduk di berbagai daeerah. Masyarakat seharusnya tidak dibebani pajak lebih berat hanya karena mereka bertempat tinggal disuatu daerah tertentu, misalnya mereka tinggal di perbatasan kota (Darwin, 2010, hal. 72-73). 3. Kriteria Pajak Daerah Menurut Davey sebagaimana dikutip oleh Ismail, dalam melihat potensi pajak sebagai penerimaan daerah diperlukan berbagai kriteria, yaitu: a. Kecukupan dan elastisitas Penerimaan dari suatu pajak harus menghasilkan penerimaan yang cukup besar sehingga diharapkan mampu membiayai sebagian atau keseluruhan biaya pelayanan yang akan dikeluarkan. b. Pemerataan Prinsipnya adalah beban pengeluaran pemerintah daerah haruslah dipikul oleh semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupannya. c. Kelayakan Administrasi Berbagai jenis pajak ataupun pungutan di daerah sangat berbeda-beda mengenai jumlah, integritas, dan keputusan yang diperlukan dalam administrasinya. Untuk itu diperlukan administrasi perpajakan yang mudah dan sederhana. d. Kesepakatan Politis Keputusan pembebanan pajak sangat bergantung pada kepekaan masyarakat, pandangan masyarakat secara umum tentang pajak, dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat di suatu daerah. Oleh karena itu, dibuthkan suatu kesepakatan bersama bila dirasakan perlu dalam pengambilan keputusan perpajakan.
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
e. Distorsi terhadap perekonomian Implikasi pajak atau pungutan yang secara minimal berpengaruh terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban, baik bagi konsumen maupun produsen. Persoalannya, jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan beban tambahan yang berlebihan, yang akan merugikan masyarakat secara menyeluruh. (Ismail, 2008, hal.28-29). 4. Dasar Pengenaan Pajak Menurut William Schultz dan Harris Lowell, dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dapat ditentukan atas kriteria sebagai berikut: a. Gross Weight/ Net Weight Dasar pengenaan pajak terhadap gross weight/ net weigth disebabkan karena semakin berat suatu kendaraan maka semakin besar pula kerusakan yang akan ditimbulkannya pada jalan raya. Oleh karena itu semakin berat kendaraan semakin besar juga pajak yang akan dipungut. b. Horse Power Disebabkan semakin besar cylinder capacity suatu kendaraan, maka semakin besar pajaknya. c. Ownership Menurut pajak pembelian kendaraan dibedakan atas dua jenis, yaitu untuk kendaraan umum dan kendaraan bermotor pribadi. Untuk kendaraan umum pajaknya lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan pribadi. d. Seat Capacity Berkaitan dengan sedikit atau banyaknya tempat duduk di kendaraan tersebut, besarnya pajak ikut diperhitungkan. e. Type Dari kriteria tipe yang diperhatikan adalah tentang jenis kendaraan tersebut, apakah jenis sedan, truk, bis atau kendaraan roda dua dan tiga dan seterusnya. (Samudra, 2005, hal. 62).
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
Menurut Hancock dalam bukunya terdapat tiga kriteria yang dapat menjadi basis pengenaan pajak, yaitu: a. Kekayaan Pajak yang pertama kali dikenakan adalah pajak atas kekayaan, karena kekayaan akan lebih mudah dikenakan pajak daripada penghasilan karena hanya orang-orang kaya saja yang mempunyai uang lebih yang dapat digunakan untuk membayar pajak. Selain itu pajak atas kekayaan dapat menggantikan pajak penghasilan yang bersifat pasif dan dirasa sangat efektif bila dijadikan dasar sebagai dasar pengenaan pajak berdasarkan prinsip ability to pay. Pajak atas kekayaan memiliki efek terhadap redistribusi kekayaan. Dalam prakteknya, pajak atas kekayaan merupakan pajak atas aset. Aset dapat menghasilkan tambahan keuntungan bagi pemiliknya seperti kekuatan dan pengaruh, misalnya individu yang kaya dapat meminjam uang dengan bunga yang rendah dari kebanyakan individu lainnya. hal ini akan sulit sekali untuk menganggap nilai terhadap manfaat ekonomi. Yang terakhir, pajak atas kekayaan merupakan pajak yang mahal pemungutannya bagi administrator dibandingkan dengan pajak properti. Kesulitannya dari pajak atas kekayaan ini adalah mungkin terlalu besar untuk diperkenalkan kepada dunia industri. b. Penghasilan Penghasilan digunakan sebagai dasar pengenaan pajak di berbagai belahan dunia. Namun, hal ini tidak berarti bahwa pajak atas penghasilan dipungut tanpa kesulitan atau merupakan dasar pengenaan pajak yang paling baik untuk digunakan. Kesulitannya adalah ketika mendefinisikan penghasilan. Menurut Hicks dalam kutipan yang ditulis oleh Hancock, ia mendefiniskan penghasilan sebagai nilai maksimal yang dapat digunakan untuk konsumsi seseorang selama waktu tertentu dan masih dapat diharapkan dalam akhir periode sejak ia memulai. Oleh karena itu, sistem perpajakan dari pajak penghasilan harus adil, hal ini memungkinkan untuk menyebabkan erosi dasar modal yang disebabkan oleh inflasi. Pajak penghasilan yang bagus adalah pajak yang dipungut dengan tingka penghasilan yang komprehensif dimana sama jumlahnya dengan yang individu konsumsi tanpa mengurangi nilai dari kekayaan. Kemudian pajak penghasilan yang baik harus sesuai dengan jumlah yang dikonsumsi tanpa mengurangi nilai dari kesejahteraan individu. Pajak penghasilan dikenakan berdasarkan hasil yang diterima. Setiap penghasilan yang diterima dapat dijadikan sebagai dasar pengenaan pajak. c. Pengeluaran atau konsumsi Pengeluaran atau konsumsi memajaki apa yang individu keluarkan dari ekonomi yang diberikan dalam periode tidak seperti pajak penghasilan yang berkontribusi untuk
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
masyarakat. Pajaknya hanya dipungut ketika wajib pajak menyimpan uang. Pajak pengeluaran dapat menggabungkan antara tunjangan pribadi dan bermacam variasi tarif pajak seperti yang dilakukan oleh pajak penghasilan. Oleh karena itu dimungkinkan bagi pajak pengeluaran untuk diterapkan tarif progresif dan untuk memperhitungkan keadaan dari wajib pajak jika dianggap perlu. (Hancock. 1999. Hal. 62-65). 5. Pungutan atas Pemakaian Jalan Kemacetan dapat dilihat sebagai perantara antara barang publik murni dan barang swasta murni. Penambahan lebih banyak kendaraan dengan jalan selalu meningkatkan waktu perjalanan dan dengan kelebihan permintaan selama periode waktu tertentu, dapat dikatakan bahwa ada kebutuhan untuk intervensi pemerintah untuk memperbaiki kegagalan pasar melalui pengenalan biaya pengguna jalan yang akan mencari solusi untuk diatasi (Stephen, 2004, Hal. 31). Jalan merupakan kategori public goods yang bersifat tidak murni. Public goods tidak murni menurut Due seperti yang dikutip oleh Samudra, merupakan barang yang dapat dikenakan biaya, sehubungan dengan diapakai atau dikonsumsinya barang tersebut oleh konsumen. Karena jalan raya merupakan public goods yang tidak murni sifatnya, karena itu pemerintah berhak untuk memungut biaya atas pemakaian jalan tersebut. Biaya yang dikenkan terhadap pemakai jalan dapat berbentuk bea-bea dan atau pajak. Hal ini disebabkan bahwa jalan raya tersebut memberikan manfaat langsung dan dapat dirasakan oleh pemakai jalan. Dalam literatur The Economics of road user charge dapat diintrepretasikan, bahwa setiap pemakai jalan raya harus membayar sejumlah biaya kepada pemerintah, oleh karena kendaraan tersebut menimbulkan kerusakan terhadap jalan raya. Pembiayaan jalan raya harus dibebankan kepada semua pemakai jalan raya dengan mengenakan pajak jalan dan pajak kendaraan bermotor dan pungutan-pungutan lainnya sedemikian rupa, sehingga pembiayaan jalan raya tersebut dapat ditutupi. Keserasian antara besarnya biaya jalan raya dan besarnya pajak yang dikenakan kepada pemakai jalan raya akan menunjukkan bahwa penggunaan jalan raya sudah optimal (Samudra. 2005. Hal.59-60). Menurut Palma, Lindsey, dan Proost, diharapkan dari adanya biaya atas pemakaian jalan yang dibebankan kepada masyarakat akan menggantikan subsidi dari pemerintah untuk ekspansi dan pemeliharaan infrastruktur (Palma, Lindsey, dan Prosst, 2007, Hal. 21).
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
Metode Peneletian Dalam melakukan penelitian, pendekatan yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Pembahasan yang dilakukan atas permasalahan yang diajukan menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin menganalisis untuk menemukan pemahaman mengenai suatu fenomena yang sedang terjadi. Selain itu, pendekatan kualitatif digunakan untuk membangun penyataan pengetahuan dari makna-makna yang diberikan dari pengalaman dan pengetahuan orang lain dengan tujuan membangun teori. Fenomena yang akan diteliti berupa adanya ketidakadilan dalam PKB, yaitu atas intensitas dari penggunaan kendaraan yang berbeda, tetapi dikenakan pajak yang sama.Metode dan strategi penelitian yang peneliti lakukan dalam teknik pengambilan data adalah dengan melakukan beberapa hal berikut: a. Studi Pustaka (Library Research) Studi Pustaka dilakukan peneliti dengan membaca dan mengumpulkan data mulai dari Undang-Undang Perpajakan, Peraturan Pemerintah, Buku-buku, Paper atau makalah, majalah, surat kabar, bahan seminar. Penelusuran melalui internet digunakan untuk mendapatkan data sekunder dan tulisan-tulisan yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Menurut creswell, literature dalam studi pustaka berguna untuk mengatasi dalam pembatasan masalah dalam penelitian, basis untuk melakukan melakukan perbandingan dan menemukan dalam studi kualitatif. b. Studi lapangan (Field Research) Studi lapangan menurut Neuman adalah sebagai berikut: “a researcher in directly involved in part of the social work studied, so his or her personal characteristic are relevant in research” (Neuman, 2003, hal 31). Dari pengertian tersebut tergambar bahwa peneliti akan secara langsung terjun ke lapangan untuk mengobservasi, sehingga secara tidak langsung ada hubungan dengan masyarakat yang ada di tempat penelitian. Studi lapangan dilakukan dengan dua cara, pertama dengan observasi langsung ke tempat penelitian untuk mendapatkan data primer dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Cara yang kedua dengan metode wawancara secara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan terhadap pihak-pihak yang kompeten dalam menjawab masalah yang akan diteliti dalam penelitian. Kedua metode ini digunakan mengingat pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang lebih memerlukan data-data berupa penjelasan baik dari
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
informan, studi dokumen, maupun dari studi kepustakaan untuk menjawab permasalahan yang diangkat. Sedangkan pendekatan kualitatif dengan pendekatan deskriptif dipilih karena dalam menjawab permasalahan yang diangkat penelitian ini lebih mengutamakan data-data berupa penjelasan, informasi dalam bentuk verbal dan juga pendapat dari informan. Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan maka dapat dibagi menjadi dua jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung melalui studi lapangan yaitu berupa wawancara dengan informan dan juga studi atas dokumen yang ditemukan di lapangan. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan yang bersumber dari buku, jurnal, peraturan dan kepustakaan lainnya. Hasil Penelitian dan Pembahasan Di dalam undang-undang No. 28 Tahun 2009, sifat pajak daerah yang ada dalam undang-undang adalah bersifat closed list. Maksudnya adalah pajak daerah yang dapat dikelola oleh pemerintah daerah hanya sebatas yang ada di dalam undang-undang tersebut. Adapun usaha daerah untuk meningkatkan PAD, yaitu daerah dapat menggali potensi pajak daerahnya dengan menggunakan sistem intensifikasi, salah satunya adalah memperluas basis pajak. Salah satu pajak daerah yang paling potensial penerimaanya di setiap daerah adalah PKB. Penerimaan PKB meningkat karena naiknya jumlah orang yang memiliki kendaraan bermotor. Untuk mengurangi ketergantungan akan dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat, maka daerah dapat memperluas basis pajaknya. Salah satu upaya intensifikasi yang dapat dilakukan adalah menambah unsur DPP kendaraan bermotor dari tingkat konsumsi kendaraan bermotor. Jika digali lagi potensi dari PKB ini, maka penerimaan PKB diharapkan mampu mengurangi akan ketergantungan dana perimbangan yang di transfer pemerintah pusat, karena PKB merupakan pajak daerah yang penerimaannya dari tahun ke tahun selalu meningkat. Menurut teori yang dikemukakan oleh Hancock mengenai DPP, basis pengenaan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga kategori, yaitu dilihat berdasarkan tingkat penghasilan, kekayaan, dan konsumsi (Hancock, 1999, hal. 62-65). DPP kendaraan bermotor yang berlaku saat ini dilihat dari tingkat kekayaan saja, karena dari tingkat kekayaan akan lebih mudah dikenakan pajak daripada jenis kategori lainnya untuk PKB. Orang-orang yang mempunyai kendaraan bermotor, merupakan orang-orang yang hidupnya berkecukupan, karena kendaraan bermotor bukan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Namun kendaraan bermotor ini merupakan kebutuhan sekunder yang hanya orang-orang yang
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
mempunyai uang berlebih yang mampu membeli kendaraan. Wujud dari barang itu sendiri kelihatan, yaitu berupa kendaraan bermotor. Berdasarkan kategori kekayaan dirasa sangat efektif bila dijadikan sebagai dasar pengenaan pajak berdasarkan prinsip ability to pay, karena hanya orang-orang yang memiliki kendaraan bermotor saja yang harus membayar PKB. Semakin baru kendaraan kendaraan bermotor, maka semakin mahal harga jualnya. Oleh karena itu pajaknya pun semakin mahal. Kemampuan orang untuk membeli mobil yang harganya mahal, diindikasikan akan mampu membayar PKB yang tinggi. Jadi prinsip ability to pay dapat dijadikan prinsip dalam pengenaan PKB. Masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor keluaran terbaru, merupakan masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas. Sudah sewajarnya atas kendaraan bermotor keluaran baru ini dikenakan pajak yang tinggi pula. Kemampuan membayar PKB atas kendaraan baru ini, tidak dimiliki oleh masyarakat ekonomi kelas bawah, karena mereka tidak mampu untuk membeli kendaraan bermotor ini. Jangankan untuk membeli, untuk membayar pajak yang tinggi saja mereka tidak mampu. Kendaraan bermotor bukanlah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap waktunya. Adapun lebih kepada kebutuhan masyarakat untuk bermobilitas. Banyak masyarakat yang masih menggunakan kendaraan bermotor tahun lama, yang penting murah, bagus, dan bisa jalan. Jadi masyarakat tetap dapat memiliki kendaraan, meskipun bukan keluaran terbaru. Atas kendaraan tahun lama ini, dikenakan pajak yang murah mengingat tahun pembuatan dan tipe kendaraannya. Kendaraan usia lama menggunakan teknologi yang lama dibandingkan dengan kendaraan yang baru. Dengan kategori kekayaan dalam unsur basis PKB dirasa sudah tepat. DPP kendaraan bermotor yang saat ini berlaku dirasa telah memenuhi prinsip keadilan dalam pengenaan pajak daerah, yaitu keadilan vertikal, horizontal, dan geografis seperti yang dikemukakan oleh Davey (Darwin, 2010, hal.72-73). Dikatakan telah memenuhi keadilan secara vertikal karena semakin baru tahun pembuatan dan isi silinder yang semakin besar, akan dikenakan pajak yang tinggi. Mobil dengan tahun pembuatan yang paling baru dengan isi silinder yang besar mengindikasikan hanya orang-orang kaya saja yang dapat membelinya. Maka sudah sewajarnya dikenakan pajak yang tinggi. Kemudian prinsip keadilan horizontal juga telah terpenuhi, yaitu orang yang memiliki kendaraan baru pajaknya akan berbeda dengan orang yang memiliki kendaraan tahun lama. Selanjutnya dalam prinsip keadilan geografis juga telah terpenuhi dalam tabel NJKB yang dibuat oleh Kementrian Dalam Negeri. Tabel ini hanya dijadikan pedoman dalam menentukan NJKB kendaraan. Urusan pengenaannya diatur lebih lanjut oleh pemerintah masing-masing daerah.
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
Unsur DPP kendaraan bermotor yang berlaku saat ini mengambil dari teori yang dikemukakan oleh Harris Lowell dan William Schultz mengenai kriteria dalam pengambilan DPP. Menurut Lowell dan Schultz, kriteria DPP dapat ditentukan atas Gross Weght, Horse Power, Ownership, Seat Capacity, dan Type (Samudra, 2005, hal.62). Indonesia memakai kriteria Gross Weght, Horse Power, dan Type dalam penentuan DPP kendaraan bermotor yang diwujudkan dalam NJKB. Untuk kendaraan bermotor yang sama jenis, merek, tahun pembuatan, dan isi silindernya berarti akan dikenakan pajak yang sama pula. Padahal tingkat mobilitas setiap kendaraan berbeda satu dengan yang lainnya. Mobilitas kendaraan ini menyebabkan tingkat pencemaran udara yang berbeda satu dengan yang lainnya, serta peran dalam menggunakan jalan yang berbeda pula. Namun atas DPP yang berlaku, dikenakan pajak yang sama. Di sini terdapat ketidakadilan secara vertikal dalam pembebanan pajak berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Davey, karena semakin tinggi penggunaan kendaraan dengan yang rendah penggunaannya akan dikenakan pajak yang sama. Tingkat penggunaan kendaraan yang dilihat dari mobilitas kendaraan bermotor, dirasa pembebanannya akan memenuhi prinsip keadilan secara vertikal, horizontal, dan juga geografis. Dari sisi keadilan vertikal, yaitu semakin lama ia menggunakan kendaraannya, maka semakin besar pajak yang terutang. Semakin tinggi mobilitas suatu kendaraan bermotor, maka semakin tinggi pula pencemaran udara yang dihasilkan, serta semakin tinggi juga dalam pemakaian jalan. Walaupun DPP yang berlaku sudah mengakomodir keadilan secara vertikal yang dilihat dari semakin baru tahun pembuatan kendaraan bermotor, semakin tinggi juga pajaknya, semakin besar isi silinder, semakin besar pajaknya, dan lain-lain. Namun untuk menaikkan PAD dirasa perlu untuk memasukkan unsur penggunaan kendaraan bermotor. Dengan tingkat konsumsi kendaraan bermotor, jika dilihat dari keadilan secara geografis semua masyarakat dari satu pulau ke pulau lainnya, akan menerima beban pajak yang berbeda jika dilihat dari tingkat konsumsi kendaraan bermotor. Sedangkan jika dilihat dari keadilan horizontal, yaitu seseorang yang jarang bermobilisasi dengan orang yang sering bermobilisasi pengenaan pajaknya akan berbeda. Jika dilihat dari sisi keadilan secara vertikal, horizontal, maupun geografis, penambahan unsur DPP dari tingkat konsumsi kendaraan bermotor dapat diberlakukan. Penambahan unsur DPP, jika dilihat dari teori basis pajak berupa konsumsi yang dikemukakan oleh Hancock (Hancock, 1999, Hal. 62-65), hal ini juga dimungkinkan, karena kendaraan menggunakan jalan yang dibangun oleh pemerintah. Biaya atas kerusakan jalan yang diakibatkan oleh kendaraan yang berlalu lalang dapat dipungut pemerintah melalui PKB. Basis DPP berdasarkan konsumsi memajaki apa yang individu konsumsi. Individu disini
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
mengkonsumsi jalan yang merupakan milik pemerintah. Pemerintah dapat memungut biaya atas pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur jalan kepada individu melalui instrumen pajak. Pendekatan lain agar penetapan unsur DPP kendaraan bermotor dapat ditambahkan dengan tingkat penggunaan kendaraan menurut Siregar, yaitu menggunakan pendekatan benefits received dan the cost of service (Siregar, 1981, hal. 52). Dengan pendekatan benefits received pengguna kendaraan akan dikenakan pajak berdasarkan biaya pemeliharaan untuk setiap kilometer yang dilalui untuk biaya pemeliharaan jalan raya. Berapa kilometer yang ditempuh berakibat pada besarnya pajak terutang. Semakin besar pemakaian, semakin besar pula pajak yang terutang. Berarti ada tingkat konsumsi dalam pendekatan ini. Untuk pendekatan the cost of service, makin sering kendaraan digunakan, akan menyebabkan kerusakan jalan lebih besar dari yang jarang menggunakan kendaraan. Dalam literatur The Economics of Road User Charge dapat digambarkan, bahwa setiap pemakai jalan harus membayar biaya akibat kendaraan tersebut menimbulkan kerusakan jalan (Samudra, 2005, hal. 59-60). Jika DPP ditambah dengan unsur penggunaan, sebenarnya dapat dijadikan sebagai basis pengenaan PKB, karena kendaraan menggunakan jalan yang dibangun oleh pemerintah. Kendaraan ini satu dengan yang lainnya berbeda penggunaannya. Dari perbedaan penggunaan ini, tingkat kerusakan jalan yang diakibatkan pun akan berbeda. Seharusnya pemerintah juga mengenakan pajak atas tingkat penggunaan kendaraan. Seperti yang terdapat dalam literatur OECD, pajak dapat dipungut atas hubungan dengan kegiatan dari kendaraan bermotor (OECD, 1999, Hal 55-56). Kendaraan yang bertambah setiap tahunnya akan mengakibatkan kemacetan yang meningkat juga tiap tahunnya. Menurut Stephen, kemacetan dapat dilihat sebagai perantara antara barang publik murni dan barang swasta murni. Penambahan lebih banyak kendaraan dengan jalan selalu meningkatkan waktu perjalanan dan dengan kelebihan permintaan selama periode waktu tertentu, dapat dikatakan bahwa ada kebutuhan untuk intervensi pemerintah untuk memperbaiki kegagalan pasar melalui pengenalan biaya pengguna jalan yang akan mencari solusi untuk diatasi (Stephen, 2004, Hal. 31). Menurut Palma, Lindsey, dan Proost, diharapkan dari adanya biaya atas pemakaian jalan yang dibebankan kepada masyarakat akan menggantikan subsidi dari pemerintah untuk ekspansi dan pemeliharaan infrastruktur (Palma, Lindsey, dan Prosst, 2007, Hal. 21). Agar pemungutan PKB dengan penambahan unsur penggunaan kendaraan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka dibutuhkan suatu odometer yang tidak bisa di ubah-ubah angkanya. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian segel pada bagian
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
odometernya. Pemberian segel ini dimaksudkan bila pengguna kendaraan ingin mengubah angka yang tertera di odometer, otomatis ia akan merusak segel yang ada di odometer. Jika merusak segel maka ia akan diberikan sanksi berupa denda. Hal ini dapat terlihat, ketika kendaraan dibawa ke samsat untuk pembayaran PKB. Pemasangan segel yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini yang bekerjasama dengan pihak kepolisian, tentunya harus bebas dari pungutan biaya apapun, karena untuk menarik minat masyarakat agar mau menyegel odometernya. Denda yang diberikan atas pengrusakan segel harus lah tinggi. Mengingat sangat mudah untuk mengubah odometer tersebut. Denda dimaksudkan untuk mengakibatkan efek jera pada pelaku agar tidak melakukannya lagi. Kemudian untuk kendaraan yang tidak mau dipasangi segel pada odometernya, maka ia akan membayar pajak terutang ditambah sanksi berupa denda setiap tahunnya. Harus ada pembatasan maksimal tahun penyegelan odometer. Misalnya satu tahun. Jika dalam satu tahun tersebut belum dilakukan juga, maka tindakan alternatif lainnya adalah penetapan pajak yang terutang secara jabatan oleh fiskus, karena pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara pasti. Ada yang hilang dalam komponen penghitungan pajaknya, yaitu DPP yang di dalamnya terdapat unsur penggunaan. Sehingga fiskus kesulitan untuk menentukan berapa pajak yang terutang. Jika wajib pajak belum melakukan penyegelan, dikhawatirkan wajib pajak akan melakukan perubahan odometer. Pengaruh Penambahan Unsur DPP Terhadap Industri Otomotif Di tingkat industri otomotif, penyegelan odometer mengakibatkan harga jual kendaraan naik. Namun hal ini tidak berpengaruh terhadap minat industri otomotif untuk tetap berinvestasi di Indonesia karena selama ekonomi growth di Indonesia bagus, maka semakin banyak industri-industri otomotif yang akan berinvestasi di Indonesia. Banyak kendaraan dengan merek asing yang dirakit di Indonesia dan pembuatan spare partnya juga dilakukan di Indonesia. Semua industri otomotif sudah menggunakan standar internasional dalam pembuatan produknya. Daripada mengimpor kendaraan yang kualitasnya sama jika dibuat di dalam negeri dengan harga yang mahal, lebih baik mengundang para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Penerimaan negara akan naik dan beban pengangguran pun akan berkurang, karena industri ini membutuhkan sumberdaya manusia yang banyak untuk memproduksi kendaraan. Selain itu dalam mengimpor kendaraan, transport costnya akan mahal.
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
Minat masyarakat untuk membeli kendaraan bermotor nampaknya tidak akan turun dengan pengenaan pajak daerah yang tinggi. Dengan kepemilikan kendaraan pribadi dirasa masyarakat lebih praktis dan hemat dalam berpergian. Oleh karena itu, masih banyaknya masyarakat yang ingin membeli dan mempertahankan kepemilikan kendaraannya. Pengenaan PKB yang tinggi juga tidak berpengaruh banyak dalam kegiatan industri otomotif. Hal ini akan terlihat dalam sketsa gambar berikut:
Gambar 1 Sketsa Perhitungan Nilai Jual Kendaraan Sumber: Hasil Wawancara dengan Bapak Noegandjito, tanggal 11 Juni 2013 (telah diolah kembali)
Pada gambar 1, terdapat sketsa perhitungan biaya untuk membuat satu kendaraan. Sketsa perhitungan ini diperuntukkan bagi kendaraan Completely Build Up (selanjutnya disingkat CBU). Seperti yang dilansir oleh salah satu media online, yaitu CBU merupakan kendaraan yang secara keseluruhannya merupakan hasil Build-Up (rakitan) dari manufaktur orisinilnya. Istilah ini di Indonesia berkaitan dengan kebijakan pemerintah lokal untuk secara bertahap memproduksi mobil sendiri (www.okezone.com tanggal 17 Oktober 2011). Berdasarkan sketsa perhitungan, ternyata adanya PKB tidak terlalu berpengaruh terhadap penjualan kendaraan, karena pengenaannya yang kecil yaitu di bawah 10% dan pengenaan PKB ada setelah harga off the road. Harga off the road ini maksudnya adalah harga kendaraan dari tingkat pabrikan dengan kata lain adalah harga kendaraan ketika belum terjual dipasaran. Pajak yang sangat mempengaruhi harga off the road kendaraan CBU baik impor maupun produksi dalam negeri adalah PPN dan PPnBM. Jika PPN dan PPnBM tarifnya dinaikkan, maka akan menaikkan harga jual kendaraan. Hal ini akan berakibat kepada pembelian konsumen. Jika harga jual kendaraan tinggi, maka hanya orang-orang kaya saja yang dapat
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
membeli kendaraan. Jadi pihak pemegang merk tidak khawatir dengan pajak daerah yang tinggi, karena yang mempengaruhi harga produksi dan penjualan adalah pajak pusat. Keuntungan dari Penambahan Unsur DPP Penambahan DPP dari unsur penggunaan kendaraan bermotor, dilihat dari sisi keuntungan, imbalan yang akan di dapat oleh pemerintah daerah berupa penerimaan PKB yang naik secara drastis, karena selain DPP yang berlaku saat ini juga ada penambahan dari sisi penggunaan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, akan menyebabkan orang jarang berpergian menggunakan kendaraan pribadi dan mereka akan beralih ke transportasi umum pada jam-jam kerja. Tingkat kemacetan pun akan berkurang dengan sendirinya. Masyarakat akan menggunakan kendaraannya hanya di hari sabtu atau minggu yang digunakan untuk berekreasi, karena di hari sabtu dan minggu biasanya orang telah penat seharian bekerja dari hari senin sampai hari jumat. Peran penambahan PKB yang dilihat dari intensitas penggunaan kendaraan adalah meminimalisir pembelian kendaraan baru. Untuk masa sekarang penerimaan PKB meningkat akibat adanya pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang meningkat dari tahun ke tahun akan memperparah tingkat kemacetan yang ada. Dengan adanya penambahan unsur penggunaan kendaraan dalam PKB, masyarakat akan berpikir untuk membeli kendaraan lagi karena PKBnya akan dibebankan terhadap penggunaan kendaraan. Jadi untuk apa memiliki kendaraan banyak, jika pajak yang dikenakan tinggi untuk masing-masing kendaraan. Masyarakat dapat membeli kendaraan yang mereka inginkan, tetapi ketika ingin membayar pajak, pajak yang terutang akan membengkak sesuai dengan tingkat penggunaannya. Kelemahan Penambahan Unsur DPP dari Tingkat Penggunaan Pembayaran PKB dengan unsur penggunaan dirasa merepotkan wajib pajak karena yang seharusnya bisa membayar PKB menggunakan transportasi umum atau menggunakan sepeda motor saja agar lebih parktis untuk membayar PKB mobil, maka mobil ini harus dibawa juga ke kantor samsat ataupun samsat keliling. Jika DPP kendaraan bermotor ditambah dengan penggunaan kendaraan, berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Davey dalam melihat potensi pajak daerah, maka unsur kecukupan dan elastistas serta kelayakan administrasi belum tercapai (Ismail, 2007, hal. 28-29).
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
Dilihat dari kriteria kecukupan dan elastisitas pemungutan PKB akan mengeluarkan biaya pelayanan yang besar, seperti biaya pengadaan segel , biaya pemasangan segel, dan biaya penambahan gaji pegawai. Setiap kendaraan pasti butuh untuk diservis. Mereka melihatnya melalui angka odometer. Jika kendaraan ini butuh akan diservis karena penggunaan odometer yang telah melewati ambang batas dan memang harus direset ke nol lagi, maka segel yang ada di odometer akan dirusak. Jika hal ini ketahuan saat diperiksa oleh fiskus, maka wajib pajak akan dikenai sanksi karena segel dari pemerintah akan berbeda dari segel yang dimilki oleh Agen Tunggal Pemegang Merk. maka Unsur kelayakan administrasi, seperti kesederhanaan dalam pemungutan tidak tercapai jika penambahan DPP dilakukan, karena diharuskan membawa kendaraan untuk pembayaran PKB. Belum lagi harus menunggu untuk pengecekan segel pada odometernya. Suatu sistem perpajakan haruslah memiliki unsur kesederhanaan dalam memungut. Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak yang positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan untuk membayar pajak. Menurut Tanzi yang dikutip oleh Bird dan Jantscher, administrasi pajak memainkan peranan yang krusial dalam menentukan keefektifan suatu sistem pajak. Bahwasannya sangat penting untuk memastikan bahwa perubahan dalam perubahan kebijakan pajak harus sesuai dengan kapasitas administrasi. (Bird dan Jantscher, 1992, hal.1). Oleh karena itu, sistem pemungutan PKB tidak boleh terlalu susah, karena kesederhanaan merupakan kunci keefektifan bagi suatu sistem administrasi agar wajib pajak secara sukarela untuk membayar pajak. Mobilitas kendaraan di Indonesia jauh-jauh jarak tempuhnya, seperti bis antar kota dan antar provinsi, kemudian travel untuk bepergian antar provinsi, dan truk-truk ekspedisi, bahkan mobil pribadi pun ada yang digunakan untuk berpergian jauh. Biarpun provinsi di Indonesia saling bersinggungan, tetapi untuk mecapainya sangatlah jauh. Kendaraankendaraan ini mengakibatkan kerusakan di daerah lain, tetapi yang memungut pajak atas kendaraan ini adalah daerah dimana kendaraan ini dimiliki. Misalnya saja kendaraan ini jarang digunakan untuk bepergian di daerahnya sendiri, tetapi lebih sering justru melewati daerah lain, karena satu provinsi dengan provinsi lainnya jaraknya berdekatan. Unsur penggunaan kendaraan dirasa kurang tepat, jika kendaraan ini menyebabkan kerusakan di daerah lain, tetapi yang memungut pajaknya adalah provinsi tempat dimana kendaraan tersebut dimiliki.
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian yang dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan, bahwa penambahan unsur DPP kendaraan bermotor, apabila dilihat dari teori perpajakan hal tersebut dimungkinkan untuk dilaksanakan. Namun pada implementasinya sangat sulit dilaksanakan karena tidak sesuai dengan asas kesederhanaan pajak. Wajib pajak yang ingin membayar pajak diharuskan membawa kendaraannya untuk penghitungan pajaknya. Jika kendaraan tidak dibawa, maka fiskus akan kesulitan untuk menghitung besaran pajaknya. Selain itu, adanya biaya pungut yang tinggi, seperti biaya penambahan jumlah pegawai, biaya pengadaan segel odometer, dan biaya pengecekan odometer, serta banyaknya tahapan yang harus dilakukan, seperti merubah definisi objek PKB yang berupa kepemilikan dan/atau pengusaaan dan perubahan pengecualian pengenaan PKB.
Saran Perlunya dilakukan pengkajian secara mendalam oleh pemerintah daerah mengenai dasar pengenaan pajak yang ditambahkan dengan unsur intensitas penggunaan kendaraan. Pengkajian tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melakukan benchmarking ke negara-negara yang telah melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan tingkat penggunaan kendaraan ke dalam basis pajaknya, seperti swedia dan jerman yang telah menggunakan unsur penggunaan kendaraan sebagai basis pengenaan pajaknya yang dikenal dengan nama kilometre tax. KEPUSTAKAAN Sumber Buku: Bird, Richard M dan Jantscher, Milka Casanegra. (1992). Improving Tax Administration in Developing Countries. Spanyol: International Monetary Fund Darwin. (2010). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Mitra Wacana Media Hancock, Dora. (1999). An introduction to Taxation. London: Chapman and Hall Ison, Stephen. (2004). Road User Charging: Issues and Policies. England: Ashgate Publishing Ltd
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013
Palma, Andre de, Lindsey, Robin, dan Prosst, Stef. (2007). Investment and The Use of Tax and Toll Revenues In The Transport Sector, Research in Transportation Economics Volume 19. Oxford: JAI Press Samudra, Azhari. (2005). Perpajakan di Indonesia keuangan, pajak, dan retribusi. Jakarta: Hecca Mitra Utama Siregar,
Muchtaruddin.
(1981).
Beberapa
Masalah
Ekonomi
dan
Managment
Pengangkutan.Jakarta : LPFE-UI Sumber lain: Pamungkas, Septian. (17 Oktober 2011). Menguak Istilah CBU & CKD. http://autos.okezone.com/read/2011/10/17/424/516514/menguak-istilah-cbu-ckd http://www.djpk.depkeu.go.id/
Analisis Alternatif..., Ratih Ayu Maharani, FISIP UI, 2013