ANALISIS ALOKASI INVESTASI DALAM RANGKA MENGATASI MASALAH KEMISKINAN DI PROVINSI LAMPUNG
MARYAH ULFAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Alokasi Investasi Dalam Rangka Mengatasi Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Maryah Ulfah NIM H14100085
ABSTRAK MARYAH ULFAH. Analisis Alokasi Investasi Dalam Rangka Mengatasi Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL. Provinsi Lampung merupakan daerah yang masih memiliki penduduk miskin terbanyak kedelapan di seluruh Provinsi Indonesia pada tahun 2010, yaitu sebesar 18.94 persen. Salah satu penyebab tingginya kemiskinan di Lampung yaitu tingkat pengangguran yang relatif tinggi, hal itu dibuktikan pada tingkat pengangguran tahun 2011 sebesar 5.78 persen. Tingkat pengangguran tersebut menempati urutan kelima terbanyak di Pulau Sumatera. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis alokasi investasi untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode 2010-2013. Analisis dilakukan dengan Location quotient, Input-Output dan Indeks composit. Hasil analisis menunjukan bahwa sektor unggulan yang didapatkan adalah sektor pertanian serta sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Alokasi investasi dapat diprioritaskan pada sektor industri pengolahan untuk meningkatkan kesempatan kerja. Formulasi kebijakan pada penelitian ini meliputi alokasi dana investasi sebaiknya memilih subsektor industri yang berbasis kuat, pemerintah lebih menciptakan iklim investasi yang kondusif serta adanya perlindungan dan fasilitas penunjang untuk sektor industri pengolahan. Kata kunci :
investasi, pengangguran, sektor unggulan
ABSTRACT MARYAH ULFAH. Analysis of Investment Allocation Priority to Overcome The Poverty Problem in Lampung Province. Supervised by MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL. Population of poor people in Lampung is the eight highest in Indonesia in 2010. High of unemployment rate is one of the causes of high poverty in Lampung. The unemployment rate was the fifth highest in Sumatera in 2011. This research is conducted to analyze the invesment allocation to overcome the poverty and unemployment problem. This research uses secondary data in the period of 2010-2013. This analysis method used location quotient, input-output table and composit index. The result of this research show that agriculture sector, financial institution sector, real estate sector, business service sector are the leading sector of Lampung Province. The invesment allocation can be prioritized in manufacturing sector in order to increase employment. The policies formulated by this research are that the invesment is better to be allocated in manufacturing sector with a strong basis, the goverment need to create a condusive invesment climate, protection, and facilities to support manufacturing sector. Keywords: investment, unemployment, leading sector
ANALISIS ALOKASI INVESTASI DALAM RANGKA MENGATASI MASALAH KEMISKINAN DI PROVINSI LAMPUNG
MARYAH ULFAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Juli 2014 ini ialah kemiskinan, dengan judul Analisis Alokasi Investasi dalam Rangka Mengatasi Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis, Rosib dan Nimih atas segala doa, dukungan dan kasih sayang yang tak terhingga serta kakak-kakak dan mas atas doa, perhatian dan motivasi kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, motivasi dan kesabarannya membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini. 4. Bapak Deni Lubis, MA. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang memberikan banyak masukan dan saran mengenai penyusunan skripsi yang baik. 5. Seluruh dosen yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat berharga dan segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Agustus 2014
Maryah Ulfah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pengertian Kemiskinan
4
Pengangguran
5
Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
7
Pengertian Sektor Unggulan
9
Metode Analisis Location Quotient (LQ)
11
Model Input-Output
12
Penelitian Terdahulu
15
Kerangka Pemikiran
16
METODE PENELITIAN
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Analisis Data
18
Definisi Operasional Data
22
GAMBARAN UMUM
24
Letak Astronomis, Luas Wilayah, Topografi dan Iklim
24
Kependudukan dan Tenaga Kerja
25
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
Sektor Ekonomi Unggulan dan Non Unggulan di Provinsi Lampung
27
Analisis Sektor Unggulan yang Menjadi Prioritas Utama
31
dalam Alokasi Investasi
31
SIMPULAN DAN SARAN
37
Simpulan
37
Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
41 50
DAFTAR TABEL Tingkat pengangguran terbuka ( %) menurut provinsi, 2010 – 2012 Ilustrasi tabel input-output Sederhana Rumus multiplier menurut tipe dampak Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk kabupaten/kota di Provinsi Lampung Tahun 2011 5 Perkembangan penduduk usia kerja dan Pengangguran kabupaten/kota Provinsi Lampung tahun 2012 6 Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan dan kontribusi sektoral Provinsi Lampung tahun 2010 7 Nilai location quotient (LQ) berdasarkan indikator pendapatan di Provinsi Lampung, Tahun 2010-2013 8 Nilai location quotient (LQ) berdasarkan indikator tenaga kerja Provinsi Lampung, Tahun 2010-2013 9 Keterkaitan ke depan sektor-sektor perekonomian Provinsi Lampung 10 Keterkaitan ke belakang sektor-sektor perekonomian Provinsi Lampung 11 Nilai multiplier tenaga kerja sektor perekonomian Provinsi Lampung 12 Nilai multiplier output sektor perekonomian Provinsi Lampung 13 Indeks composit sebagai penentu sektor yang di Prioritaskan untuk alokasi Investasi 1 2 3 4
2 14 21 25 26 27 28 30 32 33 34 35 36
DAFTAR GAMBAR 1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan nasional riil dan
penyerapan tenaga kerja
8 17
2 Kerangka Pemikiran
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel Input-Output Provinsi Lampung Klasifikasi 9 Sektor 41 2 Klasifikasi Sektor-sektor Provinsi Lampung berdasarkan tabel Input-Output Provinsi 3 4 5 6 7 8
Lampung tahun 2010 Multiplier Tenaga Kerja Multiplier Output Perhitungan LQ Indikator Pendapatan Provinsi Lampung Tahun 2010-2011 Perhitungan LQ Indikator Pendapatan Provinsi Lampung Tahun 2012-2013 Perhitungan LQ Indikator Tenaga Kerja Provinsi Lampung Tahun 2010-2011 Perhitungan LQ Indikator Tenaga Kerja Provinsi Lampung Tahun 2012-2013
42 44 45 46 47 48 49
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan dapat ditemukan di setiap negara, terutama negara berkembang. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2013), penduduk miskin di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan, tetapi penduduk miskin di Indonesia masih relatif banyak. Pada bulan Maret 2011 penduduk miskin sebesar 12.49 persen, bulan Maret 2012 sebesar 11.96 persen dan bulan Maret 2013 sebesar 11.57 persen. Kemiskinan terjadi disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia, tidak meratanya kesempatan kerja dan adanya kesenjangan distribusi pendapatan. Pada tahun 2010, Provinsi Lampung merupakan daerah yang masih memiliki penduduk miskin terbanyak kedelapan di seluruh provinsi Indonesia. Diurutan pertama Papua sebesar 36.8 persen, Papua Barat sebesar 34.88 persen, Maluku sebesar 27.74 persen, Gorontalo sebesar 23.19 persen, NTT sebesar 23.03 persen, NTB sebesar 21.55 persen, NAD sebesar 20.98 persen dan Lampung sebesar 18.94 persen (BPS 2011). Kemiskinan di Lampung sebesar 18.94 persen, angka tersebut masih jauh dari kemiskinan nasional sebesar 13.33 persen. Kemiskinan di Provinsi Lampung yang masih relatif tinggi, salah satunya disebabkan oleh rendahnya pendidikan di Lampung, rendahnya pendapatan yang diterima masyarakat karena Provinsi Lampung didominasi oleh pertanian dan tidak meratanya kesempatan kerja di Lampung. Kemiskinan sangat erat hubungannya dengan pengangguran, karena pengangguran yang relatif tinggi akan mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung. Pengangguran merupakan salah satu akar dari kemiskinan sebab ketika seseorang menganggur, maka orang tersebut tidak dapat menghasilkan pendapatan. Ketika pendapatan yang diterima masyarakat sedikit maka kemiskinan akan semakin meningkat. Pengangguran disebabkan oleh ketidakseimbangnya angkatan kerja dengan penyerapan tenaga kerja. Tingginya kesenjangan antara angkatan kerja dengan penyerapan tenaga kerja akan menyebabkan tingginya jumlah pengangguran. Berdasarkan Tabel 1 tingkat pengangguran terbuka Provinsi Lampung berfluktuatif, yakni pada Agustus 2010 sebesar 5.57 persen dan mengalami peningkatkan pada Agustus 2011 sebesar 5.78 persen. Meski pada tahun 2012 sempat terjadi penurunan dibandingkan keadaan Agustus 2011, tetapi tingkat pengangguran Lampung pada tahun 2011 merupakan jumlah kelima terbanyak di Pulau Sumatera dan tingkat pengangguran tersebut masih jauh dari tingkat pengangguran alamiah. Tingkat pengangguran alamiah adalah suatu tingkat pengangguran yang alamiah dan tak mungkin dihilangkan, artinya jika tingkat pengangguran paling tinggi 2-3 persen itu berarti bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh (Sadono Sukirno 2008). Pengangguran yang relatif tinggi di Lampung disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih relatif rendah, Jumlah masyarakat yang memiliki pendidikan SD dan tidak lulus SD sebesar 1.973.184 (BPS 2011). Selain itu, penyebab utama pengangguran di Lampung yaitu
2
peningkatan jumlah penduduk usia kerja, sehingga kebutuhan untuk bekerja terus meningkat sedangkan penyedian kesempatan kerja terbatas (Saimul 2001). Tabel 1 Tingkat pengangguran terbuka ( %) menurut provinsi, 2010 – 2012 Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep.Bangka Belitung Bengkulu Lampung
Agustus 2010 8.37 7.43 6.95 8.72 6.90 5.39 6.65 5.63 4.59 5.57
Agustus 2011 7.43 6.37 6.45 5.32 7.80 4.02 5.77 3.61 2.37 5.78
Februari 2012 7.88 6.31 6.25 5.17 5.87 3.65 5.59 2.78 2.14 5.12
Sumber : BPS RI (2012).
Pengangguran dapat diatasi melalui penciptaan lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan diciptakan satunya melalui investasi. Laporan perekonomian Lampung 2010 menyebutkan bahwa dalam suatu perekonomian, penanaman modal atau investasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja (BPS 2010). Investasi memiliki peran penting dalam menggerakkan kehidupan ekonomi bangsa, karena pembentukan modal akan dapat memperbesar kapasitas produksi, menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja baru, dalam hal ini akan semakin memperluas kesempatan kerja (Todaro, 2003). Oleh karena itu, investasi di Provinsi Lampung perlu dilakukan agar pengangguran dapat diatasi sehingga kemiskinan dapat berkurang. Investasi di Provinsi Lampung dapat dilakukan baik oleh pihak pemerintah, swasta maupun asing. Dana investasi dari pemerintah terbatas oleh karena itu, perlu adanya pengalokasian investasi pada sektor yang dapat meningkatkan lapangan pekerjaan. Perumusan Masalah Provinsi Lampung mempunyai posisi yang sangat strategis, karena Lampung merupakan daerah pintu gerbang yang menghubungkan daerah-daerah yang ada di Pulau Sumatera dengan daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa. Lampung dapat dikatakan sebagai penyangga untuk pulau Jawa dan Sumatera, hal itu dikarenakan Provinsi Lampung berada di antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Lampung juga merupakan provinsi yang memiliki sumberdaya alam yang besar. Dibalik melimpahnya SDA di Lampung, Lampung memiliki masalah yang serius yaitu kemiskinan. Penduduk miskin di Lampung berdasarkan statistik daerah Provinsi Lampung 2013 yaitu pada tahun 2011 sebesar 16.93 persen, tahun 2012 sebesar 16.18 persen dan tahun 2013 sebesar 14.86 persen, salah satu penyebab tingginya kemiskinan di Lampung adalah tidak meratanya kesempatan kerja.
3
Berdasarkan data BPS Agustus 2011, tingkat pengangguran terbuka di Lampung sebesar 5.78 persen. Angka tersebut menempati urutan kelima yang memiliki pengangguran terbanyak di Pulau Sumatera dan angka tersebut masih jauh dari tingkat pengangguran alamiah yang berkisar 2-3 persen. Jumlah pengangguran yang tinggi tidak sejalan dengan strategisnya letak Provinsi Lampung dan besarnya sumberdaya alam di Provinsi Lampung. Tingkat kemiskinan akan bergerak mengikuti tingkat pengangguran. Ketika tingkat pengangguran mengalami kenaikan, maka secara otomatis tingkat kemiskinan juga akan meningkat. Oleh karena itu, apabila pemerintah Provinsi Lampung ingin mengurangi tingkat kemiskinan maka perlu terlebih dahulu mengurangi jumlah pengangguran, sehingga untuk mengatasi masalah pengangguran maka perlu penciptaan lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan dapat diciptakan salah satunya melalui investasi, tetapi dana investasi pada umumnya terbatas, maka perlu pengalokasian sumber daya yang tepat. Menurut Tarigan (2005), pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah harus dapat menentukan skala prioritas tentang sektor apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut, berdasarkan sasaran yang ingin dicapai. Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan wilayah, karena adanya keterbatasan dana terutama yang berasal dari anggaran pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan penentuan sektor unggulan untuk memberikan informasi sektor prioritas. Investasi dilakukan untuk mengatasi masalah pengangguran di Lampung. Berdasarkan Uraian diatas maka permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. Sektor apa saja yang merupakan sektor ekonomi unggulan dan non unggulan di Provinsi Lampung ? 2. Apakah sektor unggulan dapat dijadikan prioritas untuk investasi dalam rangka pengentasan kemiskinan ? Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang dijelaskan diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan dan non unggulan di Lampung 2. Menganalisis sektor unggulan yang menjadi proritas utama investasi dalam rangka pengentasan kemiskinan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berjudul Analisis Alokasi Investasi dalam Rangka Mengatasi Masalah Kemiskinan di Provinsi Lampung. Data yang digunakan mencakup data PDRB Provinsi Lampung tahun 2010-2013, PDB Indonesia tahun 2010-2013, Jumlah tenaga kerja Provinsi Lampung tahun 2010-2013, Jumlah tenaga kerja Indonesia tahun 2010-2013, Tabel Input-output Provinsi Lampung tahun 2010. Untuk menganalisis sektor unggulannya menggunakan Location Quetion. Kemudian untuk menganalisis sektor unggulan yang menjadi prioritas utama dalam alokasi
4
investasi, yaitu menggunakan analisis keterkaitan, multiplier tenaga kerja dan multipier output.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemiskinan BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk (BPS 2013). Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Untuk mewujudkan hak-hak dasar seseorang atau sekelompok orang miskin Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alatalat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri. Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan tidak bisa didefinisikan dengan sangat sederhana, karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi
5
kebutuhan material, tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia yang lain. Karenanya, kemiskinan hanya dapat ditanggulangi apabila dimensi-dimensi lain itu diperhitungkan. Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dengan empat bentuk (Suryawati 2005), yaitu: 1) kemiskinan absolut adalah bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja 2) kemiskinan relatif adalah kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan 3) kemiskinan kultural adalah mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar 4) kemiskinan struktural adalah situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan. Pengangguran Pengertian pengangguran menurut BPS adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Data pengangguran dikumpulkan BPS melalui survey rumah tangga, seperti Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Konsep penganggur yang digunakan adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Penganggur dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (open unemployment) (BPS 2011). Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkaan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama (Todaro 2005). Pengangguran sering diartikan
6
sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal. Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi. b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat permintaan berkurang, akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat kebijakan pemerintah. c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela. d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen. 1) Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin 2) Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (agregat demand). Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain : 1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income proverty rate dengan consumption poverty rate. 2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan
7
pertumbuhan lapangan pekerjaan yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada. Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses terjadinya peningkatan output atau produksi barang dan jasa per kapita pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi sangat erat kaitannya dengan output total (GDP) negara yang bersangkutan. GDP digunakan untuk mengukur nilai pasar total dari output negara yang bersangkutan. Dalam struktur tabel input-output, investasi merupakan komponen yang termasuk ke dalam permintaan akhir, yang didapat dari penjumlahan antara pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Pengeluaran agregat menunjukan besarnya output yang digunakan pada suatu negara, komponen pengeluaran agregat terdiri dari Konsumsi (C), Investasi (I), Pengeluaran Pemerintah (G), dan Net ekspor (X-M). Peningkatan pengeluaran yang terjadi bisa disebabkan karena respon terhadap pendapatan nasional atau meningkatnya pengeluaran yang diinginkan, yakni dengan meningkatnya konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor (Lipsey et al. 1995). Berdasarkan Gambar 1, Keyakinan keynes bahwa perekoniman selalu menghadapi masalah pengangguran dan pertambahan uang, tidak akan menimbulkan harga selama kesempatan kerja penuh belum tercapai. Pernyataan tersebut sangat mempengaruhi pandangan keynes yang berkeyakinan bahwa pertambahan permintaan agregat hanya akan menimbulkan kenaikan dalam pendapatan nasional. Pada mulanya keseimbangan hanya dapat mencapai titik AE1 yang disebabkan karena permintaan agregat yang relatif rendah, yaitu sebanyak AD1. Pendapatan nasional adalah Y1 dan berada dibawah pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh YFE. Jurang diantara YFE dengan Y1 akan menimbulkan pengangguran. Oleh karena itu, keynes berkeyakinan bahwa tanpa perubahan permintaan agregat keseimbangan akan kekal pada tingkat dibawah kesempatan kerja penuh. Keynes menekankan tentang pentingnya peranan pemerintah untuk meningkatkan kegiatan perekonomian kearah tingkat kesempatan kerja penuh. Kebijakan pemerintah tersebut ditumpukan pada usaha menggeser kurva AD ke kanan yaitu AD1 dan yang lebih ideal lagi apabila mencapai AD2.Perubahan sehingga ke tingkat AD3 perlu dihindari karena akan menimbulkan inflasi. Perubahan AD tersebut akan dapat mengurangi pengangguran dan apabila cukup efektif akan mewujudkan pula tingkat kesempatan kerja penuh. Kebijakan pemerintah yang ditekankan dalam pemikiran keynesian adalah bersifat kebijakan yang mempengaruhi permintaan agregat atau management policy.
8
AE Y = AE Y 3 = C3 + I3 + G3 + (X-M)3 Y 2 = C2 + I2 + G2 + (X-M)2 Y 1 = C1 + I1 + G1 + (X-M)1
Y Y1
Y2
P
Y3
Kenaikan dalam belanja pemerintah menggeser pengeluaran yang direncanakan ke atas
AS
AD3
P3 AD2
AD1
P2 P1
AE1
Y Y1
Y2
YFE
Gambar 1 Pengaruh Peningkatan Investasi Pemerintah terhadap Pendapatan nasional riil dan penyerapan tenaga kerja Sumber : Lipsey et al. 1995
Teori Harrod-Domar Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Harrod (1948) di Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat. Diantara mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes. Teori ini digunakan
9
dalam jangka panjang dan kondisi dinamis. Teori Harrod Domar didasarkan pada asumsi: 1. Perekonomian bersifat tertutup 2. Hasrat menabung (MPS = s ) adalah konstan 3. Proses produsi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale ), serta 4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud disini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proporsional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (capital output ratio/COR) tetap. Perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I). Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bias tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : G=K=N Dimana : G = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal) N = tingkat pertumbuhan angkatan kerja Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang. Pengertian Sektor Unggulan Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan yang tinggi sehingga dijadikan sebagai harapan pembangunan ekonomi. Sektor unggulan diharapkan dapat menjadi tulang punggung dan penggerak perekonomian sehingga dapat menjadi refleksi dari struktur perekonomian suatu wilayah (Deptan, 2005). Pada proses pembangunan akan muncul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah karena keterkaitan antara industri (forward linkage dan backward linkage), maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lainnya yang berhubungan erat dengan industri unggulan tersebut. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antardaerah sehingga perkembangan industri di daerah akan mempengaruhi perkembangan daerahdaerah lainnya (Arsyad 1999)
10
Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya: pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi; Kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tesebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi. Akan tetapi dari kempat kriteria sektor tersebut, dibutuhkan suatu kebijakan yang satu dengan yang lain saling mendukung, seperti misalnya suatu daerah yang memiliki sektor yang mempunyai laju pertumbuhan dan nilai tambah yang besar belum tentu memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang tinggi, maka pengembangan sektor tersebut akan lebih diprioritaskan apakah hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengesampingkan penyerapan tenaga kerja sehingga pada akhirnya pengembangan sektor unggulan ini akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan masing-masing daerah (Sambodo 2000). Konsep Ekonomi Basis Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan dengan lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik (Wijaya, 1996). Apabila sektor tersebut menjadi sektor basis (unggulan) sektor tersebut harus mengekspor produknya ke daerah lain, sebaliknya apabila sektor tersebut menjadi sektor non basis (bukan unggulan) sektor tersebut harus mengimpor produk sektor tersebut ke daerah lain. Arsyad (1999) menyatakan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam pembangunan daerah, karena sektor tersebut dapat memberikan konstribusi penting kepada perekonomian daerah, yaitu : (a) ekspor akan secara langsung meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah, dan (b) perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan terhadap produksi industri lokal yaitu industri yang produknya dipakai untuk melayani pasar di daerah. Pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Menurut Glasson (1974), semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume sektor non basis. Glasson juga menyarankan untuk menggunakan metode location
11
quotient dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan melakukan survey langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Konsep ekonomi basis (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan 2005). Hanafiah (1998) membagi kegiatan dalam suatu wilayah menjadi kegiatan basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa yang ditujukan untuk diekspor keluar dari lingkungan masyarakat tersebut atau dijual kepada para pedagang yang datang dari luar masyarakat tersebut, sehingga dapat digolongkan kepada kegiatan masyarakat yang berorientasi ke luar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan kegiatan basis suatu wilayah. Menurut Budiharsono (2001) ada beberapa metode untuk memilah antara kegiatan basis dan nonbasis, yaitu: 1. Metode pengukuran langsung Metode ini dapat dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut. 2. Metode pengukuran tidak langsung Metode dengan pengukuran tidak langsung terdiri dari : a. Metode melalui pendekatan asumsi, biasanya berdasarkan kondisi di wilayah tersebut (data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan kegiatan basis dan nonbasis b. Metode Location Quotien dimana membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah tertentu dengan porsilapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama di wilayah atasnya.Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi ratar-rataantar wilayah yang sama. Metode ini memiliki beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini memperhitungkan penjualan barangbarang antara, tidak mahal biayanya dan mudah diterapkan. c. Metode campuran merupakan penggabungan antara metode asumsi dengan metode location quotien. d. Metode kebutuhan minimum dimana melibatkan sejumlah wilayah yang ”sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga regional dan bukannya distribusi rata-rata. Metode Analisis Location Quotient (LQ) Analisis ini merupakan suatu pendekatan tidak langsung yang digunakan untuk mengukur model basis ekonomi. Artinya bahwa analisis ini digunakan untuk melakukan penguian sektor-sektor ekonomi yang termasuk dalam kategori sektor unggulan. Analisis ini membantu kita dalam menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat self-sufficiency suatu sektor.
12
Dalam teknik analisis ini kegiatan ekonomi daerah dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1. Kegiatan industri yang melayani pasar disaerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan industri seperti ini dinamakan industry basic 2. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar disaerah tersebut, jenis ini dinamakan industry non basis atau industri lokal Umumnya perekonomian patokan/acuan (benchmark) berupa negara yang mendekati perekonomian yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri, sehingga perekonomian yang dijadikan acuan adalah perekonomian yang self-sufficient industri basis itu menghabiskan barang dan jasa baik untuk pasar didaerah sendiri maupun untuk pasar diluar daerah, sehingga penjualan hasil keluar daerah akan mendatangkan pendapatan kedalam daerah itu. Arus pendapatan itu akan menyebabkan kenaikan konsumsi maupun investasi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah dari kesempatan kerja. Kriteria penggolonganya adalah berikut : 1. Jika LQ > 1, berarti sektor yang ada didaerah tersebut merupakan sektor basis yang merupakan mengekspor hasil industrinya kedaerah lain. 2. Jiaka LQ < 1, berrti sektor yang ada didaerah tersebut bukan merupakan sektor basis dan cenderung untuk mengimpor dari daerah lain 3. Jika LQ = 1, berarti produk domestik yang dimiliki daerah tersebut habis dikonsumsi oleh daerah tersebut. Analisis LQ ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu : 1. Mengasumsikan adanya permintaan yang seragam atau sama, tetapi pada kenyataannya penduduk memiliki selera yang berbeda 2. Asumsi produktivitas sama antar daerah adalah tidak tepat. Misalkan dipakai data tingkat upah, asusi ini dapat diperbaiki mengingat tingkat upah dapat berbeda diberbagai daerah 3. Masalah product-mix, misalkan produk dari merk yang sama diekspor sedangkan produk-produk yang sama dengan merk lain diimpor. 4. Ketidakmampuan untuk dapat menerangkan keterkaitan antar industri 5. Metode ini masih bergantung pada tingkat agregasi data. Model Input-Output Semenjak ditemukan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an, tabel InputOutput (I-O) telah berkembang menjadi salah satu metode yang luas diterima. Tabel Input-Output ini tidak hanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu industri dalam suatu perekonomian tetapi juga mencakup bagaimana cara mendeskripsikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson 1977). Tujuan utama dari Model Input-Output adalah untuk menjelaskan besarnya arus industri atau intersektor sehubungan dengan tingkat produksi masing-masing sektor. Dalam aplikasinya, model ini didasarkan atas model keseimbangan umum. Tabel I-O merupakan tabel yang menyajikan gambaran informasi dalam bentuk matriks baris dan kolom yang menggambarkan transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor
13
untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Selain itu, isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Tabel I-O sebagai alat analisis kuantitatif dalam perekonomian, mampu memberikan gambaran yang menyeluruh dalam analisis ekonomi. Kemampuan tabel ini dalam memberikan gambaran menyeluruh antara lain terkait dengan beberapa hal sebagai berikut (Sahara et.al 2007): 1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor. 2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi. 3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor yang berasal dari luar wilayah tersebut. 4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik itu berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Beberapa kegunaan analisis I-O dalam penelitian perekonomian suatu wilayah antara lain: 1. Memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor. 2. Melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. 3. Analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output. 4. Mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan dan sektorsektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi. 5. Untuk menyusun proyeksi variabel-variabel ekonomi makro. 6. Untuk melihat konsistensi dan kelemahan berbagai data statistik yang pada gilirannya dapat dijadikan landasan perbaikan, penyempurnaan, dan pengembangan lebih lanjut. Struktur Tabel Input-Output Format Tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Glasson 1977). Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap, format Tabel I-O disajikan pada Tabel 2. Pada tabel diperlihatkan bahwa isian angka-angka sepanjang baris (bagian horizontal) merupakan output yang diproduksi suatu sektor untuk dialokasikan kepada permintaan antara (intermediate demand). Permintaan antara adalah permintaan atas sejumlah produksi barang dan jasa terhadap permintaan akhir yang merupakan permintaan barang dan jasa untuk konsumsi.
14
Tabel 2 Ilustrasi tabel input-output Sederhana Output Input Sektor Produksi
Sektor Produksi 2 ..... N z12 ..... z1n
Final Demand Y1
Total Output X1
1
1 Z11
2 .....
Z21 ......
z22 .....
..... .....
z2n .....
Y2 .....
X2 .....
n
Zn1
zn2
.....
znn
Yn
Xn
Input Primer (Value Add)
V
V1
V2
.....
Vn
Impor
m
m1
m2
.....
mn
Total Input
X
X1
X2
.....
Xn
(Input Antara)
Sumber: Daryanto dan Hafizrianda (2010).
Jika dibaca menurut baris maka secara umum persamaannya adalah ∑
zij + Yi = Xi ; untuk i= 1,2,3 dan seterusnya
Jika dibaca menurut kolom maka secara umum persamaannya adalah ∑
zij + Vj = Xj ; untuk j=1,2,3 dan seterusnya Dalam analisis Tabel Input-Output, sistem persamaan diatas memegang peranan penting yaitu sebagai dasar analisis ekonomi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya secara umum matriks dalam Tabel I-O dapat dibagi menjadi empat kuadran yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV, dengan masing-masing penjelasan dan arti kuadran tersebut sebagai berikut: 1. Kuadran I (Intermediate Quadran) Setiap sel pada kuadran satu merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. 2. Kuadran II (Final Demand Quadran) Menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. 3. Kuadran III (Primary Input Quadran) Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah/gaji), pajak tak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.
15
4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadran) Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Asumsi-Asumsi Keterbatasan Model Input-Output Dalam penerapan model Input-Output menurut Jensen dan West dalam Sahara et.al (2007) terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu: 1. Keseragaman (Homogenity) Setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input atau output sektor yang berbeda. 2. Penjumlahan (Additivity) Suatu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan secara terpisah. 3. Kesebandingan (Proportionality) Suatu prinsip dimana hubungan antara output dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya suatu sektor akan berubah sebanding dengan berubahnya total output sektor tersebut. Selain asumsi-asumsi tersebut diatas, Tabel I-O sebagai metode analisis kuantitatif memiliki beberapa keterbatasan, yaitu: 1. Koefisien input atau koefisien teknis dan teknologi yang digunakan dalam proses produksi diasumsikan tetap konstan selama periode analisis atau proyeksi. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas harga output. 2. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel Input-Output dengan menggunakan metode survei. 3. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan akan semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak tertangkap dalam analisisnya. Penelitian Terdahulu Penelitian Sondari (2007) yang berjudul ”Analisis Sektor Unggulan dan kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat”, Terdapat tiga sektor yang menjadi sektor basis yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat yaitu; sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dari tahun 2001-2005 yang ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhannya yaitu sebesar 20,86 persen, dimana hampir semua sektor di Provinsi Jawa Barat pertumbuhannya bernilai positif kecuali pada sektor pertambangan dan penggalian, tetapi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat. Hal ini ditunjukkan dengan analisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat yang menunjukkan pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tahun 2001-2005 mengalami peningkatan sebesar Rp.
16
42.431 milyar (20,86 persen). Sektor yang mengalami pertumbuhan paling besar adalah sektor bangunan/konstruksi (51,26 persen), sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan paling kecil bahkan mengalami kontraksi pertumbuhan adalah sektor pertambangan dan penggalian (-57,07 persen). Penelitian Bangun dan Hutagaol (2008) menganalisis peran sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003, diperoleh hasil bahwa sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara memiliki peran yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat melalui kontribusi yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral. Sektor industri pengolahan juga memiliki keterkaitan yang kuat terhadap sektor lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor hulu dan hilirnya. Strategi pengembangan sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilakukan dengan memilih lima subsektor sebagai fokus mengalokasian investasi dalam mengatasi masalah pengangguran. Subsektor tersebut adalah subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau, subsektor industri kimia, minyak bumi, batubara dan plastik, subsektor industri logam dasar, subsektor industri kayu dan subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan. Penelitian Paramitasari (2010) dalam penelitiannya tentang potensi komoditas unggulan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia menggunakan analisis indeks komposit untuk mengetahui komoditas unggulan industri manufaktur. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat sebelas komoditas unggulan industri manufaktur di Indonesia. Dari sebelas komoditas unggulan tersebut hanya terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan tinggi baik dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja. Kerangka Pemikiran Lampung mempunyai posisi yang sangat strategis, karena Lampung merupakan daerah pintu gerbang yang menghubungkan daerah-daerah yang ada di Pulau Sumatera dengan daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa dan Provinsi Lampung. Lampung juga termasuk daerah yang dekat dengan pusat perekonomian yaitu Jakarta, walaupun begitu Lampung masih memiliki masalah kemiskinan yang relatif tinggi. Kemiskinan yang tinggi salah satunya disebabkan oleh jumlah pengangguran yang banyak di Lampung. Pengangguran dapat diatasi salah satunya melalui investasi tetapi dana investasi pada umumnya terbatas sehingga pemerintah harus menentukan sektor yang perlu diprioritaskan dalam pembangunan. Investasi tersebut dilakukana agar investasi dapat lebih fokus pada sektor ekonomi yang memiliki peranan besar terhadap penyerapan tenaga kerja, sehingga pengangguran dapat diatasi dan secara tidak langsung akan mengurangi jumlah kemiskinan di Lampung. Penentuan sektor yang diprioritaskan yaitu dinamakan sektor unggulan, sektor tersebut dapat diperoleh menggunakan analisis Location Quotient. Selanjutnya, peran sektor unggulan terhadap penyerapan tenaga kerja dapat dilihat melalui analisis keterkaitan, multiplier tenaga kerja dan multiplier Output. Indikator tersebut digunakan untuk menentukan prioritas sektor yang akan diinvestasikan. Hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk memberikan arahan
17
kebijakan prioritas investasi dan pengembangan bagi pemerintah Provinsi Lampung. Dengan begitu, masalah kemiskinan dan pengangguran di Provinsi Lampung diharapkan dapat diatasi. Kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada Gambar dibawah ini. Pertumbuhan Ekonomi
Investasi
Pengangguran
Kemiskinan
Dana Investasi terbatas
Sektor yang diprioritaskan \ Identifikasi Sektor Unggulan (Analisis LQ)
Indikator Pendapatan
Peran sektor Unggulan Terhadap tenaga kerja (Analisis IO)
Indikator Tenaga kerja
Indeks Komposit - Analisis Keterkaitan - Analisis Multiplier tenaga kerja dan pendapatan
Rekomendasi alokasi Investasi Gambar 2 Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Adapun data yang dibutuhkan pada analisis ini adalah data PDRB Provinsi Lampung tahun 2010-2013, PDB Indonesia tahun 2010-2013, Jumlah penduduk bekerja Provinsi Lampung 2010-2013, Jumlah penduduk Indonesia yang bekerja 2010-2013, tabel Input-Output Provinsi Lampung tahun 2010 yang merupakan Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen klasifikasi 53 sektor. Tabel Input-output tersebut diagregasi menjadi sembilan sektor untuk melihat keterkaitan, multiplier tenaga kerja dan multiplier output. Data sekunder ini diperoleh dari instansi-instansi terkait yang sesuai dengan penelitian ini seperti BPS, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, LSI dan lembaga-lembaga lain yang terkait serta dari buku, internet dan literatur. Analisis
18
ini dilakukan dengan bantuan software Input-Output Analysis for Practitioners (IOAP) Complementary Version 1.0.1 dan Microsoft Excel. Metode Analisis Data Analisis Location Quotient (LQ) Koefisien Location Quotient (LQ) menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama di daerah yang lebih luas atau lingkup nasional. Kemampuan suatu sektor dapat dilihat dari aspek nilai tambah maupun dari aspek tenaga kerja. Perbandingan relatif ini dinyatakan secara matematis (Arsyad 1999) sebagai berikut :
Keterangan : LQij = Indeks LQ sektor i Provinsi Lampung xij = PDRB ADHK/Tenaga Kerja sektor i Provinsi Lampung xi = PDRB ADHK/Tenaga Kerja sektor i Indonesia Xj = Total PDRB ADHK/Tenaga Kerja Provinsi Lampung X = Total PDRB ADHK/Tenaga Kerja Indonesia Jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis. Nilai LQ yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa output pada sektor i di Provinsi Lampung lebih berorientasi ekspor. Sebaliknya, apabila nilai LQ < 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor non-basis, yang berarti bahwa luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non-basis hanya bersifat lokal. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antarsektor dalam perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke belakang yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam alokasi pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam alokasi penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Keterkaitan ini terdiri dari keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. 1. Keterkaitan kedepan Keterkaitan langsung ke depan memperlihatkan akibat dari suatu sektor terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan ini dirumuskan sebagai berikut: F(d)i
=∑
19
Keterangan: F(d)i = Forward linkage α ij = Unsur matriks koefisien teknis n = Jumlah sektor 2.
Keterkaitan Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dapat dirumuskan sebagai berikut: B(d)i = ∑ Keterangan: B(d)i = keterkaitan langsung ke belakang sektor i α ij = Unsur matriks koefisien teknis n = Jumlah sektor 3.
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan Jensen (1986), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan memperlihatkan akibat dari suatu sektor terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Dirumuskan sebagai berikut: F(d+i)i = ∑ dimana: F(d+i)i = forward direct and indirect linkages α ij = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n = Jumlah sektor 4.
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang Keterkaitan jenis ini menyatakan akibat dari suatu sektor terhadap sektorsektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Jensen 1986). Dirumuskan sebagai berikut : B(d+i)i = ∑ dimana: B(d+i)i = backward direct and indirect linkages α ij = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n = Jumlah sektor Analisis Pengandaan (Multiplier) Multiplier ini menggambarkan bahwa terjadinya peningkatan aktivitas suatu sektor akan meningkatkan aktivitas sektor tersebut atau sektor lainnya. Sebesar
20
nilai penggandanya. Pada dasarnya, analisis angka pengganda mencoba melihat apa yang terjadi pada variabel-variabel endogen tertentu apabila terjadi perubahan-perubahan variabel eksogen seperti permintaan akhir di dalam perekonomian. Ada tiga variabel yang menjadi perhatian utama dalam analisis angka pengganda ini yaitu output sektor produksi, pendapatan rumah tangga dan tenaga kerja. Masing-masing angka pengganda masih dibagi kedalam dua bagian yaitu tipe I dan tipe II. Multiplier Output Pengganda output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief α menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan : α = (I - A)-1 = [α ij] Dengan demikian matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers ini [α ij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan memengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain. Multiplier Tenaga Kerja Multiplier tenaga kerja menunjukan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja merupakan efek total dari perubahan lapangan pekerjaan di perekonomian akibat adanya satu unit uang perubahan permintaan akhir di suatu sektor tertentu. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam tabel input output pada multiplier output dan pendapatan karena dalam tabel input output tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Untuk memperoleh multiplier tenaga kerja maka pada tabel input-output harus ditambahkan baris yang menunjukan jumlah tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja, cara untuk memperoleh koefisien tenaga kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian di suatu wilayah atau negara dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut. Multiplier Tipe I dan Tipe II Multiplier Tipe I dan Tipe II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu wilayah atau negara. Efek multiplier ini dapat diklasifikasikan pada lima bagian : 1. Dampak awal (Initial Impact), dampak ini merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter, dari sisi output dampak awal ini diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar
21
2.
3.
4.
5.
satu unit satuan moneter, peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek putaran pertama (First Round Effect), efek ini menunjukan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter, dari sisi output efek putaran pertama ditunjukan oleh koefisien langsung, sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan menunjukan adanya peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output, demikian juga efek putaran pertama sisi tenaga kerja menunjukan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama sisi output. Efek dukungan industri (Industrial Support Effect), efek dukungan industri dari sisi output menunjukan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya yang diakibatkan oleh adanya stimulus ekonomi, dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek ini menunjukan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output. Efek induksi konsumsi (Consumption Induced Effect), efek ini jika dilihat dari sisi output menunjukan adanya suatu pengaruh induksi atau peningkatan konsumsi rumah tangga akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja. Efek lanjutan (Flow-on Effect), efek ini merupakan efek (dari output, pendapatan dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sector perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan ini diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.
Berdasarkan matriks kebalikan Leontief baik untuk model terbuka (α ij) maupun model tertutup (α *ij) dapat ditentukan nilai-nilai dari multiplier output dan pendapatan berikut rumus-rumus multiplier tenaga kerja dan output. Tabel 3 Rumus multiplier menurut tipe dampak Nilai
Multiplier Tenaga Kerja
Multiplier Output
ei Σ iaijei
1 Σ iaij
Efek Dukungan Industri
Σ iα ijeij-ej-Σ iaijei
Σ iα ij-1-Σ iaij
Efek Induksi Konsumsi
Σ iα *ijei-Σ iα ijei
Σ iα *ij-Σ iα ij
Σ iα *ijei
Σ iα *ij
Σ iα *ijei-ei
Σ iα *ij-1
Efek Awal Efek Putaran Pertama
Efek Total Efek Lanjutan
22
Sumber: Daryanto dalam Sahara et.al. (2007).
Keterangan: aij ej α ij α *ij
= Koefisien output = Koefisien tenaga kerja = Matriks kebalikan Leontief terbuka = Matriks kebalikan Leontief tertutup
Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja, maka dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II sebagai berikut: Tipe I = Efek awal + Efek putaran pertama + Efek dukungan industri Efek awal Tipe II = Efek awal + Efek putaran pertama + Efek dukungan industri + Efek induksi konsumsi Efek awal Indeks Composit Metode ini menggambarkan keunggulan kompetitif pada masing-masing indikator. Indikator-indikator yang digunakan adalah keterkaitan langsung kedepan, keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan, keterkaitan langsung kebelakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang, multiplier output dan Multiplier tenaga kerja. Ketika nilai masing-masing indikator tersebut diperoleh, kemudian dilakukan penghitungan indeks untuk masing-masing indikator. Untuk lebih menyederhanakan, nilai koefisien sektor setiap indikator yang memiliki nilai koefisien terendah diberi indek 9, tertinggi diberi indek 1 dan yang nilainya berada di antara terendah dan tertinggi dihitung menggunakan rumus (Tambunan 2011) : ( Keterangan : IIj It Ir Nti Nri Nji
) (
)]
= Indek sektor dan subsektor ke-j (yang dicari indeknya) = indek tertinggi (yaitu 1) = indek terendah (yaitu 9) = nilai koefisien sektor tertinggi indikator i = nilai koefisien sektor terendah indikator i = nilai koefisien sektor ke-j (yang dicari indeknya)
Bila indeks masing-masing indikator sudah didapatkan, maka hasil indeks seluruh indikator untuk tiap sektor ditambahkan, kemudian dirata-ratakan. Sektor yang memiliki rata-rata indeks terbesar disimpulkan sebagai sektor yang direkomendasi untuk alokasi investasi. Definisi Operasional Data 1. Output Pengertian output dalam penelitian ini adalah nilai dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dalam suatu daerah (domestic),
23
tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Pelakunya dapat berupa perusahaan dan perseorangan dari dalam negeri atau perusahaan dan perseorangan dari luar negeri. 2. Transaksi Antara Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antar sektor yang berperan sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor sebagai konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Transaksi yang dicakup dalam transaksi hanya transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya dengan proses produksi. Jadi, isian sepanjang baris pada transaksi antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai permintaan antara. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input antara. 3. Permintaan Akhir Permintaan akhir merupakan permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. Yang termasuk dalam permintaan akhir adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor 4. Input Primer Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input antara. 5. Upah Gaji Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. 6. Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah/gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto. 7. Penyusutan Penyusutan yang dimaksudkan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. 8. Pajak Tak Langsung Netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. Subsidi adalah bantuan yang
24
diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi disebut juga sebagai pajak tak langsung negara.
GAMBARAN UMUM Letak Astronomis, Luas Wilayah, Topografi dan Iklim Provinsi Lampung sebelumnya merupakan Keresidenan Lampung yang tergabung dengan Provinsi Sumatra Selatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1964, yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 14 tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Provinsi Lampung dengan Ibukota Tanjung Karang-Teluk Betung. Selanjutnya Kotamadya Tanjung Karang-Teluk Betung tersebut berdasarkan Peraturan daerah No. 24 tahun 1983 telah diganti namanya menjadi Kotamadya Bandar Lampung terhitung sejak tanggal 17 juni 1983. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1999 nama Kotamadya Bandar Lampung berubah menjadi Kota Bandar Lampung. Ibukota Bandar Lampung merupakan gabungan dari Kota Kembar Tanjung Karang dan Teluk Betung. Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada 3o45'LS-6o45'LS dan 103o40'BT-105o50'BT. Batas wilayah Provinsi Lampung sebagai berikut: Utara : Provinsi Sumatra Selatan Selatan : Selat Sunda Timur : Laut Jawa Barat : Samudera Indonesia Lampung memiliki luas daratan 35.367,5 KM2 dan perairan 51.991 KM2. Sementara garis pantainya tercatat sepanjang 1.105 km. Provinsi Lampung terdiri dari 14 Kabupaten/Kota, 214 Kecamatan, termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara Pulau Sumatera. Secara topografi daerah Lampung dapat dibagi dalam 5 (lima) unit topografi. Pertama daerah berbukit sampai bergunung yaitu lereng-lereng yang curam atau terjal dengan kemiringan berkisar 25 % dan ketinggian rata-rata 300 M di atas permukaan laut, kedua daerah berombak sampai bergelombang yaitu memiliki ciri-ciri seperti bukit-bukit sempit kemiringannya antara 8 % sampai 15 % dan ketinggian antara 300 M sampai 500 M dari permukaan laut, ketiga daerah dataran alluvial yaitu derah ini sangat luas meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai sebelah Timur, yang merupakan bagian hilir (downstream) dari sungai – sungai yang besar, keempat daerah dataran rawa pasang surut yaitu di sepanjang pantai timur merupakan daerah rawa pasang surut dengan ketinggian 1/2 m sampai 1 m pengendapan air menurut naiknya pasang air laut dan kelima daerah River Basin. Iklim Provinsi Lampung beriklim tropis-humid dengan angin laut lembah yang bertiup dari Samudra Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya. Dua musim dimaksud adalah November sampai dengan Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut, dan Juli sampai dengan Agustus angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Kecepatan angin rata-rata 2 hingga 3 knot. Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai. Suhu udara rata-rata siang hari berkisar antara 31,5°C sampai 33,6°C sedangkan suhu udara pada malam hari berkisar antara 23,2°C sampai 24,8°C. Rata-rata suhu minimum di Provinsi Lampung antara 21,8 °C pada bulan Agustus hingga 23,9 °C pada bulan
25
Desember. Sedangkan rata-rata suhu maksimum berkisar antara 30,9°C hingga 33,8 °C. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu mencapai 360,5 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 120,9 mm Kependudukan dan Tenaga Kerja Jumlah penduduk di wilayah Provinsi Lampung tahun 2011 sebanyak 7.691.007 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 218 jiwa per km2. Penyebaran penduduk di Provinsi Lampung masih bertumpu di Lampung Tengah yakni sebesar 15.4 persen dan Kabupaten Lampung Timur sebesar 12.5 persen sedangkan kabupaten yang dibawah 10 persen terendah terdapat di Kota Metro sebesar 1,9 persen. Sementara dilihat dari kepadatan penduduk Kabupaten/Kota yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Bandar Lampung yakni sebanyak 4.619 jiwa per Km2 dan yang paling rendah adalah Kabupaten Lampung Barat dengan tingkat kepadatan penduduk sebanyak 85 jiwa per KM2. Dilihat dari sisi laju pertumbuhan selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) Provinsi Lampung sebesar 1,35 persen lebih rendah dari pertumbuhan nasional penduduk nasional (1,49%). Sementara untuk laju pertumbuhan penduduk kabupaten/kota tertinggi terdapat di Kabupaten Tulang Bawang 2.69 persen disusul oleh Kota Metro sebesar 2.08 persen. Tabel 4 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk kabupaten/kota di Provinsi Lampung Tahun 2011 Kabupaten /Kota Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu Mesuji Tulang Bawang Barat Bandar Lampung Metro
Luas Km2
Jumlah Penduduk
Rumah Tangga
4.950,40
423.586
110.072
Kepadatan Penduduk (Orang/Km2) 85,57
2.731,61 2.007,01
542.439 922.397
132.593 235.465
198,58 459,59
4.337,89
961.971
255.926
221,76
4.789,82
1.183.427
312.742
247,07
2.725,63
590.620
145.335
216,69
3.921,63 4.385.84
410.532 402.226
107.131 106.910
104,68 91,71
1.173,77 625,00 2.184,00 1.201,00
403.178 369.336 189.442 253.429
101.279 93.981 51.407 67.360
343,49 590,94 86,74 211,01
192,96
891.374
213.222
4.619,48
61,79
147.050
36.896
2.379,83
26
Lampung
35.288,35
7.691.007
1.969.960
217,95
Sumber: BPS Provinsi Lampung Dalam Angka (2012).
Ketenagakerjaan Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Lampung dalam 5 tahun terakhir menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja, penduduk bekerja, dan jumlah pengangguran terbuka. Perkembangan penduduk usia kerja, penduduk bekerja secara absolute menunjukkan peningkatan. Namun jumlah pengangguran terbuka cenderung meningkat. Penduduk Usia Kerja, Perkembangan jumlah penduduk usia kerja dalam lima tahun terakhir meningkat, jumlah penduduk usia kerja tahun 2012 mencapai 5.489.582 jiwa lebih besar dari tahun 2008, dengan jumlah angkatan kerja mencapai 3.637.897 jiwa dan bukan angkatan kerja 1.851.685 jiwa. Penyebaran penduduk usia kerja paling banyak terdapat di Kabupaten Lampung Tengah yaitu sebanyak 857.000 jiwa. Perkembangan angkatan kerja Provinsi Lampung dalam 5 tahun terkahir meningkat, jumlah angkatan kerja tahun 2013 (Februari) sebanyak 3.885.648 jiwa, yang terdiri dari 3.687.948 jiwa penduduk bekerja dan 197.700 jiwa pengangguran terbuka. Persebaran jumlah angkatan kerja terbesar terdapat di Kabupaten Lampung Tengah yaitu sebanyak 604.537 jiwa, dan paling sedikit di Kota Metro sebanyak 69.474 jiwa. Tabel 5 Perkembangan penduduk usia kerja dan Pengangguran kabupaten/kota Provinsi Lampung tahun 2012 Kabupaten /Kota
Tahun 2012 Angkatan Bukan Kerja Angkatan Kerja
Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu Mesuji Tulang Bawang Barat
Penduduk Bekerja
Pengangguran Terbuka
251.656
47.672
245.884
5.772
273.316 404.018
111.378 243.856
264.478 379.497
8.838 24.521
466.562
229.493
453.264
13.298
604.537
252.463
588.296
16.241
263.951
150.193
242.358
21.593
195.860 185.654
95.105 94.486
189.101 175.076
6.759 10.578
175.291 162.298 85.837 123.178
110.588 102.646 48.901 59.313
163.393 152.606 82.033 120.739
11.898 9.692 3.804 2.439
27
Bandar Lampung Metro Lampung
376.265
267.378
330.999
45.266
69.474 3.637.897
38.213 1.851.685
61.583
7.891
Sumber : BPS Provinsi Lampung (2013).
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Pada Umumnya lapangan pekerjaan penduduk Provinsi Lampung adalah di sektor pertanian. Dari Produk Domestik Regional Bruto menurut lapangan usaha atas harga konstan pada tahun 2010 terlihat bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 36.98 persen. Kontribusi terbesar berikutnya disumbangkan oleh sektor Industri dan sektor perdagangan masing-masing sebesar 16.00 persen dan 15.30 persen. Kondisi ini tidak berbeda jika dibandingkan dengan 2009, dimana kontribusi sektor pertanian teratas 39.28 persen, disusul oleh sektor industri sebesar 14.25 persen dan sektor perdagangan sebesar 13.50 persen. Tabel 6 Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan dan kontribusi sektoral Provinsi Lampung tahun 2010 Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan Industri Listrik, gas dan air Minum Konstruksi dan Bangunan Perdagangan Angkutan dan komunikasi Keuangan, Lembaga keuangan dan jasa perusahaan Jasa Provinsi lampung
Kontribusi tahun 2009 (%) 39.28 2.12 14.25 0.59 4.26 13.50 10.02 6.75
Kontribusi tahun 2010 (%) 36.98 2.01 16.00 0.56 3.70 15.30 10.30 6.57
Laju Pertumbuhan Per tahun 0.45 (3.41) 6.11 11.47 3.71 4.75 15.42 28.34
9.23 100.00
8.57 100.00
5.59 5.75
Sumber: BPS Provinsi Lampung (2009-2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor Ekonomi Unggulan dan Non Unggulan di Provinsi Lampung Alokasi investasi yang tepat sangat diperlukan bagi pihak yang ingin melakukan investasi agar investasi tersebut tidak salah sasaran, karena dana investasi itu terbatas. Pada teori ekonomi basis, sektor itu terbagi menjadi sektor basis dan non basis. Sektor basis itu dapat dikatakan dengan sektor unggulan. Sedangkan, sektor non basis dapat dikatakan sektor non unggulan. Pengertian sektor unggulan pada suatu daerah adalah sektor yang mampu mencukupi kebutuhan daerahnya dan juga mampu mengekspor outputnya untuk memenuhi kebutuhan daerah lain, atau dapat dikatakan sektor basis. Selain itu, sektor unggulan tersebut juga dapat menghasilkan PDRB dan tenaga kerja yang besar.
28
Pada suatu daerah sektor unggulan yang dimiliki bisa lebih dari satu sektor unggulan. Penentuan sektor unggulan, pada penelitian ini menggunakan analisis LQ (Location Qoutient). Analisis Location Quotient merupakan analisis yang digunakan untuk melihat sektor basis. Sektor basis pada analisis Location Quotient dapat digunakan sebagai indikator sektor unggulan. Nilai LQ berkisar dari nol sampai dengan positif tak terhingga. Nilai LQ lebih besar dari satu (LQ > 1) memiliki makna bahwa, output pada sektor yang bersangkutan lebih berorientasi ekspor dan sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor basis. Apabila nilai LQ kurang dari satu (LQ < 1) mengandung arti bahwa, sektor yang bersangkutan diklasifikasikan sebagai sektor non basis. Berikut hasil perhitungan Location Quotient. Tabel 7 Nilai location quotient (LQ) berdasarkan indikator pendapatan di Provinsi Lampung, Tahun 2010-2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
2010 2.877 0.225 0.556 0.467 0.721
2011 2.927 0.251 0.547 0.491 0.734
2012 2.925 0.258 0.536 0.515 0.723
2013 2.935 0.281 0.543 0.536 0.695
0.901
0.872
0.851
0.840
0.759
0.776
0.802
0.784
1.030 0.785
1.038 0.797
1.089 0.828
1.107 0.859
Sumber : BPS RI dan BPS Provinsi Lampung Tahun 2010-2013 (diolah).
Berdasarkan perhitungan nilai LQ Tabel 7 menjelaskan bahwa Lampung memiliki dua sektor basis yaitu sektor pertanian dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Sektor non basis yakni sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta terakhir sektor jasa-jasa. Pada kurun waktu 2010-2013 sektor pertanian merupakan sektor basis karena sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1 yaitu masing-masing tahun sebesar 2.877; 2.927; 2.925 dan 2.935. Hasil perhitungan ini sejalan dengan penelitian Harisman 2007. Pada penelitiannya didapat sektor pertanian memiliki nilai LQ > 1 berarti hal ini menandakan bahwa output sektor pertanian di Lampung mampu memenuhi kebutuhan daerah lain dan daerahnya sendiri. Sektor pertanian di Lampung mampu manghasilkan produk pertanian andalan antara lain penghasil gula 35 persen dari kebutuhan nasional, penghasil beras peringkat tujuh nasional (surplus 800.000 ton) penghasil jagung ketiga terbesar dan penghasil ubikayu terbesar nasional ( Bappeda 2013). Berdasarkan perhitungan LQ, sektor basis lainnya adalah sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan yakni masing-masing tahun sebesar 1.030; 1.038;
29
1.089 dan 1.107. Sektor Keuangan, real estate dan jasa perusahaan dapat dikatakan sektor basis karena dimungkinkan pada periode 2010-2012, pelayanan perbankan di Lampung menunjukan perkembangan. Hal itu ditunjukan dengan bertambahnya enam bank yang beroperasi di wilayah ini. Tahun 2012 jumlah bank di Lampung sebanyak 68 bank yang didukung dengan 502 kantor bank, termasuk kantor unit dan pos pelayanan (BPS 2011). Selain itu, Lampung juga memiliki unit Bank Indonesia yang berada di Bandar Lampung dimungkinkan hal itu pula yang menyebabkan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan menjadi sektor basis. Sektor pertambangan dan penggalian sepanjang tahun 2010-2013 nilai koefisien LQ kurang dari satu. Hal ini menandakan bahwa rentan waktu tersebut, sektor pertambangan belum mampu mencukupi kebutuhan Provinsi Lampung dan daerah lain. Sektor tersebut juga masih mengimpor dari daerah lain untuk mencukupi kebutuhan Provinsi Lampung, karena kegiatan pertambangan di Lampung hanya mencakup non migas dan hasil tambang di Lampung juga banyak yang belum tergarap. Hal itu disebabkan oleh wilayah tambang di Lampung banyak yang sengketa (Radar Lampung 2013). Nilai koefisien LQ pada sektor industri pengolahan juga kurang dari satu. Hal ini menandakan bahwa output dari sektor industri pengolahan belum mampu mencukupi kebutuhan daerah lain, tetapi pada kenyataannya sektor ini mampu menghasilkan produk industri, yaitu pisang coklat yang menjadi makanan khas Provinsi Lampung dan produk tersebut banyak di konsumsi oleh daerah lain. Nilai koefisien LQ sektor listrik, gas dan air bersih pada tahun 2010-2013 memiliki nilai koefisien kurang dari satu. Hal ini berarti sektor listrik, gas dan air bersih belum mampu menghasilkan output yang besar, karena di Lampung juga belum memiliki unit usaha yang dapat menghasilkan komoditas gas (BPS 2011). Sektor bangunan memiliki nilai koefisien LQ kurang dari satu. Hal ini mengartikan bahwa output sektor bangunan di Lampung belum mampu mencukupi kebutuhan daerahnya sendiri dan daerah lain, tetapi pada penelitian Harisman 2007 mengatakan bahwa sektor bangunan pada tahun 1994-2003 adalah sektor basis. Hal ini menandakan pada tahun 1994-2013 terjadi pergeseran sektor basis karena dimungkinkan dahulu Provinsi Lampung masih membutuhkan perbaikan-perbaikan infrastruktur sehingga tahun 1994-2003 sektor bangunan menjadi sektor basis. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki koefisien LQ kurang dari satu, sehingga sektor tersebut belum mampu mencukupi daerahnya dan daerah lain. Koefisien LQ rentan waktu 2010-2013 memiliki nilai tidak jauh dari kisaran satu. Hal ini menandakan bahwa sektor tersebut cukup berperan dalam perekonomian, karena sektor tersebut penyumbang PDRB terbesar kedua pada tahun 2010-2013 setelah sektor pertanian. Nilai koefisien LQ sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa pada tahun 2010-2013 adalah kurang dari satu. Hal ini menandakan bahwa output yang dihasilkan tidak besar, sehingga sektor ini belum mampu memenuhi kebutuhan daerahnya dan daerah lain.
30
Tabel 8 Nilai location quotient (LQ) berdasarkan indikator tenaga kerja Provinsi Lampung, Tahun 2010-2013 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Perusahaan Jasa-jasa
Jasa
2010 1.472 0.406 0.607 0.477 0.790 0.730 0.850 0.319
2011 1.373 0.585 0.776 0.477 0.809 0.815 0.803 0.483
2012 1.376 0.560 0.688 0.662 0.898 0.867 0.791 0.407
2013 1.497 0.311 0.624 0.744 0.756 0.809 0.759 0.580
0.744
0.830
0.842
0.789
Sumber : BPS RI dan Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi Tahun 2010-2013 (diolah).
Berdasarkan Tabel 8 nilai koefisien LQ indikator tenaga kerja pada tahun 2010-2013 yang memiliki nilai koefisien LQ > 1 yaitu sektor pertanian masingmasing sebesar 1.472; 1.373; 1.376; 1.497. Nilai koefisien lebih dari satu, menandakan bahwa tenaga kerja sektor tersebut mampu bekerja di daerah lain dengan sektor yang sama. Berarti para pekerja sektor pertanian mampu berdaya saing dengan sektor yang sama pada daerah yang berbeda. Selain itu, sektor pertanian pada dasarnya juga merupakan sektor padat karya sehingga sektor ini mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Mengacu pada Tabel 8 nilai koefisien LQ indikator tenaga kerja pada tahun 2010-2013 yang memiliki nilai koefisien LQ < 1 yaitu sektor pertambangan dan galian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan serta sektor jasajasa. Pada tahun 2010-2013 sektor pertambangan dan galian memiliki nilai koefisien LQ < 1. Hal ini mengartikan bahwa tenaga kerja sektor tersebut belum mampu bekerja didaerah lain, karena jumlah perusahaan/usaha penggalian mengalami penurunan. Bila dibandingkan tahun 2010, terjadi penurunan jumlah perusahaan dari 3.165 menjadi 2.808 perusahaan pada tahun 2011. Penurunan tersebut berdampak juga terhadap jumlah tenaga kerja pada sektor ini yaitu tahun 2011 sebanyak 12.873 turun 6,71 persen dari tahun 2010 sebesar 13.799 (BPS 2011). Nilai koefisien LQ sektor industri pengolahan kurang dari satu. Hal ini mengartikan bahwa tenaga kerja sektor ini belum mampu bekerja di daerah lain. Sektor tersebut pada kenyataannya mudah menyerap tenaga kerja, karena penyerapan tenaga kerja pada sektor ini menempati urutan keempat dari sembilan sektor yang ada (kementrian tenaga kerja dan transmigrasi 2013). Sektor listrik, air bersih dan gas pada tahun yang sama memiliki nilai koefisien LQ < 1. Hal ini menandakan bahwa sektor tersebut penyerapan tenaga kerjanya sedikit, karena SDM sektornya belum mampu bekerja didaerah lain. Sektor bangunan serta sektor angkutan dan komunikasi memiliki koefisien LQ kurang dari satu. Hal ini mengartikan bahwa tenaga kerja pada sektor tersebut,
31
belum mampu bekerja di daerah lain pada sektor yang sama. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga dapat dikatakan sektor non basis karena nilai koefisien LQ kurang dari satu. Hal ini menunjukan bahwa tenaga kerja sektor tersebut belum mampu bekerja di daerah lain pada sektor yang sama. Pada kenyataannya sektor ini mampu menyerap tenaga kerja, karena penyerapan tenaga kerja di sektor ini mampu menempati urutan kedua, pada sektor yang memiliki jumlah tenaga kerja terbanyak (kementrian tenaga kerja dan transmigrasi 2013). Sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan memiliki nilai koefisien LQ kurang dari satu. Hal ini menunjukan bahwa sektor tersebut penyerapan tenaga kerjanya sedikit, sehingga tenaga kerjanya belum mampu bekerja di daerah lain dengan sektor yang sama. Selain itu, tenaga kerja pada sektor ini juga membutuhkan keahlian yang khusus dibidangnya. Hasil penelitian ini sejalan pada penelitian Satria bahwa sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan merupakan sektor yang cukup kecil dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor jasajasa juga termasuk dalam sektor non basis di Lampung karena memiliki nilai koefisien LQ yang kurang dari satu. Berdasarkan analisis Location Quotient indikator pendapatan dan tenaga kerja, maka dapat disimpulkan bahwa LQ indikator Pendapatan yang termasuk sektor basis yaitu sektor pertanian dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Pada sektor tersebut memiliki nilai koefisien LQ > 1. Selanjunya, berdasarkan indikator tenaga kerja yang termasuk kedalam sektor basis yaitu sektor pertanian karena pada sektor tersebut memiliki nilai koefisien LQ > 1. Sektor unggulan pada Provinsi Lampung, berdasarkan analisis LQ indikator pendapatan dan tenaga kerja yaitu sektor pertanian dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian BPS Lampung 2010, alat analisis yang digunakan adalah input-output Lampung 2010. Berdasarkan output yang dihasilkan sektor tanaman pangan merupakan leading sector di Lampung sehingga sektor tersebut dapat dikatakan sektor unggulan. Selanjutnya, berdasarkan artikel peluang investasi Lampung menunjukan bahwa, subsektorsubsektor pertanian memiliki nilai koefisien LQ > 1 sehingga sektor tersebut dapat dikatakan sektor unggulan. Analisis Sektor Unggulan yang Menjadi Prioritas Utama dalam Alokasi Investasi Tenaga kerja adalah sejumlah orang yang bekerja di masing-masing sektor untuk memperoleh pendapatan dari balas jasa yang telah digunakan oleh sektor tersebut. Tenaga kerja sangat dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan produksi. Tenaga kerja disektor pertanian dan pertambangan pada umumnya sangat membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Sektor lainnya seperti sektor industri pengolahan, sektor listrik, air bersih dan gas, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus, sehingga pekerja disektor tersebut jumlahnya relatif sedikit. Oleh karena itu, dapat dilihat peran sembilan sektor ekonomi tersebut terhadap tenaga kerja di Lampung. Peran sektor tersebut dapat dilihat dengan menguji menggunakan indikator keterkaitan langsung kedepan,
32
keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan, keterkaitan langsung kebelakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang, multiplier tenaga kerja dan multiplier output. Tabel 9 Keterkaitan ke depan sektor-sektor perekonomian Provinsi Lampung Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Air Bersih dan Gas Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa - Jasa
KD 0.102 0.013 0.047 0.005 0.004 0.052 0.040 0.023 0.010
KDLTi 1.698 1.405 1.524 1.136 1.063 1.719 1.615 1.412 1.152
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Lampung tahun 2010, Klasifikasi 9 sektor (diolah) Keterangan: KD : Keterkaitan Langsung ke Depan KDLTi : Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan
Besarnya nilai keterkaitan ke depan baik langsung maupun tidak langsung dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi Lampung ditunjukan pada Tabel 9. Dalam Tabel tersebut sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung terbesar dengan nilai 0.102 yang berarti, bahwa jika terjadi perubahan atau peningkatan terhadap permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka output sektor pertanian akan meningkatkan output di sektor-sektor lainnya sebesar Rp 102000, yang dialokasikan secara langsung kepada sektor lainnya termasuk sektor pertanian itu sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa output sektor pertanian banyak digunakan sebagai input oleh sektor-sektor lain seperti sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Diurutan kedua ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai 0.052; ketiga, ditempati oleh sektor industri pengolahan sebesar 0.047. Keempat, sektor angkutan dan komunikasi sebesar 0.040 dan urutan kelima ditempati oleh sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sebesar 0.023. Sektor yang memiliki kontribusi keterkaitan kedepan secara langsung dan tidak langsung yaitu diurutan pertama sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1.719. Nilai tersebut berarti jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor perdagangan, hotel dan restoran secara langsung dan tidak langsung dijual atau dialokasikan ke sektor lainnya termasuk sektor perdagangan, hotel dan restoran itu sendiri, akan mengalami peningkatan sebesar Rp 1719000. Nilai yang sangat tinggi dari sektor ini menunjukan bahwa output sektor perdagangan, hotel dan restoran sangat dibutuhkan oleh sektor-sektor perekonomian yang lain baik langsung maupun tidak langsung ( Triyanto 2009); kedua, sektor pertanian sebesar 1.698. Diurutan ketiga sektor angkutan dan komunikasi sebesar 1.615. Keempat, sektor industri pengolahan sebesar 1.524 dan diurutan kelima sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sebesar 1.412.
33
Tabel 10 Keterkaitan ke belakang sektor-sektor perekonomian Provinsi Lampung Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Air Bersih dan Gas Bangunan Perdagangan, Hotel dan restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa - Jasa
KB 0.181 0.099 0.364 0.507 0.473 0.263 0,354 0.174 0.326
KBLTi 1.234 1.125 1.471 1.662 1.656 1.366 1.504 1.248 1.459
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2010 (diolah). Keterangan: KB : Keterkaitan Langsung ke Belakang KBLTi: Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang
Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan sektor produksi hilir terhadap sektor-sektor produksi hulunya. Nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor-sektor lain maupun sektor itu sendiri, apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Berdasarkan Tabel 10 keterkaitan kebelakang secara langsung yang menempati urutan pertama dan terbesar yaitu sektor listrik, air bersih dan gas sebesar 0.507. Jika terjadi peningkatan terhadap permintaan akhir sebesar Rp 1 juta di sektor listrik, air bersih dan gas, maka akan meningkatkan permintaan input sebesar Rp 507000 dari sektor-sektor lainnya yang menyediakan input secara langsung termasuk sektor itu sendiri. Tingginya keterkaitan kebelakang pada sektor listrik, gas dan air bersih mengindikasikan bahwa input sektor tersebut sangat dibutuhkan oleh sektor-sektor lain untuk dijadikan input oleh sektor lain. Diurutan kedua, sektor bangunan sebesar 0.473. Ketiga, sektor industri pengolahan sebesar 0.364; diurutan keempat sektor angkutan dan komunikasi sebesar 0.354 dan diurutan kelima yaitu sektor jasa-jasa sebesar 0,326. Hasil Keterkaitan kebelakang langsung dan tidak langsung yang menempati urutan pertama dan terbesar yaitu sektor listrik, air bersih dan gas sebesar 1.662. Nilai tersebut memiliki arti, jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka sektor listrik, air bersih dan gas akan meningkatkan permintaan inputnya secara langsung dan tidak langsung terhadap sektor lain maupun sektor itu sendiri sebesar Rp 1662000. Hal ini mengindikasikan bahwa input sektor lisrik, gas dan air bersih sangat dibutuhkan oleh sektor-sektor lain untuk kegiatan produksi baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Diurutan kedua sektor bangunan sebesar 1.656; ketiga, sektor angkutan dan komunikasi sebesar 1.504; keempat, sektor industri pengolahan sebesar 1.471 dan kelima, sektor jasajasa sebesar 1.459. Nilai keterkaitan ke belakang yang besar dari suatu sektor mengindikasikan bahwa, sektor tersebut masih bergantung pada output yang dihasilkan oleh sektor di dalam Provinsi Lampung itu sendiri. Sebaliknya, nilai keterkaitan ke belakang yang kecil mengindikasikan besarnya ketergantungan sektor tersebut terhadap output yang berasal dari luar Provinsi Lampung.
34
Tabel 11 Nilai multiplier tenaga kerja sektor perekonomian Provinsi Lampung Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Real estate dan Jasa Perusahaan Jasa – jasa
Tipe I 1.174 1.522 4.956 2.184 2.457 1.226 1.894 2.455 1.279
Tipe II 1.272 2.696 7.208 4.617 4.656 1.515 3.088 4.865 1.559
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2010 (diolah).
Hasil analisis multiplier tenaga kerja tipe I, menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan sebesar 4.956 menempati urutan pertama. Nilai tersebut berarti apabila terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor industri sebesar Rp 1 juta, maka akan mengakibatkan peningkatan penyerapan tenaga kerja diseluruh sektor perekonomian sebesar 5 orang. Peringkat kedua yaitu sektor bangunan sebesar 2.457; keuangan, real estate dan jasa perusahan sebesar 2.455 menempati urutan ketiga; diurutan keempat sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 2.184 dan diurutan kelima sektor angkutan dan komunikasi sebesar 1.894. Berdasarkan hasil multiplier tenaga kerja tipe II, menunjukan sektor yang menempati urutan pertama adalah sektor industri pengolahan sebesar 7.208. Nilai tersebut mengartikan apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor industri pengolahan sebesar satu orang menyebabkan, peningkatan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 8 orang. Diurutan kedua sektor keuangan, real estate dan jasa perusahan sebesar 4,865; sektor bangunan sebesar 4.656 menempati urutan ketiga, urutan keempat yaitu sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 4.617 dan urutan kelima yaitu sektor angkutan dan komunikasi sebesar 3.088. Berdasarkan data diatas, sektor industri memiliki multiplier tenaga kerja yang tinggi dan besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Hal tersebut dikarenakan sumber daya manusia (SDM) dan struktur angkatan kerja di Provinsi Lampung mengalami pergeseran yang kondusif bagi industrialisasi. Salah satu faktor yang mendorong pengembangan industri adalah tersedianya pool angkatan kerja dengan ketrampilan dan spesialisasi yang cukup dalam jumlah yang banyak (Ficardo 2014). Sektor pertanian merupakan sektor basis atau dapat dikatakan sektor unggulan, tetapi multiplier tenaga kerja sektor pertanian masih lebih kecil dari sektor-sektor lain bahkan multiplier sektor pertanian menempati urutan terbawah. Hal itu dikarenakan sektor pertanian saat ini memiliki beberapa permasalahan yaitu produktivitas lahan menurun akibat intensifikasi berlebihan, penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dan alih fungsi lahan produktif ke industri akibat kebijakan (Bappeda 2013). Ketika lahan sektor pertanian mengalami penurunan. Hal itu akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Ketika lahan mengalami penurunan
35
maka kinerja sektor pertanian juga akan mengalami penurunan, sehingga akan terjadi penurunan pula pada daya serap tenaga kerja. Berdasarkan pernyataan (Fircado 2014) mengatakan bahwa kekayaan sumber daya alam di wilayah Lampung juga cukup signifikan. Hal ini terbukti banyaknya perkebunan atau agro industri yang beroperasi di wilayah Lampung. Provinsi Lampung juga memiliki karakteristik tinggi pada sektor pertanian dalam perekonomian. Namun, sektor yang menjadi pendorong utama pertumbuhan daerah ini semakin mengalami penurunan (BPS 2013). Hal ini mengakibatkan rendahnya produktivitas sektor pertanian. Merujuk pada penyataan berikut membuktikan bahwa kecilnya multiplier tenaga kerja disektor pertanian yang merupakan sektor unggulan, dikarenakan produktivitas sektor pertanian mengalami penurunan sehingga dampak multiplier tenaga kerja yang dihasilkan menjadi kecil. Tabel 12 Nilai multiplier output sektor perekonomian Provinsi Lampung Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Real estate dan Jasa Perusahaan Jasa – jasa
Tipe I 1.234 1.125 1.471 1.662 1.656 1.366 1.504 1.248 1.459
Tipe II 1.434 1.233 1.874 2.230 2.219 1.680 1.937 1.461 1.853
Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2010 (diolah).
Berdasarkan besarnya nilai multiplier output Tipe I. Sektor listrik, air dan gas memiliki nilai multiplier output paling besar dengan nilai 1.662. Nilai ini berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor listrik, air dan gas sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output pada semua sektor ekonomi sebesar Rp 1662000. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor listrik, air bersih dan gas merupakan sektor yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang dan seluruh sektor perekonomian, karena ketika terjadi perubahan pada permintaan akhir pada sektor tersebut maka akan mempengaruhi output diseluruh sektor. Di urutan kedua terdapat sektor bangunan sebesar 1.656; sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai multiplier output Tipe I sebesar 1.504; di urutan keempat terdapat sektor jasa-jasa dengan nilai 1.459 dan diurutan kelima ada sektor industri pengolaan sebesar 1.471. Berdasarkan multiplier output tipe II, diperingkat pertama yaitu sektor listrik, air dan gas sebesar 2.230. Nilai ini berarti jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output pada semua sektor ekonomi sebesar Rp 2230000. Di urutan kedua terdapat sektor bangunan dengan nilai 2.219; sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai multiplier output Tipe II sebesar 1.937; di urutan keempat terdapat sektor industri pengolahan dengan nilai 1.874 dan diurutan kelima sektor jasa-jasa sebesar 1.853.
36
Tabel 13 Indeks composit sebagai penentu sektor yang di Prioritaskan untuk alokasi Investasi Keterkaitan 2)
Kode Sektor 1) KD A B C D E F G H I
1.00 8.27 5.49 8.92 9.00 5.08 6.06 7.45 8.51
KD LTi 1.26 4.83 3.38 8.11 9.00 1.00 2.27 4.74 7.91
KB 7.39 9.00 3.80 1.00 1.67 5.78 4.00 7.53 4.55
Multiplier 3) KB LTi 7.37 9.00 3.84 1.00 1.08 5.40 3.35 7.16 4.02
MT*
MT**
9.00 8.26 1.00 6.86 6.28 8.89 7.47 6.29 8.77
9.00 7.08 1.00 4.49 4.43 8.67 6.55 4.15 8.61
MO* 7.37 9.00 3.84 1.00 1.08 5.40 3.35 7.16 4.02
Jumlah
Rata -rata
Rank
MO** 7.38 9.00 3.85 1.00 1.08 5.41 3.35 7.17 4.02
49,7 64,4 26,2 32,3 33,6 45,6 36,4 51,6 50,4
6.21 8.05 3.27 4.03 4.20 5.70 4.55 6.45 6.30
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2010 (diolah). Keterangan : 1 ) A: Sektor pertanian; B: sektor pertambangan; C: sektor industri pengolahan; D: sektor listrik, gas dan air bersih; E: sektor bangunan; F: sektor perdagangan, hotel dan restoran; G: sektor angkutan dan komunikasi: H; sektor keuangan real estate dan jasa perusahaan; I: sektor jasajasa 2 ) KD : Keterkaitan Langsung ke Depan; KDLTi: Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan; KB: Keterkaitan Langsung ke Belakang; KBLTi: Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang; 3 ) MT*: Multiplier Tenaga Kerja Tipe I; MT**: Multiplier Tenaga Kerja Tipe II; MO*: Multiplier Output Tipe I; MO**: Multiplier Output Tipe II;
Analisis ini digunakan untuk membantu pemerintah Provinsi Lampung dalam menentukan sektor yang diprioritaskan untuk alokasi investasi. Sektor yang diprioritaskan berdasarkan indikator keterkaitan dan multiplier. Berdasarkan Tabel 13, sektor yang diprioritas untuk sektor unggulan yaitu sektor pertanian dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Sektor tersebut hanya menempati urutan keenam dan kedelapan. Hal itu menunjukan bahwa sektor pertanian dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan memiliki keterkaitan dan multiplier yang rendah. Sektor yang menempati urutan pertama yaitu sektor industri pengolahan karena sektor tersebut memiliki keterkaitan dan multiplier yang tinggi. Ketika suatu sektor memiliki keterkaitan dan multiplier yang tinggi berarti sektor tersebut mampu mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Bila suatu sektor dapat menyerap tenaga kerja maka sektor tersebut diharapkan dapat mengurangi kemiskinan. Sektor tersebut dapat dijadikan sektor prioritas utama dalam alokasi investasi sehingga masalah pengangguran dapat segera teratasi dan perekonomian di Lampung juga dapat meningkat. Berdasarkan iklim investasi dan iklim usaha RPJMD 2010-2014 Provinsi Lampung menunjukan bahwa, untuk mengembangkan dan memperkuat ekonomi daerah agar terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat, yaitu dengan memprioritaskan pembangunan melalui pengembangaan investasi di reindutrialisasi dan pengembangan kelembagaan ekonomi rakyat (Dwijono 2012). Hasil penelitian ini sesuai dengan RPJMD 2010-2014 Provinsi Lampung, sehingga pemerintah sangat tepat apabila mengambil keputusan dengan memperhatikan sektor industri pengolahan untuk memperkuat perekonomian di Lampung.
6 9 1 2 3 5 4 8 7
37
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal dibawah ini: 1. Berdasarkan hasil perhitungan LQ, maka sektor basis Provinsi Lampung adalah sektor pertanian dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Sektor tersebut juga dapat dikatakan sektor unggulan Provinsi Lampung, karena kedua sektor tersebut memiliki nilai koefisien LQ lebih besar dari satu. Sedangkan, sektor non basis Provinsi Lampung yakni sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. Sektor tersebut merupakan sektor non unggulan karena memiliki koefisien LQ kurang dari satu. 2. Sektor industri pengolahan dapat dijadikan prioritas alokasi investasi karena sektor tersebut memiliki keterkaitan, multiplier output dan multiplier tenaga kerja yang besar. Selain itu, sektor listrik, air bersih dan gas serta sektor bangunan juga dapat diprioritaskan dalam alokasi investasi, agar kesempatan kerja di Lampung dapat meningkat, sehingga pengangguran dan kemiskinan dapat teratasi. Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat diajukan beberapa saran, diantaranya: 1. Sektor pertanian merupakan sektor unggulan yang menjadi andalan Provinsi Lampung. Oleh karena itu, sektor tersebut harus selalu dikembangkan untuk menggerakan sektor-sektor lain terutama sektor industri pengolahan, karena sektor industri pengolahan merupakan sektor yang tepat untuk dialokasikan investasi. Selain itu, sektor listrik, air bersih dan gas serta sektor bangunan juga tepat untuk dialokasikan dana investasi. Sektor-sektor tersebut merupakan sektor non unggulan. Oleh karena itu, sebaiknya alokasi investasi tidak berdasarkan sektor unggulan maupun non unggulan. 2. Pemerintah Provinsi Lampung sangat tepat bila mengalokasikan dana investasi pada sektor industri pengolahan. Pengembangan sektor tersebut dilakukan untuk meningkatkan perekonomian Provinsi Lampung, sehingga masalah pengangguran dan kemiskinan dapat diatasi. Kebijakan yang mendukung untuk perkembangan sektor ini adalah pengalokasian dana investasi sebaiknya memilih subsektor industri yang berbasis kuat, pemerintah lebih menciptakan iklim investasi yang kondusif seperti melakukan promosi investasi keluar daerah dan mempermudah perizinan investasi, adanya perlindungan dan fasilitas penunjang untuk sektor industri pengolahan serta mempermudah dan mendukung proses produksi sektor industri pengolahan melalui kebijakan pemerintah Provinsi Lampung. 3. Penelitian ini hanya menganalisa pada sembilan sektor besar perekonomian. Sehingga, hasil analisis yang diperoleh masih terlalu sederhana untuk menggambarkan kondisi rill yang terjadi di Lampung. Oleh karena itu, perlu
38
penelitian lebih lanjut menggunakan subsektor-subsektor pada sektor besar ekonomi, agar hasil penelitian selanjutnya lebih mendekati kondisi riil yang terjadi di Lampung. DAFTAR PUSTAKA [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2010. Tabel Input Output Provinsi Lampung Timur Tahun 2010. BPS, Jakarta (ID) [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi. BPS, Lampung (ID) [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2012. Profil Pembangunan Lampung. BPS, Lampung (ID) [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2011. Indikator Kesejahteran Daerah Provinsi Lampung. BPS, Lampung (ID) [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2011. Data Strategis BPS. BPS, Jakarta (ID) [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik BPS. BPS, Jakarta (ID) Amelia R. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2013. Potensi Tambang belum Terungkap. [Internet]. [diunduh 2014 Juli 19]. Tersedia pada : http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung /56832-potensi-tambang-belum-tergarap-. Anonim. 2013. Potensi Komoditas Unggulan dan Lokasi Pengembangannya. [Internet]. [diunduh 2014 juli 07]. Tersedia pada: http://navperencanaan.com/appe/peluanginvestasi/viewdescriptionbyprovins i/16 Anonim. 2014. Pemikiran Visioner Ridho Ficardo-Bakhtiar Basri. [Internet]. [diunduh 2014 Juli 07]. Tersedia pada : http://www.ridhoficardo.com/ Pemikiran-visioner-ridho-ficardo-bakhtiar basri/ Anonim. 2014. Permintaan dan Penawaran agregat. [Internet]. [diunduh 2014 Agustus 06]. Tersedia pada: http://www.slideshare.net/audi15Ar/penawaran-agregat-dan-teori-ekonomimakro Anonim. Tinjauan Pustaka. [Internet]. [ diunduh 2014 Juli 24]. Tersedia pada : Anonimocw.usu.ac.id/course/download/.../sep_204_textbook_ilmu_ekonom i.pdf Anwar DS. 2008. Penentuan Sektor Kunci dan Dampaknya terhadap Output, Pendapatan dan Kesempatan Kerja di Kota Bandung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ardiansyah. 2011. Ekonomi Regional dan Pedesaan. [Internet]. [diunduh 2014 Juli 5]. Tersedia pada: http://id.scribd.com/doc/224077144/makalah-docx Arief GI. 2009. Identifikasi dan Peran Sektor Unggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Arsyad L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta (ID): BPFE Arsyad L. 1997. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta (ID) : STIE YKPN. Ario P W. 2006. Buku Ajar Teori Ekonomi Makro. Sumatera Utara (ID):USU
39
Bangun, O. Br. dan M. Parulian. H. 2008. Peran Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan. Vol 1. No. 2 : 90-111. Bappeda Provinsi Lampung. 2013. Arah dan Kebijakan Pembangunan Provinsi Lampung Tahun 2014.[Internet].[ diunduh 2014 Mei 19]. Tersedia pada : lampungprov.go.id/files/01_BAPPEDA.ppt. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita,. Chambers. 1998. Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang. Jakarta (ID): LP3ES Daryanto A, Hafizryanda Y. 2010. Analisis Input-Output dan Social Social Accounting Matrix. Bogor (ID): IPB [Depnakertrans]. Departemen tenaga kerja dan transmigrasi. 2013. Data Jumlah Tenaga Kerja. Depnakertrans, Jakarta(ID) [Deptan]. Departemen Pertanian. 2005. Landasan Teoritis dan Fakta Empiris. Deptan, Jakarta (ID) Dwiastuti R. 2004. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor unggulan di Kabupaten Kalten [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dwijono AT. 2012. Analisis Evaluasi Kesesuaian RPJMD Provinsi Lampung dan RPJMN. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan. Vol 3,.No.1 Glasson J. 1974. Pengantar Perencanaan Regional (Bagian Satu dan Dua). Paul Sitohang, penerjemah. Jakarta (ID): UI Hanafiah T. 1998. Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Pedesaan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor Harisman B. 2007. Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Unggulan di Provinsi Lampung (periode 1993-2003) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [IPB]. Institut Pertanian Bogor. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Ed Ke3.IPB, Bogor (ID) Jensen R, C. 1986. Input Output For Practitioners Theory and Applications. Department of Economics. Canberra. University of Queensland Lipsey, R. G, P. N. Courant, D.D. Purvis, P.O. Stainer. 1995. Pengantar Makroekonomi Edisi ke sepuluh jilid satu. Jakarta (ID): Binarupa Aksara Mankiw, N. Gregory, 2007. Makroekonomi edisi Keenam. Jakarta(ID): Erlangga. Miller R.E., P D Blair. 1985. Input-Output Analysis: Foundation and Extension. Prentice Hall, New Jersey Paramitasari N. 2010. Potensi Komoditas Unggulan Industri Manufaktur Terhadap Perekonomian Indonesia (Analisis Tabel I-O 2005) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Priyarsono D S, Sahara, M Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Sabuna D. 2010. Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Periode 2000-2008) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saimul. 2001. Penawaran Tenaga Kerja di Propinsi Lampung : suatu analisis data Sakernas 1987 [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia Sambodo M T. 2002. Analisis Sektor Unggulan Propinsi kalimantan barat. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan.Vol 10. No. 2:33-54.
40
Sondari D. 2007. Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Sukirno S. 1987. Ekonomi Pembangunan: Proses Masalah dan Dasar Kebijakan. Jakarta (ID). Universitas Indonesia Suryawati C. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional [Internet].[Diunduh 2014 Juni 25];http://www.jmpkonline.net/volume_8/ Vol_08_No_03_2005.pdf. Tambunan T. 2000. Perekonomian Indonesia: Teori, Temuan dan Empris. Jakarta (ID). Ghalia. Tambunan S M O Br. 2011. Identifikasi Sektor Unggulan di Kota Dumai Provinsi Riau tahun 2000-2010 [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor Tarigan R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta (ID). Bumi Aksara. Todaro M P. 2005. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta (ID). Penerbit Erlangga. Edisi Kesembilan. Wibowo T. 2009. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur: Analisis Input-Output [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor Wijaya A. 1996. Pembangunan Industri : Kasus DKI Jakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan. No IV (2).
Lampiran 1 Tabel Input-Output Provinsi Lampung Klasifikasi 9 Sektor Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
301
302
303
304
305
306
1
8961129
0
16319900
0
220703
850401
0
0
1083289
21465609
0
64115
1456531
5397924
18346233
2
0
493600
163379
484020
2322813
0
0
0
6639
13357
0
343338
32311
4145947
1117388
3
1444549
13485
2418950
60799
4809220
1224071
1108450
231190
1174209
20815599
0
66274
414657
6577276
25103207
4
176900
926
196685
162159
141894
210261
176536
39286
208524
924601
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
667870
0
0
297312
0
0
0
30326111
0
0
0
6
2386622
142771
3187116
259126
2716041
1438517
2189099
253296
1500462
11638064
0
35340
114196
2609715
864727
7
247951
202906
1093303
56422
2062494
2201374
2891535
276565
1790650
11601780
0
0
0
750300
666789
8
173041
42702
343887
107078
1479639
1680961
1254060
547653
600639
3772468
0
0
0
74846
229544
9
8897
8692
117492
4075
391215
114269
819099
147827
985790
7043080
12609929
0
0
60268
231405
6701138
452648
11923194
566976
7407706
3860845
4220393
896776
3675973
10916333
1230954
9210031
175731
3231775
5102117
3468478
1711161
8528487
39895565
5780019
16344538
262865
4737268
10543287
4313693
5130098
1553857
2163697
411808
2921951
78282
811593
1396813
3136560
565973
1366226
1090017
342279
1221521
20235
291064
712174
264170
209371
67300
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total Impor Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak Tak langsung Subsidi
41
42
Lampiran 2 Klasifikasi Sektor-sektor Provinsi Lampung berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Lampung tahun 2010 No 1. 2. 3.
Nama sektor Tanaman Pangan tanaman Hortikultura Perkebunan
4. 5. 6. 7. 8.
Peternakan Jasa Pertanian, dan Perburuan Kehutanan dan penebangan kayu Perikanan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
9.
Pertambangan Batubaru dan lignit
10.
Pertambangan Bijih Logam
11.
Pertambangan dan Penggalian lainnya
12. 13. 14. 15.
Industri Batubara dan Pengilangan Migas Industri Makanan dan Minuman Industri Pengolahan Tembakau Industri Tekstil dan pakaian jadi
16.
Industri Kulit, barang dari kulit dan Alas Kaki
17.
Industri Kayu, barang dari Kayu dan Gebus dan Barang Anyaman dari bambu, Rotan dan sejenisnya
18.
Industri Kertas dan Barang dari kertas, Percetakan dan Reproduksi Media rekaman
19.
Industri Kimia, farmasi dan Obat Tradisional
20. 21. 22.
Industri Karet, Barang dari karet dan Plastik Industri Barang galian bukan logam Industri logam Dasar
23.
Industri barang dari Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik
24. 25.
Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL Industri Alat Angkutan
Kode
KLASIFIKASI 9 SEKTOR
1
PERTANIAN
2
PERTAMBANGAN
3
INDUSTRI PENGOLAHAN
43
26.
Industri Furnitur
27. 28.
Industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan Ketenagalistrikan
29. 30. 31.
Gas Pengadaan Air Konstruksi Gedung
32. 33. 34.
Konstruksi Bangunan Sipil Konstruksi Khusus Perdagangan Besar dan Eceran
35. 36. 37. 38. 39.
Penyedian Akomodasi Penyedian Makan Minum Angkutan Rel Angkutan Darat Angkutan Laut
40. 41.
Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan Angkutan Udara
42. 43. 44. 45.
Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan, pos dan kurir Informasi Dan Komunikasi Bank Asuransi dan Dana Pensiun
46. 47. 48. 49.
Jasa Keuangan Lainnya Jasa Penunjang Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan
50.
Administtrasi Pemerintahan, Pertahanan jaminan Sosial Wajib
51. 52. 53.
Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya
4
LiSTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
5
BANGUNAN
6
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
7
ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
8
KEUANGAN , REAL ESTATE DAN JASA PERUSAHAAN
9
JASA -JASA
44
Lampiran 3 Multiplier Tenaga Kerja Sektor
Initial
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,029 0,001 0,003 0,003 0,004 0,016 0,005 0,001 0,020
First Indust Consumption Round Sup 0,004 0,001 0,003 0,000 0,000 0,002 0,008 0,002 0,006 0,003 0,001 0,008 0,003 0,003 0,008 0,002 0,001 0,005 0,003 0,002 0,006 0,001 0,001 0,003 0,004 0,002 0,006
Total
Elasticity
0,038 0,004 0,019 0,016 0,017 0,024 0,016 0,006 0,032
0,433 1,666 3,541 0,000 4,512 0,187 0,184 0,144 0,892
Type I 1,174 1,522 4,956 2,184 2,457 1,226 1,894 2,455 1,279
Type II 1,272 2,696 7,208 4,617 4,656 1,515 3,088 4,865 1,559
45
Lampiran 4 Multiplier Output Sektor
Initial
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
First Indust Consumption Round Sup 0,181 0,053 0,200 0,099 0,026 0,107 0,364 0,106 0,403 0,507 0,156 0,568 0,473 0,183 0,562 0,263 0,103 0,314 0,354 0,150 0,432 0,174 0,074 0,213 0,326 0,133 0,394
Total
Elasticity
1,434 1,233 1,874 2,230 2,219 1,680 1,937 1,461 1,853
0,489 0,762 0,921 0,000 2,150 0,208 0,115 0,043 1,060
Type I 1,234 1,125 1,471 1,662 1,656 1,366 1,504 1,248 1,459
Type II 1,434 1,233 1,874 2,230 2,219 1,680 1,937 1,461 1,853
46
Lampiran 5 Perhitungan LQ Indikator Pendapatan Provinsi Lampung Tahun 2010-2011
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
PDRB Lampung Tahun 2010 14851399,7
PDB Indonesia Tahun 2010 304777,10
713021,87 5177596,49
LQ 2010 2,877857712
PDRB Lampung Tahun 2011 15587581,36
PDB Indonesia Tahun 2011 315036,80
LQ 2011 2,927873
187152,50 549935,60
0,225004644 0,55603308
809109,04 5430218,22
190143,20 587024,10
0,251803 0,547389
142869,03 1833090,91
18050,20 150022,40
0,467455572 0,721625977
156951,75 1975551,43
18899,70 159122,90
0,491412 0,734667
6114068,45
400474,90
0,90165264
6450606,13
437472,90
0,872538
2803217,73
217980,40
0,75949278
3166966,61
241303,00
0,776632
3856252,08 2898382,5
221024,20 217842,20
1,030409495 0,785774531
4144817,07 3137140,16
236146,60 232659,10
1,038624 0,7979
38389898,8
2267259,50
40858941,77
2417808,30
.
Lampiran 6 Perhitungan LQ Indikator Pendapatan Provinsi Lampung Tahun 2012-2013
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
PDRB Lampung Tahun 2012 16242780
PDB Indonesia Tahun 2012 328279,70
843741,1 5668830
LQ 2012 2,925371
PDRB Lampung Tahun 2013 16884405,8
PDB Indonesia Tahun 2013 339890,20
LQ 2013 2,93567
193115,70 624740,00
0,258319 0,536487
933720,57 6097668,24
195708,50 662830,40
0,281947 0,543653
175015,5 2090461
20080,70 170884,80
0,515302 0,723275
192611,83 2142782,31
21201,00 182117,90
0,536892 0,695321
6811060
473110,60
0,851171
7131119,59
501158,40
0,840897
3601848
265383,70
0,802446
3883734,56
292421,50
0,784875
4660496 3432638 43526870
253022,70 244869,90 2573487,80
1,089024 0,828814
5102391,25 3754911,76 46123345,9
272151,90 258237,90 2725717,70
1,107956 0,85929
47
48
Lampiran 7 Perhitungan LQ Indikator Tenaga Kerja Provinsi Lampung Tahun 2010-2011
Sektor perekonomian Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian
TK Lampung 2010 2.110.571 17.596
Industri Pengolahan
289.987
Listrik, Gas dan Air Bersih
3.859
Konstruksi
152.736
Perdagangan, Hotel dan Restoran
567.667
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Perusahaan
165.087
Jasa-jasa Total
Jasa 19.189 410.386 3.737.078
TK Indonesia 2010 41 494 941 1 254 501 13 824 251 234 070 5 592 897 22 492 176 5 619 022 1 739 486 15 956 423 108 207 767
LQ TK 2010
TK Lampung 2011
1,472
1.715.268
0,406
27.239
0,607
358.572
0,477
3.636
0,790
162.881
0,730
605.747
0,850
129.625
0,319
40.446
0,744
438.887 3.482.301
TK Indonesia 2011 39 328 915 1 465 376 14 542 081 239 636 6 339 811 23 396 537 5 078 822 2 633 362 16 645 859 109 670 399
LQ TK 2011 1,373 0,585 0,776 0,477 0,809 0,815 0,803 0,483 0,830
Lampiran 8 Perhitungan LQ Indikator Tenaga Kerja Provinsi Lampung Tahun 2012-2013
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian
TK Lampung Tahun TK Indonesia 2012 Tahun 2012 1.666.372 27.939
Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih
329.416
Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
189.897
Jasa-jasa
448.242
Total
5.132
625.338 123.226 33.745
3.449.307
38 882 134 1 601 019 15 367 242 248 927 6 791 662 23 155 798 4 998 260
LQ 2012
TK Lampung Tahun 2013
1,376771087
1.742.098
0,560601482
13.518
0,688634266
283.949
0,66229963
5.711
0,898218322
145.024
0,867550847
586.755
0,79199671
116.917
2 662 216 17 100 896 110 808 154
TK Indonesia Tahun 2013 38 068 254 1 420 767 14 883 817 250 945 6 276 723 23 737 236 5 040 849
LQ 2013 1,497961489 0,311444457 0,624477861 0,744945735 0,756306688 0,80912883 0,759215384
2 912 418 0,407198354
51.672
0,842041607
439.402 3.385.046
0,580754508 18 213 032
0,789715757
110 804 041
49
50
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Maryah Ulfah dilahirkan di Jakarta pada 06 Juni 1992 dari ayah Rosib dan ibu Nimih. Penulis merupakan anak ke lima dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Jakarta Timur. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 106 Jakarta Timur dan di Januari 2010 penulis di terima di IPB melalu jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama di IPB penulis juga aktif sebagai pengurus Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) selama dua tahun, di tahun pertama menjadi sekretaris umum dan ditahun kedua menjadi sekretaris divisi XTION (Hubungan Eksternal dan relationsip) di FEM. Penulis juga aktif pada kepanitian yang diselenggarakan fakultas maupun departemen, yaitu staff konsumsi Pegas 2013, staff medis Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi, ketua Konsumsi pegas 2012 dan staff konsumsi health and care 2011. Selain itu, penulis juga pernah merasakan magang di PT PLN (Persero) Area Jaringan Ciracas pada Agustus 2013 dan mengajar di Bimbingan belajar Primagama Dramaga pada tahun 20122013.