ANALISIS AKAD MURABAHAH MARJIN BERTINGKAT DENGAN PRINSIP-PRINSIP SYARIAH BERDASARKAN FATWA DSN-MUI
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
DWI ASTUTI HANDAYANI PUTRI 1110046100040
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1436 H
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 November 2014
Dwi Astuti Handayani Putri
iv
ABSTRAK
Dwi Astuti Handayani Putri. NIM 1110046100040. ANALISIS AKAD MURABAHAH MARJIN BERTINGKAT BERDASARKAN FATWA DSN-MUI NO. 84/DSN-MUI.XII/2012. Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1435 H/ 2014 M. Bank Syariah Mandiri merupakan Bank Umum Syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi dari surplus unit ke defisit unit. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri adalah menghimpun dana, menyalurkan dana dan jasa. Dalam menyalurkan dana, Bank Syariah Mandiri melakukan kegiatan pembiayaan yang salah satunya menggunakan akad murabahah marjin bertingkat. Dengan akad murabahah marjin bertingkat, maka Bank Syariah Mandiri mendapatkan marjin (keuntungan) dari transaksi tersebut. Aplikasi akad murabahah marjin bertingkat dalam melakukan jual beli ini harus mematuhi peraturan fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan al Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik penelitian yang digunakan adalah content analysis dan metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Terdapat dua data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data
v
primer dan data sekunder. Data primer dengan melakukakan wawancara, dan data sekunder yang berdasarkan draft kontrak, fatwa MUI, dan studi kepustakaan. Adapun objek yang diteliti adalah model penerapan akad murabahah marjin bertingkat dan kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat berdasarkan dengan Fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan al Tamwil bi alMurabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa isi akad murabahah terdiri atas pendahuluan, isi, dan penutup. Adapun kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat di BSM pada fatwa adalah terdapat ketentuan yang belum terpenuhi, mengenai kepemilikan objek akad murabahah marjin bertingkat. Kata kunci
: Akad, Murabahah Marjin Bertingkat, Fatwa DSN-MUI.
Pembimbing : Dr. Muhammad Maksum, M. Ag. Daftar Bacaan : (1998-2013)
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillahi rabbil ‘aalamin. Segala puji hanya untuk Sang Pemberi Kehidupan. Segala syukur senantiasa dipanjatkan kepada Sang Pemberi Nafas, Allahu Rabbi. Atas segala nikmat dan karunia yang tak pernah henti, selalu tercurah dalam izin-Nya menjalankan kehidupan ini. Atas segala kebahagian, kasih sayang dan keberkahan dalam setiap tarikan nafas ini. Alhamdulillah, atas segala izin dan ridho-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk manusia penyelamat dunia, Rasulullah SAW. Sang penyelamat dunia dari masa kegelapan dan masa kebodohan, menjadi masa penuh cinta kasih dan dikelilingi ilmu pengetahuan. Tak lupa dalam penulisan penelitian ini peneliti mendapatkan begitu banyak dukungan, doa, bantuan materiil maupun non materiil dari pihak-pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini. Dalam kesempatan ini, dengan segala rasa hormat, ucapan terima kasih penulis ingin disampaikan kepada :
vii
1. Dr. H. JM Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH dan Abdul Rouf, MA. Ketua dan sekretaris program studi Muamalat atas waktu, ilmu dan kesempatan menimba ilmu kepada peneliti. 3. Dr. Muhammad Maksum, M. Ag, MA, sebagai dosen pembimbing peneliti. Terima kasih atas ilmu, bimbingan, arahan, nasihat, kesabaran dan keikhlasan hati dalam membimbing peneliti. Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan, selalu diberikan limpahan keberkahan dan perlindungan dari Allah SWT. 4. Segenap staff Perputakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini. 5. Financing Operation Division (FOD) PT. Bank Syariah Mandiri bagian Legal Division, kepada Pak Agung selaku Kepala Bagian, dan staff beliau, Pak Muammar dan Pak Mayo. Terima kasih atas kempatan untuk
mendapat
bimbingan dan berbagi ilmu dengan peneliti. Semoga segala kebaikan selalu dilimpahkan kepada Bapak dan keluarga. 6. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi ilmu hukum, yang telah memberikan berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat, mendapat rahmat dari Allah viii
SWT dan menjadikan keberkahan bagi penulis. Semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau dengan menjadikan semua kebaikan dan keikhlasan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua. 7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sumardji dan Ibunda Menik. Terima kasih atas semua doa, dukungan materiil dan non materiil, kesabaran dan keikhlasan
sehingga
menguatkan
dan
meyakinkan
peneliti
untuk
menyelesaikan kewajiban. 8. Kakak tercinta, Siti Solehah Ariani yang selalu jadi teladan peneliti. Terima kasih atas ilmu keteguhan hati dan mental baja dalam hidup ini. Adik tercantik, Rayhani Jastika yang selalu menghibur kepenatan. 9. Sahabat hati Naufal el Ramadhian yang selalu setia menemani tiap langkah penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas segala doa waktu, ilmu, dukungan, motivasi, bimbingan dan kesabaran. 10. Sahabat kebanggaan dan tercinta, Janitha Triana yang selalu mendoakan, memotivasi, mendukung dan menjadi pelipur lara peneliti. Terima kasih sahabat. 11. Sahabat-sahabat terhebat, acan tersayang, Nazahah Begum Suhaimi Khan, Gita Regita Dahmaniar, dan Jiehan Faradillah. Terima kasih untuk motivasi, doa dan kebersamaan kita. 12. Keluarga besar Perbankan Syariah FSH UIN Syahid, khususnya PS E angkatan 2010. Terima kasih atas waktu kebersamaan dan berbagi ilmu. Sukses selalu untuk kalian. ix
13. Sahabat seperjuangan, Nisrina Mutiara Dewi, Faridullah, Iqbal Ali Hamzah dan Annisa Nur Afifah. Terima kasih atas inspirasi dan saling menjaga keteguhan 14. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan penelitian ini yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu per satu, namun tidak mengurangi rasa hormat peneliti. Semoga Allah SWT selalu memberikan kemudahan dan keberkahan dalam hidup. Amin Peneliti sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu besar harapan peneliti agar diberikan saran dan kririk yang membangun agar terwujudnya ilmu pengetahuan yang lengkap dan sempurna. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk literatur khazanah ilmu pengetahuan. Amin
Jakarta, November 2014
Peneliti
x
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
iii
LEMBAR PERNYATAAN
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Identifikasi Masalah
5
C. Pembatasan Masalah
7
D. Perumusan Masalah
7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
8
1. Tujuan Penelitian
8
2. Manfaat Penelitian
8 xi
F. Metode Penelitian
9
1. Pendekatan
9
2. Jenis Penelitian
9
3. Jenis dan Sumber Data
10
4. Teknik Pengumpulan Data
10
5. Subjek-Objek Penelitian
11
6. Metode Analisis
11
G. Sistematika Penelitian
12
BAB II LANDASAN TEORI
15
A. Konsep Akad
15
1. Definisi Akad
15
2. Rukun dan Syarat Akad
17
3. Struktur Akad
20
4. Berakhirnya Akad
28
B. Konsep Murabahah
29
1. Definisi Murabahah
29
2. Sumber Hukum Murabahah
30
3. Rukun dan Syarat Murabahah
32
4. Aplikasi Murabahah Dalam Lembaga Keuangan Syariah
34
xii
C. Standar Syariah
35
D. Ketetapan Fatwa DSN-MUI
37
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
40
A. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri
40
1. Sejarah Singkat
40
2. Visi dan misi perusahaan
42
3. Dewan komisaris
42
4. Dewan pengawas syariah
43
5. Direksi
43
6. Profil dan informasi kepemilikan saham
43
7. Produk dan jasa
44
8. Emas
45
9. Haji dan Umrah
45
10. Bagan organisasi
45
11. Penghargaan
45
B. Aplikasi Akad Murabahah Pada PT. Bank Syariah Mandiri
48
1. Klasifikasi akad
48
2. Prosedur proses pembiayaan akad murabahah
49
xiii
BAB IV ANALISA PEMBAHASAN
57
A. Mekanisme Pembiayaan Akad Murabahah Marjin Bertingkat
57
B. Analisis Struktur Akad
58
1. Bagian pembukaan akad
58
2. Bagian isi akad
66
3. Bagian penutup akad
75
C. Analisis akad berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 76 1. Ketentuan Umum
77
2. Ketentuan Hukum
87
3. Ketentuan khusus
88
BAB V PENUTUP
94
A. Kesimpulan
94
B. Saran
95
DAFTAR PUSTAKA
96
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis struktur akad murabahah marjin bertingkat 2. Analisis akad murabahah marjin bertingkat dengan fatwa DSN-MUI 3. Fatwa DSN MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 4. Wawancara pribadi dengan staff PT. Bank Syariah Mandiri
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Praktik murabahah di perbankan syariah menghadapi kendala prinsip syariah. Hal ini terjadi karena pada tanggal 7 Shafar 1433H atau 21 Desember 2012, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan keuntungan al tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di lembaga keuangan syariah. Fatwa ini menetapkan dua metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah di lembaga keuangan syariah, yaitu metode proporsional (thariqah mubasyirah) dan metode anuitas (thariqah al-hisab altanazuliyyah/ thariqah al-tanaqushiyyah). Di dalam ketentuan khusus fatwa disebutkan bahwa pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitas1. Metode keuntungan anuitas merupakan produk dari teori keuangan konvensional. Anuitas berarti jumlah pembayaran periodik yang tetap
1
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 84/DSN-
MUI/XII/2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Al Tamwil bi Al-Murabahah.
1
2
besarannya dan di dalamnya sudah terhitung pelunasan hutang dan bunganya. Sehingga dalam anuitas terdapat dua pihak, dimana salah satu meminjamkan dana dan pihak lainnya berkewajiban membayar pinjaman atau sering disebut dengan kreditur dan debitur. Di dalam rumus perhitungan anuitas, terdapat unsur bunga untuk menghitung besaran angsuran. Hal ini wajar dilakukan dalam ekonomi konvensional yang menganut sistem bunga, dan yang karena sistem bunga tersebut menjadikan adanya nilai waktu uang atau yang sering disebut dengan time value of money,yaitu dimana nilai uang hari ini tidak akan sama dengan nilai uang dimasa-masa berikutnya, sehingga nilai dan kemampuan uang terus berubah-ubah2. Metode keuntungan anuitas yang berbasis bunga tidak dapat diterapkan pada lembaga keuangan syariah karena beberapa alasan. Pertama, perbedaan mendasar operasional Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah sistem pendapatan Bank Syariah tidak berbasis bunga (free interest based) dalam seluruh kegiatan operasionalnya. Maka dalam mendapatkan pendapatannya, Bank Syariah memperoleh dari nisbah bagi hasil, marjin jualbeli dan pendapatan jasa (ujrah). Karena akad murabahah termasuk ke dalam akad jual-beli, maka bentuk pendapatan yang diterima Bank Syariah berupa marjin yang telah disebutkan diawal akad dan disetujui oleh nasabah.
2
Time value of money (nilai waktu uang) maksudnya adalah bertambahnya jumlah uang
akibat dari besaran bunga yang dihasilkan. Sehingga, mengakibatkan menurunnya kemampuan atau daya beli uang.
3
Kedua, selain sistem operasional yang harus terbebas dari unsur bunga, hubungan antara Bank Syariah dengan nasabah pun berbeda. Akad murabahah adalah akad jual beli antara Bank Syariah dengan nasabah, maka tidak ada istilah kreditur atau debitur diantara kedua belah pihak. Sehingga, Bank Syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli yang menyepakati keuntungan yang didapat oleh Bank Syariah. Karena berdasarkan akad jual beli, maka penjual (Bank Syariah) berhak mendapatkan keuntungan atas barang yang dijualnya dan nasabah pun tidak memiliki hutang kepada Bank Syariah karena akadnya berdasarkan akad jual beli. Berbeda kreditur dan debitur, yaitu kontrak utang-piutang dimana peminjam berkewajiban untuk mengembalikan pinjamannya dalam waktu tertentu yang telah disepakati. Karena berbentuk kontrak utang piutang, maka tidak ada keuntungan atau penambahan dalam kontrak tersebut. Jika terdapat penambahan dalam utang piutang, Islam menyebutnya dengan riba. Riba merupakan unsur yang harus benar-benar dihindari oleh Bank Syariah karena salah satu prinsip syariah yang harus ditaati lembaga keuangan syariah. Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah dalam melakukan kegiatan operasionalnya, tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah3. Prinsip-prinsip syariah tersebut menjadi pedoman kegiatan operasional Bank Syariah agar tidak keluar dari aturan
3
Pasal 2 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
4
syariah dan untuk tetap berada pada jalur yang telah ditetapkan syariah. Prinsip utama yang harus dianut oleh Bank Syariah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya adalah seluruh kegiatan dipastikan harus terbebas dari unsur maghrib, yaitu terbebas dari maysir, gharar, haram, dzalim dan riba. Maka dari itu, Bank Syariah sebagai bank yang harus terbebas dari bunga atau riba4. Adanya riba dalam bunga bank konvensional, para fuqaha telah berselisih pendapat karena praktek bunga bank belum terjadi secara institusional pada zaman Rasulullah. Akhirnya pada tanggal 16 Desember 2003, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia mengambil keputusan fatwa bahwa bunga bank termasuk kedalam riba nasiah, karena terjadi disebabkan adanya penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, dengan demikian praktek pembungaan uang tersebut termasuk salah satu bentuk riba dan hukumnya haram. Bahkan bunga pada praktek perbankan konvensional lebih berat dikarenakan, riba merupakan tambahan yang dikenakan kepada peminjam karena peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tepat waktu atau jatuh tempo, sedangkan bunga bank telah disebutkan dan disepakati sejak terjadinya transaksi. Maka jelas unsur dzalim sangat terlihat pada bunga bank.
4
Maysir adalah transaksi untung-untungan (spekulasi). Gharar adalah transaksi yang tidak
jelas atau tidak ada kepastian. Haram merupakan objek transaksi yang dilarang dalam syariah. Dzalim adalah ketidakadilan bagi pihak lain. Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah (batil).
5
Selain itu, salah satu perbedaan yang paling mendasar bagi Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah dimana setiap transaksi yang dilakukan meyakini adanya pertanggung jawaban berdimensi ganda, yaitu duniawi dan ukhrawi karena dilandaskan pada hukum Islam. Sehingga untuk menetapkan sah tidaknya suatu akad atau transaksi tidak hanya berdasarkan hukum positif, tetapi dikuatkan dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syariah. Pada praktik Bank Syariah, Bank yang menggunakan metode keuntungan anuitas, menyebutnya dengan akad murabahah marjin bertingkat . Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, ada hal-hal yang menarik mengenai metode keuntungan anuitas untuk dikaji. Dari aspek-aspek tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk membahas masalah ini dari sudut pandang yang spesifik dengan judul “Analisis Akad Murabahah Marjin Bertingkat Dengan Prinsip-Prinsip Syariah Berdasarkan Fatwa DSN-MUI”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengidentifikasi permasalahan-permasalahan, yaitu : 1. Sejak
kapan
pembiayaan
murabahah
marjin
bertingkat
mulai
beroperasional? 2. Apakah perbedaan metode keuntungan proporsional dengan metode keuntungan anuitas? 3. Apakah kekurangan dari metode keuntungan proporsional?
6
4. Apakah perbedaan metode keuntungan anuitas lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional? 5. Apa faktor-faktor yang menyebabkan Bank Syariah mengubah akad murabahah menjadi akad murabahah marjin bertingkat? 6. Apakah kerugian menjadi faktor utama yang mendasarinya? 7. Bagaimana tingkat keuntungan Bank Syariah setelah diberlakukannya akad murabahah marjin bertingkat? 8. Bagaimana manajemen resiko pada akad murabahah marjin bertingkat? 9. Apakah akad murabahah marjin bertingkat mengurangi resiko gagal bayar? 10. Bagaimana akuntansi pada murabahah marjin bertingkat? 11. Bagaimana
respon
nasabah
menyikapi
akad
murabahah
marjin
bertingkat? 12. Apakah akad murabahah marjin bertingkat memberikan win win solution bagi nasabah dan Bank Syariah? 13. Apa motif nasabah memutuskan memilih akad murabahah marjin bertingkat? 14. Bagaimana prosedur pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat? 15. Apa saja syarat-syarat pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat? 16. Siapa saja yang dapat melakukan akad murabahah marjin bertingkat? 17. Bagaimana jika nasabah telat atau tidak membayar angsuran pembiayaan? 18. Apa sanksi yang akan diterima?
7
19. Bagaimana likuiditas bank syariah jika terjadi gagal bayar (fraud) ? 20. Bagaimana jika nasabah pembiayaan meninggal dunia? 21. Bagaimana tentang perlindungan konsumen melindungi hak-hak nasabah? C. Pembatasan Masalah Mengingat masalah yang diangkat peneliti begitu luas lingkupannya, maka peneliti perlu membatasi permasalahan yang akan dibahas agar masalah lebih terfokus dan spesifik, serta untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih dengan masalah lain diluar penelitian, yaitu tekait dalam aplikasi akad murabahah dengan marjin bertahap pada Bank Syariah Mandiri berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan keuntungan al tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di lembaga keuangan syariah. D. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana model penerapan akad murabahah marjin bertingkat pada Bank Syariah Mandiri? 2. Apakah akad murabahah marjin bertahap sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah berdasarkan fatwa DSN MUI?
8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan perumusan dan pembatasan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang akan menjadi tujuan penelitian ini dilakukan adalah : a. Mengetahui dan menganalisa model penerapan akad murabahah marjin bertingkat pada Bank Syariah Mandiri. b. Mengetahui dan menganalisa kesesuaian akad murabahah dengan marjin bertahap dengan prinsip-prinsip muamalah berdasarkan fatwafatwa DSN MUI. 2. Manfaat penelitian a. Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan khususnya mengenai struktur atau model penerapan akad dalam akad murabahah dan kesesuaiannya dengan Fatwa DSN-MUI. b. Manfaat praktis Manfaat penelitian ini secara praktis agar dapat digunakan sebagai informasi dan bahan masukan bagi praktisi Bank Syariah Mandiri dalam menerapkan struktur atau model penerapan akad-akad syariah, sehingga Bank Syariah Mandiri dapat terhindar dari hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
9
F. Metode Penelitian Pengumpulan data merupakan bagian terpenting di dalam sebuah penelitian, dalam hal ini sangat dibutuhkan data-data yang akurat serta relevan dalam persoalan yang akan diteliti. Adapun data yang diperlukan menggunakan metode sebagai berikut : 1. Pendekatan Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan. Baik hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan Undang-Undang yang berlaku5. Pada penelitian ini, peneliti mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan keuntungan al tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di lembaga keuangan syariah. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak berdasarkan data-data angka, yang menghasilkan data deskriptif. 5
Roni Hantijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Semarang: Ghalia
Indonesia, 1998), h. 11.
10
3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer (primary resources) dan data sekunder (secondary resources). 1) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari PT. Bank Syariah Mandiri. 2) Data sekunder (secondary resources) merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara karena telah diolah terlebih dahulu oleh pihakpihak terkait. b. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini berdasarkan orang individual dan studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai sumber yang relevan dengan analisis yang akan digunakan. 4. Teknik Pengumpulan Data Adapun instrumen-instrumen yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah : a. Wawancara
11
Merupakan salah satu pengambilan data dan informasi dengan interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang melalui tatap muka6. Dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara. b. Studi dokumentasi Studi dokumentasi, yaitu dengan membaca literatur yang relevan dengan topik masalah dalam penelitian ini. Pengumpulan data berasal dari dokumen Bank Syariah Mandiri yaitu dokumen berupa kontrak akad murabahah marjin bertingkat. c. Riset Kepustakaan Yaitu dengan membaca jurnal dan mempelajari literatur yang memuat teori-teori, konsep-konsep dan informasi yang diperoleh sebagai landasan teori yang berkaitan dengan masalah penelitian. 5. Subjek-Objek Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) sedangkan objek penelitian ini adalah akad murabahah marjin bertingkat pada Bank Syariah Mandiri (BSM). 6. Metode Analisis a. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik content analysis. Teknik conten analysis, untuk menghasilkan inferensi terhadap data verbal dan simbolik yang dapat diulangi dan valid. Dimana analisis ini 6
Emzir, Metodelogi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 50.
12
berbentuk dokumen dan teks yang berupaya mengkuantifikasikan isi menurut kategori yang sudah ditetapkan, suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalis. Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media masa. Metode yang meliputi semua analisis mengenai isi teks, tetapi disisi lain analisis isi juga digunakan untuk medeskripsikan pendekatan analisis yang khusus7 b. Teknik Penulisan Laporan Teknik penulisan laporan pada penelitian ini mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan pada tahun 2012. G. Sistematika Penelitian Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, peneliti menetapkan suatu kerangka dasar penulisan. Secara garis besar dapat memberikan gambaran sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara garis besar mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, 7
155-156.
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.
13
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori berdasarkan tinjauan pustaka dan literatur yang terkait dengan pembahasan penelitian, standar syariah, ketetapan Fatwa DSN-MUI serta review studi terdahulu. BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH MANDIRI Dalam bab ini akan dijelaskan secara terperinci tentang Bank Syariah Mandiri mengenai sejarah singkat, visi dan misi perusahaan, dewan komisaris, dewan pengawas syariah (DPS), direksi, profil dan kepemilikan saham, produk dan jasa, bagan organisai, penghargaan, serta proses pra-akad murabahah marjin bertingkat Bank Syariah Mandiri. BAB IV ANALISIS AKAD MURABAHAH MARJIN BERTINGKAT DENGAN PRINSIP-PRINSIP FIQH MUAMALAH BERDASARKAN FATWA DSN-MUI Analisis isi akad murabahah dan kesesuaiannya dengan Fatwa No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan keuntungan al tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di lembaga keuangan syariah.
14
BAB V PENUTUP Dalam bab ini akan disimpulkan jawaban dari perumusan masalah yang ada dan disertai dengan pemberian saran-saran yang tepat sehubungan dengan adanya permasalahan yang ditemukan selama penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Akad Saat kekuatan penawaran dan kekuatan permintaan bertemu, maka terjadilah transaksi antara kedua belah pihak. Namun, sebelum terjadi transaksi, terdapat akad yang harus dipenuhi untuk terpenuhinya tingkat kepuasan manusia tersebut. Maka dari itu, akad merupakan bagian terpenting dalam sebuah transaksi. 1. Definisi Akad Akad secara istilah berasal dari kata al-„aqdu. Kata al-„aqdu merupakan bentuk jamak dari „aqada, ya‟qidu, „aqdan yang berarti meyimpul, membuhul, mengikat atau mengikat janji1. Secara terminologi, akad memiliki arti umum (al-ma‟na al-am) dan khusus (al-ma‟na al-khas)2. Adapun arti umum dari akad adalah “segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk dikerjakan, baik yang muncul dari kehendaknya sendiri, seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang, thalak, dan sumpah, maupun yang membutuhkan pada kehendak
1
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia, 2012), h. 129.
2
Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Press, 2005), h. 60.
15
16
dua pihak dalam melakukannya, seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan, dan gadai/jaminan”. Sedangkan arti khusus akad didefinisikan dengan3 :
”Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada objek perikatan.” Menurut Wahbah Zuhaili, akad adalah ikatan antara dua hal, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi. Menurut istilah para ahli hukum Islam, aqad diartikan sebagai hubungan antara ijab dan Kabul sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum pada objek perikatan4. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akad adalah kesepakatan antara para pihak untuk saling mengikatkan diri dalam suatu perbuatan hukum tertentu sesuai dengan kehendak syariah. Maka dari itu, setiap akad yang dilakukan harus terbebas dari unsur-unsur yang telah ditetapkan oleh syar‟i, yaitu Allah SWT dan Rasulullah, seperti akad yang tidak terdapat unsur riba dan hal-hal yang dilarang lainnya.
3
Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), h.51. 4
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia, 2012), h. 129.
17
Akad terbentuk karena adanya ijab dan qabul antara pihak-pihak yang melakukan kerjasama. Dengan melakukan akad, maka akan timbul akibat hukum pada objek-objek akad. Jika akad jual-beli, maka akibat hukum yang timbul pada objek akad adalah perpindahan hak atas kepemilikan barang. Jika yang disepakati merupakan akad sewa-menyewa, maka akibat hukum yang timbul pada objek akad adalah perpindahan atas manfaat barang, bukan berpindah hak atas kepemilikan barang. 2. Rukun dan Syarat Akad Akad harus memenuhi rukun dan syarat. Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada dan harus dipenuhi ketika akad berlangsung serta merupakan esensi dari akad tersebut. Sedangkan syarat adalah sifat yang melekat pada setiap rukun5. Menurut Jumhur Ulama yang termasuk kepada rukun akad adalah6 : a. Shighat (formulasi) ijab dapat diwujudkan dengan ucapan lisan, tulisan, isyarat bagi mereka yang tidak mampu berbicara atau menulis, sarana komunikasi modern, bahkan dengan perbuatan (bukan ucapan, tulisan maupun isyarat) yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan suatu akad yang umumnya dikenal dengan almu‟athah.
5
Saefuddin Arif dan Azharudin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah
dan Hukum, 2011), h. 27. 6
Saefuddin Arif dan Azharudin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah, h. 28.
18
Ada 3 syarat yang harus dipenuhi agar suatu ijab dan qabul dipandang sah, yaitu : 1) Ijab dan qabul harus secara jelas menunjukkan maksud kedua belah pihak. 2) Antara ijab dan qabul harus selaras, dan 3) Antara ijab dan qabul harus muttashil (berkesinambungan), yakni dilakukan dalam satu majelis „akad (tempat akad). b. Pelaku akad disyaratkan harus seorang mukallaf („aqil baligh, berakal sehat dan dewasa atau cakap hukum). Mengenai batasan umur pelaku untuk keabsahan akad diserahkan kepada „urf atau peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin kemaslahatan para pihak. c. Objek akad harus memenuhi 4 (empat) syarat : 1) Objek harus sudah ada secara konkret ketika akad dilakukan; atau diperkirakan akan ada pada masa akan datang dalam akad-akad tertentu seperti dalam akad salam, ishtishna‟, ijarah dan mudharabah. 2) Objek harus merupakan sesuatu yang menurut hukum Islam sah dijadikan objek akad, yaitu harta yang dimiliki serta halal dimanfaatkan (mutaqawwam). 3) Objek harus dapat diserahkan ketika terjadi akad, namun tidak berarti harus dapat diserahkan seketika.
19
4) Objek harus jelas (dapat ditentukan, mu‟ayyan) dan diketahui oleh kedua belah pihak. Ketidakjelasan objek akad-selain ada larangan Nabi
untuk
menjadikannya
sebagai
objek
akad-
mudah
menimbulkan persengketaan di kemudian hari, dan ini harus dihindarkan. Mengenai penentuan kejelasan suatu objek akad ini, adat istiadat („urf) mempunyai peranan yang penting. Dari syarat pertama ulama mengecualikan empat macam akad : salam, ishtishna‟, ijarah, dan musaqah. Artinya keempat macam akad ini tetap dinyatakan sah walaupun objek akad belum ada ketika terjadi akad. d. Maudhu „al-„aqd atau tujuan akad merupakan salah satu bagian penting yang harus ada pada setiap akad. Yang dimaksud dengan maudhu‟ al-„aqd adalah tujuan utama untuk apa akad itu dilakukan (al-maqshad al-ashli alladzi syari‟a al-„aqd min ajlih). Menurut hukum Islam, yang menentukan tujuan hukum akad adalah almusyarri‟ (yang menetapkan syariah, yaitu Allah SWT). Dengan kata lain, akibat hukum suatu akad hanya diketahui melalui syara‟ dan harus sejalan dengan kehendak syara‟. Atas dasar itu , semua bentuk akad yang tujuannya bertentangan dengan syara‟ (hukum Islam) adalah tidak sah dan karena itu tidak menimbulkan akibat hukum; misalnya menjual barang yang diharamkan seperti minuman kras
20
(khamr). Jika hal itu terjadi, dalam pandangan hukum Islam akibat hukumnya tidak tercapai. Tegasnya, menurut hukum Islam, jual beli atas barang yang diharamkan tersebut tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan barang
kepada pembeli dan kepemilikan harga barang
kepada penjual. 3. Struktur Akad Dalam praktik penyusunan akad terdapat berbagai macam model struktur akad. Akan tetapi, struktur akad atau perjanjian yang lazim digunakan di Indonesia terdiri dari tiga bagian, yaitu pembukaan, isi/materi, dan penutup. Pada masing-masing bagian terdiri sub bagian yang selengkapnya dalah sebagai berikut : a. Pada bagian pembukaan terdiri dari7 : 1) Tulisan Bismillahirrahmanirrahim dan terjemahannya Tulisan basmalah dapat ditulis dengan menggunakan huruf arab maupun latin. Tulisan ini memang tidak bersifat mutlak atau harus ada (tergantung kebijakan). Akan tetapi, keberadaannya dalam konteks akad syariah penting untuk mengingatkan para pihak akan pentingnya memulai sesuatu dengan meluruskan niat hanya semata-mata karena Allah SWT. 2) Ayat Al-Qur‟an dan atau Hadits dan terjemahannya 7
Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum, 2011), h. 54.
21
Ayat Al-Qur‟an dan atau Hadits serta terjemahannya yang ditulis dalam akad adalah yang langsung berkaitan atau menjadi dalil hukum akad tersebut. 3) Judul Adalah
menunjukkan
dan
sekaligus
memberikan
cakupan
pengertian [okok tentang hakekat isi suatu kontrak. Judul ditulis dengan isi kesepakatan dan ditulis ditengah dengan menggunakan huruf kapital. 4) Kepala akad Terdiri atas judul, nomor, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dibuatnya akad tersebut. 5) Komparisasi Adalah penyebutan dan penjelasan mengenai identitas para pihak yang membuat akad/yang berkepentingan. Pada pihak dalam perjanjian adalah : pihak-pihak yang langsung terlibat, terdiri atas perorangan atau yang bersifat publik 6) Dasar diadakan akad (premisse) Salah satu sahnya kontrak adalah bahwa kontrak tersebut dibuat atas dasar/kausa yang halal. Kausa/dasar dalam suatu kontrak biasanya dinyatakan sebagai keterangan pendahuluan mengenai dasar atau sebab dibuatnya kontrak yang bersangkutan. 7) Dasar hukum
22
Dasar hukum diambil dari Al-Qur‟an, As-Sunnah dan Ijtihad (dalam konteks keindonesiaan adalah fatwa MUI). Di samping itu juga diambilkan dari perundang-undangan positif di Indonesia baik yang khusus mengatur hukum Islam maupun yang bersifat umum. Dasar hukum ini ditulis dalam bagian akhir promise. b. Menurut Azharudin Lathif dan Saefudin Arif pada bagian isi/materi terdiri dari8: 1) Klausul definisi Yaitu setiap kata/kalimat yang akan diatur/dituangkan dalam kontrak diberikan batasan/arti atau maknanya agar nantinya tidak menimbulkan salah pengertian dan tidak dapat ditafsirkan lain serta agar para pihak jelas dan paham benar apa maksudnya. 2) Klausul obyek akad Yaitu menetukan apa yang dijadikn obyek akad dengan menyebutkannya secara jelas dan lengkap tentang nama barang, wujud/jenisnya,
letaknya,
luas/banyaknya
dan
bukti
yang
mendasari hak atas barang tersebut. 3) Klausul hak dan kewajiban Yang menetukan hak dan kewajiban para pihak yang harus ditulis secara tegas dan jelas serta terperinci apa saja yang menjadi hak
8
Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, h. 54.
23
masing-masing dan tentang hal-hal apa yang wajib harus dilakukan masing-masing pihak, secara seimbang dan timbal balik. 4) Klausul sanksi Yaitu ketentuan
yang mengatur pemberian
pelanggaran dan
atau
kelalaian
salah
sanksi
akibat
satu pihak dalam
melaksanakan isi kontrak yang berupa pelanggaran terhadap kewajibannya. 5) Klausul spesifik Yaitu pengaturan tentang hal-hal yang spesifik/khusus yang dikehendaki pihak untuk dituangkan dalam akad. 6) Klausul pemilihan hukum dan domisili Yaitu menentukkan hukum yang dipilih dalam melaksanakan dan menyelesaikan perselisihan jikalau timbul serta domisli dimana penyelesaian tersebut akan diselesaikan apabila terjadi sengketa dimasa yang akan datang. 7) Klausul jaminan pemilikan Yaitu untuk menjamin tertibnya pembayaran kembali/ atau pelunasan Pokok Pembiayaan da margin serta biaya-biaya lainnya tepat pada waktu yang telah disepakati kedua belah pihak.
24
Menurut A. Wangsawidjaja pada bagian isi/materi terdiri dari9 : 1) Klausul tentang jumlah pembiayaan Adanya klausul tentang jumlah pembiayaan penting dicantumkan dalam akad untuk menentukkan objek akad berupa besarnya maksimum pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada nasabah penerima fasilitas. 2) Klausul jangka waktu pembiayaan Dalam suatu akad pembiayaan mutlak harus dicantumkan adanya jangka waktu pembiayaan atau jatuh tempo pembiayaan untuk kepastian hukum timbulnya hak Bank untuk menuntut pelunasan pembiayaan yang telah diberikan kepada nasabah. 3) Klausul tentang imbalan Klausul tentang imbalan dalam akad pembiayaan merupakan hal yang penting dan harus dicantumkan secara tegas, kecuali untuk pinjaman tertentu yang tidak mensyaratkan adanya imbalan, seperti qardh. 4) Klausul tentang representation and warranties Keputusan pemberian pembiayaan oleh bank syariah didasarkan pada analisis terhadap data yang disampaikan oleh nasabah kepada bank, baik data keuangan maupun non-keuangan. Untuk menjamin 9
h.172.
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
25
dan meyakinkan bank bahwa data yang disampaikan oleh nasabah tersebut betul-betul valid dan benar, maka bank pada umumnya mensyaratkan adanya klausul tentang jaminan (representation and warranties). 5) Klausul tentang pre-disbursment atau conditions precedent Klausul ini mengatur tentang syarat yang harus dipenuhi nasabah sebelum
pembiayaan
direalisasikan,
misalnya
wajib
menyampaikan rician penggunaan dana, telah menandatangani pengikatan agunan, agunan telah ditutup asuransinya, dan sebagainya. 6) Klausul tentang affirmative covernant Klausul ini mengatur tentang kewajiban-kewajiban nasabah penerima fasilitas untuk melakukan hal-hal tertentu, agar bank dapat melakukan pengawasan pasif terhadap kegiatan usaha nasabah dan mengantisipasi risiko selama fasilitas pembiayaan sebelum lunas. 7) Klausul tentang negative covenant Klausul ini memuat hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh nasabah penerima fasilitas yang dapat merugikan dan/atau menimbulkan kesulitan bagi bank selama perjanjian pembiayaan berlaku. 8) Klausul tentang event of default atau trigger clause
26
Klausul ini menetukan suatu peristiwa yang apabila terjadi memberikan hak kepada bank untuk mengakhiri fasilitas pembiayaan secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus managih seluruh outstanding pembiayaan. 9) Klausul tentang agunan pembiayaan dan asuransi barang agunan dengan syarat banker‟s clause Klausul ini memuat informasi tentang agunan yang diserahkan oleh nasabah penerima fasilitas kepada bank berikut jenis pengikatannya, agunan pembiayaan dapat berupa barang tetap atau barang bergerak. Barang agunan yang insurable wajib ditutup asuransi dengan syarat banker‟s clause oleh nasabah pada asuransi syariah yang disetujui oleh bank dan biaya premi asuransi atas beban nasabah. 10) Klausul tentang pemberian kuasa kepada Bank Klausul kuasa (wakalah) ini memberikan hak kepada bank untuk mendebit rekening giro dan/atau rekening nasabah penerima fasilitas lainnya yang ada pada bank untuk pembayaran kewajiban nasabah, misalnya imbalan, denda, biaya asuransi dan ongkosongkos lainnya berkenaan dengan pembiayaan. 11) Klausul tentang hak-hak Bank melakukan pengawasan Klausul ini memberikan kewenangan kepada bank untuk melakukan pengawasan, baik langsung maupun tidak langsung,
27
terhadap pembiayaan yang diberikan, misalnya meminta laporan, melakukan pemeriksaan di tempat (on the spot), memasuki gudang, memeriksa pembukuan debitur, dan sebagainya. 12) Klausul tentang penyelesaian perselisihan Klausul ini lazimnya menyatakan bahwa apabila terdapat perselisihan dalam pelaksanaan akad pembiayaan maka akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat terlebih dahulu. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah tersebut, maka sengketa akan diselesaikan melalui peradilan umum, peradilan agama, Badan Arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa. 13) Klausul lain-lain (miscellaneous) Klausul ini memuat ketentuan-ketentuan lain yang disepakati dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak, misalnya mengenai alamat surat-menyurat antara nasabah dan bank. c. Pada bagian penutup terdiri atas : 1) Pernyataan para pihak tentang tiadanya hal-hal yang membatalkan akad 2) Penandatangan
28
4. Berakhirnya Akad Dalam konten hukum Islam, perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan berakhir jika dipenuhi tiga hal sebagai berikut10: a. Berakhirnya masa berlaku perjanjian atau akad. Biasanya dalam sebuah perjanjian telah ditentukan saat kapan suatu perjanjian akan berakhir, sehingga dengan lampaunya waktu maka secara otomatis perjanjian akan berakhir, kecuali kemudian ditentukan lain oleh para pihak. b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad. Hal ini biasanya terjadi jika ada salah satu pihak yang melanggar ketentuan perjanjian, atau salah satu pihak mengetahui jika dalam pembuatan perjanjian terdapat unsur kekhilafan atau penipuan. Kekhilafan dapat menyangut obyek perjanjian (error in objecto), maupun mengenai orangnya (error in persona). c. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia. Hal ini berlaku pada perikatan untuk berbuat sesuatu, yang membutuhkan adanya kompetensi khas. Sedangkan jika perjanjian dibuat dalam hal memberikan sesuatu, katakanlah dalam bentuk uang/barang maka perjanjian tetap berlaku bagi ahli warisnya. Sebagai contohnya ketika seseorang yang membuat perjanjian pinjam uang, 10
Abdullah Jayadi, Beberapa Aspek Tentang Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2011), h. 23.
29
kemudian meninggal maka kewajiban untuk mengembalikan hutang menjadi kewajiban ahli waris. B. Konsep Murabahah Dalam Islam, begitu banyak transaksi-transaksi ekonomi termasuk didalamnya adalah akad murabahah. Akad murabahah merupakan salah satu dari akad tijarah. Akad tijarah adalah akad yang bertujuan mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan merupakan akad bisnis11. Dengan alasan itu, maka saat ini lembaga keuangan syariah banyak menggunakan akad murabahah pada produk-produk lembaga keuangan syariah sebagai produk unggulan yang dianggap jelas memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. 1. Definisi Murabahah Secara etimologi, dalam kamus Al-Muhith Murabahah berarti ُالرِبْح yang bermakna kelebihan dan tambahan (keuntungan), yang berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati12. Secara terminologi, para ulama terdahulu mendefinisikan murabahah dengan jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui13. 11
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Press,
2011), h. 70. 12
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2011), h. 87. 13
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, h.87.
30
Menurut Adiwarman A. Karim, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli14. Dalam kodifikasi produk perbankan syariah, akad murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan marjin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli15. Sedangkan
Undang-Undang
Perbankan
Syariah
memberikan
penjelasan bahwa yang dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati16. Sehingga dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah jual beli suatu barang yang ditegaskan harga perolehan dan keuntungan (marjin) diawal perjanjian sehingga para pihak mengetahui seluruh informasi dan disepakati oleh para pihak. 2. Sumber Hukum Murabahah a. Al-Qur‟an 14
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Press,
2011), h.113. 15
Huruf B Angka III.b Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Lampiran SEBI No.
10/31/DPbs. 16
Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d UU Perbankan Syariah.
31
1) Firman Allah Q.S An-Nisa: 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…” (Q.S An-Nisa: 29)
2) Firman Allah Q.S Al-Baqarah: 275
“... Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Q.S Al-Baqarah: 275) b. Hadits 1) Hadits riwayat Baihaqi dan Ibn Majah
32
Dari Abu Saidal Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka”. (HR. Al- Baihaqi dan Ibn Majah)
2) Hadits riwayat Ibn Majah َجلٍ وَالْمُقَار َ َاَلْبَيْعُ إِلَى أ
َال ثٌ فِيْهِّنَ الْبَ َرك َ أَّنَ الّنَبِّيَ صَّلَى اهللُ عَّلَيْ ِه َوسَّلَ َم َوسَّلَمَ قَالَ َث
Nabi saw bersabda : “Ada tiga hal yang mengandung berkah : (1) jual beli tidak secara tunai, (2) mukharadah (mudharabah), (3) mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibn Majah dari Suhaib) 3. Rukun dan Syarat Murabahah Rukun akad murabahah yang disepakati oleh jumhur ulama adalah17 : a. Ba‟i (penjual) b. Musytari (pembeli) c. Mabi‟ (barang/objek) d. Tsaman (harga) e. Sighat (ijab dan qabul)
17
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2011), h. 89.
33
Selain rukun yang harus dipenuhi dalam melakukan akad murabahah, beberapa syarat juga harus dipenuhi dalam berlangsungnya akad murabahah. Syarat-syarat murabahah adalah18 : a. Harga awal harus diketahui oleh pihak pembeli, karena mengetahui harga barang adalah salah satu syarat sahnya jual beli. b. Keuntungan ba‟i murabahah harus diketahui oleh semua pihak yang terlibat. c. Modal ba‟i murabahah harus proporsional, seperti takaran, beban dan jumlahnya. Selain rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan jual beli murabahah, terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam jual beli murabahah meliputi hal-hal berikut19 a. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki/hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya bahwa keuntungan dan resiko barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah. b. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembelian/kulakan) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli (capital outlay) pada suatu komoditi, semuanya harus 18
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, h. 102.
19
Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Press, 2005), h.119.
34
diketahui oleh pembeli saat akad; dan ini merupakan salah satu syarat sah murabahah. c. Ada informasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal maupun persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah. d. Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan, karena pengawasan barang merupakan kewajiban penjual disamping untuk menjaga kepercayaan. e. Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (antara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah), karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan. 4. Aplikasi Murabahah Dalam Lembaga Keuangan Syariah Aplikasi akad murabahah pada lembaga keuangan syariah terdapat pada kegiatan usaha Bank Syariah dalam bentuk penyaluran dana atau pembiayaan. Pembiayaan
murabahah
merupakan
jenis
pembiayaan
yang
sering
diaplikasikan dalam bank syariah, yang pada umumnya digunakan dalam transaksi jual beli barang investasi dan barang-barang yang diperlukan oleh
35
individu20. Dalam pembiayaan berdasarkan akad murabahah, Bank Syariah bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah21. Bank Syariah dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah ada kesepakatan antara Bank Syariah dan nasabahnya, dan akad pembiayaan murabahah telah ditandatangani oleh Bank Syariah dan nasabah, maka Bank Syariah wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah22. C. Standar Syariah Dalam menjalankan kegiatan usaha produk dan jasa syariah, Bank Syariah wajib tunduk pada prinsip syariah23. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah24. Sehingga dalam menjalankan seluruh kegiatan usahanya, Bank Syariah harus berpedoman kepada fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh lembaga berwenang, dalam hal ini merupakan kewenangan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Ketentuan tersebut bersifat memaksa dan tidak dapat menyimpang karena merupakan perintah Undang20
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 140.
21
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
22
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 201.
23
Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
24
Pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
h.200.
36
Undang25. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akan dikenakan pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang26. Maka dari itu penting bagi Bank Syariah untuk menjalankan kegiatan usahanya berpedoman kepada fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSNMUI, agar tetap sesuai dengan ketetapan syariah, karena Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia menjadi indikator sesuai tidaknya produk Bank Syariah dengan prinsip syariah. Dewan
Syariah
Nasional-Majelis
Ulama
Indonesia
(DSN-MUI)
mengeluarkan Fatwa-Fatwa yang berkenaan dengan produk dan jasa pada lembaga keuangan syariah. Diantara Fatwa-Fatwa tersebut menetapkan ketetapan yang berkenaan dengan akad murabahah di lembaga keuangan syariah khususnya pada Bank Syariah. Fatwa-fatwa yang mengatur tentang akad murabahah tersebut adalah : a. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah. b. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah c. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah 25
Pasal 2 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
26
Pasal 63 Ayat(2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
37
d. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam Murabahah e. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah f. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah (khashm fi al-murabahah) g. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar. h. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah. i. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah. j. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan al Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah. D. Ketetapan Fatwa DSN-MUI Mengenai Akad Murabahah Margin Bertingkat Ketetapan mengenai akad murabahah marjin bertingkat diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah. Dalam Fatwa tersebut terdapat 2 (dua) metode pengakuan keuntungan murabahah di kalangan lembaga keuangan syariah,
38
yaitu metode pengakuan keuntungan secara proporsional dan metode pengakuan keuntungan secara anuitas. Metode anuitas dalam praktek perbankan syariah disebutkan dengan marjin bertingkat, yaitu karena tidak samanya marjin pada angsuran satu dengan angsuran lainnya. E. Tinjauan Kajian Terdahulu Untuk mendukung materi dalam penelitian ini, berikut akan dipaparkan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh : 1. Skripsi Maisaroh, S1 Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2012. Dengan judul skripsi “Kesesuaian Kontrak Murabahah Di Bank BNI Syariah Dengan Fatwa DSN”. Pada skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif dan perskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme murabbahah di Bank BNI Syariah dan mengidentifikasi struktur dan anatomi kontrak murabahah di Bank BNI Syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme dan substansi kontrak murabahah pada Bank BNI Syariah sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/200 dan peraturan Bank Indonesia (PBI). 2. Skripsi Ruri Siti Nurziah, S1 Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. Dengan judul skripsi “Kesesuaian Akad Murabahah Di Tinjau Dari Fatwa DSN-MUI Dan Peraturan Terkait”. Skripsi ini merupakan jenis kualitatif dengan metode analisis deksriptif. Tujuan
39
skripsi ini adalah mengetahui kesesuaian penerapan fatwa DSN-MUI dan peraturan terkait pada akad pembiayaan murabahah di Bank BCA Syariah. Kesimpulan dari skripsi ini adalah masih terdapat ketidaksesuaian pada struktur kontrak yang dibuat oleh Bank BCA Syariah. Ditinjau dari proses realisasi pembiayaan murabahah terdapat ketidaksesuaian dengan regulasi (Fatwa DSN-MUI dan PBI). Dan penerapan regulasi pada akad pembiayaan murabahah masih ada ketidaksesuaian terkait pada denda. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah mengkaji akad murabahah dengan prinsip-prinsip muamalah serta mengetahui
model
penerapan
akad
murabahah
dalam
kegiatan
operasional Bank Syariah. Fatwa DSN-MUI menjadi pedoman bagi peneliti untuk menentukan kesesuaian akad murabahah dengan prinsipprinsip muamalah. Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah perbedaan isu hukum yang menjadi permasalahan penelitian, yaitu pada penelitian sebelumnya yang dikaji adalah akad murabahah dalam kegiatan operasional Bank Syariah, sedangkan dalam penelitian ini menganalisis akad murabahah
marjin bertingkat dengan prinsip-prinsip muamalah
berdasarkan fatwa DSN-MUI.
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri 1. Sejarah Singkat Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis
multi-dimensi
termasuk
di
panggung
politik
nasional,
telah
menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing.
40
41
Pada
saat
bersamaan,
pemerintah
melakukan
penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di
kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas
diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system). Tim
Pengembangan
Perbankan
Syariah
memandang
bahwa
pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.
42
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. 2. Visi dan Misi Perusahaan Visi Memimpin pengembangan peradaban ekonomi yang mulia. Misi 1. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata industri yang berkesinambungan. 2. Mengutamakan
penghimpunan
dana
murah
dan
penyaluran
pembiayaan pada segmen UMKM. 3. Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang sehat. 4. Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. 5. Mengembangkan nilai-nilai syariah universal 3. Dewan Komisaris Komisaris Utama
: Ventje Raharjo
Komisaris Independen
: Zulkifli Djaelani
43
Bambang Widianto, P.hd Ramzi A. Zuhdi Komisaris
: Agus Fuad
4. Dewan Pengawas Syariah Ketua
: Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA.
Anggota
: Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec Drs. H. Mohamad Hidayat, MBA, MH.
5. Direksi Direktur Utama : Agus Sudiarto Direktur
: Achmad Syamsudin Agus Dwi Handaya Putu Rahwidhiyasa Fahmi Ridho
6. Profil dan Informasi Kepemilikan Saham a. Profil Nama
: PT. Bank Syariah Mandiri
Alamat
: Wisma Mandiri I, Jl. MH. Thamrin No.5
Jakarta 10340 – Indonesia Telepon
: (62-21) 2300 509, 3983 9000 (Hunting)
Faksimili
: (62-21) 3983 2989
Situs Web
: www.syariahmandiri.co.id
44
Tanggal Berdiri
: 25 Oktober 1999
Tanggal Beroperasi
: 1 November 1999
Modal Dasar
: Rp 2.500.000.000.000,-
Modal Disetor
: Rp 1.489.021.935.000,-
Kantor Layanan
: 854 kantor, yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia
Jumlah Jaringan ATM
: 909 ATM Syariah Mandiri, ATM Mandiri 11.454, ATM Bersama 53.722 unit (include ATM Mandiri dan ATM BSM), ATM Prima 66.770 unit, EDC BCA 196.870 unit, ATM BCA 10.596 dan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) 12.010 unit.
b. Kepemilikan Saham 1) PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. : 231.648.712 lembar saham (99.999999%) 2) PT. Mandiri Sekuritas 7. Produk dan Jasa a. Tabungan b. Giro c. Deposito d. Layanan BSM Priority e. Pembiayaan Konsumer
: 1 lembar saham (0.000001%)
45
f. Produk Jasa 8. Emas 9. Haji dan Umrah 10. Bagan Organisasi
11. Penghargaan Tabel 1.1 Daftar Penghargaan NO
1
NAMA
PEMBERI
PENGHARGAAN
PENGHARGAAN
Service Excellence Award 2014
Majalah Infobank
ATAS PRESTASI Penghargaan atas:
bekerjasama dengan Marketing Research
TANGGAL
13 Juni 2014 1.
Best Customer
46
Indonesia (MRI)
Service Quality Award 2
2014 Category: Sharia Banking
Carre Customer Satisfaction & Loyalty dan Majalah Service Excellence
Service 2.
Best Teller.
3.
Best ATM.
4.
Best Satpam
For Achieving Exceptional Total Service Quality Satisfaction Based on
5 Juni 2014
Customer Perception Survey SQ Index 2014 Penghargaan atas pengukuran: 1.
Quality: perhatian tinggi terhadap konsumen, produk dan jasa berkualitas tinggi, perusahaan dapat dipercaya dan perusahaan yang inovatif
Majalah Tempo Media 3
Corporate Image Award
Group bekerjasama
2.
Performance:
dengan Frontier
perusahaan yang
Consulting Group
memiliki peluang untuk tumbuh dan dikelola dengan baik 3.
Responsibility: Perusahaan yang peduli dengan lingkungan dan memiliki tanggung jawab social.
4.
Attractiveness:
4 Juni 2014
47
Perusahaan merupakan tempat kerja idaman, dan perusahaan memiliki karyawan berkualitas. The Best of Indonesian Bank 4
Indonesia Bank Loyalty Award 2014
Infobank bekerja sama
Loyalty Champion 2014
dengan Markplus Insight
Category: Saving Account,
26 Februari 2014
Islamic banking The Most Profitable Islamic Full Fledge 5
Bank 2014 : Equity IDR > 1 Triliun (BUKU
Karim Business Consulting
Bank Syariah dengan kinerja terbaik dari sisi kinerja keuangan.
24 Februari 2014
2) The Most Efficient Islamic Full Fledge 6
Bank 2014 : Equity IDR > 1 Triliun (BUKU
Karim Business Consulting
Bank Syariah dengan kinerja terbaik dari sisi kinerja keuangan.
24 Februari 2014
2) The Best Islamic Full 7
Pledge Bank 2014 : Equity IDR > 1 Triliun
Karim Business Consulting
(BUKU 2) 8
The Best Islamic Bank in Indonesia 2014
Euromoney Majalah Marketing
9
Top Brand Award 2014
bekerjasama dengan
Category Sharia Bank
Frontier Consulting Group
Bank Syariah dengan kinerja terbaik dari sisi kinerja keuangan.
24 Februari 2014
Penghargaan atas The Best
13 Februari
Islamic Bank in Indonesia
2014
In Recognition of Outstanding Achievement in Building the Top Brand
5 Februari 2014
48
For Excellent Performance Excellent Service 10
Experience Award 2014 Category Sharia Bank
Bisnis Indonesia
in Delivering Positive
bekerjasama dengan
Customer Experience Based
Carre
on Mystery Shopping
4 Februari 2014
Research ESEI 2014
B. Aplikasi Akad Murabahah Pada PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) 1. Klasifikasi Akad Murabahah Akad murabahah pada Bank Syariah Mandiri digunakan sebagai produk dalam menyalurkan pembiayaan. Dalam melakukan pembiayaan melalui akad murabahah, Bank Syariah Mandiri, dibedakan antara korporasi, konsumer dan warung mikro. Untuk pembiyaan korporasi minimal dana pembiayaan dimulai dari 30M yang harus dilakukan di kantor pusat Bank Syariah Mandiri. Untuk pembiayaan konsumer minimal dana dimulai dari ratusan juta sampai kurang dari 30M yang dapat dilakukan di kantor cabang Bank Syariah Mandiri. Untuk pembiayaan akad murabahah diatas Rp 250.000.000 diberikan akta notariil atau yang bentuk akad atau perjanjiannya berbentuk akta notaris. Untuk pembiayaan akad murabahah dibawah Rp 250.000.000, maka diberikan akad atau kontrak dibawah tangan, yaitu akad yang dibuat oleh pihak Bank Syariah Mandiri tanpa peran notaris.
49
2. Prosedur Proses Pembiayaan Akad Murabahah a. Prosedur Proses Pembiayaan Akad
Murabahah dibawah Rp
250.000.000 Terdapat tahapan-tahapan pra-akad yang harus dipenuhi sebelum akad pembiayaan murabahah marjin bertingkat disepakati dan ditandatangani. Diawali oleh permohonan pembiayaan oleh nasabah yang datang ke Bank Syariah Mandiri. Setelah permohonan tersebut ada, maka Bank Syariah Mandiri melakukan pengenalan dan investigasi terhadap calon nasabah pembiayaan tersebut yang dilakukan oleh bagian unit bisnis. Begitu seluruh data calon nasabah tersebut telah terkumpul, unit bisnis akan membuat NAP atau Nota Analisis Permbiayaan untuk di kantor pusat, dan SKKP atau Surat Keputusan Komite Pembiayaan yang hanya terdapat di kantor cabang. Begitu NAP atau SKKP telah selesai dibuat, maka selanjutnya diserahkan ke komite untuk persetujuan pembiayaan. Komite merupakan pihak manajemen atau pihak direksi. Apabila komite menyetujui, maka unit bisnis akan membuat SP3 atau Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan. NAP dan SP3 kemudian diserahkan ke bagian legal untuk diteliti, dan diperiksa kelengkapan dokumen. Dalam SP3 tertuang hasil kehendak antara pihak Bank Syariah Mandiri dan calon nasabah penerima pembiayaan, seperti jangka
50
waktu pembiayaan, objek pembiayaan, besaran pembiayaan, dan besarnya angsuran. Setelah kedua pihak menyetujui SP3, maka perjanjian atau akad murabahah akan dilakukan akad, dimana isi akad murabahah merujuk pada kesepakatan isi SP3. Begitu akad murabahah disetujui, langkah selanjutnya adalah pencairan pembiayaan dan monitoring pembiayaan nasabah oleh Bank Syariah Mandiri. Alur proses prosedur pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat pada Bank Syariah Mandiri akan diilustrasikan sebagai berikut : Gambar 3.1 Alur Prosedur Proses Pembiaayan Akad Murabahah Permohonan pembiayaan nasabah yang datang ke Bank Syariah Mandiri
Pengenalan dan investigasi oleh unit bisnis Pembuatan NAP ( Blacklist BI? ) TIDAK Persetujuan Komite
Pembuatan SP3 ( Setuju? )
YA
END
51
Pembuatan SP3 (Setuju?) YA Akad pembiayaan murabahah dibawah tangan (Setuju?)
REVISI
END
TIDAK TIDAK
END
YA
Surat permohonan pencairan pembiayaan oleh nasabah
Pembuatan SP2
Pencairan pembiayaan
Monitoring pembiayaan
b.
Prosedur Proses Pembiayaan Akad Murabahah diatas Rp 250.000.000 Secara umum prosedur proses pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat diatas Rp 250.000.00 sama dengan prosedur prosess pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat dibawah Rp 250.000.000. Perbedaannya terletak pada keterlibatan pegawai umum (notaris) dalam pembuatan akad. Pada pembiayaan diatas Rp 250.000.000 diberikan akta notariil atau yang bentuk akad atau perjanjiannya berbentuk akta notaris.
52
Pada pembiayaan korporasi, setelah SP3 disepakati, akad dibuatkan akta notariil yang disebut line facility. Line facility disebut juga sebagai akad kesepahaman. Line facility mengatur secara umum pembiayaan akad murabahah yang akan dibiayai. Rincian secara khusus dan spesifik akan dituangkan dalam akad dibawah tangan sebelum pembiayaan dicairkan. Pada line facility menegaskan bahwa Bank Syariah Mandiri berjanji akan menyediakan fasilitas pembiayaan yang diajukan oleh nasabah. Maka dari itu, line facility merupakan wa’ad dari Bank Syariah Mandiri kepada nasabah. Setelah nasabah dan Bank Syariah Mandiri menyetujui dan menandatangani akta notariil yang dibacakan oleh notaris, selanjutnya nasabah mengajukan surat permohonan pencairan pembiayaan kepada Bank Syariah Mandiri. Selanjutnya, Bank akan membuat SP2 atau Surat
Persetujuan
Realisasi
Pembiayaan,
yang
selanjutnya
penandatanganan akad dibawah tangan. Begitu penandatanganan akad dibawah
tangan,
lalu
pencairan
pembiayaan
dan
monitoring
pembiayaan. Alur proses prosedur pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat pada Bank Syariah Mandiri akan diilustrasikan sebagai berikut :
53
Gambar 3.2 Alur Prosedur Proses Pembiaayan Akad Murabahah
Permohonan pembiayaan nasabah yang datang ke Bank Syariah Mandiri Pengenalan dan investigasi oleh unit bisnis YA
Pembuatan NAP ( Blacklist BI? )
END
TIDAK Persetujuan Komite REVISI Pembuatan SP3 ( Setuju? )
END
YA
TIDAK
LINE FACILITY
AKTA NOTARIIL (Setuju? )
TIDAK
YA
Surat permohonan pencairan pembiayaan oleh nasabah Pencairan pembiayaan
Monitoring pembiayaan
END
54
Dalam penjelasan prosedur proses pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat, dapat dipahami bahwa keberadaan NAP menjadi instrumen Bank Syariah Mandiri dalam menerapkan prinsip kehati-hatian Bank Syariah. Dalam melakukan pembiayaan, Bank Syariah Mandiri harus mengedepankan kehati-hatian pembiayaan guna menghindari potensi pembiayaan yang gagal bayar, karena kewajiban Bank Syariah yang harus bertanggung jawab mengembalikan dana yang disimpan oleh para deposan. Maka dari itu, semakin tinggi plafond atau jumlah pembiayaan yang akan diberikan, maka semakin tinggi pula proteksi Bank Syariah Mandiri mengamankan dana pembiayaan dengan cara menginvestigasi seluruh informasi calon nasabah pembiayaan secara detail dan terperinci untuk menghindari potensi gagal bayar. Dalam NAP terdapat data dan informasi terkait calon nasabah pembiayaan. Data dan informasi tersebut tidak hanya berisi menyangkut calon nasabah pembiayaan secara personal, tetapi berikut informasi mengenai perusahaan, bidang usaha, dan lainnya. Secara lanjut kandungan yang terdapat dalam NAP dapat diuraikan dibawah ini, namun berkenaan dengan data konfidental Bank Syariah Mandiri, maka NAP yang diuraikan dibawah ini digambarkan secara umum. NAP atau Nota Analisis Pembiayaan 1) Kepala NAP terdiri dari judul akad, nomor, tanggal, perihal, tujuan, nama pemohon, dasar usulan, komite pembiayaan, total permohonan fasilitas pembiayaan nasabah dan grup, dan wewenang komite pemutus
55
2) Sub bagian NAP terdiri dari permohonan nasabah, kewenangan memutus, summary hasil ratimg, informasi nasabah dan grup, fasilitas pembiayaan nasabah dan grup, analisa aspek yurudis, analisa aspek karakter dan manajemen, analisa teknis dan progress proyek, analisa pemasaran, analisa aspek keuangan, analisa aspek jaminan, analisa risiko dan mitigasi, account strategy dan usulan pembiayaan. Setelah NAP selesai dibuat dan disetujui oleh komite Bank, tahap selanjutnya yang tidak kalah penting adalah adanya Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan atau SP3 atau dalam hukum positif disebut dengan offering letter. Offering letter adalah surat penawaran dari Bank Syariah Mandiri atas pembiayaan yang diajukan oleh nasabah. Di dalam SP3 terdapat kondisi-kondisi yang akan dituangkan ke dalam akad. Pada SP3 diajukan beberapa penawaran yang ditawarkan dari Bank Syariah Mandiri mengenai pembiayaan yang diajukan oleh nasabah, kemudian nasabah membaca dan memahami isi dari SP3 yang diberikan oleh Bank Syariah. Jika nasabah tidak setuju, maka permohonan pembiayaan tidak akan dilanjutkan oleh Bank Syariah Mandiri. Jika nasabah setuju, namun ada beberapa point yang menurut hemat nasabah harus diperbaiki, maka Bank Syariah Mandiri bersedia melakukan revisi SP3 dengan syarat tidak bertujuan untuk merugikan Bank Syariah Mandiri. Jika nasabah setuju dengan SP3, maka pihak Bank Syariah Mandiri dan nasabah akan menandatangani SP3 tersebut. Maka dari itu, SP3 merupakan cikal bakal terjadinya akad murabahah marjin bertingkat. Sehingga penting sekali bagi peran SP3 dalam
56
proses terjadinya akad murabahah marjin bertingkat. Secara lanjut kandungan yang terdapat dalam SP3 dapat diuraikan dibawah ini, namun sama halnya dengan kandungan NAP karena berkenaan dengan data konfidental Bank Syariah Mandiri, maka SP3 yang diuraikan dibawah ini akan digambarkan secara umum SP3 (Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan) 1. Struktur pembiayaan : skim pembiayaan, jenis transaksi, tujuan pembiayaan, jangka waktu pembiayaan, limit pembiayaan, marjin, biaya administrasi, jadwal angsuran, denda keterlambatan, jaminan pembiayaan dan cara pencairan. 2. Struktur pembiayaan : jenis transaksi, tujuan pembiayaan, jangka waktu pembiayaan, line facility, jangka waktu penarikan, jangka waktu per pencairan, limit pembiayaan, marjin, biaya administrasi, angsuran pokok, denda keterlambatan, dan cara pencairan. 3. Jaminan 4. Syarat-syarat penandatanganan akad pembiayaan 5. Syarat-syarat pencairan pembiayaan 6. Syarat-syarat lainnya.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan akad murabahah marjin bertingkat yang dibuat oleh Bank Syariah Mandiri atau akad dibawah tangan. Penelitian ini menganalisis struktur akad murabahah marjin bertingkat dan kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat dengan prinsip fiqh muamalat berdasarkan fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI, terutama Fatwa DSN No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah. A. Mekanisme Pembiayaan Akad Murabahah Marjin Bertingkat Di Bank Syariah Mandiri (BSM)1 Setelah kedua belah pihak menyetujui pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat, selanjutnya adalah tahap pembelian barang pesanan. Pada Bank Syariah Mandiri, selain akad murabahah marjin bertingkat juga disertakan akad wakalah. Praktiknya, pada saat Bank memberikan uang kepada nasabah untuk membeli barang pesanan nasabah, Bank juga memberikan akad wakalah kepada nasabah. Maksud dari disertakannya akad wakalah adalah karena Bank tidak memiliki barang yang dapat 1
Wawancara pribadi dengan Bapak Mayo, Staff Legal Division Bank Syariah Mandiri.
Jakarta, 25 September 2014.
57
58
dijual kepada nasabah, sehingga dengan adanya akad wakalah tersebut, pembelian barang pesanan nasabah menjadi atas nama Bank. B. Analisis Struktur Akad Pada Akad Murabahah Marjin Bertingkat Terdapat tiga bagian dalam menganalisis struktur akad pada akad murabahah marjin bertingkat, yaitu bagian pembukaan, bagian isi dan bagian penutup akad2. 1. Bagian Pembukaan Akad Pada bagian pembukaan akad terdiri dari tulisan bismillahirrahmanirrahim dan terjemahannya, ayat Al-Qur’an dan atau Hadits dan terjemahannya, judul akad, kepala akad, komparisasi, dasar diadakan akad (premise) dan dasar hukum. Secara lebih terperinci masing-masing sub bagian akad dijelaskan sebagai berikut. a. Tulisan Bismillahirrahmanirrahim dan terjemahannya Dalam akad murabahah marjin bertingkat terdapat tulisan bismillahirrahmanirrahim tanpa terjemahannya. Ditulis dengan huruf kapital, bertuliskan miring, menggunakan huruf latin dan berada dibaris ketiga akad3. Alhamdulillah
Bank
Syariah
Mandiri
senantiasa
selalu
mengingatkan untuk meluruskan niat bahwa semata-semata tujuan 2
Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum, 2011), h. 54. 3
Lihat dokumen terlampir
59
akad ini karena Allah SWT dan mencari ridho Allah SWT atas akad jual beli ini. b. Ayat Al-Qur’an dan atau Hadits dan terjemahannya Pada akad murabahah marjin bertingkat, terdapat 2 (dua) surat AlQur’an, yaitu Surat Al-Baqarah dan Surat An-Nissa’. Ayat Al-Qur’an ini ditulis terjemahannya saja, ditulis miring dan berada pada baris ke4 (keempat) dan baris ke-5 (kelima)4. Kedua terjemahan tersebut merupakan beberapa ayat diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang ekonomi Islam, khususnya mengenai jual beli. Karena murabahah marjin bertingkat merupakan akad jual beli antara Bank Syariah Mandiri dengan nasabah, maka ayat tersebut menjadi dasar landasan Bank Syariah Mandiri membuat akad murabahah marjin bertingkat. c. Judul akad Judul akad dalam akad pembiayaan ini adalah akad pembiayaan al-murabahah. Judul akad ditulis dengan huruf kapital, menggunakan huruf latin dan berada pada baris pertama akad murabahah marjin bertingkat5.
4
Lihat dokumen terlampir
5
Lihat dokumen terlampir
60
Judul akad mencerminkan secara umum materi yang diatur dalam suatu akad pembiayaan6. Judul akad tersebut menegaskan bahwa akad pembiayaan yang dilakukan dalam akad ini adalah akad murabahah, agar tidak terjadi kesalahpahaman dan konsekuensi hukum pada objek akad dan agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam penafsiran. Sehingga tujuan, hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat tercapai. d. Kepala akad Kepala akad murabahah marjin bertingkat terdiri atas nomor akad, tanggal dan tempat ditandatangani akad. Nomor akad terdapat pada baris kedua akad, sementara tanggal dan tempat akad dijadikan satu paragraf, terdapat pada baris keenam akad7. Nomor akad menunjukkan bahwa akad murabahah marjin bertingkat terdaftar pada sistem administrasi Bank dan memiliki kekuatan hukum. sehingga akad murabahah marjin bertingkat akan jelas dan tidak akan tertukar dengan pembiayaan menggunakan akad lain maupun dengan akad yang sama. Tempat dan tanggal akad mempertegas waktu dan tempat akad murabahah
marjin
bertingkat
berlangsung.
Tanggal
akad
6
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
7
Lihat dokumen terlampir
h.168
61
menunjukkan berlakunya akad murabahah marjin bertingkat dimulai dan masing-masing pihak saling mengikatkan diri mulai pada tanggal tersebut. Tempat akad menunjukkan lokasi akad murabahah marjin bertingkat dibuat. e. Komparisasi Terdapat
komparisasi
pihak-pihak
yang
melakukan
akad
murabahah marjin bertingkat. Komparisasi pada akad murabahah marjin bertingkat terdapat pada baris ke-7 (ketujuh) dan ke-8 (kedelapan)8. Komparisasi merupakan salah satu dari rukun akad yang harus terpenuhi saat akad berlangsung. Komparisasi terdiri atas para pelaku akad yang mengikatkan diri untuk memenuhi segala hak dan kewajibannya
dalam
melaksanakan
akad
murabahah
marjin
bertingkat. Pada komparisasi tersebut memuat identitas para pihak yang mengikatkan diri pada akad murabahah marjin bertingkat. Identitas tersebut memuat nama-nama para pihak, pekerjaan, tempat tinggal Badan, termasuk kapasitas yang bersangkutan untuk mewakili Badan
8
Lihat dokumen terlampir
62
tersebut9.
Tujuan
dicantumkannya
komparisasi
dalam
akad
murabahah marjin bertingkat adalah untuk menjaga hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak yang melakukan akad sehingga terhindar dari hal-hal yang dapat menimbulkan kedzaliman. Komparisasi memiliki beberapa fungsi. Fungsi dari komparisasi ini adalah untuk menerangkan identitas para pihak yang menbuat akad. Fungsi lainnya adalah menjelaskan kedudukan para pihak dalam akad murabahah marjin bertingkat sehingga jelas kedudukannya siapa pihak sebagai Bank dan siapa pihak yang menjadi nasabah. Fungsi terakhir adalah mengetahui bahwa para pihak memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan tindakan hukum yang dituangkan dalam akad. Hal ini berkenaan dengan syarat sahnya akad murabahah marjin bertingkat. Menurut hukum Islam, syarat bagi pihak-pihak yang melakukan akad adalah harus seorang yang mukallaf, yaitu aqil baligh, berakal sehat dan dewasa atau cakap hukum10. Sedangkan menurut hukum positif, ketentuan kecakapan untuk membuat suatu
9
Salim, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta : Sinar
Grafika,2007), h. 128. 10
Ah. Azharudin Lathif dan Nahrowi, Pengantar hukum bisnis Pendekatan Hukum Positif
dan Hukum Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 67.
63
perikatan diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata dan lebih khusus dijelaskan pada Pasal 1330 KUH Perdata. Berdasarkan Pasal 98 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 (dua puluh satu) tahun, sepanjang anak tersebut tidak memiliki cacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan pernikahan11. Di dalam Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang yang belum dewasa, orang yang berada dibawah pengampuan, dan istri. Ukuran kedewasaan menurut KUH Perdata adalah berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Saat ini istri telah memiliki wewenang untuk membuat perjanjian (SEMA Nomor 3 Tahun 1963; Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)12. Selain menjadi rukun akad, komparisasi ini juga merupakan rukun dari murabahah. Dalam komparisasi ini menyebutkan pihak-pihak yang terlibat sehingga jelas kedudukannya yang menjadi ba’i dan jelas kedudukannya yang menjadi musytari. Ba’i berkedudukan sebagai 11
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
12
Salim, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU). (Jakarta : Sinar
h.156
Grafika, 2007), h. 34.
64
penjual dari murabahah ini, dalam akad murabahah marjin bertingkat ini yang menjadi ba’i adalah Bank. Sedangkan musytari berkedudukan sebagai pembeli dalam murabahah dan yang menjadi musytari dalam akad ini adalah nasabah. f. Dasar diadakan akad (premise) Dasar diadakan akad (premis) terdapat pada akad murabahah bertingkat pada baris ke-9 (sembilan)13. Premis merupakan dasar dalam suatu akad sebagai keterangan pendahuluan mengenai dasar atau sebab dibuatnya akad bagi kedua belah pihak. Dalam kajian prinsip syariah, premis merupakan salah satu rukun akad yang harus dipenuhi dalam akad murabahah marjin bertingkat. Rukun tersebut adalah maudhu ‘al-‘aqd atau tujuan akad14. Tujuan akad murabahah marjin bertingkat adalah jual beli, di dalamnya terdapat dua akibat hukum, yaitu akibat hukum khusus dan akibat hukum umum. Akibat hukum khusus pada akad murabahah marjin bertingkat adalah pemindahan kepemilikan benda disertai imbalan. Akibat hukum umum dalam jual beli adalah berpindahnya kepemilikan barang yang dijual kepada pembeli dan pembayaran harga dari kepada
13
Lihat dokumen terlampir
14
Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum, 2011), h. 29
65
penjual begitu akad selesai dilakukan, serta timbulnya kewajiban melaksanakan perikatan atas para pihak, yaitu menyerahkan barang yang dijual dan menerima pembayaran bagi penjual serta menerima barang dan menyerahkan pembayaran harga bagi pembeli. g. Dasar hukum Dasar hukum pada akad murabahah marjin bertingkat terdapat pada baris ke-4 (keempat) dank ke-5 (kelima). Pada dasar hukum tersebut disebutkan terjemahan dari ayat suci Al-Qur’an, yaitu Surat Qur’an Al-Baqarah ayat 275 dan Surat Qur’an An-Nissa’ ayat 2915. Kedua dasar hukum tersebut merupakan ayat yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an. Al-Qur’an kedudukannya adalah sebagai sumber hukum yang pertama dan paling utama bagi umat muslim di seluruh dunia. Al-Qur’an merupakan hujah dan hukum-hukumnya dijadikan sebagai Undang-Undang yang harus diikuti dan ditaati oleh manusia karena Al-Qur’an diturunkan langsung dari Allah SWT, disampaikan kepada manusia dengan jalan yang pasti dan tidak terdapat keraguan tentang kebenarannya tanpa ada campur tangan manusia dalam penyusunan Al-Qur’an16. Maka dari itu, Al-Qur’an merupakan mukjizat yang tidak ada satu pun manusia yang dapat menandinginya. 15
Lihat dokumen terlampir
16
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 29.
66
2. Bagian isi akad. a. Klausul definisi Klausul definisi dalam akad murabahah marjin bertingkat terdapat pada Pasal 1 akad ini. Pada Pasal 1 disebutkan 13 (tiga belas) definisi yang tertuang dalam akad murabahah marjin bertingkat. Definisidefinisi tersebut adalah definisi tentang murabahah, syari’ah, barang, pemasok, pembiayaan, harga beli,marjin keuntungan, surat pengakuan utang, dokumen jaminan, jangka waktu akad, hari kerja Bank, pembukuan pembiayaan, dan cidera janji. Klausul definisi penting dalam akad murabahah marjin bertingkat ini untuk mengefisienkan klausula-klausula
selanjutnya
karena
tidak
perlu
diadakan
pengulangan. b. Klausul objek akad Klausul objek akad dalam akad murabahah marjin bertingkat ini terdapat pada Pasal 2. Dalam Pasal 2, disebutkan harga pokok (plafond), marjin, harga jual, angsuran pendahuluan, pembayaran yang diangsur, dan terbilang. Pada Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 angka 25 disebutkan bahwa pembiayaan adalah penyediaan
67
dana17. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam akad pembiayaan, jumlah atau maksimum pembiayaan yang terdiri atas dana yang disediakan Bank beserta marjin yang diperoleh oleh Bank merupakan objek akad pembiayaan. Maka dari itu, berdasarkan hukum positif yang mengatur tentang Perbankan Syariah, objek akad murabahah marjin bertingkat adalah jumlah dana pembiayaan yang disediakan, beserta marjin yang diperoleh Bank, sehingga spesifikasi barang pesanan nasabah bukan menjadi objek akad murabahah marjin bertingkat. Objek akad merupakan salah satu rukun murabahah, yaitu mengenai
obyek
dalam
murabahah.
Disebutkannya
marjin
(keuntungan) yang diperoleh oleh Bank dan diketahui oleh seluruh pihak merupakan syarat sah murabahah. Pencantuman harga awal yang diketahui nasabah juga merupakan syarat sah murabahah18. Klausul ini juga termasuk ke dalam rukun akad, yang harus ada saat akad berlangsung. Klausul ini tidak menjelaskan secara spesifik objek akad yang akan dibiayai oleh Bank. Dalam klausul objek akad pada akad murabahah marjin bertingkat, harus menentukan dan 17
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
18
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta: UIN
h.177.
Syarif Hidayatullah, 2011), h. 102.
68
mencantumkan serta menyebutkan barang yang menjadi objek akad tentang nama barang, wujud/jenis, letak, dan banyaknya. Salah satu syarat objek akad adalah objek akad harus jelas19. Ketidakjelasan objek akad murabahah marjin bertingkat, telah dilarang oleh Rasulullah. Ketidakjelasan (gharar) adalah salah satu bentuk distorsi pasar yang sangat dihindari dalam ekonomi Islam, karena akan ada pihak yang terdzalimi. Bentuk dzalim yang akan muncul nanti adalah ketika timbul persengketaan mengenai barang yang menjadi objek akad yang dibeli nasabah, maka Bank akan sulit membawa pada proses litigasi karena objek akad dalam klausul ini hanya berupa jumlah pembiayaan atau besaran uang bukan bentuk barang. Selain itu, syarat lain yang disepakati para fuqaha adalah objek akad harus dimiliki dan dikuasai, sehingga apabila objek akad bukan barang yang dimili dan dikuasai, maka akad menjadi batal batal20. c. Klausul jangka waktu pembiayaan Klausul jangka waktu pembiayaan terdapat pada Pasal 4 akad murabahah marjin bertingkat. Klausul jangka waktu ini diatur pada Pasal 1 Undang-Undang Perbankan Syariah dengan sebagian
19
Azharudin Lathif dan Saefudin Arif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum, 2011), h. 29 20
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa AdillatuhuI, (Depok: Gema Insani, 2011), h. 495.
69
ketentuannya tertulis “setelah jangka waktu tertentu”21. Berarti Bank memiliki hak untuk dapat menagih pengembalian dana pembiayaan kepada nasabah baru akan timbul setelah jangka waktu tertentu akad murabahah marjin bertingkat ini. Karenanya, penting menentukkan jangka waktu fasilitas pembiayaan dalam akad murabahah marjin betingkat ini. Mengenai jangka waktu pembiayaan juga diatur dalam KUH Perdata Pasal 1759 dan KUH Perdata 1763. Keduanya menyimpulkan bahwa pengembalian pinjaman harus dikembalikan pada waktu tertentu yang telah ditentukan. Berdasarkan penjelasan tersebut, jangka waktu pembiayaan mutlak harus dicantumkan dalam akad murabahah marjin bertingkat untuk kepastian hukum timbulnya hak Bank untuk menuntut pembayaran dan pelunasan yang telah diberikan kepada nasabah. Sebaliknya, jangka waktu pembiayaan ini mengingatkan nasabah sebagai batas waktu untuk membayar atau melunasi seluruh kewajibannya kepada Bank. d. Klausul tentang representation and warranties Klausul tentang representation and warranties pada akad murabahah marjin bertingkat terdapat pada Pasal 11. Dalam pasal ini
21
h.178.
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
70
berisi tentng pernyataan-pernyataan nasabah penerima pembiayaan mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum dan keadaaan nasabah yang sesungguhnya.Pernyataan-pernyataan tersebut menjadi asumsi Bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan pembiayaan22. Hal ini bertujuan agar menjamin dan meyakinkan Bank atas data-data yang telah diberikan nasabah kepada Bank merupakan data-data yang benar dan valid. Dalam mengambil keputusan pembiayaan harus sangat hati-hati maka dari itu penting bagi Bank untuk memasikan bahwa data yang diberikan oleh nasabah adalah benar-benar valid tanpa ada rekayasa sedikit pun. e. Klausul tentang pre-disbursment atau conditions precedent Klausul tentang pre-disbursment atau conditions precedent terdapat pada Pasal 3 akad murabahah marjin bertingkat ini. Dalam klausul ini terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi nasabah sebelum akad murabahah marjin bertingkat sebelum realisasi pembiayaan atau pencairan pembiayaan. Syarat-syarat tersebut berupa surat-surat dan dokumen-dokumen penting terkait dengan akad dan pembiayaan ini.
22
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.181.
71
Klausul ini merupakan salah satu upaya prinsip kehati-hatian Bank, sebagai tindakan preventif yang bertujuan untuk mengamankan fasilitas pembiayaan yang disalurkan kepada nasabah23. f. Klausul tentang affirmative covernant Klausul tentang affirmative covernant dalam akad murabahah marjin bertingkat terdapat pada Pasal 8. Klausul ini berisi tentang kewajiban-kewajiban nasabah yang harus dilakukan oleh nasabah. Klausul ini menetapkan hal-hal tertentu yang harus diperbuat nasabah. Sehingga memberikan nasabah rasa tanggung jawab untuk tetap menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip syariah setelah pencairan pembiayaan dilakukan. Tujuan dari dibuatnya klausul tersebut bagi Bank adalah untuk mengantisipasi resiko yang akan muncul berkenaan dengan kegiatan usaha nasabah yang dapat mempengaruhi kelancaran nasabah dalam melakukan pembayaran dan pelunasan pembiayaan sehingga dapat mengganggu kesehatan dan pertumbuhan Bank. g. Klausul tentang negative covenant Klausul mengenai negative covenant terdapat pada Pasal 12 akad murabahah marjin bertingkat. Terdapat hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh nasabah pembiayaan pada klausul ini. Tujuan klausul
23
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 182.
72
ini adalah agar nasabah turut serta menjaga kegiatan usahanya untuk terhindar dari hal-hal yang dapat merugikan atau menimbulkan kesulitan bagi Bank selama akad murabahah marjin bertingkat berlangsung24. h. Klausul tentang event of default atau trigger clause Klausul tentang event of default atau trigger clause tercantum pada Pasal 9 akad murabahah marjin bertingkat. Klausul ini disebut juga dengan klausul percepatan. Dalam klausul ini disebutkan hal-hal yang dapat menyebabkan Bank harus mengakhiri fasilitas pembiayaan secara sepihak. Klausul ini merupakan pengecualian dari klausul jatuh tempo pembiayaan sehingga sebelum waktu jatuh tempo, pembiayaan dapat dipercepat pelunasannya jika terjadi hal-hal yang disebutkan dalam klausul akad. Dapat disimpulkan bahwa pada klausul ini disebutkan bentuk-bentuk wanprestasi nasabah. Apabila nasabah melakukan salah satu bentuk wanprestasi ini, maka Bank dapat mengakhiri secara sepihak dan meminta percepatan pembayaran atau pelunasan pembiayaan. i. Klausul sanksi Klausul mengenai sanksi terdapat pada Pasal 10 akad murabahah marjin bertingkat. Dalam klausul ini mengatur tentang
24
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 183.
73
sanksi yang akan diterima oleh nasabah jika nasabah melakukan wanprestasi yang telah disebutkan pada klausul percepatan. j. Klausul tentang agunan pembiayaan dan asuransi barang agunan dengan syarat banker’s clause Klausul mengenai agunan pembiayaan dan asuransi barang agunan dengan syarat banker’s clause terdapat pada Pasal 14 akad murabahah marjin bertingkat. Barang agunan yang insurable wajib ditutup asuransi dengan syarat banker’s clause. Banker’s clause adalah apabila terjadi resiko terhadap barang agunan, Bank berhak menerima hasil klaim untuk diperhitungkan dengan dengan sisa (outstanding) pembiayaan termasuk seluruh kewajiban nasabah kepada Bank berupa biaya-biaya yang terutang bila ada. k. Klausul tentang pemberian kuasa kepada Bank Klausul tentang pemberian kuasa kepada Bank tercantum pada Pasal 5 dan Pasal 6 akad murabahah marjin bertingkat. Dalam klausul ini dijelaskan bahwa Bank berhak mendebit rekening nasabah atau rekening nasabah pada Bank lain untuk pembayaran atau pelunasan pembiayaan yang telah diatur dalam KUH Perdata Pasal 1813, 1814, dan 1816. Kuasa tersebut juga termasuk pada biaya-biaya yang berkaitan dengan pembiayaan yang dilakukan pembayarannya oleh nasabah melalui Bank.
74
Selain itu, adanya klausul ini adalah untuk mengefisienkan waktu karena tidak perlu adanya surat kuasa khusus yang dibuat oleh nasabah kepada Bank untuk mendebit rekening nasabah pada Bank l. Klausul tentang hak-hak Bank melakukan pengawasan Klausul yang membahas tentang hak-hak Bank melakukan pengawasan tercantum pada Pasal 15 akad murabahah marjin bertingkat. Dalam klausul ini disebutkan bahwa Bank berhak melakukan pengawasan terhadap hal-hal yang berkaitan dalam pembiayaan ini. Hal ini merupakan upaya monitoring Bank setelah pencairan pembiayaan agar Bank dapat mengamankan pembiayaan yang telah dikucurkan. m. Klausul jaminan pemilikan Klausul berkenaan dengan jaminan pemilikan terdapat pada Pasal 7 akad murabahah marjin bertingkat. Dalam klausuul ini berisi tentang jaminan-jaminan yang diberikan nasabah untuk terlaksananya pembiayaan ini. Besarnya jaminan disesuaikan dengan besarnya pembiayaan yang akan dilakukan. Tujuan adanya klausul jaminan pemilikan bagi nasabah adalah bukti bahwa nasabah bersungguhsungguh dalam melakukan pembiayaan pada Bank, dan berniat menyelesaikan kewajibannya kepada Bank. Bagi Bank, adanya klausul jaminan pemilikan adalah upaya Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.
75
n. Klausul spesifik Klausul spesifik dalam akad murabahah marjin bertingkat terdapat dalam Pasal 13 dan Pasal 17. Klausul-klausul ini mengatur tentang hal-hal yang spesifik/khusus yang dikehendaki kedua belah pihak yang dituangkan dalam akad murabahah marjin bertingkat. o. Klausul pemilihan hukum dan domisili Klausul mengenai pemilihan hukum dan domisili tercantum pada Pasal 16 akad murabahah marjin bertingkat. Dalam klausul ini menyebutkan cara-cara persengkataan yang muncul dikemudian hari. Penyelesaian sengketa dilakukan secara non-litigasi dan litigasi. Penyelesaian litigasi dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, sedangkan cara litigasi dengan menunjuk lembaga berwenang untuk menyelesaikan perselisihan. p. Klausul lain-lain (miscellaneous) Klausul lain-lain terdapat pada Pasal 18 akad murabahah marjin bertingkat. Dalam klausul ini berisi tentang alamt surat-menyurat Bank dan nasabah. 3. Bagian penutup akad. a. Pernyataan para pihak tentang tiadanya hal-hal yang membatalkan akad Pernyataan ini diatur dalam Pasal 19 akad murabahah marjin bertingkat. Klausul ini menjelaskan akan ada addendum yang
76
mengatur hal-hal khusus yang tidak dicantmkan dalam akad murabahah marjin bertingkat. Dan kekuatan hukum addendum tersebut diatur dalam Pasal ini. b. Penandatangan Ruang untuk penandatangan pihak-pihak yang telibat dalam akad ini terdapat pada bagian akhir akad murabahah marjin bertingkat. Jika kedua belah pihak menandatangani akad ini, maka saat itu juga kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memenuhi hak dan kewajibannya hingga berakhirnya akad. Dengan adanya penandatanganan ini, maka hal ini adalah sighat akad yang termasuk ke dalam rukun akad25. Dan juga merupakan rukun murabahah26. Maka, dengan rukun dan syarat yang telah dipenuhi, maka akad murabahah marjin bertingkat sah untuk dijalankan oleh kedua belah pihak. C. Analisis Akad Murabahah Bertingkat Dengan Prinsip Fiqh Muamalat Berdasarkan Fatwa DSN-MUI Berikut ini akan dijelaskan analisis kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat dengan fatwa DSN-MUI. Fatwa yang menjadi acuan utama peneliti 25
Saefuddin Arif dan Azharudin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah
dan Hukum, 2011), h. 28. 26
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2011), h. 89
77
dalam meneliti kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat ini adalah fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan Keuntungan al Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah. Dalam Fatwa ini menetapkan 3 (tiga) ketentuan, yaitu ketentuan umum, ketentuan hukum dan ketentuan khusus. 1. Ketentuan umum a. Metode
Proporsional
(thariqah
mubasyirah)
adalah
pengakuan
keuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang (harga jual, tsaman) yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih (al-tsaman almuhashsholah); Ketentuan umum pada huruf (a) ini menyangkut pada teknis pembiayaan murabahah marjin bertingkat yang dapat dijelaskan oleh disiplin ilmu lainnya. Karena tidak berkenaan dengan permasalahan penelitian ini, maka pada huruf (a) tidak ditelaah pada penelitian ini. b. Metode Anuitas (thariqah al-hisab al-tanazuliyyah/ thariqah altanaqushiyyah) adalah pengakuan keuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlah sisa harga pokok yang belum ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah sisa harga pokok yang belum ditagih (al-tsaman al-mutabaqqiyah)
78
Ketentuan umum pada huruf (b) juga menyangkut pada teknis pembiayaan murabahah marjin bertingkat yang dapat dijelaskan oleh disiplin ilmu lainnya. Karena tidak berkenaan dengan permasalahan penelitian ini, maka pada huruf (b) tidak ditelaah pada penelitian ini. c. Murabahah adalah akad jual beli dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan. Ketentuan umum ini disebutkan pada judul dan kepala akad pembiayaan muarabahah marjin bertingkat dan dipertegas kembali Pasal 1 akad pembiayaan murabahah marjin bertingkat. Kepala akad terdapat pada baris pertama dan kepala akad terdapat pada baris kedua dan keenam akad27. Penjelasan mengenai murabahah penting dilakukan, agar tidak terjadi kesalahpahaman dan konsekuensi hukum pada objek akad ini. Dalam melakukan akad antara dua pihak, penting bagi seluruh pihak mendapatkan seluruh informasi mengenai akad yang akan dilakukan. Karena jika terdapat informasi yang tidak tersampaikan oleh salah satu pihak, hal itu merupakan salah satu bentuk distorsi pasar. Distorsi pasar dalam Islam harus dihindari karena dapat mempengaruhi
27
Lihat dokumen terlampir
79
mekanisme pasar yang ideal28. Asimetris informasi dapat mencederai nilai-nilai dasar dalam ekonomi Islam yang diciptakan begitu indah dan sempurna. Kelengkapan informasi bagi seluruh pihak yang melakukan akad agar menjaga hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat dapat tercapai sehingga tujuan jual beli mendapatkan ridho Allah SWT. d. At-Tamwil
bi
al-Murabahah
(Pembiayaan
Murabahah)
adalah
murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan cara LKS membeli barang sesuai dengan pesanan nasabah, kemudian LKS menjualnya kepada nasabah – setelah barang menjadi milik LKS-dengan pembayaran secara angsuran; Ketentuan umum ini disebutkan dalam premis akad murabahah marjin bertingkat. Ketentuan ini menjelaskan bahwa LKS dalam hal ini Bank, membeli barang sesuai dengan pesanan nasabah. Setelah Bank membeli pesanan nasabah, maka barang pesanan nasabah tersebut menjadi milik Bank. Setelah barang pesanan nasabah menjadi milik
28
h. 181.
Adiwarman, A Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010),
80
Bank, lalu Bank menjual pesanan nasabah tersebut kepada nasabah. Penjelasan pembiayaan murabahah pada bagian premis akad29. Klausul ini bermaksud bahwa nasabah membeli barang dari pemasok atas nama Bank yang disertakan akad wakalah yang diberikan Bank, bukan Bank yang membelikan barang dari pemasok untuk nasabah. Klausul dalam akad ini menerangkan bahwa seluruh kegiatan pembelian dari pemasok dilakukan seluruhnya oleh nasabah, dan Bank hanya memberikan akad wakalah agar pembelian atas nama Bank, sehingga nasabah membeli bukan untuk dirinya sendiri. Dalam ketentuan umum huruf (d) Fatwa ini disebutkan bahwa LKS yang dalam hal ini adalah Bank, membeli pesanan nasabah. Sehingga seharusnya
Bank
yang
bertindak
sebagai
lembaga
penyedia
pembiayaan murabahah, harus membelikan pesanan nasabah. Selanjutnya dalam klausul tersebut disebutkan Bank menjual barang pesanan nasabah tersebut kepada nasabah sebagaimana nasabah membelinya kepada Bank. Pada syarat objek akad, objek akad harus sudah ada secara konkret ketika akad dilakukan30, namun kalusul dalam akad tersebut menyebutkan bahwa pesanan barang nasabah 29
30
Lihat dokumen terlampir Saefuddin Arif dan Azharudin Lathif, Kontrak Bisnis Syariah, (Jakarta: Fakultas Syariah
dan Hukum, 2011), h. 28.
81
belum ada secara konkret, sehingga Bank belum memiliki barang tersebut. Pada dasarnya Bank bukanlah penjual, tetapi hanya lembaga intermediasi yang menyediakan dana untuk melakukan pembiayaan. Karena Bank bukanlah penjual, maka dalam hal ini Bank tidak memiliki satu barang pun untuk dijual kepada nasabah, maka Bank tidak berhak atas dzat dan manfaat atas barang tersebut. Maka dari itu Bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang pesanan nasabah atas nama Bank dari pemasok dengan memberikan akad wakalah. Secara hakikat, Bank belum menguasai barang dan kepemilikan atas barang nasabah tersebut tidaklah mutlak karena Bank bukanlah penjual. Dalam sistem ekonomi Islam terdapat 2 (dua) jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan absolut atau kepemilikan31 mutlak dan kepemilikan relatif. Kaitannya dalam jual beli murabahah ini adalah Bank harus menguasai dan memiliki barang secara mutlak sehingga berhak atas dzat dan manfaat atas barang tersebut, kemudian menjualnya kepada nasabah. Pada sudut pandang Bank, jika Bank harus terlebih dahulu memiliki dan menguasai barang secara mutlak, maka Bank tidak akan dapat mengembangkan industrinya. Karena 31
Anwar Abbas, Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syahid Jakarta, 2009), h.33.
82
Bank bukanlah penjual, maka Bank harus membeli dari pemasok dan kemudian barang tersebut menjadi atas nama Bank, proses jual beli dari pemasok ke Bank membutuhkan waktu dan dana. Setelah barang telah dikuasai dan dimiliki oleh Bank, lalu Bank menjualnya kembali kepada nasabah yang menjadi pesanan nasabah, dalam proses jual beli dari Bank ke nasabah membutuhkan waktu dan dana. Jika akad murabahah marjin bertingkat dilakukan secara sempurna, maka dibutuhkan dua kali waktu dan dua kali dana. Karena waktu dan dana dibutuhkan menjadi dua kali lipat, maka kerugian akan dirasakan oleh Bank dan nasabah. Kerugian nasabah adalah karena seluruh biayabiaya administrasi dan perpajakan akan ditanggung
oleh nasabah,
sehingga plafond pembiayaan dan angsuran nasabah menjadi lebih besar. Kerugian bagi Bank, jika harga pembiayaan dan angsuran menjadi lebih besar, maka nasabah tidak akan menggunakan pembiayaan Bank sehingga Bank tidak akan mampu bersaing pada industri ini. Maka dari itu, bagi sudut pandang Bank, kepemilikan barang tidak perlu dikuasai secara mutlak, namun apabila secara prinsip sudah menjadi milik Bank, maka Bank dapat menjual pesanan nasabah kepada nasabah. Sehingga, saat pesanan nasabah dibeli dari pemasok atas nama Bank, maka secara prinsip pesanan nasabah tersebut telah menjadi milik Bank, kemudian Bank menjualnya kepada nasabah.
83
Berkenaan dalam urusan perpajakan mengenai bea balik nama, memang menjadi kendala untuk menjalankan akad murabahah marjin bertingkat secara sempurna karena proses balik nama dari pemasok ke Bank dan dari Bank kepada nasabah membutuhkan dua kali waktu dan dana. Namun saat ini hukum positif di Indonesia telah memfasilitasi pembiayaan dengan menggunakan prinsip syariah. Dalam Pasal 1A ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN mengatur pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah32. Dalam UU tersebut dapat disimpulkan bahwa akad-akad syariah menyangkut pengalihan barang dianggap pengalihan harta langsung dari produsen kepada nasabah penerima fasilitas (end user) untuk akad pembiayaan murabahah marjin bertingkat. Karena pengalihan harta bersifat konsensual, sehingga tidak memerlukan balik nama ke Bank Syariah, maka dalam transaksi pembiayaan murabahah tersebut tidak ada PPN atas Bank, PPN hanya dikenakan terhadap nasabah penerima fasilitas. Selain itu, penerapan klausul tersebut dapat menimbulkan distorsi pasar. Karena pada praktiknya, Bank memberikan uang kepada nasabah untuk membeli barang, maka akan memungkinkan nasabah 32
h.38.
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),
84
untuk membeli barang yang bukan menjadi maksud nasabah, atau terlebih untuk membeli barang-barang yang diharamkan oleh agama. Bentuk distorsi pasar dari penjelasan tersebut adalah penipuan (tadlis), yaitu dimana nasabah tidak membelikan dana pembiayaan Bank untuk barang yang awalnya menjadi pesanan nasabah. Berdasarkan kemungkinan dan kekhawatiran ini, maka dari itu kewajiban Bank sendiri yang mendatangi pemasok untuk membeli barang pesanan, bukan mentipkan kepada nasabah. Dalam ketentuan umum ini, juga diatur tentang akad murabahah marjin bertingkat, setelah barang dijual dari Bank ke nasabah, maka nasabah membayar seluruh pembiayaan secara angsuran. Ketentuan umum ini terdapat dalam akad murabahah marjin bertingkat pada Pasal 2 akad ini33. Pasal tersebut mengatur tentang jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh nasabah atas pembiayaan yang diajukan. Angusuran tersebut telah ditetapkan dengan jelas di dalam akad agar diketahui oleh kedua belah pihak, yaitu Bank dan nasabah. Selama akad murabahah marjin bertingkat ini berlangsung, jumlah angsuran yang akan dibayarkan oleh nasabah jumlahnya tetap hingga akhir atau akad
33
Lihat dokumen terlampir.
85
murabahah marjin bertingkat. Jumlah angsuran tidak dapat diubah, tanpa adanya suatu hal tertentu tanpa diketahui dan disetujui oleh semua pihak, yaitu Bank dan nasabah. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam ketentuan ketentuan umum huruf (d) belum terpenuhi oleh akad murabahah marjin bertingkat secara sempurna. e. Harga Jual ( tsaman ) adalah harga pokok ditambah keuntungan; Penyebutan harga jual pembiayaan dalam akad ini dijelaskan pada Pasal 2 akad murabahah marjin bertingkat34. Ketentuan umum fatwa ini telah dipenuhi dalam akad murabahah margjin bertingkat. Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli35. Bentuk akad murabahah ini dinilai sangat transparan sehingga nasabah tidak merasa menjadi pihak yang dirugikan. Maka dari itu, akad murabahah dinilai sebagai win win solution bagi Bank dan nasabah. Bagi Bank, dari akad murabahah marjin bertingkat ini, Bank mendapatkan keuntungan yang 34
35
Lihat dokumen terlampir Adiwarman A Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011), h. 113.
86
sudah pasti, dan resiko yang ditimbulkan cenderung lebih kecil karena keuntungan yang sudah jelas dan past tersebut. Bagi nasabah, akad murabahah marjin bertingkat sangat melindungi hak nasabah sebagai pembeli
karena
transparansi
Bank
kepada
nasabah
dengan
menyebutkan keuntungan yang didapat Bank. Sehingga dalam hal ini nasabah tidak merasa ditipu dan didzalimi, karena informasi yang diberikan oleh Bank. Selain itu, keuntungan yang didapat nasabah secara ekonomi adalah jumlah angsuran yang tetap hingga akad murabahah marjin bertingkat berakhir. Sehingga nasabah tidak perlu merasa khawatir apabila terjadi inflasi, karena jumlah angsuran pembiayaan tidak akan mengikuti nilai inflasi tersebut. Atas dasar alasan-alasan itulah, produk akad murabahah marjin bertingkat menjadi produk unggulan Bank Syariah Mandiri dalam melakukan penyaluran dana melalui pembiayaan-pembiayaan syariah. f. Al-Mashlahah (ashlah) adalah suatu keadaan yang dianggap paling banyak mendatangkan manfaat bagi pertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah yang sehat. Al-mashlahah dapat diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik oleh akal karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan keburukan (kerusakan) bagi manusia sejalan dengan tujuan syara’
87
dalam menetapkan hukum36. Sandaran dari al-mashlahah itu selalu bersandar kepada petunjuk syara’ bukan senantiasa berdasarkan akal sehat, karena akal manusia tidak sempurna. Dalam al-mashlahah mengutamakan kebaikan untuk umat, dan menghindarkan diri dari keburukan (kerusakan). Sehingga, dalam almashlahah meninggalkan hal-hal yang menjurus kepada keburukan (kerusakan) karena hal tersebut akan menjurus kepada kedzhaliman. 2. Ketentuan hukum Metode pengakuan keuntungan Murabahah dan Pembiayaan Murabahah boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitas dengan mengikuti ketentuan-ketentuan dalam fatwa ini. Ketentuan hukum ini mempertegas bahwa, untuk menerapkan metode pengakuan keuntungan baik secara poporsional maupun secara anuitas, Lembaga
Keuangan
Syariah
(LKS)
harus
menjalankan
kegiatan
operasionalnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam fatwa ini. Walaupun terdapat kejelasan makna bahwa dalam menjalankan metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah harus mengikuti aturan-aturan yang dijelaskan dalam fatwa ini, namun tidak disebutkan 36
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 325.
Tujuan ditetapkannya syara’ yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda.
88
sanksi atau akibat yang akan diterima Lembaga Keuangan Syariah (LKS) jika menerapkan metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah, tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam fatwa ini. Sebaiknya DSN-MUI tidak hanya sekedar mengeluarkan fatwa untuk membawa LKS tetap pada jalur prinsip syariah, tetapi ikut serta dalam memonitoring kegiatan LKS dalam menjalankan fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI dengan memberikan peringatan kepada LKS yang menjalankan kegiatan operasionalnya tidak sesuai dengan fatwa DSNMUI yang tertulis dalam fatwa. Peringatan ini dapat berbentuk peringatan halus hingga pemberhentian produk, atau hingga produk harus benar-benar sesuai dengan ketetapan yang telah diatur. Hal ini bukan hanya untuk kebaikan manusia atau untuk kemajuan penerapan prinsip syariah yang benar-benar dengan prinsip syariah, tetapi demi menegakkan ajaran agama yang telah Allah SWT perintahkan. 3. Ketentuan khusus a. Pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para pedagang (al-tujjar), yaitu secara proporsional boleh dilakukan selama sesuai dengan ‘urf (kebiasaan) yang berlaku di kalangan pedangang;
89
Dalam hukum bisnis syariah, ‘urf atau adat kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum materiil37. ‘urf digunakan sebagai sumber hukum atas dasar pertimbangan kemaslahatan (kebutuhan orang banyak). ‘Urf atau adat dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Namun ‘urf bukanlah sumber hukum yang dapat berdiri sendiri. Ia harus ada sandaran atau pendukungnya baik dalam bentuk ijma atau mashlahat. Karena dalam akad murabahah marjin bertingkat ini telah bersandar pada mashlahah yang terdapat pada ketentuan umu huruf (f), dan juga bersandar pada ijma yang dalam hal ini adalah Fatwa DSN-MUI, maka ‘urf dapat dijadikan sebagai sumber hukum. b. Pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh dilakukan secara Proporsional dan secara Anuitas selama sesuai dengan ‘urf (kebiasaan) yang berlaku di kalangan LKS; Dalam hukum bisnis syariah, ‘urf atau adat kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum materiil38. ‘urf digunakan sebagai sumber hukum atas dasar pertimbangan kemaslahatan (kebutuhan orang banyak).‘Urf atau adat dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan hukum. 37
Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar hukum bisnis Pendekatan Hukum Positif dan
Hukum Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 14. 38
Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar hukum bisnis Pendekatan Hukum Positif dan
Hukum Islam, h. 14.
90
Namun ‘urf bukanlah sumber hukum yang dapat berdiri sendiri. Ia harus ada sandaran atau pendukungnya baik dalam bentuk ijma atau mashlahat. Karena dalam akad murabahah marjin bertingkat ini telah bersandar pada mashlahah yang terdapat pada ketentuan umu huruf (f), dan juga bersandar pada ijma yang dalam hal ini adalah Fatwa DSN-MUI, maka ‘urf dapat dijadikan sebagai sumber hukum. c. Pemilihan metode pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah pada LKS harus memperhatikan mashlahah LKS bagi pertumbuhan LKS yang sehat; Dalam memilih metode pengakuan keuntungan dalam pembiayaan murabahah haru memperhatikan mashlahah Bank Syariah. Mashlalah merupakan
segala
sesuatu
yang
dianggap
paling
sedikit
kemudharatannya. Bagi Bank Syariah menjadi penting karena Bank memiliki kewajiban menjaga amanah yang dititipkan oleh para deposan. Sehingga, Bank harus sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menjaga kepercayaan para deposan di Bank. Disisi lain, Bank dalam pengambilan keputusannya juga harus meminimalisir segala kemudharatan yang akan timbul. Jika keputusan yang diambil tidak tepat, tidak hanya kemudharatan yang akan dirasakan Bank, tetapi juga terhambatnya pertumbuhan Bank Syariah sehingga Bank tidak mampu bersaing di industri ini. Maka dari itu, penting bagi Bank
untuk
berhati-hati
dalam
memilih
keputusan
dengan
91
memperhatikan mashlahah demi meningkatnya pertumbuhan Bank agar mampu bersaing di industri ini. d. Metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah yang ashlah dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode Anuitas; Pada saat ini LKS, khususnya pada penelitian ini adalah Bank Syariah, masih dalam masa pertumbuhan39. Hal ini terkait pada market share Bank Syariah yang masih
belum mampu bersaing dengan Bank
konvensional, yang masih diminati lebih banyak oleh nasabah. Untuk itu, agar Bank Syariah dapat bersaing dengan bank konvensional, penting bagi Bank Syariah untuk terus memodifikasi produk-produknya. Agar mampu bersaing secara sehat, maka Bank Syariah harus menjaga ketersediaan modalnya untuk dapat memberikan pembiayaan yang lebih maksimal sehingga dapat menambah market share Bank Syariah. Pada metode pengakuan keuntungan dengan menggunakan metode anuitas, yaitu dalam setiap angsuran dengan jumlah tetap yang dilakukan secara berkala oleh nasabah terdapat dua unsur pada angsuran tersebut, yaitu pokok pembiayaan dan marjin yang didapat oleh Bank Syariah. Pada angsuran itu, porsi marjin yang diterima oleh Bank Syariah besar diawal, lalu semakin mengecil dari satu angsuran ke angsuran lainnya hingga akad berakhir. Sedangkan pengembalian pokok pembiayaan,
39
Fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012
92
berbanding kebalik dengan marjin, yaitu kecil diawal lalu semakin besar dari satu angsuran ke angsuran lainnya hingga berakhirnya akad. Ilustrasi porsi angsuran tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :
Marjin Plafond
Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa Bank mendahulukan mendapatkan marjin pada setiap angsuran yang dilakukan secara berkala oleh nasabah. Hal tersebut bertujuan agar Bank dapat memutar kembali modal yang dimiliki Bank kepada sektor riil sehingga Bank dapat mengembangkan usahanya. Pada dasarnya pada akad murabahah tidak ada ada pemisah antara marjin dengan harga beli atau plafond. Marjin dan harga beli atau plafond melekat dan melebur menjadi satu, tanpa ada pemisah diantara keduanya. Walaupun dengan cara angsuran, pada angsuran tersebut melebur antara harga beli atau plafond dengan marjin, tidak ada porsi yang lebih besar atau yang lebih kecil. Selain itu, metode anuitas merupakan kebiasaan yang biasa dilakukan pada kegiatan lembaga keuangan konvensional yang berbasis bunga. Dalam rumus penentuan angsuran pada metode anuitas, unsur
93
bunga menjadi bagian dalam perhitungan angsuran tersebut. Jika model anuitas ini diterapkan pada lembaga keuangan yang berbasis syariah, dikhawatirkan unsur bunga juga masuk ke dalamnya. Walaupun almashlahah menjadi alasan Bank menerapkan model anuitas ini, tetapi tujuan syara’ tidak akan terwujud karena tidak dapat memelihara agama. Dan tentunya al-mashlahah menjadi batal demi hukum karena riba telah dilarang oleh nash. e. Dalam hal LKS menggunakan metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah secara anuitas, porsi keuntungan harus ada selama jangka waktu angsuran; keuntungan at-tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murbahah) tidak boleh diakui seluruhnya sebelum pengembalian piutang murabahah berakhir/lunas dibayar. Ketentuan khusus pada huruf (e) ini menyangkut pada teknis pembiayaan murabahah marjin bertingkat yang dapat dijelaskan oleh disiplin ilmu lainnya. Karena tidak berkenaan dengan permasalahan penelitian ini, maka pada huruf (e) tidak ditelaah pada penelitian ini.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai analisis akad murabahah marjin bertingkat dengan prinsip-prinsip syariah berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan keuntungan al tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) di lembaga keuangan syariah, maka terdapat beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1. Dalam analisis struktur akad pada akad murabahah marjin bertingkat, terdapat ketidaksesuaian dengan prinsip syariah pada bagian objek akad. Pada klausul akad murabahah marjin bertingkat, objek jual beli berisi tentang jumlah pembiayaan, besarnya marjin yang diterima Bank, serta besaran angsuran yang harus dibayarkan nasabah pada waktu yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam kajian prinsip syariah, objek akad haruslah jelas dan spesifik pada barang yang menjadi objek jual beli. 2. Mengenai analisis kesesuaian akad murabahah marjin bertingkat dengan fatwa DSN-MUI No. 84//DSN-MUI/XII/2012, terdapat ketentuan dalam fatwa yang belum terpenuhi dalam akad murabahah marjin bertingkat. Ketentuan yang belum terpenuhi tersebut adalah berkaitan dengan
94
95
kepemilikan objek akad murabahah marjin bertingkat, yaitu Bank belum sepenuhnya memiliki dan menguasai barang yang akan dijual kepada nasabah. 3. Secara umum, klausul-klausul yang terdapat pada akad murabahah marjin bertingkat lebih mengutamakan mengamankan posisi Bank. Karena akad sudah tersedia secara baku dari Bank, sehingga peran Bank lebih dominan pada akad murabahah marjin bertingkat yang dijelaskan melalui klausulklausul dalam akad. B. Saran Dari kesimpulan diatas, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1.
Agar akad murabahah marjin bertingkat dapat sesuai dengan fatwa DSNMUI sebaiknya Bank telah mengkomunikasikan terlebih dahulu dengan pihak dealer untuk memesan barang yang dipesan nasabah.
2. Bank sebaiknya memberikan kompensasi kepada nasabah atas waktu dan tenaga nasabah. Karena nasabah telah mewakilkan Bank untuk membeli barang pesanan nasabah, yang seharusnya pembelian tersebut dilakukan oleh Bank. 3. DSN-MUI lebih menerapkan peringatan-peringatan yang tegas pada Lembaga Keuangan Syariah yang menjalankan kegiatan operasionalnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan Fatwa DSN-MUI.
96
4. Bank harus lebih banyak menyalurkan pembiayaan dengan akad-akad kerjasama. Melalui akad-akad kerjasama yang kreatif dan inovatif, maka Bank akan mampu mengembangkan industrinya lebih besar dari saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Anwar, Abbas. Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syahid, 2009. Arif, Saefuddin dan Azharudin Lathif.
Kontrak Bisnis Syariah. Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum, 2011. Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008. Dewi, Gemala, dkk. Hukum Perikatan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006 Emzir. Metodelogi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Ghazaly, Abdul Rahman, dkk. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Jayadi, Abdullah. Beberapa Aspek Tentang Perbankan Syariah. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011.
97
98
Karim, A. Adiwarman. Ekonomi Mikro Islami. Edisi ke-3. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010. Karim, Adiwarman A. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Rajawali Press, 2011. Lathif, Azharudin. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Press, 2005. Latif, Ah. Azharudin dan Nahrowi. Pengantar hukum bisnis Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009. Manurung, Adler H. dan Lutfi T. Rizky. Successful Financial Planner: A Complete Guide. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009. Miru, Ahmadi. Hukum kontrak perancangan kontrak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Rais, Isnawati dan Hasanuddin, Fiqh Muamalat Dan Aplikasinya Pada LKS. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011. Salim. Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU). Jakarta : Sinar Grafika, 2007. Shidiq, Sapiudin. Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011. Soemitra, Andri. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Soemitro, Roni Hantijo. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Semarang: Ghalia Indonesia, 1998.
99
Syafe’i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia, 2010. Syarifudin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. UU Perbankan Syariah. Wangsawidjaja, A. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: Gramedia, 2012. Wiroso. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press, 2005. www.dsn-mui.co.id www.syariahmandiri.co.id
LAMPIRAN
ANALISIS STRUKTUR AKAD MURABAHAH MARGIN BERTINGKAT
AKAD PEMBIAYAAN al-MURABAHAH No. … / … / … /al-Murabahah BISMILAAHIRRAHMAANIRRAHIIM “Dan ALLAH SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Surat Al-Baqarah 2 : 275) “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan jalan bathil, kecuali melalui perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (Surat An-Nissa’ 4 : 29) AKAD PEMBIAYAAN al-Murabahah ini dibuat dan ditandatangani di ………. pada hari ………. tanggal ………. Bulan ………. Tahun dua ribu dua belas ( ….. - ….. - 2012) oleh dan antara :
Comment [N1]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Judul Akad. Comment [N2]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Kepala Akad. Comment [N3]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Tulisan Bismilaahirrahmaanirrahiim. Comment [N4]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Terjemahan Ayat Al-Qur’an dan Dasar Hukum. Comment [N5]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Terjemahan Ayat Al-Qur’an dan Dasar Hukum. Comment [N6]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Kepala Akad.
1. PT. Bank Syariah Mandiri, suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan dan tunduk dibawah Undang-Undang Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan MH. Thamrin No.5 Jakarta Pusat, dengan Akta Pendirian Nomor 23 tanggal 08 September 1999 yang dibuat dihadapan Sutjipto, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, dan telah memperoleh persetujuan dan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya Nomor C-16495 HT.01.04 tanggal 16 September 1999, (“PERSEROAN”), dalam hal ini diwakili oleh ……………….. selaku ……………….. berdasarkan Surat Kuasa No ……………….. tertanggal ……………….. 2012 oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PERSEROAN tersebut, (selanjutnya disebut “Bank”). 2. PT……………………., suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan dan tunduk dibawah Undang-Undang Republik Indonesia, berkedudukan di ……… dengan Akta Pendirian Nomor ………tanggal …………. yang dibuat dihadapan ………….., Sarjana Hukum, Notaris di ………., dan telah memperoleh persetujuan dan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia
Comment [N7]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Komparisasi.
dengan Surat Keputusannya Nomor ……. tanggal …….... dan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dirubah dengan Akta Nomor …….. tanggal …..……,
dibuat
dihadapan
…………..
Sarjana
Hukum,
Notaris
di
……..
(“PERSEROAN”), dalam hal ini diwakili oleh ……… selaku Direktur,dan telah memperoleh persetujuan ………., Warga Negara Indonesia, menurut keterangannya dalam hal ini bertindak sebagai Komisari, oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PERSEROAN tersebut, (selanjutnya disebut “Nasabah”).
Comment [N8]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Komparisasi.
Para pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut :
-
Bahwa, NASABAH telah mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan kepada BANK untuk membeli barang (sebagaimana didefinisikan dalam Akad ini), dan selanjutnya BANK menyetujui, dan dengan akad ini mengikatkan diri untuk menyediakan fasilitas pembiayaan sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana dinyatakan dalam Akad ini.
-
Bahwa berdasarkan ketentuan syariah, Pembiayaan oleh BANK kepada NASABAH diatur dan akan berlangsung menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. NASABAH untuk dan atas nama BANK membeli barang dari pemasok untuk memenuhi kepentingan NASABAH dengan Pembiayaan yang disediakan oleh BANK, dan selanjutnya BANK menjual barang tersebut kepada NASABAH sebagaimana NASABAH membelinya dari BANK, dengan harga yang telah disepakati oleh NASABAH dan BANK, tidak termasuk biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan Akad ini.
2. Penyerahan barang tersebut dilakukan oleh Pemasok langsung kepada NASABAH dengan sepersetujuan dan sepengetahuan BANK.
3. NASABAH membayar harga pokok ditambah Margin Keuntungan atas jual beli ini kepada BANK dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah
Comment [N9]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Premise.
pihak, sehingga karenanya sebelum NASABAH membayar lunas harga Pokok dan Margin Keuntungan kepada BANK, NASABAH berutang kepada BANK.
Comment [N10]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Premise.
Selanjutnya kedua belah pihak sepakat menuangkan Akad ini dalam Akad Pembiayaan alMurabahah (selanjutnya disebut “Akad”) dengan syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Comment [N11]: SUB BAGIAN PEMBUKAAN – Premise.
PASAL 1 DEFINISI
1. Murabahah
: Akad jual beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
2. Syari’ah adalah
: Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’An, Hadits, Ijma, dan Qiyas yang mengatur segala hal yang mencakup hukum ibadah maupun muamalah.
3. Barang adalah
: Barang yang dihalalkan berdasarkan Syari’ah, baik materi maupun cara perolehannya, yang dibeli NASABAH dari Pemasok dengan pendanaan yang berasal dari Pembiayaan yang disediakan oleh BANK.
4. Pemasok adalah
: Pihak ketiga yang ditunjuk atau setidak-tidaknya disetujui dan dikuasakan oleh BANK untuk menyediakan barang yang dibeli oleh NASABAH untuk dan atas nama BANK.
5. Pembiayaan adalah : Pagu atau plafond dana yang disediakan BANK yang digunakan untuk membeli barang dengan harga beli yang disepakati BANK.
6. Harga beli adalah
: Sejumlah uang yang disediakan BANK kepada NASABAH untuk
Comment [N12]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Definisi.
Membeli barang dari Pemasok atas permintaan NASABAH yang disetujui
BANK berdasar Surat Persetujuan Prinsip dari BANK
kepada NASABAH, maksimum sebesar pembiayaan. 7. Margin keuntungan adalah
: Sejumlah uang sebagai keuntungan BANK atas terjadinya jual beli yang ditetapkan dalam Akad ini, yang harus dibayar oleh NASABAH kepada BANK sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakati NASABAH dan BANK.
8. Surat Pengakuan Utang adalah
: Surat Pengakuan bahwa NASABAH mempunyai Utang kepada BANK yang dibuat dan ditandatangani NASABAH dan diterima serta diakui oleh BANK, hingga karenanya berlaku dan bernilai sebagai bukti sah tentang adanya kewajiban pembayaran dari NASABAH kepada BANK sebesar yang terutang. Surat Pengakuan Utang tidak terbatas pada wesel, promes, dan/atau instrument lainnya.
9. Dokumen Jaminan adalah
: Segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang yang dijadikan jaminan guna menjamin terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK berdasarkan Akad ini.
10. Jangka Waktu Akad adalah
: Masa berlakunya Akad ini sesuai yang ditentukan dalam Pasal 4 Akad ini
11. Hari Kerja Bank adalah
: Hari Kerja Bank Indonesia
12. Pembukuan Pembiayaan adalah : Pembukuan atas nama NASABAH pada BANK yang khusus mencatat seluruh transaksi NASABAH sehubungan dengan Pembiayaan, yang merupakan bukti sah dan mengikat NASABAH atas segala kewajiban pembayaran, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya dengan cara yang sah menurut hukum
13. Cidera Janji Adalah
: Peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 8 Akad ini yang menyebabkan BANK dapat menghentikan seluruh atau sebahagian pembiayaan, dan menagih dengan seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK sebelum Jangka Waktu Akad ini.
PASAL 2 PEMBIAYAAN DAN PENGGUNAANNYA
Comment [N13]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Objek Akad Atau Jumlah Pembiayaan.
BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyediakan fasilitas Pembiayaan kepada NASABAH yang akan digunakan untuk membeli barang, dan NASABAH berjanji serta dengan ini mengikatkan diri untuk menerima pembiayaan tersebut dari dan karenanya telah berutang kepada BANK sejumlah sebagai berikut : Harga Pokok
: Rp XXX
Margin
: Rp XXX
Harga Jual
: Rp XXX
Angsuran Pendahuluan
: Rp XXX
Pembayaran yang diangsur
: Rp XXX
(+)
(-)
Terbilang (………………………………………………………………………………………………)
PASAL 3 PENARIKAN PEMBIAYAAN
1. Dengan tetap memperhatikan dan menaati ketentuan-ketentuan tentang pembatasan penyediaan dana yang ditetapkan oleh yang berwenang, BANK berjanji dengan ini mengikatkan diri untuk mengizinkan NASABAH menarik Pembiayaan, setelah NASABAH memenuhi seluruh persyaratan sebagai berikut :
Comment [N14]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Pre-Disbursment Atau Conditions Precedent.
a. Telah menyerahkan kepada BANK Permohonan Realisasi Pembiayaan yang berisi rincian barang yang akan dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan, serta tanggal kepada siapa pembayaran tersebut harus dilakukan. Surat Permohonan tersebut harus sudah diterima oleh BANK selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja Bank dari saat pembayaran harus dilakukan. b. Telah menyerahkan kepada BANK seluruh dokumen NASABAH, termasuk dan tidak terbatas pada dokumen-dokumen jaminan yang berkaitan dengan Akad ini. c.
Telah mendatangani Akad ini dan Akad-Akad Jaminan yang disyaratkan.
d. Telah menyerahkan bukti-bukti tentang kepemilikan atau hak lain atas barang jaminan, serta akta-akta pengikatan jaminannya. e. Terhadap setiap penarikan sebagian atau seluruh Pembiyaan, NASABAH berkewajiban membuat dan menandatangani Tanda Bukti Penerimaan uangnya, dan menyerahkannya kepada BANK.
2. Sebagai bukti telah diserahkannya setiap surat, dokumen bukti kepemilikan atas jaminan,
dan/atau
akta
dimaksud
oleh
NASABAH
kepada
BANK,
BANK
berkewajiban untuk menerbitkan dan menyerahkan Tanda Bukti Penerimaannya kepada NASABAH.
3. Terhadap setiap penarikan sebagian atau seluruh Pembiayaan, NASABAH wajib menyerahkan “Surat Sanggup” untuk membayar kepada BANK.
PASAL 4 JANGKA WAKTU DAN CARA PEMBAYARAN
1. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar kembali jumlah seluruh pembiayaan kepada BANK sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 Akad ini dalam jangka waktu…… (………….) bulan terhitung dari tanggal Akad ini ditandatangani, dengan cara mengangsur pada tiap-tiap bulan sesuai dengan “jadwal angsuran” yang ditetapkan dalam “Surat Sanggup” yang merupakan lampiran dari Akad ini untuk membayar, dan melunasi pada saat jatuh tempo. 2. Setiap pembayaran oleh NASABAH kepada BANK lebih dahulu digunakan untuk melunasi biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya berdasarkan Akad ini dan
Comment [N15]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Jangka Waktu Pembiayaan.
sisanya baru dihitung sebagai pembayaran angsuran/pelunasan atas harga pokok barang dan Margin Keuntungan BANK. 3. Dalam hal jatuh tempo pembayaran kembali Pembayaran jatuh bertepatan dengan bukan pada hari kerja BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran pada hari pertama BANK bekerja kembali. 4. Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran oleh NASABAH kepada BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar biaya administrasi kepada BANK sebesar Rp …………… ( ……………….. ) untuk tiap-tiap hari keterlambatan, terhitung sejak saat kewajiban pembayaran tersebut jatuh tempo sampai dengan tanggal dilaksanakannya pembayaran kembali. 5. Denda keterlambatan tersebut dibayar sekaligus lunas, atas tagihan pertama BANK, dalam hal ini lewatnya waktu telah merupakan bukti bahwa NASABAH tidak atau terlambat atau kurang membayar jumlah terhutang, sehingga tidak diperlukan terguran atau bukti dalam bentuk apapun.
PASAL 5 TEMPAT PEMBAYARAN
Comment [N16]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Pemberian Kuasa Pada Bank.
1. Setiap pembayaran kembali/pelunasan utang oleh NASABAH kepada BANK dilakukan dikantor BANK atau di tempat lain yang ditunjuk BANK, atau dilakukan melalui rekening yang dibuka oleh dan atas nama NASABAH di BANK. 2. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui rekening NASABAH di BANK, maka dengan ini NASABAH memberi kuasa yang tidak dapat berakhir karena sebab-sebab yang ditentukan dalam Pasal 1813, 1814, 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
kepada
BANK
untuk
mendebet
rekening
NASABAH
guna
membayar/melunasi utang NASABAH.
PASAL 6 BIAYA, POTONGAN, DAN PAJAK
1. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung segala biaya yang diperlukan berkenaan dengan pelaksanaan Akad ini, termasuk jasa Notaris,
Comment [N17]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Pemberian Kuasa Pada Bank.
jasa Appraisal, biaya asuransi dan jasa lainnya, sepanjang hal itu diberitahukan BANK kepada NASABAH sebelum ditandatanganinya Akad ini, dan NASABAH menyatakan persetujuannya. 2. Setiap pembayaran kembali/pelunasan utang sehubungan dengan Akad ini dan Akad lainnya yang mengikat NASABAH dan BANK, dilakukan oleh NASABAH kepada BANK tanpa potongan, pungutan, bea, pajak, dan/atau biaya-biaya lainnya, kecuali jika potongan tersebut diharuskan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. 3. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa setiap biaya, potongan, dan Pajak yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan dilakukan pembayarannya oleh NASABAH melalui BANK.
PASAL 7 JAMINAN
Comment [N18]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Jaminan
Untuk menjamin tertibnya pembayaran kembali/pelunasan Pembiayaan dan Margin Keuntungan tepat pada waktu yang telah disepakati kedua belah pihak berdasarkan Akad ini, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyerahkan jaminan dan membuat pengikatan jaminan kepada BANK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini. Jenis barang jaminan yang diserahkan adalah berupa : 1. ……………………………… 2. ……………………………… 3. ………………………………
PASAL 8 KEWAJIBAN NASABAH
Sehubungan dengan fasilitas Pembiayaan oleh BANK kepada NASABAH, berdasarkan akad ini, NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk : 1. Memberitahukan secara tertulis kepada BANK dalam hal terjadinya perubahan yang menyangkut NASABAH maupun usahanya.
Comment [N19]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Affirmative Covenant.
2. Melakukan pembayaran atas semua tagihan dari pihak ketiga, dan setiap penerimaan tagihan dari Pihak Ketiga disalurkan melalui rekening NASABAH di BANK. 3. Membebaskan seluruh harta kekayaan milik NASABAH dari beban penjaminan terhadap pihak-pihak lain, kecuali penjaminan bagi kepentingan BANK berdasarkan Akad ini. 4. Menyerahkan kepada BANK setiap dokumen, bahan-bahan dan/atau keteranganketerangan yang diminta BANK kepada NASABAH. 5. Menjalankan usahanya menurut ketentuan-ketentuan, atau setidak-tidaknya, tidak menyimpang atau bertentangan dengan prinsip-prinsip Syari’ah.
PASAL 9 CIDERA JANJI
Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 4 Akad ini, BANK berhak untuk menuntut/menagih pembayaran dari NASABAH atau siapapun juga yang memperoleh hak darinya, atas sebagian atau seluruh jumlah pembiayaan NASABAH kepada BANK berdasarkan akad ini, untuk dibayar dengan seketika dan sekaligus, tanpa adanya surat pemberitahuan, surat teguran, atau surat lainnya, atau BANK menempuh penyelesaian secara litigasi, apabila terjadi salah satu hal atau peristiwa tersebut dibawah ini :
1. NASABAH tidak melaksanakan kewajiban pembayaran/pelunasan tepat pada waktu yang diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo Surat Sanggup Membayar yang telah diserahkan NASABAH kepada BANK. 2. Dokumen atau keterangan yang diserahkan/diberikan NASABAH kepada BANK sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 10 palsu, tidak sah, atau tidak benar. 3. NASABAH tidak memenuhi dan/atau melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam Pasal 11 Akad ini. 4. Apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau kemudian berlaku, NASABAH tidak dapat/berhak menjadi NASABAH. 5. NASABAH dinyatakan dalam keadaan pailit, ditaruh dibawah pengampuan, dibubarkan, insolvensi dan/atau likuidasi. 6. NASABAH atau Pihak Ketiga telah memohon kepailitan terhadap NASABAH.
Comment [N20]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Event of Default atau Trigger Clause atau Klausul Percepatan (Acceleration Clause)
7. Apabila karena sesuatu sebab, sebagian atau seluruh Akta Jaminan dinyatakan batal berdasarkan Putusan Pengadilan atau Badan Arbitrase. 8. Apabila pihak yang mewakili NASABAH dalam Akad ini menjadi pemboros, pemabuk, atau dihukum berdasar Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap dan pasti (in kracht van gewijsde) karena perbuatan kejahatan yang dilakukannya, yang diancam dengan hukuman penjara atau kurungan satu tahun atau lebih. 9. NASABAH tidak memenuhi salah satu ketentuan Akad ini, dan atau dokumen Pengikatan Agunan atau dokumen terkait lainnya. 10. …… (Note : dapat ditambahkan sesuai dengan persyaratan dalam persyaratan SP3 mengenai cidera janji yang terdapat dalam SP3)
PASAL 10 AKIBAT CIDERA JANJI
Comment [N21]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Sanksi
1. Apabila NASABAH tidak melaksanakan pembayaran seketika dan sekaligus karena suatu hal atau peristiwa tersebut dalam Pasal 9 Akad ini, maka BANK, berhak menjual barang jaminan, dan uang hasil penjualan barang jaminan tersebut digunakan BANK untuk mambayar/melunasi uang atau sisa utang NASABAH kepada BANK. 2. Apabila hasil penjualan barang jaminan dilakukan BANK melalui pelelangan di muka umum, maka NASABAH dan BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menerima harga yang terjadi setelah dikurangi biaya-biaya, sebagai harga jual barang jaminan. 3. Jika hasil penjualan barang jaminan tidak mencukupi untuk membayar utang NASABAH kepada BANK, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk tetap bergabung melunasi sisa utangnya yang belum dibayar sampai dengan lunas, dan sebaliknya, apabila hasil penjualan barang jaminan melebihi jumlah utang atau sisa utang NASABAH kepada BANK, maka BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyerahkan kelebihan tersebut kepada NASABAH.
PASAL 11 PERNYATAAN DAN JAMINAN NASABAH
Comment [N22]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Representation and Warranties.
NASABAH dengan ini menyatakan mengakui kepada BANK, sebagaimana BANK menerima pernyataan pengakuan NASABAH tersebut, sebagai berikut : 1. NASABAH berhak dan berwenang sepenuhnya untuk menandatangani Akad ini dan seluruh dokumen yang menyertainya, serta untuk menjalankan usahanya. 2. NASABAH menjamin, bahwa segala dokumen dan akta yang ditandatangani oleh NASABAH berkaitan dengan Akad ini, keberadaannya tidak melanggar atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau Anggaran Dasar perusahaan NASABAH yang berlaku, sehingga karenanya sah, berkekuatan hukum, serta mengikta NASABAH dalam menjalankan Akad ini, dan demikian pula tidak dapat menghalangi-halangi pelaksanaannya. 3. NASABAH menjamin, bahwa pada saat penandatanganan Akad ini para pemegang saham, Direksi serta para anggota Komisaris Perusahaan NASABAH telah mengetahui dan memberikan persetujuannya terhadap Akad ini, dan demikian pula NASABAH menjamin dan karenanya membebaskan BANK dari segala gugatan atau tuntutan yang diajukan oleh Pihak Ketiga terhadap NASABAH. 4. NASABAH menjamin, bahwa setiap pembelian barang dari Pihak Ketiga, barang tersebut bebas dari penyitaan, pembebanan, tuntutan gugatan atau hak untuk menebus kembali. 5. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk dari waktu ke waktu menyerahkan kepada BANK, jaminan tambahan yang dinilai cukup oleh BANK, selama kewajiban membayar utang atau sisa utang kepada BANK belum lunas. 6. ………. ((Note : dapat ditambahkan sesuai dengan persyaratan dalam persyaratan mengenai pernyataan dan jaminan yang terdapat dalam SP3)
PASAL 12 PEMBATASAN TERHADAP TINDAKAN NASABAH
Comment [N23]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Negative Covenant.
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa selama masa berjalannya Akad ini, NASABAH, kecuali setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari BANK, tidak akan melakukan sebagian atau seluruhnya dari perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
1. Melakukan akuisisi, merger, restrukturisasi dan/atau konsolidasi
perusahaan
NASABAH dengan perusahaan atau perorangan lain. 2. Menjual baik sebagian atau seluruh aset perusahaan NASABAH yang nyata-nyata akan mempengaruhi kemampuan atau cara membayar atau melunasi utang atau sisa utang NASABAH kepada BANK, kecuali menjual barang dagangan yang menjadi kegiatan usaha NASABAH. 3. Membuat utang lain kepada Pihak Ketiga. 4. Mengubah Anggaran Dasar, susunan pemegang saham, Komisaris, dan/atau Direksi perusahaan NASABAH. 5. Melakukan investasi baru, baik yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan tujuan perusahaan NASABAH. 6. Memindahkan
kedudukan/lokasi
barang
maupun
barang
jaminan
dari
kedudukan/lokasi barang itu semula atau sepatutnya berada, dan/atau mengalihkan hak atas barang atau barang jaminan yang bersangkutan kepada pihak lain. 7. Mengajukan permohonan kepada yang berwenang untuk menunjuk eksekutor, kurator, likuidator atau pengawas atas sebagian atau seluruh harta kekayaannya. 8. ………. (Note : dapat ditambahkan sesuai dengan persyaratan dalam persyaratan mengenai pembatsan terhadap tindakan nasabah (negative covenant) yang terdapat dalam SP3)
PASAL 13 RISIKO
NASABAH atas tanggung jawabnya, berkewajiban melakukan pemeriksaan, baik terhadap keadaan fisik barang maupun terhadap sahnya dokumen-dokumen atau surat-surat bukti kepemilikan atau hak atas barang yang bersangkutan, sehingga apabila terjadi sesuatu, hal terhadap barang tersebut, sejak Akad ini ditandatangani seluruh resiko sepenuhnya menjadi
Comment [N24]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Spesifik.
tanggung jawab NASABAH, dan karena itu pula NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membebaskan BANK dari segala resiko tersebut. PASAL 14 ASURANSI
Comment [N25]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Agunan Pembiayaan dan Asuransi Barang Agunan.
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menutup asuransi berdasar Syari’ah atas bebannya terhadap seluruh barang dan jaminan bagi Pembiayaan berdasar Akad ini, pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh BANK, dengan menunjuk dan menetapkan BANK sebagai pihak yang berhak menerima pembayaran claim asuransi tersebut (bankers claus).
PASAL 15 PENGAWASAN
Comment [N26]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Hak-Hak Bank Melakukan Pengawasan.
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk memberikan izin kepada BANK atau pihak/petugas yang ditunjuknya, guna melaksanakan pengawasan/pemeriksaan terhadap barang jaminan, serta pembukuan dan catatan pada setiap saat selama berlangsungnya Akad ini, dan kepada wakil BANK tersebut diberi hak untuk memuat photo copy dari pembukuan dan catatan yang bersangkutan.
PASAL 16 PENYELESAIAN PERSELISIHAN
1. Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menafsirkan bagianbagian dari isi, atau terjadi perselisihan dalam melaksanakan Perjanjian ini, maka NASABAH dan BANK akan berusaha menyelasaikannya secara musyawarah untuk mufakat. 2. Apabila usaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau perselisihan melalui musyawarah untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan yang disepakati oleh kedua belah pihak, maka dengan ini NASABAH dan BANK sepakat untuk menunjuk dan menetapkan serta memberi kuasa kepada Pengadilan Negeri ……………………
Comment [N27]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Pemilihan Hukum dan Domisili.
untuk memberikan putusannya, menurut tata cara dan prosedur yang ditetapkan oleh dan berlaku di Pengadilan tersebut.
PASAL 17 LAIN-LAIN
Comment [N28]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Spesifik.
1. Akad fasilitas pembiayaan a-Murabahah ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan
Surat
Penegasan
Persetujuan
…………………….. tanggal …………., …………
Pembiayaan
No
(dapat menyebutkan juga
dokumen lain yang terkait). 2. Meskipun syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 3 dan/atau ketentuanketentuan lain dalam Akad ini dan/atau Akad turunan lainya yang menjadi satu kesatuan dengan Akad ini, berikut dengan segala perubahan, penambahan dan atau penggantiannya yang mungkin dapat dibuat dikemudian hari telah terpenuhi, namun apabila terjadi suau perubahan kebijakan Pembiayaan di BANK yang disebabkan adanya perubahan kondisi ekonomi makro, perubahan regulasi pemerintah, dan atau perubahan peraturan pembiayaan internal BANK yang tidak terbatas pada pengaturan
pendanaan
dan
atau
likuiditas
sehingga
menyebabkan
Akad
Pembiayaan ini harus ditinjau kembali, maka dengan pertimbangan BANK sematamata, BANK berhak menunda pencairan pembiayaan baik secara sebagian maupun seluruh sisa plafond pembiayaan yang belum dicairkan dan atau ditarik, dan NASABAH bersedia serta membebaskan BANK dari tuntutan ganti rugi apapun atas penundaan tersebut. 3. Apabila BANK melaksanakan hak tersebut pada Pasal 17 ayat (2) Akad Pembiayaan ini, maka dengan ini NASABAH menyatakan membebaskan BANK dari segala tuntutan ganti rugi apapun baik yang telah ada maupun yang akan ada yang disebabkan
oleh
akibat
langsung
maupun
akibat
tidak
langsung
dari
dilaksanakannya hak tersebut. 4. Kelalaian atau keterlambatan BANK dalam menggunakan hak kekuasaannya sesuai dengan isi akad ini tidak berarti sebagai pelepasan hak. 5. Lain-lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada BANK dan atau akan ditetapkan kemudian oleh BANK.
PASAL 18 PEMBERITAHUAN
Comment [N29]: SUB BAGIAN ISI – Klausul Lain-Lain.
Setip pemberitahuan dan komunikasi sehubungan dengan Akad ini dianggap telah disampaikan secara baik dan sah, apabila dikirim dengan surat tercatat atau disampaikan secara pribadi dengan tanda terima ke alamat dibawah ini : NASABAH
:
……………………………………………………………………………………………………... ALAMAT
:
……………………………………………………………………………………………………... ……………………………………………………………………………………………………...
BANK
: PT BANK SYARIAH MANDIRI
ALAMAT
:
……………………………………………………………………………………………………... ……………………………………………………………………………………………………...
PASAL 19 PENUTUP
1. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Akad ini, maka NASABAH dan BANK akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat dalam suatu Addendum. 2. Tiap Addendum dari Akad ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari akad ini. 3. Surat Akad ini dibuat dan ditandatangani oleh NASABAH dan BANK diatas kertas yang bermaterai cukup dalam rangkap 2 (dua) yang masing-masing berlaku sebagai aslinya bagi kepentingan masing-masing pihak.
Comment [N30]: SUB BAGIAN PENUTUP – Pernyataan Para Pihak Tentang Tiadanya Hal-Hal Yang Membtalkan Akad.
PT BANK SYARIAH MANDIRI
NASABAH
Comment [N31]: SUB BAGIAN PENUTUP - Penandatanganan Comment [N32]: SUB BAGIAN PENUTUP - Penandatanganan
Materai 6000
………………………………………….
......................................................
ANALISIS KESESUAIAN AKAD MURABAHAH MARJIN BERTINGKAT DENGAN PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH BERDASARKAN FATWA DSN MUI No. 84/DSN-MUI/XII/2012
AKAD PEMBIAYAAN al-MURABAHAH No. … / … / … /al-Murabahah BISMILAAHIRRAHMAANIRRAHIIM “Dan ALLAH SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Surat Al-Baqarah 2 : 275) “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan jalan bathil, kecuali melalui perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (Surat An-Nissa’ 4 : 29) AKAD PEMBIAYAAN al-Murabahah ini dibuat dan ditandatangani di ………. pada hari ………. tanggal ………. Bulan ………. Tahun dua ribu dua belas ( ….. - ….. - 2012) oleh dan antara :
1. PT. Bank Syariah Mandiri, suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan dan tunduk dibawah Undang-Undang Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan MH. Thamrin No.5 Jakarta Pusat, dengan Akta Pendirian Nomor 23 tanggal 08 September 1999 yang dibuat dihadapan Sutjipto, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, dan telah memperoleh persetujuan dan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya Nomor C-16495 HT.01.04 tanggal 16 September 1999, (“PERSEROAN”), dalam hal ini diwakili oleh ……………….. selaku ……………….. berdasarkan Surat Kuasa No ……………….. tertanggal ……………….. 2012 oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PERSEROAN tersebut, (selanjutnya disebut “Bank”).
2. PT……………………., suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan dan tunduk dibawah Undang-Undang Republik Indonesia, berkedudukan di ……… dengan Akta Pendirian Nomor ………tanggal …………. yang dibuat dihadapan ………….., Sarjana Hukum, Notaris di ………., dan telah memperoleh persetujuan dan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya Nomor ……. tanggal …….... dan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dirubah dengan Akta Nomor …….. tanggal …..……,
dibuat
dihadapan
…………..
Sarjana
Hukum,
Notaris
di
……..
(“PERSEROAN”), dalam hal ini diwakili oleh ……… selaku Direktur,dan telah memperoleh persetujuan ………., Warga Negara Indonesia, menurut keterangannya dalam hal ini bertindak sebagai Komisari, oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PERSEROAN tersebut, (selanjutnya disebut “Nasabah”).
Para pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut :
-
Bahwa, NASABAH telah mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan kepada BANK untuk membeli barang (sebagaimana didefinisikan dalam Akad ini), dan selanjutnya BANK menyetujui, dan dengan akad ini mengikatkan diri untuk menyediakan fasilitas pembiayaan sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana dinyatakan dalam Akad ini.
-
Bahwa berdasarkan ketentuan syariah, Pembiayaan oleh BANK kepada NASABAH diatur dan akan berlangsung menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. NASABAH untuk dan atas nama BANK membeli barang dari pemasok untuk memenuhi kepentingan NASABAH dengan Pembiayaan yang disediakan oleh BANK, dan selanjutnya BANK menjual barang tersebut kepada NASABAH sebagaimana NASABAH membelinya dari BANK, dengan harga yang telah disepakati oleh NASABAH dan BANK, tidak termasuk biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan Akad ini.
Comment [N1]: KETENTUAN UMUM FATWA HURUF (d) FATWA – At-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah)
2. Penyerahan barang tersebut dilakukan oleh Pemasok langsung kepada NASABAH dengan sepersetujuan dan sepengetahuan BANK.
3. NASABAH membayar harga pokok ditambah Margin Keuntungan atas jual beli ini kepada BANK dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga karenanya sebelum NASABAH membayar lunas harga Pokok dan Margin Keuntungan kepada BANK, NASABAH berutang kepada BANK.
Selanjutnya kedua belah pihak sepakat menuangkan Akad ini dalam Akad Pembiayaan alMurabahah (selanjutnya disebut “Akad”) dengan syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
PASAL 1 DEFINISI
1. Murabahah
: Akad jual beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
2. Syari’ah adalah
: Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’An, Hadits, Ijma, dan Qiyas yang mengatur segala hal yang mencakup hukum ibadah maupun muamalah.
3. Barang adalah
: Barang yang dihalalkan berdasarkan Syari’ah, baik materi maupun cara perolehannya, yang dibeli NASABAH dari Pemasok dengan pendanaan yang berasal dari Pembiayaan yang disediakan oleh BANK.
4. Pemasok adalah
: Pihak ketiga yang ditunjuk atau setidak-tidaknya disetujui dan dikuasakan oleh BANK untuk menyediakan barang yang dibeli oleh NASABAH untuk dan atas nama BANK.
Comment [N2]: KETENTUAN UMUM FATWA HURUF (c) FATWA – Murabahah
5. Pembiayaan adalah : Pagu atau plafond dana yang disediakan BANK yang digunakan untuk membeli barang dengan harga beli yang disepakati BANK.
6. Harga beli adalah
: Sejumlah uang yang disediakan BANK kepada NASABAH untuk Membeli barang dari Pemasok atas permintaan NASABAH yang disetujui
BANK berdasar Surat Persetujuan Prinsip dari BANK
kepada NASABAH, maksimum sebesar pembiayaan. 7. Margin keuntungan adalah
: Sejumlah uang sebagai keuntungan BANK atas terjadinya jual beli yang ditetapkan dalam Akad ini, yang harus dibayar oleh NASABAH kepada BANK sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakati NASABAH dan BANK.
8. Surat Pengakuan Utang adalah
: Surat Pengakuan bahwa NASABAH mempunyai Utang kepada BANK yang dibuat dan ditandatangani NASABAH dan diterima serta diakui oleh BANK, hingga karenanya berlaku dan bernilai sebagai bukti sah tentang adanya kewajiban pembayaran dari NASABAH kepada BANK sebesar yang terutang. Surat Pengakuan Utang tidak terbatas pada wesel, promes, dan/atau instrument lainnya.
9. Dokumen Jaminan adalah
: Segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang yang dijadikan jaminan guna menjamin terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK berdasarkan Akad ini.
10. Jangka Waktu Akad adalah
: Masa berlakunya Akad ini sesuai yang ditentukan dalam Pasal 4 Akad ini
11. Hari Kerja Bank adalah
: Hari Kerja Bank Indonesia
12. Pembukuan Pembiayaan adalah : Pembukuan atas nama NASABAH pada BANK yang khusus
mencatat seluruh transaksi NASABAH sehubungan dengan Pembiayaan, yang merupakan bukti sah dan mengikat NASABAH atas segala kewajiban pembayaran, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya dengan cara yang sah menurut hukum 13. Cidera Janji Adalah
: Peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 8 Akad ini yang menyebabkan BANK dapat menghentikan seluruh atau sebahagian pembiayaan, dan menagih dengan seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK sebelum Jangka Waktu Akad ini.
PASAL 2 PEMBIAYAAN DAN PENGGUNAANNYA
BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyediakan fasilitas Pembiayaan kepada NASABAH yang akan digunakan untuk membeli barang, dan NASABAH berjanji serta dengan ini mengikatkan diri untuk menerima pembiayaan tersebut dari dan karenanya telah berutang kepada BANK sejumlah sebagai berikut : Harga Pokok
: Rp XXX
Margin
: Rp XXX (+)
Harga Jual
: Rp XXX
Angsuran Pendahuluan
: Rp XXX
Comment [N3]: KETENTUAN UMUM FATWA HURUF (e) FATWA – Harga Jual (Tsaman)
(-) Pembayaran yang diangsur
: Rp XXX
Terbilang (………………………………………………………………………………………………)
Comment [N4]: KETENTUAN UMUM FATWA HURUF (d) FATWA – At-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah)
r
~.)-~~v~~'.: ",.
~
..,..
~ ••...
.....
r-
;;
.....•
DEWAN SYARIAH NASIONAL MUI National Sharia Board - Indonesian Council of Ulama Sekretariat:
JI. Dempo No.19 Pegangsaan -Jakarta Pusat 10320 Telp. : (021) 3904146 Fax.:(021) 31903288
FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 84/DSN-MUIIXII/2012 Tentang MET ODE PENGAKUAN KEUNTUNGAN Al-TAMWIL BI AL-MURABAHAH (PEMBIAYAAN MURABAHAH) DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Dewan Syariah NasionalMenimbang
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) setelah:
: a. bahwa dalam pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah yang diaplikasikan
oleh Lembaga
Keuangan
Syariah
(LKS) dikenal
antara lain dua metode, yaitu metode proporsional
dan metode
anuitas; b. bahwa penerapan salah satu dari dua metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah tersebut menimbulkan permasalahan bagi kalangan industri dan masyarakat, sehingga memerlukan kejelasan dari aspek syariah mengenai kedua metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah tersebut; c. bahwa Lembaga Keuangan Syariah memerlukan metode pengakuan keuntungan
pembiayaan
murabahah
yang
dapat
mendorong
pertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah yang sehat; d. bahwa atas dasar pertimbangan huruf a b, dan c, Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang metode pengakuan keuntungan pembiayaan
murabahah
di Lembaga
Keuangan
Syariah untuk
dijadikan pedoman. Mengingat
1. Firman Allah s.w.t., antara lain: a. QS. al-Nisa' [4]: 29: '"
.J. • e
U~
0
""
i U
C'::'
J
J
-'"
~ If'" .
c: ° <1(Oi . r-'~ r-''''' .r"
",
",
0
{jj
~I
IL.LJL,
,.. "
e
'"
.J.J
2 ",.
(I("'\J~ y--
~
(~/T ~ °jJI y J..
1/.' 1S M
~
-
"'"
J
0P oJb; "
... ~
uP1) '"
~
"'"
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu ... " Dewan Syariah Nasiona.l - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah
2
b. QS. al-Ma'idah [5]: 1:
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu .... " c. QS. al-Ma'idah [5]: 2:
~yi ~
~ljUlj
Ijj~
~j l>~lj •••
11 ~
0
Ijj~j
:;J
tfJ
...
~
"
.ylkJI ~.G. aJI01 aJI1~lj " ...Dan
tolong-menolonglah
kebajikan
dan takwa,
kamu
dalam
dan jangan
(mengerjakan)
tolong-menolong
dalam
berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. " d. QS. al-Baqarah [2]: 283: ..-:
""
'f.
..-: 0
.. .~~~I pj
;1J
,~~I ~jl
J
0.....
~
l>~1~~
.•.
\~~!~
~i
0
.•.•
0~..
" ...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan
amanatnya
dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya ... ". 2. Hadis Nabi s.a.w., antara lain: a. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya: ,.
....
,.:/1
0/
~j ~~ ~ 0i
~I~
~j
~L.
'Oj~
(~
tY'
;1J
;1J.....
:;I
(.Lj ~ ill1 ~
~
cj ~L,a.....JI J.
:yL.£JI/ ~ :~.1JI
....
O~~
tY'
$1/
J~~ 0i J.I
,-.r:-i)
~I ,-L.
cj ls-! o" :yl)1 'i~~1
~
J.I tY' -Lri olJjJ
~L. J 'd~
.r ii'
"Rasulullab s.a.w. menetapkan: Tidak boleh membahayakan/ merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya). " (HR. Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit dalam Kitab Sunan al-Tirmidzi, Kitab: Ahkam, bab man bana fi haqqihi ma yadhurru
bi jarihi, No: 2331; HR.
Ahmad dari Ibnu Abbas dan HR Malik dari Yahya) b. Hadis riwayat Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kitab Ahkam, bab: ma dzukira 'an Rasulillah, No:<1272: tJj
~In
?
"...
•••
.p.",
/.
l~i i ~yG.../ .•/ ~ .r: J i?
I~I// "'\~'I0 'I~r~l/ /r;./
.1...4
.r"
o;1J
u-
J
LJI.:>-
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
i?
If
0
0,
~I /. ~o :11 /. ~U'"u ~
0
0 /,
W .r"
~rl~.t, l ~~
n,
Jr
0/
"•• ~
~
",-
:"'1'"",\1 C-'-
I;". U.J"~ ~ } ~1..~.il/J
cs:"
0}
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah
3
"Perdamaian boleh dilakukan di an tara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. " c. Hadis Mauquflbnu
Mas'ud:
~~,.. .ul ~\ ~,..~ ~,..J: \: ~:.. ~ 1 uy>- •...~ J
0
.~
J \\
0
~-\"
0)
I" \.,4
"Apa yang dipandang baik c:leh umat Islam, baik pula di sisi Allah." (HR Ahmad, Musnad Ibn Hanbal, kitab: al-Muktsirin min al-Shabahah,
bab: Musnad Abdullah
Ibnu Mas'ud,
No.
3418; Radd al-Muhtar 'ala Dur al-Mukhtar, Ibnu 'Abidin,
Dar
al-Kutub al-Tlmiyah, hlm, 52) 3. Kaidah fikih, antara lain:
~~ ~q ~ I~ u-10\~ JJ.s- :Ii "\l. ...-:
,..
~
:ii
o/:$J
• 0 ~
v
//
J
0
h-\S't\ .
""",.,....
;'
J
0
t ~W_
f..t\ l
-.I.
""'''
10 _f..t\
U-
l
;'
"Pada dasarnya, segala bentuk mu 'amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. " (al-Asybah wa alNazha 'ir fi Qawa'id wa Furu' Fiqh al-Syafi'iyyah, Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibnu Abi Bakr al-Suyuthi, Beirut: Dar al-Kitab aI-'Arabi. 1987, hlm. 133). "'"
0
(/J
'~\J ~ ~ 'J~~\)\ "Jika
sebuah
kewajiban
tidak
terlaksana
,.
~ 'J ~
kecuali
sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya." Fuhul, Muhammad
J.
.Y
dengan
(Irsyad al-
Ibn Ali Ibn Ahmad al-Syaukani,
Beirut:
Dar al-Fikr. 1992, juz 1, hlm, 411). ,.
0....
~~ "Keputusan/kebijakan/tindakan
/.
/.
0
J..
.k:; ~) ~ r~Y\ ~~ pemegang
otoritas
terhadap
rakyat harus mempertimbangkan mashlahat. " (al-Asybah wa alNazha 'ir fi Qawa'id wa Furu' Fiqh al-Syafi'iyyah,
Jaial aI-Din
Abd al-Rahman Ibnu Abi Bakr al-Suyuthi, Dar Saa, Kairo 2004, cet. II, Vol. I, hlm, 276).
"Adat hukum."
(dapat)
dijadikan
pertimbangan
dalam
penetapan
(Durar al-Hukkam fi Syarh Majallat al-Ahkam, Ali
Haidar, Dar aI-JiI, pasal 812, hlm. 351).
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
.w
184 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah
4
.ti,:? .1)~\:itS--li:; ~);:.J\ .~ /
"Sesuatu yang diketahui (berlaku) secara adat (berdasarkan kebiasaan)
sama statusnya
sebagai syarat."
dengan sesuatu yang ditetapkan
(Durar al-Hukkam fi Syarh
Majallat
al-
Ahkam, Ali Haidar, Dar aI-Jail, pasal251, him. 233). .:
~ ':0/
~/J
.1
0 ~~
JtS--!G:j\ ~ ~ 0/
~o
J
;J\
·C
"Sesuatu yang diketahui (berlaku) secara adat (berdasarkan kebiasaan) di antara sesama pedagang sama statusnya dengan sesuatu yang ditetapkan sebagai syarat di an tara mereka." (Syarh
al-Qawa'id
al-Fiqhiyyah,
Ahmad
Ibn
al-Syaikh
Muhammad al-Zarqa, Damaskus: Dar al-Qalam, 1989, hIm. 237; al-Qawaid Tathawwuruha, Muhimmatuha,
al-Fiqhiyyah: Dirasat
Mafhumuha,
Nasy'atuha,
Mu 'allafatuha,
Adillatuha,
Tathbiqatuha,
Ali
Ahmad
al-Nadawi,
Damaskus: Dar al-Qalam, 1994, hlm. 65; dan al-Wajiz fi Idhah al-Fiqh al-Kuliyyah, Muhammad Shidqi Ibn al-Burnu,
Beirut:
Mu'assasah al-Risalah, 1983, hlm. 79) .
.~~ ~8tS-- J~~ ~8\
.t
"Sesuatu yang tetap (berlaku) berdasarkan kebiasaan sama statusnya dengan sesuatu yang ditetapkan dengan nash." (alQawa'id al-Fiqhiyyah al-Kubra wa Atsaruha fi al-Mu 'amalat al-Maliyah, Umar Abdullah Kahil, Kairo: Universitas al-Azhar. t.th, hlm. 160).
.~~\ "Keputusan pemerintah ijtihad menghilangkan
~~ ~~~\ ~G ~
~W\ ~
.~
(pemegang otoritas) dalam masalah ikhtilaf"
(al-Furuq, Syihab al-Din al-
Qurafi, Beirut: 'Alam al-Kutub, t.th., juz II, hIm. 103).
'~~\~J~W\~ "Keputusan pemerintah (pemegang otoritas) menghilangkan ikhtilaf" (I'anat al-Thalibin, Sayyid al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, Beirut: Dar al-Fikr. t.th., juz III, hlm. 303; Hasiyah Ibn Abidin, Muhammad
Amin, Beirut: Dar al-Fikr.
1386 H, juz III, hlm. 412; dan Hasiyah al-Dasuqi, Muhammad al-Dasuqi, Beirut: Dar al-Fikr. t.th., juz IV, hlm. 79, 147, dan 158).
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
)
i------84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah
Memperhatikan
5
1. Pendapat para ulama, antara lain: a. Dr. Wahbah al-Zuhaili: ""
'"
/.
/.
..\kJI~lkJI ~~
"" "",."., o
/t-
J ..... "
",
'"
~O"
oJ/.
""",.
"
,;'
~I
/.
0
",
~tkJI ~~
... ~
"~-.-;",..,,..,
""
0
..\kJI~j
~~I
//"., ""
J;;::~f ~
;"
;Jj
t;JT ~
J
0
,~j:WJ ~I
"
~I;~
""
J
0
;'
't
;'
//
.~~I r~1 ~G I~j Akibat hukum utama akad (tujuan akad, ghayah) terjadi seketika --berdasarkan ketentuan syara '-- hanya dengan terjadinya akad yang sah (memenuhi rukun dan syarat-syaratnya) ... dengan terjadinya akad jual beli yang sah, beralihlah kepemilikan (barang) kepada pembeli; demikian pula akibat hukum akad lainnya (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah al-Zuhaili, Beirut: Dar al-Fikr al-Mu'ashir. 2006. juz IV, hlm. 3084) b. Pendapat
fuqaha
dalam
al-Mausu'atu
al-Fiqhiyah
al-
Kuwaitiyah: o
2W1 ~j
:;I
oj)
~_/~.:l\ ~
0~j
0
,~I
;'"..
0
0
'C;.":l\ ~j\:JI
~
;'...,;'
//.
...
""
'lA:JI
. ~ "..
~
(Jj"
;'
/.
\;",' .-/::/ ~/ ~~
J
0"
,~'"
/.
1~/I
-
~
_.
",.
0
.°:11 r.:::;:--
~"'/.' '"
~
.•...
//
Dalam jual-beli, obyek (mabi') menjadi milik pembeli dan uang (tsaman) menjadi milik penjual; pembeli menjadi pemilik obyek (mabi') dengan terjadinya akad jual-beli yang sah, tanpa disyaratkan
adanya penguasaan
(qabdh)
(al-Mausu'atu
al-
Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Wizaratul Auqaf al-Kuwaitiyah, juz 9, hIm. 37.) 2. Keputusan AAOFI, dalam al-Ma'ayir al-Syar'iyyah: ,.".
/0
4#-
~
;$I
~
""'"
:.?I y~1
"..
-",.,,;'
/.0
~"
"..,...
"
~
"".".",..
,...
~
° . ~(;;/:::l\ ~GJI
~
-'
///
o
~I
,... ",.,.
~
J
0~
.
~
~
0i
L1
~?
~ ..•.
J
.
0/
/.
-
~
~:)Iy~ ,.
""
o;J
,.
~
oJI.
'"
"...,:;
~t5"
\;",' °:)1 ~ //
.......•.
0i ~~ 'J
~
~~
'" ••.
o;J
0,/
'"
;~ ~
"'"
""
~-'---,.
0,..
/.
'J~I
/0
""
0
/.
~
0
",;,
Jo
;'
~;,
,...
~i ~j:JI
~;,
:,i ,;:WI ~\.SJ ~.?~I ",
r~
//...:/J;:"
~? ~dj~
J~~
~
~:)I..4..G.J ~ ;""..
/.
aJ"G]1 ,--,~I //
- ).
""
".,
0
..•.
-f"
",.-
'"
;'
0
0
J:,w'JI Jjh ~
~w~l\
.d~:\~~ /
/
a..;;.; L /.
~~
~c,.~i /
/
Lembaga Keuangan Syariah tidak dilarang untuk menggunakan metode yang diterima (dibolehkan) oleh syariah dan 'urf dalam menghitung keuntungan (murabahah) sesuai jangka waktu Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah
6
pembiayaan, antara lain metode penghitungan keuntungan berdasarkan prosentase atas jumlah total harga/pembiayaan dalam satu tahun, selama jangka waktu pembiayaan (thariqah al-hisab allati ta'tamidu 'ala tahdid al-ribh nisbatan 'ala kamil al-mablagh sanawiyan li kamil al-muddah), atau metode penghitungan secara menurun (thariqah al-hisab al-tanazuliyah), yaitu penghitungan keuntungan berdasarkan sisa pembiayaan yang menjadi tanggungjawab nasabah sesuai dengan jadual angsuran. Dalam kedua metode terse but, pada saat akad total harga jual harus disebutkan dalam bentuk nominal. (al-Ma 'ayir al-Syar'iyah li alMuraja 'ah al-Islamiyah, Mi'yar No. 47, Hai'ah al-Muraja'ah wa alMuhasabah al-Islamiyah, Bahrain, hlm. 63).
'"
""",
0.....,;'
4C .;.('; ~ ~jJ .bwi ~ ~ ~/
~
~
...."..
",
0
//
:0:::~~j t>:b-l /....
0
.....0
~J.;ji 4W\ 4L:J\ o~\ //
'"
//
~ ~ o;~
i\~~ .•.•.
/~
.•...
~
·~~r! "Pengakuan keuntungan jual-beli tangguh yang harganya dibayar sekaligus setelah periode buku berjalan atau dibayar secara angsuran dalam beberapa peri ode buku berikutnya, dilakukan dengan salah satu dari dua metode berikut: (1) Pengakuan keuntungan disebar ke dalam beberapa periode buku yang akan datang sampai dengan jatuh tempo; dalam arti untuk setiap periode buku ada bagian keuntungan yang ditentukan, baik pembayaran harga terse but diterima atau tidak. Inilah metode yang lebih disukai; (2) Pengakuan keuntungan dilakukan ketika setiap angsuran bayaran harga diterima, apabila dewan pengawas syariah LKS/bank membolehkannya atau apabila otoritas pengawas mengharuskan demikian. (Ma' ayir al-Muhasabah wa al-
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah
7
li al-Mu'assasat al-Maliyah
al-
wa al-Dhioabitn
Muraja'ah
Islamiyah, Mi'yar no 2, AAOIFI Bahrain, 2004, hIm. 142). 3. Pendapat Dr. 'Isham Abdul Hadi Abu Nashr: I/J
0
/0J.
0 .....• 0
(:(:::11 .bUUI~ ".
""
:,i ~~I ""
"" 0
~I)I
~
""
~I
~~ ~;
,/
,/,/
J;"j ~;, ~ ,/.....
0,..
t~
J>-.8
'JJ
~
""
//
,?y ~~ ~
~';"Jjt. d ~i
J
,.,
,..
~,..
JI?UI ;'
J
0
0lolo!
,.;
:Jj
"..
~
;,-",.,
.•..•
~~I ,/,......
~Iy .•..
d ..•
...•
:1 (:0 wI:'~?-
%
~y,:;JI~ ~
,;./
""
~ ~UUI
,.,
J;,.:,i u {f~ ~ILJIJ (~.i~~~;~:.JI)
/////
//,.,
//;'".
~~I f 1° ..•~:: . 0~1 0)" L / / ':' / !~ ~~ :
.~I
(dalam murabahah tangguh atau cicilan) ketika ada skema yang memberikan jaminan kepada penjual bahwa penagihan angsuran yang masih tersisa akan berhasil tepat waktu, karena ada jaminan (rahn) berupa barang yang menjadi obyek jual atau lainnya, dan angsuran bisa diambil/dipenuhi dari harga penjualan marhun pada saat terjadi kemaeetan pembayaran dari pembeli, maka tidak ada alasan untuk menunda pengakuan keuntungan murabahah sampai dengan angsuran tertagih atau telah jatuh tempo (al-Mu' alajah alMuhasabiyah li 'Amaliyat al-Bai' bi al-Taqsith, Muhasaba fi Dhai
ah kam al-Fiqh al-Islami, haI9, haIll). 4. Substansi Fatwa DSN-MUI Murabahah; 5. Surat Dewan
No. 04IDSN-MUIIIV /2000 tentang
Standard Akuntansi
Syariah Nomor
0700/DSAS-
IAI/2012, tanggal10 Oktober 2012; 6. Surat
Asosiasi
Perusahaan
234/APPI/WKU-ESI/XI/12, 7. Surat Asosiasi
bank
Pembiayaan
Indonesia
Nomor
tangga122 November 2012;
Syariah Indonesia
Nomor
21/042-2/2012,
tanggal23 November 2012; 8. Rekomendasi Ijtima' Sanawi (Annual Meeting) Dewan Pengawas Syariah VIII, Tahun 2012 tang gal 2-5 Desember 2012; 9. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Jumat, tanggal 07 Shafar 1433/21 Desember 2012. MEMUTUSKAN Menetapkan
Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahak (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah
Pertama
Ketentuan
Umum
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah
8
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan: 1. Metode Proporsional (Thariqah Mubasyirah) adalah pengakuan keuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang (harga jual, tsaman) yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih (al-atsman al-muhashshalah); 2. Metode Anuitas (Thariqah al-Hisab al-Tanazuliyyah/Thariqah alTanaqushiyyah) adalah pengakuan keuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlah sisa harga pokok yang belum ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah sisa harga pokok yang belum ditagih (al-atsman al-mutabaqqiyah); adalah akad jual-beli dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayamya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan;
3. Murabahah
(Pembiayaan Murabahah) adalah murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan cara LKS membelikan barang sesuai dengan pesanan nasabah, kemudian LKS menjualnya kepada nasabah --setelah barang menjadi milik LKS-- dengan pembayaran secara angsuran;
4. At-Tamwil
bi al-Murabahah
5. Harga Jual (tsaman) adalah harga pokok ditambah keuntungan; adalah suatu keadaan yang dianggap paling banyak mendatangkan manfaat bagi pertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah yang sehat.
6. Al-Mashlahah
Kedua
(ashlah)
Ketentuan Hukum
Metode pengakuan keuntungan Murabahah dan Pembiayaan Murabahah boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitas dengan mengikuti ketentuan-ketentuan dalam fatwa ini. Ketiga
Ketentuan Khusus
1. Pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para pedagang (al-tujjar), yaitu secara proporsional boleh dilakukan selama sesuai dengan 'urf (kebiasaan) yang berlaku di kalangan para pedagang; 2. Pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh dilakukan secara Proporsional dan secara Anuitas selama sesuai dengan 'urf(kebiasaan) yang berlaku di kalangan LKS;
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah
9
3. Pemilihan metode pengakuan keuntungan al-Tamwil bi alMurabahah pada LKS harus memperhatikan mashlahah LKS bagi pertumbuhan LKS yang sehat; 4. Metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah yang ashlah dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode Anuitas; 5. Dalam hal LKS menggunakan metode pengakuan keuntungan atTamwil bi al-Murabahah secara anuitas, porsi keuntungan barus ada selama jangka waktu angsuran; keuntungan at-tamwil bi almurabahah (pembiayaan murabahah) tidak boleh diakui seluruhnya sebelum pengembalian piutang pembiayaan murabahah berakhir/lunas dibayar. Keempat
Penutup Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari temyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempumakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Pada tanggal
DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
DR. K.H. M.A. SAHAL MAHFUDH
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia
Jakarta 07 Shafar 1433 H 21 Desember 2012 M
Wawancara Staff Financing Operation Divison Bagian Legal Division Bank Syariah Mandiri
Responden
: Bapak Muammar
1. Bagaimana proses pra-akad akad murabahah marjin bertingkat? Sebelum menganalisis akad murabahah marjin bertingkat, sebaiknya mengetahui proses pra-akad terjadinya akad murabahah. Tahapannya adalah nasabah datang ke Bank dengan mengajukan surat permohonan pembiayaan kepada Bank. Tahapan selanjutnya adalah pengenalan pihak nasabah yang dilakukan oleh bagian unit bisnis. Setelah selesai melakukan pengenalan dengan mengumpulkan seluruh data, lalu bagian unit bisnis membuat NAP atau Nota Analisis Pembiayaan pada kantor pusat, dan SKKP atau Surat Keputusan Komite Pembiayaan pada level kantor cabang. Begitu NAP atau SKKP selesai, maka selanjutnya diajukan kepada pihak komite. Komite itu biasanya adalah pihak manajemen atau direksi tergantung levelnya, mulai dari kepala divisi hingga dewan direksi. Setelah disetujui, bagian unit bisnis membuat SP3 atau Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan. NAP dan SP3 dikirim ke bagian legal yang akan dilihat, diperiksa, lalu mana saja dokumen-dokumen yang kurang lengkap untuk dilengkapi dokumennya. Pada SP3 tertulis skim apa yang akan dipergunakan, baik itu murabahah, musyarakah, mudharabah atau skim yang lainnya. Pada SP3 pun tertuang hasil tawarmenawar antara pihak nasabah dan Bank. Setelah Bank dan nasabah menyepakati SP3, barulah melakukan akad yang dikenal dengan perjanjian, dimana perjanjian tersebut merujuk kepada SP3.
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dari nasabah mengajukan permohonan pembiayaan hingga tandatangan akad terjadi Pak? Kalau untuk yang dibawah 30M, bisa diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu bulan. Tetapi untuk di kantor pusat yang plafondnya semakin tinggi, maka waktu yang
dibutuhkan kurang lebih tiga bulan, dikarenakan semakin tingginya proteksi SP3 pembiayaan.
3. Apakah SP3 merupakan offering letter Pak? Iya benar, itu memang offering letter. SP3 atau offering letter udah ada, maka jadilah line facility. Line facility mengatur tidak sedetail di akad turunan nanti. Line facility atau kamu kenal itu wa’ad lah, kesepahaman pada saat belajar teorinya. Cuma nama di dokumennya disini disebut line facility.
4. Apakah terdapat klasifikasi tertentu untuk akad murabahah marjin bertingkat? Di BSM itu dibedakan antara korporasi, consumer dan warung mikro. Kalau di kantor pusat seluruh skim pembiayaan dimulai lebih dari 30 M, sedangkan kalau di cabang, setau saya sekitar ratusan sampai 30 M itu masih dapat dilakukan oleh cabang. Dan kontrak di BSM sudah standar, jadi mau sebesar apapun plafondnya, maka semakin besar juga proteksi SP3-nya. Jadi masing-masing SP3 tidak sama satu sama lainnya.
5. Apakah ada perbedaan untuk plafond yang diatas 30 M dengan yang kurang dari itu selain dari proteksi SP3-nya Pak? Ada lagi, yaitu adanya peran notaris. Biasanya untuk pembiayaan diatas Rp 250.000.000 diberikan akta notariil atau yang bentuk akad atau perjanjiannya berbentuk akta notaris. Untuk pembiayaan dibawah Rp 250.000.000 diberikan kontrak dibawah tangan.
6. Bagaimana proses pencairan dana pembiayaan akad murabahah marjin bertingkat yang dilakukan oleh BSM? Setelah akad terjadi antara Bank dan nasabah, selanjutnya nasabah membuat surat permohonan pencairan pembiayaan. Setelah nasabah menandatangani akad, maka diajukan pencairan dananya yang akan masuk ke unit bisnis, kemudian membuat nota
pencairan, dan berbarengan dengan memo yang akan dikirimkan ke bagian legal di divisi operation. Setelah diterima oleh OPD (operation division), kemudian OPD mengolah data nasabah yang di dalam NAP disebutkan syarat-syarat pencairan, kondisi-kondisi yang harus dipenuhi dan hal-hal NAP yang dituangkan ke dalam akad. Saat pencairan, OPD memastikan syarat-syarat yang tertuang di dalam SP3 telah dipenuhi oleh nasabah dan meminta bentuk dokumennya seperti apa dan jaminan telah diikat secara sempurna, baik penutupan asuransi dan lain-lainnya terpenuhi, maka bagian OPD menandatangani FRP (Formulir Review Pembiayaan), yang didalamnya tedapat syarat-syarat yang harus dipenuhi. Pada FRP harus ditandatangani oleh 2 unit kerja, yaitu unit bisnis dan FOD (Financing Operation Division). Setelah keduanya menandatangani FRP, tahapan selanjutnya adalah proses pencairan. Dimana nantinya FOD akan memberikan FRP tersebut kepada unit bisnis bahwa pembiayaan tersebut layak cair. Lalu unit bisnis akan membuat memo atau perintah cair yang berisi berapa cicilannya. Dan ada consumer facility sebagai underlying untuk proses pencairan yang dilakukan oleh OPD yang akan diinput ke dalam sistem. Setelah masuk ke sistem, maka baru pencairan pembiayaan masuk ke rekening nasabah, selanjutnya tinggal melakukan monitoring saja sampai akad berakhir.
Wawancara Staff Financing Operation Divison Bagian Legal Division Bank Syariah Mandiri
Responden
: Bapak Mayo
1. Bank Syariah Mandiri memiliki banyak akad pembiayaan. Apakah skim murabahah margin bertingkat merupakan skim yang paling banyak digunakan dalam pembiayaan? Ya,
kalau kita berbicara frekuensi akad, ya murabahah itu sangat banyak
dibanding dengan akad lain.
2. Pembiayaan akad murabahah lebih banyak digunakan untuk pembiayaan apa? Macam-macam. Kalau kita kan kebetulan kita itu handle untuk korporasi perusahaan. Nah, kita ke PT-PT kalau untuk ditempat kita. Kalau di PT-PT itu untuk modal kerja misalnya untuk beli bibit ternak untuk perusahaan ternak, nah itu murabahah. Yaa pada intinya untuk yaa pembelian barang modal kerja maupun investasi itu lebih banyak kita pakai murabahah.
3. Bagaimana aplikasi akad wakalah pada akad murabahah margin bertingkat? Kalau murabahah adalah jual beli, akad atas transaksi jual beli. Dimana harga pokok dengan marjin atau keuntungannya juga boleh dimasukkan. Ketika kita berakad murabahah, berarti Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli karena pada murabahah itu hanya ada Bank dan nasabah. Bank sebenarnya tidak punya barang, jadi kalau dia sebagai penjual di akad murabahah itu akan diperjual belikan, sehingga diperlukan adanya satu akad lagi, yaitu akad wakalah. Jadi seperti ini, harusnya pada saat nasabah mengajukan pembiayaan, kita itu kasih uang plus akad wakalah. Wakalah ini kan mewakilkan. Seharusnya Bank berakad wakalah kepada nasabah dengan memberi uang. Memberi uang untuk beli ke supplier, tapi si nasabah itu membeli atas nama Bank, bukan atas nama dirinya. Jadi nasabah datang ke dealer, nasabah mau beli mobil lah anggap, tapi nasabah mewakili Bank, sudahlah mereka (nasabah dan supplier) berakad berarti barang tersebut adalah milik Bank. Setelah itu barulah muncul akad murabahah tersebut.
4. Setelah barang pesanan menjadi milik Bank, maka dokumen-dokumen kepemilikan atas barang tersebut menjadi atas nama Bank. Apakah proses selanjutnya kepemilikan atas barang tersebut diubah menjadi atas nama nasabah? Ga, jadi ini kan prinsip. Jadi hukum itu ada dua, hukum positif yang pemerintah, sama hukum syariah. Hukum positif, jika perlakuannya seperti itu, maka kita harus balik nama kembali. Tapi kalau syariah kan tidak. Syariah kalau kita beli barang, mau barang
itu dilegalitasnya itu milik orang lain, tapi ketika sudah melakukan jual beli maka barang tersebut dapat dijual. Misalnya beli mobil, walaupun BPKBnya itu punya wiwid, kan kita udah beli misalnya, walaupun itu atas nama wiwid, tetap sudah menjadi milik saya karena kita sudah berjual-beli dalam syariah kan begitu, ga mesti balik nama kan ga. Tapi di pemerintah pun, bisa jug akita ga balik nama dulu, kayak saya ceritanya mau beli mobil dari wiwid, mobilnya kan atas nama wiwid, saya sudah beli nih, tapi kebetulan pajaknya masih panjang, jadi saya ga usah balik nama dulu, nanti saja. Abis itu saya jual lagi, kan bisa saja. Jadi prakteknya gitu, nasabah mewakili Bank, tetapi ini akan kita jual lagi.
5. Jadi nanti namanya pun bukan langsung nama nasabah ya pak? Langsung nama Bank? Ohh ga, langsung nama nasabah. Itu untuk menghemat biaya. Karena kalau ga, nanti kan kena biaya.
6. Apakah dilemma Bank dalam menerapkan akad murabahah adalah dari kepemilikan objek akad? Iya, karena juga dulu kan awal Bank Syariah itu begitu, kena isunya seperti itu. Kalau dia dibalik dulu atas nama BSM, kan harusnya gitu. BSM beli dulu nih terus balik, nah itu kan dua kali, dulu kan kita dua kali bayar pajak. Nah akhirnya dengan akad wakalah ini, dimana tidak perlu dibalik namakan. Seperti itu, jadi langsung menjadi nama nasabah. Tapi secara teorinya begitu tadi, jadi karena Bank tidak punya barang, yasudah kita bilang, ‘nasabah mau beli barang yang mana?’. ‘Saya mau beli mobil yang ini’. Yasudah, saya kan ga punya waktu, ini saya wakalahin deh. Kalau kita berwakalah, seharusnya pada saat itu kita kasih duit, dia beli si nasabah atas nama Bank. Secara teorinya begitu, nanti secara praktek, ya prakteknya itu kita langsung, murabahah dan wakalah itu bareng, baru abis itu duitnya kita kasih.
7. Jadi memang praktek murabahah masih tersandung oleh hukum positif ya Pak?
Iya, ya susah. Kita kan mau membuat Bank Syariah dimana hukumnya kan terkadanag berbeda dengan hukum positif. Makanya tadi kan, ga perlu pake balik nama kan kita sudah berakad. Makanya akhirnya kita banyak melakukan inovasi-inovasi biar biayanya ga terlalu banyak, karena nanti kalau biayanya terlalu banyak ga bisa bersaing sama Bank konven. Tapi nanti memang akan banyak dicomplain, karena kan, pernah dengar hadits ini ga? Bahwa kita dilarang untuk menjual barang yang bukan miliknya dan barang tersebut belum kita kuasai.
8. Bagaimana dengan DPS Pak? Yaa itu kan sudah disahkan, di Dewan Syariah Nasional pun juga. Tapi ya itu lagi, apakah itu menjadi satu hukum menurut hukum syariah, ya wallahu’alam, kita kan ga tau. Nanti lah kita menunggu pengadilan yang sebenarnya, karena kita mengakali akad, tapi Dewan Syariah Nasional pun tidak memerintah (untuk mengehentikan akad), ga menjadi keharusan, kadang-kadang murabahah atau wakalah. Dulu awalnya murabahah belum menggunakan akad wakalah, kemudian saya bilang ini seharusnya tidak begini, karena seharusnya karena jika kita memiliki barang, kita langsung bisa melakukan akad murabahah, tapi karena kita tidak memiliki barang, harus memakai akad wakalah. Makanya pada tahun 2012, kita sepakat bahwa setiap murabahah harus ada wakalahnya.