Analisa Ultimate Strenght Fixed Platform Pasca Subsidence Ir. Murdjito, MSc.Eng1, Sholihin, ST, MT1, Ayu Febrianita Santoso Putri2 1)Staff pengajar Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya 2) Mahasiswa Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya Abstrak Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beban gelombang pada jacket steel platform dan pengaruh beban slamming pada beam deck setelah subsidence. Beban gelombang dihitung berdasarkan kondisi lingkungan ekstrim (gelombang 100 tahunan). Tegangan jacket member terjadi akibat bertambahnya beban lateral gelombang. Wáter depth dimodelkan dengan bertambahnya kedalaman subsidence hingga pucak gelombang menjangkau dasar sub cellar deck. Menggunakan SACS diketahui bahwa tegangan pada jacket member 3,3 kali lebih besar karena subsidence 5 ft dimana UC (unity check) 0,33 sebelum subsidence menjadi 1,07 setelah subsidence 5 ft. Tegangan member yang terjadi bertambah secara konstan setelah subsidence 5 ft hingga menjangkau dasar sub cellar deck. Pemodelan dengan Flow 3D diketahui bahwa pressure pada beam sub celar deck juga meningkat 1,3 akibat bertambahnya subsidence dari 5 ft ke 10 ft. Tegangan pada beam dapat diketahui telah melewati deformasi plastic akibat slamming pressure. Tegangan beam deck akibat slamming meningkat dari 309 MPa menjadi 407 MPa. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa beam deck telah mengalami kegagalan pada kondisi deformasi plastic akibat beban slamming dimana disebabkan setelah subsidence.
Key word : jacket structure, deck analysis, stress analysis, subsidence, slamming, UC (Unity check), ultimate strength, deformasi plastis.
1. Pendahuluan Subsidence adalah salah satu bentuk pergeseran tanah yang berbahaya yang umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia yang mengakibatkan perubahan keadaan lingkungan. Subsidence mempunyai dampak kematian yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat gempa bumi dan longsor, tapi total kerusakan yang diakibatkannya setiap tahun kemungkinan melebihi kerusakan akibat bencana alam yang lain. Perkiraan kejadian dari subsidence adalah sangat sulit dan ketidak pastian selalu ada, walaupun kondisi kemungkinkan terjadinya telah diketahui. Ada dua macam subsidence: penurunan tanah global (regional subsidence) adalah penurunan tanah yang meliputi daerah yang luas yang diakibatkan antara lain oleh gempa, pengambilan air tanah, dan
pengambilan minyak dan gas bumi yang mengakibatkan banjir, keretakan tanah yang menjalar, dan distorsi pada struktur. Penurunan tanah lokal (Soil subsidence) adalah penurunan tanah yang meliputi luasan yang lebih kecil yang disebabkan oleh pemompaan saat kegiatan konstruksi, pembebanan yang berlebih pada permukaan tanah, dan penyusutan serta pemecahan butiran tanah yang mengakibatkan distorsi pada struktur. Fenomena penurunan tanah selain terjadi di kota-kota besar akibat pengambilan air tanah yang berlebihan juga dapat terjadi di sekitar daerah eksploitasi minyak dan gas bumi baik onshore maupun offshore yang diakibatkan oleh massive eksploitasi sumber minyak dan gas bumi tersebut. Indikasi penurunan tanah dapat dilihat dari terjadinya penurunan
anjungan/ridge/platform minyak. Lower Deck lambat laun menjadi secara fisik tenggelam ke dalam air. Contoh Buktibukti penurunan tanah di daerah eksploitasi minyak dan gas bumi terlihat di beberapa anjungan minyak yang ada di Amerika, bahkan di wilayah Indonesia, seperti di anjungan minyak Arjuna field BP laut Jawa. Dalam penelitian ini salah satu cara untuk mengetahui apakah struktur jacket masih layak beroperasi dalam kondisi subsidence yaitu menggunakan analisa statis untuk mencari unity check terbesar, analisa fluida untuk mencari pressure karena gelombang, dan metode finite elemen , selain itu dilakukan pemodelan struktur jacket sebelum penurunan tanah samapai pasca penurunan tanah., dimana dalam kasus ini struktur mengalami subsidence yang mana akan terjadi penambahan beban gelombang (incremental wave load) sebagai asumsi bahwa struktur jacket mengalami subsidence yang mana air gap melebihi batas yang diijinkan dan mengakibatkan terjadinya slamming pada sub cellar deck. 2. Slamming Sebagai tambahan terhadap gaya yang diberi oleh Persamaan Morison, gaya angkat FD dan gaya slamming FS, secara khas dilalaikan dalam perhitungan secara luas. Beban Slamming timbul karena adanya hempasan dari gelombang di permukaan sedangkan besarnya gaya slamming per unit panjang (Fs) dapat ditentukan sebagai berikut
dimana:
Fs = ρ Cs D V
= = = =
CL ≈ Cs ≈
Gaya slamming per unit panjang berarah dengan kecepatan gelombang (N/m). Berat jenis air laut (kg/m). Koefisien slamming. Diameter member. Kecepatan pada permukaan air yang mengenai permukaan member (m/det). 1,3 CD. 5,5 untuk tubuler member.
3. Ultimate Limit State Kriteria perancangan struktur untuk mencegah terjadinya ULS didasarkan pada analisa plastic collapse atau ultimate strength. Konsep limitstate digunakan untuk mendefinisikan kegagalan dalam analisa keandalan struktur.Ultimate Limit State (ULS): 1. Berhubungan dengan kejadian ultimate serta mempertimbangkan daya tahan struktur (structural resistance) dengan daya cadangan yang cukup. 2. digunakan metode non-linear collaps analysis (push-over analysis). Tujuannya untuk mendesain struktur yang dapat menahan seperti permintaan sepanjang umur dari struktur. Struktur wajib memiliki batas yang mampu atau cukup untuk melindunginya terhadap beban. Faktor keselamatan diperlukan untuk perhitungan berbagai ketidakpastian karena faktor-faktor yang berubah, ketidaktelitian dalam proses yang digunakan pada penaksiran dan kontrol dari beban-beban atau efek yang ditimbulkan beban (tegangan, deformasi), ketidakpastian resistan struktur dan penentuannya, dan juga variasi dalam proses bangunan. Sebagian dasar desain dari faktor keselamatan pada suatu struktur ke dalam berbagai tipe dari pembebanan diterapkan secara tepat sebagai berikut :
Dd < Cd atau ukuran keselamatan = Cd/Dd > 1 4. Distribusi Tegangan Analisa tegangan ultimat dari struktur sangat sulit didapatkan. Metode nonlinier dibutuhkan untuk menghitung kelakuan member dalam rentang post elastis – plastis. Kekakuan system struktur harus dimonitor dan diperbaharui terus menerus karena member berada pada daerah palstis atau brittle. Ini berbeda dengan desain praktis elastis dimana elemen yang berada di daerah linier hanya memerlukan satu formula kekakuan di awal analisa. Ada dua hal utama dari analisa tegangan ultimat. Pertama adalah terjadi pembebanan maksimum yang diterima oleh struktur atau platform. Bentuk sederhana dari gaya versus displasmen seperti yang tampak pada Gambar 3.6. Yang kedua adalah studi dan identifikasi respon paltform terhadap pembebanan.
Gambar 2. Model Struktur GBWP Hasil dari pemodelan beban gelombang dengan SACS pada kondisi ekstrim menghasilkan reaksi pada tumpuan struktur GBWP sebagai berikut : Tabel 1. Reaksi Beban Gelombang pada struktur
Gambar 1. Diagram stress dan strength 5. Analisis Hasil dan Pembahasan Hasil pemodelan deck dan jacket struktur Gajah Baru Wellhead Platform dengan menggunakan program struktur SACS versi 5.2, sebagai berikut :
0
Mx (KNm) -181.621
My (KNm) 4040.92
0°
Fx (KN) 64.641
45°
44.588
38.085
-2263.81
2746.31
90° 135° 180° 225° 270° 315°
0.052 -40.069 -65.112 -44.515 -0.185 43.710
54.010 37.734 0 -39.749 -50.796 -37.423
-3183.27 -1997.59 25.135 2388.27 2956.502 2123.772
47.29 -2272.29 -2054.94 -2731.69 -165.273 -249.042
Arah
Fy (KN)
Beban Slamming timbul karena adanya hempasan dari gelombang di permukaan sedangkan besarnya gaya slamming per unit panjang (Fs). Dari perhitungan beban slamming, maka didapatkan besar beban slamming pada subcellar deck untuk setiap member yang terkena pengaruh subsidence, adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Beban slamming pada Sub Cellar untuk member properties W 16 x 40. Subsidence 5 6 7 8 9 10
Member propertis W 16 x 40 W 16 x 40 W 16 x 40 W 16 x 40 W 16 x 40 W 16 x 40
Fs (Kn/m) 8.408692 8.618165 8.832864 9.052921 9.27847 9.509648
Dari data dan hasil diatas dipakai member properties W 16 x 40 untuk analisa slamming karena mengalami beban yang paling besar terhadap beban slamming. Sehingga didapatkan grafik sebagai berikut,
Gambar 3. Beban slamming pada Sub Cellar Deck berdasarkan kedalaman.
Gambar 4. Grafik Unity Check member pada Sub Cellar Deck berdasarkan kedalaman. Gambar 3 diatas memperlihatkan adanya kenaikan terhadap besarnya beban slamming dikarenakan semakin terjadi subsidence maka member pada sub cellar deck mulai terendam air. Dari gambar 4 untuk unity check dari member-member pada sub cellar deck setelah terjadi slamming menunjukkan ada kenaikan stress ratio. Dapat ditarik kesimpulan bahwa UC pada member memiliki peningkatan yang signifikan saat subsidence 0 feet ke subsidence 5 feet sebesar 3,5 kalinya dari 0,3 menjadi 0.99. Dapat dilihat pula dari grafik, setelah subsidence 5 feet nilai UC menjadi tidak stabil (naik-turun). Hal ini karena adanya pengaruh kecepatan gelombang selama subsidence terjadi. Pada rules disebutkan kenaikan untuk UC hanya sebatas 15 % dari sebelum adanya subsidence. Maka kesimpulan yang didapatkan, walaupun UC > 1 tidak perlu dianalisa push over (tegangan plastis) mengingat tegangan yieldnya masih memenuhi tegangan allowable dan member masih dalam batas tegangan elastis dan tidak lebih dari 15 %. 6. Analisa sub cellar deck Flow 3D (local analisis). Dari hasil output SACS versi 5.2 berupa strees dan unity check maka sub cellar dimodelkan dengan analisa local dan pemodelan gelombang untuk menghasilkan pressure yang stabil. Pemodelan Flow 3D dalam tugas akhir ini dibuat sebanyak 5 pemodelan dengan variasi besar jumlah messing sesuai dengan konfigurasi model pada gambar 5. Adapun konfigurasi dari deck yang dimodelkan adalah: 1. Panjang deck 15 meter dan lebar 14 m. 2. Kecepatan arus 1,3 second. 3. Amplitudo gelombang 5 second.
4. Periode gelombang 10.5 second.
Titik tinjau tampak atas
Gambar 5. Model untuk running Flow 3D tampak atas. 7. Analisa Pemodelan dengan Variasi messing.
Gambar 7. Letak titik tinjau pressure tampak atas. Gambar 7 didapatkan titik-titik yang nantinya akan ditinjau sesuai probe pada Flow 3D untuk didapatkan hubungan antara pressure dengan jumlah messing. Dari analisa tesebut didapatkan pressure seperti gambar dibawah ini: Tabel 3. Hubungan jumlah messing dan pressure
Gambar 6. Tampilan messing Flow 3D
No
Jumlah messing
Pressure (Pa)
1
180000
4.13E+04
2
720000
7.27E+01
3
940500
5.20E+01
4
1092500
5.17E+01
5
1210000
5.16E+01
Pada gambar 6 messing dibuat dengan 2 perbedaan besarnya messing untuk arah sumbu z. Semakin mendekati girder, messing dibuat rapat dengan jumlah messing yang lebih besar sehingga dapat dilihat pada gambar diatas. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada saat analisa pressure dilakukan. Pada gambar
Gambar 8 Messing analisis dengan Flow 3D.
Dari grafik diatas dapat diketahui nilai pressure yang terjadi terlihat kestabilan nilai yang didapat pada rentang 720000 hingga 1210000 (Gambar 8). Trekait keterbatasan kapasitas computer, maka ukuran messing yang diambil untuk analisa lebih lanjut adalah nilai batas bawahnya yaitu 750000. Sehingga dari hasil diatas dapat dilanjutkan analisa local dengan messing yang stabil. 8. Analisis Pressure perubahan kedalaman.
dengan
Analisa pada bab ini dilakukan untuk mendapatkan pressure distribusi dengan menggunakan messing yang sudah stabil pada bab sebelumnya. Messing yang akan dipilih untuk analisa sebesar 750000 dengan alasan karena dari gambar 8 dapat dianalisa bahwa jumlah messing tersebut sudah dalam keadaan stabil.
Jumlah messing yang
Gambar 10. Grafik pressure distribusi Dari Tabel 4. dan Gambar 10 dapat diketahui semakin kedalaman bertambah maka pressure yang dihasilkan juga akan bertambah besar. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan gaya yang disebabkan oleh fluida yang bergerak mengenai permukaan girder paling bawah. Pertambahan nilai oerssure tersebut diikuti oleh bertambahnya kedalaman (water depth) sampai 9 feet. Dari nilai pressure diatas, digunakan untuk analisa pada ANSYS multifisik dengan mengubah nilai pressure menjadi nilai force.
dipilih sebesar 750000
Gambar 9 Grafik pemilihan preesure Tabel 4. Pressure distribusi No
subsidence (ft)
Pressure (Pa)
1
5
5.5309E+04
3
6
6.3161E+04
2
7
6.8583E+04
3
9
7.2964E+04
9. Analisa beam dengan ANSYS versi 5.1 Pada mulanya, kita akan membuat model beam dengan menggunakan ANSYS 11.0 seperti ditunjukkan pada Gambar 10 pada struktur beam sub cellar Gajah Baru Wellhead Platform. Jenis pemodelan dan perhitungan yang akan dilakukan adalah jenis structural. Pada pemodelan ANSYS material properties yang digunakan adalah SHELL93 dengan pertimbangan jenis material ini memiliki 6 DoF. Selain itu jenis material ini juga lebih ringan pada saat dilakukan running model. dengan bantuan Ansys.
Sample beam
1 LINES
yang dianalisa
4
TYPE NUM
JAN 11 2011 13:14:33
8 12
U ROT 17 24 23 19
7 11 6 10 5 9 31 32 18 33
25 26 27
30 29 28
Y Z
1 2X 3
16 13 14 15
Beam W 12 x 26 Beam W 10 x 22
Gambar 10. Letak beam untuk analisa Ansys. Dari konfigurasi diatas maka didapatkan gambar beam yang telah dimodelkan untuk Ansys, sebagai berikut : 1 ELEMENTS JAN
3 2011 14:05:35
Gambar 12. Pemberian konstrain pada beam. Setelah penentuan syarat batas, maka dilakukan input pembebanan pada model. Nilai input yang dimasukkan adalah dari hasil perhitungan pressure yang diubah menjadi force. Besarnya nilai inputan yang akan digunakan sebagai berikut : Tabel 5. Input force pada ansys
W 12 x 26
Y Z
1
Pressure (N/m2) 55309
Depth beam (m) 0.3032
Force (N/m) 16769.68
2
63161
0.3032
19150.42
3
68583
0.3032
20794.36
4
72964
0.3032
22122.68
No
X
W 10 x 22
Gambar 11. Visualisasi beam pada Ansys. 10. Pembebanan pada Ansys. Langkah selanjutnya setelah meshing model adalah penentuan syarat batas. Pada pemodelan ini, syarat batas dipilih on line dengan pertimbangan geladak tidak mengalami deformasi pada 6 moda gerakan. Penentuan syarat dapat dilihat pada Gambar 12.
Dari data diatas dapat dilihat force yang terjadi pada saat pembebanan seperti gambar dibawah ini,